Anda di halaman 1dari 4

Diskusikan

Ada beberapa prinsip yang mendasari perjanjian kontrak asuransi. Prinsip ini
ada untuk melindungi baik perusahaan asuransi maupun pihak yang
mengasuransikan dari hal-hal yang tidak diinginkan. Diskusikan bagaimana
setiap prinsip-prinsip tersebut berperan.

Selamat berdiskusi!

Jawaban:

Prinsip-prinsip Asuransi

Ada beberapa prinsip yang mendasari perjanjian kontrak asuransi. Secara umum, prinsip-prinsip tersebut
mendasari kontrak asuransi yang dibuat, meskipun dalam pelaksanaan prinsip tersebut. Dalam
kasus tertentu tersebut, prinsip bisa jadi tidak dilaksanakan.

Adapun yang termasuk ke dalam prinsip-prinsip asuransi sebagai berikut.


a. Principle of Indemnity
Prinsip tersebut mengatakan bahwa pihak yang mengasuransikan (insured) tidak bisa
memperoleh uang pertanggungan lebih dari kerugian yang sebenarnya pada saat terjadi
kejadian yang merugikan, berapa pun asuransi yang dibeli. Sebagai contoh, misalkan terjadi
kebakaran yang menghabiskan bangunan yang diasuransikan. Kerugian tersebut bernilai
Rp1.000.000.000,-. Pihak yang mengasuransikan tidak bisa memperoleh uang
pertanggungan lebih besar dari Rp1.000.000.000,- kerugian tersebut. Prinsip semacam itu
bisa mengendalikan problem moral hazard. Asuransi dalam hal ini dirancang untuk
mengembalikan kondisi ke situasi sebelum terjadinya kerugian (indemnity). Dengan prinsip
semacam itu, kemungkinan seseorang melakukan moral hazard (misal, sengaja membakar
bangunan agar asuransinya bisa dibayarkan), bisa dikurangi secara signifikan.
Prinsip lainnya yang juga penting dan berkaitan dengan prinsip indemnity adalah
kehadiran asuransi lain. Dalam hal, pihak yang mengasuransikan (insured) tidak bisa
memperoleh uang pertanggungan dari lebih dari satu perusahaan asuransi. Jika ada dua
perusahaan asuransi yang terlibat, biasanya kedua perusahaan tersebut akan berbagi
pertanggungan tersebut.

b. Principle of Insurable Interest


Prinsip tersebut mengatakan bahwa asuransi didasarkan pada adanya kepentingan yang
diasuransikan. Pihak yang mengasuransikan harus bisa menunjukkan hal tersebut pada
waktu meminta uang pertanggungan. Sebagai contoh, misalkan keluarga mengasuransikan
jiwa ayah (karena sebagai kepala keluarga). Jika ayah tersebut meninggal dunia maka ahli
warisnya berhak memperoleh uang pertanggungan misal Rp1.000.000.000,-. Keluarga
tersebut mempunyai kepentingan terhadap hidupnya bapak tersebut karena jika bapak
tersebut meninggal maka keluarga tersebut akan kehilangan kesempatan memperoleh
pendapatan (yang diperoleh bapak tersebut).
Untuk kasus yang lain sebagai berikut. Misal seseorang bertemu dengan orang lain yang
belum pernah dikenalnya, kemudian terlibat pembicaraan, kemudian satu orang bersedia
mengasuransikan dirinya atas nama orang yang baru dikenalnya. Orang yang membeli
asuransi tersebut meninggal esok harinya. Dalam situasi tersebut, sangat mungkin prinsip
insurable interest tidak terpenuhi, sehingga klaim orang tersebut atas asuransi orang yang
meninggal bisa ditolak oleh perusahaan asuransi.
Bukti adanya kepentingan yang diasuransikan bisa ditunjukkan melalui bukti kepemilikan,
sewa atau lainnya. Sebagai contoh, seandainya saya mempunyai gudang yang kemudian
saya asuransikan. Kemudian, terjadi kebakaran yang menghanguskan gudang tersebut. Saya
sebagai pemilik bisa menunjukkan prinsip insurable interest tersebut. Sebagai contoh,
sebagai pemilik, saya bisa menyewakan gudang tersebut sehingga saya bisa memperoleh
pendapatan tambahan. Tetapi karena gudang tersebut terbakar habis maka kepentingan
saya (atau kesempatan bisa menyewakan gudang tersebut) menjadi hilang. Contoh lainnya
adalah perusahaan yang mengasuransikan key employee (pegawai kunci). Jika pegawai
kunci tersebut meninggal, perusahaan asuransi akan membayar sejumlah uang, yang bisa
dipakai oleh perusahaan untuk mencari tenaga lainnya yang kemampuannya sama dengan
yang meninggal tersebut.
Prinsip semacam itu cukup bermanfaat untuk mengurangi problem moral hazard. Prinsip
semacam itu secara efektif juga bisa menghalangi penggunaan asuransi sebagai alat
perjudian (gambling).

c. Principle of Subrogation
Prinsip subrogation mengatakan bahwa seseorang membeli asuransi,
maka perusahaan asuransi berhak atas kas yang akan diterima pihak yang mengasuransikan
dari pihak ketiga. Sebagai contoh, misal Wahyu mengasuransikan pabriknya. Kemudian
pabrik tersebut terbakar habis karena PT X, perusahaan yang memasok bahan bakar ke
pabrik tersebut, melakukan tindakan yang ceroboh yang mengakibatkan kebakaran
tersebut. Wahyu kemudian menuntut ganti rugi ke PT X. Perusahaan asuransi berhak
menerima uang ganti rugi yang diberikan oleh PT X kepada Wahyu.
Prinsip tersebut merupakan konsekuensi lanjutan dari prinsip indemnity. Pihak yang
mengasuransikan (insured) tidak bisa memperoleh ganti rugi dari beberapa pihak sekaligus.
Prinsip subrogasi juga menghalangi moral hazard yang mungkin muncul. Sebagai contoh,
Wahyu bisa berkomplot dengan oknum dari PT X untuk membakar pabriknya. Setelah pabrik
tersebut terbakar, Wahyu bisa memperoleh uang lebih besar dari kerugian yang
sebenarnya, kemudian Wahyu bisa berbagi uang dengan oknum dari PT X tersebut. Prinsip
semacam itu bermanfaat untuk menurunkan premi asuransi. Pada beberapa jenis asuransi
(misal kecelakaan), kas yang diperoleh dari pihak ketiga yang teledor (ceroboh,
mengakibatkan kecelakaan) bisa cukup signifikan. Kas masuk tersebut bisa dipakai oleh
perusahaan asuransi untuk mengurangi kerugiannya, yang mempunyai implikasi pada
penurunan premi yang dibebankan perusahaan asuransi tersebut. Alasan lain adalah prinsip
semacam itu menaruh orang yang teledor (ceroboh) sebagai pihak yang bertanggung jawab
atas kecerobohannya, dan karenanya harus menanggung akibat dari perbuatannya tersebut.

d. Principle of Utmost Good Faith


Kontrak asuransi didasarkan pada kepercayaan bersama. Standar kejujuran yang tinggi
dipegang untuk kontrak asuransi. Jika terjadi pelanggaran terhadap standar kejujuran
tersebut, kontrak asuransi bisa dibatalkan. Berikut ini contoh bagaimana standar kejujuran
yang tinggi tersebut diaplikasikan ke kontrak asuransi, melalui representasi, warranties,
penyembunyian, dan kesalahan.

1) Representasi
Representasi dalam hal ini adalah pernyataan yang dibuat oleh pemohon asuransi (pembeli)
sebelum polis asuransi dikeluarkan. Jika informasi yang disampaikan oleh pemohon tersebut
ternyata tidak benar, dan ketidakjujuran tersebut material maka kontrak asuransi tersebut
bisa dibatalkan. Dalam hal ini, perusahaan asuransi tidak berkewajiban untuk membayarkan
uang pertanggungan seperti yang tertera pada kontrak asuransi tersebut. Jika perusahaan
asuransi tidak dengan cepat membatalkan kontrak tersebut, bisa mengakibatkan hak
perusahaan asuransi untuk membatalkan kontrak tersebut menjadi hilang.

2) Warranties
Waranti adalah klausul dalam kontrak asuransi yang mengatakan bahwa sebelum
perusahaan asuransi mempunyai kewajiban maka kondisi, fakta, atau situasi tertentu yang
memengaruhi risiko harus ada. Sebagai contoh, perusahaan asuransi menjamin kebakaran
bangunan dengan kondisi alat pengaman api (detektor asap) dipasang pada gedung
tersebut. Jika ternyata pada bangunan tersebut tidak ada detektor asap maka perjanjian
kontrak asuransi bisa dibatalkan. Jika waranti dilanggar, perjanjian bisa dibatalkan meskipun
waranti tersebut barangkali tidak material.

3) Penyembunyian
Menyembunyikan informasi berarti diam (tidak memberitahukan) ketika dia harus
memberitahukan. Karena asuransi didasarkan pada prinsip kepercayaan maka pemohon
asuransi harus secara sukarela memberitahukan informasi yang material, meskipun tidak
ditanyakan. Informasi penting harus disampaikan meskipun barangkali akan berakibat
ditolaknya asuransi atau meningkatnya premi asuransi.

4) Kesalahan
Jika kesalahan terjadi dalam kontrak, perbaikan bisa dilakukan setelah polis asuransi
dikeluarkan. Kesalahan dalam hal ini adalah kesalahan yang dilakukan bersama, atau
kesalahan yang diketahui oleh pihak lain, meskipun tidak disebutkan pada waktu perjanjian
dibuat. Kesalahan dalam hal ini bukan kesalahan karena salah keputusan, tetapi kesalahan
yang bisa ditunjukkan bahwa perjanjian asuransi yang terjadi bukan perjanjian yang
seharusnya.
Sebagai ilustrasi, misalkan dalam kontrak asuransi seharusnya seseorang yang membeli
asuransi akan memperoleh pertanggungan sebesar Rpl.000.000,- per bulan, selama 10
tahun mendatang, mulai tahun kelima dari sekarang. Namun, petugas asuransi salah
mengetik sehingga tertulis Rp10.000.000,- per bulan. Kesalahan tersebut diketahui lima
tahun mendatang. Perusahaan asuransi berusaha memperbaiki kesalahan tersebut, tetapi
orang tersebut menolak. Ketika persoalan tersebut dibawa ke pengadilan, pengadilan
memutuskan bahwa kesalahan tersebut dilakukan bersama (mutual mistakes). Perusahaan
asuransi salah mengetik. Orang tersebut melakukan kesalahan yaitu tidak memperhatikan
angka yang tertera, atau gagal untuk (tidak) mengatakan angka yang seharusnya (padahal
barangkali dia tahu angka yang seharusnya). Akhirnya, pengadilan memutuskan bahwa
angka Rpl.000.000,- adalah pertanggungan yang benar.
Kesalahan semacam itu berbeda dengan kesalahan karena keputusan (judgment error).
Misal dalam contoh di atas perusahaan asuransi menggunakan model matematika tertentu
untuk sampai pada keputusan memberikan pertanggungan sebesar Rp10.000.000,-. Setelah
polis ke luar, mereka sadar bahwa model mereka salah. Seharusnya yang dibayarkan adalah
Rpl.000.000,-. Dalam situasi tersebut, kesalahan yang terjadi bukan karena kesalahan
bersama, tetapi kesalahan karena pertimbangan (judgment) yang salah. Dalam situasi
tersebut, perusahaan asuransi yang akan menanggung kesalahan tersebut, dan tetap harus
membayar Rp10.000.000,- per bulan.

Sumber: BMP ADBI4211/3SKS/Modul 1-9 edisi 2 (hal. 5.14-5.19)

Anda mungkin juga menyukai