Anda di halaman 1dari 41

Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

BAB II
TEORI GELOMBANG

Bentuk gelombang di laut adalah sangat kompleks dan sulit digambarkan


secara matematis. Hal ini disebabkan karena gelombang di laut bersifat acak,
tidak linier, dan tiga-dimensi. Beberapa teori mencoba mendekati fenomena
gelombang dengan beberapa penyederhanaan. Sehingga teori-teori gelombang
yang dikemukakan mempunyai batasan-batasan keberlakuannya.

Bab ini mencoba menguraikan beberapa teori gelombang yang sering


dipelajari dan digunakan untuk berbagai keperluan praktis.

2.1. Teori Gelombang Linier


Teori gelombang yang paling sederhana, adalah teori gelombang linier
atau teori gelombang amplitudo kecil yang pertama kali dikemukakan oleh Airy
tahun 1845. Teori gelombang linier mengasumsikan gelombang mempunyai
bentuk sinusoidal.
Anggapan/asumsi yang digunakan dalam teori gelombang linier antara lain:
1. Air adalah homogen dan tak mampu mampat (incompressible) sehingga
∂u ∂w
ρ = konstan dan persamaan kontinuitas menjadi : + =0
∂x ∂z
2. Tegangan permukaan dan gaya coriolis diabaikan.
3. Tekanan permukaan adalah seragam dan konstan.
4. Air adalah fluida ideal (inviscid) sehingga berlaku aliran irrotasional,
maka bisa dimisalkan potensial kecepatan (φ) dimana
∂φ ∂φ ∂ 2φ ∂ 2φ
u=− dan w = −  + =0 (persamaan Laplace)
∂x ∂z ∂x 2 ∂z 2
5. Dasar perairan adalah horisontal, diam, dan impermeable sehingga
kecepatan vertikal di dasar adalah nol.
6. Amplitudo gelombang adalah kecil dibandingkan dengan panjang
gelombang dan kedalamannya.

2. Teori Gelombang II - 1
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

7. Gerakan gelombang berbentuk silinder yang tegak lurus arah


perambatannya sehingga dianggap gelombang adalah dua-dimensi.

2.1.1. Definisi Gelombang

Sketsa terminologi gelombang dalam sistem koordinat x - z disajikan


pada Gambar 2.1 berikut.

C
η SWL
H
0 x
w
u
d ε

d+z
ξ

Gambar 2. 1. Sketsa gelombang

Notasi-notasi penting yang digunakan adalah:


d = kedalaman air rerata
a = amplitudo gelombang
H = tinggi gelombang = 2a
η(x,t) = elevasi muka air diukur dari SWL (Still Water Level /muka air
diam)
L = panjang gelombang, yaitu jarak antara dua puncak gelombang
yang berurutan
T = periode gelombang, yaitu interval waktu yang diperlukan partikel
untuk kembali ke kedudukan semula
C = Cepat rambat gelombang (= L/T)
ω = frekuensi gelombang (= 2π/T)
k = angka gelombang (= 2π/L)

2. Teori Gelombang II - 2
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

u = kecepatan partikel arah horisontal


w = kecepatan partikel arah vertikal

2.1.2. Persamaan Pengatur

Persamaan pengatur teori gelombang linier adalah persamaan Laplace


untuk aliran irrotasional:

∂ 2φ ∂ 2φ
+ =0 (2.1)
∂x 2 ∂z 2
φ adalah potensial kecepatan dimana :
∂φ ∂φ
u=− dan w=− (2.2)
∂x ∂z

Agar penyelesaian persamaan tersebut bersifat khusus, digunakan kondisi-


kondisi batas antara lain:

a. Kondisi Batas Dinamik di Permukaan (z = η)


(Dynamic Free Surface Boundary Condition (DFSBC)

Kondisi batas untuk permukaan air memenuhi persamaan Bernoulli untuk


“irrotational flow”:
∂φ 1 2 p
− + 2 (u + w 2 ) + gz + = 0 (2.3)
∂t ρ
Persamaan (2.3) dilinierkan dan tekanan permukaan diambil = 0, sehingga
diperoleh:
1 ∂φ
η= (2.4)
g ∂t z =0

b. Kondisi Batas Kinematik di Permukaan (z = η)


(Kinematic Free Surface boundary Condition (KFSBC)

Syarat batas kinematik di permukaan adalah sebagai berikut:

∂φ ∂η ∂φ ∂η
− = − (2.5)
∂z ∂t ∂x ∂x

2. Teori Gelombang II - 3
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

c. Kondisi Batas di Dasar Laut (z = -d)


Bottom Boundary Condition (BBC)
Kecepatan partikel dan ukuran orbit makin ke dalam makin berkurang dan
pada dasar laut kecepatan arah sumbu-z adalah nol (w = 0).
∂φ
w=− =0 (2.6)
∂z

Untuk ketiga syarat batas di atas :

w = kecepatan arah vertikal


η = elevasi muka air dihitung dari SWL.
g = percepatan gravitasi (= 9,81 m/detik2)

d. Kondisi Batas Lateral


Periodic Lateral Boundary Condition (PLBC)

Untuk gelombang yang periodeik terhadap waktu dan ruang, syarat


batasnya diekspresikan dalam bentuk periodisitas sebagai berikut:

φ(x,t) = φ(x + L, t) dan φ(x,t) = φ(x, t + T) (2.7)

Gambar 2.2 mengilustrasikan masalah nilai batas untuk gelombang


periodik dua dimensi yang telah diuraikan di atas.

L
z

H η(x,t)
x
DFSBC
PLBC KFSBC
d PLBC
∇2 φ = 0
BBC

Gambar 2.2. Ilustrasi masalah nilai batas untuk gelombang periodik.

2. Teori Gelombang II - 4
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

2.1.3. Penyelesaian Persamaan Pengatur

Persamaan (2.1) berikut syarat-syarat batasnya diselesaikan dengan cara


pemisahan variabel. Asumsi yang digunakan adalah bahwa potensial kecepatan
merupakan hasil perkalian antara fungsi-fungsi yang masing-masing hanya
bergantung pada satu variabel. Di sini kita ambil sebagai berikut:

φ(x,z,t) = X(x) . Z(z) . Γ(t) (2.7)

dimana X(x) adalah fungsi yang hanya bergantung pada jarak arah x, Z(z)
adalah fungsi yang hanya bergantung pada z, dan Γ(t) adalah fungsi yang hanya
bergantung pada waktu. Fungsi φ harus periodik terhadap waktu pada batas
lateral, kita bisa menentukan bahwa Γ(t) = sin ωt. Untuk memperoleh nilai ω
yaitu frekuensi sudut gelombang, kita dapat menggunakan syarat batas
periodik persamaan (2.7), sehingga:

sin ωt = sin ω(t + T) atau sin ωt = sin ωt.cos ωt + cos ωt.sin ωt

yang akan bernilai benar untuk ωT = 2π atau ω = 2π/T.

Sehingga potensial kecepatan sekarang dapat dituliskan

φ(x,z,t) = X(x) . Z(z) sin ωt (2.8)

Persamaan (2.8) dimasukkan kedalam persamaan Laplace akan diperoleh:

d 2 X ( x) d 2 Z ( z)
⋅ Z ( z ) ⋅ sin ωt + X ( x) ⋅ ⋅ sin ωt = 0 (2.9)
dx 2 dz 2

Apabila persamaan (2.9) dibagi dengan φ(x,z,t) = X(x) . Z(z) sin ωt akan
diperoleh:

1 d 2 X ( x) 1 d 2 Z ( z)
⋅ + ⋅ = 0 (2.10)
X ( x) dx 2 Z ( z ) dz 2

Dapat dilihat bahwa suku pertama persamaan (2.10) hanya merupakan fungsi x
saja dan suku kedua hanya merupakan fungsi z saja.

2. Teori Gelombang II - 5
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

Supaya bisa diselesaikan, persamaan (2.10) harus merupakan


penjumlahan dari dua konsatanta non-zero yang sama sehingga ditentukan:

1 d 2 X ( x)
⋅ = −k2 (2.11a)
X ( x) dx 2

1 d 2 Z ( z)
⋅ = +k2 (2.11b)
Z ( z ) dz 2

Sekarang persamaan (2.11) adalah merupakan persamaan diferensial


biasa dan dapat diselesaikan secara terpisah. Ada tiga kasus yang mungkin
dapat dicoba untuk menyelesaiakan persamaan di atas yang tergantung dari
nilai , yaitu untuk k = bilangan real, k = 0, dan k = bilangan imajiner.

Kemungkinan penyelesaian tersebut disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kemungkinan Penyelesaian Persamaan Laplace Berdasarkan


Pemisahan Variabel.

Nilai k Persamaan Diferensial Biasa Penyelesaian

Real d 2 X ( x)
+ k 2 X ( x) = 0 X(x) = A cos kx + B sin kx
2 dx 2
k >0
d 2 Z ( z) Z(z) = C ekz + D e-kz
− k Z ( z) = 0
2

dz 2

k=0 d 2 X ( x)
= 0 X(x) = Ax + B
dx 2
d 2 Z ( z) Z(z) = Cz + D
= 0
dz 2

Imajiner d 2 X ( x)

2
k X ( x) = 0 X(x) = A e|k|x + B ei|k|x
2
k < 0, k = i|k| dx 2
d 2 Z ( z) 2
Z(z) = C cos |k|z + D sin|k|z
|k| = arah dari k + k Z ( z) = 0
dz 2

2. Teori Gelombang II - 6
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

Penerapan Kondisi Batas

a. Kondisi Batas Periodik Lateral (PLBC)

Semua penyelesaian dalam Tabel 2.1 memenuhi persamaan Laplace namun


tidak semua periodik dalam arah x. Pada kenyataannya hanya jika k = bilangan
real dan tidak nol yang memenuhi kondisi batas periodik. Sehingga
penyelesaian persamaan Laplace adalah:

φ( x, z , t ) = ( A cos kx + B sin kx )(C e kz )


+ D e − kz ⋅ sin ωt (2.12)

Untuk memenuhi kondisi batas periodik secara eksplisit, maka :

A cos kx + B sin kx = A cos k ( x + L ) + B sin k ( x + L )


= A (cos kx cos kL − sin kx sin kL ) (2.13)
+ B (sin kx cos kL + cos kx sin kL)

yang dipenuhi untuk cos kL = 1 dan sin kL = 0, yang berarti bahwa kL = 2π


atau k = 2π/L (yang sering disebut dengan angka gelombang / “wave number”).

Dengan prinsip superposisi, φ dapat dibagi menjadi beberapa bagian.


Sementara ini hanya digunakan φ( x, z , t ) = ( )
A cos kx C e kz + D e − kz ⋅ sin ωt ,

( )
dengan prinsip superposisi suku B sin kx C e kz + D e − kz ⋅ sin ωt akan ditambahkan
kemudian.

b. Kondisi Batas di Dasar (BBC), di z = -d

Substitusi persamaan (2.12) ke kondisi batas di dasar yaitu persamaan (2.6)


akan diperoleh:
∂φ
w = − = − A cos kx ( k C e kz − k D e − kz ) ⋅ sin ωt = 0
∂z
atau
− A k cos kx (C e − kd − D e kd ) ⋅ sin ωt = 0 (2.14)

Supaya persamaan (2.14) bernilai benar untuk semua nilai x dan t maka
suku-suku di dalam tanda kurung harus sama dengan nol, sehingga diperoleh
C = D e 2 kh dan potensial kecepatan sekarang menjadi:

2. Teori Gelombang II - 7
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

φ( x, z , t ) = A cos kx ( D e 2 kd e kz + De − kz ) ⋅ sin ωt

φ( x, z , t ) = A D e kd cos kx ( e k ( d + z ) + e − k ( d + z ) ) ⋅ sin ωt

φ( x, z , t ) = G cos kx ⋅ cosh k ( d + z ) ⋅ sin ωt (2.15)

dimana G = 2 A D ekd adalah konstanta baru.

c. Kondisi Batas Dinamik di Permukaan (DFSBC), di z = η

Persamaan (2.15) dimasukkan ke dalam kondisi batas dinamik di permukaan


persamaan (2.4), akan diperoleh:

1 ∂φ Gω
η = = cos kx cosh k ( d + z ) cos ωt
g ∂t z =0
g z =0
(2.16)
 G ω cosh kd 
=   cos kx cos ωt
 g 

Suku-suku di alam tanda kurung adalah konstan sehingga η adalah


konstanta dikalikan fungsi periodik terhadap jarak dan waktu.

Representasi fisik dari η berdasarkan Gambar 2.1 adalah:

H
η = cos kx cos ωt (2.17)
2

Berdasarkan perbandingan representasi analitik dan fisik dari η


persamaan (2.16) dan (2.17) diperoleh:

H g
G = (2.18)
2 ω cosh kd

Persamaan (2.18) dimasukkan ke persamaan (2.15) sehingga akan diperoleh


potensial kecepatan sebagai berikut:

H g cosh k ( d + z )
φ = cos kx sin ωt (2.19)
2 ω cosh kd
atau
H g cosh k ( d + z )
φ = − sin( kx − ωt ) (2.20)
2ω cosh kd

2. Teori Gelombang II - 8
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

dimana : k = 2π/L = angka gelombang


ω = 2π/T = frekuensi angular gelombang

d. Kondisi Batas Kinematik di Permukaan (KFSBC), di z = η

Kondisi batas kinematik di permukaan, elevasi muka air dihitung dari SWL
dinyatakan oleh persamaan (2.5). Kecepatan vertikal di permukaan air adalah
w = ∂η/∂t, sehingga:
∂η ∂  1 ∂φ  1 ∂ 2φ
w = =   = (2.21)
∂t ∂t  g ∂t  g ∂t 2

Karena w = -∂φ/∂z, maka persamaan (2.21) dapat ditulis:


∂φ 1 ∂ 2φ
= − (2.22)
∂z g ∂t 2

Apabila nilai φ dari persamaan (2.20) disubstitusikan ke persamaan (2.22) maka


akan diperoleh:

∂  H g cosh k ( d + z )  1 ∂2  H g cosh k ( d + z ) 
 − sin( kx − ωt )  =  − sin( kx − ωt ) 
∂y  2ω cosh kd  g ∂t
2
 2ω cosh kd 

H g k sinh k ( d + z ) H ω cosh k ( d + z )
sin( kx − ωt ) = sin( kx − ωt )
2ω cosh kd 2 cosh kd

Nilai z untuk gelombang amplitudo kecil adalah sama dengan muka air diam
(z = 0), sehingga persamaan di atas menjadi :

ω2 = g k tanh kd (2.23)

Persamaan (2.23) adalah persamaan dispersi untuk gelombang linier.

Karena ω = k C, maka persamaan (2.23) dapat ditulis menjadi:

g gL
C2 = tanh kd = tanh kd (2.24)
k 2π

2. Teori Gelombang II - 9
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

Sehingga akan diperoleh persamaan untuk kecepatan rambat dan panjang


gelombang berikut:

gT 2
L= tanh kd (2.25)

gT
C= tanh kd (2.26)

2.1.4. Klasifikasi Gelombang Berdasarkan Kedalaman Relatif (d/L)

Gelombang dapat diklasifikasikan berdasarkan kedalaman relatif yaitu


perbandingan antara kedalaman air dan panjang gelombang (d/L) menjadi tiga
macam seperti disajikan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Klasifikasi Gelombang

Klasifikasi d/L kd tanh kd


Gelombang di laut dalam ≥ 0,5 π ≤ kd < ∞ 1

Gelombang di laut transisi 0,05 < d/L < 0,5 π/10 < kd < π tanh kd

Gelombang di laut dangkal ≤ 0,05 0 < kd ≤ π kd

Klasifikasi tersebut didasarkan pada nilai-nilai d/L, kd, dan fungsi-fungsi


hiperbolik kedalaman relatif jika fungsi hiperbolik dan asimptot-asimtotnya
diplot bersama-sama seperti yang disajikan pada Gambar 2.2.

2. Teori Gelombang II - 10
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

Gambar 2.2. Hubungan kedalaman relatif dan asimptot-asimptotnya terhadap


fungsi-fungsi hiperbolik.

Untuk kedalaman air yang besar (laut dalam), nilai (tanh kd) mendekati 1,
sehingga persamaan (2.25) dan (2.26) di laut dalam menjadi:
gT 2
L0 = ≈ 1,56 T2 (2.27)

gT
C0 = (2.28)

Untuk kedalaman air yang kecil (laut dangkal), nilai (tanh kd) mendekati
kd sehingga persamaan (2.25) dan (2.26) di laut dangkal menjadi:

L = gd T (2.29)

C= gd (2.30)

2. Teori Gelombang II - 11
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

Untuk kondisi gelombang di laut transisi, panjang gelombang dan cepat


rambat gelombang dihitung dengan menggunakan persamaan (2.25) dan (2.26).
Apabila persamaan (2.25) dibagi dengan persamaan (2.27) atau persamaan
(2.26) dibagi dengan persamaan (2.28) maka akan diperoleh :

L C  2πd 
= = tanh  (2.31)
L0 C 0  L 

Apabila diperhatikan dari Gambar 2.2 akan terlihat terjadi penurunan


kurva (tanh kd) yang berarti terjadi penurunan cepat rambat dan panjang
gelombang selama perambatan dari laut dalam menuju pantai.

Apabila kedua ruas persamaan (2.31) dikalikan dengan d/L maka akan
didapatkan :

d d  2πd 
= tanh  (2.32)
L0 L  L 

Persamaan (2.32) dapat digunakan untuk mencari panjang gelombang


pada setiap kedalaman apabila panjang gelombang di laut dalam diketahui.
Persamaan (2.32) adalah persamaan non-linier sehingga diperlukan iterasi
untuk menyelesaikannya. Untuk memudahkan hitungan dengan persamaan
(2.32) telah dibuat tabel, yaitu Tabel C-1 dan C-2 pada SPM (Shore Protection
Manual) 1984.

2.1.5. Fluktuasi Muka Air

Persamaan fluktuasi muka air diperoleh dari kondisi batas di permukaan


1 ∂φ
air menggunakan persamaan (2.4) , η =
g ∂t

Jika nilai φ dari persamaan (2.20) dimasukkan ke persamaan (2.4) dan y = 0,


maka akan diperoleh persamaan elevasi muka air:

1 ∂  H g cosh k ( d + z )  H
η=  − sin( kx − ωt )  = cos(kx − ωt ) (2.33)
g ∂t  2ω cosh kd  2

2. Teori Gelombang II - 12
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009


dengan : k= = angka gelombang
L


ω= = frekuensi angular gelombang.
T

2.1.6. Kecepatan dan Percepatan Partikel Air

Kecepatan partikel air untuk berbagai kedalaman dan waktu (z dan t)


dapat ditentukan menggunakan persamaan (2.2) dengan memasukkan nilai φ
dari persamaan (2.20) :

Kecepatan arah horisontal :

∂  H g cosh k ( d + z ) 
u=−  − sin( kx − ωt ) 
∂x  2ω cosh kd 

H g k cosh k ( d + z )
u= cos(kx − ωt ) (2.34)
2 ω cosh kd

Jika k = 2π/L dan ω = 2π/T kita substitusikan ke persamaan di atas maka akan
diperoleh :

H g cosh k ( d + z )
u= cos(kx − ωt ) (2.35)
2C cosh kd

gT g T sinh kd
Karena C = tanh kd = , maka jika dimasukkan ke persamaan
2π 2π cosh kd
(2.35)

akan diperoleh:

πH cosh k ( d + z )
u= cos(kx − ωt ) (2.36)
T sinh kd

Dengan cara yang sama, akan diperoleh kecepatan partikel arah vertikal :

H g sinh k ( d + z )
w= sin( kx − ωt )
2C cosh kd

πH sinh k ( d + z )
w= sin( kx − ωt ) (2.37)
T sinh kd
2. Teori Gelombang II - 13
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

Percepatan partikel air diperoleh dengan mendeferensialkan persamaan (2.36)


dan (2.37) terhadap waktu (t) :

∂u ∂  πH cosh k ( d + z ) 
ax = =  cos(kx − ωt ) 
∂t ∂t  T sinh kd 

2π 2 H cosh k ( d + z )
ax = sin( kx − ωt ) (2.38)
T2 sinh kd

∂w ∂  πH sinh k ( d + z ) 
az = =  sin( kx − ωt ) 
∂t ∂t  T sinh kd 

2π 2 H sinh k ( d + z )
az = − cos(kx − ωt ) (2.39)
T2 sinh kd

2.1.7. Orbit Partikel Air

Perpindahan partikel air dapat diperoleh dengan hubungan berikut:

∂ξ ∂ε
u= dan w =
∂t ∂t

Persamaan di atas disusun ulang kemudian diintegralkan sehingga diperoleh :

ξ = ∫ u dt dan ε = ∫ w dt

Jika persamaan (2.36) dimasukkan ke persamaan di atas akan diperoleh :

H cosh k ( d + z )
ξ=− sin( kx − ωt ) (2.40)
2 sinh kd

Dengan cara yang sama akan diperoleh perpindahan arah vertikal:

H sinh k ( d + z )
ε= cos(kx − ωt ) (2.41)
2 sinh kd

2. Teori Gelombang II - 14
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

Persamaan (2.26) dan 2.27) disusun ulang dalam bentuk :

2ξ sinh kd 2ε sinh kd
sin( kx − ωt ) = − dan cos(kx − ωt ) =
H cosh k ( d + z ) H sinh k ( d + z )

Kemudian kedua persamaan dikuadratkan menjadi :

2
 2ξ sinh kd 
sin ( kx − ωt ) =  −
2
 (2.42)
 H cosh k ( d + z ) 

2
 2ε sinh kd 
cos ( kx − ωt ) = 
2
 (2.43)
 H sinh k ( d + z ) 

Apabila persamaan (2.42) dan (2.43) dijumlahkan akan diperoleh:

ξ2 ε2
+ =1 (2.44)
A2 B2
H cosh k ( d + z )
dimana : A=
2 sinh kd

H sinh k ( d + z )
B=
2 sinh kd

Persamaan (2.44) adalah persamaan orbital partikel air di laut transisi yaitu
berupa ellips dengan jari-jari terpanjang A dan jari-jari terpendek B.

Untuk laut dalam (d/L > ½), panjang A = B sehingga orbit partikel berupa
lingkaran.
H kz
A=B= e (2.45)
2
Sedangkan untuk laut dangkal (d/L < 1/20), persamaan menjadi :
H H z
A= dan B= 1 +  (2.46)
2kz 2  d

Untuk memperjelas orbital partikel tersebut disajikan Gambar 2.3.

2. Teori Gelombang II - 15
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

Gambar 2.3. Orbit partikel air di laut transisi dan laut dalam.

2.1.8. Tekanan Gelombang

Tekanan yang disebabkan oleh gelombang adalah gabungan dari tekanan


hidrostatis dan tekanan dinamis. Besarnya tekanan dapat diturunkan dari
persamaan Bernoulli untuk “unsteady flow” yang dilinierkan berikut :

∂φ p
− + gz + = 0 (2.47)
∂t ρ

Jika persamaan (2.47) disusun ulang dan persamaan potensial kecepatan


disubstitusikan, maka akan diperoleh :

∂  H g cosh k ( d + z ) 
p = −ρgz + ρ  − sin( kx − ωt ) 
∂t  2ω cosh kd 

ρgH cosh k ( d + z )
p = −ρgz + cos(kx − ωt ) (2.48)
2 cosh kd

2. Teori Gelombang II - 16
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

Suku pertama ruas kanan persamaan (2.48) adalah tekanan hidrostatis,


sedangkan suku kedua adalah tekanan dinamis yang disebabkan oleh
percepatan partikel air.

H
Karena η = cos( kx − ωt ) , maka persamaan (2.48) dapat ditulis:
2

cosh k ( d + z )
p = ρgη − ρgz (2.49)
cosh kz

Jika didefinisikan :

cosh k ( d + z )
Kz = yaitu faktor respon tekanan, maka persamaan (2.49)
cosh kz
dapat ditulis:

p = ρg (ηK z − z ) (2.50)

Faktor respon tekanan (Kz) di dasar perairan (z = -d) :

1
Kz = K = (2.51)
cosh kd

Distribusi vertikal tekanan gelombang laut dalam disajikan pada Gambar (2.4).

ρgH cosh k ( d + z )
cos(kx − ωt )
2 cosh kd

SWL

-ρgz

Gambar 2.4. Distribusi vertikal tekanan gelombang di laut dalam.

2. Teori Gelombang II - 17
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

2.1.9. Kecepatan Group / Kelompok Gelombang

Kecepatan gelombang yang datang bersamaan biasanya tidak akan sama


dengan gelombang tunggal yang menyusun kelompok gelombang tersebut.
Untuk gelombang yang merambat di laut dalam atau transisi dengan gaya
gravitasi maka kecepatan group akan lebih kecil dibandingkan dengan phase
kecepatannya.

Konsep kecepatan kelompok ini dapat dijelaskan dengan memandang 2 buah


gelombang sinusiodal yang berinteraksi dan bergerak dengan arah yang sama
namun dengan panjang gelombang dan periode berbeda. Persamaaan elevasi
muka airnya sebagai berikut :

cos(k1 x − ω1t ) + cos(k 2 x − ω 2 t )


H H
η = η1 + η 2 = (2.52)
2 2

Bila : k 1 - k2 = ∆ k ; ω1 - ω2 = ∆ω
(k1 + k2)/2 = k ; (ω1 + ω2)/2 = ω

Maka jika disubstitusikan ke persamaan (2.52) dan disusun ulang akan


diperoleh:

η = H cos 12 (( k1 + k 2 ) x − (ω1 + ω 2 )t )cos 12 (( k1 − k 2 ) x − (ω1 − ω 2 )t )

 ∆k ∆ω 
η = H cos(kx − ωt ) cos x− t (2.53)
 2 2 

Persamaan (2.53) adalah gelombang yang merambat dengan kecepatan C = ω/k


yang dimodulasi oleh “envelope” yang bergerak dengan kecepatan Cg = ∆ω/∆k
dimana ∆ω dan ∆k sangat kecil.

Kecepatan group tersebut diuraikan dengan memasukkan persamaan dispersi


sehingga diperoleh :

1 L 4π d / L 
Cg = 1+ = nC , (2.54)
2 T  sinh( 4π d / L ) 

1 4π d / L 
dimana n = 1+
2  sinh( 4π d / L ) 

2. Teori Gelombang II - 18
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

Di laut dalam nilai (4πd/L)/sinh (4πd/L) mendekati nol sehingga n = ½ , jadi


persamaan menjadi :

1 Lo 1
Cg = = Co (2.55)
2 T 2

Di laut dangkal nilai (4πd/L)/sinh (4πd/L) mendekati 1 sehingga n = 1, jadi


persamaan menjadi :
L
Cg = =C = gd (2.56)
T

Gambar 2.5. Karakteristik kelompok gelombang disajikan dalam bentuk


penjumlahan gelombang sinusoidal yang berbeda periodenya.

2. Teori Gelombang II - 19
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

2.1.10. Energi dan Daya Gelombang

Total energi dari sistem gelombang adalah jumlah dari energi kinetik
dan energi potensialnya. Energi kinetik adalah energi yang dihasilkan
gelombang akibat kecepatan partikel partikel air. Energi kinetik per satuan
panjang puncak gelombang adalah :

x+ L η
u 2 + w2
Ek = ∫ ∫ρ dz dx (2.57)
x −d
2

Setelah diintegralkan maka diperoleh:

1
Ek = ρg H2 L (2.58)
16

Energi potensial adalah energi yang dihasilkan oleh massa fluida untuk
berada di puncak gelombang. Energi potensial per satuan panjang puncak
gelombang dihitung dengan :

x+ L
 (η + d ) 2 d 2 
EP = ∫ ρg  −  dx (2.59)
x  2 2 

Setelah diintegralkan diperoleh :

1
EP = ρg H 2 L (2.60)
16

Sehingga energi total gelombang per satuan luas permukaan dan disebut energi
spesifik atau kerapatan energi (specific energy or energy density) adalah :

Ek + E p ρg H 2
E= = (2.61)
L L

Daya gelombang adalah energi gelombang setiap satuan waktu yang


merambat dalam arah perambatan gelombang dan dapat dituliskan sebagai
hasil kali gaya yang bekerja pada bidang vertikal tegak lurus arah perambatan
gelombang dengan kecapatan partikel air yang melewati bidang tersebut.
Untuk satu satuan lebar, daya gelombang rerata adalah :

2. Teori Gelombang II - 20
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

T 0
1
P= ∫ ∫ ( p + ρ g z ) u dz dt (2.62)
T 0 −d

Apabila besarnya tekanan dinamis persamaan (2.49) dan kecepatan partikel


arah horisontal persamaan (2.36) disubstitusikan ke persamaan (2.62) maka
akan diperoleh:

 ρgH cosh k ( d + z )  πH cosh k ( d + z )


T 0
1 
P= ∫ ∫  cos(kx − ωt )  cos(kx − ωt )  dz dt
T 0 −d
2 cosh kd  T sinh kd 

ρgH 2 L  2kd 
P= 1 + 
16 T  sinh 2kd 

E 1  2kd 
P= 1 + 
T  2  sinh 2kd 

En EnL
P= = (2.63)
T T
1 2kd 
dimana n= 1 + 
2  sinh 2kd 

Selama perambatan gelombang menuju pantai, daya gelombang adalah


konstan sehingga daya gelombang per satuan luas yang melewati satu titik akan
sama dengan titik berikutnya. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai :

n E L n E L
P =   =
 
 = konstan

 T 1  T  2

atau
n1 E 1 L1 = n 2 E 2 L2 (2.64)

Apabila perambatan gelombang dari laut menuju laut dangkal, persamaan


(2.64) menjadi :

½ E 0 L0 = nE L (2.65)

RINGKASAN RUMUS-RUMUS TEORI GELOMBANG LINIER


2. Teori Gelombang II - 21
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

2.2. Teori Gelombang Orde Tinggi

2. Teori Gelombang II - 22
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

Teori gelombang linier berlaku untuk gelombang dimana perbandingan


tinggi dan panjang gelombang adalah kecil (½kd << 1). Apabila keadaan ini
tidak dipenuhi maka pengaruh faktor non-linier akan semakin besar sehingga
orde yang lebih besar dari satu tidak bisa diabaikan lagi. Oleh karena itu Stokes
mencoba memasukkan faktor-faktor non-linier ini sampai pada tingkat yang
diinginkan.

Untuk teori gelombang orde tinggi, fluktuasi muka air harus


mempertimbangkan besaran dengan orde lebih tinggi yang mempunyai bentuk
umum berikut:

H H H
η= cos(kx − ωt ) + ( ) 2 B2 ( L , d ) cos 2( kx − ωt ) + ( ) 3 B3 ( L, d ) cos 3( kx − ωt ) + ⋯
2 2 2

H n
+( ) Bn ( L, d ) cos n( kx − ωt ) (2.66)
2

B1, B2, B3, ..., Bn adalah fungsi dari panjang gelombang dan kedalaman.

Teori gelombang linier hanya mengambil satu suku pertama dari ruas
kanan persamaan di atas. Apabila diperhitungkan dua suku pertama ruas kanan
maka disebut teori orde kedua. Demikian pula apabila diperhitungkan suku-
suku dengan orde lebih tinggi maka disebut teori orde ke-tinggi orde yang
diperhitungkan tersebut.

B. 1. Teori Gelombang Stokes Orde Kedua

Stokes mengembangkan teori gelombang orde kedua untuk gelombang


yang memiliki tinggi gelombang kecil tetapi berhingga. Hasil analisa yang
dilakukan Stokes untuk gelombang orde kedua adalah sebagai berikut.

Cepat rambat, panjang gelombang dan fluktuasi muka air

 Cepat rambat dan panjang gelombang untuk teori gelombang orde 2 sama
dengan teori gelombang linier.

gT  2πd  gT 2  2πd 
C= tanh  dan L= tanh  (2.67)
2π  L  2π  L 

2. Teori Gelombang II - 23
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

 Sedangkan fluktuasi muka air diberikan oleh persamaan :

πH 2 cosh kd
η=
H
cos(kx − ωt ) + (2 + cosh(2kd ))cos 2(kx − ωt ) (2.68)
2 8 L sinh kd

 Untuk laut dalam (d/L > ½)

Ho  2 πx 2 πt  πH o 2  4 πx 4 πt 
η= cos  − + cos  −  (2.69)
2  Lo T  4 Lo  Lo T 
   

Kecepatan Partikel

2
H gT cosh k ( d + z ) 3  πH  cosh 2k ( d + z )
u= cos(kx − ωt ) +   C cos(kx − ωt )
2 L cosh kd 4 L  sinh 4 kd

(2.70)

2
H gT sinh k ( d + z ) 3  πH  sinh 2k ( d + z )
v= sin( kx − ωt ) +   C cos(kx − ωt )
2 L sinh kd 4 L  sinh 4 kd

(2.71)
Perpindahan partikel

HgT 2 cosh k ( d + z )
ξ=− sin( kx − ωt )
4πL cosh kd

πH  3 cosh 2k ( d + z ) 
2
1
+ 1 −  sin 2( kx − ωt )
8 L sinh 2 kd 2
 2 sinh kd 

2
 πH  Ct cosh 2k ( d + z )
+  (2.72)
 L  2 sinh 2 kd

HgT 2 sinh k ( d + z ) 3 πH sinh 2k ( d + z )


2
ε= cos( kx − ωt ) + cos 2( kx − ωt )
4πL cosh kd 16 L sinh 4 kd

(2.73)

2. Teori Gelombang II - 24
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

Kecepatan transport massa

Pada teori gelombang Stokes, orbit partikel tidak tertutup seperti pada
teori gelombang linier, sehingga menyebabkan terjadinya transport massa
dalam arah perambatan gelombang. Persamaan (2.72) suku terakhir adalah
tidak periodik dan merupakan perkalian antara waktu dengan suatu konsatanta
yang merupakan fungsi kedalaman dan periode.

Kecepatan gerak partikel rata-rata (Mean drift velocity) adalah jarak


tempuh partikel searah propagasi gelombang untuk satu periode dibagi dengan
periode gelombang.

2
 πH  C cosh 2k ( d + z )
U (z) =   (2.74)
 L  2 sinh 2 kd

Persamaan diatas menyatakan bahwa transport fluida netto oleh


gelombang dalam arah propagasi-nya. Jika sejumlah massa terangkut maka
akan terkumpul pada suatu tempat, maka permukaan bebas akan naik,
sehingga akan terjadi gradien tekanan. Arus yang terjadi akibat proses ini akan
membawa dan mendistribusikan massa. Transport massa ke arah vertikal
adalah nol.

Tekanan di bawah permukaan

Tekanan di sembarang titik di bawah permukaan diberikan oleh persamaan :

H cosh k ( d + z )
p = ρg cos( kx − ω t ) − ρ gz
2 cosh kd

πH tanh kd  cosh 2k ( d + z ) 1 
2
3
+ ρg  −  cos 2( kx − ωt )
8 L sinh 2 kd  sinh 2 kd 3

πH tanh kd
2
1
− ρg {cosh 2k ( d + z ) − 1} (2.75)
8 L sinh 2 kd

2. Teori Gelombang II - 25
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

B. 2. Teori Gelombang Cnoidal

Teori gelombang amplitudo hingga dari Stokes hanya berlaku pada


interval d/L > 1/8 atau kd > 0,78 atau Ur < 79. Dimana UR adalah parameter
Ursell yang didefinisikan sebagai :

L2 H
UR = (2.76)
d3

Bentuk permanen gelombang panjang, finite amplitude yang merambat di


perairan dangkal secara akurat dapat dijelaskan dengan teori gelombang
Cnoidal. Batasan berlakunya teori gelombang Cnoidal ini adalah untuk d/L <
1/8 atau UR > 26.

Penjelasan mengenai kecepatan, percepatan , energi, daya gelombang


Cnoidal adalah rumit. Karakteristik gelombang ini dinyatakan sebuah
parameter yang disebut modulus integral elliptic (k), dimana k sendiri tidak
mempunyai arti yang signifikan, tetapi hanya menyatakan hubungan beberapa
parameter yang ada. Ordinat permukaan air (ys) diukur dari dasar adalah:

 x t  
y s = y t + H cn 2  2 K (k ) − , k  (2.77)
 L T 

dengan :

yt = jarak dari dasar

cn = fungsi kosinus elliptik

K(k) = keseluruhan integral elliptik

k = modulus integral elliptik (0 – 1)

Nilai k berkisar antara 0 sampai 1. Apabila nilai k = 0 maka profil muka air
adalah sinusoidal seperti pada teori gelombang linier. Sedangkan apabila nilai
k = 1 maka profil gelombang akan menjadi gelombang tunggal (solitary wave).

2. Teori Gelombang II - 26
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

Argumen cn2 biasanya dinyatakan dengan ( ) sehingga persamaan tersebut


dapat ditulis dalam bentuk :

ys = yt + H cn2 ( ) (2.78)

Jarak dari dasar ke lembah gelombang (yt) di rumuskan :

yt yc H 16d 2
K (k )[K (k ) − E (k )] + 1 −
H
= − = 2
(2.79)
d d d 3L d

yc adalah jarak dari dasar ke puncak gelombang. E(k) adalah keseluruhan


integral ellips.

Panjang gelombang yang diberikan adalah :

16d 3
L= k K (k ) (2.80)
3H

Sedangkan periode gelombangnya :


 
 
g 16 yt d  kK ( k ) 
T = (2.81)
d 3H yt  H  1 E(k )  
1 +  −  
 yt H 2  2 K ( k )  

Gelombang Cnoidal adalah periodik dan mempunyai bentuk yang permanen,


sehingga L = CT.

Tekanan di bawah gelombang Cnoidal pada ketinggian y dari dasar


tergantung pada kecepatan lokal, sehingga sangat komplek. Namun dapat
didekati dengan persamaan hidrostatis :

p = ρg ( ys − y ) (2.82)

Dimana distribusinya dianggap bervariasi linier dari ρgys dari dasar ke


permukaan.

Untuk menghitung beberapa parameter gelombang Cnoidal digunakan


beberapa grafik. Grafik-grafik tersebut disajikan dalam Gambar 2.6 sampai
Gambar 2.11.

2. Teori Gelombang II - 27
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

Gambar 2.6 dan Gambar 2.7 menyajikan profil gelombang Cnoidal sebagai
fungsi k2. Gambar 2.18 sampai Gambar 2.11 menyatakan hubungan parameter-
parameter gelombang Cnoidal.

Gambar 2.6. Profil gelombang Cnoidal untuk berbagai nilai k2.


(After Wiegel, 1960)

Gambar 2.7. Profil gelombang Cnoidal untuk berbagai nilai k2.


(After Wiegel, 1960)

2. Teori Gelombang II - 28
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

Gambar 2.8. Hubungan antara k2 dengan L2H/d3 dan k2 dengan T g / d


(After Wiegel, 1960)

2. Teori Gelombang II - 29
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

Gambar 2.9. Hubungan antara L2H/d3 dengan k2, yc/H, yt/d, dan K(k).
(After Wiegel, 1960)

Gambar 2.10. Hubungan antara T g / d , L2H/d3 , dan H/d.


(After Wiegel, 1960)

2. Teori Gelombang II - 30
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

Gambar 2.11. Hubungan antara C / gyt , H/yt, dan L2H/d3.


(After Wiegel, 1960)

B. 3. Teori gelombang Solitary

Gelombang solitary adalah gelombang berjalan yang mempunyai satu


puncak gelombang. Bila merambat menuju laut dangkal, puncak gelombang
menjadi semakin tinggi dan semakin tajam dan lembanhnya menjadi semakin
datar. Gelombang solitary mengalami translasi relatif pada massa air dan hanya
bergerak dalam arah perambatan gelombang. Di alam sangat sulit untuk
menentukan apakah gelombang tersebut solitary, karena tepi gelombangnya
biasanya mengalami dispersi.

Gelombang solitary adalah bentuk khusus dari gelombang Cnoidal, yaitu


untuk k2 = 1 dan bentuk cosinus elipstic direduksi menjadi fungsi hyperbolic
secant.

 3 H   3 H 
y s = d + H sech 2  ( x − Ct )  atau η = H sech 2   3
( x − Ct ) 
3
 4d    4 d  

(2.83)

2. Teori Gelombang II - 31
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

Sedangkan volume air gelombang di atas stillingwater level adalah:

1/ 2
16 
V =  d 3H  (2.84)
3 

Kecepatan rambat gelombang solitary C = g ( H + d )

Kecepatan partikel :

1 + cos( My / d ) cosh( Mx / d )
u = CN (2.85a)
[cos(My / d ) + cosh( Mx / d )]2
sin( My / d ) sinh( Mx / d )
w = CN (2.85b)
[cos(My / d ) + cosh( Mx / d )]2
M, N adalah fungsi H/d seperti yang disajikan pada Gambar 2.12, y diukur dari
dasar perairan.

Kecepatan maksimum akan terjadi bila x dan t = 0. Kecepatan ini sering


digunakan untuk memprediksi gaya gelombang pada bangunan pantai di laut
dangkal. Kecepatan maksimum dirumuskan sebagai :

CN
u max = (2.86)
1 + cos( My / d )

Total energi persatuan lebar puncak gelombang :

8
E= ρgH 3 / 2 d 3 / 2 (2.87)
3 3

Tekanan tergantung pada kecepatan lokal fluida dan diberikan oleh persamaan:

p = ρg ( ys − y ) (2.88)

Gelombang akan pecah bila

H Hb
  = 0,78 ≈ 0,8 atau = 0,75 + 25m − 112m 2 + 3870m 3 (2.89)
 d  max db
dengan kemiringan dasar (m) = 0,01 – 0,02 (SPM 1984 Volume I).

2. Teori Gelombang II - 32
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

Batas Keberlakuan Teori Gelombang

Pengetahuan tentang batasan keberlakuan teori gelombang yang telah


diuraikan sebelumnya akan dapat digunakan untuk menentukan teori mana
yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan yang kita hadapi. Penerapan
teori gelombang tersebut didasarkan pada nilai perbandingan H/d dan d/L.
Atau dapat juga didasarkan pada nilai perbandingan H/(gT2) dan d/(gT2).

Gambar 2.12 menyajikan batasan keberlakuan teori gelombang berdasarkan


perbandingan nilai H/d dan d/L. Sedangkan Gambar 2.13 menyajikan batasan
keberlakuan teori gelombang berdasarkan nilai perbandingan H/(gT2) dan
d/(gT2).

Gambar 2.12. Nilai M dan N sebagai fungsi H/d pada teori Gelombang Solitary.
(After Munk, 1949)

2. Teori Gelombang II - 33
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

d/L = 0,04 d/L = 0,5


d/(gT2) = 0,00155 d/(gT2) = 0,0792

Gambar 2.13. Batasan keberlakuan teori-teori gelombang. (After Le Mehaute, 1969)

2. Teori Gelombang II - 34
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

SOAL-SOAL LATIHAN
Contoh Soal 1

Diketahui gelombang dengan periode T = 10 detik merambat ke arah pantai


dengan kemiringan seragam dari kedalaman d = 200 m menuju kedalaman d =
10 m. Hitung panjang gelombang (L) dan kecepatan rambat (Celerity)
gelombang pada kedalaman tersebut.

Penyelesaian
gT 2
Panjang gelombang di laut dalam : Lo = = 1,56T 2 m = 1,56(10)2 = 156 m

Pada kedalaman h = 200 m


d 200
• = = 1,2821 maka tergolong laut dalam
Lo 156
d d
• Jadi = sehingga L = Lo =156 m
Lo L
• Kecepatan rambat gelombang :
L 156
• C= = = 15,6 m/dt
T 10

Pada kedalaman h = 3 m
d 3
Dihitung = = 0,0192 , maka tergolong laut transisi.
Lo 156

Panjang gelombang dapat dicari dengan menggunakan dua cara yaitu:

 Dengan menyelesaikan persamaan dispersi (Persamaan 2.23) :

ω2 = gk tanh kd dimana : ω = 2π/T dan k = 2π/L


Persamaan di atas adalah persamaan non-linier dan diselesaikan dengan
cara sebagai berikut:
• Ruas kanan dan kiri persamaan di atas dikalikan dengan d/g sehingga
persamaan menjadi:
ω2 d
= kd tanh kd
g

2. Teori Gelombang II - 35
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

• Dimisalkan kd = x maka persamaan menjadi :


( 2π / 10) 2 * 3
= x tanh x  0,12073 = x tanh x
9,81
• Persamaan disusun ulang menjadi :
x tanh x - 0,12073 = 0
• Persamaan diselesaikan dengan metode Newton-Raphson dengan
persamaan iterasi sebagai berikut:
f ( xn ) x tanh x − 0,12073
xn+1 = x n − = xn −
f ' ( xn ) tanh x + x sech 2 x
• Diambil nilai awal x = 0,5, hasil iterasi disajikan pada tabel berikut:
• Iterasi
Xn f(xn) f'(xn) Error (%)
ke-n
1 0.5000000 0.1103286 0.8553410 -
2 0.3710122 0.0109336 0.6791646 34.7664670
3 0.3549136 0.0001983 0.6544361 4.5359169
4 0.3546106 7.133E-08 0.6539652 0.0854343
5 0.3546105 9.243E-15 0.6539651 0.0000308

• Diperoleh x = kd = 0,3545105
 k = 0,3546105/3 = 0,1182075
• Panjang gelombang:
k = 2π/L  L = 2π/k = 53,15 m
Cepat rambat gelombang C = L/T = 53,15/10 = 5,315 m/detik

 Dengan menggunakan Tabel C-1 SPM 1984.


d
Berdasarkan nilai = 0,0192 maka dari Tabel C-1 diperoleh :
Lo

d 3
= 0,05641 sehingga L= = 53,2 m
L 0,05641
Kecepatan rambat gelombang :
L 53,2
C= = = 5,32 m/dt
T 10

2. Teori Gelombang II - 36
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

Contoh Soal 2
Gelombang dengan periode T = 8 detik pada kedalaman d = 15 m mempunyai
tinggi H = 5,5 m. Hitunglah kecepatan dan percepatan lokal partikel air dalam
arah vertikal dan horisontal pada elevasi z = -5 m pada saat
2π x 2 π t π
θ= − = .
L T 3

Penyelesaian
gT 2
Panjang gelombang di laut dalam : Lo = = 1,56T 2 m = 1,56(8)2 = 99,8 m

Pada kedalaman d = 15 m
d 15
Berdasarkan nilai = = 0,1503 , maka dari Tabel C-1 diperoleh nilai :
Lo 99,8
d 2πd 2πd
≈ 0,1835 ; sinh = 1,424 ; cosh = 1,742
L L L

 Panjang gelombang :
15
L= = 81,7 m
0,1835

 Kecepatan Lokal Partikel Air pada z = - 5 m


Horisontal
H g T cosh k ( d + z )
u = cos(kx − ωt )
2L cosh kd

5,5 9,8(8) cosh[2π(− 5 + 15) / 81,7]  π 


u = cos 
2 81,7 1,742 3

= 1,515 (1,3106 )(0,5) = 0,99 m/dt

Vertikal
H g T sinh k ( d + z )
w = sin( kx − ωt )
2L cosh kd
5,5 9,8(8) sinh[ 2π(− 5 + 15) / 81,7]  π 
w = sin 
2 81,7 1,742 3
= 1,515 (0,8472)(0,8667) = 1,11 m/dt
 Percepatan Partikel Air pada z = - 5 m

2. Teori Gelombang II - 37
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

Horisontal
g π H cosh k ( d + z )
ax = sin( kx − ωt )
L cosh kd

9,8( π)(5,5) cosh[2π(− 5 + 15) / 81,7]  π 


ax = sin 
81,7 1,742 3

= 1,190(1,3106)(0,8667) = 1,35 m/dt2

Vertikal
g π H sinh k ( d + z )
ax = − cos( kx − ωt )
L cosh kd

9,8( π)(5,5) sinh[ 2π(− 5 + 15) / 81,7] π


az = − cos 
81,7 1,742 3

= -1,190 (0,8472)(0,5) = - 0,50 m/dt2

Contoh Soal 3
Diketahui gelombang dengan periode T = 10 detik merambat pada perairan
dengan kontur kedalaman lurus dan paralel. Jika tinggi gelombang di laut
dalam dan pada kedalaman d = 12 m masing-masing adalah H0 = 3,13 m dan H =
3 m.
a. Perpindahan partikel air maksimum dalam arah horisontal dan vertikal
pada kedalaman 12 m dengan z = -5 m.
b. Perpindahan partikel air maksimum pada kedalaman tak hingga dengan
elevasi z = -7,0 m.

Penyelesaian
gT 2
Panjang gelombang di laut dalam : Lo = = 1,56T 2 m = 1.56(10)2 = 156

d 12
sehingga = = 0,0769
Lo 156

d
Dengan nilai = 0,0769 , maka dari Tabel C-1 diperoleh :
Lo

2. Teori Gelombang II - 38
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

2πd d
sinh = 0,8306 dan = 0,12 sehingga L = 100 m (perairan transisi )
L L

a. Perpindahan partikel maksimum arah vertikal dan horisontal pada


kedalaman 12 m dan z = -5 m:
 2.3,14
cosh  (12 − 5)
H cosh k ( d + z ) 3  100 
A = = = 1,9818 m
2 sinh kd 2 0,8312

 2.3,14
sinh  (12 − 5)
H sinh k ( d + z ) 3  100 
B = = = 0,8191 m
2 sinh kd 2 0,8312

b. Perpindahan partikel maksimum di laut dalam dan z = - 7 m:


H kz 3,13 ( 2.3,14 / 100 )( −7 )
A = B = e = e = 1,0081 m
2 2

Contoh Soal 4.
Dari pengukuran tekanan di bawah permukaan gelombang dan pada elevasi
0,6m dari dasar diperoleh tekanan maksimum (p) = 124 kN/m2. Kedalaman
perairan pada lokasi d = 12 m. Rata-rata frekuensinya (f0 = 0,1 cycles /dt
(herzt)). Hitung tinggi gelombang (H) dengan menggunakan teori gelombang
linier.

Penyelesaian

1 1
Periode gelombang, T = = = 10 detik ,
f 0,1

gT 2
Panjang gelombang di laut dalam : Lo = = 1,56T 2 m = 1,56(10)2 = 156 m

d 12
Kedalaman perairan d = 12 m sehingga = = 0,0769
Lo 156

2. Teori Gelombang II - 39
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

d d 2πd
Dengan = 0,0769 , dari Tabel C-1 diperoleh = 0,12 dan cosh = 1,3.
Lo L L

12
Sehingga panjang gelombang L = = 100 m.
0,12

cosh( 2π( d + z ) / L) cosh( 2π(12 − 11,4) / 100)


Kz = = = 0,771
cosh( 2πd / L) 1,3
H
p = ρg ( ηK z − z ) , tekanan maksimum terjadi bila η = , sehingga :
2
H 
124000= 1000*9,81  * 0,771 + 11,4   H = 3,217 m
 2 

Contoh Soal 5

Diketahui gelombang dengan periode T = 15 detik dan tinggi H = 1,0 m


merambat pada perairan dengan kedalaman d = 3 m.
a. Hitung panjang gelombang dengan menggunakan teori gelombang Cnoidal
kemudian hasilnya dibandingkan dengan panjang gelombang berdasarkan
teori gelombang linier (teori gelombang Airy).
b. Hitung kecepatan rambat gelombang dengan teori gelombang Cnoidal dan
bandingkan dengan teori gelombang Airy.
c. Hitung jarak puncak gelombang (yc) dan jarak lembah gelombang (yt)
terhadap dasar air.

Penyelesaian

a. Hitung H/d = 1/3 = 0,33 dan T g/d = 15 9,81 / 3 = 27,11

Dari grafik Gambar 2.8 dengan nilai H/d = 0,33 dan T g / d = 27,11
diperoleh nilai k2 = 1 – 10-5.

Dengan grafik Gambar 2.9 untuk k2 = 1 – 10-5 diperoleh :

L2 H 290 d 3 290. 33
= 290 sehingga L = = = 88,5 m
d3 H 1,0

2. Teori Gelombang II - 40
Bahan Kuliah Teknik Pantai Alwafi Pujiraharjo - 2009

Dengan menggunakan teori gelombang Airy, panjang gelombang dihitung


sebagai berikut:

• Panjang gelombang di laut dalam L0 = 1,56 T2 = 1,56 . 152 = 351 m

• d/L0 = 3/351 = 0,00855

• Dengan d/L0 = 0,00855 dari Tabel C-1 diperoleh d/L = 0,0372


sehingga panjang gelombang L = 3,0/0,0372 = 80,64 m

Untuk mengecek apakah teori gelombang Cnoidal dapat diterapkan pada


L2 H
kondisi ini maka dihitung d/L dan parameter Ursell UR = sebagai
d3
berikut:

d/L = 3,0 / (88,5) = 0,0339 < 1/8 O.K.

L2 H (88,5) 2 (1,0)
UR = = = 290 > 26 O.K.
d3 (3,0) 3

Sehingga teori gelombang Cnoidal dapat diterapkan.

b. Kecepatan rambat gelombang dihitung dengan :

C = L/T = 88,5 / 15 = 5,90 m/detik

Sementara dengan teori gelombang linier :

C = L/T = 80,6 / 15 = 5,37 m/detik.

Prosentase tinggi gelombang di atas SWL dapat dicari dengan menggunakan


L2 H
grafik Gambar 2.6 dan Gambar 2.7. Dengan nilai = 290 maka nilai
d3
(yc – d) = 0,865 atau 86,5 %, sehingga :

yc = 0,865 H + d = 0,865 (1,0 ) + 3,0 = 3,865 m

yt − d
Juga dari grafik diperoleh + 1 = 0,865 sehingga
H

yt = 2,865 m

2. Teori Gelombang II - 41

Anda mungkin juga menyukai