Anda di halaman 1dari 32

Era Baru Hubungan Indonesia – Iran

14 December 2016

Indonesia dan Iran sepakat memperkuat kerja sama di sektor migas dan perdagangan.

Seusai pertemuan yang dilakukan Presiden Joko Widodo dengan Presiden Iran Hassan Rouhani
pada Rabu, 14 Desember 2016 di Istana Jomhouri, Sa’dabad, Iran, kedua belah pihak sepakat
untuk memperkuat kerja sama. Kunjungan Presiden Joko Widodo ini merupakan kunjungan
balasan setelah sebelumnya Presiden Rouhani berkunjung ke Indonesia pada April 2015.

“Saya sangat senang dapat memenuhi undangan Presiden Rouhani berkunjung ke Iran. Saya
yakin kunjungan saya kali ini akan membuka era baru, hubungan yang lebih baik lagi antara
Indonesia dan Iran,” ujar Presiden Joko Widodo dalam pernyataan pers bersama usai pertemuan.

Presiden Joko Widodo menerangkan, bentuk kerja sama yang menjadi fokus perhatian keduanya
kali ini ialah mengenai energi serta minyak dan gas bumi. Bentuk kerja sama di bidang tersebut
diyakini akan memberi keuntungan bagi Indonesia di mana pemerintah dapat melakukan
efisiensi harga untuk pembelian LPG dari Iran.
“Pembelian LPG dari Iran ke Indonesia untuk tahun 2017 sebesar lebih dari 500.000 metric ton.
Dan dengan kerjasama pembelian LPG ini, maka efisiensi harga dapat dilakukan,” terang
Presiden.

Pemerintah Iran sendiri juga memiliki komitmen untuk berinvestasi di Indonesia. Presiden
Jokowi mengungkap rencana investasi pembangunan kilang minyak dan pembangkit listrik
mobile di Indonesia oleh Iran.

“Rencana investasi pembanguan refinery di Jawa Timur oleh Iran. Pembangunan mobile power
plant oleh Iran di Indonesia sebesar kurang lebih 5.000 MW,” ungkap Presiden.

Selain itu, turut dibahas keduanya mengenai kemungkinan untuk melakukan kerja sama
pengelolaan dua ladang minyak di Ab-Teymoura dan Mansouri. Sebelumnya pada bulan Agustus
lalu, PT. Pertamina dan National Iranian Oil Company telah menandatangani kesepahaman
untuk melakukan studi pendahuluan terhadap kedua lapangan minyak raksasa di Iran tersebut.
Adapun dalam bidang ekonomi, Presiden Joko Widodo membawa serta dalam kunjungannya
sebanyak 60 CEO dan pengusaha dari indonesia. Para CEO dan pengusaha tersebut akan
bertemu dengan CEO dan pengusaha Iran untuk membahas berbagai bentuk kerja sama bisnis.

“Saya senang bahwa dalam kunjungan kali ini, saya disertai dengan 60 CEO dan pengusaha dari
Indonesia. Mereka bergerak di berbagai bidang. Mereka akan bertemu CEO counterpart, mitra
dan melakukan pertemuan bisnis peningkatan perdagangan antara Iran dan Indonesia,”
terangnya.

Pertemuan tersebut juga membahas tentang situasi dunia saat ini. Indonesia kembali menekankan
pentingnya pendekatan dialog secara damai dalam menyelesaikan berbagai konflik di berbagai
kawasan baik di Timur Tengah, Syria, Yaman dan Myanmar. “Dan Indonesia ingin terus
melanjutkan peran aktif untuk perdamaian dan kesejahteraan dunia,” imbuh Presiden.

Menutup pernyataannya, Presiden Joko Widodo menyampaikan apresiasi dan terima kasih atas
sambutan hangat yang telah diberikan pihak tuan rumah dalam kunjungannya ini.

Senada dengan Presiden Joko Widodo, Presiden Rouhani menyatakan komitmennya untuk
bekerja sama dengan Indonesia. Rouhani juga menyambut baik usulan pemerintah Indonesia
terkait pengelolaan ladang minyak di Iran.

“Kami siap untuk berpartisipasi dalam pembangunan pembangkit listrik, bendungan, saluran air,
serta berbagai bantuan teknis kepada Republik Indonesia. Dan tentu saja Republik Indonesia
juga dapat aktif dan berpartisipasi dalam industri migas di Republik Islam Iran,” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, pemerintah Iran juga menganggap kerja sama di sektor energi antara
kedua negara merupakan suatu hubungan strategis. Pihaknya pun menyatakan kesiapan untuk
memenuhi kebutuhan Indonesia dalam bidang tersebut.

“Tentu saja hubungan antara kedua negara di sektor energi kami anggap sebagai hubungan
kemitraan yang strategis. Republik Islam Iran siap untuk memenuhi kebutuhan Republik
Indonesia di bidang minyak bumi, gas, LPG, maupun produk sampingan dari industri tersebut,”
terang Rouhani.

Sebelum menyampaikan Pernyataan Pers Bersama, Presiden Jokowi dan Presiden Rouhani
mengadakan pertemuan Tete-a-tete, pertemuan bilateral dan menyaksikan penandatanganan
empat nota kesepahaman.
Adapun keempat nota kesepahaman tersebut adalah MOU mengenai Ekstradisi ditandatangani
oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri Kehakiman Iran, _Mutual Legal
Asisstance_ ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri Kehakiman
Iran, MOU Kerjasama Kelistrikan dan Energi Terbarukan ditandatangani oleh Menteri ESDM
Ignasius Jonan dan Menteri Energi Iran, MOU Kerjasama Investasi ditandangani oleh Kepala
BKPM Thomas Lembong dan Kepala Badan Investasi Iran.

Tiba di Istana Jomhouri sekitar pukul 09.38 waktu setempat (13.08 WIB), Presiden Joko Widodo
disambut langsung oleh Presiden Hassan Rouhani. Keduanya kemudian melakukan pemeriksan
barisan kehormatan usai lagu kebangsaan kedua negara selesai diperdengarkan.

Dalam kunjungannya tersebut, Presiden Joko Widodo didampingi di antaranya oleh Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Sekretaris Negara Pratikno,
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan,
Kepala BKPM Thomas Trikasih Lembong, Ketua OJK Muliaman D. Hadad, Direktur Utama
Pertamina Dwi Soetjipto, serta Direktur Utama PLN Sofyan Basir.
Jokowi di AS: Pererat Hubungan Ekonomi
dan Pertahanan
Presiden Joko Widodo akan mengadakan lawatan ke AS. Tujuan utamanya lawatan lima harinya
adalah mempererat hubungan ekonomi dan keamanan regional.

Hari Minggu 25 Oktober, Presiden Joko Widodo akan mengadakan perjalanan ke Washington
dan San Francisco dengan tujuan utama mendorong pengeratan kerjasama di bidang keamanan
dan untuk menarik investor-investor asing untuk menanam modal di Indonesia. Terutama di
sektor pertambangan, manufaktur dan teknologi informasi. Langkah ini diharapkan akan
mendorong ekonomi Indonesia yang terseok-seok dalam bulan-bulan terakhir, dan mencapai titik
terendah dalam enam tahun terakhir.

Neraca Setahun Jokowi

Paket Ekonomi untuk Mendorong Kemajuan


Serangkaian paket ekonomi dikeluarkan pemerintah dengan harapan, rangkaian kebijakan
baru ini akan bisa memulihkan ekonomi Indonesia yang melambat drastis belakangan ini.
Namun langkah pemerintah dinilai kurang memperhatikan kepentingan buruh, sehingga
terjadi demonstrasi.

123456789

Tekanan terhadap Presiden Jokowi, yang baru saja melewati satu tahun masa jabatannya,
semakin besar untuk mengatasi masalah ekonomi negara. Rakyat Indonesia menuntut presiden
untuk memenuhi janji-janjinya dengan mengatasi korupsi dan menciptakan iklim investasi lebih
bersahabat. Sejauh ini, janjinya belum terwujud. Demikian dikatakan Zachary Abuza, pakar Asia
Tenggara dan profesor di National War College, Washington, AS.

Memperkuat Modal

Pada kenyataannya, salah satu tujuan Jokowi dalam kunjungannya adalah untuk mempererat
hubungan bilateral di sektor penanaman modal di Indonesia, juga kerjasama di bidang teknologi
dengan perusahaan besar AS, seperti Apple dan Google. Menurut laporan media, presiden
merencanakan kunjungan ke kantor pusat Apple dan bertemu dengan CEO Apple, Tim Cook
untuk mendiskusikan hal itu.

Kunjungan ke kantor pusat Google bertujuan untuk memperbaiki hubungan interent wifi ke
Papua dan beberapa daerah terpencil Indonesia lainnya, dengan menggunakan "smart balloon"
yang ditempatkan di stratosfir. Demikian laporan kantor berita Reuters.
Di samping itu, Presiden Jokowi juga dijadwalkan akan bertemu dengan eksekutif senior
Facebook dan Mocrosoft sebagai upaya untuk menjadikan Indonesia And just like Indian Prime
Minister Narendra Modi a few weeks earlier, the Indonesian leader is also set to meet with senior
executives from Facebook and Microsoft to try to help make Indonesia pusat teknologi dan
mendirikan pusat penelitian di sejumlah universitas terkemuka Indonesia.

Masalah ekonomi yang lemah jadi salah satu fokus kunjungan Jokowi ke AS.

Mendorong pertumbuhan

Prioritas lain kunjungan Jokowi di AS adalah menarik investasi langsung ke sejumlah proyek
manufaktur dan infrastruktur Indonesia. Salah satu sektor yang perlu ditangani adalah masalah
persyaratan yang ditetapkan Indonesia untuk proses memperkaya sejumlah bijih logam. Ini
menyebabkan munculnya peraturan baru yang menuntut perusahaan penambangan asing yang
beroperasi di Indonesia untuk mendirikan fasilitas pengolahan baru bagi bijih logam tertentu.

Akibat menurunnya pertumbuhan ekonomi, Indonesia mulai berusaha untuk ikut dalam Trans-
Pacific Partnership atau TPP, yang berupa kesepakatan antara 12 negara yang berlokasi di
Samudera Pasifik, kecuali Cina. Kesepakatan ini dibuat untuk menghapus halangan di bidang
tarif dan non tarif bagi perdagangan dan investasi antar negara-negara yang menandatangani.
Jokowi sudah memberikan isyarat, bahwa Indonesia kemungkinan siap ikut TPP jika
ditandatangani oleh 12 negara anggota.

Kerjasama bidang keamanan


Prioritas lain kunjungan presiden di AS adalah untuk memperkuat hubungan keamanan bilateral.
Kedua negara diharapkan akan mengeluarkan pernyataan bersama yang jadi dasar langkah untuk
menciptakan pertahanan lebih strategis dan kerjasama keamanan.

Analis berpendapat, kerjasama pertahanan akan jadi komponen kunci kunjungan Jokowi.
Ditambahkan, Indonesia kemungkinan akan berusaha menciptakan kembali kerjasama
sepenuhnya dengan AS. Itu sekarang dibatasi karena masalah pelanggaran hak asasi manusia dan
kebudayaan impunitas yang dianggap dimiliki angkatan bersenjata.

Di Washington, Jokowi akan bertemu Presiden AS Barack Obama dan sejumlah pemimpin
Kongres untuk membicarakan masalah iklim, juga upaya menghambat langkah Islamic State
(ISIS) dan sengketa teritorial antara sejumlah negara Asia Tenggara dan Cina.

Kunjungan Jokowi ke Rusia dan KTT


ASEAN-Rusia Sochi, 19-20 Mei 2016
Selasa, 17 Mei 2016

Kunjungan Bilateral Presiden RI ke Rusia 19 Mei 2016

1. Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan ke Sochi, Rusia untuk menghadiri KTT
ASEAN-Rusia yang diselenggarakan di Sochi pada 20 Mei.

2. Selain menghadiri KTT tersebut, Presiden Joko Widodo juga melakukan pertemuan
bilateral dengan Presiden Vladimir Putin di Sochi pada 19 Mei 2016, sebelum pelaksanaan KTT
ASEAN-Rusia.

3. Kedua Presiden telah beberapa kali bertemu dalam berbagai pertemuan internasional.
Pertemuan terakhir adalah di sela-sela KTT APEC Beijing, 10 November 2014.

4. Pada kesempatan pertemuan bilateral, Presiden RI akan menyampaikan beberapa hal


antara lain:
- kerja sama di bidang ekonomi;
- Kerja sama pertahanan dan keamanan;
- Kerja sama energi.
- Harapan agar investor dari Rusia dapat di dorong untuk melakukan investasi di bidang
infrastruktur dan energy di Indonesia.
- Di bahas pula beberapa isu regional dan internasional seperti: Laut Tiongkok Selatan,
Suriah dan perkembangan di Timur Tengah.
5. Rusia memiliki arti penting bagi Indonesia, mengingat kedua negara telah melakukan
hubungan bilateral sejak 1950 (66 tahun).

6. Pada 2003 telah pula ditandangani Deklarasi Kerangka Hubungan Persahabatan dan
Kemitraan dalam Abad ke-21 dengan fokus bidang ekonomi, teknik militer, dan Iptek.

7. Rusia juga merupakan salah satu mitra dagang Indonesia yang utama, khususnya di
bidang CPO dan Industri Pertahanan.

8. Nilai Perdagangan bilateral pada 2015 mencapai: US$ 1,98 milyar.

Ekspor Indonesia adalah: CPO (50% dari total perdagangan), ikan, kakao butter, furnitur, teh,
kopi.

Impor Indonesia adalah: Alutsista (30% alat pertahanan RI dari Rusia- Pesawat Tempur,
Helikopter, Tank), besi baja, pupuk, logam, karet sintetis dan aluminium.

9. Rusia juga merupakan salah satu investor asing cukup besar di Indonesia. Pada 2015,
investasi Rusia mencapai total US$ 1,01 juta. Sektor unggulan investasi Rusia adalah perhotelan
dan restoran.

Rusia juga menunjukkan minat untuk melakukan investasi di bidang infrastruktur, pertambangan
dan energi.

10. Turis Rusia yang berkunjung ke Indonesia menempati posisi lima terbesar bagi turis asal
Eropa. Pada 2015 sejumlah 5.012 orang wisatawan Rusia mengunjungi Indonesia.

11. Pada kunjungan tersebut, rencananya akan ditandatangani beberapa MoU, antara lain di
bidang Pertahanan, IUU Fishing dan Kearsipan.

Kunjungan Presiden RI ke KTT ASEAN-Rusia, 20 Mei 2016

12. Presiden Joko Widodo akan menghadiri pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)
ASEAN – Rusia yang diselenggarakan di Sochi, 20 Mei 2016. Pertemuan ini memperingati 20
Tahun kerja sama kemitraan ASEAN dengan Rusia.

13. Tema KTT ASEAN-Rusia: “Moving Towards a Strategic Partnership for Mutual
Benefit”. Melalui pertemuan ini, negara negara ASEAN dan Rusia akan membahas berbagai hal
untuk memperkuat kerja sama kemitraan, mempersempit kesenjangan pembangunan, menjalin
konektivitas, serta memberikan hasil konkret bagi kesejahteraan masyarakat.

14. Pada pertemuan KTT ASEAN-Rusia, isu – isu yang akan disampaikan Presiden RI antara
lain:
- Kemajuan arsitektur keamanan regional;
- Peningkatan kerja sama ekonomi ASEAN-Rusia, yaitu: konektivitas energi, UMKM, dan
kerja sama business-to-business;
- Isu-isu regional dan global: Counter-Terrorism, Timur Tengah dan isu Imigrasi
- Pengembangan hubungan antar kawasan ASEAN – EAEU – SCO
- Penguatan people to people contacts

15. Pada KTT ASEAN, diharapkan akan terdapat beberapa deliverables termasuk:

a. Sochi Declaration of the ASEAN- Russian Federation Commemorative Summit to Mark


the 20th Anniversary of the ASEAN- Russian Federation Dialogue Relations “Moving Towards
a Strategic Partnership for Mutual Benefit”

b. Comprehensive Plan of Action to Promote Cooperation between the Association of


Southeast Asian Nations and the Russian Federation (2016 – 2020)

c. Report ASEAN-Rusia Eminent Persons Group (AREPG) yang akan berisi rekomendasi
strategis dan visioner bagi penguatan kerja sama kemitraan ASEAN – Rusia

5 Kerja Sama Ditandatangani, Presiden


Jokowi: Perancis Mitra Strategis Indonesia
di Bidang Ekonomi
Oleh: Humas ; Diposkan pada: 29 Mar 2017 ; 18873 Views Kategori: Berita

Presiden Jokowi dan Presiden Perancis Francois Hollande menyaksikan penandatangan kerja
sama kedua negara, di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (29/3) siang. (Foto: Agung/Humas)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan apresiasinya kepada Presiden Perancis Francois
Hollande, yang dalam kunjungannya ke Indonesia kali ini membawa sekitar 40 delegasi bisnis.
Ia menyebutkan, Perancis merupakan mitra strategis Indonesia di bidang ekonomi.

“Indonesia-Perancis juga akan meningkatkan kerja sama kemitraan dalam dua bidang yang baru,
yaitu kerja sama di bidang maritim dan ekonomi kreatif,” kata Presiden Jokowi dalam
sambutannya saat mengawali pertemuan antara delegasi Pemerintah Republik Indonesia (RI)
dengan delegasi Pemerintah Perancis yang langsung dipimpin oleh Presiden Francois Hollande,
di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (29/3) siang.

Selain kemitraan bilateral, lanjut Presiden, pemerintah kedua negara juga menjadi mitra yang
baik dalam berbagai isu di dunia, antara lain perdamaian di Palestina dan kerja sama melawan
terorisme.

Lebih lanjut, Presiden Jokowi menyampaikan harapan agar kemitraan Indonesia-Perancis dapat
dilanjutkan di masa yang akan datang.

Lima Kerja sama

Usai pertemuan bilateral delegasi kedua negara, dilakukan penandatanganan sejumlah nota
kesepahaman antara Indonesia-Perancis. Pertama, penandatanganan perjanjian pernyataan
kehendak tentang peningkatan kerja sama pertahanan antara Menteri Pertahanan Indonesia,
Ryamizard Ryacudu dengan Menteri Pertahanan Perancis, Jean-Yves Le Drian.

Kedua, perjanjian kerja sama di bidang pembangunan perkotaan berkelanjutan antara Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basoeki Hadimoeljono, dengan Menteri
Industri, Digitalisasi dan Inovasi Perancis, Christophe Sirugue.

Ketiga, persetujuan kerja sama riset ilmiah teknologi dan inovasi antara Menteri Ristek
Dikti Indonesia, Muhammad Nasir dengan Menteri Industri, Digitalisasi dan Inovasi Perancis,
Christophe Sirugue.

Keempat, perjanjian pengaturan kemitraan Perancis- Indonesia Nusantara antara Menteri Ristek
Dikti Indonesia, Muhammad Nasir dengan Menteri Industri, Digitalisasi dan Inovasi Perancis,
Christophe Sirugue.

Terakhir, memorandum saling pengertian tentang kerja sama bidang pariwisata, antara Menteri
Pariwisata, Arif Yahya dengan Menteri Industri, Digitalisasi dan Inovasi Perancis, Christophe
Sirugue.

Penandatanganan ini disaksikan langsung oleh Presiden Republik Indonesia, Jokowi dan
Presiden Perancis, Francois Hollande. (RMI/DNA/AGG/ES)
Indonesia dan Iran, Dua Negara Muslim Bersahabat
Majukan Kerjasama Iptek, Inovasi, dan Publikasi
Internasional
kabar 13 Oct 2017

image: https://www.ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2017/10/IMG-20171014-WA0011.jpg

Indonesia dan Iran adalah dua Negara Islam yang bersahabat sejak lama. Hubungan bilateral ke
dua Negara telah dibuka pada tahun 1950, melalui Kedutaan RI di Iran, dan ditingkatkan menjadi
Kedutaan Besar RI di Iran pada tahun 1960 (sumber
http://www.kemlu.go.id/tehran/id/Pages/Iran.aspx). Dalam bidang kerjasama ilmu pengetahuan
dan teknologi (Iptek), Indonesia dan Iran telah memulai dengan penanda-tanganan Memorandum
of Understanding (Nota Kesepahaman) antar dua Negara per 2006, dan membentuk Komite
Iptek Bersama sejak tahun 2008.

Pada tanggal 9 Oktober 2017, di Tehran, Iran, telah dilaksanakan Pertemuan Kelima Komite
Kelompok Kerja Bersama Bidang Iptek (The 5th Joint Working Committee on Science and
Technology) Indonesia Iran. Pertemuan dibuka oleh Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan
Tinggi (Menristekdikti) Prof. Mohamad Nasir, PhD, Ak., sedangkan pihak Iran oleh acting
Menteri Prof. Dr. Zia Hashemi, Kementerian Ilmu Pengetahuan, Riset dan Teknologi Iran (The
Ministry of Science, Research and Technology – MSRT).

Dalam pembukaan, kedua Menteri saling memberikan apresiasi atas keberlangsungan kerjasama
bilateral bidang Iptek, yang mencakup kerjasama kesehatan dan obat-obatan (termasuk stem cell
atau sel punca), teknologi material maju (termasuk nanoteknologi), bioteknologi, teknologi
kebumian, pengembangan Science Technology Park (STP). Selanjutnya, disamping kegiatan-
kegiatan bersama melalui penyelenggaraan seminar, workshop, focus group discussion,
konferensi; kedua Menteri mengingatkan akan pentingnya mengembangkan suatu kerjasama
riset yang kongkrit, yang nantinya diharapkan dapat menghasilkan ‘produk inovasi’ yang
merupakan perpaduan teknologi Iran dan Indonesia di masa yang akan datang, dalam bidang-
bidang yang telah dan akan disepakati bersama. Dalam bidang kerjasama pendidikan tinggi,
Menteri Nasir juga mengungkapkan keinginanya untuk meningkatkan kerjasama mobility
program atau program pertukaran mahasiswa, dosen, tenaga pendidik, Visiting Professors antar
dua Negara.

Pertemuan bilateral Komite Kelompok Kerja ke-5 tersebut, dipimpin oleh Prof. H. Salar Amoli,
acting Menteri Kerjasama Internasional, dari Kementerian Ilmu Pengetahuan, Riset dan
Teknologi (MSRT) Iran dan Nada DS Marsudi, Kepala Biro Kerjasama dan Kompublik (KSKP),
Kemenristekdikti Indonesia, menghasilkan beberapa rencana kegiatan yaitu
(i) Pembentukan ‘Indonesia Iran University Networking’,
(ii) Pelaksanaan Indonesia Iranian Joint Symposium, back to back dengan
(iii) Pertemuan ke-6 Komite Kelompok Kerja Iptek Indonesia Iran di Indonesia pada semester-1
Tahun 2019,
(iv) Implementasi Mobility Program, antara lain partisipasi para peneliti dan stakeholder
Indonesia pada forum International Seminar dan atau Symposium on Nanotechnology di Iran,
Februari dan atau Maret 2018.

Pada hari kedua, 10 Oktober 2017, Menristekdikti Mohamad Nasir juga mengadakan kunjungan
kerja ke Islamic World Science Citation Center (ISC) di Shiraz, Iran pada tanggal 10 Oktober
2017, serta bertemu dengan President ISC, Prof. Muhammad Jayad Dehghani. ISC – Iran dan
Kemristekdikti – Indonesia akan memfinalisasi perjanjian kerjasama antar kedua Institusi dalam
bidang kerjasama publikasi saintifik dan riset.

Dalam pertemuan di ISC, juga dipaparkan juga mengenai ‘The State of the Art of Scientific
Production in the World, the Organization of Islamic Cooperation (OIC), and Indonesia’, (ISC
article, 10 Oktober 2017). Data menunjukkan bahwa dalam periode 2000–2016, laju
pertumbuhan jumlah publikasi ilmiah dunia dalam bidang (i) ilmu pertanian meningkat sampai
99%, sementara rata-rata pertumbuhan publikasi OIC dan Indonesia mencapai 450% dan 903%,
masing-masing. Dalam bidang (ii) rekayasa dan teknologi, kemajuan laju pertumbuhan jumlah
publikasi dunia mencapai 272%, sementara untuk negara anggota OIC mencapai 1090%,
sedangkan pertumbuhan publikasi di Indonesia adalah 4402%. Dalam bidang publikasi (iii)
kemanusiaan, laju pertumbuhan jumlah publikasi tingkat dunia adalah 97%, tetapi laju
pertumbuhan jumlah publikasi di Negara OIC adalah 1088%, sedangkan untuk Indonesia
3167%. Dalam bidang (iii) kesehatan dan obat2an, laju pertumbuhan publikasi ilmiah dunia
adalah 97%, OIC Countries 543%, sedangkan Indonesia mencapai 1156%. Dalam bidang (iv)
ilmu dasar, laju pertumbuhan jumlah publikasi dunia mencapai 90%, OIC Countries 976%,
sedangkan Indonesia 2547%. Dalam bidang (v) ilmu sosial, laju pertumbuhan jumlah publikasi
di dunia adalah sebesar 101%, di kalangan OIC Countries 976%, sedangkan Indonesia mencapai
2547%. Total rata-rata dari laju pertumbuhan jumlah publikasi pada ke enam bidang tersebut,
untuk laju publikasi dunia mencapai 105%, laju publikasi OIC Countries 666%, sedangkan laju
publikasi Indonesia mencapai 1567%.

Dalam kurun waktu 9-11 Oktober 2017, juga dilaksanakan pertemuan dengan masyarakat
Indonesia di Wisma Indonesia, kunjungan kerja ke Shiraz University, Sharif University, the
Iranian Nanotechnology Initiative Council (INIC), University Tehran Science, Technology Park
(USTSP). Adapun pendamping Menristekdikti Mohamad Nasir adalah Duta Besar Octavino
Alimudin, Dubes LBBP RI untuk Iran, Nada Marsudi, Kepala Biro Kerjasama dan Kompublik,
Kemenristekdikti; Prof. Dr. Kadarsah Suryadi, Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB); Dr.
Yusril Yusuf, Kepala Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu, Universitas Gadjah Mada
(UGM); Bahris Paseng, Asisten Deputi Menteri untuk kerjasama Eropa, Afrika, dan Timur
Tengah, Kementerian Perekonomian, Annisa Pranowo, Kasubid Kerjasama Luar Negeri,Tety
Mudrika Hayati Pensosbud, Deddy Eka Januardi, Yanti, dan Adella Virosa – KBRI Tehran.
(NM/AP)

Read more at https://www.ristekdikti.go.id/indonesia-dan-iran-dua-negara-muslim-bersahabat-


majukan-kerjasama-iptek-inovasi-dan-publikasi-internasional/#u0uJh7srY60vj18K.99

Indonesia-Iran Tandatangani Kerja Sama


Kelistrikan dan Energi Terbarukan
Kamis, 15 Desember 2016 | dilihat 312 kali
Menteri ESDM Ignasius Jonan membenarkan, bahwa Indonesia melalui Pertamina akan
melanjutkan pembelian bahan bakar gas cair (LPG) dari Iran sebesar kurang lebih 500 ribu
metrik ton lebih. Selain itu, Pertamina juga akan membeli minyak mentah dan sebagian minyak
jadi dari negeri tersebut.

Kepada wartawan Jonan menambahkan, bahwa Presiden Joko Widodo telah sepakat Pertamina
diberikan kesempatan mengelola dua wilayah kerja migas yang ditawarkan. "Pertamina akan
melakukan studi teknis dan analisa keuangannya sekitar di akhir bulan Februari di Mansouri dan
Ab-Teymoura. Iran mengharapkan ada lifting lebih besar dari 2 tempat ini," kata Jonan kepada
wartawan dalam keterangan pers, di Teheran, Iran, Rabu (14/12) sore.

Ditambahkan Jonan, akan ada satu perusahaan patungan yang akan dijalankan untuk
pembangunan refinery atau pengelolaan minyak mentah menjadi minyak jadi di Jawa Timur
dengan total 5 miliar dollar AS.

Kelistrikan

Terkait kerjasama bidang kelistrikan yang ditandatanganinya dengan Kementerian Energi


Republik Islam Iran, Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, MoU (Memorandum of
Understanding) ini bertujuan untuk memberikan landasan kerjasama kelembagaan untuk
mendorong dan meningkatkan kerja sama teknis secara bilateral mengenai isu-isu di bidang
ketenagalistrikan dan energi baru terbarukan berdasarkan kesetaraan, saling menguntungkan, dan
timbal balik.

MoU ini mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Pengembangan Pembangkit Listrik; 2. Transmisi
dan Distribusi; 3. Pertukaran pengalaman mengenai Pusat Perbaikan Pembangkit Listrik;
4. Pengembangan energi terbarukan; 5. Mendorong dan meningkatkan Investasi ; 6. Mendorong
untuk melakukan dialog kebijakan; dan 7. Bidang-bidang lain yang disepakati Para Pihak.

Tindak lanjut dari MOU ini, menurut Jonan,akan dibentuk komite teknis bersama bidang
ketenagalistrikan dan energi terbarukan dimana tugasnya adalah menyusun secara rinci kerja
sama dan secara periodik melakukan evaluasi.

Menurut Jonan, dalam kerja sama di bidang kelistrikan itu, perusahaan Iran Mapna Group
ditawari untuk berpartisipasi di dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga gas bumi atau
independent power plant. Perusahaan ini dipilih karena dari segi kapasitas produksi dan pangsa
pasar untuk gas turbinnya nomor 3 di dunia.

"PLN dan Kementerian ESDM akan mengirimkan staf untuk belajar ke Mapna untuk belajar gas
turbin," jelas Jonan.

Menteri ESDM berharap Indonesia dan Iran akan membuat perusahaan patungan untuk
perawatan gas turbin karena dapat menghemat waktu. Indonesia menggunakan 57.000 megawatt
yang 60% adalah gas turbin.

"Itu yang tadi istilah Menlu superfokus," pungkas Jonan. (BPS/UN/ES)


Jokowi dan Hubungan RI-Tiongkok Kompas.com - 11/11/2014, 14:00 WIB Joko Widodo
bertemu Xi Jinping menjelang pertemuan pemimpin APEC.(AFP) Oleh: Yeremia Lalisang
KOMPAS.com - Tiongkok menjadi tujuan pertama blusukan Presiden Joko Widodo ke luar
negeri. Bagaimana peristiwa ini harus dimaknai dalam gerak maju hubungan Indonesia-
Tiongkok? Perkembangan-perkembangan penting hubungan Republik Indonesia (RI) dan
Republik Rakyat Tiongkok (RRT) telah menunjukkan suatu interaksi kooperatif dan saling
menguntungkan. Bagi Indonesia, dalam konteks pelaksanaan kebijakan luar negeri, hubungan
diplomatik dengan Tiongkok sedari awal bermakna amat penting. Kedekatan yang saling
menguntungkan Dibukanya hubungan diplomatik dengan Tiongkok pada 1949 adalah suatu
ekspresi nyata ketidakberpihakan, suatu elemen utama prinsip kebijakan luar negeri bebas-aktif.
Dengan berpegang teguh pada prinsip tersebut, keutuhan bangsa dari Sabang hingga Merauke
dapat dipertahankan di tengah konstelasi Perang Dingin saat itu. Era Soekarno kemudian
menjadi tonggak penting hubungan persahabatan Indonesia-Tiongkok. Liu Hong, dalam China
and the Shaping of Indonesia, 1949-1965, mengungkap bahwa pada masa itu Tiongkok bagaikan
mercusuar, penunjuk ke arah mana dan bagaimana Indonesia harus dibangun. Model
pembangunan ala Tiongkok diperbincangkan para cendekiawan. Kisah-kisah mengenai
Tiongkok dimuat dalam surat-surat kabar, dan bahkan karya-karya sastra, sehingga menyentuh
luas di masyarakat. Sungguh tidak berlebihan apabila masa ini dijuluki sebagai masa bulan madu
hubungan Indonesia-Tiongkok. Interaksi dan pertukaran bukan hanya terjadi di tingkat elite,
melainkan juga di akar rumput. Selain itu, dalam konteks hubungan luar negeri, Indonesia amat
penting bagi Tiongkok yang saat itu bukan anggota dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Tiongkok, bagi Indonesia, juga tak kalah penting, apalagi setelah Indonesia memutuskan untuk
keluar dari PBB pada awal 1965. Keduanya menjalin suatu kemitraan dalam membangun
solidaritas di antara negara-negara New Emerging Forces (NEFO). Pola interaksi saling
menguntungkan ini terus berulang dalam evolusi hubungan bilateral keduanya. Pada era
Soeharto, normalisasi hubungan Indonesia-Tiongkok pada awal 1990-an amat bernilai bagi
Tiongkok, yang saat itu tengah dikecam Barat setelah peristiwa Tiananmen. Bagi Indonesia,
dalam sektor ekonomi, hubungan dengan Tiongkok menjadi sangat penting, terutama setelah
negara ini dihantam badai krisis finansial Asia pada tahun 1997. Era tersebut, di lain pihak,
menjadi saksi perekonomian Tiongkok yang telah lepas landas dengan pertumbuhan ekonomi
dua digitnya. Kini, negara tersebut adalah negara dengan perekonomian nomor dua terbesar di
dunia. Dengan latar belakang itu, Indonesia setelah reformasi, menurut I Wibowo (almarhum),
sinolog kawakan Indonesia, terus melakukan upaya Merangkul Cina (judul buku yang
diterbitkan Gramedia Pustaka Utama pada 2009 dengan I Wibowo sebagai editornya).
Kepemimpinan nasional jelas memahami pentingnya hubungan baik dan bersahabat antara
Indonesia dan Tiongkok. Gus Dur mengusulkan pembentukan poros Jakarta-Beijing-New Delhi
menunjukkan pandangannya akan nilai strategis Tiongkok dalam mandala diplomasi Indonesia.
Selanjutnya, dalam wacana publik, ikon kedekatan hubungan Indonesia-Tiongkok terpelihara
melalui ”diplomasi dansa” Megawati. Hal-hal yang sudah dirintis tersebut kemudian dikelola
dengan baik oleh Susilo Bambang Yudhoyono, yang dalam dua periode kepemimpinannya
menandatangani dua perjanjian penting, monumen kedekatan hubungan Indonesia-Tiongkok,
yaitu Kemitraan Strategis (2005), yang kemudian ditingkatkan menjadi Kemitraan Strategis
Komprehensif (2013). Hubungan politik, ekonomi, dan sosial-budaya terus meningkat berkat
interaksi intensif yang terjadi antarwarga, kelompok bisnis, dan tentu saja pemerintah. Perubahan
atau kelanjutan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, sebagaimana diliput sejumlah media, dalam
jumpa pers pertamanya paling tidak mengatakan tiga istilah penting dalam diplomasi Indonesia
di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi, yaitu tegas dan bermartabat, pro rakyat (Kompas,
30/10), dan membumi, tidak berjarak dengan kepentingan rakyat. Apakah prinsip saling
menguntungkan yang menjadi sifat hubungan Indonesia-Tiongkok yang telah dibangun
sebelumnya dapat tetap dipertahankan dalam bingkai baru diplomasi Indonesia tersebut?
Terdapat paling tidak tiga sektor kerja sama yang akan melanjutkan, ketimbang mengubah, pola
hubungan kooperatif kedua negara ke depan. Sektor pertama adalah kerja sama maritim. Visi
Presiden Jokowi menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia sebangun dengan rencana
pemimpin Tiongkok, Xi Jinping, membangun Jalan Sutra Maritim Baru (New Maritime Silk
Road). Pejabat dan para pengamat Tiongkok dalam beragam kesempatan memaparkan bahwa
rencana itu bertujuan memperkuat konektivitas maritim dan meningkatkan kapasitas negara-
negara di Asia Tenggara untuk memaksimalkan keamanan dan pengelolaan sumber daya
maritim. Ide tersebut jelas berpotensi besar untuk disinergikan dengan usaha Indonesia mencapai
suatu kedaulatan maritim. Dengan kata lain, kerja sama maritim jelas dapat menjadi inisiatif
yang membuat hubungan RI-RRT terus bergerak maju dan saling menguntungkan. Dalam
konteks kepentingan Indonesia memperbaiki infrastruktur pendukung dalam usaha meningkatkan
keterhubungan yang kemudian akan berkontribusi positif pada pengembangan ekonomi maritim,
kerja sama kedua negara akan berperan amat penting. Sektor kedua adalah kerja sama mengelola
stabilitas kawasan. Isu ini amat terkait dengan kondisi terakhir sengketa teritorial di Laut
Tiongkok Selatan yang masih belum memiliki capaian signifikan setelah penandatanganan
Deklarasi Tata Perilaku (Declaration of Conduct of Parties) pada 2002. Dalam masa kampanye
lalu, Jokowi sempat menggarisbawahi posisi Indonesia sebagai negara bukan pengklaim (non-
claimant state), yang kemudian dikonfirmasi mantan Menlu Marty Natalegawa. Akan tetapi,
tidak dapat dimungkiri bahwa dalam proses yang telah berlangsung dalam usaha mengelola
sengketa tersebut, Indonesia turut berperan aktif, bahkan telah mengambil berbagai inisiatif
dengan maksud berkontribusi positif pada pengelolaan konflik. Hal ini tampaknya menunjukkan
bahwa dinamika penyelesaian damai sengketa di Laut Tiongkok Selatan tidak dapat tidak
melibatkan Indonesia. Dalam hal inilah, peran dan sikap kooperatif Indonesia akan sangat
bermakna bagi Tiongkok, yang dengan secara terbuka telah menyatakan komitmen untuk
menyelesaikan sengketa tersebut melalui dialog damai. Sektor ketiga adalah kerja sama
peningkatan hubungan antarwarga. Kini, hubungan internasional telah memasuki era yang di
dalamnya interaksi antarbangsa tidak melulu didominasi interaksi pejabat resmi yang cenderung
elitis. Hal ini yang mungkin ditangkap Presiden Jokowi, yang kemudian terefleksi dalam konsep
diplomasi yang membumi. Sekalipun kebijakan luar negeri utamanya tetap menjadi domain para
birokrat, publik termasuk pemegang saham utama yang dapat memengaruhi secara signifikan,
baik pembuatan maupun pelaksanaan kebijakan luar negeri. Hal ini mengisyaratkan bahwa
hubungan antarwarga kedua negara akan sangat menentukan dinamika hubungan Indonesia-
Tiongkok. Interaksi antarwarga yang dimaksud bukanlah dalam arti sempit, arus masuk-keluar
wisatawan setiap negara, melainkan seluas-luasnya hingga mencakup beragam kalangan,
termasuk akademisi, seniman, budayawan, dan kelompok-kelompok agama. Amat penting
mendorong warga kedua negara untuk dapat saling memahami. Lebih dari tiga puluh tahun, pada
masa pembekuan hubungan diplomatik, warga kedua negara belajar untuk saling mencurigai dan
melihat satu sama lain sebagai ancaman. Akibatnya, kedua belah pihak perlu meningkatkan
interaksi dan pertukaran antarwarga demi keberlangsungan hubungan kooperatif Indonesia-
Tiongkok yang saling menguntungkan satu sama lain. Merangkul Tiongkok Di tengah aneka
tantangan yang pasti ada dalam hubungan Indonesia-Tiongkok kini dan pada masa depan, tiga
kesempatan kerja sama di atas tampaknya mengisyaratkan bahwa hubungan keduanya yang
kooperatif perlu dilanjutkan. Dengan kapasitas yang dimiliki sekarang, Tiongkok menawarkan
beragam kesempatan dalam platform baru diplomasi Presiden Jokowi yang telah menetapkan
bahwa pelaksanaan kebijakan luar negeri tidak boleh berjarak dengan kepentingan rakyat. Di lain
pihak, Indonesia pun dengan peran dan kapasitasnya di kawasan, berpotensi besar untuk
berkontribusi positif bagi diplomasi Tiongkok terhadap negara-negara tetangganya. Hubungan
yang saling menguntungkan pun, dengan demikian, dapat terus diwujudkan dengan dasar saling
percaya dan memahami. Hal ini menunjukkan semakin terbatas alasan Indonesia untuk tidak
merangkul Tiongkok ke depan. Yeremia Lalisang Mahasiswa Program Doktor di Universitas
Xiamen, Tiongkok

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jokowi dan Hubungan RI-Tiongkok",
https://nasional.kompas.com/read/2014/11/11/14000091/Jokowi.dan.Hubungan.RI-Tiongkok.

Indonesia dan Swiss Tingkatkan Kerjasama


di Bidang Ekonomi

Foto: Kris_Biro Pers, Media, dan Informasi, Sekretariat Presiden


SIARAN PERS – Presiden Joko Widodo menerima kunjungan kehormatan Wakil Presiden
Swiss Doris Leuthard di Istana Merdeka, Rabu, 30 Maret 2016. Dalam pertemuan tersebut,
Presiden didampingi oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Luar Negeri Retno LP
Marsudi dan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan.

Foto: Kris_Biro Pers, Media, dan Informasi, Sekretariat Presiden

Pertemuan membahas upaya peningkatan kerja sama di bidang ekonomi, antara lain peningkatan
kerja sama perdagangan bilateral, investasi, perundingan EFTA (European Free Trade
Association), sektor pariwisata, dan development cooperation. Menlu Retno mengatakan kepada
wartawan usai pertemuan bahwa nilai perdagangan Indonesia-Swiss pada tahun 2015 meningkat
sebesar 102 persen dibandung pada tahun 2014. “Kita mencatat dengan senang peningkatan
signifikan di bidang perdagangan bilateral, perdagangan Indonesia dan Swiss meningkat 102
persen dengan surplus berada di pihak Indonesia,” ujarnya.

Wakil Presiden Swiss membawa sejumlah delegasi yang merupakan pimpinan perusahaan yang
bergerak antara lain di bidang train-truck industry, penerbangan sipil, dan energi. Hal ini
dimaksudkan untuk meneruskan upaya investasi Swiss di Indonesia. Menlu Retno
menambahkan, saat ini setidaknya terdapar 150 perusahaan Swiss yang beroperasi di Indonesia.

Perundingan antara Indonesia dengan EFTA yang vakum selama 3 tahun juga merupakan salah
satu isu yang dibahas dalam pertemuan. Indonesia sepakat melanjutkan negosiasi sebagai
langkah maju yang signifikan untuk upaya kerja sama ekonomi.

Foto: Kris_Biro Pers, Media, dan Informasi, Sekretariat Presiden


Menlu Retno menambahkan, kerja sama development cooperation juga merupakan prioritas
Swiss terhadap Indonesia. Ini merupakan salah satu ciri khas yang dilakukan pemerinta Swiss
dalam kerja sama pembangunan yang kegiatannya bersifat mendasar. “Hasilnya langsung dapat
dirasakan oleh small and medium enterprises kita, dalam hal ini termasuk petani dan fisherman
kita,” ucap Retno.

Sementara itu, Menhub Jonan mengatakan, kerja sama di bidang penerbangan sipil akan dimulai
dengan diperbaharuinya Air Service Agreement antara pemerintah Swiss dan Indonesia, juga
pembicaraan di bidang transportasi di kereta api akan didiskusikan pada pertemuan lanjutan yang
akan dilaksanakan esok. “Ini sudah pernah dilakukan, tapi mau diperbaharui sehingga mudah-
mudahan bisa ada penerbangan lebih banyak antara Swiss dan Indonesia serta sebaliknya,” ucap
Jonan.

Selain isu ekonomi, Wakil Presiden juga mengundang Presiden RI untuk berkunjung ke
negaranya pada tahun depan. Turut hadir dalam pertemuan itu, Duta Besar Swiss untuk
Indonesia Yvonne Baumann.

Profil Negara dan Kerjasama

Belanda

I. PROFIL NEGARA
Nama Negara : Kerajaan Belanda / Kingdom of the Netherlands
Ibukota : Amsterdam
Letak Geografis : Eropa Barat
Luas Wilayah : 41.543 km2
Perbatasan : Jerman (timur), Belgia (selatan), Laut Utara (barat dan utara)
Organisasi Federasi/Wilayah : 12 provinsi, 430 pemerintah kota (gemeenten)
Penduduk : 16,847,007 jiwa (as of July 2011)
Bentuk Negara : Kerajaan
Bentuk pemerintahan : Monarki konstitusional
Kepala Negara : Ratu Beatrix
Kepala Pemerintahan : Perdana Menteri Mark Rutte (terpilih 14 Oktober 2010)
Parlemen : Sistem parlementer 2 kamar
Bahasa Nasional : Belanda
Lagu Kebangsaan : Het Wilhelmus (The William)
Hari Nasional : 30 April (Queen’s Day)
Agama : Katolik Roma (30%), Reformis (11%), Calivinist (4%)
Mata Uang : Euro (US$ 1 = € 0.755, kurs 30 Mei 2011)
Total GDP : 2010 : US$ 680.4 triliun
2009 : US$ 669 triliun
2008 : US$ 696.1 triliun
GDP per Kapita : 2010 : US$ 40.500
2009 : US$ 40.000
2008 : US$ 41.800
Tingkat Inflasi : 2010 : 1,1%
2009 : 1,2%
2008 : 2,2%
Pertumbuhan Ekonomi : 2010 : 1,7%
2009 : -3,9%
2008 : 1,9%
Neraca Perdagangan luar Negeri : Ekspor :
US$ 451.3 triliun (2010)
US$ 421.3 triliun (2009)
US$ 537.5 triliun (2008)
Impor :
US$ 408.4 triliun (2010)
US$ 371.9 triliun (2009)
US$ 485.3 triliun (2008)
Defisit Neraca Pembayaran : N/A
Angka pengangguran : 2010 : 5,5%
2009 : 4,8%
2008 : 4,6%
Nilai Investasi di Indonesia : 2010 : US$ 614,5 juta
Perdagangan RI-Belanda: : 2005 - 2009:
Total
US$ 17,87 miliar
Ekspor
US$ 3,8 miliar
Impor
US$ 14,07 miliar
Nilai perdagangan bilateral:
- Tahun 2010: US$ 4,40 milyar (RI surplus sekitar US$ 3,04
milyar)
- Tahun 2009: US$ 3,46 milyar (RI surplus sekitar US$ 2,35
milyar)
- Tahun 2008: US$ 4,52 milyar (RI surplus sekitar US$ 3,32
milyar)
Kunjungan Kepala : • Kunjungan bilateral Perdana Menteri Belanda, Jan Peter
Negara/Pemerintahan Balkenende, ke Indonesia pada tanggal 7-8 April 2006
• Kunjungan bilateral Presiden RI Abdurrahman Wahid ke Belanda
pada tahun 2000
• Kunjungan Ratu Beatrix dari Kerajaan Belanda ke Indonesia pada
tahun 1995
Jumlah WNI di wilayah Akreditasi : 15.577 orang (yang terdaftar, est. 2009)
Keikutsertaan dalam Organisasi : United Nations, Organization for Security and Cooperation in Europe
Internasional (OSCE), Organisation for Economic Co-operation and Development
(OECD), World Trade Organization (WTO),International Monetary
Fund (IMF), Organization for the Prohibition of Chemical Weapons
(OPCW), World Customs Organization (WCO),International Red
Cross and Red Crescent Movement (ICRM),International Civil
Aviation Organization (ICAO), International Criminal Court (ICCt),
International Criminal Police Organization(Interpol)
HUBUNGAN BILATERAL RI – BELANDA
A. Sejarah Singkat Hubungan Bilateral
Periode awal pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, hubungan antara Indonesia dan Belanda di warnai dengan
berbagai perundingan dan konferensi serta aktivitas militer yang intens. Persetujuan Meja Bundar yang
ditandatangani di Den Haag pada tanggal 27 Desember 1949 telah mengakhiri konflik antara Indonesia dan Belanda,
yang ditandai dengan penyerahan kekuasaan formal Belanda kepada Republik Indonesia.
Hubungan bilateral kedua negara sempat terkendala karena masalah pengembalian Irian Barat yang berujung pada
pada pemutusan hubungan diplomatik pada bulan Agustus 1960. Dua tahun kemudian, melalui Perjanjian New York
yang ditandangani oleh Indonesia dan Belanda, disepakati bahwa Belanda menyerahkan Irian Barat kepada
Pemerintah Sementara PBB (UN Temporary Executive Administation, UNTEA), yang kemudian menyerahkan Irian
Barat kepada Indonesia pada bulan Mei 1963.
Pada saat peringatan HUT Proklamasi RI di Wisma Duta Besar RI di Den Haag pada tanggal 17 Agustus 2005, Belanda
menyampaikan penerimaan secara moral dan politik atas Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945. Hal ini menjadi
babak baru dalam hubungan bilateral kedua negara.
Secara umum hubungan bilateral Indonesia dan Belanda terus menguat, khususnya sejak adanya pengakuan secara
moral dan politik Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 oleh pemerintah Belanda melalui pernyataan Menlu
Ben Bot pada tahun 2005. Sejak itu, telah terjadi peningkatan intensitas kerjasama bilateral kedua Negara di
berbagai bidang, yang salah satu indikatornya adalah peningkatan saling kunjung pejabat tinggi kedua negara.
B. Kerjasama dan Hubungan Politik
Belanda menghormati keutuhan dan integritas NKRI. Belanda sangat menghargai kemajuan demokrasi di Indonesia,
mengakui keberhasilan Indonesia dalam pemajuan HAM dan penegakan hukum, kebebasan media, good governance,
dan penanggulangan terorisme. Belanda senantiasa menyampaikan kesiapan memperkuat kerjasama bilateral dalam
bidang-bidang ini. Belanda mengakui keberhasilan Indonesia sebagai salah satu model dalam pengelolaan kerukunan
kehidupan umat beragama. Sementara itu meskipun anggota dan pendukung RMS terus mengecil, namun kelompok
ini secara regular melakukan sejumlah maneuver seperti demonstrasi peringatan hari tertentu yang dianggap
penting, serta pengajuan gugatan terhadap petinggi Pemri di pengadilan. Upaya pembinaan masyarakat, termasuk
komunitas Maluku dan Papua, antara lain melalui pendekatan sosial kebudayaan, merupakan salah satu kegiatan
penting yang dilakukan KBRI Den Haag dalam memelihara semangat ke-Indonesia-an sekaligus menghalau
kampanye separatism kalangan anti-RI.
Kegiatan saling kunjung pada tingkat kepala negara/pemerintahan dan pejabat tinggi antara kedua negara cukup
intens. Kedua negara juga memiliki kerjasama yang cukup erat dalam bentuk saling dukung di berbagai forum
internasional.
C. Kerjasama Ekonomi, Perdagangan dan Investasi
Belanda memandang Indonesia sebagai mitra penting kerjasama ekonomi, perdagagan dan investasi sejalan dengan
posisi Indonesia yang mulai dipandang sebagai middle income country dan anggota aktif G-20. Meskipun demikian,
sejumlah kalangan pemerintah dan jajaran elit korporasi di Belanda cenderung memberikan fokus lebih terhadap
peluang kerjasama bisnis dengan China, India dan bahkan Korea, yang merupakan tantangan tersendiri bagi
Indonesia.
Tren nilai perdagangan Indonesia-Belanda selama 5 tahun terakhir (2006-2010) adalah 8,46%. Total nilai
perdagangan selama periode tersebut mencapai US$ 18,68 miliar atau rata-rata per tahun US$ 3,73 miliar. Dari
total nilai perdagangan tersebut, Indonesia berhasil mengekspor ke Belanda sebesar US$ 15,82 miliar dan sisanya
sebesar US$ 2,86 miliar merupakan impor Indonesia dari Belanda. Dengan demikian, selama periode 5 tahun
tersebut, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus sebesar US$ 12,96 miliar atau rata-rata surplus per
tahun US$ 2,59 miliar.
Untuk tahun 2010, neraca perdagangan Indonesia-Belanda mencapai surplus US$ 3 milyar, naik 2,91% dibandingkan
tahun 2009 yang hanya 2,3 milyar. Neraca perdagangan bulan Januari 2011 tercatat US$ 447 juta, naik sebesar
106% dibanding periode yang sama tahun 2009 sebesar US$ 145,9 juta.
Komoditi ekspor utama Indonesia ke Belanda tahun 2010 antara lain minyak kelapa, kopra, alas kaki, karet, kayu (wood
continously shaped), dan printing machinery.
Belanda merupakan negara tujuan ekspor Indonesia yang menempati posisi ke-9. Beberapa jenis produk ekspor
Indonesia pada awal 2010 yang menunjukkan peningkatan secara signifikan di pasar Belanda antara lain: palm oil
and its fraction naik 32,54%;unwrought tin naik 179,81%, printing machinery used for printing naik
79,28%, coconut “copra” and fraction thereof naik 65,14%, prepared binders for foundry moulds or cores naik
1018,57% dan natural rubber naik 150,05%.
D. Kerjasama Pembangungan
Kerjasama Indonesia dengan Belanda di bidang pembangunan (development cooperation) selama ini difokuskan
pada perkembangan sektor pendidikan penyediaan air bersih dan sanitasi, good governance dan pengembangan
kawasan timur Indonesia.
Pemerintah Belanda juga memberikan bantuan kemanusiaan dan pembangunan untuk beberapa daerah Indonesia
yang mengalami musibah bencana alam, seperti bencana tsunami di Aceh dan Nias serta gempa bumi di Yogyakarta
dan Klaten
Indonesia-Belanda Perkuat Kerjasama di
Bidang Perdagangan dan Infrastruktur
Hendra Kusuma, Jurnalis · Rabu 23 November 2016 16:25 WIB

Ilustrasi : Shutterstock

JAKARTA - Pemerintah Indonesia dan pemerintah Belanda semakin memperkukuh kemitraan


di antara keduanya. Dalam pertemuan bilateral yang berlangsung di Istana Merdeka, Jakarta,
kedua pihak sepakat untuk memfokuskan kerja sama pada beberapa bidang.

Hal tersebut disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama dengan Perdana Menteri
Belanda Mark Rutte saat memberikan pernyataan pers bersama usai pertemuan, Jakarta, Rabu
(23/11/2016).

"Hubungan Indonesia dengan Belanda sangat intensif dan mencakup banyak sekali bidang. Hal
ini merupakan perwujudan dari kemitraan komprehensif yang telah dimiliki oleh kedua negara.
Pertemuan bilateral tadi banyak membahas mengenai kerja sama ekonomi dengan fokus kepada
perdagangan investasi, pengelolaan air, dan pembangunan infrastruktur maritim," kata Jokowi.
Jokowi menyatakan, merasa terhormat atas kunjungan yang dilakukan PM Rutte bersama dengan
delegasinya ke Jakarta kali ini. Dalam kunjungannya tersebut, PM Rutte membawa serta
sedikitnya 200 pelaku usaha Belanda.

"Hal ini menunjukkan kepercayaan, menunjukkan trust dan komitmen pemerintah dan swasta
Belanda, untuk terus meningkatkan kerja sama dengan Indonesia," tambahnya.

Pengelolaan air dan pengembangan infrastruktur merupakan bidang kerja sama yang
diprioritaskan kedua belah pihak dalam pertemuan tersebut. Terhadap dua bidang tersebut,
Presiden Joko Widodo menegaskan komitmennya untuk terus melanjutkan kerja samanya.

Dalam pertemuan bilateral tersebut, Mantan Wali Kota Solo ini mendorong peningkatan ekspor
kayu Indonesia ke Belanda. Produk kayu Indonesia diketahui telah dilengkapi dengan Sistem
Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) sebagai sertifikasi legal untuk produk kayu ekspor. Uni Eropa
pun telah memberikan pengakuan terhadap produk kayu Indonesia dengan memberikan lisensi
FLEGT (Forest Law Enforcement Governance and Trade) yang memungkinkan Indonesia untuk
mengekspor kayu ke Uni Eropa tanpa perlu menjalani pemeriksaan di setiap pelabuhan di Eropa.

"Indonesia merupakan negara pertama di dunia yang sudah memiliki FLEGT license. Indonesia
harus menggunakan keunggulan komparatif ini dengan baik," ungkap presiden.

Terkait dengan perdagangan bebas antara Indonesia dan Uni Eropa, Presiden Joko Widodo
menerangkan bahwa Indonesia mulai bersiap untuk melakukan negosiasi dengan Uni Eropa.
Sebelumnya, terkait hal tersebut, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengungkapkan bahwa
negosiasi akan mulai dilakukan pada awal tahun 2017.

"Kita juga membahas mengenai persiapan negosiasi Indonesia-EU Comprehensive Economic


Partnership Agreement (CEPA). Kita tegaskan hasil negosiasi CEPA harus menguntungkan
rakyat kedua pihak," tegas presiden.

Selain itu, sebagaimana turut dilakukan kepada negara-negara lainnya, Indonesia dan Belanda
sepakat untuk memperkuat kerja sama di bidang pemberantasan terorisme. Presiden menyebut
bahwa ancaman terorisme global saat ini mengharuskan negara-negara untuk saling bekerja sama
dalam menghadapi hal tersebut.

"Bersama PM Rutte, saya juga membahas kerja sama yang kuat untuk pemberantasan terorisme.
Sebagaimana diketahui, Indonesia-Belanda telah bermitra dengan baik untuk pemberantasan
terorisme di JCLEC (Jakarta Center For Law Enforcement Cooperation) yang berlokasi di
Semarang. Kedua negara juga aktif bersama di Global Counterterrorism Forum," tandasnya.
RI-Finlandia Tingkatkan Kerja Sama Energi
dan Ekonomi Digital
Resty Armenia, CNN Indonesia | Selasa, 03/11/2015 19:49 WIB
Bagikan :

Presiden Jokowi menerima kunjungan Presiden Sauli Niinistö yang membawa serta 11
pengusaha ternama asal Finlandia untuk meningkatkan kerja sama kedua negara. (CNN
Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima kunjungan kenegaraan
Presiden Republik Finlandia Sauli Väinämö Niinistö di Istana Merdeka, Istana Kepresidenan,
Jakarta Pusat, Selasa (3/11). Keduanya sepakat untuk meningkatkan kerjasama di bidang energi
dan ekonomi digital.

Dalam hubungan bilateral antara Indonesia dan Finlandia selama 61 tahun ini, Jokowi
menyambut baik kedatangan Niinistö yang membawa serta 11 pengusaha top Finlandia untuk
memanfaatkan peluang yang terbuka lebar di Indonesia. Kesebelas pengusaha tersebut bergerak
di bidang energi, infrastruktur, teknologi informasi, dan manajemen pelabuhan.

"Kita juga sepakat target perdagangan sebesar US$1,16 miliar pada tahun 2016 dan kita juga
sepakat untuk terus meningkatkan investasi agar dapat mencapai US$3,6 juta pada tahun 2015
ini," ujar Jokowi dalam pernyataan pers kedua kepala negara.

Jokowi memaparkan, di bidang energi, Indonesia mengajak Finlandia untuk bekerja sama
mengembangkan energi terbarukan dan efisiensi ekonomi.
"Kemudian juga di bidang ekonomi digital, kita juga menyampaikan visi Indonesia sebagai
negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara dan tadi kita mengajak perusahaan-perusahaan
besar di Finlandia di bidang teknologi informasi untuk memanfaatkan momentum ini," kata dia.

Tak hanya seputar ekonomi, Jokowi pun mengaku telah membahas beberapa perkembangan isu
global, baik yang berkaitan dengan pengungsi Timur Tengah dan Afrika Urara. Ia pun
mengutarakan pentingnya mendorong tumbuhnya budaya penyelesaian konflik secara damai
dan budaya toleransi serta kerjasama mediasi.

"Kita juga membahas isu perubahan iklim dan rencana konferensi di Paris. Saya menyampaikan
komitmen Indonesia dan harapan agar negara industri dapat memberikan contoh pengurangan
emisi dan memberikan dukungan implementasi pada negara yang berkembang," ujar dia.

Sementara itu, Niinistö yang mengaku sangat terkesan dengan keramahtamahan yang
diperlihatkan Jokowi selama kunjungannya ke Indonesia. Ia pun mengaku sedih kala mendengar
bencana kebakaran hutan yang telah memakan korban jiwa itu.

"Atas nama masyarakat Finlandia izinkan saya untuk mengungkapkan belasungkawa yang
sedalam-dalamnya terkait isu ini," kata dia.

Senada dengan Jokowi, Niinistö mengungkapkan, ia dan Jokowi telah berbincang masalah kerja
sama bilateral, topik regional dan internasional, serta kerjasama ekonomi.

Menurut Niinistö, Finlandia dan Indonesia menikmati hubungan yang sangat dekat, walaupun
secara geografi terpisah jauh. Ia menuturkan, salah satu alasan penting dalam kerja sama kedua
adalah kesepakatan perdamaian Helsinki untuk Aceh yang ditandatangani sepuluh tahun yang
lalu oleh Presiden Martti Ahtisaari.

"Saat ini kerja sama ekonomi merupakan inti dari kerja sama kita dan saya sangat senang
membawa delegasi bisnis dari Finlandia serta para pakar dari Finlandia untuk kunjungan ini.
Saya sangat senang, kita telah mengidentifikasikan banyak sektor-sektor yang dapat saling
menguntungkan, sehingga kita dapat berupaya sebaik mungkin," ujar dia.

Niinistö menyebutkan, ia dan Jokowi sempat fokus berdiskusi masalah energi dan infrastruktur.
Ia juga sangat yakin bahwa ada potensi kerjasama untuk meningkatkan keterkaitan ekonomi
kedua negara di bidang-bidang seperti pendidikan dan kehutanan.

"Langkah-langkah konkret juga telah dilaksanakan, seperti yang kita telah saksikan, yaitu MoU
energi terbarukan dan energi efisiensi yang baru saja ditandatangani. Dan banyak diskusi-diskusi
yang menarik berlangsung dengan mitra-mitra Indonesia kami," kata dia.

Niinistö memaparkan, Finlandia merupakan negara dengan masyarakat yang kompetitif dan
inovatif. Negara Skandinavia ini juga telah menjadi mitra dalam bidang-bidang lainnya, serta
memiliki banyak kesepahaman dan pernyataan-pernyataan terkait dengan forum-forum
internasional.
"Peran kita dalam upaya perdamaian membawa kedua negara memiliki potensi kerja sama untuk
bekerja sama di masa depan dalam kerangka multilateral. Dan terimakasih sekali lagi, bapak
Presiden. Dan seperti yang saya katakan, kita menyambut Anda untuk datang ke Finlandia
sesegera mungkin, dan kami akan menyambut Anda di Finlandia," ujar dia.

Indonesia Jalin Kerja Sama Dagang dengan Negara-negara Eurasia Pramdia Arhando Julianto
Kompas.com - 10/08/2017, 19:16 WIB ilustrasi ilustrasi(Thinkstock) JAKARTA,
KOMPAS.com - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag) tengah
menjajaki perjanjian kerja sama perdagangan dengan negara-negara di kawasan Eurasia seperti
Rusia, Belarusia, Armenia, Kazakhstan, dan Krgystan. Perjanjian kerja sama tersebut akan
dimulai setelah adanya penandatanganan nota kesepahaman pada akhir tahun ini dengan nilai
proyeksi ekspor Indonesia ke Eurasia mencapai 5 miliar dollar AS atau setara Rp 66,73 triliun
pada 2019-2020 mendatang. Menurut Mendag, rencana tersebut sejalan dengan perintah Presiden
Joko Widodo yang meminta agar Indonesia membuka pasar ekspor baru guna meningkatkan
nilai ekspor dalam negeri. "Presiden perintahkan saya segera buka pasar baru, dan jangan
tergantung pada pasar yang sudah ada," ujar Mendag di Kementerian Persagangan, Jakarta,
Kamis (10/8/2017). Dengan demikian, lanjut Mendag, nilai perdagangan Indonesia ke negara-
negara Eurasia sudah harus mencapai 3 miliar dollar AS pada 2018 mendatang dan akan
didorong melalui ekspor nonmigas pada semester II 2017. "Pertaruhan kita adalah 2018, artinya
semester II-2017 harus digenjot (ekspor)," lanjutnya. Menurut Mendag, ada beberapa komoditas
ekspor yang potensial ke Eurasia, seperti busana muslim, produk garnen, hingga buah-buahan
tropis. "Potensi lain banyak termasuk buah buahan, seperti buat tropis disana mahal sekali.
Mereka paling percaya dengan produk halal Indonesia dibandingkan China," jelas Mendag.
Perjanjian perdagangan dengan Eurasia dilakukan pemerintah guna mengejar ketertinggalan dari
negara lain seperti Malaysia dan Vietnam yang sudah terlebih dahulu melakukan perjanjian
perdagangan. "Jadi kita harus mengejar ketertinggalan karena Malaysia dan Vietnam sudah
terlebih dahulu, barang-barang Vietnam dan Malaysia sudah banyak disana," jelasnya.
Berdasarkan data Kemendag, total perdagangan Indonesia-Eurasia mencapai 2,3 miliar dollar AS
dengan nilai ekspor Indonesia 1,28 miliar dollar AS dan impor 1,03 miliar dollar AS. Dengan itu,
Indonesia mencatatkan surplus sebesar 245,68 juta dollar AS.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Indonesia Jalin Kerja Sama Dagang
dengan Negara-negara Eurasia",
https://ekonomi.kompas.com/read/2017/08/10/191656526/indonesia-jalin-kerja-sama-dagang-
dengan-negara-negara-eurasia.
Penulis : Pramdia Arhando Julianto
Indonesia-Swedia Bangun Kerja Sama
Bidang Pertahanan
Penulis: Administrator Pada: Sabtu, 13 Mei 2017, 11:15 WIB Polkam dan HAM

HUBUNGAN bilateral Indonesia dan Swedia diharapkan dapat mewujudkan kerja sama
pertahanan yang nyata bagi kedua negara.

Bahkan, kerja sama itu nantinya memberikan kontribusi positif terhadap dunia, khususnya dari
perspektif keamanan dan perdamaian internasional.

Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) RI Bagas Hapsoro menyampaikan hal
tersebut kepada wartawan Media Indonesia Golda Eksa, seusai pertemuan bilateral antara
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dan Menteri Pertahanan Swedia Carl Anders Peter
Hultqvist di Stockholm, Swedia, Selasa (9/5) waktu setempat.

Menurut dia, sejak era 1980-an Kementerian Pertahanan RI telah membeli beberapa persenjataan
dari Swedia, seperti artileri dan radar buatan Bofors.
Para pengusaha pabrikan senjata asal Swedia juga masih menyatakan keinginan untuk
menambah pasokan perlengkapan militer ke Indonesia.

"Swedia siap memenuhi keinginan Indonesia dengan syarat yang ditentukan Indonesia, yakni
adanya alih teknologi, kesediaan untuk memberikan produksi offset, dan penggunaan produksi
lokal," ujar Bagas.

Indonesia dan Swedia sejatinya tidak memiliki ikatan pakta yang sama dengan militer atau
aliansi keamanan negara lain.

Meski demikian, kedua negara justru aktif dalam menyelesaikan masalah regional dan
multilateral yang cenderung mengancam stabilitas dan keamanan internasional.

Contohnya, lokasi Swedia berdekatan dengan salah satu kekuatan adidaya.

Di sana banyak provokasi yang dibuat kekuatan adidaya untuk menantang integritas teritorial
dan kedaulatan Swedia ataupun negara-negara Baltik.

Sementara itu, Indonesia memiliki lokasi yang strategis di Asia Tenggara dan selama ini aktif
dalam berbagai isu internasional untuk menghindari ancaman dan tantangan dengan menjaga
stabilitas wilayah.

Bagas menjelaskan Indonesia berkomitmen untuk memperbaiki pengelolaan dan pembangunan


di perbatasan.

Apalagi, Indonesia yang memiliki 17 ribu pulau dan garis pantai terpanjang kedua di dunia,
yakni 91 ribu kilometer, tentu membutuhkan sistem pengawasan early warning yang andal.

Menhan Ryamizard Ryacudu dalam lawatannya menegaskan niatan pemerintah Indonesia untuk
mengembangkan industri nasional, membangun terobosan di bidang kedirgantaraan, serta
keamanan laut demi memperkuat pertahanan maritim melalui kerja sama internasional.

"Apa yang dibicarakan dalam pertemuan bilateral ini adalah hal-hal yang akan dilakukan ke
depannya bagi kedua negara. Semoga apa yang kita bahas bersama ini bisa segera terlaksana,"
terangnya.

Sebagai bukti keseriusan kerja sama itu, tambah Ryamizard, Kementerian Pertahanan membawa
pimpinan perusahaan industri pertahanan lokal sebagai delegasi ke Swedia, seperti PT Pindad,
PT PAL, PT Dirgantara Indonesia, PT LEN, dan PT Napindo.

Ryamizard menilai hubungan kerja sama di bidang pertahanan antara Indonesia dan Swedia
terasa semakin erat dengan penandatanganan memorandum of understanding (MoU) di Kantor
Kementerian Pertahanan, Jakarta, pada 20 Desember 2016.

Apalagi, Peter Hultqvist pun sempat menyatakan kerja sama yang disepakati perlu
ditindaklanjuti dengan pelbagai kegiatan bersama dan diskusi di tingkat teknis.
Beberapa poin kerja sama yang dituangkan dalam MoU bidang pertahanan, seperti pertukaran
informasi dan best practice serta memajukan kerja sama antarlembaga dalam kerangka penelitian
serta pengembangan; pengembangan kerja sama di bidang industri pertahanan, termasuk alih
teknologi, penelitian bersama, dan produksi pemasaran bersama; pengembangan dan
peningkatan pelatihan serta pendidikan pertahanan dan militer; pengembangan kerja sama dalam
bidang kesehatan militer; dan pengembangan kerja sama dalam bidang pasukan penjaga
perdamaian di bawah bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa.

"Selain membicarakan alih teknologi untuk Indonesia, pertemuan bilateral kali ini membahas isu
lain yang menjadi concern bersama, yakni terorisme. Diharapkan, kedua pihak saling
membagikan pengalaman dalam mengatasi terorisme serta perdamaian internasional." (Gol/P-3)

Anda mungkin juga menyukai