Anda di halaman 1dari 10

Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi

BAB II
JENIS USAHA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT NASIONAL

1. PENDAHULUAN

Pembangunan ekonomi jangka panajgn tidak selalu harus diarahkan pada


sektor industri, tetapi dapat juga diarahkan pada sektor lain, seperti sektor
pertanian, khususnya perkebunan dan sektor lainnya (transportasi,
komunikasi, jasa, perbankan dll).

Pembangunan jangka panjang secara terpadu akan mengembangkan


sumber daya yang dapat terbarui melalui sektor pertanian, agro industri,
perdagangan dan jasa pendukung dalam kerangka pembangunan Indonesia
yang seluas-luasnya.

Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu pondasi bagi tumbuh dan
berkembangnya sistem agribisnis kelapa sawit. Sistem agribisnis kelapa sawit
merupakan gabungan subsistem sarana produksi pertanian (agroindustri
hulu), pertanian, industri hilir dan pemasaran yang dengan cepat akan
merangkaikan seluruh subsistem untuk mencapai skala ekonomi.

Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar kedua di dunia


setelah Malaysia. Sebanyak 85 % lebih pasar dunia kelapa sawit dikuasai oleh
Indoneiosa dan Malaysia. Perkebunan kelapa sawit pun bisa menghadirkan
prestasi-prestasi yang membanggakan dan layak untuk ditiru. Kesemuanya
tergantung pada bentuk usahanya, manajemen dan pemimpinnya.

2. BENTUK PERUSAHAAN PERKEBUNAN NASIONAL

Di Indonesia dikenal tiga bentuk utama usaha perkebunan, yaitu


Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Swasta (PBS) dan Perkebunan
Besar Negara (PBN). Bentuk lain yang relatif baru, yaitu bentuk Perusahaan
Inti Rakyat (PIR), yang pada dasarnya merupakan gabungan antara
Perkebunan Rakyat dengan Perkebunan Besar Swasta atau Perkebunan
Besar Negara, dengan tata hubungan yang bersifat khusus.

Pengantar Ilmu Perkebunan Kelapa Sawit 4


Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi

Dalam melaksanakan usaha perkebunan, ketiga bentuk usaha tersebut


berpedoman kepada Tridarma Perkebunan yang berbunyi sebagai berikut :

1) Menghasilkan devisa maupun rupiah bagi negara dengan cara


seefisien-efisiennya.

2) Memenuhi fungsi sosial, diantaranya berupa pemeliharaan atau


penambahan lapangan kerja bagi warga negara Indonesia.

3) Memelihara kekayaan alam, berupa pemeliharaan dan peningkatan


kesuburan tanah dan tanaman yang berwawasan kelestarian lingkungan.

2.1. Perkebunan Rakyat (PR)

Perkebunan rakyat, walaupun total luasnya mencakup sekitar 70,4 % dari


seluruh areal perkebunan di Indonesia, terdiri atas sejumlah besar kebun yang
masing-masing berukuran sangat kecil. Kebun-kebun ini lahannya berstatus
milik petani dan umumnya diusahakan oleh pemilik beserta keluarganya.

Dalam memilih jenis komoditas, petani cenderung menjatuhkan pilihan


pada jenis-jenis yang harganya sedang tinggi pada saat memulai usahanya,
tanpa menoleh prospek harga dimasa mendatang. Seperti perkebunan kelapa
sawit yang menghasilkan setelah 3 - 5 tahun ditanam, sering terjadi pada saat
pemungutan hasil harganya turun. Dalam hal ini, kelemahan petani diperberat
oleh lemahnya faktor-faktor pendukung seperti penyediaan informasi dan
bimbingan.

Tingkat pendidikan rata-rata petani masih sangat rendah, kondisi ini


sangat menyulitkan usaha-usaha untuk memajukan petani karena rendahnya
kemampuan untuk menyerap jenis-jenis teknologi yang lebih maju, tidak
mudah memahami dan memanfaatkan berbagai bantuan maupun kemudahan
yang disediakan pemerintah, tingkat keterampilan dan kemampuan
pengelolaan rendah dan kurang mampu memahami informasi pasar.

Disamping hal tersebut, sebagian besar petani pekebun sangat lemah


dibidang permodalan. Pendapatan mereka yang rendah tidak memungkinkan
digunakannya sebagian dari pendapatan sebagai sumber modal untuk upaya
pengembangan usaha. Kemungkinan mendapatkan pinjaman berupa kredit

Pengantar Ilmu Perkebunan Kelapa Sawit 5


Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi

dari perbankan juga kecil, karena petani tidak memenuhi syarat-syarat yang
diajukan oleh perbankan.

Dengan berbagai kelemahan-kelemahan tersebut diatas, mudah


dimengerti bahwa tingkat produktivitas maupun mutu hasil yang dicapai petani
sangat rendah, dan petani sulit diharpkan untuk mampu mengembangkan
usahannya dengan cepat atas kekuatannya sendiri, untuk itu diperlukan
uluran tangan dari pemerintah maupun pihak-pihak terkait lainnya.

2.2. Perkebunan Besar Swasta (PBS)

Berbeda dengan perkebunan rakyat, perkebunan besar swasta pada


dasarnya sudah merupakan perusahaan yang berbadan hukum. Lahannya
merupakan tanah milik negara, yang diusahakan dengan fasilitas HGU. Luas
lahannya mulai dari puluhan ha (minimal 25 ha) sampai puluhan ribu dan
bahkan ratusan sampai ribuan ha. Personalia perusahaan ditata menurut
suatu badan organisasi, dengan pembagian tugas yang relatif jelas (dengan
tingkat kemampuan profesional lebih cepat dicapai).

Dengan luasan yang besar, PBS dimungkinkan penanaman monokultur


dalam skala besar, sehingga pekerjaan lapangan maupun pemasaran dapat
dilaksanakan secara efisien.

PBS mempunyai peluang lebih besar dari PR untuk memperoleh kredit


dalam jumlah besar dengan syarat-syarat yang relatif ringan. Salah satu
manfaat dari peluang tersebut adalah PBS dapat membangun sarana
pengolahan (pabrik), baik untuk pengolahan tahap awal maupun untuk
pengolahan lanjutan (industri hilir), bila mungkin sampai mencapai bentuk
barang jadi. Oleh karena itu, PBS sudah merupakan perusahaan agroindustri
atau agribisnis.

Dengan berbagai keunggulan yang dimiliki dan kemudahan yang dapat


diperoleh, secara umum PBS menunjukkan prestasi yang jauh lebih baik dari
PR, baik dalam produktivitas, mutu produk maupun tingkat keunggulan yang
diraihnya. Beberapa PBS (milik asing atau pribumi), bahkan mencapai prestasi
tertinggi di Indonesia, hasil produksi dan mutunya diatas PBN. Sebaliknya ada
juga yang belum menggembirakan, hal ini tercermin dari produktivtas rata-
ratanya masih beradah dibawah tingkat standart.

Pengantar Ilmu Perkebunan Kelapa Sawit 6


Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi

2.3. Perkebunan Besar Negara (PBN)

Diantara BUMN bidang pertanian, yang terbanyak adalah yang bergerak


dibidang perkebunan (PN/PT Perkebunan), yang jumlahnya 26 buah yang
tersebar diseluruh Indonesia.

Dalam berbagai aspek pengusahaan, PN/PT Perkebunan mirip dengan


PBS, hanya status yang membedakan (satu negeri dan yang satu lagi
swasta). Secara umum, PN/PT Perkebunan menunjukkan prestasi lebih baik
dari PBS, karena memiliki keunggulan dalam banyak hal dan tidak hanya
terbatas pada pengembangan teknologi.

Dalam rangka penciptaan teknologi baru, termasuk penciptaan varietas


unggul, PN/PT Perkebunan memiliki sejumlah lembaga penelitian disamping
lembaga penelitian perkebunan milik negara yang bukan milik PN/PT
Perkebunan yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh lingkup perkebunan, baik
PBN, PBS dan PR.

Dalam rangka pengembangan sumber daya manusia, PN/PT


Perkebunan mempunyai lembaga pendidikan dan latihan yang terutama
memperhatikan bidang manajemen, yaitu Lembaga Pendidikan Perkebunan
(LPP) dengan dua kampus utama (Yogyakarta dan Medan).

Areal tanam umumnya berskala besar dan berupa HGU. Upaya


perluasan areal tanaman dalam rangka pengembangan perusahaan sering
diadakan di propinsi-propinsi yang berbeda. Hal ini sejalan dengan upaya
pemerataan pembangunan di daerah-daerah.

Dalam hal pemasaran, sudah dibentuk kantor-kantor pemasaran


bersama (KPB) yang berada di Medan, Jakarta dan Surabaya (sekarang
dipusatkan di Jakarta). Dengan adanya KPB diharapkan pemasaran produk-
produk PN/PT di dalam maupun di luar negeri dapat dilaksanakan secara
efisien dan persaingan dapat dihindarkan.

Dalam rangka menyiapkan diri dalam menghadapi era perdagangan


besar, agar mampu bersaing dalam pasar bebas yang kuncinya adalah efisien,
dilakukan penggabungan diantara PN/PT Perkebunan menjadi PT Perkebunan
Nusantara (PTPN).

Pengantar Ilmu Perkebunan Kelapa Sawit 7


Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi

Dengan penggabungan diharapkan agar pengelolaan kebun kecil dapat


terangkat oleh kebun lain yang lebih luas. Pada tahun 1993 - 1994 terjadi
beberap kali restrukturisasi PT Perkebunan. Konsolidasi dan restrukturisasi
BUMN Perkebunan dilaksanakan dengan terbitnya PP No 6 – 19 tahun 1996
yang ditandatangani Presiden Suharto pada tanggal 14 Februari 1996.
Peleburan 26 PT Perkebunan dan satu PT Bina Mulya Ternak menjadi 14
BUMN baru dengan nama PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I – XIV disertai
dengan penyertaan modal negara.

3. POLA-POLA PENGEMBANGAN PERKEBUNAN RAKYAT


Upaya pengembangan perkebunan dewasa ini dilakukan secara simultan
pada PR, PBS dan PTPN. Pola pengembangannya lebih difokuskan kepada
PR, walaupun tidak lepas dari prestasi PBS, PTPN serta berbagai pihak
lainnya. Hal ini disebabkan karakteristik PR dengan berbagai kelemahnnya
sehingga perlu dukungan dan uluran tangan dari pemerintah, karena secara
individual sangat sulit untuk berkembang berdasarkan kemampuan sendiri.
Pola-pola yang perlu mendapat perhatian pemerintah untuk memajukan
PR sangat besar. Pola-pola tersebut adalah pola PIR, UPP (Unti Pelaksana
Proyek), Pembinaan parsial dan pola-pola lainnya. Perhatian pemerintah
tersebut merupakan perwujudan dari ideologi negera yaitu Pancasila dan UUD
1945 serta amanat-amanat yang tercantum dalam GBHN. Perhatian ini
bersifat logis, karena luas areal PR mencakup bagian yang sangat besar dari
total areal perkebunan nasional dan menyangkut perkehidupan sejumlah
besar petani pekebun dan keluarganya.

3.1. Perkebnunan Inti Rakyat (PIR)


Pola PIR adalah pola pengmabangan yang masih relatif baru. Dalam pola
ini, PTPN dan atau PBS yang kemampuannya dinilai cukup, diberi tugas untuk
membangun suatu perkebunan, termasuk pabrik pengolahannya. Perkebunan
tersebut kemudian dibagi menjadi dua bagian yaitu sebagian diserahkan ke
petani pekebun (peserta PIR) dan sebagian lagi berikut sarana pengolahannya
menjadi milik perusahaan pembangunnya. Bagian yang diserahkan kepada
petani disebut Plasma sedang yang menjadi milik perusahaan disebut Inti.

Pengantar Ilmu Perkebunan Kelapa Sawit 8


Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi

PIR merupakan salah satu pola pengembangan perkebunan rakyat. Pola


PIR dirancang pada tahun 1974 - 1975 dan diperkenalkan dalam bentuk
proyek NES/PIR-BUN di daerah perkebunan pada 1977 - 1978. Dalam
konsep PIR, perusahaan perkebunan baik pemerintah maupun swasta
berperan sebagai Inti, sedangkan perkebunan rakyat sebagai Plasma atas
peserta.
Perkebunan Inti Rakyat (PIR) merupakan pola yang pertama kali
diperkenalkan dan berkembang menjadi Pola Perkebunan Inti Rakyat
Transmigrasi (PIR-Trans). Selanjutnya, pemerintah melakukan
penyempurnaan dengan mengembangkan pola perkebunan kelapa sawit
seperti yang tertuang dalam SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.
107/Kpts-II/1999. Penyempurnaan pola perkebunan kelapa sawit dimaksudkan
untuk meningkatkan produksi dan mensejahterakan kehidupan petani.
Tujuan utama PIR adalah untuk mengangkat harkat hidup petani dan
keluarganya dengan cara meningkatkan produksi dan pendapatan usaha
taninya. Meskipun pola PIR dianggap berhasil mengembangkana
perkebunan di Indonesia, ternyata oleh pemerintah (Dirjen Perkebunan)
mengakui masih memiliki beberapa kelemahan diantaranya :
 Tata hubungan antara Plasma dan Inti belum diatur secara mantap dan
terinci, terutama dalam tahap pengalihan pemilikan tanah proyek.
 Masih kurangnya kesatuan pandang tentang konsep PIR oleh instansi-
instansi terkait.
 Tugas Pelaksana Inti yang harus menjangkau kebun Plasma yang luas
dan terpisah dapat menyebabkan kendornya kendali dari pengawasan
 Petani belum sepenuhnya menyadari arti organisasi, sehingga
memperlambat terbentuknya KUD yang mandiri.

2.1. PIR TRANS untuk KELAPA SAWIT


PIR-Trans merupakan pengembangan pola perkebunan sebelumnya.
PIR-Trans dimaksudkan untuk menyelaraskan antara program pengembangan
perkebunan dengan program transmigrasi yang dikembangkan pemerintah.
Pola PIR-Trans ditandai dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden
Republik Indonesia (INPRES) No. 1 tahun 1986, tentang pengembangan

Pengantar Ilmu Perkebunan Kelapa Sawit 9


Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi

perkebunan dengan pola PIR yang diaktifkan dengan program transmigrasi.


Empat pertimbangan yang melatarbelakangi diterapkannya pola PIR-Trans :
1. Meningkatkan produksi komoditas non migas
2. Meningkatkan pendapatan petani
3. Membantu pengembangan wilayah
4. Menunjang keberhasilan program transmigrasi

Tindak lanjut dari INPRES tersebut adalah dikeluarkannya Surat


Keputusan (SK) Menteri Pertanian No. 333/Kpts/KB. 510/6/1986 tentang cara
pembangunan perkebunan dengan pola PIR-Trans. Untuk menjadi
perusahaan Inti, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi yaitu :
 Perkebunan milik negara, swasta atau asing yang berbadan
hukum Indonesia dalam penilaian pemerintah memiliki kemampuan yang
cukup dari segi dana, SDM dan manajemen untuk melakukan fungsinya
sebagai perusahaan Inti.
 Mengajukan permohonan atau izin prinsip kepada Menteri
Pertanian melalui Dirjen Perkebunan dengan mencantumkan nama
perusahaan, akte pendirian perusahaan, alat perusahaan, luas areal
pengembangan dan kapasitas pabrik pengolahan yang direncanakan dan
sumber daya yang digunakan.

Setelah izin prinsip diperoleh maka perusahaan dipersilahkan untuk


melakukan langkah-langkah persiapan dalam jangka waktu 12 bulan, untuk
lebih lengkapnya seperti skema berikut :

Pengantar Ilmu Perkebunan Kelapa Sawit 10


Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi

Keterangan gambar :
1. Perusahaan yang telah mendapatkan izin prinsip dari Menteri Pertanian mengajukan
permohonan pencadangan lahan untuk kebun Inti, kebun Plasma, pekarangan (termasuk
rumah) dan komponen penunjang kepada Gubernur sebagai Pemerintah Daerah Tingkat I
setempat.
2. Jika permohonan disetujui, perusahaan segera melakukan survei pendahuluan (pra
survei). Berdasarkan hasil survei dengan kerangka acuan yang ditetapkan oleh
Departemen Pertanian, perusahaan kemudian melakukan studi kelayakan.
3. Apabila lahan yang direncanakan merupakan kawasan hutan, perusahaan terlebih dahulu
membuat permohonan pelepasan kawasan hutan tersebut kepada Menteri Kehutanan.
4. hasil studi kelayakan dinilai oleh Tim Teknis PIR-Trans yang keanggotaannya terdiri dari
wakil Bappenas, Dirjen Perkebunan, Dep. Keungan dan Bank Indonesia
5. Apabila pembiayaaan proyek PIR-Trans dinilai layak :
 Menteri Keuangan akan mengeluarkan Surat Persetujuan atas Perencanaan
Pembiayaan Proyek PIR-Trans (SPRP3)
 Menteri Pertanian akan mengeluarkan Surat Keputusan tentang Rencana
Pelaksanaan Proyek PIR-Trans (SKRP3)
6. SPRP3 dan SKRP3 merupakan landasaan bagi perusahaan untuk memulai kegiatan fisik
pengembangan perkebunan PIR-Trans.

Peserta PIR-Trans sesuai SK Menteri Pertanian Pasal 7 Bab IV :


1) Transmigran (ditetapkan oleh MENTAN)
2) Penduduk setempat (translok), termasuk para petani yang
tanahnya termasuk dalam proyek PIR-Trans (ditetapkan oleh PEMDA
setempat)
3) Petani atau peladang berpindah dari kawasan hutan terdekat
yang dikenakan untuk proyek (ditetapkan oleh PEMDA)

2.2. HAK & KEWAJIBAN PESERTA PIR-TRANS

Pengantar Ilmu Perkebunan Kelapa Sawit 11


Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi

2.2.1. Hak peserta PIR-Trans

Perusahaan Inti berhak atas lahan perkebunan Inti. Lahan tersebut


merupakan tanah Hak Guna Usaha (HGU) untuk jangka waktu 35 tahun.
Pada waktu akan berakhir dapat diperpanjang maksimal 25 tahun. Lahan
perkebunan Inti dapat dimanfaatkan untuk kebun Inti, emplasmen (satuan
bangunan) dan pabrik. Biaya untuk pembangunan kebun Inti termasuk
fasilitas pengolahannya menjadi tanggungjawab perusahaan Inti.
Petani peserta berhak atas lahan pekarangan, termasuk untuk rumah (0,5
ha) dan lahan kebun Plasma (2 ha). Lahan pekarangan dapat dimanfaatkan
untuk rumah dan pengusahaan tanaman pangan. Lahan pekarangan
diserahkan apabila telah siap diolah dan rumah telah selesai dibangun di
atasnya. Sementara lahan kebun diserahkan apabila tanaman yang
diusahakan telah mencapai umur menghasilkan dan memenuhi standar fisik
yang telah ditetapkan oleh Dirjen Perkebunan, serta petani peserta telah
menandatangani akad kredit dari bank pemerintah. Lahan kebun Plasma dan
pekarangan merupakan hak milik petani peserta. Namun sertifikatnya masih
disimpan di bank pemerintah sebagai agunan.
Untuk PIR-Trans kelapa sawit, pada tahap permulaan produksi yaitu pada
tahun ke 4, perbandingan antara luas kebun Inti dengan kebun Plasma dapat
dimulai dengan 40 : 60. Dalam waktu 10 tahun, secara bertahap,
perbandingan keduanya harus mencapai 20 : 80.

2.2.2. Kewajiban Perusahaan Inti dan Plasma


Perusahaan Inti memiliki kewajiban sebagai berikut :
1. Membangun perkebunan Inti, lengkap dengan fasilitas
pengolahannya untuk menampung hasil perkebunan Inti dan Plasma.
2. Melaksanakan pembangunan kebun Plasma sesuai
dengan petunjuk dan standar fisik yang telah ditetapkan Dirjen
Perkebunan
3. Bertindak sebagai pelaksana penyiapan lahan pekarangan
rumah petani peserta sesuai dengan petunjuk teknis dari Deptrans
4. Memberikan petunjuk teknis budidaya kepada petani
peserta
5. Membeli seluruh hasil kebun Plasma dengan harga beli
yang layak sesuai pedoman yang telah ditetapkan oleh Mentan
6. Membantu proses pengembalian kredit petani peserta

Pengantar Ilmu Perkebunan Kelapa Sawit 12


Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi

Kewajiban petani peserta PIR-Trans :


1. Mengganti biaya pembangunan kebun Plasma. Untuk itu,
petani peserta mendapat kredit lunak jangka panjang dari pemerintah
2. Mengusahakan kebun Plasma sesuai dengan petunjuk
teknis budidaya yang diberikan oleh perusahaan Inti
3. Menjual seluruh hasil kebun Plasma kepada perusahaan
Inti.

2.3. Pelaksanaan PIR-Trans


Sejak tahun 1986, pelaksanaan PIR-Trans menunjukkan hasil yang cukup
signifikan bagi pembangunan perkebunan nasional. Pelaksanaan PIR-Trans
memberikan manfaat bagi petani peserta. Melalui penjualan hasil, secara
bertahap petani setiap bulannya mengalami peningkatan pendapatan. Sesuai
dengan konsepsinya, hasil penjulan produksi setiap kebun petani sebesar 30
% digunakan untuk angsuran kredit, biaya perawatan dan biaya produksi, 20
% biaya perawatan jalan dan 50 % merupakan bagian petani peserta.
Tingkat pendapatan yang diterima petani pada dasarnya bersumber dari
tanaman pokok kebun Plasma. Pendapatan tersebut masih dapat ditingkatkan
jika petani memanfaatkan lahan pekarangan yang disediakan. Namun, dalam
pelaksanaan PIR-Trans menghadapi masalah pokok sebagai berikut :
 Adanya dikotomi antara Inti dan Plasma akibat
kemitraan belum terjalin dengan baik. Hubungan Inti dan Plasma lebih
cenderung hanya hubungan bisnis, yaitu petani wajib menjual hasil
produksi kepada perusahaan Inti dan perusahaan Inti wajib membelinya
 Akibat hubungan yang belum terjalin dengan
baik, petani selalu berada pada posisi yang lemah. Petani seakan-akan
hanya sebagai penghasil sehingga sering terjadi konflik antara petani
dengan perushaan Inti.

Pengantar Ilmu Perkebunan Kelapa Sawit 13

Anda mungkin juga menyukai