Anda di halaman 1dari 26

Six Sigma

A. LATAR BELAKANG TERBENTUKNYA SIX SIGMA


Konsep dasar Six Sigma banyak sekali diambil dari Total Quality Management
(TQM) dan Statistical Process Control (SPC) dimana dua konsep besar ini diawali oleh
pemikiran-Pemikiran Shewhart,Juran,Deming,Crossby danIshikawa (Anonymousa, 2010).
Dari segi waktu, bisa dikatakan Six Sigma adalah hasil evolusi terakhir dari quality
improvement yang berkembang sejak tahun 1940-an. Hal inilah yang sering menjadi cibiran
para pakar statistik atau quality experts, karena
menganggap Six Sigma hanyalah konsep usang yang diganti bungkusnya dan dijual lagi
sehingga banyak orang yang melihatnya sebagai trend sesaat.
Banyak yang mengatakan bahwa Six Sigma adalah TQM yang lebih praktis, ada juga
yang mengatakan SPC dikombinasikan dengan financial met rics; tetapi yang terpenting
adalah : jika konsep ini dilaksanakan dengan disiplin dan konsisten dapat menghasilkan
perbaikan yang nyata dan terbukti (Anonymousa, 2010).

B. DEFINISI
Six Sigma merupakan sebuah metodologi terstruktur untuk memperbaiki proses yang
difokuskan pada usaha mengurangi variasi proses (process variances) sekaligus mengurangi
cacat (produk/jasa yang diluar spesifikasi) dengan menggunakan statistik dan problem
solving tools
secara intensif.
Secara harfiah, Six Sigma (6) adalah suatu besaran yang bisa kita terjemahkan secara
gampang sebagai sebuah proses yang memiliki kemungkinan cacat (defects opportunity)
sebanyak 3.4 buah dalam satu juta produk/jasa. Ada banyak kontroversi di sekitar penurunan
angka Six Sigma menjadi 3.4 dpmo (defects per mil l ion opportunities). Six Sigma sebagai
metrics merupakan sebuah referensi untuk mencapai suatu keadaan yang nyaris bebas cacat.
Dalam perkembangannya, 6 bukan hanya sebuah metrics, namun telah berkembang menjadi
sebuah metodologi dan bahkan strategi bisnis (Anonymousb, 2010).
C. TUJUAN DICIPTAKAN
Tujuan dari metodologi six sigma adalah untuk mengimplementasikan strategi yang
didasarkan pada pengukuran, dimana berfokus pada peningkatan proses dan sub-proses
melalui aplikasi six sigma, seperti DMAIC and DMADV. Metode Six Sigma DMAIC
(Define, Measure, Analyze, Improve, Control) diaplikasikan untuk meningkatkan proses yang
sudah ada. Metode Six Sigma DMADV (Define, Measure, Analyze, Design, Verify)
diaplikasikan untuk mengembangkan proses atau produk yang baru menggunakan kualitas six
sigma (Manggala, 2010).

D. ENAM KOMPONEN UTAMA KONSEP SIX SIGMA SEBAGAI STRATEGI BISNIS


(Anonymousb, 2010).
1.Benar-benar mengutamakan pelanggan : pelanggan bukan hanya berarti pembeli, tapi bisa
juga berarti rekan kerja, team yang menerima hasil kerja kita, pemerintah, masyarakat umum
pengguna jasa, dll.
2.Manajemen yang berdasarkan data dan fakta : bukan berdasarkan opini, atau pendapat tanpa
dasar.
3.Fokus pada proses, manajemen dan perbaikan : Six Sigma sangat tergantung
kemampuan kita mengerti proses yang dipadu dengan manajemen yang bagus untuk
melakukan perbaikan.
4.Manajemen yang proaktif : peran pemimpin dan manajer sangat penting dalam mengarahkan
keberhasilan dalam melakukan perubahan.
5.Kolaborasi tanpa batas : kerja sama antar tim yang harus mulus.
6.Selalu Mengejar Kesempurnaan.

E. LANGKAH-LANGKAH IMPLEMENTASI PENINGKATAN KUALITAS SIX SIGMA


Langkah-langkah implementasi peningkatan kualitas Sig Sigma terdiri dari lima langkah
yaitu : (Dumadia, 2009).
1. Define
Define adalah penetapan sasaran dari aktivitas peningkatan kualitas Six Sigma. Pada
bidang operasional sasaran tersebut dapat berupa penurunan tingkat produk cacat dan biaya
operasional serta peningkatan output produksi dan produktivtas. Langkah ini jug
amendefinisikan rencana tindakan yang harus dilakukan untuk melakukan penigkatan dari
setiap tahap proses bisnis kunci. Define merupakan langkah operasional pertama dalam
proyek peningkatan kualitas Six Sigma, yang meliputi :
a. Mendefinisikan kriteria pemilihan proyek Six Sigma
Dalam langkah ini, pemilihan proyek terbaik berdasarkan pada identifikasi proyek
yang terbaik sepadan dengan kebutuhan, kapabilitas, dan tujuan organisasi.
b. Mendefinisikan peran orang-orang yang terllihat dalam Six Sigma
Dilangkah kedua ini, didefiniskan peran orang-orang yang terlibat dalam proyek
implementasi Six Sigma adalah :
1) Dewan kepemimpinan
2) Champions
3) Master Black Belts
4) Black Belts
5) Green Belts
6) Anggota-anggota Tim Proyek Six Sigma
c. Mendefinisikan kebutuhan pelatihan dalam proyek Six Sigma
Proses transformasi pengetahuan dan metodologi Six Sigma yang paling efektif adalah
dengan menciptakan sistem pelatihan Six Sigma yang terstruktur dan sistematik. Sistem ini
diberikan kepada orang yang telah terpilih berdasarkan kriteria pemilihan proyek Six Sigma
yang telah ditentukan. Hal ini berarti bahwa organisasi harus secara terus menerus mengenal
informasi dan pandangan baru dari pelanggannya, lingkungan eksternal dan proses-proses.
d. Mendefinisikan proses kunci beserta pelanggan dari proyek Six Sigma
Proyek Six Sigma yang telah ditentukan, harus didefinisikan dalam proses kunci dan
pelanggan yang terlibat dalam proses tersebut.
e. Mendefinisikan kebutuhan spesifik dari pelanggan yang terlihat dalam proyek Six Sigma
Dalam mendefinisikan kebutuhan spesifik dari pelanggan, terdapat dua persyaratan
kritis, yaitu :
1) Merupakan karakteristik produk akhir (barang/jasa) yang diserahkan kepada pelanggan pada
akhir suatu proses yang berkaitan dengan efektivitas produk akhir tersebut. Dalam
persyaratan ini tim proyek Six Sigma harus mampu mendaftar semua persyaratan output yang
diinginkan oleh pelanggan.
2) Persyaratan pelayanan
Petunjuk bagaimana pelanggan sebaiknya diperalkukan selama eksekusi dari proses tersebut.
Misalnya melakukan pelanggan dengan ramah.
Setelah persyaratan output dan persyaratan pelayanan tersebut didefinisikan langkah
selanjutnya adalah mengendalikan kualitas dan mendefinisikan melakui karakteristik kualitas,
yang disebut sebagai Critical to Quality.

f. Mendefinisikan pernyataan tujuan proyek Six Sigma


Mendefinisikan tujuan dari proyek Six Sigma harus mengikuti prinsip SMART
sebagai berikut :
1) Specific (spesifik)
Tujuan dari proyek Six Sigma harus dinyatakan secara spesifik dan tegas, sehingga tidak
menimbulkan pengertian yang rancu.
2) Measureble (dapat diukur)
Tujuan dari proyek Six Sigma dapat diukur dengan memakai indikator pengukuran yang tepat
untuk mencapai keberhasilan, peninjauan ulang atau tindakan perbaikan dimasa yang akan
datang.
3) Achievable (dapat dicapai)
Tujuan dari proyek Six Sigma harus dapat dicapai atau terjangkau oleh semua sumber daya
yang dimiliki oleh perusahaan.
4) Result-oriented (berfokus pada hasil)
Tujuan dari proyek Six Sigma harus berorientasi pada hasil-hasil yang berupa pencapaian
target-target kualitas yang harus ditetapkan, yang ditunjukkan melalui penurunan Defect Per
Million Opportunities, peningkatan Process Capability, dan lain-lain.
5) Time bound (adanya batas waktu)
Tujuan dari proyek Six Sigma harus memiliki batas waktu untuk mencapai batas waktu yang
telah ditentukan. Target yang telah ditentukan harus dicapai secara tepat waktu.

2. Measure
Tahap measure merupakan tahap dimana melakukan pemetaan proses, pengevaluasian sistem
pengukuran dan menaksir kemampuan baseline kinerja dalam perusahaan. Terdapat tiga hal
pokok dalam tahap measure
a. Menetapkan karakteristik kualitas (Critical to Quality) kunci
Dalam menentapkan karakteristik kualitas kunci harus mempertimbangkan setiap aspek
dan proses operasional yang mempengaruhi persepsi pelanggan tentang nilai kuaitas.
Perusahaan harus melakukan pengukuran terhadap hal-hal yang memiliki keterkaitan dengan
kepuasan konsumen dan strategi bisnis perusahaan. Penerapan karakteristik berkaitan
langsung dengan kebutuhan pelanggan akan sangat tergantung pada situasi dan kondisi dari
masing-masing perusahaan. Dalam hal ini perusahaan harus mempertahankan aspek internal
dan aspek eksternalnya.
b. Mengembangkan rencana pengumpulan data
Pada dasanya pengumpulan karakteristik kualitas dapat dilakukan pada tiga tingkat.
1) Pengukuran pada tingkat proses
Pengukuran ini mengukur aktivitas dalam proses dan karakteristik kualitas input yang
diserahkan oleh pemasok (supplier) yang mempengaruhi karakteristik kualitas putput yang
diinginkan. Tujuan dari pengukuran ini untuk mengidentifikasikan perilaku yang mengatur
setiap langkah dalam proses untuk mengendalikan dan meningkatkan proses serta
memperkirakan output sebelum output diproduksi dan diserahkan kepada pelanggan.
2) Pengukuran pada tingkat output
Pengukuran ini mengukur karakteristik kualitas output yang dihasilkan dari suatu proses
dibandingkan dengan spesifikasi karakteristik kualitas yang diinginkan pelanggan.
3) Pengukuran pada tingkat outcome
Pengukuran ini mengukur bagaimana baiknya suatu prodeuk dapat memenuhi kebutuhan
spesifik dari pelanggan.
c. Pengukuran baseline kinerja (performance baseline)
Sebelum proyek Six Sigma dimulai, perusahaan harus mengetahui tingkat kinerja yang
sekarang (baseline kinerja). Setelah ini maka peningkatan yang dicapai dapat diukur
sepanjang jalannya proyek Six Sigma. Baseline kinerja dalam Six Sigma dapat ditentukan
dengan menggunakan suatu pengukuran DPMO (Defect Per Million Opportunities) dan
tingkat kapabilitas Sigma (sigma level).
3. Analisis
Tahap ini merupakan tahap dimana perusahaan harus mencari dan memahami mengapa
produk-produk cacat dapat terjadi. Dengan kata lain pada tahap ini, perusahaan melalui Six
Sigma mereka, mencari input mana saja yang mempengaruhi kualitas output. Pada tahap ini
perusahaan harus melakukan beberapa hal yaitu sebagai berikut :
a. Menentukan stabilitas dan kemampuan (kapabilitas) proses
Proses produksi harus merupakan sebagai suatu proses peningkatan yang terus menerus
(continues improvement), yang dimulai dari ide-ide untuk menghasilkan suatu produk,
mengembangkan produk, proses produksi, sampai pada distribusi kepada pelanggan.
b. Menetapkan target-target kinerja dari karakteristik kualitas (Critical to Quality) kunci
Setelah melakukan analisis stabilitas dan kemampuan proses, maka harus ditetapkan target-
target kinerja dari karakteristik kualitas (CTQ) kunci untuk ditingkatkan selama masa proyek
Six Sigma. Penetapan ini mempertimbangkan kemajuan proses dan kesiapan sumberdaya
yang dimiliki oleh perusahaan.
c. Mengidentifikasikasi sumber-sumber dan akar penyebab masalah kualitas
Perusahaan harus memahami produk penyebab cacat kemudian merincinya menjadi berbagai
alasan yang jelas.

4. Improve
Pada langkah ini ditetapkan suatu rencana tindakan untuk meningkatkan kualitas Six
Sigma. Tim peningkatan kualitas harus mengetahui target yang harus dicapai, mengapa
rencana tindakan itu harus dilakukan, siapa penanggung jawab rencana tindakan itu,
bagaimana melaksanakan rencana tindakan itu.

5. Control
Pada tahap ini hasil-hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan disebarluaskan,
praktek-praktek terbaik yang sukses dalam meningkatkan proses distandarsasikan dan
disebarluaskan, dan dijadikan pedoman kerja standar, serta kepemimpinan atas tanggung
jawab ditransfer dari tim Six Sigma kepada pemilik atau penanggung jawab proses.

E. LEMBAGA YANG MELAKUKAN SERTIFIKASI


- ASQ America - Invest in your career and your future with an ASQ certification. Gain an
advantage over your competition and increase your potential for a higher salary.
- Organisasi nir laba Indonesian Production and Operations Management Society
(IPOMS) bekerja sama dengan Productivity and Quality Management (PQM)
Consultants dan International Quality Federation (IQF) menyelenggarakan sertifikasi Six
Sigma untuk tiga tingkatan : Green Belt, Black Belt, dan Master Black Belt (Anonymous c,
2008).

F. KONSULTAN DAN TRAINER DI INDONESIA


- ISO SIEN Consultant (Yoyo, 2010).
- Indonesian Production and Operations Management Society
(IPOMS) bekerja sama dengan Productivity and Quality Management (PQM) Consultants
dan International Quality Federation (IQF) (Anonymousc, 2008).
- Phitagoras Training & Consulting (Anonymousd, 2010).
- APICS. The Association for Operations Management - Advancing
Productivity, Innovation, and Competitive Success (Firmansyah, 2010).
G. CONTOH PERUSAHAAN YANG TELAH MENERAPKAN SIX SIGMA
Six Sigma adalah strategi peningkatan kualitas dan daya saing
perusahaan yang telah banyak dipakai oleh banyak perusahaan kelas dunia
seperti Motorolla, General Electric (GE), Honeywell/Allied Signal, CitiBank,
Bank of America, Sony, Bechtel (perusahaan konstruksi), IBM, Boeing
Aircraft, Ford Motor Company, Wal-Mart (retailer dan juga perusahaan
yang memiliki nilai penjualan terbesar di dunia ), ChevronTexaco (perusahaan
minyak), rumah sakit, dll.
Jeff Immelt, Chief Executive Officer (CEO) baru GE pengganti Jack Welch, adalah juga
pemegang sertifikasi Six Sigma Black Belt (Anonymousc, 2008).

H. KEUNGGULAN SIX SIGMA (Dumadia, 2009).


1. Six Sigma jauh lebih rinci daripada metode analisis berdasarkan statistik. Six Sigma
dapat diterapkan di bidang usaha apa saja mulai dari perencanaan strategi sampai
operasional hingga pelayanan pelanggan dan maksimalisasi motivasi atas usaha.
2. Six Sigma sangat berpotensi diterapkan pada bidang jasa atau non manufaktur
disamping lingkungan teknikal, misalnya seperti bidang manajemen, keuangan,
pelayanan pelanggan, pemasaran, logistik, teknologi informasi dan sebagainya.

3. Dengan Six Sigma dapat dipahami sistem dan variabel mana yang dapat dimonitor
dan direspon balik dengan cepat.

4. Six Sigma sifatnya tidak statis. Bila kebutuhan pelanggan berubah, kinerja sigma akan
berubah.

Salah satu kunci keberhasilan Six Sigma adalah kerja tim dan khususnya Black Belt
yang dilatih, juga alat-alat yang digunakan dapat memberikan kekuatan pada proses usaha
perbaikan dan usaha pembelajaran. Metode atau alat-alat tersebut antara lain:
1. SPC (Statistical Process Control) atau pengendalian proses secara statistik, berguna
untuk mengidentifikasi permasalahan.
2. Pengujian tingkat signifikan statistik (Chi-Square, T-Test dan ANOVA), untuk
mendefinisikan masalah dan analisa akar penyebab permasalahan,

3. Korelasi dan Regresi, berguna untuk menganalisa akar penyebab masalah dan
memprediksi hasilnya.
4. Desain Eksperimen, untuk menganalisa solusi optimal dan validasi hasil.

5. FMEA (Failure Modes and Effect Analysis), berguna untuk mencari prioritas masalah
dan pencegahannya.

6. Mistake - Proofing, berguna untuk pencegahan cacat dan perbaikan proses.

7. QFD (Quality Function Deployment), untuk mendesain produk, proses dan jasa.

Terminologi yang menjadi kunci utama konsep six sigma adalah sebagai berikut:
CTQ (Critical to Quality) = atribut utama dari kebutuhan konsumen. CTQ dapat
diartikan sebagai elemen dari proses/ kegiatan yang berpengaruh langsung terhadap
pencapaian kualitas yang diinginkan
Defect = kegagalan untuk memuaskan pelanggan

Process Capability = kemampuan proses untuk bekerja dan menghasilkan produk


yang berkualitas

Variation = sesuatu yang dirasakan dan dilihat oleh pelanggan. Six sigma berfoku
untuk mengetahui apa penyebab variasi dan mencegah terjadinya variasi itu, sehingga
dapat meningkatkan kapabilitas dari proses.

Stable Operation = menjaga konsistensi dari proses yang telah diprediksi sehingga
dapat meningkatkan kapabilitas proses.

Design For Six Sigma (DFSS) = suatu desain untuk memenuhi kebutuhan pelanggan
dan kemampuan proses.

DPMO (Defect Per Million Opportunity) = ukuran kegagalan dalam six sigma yang
menunjukkan kegagalan persejuta kesempatan.

DMAIC = merupakan proses untuk peningkatan terus menerus menuju six sigma.

AAT PENERAPAN
Manfaat Six Sigma bagi perusahaan yaitu : (Dumadia, 2009).
Menghasilkan sukses yang berkelanjutan
Cara untuk melanjutkan dan tetap menguasai pertumbuhan sebuah pasar yang aman
adalah dengan terus menerus berinovasi dan membuat kembali organisasi. Six Sigma
menciptakan keahlian dan budaya untuk terus menerus bangkit kembali.

Mengatur tujuan kinerja untuk setiap orang


Dalam sebuah perusahaan, membuat setiap orang bekerja dalam arah yang sama dan
berfokus satu tujuan bersama. Masing-masing fungsi, unit bisnis, dan individu mempunyai
sasaran dan target yang berbeda-beda. Sekalipun demikian, ada hal yang dimiliki oleh semua
orang di dalam maupun di luar perusahaan. Six Sigma menggunakan hal tersebut untuk
menciptakan sebuah tujuan yang konsisten.
3) Memperkuat nilai pada pelanggan
Dengan persaingan yang ketat di setiap industri, biaya pengiriman produk dan jasa
yang bermutu ataupun bebas cacat tidaklah menjamin sukses. Fokus pada pelanggan dan
merencanakan bagaimana menkirimkannya kepada mereka secara menguntungkan.
4) Mempercapat tingkat perbaikan
Dengan teknologi informasi yang menentukan kecepatan langkah, maka harapan
pelanggan terhadap perbaikannya semakin nyata. Perusahaan yang tercepat melakukan
perbaikan, kemungkinan besar akan memenangkan persaingan, dengan menjamin alat-alat
dan ide-ide dari banyak disiplin ilmu, six sigma membantu pekerjaan untuk tidak hanya
meningkatkan kinerja tetapi juga meningkatkan perbaikan.
5) Mempromosikan pembelanjaan
Six Sigma merupakan suatu pendekatan yang meningkatkan dan mempercepat
perkembangan dan penyebaran ide-ide baru di sebuah organisasi keseluruhan. Orang-orang
yang terlatih dengan keahlian dalam banyak proses serta bagaimana mengelola dan
memperbaiki proses, dapat dipindah ke devisi lain dengan kemampuan untuk menerapkan
proses dengan lebih cepat.

6) Melakukan perbahan strategi


Memperkenalkan produk baru, meluncurkan kerja sama baru, memasuki pasar baru,
merupakan aktivitas-aktivitas bisnis sehari-hari yang biasa dilakukan oleh perusahaan.
Dengan lebih memahami proses dan prosedur perusahaan, akan memberikan kemampuan
yang lebih besar untuk melakukan penyesuaian kecil maupun penyesuaian besar.
J. KENDALA PENERAPAN SIX SIGMA
Beberapa organisasi dunia seperti GE, Motorola, Caterpillar dan DuPont berhasil
mengimplementasikan Six Sigma dengan baik. Namun tidak sedikit pula perusahaan yang
gagal mencapai hasil yang diinginkan. Hal ini disebabkan oleh pendekatan mereka pada
program Six Sigma tersebut tidak optimal (Putri, 2010).
Program Six Sigma yang dilaksanakan setengah hati hanya menghasilkan karyawan
yang bagus dan bersertifikasi namun dengan biaya besar yang ditanggung organisasi. Mereka
beresiko meninggalkan organisasi dan justru lari ke pesaing. Oleh karena itu, program Six
Sigma seharusnya diimplementasikan secara total, tidak setengah hati. Dengan begitu,
memberi manfaat yang optimal bagi organisasi maupun seluruh stakeholder yang terlibat
(Putri, 2010).

DAFTAR PUSTAKA

Anonymousa. 2010. Apa itu Six Sigma ? http://www.slideshare.net/guest 11882b8/ll-apa-itu-six-


sigma. Tanggal akses 4 Oktober 2010.
Anonymousb. 2010. Six Sigma Sederhana. http://www.scribd.com/doc/ 2555945/Six-Sigma-
Sederhana Tanggal akses 2 Oktober 2010.
Anonymousc. 2008. Sertifikasi Six Sigma. http://freemachinery.blogspot.com/ 2008/01/file-must-
read-sertifikasi-six-sigma-di.html. Tanggal akses 4 Oktober 2010.
Anonymousd. 2010. Consultant ISO. http://phitagoras.com/iso-17020-consultant/ Tanggal akses 2
Oktober 2010.
Dumadia. 2009. Pengendalian Kulaitas dengan Six Sigma.
http://dumadia.wordpress.com/2009/03/08/pengendalian-kualitas-dengan-six-sigma/.
Tanggal akses 4 Oktober 2010.
Firmansyah, 2010. Sertifikasi Manajemen Produksi. http://old.nabble.com/ Sertifikasi-manajemen-
produksi-operasi-supply-chain-logistik-td16938409.html 2010. Tanggal akses 4 Oktober
2010.
Manggala,D. 2010. Six Sigma. www.isixsigma.com. Tanggal akses 4 Oktober 2010.
Putri, Rinella. 2010. Proyek Six Sigma Gagal, Mengapa? Vibizportal.com. Tanggal akses 4 Oktober
2010.
Subagyo, Yoyo. 2010. Badan Sertifikasi. http://sanglah.com/tag/sertifikasi. Tanggal akses 2
Oktober 2010.

Menurut Wikipedia.com, Six Sigma adalah suatu alat manajemen baru yang digunakan untuk
menggantikan peran Total Quality Management (TQM) yang selama ini biasa digunakan oleh
perusahaan untuk meningkatkan kualitas. Implementasi Six Sigma di lapangan ternyata tidak
hanya sekedar untuk mengurangi cacat. Ini menekankan perbaikan untuk proses bisnis secara
umum, termasuk pengurangan biaya, waktu siklus yang lebih pendek, kepuasan pelanggan
yang lebih besar dan metrik penting lainnya. Seperti inisiatif populer, Six Sigma telah
berkembang menjadi budaya seluruh strategi, yakni sebagai alat dan metode statistik untuk
meningkatkan laba usaha suatu produksi. Six Sigmasering dituliskan dalam simbul 6 Six
Sigma dimulai oleh Motorola ditahun 1980-an dimotori oleh salah seorang engineer disana
bernama Bill Smith atas dukungan penuh CEO-nya Bob Galvin. Motorola menggunakan
statistics tools diramu dengan ilmu manajemen menggunakan financial metrics (yaitu Return
on Investment, ROI) sebagai salah satu metrics/alat ukur dari quality improvement process.
Konsep ini kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Dr. Mikel Harry dan Richard Schroeder
yang lebih lanjut membuat metode ini mendapat sambutan luas dari petinggi Motorola dan
perusahaan lain Six sigma dapat dijelaskan dalam dua perspektif, yaitu perspektif statistik
dan perspektif metodologi : A. Perspektif statistik Pelanggan ingin produk-produk berkualitas
tinggi dengan harga lebih murah, lebih cepat. Six Sigma membantu organisasi untuk
mencapai tujuan ini. Sigma dalam statistik dikenal sebagai standar deviasi yang menyatakan
nilai simpangan terhadap nilai tengah. Suatu proses dikatakan baik apabila berjalan pada
suatu rentang yang disepakati. Rentang tersebut memiliki batas, batas atas atau USL (Upper
Specification Limit) dan batas bawah atau LSL (Lower Specification Limit'')proses yang
terjadi di luar rentang disebut cacat. Proses Six Sigma adalah proses yang hanya
menghasilkan 3.4 DPMO (defect permillion opportunity), yang artinya untuk mencapai Six
Sigma, proses dalam memproduksi suatu produk harus tidak lebih dari 3,4 cacat per juta
peluang untuk non-kesesuaian, dimana cacat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang di luar
spesifikasi pelanggan. Tujuan penting dari Six Sigma adalah untuk menghilangkan limbah
(waste) yang sering ditemukan dalam proses organisasi. Produktivitas tertinggi dan nilai
pelanggan adalah salah satu faktor penting dalam persaingan dunia yang kian kompetitif. Ini
hanya dapat dicapai melalui sistematis kerja dengan biaya dan pertanyaan-pertanyaan yang
berkualitas tentang produktivitas dan efisiensi kinerja. B. Perspektif metodologi Pendekatan
Six Sigma merupakan suatu metode terstruktur yang berbasiskan data, memfokuskan pada
perbaikan proses dan identifikasi dan eliminasi cacat produk. Hal ini dilakukan oleh aplikasi
dari dua inisiatif anak perusahaan, yang pergi dengan DMAIC singkatan dan DMADV.
DMAIC singkatan dari (Define, Measure, Analyze, Improve and Control) yang bertujuan
untuk meningkatkan proses yang ada, yang belum ada dalam daftar spesifikasi mengenai
kualitas. - Define adalah fase menentukan masalah, menetapkan persyaratan-persyaratan
pelanggan, mengetahui CTQ (Critical to Quality). Pada tahap ini team pelaksana
mengidentifikasikan permasalahan, mendefiniskan spesifikasi pelanggan, dan menentukan
tujuan (pengurangan cacat/biaya dan target waktu). - Measure adalah fase mengukur tingkat
kecacatan pelanggan (Y). Tahap untuk memvalidasi permasalahan, mengukur/menganalisis
permasalahan dari data yang ada. - Analyze adalah fase menganalisis faktor-faktor penyebab
masalah/cacat (X).Menentukan faktor-faktor yang paling mempengaruhi proses; artinya
mencari satu atau dua faktor yang kalau itu diperbaiki akan memperbaiki proses kita secara
dramatis. - Improve adalah fase meningkatkan proses (X) dan menghilangkan faktor-faktor
penyebab cacat. Dalam tahap ini didiskusikan ide-ide untuk memperbaiki sistem kita
berdasarkan hasil analisa terdahulu, melakukan percobaan untuk melihat hasilnya, jika bagus
lalu dibuatkan prosedur bakunya (standard operating procedure-SOP). - Control adalah fase
mengontrol kinerja proses (X) dan menjamin cacat tidak muncul. Dalam tahap ini kita harus
membuat rencana dan desain pengukuran agar hasil yang sudah bagus dari perbaikan team
kita bisa berkesinambungan. Dalam tahap ini kita membuat semacam metrics untuk selalu
dimonitor dan dikoreksi bila sudah mulai menurun ataupun untuk melakukan perbaikan lagi.
Metode lainnya, DMADV, singkatan dari (Define, Measure, Analyze, Design and
Verification) yang merupakan sistem perbaikan berfokus pada proses-proses baru atau
produk. Metode ini juga dapat diterapkan jika proses sudah ada atau produk membutuhkan
lebih dari sekedar perbaikan kecil. Kedua metode Six Sigma dibawa oleh Six Sigma Green
Belts dan Six Sigma Black Belt dan pada gilirannya dipantau oleh Six Sigma Master Black
Belt. Sebuah Six Sigma Academy telah dibentuk yang terdiri dari Black Belts (Sabuk Hitam),
dengan janji bahwa perusahaan-perusahaan besar dapat menghemat banyak uang per proyek.
Akademi ini setidaknya berhasil membawa 4-6 proyek per tahun. Namun yang terpenting di
atas semua itu adalah team pelaksana, yang sebaiknya terdiri dari anggota yang berasal dari
berbagai tim/departemen yang saling terkait (cross-functional team). Faktor penting dalam
Implementasi Six Sigma 1. Dukungan dari Top level. Six sigma menawarkan pencapaian
yang terukur yang tidak akan mampu ditolak oleh pemimpin perusahaan, yang dikerjakan
oleh seorang super star yg sangat tahu apa yg harus dilakukan di bidangnya (Black Belt,
Project Champion, Executive Champion) 2. Tim yang hebat. Para Executive Champion,
Deployment Champions, Project Champions, Master Black Belts, Black Belts, dan Green
Belts adalah orang-orang yg terlatih dengan baik untuk mengerjakan proyek Six Sigma. 3.
Training yg berbeda dgn yg pernah ada. Anggota proyek Six Sigma adalah mereka yg pernah
ditraining secara khusus dengan biaya antara $15,000-$25,000 per Black Belt, yg akan
dibayar melalui saving yg didapat dari setiap proyek Six Sigma. 4. Alat ukur yg baru, dengan
menggunakan DPMO (Defects Per Million Opportunities) yang berhubungan erat dgn
Critical to Quality (CTC) yg diukur berdasarkan persepsi customer, yg bisa dibandingkan
antar departemen atau divisi dalam satu perusahaan 5. Tradisi perusahaan yg baru, yaitu
mempromosikan usaha untuk melakukan peningkatan kualitas secara terus menerus. Six
Sigma bisa menjadi kesuksesan besar atau justru menjadi kegagalan yang mahal tergantung
pada bagaimana sistem ini diterapkan dalam suatu perusahaan. Menurut para pendukungnya,
sebuah aplikasi yang sukses dengan metode Six Sigma membutuhkan metodologi yang akan
diperkenalkan ke dalam budaya organisasi mereka, sehingga rekan kerja berpikir dalam
teknik kerangka kerja Six Sigma dalam menangani pekerjaan sehari-hari mereka. Menurut
Forrest W Breyfogle III (pendiri perusahaan Smarter Solusi), terdapat beberapa langkah yang
paling penting yang harus diterapkan dalam sebuah proses : 1. Executive Level Training
Pelatihan Intensif bagi tingkatan eksekutif. Hal ini tidak cukup bagi eksekutif untuk
mendukung metode six sigma, tapi mereka juga harus dapat memimpin proses. Banyak kasus
tentang penerapan TQM (Total Quality Management) yang gagal karena kurangnya sikap
kepemimpinan (leadership) dalam proses manajemen. 2. Establish a customer focus mindset.
Membentuk pola pikir yang fokus terhadap pelanggan. Faktor-faktor yang sangat penting
dalam mendapatkan hati pelanggan adalah diperlukannya suatu proses pada tim perbaikan
(imrpovement) yang fokus terhadap kebutuhan pelanggan. Perlunya evaluasi terhadap setiap
produk yang dicetak, apakah dapat memenuhi kepuasan pelanggan atau masih perlu banyak
perbaikan? 3. Define Strategic Goals. Tentukan tujuan strategis. Six Sigma harus dipandang
sebagai metode untuk mencapai tujuan strategis, yang pada gilirannya harus dapat diukur dan
memiliki fokus dari eksekutif senior. 4. Mitigate the effect of cultural barriers on success
Mengurangi dampak dari hambatan budaya pada keberhasilan. Banyak perusahaan yang
mencoba untuk memperbaiki produk atau proses dengan cara mengubah beberapa unsur kecil
yang sebenarnya kurang berarti, hanya demi kepentingan dokumen dan pemenuhan indikator
kualitas saja. PadahalPerbaikan substansial jarang diperoleh dalam cara ini. Perusahaan yang
merangkul Six Sigma tidak hanya untuk meningkatkan kualitas, tetapi juga sebagai katalis
untuk mengubah budaya organisasi. 5. Determining strategic Six Sigma metrics Menentukan
strategi metrik Six Sigma. Metrik harus sesuai dengan situasi, dalam hal ini penting untuk
diterapkannya metrik six sigma dengan bijaksana dan digunakan sebagai 'pencegahan
kebakaran' daripada 'pemadaman api'. Menurut pendukung six sigma, ada banyak
kebingungan dalam implementasi sehubungan dengan metrik Six Sigma. Menurut Peter
Pande,dkk, dalam bukunya The Six Sigma Way: Team Fieldbook, ada enam komponen utama
konsep Six Sigma sebagai strategi bisnis: 1. Benar-benar mengutamakan pelanggan: seperti
kita sadari bersama, pelanggan bukan hanya berarti pembeli, tapi bisa juga berarti rekan kerja
kita, team yang menerima hasil kerja kita, pemerintah, masyarakat umum pengguna jasa, dll.
2. Manajemen yang berdasarkan data dan fakta: bukan berdasarkan opini, atau pendapat
tanpa dasar. 3. Fokus pada proses, manajemen dan perbaikan: Six Sigma sangat tergantung
kemampuan kita mengerti proses yang dipadu dengan manajemen yang bagus untuk
melakukan perbaikan. 4. Manajemen yang proaktif: peran pemimpin dan manajer sangat
penting dalam mengarahkan keberhasilan dalam melakukan perubahan. 5. Kolaborasi tanpa
batas: kerja sama antar tim yang harus mulus. 6. Selalu mengejar kesempurnaan. Dengan
memahami setiap strategi diatas, diharapkan dapat memacu para SDM untuk lebih
meningkatkan kinerja perusahaan lebih baik dan produktif dalam mengimplementasikan six
sigma untuk menghasilkan produk yang berkualitas tinggi sesuai dengan kebutuhan
konsumen. Sumber : Breyfogle III, Forrest W. Implementing Six Sigma: Smarter Solutions
Using Statistical Methods 2nded. John Wiley & Sons, 2003. George, Michael L., Rowlands,
David, Price, Mark and John Maxey. The Lean Six Sigma Pocket Tool Book. McGraw-Hill
2005. Gitlow, PhD., Howard S., and David M. Levine, Ph.D. Six Sigma forGreen Belts and
Champions. Prentice Hall, 2005. Pande, Peter S., Neuman Robert P, dan Roland R.
Cavanagh. The Six Sigma Way:Team Fieldbook, An Implementation Guide for Process
ImprovementTeams. McGraw-Hill, 2002. Schmidt, Stephen R., Kiemele, Mark J., and
Ronald J. Berdine. Knowledge Based Management: Unleashing the PowerofQuality
Improvement. Colorado Springs: Air Academy Press & Ass,1999. Stagliano, Agustine A.
Rath & Strongs Six Sigma Advance Tools PocketGuide. McGraw-Hill, 2004. George Eckes,
Making Six Sigma Last: Managing the Balance Between Cultural and Technical Change.
Peter S Pande, Robert P Neuman and Roland R Cavanagh, The Six Sigma Way: How GE,
Motorola, and
Studi Kasus: Aplikasi TPM pada Industri Tambang Batubara

TPM (Total Productive Maintenance) sebagai salah satu tool Lean Six Sigma, diterapkan
dengan tujuan meningkatkan produktifitas dan inisiatif improvement di industri tambang,
dalam kasus ini adalah batubara. Penerapannya dapat membantu:

Memaksimalkan Overal Equipment Effectiveness (OEE) melalui loss analysis.


Untuk menumbuhkan sense-of-ownership terhadap equipment di site area.

Untuk mendorong inisiatif Continuous Improvement dalam tubuh tim di site area dan
tim cross-functional.

Secara singkat, TPM memiliki delapan pilar yang akan membentuk framework dalam area
kerja yang didukung oleh TPM tersebut. Delapan pilar yang dimaksud meliputi:

1. Fokus kepada pengembangan proses dan equipment.


2. Operator Equipment Management.
3. Maintenance excellence.
4. Edukasi dan pelatihan.
5. Manajemen keselamatan dan lingkungan.
6. New Equipment Management.
7. Process Quality Management.
8. Pengembangan administrasi dan sistem support.

Lima pilar pertama adalah yang paling umum dipalikasikan dalam proses operasional dalam
fase awal implementasi TPM. Sejalan dengan proses dan perkembangan situasi serta
kebiasaan kerja, dan juga peningkatan efektifitas equipment, tiga pilar sisanya akan menyusul
untuk menyempurnakan improvement outcome dalam proses operasional. Aplikasi lima pilar
pertama TPM dalam industri tambang batubara akan dibahas dalam artikel ini.

Aplikasi TPM pada Industri Tambang Batubara

Seperti yang dijelaskan oleh J.C. Emery dalam publikasinya yang berjudul Improving coal
mining production performance through the application of Total Production Management
(1998), ruang lingkup aplikasi TPM pada tambang batubara sangatlah luas. Kerasnya
lingkungan operasional dari kebanyakan tambang batubara adalah penyebab utama
munculnya berbagai macam cacat (defect). Namun paradigma dalam industri ini menganggap
semua defect yang terjadi merupakan sesuatu yang tidak terhindarkan dalam lingkungan
tersebut. Anggapan ini memicu hilangnya produktifitas yang disebabkan oleh:

Kegagalan mesin atau berhentinya proses karena terganggunya kinerja mesin, baik
yang terekam maupun yang tidak terekam.
Mesin yang digunakan dalam operasional tambang atau dalam proses pencucian
batubara menganggur ketika menunggu dalam waktu set-up, termasuk ketika
menunggu ketersediaan mesin pendukung.
Output berkurang dan waste bertambah karena mesin atau proses operasional berada
di bawah spesifikasi OEM.

Segala kehilangan yang terjadi dapat mengurangi moral pekerja karena frustrasi terhadap
malfungsi dari equipment, yang dapat berujung kepada tingginya tingkat absensi, safety
performance yang buruk, serta ketidaknyamanan operasional. Hal tersebut juga tentunya
dapat menambah biaya operasional.

Framework TPM dalam operasional tambang batubara

Kerugian produksi yang diakibatkan oleh malfungsi equipment, seperti misalnya dragline
atau sistem longwall face; atau dalam proses produksi dalam tambang, seperti armada truk
dan shovel atau coal washing plant; dapat direpresentasikan dalam time related basis dengan
diagram OEE yang menggambarkan hubungan antara ketersediaan waktu dengan efek dari
loss yang terjadi, seperti pada gambar berikut:
Overall Equipment Effectiveness (OEE) adalah rasio dari value adding time setelah
penghitungan semua losses, untuk menjadwalkan waktu produksi yang dijabarkan dalam
presentase. Walaupun planned maintenance time termasuk dalam jadwal operasional dalam
kegiatan operasional yang continued, namun dalam kegiatan operasional non-continued,
aktifitas tersebut ditiadakan untuk menghilangkan mekanisme skipping planned maintenance
dalam rangka meningkatkan OEE.

Pilar 1. Fokus kepada pengembangan proses dan equipment

Pilar yang pertama ini adalah starting point bagi penerapan TPM, yang terfokus kepada
equipment dan proses yang penting secara strategis. Prosedur pengerjaannya melibatkan
penetapan current situation dari rekaman losses yang terjadi atau melalui sampling, serta
analisa dari losses yang telah teridentifikasi menggunakan pareto chart level 1, 2, atau 3.
Solusi yang dilakukan adalah dengan mereduksi losses dan melakukan improvement melalui
OEE oleh tim cross-functional dengan menggunakan root cause analysis (RCA) dan siklus
PDCA (Plan-Do-Check-Act).

Setelah uji coba, perbaikan dalam pelaksanaan, dan implementasi solusi yang telah terbukti
berhasil, masing-masing tim cross-functional dibubarkan. Tugas untuk mencapai keuntungan
lebih lanjut dengan OEE, dengan teknik-teknik continuous improvement diterapkan pada
proses dan equipment, diserahkan kepada tim yang relevan di areanya.

Pilar 2. Operator Equipment Management

Pilar ke-2 ini dijalankan untuk mencapai tenaga kerja yang self-managed dan equipment-
competent. Pilar ini mengenai pemeliharaan equipment, dan memastikan bahwa equipment
selalu terawat dan terpelihara (lubrikasi baik, tidak ada kontaminasi, tidak ada kelonggaran).

Tugas-tugas ini dilakukan oleh tim area-based yang terdiri atas operator dan mekanik bagi
peralatan dan mesin dalam area proses. Tahapannya dapat dibagi menjadi:

Mengenali cacat pada equipment dan membuat perbaikan untuk mencapai basic
equipment conditions.
Memahami fungsi dari masing-masing mesin dan peralatan untuk mencapai zero-
breakdowns.
Memahami hubungan antara proses produksi dan basic equipment conditions untuk
mencapai zero production-defects.
Mengatur area kerja sedemikian ruma untuk memenuhi target zero-accidents.

Tujuan dari proses ini adalah operator lapangan mampu melakukan perawatan dan perbaikan
pada level yang lebih mudah. Dengan begitu staf maintenance dapat lebih fokus kepada
tugas-tugas pemeliharaan yang lebih rumit.

Pilar 3. Maintenance excellence

Menciptakan area kerja yang terbagi bersama operator membuat para maintenance di area
tambang dapat bekerja lebih fokus kepada Maintenance Excellence untuk mendukung
optimasi dan equipment management.
Kegiatan ini melibatkan aplikasi kepemimpinan, proses manajemen capability dan
maintenance, bersama dengan perencanaan maintenance dan metodologi improvement
seperti Reliability Centered Maintenance (RCM), Maintenance Process Redesign (MPR) dan
benchmarking, untuk membawa maintenance management kepada level selanjutnya, dengan
tujuan maintenance excellence.

Tanpa adanya pondasi berupa strategi maintenance management yang jelas dan terstruktur,
yang didukung oleh level manajemen yang relevan, pengetahuan dasar, serta dukungan dari
departemen SDM, pengenalan TPM hampir selalu gagal.

Pilar 4. Edukasi dan pelatihan

Implementasi dari pilar ke-4 ini akan mendukung penerapan 3 pilar sebelumnya, dan
membutuhkan komitmen yang serius yang bertujuan untuk membentuk mindset dan
memberikan skill baru yang dibutuhkan. TPM bisa jadi merupakan cara kerja baru bagi
sebagian besar perusahaan, yang terfokus kepada pentingnya equipment management untuk
mencapai operational excellence.

Pilar 5. Manajemen keselamatan dan lingkungan

Pilar ini akan membawa perubahan kepada pendekatan behavioral dari pekerja dan juga
membentuk lingkungan kerja yang aman melalui pengembangan basic equipment condition
state di area tambang.

Pada umumnya, delapan pilar TPM ini diaplikasikan dalam keseluruhan operasional melalui
tiga area implementasi, yaitu Pengembangan OEE, Pengembangan Sistem Maintenance, dan
Keefektifan Area Kerja.

Beberapa perusahaan tambang yang mengaplikasikan TPM antara lain Banpu, Boral
Quarries, OZ Mineral Roseberry Mines, dan sebagainya.

Highlight:

Peningkatan produktifitas di industri tambang akan memberikan impact yang sangat


signifikan berupa profit yang berlipat ganda. Hal ini disebabkan semakin banyak output
yang dihasilkan, akan menambah komoditi yang akan diserap pasar sehingga menghasilkan
lebih banyak income untuk perusahaan yang bersangkutan. Untuk meningkatkan
produktifitas, digunakan tool TPM (Total Productive Maintenance) di perusahaan tambang.
Ada lima aspek yang harus diperhatikan dalam menerapkan TPM di perusahaan tambang.
Simak kelima aspek penting tersebut dalam artikel ini.
Konsep Lean Manufacturing dan Six Sigma yang terlahir di industri manufaktur ternyata
dapat diadaptasi dan diterapkan pada industri tambang. Konsepnya sama, yaitu
menghilangkan waste yang terjadi selama proses penambangan dan proses produksi,
mengurangi variasi serta aktifitas non-value-add, serta memaksimalkan kualitas dan
kuantitas output. Keberhasilan program Lean Six Sigma akan memberikan impact yang luar
biasa di industri tambang, karena semakin banyak output yang dihasilkan maka semakin
banyak pula profit yang diperoleh.

Continuous Improvement di Industri Tambang

Industri tambang merupakan area bisnis dengan permintaan pasar yang amat besar.
Berapapun jumlah output yang diproduksi suatu perusahaan tambang, pasti seluruhnya akan
habis terserap pasar. Seringkali kebutuhan pasar yang besar itu jauh melampaui kapasitas
produksi perusahaan tambang. Karena itulah, peningkatan output di area tambang sangat
besar impactnya terhadap revenue dan profit dari suatu perusahaan tambang.

Menurut konsultan senior SSCX, Rifki Rizal, disinilah sesungguhnya peran program
continuous improvement berlaku di industri tambang. Tujuan utama dari program perbaikan
yang dilakukan adalah meningkatkan output atau kapasitas produksi. Untuk melakukannya,
menurut Rifki, digunakan berbagai cara diantaranya meningkatkan stabilitas produksi,
efisiensi proses produksi dan menghilangkan pemborosan alias waste yang terjadi selama
proses berlangsung.

Impact yang dihasilkan jika perusahaan tambang berhasil melipat-gandakan output akan
sangat besar, kata Rifki. Karena berapapun volume produksi dari suatu produk tambang,
akan habis terserap pasar. Hasilnya adalah peningkatan revenue yang sangat signifikan.

Beberapa perusahaan tambang dunia kini telah mengadopsi berbagai metode dalam usaha
peningkatan jumlah dan kualitas output ini. Diantaranya adalah metode Lean Six Sigma.
Metode perbaikan yang berasal dari industri manufaktur ini ternyata dapat diadaptasi di
industri tambang, dan hasilnyapun sama menggembirakannya.
Apa yang dapat dilakukan program perbaikan seperti Lean Six Sigma di perusahaan
tambang? Menurut Rifki, Lean Six Sigma di industri tambang dapat memperbaiki dua hal:
cost dan revenue.

1. Cost: Lean Six Sigma dapat membantu perusahaan tambang menghemat biaya
produksi dan operasional, dengan melakukan efisiensi proses. Penghematan ini dapat
terjadi dalam bentuk efisiensi pemakaian bahan baku penunjang atau efisiensi
penggunaan dan pemeliharaan equipment.
2. Revenue: Melalui pelaksanaan proyek Lean Six Sigma, perusahaan dapat
meningkatkan revenue keseluruhan dengan cara meningkatkan kinerja alat dan
sumber daya manusia, serta peningkatan output.

Mitos-Mitos yang Menghambat Continuous Improvement

Pada awalnya banyak yang meragukan kecocokan antara metode dan tool Lean Six Sigma
dengan konsep operasional pertambangan. Keraguan ini muncul terutama karena hal-hal
seperti:

Industri tambang menganut sistem produksi dorong (push system), karena


memproduksi barang selama 24 jam, tanpa memperhatikan permintaan pasar. Hal ini
bertentangan dengan sistem tarik (pull system) yang dipakai dalam Lean Six Sigma,
dimana barang diproduksi berdasarkan permintaan dan spesifikasi pasar.
Karena kondisi dan situasi lapangan yang penuh debu, akan mahal sekali biaya yang
harus dikeluarkan untuk mengaplikasikan work area management (5R).
Kondisi geografis yang ekstrim, lokasi terpencil, pengaruh cuaca, dan sebagainya.

Membutuhkan dukungan logistik dan supply chain dengan skala besar.

Memang benar bahwa dunia pertambangan memiliki tantangan yang berbeda dengan industri
manufaktur. Akan tetapi, prinsip-prinsip Lean Six Sigma seperti proses yang efektif dan
efisien, utilisasi operasi yang maksimal, dan fokus kepada kebutuhan pelanggan dapat
diaplikasikan dalam industri ini. Memang untuk mengadopsinya perlu proses adaptasi lebih
lanjut, seperti modifikasi tools, metode analisa, teknik, dan terminologi dalam Lean Six
Sigma.

Case Study: Penerapan Lean Six Sigma di Perusahaan Tambang

Salah satu perusahaan mining yang mengadopsi Six Sigma adalah Rio Tinto, yang
merupakan salah satu dari 10 perusahaan tambang terbesar dunia. Mulai tahun 2004, anak-
anak perusahaan Rio Tinto seperti Boyne Smelters, Gladstone, mulai mengaplikasikannya di
area Carbon Bake Furnace. Lean Six Sigma juga kemudian diaplikasikan di perusahaan
bauksit, Weipa Bauxite Mine, juga di perusahaan tambang bijih besi, Rio Tinto Iron Ore.

Dalam Rio Tinto Group, Rio Tinto Aluminium adalah yang pertama kali mengaplikasikan
Lean Six Sigma. Mereka melengkapi Six Sigma yang sudah berjalan dengan Lean
Manufacturing sebagai program business improvement untuk meningkatkan kapasitas usaha
dengan melakukan pendekatan perbaikan area kerja. Gabungan keduanya mencatat jumlah
penghematan yang didapat Rio Tinto sebesar US$ 29 Juta.
Seorang COO dari BHP Billiton Energy Coal South Africa (BECSA), Wayne Isaacs,
mengatakan dalam sebuah wawancara dengan majalah Mining Weekly: We are using the
toolbox from the Six Sigma methodology to put something in place that gives us good
continuous steady-state improvement, that our own people have a lot of ownership in it.

Dengan menggunakan tool dan metodologi Six Sigma, BECSA mampu berhemat sebesar
US$ 35 Juta di semester pertama tahun 2006. Selain itu, rasa memiliki karyawan terhadap
perusahaan meningkat, sehingga kinerja mereka-pun meningkat.

Selain Rio Tinto dan BECSA, ada juga Votorantim, perusahaan mining dan industri metal,
juga perusahaan tambang emas, Tarkwa, yang mengalami peningkatan revenue dan
penghematan biaya operasional dengan menjalani Lean Six Sigma.

Tarkwa menjalani proyek Lean Six Sigma yang fokus utamanya adalah meningkatkan
efisiensi dan masa pakai ban pada truk dan bahan bakar. Mereka mengalami kesulitan dalam
mendapatan pasokan ban karena langkanya komoditas, karena itu pemakaian ban harus
dimaksimalkan. Dari sisi bahan bakar, buruknya kualitas bahan bakar mengakibatkan
seringnya terjadi kemacetan pada mesin. Downtime yang sering terjadi ini mengakibatkan
terhambatnya produksi dan ini berarti kehilangan revenue.

Dengan aplikasi Lean Six Sigma pada proyek, Tarkwa merancang dan menjalankan aktifitas
peningkatan efisiensi proses dalam setiap tahap DMAIC. Mereka juga menggunakan DFSS,
metode-metode Lean, Kaizen events dan Control Charts yang ternyata membuahkan hasil
yang menggembirakan.

Secara teknis, mereka mampu meningkatkan masa pakai ban dalam aktifitas on-site, sehingga
mengurangi pemakaian ban sebanyak 40% dalam setahun. Pada tahun 2009, mereka mampu
membukukan penghematan sebanyak US$ 3,5 juta dari hasil efisiensi pemakaian ban. Dari
segi kualitas bahan bakar, mereka mencatat penghematan sebesar US$ 5,8 Juta. Penggunaan
bahan bakar mereka bahkan telah mendapatkan sertifikasi ISO Code 15/13/10 15/14/11,
dan spesifikasi bahan bakarnya dinyatakan empat kali lebih bersih daripada yang ditentukan
oleh Caterpillar dan Cummins. Konsumsi filter-pun telah mengalami penurunan sebanyak
90%.

Baik Rio Tinto, Votorantim, Tarkwa maupun BECSA adalah contoh perusahaan tambang
yang sukses dalam mengaplikasikan metodologi Lean Six Sigma dalam proses bisnis mereka,
yang memberikan impact berupa kenaikan throughput dan revenue perusahaan, disamping
peningkatan keselamatan dan kesejahteraan pekerja dan lingkungan hidup.

Memulai Inisiatif Lean Six Sigma di Industri Tambang

Setelah mengupas beberapa contoh, tentunya semakin jelas bahwa metodologi Lean dan Six
Sigma juga relevan untuk diterapkan dalam industri tambang, seperti halnya pada industri
manufaktur maupun jasa. Untuk memulai inisiatif tersebut, ada hal-hal yang perlu dilakukan
sebagai bagian dari tahap persiapan dalam perusahaan. Persiapan tersebut antara lain:

Adanya komitmen dan kontribusi kepeminpinan yang kuat dari top management,
dengan goal setting yang telah tersusun dan perencanaan-perencanaan strategis untuk
mewujudkannya.
Sebuah program yang terencana, dengan infrastruktur yang jelas; Champions, Belts,
anggota tim, dengan akuntabilitas yang telah ditentukan.
Melakukan value chain analysis.

Setelah perusahaan telah melakukan tahap-tahap persiapan tersebut, mereka harus


mengidentifikasi bottleneck dalam setiap proses. Dari mulai blasting dan drilling, hauling dan
plant-feeding, hingga kepada proses water reclaiming. Lalu Six Sigma dapat diterapkan untuk
menyelamatkan proses dari peningkatan bottleneck dan meningkatkan variabel-variabel
proses yang paling kritikal.

Ada pendekatan-pendekatan tertentu yang dilakukan berdasarkan besar atau kecilnya proyek.
Agar para operator di lapangan dapat lebih terlibat dalam proyek, perusahaan harus
menentukan tujuan-tujuan yang sangat spesifik, seperti memperpanjang waktu pakai roda
truk pengangkut, mengurasi variasi ukuran grind, meningkatkan reliabilitas mesin
pengangkut, utilisasi eskavator, dan sebagainya, yang berhubungan dengan sense of purpose
dan ownership. Semua tujuan itu pada akhirnya akan mendukung business process
improvement, meningkatkan produktifitas dan tentunya mengurangi cost serta meningkatkan
revenue.

Six Sigma Caterpillar

Siapa yang tak kenal Caterpillar. Berdiri sejak 15 April 1925 di Amerika Serikat, perusahaan
yang dikenal dengan nama dan logo Cat ini menyediakan peralatan konstruksi,
pertambangan, mesin diesel dan gas alam, serta turbin gas industri terbesar di dunia. !ak
hanya itu, mereka juga memberikan layanan seperti keuangan, logistik, dan manu"aktur.Saat
ini Caterpillar telah beroperasi di lebih dari 15# negara melalui 22$ dealer dengan total 11%.$
$$ pekerja. Sebuah industri besar yang meraih kesuksesan besar. Caterpillar men&apai total
penjualan dan pendapatan sebesar '1,5 milyar dolar di tahun 2$$(, ini melebihi tujuan yang
mereka tentukan pada tahun 2$$1. )ingga Caterpillar berada pada urutan ke*'' +ersi majalah
ortune yang memiliki pendapatan sebesar 51,% milyar dolar dan memiliki keuntungan
sebesar %,( milyar dolar. -o.!entu saja terdapat &erita di balik kesuksesan yang
mengagumkan ini. Caterpillar men&iptakan strategi pertumbuhan yang sangat agresi" dan
membutuhkan perjuangan yang tidak sedikit. Antara lain, perusahaan ini pernah
menghabiskan sebesar 1,' milyar dolar hanya untuk biaya penelitian dan pengembangan pada
tahun 2$$(.Sebelumnya, Caterpillar juga pernah melakukan perubahan se&ara menyeluruh
dan menerapkan Si/ Sigma pada tahun 2$$1, yakni sebuah alat yang berhasil membaa
angka pendapatan yang ditargetkan lebih &epat dari yang ditargetkan. Bagaimana bisa0
Berawal dari Tantangan Sang CEO
ada tahun 199$, Caterpillar sempat melakukan reorganisasi struktur unit bisnis mereka,
karena kesulitan komunikasi diantara unit*unit bisnis masih kerap ditemukan. amun
ternyata reorganisasi saja dirasa belum &ukup, hingga sang C34, len Barton, menantang
perusahaan untuk melakukan perubahan menyeluruh.Barton membuat suatu simulasi
dramatis di mana tiga karateka bersabuk hitam menggunakankekuasaan mereka untuk
mematahkan ranting*ranting pohon, yang masing* masing ranting merepresentasikan
kualitas, pemotongan biaya, dan tujuan pendapatan yang men&apai %$ milyar.6i sinilah ia
menyadari ia membutuhkan sebuah alat yang memungkinkan perusahaan untuk menganalisa
dan membantu melaksanakan perubahan menyeluruh untuk men&apai perkembangan yang
diinginkan. 7emudian Barton memutuskan untuk memilih Si/Sigma.Si/ Sigma adalah suatu
alat manajemen yang ter"okus terhadap pengendalian kualitas denganmendalami sistem
produksi perusahaan se&ara keseluruhan. Bertujuan untuk menghilangkan &a&at produksi,
memangkas aktu pembuatan produk, dan mehilangkan biaya. Si/ sigma juga disebut
sistem komprehensi". 7arena si"atnya yang ber"ungsi sebagai alat, strategi, dan disiplin
ilmu.6isebut strategi karena ter"okus pada peningkatan kepuasan pelanggan, disebut disiplin
ilmu karena mengikuti model 68AC yang terdiri dari 6e"ine, 8easure, Analy:e, mpro+e,
Control . 6isebut sebagai alat dan alat karena digunakan bersamaan dengan yang

lainnya, seperti 6iagram areto ;areto Chart< dan )istogram. iloso"i si/ sigma adalah=
kesuksesan peningkatan kualitas dan kinerja bisnis ditentukan dari kemampuan untuk
mengidenti"ikasi dan meme&ahkan masalah.elatihan aal implementasi Si/ Sigma di
Caterpillar menghabiskan aktu selama lebih dari %$$.$$$ jam pada tahun pertama.
amun Borton yakin metode ini dapat membantu Caterpillar men&apai angka pendapatan
sebesar %$ miliar dolar pada tahun 2$$(. erkiraan Borton meleset. !ernyata target
pendapatan sebesar itu tak diraihnya pada tahun 2$$(, namun lebih &epat dua tahun, yakni
tahun 2$$'.6i tahun yang sama itu pula, Barton memutuskan untuk pensiun dan
kepemimpinannya diserahkan kepada >im 4ens. Beberapa bagian dari perusahaan menjadi
sedikit khaatir baha Si/ Sigma yang telah dilakukan oleh Barton tidak diteruskan oleh
4ens. amun semua yang terkait dengan proyek perubahan Si/ Sigma per&aya baha
dengan komitmen 4ens, metodologi dan peran mereka dalam Caterpillar akan terus
berjalan.!erbukti, hingga saat ini >im 4ens terus mengembangkan strategi perubahan
dengan menggunakan metodologi Si/ Sigma. !ujuan strategi baru ini juga men&akup sumber
daya manusia, per"orma proses dan produk, hingga pertumbuhan perusahaan yang pro"itable.
Menilik Peran Penting Six Sigma
6alam mengimplementasikan Si/ Sigma, seluruh bagian di Caterpillar ikut berpartisipasi,
mulai dari lantai pabrik hingga top management yang selalu mendukung strategi*strategi
yang diren&anakan. Setiap karyaan mengetahui dan memahami baha inisiati" utama dan
perubahan akan dilakukan dengan menggunakan strategi Si/ Sigma. Apabila terdapat suatu
masalah, Si/ Sigma merupakan tools yang akan membantu Caterpillar menemukan solusinya.
Bahkan, para karyaan juga telah belajar dari saat mereka menjadi sukarelaan di
perusahaan lain.Budaya Si/ Sigma telah menyebar dalam seluruh aspek bisnis di Caterpillar.
6alam implementasi perubahan, Caterpillar dibantu oleh Craig Brabe&, the lobal inan&e
and Strategi& Support Si/ Sigma 6i+ision Champion saat itu yang berasal dari konsultan
bisnis.Brabe& menemukan sesuatu yang berbeda dari Si/ Sigma yang dilakukan Caterpillar=
Si/ Sigma tidak hanya diterapkan pada sisi manu"aktur dan teknik saja, melainkan juga
diterapkan pada bagian keuangan dan juga sumber daya manusia.Caterpillar tidak
menggunakan Si/ Sigma sendiri. Sebagai sebuah disiplin ilmu, perusahaan ini juga
mengajarkan supplier dan dan dealer mereka tentang man"aat penggunaan Si/ Sigma. ara
dealer pun telah berkomitmen terhadap perubahan dengan Si/ Sigma ini.8ereka merasa
kagum karena mereka dapat berbagi proyek satu sama lain dalam Caterpillar yang
menggambarkan praktik terbaik diantara pada dealer. 8eskipun masing* masing dealer
dikelola sebagai satu bisnis yang terpisah, Si/ Sigma telah memberikan mereka suatu rasa
kebersamaan di seluruh dunia.

Caterpillar telah mengembangkan metrik*metrik untuk setiap tujuan strategis untuk tahun
2$2$. 8etrik atau pengukuran terhadap per"orma proses dan produk termasuk juga menjadi
nomor 1 dalam kualitas, market leadership, dan market leading a+ailabity. ada akhirnya,
pengukuran pertumbuhan pro"itable ini men&akup 5$ miliar dolar pendapatan dan laba per
saham meningkat di atas 5$? dari Standard and oor@s 5$$ Companies.7omitmen kuat
untuk terus mempertahankan keunggulan dan tetap ber"okus pada kebutuhan pelanggan
menggerakkan Caterpillar untuk terus meningkatkan kualitas dan keandalan produk serta
layanan mereka. Se&ara historis, Caterpillar diakui telah dan selalu memberikan kualitas
tertinggi terhadap produk*produk mereka. 7esuksesan ini, bagi Caterpillar, tergantung pada
seberapa jauh mereka dapat melampaui kualitas harapan pelanggan dan terusmendukung
apapun perubahan yang akan dan telah dilakukan oleh perusahaan.Seperti yang dapat dilihat,
Caterpillar terus merangkul metode Si/ Sigma untuk melakukan &ontinuous impro+ement,
bukan hanya pada bagian manu"aktur dan tekniknya, melainkan ke seluruh bagian organisasi.
Cara kerja dan pemikiran dari metode Si/ Sigma telah sukses dalam membaa strategi
perusahaan menuju perubahan selama bertahun*tahun.Selama delapan tahun terakhir,
Caterpillar telah membuktikan man"aat dari metode Si/ Sigma dalam men&apai tujuan
strategis mereka. Caterpillar sangat per&aya dan telah membuktikan baha dengan
menggunakan Si/ Sigma untuk melakukan perubahan, tujuan baru mereka akan dapat
ter&apai dengan lebih mudah.6i ndonesia sendiri, implementasi Si/ Sigma sudah banyak
digunakan pada banyak perusahaan, mulai dari perusahaan yang sedang berkembang hingga
perusahaan terkemuka. Anda &ukup menghubungi perusahaan konsultan berpengalaman
seperti SSC nternational, yang dikenal dengan kemampuannya dalam memberikan
program pelatihan dan serti"ikasi ean Si/ Sigma di ndonesia.SumberD
http=EEshi"tindonesia.&omEsi/*sigma*penentu*eksekusi*strategi*di*&aterpillarE

Anda mungkin juga menyukai