Anda di halaman 1dari 7

DISTRIBUSI FORAMINIFERA SEBAGAI PETUNJUK ENDAPAN PALEOTSUNAMI STUDI KASUS

ANTARA CUDDALORE DAN NAGAPATTINAM, PANTAI TIMUR INDIA

Brahmantya Anjas Saputra 1)


1)
Mahasiswa Teknik Geologi UPN “Veteran” Yogyakarta
Kelas A Teknik Komunikasi Geologi
111.150.056

ABSTRAK
Endapan paleotsunami umumnya dikenal sebagai endapan pasir anomali yang terbawa dan tercampur ke rawa atau sedimen darat. Foraminifera ini
adalah suatu alat atau bahan uji untuk stratigrafi, paleoekologi dan palaeoenvironmental yang bagus untuk analisis statistik dan sistematis dan
rekonstruksi lingkungan, terlebih sangat baik digunakan untuk identifikasi paleotsunami. Pada daerah penelitian terdapat 22 spesies hidup, di antara 99
spesies foraminifera bentos yang terdiri atas 41 genus, 26 families, 17 superfamilies dan 5 subordo yang diperoleh dari 84 sampel yang dikumpulkan
dari pantai, stasiun lepas pantai, muara, inland dan sampel pit dari bentangan pesisir mulai dari Cuddalore sampai Nagapattinam telah diteliti. Studi ini
menunjukkan bahwa sedimen daerah penelitian mengandung fauna foraminifera yang dibawa dari inner shelf region.

Keywords: Paleotsunami, Foraminifera, Distribusi, Endapan Sedimen, Cuddalore and Nagapattinam

PENDAHULUAN dan morfologi tes. Empat komposisi utama saat ini


diakui: agglutinated (test terdiri dari bahan detrital
Endapan paleotsunami umumnya dikenal sebagai disemen - Gambar. 1b kiri) (Lee dan Anderson, 1991);
endapan pasir anomali yang terbawa dan tercampur ke calcareous (test terdiri dari kalsium karbonat yang
rawa atau sedimen danau (misalnya, Hemphill-Haley, disekresikan - Gbr. 1b tengah dan kanan) (Haynes,
1996; Clague et al., 1999; Bondevik, 2003; Kelsey et al., 1981); protein (test berdinding organik) dan
2005). Mikrofosil laut sering mendominasi endapan mengandung silika (test terdiri dari silika) (Sen Gupta,
tsunami karena transportasi darat dan pengendapan 1999).
sedimen laut yang bersih (Dominey-Howes et al., 2000;
Mamo et al., 2009; Goff et al., 2012; Tanaka dkk., 2012 Karena ukurannya yang kecil (antara ∼100 µm – 2 cm),
). Namun, menilai cadangan endapan tsunami mungkin jumlah yang melimpah, potensi pengawetan yang tinggi
rumit karena diatom dan foraminifera sering terdiri dari dalam endapan sedimen setelah mereka mati dan bentuk
endapan campuran, faktanya tsunami mengikis, test diagnostik yang jelas, foraminifera ini adalah suatu
mengangkut, dan menyimpan endapan laut, payau, dan alat atau bahan uji untuk stratigrafi, paleoekologi dan
air tawar (dengan taksa terkait) saat mereka palaeoenvironmental yang bagus untuk analisis statistik
menggenangi pesisir dan daerah indland (misalnya, dan sistematis dan rekonstruksi lingkungan. (Loeblich
Dawson et al., 1996; Grand Pre et al., 2012; Briggs et dan Tappan, 1987; Hayward et al., 1999; Sen Gupta,
al., 2014). Analisis mikrofosil dari endapan tsunami 1999). Kumpulan komposisi dipengaruhi oleh abiotik
baru-baru ini memberikan dasar terhadap paleo-deposits (suhu, salinitas, ketersediaan oksigen terlarut, fluks
yang dapat dibandingkan. Diatom dan foraminifera nutrisi, sedimentologi, aliran arus, dll) dan kondisi
digunakan untuk menganalisis tsunami Samudra Hindia biotik (makanan, predasi, antar-dan intra-spesifik) dari
2004. Di Thailand, tsunami Samudra Hindia 2004 suatu daerah (Murray, 1991) .
mengendapkan unit pasir yang bergradasi menjadi
lapisan lumpur tipis dan berisi campuran diatom rakitan, Test foraminiferal yang terkandung dalam endapan
menunjukkan perbedaan dalam kondisi aliran (yaitu tsunami memiliki potensi (tergantung pada komposisi
kecepatan arus dan / atau kecepatan pengendapan dinding test dan metode dating yang digunakan) untuk
sedimen; Sawai et al., 2009a). memberikan umur yang tepat dan sangat spesifik (dan
kronologi) untuk sedimen tsunami di mana teknik lain
Foraminifera dan kegunaannya sebagai indikator mungkin terbukti bermasalah atau dibatasi oleh data
paleoenviromental yang tersedia. Selain itu informasi tentang komposisi
kumpulan foraminifera dalam deposit tsunami mungkin
Foraminifera (Gambar 1) adalah protot heterotrofik menginformasikan sesuatu tentang kedalaman air dari
bersel tunggal, yang memiliki test yang termineralisasi mana sedimen yang tertahan, atau jarak mereka dari
(shell) dan pseudopodia granular, yang meluas melalui transportasi sebelum tersedimenkan di lokasi di mana
lubang pada dinding test (Gambar 1a). Klasifikasi mereka sekarang ditemukan (Uchida et al ., 2004,
foraminifera sebagian besar didasarkan pada komposisi 2007a, b).
Gambar. 1. (a) Foto hidup Foraminifera Astrammina rara Rhumbler (Wiesner, 1931) menunjukkan pseudopodia menonjol melalui
dinding test (Sen Gupta, 1999). (B) Kiri: agglutinated Foraminifera Ammobaculites exiguus Cushman dan Brönniman (1948) spesimen
CL3, Juli dari Tuross Estuary, Australia (Strotz, 2003). (B) Pusat: Poramin Foraminifera Pyrgo oblonga (d'Orbigny, 1839) spesimen
MU60809 dari Kaledonia Baru. (b) Kanan: hyaline Foraminifera Elphidium advenum (Cushman, 1922c) spesimen MU 62145 dari
Heron Island, Great Barrier Reef, Australia

METODE Geologi, University of Madras, Chennai (Nomor


Repositori: GEO - MSG -001-09
Sebanyak 84 sampel sedimen dikumpulkan dari pantai
(23 nos), lepas pantai (24 nos), muara (8 nos), indland
(23 nos) dan satu sampel pit (6 nos) dalam sampel yang Tabel 1. Lokasi Pengambilan Sampel
dikumpulkan pada bulan Maret 2005 (Tabel 1). 1).
Global Positioning System (GPS) digunakan untuk
mengamati lokasi sampel di wilayah lepas pantai.
Sampel lepas pantai dikumpulkan pada enam stasiun di
Cuddalore, Parangipettai, Thirumulaivasal, Poompuhar,
Karaikal dan Nagapattinam.
Satu unit volume dari 100 ml sampel sedimen basah
yang diambil dari atas 1 cm dari substrat diawetkan
dengan segera dalam larutan formaldehida yang
dinetralisasi 10%. Sejumlah natrium karbonat
ditambahkan untuk mempertahankan media alkalin. Di
setiap stasiun, sampel air bawah juga dikumpulkan
menggunakan sampler perangkap air. Sampel air
diawetkan dengan menambahkan 10 ml kloroform.
Salinitas ditentukan dengan menggunakan metode
titrasi standar (Knudsen, 1901). Rasio Sand-silt-clay
diperkirakan mengikuti metode Krumbein dan Pettijohn
(1938). Kandungan karbon organik ditentukan oleh
metode Walkey-Black, diadopsi dan dimodifikasi dari
Jackson (1958). Kalsium karbonat ditentukan
menggunakan menggunakan metode titrasi cepat (Piper,
1947). Sampel yang hidup (pada saat pengumpulan
sampel) diidentifikasi menggunakan metode Rose
Bengal (Walton, 1952). Setelah memisahkan test hidup,
foraminiferal yang mati kemudian dipisahkan dari
residu menggunakan metode karbon tetraklorida
(Cushman, 1959). Semua hypotypenya diindeks dengan
angka dan ditempatkan di repositori Departemen
HASIL DAN PEMBAHASAN
Distribusi foraminifera di wilayah studi diklasifikasikan
ke dalam lingkungan pantai, lepas pantai, inland dan
muara. Terdapat foraminifera bentik sebanyak 99
spesies, 41 genus, 26 families, 17 superfamilies dan 5
ordo yang diidentifikasi dari daerah studi. Di antaranya,
7 spesies arenaceous, taksa agglutinated dari ordo
Textularina, 49 yang calcareous, imperforata, bentuk
porcelaneous dari ordo Miliolina, 1 milik ordo
Lagenina, 3 adalah spesies planktonik dari ordo
Globigerinina dan 40 yang calcareous, spesies porferet
dari ordo Rotaliina. Distribusi foraminifera lebih tinggi
di Cuddalore dan Nagapattinam sedangkan yang sama
lebih rendah di Pudupettai dan Samadanpettai.
Tabel 2 menunjukkan hasil parameter ekologi (sedimen
dan air) dan persentase spesies foraminiferal untuk
sampel lepas pantai. Bahan organik dan spesies hidup
menunjukkan hubungan positif. Tabel 3 menunjukkan
distribusi foraminifera antara Cudallore dan
Nagpattinam.

Gambar 2. Lokasi Pengambilan Sampel

Tabel 2. Hasil Parameter Ekologis dari daerah studi di lepas pantai.

DISKUSI Spiroloculincommunis, Spiroloculinasp.


Quinquiloculina lamarckin Q.seminulum,
Lingkungan Pantai Quinquiloculina. sp., A. beccarii, A. dentata dan
Di daerah yang terkena dampak tsunami di antara Elphidium incertum. Di Cuddalore, Elphidium advenum
Cuddalore dan Nagapattinam, total 39 terdapat spesies hadir dalam jumlah yang sama dengan Elphidium sp. Di
yang terdiri atas 16 genus yang telah ditemukan dan Vellakovil Amphistegina radiata dan E. incertum biasa
diidentifikasi pada sampel pantai. Di antara spesies tersebar.
tersebut Ammonia beccarri paling melimpah diikuti Di daerah penelitian, lebar pantai bervariasi dari satu
oleh A. dentata dan Quinquiloculina seminulum. Spesies tempat ke tempat lain (Revathi, 2002). Namun, di daerah
berikut ditemukan di lebih dari sepuluh stasiun: studi lebar pantai berubah sebagian besar dari 20
menjadi lebih dari 200 m di Nagapattinam, Karaikal, wilayah inland, punggung bukit dan bukit pasir
Tharangambadi, Poombuhar, hilir sungai Coleroon dan dihancurkan oleh gelombang dan menghasilkan seperti
sungai Velar. Karena bentuk geometri pantai, distribusi pasir yang datar. Oleh karena itu, populasi total spesies
foraminifera juga bervariasi di tempat yang berbeda. foraminiferal sangat rendah di wilayah inland
Karena, sedimen tsunamigenik yang dibawa ke wilayah dibandingkan dengan pantai.
daratan juga mempengaruhi distribusi foraminifera.
Jumlah total tes spesies pada setiap stasiun atau lokasi
pengamatan menunjukkan kecenderungan yang sama
(Gambar. 3). Hal ini mungkin disebabkan oleh
parameter lingkungan yang menguntungkan seperti
bahan organik dan konten karbonat dan distribusi
salinitas di wilayah ini. (Gambar 4)

Gambar.5. Jumlah total spesies foraminifera di inland

Lingkungan Estuari (Muara)


Sampel dari 7 core yang kedalamannya hingga satu
meter di muara telah dikumpulkan dari wilayah sungai
Thirumulairajan, sungai Arasalar, sungai Gadilum,
sungai Uppanar dan Pitchavaram 1, 2 dan 3 (Gambar.6).
Gambar. 3. Jumlah individu dan total spesies foraminifera di pantai.
Tren peningkatan keanekaragaman foraminiferal
terlihat di sungai Thirumulairajan, sungai Arasalar,
sungai Gadilum pada kedalaman 60 cm hingga 85 cm
sedangkan di sungai Uppanar dekat Thirumulaivasal
menunjukkan kecenderungan menurun pada kedalaman
30 cm. Pada sampel Pitchvaram 1, 2, 3 core
menunjukkan pola yang kurang lebih sama dengan yaitu
tren peningkatan dari 0 hingga 30 cm. Pada Pitchavaram
dan Parangipettai, terdapat tanaman bakau dan
menyebabkan sedimen hasil tsunami belum masuk ke
wilayah yang lain. Jumlah total spesies individu lebih
tinggi di inti Thirumulairajan (22 spesies) dan lebih
rendah di sungai Uppanar (13 spesies). Gambar 6
menunjukkan distribusi spesies foraminiferal dalam
berbagai sampel inti. Distribusi spesies tertinggi terlihat
di sungai Coleroon. Muara sungai Coleroon terletak di
dekat Pudupattinam. Di sungai Thirumularirajanar,
Arasalar dan Gadilam permukaan bagian atas terdapat
jumlah mikrofosil yang lebih sedikit, mungkin
disebabkan oleh pencucian yang disebabkan sedimen
tsunamigenik sedangkan di Coleroon, foraminifera lebih
tinggi jumlahnya, mungkin karena lebar mulut sungai
yang lebih luas daripada yang lain.
Gambar. 4. Scatter plot dari parameter lingkungan.

Inland Region
Distribusi foraminifera relatif sangat rendah di wilayah
indland dibandingkan dengan pantai. Gambar. 5
menunjukkan distribusi total spesies foraminiferal di
wilayah indland. Spesies A.beccarii hampir terdapat
secara merata di semua sampel. Spesies yang
didistribusikan di wilayah inland menunjukkan
kesamaan dengan lingkungan pantai dan lepas pantai.
Sedimen Tsunamigenik masuk ke daerah daratan
melalui sungai dan kembali ke pantai juga melalui
sungai. Selama tsunami, sedimen dibawa dari lepas
pantai ke daratan dan sedimen yang telah mengalami Gambar.6. Distribusi spesies foraminifera (sampel muara) pada down
core.
pencucian kembali menuju ke pantai. Selanjutnya, di
Tabel 3. Distribusi foraminifera antara Cudallore ke Nagapattinam (Pantai)

Lingkungan Lepas Pantai


Dari 92 taksa yang diidentifikasi, hanya 39 spesies yang
hidup pada saat pengumpulan sampel. Perbedaan yang
signifikan pada distribusi kumpulan spesies yang masih
hidup dengan jumlah total yang terkumpul, hal tersebut
mungkin terjadi karena sedimentasi serta gelombang
dan arus pasang surut. (Murray, 1973). Karena sampel Gambar 7. Jumlah total spesies foraminifera yang hidup di lepas pantai
dikumpulkan setelah tsunami, aktifitas gelombang laut,
menyebabkan populasi yang mati dan yang hidup juga Implikasi Ekologis Foraminifera
bervariasi di wilayah ini. Kecenderungan dalam
populasi foraminifera air dangkal pada saat ini adalah Distribusi dan kelimpahan hidup foraminifera
meningkatnya keragaman spesies sejalan dengan dikendalikan oleh sejumlah faktor alam yang meliputi
meningkatnya gradien salinitas dan stabilitas suhu, salinitas, kedalaman air, nutrisi, substrat sedimen,
lingkungan. kandungan oksigen terlarut, kalsium karbonat, bahan
organik dll. Berbagai faktor ekologis ini, tentu saja,
Distribusi Stasiun Dari Spesies Foraminifera Total saling terkait satu sama lain sebagai, misalnya, cahaya
Dan Individu dan suhu yang terkait dengan kedalaman air, dan
kelarutan kalsium karbonat yang berkaitan dengan suhu
Pada Gambar. 7 menunjukkan distribusi total jumlah dan salinitas. Hasil parameter ekologis dan spesies
dan spesies foraminifera secara individu di wilayah hidup / mati ditunjukkan pada tabel-2. Studi ini
lepas pantai. Distribusi total spesies foraminifera mengungkap bahwa wilayah lepas pantai pada
menurut stasiun yang berbeda menghasilkan kenaikan kedalaman dangkal pengayaan fosil lebih banyak terjadi
dan penurunan yang signifikan di antara stasiun-stasiun pada endapan pasca tsunami daripada sampel pra-
tersebut. Distribusi spesies individu menunjukkan tsunami. Karena kegiatan-kegiatan tsunami, sejumlah
bahwa kecenderungan yang meningkat terlihat pada besar sedimen diangkut dari kedalaman yang lebih
daerah yang dangkal daripada bagian yang lebih dalam. dalam dan didepositkan di dekat daerah-daerah pantai,
Meskipun demikian, spesies individu lebih banyak di maka semakin banyak keanekaragaman spesies yang
daerah dangkal, jumlah total spesies foraminiferal lebih diperhatikan di daerah pantai dekat. Dari studi lapangan
berlimpah di kedalaman yang lebih dalam, mulai dari 8 di sepanjang pantai, diamati bahwa topografi telah
hingga 12 m. berubah menjadi lebih datar ketika tsunami memiliki
gelombang yang lebih tinggi dari bukit pasir, membelah
dan mengangkut material ke daerah dataran rendah di
beberapa daerah. Sulit untuk memperkirakan di mana
material diangkut kecuali material gundukan hasil
tsunami berbeda dari jenis tanah di dataran. Endapan
pasir di atas lumpur, dataran alluvial jelas menunjukkan KESIMPULAN
bahwa sejumlah besar deposit pantai telah diangkut ke
daratan. Sementara penampakan erosional memberikan Penelitian ini mendapati keberadaan fauna foraminifera
informasi mengenai pengangkutan sedimen, namun sebanyak 99 spesies. Distribusi spesies individu
seberapa banyak material yang telah dibawa dari laut menunjukkan bahwa kecenderungan yang meningkat
dalam dan landas kontinen masih belum dapat diketahui terlihat pada daerah yang dangkal daripada bagian yang
dengan pasti. lebih dalam. Meskipun demikian, spesies individu lebih
banyak di daerah dangkal, tapi jumlah total spesies
Fakta bahwa sejumlah besar sedimen yang diangkut ke foraminifera lebih berlimpah pada kedalaman yang
laut selama backwash dapat sebagai penjelasan bahwa lebih dalam. Kurangnya hubungan antara spesies mati
tsunami telah mengerosi channels sedalam 5 m dan dan kandungan karbonat telah membuktikan bahwa
lebar 30 m, material dari erosi yang terbentuk hilang kandungan karbonat yang terdapat dalam sedimen ini
selama terjadi backwash. Jadi, jelas bahwa baik pastilah merupakan produk yang berasal dari
transportasi dari dasar laut ke darat, transportasi material kemungkinan foraminifera atau fauna yang hanyut dari
pantai ke daratan dan transportasi kembali ke laut telah tempat lain karena tsunami.
terjadi.
Fenomena foraminifera pada sampel daratan mungkin
Kandungan karbonat membentuk korelasi positif berasal dari daerah inner shelf region yang dikaitkan
dengan semua parameter. Fluktuasi nilai salinitas di dengan peristiwa energi gelombang tinggi atau biasa
daerah lepas pantai menunjukkan masuknya air tawar kita sebut tsunami. Selanjutnya, karena fenomena
dari sungai Coleroon. Dari keseluruhan studi distribusi backwash spesies foraminifera yang ikut terangkut
foraminiferal di wilayah ini, dapat disimpulkan bahwa kembali pada waktu surut, disimpan di pantai dan dekat
distribusi spesies di wilayah lepas pantai terutama daerah pantai menyebabkan jumlah dan variasi yang
berasal dari inner shelf region. banyak. Pengamatan ini berkenaan dengan distribusi
foraminifera dalam sampel daratan, pantai dan daerah
Di daerah penelitian rawa bakau terjadi di daerah pantai dekat dapat diambil sebagai basis data dan hasil
berawa di sepanjang wilayah Pitchavaram. Distribusi dalam penelitian ini mungkin berguna ketika
foraminifera tidak banyak terpengaruh karena tsunami berhadapan dengan sedimen turunan energi gelombang
di wilayah ini. Vegetasi mangrove tumbuh tidak teratur tinggi di stratigrafi di tempat lain.
di sekitar laguna Pitchavaram, terdiri dari Rhizophora,
Avicennia marina, Bruguiera cylindric, Aegiceras DAFTAR PUSTAKA
corniculata ceriops decandra, dll. (Meher- Homji,
1973). Sekitar 8 km persegi. daerah sekarang di bawah Gandhi, M.S., Solai, A., Hussai, S.M. 2010.
vegetasi bakau (Anbarasu, 1994) Foraminifera as an Aid in Identifying Paleotsunami
Events: Case Study between Cuddalore and
Kamindingnan dkk. (2005) telah mempelajari sedimen Nagapattinam, East Coast of India. Gond. Geol.
tsunamigenik dari pantai Nagapattinam dan Magz., V. 25(1), June, 2010. pp.13-22
menyimpulkan bahwa mayoritas spesies foraminifera
berasal dari habitat di lingkungan air pantai dangkal dan Mamo, B., Strotz, L., Domine-Howes, D. 2009.
karena sedimen telah tererosi dari zona pantai oleh Tsunami sediments and their foraminiferal
gelombang tsunami, foraminifer jenis ini tersebar di assemblages. Earth-Science Reviews 96 (2009) 263–
sepanjang garis pantai. Rao et al. (2005) telah 278. DOI: 10.1016/j.earscirev.2009.06.007.
mempelajari sedimen tsunami di sepanjang pantai Pilarczyk, J.E., Dura, T., Horton, B.P., Engelhart, S.E.,
Chennai Utara dan menyebutkan bahwa fosil yang Kemp, A., Sawai, Y., 2014. Microfossils from
tersebar di daerah-daerah ini berasal dari paparan bagian coastal environments as indicators of paleo-
dalam, mungkin pada kedalaman kurang dari 30 m. earthquakes, tsunamis and storms.
Penelitian serupa yang berkaitan dengan ostracods dari Palaeogeography, Palaeoclimatology,
Andaman dan pantai Tamil Nadu telah dilakukan oleh Palaeoecology xxx (2014) xxx–xxx.
Hussain dkk. (2006 dan 2010) dan sepakat satu sama 10.1016/j.palaeo.2014.06.033
lain.

Anda mungkin juga menyukai