Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH TENTANG PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA YANG RAMAH

LINGKUNGAN

OLEH

ENJELA LAURENDIA

TRI RATNA DEWI

KELAS : X IPS 1

MAPEL : FISIKA

SEKOLAH : SMA N 1 MERAWANG

TAHUN AJARAN 2018/2019


PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA YANG RAMAH LINGKUNGAN

Merupakan Pembangkit Listrik yang menggunakan tenaga-tenaga dari alam, dan juga
tidak merusak alam. Pembangkit Listrik Ramah lingkungan juga Pembangkit Listrik yang
bisa diperbaharukan, bisa dipakai berulang kali, tanpa khawatir akan habis. Bisa
menguntungkan bagi maetri dan juga kesehatan.

Contoh-Contoh Pembangkit Listrik Ramah Lingkungan :

1. PLT Air
2. PLT Angin
3. PLT Matahari/Surya
4. PLT Sampah
5. PLT Geothermal

1. Pembangkit Listrik Tenaga Air


Adalah pembangkit listrik yang mengandalkan energi potensial dan kinetic dari air
untuk menghasilkan energi. Bentuk utama dari pembangkit listrik jenis ini adalah generator
yang dihubungkan ke turbin yang digerakkan oleh tenaga kinetic dari air.
Kelebihan :
 Kapasitas daya keluaran PLTA relative besar dibandingkan dengan
pembangkit energi yang terbarukan
 Bendungan yang digunakan biasanya dapat sekaligus digunakan untuk
kegiatan lain, seperti irigasi atau sebagai cadangan air dan pariwisata

Kekurangan :

 Dari sisi keamanan maupun keselamatan terhadap sanara dan perlengkapan


tranmisi harus mendapat perhatian khusus
 Efek rumah kaca
 Tidak semua Negara bisa mengembangkannya

2. Pembangkit Listrik Tenaga Angin


Pembangkit listrik tenaga angin merupakan salah satu harapan di antara berbagai
pilihan sumber energi terbarukan yang tersedia. Namun, sejauh mana turbin angin
memberi manfaat jika dihitung aspek-aspek lain seperti energi untuk memproduksi
listrik, menghasilkan dan mentransportasikan material yang diperlukan sampai jumlah
energi yang dibutuhkan untuk instalasi, operasi, dan penyebaran?
Dalam sebuah laporan ilmiah di jurnal Environmental Science & Technology,
sekelompok peneliti dari ETH Zurich, Empa dan Radboud University, Nijmegen
(Belanda) memberikan jawabannya. Kesimpulannya, semakin besar instalasi
pembangkit, semakin ramah lingkungan pula listrik yang dihasilkan.
Bukan hanya dari sisi energi yang dihabiskan untuk produksi dibanding dengan
energi yang dihasilkan. Tetapi di sisi lain, produsen pembangkit listrik tenaga angin
juga akan mendapatkan pengalaman dengan belajar dari sesamanya jika industri
pembangkit listrik tenaga angin semakin besar. Mereka akan mampu memperbaiki
teknik pembuatan pembangkit listrik dan mengetahui efek teknologi baru untuk
jangka panjang.
Menurut Marloes Caduff, ketua tim peneliti, melipatgandakan performa turbin
angin tidak secara otomatis mereka akan melipatgandakan energi dan material yang
dibutuhkan untuk menghasilkan listrik. Bahkan, dari studi, terungkap bahwa
konsumsi energi saat membangun pembangkit listrik tenaga angin skala besar hanya
sedikit lebih besar daripada membangun pembangkit listrik tenaga angin skala kecil.
Dari sisi pengalaman yang didapat oleh para produsen dari saling belajar di antara
sesamanya, mereka akan mampu mempercepat proses desain dan konstruksi instalasi
terbaru. Sebaga contoh, bentuk sirip rotor bisa dengan cepat dioptimalkan agar
mampu memaksimalkan angin yang tersedia tanpa perlu memperbesar ukuran menara
turbin ataupun kepala generatornya.
Saat ini, para produsen turbin angin bahkan telah mendapatkan manfaat dari saling
berbagi pengalaman tersebut. Sebagai gambaran, tahun 1980, ukuran rata-rata
diameter rotor turbin angin mencapai 15 meter. Saat ini, sudah banyak rotor di
pembangkit listrik tenaga angin yang ukurannya mencapai 150 meter. Misalnya
seperti yang tersedia di Alstom Haliade, Prancis.
Meski demikian, sampai sejauh ini, pembangkit listrik tenaga angin juga belum
sepenuhnya ramah lingkungan. Sebagai contoh, untuk membangun pembangkit listrik
tenaga angin dengan 25 turbin, kita butuh menebang hutan atau mengosongkan area
seluas 16 sampai 24 kilometer persegi.
Belum lagi masalah yang dihadapi oleh populasi hewan. Sudah banyak burung-
burung dan juga kelelawar yang tewas tertebas sirip-sirip turbin angin.
(Abiyu Pradipa. Sumber: Phys.Org
3. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)
* Kelebihan:
 cukup menggunakan sinar matahari
 energy tidak pernah habis
 ramah lingkungan
 hemat karena tidak memerlukan bahan bakar

* Kekurangan:
 memiliki tergantungan pada cuaca

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) merupakan pembangkit yang memenuhi syarat
pembangkit ramah lingkungan. PLTS memanfaatkan tenaga surya yang terbarukan secara
efisien dan tidak menggunakan bahan bakar fosil yang tidak dapat terbarukan. Sehingga
menimbulkan keuntungan secara materi dan kesehatan lingkungan alam walaupun untuk
tahap awal pembangunannya memerlukan biaya yang banyak. Tetapi hal tersebut dapat
terbayar lunas dengan hasil yang akan didapatkan dan efek terhadap alam.

4. Pembangkit Listrik Tenaga Sampah


Pola Pengelolaan Sampah sampai saat ini masih menganut paradigma lama
dimana sampah masih dianggap sebagai sesuatu yang tak berguna, tak bernilai
ekonomis dan sangat menjijikkan. Masyarakat sebagai sumber sampah tak pernah
menyadari bahwa tanggung jawab pengelolaan sampah yang dihasilkan menjadi
tanggung jawab dirinya sendiri.

Apabila sampah - sampah yang luar biasa ini mulai menjadi masalah

bagi manusia, barulah manusia menyadari ketidak perduliannya selama ini


terhadap sampah dan mulai menimbulkan kepanikan dan menghantui di mana -
mana tanpa tahu apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya.
Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia, karena setiap
aktifitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah atau volume
sampah sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap barang/material yang
kita gunakan sehari-hari. Sehari setiap warga kota menghasilkan rata-rata 900
gram sampah, dengan komposisi, 70% sampah organik dan 30% sampah
anorganik. Peningkatan jumlah penduduk dan gaya hidup sangat berpengaruh
pada volume sampah.
Sampah yang dihasilkan oleh (manusia) pengguna barang, dengan kata lain
adalah sampah-sampah yang di buang ke tempat sampah walaupun masih jauh
lebih kecil dibandingkan sampah-sampah yang dihasilkan dari proses
pertambangan dan industri, tetapi merupakan sampah yang selalu menjadi bahan
pemikiran bagi manusia.

PENANGGULANGAN SAMPAH

Prinsip-prinsip yang juga bisa diterapkan dalam keseharian dalam


menanggulangi sampah misalnya dengan menerapkan Prinsip 4R (WALHI, 2004)
yaitu:

Reduce (Mengurangi); sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang atau


material yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material,
semakin banyak sampah yang dihasilkan.
Reuse (Memakai kembali); sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa
dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai,
buang). Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia
menjadi sampah.
Recycle (Mendaur ulang); sebisa mungkin, barang-barang yg sudah tidak
berguna lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun
saat ini sudah banyak industri non-formal dan industri rumah tangga yang
memanfaatkan sampah menjadi barang lain.
Replace ( Mengganti); teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang
barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama. Juga
telitilah agar kita hanya memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan.
Misalnya, ganti kantong keresek kita dengan keranjang bila berbelanja, dan jangan
pergunakan styrofoam karena kedua bahan ini tidak bisa didegradasi secara alami.

Daripada mengasumsikan bahwa masyarakat akan menghasilkan jumlah


sampah yang terus meningkat, minimisasi sampah harus dijadikan prioritas utama.

PENGOLAHAN SAMPAH

Pada umumnya, sebagian besar sampah yang dihasilkan di Indonesia


merupakan sampah basah, yaitu mencakup 60-70% dari total volume sampah.
Selama ini pengelolaan persampahan, terutama di perkotaan, tidak berjalan
dengan efisien dan efektif karena pengelolaan sampah bersifat terpusat, di buang
ke sistem pembuangan limbah yang tercampur.
Seharusnya sebelum sampah dibuang dilakukan pengelompokkan sampah
berdasarkan jenis dan wujudnya sehingga mudah untuk didaurulang dan/atau
dimanfaatkan (sampah basah, sampah kering yang dipilah-pilah lagi menjadi botol
gelas dan plastik, kaleng aluminium, dan kertas). Untuk tiap bahan disediakan bak
sampah tersendiri, ada bak sampah plastik, bak gelas, bak logam, dan bak untuk
kertas. Pemilahan sampah itu dimulai dari tingkat RT(Rumah tangga), pasar dan
aparteme. Bila kesulitan dalam memilih sampah tersebut minimal sampah
dipisahkan antara sampah basah (mudah membusuk) dan sampah kering
(plastik,kaleng dan lain-lain)
Pemerintah sendiri menyediakan mobil-mobil pengumpul sampah yang sudah
terpilah sesuai dengan pengelompokkannya. Pemerintah bertanggung jawab
mengorganisasi pengumpulan sampah itu untuk diserahkan ke pabrik pendaur
ulang. Sisa sampahnya bisa diolah dengan cara penumpukan (dibiarkan
membusuk), pengkomposan (dibuat pupuk), pembakaran. Dari ketiga cara
pengelolaan sampah basah yang biasa dilakukan dibutuhkan TPA (Tempat
Pembuangan Akhir) yang cukup luas. Selain itu efek yang kurang baikpun sering
terjadi seperti pencemaran lingkungan, sumber bibit penyakit ataupun terjadinya
longsor.
PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SAMPAH (PLTSa)

Selain dengan cara pengelolaan tersebut di atas ada cara lain yang akan
dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung yaitu sampah dimanfaatkan menjadi
sumber energi listrik (Waste to Energy) atau yang lebih dikenal dengan PLTSa
(Pembangkit Listrik Tenaga Sampah).
Konsep Pengolahan Sampah menjadi Energi (Waste to Energy) atau PLTSa
(Pembangkit Listrik Tenaga sampah) secara ringkas (TRIBUN, 2007) adalah
sebagai berikut :

Pemilahan sampah = Sampah dipilah untuk memanfaatkan sampah yang masih


dapat di daur ulang. Sisa sampah dimasukkan kedalam tungku Insinerator untuk
dibakar.
Pembakaran sampah = Pembakaran sampah menggunakan teknologi
pembakaran yang memungkinkan berjalan efektif dan aman bagi lingkungan.
Suhu pembakaran dipertahankan dalam derajat pembakaran yang tinggi (di atas
1300°C). Asap yang keluar dari pembakaran juga dikendalikan untuk dapat sesuai
dengan standar baku mutu emisi gas buang.
Pemanfaatan panas = Hasil pembakaran sampah akan menghasilkan panas yang
dapat dimanfaatkan untuk memanaskan boiler. Uap panas yang dihasilkan
digunakan untuk memutar turbin dan selanjutnya menggerakkan generator listrik.
Pemanfaatan abu sisa pembakaran = Sisa dari proses pembakaran sampah
adalah abu. Volume dan berat abu yang dihasilkan diperkirakan hanya kurang 5%
dari berat atau volume sampah semula sebelum di bakar. Abu ini akan
dimanfaatkan untuk menjadi bahan baku batako atau bahan bangunan lainnya
setelah diproses dan memiliki kualitas sesuai dengan bahan bangunan.

Dikota-kota besar di Eropah, Amerika, Jepang, Belanda dll waste energy


sudah dilakukan sejak berpuluh tahun lalu, dan hasilnya diakui lebih dapat
menyelesaikan masalah sampah. Pencemaran dari PLTSa yang selama ini
dikhawatirkan oleh masyarakat sebenarnya sudah dapat diantisipasi oleh negara
yang telah menggunakan PLTSa terlebih dahulu. Pencemaran- pencemaran
tersebut seperti :
Dioxin adalah senyawa organik berbahaya yang merupakan hasil sampingan
dari sintesa kimia pada proses pembakaran zat organik yang bercampur dengan
bahan yang mengandung unsur halogen pada temperatur tinggi, misalnya plastic
pada sampah, dapat menghasilkan dioksin pada temperatur yang relatif rendah
seperti pembakaran di tempat pembuangan akhir sampah (TPA) (Shocib, Rosita,
2005). PLTSa sudah dilengkapi dengan sistem pengolahan emisi dan efluen,
sehingga polutan yang dikeluarkan berada di bawah baku mutu yang berlaku di
Indonesia, dan tidak mencemari lingkungan
Residu. Hasil dari pembakaran sampah yang lainnya adalah berupa residu atau
abu bawah (bottom ash) dan abu terbang (fly ash) yang termasuk limbah B3,
namun hasil-hasil studi dan pengujian untuk pemanfaatan abu PLTSa sudah
banyak dilakukan di negara-negara lain. Di Singapura saat ini digunakan untuk
membuat pulau, dan pada tahun 2029 Singapura akan memiliki sebuah pulau baru
seluas 350 Ha (Pasek, Ari Darmawan, 2007).PLTSa akan memanfaatkan abu
tersebut sebagai bahan baku batako atau bahan bangunan.
Bau Setiap sampah yang belum mengalami proses akan mengeluarkan bau yang
tidak sedap baik saat pengangkutan maupun penumpukkan dan akan mengganggu
kenyamanan bagi masyarakat umum.

Untuk menghindari bau yang berasal dari sampah akan dibuat jalan tersendiri
ke lokasi PLTSa melalui jalan Tol, di sekeliling bagunan PLTSa akan ditanami
pohon sehingga membentuk greenbelt (sabuk hijau) seluas 7 hektar.

5. Pembangkit Listrik Tenaga Geothermal

Pembangkit listrik tenaga geothermal menggunakan sumber hidrotermal yang


memiliki dua komponen umum: air (hidro) dan panas (termal). Pembangkit listrik
tenaga geothermal memerlukan suhu tinggi (300 ° F sampai 700 ° F), sumber
hidrotermal yang digunakan dapat berasal dari sumur uap kering atau sumur air
panas. Kita dapat menggunakan sumber daya geothermal dengan pengeboran
sumur ke dalam Bumi dan menyalurkan uap atau air panas ke permukaan. Sumur
geothermal berkedalaman satu sampai dua mil.
Jenis-Jenis Pembangkit Listrik Tenaga Geothermal

Ada tiga tipe dasar pembangkit listrik geothermal:

Pembangkit listrik uap kering (dry steam), yang disalurkan melalui pipa
langsung dari reservoir panas bumi untuk menggerakkan turbin generator.
Pembangkit listrik geothermal pertama kali dibangun pada tahun 1904 di Tuscany,
Italia, dimana uap alami memancar dari dalam Bumi.
Pembangkit listrik flash steam, mengambil tekanan air panas yang tinggi dari
dalam bumi dan mengubahnya menjadi uap untuk menggerakkan turbin generator.
Ketika uap mendingin, ia mengembun menjadi air dan disuntikkan kembali ke
dalam tanah untuk digunakan berulang-ulang. Sebagian besar pembangkit listrik
geothermal adalah pembangkit flash steam.

Pembangkit listrik binary cycle, mentransfer panas dari air panas geothermal ke
cairan lainnya. Panas menyebabkan cairan tersebut berubah menjadi uap yang
digunakan untuk menggerakkan turbin generator.

Anda mungkin juga menyukai