Anda di halaman 1dari 7

Proposal SKBD

Nama Kelompok:
1. Leonardo Evan Constantine Kristianto (23430100014)
2. Nabiilah Rifdah Khairina (23430100013)
Dosen : Dr. Januar Wibowo, S.T., M.M.
Tugas : Pertemuan 1
Mata Kuliah : SKBD
Kegiatan : Tugas Proposal Six Sigma

Tugas:
Six Sigma adalah sebuah sistem yang komprehensif dan fleksibel untuk mencapai,
mempertahankan, dan memaksimalkan sukses bisnis. Six Sigma secara unik dikendalikan
oleh pemahaman yang kuat terhadap kebutuhan pelanggan, pemakaian yang disiplin terhadap
fakta, data, dan analisis statistik, dan perhatian yang cermat untuk mengelola, memperbaiki,
dan menanamkan kembali proses bisnis.
Six Sigma memiliki 3 bidang yang menjadi target utama:
 Meningkatkan kepuasan pelanggan
 Mengurangi waktu siklus
 Mengurangi defect (cacat)
Peningkatan di bidang-bidang tersebut biasanya menghasilkan penghematan biaya
yang dramatis, juga peluang-peluang untuk mempertahankan para pelanggan, masuk ke pasar
baru, dan membangun reputasi bagi produk dan layanan dengan performa/kinerja tinggi.
Istilah Six Sigma berasal dari bidang manufaktur sebagai sarana pengendalian
kualitas. Kualitas Six Sigma dicapai ketika tingkat cacat jangka panjang berada di bawah 3,4
cacat per juta peluang (Defect per million opportunities).
Gambar 1. Tabel Konversi Sigma
Dengan nilainya yaitu 3,4 DPMO (Defect per Million Oppurtunity) atau
3,4 kecacatan dari per sejuta kesempatan. Adanya pencapaian six sigma yang
3,4 DPMO maka dapat dikatakan realitas untuk dicapai dari kualitas yang
berdasarkan pada zero defect.
Metodologi Six Sigma pertama kali diperkenalkan oleh Motorola pada
tahun 1987 oleh seorang Engineer yang bernama Bill Smith dan mendapat
dukungan sepenuhnya oleh Bob Galvin sebagai CEO Motorola pada saat itu
sebagai Strategi untuk memperbaiki dan meningkatkan proses serta
pengendalian kualitas (Proses Improvement and Quality Control) di
perusahaannya.
Six Sigma mulai terkenal dan menjadi Populer di seluruh dunia setelah
Jack Welch mempergunakannya sebagai Bisnis Strategi di General Electric
(GE) pada tahun1995. Secara umum, Six Sigma adalah metodologi yang
dipergunakan untuk melakukan upaya perbaikan dan peningkatan proses yang
berkesinambungan atau terus menerus (Continuous improvement).
Metode Six Sigma menggunakan pendekatan langkah demi langkah yang
disebut DMAIC, singkatan dari Define, Measure, Analyze, Improve, dan
Control. Menurut penganut Six Sigma, sebuah bisnis dapat menyelesaikan
masalah apa pun yang tampaknya tidak dapat diselesaikan dengan mengikuti
lima langkah berikut. Dan berikut tahapan tahapan dalam metodologi six sigma:
1. Tahap Define: Tahap Define harus dapat menemukan CTQ
(Critical to Quality) agar dapat mengetahui keinginan dari
pengguna layanan yang sesuai dengan tujuan dari metode Six
Sigma untuk memberikan kepuasan kepada pengguna,
mengidentifikasi proses pada layanan yang mempengaruhi CTQ
atau biasa disebut sebagai CTP (Critical to Process).
2. Tahap Measure: Dilakukan untuk menilai kondisi proses yang
ada, diantaranya mengukur kinerja sekarang (current performance)
tingkat proses dan kemampuan proses untuk ditetapkan, sebagai
baseline kinerja pada awal proyek six sigma. DPMO (defect per
million opportunities) merupakan suatu ukuran kegagalan dalam
Six Sigma yang menunjukkan kerusakan suatu produk dalam satu
juta barang yang diproduksi. Sedangkan tingkat sigma merupakan
ukuran dari kinerja perusahaan yang menggambarkan kemampuan
dalam mengurangi produk yang cacat. Untuk mengetahui besarnya
tingkat sigma, bisa dengan mengkonversi nilai DPMO ke tingkat
sigma menggunakan Tabel Konversi Sigma. Berikut adalah cara
menghitung DPMO:
DPMO = ( D / (U x O)) x 1,000,000

Keterangan :
DPMO = Defects Per Million Opportunities
D = Jumlah Defect
U = Jumlah Unit
O = Jumlah Kesempatan yang akan mengakibatkan Cacat
(Opportunities)

3. Tahap Analyze: Mengidentifikasi sumber- sumber dan akar


penyebab kecacatan atau kegagalan dalam proses. Dalam
melakukan analyze menggunakan tools diagram pareto dan
diagram sebab akibat. Diagram pareto digunakan untuk
mengurutkan data dari yang paling besar sampai yang paling kecil.
Diagram pareto membantu untuk mengidentifikasi kejadian-
kejadian atau penyebab masalah yang paling umum. Untuk
menggunakan diagram pareto, perlu dipastikan bahwa harus
memiliki data diskrti atau kategori. Angkanya tidak selalu tepat
80% dan 20%, tetapi efeknya seringkali sama. Diagram sebab
akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara
sebab dan akibat. Diagram ini digunakan untuk menganalisis
persoalan dan faktor yang menimbulkan persoalan tersebut.
4. Tahap Improve: Membuat ide-ide perbaikan terhadap faktor-
faktor yang telah ditemukan dalam tahap Analyze. Pada tahap ini
melakukan usulan perbaikan agar proses dapat terkendali dan
mencegah agar tidak terjadi kecacatan pada proses.
5. Tahap Control: Untuk menerapkan solusi yang dipilih dan
memastikan solusi tersebut tertanam dalam proses organisasi.
Perubahan proses didokumentasikan dalam rencana control. Setiap
penyebab utama dijelaskan, termasuk cara pengendaliannya dengan
cara kerja yang baru. Rencana control juga menyebutkan
bagaimana proyek dipantau. Selain itu juga mencatat siapa yang
bertanggung jawab untuk memperbaiki masalah apa pun. Terakhir,
rencana control berisi interval di mana pemeriksaan atau audit
dilakukan sehubungan dengan proses dan adaptasinya, untuk
memastikan bahwa perubahan yang dilakukan bersifat permanen.

Tidak hanya itu, untuk mengembangkan produk, layanan, atau proses


baru, ada versi modifikasi yang disebut DFSS ( Design for Six Sigma ). Proses
yang paling sering digunakan dalam DFSS disebut DMADV (Define—Measure
—Analyze—Design—Verify).
Tujuan dari kerangka DMADV adalah untuk memastikan keseimbangan
optimal antara tiga perspektif, yaitu kebutuhan pelanggan, proses atau prosedur
untuk memenuhi kebutuhan tersebut, dan tujuan atau sasaran perusahaan.
Berikut tahapan tahapan dalam mewujudkan tujuan DMADV:
1. Tahap Define: fase pertama metodologi DMADV, di mana tujuan
proyek dan hasil pelanggan diidentifikasi. Tujuan dari langkah ini
adalah untuk mengidentifikasi dengan jelas masalah bisnis, tujuan,
ruang lingkup proyek, sumber daya yang tersedia, dan garis waktu
proyek tingkat tinggi. Definisi proyek yang jelas harus ditetapkan
pada langkah ini, dan setiap strategi dan tujuan harus selaras
dengan harapan perusahaan dan pelanggan.
2. Tahap Measure: Tujuan dari fase Measure adalah untuk
memahami dengan jelas kebutuhan pelanggan dan
mengembangkan kritis terhadap kualitas (CTQ) untuk memenuhi
persyaratan tersebut. Hal ini dicapai dengan membagi pasar
menjadi beberapa segmen dan kemudian mengembangkan CTQ
untuk setiap segmen. Untuk setiap CTQ yang teridentifikasi, sistem
pengukuran dan metrik harus dibuat. Sistem ini kemudian akan
membantu menangkap kinerja atribut Kritis terhadap Kualitas
(CTQs).
3. Tahap Analisis: Analisis ini merupakan tahap ketiga dari
metodologi DMADV. Pada fase ini, konsep desain terbaik yang
akan menjawab permintaan pelanggan (CTQ) dikembangkan.
Tujuan dari tahap Analisis adalah menghasilkan konsep desain
alternatif untuk setiap CTQ, mengevaluasi konsep desain alternatif
untuk setiap CTQ, dan menggabungkan bagian terbaik dari konsep
desain untuk membuat desain akhir.
4. Tahap Desain: Desain adalah fase keempat dari metodologi
DMADV. Pada fase ini, konsep desain terbaik yang dikembangkan
pada Fase Analisis harus diubah menjadi prototipe. Tujuan dari
tahap Desain adalah membuat prototipe model desain yang akan
dipelajari pada tahap verifikasi.
5. Tahap Verifikasi: Verifikasi adalah fase kelima dan terakhir dari
metodologi DMADV. Pada fase ini, prototipe desain terbaik
divalidasi sesuai fungsinya dengan menguji desain. Hal ini
dilakukan untuk memastikan bahwa desain memenuhi persyaratan
pelanggan, seperti tidak ada kerusakan pada kemasan selama
distribusi dan perlindungan produk. Tujuan dari fase Verifikasi
adalah untuk menguji prototipe desain rinci, memeriksa sampel
setelah pengujian, memutuskan apakah akan memperluas desain
atau tidak, dan menutup proyek DMADV.
Setelah tercapainya metode Six Sigma dalam suatu proses bisnis.
Perusahaan dapat berkembang lagi menjadi Lean Six Sigma. Lean Six Sigma
adalah metodologi yang menggabungkan dua teknik peningkatan proses yang
ampuh. Lean berfokus pada meminimalkan pemborosan dan memaksimalkan
efisiensi dengan mengidentifikasi dan menghilangkan aktivitas yang tidak
menambah nilai. Hal ini melibatkan penyederhanaan proses, pengurangan cacat,
peningkatan kualitas, dan optimalisasi sumber daya untuk memberikan nilai
lebih dengan sedikit usaha.
Six Sigma adalah pendekatan statistik untuk perbaikan proses yang
bertujuan untuk mengurangi variasi dan cacat dengan menggunakan
pengambilan keputusan berbasis data. Ini melibatkan pendefinisian,
pengukuran, analisis, peningkatan, dan pengendalian proses untuk mencapai
hasil yang konsisten dan dapat diprediksi. Dengan menggabungkan kekuatan
kedua metodologi ini, Lean Six Sigma memberikan pendekatan komprehensif
terhadap perbaikan proses yang dapat diterapkan pada industri atau sektor apa
pun. Ini banyak digunakan di industri manufaktur, perawatan kesehatan,
keuangan, dan jasa untuk meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya, dan
meningkatkan kepuasan pelanggan.
Ide metode Lean yaitu menghilangkan pemborosan berasal dari Sistem
Produksi Toyota. Taiichi Ohno yang dianggap sebagai salah satu bapak TPS
mendedikasikan karirnya untuk membangun proses kerja yang solid dan efisien.
Dalam dunia Lean, pemborosan berarti “aktivitas yang tidak bernilai tambah”.

Teori Lean menjelaskan 7 area utama di mana dapat


mengidentifikasi aktivitas produksi, yang dikenal sebagai pemborosan
Lean yaitu:
1. Transportasi: Jenis pemborosan ini terjadi ketika Anda memindahkan sumber daya (bahan),
dan perpindahan tersebut tidak memberikan nilai tambah pada produk. Pergerakan material
yang berlebihan dapat merugikan bisnis Anda dan menyebabkan penurunan kualitas.
Seringkali, transportasi memaksa Anda membayar tambahan untuk waktu, ruang, dan mesin.
2. Inventori: Persediaan yang berlebihan sering kali disebabkan oleh perusahaan yang
menyimpan persediaan “untuk berjaga-jaga”. Dalam kasus seperti ini, perusahaan terlalu
banyak menimbun untuk memenuhi permintaan yang tidak terduga, melindungi dari
penundaan produksi, kualitas rendah, atau masalah lainnya. Namun, persediaan yang
berlebihan ini seringkali tidak memenuhi kebutuhan pelanggan dan tidak memberikan nilai
tambah. Mereka hanya meningkatkan biaya penyimpanan dan penyusutan.
3. Gerakan Sia²: Jenis pemborosan ini mencakup pergerakan karyawan (atau mesin), yang
rumit dan tidak diperlukan. Hal ini dapat menyebabkan cedera, perpanjangan waktu produksi,
dan banyak lagi. Dengan kata lain, lakukan apapun yang diperlukan untuk mengatur proses di
mana pekerja perlu melakukan sesedikit mungkin untuk menyelesaikan pekerjaannya.
4. Menunggu Sia²: Ini mungkin pemborosan yang paling mudah Anda kenali. Setiap kali
barang atau tugas tidak bergerak, terjadi “pemborosan menunggu”. Hal ini mudah dikenali
karena waktu yang hilang adalah hal paling jelas yang dapat Anda deteksi. Misalnya barang
menunggu untuk dikirim, peralatan menunggu untuk diperbaiki, atau dokumen menunggu
persetujuan eksekutif.
5. Produksi berlebih: Mengingat bahwa pemborosan adalah segala sesuatu yang tidak ingin
dibayar oleh pelanggan, mudah untuk menyadari mengapa produksi berlebih adalah Muda.
Memproduksi lebih banyak berarti Anda melebihi permintaan pelanggan, yang menyebabkan
biaya tambahan. Sebenarnya kelebihan produksi memicu munculnya 6 pemborosan lainnya.
Alasannya adalah kelebihan produk atau tugas memerlukan transportasi tambahan,
pergerakan yang berlebihan, waktu tunggu yang lebih lama, dan sebagainya. Selain itu, jika
terkadang muncul cacat saat produksi berlebih, berarti tim Anda perlu mengerjakan ulang
lebih banyak unit.
6. Proses berlebih: Pemborosan jenis ini biasanya mencerminkan pelaksanaan pekerjaan yang
tidak memberikan nilai tambah, atau memberikan nilai lebih dari yang dibutuhkan. Hal-hal
seperti itu dapat berupa penambahan fitur tambahan pada produk tertentu yang tidak akan
digunakan oleh siapa pun, namun hal tersebut meningkatkan biaya bisnis Anda. Misalnya,
jika produsen mobil memutuskan untuk memasang layar TV di bagasi belakang kendaraan,
mungkin tidak ada yang akan menggunakannya atau merasakan manfaatnya. Terlebih lagi, hal
ini akan menghabiskan sumber daya, dan akan meningkatkan harga akhir produk untuk
sesuatu yang pelanggan tidak bersedia bayar.
7. Defect: Cacat dapat menyebabkan pengerjaan ulang, atau lebih buruk lagi, cacat dapat
menyebabkan kerusakan. Biasanya, pekerjaan yang cacat harus dikembalikan ke tahap
produksi lagi, sehingga menghabiskan waktu yang berharga. Selain itu, dalam beberapa
kasus, diperlukan area pengerjaan ulang tambahan, yang disertai dengan eksploitasi tambahan
terhadap tenaga kerja dan peralatan.

Anda mungkin juga menyukai