SKENARIO 1
KELOMPOK A 1
MULTAZAM HANIF
HANUGROHO
RISNU ARDIAN W
AZMI FARAH FAIRUZYA
IVO ARYENA
PUTRI NUR KUMALASARI
ASTRID ASTARI AULIA
CHRISANTY AZZAHRA Y
IGA KUSTIN M
MARTINA DWI ARIANDINI
WIDORETNO PRABANDARI
ARTRINDA A K S P
(G0012141)
(G0012089)
(G0012189)
(G0012039)
(G0012099)
(G0012167)
(G0012033)
(G0012047)
(G0012093)
(G0012127)
(G0012229)
(G0012029)
Tutor :
Ari Natalia Probandari dr.,MPH, PhD
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2015
BAB I
PENDAHULUAN
BAGAIMANA MENGATASI PENINGKATAN ANGKA KEJADIAN DEMAM DI PULAU
SERIBU?
Pada Bulan Agustus 2013, terdapat peningkatan angka kejadian demam tinggi di
Dinas Kesehatan Kepulauan Seribu. Dilaporkan adanya 427 kasus demam tinggi dalam
sebulan dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 10%. Kasus demam tinggi ini meingkat
dibandingkan kasus sebelunya dimana rata rata hanya dilaporkan 100 kasus dan jarang
menyebabkan kematian. Dinas Kesehatan setempat menurunkan tim untuk melakukan
investigasi akan kondisi yang terjadi. Mereka mencuigai adanya Kejadian Luar Biasa (KLB)
BAB II
STUDI PUSTAKA DAN DISKUSI
Jump 1
Memahami skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam skenario.
1. Case Fatality Rate (CFR): Proporsi kasus dari penyakit atau kondisi tertentu yang fatal
dalam kurun waktu tertentu
2. Kejadian Luar Biasa (KLB): timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan atau
kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu
tertentu.
3. Prevalensi : Seberapa sering suatu penyakit terjadi pada sekelompok orang
4. Insidensi : Frekuensi penyakit yang baru di masyarakat dalam kurun waktu tertentu
5. House Index (HI): Presentase rumah yang positif jentik dari seluruh rumah yang
diperiksa
6. Coutainer Index (CI): Presentase container (tempat penampungan air) yang positif jentik
dari seluruh container yang diperiksa.
tanggungjawab itu. Selain itu, surveilans aktif dapat mengidentifikasi outbreak lokal.
Kelemahan surveilans aktif, lebih mahal dan lebih sulit untuk dilakukan daripada
surveilans pasif.
9. Surveillance Imigrasi : Kegiatan pengambilan sediaan darah orang orang yang
menunjukkan gejala malaria klinis yang baru datang dari daerah endemis dalam rangka
mencegah masuknya kasus impor.
10. Annual Parasit Incident (API): Angka kesakita per 1000 penduduk dalam 1 tahun.
11. Endemik : Masalah kesehatan yang biasanya disebabkan oleh penyakit dalam jangka
waktu yang lama di wilayah tertentu.
12. Pos Malaria Desa : Pelayanan pengobatan di bawah pertugas kesehatan atau puskesmas
pembantu biasanya terdapat di desa dengan angka kejadian malaria tinggi atau tempat
yang jauh dari pusat pelayanan kesehatan.
Jump 2
Menentukan/mendefinisikan permasalahan.
1. Apa yang dimaksud dengan Case Fatality Rate?
2. Apa kriteria dari KLB?
3. Bagaimana langkah langkah penyelidikan KLB?
4. Apa saja jenis penyakit yang bisa menyebabkan terjadinya KLB?
5. Bagaimana penanganan KLB?
6. Apa tujuan KLB dan siapa yang berwenang menetapkan KLB?
7. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan prevalensi dan insidensi meningkat?
8. Bagaimana mekanisme dan manfaat dibentuk Pos Malaria Desa dan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) ?
9. Apakah ada metode pemberdayaan masyarakat yang lain?
10. Bagaiman tujuan dan mekanisme surveilans?
11. Apa saja jenis surveilans?
12. Bagaimana cara mencapai target bebas malaria?
Jump 3
Menganalisis
permasalahan
dan
membuat
pernyataan
sementara
mengenai
Perhitungan ini dapat digu8nakan uutk mengetahui tingakat penyakit dengan tingkat
keamtia yang tinggi. Rasio ini dapat dispesifikkan menjadi menurut goklongan umur,
jenis kelamin, tingkat pendidikan dan lain-lain.
2. Kriteria KLB ?
7 (tujuh) Kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB) Menurut Permenkes 1501 Tahun 2010
adalah :
a. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada
atau tidak dikenal pada suatu daerah.
b. Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun
waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis
penyakitnya.
c. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan
dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu
menurut jenis penyakitnya.
d. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka
rata-rata jumlah per bulan dalam tahun sebelumnya.
e. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan ratarata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya.
f. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1
(satu) kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh
persen) atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu
penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
dikaitkan dengan waktu, tempat dan orang. Selain itu terlihat bahwa definisi KLB ini
sangat tergantung pada kejadian (insidensi) penyakit tersebut sebelumnya (Barker, 1979;
Kelsey, et al., 1986).
Di Indonesia definisi wabah dan KLB diaplikasikan dalam Undang-undang Wabah
sebagai berikut :
a. Wabah : adalah peningkatan kejadian kesakitan/kematian, yang meluas secara cepat
baik dalam jumlah kasus maupun luas daerah penyakit, dan dapat menimbulkan
malapetaka.
b. Kejadian Luar Biasa (KLB) : adalah timbulnya suatu kejadian kesakitan/kematian dan
atau meningkatnya suatu kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara
epidemiologis pada suatu kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu (Undangundang Wabah, 1984).
Jadi, terlihat adanya perbedaan definisi antara Wabah dan KLB. Wabah harus
mencakup jumlah kasus yang besar, daerah yang luas dan waktu yang lebih lama,
dengan dampak yang timbulkan lebih berat.
6. Tujuan penyelidikan KLB dan wabah
Tujuan
umum
Penyidikan
KLB
yaitu
mencegah
meluasnya
kejadian
Jump 4
Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataansementara mengenai
permasalahan pada Jump 3.
Angka
Kejadian
CFR
Faktor-faktor
penyebab
(Host,Agent,Lingkunga
n)
Prevalensi
KLB Malaria
Endemis
Penanganan KLB
Jump 5
Pos Malaria Desa
Merumuskan Tujuan Pembelajaran
1. Apa saja jenis penyakit yang bisa menyebabkan terjadinya KLB?
Bebas Malaria
2. Bagaimana penanganan KLB malaria?
3. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan prevalensi dan insidensi meningkat?
4. Bagaimana mekanisme dan manfaat dibentuk Pos Malaria Desa dan Pemberantasan
5.
6.
7.
8.
Jump 6
Mengumpulkan informasi baru dengan belajar mandiri
Jump 7
Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang diperoleh
1. Karakteristik Penyakit yang berpotensi KLB:
a.
b.
c.
d.
DHF
Campak
Rabies
Tetanus neonatorum
Diare
Pertusis
Poliomyelitis.
Kecacingan
Kusta,
Tuberkulosa
Syphilis
Gonorrhoe
Filariasis, dll.
6. Surveilans
Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah kesehatan
populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini dan dapat dilakukan
respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif. Tujuan khusus surveilans:
a. Memonitor kecenderungan (trends) penyakit;
b. Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi dini outbreak;
c. Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit (disease burden)
d.
e.
f.
g.
pada populasi;
Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan, implementasi,
Monitoring, dan evaluasi program kesehatan;
Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan;
Mengidentifikasi kebutuhan riset
Data yang sudah terkumpul dari kegiatan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel,
grafik (histogram, poligon frekuensi), chart (bar chart, peta/map area). Penggunaan
komputer sangat diperlukan untuk mempermudah dalam pengolahan data diantaranya
dengan menggunakan program (software) seperti epid info, SPSS, lotus, exceldan lainlain (Budioro, 2007).
c. Analisis data
Analisis merupakan langkah penting dalam surveilans epidemiologi karena akan
dipergunakan untuk perencanaan, monitoring dan evaluasi serta tindakan pencegahan
dan
penanggulangan
penyakit.
Kegiatan
ini
menghasilkan
ukuran-ukuran
epidemiologi seperti rate, proporsi, rasio dan lain-lain untuk mengetahui situasi,
estimasi dan prediksipenyakit (Noor, 2000).
Data yang sudah diolah selanjutnya dianalisis dengan membandingkan data
bulanan atau tahun-tahun sebelumnya, sehingga diketahui ada peningkatan atau
penurunan dan mencari hubungan penyebab penyakit campak dengan faktor resiko
yang berhubungan dengan kejadian campak (Arias, 2010).
d. Penyebarluasan informasi
Penyebarluasan informasi dapat dilakukan ke tingkat atas maupun ke bawah.
Dalam rangka kerja sama lintas sektoral instansi-instansi lain yang terkait dan
masyarakat juga menjadi sasaran kegiatan ini. Untuk diperlukan informasi yang
informatif agar mudah dipahami terutama bagi instansi diluar bidang kesehatan
(Budioro, 2007).
Data, informasi dan rekomendasi sebagai hasil kegiatan surveilans epidemiologi
penyakit campak disampaikan kepada pihak-pihak yang dapat melakukan tindakan
penanggulangan penyakit atau upaya peningkatan program kesehatan, pusat-pusat
penelitian dan pusat-pusat kajian serta pertukaran data dalam jejaring surveilans
epidemiologi agar diketahui terjadinya peningkatan atau penurunan kasus penyakit
(Arias, 2010).
Penyebarluasan informasi yang baik harus dapat memberikan informasi yang
mudah dimengerti dan dimanfaatkan dalam menentukan arah kebijakan kegiatan,
upaya pengendalian serta evaluasi program yang dilakukan. Cara penyebarluasan
informasi yang dilakukan yaitu membuat suatu laporan hasil kajian yang disampaikan
kepada atasan, membuat laporan kajian untuk seminar dan pertemuan, membuat
suatu tulisan di majalah rutin, memanfaatkan media internet yang setiap saat dapat di
akses dengan mudah (Depkes RI, 2003).
e. Umpan balik
Kegiatan umpan balik dilakukan secara rutin biasanya setiap bulan saat menerima
laporan setelah diolah dan dianalisa melakukan umpan balik kepada unit kesehatan
yang melakukan laporan dengan tujuan agar yang mengirim laporan mengetahui
bahwa laporannya telah diterima dan sekaligus mengoreksi dan memberi petunjuk
tentang laporan yang diterima. Kemudian mengadakan umpan balik laporan
berikutnya akan tepat waktu dan benar pengisiannya. Cara pemberian umpan balik
dapat melalui surat umpan balik, penjelasan pada saat pertemuan serta pada saat
melakukan pembinaan/suvervisi (Arias, 2010).
f. Investigasi penyakit berpotensi KLB
Setelah pengambilan keputusan perlunya mengambil tindakan maka terlebih
dahulu dilakukan investigasi/penyelidikan epidemiologi penyakit campak. Dengan
investigator membawa ceklis/format pengisian tentang masalah kesehatan yang terjadi
dalam hal ini adalah penyakit dan bahan untuk pengambilan sampel di laboratorium.
Setelah melakukan investigasi penyelidikan kemudian disimpulkan bahwa benarbenar telah terjadi KLB yang perlu mengambil tindakan atau sebaliknya (Arias,
2010).
g. Tindakan penanggulangan
Berdasarkan hasil investigasi/penyelidikan epidemiologi tersebut maka segera
dilakukan tindakan penanggulangan dalam bentuk yaitu: (1) Pengobatan segera pada
penderita yang sakit, (2) Melakukan rujukan penderita yang tergolong berat, (3)
Melakukan penyuluhan mengenai penyakit kepada masyarakat untuk meningkatkan
kesadaran agar tidak tertular penyakit atau menghindari penyakit tersebut, (4)
Melakukan gerakan kebersihan lingkungan untuk memutuskan rantai penularan
(Arias, 2010).
h. Evaluasi
Setiap program surveilans sebaiknya dinilai secara periodik untuk mengevaluasi
manfaatnya . sistem dapat berguna apabila secara memuaskan memenuhi paling tidak
salah satu dari pernyataan berikut : apakah kegiatan surveilans dapat mendeteksi
kecenderungan yang mengidentifikasi perubahan dalam kejadian kasus penyakit,
apakah program surveilans dapat mendeteksi epidemik kejadian penyakit di wilayah
tersebut, apakah kegiatan surveilans dapat memberikan informasi tentang besarnya
morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan kejadian penyakit di wilayah
tersebut, apakah program surveilans dapat mengidentifikasi faktor-faktor resiko yang
berhubungan dengan kejadian penyakit dan apakah program surveilans tersebut dapat
menilai efek tindakan pengendalian (Arias, 2010)
Pendekatan surveilans dapat dibagi menjadi dua jenis: (1) Surveilans pasif; (2) Surveilans
aktif.
a. Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif, dengan menggunakan data penyakit
yang harus dilaporkan (reportable diseases) yang tersedia di fasilitas pelayanan
kesehatan. Kelebihan surveilans pasif, relatif murah dan mudah untuk dilakukan.
Kekurangan surveilans pasif adalah kurang sensitif dalam mendeteksi kecenderungan
penyakit. Data yang dihasilkan cenderung under-reported, karena tidak semua kasus
datang ke fasilitas pelayanan kesehatan formal.Selain itu,tingkat pelaporan dan
kelengkapan laporan biasanya rendah, karena waktu petugas terbagi dengan tanggung
jawab utama memberikan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan masing-masing.
b. Surveilans aktif menggunakan petugas khusus surveilans untuk kunjungan berkala
kelapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter dan tenaga medis lainnya,
puskesmas, klinik, dan rumah sakit, dengan tujuan mengidentifikasi kasus baru
penyakit atau kematian, disebut penemuan kasus (case finding), dan konfirmasi
laporan kasus indeks. Kelebihan surveilans aktif, lebih akurat daripada surveilans
pasif, sebab dilakukan oleh petugas yang memang dipekerjakan untuk menjalankan
tanggungjawab itu. Selain itu, surveilans aktif dapat mengidentifikasi outbreak lokal.
Kelemahan surveilans aktif, lebih mahal dan lebih sulit untuk dilakukan daripada
surveilans pasif.
7. Eliminasi malaria sebagai upaya mencapai target bebas malaria
Untuk mengatasi masalah malaria, dalam pertemuan WHA 60 tanggal 18 Mei 2007
telah dihasilkan komitmen global tentang eliminasi malaria bagi setiap negara. Petunjuk
pelaksanaan eliminasi malaria tersebut telah di rumuskan oleh WHO dalam Global
Malaria Programme.
Penyebaran malaria disebabkan oleh berbagai faktor antara lain:
a. Perubahan lingkungan yang tidak terkendali dapat menimbulkan tempat perindukan
nyamuk malaria.
b. Banyaknya nyamuk Anopheles sp yang telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria (17
spesies), dari berbagai macam habitat.
c. Mobilitas penduduk yang relatif tinggi dari dan ke daerah endemik malaria.
d. Perilaku masyarakat yang memungkinkan terjadinya penularan.
e. Semakin meluasnya penyebaran parasit malaria yang telah resisten terhadap obat anti
malaria.
seluruh lokasi
dieliminasi.
b. Tahap Pra Eliminasi
Tujuan utama pada tahap Pra Eliminasi adalah mengurangi jumlah fokus aktif dan
mengurangi penularan setempat di satu wilayah minimal kabupaten/kota, sehingga
pada akhir tahap tersebut tercapai API < 1 per 1000 penduduk berisiko. Sasaran
intervensi kegiatan dalam Tahap Pra Eliminasi adalah fokus aktif (lokasi yang masih
terjadi penularan setempat) di wilayah yang akan dieliminasi. Pokok-pokok kegiatan
yang dilakukan adalah :
c. Tahap Eliminasi
Tujuan utama pada tahap Eliminasi adalah menghilangkan fokus aktif dan
menghentikan penularan setempat di satu wilayah, minimal kabupaten/kota, sehingga
pada akhir tahap tersebut kasus penularan setempat (indigenous) nol (tidak ditemukan
lagi). Sasaran intervensi kegiatan dalam Tahap Eliminasi adalah sisa fokus aktif dan
individu kasus positif dengan penularan setempat (kasus indigenous).
d. Tahap Pemeliharaan (Pencegahan Penularan Kembali)
Tujuan utama pada Tahap Pemeliharaan adalah mencegah munculnya kembali kasus
dengan penularan setempat.Sasaran intervensi kegiatan dalam Tahap Pemeliharaan
adalah individu kasus positif, khususnya kasus impor.
Untuk dapat mencapai tujuan dari keempat tahap eliminasi malaria, maka perlu
dilakukan pokok-pokok kegiatan sebagai berikut :
1) Penemuan dan Tata Laksana Penderita
2) Pencegahan dan penanggulangan faktor risiko
3) Surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah
4) Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
5) Peningkatan sumber daya manusia
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Prevalensi Malaria di Indonesia masih tinggi dan Indonesia bagian timur
(Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi dan Nusa Tenggara)
termasuk dalam daerah endemis Malaria.
2. Berbagai upaya telah dilakukan guna mencegah timbulnya peningkatan
kejadian Malaria mulai dari pembagian kelambu berinsektisida kepada
masyarakat, deteksi dini hingga pembentukan pemberdayaan masyarakat
berupa pembentukan posmaldes.
3. Guna mengendalikan dan menanggulangi Kejadian Luar Biasa (KLB)
diperlukan Surveilans dan Penyelidikan Epidemiologi.
B.
Saran
1. Diharapkan mahasiswa lebih aktif dalam kegiatan tutorial sehingga semua
tujuan pembelajaran dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Bonita R, Beaglehole R, Kjellsrom T (2006). Basic Epidemiology (2nd ed). Geneva: WHO.
Bustan, M.N (2006). Pengantar Epidemiologi, Edisi Revisi. Rineka Cipta: Jakarta.
DCP2 (2008). Public health surveillance. The best weapon to avert epidemics. Disease
Control Priority Project. www.dcp2.org/file/153/dcpp-surveillance.pdf
Doolan, D L (2002). Malaria methods and protocols. New Jersey: Humana Press Inc.
Erme MA, Quade TC (2010). Epidemiologic surveillance. Enote. www.enotes.com/publichealth.../ epidemiologic-surveillance.Diakses 21 Agustus 2010.
Giesecke, J (2002). Modern Infection Disease Epidemiology. Oxford University Press Inc.:
USA.
Greenberg RS, Daniel SR, Flanders WD, Eley JW, Boring JR (2005). Medical Epidemiology.
New York : Lange Medical Books/McGraw-Hill.
JHU (=Johns Hopkins University) (2006). Disaster epidemiology. Baltimore, MD: The Johns
Hopkins and IFRC Public Health Guide for Emergencies.
Last, JM (2001). A dictionary of epidemiology. New York: Oxford University Press, Inc.
Marchand, R., Tousignant, and H. Chang, Cost-effectiveness of screening compared to casefinding approaches to tuberculosis in long-term care facilities for the elderly.
International Journal of Epidemiology, 1999. 28: p. 563-570.
Murti, B., Validitas dan Realibilitas Pengukuran. 2011, Universitas Negeri Solo:
Semarang.
Perbup Kulon Progo (2013). Peraturan Bupati Kulon Progo No. 67 Tahun 2013 tentang
Eliminasi Malaria di Daerah.
Ryadi, S. and Wijayanti (2011). Dasar- Dasar Epidemiologi. Jakarta: Salemba Medika.
Sedyaningsih, Endang R dan Vivi Setiawaty (2009). Awal Pandemi Influenza A(H1N1),
Jurnal Penyakit Menular .http://www.litbang.depkes.go.id/. diunduh pada tanggal 3
September 2015.
Sloan PD, MacFarqubar JK, Sickbert-Bennett E, Mitchell CM, Akers R, Weber DJ, Howard
K (2006). Syndromic surveillance for emerging infections in office practice using
billing data. Ann Fam Med 2006;4:351-358.
Unit Pengkajian Teknologi Kesehatan, Skrining Kanker Leher Rahim dengan Metode
Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA). 2008, Departemen Kesehatan: Jakarta.