Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

TEORI KESALAHAN
Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Ukur Tanah yang ditugaskan oleh
Bapak Dr.Ir.H. Iskandar Muda P.,M.T

Kelas : TEKNIK SIPIL B


Kelompok 2 :

ALDYZAR AJIPUTRO H 1505876


EDO NOFRI ANGGARA 1504970
CHRISTINE MEILY DBB 1504541

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang mana dengan
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagai salah satu syarat
pemenuhan tugas dalam mata kuliah Ilmu Ukur Tanah. Dalam penyusunan makalah ini
kami menyadari terdapat banyak kekurangan, maka dari itu kami memohon kritik dan
saran yang membangun agar kami dapat memperbaiki dan membuat makalah yang lebih
baik lagi di lain waktu. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada bapak dosen
atas segala bimbingan dan dorongannya dalam proses belajar mengajar. Semoga tugas
makalah ini bermanfaat bagi setiap pembaca.
Terima kasih.

Bandung, Februari 2016

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR TABEL iv
DIAGRAM ALIR v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan penulisan 1
1.4 Manfaat Penulisan 1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Teori Kesalahan 2
a. Kesalahan sistematis (systematic errors) 3
b. Kesalahan acak (random errors) 5
c. Kesalahan besar (blunders) 6

2.2 Kesalahan Pada Pengukuran KDV dan KDH


a. Kesalahan pada pengukuran KDV 6
b. Kesalahan pada pengukuran KDH 7

2.3 Kesalahan Pengukuran Cara Tachymerid dan Offset 7


2.4 Koreksi Boussole 8

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan 10

DAFTAR PUSTAKA vi

ii
DAFTAR GAMBAR

No Teks Hal
1 Kesalahan Rambu Ukur 3
2 Penurunan Alat Ukur dan Rambu 3
3 Paralak 3
4 Alat Ukur Dilindungi Payung 5
5 Pengukuran Lebih Dari Dua Orang 5

iii
DAFTAR TABEL

No Teks Hal
1 Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran sipat datar teliti 2

iv
DIAGRAM ALIR

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengukuran adalah membandingkan suatu besaran dengan besaran satuan yang
dijadikan sebagai patokan. Pengukuran juga merupakan proses yang mencakup alat ukur,
benda ukur dan pengukur. Masing masing tersebut mempunyai ketidak sempurnaan dan
memberikan ketelitian yang absolut. Pengukuran-pengukuran yang sangat teliti diperlukan
agar gejala-gejala kesalahan tidak terlalu banyak. Dalam kegiatan pemetaan, surveyor akan
melakukan pengukuran dan tidak terlepas dari tafsiran hasil yang diperoleh. Hal ini tidak
lain untuk memudahkan suatu perhitungan tetapi juga harus memperhatikan taksiran
tersebut agar kesalahan dapat diperkecil.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja klasifikasi kesalahan?
2. Apa penyebab dan pencegahan dalam memperkecil kesalahan

1.3 Tujuan Penulisan


1. Agar pembaca dapat memahami klasifiaksi kesalahan
2. Agar pembaca dapat memahami penyebab dan koreksi kesalahan

1.4 Manfaat Penulisan


1. Untuk memenuhi mata kuliah Ilmu Ukur Tanah
1. Agar mahasiswa dapat memahami materi mengenai Teori Kesalahan

1
BAB II
ISI
2.1 Teori Kesalahan

Sebelum membahas kesalahan pengukuran, terlbih dahulu perlu diketahui


konsep-konsep dalam pengukuran. Konsep dalam pengukuran:
1. Pengukuran pada umumnya menggunakan alat (instrumentation) yang
dioperasikan oleh pengukur (observer) dalam keadaan lingkungan (environment)
tertentu
2. Setiap pengukuran mengandung kesalahan (errors)
3. Kesalahan sebenarnya (true error) adalah penyimpangan nilai hasil pengukuran.
ε = x – τ (dimana ε = kesalahan sebenarnya, x = nilai hasil pengukuran dan τ =
nilai sebenarnya)
4. Karena nilai sebenarnya tidak pernah diketahui maka nilai kesalahan sebenarnya
juga tidak dapat diketahui
5. Nilai pengukuran dan kesalahan pengukuran dapat di estimasi (perkiraaan)
Dalam pengukuran menggunakan alat ukur atau instrument, tidak mungkin
mendapat kan nilai benar. Namun, selalu mempunyai ketidak pastian yang disebabkan oleh
kesalahan-kesalan dalam pengukuran. Kesalahan dalam pengukuran dapat digolongkan
menjadi 3 kategori besar yaitu kesalahan sistematis (systematic errors), kesalahan acak
(random errors), kesalahan besar (blunders). Sumber-sumber kesalahan yang menjadi
penyebab kesalahan pengukuran adalah sebagai berikut :
1. Alam; perubahan angin, perubahan hawa panas, getaran udara, kelengkungan
bumi, kelengkungan sinar matahari dll
2. Alat ukur; ketidak sempuranaa konstruksi
3. Pengukur; terbatasnya panca indera dan kemampuan seseorang
Penyebab kesalahan pada pengukuran juga mempunyai faktor-faktor tersendirinya. Berikut
beberapa faktor serta pencegahan dalam memperkecil kesalahan tersebut.
Tabel 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran sipat datar teliti
Faktor Sebab Kesalahan Pencegahan

Keadaan Jalur Pengukuran Alat mengalami penurunan dan Menggunakan jalur


rambu pengukuran yang keras,
seperti jalan diperkeras, jalan
raya dan jalan baja

2
Kesalahan letak skala nol Pada pembuatan alat (pabrik) Alat tersebut tidak digunakan
rambu, Kesalahan atau rambu yang digunakan dan dalam pemilihan rambu
pembagian skala rambu sudah sering dipakai harus lebih teliti

Kesalahan panjang rambu Perubahan temperature udara Rambu ukur harus dilindungi
dengan paying

Kesalahan pemasangan Gelembung nivo berada di Periksa pemasangan nivo dan


nivo rambu tengah rambu dalam keadaan pengukuran garis bidik tidak
miring terlalu tinggi dari permukaan
tanah

Kelengkungan bumi Hasil beda tinggi tidak sesuai Setiap slag Db seimbang
dengan Dm

Perubahan arah nivo Terjadi tegangan pada nivo Alat ukur dilindungi oleh
paying

Kesalahan garis bidik Gelembung nivo di tengah garis Dipastikan bahwa garis bidik
bidik tidak mendatar sudah sejajar dengan garis
jurusan nivo

Paralak Gelembung nivo akan Nampak Gelembung nivo diatur


sudah tepat di tengah terlebih dahulu

Gambar 2. Penurunan alat ukur


dan rambu
Gambar 1.Kesalahan
Rambu Ukur

Gambar 3. Paralak

a. Kesalahan sistematis (systematic errors)

3
Adalah kesalahan yang mungkin terjadi dalam suatu sistem. Yaitu terjadi
berdasarkan sistem tertentu (deterministic system) yang dapat dinyatakan
dalam hubungan fungsional tertentu dan mempunyai nilai yang sama untuk
setiap pengukuran yang seharusnya. Kesalahan dapat diakibatkan oleh
peralatan dan kondisi alam.
- Kesalahan garis bidik
Bila garis bidik sejajar dengan garis arah nivo, maka hasil pembacaan tidak
benar, dan akibatnya, beda tinggi tidak benar. Untuk mengatasinya dapat
dihitung kemiringan garis bidik dan selanjutnya dikoreksikan terhadap hasil
ukuran. Dan juga dapat dieliminasikan yaitu dengan mengatur penempatan alat
sehingga kesalahan tersebut hilang dengan sendirinya.
- Kesalahan kalibrasi
Kesalahan kalibrasi terjadi karena pemberian nilai skala pada saat pembuatan
atau kalibrasi (standarisasi) tidak tepat. Hal ini mengakibatkan pembacaan hasil
pengukuran menjadi lebih besar atau lebih kecil dari nilai sebenarnya.
Kesalahan ini dapat diatasi dengan mengalibrasi ulang alat menggunakan alat
yang terstandarisasi
- Kesalahan Paralaks
Kesalahan paralaks terjadi isa ada jarak antara jarum penunjuk dengan garis-
garis skala dan posisi mata pengamat yang tidak tegak lurus dengan jarum
- Getaran udara
Akibat adanya pemindahan hawa panas dari permukaan bumi keatas, maka
bayangan dari mistar yang di lihat dengan teropong akan bergetar sehingga
pembacan ada mistar tidak dapat di lakukan. Cara pencegahan kesalahannya
yaitu dengan melindungi alat ukur dengan payung
- Kelengkungan sinar matahari (refraksi)
Sinar cahaya yang datang dari benda yang di teropong harus melalui lapisan-
lapisan udara yang tidak sama padatnya, karena suhu dan tekannya tidak sama.
Pencegahannya dengan koreksi bousole, yaitu dengan mengukur azimuth suatu
garis yang tertentu, dan mengukur tinggi matahari

4
Gambar 4. Alat ukur dilindungi
payung
Gambar 5. Pengukuran lebih
dari dua orang

b. Kesalahan acak (random errors)


Adalah kesalahan yang terjadi karena adanya fluktuasi (ketidaktetapan) halus
pada saat melakukan pengukuran. Karakteristiknya yaitu kesalahan yang masih
terdapat pada pengukuran setelah blunders dan kesalahan sistematik
dihilangkan dan tidak memiliki huungan fungsional yang dapat dinyatakan
dalam model deterministic, tetapi dapat dimodelkan menggunakan model
stokastik. Sumber kesalhannya yaitu terjadi karena kesalahan personal, alat dan
alam tidak dapat dihilangkan namun dapat diminimalkan dengan melakukan
pengukuran berulang dan melakukan hitung perataan terhadap hasil
pengukuran dan kesalahan pengukuran.
- Gerak brown molekul udara
Molekul udara seperti kita ketahui keadaanya selalu bergerak secara tidak
teratur atau rambang. Gerak ini dapat mengalamu fluktuasi yang sangat cepat
dan menyebabkan jarum penunjuk yang sangat halus seperti pada
mikrogalvanometer terganggu karena tumbukan dengan molekul udara
- Kesalahan pemasangan nivo rambu
Artinya gelembung nivo sudah berada ditengah rambu dalam keadaan miring.
Cara pencegahannya yaitu pada saat pengukuran periksalah pemasangan nivo
dan pada waktu pengukuran garis bidik tidak terlalu tinggi dari atas permukaan
tanah.
- Kesalahan pada pengukur atau surveyor

5
Kesalahan nya yaitu karena surveyor memiliki keterbatasan panca indera dan
keterbatasan kemampuan. Maka dengan menggunakan metode pengolahan data
tertentu dapat meminimalkan kesalahan

c. Kesalahan besar (blunders)


Adalah kesalahan yang terjadi jika para operator atau surveyor melakukan
kesalahan akibat kesalahan membaca, menulis, dan mendengan nilai-nilai yang
diambil dari lapangan sebagai akibat ketidak cermatan dalam mengukur,
baik disebabkan oleh kerena kecerobohan maupun penggunaan alat yang
tidak sempurna. Kesalahan kasar hanya dapat diperbaiki dengan cara
melakukan pengkuran ulang. Contoh kesalahan kasar antara lain : i)
menngunakan pita yang terputus ( kurang panjangnya), ii) kesalahan
membaca skala pada rambu atau mikrometer pada bacaan sudut iii) kesalahan
pencatatan dsb.

2.2 Kesalahan Pengukuran KDV dan KDH


a. Kesalahan Pengukuran KDV
Koreksi kesalahan pada pengukuran dasar vertikal menggunakan alat sipat
datar optis. Koreksi kesalahan didapat dari pengukuran yang menggunakan dua
rambu, yaitu rambu depan dan rambu belakang yang berdiri 2 stand. Koreksi
kesalahan acak pada pengukuran kerangka dasar vertikal dilakukan untuk
memperoleh beda tinggi dan titik tinggi ikat definit. Sebelum pengelohan data
sipat datar kerangka dasar vertikal dilakukan, koreksi kesalahan sistematis
harus dilakukan terlebih dahulu dalam pembacaan benang tengah. Kontrol
tinggi dilakukan melalui suatu jalur tertutup yang diharapkan diperoleh beda
tinggi pada jalur sama menghasilkan angka nol. Jarak belakang dan muka
setiap slag menjadi suatu variabel yang menentukan bobot kesalahan dan
pemberi koreksi. Semakin panjang suatu slag pengukuran maka bobot
kesalahannya menjadi lebih besar, dan sebaliknya.
Sebelum pengolahan data sipat datar kerangka dasar vertikal dilakukan, koreksi
sistematis perlu dilakukan terlebih dahulu kedalam pembacaan benang tengah
setiap
slang. Kontrol tinggi dilakukan melalui suatu alur tertutup sedemikian rupa
sehingga diharapkan diperoleh beda tinggi pada jalur tertutup sama dengan nol,
jarak belakang dan muka setiap slang menjadi variabel yang menentukan bobot

6
kesalahan dan bobot pemberian koreksi. Semakin panjang jarak pada suatu
slang maka bobot kesalahan dan koreksinya lebih kecil
b. Kesalahan Pengukuran KDH
Apabila teleskop dipasang dalam keadaan terbalik, tanda kesalahan menjadi
negatip
dan apabila sudut yang dicari dengan teleskop dalam posisi normal dan
kebalikan dirata–rata maka kesalahan sumbu horizontal dapat hilang. Sedang
koreksi pengukuran kerangka dasar horizontal menggunakan theodolite,
koreksi kesalahan sistematis berupa nilai rata–rata sudut horizontal yang
diperoleh melalui pengukuran target. Pada posisi teropong biasa dan luar biasa.
Kesalahan acak pada pengukuran kerangka dasar horizontal dilakukan untuk
memperoleh harga koordinat definitip. Jarak datar dan sudut poligon setiap titik
poligon merupakan variabel yang menentukan untuk memperoleh koordinat
definitip tersebut. Syarat yang ditetapkan dan harus diperhatikan adalah syarat
sudut lalu syarat absis dan ordinat. Bobot koreksi sudut tidak diperhitungkan
atau dilakukan secara sama rata tanpa memperhatikan faktor lain. Sedangkan
bobot koreksi absis dan ordinat diperhitungkan melalui dua metode :
a) Metode Bowditch  Metode ini bobot koreksinya berdasarkan jarak datar
langsung.
b) Metode Transit  Metode ini bobot koreksinya dihitung berdasarkan
proyeksi jarak langsung tehadap sumbu x dan pada sumbu y. Semakin
besar jarak langsung koreksi bobot absis dan ordinat maka semakin besar
nilainya.

2.3 Kesalahan Pengukuran Cara Tachymerid dan Offset


Kesalahan pengukuran cara tachymetri dengan theodolite
Kesalahan alat, misalnya :
a) Jarum kompas tidak benar-benar lurus.
b) Jarum kompas tidak dapat bergerak bebas pada porosnya.
c) Garis bidik tidak tegak lurus sumbu mendatar (salah kolimasi).
d) Garis skala 0° - 180° atau 180° - 0° tidak sejajar garis bidik.
e) Letak teropong eksentris.
f) Poros penyangga magnet tidak sepusat dengan skala lingkaran mendatar.
Kesalahan pengukuran, misalnya;

7
a. Pengaturan alat tidak sempurna (temporary adjustment)
b. Salah taksir dalam pembacaan
c. Salah catat.

Kesalahan akibat faktor alam misalnya;


a. Deklinasi magnet.
b. Atraksi lokal.

2.4 Koreksi Boussole


Dari ilmu alam diketahui, bahwa jarum magnet diganggu oleh benda-benda dari
logam yang terletak di sekitar jarum magnet itu. Bila tidak ada gangguan, jarum
magnet akan terletak didalam bidang meridian magnetis, ialah dua bidang yang
melalui dua kutub magnetis dan bidang magnetios itu. Karena untuk keperluan
pembuatan peta diperlukan meridian geografis yang melalui dua kutub bumi dan
tempat jarum itu, dan karena meridian magnetis tidak berhimpit dengan meridian
geografis yang disebabkan oleh tidak samanya kutub-kutub magnetis dan kutub-
kutub geografis, maka azimuth magnetis harus diberi koreksi terlebih dahulu, supaya
didapat besaran-besaran geografis: ingat pada sudut jurusan yang sebetulnya sama
dengan azimuth utaratimur. Untuk menentukan koreksi boussole ada dua cara.
Ingatlah lebih dahulu apa yang diartikan dengan koreksi. Koreksi
adalah besaran yang harus ditambahkan pada pembacaan atau pengukuran, supaya
didapat besaran yang betul. Kesalahan adalah besaran yang harus dikurangkan dari
pembacaan atau pengukuran, supaya didapat besaran yang betul.
a. Mengukur azimuth suatu garis yang tertentu; Seperti telah diketahui garis
yang tertentu adalah garis yang menghubungkan dua titik P(Xp;Yp) dan Q(Xq;Yq)
yang telah diketahui koordinat-koordinatnya. Alat ukut BTM ditempatkan pada salah
satu titik itu, misalnya di titik P, dengan sumbu kesatuan tegak lurus diatas titik P.
Arahkan garis bidik tepat pada titik Q, Misalkan pembacaan pada skala lingkaran
mendatar dengan ujung utara jarum magnet ada A. Hitunglah sudut jurusan Dab
garis PQ dengan tg Dab= (xq-xp) : (yp-yp) yang setelah sudut jurusan Dpq ini di
sesuaikan dengan macam sudut azimuth yang ditunjuk oleh jarum magnet alat ukur
BTM ada D, maka karena Dadalah besaran yang betul, dapatlah ditulis: D= A + C
Dalam rumus C adalah rumus boussole,
sehingga C = D-A

8
b. Mengukur tinggi matahari; Dasar cara kedua ini adalah mengukur tinggi
suatu bintang yang diketahui deklinasinya pada saat pengukuran bintang itu. Dengan
tinggi h, deklinasi Gbintang itu dan lintang Mtempat pengukuran dapatlah di hitung
azimuth astronomis yang sama dengan azimuth geografis bintang itu. Bila azimnuth
astronomis itu dibandingkan dengan azimuth yang ditunjuk oleh jarum magnet pada
saat pengukuran, dapatlah ditentukan koreksi boussole. Ingatlah selalu, bahwa pada
saat pengukuran si pengukur berdiri dengan punggungnya ke arah matahari yang
diukur dan keadaan tepi-tepi matahari dilihat dari ujung objektif pada kertas putih
yang di pasang pada lensa okuler. Besarnya refraksi yang selalu mempunyai tanda
minus tergantung pada tinggi h yang di dapat dari pengukuran. Untuk harga koreksi
berlaku tabel. Tinggi h yang didapat dari hasil pengukuran koreksi refraksi dengan
tanda minus. Tinggi h yang telah diberi koreksi refraksi ini adalah tinggi sebenarnya
dari pada tepi atas atau tepi bawah matahari. Karena yang diperlukan sekarang adalah
tinggi titik pusat matahari dan sudut lihat kedua tepi atas dan tepi bawah matahari ada
D = 32’, maka tinggi sebenarnya tadi harus dikurangi dengan ½ D = 16’, bila di ukur
tepi bawah mata hari untuk mendapatkan tinggi sebenarnya dari pada titik pusat
matahari.

9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
- Kesalahan tidak dapat dihindarkan tetapi dapat diminimalkan dengan
pendekatan ilmu
- Kesalahan dapat terjadi karena berbagai hal seperti alat ukur, alam, dan
pengukur
- Koreksi adalah besaran tambahan pada pembacaan atau pengukuran, supaya
didapatkan besaran yang mendekati betul
- Kesalahan adalah besaran yang harus dikurangi dari pembacaan atau
pengukuran
- Koreksi dapat dilakukan dengan mengukur kembali, membetulkan alat, atau
dengan menggunakan metode yang lain

10
DAFTAR PUSTAKA

Purwaamijaya, Iskandar Muda. 2008. Teknik Survei dan Pemetaan Jilid 1.


Jakarta. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Depaartemen Pendidikan Nasional

Azizi, Fajar Nur. 2014. Kesalahan Pengukutan Dalam Ilmu Ukur Tanah.
[online] tersedia
:http://koleksiminisaya.blogspot.co.id/2014/05/kesalahan-
pengukuran-dalam-ilmu-ukur.html?=1

Belajar Teknik Sipil. 2010. Kesalahan-Kesalahan Dalam


Pengukurani.[online] tersedia :http://belajar-teknik-
sipil.blogspot.co.id/2010/03/kesalahan-kesalahan-dalam-
pengukuran.html?m=1

Fisika Zone.[online] tersedia :http://fisikazone.com/ketidakpastian-


pengukuran/

Catatan kuliah Ilmu Ukur Tanah Yuli Kusumawati

11

Anda mungkin juga menyukai