Anda di halaman 1dari 9

Variabel kinerja terdiri atas variabel kinerja finansial dan non finansial.

Apa yang Anda ketahui mengenai variabel kinerja finansial dan non finansial yang
penting dalam sebuah keputusan investasi?

Jawaban:

Keluaran kinerja finansial antara lain fokus pada:

1. investor atau pemegang saham,


2. karyawan, hal ini berkenaan dengan bonus, keamanan bekerja di perusahaan, dan kemungkinan kenaikan
gaji di tahun berikutnya,
3. masyarakat,
4. pesaing, yang digunakan sebagai tolok ukur kinerja finansial perusahaan, dan
5. pemerintah, untuk menyusun regulasi dan mengantisipasi berbagai kemungkinan, seperti kebangkrutan,
gejolak karyawan, dan sebagainya.

Variabel kinerja finansial sering menjadi satu-satunya fokus perhatian banyak perusahaan di dunia untuk
dikelola karena tingkat kepentingannya. Bahkan the Balanced Scorecard (BSC) hanya mencantumkan
pandangan finansial sebagai satu-satunya ukuran keluaran organisasi (Wibisono, 2006).

Sedangkan variabel kinerja nonfinansial biasanya perhatian atau fokus pada:

1. pelanggan,
2. pemerintah, dan
3. masyarakat.

Pengelolaan variabel kinerja finansial dan nonfinansial adalah untuk memenuhi kebutuhan stakeholder yang
berbeda-beda bahkan sering memerlukan trade-off (memenuhi yang satu dengan mengorbankan yang lain) bagi
perusahaan untuk memenuhinya (Wibisono,2006). Hal ini secara sederhana dapat digambarkan seperti di bawah
ini.

A. VARIABEL KINERJA FINANSIAL

Pihak yang paling berkepentingan dengan hasil-hasil finansial perusahaan adalah investor. Kinerja finansial
merupakan unsur paling penting dari hasil kinerja organisasi/perusahaan yang harus dikelola berkenaan dengan
kepentingan investor. Kepentingan investor merupakan jawaban atas pertanyaan: “apakah keinginan dan
kebutuhan dari investor yang harus dipenuhi oleh sebuah perusahaan/organisasi?”(Wibisono, 2006). Investor
pada umumnya mengharapkan:

1. return, yaitu pengembalian modal yang ditanam dalam bentuk capital gain.
2. reward, dividen yang dibagikan kepada investor setiap tahun.
3. figure, data yang dibutuhkan untuk melakukan kajian terhadap prospek masa depan dan risiko unsur yang
dimiliki.
4. falth, keyakinan pada tim manajemen untuk memenuhi janji yang diberikan (Wibisono, 2006).

Pengukuran kinerja organisasi/perusahaan yang berkaitan dengan investor pada umumnya menggunakan metode
Earning Before Interest Tax (EBIT), Depreciation and Amortization (EBITDA), Economic Value Added
(EVA), Free Cash Flows (FCF), Shareholder Value Added (SVA), Cash Value Added (CVA), dan Cash Flow
Return on Investment (CFROI). Metode-metode tersebut secara rinci dapat dipelajari di buku-buku manajemen
finansial sehingga tidak dikupas secara rinci di modul ini.
Menurut laporan Full Disclosure 2000: An International Study of Disclosure Practices yang diterbitkan Shelley
Taylor & Associates, beberapa kriteria penting bagi sebagian besar investor untuk menanamkan modalnya,
antara lain adalah:

1. strategi yang dimiliki organisasi/perusahaan,


2. pertumbuhan pendapatan per lembar saham (earning per share),
3. arus kas (cash flow),
4. pengalaman manajemen dalam pengelolaan organisasi/perusahaan,
5. riset dan pengembangan yang dilakukan perusahaan,
6. utang jangka pendek dan jangka panjang yang ditanggung,
7. produk yang dihasilkan,
8. berita kurang baik yang berkaitan dengan isu-isu tertentu, seperti isu lingkungan, politik, SARA, dan
sebagainya,
9. pangsa pasar relatif terhadap pesaing, dan
10. risiko dan tantangan di masa depan (Wibisono, 2006).

Menurut hasil penelitian Barker dari Cambridge University (Neely dkk, 2002), terdapat berbagai rasio dan
evaluasi yang diterapkan para analisis dan manajer keuangan yang biasanya dijadikan dasar untuk memberikan
nasihat kepada para investor. Para analis dan manajer keuangan memberikan saran investasi memilih metode
yang lebih sederhana dan cepat di antaranya menggunakan:

1. rasio harga/pendapatan (price/earning ratio),


2. dividen yang dibagi (dividend yield),
3. pengembalian atas modal yang ditanam (return on capital employed), dan
4. rasio harga/arus kas (price/ cash flow ratio) (Wibisono, 2006).

Analisis tersebut digunakan sebagai titik awal dalam menilai prospek perusahaan sebelum investor menanamkan
modalnya ke sebuah perusahaan. Untuk menilai kinerja yang lebih rinci dari perusahaan, terdapat kesepakatan
antara analis dan manajer keuangan untuk melakukan pengukuran terhadap variabel-variabel yang dinilai
penting, antara lain:

1. eksekusi strategi,
2. kredibilitas manajemen,
3. mutu strategi,
4. inovasi,
5. kemampuan untuk menarik orang-orang yang berbakat,
6. pangsa pasar,
7. pengalaman manajemen,
8. mutu pada kompensasi eksekutif,
9. mutu proses, dan
10. kepemimpinan (Wibisono, 2006).

Hasil penelitian yang dilakukan secara global di Amerika Serikat, Inggris, Belanda, Prancis, Jerman, Italia,
Swiss, Swedia, Denmark, Australia, Jepang, Hongkong, dan Singapura menemukan 9 (sembilan) variabel
finansial dan nonfinasial yang penting dalam keputusan investasi. Variabel tersebut adalah:

1. pendapatan (earnings),
2. arus kas (cash flow),
3. biaya (cost),
4. pengeluaran modal (capital expenditure),
5. penelitian dan pengembangan (R&D),
6. kinerja pada sektor tertentu (segment performance),
7. pernyataan tujuan yang strategis (statement of strategic global),
8. pengembangan produk baru (new product development), dan
9. pangsa pasar (market Share) (Wibisono, 2006).

Pengelolaan kepuasan investor merupakan isu yang paling krusial karena mereka adalah stakeholder terpenting.
Hal ini berawal dari adanya kecenderungan untuk menciptakan nilai-nilai (value) stakeholder yang berkembang
di Amerika Serikat pada tahun 1990-an. Pada tahun tersebut, stakeholder value menjadi perhatian setiap senior
executive perusahaan- perusahaan publik. Paham ini kemudian mempengaruhi budaya bisnis (business culture)
perusahaan-perusahaan Jerman, Jepang, dan bahkan beberapa negara blok komunis (Wibisono, 2006).

Beberapa isu penting terkait dalam menjalin hubungan dengan investor dapat dirinci sebagai berikut (Wibisono,
2006).

1. Siapakah yang Paling Berperan dalam Mengendalikan Perusahaan?

Pemegang saham perusahaan biasanya dianggap pemilik. Oleh karena itu, secara hukum, ia mempunyai
pengaruh yang kuat.

2. Pengembalian atas Investasi yang Ditanamkan

Pemegang saham membeli saham perusahaan yang belum tentu memberikan keuntungan bagi pemegang saham.
Pemegang saham berharap bahwa uang yang mereka investasikan akan memberikan keuntungan di masa yang
akan datang. Risiko yang diambil oleh pemegang saham mungkin saja besar, namun total return (dividen dan
nilai saham) dari investasi yang dilakukan dapat lebih besar dibandingkan bunga dari menyimpan uang di
deposito bank atau fixed interestment lainnya.

3. Loyalitas Investor

Teknologi industri telah mengubah cara mendapatkan informasi yang dapat digunakan dalam proses analisis dan
juga cara menyebarluaskannya ke seluruh dunia. Monitoring harga saham di bursa saham internasional, sangat
mudah melalui internet sehingga banyak perusahaan saat ini lebih fokus pada monitoring dan mengatur
pemegang saham utama (core shareholder) yang memiliki loyalitas terhadap perusahaan.

4. Perubahan Nilai Saham bagi Investor

Harga saham dan khususnya nilai pasar (market value) dapat berubah setiap hari. Dalam kondisi normal,
pergerakan harga dapat diakibatkan oleh laporan perusahaan tentang hasil yang dicapai atau harapan yang
dicanangkan oleh para pembeli saham. Namun demikian, pergerakan saham tersebut juga sering diakibatkan
oleh apa yang disebut sentimen pasar (market sentiment), yang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Investor
mendapatkan isyarat dari laporan perusahaan lain pada sektor industri sejenis, laporan analis pada perusahaan
dan sektor yang spesifik, persepsi investor lain, aksi yang berhubungan dengan masa depan sektor tersebut,
laporan dan analisis di koran, biaya dari Basic Raw Material, serta prospek ekonomi dari berbagai negara dan
kawasan di mana perusahaan tersebut beroperasi.

5. Fokus Investor pada Perusahaan yang Merger


Pada perusahaan yang melakukan merger dengan perusahaan lain, terdapat perbedaan prioritas strategi
perusahaan dalam menciptakan kepuasan bagi investor. Pada sisi sales revenue, akan terdapat perluasan area
geografis penjualan dan jalur distribusi, cross selling products dan layanan untuk meningkatkan penetrasi pasar,
serta optimasi batas (margin) melalui manajemen harga yang teliti. Pada sisi operation cost terjadi pengurangan
pekerja akibat adanya penggabungan dua perusahaan. Berikut ini disajikan Gambar 5.3 dan 5.4 yang
menyajikan jalur-jalur yang harus mendapatkan perhatian dalam upaya pemenuhan kebutuhan investor untuk
perusahaan yang melakukan merger.

Faktor lain yang berhubungan dengan investor adalah proses internal perusahaan dalam mengelola risiko,
mengatur komunikasi dengan investor, dan media. Jika perusahaan tidak menerapkan manajemen kinerja yang
efisien untuk memprediksi risiko bisnis, maka kesalahan akan ditimpakan kepada para eksekutif. Oleh sebab itu,
sistem manajemen kinerja yang berkaitan dengan investor perlu dilengkapi dengan peta model kegagalan
(failure mode map) yang memungkinkan untuk memprediksi risiko yang akan timbul serta antisipasi yang harus
dilakukan seperti yang terlihat pada gambar berikut ini (Wibisono, 2006).

Dalam aspek praktis, 2 (dua) laporan keuangan yang paling populer untuk menganalisis kinerja perusahaan
adalah laporan Laba-Rugi (Income Statement) dan Neraca (Balanced Sheets). Dari masukan laporan laba-rugi, 2
(dua) variabel kinerja finansial yang biasa dihitung adalah Earning Before Interest and Tax (EBIT) dan Earnings
Available for Common Stock (EACS).

EBIT menggambarkan profit yang tersisa setelah dikurangi dengan pengeluaran operasional dari gross margin.
EBIT ini menggambarkan keuntungan perusahaan dari aktivitas bisnis sebelum dikurangi pajak (Bertoneche and
Knight, 2001). Sedangkan EACS merefleksikan keuntungan perusahaan setelah dikurangi pajak dan pungutan
finansial lain.

Berdasarkan neraca, maka dapat dianalisis kinerja perusahaan yang menyangkut Leverage, Liquidity,
Profitability, dan Return on Investment (ROI). Leverage menggambarkan seberapa berat beban utama yang
harus ditanggung perusahaan (Brealy and Myers, 1996). Rasio finansial yang menggambarkan ukuran kinerja
leverage adalah Debt Ratio dan Time Interest Earned

Debt Ratio (DR) adalah 75 %, berarti 75% aset dibiayai dari utang dan 25% berupa modal sendiri (Bertoneche
& Knight, 2001). Sedangkan Ratio Times Interest Earned (TIE) mengukur seberapa besar ruang bebas yang
dinikmati perusahaan antar pembayaran bunga (interest) reguler agar mereka terhindar dari tuntutan/default
(Brealy & Myers, 1996).

Likuiditas (liquidity) mengindikasikan seberapa mudah perusahaan mendapatkan uang kas (Brealy and Myers,
1996). Rasio finansial yang merepresentasikan likuiditas

Tidak terdapat standar kinerja bagi rasio Networking Capital to Total Assets. Pendekatan yang paling praktis
adalah dengan terus menjaga nilai rasio ini positif dan meningkat dari tahun ke tahun (Brealy & Myers, 1996).
Kaji banding bagi Current Ratio yang baik adalah 2:1. Namun, Current Ratio>2 mungkin bukan merupakan
tanda yang baik dan dapat menjadi pertanda bahwa perusahaan terlalu banyak menyimpan uang kas yang
menganggur (Bertoneche and Knight, 2001). Kaji banding untuk Quick Ratio di perusahaan adalah 1 (satu).
Makin tinggi nilai rasio berarti makin baik kondisi perusahaan dalam mengatasi utang jangka pendek/current
liabilities (Bertoneche and Knight, 2001). Untuk Cash Ratio dan Interval Measures tidak terdapat standar kinerja
yang dapat digunakan sebagai kaji banding (Wibisono, 2006).

Profitabilitas mengindikasikan tingkat efisiensi perusahaan dalam menggunakan asetnya (Brealy and Myers,
1996). Rasio finansial yang merepresentasikan profitabilitas

Tidak terdapat standar yang dapat digunakan sebagai kaji banding bagi rasio-rasio Sales to Total Assets, Sales to
Networking Capital, Net Profit Margin, dan Inventory Turnover. Mengelola rasio-rasio tersebut sehingga dapat
selalu meningkat dari waktu ke waktu merupakan pendekatan yang paling praktis bagi perusahaan untuk
menunjukkan kinerja yang makin membaik. Average Collection Period mengukur seberapa cepat pelanggan
dalam membayar tagihan (Brealy & Myers, 1996). Semakin cepat mereka membayar tagihan semakin baik
kinerja finansial perusahaan. Tidak ada standar kerja bagi rasio Return on Total Assets. Peningkatan nilai rasio
ini dari waktu ke waktu menunjukkan kinerja perusahaan yang makin membaik dalam mendapatkan income dari
aset yang dimiliki (Bertoneche & Knight, 2001). Return on Equity (ROE) 15 % berarti bahwa untuk setiap Rp 1
juta equity yang dimiliki, perusahaan menciptakan nilai tambah sebesar Rp150.000 (Bertoneche and Knight,
2001).

Return on Investment (ROI) mengindikasikan kemampuan pengembalian modal yang ditanamkan (Brealy and
Myers, 1996).

Nilai ROI yang lebih besar dari bunga bank yang berlaku biasanya dianggap sebagai ukuran kinerja investasi
yang menguntungkan.

Variabel kinerja finansial yang umum dipakai perusahaan, baik untuk perusahaan yang bergerak di bidang
manufaktur, jasa, pendidikan, maupun di bidang kesehatan

B. Variabel Kinerja Nonfinansial


Alat yang paling penting yang dimiliki oleh seorang manajer untuk menetapkan tujuan dan sasaran yang
berorientasi ke masa depan adalah orang. Dengan demikian, untuk mencapai hasil melalui orang-orang itu,
manajer pertama kali harus mampu menanamkan pada karyawannya rasa terikat (komitmen) untuk mencapai
tujuan perusahaan (Ruky, 2006). Tujuan perusahaan itu antara lain adalah memberikan pelayanan prima kepada
pelanggan, pemerintah, dan masyarakat.

a. PELANGGAN

Dalam menjalankan perusahaan, investor dan pelanggan, keduanya sama-sama pentingnya karena tanpa investor
perusahaan tidak akan berdiri. Tanpa pelanggan, perusahaan akan tutup. Oleh sebab itu, perusahaan harus dapat
memberikan kepuasan baik kepada investor maupun pelanggan. Pelanggan pada umumnya mengharapkan
sesuatu yang cepat, bermutu, murah, dan kemudahan dari perusahaan. Untuk memenuhi kepuasan investor dan
pelanggan, maka perusahaan harus mampu memenuhi kebutuhannya (Wibisono, 2006).

Hal pertama dan terpenting dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan pelanggan adalah ukuran pengaduan
(complaint) pelanggan yang biasanya terjadi karena adanya ketidakpuasan pelanggan. Dengan mengetahui
penyebab pengaduan tersebut, perusahaan dapat melakukan perbaikan dan menghilangkan akar masalah
pengaduan. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan terhadap 1000 perusahaan manufaktur di Inggris ternyata
30% perusahaan yang tidak mengukur kepuasan pelanggan (Neely, 2002). Sebanyak 12% perusahaan di Inggris
tidak mengetahui banyaknya pelanggan mereka. Meskipun perusahaan memiliki data pelanggan, data tersebut
tidak pernah diolah atau dibiarkan saja (Wibisono, 2006).

Saat ini telah dipasarkan sebuah software Customer Relationship Management (CRM) yang berisi standar yang
memungkinkan pelanggan berinteraksi dengan perusahaan. Software ini cukup laris di pasaran. Untuk
perusahaan jasa seperti pengecer (retailers), layanan keuangan, telekomunikasi, transportasi, dan hal lain-lain
yang produknya berupa pelayanan jasa; kepuasan pelanggan adalah sesuatu yang sangat penting untuk dipenuhi.
Namun, sangat sulit untuk mengetahui secara spesifik kebutuhan pelanggan karena pelanggan jarang
mengutarakannya. Karena pentingnya mutu layanan saat ini, maka fokus riset terhadap mutu layanan menjadi
sering dilakukan di berbagai perusahaan (Wibisono, 2006).

Dari 10 (sepuluh) dimensi mutu layanan tersebut, perusahaan perlu mengetahui dengan jelas dimensi mutu
layanan. Keterkaitan ke 10 (sepuluh) dimensi mutu layanan yang diharapkan pelanggan dan faktor-faktor yang
mempengaruhi pelanggan dalam menilai mutu layanan (Wibisono, 2006) digambar seperti di bawah ini.

Parasuraman dan kawan-kawan (1990) dalam Wibisono (2006) menyederhanakan 10 (sepuluh) dimensi mutu
layanan menjadi 5 (lima) dimensi saja yang terkenal dengan sebutan SERVQUAL (singkatan dari Service and
Quality). Kelima dimensi mutu layanan tersebut menurut Wibisono (2006) adalah sebagai berikut.

1. Reliability, yaitu kemampuan untuk memenuhi janji pelayanan yang akurat.


2. Responsiveness, yaitu menggambarkan keinginan untuk menolong pelanggan dan untuk menyediakan
layanan yang cepat dan tepat.
3. Assurance, yaitu mengetahui dan menghormati karyawan serta memberikan kepercayaan dan kenyamanan.
4. Empathy, merupakan kepedulian, perhatian individual yang diberikan oleh perusahaan kepada pelanggan.
5. Tangibles, adalah wujud fisik fasilitas, peralatan, personel, dan bahan komunikasi.

Mutu layanan tidak terlepas dari bagaimana memberikan pelayan prima (excellent service) kepada pelanggan.
Pelayanan prima di sini memiliki 2 (dua) makna, yaitu (1) pelayanan prima dalam arti sebenarnya adalah
memberikan layanan terbaik kepada pelanggan, dan (2) PELAYANAN PRIMA dalam arti singkatan. Singkatan
PELAYANAN PRIMA adalah sebagai berikut.

1. Pantas (Biaya hemat, Mutu hebat, dan Waktu tepat atau BMW).
2. Empati (memahami kebutuhan pelanggan atau konsumen).
3. Langsung (responsif, segera dikerjakan dan tidak berbelit-belit).
4. Akurat (tepat atau teliti, reliabel).
5. Yakin (kredibilitas, dapat dipercaya).
6. Aman (risiko kecil, keraguan kecil, kerusakan kecil, kecelakaan kecil).
7. Nyaman (menyenangkan dan memuaskan).
8. Alat (fasilitas atau sarana dan prasarananya lengkap dan modern).
9. Nyata (penampilan sarana dan prasarana, personil).
10. Perkataan (sopan santun, bersahabat, mudah berkomunikasi, mudah dipahami, konsisten dengan tindakan).
11. Rahasia (kerahasiaan pelayanan terjamin).
12. Informasi (penyuluhan jelas, mudah didengar dan dipahami, objektif, valid.
13. Reliabel, komprehensif, lengkap, mutakhir, dan mudah diakses).
14. Mudah (kesediaan melayani, mudah dihubungi, mudah ditemui, mudah disuruh.
15. Ahli (dikerjakan oleh orang yang benar-benar kompeten di bidang tugasnya).

Singkatan PELAYANAN PRIMA di atas sesungguhnya sudah mengandung dimensi pelayanan prima seperti
yang dinyatakan Zeithaml, et. al. (2000), yaitu tangible (nyata), reliability (pantas), responsiveness (mudah,
kesediaan melayani), competence (ahli), courtesy (perkataan sopan dan ramah), credibility (yakin), security
(aman), access (mudah), communication (informasi), dan understanding (empati).

Parasuraman dan kawan-kawan (1990) dalam Wibisono (2006) menemukan beberapa perbedaan prioritas mutu
layanan yang diharapkan pelanggan dari berbagai jenis usaha yang berbeda. Gambar 5.7 memperlihatkan bahwa
untuk layanan kartu kredit, sambungan telepon jarak jauh, bank, dan perbaikan atau perawatan, aspek keandalan
(reliability) merupakan hal pertama yang menjadi prioritas pelanggan, dibandingkan dengan variabel kinerja
lain. Hal yang dapat terlihat secara kasat mata (tangibles) justru tidak terlalu penting untuk dikelola.

Parasuraman dan kawan-kawan (1990) dalam Wibowo (2006) mengidentifikasikan adanya 5 (lima) gap yang
terjadi dalam proses layanan kepada pelanggan yang disederhanakan untuk meningkatkan kinerja.

Menurut Wibisono (2006), berdasarkan masing-masing gap yang telah diketahui tersebut, maka dapat dilakukan
analisis terhadap kinerja perusahaan yang berkaitan dengan mutu layanan pelanggan.

Variabel kinerja yang berkaitan dengan pelanggan meliputi:

1. kepuasan pelanggan (customer satisfaction),


2. mempertahankan pelanggan yang sudah ada (customer retention),
3. memperoleh pelanggan baru (customer acquisition),
4. keuntungan yang dihasilkan pelanggan (customer profitability),
5. pangsa pasar (market share), dan
6. pangsa bisnis (account share) (Wibisono, 2006).

Variabel-variabel kinerja tersebut dapat dilihat dari sisi hubungan sebab dan akibat. Sebagai contoh, kepuasan
pelanggan (customer satisfaction) akan berakibat pada bertahannya pelanggan yang sudah ada (customer
retention). Promosi dari pelanggan ke pelanggan (word of mouth) akan memperoleh pelanggan-pelanggan baru
(customer acquisition). Perusahaan akan mampu meningkatkan pangsa bisnisnya (account share) dengan
bertahannya pelanggan pada perusahaan tersebut. Kombinasi antara customer acquisition dengan customer share
akan meningkatkan keseluruhan market share. Kemudian, customer retention akan meningkatkan customer
profitability. Perusahaan yang berhasil mempertahankan pelanggan akan lebih murah jika dibandingkan dengan
memperoleh pelanggan baru (Wibisono, 2006).

Jika perusahaan telah memahami target pelanggannya, maka perusahaan dapat menetapkan tujuan dan ukuran
value proposition yang ditawarkan kepada pelanggan. Value proposition adalah strategi perusahaan dengan cara
membuat perpaduan unik antara produk, harga layanan, hubungan, dan citra yang ditawarkan kepada target
pelanggan. Value proposition ini menjelaskan tentang sesuatu yang harus dilakukan perusahaan. Untuk
memberikan sesuatu yang lebih baik atau sesuatu yang berbeda kepada pelanggan, dibandingkan dengan para
pesaingnya. Beberapa contoh value proposition yang ditawarkan perusahaan membuat perusahaan tersebut
menjadi unik dibandingkan dengan perusahaan lainnya. Contoh value proposition adalah

1. mengutamakan harga terendah (best buy or lower total cost), misalnya: Southwest Airline, Delta, Wal-
Mart, McDonald;
2. inovasi produk dan leadership, misalnya: Sony, Mercedez, Intel;
3. solusi yang lengkap untuk pelanggan (complete customer solution), misalnya: IBM, Goldman Sachs;
4. lock-in (menciptakan switching cost yang tinggi), misalnya: IBM, Microsoft (Wibisono, 2006).
Bila dahulu manajemen pelanggan fokus pada promosi dan penjualan, maka sekarang, sistem ekonomi baru
menekankan pada pentingnya hubungan dengan pelanggan. Proses manajemen pelanggan membantu perusahaan
untuk menggabungkan (mengakuisisi), mempertahankan, dan menumbuhkan hubungan jangka panjang yang
menguntungkan dengan pelanggan. Manajemen pelanggan terdiri dari 4 (empat) proses yaitu pemilihan
pelanggan, akuisisi pelanggan, mempertahankan pelanggan, dan proses menumbuhkan hubungan dengan
pelanggan (Wibisono, 2006), sebagai berikut.

1. Pemilihan Pelanggan

Proses pemilihan pelanggan dimulai dengan membagi pasar ke dalam segmen-segmen. Selanjutnya menentukan
segmen-segmen yang menjadi sasaran supaya perusahaan dapat berkonsentrasi di segmen tersebut untuk
memaksimalkan peluang yang menguntungkan (profitable opportunities).

2. Akuisisi Pelanggan

Perusahaan harus berusaha untuk menawarkan produknya kepada pelanggan yang belum pernah menggunakan
produknya dalam proses akuisisi pelanggan. Dalam proses ini, biasanya muncul kecemasan pelanggan terhadap
produk yang baru dikenalnya terutama nilai mutu produk terhadap uang yang dikeluarkan. Oleh sebab itu,
perusahaan harus berusaha memperkenalkan nilai produk kepada pelanggan. Untuk membangun hubungan
jangka panjang dengan pelanggan, perusahaan harus membangun citra positif di mata pelanggan. Mulai dari
proses akuisisi pelanggan, seperti memberikan potongan harga terhadap produk, menjaga mutu produk yang
ditawarkan sampai layanan purna jual (Wibisono, 2006).

3. Mempertahankan Pelanggan

Perusahaan harus berusaha mempertahankan pelanggan yang telah dimilikinya karena lebih mudah
mempertahankan pelanggan yang sudah dimilikinya dibandingkan dengan harus mencari lagi pelanggan baru.
Ada beberapa tingkatan kesetiaan (loyalitas) pelanggan terhadap perusahaan.

4. Pertumbuhan Pelanggan

Pertumbuhan pelanggan dapat dilakukan dengan cara akuisisi pelanggan baru atau meningkatkan share
pembelian produk oleh pelanggan yang telah dimiliki. Salah satu cara meningkatkan share pembelian produk
oleh pelanggan yang telah dimiliki adalah dengan membangun hubungan yang baik dengan pelanggan tersebut.
Hubungan baik antara lain dilakukan dengan cara membangun layanan purna jual yang dapat meningkatkan
kepuasan pelanggan (Wibisono, 2006).

b. PEMERINTAH DAN MASYARAKAT

Menurut Wibisono (2006), beberapa isu penting yang menyangkut kepentingan pemerintah dan masyarakat
yang berhubungan dengan perancangan variabel manajemen kinerja dapat diterangkan secara ringkas sebagai
berikut.

1. Fenomena Aturan Pemerintah

Beberapa faktor yang berkaitan dengan aturan pemerintah dapat dilihat dari fenomena berikut ini.

a) Peningkatan privatisasi pada BUMN membutuhkan rancangan variabel kinerja yang spesifik karena
perbedaan dari kedua badan tersebut, di mana BUMN biasanya masih mengemban misi sosial yang besar
sedangkan perusahaan privat biasanya lebih menitikberatkan pada aspek kapital saja.
b) Perlindungan yang lebih besar terhadap kepentingan publik, misalnya ‘product liability dan environmental
concerns. Dengan adanya perlindungan kepentingan publik ini, perusahaan dituntut untuk mengelola
kinerja yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan, kesehatan masyarakat sekitar dan sebagainya.
c) Peningkatan perlindungan terhadap karyawan (employee protection legislation). Kepedulian terhadap
kesehatan dan keselamatan kerja semakin meningkat sejalan dengan tumbuhnya paradigma baru bahwa
karyawan merupakan aset paling berharga milik perusahaan. Oleh sebab itu, variabel kinerja yang
dirancang haruslah mengakomodasi aspek kesehatan dan keselamatan kerja ini.
d) Peraturan antimonopoli. Adanya peraturan antimonopoli mengharuskan perusahaan selalu waspada
terhadap pesaing yang ada. Hal ini juga harus dapat dimonitor melalui penguasaan pangsa pasar. Di
negara-negara maju, penguasaan pangsa pasar yang terlalu besar dapat mematikan pesaing yang lain
akan dikenakan penalti.

2. Pihak Lain yang Kritis

Masyarakat, kelompok penekan/pressure groups (oposisi, lembaga, swadaya masyarakat), media massa menjadi
penting untuk diperhatikan sebab akan mempengaruhi kinerja perusahaan. Dengan adanya sistem manajemen
kinerja yang dirancang, maka dapat mengakomodasikan variabel- variabel kinerja yang memenuhi kepentingan
mereka.

3. Kepedulian Sosial

Kebijakan memperhatikan lingkungan hidup memberikan keuntungan yang nyata pada shareholder value,
membantu merangsang inovasi, meningkatkan efisiensi perusahaan melalui pengelolaan sumber energi dan
bahan baku yang ramah lingkungan, bahkan dapat meningkatkan earning per share. Oleh sebab itu, kepedulian
sosial tidak lagi diartikan secara sempit sebagai bagian pengorbanan perusahaan. Tetapi dalam arti luas yaitu
untuk meningkatkan daya tawarnya.

4. Malpraktik (Corporate Abuses and Antitrust)


Para eksekutif sebaiknya mendahulukan etika bisnis dalam pelbagai

pengambilan keputusan bisnis untuk menghindari malpraktik bisnis dan monopoli oleh industri. Malpraktik ini
dapat menurunkan citra perusahaan ataupun mendatangkan ‘kesulitan’ lainya. Hal ini diperkuat oleh beberapa
regulasi yang ekuivalen di negara lainnya, terutama dalam masalah informasi finansial, yang mengharuskan
untuk terbuka bagi seluruh investor.

5. Reputasi Perusahaan

Perusahaan harus lebih siaga dan waspada dalam memonitor aktivitasnya, terutama bagian terdepan bisnis
mereka. Perusahaan harus lebih peduli kepada rantai suplai (supply chain) mereka untuk memelihara reputasi
perusahaan. Karena membutuhkan waktu yang lama untuk membangun reputasi. Akan tetapi, reputasi juga
sangat mudah jatuh seketika, untuk itu perusahaan perlu membangun hubungan yang saling mempercayai.
Bukan hanya dengan memperluas kebijakan yang berhubungan dengan hal tersebut, tetapi juga dengan fokus
pada segenap komunitasnya.

6. Pemasok

Menurut Wibisono (2006), pemasok merupakan salah satu pihak yang turut menentukan kinerja perusahaan.
Berikut ini hal-hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan pemasok yang sebaiknya dijadikan
fokus.

a). Berbagi nilai

Pemasok sebaiknya memiliki nilai-nilai yang sama dengan yang dimiliki perusahaan. Oleh sebab itu, etika
bisnis yang kuat merupakan dasar kerja sama yang harus selalu disepakati.
b). Lokasi

Lokasi pemasok sebaiknya dekat secara fisik dengan perusahaan untuk pertimbangan keefektifan dan
penghematan (efisiensi).

c). Ukuran pemasok

Perusahaan sebaiknya memiliki pemasok dengan ukuran yang kecil tetapi banyak karena jika bahan tidak
tersedia di pemasok satu akan tersedia di pemasok lainnya.

Dengan menggunakan daftar check list evaluasi, maka kinerja setiap pemasok dapat dinilai sehingga dapat
dipilih pemasok mana yang memiliki kinerja terbaik. Selain menggunakan tabel tersebut, evaluasi pemasok
dapat juga dilakukan dengan menggunakan diagram Pareto dengan mekanisme seperti yang dilakukan pada
evaluasi persediaan. Berdasarkan diagram Pareto, dapat ditentukan 20% pemasok yang biasanya memasok
barang kebutuhan perusahaan yang senilai 80% dari nilai keseluruhan pasokan. Dengan demikian 20% pemasok
inilah yang harus selalu dijaga kinerja dan kerja samanya dengan perusahaan (Wibisono, 2006).

Sumber: BMP EKMA4263/3SKS/Modul 1-9 edisi 1 (hal. 5.4 – 5.45

Anda mungkin juga menyukai