a. Principle of Indemnity
Prinsip tersebut mengatakan bahwa pihak yang mengasuransikan (insured) tidak bisa memperoleh
uang pertanggungan lebih dari kerugian yang sebenarnya pada saat terjadi kejadian yang
merugikan, berapapun asuransi yang dibeli.
Contoh :
Misal terjadi kebakaran yang menghabiskan bangunan yang diasuransikan, dengan nilai kerugian
sebesar Rp1.000.000.000,- Pihak yang mengasuransikan tidak bisa memperoleh uang
pertanggungan lebih dari Rp 1.000.000.000,- atas kerugian tersebut.
Prinsip ini juga bisa mengendalikan problem moral hazard (misal, sengaja membakar bangunan
supaya asuransinya bisa dibayarkan) agar bisa dikurangi secara signifikan. Dalam hal ini asuransi
dirancang untuk mengembalikan kondisi ke situasi sebelum terjadinya kerugian (indimnity).
Adapun prinsip lain yang berkaitan dengan prinsip indemnity adalah hadirnya asuransi lain. Dimana,
pihak yang mengasuransikan (insured) tidak bisa memperoleh uang pertanggungan lebih dari satu
perusahaan asuransi. Jika ada dua perusahaan asuransi yang terlibat, biasanya kedua perusahaan
tersebut akan berbagi pertanggungan.
Keluarga mengasuransikan jiwa ayah (kepala keluarga). Apabila ayah tersebut meninggal dunia
maka ahli warisnya berhak memperoleh uang pertanggungan misalnya Rp1.000.000.000,- Karena
keluarga tersebut mempunyai kepentingan terhadap biaya hidup bapaknya, dan apabila pabak
tersebut meninggal dunia maka keluarga akan kehilangan kesempatan memperoleh pendapatan
(yang diperoleh bapak tersebut).
Artinya, keluarga tersebut mempunyai kepentingan untuk bisa diasuransikan, dan bukti kepemilikan
kepentingan bisa diperlihatkan dengan hubungan keluarga (ahli waris yaitu anak dari bapak
tersebut).
Prinsip semacam ini cukup bermanfaat untuk mengurangi moral hazard. Serta secara efektif juga
bisa menghalangi penggunaan asuransi sebagai alat perjudian (gambling).
c. Principle of Subrogation
Prinsip subrogation mengatakan bahwa seseorang membeli asuransi, maka perusahaan asuransi
berhak atas kas yang akan diterima pihak yang mengasuransikan dari pihak ketiga.
Contoh :
Anton mengasuransikan pabriknya. Kemudian pabrik tersebut terbakar habis karena PT X,
perusahaan yang memasok bahan bakar ke pabrik tersebut melakukan tindakan yang ceroboh yang
mengakibatkan kebakaran tersebut. Anton menuntut ganti rugi ke PT X. Perusahaan asuransi berhak
menerima uang ganti rugi yang diberikan oleh PT X kepada Wahyu.
Prinsip tersebut merupakan konsekuensi lanjutan dari prinsip indemnity. Pihak yang
mengasuransikan tidak bisa memperoleh ganti rugi dari beberapa pihak sekaligus. Serta prinsip ini
menghalangi moral hazard yang mungkin muncul.
Contoh :
Anton berkomplot dengan oknum dari PT X untuk membakar pabriknya. Setelah pabrik terbakar,
anton bisa memperoleh uang yang lebih besar dari kerugian yang sebenarnya, dan bisa berbagi
dengan oknum PT X tersebut.
Prinsip semacam itu bisa menurunkan premi asuransi. Pada beberapa jenis asuransi (misal
kecelakaan), kas yang diperoleh dari pihak ketiga yang teledor ( mengakibatkan kecelakaan), dll. Kas
tersebut bisa digunakan oleh perusahaan asuransi untuk mengurangi kerugiannya, yang mempunyai
implikasi pada penurunan premi yang dibebankan pada asuransi tersebut. Atau bisa juga prinsip
semacam itu manaruh orang yang ceroboh sebagai pihak yang bertanggungjawab atas
kecerobohannya, sehingga harus menanggung akibat dari perbuatannya tersebut.
Contoh : Perusahaan asuransi menjamin kebakaran bangunan dengan kondisi detector asap
dipasang pada gedung, jika ternyata pada bangunan tidak ada detector asap maka perjanjian
kontrak asuransi bisa dibatalkan. Apabila waranti dilanggar, perjanjian bisa dibatalkan meskipun
waranti tersebut barangkali tidak material
3. Penyembunyian
Menyembunyikan informasi berarti diam (tidak memberitahukan) ketika dia harus
memberitahukan. Karena asuransi didasarkan pada prinsip kepercayaan maka pemohon
asuransi harus secara sukarela memberitahukan informasi yang material, meskipun tidak
dinyatakan. Informasi penting untuk disampaikan meskipun akan berakibat ditolaknya asuransi
atau meningkatnya premi asuransi.
4. Kesalahan
Apabila terjadi kesalahan pada kontrak, maka perbaikan bisa dilakukan setelah polis asuransi
dikeluarkan. Kesalahan dalam hal ini adalah kesalahan yang dilakukan bersama, atau kesalahan
yang diketahui oleh pihak lain, meskipun tidak disebutkan pada waktu perjanjian dibuat.
Kesalahan dalam hal ini bukan kesalahan karena salah keputusan, tetapi kesalahan yang bisa
ditunjukkan bahwa perjanjian asuransi yang terjadi bukan perjanjian yang seharusnya.
Contohnya :
Sumber :
Suryanto. 2021. Edisi 2. Manajemen Risiko dan Asuransi. Universitas terbuka: Tangerang Selatan