Mekanisme Mual Muntah
Mekanisme Mual Muntah
c. psikologis, misalnya saja pada gangguan kecemasan yang berlebihan, atau ketakutan,
atau pada kasus anorexia nervosa ( seseorang takut sekali gemuk, akhirnya menjadi
kebiasaan dan berkembang menjadi memuntahkan makanan yang dimakan)
d. Diinduksi terapi/obat tertentu
Seseorang yang pernah menjalani kemoterapi pada pengobatan kanker atau
menggunakan obat sitostatika (obat untuk terapi kanker) terutama cisplatin, sering
mengalami mual. Mual pun juga dapat dialami oleh pasien yang mendapatkan terapi
opiat, dan mungkin terjadi pada pemberian antibiotik, teofilin ataupun
antikonvulsan.
PATOFISIOLOGI
Muntah dipicu oleh adanya impuls afferent yang menuju pusat muntah, yang
terletak di medulla otak. Impuls tersebut diterima dari pusat sensori seperti
chemoreceptor trigger zone (CTZ), korteks serebral, serta visceral afferent dari faring
dan saluran cerna.Impuls afferent yang sudah terintegrasi dengan pusat muntah, akan
menghasilkan impuls efferent menuju pusat salivasi, pusat pernafasan, daerah saluran
cerna, faring, dan otot otot perut yang semuanya bersinergi memicu proses muntah. Nah
dari sini terlihat alasan ketika muntah terjadi nafas tidak beraturan, terengah engah,
keringat, kontraksi perut, ataupun keluar saliva/air liur.
Penyebab dan proses terjadinya muntah dapat dilihat pada gambar berikut:
Gejala dan tanda mual muntah bervariasi dari ringan menjadi kompleks. Mual
muntah ringan dapat sembuh dengan sendirinya dan efektif dengan terapi non
farmakologi. Tetapi jika mual muntah tidak membaik dengan pemberian obat serta ada
tanda penurunan berat badan, demam, ataupun nyeri perut maka harus ditangani dokter.
TERAPI
Tujuan terapi mual muntah adalah mencegah mual muntah terjadi. Terapi non
farmakologi dapat dilakukan dengan menghilangkan penyebab psikologis jika mual
muntah diinduksi faktor psikologi.Terapi dengan obat obat antiemetik meliputi:
a.Antasida
Obat ini digunakan untuk mual muntah ringan yang terkait kelebihan asam
lambung dengan cara menetralkan asam lambung. Efek samping yang mungkin terjadi
adalah konstipasi/sembelit akibat kandungan alumunium hidroksida maupun garam
kalsium, serta diare osmotik karena adanya magnesium hidroksida. Efek samping ini
tidak selalu terjadi.
Obat obat golongan ini meliputi ranitidin 75 mg, simetidin 200 mg, nizatidin
75 mg, dan famotidin10 mg dengan dosis masing masing 2x sehari jika perlu saja. Obat
ini diberikan jika mual muntah terkait dengan adanya heartburn atau seperti rasa panas
terbakar di dada.
c. Antihistamin-Antikolinergik
Obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter adalah yang mengandung
difenhidramin ataupun dimenhidrinat. Dosis dimenhidrinat yang dipakai adalah 50-100
mg setiap 4-6 jam jika perlu. Sedangkan dosis difenhidramin adalah 25-50 mg setiap 4-
6 jam jika perlu.
d. Fenotiazin
f. Kortikosteroid
g. Metoklopramid
Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor dopamin di CTZ. Obat ini
bersama kombinasi dengan deksametason digunakan untuk terapi
profilaksis/pencegahan pada mual muntah yang diinduksi kemoterapi
Sebagai pilihan utama terapi yang aman bagi ibu hamil adalah menggunakan
piridoksin (vitamin B6) baik digunakan sendiri ataupun bersama dengan doksilamin.
Dosis piridoksin adalah 10-25 mg 1-4 x sehari, sedangkan doksilamin menggunakan
dosis 12,5-20 mg 1-4 x sehari.
Jika gejala belum teratasi, maka dapat ditambah dengan difenhidramin atau
dimenhidrinat, atau meklizin.
Most evidence points to rapid changes in hormone levels. These fluctuations may
cause changes in the muscle contraction and relaxation patterns of your stomach and
intestines, thus leading to nausea and vomiting.
The hormones that seem to have the most to do with this process include the
pregnancy hormone human chorionic gonadotropin (hCG), estrogen, and progesterone.
Abnormal levels of thyroid hormones have also been reported in women with severe
vomiting, although a cause-and-effect relationship remains unclear. Some studies have shown
that nausea is worse when your blood sugar level is low.
Some researchers have found that women who are more likely to have nausea from birth
control pills, migraines, or motion sickness are at higher risk for nausea and vomiting in
pregnancy.
Sumber:
http://www.emedicinehealth.com/pregnancy_vomiting/page2_em.htm#vomiting_during_preg
nancy_causes
No one knows for sure what causes nausea during pregnancy, but it's probably some
combination of the many physical changes taking place in your body. Some possible causes
include:
Human chorionic gonadotropin (hCG): This hormone rises rapidly during early
pregnancy. No one knows how hCG contributes to nausea, but it's a prime suspect because
the timing is right: Nausea tends to peak around the same time as levels of hCG. What's
more, conditions in which women have higher levels of hCG, such as carrying multiples, are
associated with higher rates of nausea and vomiting.
Estrogen: This hormone, which also rises rapidly in early pregnancy, is another
suspect. (It's possible that other hormones play a role as well.)
An enhanced sense of smell and sensitivity to odors. It's not uncommon for a newly pregnant
woman to feel overwhelmed by the smell of a bologna sandwich from four cubicles away, for
example. Certain aromas instantly trigger the gag reflex. (Some researchers think this may be
a result of higher levels of estrogen, but no one knows for sure.)
A tricky stomach. Some women's gastrointestinal tracts are simply more sensitive to the
changes of early pregnancy. Also, some research suggests that women with a stomach
bacterium called Helicobacter pylori are more likely to have severe or long-lasting nausea
and vomiting. Not all studies confirm this link, though.
HcG dan estrogen yang bertambah saat kehamilan menyebabkan hipomotilitas dari
GIT(lambung dan usus) dan merangsang reseptor muntah di otak/ CTZ di hipothalamus-------
-> muntah
There are three major lines of defense that humans have against toxin or noxious
agent gaining enteral access to the internal milieu of the body. The first line of defense is
aimed at preventing the ingestion of toxins/noxious agents into the GI system and entails
sight, task, smell, hearing, anxiety/memory, and vestibular labyrinth mostly from VN/ C and
CC/LS parts (2). The second line of defense is aimed at preventing the absorption of
toxins/noxious agents and entails the NTS which is the sensory nucleus of the vagus nerve
and glossopharyngeus nerve. The vagus nerve receives afferent signals from almost all parts
of the upper digestive organs and is located posterior to the emetic complex (2).
The third line of defense is aimed at sensing toxins/ noxious agents in the circulation
and entails the CTZ of the area postrema (CTZ/AP). The CTZ/AP located on the floor of the
fourth ventricle has a dual detection function. Chemoreceptors facing the ventricle are
directly exposed to toxins/noxious agents in the cerebrospinal fluid (CSF) (2). Also, there
exists a dense vascular network of fenestrated capillaries which allow detection of circulating
irritants which would not pass through the blood- brain barrier (2). Chemoreceptors are
additionally present in the area postrema which are outside the blood brain barrier and
sensitive to toxins/noxious agents.
Vagal afferent fibers possess a variety of receptors which can facilitate (e.g., 5-HT3,
CCK1, TRPV1, NK1) or diminish (e.g., ghrelin, leptin, KOR, GABA-B) neural activity (14).
A complex intricate network of signals affect human appetite/satiety/food intake. It is
conceivable that certain peptides/hormones that affect appetite may contribute to the
perception of nausea in some circumstances. Many of these peptides/hormones are released
from the gut {e.g., oxyntomodulin and GLP-1 [which both bind to the GLP-1 receptor (GLP-
1R)], peptide YY, ghrelin (which binds to the GHSR) particularly in the postprandial period}
(15).
Hermann and colleagues hypothesized that tumor necrosis factor alpha (TNFα), acting
on the neural circuitry of the medullary dorsal vagal complex (DVC), may lead to altered
gastric function with possible gastric stasis, anorexia, nausea, and vomiting (17).
Microinjections of TNFR:Fc (TNFR:Fc; TNF-receptor linked to the Fc portion of the human
immunoglobulin IgG1 - which neutralizes the suppressive effects of endogenous TNF-alpha),
an adsorbent construct in the central nervous system, suppressed induction of NTS cFos
immunoreactivity normally evoked by TNFα (17). The transmission of emetic signals
between visceral vagal afferent neurons and the second-order neurons of the NTS may be
mediated by glutamate binding to non-N-methy1-D-aspartate (NMDA) receptors in dogs
(18).
5-HT3 receptor antagonists, although having a major action on the CTZ, also may
dampen the ER afferent input and transmission by inhibiting presynaptic vagal 5-HT3
receptors, blocking 5-HT enterochromaffin cell autoreceptors (thereby inhibiting 5-HT
release), and impeding transmission of emetic afferent input in vagus nerve nuclei.
Mabuk perjalanan biasanya terjadi ketika kita sedang melakukan perjalanan baik
perjalanan darat, laut, maupun udara. Mabuk perjalanan terjadi ketika informasi yang dikirim
oleh sistem vestibular (pusat keseimbangan tubuh di telinga bagian dalam) dan informasi
yang dikirim oleh indera penglihatan terhadap suatu gerakan berbeda, sehingga menyebabkan
kerja otak terganggu. Hal ini muncul akibat adanya ketidak-sesuaian informasi yang
dikirimkan oleh dua indra tubuh tersebut, sehingga otak mengalami "kebingungan".
Terganggunya dua hal ini akan merangsang otak sehingga menimbulkan reaksi mual atau
muntah.
Di dalam rongga telinga manusia terdapat 3 kanal berisi cairan yang sering disebut
sebagai labirin. Masing-masing kanal memiliki arah lingkar yang berbeda. Saat kepala
digerakkan, cairan yang ada di dalam kanal ikut bergerak. Dengan cara ini cairan tersebut
akan memberi tahu otak seberapa jauh dan seberapa cepat kepala anda bergerak. Selain itu,
cairan ini pun dapat menginformasikan ke arah mana kepala bergerak. Mabuk perjalanan
akan terjadi bila informasi yang disampaikan oleh telinga dalam dan mata ke otak, berbeda.
Sejumlah aktivitas dalam perjalanan dapat memicu keadaan ini, misalnya membaca dalam
mobil yang sedang melaju.
Selain banyak dialami anak-anak (usia 2-12 tahun), mabuk perjalanan juga rentan
diderita wanita (terutama yang sedang hamil atau menstruasi), penderita vertigo, dan migrain.
Faktor psikologis, seperti rasa cemas, takut, dan traumatis akibat menumpang jenis kendaraan
tertentu, bisa pula ikut memicu terjadinya mabuk perjalanan. Jika mabuknya berat, tekanan
darah bisa turun dengan drastis dan menyebabkan pingsan. Muntah-muntah juga dapat
mengakibatkan kekurangan cairan tubuh atau dehidrasi dan kekurangan mineral.
Obat muntah
Gangguan muntah akibat rangsangan SSP pusat (VC) dapat dirangsang secara
langsung oleh iritasi GI, mabuk perjalanan, atau neuritis vestibular. Peningkatan aktivitas
neurotransmitter pusat, seperti dopamin dalam zona pemicu kemoreseptor (CTZ) atau
asetilkolin di VC, tampaknya mediator utama muntah. Sebuah episode emetogenik dapat
memulai pelepasan serotonin (5-HT) dari sel enterochromaffin di saluran pencernaan. 5-HT
kemudian berikatan dengan reseptor 5-HT3 yang merangsang neuron vagal yang
mengirimkan sinyal ke VC, mengakibatkan mual dan muntah. Agen farmakologis diarahkan
ke etiologi tertentu atau mekanisme yang merangsang respon muntah.Lihat informasi obat
penuh