KELOMPOK A-9
Pertanyaan :
1. Apa yang menjadi penyebab terbesar meningkatnya IR pada kasus DBD?
2. Apa faktor yang berpengaruh terhadap KLB?
3. Apa kriteria KLB dan perhitungannya?
4. Apa tindakan yang dilakukan puskesmas untuk menanggulangi KLB?
5. Apa perbedaan KLB dengan wabah?
6. Bagaimana cara melakukan Pemeriksaan Epidemiologis?
7. Apa saja peranan puskesmas?
8. Apa yang dimaksud dengan perilaku pencarian pengobatan?
9. Bagaimana pandangan islam mengenai hukum berobat dan bagaimana tujuan
syariat islam dalam KLB?
10. Apa peran dinas kesehatan?
11. Bagaimana sistem rujukan?
12. Mengapa masyarakat cenderung untuk berobat sendiri dan enggan untuk pergi ke
dokter?
Jawaban :
1. Daerah endemis, kurangnya pengetahuan masyarakat, kurangnya penyuluhan,
kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan lingkungan
2.
a. Herd Immunity yang rendah
Yang mempengaruhi rendahnya faktor itu, sebagian masyarakat sudah tidak
kebal lagi, atau antara yang kebal dan tidak mengelompok tersendiri.
b. Patogenesiti
Kemampuan bibit penyakit untuk menimbulkan reaksi pada pejamu sehingga
timbul sakit.
c. Lingkungan Yang Buruk
Seluruh kondisi yang terdapat di sekitar organisme tetapi mempengaruhi
kehidupan ataupun perkembangan organisme tersebut.
3. Peningkatan kejadian/kematian > 2 kali dibandingkan dengan periode sebelumnya
Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan >2 kali bila
dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya
4. Menghilangkan sumber penularan, memutuskan rantai penularan, melakukan aksi
promotif dan preventif
5. Wabah merupakan peningkatan penyakit menular, sedangkan pada KLB, angka
kesakitan dan kematian lebih bermakna dan mencakup penyakit menular maupun
tidak menular
6. Laporan adanya penyakit Survey Pengumpulan data Pengolahan Data
Penyuluhan Feedback
7. Promosi kesehatan, Pengobatan, Poned, dll
8. Usaha untuk mencari pengobatan dan hal-hal yang mempengaruhi perilaku
pencarian pengobatan adalah adanya perilaku konsep jodoh, konsep klinis-gaib,
pola perawatan (dokter, dokter kota, dokter spesialis, dukun), adanya perbedaan
prioritas
9. Wajib berobat dan berdakwah mengenai kebersihan sebagian dari iman,
berikhtiar, memelihara agamanya, jiwa dan raganya (tidak berobat ke dukun)
10. Melaksanakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan dan menjaga mutu
pelayanan kesehatan
11. Dilakukan dika fasilitas kesehatan tidak memadai, dokter tidak memenuhi
kompetensi dokter spesialis surat rujuk ke RSUD
12. Kurangnya pengetahuan masyarakat, jarak yang jauh, biaya yang minim, aspek
kebudayaan terhadap kepercayaan pragmatis (perbedaan pandangan)
Hipotesis
Faktor perilaku masyarakat yang tidak sehat, lingkungan yang buruk, penanganan yang
terlambat, kurangnya edukasi dan kurang tanggapnya pihak tenaga medis, anjuran, sosial
ekonomi, keterbatasan akses ke pelayanan kesehatan menyebabkan peningkatan masalah
/ kasusnya meningkat 2x lipat, dalam kurun waktu 3x berturut turut terjadi penyakit
tersebut dan timbulnya penyakit menular yang tiba-tiba ada sehingga terjadi KLB.
Kemudian dilakukan penyelidikan epidemiologis yaitu survey, pengumpulan data,
pengolahan data, analisis data, pengumpulan hasil, penyuluhan, feedback dan evaluasi, isi
dari penyelidikan epidemiologi yaitu : Insidence Rate, Case Fatality Rate, dan data faktor
penyebab. Dilakukan secara lintas sektoral dinas kebersihan dan kesehatan, serta tokoh
masyarakat, untuk menghilangkan sumber penularan dengan cara memutuskan rantai
penularan, memperbaiki kondisi lingkungan, melakukan penyelidikan epidemiologi dan
edukasi dengan penyuluhan bagaimana cara penanganan DBD, terapi, dan 4M. Ketika
puskesmas tidak memadai dalam kasus KLB maka rujuk ke dinas kesehatan kemudian
rujuk ke rumah sakit daerah. Bagaimana tingkat kepuasan pasien dan dinilai juga standar
pelayanan apabila sudah mencapai maka dinyatakan bermutu. Berobat dan menjaga
kesehatan dalam islam adalah wajib.
Sasaran Belajar
LI 1. Memahami dan Menjelaskan KLB berdasarkan mortalitas dan mobiditas serta
kriteria KLB
LI 2. Memahami dan Menjelaskan Perilaku Kesehatan Individu dan Masyarakat
dalam Pola Pencarian Pengobatan
LI 3. Memahami dan Menjelaskan Aspek Sosial Budaya dalam menggunakan
Fasilitas Kesehatan
LI 4. Memahami dan Menjelaskan Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan
LI 5. Memahami dan Menjelaskan Cakupan Mutu Pelayanan Kesehatan dan
Imunisasi
LI 6. Memahami dan Menjelaskan Tujuan Syariat Islam dan Hukum berobat serta
menjaga kesehatan
LI.1 Memahami dan Menjelaskan Kejadian Luar Biasa
Menurut UU No. 4 Tahun 1984, kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya
atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis
pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu dan menjurus kepada wabah. Wabah
adalah kejadian berjangkitnya penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah
penderitanya meningkat secara nyata, melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu dan
daerah tertentu serta dapat menimbulkan petaka.
Kriteria KLB
KLB meliputi hal yang sangat luas seperti sampaikan pada bagian sebelumnya,
maka untuk mempermudah penetapan diagnosis KLB, pemerintah Indonesia melalui
Keputusan Dirjen PPM&PLP No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan
Epidemiologi dan Penanggulangan KLB telah menetapkan criteria kerja KLB yaitu :
1. Timbulnya suatu penyakit/menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu
berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian/kematian > 2 kali dibandingkan dengan periode sebelumnya
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan >2 kali bila
dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya
5. Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikkan > 2 kali
dibandingkan angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya.
6. CFR suatu penyakit dalam satu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikkan 50
% atau lebih dibanding CFR periode sebelumnya.
7. Proporsional Rate penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan
kenaikkan > 2 kali dibandingkan periode yang sama dan kurun waktu/tahun
sebelumnya.
8. Beberapa penyakit khusus : Kholera, “DHF/DSS”, (a)Setiap peningkatan kasus
dari periode sebelumnya (pada daerah endemis). (b)Terdapat satu atau lebih
penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut
dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.
9. Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita :
Keracunan Makanan dan Pestisida
KLB tersembunyi, sering terjadi pada penyakit yang belum dikenal atau penyakit
yang tidak mendapat perhatian karena dampaknya belum diketahui. Sebagai contoh
adalah suatu KLB penyakit Fog di London. Kejadian penyakit tersebut telah dimulai pada
tahun 1952, tetapi tidak mendapat perhatian karena dampak penyakit tersebut belum
diketahui. Perhatian terhadap penyakit ini baru dimulai setelah adanya informasi
peningkatan jumlah kematian di suatu masyarakat. Hasil penyelidikan KLB
mengungkapkan bahwa peningkatan tersebut karena penyakit Fog (Mausner and Kramer,
1985).
KLB palsu (pesudo-epidemic), terjadi oleh karena :
a. Perubahan cara mendiagnosis penyakit
b. Perubahan perhatian terhadap penyakit tersebut
c. Perubahan organisasi pelayanan kesehatan
d. Perhatian yang berlebihan.
Klasifikasi KLB
a. Menurut Penyebab:
a. Entero toxin : misal yang dihasilkan oleh Staphylococus aureus, Vibrio, Kholera,
Eschorichia, Shigella.
b. Exotoxin (bakteri), misal yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum,
Clostridium perfringens.
c. Endotoxin : Infeksi, Virus, Bacteri, Protozoa, Cacing, Toksin Biologis, Racun
jamur, Alfatoxin, Plankton, Racun ikan, Racun tumbuh-tumbuhan, Toksin Kimia.
d. Zat kimia organik: logam berat (seperti air raksa, timah), cyanide, nitrit, pestisida.
Gas-gas beracun: CO, CO2, HCN.
b. Menurut Sumber KLB
a. Manusia misal: jalan napas, tenggorokan, tangan, tinja, air seni, muntahan,
seperti : Salmonella, Shigella, Staphylococus, Streptoccocus, Protozoa, Virus
Hepatitis.
b. Kegiatan manusia, misal : Toxin biologis dan kimia (pembuangan tempe
bongkrek, penyemprotan, pencemaran lingkungan, penangkapan ikan dengan
racun).
c. Binatang seperti : binatang piaraan, ikan, binatang mengerat, contoh :
Leptospira, Salmonella, Vibrio, Cacing dan parasit lainnya, keracunan
ikan/plankton
d. Serangga (lalat, kecoa, dan sebagainya) misal : Salmonella, Staphylokok,
Streptokok.
e. Udara, misal : Staphyloccoccus, Streptococcus, Virus, pencemaran udara.
f. Permukaan benda-benda/alat-alat misal : Salmonella.
g. Air, misalnya : Vibrio Cholerae, Salmonella.
h. Makanan/minuman, misal : keracunan singkong, jamur, makanan dalam
kaleng.
c. Menurut Penyakit wabah : Beberapa penyakit dari sumber di atas yang sering
menjadi wabah: Kholera, Pes, Demam kuning, Demam bolak-balik, Tifus bercak
wabah, DBD, Campak, Polio, DPT, Rabies, Malaria, Influensa, Hepatitis, Tipus
perut, Meningitis, Encephalitis, SARS, Anthrax.
Penetapan KLB
Penetapan KLB dilakukan dengan membandingkan insidensi penyakit yang
tengah berjalan dengan insidensi penyakit dalam keadaan biasa (endemik), pada populasi
yang dianggap berisiko, pada tempat dan waktu tertentu. Dalam membandingkan
insidensi penyakit berdasarkan waktu harus diingat bahwa beberapa penyakit dalam
keadaan biasa (endemis) dapat bervariasi menurut waktu (pola temporal penyakit).
Penggambaran pola temporal penyakit yang penting untuk penetapan KLB adalah, pola
musiman penyakit (periode 12 bulan) dan kecenderungan jangka panjang (periode
tahunan – pola maksimum dan minimum penyakit). Dengan demikian untuk melihat
kenaikan frekuensi penyakit harus dibandingkan dengan frekuensi penyakit pada tahun
yang sama bulan berbeda atau bulan yang sama tahun berbeda (CDC, 1979).
KLB tersembunyi, sering terjadi pada penyakit yang belum dikenal atau penyakit yang
tidak mendapat perhatian karena dampaknya belum diketahui.
KLB palsu (pesudo-epidemic), terjadi oleh karena :
a. Perubahan cara mendiagnosis penyakit
b. Perubahan perhatian terhadap penyakit tersebut, atau
c. Perubahan organisasi pelayanan kesehatan,
d. Perhatian yang berlebihan.
Untuk mentetapkan KLB dapat dipakai beberapa definisi KLB yang telah disusun oleh
Depkes. Pada penyakit yang endemis, maka cara menentukan KLB bisa menyusun
dengan grafik Pola Maksimum-minimum 5 tahunan atau 3 tahunan.
Penanggulangan KLB
Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-
KLB), yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB
secara dini dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang
dilakukan berupa pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang mendukung sikap
tanggap/waspada yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan
masyarakat. Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data kasus baru dari penyakit-
penyakit yang berpotensi terjadi KLB secara mingguan sebagai upaya SKD-KLB. Data-
data yang telah terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data untuk penyusunan
rumusan kegiatan perbaikan oleh tim epidemiologi (Dinkes Kota Surabaya, 2002).
Berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular
serta Peraturan Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989, maka penyakit DBD harus
dilaporkan segera dalam waktu kurang dari 24 jam. Undang-undang No. 4 tahun 1984
juga menyebutkan bahwa wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular
dalam masyarakat, yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari
keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan
malapetaka. Dalam rangka mengantisipasi wabah secara dini, dikembangkan istilah
kejadian luar biasa (KLB) sebagai pemantauan lebih dini terhadap kejadian wabah.
Tetapi kelemahan dari sistem ini adalah penentuan penyakit didasarkan atas hasil
pemeriksaan klinik laboratorium sehingga seringkali KLB terlambat diantisipasi
(Sidemen A., 2003).
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu
sistem surveilans dengan menggunakan teknologi informasi (computerize) yang disebut
dengan Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS). EWORS adalah suatu
sistem jaringan informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk
menyampaikan berita adanya kejadian luar biasa pada suatu daerah di
seluruh Indonesia ke pusat EWORS secara cepat (Badan Litbangkes, Depkes RI). Melalui
sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat, sehingga
tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin. Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari
segi jumlah, gejala/karakteristik penyakit, tempat/lokasi, dan waktu kejadian dari seluruh
rumah sakit DATI II di Indonesia (Sidemen A., 2003)
Upaya penanggulangan KLB
Penyelidikan epidemilogis.
Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk tindakan
karantina.
Pencegahan dan pengendalian.
Pemusnahan penyebab penyakit.
Penanganan jenazah akibat wabah.
Penyuluhan kepada masyarakat.
Upaya penanggulangan lainnya.
Indikator keberhasilan penanggulangan KLB
Menurunnya frekuensi KLB.
Menurunnya jumlah kasus pada setiap KLB.
Menurunnya jumlah kematian pada setiap KLB.
Memendeknya periode KLB.
Menyempitnya penyebarluasan wilayah KLB.
Tim penanggulangan KLB
d. Terdiri dari multi disiplin atau multi lintas sektor, bekerjasama dalam
penanggulangan KLB.
e. Salah satu anggota tim kesehatan adalah perawat (sebagai anggota masyarakat
maupun sebagai petugas disarana kesehatan).
f. Perawat dapat terlibat langsung di Puskesmas atau Rumah sakit.
Penyelidikan Epidemiologi
Ratio adalah perbandingan dua bilangan yang tidak saling tergantung. Ratio digunakan
untuk menyatakan besarnya kejadian
Contoh: Jumlah Mahasiswa Stikes = 100, ratio pria : wanita = 2 : 3. Berapa jumlah
masing2 mahasiswa?
Rate adalah perbandingan suatu kejadian dengan jumlah penduduk yang mempunyai
risiko kejadian tersebut. Rate digunakan untuk menyatakan dinamika dan kecepatan
kejadian tertentu dalam masyarakat
Contoh:
a. Campak → berisiko pada balita
b. Diare → berisiko pada semua penduduk
c. Ca servik → berisiko pada wanita
PENGUKURAN ANGKA KESAKITAN/ MORBIDITAS
INCIDENCE RATE
Incidence rate adalah frekuensi penyakit baru yang berjangkit dalam masyarakat di suatu
tempat / wilayah / negara pada waktu tertentu
PREVALENCE RATE
Prevalence rate adalah frekuensi penyakit lama dan baru yang berjangkit dalam
masyarakat di suatu tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu. PR yang ditentukan
pada waktu tertentu (misal pada Juli 2000) disebut Point Prevalence Rate. PR yang
ditentukan pada periode tertentu (misal 1 Januari 2000 s/d 31 Desember 2000) disebut
Periode Prevalence Rate.
ATTACK RATE
Attack Rate adalah jumlah kasus baru penyakit dalam waktu wabah yang berjangkit
dalam masyarakat di suatu tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi
dua (Notoatmodjo, 2003) :
Perilaku tertutup (convert behavior). Perilaku tertutup adalah respon seseorang
terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau
reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan,
kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut,
dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
Perilaku terbuka (overt behavior).Respon seseorang terhadap stimulus dalam
bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas
dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau
dilihat oleh orang lain.
Menurut teori Anderson dalam Muzaham (1995), ada tiga faktor yang mempengaruhi
penggunaan pelayanan kesehatan yaitu :
Mudahnya menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan (karakteristik predisposisi)
Adanya faktor-faktor yang menjamin terhadap pelayanan kesehatan yang ada
(karakteristik pendukung)
Adanya kebutuhan pelayanan kesehatan (karakteristik kebutuhan)
Perilaku pencarian pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor besar yaitu faktor
predisposing, faktor enabling, dan faktor need.
1. Faktor predisposing adalah predisposisi seseorang untuk menggunakan pelayanan
yaitu faktor demografi,faktor struktur sosial, dan faktor keyakinan terhadap
kesehatan
2. Faktor Enabling merupakan kemampuan seseorang untuk mencari pelayanan berupa
sumberdaya keluarga atau sumber daya masyarakat.
3. Faktor need adalah kebutuhan seseorang akan pelayanan
LI.3 Memahami dan Menjelaskan Aspek Sosial Budaya dalam menggunakan Fasilitas
Kesehatan
Menurut W. J. S. Poerwadarminta, dalam kamus bahasa Indonesia miliknya,
sosial dimaknai sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat atau
kemasyarakatan; suka memperhatikan kepentingan umum. Sedangkan budaya berasal
dari kata Sans atau Bodhya yang bermakna pikiran dan akal budi, budaya diartikan
sebagai segala hal yang dibuat oleh manusia berdasarkan pikiran dan akal budinya yang
mengandung cinta, rasa, dan karsa. Jadi, dapat disimpulkan dari segi istilah, sosial budaya
merupakan segala hal yang diciptakan oleh manusia dengan pikiran dan budinya dalam
kehidupan bermasyarakat.
Tujuan Depkes
Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat serta meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan masyarakat melalui peningkatan dan mekanisme rujukan berjenjang antar
puskesmas dengan RS Dati II, RS Dati I dan RS tingkat pusat dan labkes dalam suatu
system rujukan, sehingga dapat mendukung upaya mengurangi kematian ibu hamil dan
melahirkan dan angka kematian bayi.
Syarat Rujukan
• Adanya unit yang mempunyai tanggung jawab baik yang merujuk maupun yang
menerima rujukan .
• Adanya pencatatan tertentu :
- Surat rujukan
- Kartu Sehat bagi klien yang tidak mampu
- Pencatatan yang tepat dan benar
- Kartu monitoring rujukan ibu bersalin dan bayi (KMRIBB)
• Adanya pengertian timbal balik antar yang merujuk dan yang menerima rujukan
• Adanya pengertian tugas tentang system rujuikan
• Sifat rujukan horizontal dan vertical (kearah yang lebih mampu dan lengkap).
Jenis Rujukan
o Rujukan medis
- Rujukan pasien
- Rujukan pengetahuan
- Rujukan laboratorium atau bahan pemeriksaan
o Rujukan kesehatan
- Rujukan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan, misalnya : pengiriman
dokter ahli terutama ahli bedah, kebidanan dan kandungan, penyakit dalam dan
dokter anak dari RSU Provinsi ke RSU Kabupaten.
- Pengiriman asisten ahli senior ke RS Kabupaten yang belum ada dokter ahli
dalam jangka waktu tertentu.
- Pengiriman tenaga kesehatan dari puskesmas RSU Kabupaten ke RS Provinsi.
- Alih pengetahuan dan keterampilan di bidang klinik, manajemen dan
pengoperasian peralatan.
o Rujukan manajemen
- Pengiriman informasi
- Obat, biaya, tenaga, peralatan
- Permintaan bantuan : survei epidemiologi, mengatasi wabah (KLB)
PELAYANAN IMUNISASI
Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan, kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit
tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan. (Depkes RI, 2005).
Tujuan imunisasi adalah diharapkan anak menjadi lebih kebal terhadap penyakit
sehingga dapat menurunkan angka mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan.(A.Aziz,
2008)
Jenis-Jenis Imunisasi :
a. Imunisasi pasif (passive immunization)
Imunisasi pasif ini adalah “Immunoglobulin” jenis imunisasi ini dapat mencegah
penyakitcampak (measles pada anak-anak).
Yang harus diperhatikan, tanyakan dahulu dengan dokter anda sebelum imunisasi jika
bayi anda sedang sakit yang disertai panas; menderita kejang-kejang sebelumnya ; atau
menderita penyakit system saraf.
Jadwal imunisasi
Jadwal pemberian imunisasi :
Keterangan:
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Januari 2014.
1. Vaksin Hepatitis B. Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan
didahului pemberian injeksi vitamin K1. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif,
diberikan vaksin hepatitis B dan imunoglobulin hepatitis B (HBIg) pada
ekstremitas yang berbeda. Vaksinasi hepatitis B selanjutnya dapat menggunakan
vaksin hepatitis B monovalen atau vaksin kombinasi.
2. Vaksin Polio. Pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral
(OPV-0). Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan polio booster dapat
diberikan vaksin OPV atau IPV, namun sebaiknya paling sedikit mendapat satu
dosis vaksin IPV.
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan, optimal umur
2 bulan. Apabila diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin.
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertamadiberikan paling cepat pada umur 6 minggu.
Dapat diberikan vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan vaksin lain.
Untuk anak umur lebih dari 7 tahun DTP yang diberikan harus vaksin Td, di-
booster setiap 10 tahun.
5. Vaksin Campak. Campak diberikan pada umur 9 bulan, 2 tahun dan pada SD
kelas 1 (program BIAS).
6. Vaksin Pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada umur 7-12 bulan, PCV
diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan; pada umur lebih dari 1 tahun diberikan 1
kali. Keduanya perlu dosis ulangan 1 kali pada umur lebih dari 12 bulan atau
minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV
diberikan cukup satu kali.
7. Vaksin Rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus
pentavalen diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur
6-14 minggu, dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya
vaksin rotavirus monovalen selesai diberikan sebelum umur 16 minggu dan tidak
melampaui umur 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen: dosis ke-1 diberikan
umur 6-14 minggu, interval dosis ke-2, dan ke-3 4-10 minggu, dosis ke-3
diberikan pada umur kurang dari 32 minggu (interval minimal 4 minggu).
8. Vaksin Varisela. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, namun
terbaik pada umur sebelum masuk sekolah dasar. Bila diberikan pada umur lebih
dari 12 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
9. Vaksin Influenza. Vaksin influenza diberikan pada umur minimal 6 bulan,
diulang setiap tahun. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunization) pada
anak umur kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu.
Untuk anak 6 – <36 bulan, dosis 0,25 mL.
10. Vaksin Human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV dapat diberikan mulai umur
10 tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga kali dengan interval 0, 1, 6 bulan;
vaksin HPV tetravalen dengan interval 0, 2, 6 bulan.
Pemberian vaksin bisa melalui injeksi, misalnya vaksin BCG, DPT, DT, TT, Campak dan
Hepatitis B. Sedangkan yang diberikan secara oral yaitu vaksin polio
BCG : 1 X (bayi 0-11 bulan)
DPT : 3 X ( bayi 2-11 bulan) selang 4 minggu
Polio : 3 X ( bayi 2-11 bulan) selang 4 minggu
Campak : 1X ( anak 9-11 bulan)
TT IH : - 1 x ( BOOSTER) bila ibu hamil pernah menerima TT 2 X pada
o Waktu calon pengantin atau pada kehamilan
sebelumnya)
2 X (selang 4 minggu) bila ibu hamil belum pernah divaksinasi TT
o Selama kehamilan. Bila pada waktu kontak
berikutnya (saat pemberian TT2 tetap) diberikan
dengan maksud untuk memberikan perlindungan
pada kehamilan berikutnya
DT : 2x ( selang 4 minggu) anak kelas 1 sampai wanita
TT : 2x ( 4 minggu ) anak kelas 6 SD sampai wanita
TT calon pengantin wanita : 2 X ( selang 4 minggu) sebelum akad nikah
Langkah-langkah kegiatan :
1. Petugas Imunisasi menerima kunjungan bayi sasaran Imunisasi yang telah
membawa Buku KIA / KMS di Ruang Imunisasi setelah mendaftar di loket
pendaftaran.
2. Petugas memriksa status Imunisasi dalam buku KIA / KMS dan menentukan jenis
imunisasi yang akan diberikan.
3. Petugas menanyakan keadaan bayi kepada orang tuanya ( keadaan bayi yang
memungkinkan untuk diberikan imunisasi atau bila tidak akan dirujuk ke Ruang
Pengobatan ).
4. Petugas menyiapkan alat ( menyeteril alat suntik dan kapas air hangat ).
5. Petugas menyiapkan vaksin ( vaksin dimasukkan ke dalam termos es ).
6. Petugas menyiapkan sasaran ( memberitahukan kepada orang bayi tentang tempat
penyuntikan.
7. Petugas memberikan Imunisasi ( memasukkan vaksin ke dalam alat suntik,
desinfeksi tempat suntikan dengan kapas air hangat, memberikan suntikan vaksin
/ meneteskan vaksin sesuai dengan jadwal imunisasi yang akan diberikan.
8. Petugas melakukan KIE tentang efek samping pasca imunisasi kepada orang tua
bayi sasaran imunisasi.
9. Petugas memberikan obat antipiretik untuk imunisasi DPT, dijelaskan cara dan
dosis pemberian.
10. Petugas memberitahukan kepada orang tua bayi mengenai jadwal imunisasi
berikutnya.Petugas mencatat hasil imunisasi dalam Buku KIA / KMS dan Buku
Catatan Imunisasi serta rekapitulasi setiap akhir bulannya
Sifat Vaksin
Vaksin TT termasuk vaksin yang sensitif terhadap beku (Freeze Sensitive=FS)
yaitu golongan vaksin yang akan rusak bila terpapar/terkena dengansuhu dingin atau suhu
pembekuan. (Depkes RI, 2005).
Efek Samping
Efek samping jarang terjadi dan bersifat ringan, gejalanya seperti lemas dan kemerahan
pada lokasi suntikan yang bersifat sementara dan kadang-kadang gejala demam. (Depkes
RI, 2005).
Kontraindikasi Vaksin TT
Ibu hamil atau WUS yang mempunyai gejala-gejala berat (pingsan) karena dosis pertama
TT. (Depkes RI, 2005).
Kerusakan Vaksin
Keterpaparan suhu yang tidak tepat pada vaksin TT menyebabkan umur vaksin menjadi
berkurang dan vaksin akan rusak bila terpapar /terkena sinar matahari langsung. (Depkes
RI, 2005).
Untuk menghindari penumpukan vaksin, jumlah kebutuhan vaksin satu tahun harus
dikurangi sisa vaksin tahun lalu. Rumus Kebutuhan Vaksin ;
Jumlah kontak
Kebutuhan Vaksin =--------------------- =....ampul/vial
IP
LI.6 Memahami dan Menjelaskan Tujuan Syariat Islam dan Hukum berobat serta
menjaga kesehatan
Keduanya dalam bahasa Indonesia, sering menjadi kata majemuk sehat afiat.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesra, kata "afiat" dipersamakan dengan "sehat". Afiat
diartikan sehat dan kuat,sedangkan sehat (sendiri) antara lain diartikan sebagai keadaan
baik segenap badan serta bagian-bagiannya (bebas dari sakit).Kalau sehat diartikan
sebagai keadaan baik bagi segenap anggota badan, maka agaknya dapat dikatakan bahwa
mata yang sehat adalah mata yang dapat melihat maupun membaca tanpa menggunakan
kacamata. Tetapi, mata yang afiat adalah yang dapat melihat dan membaca objek-objek
yang bermanfaat serta mengalihkan pandangan dari objek-objek yang terlarang, karena
itulah fungsi yang diharapkan dari penciptaan mata. Dalam konteks kesehatan fisik,
misalnya ditemukan sabda Nabi Muhammad Saw.:
Sesungguhnya Allah senang kepada orang yang bertobat,dan senang kepada orang yang
membersihkan diri.
Tobat menghasilkan kesehatan mental, sedangkan kebersihan lahiriah menghasilkan
kesehatan fisik.Wahyu kedua (atau ketiga) yang diterima Nabi Muhammad Saw. adalah:
“ Dan bersihkan pakaianmu dan tinggalkan segala macam kekotoran (QS Al-Muddatstsir
[74]: 4-5)”.
Dari Usamah bin Syarik berkata, ada seorang arab baduwi berkata kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Tamher dan Noorsiani. 2008. Flu Burung : Aspek Klinis dan Epidemiologis . Jakarta :
Salemba Medika
Trihono. 2010. Arrimes : Manajemen Puskesmas berbasis paradigma sehat. Jakarta :
Sagung Seto
Yetti Wira Citerawati SY, 2012, Aspek Sosiobudaya Berhubungan Dengan Perilaku
Kesehatan,Universitas Brawijaya, Malang.