Anda di halaman 1dari 93

HAND OUT

ANALISIS INSTRUMEN III

DISUSUN OLEH:
AMBAR WIDURI, S. Si

MATERI:
1. KROMATOGRAFI KERTAS
2. KROMATOGRAFI KOLOM
3. KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

DINAS PENDIDIKAN
SMK NEGERI 1 BONTANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Kromatografi menurut Keulmans pada tahun 1959 adalah teknik pemisahan campuran

secara fisika didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut

di antara dua fase, fase diam (padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas). Sedangkan definisi

kromatografi menurut IUPAC (International Union of Pure and Applied Chemistry),

kromatografi adalah metode yang digunakan untuk memisahkan komponen dalam sampel,

dimana komponen tersebut didistribusikan diantara dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase

diam dapat berupa padatan atau cairan yang dilapiskan pada padatan atau gel. 

Suatu campuran pewarna dapat dipisahkan dengan teknik kromatografi karena adanya perbedaan

kelarutan antara zat penyusun campuran pewarna tersebut. Selain itu, kecepatan bergerak

partikel penyusun sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel penyusunnya. Senyawa yang lebih

kecil akan bergerak lebih cepat dari pada senyawa dengan ukuran lebih besar. Misalnya, tinta

hitam merupakan campuran beberapa warna. Kita dapat memisahkan campuran warna tersebut

dengan kromatografi sehingga kita dapat melihat komponen penyusun warna hitam tersebut.

A. Sejarah Kromatografi

Kromatografi pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli botani asal Rusia pada tahun 1906
yaitu Mikhail Semyonovich Tsvet (1901-1903). Tsvet pertama kali menemukan teknik
kromatografi dalam penelitiannya untuk memisahkan klorofil dari pigmen-pigmen lain pada
ekstrak tanaman.

Pada penelitian tersebut, Tsvet menggunakan sebuah kolom gelas yang diisi dengan
serbuk kalsium karbonat untuk memisahkan pigmen tanaman. Bubuk kalsium karbonat ini
berfungsi sebagai penyerap (adsorben), sehingga kolom tersebut dikenal dengan istilah kolom
adsorben.
Konstruksi kromatografi sederhana yang dilakukan oleh Tsvet

Metoda kromatografi banyak digunakan dalam bidang biokimia, kimia organik maupun
kimia anorganik, kimia analisa, kimia bahan pangan dan bidang lainnya. Pada perkembangan
selanjutnya, kromatografi telah dilengkapi dengan perangkat canggih seperti komputer dan alat
bantu lain sehingga memperluas pemanfaatannya dalam berbagai disiplin ilmu yang lain.
Kromatografi terus berkembang dengan lahirnya berbagai jenis kromatografi antara lain
kromatografi gas-spektrometri massa (GC-MS), kromatografi cair Kinerja tinggi (HPLC) serta
kromatografi ion. 

B. Prinsip Kerja Kromatografi

Pemisahan dengan metode kromatografi dapat terjadi apabila suatu molekul maupun senyawa
memiliki sifat yang berbeda, di antaranya adalah: 
1. Memiliki kelarutan yang berbeda terhadap suatu pelarut.
2. Memiliki sifat kelarutan atau sifat untuk berikatan yang berbeda satu sama lain dengan fase
diamnya.
3. Memiliki sifat mudah menguap (volatil) pada temperatur yang berbeda.

Berikut ini penjelasan singkat mengenai pemisahan senyawa pada kromatografi. Pemisahan
secara kromatografi, senyawa-senyawa yang akan dipisahkan ditempatkan pada sistem tertentu
(seperti: kolom) di mana dalam sistem tersebut terdapat bagian yang diam atau stasioner
(biasanya berupa padatan atau cairan yang dideposisikan pada padatan) yang disebut sebagai fasa
diam dan kemudian dibawa atau mengalir melalui suatu bagian mobile atau yang diketahui
sebagai fase gerak, dimana selama proses pengaliran tersebut akan terjadi interaksi antara
komponen senyawa dengan fase diamnya. Selama berinteraksi akan terjadi proses pelarutan,
adsorpsi maupun penguapan dari komponen senyawa yang akan dipisahkan. 
Sifat-sifat dari komponen penyusun senyawa tersebut akan menentukan apakah komponen-
komponen tersebut mampu bergerak bebas (berinteraksi lemah) atau berinteraksi kuat dalam fase
diamnya. Bila semua komponen-komponen yang ada tidak dapat bergerak dalam fase diam,
maka proses pemisahan tidak mungkin dapat berlangsung. Apabila dapat bergerak, pemisahan
akan bergantung pada sejauh mana kecepatan bergerak di antara komponen-komponen tersebut
maupun perbedaan kecepatannya dengan kecepatan fasa gerak yang dipakai pada sistem
tersebut. 

Oleh karena itu pada metoda kromatografi perlu dilakukan pemilihan fase gerak sedemikian rupa
sehingga semua komponen dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda-beda sehingga proses
pemisahan dapat terjadi. Secara umum dapat dikatakan bahwa kromatografi adalah proses
migrasi diferensial dimana komponen-komponen sampel ditahan secara selektif oleh fase diam. 
Gambar berikut merupakan ilustrasi pemisahan menggunakan metode kromatografi kolom. 

Gambar berikut merupakan ilustrasi pemisahan menggunakan metode kromatografi kolom.

Pemisahan komponen A dan B pada kolom kromatografi


Kromatogram Pemisahan Senyawa A dan B

Pada gambar tersebut, sampel berada dalam fasa gerak (eluen) dimasukkan ke dalam kolom
pemisahan. Komponen dalam sampel akan mulai terpisah sesaat setelah berada dalam kolom.
Setelah berinteraksi dengan fase diam kolom, eluen dan komponen senyawa akan keluar dari
kolom melalui detektor untuk selanjutnya dianalisis secara kuantitatif. 

C. Klasifikasi Kromatografi
Jenis-jenis kromatografi dapat diklasifikasikan antara lain berdasarkan jenis fase (baik fasa diam
maupun bergerak) yang digunakan, sistem geometri dan prinsip pemisahannya. Perhatikan tabel
di bawah ini:
Tabel Penggolongan Kromatografi.

1. Kromatografi berdasarkan fasa yang terlibat


Pemisahan tipe kromatografi berdasarkan fase yang terlibat ditunjukkan pada tabel berikut : 

2. Kromatografi berdasarkan sistem geometri


Klasifikasi jenis kromatografi berdasarkan sistem geometrinya dapat dibagi menjadi
kromatografi kolom dan kromatografi planar.  Apabila fase diam dipadatkan di dalam pipa gelas
atau pipa logam, kemudian fase gerak gas atau cair dialirkan melalui fase diam tersebut
berdasarkan gravitasi ataupun dengan tekanan, maka cara ini disebut sebagai kromatografi
kolom. Apabila fase diam berupa kertas berpori (kromatografi kertas) ataupun padatan halus
yang diratakan pada plat gelas atau plat aluminium (kromatografi lapis tipis), kemudian fase
gerak cair akan bergerak karena pengaruh daya kapilaritas (metode ascendens) atau gravitasi
(metode descendes), maka cara ini disebut sebagai kromatografi planar.

a. Kromatografi kolom

Kromatografi kolom, fase diamnya terdeposisi pada pipa yang berbentuk kolom. Pada
kromatografi kolom, komponen yang akan dipisahkan bergerak bersama fase gerak melalui
kolom tersebut dan kemudian setiap komponen akan terpisahkan.

Kromatografi gas menggunakan kolom sebagai pemisah

Setiap komponen yang keluar dari kolom akan masuk ke detektor untuk dianalisis. Hasilnya
disajikan dalam bentuk puncak-puncak (peaks) kromatogram yang mengidentifikasikan
konsentrasi eluen sebagai fungsi waktu. Luasan puncak sebanding dengan konsentrasi komponen
sampel. 

Kolom Kapiler Kromatografi

b. Kromatografi planar
Kromatografi Planar (Kromatografi lapis tipis) merupakan jenis kromatografi di mana fase
diamnya berupa film tipis dengan partikel padat yang terikat bersama melalui kekuatan mekanik
pada senyawa pengikat seperti kalsium sulfat. 

Kromatografi planar – kromatografi lapis tipis


Pada kromatografi lapis tipis ini komponen yang akan dipisahkan bergerak bersama fase gerak
dalam sebuah bidang datar. Senyawa yang bergerak terlihat seperti noda (spot) yang dapat
dikenali. Posisi noda menunjukkan identitas suatu komponen/senyawa, sedangkan besar atau
intensitas noda menunjukkan konsentrasinya. 
Pada kromatografi planar ini beberapa bercak komponen/senyawa dapat dipisahkan langsung
secara bersamaan maupun dipisahkan dengan beberapa langkah, dimana langkah yang
selanjutnya tegak lurus arahnya dengan langkah yang pertama. Cara ini dikenal dengan metode
kromatografi dua dimensi. Gambar dibawah ini menunjukkan proses pemisahan menggunakan
metode kromatografi planar. 

3. Kromatografi berdasarkan prinsip pemisahan

Klasifikasi jenis kromatografi berdasarkan prinsip pemisahannya dapat dibagi menjadi


Kromatografi Adsorpsi, Kromatografi Partisi, Kromatografi Pertukaran ion, Exclusion
Chromatography dan Affinity Chromatography.

a. Kromatografi Adsorpsi

Pada jenis kromatografi adsorpsi, prinsip pemisahan berdasarkan proses adsorpsi analit dalam
permukaan padatan fase diam. Padatan fase diam dapat berupa silika gel atau alumina yang
memiliki luas permukaan relatif besar. Kromatografi adsorpsi merupakan salah satu metode
kromatografi yang cukup lama. Pemisahan didasarkan pada perbedaan sifat afinitas adsorpsi dari
komponen sampel pada permukaan padatan aktif. Kromatografi adsorpsi menggunakan fase
gerak cairan maupun gas yang mampu teradsorp pada permukaan fase diamnya. Pada gambar
dibawah ini ditunjukkan interaksi adsorpsi antara analit pada fase gerak dengan permukaan fase
diamnya. 

Kromatografi adsorpsi
Metode kromatografi adsorpsi memiliki beberapa kelemahan dia antaranya yang pertama adalah
keterbatasan jumlah adsorben yang dapat digunakan untuk melakukan pemisahan. Kedua adalah
koefisien distribusi terhadap adsorpsi yang seringkali tergantung pada konsentrasi total
komponen yang akan dipisahkan, sehingga mengakibatkan pemisahan kurang sempurna. 

b. Kromatografi Partisi
Kromatografi partisi adalah kromatografi dimana proses pemisahannya berdasarkan kemampuan
adsorpsi analit pada lapisan tipis cairan yang dilapiskan pada partikel padatan inert fase diamnya.
Prinsip utama pemisahan berdasarkan perbedaan kelarutan antara komponen sampel pada fase
diamnya (gas chromatography), atau berdasarkan perbedaan kelarutan komponen dalam fase
gerak dengan fase diamnya (liquid chromatography). Keuntungan metode kromatografi partisi
ini adalah distribusinya tidak bergantung pada konsentrasi, sehingga pemisahan dapat terjadi
lebih baik. 
Kromatografi partisi

c. Kromatografi Pertukaran ion


Pada kromatografi penukar ion, ion terpisahkan berdasarkan gaya elektrostatiknya membentuk
grup fungsional yang bermuatan pada fase diam. Kromatografi penukar ion menggunakan resin
sebagai padatan fase diam yang berguna untuk mengikat anion atau kation. Larutan ion
bermuatan pada fase gerak akan berikatan dengan resin yang memiliki muatan berlawanan
melalui gaya elektrostatik.

Kromatografi penukar ion

d. Exclusion Chromatography
Exclusion Chromatography merupakan tipe kromatografi yang tidak banyak dipengaruhi oleh
interaksi antara fase diam dengan zat terlarutnya. Proses pemisahan berdasarkan volume
hidrodinamik dari molekul atau partikel. Dalam teknik ini, gel nonionik dengan ukuran pori yang
sama digunakan untuk memisahkan campuran berdasarkan perbedaan ukuran molekulnya (BM). 

Kromatografi eksklusi
Molekul-molekul yang kecil akan memasuki pori-pori dari gel sedangkan molekul besar akan
melewati sela-sela gel lebih cepat bila dibandingkan dengan molekul yang melewati pori-
porinya. Jadi urutan elusi mula-mula adalah molekul yang lebih besar, molekul sedang, dan
terakhir molekul yang paling kecil. Apabila fasa diamnya adalah gel yang hidrofil maka teknik
ini disebut gel filtration chromatography dan bila digunakan gel yang hidrofob (polystyrene-
divinylbenzene) disebut gel permeation chromatography. 

e. Affinity Chromatography
Kromatografi afinitas bekerja berdasarkan pada interaksi spesifik antara satu jenis molekul zat
terlarut dengan jenis molekul lain yang terimmobilisasi dalam fase diam. Sebagai contoh,
molekul yang terimmobilisasi dapat menjadi antibodi untuk beberapa protein yang spesifik. Saat
zat terlarut yang mengandung campuran protein melewati molekul ini, hanya protein tertentu
saja yang akan bereaksi dengan antibodi yang terimmobilisasi pada fase diam. 

Kromatografi afinitas

4. Kromatografi Berdasarkan Fase Gerak

Metode kromatografi secara umum dapat dibedakan berdasarkan fase gerak dan fase
diam yang digunakan. Berdasarkan fase gerak, kromatografi dibedakan menjadi kromatografi
gas (GC = gas chromatography) dan kromatografi cair (LC = liquid chromatography).
Berdasarkan fase diam dapat digunakan sebagai dasar klasifikasi selanjutnya. Padatan yang
bersifat sebagai adsorben, dapat digunakan sebagai fase diam dengan mekanisme pemisahan
berdasarkan kekuatan interaksi fisik permukaan (adsorpsi) di antara kedua fase. Bila fase
geraknya gas disebut kromatografi gas padat (GSC = gas solid chromatography), dan bila fase
geraknya cair disebut kromatografi cair padat (LSC = liquid solid chromatography). Fase diam
cair yang disalutkan pada penyangga padatan, dapat digunakan sebagai sebagai fase diam dengan
mekanisme pemisahan berdasarkan partisi komponen sampel di antara dua cairan yang tidak
saling campur. Dengan demikian, kromatografi cair-cair disebut juga sebagai kromatografi
partisi dan kromatografi cair padat disebut juga sebagai kromatografi penjerapan / adsorpsi.
Dalam kromatografi cair dikenal dua metode yang lain, yaitu kromatografi penukar ion (IEC =
ion exchange chromatography) dan kromatografi eksklusi (EC = exclusion chromatography).
Pada kromatografi penukar ion, komponen ionik sampel dipisahkan berdasarkan pertukaran
selektif dengan ion counter pada fase diam. Pada kromatografi eksklusi pemisahan terjadi
berdasarkan ukuran dan geometri molekul.

5. Kromatografi Berdasarkan Kepolaran Relatif Fase Diam Terhadap Fase Gerak

Berdasarkan kepolaran relatif fase diam terhadap fase gerak, maka kromatografi
dibedakan menjadi kromatografi fase normal (normal phase) dan fase terbalik (reversed phase).
Pada kromatografi fase normal digunakan fase diam polar dan fase gerak nonpolar, sedangkan
pada kromatografi fase terbalik, fase diam relatif nonpolar dibanding fase gerak.

D. Teori Dasar Kromatografi

Teori pemisahan pada kromatografi

Ada dua pendekatan yang digunakan untuk menjelaskan tentang proses pemisahan yang
digunakan dalam metode kromatografi, yaitu plate theory dan rate theory. 

1. Plate Theory

dikenalkan pertama kali oleh Martin dan Synge pada tahun 1941. Teori ini didasarkan pada
analogi dengan proses distilasi dan ekstraksi. Plate Theory mengasumsikan bahwa pada
kromatografi kolom terdapat sejumlah lapisan-lapisan pemisah yang dikenal sebagai theoretical
plates. Pemisahan sampel antara fasa diam dan gerak terjadi pada “plates” tersebut. Analit
bergerak sepanjang kolom melalui transfer keseimbangan fasa gerak dari satu plate ke plate
selanjutnya. 

Teori Plate

Dalam plate theory, kita mengasumsikan bahwa kolom kromatografi merupakan sebuah sistem
tetap dalam kesetimbangan. Masing-masing spesies menunjukkan sistem keseimbangan antara
fasa diam dan fasa geraknya. 
2. Rate Theory

Dikenalkan oleh J.J. van Deemter pada tahun 1956 dimana proses pemisahan didasarkan pada
jumlah pemisahan pada kondisi dinamisnya. Proses yang terjadi dalam kolom membutuhkan
waktu tertentu untuk zat terlarut mencapai keseimbangan dengan fase diam dan fase geraknya.
Hasil analisis kromatogram berupa puncak-puncak kromatografi yang dipengaruhi oleh laju
elusinya. Bentuk atau karakter pelebaran puncak kromatogram disebabkan oleh 3 faktor yaitu
difusi eddy, difusi longitudinal dan transfer masa. 

a. Diffusi Eddy

Difusi Edi disebabkan karena ketidakseragaman packing pada kromatografi kolom, meliputi
perbedaan bentuk, ukuran partikel-partikel pengisi kolom, cara pengisian kolom, dan diameter
dari kolom Perbedaan ini mengakibatkan solut akan mengambil jalan yang berbeda untuk
melalui kolom sehingga terjadi perbedaan waktu keluarnya molekul-molekul dari kolom.
Perbedaan tersebut menyebabkan pelebaran puncak dari solut. Untuk memperkecil efek ini,
digunakan partikel-partikel kecil dengan ukuran sama tetapi tidak menyebabkan penurunan
tekanan yang terlalu tinggi dalam kolom, diameter kolom yang kecil, pengepakan yang mampat
dan ukuran sama tanpa memecahkan partikel-partikel pengisi kolom tersebut. 

Pelebaran puncak akibat distribusi Eddy

b. Difusi Longitudinal

Difusi Longituidinal disebabkan karena kecenderungan zat terlarut untuk berdifusi. Molekul-
molekul zat terlarut cenderung untuk berdifusi dari daerah yang konsentrasinya tinggi ke daerah
dengan konsentrasi rendah. Akibatnya, waktu melintasi kolom, molekul-molekul akan menyebar
(berdifusi) ke belakang dan ke depan. Derajat pelebaran puncak pada longitudinal diffusion
dipengaruhi oleh proses difusi solut dan Laju alir solut selama melewati kolom. 

Difusi Longitudinal

c. Transfer Massa
Transfer massa untuk pemisahan zat terlarut pada fase diam, tidak terjadi begitu saja melainkan
bergantung pada partisi zat terlarut dan koefisien difusinya. 

Yang pertama transfer massa fase gerak. Solut yang tidak bergerak melalui kolom ketika berada
pada fase gerak dalam kondisi stagnant akan membutuhkan waktu lebih lama di dalam kolom
daripada solut yang melewati kolom begitu saja bersama fase geraknya. Transfer massa fase
gerak dapat menyebabkan pelebaran puncak kromatogram karena perbedaan profil alir pada
kanal atau diantara partikel pendukung pada kolom. Solut yang melalui bagian tengah kanal akan
lebih dahulu mencapai ujung kolom daripada solut yang melalui bagian tepi kanal. Derajat
pelebaran puncak yang dipengaruhi oleh difusi Eddy dan transfer massa fase gerak dikarenakan
ukuran dari packing materialnya dan laju difusi solut. 

Difusi transfer massa fasa gerak

Yang kedua adalah Transfer massa fase gerak tetap (stagnant). Transfer massa fase gerak
stagnant menyebabkan pelebaran puncak karena perbedaan laju difusi dari molekul solut antara
fase gerak diluar pori pada fase diam (flowing mobile phase) dengan fase gerak didalam pori
(stagnant) pada fase diamnya (stagnant mobile phase). Derajat pelebaran puncak sangat
dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu ukuran, bentuk dan struktur pori dari packing material,
difusi dan retensi dari solute, serta laju alir solut ketika melalui kolom. 

Difusi transder massa fasa gerak tetap

Apabila solut (sampel) masuk ke dalam suatu sistem kromatografi, maka akan segera
terdistribusi di antara fase diam dan fase gerak. Bila aliran fase gerak dihentikan, maka akan
terjadi kesetimbangan di antara kedua fase. Distribusi molekul-molekul solut di antara kedua
fase ditentukan oleh tetapan kesetimbangan yang disebut koefisien partisi atau konstanta
distribusi (K), yang merupakan harga perbandingan konsentrasi solut pada tiap fase:

Cs
K=
Cm
Cs adalah konsentrasi solut dalam fase diam (stationary phase), dan Cm adalah konsentrasi solut
dalam fase gerak (mobile phase).

 Ciri khas metode kromatografi:


1. Adanya perbedaan migrasi dari berbagai senyawa dalam cuplikan (perbedaan
senyawa gerak dari senyawa- senyawa berbeda sepanjang kolom).
A. Keseimbangan distribusi
- Distribusi molekul cuplikan antara 2 fasa ditentukan oleh tetapan
keseimbangan yang disebut koefisien distribusi/ kofisien partisi (K), yang
dirumuskan:
Cs
K=
Cm
 Cs = konsentrasi / kadar suatu senyawa dalam fasa diam
 Cm =konsentrasi/ kadar suatu senyawa dalam fasa gerak
- Kecepatan migrasi ditentukan oleh jumlah molekul senyawa itu yang terdapat
di fasa gerak.
- Migrasi suatu senyawa dipengaruhi oleh susunan fasa diam, fasa gerak, dan
suhu kolom.
- Untuk keseimbangan dinamik yang sebenarnya, fraksi waktu total molekul
rata- rata dalam fasa gerak berbanding langsung dengan fraksi populasi total
yang terdapat dalam fasa gerak.

jumlah molekul dalam fasa gerak


Fraksi dalam fasa gerak =
jumlah molekul total

CmVm
=
CmVm+CsVs

1
= KVs
1+
Vm

1
R = ,
1+ k '
KVs Cs
dimana k’ = factor kapasitas = = K=
Vm Cm

2. Penyebaran sepanjang kolom dari molekul senyawa tertentu.


Terdapat 4 proses dalam penyebaran molekul:
A. Difusi Eddy
- Difusi Eddy timbul karena perbedaan aliran fasa gerak dalam kolom.
- Akibatnya molekul cuplikan melewati jalan berbeda, tergantung jalan aliran
yang mereka ikuti.
- Fasa gerak bergerak lebih cepat pada lorong lebar, dan lambat pada lorong
sempit.
- Molekul yang bergerak pada lorong lebar, akan mempunyai kecepatan alir
fasa gerak lebih besar dan akan menempuh jarak lebih panjang dalam waktu
tertentu.
- Molekul yang bergerak pada lorong sempit, akan bergerak lebih lambat dan
menempuh jarak lebih pendek dalam waktu tertentu.
- Penyebaran molekul karena difusi eddy menjadi lebih besar jika aliran fasa
gerak diteruskan.

B. Perpindahan massa fasa gerak


- Hal ini berhubungan dengan perbedaan kecepatan alir untuk setiap bagian
dalam suatu lorong.
- Fasa gerak yang berdekatan dengan partikel bergerak lebih lambat ayau tidak
bergerak sama sekali.
- Fasa gerak pada tengah aliran bergerak lebih cepat.
- Akibatnya dalam rentang waktu tertentumolekul cuplikan yang dekat partikel
menempuh jarak lebih pendek, sedangkan molekul cuplikan yang terletak di
tengah aliran menempuh jarak lebih panjang.

C. Perpindahan massa fasa gerak yang berhenti


- Dalam partikel fasa diam yang berpori- pori, fasa gerk yang terdapat dalam
pori- pori tidak bergerak.
- Molekul cuplikan bergerak masuk dan keluar dari pori secara difusi.
- Molekul yang berdifusi masuk sedikit dalam pori, kemudian berdifusi keluar
kembali dengan cepat mengikuti aliran fasa gerak dan menempuh jarak ke
bawah tertentu dalam kolom.
- Molekul yang berdifusi lebih dalam ke dalam pori, memerlukan waktu lebih
lama dalam pori, dan hanya mempunyai waktu lebih pendek dalam mengikuti
aliran fasa gerak.
- Akibatnya molekul ini hanya menempuh jarak ke bawah lebih pendek.

D. Perpindahan massa fasa diam


- Setelah molekul berdifusi ke dalam pori, kemudian mereka terikat pada fasa
diam dengan berbagai cara.
- Jika suatu molekul sangat terikat dalam fasa diam, akan menghabiskan waktu
lebih lama dalam fasa diam tersebut, dan hanya menempuh jarak ke bawah
lebih pendek.
- Molekul yang hanya memerlukan waktu sedikit untuk terikat dalam fasa
diam, akan kembali ke dalam fasa gerak lebih cepat dan mengikuti aliran ke
bawah lebih lanjut.
 Setelah senyawa- senyawa keluar dari kolom dan dideteksi oleh detector, kadarnya
dicatat sebagai fungsi dari waktu pemisahan yang biaa disebut sebagai kromatogram.
Contoh kromatogram:
 Kromatogram mempunyai 4 ciri khas:
1. Setiap senyawa meninggalkan kolom dalam bentuk simetri, puncak berbentuk
lonceng atau kurva gauss.
2. Setiap puncak keluar kolom pada waktu tertentu, yang dapat digunakan identifikasi
senyawa itu yang disebut waktu retensi (tR). Waktu retensi diukur dari waktu injeksi
cuplikan sampai waktu puncak maksimum meninggalkan kolom.
3. Perbedaan waktu retensi antara puncak- puncak berdekatan. Semakin besar perbedaan
ini semakin mudah pemisahan dua puncak.
4. Setiap puncak mempunyai lebar puncak tW. Semakin kecil tW berarti pemisahan lebih
baik.

 Retensi
- Jika kecepatan aliran fasa gerak dalam kolom adalah u (cm/ det), maka kecepatan
rata- rata cuplikan x adalah uX, dirumuskan:

UX = uR,
dimana R adalah fraksi R molekul xdalam fasa gerak

- Jika fraksi molekul x dalam fasa gerak = 0 berarti tidak ada migrasi dan uX = 0.
- Jika fraksi molekul dalam fasa gerak = 1, berarti semua molekul x dalam fasa
gerak adalah 1, berarti semua molekul x terdapat dalam fasa gerak, molekul x
akan melalui kolom dengan kecepatan sama dengan kecepatan fasa gerak, uX = u.
- Dengan menggabungkan persamaan, diperoleh rumusan:

u
UX =
1+ k '

- Sesuai dengan persamaan umum, bahwa waktu yang diperlukan sebanding


dengan panjang yang ditempuh dibanding kecepatan, maka:

L
tR =
ux

- Sama seperti retensi fasa gerak t 0, atau senyawa lain yang tidak tertahan fasa
diam, maka:
L
t0 =
ux

- Dengan cara substitusi 2 persamaan, diperoleh:


ut 0
tR =
ux
tR = t0 (1 + k’)

- Parameter t0 dapat diukur dengan beberapa cara:


1. t0 diukur dari mulainya gangguan garis dasar kromatogram
2. t0 diukur dengan menginjeksikan suatu senyawa yang tidak tertahan, misalnya
udara
- Kadang- kadang retensi diukur dalam satuan volume. Volume retensi (V R) adalah
volume total fasa gerak yang diperlukan untuk mengelusi puncak suatu senyawa
X.
- Volume retensi (VR) (ml) sama dengan waktu retensi tR (det) kali kecepatan alir
F (ml/ det) dari fasa gerak yang melalui kolom.

VR = t R F

Maka volume total fasa gerak yang terdapat dalam kolom adalah:

Vm = t0 F

Dengan substitusi 2 persamaan, diperoleh:

tR
V R = Vm
t0

Vm = (1 + k’)

- Volume retensi kadang lebih disenangi daripada waktu retensi, karena waktu
retensi berubah dengan berubahnya kecepatan alir, F sedangkan volume retensi
tidak tergantung pada F.

 Pelebaran puncak
- Dalam sebuah kolom kromatografi dapat dibayangkan terdiri dari banyak segmen
yang sama, atau lempeng teori, dimana keseimbangan dicapai.
- Distribusi suatu senyawa sepanjang kolom diukur kadarnya sebagai fungsi waktu
retensinya.
- Jumlah lempeng teori , N dalam suatu kolom dihitung dari kromatogramnya,
dengan persamaan:
tR 2
N = 16( )
W
Dimana W= lebar puncak yang diukur pada perpotongan tangen dan garis dasar.
- Jumlah lempeng teori suatu kolom merupakan fungsi dari bagaimana kolom itu
dibuat, sifat senyawa terlarut, kecepatan alir fasa gerak, suhu, metode pemasukan
cuplikan, sifat fasa gerak dan fasa diam, sehingga N hanya merupakan angka
pendekatan yang menjelaskan efisiensi kolom.
- Untuk waktu retensi tertentu yang mendekati keadaan ideal, harga n besar puncak
sempit.
- Ada 2 cara menaikkan jumlah lempeng teori dalam suatu kolom:
1. Pemisahan merupakan fungsi akar dari panjang kolom
Karena setiap lempeng teori memerlukan luas ruang yang sama dalam kolom,
jumlahnya berbandng langsung dengan panjang kolom. Jadi jika L dikalikan
2, harga N menjadi 2x juga, juga dengan tR dan puncak akan semakin lebar.
2. Dengan menaikkan jumlah keseimbangan dalam suatu jangka waktu yang
sama .
Pengukuran efisiensi kolom persatuan panjang dapat dilakukan dengan
persamaan:
L L W 2
H= = ( )
N 16 t R

H biasanya ditulis sebagai HETP yaitu tebal lempeng teori. Semakin kecil
harga H berarti kolom itu semakin efisien atau harga N semakin besar. Tujuan
utama mendapatkan H kecil.
- Harga H suatu kolom merupakan hasil berbagai proses penyebaran molekul
ditambah difusi molekul longitudinal (difusi yang disebabkan oleh
kecenderungan molekul untuk difusi secara acak sepanjang kolom menjauhi pusat
pita).
- Kontribusi Hi dari setiap proses ini terhadap H merupakan fungsi dari:
a. Diameter partikel fasa diam
b. Kecepatan alir fasa gerak, u
c. Koefisin difui molekul cuplikan dalam fasa gerak, Dm dan dalam fasa diam,
Ds.
- Kesimpulan dari nilai H adalah:
 H semakin kecil untuk harga d dan u kecil
 H semakin kecil untuk fasa gerak kurang kental
 H semakin kecil untuk suhu pemisahan tinggi
 H semakin kecil untuk molekul cuplikan sedikit
- Oleh karena itu harga N besar dan pemisahan lebih baik bila partikel fasa diam
kecil, kecepatan alir pelan , fasa gerak kurang kental, suhu pemisahan tinggi dan
menggunakan kolom panjang.

 Resolusi
- Tujuan umum kromatografi adalah pemisahan yang cukup dari campuran yang
dipisahkan.
- Ukuran kuantitatif dari pemisahan relative ini disebut resolusi.
- Hubungan resolusi 2 puncak yang berdekatan adalah:
R = 2¿¿
R = t 0 ¿¿ ¿
 Pengaruh jumlah cuplikan
- Tinggi puncak naik dengan bertambahnya jumlah cuplikan
- Waktu retensi tidak dipengaruhi dan resolusinya tetap

 Puncak berekor
- Pada system kromatografi, kadang- kadang muncul puncak yang berekor.
- Ada 4 macam puncak berekor:
1. Berekor kimia (A) terjadi karena ketidakcocokan antara cuplikan dengan fasa
diam atau fasa gerak. Ditandai dengan lambat kembali dari ekor puncak pada
garis dasar, pemisahan terhadap puncak berikutnya menjadi jelek, dan kerap
kali kedapat ulangannya menjadi rendah. Solusinya adalah dengan mencoba
fasa gerak/ fasa diam lain atau metode lain, misalnya partisi.
2. Berekor pelarut (B) merupakan hasil dari percobaan pemisahan puncak kecil
terhadap munculnya puncak lain yang lebih besar, misalnya puncak pelarut
cuplikan. Solusinya dengan menggunakan jumlah cuplikan sedikit atau
menaikkan resolusinya.
3. Berekor poison (C), disebabkan kolom kurang efisien
4. Berekor eksponensial/ berekor normal (D), ditandai dengan puncak sedikit
kurang simetri dan ini terdapat pada semua system kromatografi.

 Analisis kuantitatif
- Beberapa sumber kesalahan pada analisis kuantitatif;
a. Pemisahan kromatografi
b. Respon detector
c. Teknik kalibrasi dan pengukuran
- Kesalahan dari pemasukan cuplikan sebab utamanya adalah volume injeksi tidak
tepat dan pelebaran puncak.
- Teknik injeksi cuplikan juga merupakan masalah terhadap bentuk puncak atau
kerusakan pada ujung kolom.
- Pelebaran puncak karena ekstra kolom selama injeksi biasanya menyebabkan
puncak berekor, yang dapat menyebabkan tumpangsuh dan kesalahan pada
pengukuran luas puncak.
- Ketidaktelitian dapat disebabkan oleh proses kromatografi itu sendiri.
- Peruraian cuplikan selama proses kromatografi dapat diuji dengan baku
kromatogram dengan kadar yang berbeda.
- Peruraian cuplikan mungkin terjadi jika kenaikan linier pada luas puncak tidak
diperoleh sebagai fungsi kadar.
- Kesalahan yang disebabka tumpangsuh dan puncak berekordapat dikurangi
dengan memilih kolom dan proses pemisahan yang sesuai.
- Variasi pada respon detector dapat juga menyebabkan kesalahan.
- Kepekaan detector, bisingan dan kelinieran merupakan perincian penting untuk
analisis kuantitatif.
- Kelemahan detector terhadap perubahan suhu, kecepatan alir, dan batas bisingan
dapat mempengaruhi kesalahan. Kebanyakan detector harus dikalibrasi dengan
setiap senyawa terukur karena respon detector berubah untuk senyawa berbeda.
- Metode kuantitatif yaitu tinggi puncak atau luas puncak dapat mempengaruhi
ketelitian dan ketepatan analisis.
A. Metode tinggi puncak
 Metode ini dilakukan dengan mengukur tinggi puncak sebagai jarak
dari garis dasar ke puncak maksimum.
 Kalibrasi diperoleh dengan menginjeksikan kadar berbeda- beda dan
mengukur tinggi puncak yang terbentuk.
 Penyimpangan garis dasar diimbangi dengan interpolasi garis dasar
antara awal dan akhir puncak.
 Kurva kalibrasi diperoleh dengan mengalurkan kadar terhadap tinggi
puncak.
 Metode ini hanya digunakan jika perubahan tinggi puncak linier
terhadap jumlah cuplikan.
 Kesalahan jika menggunakan metode ini untuk untuk puncak distorsi
atau jika kolom berlebihan muatan.
 Jika menggunakan system injeksi , metode ini tidak lebih teliti dari 5%
karena hasil sangan tergantung pada ketelitian jumlah cuplikan yang
diinjeksikan.
B. Metode luas puncak.
 Hasil metode luas puncak lebih dipengaruhi oleh puncak tetangga.
 Ada beberapa teknik untuk mengukur luas puncak:
1. Luas puncak ditetapkan dengan planimeter,yaitu suatu alat yang
menghitung luas puncak dengan cara mengikuti secara
mekanikgaris puncak. Ketrampilan operator sangan menentuukan
presisi dan akurasinya.
2. Mengukur luas sebagai hasil kali tinggi puncak, H dan lebar pada
setengah tinggi puncak, W1/2. Teknik ini hanya digunakan untuk
puncak yang simetri / bentuk serupa.
3. Menghitung puncak dan menimbangnya. Metode ini merusak
kromatogram. Presisi dan akurasinya tergantung pada keseragaman
kertas pencatat dan ketelitian mengguntingnya.
4. Teknik segitiga, meliputi perhitungan luas dengan mengalikan
tinggi puncak dengan lebar dasar puncak, W dibagi 2
5. Cara otomatis dengan memasang beberapa rekorder dilengkapi
engan integrator bola/ piring yang dapat menunjukkan luas puncak
secara otomatis.ketepatan tergantung pada kemampuan
potensiometer rekorder. Penyetelan pergeseran garis dasar dan
pemisahan puncak kurang sempurna menurunkan ketepatan
6. Dengan integrator elektronik , kecuali puncak negative dari detector
indeks refraksi
BAHAN TAMBAHAN MAKANAN: PEWARNA

       Bahan tambahan pangan secara definisi dapat diartikan sebagai bahan yang ditambahkan
dengan sengaja terdapat dalam makanan sebagai akibat dari berbagai tahap budidaya,
pengelolaan penyimpanan maupun pengemasan. Tujuan penggunaan bahan tambahan salah
satunya adalah untuk memperbaiki penampilan atau aroma makanan.

 Menurut Peraturan Menteri Kesehatan R.I. No: 329/Menkes/PER/X11/76, yang dimaksud


dengan zat tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu
pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu, termasuk kedalamnya adalah pewarna,
penyedap rasa dan aroma, pemantab, antioksidan, pengawet, pengemulsi, antigumpal, pemucat,
dan pengental. Dari sekian banyak jenis dari bahan tambahan pangan yang sering digunakan
adalah zat pewarna, karena penggunaannya yang mudah serta harganya yang masih relatif
terjangkau dibandingkan bahan tambahan pangan yang lain.

Warna dari suatu produk makanan atau minuman merupakan salah satu ciri yang penting.
Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan kualitas makanan antara lain
warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan. Oleh karena itu,
warna menimbulkan banyak pengaruh terhadap konsumen dalam memilih suatu produk makanan
dan minuman sehingga produsen makanan sering menambahkan pewarna dalam produknya..

Zat warna adalah senyawa organik berwarna yang digunakan untuk memberi warna pada
suatu objek. Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa
faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya, disamping itu ada faktor lain,
misalnya sifat mikrobiologis, tetapi sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual
faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan. Suatu bahan yang
dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna
yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya.

Kestabilan zat warna alami tergantung pada beberapa faktor antara lain cahaya, oksigen,
logam berat, oksidasi,temperatur, keadaan air, dan pH, sehingga penggunaan zat warna sintetik
pun semakin meluas

Zat pewarna dibagi menjadi dua kelompok yaitu certified color dan uncertified color.
Certified color merupakan zat pewarna sintetik yang diijinkan penggunaannya dalam makanan.
Uncertified color adalah zat pewarna yang berasal dari bahan alami.

Berikut ini adalah  jenis-jenis pewarna alami dan buatan yang sering digunakan:

  Pewarna alami

1.      Anato (orange) antara lain digunakan untuk es krim keju dll.

2.      Caramel (coklat hitam) biasanya digunakan dalam proses pembuatan selai, jeli,
atau jamur kalengan.

3.      Beta-karoten (kuning), terdapat dalam wortel.

4.      Kapsaisin (merah) terdapat dalam cabai merah.

5.      Klorofil (hijau) terdapat dalam daun suji dan daun pandan biasanya digunakan
pada saat proses pembuatan kue.

6.      Kunyit (kuning).

  Pewarna buatan

1.      Tartazine (kuning-jingga).

2.      Sunset yellow (merah-jingga).

3.      Carmoisine (merah).

4.      Quinoline yellow.

5.      Ponceau 4R (merah terang).

6.      Brilliant Blue FCF, biasanya digunkan untuk es krim.

7.      Eritrosit (merah).


Ada hal-hal yang mungkin memberikan dampak negatif dalam penggunaan bahan pewarna
sintetis apabila :
  Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil namun berulang.
  Bahan pewarna sintetis dimakan dalam jangka waktu yang lama.
  Kelompok masyarakat yang luas dengan daya tahan yang berbeda-beda yaitu tergantung
pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu makanan sehari-hari dan keadaan fisik.
  Beberapa masyarakat menggunakan bahan pewarna sintetis secara berlebihan.
  Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang tidak memenuhi
persyaratan.
Minuman ringan termasuk dalam kategori pangan. Adapun pengertian panagn menurut Peraturan
Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber
hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan
atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku tambahan
dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan pengolahan dan pembuatan makanan
dan minuman.

       Minuman ringan adalah minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan minuman
olahan dalam bentuk bubuk atau cair yang mengandung bahan makanan baik alami maupun
sintetis yang dikemas dalam kemasan yang siap untuk dikonsumsi. Minuman ringan diperoleh
tanpa melalui proses fermentasi dengan atau tanpa pengenceran sebelum diminum tetapi tidak
termasuk air, sari buah,susu,teh,kopi,cokelat dan minuman beralkohol.

       Minuman ringan terdiri dari dua jenis yaitu : minuman ringan dengan karbonasi dan
minuman ringan tanpa karbonasi. Minuman ringan dengan karbonasi adalah minuman yang
dibuat dengan mengabsorpsi karbondioksida ke dalam air minum, sedangkan minuman ringan
tanpa karbonasi adalah minuman selain minuman ringan dengan karbonasi. Fungsi minuman
ringan yaitu sebagai minuman untuk melepas dahaga sedangkan dari segi harga, ternyata
minuman ringan berkarbonasi relatif lebih mahal dibandingkan minuman non karbonasi. Hal ini
disebabkan karena teknologi yang digunakan dalam proses kemasan lebih khas.

Industri minuman awalnya menghasilkan produk minuman penghilang rasa haus kemudian
berkembang dan muncul berbagai konsep dan inovasi baru tentang minuman. Konsep awal
minuman dimodifikasi bukan hanya sebagai penghilang rasa haus namun juga menawarkan fitur
lainnya seperti penambah rasa dan warna, penambah kandungan minuman seperti vitamin,
mineral dan sebagainya.

Minuman ringan memiliki komposisi dasar yaitu air sebanyak 90% dan selebihnya
merupakan bahan tambahan seperti zat pewarna, zat pemanis, gas CO2 dan zat pengawet. Adapun
rincian minuman ringan berkarbonasi secara umum dpaat diuraikan sebgai berikut:

a.      Air berkarbonasi merupakan kandungan terbesar didalam carbonated soft drink. Air yang
digunakan harus mempunyai kualitas tinggi yaitu jernih, tidak berbau, tidak berwarna, bebas
dari organisme yang hidup didalam air, alkalinitasnya kurang dari 50 ppm, total padatan
terlarut kurnag dari 500 ppm dan kandungan logam besi dan mangan kurang dari 0,1 ppm.
Sederet prose dilakuka untuk mendapatkan kualitas air yang diinginkan, anatara lain
klorinasi, penambahan kapur, koagulasi, sedimentasi, filtrasi pasir, penyaringan dengan
karbonaktif dan demineralisasi dengan ion exchanger. Karbondioksida yang digunakan juga
harus murni dan tidak berbau. Air berkarbonasi harus dibuat denngan cara melewatkan es
kering (dry ice) ke dalam air es.

b.      Bahan pemanis yang digunakan dalam minuman ringan terbagi menjadi dua kategori yaitu:

  Bahan pemanis natural (nutritive) yang terdiri dari gula pasir, gula cair, gula invert
cair, sirup jagung dengna kadar fruktosa tinggi dan dekstrosa.

  Bahan pemanis sintetik (non nutritive) satu-satuna bahan pemanis sintetik yang
direkomendasikan oleh FDA (Food And Drugs Administration Standard, Amerika
Serikat) adalah sakarin.

c.       Zat asam (acidulants) biasanya dalam minuman ringan berkarbonasi dengan tujuan untuk
memberikan rasa asam, memodifikasi manisnya gula dalam sirup atau minuman. Zat asam
yang digunakan adalah asam sitrat, asam fosfat, asam malat, asam tartarat, asam fumarat dll.

d.      Pemberi aroma disiapkan oleh industri yang berkaitan dengan industri minuman dengan
formula khusus, kadang-kadang telah ditambahn dengan asam dan pewarna dalam bentuk;

  Ekstrak alkoholik (menyaring bahan kering dengan larutan alkoholik) misalnya jahe,
anggur, lemon lime dll.

  Larutan alkoholik (melarutkan bahan dengan larutan air-alkohol) mislalnya


strawberry, cherry, cream soda.
  Emusi (mencampur essential oil dengan bahan pengemulsi) misalnya vegetable rum,
citrus flavor, rootbeer dan cola.

  Fruit juice, misalnya orange, grapefruit, lemon, lime dan grape.

  Kafein, sebagai pemberi rasa pahit (bukan sebagai stimulant).

  Ekstrak biji kola.

  Sintetik flavor misalnya ethyl acetate, yang memberikan aroma grape.

e.   Zat pewarna untuk meningkatkan daya tarik minuman terdiri dari:

  zat pewarna natural, mislnya dari strawberry,cherry, grape.

  Zat pewarna semi sintetik misalnya caramel color.

  Zat pewarnas sintetik, hanya 5 zat pewarna dari 8 jenis pewarna yang diperkenankan
oleh FDA digunakan sebagai pewarna dalam minuman ringan.

f.           Zat pengawet, misalnya asam sitrat untuk mencegah feermentasi dan sodium benzoat.

Rhodamin B

Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes)


No.239/Menkes/Per/V/85 menetapkan 30 zat pewarna berbahaya. Rhodamin B termasuk salah
satu zat pewarna yang dinyatakan sebagai zat pewarna berbahaya dan dilarang digunakan pada
produk pangan. Namun demikian, penyalahgunaan rhodamine B sebagai zat pewarna pada
makanan masih sering terjadi di lapangan dan diberitakan di beberapa media massa.
Rhodamin biasa digunakan dalam industri tekstil. Pada awalnya zat ini digunakan sebagai
pewarna bahan kain atau pakaian. Campuran zat pewarna tersebut akan menghasilkan warna-
warna yang menarik. Bukan hanya di industri tekstil, rhodamin B juga sangat diperlukan oleh
pabrik kertas. Fungsinya sama yaitu sebagai bahan pewarna kertas sehingga dihasilkan warna-
warna kertas yang menarik. Sayangnya zat yang seharusnya digunakan sebagai pewarna tekstil
dan kertas tersebut digunakan pula sebagai pewarna makanan. Zat pewarna ini mempunyai
banyak sinonim, antara lain D and C Red no 19, Food Red 15, ADC Rhodamin B, Aizen
Rhodamin dan Brilliant Pink B.
Rhodamin B mempunyai rumus molekul yaitu C28H31N2O3Cl dengan berat molekul sebesar
479.000. Zat yang sangat dilarang penggunaannya dalam makanan ini berbentuk kristal hijau
atau serbuk ungu-kemerah – merahan, sangat larut dalam air yang akan menghasilkan warna
merah kebiru-biruan dan berfluorensi kuat. Rhodamin B juga merupakan zat yang larut dalam
alkohol, HCl, dan NaOH, selain dalam air. Di dalam laboratorium, zat tersebut digunakan
sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg dan titik leburnya pada suhu 165oC.
Di dalam Rhodamin B sendiri terdapat ikatan dengan klorin ( Cl ) yang dimana senyawa
klorin ini merupakan senyawa anorganik yang reaktif dan juga berbahaya. Reaksi untuk
mengikat ion klorin disebut sebagai sintesis zat warna. Disini dapat digunakan Reaksi Frield-
Crafts untuk mensintesis zat warna seperti triarilmetana dan xentana. Rekasi antara ftalat
anhidrida dengan resorsinol dengan keberadaan seng klorida menghasilkan fluoresein. Apabila
resorsinol diganti dengan N-N-dietilaminofenol, reaksi ini akan menghasilkan rhodamin B.
          Selain terdapat ikatan Rhodamin B dengan Klorin terdapat juga ikatan konjugasi. Ikatan
konjugasi dari Rhodamin B inilah yang menyebabkan Rhodamin B bewarna merah.
Ditemukannya bahaya yang sama antara Rhodamin B dan Klorin membuat adanya kesimpulan
bahwa atom Klorin yang ada pada Rhodamin B yang menyebabkan terjadinya efek toksik bila
masuk ke dalam tubuh manusia. Atom Cl  yang ada sendiri adalah termasuk dalam halogen, dan
sifat halogen yang berada dalam senyawa organik akan menyebabkan toksik dan karsinogen.
          Beberapa sifat berbahaya dari Rhodamin B seperti menyebabkan iritasi bila terkena mata,
menyebabkan kulit iritasi dan kemerahan bila terkena kulit hampir mirip dengan sifat dari Klorin
yang seperti disebutkan di atas berikatan dalam struktur Rhodamin B. Penyebab lain senyawa ini
begitu berbahaya jika dikonsumsi adalah senyawa tersebut adalah senyawa yang radikal.
Senyawa radikal adalah senyawa yang tidak stabil. Dalam struktur Rhodamin kita ketahui
mengandung klorin (senyawa halogen), sifat halogen adalah mudah bereaksi atau memiliki
reaktivitas yang tinggi maka dengan demikian senyawa tersebut karena merupakan senyawa
yang radikal akan berusaha mencapai kestabilan dalam tubuh dengan berikatan dengan senyawa-
senyawa dalam tubuh kita sehingga pada akhirnya akan memicu kanker pada manusia.
          Klorin sendiri pada suhu ruang berbentuk sebagai gas. Sifat dasar klorin sendiri adalah gas
beracun yang menimbulkan iritasi sistem pernafasan. Efek toksik klorin berasal dari kekuatan
mengoksidasinya. Bila klorin dihirup pada konsentrasi di atas 30ppm, klorin mulai bereaksi
dengan air dan sel-sel yang berubah menjadi asam klorida (HCl) dan asam hipoklorit (HClO).
Ketika digunakan pada tingkat tertentu untuk desinfeksi air, meskipun reaksi klorin dengan air
sendiri tidak mewakili bahaya utama bagi kesehatan manusia, bahan-bahan lain yang hadir
dalam air dapat menghasilkan disinfeksi produk sampingan yang dapat merusak kesehatan
manusia. Klorit yang digunakan sebagai bahan disinfektan yang digunakan dalam kolam renang
pun berbahaya, jika terkena akan mennyebabkan iritasi pada mata dan kulit manusia.
Ciri makanan yang mengandung Rhodamin B:
1. Warna kelihatan cerah (berwarna-warni), sehingga tampak menarik.
2. Ada sedikit rasa pahit (terutama pada sirop atau limun).
3. Muncul rasa gatal di tenggorokan setelah mengonsumsinya.
4. Baunya tidak alami sesuai makanannya
5. Harganya Murah seperti saus yang cuma dijual Rp. 800 rupiah per botol
Penggunaan zat pewarna ini dilarang di Eropa mulai 1984 karena rhodamin B termasuk
karsinogen yang kuat. Efek negatif lainnya adalah menyebabkan gangguan fungsi hati atau
bahkan bisa menyebabkan timbulnya kanker hati. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa
zat pewarna tersebut memang berbahaya bila digunakan pada makanan. Hasil suatu penelitian
menyebutkan bahwa pada uji terhadap mencit, Rhodamine B menyebabkan terjadinya perubahan
sel hati dari normal menjadi nekrosis dan jaringan di sekitarnya mengalami disintegrasi.
Kerusakan pada jaringan hati ditandai dengan adanya piknotik (sel yang melakukan pinositosis)
dan hiperkromatik dari nukleus, degenerasi lemak dan sitolisis dari sitoplasma.
Dalam analisis yang menggunakan metode destruksi yang kemudian diikuti dengan analisis
metode spektrofometri, diketahui bahwa sifat racun rhodamin B tidak hanya disebabkan oleh
senyawa organik saja tetapi juga oleh kontaminasi senyawa anorganik terutama timbal dan arsen
(Anonim, 2009). Keberadaan kedua unsur tersebut menyebabkan rhodamine B berbahaya jika
digunakan sebagai pewarna pada makanan, obat maupun kosmetik.
BAB II
KROMATOGRAFI KERTAS

Mekanisme pemisahan pada kromatografi kertas (KK) umumnya berdasarkan partisi sehingga
teknik ini dikenal sebagai Paper Partition Chromatography, dimana fase diam adalah air yang
disokong oleh molekul-molekul selulosa dari kertas, dan fase gerak biasanya merupakan
campuran dari satu atau lebih pelarut organik dan air. Namun pada kertas yang telah
dimodifikasi dengan penambahan alumina, silika gel, atau ion exchange resin, mekanisme
pemisahannya dapat menjadi berbeda dengan teknik pengerjaan yang sama.

2.1. PROSEDUR FUNDAMENTAL DALAM KROMATOGRAFI KERTAS


A. PREPARASI SAMPEL
Metoda Benang Wool
Penyerapan zat warna contoh benang wol dalam suasana asam dengan pemanasan dilanjutkan
dengan pelarutan benang wol yang telah berwarna.

Sebelum benang wool digunakan, benang wool harus dipreparasi untuk membebaskan benang
wool dari lemak yang menempel. Cara preparasi benang wool adalah dengan merendam benang
wool dengan petroleum eter kemudian mengeringkannya.

Untuk metode benang wool, warna pada sampel ditarik menggunakan benang wool, kemudian
setelah warna melekat pada benang wool, warna dilarutkan kembali dengan pelarut yang sesuai.
Untuk penarikan warna dengan benang wol, preparasi sampel dikelompokkan menjadi:
1. Minuman tak beralkohol (minuman ringan)

Minuman tak beralkohol sudah bereaksi asam, hingga dapat langsung dilakukan penarikan
zat warna dengan benang wol. Jika reaksinya tidak asam, harus di asamkan sedikit dengan
penambahan asam asetat atau kalium hydrogen sulfat (KHSO4) Contoh yang di periksa 30-
50 ml.
2. Minuman beralkohol ( misalnya anggur)

 Didihkan dahulu untuk menghilangkan alkoholnya


 Lalu di periksa ke asamannya (jika perlu asamkan dengan CH3COOH atau KHSO4)
dahulu, sebelum zat warnanya ditarik dengan benang wol. Contoh yang di periksa 30-50
ml.

3. Makanan yang larut (misalnya selai, kembang gula, gula serbuk)


• Dilarutkan dalam air lalu periksa keasamannya (jika perlu asamkan dengan CH3COOH
atau KHSO4
• Contoh diperiksa 30-50 gram
4. Makanan dengan komponen utama pati (misalnya roti, biscuit, kue-kue “custard powder”,
golede raising powder)
 Digerus 10 gram contoh hingga rata dengan penambahan 50 ml lar.NH3 2% di dalam
etanol 70%
 Dibiarkan beberapa lama labu pusingkan
 Lalu di pindahkan cairan kedalam cawan porselin dan di uapkan di atas penagas air
 Dilarutkan residu dalam air yang telah ditambah sedikit CH3COOH
 Ditarik zat warna dengan benang wol (contoh di periksa 20 gram)
5. Manisan buah-buahan
Preparasi dilakukan seperti pada makanan bentuk pati (no. 4)

6. Makanan yang mengandung banyak lemak (seperti sosis, daging, terasi ikan)
a. SOSIS
 Dicampurkan 20 gram contoh yang telah dihaluskan
 Ditambahkan 14 ml air,25 ml etanol dan 1tetes ammonia (BJ 0,88)
 Dibiarkan selama 30 menit lalu saring
 Hasil saringan dipekatkan cairannya
b. Terasi ikan (fish pasta)

 Dicampurkan 20 gram contoh


 Ditambahkan 6 ml air,20 ml aseton dan 1 tetes ammonia ( BJ 0,88)
 Di uapkan aseton tersebut di atas penagas air dan hilangkan lemak dengan petroleum
benzen
Langkah selanjutnya setelah melakukan preparasi sampel sesuai dengan karakteristik bahan
adalah:

 Dimasukkan benang wol secukupnya ke dalam contoh yang sudah di persiapkan


 Di panaskan di atas api sambal di aduk-aduk selama 10 menit
 Di ambil benang wol lalu cuci berkali kali dengan air hingga bersih
Setelah benang woll dicuci hingga bersih,
 Dimasukkan benang wol kedalam gelas piala 100 ml
 Ditambahkan lar. NH3 encer
 Dipanaskan di atas penagas air hingga zat warna pada benang wol luntur
 Diambil benang wol tersebut
 Disaring larutan warna tersebut dan di pekatkan di atas penagas air

Metoda menggunakan kolom poliamida

Metode 1
Prinsip
Penyerapan zat warna contoh oleh poliamida dengan pelarutan zat warna yang telah bebas
dari pengotor dalam NaOH metanolat. Pada pH tertentu dan setelah pekatan,pembandingan
zat warna contoh dengan zat warna standar dilakukan secara kromatografi kertas

Peralatan
• Kolom kromatografi
• Gelas ukur
• Buchi rotavapor atau sejenisnya
• Bejana kromatografi
• Pemanas listrik/teklu
• Batang pengaduk
• Kertas saring
• Kertas saring whatman no.1
Pereaksi
• Aseton
• NaOH metanolat
• Lar.baku zat warna
• Larutan elusi ( lihat. 2.1.3)
• lar. Asam asetat metanolat
Cara Kerja

1. Contoh cairan

 Diambil 25 ml contoh
 Dimasukkan kedalam kolom poliamida sepanjang 2cm.
 Dicuci zat pewarna yang terserap dengan 5ml sbanyak 5 kali dan tuangkan air panas
sebanyak 5 kali
 Lalu, tuangkan 5ml air panas sebanyak 5x untuk menghilangkan pengotor (yaitu
gula, asam dan sebagainya)
 Elusi dengan 20ml NaOH metanolat untuk melepas zat pewarna.
 Diatur pH larutan yang diperoleh menjadi 5-6 dengan cara menambahkan lar. Asam
asetat metanolat, lalu di uapkan larutan metanolat dengan alat buchi rotavapor
menjadi 1ml.selanjutnya pengambilan sampel seperti cara sebelumnya.

2. Contoh padatan atau pasta

 Ditimbang seksama 10 gram contoh


 Dilarutkan dalam 25 ml air panas
 selanjutnya lakukan seperti 2.2.1.4.1

Metode II
Prinsip
Penyerapan zat warna oleh poliamida,dilakukan dengan pelarutan zat warna dengan
NaOH-methanol,pada pH tertentu dan setelah pekatan,pembandingan zat warna contoh
dengan zat warna standar dilakukan secara kromatografi kertas.
Peralatan
• Tabung mikro kromatografi 15x50 mm dengan ukuran bagian bawah 3x100 mm
Pereaksi
•Serbuk poliamida
•metanol-NaOH
•Larutkan 1 gram NaOH dalam methanol 70% encerkan sampai 1L
•Metanol-CH3COOH
•Campurkan 100ml methanol dengan 100 ml asam asetat glasial
•Karboksi metil CM selulosa
•Whatman ion exchange celulosa CM 22
•Metanol-NH3
•Campurkan 96 ml methanol dengan 5ml ammonia (BJ.0,88)
•Celite 545
Cara Kerja

1. Makanan berpati

 Aduk 10 gram contoh dengan 50ml metanol-amonia, biarkan pati mengendap dan
saring dengan wol gelas
 Saringan diatur pH nya menjadi 5-6 dengan asam asetat, encerkan dengan air dan
tambahkan 1 gram poliamida
 Selanjutnya kerjakan seperti bagian sebelumnya

2. Makanan berlemak

 Haluskan hingga 10 gram contoh dengan 3 gram pasir yang telah dicuci dengan
asam, 7 gram celite da 20ml aseton dalam lumpang
 Tuangkan cairan dan ekstrak lemak dengan aseton beberapa kali
 Sisa contoh dalam lumang dimasukkan ke dalam tabung mikro kromatografi, elusi
dengan 5ml metanol-amonia sebanyak 2 kali untuk membebaskan zat warna
 Encerkan eluen dengan 40ml air dan atur pH menjadi 5-6 dengan asam asetat,
kemudian tambahkan 1 gram poliamida
 Kerjakan selanjutnya seperti bagian sebelumnya

A. Metode tlc scanner


Prinsip
Sinar yang melalui bercak pada panjang gelombang tertentu akan diubah oleh menjadi
sinyal listrik dan dicatat oleh rekorder sebagai puncak-puncak tertentu. Dengan bantuan
kalibrasi standar, kandungan zat warna dalam contoh dapat ditetapkan.
Peralatan
• Metode TLC scanner
Pereaksi
• Lihat uji zat warna kualitatif
Cara Kerja
 Scan bercak yang terjadi pada kertas kromatografi dengan menggunakan TLC scanner
dalam kondisi tertentu.
 Luas puncak yang diperoleh diubah menjadi konsentrasi dengan kalibrasi standar
Catatan
• Untuk tujuan kuantitatif penimbangan / pengukuran contoh harus teliti dan penotolan
contoh pada kertas harus dapat jumlahnya. Banyaknya penotolan umumnya 2ml.
Catatan untuk vitamin B
1) Ekstraksi cair.....................Spektrofotometer
2) Poliamida.......................... Densitometer

1. Penyiapan Fase Gerak / Eluen

Eluen biasanya merupakan campuran yang terdiri dari pelarut organik sebagai eluen
utama, air dan berbagai tambahan seperti asam, basa, atau pereaksi kompleks, untuk
memperbesar kelarutan dari beberapa komponen dan untuk mengurangi kelarutan komponen
lainnya. Idealnya eluen tidak mengandung air dan terdiri dari cairan yang tidak campur
dengan air, karena air merupakan komponen dari fase diam. Namun dalam praktek seringkali
air digunakan sebagai salah satu komponen campuran eluen, dengan pertimbangan bahwa air
yang berperan sebagai fase diam telah terikat kuat pada selulosa kertas melalui hidrogen
bonding. Eluen harus murni dan sangat mudah menguap tanpa meninggalkan residu / sisa /
noda sehingga tidak mengganggu dalam pendeteksian bercak. Karena mudah menguap,
maka komponen sampel akan cepat mencapai kesetimbangan distribusi di dalam fase
gerak dan fase diam, namun volatilitas yang terlalu tinggi akan membuat eluen lebih cepat
hilang meninggalkan kertas setelah bergerak sehingga komponen sampel tidak dapat
mencapai kesetimbangan secara optimal. Kecepatan bergeraknya harus tidak cepat
dipengaruhi oleh perubahan suhu.

Tiap eluen memiliki perbandingan tertentu dalam campurannya, sehingga untuk menghasilkan
campuran dengan perbandingan yang sesuai harus dibuat secara hati-hati dan teliti sekalipun
dengan gelas ukur. Karena mudah menguap, maka eluen harus dibuat baru untuk menjamin
agar komposisi dalam campurannya tetap dapat dipertahankan hingga akhir elusi. Eluen tidak
boleh digunakan setelah selang beberapa lama. Untuk elusi selama satu malam, eluen hanya
digunakan satu kali pakai.

Berikut ini adalah contoh cara pemilihan eluen. Senyawa organik polar akan lebih mudah larut
dalam air daripada dalam zat cair organik. Oleh karena itu gerakan komponen akan lambat
jika digunakan pelarut anhidrida, namun penambahan air pada pelarut akan menyebabkan
komponen-komponen untuk bergerak. Oleh karena itu n-butanol bukan merupakan pelarut
untuk asam amino jika tidak dijenuhkan dengan air. Selain itu, penambahan asam cuka
disertai dengan pemberian lebih banyak air akan menjadi baik, karena menaikkan kelarutan
asam amino terutama yang bersifat basa. Campuran ketiga pelarut tersebut sangat baik
digunakan untuk pemisahan asam amino. Banyak senyawa polar lain yang memiliki
karakteristik kelarutan yang mirip asam amino, seperti indol, guanidin dan fenol, sehingga
dapat dipisahkan menggunakan campuran tersebut. Beberapa contoh dari macam-macam
campuran eluen dapat dilihat seperti dalam tabel berikut:
2. Penjenuhan Bejana / Chamber Kromatografi

Penjenuhan bejana dilakukan dengan melapisi dinding bagian dalam bejana kromatografi
dengan kertas saring, sekurang-kurangnya setengah keliling bejana dan hampir mencapai
bagian atas bejana, yang berperan sebagai parameter tingkat kejenuhan bejana terhadap uap
eluen. Setelah itu sejumlah eluen dimasukkan ke dalam bejana kromatografi hingga tinggi
permukaan eluen dalam bejana lebih kurang 2 cm. Tutup rapat bejana dan biarkan hingga
seluruh isi bejana jenuh dengan uap eluen, yang ditunjukkan oleh terbasahinya seluruh
permukaan kertas saring pada dinding bagian dalam bejana oleh eluen. Bejana harus berada
dalam kondisi jenuh oleh uap eluen sebelum digunakan untuk elusi agar elusi bejalan stabil.
Sedapat mungkin menggunakan bejana sekecil mungkin, sehingga kejenuhan dan
homogenitas atmosfer dalam bejana lebih mudah dicapai.

3. Penyiapan Kertas Kromatografi

Kertas yang digunakan dalam kromatografi kertas adalah kertas berpori dari selulosa
murni, memiliki afinitas besar terhadap air atau pelarut polar lain dengan membentuk
hidrogen bonding. Bersifat reduktor sedang, dan bereaksi dengan oksidator bila kontak dalam
waktu yang lama. Oleh karena itu pereaksi yang korosif seperti H 2SO4 pekat tidak dapat
digunakan sebagai spray reagent. Kertas yang banyak digunakan hingga sekarang adalah
kertas saring Whatmann No.1. Meskipun demikian jenis kertas Whatmann dengan berbagai
nomor pun banyak digunakan, dimana semuanya dibuat dengan kemurnian yang tinggi dan
tebal yang merata.

Sekalipun berperan sebagai suport / penyokong / penyangga, namun kertas juga


memberikan efek-efek serapan yang disebabkan oleh sifat polar dari gugus-gugus hidroksil
sehingga kertas memiliki afinitas besar terhadap air atau pelarut polar lain dengan membentuk
hidrogen bonding. Selain itu sejumlah kecil gugus karboksil dalam selulosa dapat menaikkan
efek pertukaran ion. Dengan demikian kertas memiliki pengaruh terhadap kecepatan alir
eluen. Penurunan kerapatan dan kenaikkan ketebalan kertas akan menaikkan kecepatan alir
eluen.

Kertas Whatmann no. 1 termasuk dalam kelompok medium sehingga memiliki


karakter medium flow rate. Kertas yang lebih tebal seperti Whatmann No. 3 atau 3 MM
digunakan untuk pemisahan pada jumlah yang lebih besar, karena dapat menampung cuplikan
lebih banyak tanpa menambah area noda awal. Sedangkan untuk penggunaan umum biasanya
digunakan yang medium flow rate. Berikut adalah macam-macam kertas Whatmann dengan
karakteristik aliran eluen yang dihasilkan :

Kertas tersedia dalam berbagai standar lembaran, bulatan, gulungan dan dalam bentuk
tertentu. Kertas harus disimpan di tempat yang jauh dari sumbar uap, terutama amonia yang
memiliki afinitas tertinggi terhadap selulosa, jangan disimpan di tempat yang memiliki
perubahan kelembaban yang tinggi, dan tidak boleh tersentuh oleh zat-zat yang tidak
dikehendaki. Jika dikehendaki pemisahan dengan sistem fase terbalik maka kertas dapat dilapisi
dengan senyawa hidrofobik, seperti lateks dari karet, minyak mineral, minyak silikon, dengan
pelarut polar sebagai eluen. Kondisi tersebut sesuai untuk pemisahan asam-asam lemak atau
senyawa nonpolar yang bergerak terlalu cepat karena sulit terpartisi pada fase diam polar.

Sebelum digunakan, kertas dipotong dengan ukuran yang disesuaikan dengan ukuran
chamber dan banyak sedikitnya cuplikan. Kertas diberi tanda berbentuk garis dengan jarak
tertentu dari bagian bawah sebagai tempat penotolan dan dimaksudkan agar saat kertas
dicelupkan pada eluen, maka spot tidak tercelup di dalam eluen. Tentukan jarak solvent front
yang merupakan garis batas akhir perambatan eluen, yang tidak lain adalah jarak atau waktu
yang dibutuhkan untuk melakukan elusi. Apabila eluen telah mencapai solvent front maka elusi
diakhiri. Komponen-komponen sampel harus dapat memisah sebelum eluen merambat hingga
solvent front. Tanda garis berjarak tertentu dari bagian atas kertas berfungsi sebagai tanda
dimana kertas akan dilipat kemudian digantungkan pada tutup chamber.

4. Penempatan Cuplikan pada Kertas


Larutan sampel yang akan dipisahkan, ditotolkan
pada kertas pada daerah yang telah diberi tanda
sehingga totolan membentuk noda / spot. Pada saat
penotolan, kertas dibiarkan pada kondisi mendatar
sehingga spot dalam keadaan kompak yang berbentuk
bulat dengan diameter tidak lebih dari 0,5 cm.
Besarnya diameter terkait dengan tebal dan
karakteristik serapan kertas. Spot yang lebih kecil
akan menghasilkan pemisahan yang lebih baik.
Penotolan tidak boleh terlalu banyak karena akan
menyebabkan tidak tercapainya kesetimbangan
distribusi selama elusi sehingga terbentuk kedudukan
atau lokasi yang kabur. Hal yang diutamakan dalam
penotolan bukanlah jumlah volume, namun banyaknya
cuplikan yang tertinggal bila eluen telah menguap.

Apabila sampel terlalu encer untuk ditotolkan satu


kali, maka spot sampel dipekatkan dengan cara menotolkan berulang-ulang di tempat yang
sama, dengan jarak waktu setelah totolan sebelumnya mengering. Spot sebaiknya dibiarkan
mengering di udara, namun bila mungkin dapat pula dikeringkan dengan bantuan kipas angin.
Pengeringan tidak boleh menggunakan udara panas, terutama jika larutan bersifat asam karena
kertas akan menjadi hitam. Pada analisis kualitatif yang dilanjutkan dengan kuantitatif,
penotolan dapat dilakukan dengan gelas pipet mikro yang dapat diatur volume penotolan
dengan diameter sama. Namun pada analisis kualitatif sederhana dapat digunakan pipa kapiler
/ gelas kapiler atau bahkan batang tusuk gigi yang telah dipotong bagian ujungnya.

5. Elusi
Setelah totolan terakhir kering, pasang kertas pada penggantung dan masukkan ke dalam
bejana hingga kertas tercelup di dalam fase gerak, namun tidak boleh melampaui totolan
karena komponen akan terlarut dari kertas. Kertas dapat digantung ataupun diletakkan
sehingga pelarut bergerak ke atas, atau ke bawah, atau mendatar tergantung pada teknik elusi
yang dikerjakan. Saat pencelupan, permukaan kertas jangan sampai terlalu terbasahi oleh
eluen karena hal ini tidak akan memisahkan sama sekali atau dapat menyebabkan daerah noda
menjadi kabur. Tutup bejana dengan rapat dan biarkan terjadi proses elusi. Bejana harus
ditutup rapat selama proses elusi agar bejana dipertahankan dalam kondisi jenuh oleh uap
eluen. Selain itu, komposisi campuran eluen tetap dapat dipertahankan hingga akhir elusi agar
elusi berjalan stabil. Semakin banyak komposisi eluen, maka akan semakin sulit
mempertahankan komposisi campurannya.
Proses pemisahan yang terjadi dikenal sebagai analisa kapiler, karena eluen bergerak ke atas (-
ascending) melalui serta-serat kertas oleh gaya kapiler dan menggerakkan komponen sampel
pada perbedaan jarak dalam arah aliran eluen, dengan laju perambatan lambat dan makin lama
menurun karena pengaruh dari gaya berat. Namun perambatan yang lambat akan
memperbesar kemungkinan untuk tercapainya kesetimbangan distribusi selama elusi sehingga
menghasilkan pemisahan yang semakin baik dengan bercak yang jelas dan tidak kabur.
Kecepatan aliran eluen akan meningkat seiring penurunan viskositas eluen dan kenaikan suhu.

Amati pemisahan komponen yang terjadi hingga


perambatan eluen mencapai jarak yang telah ditetapkan
(solvent front). Bila eluen telah bergerak sampai jarak yang
cukup jauhnya atau sampai pada jarak yang telah ditentukan
sebagai solvent front, maka kertas diambil dari bejana.
Kedudukan dari permukaan eluen harus selalu diberi tanda
segera setelah kertas diambil dari bejana. Penandaan dapat
menggunakan pensil pada sisi samping kertas. Seperti halnya
pada pengeringan noda, pengeringan eluen setelah elusi
sebaiknya dibiarkan di udara. Bila dikehendaki dapat
menggunakan kipas angin. Pengeringan tidak boleh menggunakan udara panas, karena dapat
merusak beberapa komponen.

Eluen harus cepat menguap tanpa meninggalkan residu sehingga


tidak mengganggu pengamatan. Penghilangan eluen harus
dilakukan secara sempurna untuk mencegah pengaruh
penambahan pereaksi saat deteksi. Selain itu penting pula terutama
dalam teknik kromatografi 2 arah, dimana jejak eluen yang
pertama harus hilang sebelum elusi yang kedua. Dalam hal ini
elusi dilakukan pada eluen yang lebih mudah menguap terlebih
dahulu.
6. Deteksi Daerah Noda
Senyawa yang berwarna dapat dilihat sebagai noda berwarna yang terpisah pada akhir
elusi. Sedangkan untuk senyawa yang tak berwana deteksi dapat dilakukan secara fisika
ataupun kimia. Secara fisika, deteksi bercak komponen umumnya dilakukan dengan
melakukan pengamatan di bawah sinar ultraviolet sebelum dan sesudah elusi. Panjang
gelombang yang umum digunakan adalah 366 nm dan 254 nm. Beberapa senyawa terlihat
sebagai bintik fosforescen atau fluorescen.

Secara kimia, deteksi bercak komponen dilakukan dengan penyemprotan pereaksi kimia
tertentu yang memberikan sebuah warna terhadap beberapa atau semua komponen.
Penyemprotan dilakukan dari samping ke samping atau dari atas ke bawah. Pada kondisi
ideal, tiap komponen memberikan warna yang khas bila diberi suatu pereaksi, kecuali untuk
komponen-komponen yang memiliki struktur kimia yang hampir sama akan memberikan
warna yang hampir sama pula. Penambahan pereaksi yang kedua dapat menghasilkan
perubahan warna yang khas terhadap beberapa komponen, namun menyebabkan lenyapnya
komponen yang lain.

Penguapan yang cepat dari pelarut spray reagent dibutuhkan untuk mencegah difusi dari
bercak-bercak komponen. Pelarut pereaksi yang biasa digunakan yaitu etanol, propanol, n-
butanol, kloroform ataupun campuran dari pelarut-pelarut tersebut. Campuran berair dapat
digunakan namun harus seminimal mungkin karena dapat memberikan efek melemahkan
kertas. Penyemprotan spray reagent harus dilakukan di lemari asam. Selesai penyemprotan
alat harus segera dibersihkan untuk mencegah lubang
penyemprot menjadi buntu.

7. Identifikasi Senyawa
Identifikasi bercak komponen dilakukan dengan
menghitung harga Retardation Factor (Rf) sebagai derajat
retensi, yang didefinisikan sebagai angka banding antara
jarak tempuh bercak dari tempat totolan terhadap jarak
tempuh eluen. Dalam penentuan Rf, letak bercak komponen diukur dari pusat bercak. Harga
Rf adalah spesifik untuk masing-masing senyawa, karena ditentukan oleh koefisien
distribusinya. Apabila sampel mengandung komponen yang struktur kimianya hampir sama,
maka akan diperoleh bercak dengan harga Rf yang berdekatan. Dalam hal ini perlu
melakukan teknik dua dimensi.

Harga Rf dari komponen sampel kemudian dibandingkan dengan harga Rf senyawa baku
yang dielusi pada kondisi yang sama. Apabila harga Rf keduanya relatif sama maka dapat
diduga bahwa sampel mengandung senyawa yang sama dengan senyawa baku. Guna
memastikan hasil analisis kualitatif tersebut di atas, seringkali diperlukan data analisis
kualitatif metode lain sebagai data pendukung.

Harga Rf yang dihasilkan seringkali berbeda dari Rf yang dimuat dalam literatur, karena
harga ini ditentukan oleh kondisi percobaan seperti tempertur, ukuran spot, kualitas kertas,
kejenuhan bejana, dll. Oleh karena itu, bila harga Rf dibuat daftar untuk dipublikasikan maka
semua kondisi yang digunakan dalam elusi harus dipaparkan. Guna membandingkan data,
seringkali digunakan pula harga retensi relatif, Rr, yang didefinisikan sebagai angka banding
antara jarak tempuh bercak senyawa sampel terhadap jarak tempuh bercak senyawa baku.
Faktor-faktor yang menentukan harga Rf antara lain:

1. Eluen. Perubahan yang sangat kecil komposisi eluen dapat menyebabkan perubahan
harga Rf, karena perubahan komposisi eluen akan mempengaruhi koefisien distribusi.
2. Suhu. Perubahan suhu akan mempengaruhi harga koefisien distribusi dan kecepatan
aliran eluen.
3. Ukuran bejana. Volume bejana akan mempengaruhi homogenitas atmosfer dalam bejana
dan pencapaian tingkat kejenuhan bejana. Jika digunakan bejana besar maka ada tendensi
elusi terjadi lebih lama, terjadi perubahan komposisi pelarut sepanjang kertas, sehingga
akan mempengaruhi koefisien distribusi.
4. Kertas. Ketebalan dan kerapatan kertas akan mempengaruhi kecepatan aliran sehingga
akan mempengaruhi kesetimbangan partisi.
5. Sifat campuran. Berberapa senyawa akan mengalami partisi di antara volume-volume
yang sama dari fase diam dan fase gerak, sehingga hampir selalu mempengaruhi
karakteristik kelarutan satu terhadap yang lain.
E. TEKNIK ELUSI

1. Metode Penaikkan (Ascending)


Pada metode ini, eluen diletakkan di bagian bawah bejana, dan kertas dicelupkan
di atasnya. Eluen akan merambat ke atas dengan gaya kapiler dengan laju perambatan
yang pelan, dan makin lama menurun karena pengaruh dari gaya berat. Namun demikian
perambatan yang pelan memperbesar kemungkinan untuk tercapainya kondisi
kesetimbangan sehingga menghasilkan pemisahan yang baik.

Gambar (a)
menunjukkan kertas diletakkan pada penggantung yang dikaitkan dengan tutup bejana.
Gambar (b) menunjukkan kertas berbentuk silinder dengan spot sampel ditotolkan
melingkar dekat ujung bawah kertas. Ujung pertemuan kertas dikaitkan dari atas ke
bawah, dan silinder didirikan dengan ujung bawah tercelup di dalam eluen. Gambar (c)
menunjukkan bentuk bejana berbentuk silinder, dimana gabus dengan lubang untuk
batang pengait digunakan sebagai tutup.

2. Metode Penurunan (Descending)


Pada metode ini di dalam bejana yang dapat
terbuat dari gelas, platina, atau logam tahan karat
dilengkapi dengan lubang untuk memasukkan eluen, bak
eluen, dan batang gelas yang berfungsi untuk menyangga
agar kertas tidak lepas. Meskipun desain bejana yang
digunakan lebih rumit, namun cara ini lebih cepat karena
eluen mengalir dari atas ke bawah. Pada menit-menit
awal, eluen mengalir oleh gaya kapiler, dan akan mengalir oleh gaya gravitasi setelah
eluen melintasi batang gelas.

3. Metode Mendatar/Melingkar (Circular)


Pada metode ini, kertas berbentuk lingkaran dan di bagian tengahnya diberi lubang
sebagai tempat untuk meletakkan sumbu yang terbuat dari gulungan kertas ataupun benang.
Cawan petri dapat digunakan sebagai tempat eluen. Sampel diteteskan di sekitar pusat kertas,
kemudian kertas diletakkan horisontal sehingga sumbu tercelup dalam eluen. Melalui sumbu
tersebut eluen akan naik yang kemudian membasahi kertas, dan oleh daya kapiler eluen akan
mengembang melingkar ke arah tepi kertas sambil membawa komponen-komponen sampel.
Bercak-bercak yang terjadi berupa garis lengkung dengan diameter makin panjang bila
bercak makin ke tepi.

4. Metode Dua Dimensi (Two Dimensional)


Pada metode ini, elusi dilakukan secara berturut-turut dalam dua arah yang saling tegak
lurus. Kertas berbentuk persegi dan sampel ditotolkan pada salah satu sudut. Elusi dengan
campuran eluen 1, dengan ujung kertas AB dicelupkan sehingga memberikan pemisahan
seperti ditunjukkan pada gambar a. Setelah itu lembaran kertas diambil dan dikeringkan,
kemudian diputar 90o dan dielusi untuk kedua kalinya dengan ujung AC tercelup dalam eluen
yang berbeda. Dengan cara ini, komponen-komponen yang tidak terpisah sempurna dengan
sistem eluen pertama dapat menjadi sempurna bila digunakan kombinasi dengan sistem eluen
kedua. Hasil elusi ini akan memberikan bercak seperti pada gambar b.

F. Mekanisme
Pemisahan Dalam Kromatografi Kertas

Setelah eluen mengenai spot sampel, dengan segera sampel akan berinteraksi dengan
kedua fase dengan prinsip solve disolve like, dimana bagian polar dari senyawa akan
berinteraksi dengan fase yang polar sedangkan bagian nonpolar dari senyawa akan
berinteraksi dengan fase yang nonpolar. Dengan demikian senyawa akan terdistribusi di antara
kedua fase dengan perbandingan tertentu, tergantung pada besar kecilnya afinitas senyawa
pada masing-masing fase. Senyawa yang polar akan lebih banyak terdistribusi di dalam fase
yang polar, demikian pula sebaliknya. Adanya aliran fase gerak, maka fase gerak yang telah
mengandung sebagian komponen sampel akan terdesak ke atas (pada metode ascending),
sehingga akan terjadi distribusi baru antara fase gerak dengan fase diam yang baru. Pada
waktu yang bersamaan, distribusi baru juga terjadi pada daerah totolan antara fase gerak yang
baru dengan fase diam yang telah mengandung sebagian komponen sampel. Karena
komponen-komponen sampel hanya dapat bergerak bersama eluen, maka kecepatan
perpindahan / migrasi komponen tergantung pada fraksi waktu (lamanya) saat komponen
berada dalam eluen. Apabila komponen mengalami retensi pada fase diam maka lamanya
komponen tersebut berada dalam eluen lebih kecil dibanding dengan komponen yang tidak
mengalami retensi pada fase diam. Pemisahan terjadi karena salah satu komponen sampel
tertahan oleh fase diam dan yang lain dibawa oleh fase gerak. Dengan demikian akan terjadi
perbedaan kecepatan migrasi (partisi) dari masing-masing komponen sehingga akan diperoleh
noda / bercak dari komponen-komponen sampel.

G. Analisis Kuantitatif

Selain untuk keperluan analisis kualitatif, kromatografi kertas dapat pula digunakan
untuk analisis kuantitatif yang dalam hal ini ukuran spot dari sampel dan senyawa baku
sedapat mungkin sama. Analisis kuantitatif dapat dilakukan antara lain dengan:

1. Menggunakan grafik hubungan antara log konsentrasi dan area dari bercak. Pengukuran
area dapat dilakukan dengan planimeter, kertas bergaris-garis bujur sangkar, atau dengan
menggunting bercak kemudian ditimbang.
2. Mengukur transmisi cahaya yang melalui bercak dengan fotodensitometri.
3. Menggunting area dari bercak, kemudian diekstraksi dan ditetapkan kadarnya secara
spektrofotometri.

F. Penggunaan Kromatografi Kertas

Kromatografi kertas dapat digunakan untuk pemisahan senyawa anorganik (logam,


isomer dari kompleks logam), pemisahan senyawa organik (uji kemurnian obat, makanan,
kosmetik, deteksi kontaminan dalam makanan minuman, deteksi obat dan metabolitnya pada
hewan uji atau manusia), serta analisis pada bidang biokimia (pemisahan asam amino dan
peptida untuk menemukan struktur dari protein, pengujian asam amino atau gula dalam cairan
biologis) dimana jumlah sampel sangat terbatas.

DASAR- DASAR PREPARASI SAMPEL

Preparasi sampel adalah pengurangan massa dan ukuran dari gross sampel sampai pada
massa dan ukuran yang cocok untuk analisa di laboratorium. Tahap-tahap preparasi sampel
adalah sebagai berikut :
1.         Pengeringan udara/air drying
Pengeringan udara pada gross sampel dilakukan jika sampel tersebut terlalu basah untuk
diproses tanpa menghilangnya moisture atau yang menyebabkan timbulnya kesulitan pada
crusher atau mill. Pengeringan udara dilakukan pada suhu ambient sampai suhu maksimum
yang dapat diterima yaitu 400oC. waktu yang diperlukan untuk pengeringan ini bervariasi
tergantung dari typical batubara yang akan dipreparasi, hanya prinsipnya batubara dijaga
agar tidak mengalami oksidasi saat pengeringan.
2.      Pengecilan ukuran butir
Pengecilan ukuran butir adalah proses pengurangan ukuran atas sampel tanpa menyebabkan
perubahan apapun pada massa sampel.
Contoh alat mekanis untuk pengecilan ukuran butir adalah :
-  Jaw Crusher
-  Rolls Crusher
-  Swing Hammer Mills
Jaw Crusher atau Roll Crusher biasa digunakan untuk mengurangi ukuran butir dari 50 mm
sampai 11,2 mm ; 4,75 mm atau 2,36 mm. roll Crusher lebih direkomendasikan untuk
jumlah/massa sampel yang besar. Swing Hammer Mill digunakan untuk menggerus sampel
sampai ukuran 0.2 mm yang akan digunakan untuk sampel yang akan dianalisa di
Laboratorium.
3.      Mixing atau Pencampuran
Mixing/pencampuran adalah proses pengadukan sampel agar diperoleh sampel yang
homogen. Pencampuran dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
a.   Metode manual : menggunakan riffle atau dengan membentuk dan membentuk kembali
timbunan berbentuk kerucut.
b.   Metode mekanis : menggunakan alat Alat Rotary Sampel Divider (RSD)
4.      Pembagian atau Dividing
Proses untuk mendapatkan sampel yang representative dari gross sampel tanpa
memperkecil ukuran butir.

Beberapa hal yang diperhatikan dalam preparasi sampel:


a. Jenis dan Wujud sampel : padat, cair, atau gas
b. Kelarutan analit dalam berbagai  pelarut
c. Volatilitas analit ( perlu pemanasan atau tidak)
d. Jenis dan pengaruh matriks pada metode (Matriks adalah zat lain yang ikut terkandung
dalam suatu bahan selain sampel.
e. Kadar analit ( perlu pemekatan atau tidak).
f. Pengubahan bentuk analit untuk pengukuran (derivatisasi)
g. Pengaturan kondisi ( pH, pereaksi atau pemanasan)

Beberapa wujud sampel dapat berupa:


a. Bahan baku (raw material)
b. Sedian Farmasi (dosage forms)
c. Sampel biologi (darah, urin, jaringan, dll)
d. Sampel hasil riset dan pengembangan
e. Sampel lainnya (kosmetika, makanan, lingkungan)

Keberadaan analit dalam suatu sampel atau Eksistensi analit dalam sampel dapat berupa:
a. Sebagai senyawa tunggal (aktif  maupun non aktif)
b. Sebagai multikomponen (campuran lebih dari 2 senyawa   aktif atau analit).
c. Dalam sampel  biologi (sebagai senyawa utuh, metabolit atau senyawa terikat)

Matriks merupakan bagian dari sampel di luar analit yang tidak perlu dianalisis tapi dapat
mengganggu analisis terutama dalam sampel multikomponen , campuran atau sampel biologi.

Jenis- Jenis matriks :


a. Bahan anorganik
b. Bahan organic
c. Cairan/jaringan biologi (darah, plasma, daging, dll)
Sifat- sifat matriks:
a. Inert, tidak mengganggu analisis
b. Mengganggu analisis karena turut  terukur dan teranalisis
c. Merusak dan mengkontaminasi intrumen ukur

Tujuan dari preparasi sampel adalah:


a. Pemekatan analit
b. Meningkatkan keterukuran analit melalui perubahan bentuk, reaksi kimia , derivatisasi,
agar kompatibel dengan metode analisis yang digunakan.
c. Menghilangkan komponen pengganggu analisis melalui pemisahan, clean-up, filtrasi, dll.
d. Melindungi instrumen ukur dari kerusakan dan kontaminasi.

Perlakuan bahan pada preparasi sampel sangat tergantung pada:


a. Jenis sampel
b. Kadar analit
c. Metode analisis yang digunakan
d. Kualitas hasil analisis yang dipersyaratkan (akurasi dan presisi)
Tahap perlakuan menjadi tahapan penentu keberhasilan analisis untuk memperoleh informasi
hasil yang baik (akurat dan presisi).

Klasifikasi Teknik Pengukuran berdasarkan bentuk sampel yang diukur


a. Teknik analisis yang memerlukan sampel   berupa larutan:
•       Volumetri
•       Spektrofotometri
•       Spektrofluorometri
•       Spektrometri serapan atom (AAS/FES)
•       Emisi plasma
•       Kromatografi (KLT, KCKT, KPI, KI, dll)
•       Elektrokimia (potensiometri, polarografi, amperometri)
•       Elektroforesis

b. Teknik Analisis yang memerlukan sampel padat ataupun larutan.


•       Analisis Fluoresensi Sinar X
•       Analisis Aktivasi Neutron
•       Sp. IR
c. Teknik Analisis yang memerlukan sampel padat
•       DC Arc Emission Spectroscopy
•       AC Arc Emission Spectroscopy
•       Micropobe techniques
•       Combustion techniques

Bentuk Preparasi Awal Sampel


a. Perlakuan awal untuk sampel cair:
- Eksktraksi Cair-Cair
- Ekstraksi Fase Padat (SPE)
- Pemisahan dengan membrane
- Distilasi (untuk beberapa sampel)
- Liofilisasi (untuk sampel biologi)
b. Perlakuan awal untuk sampel padat.
- Pengurangan ukuran sampel
- Pengeringan dan pencetakan
- Pelarutan dalam pelarut yang sesuai
- Ekstraksi
c.  Derivatisasi: 
Pembentukan senyawa derivat yang dapat terukur oleh instrtument atau terdeteksi oleh
detektor.
Derivatisasi  merupakan proses preparasi sampel yang melibatkan reaksi kimia antara
analit dengan suatu pereaksi untuk mengubah sifat fisika dan kimia dari analit.
Tujuan derivatisasi dalam analisis adalah:
- Meningkatkan detektabilitas/daya ukur analit
- Mengubah struktur molekul atau polaritas agar dapat terukur dengan lebih baik
- Mengubah sifat matriks agar diperoleh pemisahan yang lebih baik.
- Meningkatkan stabilitas kepekaan analit.
Secara ideal proses derivatisasi harus cepat, kuantitatif mungkin, dan sedikit
menghasilkan produk samping yang mengganggu. Tentu saja kelebihan pereaksi tidak
boleh mengganggu analisis.
Persyaratan pereaksi derivatisasi
•       Pereaksi harus stabil
•       Pereaksi dan hasil samping derivatisasi yang terbentuk harus tidak terdeteksi/terukur
atau dapat dipisahkan secara sempurna dari hasil reaksi dervatisasi analit
•       Pereaksi harus reaktif dan kalau perlu selektif terhadap analit (pada kondisi
percobaan)
•       Jika dimungkinkan, pereaksi harus aman dan tidak toksik
•       Prosedur derivatisasi harus dapat mampu diotomatisasikan
Jenis reaksi derivatisasi
 Reaksi esterifikasi
 Reaksi asilasi
 Reaksi kondensasi
 Reaksi Sililasi
 Reaksi alkilasi
 Reaksi pembentukan senyawa siklik (siklisasi)
 Reaksi penggabungan (coupling reaction)
 Reaksi pembentukan kompleks yang berwarna atau sifat kromoforiknya
meningkat.
    Hasil reaksi derivatisasi tersebut pada umumnya meningkatkan sifat kromoforik, sifat
fluoroforik dan volatilitas analit.

Pemisahan berdasarkan proses


Teknik Pemisahan Umum
a. Ekstraksi Pelarut
b. Pengendapan
c. Elektrodeposisi
d. Pertukaran ion
e. Adsorpsi dan desorpsi
f. Penguapan
g. Absorpsi
h. Kromatografi
i. Dialisis
j. Elektroforesis
k. Pemisahan dengan membrane
l. Filtrasi
m. Sentrifugasi dan ultrasentrifugasi
n. Osmosis 

Jenis Pemisahan
1. Pemisahan Preparatif.
•     Tujuan pemisahan preparatif adalah    memperoleh produk yang berharga dari
suatu campuran dengan cara menghilangkan pengotor sekecil-kecilnya.
•    Dapat dilakukan dengan skala besar, skala kecil dan skala sangat kecil.
•    Umumnya di industri dilakukan secara sinambung.
Teknik pemisahan yang paling banyak digunakan adalah ekstraksi, distilasi berfraksi,
kromatografi preparatif, kristalisasi, dll
2.  Pemisahan Analitik,
    Tujuannya untuk memperoleh informasi analitik yang bermutu (akurat, presisi) yang
dihasilkan melalui suatu pengukuran dari hasil pemisahan.
Skala pemisahan meliputi: makro, semi mikro, mikro, nano tergantung pada kadar analit
yang diperoleh dan teknik analisis yang digunakan. Dilakukan di laboratorium Analisis.
Meliputi:
a. Pemisahan analit dari spesi yang mengganggu.
b. Pemekatan analit dalam analisis runut
c. Pengubahan analit kedalam fase yang sesuai
d. Pengurangan dan penyederhanaan matriks (clean-up)
e. Isolasi analit ke dalam bentuk murni
BAB III
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL
A. PREPARASI KOLOM KROMATOGRAFI
1. Persyaratan kolom
Pola kecepatan arus elutor pada tiap irisan kolom yang dipilih di sembarang
tempat suddah tentu sedapat mungkin harus sama. Keseragaman ini dapat dicapai
dengan memilih adsorben yang ukuran butir – butirnya sama ( diayak ) dan dengan cara
penyaratan yang baik. Makin kecil ukuran butir adsorben, makin cepat keseimbangan
adsorpsi akan tercapai, dan makin besar pula kecepatan elusi yang boleh dipergunakan.
Tetapi dilain pihak, makin kecil butir adsorben, makin besar hambatan bagi cairan yang
harus mengalir melalui kolom. Apabila kecepatan lintas bagi cairan elutor terlalu kecil,
dapat dipergunakan pompa vakum yang menimbulkan tekanan rendah dalam ruang di
bawah kolom sehingga cairan dapat mengalir lebih cepat melalui kolom. Cara yang lain
ialah menambahkan tekanan dalam ruang di atas kolom dengan menggunakan pompa
pneumatic.
2. Bentuk kolom
Penempatan adsorben dalam kolom secara uniform betul sangat sukar
dilaksanakan. Sebagai akibatnya, zona – zona komponen yang dipisahkan menjadi
kurang teratur bentuknya. Bagi kolom yang lebar hal ini dapat menyebabkan
pembauran. Tetapi bagi kolom kecil bahaya ini seberapa besar. Namun di lain pihak,
kolom yang lebar dan pendek itu lebih memudahkan dalam pemakaiannya. Oleh karena
itu, tinggi kebanyakan kolom ialah ± 20 kali diameternya. Di bawah tabung yang
umumnya terbuat dari gelas terdapat lempengan meduk yang terbuat dari porselen atau
dari serbuk gelas yang dipanaskan hingga melengket jadi satu. Lempengan yang
berbentuk cakram ini bergawai sebagai penahan fasa yang stasioner. Di bagian tabung
yang paling bawah terdapat kapiler penyulur dilengkapi dengan pancur. Kapiler beserta
pancur dirakitkan dengan kolom memakai suku asah sehingga mudah dilepaskan guna
membersihkan kolom dan untuk meniup kolom sehingga menjadi bersih dari cairan.
Ruang antara pancur dan cakram penyaring harus sekecil mungkin supaya tidak terjadi
pembauran antara cairan – cairan yang keluar dari kolom.
3. Kecepatan arus
Semakin rendah kecepatan arus cairan, semakin baik akibatnya bagi tercapainya
keseimbangan adsorpsi dan akan semakin baik pula pemisahannya. Bentuk zona pun
menjadi lebih teratur. Tetapi kecepatan arus yang terlalu rendah dapat menimbulkan
efek difusi axial dalam fasa mobil yang harus dihindarkan sejauh mungkin. Jadi dapat
dikatakan bahwa pemisahan yang terbaik dapat dicapai dengan mempergunakan kolom
yang panjang dan sempit, diisi dengan adsorben yang berbutir halus, dan arus yang
lambat. Elusi dapat dimulai apabila campuran yang harus dipisahkan sudah dimasukan
dalam kolom. Elusi ini dilakukan dengan memasukan cairan elutor berenyai – renyai
melalui kolom dan harus dijaga supaya arusnya tidak berhenti. Komponen – komponen
yang telah diadsorpsikan oleh adsorben akan bergerak dalam bentuk gelang – gelang
atau zona dengan kecepatan yang berbeda – beda melalui kolom dan ditampung di
bawah kolom secara terpisah memakai beberapa tabung yang dibubuhi tanda – tanda.
Tabung – tabung ini ditempatkan dalam sebuah fraksikolektor. Setelah itu fraksi –
fraksi yang diperoleh mulai dapat diselidiki.
Pengemasan kolom dapat dilakukan dengan cara basah atau cara kering. Cara
basah lebih mudah untuk memperoleh packing yang memberikan pemisahan yang
baik. Sedangkan cara kering umumnya dilakukan untuk alumina.

1. Cara basah
Kedalam ujung kolom kromatografi (tempat keluarnya fase diam) diatas keran
diletakkan gelas wool, tidak perlu ditekan kuat. Diatasnya ditaburkan pasir
sehingga membentuk lapisan tebal + 1 cm. Selanjutnya dimasukkan petroleum
eter sambil mencoba kecepatan menetes fase gerak dengan memutar keran. Di
dalam beker gelas dibuat bubur fase diam dengan petroleum eter. Dengan
bantuan batang pengaduk bubur dimasukkan kedalam kolom berisi petroleum
eter. Sambil diketuk-ketuk butir-butir fase diam akan turun dan tersusun rapi
didalam kolom. Bila kolom penuh dengan petroleum eter keran dibuka untuk
menurunkan permukaannya dan petroleum eter yang keluar dapat digunakan
lagi untuk membuat bubur fase diam. Packing dihentikan sampai panjang kolom
yang dikehendaki. Selapis pasir diletakkan pada packing kolom untuk melindungi
kolom.
Kolom dijaga untuk tidak kering, maka diatas lapisan pasir haras selalu ada
selapis fase gerak. Pada proses packing ini dinding luar kolom gelas disemprot
dengan aseton. Penyemprotan dimaksudkan untuk mendinginkan kolom
sehingga menghambat terbentuknya gelembung udara. Adapun untuk kolom
yang diameternya kecil fase diam kering dapat ditaburkan sedikit demi sedikit
kedalam kolom yang berisi petroleum eter. Kolom ini digunakan setelah
disimpan semalam.

2. Cara kering
Selapis pasir diletakkan didasar kolom, kemudian fase gerak dimasukkan lapis
demi lapis sampil ditekan dengan karet atau alat penekan lain. Selain ditekan
dapat juga dibantu dengan dihisap, sehingga dihasilkan packing fase diam yang
mampat. Diatas fase diam diletakkan kertas saring dan diatasnya lagi sdapis
pasir. Pada posisi keran terbuka fase gerak dituangkan dan dibiarkan mengalir
keluar. Packing kolom disimpan dengan mempertahankan selapis fase gerak
berada diatas lapisan pasir.

B. Penyiapan Sampel
Sampel terlebih dahulu dihaluskan secara manual dengan menggunakan mortar,
kemudian ditambahkan dengan pelarut organic yaitu n-hexane, hasil ekstraksi ini kemudian
disaring dan filtratnya dipanaskan diatas penangas air dan dibiarkan sampai mengental.

Sampel ditimbang kemudian dilarutkan dalam pelarut yang sesuai, kemudian


dituangkan hati-hati diatas packing kolom. Fase gerak dikeluarkan tetes demi tetes,
diatur kecepatan menetesnya (tergantung besar-kecilnya kolom) dan dijaga kolom tetap
terendam, untuk itu ditambah fase gerak perlahan-lahan dan dijaga tidak merusak packing
kolom. Fase gerak yang keluar ditampung sebagai fraksi. Volume fraksi tergantung berat
sampel dan pemisahan yang nampak pada kolom saat proses awal elusi ini. Makin kecil
volume fraksi, akan diperoleh pemisahan yang lebih baik, namun akan dikumpulkan
banyak fraksi. Untuk 10 gram sampel biasanya dikumpulkan fraksi dengan volume a 150
ml.

Cara meletakkan sampel pada kolom yang lebih baik adalah dengan
mencampur dengan fase diam. Satu bagian sampel dilarutkan dalam pelarut yang sesuai,
biasanya pelarut yang digunakan adalah pelarut yang digunakan untuk pembuatan
ekstrak. Larutan ekstrak ini kemudian dicampur dengan 2,0-3.0 bagian fase diam, dengan
hati-hati campuran ini dikeringkan didalam rotary evaporator hingga diperoleh serbuk
ekstrak kering. Serbuk ini ditaburkan diatas packing kolom dan ditutup dengan selapis
pasir. Selanjutnya sampel siap dielusi.

C. Peralatan dan Bahan Kromatografi Kolom

Alat kromatografi kolom sederhana, terdiri dari kolom dari kaca yang ada kranya.
Umumnya panjang kolom minimum 10x diameter pipa kaca yang digunakan dan labu
Erlenmeyer sebagai penampung eluen. Fasa diam berupa adsorben yang tidak larut dalam
fasa gerak, ukuran partikel fasa diam harus seragam. Adanya pengotor dalam fasa diam
dapat menyebabkan adsorbsi tidak reversible. Sebagai fasa diam digunakan alumina, silica
gel, arang, bauksit, kalsium karbonant, bauksit, magnesium karbonat, pati, talk, selulose,
gula, tanah diatom. Pengisian fasa diam ke dalam kolom dapat dilakukan dengan cara kering
dan cara basah. Pada cara basah fasa diam dibuat bubur dulu dengan pelarut yang akan
digunakan untuk fasa gerak, baru kemudian dimasukkan kedalam kolom. Fasa gerak dalam
kromatografi kolom dapat berupa pelarut tunggal atau campuran beberapa pelarut dengan
komposisi tertentu. Pelarut dapat polar atau non polar dengan berat molekul kecil lebih
cepat meninggalkan fasa diam.
Kromatografi cair yang dilakukan di dalam kolom besar merupakan metode
kromatografi terbaik untuk pemisahan campuran dalam jumlah besar. Pada kromatografi
kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita bagian atas kolom penyerap
yang berada dalam tabung kaca, tabung logam atau bahkan tabung plastic. Pelarut (fase
gerak) dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran ini disebabkan oleh gaya berat atau
di dorong dengan tekanan. Zat penyerap (misalnya aluminium oksida yang telah diaktifkan,
silica gel, kilsegur terkalsinaasi, dan kilsegur kromatografi murni) dalam keadaan kering
atau sebagai bubur, dimampatkan ke dalam tabung kaca atau tabung kuwarsa dengan ukuran
tertentu dan mempunyai lubang mengalir keluar dengan ukuran tertentu.Sediaan yang diuji
dan dilarutkan dalam sedikit pelarut ditambahkan pada puncak kolom dan dibiarkan
mengalir ke dalam zat penyerap. Zat berkhasiat diserap dari larutan secara sempurna oleh
bahan penyerap berupa pita sempit pada puncak kolom.
         Dengan mengalirkan pelarut lebih lanjut, dengan atau tanpa tekanan udara, masing-
masing zat bergerak turun dengan kecepatan khas hingga terjadi pemisahan dalam kolom
yang disebut kromatogram. Kecepatan bergerak zat dipengaruhi oleh beberapa faktor
misalnya daya serap zat penyerap, sifat pelarut dan suhu dari sistem kromatografi. Jika
dikehendaki pemisahan beberapa zat khasiat dapat dilakukan dengan mengalirkan
selanjutnya pelarut yang sama atau pelarut lain yang mempunya daya elusi yang kuat .
Teknik pemisahan kromatografi kolom dalam memisahkan campuran, kolom
yang telah dipilih sesuai ukuran diisi dengan bahan penyerap (adsorben) seperti alumina
dalam keadaan kering atau dibuat seperti bubur dengan pelarut. Pengisian dilakukan
dengan bantuan batang pemanpat (pengaduk) untuk memanpatkan adsorben dengan gelas
wool pada dasar kolom. Pengisian harus dilakukan secara hati-hati dan sepadat mungkin
agar rata sehingga terhindar dari gelembung-gelembung udara. Untuk membantu
homogenitas pengepakan biasanya kolom setelah diisi divibrasi, diketok-ketok atau
dijatuhkan lemah pada pelat kayu. Sejumlah cuplikan dilarutkan dalam sedikit pelarut,
dituangkan melalui sebelah atas kolom dan dibiarkan mengalir ke dalam adsorben.
Komponen-komponen dalam campuran diadsorpsi dari larutan secara kuantitatif oleh
bahan penyerap berupa pita sempit pada permukaan atas kolom, dengan penambahan
pelarut (eluen) secara terus-menerus, masing-masing komponen akan bergerak turun
melalui kolom dan pada bagian atas kolom akan terjadi kesetimbangan baru antara bahan
penyerap, komponen campuran dan eluen.
Kesetimbangan dikatakan tetap bila suatu komponen yang satu dengan lainnya
bergerak ke bagian bawah kolom dengan waktu atau kecepatan berbeda-beda sehingga
terjadi pemisahan. Jika kolom cukup panjang dan semua parameter pemisahan betul-betul
terpilih seperti diameter kolom, adsorben, pelarut dan kecepatan alirannya, maka akan
terbentuk pita-pita (zona-zona) yang setiap zona berisi satu macam komponen. Setiap zona
yang keluar dari kolom dapat ditampung dengan sempurna sebelum zona yang lain keluar
dari kolom. Komponen (eluat) yang diperoleh dapat diteruskan untuk ditetapkan kadarnya,
misalnya dengan cara titrasi atau spektofotometri.
Gambar
Kromatografi Kolom Konvensional :

D. Elusi (pengembangan)
Fase gerak (cairan = pelarut pengembang)

Fase gerak dimasukkan kedalam kolom dengan cara dituangkan sedikit demi
sedikit atau dialirkan dari bejana yang diletakkan diatas kolom sehingga fase
gerak mengalir dengan sendirinya. Cara yang praktis adalah dengan
memasukkan kedalam corong pisah, ujung corong pisah dimasukkan kedalam
kolom dan ujung lain tertutup, sedangkan keran terbuka. Fase gerak akan keluar
dengan sendirinya sesuai dengan keluarnya fase gerak dari kolom. Dibedakan dua
jenis cara elusi:

- Elusi isokratik yaitu selama proses elusi menggunakan fase gerak dengan polaritas
tetap.
- Elusi gradien (bertahap) yaitu selama proses elusi menggunakan fase gerak
berubah-ubah polaritasnya. Untuk membuat polaritas berubah-ubah maka
komposisi fase gerak berubah. Pada umumnya dimulai fase gerak non polar
kemudian berubah kepelarut yang polar. Perubahan ini dapat diprogramkan sesuai
dengan pemisahan yang diinginkan.

Gambar Diagram pemisahan dua komponen pada kromatografi kolom

Elusi dihentikan jika sudah tidak ada lagi sampel yang dapat dibawa keluar lagi oleh
fase gerak, bila digunakan elusi gradien sudah sampai pada fase gerak yang paling
polar.

E. Mendeteksi komponen yang dipisahkan


Kromatografi kolom yang konvensional tidak dilengkapi detektor, namun sekarang
dapat digunakan dengan mengalirkan eluate (efluen) pada detektor untuk mendeteksi
komponen. Yang umum digunakan dan mudah dikerjakan adalah dengan memonitor
fraksi dengan KLT. Fraksi yang mempunyai profil bercak KLT yang mirip
digabungkan. Selanjutnya gabungan ini dapat dianalisis lebih lanjut.

F. Jenis Kromatografi Kolom Lainnya

1. Kromatografi kolom isap


 Suction Colomn
Isolasi komponen kimia dalam jumlah yang banyak, berdasarkan absorpsi dan
partisi, dimana kolom diisi dengan fase diam divakumkan dengan suatu
pompa vakum agar eluen dapat turun mengelusi komponen kimia yang
selanjutnya keluar sebagai fraksi-fraksi.
 Rapid-Sigel
Isolasi komponen kimia dalam jumlah yang sedikit berdasarkan absorpsi dan
partisi, dimana kolom diisi dengan fase diam divakumkan dengan suatu
pompa vakum agar eluen dapat turun mengelusi komponen kimia yang
selanjutnya keluar sebagai fraksi-fraksi.

 Press Colomn
Kromatografi kolom sederhana di mana fase gerak bergerak dengan cepat
karena penggunaan tekanan positif dari tabung nitrogren. Udara yang ditekan
mengandung O2 dan uap air yang dapat menyebabkan peruraian produk dari
ekstrak dan berubah saat pemisahan kromatografi.

Keterbatasan kromatografi kolom-terbuka klasik ialah sebagai berikut :

a. Pemisahan lambat
b. Penjerapan linarut yang tidak bolak-balik
c. Tidak dapat dipakai jika partikel terlalu kecil.
Kombinasi antara kromatografi kolom kering dan kromatografi cair vakum
memiliki kelebihan dimana laju pengelusian lebih tinggi dan memperpendek waktu
kontak linarut dengan penjerap.

Untuk kolom gaya tarik bumi yang memakai penjerap berukuran 60- 230 mesh
2
(63-250 µm), umumnya laju aliran sekitar 10-20 mL/cm penampang kolom/jam.
Untuk partikel yang lebih kecil dari 200 mesh diperlukan semacam pemompaan
atau sistem bertekanan. Kemudian laju dapat ditingkatkan sampai 2 mL atau lebih
setiap menitnya, atau sampai batas sistem tekanan.

Kromatografi Vakum Cair mempunyai keuntungan yang utama dibandingkan


dengan kolom konvensional yaitu :

1. Konsumsi fase gerak KCV hanya 80% atau lebih kecil dibanding dengan kolom
konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase gerak lebih
lambat (10-100µl/menit)
2. Adanya aliran fase gerak lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal jika
digabung dengan spectrometer massa
3. Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solute lebih pekat karenanya
jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas missal sampel
klinis
Kerugian KCV (Kromatogravi Vakum Cair) :

1. Membutuhkan waktu yang cukup lama


2. Sampel yang dapat digunakan terbatas

Gambar Kromatografi Kolom Vakum ;

BAB IV
KROMATOGRAFI KOLOM MODERN

I. KROMATOGRAFI GAS

A. Pengertian Kromatografi Gas


Kromatografi gas adalah cara pemisahan kromatografi menggunakan gas sebagai
fasa penggerak. Zat yang dipisahkan dilewatkan dalam kolom yang diisi dengan fasa diam.
Gas pembawa mengalir melalui kolom dengan kecepatan tetap, memisahkan zat dalam gas
atau cairan, atau dalam bentuk padat pada keadaan normal. Cara ini digunakan untuk
percobaan identifikasi dan kemurnian, atau untuk penetapan kadar.

Kromatografi Gas ( GC) merupakan jenis kromatografi yang digunakan dalam


kimia organik untuk pemisahan dan analisis. GC dapat digunakan untuk menguji kemurnian
dari bahan tertentu, atau memisahkan berbagai komponen dari campuran. Dalam beberapa
situasi, GC dapat membantu dalam mengidentifikasi sebuah kompleks.

Dalam kromatografi gas, fase yang bergerak (mobile phase) adalah sebuah
operator gas, yang biasanya gas murni seperti Helium atau yang tidak reaktif seperti gas
Nitrogen. Stationary atau fasa diam merupakan tahap mikroskopis lapisan cair atau polimer
yang mendukung gas murni, di dalam bagian dari sistem pipa-pipa kaca atau logam yang
disebut kolom. Instrumen yang digunakan untuk melakukan kromatografi gas disebut gas
chromatograph atau aerograph (gas pemisah).

Kromatografi gas yang pada prinsipnya sama dengan kromatografi kolom serta
yang lainnya (seperti HPLC dan TLC), tapi memiliki beberapa perbedaan penting. Pertama,
proses memisahkan komponen dalam campuran dilakukan antara stationary fase cair dan gas
fase bergerak, sedangkan pada kromatografi kolom yang seimbang adalah tahap yang solid
dan bergerak adalah fase cair. Jadi, nama lengkap prosedur adalah kromatografi gas-cair,
tergantung pada fasa diam dan fasa gerak masing-masing. Kedua, melalui kolom yang lolos
tahap gas terletak di sebuah oven dimana temperatur gas yang dapat dikontrol, sedangkan
kromatografi kolom biasanya tidak memiliki kontrol seperti suhu. Ketiga, konsentrasi yang
tetap dalam fase gas hanya salah satu fungsi dari tekanan uap dari gas.
Kromatografi gas juga mirip dengan penyulingan, karena kedua proses
memisahkan komponen dari campuran terutama berdasarkan titik didih atau perbedaan

tekanan uap. Namun, penyulingan biasanya digunakan untuk memisahkan komponen


campuran pada skala besar, sedangkan GC dapat digunakan pada skala yang lebih kecil
(microscale).

B. Sistem Peralatan Kromatografi Gas

Sistem peralatan kromatografi gas pada umumnya meliputi :


1. fase gerak.
2. ruang suntik sampel.
3. kolom yang diletakkan dalam oven yang dikontrol secara termostatik.
4. sistem deteksi dan pencatat (detector dan recorder).
5. komputer yang dilengkapi dengan perangkat pengolah data.

Gambar IV B.1. Rangkaian Alat Kromatografi Gas.


1. Fase Gerak
Fase gerak pada GC juga disebut dengan gas pembawa karena tujuan awalnya
adalah untuk membawa solut ke kolom, karenanya gas pembawa tidak berpengaruh pada
selektifitas. Syarat gas pembawa adalah: tidak reaktif, murni/kering karena kalau tidak
murni akan berpengaruh pada detector, dan dapat disimpan dalam tangki tekanan tinggi
(biasanya merah untuk hidrogen dan abu-abu untuk nitrogen)

2. Ruang suntik sampel


Lubang injeksi didesain untuk memasukkan sampel secara cepat dan efisien.
Desain yang populer terdiri atas saluran gelas yang kecil atau tabung logam yang
dilengkapi dengan septum karet pada satu ujung untuk mengakomodasi injeksi dengan
semprit (syringe). Karena helium (gas pembawa) mengalir melalui tabung, sejumlah
volume cairan yang diinjeksikan (biasanya antara 0,1-3,0 μL) akan segera diuapkan untuk
selanjutnya di bawa menuju kolom. Berbagai macam ukuran semprit saat ini tersedia di
pasaran sehingga injeksi dapat berlangsung secara mudah dan akurat. Septum karet, setelah
dilakukan pemasukan sampel secara berulang, dapat diganti dengan mudah. Sistem
pemasukan sampel (katup untuk mengambil sampel gas) dan untuk sampel padat juga
tersedia di pasaran. Pada dasarnya, ada 4 jenis injector pada kromatografi gas, yaitu:

a. Injeksi langsung (direct injection), yang mana sampel yang diinjeksikan akan diuapkan
dalam injector yang panas dan 100 % sampel masuk menuju kolom.
b. Injeksi terpecah (split injection), yang mana sampel yang diinjeksikan diuapkan dalam
injector yang panas dan selanjutnya dilakukan pemecahan.
c. Injeksi tanpa pemecahan (splitness injection), yang mana hampir semua sampel diuapkan
dalam injector yang panas dan dibawa ke dalam kolom karena katup pemecah ditutup.
d. Injeksi langsung ke kolom (on column injection), yang mana ujung semprit dimasukkan
langsung ke dalam kolom.

Teknik injeksi langsung ke dalam kolom digunakan untuk senyawa- senyawa yang
mudah menguap. Karena kalau penyuntikannya melalui lubang suntik secara langsung
dikhawatirkan akan terjadi peruraian senyawa tersebut karena suhu yang tinggi atau
pirolisis.
3. Kolom Yang Diletakkan Dalam Oven Yang Dikontrol Secara Termostatik
Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya terdapat fase
diam. Oleh karena itu, kolom merupakan komponen sentral pada GC. Ada 3 jenis kolom pada
GC yaitu kolom kemas (packing column) dan kolom kapiler (capillary column); dan kolom
preparasi (preparative column). Perbandingan kolom kemas dan kolom kapiler ditunjukkan oleh
gambar berikut :

Gambar.. Kolom Kromatografi Gas.

Kolom kemas terbuat dari gelas atau logam yang tahan karat atau dari tembaga dan
aluminium. Panjang kolom jenis ini adalah 1–5 meter dengan diameter dalam 1-4 mm. Kolom
kapiler sangat banyak dipakai karena kolom kapiler memberikanefisiensi yang tinggi (harga
jumlah pelat teori yang sangat besar > 300.000 pelat). Kolom preparatif digunakan untuk
menyiapkan sampel yang murni dari adanya senyawa tertentu dalam matriks yang kompleks.

Fase diam yang dipakai pada kolom kapiler dapat bersifat non polar, polar, atau semi
polar. Fase diam non polar yang paling banyak digunakan adalah metil polisiloksan (HP-1;
DB-1; SE-30; CPSIL-5) dan fenil 5%-metilpolisiloksan 95% (HP-5; DB-5; SE-52; CPSIL-8).
Fase diam semi polar adalah seperti fenil 50%-metilpolisiloksan 50% (HP-17; DB-17; CPSIL-
19), sementara itu fase diam yang polar adalah seperti polietilen glikol (HP-20M; DB-WAX;
CP-WAX; Carbowax-20M).

1. Sistem Deteksi Dan Pencatat (Detector Dan Recorder).

Komponen utama selanjutnya dalam kromatografi gas adalah detector. Detector


merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat keluar fase gerak (gas
pembawa) yang membawa komponen hasil pemisahan. Detector pada kromatografi adalah
suatu sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan komponen-
komponen di dalamnya menjadi sinyal elektronik. Sinyal elektronik detector akan sangat
berguna untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif terhadap komponen-komponen yang
terpisah di antara fase diam dan fase gerak.
Pada garis besarnya detector pada KG termasuk detector diferensial, dalam arti respons
yang keluar dari detector memberikan relasi yang linier dengan kadar atau laju aliran massa
komponen yang teresolusi. Kromatogram yang merupakan hasil pemisahan fisik komponen-
komponen oleh GC disajikan oleh detector sebagai deretan luas puncak terhadap waktu. Waktu
tambat tertentu dalam kromatogram dapat digunakan sebagai data kualitatif, sedangkan luas
puncak dalam kromatogram dapat dipakai sebagai data kuantitatif yang keduanya telah
dikonfirmasikan dengan senyawa baku. Akan tetapi apabila kromatografi gas digabung dengan
instrumen yang multipleks misalnya GC/FT-IR/MS, kromatogram akan disajikan dalam bentuk
lain.
Beberapa sifat detector yang digunakan dalam kromatografi gas adalah sebagai berikut :

Jenis Detector Jenis Sampel Batas Kecepatan Alir (ml/menit)

Deteksi Gas H2 Udara

Pembawa

Hantaran panas Senyawa umum 5-100 ng 15-30 - -

Ionisasi nyawa Hidrokarbon 10-100 pg 20-60 30-60 200-500

Penangkap Halogen organik, 0,05-1 pg 30-60 - -

elektron pestisida

Nitrogen-fosfor Senyawa nitrogen 0,1-10 g 20-40 1-5 700-100

organik dan
phospat organik

Fotometri nyala Senyawa-senyawa 10-100 pg 20-40 50-70 60-80

(393 nm) sulfur

Fotometri nyala Senyawa-senyawa 1-10 pg 20-40 120-170 100-150

(526 nm) fosfor

Foto ionisasi Senyawa yang 2 pg 30-40 - -

terionisasi dg UV C/detik

Konduktivitas Halogen, N, S 0,5 pg C 20-40 80 -

elektrolitik 12 pg S

4 pg N

Fourier Senyawa-senyawa 1000 pg 3-10 - -

Transform- organik

inframerah

(FTIR)

Selektif massa Sesuai untuk 10 pg-10 0,5-30 - -

senyawa apapun ng
Emisi atom Sesuai untuk 0,1-20 pg 60-70 -

elemen apapun

Contoh Detector dalam Kromatografi Gas

5. Komputer Yang Dilengkapi Dengan Perangkat Pengolah Data.


Komponen GC selanjutnya adalah komputer. GC modern menggunakan komputer yang
dilengkapi dengan perangkat lunaknya (software) untuk digitalisasi signal detector dan
mempunyai beberapa fungsi antara lain:

o Memfasilitasi setting parameter-parameter instrumen seperti: aliran fase gas,suhu


oven dan pemrograman suhu, serta penyuntikan sampel secara otomatis.
o Menampilkan kromatogram dan informasi-informasi lain dengan menggunakan
grafik berwarna.
o Merekam data kalibrasi, retensi, serta perhitungan-perhitungan dengan statistik
o Menyimpan data parameter analisis untuk analisis senyawa tertentu.

B. Prinsip Kerja Kromatografi Gas


Prinsip utama pemisahan dalam kromatografi gas adalah berdasarkan perbedaan laju
migrasi masing-masing komponen dalam melalui kolom. Komponen-komponen yang terelusi
dikenali (analisis kualitatif) dari nilai waktu retensinya. KG merupakan teknik pemisahan
yang mana solut-solut yang mudah menguap (dan stabil terhadap panas) bermigrasi melalui
kolom yang mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio
distribusinya. Pemisahan pada KG didasarkan pada titik didih suatu senyawa dikurangi
dengan semua interaksi yang mungkin terjadi antara solut dengan fasa diam. Selain itu juga
penyebaran cuplikan diantara dua fasa. Salah satu fasa ialah fasa diam yangpermukaannya
nisbi luas dan fasa yang lain yaitu gas yang mengelusi fasa diam. Fasa gerak yang berupa gas
akan mengelusi solut dari ujung kolom lalu menghantarkannya ke detector.

D. Cara kerja Kromatografi Gas


Cara kerja dari kromatografi gas adalah gas pembawa lewat melalui satu sisi detector
kemudian memasuki kolom. Di dekat kolom ada suatu alat di mana sampel-sampel bisa
dimasukkan ke dalam gas pembawa ( tempat injeksi). Sampel-sampel tersebut dapat berupa
gas atau cairan yang volatil (mudah menguap). Lubang injeksi dipanaskan agar sampel
teruapkan dengan cepat.

Aliran gas selanjutnya menemui kolom,kolom berisi suatu padatan halus dengan luas
permukaan yang besar dan relatif inert. Sebelum diisi ke dalam kolom, padatan tersebut
diimpregnasi dengan cairan yang diinginkan yang berperan sebagai fasa diam atau stasioner
sesungguhnya, cairan ini harus stabil dan non volatil pada temperatur kolom dan harus sesuai
dengan pemisahan tertentu. Setelah muncul dari kolom itu, aliran gas lewat melalui sisi lain
detector.Maka elusi zat terlarut dari kolom mengatur ketidakseimbangan antara dua sisi
detector yang direkam secara elektrik..

E. Contoh Analisis Data GC


Salah satu contoh penggunaan GC adalah untuk menganalisis komposisi hidrokarbon
dalam minyak bumi. Adapun detector yang digunakan adalah FID (Flame Ionization Detector)
dan kolom yang digunakan adalah kolom non polar (DB-1, SPB-1, HP-1 dll). Analisis
kromatografi gas didasarkan pada waktu retensi karena waktu retensi bersifat karakteristik pada
tiap senyawa. Sehingga data retensi yang belum terkoreksi biasanya tidak digunakan mengingat
waktu retensi tergantung pada :

1. Kolom

2. Fase cair

3. Temperatur kolom

4. Kecepatan aliran

5. Jenis gas pembawa

6. Volume mati instrumen

7. Penurunan tekanan across kolom


Program temperatur atau biasa disebut Condition Operation atau Ramp temp adalah sebuah
program pengaturan yang disediakan software untuk mengatur temperatur di dalam oven dimana
kolom berada. Dengan mengatur suhu kolom maka otomatis kecepatan pemisahan komponen
yang masuk ke dalam kolom juga telah diatur. semakin tinggi setting temperatur maka semakin
cepat contoh yang ada di dalam kolom keluar, begitu pula sebaliknya, tetapi pertanyaannya
adalah semakin cepat contoh keluar apakah juga dapat diidentifikasi komponen apa saja yang
keluar? jawabnya TIDAK. Contoh yang keluar terlalu cepat dari dalam kolom bahkan keluar
dalam waktu yang hampir bersamaan akan membentuk peak-peak kromatogram yang hampir
menyatu mustahil mampu untuk diidentifikasi, waktu yang singkat dalam pemisahan di kolom
akan percuma karena komponen didalam contoh tersebut tidak dapat diidentifikasi. Bagaimana
jika diperlama? Dan berapa lama waktu yang diinginkan? Apakah selama 24 jam atau 32 jam?
apakah kalau lama komponen hidrokarbon akan dapat dianalisi? mungkin saja,tetapi apakah
harus sedemikian lama hanya untuk menunggu pemisahan 10 atau 15 buah komponen. Disinilah
letak point-nya,bagaimana sebuah kondisi pemrograman temperatur diatur supaya dengan waktu
yang relatif singkat komponen-komponen yang diinginkan dapat dianalisis. Analisis komposisi
hidrokarbon cair memerlukan sebuah pengaturan suhu yang cermat, berbeda dengan analisis
komposisi gas alam yang hanya memerlukan pengaturan suhu isotherm.
Adapun panjang kolom yang ideal dalam pemisahan kromatografi kolom adalah
tergantung pada sebanyak apa komponen yang akan dipisahkan dan identifikasi dari minyak
bumi, jika yang dianalisis hanya berapa jumlah fraksi ringan CH 4 sampai dengan C5H12, atau
berapa C4H10 nya maka yang diperlukan hanya kolom dengan panjang 30 meter saja. Berbeda
jika yang diidentifikasi sampai C9H20 atau sampai seluruh komponen hidrokarbon dalam minyak
bumi tersebut misalkan sampai C40H82, maka minimal diperlukan panjang kolom sekitar 60
meter, kebutuhannya akan berbeda, walaupun bisa saja fraksi ringan dianalisis dengan kolom 60
meter, peaknya juga semakin bagus, walau waktu yang diperlukan menjadi relatif lebih lama.
Setelah GC siap dan telah dikondisikan, maka sejumlah contoh diinjeksikan dengan
menggunakan syringe. Jumlah contoh tidak perlu terlalu banyak 2 µl sampai 5 µl sudah cukup.
Selanjutnya GC akan bekerja memisahkan komponen-komponen hidrokarbon dalam minyak
bumi. Waktu yang dibutuhkan bervariasi tergantung pada permrograman suhu/temperatur
analisis.
Analisis dinyatakan selesai jika baseline sudah kembali lurus, menandakan sample sudah
habis terelusi. Apakah analisis sudah selesai? Secara teknis ya selesai. Tetapi masih perlu
dilakukan indentifikasi dan analisis kuantitatif. Disinilah saatnya dilakukan identifikasi dengan
standard yang ada pada kondisi operasi yang sama dengan saat sampel dianalisis/di run. Dengan
membandingkan waktu retensi antara keduanya (sampel dan standard) maka secara kualitatif
komponen-komponen yang dianalisis telah mampu diidentifikasi. Misalnya dalam analisis C 3H8,
C4H10,C5H12, C6H14, C7H16, Benzena, dan Toluena maka harus dilakukan injeksi standard
komponen-komponen diatas pada kondisi operasi yang sama, maka komponen-komponen
tersebut akan menghasilkan waktu retensi yang sama (terelusi pada waktu retensi yang sama).
Dengan membandingkan waktu retensinya maka dapat diidentifikasi/diketahui letak C 3H8,
C4H10,C5H12, C6H14, C7H16, Benzena, dan Toluena didalam sekumpulanpeak minyak bumi.
Sebagai informasi,standard diperlukan dalam identifikasi karena jumlah peak yang ada didalam
minyak bumi bisa mencapai ratusan peak.
Senyawa hidrokarbon rantai lurus akan keluar berurutan sesuai urutan homolognya, tidak
mungkin C6H14akan keluar pada menit 7 dan C4H10pada menit ke 8, senyawa benzena pun akan
keluar lebih dahulu daripada Toluena, begitupula senyawa toluena akan lebih dahulu terpisahkan
dibandingkan senyawa xylene.

Gambar IV.E.1. Contoh kromatogram


Gambar diatas adalah salah satu hasil analisis berupa kromatogram. Puncak/peak itulah yang
menunjukkan setiap senyawa/komponen dari hidrokarbon minyak bumi. Identifikasi komponen
adalah hal terpenting dalam setiap pekerjaan analisis setelah menentukan kondisi operasi GC.
Jika gagal dalam melakukan identifikasi maka hasil analisis GC yang dilakukan tidak akan
berguna.
Identifikasi komponen didalam minyak bumi adalah seni, jadi yang dibandingkan bukan
hanya terhadap waktu retensinya saja tetapi juga terhadap patern yang dihasilkan. Minyak bumi
memiliki patern yang sama, walaupun waktu retensinya berubah-ubah. Waktu Retensi yang
sama akan menunjukkan komponen yang sama pada kondisi operasi yang sama adalah semacam
hukum tak tertulis, tetapi jika GC tidak dilengkapi dengan AFC (Automatic Flow Control) atau
alat sejenisnya maka waktu retensi yang dihasilkan cenderung berubah-ubah tergantung
bagaimana injeksi dilakukan. Setiap operator akan memiliki style masing-masing, dan itu akan
menggeser waktu retensi tetapi dengan bantuan Autosampler kesalahan itu dapat diminimalisasi.

Setelah dilakukan identifikasi,maka dilakukan perhitungan berapa kandungan komponen yang


akan dianalisis, misalnya yang ingin dihitung adalah berapa kandungan C 4H10 dan C5H12 dalam
suatu minyak bumi. Setelah dilakukan identifikasi terhadap C4H10 dan C5H12, maka dicatat berapa
area dari komponen tersebut. C4H10 memiliki 2 komponen yaitu i-C4H10 dan n-C4H10, demikian
juga dengan C5H12 memiliki i-C5H12 dan n-C5H12,(i =isomer, n = normal), jika area setiap
komponen isomer dan normal ingin dibuat terpisah maka setiap areanya juga harus dipisahkan,
tetapi jika sebagai total maka cukup dijumlah sebagai satu area saja.

Area setiap komponen akan otomatis tercatat begitu analisis selesai dilakukan, area tersebut
dihasilkan dari software pemroses data (data acquisition), dan biasanya bisa di copy paste ke
excel, atau di-convert kedalam kode ASCII.Setelah dilakukan pemindahan data ke excel maka
perhitungan dapat dilakukan dalam excel. Area Total C4 misalnya 1000, area total C5 misalnya
1500, maka untuk mendapatkan berapa % C4 dan C5, harus diketahui berapa total Area dari
keseluruhan hasil analisis misalnya total area komponen dari contoh adalah 500.000, maka % C 4
=1000/500.000 x 100, %C5 =1500/500.000 x 100, sehingga akan didapatkan C 4 = 0.2 % dan C5 =
0.3% dan sisanya sebanyak 99.5% adalah hidrokarbon lainnya. Satuan dari perhitungan diatas
adalah % berat (Weight %). Perhitungan diatas dilakukan dalam bentuk normalisasi, sehingga
hasil total adalah 100 %.

F. Kelebihan dan Kekurangan Kromatografi Gas

1. Keunggulan dari metode ini adalah sebagai berikut :

 Efisien, resolusi tinggi sehingga dapat digunakan untuk menganalisis


partikel berukuran sangat kecil seperti polutan dalam udara.

 Aliran fasa bergerak (gas) sangat terkontrol dan kecepatannya tetap.


 Pemisahan fisik terjadi didalam kolom yang jenisnya banyak sekali,
panjang dan temperaturnya dapat diatur.

 Banyak sekali macam detector yang dapat dipakai pada kromatografi


gas (saat ini dikenal 13 macam detector) dan respondetector adalah
proporsional dengan jumlah tiap komponen yang keluar dari kolom.

 Sangat mudah terjadi pencampuran uap sampel kedalam fasa bergerak.

 Kromatograf sangat mudah digabung dengan instrumen fisika-kimia


yang lainnya, contohnya GC/FT-IR/MS.
 Analisis cepat, biasanya hanya dalam hitungan menit.

 Tidak merusak sampel.

 Sensitivitas tinggi sehingga dapat memisahkan berbagai senyawa yang saling


bercampur dan mampu menganalisis berbagai senyawa meskipun dalam
kadar/konsentrasi rendah. Seperti dalam udara, terdapat berbagai macam senyawa
yang saling bercampur dan dengan ukuran partikel/molekul yang sangat kecil.
2. Kekurangan dari metode ini adalah sebagai berikut :
 Teknik Kromatografi gas terbatas untuk zat yang mudah menguap.

 Kromatografi gas tidak mudah dipakai untuk memisahkan campuran dalam


jumlah besar. Pemisahan pada tingkat mg mudah dilakukan, pemisahan pada
tingkat gram mungkin dilakukan, tetapi pemisahan dalam tingkat pon atau ton
sukar dilakukan kecuali jika ada metode lain.

 Fase gas dibandingkan sebagian besar fase cair tidak bersifat reaktif terhadap fase
diam dan zat terlarut.
II. KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)
Kromatografi cair, dalam praktek ditampilkan dalam kolom gelas berdiameter besar, pada
dasamya dibawah kondisi atmosfer. Waktu analisis lama dan segala prosedur biasanya sangat
membosankan. Pada akhir tahun 1960 an, semakin banyak usaha dilakukan untuk pengembangan
kromatografi cair sebagai suatu teknik mengimbangi kromatografi gas. High Performance Liquid
Chromatography (HPLC) atau Kromatografi Cair Penampilan Tinggi atau High Preformance =
Tekanan atau Kinerja Tinggi, High Speed= Kecepatan Tinggi dan Modern = moderen) telah
berhasil dikembangkan dari usaha ini. Kemajuan dalam keduanya instrumentasi dan pengepakan
kolom terjadi dengan cepatnya sehingga sulit untuk mempertahankan suatu bentuk hasil keahlian
membuat instrumentasi dan pengepakan kolom dalam keadaan tertentu. Tentu saja, saat ini
dengan teknik yangsudah matang dan dengan cepat HPLC mencapai suatu keadaan yang
sederajat dengan kromatografi gas (Putra, 2004).
Umumnya metode kromatografi seperti adsorpsi, partisi, dan penukar ion adalah contoh-
contoh dari kromatografi kolom. Pada metode kromatografi cair ini digunakan kolom tabung
gelas dengan bermacam diameter. Partikel dengan dimensi yang bervariasi digunakan sebagai
penunjang stasioner. Banyaknya cairan pada kolom jumlahnya sedemikian rupa sehingga hanya
cukup menghasilkan sedikit tekanan untuk memelihara aliran fase gerak yang seragam. Secara
keseluruhan pemisahan ini memakan waktu lama. Berbagai usaha telah dilakukan untuk
menambah laju aliran tanpa mengubah tinggi piringan teoritis kolom. Penurunan ukuran partikel
penunjang stasioner tidak selalu menguntungkan. Kromatografi cair kinerja tinggi atau high
performance liquid chromatography (HPLC) berbeda dari kromatografi cair klasik. HPLC
menggunakan kolom dengan diameter umumnya kecil, 2-8 mm dengan ukuran partikel
penunjang 50 nm; sedangkan laju aliran dipertinggi dengan tekanan yang tinggi (Khopkar,
2003).
HPLC telah digunakan di Indonesia sejak tahun 1997 oleh Wiadnyana dalam
penelitiannya yang bertema menguji dan menentukan kadar toksisitas berbagai macam
fitoplankton di perairan laut. Selain digunakan untuk uji toksisitas, dalam bidang Biokimia
HPLC kerap digunakan untuk menghitung kadar vitamin dan protein dari suatu makanan atau
sampel. Singkatnya, HPLC merupakan sebuah metode analisa modern yang multifungsi dan
sudah ada di Negara kita Indonesia. Oleh karena itu ijinkan penulis untuk bercerita sedikit
tentang High Perfomance Liquid Chromatography.
A. Teknik Pemisahan dengan HPLC
Tehnik pemisahan dalam kromatografi melibatkan dua fasa, yakni fasa diam yaitu padat
atau cairan yang terikat pada padatan pendukung, dan fasa gerak yang berupa gas dan cair.
Proses pemisahan dalam kromatografi di dasarkan pada perbedaan laju migrasi masing- masing
komponen dalam sistem kromatografi. Perbedaan laju migrasi dari masing-masing komponen
merupakan akibat dari perbedaan keseimbangan distribusi masing-masing komponen diantara
fasa gerak dan fasa diam. Metode kromatografi dibedakan dalam beberapa macam, berdasar pada
fasa gerak, fasa diam, mekanisme, dan tehnik yang digunakan dan salah satu diantaranya adalah
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC).
Dalam kromatografi cair Kinerja tinggi ini fasa gerak yang digunakan berupa cairan,
sedangkan fasa diamnya berupa padatan (silica gel) yang ditempatkan pada kolom tertutup
(melekat secara kimia dalam kolom tersebut). Maksud dan tujuan analisis dengan kromatografi
yaitu didapatnya pemisahan yang baik demikian halnya dalam HPLC diharapkan pemisahannya
baik dan dalam waktu proses yang relative singkat. Untuk mencapai Tujuan analisis ini, maka
dipilih pelarut pengembang yang sesuai dengan komponen yang dipisahkan, kolom yang
digunakan juga harus diperhatikan, dan detector yang memadai.
Parameter baik atau tidaknya suatu kromatografi didasarkan pada lima factor, yaitu waktu
retensi, faktor kapasitas, efisiensi kolom, resolusi, dan factor ikutan.
a.       Waktu retensi didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan untuk membawa keluar suatu
komponen dari dalam kolom kromatografi sehingga yang keluar dari kolom adalah tepat
konsentrasi maksimum.
b.      Faktor kapasitas (k’) juga merupakan ukuran retensi suatu komponen dalam kolom. Jika nilai
k’ kecil, maka komponen tertahan sebentar dalam kolom. Dan jika nilai k’ yang lebih besar,
maka pemisahan baik tetapi waktu yang dibutuhkan untuk analisis lebih lama dan dan
puncaknya melebar. Sehingga ditentukanlah nilai k’ optimum, yaitu antara 1 sampai 10.
Kolom dinyatakan baik jika cukup selektif artinya mampu menahan berbagai komponen
dengan kekuatan yang cukup berbeda. Agar terjadi pemisahan yang baik maka nilai
selektivitas (α) harus lebih besar daripada 1., dimana semakin besar nilai α maka
pemisahannya akan semakin baik. Nilai α dapat diubah-ubah dengan cara, mengubah fasa
gerak (misal: memperbesar polaritas); mengubah fasa diam; mengubah temperature, karena
pada umumnya kenaikan temperature akan memperkecil waktu retensi; dan mengubah
bentuk komponen.
c.       Efisiensi kolom merupakan kemampuan kolom mengeluarkan hasil yang diinginkan dengan
hasil yang memuaskan dan dalam waktu yang singkat.
d.      Keterpisahan antara dua puncak kromatogram dinyatakan dengan resolusi ‘R’ (ukuran besar
kecilnya pemisahan). Jika nilai R ≥ 1,5 maka senyawa terpisah dengan baik.
e.       Sedangkan factor terikutan (Tf) merupakan ukuran kesimetrisan suatu puncak. Dengan
catatan nilai Tf < 2,0.
Perkembangan HPLC berkembang dari asas proses pemisahan adsorpsi dan partisi ke
arah yang lebih luas, yaitu proses pemisahan yang berasaskan afinitas. Filtrasi gel dan ion yang
berpasangan., akan tetapi proses pemisahannya tetap dilaksanakan di dalam kolom disertai
pemakaian pelarut pengembangdengan tekanan tinggi (Ahmad dan Suherman, 1995).
Teknik HPLC merupakan satu teknik kromatografi cair– cair yang dapat digunakan baik
untuk keperluan pemisahan maupun analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif dengan teknik HPLC
didasarkan kepada pengukuran luas atau area puncak analit dalam kromatogram, dibandingkan
dengan luas atau area larutan standar. Kegunaan umum HPLC adalah untuk pemisahan sejumlah
senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis ; analisis ketidakmurnian (impurities);
analisis senyawa- senyawa mudah menguap (volatile); penentuan molekul- molekul netral, ionic,
maupun zwitter ion; isolasi dan pemurnian senyawa; pemisahan senyawa-senyawa yang
strukturnya hampir sama; pemisahan senyawa- senyawa dengan jumlah sekelumit (trace
elements), dalam jumlah yang banyak, dan dalam skala proses industry.

B.  Prinsip Kerja Dari KCKT


Adapun prinsip kerja dari KCKT adalah suatu tekhnik yang mana solut atau zat terlarut
terpisah perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom
kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi solut dalam fase gerak dan fase
diam.
1. Kegunaan KCKT
Kegunaan umum KCKT adalah untuk : pemisahan sejumlah senyawa organik,
anorganik, maupun senyawa biologis ; analisis ketidakmurnian (impurities) ; analisis
senyawa-senyawa tidak menguap (non-volatil) ; penentuan molekul-molekul netral, ionik,
maupun zwitter ion ; isolasi dan pemurnian senyawa; pemisahan senyawa-senyawa yang
strukturnya hampir sama; pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah sekelumit (trace
element), dalam jumlah banyak dan dalam skala proses industri. KCKT merupakan metode
yang tidak dekstruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif.
2. Mekanisme Kerja KCKT
Penggunaan kromatografi cair membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai
macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom,
kecepataan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel.

Instrumen KCKT pada dasarnya tersiri atas delapaan komponen pokok yaitu :
1.      Wadah fase gerak
2.      Sistem penghantaran fase gerak
3.      Alat untuk memasukkan sampel
4.      Kolom
5.      Detektor
6.      Wadah penampung buangan fase gerak
7.      Tabung penghubung
8.      Suatu komputer atau integrator atau perekam

Gambar Rangkaian Instrumen HPLC

1.  Wadah fase gerak pada KCKT


Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah ini biasanya dapat
menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Sebelum menggunakan fase gerak
harus dilakukan degassing (penghilangan gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya
gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga
akan mengacaukan analisis. Pada saat membuat pelarut pada fase gerak maka sangat
dianjurkan untuk menggunakan pelarut, bufer, dan reagen dengan kemurnian yang sangat
tinggi xdan lebih terpilih lagi jika pelarut-pelarut yang akan digunakan untuk KCKT
berderajat KCKT (HPLC grade).
2.  Fase Gerak
Fase gerak atau eluen biasanya terdiri dari campuran pelarut yang dapat
bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi, yang
ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-
komponen sampel.
Deret eluotrofik yang disusun berdasarkan polaritas pelarut merupakan hal
penting dalam pemilihan fase gerak.
Adapun ciri-ciri yang harus dimiliki oleh fase gerak pada KCKT, yaitu :
1) Kemurnian tinggi (high purity), yaitu cairan eluen yang tidak terkontaminasi.
2) Kestabilan tinggi, yaitu eluen yang tidak bereaksi dengan sampel atau zat yang
berfungsi sebagai fase diam.
3) Kekentalan rendah, yaitu kerapatan eluen sekecil mungkin.
4) Dapat melarutkan sampel, tidak mengubah kolom dan sifat kolom serta cocok
dengan detektor.

Beberapa deret eluotropik KCKT :


Pelarut Parameter kekuatan Parameter kekuatan UV cut off (nm)
pelarut (adsorbsi) pelarut (partisi)
n-heksana 0,01 0,1 195
Sikloheksana 0,04 -0,2 200
Tetraklorometan 0,18 1,6 265

Nilai pemenggalan UV merpakan panjang gelombang  yang mana pada kuvet 1 cm,
pelarut akan memberi absorbasi lebih dari 1,0 satuan absorbansi. Sangat dianjurkan untuk
menggunakan panjang gelombang deteksi yang tidak bertepatan atau di sekitar panjang
gelombang pemenggalan UV pelarut yang digunakan sebagai fase gerak.
Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik
adalah campuran larutan bufer dengan metanol atau campuran air dengan asetonitril.Untuk
pemisahan dengan fase normal, fase gerak yang paling sering digunakan adalah campuran
pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut yang terklorisasi atau menggunakan pelarut jenos
alkohol.

3.      Pompa
Ada dua tipe pompa yang digunakan, yaitu pompa kinerja konstan (constant
pressure) dan pompa pemindahan konstan (constant displacement). Pemindahan konstan
dapat dibagi menjadi dua, yaitu: pompa reciprocating dan pompa syringe. Pompa
reciprocating menghasilkan suatu aliran yang berdenyut teratur (pulsating), oleh karena itu
membutuhkan peredam pulsa atau peredam elektronik untuk, menghasilkan garis dasar
(base line) detektor yang stabil, bila detektor sensitif terhadapan aliran. Keuntungan
utamanya ialah ukuran reservoir tidak terbatas. Pompa syringe memberikan aliran yang
tidak berdenyut, tetapi reservoirnya terbatas.
Tujuannya adalah  untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung
secara tepat.Ada 2 jenis pompa KCKT yaitu : pompa dengan tekanan konstan dan pompa
aliran fase gerak yang konstan sejauh ini lebih umum dibandingkan dengan tekanan
konstan.
Syarat – syarat pompa yang ideal:
Mampu membangkitkan tekanan tinggi
a. 

b. Pulse free – out put


c. Control laju alir yang akurat
d. Tahan korosi
e. Terbuat dari bahan yang tahan terhadap fasa gerak
f. Bebas pulsa
g. Perlu“de gasser”
h. Dapat menyalurkan fasa gerak pada rentang kecepatan dan tekanan lebar
i. Dapat digunakan untuk melakukan elusi gradien
j. Bekerja pada tekanan sampai 6000 psi (400 atm)
Tiga jenis pompa yang sering digunakan dalam sistem KCKT yaitu :
1) Pompa Bolak-balik (reciprocating pump)
Jenis pompa yang paling banyak digunakan. Kelebihan pompa jenis ini adalah
volume internalnya kecil sekitar 35 – 400 μl, tekanan hingga 10.000 psi,
kemampuan untuk adaptasi menggunakan elusi gradien, aliran yang konstan
sehingga terbebas dari tekanan balik kolom dan akibat dari kekentalan solven.
2)  Pompa Sistem Penggantian (displacement pump)
Sistem penggantian menggunakan sebuah wadah besar seperti syringe dengan
sebuah penekan yang digerakan oleh motor. Menghasilkan aliran yang bebas
tekanan balik, tidak dipengaruhi kekentalan dan bebas denyut. Kekurangan pompa
jenis ini adalah kapasitas pompa terbatas hanya 250 ml dan cukup sulit saat solven
harus mengalami penggantian.
3)  Pompa Tekanan Udara (pneumatic pump)
Bentuk paling sederhana sebuah pompa pneumatik merupakan wadah yang ditekan
oleh gas bertekanan tinggi. Harga relatif murah dan bebas denyut merupakan
kelebihan jenis pompa ini. Kekurangannya terletak pada kapasitas terbatas, tekanan
keluaran terbatas hanya sekitar 2000 psi, dipengaruhi oleh tekanan balik dan
kekentalan solven dan tidak dapat digunakan untuk sistem elusi gradien.

4.      Injektor (penyuntikan sampel)


Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung kedalam fase gerak yang
mengalir dibawah tekanan meuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari
tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop)
internal atau eksternal. Injeksi sample seluruhnya otomatis dan anda tidak akan mengharapkan
bagaimana mengetahui apa yang terjadi pada tingkat dasar. Karena proses ini meliputi tekanan,
tidak sama halnya dengan kromatografi gas (jika anda telah mempelajarinya).
Pada saat pengisian, sampel digelontor melewati keluk sampel dan kelebihannya
dikeluarkan ke pembuang. Pada saat penyuntikan katup diputar sehingga fase gerak mengalir
melewati keluk sampel dan menggelontor sampel ke kolom. Presisi penyuntikkan dengan
keluk sampel ini dapat mencapai nilai RSD 0,1 %. Penyuntikkan ini mudah digunakan untuk
otomatisasi dan sering digunakan untuk autosampler pada KCKT.
Injektor merupakan tempat untuk memasukkkan sempel ke kolom. Waktu yang
dibutuhkan oleh senyawa untuk bergerak melalui kolom menuju detektor disebut sebagaiwaktu
retensi. Waktu retensi diukur berdasarkan waktu dimana sampel diinjeksikan sampai sampel
menunjukkan ketinggian puncak yang maksimum dari senyawa itu. Senyawa-senyawa yang
berbeda memiliki waktu retensi yang berbeda.
Untuk beberapa senyawa, waktu retensi akan sangat bervariasi dan bergantung pada:
tekanan yang digunakan (karena itu akan berpengaruh pada laju alir dari pelarut) kondisi dari
fase diam (tidak hanya terbuat dari material apa, tetapi juga pada ukuran partikel) komposisi
yang tepat dari pelarut temperatur pada kolom 1. Elusi Gradien Elusi Gradien didefinisikan
sebagai penambahan kekuatan fasa gerak selama analisis kromatografi berlangsung.
Efek dari Elusi Gradien adalah mempersingkat waktu retensi dari senyawa-senyawa
yang tertahan kuat pada kolom. Dasar- dasar elusi gradien dijelaskan oleh Snyder. Elusi
Gradien menawarkan beberapa keuntungan :
Total waktu analisis dapat direduksi
a. 

b. Resolusi persatuan waktu setiap senyawa dalam campuran bertambah


c. Ketajaman Peak bertambah (menghilangkan tailing)
d. Efek sensitivitas bertambah karena sedikit variasi pada peak
5. Kolom
Ada 2 jenis kolom pada KCKT yaitu kolom konvensional dan kolom mikrobor.
Perbandingan kedua kolom dapat dilihat di bawah ini :
Parameter Kolom konvensional Kolom mikrobor
Tabung Stainless steel Stainless steel
kolom Panjang 3,10,15,20 dan 25 Panjang 25 dan 50 cm
cm Diameter luar 0,25 inci
Diameter luar 0,25 inci Diameter dalam 1 atau 2 mm
Diameter dalam 4,6 cm
Fase diam Porous, silika ukuran kecil, Porous, silika ukuran kecil, silika
silika yang dimodofikasi yang dimodofikasi secara kimiawi
secara kimiawi (bonded (bonded phase), atau polimer-
phase), atau polimer- polimer stiren/divinil benzen.Rata-
polimer stiren/divinil rata diameter partikel 3,5 atau
benzen.Rata-rata diameter 10µm dengan kisaran sempit.
partikel 3,5 atau 10µm
dengan kisaran sempit.
Tekanan 500-3000 psi 1000-5000 psi
operasional (35-215 bar (70-350 bar)

Fase gerak Hidrokarbon+pelarut Hidrokarbon+pelarut terklorinasi


terklorinasi atau alkohol atau alkohol untuk fase normal.
untuk fase normal. Untuk Untuk fase terbalik (reversed
fase terbalik (reversed phase) digunakan metanol atau
phase) digunakan metanol asetonitril + air atau
atau asetonitril + air atau bufer.Kecepatan alir 10-100
bufer.Kecepatan alir : 1-3 µl/menit.Modifikasi instrumen
ml/menit Sistem penghantaran pelarut yang
mampu memberikan kontrol aliran
di bawah 10µl/menit.Katup injeksi
sampekl bervolume kecil;sel
detektor bervolume kecil.
Kinerja Efisiensi meningkat dengan Sangat efisiensi dan sensitif, akan
bekurannya ukuran partikel tetapi lambat,konsumsi fase gerak
fase diam, akan tetapi umur hanya ¼ dari kolom konvensional.
kolom dengan ukuran
partikel 3 µm lebih pendek.
Kolom mikrobor mempunyai 3 keuntungan yang utama dibandingkan dengan kolom
konvensional, yakni :
1.   Konsumsi fase gerak mikrobor hanya 80% atau lebhi kecil dibandingkan dengan kolom
konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase gerak lebih lambat (10-100
µl/menit)
2.   Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal jika
digabung dengan spektrometer massa.
3.   Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat, karenanya jenis kolom
ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas misal sampel klinis.
Kolom KCKT secara umum dibuat dari bahan tabung stainless steel, walaupun untuk
tekanan di bawah 600 psi kolom kaca dapat digunakan. Kolom untuk analisis KCKT memiliki
ukuran panjang kolom berkisar dari 10 – 30 cm berbentuk lurus dan jika diperlukan dapat
disambung dengan kolom yang lain. Diameter dalam kolom 4 – 10 mm dengan ukuran partikel 5
– 10 μm. Kolom dari jenis ini mempunyai 40.000 hingga 60.000 lempeng/meternya.
Saat ini, pabrik pembuat kolom telah merancang dan memproduksi kolom dengan kecepatan
dan kinerja tinggi. Beberapa kolom hanya memiliki panjang 1 hingga 4,6 cm dengan ukuran
partikel 3 – 5 μm. Beberapa jenis kolom memiliki jumlah lempeng hingga 100.000 hanya dengan
panjang 3 sampai 7,5 cm dengan kelebihan pada kecepatan dan sedikitnya solven yang
diperlukan dalam pemisahan. Jumlah solven minimum menjadi pertimbangan penting karena
mahalnya solven dengan tingkatan kromatografi (chromatography grade).
Dua jenis kolom digunakan dalam kromatografi cair yaitu jenis pellicular dan partikel
berpori (porous particle). Jenis pellicular terdiri dari partikel dengan bentuk bola, tidak berpori
berbahan dasar gelas atau polimer dengan diameter 30 hingga 40μm. Lapisan tipis berpori silika,
alumina, divinil benzen sintetis polystirena atau resin penukar ion dilapiskan pada
permukaannya.
Jenis kolom dengan partikel berpori berisi partikel berpori dengan diameter partikel 3 –
10μm terbuat dari silika, alumina, resin sintetis divinil benzen polystirena atau resin penukar
kation yang kemudian dilapisi lapisan tipis film berbahan organik sehingga berikatan secara
kimia atau fisika terhadap permukaannya. (Skoog et al., 1998)

Meskipun demikian, dalam prakteknya, kolom mikrobor ini tidak setahan kolom
konvensional dan kurang bermanfaat untuk analisis rutin.
Berbeda dengan kolom kromatografi klasik, kolom KCKT dapat digunakan kembali
(reusable). Banyak analisis yang bisa dilakukan dengan kolom yang sama sebelum dari jenis
sampel yang diinjeksi, kebersihan dari solven dan jenis solven yang digunakan. Kolom diisi
dengan partikel padatan yang berukuran kecil dilapisi secara kimia oleh suatu cairan yang
berfungsi sebagai fasa diam. Komponen-komponen sample dibawa oleh cairan fasa gerak yang
dialirkan dengan bantuan tekanan tinggi melewati kolom fasa diam.
Komponen- komponen dipisahkan berdasarkan partisi antara fasa diam dan fasa gerak
yang satu sama lain tidak bercampur. Efisiensi kolom salah satunya sangat tegantung dari
besarnya partikel fase stasioner. Oleh karena itu bila ukuran fase stasioner lebih kecil, maka
tinggi plat teoritik akan berkurang, sehingga jumlah plat teoritik akan bertambah, yang
meningkatkan efisiensi kolom. Dengan kolom yang pendek dan efisiensi, pemisahan akan
berjalan dengan cepat.
Terdapat banyak analisis yang dikerjakan pada suhu kamar, suhu kolom sering dapat
diatur dengan konstan dengan memakai cara pemanasan. Sering dibutuhkan suhu kolom yang
lebih tinggi dari suhu kamar untuk mengatasi masalah daya larut solute yang dianalisis dan
viskositas fase gerak yang agak tinggi.
6. Fase diam
Kebanyakan fase diam pada KCKT berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi,
silika yang tidak dimodifikasi atau polimer-polimer stiren dan divinil benzen.Permukaan silika
adalah polar dan sedikit asam karena adanya residu gugus silanol (Si-OH).

Silika yang dimodifikasi secara kimiawi dengan menggunakan reagen-reagen yang akan
bereaksi dengan gugus silanol dan menggantinya dengan gugus-gugus fungsional yang lain.
Hasil reaksi yang diperoleh disebut dengan silika fase terikat yang stabil terhadap hidrolisis
karena terbentuk ikatan-ikatan siloksan (Si-O-O-Si). Silika yang dimodifikasi ini mempu
karekateristik kromatografi dan selektifitas yang berbeda jika dibandingkan dengan silika yang
tidak dimodifikasi.

Oktadesil silika (ODS atau C18 )merupakan fase diam paling sering digunakan karena
mampu memisahkan senyawa-senyawa denngan kepolaran yang rendah, sedang maupun tinggi.
Solut-solut yang polar, terutama yang bersofat basa akan mengekor (tailing peak) pada
penggunaan fase diam silika fase terikat. Hal ini disebabkan oleh adanya interaksi adsorbsi
antara solut-solut ini dengan residu silanol dan pengotor logam pada silika.Masalah ini dapat
diatasi dengan end-chapping  yakni proses menutupi residu silanol ini dengan gugus-gugus
trimetilsilil dan menggunakan silika dengan menggunakan silika dengan kemurnian yang tinggi
(kandungan logam <1ppm)
7.   Detektor KCKT
Detektor pada KCKT dikelompokkan dalam 2 golongan yaitu : detektor universal (yang
mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik dan tidak bersifat selektif) seperti
detektor indeks bias dan detektro spektrometri massa; dan golongan detektor yang spesifik yang
hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif seperti detektor UV-Vis, detektor
Fluoresensi dan elektrokimia.
Detektor ideal pada sistem KCKT mempunyai persyaratan :
1) Memiliki sensitifitas yang memadai. Kisaran umum sensitifitas berkisar dari 10 -8hingga
10-15gram zat terlarut per pembacaan
2) Stabil dan memiliki keterulangan yang baik
3) Respon yang linear terhadap kenaikan konsentrasi
4) Waktu respon yang singkat
5) Kemudahan pada penggunaan
6) Memiliki volume internal yang kecil untuk mengurangi pelebaran puncak

Suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut :


1. Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel
2. Mempunyai sensitivitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar yang sangat
kecil.
3. Stabil dalam pengoperasiannya
4. Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita. Untuk
kolom konvensional, selnya bervolume 8µl atau lebih kecil, sementara kolom mikrobor
selnya bervolume 1 µl atau lebih kecil lagi.
5. Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran yang luas
(kisaran dinamis linier).
6. Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak.
Beberapa jenis detektor yang digunakan pada sistem KCKT :
1) Detektor Absorban (UV-Vis)
Pada detektor absorban, aliran akan mengalir melalui detektor dari kolom kromatografi.
Untuk meminimalkan pelebaran puncak, detektor dirancang dalam volume yang sekecil
mungkin. Ukuran volume dibatasi 1 – 10 μl dengan panjang sel 2 – 10 mm. Umumnya sel
detektor mampu menahan tekanan hingga 600 psi sehingga peralatan pengurang tekanan
diperlukan sebelum aliran memasuki detektor.
2) Detektor Fluorescens
Detektor fluorescens yang digunakan sama halnya dengan detektor pada spektrofluoro-
fotometer. Detektor paling sederhana menggunakan lampu merkuri sebagai sumber cahaya
dan filter untuk mengisolasi panjang gelombang emisi radiasi. Lampu Xenon digunakan
pada instrumen yang lebih baik dengan gratting sebagai monokromatornya.
3) Detektor Refraktif Indeks
Detektor jenis ini bekerja dengan mengukur nilai indeks bias yang senyawa yang
melalui sel. Sel akan mengukur indeks bias solven fasa gerak sebagai blanko dan sampel
secara bersamaan untuk mendapatkan nilai indeks bias relatif.
4) Detektor Elektrokimia
Detektor dengan mendasarkan kerjanya pada pengukuran arus listrik. Perubahan arus
akan dideteksi terhadap waktu dan ditampakkan dalam bentuk kromatogram.Contoh
penggunaan detektor adalah pada penetapan senyawa tiol dan disulfida.
5) Detektor Spektra Massa
Sejumlah fraksi kecil cairan dari kolom dimasukkan ke dalam spektrometer massa
pada kecepatan alir 10 – 50 μl per menit atau menggunakan termospray. Analat akan
diionisasikan, dipisahkan pada analisator, dibaca oleh detektor dan menghasilkan spektrum
massa.

Ada beberapa cara untuk mendeteksi substansi yang telah melewati kolom. Metode umum
yang mudah dipakai untuk menjelaskan yaitu penggunaan serapan ultra-violet.

Banyak senyawa-senyawa organik menyerap sinar UV dari beberapa panjang gelombang.


Jika anda menyinarkan sinar UV pada larutan yang keluar melalui kolom dan sebuah
detektor pada sisi yang berlawanan, anda akan mendapatkan pembacaan langsung berapa
besar sinar yang diserap.
Jumlah cahaya yang diserap akan bergantung pada jumlah senyawa tertentu yang melewati
melalui berkas pada waktu itu. Anda akan heran mengapa pelarut yang digunakan tidak
mengabsorbsi sinar UV. Pelarut menyerapnya! Tetapi berbeda, senyawa-senyawa akan
menyerap dengan sangat kuat bagian-bagian yang berbeda dari specktrum UV.
3. Jenis – Jenis Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
a. Kromatografi adsorbsi
Kromatografi adsorbsi sangat cocok untuk pemisahan senyawa-senyawa yang bersifat agak
polar. Partikel-partikel silika atau alumina biasanya digunakan sebagai adsorben. Jenis
kromatografi ini menggunakan fasa gerak non polar seperti heksana dan disebut
jugakromatografi fasa normal.
b. Kromatografi partisi
Kromatografi partisi sangat cocok untuk pemisahan senyawa-senyawa non polar. Jenis
kromatografi ini disebut dengan kromatografi fasa terbalik karena fasa geraknya lebih polar
daripada fasa diam. Salah satu kendala kromatografi ini adalah keterbatasan selektivitas
sebagai ketidakcampuran kedua fasa. Karena keterbatasan ini maka kromatografi partisi
tidak digunakan lagi sebagai teknik analisis rutin.
c. Kromatografi fasa terikat
Kromatografi fasa terikat merupakan teknik HPLC yang paling penting dan paling
banyak digunakan saat ini. Dalam hal penerapann kromatografi fasa terikat dan
kromatografi partisi memiliki persamaan. Akan tetapi, sorben fasa terbalik terdiri dari
partikel silika yang dimodifikasi secara kimia dengan rantai alkil sebaliknya, fasa diam pada
kromatografi partisi terdiri dari partikel yang dilapisi secara fisik dengan zat cair non polar.
Keuntungan kromatografi fasa terikat, yaitu :
1) Merupakan fasa yang stabil
2) Kepolaran fasa gerak dapat diubah selama proses pemisahan berlangsung bila kepolaran
solut-solut bervariasi.
3) Kolom mempunyai umur panjang.
4) Memiliki keterulangan waktu retensi yang baik.
5) Lebih ekonomis.

d. Kromatogarfi penukar ion


Kromatografi penukar ion merupakan teknik pemisahan campuran ion-ion atau molekul-
molekul yang dapat diionkan. Ion-ion bersaing dengan ion-ion fase gerak untuk memperebutkan
tempat berikatan dengan fasa diam. Dasar pemisahan kromatografi ini berasal dari perbedaan
afinitas senyawa bermuatan terhadap permukaan penukar ion.

e. Kromatografi ekslusi ukuran


Ukuran molekul merupakan kriteria utama dalam pemisahan dengan kromatografi ekslusi
ukuran. Pemisahan terjadi karena solut-solut berdifusi masuk dan keluar pori-pori paking kolom.
Molekul-molekul yang lebih besar dari diameter pori-pori akan melewati kolom secara cepat dan
dikenal dengan istilah volume terekslusi begitu pula sebaliknya. Teknik ini berguna untuk
mengkarakterisasi distribusi berat molekul polimer, pemurnian cuplikan biologis dan pemisahan
senyawa-senyawa dengan berat molekul 2000 atau lebih
Ada 3 sistem KCKT yang dikenal, yaitu:
1. Sistem elusi isokratik (isocratic elution)
Sampel diinjeksikan ke dalam kolom yang komposisi fasa geraknya tidak berubah selama analisis dilakukan sampai
sampel terelusi dari kolom, sistem isokratik yang memiliki nilai k’ (rasio atau koefisien partisi yang bervariasi) akan
menghasilkan resolusi yang buruk dan sukar mendeteksi pita elusinya.
2. Sistem elusi gradient (gradient elution)
Ada perubahan fasa gerak baik secara bertahap atau berkesinambungan selama proses berlangsung. Pada mula-mula
elusi, seluruh komponen sampel ditahan di bagian atas kolom, setelah gradien mulai, kekuatan elusi fase gerak akan
meningkat. Pada akhirnya harga k’ akan menjadi cukup kecil sehingga komponen zat tersebut akan bermigrasi
sepanjang kolom secara cepat sampai ia keluar dari kolom.
3. Sistem elusi bertahap
Baik digunakan untuk sampel yang mengandung komponen-komponen yang bergerak cepat, yang diikuti senyawa-
senyawa yang lambat gerakannya, tetapi tidak mengandung senyawa dengan nilai k’ setelah sampai diinjeksikan.
Komposisi fase gerak secara bertahap diganti.
Hasil sistem KCKT dan optimasinya sangat tergantung pada beberapa hal, antara lain :
a. Temperatur
b. Tekanan
c. Diameter partikel fase diam
d. Viskositas
e. Panjang kolom

Secara sistematik diagram alat HPLC dapat digambarkan sebagai berikut:


4. Kelebihan Dan Kekurangan Metode Analisis Dengan HPLC
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC) atau High Pressure Liquid Chromatography
(HPLC) merupakan salah satu metode kimia dan fisikokimia. HPLC termasuk metode analisis
terbaru yaitu suatu teknik kromatografi dengan fasa gerak cairan dan fasa diam cairan atau padat.
Banyak kelebihan metode ini jika dibandingkan dengan metode lainnya. Kelebihan itu antara
lain:
a.       Mampu memisahkan molekul- molekul dari suatu campuran
b.      Mudah melaksanakannya
c.       Kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi
d.      Dapat dihindari terjadinya dekomposisi / kerusakan bahan yang dianalisis ü Resolusi yang
baik
e.       Dapat digunakan bermacam- macam detektor
f.       Kolom dapat digunakan kembali
g.      Mudah melakukan "sample recovery". Mudah untuk mendapatkan kembali cuplikan, karena
detector pada HPLC tidak merusak komponen zat yang dianalisis.
h.      Dapat menganalisis senyawa organik yang terurai (labil) pada suhu tinggi karena HPLC
dilakukan pada suhu kamar.
i.         Dapat menganalisis cuplikan yang berasal dari senyawa-senyawa anorganik.
j.        Dapat menganalisis cuplikan yang memiliki berat molekul tinggi atau titik didihnya
sangat tinggi seperti polimer
k.      Dapat memisahkan zat-zat yang tidak mudah menguap ataupun tak tahan panas
l.       Banyak pilihan fasa geraknya Cepat: Waktu analisis umumnya kurang dari 1 jam. Banyak
analisis yang dapat diselesaikari sekitar 15-30 menit. Untuk analisis yang tidak rumit
(uncomplicated), waktu analisi kurang dari 5 menit bisa dicapai
m.    Resolusi : Berbeda dengan KG, Kromatografi Cair mempunyai dua rasa dimana interaksi
selektif dapat terjadi. Pada KG, gas yang mengalir sedikit berinteraksi dengan zat padat;
pemisahan terutama dicapai hanya dengan rasa diam.
n.      Kemampuan zat padat berinteraksi secara selektif dengan rasa diam dan rasa gerak pada
HPLC memberikan parameter tambahan untuk mencapai pemisahan yang diinginkan.
o.      Sensitivitas detektor : Detektor absorbsi UV yang biasa digunakan dalam HPLC dapat
mendeteksi kadar dalam jumlah nanogram (10-9 gram) dari bermacam-macam zat.
p.      Detektor- detektor Fluoresensi dan Elektrokimia dapat mendeteksi jumlah sampai
picogram (10-12 gram). Detektor-detektor seperti Spektrofotometer Massa, Indeks
Refraksi, Radiometri, dll, dapat juga digunakan dalam HPLC
q.      Kolom yang dapat digunakan kembali : Berbeda dengan kolom kromatografi klasik, kolom
HPLC dapat digunakan kembali (reusable) . Banyak analisis yang bisa dilakukan dengan
kolom yang sama sebelum dari jenis sampel yang diinjeksi, kebersihan dari solven dan
jenis solven yang digunakan
r.        Ideal untuk zat bermolekul besar dan berionik : zat – zat yang tidak bisa dianalisis dengan
KG karena volatilitas rendah , biasanya diderivatisasi untuk menganalisis psesies ionik.
HPLC dengan tipe eksklusi dan penukar ion ideal sekali untuk mengalissis zat – zat
tersebut.
s.       Mudah rekoveri sampel : Umumnya setektor yang digunakan dalam HPLC tidak
menyebabkan destruktif (kerusakan) pada komponen sampel yang diperiksa, oleh karena
itu komponen sampel tersebut dapat dengan mudah dikumpulkan setelah melewati detector.
t.        Solvennya dapat dihilangkan dengan menguapkan ksecuali untuk kromatografi penukar
ion memerlukan prosedur khusus.
Sedangkan kekurangannya adalah:
a.       Larutan harus dicari fase diamnya terlebih dahulu
b.      Hanya bisa digunakan untuk asam organic
c.       Harus mengetahui kombinasi yang optimum antara pelarut, analit, dan gradient elusi
d.      Harganya mahal sehingga penggunaannya dalam lingkup penelitian yang terbatas
5. ANALISIS KUANTITATIF

Metoda Persentase Tinggi / Lebar Puncak


Metoda ini disebut juga Metoda Normalisasi Internal. Untuk analisis kuantitatif
diasumsikan bahwa lebar atau tinggi Puncak (Peak) sebanding (proportional) dengan kadar /
konsentrasi zat yang menghasil puncak. Dalam metoda yang paling sederhana diukur lebar atau
tinggi Puncak, yang kemudian dinormalisasi (ini berarti bahwa setiap lebar atau tinggi Puncak
diekspresikan sebagai suatu persentase dari total). Hasil normalisasi dari lebar atau tinggi puncak
memberikan komposisi dari campuran yang dianalisis, seperti contoh pada Tabel berikut:
No Peak area

Kafein standar Kafein dalam sampel

1 2601417,40 2216635,31

Berdasarkan data table diatas, maka kadar kafein dalam sampel ( teh poci ) dapat dianalisis
dengan mengunakan persamaan :
  Cx     = Ax / Ap X Cp
= x 200 ppm
= 170,42 ppm
Maka dalam 1 mL sampel yang diuji terdapat 0,17042 mg kafein.
Ada dua masalah dengan pendekatan ini, yaitu:
Kita harus yakin bahwa kita telah menghitung semua komponen, yang tiap-tiap
komponen muncul sebagai suatu puncak yang terpisah pada kromatogram. Komponen-
komponen dapat berkoelusi, atau ditahan di dalam kolom, atau, terelusi tanpa terdeteksi. Kita
harus mengasumsi bahwa kita memperoleh respons detektor yang sama untuk setiap komponen
Untuk mengatasi kesulitan ini, maka kalibrasi detektor diperlukan.
Kafein berkhasiat menstimulasi SSP, dengan efek menghilangkan rasa letih, lapar dan
mengantuk, juga daya konsentrasi dan kecepatan reaksi dipertinggi, prestasi otak dan suasana
jiwa diperbaiki. Kofein juga memperkuat kontraksi jantung, vasodilatasi perifer dan diuretis.
Kofein digunakan sebagai penyegar. Zat ini sering dikombinasikan dengan Parasetamol atau
asetosal untuk memperkuat efek analgetisnya.
Kafein dosis sedang menyebabkan insomnia, ansietas dan agitasi. Dosis tinggi diperlukan
untuk memperlihatkan toksisitas berupa muntah dan konvulsi. Dosis letal sekitar 10 g (kira-kira
100 cangkir kopi) yang menimbulkan aritmia jantung. Kematian karena kafein sangat tidak
mungkin. Letargi, iritabel dan sakit kepala terjadi pada pengguna yang secara rutin minumg lebih
dari 600 mg kopi per hari ( sekitar 6 cangkir kopi per hari) dan mendadak berhenti. (Mycek,
2001).
DAFTAR PUSTAKA
Adamovics, J.A,. 1997. Chromatographic Analysis of Pharmaceuticals, 2nd Edition.Marcel
Dekker.New York.
Gritter.1991.Kromatografi.Penerbit ITB.Bandung.
Mc Nais.1988.Dasar Kromatografi Gas.Penerbit ITB.Bandung.
Underwood.2004. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai