2. Hadis-hadis yang terkait dengan hormat dan patuh kepad orang tua dan guru
a. Hadis Abdullah ibnu Umar tentang ridho Allah terletak pada ridho orang tua.
ضىَ ضى هللاُ فى ِر َ ع ْن
َ ِر:ع ْب ُد هللا بن َع ْم ٍرو رضي هللا عنهما قال قال رسو ُل هللا صلى هللا عليه وسلم َ
الوا ِل َدي ِْن ( اخرجه الترمذي وصححه ابن حبان والحاكم ُ
َ س َخط ُ
َ س َخط هللا فى
َ الوا ِل َدي ِْن و
َ
Artinya: dari Abdullah bin ‘Amrin bin Ash r.a. ia berkata, Nabi SAW telah bersabda: “ Keridhoaan Allah itu terletak pada
keridhoan orang tua, dan murka Allah itu terletak pada murka orang tua”. ( H.R.A t-Tirmidzi. Hadis ini dinilai shahih oleh
Ibnu Hibban dan Al-Hakim)[1][1]
b. Hadis Abu Hurairah tentang siapakah yang berhak dipergauli dengan baik.
يرة َ رضي هللا عنه قال َجا َء َر ُج ٌل الى رسو ِل هللا صلى هللا عليه وسلم فقال يَا رسو َل هللا َم ْن َ ع ْن اَبِي ُه َر َ
ثم من؟:ثم ا ُّمك قال: ثم من؟ قال: ث ُ َّم ا ُ ُّمك قال: ث ُ َّم َم ْن؟ قال: ا ُ ُّمك قال:ص َحا َب ِتي؟ قال
َ اس ِب ُحس ِْن ِ ِّا َ َح ًّق الن
ثم اَب ُْو َك (اخرجه البخاري: )قال
Artinya: dari Abu Hurairah r.a. ia berkata: “ Suatu saat ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW, lalu bertanya: “
Wahai Rasulullah, siapakah yang berhak aku pergauli dengan baik?” Rasulullah menjawab : “ Ibumu!”, lalu siapa? Rasulullah
menjawab: “ Ibumu!”, lalu siapa? Rasulullah menjawab: “Ibumu!”. Sekali lagi orang itu bertanya: kemudian siapa?
Rasulullah menjawab: “ Bapakmu!”(H.R.Bukhari).[1][2]
c. Hadis Abdullah bin Mas’ud tentang amal yang paling disukai Allah SWT.
َّ ال:ي ْال َع َم ِل اَ َحبُّ الى هللا قال
ص ََلة ُ على ُّ ي صلى هللا عليه وسلم ا َّ سا َ ْلتُ النَّ ِب َ ع ْب ُد هللا بن َم ْسعُو ٍد قال
َ
سبِ ْي ِل هللا ( اخرجه البخاري و مسلم َ الج َها ُد فى ِ : ثم اي قال:ث ُ َّم بِ ُّر ْال َو ْال َدي ِْن قال: ثم اي قال:)و ْقتِ َها قال
َ
Artinya: “ dari Abdullah bin Mas’ud r.a. ia berkata: “ Saya bertanya kepada Nabi saw: amal apakah yang paling disukai oleh
Allah Ta’ala?” beliau menjawab: “ shalat pada waktunya. “ saya bertanya lagi: “ kemudian apa?” beliau menjawab: “ berbuat
baik kepada kedua orang tua. “ saya bertanya lagi: “ kemudian apa?” beliau menjawab: “ berjihad(berjuang) di jalan Allah.”
(H.R. Bukhari dan Muslim).[1][3]
d. Hadis Abdullah ibnu Umar tentang dosa-dosa besar.
قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم ان من اكبر الكبا ئر: عن عبد هللا بن عمر ورضى هللا عنهما قال
يسب الرجل ابا لرجل فيسب:و كيف يلعن لر جل والديه ؟ قا ل. قيل رسول هللا. ان يلعن الر جل والديه
)أبا لرجل فيسب أبا ه و يسب ( أخر جه امام بخاري
Artinya: “ dari Abdullah bin ‘amr bin al-ash ia berkata, Rasulullah Saw telah bersabda: “ diantara dosa-dosa besar yaitu
seseorang memaki kedua orang tuanya. “ para sahabat bertanya: “ Wahai Rasulullah, apakah ada seseorang yang memaki
kedua orang tuanya?” Beliau menjawab: “ Ya, apabila seseorang memaki ayah orang lain, kemudian orang itu membalas
memaki ayahnya kemudian ia memaki ibu orang lain, dan orang itu memaki ibunya. (H.R. Bukhari).[1][5]
3. Birrul Walidain
a. Pengertian Birrul Walidain
Istilah Birrul Walidain terdiri dari kata Birru dan al-Walidain. Birru atau al-birru artinya kebajikan dan al-
walidain artinya kedua orang tua atau ibu bapak. Jadi, Birrul Walidainadalah berbuat kebajikan terhadap kedua
orang tua.
b. Kedudukan Birrul Walidain
Birrul Walidain mempunyai kedudukan yang istimewa dalam ajaran Islam. Allah dan Rasul-Nya
menempatkan orang tua pada posisi yang sangat istimewa, sehingga berbuat baik pada keduanya juga menempati
posisi yang sangat mulia, dan sebaliknya durhaka kepada keduanya menempati posisi yang sangat hina. Karena
mengingat jasa ibu bapak yang sangat besar sekali dalam proses reproduksi dan regenerasi umat manusia.
Secara khusus Allah juga mengingatkan betapa besar jasa dan perjuangan seorang ibu dalam mengandung,
menyusui, merawat dan mendidik anaknya. Kemudian bapak, sekalipun tidak ikut mengandung tapi dia berperan
besar dalam mencari nafkah, membimbing, melindungi, membesarkan dan mendidik anaknya, sehingga mempu
berdiri bahkan sampai waktu yang sangat tidak terbatas.
Berdasarkan semuanya itu, tentu sangat wajar dan logis saja, kalau si anak dituntut untuk berbuat kebaikan kepada
orang tuanya dan dilarang untuk mendurhakainya.[1][6]
c. Bentuk-Bentuk Birrul Walidain
Adapun bentuk-bentuk Birrul Walidain di antaranya:
1. Taat dan patuh terhadap perintah kedua orang tua, taat dan patuh orang tua dalam nasihat, dan
perintahnya selama tidak menyuruh berbuat maksiat atau berbuat musyrik, bila kita disuruhnya berbuat
maksiat atau kemusyrikan, tolak dengan cara yang halus dan kita tetap menjalin hubungan dengan baik.
2. Senantiasa berbuat baik terhadap kedua orang tua, bersikap hormat, sopan santun, baik dalam tingkah
laku maupun bertutur kata, memuliakan keduanya, terlebih di usia senja.[1][7]
3. Mengikuti keinginan dan saran orang tua dalam berbagai aspek kehidupan, baik masalah pendidikan,
pekerjaan, jodoh, maupun masalah lainnya. Selama keinginan dan saran-saran itu sesuai dengan ajaran
Islam.
4. Membantu Ibu Bapak secara fisik dan materil. Misalnya, sebelum berkeluarga dan mampu berdiri sendiri
anak-anak membantu orang tua terutama ibu. Dan mengerjakan pekerjaan rumah.
5. Mendoakan Ibu Bapak semoga diberi oleh Allah kemampuan, rahmat dan kesejahteraan hidup di dunia
dan akhirta.
6. Menjaga kehormatan dan nama baik mereka.
7. Menjaga, merawat ketika mereka sakit, tua dan pikun.
8. Setelah orang tua meninggal dunia, Birrul Walidain masih bisa diteruskan dengan cara antara lain:
o Mengurus jenazahnya dengan sebaik-baiknya
o Melunasi semua hutang-hutangnya
o Melaksanakan wasiatnya
o Meneruskan sillaturrahmi yang dibinanya sewaktu hidup
o Memuliakan sahabat-sahabatnya
o Mendoakannya.
d. Doa Anak untuk Orang Tua
Seorang anak yang ingin mendoakan kedua orang tuanya dapat mengambil contoh dari ayat suci Alquran
yaitu, doa Nabi Ibrahim as ketika mengajukan permohonan kepada Allah Swt agar dapat lah kiranya Allah
memberi ampunan pada kedua orang tuanya dari dosa-dosa yang telah mereka perbuat.
Doa Nabi Ibrahim as dalam Q.S.Ibrahim:41
Ya Tuhan Kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab
(hari kiamat)”.
Permohonan Nabi Ibrahim dalam Q.S. Al-Israa’: 24
dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah
mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
e. Sikap dan perilaku yang menunjukkan birrul walidain
o Mengikuti segala nasihat yang baik dan berusaha menyenangkan hatinya.
o Selalu memohonkan ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
o Bergaul dengan kedua orang tua dengan cara yang baik.
o Merendahkan diri dan tidak bersikap sombong kepada keduanya.
o Apabila orang tua sudah meninggal, maka seorang anak harus memohonkan ampun kepada Allah,
membayar utang, melaksanakan wasiat dan menyambung silaturrahim kepada teman dan kerabat kedua
orang tuanya.
o Membantu orang tua dalam segala hal, baik akal fikiran, tenaga maupun financial.
4. ‘Uququl Walidain
‘Uququl Walidain artinya mendurhakai kedua orang tua. Durhaka kepada kedua orang tua adalah dosa besar
yang dibenci oleh Allah Swt, sehingga adzabnya disegerakan oleh Allah di dunia ini. Hal ini mengingat betapa
istimewanya kedudukan kedua orang tua dalam ajaran Islam dan juga mengingat betapa besarnya jasa kedua
orang tua terhadap anaknya, jasa itu tidak bisa diganti dengan apapun.
Adapun bentuk pendurhakaan terhadap orang tua bermacam-macam dan bertingkat-tingkat, mulai dari
mendurhaka di dalam hati, mengomel, mengatakan “ah” ( uffin, berkata kasar, menghardik, tidak menghiraukan
panggilannya, tidak pamit, tidak patuh dan bermacam-macam tindakan lain yang mengecewakan atau bahkan
menyakitkan hati orang tua.) di dalam Q.S. A-Israa:23 di ungkapkan oleh Allah dua contoh pendurhakaan kepada
orang tua yaitu, mengucapkan kata “uffin” dan menghardik ( lebih-lebih lagi bila kedua orang tua sudah berusia
lanjut)
8. Kedudukan Guru
“ Bapak Guru lebih mulia dari bapak kandung “. Sebab, Ibu Bapak itu mendewasakan dari segi jasmani yang
bersifat material, sedangkan Bapak/Ibu Guru mendewasakan dari segi rohani yang bersifat spiritual dan universal.
Para Guru, Ustadz, Ustadzah, atau Mua’lim, Mursyid, selain mengantarkan kita menjadi orang yang beramal
sholih, mereka termasuk pewaris Nabi-Nabi, justru merekalah penyalur pusaka dalam menjalankansyari’at,
akhlak, aqidah, dan mereka pula contoh yang terdekat dengan kita. Berkaitan dengan hal tersebut, Nabi bersabda :
Ulama adalah penerima pusaka Nabi-Nabi. (HR. al-Tirmizi dan Abu Daud).
Sehubungan dengan hadist tersebut, maka kita diperintahkan untuk menghormati para Ulama, meski bukan Guru
kita. Begitupula dengan para Da’I dan Muballigh selaku penyalur risalah kenabian, yang kini disebut Da’wah atau
Kulyah Agama. Adapun Ulama yang sebenarnya adalah yang berilmu, dan beramal dengan ilmunya itu, serta
ilmudan amalanya tersebut sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist.
https://rizkiwirsa.wordpress.com/2015/03/08/makalah-agama-tentang-hormat-dan-patuh-kepada-orang-tua-dan-guru/
9. Menghormati guru
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Muliakanlah orang-orang yang telah memberikan pelajaran kepadamu.”
(H.R. Abu Hasan Mawardi).
Imam Al-Ghazali berkata,
“Seorang murid hendaklah memberikan sepenuh perhatian kepada gurunya, mendiamkan diri sewaktu guru
sedang menyampaikan pelajaran dan menunjukkan minat terhadap apa yang disampaikan guru.”
10. Sikap dan perilaku yang menunjukkan hormat dan patuh/santun pada guru
o Memuliakan, tidak menghina atau mencaci guru.
o Mendatangi tempat belajar dengan ikhlas dan penuh semangat. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda,
“Barangsiapa menempuh jalan dalam rangka menuntut ilmu, Allah mudahkan baginya jalan menuju surga.”
(H.R. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
o Ketika belajar hendaknya berpakaian rapi dan sopan
o Tidak mengobrol atau sibuk sendiri saat guru sedang menjelaskan pelajaran.
o Beranya kepada guru apabila ada sesuatu yang tidak dimengerti dengan cara yang baik.
o Saat bertanya menggunakan cara dan bahasa yang baik.
o Tidak menyeletuk atau bertanya yang tidak ada faedahnya yang sekedar mengolok-olok.