Anda di halaman 1dari 6

 Pertemuan 10 (19-23 Oktober 2020)

Proses Pembuatan Batik


a) Zat Pewarna
Untuk pembuatan batik terdapat dua jenis zat pewarna yang bisa dipakai, zat pewarna
alami dan sintetis/buatan, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Untuk
industri batik saat ini sebagian pembatik lebih banyak menggunakan zat pewarna sintetis
karena lebih praktis, bahan mudah didapat, murah dan terdapat banyak pilihan warna.

 Zat Pewarna Alami


1. Soga
Soga merupakan nama pohon penghasil bahan pewarna baik yang masuk dalam
suku polong-polongan. Secara alami, soga tersebar di Asia Tenggara, Kepulauan
Nusantara, hingga Papua Nugini.Soga dikenal karena pepagan yang dahulu
diperdagangkan sebagai bahan pewarna. Pepagan (kulit) soga jadi bahan utama
menghasilkan warna coklat kekuningan pada industri batik di Pulau Jawa.
2. Indigo
Indigo banyak diperoleh dari tanaman dalam genus Indigofera, tumbuhan asli
daerah tropis. Biasanya, memberikan sentuhan warna biru pada kain batik.
3. Kunyit
Kunyit tidak hanya memiliki kandungan untuk obat dan sebagai bahan masakan,
tetapi juga berperan penting sebagai salah satu bahan pewarnaan alami untuk kain
batik. Warna kuning kunyit berikan dalam proses pewarnaan.
4. Daun Mangga
Mangga tidak hanya soal buahnya, tetapi bagian lainnya juga berperan dalam
proses pewarnaan alami lain pada batik juga didapatkan dari daun mangga. Daun
mangga memberikan sentuhan warna hijau.
5. Kulit Manggis
Selain daun mangga, kulit manggis juga memiliki andil dalam pewarnaan batik.
Ekstrak kulit manggis akan menghasilkan warna merah yang dapat menjadi
pewarna alami kain batik.
 Zat Pewarna Sintetis
Zat pewarna sintetis atau biasa disebut dengan bahan pewarna
buatan/sintetis adalah zat yang sering digunakan untuk pewarna kain batik.
Penggunaan yang lebih praktis dan mudah dibeli ditoko-toko membuat
sebagian besar pengrajin batik lebih memilih menggunakan pewarna sistetis
dari pada pewana alami. Pewarna sintetis juga memiliki lebih banyak
varian warna dibandingkan pewarna alami.
Zat pewarna sintetis terbuat dari bahan-bahan kimia tertentu, sehingga
dapat digunakan untuk mewarnai kain. Tetapi tidak semua zat pewarna
sintetis dapat digunakan untuk membatik, contohnya zat pewarna sintetis
dengan media pemanasan. Zat pewarna tersebut tidak bisa digunakan untuk
pewarnaan batik karena, dalam proses pewarnaan batik tidak boleh
menggunakan media panas karena dapat membuat lilin/malam batik akan
meleleh.

Jenis-jenis Zat Pemarna Batik Sintetis


1. Pewarna Napthol
Zat pewarna napthol digunakan pada saat proses pewarnaan dengan teknik
celup. Pewarnaan dengan menggunakan zat napthol mememiliki dua proses,
proses pertama untuk napthol dasar, dan proses kedua untuk napthol
pembangkit warna. (menggunakan air biasa)
Napthol dasar digunakan untuk proses pewarnaan pertama kali pada saat
pencelupan kain batik. Dalam proses ini warna kain belum terlihat,
sedangkan proses kedua yaitu napthol pembangkit warna dilakukan dengan
tujuan membangkitkan warna sesuai yang diinginkan dengan mencampurkan
larutan garam diazonium.
2. Pewarna Indigosol
Zat pewarna indigosol digunakan pada saat proses pewarnaan dengan
menggunakan teknik celup dan colet (kuas). Pewarnaan dengan
menggunakan zat indigosol biasanya dimaksudkan untuk mendapatkan
warna-warna yang lembut pada kain batik. Proses pewarnaan kain batik
dengan menggunakan pewarna indigosol sama dengan proses pewarnaan
napthol, perbedaanya hanya terdapat diproses pembangkitan warna harus
melalui proses oksidasi. Proses oksidasi yang terjadi yaitu memasukan kain
yang telah diberi indigosol kedalam larutan asam sulfat atau asal florida
(HCI atau H2SO4) atau Natrium Nitrit (NaNO2).
3. Pewarna Rapid
Zat pewarna rapid digunakan pada saat proses pewarnaan dengan
menggunakan teknik colet (kuas). Pewarna rapid merupakan campuran
dari naphol dan garam diazonium yang telah distabilkan. Proses untuk
membangkitkan warna menggunakan larutan dari zat asam sulfat atau asam
cuka.

b) Wajan dan kompor kecil


Wajan dan kompor kecil berfungsi untuk memanaskan atau mencairkan malam/lilin
batik.

c) Gawangan
Kalau yang ini fungsinya untuk penyangga kain saat proses membatik berlangsung.
Gawangan batik ini bisa terbuat dari kayu ataupun bambu. Untuk para juragan batik
jaman dulu biasanya memiliki gawangan yang diberi motif hiasan pada bagian atasnya.
Biasanya berupa ukiran kayu yang membentuk motif tertentu seperti naga ataupun motif
lung-lungan (tumbuhan).

d) Dingklik
Dingklik merupakan kursi kecil terbuat dari kayu, plastik atau apapun sebagai tempat
duduk pengrajin. Biasanya memang proses menggambar batik tulis dilakukan dengan
cara duduk di bawah, tidak dilakukan dengan berdiri sebagaimana yang dilakukan
pengrajin saat membuat batik cap.

e) Bandul
Adalah alat pemberat yang digunakan untuk menahan kain batik agar tidak mudah
bergeser ketika sedang dilukis dengan malam. Bandul ini bisa terbuat dari kayu, besi
atau apapun yang bisa difungsikan sebagai pemberat.
f) Taplak
Merupakan selembar kain yang digunakan sebagai alat untuk alas saat membatik. Alas
ini ditempatkan diantara paha dan kain batik agar tidak mengotori pembatik.

g) Meja kayu
Meja kayu sering difungsikan untuk meluruskan/meratakan permukaan kain sebelum
dibatik. Selain itu juga bisa digunakan untuk menggambar pola motif batik diatas kain
dengan menggunakan pensil

h) Kemplongan
merupakan alat yang terbuat dari kayu yang berbentuk meja dan palu pemukul alat ini
dipergunakan untuk menghaluskan kain mori sebelum diberi pola motif batik dan
dibatik.
A. Mengolah mori sebelum dibatik

Sebelum dibatik mori harus diolah lebih dahulu. Baik buruknya pengolahan akan menentukan
baik buruknya kain. Pengolahan mori adalah sebagai berikut:
 Mori yang sudah dipotong diplipit. Diplipit ialah dijahit pada bekas potongan supaya
benang “pakan” tidak terlepas (Benang pakan ialah benang yang melintang pada tenunan.
 Setelah diplipit kemudian dicuci dengan air tawar sampai bersih. Kalau mori kotor, maka
kotoran itu akan menahan meresapnya cairan lilin (malam yang dibatikkan) dan menahan
cairan warna pada waktu proses pembabaran. Di daerah Yogyakarta dan Surakarta mori
dijemur sampai kering setelah dicuci. Tetapi didaerah Blora, setelah dicuci bersih mori
terus direbus.

Mencuci Mori

 Setelah wantu panas, mori bersih dimasukkan kedalamnya. Cara memasukkan mori
kedalam wantu mulai dari ujung sampai pangkal secara urut. Rebusan memakan waktu
beberapa menit.
 Mori kemudian diangkat dan dicuci untuk menghilangkan kotoran sewaktu direbus.
Penjemuran Mori

 Selesai dicuci barulah dijemur sampai kering. Mori menjadi lemas;


 kemudian dikanji. Bahan kanji adalah beras. Didaerah Blora dipakai sembarang beras
asalkan putih. Beras direndam beberapa saat dalam air secukupnya; kemudian beras
bersama airnya direbus sampai mendidih. Air rebusan beras diambil dan dinamakan tajin.
 Mori kering dimasukkan kedalam tajin sampai merata; tanpa diperas langsung dijemur
supaya kering. Akhirnya mori menjadi kaku.
 Setelah mori lembab, kemudian dikemplong. Dikemplong ialah dipukuli pada tempat
tertentu dengan cara tertentu pula, supaya benang-benang menjadi kendor dan lemas,
sehingga cairan lilin dapat meresap. Cara mengemplong mori: Disediakan kayu
kemplongan sebagai alas dan alu pemukul atau “ganden” (ganden ialah martil agak besar
terbuat dari kayu). Mori dilipat memanjang menurut lebarnya. Lebar lipatan lebih kurang
setengah jengkal; kemudian ditaruh diatas kayu dasar memanjang, lalu dipukul-pukul.
Jika perlu dibolak-balik agar pukulan menjadi rata.

Pengemplongan

 Setelah dikemplong, tinggal menentukan motif batikan yang dikehendaki. Jika ingin
motif parang-parangan, atau motif-motif yang membutuhkan bidang-bidang tertentu,
maka mori digarisi lebih dahulu) Fungsi penggarisan ini hanyalah untuk menentukan
letak motif agar menjadi rapi (lurus). Pembatik yang sudah mahir tidak menggunakan
penggarisan. Besar kecilnya garisan tidak sama, tergantung pada motif rencana batikan.
Biasanya kayu garisan berpenampang bujursangkar.
 Cara memindah kayu penggaris setelah garis pertama ke garis kedua ialah dengan
memutar kayu penggaris (membalik), tanpa mengang-katnya. Maka lebar sempitnya
ruang antara garis satu sama lain ditentukan oleh banyaknya putaran kayu penggaris.
Mori yang dibatik motif semen tidak perlu digarisi, langsung dirangkap dengan pola pada
muka mori sebaliknya. Setelah semua itu selesai, barulah dapat dimulai kerja membatik.
 Mori yang sudah di kemplongi dan di garisi, apabila akan dibatik dengan motif jenis
parang-parangan atau motif lain yang membutuhkan bidang tertentu serta lurus,
umumnya di”rujak”. Dirujak artinya membatik tanpa mngunakan pola; orang yang
membatik demikian disebut “ngrujak”. Orang yang Ngrujak adalah orang yang sudah
ahli. Sedang orang yang baru taraf belajar atau belum lahir biasanya hanya “nerusi” atau
“ngisen-ngiseni”. Sedangkan membatikdengan mempergunakan pola sudah diterangkan
dimuka. Baik membatik rujak maupun membatik mempergunakan pola biasanya
dilakukan oleh orang-orang yang sudah ahli, sebab taraf permulaan ini merupakan
penentuan burukbaiknya bentuk batikan secara keseluruhan.

Anda mungkin juga menyukai