Anda di halaman 1dari 6

Materi Pokok:

1. Faktor Penentu Kinerja Organisasi


2. Cara Pemimpin Mempengaruhi Kinerja Organisasi
3. Situasi yang Mempengaruhi Kepemimpinan Strategik
4. Tim Eksekutif

1. Faktor Penentu Kinerja Organisasi

Perilaku keseharian dari banyak pemimpin tingkat rendah dapat diamati oleh para bawahan,
rekan sejawat, dan atasan, dan tindakan pemimpin itu sering memiliki konsekuensi langsung
langsung bagi kinerja tim atau kelompok. Sebaliknya, beberapa anggota dari organisasi memiliki
sebuah kesempatan untuk secara langsung mengambil tindakan dari ekselutif puncak. Banyak
tindakan seperti ini secara tidak langsung mempengaruhi kinerja, dan pengaruhnya mungkin
tertunda selama beberapa bulan atau tahun, yang membuatnya sulit untuk melihat hubungan
antara tindakan pemimpin dengan konsekuensinya. Saat tidak adanya informasi yang relevan,
orang menjadi bias untuk menghubungkan tanggung jawab yang lebih besar untuk kinerja
organisasi dengan para eksekutif (Meindl et al, 1985).

a. Determinan dari atribusi: seorang pemimpin yang mengambil tindakan secara tegas untuk
menghadapi sebuah krisis akan dipandang sebagai luar biasa jika kinerja organisasi
segera meningkat tidak lama sesudahnya, sebaliknya seorang pemimpin yang gagal
mengambil tindakan tegas dalam sebuah krisis, atau yang mengambil tindakan gagal
menyelesaikan krisis itu lebih cepat, akan dipandang sebagai tidak kompeten. Persepsi
para pengikut terhadap kompetensi pemimpin dipengaruhi lebih banyak oleh tindakan
yang amat nyata untuk menghadapi krisis dengan segera, dibandingkan dengan tindakan
tidak langsung untuk menghindari krisis dan meningkatkan kondisi di masa mendatang.
b. Atribusi dan Keluasan Eksekutif: Lord dan Mahrer (1991) menyatakan bahwa efektivitas
dari para pemimpin tingkat puncak bergantung pada keleluasaan mereka untuk membuat
perubahan besar yang inovatif dalam bidang penting dari strategi organisasi yang akan
mempengaruhi kinerja organisasi 5 hingga 20 tahun di masa mendatang. Jumlah
kekuasaan yang sah dan keleluasaan yang diberikan kepada seorang pemimpin
bergantung pada persepsi dari para pengikut dan stakeholder lainnya di mana pemimpin
itu memiliki keahlian untuk menyelesaikan masalah penting yang dihadapi organisasi.
c. Manajemen Kesan oleh Eksekutif: Keinginan untuk mempertahankan sebuah reputasi
yang meguntungkan dari para pengikut dan stakeholder lainnya telah diketahui oleh
banyak pemimpin dan perilaku mereka mencerminkan perhatian yang kuat akan
“manajemen kesan. Banyak eksekutif puncak yang berusaha menciptakan kesan bahwa
mereka tahu apa yang mereka lakukan dan mereka dapat mengendalikan peristiwa.
Simobl dan ritual, seperti upacara pelantikan yang rumit, penguatan perasaan pentingnya
pemimpin. Keberhasilan diumumkan dan dirayakan, kegagalan ditekan atau dianggap
tidak penting. Tindakan simbolis amat penting saat. Batasan situasional dan peristiwa
yang tidak dapat diperkenalkan membuat sulit para manajemen puncak untuk
melaksanakan banyak pengaruh atas kinerja organisatioris.

2. Cara Pemimpin Mempengaruhi Kinerja Organisasi


Penelitian mengenai konsensus mengubah kepala eksekutif dari sebuah organisasi
amatlah relevan dengan masalah pentingnya kepemimpinan. Studi suksesi ini berusaha
untuk menilai bagaimana sebuah perubahan dalam kepemimpinan puncak mempengaruhi
sebuah organisasi. Day dan Lord (1988) menemukan bahwa beberapa hasil dari
penelitian suksesi telah dinyatakan terlalu rendah yang disebabkan oleh masalah
metodologis, seperti kegagalan memperbaiki pengaruh dari besaran organisasi, kegagalan
untuk memperbaiki kriteria yang didenominasikan dengan dollar untuk pengaruh dari
inflasi, dan kegagalan untuk memberikan cukup waktu bagi para pemimpin untuk
mempengaruhi hasil kinerja kuantitatif. Pengaruh kepemimpinan yang cukup besar atas
kriteria yang tepat dalam studi oleh Lieberson dan O`connor(1972) dan Salancik dan
Pfeffer (1977) adalah konsisten dengan hasil penelitian berikutnya. Wiener dan Mahoney
(1981) menguji 193 perusahaan pabrikasi selama periode 19 tahun dan menemukan
bahwa kepemimpinan menjelaskan 44 persen dari varian dalam keuntungan sebagai
persentase dari asset. Thomas (1988) mempelajari kinerja dari 12 perusahaan eceran di
ingrris selama periode 20 tahun dan menemukan bahwa kepemimpinan menjelaskan 51
persen dari varian dalam marjin keuntungan setelah mengendalikan variable bukan
kepemimpiana.
Para pemimpin tidak mungkin mempunyai pengaruh besar pada kinerja organisasi
kecuali mereka amat berada dalam keterampilan dibandingkan pemimpin yang mereka
gantikan. Jika penggantinya lebih terampil, kinerjanya mungkin membaik. Jika
penggantinya tidak terlalu terampil, kinerjanya mungkin menurun. Pengaruh dari
kemampuan pengganti pada efektivitas organisatioris telah diuji dalam dua studi, satu
pada pendeta gereja dan yang lainnya pada pelatih bola basket. Dalam kedua studi itu
suksesi kepemimpinan dihubungkan dengan kinerja yang membaik hanya bagi pemimpin
yang memiliki efektivitas sebelumnya. Bagi para pemimpin ini, pengaruhnya pada
kinerja sangat kecil. Penejelasan yang masuk akal untuk hasil yang lemah dalam kedua
studi ini adalah bahwa mereka melibatkan adimistrator tingkat menengah bukannya
eksekutif puncak. Tidak seperti pemilik dan manajer umum, para manajer altetik dan
pelatih tidak memiliki banyak pengaruh pada banyak determinan penting dari kinerja tim
seperti gaji para pemimpin, staf pengganti, dan system pertanian. Selanjutnya, potensi
untuk mempengaruhi kinerja mungkin tidak terlalu besar untuk gereja dan tim atletik
professional daripada bagi perusahaan.

3. Situasi yang Mempengaruhi Kepemimpinan Strategik


a. Perubahan Evolusioner
Kesempatan bagi eksekutif puncak untuk menggunakan pengaruh kuat pada kinerja
sebuah organisasi bergantung pada faktor-faktor historis seperti tahapan evolusioner dari
organisasi. Thusman dan Romanelli (1985) merumuskan sebuah model keseimbangan
bertanda untuk menjelaskan bagaimana organisasi berevolusi seiring waktu dan peran
dari para eksekutif puncak dalam proses evolusioner ini. Evolusi dari sebuah organisasi
itu dijelaskan dalam hal periode reorientasi yang bergantian dan pemusatan yang
biasanya terjadi selama masa hidup organisasi. Sebiah penurunan kinerja bisa terjadi
kapan saja, dan pada akhirnya akan memicu sebuah periode reorientasi yang jika berhasil,
akan memperbarui dan merevatalisasi organisasi itu.
b. Kekuasaan Politis
Jumlah perubahan yang terjadi dalam sebuah organisasi ditentukan oleh perjuangan
kekuasaan di antar fraksi atau koalisi berbeda. Seperti yang dinyatakan sebelumnya, teori
kontingensi strategis berupaya utnuk menjelaskan bagaimana perubahan lingkungan
organaisasi mempengaruhi kekuasaan relative dari subunit berbeda. Menurut teori
kontingensi strategis, subunit yang memiliki keahlian unit dalam memecahkan masalah
kritis mendapatkan lebih banyak kekuasaan untuk mempengaruhi keputusan strategis
organisasi. Subunit yang paling berkuasa sering kali mampu membuat salah satu
anggotanya sebagai CEO organisasi itu. Perwakilan dari subunit ini memiliki pengaruh
lebih banyak dalam kelompok keputusan yang bertanggung jawab untuk perencanaan
strategis. Jadi, menurut teori itu, terdapat sebuah seleksi alami sehingga orang yang
paling memenuhi syarat yang memebantu organisasi beradaptasi dengan lingkungan akan
mendapatkan pengauh paling banyak dalam keputusan strategis, sehingga memudahkan
beradaptaasi.
c. Masa Jabatan Eksekutif
Kepemimpinan strategis oleh CEO juga terpengaruh oleh masa jabatan. Hambrick dan
Fukutomi (1991) menyajikan sebuah model untuk menjelaskan pola perilaku yang
berubah yang diamati pada banyak CEO selama masa jabatan mereka. Pola perilaku yang
berubah memiliki implikasi penting bagi efektivitas seorang CEO, dan model itu
membantu untuk menjelaskan mengapa reorientasi utama dari organisasi jarang dimulai
oleh CEO yang telah menjabat selama bertahun-tahun.

4. Tim Eksekutif
Semua organiasi memiliki sebuah kelompok manajemen top yang meliputi CEO
dan eksekutif puncak lainnya, tetapi tiap organisasi memiliki cara pengoperasian
kelompok tersebut dengan cara yang berbeda-beda. Pendekatan tradisional adalah dengan
memiliki hirarki otoritas yang jelas dengan seorang CEO, COO/chief operating officer,
dan beberapa eksekutif bawahan yang mengepalai berbagai subunit dari organisasi
tersebut. Struktur ini masih menonjol, tetapi alternative yang makin popular sekarang ini
adalah dengan berbagai kekuasaan di salam tim manajemen puncak. Para eksekutif dalam
tim secara kolektif mengambil tanggung jawab dari COO dalam mengelola operasi
internal organisasi, dan mereka membantu COO dalam memformulasikan strategi. Varian
lain yang tidak terlalu umum adalah struktur kantor ketua di mana tanggung jawab dari
CEO itu dibagi, walaupun seorang eksekutif biasanya memiliki kekuasaan yang lebih
diteriman dikarenakan oleh penggunaan efektif mereka oleh negara lain dan makin
bertumbuhnya kesadaran bahwa stereotip dari seorang pemimpin yang heroic adalah
tidak realistis bagi organisasi yang kompleks yang memiliki lingkungan yang bergolak.

1) Potensi Keuntungan dari Tim Eksekutif


Tim eksekutif menawarkan sejumlah potensi keuntungan bagi sebuah organisasi. Sebuah
tim eksekutif memiliki potensi untuk membuat keputusan strategis yang lebih baik saat
anggotanya memiliki keterampilan dan pengetahuan relevan yang tidak dimiliki oleh
CEO. Para anggota tim dapat menutupi kelemahan keterampilan dari CEO itu. Keputusan
yang dibuat oleh sebuah tim akan mungkin mewakili beragamnya kepentingan dari
anggota organisasi. Tugas penting tidak mungkin diabaikan jika tersedia beberapa orang
untuk berbagi beban kepemimpinan. Komunikasi dan kerja sama di antara para eksekutif
dari subunit berbeda ditingkatkan dengan bertemu secara teratur sebagai sebuah tim.
Partisipasi anggota tim dalam membuat keputusan strategis akan meningkatkan
pemahaman dan komitmen mereka untuk menerapkan keputusan ini. Eksperimen terbaru
memperlihatkan beberapa keuntungan bila mengizinkan anggota tim mempengaruhi
sebuah keputusan strategis, kualitas keputusan yang baik, keputusannya dirasa lebih adil,
mereka lebih berokomitmen, dan mereka lebih diidentifikasikan dengan kelompok.

2) Tim Eksekutif dan Efektivitas Organisatioris


Sejumlah studi menyelidiki bagiamana karakteristik para anggota dari sebuah kelompok
manajemen puncak dan proses keputusan yang digunakannya itu berhubungan dengan
efektivitas organisatioris (Hambrick 1987; Hambrick & Mason, 1984). Penelitian ini
menemukan bahwa karakteristik eksekutif yang diperlukan oleh efektivitas tim
bergantung pada konteks organisatioris di mana tim harus beroperasi, pada sifat
lingkungan, dan pada gaya manajemen dari CEO itu. Dalam sebiha tim eksekutif,
pembuatan keputusan strategis tidak hanya dipengaruhi oleh ciri dan keterampilan dari
CEO, tetapi juga anggota tim lain. Contoh dari ciri yang relevan meliputi tempat orientasi
kendali, keyakinan diri, toleransi untuk ambiguitas, dan motivasi keberhasila.
Keterampilan kognitif dari anggota tim dan pengetahuan mereka mengenai industry itu
juga menentukan kapasitas tim untuk menganalisis informasi lingkungan dan
mengembangkan strategi adaptif yang inovatif.

Daftar Pustaka

1. Yukl, Gary. 2010. Kepemimpinan dalam Organisasi. Jakarta: PT.Indeks.

Anda mungkin juga menyukai