Anda di halaman 1dari 17

NILAI-NILAI PANCASILA DALAM

UPACARA ADAT SAWER PENGANTIN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Dosen Pembimbing
Drs. Enoh, M.Hum

Nia Emilda, M.Pd

Disusun oleh :

Adam Anggoro Seno 17323037


Bunga Adelia Fadilah 17323022
Chandra Dwi Septian 17323055
Dila Eka Putri 17323035
Muhammad Wafiyudin Majid 17323018
Risnandi Aji 17323048
Siti Ulfah Nurazizah 17323007

PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI BUDAYA

FAKULTAS BUDAYA DAN MEDIA

INSTITUT SENI BUDAYA INDONESIA BANDUNG

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga tim penulis mampu
menyelesaikan penulisan makalah ini yang berjudul “Nilai-nilai Pancasila dalam
Upcara Adat Sawer Pengantin”.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Orang Tua yang telah
memberikan dukungan serta bantuan baik secara moril maupun materil. Penulis
juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen Mata Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan yang telah memberikan pembekalan materi, sehingga tim
penulis mampu menyelesaikan penulisan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan serta kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, tim
penulis berharap semoga pembaca makalah ini dapat memberikan kritik dan saran,
serta semoga bisa bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi semua
pembaca.

Bandung, Maret 2018

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................... i

DAFTAR ISI............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1


1.2. Rumusan Masalah.............................................................................. 2
1.3. Tujuan Penulisan................................................................................ 2
1.4. Metode Penulisan............................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN MASALAH

2.1. Pengertian dan Pelaksanaan Upacara Adat Sawer Pengantin............ 3

2.2. Makna Upacara Adat Sawer Pengantin.............................................. 5

2.3. Nilai-nilai Pancasila dalam Upacara Adat Sawer............................... 10

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan......................................................................................... 13

3.2. Saran................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pancasila sebagai dasar negara Indonesia terkandung banyak nilai di mana


dari keseluruhan nilai tersebut terkandung di dalam lima garis besar dalam
kehidupan berbangsa negara. Perjuangan dalam memperebutkan kemerdekaan tak
jua lepas dari nilai Pancasila. Sejak zaman penjajahan hingga sekarang, kita selalu
menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila tersebut.

Indonesia hidup didalam berbagai macam keberagaman, baik itu suku,


bangsa, budaya dan agama. Dari ke semuanya itu, Indonesia berdiri dalam suatu
keutuhan. Manjadi kesatuan dan bersatu didalam persatuan yang kokoh dibawah
naungan Pancasila semboyannya, Bhineka Tunggal Ika.

Suku Sunda merupakan sebuah kelompok etnik yang berada di bagian


barat Pulau Jawa. Selain itu, etnik Sunda memiliki banyak ragam kebudayaan.
Contohnya dalam bidang kesenian, etnik Sunda memiliki seni seperti Wayang
Golek, Tari Jaipongan, Degung, Rampak Kendang, Sisingaan, Kuda Renggong,
Bajidoran, Cianjuran, Kacapi Suling dan lain sebagainya.

Selain kaya dengan keseniannya, etnik Sunda memiliki banyak sekali


ritual-ritual, baik dari ritual kehamilan, ritual kelahiran, ritual pasca kelahiran,
ritual pernikahan, ritual kematian, ritual adat dalam bidang pertanian (contohnya
Upacara Adat Ngalaksa atau Seren Taun), dan ritual-ritual lainnya. Semua ritual
yang dilakukan oleh masyarakat Sunda memiliki makna yang sangat mendalam.

Dalam ritual pernikahan ada beberapa ritual yang biasanya dilakukan oleh
sebagian masyarakat etnik Sunda. Contohnya ritual Ngalamar, Ngeuyeuk
Seureuh, Midadaren, Seserahan, Akad Nikah, Upacara Sawer dan Buka Pintu,
Upacara Huap Lingkung, serta Numbas. Upacara adat pernikahan tersebut

1
dilakukan oleh orang-orang yang masih mempertahankan dan mencintai adat
istiadat orang Sunda.

Ritual sawer merupakan sebuah ritual pernikahan yang memiliki makna-


makna simbolik. Dengan adanya ritual sawer kedua mempelai akan mendapatkan
nasihat-nasihat dalam berumah tangga, dan dalam syair dari sawer ini merupakan
rangkaian doa serta harapan agar pengantin menjadi keluarga yang bahagia dan
sejahtera. Namun, banyak orang yang tidak memahami arti dari ritual sawer ini.
Maka dari itu, penulis berusaha untuk mencari informasi dan mengumpulkan data
untuk menyusun makalah ini.

1.2. Rumusan Masalah

Dalam penyusunan makalah ini, penulis memiliki beberapa rumusan


masalah sebagai berikut :

1.2.1. Apa pengertian upacara adat Sawer dan bagaimana pelaksanaannya?


1.2.2. Apa saja makna yang terkandung dalam upacara adat Sawer?
1.2.3. Apa saja nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam upacara adat Sawer?

1.3. Tujuan Penelitian

Dalam penyusunan makalah ini, penulis mempunyai beberapa tujuan


yakni sebagai berikut :

1.3.1. Mengetahui pengertian upacara adat Sawer dan pelaksanaannya.


1.3.2. Mengetahui makna yang terkandung dalam upacara adat Sawer.
1.3.3. Mengetahui nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam upacara adat
Sawer.

1.4. Metode Penulisan

Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan Metode Pustaka,


karena penulis mengambil dan mengumpulkan data dari buku dan informasi dari
internet.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian dan Pelaksanaan Upacara Adat Sawer Pengantin

Menurut R. Satjadibrata sawer itu mempunyai arti mendasar, yakni:


Pertama, air hujan yang masuk ke rumah karena terhembus angin (tempias);
kasaweran = kena tempias;panyaweran = tempat jatuhnya air dari bubungan
(taweuran); Kedua, nyawer itu menabur (pengantin) dengan beras dicampur uang,
tek-tek (lipatan sirih), dan irisan kuning.

Pada zaman dahulu, sebelum dilakukan ritual sawer pengantin diarak


menggunakan kereta Kencana (untuk kaum menak/kaum bangsawan). Bentuk
kereta berupa naga/ular atau burung garuda. Pengantin diarak diiringi dengan
gamelan, diapit kuda yang dinaiki oleh para gegeden atau menak (kaum
bangsawan), di bagian depan disediakan kuda kosong yang tidak boleh dinaiki.
Kuda kosong tadi dipayungi sambil menyalakan kemenyan (disebut kasinoman).
Konon katanya, kuda kosong tersebut dipersembahkan untuk ratu siluman.
Pengantin diapit oleh nonoman (pemuda), dikipasi dan diarak mengelilingi jalan.
(Elis Suryani NS, 2001)

Setelah pengantin diarak mengelilingi jalan, pengantin datang kerumah


dan diturunkan dari kereta kemudian berhenti di pangnyaweran (tempat ritual

3
sawer/didekat teras rumah). Di pangnyaweran, juru rias, juru sawer dan falakiah
sudah siap-siap menyiapkan barang-barang untuk kegiatan sawer. Barang-barang
yang digunakan untuk ritual ini adalah sebagai berikut :

- Papan tipis (tebalnya 2 cm, dan panjangnya 1 meter)


- Tunjangan (tempat penginjakan)
- Batu Penggilingan
- Pakara (perkakas tenun)
- Harupat ‘sagar’
- Kendi yang diisi oleh air
- Telur
- Pelita/lampu atau lilin
- Beras
- Potongan kunyit/kunir
- Lipetan sirih
- Elekan (sepotong bambu kecil yang tidak beruas)
- Uang, dan
- Permen

Setelah juru sawer menyanyikan rumpaka/syair sawer serta menaburkan


beras, permen, potongan kunyit, lipatan sirih, dan uang, kemudian acara
diteruskan ke sesi penginjakan telur dan elekan oleh pengantin laki-laki. Papan
digunakan untuk alas telur dan di bagian bawah disimpan lilin yang dinyalakan
serta harupat yang dibakar.

Kemudian pengantin laki-laki menginjak telur sampai telurnya pecah dan


pengantin perempuan mencuci kaki pengantin laki-laki menggunakan air yang ada
didalam kendi. Setelah itu, pengantin mematahkan harupat yang dibakar tadi
kemudian kendi mereka pecahkan bersama-sama,

Kemudian dengan berbimbingan tangan, mereka masuk kedalam rumah.


Di pintu telah disediakan pakara, dan pakara itu harus mereka langkahi. Biarpun
hal itu satu larangan besar, tetapi waktu itu diwajibkan melangkahinya (R. Akip
Prawira Soeganda, 1982). Setelah melangkahi pakara, pengantin perempuan

4
masuk lebih dulu dan pengantin laki-laki berdiri didepan pintu yang ditutup.
Karena biasanya pengantin merasa malu, biasanya dari kedua pihak pengantin
memilih wakil untuk bertanya jawab supaya dibukakan pintu untuk pengantin laki
laki (proses ini disebut Buka-Pintu). Wakil dari pengantin laki laki
menembangkan lagu dan dijawab oleh wakil dari pihak pengantin perempuan.
Kira kira masing-masing dua atau tiga bait, kemudian pintu dibukakan.

Pengantin laki-laki diperbolehlan masuk ke ruang tengah. Disana sudah


berkumpul ibu-ibu yang akan menyaksikan huap lingkung (pengantin laki-laki
dan pengantin perempuan saling menyuapi satu sama lain). Di tempat itu makanan
telah disediakan untuk kedua pengantin. Pengantin duduk berdekatan, tangan
yang menyuapi seperti sedang merangkul, pengantin perempuan lebih dulu
menyuapi dan kemudian pengantin laki-laki membalas suapannya.

2.2. Makna Upacara Adat Sawer Pengantin

Ritual sawer itu merupakan adat asli etnik Sunda sejak zaman dahulu.
Ritual swer dilaksanakan maksudnya untuk membuat bahagia kedua mempelai
sekaligus memberi nasihat-nasihat dalam berumah tangga. Isi syair dalam
tembang sawer, patut dijadikan teladan dan ditiru oleh kedua mempelai agar dapat
hidup dengan aman, damai dan sejahtera.

Barang-barang yang digunakan dalam ritual sawer ini memiliki makna-


makna simbolik yang disamarkan, berikut maknanya :

 Beras, artinya yang menyebabkan hidup. Memiliki makna agar kehidupan


pengantin laki-laki dan pengantin perempuan menjadi makmur dan
kehidupannya berkecukupan.

 Kunyit/kuning, melambangkan kejayaan. Memiliki makna agar kehidupan


pengantin laki-laki dan perempuan menjadi sejahtera.

5
 Uang, melambangkan kekayaan. Dengan makna supaya kehidupan
pengantin laki-laki dan pengantin perempuan dalam keadaan
berkecukupan, rezekinya dicukupkan dan tidak kekurangan.

 Harupat ‘sagar’, artinya untuk memberi tahu kepada pengantin agar jangan
memutuskan segala sesuatu dengan cepat dan amarah, namun harus
dipertimbangkan/dimusyawarahkan lebih dulu. Karena ketika seseorang
sedang dihadapkan dengan suatu permasalahan yang besar, manusia
mudah mengambil keputusan secara cepat dengan amarah yang mengebu-
gebu. Sifat yang keras dan kasar seperti sagar ini harus dihilangkan dengan
cara membakar Harupat ‘sagar’.

 Air dalam kendi, digunakan untuk membasuh kaki pengantin laki-laki oleh
pengantin perempuan. Kata orang tua, ini memberi tanda bahwa pengantin
laki-laki dan pengantin perempuan harus sama-sama berhati dingin, seperti
air yang berada dalam kendi. Karena suami dan istri harus memiliki rasa
saling pengertian yang tinggi agar tercipta suasana kehidupan yang aman,
tentram, damai dan sejahtera.

 Elekan (potongan bambu kecil yang tidak beruas), digunakan sebagai


perkakas menenun yang dipakai untuk menggulung benang persediaan
kalau terjadi kekurangan benang. Elekan ini harus diinjak oleh pengantin
laki-laki, kalau sekali langsung pecah menandakan yang menenun cepat
pecah, bukan pecah karena marah.

 Rumbai benang (perkakas menenun) menandakan bahwa pengantin laki-


laki dan pengantin perempuan akan saling mencintai dan mengasihi satu
sama lain. Mempertemukan jodoh sama dengan menyambungkan benang,
karena adat kebiasaannya perempuan rajin, benang yang sudah empat atau
lima kali dipakai menenun, rumbainya disambung-sambung kembali
sehingga menjadi sehelai kain lagi. Perempuan yang seperti itu disebut

6
wanita pilihan yang tepat dan pandai membuat. Perempuan itu akan
terpuji, apalagi bila menenun untuk dipakai kawin. Oleh karena itu semua
perkakas menjadi perlambang, laki-laki memberi seserahan mengirim
dengan harta benda, perempuan membalasnya dengan seluruh jiwa raga.

 Telur, disediakan untuk dipecahkan pengantin laki-laki ketika akan masuk


kedalam rumah (proses buka-pintu). Maksudnya memberi tanda kepada
pengantin laki-laki agar rela dirusak kehormatannya, asal jangan
menyepelekan orangnya.

 Tunjangan, memiliki makna merupakan sebuah pertanda bagi pengantin


laki-laki dan pengantin perempuan supaya hidup rukun, satu tujuan, dan
tidak boleh salah paham, “kudu ka cai jadi saleuwi ka darat jadi salogak”
yang artinya saling menjaga.

 Batu penggilingan, digunakan untuk alas mencuci kaki pengantin laki-laki


yang artinya pengantin laki-laki dan pengantin perempuan harus satu
pikiran, satu haluan dan satu tujuan. Karena jika seorang suami dan istri
tidak satu tujuan, maka akan tercipta rumah tangga yang tidak harmonis.

 Pelita/lampu atau lilin yang dinyalakan, memiliki arti agar pengantin laki-
laki dan pengantin perempuan harus saling menerangi satu sama lain,
harus saling mengingatkan. Jika ada yang salah, harus saling menegur agar
berubah menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Paparan diatas merupakan makna-makna simbolik dari barang-barang


yang digunakan dalam ritual sawer. Selain itu, syair tembang sawer juga memiliki
makna yang bagus karena berupa nasihat-nasihat dalam menghadapi kehidupan
dalam berumah tangga. Berikut contoh sawer untuk pengantin :

7
Bismillah damel wiwitan
Mugi Gusti nangtayungan
Eulis-Asep nu rendengan
Mugia Kasalametan

Salamet nu pangantenan
Ulah aya kakirangan
Sing tiasa sasarengan
Sangkan jadi kasenangan

Sing senang laki rabina


Nu diwuruk pangpayunna
Nyaeta bade istrina
Masing dugi kahartina

Hartikeun eulis ayeuna


Lebetkeun kana manahna
Manawi aya gunana
Nu dipamrih manfaatna

Mangfaatna lahir batin


Euis teh masing prihatin
Ayeuna aya nu mingpin
Ka caroge masing tigin

Tigin eulis kumawula


Ka raka ulah bahula
Bisi raka meunang bahla
Kudu bisa silih bela

Silih bela jeung caroge

8
Ulah ngan pelesir bae
Mending oge boga gawe
Ngarah rapih unggal poe
Repeh rapih nu saimah
Rumah tangga tumaninah
Tapi lamun loba salah
Laki rabi moal genah

Bisi teu genah ku raka


Prak bae wakca balaka
Lamun raka goreng sangka
Buru bawa suka-suka

Suka-suka ti ayeuna
Da eulis atos laksana
Ngajodo anu sampurna
Ngahiji salamina

Makna dari syair diatas adalag sebagai berikut :


1. Bait pertama memiliki makna meminta kesalamatan kepada Tuhan untuk
pengantin laki-laki dan pengantin perempuan.
2. Bait kedua memiliki makna meminta kepada Tuhan agar kedua pengantin
diberi kesenganan dan kebahagiaan.
3. Bait ketiga memiliki makna agar laki-laki sebagai imam dalam sebuah
rumah tangga agar mampu membimbing istri sampai istrinya mengerti
mana yang baik dan mana yang buruk.
4. Bait keempat memiliki makna agar seorang istri harus patuh terhadap
suami (dalam hal kebaikan).
5. Bait kelima memiliki makna bahwa sekarang pengantin perempuan sudah
memiliki pemimpin keluarga, maka sebagai istri harus berbakti kepada
suami sebagai imam keluarga.

9
6. Bait keenam memiliki makna bahwa selain patuh pada suami, ketika
saudara sedang tertimpa kesusahan maka wajib membantunya dan harus
saling membela.
7. Bait ketujuh memiliki makna agar mempunyai pekerjaan sehingga akan
tercipta kehidupan yang sejahtera.
8. Bait kedelapan memiliki makna agar seorang istri harus menghormati
suaminya, jika mempunyai banyak salah haruslah meminta maaf agar
membuat suami merasa nyaman dirumah.
9. Bait kesembilan memiliki makna jika mempunyai perasaan tidak enak
dengan saudara harus segera cepat saling meminta maaf dan saling
memaafkan.
10. Bait kesepuluh memiliki makna bahwa mulai dari saat itu pengantin laki-
laki dan pengantin perempuan harus bahagia, karena sudah hidup bersama
selama-lamanya.

2.3. Nilai-Nilai Pancasila dalam Upacara Adat Sawer Pengantin


 Ketuhanan Yang Maha Esa :

Terdapat pada syair :

Bismillah damel wiwitan


Mugi Gusti nangtayungan
Eulis-Asep nu rendengan
Mugia Kasalametan
Ini menandakan bahwa dalam ritual ini, pengantin memohon agar diberi
keselamatan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

 Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab :

1. Nilai ini terdapat pada air di dalam kendi, yang merepresentasikan


kehidupan yang damai, menghargai adanya perbedaan pasangan
pengantin.

2. Pelita/lampu atau lilin yang dinyalakan, memiliki arti agar pengantin


laki-laki dan pengantin perempuan harus saling menerangi satu sama

10
lain, harus saling mengingatkan. Jika ada yang salah, harus saling
menegur agar berubah menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

 Persatuan Indonesia :

Nilai ini terdapat pada syair :


Tigin eulis kumawula
Ka raka ulah bahula
Bisi raka meunang bahla
Kudu bisa silih bela
Syair ini memiliki makna bahwa selain patuh pada suami, ketika
saudara sedang tertimpa kesusahan maka wajib membantunya dan harus
saling membela.

Batu penggilingan, digunakan untuk alas mencuci kaki pengantin


laki-laki yang artinya pengantin laki-laki dan pengantin perempuan harus
satu pikiran, satu haluan dan satu tujuan. Karena jika seorang suami dan
istri tidak satu tujuan, maka akan tercipta rumah tangga yang tidak
harmonis.

 Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam


Permusyawaratan/Perwakilan :

Harupat ‘sagar’, artinya untuk memberi tahu kepada pengantin agar


jangan memutuskan segala sesuatu dengan cepat dan amarah, namun
harus dipertimbangkan/dimusyawarahkan lebih dulu. Karena ketika
seseorang sedang dihadapkan dengan suatu permasalahan yang besar,
manusia mudah mengambil keputusan secara cepat dengan amarah
yang mengebu-gebu. Sifat yang keras dan kasar seperti sagar ini harus
dihilangkan dengan cara membakar Harupat ‘sagar’.

11
 Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia :

Telur, disediakan untuk dipecahkan pengantin laki-laki ketika akan masuk


kedalam rumah (proses buka-pintu). Maksudnya memberi tanda kepada
pengantin laki-laki agar rela dirusak kehormatannya, asal jangan
menyepelekan orangnya.

Terdapat dalam syair :

Repeh rapih nu saimah


Rumah tangga tumaninah
Tapi lamun loba salah
Laki rabi moal genah

Bait ini memiliki makna agar seorang istri harus menghormati


suaminya, jika mempunyai banyak salah haruslah meminta maaf agar
membuat suami merasa nyaman dirumah.

12
BAB III

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Sawer merupakan sebuah ritual atau upacara adat pernikahan masyarakat


etnik Sunda asli yang ada sejak zaman dahulu dan masih tetap bertahan hingga
saat ini. Ritual sawer ini memiliki makna simbolik yang dalam, baik dari isi syair
tembang sawernya maupun barang-barang yang digunakan dalam ritual atau
upacara adat sawer ini. Nilai-nilai yang terkandung didalam ritual sawer Sunda ini
pun memiliki nilai-nilai Pancasila yang kuat.

4.2. Saran

Penulis memiliki saran kepada seluruh anggota masyarakat etnik Sunda,


khususnya generasi-generasi muda agar tetap mempetahankan tradisi dan adat
istiadat peninggalan nenek moyang pada zaman dahulu. Karena dalam rangka
pelestarian dan mempertahankan tradisi leluhur merupakan sebuah tanggung
jawab bagi generasi-generasi muda zaman sekarang agar tradisi ritual Sawer ini
tidak musnah dan terus berkembang.

13
DAFTAR PUSTAKA

Suryani NS, Elis.(2011).Calakan Aksara, Basa, Sastra, Katut Budaya


Sunda.Bogor:Penerbit Ghalia Indonesia.

Soeganda, R. Akip Prawira.(1982).Upacara Adat di Pasundan.Bandung:Penerbit


Sumur Bandung.

Satjadibrata, R.(1954).Kamus Basa Sunda.Perpustakaan Perguruan Kementrian


P.P. dan K.

Nanda, Agus.(2012).Conto Teks Sawer Panganten.[online]. Tersedia:


http://blog-urangsunda.blogspot.com/ . [8 Maret 2018]

Setyowati, Nur Dewi.(2012).Ilmu Komunikasi : Teori Interaksi Simbolik.[online].


Tersedia:
http://nurdewisetyowati.blogspot.co.id/2012/03/teori-interaksi-
simbolik.html?m=1. [8 Maret 2018]

Anda mungkin juga menyukai