Anda di halaman 1dari 20

BAB IV

PENGUKURAN KERANGKA PETA (POLIGON)

4.1. Umum
Poligon berasal dari kata polygon yang berarti poly : banyak dan gone :
titik. Yang kita maksud disini adalah poligon yang digunakan sebagai kerangka
dasar pemetaan yang memiliki titik titik dimana titik tersebut mempunyai sebuah
koordinat X dan Y, silahkan klik disini untuk memahami sistem koordinat dan
proyeksi peta yang tidak terlepas akan pengukuran dan penghitungan poligon.
Poligon adalah serangkaian titik-titik yang dihubungkan dengan garis lurus
sehingga titik-titik tersebut membentuk sebuah rangkaian (jaringan) titik atau
poligon. Pada pekerjaan pembuatan peta, rangkaian titik poligon digunakan
sebagai kerangka peta, yaitu merupakan jaringan titik-titik yang telah tertentu
letaknya di tanah yang sudah ditandai dengan patok, dimana semua benda buatan
manusia seperti jembatan, jalan raya, gedung maupun benda-benda alam seperti
danau, bukit, dan sungai akan diorientasikan.
Kedudukan benda pada pekerjaan pemetaan biasanya dinyatakan dengan
sistem koodinat kartesius tegak lurus (X,Y) di bidang datar (peta), dengan sumbu
X menyatakan arah timur-barat dan sumbu Y menyatakan arah utara-selatan.
Koordinat titik-titik poligon harus cukup teliti mengingat ketelitian letak dan
ukuran benda-benda yang akan dipetakan sangat tergantung pada ketelitian dari
kerangka peta.
Poligon memiliki beberapa jenis di pandang dari bentuk dan titik refrensi
(acuan) yang digunakan sebagai sistem koordinat dan kontrol kualitas dari
pengukuran poligon. Titik refrensi adalah titik yang mempunyai sebuah koordinat
yang dalam penghitungannya mengacu pada sebuah datum dan proyeksi peta, di
Indonesia datum yang di gunakan adalah WGS 84 sedangkan proyeksi peta
menggunakan TM-3, sedangkan koordinat lokal adalah koordinat yang tidak
mengacu pada dua hal tersebut (koordinat sementara), kalaupun hal itu diterapkan
dalam pengukuran poligon untuk area yang cukup luas tentu saja kelengkungan
bumi diabaikan begitu saja. Untuk titik refrensi dalam pengukuran poligon ialah
[Laporan Perpetaan Topografi 16307005

TDT (Titik Dasar Teknik) atau BM (Base Mark) Orde 3,2 ataupun Orde 1 yang
telah memiliki kooordinat TM-3 dan diukur menggunakan GPS Geodetik.
Pada pekerjaan pemetaan diperlukan suatu kerangka dasar peta yang berfungsi
sebagai tempat untuk menempatkan titik detil baik detil ketinggian yang
mendasarkan relief (bentuk permukaan tanah) atau pun detil tat letak baik unsur
alam maupun unsurebuatan manusia.
Mengingat fungsinya, titik-titik kerangka dasar (poligon) harus
ditempatkan ssedemikian rupa sehingga menyebar dan merata ke seluruh daerah
yang akan dipetakan dengan kerapatan tertentu sesuai skala peta yang diinginkan
dan tujuan peta yang akan dibuat. Jumlah titik poligon sangat tergantung dari
keadaan daerah yang akan dipetakan, semakin daerahnya tertutup dan reliefnya
bergelombang, mak semakin banyak jumlah titik poligon yang harus ditentukan,
termasuk titik-titik lain sebagai titik poligon Bantu. Poligon bias terbuka dan bias
tertutup, poligon terbuka berakhir tanpa penutupan (closure). Poligon terbuka
dipakai pada survei lintasan jalan, tetapi sebaliknya kalau bias dihindarkan karena
poligon ini tidak bias dikontrol dengan baik.
Poligon digunakan untuk menetapkan posisi yang tepat dari sejumlah kecil
tanda suatu titik. Dari titik-titik ini, banyak pengukuran yang kurang teliti dapat
dibuat tertentu dan ditempatkan tampa mengakumulasi kesalahan tak sengaja. Jadi
polygon biasanya berfungsi sebagai survey pemeriksaan.Pada saat menggambar
denah kontruksi, titik titik stasiun harus digunakan sebagai titik awal dari mana
pekerjaan di tapak (layout).Apabila kontruksi jenis baru akan dibuat, system
stasiun polygon dalam daerah tersebut harus ditetapkan dan disurvei. Usaha-usaha
untuk menghapuskan pemasangan sebuah polygon harus dibayar mahal dan
seringkali memerlukan perbaikan-perbaikan yang serius atas rencana tersebut.
4.1.1 Titik Pengikat dan Pemeriksa
Titik pengikat (reference point) adalah titik dan atau titik-titik yang
diketahui posisi horizontal dan atau ketinggiannya dan digunakan sebagai rujukan
atau pengikatan untuk penentuan posisi titik yang lainnya. Dengan mengetahui
arah, sudut, jarak dan atau beda tinggi suatu titik terhadap titik pengikat, maka
dapat ditentukan koordinat dan atau ketinggian titik bersangkutan.

Rumada E Silaban 2
[Laporan Perpetaan Topografi 16307005

Titik pemeriksa (control point) adalah titik atau titik-titik yang diketahui
posisi horizontal dan atau ketinggiannya yang digunakan sebagai pemeriksa hasil
ukuran-ukuran yang dimulai dari suatu titik pemeriksa dan diakhiri pada titik
pemeriksa yang sama atau titik pemeriksa yang lain. Dengan demikian titik
pengikat juga bisa berfungsi sebagai titik pemeriksa.
Kedua pengertian tentang titik pengikat dan titik pemeriksa ini
mensyaratkan adanya sistem posisi horizontal dan atau ketinggian yang sama dan
dengan tingkat ketelitian yang sama pula pada titik pengikatan dan pemeriksa
yang digunakan pada suatu pengukuran. Selain itu juga perlu diperhatikan bahwa
ketelitian posisi titik pemeriksa harus lebih tinggi dibandingkan dengan ketelitian
pengukuran.
Lazim dilakukan dalam suatu sistem pengukuran dan pemetaan, titik
pengikat dan pemeriksa dibuat dan diukur berjenjang turun semakin rapat dari
yang paling teliti hingga ke yang paling kasar ketelitiannya. Sudah tentu titik
pengikat dan pemeriksa yang lebih rendah ketelitiannya diikatkan dan diperiksa
hasil pengukurannya ke titik pengikat dan pemeriksa yang lebih tinggi
ketelitiannya.
Titik-titik pengikat dan pemeriksa yang digunakan untuk pembuatan peta
disebut sebagai titik-titik kerangka dasar pemetaan. Pembuatan titik-titik kerangka
dasar pemetaan sebagai titik ikat dan pemeriksaan di Indonesaia dimulai oleh
Belanda dengan membuat titik-titik triangulasi dan tinggi teliti.
4.1.2 Kerangka Dasar Horizontal
Kerangka dasar horizontal merupakan kumpulan titik-titik yang telah
diketahui atau ditentukan posisi horizontalnya berupa koordinat pada bidang datar
(X,Y) dalam sistem proyeksi tertentu. Bila dilakukan dengan cara teristris,
pengadaan kerangka horizontal bisa dilakukan menggunakan cara triangulasi,
trilaterasi atau poligon. Pemilihan cara dipengaruhi oleh bentuk medanlapangan
dan ketelitian yang dikehendaki.
Pengadaan kerangka dasar horizontal di Indonesia dimulai di pulau Jawa
oleh Belanda pada tahun 1862. Titik-titik kerangka dasar horizontal buatan
Belanda ini dikenal sebagai titik triangulasi, karena pengukurannya menggunakan
cara triangulasi. Hingga tahun 1936, pengadaan titik triangulasi oleh Belanda ini

Rumada E Silaban 3
[Laporan Perpetaan Topografi 16307005

telah mencakup: pulau Jawa dengan datum Gunung Genuk, pantai Barat Sumatra
dengan datum Padang, Sumatra Selatan dengan datum Gunung Dempo, pantai
Timur Sumatra dengan datum Serati, kepulauan Sunda Kecil, Bali dan Lombik
dengan datum Gunung Genuk, pulau Bangka dengan datum Gunung Limpuh,
Sulawesi dengan datum Moncong Lowe, kepulauan Riau dan Lingga dengan
datum Gunung Limpuh dan Kalimantan Tenggara dengan datum Gunung Segara.
Posisi horizontal (X,Y) titik triangulasi dibuat dalam sistem proyeksi Mercator,
sedangkan posisi horizontal peta topografi yang dibuat dengan ikatan dan
pemeriksaan ke titik triangulasi dibuat dalam sistem proyeksi Polyeder.
Titik triangulasi buatan Belanda tersebut dibuat berjenjang turun berulang,
dari cakupan luas paling teliti dengan jarak antar titik 20 - 40 km hingga paling
kasar pada cakupan 1 - 3 km.
Tabel 2.1: Ketelitian posisi horizontral (X,Y) titik triangulasi.

Titik Jarak Ketelitian Metoda

P 20 - 40 km ± 0.07 m Triangulasi

S 10 - 20 km ± 0.53 m Triangulasi

T 3 - 10 km ± 3.30 m Mengikat

K 1 - 3 km - Polygon

Selain posisi horizontal (X,Y) dalam sistem proyeksi Mercator, titik-titik


triangulasi ini juga dilengkapi dengan informasi posisinya dalam sistem geografis
(j ,l ) dan ketinggiannya terhadap muka air laut rata-rata yang ditentukan dengan
cara trigonometris.
Pengunaan datum yang berlainan berakibat koordinat titik yang sama
menjadi berlainan bila dihitung dengan datum yang berlainan itu. Maka mulai
tahun 1974 mulai diupayakan satu datum nasional untuk pengukuran dan
pemetaan dalam satu sistem nasional yang terpadu oleh bakosurtanal.
Upaya pemaduan titik kerangka horizontal nasional oleh
BAKOSURTANAL dimulai tahun 1974 dengan menetapkan datum Padang
sebagai Datum Indonesia 1974 yang disingkat DI '74. Datum ini merupakan

Rumada E Silaban 4
[Laporan Perpetaan Topografi 16307005

datum geodesi relatif yang diwujudkan dalam bentuk titik Doppler sebagai titik
rujukan (ikatan) dan pemeriksaan (kontrol) dalam survai dan pemetaan di
Indonesia. Posisi pada bidang datar (X,Y) titik kerangka dan peta berdasarkan
datum ini menggunakan sistem proyeksi peta UTM (Universal Traverse
Mercator).
Dalam pelaksanaannya jaring kontrol geodesi yang dengan menggunakan
cara doppler ini sudah merupakan satu kesatuan sistem, tetapi belum homogen
dalam ketelitian karena adanya perbedaan-perbedaan dalam cara pengukuran
maupun penghitungannya. Meski demikian ketelitian titik-titik doppler ini
memadai untuk pemetaan rupa bumi skala 1 : 50 000.
Mulai tahun 1992, BAKOSURTANAL berhasil mewujudkan Jaring
Kontrol Geodesi (Horizontal) Nasional yang mencakup seluruh
wilayah Indonesia, berkesinambungan secara geometris, satu datum dan homogin
dalam ketelitian. Pengadaan JKG(H)N ini menggunakan teknologi Global
Positioning System (GPS).dan datum yang digunakan mengacu pada sistem
ellipsoid referensi WGS84. Ketelitian relatif jarak basis antar titik-titik JKG(H)N
Orde 0 (nol) mencapai fraksi 1x10-7 hingga 1x10-8 ppm, dengan
simpangan bakudalam fraksi sentimeter. JKGN Orde 0 meliputi 60 titik/stasion.
Jejaring JKG(H)N Orde 0 diperapat dengan cara serupa dan disebut
JKG(H)N Orde 1 yang ditempatkan di setiap kabupaten dan mudah
pencapaiannya. Ketelitian relatif jarak basis antar titik-titik JKG(H)N Orde 1 ini
mencapai fraksi 2x10-6 hingga 1x10-7 ppm, dengan simpangan baku.
Penempatan JKG(H)N Orde 0 dan 1 ini juga menempati berberapa titik
yang telah diketahui posisi sebelumnya pada berbagai sistem datum. Dengan
demikian bisa ditentukan pula hubungan WGS84 terhadap datum yang ada. Tahun
1996 BAKOSURTANAL menetapkan wilayah Republik Indonesia sebagai satu
kesatuan wilayah kegiatan survai dan pemetaan menggunakan Datum Geodesi
Nasional 1995 disingkat DGN-95 dan posisi pada bidang datar berdasarkan sistem
proyeksi peta UTM.

Rumada E Silaban 5
[Laporan Perpetaan Topografi 16307005

Jaring Kerangka Geodesi Nasional Orde 2 dan 3 (BPN)


Badan Pertanahan Nasional (BPN) mulai tahun 1996 menetapkan
penggunaan DGN-95 sebagai datum rujukan pengukuran dan pemetaan di
lingkungan BPN dengan pewujudannya berupa pengadaan Jaring Kontrol Geodesi
Nasional Orde 2, Orde 3 dan Orde 4.
Kerapatan titik-titik JKGN Orde 2 ± 10 km dan ± 1 - 2 km untuk JKGN
orde 3. Kedua kelas JKGN BPN ini diukur dengan menggunakan teknik GPS,
diikatkan dan diperiksa hasil ukurannya ke titik-titik JKGN Bakosurtanal Orde 0
dan 1. Posisi horizontal (X,Y) JKGN BPN dalam bidang datar dinyatakan dalam
sistem proyeksi peta TM-3, yaitu sistem proyeksi transverse mercator dengan
lebar zone 3. Khusus untuk JKGN BPN Orde 4, dengan kerapatan hingga 150 m,
pengukurannya dilakukan dengan cara poligon yang terikat dan terperiksa pada
JKGN BPN Orde 3 serta hitungan perataannya menggunakan cara Bowditch.

4.1.3 Kerangka Dasar Vertikal


Kerangka dasar vertikal merupakan kumpulan titik-titik yang telah
diketahui atau ditentukan posisi vertikalnya berupa ketinggiannya terhadap bidang
rujukan ketinggian tertentu. Bidang ketinggian rujukan ini bisa berupa ketinggian
muka air laut rata-rata (mean sea level - MSL) atau ditentukan lokal. Umumnya
titik kerangka dasar vertikal dibuat menyatu pada satu pilar dengan titik kerangka
dasar horizontal.
Pengadaan jaring kerangka dasar vertikal dimulai oleh Belanda dengan
menetapkan MSL di beberapa tempat dan diteruskan dengan pengukuran sipat
datar teliti. Bakosurtanal, mulai akhir tahun 1970-an memulai upaya penyatuan
sistem tinggi nasional dengan melakukan pengukuran sipat datar teliti yang
melewati titik-titik kerangka dasar yang telah ada maupun pembuatan titik-titik
baru pada kerapatan tertentu. Jejaring titik kerangka dasar vertikal ini disebut
sebagai Titik Tinggi Geodesi (TTG).
Hingga saat ini, pengukuran beda tinggi sipat datar masih merupakan cara
pengukuran beda tinggi yang paling teliti. Sehingga ketelitian kerangka dasar
vertikal (K) dinyatakan sebagai batas harga terbesar perbedaan tinggi hasil
pengukuran sipat datar pergi dan pulang. Pada Tabel 4.2 ditunjukkan contoh

Rumada E Silaban 6
[Laporan Perpetaan Topografi 16307005

ketentuan ketelitian sipat teliti untuk pengadaan kerangka dasar vertikal. Untuk
keperluan pengikatan ketinggian, bila pada suatu wilayah tidak ditemukan TTG,
maka bisa menggunakan ketinggian titik triangulasi sebagai ikatan yang
mendekati harga ketinggian teliti terhadap MSL.
Tabel 4.2 Tingkat ketelitian pengukuran sipat datar.

Tingkat / Orde K

I ± 3 mm

II ± 6 mm

III ± 8 mm

4.2. Poligon Terbuka


Pengukuran poligon terbuka biasa digunakan untuk mengukur jalan,
sungai, maupun irigasi.tapi kenyataannya bisa digunakan untuk mengukur luas
lahan terbuka. namun tetap disarankan untuk menggunakan poligon tertutup
apabila mengukur luas lahan. Yang dimaksud terbuka disini adalah poligon
tersebut tidak mempunyai sudut dalam seperti pada tertutup.jadi pengukuran di
mulai dari titik awal tapi tidak kembali ke titik awal seperti pada gambar di bawah
ini.

Gambar 4.1 Poligon Terbuka

Poligon terbuka dibedakan antara lain poligon terbuka terikat sempurna,


poligon terikat sebagian dan poligon terikat lepas. hal ini hanya dibedakan pada

Rumada E Silaban 7
[Laporan Perpetaan Topografi 16307005

masing-masing titik awal dan titik akhir yang terikat pada titik tetap atau terlepas
atau terikat sebagian (salah satu titik awal atau titik akhir).
 Poligon Terbuka Terikat Sempurna
Merupakan poligon terbuka dengan titik awal dan titik akhir berupa titik
tetap.

Gambar 4.2 Poligon tidak terikat.


Keterangan:
A, 1, B, T : titik tetap
2,3,..., n : titik yang akan ditentuka koordinatnya
S1, S2,..., Sn : sudut
αA1, αBT : azimuth awal dan azimuth akhir
Syarat yang harus dipenuhi untuk poligon tebuka terikat sempurna:
1. ΣS + f (s) = (αakhir – αawal) + (n-1) x 180° .................... (II.1)
2. Σd Sin α + f(x) = Xakhir - Xawal .............................................. (II.2)
3. Σd Cos α + f(y) = Yakhir - Yawal .............................................. (II.3)
Keterangan:
ΣS : jumlah sudut
Σd : jumlah jarak
α : azimuth
f(s) : kesalahan sudut
f(x) : kesalahan koordinat X
f(y) : kesalahan koordinat Y
 Poligon Terbuka terikat Sepihak

Rumada E Silaban 8
[Laporan Perpetaan Topografi 16307005

Merupakan poligon terbuka yang titik awal atau titik akhirnya berada pada
titik yang tetap.

Gambar 4.3 Poligon Terbuka Terikat Sepihak

Keteranga
A : titik tetap
1, 2, ..., n : titik yang akan ditentukan koordinatnya
S1, S2, ..., Sn-1 : sudut
αA1 : azimuth awal
 Poligon Terbuka tidak Terikat
Merupakan Poligon tanpa titik tetap/ Pada poligon ini tidak dapat
dilakukan koreksi dan ada pengikatan titik

Gambar 4.4 Poligon Tidak Terikat


Keterangan:
1, 2, ..., n : titik yang akan ditentukan koordinatnya
S1, S2, ..., Sn-1 : sudut
αA1 : azimuth awal
Yang dimaksud dengan poligon terbuka ialah poligon yang titik awal dan
titik akhirnya merupakan titik yang berlainan (bukan satu titik yang sama).

Rumada E Silaban 9
[Laporan Perpetaan Topografi 16307005

Poligon terbuka ini dapat kita bagi lebih lanjut berdasarkan peningkatan pada
titik-titik (kedua titik ujungnya). Ada dua macam peningkatan untuk poligon
terbuka ini yaitu :
 Peningkatan azimuth
 Peningkatan koordinat
 Poligon Terbuka Terikat Dua Azimuth
Pada prinsipnya poligon terbuka dua azimuth sama dengan poligon
terbuka terikat sepihak hanya saja titik awal dan titik akhir diadakan pengamatan
azimuth sehingga koreksi sudutnya sebagai berikut.
ΣS = [(αakhir – αawal) + n] x 180°
Keterangan:
ΣS : jumlah sudut
αakhir : azimut akhir
αawal : azimuth awal.

Gambar 4.5 Poligon terbuka terikat dua azimuth


Keterangan:
A (XA, YA) : koordinat awal
1, 2, ..., n : titik-titik poligon
S1, S2, ... : sudut
αA1 : azimuth awal

Rumada E Silaban 10
[Laporan Perpetaan Topografi 16307005

 Poligon Terbuka terikat Dua Koordinat


Poligon terbuka terikat dua koordinat merupakan poligon yang titik awal dan
titik akhirnya berada pada titik tetap.Pada poligon ini hanya terdapat koreksi jarak
sebagai berikut.
Σd Sinα = Xakhir – Xawal
Σd Cos = Yakhir - Yawal
Keterangan:
Σd Sinα dan Σd Cos : jumlah ∆x dan ∆y

Gambar 4.6 Poligon Terbuka Terikat Dua Koordinat

Keterangan:
A (XA, YA) : koordinat awal
B (XB, YB) : koordinat akhir
DA1, D12,... : jarak pengukuran
S1, S2, ... : sudut

4.3. Poligon Tertutup


Poligon tertutup ialah poligon yang bermula dan berakhir pada satu titik yang
sama. Poligon tertutup sering disebut poligon kring (kring poligon).
Keuntungan dari poligon tertutup yaitu walaupun tidak ada ikatan sama sekali,
namun koreksi sudut dapat dicari dengan adanya sifat poligon tertutup yang
jumlah sudut dalamnya sama dengan (n-2) 1000. Selain itu, terdapat pula koreksi
koordinat dengan adanya konsekuensi logis dari bentuk geometrisnya bahwa
jumlah selisih absis dan jumlah selisih kordinat sama dengan nol.
Keuntungan inilah yang menyebabkan orang senang bentuk poligon
tertutup. Satu-satunya kelemahan poligon tertutup yang sangat menonjol ialah

Rumada E Silaban 11
[Laporan Perpetaan Topografi 16307005

bahwa bila ada kesalahan yang proporsional dengan jarak (salah satu salah
sistematis) tidak akan ketahuan, dengan kata lain walaupun ada kesalahan
tersebut, namun poligon tertutup itu kelihatan baik juga. Jarak-jarak yang diukur
secara elektronis sangat mudah dihinggapi kesalahan seperti itu, yaitu kalau ada
kesalahan frekuensi gelombang.
Kelemahan poligon tertutup yaitu, bila ada kesalahan yang proporsional
dengan jarak (salah satu salah sistematis) tidak akan ketahuan. Dengan kata lain,
walaupun ada kesalahan, namun poligon tertutup kelihatan baik juga. Jarak-jarak
yang diukur secara elektronis sangat mudah dihinggapi kesalahan seperti
kesalahan frekuensi gelombang. Syarat polign tertutup adalah:
 Garis-garis kembali ke titik awal, jadi membentuk segi banyak.
 Berakhir di stasiun lain yang mempunyai ketelitian letak sama atau lebih besar
daripada ketelitian letak titik awal.
 Poligon tertutup memberikan pengecekan pada sudut-sudut dan jarak tertentu,
suatu pertimbangan yang sangat penting.
 Titik sudut yang pertama = titik sudut yang terakhir.
Secara sistematis tahapan hitungan atau koreksi koordinat untuk poligon adalah
sebagai berikut:
 Besarnya kesalahan total pengukuran sudut dalam

Fβ = (n – 2). 1800 – Σβ

 Besar koreksi sudut dalam


f
k  
n
 Sudut dalam terkoreksi

β’n = βn + kβ

 Azimuth setiap titik poligon berikutnya

αn(n+1) = [α(n-1) + 1800] – β’n

 Kesalahan linear jarak untuk absis dan koordinat


fx = Σ (Dt. Sinα)
fy = Σ (Dt. Cosα)

Rumada E Silaban 12
[Laporan Perpetaan Topografi 16307005

 Koreksi absis dan ordinat tiap titik


Dt n
k xn   fx 
 Dt

k yn 
Dt n
fy 
 Dt
 Absis dan ordinat terkoreksi
Δxn (Dtn Sinα) + kXn
ΔYn (Dtn Cosα) + kYn

 Koordinat tiap titik poligon

Xn = X(n-1) + ΔXn
Yn = Y(n+1) + ΔYn
 Kesalahan beda tinggi
kh = Δh1 = Δh2 = Δh3 + ……+ Δhn
 Beda tinggi terkoreksi
 Dtn  
h' n  hn   k h 
  Dt  
 Tinggi tiap titik

Hn = H(n-1) + Δh’n

4.4. Prosedur Pengukuran


Pada waktu peminjaan alat laboratorium harus diteliti terlebih dahulu
kondisinya, apabila ada kerusakan segera minta ganti kepada petugas laboratorim
dan asisten cara membawa alat supaya hati-hati,dipegang pada bagian atasnya
melalui penganganya (kalau ada) dan tahan pada bagian bawahnya.jika hanya
dipegang bagian atasnya saja, bagian bawah akan menggantung. Hal ini dapat
menyebabkan kerusakan sumbu vertikal. Semua sekrup harus dalam keadaan
terkunci.
Memasang statif dipermukaan tanah harus kuat dengan posisi ketiga kaki
relatif sama tingi dan disesuaikan dengan tinggi rendahnya sipengamat.Permukaan
dasar statif diusahakan datar (horizontal). Jika keadaan memungkingkan
hindari pemasangan statif diatas lantai beton atau aspal. Jika terpaksa maka ketiga

Rumada E Silaban 13
[Laporan Perpetaan Topografi 16307005

kakinya harus diikat satu sama lain untuk mencegah bergesernya kaki yang
menyebabkan alat jatuh dengan statif.
Penempatan alat diatas statif dilakukan jika statif benar-benar sudah stabil
dan penempatannya disesuaikan dengan bentuk bagian dasar alat terhadap dasar
statif.Mengunci baut statif jangan terlalu kuatkarena dapat merusak penahan baut
statif dan baut sukar dikendorkan (dibuka) kembali.
Posisi sekrup penyetel A,B,C sebelum memulai menyeimbangkan sumbu
vertikal supaya relative berada ditengah antara bagian plat dasar alat dan bagian
bawah instrument dan kira-kira 1 cm dari plat dasar.hal ini supaya lebih mudah
menyeimbangkan sumbu vertikal.
Baut pengunci dan pengerak halus skala vertikal, bagian pelat dasar alat
dan okuler teropong prinsip dan cara pengunaanya adalah sama, yang bilamana
garis bidik sudah mendekati titik objek. Baut pengunci sedapat mungkin terasa
ditengah-tengah sebelum baut pengerak halus digunakan. Hal ini untuk
menghindari keadaan dimana kehabisan ulir baut sehinga kalau diputar
teruskarena garis bidik belum tepat pada objek yang dibidik,maka dapat merusak
alat.
Jangan sekali-kali memegang lensa okuler,lensa objektip, dan lensa
mikroskop karena kotoran atau keringat yang menempel pada tangan akan
menempel pada lensa sehingga dapat menganggu pembacaan objek dan nominus.
Nivo indeks ( tabung ) dan nivo kotak harus selalu dilindungi dari panas matahari
dengan mengunakan payung, karena cairan eter pada tabung gelas akan
mengembang jika karena pengaruh panas sehingga tabung dapat pecah. Menyetel
nivo harus pelan – pelan dan hati-hati. Jika memutar sekrup A.B.C secara
bersamaan harus dilakukan dengan arah yang saling berlawan dan geraknya sama
besar.
Menyimpan alat pada tempatnya,harus disesuaikan dengan bentuk
tempatnya dan melihat tanda untuk pedoman penyimpangan. Jangan sesekali
dipaksakan jika belum tepat benar.Jika ragu tanyakan pada asisten.Rambu ukur
hanya dipergunakan sesuai dengan fungsi dalam pengukuranya.Tidak dibenarkan
untuk dipergunakan untuk tempat duduk memikul barang dan untuk perintisan
semak-semak maupun pohon yang menghalangi pengukuran.Unting-unting harus

Rumada E Silaban 14
[Laporan Perpetaan Topografi 16307005

dipasang tepat diatas patok maksimum (1cm) dengan mengunakan tali simpul
agar mudah menaik turunya
Meteran/rol meter jangan sampai kena air, karena kalau basah akan cepat
rusak memindahkan statif jika akan pindah ke stasiun berikunya harus dalam
keadaan terkunci dan posisi tertutup, dan terlebih dahulu alat dilepas dari statif.
Payung yang digunakan untuk melindungi alat dari pengaruh langsung panas
matahari atau hujan. Pengaruh panas matahari terhadap alat dapat menyebabkan
tabung gelas nivo dapat pecah, mengerasnya sekrup pengunci karena penguaian,
menuap cairan pelicin dalam alat sehingga pergerakan sumbu-sumbu yang lain
dapat tergangu dan menimbulkan kehausan tidak dibenarkan payung digunakan
untuk melindungi si pengamat, kecuali tersedia lebih, sebaiknya pengamat
memakai topi,
Penulis data lapangan harus mengunakan ballpoint dan menyusaikan
dengan pormat yang ada, kalau terjadi kesalahan harus dicoret dan ditulis
disebelahnya dianjurkan membawa kalkulator untuk mengecek data lapangan dan
peralatan tulis yang lain untuk memperlancar jalannya praktikum.

4.4.1 Metose Pengukuran Pada Alat Sederhana


1. Pengukuran jarak
Apabila jarak antara dua titik yang akan diukur lebih panjang dari alat ukur
yang ada maka dua tahapan yang harus dilakukan :
 pelurusan (pembanjaran)
Pembanjaran dilakukan oleh dua orang, seorang membidik sementara yang
lain menancapkan yalon sesuai dengan komando dari si pembidik. Seprti yang
terlihat pada gambar x, misalnya akan diukur jarak AB, dua buah yalon harus
ditancapkan di atas titik A dan B. Selanjutnya pembidik berdiri di belakang yalon
A dan mengatur agar mata pembidik satu garis dengan yalon A dan B. Keadaan
ini dapat diketahui jika mata si pembidik hanya melihat satu yalon saja. Di antara
yalon A dan B harus ditancapkan beberapa yalon atau patok yang jaraknya
terjangkau oleh alat ukur.

Rumada E Silaban 15
[Laporan Perpetaan Topografi 16307005

Seringkali dijumpai rintangan pada areal yang akan diukur sehingga


pembanjaran tidak dapat dilakukan seperti gambar diatas. Maka pembanjaran
disini perlu perlakuan yang berbeda, dikarenakan, kondisi lapangan yang
bergelombang/curam/berbatasan dengan tembok tinggi..
 pengukuran jarak secara langsung
Pengukuran jarak dua titik dapat dilakukan dengan menggunakan kayu
meter, rantai meter, pita meter.
Untuk permukaan tanah yang miring, pengukuran dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu dengan pita/kayu ukur yang diatur horizontal dengan bantuan nineau
serta mengukur langsung tanah yang miring.
2. Pengukuran sudut miring
Pengukuran sudut miring sangat diperlukan dalam memperoleh informasi
jarak (D) dan beda tinggi (BT) secara tidak langsung. Alat yang biasanya
digunakan adalah abney level, yang penggunaannya dengan membidik langsung
pada puncak obyek yang diinginkan kemudian menggerakkan niveau yang
dihubungkan dengan penunjuk skala hingga berada pada posisi tengah benang.
Hasilnya dapat dibaca langsung pada penunjuk skala tersebut.
3. Pengukuran Beda Tinggi (BT)
Pengukuran beda tinggi antara dua titik di lapangan dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu cara langsung dengan menggunakan alat ukur yang dipasang
mendatar, serta cara tidak langsung dengan mengukur panjang miringnya dan
sudut yang terbentuk terhadap lereng.
Pengukuran dengan waterpass instrumen
Pengukuran Jarak dan Beda Tinggi
Pada waterpass pengukuran jarak memiliki rumus :
D = 100. (Ca – Cb)
Untuk pengukuran beda tinggi (BT) antar dua titik dapat dihitung berdasarkan
tinggi alat dan nilai kurva tengah, sehingga dirumuskan menjadi :
BT = TA-Ct

Rumada E Silaban 16
[Laporan Perpetaan Topografi 16307005

 Pembacaan sudut horizontal


Sudut arah adalah sudut horizotal yang dibentuk oleh perpotongan suatu garis
dengan meridian bumi (utara-selatan) . dalam pengukuran , untuk menyatakan
besarnya sudut dikenal dua cara yaitu, bearing dan azimuth
Bearing merupakan sudut arah yang diukur dari utara atau selatan magnet bumi ke
titik lain searah atau berlawanan dengan arah putaran jarum jam dengan sudut
kisaran antara 0- 90. Azimut merupakan sudut arah yang diukur dari utara magnet
bumi ke titik yang lain searah jarum jam. Sehingga mempunyai kisaran attara 0-
360.

4.4.2.Pengukuran Dengan Theodolit


1. Pembacaan sudut horizontal (Az)
Sudut arah adalah sudut horisontal yang dibentuk oleh perpotongan suatu
garis dengan meridian bumi (utara-selatan). Dalam pengukuran, untuk
menyatakan besarnya sudut dikenal dua cara, yaitu : “Bearing” dan “Azimuth”.
Bearing merupakan sudut arah yang diukur dari utara atau selatan magnet
bumi ke titik lain yang searah/berlawanan dengan arah putaran jarum jam, dengan
sudut kisaran antara 0-90. Azimuth merupakan sudut arah yang diukur dari utara
magnet bumi ke titik yang lain searah jarum jam sehingga mempunyai kisaran
antara 0-360.
2. Pembacaan sudut miring (V)
Sudut miring merupakan sudut yang dibentuk oleh garis bidik teropong
dengan bidang horisontal. Pada umumnya besarnya sudut horisontal dan vertikal
terdapat dalam satu mikrometer, namun adapula yang dipisahkan.
3. Pengukuran jarak (D) dan beda tinggi (BT)
Jarak horisontal (H) dan Jarak (D)
D = 100 ( Ca-Cb). Cos α
H = D. Cos α
H = 100 ( Ca – Cb). Cos2 α
Beda Tinggi (BT)
BT = H. Tg α – h

Rumada E Silaban 17
[Laporan Perpetaan Topografi 16307005

4. Penggambaran posisi tiap titik kenampakan pada peta


Penggambaran dapat dilakukan secara grafis dengan busur derajat untuk
menentukan sudut arah dan jaraknya dengan mistar (sesuai skala). Cara lain
adalah menggunakan sistem koordinat yang terdiri atas dua saling tegak lurus.
Posisi tiap sasaran yang diukur digambarkan dengan menghitung harga absis dan
ordinatnya.
4.5.Penggambaran Poligon
Langkah kerja penggambaran :
1) Menentukan skala penggambaran.
2) Membuat grid batas pada sumbu X dan Y yang di mulai dari angka terkecil
dari hasil hitungan koordinat (X dan Y) penulis menggambarkan grid.
3) Menentukan koordinat awal (titik BM) yang telah ditentukan
(277003;9611993).
4) Jika titik BM telah ditentukan dan digambar selanjutnya adalah
menggambarkan titik poligon, metode yang digunakan oleh penulis adalah
metode koordinat jadi titik poligon digambarkan sesuai titik koordinat dari
perhitungan data di lapangan.
5) Setelah semua titik poligon digambarkan selanjutnya adalah menggambar
titik situasi.
Teknik Penggambaran Situasi
1) Penggambaran titik situasi adalah dengan cara memasukkan nilai sudut
horisontal yang telah di peroleh dari lapangan dan dengan jarak dari hasil
perhitungan data ke tiap titik poligon yang telah digambar
2) Pengggambaran titik situasi di mulai dari poligon 1, pusat busur derajat
diletakkan dari poligon 1 kemudian angka nol derajat diletakkan pada titik
poligon sebelumnya (BM), hal ini di lakukan karena pada saat pengukuran
kondisi alat mengacu pada titik sebelumnya (di nol kan dari titik belakang).
Selanjutnya tandai pada titik situasi sesuai dengan sudut yang diukur dan
kemudian ditarik jarak yang telah di hitung dengan menggunakan skala yang
diketahui

Rumada E Silaban 18
[Laporan Perpetaan Topografi 16307005

3) Pada saat penggambaran titik situasi nilai elevasi dicantumkan tepat pada
setiap titik situasi yang telah dihitung. Hal ini dilakukan untuk
menggambaran titik peta.
Teknik Penggambaran Profil Memanjang dan Melintang
1) Siapkan kertas gambar milimeter dan peralatan gambar.
2) Tentukan skala gambar yang terdiri dari skala jarak (horisontal) dan skala
elevasi (vertikal).
3) Pada bagian bawah milimeter buat kolom yang berisi nama titik dan elevasi
titik
4) Tentukan elevasi terendah.
5) Tarik garis vertikal (elevasi) dan beri angka elevasi dari nilai elevasi
terendah.
6) Tarik garis horisontal (sebagai jarak antara titik poligon) dan beri keterangan
jarak dimulai dari titik BM.
7) Tentukan titik BM kemudian tentukan titik poligon selanjutnya dengan jarak
sesuai dengan data yang telah diskalakan.
8) Plot nilai-nilai ketinggian (elevasi) disetiap titik sesuai dengan data di
lapangan.
9) Hubungkan semua hasil plotting dari titik BM sampai dengan titik poligon
terakhir.

4.5.1. Pengukuran Poligon Dilapangan


Poligon digunakan apabila titik-titik yang akan di cari koordinatnya
terletak memanjang sehingga terbentuk segi banyak (poligon). Pengukuran dan
Pemetaan Poligon merupakan salah satu pengukuran dan pemetaan kerangka
dasar horizontal yang bertujuan untuk memperoleh koordinat planimetris (X,Y)
titik-titik pengukuran. Pengukuran poligon sendiri mengandung arti salah satu
metode penentuan titik diantara beberapa metode penentuan titik yang lain. Untuk
daerah yang relatif tidak terlalu luas, pengukuran cara poligon merupakan pilihan
yang sering di gunakan, karena cara tersebut dapat dengan mudah menyesuaikan
diti dengan keadaan daerah/lapangan. Penentuan koordinat titik dengan cara
poligon ini membutuhkan:

Rumada E Silaban 19
[Laporan Perpetaan Topografi 16307005

1. Koordinat awal. Bila diinginkan sistem koordinat terhadap suatu sistim


tertentu, haruslah dipilih koordinat titik yang sudah diketahui misalnya, titik
triangulasi atau titik-titik tertentu yang mempunyai hubungan dengan
lokasi yang akan dipatokkan. Bila dipakai system koordinat lokal pilih
salah satu titik, BM kemudian beri harga koordinat tertentu dan tititk
tersebut dipakai sebagai acuan untuk titik-titik lainya.

2. Azimuth awal Azimuth awal ini mutlak harus diketahui sehubungan dengan
arah orientasi dari system koordinat yang dihasilkan dan pengadaan datanya
dapat di tempuh dengan dua cara yaitu sebagai berikut :
 Hasil hitungan dari koordinat titik -titik yang telah diketahui dan akan
dipakai sebagai tititk acuan system koordinatnya.
 Hasil pengamatan astronomis (matahari). Pada salah satu titik poligon
sehingga didapatkan azimuth ke matahari dari titik yang bersangkutan.
Dan selanjutnya dihasilkan azimuth kesalah satu poligon tersebut dengan
ditambahkan
3. Data ukuran sudut dan jarak Sudut mendatar pada setiap stasiun dan jarak
antara dua titik kontrol perlu diukur di lapangan.

Gambar. 4.7 Pengukuran Poligon.

Data ukuran tersebut, harus bebas dari sistematis yang terdapat (ada alat ukur)
sedangkan salah sistematis dari orang atau pengamat dan alam di usahakan sekecil
mungkin bahkan kalau bisa di tiadakan.

Rumada E Silaban 20

Anda mungkin juga menyukai