Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN

TI-4007 PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM TERINTERGRASI IV

TUGAS 1
PERHITUNGAN ONGKOS PEMINDAHAN MATERIAL

Kelompok 42:
1. Nora Nisrina (13413011)
2. Wisnu Adi Pramono (13413089)

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2016
Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

LEMBAR ASISTENSI

Asistensi modul ke :1

Asistensi ke :1

Tanggal : 5 September 2016

Kelompok 42

1. Nora Nisrina (13413011)

2. Wisnu Adhi Pramono (13413089)

Asisten : Muchammad Arya Zamal – 13412100

Catatan:

Bandung, 5 September 2016


M. Arya Zamal

(_____________________________)

Muchammad Arya Zamal – 13412100 2


Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

DAFTAR ISI

Lembar Asistensi .....................................................................................................................................2


Daftar Isi ..................................................................................................................................................3
Daftar Tabel .............................................................................................................................................4
Daftar Gambar .........................................................................................................................................5
Bab 1 Pendahuluan .................................................................................................................................6
1.1 Latar Belakang ...............................................................................................................................6
1.2 Tujuan ............................................................................................................................................6
Bab 2 Studi Literatur................................................................................................................................7
2.1 Dasar Teori ....................................................................................................................................7
2.2 Flowchart Pengolahan Data ........................................................................................................11
Bab 3 Pengolahan Data .........................................................................................................................12
3.1 Perhitungan Ongkos Material Handling ......................................................................................12
3.1.1 Perpindahan dari Receiving ke Gudang Bahan Baku ............... Error! Bookmark not defined.
3.1.2 Perpindahan dari Gudang Bahan Baku ke Stasiun Kerja ......... Error! Bookmark not defined.
3.1.3 Perpindahan dari Stasiun Kerja ke Stasiun Kerja..................... Error! Bookmark not defined.
3.1.4 Perpindahan dari Stasiun Kerja ke Warehouse ....................... Error! Bookmark not defined.
3.1.5 Perpindahan dari Warehouse ke Shipping .............................. Error! Bookmark not defined.
3.2 Perhitungan Matriks Ongkos .......................................................................................................13
3.3 Perhitungan Matriks Berat ..........................................................................................................20
3.4 Perhitungan Matriks Inflow .........................................................................................................21
3.5 Perhitungan Matriks Outflow ......................................................................................................26
3.6 Perhitungan Matriks Prioritas .....................................................................................................28
Bab 4 Analisis.........................................................................................................................................29
4.1 Analisis Perhitungan Ongkos Material Handling .........................................................................29
4.2 Analisis Matriks Outflow..............................................................................................................31
4.3 Analisis Penentuan Prioritas ........................................................................................................33
4.4 Analisis Keterkaitan Antar Modul................................................................................................33
Bab 5 Kesimpulan dan Saran .................................................................................................................34
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................................................34
5.2 Saran ............................................................................................................................................34
Daftar Pustaka .......................................................................................................................................35

Muchammad Arya Zamal – 13412100 3


Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

Lampiran................................................................................................................................................36

DAFTAR TABEL

Muchammad Arya Zamal – 13412100 4


Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

DAFTAR GAMBAR

Muchammad Arya Zamal – 13412100 5


Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan

Muchammad Arya Zamal – 13412100 6


Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

BAB 2
STUDI LITERATUR

2.1 Dasar Teori


2.1.1 Group Technology
Group Technology merupakan sebuah metode dalam perancangan tata letak pabrik dengan
mengelompokan produk yang memiliki kesamaan desain atau kesamaan penggunaan mesin dan
peralatan pada proses pembuatannya atau keduanya. Berbeda dari metode-metode sebelumnya, group
technology merupakan pengembangan dari metode tradisional dalam perancangan tata letak pabrik.
Group technology merupakan gabungan antara fixed position layout dan process layout. Gabungan
antara fixed position layout dan process layout dapat terlihat pada karakteristik group technology
sebagai sebuah metode yang membagi layout berdasarkan kesamaan penggunaan mesin dan peralatan
namun juga tetap memperhatikan urutan pengerjaan produk pada layout tersebut. Berikut ini
merupakan gambar yang menunjukkan ilustrasi dari metode group technology:

Gambar 1 Group Technology

Prosedur dalam penggunaan metode group technology berbeda dengan metode-metode lainnya dalam
perancangan tata letak pabrik. Dalam merancang tata letak pabrik dengan menggunakan group
technology, langkah awal yang harus dilakukan adalah membuat cell-cell produk yang menggunakan
mesin dan alat yang sama. Pembuatan cell dilakukan dengan melihat routing sheet dari produk yang
dibuat kemudian dilakukan pengelompokkan dengan menggunakan rank order clustering atau row and
column masking.

Sama dengan metode perancangan tata letak pabrik lainnya, metode group technology memiliki
kelebihan dan kekurangan dalam penggunaannya. Berikut ini merupakan kelebihan dan kekurangan dari
penggunaan metode group technology:

Kelebihan:

 Pengurangan waktu setup dan ongkos material handling


 Bottlenecks dapat teridentifikasi dengan mudah
 Operator makin terlatih sehingga cacat produk akibat operator dapat berkurang
 Berkurangnya waktu transportasi dalam perpindahan antar kegiatan

Kekurangan:

Muchammad Arya Zamal – 13412100 7


Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

 Mesin yang digunakan lebih banyak karena terdapat mesin yang sama yang diletakkan pada cell
yang berbeda
 Utilisasi mesin rendah
 Ukuran pabrik dapat lebih besar daripada metode-metode lainnya

2.1.2 Rank Order Clustering


Rank order clustering merupakan metode pengelompokan mesin atau peralatan yang digunakan pada
metode group technology. Pengelompokan mesin dengan menggunakan rank order clustering dilakukan
dengan membagi produk-produk yang digunakan pada proses produksi pada baris dan mesin yang
digunakan pada proses produksi pada kolom yang kemudian mesin dan produk tersebut diurutkan
berdasarkan total nilai binernya sehingga didapatkan kelompok-kelompok mesin. Proses penentuan
dengan menggunakan metode rank order clustering lebih mudah digunakan apabila dibandingkan
dengan teknik pengelompokkan lainnya. Berikut ini merupakan langkah-langkah yang digunakan dalam
mengelompokkan mesin dengan menggunakan metode rank order clustering:

1. Memberikan bobot biner BWj = 2m-j pada setiap kolom j dan matriks part-machine
2. Menghitung nilai Decimal Equivalent (DE) pada setiap nilai biner pada setiap baris i dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut:
𝑚

𝐷𝐸𝑖 = ∑ 2𝑚−𝑗 𝑎𝑖𝑗


𝑗=1
3. Mengurutkan baris dari nilai DE yang paling besar hingga nilai DE yang paling kecil
4. Memberikan bobot biner BWi = 2m-i pada setiap baris i dan matriks part-machine
5. Menghitung nilai Decimal Equivalent (DE) pada setiap nilai biner pada setiap kolom j dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut:
𝑛

𝐷𝐸𝑗 = ∑ 2𝑛−𝑖 𝑎𝑖𝑗


𝑖=1
6. Mengurutkan kolom dari nilai DE yang paling besar hingga nilai DE yang paling kecil

2.1.3 Row and Column Masking


Pengelompokan dengan menggunakan metode row and column masking dilakukan dengan memberkan
garis vertikal dan horizontal pada matriks produk dan mesin yang digunakan. Algoritma ini dimulai
dengan memberikan garis horizontal pada mesin yang memiliki nilai 1 pada barisnya. Kemudian proses
dilanjutkan dengan memberikan garis vertikal pada kolom yang memiliki nilai 1 pada garis horizontal
tersebut. Hal ini terus dilakukan hingga tidak ada kemungkinan penambahan garis pada baris dan kolom.
Kelompok mesin dapat dilihat berdasarkan garis vertikal dan horizontal yang telah dibuat. Berikut ini
merupakan langkah-langkah yang digunakan dalam mengelompokkan mesin dengan menggunakan
metode row and column masking:

1. Menggambar garis horizontal pada baris pertama. Pilih nilai 1 pada matriks yang hanya memiliki
satu garis
2. Apabila sebuah nilai memiliki garis horizontal, maka langkah dilanjutkan pada langkah 2a. Apabila
sebuah nilai memiliki garis vertikal, maka langkah dilanjutkan pada langkah 2b
2a. Menggambar garis vertikal pada kolom yang memiliki nilai 1
2b. Menggambar garis horizontal pada baris yang memiliki nilai 1
Muchammad Arya Zamal – 13412100 8
Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

3. Apabila terdapat nilai 1 pada setiap cell matriks dengan hanya satu garis melewati cell tersebut,
pillih cell lain dan lakukan langkah pada langkah 2. Ulangi langkah ini sehingga tidak ada cell yang
tersisa
4. Pilih baris yang tidak terlewati oleh garis apapun. Apabila ada, gambarkan garis horizontal pada baris
tersebut dan kembali ke nomor 2. Apabila tidak ada, maka perhitungan selesai

2.1.4 Modified Spanning Tree


Modified Spanning Tree merupakan sebuah metode heuristik yang digunakan dalam penyusunan tata
letak pabrik satu baris. Algoritma Modified Spanning Tree menentukan peletakan tata letak pabrik pada
satu baris sehingga ongkos perpindahan material antar departemen menjadi minimum. Algoritma
modified spanning tree sama dengan algoritma minimum spanning tree. Berikut ini merupakan langkah-
langkah dalam menggunakan algoritma modified spanning tree:

1. Diketahui flow matrix [fij], matriks jarak ruangan [dij], dan panjang mesin li, hitung nilai adjacency
weight matrix [f’ij] dengan persamaan [ f’ij] = (fij) (dij + 0.5 (li+lj)).
2. Cari elemen terbesar pada [f’ij] dan nilai i dan j. Notasikan nilai i, j ini menjadi i*, j*. Hubungkan
mesin i* dengan j*. Tetapkan f’i*j*=f’j*i*=-∞.
3. Cari elemen terbesar f’i*k*, f’j*l* pada baris i*, j* pada matriks [f’ij]. Jika f’i*k ≥ f’j*l*, hubungkan k
dengan i* dan hapus baris i* serta kolom i* dari matriks [f’ij], dan set i*=k. Sebaliknya, hubungkan l
dengan j*, hapus baris j* dan kolom j* dari matriks [f’ij] dan tetapkan j*=l. Tetapkan f’i*j*=f’j*i*=-∞.
4. Ulangi langkah nomor 3 sampai seluruh mesin terhubung. Urutan mesin menentukan peletakan
mesin

2.1.5 Routing Sheet


Routing sheet merupakan langkah-langkah yang mencakup rincian mengenai proses produksi sebuah
komponen dan rincian-rincian yang diperlukan yang tersaji dalam bentuk tabular. Routing sheet berguna
untuk menghitung jumlah mesin yang dibutuhkan dan jumlah part yang harus dipersiapkan untuk
sebuah produk yang diinginkan. Data-data yang terdapat pada routing sheet meliputiL
Tabel 1 Data Routing Sheet

No. Komponen Tabel Keterangan


1. No Urutan operasi pembuatan part
2. Nama operasi Nama operasi yang dilakukan
3. Nama mesin Mesin yang digunakan dalam operasi
4. Kapasitas mesin teoritis per jam Kapasitas mesin seharusnya dalam pembuatan part per
jam
5. Kapasitas mesin teoritis per hari Kapasitas mesin seharusnya dalam pembuatan part per
hari
6. Efisiensi mesin Efisiensi mesin dalam memproduksi part
7. Availibility mesin Availibility mesin dalam memproduksi part
8. Kapasitas mesin aktual per hari Kapasitas mesin sesungguhnya dalam produksi
9. Reject Jumlah barang yang di-reject
10. Jumlah yang diharapkan per hari Jumlah part yang diharapkan terbentuk
11. Jumlah yang harus disiapkan per hari Jumlah part yang harus disiapkan untuk proses lanjutan
12. Jumlah mesin teoritis Jumlah mesin teoritis yang dibutuhkan untuk produksi
13. Waktu proses (menit) Waktu dalam melakukan aktivitas untuk memproduksi
Muchammad Arya Zamal – 13412100 9
Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

No. Komponen Tabel Keterangan


suatu part
14. Total waktu proses (menit) Total waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi part

Muchammad Arya Zamal – 13412100 10


Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

2.2 Flowchart Pengolahan Data


Berikut ini merupakan flowchart pengolahan data Praktikum Perancangan Sistem Terintegrasi IV Modul
1 Group Technology:

Mulai

Demand,
Availibilitas, Membuat routing
dan efisiensi sheet assembly
mesin

Membuat routing
sheet fabrikasi dan
pre-fabrikasi

Menghitung utilitas
mesin fabrikasi dan
pre-fabrikasi

Membuat matriks
komponen dan
mesin

Mengelompokan Mengelompokan
mesin dengan mesin dengan
metode rank order metode row &
clustering column masking

Menyusun formasi
sel

Mengurutkan posisi
mesin dengan
menggunakan
metode modified
spanning tree

Membuat layout
setiap sel

Menentukan rack
Menghitung luas Menghitung luas
design dan luas
gudang bahan baku lantai produksi
warehouse

Selesai

Gambar 2 Flowchart Pengolahan Data

Muchammad Arya Zamal – 13412100 11


Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

BAB 3
PENGOLAHAN DATA

3.1 Data Awal


Data awal merupakan data pertaman yang dibutuhkan untuk melakukan perancangan tata letak pabrik
dengan menggunakan metode group technology. Berbeda dengan data awal pada perancangan tata
letak pabrik dengan metode tradisional, jenis kereta kayu mainan yang diproduksi memiliki rangkaian
yang berbeda dan jenis rangkaian yang berbeda setiap produknya. Data awal yang dibutuhkan untuk
perancangan tata letak pabrik adalah demand setiap kereta kayu mainan yang diproduksi, efisiensi dan
availability mesin yang digunakan, dan gerbong apa saja yang digunakan dalam merangkai setiap jenis
kereta kayu mainan. Berikut ini merupakan tabel yang menunjukkan data awal yang digunakan dalam
perancangan tata letak pabrik:
Tabel 2 Rangkaian Kereta Kayu Mainan

Demand 1 2 3 4
I 71 Engine A Gondola Box Car Caboose
II 136 Engine B Tanker Car Coal Car Log Car
III 74 Engine C Container Open Cage Closed Cage
Tabel 3 Efisiensi dan Availibility Mesin

Efisiensi mesin : 97%


Availability : 97%
Tabel 4 Permintaan Setiap Rangkaian Kereta Kayu Mainan

Jenis
Jumlah
Demand I II III
71 136 74 281
Engine A 71 71
Gondola 71 71
Box Car 71 71
Caboose 71 71
Pack Train 71 71
Engine B 136 136
Tanker Car 136 136
Coal Car 136 136
Log Car 136 136
Pack Train 136 136
Engine C 74 74
Container 74 74
Open Cage 74 74
Closed Cage 74 74
Pack Train 74 74

Muchammad Arya Zamal – 13412100 12


Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

3.2 Pembuatan Routing Sheet


Routing sheet merupakan langkah-langkah yang mencakup rincian mengenai proses produksi sebuah
komponen dan rincian-rincian yang diperlukan yang tersaji dalam bentuk tabular. Routing sheet berguna
untuk menghitung jumlah mesin yang dibutuhkan dan jumlah part yang harus dipersiapkan untuk
sebuah produk yang diinginkan. Data-data yang terdapat pada routing sheet meliputiL
Tabel 5 Komponen Routing Sheet

No. Komponen Tabel Keterangan


1. No Urutan operasi pembuatan part
2. Nama operasi Nama operasi yang dilakukan
3. Nama mesin Mesin yang digunakan dalam operasi
4. Kapasitas mesin teoritis per jam Kapasitas mesin seharusnya dalam pembuatan part per
jam
5. Kapasitas mesin teoritis per hari Kapasitas mesin seharusnya dalam pembuatan part per
hari
6. Efisiensi mesin Efisiensi mesin dalam memproduksi part
7. Availibility mesin Availibility mesin dalam memproduksi part
8. Kapasitas mesin aktual per hari Kapasitas mesin sesungguhnya dalam produksi
9. Reject Jumlah barang yang di-reject
10. Jumlah yang diharapkan per hari Jumlah part yang diharapkan terbentuk
11. Jumlah yang harus disiapkan per hari Jumlah part yang harus disiapkan untuk proses lanjutan
12. Jumlah mesin teoritis Jumlah mesin teoritis yang dibutuhkan untuk produksi
13. Waktu proses (menit) Waktu dalam melakukan aktivitas untuk memproduksi
suatu part
14. Total waktu proses (menit) Total waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi part

3.2.1 Routing Sheet Assembly


Routing sheet assembly merupakan routing sheet yang mencakup langkah-langkah apa saja yang
dilakukan untuk membuat sebuah produk assembly. Pembuatan routing sheet pada Praktikum
Perancangan Sistem Terintegrasi IV Modul 1 Group Technology hanya dilakukan pada toy train 1 saja.
Berikut ini merupakan langkah-langkah dalam membuat routing sheet assembly:

1. Menentukan proses-proses apa saja yang dilakukan untuk membuat assembly beserta mesin apa
saja yang digunakan
Dalam langkah-langkah pembuatan routing sheet assembly, part assembly yang digunakan adalah
assembly engine. Proses yang dilakukan meliputi urutan perancangan dan mesin apa saja yang
digunakan untuk membuat produk tersebut

Muchammad Arya Zamal – 13412100 13


Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

Tabel 6 Langkah-langkah Pembuatan Assembly Engine

No Nama Operasi Nama Mesin

100 Assembly engine

10 Rakit stack ke boiler bench I


20 Rakit boiler ke chassis bench I
30 Rakit cab & tender bench I
35 Keringkan lem rack
40 Ampelas ujung dan inspeksi disc sand
50 Cat lapisan pertama spray booth
55 Keringkan lapisan pertama oven
60 Cat lapisan kedua spray booth
65 Keringkan lapisan kedua oven
70 Rakit roda, ring penutup, paku, dll bench II
80 Rakit benang dan manic bench II
2. Menentukan kapasitas mesin aktual per hari
Kapasitas mesin aktual per hari didapatkan dari kapasitas mesin teoritis. Kapasitas mesin teoritis
sudah ditentukan sebelumnya. berikut ini merupakan persamaan dalam mencari kapasitas mesin
teoritis per hari dan kapasitas mesin aktual per hari:
𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖 = 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 𝑝𝑒𝑟 𝑗𝑎𝑚 × 2 × 8
𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖 = 80 × 2 × 8
𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖 = 1280

𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖


= 𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 × 𝑎𝑣𝑎𝑖𝑙𝑖𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 × 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖 = 0.97 × 0.97 × 1280
𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖 = 1204.352

3. Menentukan jumlah yang diharapkan per hari


Pada routing sheet assembly, jumlah yang diharapkan per hari pada proses terakhir didapatkan dari
demand toy train 1 per hari sehingga didapatkan nilai sebesar 1136 unit. Untuk proses sebelumnya,
nilai jumlah yang diharapkan didapatkan dari jumlah yang harus disiapkan pada proses setelahnya.
Contohnya pada proses 10, jumlah yang diharapkan sama dengan jumlah yang harus disiapkan pada
proses 20 yaitu sebesar 1136 unit. Berikut ini merupakan gambar yang mengilustrasikan jumlah
yang diharapkan per hari:

Jenis
Jumlah
Demand I II III
71 136 74 281
Engine A 71 71
Gondola 71 71
Box Car 71 71
Caboose 71 71
Pack Train 71 71
Gambar 3 Demand per jam

Muchammad Arya Zamal – 13412100 14


Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑎𝑟𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛 = 𝑑𝑒𝑚𝑎𝑛𝑑 𝑝𝑒𝑟 𝑗𝑎𝑚 × 8 × 2


𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑎𝑟𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛 = 71 × 8 × 2
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑎𝑟𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛 = 1136 𝑢𝑛𝑖𝑡
Jumlah yang Jumlah yang
No Nama Operasi Nama Mesin Reject
Diharapkan Harus Disiapkan
100 Assembly engine

10 Rakit stack ke boiler bench I 0.10% 1136 1137.137137


20 Rakit boiler ke chassis bench I 0.00% 1136 1136
30 Rakit cab & tender bench I 0.00% 1136 1136
35 Keringkan lem rack 0.00% 1136 1136
40 Ampelas ujung dan inspeksi disc sand 0.00% 1136 1136
50 Cat lapisan pertama spray booth 0.00% 1136 1136
55 Keringkan lapisan pertama oven 0.00% 1136 1136
60 Cat lapisan kedua spray booth 0.00% 1136 1136
65 Keringkan lapisan kedua oven 0.00% 1136 1136
70 Rakit roda, ring penutup, paku, dll bench II 0.00% 1136 1136
80 Rakit benang dan manic bench II 0.00% 1136 1136

Gambar 4 Jumlah yang Diharapkan Per Hari Routing Sheet Assembly

4. Menentukan jumlah yang harus disiapkan per hari


Jumlah yang harus disiapkan per hari merupakan jumlah yang diharapkan dengan memperhatikan
persentase barang defect pada langkah-langkah yang dilakukan. Berikut ini merupakan perhitungan
jumlah yang harus disiapkan:
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑎𝑟𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠 𝑑𝑖𝑠𝑖𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛 =
(1 − 𝑟𝑒𝑗𝑒𝑐𝑡)
1136
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠 𝑑𝑖𝑠𝑖𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛 =
(1 − 0.001)
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠 𝑑𝑖𝑠𝑖𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛 = 1137.137137 𝑢𝑛𝑖𝑡

5. Menentukan jumlah mesin teoritis


Jumlah mesin teoritis merupakan pembagian antara jumlah yang harus disiapkan dengan kapasitas
mesin aktual. Kapasitas mesin aktual telah ditentukan sebelumnya. Berikut ini merupakan
perhitungan jumlah mesin teoritis:
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠 𝑑𝑖𝑠𝑖𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 =
𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙
1137.137137
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 =
1204.352
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 = 0.94419 𝑢𝑛𝑖𝑡

6. Menentukan waktu proses


Waktu proses merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses yang dilakukan.
Berikut ini merupakan perhitungan waktu proses dan total waktu proses untuk membuat suatu
produk assembly:
2 × 8 × 60
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠 =
𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙
2 × 8 × 60
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠 =
1204.352
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠 = 0.7971092

Muchammad Arya Zamal – 13412100 15


Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠 = ∑ 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠𝑖


𝑖=1
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠 = 4.5713135
Tabel 7 Routing Sheet Assembly
Kapasitas Kapasitas Kapasitas Total
Jumlah yang Jumlah yang Jumlah Waktu
Mesin Mesin Efisiensi Availability Mesin Waktu
No Nama Operasi Nama Mesin Reject Diharapkan Harus Disiapkan Mesin Proses
Teoritis Teoritis Mesin Mesin Aktual per Proses
per hari per hari Teoretis (Menit)
per jam per hari hari (menit)
100 Assembly engine

10 Rakit stack ke boiler bench I 80 1280 97% 97% 1204.352 0.10% 1136 1137.137137 0.94419 0.797109 4.571313
20 Rakit boiler ke chassis bench I 80 1280 97% 97% 1204.352 0.00% 1136 1136 0.943246 0.797109
30 Rakit cab & tender bench I 80 1280 97% 97% 1204.352 0.00% 1136 1136 0.943246 0.797109
35 Keringkan lem rack 280 4480 97% 97% 4215.232 0.00% 1136 1136 0.269499 0.227745
40 Ampelas ujung dan inspeksi disc sand 130 2080 97% 97% 1957.072 0.00% 1136 1136 0.580459 0.490529
50 Cat lapisan pertama spray booth 550 8800 97% 97% 8279.92 0.00% 1136 1136 0.137199 0.115943
55 Keringkan lapisan pertama oven 400 6400 97% 97% 6021.76 0.00% 1136 1136 0.188649 0.159422
60 Cat lapisan kedua spray booth 550 8800 97% 97% 8279.92 0.00% 1136 1136 0.137199 0.115943
65 Keringkan lapisan kedua oven 400 6400 97% 97% 6021.76 0.00% 1136 1136 0.188649 0.159422
70 Rakit roda, ring penutup, paku, dll bench II 140 2240 97% 97% 2107.616 0.00% 1136 1136 0.538998 0.455491
80 Rakit benang dan manic bench II 140 2240 97% 97% 2107.616 0.00% 1136 1136 0.538998 0.455491

3.2.2 Routing Sheet Pre-fabrikasi dan Fabrikasi


Routing sheet fabrikasi dan pre-fabrikasi merupakan routing sheet yang mencakup langkah-langkah apa
saja yang dilakukan untuk membuat sebuah produk fabrikasi dan pre-fabrikasi. Berikut ini merupakan
langkah-langkah dalam membuat routing sheet fabrikasi dan pre-fabrikasi:

1. Menentukan proses-proses apa saja yang dilakukan untuk membuat fabrikasi dan pre-fabrikasi
beserta mesin apa saja yang digunakan
Dalam langkah-langkah pembuatan routing sheet fabrikasi dan pre-fabrikasi, part fabrikasi yang
digunakan adalah side cab 1 dan part pre-fabrikasi yang digunakan adalah rough lumber ¼”. Proses
yang dilakukan meliputi urutan perancangan dan mesin apa saja yang digunakan untuk membuat
produk tersebut
Tabel 8 Fabrikasi 131 Side Cab

Jumlah yang Jumlah yang


No Nama Operasi Nama Mesin Reject Diharapkan Harus Disiapkan
per hari per hari

131 Side cab 1 (2)


10 Rampas lebar 2" jointer 0.002 2287.98846 2292.573611
20 Potong lebar 2.5" circ.saw 0.003 2281.1245 2287.988463
30 Drill lubang 7/8" drill press 0.004 2272 2281.124498

Tabel 9 Pre-fabrikasi Rough Lumber 1/4"

Jumlah yang Jumlah yang Harus


No Nama Operasi Nama Mesin Reject
Diharapkan per hari Disiapkan per hari

Rough Lumber 1/4" (3 per ketebalan 5/4")

10 potong lurus dan rampas ujung c.o saw 0.20% 240.9228391 241.4056504
20 potong sesuai dengan ketebalan circ saw 0.20% 240.4409934 240.9228391
30 ratakan pada ketebalan 1/4" planner 0.20% 239.9601114 240.4409934
40 Potong bentuk sesuai ukuran circ saw 0.20% 239.4801912 239.9601114

Muchammad Arya Zamal – 13412100 16


Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

2. Menentukan kapasitas mesin aktual per hari


Kapasitas mesin aktual per hari didapatkan dari kapasitas mesin teoritis. Kapasitas mesin teoritis
sudah ditentukan sebelumnya. berikut ini merupakan persamaan dalam mencari kapasitas mesin
teoritis per hari dan kapasitas mesin aktual per hari:
𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖 = 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 𝑝𝑒𝑟 𝑗𝑎𝑚 × 2 × 8
𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖 = 2020 × 2 × 8
𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖 = 32320

𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖


= 𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 × 𝑎𝑣𝑎𝑖𝑙𝑖𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 × 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖 = 0.97 × 0.97 × 32320
𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖 = 30409.888

3. Menentukan jumlah yang diharapkan per hari


Pada routing sheet fabrikasi, jumlah yang diharapkan per hari pada proses terakhir didapatkan dari
jumlah yang harus disiapkan pada proses assembly yang menggunakan part dari proses fabrikasi
tersebut. Pada contoh perhitungan, proses perakitan assembly engine bagian rakit cab dan tender
membutuhkan dua buah side cab. Oleh karena itu, jumlah side cab 1 yang harus disiapkan adalah
dua kali dari jumlah yang harus disiapkan pada langkah tersebut yaitu 2272 unit. Untuk proses
sebelumnya, nilai jumlah yang diharapkan didapatkan dari jumlah yang harus disiapkan pada proses
setelahnya. Contohnya pada proses 10, jumlah yang diharapkan sama dengan jumlah yang harus
disiapkan pada proses 20 yaitu sebesar 2287.988463 unit. Berikut ini merupakan gambar yang
mengilustrasikan jumlah yang diharapkan per hari:

Jumlah yang Jumlah yang


No Nama Operasi Nama Mesin Reject
Diharapkan Harus Disiapkan
100 Assembly engine

10 Rakit stack ke boiler bench I 0.10% 1136 1137.137137


20 Rakit boiler ke chassis bench I 0.00% 1136 1136
30 Rakit cab & tender bench I 0.00% 1136 1136
35 Keringkan lem rack 0.00% 1136 1136

Jumlah yang Jumlah yang


No Nama Operasi Nama Mesin Reject Diharapkan Harus Disiapkan
per hari per hari

131 Side cab 1 (2)


10 Rampas lebar 2" jointer 0.002 2287.98846 2292.573611
20 Potong lebar 2.5" circ.saw 0.003 2281.1245 2287.988463
30 Drill lubang 7/8" drill press 0.004 2272 2281.124498

Gambar 5 Jumlah yang DIharapkan Per Hari Fabrikasi

Pada routing sheet pre-fabrikasi, jumlah yang diharapkan per hari pada proses terakhir didapatkan
dari jumlah yang harus disiapkan pada kebutuhan rough lumber pada fabrikasi yang menggunakan
rough lumber dari proses pre-fabrikasi tersebut. Pada contoh perhitungan, jumlah rough lumber
yang harus disiapkan pada fabrikasi adalah 239.4801912. Oleh karena itu, jumlah kebutuhan rough
lumber ¼” pada proses pre-fabrikasi adalah 239.4801912.. Untuk proses sebelumnya, nilai jumlah
yang diharapkan didapatkan dari jumlah yang harus disiapkan pada proses setelahnya. Contohnya
Muchammad Arya Zamal – 13412100 17
Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

pada proses 10, jumlah yang diharapkan sama dengan jumlah yang harus disiapkan pada proses 20
yaitu sebesar 240.9228391 unit. Berikut ini merupakan gambar yang mengilustrasikan jumlah yang
diharapkan per hari:

Ukuran per Unit Rough Lumber Jumlah


Jenis Rough Jumlah Kebutuhan Total Kebutuhan
Panjang Bagian per No Part Nama Part
Lumber Tebal (inch) Lebar (inch) Rough Lumber Rough Lumber
(inch) Unit Rough
131 Side Cab 1 13.17571041 239.4801912
133 Front Cab 1 5.21324958
141 Side Tender 10.42649916
144 Back Tender 3.923373395
231 Side Gondola 31.74568063
233 End Gondola 7.831037588
431 Side Caboose 21.27007358
433 End Caboose 7.862471734
501 Front Cab 2 9.985942858
1/4" 1.25 146 2 3
502 Side Cab 2 25.2379805
503 Back Cab 2 9.985942858
504 Clamp Coal Car 20.05209409
601 Front Cab 3 5.455349128
602 Side Cab 3 6.838750421
603 Back Cab 3 5.433527732
604 End Container 8.178299472
605 Side Container 33.1867072
606 Side Opened Cage 13.67750084

Jumlah yang Jumlah yang Harus


No Nama Operasi Nama Mesin Reject
Diharapkan per hari Disiapkan per hari

Rough Lumber 1/4" (3 per ketebalan 5/4")

10 potong lurus dan rampas ujung c.o saw 0.20% 240.9228391 241.4056504
20 potong sesuai dengan ketebalan circ saw 0.20% 240.4409934 240.9228391
30 ratakan pada ketebalan 1/4" planner 0.20% 239.9601114 240.4409934
40 Potong bentuk sesuai ukuran circ saw 0.20% 239.4801912 239.9601114

Gambar 6 Jumlah yang Diharapkan Per Hari Pre-fabrikasi

4. Menentukan jumlah yang harus disiapkan per hari


Jumlah yang harus disiapkan per hari merupakan jumlah yang diharapkan dengan memperhatikan
persentase barang defect pada langkah-langkah yang dilakukan. Berikut ini merupakan perhitungan
jumlah yang harus disiapkan:
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑎𝑟𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠 𝑑𝑖𝑠𝑖𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛 =
(1 − 𝑟𝑒𝑗𝑒𝑐𝑡)
2287.98846
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠 𝑑𝑖𝑠𝑖𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛 =
(1 − 0.002)
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠 𝑑𝑖𝑠𝑖𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛 = 2292.573611 𝑢𝑛𝑖𝑡

5. Menentukan jumlah batch


Jumlah batch merupakan jumlah pengerjaan proses produksi pada routing sheet fabrikasi dan
routing sheet pre-fabrikasi. Perhitungan dilakukan dengan melakukan pembagian antara jumlah
yang harus disiapkan per hari dengan ukuran batch. Ukuran batch telah ditentukan sebelumnya
yaitu sebesar 20 unit. Berikut ini merupakan perhitungan jumlah batch pada routing sheet fabrikasi:
Muchammad Arya Zamal – 13412100 18
Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠 𝑑𝑖𝑠𝑖𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖


𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑡𝑐ℎ = 𝑟𝑜𝑢𝑛𝑑𝑢𝑝( )
𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑡𝑐ℎ
2292.573611
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑡𝑐ℎ = 𝑟𝑜𝑢𝑛𝑑𝑢𝑝( )
20
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑡𝑐ℎ = 115

6. Menentukan waktu setup per batch


Waktu setup per batch merupakan waktu yang diperlukan untuk melakukan setup pada setiap batch
produksi. Waktu setup untuk setiap proses bergantung pada mesin yang digunakan dan waktu
proses pada mesin tersebut. Berikut ini merupakan perhitungan waktu setup per batch:
Tabel 10 Persentase Waktu Setup Fabrikasi

Mesin Set up
Fabrikasi

Jointer 18%
Circ. Saw 15%
Disc Sand 23%
Drill Press 22%
Tabel 11 Persentase Waktu Setup Pre-fabrikasi

Mesin Set up
Pre-Fabrikasi

C.O Saw 15%


Circ. Saw 20%
Planner 20%
Jointer 18%

𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑠𝑒𝑡𝑢𝑝 𝑝𝑒𝑟 𝑏𝑎𝑡𝑐ℎ = 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠 × 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑠𝑒𝑡𝑢𝑝


𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑠𝑒𝑡𝑢𝑝 𝑝𝑒𝑟 𝑏𝑎𝑡𝑐ℎ = 3.5427073 × 0.15
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑠𝑒𝑡𝑢𝑝 𝑝𝑒𝑟 𝑏𝑎𝑡𝑐ℎ = 0.5314061 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

7. Menentukan waktu proses


Waktu proses merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses yang dilakukan.
Berikut ini merupakan perhitungan waktu proses dan total waktu proses untuk menyelesaikan
keseluruhan batch pada routing sheet fabrikasi dan pre-fabrikasi:
2 × 8 × 60
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠 =
𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙
2 × 8 × 60
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠 =
30409.888
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠 = 0.031569 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

Muchammad Arya Zamal – 13412100 19


Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠


= (𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑡𝑐ℎ × 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑠𝑒𝑡𝑢𝑝 𝑝𝑒𝑟 𝑏𝑎𝑡𝑐ℎ)
+ (𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠 𝑑𝑖𝑠𝑖𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖 × 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠)
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠 = (115 × 0.057) + (2292.573611 × 0.031569)
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠 = 73.02699 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

3.3 Perhitungan Utilitas Mesin


Utilitas mesin merupakan sebuah angka yang menunjukkan perbandingan antara waktu penggunaan
mesin untuk sebuah proses produksi dengan waktu kerja keseluruhan untuk mesin tersebut.
Perhitungan utilitas mesin dilakukan untuk mengetahui jumla mesin yang dibutuhkan untuk
mengerjakan keseluruhan proses produksi. Jumlah mesin yang dibutuhkan dapat dicari dengan
menambahkan keseluruhan utilitas mesin tersebut pada semua proses produksi yang dilakukan. Berikut
ini merupakan perhitungan utilitas mesin dan rekap jumlah mesin yang dibutuhkan untuk routing sheet
pre-fabrikasi dan fabrikasi:
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠
𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 =
2 × 8 × 60
73.02699
𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 =
2 × 8 × 60
𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 = 0.07607

Tabel 12 Perhitungan Utilitas Mesin

Total
Waktu
No Nama Operasi Nama Mesin Utilitas Mesin
Proses
(menit)

Jointer Circ. Saw Disc Sand Drill Press


131 Side cab 1 (2)
10 Rampas lebar 2" jointer 73.02699 0.07607
20 Potong lebar 2.5" circ.saw 216.9345 0.225973
30 Drill lubang 7/8" drill press 735.3888 0.76603

Tabel 13 Jumlah Mesin Fabrikasi yang Dibutuhkan

Utilitas Mesin
Fabrikasi
Jointer Circ. Saw Disc Sand Drill Press

Jumlah mesin teoritis 2.672 27.752 34.608 35.230


Jumlah mesin dibutuhkan 3 28 35 36

Muchammad Arya Zamal – 13412100 20


Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

Tabel 14 Jumlah Mesin Pre-fabrikasi yang Dibutuhkan

Utilitas Mesin
Prefabrikasi
c.o saw circ saw palnner jointer

Jumlah mesin teoritis 2.663 2.256 5.038 4.814


Jumlah mesin dibutuhkan 3 3 6 5

3.4 Pengelompokan Proses Pembuatan Komponen


3.4.1 Metode Rank Order Clustering
Rank order clustering merupakan metode pengelompokan mesin atau peralatan yang digunakan pada
metode group technology. Pengelompokan mesin dengan menggunakan rank order clustering dilakukan
dengan membagi produk-produk yang digunakan pada proses produksi pada baris dan mesin yang
digunakan pada proses produksi pada kolom yang kemudian mesin dan produk tersebut diurutkan
berdasarkan total nilai binernya sehingga didapatkan kelompok-kelompok mesin. Proses penentuan
dengan menggunakan metode rank order clustering lebih mudah digunakan apabila dibandingkan
dengan teknik pengelompokkan lainnya. Berikut ini merupakan langkah-langkah yang digunakan dalam
mengelompokkan mesin dengan menggunakan metode rank order clustering:

1. Memberikan angka 1 dan angka 0 pada setiap sel dalam matriks.


Angka 1 menandakan bahwa proses pembuatan part tersebut mnggunakan mesin tersebut. Angka 0
menandakan proses pembuatan part tersebut tidak menggunakan mesin tersebut
Tabel 15 Matriks Awal untuk ROM

MACHINE
Binary Value
p c.o. saw p circ. saw p planner p jointer f jointer f circ. saw f disc sand f drill press
1 2 3 4 5 6 7 8
PART
128 64 32 16 8 4 2 1
Rough Lumber 1/4" 1 1 1 0 0 0 0 0
Rough Lumber 1/2" 1 1 1 0 0 0 0 0
Rough Lumber 3/4" 1 1 1 1 0 0 0 0
Rough Lumber 2" 1 1 1 0 0 0 0 0
2. Memberikan bobot biner BWj = 2m-j pada setiap kolom j dan matriks part-machine
Pada Praktikum Perancangan Sistem Terintegrasi IV Modul 1 Group Technology, jumlah jenis mesin
yang digunakan untuk proses produksi adalah 8 jenis mesin. Sehingga nilai m adalah 8. Berikut ini
adalah perhitungan bobot biner untuk mesin pre-fabrikasi cut off saw:

𝐵𝑊𝑗 = 2𝑚−𝑗
Keterangan:
m : total mesin
j : indeks mesin
𝐵𝑊𝑗 = 2𝑚−𝑗
𝐵𝑊𝑗 = 28−1
𝐵𝑊𝑗 = 128
Muchammad Arya Zamal – 13412100 21
Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

Tabel 16 Bobot Kolom Mesin

MACHINE
p c.o. saw p circ. saw p planner p jointer f jointer f circ. saw f disc sand f drill press
1 2 3 4 5 6 7 8
128 64 32 16 8 4 2 1

3. Menghitung nilai Decimal Equivalent (DE) pada setiap nilai biner pada setiap baris i dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut:
Perhitungan untuk rough lumber ¼”
𝑚

𝐷𝐸𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ 𝑙𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 1/4 = ∑ 2𝑚−𝑗 𝑎𝑖𝑗


𝑗=1
𝐷𝐸𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ 𝑙𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 1/4
= (128 × 1) + (64 × 1) + (32 × 1) + (16 × 0) + (8 × 0) + (4 × 0) + (2 × 0)
+ (1 × 0)
𝐷𝐸𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ 𝑙𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 1/4 = 224
Tabel 17 Decimal Equivalent Rough Lumber

MACHINE
Binary Value
p c.o. saw p circ. saw p planner p jointer f jointer f circ. saw f disc sand f drill press
BOBOT
1 2 3 4 5 6 7 8
PART
128 64 32 16 8 4 2 1
Rough Lumber 1/4" 1 1 1 0 0 0 0 0 224
Rough Lumber 1/2" 1 1 1 0 0 0 0 0 224
Rough Lumber 3/4" 1 1 1 1 0 0 0 0 240
Rough Lumber 2" 1 1 1 0 0 0 0 0 224

4. Mengurutkan baris dari nilai DE yang paling besar hingga nilai DE yang paling kecil
Tabel 18 Decimal Equivalent Baris yang Telah Diurutkan

Binary Value MACHINE


p c.o. saw p circ. saw p planner p jointer f jointer f circ. saw f disc sand f drill press
BOBOT
PART 1 2 3 4 5 6 7 8
128 64 32 16 8 4 2 1
Rough Lumber 3/4" 1 1 1 1 0 0 0 0 240
Rough Lumber 1/4" 1 1 1 0 0 0 0 0 224
Rough Lumber 1/2" 1 1 1 0 0 0 0 0 224
Rough Lumber 2" 1 1 1 0 0 0 0 0 224

5. Memberikan bobot biner BWi = 2m-i pada setiap baris i dan matriks part-machine
Pada Praktikum Perancangan Sistem Terintegrasi IV Modul 1 Group Technology, jumlah jenis part
yang diproduksi untuk proses produksi adalah 56 jenis mesin. Sehingga nilai m adalah 8. Berikut ini
adalah perhitungan bobot biner untuk part rough lumber ¾”:

𝐵𝑊𝑖 = 2𝑛−𝑖
Keterangan:
n : total part
i : indeks part
Muchammad Arya Zamal – 13412100 22
Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

𝐵𝑊𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ 𝑙𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 3/4 = 2𝑛−𝑖


𝐵𝑊𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ 𝑙𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 3/4 = 256−1
𝐵𝑊𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ 𝑙𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 3/4 = 3.6028797e + 16

Tabel 19 Bobot Baris Part

Binary Value MACHINE


p c.o. saw p circ. saw p planner p jointer f circ. saw f jointer f disc sand f drill press
BOBOT
PART 1 2 3 4 6 5 7 8
6.7554E+16 6.7554E+16 6.7554E+16 3.603E+16 4.504E+15 4.504E+15 4.486E+15 3.956E+15
Rough Lumber 3/4" 1 1 1 1 0 0 0 0 3.6E+16
Rough Lumber 1/4" 1 1 1 0 0 0 0 0 1.8E+16
Rough Lumber 1/2" 1 1 1 0 0 0 0 0 9.01E+15
Rough Lumber 2" 1 1 1 0 0 0 0 0 4.5E+15

6. Menghitung nilai Decimal Equivalent (DE) pada setiap nilai biner pada setiap kolom j dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut:
Perhitungan untuk pre-fabrikasi cut off saw

𝐷𝐸𝑝𝑟𝑒−𝑓𝑎𝑏𝑟𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 𝑐𝑢𝑡 𝑜𝑓𝑓 𝑠𝑎𝑤 = ∑ 2𝑛−𝑖 𝑎𝑖𝑗


𝑖=1
𝐷𝐸𝑝𝑟𝑒−𝑓𝑎𝑏𝑟𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 𝑐𝑢𝑡 𝑜𝑓𝑓 𝑠𝑎𝑤 = 6.7554𝐸 + 16

Tabel 20 Decimal Equivalent Mesin

Binary Value MACHINE


p c.o. saw p circ. saw p planner p jointer f circ. saw f jointer f disc sand f drill press
BOBOT
PART 1 2 3 4 6 5 7 8
6.7554E+16 6.7554E+16 6.7554E+16 3.603E+16 4.504E+15 4.504E+15 4.486E+15 3.956E+15
Rough Lumber 3/4" 1 1 1 1 0 0 0 0 3.6E+16
Rough Lumber 1/4" 1 1 1 0 0 0 0 0 1.8E+16
Rough Lumber 1/2" 1 1 1 0 0 0 0 0 9.01E+15
Rough Lumber 2" 1 1 1 0 0 0 0 0 4.5E+15

7. Mengurutkan kolom dari nilai DE yang paling besar hingga nilai DE yang paling kecil
Tabel 21 Decimal Equivalent Kolom yang Telah Diurutkan

Muchammad Arya Zamal – 13412100 23


Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

8. Membagi part menjadi beberapa family sesuai dengan kelompok mesin yang digunakan
Tabel 22 Kelompok Mesin ROM

Binary Value MACHINE


p c.o. saw p circ. saw p planner p jointer f circ. saw f jointer f disc sand f drill press
BOBOT
PART 1 2 3 4 6 5 7 8
6.7554E+16 6.7554E+16 6.7554E+16 3.603E+16 4.504E+15 4.504E+15 4.486E+15 3.956E+15
Rough Lumber 3/4" 1 1 1 1 0 0 0 0 3.6E+16
Rough Lumber 1/4" 1 1 1 0 0 0 0 0 1.8E+16
Rough Lumber 1/2" 1 1 1 0 0 0 0 0 9.01E+15
Rough Lumber 2" 1 1 1 0 0 0 0 0 4.5E+15

3.4.2 Metode Row and Column Masking


Pengelompokan dengan menggunakan metode row and column masking dilakukan dengan memberkan
garis vertikal dan horizontal pada matriks produk dan mesin yang digunakan. Algoritma ini dimulai
dengan memberikan garis horizontal pada mesin yang memiliki nilai 1 pada barisnya. Kemudian proses
dilanjutkan dengan memberikan garis vertikal pada kolom yang memiliki nilai 1 pada garis horizontal
tersebut. Hal ini terus dilakukan hingga tidak ada kemungkinana penambahan garis pada baris dan
kolom. Kelompok mesin dapat dilihat berdasarkan garis vertikal dan horizontal yang telah dibuat.
Berikut ini merupakan langkah-langkah yang digunakan dalam mengelompokkan mesin dengan
menggunakan metode row and column masking:

1. Memberikan angka 1 dan angka 0 pada setiap sel dalam matriks.


Angka 1 menandakan bahwa proses pembuatan part tersebut mnggunakan mesin tersebut. Angka 0
menandakan proses pembuatan part tersebut tidak menggunakan mesin tersebut
Tabel 23 Matriks Awal untuk RCM

PREFABRIKASI
Nama Part
C.O. Saw Circ. Saw Planner Jointer
Rough Lumber 1/4" 1 1 1 0
Rough Lumber 1/2" 1 1 1 0
Rough Lumber 3/4" 1 1 1 1
Rough Lumber 2" 1 1 1 0

2. Menggambar garis horizontal pada baris pertama. Pilih nilai 1 pada matriks yang hanya memiliki
satu garis
Tabel 24 Langkah 2 Pembuatan RCM

PREFABRIKASI
Nama Part
C.O. Saw Circ. Saw Planner Jointer
Rough Lumber 1/4" 1 1 1 0
Rough Lumber 1/2" 1 1 1 0
Rough Lumber 3/4" 1 1 1 1
Rough Lumber 2" 1 1 1 0

Muchammad Arya Zamal – 13412100 24


Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

3. Apabila sebuah nilai memiliki garis horizontal, maka langkah dilanjutkan pada langkah 2a. Apabila
sebuah nilai memiliki garis vertikal, maka langkah dilanjutkan pada langkah 2b
2a. Menggambar garis vertikal pada kolom yang memiliki nilai 1
2b. Menggambar garis horizontal pada baris yang memiliki nilai 1
Tabel 25 Langkah 3 Pembuatan RCM

PREFABRIKASI
Nama Part
C.O. Saw Circ. Saw Planner Jointer
Rough Lumber 1/4" 1 1 1 0
Rough Lumber 1/2" 1 1 1 0
Rough Lumber 3/4" 1 1 1 1
Rough Lumber 2" 1 1 1 0

4. Apabila terdapat nilai 1 pada setiap cell matriks dengan hanya satu garis melewati cell tersebut,
pillih cell lain dan lakukan langkah pada langkah 2. Ulangi langkah ini sehingga tidak ada cell yang
tersisa
Tabel 26 Langkah 4 Pembuatan RCM

PREFABRIKASI
Nama Part
C.O. Saw Circ. Saw Planner Jointer
Rough Lumber 1/4" 1 1 1 0
Rough Lumber 1/2" 1 1 1 0
Rough Lumber 3/4" 1 1 1 1
Rough Lumber 2" 1 1 1 0

5. Pilih baris yang tidak terlewati oleh garis apapun. Apabila ada, gambarkan garis horizontal pada baris
tersebut dan kembali ke nomor 2. Apabila tidak ada, maka perhitungan selesai
Tabel 27 Langkah 5 Pembuatan RCM

PREFABRIKASI
Nama Part
C.O. Saw Circ. Saw Planner Jointer
Rough Lumber 1/4" 1 1 1 0
Rough Lumber 1/2" 1 1 1 0
Rough Lumber 3/4" 1 1 1 1
Rough Lumber 2" 1 1 1 0

Muchammad Arya Zamal – 13412100 25


Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

3.5 Penyusunan Formasi Sel


Setelah part dikelompokkan sesuai dengan mesin yang digunakan dengan menggunakan metode rank
order clustering dan row & column masking, proses selanjutnya adalah menyusun formasi sel.
Pengelompokan mesin dilakukan berdasarkan hasil yang terdapat pada metode rank order clustering.
Pengelompokan mesin dilaukukan dengan membatasi jumlah mesin pada sel yaitu 5-8 mesin per sel.
Apabila ada sebuah cluster yang memiliki jumlah mesin lebih dari 8, maka cluster tersebut harus
dipisahkan sehingga setiap sel memiliki jumlah mesin antara 5-8 mesin. Berikut ini merupakan langkah-
langkah untuk menyusun sel:

1. Mengisi nilai utilitas mesin pada kelompok mesin

No Nama Operasi Nama Mesin Utilitas Mesin

Jointer Circ. Saw Disc Sand Drill Press


625 Chassis Opened Cage 3
10 Potong panjang 5" circ.saw 0.236224
20 Ampelas ujung disc sand 0.334155
30 Drill 6 lubang pin drill press 0.799987
40 Drill 4 lubang paku drill press 0.798405
50 Drill 2 lubang kait drill press 0.796825

MESIN
SEL KE- 7 A PREFABRIKASI FABRIKASI
TOTAL
MESIN
KOMPONEN: c.o. saw circ. saw planner jointer Jointer Circ. Saw Disc Sand Drill Press
Front Cab 3 0.235991 0.332836 0.800784
Chassis Opened Cage 0.236224 0.334155 2.395217
Body Tanker 0.433702 0.613501 1.467305
TOTAL UTILITAS 0.00 0.91 1.28 4.66 8
JUMLAH MESIN 0 1 2 5
RATA-RATA UTILITAS TIAP MESIN 0.905918 0.640246 0.932661
RATA-RATA UTILITAS MESIN DALAM SEL 0.826274907

Gambar 7 Langkah 1 Utilitas Mesin

2. Menghitung total utilitas mesin


𝑁

𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 = ∑ 𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛𝑖


𝑖=1
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑐𝑖𝑟𝑐 𝑠𝑎𝑤 = 0.23591 + 0.236224 + 0.433702
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑐𝑖𝑟𝑐 𝑠𝑎𝑤 = 0.91

3. Menentukan jumlah mesin


𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 = 𝑟𝑜𝑢𝑛𝑑𝑢𝑝(𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛)
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 = 𝑟𝑜𝑢𝑛𝑑𝑢𝑝(0.91)
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 = 1

Muchammad Arya Zamal – 13412100 26


Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

4. Menghitung rata-rata utilitas mesin


𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠
𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛
1.28
𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 =
2
𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 = 0.64

5. Menghitung rata-rata utilitas mesin dalam sel

∑𝑀
𝑖=1 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛𝑚
𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑒𝑙 =
𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛
0.906 + 0.64 + 0.932661
𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑒𝑙 =
3
𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑒𝑙 = 0.8263

6. Menghitung total mesin


𝑀

𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 = ∑ 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛𝑖


𝑖=1
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 = 1 + 2 + 5
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 = 8

Apabila total mesin bernilai lebih dari 8, maka sel tersebut harus dipisah berdasarkan komponennya.
Berikut ini merupakan tabel yang menunjukkan jumlah mesin tanpa batasan mesin dan jumlah
mesin dengan batasan mesin:
Tabel 28 Rekap Jumlah Mesin

Dengan Batasan
Tanpa Batasan Jumlah Mesin
Jumlah Mesin

Jumlah Jumlah
Sel Sel
Mesin Mesin

1A 7
1 11
1B 7
2 7 2 7
3 7 3 7
4 8 4 8
5 6 5 6
6 5 6 5
7A 8
7B 7
7C 9
7 42
7D 8
7E 8
7F 8
8A 8
8B 7
8C 7
8 41
8D 7
8E 7
8F 7

Muchammad Arya Zamal – 13412100 27


Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

3.6 Penentuan Tata Letak Mesin pada Setiap Sel

3.7 Penentuan Luas Lantai Produksi, Gudang, dan Warehouse


3.7.1 Luas Lantai Produksi
3.7.2 Luas Gudang Bahan Baku Utama
3.7.3 Luas Gudang Bahan Baku Pembantu
3.7.4 Luas Warehouse
3.8 Pembuatan Layout

Muchammad Arya Zamal – 13412100 28


Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

BAB 4
ANALISIS

4.1 Analisis Jumlah Mesin Group Technology


Group Technology merupakan sebuah metode dalam perancangan tata letak pabrik dengan
mengelompokan produk yang memiliki kesamaan desain atau kesamaan penggunaan mesin dan
peralatan pada proses pembuatannya atau keduanya. Prosedur dalam penggunaan metode group
technology berbeda dengan metode-metode lainnya dalam perancangan tata letak pabrik. Dalam
merancang tata letak pabrik dengan menggunakan group technology, langkah awal yang harus dilakukan
adalah membuat cell-cell produk yang menggunakan mesin dan alat yang sama. Pembuatan cell
dilakukan dengan melihat routing sheet dari produk yang dibuat kemudian dilakukan pengelompokkan
dengan menggunakan rank order clustering atau row and column masking.

Salah satu kekurangan metode group technology dibandingkan dengan metode tradisional adalah
jumlah mesin yang dibutuhkan. Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, jumlah mesin yang
dibutuhkan dengan metode group technology berbeda dengan jumlah mesin yang dibutuhkan pada
metode tradisional. Hal ini disebabkan karena terdapat batasan jumlah mesin pada setiap sel group
technology sehingga jumlah mesin pada setiap sel group technology memiliki nilai sebesar lima hingga
delapan. Penambahan jumlah sel tentunya akan menambah jumlah mesin yang dibutuhkan. Sel-sel yang
menyebabkan perubahan jumlah mesin pada metode group technology adalah sebagai berikut:

 Sel 1
Jumlah mesin yang dibutuhkan pada sel 1 adalah 11 mesin. Sel 1 harus dibagi menjadi dua sel
karena jumlah mesin yang berada pada setiap sel harus berjumlah antara lima hingga delapan
mesin. Jumlah komponen yang terdapat pada sel 1 hanya berjumlah satu komponen sehingga
utilitas komponen tersebut harus dibagi menjadi dua. Pada sel 1, kebutuhan mesin c.o saw dan circ.
saw hanya berjumlah 1. Namun, jumlah mesin tersebut meningkat menjadi masing-masing dua
karena pemecahan sel 1 menjadi sel 1A dan sel 1B menyebabkan terjadinya penambahan jumlah
mesin tersebut karena setiap sel tersebut tetap membutuhkan mesin tersebut.
 Sel 7
Jumlah mesin yang dibutuhkan pada sel 7 adalah 43 mesin. Sel 7 harus dibagi menjadi enam sel
karena jumlah mesin yang berada pada setiap sel harus berjumlah antara lima hingga delapan
mesin. Jumlah komponen yang terdapat pada sel 7 berjumlah lebih dari satu komponen sehingga
komponen dipecah pada sel yang berbeda-beda. Setelah jumlah sel dibagi menjadi 6 sel, total
kebutuhan mesin pada sel 7 berubah dari 43 mesin menjadi 48 mesin
 Sel 8
Jumlah mesin yang dibutuhkan pada sel 8 adalah 41 mesin. Sel 8 harus dibagi menjadi enam sel
karena jumlah mesin yang berada pada setiap sel harus berjumlah antara lima hingga delapan
mesin. Jumlah komponen yang terdapat pada sel 8 berjumlah lebih dari satu komponen sehingga
komponen dipecah pada sel yang berbeda-beda. Setelah jumlah sel dibagi menjadi 6 sel, total
kebutuhan mesin pada sel 8 berubah dari 41 mesin menjadi 43 mesin

Muchammad Arya Zamal – 13412100 29


Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

Tabel 29 Jumlah Mesin dengan Metode Traditional

Mesin
Proses Nama Mesin Mesin Teoritis
Aktual

Pre-Fabrikasi
c.o saw 2.663413773 3
circ saw 2.255520685 3
planner 5.038235877 6 Total :
jointer 4.813711326 5 17
Jointer 2.672220888 3
Fabrikasi

Circ Saw 27.7520571 28


Disc Sand 34.6078339 35 Total :
Drill Press 35.22964873 36 102
Bench I 5.664197813 6
Rack 1.077995233 2
Assembly

disc sand 2.321835885 3


spray Booth 1.097595146 2
Oven 1.492043401 2
Bench II 2.694988081 3 Total :
Bench III 0.943245828 1 19

Tabel 30 Jumlah Mesin dengan Metode Group Technology

Dengan Batasan
Tanpa Batasan Jumlah Mesin
Jumlah Mesin

Jumlah Jumlah
Sel Sel
Mesin Mesin

1A 7
1 11
1B 7
2 7 2 7
3 7 3 7
4 8 4 8
5 6 5 6
6 5 6 5
7A 8
7B 7
7C 9
7 42
7D 8
7E 8
7F 8
8A 8
8B 7
8C 7
8 41
8D 7
8E 7
8F 7

Muchammad Arya Zamal – 13412100 30


Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

4.2 Analisis Metode Pengelompokan Part

Rank order clustering merupakan metode mesin atau peralatan yang digunakan pada metode group
technology. Pengelompokan mesin dengan menggunakan rank order clustering dilakukan dengan
membagi produk-produk yang digunakan pada proses produksi pada baris dan mesin yang digunakan
pada proses produksi pada kolom yang kemudian mesin dan produk tersebut diurutkan berdasarkan
total nilai binernya sehingga didapatkan kelompok-kelompok mesin. Berikut ini merupakan kelebihan
dan kekurangan dari penggunaan metode rank order clustering:

Tabel 31 Kelebihan dan Kekurangan Metode Rank Order Clustering

Kelebihan Kekurangan
 Pembagian cluster jelas terlihat  Perhitungan cukup lama dilakukan,
bergantung dari pemberian bobot awal
 Menggunakan pendekatan analitik sehingga  Perhitungan semakin sulit apabila jumlah
hasil yang didapatkan lebih optimal komponen dan mesin bertambah
 Pembagian cluster dapat dilakukan dengan
lebih mudah pada akhirnya

Pengelompokan dengan menggunakan metode row and column masking dilakukan dengan memberkan
garis vertikal dan horizontal pada matriks produk dan mesin yang digunakan. Algoritma ini dimulai
dengan memberikan garis horizontal pada mesin yang memiliki nilai 1 pada barisnya. Kemudian proses
dilanjutkan dengan memberikan garis vertikal pada kolom yang memiliki nilai 1 pada garis horizontal
tersebut. Hal ini terus dilakukan hingga tidak ada kemungkinan penambahan garis pada baris dan kolom.
Berikut ini merupakan kelebihan dan kekurangan dari penggunaan metode row and column masking:

Tabel 32 Kelebihan dan Kekurangan Metode Row & Column Masking

Kelebihan Kekurangan
 Penggunaan metode mudah untuk digunakan  Pengelompokan cluster tidak rinci
 Apabila jumlah komponen dan mesin semakin
banyak, proses pengerjaan akan semakin
lama dilakukan

Berdasarkan kelebihan dan kekurangan diatas, metode pengelompokan mesin yang digunakan pada
Praktikum Perancangan Sistem Terintegrasi IV Modul 1 Group Technology adalah metode rank order
clustering karena pembagian cluster terlihat dengan jelas dan jumlah komponen dan mesin tidak terlalu
banyak sehingga perhitungan tetap mudah untuk dilakukan.

4.3 Analisis Penyusunan Formasi Sel


Penyusunan formasi sel pada group technology dilakukan setelah sel dikelompokan pada cluster dengan
metode rank order clustering. Setiap cluster yang dihasilkan dengan menggunakan metode rank order

Muchammad Arya Zamal – 13412100 31


Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

clustering dikelompokan berdasarkan jenis mesin yang digunakan untuk membuat komponen tersebut.
Cluster yang telah dibuat kemudian akan dikelompokan pada sel-sel mesin tertentu. Pada Praktikum
Perancangan Sistem Terintegrasi IV Modul 1 Group Technology, jumlah mesin yang dikelompokan pada
setiap sel akan dibatasi hanya berjumlah antara 5 hingga 8 mesin.

Penentuan jumlah mesin pada setiap sel ditentukan dari utilitas mesin yang digunakan pada proses
pembuatan komponen tersebut. Proses selanjutnya adalah menjumlahkan utilitas mesin yang
digunakan pada setiap komponen pada cluster dan kemudian didapatkan nilai total utilitasnya. Nilai
total utilitas mesin kemudian dibulatkan keatas untuk menentukan jumlah mesin yang digunakan pada
sel tersebut. Jumlah mesin merupakan pembulatan ke atas dari total utilitas karena total utilitas
merupakan waktu proses yang digunakan untuk membuat komponen tersebut dengan mesin tersebut
dibandingkan dengan waktu total penggunaan mesin pada satu bulan. Sehingga, jumlah mesin harus
dapat mencakup total utilitas yang telah dihitung. Pembulatan diatas merupakan nilai bilangan bulat
terdekat dari total utilitas sehingga jumlah mesin yang digunakan tidak berlebih namun kebutuhan
produksi tetap dapat terpenuhi.

Setelah jumlah mesin pada cluster diketahui, proses selanjutnya adalah melakukan penjumlahan total
mesin yang dibutuhkan pada cluster tersebut. Apabila jumlah mesin berada diantara 5 hingga 8, maka
cluster tersebut dapat dikelompokan menjadi satu sel. Apabila jumlah mesin bernilai lebih dari 8, maka
cluster tersebut harus dibagi sesuai dengan syarat jumlah mesin pada satu sel. Pada contoh dibawah ini,
jumlah mesin yang dibutuhkan pada cluster satu berjumlah 11 mesin sehingga harus dilakukan
pembagian komponen pada sel 1A dan sel 1B. Pembagian jumlah mesin dilakukan dengan membagi
utilitas mesin sesuai dengan pembagian selnya. Berdasarkan pembagian sel tersebut, sel 1A memiliki
jumlah mesin sebanyak 7 dan sel 1B memiliki jumlah mesin sebanyak 7.

Pembagian cluster 1 menjadi sel 1A dan sel 1B tidak membuat jumlah mesin berkurang. Namun, jumlah
mesin yang dibutuhkan semakin bertambah. Hal ini terjadi karena pada cluster 1, kebutuhan mesin circ
saw adalah 1 buah untuk cluster tersebut. Saat dilakukan pemisahan cluster 1 menjadi sel 1A dan sel 1B,
kedua sel tersebut juga membutuhkan circ saw sebanyak masing-masing 1 buah pada setiap sel tersebut
karena proses pengerjaan dengan circ saw dibutuhkan pada dua sel tersebut.
Tabel 33 Total Mesin Sel 1 Sebelum Sel Dibagi

MESIN
SEL KE- 1 PREFABRIKASI FABRIKASI
TOTAL
MESIN
KOMPONEN: c.o. saw circ. saw planner jointer Jointer Circ. Saw Disc Sand Drill Press
Rough Lumber 3/4" 1.06 0.85 2.44 4.81
TOTAL UTILITAS 1.06 0.85 2.44 4.81
JUMLAH MESIN 2 1 3 5 11
RATA-RATA UTILITAS TIAP MESIN 0.530727 0.84514 0.813154 0.962742
RATA-RATA UTILITAS MESIN DALAM SEL 0.787940829

Tabel 34 Total Mesin Sel Pembagian Sel 1

MESIN
SEL KE- 1 A PREFABRIKASI FABRIKASI
TOTAL
MESIN
KOMPONEN: c.o. saw circ. saw planner jointer Jointer Circ. Saw Disc Sand Drill Press
Rough Lumber 3/4" 0.53 0.42 1.22 2.41
TOTAL UTILITAS 0.53 0.42 1.22 2.41
JUMLAH MESIN 1 1 2 3 7
RATA-RATA UTILITAS TIAP MESIN 0.530727 0.42257 0.609865 0.802285
RATA-RATA UTILITAS MESIN DALAM SEL 0.591361971

Muchammad Arya Zamal – 13412100 32


Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

4.4 Analisis

4.5 Analisis Keterkaitan Antar Modul

Muchammad Arya Zamal – 13412100 33


Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
jxklasjsaklj

5.2 Saran
lsxlklajklas

Muchammad Arya Zamal – 13412100 34


Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

DAFTAR PUSTAKA

Muchammad Arya Zamal – 13412100 35


Jalan MT Haryono No. 139 Kelompok 42
Jakarta Selatan 13413011 & 13413089

LAMPIRAN

Muchammad Arya Zamal – 13412100 36

Anda mungkin juga menyukai