Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam dekade belakangan ini di tengah banyaknya jenis obat


modern di pasaran dan munculnya berbagai jenis obat modern yang baru,
terdapat kecenderungan global untuk kembali ke alam (back to nature).
Faktor yang mendorong masyarakat untuk mendayagunakan obat bahan
alam antara lain mahalnya harga obat modern/sintetis dan banyaknya
efek samping. Selain itu faktor promosi melalui media masa juga ikut
berperan dalam meningkatkan penggunaan obat bahan alam. Oleh
karena itu obat bahan alam menjadi semakin populer dan penggunaannya
meningkat tidak saja di negara sedang berkembang seperti Indonesia,
tetapi juga pada negara maju misalnya Jerman dan Amerika Serikat.
Tahun 2000 pasar dunia untuk obat herbal termasuk bahan baku
mencapai 43.000 juta dolar Amerika. Penjualan obat herbal meningkat
dua kali lipat antara tahun 1991 dan 1994, dan antara 1994 dan 1998 di
Amerika Serikat (1).
Fitofarmaka adalah obat dari bahan alam terutama dari alam
nabati, yang khasiatnya jelas dan terbuat dari bahan baku, baik berupa
simplisia atau sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan minimal,
sehingga terjamin keseragaman komponen aktif, keamanan dan
kegunaannya (1).
Seiring dengan banyaknya penderita hipertensi di Indonesia
dengan berbagai macam penyebab dan terdapatnya kendala pada
pemakaian obat sintetis, misalnya mahalnya harga obat dan efek samping
yang tidak dikehendaki, menuntut pemerintah untuk mengembangkan
obat tradisional secara luas, terutama menuju ke fitofarmaka. Seperti
diketahui bahwa seledri (Apium graveolens) dipercaya bisa digunakan
untuk menurunkan tekanan darah dan kenyataan menunjukkan bahwa
pada tanaman ini mengandung begitu banyak senyawa yang bisa
memberikan efek pada sistem kardiovaskuler. Uji pendahuluan

1
menunjukkan bahwa tanaman ini mampu menurunkan tekanan darah
pada hewan uji. Disamping itu kumis kucing (Orthosiphon stamineus) yang
sudah dikenal memiliki daya diuretik juga mampu menurunkan tekanan
darah (2).
Tensigard merupakan produk fitofarmaka produksi Agromed (PT.
Phapros) yang diformulasikan sebagai antihipertensi, dengan komposisi
ekstrak seledri (Apium graveolens) 75% dan ekstrak kumis kucing
(Orthosiphon stamineus) 25%. Makalah ini akan membahas mengenai
analisis bahan alam dari produk Tensigard yang memiliki efek penurun
tekanan darah.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Fitofarmaka (3)


Fitofarmaka adalah sediaan obat yang telah dibuktikan keamanan
dan khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik
yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku.
Prioritas pemilihan :
1. Bahan bakunya relatif mudah diperoleh.
2. Didasarkan pada pola penyakit di Indonesia.
3. Perkiraan manfaatnya terhadap penyakit tertentu cukup besar.
4. Memiliki rasio resiko dan kegunaan yang menguntungkan penderita.
5. Merupakan satu-satunya alternatif pengobatan.
Ramuan
Ramuan (komposisi) hendaknya terdiri dari 1 (satu) simplisia/
sediaan galenik. Bila hal tersebut tidak mungkin, ramuan dapat terdiri dari
beberapa simplisia,/sediaan galenik dengan syarat tidak melebihi 5 (lima)
simplisia/sediaan galenik. Simplisia tersebut masing-masing sekurang-
kurangnya telah diketahui khasiat dan keamanannya berdasar
pengalaman.
Standar Bahan Baku
Bahan baku harus memenuhi persyaratan yang tertera dalam
Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia atau Materia Medika
Indonesia. Bila pada ketiga buku persyaratan tersebut tidak tertera
paparannya, boleh menggunakan ketentuan dalam Penggunaan
ketentuan atau persyaratan lain diluar Farmakope Indonesia, Ekstra
Farmakope Indonesia dan Material Indonesia harus mendapat
persetuiuan pada waktu pendaftaran fitofarmaka. Untuk menjamin
keseragaman khasiat dan keamanan fitofarmaka harus diusahakan
pengadaan bahan baku yang terjamin keseragaman komponen aktifnya.
Untuk keperluan tersebut, bahan baku sebelum digunakan harus

3
dilakukan pengujian melalui analisis kualitatif dan kuantitatif. Secara
bertahap industri harus meningkatkan persyaratan tentang rentang kadar
alkaloid total, kadar minyak atsiri dan lain sebagainya.
Zat Kimia Berkhasiat
Penggunaan zat kimia berkhasiat (tunggal murni) dalam fitofarmaka
dilarang.
Bentuk Sediaan
Untuk mendapatkan formulasi yang tepat, diperlukan suatu
percobaan. Dari beberapa percobaan tersebut dipilih formula yang
memberikan keamanan, khasiat, mutu dan stabilitas yang paling tinggi.
Standar Fitofarmaka
Setiap fitofarmaka.harus dapat dijamin kebenaran komposisi,
keseragaman komponen aktif dan keamanannya baik secara kualitatif
maupun secara kuantitatif. Pada analisis terhadap ramuan, sebagai baku
pembanding digunakan zat utama atau zat identitas lainnya. Secara
bertahap industri harus mempertajam perhatian terhadap galur fitokimia
simplisia yang digunakan.
Khasiat
Pernyataan khasiat harus menggunakan istilah medik, seperti
diuretik, spasmolitik, analgetik, antipiretik.
Dukungan Penelitian
Fitofarmaka harus didukung oleh. Hasil pengujian, dengan protocol
pengujian yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan. Pengujian
meliputi toksisitas, uji efek, farmakologik, uji klinik, uji kualitas dan
pengujian lain yang dipersyararkan.
II.2. Tensigard
Pabrik : Phapros
Komposisi : Ekstr Apii Herba 92 mg, ekstr Orthosiphonis folium 28 mg
Indikasi : Menurunkan tekanan darah
Dosis : 1 kapsul 3 kali sehari, pemeliharaan 1 kapsul 2 kali sehari
Pemberian : Dapat diberikan bersama atau tanpa makanan

4
Gambar 1. Tensigard

1. Kumis kucing (4)


Orthosiphon stamineus Benth.
Sinonim : Orthosiphon .aristatus (Bl) Miq
Suku : Labiatae

Gambar 2. Orthosiphon stamineus Benth.


a. Nama daerah
Kumis kucing, brengos kucing, songot koceng, remujung,
sesaseyan, kumis kucing, songot koceng.
b. Bagian yang digunakan
Daun
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Tumbuh tegak, pada bagian bawah berakar di bagian buku-
bukunya, tinggi sampai 2 m. Batang bersegi 4 agak beralur, berambut
pendek atau gundul dan mudah dipatahkan. Helai daun berbentuk bulat
telur lonjong, atau belah ketupat, panjang 1 cm-10 cm, lebar 7,5 mm-5 cm.
Urat daun sepanjang tepi berambut tipis atau gundul, kedua permukaan

5
berbintik-bintik, panjang tangkai 3 cm. Perbungaan berupa tandan yang
keluar diujung cabang, panjang 7-29 cm, ditutupi rambut pendek berwarna
ungu dan kemudian menjadi putih, gagang rambut pendek dan jarang,
panjang 1-5 mm. Kelopak bunga berkelenjar, arat dan pangkal berambut
pendek dan jarang sedangkan di bagian paling atas gundul. Bunga bibir,
mahkota berwarna ungu pucat atau putih, panjang 13-27 mm, di bagian
atas ditutupi rambut pendek yang berwarna ungu atau putih seperti kumis
kucing, panjang tabung 10-18 mm, panjang bibir 4,5-10 mm, helai bunga
tumpul, bundar. Benang sari lebih panjang dari tabung bunga dan
melebihi bibir bunga bagian atas. Bunga geluk berwarna coklat gelap,
panjang 1,75- 2 mm. Dikenal 3 varietas kumis kucing yaitu yang berbunga
biru, berbunga putih dengan batang serta tulang dan tangkai bunga coklat
kemerahan, dan yang berbunga putih.
d. Kandungan kimia
Glikosid ortosifonin; Zat lemak; Minyak atsiri; Minyak lemak;
Saponin; Sapofonin; Garam kalium.
e. Data keamanan
LD(50) per oral pada tikus: > 5000 mg/kg BB. NOAEL ekstrak
terstandar O. stamineus 50% selama 28 hari: 3500 mg/hari. Toksisitas
kronis sampai dengan 6000 mg/kg BB tikus putih pemberian selama 3
bulan tidak menunjukkan kelainan pada organ penting.
f. Data manfaat
1) Uji Praklinik:
Infusa 5% diberikan secara intravena pada kelinci memperlihatkan
efek diuretik. Efek diuretik juga diperlihatkan pada penelitian secara
subkutan sediaan ekstrak air pada kelinci dan anjing. Ekstrak kering
alkohol air diberikan secara peroral pada tikus terjadi peningkatan jumlah
urin dibandingkan air sebagai control. Selain itu terjadi peningkatan
sekresi natrium. Selain itu terjadi peningkatan sekresi natrium, tetapi tidak
mengganggu kadar kalium karena kadar Kalium O. stamineus tinggi yaitu

6
600–700 mg/100 g daun segar. Methylripariochromene A (MRC) yang
diisolasi dari daun O. Stamineus menyebabkan penurunan tekanan darah
sistolik dan laju kerja jantung setelah pemberian secara subkutan pada
SHRSP (Stroke-prone spontaneously hypertensive rats). MRC
menurunkan tekanan kontraksi endothelium aorta torakalis tikus yang
diinduksi oleh K+ tinggi, 1-fenilefrin atau prostaglandin F2α. MRC
menghambat daya kontraktil tanpa reduksi yang signifikan pada kontraksi
atrium marmut yang diisolasi. MRC meningkatkan jumlah urin dan sekresi
Na+, K+, dan Cl- selama 3 jam setelah pemberian oral pada tikus. Dapat
disimpulkan methylripariochromene A (MRC) memiliki khasiat yang
berhubungan dengan penurunan tekanan darah, seperti vasodilatasi,
penurunan curah jantung, dan diuretik. Efektivitas antihipertensi
ditimbulkan oleh senyawa methylripariochromene A (MRC) dalam daun O.
stamineus.
2) Uji Klinik:
Pada 14 pasien yang menerima 12% sediaan infusa (500 mL/hari)
selama 10 hari terjadi peningkatan efek diuretik dan eliminasi klorida dan
urea.
Studi lain pada 67 pasien yang menderita urathic diathesis tidak
mempengaruhi diuresis, filtrasi glomerulus, kandungan plasma dan
ekskresi kalsium, fosfat anorganik dan asam urat selama 3 bulan
pemberian infusa daun kumis kucing.
g. Indikasi
Diuretik
h. Kontraindikasi
Penderita hipersensitivitas terhadap komponen aktif kumis kucing,
udem karena gangguan jantung atau ginjal.
i. Peringatan :
Hindari penggunaan kumis kucing dalam jangka waktu lama.
Dianjurkan untuk minum banyak air putih (2 liter atau lebih per hari), ketika
menggunakan kumis kucing. Harus disertai asupan cairan yang cukup.

7
j. Efek Samping
Tidak ada efek samping pada penggunaan secara benar sesuai
dengan dosis terapi
k. Interaksi
Belum Diketahui
l. Posologi
3 x 1 kapsul (280 mg ekstrak)/hari
Orthosiphonis folium (5)
Daun kumis kucing
Daun kumis kucing adalah daun Orthosiphon stamineus Benth,
suku Laniaceae mengandung flavonoid sinensetin tidak kurang dari 0.10
%
Pemerian
Bau aromatik; rasa agak asin, agak pahit dan kelat.
Makroskopik
Daun tunggal, bertangkai, letak berseling berhadapan, warna hijau,
rapuh; bentuk bundar telur, lonjong, belah ketupat, memanjang atau
bentuk lidah tombak, ujung lancip atau tumpul; panjang 2 cm sampai 12
cm, lebar 1 cm sampai 8 cm. Tangkai daun persegi, warna agak ungu,
panjang kurang lebih 1 cm. Helai daun: daun menggulung ke bawah,
ujung daun dan pangkal daun meruncing, permukaan licin, pada tepi daun
dan tulang daun terdapat rambut pendek, terutama pada permukaan
bawah. Tulang daun menyirip halus, tulang cabang sedikit, warna hijau
atau ungu.
Mikroskopik
Epidermis atas : Sel berbentuk persegi empat, terentang
tangensial, pada pengamatan tangensial tampak polygonal, dinding
antiklinal berombak kecuali pada sel di sekitar rambut. Epidermis tipe
diasitik, terdapat di kedua permukaan, lebih banyak di permukaan bawah.
Sel lebih kecil, dinding antiklinal lebih berombak. Stomata tipe diasitik,
terdapat di kedua permukaan, lebih banyak di permukaan bawah. Rambut

8
penutup berbentuk kerucut bersel 1 sampai 2 panjang 20µm sampai 65
µm, dinding sel dengan kutikula bergaris halus, terdapat pada kedua
permukaan daun. Rambut penutup berbentuk kerucut bersel 4 sampai 6,
panjang 85µm sampai 135µm, dinding sel agak tebal, kutikula bergaris
halus, lebih banyak terdapat pada permukaan bawah daripada permukaan
atas terbanyak terdapat pada ibu tulang daun pada permukaan bawah,
kadang-kadang terdapat juga pada pinggir daun. Rambut penutup
umumnya berisi zat yang berwarna ungu. Rambut kelenjar : Umumnya
dengan 2 sel kepala, terdapat pula rambut kelenjar tipe Lamiaceae
dengan 4 sel sampai 6 sel kepala dan 1 sel tangkai; minyak atsiri
berwarna kuning sampai kuning kecoklatanterkumpul di bawah kutikula.
Mesofil : Jaringan palisade 1 lapis, kadang-kadang 2 lapis, batas lapisan
tidak jelas; jaringan bunga karang terdiri dari beberapa lapis sel. Berkas
pembuluh tipe kolateral.
Serbuk : warna hijau kecoklatan. Fragmen pengenal adalah
epidermis atas dan epidermis bawah, rambut penutup dengan kutikula
bergaris dan berisi zat berwarna ungu, rambut kelenjar; fragmen mesofil,
pembuluh kayu dengan penebalan spiral, tangga dan jala.
Identifikasi :
A. Pada 2 mg serbuk daun tambahkan 5 tetes asam sulfat P terjadi
warna biru tua
B. Pada 2 mg serbuk daun tambahkan 5 tetes asam klorida pekat P,
terjadi warna hijau tua
C. Pada 2 mg serbuk daun tambahkan 5 tetes larutan natrium
hidroksida P 5% b/v; terjadi warna coklat kekuningan.
D. Pada 2 mg serbuk daun tambahkan 5 tetes ammonia (25%) P;
terjadi warna coklat kekuningan
E. Pada 2 mg serbuk daun tambahkan 5 tetes besi (III) klorida LP;
terjadi warna biru.

9
F. Pijarkan 500mg serbuk daun. Sisa pijar membentuk kristal dengan
pereaksi yang dibuat dengan mencampur volume sama larutan 1
dan larutan 2 sebagai berikut :
1. Larutkan 1 g tembaga (II) asetat P, 1,6 g timbal (II) asetat 0.5 ml
asam asetat glacial P dalam 5 ml air
2. Larutkan 2,5 g natrium nitrit P dalam 5 ml air
G. Mikrodestilasikan 40 mg serbuk daun pada suhu 240°C sampai 90
detik menggunakan tanur TAS, tempatkan hasil mikrodestilasi pada
titik pertama dari lempeng KLT silica gel GF 254P. Timbang 500 mg
serbuk daun, campur dengan 5 ml methanol P dan panaskan di
atas tangas air selama 2 menit, dinginkan. Saring, cuci endapan
dengan methanol P secukupnya sehingga diperoleh 5 ml filtrate.
pada titik kedua dari lempeng KLT tutupkan 30µl filtrate dan pada
titik ketiga tutulkan 10µl zat warna 1 LP. Elusi dengan dikloroetana
P dengan jarak rambat 15 cm, keringkan lempeng di udara selama
10 menit, elusi lagi dengan benzene P dengan arah elusi dan jarak
rambat yang sama. Amati dengan sinar biasa dan dengan sinar
ultraviolet 366 nm. Semprot lempeng dengan sulfat 1 P, panaskan
pada suhu 110°C selama 10 menit . Amati dengan sinar biasa dan
dengan sinar ultraviolet 366 nm. Pada kromatogram tampak
bercak-bercak dengan warna dan hRx sebagai berikut :

NO hRx Dengan sinar biasa Dengan sinar UV 366 nm


Tanpa pereaksi Dengan Tanpa Dengan
pereaksi pereaksi pereaksi
1 16-20 - Hijau tua - Hijau tua
2 20-33 - Ungu tua - Ungu tua
3 77-86 - Ungu tua - Merah
jingga
4 88-95 - Ungu muda - Ungu
5 133-141 - Ungu - Ungu
6 147-155 - Ungu muda - Kuning

10
jingga
7 172-181 - Coklat merah - Kelabu
8 197-209 - Biru ungu - Hijau
catatan : Harga hRx dihitung terhadap bercak warna biru dari
kromatogram zat warna LP
Kadar abu : tidak lebih dari 12%
Kadar abu yang tidak larut dalam asam. Tidak lebih dari 2%
Kadar sari yang larut dalam air. Tidak kurang dari 11%
Kadar sari yang larut dalam etanol. Tidak kurang dari 4%
Bahan organic asing. Tidak lebih dari 2%
Ekstrak kental daun kumis kucing
Ekstrak kental daun kumis kucing adalah ekstrak yang dibuat dari
tumbuhan Orthosiphon stamineus Benth , suku Lamiaceae , mengandung
flavonoid sinensetin tidak kurang dari 1.10%
Pembuatan ekstrak
Rendamen tidak kurang dari 8.7%
Gunakan etanol P sebagai pelarut
Identitas ekstrak :
Ekstrak kental; warna coklat tua; bau khas, rasa pahit
Senyawa identitas sinensetin
kadar air tidak lebih dari 10%
abu total tidak lebih dari 9%
abu tidak larut asam tidak lebih dari 4.1%

2. Seledri (4)
Apium graveolens L
Suku : Apiaceae

11
Gambar 3. Apium graveolens L
a. Nama daerah
Seledri, saladri
b. Bagian yang digunakan
Herba
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Terna tumbuh tegak, tinggi sekitar 50 cm dengan bau aromatik
yang khas. Batang persegi, beralur, beruas, tidak berambut, bercabang
banyak, berwarna hijau. Daun majemuk menyirip ganjil dengan anak daun
3-7 helai. Anak daun bertangkai 1-2,7 cm, helaian daun tipis dan rapuh,
pangkal dan daun runcing, tepi beringgit, panjang 2-7,5 cm, lebar 2-5 cm,
pertulangan menyirip, berwarna hijau keputihan. Bunga berbentuk payung
8-12 buah, kecil-kecil berwarna putih, mekar secara bertahap. Buah kotak,
berbentuk kerucut, panjang 1-1,5 mm, berwarna hijau kekuningan.
d. Kandungan kimia
Flavonoid, saponin, tannin 1%, minyak atsiri 0,033%, flavor-
glukosida (apiin), apigenin, kolin, lipase, asparagin, zat pahit, vitamin
(A,B,C). Setiap 100 g herba seledri mengandung air 93 ml, protein 0,9 g,
lemak 0,1 g, karbohidrat 4 g, serat 0,9 g, kalsium 50 mg, besi 1 mg, fosfor
40 mg, yodium 150 mg, kalium 400 mg, magnesium 85 mg, vitamin A 130
IU, vitamin C 15 mg, riboflavin 0,05 mg, tiamin 0,03 mg, nikotinamid 0,4
mg. Akar mengandung asparagin, manit, minyak atsiri, pentosan,
glutamin, dan tirosin. Ekstrak diklorometan akar seledri mengandung
senyawa poliasetilen falkarinol, falkarindiol, panaksidiol dan 8-O-
metilfalkarindiol. Biji mengandung apiin, minyak atsiri, apigenin, alkaloid.

12
Senyawa yang memberi bau aromatic adalah ftalides (3- butilftalid & 5,6-
dihidro turunan sedanenolid).
e. Data keamanan
LD50 peroral pada tikus > 5 g/kg BB. Tidak toksis pada pemberian
subkronik dengan dosis per oral 5 g/kg BB pada tikus
f. Data manfaat
1) Uji Preklinik:
Infusa daun seledri 20; 40% dosis 8 mL/ekor pada tikus putih
dengan pembanding furosemida dosis 1,4 mg/ekor, dapat memperbanyak
urin secara bermakna. Pemberian perasan daun seledri menurunkan
tekanan darah kucing sebesar 13-17 mmHg. Pada penelitian lain ekstrak
daun seledri menurunkan tekanan darah kucing sebesar 10-30 mmHg.
2) Uji klinik :
Yang melibatkan 49 penderita hipertensi diberi tingtur (setara 2
g/mL ekstrak herba seledri) 3 kali sehari 30-45 tetes. Hasil, memberikan
efek terapetik pada 26,5%, efek moderat pada 44,9% dan tidak
memberikan efek pada 28,6%. Penambahan madu dan sirup pada jus
herba segar dosis 40 mL/3 x sehari menunjukkan efektivitas pengobatan
pada 14 dari 16 kasus hipertensi sedangkan 2 kasus tidak efektif.
g. Indikasi
Hipertensi
h. Kontraindikasi
Karena diuretik kuat maka tidak digunakan pada gangguan ginjal
akut, infeksi ginjal, dan kehamilan. Buah seledri mengandung
fuanokumarin yang berefek fototoksik dan dapat memicu terjadinya reaksi
alergi.
i. Peringatan
Herba seledri segar lebih dari 200 g sekali minum dapat
menyebabkan penurunan tekanan darah secara tajam sehingga
mengakibatkan syok. Dosis 200 g juga menyebabkan efek diuretik. Biji

13
seledri menimbulkan fotosensitisasi, perlu menggunakan tabir surya bila
kena sinar matahari.
j. Efek Samping
Penderita yang sensitif terhadap tanaman Apiaceae bisa
menyebabkan dermatitis alergika. Beberapa senyawa kumarin
kemungkinan mempunyai efek tranquilizer.
k. Interaksi
Meningkatkan efek obat antihipertensi dan diuretik. Biji seledri
dapat mengencerkan darah, sehingga tidak digunakan pada orang yang
menggunakan pengencer darah, termasuk aspirin, dan Warfarin. Pasien
yang menggunakan diuretic tidak boleh mengkonsumsi biji seledri.
l. Posologi
3 x 1 tablet (2 g serbuk biji)/hari. 3 x 1 kapsul (100 mg ekstrak
herba)/harI
Herba Apii
Pemerian
warna hijau, hijau kecoklatan sampai hijau khaki; bau aromatic,
rasa agak asin, agak pedas, dan menimbulkan rasa tebal di lidah.
Makroskopik
Daun majemuk menyirip, tipis, rapuh, jumlah anak daun 3 sampai 7
helai, bentuk belah ketupat miring, panjang 2 cm, sampai 7,5 cm, lebar 2
cm sampai 5 cm; pangkal dan ujung anak daun runcing, panjang ibu
tangkai daun sampai 12.5cm , terputar, beralur membujur; rusuk-rusuk
dan alur membujur, sisa pangkal tangkai daun terdapat di bagian ujung.
Akar terdiri dari akar tunggang beserta cabang-cabang akar, akar
tunggang pendek, bentuk hampir silindrik, utuh atau dibelah memanjang,
garis tengah lebih kurang 10mm, cabang akar banyak, bentuk serupa
benang-benang berkelok-kelok, panjang sampai 15 cm, tebal sampai 2
mm, warna coklat muda sampai coklat kelabu.
Mikroskopik

14
Batang.: Pada penampang melintang , batang berbentuk segi
banyak dengan sudut tumpul. epidermis terdiri dari selapis sel bentuk
empat persegi panjang, kecil; pada tiap sudut di bawah epidermis terdapat
jaringan kolenkim. Korteks berupa jaringan parenkim. Berkas pembuluh
tipe kolateral. Bagian tengah batang terdapat empulur.
Daun : Pada penampang melintang melalui tulang daun tampak
epidermis atas terdiri dari 1 lapis sel, kutikula bergaris-garis, pada tulang
daun tampak seperti bergerigi. Epidermis bawah terdiri dari 1 lapis sel,
kutikula bergaris-garis serupa dengan epidermis atas. Stomata tipe
anomositik, terdapat lebih banyak daripada epidermis atas. Mesofil
meliputi jaringan palisade terdiri dari 1 lapis sel, jaringan bunga karang
terdiri dari 3 sampai 5 lapis, sel dau tampak lebih besar, bentuk bundar
telur dan tersusun mendatar. Pada jaringan bunga karang terdapat Kristal
kalsium oksalat bentuk roset. . Di antara jaringan parenkim terdapat
rongga bentuk lisigen. Berkas pembuluh tipe kolateral, pada tulang daun
di atas dan di bawah berkas pembuluh terdapat jaringan kolenkim. Pada
sayatan paradermal, tampak sel epidermis atas dan epidermis bawah
dengan dinding samping berkelok-kelok, stomata tipe anomositik.
Serbuk. Warna hijau kecoklatan. Fragmen pengenal adalah
epidermis daun dengan stomata tipe anomositik, mesofil dengan trakea,
penampang melintang lamina daun, dan fragmen parenkim batang
Identifikasi
A. Pada 2 mg serbuk herba tambahkan 5 tetes asam sulfat P, terjadi
warna hitam
B. Pada 2 mg serbuk herba tambahkan 5 tetes asam sulfat 10N,
terjadi warna coklat
C. Pada 2 mg serbuk herba tambahkan 5 tetes larutan asam asetat
encer P, terjadi warna coklat
D. Pada 2 mg serbuk herba tambahkan 5 tetes asam klorida P, terjadi
warna coklat lemah

15
E. Pada 2 mg serbuk herba tambahkan 5 tetes ammonia (25%)P;
terjadi warna coklat lemah
F. Pada 2 mg serbuk herba tambahkan 5 tetes larutan kalium
hidroksida P 5% b/v; terjadi warna kuning
G. Pada 2 mg serbuk herba tambahkan 5 tetes larutan natrium
hidroksida P5% b/v dalam etanol P; terjadi larutan warna kuning
H. Pada 2 mg serbuk herba tambahkan 5 tetes larutan besi (III) klorida
P5% b/v; terjadi warna biru lemah
I. Pada 2 mg serbuk herba tambahkan 5 tetes larutan timbale (III)
asetat; terjadi warna coklat
J. Pada 1 g serbuk herba tambahkan 100 ml air panas didihkan
selama 5 menit, saring, ambil 5ml filtrate tambahkan serbuk
magnesium, 1 ml asam klorida P dan 5 ml alcohol P kocok kuat-
kuat, biarkan memisah terjadi warna amil alcohol merah
K. Timbang 300 mg serbuk herba, campur dengan 5 ml methanol P,
panaskan dalam penangas air selama 2 menit, dinginkan, saring,
cuci endapan dengan methanol P secukupnya hingga diperoleh 5
ml filtrate. Pada titik pertama dan kedua lempeng KLT tutulkan 25µl
filtrate pada titik ketiga tutulkan 10µl pembanding rutin. Elusi
dengan campuran etil asetat P-asam asetat P-metiletilketon P-
asam format P-asam asetat glacial P-air dengan jarak rambat 15
cm, keringkan lempeng di udara selama 10 menit. Amati dengan
sinar biasa dan sinar ultraviolet 366 nm, semprot dengan lempeng
dengan pereaksi Aluminium klorida 1% LP., panaskan pada suhu
110°C selama 10 menit. Amati dengan sinar biasa dan sinar
ultraviolet 366 nm. Pada kromatogram tampak bercak dengan
warna dan hRx sebagai berikut
NO hRx Dengan sinar biasa Dengan sinar UV 366 nm
Tanpa pereaksi Dengan Tanpa Dengan
pereaksi pereaksi pereaksi
1 114-124 - - Hijau lumut Hijau

16
2 260-270 Hijau Hijau Jingga Jingga
3 278-286 Hijau kekuningan Hijau Jingga Jingga
Catatan : Harga hRx dihitung terhadap bercak pembanding rutin. Harga hRf rutin
lebih kurang 33
Kadar abu. Tidak lebih dari 8%
Kadar abu yang tidak larut dalam asam. Tidak lebih dari 1%
Kadar sari yang larut dalam air. Tidak kurang dari 7%
Kadar sari yang larut dalam etanol. Tidak kurang dari 6%
Penyimpanan . Dalam wadah tertutup baik
Isi. Flavonoid, saponin, tannin 1%, minyak atsiri 0.033% , apiin, vitamin
A,B,C zat pahit, apigenin, aspargine

17
BAB III
PEMBAHASAN

Herba apii (6)


Salah satu senyawa flavonoid yang turut berperan sebagai
kandungan aktif antihipertensi adalah apigenin, suatu flavon dengan
gugus hidroksi bebas pada atom karbon nomor 5,7 dan 4’. Dalam rangka
program standarisasi sediaan fitofarmaka yang mengandung daun seledri
telah dilakukan standarisasi sediaan kapsul dengan apigenin sebagai
parameter kadar dan ditetapkan secara KLT-densitometri

Gambar . Struktur apigenin


Bahan.
Apigenin sebagai baku pembanding. Bahan kimia untuk ekstraksi
dan kromatografi lapis tipis berupa etanol, lempeng silica gel GF 254, fase
gerak kloroform; metanol; air ( 70 - 20 - 10 v/v ) berderajad pro analisa
buatan E.Merck.
Penetapan spesifisitas apigenin baku pembanding.
Dibuat profil kromatogram pada KLT dan spektrofotometri UV-vis
dengan berbagai pereaksi diagnostik yaitu natrium hidroksida, natrium
asetat, asam borat, aluminium klorida, asam klorida. Data spectra
dibandingkan dengan data yang ada pada buku The Systematic
Identification of Flavonoid
Analisis apigenin

18
Ditimbang seksama apigenin baku pembanding 10 mg. Dilarutkan
dalam 10 ml metanol p.a. dalam labu takar. Sejumlah 10 µl, 20µl, 15 µl, 7
µl dan 12 µl larutan apigenin baku ditotolkan dengan menggunakan pipet
Langendorf pada lempeng silica gel GF 254, kemudian dieluasi
menggunakan fase gerak kloroform-metanol-air (70 : 30 : 6,5, v/v) dengan
jarak rambat 8 cm. Sebelum diukur data kromatogramnya, dilakukan lebih
dahulu deteksi dengan lampu UV 254, UV 366 dan uap amoniak guna
mengetahui lokasi bercak.
Penetapan batas deteksi minimal apigenin.
Sejumlah 1 µl, 2 µl, 3 µl, 4 µl, dan 5 µl larutan baku pembanding
apigenin ditotolkan dan dikembangkan pada system kromatogram seperti
sebelumnya dan diukur secara KLT- densitometri. Konsentrasi yang masih
dapat dideteksi dengan KLT-densitometer dicatat luas puncak bercaknya
untuk menetapkan batas deteksi minimal.
Penetapan presisi apigenin pembanding.
Sejumlah 20 µl larutan apigenin baku pembanding ditotolkan pada
lempeng silica gel GF 254 dan diulangi berjajar sebanyak 5 totolan,
kemudian dikembangkan dengan system seperti sebelumnya. Luas
puncak masing-masing bercak dicatat dengan KLT-densitometer untuk
melihat presisi penetapan kadarnya.
Penetapan akurasi apigenin dalam sediaan seledri.
Sediaan yang akan dianalisis ditimbang sebanyak 5,0 gram,
ditambah metanol 7 ml dalam tabung reaksi bertutup, ultrasonik selama 20
menit. Saring dengan kertas saring ke dalam labu takar. Cuci serbuk
dengan metanol secukupnya sehingga volume larutan menjadi 10,0 ml
(sari pertama). Masukkan kembali serbuk bahan uji yang telah diekstraksi
ke dalam tabung reaksi, tambahkan 7 ml metanol, kemudian ultrasonik
selama 20 menit. Saring dengan kertas saring pertama ke dalam labu
takar. Cuci serbuk dengan metanol secukupnya sehingga volume menjadi
10,0 ml (sari kedua). Totolkan sejumlah 20 µl sari pertama dan kemudian
pada titik penotolan kedua sejumlah 20 µl sari kedua. Sistem

19
kromatogram yang digunakan sama dengan sebelumnya. Catat luas
puncak secara KLT- densitometri.
Penetapan kadar apigenin dalam sediaan seledri.
Sejumlah 20 µl sari pertama sediaan yang diperoleh pada
penetapan akurasi apigenin ditotolkan pada titik penotolan kedua setelah
pada titik penotolan pertama ditotolkan 20 µl larutan baku pembanding
apigenin. Pada titik penotolan ketiga dan keempat ditotolkan kembali
sebagai ulangan sejumlah 20 µl sari pertama sediaan yang diuji. Catat
luas puncak masing-masing bercak.

Orthosiphon folium (5)


Sinensetin merupakan flavonoid yang aktif secara farmakologi
dalam daun kumis kucing dan dapat menjadi penanda adanya daun kumis
kucing dalam suatu campuran
Senyawa identitas : Sinensetin

Gambar . Struktur sinensetin


Penetapan Kadar dengan menggunakan KLT densitometri
Larutan uji .
(Untuk ekstrak) Timbang seksama lebih kurang 50mg ekstrak, larutkan
dalam 25ml etanol P di dalam tabung reaksi. Saring ke dalam labu
tentuukur 50 ml, bilas kertas saring dengan etanol P sampai tanda
(untuk simplisia) Timbang seksama lebih kurang 2 g serbuk, sari dalam
tabung reaksi dengan 10 ml etanol P, vortex selama 30 menit dan
diamkan selama 1 jam. Saring dengan kertas saring ke dalam labu tentu
ukur 10 ml. Tambahkan melalui kertas saring etanol P sampai tanda.
Larutan pembanding.

20
Sinensetin 0.1% dalam etanol P. buat enceran hingga diperoleh
serapan yang mendekati serapan Larutan uji.
Pengukuran.
Totolkan masing-masing 1µL untuk ekstrak (10 µL untuk sampel
simplisia) larutan uji dan enceran larutan pembanding pada lempeng silica
gel 60F254, kembangkan dengan fase gerak diklorometa P, ukur secara
Kromatografi lapis tipis-densitometri, pada panjang gelombang 254 nm.
hitung hitung kadar sinensetin dalam larutan uji dengan rumus
Au = Serapan larutan uji
Ap = serapan larutan pembanding
Cu = Konsentrasi larutan uji
Cp = Konsentrasi larutan pembanding
f = faktor pengenceran
Au Cp
%= x x f x 100
Ap Cu

Tensigard (7)
Hasil pemeriksaan kadar Herba Apii

21
Metode : KLT-Densitometri
Fase gerak : Organik
Panjang gelombang : 366 nm
Pembanding apigenin : Track 1 – 11
Sampel : Track 12 - 16
Kesimpulan:
Hasil : Memenuhi Syarat
Kadar Ekstrak Apii Herba = 89.99%
(Persyaratan = 80,0 – 120,0 %)

Hasil pemeriksaan kadar Orthosiphon folium

22
Metode : KLT-Densitometri
Fase gerak : Organik
Panjang gelombang : 341 nm
Kesimpulan:
Memenuhi Syarat
Kadar Ekstrak Orthosiphonis Folium = 106.80%
(Persyaratan = 80,0 – 120,0 %)

Stabilitas Tensigard
Parameter Stabilitas Persyaratan

Pemerian Granul warna hijau di dalam kapsul vagetable No.2 Lt. Green
Op B/C print "PHAPROS" hitam
Waktu hancur Maksimal 10 menit
Kadar air Maksimal 10 %
Kandungan mikroba AKK : maks 10.000 koloni/g
ALT : maks 1.000 koloni/g
Bakteri patogen : negatif
Kadar Ekstrak Apii herba 92 mg :
80,0 – 120,0 %
Ekstrak Orthosiphonis Folium 28 mg : 80,0 – 120,0 %

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Dewoto, Hedi R. "Pengembangan obat tradisional Indonesia menjadi


fitofarmaka." Majalah Kedokteran Indonesia 57.7 (2007): 205-211.
2. Djatmiko, M., D. Suhardjono, and A. E. Nugroho. "Uji praklinik efek
farmakologi dan kisaran dosis jamu Tensigard@ sebagai obat anti
hipertensi." Majalah Farmasi Indonesia 12.1 (2001): 38-49.
3. Menteri Kesehatan Republik Indonesia Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 761/Menkes/SK/IX/1991 Tentang
Pedoman Fitofarmaka Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
2016 Tentang Formularium Obat Herbal Asli Indonesia.
5. Materi Medika Indonesia
6. Djatmiko, M., and S. Pramono. "Standardisasi Sediaan Daun Seledri
(Apium graveolens L.,) Secara KLT-Densitometri Menggunakan
Apigenin Sebagai Parameter." Majalah Farmasi Indonesia 12.2
(2001): 59-64.
7. Utami, Barokah Sri. Uji Stabilitas Pada Obat Tradisional. PT. Phapros.
diakses 12 Maret 2018.
[https://id.scribd.com/presentation/369326907/Dra-Barokah-Sri-Utami-
Mm-Apt-Uji-Stabilitas-Obat-Tradisional-Rev-01-26082017]

24
TUGAS ANALISIS PRODUK ALAM

ANALISIS PRODUK ALAM


TENSIGARD

oleh:
DJUMARNI FIRMAN
N012 17 1 034

PROGRAM MAGISTER FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR
2018

25

Anda mungkin juga menyukai