Anda di halaman 1dari 101

SKRIPSI

PENGEMBANGAN PRODUK CHICKEN NUGGET VEGETABLE


BERBAHAN DASAR DAGING SBB (SKINLESS BONELESS BREAST)
DENGAN PENAMBAHAN FLAKES WORTEL
DI PT. CHAROEN POKPHAND INDONESIA
CHICKEN PROCESSING PLANT, CIKANDE-SERANG

Oleh
HERU SUWOYO
F24102012

2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Heru Suwoyo. F24102012. Pengembangan Produk Chicken Nugget Vegetable
Berbahan Dasar Daging SBB (Skinless Boneless Breast) dengan Penambahan
Flakes Wortel di PT. Charoen Pokphand Indonesia Chicken Processing Plant,
Cikande-Serang. Dibawah bimbingan Ir. Arif Hartoyo, Msi dan Lukman Hakim
S, STP.

RINGKASAN

Perubahan gaya konsumsi menjadikan makanan siap masak (ready to


cook) dan siap makan (ready to eat) menjadi alternatif pilihan masyarakat.
Konsumsi fast food mulai menjadi kebiasaan di masyarakat karena jenis
makanan tersebut mudah diperoleh dan dapat disajikan dengan cepat. Di sisi
lain meningkatnya kesadaran masyarakat tentang gizi dan kesehatan
mendorong masyarakat untuk hidup lebih sehat dengan mengkonsumsi
makanan yang bergizi dan mempunyai efek menyehatkan. Kondisi ini harus
disadari dan segera direspon oleh produsen, tidak terkecuali oleh industri
chicken nugget. Salah satu upaya untuk memenuhi keinginan konsumen adalah
upaya pengembangan produk baru chicken nugget vegetable.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan formulasi chicken nugget
vegetable berbahan dasar SBB (Skinless Boneless Breast) dengan penambahan
flakes wortel. Selain itu bertujuan pula untuk menentukan spesifikasi proses
(setting point) pada alat penggorengan (continous deep fat fryer), dan
individual quick freezing (IQF) yang dapat digunakan dalam proses produksi
chicken nugget vegetable. Biaya produksi dan kandungan kimia pada produk
chicken nugget vegetable formula terpilih juga ditentukan dalam penelitian ini.
Penelitian ini dilakukan melalui kegiatan magang di PT. Charoen
Pokphand Indonesia-Chicken Processing Plant. Metode magang-penelitian ini
terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap persiapan, tahap penelitian pendahuluan,
dan tahap penelitian utama. Tahap persiapan meliputi penyiapan bahan baku
dan bahan tambahan untuk pembuatan chicken nugget, termasuk pembuatan
flakes wortel. Penelitian pendahuluan meliputi uji threshold bumbu, formulasi
bumbu chicken nugget, dan formulasi penambahan guar gum pada batter.
Penelitian utama meliputi formulasi penambahan flakes wortel pada chicken
nugget, uji organoleptik, optimasi formula, uji organoleptik optimasi, analisis
proksimat, analisis serat makanan dan analisis total karoten produk chicken
nugget vegetable formula terpilih.
Uji threshold (ambang batas) dilakukan pada bumbu dasar yang akan
digunakan untuk pembuatan chicken nugget. Uji threshold dimaksudkan untuk
mengetahui jumlah bumbu minimal yang sudah dapat dirasakan oleh lidah
panelis sehingga penambahan bumbu dalam pembuatan chicken nugget bisa
dilakukan sehemat mungkin.
Pemilihan formulasi bumbu dasar chicken nugget yang tepat dilakukan
dengan mengaplikasikan kombinasi bumbu sebanyak konsentrasi hasil uji
threshold kemudian dilakukan perbaikan formulasi sampai ditemukan
formulasi bumbu yang tepat. Pemilihan formulasi bumbu dilakukan dengan
metode pendekatan subyektif (trial and error). Hasil terbaik dari formulasi
bumbu ini digunakan untuk penelitian selanjutnya.
Tahap formulasi chicken nugget vegetable dengan penambahan flakes
wortel adalah tahap terpenting dalam kegiatan magang-penelitian ini. Formula
yang dicoba pada tahap ini ada sembilan. Formula yang dibuat yaitu
penambahan flakes wortel sebanyak 1/2 %, 1%, 2%, 3% untuk wortel hasil
pengeringan, 1/2 %, 1%, 2%, 3% untuk wortel dari PT. Foodex Inti Ingredients
dan satu formula tanpa penambahan flakes wortel. Sebelum ditambahkan,
flakes wortel direndam terlebih dahulu dengan air hangat suhu 65oC selama 15
menit.
Pemilihan formula chicken nugget vegetable dilakukan dengan uji
hedonik dan pendekatan optimasi biaya. Setelah itu kemudian dilakukan
optimasi terhadap formula chicken nugget vegetable yang terpilih. Hasil
formula optimasi dipilih dengan uji simple ranking test.
Hasil formula optimasi chicken nugget vegetable terpilih kemudian
dilakukan aplikasi mesin batter aplikator, breader aplikator, continous deep fat
fryer, dan individual quick freezing. Pada tahap ini diamati spesifikasi proses
yang dapat digunakan untuk chicken nugget vegetable. Selain itu diamati pick
up batter, pick up breader, frying loss dan freezing loss.
Chicken nugget vegetable formula terpilih dilakukan analisis proksimat,
analisis serat makanan dan analisis total karoten. Analisis yang sama juga
dilakukan pada chicken nugget tanpa penambahan flakes wortel sebagai
pembanding.
Berdasarkan uji hedonik dan pendekatan optimasi biaya, formula chicken
nugget vegetable yang terpilih adalah formula dengan penambahan flakes
wortel hasil pengeringan sebanyak 2% dari total adonan. Chicken nugget
vegetable dengan formula terpilih dapat dilakukan aplikasi batter dan breader,
penggorengan, dan freezing dalam skala industri dengan hasil yang baik.
Besarnya pick up batter pada produk ini adalah sebanyak 7,08%, sedangkan
pick up breader adalah sebanyak 17,25%. Setting point continous deep fat fryer
yang dapat digunakan untuk produksi chicken nugget vegetable adalah suhu
161oC dan lama penggorengan 170 detik. Sedangkan setting point untuk
Individual Quick Freezing (IQF) yang dapat digunakan untuk produksi chicken
nugget vegetable adalah suhu rail : -37oC, suhu udara dalam IQF : -39oC,
dan waktu loading 30 menit.
Hasil analisis proksimat produk chicken nugget vegetable menunjukkan
bahwa komposisi kimia produk tersebut adalah; protein: 10,76%; lemak:
11,71%; karbohidrat : 17,99%; abu : 2,44% dan air : 57,10%. Apabila
dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesi (SNI), chicken nugget
vegetable telah memenuhi standar untuk kadar air, kadar lemak dan kadar
karbohidrat. Akan tetapi kadar protein produk masih dibawah standar. Hal
tersebut diakibatkan oleh adanya subtitusi daging oleh wortel dalam jumlah
yang cukup banyak. Meskipun demikian produk ini masih dapat produksi dan
dipasarkan karena tidak ada kewajiban untuk memenuhi SNI bagi produk
nugget. Selain itu adanya subtitusi daging oleh flakes wortel dapat menurunkan
harga bahan baku produk.
Kandungan serat makanan produk chicken nugget vegetable adalah
3,09% atau telah memenuhi 12,63% kebutuhan serat harian per penyajian (100
g). Mengacu pada ketentuan FDA, produk chicken nugget vegetable sudah
dapat diklaim sebagai sumber serat yang baik karena kandungan serat pangan
sudah mencapai 2,5-4,9%.
Kandungan total karoten pada produk chicken nugget vegetable adalah
9,27 ppm. Dengan jumlah tersebut karoten dalam produk chicken nugget
vegetable sudah dapat berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan vitamin A
sebanyak 19,3-21,4% bagi anak-anak dan 11,0-15,4% bagi orang dewasa untuk
setiap penyajian produk (100 gram).
Biaya produksi chicken nugget vegetable dengan penambahan flakes
wortel adalah Rp.18.705,14 per kg. Sementara itu biaya produksi chicken
nugget tanpa penambahan flakes wortel adalah Rp.20.277,14 per kg. Dengan
demikian dapat diketahui selisih biaya produksi antara chicken nugget
vegetable dan chicken nugget tanpa penambahan flakes wortel adalah
Rp.1.572,00 per kg.
PENGEMBANGAN PRODUK CHICKEN NUGGET VEGETABLE
BERBAHAN DASAR DAGING SBB (SKINLESS BONELESS BREAST)
DENGAN PENAMBAHAN FLAKES WORTEL
DI PT. CHAROEN POKPHAND INDONESIA
CHICKEN PROCESSING PLANT, CIKANDE-SERANG

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh
HERU SUWOYO
F24102012

2006
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENGEMBANGAN PRODUK CHICKEN NUGGET VEGETABLE


BERBAHAN DASAR DAGING SBB (SKINLESS BONELESS BREAST)
DENGAN PENAMBAHAN FLAKES WORTEL
DI PT. CHAROEN POKPHAND INDONESIA
CHICKEN PROCESSING PLANT, CIKANDE-SERANG

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh
HERU SUWOYO
F24102012

Dilahirkan pada tanggal 15 Desember 1983 di Kebumen


Tanggal Lulus : 4 Agustus 2006dd Juni 2006

Menyetujui,
Bogor, dd September 2006

Ir. Arif Hartoyo, MSi Lukman Hakim S, STP


Pembimbing I Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc


Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kebumen, Jawa Tengah pada


tanggal 15 Desember 1983. Penulis merupakan anak ketiga dari
empat bersaudara yang merupakan anak dari pasangan Bapak
Sukandar dan Ibu Rasmi.
Penulis menempuh studi di SDN Maduretno (1990-
1996), SLTPN I Buluspesantren (1996-1999), dan SMUN I Kebumen (1999-2002).
Pada tahun 2002 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor
pada jurusan Teknologi Pangan dan Gizi melalui jalur USMI.
Selama masa perkuliahan penulis aktif diorganisasi kemahasiswaan, antara
lain Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA) sebagai ketua
Divisi Hubungan Luar (2005), dan Forum Komunikasi Mahasiswa Kebumen di
Institut Pertanian Bogor sebagai ketua umum (2004). Penulis juga aktif dalam
berbagai kegiatan kemahasiswaan antara lain panitia fgW Student Forum (2005),
panitia Kongres I Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia / HMPPI (2005),
panitia 4th National Student Paper Competition of Food Issues (2005), dan panitia
Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan XI (2003). Prestasi yang pernah diraih penulis
selama masa perkuliahan, yaitu finalis The Best Scientific Presentation Award,
fGW Student Forum (2005) dan finalis Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) IPB
(2003).
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, dengan segala kerendahan hati, penulis


memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, pencipta langit dan bumi beserta
segala isinya, yang selalu melimpahkan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Berkat kerja keras, dorongan dan
bantuan dari semua pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada
kesempatan ini dengan rasa tulus dan hormat penulis mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Ir. Arif Hartoyo, Msi selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk memberikan arahan, nasehat dan bimbingannya
selama ini.
2. Lukman Hakim S, STP selaku Pembimbing Lapang Magang atas bimbingan
dan bantuannya selama magang.
3. Rusdhy Lubis, ST, selaku manager produksi di Departemen Further, PT.
Charoen Pokphand Indonesia-Chicken Processing Plant, Cikande-Serang yang
telah mengizinkan penulis untuk melakukan beberapa kali trial chicken nugget
vegetable di ruang produksi.
4. Ibu Susy, selaku manager Product Development dan Quality Control di PT.
Charoen Pokphand Indonesia Chicken Processing Plant, Cikande-Serang yang
telah mengizinkan penulis untuk menggunakan fasilitas laboratorium PDQC
selama kegiatan magang.
5. Pak Masruhin, Pak Oman, Pak Udin, Pak Aan, Pak Budi, Mas Ferdinan, Mba
Fera, Mba Dayu, Mba Iroh, Mba Lala, Mba Wiwi, Mba Eka, Mba Wiji, Mba
Sandra dan seluruh karyawan PT. Charoen Pokphand Indonesia-Chicken
Processing Plant, Cikande-Serang atas bantuannya selama kegiatan magang.
6. Bapak (alm), Mama, Mas Ipung, Mba Yayu, Ari, Tiwi, Om Udin, Om Supri,
Bu le Miar, Mba Iin, Arif dan Sugi atas doa, dukungan, motivasi dan kasih
sayangnya yang menguatkan langkah ini.
7. Seluruh anggota Forum Komunikasi Mahasiswa Kebumen di Institut Pertanian
Bogor atas kerja samanya selama ini.
8. Seluruh mahasiswa TPG ’39, semoga tali silaturahim yang telah terjalin indah
dapat terus dipertahankan.
Bogor, Juli 2005

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .............................................................................. ... iv
DAFTAR ISI ............................................................................................. ... v
DAFTAR TABEL ..................................................................................... ... vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. ... ix
I. PENDAHULUAN ............................................................................... ... 1
A. LATAR BELAKANG .................................................................. ... 1
B. TUJUAN ........................................................................................... 3
C. MANFAAT ....................................................................................... 4
D. RUANG LINGKUP .......................................................................... 4
E. WAKTU DAN TEMPAT ................................................................. 4
II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN .................................................... 5
A. SEJARAH SINGKAT PERUSAHAAN ........................................... 5
B. LOKASI DAN TATA LETAK PERUSAHAAN .............................. 9
C. PENGELOLAAN SUMBER DAYA ................................................. 9
III. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 11
A. PENGEMBANGAN PRODUK …………………………………… 11
B. CHICKEN NUGGET DAN PROSES PRODUKSINYA ................. 11
C. DAGING SKINLESS BONELESS BRAEST (SBB) AYAM ............. 13
D. WORTEL .......................................................................................... 13
E. PENGERINGAN WORTEL ............................................................. 15
F. INGREDIENTS .................................................................................. 17
G. BATTER DAN BREADER ................................................................. 18
H. CONTINOUS DEEP FAT FRYING ................................................... 19
I. INDIVIDUAL QUICK FREEZING (IQF) ......................................... 21
J. SERAT MAKANAN (DIETARY FIBER) ......................................... 22
K. BETA KAROTEN ............................................................................ 23
L. BIAYA PRODUKSI .......................................................................... 24

v
IV. METODE PENELITIAN ........................................................................ 25
A. BAHAN DAN ALAT ....................................................................... 25
B. METODE PENELITIAN .................................................................. 25
a. Tahap Persiapan .......................................................................... 26
b. Penelitian Pendahuluan ................................................................ 26
c. Penelitian Utama .......................................................................... 29
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 42
A. TAHAP PERSIAPAN ....................................................................... 42
B. PENELITIAN PENDAHULUAN .................................................... 43
a. Uji Threshold Bumbu Dasar ....................................................... 43
b. Formulasi Bumbu Dasar Chicken Nugget ................................... 43
c. Formulasi Penambahan Guar Gum pada Batter........................... 44
C. PENELITIAN UTAMA .................................................................... 45
a. Formulasi Penambahan Flakes Wortel pada Chicken Nugget
Vegetable…………………………………………………………………... 45
b. Uji Organoleptik .......................................................................... 47
c. Optimasi Formula ........................................................................ 50
d. Uji Organoleptik Optimasi .......................................................... 50
e. Aplikasi Mesin Batter Aplikator, Breader Aplikator, Continous
Deep Fat Frying, dan Individual Quick Freezing (IQF)............. 51
f. Analisis Proksimat ....................................................................... 57
g. Analisis Serat Makanan (Dietary Fiber) ..................................... 58
h. Analisis Total Karoten ................................................................ 59
i. Penentuan Biaya Produksi (Costing) ........................................... 60
VI. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 62
A. KESIMPULAN ................................................................................. 62
B. SARAN ............................................................................................. 63
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 64

vi
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Luas lahan, jumlah produksi dan produkstifitas wortel di
Indonesia ........................................................................................ 14

Tabel 2. Komposisi zat gizi wortel per 100 gram ......................................... 15

Tabel 3. Formulasi chicken nugget vegetable dengan penambahan flakes


wortel ............................................................................................. 46

Tabel 4. Persentase subtitusi SBB oleh flakes wortel ................................... 47

Tabel 5. Penggunaan batter dan breader pada pembuatan chicken nugget


vegetable secara manual dan dengan mesin ................................... 53

Tabel 6. Hasil analisis proksimat .................................................................. 57

Tabel 7. Kandungan serat makanan pada produk chicken nugget vegetable


formula terpilih .............................................................................. 58

Tabel 8. Perhitungan biaya produksi chicken nugget vegetable (kapasitas


600 kg) ........................................................................................... 60

Tabel 9. Perhitungan biaya produksi chicken nugget (kapasitas 600 kg) ..... 61

vii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Struktur kimia β-karoten ............................................................. 23

Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan flakes wortel ............................ 27

Gambar 3. Proses pembuatan nugget skala industri (kiri) dan proses


pembuatan chicken nugget vegetable skala laboratorium
(kanan)......................................................................................... 30

Gambar 4. a) Potongan wortel segar b) Flakes wortel ................................. 42

Gambar 5. Viscosity cup .............................................................................. 44

Gambar 6. Daging Skinless Boneless Breast (SBB) ayam ........................... 45

Gambar 7. Flakes wortel a) hasil pengeringan b) dari suplier ...................... 46

Gambar 8. Grafik skor rata-rata uji hedonik ................................................. 48

Gambar 9. Grafik harga raw material formula B1, B2 dan B3 .................. 48

Gambar 10. Chicken nugget vegetable dengan berbagai taraf penambahan

flakes wortel ........................................................................... 49

Gambar 11. Skema batter aplikator .............................................................. 52

Gambar 12. Skema breader aplikator ........................................................... 52

Gambar 13. Skema continous deep fat fryer ................................................. 54

Gambar 14. Perbedaan warna chicken nugget vegetable sebelum dan

setelah digoreng ...................................................................... 54

Gambar 15. Skema Individual Quick Freezer (IQF) .................................... 56

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Hasil uji ambang batas (threshold) bumbu .............................. 70

Lampiran 2. Hasil trial and error formula bumbu dasar chicken nugget ...... 74

Lampiran 3. Viskositas batter dengan berbagai taraf penambahan guar gum 74

Lampiran 4. Analisis ragam pengaruh penambahan guar gum terhadap


viskositas batter ....................................................................... 75

Lampiran 5. Data hasil uji hedonik ............................................................... 76

Lampiran 6. Hasil analisis ragam (ANOVA) data uji hedonik rating dengan
program SPSS 12 ......................................................... 77

Lampiran 7. Pengurangan SBB dan emulsi karena subtitusi flakes wortel ... 78

Lampiran 8. Harga raw material formula B1, B2, dan B3 ............................ 79

Lampiran 9. Data hasil simple ranking test ................................................... 80

Lampiran 10. Hasil analisis Friedman’s Test ................................................ 81

Lampiran 11. Jumlah pick up batter dan pick up breader oleh produk
chicken nugget vegetable ...................................................... 82

Lampiran 12. Persentase penyusutan bobot produk chicken nugget


vegetable akibat proses penggorengan (frying loss) dan
proses pembekuan (freezing losss) ........................................ 82

Lampiran 13. Suhu pusat produk chicken nugget vegetable setelah digoreng
dan dibekukan (freezing) ......................................................... 83

Lampiran 14. Hasil analisis proksimat produk chicken nugget vegetable


formula terpilih ........................................................................ 84

Lampiran 15. Hasil analisis proksimat produk chicken nugget .................... 84

Lampiran 16. Kandungan serat pangan pada produk chicken nugget


vegetable formula terpilih ........................................ 85

ix
Lampiran 17. Kandungan serat pangan pada produk chicken nugget ........... 85

Lampiran 18. Kandungan total karoten pada produk .................................. 85

Lampiran 19. Form kusioner uji threshold .................................................... 86

Lampiran 20. Form kuisioner uji hedonik ..................................................... 86

Lampiran 21. Form kuisioner simple ranking test ........................................ 87

x
I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Seiring dengan berkembangnya zaman, manusia dituntut untuk menjadi


lebih praktis dan lebih efisien dalam menjalankan kehidupannya. Salah satu
akibatnya adalah terjadinya perubahan pola konsumsi pangan. Perubahan gaya
konsumsi menjadikan makanan siap masak (ready to cook) dan siap makan
(ready to eat) menjadi alternatif pilihan masyarakat. Konsumsi fast food mulai
menjadi kebiasaan di masyarakat karena jenis makanan tersebut mudah
diperoleh dan dapat disajikan dengan cepat. Salah satu produk fast food adalah
produk olahan daging, termasuk daging ayam.
Nugget merupakan salah satu produk pangan cepat saji yang saat ini
dikenal baik oleh masyarakat. Nugget, seperti juga sosis, burger, dan corned,
telah menjadi salah satu pilihan masyarakat sebagai produk pangan yang
praktis. Nugget terbuat dari daging cincang yang telah dibumbui dan biasanya
dibentuk menjadi bulat, stik atau bentuk lain. Produk nugget yang ada di
pasaran biasanya berupa nugget ayam, nugget daging sapi, dan nugget ikan.
Saat ini nugget ayam adalah salah satu produk unggas yang cukup populer.
Di sisi lain meningkatnya kesadaran masyarakat tentang gizi dan
kesehatan mendorong masyarakat untuk hidup lebih sehat dengan
mengkonsumsi makanan yang bergizi dan mempunyai efek menyehatkan.
Kondisi ini harus disadari dan segera direspon oleh produsen, tidak terkecuali
oleh industri chicken nugget. Salah satu upaya untuk memenuhi keinginan
konsumen adalah upaya pengembangan produk baru dan inovasi teknologi.
Bertitik tolak dari uraian diatas, maka dalam kegiatan magang ini
dilakukan pengembangan produk baru berbasis chicken nugget dengan
penambahan flakes wortel. Tujuan utama penambahan flakes wortel disini
adalah untuk meningkatkan palatabilitas produk chicken nugget dan
menurunkan harga bahan baku (raw material). Selanjutnya diharapkan dapat
meningkatkan penerimaan konsumen terhadap produk chicken nugget karena
adanya efek positif dari penambahan flakes wortel. Penambahan flakes wortel

1
juga bertujuan untuk meningkatkan kandungan serat makanan dan karotenoid,
terutama β-karoten pada produk chicken nugget.
Ada beberapa alasan mengapa wortel dipilih sebagai “vegetable” yang
ditambahkan pada chicken nugget. Salah satunya adalah wortel merupakan
tumbuhan yang sudah popular (Heinerman, 2003). Produk hortikultura ini
telah dikenal oleh masyarakat luas karena kandungan gizinya. Wortel (Daucus
carota Linneus) terkenal sebagai sayuran sumber provitamin A karena
kandungan β-karotennya yang tinggi. Kondisi ini diharapkan dapat
memudahkan perusahaan dalam memasarkan produk chicken nugget
vegetable.
Selain kandungan vitamin dan mineralnya, wortel juga merupakan
sumber serat yang baik. Meskipun tidak memiliki nilai gizi, ternyata serat
makanan diakui memberikan pengaruh positif bagi metabolisme zat gizi dan
kesehatan tubuh. Peranan serat makanan untuk kesehatan tubuh seringkali
dikaitkan penyakit konstipasi, kegemukan (obesitas) serta memberikan efek
hipokolesterolemik dengan cara mengikat asam empedu dan membuangnya ke
feses. Peranan terakhir ini berkaitan erat dengan pencegahan penyakit jantung
koroner.
Ditinjau dari segi organoleptik, wortel memiliki warna yang menarik.
Warna merah kekuningan hingga merah jingga menjadikan wortel memiliki
daya pikat tersendiri. Selain itu, wortel memiliki rasa yang enak sehingga
digemari oleh masyarakat. Tekstur umbi wortel juga sangat baik (renyah),
tidak telalu keras dan tidak terlalu lembek.
Tanaman wortel merupakan tanaman yang dapat tumbuh sepanjang
tahun. Produksi wortel cukup tinggi di Indonesia, terlebih di daerah sentra
produksi. Dilihat dari ketersediaannya, kondisi tersebut menguntungkan
perusahaan untuk menggunakan wortel sebagai salah satu bahan baku
pembuatan chicken nugget vegetable.
Alasan lain pemilihan wortel sebagai salah satu bahan baku dalam
pembuatan chicken nugget vegetable adalah umbi wortel dapat diawetkan
dalam bentuk flakes melalui proses pengeringan. Penyimpanan dalam bentuk
flakes kering ini memungkinkan industri untuk menyimpan dalam waktu yang

2
cukup lama sebagai stok sehingga memudahkan penggunaannya sebagai
bahan baku industri. Selain itu, penyimpanan dalam bentuk flakes kering dapat
menghemat cost perusahaan. Penyimpanan flakes wortel tidak memerlukan
refrigerasi. Selain itu flakes wortel memiliki berat dan volume yang kecil
sehingga diperlukan ruang yang lebih kecil untuk menyimpannya.
Harga chicken nugget vegetable akan menjadi lebih murah karena
adanya substitusi daging oleh flakes wortel. Sehingga produk baru ini
diharapkan mempunyai prospek pemasaran yang baik terutama untuk
kalangan ekonomi menengah kebawah.

B. TUJUAN

Secara umum tujuan kegiatan magang-penelitian di Further Processing


Department, PT. Charoen Pokphand Indonesia-Chicken Processing Plant,
Cikande Serang adalah untuk melatih keterampilan lapangan dan
pengembangan wawasan berpikir mahasiswa yang berkaitan dengan
penguasaan konseptual dalam usaha pemahaman dan penerapan ilmu
pengetahuan dan teknologi secara integral dan profesional. Selain itu kegiatan
ini juga memiliki tujuan khusus yaitu :

1. Menentukan formulasi chicken nugget vegetable berbahan dasar SBB


(Skinless Boneless Breast) dengan penambahan flakes wortel.
2. Menentukan spesifikasi proses pada alat penggorengan (continous deep
fryer), dan individual quick freezing (IQF) yang dapat digunakan dalam
proses produksi chicken nugget vegetable.
3. Menentukan biaya produksi chicken nugget vegetable.
4. Identifikasi kandungan protein, lemak, karbohidrat, air, abu, serat
makanan (IDF dan SDF), dan total karoten, pada produk chicken nugget
vegetable formula terpilih.

3
C. MANFAAT

Penelitian ini mendukung pengembangan produk berbasis daging ayam,


khususnya produk chicken nugget di PT. Charoen Pokphand Indonesia-
Chicken Processing Plant. Formulasi hasil penelitian ini dapat digunakan oleh
perusahaan sebagai produk baru setelah dilakukan consumer sampling,
pendugaan umur simpan (shelf life), pengemasan, uji pasar, dan tahap
komersialisasi.

D. RUANG LINGKUP

Penelitian ini dilakukan melalui kegiatan Magang-Penelitian di PT.


Charoen Pokphand Indonesia-Chicken Processing Plant, Cikande-Serang.
Aspek yang menjadi fokus kajian dari pelaksanaan kegiatan ini berkaitan
dengan pengembangan produk chicken nugget. Laporan kegiatan Magang-
Penelitian ini disusun dalam sebuah Skripsi dengan judul; Pengembangan
Produk Chicken Nugget Vegetable Berbahan Dasar Daging SBB (Skinless
Boneless Breast) dengan Penambahan Flakes Wortel di PT. Charoen
Pokphand Indonesia-Chicken Processing Plant, Cikande-Serang.

E. WAKTU DAN TEMPAT

Kegiatan Magang-Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan


dimulai bulan Februari 2006 dan berakhir bulan Juni 2006. Adapun tempat
pelaksanaannya di PT. Charoen Pokphand Indonesia-Chicken Processing
Plant, Kawasan Industri Modern, Desa Nambo Ilir, Cikande-Serang

4
II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

A. SEJARAH SINGKAT PERUSAHAAN

Perseroan didirikan berdasarkan akta No. 6, tanggal 7 Januari 1972.


Akta dibuat dihadapan Drs. Gde Ngurah Rai, SH, notaris di Jakarta dan telah
mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan
surat keputusan No. Y. A. 5/197/21 tanggal 8 Juni 1983 dan telah diumumkan
dalam Berita Negara Indonesia No. 65, tambahan No. 573 tanggal 14 Agustus
1973 dengan fasilitas penanaman modal asing berdasarkan Keputusan Menteri
Perindustrian Republik Indonesia No. 616/M/SK/XII/1971 tanggal 29
November 1971.
Anggaran Dasar perseroan telah beberapa kali mengalami perubahan
dan diubah seluruhnya dengan akta No. 24 tanggal 6 Desember 1990, yang
dibuat dihadapan Achmad Abid, SH, pengganti dari Sutjipto, SH, notaris di
Jakarta. Akta tersebut telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman
Republik Indonesia dengan surat keputusan No. C2.6525. HT. 01.04.TH 1990
tanggal 17 Desember 1990 dan telah diumumkan dalam Berita Acara Negara
Republik Indonesia No. 4, tambahan No. 1992 tanggal 11 Januari 1991.
Perubahan terakhir atas Anggaran Dasar perseroan dinyatakan dalam akta No.
184 tanggal 31 Agustus 1994, dibuat di hadapan Achmad Abid, SH sebagai
pengganti dari Sutjipto, SH, notaris di Jakarta antara lain mengenai
peningkatan modal dasar perseroan dari Rp. 100.000.000.000,00 (seratus
milyar rupiah) menjadi Rp. 130.000.000.000,00 (seratus tiga puluh milyar
rupiah). Perubahan ini telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman
Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. C2-16.666. HT.01.04.TH
1994 tanggal 7 November 1994.
Perseroan bergerak dalam bidang produksi dan perdagangan pakan
ternak, memulai produksi komersialnya pada tahun 1972 di atas lahan seluas
27.284 m2 di Jakarta dengan kapasitas produksi sebesar 20.000 ton per tahun.
Pada tahun 1976 perseroan melakukan ekspansi usaha ke Surabaya dengan
mendirikan pabrik pakan ternak di atas lahan seluas 62.625 m2 dengan

5
kapasitas produksi sebesar 24.000 ton pertahun. Kemudian melakukan
ekspansi ke Medan dengan mendirikan pabrik pakan ternak diatas lahan seluas
17.505 m2 dengan kapasitas produksi 80.000 ton per tahun. Untuk memenuhi
permintaan yang terus meningkat, pada tahun 1992 perseroan membangun
pabrik pakan ternak di Desa Balaraja, Tangerang, Banten di atas lahan
101.080 m2 dengan kapasitas produksi sebesar 250.000 ton per tahun. Semua
tanah-tanah tersebut merupakan milik perseroan.
Setelah mengalami beberapa kali peningkatan produksi, pada saat ini
perseroan memiliki kapasitas produksi sebesar 1.000.000 ton per tahun yang
tersebar di Jakarta dengan kapasiats produksi 200.000 ton, Surabaya 350.000
ton, Medan 200.000 ton dan Tangerang 250.000 ton. Pada tahun 1988,
perseroan melakukan ekspansi usaha dengan mendirikan pabrik pakan udang
di Medan dengan kapsitas produksi sebesar 40.000 ton pertahun. Pabrik ini
mulai melakukan produksi komersial pada awal 1990. Pada tahun 1990,
perseroan mengambil alih saham 80% saham PT. Charoen Pokphand Jaya
Farm yaitu perseroan yang bergerak dalam bidang pembibitan ayam bibit
induk (DOC Parent Stock) dan ayam usia sehari komersial (DOC Final
Stock).
Pada tahun itu juga, perseroan membangun pabrik karung plastik di
Tangerang, Banten dengan kapasitas produksi sebesar 10 juta lembar karung
plastik per tahun. Kemudian pada tahun 1992, perseroan meningkatkan
kapasitas produksi karung plastiknya menjadi 15 juta lembar karung plastik
per tahun. Seluruh hasil produksi digunakan untuk keperluan sendiri.
Pada tahun 1991, perseroan membangun pabrik alat-alat peternakan di
Tangerang, Banten. Pabrik ini mulai melakukan produksi komersialnya pada
tahun 1992. Produk-produk yang dihasilkan antara lain adalah sangkar ayam,
tempat telur, kipas ventilasi, tempat makan ayam, tempat minum ayam dan
lain sebagainya. Pada tahun 1993, perseroan mengambil alih 80% saham PT.
Udangmas Intipertiwi yaitu suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa
penyalur pemasaran hasil produksi perseroan untuk wilayah pemasaran di
Jakarta, Surabaya dan Medan.

6
Pada tahun 1994, perseroan mengambil alih 80% saham PT. Mega
Kahyangan yaitu suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang distributor
pakan udang dan pakan ternak hasil produkasi perseroan yang memiliki
wilayah pemasaran di Medan dan Tangerang. Pada tahun 1995, dengan akta
notaris Ny. Siti Katamsi, S.H No. 12 tanggal 13 Agustus 1995 didirikanlah
PT. Charoen Pokphand Indonesia-Chicken Processing Plant sebagai industri
rumah potong dan pengolahan daging ayam diatas tanah seluas 2.1 hektar
yang berkedudukan di Jalan Industri Modern IV, Modern Industri Estate Kav.
6-8 Desa Nambo Ilir, Cikande, Serang. Perusahaan ini mulai beroperasi pada
tahun 1997 sebagai industri tindak lanjut pasokan ayam potong untuk diolah
menjadi daging mentah, daging beku dan daging olahan ayam untuk
dipasarkan didalam negeri maupun luar negeri.
Dalam perkembangannya sebagai bukti kepedulian terhadap mutu
produk, PT.Charoen Pokphand Indonesia-Chicken Processing Plant telah
memperoleh:

1. Sertifikat halal produk ayam mentah dan olahan lanjut:

a. No. 07820398 tanggal 13 Maret untuk Chicken Mea.


b. No. 11091099 tanggal 28 Agustus 2001untuk Chicken Ball Five Star
c. No. 11101099 tanggal 28 Agustus untuk Sosis Ayam Okey
d. No.10530799 tanggal 28 Agustus untuk Chicken Nugget, Chicken
Karage, Schnitzel, Stikie, Katsu, Super Stick, Spicy Karage
e. No. 10520799 tanggal 28 Agustus 2001 untuk Spicy Wing (Five Star
dan QP)
f. No. 1320082000 tanggal 06 Agustus 2002 untuk Chicken Patties KFC
dan Chicken Fries KFC
g. No. 2076062002 tanggal 15 Juni 2002 untuk Chicken Nugget Aro,
Nugget Dino Five Star
h. No. 2276102002 tanggal 31 Oktober 2002 untuk Frozen Marinated
Chicken KFC
i. No. 2277102002 tanggal 31 Oktober 2002 untuk Pok-pok Fiesta,
Happy star Fiesta

7
j. No. 2074062002 tanggal 15 Juni 2002 untuk Chicken Sausage
Vegetable, Chicken Sausage Cheese, Chicken sausage Black Pepper,
Chicken Sausage Parsley, Chicken Sausage Rice, Chicken Sausage
Mushroom, dan Chicken Sausage (Five Star), Chicken Sausage Champ
k. No. 2276102002 tanggal 31 Oktober 2003 untuk Frozen Marinated
Chicken KFC
l. No. 2444052003 tanggal 01 Mei 2003 untuk Chicken Nugget Champ,
Chicken Ball Champ, Chicken Stick Champ, Spicy Chick Fiesta, Fried
Chicken Fiesta, Smoked Chicken Breast Fiesta, Chicken Breast
Golden Fiesta, Drum Stick Golden Fiesta, Chicken Coctail Fiesta,
New Orleans Chicken Wing Pizza Hut
m. No. 2488052003 tanggal 21 Mei 2003 untuk Chicken Stick CFC,
Chicken Patties CFC

2. Sertifikat Nomor Kontrol Veteriner (NKV) dengan No. 13-322010-A

3. Sertifikat HACCP, untuk:

a. Rumah Potong Unggas, Nomor TU.210/240/E/0599 tanggal 21 dan 23


April 1999
b. Produk Spicy Wing, Nomor PO. 02.02.3.4.03041 tanggal 20-21
Desember 1999
c. Produk Chicken Sausage, Nomor PO.02.02.3.4.0304.2 tanggal 20-21
Desember 1999
d. Produk Chicken Ball, Nomor PO.02.02.3.4.0304.3 tanggal 20-21
Desember 1999
e. Produk Schnitzel, Nomor PO.02.02.3.4.0304.4 tanggal 20-21
Desember 1999
f. Produk Karage, Nomor PO.02.02.3.4.0304.5 tanggal 20-21 Desember
1999
g. Produk Chicken Nugget, Nomor PO.02.02.3.4.0304.6 tanggal 20-21
Desember 1999
h. Produk Smoked C. Breast, Nomor PO.02.02.3.4.0304.7 tanggal 20-21
Desember 1999

8
i. Produk New Orleans, Nomor PO.02.02.3.4.0304.8 tanggal 20-21
Desember 1999
j. Produk Buffalo Wing, Nomor PO.02.02.3.4.0304.9 tanggal 20-21
Desember 1999.

B. LOKASI DAN TATA LETAK PERUSAHAAN

PT Charoen Pokphand Indonesia–Chicken Processing Plant merupakan


industri yang bergerak dalam bidang pemotongan dan pengolahan daging
ayam. Industri ini terletak di Jalan Modern IV Kav 6-8, Kawasan Industri
Modern, Desa Nambo Ilir, Cikande-Serang, Banten. Perusahaan ini
menempati areal seluas 2.1 hektar. Perusahaan ini berkantor pusat di Jalan
Parangtritis Raya A-5/E 12 A Ancol Barat, Jakarta Utara. Pabrik PT Charoen
Pokphand Indonesia –Chicken Processing Plant (PT. CPI-CPP) terdiri dari
tiga plant utama yaitu, Slaughter House, Further Processing Department, dan
Sausage Plant. Slaughter House melakukan kegiatan pemotongan ayam dan
menghasilkan daging ayam, sedangkan Sausage Plant dan Further Processing
Department menghasilkan produk olahan daging ayam lanjutan.
Bangunan PT. CPI-CPP terdiri dari dua lantai. Pada lantai pertama
terdapat kantor Personalia, Product Development and Quality Control
(PDQC), ruang rapat, gudang (Warehouse), dan ketiga Plant diatas. Pada
lantai kedua terdapat kantor utama dan laboratorium. Selain itu, di perusahaan
ini juga terdapat dua pos satpam di pintu gerbang masuk, kantin dan masjid.

C. PENGELOLAAN SUMBER DAYA

Sumber daya yang menjadi kunci utama dalam menghasilkan mutu


produk yang mampu memenuhi spesifikasi konsumen terdiri dari sumber daya
manusia, prasarana, dan lingkungan kerja. Sumber daya manusia merupakan
subyek bagi terselenggaranya proses produksi. Jumlah karyawan yang ada di
PT Charoen Pokphand Indonesia –Chicken Processing Plant pada bulan Juni
2006 adalah 1803 orang, yang terbagi dalam tiga departemen besar, yaitu
Sausage Department, Slaughter House Department, dan Further Processing
Department. Jumlah karyawan yang ada di Further Processing Department

9
adalah 167 karyawan tetap dan 157 pegawai kontrak dan 23 pegawai
borongan. Seluruh karyawan ini terbagi dalam tiga group dalam tiga shift
kerja, yaitu shift 1 (jam kerja 07.00-15.00 WIB), shift 2 (jam kerja 15.00-
23.00 WIB), dan shift 3 (jam kerja 23.00-07.00 WIB). Selain itu terdapat
jadwal cleaning total pada hari Sabtu dan Minggu di akhir pekan.
Kehadiran (absensi) karyawan mempunyai pengaruh penting terhadap
penilaian karyawan yang bersangkutan. Bagi karyawan tetap kehadiran
mempengaruhi prestasi yang bersangkutan. Sedangkan untuk karyawan
kontrak kehadiran mempengaruhi gaji yang akan diperolehnya.
Hak dan kewajiban untuk karyawan tetap dan karyawan kontrak secara
garis besar sama. Namun terdapat juga beberapa hal perbedaan di antara
mereka. Kewajiban karyawan secara umum adalah menaati peraturan-
peraturan yang berlaku di perusahaan. Hak-hak yang diperoleh karyawan
antara lain tunjangan kesehatan, penggunaan fasilitas perusahaan (seperti bus
jemputan), waktu cuti, dan tunjangan hari raya (THR).
Sumber daya prasarana yang ada di PT Charoen Pokphand Indonesia–
Chicken Processing Plant meliputi gedung, ruang kerja, peralatan proses dan
jasa pendukung. Sumber daya lingkungan kerja meliputi kebersihan ruang
produksi dan suhu ruangan produksi serta kondisi hubungan antar karyawan
dalam upaya mewujudkan iklim kerja yang kondusif.

10
III. TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGEMBANGAN PRODUK

Penelitian dan pengembangan merupakan kegiatan industri dalam


rangka mengembangkan produk baru dan mengantisipasi perubahan pasar.
Pengembangan produk adalah suatu kegiatan menghasilkan produk yang baru
atau produk lama yang dimodifikasi dengan tambahan rasa baru atau
pencampuran rasa yang sudah ada. Secara umum, produk baru adalah produk
yang belum pernah ada sebelumnya atau produk hasil modifikasi dan inovasi
dari produk yang sudah ada sebelumnya dari aspek produksi seperti bahan
baku, proses, karakteristik produk maupun kemasan. Pada dunia industri,
produk baru mengandung pengertian yaitu produk yang sebelumnya belum
pernah diproduksi oleh suatu perusahaan meskipun produk tersebut telah atau
pernah diproduksi oleh perusahaan lain. Pengembangan produk perlu
dilakukan karena produk yang sudah tidak perlu harus digantikan. Selain itu
perusahaan memperoleh hampir semua pendapatan dan keuntungannya dari
produk baru (Setyoningsih dan Almahdy, 2005).

B. CHICKEN NUGGET DAN PROSES PRODUKSINYA

Chicken nugget didefinisikan sebagai produk olahan ayam yang dicetak,


dimasak dan dibekukan, dibuat dari campuran daging ayam giling yang diberi
bahan pelapis dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan
tambahan makanan yang diizinkan (BSN, 2002). Daging yang digunakan
biasanya merupakan keseluruhan otot pada bagian tertentu dari ayam (Owens,
2001). Dalam Standar Nasional Indonesia 01-6683 kandungan gizi chicken
nugget adalah kadar air maksimum 60%, kadar protein minimum 12%, kadar
lemak maksimum 20% dan kadar karbohidrat maksimum 25% (BSN, 2002).
Tahap pertama pembuatan chicken nugget adalah memperkecil ukuran
daging dengan cara digiling dengan grinder. Tujuan penggilingan ini adalah
meningkatkan luas permukaan daging untuk membantu ekstraksi protein.
Daging ditutupi oleh lapisan jaringan penghubung epimysium. Ketika lapisan

11
ini masih utuh maka hanya sedikit protein yang terekstrak, bahkan tidak ada
sama sekali. Oleh karena itu perlu dilakukan proses pengecilan ukuran dengan
grinder atau choper. Dengan demikian lapisan epimysium rusak dan
memudahkan ekstraksi protein. Tahap ini sangat penting karena jika tidak ada
protein yang terekstrak, maka serpihan daging tidak dapat saling berikatan
selama proses pemasakan dan menghasilkan produk dengan tekstur yang tidak
kuat (Owens, 2001).
Selama proses penggilingan dan sebelum pencetakan, suhu formulasi
daging harus diturunkan untuk membantu dalam keberhasilan pencetakan
chicken nugget. Jika suhu terlalu tinggi dapat terjadi denaturasi protein. Selain
itu adonan chicken nugget menjadi terlalu lembek dan akan sulit dicetak.
Adonan chicken nugget diatas -2,2 oC mengakibatkan adonan menjadi lengket
dengan mesin pencetak. Sebaliknya bila suhu terlalu rendah, chicken nugget
akan sulit dicetak dan dapat merusak mesin pencetak (Owens, 2001).
Setelah daging digiling, diaduk, dan didinginkan, tahap selanjutnya
adalah pencetakan. Adonan chicken nugget ditempatkan didalam hopper
kemudian didorong oleh auger kedalam papan pencetak (molding plate).
Adonan chicken nugget ditekan kedalam papan pencetak tersebut. Setelah
adonan masuk kedalam papan pencetak, papan pencetak bergerak kedepan
sehingga berada dibawah alat pemukul yang akan mendorong chicken nugget
keluar dari cetakan ke atas sabuk konveyor (Owens, 2001).
Sistem coating diaplikasikan pada bahan nugget yang telah dicetak.
Menurut Fellows (2000), pelapis atau coating dapat digunakan untuk
melindungi produk dari dehidrasi selama pemasakan dan penyimpanan.
Sistem ini terdiri dari dua tahap yaitu tahap aplikasi batter dan tahap aplikasi
breader.
Setelah proses coating selesai, chicken nugget di goreng. Menurut
Ketaren (1986), penggorengan adalah unit operasi yang secara umum
digunakan untuk meningkatkan eating quality dari suatu bahan pangan.
Setelah digoreng produk nugget langsung didinginkan secara cepat
dengan IQF (Individual Quick Freezing). Freezing mempunyai efek
menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Jay, 2000).

12
C. DAGING SKINLESS BONELESS BRAEST (SBB) AYAM

Skinless Boneless Breast (SBB) ayam adalah daging dada ayam yang
telah dipisahkan dari tulang dan kulitnya. Daging SBB dipilih pada pembuatan
chiken nugget karena memiliki tekstur yang lembut, seragam dan memiliki
warna yang terang (Owens, 2001).
Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang berkualitas
tinggi, mengandung asam amino essensial yang lengkap dan asam lemak tidak
jenuh (ALTJ) yang tinggi. Selain itu serat dagingnya pendek dan lunak
sehingga mudah dicerna (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Daging ayam yang
biasa digunakan dalam pembuatan chicken nugget adalah daging ayam broiler.
Menurut North (1972), ayam broiler adalah galur ayam hasil rekayasa
teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan
cepat sebagai penghasil daging, siap dipotong pada usia realtif muda, daging
berserat lunak dan dipasarkan pada umur 6-8 minggu. Kandungan protein, air
dan lemak pada daging ayam masing-masing sebesar 23,3%; 73,8%, dan 1,2%
(Aberle et. al, 2001). Forest (1975) menambahkan, daging gelap pada ayam
memiliki kandungan protein, air dan lemak masing-masing adalah 20,6%;
73,7% dan 4,7%. Sedangkan daging terang pada ayam mengandung 23,4%
protein, 73,7% air dan 1,9% lemak.
Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1992), kadar masing-masing
komponen tersebut berbeda-beda besarnya tergantung jenis atau ras, umur dan
jenis kelamin unggas yang bersangkutan. Bahkan pada karkas unggas yang
sama setiap komponen kadarnya berbeda-beda antara bagian yang satu dengan
yang lainnya.

D. WORTEL

Wortel (Daucus carota L) merupakan jenis sayuran yang tergolong


umbi akar yang berbentuk bulat panjang, berasa agak manis, gurih dan renyah.
Umbi wortel berkulit tipis dan berwarna kemerah-merahan karena
mengandung karotenoid yang tinggi. Wortel merupakan salah satu tanaman
sayuran tropis yang dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dan dapat tumbuh
sepanjang musim (Rubatzky dan Yamasuchi, 1995).

13
Dalam taksonomi tumbuhan, wortel diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub-divisi : Angiospermae (tumbuhan biji tertutup)
Kelas : Dicotylodone (tumbuhan berbiji keping-kepingan)
Ordo : Umbelliferae (Apiaceae)
Genus : Daucus
Spesies : Daucus carota L.

Tanaman wortel tumbuh baik didaerah yang mempunyai suhu udara


dingin dan lembab. Tanaman wortel menghendaki tanah yang gembur dan
subur dengan pH 5,5-6,5 dan ketinggian diatas 600 meter diatas permukaan
laut. Pada ketinggian 1200 meter tanaman ini tumbuh lebih baik (Tim Penulis
Penebar Swadaya, 1992).
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2006), luas areal panen
wortel pada tahun 2003 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2000-
2002. Produksi wortel pada tahun 2003 mencapai 355.802 ton. Jumlah
tersebut lebih besar dibanding jumlah produksi pada tahun 2000-2002. Tabel 1
menunjukkan data secara rinci produksi wortel di Indonesia.

Tabel 1. Luas lahan, jumlah produksi dan produkstifitas wortel di Indonesia


Luas lahan Produksi Produktifitas
Tahun
(hektar) (ton) (ton/ha)
2000 19.908 326.693 16,4
2001 18.454 300.648 16,3
2002 20.103 282.248 14,0
2003 21.501 355.802 16,5
Sumber : Badan Pusat Statistik (2006)

Mutu wortel terbaik dapat diperoleh dengan pengolahan yang dilakukan


segera setelah pemanenan. Sifat-sifat yang diinginkan adalah warna yang
cerah, inti tidak berserabut, tekstur lembut, serta mempunyai bau dan rasa
yang manis (Pantastico, 1986). Sedangkan menurut Novari (1999), ciri-ciri
wortel yang bermutu baik adalah wortel yang renyah, manis dan berwarna
kuning tua (jingga) kemerahan dan cerah, berkulit licin, mengkilap.
Bentuknya tidak bertekuk-tekuk, tidak bercabang dan tidak lecet atau luka-

14
luka. Wortel mencapai kondisi optimum dalam hal warna, bau, rasa dan
ukurannya pada umur tiga bulan (Boes et al., 1988).
Wortel sangat menonjol diantara umbi-umbian dalam kandungan
karotenoidnya. Menurut Direktorat Gizi, Depkes RI (1995), kandungan total
karoten pada 100 g umbi wortel adalah 12.000 μg. Sebagian besar karotenoid
yang terdapat dalam wortel adalah β-karoten dan α-karoten. Menurut Bureau
dan Bushway (1986), kadar β-karoten dan α-karoten pada 100 gram umbi
wortel segar masing-masing adalah 7.600 μg dan 3.800 μg.
Selain kandungan provitamin A-nya tinggi, wortel juga mengandung
vitamin B dan vitamin C. Disamping itu wortel juga mengandung mineral
terutama kalsium dan fosfor. Kandungan zat gizi wortel dapat dilihat pada
Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi zat gizi wortel per 100 gram.


Kompisisi Jumlah Komposisi Jumlah
Energi 36,00 kkal Vitamin B1 0,04 mg
Karbohidrat 7,90 g Vitamin C 18,00 mg
Protein 1,00 g Abu 0,60 g
Lemak 0,60 g Kalsium 45,00 mg
Air 89,90 g Fosfor 74,00 mg
Total karoten 12 000,00 μg Besi 1,00 mg
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1995)

Wortel dapat berfungsi untuk menurunkan kolesterol darah. Selain itu


konsumsi wortel dapat mencegah konstipasi dan membantu kesehatan usus
besar. Hal ini dimungkinkan kandungan serat pada wortel akan meningkatkan
berat feses dan senyawa yang bersifat karsinogen akan turut terbawa keluar
bersama feses (Agoes dan Lisdiana, 1995). Menurut Muchtadi (1998),
kandungan serat makanan wortel adalah 46,95% berat kering.

E. PENGERINGAN WORTEL

Pengeringan adalah proses pengurangan kadar air bahan sampai


keadaan seimbang dengan tekanan normal. Kondisi keseimbangan ini dapat
mencegah penurunan kualitas akibat aktifitas biologis, kimia dan mikrobiologi
(Henderson, 1976).

15
Dehidrasi atau pengeringan mungkin merupakan cara yang paling
efektif untuk memperpanjang umur simpan makanan yang perisable. Tujuan
utama pengeringan dalam pengawetan pangan adalah menurunkan kadar air
sehingga nilai aw menjadi rendah untuk menghentikan pembusukan dan
pertumbuhan mikroba patogen serta mengurangi reaksi penyebab kerusakan.
Pengeringan dapat menurunkan biaya transportasi dan penyimpanan yang
cukup signifikan karena terjadinya penurunan berat dan volume yang
signifikan serta tidak diperlukannya refrigerasi. Selain itu pengeringan
merupakan metode yang efektif untuk membuat bahan baku menjadi mudah
digunakan dalam produksi (Tang dan Yang, 2004).
Wortel berpotensi untuk dikeringkan karena kandungan padatan yang
tinggi dan tidak mengandung serat yang seperti kayu. Wortel yang akan
dikeringkan sebaiknya wortel yang lebih matang, ukurannya lebih besar,
kandungan serat dan karotennya lebih tinggi bila dibandingkan dengan wortel
segar yang dijual di pasar (Luh dan Roof, 1997).
Sebelum dikeringkan, wortel dicuci untuk menghilangkan kotoran lalu
di lakukan proses pengupasan untuk menghilangkan kulit wortel. Proses
pengupasan harus diikuti pencucian. Wortel yang telah dikupas dan dicuci
kemudian di potong tipis (slicing). Setelah dipotong, wortel secepatnya di
blansir. Suhu dan waktu pemanasan pada blansir berbeda-beda pada setiap
bahan, tergantung dari sifat bahan yang akan diolah. Blansir biasanya
dilakukan pada suhu 92-93oC selama 3-5 menit (Winarno et al. 1980). Satuhu
(1994) menyatakan bahwa blansir dapat dilakukan dengan pencelupan bahan
yang akan diolah kedalam air panas dengan suhu 82-100oC atau dengan
pengukusan. Lama perlakukan blansir tergantung pada jenis komoditi, tebal
irisan dan jumlah bahan. Pada umumnya proses blansir dilakukan selama 5-10
menit. Semakin banyak bahan yang akan diblansir dan semakin tebal
irisannya, semakin lama waktu yang diperlukan.
Blansir bertujuan untuk menginaktifkan enzim-enzim yang terkandung
dalam buah/sayuran, karena enzim tersebut akan menyebabkan perubahan
warna yang tidak terkendali pada hasil olahan. Disamping itu blansir juga
bertujuan untuk mengerutkan dan melemaskan bahan pangan, sehingga akan

16
mempermudah dalam pengolahan pangan. Selanjutnya blansir dapat
menurunkan jumlah kontaminasi awal, menghilangkan kotoran-kotoran pada
permukaan bahan dan mengusir udara dari jaringan bahan (Desroiser, 1988).
Tahap terakhir dari proses pengeringan wortel adalah dehidrasi. Suhu
pengeringan adalah 70oC. Setelah tujuh jam kadar air wortel turun dari 88%
menjadi 8%. Perlu dilakukan pengeringan lanjutan untuk mencapai kadar air
4%, yaitu dengan suhu 60oC selama tujuh jam (Luh dan Roof, 1997).

F. INGREDIENTS

Banyak ingredient yang dapat ditambahkan kedalam chicken nugget


dengan berbagai alasan. Salah satu ingredient yang paling penting adalah
garam. Garam memiliki dua fungsi pada produksi nugget yaitu untuk
memperbaiki rasa dan untuk membantu mengekstrak protein (Owens, 2001).
Kramlich (1971) menambahkan, selain sebagai pemberi rasa dan untuk
mengekstrak protein, garam juga berfungsi sebagai pengawet karena dapat
mencegah pertumbuhan mikroba sehingga memperlambat kebusukan. Garam
juga dapat meningkatkan daya ikat air (water holding capacity / WHC)
protein otot (Wilson et al., 1981).
Phospat ditambahkan dalam pembuatan chicken nugget untuk
membantu ekstraksi protein. Phospat dapat meningkatkan daya ikat air
(WHC) oleh daging dengan cara meningkatkan pH dan membuka protein otot
dan membiarkan terjadi pengikatan air. Selain itu phospat juga dapat
mencegah terjadinya ketengikan oksidatif (Owens, 2001).
Garam dan phospat ditambahkan setelah daging digiling. Tujuan
penambahan garam dan phospat pada tahap ini adalah agar bisa terjadi kontak
antara permukaan daging dengan kedua bahan ini sehingga dapat membantu
proses ekstraksi protein (Owens, 2001).
Ingridient lain yang ditambahkan pada pembuatan chicken nugget
adalah air dan pati. Air berfungsi untuk meningkatkan kelembaban dan
memudahkan pencampuran bahan. Sedangkan pati ditambahkan sebagai
bahan pengikat, dan pengisi (Owens, 2001).

17
Bumbu (seasoning) ditambahkan untuk memberi rasa yang enak pada
produk chicken nugget. (Owens, 2001). Bumbu merupakan bahan campuran
terdiri atas satu atau lebih rempah-rempah yang ditambahkan kedalam
makanan selama pengolahan atau dalam persiapan, sebelum disajikan untuk
memperbaiki flavor alami makanan sehingga lebih disukai oleh konsumen.
Umumnya bumbu tidak mempengaruhi kualitas nutrisi dari produk pangan
(Farrel, 1990).

G. BATTER DAN BREADER

Fungsi utama batter dan breader adalah memperbaiki penampakan dan


memberi karakteristik rasa produk, seperti kerenyahan tekstur maupun warna
yang menarik. Batter dan breader juga dapat meningkatkan nilai gizi dari
suatu produk pangan dan menambah kenikmatan ketika mengkonsumsi
produk tersebut. Selain itu, batter dan breader bertindak dalam menjaga
kelembaban produk pangan (Suderman dan Cunningham, 1983).
Menurut Davis (1983), batter adalah campuran yang terdiri dari air,
tepung pati dan bumbu-bumbu yang digunakan untuk mencelupkan produk
sebelum dimasak. Komposisi bahan penyusun batter terbagi menjadi dua, (1)
tepung, telur dan susu sebagai komponen utama, dan (2) bumbu, gum, dan
bahan lain yang ditambahkan dalam jumlah sedikit. Komponen utama
memberikan karakter dasar bagi fungsi utama batter. Sedangkan komponen
minor memberikan karakter spesifik seperti viskositas, daya adhesi, tekstur,
flavor, dan warna. Weiss (1983) menambahkan bahwa sebisa mungkin
formulasi batter tidak menggunakan kuning telur karena mengandung
fosfolipid yang dapat terpisah dari batter dan menyebabkan kerusakan minyak
goreng.
Aplikasi batter dapat dilakukan dengan cara mentransfer nugget atau
produk olahan lainnya kedalam mesin batter aplikator, kemudian produk akan
berjalan diatas konveyor melewati genangan batter. Produk akan terendam
dalam batter tersebut sehingga proses battering dapat berjalan sempurna
(Owens, 2001).

18
Breader adalah campuran tepung, pati dan bumbu, berbentuk kasar, dan
diaplikasikan sebelum digoreng. Breader memiliki banyak jenis yang
dibedakan berdasarkan ukuran, warna, flavor, absorbsi, tekstur, dan densitas
(Dyson, 1983). Menurut Owens (2001), terdapat lima jenis utama breader,
yaitu american bread crumbs, japanese bread crumbs, crackermeal, flour
breaders, dan extruded crumbs. Hal yang membedakan jenis breader adalah
ukuran, bentuk, tekstur, warna dan flavor.
Aplikasi breader untuk skala industri menggunakan sistem resirkulasi.
Pada breader aplikator, nugget berjalan sepanjang hamparan breader
sehingga bagian bawah nugget tertutup oleh breader. Sementara nugget
berjalan, dari atas nugget ada bagian mesin yang merfungsi untuk menaburi
nugget dengan breader, sehingga seluruh bagian nugget bisa tertutup breader
(Owens, 2001).
“Pickup” adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan jumlah
batter dan breader yang menempel pada permukaan nugget. Kekentalan
batter dan ukuran breader mempengaruhi jumlah pickup. Jumlah pickup
breader pada nugget yang menggunakan batter kental lebih besar dari pada
jumlah pickup breader jika menggunakan batter yang encer. Breader yang
kasar akan menghasilkan pickup yang lebih baik jika dibandingkan breader
yang halus. Ukuran breader juga mempengaruhi tekstur nugget. Breader yang
halus menghasilkan tekstur yang lembut sedangkan breader yang kasar akan
menghasilkan tekstur yang renyah (Owens, 2001).

H. CONTINOUS DEEP FAT FRYING

Menurut Ketaren (1986), menggoreng adalah suatu teknik pemasakan


dan pengeringan melalui kontak minyak/lemak panas yang melibatkan pindah
panas dan pindah masa secara simultan. Penggorengan adalah unit operasi
yang secara umum digunakan untuk meningkatkan eating quality dari suatu
bahan pangan. Saat bahan pangan ditempatkan kedalam minyak bersuhu
tinggi, temperatur permukaan bahan bahan pangan akan meningkat secara
cepat sehingga terjadi evaporasi air yang terkandung didalam bahan menjadi
uap panas. Permukaan bahan pangan kemudian mulai mengering dan

19
evaporasi semakin bergerak menuju bagian dalam bahan pangan sehingga
terbentuklah kerak (crsut). Suhu permukaan bahan pangan kemudian semakin
meningkat mendekati suhu 100oC. Laju perpindahan panas dikendalikan oleh
perbedaan suhu antara minyak dan bahan pangan serta oleh koefisien pindah
panas permukaan bahan pangan. Sementara itu, laju penetrasi panas kedalam
bahan pangan dikendalikan oleh konduktifitas termal bahan pangan. Selama
proses penggorengan, air dan uap air dikeluarkan dari bahan pangan dan
digantikan oleh minyak (Fellows, 2000).
Fungsi lain dari penggorengan adalah sebagai proses pengawetan bahan
pangan karena adanya proses penghancuran mikroorganisme dan enzim oleh
panas serta karena adanya reduksi kandungan aw pada permukaan bahan
pangan. Umur simpan dari produk hasil penggorengan ditentukan oleh kadar
air produk setelah digoreng, dimana produk yang mempertahankan kondisi
lembab dibagian dalam bahan memiliki umur simpan relatif pendek karena
adanya proses migrasi air dan minyak selama penyimpanan (Fellows, 2000).
Proses penggorengan yang biasa diterapkan dalam suatu industri pangan
adalah proses continous deep fat frying. Continous deep fat frying merupakan
metode penggorengan kontinyu yang dilakukan dengan cara menjalankan
produk diatas conveyor yang secara langsung terendam di dalam medium
minyak panas. Pada sistem penggorengan deep fat frying, transfer panas
terjadi melalui kombinasi antara konveksi pada minyak dan konduksi pada
bahan pangan. Semua permukaan produk akan menerima perlakuan panas
yang sama, untuk menghasilkan penampakan dan warna produk yang
seragam. Sistem ini cocok untuk berbagai bentuk bahan pangan, tetapi pada
bahan pangan dengan bentuk yang tidak beraturan cenderung untuk menyerap
minyak dalam jumlah yang lebih banyak (Fellows, 2000).
Menurut Hui (1996), beberapa keuntungan sistem deep fat frying antara
lain (1) diperoleh produk dengan rasa, flavor, tekstur, dan mouthfeel yang
baik, (2) terbentuk lapisan (coating) yang akan membentuk kerenyahan, (3)
diperoleh produk dengan warna kecoklatan yang mengundang selera, (4)
terjadi penyerapan minyak kedalam bahan pangan yang berpengaruh terhadap
mouthfeel yang diinginkan, (5) produk yang telah digoreng mudah

20
direkonstruksi dalam penggorengan, oven konvensional, dan oven microwave,
(6) suhu penggorengan akan memberikan efek blanch pada produk, dan (7)
suhu penggorengan akan menghancurkan beberapa mikroorganisme.
Pada proses penggorengan skala industri, pemakaian suhu proses
disesuaikan dengan waktu perjalanan produk selama melewati minyak goreng.
Biasanya dengan suhu sekitar 177oC diperlukan waktu 1-2 menit untuk
menghasilkan produk yang matang (Fellows, 2000).
Menurut Hui (1996), beberapa proses yang terjadi selama penggorengan
metode deep fat frying adalah (1) air akan terevaporasi dari produk
mengakibatkan suhu permukaan produk meningkat, (2) produk akan
mengalami pemanasan hingga mencapai temperatur yang diinginkan untuk
memperoleh karakteristik yang diinginkan, (3) suhu permukaan produk
meningkat sehingga diperoleh warna yang coklat dan produk yang renyah (4)
produk akan mengalami perubahan dimensi (mengecil, membesar atau tetap),
(5) produk mengalami perubahan densitas yang menyebabkan produk
mengambang dan (6) perubahan sifat fisiko-kimia minyak dan kemampuan
transfer panas, menyebabkan perubahan kualitas produk.

I. INDIVIDUAL QUICK FREEZING (IQF)

Menurut Fellows (2000), pembekuan adalah unit operasi yang


menurunkan suhu bahan pangan sampai dibawah titik beku sehingga proporsi
air dalam bahan berubah bentuk menjadi kristal es. Perubahan bentuk air
menjadi kristal es menyebabkan turunya aktivitas air (aw). Quick freezing atau
pembekuan cepat adalah proses penurunan suhu produk sampai sekitar -20oC
dalam waktu 30 menit. Proses ini dapat dilakukan dengan melakukan kontak
bahan dengan refrigerant secara langsung atau tidak langsung (Jay, 2000).
Menurut Jay (2000), hal yang terjadi pada mikroorganisme selama
freezing adalah 1) terjadi kematian mikroba secara tiba-tiba dengan cepat,
tetapi bervariasi untuk setiap spesies mikroorganisme 2) bagian sel yang
berfungsi untuk bertahan hidup secara bertahap rusak 3) penurunan ini terjadi
secara cepat pada suhu freezing point, yaitu sekitar -2oC, dan lebih lambat
pada suhu yang lebih rendah lagi.

21
J. SERAT MAKANAN (DIETARY FIBER)

Trowel et. al (1976) mendefinisikan serat makanan sebagai komponen


bahan makanan nabati, termasuk komponen dinding sel (selulosa,
hemiselulosa, pektin, dan lignin) dan polisakarida intraseluler (gum dan
musilase) yang tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim pada sistem
pencernaan manusia. Serat makanan terbagi menjadi dua bagian, yaitu serat
makanan larut dalam air (soluble dietary fiber) dan serat makanan tidak larut
air (insoluble dietary fiber). Serat makanan larut terdiri atas gum, pektin dan
sebagian kecil hemiselulosa larut, sedangkan serat makanan tidak larut dalam
air terdiri atas selulosa, lignin, sebagian kecil kitin dan lilin tanaman serta
senyawa pektat yang tidak larut (Spiller, 2001).
Menurut Almatzier (2001), serat makanan larut air efektif dalam
menurunkan kolesterol plasma, efektif dalam mereduksi kadar LDL (Low
Density Lipopolysaccharides) serta meningkatkan kadar HDL (High Density
Lipopolysaccharides). Serat makanan larut air juga berperan dalam mereduksi
absorbsi glukosa dalam usus sehingga bermanfaat bagi penderita diabetes
melitus. Efek lain dari konsumsi serat makanan larut adalah membuat perut
terasa cepat kenyang. Hal ini dapat bermanfaat bagi mereka yang ingin
menurunkan berat badan.
Berbeda dengan serat makanan larut, serat makanan tidak larut air tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan sebagai agen hipokolesterolemik. Serat
makanan tidak larut berperan penting dalam pencegahan disfungsi alat
pencernaan seperti konstipasi, wasir/haemoroid (ambien), kanker usus besar,
infeksi usus buntu serta divertikulosis. Konsumsi serat makanan seperti
hemiselulosa, selulosa, pektin, dan lignin memperpendek waktu kontak
makanan dengan saluran pencernaan sehingga akan mengurangi resiko
terjadinya penyakit saluran pencernaan (Almatzier, 2001).

22
K. BETA KAROTEN

Sayuran dan buah-buahan yang berwarna kuning atau hijau biasanya


banyak mengandung karotenoid. Wortel, ubi jalar dan waluh kaya akan
karotenoid (Winarno, 1997).
Karotenoid adalah pigmen yang berwarna kuning sampai merah, larut
dalam lemak dan banyak terdapat di alam. Senyawa ini secara kimia terdiri
atas unit-unit isopren (Meyer, 1982). Karotenoid bersifat hidrofobik sehingga
senyawa tersebut tidak larut dalam lingkungan berair didalam sistem
gastrointestinal. Senyawa tersebut memerlukan pelarut lipid dan ditambah
garam empedu untuk dapat diserap kedalam enterosit. Diperkirakan absorbsi
karotenoid bervariasi dari sangat kecil sampai 95% (Wildman, 2001).
Di alam karotenoid terutama terdapat sebagai isomer trans. Bentuk trans
pada karotenoid memiliki derajat aktifitas vitamin A yang lebih tinggi
dibandingkan dengan bentuk cis (Rodriguez-Amaya, 1997).
Jenis karotenoid yang sudah dikenal adalah α-karoten, β-karoten, γ-
karoten, xanthophyil, zeaxanthin, kriptoxanthin, crocetin, dan beberapa
turunan senyawa-senyawa tersebut. Jenis karoten yang banyak terdapat pada
wortel adalah β-karoten (Meyer, 1982). Struktur kimia β-karoten dapat dilihat
pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur kimia β-karoten.

Didalam tubuh, satu molekul β-karoten dapat dikonversikan menjadi


dua molekul vitamin A. Sedangkan α-karoten, γ-karoten dan kriptoxanthin
hanya menghasilkan satu molekul vitamin A. Jenis karotenoid yang lain bukan
provitamin A (Meyer, 1982). Menurut Winarno (1997), satu retinol

23
equivalents (RE) senilai dengan 1 μg retinol. Setiap 6μg β-karoten dan 12 μg
karoten (mixed) diperkirakan mempunyai aktivitas biologis 1 RE.
Selain berfungsi sebagai provitamin A, sistem ikatan ganda yang
terkonjugasi dari β-karoten dan karotenoid yang lain bertanggung jawab
terhadap sifat antioksidan. Sifat antioksidan tersebut dapat melawan tekanan
oksidatif yang berhubungan dengan penyakit kronik (Cadenas and Packer,
2002).
Berbagai teknik pemasakan berpotensi untuk meningkatkan
bioavailability karotenoid. Perlakuan panas yang terkontrol adalah salah satu
cara untuk meningkatkan bioavailability β-karoten dari wortel. Lemak
menyediakan lingkungan lipofilik sehingga β-karoten yang bersifat hidrofobik
akan bermigrasi dan meningkatkan bioavailability β-karoten didalam produk.
(Deming et. al, 2002).
Meskipun perlakuan panas dapat meningkatkan bioavailability β-
karoten dari wortel, proses tersebut juga dapat memicu terbentuknya isomer
cis dari β-karoten. Tingkat isomerisasi cis tergantung pada suhu dan lama
pemanasan. Pemanasan yang berlebihan menyebabkan isomerisasi cis dan
oksidasi β-karoten, sehingga menurunkan aktivitas vitamin A-nya dan
kemungkinan juga terjadi perubahan sifat biologis dari β-karoten (Deming et.
al, 2002).

L. BIAYA PRODUKSI

Ada tiga unsur utama dalam biaya suatu produk : (1) bahan baku
langsung (direct materials), (2) tenaga kerja langsung (direct labor), dan (3)
biaya overhead pabrik (factory overhead). Bahan baku lansung adalah semua
bahan baku yang secara fisik bisa diidentifikasi sebagai bagian dari barang
jadi dan yang dapat ditelusuri pada barang jadi itu dengan cara yang sederhana
dan ekonomis. (Horngren, 1993).
Tenaga kerja langsung adalah seluruh tenaga kerja yang dapat ditelusuri
secara fisik pada barang jadi dengan cara yang ekonomis. Sedangkan biaya
overhead pabrik adalah semua biaya selain bahan baku langsung atau upah
langsung yang berkaitan dengan proses produksi (Horngren, 1993).

24
IV. METODE PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah wortel (Daucus


carota L) yang dibeli dari pasar tradisional dan flakes wortel dari PT. Foodex
Inti Ingredients. Bahan yang lain diperoleh dari PT. Charoen Pokphand
Indonesia-Chicken Processing Plant yaitu SBB (skinless boneless breast),
emulsi, phospat, maizena, tepung terigu, breader dan bumbu-bumbu. Bahan-
bahan yang digunakan untuk analisis kimia produk terpilih diperoleh dari stok
laboratorium di Institut Pertanian Bogor.
Alat yang digunakan dalam magang-penelitian ini adalah grinder,
mixer, deep fat fryer, oven, batter aplikator, breader aplikator, continous deep
fat fryer, Indivual Quick Freezing (IQF), peralatan untuk uji organoleptik, dan
peralatan untuk analisis kimia. Semua alat tersebut tersedia di PT. Charoen
Pokphand Indonesia-Chicken Processing Plant. Peralatan untuk analisis kimia
tersedia di laboratorium di Institut Pertanian Bogor.

B. METODE PENELITIAN

Kegiatan magang-penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap


persiapan, tahap penelitian pendahuluan, dan tahap penelitian utama. Tahap
persiapan meliputi penyiapan bahan baku dan bahan tambahan untuk
pembuatan chicken nugget, termasuk pembuatan flake wortel. Penelitian
pendahuluan meliputi uji threshold bumbu, formulasi bumbu chicken nugget,
formulasi penambahan guar gum pada batter. Penelitian utama meliputi
formulasi penambahan flakes wortel pada chicken nugget, uji organoleptik,
optimasi formula, uji organoleptik optimasi, analisis proksimat, analisis serat
makanan dan analisis total karoten produk chicken nugget vegetable formula
terpilih.

25
a. Tahap Persiapan

Tahap persiapan pada kegiatan magang-penelitian ini yaitu


penyiapan bahan-bahan pembuatan chicken nugget vegetable. Selain itu
juga dipelajari proses pembuatan chicken nugget vegetable berdasarkan
proses produksi chicken nugget yang telah ada di PT. Charoen Pokphand
Indonesia-Chicken Processing Plant.
Bahan-bahan yang harus dipersiapkan adalah meliputi raw material
(SBB, emulsi, flakes wortel), ingridient, batter dan breader. Bahan-bahan
tersebut telah tersedia di PT. Charoen Pokphand Indonesia-Chicken
Processing Plant. Sementara itu, flakes wortel hasil pengeringan harus
dibuat terlebih dahulu.
Pembuatan flakes wortel dilakukan dengan menggunakan oven suhu
70 oC selama kurang lebih enam jam (Luh dan Roof, 1997). Diagram alir
pembuatan flakes wortel dapat dilihat pada Gambar 2. Flakes wortel hasil
pengeringan kemudian diukur kadar airnya dengan metode oven (AOAC,
1995).

b. Penelitian Pendahuluan

1). Uji threshold bumbu dasar

Uji threshold (ambang batas) dilakukan pada bumbu yang akan


digunakan untuk pembuatan chicken nugget. Uji threshold dimaksudkan
untuk mengetahui jumlah bumbu minimal yang sudah dapat dirasakan
oleh lidah panelis sehingga penambahan bumbu dalam pembuatan chicken
nugget bisa dilakukan sehemat mungkin. Bumbu yang diuji threshold
adalah bawang putih, lada, MSG dan garam. Cara melakukan uji threshold
adalah dengan mengujikan bumbu yang dilarutkan dalam air dengan
konsentrasi yang berbeda-beda kepada 25 orang panelis. Konsentrasi
bumbu yang ditambahkan bervariasi mulai dari yang kecil sampai besar.

26
wortel segar

pencucian (washing)

pengupasan (peeling)

pencucian (washing)

pemotongan ukuran besar (trimming)

penyortiran

pemotongan ukuran kecil

pencucian (washing)

blansir (blanching), suhu 80oC, 5 menit

pengeringan (drying), suhu 70oC, 5 jam

flakes wortel

Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan flakes wortel menurut Luh dan
Roof (1997) yang dimodifikasi.

27
Panelis diminta untuk mengidentifikasi apakah dalam masing-masing
larutan sudah dapat dirasakan bumbu yang dimaksud. Berdasarkan
hasil uji tersebut, kemudian ditentukan best estimate threshold (BET)
individu. Setelah itu ditentukan konsentrasi threshold bumbu
(Meilgaard et. al. 1999). Rumus perhitungan BET individu dan
konsentrasi threshold yaitu :

BET individu = √(axb)


keterangan :
a : konsentrasi sampel terkecil yang dapat dideteksi panelis
b : konsentrasi sampel terbesar yang tidak dapat dideteksi panelis

Σ log BET individu


Konsentrasi threshold = anti log
Jumlah panelis

2). Formulasi bumbu dasar chicken nugget.

Cara pemilihan formulasi bumbu dasar chicken nugget yang


tepat dilakukan dengan mengaplikasikan kombinasi bumbu sebanyak
konsentrasi hasil uji threshold kemudian dilakukan perbaikan formula
sampai ditemukan formula bumbu yang tepat. Pemilihan formula
bumbu dilakukan dengan metode pendekatan subyektif (trial and
error). Atribut mutu yang digunakan untuk dasar pemilihan formula
terbaik adalah rasa, aroma, dan tekstur. Hasil terbaik dari formulasi
bumbu ini digunakan untuk penelitian selanjutnya.

3). Formulasi penambahan guar gum pada batter

Banyak komponen hidrokoloid seperti gum digunakan dalam


pembuatan batter. Hidrokoloid dapat berfungsi untuk mengontrol
kekentalan (viskositas) dan daya ikat air (Davis, 1983). Selain itu
penambahan guar gum pada chicken nugget vegetable juga menjadi
salah satu upaya meningkatkan kandungan serat.

28
Formulasi penambahan guar gum bertujuan untuk mengetahui
pengaruh penambahan guar gum terhadap viskositas batter. Analisis
data dilakukan dengan menggunakan analisis sidik ragam. Metode
pengujian yang digunakan adalah One Way ANOVA.
Sementara itu pemilihan formula batter dengan penambahan
guar gum dilakukan dengan metode pendekatan subyektif (trial and
error). Formula batter terbaik akan digunakan untuk penelitian
selanjutnya. Jumlah penambahan guar gum pada batter yang dicoba
adalah 0%; 0,25% dan 0,5%.

c. Penelitian Utama

1). Formulasi penambahan flakes wortel pada chicken nugget

Tahap ini adalah tahap terpenting dalam kegiatan magang-


penelitian ini. Formula yang dicoba pada tahap ini ada sembilan.
Formula yang dibuat yaitu penambahan flakes wortel sebanyak 1/2 %,
1%, 2%, 3% untuk wortel hasil pengeringan, 1/2 %, 1%, 2%, 3% untuk
wortel dari PT. Foodex Inti Ingredients dan satu formula tanpa
penambahan flakes wortel.
Sebelum ditambahkan, wortel direndam terlebih dahulu dengan
air hangat suhu 65oC selama 15 menit. Tujuan perendaman ini adalah
untuk memperbaiki bentuk dan tekstur wortel sehingga kembali seperti
wortel segar.
Proses pembuatan chicken nugget vegetable skala laboratorium
mengacu pada proses pembuatan chicken nugget skala industri di PT.
Charoen Pokphand Indonesia-Chicken Processing Plant. Spesifikasi
dan perlakuan pembuatan chicken nugget vegetable skala laboratorium
dibuat mendekati proses produksi chicken nugget yang sebenarnya
pada skala industri. Gambar 4 menunjukkan diagram alir proses
pembuatan chicken nugget skala industi dan proses pembuatan chicken
nugget vegetable skala laboratorium.

29
SBB SBB
(T=0-10oC) (T=0-10oC)

Grinding
Grinding
Ingridient flakes
Premix Emulsi wortel
Emulsi
Perendaman

Cold mixing Mixing manual


(T setelah mixing=(-5)-(-3))
Freezing
(T setelah freezing=(-5)-(-3))

Forming Dicetak manual

Battering Aplikasi batter manual

Breading Aplikasi breader manual

Continous deep fat frying Digoreng manual


(T aktual =160-170oC) (T aktual =160-170oC)
(Suhu pusat produk = 75-80oC) (Suhu pusat produk = 75-80oC)

Freezing Freezing

Nugget Nugget

Packing Analisis

Metal detector

Packing
Carton

Gambar 3. Proses pembuatan chicken nugget skala industri (kiri) dan


proses pembuatan chicken nugget vegetable skala
laboratorium (kanan).

30
2). Uji organoleptik

Uji organoleptik bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan


(preferensi) panelis terhadap formula chicken nugget vegetable.
Metode yang digunakan adalah uji hedonik dengan atribut yang dinilai
adalah keseluruhan produk (overall). Skor yang digunakan pada uji
hedonik ini adalah 1 sampai 7. Skor 1 berarti sangat tidak suka
sedangkan skor 7 berarti sangat suka. Panelis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah panelis agak terlatih dengan jumlah 30 orang.
Metode analisis yang digunakan adalah ANOVA (Analysis of
Variance) dengan menggunakan program SPSS 12. Uji lanjutan yang
digunakan adalah uji Duncan.

3). Optimasi formulasi

Tahap perbaikan formulasi adalah upaya untuk meningkatkan


penerimaaan terhadap chicken nugget vegetable terpilih. Perbaikan
formulasi dilakukan terhadap atribut mutu chicken nugget vegetable,
terutama rasa, dan aroma. Perbaikan ini dilakukan berdasarkan
komentar yang diberikan panelis pada saat uji organoleptik.

4). Uji organoleptik optimasi

Uji organoleptik optimasi bertujuan untuk mengetahui preferensi


(kesukaan) konsumen terhadap sampel chicken nugget yang belum
dilakukan perbaikan formulasi dan yang telah dilakukan perbaikan
formulasi. Metode uji organoleptik yang digunakan adalah simple
ranking test. Pada uji ini panelis diminta mengurutkan sampel dari
yang paling disukai sampai sampel yang paling tidak disukai. Dengan
demikian dapat diketahui sampel yang paling disukai panelis.
Data simple rangking test dianalisis dengan Friedmen’s Test
dengan menggunakan program SPSS 12. Uji lanjutan yang digunakan
adalah Fisher’s Least Significant Difference ranking (LSD rangking).
Cara menganalisisnya adalah membandingkan selisih jumlah rangking
dua sampel dengan nilai LSD rangking. Apabila selisih jumlah

31
rangking dua sampel lebih besar dari pada nilai LSD rangking, maka
kedua sampel tersebut berbeda nyata pada selang kepercayaan α
(Meilgaard et. al, 1999).
Rumus perhitungan LSD rangking adalah sebagai berikut:

LSD rangking = tα/2,∞ √ [bt (t+1)/6]

Keterangan : b = jumlah panelis


t = jumlah sampel
α = 0,05
t α/2,∞ = 1,960 (untuk α=0,05)

5). Aplikasi mesin batter aplikator, breader aplikator, continous deep


fat fryer, dan individual quick freezing.

Tujuan aplikasi ini adalah untuk mengetahui spesifikasi proses


yang dapat digunakan dalam produksi chicken nugget vegetable. Pada
tahap ini juga diamati jumlah pick up batter dan pick up breader,
frying loss dan freezing loss pada chicken nugget vegetable.
Pada tahap ini, chicken nugget vegetable dicetak secara manual.
Setelah dicetak, produk langsung dijalankan diatas konveyor
mengikuti line produksi chicken nugget yang ada di PT. Charoen
Pokphand Indonesia-Chicken Processing Plant, mulai batter aplikator,
breader aplikator, continous deep fat fryer, dan individual quick
freezing.
Spesifikasi proses yang digunakan sama seperti pada produksi
chicken nugget merk “X”. Selama proses, diamati apakah spesifikasi
proses (setting point) yang digunakan menghasilkan produk dengan
standar yang telah ditentukan perusahaan.

32
Rumus perhitungan pick up batter dan pick up breader, frying
loss dan freezing loss adalah sebagai berikut :

Wb-Wa
pick up batter = x 100%
Wa

Wc-Wb
pick up breader = x 100%
Wc

Wd-Wc
frying loss = x 100%
Wd

We-Wd
freezing loss = x 100%
We

Keterangan :
Wa = berat nugget sebelum battering (g)
Wb = berat nugget sesudah battering, sebelum breading (g)
Wc = berat nugget sesudah breading, sebelum digoreng (g)
Wd = berat nugget setelah digoreng, sebelum freezing (g)
We = berat nugget setelah freezing (g)

6). Analisis proksimat chicken nugget vegetable

Analisis proksimat dilakukan pada chicken nugget vegetable


formula terpilih dan pada chicken nugget tanpa penambahan flakes
wortel. Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan
protein, lemak, air, abu dan karbohidrat. Penentuan kadar karbohidrat
dilakukan secara by difference. Metode yang digunakan adalah sebagai
berikut :

33
6.1) Kadar air, metode oven (AOAC, 1995)

Sejumlah sampel (kurang lebih 5 gram) dimasukkan


kedalam cawan yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan
yang dimasukkan kedalam oven bersuhu 100oC hingga diperoleh
berat yang konstan. Perhitungan kadar air dilakukan dengan
menggunakan rumus :
c-(a-b)
Kadar air (%) = x 100%
c
Keterangan : a = berat cawan dan sampel akhir (g)
b = berat cawan (g)
c = berat sampel awal (g)

6.2) Kadar abu, metode pengabuan kering (AOAC, 1995)

Cawan porselin dikeringkan dalam tanur bersuhu 400oC -


600oC, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Sebanyak 3-5 gram sampel ditimbang dan dimasukan kedalam
cawan porselin. Selanjutnya sampel dipijarkan diatas nyala
pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian
dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600oC
selama 4-6 jam atau sampai terbentuk berwarna putih.
Kemudian sampel didinginkan dalam desikator, selanjutnya
ditimbang. Rumus perhitungan kadar abu :
berat abu (g)
Kadar Abu (%) = x 100%
berat sampel (g)

6.3) Kadar lemak, metode soxhlet (AOAC, 1995)

Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven


bersuhu 100-110oC, didinginkan dalam desikator, dan
ditimbang. Sampel dalam bentuk tepung ditimbang sebanyak 5
gram dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam
alat ekstraksi (soxhlet), yang berisi pelarut (dietil eter atau
heksana).

34
Reflux dilakukan selama 5 jam (minimum) dan pelarut
yang ada di dalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya labu lemak
yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada
suhu 100oC hingga beratnya konstan, didinginkan dalam
desikator, dan ditimbang. Cara perhitungan kadar lemak :

berat lemak (g)


Kadar lemak (%) = x 100%
berat sampel (g)

6.4) Kadar protein, metode mikro-kjeldahl (AOAC, 1995)

Sejumlah kecil sampel (kira-kira membutuhkan 3-10 ml


HCl 0,01 N atau 0,02 N) yaitu sekitar 0,1 gram ditimbang dan
diletakkan ke dalam labu kjeldhal 30 ml. Kemudian
ditambahkan 1,9 g K2SO4, 40 mg HgO, dan 2 ml H2SO4. Sampel
didihkan selama 1- 1,5 jam sampai cairan menjadi jernih.
Sampel didinginkan dan ditambah sejumlah kecil air
secara perlahan-lahan, kemudian didinginkan kembali. Isi
tabung dipindahkan ke alat destilasi dan labu dibilas 5-6 kali
dengan 1-2 ml air. Air cucian dipindahkan ke labu distilasi.
Erlenmeyer berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2 tetes indikator
(campuran 2 bagian merah metil 0,2% dalam alkohol dan 1
bagian metilen blue 0,2% alkohol) diletakkan dibawah
kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam dibawah
larutan H3BO3. Ditambah larutan NaOH-Na2S2O3 sebanyak 8-10
ml, kemudian didestilasi dalam erlenmeyer. Tabung kondensor
dibilas dengan air dan bilasannya ditampung dalam erlenmeyer
yang sama. Isi erlenmeyer diencerkan sampai kira-kira 50 ml,
kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan
warna. Penetapan untuk blanko juga dilakukan dengan metode
yang sama seperti sampel, tapi tanpa penambahan sampel.

35
Rumus perhitungan kadar protein :

(ml HCl-ml blanko) x N x 14,007 x 100


Kadar N (%) =
mg sampel

Kadar Protein = % N x faktor konversi (6,25)

6.5) Kadar karbohidrat (by difference)

Kadar karbohidrat (%) = 100% -(P+KA+A+L)


Keterangan : P = kadar protein (%)
KA = kadar air (%)
A = abu (%)
L = kadar lemak (%)

6.6) Analisis nilai energi (Almatsier, 2001)

Penentuan nilai energi makanan melalui perhitungan dapat


dilakukan dengan menggunakan faktor Atwater menurut
komposisi karbohidrat, lemak, protein, serta nilai energi faal
makanan tersebut.
Nilai energi = faktor Atwater x kandungan gizi bahan pangan

Energi = (4 kkal/g x kandungan karbohidrat) + (9 kkal/g x


kandungan lemak) + (4 kkal/g x kandungan
protein)

7). Analisis dietary fiber metode enzimatik gravimetrik (Asp, et. Al,
1983)

7.1) Persiapan sampel

Sepuluh gram sampel (w) dimasukkan kedalam labu


erlenmeyer kemudian ditambah 25 ml buffer Na-fosfat dan
dibuat menjadi suspensi. Penambahan buffer berguna untuk
menstabilkan enzim termanyl. Kedalam labu erlenmeyer
ditambah 100 μl termanyl, labu ditutupi dan diinkubasi pada T=

36
100oC selama 15 menit sambil sekali-kali diaduk. Tujuan
penambah termanyl dan pemanasan adalah untuk memecah pati
dengan menggelatinisasi terlebih dahulu. Kemudian labu
diangkat dan didinginkan. Setelah itu ditambahkan 20 ml air
destilata dan pH diatur menjadi pH 1,5 dengan menambahkan
HCl 4 M. setelah itu ditambahkan 100 mg pepsin. Pengaturan
pH menjadi 1,5 dimaksudkan agar kondisi lingkungan optimum
bagi aktivitas pepsin. Erlenmeyer ditutup dan diinkubasi pada
suhu 40oC dan diagitasi 60 menit.
Setelah 60o menit labu erlenmeyer diangkat dan ditambah
20 ml air destilata, kemudian pH diatur menjadi 6,8 (dengan
NaOH 4 M) yang merupakan pH optimum bagi aktivitas enzim
pankreatin. Setelah pH sesuai lalu ditambahkan 100 mg enzim
pankreatin, labu ditutup kemudian diinkubasi pada suhu 40oC
dan diagitasi selama 60 menit. pH diturunkan sampai 4,5 dengan
menggunakan HCl. Larutan disaring melalui crucible kering
yang telah diketahui beratnya (porositas 2) yang mengandung
0,5 gram celite kering. Kemudian dicuci 2 kali masing-masing
dengan 10 ml air destilata. Setelah proses ini didapat residu dan
filtrat.

7.2) Penentuan kadar serat makanan tidak larut (IDF)

Residu yang didapat dari tahap persiapan sampel dicuci 2


kali masing-masing dengan 10 ml aseton. Kemudian residu
dikeringkan pada suhu 105oC sampai beratnya tetap (sekitar 12
jam) dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (X1).
Residu diabukan dalam tanur pada suhu 500oC paling tidak
selama 5 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang
setelah dingin (Y1).

37
7.3) Penentuan kadar serat makanan larut (SDF)

Filtrat yang didapat dari tahap persiapan sampel


dittepatkan volumenya sampai 100 ml dengan menggunakan
labu takar 100 ml. Larutan dituang kedalam gelas piala lalu
ditambah 400 ml etanol 95% hangat (60oC) dan diendapkan
selama satu jam. Larutan disaring dengan crucible kering
(porositas 2) yang mengandung 0,5 gram celite kering,
kemudian dicuci 2 kali masing-masing dengan 10 ml etanol
95%, 2 kali masing-masing dengan 10 ml etanol. Endapan
dikeringkan pada suhu 105oC sampai beratnya tetap (sekitar 12
jam) dan ditimbang setelah dingin (Y2).

7.4) Pembuatan blanko

Blanko untuk serat makanan tidak larut (IDF) dan serat


makanan larut (SDF) diperoleh dengan cara yang sama pada
tahap persiapan sampel tetapi pada pembuatan blanko tidak
digunakan sampel dan semua pereaksi yang digunakan dalam
tahap persiapan sampel harus digunakan. Dari tahap pembuatan
blanko juga didapat residu dan filttrat. Residu yang didapat
diberikan perlakuan yang sama seperti pada tahap penentuan
kadar serat makanan tidak larut. Berat residu setelah dikeringkan
dan diabukan digunakan sebagai blanko untuk penentuan kadar
serat makanan larut. Berat filtrat setelah dikeringkan dan
diabukan digunakan sebagai blanko untuk penentuan kadar serat
makanan larut (B2).

7.5) Koreksi protein pada residu

Koreksi protein dilakukan pada residu IDF (K1) maupun


SDF (K2). Koreksi protein bertujuan untuk menghindari
kesalahan positif akibat adanya protein dalam residu yang yang
belum terurai oleh enzim protease. Analisis protein pada residu
dilakukan dengan metode mikro Kjeldahl .

38
7.6) Perhitungan serat makanan total

(X1-Y1-B1-K1)
IDF (% bk) = X 100%
W

(X2-Y2-B2-K2)
SDF (% bk) = X 100%
W

Total serat makanan = IDF + SDF

Keterangan :
W : berat sampel
X1 : berat residu setelah dianalisis dan dikeringkan (g)
X2 : berat filtrat setelah dianalisis dan dikeringkan (g)
Y1 : berat residu setelah diabukan (g)
Y2 : berat filtrat setelah diabukan (g)
B1 : berat blanko serat makanan bebas abu untuk kadar serat
makanan tidak larut (IDF)
B2 : berat blanko serat makanan bebas abu untuk kadar serat
makanan larut (SDF)
K1 : Koreksi protein pada residu serat makanan tidak larut
(IDF)
K2 : Koreksi protein pada residu serat makanan larut (SDF)

8). Analisis total karoten (Parrker, 1992)

8.1) Ektraksi

Sampel dikeringkan dengan freezdryer. Selanjutnya


ditimbang sampel kering yang telah dihomogenkan 2 sampai 5
gram, ditambahkan larutan heksan/aseton (1:1) 3 x 10 ml,
divorteks selama 30 detik. Larutan pengekstrak dikoleksi dalam
tabung reaksi gelap dan bertutup. Tambahkan 5 ml air, vortek 30

39
detik dan biarkan terpisah. Lapisan atas dipisahkan kemudian
diuapkan semua pelarutnya dengan gas N2 sehingga diperoleh
filtrat kering.

8.2) Saponifikasi

Filtrat kering ditambah 15 ml KOH 5% dalam metanol


(b/v), head space dalam tabung diisi dengan gas N2 untuk
menghindari oksidasi oleh O2 dan tutup rapat, kemudian
panaskan dalam water bath suhu 65oC selama 30 menit. Setelah
itu dinginkan dengan air mengalir.

8.3) Pengekstrakan kembali

Tambahkan air ke dalam tabung yang telah dingin


sebanyak 5 ml, vortek 30 detik, lapisan atasnya dipisahkan
kedalam tabung reaksi yang bersih. Lapisan bawah diekstrak
kembali dengan heksan 3 x 15 ml, dikocok dengan vorteks
selama 30 detik, dan lapisan atasnya dipisahkan lagi. Heksan
yang telah dikoleksi dicuci dengan air 3 x 3 ml. Kemudian
heksan disaring dengan Na2SO4 anhidrat dan diuapkan dengan
N2 .

8.4) Pengukuran dengan spektrofotometer

Hasil pengekstrakan kembali, ditambahkan 3 ml


campuran asetonitril-metanol (1:1) lalu diukur absorbansinya
menggunakan spektofotometer UV-VIS pada panjang
gelombang 460 nm. Konsentrasi karoten dalam ekstrak dihitung
menggunakan nilai E1%1cm untuk β-karoten pada heksan = 2600.
Angka ini adalah absorbansi larutan β-karoten 1% (10 mg/ml
atau μg/μl) pada panjang gelombang 460 nm menggunakan
kuvet 1 cm.

40
Konsentrasi karoten dihitung menggunakan rumus :

10 V
Konsentrasi karoten (ppm) = X A X fp x x 1000
2600 B

Keterangan : A = nilai serapan sampel


fp = faktor pengenceran
V = volume sampel yang diukur (ml)
B = bobot sampel yang dianalisis (g)

9). Penentuan biaya produksi (costing)

Metode yang digunakan dalam perhitungan biaya produksi


mengacu pada Horngren (1993). Menurut Horngren (1993) ada tiga
unsur utama dalam biaya suatu produk : (1) bahan baku langsung
(direct materials), (2) tenaga kerja langsung (direct labor), dan (3)
biaya overhead pabrik (factory overhead). Bahan baku langsung
adalah semua bahan baku yang secara fisik bisa diidentifikasi sebagai
bagian dari barang jadi dan yang dapat ditelusuri pada barang jadi itu
dengan cara yang sederhana dan ekonomis.
Tenaga kerja langsung adalah seluruh tenaga kerja yang dapat
ditelusuri secara fisik pada barang jadi dengan cara yang ekonomis.
Sedangkan biaya overhead pabrik adalah semua biaya selain bahan
baku langsung atau upah langsung yang berkaitan dengan proses
produksi (Horngren, 1993).

41
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. TAHAP PERSIAPAN

Bahan baku wortel adalah varietas lokal Cipanas. Varietas ini dipilih
karena memiliki rasa yang agak manis, disukai konsumen dan merupakan
varietas terbaik yang banyak dihasilkan di Jawa Barat (Rukmana, 1995).
Dengan demikian mudah didapatkan. Umbi wortel yang digunakan memiliki
panjang rata-rata 13 cm, diameter umbi bagian atas, tengah dan bawah
masing-masing 2 cm; 1,4 cm dan 0,8 cm.
Pembuatan flakes wortel dilakukan dengan menggunakan oven yang
tersedia di PT. Charoen Pokphand Indonesia-Chicken Processing Plant. Suhu
oven dapat disetting mulai 45oC sampai 150oC.
Prosedur pembuatan flakes wortel mengacu Luh dan Roof (1997).
Selama proses pengeringan, suhu oven disetting pada suhu 70oC sedangkan
suhu aktualnya adalah 65-71oC. Waktu yang diperlukan untuk mengeringkan
wortel adalah sekitar 5-7 jam. Rendemen flakes wortel yang dihasilkan adalah
9,71%.
Kadar air flakes wortel yang dihasilkan sebanyak 9,5%. Menurut Jay
(2000), alarm water untuk sayuran yang dikeringkan adalah 14-20%. Hal ini
berarti apabila kadar air lebih dari 14-20%, memungkinkan terjadinya
kerusakan pada bahan pangan tersebut. Gambar 4 menunjukan potongan
wortel segar dan sesudah menjadi flakes wortel.

a b

Gambar 4. a) Potongan wortel segar b) Flakes wortel

42
B. PENELITIAN PENDAHULUAN

a. Uji Threshold Bumbu Dasar

Uji threshold dilakukan pada bumbu dasar yang akan digunakan


untuk pembuatan chicken nugget. Bumbu yang diuji adalah bawang putih,
lada, MSG dan garam. Hasil uji threshold bumbu menunjukan bahwa
ambang batas konsentrasi bumbu yang sudah bisa dirasakan adalah
0,059% untuk lada bubuk, 0,086% untuk bawang putih, 0,044% untuk
garam dan 0,022% untuk MSG. Tabel hasil uji threshold bumbu dapat
dilihat pada Lampiran 1.

b. Formulasi Bumbu Dasar Chicken Nugget

Bumbu-bumbu diaplikasikan dalam chicken nugget untuk


mengetahui jumlah bumbu yang tepat. Pemilihan bumbu dilakukan dengan
metode pendekatan subyektif (trial and error). Hasil trial dan error
formulasi bumbu dasar dapat dilihat pada Lampiran 2.
Hasil formulasi bumbu chicken nugget menunjukan bahwa jumlah
penambahan bawang putih yang terpilih adalah sebanyak 0,516%. Jumlah
penambahan bawang putih yang terpilih lebih besar dari pada konsentrasi
threshold yaitu enam kali konsentrasi threshold. Hal ini terjadi karena
adanya pengaruh kombinasi dengan bahan lain didalam chicken nugget.
Selain itu pengaruh pengolahan juga berperan dalam hilangnya komponen
volatil dari bawang putih (Maarse, 1991). Sedangkan jumlah penambahan
lada sudah dirasakan cukup pada konsentrasi threshold, yaitu 0,059%.
Meskipun rasa lada tidak terlalu kuat, tapi sudah dapat dirasakan dan
produk nugget sudah cukup enak.
Jumlah penambahan garam yang terpilih adalah sebanyak 0,88%.
Panambahan garam yang terpilih juga lebih besar dari konsentrasi
threshold, yaitu dua puluh kali konsentrasi threshold. Hal tersebut
dikarenakan setelah diaplikasikan pada produk chicken nugget, rasa asin
tidak cukup dapat dideteksi tetapi harus dapat dirasakan dengan kuat.

43
Selain memberi rasa, garam juga berperan dalam mengekstrak protein
serta sebagai bahan pengawet untuk mencegah pertumbuhan mikroba
sehingga memperlambat kebusukan (Kramlich, 1971). Menurut Wilson et.
al (1981), garam dapat meningkatkan daya ikat air protein otot. Oleh
karena itu penambahan garam harus cukup banyak. Menurut Owens
(2001), konsentrasi penambahan garam pada nugget maksimum adalah
2%, tetapi untuk industri biasanya kurang dari 1%.
Penambahan MSG sudah dirasakan cukup pada konsentrasi 0,044%
atau dua kali threshold. Produk chicken nugget dengan penambahan MSG
0,044% sudah memiliki rasa yang gurih. Penambahan MSG tidak perlu
terlalu banyak. Selain untuk menghemat biaya produksi, penambahan
MSG yang terlalu banyak kurang disukai.

c. Formulasi Penambahan Guar Gum pada Batter

Pada penelitian ini batter dengan penambahan guar gum diukur


viskositasnya dengan viscosity cup (Gambar 5). Hasil pengukuran
viskositas batter dengan penambahan guar gum 0%; 0,25% dan 0,5%
masing-masing adalah 97,04; 254,09 dan 400,53 sentistokes. Hasil
analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa penambahan guar gum
berpengaruh nyata terhadap viskositas batter dengan probabilitas 0,000
(<0,05).

Gambar 5. Viscosity cup

Sedangkan untuk memilih formula batter dilakukan dengan metode


pendekatan subyektif (trial and error). Batter diaplikasikan pada chicken
nugget terlebih dahulu sebelum diuji. Penambahan guar gum yang terpilih
adalah 0% atau tanpa penambahan guar gum. Batter dengan penambahan
guar gum 0,25% dan 0,5% terlalu kental, sehinggga pada waktu

44
diaplikasikan pada nugget akan terlalu tebal dan breader yang menempel
terlalu banyak. Selain membuat tekstur dan penampakan menjadi kurang
baik.

C. PENELITIAN UTAMA

a. Formulasi Penambahan Flakes Wortel pada Chicken Nugget


Vegetable

Bahan dasar yang digunakan pada formulasi chicken nugget


vegetable adalah daging SBB (Skinless Boneless Breast) ayam. Gambar 6
menunjukkan penampakan daging SBB ayam.

Gambar 6. Daging Skinless Boneless Breast (SBB) ayam

Formula chicken nugget vegetable yang dibuat pada tahap ini ada
sembilan buah. Formula tersebut yaitu chicken nugget vegetable dengan
penambahan flakes wortel sebanyak 1/2%, 1%, 2%, 3% untuk wortel hasil
pengeringan dan 1/2%, 1%, 2% dan 3% untuk wortel dari suplier (PT.
Foodex Inti Ingredients) dan satu formula tanpa penambahan flakes wortel.
Formulasi bumbu dasar yang digunakan adalah hasil formulasi bumbu
dasar pada penelitian pendahuluan. Komposisi bahan untuk masing-
masing formula dapat dilihat pada Tabel 3. Penampakan flakes wortel
hasil pengeringan dan flakes wortel dari suplier dapat dilihat pada
Gambar 7.

45
Tabel 3. Formulasi chicken nugget vegetable dengan penambahan flakes
wortel
Formulasi chicken nugget vegetable
Bahan
A B1 B2 B3 B4 C1 C2 C3 C4
SBB*) 340 324,4 308,7 277,4 246,2 331 321,9 303,9 285,8
Emulsi *) 85 81,1 77,2 69,4 61,6 82,7 80,5 76 71,5
Ingredient X1 **) 23,5 23,5 23,5 23,5 23,5 23,5 23,5 23,5 23,5
Ingredient X2 **) 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
Ingredient X3 **) 42,5 42,5 42,5 42,5 42,5 42,5 42,5 42,5 42,5
Bumbu-bumbu 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5
Flakes wortel 0 2,5 5 10 15 2,5 5 10 15
Air hangat
(T : 65oC) ***)
0 17 34,1 68,2 102,2 8,8 17,6 35,1 52,7
Jumlah 500 500 500 500 500 500 500 500 500
*)
Pengurangan berat SBB dan emulsi minyak yang ditambahkan dihitung
berdasarkan berat flakes wortel setelah direndam.
**)
Nama bahan ini merupakan rahasia perusahaan sehingga tidak dapat
dipublikasikan.
***)
Berat air hangat (T:65oC) yang diserap oleh flakes wortel. Angka ini diperoleh dari
pengurangan berat flakes wortel setelah direndam dengan berat flakes wortel
sebelum direndam.

Keterangan:
A : formula tanpa penambahan flkes wortel
B : formula dengan penambahan flakes wortel hasil pengeringan
C : formula dengan penambahan flakes wortel dari suplier

Sebelum ditambahkan kedalam adonan, flakes wortel direndam


terlebih dahulu dengan air hangat suhu 65oC. Flakes wortel mengalami
peningkatan berat dan volume yang cukup besar setelah direndam. Flakes
wortel hasil pengeringan mengalami peningkatan berat sampai 687,5 %.
Sedangkan untuk flakes wortel dari suplier mengalami peningkatan berat
sebanyak 351%. Peningkatan berat dan volume ini diakibatkan terjadinya

a b

Gambar 7. Flakes wortel a) hasil pengeringan b) dari suplier

46
penyerapan air yang cukup banyak oleh flakes wortel. Setelah flakes
wortel menyerap air, teksturnya menjadi seperti tekstur wortel segar.
Peningkatan berat flakes wortel yang cukup besar tersebut
menyebabkan terjadinya pengurangan daging SBB yang cukup besar pula.
Hal ini terjadi karena pada penelitian ini flakes wortel bersifat subtitutif
terhadap daging SBB. Dengan adanya subtitusi SBB oleh flakes wortel
diharapkan harga produk menjadi lebih murah. Besarnya subtitusi SBB
flakes wortel untuk masing-masing formula dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Persentase subtitusi SBB oleh flakes wortel.


Subtitusi SBB
Formula
oleh flakes wortel (%)
A 0,00
B1 4,59
B2 9,21
B3 18,41
B4 27,59
C1 2,65
C2 5,32
C3 10,62
C4 15,94

b. Uji Organoleptik
Hasil analisis ragam pada data uji hedonik (Lampiran 6)
menunjukan bahwa perbedaan taraf penambahan flakes wortel pada
chicken nugget vegetable berpengaruh nyata terhadap kesukaan produk
dengan probabilitas 0,013 (<0,05). Rataan skor kesukaan terhadap produk
berkisar 4,40-5,47. Secara deskriptif berarti netral sampai agak suka. Rata-
rata skor kesukaan terhadap produk dapat dilihat pada Gambar 8.
Formula B1, B2, dan B3 yang memiliki rata-rata skor lebih tinggi
dari pada formula yang lain, tetapi tidak berbeda nyata berdasarkan uji
lanjut Duncan. Oleh karena itu, untuk memilih formula digunakan
pendekatan optimasi biaya. Formula dengan penggunaan bahan baku
paling murah adalah sampel yang dipilih. Diantara ketiga formula tersebut,
formula B3 menggunakan bahan baku paling murah. Harga raw material
masing-masing formula disajikan dalam Gambar 9. Perincian harga raw

47
material untuk formula B1, B2 dan B3 disajikan pada Lampiran 8.
Sedangkan Gambar 10 menunjukkan penampakan chicken nugget
vegetable dengan berbagai taraf penambahan flakes wortel.

5.47
5.5
5.07 5.1
5
5 4.77 4.8 4.77
4.6
skor 4.5
4.4

3.5

3
A B1 B2 B3 B4 C1 C2 C3 C4

sampe l

Keterangan :
A = tidak ditambahkan flakes wortel
B1= penambahan flakes wortel hasil pengeringan sebanyak 0,5%
B2= penambahan flakes wortel hasil pengeringan sebanyak 1 %
B3= penambahan flakes wortel hasil pengeringan sebanyak 2 %
B4= penambahan flakes wortel hasil pengeringan sebanyak 3 %
C1= penambahan flakes wortel dari suplier sebanyak 0,5%
C2= penambahan flakes wortel dari suplier sebanyak 1 %
C3= penambahan flakes wortel dari suplier sebanyak 2 %
C4= penambahan flakes wortel dari suplier sebanyak 3 %

Gambar 8. Grafik skor rata-rata uji hedonik.


harga RM/kg adonan (Rp)

16,500.00
15.918,25
15,916.25
16,000.00
15,442.45
15,500.00

15,000.00
14,495.41
14,500.00

14,000.00

13,500.00
B1 B2 B3

formula

Gambar 9. Grafik harga raw material formula B1, B2 dan B3

48
0.5% 1%
B

2% 3%

0.5% 1%
C

2% 3%

Keterangan : B) Flakes wortel berasal dari suplier


C) Flakes wortel hasil pengeringan.

Gambar 10. Chicken nugget vegetable dengan berbagai taraf penambahan


flakes wortel.

49
c. Optimasi Formula
Optimasi formula dilakukan pada formula nugget B3, yaitu dengan
taraf penambahan flakes wortel hasil pengeringan sebanyak 2%. Upaya
optimasi dilakukan untuk meningkatkan penerimaaan terhadap chicken
nugget vegetable. Perbaikan formulasi dilakukan terhadap atribut mutu
chicken nugget vegetable, terutama rasa, dan aroma. Perbaikan ini
dilakukan berdasarkan komentar yang diberikan panelis pada saat uji
organoleptik.
Pada penelitian ini dibuat dua formulasi perbaikan. Keduanya
diperbaiki dengan menambahkan ingridient, terutama bumbu. Pada
perbaikan formulasi yang pertama dilakukan penambahan gula dan pala,
sedangkan perbaikan formulasi yang kedua dilakukan penambahan gula,
pala, bawang merah bubuk dan seledri bubuk. Komposisi bahan yang lain
dibuat sama.
Tujuan penambahan gula adalah untuk memberi cita rasa manis
pada produk. Penambahan pala dan bawang merah bubuk bertujuan untuk
memperkuat rasa bumbu. Sedangkan penambahan seledri bubuk untuk
memberi rasa khas sayur. Selain itu, penambahan seledri bubuk juga dapat
menyeragamkan aroma chicken nugget vegetable yang mungkin
berfluktuasi karena adanya penambahan flakes wortel.

d. Uji Organoleptik Optimasi

Uji organoleptik optimasi dilakukan pada tiga sampel yaitu sampel


chicken nugget vegetable terpilih sebelum dilakukan optimasi (B3) yang
selanjutnya diberi simbol Fo, sampel chicken nugget vegetable optimasi
formulasi dengan penambahan gula dan pala (F1) dan sampel chicken
nugget vegetable optimasi formulasi dengan penambahan gula, pala,
bawang merah dan seledri bubuk (F2). Hasil analisis Friedman’s Test
menunjukan bahwa rata-rata rangking untuk F0, F1, dan F2 adalah 2,23;
2,13 dan 1,63 dengan signifikansi 0,0026 (p<0,005). Dengan demikian
dapat diketahui bahwa minimal ada dua formula yang berbeda nyata.

50
Uji lanjut LSD rangking digunakan untuk mengetahui formula mana
yang berbeda nyata. Nilai LSD rangking dengan selang kepercayaan 95%
adalah 15,18. Selisih jumlah rangking antara formula F0 dan F1 adalah 2
(<15,18), berarti tingkat penerimaan kedua formula tersebut tidak berbeda
nyata. Selisih jumlah rangking antara formula F0 dan F2 adalah 19
(>15,18) berarti tingkat penerimaan kedua formula tersebut berbeda nyata.
Selisih jumlah rangking antara formula F1 dan F2 adalah 17 (>15,18)
berarti tingkat penerimaan kedua formula tersebut berbeda nyata.
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa formula F2 berbeda
nyata dengan formula F0 maupun F1, sedangkan formula F0 dan F1 tidak
berbeda nyata.
Pemilihan formula dilakukan berdasarkan kriteria rata-rata rangking
dan hasil uji lanjut LSD rangking. Formula yang dipilih adalah formula
yang memiliki rata-rata rangking terkecil dan berbeda nyata dengan
formula yang lain. Berdasarkan kriteria tersebut, formula yang terpilih
adalah formula F2.

e. Aplikasi Mesin Batter Aplikator, Breader Aplikator, Continous Deep


Fat Frying, dan Individual Quick Freezing (IQF).

Batter aplikator, breader aplikator, continous deep fat fryer, dan


individual quick freezing (IQF) yang digunakan adalah mesin/alat yang
dipakai untuk proses produksi chicken nugget di PT Charoen Pokphand
Indonesia-Chicken Processing Plant. Tahap ini bertujuan mengetahui
spesifikasi proses (setting point) yang dapat digunakan untuk
memproduksi chicken nugget vegetable.

1). Aplikasi Mesin Batter Aplikator dan Breader Aplikator

Aplikasi batter menggunakan sistem submersion, yaitu produk


berjalan diatas konveyor melalui genangan batter. Chicken nugget
terendam seluruhnya pada batter. Konveyor top submerger membantu
menekan produk sehingga terendam dalam batter. Skema batter
aplikator dapat dilihat pada Gambar 11.

51
top submerger conveyor

discharge conveyor
main conveyor belt batter

chicken nugget

Gambar 11. Skema batter aplikator.

Aplikasi breader menggunakan sistem resirkulasi. Pada breader


aplikator, chicken nugget berjalan sepanjang hamparan breader
sehingga bagian bawah nugget tertutup oleh breader. Sementara
chicken nugget berjalan, dari atas ada bagian mesin yang berfungsi
untuk menaburi chicken nugget dengan breader, sehingga seluruh
bagian chicken nugget bisa tertutup breader. Skema breader aplikator
dapat dilihat pada Gambar 12.

chicken nugget
breader

resirkulasi breader

Gambar 12. Skema breader aplikator

Aplikasi batter, dan breader dengan mesin menghasilkan


produk chicken nugget yang mempunyai penampakan yang lebih baik
dari pada chicken nugget vegeteable yang dibuat secara manual pada
skala laboratorium. Menurut Suderman dan Cunningham (1983),
aplikasi batter dan breader secara manual dengan menggunakan
tangan akan menghasilkan produk yang bervariasi. Perbedaan tekanan

52
dari tangan akan menghasilkan produk yang bervariasi. Mesin akan
menghasilkan produk yang seragam selama kekentalan batter, bahan
breader, beban belt, dan kecepatan konveyor konsisten.
Aplikasi batter menggunakan mesin lebih menghemat batter.
Sedangkan jumlah penggunaan breader pada aplikasi dengan mesin
lebih banyak. Hal ini disebabkan adanya alat penekan pada breader
aplikator sehingga breader yang menempel lebih banyak. Breader
yang diaplikasikan menggunakan mesin lebih rata dari pada yang
diaplikasikan secara manual. Perbandingan penggunaan batter dan
breader antara aplikasi secara manual dan dengan mesin dapat dilihat
pada Tabel 5.

Tabel 5. Penggunaan batter dan breader pada pembuatan chicken


nugget vegetable secara manual dan dengan mesin.
Cara aplikasi Pick up batter (%) Pick up breader (%)
Manual 8,09 16,34
Mesin 7,08 17,25

2). Aplikasi Continous Deep Fat Frying

Setting suhu penggorengan pada trial chicken nugget vegetable


adalah 161oC, sedangkan suhu aktual yang terukur pada minyak
gorengnya adalah 163oC. Menurut Pokorny (1990), suhu
o
penggorengan pada umumnya berkisar diantara 130 sampai 200 C.
Setting suhu fryer 161oC dan lama penggorengan 170 detik telah
menghasilkan suhu pusat produk chicken nugget vegetable setelah
penggorengan adalah 79,4oC. Suhu tersebut telah memenuhi standar
yang dibuat oleh perusahaan (75-80oC), sehingga setting point suhu
dan lama penggorengan dianggap sudah tepat. Gambar 13 menunjukan
skema continous deep fat fryer yang digunakan dalam penelitian.
Warna chicken nugget vegetable mengalami perubahan setelah
digoreng. Permukaan chicken nugget vegetable menjadi berwarna
coklat keemasan. Menurut Ketaren (1986), proses penggorengan
mengakibatkan produk berwarna coklat keemasan. Munculnya warna
ini disebabkan karena reaksi Maillard. Tingkat intensitas warna

53
tergantung dari lama, suhu menggoreng dan komposisi kimia pada
permukaan luar bahan, sedangkan jenis lemak yang digunakan
berpengaruh sangat kecil terhadap warna permukaan bahan pangan.

chicken nugget

conveyor
minyak

Gambar 13. Skema continous deep fat fryer.

Tekstur chicken nugget vegetable setelah digoreng menjadi lebih


renyah dipermukaan dan agak kenyal dibagian dalamnya. Menurut
Fellows (2000), saat bahan pangan ditempatkan kedalam minyak
bersuhu tinggi, temperatur permukaan bahan bahan pangan akan
meningkat secara cepat sehingga terjadi evaporasi air yang terkandung
didalam bahan menjadi uap panas. Permukaan bahan pangan kemudian
mulai mengering dan evaporasi semakin bergerak menuju bagian
dalam bahan pangan sehingga terbentuklah kerak (crsut). Perbedaan
penampakan chicken nugget vegetable sebelum dan sesudah digoreng
disajikan pada Gambar 14.

a b
Keterangan : a) chicken nugget vegetable sebelum digoreng
b) chicken nugget vegetable setelah digoreng

Gambar 14. Perbedaan warna


chicken nugget
vegetable sebelum dan
setelah digoreng

54
Chicken nugget vegetable hasil penggorengan dengan continous
deep fat fryer memiliki warna coklat keemasan dan tekstur yang bagus.
Warna dan tekstur chicken nugget vegetable yang dihasilkan telah
memenuhi spesifikasi QC perusahaan. Dengan demikian dapat
diketahui bahwa setting point suhu dan lama penggorengan, yaitu
161oC dan 170 detik dapat digunakan dalam produksi chicken nugget
vegetable.
Selama proses penggorengan dengan continous deep fat fryer
terjadi penyusutan berat (frying loss) sebesar 2,78%. Penyusutan ini
disebabkan terjadinya evaporasi air selama proses penggorengan.
Menurut Pokorny (1990), suhu minyak yang tinggi pada proses
penggorengan menyebabkan terjadinya evaporasi air, yang berpindah
dari bahan pangan menuju sekeliling minyak. Bersamaan dengan
proses tersebut terjadi penyerapan minyak oleh bahan pangan, untuk
menggantikan air yang hilang. Hal yang sama juga disampaikan oleh
Hui (1996), bahwa selama proses penggorengan dengan sistem deep
fat frying terjadi evaporasi air dari produk dan terjadi penyerapan
minyak kedalam bahan pangan. Minyak yang masuk kedalam produk
menggantikan air memiliki densitas yang lebih kecil dari pada air,
apabila jumlah (volume) minyak yang masuk sama dengan air yang
menguap, makan berat produk akan turun. Hal tersebut dapat dilihat
pada fenomena produk yang mengambang setelah beberapa saat
digoreng. Selain terjadinya evaporasi air, adanya remah-remah yang
tertinggal didalam minyak juga menyebabkan turunnya berat produk.

3). Aplikasi Individual Quick Freezing (IQF)

Setelah digoreng produk chicken nugget vegetable langsung


dibekukan secara cepat dalam IQF. Quick freezing atau pembekuan
cepat adalah proses penurunan suhu produk sampai sekitar -20oC
dalam waktu 30 menit. Proses ini dapat dilakukan dengan melakukan
kontak bahan dengan refrigerant secara langsung atau tidak langsung.

55
Efek freezing dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Jay,
2000).
Spesifikasi proses selama produk berada di dalam IQF adalah
sebagai berikut; suhu rail: -37oC, suhu udara di dalam IQF: -39oC,
waktu loading: 30 menit. Sesaat setelah produk keluar dari IQF, suhu
pusat produk diukur. Hasil pengukuran suhu pusat produk adalah
-21,5oC. Suhu tersebut telah memenuhi spesifikasi yang ditetapkan
oleh perusahaan, yaitu maksimal -18oC. Sementara itu, skema IQF
yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 15.

fans

evaporator

out feed unit

rail

produk

in feed unit

Gambar 15. Skema Individual Quick Freezer (IQF).

Selama proses pembekuan terjadi penyusutan berat produk


chicken nugget vegetable sebesar 1,56%. Penyusutan ini diakibatkan
karena pada saat produk masuk kedalam IQF masih dalam kondisi
hangat. Kondisi tersebut memungkinkan masih terjadi evaporasi air
selama didalam IQF sehingga berat produk menjadi turun. Menurut
Fellow (2000), pada proses pembekuan, akan terjadi heat transfer dari
dalam produk ke luar. Proses tersebut menyebabkan evaporasi air dari
dalam produk sehingga terjadi pengurangan berat produk walaupun
kecil. Field (1988) menambahkan bahwa proses pembekuan

56
menurunkan daya ikat air (WHC) sehingga terjadi weight loss pada
produk. Selain itu, breader yang jatuh dari permukaan produk juga
mengakibatkan penyusutan berat produk.

f. Analisis Proksimat

Analisis proksimat dilakukan pada produk chicken nugget vegetable


formula terpilih. Sebagai pembanding, dianalisis juga chicken nugget
tanpa penambahan flakes wortel. Hasil analsisi proksimat dapat dilihat
pada tabel 6.

Tabel 6. Hasil analisis proksimat*).


Standar SNI
Chicken nugget Chicken
Parameter Chicken
vegetable nugget**)
nugget
Kadar air 57,10 52,78 Maks 60
Kadar abu 2,44 2,31 -
Kadar lemak 11,71 15,03 Maks 20
Kadar protein 10,76 14,33 Min 12
Kadar karbohidrat 17,99 15,55 Maks 25
Energi 220,39 kkal 249,79 kkal -
*)
persen berat basah
**)
Chicken nugget dibuat dengan formula yang sama tanpa penambahan flakes wortel.

Kandungan lemak dan protein produk chicken nugget vegetable


lebih kecil bila dibandingkan dengan produk chicken nugget. Sedangkan
kandungan karbohidrat produk chicken nugget vegetable lebih besar dari
pada produk chicken nugget. Hal tersebut disebabkan daging yang banyak
mengandung lemak dan protein disubstitusi oleh wortel yang banyak
mengandung karbohidrat.
Menurut Badan Standarisasi Nasional (2002), standar kandungan
gizi chicken nugget adalah kadar air maksimum 60%, kadar protein
minimum 12%, kadar lemak maksimum 20% dan kadar karbohidrat
maksimum 25%. Apabila dibandingkan dengan standar tersebut, chicken
nugget vegetable telah memenuhi standar untuk kadar air, kadar lemak dan
kadar karbohidrat. Namun kadar protein dibawah standar (10,76%) karena
adanya substitusi daging oleh flakes wortel dalam jumlah yang cukup

57
banyak. Meskipun demikian dilihat dari segi ekonomi, dengan adanya
substitusi daging oleh flakes wortel dapat menurunkan harga bahan baku.

g. Analisis Serat Makanan (Dietary Fiber)

Analisis serat pangan dilakukan pada chicken nugget vegetable


formula terpilih dan chicken nugget tanpa penambahan flakes wortel. Hasil
analisis serat pangan disajikan pada Tabel 7. Berdasarkan hasil analisis
tersebut dapat diketahui bahwa produk chicken nugget vegetable memiliki
kadar serat pangan tidak larut (IDF) lebih besar dari pada serat pangan
larut (SDF), yaitu 2,28% IDF dan 0,80% SDF. Menurut Harianto (1996)
serat pangan yang tidak larut air adalah komponen struktural tanaman,
sedangkan yang larut adalah komponen non struktural. Serat yang tidak
larut dalam air dapat berupa selulosa, lignin, sebagian besar hemiselulosa,
kutin, lilin tanaman dan senyawa pektat. Serat yang larut dalam air berupa
gum, pektin, dan hemiselulosa larut air.
Secara fisiologis, serat makanan larut (SDF) lebih efektif dalam
mereduksi serum kolesterol plasma low density lipoprotein (LDL) yang
berkaitan dengan kolesterol. Selain itu SDF juga bermanfaat bagi
penderita diabetes, yaitu mereduksi absorbsi glukosa dalam usus
(Goldberg, 1994). Sementara itu menurut Schmidl dan Theodore (2002),
konsumsi serat makanan, khususnya serat makanan tidak larut (IDF)
bermanfaat dalam menanggulangi sembelit dan mencegah penyakit
diabetes, hiperkolesterolemia serta penyakit degeneratif lainnya.

Tabel 7. Kandungan serat makanan pada produk chicken nugget vegetable


formula terpilih*)
Chicken nugget vegetable Chicken nugget**)
Kadar IDF 2,2829 1,4943
Kadar SDF 0,8032 0,6994
Kadar TDF 3,0861 2,1937
*)
dalam persen berat basah
**)
Chicken nugget dibuat dengan formula yang sama tanpa penambahan flakes wortel.

58
Kandungan total serat makanan (TDF) pada produk chicken nugget
vegetable adalah 3,09%. Apabila saran penyajian (serving size) produk
chicken nugget vegetable adalah 100 gram, maka asupan serat makanan
dari produk ini telah mencapai 3,09 gram. Menurut Dobbs et al., (2004)
kebutuhan serat harian manusia (daily value) adalah 25 gram. Nilai
tersebut (Daily References Values / RDVs) berdasarkan diet 2000 kalori
untuk orang dewasa dan anak-anak berumur diatas 4 tahun. Berdasarkan
informasi tersebut, jumlah serat makanan per penyajian chicken nugget
vegetable sudah dapat memenuhi 12,36% kebutuhan serat makanan harian.
Menurut FDA klaim “mengandung tinggi serat” pada label produk
pangan adalah apabila produk dapat memberi kontribusi serat sebesar 5
gram atau lebih per penyajian. Sedangkan klaim “sebagai sumber serat
yang baik” apabila produk dapat memberi kontribusi serat sebesar 2,5-4,9
gram per penyajian (Hermann, 2005). Berdasarkan ketentuan tersebut,
produk chicken nugget vegetable dapat diklaim sebagai “sumber serat
yang baik”.

h. Analisis Total Karoten

Kadar total karoten pada produk chicken nugget vegetable adalah


9,27 ppm. Sementara itu, kadar total karoten pada produk chiken nugget
tanpa penambahan flakes wortel adalah 0,97 ppm. Produk chicken nugget
vegetable memiliki kandungan total karoten yang lebih tinggi karena
adanya efek dari penambahan flakes wortel.
Produk chicken nugget vegetable sebanyak 100 gram mengandung
total karoten sebanyak 927 μg. Menurut Winarno (1997) aktivitas biologis
1
vitamin A dari karoten (mixed) untuk manusia adalah /12 RE/μg.
Berdasarkan informasi tersebut, aktivitas biologis vitamin A dari karoten
dalam 100 gram produk chicken nugget vegetable adalah 77,25 RE.
Menurut Widyakarya Pangan dan Gizi 1992 yang dikutip oleh
Almatzier (2001) kebutuhan vitamin A yang dianjurkan untuk anak-anak
(4-9 tahun) adalah 360 RE- 400 RE, sedangkan untuk orang dewasa adalah
500-700 RE. Berdasarkan anjuran tersebut, karoten dalam produk chicken

59
nugget vegetable setiap penyajian (100 gram) berkontribusi dalam
pemenuhan kebutuhan vitamin A sebanyak 19,3-21,4% untuk anak-anak
dan 11,0-15,4% untuk orang dewasa.

i. Penentuan Biaya Produksi (Costing)

Penentuan harga produk dilakukan pada produk hasil aplikasi mesin.


Ada dua unsur utama yang dipakai dalam penghitungan biaya produksi
yaitu bahan baku langsung dan biaya overhead pabrik. Berdasarkan hasil
perhitungan, biaya produksi chicken nugget vegetable dengan penambahan
flakes wortel adalah Rp.18.705,14 per kg. Sementara itu biaya produksi
chicken nugget tanpa penambahan flakes wortel adalah Rp.20.277,14 per
kg. Dengan demikian dapat diketahui selisih biaya produksi antara chicken
nugget vegetable dan chicken nugget tanpa penambahan flakes wortel
adalah Rp.1.572,00 per kg. Perhitungan biaya produksi tersebut dapat
dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9.

Tabel 8. Perhitungan biaya produksi chicken nugget vegetable (kapasitas


600 kg)
Jumlah Harga Harga
Komposisi Bahan
(kg) (Rp/kg) (Rp)
SBB fresh 321,56 22.727,20 7.308.158,43
Raw material Emulsi 80,45 5.500,00 442.475,00
Flakes wortel 12,00 52.300,00 627.600,00
Ingredient X1*) 27,25 4.235,00 115.403,75
Ingredient X2*) 1,74 11.960,00 20.810,40
Ingridient
Ingredient X3*) 128,32 200,00 25.664,00
Bumbu 29,09 8.043,00 233.970,87
Batter 42,72 1.264,79 54.031,83
Breader 110,83 6.800,00 753.644,00
Minyak goreng (15% dari Finish
105,45 4.400,00 463.980,00
good)
Nitrogen Cair (0,6kg/kg RM) 306,00 1.200,00 367.200,00
Total Biaya Bahan Baku Langsung 10.412.938,28
*)
Nama bahan ini merupakan rahasia perusahaan sehingga tidak dapat dipublikasikan.

Biaya Bahan Baku Langsung per kg = Rp. 10.412.938,28/703


= Rp. 14.812,14
Biaya Produksi per kg = Rp. 14.812,14 + FOH
= Rp. 14.812,14 + Rp. 3.893,00
= Rp. 18.705,14

60
Tabel 9. Perhitungan biaya produksi chicken nugget**) (kapasitas 600 kg)
Jumlah Harga Harga
Komposisi Bahan
(kg) (Rp/kg) (Rp)
SBB fresh 394,12 22.727,20 8.957.244,06
Raw material
Emulsi 98,53 5.500.00 541.915,00
Ingredient A *) 27,25 4.235,00 115.403,75
Ingredient B *) 1,74 11.960,00 20.810,40
Ingridient
Ingredient C *) 49.26 200,00 9.852,00
Bumbu 29,09 8.043,00 233.970,87
Batter 42,72 1.264,79 54.031,83
Breader 110,83 6.800,00 753.644,00
Minyak goreng (15% dari Finish
105,45 4.400,00 463.980,00
good)
Nitrogen Cair (0.6kg/kg RM) 306,00 1.200,00 367.200,00
Total Biaya Bahan Baku Langsung 11.518.051,91
*)
Nama bahan ini merupakan rahasia perusahaan sehingga tidak dapat dipublikasikan.
**)
Chicken nugget dibuat dengan formula yang sama tanpa penambahan flakes wortel.

Biaya Bahan Baku Langsung per kg = Rp. 11.518.051,91/703


= Rp. 16.384,14
Biaya Produksi per kg = Rp. 16.384,14 + FOH
= Rp. 16.384,14 + Rp. 3.893,00
= Rp. 20.277,14

61
VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Proses pembuatan produk chicken nugget ini terdiri dari penggilingan


daging (SBB), pencampuran bahan-bahan termasuk flakes wortel, pencetakan,
battering, breading, penggorengan dan freezing. Sebelum diaplikasikan,
flakes wortel direndam terlebih dahulu untuk mendapatkan bentuk dan tekstur
seperti wortel segar.
Berdasarkan uji hedonik dan pendekatan optimasi biaya, formula
chicken nugget vegetable yang terpilih adalah formula dengan penambahan
flakes wortel hasil pengeringan sebanyak 2% dari total adonan. Chicken
nugget vegetable dengan formula terpilih dapat dilakukan aplikasi batter dan
breader, penggorengan, dan freezing dalam skala industri dengan hasil yang
baik. Besarnya pick up batter pada produk ini adalah sebanyak 7,08%,
sedangkan pick up breader adalah sebanyak 17,25%. Setting point continous
deep fat fryer yang dapat digunakan untuk produksi chicken nugget vegetable
adalah suhu 161oC dan lama penggorengan 170 detik. Sedangkan setting
point untuk Individual Quick Freezing (IQF) yang dapat digunakan untuk
produksi chicken nugget vegetable adalah suhu rail : -37oC, suhu udara dalam
IQF : -39oC, dan waktu loading 30 menit.
Hasil analisis proksimat produk chicken nugget vegetable menunjukkan
bahwa komposisi kimia produk tersebut adalah protein: 10,76%, lemak:
11,71%, karbohidrat : 17,99%, abu : 2,44% dan air : 57,10%. Apabila
dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesi (SNI), chicken nugget
vegetable telah memenuhi standar untuk kadar air, kadar lemak dan kadar
karbohidrat. Akan tetapi kadar protein produk masih dibawah standar. Hal
tersebut diakibatkan oleh adanya subtitusi daging oleh wortel dalam jumlah
yang cukup banyak. Meskipun demikian produk ini masih dapat produksi
dan dipasarkan karena tidak ada kewajiban untuk memenuhi SNI bagi produk
nugget. Selain itu adanya subtitusi daging oleh flakes wortel dapat
menurunkan harga bahan baku produk.

62
Kandungan serat makanan produk chicken nugget vegetable adalah
3,09% atau telah memenuhi 12,63% kebutuhan serat harian per penyajian
(100 g). Mengacu pada ketentuan FDA, produk chicken nugget vegetable
sudah dapat diklaim sebagai sumber serat yang baik karena telah memenuhi
syarat mengandung serat makanan sebesar 2,5-4,9%..
Kandungan total karoten pada produk chicken nugget vegetable adalah
9,27 ppm. Dengan jumlah tersebut karoten dalam produk chicken nugget
vegetable sudah dapat berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan vitamin A
sebanyak 19,3-21,4% bagi anak-anak dan 11,0-15,4% bagi orang dewasa
untuk setiap penyajian produk (100 gram).
Biaya produksi chicken nugget vegetable dengan penambahan flakes
wortel adalah Rp.18.705,14 per kg. Sementara itu biaya produksi chicken
nugget tanpa penambahan flakes wortel adalah Rp.20.277,14 per kg. Dengan
demikian dapat diketahui selisih biaya produksi antara chicken nugget
vegetable dan chicken nugget tanpa penambahan flakes wortel adalah
Rp.1.572,00 per kg.

B. SARAN

Produk chicken nugget vegetable dengan penambahan flakes wortel


merupakan produk yang potensial untuk diterapkan dalam industri.
Diharapkan produk tersebut dapat menjadi salah satu produk baru yang bisa
diterima dengan baik oleh konsumen. Penulis menyarankan perlu adanya :
1. Penelitian formulasi penambahan protein dari sumber nondaging pada
chicken nugget vegetable sampai memenuhi standar SNI (minimal
12%).
2. Penelitian penggunaan flavor yang sesuai untuk produk chicken nugget
vegetable dengan penambahan flakes wortel.
3. Penelitian tahap selanjutnya, yaitu consumer sampling, pendugaan
umur simpan (shelf life), pengemasan, uji pasar, scale up dan tahap
komersialisasi.
4. Penentuan spesifikasi flakes wortel yang digunakan.

63
DAFTAR PUSTAKA

Aberle, E. D. , J. C. Forrest, H. B. Hendrick, M. D. Judge dan R. A. Merkel. 2001.


Principles of Meat Science. 4th Ed. Kendall/Hunt Publishing Co., USA.

Agoes, D dan Lisdiana. 1995. Memilih dan Mengolah Sayur. Penebar Swadaya.
Jakarta.

Almatzier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Analytical


Chemist. Washington DC.

Asp, N-G., C-G. Johansson, H. Hallmer dan M. SiljestrỚm. 1981. Rapid


Enzymatic Assay of Insoluble and Soluble Dietary Fiber. Didalam Spiller,
G. A. (ed). 2001. Handbook of Dietary Fiber in Human Nutrition. 3rd Ed.
CRC Press. New York.

Badan Standarisasi Nasional. 2002. SNI. 01-6683. Nugget Ayam. Badan


Standarisasi Nasional, Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2006. Horticulture Statistics. http// www. bps.go.id.


[Juli,06]

Boes, E. I. Suharto, Soemarsono dan Nurhidayah. 1988. Pembuatan Sari Wortel.


Didalam Lestariningsih, L. H. 2004. Pengembangan Produk Beku Siap Saji
Berbasis Wortel dan Bayam dengan Bahan Pengikat Pati Sagu sebagai
Pangan Fungsional. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas
Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.

Burau dan Bushway. 1988. HPLC Determination of Carotenoids and Vegetable.


Didalam Gross, J. 1991. Pigments in Vegetables : Chlorophylls and
Carotenoids. Van Nostrand Reindhold. New York.

Cadenas, E and P. Lesten. 2002. Handbook of Antioxidants. 2nd Ed. Marcel


dekker, Inc. New York.

Davis, Art. 1983. Batter and Breading Ingredients. Didalam Suderman, D. R. dan
F. E. Cunninghan. 1983. Batter and Breading Technology. AVI Publishing
Company. Westport Connecticut.

64
Deming, D. M. , T. W. M. Boileau, K. H. Heints, C. A. Atkinson, dan J. W.
Erdman. 2002. Carotenoids : Linking Chemistry, Absorption, and
Metabolism to Potential Roles in Human Health and Desease. Didalam
Cadenas, E and L. Packer (eds). 2002. Handbook of Antioxidants. 2nd Ed.
Marcel Dekker, Inc. New York, Basel.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1995. Daftar Komposisi Bahan


Makanan. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.

Desroisier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Terjemahan. UI Press.


Jakarta.

Dobbs, Joonnie dan C. Alan. 2004. Vegetable and Plant Parts as Legal Dietary
Suplements. Didalam Hui, Y. H. , S. Ghazala, D. M. Grahan, K. D. Murell,
dan W. K. Nip. 2004. Handbook of Vegetable Preservation and Processing.
Marcel Dekker, Inc. New York.

Dyson, D. V. 1983. Breadings. Didalam Suderman, D. R. Dan F. E. Cunninghan.


1983. Batter and Breading Technology. AVI Publishing Company. Westport
Connecticut.

Farrel, K. T. 1990. Spices, Condiments and Seasoning. The AVI Publ. New York.

Fellows, J. P. 2000. Food Processing Technology : Principles and Practise. 2nd Ed.
Woodhead Publ, Lim. England, Cambridge.

Field, R.A. 1988. Mechanically Separated Meat, Poultry and Fish. Di dalam
Pearson, A.M. dan Dutson, T.R. Edible Meat By Products Advances in Meat
Research volume 5. Elsevier Applied Science, New York.

Forrest, J. C. 1975. Principle of Meat Science. W. H. Freeman. San Francisco.

Goldberg, I. 1994. Functional Foods. Designer Foods, Pharmafoods, Nutraceutical


Disease. Chapman Hall. New York.

Harianto. 1996. Manfaat Serat Makanan. Buletin Sadar Pangan dan Gizi, 5 (2): 4 -
5. Didalam Prihantoro, S. 2003. Pengembangan Produk Nugget Berbasis
Sayuran dengan Bahan Pengikat Tepung Beras sebagai Pangan Fungsional.
Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian.
IPB. Bogor.

Heinerman, J. 2003. Ensiklopedia Juice Buah dan Sayur untuk Penyembuhan.


Terjemahan: Hermes. Delapratasa Press, Jakarta.

Henderson, S. M. dan R. L. Perry. 1976. Agricultural Process Engineering. The


AVI Publ. Co. Inc., New York.

65
Hermann, J. R. 2005. Dietary Fiber. Division of Agricultural Sciences and Natural
Resources . Oklahoma State University. http// www.osuextra.com. [Juli,06]

Horngren, C. T. (1993). Pengantar Akuntansi Manajemen Jilid 1. 6th Ed. Penerbit


Erlangga. Jakarta.

Hui, Y. H. 1996. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. 5th Ed. Vol 3. A Willey-
Interscience Publication. John Willey & Sons., Inc. New York.

Jay, J. M. 2000. Modern Food Microbiology. 6th Ed. Aspen Publishers, Inc.
Gaithersburg.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press.


Jakarta.

Kramlich, W. E. 1971. Sausage Products. Didalam Sceiveger, B. S. (Ed). The


Science and Meat Product. W. H. Freeman and Co. Connecticut.

Luh, B. S. dan J. G. W. Roof. 1997. Commercial Vegetable Processing. The AVI


Publishing Company. Connecticut.

Maarse, H. (ed). 1991. Volatile Compounds in Foods and Beverages. Marcel


Dekker, Inc. New York, Bassel, Hong Kong.

Meilgaard, M., G. V. Civille, dan B. T. Carr. 1999. Sensory Evaluation


Techniques. 3rd ed. CRC Press. Boca Ratyon, London.

Meyer, L. H. 1982. Food Chenistry. 4th Ed. The AVI Publishing Company, Inc.
Connecticut.

Muchtadi, D. 1998. Kajian terhadap Serat Makanan dan Antioksidan dalam


Berbagai Jenis Sayuran untuk Pencegahan Penyakit Degeneratif. Laporan
Penelitian Hibah Bersaing VII/I. Didalam Friska, T. 2002. Penambahan
Sayur Bayam (Amaranthus tricolor L), Sawi (Brassica juncea, L.), dan
Wortel (Daucus carota, L) pada Pembuatan Crackers Tinggi Serat
Makanan. Skripsi. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.
Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.

North, M. O. 1972. Commercial Chicken Production Manual. 3rd Ed. AVI


Publishing. Connecticut.

Novari, E. W. 1999. Penanganan dan Pengolahan Sayur Segar. Penebar Swadaya.


Jakarta.

66
Owens, C. M. 2001. Coated Poultry Products. Didalam: Sam, A. R. Poultry Meat
Processing. CRC Press. London.

Pantastico, E. R. B. 1996. Fisiologi Pasca Panen Penanganan dan Pemanfaatan


Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. UGM Press
Yogyakarta.

Parrker. 1992. Extraction of Carotenoid from Plam Oil. Cornel University. New
York.

Pokorny, J. 1990. Changes of Nutrients at Frying Temperatures. Didalam Boskou,


D. Dan Elmadfa, I. (Eds). 1999. Frying of Food : Oxidation, Nutrient and
Non-nutrient Antioxidants, Biologically Active Compunds and High
Temperatures, Technomic Publ. Co. Inc., Lancaster Pennsylvania.

Rodriguez-Amaya, D. B. 1997. Carotenoids and Food Preparation : The Retention


of Provitamin A Carotenoids in Prepared, Processed and Storesd Foods.
Universidade Estadual de Campinas. Brazil.

Rubatzky, V. E. dan M. Yamasuchi. 1995. Dunia Sayuran I. Ganesha Exact.


Bandung.

Rukmana, R. 1995. Bertanam Wortel. Kanisius. Yogyakarta.

Satuhu, S. 1994. Penanganan dan Pengolahan Buah-buahan. Penebar Swadaya.


Jakarta

Schmidl, M dan P. L. Theodore. 2002. Essential of Functional Foods. Aspen


Publisher, Inc.

Setyoningsih, D dan I. Almahdy. Manajemen Operasi. Edisi ketujuh. Terjemahan.


Penerbit Salemba Empat. Jakarta.

Spiller, G. A. (ed). 2001. Handbook of. Dietary Fiber in Human Nutrition. 3rd Ed.
CRC Press. London.

Suderman, D. R. Dan F. E. Cunninghan. 1983. Batter and Breading Technology.


AVI Publishing Company. Connecticut.

Tang, J. dan T. Yang. 2004. Dehidrated Vegetables : Principle and System.


Didalam Hui, Y. H. , S. Ghazala, D. M. Grahan, K. D. Marrel, dan W-K.
Nip (Eds). 2004. Handbook of Vegetable Preservation and Processing.
Marcel Dekker, Inc. New York.

Tim Penulis Penebar Swadaya. 1992. Sayur Komersial. Penebar Swadaya.


Didalam. Friska, T. 2002. Penambahan Sayur Bayam (Amaranthus tricolor
L), Sawi (Brassica juncea, L.), dan Wortel (Daucus carota, L) pada

67
Pembuatan Crackers Tinggi Serat Makanan. Skripsi. Jurusan Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Trowel, H. , D. A. T. Southgate, T. M. S. Wolever, A. R. Leeds, M. A. Gassull


dan P. A. Jenkins. 1976. Dietary Fibre Redefined. Didalam Spiller, G. A.
(ed). 2001. Handbook of. Dietary Fiber in Human Nutrition. 3rd Ed. CRC
Press. London.

Weiss, T. J. 1983. Food Oils and Their Uses. The Avi Publ. Co., Inc. Connecticut.

Wildman, R. E. C. (Eds). 2001. Nutraceuticals and Functional Foods. CRC Press.


Roca Raton.

Wilson, N. R. P., E. J. Dyeff, R. B. Hughes and C. R. V. Jones. 1981. Meat and


Meat Product. Applied Science. London.

Winarno, F. G., S. Fardiaz, dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan.


PT. Gramedia. Jakarta.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia, Jakarta.

68
LAMPIRAN

69
Lampiran 1. Hasil uji ambang batas (threshold) bumbu.

Hasil uji threshold lada


Konsentrasi (%)
Panelis BET Log 10
0,02 0,04 0,1 0,2 0,4 0,8
1 + - - + + + 0,141 -0,85078
2 + + + + + + 0,010 -2,00000
3 - - - + - + 0,566 -0,24718
4 - + + + + + 0,028 -1,55284
5 - + + + + + 0,028 -1,55284
6 - - - - - + 0,566 -0,24718
7 + + + + + + 0,010 -2,00000
8 - - - - - + 0,566 -0,24718
9 + - - + + + 0,141 -0,85078
10 - - + + + + 0,063 -1,20066
11 + + + + + + 0,010 -2,00000
12 + + + + + + 0,010 -2,00000
13 - + + + + + 0,028 -1,55284
14 - + + + + + 0,028 -1,55284
15 - - - + - + 0,566 -0,24718
16 - - + + + + 0,063 -1,20066
17 + + + + + + 0,010 -2,00000
18 - + + + + + 0,028 -1,55284
19 - + + + + + 0,028 -1,55284
20 + - + + - + 0,566 -0,24718
21 - + + + + + 0,028 -1,55284
22 - + + + + + 0,028 -1,55284
23 - - + + + + 0,063 -1,20066
24 - + + + + + 0,028 -1,55284
25 - - - - - + 0,566 -0,24718
Sum -30,76218
Best Estimated Threshold (BET) group, rata-rata geometrik 0,059 -1,23049

70
Lampiran 1. (lanjutan)

Hasil uji threshold bawang putih


Konsentrasi (%)
Panelis BET Log 10
0.05 0.1 0.2 0.4 0.8
1 + + + + + 0,025 -1,60206
2 - - + + + 0,141 -0,85078
3 - + + + + 0,071 -1,14874
4 - + + + + 0,071 -1,14874
5 + + + + + 0,025 -1,60206
6 - + + + + 0,071 -1,14874
7 - - + + + 0,141 -0,85078
8 - + + + + 0,071 -1,14874
9 - - + + + 0,141 -0,85078
10 - + + + + 0,071 -1,14874
11 + + + + + 0,025 -1,60206
12 - + + + + 0,071 -1,14874
13 - - - - + 0,566 -0,24718
14 - + + + + 0,071 -1,14874
15 + + - + + 0,282 -0,54975
16 + + + + + 0,025 -1,60206
17 + + + + + 0,025 -1,60206
18 + + + + + 0,025 -1,60206
19 - - + + + 0,141 -0,85078
20 - - + + + 0,141 -0,85078
21 - - - + + 0,282 -0,54975
22 - + + + + 0,071 -1,14874
23 - - + + + 0,141 -0,85078
24 - - - + + 0,282 -0,54975
25 - - + + + 0,141 -0,85078
Sum -26,65417
Best Estimated Threshold (BET) group, rata-rata geometrik 0,086 -1,06616

71
Lampiran 1. (lanjutan)

Hasil uji threshold garam


Konsentrasi (%)
Panelis BET Log 10
0.02 0.04 0.08 0.1 0.2 0.4
1 + - + + + + 0,056 -1,25181
2 - + + - + + 0,141 -0,85078
3 - - + + + + 0,056 -1,25181
4 + - + + + + 0,056 -1,25181
5 + + + + + + 0,010 -2,00000
6 + - + + + + 0,056 -1,25181
7 - - + + + + 0,056 -1,25181
8 + - + + + + 0,056 -1,25181
9 + + + + + + 0,010 -2,00000
10 + + + + + + 0,010 -2,00000
11 - - + + + + 0,056 -1,25181
12 + + + + + + 0,010 -2,00000
13 - - + + + + 0,056 -1,25181
14 - - + - + + 0,141 -0,85078
15 - + + + + + 0,028 -1,55284
16 - - + + + + 0,056 -1,25181
17 + - + + + + 0,056 -1,25181
18 + + - + + + 0,089 -1,05061
19 - - - + + + 0,089 -1,05061
20 - - + + + + 0,056 -1,25181
21 - - - - + + 0,141 -0,85078
22 + + + + + + 0,010 -2,00000
23 - - - - + + 0,141 -0,85078
24 - - - + + + 0,089 -1,05061
25 + + + + + + 0,010 -2,00000
Sum -33,87770
Best Estimated Threshold (BET) group, rata-rata geometrik 0,044 -1,35511

72
Lampiran 1. (lanjutan)

Hasil uji threshold MSG


Konsentrasi (%)
Panelis BET Log
0.01 0.02 0.04 0.1 0.2 0.4
1 + + - + + + 0,063 -1,20066
2 - - - + + + 0,063 -1,20066
3 - + + + + + 0,014 -1,85387
4 + + - + + + 0,063 -1,20066
5 - - + + - + 0,282 -0,54975
6 + + + + + + 0,005 -2,30103
7 - - + + + + 0,023 -1,63827
8 + - + + - + 0,282 -0,54975
9 - + + + + + 0,014 -1,85387
10 + + + + + + 0,005 -2,30103
11 - + + + + + 0,014 -1,85387
12 - + + + + + 0,014 -1,85387
13 - + - + + + 0,063 -1,20066
14 - + + + + + 0,014 -1,85387
15 - + - + + + 0,063 -1,20066
16 - + + + + + 0,014 -1,85387
17 + + + + + + 0,005 -2,30103
18 + + + + + + 0,005 -2,30103
19 + + + + + + 0,005 -2,30103
20 - + + + + + 0,014 -1,85387
21 + + + + + + 0,005 -2,30103
22 - - - - - + 0,282 -0,54975
23 + + + + + + 0,005 -2,30103
24 + + + + + + 0,005 -2,30103
25 - - - - - + 0,282 -0,54975
Sum -41,22590
Best Estimated Threshold (BET) group, rata-rata geometrik 0,022 1,64904

73
Lampiran 2. Hasil trial and error formula bumbu dasar chicken nugget.

Formula Keterangan Deskripsi Produk


Formula [bawang putih] : threshold Bumbu pada produk tidak
threshold [lada] : threshold terasa dan rasa asin tidak
[garam] : threshold muncul. Tekstur produk juga
[MSG] : threshold kurang kompak.
Formula [bawang putih] : 4x threshold Aroma bawang putih masih
perbaikan I [lada] : 10x threshold kurang kuat tapi disisi lain
[garam] : 2x threshold rasa lada terlalu menonjol
[MSG] : 2x threshold bahkan menghasilkan
aftertaste pedas pada produk.
Rasa gurih pada produk sudah
cukup, tapi rasa asin masih
kurang. Tekstur produk sudah
lebih kompak dibandingkan
dengan formula threshold.
Formula [bawang putih] : 6x threshold Aroma dan rasa bawang putih
erbaikan II [lada] : 20x threshold sudah dapat dirasakan dengan
[garam] : threshold baik. Rasa lada cukup terasa.
[MSG] : 2x threshold Produk sudah cukup gurih
dengan rasa asin yang cukup.
Tekstur produk sudah cukup
kompak. Secara umum produk
sudah enak.

Lampiran 3. Viskositas batter dengan berbagai taraf penambahan guar gum


G0 G1 G2
Efflux Efflux Efflux
time Viskositas time Viskositas time Viskositas
(viscosity (sentistokes) (viscosity (sentistokes) (viscosity (sentistokes)
cup #3) cup #3) cup #5)
Ulangan 13,90 s 98,02 27,69 s 258,19 18,88 s 405,41
I 13,85 s 97,38 26,96 s 250,25 18,50 s 395,64
Ulangan 13,75 s 96,05 27,50 s 256,13 18,66 s 399,76
II 13,80 s 96,70 27,10 s 251,78 18,72 s 401,30
Rata-rata 97,04 254,09 400,53
Faktor konversi :
9 Viscosity cup #3:
V = 10,09 T – (587 : T)
9 Viscosity cup #5:
V = 23,56 T – (744: T)
Keterangan :
G0 : Formula batter tanpa penambahan guar guam
G1 : Formula batter dengan penambahan guar gum sebanyak 0,25%
G2 : Formula batter dengan penambahan guar gum sebanyak 0,50%
V : Viskositas (sentistokes)
T : Efflux time (detik)

74
Lampiran 4. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh penambahan guar
gum terhadap viskositas batter.

ANOVA

Viskositas (sentistokes)
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 184287.408 2 92143.704 9000.633 .000
Within Groups 92.137 9 10.237
Total 184379.545 11

Uji lanjut Duncan


Viskositas (sentistokes)

Duncan
Subset for alpha = .05
persen guar gum N 1 2 3
.00 4 97.0375
.25 4 254.0875
.50 4 400.5275
Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.

75
Lampiran 5. Data hasil uji hedonik

A B1 B2 B3 B4 C1 C2 C3 C4
Panelis
(0%) (0.5%) (1%) (2%) (3%) (0.5%) (1%) (2%) (3%)
1 4 6 6 6 6 5 4 4 5
2 5 2 2 6 6 2 2 6 6
3 5 6 6 6 5 6 6 7 2
4 5 6 6 5 6 3 5 5 3
5 3 3 5 6 4 3 5 3 3
6 6 6 5 6 5 6 6 5 6
7 4 4 4 5 4 4 5 5 5
8 3 5 4 5 5 4 4 4 5
9 5 6 6 7 6 4 5 5 4
10 5 4 4 5 4 5 4 5 5
11 4 4 3 5 5 4 6 5 4
12 6 6 6 6 6 6 6 6 3
13 3 3 3 5 5 6 6 5 2
14 4 4 5 7 4 3 3 4 4
15 5 6 5 5 5 6 5 6 6
16 5 6 6 6 3 4 4 4 4
17 4 4 5 6 4 4 4 3 3
18 5 6 3 5 5 2 4 4 3
19 7 6 6 6 6 6 5 6 4
20 6 5 6 6 6 5 4 3 3
21 5 4 5 4 5 5 7 3 5
22 5 6 6 6 6 6 6 6 7
23 5 6 6 3 3 4 6 5 3
24 4 4 7 2 7 6 5 6 7
25 6 5 6 6 6 5 3 3 5
26 3 5 5 5 5 6 6 6 6
27 6 6 6 5 6 5 4 6 4
28 6 6 7 6 6 5 5 5 4
29 5 6 6 6 3 5 5 5 5
30 4 6 5 6 3 3 4 3 6
Keterangan :
A = tidak ditambahkan flakes wortel
B1= penambahan flakes wortel hasil pengeringan sebanyak 0.5%
B2= penambahan flakes wortel hasil pengeringan sebanyak 1 %
B3= penambahan flakes wortel hasil pengeringan sebanyak 2 %
B4= penambahan flakes wortel hasil pengeringan sebanyak 3 %
C1= penambahan flakes wortel dari suplier sebanyak 0.5%
C2= penambahan flakes wortel dari suplier sebanyak 1 %
C3= penambahan flakes wortel dari suplier sebanyak 2 %
C4= penambahan flakes wortel dari suplier sebanyak 3 %

76
Lampiran 6. Hasil analisis ragam (ANOVA) data uji hedonik dengan program
SPSS 12

Univariate Analysis of Variance


Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: skor


Type III Sum
Source of Squares Df Mean Square F Sig.
Model 6552.919(a) 38 172.445 145.969 .000
panelis 85.885 29 2.962 2.507 .000
sampel 23.474 8 2.934 2.484 .013
Error 274.081 232 1.181
Total 6827.000 270
a R Squared = .960 (Adjusted R Squared = .953)

Post Hoc Tests


sampel
Homogeneous Subsets
skor

Duncan
Subset
sampel N 1 2 3
9 30 4.40
6 30 4.60 4.60
1 30 4.77 4.77
8 30 4.77 4.77
7 30 4.80 4.80
5 30 5.00 5.00 5.00
2 30 5.07 5.07
3 30 5.10 5.10
4 30 5.47
Sig. .061 .128 .132
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = 1.181.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.
b Alpha = .05.

77
Lampiran 7. Pengurangan SBB dan emulsi karena subtitusi flakes wortel

Flakes wortel
Pengurangan
Flakes wortel setelah SBB Emulsi Pengurangan
Formula SBB
(gram) direndam (gram) (gram) emulsi (%)
(%)
(gram)
A 0 0,0 340,0 85,0 0,00 % 0,00 %
B1 2,5 19,5 324,4 81,1 4,59 % 4,59 %
B2 5,0 39,1 308,7 77,2 9,21 % 9,18 %
B3 10,0 78,2 277,4 69,4 18,41 % 18,35 %
B4 15,0 117,2 246,2 61,6 27,59 % 27,53 %
C1 2,5 11,3 331,0 82,7 2,65 % 2,70 %
C2 5,0 22,6 321,9 80,5 5,32 % 5,29 %
C3 10,0 45,1 303,8 76,0 10,65 % 10,59 %
C4 15,0 67,7 285,8 71,4 15,94 % 16,00 %

Keterangan :
(SBB/emulsi formula A– SBB/emulsi formula perlakuan)
Persentase pengurangan SBB/emulsi = X 100%
SBB/emulsi minyak formula A

78
Lampiran 8. Harga raw material formula B1, B2, dan B3.
(Raw material untuk 500 kg adonan)
Formula B1 Formula B2 Formula B3
Raw material Jumlah RM Harga Jumlah RM Harga Jumlah RM Harga
(kg) (Rp) (kg) (Rp) (kg) (Rp)
SBB fresh 324,4 7.372.703,68 308,7 7.015.886,64 277,4 6.304.525,28
Emulsi 81,1 445.050,00 77,2 424.600,00 69,4 381.700,00
Flakes wortel 2,5 130.750,00 5,0 261.500,00 10,0 523.000,00
Air rendaman flakes wortel 48,1 9.620,00 96,2 19.240,00 192,4 38.480,00
Jumlah Harga Raw Material 7.959.123,68 7.721.226,64 7.247.705,28

Harga raw material per kg :


B1 : Rp. 7.958.123,68/500 kg = Rp. 15.918,25/kg adonan
B2 : Rp. 7.721.226,64/500 kg = Rp. 15.442,45/kg adonan
B3 : Rp. 7.247.705,28/500 kg = Rp. 14.495,41/kg adonan

79
Lampiran 9. Data hasil simple ranking test.

Rangking sampel Rangking sampel Rangking sampel


Panelis
Fo F1 F2
1 3 1 2
2 3 2 1
3 3 2 1
4 3 2 1
5 1 2 3
6 1 2 3
7 2 3 1
8 1 2 3
9 3 2 1
10 2 3 1
11 3 1 2
12 3 1 2
13 3 2 1
14 3 2 1
15 2 3 1
16 2 3 1
17 1 2 3
18 3 2 1
19 3 2 1
20 3 2 1
21 1 3 2
22 3 2 1
23 3 2 1
24 3 2 1
25 1 3 2
26 2 3 1
27 3 2 1
28 1 2 3
29 1 2 3
30 1 3 2
Jumlah
67 64 48
rangking

80
Lampiran 10. Hasil analisis Friedman’s Test

NPar Tests
Friedman Test
Ranks

Mean Rank
skor_f0 2.23
skor_f1 2.17
skor_f2 1.60

Test Statistics(a)

N 30
Chi-Square 7.267
df 2
Asymp. Sig. .026
a Friedman Test

LSD rangking = tα/2,∞ √ [bt (t+1)/6]


= 1,96 x √ [30x3(3+1)/6]
= 1,96 x √60
= 15,18
Analisis :
• Selisih jumlah rangking formula F0 dan F1 = 67-65 = 2
2 < LSD rangking (15,18 ) Æ F0 dan F1 tidak berbeda nyata
• Selisih jumlah rangking formula F0 dan F2 = 67-48 = 19
19 > LSD rangking (15,18 ) Æ F0 dan F2 berbeda nyata
• Selisih jumlah rangking formula F1 dan F2 = 65-48 = 17
17 > LSD rangking (15,18 ) Æ F1 dan F2 berbeda nyata

81
Lampiran 11. Jumlah pick up batter dan pick up breader oleh produk chicken nugget vegetable

Aplikasi dengan mesin


Aplikasi Manual
(batter aplikator dan breader aplikator)
pick up batter pick up breader pick up batter pick up breader
(%) (%) (%) (%)
1 7,95 16,10 6,87 17,09
Ulangan I
2 8,68 16,18 7,36 17,47
1 8,01 16,41 6,97 17,18
Ulangan II
2 7,73 16,67 7,11 17,26
Rata-rata 8,09 16,34 7,08 17,25

Lampiran 12. Persentase penyusutan bobot produk chicken nugget vegetable akibat proses penggorengan (frying loss) dan proses
pembekuan (freezing losss)*)

Frying loss Freezing loss


(%) (%)
1 3,13 1,59
Ulangan I
2 2,60 1,72
1 2,77 1,47
Ulangan II
2 2,62 1,46
Rata-rata 2,78 1,56
*)
Proses penggorengan menggunakan mesin continous deep fryer dan proses pembekuan menggunakan IQF.

82
Lampiran 13. Suhu pusat produk chicken nugget vegetable setelah digoreng dan
dibekukan (freezing).

Chicken nugget Suhu pusat produk Suhu pusat produk setelah


vegetable setelah digoreng*) (oC) dibekukan /freezing**) (oC)
1 79,6 1 -22,5
Ulangan I
2 79,4 2 -21,0
1 79,3 1 -20,0
Ulangan II
2 79,3 2 -22,5
Rata-rata 79,4 -21,5
*)
Penggorengan dilakukan dengan continous deep fat fryer dengan setting point suhu 161oC dan
lama penggorengan 170 detik.
**)
Pembekuan dilakukan dengan IQF dengan setting point ; suhu rail : -37oC, suhu udara dalam
IQF : -39oC, dan waktu loading : 30 menit.

83
Lampiran 14. Hasil analisis proksimat produk chicken nugget vegetable formula terpilih*)

Kadar Kadar Kadar Kadar Kadar


Air Abu Lemak Protein Karbohidrat
1 58,4237 % 2,3583 % 11,2616 % 9,1006 %
Ulangan I 18,4338 %
2 55,1039 % 2,6042 % 13,0997 % 9,8356 %
1 55,9534 % 2,4758 % 11,5610 % 12,3552 %
Ulangan II 17,5402 %
2 58,9192 % 2,3097 % 10,9203 % 11,7399 %
Rata-rata 57,1000 % 2,4370 % 11,7107 % 10,7578 % 17,9870 %
*)
dalam persen berat basah

Lampiran 15. Hasil analisis proksimat produk chicken nugget *) **)

Kadar Kadar Kadar Kadar Kadar


Air Abu Lemak Protein Karbohidrat
1 52,9255 % 2,2228 % 15,1321 % 14,7775 %
Blanko 15,5534 %
2 52,6300 % 2,3889 % 14,9319 % 13,8844 %
Rata-rata 52,7778 % 2,3058 % 15,0320 % 14,3310 % 15,5534 %
*)
dalam persen berat basah
**)
Chicken nugget dibuat dengan formula yang sama tanpa penambahan flakes wortel.

84
Lampiran 16. Kandungan serat makanan pada produk chicken nugget vegetable
formula terpilih*)

Kadar Rata-rata Kadar Rata-rata Kadar Rata-rata


Ulangan
IDF ulangan SDF ulangan TDF ulangan
Ulangan 1 2,2032 0,8160 3,0192
2,2516 0,7982 3,0498
I 2 2,3000 0,7803 3,0803
Ulangan 1 2,2493 0,7762 3,0255
2,3142 0,8082 3,1223
II 2 2,3790 0,8402 3,2192
Rata-rata 2,2829 0,8032 3,0861
*) dalam persen berat basah

Lampiran 17. Kandungan serat makanan pada produk chicken nugget *)**)

Kadar IDF Kadar SDF Kadar TDF


1 1,5012 0,7063 2,2075
2 1,4874 0,6925 2,1799
Rata-rata 1,4943 0,6994 2,1937
*) dalam persen berat basah
**) Chicken nugget dibuat dengan formula yang sama tanpa penambahan flakes wortel.

Lampiran 18. Kandungan total karoten pada produk*)*)

Nama sampel Total karoten (ppm) Rata-rata (ppm)


Chicken nugget vegetable ulangan I 8,92
9,27
Chicken nugget vegetable ulangan II 9,62
Chicken nugget**) 0,97 0,97
*) dalam ppm berat basah
**) Chicken nugget dibuat dengan formula yang sama tanpa penambahan flakes wortel.

85
1
Lampiran 19. Form kusioner uji threshold

Nama : Hari/tgl :
Sampel :

Instruksi :
Rasakan sampel secara berurutan dari kiri ke kanan. Isi kolom kode dan respon dengan
tanda (-) bila rasa sampel tidak berbeda dengan kontrol, dan berikan tanda (+) bila
terdapat perbedaan dengan kontrol.

Kode sampel
Respon

Lampiran 20. Form kuisioner uji hedonik

Nama : …………….... Tanggal : Maret 2006


Sampel : Nugget Wortel

Instruksi :
9 Cicipi sampel uji secara berurutan dari kiri ke kanan
9 Tulis kode sampel
9 Berikan penilaian terhadap kesukaan anda terhadap sampel
9 Nyatakan skor kesukaan anda dengan memberikan skor 1-7 pada kolom penilaian untuk
masing-masing atribut.
keterangan :
1 = Sangat tidak suka 5 = Agak suka
2 = Tidak suka 4 = Netral 6 = Suka
3 = Agak tidak suka 7 = Sangat suka
9 Beri komentar untuk masing-masing sampel pada kolom yang tersedia
9 Dimohon tidak membandingkan antar sampel !

Kode Sampel

Skor

Komentar :
___________________________________________________________

2
86
Lampiran 21. Form kuisioner simple ranking test

Nama : …………….... Tanggal : 24 Maret 2006


Sampel : Nugget Wortel

Instruksi :
9 Cicipi sampel uji secara berurutan dari kiri ke kanan
9 Urutkan rangking sampel uji dari sampel yang paling disukai sampai sampel yang paling
tidak suka. Sampel yang paling disukai diberi rangking 1.

Rangking 1 : …
Rangking 2 : …
Rangking 3 : …

873

Anda mungkin juga menyukai