Anda di halaman 1dari 13

BIRRUL WALIDAIN DAN ‘UQUQUL WALIDAIN

1. Birrul Walidain
a) Pengertian Birrul Walidain
Al Birr yaitu kebaikan, berdasarkan sabda Rasulullah SAW :

ِ ‫ا ْل َوالِدَ ْي‬
“Al Birr adalah baiknya akhlaq“ (HR. Muslim). Birrul Walidain (‫ن‬

‫ ) ِب ِّر‬merupakan kebaikan-kebaikan yang dipersembahkan oleh seorang


anak kepada  kedua orang tuanya, kebaikan tersebut mencakup dzahiran
wa batinan dan hal tersebut didorong oleh nilai-nilai fitrah manusia
meskipun mereka tidak beriman. Manakala wajibatul walid (kewajiban
orang tua) adalah untuk mempersiapkan anak-anaknya agar dapat
berbakti kepadanya seperti sabda Nabi SAW.,  “Allah merahmati orang
tua yang menolong anaknya untuk boleh berbakti kepadanya”.1

b) Dalil tentang Birrul Walidain


َ ِ‫نس ٰـنَ ِب َوٲلِ َد ۡي ِه َح َملَ ۡت ُه ُأ ُّم ُه ۥ َو ۡه ًنا َعلَ ٰى َو ۡه ۬ ٍن َوف‬
‫ص ٰـلُ ُه ۥ فِى َعا َم ۡي ِن َأ ِن‬ َّ ‫لِى َول َِوٲلِدَ ۡي َك ِإلَ َّى ۡٱل َمصِ ي ُر َو َو‬
َ ‫ص ۡي َنا ٱِإۡل‬
‫ٱشڪ ُۡر‬ ۡ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang
ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah
kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, dan hanya kepada-Ku
lah kembalimu.” (QS. Luqman : 14). Berkaitan dengan ini, Rasulullah
SAW. bersabda: “Keridhaan Rabb (Allah) ada pada keridhaan orang tua
dan kemurkaan Rabb (Allah) ada pada kemurkaan orang tua” (HR.
Tirmidzi)2

c) Kedudukan Birrul Walidain

Birrul Walidain mempunyai kedudukan yang istimewa dalam ajaran


Islam. Allah dan Rasul-Nya menempatkan orang tua pada posisi
yang sangat istimewa, sehingga berbuat baik pada keduanya juga

2
menempati posisi yang sangat mulia, dan sebaliknya durhaka
kepada keduanya menempati posisi yang sangat hina. Karena
mengingat jasa ibu bapak yang sangat besar sekali dalam proses
reproduksi dan regenerasi umat manusia.
Secara khusus Allah juga mengingatkan betapa besar jasa dan
perjuangan seorang ibu dalam mengandung, menyusui, merawat
dan mendidik anaknya. Kemudian bapak, sekalipun tidak ikut
mengandung tapi dia berperan besar dalam mencari nafkah,
membimbing, melindungi, membesarkan dan mendidik anaknya,
sehingga mampu berdiri bahkan sampai waktu yang sangat tidak
terbatas.
Berdasarkan semuanya itu, tentu sangat wajar dan logis saja, kalau
si anak dituntut untuk berbuat kebaikan kepada orang tuanya dan
dilarang untuk mendurhakainya.3

d) Keutamaan Birrul Walidain

1) ‫ب‬ ِ ‫ ْاَأل ْع َم‬ ‫ِإلَى‬ ِ‫هللا‬  َ‫ َب ْعد‬ ‫صالَ ِة‬


ُّ ‫ال َأ َح‬ َّ ‫( ال‬amal yang paling dicintai disisi Allah
SWT setelah solat)
Sebagaimana dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abdir Rahman
Abdillah Ibni Mas’ud ra “Aku pernah bertanya kepada Nabi SAW
amal apa yang paling di cintai disisi Allah ?” Rasulullah bersabda
“Solat tepat pada waktunya”. Kemudian aku tanya lagi “Apa lagi
selain itu ?” bersabda Rasulullah “Berbakti kepada kedua orang
tua” Aku tanya lagi “ Apa lagi ?”. Jawab Rasulullah “Jihad dijalan
Allah”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Ini tidak berarti jika melakukan solat tepat pada waktu dan jihad
fisabilillah menafikan kewajiban birrul walidain kerana Rasulullah
SAW pernah menolak permohonan salah seorang sahabat untuk
jihad fisabilillah kerana masalah hubungan dengan kedua ibu
bapanya. Lantas Rasulullah SAW. memerintahkan beliau segera
pulang menyelesaikan permasalahan tersebut dahulu.
3
2) ُ ‫( ُم ْس َت َج‬doa mereka mustajab)
‫اب ال َّد ْع َو ِة‬
Di antara buktinya adalah kisah ulama besar hadits yang sudah
ma’ruf di tengah-tengah kaum muslimin, Imam
Bukhari rahimahullah. Beliau buta sewaktu kecil lalu ibunya
seringkali berdoa agar Allah SWT memulihkan penglihatan beliau.
Suatu malam di dalam mimpi, ibunya melihat Nabi Allah, al-Khalil,
Ibrahim ‘alaihissalam yang berkata kepadanya, ‘Wahai wanita,
Allah telah mengembalikan penglihatan anakmu karena begitu
banyaknya kamu berdoa.” Pada pagi harinya, ia melihat anaknya
dan ternyata benar, Allah telah mengembalikan penglihatannya.4
Hal di atas menunjukkan benarnya sabda Rasul kita shallallahu
‘alaihi wa sallam akan manjurnya do’a orang tua pada anaknya.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
ِ ‫ ثَ َال ُث َد َع َو ٍات َال تُ َر ُّد َدع َْو ُة الْ َوادِل‬، ‫الص ِاِئم َو َدع َْو ُة الْ ُم َسا ِف ِر‬
َّ ‫َو َدع َْو ُة‬

“Tiga doa yang tidak tertolak yaitu doa orang tua, doa orang yang
berpuasa dan doa seorang musafir.” (HR. Al Baihaqi)5

3) ‫ب نُ ُز ْو ِل ال َّر ْح َم ِة‬
ُ َ ‫سب‬
َ (sebab turunnya rahmat)
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Barangsiapa
yang ingin rizkinya diperluas, dan agar usianya diperpanjang
(dipenuhi berkah), hendaknya ia menjaga tali silaturahim.” (HR.
Bukhari dan Muslim)

4) Bukan berarti membalas budi kerana jasa mereka tidak mungkin


terbalas
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Seorang anak
tidak akan dapat membalas budi baik ayahnya, kecuali bila ia

5
mendapatkan ayahnya sebagai hamba, lalu dia merdekakan.”
(HR. Muslim)

5) Al ummu hiya ahaqu suhbah (prioriti untuk mendapat perlakuan


yang lebih dekat dari kedua orang tua ialah ibu)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu ia berkata, “Datang
seseorang kepada Rasulullah SAW. dan berkata, ’Wahai
Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama
kali ? Nabi SAW. menjawab, ’Ibumu! Orang tersebut kembali
bertanya, ’Kemudian siapa lagi ? Nabi SAW. menjawab, ’Ibumu!
Ia bertanya lagi, ’Kemudian siapa lagi?’ Nabi SAW. menjawab,
’Ibumu!, Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,
’Nabi SAW. menjawab, Bapakmu ” (HR. Bukhari dan Muslim)

6) Taat kepada orang tua adalah salah satu penyebab masuk


Syurga.
Rasulullah SAW. bersabda, “Sungguh kasihan, sungguh kasihan,
sungguh kasihan.” Salah seorang sahabat bertanya, “Siapa yang
kasihan, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang
sempat berjumpa dengan orang tuanya, kedua-duanya, atau salah
seorang di antara keduanya, saat umur mereka sudah tua, namun
tidak dapat membuatnya masuk surga.” (HR. Muslim)

7) Durhaka kepada orang tua, termasuk dosa besar yang terbesar.


Dari Abu Bakrah diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda,
“Mahukah kalian kuberitahukan dosa besar yang terbesar?” Para
sahabat menjawab, “Tentu mahu, wahai Rasulullah 
Shallallahu’alaihi Wasallam.” Beliau bersabda, “Berbuat syirik
kepada Allah, dan durhaka terhadap orang tua.” Kemudian, sambil
bersandar, beliau bersabda lagi, “..ucapan dusta, persaksian
palsu.” Beliau terus meneruskan mengulang sabdanya itu, sampai
kami (para sahabat) berharap beliau segera terdiam. (HR Bukhari
dan Muslim)
e) Bentuk-Bentuk Birrul Walidain

Adapun bentuk-bentuk Birrul Walidain di antaranya:


1) Taat dan patuh terhadap perintah kedua orang tua, taat dan patuh
orang tua dalam nasihat, dan perintahnya selama tidak menyuruh
berbuat maksiat atau berbuat musyrik, bila kita disuruhnya berbuat
maksiat atau kemusyrikan, tolak dengan cara yang halus dan kita
tetap menjalin hubungan dengan baik.
2) Senantiasa berbuat baik terhadap kedua orang tua, bersikap
hormat, sopan santun, baik dalam tingkah laku maupun bertutur
kata, memuliakan keduanya, terlebih di usia senja.6
3) Mengikuti keinginan dan saran orang tua dalam berbagai aspek
kehidupan, baik masalah pendidikan, pekerjaan, jodoh, maupun
masalah lainnya. Selama keinginan dan saran-saran itu sesuai
dengan ajaran Islam.
4) Membantu Ibu Bapak secara fisik dan materil. Misalnya, sebelum
berkeluarga dan mampu berdiri sendiri anak-anak membantu
orang tua terutama ibu. Dan mengerjakan pekerjaan rumah.
5) Mendoakan Ibu Bapak semoga diberi oleh Allah kemampuan,
rahmat dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat.
6) Menjaga kehormatan dan nama baik mereka.
7) Menjaga, merawat ketika mereka sakit, tua dan pikun.
8) Setelah orang tua meninggal dunia, Birrul Walidain masih bisa
diteruskan dengan cara antara lain:
 Mengurus jenazahnya dengan sebaik-baiknya
 Melunasi semua hutang-hutangnya
 Melaksanakan wasiatnya
 Meneruskan sillaturrahmi yang dibinanya sewaktu hidup
 Memuliakan sahabat-sahabatnya
 Mendoakannya.7
9) Memberikan Harta Kepada Orang Tua Menurut Jumlah Yang
mereka Inginkan

7
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada
seorang laki-laki ketika ia berkata: “Ayahku ingin mengambil
hartaku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kamu dan
hartamu milik ayahmu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu
Majah). Oleh sebab itu, hendaknya seseorang jangan bersikap
bakhil (kikir) terhadap orang yang menyebabkan keberadaan
dirinya, memeliharanya ketika kecil dan lemah, serta telah berbuat
baik kepadanya.
10) Meminta Izin Kepada Mereka Sebelum Berjihad dan Pergi Untuk
Urusan Lainnya Izin kepada orang tua diperlukan untuk jihad yang
belum ditentukan. Seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya: “Ya, Raslullah, apakah
aku boleh ikut berjihad?” Beliau balik bertanya: “Apakah kamu
masih mempunyai kedua orang tua?” Laki-laki itu menjawab:
“Masih.” Beliau bersabda: “Berjihadlah (dengan cara berbakti)
kepada keduanya.” (HR. Bukhari no. 3004, 5972, dan Muslim no.
2549, dari Ibnu ‘Amr radhiyallahu ‘anhu)
11) Tidak Mencela Orang Tua atau Tidak Menyebabkan Mereka
Dicela Orang Lain
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Termasuk dosa besar adalah seseorang mencela orang tuanya.”
Para Sahabat bertanya: “Ya, Rasulullah, apa ada orang yang
mencela orang tuanya?” Beliau menjawab: “Ada. Ia mencela ayah
orang lain kemudian orang itu membalas mencela orang tuanya.
Ia mencela ibu orang lain lalu orang itu membalas mencela
ibunya.” (HR. Bukhari dan Muslim).8

f) Doa Anak untuk Orang Tua


Seorang anak yang ingin mendoakan kedua orang tuanya dapat
mengambil contoh dari ayat suci Al-Quran yaitu, doa Nabi Ibrahim AS
ketika mengajukan permohonan kepada Allah Swt agar dapat lah
8
kiranya Allah memberi ampunan pada kedua orang tuanya dari dosa-
dosa yang telah mereka perbuat.
 Doa Nabi Ibrahim as dalam QS. Ibrahim: 41
“Ya Tuhan Kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan
sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari
kiamat)".
 Permohonan Nabi Ibrahim dalam Q.S. Al-Israa’: 24
“ ... dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan
penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah
mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik
aku waktu kecil".

2. ‘Uququl Walidain ( ُ‫)ا ْل َوالِدَ ْي ِن ُعقُ ْوق‬


a) Pengertian ‘Uququl Walidain
Al- ‘uquuq (durhaka) adalah lawan kata dari al- birr (berbuat baik).
Ibnu al- Manzhur berkata: mendurhakai bapak artinya keluar dari
ketaatan kepadanya, mendurhakai orang tua berarti memutuskan
hubungan dengan mereka dan tidak menjalin kasih sayang kepada
mereka” [Lisanul Arab10/256]
Ia juga berkata: “dan di dalam hadits, Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam melarang mendurhakai para ibu, dan al-‘ uquuq adalah
lawan dari al-birr. Makna asal kata al-uquuq adalah asy-syaqq
( membelah) dan al-qath’u (memotong/memutuskan)” [Lisanul Arab
10/257].9

b) Celaan Untuk ‘Uququl Walidain

Uquuqul walidain merupakan satu dosa besar diantara daftar dosa


–dosa besar yang lain. Larangan uquuqul walidain menyertai
larangan berbuat syirik kepada Allah. Uququl Walidain dapat
mengakibatkan turunnya adzab bagi pelakunya di dunia, dan
merupakan sebab tertolaknya amalan dan salah satu sebab masuk
neraka. Uquuqul walidain merupakan sikap pengingkaran terhadap

9
keutamaan dan kebaikan, semacam indikasi kedunguan hati dan
bentuk kebodohan perilaku serta gejala kekerdilan jiwa. Hal ini
mengingat betapa istimewanya kedudukan kedua orang tua dalam
ajaran Islam dan juga mengingat betapa besarnya jasa kedua
orang tua terhadap anaknya, jasa itu tidak bisa diganti dengan
apapun.
Adapun bentuk pendurhakaan terhadap orang tua bermacam-
macam dan bertingkat-tingkat, mulai dari mendurhaka di dalam
hati, mengomel, mengatakan “ah” ( uffin, berkata kasar,
menghardik, tidak menghiraukan panggilannya, tidak pamit, tidak
patuh dan bermacam-macam tindakan lain yang mengecewakan
atau bahkan menyakitkan hati orang tua.) di dalam QS. A-Israa: 23
di ungkapkan oleh Allah dua contoh pendurhakaan kepada orang
tua yaitu, mengucapkan kata “uffin” dan menghardik (lebih-lebih
lagi bila kedua orang tua sudah berusia lanjut).10

c) Larangan ‘Uququl Walidain

Di dalam Al-Qur'an banyak disebut tentang hak-hak orangtua dan


perintah untuk berbakti kepada keduanya serta melarang
mendurhakai mereka. Allah ta’ala telah menempatkan hak
orangtua setelah hak-Nya dalam banyak ayat.
 “Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada
ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.Jika salah seorang
diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut
dalam pemeliharaanmu maka janganlah sekali-kali kamu
mengatakan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapakanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan" ucapkanlah: “Wahai Tuhanku kasihilah
mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik
aku waktu kecil.” [QS. Al-Isra : 23-24]

10
 Dan juga riwayat lain dari sahabat Abdullah bin Al ‘Ash
Radiallahu anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau
bersabda: “Dosa-dosa besar (diantaranya adalah): berbuat
syirik kepada Allah, durhaka kepada orangtua, membunuh jiwa
dan sumpah palsu.” [Al Bukhari 6675].

d) Jenis – jenis ‘Uququl Walidain


Uquuqul walidain memiliki banyak bentuk dan beragam jenisnya,
antara lain:
1) Membuat keduanya menangis baik dengan perbuatan
ataupun ucapan.
2) Menghardik keduanya dengan menyemburkan kata keras dan
kasar, berseru “ah” dan berkeluh kesah saat diperintah
keduanya Allah Ta’ala berfirman."... maka jangan sekali-kali
kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”...” [Al-
Isra: 23]
3) Bermuka masam dan mengerutkan kening dihadapan mereka.
4) Memandang dengan pandangan marah dan merendahkan,
memalingkan muka, memotong pembicaraan, mendustai serta
membantah ketika mereka berbicara.
5) Tidak membantu pekerjaan rumah orangtua, bahkan
memerintah mereka seperti layaknya pembantu. Perilaku
seperti ini tidak boleh dilakukan terutama jika sang ibu telah
lemah dan sakit. Adapun jika sang ibu melakukannya dengan
senang hati (bukan karena perintah anak) maka hal ini boleh
saja, dengan rasa terimakasih kepadanya dan tetap
mendoakannya.
6) Mengkritik makanan buatan ibu. Dalam hal ini ada dua
larangan, pertama larangan mencela makanan karena
Rasulullah tidak pernah mencela makanan sedikitpun, jika
beliau suka beliau makan dan jika beliau tidak suka beliau
tidak memakannya. Kedua, kritikan terhadap masakan ibu
menunjukkan minimnya adab anak kepada ibu.
7) Tidak menganggap dan tidak menghargai pendapat mereka.
8) Tidak minta izin saat masuk menemui mereka.
9) Memancing masalah di depan mereka dan menjatuhkannya
dalam lubang kesulitan.
10) Memercikkan caci maki, laknat, dan celaan terhadap orang
tua di hadapan orang banyak, membeberkan aib dan
mencemarkan nama baik mereka dengan cara melakukan
perbuatan hina yang menghilangkan kemuliaan dan
kewibawaan.
11) Membawa kemungkaran-kemungkaran ke rumah dan
melakukannya dihadapan mereka.
12) Membebani mereka dengan segunung permintaan.
13) Mendahulukan ketaatan kepada istri daripada ketaatan
kepada orangtua (untuk laki-laki), adapun wanita yang telah
bersuami, maka ketaatan kepada suami wajib diutamakan
daripada ketaatan kepada orangtua.
14) Meninggalkan mereka di saat mereka membutuhkan (misal
dengan menitipkan di panti jompo).
15) Berlepas diri dari mereka, merasa malu jika menyebut dan
menisbatkan diri kepada mereka.
16) Menganiaya, memukul, mendiamkan dan menasehati mereka
dengan cara yang tidak baik ketika mereka terlibat dalam
kemaksiatan.
17) Bakhil, kikir mengungkit-ungkit dan menghitung-hitung
pemberian dan bantuan yang diberikan kepada mereka.
18) Mencuri harta orangtua.
19) Mengharapkan kematian orangtua atau pun membunuh
mereka agar terbebas dari mereka.

e) Sebab-Sebab ‘Uququl Walidain


1) Ketidaktahuan akan adanya adzab bagi orang yang melakukan
dosa tersebut serta (ketidak tahuan akan) adanya pahala bagi
mereka yang berbakti kepada orangtua.
2) Pendidikan yang buruk. Orang tua tidak mendidik anak di garis
ketaqwaan, kebaikan, menyambung tali silaturahmi, serta jalan-
jalan keluhuran, sehingga menggiring anak kepada uquuqul
walidain.
3) Adanya kontradiksi ucapan dan perbuatan orangtua yang
menyebabkan ketidak selarasan antara anak dan orangtua.
Orangtua memerintah anak dengan suatu perintah sementara
mereka sendiri tidak melaksanakan perintah tersebut atau
bahkan melakukan hal yang bertentangan. Padahal dalam
konteks pendidikan islami, konsistensi (keistiqomahan)
orangtua dalam menjalankan syariat merupakan satu faktor
penting bagi keberhasilan pendidikan anak dan pembentukan
kepribadian mereka. Anak memiliki potensi besar untuk
mencontoh.apa yang mereka lihat dan mereka dengar.
4) Perlakuan buruk orang tua terhadap anak.
5) Kedurhakaan orang tua kepada orang tua mereka sendiri. Ini
adalah faktor penyebab yang paling banyak terjadi. Jika
seseorang mendurhakai orang tuanya maka ia akan dibalas
dengan kedurhakaan anaknya sendiri kepadanya, karena dua
alasan, pertama: karena anaknya mencontoh perbuatannya
tersebut, kedua: balasan suatu perbuatan adalah sebanding
dengan perbuatan tersebut.
6) Minimnya ketaqwaan orang tua saat terjadi perceraian. Tidak
selamanya konflik rumah tangga dapat terselesaikan dengan
baik. Tak jarang sebuah konflik berakhir dengan perceraian.
Terkadang pula perceraian tersebut berlangsung dengan cara
yang tidak baik. Tatkala anak-anak berada bersama ibu, sang
ibu membeberkan aib sang ayah kepada anak-anaknya dan
menghasut mereka untuk menjauhi dan mendiamkan sang
ayah. Demikian halnya yang dilakukan oleh sang ayah ketika
anak-anak mengunjunginya. Disadari atau tidak hal ini akan
mendorong anak untuk mendurhakai keduanya.
7) Diskriminasi diantara anak yang pada akhirnya akan
menumbuhkan kebencian kepada orang tua, sehingga
perselisihan dan percekcokan mewarnai hubungan diantara
anak-anak.
8) Mengutamakan kesenangan hidup pribadi daripada berbakti
kepada orang tua.
Sebagian manusia yang memiliki orangtua berusia lanjut dan
sakit-sakitan, menginginkan segera terbebas dari keduanya,
baik dengan cara mengirim keduanya ke panti jompo atau pun
dengan mencari tempat tinggal jauh dari mereka, demi
kesenangan hidup pribadi.. Padahal tidaklah mereka akan
merasakan sebersit ketenangan dan secuil kebahagian hidup
kecuali dengan senantiasa menyertai, menemani orangtua dan
berbuat baik kepada mereka.
9) Minimnya motivasi orang tua dalam membimbing anak-anak
untuk berbakti kepada orangtua, sementara proses internalisasi
nilai-nilai selain islam semakin deras mengalir merebut
perhatian anak-anak., sedangkan penanaman prinsip pada diri
anak-anak harus dilakukan sedini mungkin. Seorang anak, jika
tidak mendapatkan bimbingan dan arahan, akan cenderung
menyimpang dan meremehkan masalah birrul walidain (berbuat
baik kepada orangtua).
10) Akhlaq istri yang buruk. Seorang istri yang berakhlaq buruk
cenderung menghalangi suaminya ketika sang suami hendak
berbuat baik kepada orangtua dan berusaha menghasut sang
suami untuk mengeluarkan mereka dari rumah agar dia merasa
lebih leluasa.
11) Minimnya kepekaan anak terhadap musibah yang menimpa
orang tua.11

A. KESIMPULAN
 Birrul Walidain (‫ِب ِّر‬ ‫ )ا ْل َوالِدَ ْي ِن‬merupakan kebaikan-kebaikan yang
dipersembahkan oleh seorang anak kepada  kedua orang tuanya,
kebaikan tersebut mencakup dzahiran wa batinan dan hal tersebut

11
didorong oleh nilai-nilai fitrah manusia meskipun mereka tidak
beriman.
 Perintah Birrul Walidain salah satunya terdapat pada QS. Luqman
ayat 14 yang berbunyi: “Dan Kami perintahkan kepada manusia
(berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah,
dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan
kepada dua orang ibu bapakmu, dan hanya kepada-Ku lah
kembalimu.”
 Allah dan Rasul-Nya menempatkan kedudukan Birrul Walidain
pada posisi yang sangat istimewa, sehingga berbuat baik pada
keduanya juga menempati posisi yang sangat mulia.
 Ada banyak keutamaan dari Birrul Walidain, diantaranya adalah
merupakan amal yang paling dicintai disisi Allah SWT setelah solat.
 Al- ‘uquuq (durhaka) adalah lawan kata dari al- birr (berbuat baik).
‘Uquuqul walidain merupakan satu dosa besar diantara daftar dosa
– dosa besar yang lain. Uququl Walidain dapat mengakibatkan
turunnya adzab bagi pelakunya di dunia, dan merupakan sebab
tertolaknya amalan dan salah satu sebab masuk neraka.
 Larangan berbuat ‘Uquuqul walidain salah satunya berbunyi:
Sahabat Abdullah bin Al ‘Ash Radiallahu anhu dari Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam, Beliau bersabda: “Dosa-dosa besar (diantaranya
adalah): berbuat syirik kepada Allah, durhaka kepada orangtua,
membunuh jiwa dan sumpah palsu.” [Al Bukhari 6675].

Anda mungkin juga menyukai