Anda di halaman 1dari 10

53

OPTIMASI PENCELUPAN KAIN BATIK KATUN DENGAN PEWARNA ALAM


TINGI (Ceriops tagal) DAN INDIGOFERA Sp.
Batik Fabric Dyeing Process Optimization Using Natural Dyes Tingi (Ceriops tagal) and
Indigofera Sp.

Titiek Pujilestari
Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jl. Kusumanegara No.7 Yogyakarta
titiek.pujilestari58@gmail.com

Tanggal Masuk: 14 Maret 2017


Tanggal Revisi: 17 April 2017
Tanggal Disetujui: 21 April 2017

ABSTRAK
Pencelupan menggunakan zat warna alam pada proses pembuatan batik dilakukan berulang kali agar
dihasilkan warna yang kuat. Sedangkan, penyerapan warna oleh serat kain dibatasi oleh kejenuhan
serat. Pencelupan berulang tanpa memperhatikan hasil yang diperoleh dapat menambah biaya, tenaga,
dan waktu proses pewarnaan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pengulangan pencelupan
yang optimum dalam menghasilkan warna kain batik katun yang kuat. Penelitian dilakukan
menggunakan media kain katun, zat warna alam tingi dan indigofera, serta bahan fiksasi kapur,
tunjung, dan tawas. Pewarnaan dilakukan secara berulang masing-masing 5, 8, 11, dan 14 kali
pencelupan. Fiksasi warna tingi dengan menggunakan tawas, kapur, dan tunjung dilakukan setelah
proses pewarnaan. Pengujian pada kain katun batik meliputi ketahanan luntur warna terhadap sinar
matahari dan pencucian, serta uji beda warna (L*a*b*). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi
optimum pencelupan untuk memperoleh arah warna coklat tua/gelap menggunakan pewarna alami
tingi dengan fiksasi tunjung adalah 5 dan 8 kali pencelupan, untuk tawas 11 kali pencelupan. Fiksasi
dengan tunjung menghasilkan warna kain katun batik lebih tua apabila dibandingkan dengan fiksasi
tawas. Perlakuan optimum dalam pencelupan menggunakan pewarna alam indigofera pada kain katun
batik adalah sebanyak 8 kali pencelupan dengan hasil arah warna biru paling kuat.

Kata Kunci : pencelupan, batik, warna alam, tingi, indigofera

ABSTRACT
Dyeing using natural dyes in batik-making process is repeated in order to produce a strong color.
Meanwhile, color absorption of fabric fibers has saturation limit. Repeated dyeing without
considering the results is not efficient. This research objective is to obtain optimum number of dyeing
in order to produce strong color on cotton batik fabric. This research was conducted by using cotton
fabric, tingi and indigofera along with lime, tunjung (ferrous sulfate), and alum (aluminum sulfate) as
post-mordant materials. Dyeing repetitions are done with variations of 5, 8, 11, and 14 times. The
color produced by tingi will be post-mordanted using lime, tunjung, and alum. Testing on cotton batik
fabric contains color fastness to light and washing and also test on color difference (L*a*b*). The
results showed that the optimum conditions to obtain dark brown color using tingi and tunjung (as
post-mordant) is on 5 and 8 times of dyeing while with alum is 11 times repeated. Post-mordanting
with tunjung generates darker batik color on cotton fabrics compared to alum. The optimum batik
dyeing using indigofera on cotton fabrics is 8 times of repetition, resulting the strongest blue shade.

Keywords : dyeing, batik, natural dyes, Ceriops tagal, indigofera


54 | D i n a m i k a K e r a j i n a n d a n B a t i k , Vol. 34, No. 1, Juni 2017, 53-62

PENDAHULUAN pengulangan pencelupan yang dilakukan


Batik merupakan kerajinan tangan untuk suatu jenis warna alam. Warna alam
sebagai hasil pewarnaan secara perintangan tingi dan indigofera merupakan dua jenis
menggunakan malam (lilin batik) panas warna alam yang banyak digunakan untuk
sebagai perintang warna dengan alat utama pewarnaan di industri batik karena dapat
pelekat lilin batik berupa canting tulis dan memberi arah warna coklat dan biru yang
atau canting cap untuk membentuk motif kuat dengan pengulangan pencelupan.
tertentu yang memiliki makna (Badan Pengulangan pencelupan di setiap industri
Standardisasi Nasional, 2014). Pembuatan batik tidak sama, berdasarkan hasil survei
batik dapat dilakukan melalui beberapa diperoleh data bahwa terdapat suatu industri
tahapan proses diantaranya pembentukan yang melakukan pencelupan lebih dari 15
motif, pewarnaan/pencelupan, fiksasi, dan kali.
pelorodan. Proses pencelupan merupakan Pohon tingi (Ceriops tagal) termasuk
salah satu faktor yang dapat menentukan familia Rhizoporaceae, merupakan
kualitas, ketuaan, dan arah warna batik. tumbuhan mangrove yang banyak terdapat
Oleh karena itu, perlu kecermatan dan di Indonesia. Kayu tingi dapat dimanfaatkan
kehati-hatian dalam pencelupan warna batik. sebagai sumber tanin yang potensial bagi
Proses pewarnaan batik menggunakan industri batik karena dapat menghasilkan
warna alam dilakukan pada suhu kamar, warna coklat. Tanin terdapat pada berbagai
karena lilin batik sebagai perintang warna bagian seperti kayu, kulit kayu, buah, dan
dapat rusak akibat suhu tinggi. Suhu akar. Kandungan tanin dari bagian kulit
pencelupan yang tinggi dapat melelehkan kayu tingi yang diekstraksi menggunakan
malam (lilin batik) yang menyebabkan air pada suhu 70oC selama 3 jam
warna akan masuk terserap ke perintang menghasilkan nilai sekitar 24% dan tanin
warna yang berakibat rusaknya motif batik ini dapat memberikan warna coklat
(Pristiwati E., dkk., 2016). kemerahan (Handayani, 2013). Zat warna
Penggunaan warna alam pada batik alam tingi sudah banyak digunakan di
menggunakan beberapa jenis tanaman industri batik dengan aplikasi ke pewarnaan
pembawa warna telah banyak dilakukan, tunggal maupun campuran tingi, tegeran,
diantaranya adalah kulit kayu tingi (Ceriops dan jambal sebagai warna sogan (Pristiwati,
tagal) dan daun nila (Indigofera Sp.). Kain dkk,. 2016).
batik yang dibuat menggunakan zat warna Warna alam indigofera diperoleh
alam, sangat diminati oleh berbagai dengan cara fermentasi daun tanaman perdu
kalangan penggemar batik. Keadaan ini Indigofera Sp. dengan perendaman dalam
memacu tumbuh dan berkembangnya air selama 36-48 jam sampai diperoleh pasta
industri batik untuk mencoba dengan indigofera (Suheryanto, 2012). Pasta
membuat produk batik warna alam. indigofera sebelum digunakan direduksi
Berbagai permasalahan banyak ditemukan dengan gula merah atau gula aren sehingga
di industri batik warna alam. Permasalahan larutan menjadi basa, karena senyawa
teknis yang ditemukan antara lain terletak indoxyl mudah teroksidasi menjadi
pada proses pencelupan yang memerlukan indigofera yang berwarna biru (Susanto,
waktu lama dan dilakukan secara berulang- 1973). Selanjutnya dikatakan (Adalina dan
ulang. Sampai saat ini belum terdapat Luciasih, 2010) bahwa tanaman Indigofera
industri batik yang memberikan data sp. apabila direndam dalam air akan
O p t i m a s i P e n c e l u p a n K a i n B a t i k . . . , P u j i l e s t a r i | 55

terhidrolisis oleh enzim dan mengubah indigofera. Kayu tingi dan pasta indigofera
indikan menjadi indoksil (tarum putih) dan dibeli di toko khusus penyedia bahan dan
glukosa. Aerasi senyawa indoksil (tarum alat untuk batik, yang berada di Yogyakarta.
putih), biasanya dilakukan dengan Media batik yang digunakan adalah kain
pengeburan dapat mengubahnya menjadi katún dan air sebagai bahan pelarut
tarum biru. Warna alam indigofera juga ekstraksi. Bahan fiksator yang digunakan
sudah dikenal di industri batik secara turun adalah aluminium sulfat/tawas [Al2(SO4)3
temurun, tetapi belum semua industri kecil K2SO4 24H2O], kapur Ca(OH)2, dan fero
dan menengah (IKM) batik yang memahami sulfat/tunjung (FeSO4). Bahan pembantu
proses pembuatan dan penggunaannya meliputi soda abu, tepung tapioka, TRO
secara benar. (Turkish Red Oil), gula merah, dan malam
Pewarnaan batik dengan zat warna (lilin batik).
alam menghasilkan produk batik dengan Peralatan yang digunakan meliputi alat
daya tarik pada karakteristik yang alami, ekstraksi dengan pengatur suhu, drum
unik, etnik, dan eksklusif, sehingga plastik, bak perendaman, bak pencelupan,
memiliki potensi pasar yang tinggi. Oleh panci pelorodan, saringan, pengaduk,
karena itu dijadikan sebagai komoditas neraca, kompor, gunting, gelas ukur, tabung
unggulan produk Indonesia dalam reaksi, erlenmeyer, stop-watch, dan alat
memasuki pasar global. Sebagai upaya untuk pengujian ketahanan luntur warna
untuk meningkatkan penggunaan zat warna terhadap sinar dan pencucian.
alam pada batik maka perlu dilakukan
penelitian tentang aplikasinya dalam Metode
pembatikan dan eksplorasi zat warna dari Bahan baku warna alam berupa kulit
berbagai daerah bersumber daya alam lokal. kayu tingi, diekstrak dengan cara
Proses pembuatan batik telah banyak pemanasan pada suhu 100oC atau sampai
diketahui oleh berbagai industri batik namun mendidih. Larutan ekstrak kayu tingi yang
untuk mendapatkan warna yang sesuai diperoleh diaplikasikan untuk pewarnaan
dengan yang diharapkan masih belum batik pada media kain katun dengan
sepenuhnya dipahami oleh beberapa IKM pencelupan dingin secara berulang-ulang.
batik. Pengulangan pencelupan dan jenis Untuk mengkondisikan zat warna alam tingi
fiksasi merupakan komponen faktor yang yang sudah terserap dalam bahan dan untuk
dapat berpengaruh terhadap arah dan warna mengunci warna agar warna melekat dengan
kain batik yang dihasilkan. Perlu dilakukan baik, dilakukan fiksasi menggunakan tawas,
penelitian pencelupan dengan warna alam kapur, dan tunjung. Proses fiksasi tidak
tingi dan indigofera, yang bertujuan untuk dilakukan pada pewarnaan dengan
mengetahui pengaruh pengulangan dalam indigofera, melainkan menggunakan gula
pencelupan dan penggunaan bahan fiksasi merah sebagai reduktor pada pembuatan
terhadap ketahanan luntur warna dan arah larutan warna.
warna pada batik kain katun. Bahan baku warna alam ditimbang
sesuai dengan keperluan dengan konsentrasi
METODOLOGI PENELITIAN perbandingan 1:6, yaitu setiap 1kg bahan
Bahan dan Alat warna alam tingi diperlukan air sebanyak
Bahan yang digunakan dalam penelitian 6liter. Potongan kayu tingi direndam selama
adalah warna alam dari kayu tingi dan pasta 24 jam dalam air bersih untuk membuka sel
56 | D i n a m i k a K e r a j i n a n d a n B a t i k , Vol. 34, No. 1, Juni 2017, 53-62

kayu agar mempermudah pigmen keluar, air panas yang ditambahkan pati kanji
selanjutnya dimasukan ke dalam alat sampai semua lilin batik terlepas.
ekstraksi dan dipanaskan sampai suhu Pengujian kain batik meliputi ketahanan
100oC selama 1 jam kemudian disaring dan luntur warna terhadap sinar terang matahari,
warna alam tingi siap digunakan untuk ketahanan luntur warna pada pencucian, dan
pewarnaan batik. uji beda warna. Ketahanan luntur warna
Penambahan bahan reduktor berupa terhadap pencucian dinyatakan dengan
gula merah perlu dilakukan pada pasta adanya perubahan warna dan penodaan
indigofera sebelum digunakan sebagai warna pada kain batik. Pengujian penodaan
pewarna alam batik dengan perbandingan dilakukan pada kain kapas, hal ini sesuai
1:1, kemudian pasta diencerkan dengan media batik yang digunakan pada
menggunakan air dengan perbandingan 1 penelitian menggunakan kain katun.
bagian berat pasta:6 bagian volume larutan Pengujian ketahanan luntur warna terhadap
gula dan air. Mula-mula gula merah pencucian berdasar pada SNI Tekstil – Cara
sebanyak 1kg dilarutkan dalam air uji tahan luntur warna – Bagian C06 : tahan
secukupnya dengan cara dipanaskan agar luntur warna terhadap pencucian rumah
gula cepat larut dan kemudian disaring. tangga dan komersial (Badan Standardisasi
Larutan gula yang diperoleh diukur Nasional, 2010b) . Pengujian terhadap sinar
volumenya kemudian dicampur dengan 1kg berdasar SNI Tekstil cara uji tahan luntur
pasta indigofera sambil diaduk hingga warna Bagian B01: Tahan luntur warna
terlarut sempurna. Selanjutnya dilakukan terhadap sinar terang hari. (Badan
penambahan air hingga larutan warna Standardisasi Nasional, 2010a).
indigofera menjadi 6 liter. Larutan Uji beda warna dilakukan berdasarkan
didiamkan selama 24 jam dalam tempat pada kecerahan (lightness) meliputi
tertutup. Larutan indigofera siap digunakan kejenuhan warna (chroma) dan corak warna
sebagai pewarna batik. (hue). Metode yang digunakan adalah
Kain katun sebelum pewarnaan perlu CIELAB yaitu merupakan ruang warna
di-mordant menggunakan larutan tawas yang mencakup semua warna yang dapat
sebanyak 6g/l dan soda abu 2g/l, dengan dilihat oleh mata. Nilai kecerahan L*
cara dipanaskan pada suhu 90oC selama 1 dengan rentang nilai 0-100. Nilai dari 0
jam. Setelah dipanaskan, campuran sama dengan hitam, sedangkan sampai 100
didiamkan selama 24 jam. Kain katun sama dengan putih, semakin tinggi nilai L*
ditiriskan tanpa diperas dan dijemur sampai bermakna semakin cerah dan semakin
kering. Kain katun kemudian dibatik rendah nilai L* warna mengarah ke
menggunakan canting sesuai motif yang hitam/gelap. Nilai a* mengarah ke merah
dikehendaki. Pewarnaan dilakukan dengan atau hijau, nilai a*positif (+) cenderung ke
cara pencelupan secara berulang dengan arah merah dan nilai negatif (-) cenderung
variasi masing-masing 5, 8, 11, dan 14 kali ke arah hijau. Untuk nilai b* mengarah ke
celupan. kuning atau biru, b*positif (+) cenderung ke
Untuk menentukan arah warna, kain arah kuning dan nilai negatif (-) cenderung
batik yang sudah diwarna alam tingi ke arah biru (CIE, 1976).
difiksasi dengan larutan tawas 70g/l, kapur
50g/l, dan tunjung 30g/l, kemudian dilorod
dengan cara memasukkan kain batik dalam
O p t i m a s i P e n c e l u p a n K a i n B a t i k . . . , P u j i l e s t a r i | 57

HASIL DAN PEMBAHASAN pelorodan ketahanan luntur pencucian


Penelitian pewarnaan batik pada kain adalah cukup dengan nilai rata-rata 3-4
katun menggunakan warna alam tingi dan (cukup) atau bernilai lebih rendah apabila
indigofera dengan cara pencelupan dingin dibandingkan dengan yang sudah dilorod.
secara berulang sebanyak 5, 8, 11, dan 14 Penodaan warna dari berbagai perlakuan
kali celupan telah dilakukan. Pengujian ulangan pencelupan, baik yang sebelum
dilakukan terhadap batik hasil pewarnaan. maupun sesudah dilorod rata-rata semuanya
baik dengan nilai 4, kecuali yang difiksasi
Uji Ketahanan Luntur Terhadap dengan kapur memberi nilai 4-5 atau sangat
Pencucian dan Sinar Matahari baik. Keadaan ini karena pada proses
Hasil uji ketahanan luntur kain katun pelorodan kain menggunakan air panas,
batik dengan warna tingi terhadap pencucian kemudian untuk mempermudah
dan sinar matahari disajikan pada Tabel 1. penghilangan lilin batik dilakukan dengan
Ketahanan luntur terhadap pencucian meremas-remas kain (dikucek). Dengan
kain katun batik warna tingi pada berbagai demikian warna yang tidak terserap dalam
ulangan pencelupan dan jenis bahan fiksasi serat terikut larut pada pencucian saat
adalah baik, karena memberikan nilai rata- pelorodan.
rata ketahanan luntur 4. Sedangkan sebelum

Tabel 1. Ketahanan luntur kain batik warna tingi terhadap sinar matahari dan pencucian pada kain
katun batik
Ketahanan Luntur Warna Terhadap Ketahanan
No. Perlakuan o
Pencucian 40 C Luntur Warna
Perubahan Warna Penodaan Warna terhadap Sinar
Terang Hari
1. Pencelupan 5 kali, TL 4 4 3
2. Pencelupan 5 kali, tawas 4–5 4 4-5
3. Pencelupan 5 kali, kapur 4 4-5 4-5
4. Pencelupan 5 kali, tunjung 3–4 4 4-5
5. Pencelupan 8 kali, TL 3–4 4 3
6. Pencelupan 8 kali, tawas 4 4 4-5
7. Pencelupan 8 kali, kapur 4 4 4
8. Pencelupan 8 kali, tunjung 4 4 4-5
9. Pencelupan 11 kali, TL 3–4 4 3
10. Pencelupan 11 kali, tawas 4 4 4-5
11. Pencelupan 11 kali, kapur 4 4-5 4-5
12. Pencelupan 11 kali, tunjung 4 4 4-5
13. Pencelupan 14 kali, TL 3–4 4 3
14. Pencelupan 14 kali, tawas 4 4 4-5
15. Pencelupan 14 kali, kapur 4–5 4-5 4
16. Pencelupan 14 kali, tunjung 4 4 4-5
Keterangan : Nilai 1 = kurang baik, nilai 2 = sedang, nilai 3 = cukup, nilai 4 = baik dan nilai 5 = baik sekali
TL = tanpa lorod
58 | D i n a m i k a K e r a j i n a n d a n B a t i k , Vol. 34, No. 1, Juni 2017, 53-62

Perlakuan ulangan pencelupan dan Pigmen pada warna alam indigofera


penggunaan bahan fiksasi tidak termasuk dalam kelompok pewarna lemak
mempengaruhi ketahanan luntur terhadap yang merupakan warna biru yang
pencucian dan penodaan warna. Kain katun ditimbulkan kembali pada serat melalui
batik tanpa pelorodan memberikan proses reduksi (Adalina dan Luciasih,
ketahanan terhadap perubahan warna saat 2010). Hasil uji kain katun batik warna
pencucian rendah dengan nilai 3-4 (cukup), indigofera pada uji ketahanan luntur
karena banyak zat warna yang ikut terlarut terhadap pencucian, penodaan warna, dan
pada saat pencucian sehingga kandungan terhadap sinar terang hari disajikan pada
warna pada kain mengalami pengurangan. Tabel 2.
Nilai ketahanan terhadap sinar terang Ketahanan luntur warna terhadap
hari pada kain katun batik yang belum pencucian kain katun batik indigofera dari
dilorod semuanya menunjukkan nilai 3 semua perlakuan ulangan pencelupan
(cukup), tetapi pada kain katun batik yang sebelum dilorod adalah cukup dan baik
sudah dilorod dari berbagai ulangan dengan nilai 3 dan 4, akan tetapi sesudah
pencelupan dan penggunaan fiksasi dilorod adalah baik sampai dengan baik
aluminium sulfat/tawas, kapur maupun fero sekali dan baik dengan nilai 4-5 dan 4.
sulfat/tunjung mempunyai ketahanan luntur Ketahanan luntur warna terhadap sinar
warna terhadap sinar terang hari yang baik. terang hari pada kain katun batik indigofera
Hal ini dapat dijelaskan bahwa ketahanan dari semua perlakuan ulangan pencelupan
luntur warna batik terhadap pencucian baik sebelum maupun sesudah dilorod
maupun sinar terang hari tidak disebabkan adalah baik sampai dengan baik sekali,
banyaknya pencelupan maupun penggunaan dengan nilai 4-5. Zat warna alam indigofera
fiksator namun lebih pada warna yang mempunyai ketahanan luntur yang baik, hal
terikat. Proses pelorodan menyebabkan zat ini sesuai pendapat (Adalina dan Luciasih,
warna alam yang tidak terikat dan noda pada 2010) bahwa pewarna indigofera
kain ikut terlarut. sering memberikan kekekalan yang

Tabel 2. Hasil uji ketahanan luntur terhadap pencucian , penodaan warna, dan sinar terang hari
pada kain batik katun warna indigofera
No. Perlakuan Ketahanan Luntur Warna Terha dap Ketahanan
O
Pencucian 40 C Luntur Warna
Perubahan Penodaan Warna Terhadap Sinar
Warna Terang Hari
1. Pencelupan 5 kali, TL 3 4 4-5
2. Pencelupan 5 kali, DL 4-5 4 4-5
3. Pencelupan 8 kali, TL 3 4 4-5
4. Pencelupan 8 kali, DL 4-5 4 4-5
5. Pencelupan 11 kali, TL 3 4 4-5
6. Pencelupan 11 kali, DL 4-5 4 4-5
7. Pencelupan 14 kali, TL 3 4 4-5
8. Pencelupan 14 kali, DL 4 4 4-5
Keterangan : TL = tanpa lorod, DL = dengan pelorodan
O p t i m a s i P e n c e l u p a n K a i n B a t i k . . . , P u j i l e s t a r i | 59

istimewa terhadap cahaya dan pencucian Kain katun batik menggunakan


dan dapat dimanfaatkan secara luas sebagai pewarna alam tingi, memiliki nilai
sumber pewarna biru. kecerahan (L*) sebelum pelorodan pada
pencelupan 5 kali adalah sebesar 50,02;
Uji beda warna kemudian semakin menurun seiring
Hasil uji beda warna kain katun batik bertambahnya pengulangan pencelupan.
dengan pewarna tingi pada berbagai Namun demikian nilai L* sebelum
perlakuan ulangan pencelupan dan jenis pelorodan tidak mengalami perubahan yang
fiksator, sebelum dan sesudah dilorod berarti mulai dari pengulangan pencelupan
secara lengkap disajikan pada Tabel 3. 11 kali dan 14 kali, yaitu 40,78 dan 40,55.
Perlakuan pengulangan pencelupan Kondisi demikian berarti, bahwa semakin
memberikan nilai beda warna yang banyak pengulangan pencelupan maka
bervariasi, hal ini berarti kemampuan serat semakin banyak pula warna yang terserap
kain batik untuk menyerap warna masih ada. dalam serat kain katun. Pada pencelupan 11
Jenis fiksator yang digunakan ternyata kali, serat kain katun mulai jenuh dengan zat
memberi respon yang tidak sama dalam pewarna tingi, dengan demikian pada
mengunci/mengikat warna alam tingi ulangan pencelupan berikutnya (ke-14) serat
sehingga berpengaruh terhadap kecerahan katun sudah tidak memiliki kemampuan
dan arah warna.

Tabel 3. Hasil uji beda warna kain batik katun dengan pewarna tingi dan bahan fiksasi
Nilai Beda Warna
L* a* b*
No. Perlakuan Sblm Ssdh Sblm Ssdh Sblm Ssdh
Lorod Lorod Lorod Lorod Lorod Lorod
1. Pencelupan 5 kali 50,02 23,05 26,70
2. Pencelupan 5 kali, tawas 65,70 6,91 10,54
3. Pencelupan 5 kali, kapur 71,94 14,60 27,09
4. Pencelupan 5 kali, tunjung 33,47 2,96 4,15
5. Pencelupan 8 kali 45,79 19,48 28,46
6. Pencelupan 8 kali, tawas 42,88 12,06 10,13
7. Pencelupan 8 kali, kapur 78,48 10,00 19,09
8. Pencelupan 8 kali, tunjung 32,82 2,34 3,17
9. Pencelupan 11 kali 40,78 20,60 22,89
10. Pencelupan 11 kali, tawas 38,87 13,24 9,44
11. Pencelupan 11 kali, kapur 64,66 17,59 27,90
12. Pencelupan 11 kali, tunjung 47,00 3,44 5,50
13. Pencelupan 14 kali 40,55 19,11 19,12
14. Pencelupan 14 kali, tawas 38,74 11,97 8,85
15. Pencelupan 14 kali, kapur 64,77 19,40 28,43
16. Pencelupan 14 kali, tunjung 55,09 3,16 5,78
60 | D i n a m i k a K e r a j i n a n d a n B a t i k , Vol. 34, No. 1, Juni 2017, 53-62

atau tidak efektif untuk menyerap zat warna tua/gelap dengan fiksasi tunjung atau tawas,
alam tingi. Dapat dikemukakan bahwa cukup dilakukan sebanyak 5-8 kali dan 11
kondisi optimum pencelupan kain katun kali pencelupan, namun warna yang
batik dengan pewarna alam tingi cukup diperoleh tetap lebih tua apabila digunakan
dilakukan sebanyak 11 kali pencelupan. bahan fiksasi tunjung.
Perlakuan fiksasi dapat merubah arah Hasil uji warna untuk a* dan b* kain
warna kain katun batik. Arah warna katun batik pada semua perlakuan adalah
ditentukan oleh pelorodan dan jenis bahan positif, dengan demikian memberikan arah
fiksasi. Fiksasi dengan larutan kapur rata- warna menuju ke merah dan kuning. Nilai
rata menghasilkan nilai L* (kecerahan) warna a* pada fiksasi dengan tawas pada
paling tinggi dan fiksasi dengan larutan pencelupan sebanyak 11 kali adalah 13,
tunjung memberikan nilai L* (kecerahan) sedangkan pada fiksasi dengan tunjung pada
paling rendah dengan arah warna lebih pencelupan sebanyak 5-8 kali adalah 2,96-
tua/gelap. Penggunaan fiksasi dengan 2,34. Nilai warna b* pada fiksasi dengan
larutan tunjung memberikan arah warna tawas pada pencelupan sebanyak 11 kali
yang lebih gelap dibanding dengan fiksasi adalah 9,44 sedangkan pada fiksasi dengan
menggunakan larutan kapur dan tawas. Hal tunjung pada pencelupan sebanyak 5-8 kali
ini karena adanya ion Fe+2 pada tunjung/fero adalah 4,15-3,17. Dapat dikemukakan
sulfat mengadakan reaksi dengan molekul bahwa fiksasi menggunakan tawas pada
zat warna alam tingi dalam serat pencelupan sebanyak 11 kali dapat
membentuk ikatan yang lebih besar. memberikan warna ke arah merah dan
Fiksasi dengan tunjung pada kuning yang lebih baik apabila
pencelupan sebanyak 5-8 kali telah dibandingkan dengan fiksasi menggunakan
memberikan arah warna tua/gelap setelah tunjung pada pencelupan sebanyak 5-8 kali.
pelorodan dengan nilai L* 33,47-32,82. Hasil uji beda warna kain katun batik
Kemudian dengan bertambahnya jumlah dengan pewarna indigofera pada berbagai
ulangan pencelupan justru meningkatkan perlakuan ulangan pencelupan, sebelum dan
warna kearah yang lebih muda dengan (L*) sesudah dilorod secara lengkap disajikan
yang semakin besar. Sedangkan fiksasi pada Tabel 4.
dengan tawas dan kapur perlu pencelupan Nilai kecerahan warna kain katun batik
sebanyak 11 kali untuk memperoleh arah dengan pewarna alami indigofera pada
warna tua/gelap dengan nilai L* 38,87 dan pencelupan 5 kali memberikan nilai paling
64,66. Selanjutnya pada pengulangan tinggi dan semakin menurun pada ulangan
berikutnya (14 kali) sudah tidak mampu lagi pencelupan berikutnya. Semakin tinggi nilai
memberikan arah ketuaan warna kain katun kecerahan warna berarti warna indigofera
batik warna tingi, karena nilai kecerahnnya lebih terang/muda dan semakin banyak
relatif sama yaitu 38,74 dan 64,77. Keadaan pencelupan warna indigofera semakin gelap.
ini memberikan petunjuk bahwa fiksasi Namun demikian setelah pelorodan, warna
pewarna alam tingi dengan menggunakan indigofera menunjukkan nilai kecerahan
larutan kapur hanya akan menghasilkan yang lebih tinggi dibanding sebelum
warna kearah warna coklat muda. Dengan pelorodan.
demikian kondisi optimum pencelupan kain
katun batik dengan pewarna alam tingi
untuk memperoleh arah warna coklat
O p t i m a s i P e n c e l u p a n K a i n B a t i k . . . , P u j i l e s t a r i | 61

Tabel 4. Hasil uji beda warna kain batik katun menggunakan pewarna indigofera
Nilai Beda Warna
L* a* b*
No. Perlakuan Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Lorod Lorod Lorod Lorod Lorod Lorod
1. Pencelupan 5 kali 35,76 68,88 -1,81 -2,29 -8,52 1.12
2. Pencelupan 8 kali 33,49 52,73 -3,09 -1,03 -11,20 -0,98
3. Pencelupan 11 kali 32,40 63,50 -1,70 -1,16 -8,14 2.01
4. Pencelupan 14 kali 30,54 69,41 -1,62 -,010 -8,37 7,35

Pelorodan atau penghilangan perintang sebanyak 8 kali adalah -0,98 lebih rendah
lilin dilakukan dengan menggunakan suhu dari perlakuan lainnya berarti arah warna
panas yang diikuti dengan peremasan kain menuju ke arah biru, sedangkan perlakuan
(dikucek), ternyata turut serta membawa lainnya memberi arah warna ke kuning.
warna indigofera yang tidak terikat, Dapat dikemukakan bahwa perlakuan
akibatnya nilai kecerahan warna meningkat optimum dalam pencelupan menggunakan
dan warna menjadi lebih pudar. Nilai warna pewarna alami indigofera pada kain katun
pada pencelupan 5 kali adalah 68,88 batik sebanyak 8 kali pencelupan dapat
kemudian turun pada pencelupan 8 kali memberikan warna indigofera ke arah biru
dengan nilai 52,73 kemudian meningkat yang lebih baik dibandingkan perlakuan
terus pada ulangan pencelupan berikutnya. lainnya, dengan nilai L*= 52,73, a*= -3,09 ,
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dan b*= -0,98.
untuk memperoleh kain katun batik
KESIMPULAN DAN SARAN
menggunakan pewarna alami indigofera
Kesimpulan
yang memiliki ketuaan warna paling baik
Penyerapan pewarna alam tingi oleh
pada penelitian ini adalah perlakuan
kain katun sampai pada titik kejenuhan serat
pencelupan sebanyak 8 kali. Kondisi
dicapai pada perlakuan pencelupan
optimum untuk memperoleh warna yang
sebanyak 11 kali. Kondisi optimum
paling tua kain batik katun adalah perlakuan
pencelupan untuk memperoleh arah warna
pencelupan dengan pengulangan sebanyak 8
coklat tua/gelap pada kain katun batik
kali.
menggunakan pewarna alami tingi dengan
Hasil uji beda warna untuk a* dan b*
fiksasi tunjung, adalah 5-8 kali pencelupan
kain katun batik pada semua perlakuan
dengan nilai L*= 33,47-32,82, a*= 2,96-
adalah negatif, kecuali nilai b* pada
2,34 dan b*= 4,15-3,17. Sedangkan kondisi
perlakuan pencelupan 5 kali, 11 kali, dan 14
optimum apabila digunakan bahan fiksasi
kali. Dengan demikian memberikan arah
tawas adalah 11 kali pencelupan dengan
warna menuju ke hijau dan biru, kecuali
nilai L*= 38,87; a*= 13,24; dan b*= 9,44.
perlakuan pencelupan 5 kali, 11 kali, dan 14
Fiksasi tunjung menghasilkan warna kain
kali memberikan arah warna ke kuning.
katun batik yang lebih tua apabila
Nilai a* pada pencelupan sebanyak 8 kali
dibandingkan dengan fiksasi tawas.
adalah -3,09 lebih rendah dari perlakuan
Perlakuan optimum dalam pencelupan
lainnya berarti warna menuju ke arah hijau
menggunakan pewarna alami indigofera
yang lebih tinggi. Nilai b* pada pencelupan
62 | D i n a m i k a K e r a j i n a n d a n B a t i k , Vol. 34, No. 1, Juni 2017, 53-62

pada kain katun batik sebanyak 8 kali – Cara Uji tahan luntur warna – Bagian
pencelupan, dapat memberikan warna C06 : Tahan luntur warna terhadap
pencucian rumah tangga. In SNI ISO 105 –
indigofera ke arah biru yang lebih baik C06 : 2010.
dibandingkan perlakuan lainnya dengan Badan Standardisasi Nasional. (2014). Batik –
nilai L*= 52,73, a*= -3,09, dan b*= -0,98. Pengertian dan Istilah. In SNI 0239 : 2014.
Handayani P.A., M. I. (2013). Pewarna Alami
Batik Dari Kulit Soga Tingi (Ceriops
Saran tagal) Dengan Metode Ekstraksi. Jurnal
Diperlukan penelitian dari warna alam Bahan Alam Terbarukan. Fakultas Teknik,
lainnya, yang sering digunakan di IKM Universitas Negeri Semarang.
Batik. Dengan demikian dapat diketahui Pristiwati E., Pujilestari T., Farida, Haerudin A.,
Salma I.R, Atika V., Lestari D.W.,
kondisi optimum untuk masing-masing Jubaedah, A. (2016). Peningkatan Kualitas
warna alam, sehingga dapat memaksimalkan Batik Zat Warna Alam,. Jakarta: Badan
warna dan waktu pencelupan. Penelitian dan Pengembangan,
Kementerian Perindustrian.
Suheryanto D. (2012). Optimalisasi Waktu
DAFTAR PUSTAKA Fermentasi Pembuatan Zat Warna Alam
Adalina Y., Luciasih A., A. R. (2010). Sumber Indigo (Indigofera tinctoria). In Seminar
Bahan Pewarna Alami Tinta Sidik Jari nasional Teknik Kimia, Program Studi
Pemilu. Pusat Penelitian Dan Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa
Pengembangan Hutan Dan Konservasi Timur, Surabaya.
Alam, (Badan Penelitian Dan Susanto Sewan. (1973). Seni Kerajinan Batik
Pengembangan Kehutanan Departemen Indonesia. Yogyakarta: Balai Penelitian
Kehutanan). Batik Dan Kerajinan, Lembaga penelitian
Badan Standardisasi Nasional. (2010a). Tekstil Dan Pendidikan Industri, Departemen
– Cara Uji tahan luntur warna – Bagian Perindustrian.
B01 : Tahan luntur warna terhadap Sinar,
Sinar Terang hari. In SNI ISO 105 – B01.
Badan Standardisasi Nasional. (2010b). Tekstil

Anda mungkin juga menyukai