Anda di halaman 1dari 43

BAB V

KROMATOGRAFI

A. PENDAHULUAN

1. Deskripsi singkat

Pada bab ini akan dijelaskan konsep dasar kromatografi, penggolongan kromatografi,

kromatografi kolom, kromatografi kertas dan Lapis tipis, kromatografi gas (GC) dan

kromatografi cair (HPLC).

2. Manfaat

Dengan menguasai materi yang disajikan pada bab ini mahasiswa mampu

menerapkan dan mengembangkan metode kromatografi dalam pemisahan suatu

produk dan seiring dengan perkembangan IPTEK.

3. Learning Outcomes

Setelah mengikuti kuliah tentang kromatografi ini, mahasiswa diharapkan dapat:

• Memahami konsep dasar kromatografi, penggolongan kromatografi,

kromatografi kertas dan lapis tipis kromatografi kolom, kromatografi gas,

kromatografi kolom, kromatografi cair serta aplikasinya dalam pemisahan

produk.
B. PENYAJIAN

Sejarah Kromatografi

Kromatografi merupakan salah satu metode analisis yang digunakan untuk

memisahkan atau menganalisis campuran kompleks suatu senyawa. Komponen yang

akan dipisahkan akan terdistribusi ke dalam dua fase, yaitu fase diam (stationary

phase) dan fase gerak (mobile phase). Kromatografi pertama kali diperkenalkan oleh

seorang ahli botani asal Rusia, yaitu Mikhail Semyonovich Tsvet (1901-1903). Tsvet

pertama kali menemukan teknik kromatografi dalam penelitiannya untuk

memisahkan klorofil dari pigmen-pigmen lain pada ekstrak tanaman. Pada

penelitiannya, Tsvet menggunakan sebuah kolom gelas yang diisi dengan kalsium

karbonat untuk memisahkan pigmen tanaman. Bubuk kalsium karbonat ini berfungsi

sebagai penyerap (adsorben), sehingga kolom tersebut dikenal dengan istilah kolom

adsorben. Metode ini kemudian diuraikan dalam sebuah pertemuan yaitu XI Congress

of Naturalists and Doctors di St. Petersburg pada tanggal 30 Desember 1901,

sedangkan cetakan pertama yang berisi tentang deskripsi metode ini dipublikasikan di

dalam Proceedings of the Warsaw Society of Naturalists, section of biology tahun

1903. Tsvet pertama kali menggunakan istilah kromatografi dalam 2 papernya

tentang klorofil dalam jurnal botanical German, Berichte der Deutschen Botanischen

Gesellschaft pada tahun 1906. Ilustrasi percobaan Tsvet disajikan pada gambar

dibawah ini.
M. Tsvet (1902) P.E. P.E.
   
 
P CaCO CaCO
3 3

P.E.

 
 

Leaf + PE PE

CaCO
3

t = 0 a b c d

Pada awal perkembangannya selama dua puluh tahun pertama, metoda

kromatografi berkembang sangat lambat. Pada tahun 1948, A. Tiselius dari Swedia

mendapatkan hadiah nobel dalam bidang kromatografi yaitu analisis dengan

elektroforesis dan adsorpsi. Setelah diperkenalkan metoda kromatografi partisi pada


tahun 1952, metoda kromatografi menjadi suatu metoda yang sangat universal.

Metoda kromatografi banyak digunakan dalam bidang biokimia, kimia organik

maupun kimia anorganik, kimia analisa, kimia bakan pangan dan bidang lainnya.

Pada perkembangan selanjutnya, kromatografi telah melibatkan alat bantu

seperti komputer dan alat bantu lain sehingga memperluas pemanfaatannya dalam

berbagai disiplin ilmu yang lain. Hal ini terbukti dengan lahirnya berbagai jenis

kromatografi antara lain kromatografi gas-spektrometri massa (GC-MS),

kromatografi cair tekanan tinggi (HPLC) serta kromatografi ion.

Definisi Kromatografi

Definisi kromatografi secara lengkap dikemukakan oleh Keulmans pada tahun

1959, yang menyatakan bahwa kromatografi adalah salah satu metode analisis

pemisahan secara fisika, dimana komponen yang akan dipisahkan, didistribusikan

diantara dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak.

Definisi kromatografi menurut IUPAC (International Union of Pure and

Applied Chemistry), kromatografi adalah metode yang digunakan terutama untuk

memisahkan komponen dalam sampel, dimana komponen tersebut didistribusikan

diantara dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam dapat berupa padatan

atau cairan yang dilapiskan pada padatan atau gel.

Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan

distribusi dari komponen-komponen campuran diantara dua fase, yaitu fase diam

(padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas). Bila fase diam berupa zat padat yang

aktif, maka dikenal istilah kromatografi penyerapan (adsorption chromatography).


Bila fase diam berupa zat cair, maka teknik ini disebut kromatografi pembagian

(partition chromatography).

Prinsip Dasar Kromatografi

Prinsip dasar kromatografi yaitu jumlah zat terlarut yang berbeda saat

kesetimbangan antara fase diam dan fase geraknya. Pemisahan dengan metode

kromatografi dapat terjadi apabila suatu molekul maupun senyawa memiliki beberapa

sifat yang berbeda, antara lain:

a. Mempunyai kelarutan yang berbeda terhadap suatu pelarut.

b. Mempunyai sifat kelarutan maupun sifat untuk berikatan yang berbeda satu

sama lain dengan fase diamnya.

c. Memiliki sifat mudah menguap (volatil) pada temperatur yang berbeda.

Pemisahan secara kromatografi, menempatkan senyawa-senyawa yang akan

dipisahkan pada fasa geraknya yang kemudian mengalir melalui suatu sistem

stationer (fase diam), dimana selama proses pengaliran tersebut akan terjadi interaksi

antara komponen senyawa dengan fase diamnya. Selama berinteraksi akan terjadi

proses pelarutan, adsorpsi maupun penguapan dari komponen senyawa yang akan

dipisahkan. Sifat-sifat dari komponen penyusun senyawa tersebut akan menentukan

apakah komponen-komponen tersebut mampu bergerak atau tidak dalam fase

diamnya. Bila semua komponen-komponen yang ada tidak dapat bergerak dalam fase

diam, maka proses pemisahan tidak mungkin dapat berlangsung. Apabila dapat

bergerak, sejauh mana kecepatan bergerak di antara komponen-komponen tersebut

maupun perbedaan kecepatannya dengan kecepatan fasa gerak yang dipakai pada
sistem tersebut. Oleh karena itu pada metoda kromatografi perlu dilakukan pemilihan

fase gerak sedemikian rupa sehingga semua komponen dapat bergerak dengan

kecepatan yang berbeda-beda sehingga proses pemisahan dapat terjadi. Secara umum

dapat dikatakan bahwa kromatografi adalah proses migrasi diferensial dimana

komponen-komponen sampel ditahan secara selektif oleh fase diam.

Gambar berikut merupakan ilustrasi pemisahan menggunakan metode

kromatografi kolom.

Pada gambar diatas, sampel berada dalam fasa gerak (eluen) dan dimasukkan

dalam kolom kromatografi. Komponen dalam sampel akan terpisah saat berada dalam

kolom, setelah berinteraksi dengan fase diamnya, kemudian eluen yang mengandung
komponen senyawa akan keluar dari kolom melalui detektor untuk analisis

kuantitatif.

Area aplikasi metode kromatografi untuk pemisahan dan pemurnian dari

senyawa dan analisis di bidang :

• Kimia

• Klinis

• Farmasi

• Agroindustri dan pangan

• Lingkungan

Klasifikasi kromatografi

Penggolongan jenis kromatografi dapat dilakukan menggunakan berbagai

metoda, antara lain berdasarkan jenis fase yang terlibat, sistem geometri dan prinsip

pemisahannya. Secara umum penggolongan kromatografi yang sering digunakan

digambarkan pada tabel dibawah ini.

Fase Gerak Fase Diam Teknik Kromatografi Prinsip

Gas Padat Gas-Padat Adsorpsi

Cair Padat Kolom, Lapis Tipis, Adsorpsi, Partisi,

Kertas Pertukaran Ion,

Penyaringan Gel

Cair Cair Kolom, Lapis Tipis, Partisi


Kertas

Gas Cair Gas-Cair Partisi

Klasifikasi metode kromatografi digolongkan berdasarkan:

a. Fase yang terlibat.

Pemisahan tipe kromatografi berdasarkan fase yang terlibat ditunjukkan pada

tabel berikut :

Fase gerak Fase diam Tipe kromatografi

Gas Padat GSC (Gas Solid Chromatography)

Gas Cair GLC (Gas Liquid Chromatography)

Cair Padat LSC (Liquid Solid Chromatography)

Cair Cair LLC (Liquid Liquid Chromatography)

b. Sistem Geometri

Klasifikasi jenis kromatografi berdasarkan sistem geometrinya dapat dibagi

menjadi :

1. Kromatografi kolom, dimana fase diamnya berupa pipa yang berbentuk kolom.

Pada kromatografi kolom, komponen yang akan dipisahkan bergerak bersama fase

gerak melalui sebuah kolom kemudian setiap komponen akan terpisahkan. Setiap

komponen yang keluar dari kolom akan masuk ke detektor untuk analisis

kuantitatif. Hasilnya disajikan dalam bentuk puncak (peak) yang


mengidentifikasikan konsentrasi eluen sebagai fungsi waktu. Tinggi atau luasan

puncak sebanding dengan konsentrasi komponen sampel.

2. Kromatografi Planar (Kromatografi lapis tipis), fase diamnya berupa film tipis

dengan partikel padat yang terikat bersama melalui kekuatan mekanik pada

senyawa pengikat seperti kalsium sulfat. Pada kromatografi planar, komponen

yang akan dipisahkan bergerak bersama fase gerak dalam sebuah bidang datar.

Senyawa yang bergerak berupa noda (spot) yang dapat dikenali. Posisi noda

menunjukkan identitas suatu komponen/senyawa, sedangkan besar atau intensitas

noda menunjukkan konsentrasinya. Pada kromatografi planar ini beberapa bercak

komponen/senyawa dapat dipisahkan secara bersamaan maupun dipisahkan

dengan dua langkah, dimana langkah yang kedua tegak lurus arahnya dengan

langkah yang pertama. Cara ini dikenal dengan metode kromatografi dua dimensi.

Gambar dibawah ini menunjukkan proses pemisahan menggunakan metode

kromatografi planar.
c. Prinsip pemisahan

Klasifikasi jenis kromatografi berdasarkan prinsip pemisahannya dapat dibagi

menjadi:

1. Kromatografi Adsorpsi

2. Kromatografi Partisi

3. Kromatografi Pertukaran ion

4. Exclusion Chromatography

5. Affinity Chromatography
Prinsip pemisahan pada metode kromatografi umumnya tidak ada yang

menggunakan prinsip tunggal (misalnya partisi saja), tetapi seringkali merupakan

gabungan dari beberapa prinsip pemisahan misalnya partisi-adsorpsi maupun partisi-

pertukaran ion.

Pada kromatografi adsorpsi, prinsip pemisahan berdasarkan proses adsorpsi

analit dalam permukaan padatan fase diam. Padatan fase diam dapat berupa silika gel

atau alumina yang memiliki luas permukaan relatif besar. Kromatografi adsorpsi

merupakan salah satu metode kromatografi yang cukup tua. Pemisahan didasarkan

pada perbedaan sifat afinitas adsorpsi dari komponen sampel pada permukaan

padatan aktif. Kromatografi adsorpsi menggunakan fase gerak cairan maupun padatan

yang mampu teradsorp pada permukaan fase diamnya. Pada gambar dibawah ini

ditunjukkan interaksi adsorpsi antara analit pada fase gerak dengan permukaan fase

diamnya.

Penggunaan metode kromatografi adsorpsi memiliki beberapa kelemahan

antara lain keterbatasan jumlah adsorben yang dapat digunakan untuk melakukan
pemisahan dan koefisien distribusi terhadap adsorpsi yang seringkali tergantung pada

konsentrasi total komponen yang akan dipisahkan, sehingga mengakibatkan

pemisahan kurang sempurna.

Kromatografi partisi dimana proses pemisahan berdasakan kemampuan

adsorpsi analit pada lapisan tipis cairan yang dilapiskan pada partikel padatan inert

fase diamnya. Prinsip utama pemisahan berdasarkan perbedaan kelarutan antara

komponen sampel pada fase diamnya (gas chromatography), atau berdasarkan

perbedaan kelarutan komponen dalam fase gerak dengan fase diamnya (liquid

chromatography). Keuntungan metode kromatografi partisi ini adalah distribusinya

tidak bergantung pada konsentrasi, sehingga pemisahan dapat terjadi lebih baik.

Tipe kromatografi berikutnya yaitu kromatografi penukar ion. Ion terpisahkan

berdasarkan gaya elektrostatiknya membentuk grup fungsional yang bermuatan pada

fase diam. Pada tipe kromatografi penukar ion, digunakan resin sebagai padatan fase

diam yang berguna untuk mengikat anion atau kation secara kovalen. Larutan ion
bermuatan pada fase gerak akan berikatan denga resin yang memiliki muatan

berlawanan melalui gaya elektrostatik.

Exclusion Chromatography merupakan tipe kromatografi yang tidak banyak

dipengaruhi oleh interaksi antara fase diam dengan zat terlarutnya. Proses pemisahan

berdasarkan volume hidrodinamik dari molekul atau partikel. Dalam teknik ini, gel

nonionik dengan ukuran pori yang sama digunakan untuk memisahkan campuran

berdasarkan perbedaan ukuran molekulnya (BM).

Molekul-molekul yang kecil akan memasuki pori-pori dari gel sedangkan

molekul besar akan melewati sela-sela gel lebih cepat bila dibandingkan dengan

molekul yang melewati pori-porinya. Jadi urutan elusi mula-mula adalah molekul

yang lebih besar, molekul sedang, dan terakhir molekul yang paling kecil. Apabila

fasa diamnya adalah gel yang hidrofil maka teknik ini disebut gel filtration

chromatography dan bila digunakan gel yang hidrofob (polystyrene-divinylbenzene)

disebut gel permeation chromatography.


Tipe kromatografi terakhir berdasarkan prinsip pemisahaannya yaitu Affinity

Chromatography. Kromatografi tipe ini berdasarkan pada interaksi spesifik antara

satu jenis molekul zat terlarut dengan jenis molekul lain yang terimmobilisasi dalam

fase diam. Sebagai contoh, molekul yang terimmobilisasi dapat menjadi antibodi

untuk beberapa protein yang spesifik. Saat zat terlarut yang mengandung campuran

protein melewati molekul ini, hanya protein tertentu saja yang akan bereaksi dengan

antibodi yang terimmobilisasi pada fase diam.


Teori Kromatografi

Beberapa sifat umum yang terlibat dalam teknik kromatografi adalah:

a. Sifat kelarutan, dimana setiap molekul mempunyai kecenderungan untuk larut

dalam suatu pelarut/cairan.

b. Sifat adsorpsi/penyerapan, dimana setiap molekul mempunyai kecenderungan

untuk dapat teradsorpsi pada butir-butir zat padat halus dengan permukaan yang

luas.

c. Sifat menguap atau sering dikenal dengan sebutan volatilitas, dimana setiap

senyawa mempunyai kecenderungan berubah menjadi fase uap.

Ada dua pendekatan yang digunakan untuk menjelaskan tentang proses

pemisahan yang digunakan dalam metode kromatografi, yaitu :

a. Plate Theory, dikenalkan pertama kali oleh Martin dan Synge pada tahun 1941.

Teori ini didasarkan pada analogi dengan proses distilasi dan ekstraksi.

b. Rate Theory, dikenalkan oleh J.J. van Deemter pada tahun 1956 dimana proses

pemisahan didasarkan pada jumlah pemisahan pada kondisi dinamisnya.

Plate Theory

Plate Theory mengasumsikan bahwa pada kromatografi kolom terdapat

sejumlah lapisan-lapisan pemisah yang dikenal sebagai theoretical plates. Pemisahan

sampel antara fasa diam dan gerak terjadi pada “plates” tersebut. Analit bergerak

sepanjang kolom melalui transfer keseimbangan fasa gerak dari satu plate ke plate

selanjutnya.
Dalam plate theory, kita mengasumsikan bahwa kolom kromatografi

merupakan sebuah sistem tetap dalam kesetimbangan. Masing-masing spesies

menunjukkan sistem keseimbangan antara fasa diam dan fasa geraknya.

Afasa gerak Afasa diam

Koefisien distribusi (Distribusi analit antar fasa)

Distribusi dari molekul-molekul sampel diantara dua fase ditentukan oleh

tetapan kesetimbangan yang dikenal dengan koefisien distribusi, K (koefisien partisi).

K=

K = koefisien partisi

= konsentrasi molar sampel dalam fase diam (stationary phase)

= konsentrasi molar sampel dalam fase gerak (mobile phase)

Bila harga K besar berati populasi molekul dalam fase diam lebih besar

daripada fase gerak dan berarti rata-rata lebih lama tertahan dalam fase diam.
Tipe Kromatogram:

Panjang kolom packing (L)


Kecepatan rata-rata fase gerak ( μ ) =
tm

Panjang kolom packing (L)


Kecepatan rata-rata zat terlarut ( μ A ) =
tr

dimana, L : panjang kolon

tM : waktu alir fasa gerak melewati kolom

tr : waktu retensi

Laju rata-rata untuk zat terlarut/analit yaitu:

µA = µ . f

f = fraksi mol dari zat terlarut/analit/komponen pada fase geraknya.

f=
=

dimana, k’ merupakan perhitungan retensi kolom

k’ =

K adalah nilai yang menunjukkan seberapa kuat komponen-komponen dalam sampel

yang dibawa oleh fase gerak berinteraksi dengan kolom (fase diam).

Laju Pemisahan
X

µ
flow X

L
Laju pemisahan ditentukan oleh :

1. Kecepatan fase gerak (sama untuk tiap komponen campuran).

2. Perbandingan dari volume fase diam dengan fase gerak (sama untuk tiap

komponen campuran).

3. Koefisien distribusi (spesifik untuk tiap komponen campuran).

Waktu Retensi (tr)

Waktu yang diperlukan oleh sebuah komponen sampel untuk melintasi kolom

sepanjang L disebut ‘retention time’ (t). Dari definisi ini, laju pemisahan diperoleh:

Laju komponen: µA = µ [ 1/(1+k’)]

tr = L / (µ [1/(1+k’)])

tr = (L/µ) x [ 1+k’]

tr= tm [ 1 + k’ ] k’ = [tr-tm]/tm
Retention volume

Bila kecepatan dari fase gerak konstan, maka volume dari fase gerak yang

diperlukan untuk memisahkan suatu komponen campuran dari kolom dapat dihitung

dengan rumus berikut :

Volume = waktu x kecepatan aliran

VR = tR·F

Bila persamaan retention time disubstitusikan ke dalam persamaan ini maka

diperoleh:

VR = Vm (1 + K’) = Vm + KVs

Vm = volume dari fase gerak dalam kolom

Vs = volume dari fase diam

Bila fase diam berupa zat padat maka Vs dapat dirubah menjadi luas permukaan /

area (adsorption) atau dengan kapasitas penukar ion.

Faktor Pemisahan (α)

Faktor pemisahan (α) merupakan rasio dari faktor retensi untuk analit yang berbeda

pada sampel yang sama. Nilai α tersebut menunjukkan seberapa baik sistem

kromatografi dapat memisahkan dua komponen.

kRB t
α= , disubtitusikan pada persamaan α = RB
kRA t RA

dimana, A dan B diketahui, α = f (fasa diam, fasa gerak, T)


Rasio faktor pemisahan semakin tinggi menunjukkan proses pemisahan yang lebih

baik, dengan jarak antara dua puncak yang semain besar. Rasio faktor pemisahan

selalu lebih dari 1. Bila harga α bernilai 1 menandakan tidak terjadi pemisahan.

Rate Theory

Proses yang terjadi dalam kolom membutuhkan waktu tertentu untuk zat

terlarut mencapai keseimbangan dengan fase diam dan fase geraknya. Hasil analisis

kromatogram berupa puncak-puncak kromatografi dipengaruhi oleh laju elusinya.

Dalam praktek harga H (HETP) selalu lebih besar dari harga idealnya (nol)

yang berarti terjadi pelebaran puncak. Pelebaran ini disebabkan oleh 3 faktor yaitu:

1. Difusi Eddy

Difusi Edi disebabkan karena ketidakseragaman packing pada kromatografi

kolom, meliputi perbedaan bentuk, ukuran partikel-partikel pengisi kolom, cara

pengisian kolom, dan diameter dari kolom Perbedaan ini mengakibatkan solut

akan mengambil jalan yang berbeda untuk melalui kolom sehingga terjadi

perbedaan waktu keluarnya molekul-molekul dari kolom. Perbedaan tersebut


menyebabkan pelebaran puncak dari solut. Untuk memperkecil efek ini, digunakan

partikel-partikel kecil dengan ukuran sama tetapi tidak menyebabkan penurunan

tekanan yang terlalu tinggi dalam kolom, diameter kolom yang kecil, pengepakan

yang mampat dan ukuran sama tanpa memecahkan partikel-partikel pengisi kolom

tersebut.

2. Difusi Longitudinal

Difusi Longituidinal disebabkan karena kecenderungan zat terlarut untuk

berdifusi. Molekul-molekul zat terlarut cenderung untuk berdifusi dari daerah yang

konsentrasinya tinggi ke daerah dengan konsentrasi rendah. Akibatnya, waktu

melintasi kolom, molekul-molekul akan menyebar (berdifusi) ke belakang dan ke

depan.
Derajat pelebaran puncak pada longitudinal diffusion dipengaruhi oleh :

a. Proses difusi solut

b. Laju alir solut selama melewati kolom

3. Transfer Massa

Transfer massa untuk pemisahan zat terlarut pada fase diam, tidak terjadi begitu

saja melainkan bergantung pada partisi zat terlarut dan koefisien difusinya.

a. Transfer massa fase gerak

Solut yang tidak bergerak melalui

kolom ketika berada pada fase gerak

dalam kondisi stagnant akan

membutuhkan waktu lebih lama di

dalam kolom daripada solut yang

melewati kolom begitu saja bersama

fase geraknya.

Transfer massa fase gerak dapat menyebabkan pelebaran puncak kromatogram

karena perbedaan profil alir pada kanal atau diantara partikel pendukung pada

kolom. Solut yang melalui bagian tengah kanal akan lebih dahulu mencapai ujung

kolom daripada solut yang melalui bagian tepi kanal. Derajat pelebaran puncak

yang dipengaruhi oleh difusi Eddy dan transfer massa fase gerak dikarenakan

ukuran dari packing materialnya dan laju difusi solut.


b. Transfer massa fase gerak tetap (stagnant)

Transfer massa fase gerak stagnant

menyebabkan pelebaran puncak

karena perbedaan laju difusi dari

molekul solut antara fase gerak

diluar pori pada fase diam (flowing

mobile phase) dengan fase gerak

didalam pori (stagnant) pada fase

diamnya (stagnant mobile phase).

Derajat pelebaran puncak sangat dipengaruhi oleh beberapa hal berikut, yaitu:

1. Ukuran, bentuk dan struktur pori dari packing material.

2. Difusi dan retensi dari solut.

3. Laju alir solut ketika melalui kolom.

c. Transfer massa fase diam

Molekul solut yang berbeda, menghabiskan waktu yang berbeda untuk tertahan

pada fase diamnya. Perbedaan lama waktu tersebut menyebabkan munculnya

pelebaran pada puncak kromatogram.


Perbedaan lama waktu tersebut

disebabkan karena perbedaan gerakan

dari molekul solut antara fase stagnant

dengan fase diamnya.

Derajat pelebaran puncak ini dipengaruhi oleh:

1. Retensi dan difusi dari solut

2. Laju alir dari solut ketika melalui kolom

3. Interaksi kinetik antara solut dengan fase diam.

Teori Van Deemter

H = HETP = Height Equivalent of Theoritical Plate (tinggi kolom)

L = panjang kolom

N = jumlah Theoritical plates dalam kolom


Pada Plate Theory, harga N dan H konstan bila L konstan (Martin and Synge),

sedangkan pada Rate Theory, H bergantung pada laju fase gerak (Van Deemter).

Van Deemter plot menunjukkan bahwa HETP minimum dapat tercapai

apabila laju alir dari fase gerak berada pada kondisi optimumnya. Persamaan Van

Deemter ditunjukkan dalam persamaan:

H = A + B/µ + Cµ

dimana, μ = laju alir

H = tinggi plate pada kolom

A = menggambarkan difusi Eddy

B/ μ = menggambarkan difusi Longitudinal

C μ = menggambarkan transfer massa fase gerak dan fase diam.

A, B, C bernilai konstan, tetapi efek B dan C bergantung pada laju alir fase gerak.
Persamaan Van Deemter tanpa A term (Kapiler Kolom) :

B
H= + Cs μ + C M μ
μ

dimana, H = tinggi plate

B/ μ = difusi longitudinal

Cs μ = transfer massa fase diam

Cm μ = transfer massa fase gerak

Untuk mengurangi efek yang ditimbulkan dari nilai A, B dan C dapat

dilakukan beberapa cara. Untuk nilai A, setelah kolom ditata, tidak ada hal yang

dapat dilakukan untuk mengurangi dampak nilai A. Namun efeknya dapat direduksi

dengan metode packing menggunakan ukuran yang sama, diameter kecil, serta tidak

membiarkan adanya ruang kosong dalam kolom. Efek dari term B yaitu bergantung

pada laju, saat laju meningkat menyebabkan waktu difusi menjadi berkurang. Untuk

mengurangi efeknya dapat dilakukan dengan membuat laju pada kondisi paling tinggi

yang dimungkinkan instrument dan batas limit C term. Pada C term, bersifat resisten
terhadap transfer massa. Fasa padat yang lebih tebal dan kental memiliki C term yang

lebih besar. Efek C term dapat diminimalkan dengan menggunakan pelapis yang tipis

pada permukaan fase diam, menggunakan fase dengan kekentalan yang rendah dan

menjaga laju seminimal mungkin dengan batasan pada B term.

Resolusi

Resolusi merupakan ukuran apakah suatu senyawa terpisah secara baik atau

tidak dengan senyawa lain. Perubahan kecil pada nilai α akan menyebabkan nilai

resolusi berubah secara signifikan. Resolusi dari dua spesies A dan B dapat

ditentukan dengan persamaan :

2(t r , B − t r , A )
Rs =
WA − WB
Untuk mendapatkan hasil resolusi yang baik, terdapat 3 term yang harus

dimaksimalkan. Peningkatan nilai N (jumlah theoretical plates), memanjangkan

kolom tetapi dapat mengakibatkan meningkatnya waktu retensi dan meningkatkan

pelebaran puncak. Selain itu, untuk meningkatkan jumlah plates, tinggi ekuivalen

dari theoretical plates dapat direduksi dengan mengurangi ukuran partikel fase

diamnya. Faktor pemisahan α dapat ditingkatkan dengan mengikuti prosedur berikut :

1. Mengubah komposisi fase gerak

2. Mengubah temperatur kolom

3. Mengubah komposisi fase diam

4. Menggunakan efek kimia spesial (misalnya memisahkan spesies yang

membentuk kompleks dengan solute pada fase diamnya).

KROMATOGRAFI GAS (GAS CHROMATOGRAPHY)

Kromatografi gas merupakan teknik kromatografi yang dapat digunakan

untuk memisahkan senyawa organik yang mudah menguap (volatil). Kromatografi


gas dapat dibagi menjadi dua tipe berdasarkan fase diamnya, yaitu kromatografi gas-

cair (GLC) dan kromatografi gas-padat (GSC).

Prinsip Analisis

Proses kromatografi dalam alat GC dimulai dengan menyuntikkan sampel ke

dalam kolom. Mula-mula komponen-komponen di dalam kolom diuapkan, kemudian

dielusi oleh gas pembawa untuk melalui kolom. Perbedaan laju migrasi masing-

masing komponen dalam kolom disebabkan oleh perbedaan titik didih dan interaksi

masing-masing komponen dengan fasa stasioner. Pendeteksian saat keluar dari kolom

dilakukan berdasarkan perubahan sifat fisika aliran gas yang disebabkan adanya

komponen yang dikandungnya. Sifat fisika yang dimaksud adalah daya hantar panas,

absorpsi radiasi elektromagnetik, indeks refraksi, derajat terinduksi ion, dsb. Untuk

analisa kualitatif, komponen-komponen yang terelusi dikenali dari nilai waktu retensi,

tR, tR analit dibandingkan dengan tR standar pada kondisi operasi alat yang sama.

Sedangkan untuk analisa kuantitatif, penentuan kadar atau jumlah analit dilakukan

dengan membandingkan luas puncak analit dengan luas puncak standar.

Ada beberapa kelebihan kromatografi gas, diantaranya kita dapat

menggunakan kolom lebih panjang untuk menghasilkan efisiensi pemisahan yang

tinggi. Gas dan uap mempunyai viskositas yang rendah, demikian juga

kesetimbangan partisi antara gas dan cairan berlangsung cepat, sehingga analisis

relatif cepat dan sensitifitasnya tinggi. Fase gas dibandingkan sebagian besar fase cair

tidak bersifat reaktif terhadap fase diam dan zat-zat terlarut. Kelemahannya adalah

teknik ini terbatas untuk zat yang mudah menguap.


Sebuah kromatografi gas terdiri dari beberapa bagian yaitu :

1. Fase gerak yang mengalir berupa gas pembawa (Carrier gas)

Gas pembawa harus memiliki sifat inert, umumnya digunakan gas nitrogen,

helium maupun argon. Pemilihan jenis gas pembawa yang akan digunakan

didasarkan pada jenis sampel yang akan dipisahkan dan tipe detektor yang

digunakan.

2. Injeksi Sampel

Metode injeksi yang paling umum digunakan yaitu microsyringe. Sampel

diinjeksikan melalui sebuah sekat karet ke dalam wadah penguapan pada bagian

atas kolom. Temperatur sampel pada bagian injeksi biasanya sekitar 50 °C lebih

tinggi dari titik didih komponen volatil dari sampel. Untuk packed kolom, ukuran

sampel antara 10 mikroliter hingga 20 mikroliter. Kolom kapiler disatu sisi

membutuhkan sampel dengan jumlah yang lebih sedikit hanya sekitar 10-3 mL.

Pada kromatografi gas biasanya menggunakan split/splitless injection. Diagram

split/splitless injection ditunjukkan pada gambar berikut:


3. Kolom pemisah yang mengandung fase diam

Terdapat dua jenis kolom yang umum digunakan pada kromatografi gas, yaitu

packed kolom dan kolom kapiler (atau sering dikenal sebagai open tubular

column). Packed kolom memiliki pembagi yang cukup baik, inert dan material

padatan pendukung yang dilapisi cairan sebagai fase diam. Kebanyakan packed

kolom memiliki panjang 1,5 hingga 1 m dan memiliki diameter internal 2-4 mm.

Kolom kapiler memiliki diameter internal < 1 mm, dan terdiri dari 2 tipe wall-

coated open tubular (WCOT) atau support-coated open tubular (SCOT). WCOT

kolom terdiri dari pipa kapiler dimana dindingnya dilapisi dengan fase diam

berupa cairan. Jenis yang lain yaitu SCOT kolom, memiliki dinding bagian dalam

pipa kapiler yang terisi lapisan tipis material pendukung. Kedua tipe kolom kapiler

ini lebih efisien daripada packed kolom namun lebih mudah overloaded pada

sampel dalam jumlah banyak.


Packed Kolom Kolom kapiler

- Diameter internal 2-4 mm, - Diameter internal 100 µm hingga

panjang 1-4 m. 500 µm dengan panjang 10 m hingga

- Packed dengan adsorben yang 100 m.

sesuai - Fase diam dilapisi bahan padatan

- Umum digunakan pada analisis dengan ketebalan 0,2 µm to 1 µm.

gas - Puncak kromatogram tajam, tanpa

- Pelebaran puncak akibat difusi pengaruh difusi Eddy.

Eddy karena memungkinkan - Jumlah theoritical plates mencapai

berbagai cara molekul melalui 500.000 yang menghasilkan

kolom. pemisahan sangat baik.


4. Detektor

Detektor kromatografi gas mengidentifikasi analit ketika analit terelusi dari

kolom dan berinteraksi dengan detektor. Signal elektonik dari hasil interaksi

tersebut dikirim ke sistem data untuk diterjemahkan dalam bentuk kromatogram.

Terdapat beberapa tipe detektor pada kromatografi gas. Tipe detektor tersebut

dapat dilihat pada tabel berikut:

Kemampuan
Detektor Selektivitas
Deteksi

Flame ionization
Sebagian besar senyawa organik. 100 pg
(FID)

Thermal

conductivity Universal 1 ng

(TCD)

Electron capture Halida, nitrat, nitrit, peroksida,


0,5 pg
(ECD) anhidrida, dan organometal.

Nitrogen-
Nitrogen, phosphorus 10 pg
phosphorus

Flame photometric Sulfur, fosfor, boron, arsen,


100 pg
(FPD) germanium, selenium, chromium
Alifatik, aromatik, keton, ester,

Photo-ionization aldehid, amina, heterocyclics,


2 pg
(PID) organosulphurs, beberapa

organometal

Hall electrolytic Halida, nitrogen, nitrosamine,

conductivity sulphur

5. Sistem pembaca

Sistem pembaca menerima signal data dari detektor dan menerjemahkannya

dalam bentuk kromatogram.

Berikut disertakan skema lengkap dari kromatografi gas:


Kromatografi HPLC (High Performance Liquid Chromatography)

HPLC merupakan kromatografi cair untuk memisahkan komponen yang

dilarutkan dalam larutan. Instrumen HPLC terdiri dari reservoir fase gerak, pompa,

sebuah injektor, kolom pemisahan, dan detektor. Komponen atau analit awalnya

dilarutkan dalam pelarut, kemudian dialirkan ke dalam kromatografi kolom dengan

menggunakan tekanan tinggi. Komponen-komponen yang berbeda didalam campuran

melewati kolom dengan laju yang berbeda tergantung pada kemampuan partisinya

antara fase diam dan geraknya. Skema instrumen HPLC ditampilkan pada gambar

berikut:

Instrumen dalam HPLC:

1. Pompa

Terdapat 2 klasifikasi utama dari pompa pada HPLC yaitu pompa tekanan

tetap yang hanya digunakan pada packed kolom dan pompa laju tetap.
Pompa standar yang digunakan

pada HPLC harus memiliki laju alir

antara 0,01 hingga 10 mL/min dan

tekanan antara 1 hingga 5000 psi

(340 atm).

2. Injektor

Injektor harus memiliki kemampuan menginjeksi larutan sampel dengan

volume antara 0,1 hingga 100 mL dan dibawah tekanan tinggi mencapai 4000 psi.
Fase gerak pada HPLC merupakan pelarut yang dialirkan ke dalam kolom

(fase diam) yang bertugas untuk membawa analit melalui kolom. Komponen analit

dalam larutan akan bermigrasi ke fase diam melalui interaksi non kovalen. Interaksi

kimia antara fase gerak dengan sampel dan dengan fase diam menentukan

kemampuan migrasi dan pemisahan komponen pada sampel. Sebagai contoh sampel

yang memiliki interaksi lebih kuat dengan fase gerak dibanding dengan fase diam

akan terelusi keluar kolom lebih cepat dan memiliki waktu retensi lebih cepat.

Terdapat dua tipe proses elusi yaitu tipe elusi isocratic dan tipe elusi gradient.

Tipe elusi isocratic, komposisi eluen yang dipompa melalui kolom selama analisis

dibuat konstan. Pada tipe elusi ini semua komponen mulai bermigrasi melalui kolom

pada saat yang bersamaan, dimana masing-masing komponen memiliki kemampuan

laju migrasi yang berbeda menghasilkan laju elusi yang lebih cepat maupun lebih

lambat. Tipe elusi ini lebih simpel dan tidak mahal, namun resolusi dari beberapa

sampel masih dipertanyakan dan proses elusi yang lambat menyebabkan puncak yang

dihasilkan sangat melebar.

Tipe elusi gradient, komposisi eluen diatur berubah secara bertahap selama

proses pemisahan berlangsung. Komponen yang berbeda dielusikan dengan

meningkatkan kekuatan dari pelarut organiknya. Sampel diinjeksikan ketika fase

gerak yang lebih lemah digunakan dalam sistem. Kekuatan fase gerak ditingkatkan

dengan meningkatkan fraksi pelarut organiknya yang hasilnya akan mengelusi

komponen lebih banyak. Sebagai contoh gradient dimulai menggunkan methanol

10% dan diakhiri dengan menggunakan methanol 90% setelah 20 menit. Elusi
gradient menurunkan retensi pada komponen yang terelusi cukup lama menjadi lebih

cepat terelusi. Proses ini memberikan puncak yang lebih tinggi dan tajam pada

kromatogram.

3. Kolom Pemisah

Kolom pemisah yang digunakan pada HPLC umumnya memiliki panjang 10,

15 dan 25 cm serta diisi dengan partikel yang sangat kecil dengan diameter 3, 5 atau

10 μm. Diameter internal dari kolom biasanya 4 hingga 4,6 mm, ini didasarkan pada

kondisi paling tepat untuk kapasitas sampel, penggunaan fase gerak, kecepatan dan

resolusinya.

Fase diam (packing kolom) pada HPLC untuk pemisahan senyawa organik

dapat dibagi menjadi dua tipe berdasarkan sifat polaritas antara dua phase. Kedua tipe

ini yaitu Normal Phase dan Reversed Phase.

a. Normal Phase, dimana fase diamnya bersifat polar (misal silika gel) sedangkan

fase geraknya bersifat nonpolar (misal n-hexane atau tetrahydrofuran).

Permukaan Silika Ikatan fase pada permukaan

Sampel polar akan berinteraksi dengan permukaan kolom lebih lama daripada

sampel yang kurang polar.

Interaksi pada Normal Phase, dipengaruhi oleh polaritas eluen:


b. Reversed Phase, dimana fase diamnya bersifat nonpolar (hidrofobik)

sedangkan fase geraknya berupa larutan polar (misal campuran air dan

methanol atau asetonitril).

Fase diam (packing kolom) pada HPLC juga dapat menggunakan

kromatografi ion berupa resin penukar ion. Resin penukar ion sebagai fase diam

memiliki muatan ionik yang berlawanan dengan muatan pada sampel. Metode ini

hanya dapat digunakan untuk pemisahan sampel yang memiliki muatan. Semakin

besar muatan yang dimiliki sampel, interaksi dengn permukaan ionik fase diam juga

akan lebih kuat sehingga akan menyebabkan sampel semakin lama untuk terelusi.

Fase geraknya berupa larutan buffer, dimana pH dan kekuatan ioniknya digunakan

untuk mengontrol waktu elusi.


4. Detektor dan Limit Deteksi

Detektor pada HPLC merupakan komponen yang memberikan respon pada

sampel yang terelusi berupa signal yang kemudian muncul sebagai puncak-puncak

pada kromatogram.

Detektor pada kromatografi cair yang ideal harus memiliki sifat-sifat berikut:

- Memiliki penyimpangan dan Noise yang minimal

- Sensitifitas tinggi

- Memiliki respon yang cepat

- Mampu mendetaksi pada range konsentrasi yang luas

- Tidak dipengaruhi perubahan pelarut, laju alir, dan suhu

- Sistem operasi mudah dan akurat

- Non-destructive

- Dapat diatur penggunaannya sehingga dapat dioptimalkan setiap

penggunaan sampel yang berbeda.


Beberapa jenis detektor pada HPLC yaitu :

a. Refractive Index (RI) detector, menghitung kemampuan molekul sampel untuk

membiaskan cahaya. Detektor memiliki sensitivitas mencapai 10-8 or 10-9 g/mL.

b. Ultra-Violet (UV) detector, mengukur kemampuan sampel mangadsorp sinar. UV detektor

memiliki sensitivitas mencapai 10-8 or 10-9 g/mL. Kemampuan ini dapat dilakukan pada

satu panjang gelombang maupun beberapa panjang gelombang:

- Fixed Wavelenght mengukur pada satu panjang gelombang (254 nm)

- Variable Wavelenght mengukur satu panjang gelombang pada satu waktu, namun

mampu mendeteksi pada area panjang gelombang yang luas.

- Diode Array mengukur sebuah spektrum dari panjang gelombang secara simultan.
c. Fluorecent detector mengukur kemampuan senyawa menyerap kemudian melepaskan

kembali sinar pada panjang gelombang tertentu. Detektor memiliki sensitivitas mencapai

10-9 or 10-11 g/mL.

d. Elektrokimia mengukur komponen yang mengalami reaksi reduksi maupun oksidasi

(redoks). Umumnya dapat ditentukan dengan menghitung elektron yang hilang atau yang

bertambah saat sampel bermigrasi dan melalui elektroda yang memiliki perbedaan

potensial elektronik. Detektor memiliki sensitivitas mencapai 10-12 or 10-13 g/mL.

e. Mass Spektroscopy (MS), komponen sampel atau molekul diionisasi dan dilewatkan

melalui analyzer massa untuk dideteksi.

f. Radiokimia deteksi menggunakan material radiokimia, umumnya tritium (3H) atau

karbon-14 (14C). Detektor memiliki sensitivitas mencapai 10-9 or 10-10 g/mL.

g. Near Inframerah detektor, dioperasikan pada spektrum dari 700-1100 nm. Vibrasi ulur dan

tekuk dari ikatan kimia antar molekul dideteksi pada panjang gelombang tersebut.

Anda mungkin juga menyukai