Anda di halaman 1dari 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batik

Batik telah menjadi seni dan kerajinan selama berabad-abad dan merupakan
bagian dari tradisi kuno. Kata batik berasal dari kata Jawa 'amba', berarti 'menulis',
dengan akhiran 'tik' berarti titik kecil atau untuk membuat titik. Dalam sebuah
manuskrip pada daun lontar yang berasal dari sekitar 1520 M yang ditemukan di
Galuh, Cirebon Selatan (Jawa Barat), tertulis batik itu juga berarti 'seratan' yang
dalam bahasa Jawa berarti 'tulisan' (KEMENDAG, 2008).
Batik sebagai salah satu dari berbagai hasil kegiatan manusia yang
berbudaya dan hasil dari proses ide yang berwujud menjadi produk yang bisa saja
menyimpan suatu makna. Hal itu dapat tercermin pada motif-motif batik tradisional
yang masih dibuat oleh masyarakat. Seni kerajinan batik di dalam kebudayaan tentu
mempunyai arti bagi kehidupan masyarakat. Seni semacam ini bisa dinamakan
dengan seni yang bernilai sakral dan ada di beberapa domain seni, termasuk seni
rupa dan seni batik dengan motif tradisonal. (MASISWO, 2011).

2.1.1 Peralatan, Bahan dan Proses Membatik

2.1.1.1 Peralatan Membatik

Perlengkapan membatik dalam tahun ke tahun tidak banyak mengalami


perubahan. Dilihat dari peralatan dan cara mengerjakannya, membatik dapat
digolongkan sebagai suatu kerja yang bersifat tradisional (HAIDAR, 2009).
Adapun peralatan membatik antara lain:
a. Canting, ialah alat pokok untuk membatik yang dipergunakan untuk
menulis (melukiskan cairan malam), untuk membuat motif-motif yang
diinginkan. Alat ini terbuat dari tembaga berbentuk menyerupai mangkok
kecil dengan cucuk atau carat diujungnya sebagai jalan keluarnya malam.

3
4

b. Gawangan, yaitu perkakas untuk menyangkutkan dan membentangkan kain


sewaktu dibatik. Gawangan dibuat dari kayu atau bambu sehingga mudah
dipindahkan.
c. Wajan merupakan tempat untuk mencairkan malam atau lilin batik, dibuat
dari logam baja atau alumunium. Wajan sebaiknya bertangkai untuk
memudahkan mengangkat dan menurunkan dari perapian.
d. Kompor digunakan sebagai pengganti anglo untuk memanaskan malam,
biasanya berukuran kecil dengan api yang dapat disesuaikan besar kecilnya.
e. Kuas digunakan untuk memberi warna pada kain batik yang biasanya
digunakan pada pewarnaan dengan teknik coletan.

2.1.1.2 Bahan Membatik


Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam proses membuat batik antara lain:
1. Mori Batik
BATIKCITY (2018) menyatakan bahwa mori batik adalah kain putih yang
dipergunakan sebagai bahan baku batik, disebut pula kain ‘muslim atau
cambric’. Bahan dasar kain mori dapat berasal dari katun, sutera asli atau sutera
tiruan. Mori dari katun lebih umum dipakai, adapun jenis-jenisnya dibedakan
atas 4 golongan, yaitu :
a. Primissima adalah golongan kain yang paling halus, biasanya untuk
keperluan batik tulis dan mengandung sedikit kanji.
b. Prima adalah golongan mori halus, dapat digunakan untuk batik tulis
maupun cap.
c. Mori biru, bahan ini biasanya untuk membuat batik kasar dan sedang.
Disebut mori biru karena biasanya merk kain dicetak dengan warna biru.
d. Mori blaco adalah golongan kain yang kualitasnya paling rendah dan kasar,
disebut juga kain grey, karena biasanya dijual dalam keadaan belum
diputihkan.
2. Lilin atau Malam Batik.
Lilin batik atau malam adalah bahan yang dipakai untuk menutup
permukaan kain menurut gambar motif batik. Fungsinya adalah untuk
melindungi kain atau motif dari warna yang diberikan pada kain tersebut.
5

Kebanyakan lilin atau malam diperoleh dari ekskresi tumbuh-tumbuhan, berupa


damar atau resin. Pada tumbuhan, malam adalah hasil metabolisme sekunder
yang dikeluarkan oleh pembuluh resin. Sumber hewani untuk malam berasal dari
sarang tawon dan lebah (MUSEUMBATIKPEKALONGAN, 2014)
INFOBATIK (2015) menyatakan bahwa proses kerja malam/lilin batik dan
pewarna pada pembuatan batik pada prinsipnya memanfaatkan bahan yang tidak
saling melarutkan yaitu minyak dan air. Lilin mengandung minyak sedangkan
pewarna dilarutkan dalam air. Bagian-bagian tertentu yang diberi lilin secara
otomatis tidak bisa ditembus oleh pewarna. Terdapat 3 jenis malam menurut sifat
dan kegunaannya antara lain :
a. Malam klowong : digunakan untuk pelekatan pertama pada motif yang
sudah dibuat (memperjelas pola).
b. Malam tembokan : dominan berwarna kecoklatan, sifatnya kental, gunanya
untuk menutup blok atau mengisi bidang yang luas pada sebuah pola.
c. Malam biron : warnanya lebih coklat gunanya untuk menutup warna biru.
3. Zat Warna
RACHNASANDIKA (2017) menyatakan pewarna batik adalah salah satu
faktor yang menunjang pembuatan batik. Dahulu pewarna batik menggunakan
pewarna alami, namun sekarang telah dikenal berbagai zat sintetis / kimia untuk
mewarnai batik. Berbagai keunggulan dan kekurangan dimiliki pewarna alami
dan sintetis / kimia. Pewarna alami terkenal ramah lingkungan, namun memiliki
jumlah yang terbatas. Pewarna sintetis / kimia sangat menguntungkan untuk
industri, walaupun memiliki dampak pada pencemaran lingkungan. Oleh karena
itu beberapa pewarna batik dapat dikelompokkan berdasarkan sumbernya, yaitu:
1. Pewarna Alami
Pewarna alami merupakan pewarna yang diperoleh langsung dari alam
seperti kulit kayu tingi, kayu tegeran, dan daun tom/nila.
2. Pewarna Buatan/Pewarna Sintetis
Zat warna yang dibuat menurut reaksi-reaksi kimia tertentu. Jenis zat
warna sintetis untuk tekstil cukup banyak, namun hanya beberapa
diantaranya yang dapat digunakan sebagai pewarna batik. Hal ini
dikarenakan dalam proses pewarnaan batik suhu pencelupan harus pada
6

suhu kamar. Adapun zat warna yang biasa dipakai untuk mewarnai batik
antara lain:
a. Zat Warna Reaktif
Remazol termasuk dalam jenis zat warna reaktif. Maksudnya adalah
dapat bereaksi dan mengadakan ikatan langsung dengan serat sehingga
mejadi bagian serat itu sendiri. Ditinjau dari segi teknis praktis
pewarnaan batik dengan remazol dapat digunakan secara pencelupan,
coletan maupun kuwasan. Zat warna ini mempunyai sifat antara lain:
larut dalam air, mempunyai warna yang briliant dengan ketahanan luntur
yang baik, daya afinitasnya rendah, untuk memperbaiki sifat tersebut
pada pewarnaan batik diatasi dengan cara kuwasan dan fiksasi
menggunakan Natrium Silikat.
b. Zat Warna Indigosol
Zat warna indigosol adalah jenis zat warna bejana yang larut dalam
air. Ketika kain dicelupkan kedalam air yang telah dicampur indigosol,
hanya akan timbul warna yang samar. Kain harus dioksidasi dengan zat
Natrium Nitrit (NaNO2) lalu dicelupkan ke dalam larutan HCl atau
H2SO4 untuk memunculkan warnanya. Warna yang dihasilkan
cenderung warna-warna lembut/pastel. Dalam pembatikan zat warna
indigosol dipakai secara celupan maupun coletan.
c. Zat Warna Naftol
Zat warna ini merupakan zat warna yang tidak larut dalam air. Untuk
melarutkannya diperlukan zat pembantu kostik soda. Pencelupan naftol
dikerjakan dalam 2 tingkat. Pertama pencelupan dengan larutan naftol
(penaftolan). Pada pencelupan pertama ini belum diperoleh warna atau
warna belum timbul, kemudian dicelup tahap kedua/dibangkitkan
dengan larutan garam diazonium akan diperoleh warna yang
dikehendaki. Kepekatan warna tergantung pada banyaknya naftol yang
diserap oleh serat.
d. Zat Warna Rapid
Zat warna ini adalah naftol yang telah dicampur dengan garam
diazonium dalam bentuk yang tidak dapat bergabung (kopling). Untuk
7

membangkitkan warna difiksasi dengan asam sulfat atau asam cuka.


Dalam pewarnaan batik, zat warna rapid hanya dipakai untuk pewarnaan
secara coletan.

2.2 Limbah

Menurut UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan


Hidup (UUPPLH), limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan, sedangkan
pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup,
zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan
manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

2.2.1 Sumber-Sumber Limbah

Limbah industri bersumber dari kegiatan industri baik karena proses


langsung maupun proses secara tidak langsung. Limbah yang bersumber langsung
dari kegiatan industri adalah limbah yang bersamaan dengan proses produksi
sedang berlangsung berupa produk dan limbah yang hadir dalam waktu bersamaan,
sedangkan limbah tidak langsung terproduksi sebelum proses maupun setelah
proses produksi (GINTING, 2007).
1. Sumber Limbah Padat
Limbah ini merupakan sisa akhir proses yang sukar menghindarinya,
baik karena sifat alami bahan baku karena tidak seluruh bahan baku dapat
diolah 100% menjadi produk jadi. Limbah padat banyak ditemukan di industri.
Pabrik-pabrik yang menghasilkan limbah padat erat kaitannya dengan proses
daur ulang dalam upaya memanfaatkan limbah yang berdaya guna.
2. Sumber Limbah Cair
Limbah air dijumpai pada industri yang menggunakan air dalam proses
produksinya mulai dari pengelolaan bahan baku, seperti pencucian, sebagai
bahan penolong, sampai pada produksi akhir menghasilkan limbah cair.
Limbah cair ini tidak hanya bersumber dari air masuk melainkan air itu sudah
ada dalam bahan baku dan harus dikeluarkan.
8

2.2.2 Karakteristik Limbah Cair

GINTING (2007) studi karakteristik limbah perlu dilakukan agar dapat


dipahami sifat-sifat tersebut serta konsentrasinya dan sejauh mana tingkat
pencemaran dapat ditimbulkan limbah terhadap lingkungan. Ada limbah yang
mengandung parameter tertentu walau tidak termasuk golongan berbahaya dan
beracun tapi sangat sensitif terhadap lingkungan.
Dalam menentukan karakteristik limbah, maka ada tiga jenis sifat yang
harus diketahui, yaitu:
a. Sifat Fisik
Sifat fisik suatu limbah ditentukan berdasarkan jumlah padatan terlarut,
total padatan, kekeruhan, warna, bau dan temperatur.
1) Padatan
Dalam limbah ditemukan zat padat yang secara umum
diklasifikasikan kedalam dua golongan besar yaitu padatan terlarut dan
padatan yang tersuspensi. Di samping kedua jenis padatan tersebut adalagi
padatan yaitu padatan terendap yang diameternya lebih besar.
2) Kekeruhan
Sifat kekeruhan dapat dilihat oleh mata secara langsung karena
terdapat partikel kolloidal yang terdiri dari kwartz, tanah liat, sisa-sia bahan
dan ganggang yang terdapat pada limbah. Kekeruhan merupakan sifat optis
larutan.
3) Warna
Warna dalam air disebabkan adanya ion-ion logam (besi dan
mangan), humus, plankton, tanaman air dan buangan industri. Warna
berkaitan dengan kekeruhan, dengan menghilangkan kekeruhan maka akan
terlihat warna aslinya. Limbah berwarna ditemukan pada limbah tekstil,
pabrik pembuatan cat dan pabrik pengolahan tepug tapioka
4) Bau
Sifat bau limbah disebabkan karena zat-zat organik yang telah
terurai dalam limbah mengeluarkan gas-gas seperti sulfida atau amoniak.
Timbulnya bau yang diakibatkan limbah merupakan suatu indikator bahwa
terjadi proses alamiah. Dengan adanya bau ini akan lebih mudah
9

menghindarkan tingkat bahaya yang ditimbulkannya dibandingkan dengan


limbah yang tidak menghasilkan bau.
5) Temperatur
Limbah yang mempunyai temperatur panas akan menggangu
pertumbuhan biota tertentu. Suhu berfungsi memperlihatkan aktifitas
kimiawi dan biologis. Pada suhu tinggi pengentalan cairan berkurang dan
mengurangi sedimentasi. Sedangkan pada suhu rendah pembusukan jarang
terjadi..
b. Sifat Kimia
Karakteristik kimia air limbah ditentukan oleh Biochemical Oxygen
Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), keasaman air limbah dan
zat kimia tertentu.
1) Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Biochemical Oxygen Demand adalah kebutuhan oksigen bagi
sejumlah bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan) semua zat-zat
orgnaik yang terlarut maupun tersuspensi dalam air menjadi bahan organik
yang lebih sederhana. Aktifnya bakteri-bakteri menguraikan bahan-bahan
organik bersamaan dengan habisnya oksigen yang terkonsumsi.
Dengan habisnya oksigen terkonsumsi membuat biota lainnya yang
membutuhkan oksigen menjadi kekurangan dan akibatnya biota yang
memerlukan oksigen ini tidak dapat hidup. Semakin tinggi angka BOD
semakin sulit bagi makhluk air yang membutuhkan oksigen untuk bertahan
hidup.
2) Chemical Oxygen Demand (COD)
COD adalah sejumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi
zat-zat anorganik dan organik sebagaimana pada BOD. Angka COD
merupakan ukuran bagi pencemaran air bagi zat anorganik. Semakin dekat
nilai BOD terhadap COD menunjukan bahwa semakin sedikit bahan
anorganik yang dapat dioksidasi dengan bahan kimia.
3) Keasaman Air (pH air)
Keasaman ditetapkan berdasarkan tinggi rendahnya konsentrasi ion
hidrogen dalam air. Keasaman air diukur menggunakan pH meter. Air
10

dengan nilai pH < 7 adalah air yang bersifat asam, air dengan nilai pH 7
adalah air bersifat netral dan air dengan nilai pH > 7 adalah air bersifat basa.
Air yang memiliki nilai pH rendah atau asam dapat menimbulkan korosif
terhadap bahan-bahan kontruksi besi yang kontak dengan air.
4) Lemak dan Minyak
Kandungan lemak dan minyak yang terdapat dalam limbah
bersumber dari industri yang mengolah bahan baku mengandung minyak
yang terdapat pada proses klasifikasi dan proses perebusan.
Berat jenis lemak dan minyak sangat kecil dibandingkan dengan
berat jenis air. Karena berat jenisnya lebih kecil dari air, maka minyak
tersebut berbentuk lapisan tipis dipermukaan air dan menutup permukaan
air dan mengakibatkan terbatasnya oksigen masuk dalam air.
c. Sifat Biologis
Bahan-bahan organik dalam air terdiri dari berbagai macam
senyawaan. Protein adalah salah satu senyawa kimia organik yang
membentuk rantai kompleks, mudah terurai menjadi senyawa lain seperti
asam amino. Sebagai bahan organik mengandung karbon, hidrogen,
oksigen, nitrogen, sulfur dan fosfor. Penyebab bau busuk pada suatu limbah
adalah dekomposisi dari zat-zat tersebut.

2.2.3 Karakteristik Limbah Cair Batik

Karakteristik limbah cair batik terdiri dari parameter pH, TSS, BOD, COD,
Cr total dan minyak/lemak . Karaketristik tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Limbah Cair Batik


Parameter Satuan Nilai
pH - 6,90
TSS mg/L 243,00
COD mg/L 2200,00
BOD mg/L 869,00
Krom Total (Cr) mg/L 0,04
Minyak dan Lemak mg/L 0,38
Sumber: (ARYANI et al., 2004)
11

2.2.4 Baku Mutu Limbah Cair Batik

Baku mutu yang digunakan mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi Jawa
Tengah nomor 5 tahun 2012 Tentang Baku Mutu Air Limbah. Nilai baku mutu
tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Baku Mutu Lingkungan Limbah Cair Batik
Parameter Satuan BML
pH - 6,0-9,0
TSS mg/L 50
COD mg/L 150
BOD5 mg/L 60
Sulfida (sebagai S) mg/L 0,3
Ammonia Total (NH3-N) mg/L 8,0
Krom Total (Cr) mg/L 1,0
Minyak dan Lemak mg/L 3,0
Fenol Total mg/L 0,5
Sumber: PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH, 2012.

2.3 Produksi Bersih

Produksi bersih adalah strategi pengelolaan yang bersifat preventif, terpadu


dan diterapkan secara terus menerus pada setiap kegiatan mulai dari hulu ke hilir
yang terkait dengan proses produksi, produk dan jasa untuk meningkatkan efisiensi
penggunaan sumber daya alam, mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan
mengurangi terbentuknya limbah pada sumber, sehingga meminimalkan resiko
terhadap kesehatan dan keselamatan manusia serta kerusakan lingkungan.
(KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP, 2009)
KEMENTRIAN LINGKUNGAN HIDUP (2007) menjelaskan prinsip-
prinsip pokok dalam strategi produksi bersih adalah sebagai berikut:
1. Mengurangi dan meminimalisasi penggunaan bahan baku, air dan
pemakaian bahan baku beracun dan berbahaya serta mereduksi
terbentuknya limbah pada sumbernya, sehingga mencegah dan atau
12

mengurangi timbulnya masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan


serta resikonya terhadap manusia.
2. Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi, berlaku baik pada proses
maupun produk yang dihasilkan, sehingga harus dipahami betul analisis
daur hidup produk.
3. Upaya produksi ini tidak akan berhasil dilaksanakan tanpa adanya
perubahan dalam pola pikir dan tingkah laku dari semua pihak terkait baik
pemerintah, masyarakat maupun kalangan dunia usaha.
4. Mengaplikasikan teknologi akrab lingkungan, manajemen dan prosedur
standar operasi sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
5. Pelaksanaan program produksi bersih ini lebih mengarah pada pengaturan
diri sendiri, jadi pelaksanaan program produksi bersih ini tidak hanya
mengandalkan peraturan pemerintah saja, tetapi lebih didasarkan pada
kesadaran untuk merubah sikap dan tingkah laku.
Prinsip- prinsip ini dalam produksi bersih diaplikasikan dalam bentuk
kegiatan yang dikenal sebagai 5R, meliputi:
1. Reuse atau penggunaan kembali adalah suatu teknologi yang
memungkinkan suatu limbah dapat digunakan kembali tanpa mengalami
perlakuan fisik/kimia/biologi
2. Reduce atau pengurangan limbah pada sumbernya adalah teknologi yang
dapat mengurangi atau mencegah timbulnya pencemaran diawal produksi
3. Recovery adalah teknologi untuk memisahkan suatu bahan atau energi dari
suatu limbah untuk kemudian dikembalikan kedalam proses produksi
dengan atau tanpa perlakuan fisik/kimia/biologi
4. Recycling atau daur ulang adalah teknologi yang berfungsi untuk
memanfaatkan limbah dengan memprosesnya kembali keproses semula
yang dapat dicapai melalui perlakuan fisik/kimia/biologi.
5. Rethink atau perubahan pola pikir seseorang atau kelompok orang terhadap
pentingnya dalam menjaga lingkungan dari kerusakan akibat limbah yang
dihasilkan dari proses produksi.
13

2.4 Sanitasi Lingkungan Industri

Sanitasi merupakan salah satu komponen dari kesehatan lingkungan, yaitu


perilaku yang disengaja untuk membudayakan hidup bersih untuk mencegah
manusia bersentuh langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya,
dengan harapan dapat menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Sanitasi
lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan,
pembuangan kotoran, penyedian air bersih, dan sebagainya.
Pemerintah Indonesia telah mengatur persyaratan kesehatan lingkungan
kerja perkantoran dan industri dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405
Tahun 2002. Adapun tata cara pelaksanaan untuk memenuhi persyaratan kesehatan
lingkungan industri menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 terdapat beberapa aspek yaitu:
1. Air Bersih
a. Air bersih untuk keperluan industri dapat diperoleh dari perusahaan air
minum (PAM), perusahaan daerah air minum (PDAM), sumber air tanah
atau sumber lain yang telah diolah sehingga memenuhi persyaratan
kesehatan.
b. Air bersih untuk kebutuhan karyawan tersedia sesuai dengan persyaratan
kesehatan.
c. Distribusi air bersih untuk perkantoran harus menggunakan sistem
perpipaan.
d. Sumber air bersih dan sarana distribusinya harus bebas dari pencemaran
fisik, kimia dan bakteriologis.
e. Pengambilan sampel air bersih dilakukan pada sumber, bak penampungan
dan pada kran terjauh untuk diperiksakan di laboratorium minimal 2 kali
setahun, yaitu musim kemarau dan musim hujan.
2. Udara Ruangan
a. Suhu dan kelembaban
Upaya-upaya yang perlu dilakukan agar ruang kerja industri
memenuhi persyaratan kesehatan, yaitu :
1) Tinggi langit-langit dari lantai minimal 2,5 m.
14

2) Suhu udara > 300C perlu menggunakan alat penata udara seperti air
conditioner (AC), kipas angin, dll.
3) Suhu udara luar < 180C perlu menggunakan alat pemanas ruang.
4) Kelembaban udara ruang kerja > 95% perlu menggunakan alat
dehumidifier.
5) Kelembaban udara ruang kerja < 65% perlu menggunakan
humidifier (misalnya: mesin pembentuk aerosol).
b. Debu
Upaya-upaya yang perlu dilakukan agar kandungan debu di dalam
udara ruang kerja industri memenuhi persyaratan kesehatan, yaitu :
1) Pada sumber dilengkapi dengan penangkap debu (dust enclosure).
2) Debu yang timbul akibat proses produksi untuk menangkapnya perlu
dipasang ventilasi lokal (local exhauster) yang dihubungkan dengan
cerobong dan dilengkapi dengan penyaring debu (filter).
3) Ruang proses produksi dipasang ventilasi (memasukkan udara segar).
c. Pertukaran udara
Upaya- upaya yang perlu dilakukan agar pertukaran udara ruang
industri dapat berjalan dengan baik, yaitu :
1) Udara segar dimasukkan untuk mencapai persyaratan Nilai Ambang
Batas (NAB) dengan menggunakan ventilasi atau AC.
2) Kebutuhan suplai udara segar 10 L/orang/dt.
3) Saringan atau filter udara AC dibersihkan secara periodik sesuai
ketentuan pabrik.
d. Gas pencemar
Upaya-upaya yang perlu dilakukan agar kandungan gas pencemar
dalam udara ruang kerja industri tidak melebihi konsentrasi maksimum,
yaitu :
1) Pada sumber dipasang hood (penangkap gas) yang dihubungkan dengan
local exhauster dan dilengkapi dengan filter penangkap gas.
2) Ruang proses produksi dilengkapi dengan alat penangkap gas.
3) Ruang produksi dilengkapi dengan suplai udara segar.
e. Mikroba
15

Upaya-upaya yang perlu dilakukan agar angka kuman di dalam


udara ruang kerja industri tidak melebihi NAB, yaitu :
1) Industri yang berpotensi mencemari udara dengan mikroba agar
melengkapi ventilasi atau AC dengan sistem saringan udara bertingkat
untuk menangkap mikroba atau upaya desinfeksi dengan sinar ultra
violet atau bahan kimia.
2) Sistem ventilasi dipelihara agar berfungsi dengan baik.
3) Sistem AC sentral dipelihara dengan baik.
3. Limbah
a. Limbah padat
1) Limbah padat yang dapat dimanfaatkan kembali dengan pengolahan daur
ulang dan pemanfaatan sebagian (reuse, recycling, recovery) agar
dipisahkan dengan limbah padat yang non bahan berbahaya dan beracun
(B3).
2) Limbah B3 dikelola ke tempat pengolahan limbah B3 sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3) Limbah radioaktif dikelola sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Limbah cair
1) Saluran limbah cair harus kedap air, tertutup, limbah cair dapat mengalir
dengan lancar dan tidak menimbulkan bau.
2) Semua limbah cair harus dilakukan pengolahan fisik, kimia atau biologis
sesuai kebutuhan.
4. Pencahayaan
Upaya-upaya yang perlu dilakukan agar pencahayaan memenuhi
persyaratan kesehatan, yaitu:
a. Pencahayaan alam maupun buatan diupayakan agar tidak menimbulkan
kesilauan dan memiliki intensitas sesuai dengan peruntukannya.
b. Kontras sesuai kebutuhan, hindarkan terjadinya kesilauan atau bayangan.
c. Ruang kerja yang menggunakan peralatan berputar dianjurkan untuk tidak
menggunakan lampu neon.
d. Penempatan bola lampu dapat menghasilkan penyinaran yang optimum dan
bola lampu sering dibersihkan.
16

e. Bola lampu yang mulai tidak berfungsi dengan baik segera diganti.
5. Kebisingan
Agar kebisingan tidak mengganggu kesehatan atau membahayakan perlu
diambil tindakan sebagai berikut:
a. Pengaturan tata letak ruang harus sedemikian rupa agar terhindar dari
kebisingan.
b. Sumber bising dapat dikendalikan dengan beberapa cara antara lain:
meredam, menyekat, pemindahan, pemeliharaan, penanaman pohon,
peninggian tembok, membuat bukit buatan dan lain-lain.
c. Rekayasa peralatan (engineering control).
6. Getaran
Upaya-upaya yang perlu dilakukan agar getaran tidak mengganggu
kesehatan atau membahayakan, yaitu:
a. Ruang kerja dilengkapi dengan peredam getar.
b. Sistem penahan getaran diperbaiki atau dipelihara dengan baik.
c. Getaran pada sumber dikurangi, misalnya dengan memberi bantalan pada
sumber getaran.
7. Radiasi
Upaya-upaya yang perlu dilakukan agar tidak ada radiasi yang mengganggu
kesehatan atau membahayakan, yaitu:
a. Pencegahan terhadap radiasi medan listrik.
b. Instalasi dirancang sesuai dengan peraturan.
c. Penyediaan alat pelindung (isolasi) radiasi pada sumber.
d. Pencegahan terhadap radiasi medan magnet listrik :
1) Lokasi perkantoran jauh atau tidak berada dibawah saluran udara
tegangan tinggi (SUTT) atau saluran udara tegangan ekstra tinggi
(SUTET), jarak vertikal bangunan dari sumber maksimal 10 m dan jarak
horizontal minimal 20 m.
2) Pengguna kabel umum tegangan menengah tidak dipergunakan sebagai
tempat kerja (20 kV).
17

8. Vektor Penyakit
a. Pengendalian secara fisika
1) Konstruksi bangunan tidak memungkinkan masuk dan berkembang
biaknya vektor dan penyebab penyakit ke dalam ruang kerja dengan
memasang alat yang dapat mencegah masuknya serangga dan tikus.
2) Kebersihan lingkungan perlu dijaga, sehingga tidak terjadi penumpukan
sampah dan sisa makanan.
3) Pengaturan peralatan dan arsip secara teratur.
4) Peniadaan tempat berkembang biak serangga dan tikus.
b. Pengendalian dengan bahan kimia yaitu dengan melakukan penyemprotan,
pengasapan, memasang umpan dan membubuhkan desinfektan pada tempat
penampungan air bersih.
c. Pengendalian penjamu dengan listrik frekuensi tinggi.
d. Cara mekanik dengan memasang perangkap.
9. Ruang dan Bangunan
a. Bangunan harus kuat, terpelihara, bersih dan tidak memungkinkan
terjadinya gangguan kesehatan dan kecelakaan.
b. Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata dan tidak
licin, pertemuan antara dinding dengan lantai berbentuk conus.
c. Dinding harus rata, bersih dan berwarna terang, permukaan dinding yang
selalu terkena percikan air terbuat dari bahan yang kedap air.
d. Langit-langit harus kuat, bersih, berwarna terang, ketinggian minimal 3,0 m
dari lantai.
e. Luas jendela, kisi-kisi atau dinding gelas kaca untuk masuknya cahaya
minimal 1/6 kali luas lantai.
10. Toilet
a. Toilet harus dibersihkan minimal 2 kali sehari.
b. Toilet tidak menjadi tempat berkembang biaknya serangga dan tikus.
11. Instalasi
a. Instalasi untuk masing-masing peruntukan sebaiknya menggunakan kode
warna dan label.
18

b. Diupayakan agar tidak terjadi hubungan silang dan aliran balik antara
jaringan distribusi air limbah dengan air bersih sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
c. Jaringan instalasi agar ditata sedemikian rupa agar memenuhi syarat
estetika.
d. Jaringan instalasi tidak menjadi tempat berkembang biak serangga dan
tikus.
e. Pengoperasian instalasi sesuai dengan prosedur tetap yang telah ditentukan.
f. Konstruksi instalasi diupayakan agar sesuai dengan standar desain yang
berlaku.

2.5 Pengolahan Air Limbah

Kegiatan produksi perusahaan dalam skala besar tentu saja melibatkan


berbagai fungsi dalam perusahaan yang mencakup area produksi dan seluruh tenaga
kerja yang ada. Untuk itu, penerapan K3 di dalam proses produksi dinilai sangat
penting karena merupakan salah satu indikator keberhasilan perusahaan dalam
memberikan produk yang berkualitas kepada konsumen selain sebagai upaya
proaktif untuk mencegah terjadinya kerugian akibat kecelakaan.

Dalam pasal 86 UU No. 13 Tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja


atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan
kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, dan perlakuan yang sesuai dengan harkat
dan martabat serta nilai-nilai agama. Definisi terhadap kesehatan, keselamatan, dan
kecelakaan kerja sebagai berikut (IRZAL, 2016) :

1. Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja adalah suatu perlindungan untuk pekerja terhadap
pemerasan / eksploitasi tenaga kerja terhadap perusahaan. Serta
larangan-larangan memperkerjakan anak dibawah umur, pembatasan
melakukan pekerjaan bagi orang muda dan wanita, pengaturan
mengenai waktu kerja, waktu istirahat, cuti haid, bersalin dan keguguran
19

kandungan bagi wanita, dimaksudkan untuk menjaga kesehatan para


pekerja.
2. Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan
mesin, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja dan
lingkungannya serta tata cara melakukan pekerjaan. Sasaran
keselamatan kerja yaitu semua tempat kerja baik di darat, di perairan
dan di udara yang menyangkut proses produksi dan distribusi baik
barang maupun jasa.
3. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan kerja
pada suatu perusahaan, hubungan kerja disini berarti bahwa kecelakaan
dapat dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu pelaksanaan
pekerjaan. Terjadinya kecelakaan tidak terduga dan tidak diharapkan,
tidak terduga karena kejadian tersebut tidak terdapat kesengajaan
apalagi perencanaan, tidak diharapkan karena kejadian tersebut disertai
kerugian material ataupun penderitaan dari yang teringan sampai yang
terhebat.

2.6 Pengolahan Air Limbah

GINTING (2007) pengendalian pencemaran dapat dilakukan dengan


berbagai cara antara lain meggunakan teknologi pengolahan limbah, perbaikan
teknologi proses produksi, daur ulang, reuse, recovery dan juga penghematan bahan
baku dan energi. Teknologi pengolahan limbah cair industri adalah salah satu alat
untuk memisahkan, menghilangkan dan atau mengurangi unsur pencemaaran dalam
limbah. Berdasarkan tingkatan perlakuan pengolahan maka sistem teknologi
pengolahan limbah diklasifikasikan menjadi Pretreatment, Primary Treatment,
Secondery Treatment dan Tertiery Treatment.
20

1. Pretreatment dan Primary Treatment


Pretreatment atau pra perlakuan dilakukan dengan memisahkan
limbah dari kertas, plastik atau kayu yang ikut bersama limbah. Untuk
memisahkan benda tersebut dapat menggunakan bar screen. Setelah itu
limbah akan memasuki tahap Primary Treatment atau tahap perlakuan.
Tahap ini dilakukan untuk memisahkan lemak/minyak dan pasir yang
terdapat dalam limbah, contohnya yaitu pada Greas Trap untuk pemisah
lemak.
2. Secondary Treatment
Metode pengolahan Secondary Treatment menggunakan bahan
kimia agar senyawa-senyawa pencemar dalam limbah diikat melalui reaksi
kimia. Oleh karena itu sistem operasinya disebut juga dengan cara kimia
yaitu metode pengolahan dengan menghilangkan atau mengubah senyawa
pencemar dalam air limbah dengan menambahkan bahan kimia. Jenis
padatan halus seperti suspensi dan padatan terlarut tidak akan tersaring pada
pengolahan pendahuluan. Contoh pengolahan Secondary Treatment adalah
netralisasi, oksidasi/reduski dan klorinasi.
3. Tertiary Treatment
Metode ini digunakan bagi pengolahan limbah dengan konsentrasi
bahan pencemar tinggi atau limbah dengan parameter yang bervariasi
banyak dan volume yang relatif banyak. Sistem operasinya dikenal dengan
operasi biologi yaitu metode pengolahan dengan menghilangkan senyawa
pencemar melalui aktifitas biologi. Metode ini dipakai terutama untuk
menghilangkan bahan organik dalam limbah cair. Contoh pengolahan
secara Tertiary Treatment adalah aerob dan anaerob.

2.7 Fitoremediasi

Fitoremediasi menurut WANG, ZHANG, & CAI (2011) adalah


penggunaan tanaman untuk menghilangkan polutan dari lingkungan, merupakan
bidang penelitian yang berkembang dalam studi lingkungan karena keuntungan
21

ramah lingkungan, efektivitas biaya dan kemungkinan panen tanaman untuk


ekstraksi kontaminan berupa logam yang diserap oleh tanaman.
Konsep pemanfaatan tumbuhan dan mikroorganisme untuk meremediasi
tanah terkontaminasi bahan pencemar adalah pengembangan terbaru dalam teknik
pengolahan limbah. Fitoremediasi dapat diaplikasikan pada limbah organik dalam
bentuk padat, cair dan gas maupun anorganik juga unsur logam (As, Cd, Hg, Pb,
Cr, Zn, Ni dan Cu). Tumbuhan mempunyai kemampuan untuk menahan substansi
toksik dengan cara biokimia dan fisiologisnya serta menahan substansi non
nutritive organik yang dilakukan pada permukaan akar. Bahan pencemar tersebut
akan dimetabolisme atau dimobilisasi melalui sejumlah proses termasuk reaksi
oksidasi, reduksi dan hidrolisa enzimatis (SALT et all., 1998)

2.8 Tanaman Kayu Apu

ALAMENDAH (2017) mengatakan bahwa, apu-apu, kapu-kapu, atau kayu


apu (Pistia stratiotes) menjadi salah satu tanaman air yang multifungsi. Selain
sebagai penghias (tanaman hias air), apu-apu berfungsi juga sebagai pembersih dari
pencemaran air. Selain itu, tumbuhan air apu-apu, termasuk salah satu tanaman hias
yang mudah perawatannya dan bandel.
Dalam bahasa Inggris kerap dinamai water cabbage, water lettuce, Nile
cabbage, atau shellflower. Sedangkan di Indonesia sendiri pun memiliki beberapa
sebutan mulai dari apu-apu, kapu-kapu, kiapu, ki apung, kayu apu, atau kayu apung.
Apu-apu merupakan tumbuhan dari family Araceae (talas-talasan) dan satu-
satunya anggota genus Pistia. Daunnya berwarna hijau atau hijau kebiruan dan
berubah kekuningan saat tua dengan ujung membulat dan pangkal agak meruncing.
Ukuran daun memiliki panjang sekitar 2-10 cm dengan lebar antara 2-6 cm. Tepi
daun berlekuk-lekuk dan memiliki rambut tebal yang lembut pada permukaannya.
Daun daun tebal, kenyal, dan lembut, sepintas membentuk pahatan seperti mahkota
bunga mawar.
Sebagai tanaman air, kayu apu sangat mudah dijumpai di alam terlebih lagi
pada perairan yang tenang dan terkena banyak sinar matahari. Misalnya pada danau,
rawa-rawa, persawahan hingga sungai yang aliran airnya tidak deras.
22

Didalam lingkungan perairan yang tercemar, kayu apu memiliki ketahanan


yang lebih baik daripada enceng gondok dan kayambang. Oleh karena itu kayu apu
juga dapat digunakan sebagai media dalam pengolahan limbah secara fitoremediasi.
(SETIYONO dan GUSTAMAN, 2017)

Anda mungkin juga menyukai