Anda di halaman 1dari 37

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di indonesia, pembangunan nasional disusun atas dasar pembangunan


jangka pendek dan jangka panjang. Keduanya dilaksanakan secara sambung
menyambung untuk dapat menciptakan kondisi sosial ekonomi yang lebih baik.
Pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup seyogyanya menjadi acuan
bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan
kelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup sehingga
keberlanjutan pembangunan tetap terjamin. Pola pemanfaatan sumberdaya alam
seharusnya dapat memberikan akses kepada segenap masyarakat, bukan terpusat
pada beberapa kelompok masyarakat dan golongan tertentu, dengan demikian
pola pemanfaatan sumberdaya alam harus memberi kesempatan dan peran serta
aktif masyarakat, serta memikirkan dampak–dampak yang timbul akibat
pemanfaatan sumber daya alam tersebut.
Seringkali pembangunan suatu usaha dibuat dalam porsi ruang lingkup
yang sangat luas tetapi disusun kurang cermat. Seluruh program mungkin saja
dapat diananlisis sebagai suatu proyek, tetapi pada umumnya akan lebih baik bila
proyek dibuat dalam ruang lingkup yang lebih kecil yang layak ditinjau dari segi
sosial, administrasi, teknis, ekonomis, dan lingkungan. Setiap kegiatan
pembangunan pasti selalu diikuti oleh dampak positif dan negatif, sehingga perlu
dilakukan kajian secara cermat dan komprehensif guna memaksimalkan dampak
positif dan meminimalisir dampak negatif.
Salah satu bentuk kajian ini adalah analisis mengenai dampak lingkungan
hidup (AMDAL). AMDAL adalah sistem pengelolaan lingkungan yang pertama
kali berkembang di Amerika Serikat. Sistem ini kemudian diadopsi oleh sejumlah
negara, termasuk Indonesia, dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi masing-masing negara. Di Indonesia, AMDAL diterapkan sebagai
instrumen pengelolaan dan pengendalian dampak lingkungan, sekaligus sebagai
salah satu syarat permohonan izin dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
2

Sebagai salah satu bentuk kajian ilmiah, AMDAL memiliki peran strategis
dalam pengelolaan setiap pembangunan dan wajib dilaksanakan karena tercantum
dalam UU No. 32/2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup
Pasal 22. AMDAL merupakan suatu kajian ilmiah multi disiplin yang terdiri dari
kajian teknis (biologi, fisika, kimia, ekologi, dan geologi), kajian ekonomi, dan
kajian sosial budaya. Sebagai suatu kajian ilmiah, penyusunan AMDAL dilakukan
melalui serangkaian tahapan agar menghasilkan suatu hasil yang berkualitas dan
dapat dipertanggungjawabkan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah


ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana proses penyusunan AMDAL?
2. Bagaimana identifikasi dampak pada AMDAL?
3. Bagaimana prakiraan dampak pada AMDAL?
4. Bagaimana cara evaluasi dampak pada AMDAL?
5. Bagaimana rencana pengelolaan lingkungan (RPL) dan rencana
pemantauan lingkungan pada AMDAL?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut


1. Dapat mengetahui proses penyusunan AMDAL.
2. Dapat mengetahui cara mengidentifikasi dampak pada AMDAL.
3. Dapat mengetahui prakiraan dampak pada AMDAL.
4. Dapat mengetahui cara evaluasi dampak pada AMDAL.
5. Dapat mengetahui Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana
Pemantauan Lingkungan (RPL) pada AMDAL.

1.4 Manfaat Penulisan

Hasil dari penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat


kepada semua pihak, khususnya mahasiswa/ mahasiswi untuk menambah
pengetahuan mereka tentang dasar-dasar penyusunan AMDAL.
3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Proses Penyusunan AMDAL

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah hasil studi


mengenai dampak suatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup,
yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan. Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan atau AMDAL dirumuskan sebagai “suatu analisis
mengenai dampak lingkungan dari suatu proyek yang meliputi pekerjaan
evaluasi dan pendugaan dampak proyek dari bangunanny a, prosesnya maupun
sistem dari proyek terhadap lingkungan yang berlanjut ke lingkungan hidup
manusia, yang meliputi PIL, TOR Andal, Andal, RKL, dan RPL.”
AMDAL wajib disusun oleh pemrakarsa dan biasanya dalam penyusunan
AMDAL, pemrakarsa dibantu oleh konsultan penyusun AMDAL. Karena
konsultan ini bersifat membantu, segala tanggung jawab tetap dipikul oleh
pemrakarsa. Peranan terpenting pemrakarsa adalah penjabaran diskripsi kegiatan
yang sejelas- jelasnya dan sejujur-jujurnya. Tanpa diskripsi kegiatan yang jelas,
AMDAL tidak dapat disusun dengan balk dan benar.
Kerangka acuan AMDAL disusun berdasarkan deskripsi kegiatan.
Dengan demikian dapat diidentifikasi hal-hal yang penting, dievaluasi isu-isu
utama, dan selanjutnya dilakukan pemusatan isu-isu utama. Hal ini penting untuk
memberikan arahan AMDAL. Berdasarkan Rona Lingkungan Awal ditentukan
batas- batas wilayah studi, komponen lingkungan yang ditelaah dan komponen
kegiatan yang ditelaah. Kemudian dilakukan identifikasi dampak dengan
metode yang sesuai.
Berdasarkan identifiikasi dampak dilakukan prakiraan dan evaluasi
dampak menggunakan metode yang sesuai. Hasil evaluasi dampak berupa
arahan RKL dan RPL yang selanjutnya dipakai sebagai dasar penyusunan RKL
dan RPL.
4

Gambar 2.1 Skema proses penyusunan AMDAL

2.2 Identifikasi Dampak

2.2.1 Tujuan Identifikasi Dampak AMDAL


Identifikasi dampak bertujuan untuk menentukan ada/ tidaknya dampak
lingkungan (+) atau (-). Dalam penyusunan AMDAL, identifikasi dampak
terutama dilakukan dalam Kerangka Acuan AMDAL didasarkan pada
pelingkupan.
2.2.2 Metode Identifikasi Dampak
Macam-macam metode identifikasi dampak yang biasa dipakai, ialah:
1. Daftar uji sederhana (Simple checklist)
Produk metoda ini sangat sederhana, hanya berupa serangkaian data
tentang parameter-parameter lingkungan yang perlu mendapat perhatian akibat
adanya suatu rencana kegiatan. Daftar uji sederhana ini sangat membantu dalam
mengidentifikasi dampak potensial yang diduga akan timbul. Namun demikian
metode ini hanya memberi sedikit informasi tentang dampak yang timbul bila
dibandingkan dengan metode Daftar Uji Kuisioner dan Matriks.
5

2. Daftar uji kuisioner (quetioner checklis)


Daftar uji jenis ini adalah daftar uji dengan kuisioner. Daftar uji kuisioner
ini akan memberi manfaat bila dalam mengidentifikasi dampak potensial
didukung dengan pengamatan ke wilayah sekitar rencana kegiatan. Namun para
peneliti hanya berusaha menjawab pertanyaan dengan pengetahuan dan
pengalaman yang mereka miliki tanpa melakukan pengumpulan data terlebih
dahulu. Hasilnya adalah laporan yang sangat dangkal dengan banyak yang hanya
berupa tebakan saja. Masalah ini dapat diatasi apabila penggunaan daftar uji
merupakan langkah pendahuluan untuk menentukan informasi yang diperlukan
sebagai persiapan melakukan prakiraan dampak. Pertanyaan yang relevan diberi
tanda V dan kemudian data dikumpulkan untuk menjawab pertanyaan tersebut.
3. Daftar uji diskriptif (descriptive checklis)
Daftar uji diskriptif menguraikan tentang hal-hal yang patut diteliti oleh
penyusun AMDAL seperti data dan informasi yang diperlukan untuk analisis
parameter yang diduga sebagai dampak penting, sumber data dan bahkan metoda
prakiraan dampak yang direkomendasikan untuk diterapkan. Umumnya daftar uji
deskriptif ini di awali dengan parameter yang relevan untuk diteliti dan
selanjutnya diikuti dengan petunjuk pencarian data.
Keunggulan metode daftar uji terletak pada kesederhanaannya, namun
demikian apabila daftar uji ini tidak diverifikasikan dengan kondisi lingkungan
dan proyek yang diteliti, maka kemungkinan besar butir-butir yang dipandang
relevan untuk ditelaah tidak termuat dalam daftar, dan sebaliknya hal-hal yang
tidak relevan tercantum dalam daftar.
Kerugian metode daftar uji ini adalah bahwa daftar uji seperti ini sering
digunakan secara mekanis, yang langsung digunakan tanpa diuji terlebih dahulu
apakah sesuai dengan proyek dan lingkungan yang sedang diteliti. Dalam keadaan
ini mungkin ada butir dalam daftar uji yang tidak relevan dengan proyek tersebut
dan ada point yang seharusnya relevan tetapi tidak termuat dalam daftar.
Mengingat dampak suatu proyek bersifat unik dan khas maka relatif tidak
ada daftar uji yang berlaku sama untuk semua jenis proyek di semua lokasi/ ruang.
Dengan demikian, isi atau materi daftar uji yang relevan dengan karakteristik
6

proyek dan kondisi wilayah sekitar proyek harus dikembangkan sendiri oleh
penyusun AMDAL. Satu kelemahan lain dari daftar uji adalah tidak diketahuinya
secara jelas sumber penyebab dampak.
4. Matriks
Matrik digunakan untuk keperluan mengidentifikasi interaksi antara
penyebab dampak, yaitu aktivitas yang akan dilakukan dalam pembangunan dan
faktor lingkungan yang akan terkena dampak. Dengan demikian diperlukan daftar
uji lain, yaitu:
- Daftar uji aktivitas pembangunan sebagai penyebab dampak
- Daftar uji faktor lingkungan yang akan terkena dampak.
Kedua daftar uji disusun dalam suatu matriks. Karena itu matriks tersebut
disebut juga dengan daftar dua dimensi. Umumnya, dalam suatu matriks, daftar
uji aktivitas pembangunan dituliskan pada sumbu horisontal atas dan faktor
lingkungan pada sumbu vertikal kiri. Kotak pertemuan antara lajur dan baris
menunjukkan interaksi antara aktivitas pembangunan dan faktor lingkungan.
Matriks untuk Amdal yang tertua adalah yang disusun oleh Leopold et al.
(1971). Leopold dengan beberapa modifikasinya banyak digunakan. Di dalam
metode ini sel yang menyatakan adanya interaksi diberi tanda garis miring
diagonal dari kanan atas ke kiri bawah.
Matriks yang diperkenalkan oleh Leopold adalah matriks dengan 88
komponen lingkunan dan 100 komponen aktivitas proyek/ pembangunan,
sehingga dalam matriks Leopold terdapat 8800 sel interaksi. Dari tiap sel yang
bergaris miring diagonal akan ditetapkan besar (magnitude) dampak dan tingkat
kepentingan (importance) dampaknya.
7

Gambar 2.2 Skema model matriks Leopold

Keterangan :
A = Komponen Lingkungan
B = Aktivitas proyek
Besar dari dampak yang diduga dinyatakan dalam nilai angka atau skala
dari 1 sampai 10 serta diberi catatan uraian atau kriteria yang jelas dari setiap nilai
tersebut. nilai 1 merupakan besaran terkecil dari nilai 10 sebagai nilai besaran
terbesar. Penyusunan skala sebaiknya didasarkan pada evaluasi nilai yang
objektif. Dampak posititf diberi tanda (+), sedangkan dampak yang negatif diberi
tanda (-).
Nilai tingkat kepentingan dampak juga diberi nilai, mulai dari 1 sampai
dengan 10. Nilai kepentingannya ini dijinjau dari kepentingan lokal atau nilai bagi
masyarakat di lokasi proyek, sehingga penetapan arti dari skala dilakukan
berdasarkan pertimbangan yang subjektif dari masyarakat dan bukan nilai
subjektif dari tim. Nilai tingkat kepentingan tersebut semuanya positif dan setiap
skala diberi uraian atau kriteria yang jelas dari tiap skala.
Perkembangan dari matriks Leopold yang menarik adalah metode tersebut
telah digunakan dalam jumlah aktivitas proyek maupun melakukan modifikasi
atau perubahan, baik dalam jumlah aktivitas proyek maupun komponen
lingkungannya. Jumlahnya dapat diubah lebih banyak atau lebih sedikit.
Kelebihan lain dari metode ini adalah sangat berguna sebagai penyaring atau
untuk identifikasi dampak lingkungan dan merupakan gambaran dampak secara
keseluruhan yang nantinya akan menunjukan komponen lingkungan apa saja yang
akan banyak terkena dampak. Matriks ini juga dapat digunakan untuk melihat
besarnya dan banyaknya dampak positif dan negatif dari proyek. Dalam gambar
berikut ini ditunjukan sebuah contoh sebagian matriks yang digunakan untuk
mengidentifikasi zat pencemaran dari berbagai sumber.
Emisi potensial A B C D E F

Sumber
8

Proses kimia/ logam


Pembangkitan tenaga (BBM)
Pembakaran limbah
Lalu-lintas jalan raya
Gambar 2.3 Contoh matriks identifikasi zat pencemar dari berbagai sumber
Keterangan :
A = Nitrogen dioksida
B = Sulfur dioksida
C = Kloroflurokarbon
D = Hidrokarbon jenuh
E = Karbon dioksida
F = Karbon monoksida
5. Matriks Dampak dari Moore
Metode yang diperkenalkan oleh Moore tahun 1973 dikenal pula dengan
nama Matriks dampak dari Moore. Keistimewaan dari metode Moore ini adalah
dampak lingkungan dilihat dari sudut dampak pada kelompok-kelompok daerah
yang sudah atau sedang dimanfaatkan manusia atau dapat digambarkan pula
sebagai proyek-proyek pembangunan manusia lainnya.
Tiga daerah yang telah dimanfaatkan tersebut adalah :
a. Daerah industri berat
b. Daerah milik perorangan, suaka margasatwa dan sebagainya
c. Daerah rekreasi
Filosofi dasar dari metode Moore adalah analisis dari penyebab atau
pembuat dampak lingkungan yang nyata, yang didasarkan pada determinasi dari
dampak langsung dan tidak langsung pada sumber daya lain.
Matriks Moore dibagi menjadi empat kategori yang berbeda, yaitu:
a. Pembentuk timbulnya aktivitas, dan aktivitas lainnya yang berhubungan
b. Potensi perubahan lingkungan
c. Pengaruh pada lingkungan yang utama
d. Pemanfaatan oleh manusia yang terkena
Dua kategori dari dampak yang juga dimasukkan adalah
9

a. Potensi kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas


b. Besaran umum dari potensi pengurangan dari pemanfaatan manusia
Potensi kerusakan lingkungan diukur dalam skala dengan pembagian
sebagai berikut: dampak yang dapat diabaikan, rendah, sedang dann tinggi.
Besaran umum dari potensi pengurangan diukur dalam skala yang sama.
6. Metode Ad Hoc
Metode ini sedikit sekali memberikan pedoman kepada tim dan tidak
membagi lingkungan ke dalam komponen-komponen lingkungan yang mendetail,
tetapi membagi lingkungan ke dalam bidang yang lebih luas atau membaginya ke
dalam ekosistem. Misalnya dianalis dampaknya pada danau, areal hutan, areal
pertanian, dan seterusnya. Dapat pula membagi lingkungan ke dalam aspek fauna,
flora, tanah drainase, air bumi, tempat rekreasi dan sebagainya. Cara yang
sederhana dalam melakukan evaluasi dampak keseluruhan dari proyek terhadap
lingkungan adalah dengan menyusun matriks hubungan antara pembagian dari
lingkungan dengan keadaan dampaknya, yaitu ada dampak atau tidak, dampak
jangka pendek atau panjang, menguntungkan atau merugikan, dan apakah dampak
tersebut dapat balik (reversible) atau tidak. Contoh dari matriks ad hoc
ditunjukkan pada gambar berikut.
Dampak lingkungan A B C D E F G H I J

Lingkungan
Satwa liar
Spesies yang akan punah
Vegetasi alam
Sifat tanah
Drainase alam
Air bumi
Kualitar air
Kesehatan nilai ekonomi
Nilai ekonomi
Pelayanan masyarakat
10

Gambar 2.4 Matriks untuk evaluasi keseluruhan dari metode ad hoc


Keterangan:
A = tidak ada dampak
B = dampak +
C = dampak –
D = kegunaan
E = berlawanan
F = masalah
G = jangka pendek
H = jangka panjang
I = dapat kembali
7. Bagan Alir
Di dalam kaitannya dengan Amdal, bagan alir pertama kali digunakan oleh
Sorense (1971) untuk mengatasi masalah konflik dalam tata-guna zona pantai di
California. Pada dasarnya metode ini berusaha untuk mengidentifikasi interaksi
antara aktivitas penyebab dampak dengan faktor lingkungan yang terkena dampak
dalam suatu jaringan (network) sebab, kondisi dan efek. Dalam analisa akibat
antara faktor-faktor yang timbul akibat dari proyek pengerukan. Pada gambar
berikut ditunjukkan bagan alir dampak potensial lingkungan terhadap bendungan
(hanya ditunjukkan dampak pertumbuhan penduduk dalam DAS) .
11

Gambar 2.5 Bagan alir dampak potensial lingkungan terhadap bendungan


12

2.3 Prakiraan Dampak

Langkah prakiraan/ pendugaan dampak lingkungan merupakan langkah


tersulit dari AMDAL karena teknik prakiraan tergantung pada kemajuan tiap ilmu
yang digunakan dan penguasaan dari tiap anggota tim atas bidangnya. Dengan
kata lain, cara atau teknik prakiraan dampak yang akan digunakan sangat
tergantung pada keahlian dari anggota tim, mulai dari metode yang paling
sederhana sampai metode yang paling canggih. Prakiraan dampak yang sederhana
lebih bersifat intuitif dan sangat subjektif. Pada metode yang semakin canggih,
dasar ilmiah semakin kuat, dan sifat subjektifnya pun semakin berkurang. Model
matematis, fisik serta eksperimen laboratorium dan lapangan banyak digunakan
dalam metode yang canggih ini. Namun karena pengelolaan lingkungan bersifat
antroposentris dan dengan demikian ANDAL sebagai salah satu alat pengelolaan
lingkungan juga bersifat antroposentris, metode yang canggih itupun tidak dapat
lepas dari subjektivitas. Hal ini nampak karena prakiraan dampak hanya dibatasi
pada dampak yang dianggap penting.
2.3.1 Dasar Menetapkan Dampak
Mengingat bahwa amdal lingkungan dipecah-pecah menjadi komponen-
komponen lingkungan, maka yang diduga adalah dampak terhadap komponen-
komponen lingkungan tersebut. Komponen lingkungan merupakan indikator dari
kualitas lingkungan, maka dampak pada komponen lingkungan merupakan
dampak pada indikator lingkungan. Namun demikian bukan berarti bahwa untuk
mengetahui perubahan lingkungan cukup dilakukan dengan melihat satu
komponen saja sebagai indikator.
Untuk menetapkan suatu dampak dibutuhkan tiga tahapan sebagai berikut:
1. Tahapan pertama, melakukan identifikasi atas dampak yang terjadi pada
komponen ligkungan. Berbagai metode telah dikembangkan untuk
memudahkan identifikasi atau penyaringan komponen mana yang akan terkena
dampak dan mana yang tidak.
2. Tahapan kedua adalah pengukuran atau perhitungan dampak yang akan terjadi
pada komponen lingkungan tersebut.
13

3. Tahapan ketiga adalah penggabungan beberapa komponen lingkungan yang


sangat berkaitan, kemudian dianalisis dan digunakan untuk menetapkan
refleksi. Dampak komponen-komponen sebagai indikator akan menjadi
gambaran atas perubahan lingkungan atau dampak lingkungan.
Sesuai dengan definisi dampak, sebagaimana uraian terdahulu, dalam
prakiraan dampak dilakukan dua prakiraan, yaitu:
 Prakiraan kondisi lingkungan pada waktu, t, tanpa proyek, yaitu garis
dasar Qtp.
 Prakiraan kondisi lingkungan pada waktu, t, dengan proyek, yaitu garis
dasar Qdp.
Dampak yang akan diprakirakan = Qdp – Qtp.
Secara sederhana, pengertian di atas, dapat digambarkan secra grafis pada
gambar:

Dalam gambar ditunjukkan bahwa dampak lingkungan merupakan selisih


keadaan lingkungan tanpa proyek dengan keadaan lingkungan “dengan adanya
proyek”, dimana t1 = waktu proyek dibangun, dan t2= waktu dari dampak yang
diduga.
Prakiraan keadaan lingkungan tanpa proyek di masa yang akan datang
dilakukan berdasarkan keadaan lingkungan pada saat penelitian dilakukan.
Keadaan lingkungan saat penelitian atau studi disebut dengan rona lingkungan
awal.
Alat yang dapat membantu mempermudah pendugaan adalah informasi
mengenai sejarah atau kecenderungan perkembangan lingkungan di daerah
tersebut. Jadi dengan demikian perlu dikumpulkan data dan informasi keadaan
14

lingkungan pada saat yang lalu secara lengkap di semua aspek (fisika, kimia,
biologi dan sosial ekonomi). Dengan teknik yang lebih sederhana dari sejarah
perkembangan atau bentuk dari dinamika lingkungan, kemudian dilakukan
ekstrapolasi atau pengembangan ke masa yang akan datang.
Untuk lingkungan yang belum banyak digunakan manusia, dan belum ada
atau hanya ada sedikit rencana perubahan untuk masa-masa yang akan datang,
pendugaannya relatif lebih mudah dilaksanakan. Namun untuk daerah yang sudah
berkembang dan untuk jangka waktu pendek maupun panjang sudah banyak
rencana pembangunan lain maka akan semakin sulit untuk melakukan prakiraan
dan semakin banyak kemungkinan terjadinya kesalahan.
Apabila diharapkan pendugaan yang lebih mendetail untuk jangka panjang
maka hal itu tidak mudah dilakukan kecuali kalau pendugaannya hanya bersifat
secara garis besar saja.
Secara umum, garis besar perkembangan keadaan lingkungan tanpa
proyek secara hipotesis disajkan dalam gambar:

Sebenarnya, di alam semesta tidak ada perkembangan lingkungan yang


berbentuk garis lurus, tetapi lebih condong untuk membentuk gelombang. Secara
hipotesis, pemakaian data dan informasi yang didapatkan pada saat studi
dilakukan sebagai keadaan lingkungan di masa yang akan datang sehingga seolah-
olah lingkungan tidak berubah, jelas tidak benar; kecuali bila dinamika
lingkungannya relatif stabil seperti ditunjukkan pada gambar:
15

Dalam prakiraan keadaan lingkungan dengan proyek, untuk


mempermudah gambaran dampak suatu proyek terhadap lingkungan, dapat
diambil keadaan lingkungan yang relatif stabil tanpa banyak perubahan dari saat
ke saat, sehingga secara hipotesis akan terjadi keadaan seperti dinyatakan dalam
gambar:

keadaan lingkungan tanpa proyek


keadaan lingkungan dengan poyek
kualitas
lingkungan

waktu

Gambaran hipotesis tersebut tampaknya sederhana. Sebenarnya, dalam


kenyataannya lebih kompleks. Misalnya ada proyek yang untuk jangka pendek
memberikan dampak negatif atau hampir tidak berubah, tetapi dalam jangka
panjang memberikan dampak positif yang besar atau keadaan sebaliknya
(misalnya proyek penghijauan atau reboisasi). Demikian pula ada proyek yang
untuk jangka pendek memberikan dampak positif, tetapi untuk jangka panjang
memberikan dampak negatif. Kedua hipotesis ini ditunjukkan pada gambar:
16

Kondisi-kondisi yang telah diuraikan di atas inilah yang mengakibatkan


diperlukannya prakiraan dampak suatu proyek baik untuk jangka pendek maupun
jangka panjang.
Lingkungan masih dapat dibagi lagi menjadi tiga kelompok aspek atau
komponen besar, yakni lingkungan fisik-kimia, lingkungn biologis dan
lingkungan sosial-ekonomis. Tiap kelompok lingkungan tersebut tediri dari
berbagai komponen lingkungan yang lebih kecil, sedangkan setiap proyek
biasanya memberikan dampak positif pada suatu komponen, tetapi dapat
memberikan dampak negatif terhadap komponen yang lain. Gambaran hipotesis
akan berubah sebagaimana disajikan dalam gambar:

2.3.2 Prosedur Prakiraan Dampak


Secara garis besar langkah-langkah dalam prakiraan/pendugaan dampak
lingkungan untuk aspek fisika-kimia, biologis, sosial-ekonomi dan sosial budaya
adalah sama. Tetapi detail dari tiap langkah berbeda atau ada hal-hal khusus
untuk setiap aspek karena adanya ciri-ciri khusus yang dimiliki setiap aspek.
Secara skematis prosedur atau langkah tersebut disajikan pada gambar
Langkah-langkah tersebut adalah
17

 Menetapkan komponen lingkungan yang akan terkena dampak. Dalam


melakukan identifikasi kompinen apa saja yang akan terkena dampak dan
aktifitas dari proyek mana yang akan menimbulkan dampak, digunakan
berbagai metode amdal, misalnya matriks interaksi atau skema aliran dampak
dan lain sebagainya.
 Langkah kedua, menghitung besar dari dampak yang akan terjadi sehingga
dapat disajikan secara kuantitatif. Apabila tidak mungkin disajikan secara
kuantitatif dapat pula secara kualitatif. Perhitungan ini dapat dibantu dengan
beberapa model matematis yang banyak diciptakan.
 Langkah ketiga merupakan langkah evaluasi atau analisis serta pembahasan
dari dampak kelompok yang akan menyebabkan terwujudnya bentuk yang
mendekati prakiraan dampak lingkungan. Dalam langkah ini anggota tim
menggunakan ilmu pengetahuan yang ada dan keahlian yang dimilkinya untuk
melakukan evaluasi.
 Langkah terakhir adalah menyususn berbagai strategi yang akan diusulkan
untuk mengendalikan dampak negatif dan meningkatkan dampak positif serta
rencana pemantauannya.
2.3.3 Hal Khusus dalam Prakiraan Dampak
Hal-hal khusus dalam prakiraan dampak dibagi menjadi beberapa
kelompok yaitu:
1. Aspek fisik dan kimia
Hal-hal khusus dalam aspek fisik dan kimia adalah sebagai berikut.
 Dalam melakukan identifikasi bahan pencemar perlu diketahui sumber dan
jenis pencemar dari tiap aktivitas proyek.
 Untuk setiap jenis bahan pencemar yang dikeluarkan dari proyek, harus pula
dicari sumber-sumber lain dari luar proyek yang telah mengemisikan bahan
yang sama dan juga jumlahnya.
 Menentukan kondisi komponen lingkungan yang akan terkena bahan
pencemar.
18

 Mempelajari pola penyebaran dari bahan pencemar yang dikeluarkan


proyek. Untuk dapat mengetahui hal tersebut perlu diketahui data
meterologi, hidrologi dan hal-hal lain yang menunjang penyebarannya.
 Membandingkan dan membahas hasil perhitungan dampak dengan baku
mutu yang berlaku.
 Menghitung besarnya dampak dengan menggunakan berbagai model
matematis. Untuk aspek fisik dan kimia seperti air, udara, kebisingan sudah
banyak dicitakan orang. Perhitungan dalam skala yang lebih luas diarahkan
pada keadaan ambien, misalnya berapa prosen pencemar dari proyek ikut
memperburuk keadaan terhadap komponen atau parameter lingkungan.
2. Aspek biologis
Hal-hal khusus yang perlu diperhatikan dari aspek biologis adalah:
 Dampak pada spesies langka, spesies yang akan punah dan yang dilindungi
undang-undang.
 Pada lingkungan buatan perlu diketahui pola pengelolaan yang dilakukan
dan apabila dimungkinkan pengelolaan secara historis.
 Karena setiap kehidupan di alam selalu membentuk masyarakat, maka perlu
diketahui bentuk ekosistem, tipe-tipe vegetasi dan suksesi–suksesi alam
yang sedang terjadi.
 Penggunaan model matematis untuk beberapa hal juga telah dilakukan.
3. Aspek Sosial-Ekonomi
Hal-hal khusus yang perlu diperhatikan pada aspek sosial ekonomi adalah:
 Dalam masyarakat sering timbul hal-hal yang merupakan masalah kritis dan
sensitif bagi masyarakat setempat dan hal-hal tersebut berbeda dengan yang
ada di tempat yang lain. Oleh sebab itu harus diketahui hal-hal tersebut
karena dampak yang akan terjadi pada hal yang kritis dan sensitif akan
selalu mengakibatkan dampak yang besar.
 Komponen-komponen dalam aspek ini perlu dikategorikan keadaannya ke
dalam keadaan yang baik, marginal dan kritis. Penilaian dampak terhadap
komponen yang berbeda kedaannya juga akan berbeda.
19

 Dampak tidak langsung juga dapat besar pada aspek-aspek sosial-ekonomi,


baik yang datang dari aspek fisik, kimia, biologi maupun sosial-budaya,
sehingga dengan demikian diperlukan prakiraan dampak tak langsung yang
cermat.
 Dampak yang perlu diperhatikan adalah yang terjadi secara berurutan.
Misalnya, meningkatnya pendapatan akan menimbulkan peningkatan gizi
makanan, kemudian akan meningkatkan kesehatan dan juga meningkatkan
permintaan akan barang, pendidikan dan jasa lainnya. Dampak pada satu
komponen sosial-ekonomi juga dapat menimbulkan dampak pada hubungan
antarmanusia sehingga dapat menimbulkan perpindahan matapencaharian,
perpindahan tempat pemukiman, mobilitas dan lain sebagainya.
 Pada aspek sosial-ekonomi, belum banyak model matematis yang dapat
digunakan untuk amdal. Apabila tidak dimungkinkan untuk menyajikan
dalam bentuk kuantitatif maka dapat juga disajikan dalam bentuk kualitatif.
4. Aspek Sosial-Budaya
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam aspek sosial budaya adalah sebagai
berikut.
 Melakukan identifikasi atas kebudayaan yang ada.
 Menentukan nilai-nilai budaya yang mempunyai arti penting dari sudut
lokal, nasional maupun internasional.
 Nilai-nilai yang perlu dipertahankan dari sudut arkeologi, budaya, sejarah
dan lain sebagainya.
 Ancaman pada nilai-nilai peninggalan tersebut biasanya karena
dihancurkan, rusak, kebanjiran atau tenggelam.
2.3.4 Model Matematis Prakiraan Dampak
Prakiraan dengan model matematis dilakukan dengan menggunakan model
yang telah tersedia atau dengan model yang khusus dikembangkan dalam
penelitian andal tertentu. Dalam hal model yang telah ada, persamaan yang
digunakan didasarkan pada pengetahuan apriori yang dimiliki lingkungan yang
dianalisis. Untuk itu digunakan asumsi dan teori tertentu tentang hubungan
20

variabel dalam lingkungan yang dianalisis yang didapatkan dalam persamaan


matematis yang digunakan.
Secara umum persamaan matematis menyatakan hubungan antara variabel
keluaran, X, sebagai fungsi dari satu atau lebih variabel masukan, (A, B,
C….),yaitu:
X =f (A, B, C,…)
Dalam beberapa bidang telah dikembangkan model matematis tertentu.
Model yang sesuai dipilih untuk digunakan. Seyogyanya pertimbangan pemilihan
model dilakukan secara eksplisit, dan dasar pertimbangan tersebut dimasukkan ke
dalam laporan.
1. Kenaikan Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk suatu daerah dihitung dengan jumlah penduduk
persatuan luas daerah (orang/km2). Angka jumlah penduduk dan luas daerah
didapatkan dari catatan kantor desa atau kecamatan. Secara matematis garis dasar
untuk menyatakan kepadatan penduduk tanpa proyek adalah sebagai berikut:
𝑃0( 1+𝑟 𝑡𝑝)𝑡
Dtp = 𝐿𝑡𝑜𝑡

Dengan:
Ddp = kepadatan penduduk dengan proyek pada waktu, t
rdp = laju pertumbuhan penduduk/tahun dengan proyek
P0 = jumlah penduduk pada waktu acuan, t0
t = periode waktu perhitungan, (ti – t0) tahun
Ltot = luas total daerah (km2)
21

nilai r didapatkan dari laporan statistik. jika tidak didapatkan laporan statistik,
r dapat dihitung dari pencatatan jumlah penduduk pada saat yang berbeda,
melalui persamaan:
Pt = P0 (1 + r)t
Kepadatan penduduk dengan proyek secara matematis dinyatakan dengan:
𝑃0 ( 1+𝑟𝑑𝑝)𝑡
Ddp = 𝐿𝑡𝑜𝑡−𝐿𝑖

Dengan:
Ddp = kepadatan penduduk dengan proyek pada waktu, t
rdp = laju pertumbuhan penduduk/tahun dengan proyek
Li = luas lahan yang digunakan oleh industry, termasuk lahan untuk kompleks
industri, prasarana perumahan, prasarana jalan.
Dapat diperkirakan bahwa pembangunan industri akan menarik penduduk
untuk bermigrasi dan mengurangi emigrasi karena bertambahnya lapangan
22

pekerjaan. Oleh karena itu laju pertumbuhan penduduk dengan proyek, rdp akan
menjadi lebih besar dari rtp. Berdasarkan penelitian kasus-kasus industri yang
sejenis dengan skala yang serupa dan lokasi yang serupa pula dapat diprakirakan
besarnya rdp. Dampak industri terhadap kepadatan penduduk dinyatakan secara
matematis dengan:
∆D = Ddp – DTP
Contoh:
Luas suatu daerah dimana akan didirikan suatu pabrik kertas adalah 1000 ha. Luas
pabrik dan semua prasarana yang akan didirikan di daerah tersebut direncanakan
150 ha. Catatan kepadatan yang terdapat di kecamatan menyatakan bahwa jumlah
penduduk tahun 1985 adalah 8000 orang dan tahun 1995 adalah 9870 orang.
Berapa dampak industri terhadap kepadatan penduduk pada tahun 2005 pada saat
pabrik mulai beroperasi?
Jawab:
Laju pertumbuhan penduduk pertahun antara tahun 1985 dan tahun 1995 dihitung
berdasarkan persamaan:
𝑃𝑡
Pt = P0 (1 + r )t atau 𝑃0 = (1 + r)t

ln Pt – ln P0 = t ln (1 + r)
ln 𝑃𝑡−ln 𝑃0 9,197−8,987
ln(1 + r) = = 0,021
𝑡 10

(1 + r) = e0,021 = 1,021 atau r = 0,021 = 2,1 %


Dengan demikian kepadatan penduduk tanpa proyek pada tahun 2005 adalah:
8000 (1+0,021)^20
Dtp = = 1212 orang/km2
10 𝑘𝑚^2

Data historis pada proyek sejenis di daerah lain menunjukkan laju pertumbuhan
penduduk mula-mula meningkat perlahan-lahan dan kemudian berubah menjadi
meningkat dengan pesat. Laju pertumbuhan penduduk bervariasi antara
3,5 %/tahun sampai 6 %/tahun, dengan nilai rata-rata 4,5% pertahun. Nilai rata-
rata ini digunakan sebagai prakiraan laju pertumbuhan penduduk dengan proyek,
sehingga kepadatan penduduk dengan adanya proyek:
𝑃0 ( 1+𝑟𝑑𝑝)𝑡 8000 (1+0,045)20
Ddp = = = 2269 orang/km2
𝐿𝑡𝑜𝑡−𝐿𝑡 (10−1,5 )𝑘𝑚2
23

Jadi dampak proyek industri terhadap kepadatan penduduk adalah meningkatnya


kepadatan penduduk sebesar:
∆D = Ddp – Dtp = (2269 – 1212) = 1057 orang/km2
2. Penurunan Hasil Produk Pertanian
Hasil pertanian dari lokasi proyek dapat dilihat dari catatan desa,
kecamatan atau dinas pertanian (ton/ha/tahun) untuk masing-masing jenis
tanaman (padi, jagung, singkong, kedelai, kelapa dan sebagainya).
Dalam hal ini nilai ton/ha/tahun dapat dihitung dari catatan intensitas penanaman
dan pola penggiliran tanam.
Melalui sigi harga, nilai ton/ha/tahun dapat dikonversikan menjadi
Rp/ha/tahun. Selanjutnya dari data luas lahan dapat dihitung produksi, yang
dinyatakan dalam Rp/tahun.
Melalui peta topografi batas-batas proyek (kompleks industri + prasarana
jalan dan perumahan) dan sigi lapangan, dapat diidentifikasi jenis tata-guna lahan
yang terkena proyek.
Produksi pertanian pada waktu, t0:
Pr0 = ∑𝒏𝒋=𝟏 𝑳jPrj
Produksi pertanian pada waktu ti, tanpa proyek:
Prip = = ∑𝒏𝒋=𝟏 𝑳Jtp PrJtp
Produksi pertanian pada waktu, t, dengan proyek:
= ∑𝒏𝒋=𝟏(𝑳𝒋 𝒅𝒑 − 𝑳𝒊𝒋 )Prj dp
dengan:
L = luas lahan pertanian
Pr = Produksi (Rp/ha)
Li = luas lahan pertanian yang terkena proyek
Prdp = produksi dengan proyek
subscript j = jenis tanaman
Ltp dan Prtp masing-masing luas lahan pertanian dan produksi pada waktu ti tanpa
proyek.
Jadi dampak produksi terhadap produk pertanian:
∆Pr = Prdp - Prtp
24

3. Penggusuran Penduduk
Jumlah kepala keluarga dan jiwa yang tergusur oleh proyek dapat dihitung
dengan melakukan sigi di dalam batas daerah proyek. Akan tetapi yang terkena
proyek sebenarnya tidak terbatas pada keluarga yang tinggal di daerah proyek saja
melainkan juga sejumlah keluarga di luar daerah tersebut, seperti buruh tani,
pedagang hasil bumi dan buruh pengangkut hasil bumi yang tinggal di luar daerah
proyek, tetapi bekerja di dalam proyek. Mereka tidak tergusur secara fisik,
melainkan secara ekonomi.
Mengingat hal tersebut di atas, maka orang yang terkena dampak secara
matematis dapat dinyatakan sebagai
PY = Pf + Pe
dengan:
Y = jumlah total orang tergusur
Pf = jumlah orang yang tergusur secara fisik dari daerah proyek.
Pe = jumlah orang yang tergusur secara ekonomi dari daerah proyek.
4. Kenaikan Tekanan Penduduk
Tekanan penduduk disebabkan karena lahan pertanian di suatu daerah
tidak cukup untuk mendukung kehidupan pada tingkat yang dianggap layak.
Karena itu penduduk berusaha untuk mendapatkan tambahan pendapatan dengan
membuka lahan baru atau pergi ke kota. Dorongan untuk membuka lahan baru
dan/atau pergi ke kota disebut dengan tekanan penduduk. Jika seluruh gaya
tekanan penduduk bekerja pada pembukaan lahan baru, maka lahan baru yag
dibuka secara matematis dinyatakan dengan:
L = (TP – 1 ) Ltot
dengan:
L = lahan baru yang dibuka
TP = tekanan penduduk
Ltot = luas lahan pertanian penduduk
Garis dasar untuk menyatakan tekanan penduduk, tanpa dan dengan
proyek dinyatakan sebagai berikut:
25

𝑓𝑡𝑝 𝑃0 ( 1+𝑟)𝑡
TPtp = Ztp (1 - αtp) 𝛽𝑡𝑝 𝐿𝑡𝑜𝑡

𝑓𝑖 𝑃0 ( 1+𝑟)𝑡
TPdp = Zi (1 – αi) (𝐿𝑡𝑜𝑡 −𝐿𝑖 )

dengan:
Ttp = tekanan penduduk tapa proyek
Tdp = tekanan penduduk dengan proyek
Li = luas lahan pertanian yang terkena proyek
Ltot = luas total lahan pertanian penduduk
α = fraksi pendapatan dari sector non pertanian, α < 1
Z = luas lahan yang dibutuhkan untuk hidup layak
f = fraksi penduduk yang menjadi petani
β = fraksi manfaat lahan pertanian yang dinikmati penduduk
subscrip i menyatakan masing-masing faktor dengan adanya industri.
Nilai-nilai Z,α, f, P, r, β dan untuk garis dasar didapatkan dari penelitian
lapangan dan dari catatan kantor desa atau kecamatan. nilai-nilai Zi,αi, fi, ri dan βi
harus diprakirakan dari penelitian kasus industri yang sejenis dan/atau serupa. L
diketahi dari dokumen proyek.
Dampak proyek terhadap tekanan penduduk dinyatakan dengan:
∆TP = TPdp – TPtp
5. Kerusakan Hutan
Dari pola migrasi yang terjadi dapat diprakirakan berapa persen kenaikan
tekanan penduduk yang mengakibatkan meningkatnya kerusakan hutan dan
kenaikan laju urbanisasi. Jika berturut-turut untuk kondisi tanpa dan dengan
proyek, masing-masing presentase tersebut adalah α% dan b% tekanan penduduk
berakibat terjadinya penebangan hutan untuk perluasan lahan pertanian, maka
dampak terhadap kerusakan hutan dinyatakan sebagai:
Ytp =(TPtp – 1) x α% x Ltot ha
Ydp = (TPdp – 1) x b% x (Ltot –Li)ha
Dampak industri terhadap kerusakan hutan:
∆Y = (Ydp Ytp)ha
Contoh:
26

Lokasi proyek terletak 100 km dari kota besar dan mempunyai hubungan
transportasi yang cukup baik. Berdasarkan data historis dari tahun 1985 sampai
dengan 1995, yaitu perhitungan tekanan penduduk dan catatan kerusakan hutan
pada dinas kehutanan, diperkirakan pada kondisi tanpa proyek 50% kenaikan
tekanan penduduk mengakibatkan semakin luasnya lahan pertanian yang
menggusur areal hutan di sekeliling desa. Berdasarkan studi perbandingan proyek
sejenis di lokasi lain, lebih sedikit orang yang beremigrasi ke kota dengan harapan
akan mendapatkan pekerjaan di pabrik. Namun karena mereka tidak mempunyai
keterampilan, hanya sedikit yang mendapatkan pekerjaan di pabrik ataupun di
efek gandanya, sehingga persentase tekanan penduduk yang mengakibatkan
kerusakan hutan meningkat dari 50% menjadi 60%. Angka ini digunakan untuk
memperkirakan dampak kenaikan tekanan penduduk oleh industri terhadap
penebangan hutan (pembukaan lahan) untuk memperluas lahan pertanian yaitu:
Ytp = (4,31 – 1)x 0,5 x 900 = 1489,5 ha
Ydp = (9,07 – 1)x 0,6 x (900 – 150)= 3631,5 ha
Jadi dampak industry terhadap kerusakan hutan:
∆Y = (3631,5 – 1489,5) = 2142 ha
Tampak bahwa dampak yang terjadi menyebabkan efeknya menyebar ke daerah
lain.
6. Arus Urbanisasi
Dari prakiraan tekanan penduduk yang mengakibatkan kerusakan hutan,
bagian tekanan penduduk yang mendorong arus urbanisasi adalah (100-α)% untuk
kondisi tanpa proyek dan (100 – b)% untuk kondisi dengan proyek.
Karena itu jumlah orang yang melakukan urbanisasi dapat diprakirakan dengan
persamaan:
1
Xtp = (1 − )x ftp x Ptp
𝑇𝑃𝑡𝑝 (100− 𝛼)%

1
Xtp = (1 − )x fdp x Pdp
𝑇𝑃𝑑𝑝 (100− 𝑏)%

dengan:
X = jumlah orang
27

α = persentase dampak tekanan penduduk yang mendorong orang untuk


memperluas lahan pertanian, tanpa proyek
b = idem, dengan proyek
f = fraksi petani di dalam populasi
P = jumlah penduduk pada waktu, t
Dampak proyek terhadap arus urbanisasi:
∆Y = Xdp – Xtp
Contoh:
Tekanan penduduk juga merupakan gaya yang mendorong penduduk keluar dari
desanya untuk mencari nafkah di tempat lain sehingga jumlah petani yang tinggal
1 1
menjadi jumlah semula dan yang beremigrasi menjadi (1 - jumlah petani.
𝑇𝑃 𝑇𝑃

Karena tanpa proyek 50% tekanan penduduk di desa itu mendorong petani untuk
memperluas lahan pertanian, maka hanya 50% yang mendorong petani untuk
migrasi ke kota. dengan adanya proyek, 40% tekanan penduduk mendorong petani
untuk bermigrasi. dengan demikian petani yang bermigrasi adalah:
1
Xtp = (1 − ) x 0,9 x Ptp
4,3 (100−50)%

dimana Ptp = P0(1 + rtp)10 = 9870 ( 1 + 0,021)10 = 12.147 orang dan


Pdp = 9870 (1 + 0,045)10 = 15.324 orang, maka:
Xtp = 0,536 x 0,9 x 12.147 = 5860 orang
1
Xdp = (1 − ) x 0,6 x15.324
9,07 (100−60)%

= 0,724 x 0,6 x 15.324 = 6657 orang


Jadi dampak proyek terhadap adanya arus urbanisasi:
∆X = (6657 – 5860) = 797 orang
7. Kenaikan Produksi Limbah
Jika produksi limbah (padat)adalah bkg/orang/hari, maka dampak adanya
arus urbanisasi terhadap produksi limbah di kota adalah:
z = ∆X x bkg/hari
Contoh:
Berdasarkan metode penilaian secara cepat WHO tentang sumber
pencemaran, produksi sampah padat di daerah berpenghasilan rendah di Asia
28

Tenggara adalah 0,4 kg/orang/hari (WHO, 1982), maka dampak produksi limbah
di kota sebesar:
z = 797 orang x 0,4 kg/orang/hari = 318,8 kg/hari.

2.4 Evaluasi Dampak

Untuk melakukan evaluasi terhadap dampak yang akan terjadi, dapat


digunakan dua metode, yaitu metode informal dan formal.
2.4.1 Metode informal
Metode informal yang sederhana yaitu dengan memberikan nilai verbal,
misalnya kecil, sedang dan besar. Cara lain adalah dengan memberikan skor,
misalnya dari 1 sampai 5 tanpa patokan yang jelas. Contohnya seperti pada
pemberian nilai penting yang dilakukan pada matriks Leopold. Nilai penting itu
diberi angka 1 sampai10 dan diisikan ke dalam sel matriks yang menunjukkan
interaksi di bagian kanan bawah, misalnya:

3⁄
6

Dengan demikian sel tersebut berisi dua angka, yaitu nilai besarnya
dampak di bagian kiri atas (3) dan nilai pentingnya dampak (6) di kanan bawah.
Seperti hal dengan besarnya dampak, Leopold et al tidak memberikan pedoman
cara mendapatkan nilai penting dampak. Karena itu disinipun terjadi fruktuasi
yang besar antara anggota tim dalam pemberian nilai. Kadar subjektifitas evaluasi
tinngi, misalnya seorang pejabat Dirjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam
(PHPA) akan cenderung untuk memberikan nilai pentingyang lebih untuk dampak
pada margasatwa daripada seorang pejabat Dirjen Industri Dasar.
2.4.2 Metode formal
Metode formal dapat dibedakan menjadi dua yaitu metode pembobotan
dan metode ekonomi.
1. Metode pembobotan
Dalam sistem ini dampak diberi bobot dengan menggunakan metode
yang ditentukan secara eksplisit. Sebuah contoh adalah sebuah sistem
29

pembobotan menurut Battale untuk pengembangan sumber air (Dee et al,


1973). Dalam sistem Battale ini lingkungan dibagi dalam empat kategori
yaitu ekologi, fisik/ kimia, estetika dan kepentingan manusia/ sosial. Masing-
masing kategori terdiri atas komponen-komponen. Misalnya komponen
dalam kategori ekologi adalah jenis dan populasi terestial. Selanjutnya
komponen dibagi lagi dalam indikator dampak. Contoh indikator dampak
dalam komponen jenis dan populasi terestial adalah tanaman pertanian dan
vegetasi alamiah. Masing-masing kategori, komponen dan indikator dampak
dinilai pentingnya relatif terhadap yang lain dengan menggunakan angka
desimal antara 0 dan 1.
Prosedur pemberian bobotnya adalah sebagai berikut:
 Dipilih sekelompok orang dan dijelaskan kepada mereka secara
rinci konsep pemberian bobot dan penggunaannya.
 Dibuat daftar kategori dampak. Masing-masing orang diharapkan
untuk secara mandiri membuat daftar urutan kategori dari yang
terpenting sampai yang paling rendah tingkat kepentingannya.
 Masing-masing orang memberikan nilai 1 pada kategori pertama
dalam daftarnya dan kemudian diminta untuk membuat prakiraan
nilai kategori kedua dibandingkan dengan orang pertama.
Prakiraan ini dinyatakan secara desimal antara 0 dan 1. Setiap
orang membuat prakiraan yang serupa untuk kategori ketiga,
keempat dan seterusnya.
 Rata-rata nilai semua individu dihitung.
 Hasil sekelompok ditunjukkan pada semua orang.
 Eksperimen diulangi dengan kelompok yang sama.
 Eksperimen diulangi dengan kelompok yang lain untuk menguji
apakah hasilnya dapat diproduksi.
Prosedur yang sama dilakukan berturut-turut untuk komponen dan
indikator dampak. Agar operasi matematika dapat dalam metode pembobotan,
metode tersebut harus menggunakan skala interval atau skala nisbah
(amalgamasi).
30

Tujuan dari amalgamasi adalah untuk mempermudah pemilihan alternatif


oleh pengambil keputusan. Amalgamasi adalah perangkuman semua nilai yang
dapat menjadi satu atau sejumlah kecil indeks dalam komposit. Amalgamasi
disebut juga agrerasi. Misalnya pada matriks Leopold, nilai yang diisikan pada
masing-masing sel dijumlahkan menurut baris dan kolom, sehingga didapatkan
suatu indeks pada sudut kanan bawah. Indeks ini merupakan tingkat besarnya
dampak (pada bagian kiri atas) dan jumlah tingkat pentingnya dampak (pada
sudut kanan bawah). Jumlah dalam kolom (baris pada dasar matriks) merupakan
jumlah dampak yang disebabkan oleh aktivitas, dan jumlah dalam baris (kolom
paling kanan pada matriks) merupakan jumlah dampak pada suatu parameter.
Sistem evaluasi lingkungan Battale juga menghasikan indeks dampak
komposit dengan menjumlahkan satuan dampak lingkungan. Indeks dampak
komposit dinyatakan dengan:

Dk = ∑𝑛𝑖=1 SDLdpi - ∑𝑛𝑖=1 SDLlpi

Dimana Dk = indeks dampak komposit, SDLdpi = satuan dampak


lingkungan dengan proyek, dan SDLlpi = satuan dampak lingkungan tanpa proyek.
2. Metode ekonomi
Metode ini mudah diterapkan pada dampak yang yang mempunyai nilai
uang. Misalnya dampak penurunan produksi padi (lihat contoh terdahulu).
Misalnya jika dampak penurunan produksi padi 2 ton/ha/tahun dan harga padi Rp.
400/kg, dampak penueunan tersebut bernilai Rp. 800.000/ha/tahun.
Untuk dampak yang tak memiliki nilai uang, penerapan metode ini masih
mengalami banyak kesulitan. Cara yang umumdigunakan adalah untuk
memberikan harga bayangan (shadow price) pada dampak tersebut. Misalnya
pemerintah mengalokasikan anggaran belanja tertentu untuk penjagaan dan
pemeliharaan cagar alam dan taman nasional. Demikian pula orang bersedia
mengeluarkan biaya untuk mengunjungi suatu cagar alam atau taman nasional.
Besarnya anggaran belanja atau biaya perjalanan tersebut merupakan harga
31

bayangan cagar alam, yaitu nilai yang diberikan oleh pemerintah/ orang kepada
cagar alam tersebut.
Dalam hal ini lingkungan yang tercemar, biaya untuk membersihkan
lingkungan dari pencemaran. Biaya tersebut semakin tinggi dengan semakin
tingginya tingkat keberssihan yang dikehendaki masyarakat. Hubungan antara
biaya dengan tingkat kebersihan pada umumnya tidak linier, melainkan biaya
marjinal pembersihan semakin tinggi dengan semakin tingginya tingkat kebersiha
yang ingin dicapai, atau rostorasi fungsi lingkungan, misalnya fungsi air sebagai
bahan baku air minum. Harga bayangan fungsi lingkungan adalah biaya marjinal
pembersihan pada restorasi optimum fungsi tersebut.
Berdasarkan konsep ini pada dasarnya semua fungsi atau indikator
lingkungan yang dapat diberi baku mutu dapat diberi harga bayangan, yaitu uang
yang dibutuhkan untuk mengembalikan kualitas dan ketersediaan indikator
lingkungan dan sumber daya yang mengalami kerusakan karena kegiatan produksi
atau konsumsi pada baku mutu yang ditentukan.

2.5 Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan


Lingkungan (RPL)

2.5.1 Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)


a. Kedudukan RKL dalam Amdal
Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) merupakan bagian dari Amdal,
suatu proyek yang membahas penyusunan RKL dari suatu proyek yang akan
dibangun atau proyek yang sudah dibangun tetapi belum ada RKL-nya.
Analisis dampak lingkungan bertujuan agar lingkungan dapat mendukung
pembangunan yang berkelanjutan. Dengan kata lain perubahan lingkungan yang
diakibatkan oleh adanya pembangunan, baik yan direncanakan maupun yang
terjadi di luar rencana, tidak akan menurunkan atau menghilangkan kemampuan
lingkungan untuk mendukung kehidupan ke arah tingkat kualitas hidup yang lebih
tinggi. Untuk mencapai tujuan ini, hasil akhir AMDAL haruslah berupa Rencana
Pengelolaan Lingkungan.
32

Kedudukan RKL dalam AMDAL ditunjukan dalam gambar berikut.

A
M Hasil pendugaan RKL
RPL
D dampak suatu
A proyek
L

Aktivitas Pengelolaan Aktivitas Pemantauan


Lingkungan Lingkungan

Usulan Proyek dibangun


proyek dan berjalan

Dampak Keadaan kualitas Hasil pemantauan


lingkungan lingkungan kualitas lingkungan

Gambar 2.6 Kedudukan RKL dalam Amdal dan kaitannya dengan aktivitaas
Pengelolaan Lingkungan setelah proyek dibangun dan berjalan

Dalam gambar tersebut jelas terlihat bahwa Pendugaan Dampak, RKL dan
RPL merupakan hasil dari studi Amdal, walaupun di dalam penyusunan laporan
Amdal bagian RKL dan RPL dapat dipisahkan atau disusun dalam laporan
tersendiri.
Suatu studi Amdal yang hanya berisi pendugaan dampak saja tanpa diikuti
dengan RKL tidak akan bermanfaat. Bila suatu RKL disusun namun tidak diikuti
dengan aktivitas pengelolaan lingkungan juga tidak akan bermanfaat. Hasil dari
suatu aktivitas pengelolaan lingkungan akan tampak pada kualitas lingkungan
ambien atau kualitas limbah, dan hasil ini harus selalu dipantau atau dimonitor.
Hasil pemantauan akan merupakan masukan untuk memperbaiki pendugaan
dampak, RKL dan RPL apabila dinilai masih belum tepat.
33

Studi Amdal telah selesai sewaktu telah disetujui oleh tim yang
mengevaluasi, tetapi RKL, RPL dan aktivitas pengelolaan lingkunngan akan
selalu dijalankan selama proyek masih berjalan atau sampai tahap reklamasi.
b. Ruang lingkup tentang Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
Berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 29 tahun
1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Juni 1987, dalam Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL),
diminta isi dari uraian tentang RKL sebagai berikut:
a. Faktor lingkungan yang terkena dampak
Uraian secara jelas tentang faktor biogeofisik kimia dan aspek-aspek
sosial-ekonomi dan sosial-budaya yang terkena dampak sebagai akibat
dilaksanakannya kegiatan.
b. Sumber dampak
Uraian secara jelas tentang komponen kegiatan yang merupakan sumber
dampak, misalnya penggunaan kilang yang menghasilkan emisi SO2 dan
NOx dengan konsentrasi tinggi.
c. Bobot dan tolok ukur dampak
Penentuan bobot dan tolok ukur dampak untuk mendapatkan gambaran
tentang berat dan ringannya dampak terhadap lingkungan. Misalnya, emisi
SO2 dan NOx dari kegiatan akan jauh melampaui Nilai Ambang Batas dan
bertahan lama di udara dalam ruang yang relatif luas.
d. Upaya pengelolaan lingkungan
Upaya penanganan dampak ini dapat berupa pencegahan, penanggulangan
dampak negatif serta pengembangan dampak positif. Misalnya:
1. Pencegahan dilakukan dengan menggunakan bahan baku yang tidak
atau kurang menghasilkan limbah berbahaya dan beracun yang dapat
mengganggu dan menbahayakan kesehatan manusia. Misalnya, untuk
mencegah terjadinya emisi SO2 dan NOx berkadar tinggi maka perlu
digunakan bahan minyak mentah berkadar belerang rendah. Dengan
kata lain pencegahan diupayakan sejak pemilihan bahan baku, di
dalam proses, usaha pendaur-ulangan limbah dan lain sebagainya.
34

2. Penanggulangan diluar prosesnya agar tidak membahayakan.


Misalnya, kadar SO2 dan NOx yang tinggi dapat ditanggulangi dengan
pembuatan cerobong asap yang cukup tinggi sehingga penyebaran
emisi tersebut cukup luas, dengan cara ini kadar SO2 dan NOx di udara
akan rendah dan lain sebagainya.
3. Pengembangan, yaitu usaha untuk lebih meningkatkan daya guna
dampak positif agar dapat diperoleh manfaat yang lebih besar.
2.5.2 Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
a. Definisi Pemantauan
Dalam hubungannya dengan Amdal, pemantauan adalah suatu proses
pengukuran, pencatatan, analisis dan pelaporan informasi yang berkesinambungan
tentang dampak. Di dalam Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1986 Rencana
Pemantauan Lingkungan (RPL) harus dibuat setelah Amdal disetujui oleh instansi
yang berwenang. Menurut Duinker (1983), pemantauan adalah pengukuran
berdasarkan waktu atau suatu pengulangan pengukuran atau suatu pengukuran
yang berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu, sehingga pengertian dari
pemantauan lingkungan adalah pengulangan pengukuran pada komponen atau
parameter lingkungan pada waktu-waktu tertentu.
Menurut apa yang dipantau, maka pemantauan dapat dibagi dalam:
a. Pemantauan sumber penyebab dampak (pemantauan emisi), misalnya
limbah.
b. Pemantauan lingkungan yang terkena dampak (pemantauan ambien),
misalnya populasi ikan dan kualitas udara.
Keduanya harus dilakukan karena data dari kedua aktivitas tersebut saling
mengisi. Petunjuk tentang apa yang harus dipantau didapatkan dari hasil prakiraan
dan evaluasi dampak.
Berdasarkan komponen-komponen lingkungan yang terkena dampak,
pemantauan dibedakan menjadi:
a. Pemantauan di bidang fisik dan kimia
b. Pemantauan di bidang biologi
c. Pemantauan di bidang sosial-ekonomi
35

d. Pemantauan di bidang sosial-budaya.


Pengertian dari pemantauan fisik dan kimia adalah pengulangan
pengukuran pada komponen-komponen fisik dan kimia, tetapi Duinker (1983)
memberikan definisi pemantauan biologis agak berbeda yaitu sebagai
pengulangan pengukuran dari reaksi biota terhadap perubahan lingkungan hidup.
Untuk manusiapun (sosial-ekonomi dan sosial-budaya) pengertiannya cenderung
untuk disamakan dengan biota, yaitu reaksi manusia pada perubahan lingkungan.
b. Kegunaan dari Pemantauan
Pada awalnya banyak yang menganggap bahwa tujuan atau kegunaan
pemantauan lingkungan dalam Amdal hanyalah untuk pemantauan dampak dari
suantu proyek atau suatu aktivitas manusia. Tetapi sebenarnya apabila program
pemantauan dapat disusun dengan baik maka manfaat dari pemantauan
lingkungan bukan hanya mengetahui dampak dari proyek saja tetapi masih banyak
kegunaan lain yang didapatkan.
Secara ilmiah Duinker (1983) merumuskan kegunaan dari pemantuan
adalah sebagai berikut:
a. Untuk menguji pendugaan dampak, sehingga akan dapat lebih
diketahui mengenai sistem dalam lingkungan dan di kemudian hari
akan meningkatkan kemampuan dalam pendugaan.
b. Untuk menguji efektifitas dari aktivitas atau teknologi yang digunakan
untuk mengendalikan dampak negatif.
c. Untuk mendapatkan tanda peringatan sedini mungkin mengenai
perubahan lingkungan yang tidak dikehendaki sehingga perbaikan
suatu tindakan dapat disempurnakan.
d. Untuk mengumpulkan bukti-bukti untuk menunjang tuntutan-tuntutan
ganti rugi.
c. Ruang Lingkup Pemantauan
Pedoman Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1986 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5
Juni 1986, yang dikeluarkan oleh Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan
Hidup, menyajikan ruang lingkup pemantauan sebagai berikut:
36

a. Jenis dampak penting


Uraian secara jelas tentang jenis dampak pengting maupun damapak
lainnya yang akan dipantau, misalnya berupa pencemaran udara oleh SOx
dan NOx akibat penggunaan bahan bakar minyak berkadar sulfur tinggi.
b. Faktor lingkungan yang dipantau
Uraian secara jelas tentang faktor lingkungan yang dipantau. Pemantauan
faktor lingkungan ini dapat dilakukan terhadap sumber dampak
lingkungan dan akibat yang ditimbulkan oleh dampak tersebut terhadap
lingkungan. Misalnya, dalam hal pencemaran udara oleh SOx dan NOx
pemantauan sumber dampaknya dapat dilakukan terhadap kandungan
sulfur dan nitrogen dalam bahan bakar minyak tersebut. sedangkan
pemantauan akibat dari dampak terhadap lingkungan dapat dilakukan
dengan mengukur kadar keasaman air dalam badan perairan sebagai akibat
pencemaran SOx dan NOx.
c. Tolok ukur dampak
Uraian secara jelas tentan tolok ukur yang akan dipantau. Tolok ukur ini
dapat meliputi aspek biogeofisik dan atau aspek sosial ekonomi dan aspek
sosial budaya. Misalnya, tolok ukur aspek biogeofisik dari pencemaran
oleh SOx dan NOx di udara dapat dipantau dengan mengukur kadar
penurunan pH air dalam badan perairan sebagai akibat terjadinya hujan
asam. Sedangkan tolok ukur aspek sosial-ekonomi dan sosial-budaya
dipantau melalui penurunan hasil penangkapan ikan oleh pengusaha
akuakultur sebagai akibat terjadinya pencemaran hujan asam.
d. Lokasi
Uraian tentang lokasi yang tepat untuk memantau dampak dengan
melampirkan peta berskala memadai yang memuat lokasi dan tapak
pemantauan termasuk dimensi ruangnya.
e. Periode pemantauan
Uraian tentang kekerapan waktu pemantauan yang menyangkut saat
pemantauan dilaksanakan dan berapa lama waktu yang diperlukan untuk
memantau suatu jenis dampak.
37

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan berdasarkan isi makalah adalah sebagai berikut:

1. Proses penyusunan AMDAL disusun berdasarkan deskripsi kegiatan.


Dimulai dari penetuan batas- batas wilayah studi, komponen lingkungan
yang ditelaah dan komponen kegiatan yang ditelaah oleh Rona
Limgkungan Awal, selanjutnya diidentifikasi, dilakukan prakiraan dan
evaluasi dampak, Hasil evaluasi dampak berupa arahan RKL dan RPL.
2. Identifikasi dampak AMDAL dapat dilakukan dengan beberapa metode
yaitu daftar uji sederhana, daftar uji kuisioner, daftar uji diskriptif, matriks,
matriks dampak dari moore, metode ad hoc, bagan alir.
3. Prakiraan dampak bertujuan untuk memprakirakan besarnya perubahan
kualitas lingkungan semua komponen lingkungan yang telah
diidentifikasikan. Prakiraan dampak dilakukan dengan memperhatikan
dimensi ruang dan waktu.
4. Dalam melakukan evaluasi terhadap dampak yang akan terjadi, dapat
digunakan dua metode, yaitu metode informal dan formal.
5. Hasil akhir AMDAL haruslah berupa Rencana Pengelolaan Lingkungan.
pemantauan adalah suatu proses pengukuran, pencatatan, analisis dan
pelaporan informasi yang berkesinambungan tentang dampak.

3.2 Saran

Saran dari penulisan makalah ini yakni diharapkan kita bisa mengerti
tentang dasar-dasar penyusunan AMDAL. Jadi, belajar itu tidak hanya dari satu
buku tetapi dari buku lain juga, karena buku adalah ilmu pengetahuan untuk kita.

Anda mungkin juga menyukai