Anda di halaman 1dari 26

Induksi Pestisida Lindane Dengan Variasi Dosis

Terhadap Kerusakan Sel Granulosa Dalam


Kultur In Vitro

Kelompok 3

- Silvia Kurnia Sari 081411431028


- Aprila Dila P. 081411433013
- Irine Puspa Ningrum 081411433014
Pendahuluan
• Folikel ovarium sel granulosa merupakan daerah
yang rentan terhadap erubahan akibat
steroidegenesis.
• Lindane → polutan yang tergolong adalam zat
pestisida berbahaya
• Lindane →mengganggu aktivitas endokrin yng
menyebabkan kelahiran prematur dan gnaggua
pada kehamilan
Pendahuluan
• Dalam kultur in vitro, konsentrasi lindane yang
berkisar antara 10 – 100 µmdapat mengganggu
pembelaha mitosis.
• Pada individu jantan maupun betina, di kultur in
vitro maupun in vivo lindane disinyalir dapat
menyebabkan apoptosis.
• Sehingga tujuan penelitin ini adalah untuk
mengetahui secara morfologi sel granulosa tikus
yang di kultur secara in vitro dengan
penambahan lindane dengan brbagai
konsentrasi dan kelompok kontrol.
Metode Penelitian
1. Hewan Coba dan Desain Eksperimen
• Tikus ditempatkan dalam kandang dan diperlakukan
pada suhu yang dikendalikan yaitu (21 ± 1° C) dan
lampu (12 jam hari) dengan makanan dan air diberikan
secara bebas.
• Tikus betina prepubertal (21 sampai 23 hari) diber
iperlakuan dengan 5IU of PMSG (pregnant mare serum
gonadotropin).
• Setelah 48 jam, tikus di dislokasi leher.
• Percobaan sebanyak 10 perlakuan dengan
pengulangan 3 kali.
Metode Penelitian
2. Isolasi GC dan Langkah Kerja
• Ovarium diambil, dicuci dengan PBS (Phosphate Buffer
Saline) pH 7- 7,4 pada suhu 37 °C dan dipindah di botol
kultur yang berisi MEM Hepes.
• Ovarium diinjeksi dengan jarum suntik untuk
melepaskan GCs.
• GCs ditransfer ke botol kultur dari kultur in vitro.
• Lindane diberikan dengan beberapa tingkat toksisitas :
kontrol, kontrol dalam kendaraan, Lindane 1 μM (L1),
Lindane 10 μM (L10), dan Lindane 100 μM (L100).
Metode Penelitian
3. Kultur in vitro Tikus GCs
• Aliquot GCs yang siap memenuhi (3 ml, ~ 5 × 103 sel) dikultur di
DMEM (modifikasi Dulbecco pada media Eagle's, GE Healthcare,
Little Chalfont, Buckinghamshire, Inggris) mengandung 5% FBS
(Fetal BovineSerum) dilengkapi dengan 2 mM L-glutamin dan
antibiotik 100 mMberisi penicillin and 100 μg/ml streptomycin
kedalam kultur jaringan 35 mm hingga terjadi adhesi.
• Lindane (PESTANAL, 45548) dilarutkan dalam dimetil sulfoksida
(DMSO) dan dilakukan pengenceran berseri di media kultur untuk
mendapatkan hasil akhir konsentrasi, yang tidak melebihi
konsentrasi maksimum dari DMSO yaitu 0,1% DMSO.
• GCs kemudian dikulturkan secara in vitro dengan media yang
mengandung Lindane dan tidak (Kontrol) pada suhu 37° C dan
CO2 5% selama 36 jam.
Metode Penelitian
4. Persiapan Penggunaan Mikroskop Cahaya dan
TEM
• Pada akhir InVitro Culture, GCs diaspirasi, dicuci
dengan PBS, disentrifugasi pada 1200 rpm selama 5
menit pada suhu 37°C dan segera ditambah dengan
2.5% glutaraldehida / PBS.
• Pelet disimpan pada suhu +4° C selama 2-5 hari
sampai persiapan selanjutnya untuk TEM.
• Perubahan morfologi pada perlakuan GCs dapat
diamati dibawah mikroskop cahaya dan TEM seperti
integritas membran sel, jenis dan kualitas organel dan
inklusi, karakteristik nukleus, kromatin dan kapsul
nukleus, ada tidaknya serta luasnya vakuolisasi
Metode Penelitian
5. Persiapan Scanning dengan Mikroskop Elektron
• Untuk pengamatan SEM, IVC dilakukan pada 18 mm
polylisinated coverslips steril yang ditempatkan di
dalam botol kultur.
• Di akhir IVC, GC yang menempel dicuci dengan PBS,
difiksasi dengan 2,5% glutaraldehida/PBS pada suhu
4°C paling sedikit 48 jam untuk pengamatan spesimen
pada SEM.
Metode Penelitian
6. Western Blotting
• Kontrol dan GC yang terpapar Lindane disuspensikan kembali dalam buffer
lisis dan disentrifugasi. Konsentrasi protein ditentukan dengan Bio-Rad
Protein Assay.
• Glioblastoma cell line manusia U-251 digunakan sebagai kontrol positif.
Protein (80 μg / sampel) ditambah dengan 10% SDS-PAGE dalam kondisi
reduksi, kemudian gel diberi elektroblotted ke membran nitroselulosa 0,45 μm
pada 100 V selama 1 jam.
• Membran diinkubasi selama semalam pada suhu 4°C dengan antibodi
monoklonal primer tikus tertentu: anti p53 (53 kDa), anti-β-tubulin (55 kDa),
dan antiphospho-p53 (53 kDa).
• IgG anti-mouse dari kambing terkonjugasi peroksidase digunakan sebagai
antibodi sekunder.
• Massa molekul protein ditentukan dengan perbandingan terhadap Protein
Marker VI (10-245).
• Protein dideteksi menggunakan Super Signal West Pico Substrat
Chemiluminescent dan membrane nitroselulosa diperiksa oleh Aliansi
LS2-77WL melalui image system.
• Kuantifikasi densitometrik dilakukan dengan perangkat lunak NIH Image
V.1.62 dan standarisasi menggunakan β-tubulin sebagai loading control.
• Sinyal phospho-p53 kemudian dinormalkan ke ekspresi total p53 pada
Metode Penelitian
7. Analisis Data
• Data Western Blotting dari tiga percobaan dinyatakan sebagai
data mean ± standard deviation (SD) dan dibandingkan dengan
t-test yang tidak berpasangan. Perbedaan nilai dianggap
signifikan jika P <0,05.
Hasil
3.1. Control
• Sel granulose menunjukkan bentuk bulat/ovoid dengan rasio
tertinggi inti/sitoplasma.
• Pada hasil TEM, pada sitoplasma sel granulose menunjukkan
nukleus, mitokondria, Golgi apparatus, lipid droplets (ld), lysosomes
dan vesicles (Fig. 1A, B, C).
• Mitokondria nampak memanjang atau sperik dan dilingkupi oleh
membran yang utuh. Beberapa lamellar atau tubular/vesicular
cristae membagi matriks mitokondia (Fig. 1C).
• Hasil SEM menunjukkan stratifikasi sel granulose. Lapisan sel yang
paling bawah menunjukkan sel yang menempel dengan bentuk
pipih, tidak beraturan, dan sel dibagian diluar biasanya berbentuk
ovoid.
• Mikrofili yang tersusun banyak atau padat menutupi sebagian besar
permukaan CGs (Fig. 1E).
Hasil
3.2. Control in vehicle
• Dengan mikroskop cahaya, sel granulose sebagian
besar sama dengan control kecuali pada adanya
keberadaan fragmen sel sporadis dan inklusi sitoplasma
(lipid droplets) (Fig. 2A, inset).
• Hasil TEM menunjukkan hasil yang baik, sel granulose
memiliki inti sel berbentuk agak bulat dan agak bertakik,
banyak mitokondria, dan lipid droplets (Fig. 2A, B).
• Sesekali menunjukkan adanya membrane blebbing dan
penurunan jumlah microvilli (Fig. 2C, D).
Hasil
3.1. L1
• Dengan menggunakan mikroskop cahaya, bentuk morfologi sel
granulose sama dengan morfologi sel kontrol (Fig. 3A, inset).
• TEM memperlihatkan bentuk sel yang tidak beraturan dan
terdapat inti sel yang besar yang mengandung central or
eccentric clusters of chro-matine yang berbatasan dengan
membrane inti (Fig. 3 A).
• Terdapat banyak mitokondria berbentuk bulat ataupun
memanjang dan kaya akan lamella.
• Berdasarkan hasil SEM, beberapa sel granulose menunjukkan
bentuk yang tidak beraturan dengan retraction of the cell-to-cell
cytoplasmic extensions.
• Kerapatan mikrofili menurun bila dibandingkan dengan kontrol
(Fig. 3 B) dan blebbing pada permukaan membrane meningkat
(Fig. 3C).
Hasil
3.4. L10
• Dengan mikroskop cahaya menunjukkan bentuk sel
granulose tidak beraturan dan vesikel banyak, terdapat
lemak dengan ukuran yang berbeda (Fig. 4A, inset).
• Analisis ultrastruktur mengungkapkan degenerasi sel seperti
marginalisasi kromatin, invaginasi membrane sel, blebbing
sitoplasma (Fig. 4 A, B), Fragmentasi selular yang
mengandung organel dan debris sel (Fig. 4A).
• Mitokondria yang biasanya berasosiasi dengan RE dilingkupi
oleh membran yang utuh dan banyak mengandung Krista
(Fig. 4 C).
• Berdasarkan hasil SEM sel granulose menunjukkan membran
yang menyusut, penurunan dari intercellular connections dan
kepadatan mikrofili jika dibandingkan dengan kontrol dan L1.
• Terdapat cekungan membran yang tersebar dan jumlah
kerutan serta blebs yang bertvariasi dan yang terakhir
nampak penonjolan dari sitoplasma (Fig. 4 D-E).
Hasil
3.5. L100
• Berdasarkan hasil pengamatan mikroskop cahaya sel
granulose nampak tidak beraturan dengan membran inti
yang sangat terwarnai dan banyak fragmen kecil dari inti.
• Di beberapa bagian, lipids droplets meningkat dan
debris-debris selular juga melimpah (Fig. 5A, inset).
• Pengamatan SEM secara luas menunjukkan degenerasi sel
granulose dengan menunjukkan perubahan inti sel dan
sitoplasma, dicirikan oleh nukleoplasma yang pucat,
nucleolema yang tervesikulasi dan terpecah pecah,
vacuolisasi sitoplasma secara luas, fragmentasi selular yang
mengandung organel dan debris selular (Fig. 5A, B).
• Pengamatan SEM menunjukkan sebagian besar sel
mengkerut atau terfragmenetasi dan memperlihatkan
blebbing membran secara luas (Fig. 5C, D).
Hasil
3.6. Western blot
• L1 dan L0 menunjukkan ekspresi dari protein
phospho-p53/p53 dengan perbandigan 88% and 92%
lebih besar dari control (P < 0.05). Sedangkan ekspresi
protein phospho-p53/p53 L100 tidak terdeteksi (Fig. 5E)
Diskusi
• Lindane merupakan sejenis organochlorines yang masih
digunakan di seluruh dunia hingga tahun delapan puluhan namun
pada saat ini juga masih digunakan di Negara berkembang.
• Kegagalan reproduksi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti
yang telah dilaporkan pada dithiocarbamates dan gangguan
aktivitas kinerja endokrin yang dapat mengubah siklus estrus
sehingga menyebabkan infertile.
• Alasan dari penelitian ini menggunakan sistem IVC adalah untuk
mengetahui mekanisme dari lindane pada tingkat subcellular atau
intercellular di sistem reproduksi betina.
• Analisis ultrastruktural menunjukkan bahwa L1 menginduksi tanda
awal dari degenerasi GC dengan adanya marginalisasi kromatin
dan sedikit fragmentasi ekstensi dari sitoplasma sel ke sel. Efek
tersebut meningkat pada dosis L10 termasuk invaginasi
membrane nucleus, sitoplasma blebbing, penurunan kerapatan
mikrovili dan penurunan hubungan interceluller. L100 menginduksi
perubahan-perubahan yang jelas dengan vesikulasi membrane
nucleus, vakuolisasi, dan munculnya banyak fragmen seluler yang
mengandung organel-organel dan debris seluler.
Diskusi
• Apoptosis pada GC digambarkan sebagai fragmentasi sel ke
bentuk spheroidal yang dikelilingi oleh membrane (badan
apoptosis) yang mengandung bagian sitoplasma dan inti.
• Diketahui penggunaan lindane akan menginduksi
pengurangan jumlah sel cumulus dalam kompleks cumulus
oosit yang terdapat dalam babi, penghambatan komunikasi
interseluler, fragmentasi atau hilangnya organel-organel
dalam sel sertoli, dan kerusakan yang luas pada sel leydig
dari tikus.
• Pengamatn SEM menunjukkan penurunan mikrovili, adanya
sitoplasma blebbing, dan penurunan dari interaksi sel-sel.
• Paparan L1 tidak terlalu mempengaruhi GCs karena
menunjukkan hasil yang masih sama seperti control.
• L10 menginduksi penurunan dari pseudopodia dan sel
junction
• Paparan L100 menunjukkan tahap lanjut dari degenerasi,
yang ditandai dengan penyusutan sel dan perubahan
permukaan yang signifikan.
Diskusi

• Lindane juga dapat meningkatkan stress oksidatif yang


terkait dengan aktivasi Caspases dan kematian akibat
apoptosis sel.
• Hubungan anatar dosis dengan indeks apoptosis dikaitkan
dengan peningkatan ekpresi protein p53 di L1 dan L10, dan
tidak terdeteksi di L100, mungkin karena kematian sel yang
ltinggi atau penurunan regulasi dari p53 yang terhubung ke
aktivasi dari jalur lain.
• Lindane menginduksi kematian sel secara apoptosis juga
dapat diamati dalam cumulus-oocyte-complexes pada
babi dan bovine oocytes
Kesimpulan
• Kesimpulan penelitian yang dilakukan pada GCs tikus
yang dikultur secara in vitro untuk mengetahui pengaruh
pemberian Lindane ditunjukkan dengan hasil
ultrastruktur berupa kerusakan sel yang kompatibel
dengan apoptosis. Karena perubahan GC dapat
dikaitkan dengan penurunan oosit dalam masa
perkembangan. Lindane juga dapat menjadi penyebab
pemblokir gap junction.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai