Perilaku keseharian dari banyak pemimpin tingkat rendah dapat diamati oleh para bawahan,
rekan sejawat, dan atasan, dan tindakan pemimpin itu sering memiliki konsekuensi langsung
langsung bagi kinerja tim atau kelompok. Sebaliknya, beberapa anggota dari organisasi memiliki
sebuah kesempatan untuk secara langsung mengambil tindakan dari ekselutif puncak. Banyak
tindakan seperti ini secara tidak langsung mempengaruhi kinerja, dan pengaruhnya mungkin
tertunda selama beberapa bulan atau tahun, yang membuatnya sulit untuk melihat hubungan
antara tindakan pemimpin dengan konsekuensinya. Saat tidak adanya informasi yang relevan,
orang menjadi bias untuk menghubungkan tanggung jawab yang lebih besar untuk kinerja
organisasi dengan para eksekutif (Meindl et al, 1985).
a. Determinan dari atribusi: seorang pemimpin yang mengambil tindakan secara tegas untuk
menghadapi sebuah krisis akan dipandang sebagai luar biasa jika kinerja organisasi
segera meningkat tidak lama sesudahnya, sebaliknya seorang pemimpin yang gagal
mengambil tindakan tegas dalam sebuah krisis, atau yang mengambil tindakan gagal
menyelesaikan krisis itu lebih cepat, akan dipandang sebagai tidak kompeten. Persepsi
para pengikut terhadap kompetensi pemimpin dipengaruhi lebih banyak oleh tindakan
yang amat nyata untuk menghadapi krisis dengan segera, dibandingkan dengan tindakan
tidak langsung untuk menghindari krisis dan meningkatkan kondisi di masa mendatang.
b. Atribusi dan Keluasan Eksekutif: Lord dan Mahrer (1991) menyatakan bahwa efektivitas
dari para pemimpin tingkat puncak bergantung pada keleluasaan mereka untuk membuat
perubahan besar yang inovatif dalam bidang penting dari strategi organisasi yang akan
mempengaruhi kinerja organisasi 5 hingga 20 tahun di masa mendatang. Jumlah
kekuasaan yang sah dan keleluasaan yang diberikan kepada seorang pemimpin
bergantung pada persepsi dari para pengikut dan stakeholder lainnya di mana pemimpin
itu memiliki keahlian untuk menyelesaikan masalah penting yang dihadapi organisasi.
c. Manajemen Kesan oleh Eksekutif: Keinginan untuk mempertahankan sebuah reputasi
yang meguntungkan dari para pengikut dan stakeholder lainnya telah diketahui oleh
banyak pemimpin dan perilaku mereka mencerminkan perhatian yang kuat akan
“manajemen kesan. Banyak eksekutif puncak yang berusaha menciptakan kesan bahwa
mereka tahu apa yang mereka lakukan dan mereka dapat mengendalikan peristiwa.
Simobl dan ritual, seperti upacara pelantikan yang rumit, penguatan perasaan pentingnya
pemimpin. Keberhasilan diumumkan dan dirayakan, kegagalan ditekan atau dianggap
tidak penting. Tindakan simbolis amat penting saat. Batasan situasional dan peristiwa
yang tidak dapat diperkenalkan membuat sulit para manajemen puncak untuk
melaksanakan banyak pengaruh atas kinerja organisatioris.
4. Tim Eksekutif
Semua organiasi memiliki sebuah kelompok manajemen top yang meliputi CEO
dan eksekutif puncak lainnya, tetapi tiap organisasi memiliki cara pengoperasian
kelompok tersebut dengan cara yang berbeda-beda. Pendekatan tradisional adalah dengan
memiliki hirarki otoritas yang jelas dengan seorang CEO, COO/chief operating officer,
dan beberapa eksekutif bawahan yang mengepalai berbagai subunit dari organisasi
tersebut. Struktur ini masih menonjol, tetapi alternative yang makin popular sekarang ini
adalah dengan berbagai kekuasaan di salam tim manajemen puncak. Para eksekutif dalam
tim secara kolektif mengambil tanggung jawab dari COO dalam mengelola operasi
internal organisasi, dan mereka membantu COO dalam memformulasikan strategi. Varian
lain yang tidak terlalu umum adalah struktur kantor ketua di mana tanggung jawab dari
CEO itu dibagi, walaupun seorang eksekutif biasanya memiliki kekuasaan yang lebih
diteriman dikarenakan oleh penggunaan efektif mereka oleh negara lain dan makin
bertumbuhnya kesadaran bahwa stereotip dari seorang pemimpin yang heroic adalah
tidak realistis bagi organisasi yang kompleks yang memiliki lingkungan yang bergolak.
Daftar Pustaka