Anda di halaman 1dari 11

BISNIS PARIWISATA

“STRATEGI BISNIS PARIWISATA DI BALI


PASCA MASA PANDEMI COVID-19”

Dosen Pengampu :
Dra. I Gusti Agung Ketut Sri Ardani, MM.

Oleh :

Dewa Ayu Riananda Maharani (1907521112)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2020
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Bisnis pariwisata merupakan suatu usaha untuk menyediakan barang dan


atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.
Sektor pariwisata memang cukup menjanjikan untuk turut membantu menaikkan
cadangan devisa dan secara pragmatis juga mampu meningkatkan pendapatan
masyarakat. Industri pariwisata juga memiliki karakter yang unik, yang mana
menyebutkan bahwa sektor pariwisata dapat memberikan efek berantai atau
multiplier effect terhadap suatu distribusi pendapatan penduduk di kawasan sekitar
pariwisata.

Masa pandemi COVID-19 sangat berdampak pada semua sektor industri


secara global termasuk industri pariwisata, dimana sebelumnya industri pariwisata
yang ada di Indonesia tengah mengalami perkembangan yang cukup pesat setelah
tagar “Wonderful Indonesia” mulai dikenal di kancah internasional. Akan tetapi
selama masa pandemi ini masih terus berlangsung, baik turis lokal maupun
mancanegara mengalami penyusutan di segala bidang dengan jumlah yang sangat
signifikan. Dari banyaknya sektor yang terkena dampak pandemi, industri
pariwisata merupakan salah satu industri yang terkena dampak terbesar
dibandingkan dengan industri-industri lainnya.

Saat ini banyak industri atau perusahaan yang berusaha melawan dampak
disrupsi akibat dari revolusi industri 4.0. Perusahaan-perusahan seperti ritel,
perbankan dan perusahaan manufaktur banyak yang melakukan perubahan strategi
dan perubahan struktur tenaga kerja. Namun belum selesai berjuang akibat
disrupsi, pada saat ini perusahaan-perusahaan harus berjuang melawan efek dari
virus COVID-19. Pekerja yang sakit dan keterbatasan bahan baku produksi
miniminal menjadi alasan perusahaan harus mengatisipasi efek dari COVID-19.

Berdasarkan laporan dari McKinsey pada bulan Februari 2020 lalu,


minimal ada 6 sektor industri yang terdampak akibat virus COVID-19 termasuk di
Indonesia yaitu pariwisata, penerbangan, otomotif, oil and gas, consumer
goods, dan elektronik. Industri pariwisata dan industri penerbangan sangat

2
berkaitan erat. Indonesia sebagai tujuan wisata dunia seperti Jakarta, Bali,
Yogyakarta, dan daerah lainnya akan mengalami penurunan jumlah kunjungan
wisatawan asing.

Bali merupakan salah satu daerah yang sangat berpengaruh terhadap


penghasilan pendapatan negara Indonesia dalam bidang pariwisata. Namun pada
saat ini Bali mengalami penurunan jumlah wisatawan karena dampak dari
COVID-19 sehingga menyebabkan jumlah pendapatan Negara Indonesia menjadi
menurun pula. Maka dari itu, saat ini sangat dibutuhkan berbagai langkah-langkah
dalam mengembangkan strategi bisnis pariwisata baru yang mampu
membangkitkan sektor industri pariwisata dari keterpurukan pascapandemi
COVID-19.

Berdasarkan uraian diatas, pada artikel ini akan dibahas mengenai


bagaimana strategi bisnis pariwisata di Bali untuk membangkitkan minat
pariwisata dan mampu menciptakan serta menerapkan inovasi-inovasi baru dalam
dunia pariwisata.

TINJAUAN PUSTAKA

Pandemi mengakibatkan krisis total pada industri pariwisata Bali. Ini


bukan pertama kali pariwisata Bali ditimpa krisis, karena sebelumnya Bali dilanda
SARS, serangan terorisme, gunung meletus, namun harus diakui bahwa pandemi
COVID-19 yang paling parah. Tiga kajian kajian awal tentang pariwisata dan
pandemi dipublikasikan oleh Gossling et al. (2020), Quiki et al. (2020) dan Jamal
et al. (2020).

Gossling et al. (2020) memberikan paparan tentang dampak virus corona


yang telah menjadi lawan dunia, karena tidak adanya vaksin dan kapasitas medis
yang terbatas untuk mengobati penyakit, maka usaha non medis menjadi jalan
utama dalam mengatasi pandemi. Salah satunya dengan jalan pembatasan
perjalanan global dan anjuran tinggal di rumah yang berakibat pertumbuhan
ekonomi paling parah sejak Perang Dunia II, sehingga mempengaruhi lebih dari
90% populasi dunia untuk tidak melakukan pertemuan publik dan mobilitas

3
masyarakat serta aktivitas pariwisata yang sebagian besar berhenti pada Maret
2020.

Ada temuan unik dari Qiu et al. (2020), bahwa selama pandemi
berlangsung ada usaha unik dari masyarakat lokal yakni mendorong kontribusi
lebih bagi penduduk yang lebih muda untuk berkontribusi dalam membiayai
pengurangan risiko, sebab mereka lebih mengerti secara digital dan lebih sering
terhubung ke internet dari pada penduduk yang lebih tua. Generasi muda lebih
memungkinkan untuk mengakses informasi terbaru tentang krisis pandemi secara
real time. Dengan demikian, selama wabah COVID-19 berlangsung, pemerintah
daerah dan organisasi pariwisata harus melibatkan generasi muda yang cenderung
lebih termotivasi dan berpengetahuan, dalam tindakan pemulihan krisis setelah
pandemi.

Menurut Jamal et al. (2020), fenomena wabah COVID-19 sejak Desember


2019 yang bermula di Wuhan Cina dan belum berakhir hingga kini, seharusnya
dapat menjadi pembelajaran penting bagi masyarakat dunia, sebab wabah
penyakit dan sebuah pandemic yang lainnya akan menjadi sesuatu yang semakin
sering terjadi. Penyebabnya adalah karena peningkatan jumlah perjalanan dan
adanya kemudahan akses ke tujuan wisata di seluruh dunia. Dengan demikian
dampak masalah kesehatan akibat wabah di dunia wisata harus dikelola dengan
cara memperhatikan fasilitas kesehatan dan informasi yang akurat bagi
pengunjung dan penduduk setempat tentang dampak langsung dan tidak langsung
dari wabah.

Pariwisata merupakan bisnis sangat rentan terhadap potensi krisis yang


berasal dari berbagai hal, antara lain guncangan eksternal yang secara intern tidak
dapat diprediksi, sehingga tidak dapat membuat persiapan untuk menghadapi
krisis. Setidaknya itulah penjelasan Christof Pforr & Peter J. Hosie (2008) tentang
hubungan pariwisata dan krisis. Lebih lanjut Pforr dan Hosie menjelaskan bahwa
HRD merupakan aspek penting dari persiapan yang disusun dan dilaksanakan
dengan baik untuk manajemen krisis, sehingga perlu penekanan khusus pada
penerapan HRD melalui fungsi layanan HRM dalam menyarankan bagaimana hal
itu dapat diintegrasikan dengan usaha kepariwisataan.

4
Dalam kajian tentang wabah penyakit kaki dan mulut yang dikaitkan
dengan dunia pariwisata, Ritchie et al. (2004) menjelaskan bahwa wabah penyakit
kaki dan mulut di Inggris sangat berdampak pada kegiatan pariwisata karena
kurangnya persiapan, sehingga tindakan yang diambil dalam fase darurat krisis
sangat inkonsistensi dalam mengembangkan pesan-pesan utama kepada para
pemangku kepentingan. Sebagian disebabkan karena kebingungan dan kurangnya
informasi di tingkat nasional, sehingga komunikasi pemasaran pasca pemulihan
juga kurang maksimal karena lamanya waktu wabah penyakit.

PEMBAHASAN

Pulau Bali sangat bertumpu pada sektor pariwisata. Hampir sepertiga dari


seluruh hasil penjualan barang dan jasa di Bali berasal dari sektor penginapan,
makanan dan minuman, atau setara dengan jumlah Rp 58,7 triliun. Namun,
pengembangan pariwisata Bali saat ini masih kurang terencana. Hal ini terjadi
karena tidak adanya masterplan atau rencana induk yang komprehensif.

Masterplan yang ada saat ini diluncurkan pada tahun 1969 dinilai sudah


sangat usang karena tidak mengikuti dinamika dan perubahan zaman yang
mengakibatkan sektor pariwisata rentan. Kerentanan ini terlihat ketika pandemi
COVID-19 ini menghantam dan menghentikan kegiatan pariwisata di Bali.

Hantaman pandemi COVID-19 saat ini dinilai lebih drastis dibandingkan


dengan hantaman yang terjadi karena peristiwa Bom Bali dan meletusnya Gunung
Agung. Pada saat terjadi erupsi Gunung Agung, tingkat hunian hotel di Bali
selatan seperti Badung, Denpasar dan Gianyar masih mencapai angka 60%,
karena radius berbahaya berada hanya pada jarak 12 kilometer dari gunung. Pada
saat ini, dihidung sejak bulan April 2020, hampir 96% hotel di Bali kosong karena
sepi dan tidak ada kunjungan dari wisatawan asing maupun domestik. Begitu pula
sejauh ini maraknya pemutusan hubungan kerja terhadap 800 orang dan 46,000
pekerja formal yang dirumahkan karena perusahaan sudah tidak memiliki
kemampuan untuk membayar karyawannya.

Pertumbuhan Masyarakat yang Reaktif dan Parsial

5
Selama ini, penyusunan masterplan pariwisata Bali masih reaktif dan
parsial. Dalam strategi bisnis, istilah rektif adalah reaksi cepat tanpa analisa
panjang terhadap situasi eksternal yang terjadi. Hal ini akan semakin diperparah
jika organisasi tidak memiliki visi atau masterplan yang jelas. Sebagai contoh
sejak masuknya wisatawan China di Bali, perang tarif antar penyedia jasa terjadi
dan pada akhirnya membuat atmosfer kompetisi pasaran yang tidak sehat.

Contoh kedua dari sikap reaktif adalah adalah munculnya tren


pengembangan desa wisata di berbagai daerah di Bali yang lebih
cenderung meniru tanpa adanya rencana yang cermat. Pada tahun 2018, Bali
memiliki 110 desa wisata yang mana hal tersebut dapat diartikan bahwa desa
wisata di Bali meningkat sebanyak 124% dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya.

Pembangunan nasional yang masih parsial atau belum menyeluruh juga


menjadi masalah tersendiri bagi pariwisata di Bali. Kolaborasi yang terstruktur
dan sistematis hingga saat ini masih merupakan suatu hal yang harus diselesaikan
dan harus segera dibenahi antar pusat dan daerah maupun antar bidang di masing-
masing kementerian maupun dinas. Saat ini pengembangan pariwisata bisa
dikatakan masih terkotak-kotak. Sebagai contoh jika sebuah desa
mengembangkan objek wisata sendiri, namun tidak ditunjang dengan aksesibilitas
yang mendukung.

Areal persawahan yang merupakan aset besar daerah dalam konteks sosio-
kultural masyarakat Bali, dan pada saat ini secara mudah dialih fungsikan menjadi
areal perumahan yang sangat masif. Contohnya di Kabupaten Bangli, dalam lima
tahun terakhir sudah 700 hektare sawah berubah fungsi. Belum lagi area
perkotaan yang tidak bersahabat dan hanya menjadi jalur lalu lalang kendaraan
tanpa memikirkan estetika, keindahan, keunikan arsitektur kotanya dan semakin
jauh dari basis pariwisata budaya.

Pendapatan daerah melalui pajak hotel, restoran dan bergeraknya ekonomi


masyarakat sudah terlalu lama memanjakan dan menutup mata kita terhadap
masalah-masalah yang berpotensi muncul dan untuk berinovasi.

6
Strategi Bisnis Pariwisata dan Pembenahan yang harus dilakukan

Pada saat ini pemerintah daerah Bali diharapkan dapat membangun


masterplan yang komprehensif. Dimana masterplan industri sektor pariwisata
yang komprehensif tersebut berarti membangun berbagai bisnis daerah yang
inovatif untuk dapat memaksimalkan pendapatan ekonomi daerah dan membuka
lapangan kerja yang lebih luas, stabil dan mandiri.

Paris di Prancis dan Milan di Italia dapat dijadikan contoh tentang


bagaimana sebuah kota dibangun secara inovatif sebagai destinasi wisata
perkotaan dunia. Sinergi antar sektor unggulan dan kreatif ini membuat industri
pariwisata mereka rasanya cukup stabil dan tidak semata-mata tertumpu pada satu
aspek daya tarik “what to see” namun juga mengintegrasikan “what to do” pada
suatu destinasi pariwisata.

Bali dan Indonesia harus mampu mengembangkan pasar lain dengan


karakteristik yang berbeda. Riset dari Mastercard tahun lalu menunjukkan Bali
berada di peringkat 9 dari 20 destinasi di Asia Pasifik. Riset itu juga menunjukkan
wisatawan asing di Bali hanya berjumlah 8,3 juta orang dan tinggal setidaknya
hampir 9 hari dan menghabiskan rata-rata US$125 atau Rp 1.8 juta per hari.
Angkanya jauh berbeda dengan Bangkok, Thailand, di mana berhasil menarik
22.8 juta wisatawan asing yang rata menghabiskan uang US$184 per hari selama
kurang lebih lima hari.

Salah satu yang bisa dikembangkan Bali dalam masterplannya adalah


mengembangkan industri kreatif secara inovatif. Industri kreatif memiliki banyak
model yang bervariasi dan tidak monoton seperti seni kerajinan dan hiburan saja
tetapi ada beberapa hal yang dapat dikembangkan.

Beberapa bentuk industri kreatif yang cukup berpotensi untuk Bali dan
banyak daerah di Indonesia yaitu education tourism atau wisata pendidikan.
Pengembangan industri wisata pendidikan ini bisa dilakukan dengan kolaborasi
yang kuat antara pemerintah dan lembaga terkait dengan pariwisata. Begitu pula
dengan adanya retreat dan wellness tourism atau pariwisata kesehatan yang sangat

7
berpotensi menarik orang asing untuk tinggal lama di Bali atau di Indonesia dan
melakukan pengeluaran secara konsisten untuk suatu daerah. Namun sejalan
dengan gagasan sebelumnya bahwa kolaborasi bersama antara lembaga sangat
perlu dilakukan baik dalam tatanan kebijakan, administrasi dan penguatan kualitas
sektoral. Hal yang sama bisa dilakukan untuk pasar domestik. Selain
pengembangan pasar, yang terpenting adalah membangun industri jasa
transportasi umum secara profesional. Pembangunan jasa transportasi umum
terbukti berkontribusi besar untuk pendapatan daerah kota-kota wisata di dunia
dan menyerap tenaga kerja.

Penting untuk digarisbawahi, pariwisata adalah industri yang tidak bisa


berdiri sendiri dan merupakan nilai tambah dari sebuah industri, budaya, dan gaya
hidup masyarakat destinasi pariwisata. Kompleksitas sosial budaya masyarakat
Bali yang modern namun juga masih erat dengan tradisi budaya dapat dilihat
sebagai salah satu peluang dan seharusnya dapat secara maksimal menjadi industri
baru yang bernilai ekonomi, sehingga Bali tidak perlu terlalu bergantung pada
industri sektor perhotelan atau jasa wisata yang menjadi satu-satunya tulang
punggung ekonomi pada suatu daerah.

Sejak diberlakukan era tatanan hidup baru atau New-Normal, Bali


bergegas mendeklarasikan diri telah siap menyambut wisatawan domestik sejak
31 Juli 2020. Mengingat bahwa mayoritas wilayah Bali sudah masuk ke dalam
zona hijau sehingga Bali dinilai aman untuk kegiatan wisata meskipun tetap
dilakukan penerapan protokol kesehatan COVID-19.

Berdasarkan Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 15243 Tahun 2020


tentang persyaratan wisatawan nusantara berkunjung ke Bali, terdapat ketentuan
kunjungan wisata selama masa pandemi. Berikut merupakan rangkuman dari
beberapa syarat berwisata ke Bali di era adaptasi baru :

1. Wisatawan nusantara atau domestik yang berkunjung ke Pulau Bali


haruslah bebas COVID-19 dengan menunjukkan surat keterangan hasil negatif
SWAB Test berbasis PCR, dengan minimum hasil non-reaktif Rapid Test dari
instansi yang berwenang.

8
2. Hasil uji COVID-19 tersebut juga memiliki masa berlaku paling lama 14
hari sejak hasil tersebut dikeluarkan.
3. Bagi wisatawan yang telah menunjukkan surat keterangan yang masih
berlaku, tidak lagi diwajibkan melakukan SWAB Test atau Rapid Test,
kecuali mengalami gejala klinis COVID-19.
4. Bagi wisatawan yang tidak dapat menunjukkan hasil uji COVID-19 baik
Rapid Test maupun SWAB Test, wajib mengikuti test tersebut ketika sampai
di Bali.
5. Jika Rapid Test dinyatakan reaktif, wisatawan akan melakukan SWAB
Test di Bali.
6. Wisatawan yang kedapatan memiliki hasil reaktif pada uji rapid, wajib
mengikuti uji tambahan yaitu SWAB Test berbasis PCR di Bali.
7. Wisatawan juga wajib melakukan karantina di tempat yang telah
disediakan Pemerintah Provinsi Bali selama menunggu hasil uji tersebut
keluar. Biaya uji SWAB Test, Rapid Test merupakan tanggung jawab
wisatawan.
8. Sebelum keberangkatan ke Bali, setiap wisatawan berkewajiban mengisi
Aplikasi LOVEBALI. Petunjuk Aplikasi LOVEBALI dapat diakses pada
laman https://lovebali.baliprov.go.id. Pelaku usaha akomodasi pariwisata di
Bali wajib memastikan setiap Wisatawan sudah mengisi Aplikasi
LOVEBALI.

Mengutip dari artikel yang diterbitkan pada www.antaranews.com, Gede


Pramana selaku Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Provinsi
Bali, mengatakan bahwa pariwisata Bali harus mengedepankan aspek kesehatan
dan kualitas yang lebih memberi perlindungan, kenyamanan, dan keamanan bagi
wisatawan yang berkunjung. Para wisatawan juga diwajibkan untuk menerapkan
pola hidup bersih sehat (PHBS) dengan selalu menggunakan masker dan
membawa hand sanitizer kemanapun mereka bepergian. Begitu pula wisatawan
dihimbau untuk selalu mengaktifkan Global Positioning System (GPS) pada
gadget selama berada di Bali. Dimana hal ini digunakan sebagai bentuk upaya
perlindungan dan pengamanan bagi wisatawan. Selain beberapa hal diatas, untuk
sebagai salah satu fasilitas kenyamanan tambahan, para wisatawan dapat

9
menyampaikan keluhan atau masalah selama berada di Bali melalui aplikasi
LOVEBALI yang telah dibuat untuk mendukung penilaian kinerja atau evaluasi
pariwisata terhadap daerah Bali.

PENUTUP
Kesimpulan

Berdasarkan dari beberapa hal yang dipaparkan diatas, strategi bisnis


pariwisata baru sangat diperlukan untuk menunjang kebutuhan sektor industri
ekonomi dan industri pariwisata di Bali. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan
mengembangkan masterplan yang telah dibentuk. Masterplan yang dimaksud
adalah mengembangkan industri kreatif secara inovatif yang dapat berpotensi
untuk berbagai daerah di Bali, seperti education tourism atau wisata pendidikan,
retreat dan wellness tourism atau wisata kesehatan yang berpotensi untuk
membuat wisatawan tinggal lebih lama di Bali dan mengeluarkan pengeluaran
secara konsisten terhadap suatu daerah yang ditinggalinya. Selain itu,
pembangunan jasa transportasi yang professional dapat dilakukan untuk
melengkapi pengembangan industri kreatif dan inovatif pariwisata di Bali.

Pada masa New-Normal ini, lembaga pemerintah khususnya di Bali


menerapkan tatanan hidup sehat bagi para wisatawan yang ingin berkunjung ke
Bali dengan melakukan SWAB Test maupun Rapid Test sebelum memutuskan
untuk bepergian baik menggunakan jalur darat, udara maupun laut. Hal tersebut
juga disesuai dengan protokol kesehatan yang sudah berlaku untuk tetap menjaga
kesehatan pada saat berlibur agar wisatawan terhindar dari penyakit COVID-19.
Strategi bisnis pariwisata baru ini diharapkan dapat menunjang pendapatan daerah
Bali maupun Indonesia agar dapat bangkit dari keterpurukan sektor ekonomi
pasca pandemi COVID-19.

10
DAFTAR PUSTAKA

https://nasional.sindonews.com/berita/1577497/18/dampak-virus-corona-bagi-
industri-pariwisata?showpage=all

file:///C:/Users/HP/Downloads/60329-1201-174430-2-10-20201030.pdf

https://theconversation.com/bagaimana-pariwisata-bali-harus-berbenah-usai-
pandemi-covid-19-137605

https://www.akseleran.co.id/blog/wisata-bali-di-era-new-normal/

11

Anda mungkin juga menyukai