Ada beberapa prinsip yang mendasari perjanjian kontrak asuransi. Prinsip ini
ada untuk melindungi baik perusahaan asuransi maupun pihak yang
mengasuransikan dari hal-hal yang tidak diinginkan. Diskusikan bagaimana
setiap prinsip-prinsip tersebut berperan.
Selamat berdiskusi!
Jawaban:
Prinsip-prinsip Asuransi
Ada beberapa prinsip yang mendasari perjanjian kontrak asuransi. Secara umum, prinsip-prinsip tersebut
mendasari kontrak asuransi yang dibuat, meskipun dalam pelaksanaan prinsip tersebut. Dalam
kasus tertentu tersebut, prinsip bisa jadi tidak dilaksanakan.
c. Principle of Subrogation
Prinsip subrogation mengatakan bahwa seseorang membeli asuransi,
maka perusahaan asuransi berhak atas kas yang akan diterima pihak yang mengasuransikan
dari pihak ketiga. Sebagai contoh, misal Wahyu mengasuransikan pabriknya. Kemudian
pabrik tersebut terbakar habis karena PT X, perusahaan yang memasok bahan bakar ke
pabrik tersebut, melakukan tindakan yang ceroboh yang mengakibatkan kebakaran
tersebut. Wahyu kemudian menuntut ganti rugi ke PT X. Perusahaan asuransi berhak
menerima uang ganti rugi yang diberikan oleh PT X kepada Wahyu.
Prinsip tersebut merupakan konsekuensi lanjutan dari prinsip indemnity. Pihak yang
mengasuransikan (insured) tidak bisa memperoleh ganti rugi dari beberapa pihak sekaligus.
Prinsip subrogasi juga menghalangi moral hazard yang mungkin muncul. Sebagai contoh,
Wahyu bisa berkomplot dengan oknum dari PT X untuk membakar pabriknya. Setelah pabrik
tersebut terbakar, Wahyu bisa memperoleh uang lebih besar dari kerugian yang
sebenarnya, kemudian Wahyu bisa berbagi uang dengan oknum dari PT X tersebut. Prinsip
semacam itu bermanfaat untuk menurunkan premi asuransi. Pada beberapa jenis asuransi
(misal kecelakaan), kas yang diperoleh dari pihak ketiga yang teledor (ceroboh,
mengakibatkan kecelakaan) bisa cukup signifikan. Kas masuk tersebut bisa dipakai oleh
perusahaan asuransi untuk mengurangi kerugiannya, yang mempunyai implikasi pada
penurunan premi yang dibebankan perusahaan asuransi tersebut. Alasan lain adalah prinsip
semacam itu menaruh orang yang teledor (ceroboh) sebagai pihak yang bertanggung jawab
atas kecerobohannya, dan karenanya harus menanggung akibat dari perbuatannya tersebut.
1) Representasi
Representasi dalam hal ini adalah pernyataan yang dibuat oleh pemohon asuransi (pembeli)
sebelum polis asuransi dikeluarkan. Jika informasi yang disampaikan oleh pemohon tersebut
ternyata tidak benar, dan ketidakjujuran tersebut material maka kontrak asuransi tersebut
bisa dibatalkan. Dalam hal ini, perusahaan asuransi tidak berkewajiban untuk membayarkan
uang pertanggungan seperti yang tertera pada kontrak asuransi tersebut. Jika perusahaan
asuransi tidak dengan cepat membatalkan kontrak tersebut, bisa mengakibatkan hak
perusahaan asuransi untuk membatalkan kontrak tersebut menjadi hilang.
2) Warranties
Waranti adalah klausul dalam kontrak asuransi yang mengatakan bahwa sebelum
perusahaan asuransi mempunyai kewajiban maka kondisi, fakta, atau situasi tertentu yang
memengaruhi risiko harus ada. Sebagai contoh, perusahaan asuransi menjamin kebakaran
bangunan dengan kondisi alat pengaman api (detektor asap) dipasang pada gedung
tersebut. Jika ternyata pada bangunan tersebut tidak ada detektor asap maka perjanjian
kontrak asuransi bisa dibatalkan. Jika waranti dilanggar, perjanjian bisa dibatalkan meskipun
waranti tersebut barangkali tidak material.
3) Penyembunyian
Menyembunyikan informasi berarti diam (tidak memberitahukan) ketika dia harus
memberitahukan. Karena asuransi didasarkan pada prinsip kepercayaan maka pemohon
asuransi harus secara sukarela memberitahukan informasi yang material, meskipun tidak
ditanyakan. Informasi penting harus disampaikan meskipun barangkali akan berakibat
ditolaknya asuransi atau meningkatnya premi asuransi.
4) Kesalahan
Jika kesalahan terjadi dalam kontrak, perbaikan bisa dilakukan setelah polis asuransi
dikeluarkan. Kesalahan dalam hal ini adalah kesalahan yang dilakukan bersama, atau
kesalahan yang diketahui oleh pihak lain, meskipun tidak disebutkan pada waktu perjanjian
dibuat. Kesalahan dalam hal ini bukan kesalahan karena salah keputusan, tetapi kesalahan
yang bisa ditunjukkan bahwa perjanjian asuransi yang terjadi bukan perjanjian yang
seharusnya.
Sebagai ilustrasi, misalkan dalam kontrak asuransi seharusnya seseorang yang membeli
asuransi akan memperoleh pertanggungan sebesar Rpl.000.000,- per bulan, selama 10
tahun mendatang, mulai tahun kelima dari sekarang. Namun, petugas asuransi salah
mengetik sehingga tertulis Rp10.000.000,- per bulan. Kesalahan tersebut diketahui lima
tahun mendatang. Perusahaan asuransi berusaha memperbaiki kesalahan tersebut, tetapi
orang tersebut menolak. Ketika persoalan tersebut dibawa ke pengadilan, pengadilan
memutuskan bahwa kesalahan tersebut dilakukan bersama (mutual mistakes). Perusahaan
asuransi salah mengetik. Orang tersebut melakukan kesalahan yaitu tidak memperhatikan
angka yang tertera, atau gagal untuk (tidak) mengatakan angka yang seharusnya (padahal
barangkali dia tahu angka yang seharusnya). Akhirnya, pengadilan memutuskan bahwa
angka Rpl.000.000,- adalah pertanggungan yang benar.
Kesalahan semacam itu berbeda dengan kesalahan karena keputusan (judgment error).
Misal dalam contoh di atas perusahaan asuransi menggunakan model matematika tertentu
untuk sampai pada keputusan memberikan pertanggungan sebesar Rp10.000.000,-. Setelah
polis ke luar, mereka sadar bahwa model mereka salah. Seharusnya yang dibayarkan adalah
Rpl.000.000,-. Dalam situasi tersebut, kesalahan yang terjadi bukan karena kesalahan
bersama, tetapi kesalahan karena pertimbangan (judgment) yang salah. Dalam situasi
tersebut, perusahaan asuransi yang akan menanggung kesalahan tersebut, dan tetap harus
membayar Rp10.000.000,- per bulan.