Anda di halaman 1dari 146

ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN WILAYAH

DI PROVINSI PAPUA BARAT

MICHAEL ALBERT BARANSANO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Disparitas


Pembangunan Wilayah di Provinsi Papua Barat adalah karya saya dengan arahan
dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini

Bogor, Maret 2011

Michael A. Baransano
NRP. H152080011
ABSTRAK

MICHAEL ALBERT BARANSANO. Analysis of Regional Development


Disparity in the Province of West Papua. Under direction of AKHMAD FAUZI
and SLAMET SUTOMO.

Although economic growth has increased over 2005-2008 period, macro


economics condition showed an imbalance among the regencies/cities. Based on
analysis using Entropi Index, Williamson Index, Theil Index, Location Quontient,
Shift Share Analysis and Panel Data Regression, it showed that horizontal gap
exist caused by variation in GDRP per capita, population, funding balance
allocation and human development index. In general, agriculture sector has
contributed greatly to economic growth, although it has experienced a transition to
the industrial and service sectors. The results also show sectors of mining and
quarrying, manufacturing industry, transport and communication and finance
sector have uneven distribution. Local government should be looking forward
how to build new paradigm based on leading sectors as prime mover to reduce
inequality.

Key Word : Regional Disparity, Development, West Papua Province.


RINGKASAN

MICHAEL ALBERT BARANSANO. Analisis Disparitas Pembangunan Wilayah


di Provinsi Papua Barat. Dibawah bimbingan AKHMAD FAUZI dan
SLAMET SUTOMO

Gambaran makro perekonomian di Provinsi Papua Barat menunjukan


bahwa terdapat perbedaan kontribusi yang besar antara PDRB Kabupaten
Manokwari, Kabupaten Sorong dan Kota Sorong dengan Kabupaten lainnya yang
memberikan kontribusi paling rendah terhadap PDRB Provinsi Papua Barat.
Selain itu perbedaan pembangunan (disparitas) yang terjadi pada kabupaten dan
kota adalah terpusatnya kegiatan perekonomian pada daerah kabupaten induk
dibandingkan dengan daerah pemekaran, seperti pertanian, jasa, perdagangan,
perhotelan dan pendidikan terfokus di Kota Sorong, Kabupaten Sorong dan
Kabupaten Manokwari yang juga menyerap sumberdaya dari daerah pemekaran
baru (hinterland). Hal ini menyebabkan masyarakatnya menikmati pendapatan
perkapita yang lebih tinggi, angka kemiskinan yang lebih rendah serta kualitas
SDM yang lebih baik menyebabkan Indeks Pembangunan Manusianya (IPM)
cenderung meningkat. Hal yang dapat dilakukan agar tercapai konvergensi
(convergence) pembangunan ekonomi di Provinsi Papua Barat pada masa
mendatang adalah bagaimana melakukan pengembangan terhadap potensi dari
sektor-sektor unggulan (leading sectors) yang memberikan kontribusi terhadap
PDRB masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat perkembangan wilayah;
tingkat disparitas pembangunan wilayah yang dianalisis dari disparitas
proporsional pada PDRB perkapita, jumlah penduduk, alokasi dana perimbangan
dan indeks pembangunan manusia; mengidentifikasi sektor-sektor unggulan; dan
merumuskan strategi untuk mengurangi disparitas pembangunan wilayah secara
horisontal.
Hasil penelitian menunjukan bahwa perkembangan wilayah di Provinsi
Papua Barat yang diukur dengan Indeks Entropi memperlihatkan terjadinya
peningkatan pembangunan selama periode 2005-2008, dimana kontribusi terbesar
disumbangkan oleh sektor pertanian, meskipun dalam periode tersebut sektor
pertanian mengalami penurunan kontribusi terhadap PDRB provinsi dibanding
sektor lainnya. Hal ini menunjukan bahwa terjadi transisi dari sektor pertanian,
sektor pertambangan dan penggalian ke sektor industri dan jasa di Provinsi Papua
Barat selama periode penelitian. Analisis disparitas pembangunan yang diukur
dengan Indeks Williamson dan Indeks Theil menunjukan bahwa disparitas
semakin berkurang dan dengan menggunakan analisis regresi data panel, secara
simultan variabel independen yang mempengaruhi tingkat disparitas adalah
pendapatan per kapita, jumlah penduduk, alokasi dana perimbangan dan indeks
pembangunan manusia, meskipun secara parsial variabel alokasi dana
perimbangan tidak signifikan mempengaruhi disparitas pembangunan. Melalui
analisis Location Quontient dan Shift Share diketahui bahwa sektor pertanian
merupakan leading sector di seluruh wilayah Provinsi Papua Barat kecuali pada
Kabupaten Sorong dan Kota Sorong. Beberapa kabupaten juga memiliki lebih dari
satu sektor perekonomian yang potensial sebagai sektor unggulan yakni
Kabupaten Fak-Fak, Manokwari dan Kota Sorong memiliki 6 sektor unggulan,
Sorong Selatan 5 sektor unggulan, Kaimana 3 sektor unggulan, Teluk Bintuni,
Kabupaten Sorong dan Raja Ampat 2 sektor unggulan dan hanya Kabupaten
Wondama yang memiliki 1 sektor unggulan. Analisis juga menggambarkan
bahwa sektor perekonomian seperti sektor pertambangan dan penggalian, sektor
industri pengolahan, sektor angkutan dan komunikasi dan sektor keuangan tidak
menyebar merata di Provinsi Papua Barat melainkan lebih terkonsentrasi pada
beberapa wilayah dibandingkan sektor lainnya.
Hasil analisis differential shift menggambarkan bahwa keseluruhan sektor
perekonomian (9 sektor) di Wilayah Pengembangan I memiliki kemampuan
kompetitif di Provinsi Papua Barat dan sektor yang memiliki tingkat kompetitif
paling tinggi secara berurutan pada WP I adalah sektor pertambangan dan
penggalian sektor bangunan, sektor jasa, sektor pengangkutan dan komunikasi
serta sektor perdagangan hotel dan restoran. Wilayah Pengembangan II, sektor
yang memiliki kemampuan kompetitif di Provinsi Papua Barat adalah sektor
pertambangan dan penggalian, sektor jasa dan sektor industri. Wilayah
Pengembangan III sektor yang memiliki kemampuan kompetitif adalah sektor
pertambangan dan penggalian, sektor perdagangan hotel dan restoran, sektor
angkutan dan komunikasi, sektor listrik gas dan air bersih serta sektor bangunan.
Secara keseluruhan strategi pembangunan wilayah di Provinsi Papua Barat
diarahkan kepada pengembangan paradigma baru pembangunan yang berbasis
pada sektor unggulan (sektor basis maupun non-basis) dan berpotensi menjadi
prime mover perekonomian.
Sektor unggulan untuk tiap wilayah kabupaten/kota dapat berbeda tetapi hal
itu berdampak pada keterkaitan regional secara horisontal sebagai basis
pengembangan sektoral. Untuk terus meningkatkan perkembangan wilayah dan
mengurangi disparitas pembangunan di Provinsi Papua Barat kedepan dilakukan
dengan mengedepankan keterkaitan wilayah antara lain dengan mendorong
pemerataan investasi pada semua sektor perekonomian dan semua wilayah secara
simultan sehingga infrastruktur wilayah bisa berkembang. Strategi pembangunan
wilayah dapat diarahkan kepada pembangunan regional berbasis pada
pemanfaatan sumberdaya wilayah/kawasan baik sektor maupun sub sektor
berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif di masing-masing wilayah.
Selain itu fungsi dan peranan kelembagaan (institution) sebagai aturan main (rule
of game) dan organisasi, berperan penting dalam tata kelola alokasi sumberdaya
secara efisien, merata dan berkelanjutan yang meliputi akuntabilitas, transparansi
dan partisipasi masyarakat. Bertitik tolak dari kondisi tersebut, maka paradigma
baru pendekatan pembangunan wilayah dalam mengurangi disparitas adalah
upaya memperkuat kemampuan masyarakat lokal (local institution) dengan
menumbuhkan inisiatif dan prakarsa sesuai dengan local knowledge yang dimiliki
oleh masyarakat.

Kata Kunci : Disparitas Wilayah, Pembangunan, Papua Barat.


© Hak cipta milik IPB, Tahun 2011

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa


mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan


karya ilmiah, penyususnan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh


karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN WILAYAH
DI PROVINSI PAPUA BARAT

MICHAEL ALBERT BARANSANO

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Penguji Luar Komisi : Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : Analisis Disparitas Pembangunan Wilayah di Provinsi


Papua Barat
Nama : Michael Albert Baransano
NRP : H152080011
Program Studi : Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan
Perdesaan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc Dr. Slamet Sutomo, SE., MS
Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Ilmu-Ilmu Perencanaan
Pembangunan Wilayah dan
Perdesaan

Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS Dr. Ir. Dahrul Syah

Tanggal Ujian : 25 Februari 2011 Tanggal Lulus :


Akhirnya dengan segala rasa syukur dan hormat penulis persembahkan
kepada kedua orang tua, Bapak Petrus Baransano, S.Sos dan Ibu Nelly Suruan,
Bapak mertua A. Asyerem dan Ibu Mertua J. Mambobo serta istriku
Fenny S.J. Asyerem, SP dan anak-anakku terkasih Jaholyn, Efraim dan Isaiah.
Kiranya karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan “ pro
humanitate scientia”.

Bogor, Maret 2011


Michael A. Baransano
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Manokwari pada tanggal 30 Maret 1977 dari pasangan


Bapak P. Baransano dan Ibu N. Suruan, merupakan anak ke dua dari lima
bersaudara.
Jenjang pendidikan SD s/d SMA di selesaikan di Kabupaten Manokwari.
Memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian
Faperta Unipa Manokwari pada tahun 2002. Tahun 2005 diangkat sebagai staff
pengajar di Jurusan Sosek Unipa Program Studi Penyuluhan dan Pengembangan
Masyarakat. Pada tahun 2008 diberikan kesempatan melanjutkan pendidikan
Magister di Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan
Perdesaan IPB.
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .................................................................................... iii


DAFTAR GAMBAR ............................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ vi

I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................... 10
1.3. Tujuan ........................................................................................ 12
1.4. Manfaat Penelitian ..................................................................... 13
1.5. Ruang Lingkup Penelitian .......................................................... 13

II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 14


2.1. Konsep Pengembangan Wilayah ............................................... 14
2.2. Sektor-Sektor Unggulan ............................................................. 16
2.3. Disparitas Pembangunan Antar Wilayah ................................... 19
2.4. Tinjauan Penelitian Terkait Sebelumnya ................................... 28
2.5. Hipotesis ..................................................................................... 32

III METODE PENELITIAN .................................................................. 33


3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 33
3.2. Metode Pengumpulan Data ........................................................ 33
3.3. Metode Analisis ......................................................................... 34
3.3.1. Indeks Entropi ................................................................ 34
3.3.2. Location Quontien (LQ) ................................................. 35
3.3.3. Shift Share Analysis ....................................................... 36
3.3.4. Indeks Williamson ......................................................... 38
3.3.5. Indeks Theil .................................................................... 39
3.3.6. Analisis Regresi Berganda ............................................. 39
3.3.7. Alur Pikir Analisis Penelitian ......................................... 43

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ......................... 45


4.1. Kondisi Geografi dan Topografi ................................................ 45
4.2. Penduduk dan Tenaga Kerja ...................................................... 47
4.3. Ekonomi Regional ...................................................................... 50
4.3.1. PDRB dan Perkembangannya ........................................ 51
4.3.2. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat ................ 51
4.3.3. Struktur Perekonomian Papua Barat .............................. 51

V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ..................................... 53


5.1. Tingkat Perkembangan Wilayah di Provinsi Papua Barat ......... 53
5.2. Disparitas Pembangunan Wilayah di Provinsi Papua Barat ...... 58
5.2.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Disparitas
Pembangunan Wilayah di Provinsi Papua Barat ............ 61
5.2.2. Hasil Analisis Ekonometrika Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Disparitas Pembangunan ....................... 73
5.3. Identifikasi Sektor-Sektor Unggulan di Provinsi Papua Barat .... 82
5.4. Rekomendasi Kebijakan dalam Mengurangi Disparitas
Pembangunan Wilayah ................................................................ 89

VI KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 93


6.1. Kesimpulan ................................................................................. 93
6.2. Saran ........................................................................................... 94

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 96


LAMPIRAN ............................................................................................. 100
DAFTAR TABEL

Halaman

1. PDRB, luas wilayah dan jumlah penduduk per kabupaten/kota serta


kontribusinya terhadap Provinsi Papua Barat tahun 2008 ................ 6
2. Luas lahan yang sesuai, telah digunakan dan tersedia untuk
pengembangan (perluasan) pertanian di Provinsi Papua Barat……. 10
3. Tujuan penelitian, metode analisis, variabel, sumber data dan
output penelitian ................................................................................ 34
4. Penduduk Papua Barat menurut jenis kelamin dan sex rasio per
kabupaten/kota .................................................................................. 47
5. Penduduk Papua Barat menurut rumah tangga dan tingkat
kepadatan per kabupaten/kota ............................................................ 48
6. Persentase penduduk 10 tahun keatas menurut status perkawinan
per kabupaten/kota ............................................................................ 49
7. Penduduk 15 tahun keatas menurut jenis kelamin dan jenis kegiatan
utama ................................................................................................. 50
8. Indeks Entropi sektor-sektor perekonomian di Provinsi Papua Barat
tahun 2005-2008 ............................................................................... 55
9. Indeks Theil Provinsi Papua Barat tahun 2005-2008 ........................ 59
10. Rata-rata perkembangan nilai pembentuk IPM berdasarkan
kabupten/kota di Provinsi Papua Barat tahun 2005-2008 ................. 66
11. Ringkasan Hasil Output Eviews ....................................................... 74
12. Rata-rata nilai analisis location quotient per sektor di Provinsi
Papua Barat tahun 2005-2006 ........................................................... 83
13. Sektor-sektor perekonomian unggulan per kabupaten/kota di
Provinsi Papua Barat tahun 2005-2008 ............................................. 84
14. Nilai analisis shift share di Provinsi Papua Barat tahun 2005-2008 . 85
15. Identifikasi sektor unggulan (komparatif dan kompetitif)
berdasarkan kombinasi hasil analisis LQ dan SSA di Provinsi
Papua Barat tahun 2005-2008 ........................................................... 87
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Tingkat pembangunan ekonomi Provinsi Papua Barat dan nasional


tahun 2004-2009 ................................................................................ 4
2. Peta komoditas unggulan di Provinsi Papua Barat ............................ 11
3. Kurva disparitas pembangunan antar wilayah ................................... 20
4. Kerangka pemikiran .......................................................................... 31
5. Peta lokasi penelitian ......................................................................... 33
6. Alur pikir analisis penelitian disparitas pembangunan wilayah di
Provinsi Papua Barat. ........................................................................ 44
7. Luas wilayah Provinsi Papua Barat menurut kabupaten/kota ............ 46
8. Distribusi persentase PDRB atas dasar harga berlaku menurut
lapangan usaha ................................................................................... 52
9. Trend nilai Entropi wilayah tiap kabupaten/kota di Provinsi Papua
Barat tahun 2005-2008 ...................................................................... 54
10. Trend nilai Entropi wilayah di Provinsi Papua Barat tahun 2005-
2008 ................................................................................................... 55
11. Trend nilai entropi berdasarkan wilayah pengembangan di Provinsi
Papua Barat tahun 2005-2008 ........................................................... 56
12. Transisi sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian ke
sektor industri dan jasa di Provinsi Papua Barat tahun 2005-2008 ... 57
13. Perkembangan nilai Indeks Williamson di Provinsi Papua Barat
tahun 2005-2008 ................................................................................ 58
14. Perkembangan nilai Indeks Theil di Provinsi Papua Barat tahun
2005-2008 .......................................................................................... 60
15. PDRB per kapita dan laju pertumbuhannya di Provinsi Papua Barat
tahun 2005-2008 ................................................................................ 62
16. Rata-rata perkembangan nilai IPM berdasarkan wilayah
pengembangan di Provinsi Papua Barat tahun 2005-2008 ................ 64
17. Rata-Rata perkembangan nilai IPM berdasarkan kabupaten/kota di
Provinsi Papua Barat tahun 2005-2008 ............................................ 65
18. Perkembangan jumlah penduduk di Provinsi Papua Barat tahun
2005-2008 .......................................................................................... 69
19. Dana alokasi umum kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat tahun
2005-2008 .......................................................................................... 70
20. Dana alokasi khusus kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat tahun
2005-2008 .......................................................................................... 71
21. Dana bagi hasil (pajak dan SDA) kabupaten/kota di Provinsi Papua
Barat tahun 2005-2008 ...................................................................... 72
22. Tingkat kompetitif sektor-sektor perekonomian di Provinsi Papua
Barat tahun 2005-2008 ...................................................................... 87
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil analisis Indeks Williamson berdasarkan PDRB per kapitas


tiap kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat tahun 2005-2008 .......... 100
2. Hasil Analisis Indeks Entropi Berdasarkan Sektor Perekonomian
Tiap Kabupaten/Kota di provinsi Papua Barat Tahun 2005-2008 ..... 102
3. Hasil Analisis Indeks Theil Berdasarkan PDRB per Kapita
Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2005-2008 .............. 114
4. Hasil Analisis LQ Kabupaten/Kota per Sektor di Provinsi Papua
Barat Tahun 2005-2008 ...................................................................... 116
5. Hasil Analisis Shift Share Kabupaten/Kota per Sektor di Provinsi
Papua Barat Pada Titik Tahun 2005 dan 2008 ................................... 118
6. Penetapan Dana Alokasi Khusus untuk Kabupaten/Kota di
Provinsi Papua Barat .......................................................................... 123
7. Rincian Dana Alokasi Umum untuk Kabupaten/Kota di Provinsi
Papua Barat ......................................................................................... 126
8. Penetapan Dana Bagi Hasil Pajak dan Sumber Daya Alam Bagi
Kabupaten/Kota Di Provinsi Papua Barat .......................................... 127
9. Besaran NIlai Indeks Pembangunan Manusia per Kabupaten/Kota di
Provinsi Papua Barat tahun 2005-2008 .............................................. 128
10. Hasil Perhitungan Indeks Entropi Wilayah kabupaten/kota
berdasarkan sektor Perekonomian di Provinsi Papua Barat Tahun
2005-2008 ........................................................................................... 129
11. Hasil Output Eviews Indeks Ketimpangan dan Uji Asumsinya ......... 130
1

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebijakan pembangunan nasional dan kebijakan pembangunan daerah telah


disusun dalam koridor perencanaan jangka panjang, jangka menengah dan jangka
pendek. Kebijakan perencanaan jangka panjang sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025, menyatakan
bahwa arah kebijakan pembangunan daerah dalam upaya mewujudkan
pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan diprioritaskan pada: (1)
pengembangan wilayah yang berbasis potensi unggulan daerah yang
berkelanjutan dan memperhatikan daya dukung lingkungan; (2) percepatan
pembangunan melalui pusat-pusat pertumbuhan ekonomi seperti Kawasan
Ekonomi Khusus dan Kawasan Industri untuk mengembangkan daerah tertinggal
di sekitarnya dengan memperhatikan keterkaitan mata rantai produksi dan
distribusi; (3) keberpihakan prioritas pelaksanaan program dan kegiatan
pembangunan pemerintah di daerah tertinggal dan berpotensi cepat tumbuh secara
ekonomi; (4) memperhatikan kawasan perbatasan sebagai pintu gerbang aktivitas
ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga; (5) peningkatan kapasitas
kelembagaan, keuangan dan legislatif pemangku kepentingan pembangunan; serta
(6) penanggulangan kemiskinan yang memperhatikan hak-hak dasar masyarakat
dengan prinsip kesetaraan dan non diskriminasi.
Saat ini kita telah masuk dalam fase orientasi pembangunan jangka
menengah tahun 2010-2014, yang memprioritaskan pemantapan penataan kembali
Indonesia disegala bidang dengan menekankan upaya peningkatan kualitas
sumber daya manusia, termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi
serta penguatan daya saing perekonomian. Esensi penguatan daya saing
perekonomian dalam pembangunan daerah yang berbasis pengembangan wilayah,
diarahkan pada pengembangan strategi pengembangan kawasan strategis dan
cepat tumbuh serta upaya peningkatan investasi daerah tertinggal. Upaya-upaya
pengembangan daerah tertinggal telah diinisiasi melalui pilar-pilar strategi dasar
percepatan pembangunan daerah tertinggal, yang ditujukan untuk:
2

(1) meningkatkan kemandirian masyarakat melalui pengembangan ekonomi lokal,


pemberdayaan masyarakat, penyediaan sarana dan prasarana serta peningkatan
kapasitas kelembagaan; (2) Mengoptimalkan pemanfaatan potensi wilayah; (3)
Memperkuat integrasi ekonomi antara daerah tertinggal dan daerah maju; serta (4)
Meningkatkan penanganan daerah khusus yang memiliki karakteristik
“keterisolasian”.
Dalam skala nasional, proses pembangunan yang dilaksanakan selama ini
ternyata telah menimbulkan masalah pembangunan yang cukup besar dan
kompleks. Pendekatan pembangunan yang sangat menekankan pada pertumbuhan
ekonomi makro, cenderung mengabaikan terjadinya kesenjangan-kesenjangan
pembangunan antar wilayah yang cukup besar. Investasi dan sumberdaya terserap
dan terkonsentrasi di perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan, sementara wilayah-
wilayah hinterland mengalami pengurasan sumberdaya yang berlebihan.
Kesenjangan ini pada akhirnya menimbulkan permasalahan yang dalam konteks
makro sangat merugikan proses pembangunan yang ingin dicapai sebagai bangsa.
Ketidakseimbangan pembangunan antar wilayah disatu sisi terjadi dalam bentuk
buruknya distribusi dan alokasi pemanfaatan sumberdaya yang menciptakan
inefisiensi dan tidak optimalnya sistem ekonomi, dimana faktor-faktor penyebab
terjadinya disparitas antar wilayah menurut Rustiadi et. al. (2009) adalah:
(1) geografi; (2) sejarah; (3) politik; (4) kebijakan pemerintah; (5) administrasi;
(6) sosial budaya dan (7) ekonomi.
Sejak bergulirnya otonomi daerah di Indonesia, terlebih lagi otonomi khusus
bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, paradigma baru pembangunan
yang secara langsung maupun tidak langsung telah membawa pengaruh yang
cukup luas dan signifikan dalam tata kehidupan masyarakat baik di tingkat
regional dan lokal. Wujud otonomi daerah adalah UU Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang
perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (yang kemudian
diperbaharui dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah). Secara harfiah otonomi daerah berarti hak,
wewenang serta kewajiban daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri
sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Seluruh urusan pemerintahan
3

didesentralisasikan kepada daerah-daerah kecuali yang menyangkut hubungan


luar negeri serta pertahanan dan keamanan. Daerah menjadi memiliki kewenangan
yang lebih luas dalam pengelolaan sumberdaya yang dimilikinya, baik
sumberdaya alam (natural capital), sumberdaya buatan (man made capital),
sumberdaya manusia (human capital) maupun sumberdaya sosial (social capital).
Kewenangan yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab tesebut diberikan
kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan,
pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional, serta perimbangan keuangan
antara pusat dan daerah, sesuai dengan prinsip demokrasi, peran serta masyarakat,
pemerataan dan keadilan serta potensi dan keberagaman daerah.
Pembangunan di tanah Papua selayaknya dikembangkan secara lebih
intensif terutama dengan mengutamakan pemanfaatan sumberdaya lokal dan
sektor perekonomian (sektor basis dan non-basis) yang berpotensi memberikan
dampak positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Upaya-upaya
pemerintah dalam meningkatkan kualitas pembangunan di tanah Papua telah
secara intensif didorong melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, dan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun
2007 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
Upaya-upaya ini dilatarbelakangi oleh permasalahan dan tantangan yang dihadapi
dalam pengelolaan pembangunan tanah Papua seperti Sumber daya alam Papua
dan Papua Barat yang melimpah dan hampir merata di semua wilayah, kawasan
konservasi yang luas dan merata, tingkat kemajuan antar wilayah yang timpang
sehingga masih banyak terdapat daerah-daerah yang tingkat ketertinggalannya
masih tinggi, kemiskinan yang relatif merata di seluruh wilayah, kualitas sumber
daya manusia yang rendah karena keterbatasan akses terhadap pelayanan
pendidikan dan kesehatan, prasarana dan sarana yang terbatas mengakibatkan
kualitas dan kuantitas pelayanan dasar dari pemerintah daerah tidak optimal, serta
kondisi sistem usahatani lokal yang belum mampu mengadopsi teknologi
pertanian modern sehingga masih rentan terhadap perubahan iklim dan
lingkungan biofisik.
Provinsi Papua Barat awalnya bernama Irian Jaya Barat, berdiri atas dasar
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang pembentukan Provinsi Irian Jaya
4

Barat, Provinsi Irian Jaya Tengah, Kabupaten Mimika, Kabupaten Paniai,


Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong. Berdirinya Provinsi Papua Barat juga
mendapat dukungan dari Surat Keputusan DPRD Provinsi Papua Nomor 10
Tahun 1999 tentang pemekaran Provinsi Papua menjadi tiga provinsi. Provinsi
Papua Barat, memiliki luas wilayah sebesar 143.185 km2 dari luas total 8
(delapan) kabupaten yakni Kabupaten Sorong, Kabupaten Manokwari, Kabupaten
Fak-Fak, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten
Kaimana, Kabupaten Teluk Bintuni dan 1 (satu) kota madya yaitu Kota Madya
Sorong. Sebagian besar aksesibilitas antar pusat-pusat pertumbuhan dirasakan
sangat kurang akibat terbatasnya jaringan jalan, belum adanya jaringan sentra
produksi, terbatasnya sarana dan prasarana kebutuhan dasar seperti air bersih,
listrik, telekomunikasi, dan lain-lain, khususnya di pusat-pusat pertumbuhan
kawasan.

Sumber : http://www.slideshare.net/ekpd/hasil-evaluasi-kinerja-pembangunan-
daerah-tahun-2009-provinsi-papua-barat 2

Gambar 1 Tingkat pembangunan ekonomi Provinsi Papua Barat dan Nasional


tahun 2004-2009

2
Seminar Nasional Hasil Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Tahun 2009 Provinsi Papua
Barat, Pelaksana Universitas Negeri Papua. Hotel Santika Premiere 18-20 Desember 2009
[februari 2011]
5

Pembangunan ekonomi di Provinsi Papua Barat jika dilihat secara nasional


selama periode 2004-2009 masih berada di bawah tingkat pembangunan ekonomi
nasional dan menunjukan trend yang sangat fluktuatif dibanding dengan trend
pembangunan ekonomi nasional. Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa
fluktuasi indikator capaian outcomes Papua Barat yang menurun drastis pada
tahun 2006 hingga berada di bawah rata-rata nasional, kemudian meningkat
melampaui rata-rata nasional pada tahun 2007 dan selanjutnya turun secara drastis
di bawah rata-rata nasional dan mencapai minimum pada tahun 2009 menunjukan
bahwa kinerja pemerintah Provinsi Papua Barat dalam pembangunan ekonomi
relatif belum relevan dan efektif dalam mengurangi disparitas pembangunan
wilayah.
Tabel 1 di bawah memperlihatkan bahwa terjadi disparitas dalam
perkembangan ekonomi pada Kabupaten Manokwari, Kabupaten Sorong dan
Kota Sorong dibanding dengan kabupaten lainnya. Secara spasial ketiga wilayah
tersebut memiliki aksesibilitas cukup tinggi karena berada pada jalur transportasi
utama baik laut dan udara yang merupakan pintu masuk dan keluar ke Provinsi
Papua Barat.

Tabel 1 PDRB, luas wilayah dan jumlah penduduk per kabupaten/kota serta
kontribusinya terhadap Provinsi Papua Barat tahun 2007
PDRB atas dasar harga
Luas Wilayah Jumlah Penduduk
Kabupaten/ berlaku
Kota Nilai
Km2 (%) Jiwa (%) (%)
(Jutaan Rp)
Fak-Fak 14.320,00 10,00 66.254 9,16 912.368,45 8,87
Kaimana 18.500,00 12,82 41.660 5,76 534.432,78 5,20
Wondama 12.146,62 8,48 22.936 3,17 172.899,41 1,68
Teluk Bintuni 18.637,00 13,02 53.664 7,42 640.772,08 6,23
Manokwari 14.448,50 10,09 171.222 23,68 1.686.242,76 16,39
Sorong Selatan 29.810,00 20,82 60.934 8,43 327.559,71 3,18
Sorong 28.894,00 20,18 97.810 13,53 3.345.501,50 32,53
Raja Ampat 6.084,50 4,25 40.912 5,66 796.193,43 7,74
Kota Sorong 344,49 0,24 167.589 23,18 1.869.355,55 18,17
Jumlah 143.185,1 100,00 722.981 100,00 10.285.325,67 100,0

Sumber : BPS Papua Barat, 2008


6

Kondisi lainnya yang menunjukan perbedaan pembangunan (disparitas)


pada kabupaten dan kota adalah terpusatnya kegiatan perekonomian pada daerah
kabupaten induk dibandingkan dengan daerah pemekaran, seperti pertanian, jasa,
perdagangan, perhotelan dan pendidikan terfokus di Kota Sorong, Kabupaten
Sorong dan Kabupaten Manokwari yang juga menyerap sumberdaya dari daerah
pemekaran baru (hinterland). Hal ini menyebabkan masyarakatnya menikmati
pendapatan per kapita yang lebih tinggi, angka kemiskinan yang lebih rendah
serta kualitas SDM yang lebih baik menyebabkan Indeks Pembangunan
Manusianya (IPM) cenderung meningkat.
Secara umum nilai IPM Papua Barat terus mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun namun ada beberapa daerah yang mengalami peningkatan pesat
dan ada yang lambat baik pada kabupaten induk maupun kabupaten pemekaran.
Kondisi ini dipengaruhi oleh variasi komponen tingkat kesehatan, tingkat
pendidikan dan tingkat daya beli masyarakat pada masing-masing wilayah.
Peningkatan Tingkat kesehatan yang dihitung dari Angka Harapan Hidup di
Papua Barat sebesar 67,90 tahun pada 2008. Artinya rata-rata masyarakat Papua
Barat usia hidupnya 67 tahun. Kota Sorong memiliki Angka Harapan hidup
tertinggi sebesar 71,12 tahun dan terendah pada Kabupaten Raja Ampat sebesar
65,43 tahun. Bila dibandingkan dengan kabupaten pemekaran lainnya, Kabupaten
Teluk Bintuni memiliki Angka Harapan Hidup (AHH) lebih tinggi (67,55 tahun)
dari kabupaten induk Manokwari (67,38 tahun).
Peningkatan tingkat pendidikan di Papua Barat dalam kriteria Angka Melek
Huruf (AMH), terendah di Kabupaten Teluk Bintuni dalam periode tahun 2006-
2008. Pada kriteria lama sekolah, secara keseluruhan Papua Barat memiliki rata-
rata bersekolah sampai dengan kelas 1 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)
meskipun pada Kabupaten Teluk wondama terendah dalam periode tahun 2006-
2008 (6,39 tahun) sehingga dapat dikatakan bahwa penduduk hanya mampu
bersekolah sampai dengan kelas 1 Sekolah Dasar (SD). Sangat jauh bila
dibandingkan dengan penduduk Kota Sorong dengan rata-rata lama sekolah
sampai dengan kelas 1 Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Daya beli
masyarakat Papua Barat juga terus meningkat selama periode tahun 2006-2008
7

dengan rata-rata sebesar Rp 593, 13 ribu dengan daya beli tertinggi pada Kota
Sorong dan terendah pada Kabupaten Raja Ampat.
Data laporan Tahunan Indeks Pembangunan Manusia Papua Barat Tahun
2008 menyebutkan bahwa berdasarkan kesamaan pencapaian nilai IPM, posisi
relatif kabupaten dan kota di Provinsi Papua Barat dapat dikelompokan kedalam 3
(tiga) kelompok. Kelompok IPM bawah yaitu Kabupaten Teluk Wondama, Teluk
Bintuni, Manokwari, Raja Ampat dan Sorong Selatan, capaian rata-rata IPM pada
tahun 2006-2008 adalah 65 ke bawah. Kelompok IPM menengah terdiri dari
Kabupaten Fak-Fak, Kabupaten Kaimana dan Kabupaten Sorong dengan capaian
rata-rata IPM 2006-2008 antara 66-75. Kelompok IPM atas adalah Kota Sorong
dengan rata-rata capaian IPM 2006-2008 lebih dari 75.
Ketimpangan pada jumlah penduduk, PDRB dan PDRB per kapita juga
menggambarkan ketimpangan pembangunan di Provinsi Papua Barat. Kabupaten
Sorong misalnya, pada tahun 2008 memiliki nilai PDRB (atas dasar harga
berlaku) tertinggi di Papua Barat sebesar Rp 4,28 triliun disusul Kota sorong
sebesar Rp 2,15 triliun dan Kabupaten Manokwari sebesar Rp 2,03 triliun.
Kabupaten Wondama merupakan kabupaten pemekaran dengan nilai PDRB
terendah sebesar Rp 0,27 triliun. Dari segi nilai PDRB per kapita, nilai tertinggi
berada pada Kabupaten Teluk Bintuni (Rp 16 juta), Kabupaten Fak-Fak (Rp 15,
57 juta), Kabupaten Kaimana (Rp 14,31 juta) dan Kota Sorong (Rp 12,7 juta).
Hal ini disebabkan karena konsentrasi penduduk lebih banyak berada di
kabupaten induk sehingga meskipun memiliki pendapatan yang relatif tinggi,
PDRB per kapitanya masih rendah.
Dana perimbangan pembangunan yang bersumber dari Dana Alokasi Umum
(DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH) memberikan
kontribusi cukup besar bagi pendanaan pembangunan di kabupaten dan kota
maupun di Provinsi Papua Barat. Daerah yang mempunyai kemampuan fiskal
rendah akan mendapatkan DAU dalam jumlah yang relatif besar, sebaliknya daerah
yang mempunyai kemampuan fiskal tinggi akan mendapat DAU dalam jumlah yang
kecil, dimana pemberian DAU tahun berjalan selalu lebih besar dari tahun
sebelumnya (DAU t > DAU t-1 ). Pemberian DAU ini diharapkan benar-benar dapat
mengurangi disparitas fiskal horizontal, daerah mempunyai tingkat kesiapan fiskal
8

yang relatif sama dalam mengimplementasikan otonomi daerah. Daerah diharapkan


mampu mengalokasikan sumber dana ini pada sektor-sektor produktif yang mampu
mendorong adanya peningkatan investasi di daerah dalam meningkatkan
pembangunan ekonomi wilayah dan juga pada sektor yang berdampak pada
peningkatan pelayanan publik sehingga kemandirian daerah menjadi semakin tinggi
seiring dengan meningkatnya kapasitas fiskal daerah, dan pada gilirannya tanggungan
pemerintah untuk memberikan DAU bisa lebih dikurangi. 3 Dana bagi hasil daerah
meliputi pajak bumi dan bangunan (PBB), bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan (BPHTB) dan penerimaan dari Sumber Daya Alam (SDA). Pada komponen
PAD ditambah dengan Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak (DBHPBP) inilah
yang merupakan indikator fiscal capacity bagi setiap daerah. Fiscal capacity ini
merupakan indikator utama dalam mengukur kemampuan pemerintah daerah untuk
membiayai sendiri kegiatan pemerintahan daerah yang dijalankan, tanpa tergantung
bantuan dari luar, termasuk dari pemerintah pusat. DAU dan DAK merupakan alokasi
pembiayaan daerah yang termuat dalam APBN yang dimaksudkan untuk membantu
pembiayaan pemerintahan daerah baik secara umum, maupun secara khusus. Dimana
DAU memiliki tujuan utama untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah
untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi,
sedangkan DAK dialokasikan kepada daerah dengan tujuan untuk membantu
pembiayaan daerah dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan khususnya. Selama
periode tahun 2005-2008 alokasi DAU Kabupaten Manokwari, Kabupaten Fak-Fak,
Kabupaten Kaimana, Kabupaten Sorong dan Kabupaten Sorong Selatan lebih besar
dari alokasi pemberian DAU Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Wondama dan Kota
Sorong. Sementara untuk alokasi DAK selama periode tersebut lebih besar alokasinya
bagi Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Manokwari,
Kabupaten Wondama dan Kabupaten Fak-Fak. 4
Percepatan pembangunan Provinsi Papua Barat merupakan kebijakan utama
Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Provinsi Papua Barat, sehingga pada tahun
2015 diharapkan Provinsi Papua Barat akan bisa mengejar ketertinggalan dalam
pencapaian pembangunan Millenium Development Goals (MDGs) dari Provinsi
lain di Indonesia. Dalam konteks ini, dokumen rencana pembangunan jangka

3
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16852/5/Chapter%20I.pdf [februari 2011]
4
http://www.djpk.depkeu.go.id/datadjpk [juli 2010]
9

menengah Papua Barat 2006-2011 serta kebijakan percepatan pembangunan


Pemerintah Pusat melalui Inpres 5/2007 merupakan arah utama dari proses
percepatan dan harmonisasi program pembangunan di Provinsi Papua Barat.
Dokumen RPJMD Buku IV Misi dan Visi Pembangunan Jangka Menengah
Daerah, Pemerintah Provinsi Papua Barat telah merumuskan secara operasional 6
agenda pokok pembangunan di Provinsi Papua Barat. Pertama, membangun
kapasitas kelembagaan dengan sasaran meningkatnya kapasitas kelembagaan yang
mampu melaksanakan pelayanan kepada masyarakat sampai pada tingkat
kampung serta mampu melaksanakan tugas pokok kelembagaan. Kedua,
meningkatkan mutu sumber daya manusia Papua Barat, dengan sasaran
meningkatnya kwalitas sumber daya manusia Papua Barat dalam berbagai bidang
sehingga mampu dan mandiri mengelola sumber daya alam bagi kesejahteraan.
Ketiga, mengembangkan dan memperkuat basis ekonomi wilayah Provinsi Papua
Barat, dengan sasaran utama terbangunnya kemampuan ekonomi di wilayah
Provinsi Papua Barat untuk mempercepat perbaikan taraf hidup masyarakat serta
menciptakan landasan pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Keempat,
program penanggulangan kemiskinan, dengan sasaran menurunnya angka
kemiskinan di Provinsi Papua Barat menjadi sepertiga (35 %) dari angka
kemiskinan saat ini (70 %). Kelima, mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya
alam untuk kesejahteraan masyarakat di Provinsi Papua Barat yang terjamin
kelestariannya, dengan sasaran termanfaatkannya sumber daya alam bagi
kepentingan masyarakat dan terpelihara kelestariannya. Keenam, revitalisasi dari
nilai sosial masyarakat sebagai modal pembangunan di Provinsi Papua Barat,
dengan sasaran tumbuhnya nilai sosial masyakat sebagai kekuatan yang berperan
aktif dalam pembangunan. Dalam konteks kebijakan pembangunan, Provinsi
Papua Barat sangat terkait dengan berbagai indikator Millenium Development
Goals (MDGs), pada dasarnya ada 2 kerangka acuan utama yaitu INPRES 5/2007
dengan RPJMD Provinsi Papua Barat 2006-2011 terdiri dari pembangunan
infrastruktur fisik, dan juga 3 sektor utama pembangunan (pendidikan, kesehatan,
10

perekonomian rakyat) serta investasi pengembangan wilayah yang merupakan


prioritas pembangunan utama Provinsi Papua Barat. 5
Potensi Sumber Daya Alam, Walaupun memiliki keunggulan komparatif
dan kompetitif, namum perlu disadari bahwa kondisi fisik dasar wilayah yang
ditandai dengan geografis dan topografis yang variatif, dimana 15% adalah
wilayah kepulauan, 65% adalah wilayah dataran yang bergelombang dan 20%
adalah wilayah yang datar dan sungai. Di sisi lain kehidupan sosial ekonomi
masyarakat yang rendah merupakan issue strategis daerah yang menjadi tuntutan
bagi kebutuhan pembangunan di wilayah Papua Barat 6.

1.2. Perumusan Masalah

Sebenarnya beberapa daerah kabupaten dan kota di Provinsi Papua Barat


memiliki potensi sumberdaya seperti Sumber Daya Laut, serta potensi mineral gas
bumi, pertambangan dan keragaman budaya yang dimiliki daerah ini merupakan
keunggulan komperatif dan kompetitif untuk akselerasi pembangunan Papua
Barat ke depan.yang dapat diandalkan dalam memacu pertumbuhan ekonomi
(PDRB) dan mengurangi disparitas pembangunan yang terjadi.

Tabel 2 Luas lahan yang sesuai, telah digunakan dan tersedia untuk
pengembangan (perluasan) pertanian di Provinsi Papua Barat
Luas Lahan
Telah
Kab/Kota Sesuai Masih Tersedia
Digunakan
(ha) (%)
(%)
Fak-fak 553.784 33,34 66,66
Kaimana 312.807 22,80 77,20
Teluk Wondama 46.342 31,50 68,50
Teluk Bintuni 783.176 3,37 96,63
Manokwari 145.977 67,61 32,29
Sorong Selatan 477.321 6,48 93,52
Sorong/Kota 454.140 36,60 63,40
Raja Ampat 20.854 100,00 0,00
Jumlah 2.794.441 22,34 78,04
Sumber : BPS Papua Barat, 2008 (data diolah)

5
Arah Kebijakan Harmonisasi Papua Barat http://www.westpapuamdgs.com/?p=82&lang=id
[februari 2011]
6
Potensi Daerah Papua Barat http://www.papuabarat.info/content/potensi.php [februari 2011]
11

Data pada Tabel 2 di atas menunjukan bahwa ternyata potensi ketersediaan


luasan lahan yang sesuai untuk pengembangan pertanian di Provinsi Papua Barat
sangat luas sehingga dapat digunakan untuk memacu produksi komoditas-
komoditas unggulan (Gambar 2) masing-masing kabupaten dan kota melalui
extensifikasi pertanian. Namun realitasnya, masih sangat kecil total luasan lahan
yang telah digunakan untuk pengembangan pertanian pada tiap kabupaten dan
kota di Provinsi Papua Barat. Selain itu potensi perikanan yang ada di Kabupaten
Kaimana, Kabupaten Fak-fak, Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Wondama
tidak ditunjang dengan unit penangkapan yang memadai, sehingga produksi
perikanan tangkapnya masih rendah bila dibandingkan dengan Kabupaten
Manokwari (BPS Papua Barat, 2008).

Sumber : Supriadi, 2008

Gambar 2 Peta komoditas unggulan di Provinsi Papua Barat.

Uraian masalah tersebut di atas merupakan beberapa indikasi bahwa


pembangunan yang dilaksanakan di Provinsi Papua Barat selama ini masih belum
merata dan belum dioptimalkan sesuai dengan potensi sumberdaya yang ada,
sehingga menyebabkan terjadinya disparitas pembangunan wilayah di Provinsi
Papua Barat.
12

Mengacu pada Hipotesa Neo-Klasik (Sjafrizal, 2008), disparitas


pembangunan regional di Provinsi Papua Barat cenderung melebar (divergence).
Hal ini diakibatkan oleh mobilitas faktor produksi yang kurang lancar pada
permulaan proses pembangunan pada beberapa kabupaten di Provinsi Papua Barat
yang baru memekarkan diri (Kabupaten Kaimana, Kabupaten Wondama,
Kabupaten Bintuni, Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Sorong Selatan).
Akan tetapi bila proses pembangunan terus berlanjut, dengan semakin
membaiknya mobilitas faktor produksi maka disparitas pembangunan regional di
Provinsi Papua Barat akan berkurang (convergence).
Secara khusus konsep yang dapat ditawarkan agar tercapai konvergensi
(convergence) pembangunan ekonomi di Provinsi Papua Barat pada masa
mendatang adalah bagaimana melakukan pengembangan terhadap potensi dari
sektor-sektor unggulan (leading sectors) yang memberikan kontribusi terhadap
PDRB masing-masing kabupaten dan kota di Provinsi Papua Barat. Oleh karena
itu diperlukan analisis mengenai disparitas pembangunan wilayah di Provinsi
Papua Barat dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Dari uraian latar belakang dan perumusan masalah di atas maka muncul
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat perkembangan wilayah di Provinsi Papua Barat
2. Berapa besar tingkat disparitas pembangunan wilayah di Provinsi Papua Barat
dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya disparitas
pembangunan wilayah di Provinsi Papua Barat.
3. Apa yang menjadi sektor unggulan dari tiap wilayah Kabupaten/Kota di
Provinsi Papua Barat
4. Bagaimana Strategi Pengembangan wilayah di Provinsi Papua Barat

1.3. Tujuan Penelitian

1. Menentukan/mengidentifikasi tingkat perkembangan wilayah di Provinsi


Papua Barat
13

2. Mengetahui tingkat disparitas pembangunan wilayah di Provinsi Papua Barat


dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya disparitas pembangunan di
Provinsi Papua Barat.
3. Mengidentifikasi sektor unggulan pada tiap wilayah di Provinsi Papua Barat
4. Merumuskan strategi pengembangan wilayah dalam mengurangi disparitas
pembangunan wilayah di Provinsi Papua Barat ke depan.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai rumusan kebijakan


perencanaan pembangunan wilayah di Provinsi Papua Barat dan masing-
masing kabupaten/kota, terutama dalam mengurangi disparitas pembangunan.
2. Sebagai rujukan informasi bagi kegiatan penelitian lanjutan mengenai
disparitas pembangunan wilayah baik dalam skala nasional, regional dan
lokal.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian difokuskan pada analisis data Produk Domestik


Regional Bruto (PDRB) dan disparitas pembangunan yang disebabkan oleh
perbedaan pada PDRB per Kapita, Alokasi Dana Perimbangan (DAK, DAU,
DBH), Jumlah Penduduk dan Indeks Pembangunan Mmanusia.
14

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pengembangan Wilayah

Di Indonesia, berbagai konsep nomenklatur kewilayahan seperti “wilayah,


kawasan, daerah, regional, area, ruang dan istilah-istilah sejenis, banyak
dipergunakan dan saling dapat dipertukarkan pengertiannya walaupun masing-
masing memiliki bobot penekanan yang berbeda-beda. Ketidak konsistenan istilah
tersebut kadang menyebabkan kerancuan pemahaman dan sering
membingungkan. Secara teoritik, tidak ada perbedaan nomenklatur antara istilah
wilayah, kawasan dan daerah. Semuanya secara umum dapat diistilahkan dengan
wilayah (region).
Pengertian wilayah sangat penting untuk diperhatikan apabila berbicara
tentang program-program pembangunan yang terkait dengan pengembangan
wilayah dan pengembangan kawasan. Pengembagan kawasan terkait dengan
pengembangan fungsi tertentu dari suatu unit wilayah, mencakup fungsi sosial,
ekonomi, budaya, politik maupun pertahanan dan keamanan.
Sementara itu pengembangan wilayah seharusnya mempunyai cakupan yang
lebih luas yaitu menelah keterkaitan antar kawasan. Namun perspektif tiap orang
tentang keterkaitan suatu wilayah sangat tergantung pada cakupan wilayah
perencanaan dan pengelolaannya. Wilayah perencanaan dan pengelolaan bisa
mencakup wilayah administratif politis (pusat atau daerah) maupun wilayah
perencanaan fungsional.
Istilah wilayah mengacu pada pengertian unit geografis, secara lebih
jelasnya, Rustiadi et. al. (2009) mendefinisikan wilayah sebagai suatu unit
geografis dengan batas-batas tertentu dimana komponen-komponen di dalamnya
memiliki keterkaitan dan hubungan fungsional satu dengan lainnya. Dengan
demikian wilayah dapat didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas
spesifik (tertentu) dimana komponen-komponennya memiliki arti didalam
pendiskripsian perencanaan dan pengelolaan sumberdaya pembangunan. Dari
definisi tersebut terlihat bahwa tidak ada batasan spesifik dari luasan suatu
wilayah. Batasan yang ada lebih bersifat “meaningful” untuk perencanaan,
15

pelaksanaan, monitoring, pengendalian maupun evaluasi. Dengan demikian


batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat
dinamis (berubah-ubah), sehingga istilah wilayah menekankan interaksi antar
manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu
batasan unit geografis tertentu.
Pengembangan wilayah merupakan program menyeluruh dan terpadu dari
semua kegiatan dengan memperhitungkan sumberdaya yang ada dan memberikan
kontribusi pada pembangunan suatu wilayah. Konsep pengembangan wilayah
adalah suatu upaya dalam mewujudkan keterpaduan penggunaan sumberdaya
dengan penyeimbangan dan penyerasian pembangunan antar daerah, antar sektor
serta pelaku pembangunan dalam mewujudkan tujuan pembangunan daerah.
Strategi pengembangan suatu wilayah sangat ditentukan oleh karakteristik
dan potensi yang terdapat di wilayah tersebut. Oleh karena itu, sebelum
melakukan suatu perumusan tengtang kebijakan yang akan dilaksanakan perlu
untuk mengetahui tipe/jenis kebijakan yang tepat dilakukan dalam pengembangan
wilayah. Menurut Anwar (2005) dalam suatu wilayah akan terdapat beberapa
macam karakteristik wilayah yaitu:
1. Wilayah maju
2. Wilayah sedang berkembang
3. Wilayah belum berkembang, dan
4. Wilayah tidak berkembang

Wilayah maju adalah wilayah yang telah berkembang yang biasanya


dicirikan sebagai pusat pertumbuhan. Di wilayah ini terdapat pemusatan
penduduk, industri, pemerintahan dan sekaligus pasar yang potensial. Wilayah
yang sedang berkembang biasanya dicirikan oleh pertumbuhan yang cepat dan
biasanya merupakan wilayah penyangga dari wilayah maju, karena itu
mempunyai aksesibilitas yang sangat baik terhadap wilayah maju, juga dicirikan
oleh potensi sumberdaya alam yang tinggi, pendapatan dan kesempatan kerja
yang tinggi, namun belum terjadi kesesakan dan tekanan biaya sosial. Sedangkan
wilayah yang belum berkembang tingkat pertumbuhannya masih rendah baik
secara absolut, maupun secara relatif, namun memiliki potensi sumberdaya alam
16

yang belum dikelola atau dimanfaatkan, tingkat kepadatan penduduk yang masih
rendah, pendapatan dan pendidikan yang juga relatif rendah. Wilayah yang tidak
berkembang dicirikan oleh dua hal yaitu : (a) wilayah tersebut memang tidak
memiliki potensi baik potensi sumberdaya alam maupun potensi lokasi, sehingga
secara alamiah sulit sekali berkembang dan mengalami pertumbuhan dan (b)
wilayah tersebut sebenarnya memiliki potensi, baik sumberdaya alam atau lokasi
maupun memiliki keduanya, tetapi tidak dapat berkembang dan bertumbuh karena
tidak memiliki kesempatan dan cenderung dieksploitasi oleh wilayah lain.
Alkadri et.al. (2001b) mengatakan bahwa pengembangan wilayah pada
umumnya mencakup berbagai dimensi pembangunan yang dilaksanakan secara
bertahap. Pada tahap awal, kegiatan pengembangan wilayah biasanya ditekankan
pada pembangunan fisik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, kemudian
diikuti dengan pembangunan sistem sosial dan politik. Namun begitu, tahapan ini
bukan merupakanlah merupakan suatu ketentuan yang baku, karena setiap
wilayah mempunyai potensi pertumbuhan yang berbeda dengan wilayah lain.
Potensi sumberdaya alam, kondisi sosial, budaya, ekonomi masyarakat,
ketersediaan infrastruktur dan lain-lain sangat berpengaruh pada penerapan
konsep pengembangan wilayah yang digunakan.

2.2. Sektor-Sektor Unggulan

Di Indonesia pembangunan ekonomi secara umum dibagi kedalam sembilan


sektor dan untuk mengembangkan semua sektor tesebut secara bersamaan,
diperlukan investasi yang sangat besar. Jika modal (investasi) tidak cukup, maka
perlu ada penetapan prioritas pembangunan. Biasanya sektor yang mendapat
prioritas tersebut adalah sektor unggulan yang diharapkan dapat mendorong
(push factor) sektor-sektor lain untuk berkembang menjadi pendorong utama
(prime mover) pertumbuhan ekonomi wilayah (Rustiadi et. al 2009). Penelitian
yang dilakukan oleh Setiawan 7 menunjukan bahwa dampak dari pertumbuhan
sektor unggulan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah lain (dampak
7
I Dewa Made Darma Setiawan: Peranan Sektor Unggulan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Daerah Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara Barat; Pendekatan Input-Output Multiregional.
ejournal.unud.ac.id/.../(5)%20soca-dharma%20setiawan-interehional%20io(1).pdf – [April 2010]
17

interregional) masih sangat kecil pengaruhnya dibandingkan dengan dampak


intraregional. Sejalan dengan penentuan sektor unggulan, James dan Movshuk
(2003) mengatakan bahwa keunggulan komparatif suatu wilayah dapat pula
dipengaruhi oleh kedekatan ekonomi wilayah-wilayah tersebut.
Secara garis besar, menurut Rustiadi et. al. (2009); Widodo (2006);
Tarigan (2005), sektor ekonomi suatu wilayah dapat dibagi dalam dua golongan,
yaitu sektor basis (leading sector) dimana kelebihan dan kekurangan yang terjadi
dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut menyebabkan terjadinya mekanisme
ekspor dan impor antar wilayah. Artinya industri basis ini akan menghasilkan
barang dan jasa, baik untuk pasar domestik daerah maupun pasar luar
wilayah/daerah. Sedangkan sektor non-basis adalah sektor dengan kegiatan
ekonomi yang hanya melayani pasar di daerahnya sendiri dan kapasitas ekspor
daerah belum berkembang.
Rustiadi et. al. (2009), lebih lanjut mengatakan bahwa pembangunan
terhadap sektor basis (leading sector) didasarkan pada dua kerangka konseptual
pembangunan wilayah yang dipergunakan secara luas. Pertama, konsep basis
ekonomi; konsep ini terutama dipengaruhi oleh kepemilikan masa depan terhadap
pembangunan daerah (dalam konteks nasional adalah merkantilisme). Teori basis
ekonomi beranggapan bahwa permintaan terhadap input hanya dapat meningkat
melalui perluasan permintaan terhadap output yang diproduksi oleh sektor basis
(ekspor) dan sektor non basis (lokal). Permintaan terhadap produksi sektor lokal
hanya dapat meningkat bila pendapatan lokal meningkat. Tetapi peningkatan
pendapatan ini hanya terjadi bila sektor basis (ekspor) meningkat. Oleh karena itu,
menurut teori basis ekonomi, ekspor daerah merupakan faktor penentu dalam
pembangunan ekonomi.
Kedua, konsep beranggapan bahwa perbedaan tingkat imbalan
(rate of return) adalah lebih dibawakan oleh perbedaan dalam lingkungan dari
atau prasarana, dari pada ketidakseimbangan rasio modal-tenaga. Dalam kerangka
pemikiran ini, daerah terbelakang bukan karena tidak beruntung atau karena
kegagalan pasar, tetapi karena produktifitasnya yang rendah. Oleh karena itu
investasi dalam prasarana adalah penting sebagai sarana pembangunan daerah.
Namun demikian, tidak seperti pendekatan basis ekonomi, tidak banyak terdapat
18

studi empirik dengan menggunakan konsep kedua ini. Hal ini disebabkan karena
kelangkaan data (terutama mengenai stok barang modal).
Dengan demikian, penentuan sektor unggulan dapat didasarkan pada kriteria
sebagai berikut:
1. Share terhadap PDRB : suatu sektor dikatakan unggul jika memberikan
kontribusi minimal 10%, sedangkan sub sektor minimal 2,5%
2. Nilai LQ : sektor/sub sektor dikatakan unggul jika mempunyai nilai LQ>1
3. Pertumbuhan PDRB : suatu sektor dikatakan unggul jika mengalami rata-rata
pertumbuhan minimal 5% per tahun dan terus mengalami pertumbuhan positif
setidaknya pada tiga (3) tahun, atau menglami kenaikan pada dua (2) tahun
terakhir secara berturut-turut.
4. Selisih antara pertumbuhan share sektor/sub sektor terhadap PDRB wilayah
kajian dan wilayah yang lebih besar bernilai positif.
Metode LQ (location quontient) dan SSA (shift share analysis) merupakan
dua metode yang sering dipakai sebagai indikator sektor basis. Untuk mengetahui
potensi aktifitas ekonomi yang merupakan indikasi sektor basis dan bukan basis
dapat digunakan metode LQ, yang merupakan perbandingan relatif antara
kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas dalam suatu wilayah.
Asumsi dalam LQ adalah terdapat sedikit variasi dalam pola pengeluaran secara
geografi dan produktifitas tenaga kerja seragam serta masing-masing industri
menghasilkan produk atau jasa yang seragam. Berbagai dasar ukuran pemakaian
LQ harus harus disesuaikan dengan kepentingan penelitian dan sumber data yang
tersedia. Jika penelitian dimaksudkan untuk mencari sektor yang kegiatan
ekonominya dapat memberikan kesempatan kerja sebanyak-banyaknya maka yang
dipakai sebagai dasar ukuran adalah jumlah tenaga kerja sedangkan bila
keperluannya untuk menaikan pendapatan daerah, maka pendapatan merupakan
dasar ukuran yang tepat dan bila hasil produksi maka jumlah hasil produksi yang
dipilih. LQ juga menunjukan efisiensi relatif wilayah, serta terfokus pada subtitusi
impor yang potensial atau produk dengan potensi ekspansi ekspor. Hal ini akan
memberikan gambaran tentang industri mana yang terkonsentrasi dan industri
mana yang tersebar (Rustiadi et. al. 2009; Bendavil-Val, 1991). Secara
operasional, LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktifitas sub
19

wilayah ke-i terhadap persentase aktifitas wilayah yang diamati. Asumsi yang
digunakan dalam analisis ini adalah : (1) kondisi geografis relatif homogen; (2)
pola-pola aktifitas bersifat seragam, dan; (3) setiap aktifitas menghasilkan produk
yang sama.
Shift Share Analysis (SSA) merupakan salah satu dari sekian bayak teknik
analisis untuk memahami pergeseran struktur aktifitas di suatu lokasi tertentu,
dibandingkan dengan suatu referensi cakupan wilayah yang lebih luas dalam dua
titik waktu. Pemahaman struktur aktifitas dari hasil SSA juga menjelaskan
kemampuan berkompetisi (competitiveness) aktifitas tertentu di suatu wilayah
secara dinamis atau perubahan aktifitas dalam cakupan wilayah yang lebih luas.
SSA mampu memberikan gambaran sebab-sebab terjadinya pertumbuhan suatu
aktifitas di suatu wilayah. Sebab-sebab yang dimaksud dibagi kedalam tiga bagian
yaitu sebab yang berasal dari dinamika lokal (sub wilayah), sebab dari dinamika
aktifitas atau sektor total wilayah dan sebab dari dinamika wilayah secara umum.
Hasil SSA juga mampu menjelaskan kinerja (performance) suatu aktifitas di
suatu sub wilayah dan membandingkannya dengan kinerjanya di dalam wilayah
total. Gambaran kinerja tersebut dapat dijelaskan dari tiga (3) komponen hasil
analisis, yaitu : (a) komponen laju pertumbuhan total (regional share) yang
merupakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang menunjukan
dinamika total wilayah; (b) komponen pergeseran proposional (proportional shift)
yang merupakan pertumbuhan total aktifitas tertentu secara relatif dibandingkan
dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang menunjukan
dinamika sektor/aktifitas total dalam wilayah; (c) komponen pergeseran
diferensial (differential shift) yang menjelaskan bagaimana tingkat kompetisi
(competitiveness) suatu aktifitas tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total
sektor/aktifitas tersebut dalam wilayah. Komponen ini menggambarkan dinamika
keunggulan atau ketidakunggulan suatu sektor/aktifitas tertentu di subwilayah
tertentu terhadap aktifitas tersebut di subwilayah lain.

2.3. Disparitas Pembangunan Antar Wilayah

Secara teoritis, permasalahan disparitas pembangunan antar wilayah mula-


mula dimunculkan oleh Douglas C. North dalam analisanya tentang teori
20

pertumbuhan Neo-klasik. Dalam teori tersebut dimunculkan sebuah prediksi


tentang hubungan antara tingkat pembangunan ekonomi nasional suatu negara
dengan disparitas pembangunan antar wilayah. Hipotesa ini kemudian lazim
dikenal sebagai Hipotesa Neo-klasik (Sjafrizal, 2008).
Menurut Hipotesa Neo-klasik pada permulaan proses pembangunan suatu
negara, disparitas pembangunan antar wilayah cenderung meningkat. Proses ini
akan terjadi sampai disparitas tersebut mencapai titik puncak. Setelah itu bila
proses pembangunan terus berlanjut, maka secara berangsur-angsur disparitas
pembangunan antar wilayah tersebut akan menurun. Dengan kata lain, kurva
disparitas pembangunan antar wilayah berbentuk huruf “U terbalik”
(Reverse U-Shape Curve).
Tingkat Disparitas

Sumber : Todaro, 2009


Proses Pembangunan

Gambar 3 Kurva disparitas pembangunan antar wilayah.

Disparitas pembangunan antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi


dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan ini pada dasarnya disebabkan
oleh adanya perbedaan kandungan sumberdaya alam dan kondisi demografi yang
terdapat pada masing-masing wilayah. Akibat dari perbedaan ini, kemampuan
suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda.
Karena itu tidaklah mengherankan bilamana pada setiap daerah biasanya terdapat
wilayah maju (Developed Region) dan wilayah terbelakang
(Underdeveloped Region). Terjadinya disparitas antar wilayah membawa
21

implikasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat antar wilayah. Karena aspek


disparitas pembangunan antar wilayah mempunyai implikasi terhadap formulasi
kebijakan pembangunan wilayah yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah
(Sjafrizal, 2008). Menurut Rouch et. al. (2001) disparitas yang menyebabkan
kemiskinan juga terjadi karena adanya gap antara sistim yang berlaku di suatu
wilayah dari services provider dengan masyarakatnya. Selain itu menurut Sodik
dan Nuryadin (2005) disparitas yang disebabkan karena country risk tidak identik
dengan regional risk, karena resiko lokal tidak dapat dipandang sama dengan
resiko makro-nasional. Hal ini terbukti ketika pertumbuhan ekonomi nasional
mengalami kontraksi sebesar -13% pada tahun 1998, terbukti perekonomian Irian
Jaya (Papua) tumbuh sebesar 12,7% dan Batam dengan pertumbuhan ekonomi
sebesar 3,5%.
Ukuran disparitas pembangunan wilayah yang mula-mula ditentukan adalah
index williamson yang digunakan dalam studinya pada tahun 1966. Secara
statistik, index ini sebenarnya adalah coefficien of variation yang lazim digunakan
untuk mengukur perbedaan. Istilah williamson index muncul sebagai penghargaan
terhadap Jeffrey G. Williamson yang mula-mula menggunakan teknik ini untuk
mengukur disparitas pembangunan antar wilayah. Walaupun index ini mempunyai
beberapa kelemahan, antara lain sensitif terhadap definisi wilayah yang digunakan
dalam perhitungan, namun demikian indeks ini cukup lazim digunakan untuk
mengukur disparitas pembangunan antar wilayah (Sjafrizal, 2008).
Berbeda dengan gini ratio yang lazim digunakan untuk mengukur distribusi
pendapatan, Williamson Index menggunakan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) per kapita sebagai data dasar, karena yang diperbandingkan adalah
tingkat pembangunan antar wilayah dan bukan tingkat kemakmuran antar
kelompok. Williamson mengembangkan indeks disparitas wilayah yang
diformulasikan sebagai berikut (Rustiadi et. al. 2009) :

.................................................................. (1)

Dimana :
V w = Index Williamson (Iw)
22

Y i = PDRB per kapita wilayah kabupaten ke-i


= Rata-rata PDRB per kapita
pi = f i /n, dimana f i jumlah penduduk kabupaten ke-i dan n jumlah total
penduduk provinsi.

Pengukuran didasarkan pada variasi hasil-hasil pembangunan ekonomi antar


wilayah yang berupa besaran PDRB. Kriteria pengukuran adalah semakin besar
nilai indeks yang menunjukan variasi produksi ekonomi antar wilayah sekamin
besar pula tingkat perbedaan ekonomi dari masing-masing wilayah dengan rata-
ratanya. Sebaliknya semakin kecil nilai indeks menunjukan tingkat pemerataan
wilayah yang baik. Indeks Williamson akan menghasilkan indeks yang lebih besar
atau sama dengan nol. Jika semua Yi = maka akan dihasilkan nilai indeks = 0,
yang berarti tidak adanya disparitas ekonomi antar daerah. Indeks yang lebih
besar dari nol menunjukan adanya disparitas ekonomi antar wilyah.
Indeks lainnya yang juga lazim digunakan dalam mengukur disparitas
pembangunan antar wilayah adalah Theil Index (Sjafrizal, 2008). Sedangkan data
yang diperlukan untuk mengukur indeks ini adalah sama dengan yang diperlukan
untuk mengukur Williamson Index yaitu PDRB per kapita untuk setiap wilayah
dan jumlah penduduk. Demikian pula halnya dengan penafsirannya yang juga
sama yaitu bila indeks mendekati 1 artinya sangat timpang dan sebaliknya bila
indeks mendekati 0 yang berarti sangat merata. Formulasi Theil Index (Td) adalah
sebagai berikut :

.............................................................. (2)

Dimana :
T = Total disparitas (Indeks Theil)
yi = PDRB kabupaten i/PDRB Provinsi
xi = Jumlah penduduk kabupaten i/ penduduk provinsi

Namun demikian, penggunaan Theil Index sebagai ukuran disparitas


wilayah memiliki keunggulan tertentu. Pertama, indeks ini dapat menghitung
disparitas dalam daerah dan antar daerah secara sekaligus, sehingga cakupan
23

analisa menjadi lebih luas. Kedua, dengan menggunakan indeks ini dapat pula
dihitung kontribusi (dalam presentase) masing-masing daerah terhadap disparitas
pembangunan wilayah secara keseluruhan sehingga dapat memberikan implikasi
kebijakan yang cukup penting.
Selain itu faktor-faktor yang mempengaruhi disparitas pembangunan
wilayah dijelaskan oleh Sjafrizal (2008) sebagai berikut :

1. Perbedaan Kandungan Sumberdaya Alam

Penyebab utama yang mendorong timbulnya disparitas pembangunan antar


wilayah adalah adanya perbedaan yang sangat besar dalam kandungan
sumberdaya alam pada masing-masing daerah. Perbedaan kandungan
sumberdaya alam ini jelas akan mempengaruhi kegiatan produksi pada daerah
bersangkutan. Daerah dengan kandungan sumberdaya alam cukup tinggi akan
dapat memproduksi barang-barang tertentu dengan biaya relatif murah
dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai kandungan sumberdaya
alam lebih rendah. Kondisi ini mendorong pertumbuhan ekonomi daerah
bersangkutan menjadi lebih cepat. Dengan demikian perbedaan kandungan
sumberdaya alam dapat mendorong terjadinya ketimpangan pembangunan
antar wilayah yang lebih tinggi.

2. Perbedaan Kondisi Demografis

Faktor utama lainnya yang juga dapat mendorong terjadinya disparitas


pembangunan antar wilayah bilamana terdapat perbedaan kondisi demografis
yang cukup besar antar daerah. Kondisi demografis yang dimaksudkan di sini
meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan,
perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan kondisi
ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkah laku dan kebiasaan serta etos
kerja yang dimiliki masyarakat daerah bersangkutan. Kondisi demografis ini
akan dapat mempengaruhi disparitas pembangunan antar wilayah karena hal
ini akan berpengaruh terhadap produktifitas kerja masyarakat. Daerah dengan
kondisi demografis yang baik akan cenderung mempunyai produktifitas kerja
yang lebih tinggi sehingga akan mendorong peningkatan investsi yang
24

selanjutnya akan meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan


ekonomi daerah.

3. Kurang Lancarnya Mobilitas Barang Dan Jasa

Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa dapat pula mendorong terjadinya
peningkatan disparitas pembangunan antar wilayah. Mobilitas barang dan jasa
ini meliputi kegiatan perdagangan antar daerah dan migrasi, baik yang
disponsori oleh pemerintah (transmigrasi) atau migrasi spontan. Demikian
pula halnya dengan migrasi yang kurang lancar menyebabkan kelebihan
tenaga kerja suatu daerah tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah lain yang
sangat membutuhkannya. Akibatnya dispartias pembangunan antar wilayah
akan cenderung tinggi karena kelebihan suatu daerah tidak dapat dimanfaatkan
oleh daerah lain yang membutuhkan, sehingga daerah terbelakang sulit
mendorong proses pembangunannya.

4. Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah

Terjadinya konsentrasi kegiatan ekonomi yang cukup tinggi pada wilayah


tertentu jelas akan mempengaruhi disparitas pembangunan antar wilayah.
Dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gama 8 tentang “Disparitas
dan Konvergensi Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita Antar
Kabupaten/Kota di Provinsi Bali”, dimana telah terjadi pemusatan aktivitas
ekonomi di dua daerah maju yaitu Denpasar dan Badung sehingga
mengakibatkan disparitas cenderung meningkat. Pertumbuhan ekonomi
daerah akan cenderung lebih cepat pada daerah dimana terdapat konsentrasi
kegiatan ekonomi yang cukup besar. Kondisi tersebut selanjutnya akan
mendorong proses pembangunan daerah melalui peningkatan penyediaan
lapangan kerja dan tingkat pendapatan masyarakat. Demikian pula sebaliknya
bilamana konsentrasi kegiatan ekonomi pada suatu daerah relatif rendah yang
selanjutnya juga mendorong terjadi pengangguran dan rendahnya tingkat
pendapatan masyarakat setempat. Konsentrasi kegiatan ekonomi tersebut
dapat disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, karena terdapatnya sumberdaya

8
Ayu Savitri Gama: Jurnal Ekonomi dan Sosial Volume 2 Nomor 1.
ejournal.unud.ac.id/?module=detailpenelitian&idf... – [ April 2010]
25

alam yang lebih banyak pada daerah tertentu. Kedua, meratanya fasilitas
transportasi, baik darat, laut dan udara juga ikut mempengaruhi konsentrasi
kegiatan ekonomi antar daerah. Ketiga, kondisi demografis (kependudukan)
juga ikut mempengaruhi karena kegiatan ekonomi akan cenderung
terkonsentrasi dimana sumberdaya manusia tersedia dengan kualitas yang
lebih baik.

5. Alokasi Dana Pembangunan Antar Wilayah

Daerah yang mendapat alokasi investasi yang lebih besar dari pemerintah atau
dapat menarik lebih banyak investor swasta akan cenderung mempunyai
tingkat pertumbuhan ekonomi daerah yang lebih cepat. Kondisi ini akan
mendorong proses pembangunan daerah melalui penyediaan lapangan kerja
yang lebih banyak dan tingkat pendapatan perkapita yanglebih tinggi. Alokasi
investasi pemerintah ke daerah lebih banyak ditentukan oleh sistim
pemerintahan daerah yang dianut. Bila sistim daerah yang dianut bersifat
sentralistik, maka alokasi dana pemerintah akan cenderung lebih banyak
dialokasikan pada pemerintah pusat, sehingga disparitas pembangunan antar
wilayah akan cenderung tinggi. Bila sistem pemerintahan yang dianut adalah
otonom atau federal maka dana pemerintah akan lebih banyak dialokasikan ke
daerah sehingga disparitas pembangunan antar wilayah akan cenderung lebih
rendah. Tidak demikian halnya dengan investasi swasta yang lebih banyak
ditentukan oleh kekuatan pasar yang berperan banyak dalam menarik investasi
swasta ke suatu daerah adalah keuntungan lokasi yang dimiliki oleh suatu
daerah. Keuntungan lokasi tersebut ditentukan juga oleh ongkos transport baik
untuk bahan baku dan hasil produksi yang harus dikeluarkan pengusaha,
perbedaan upah buruh, konsentrasi pasar, tingkat persaingan usaha dan sewa
tanah. Termasuk ke dalam keuntungan lokasi ini adalah keuntungan
aglomerasi yang timbul karena terjadinya konsentrasi beberapa kegiatan
ekonomi terkait pada suatu wilayah tertentu.

Sedangkan menurut Rustiadi et. al. (2009), faktor-faktor penyebab


terjadinya disparitas pembangunan antar wilayah yang terkait dengan variabel-
variabel fisik dan sosial ekonomi wilayah adalah : (1) geografi; (2) sejarah; (3)
26

politik; (4) kebijakan pemerintah; (5) administrasi; (6) sosial budaya dan (7)
ekonomi.
Dari aspek kebijakan pemerintah misalnya, menurut Kurian (2007)
diakibatkan karena adanya dominasi pemerintah dalam semua aspek
pembangunan ekonomi sehingga akan menyebabkan tingginya tingkat disparitas
pembangunan dalam wilayah/negara tersebut. Salah satu contoh nyata adalah
kebijakan pembangunan di beberapa wilayah di Indonesia dan beberapa negara
lainnya yang lebih menekankan pertumbuhan dengan membangun pusat-pusat
pertumbuhan telah menimbulkan kesenjangan antar wilayah yang luar biasa.
Tricle down effect yang diharapkan secara efektif tidak terjadi, namun dalam
kenyataannya malah digantikan oleh backwash effect, yaitu pengurasan
sumberdaya secara berlebihan dari wilayah hinterland. Matsui (2005), dalam
penelitiannya menyimpulkan bahwa pemerintah seharusnya memainkan peran
penting dalam mempromosikan aktivitas-aktivitas sektor swasta didalam ekonomi
regional suatu wilayah.
Ketidakefisienan dibidang administrasi juga dapat menyebabkan terjadinya
disparitas antar wilayah. Hasil penelitian yang dilakukan Kimura (2007)
menunjukan bahwa “marjinalisasi administrasi” yang terjadi di Provinsi Sulawesi
Utara menyebabkan disparitas yang tinggi dengan wilayah Gorontalo, sehingga
memacu pembentukan Provinsi Gorontalo. Wilayah-wilayah yang ingin maju
harus mempunyai administrator yang jujur, terpelajar, terlatih dan sistem
administrasi yang efisien. Wilayah-wilayah yang administrainya efisien akan
mampu mengundang investasi, karena perijinannya tidak selalu rumit. Sebaliknya
daerah dengan kinerja administrasi buruk tidak diminati investor. Hal itulah yang
menjadi salah satu alasan mengapa para investor kurang terdorong untuk
menanamkam investasinya di daerah-daerah di Indonesia, karena perijinannya
yang terlalu rumit dan berbelit-belit.
Masyarakat yang tertinggal pada umumnya tidak memiliki institusi dan
perilaku yang kondusif bagi berkembangnya perekonomian. Mereka masih
menganut kepercayaan primitif, kepercayaan tradisional dan nilai-nilai sosial yang
cenderung konservatif dan menghambat (kontraproduktif) perkembangan
ekonomi. Sebaliknya masyarakat yang relatif maju umumnya memiliki institusi
27

dan perilaku yang kondusif untuk berkembang. Mereka percaya pada agama,
tradisi, nilai-nilai sosial yang lebih mendorong tumbuh dan berkembangnya
intelektualisme, profesionalisme, moralitas dan social cohesiveness bagi
kemajuan untuk semua.
Faktor-faktor ekonomi yang menyebabkan terjadinya disparitas antar
wilayah, diantaranya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

(1) Faktor ekonomi yang terkait dengan perbedaan kuantitas dan kualitas dari
faktor produksi yang dimiliki seperti lahan, infrastruktur, tenaga kerja, modal,
organisasi dan perusahaan.

(2) Faktor ekonomi yang terkait dengan akumulasi dari berbagai faktor. Salah satu
contohnya adalah lingkaran setan kemiskinan (cumulative causation of
poverty provensity). Ada dua tipe lingkaran setan kemiskinan di wilayah-
wilayah yang tertinggal. Pertama, sumberdaya yang terbatas dan
ketertinggalan masyarakat menjadi sebab dan akibat dari kemiskinan. Kedua,
kondisi masyarakat yang tertinggal, standar hidupnya rendah, efisiensi rendah,
produktifitas rendah, pendapatan rendah, konsumsi rendah, tabungan rendah,
investasi rendah, pengangguran meningkat, dan pada akhirnya masyarakat
menjadi semakin tertinggal. Keseluruhan faktor inisaling berkaitan dan
menyebabkan suatu wilayah/kawasan tetap dalam kondisi miskin dan
tertinggal. Sebaliknya di negara atau wilayah yang maju, masyarakatnya maju,
standar hidup tinggi, efisiensi lebih baik, produktifitas semakin tinggi,
produksi semakin tinggi, pendapatan semakin tinggi, konsumsi semakin
tinggi, tabungan semakin banyak, investasi semakin banyak, pada akhirnya
masyarakat akan semakin maju.

(3) Faktor ekonomi yang terkait dengan pasar bebas dan pengaruhnya pada
spread effect dan backwash effect. Kekuatan pasar bebas telah mengakibatkan
faktor-faktor ekonomi seperti tenaga kerja, modal, perusahaan dan aktifitas
ekonomi seperti industri, perdagangan, perbankan dan asuransi yang dalam
ekonomi maju memberikan hasil (return) yang lebih besar, cenderung
terkonsentrasi di wilayah-wilayah berkembang (maju). Perkembangan
wilayah-wilayah ini ternyata terjadi karena penyerapan sumberdaya dari
28

wilayah-wilayah sekitarnya (backwash effect). Spread effect yang diharapkan


terjadi , ternyata lebih lemah dibandingkan dengan backwash effect. Hal ini
menyebabkan wilayah atau kawasan yang beruntung akan semakin
berkembang, sedangkan kawasan atau wilayah yang kurang beruntung akan
semakin tertinggal.

(4) Faktor ekonomi yang terkait dengan distorsi pasar seperti immobilitas,
kebijakan harga, keterbatasan spesialisasi, keterbatasan ketrampilan tenaga
kerja dan sebagainya.

2.4. Tinjauan Penelitian Terkait Sebelumnya

Mopanga (2010) melakukan penelitian ketimpangan pembangunan dan


pertumbuhan ekonomi di Provinsi Gorontalo, dimana hasil penelitiannya
menunjukan bahwa perbedaan pada PDRB per kapita, Indeks Pembangunan
Manusia dan Rasio Belanja Infrastruktur signifikan sebagai sumber utama
ketimpangan. Lebih lanjut secara deskriptif, Mopanga (2010) mengatakan bahwa
pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang positif dengan ketimpangan
pembangunan (Indeks Gini). Artinya secara vertikal pertumbuhan ekonomi
memiliki hubungan yang positif dengan ketimpangan pembangunan.
Rahman (2009) melakukan studi tentang disparitas pembangunan antar
wilayah di Kabupaten Sambas, dimana hasil analisis disparitas pembangunan
dengan Indeks Williamson menunjukan bahwa kecenderungan tingkat disparitas
pembangunan di Kabupaten Sambas pada tahun 2000-2003 menurun dari 0,448
menjadi 0,391 akan tetapi pada tahun 2006 meningkat menjadi 0,532.
Rahman (2009) berkesimpulan bahwa dengan bertambahnya desa-desa atau
kecamatan yang maju dan berkurangnya desa-desa atau kecamatan yang kurang
berkembang akan dapat mengurangi tingkat disparitas pembangunan antar
wilayah. Oleh karenanya peningkatan pembangunan sarana dan prasarana wilayah
pada desa-desa atau kecamatan yang kurang berkembang akan dapat mengurangi
disparitas pembangunan wilayah. Disparitas di atas didekomposisi menjadi
disparitas antar wilayah pengembanagan dan intra wilayah pengembangan dengan
menggunakan Indeks Theil, maka diperoleh hasil bahwa lebih dari 80% disparitas
29

antar wilayah di Kabupaten Sambas berasal dari ketimpangan intra wilayah


pengembangan dan selebihnya berasal dari ketimpangan antar wilayah
pengembangan. Sedangkan faktor-faktor utama yang mempengaruhi tingkat
disparitas pembangunan antar wilayah yang dianlisis dengan metode regresi
berganda adalah faktor sarana dan penciri perkotaan, aksesibilitas dan faktor
kemiringan lereng dan luas hutan (biofisik wilayah).
Penelitian mengenai strategi pengembangan wilayah guna mengurangi
disparitas pembangunan wilayah yang dilakukan oleh Mahbubah (2008) di
Kabupaten Purwakarta menunjukan bahwa dari hasil analisis skalogram, terjadi
pemusatan sarana prasarana dan fasilitas pelayanan umum pada kecamatan
Purwakarta (sebagai ibu kota kabupaten). Hasil anlisis LQ menunjukan bahwa
sektor pertanian masih menjadi leading sector pada beberapa kecamatan.
Sehingga Mahbubah (2008) berkesimpulan bahwa kebijakan pembangunan di
bidang ekonomi oleh pemerintah daerah belum memberi prioritas dalam
mengembangkan sektor perekonomian tertentu. Disparitas pembangunan antar
wilayah di Kabupaten Purwakarta paling tinggi terjadi di WPP I dengan faktor-
faktor yang mempengaruhi antara lain sarana komunikasi, sarana pendidikan
dasar dan menengah, jumlah tenaga kesehatan, PAD tiap kecamatan dan
aksesibilitas.
Penelitian yang dilakukan oleh Noegroho dan Soelistianingsih (2007)
tentang pengaruh disparitas pendapatan terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah
di Provinsi Jawa Tengah selama periode 1993-2005 menunjukan bahwa Dengan
menghitung nilai entropi total Theil dari kelompok eks. karesidenan, BAKORLIN
dan daerah kaya miskin yang kemudian didekomposisi ke dalam indeks
ketidakmerataan antar dan intra kelompok serta analisa dinamis melalui pooled
data ditemukan bahwa disparitas pendapatan kabupaten/kota di Propinsi Jawa
Tengah masih tergolong rendah yaitu berkisar antara 0,5995 - 0,6605 dan
mempunyai kecenderungan yang terus naik dari tahun ke tahun. Indeks entropi
Theil yang rendah tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
pendapatan yang terlalu jauh antar kabupaten/ kota di Propinsi Jawa Tengah dan
laju pertumbuhan ekonomi masing-masing kabupaten/ kota masih dipandang
relatif seimbang. Hasil estimasi dengan data panel melalui metode efek acak
30

(random effect) menunjukkan bahwa faktor kesenjangan pendapatan, migrasi


keluar dan pengeluaran pemerintah daerah mempunyai pengaruh yang positif
signifikan bagi pertumbuhan ekonomi regional, sebaliknya inflasi regional
mempunyai pengaruh yang negatif. Terdapat 14 kabupaten/ kota yang
pertumbuhan ekonominya lebih besar dari rata-rata pertumbuhan ekonomi
kabupaten/ kota di Propinsi Jawa Tengah, sedang 21 kabupaten/ kota lainnya
mempunyai rata-rata pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah.
Hastoto (2003) dalam melakukan penelitian tentang disparitas pembangunan
wilayah di Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Gorontalo, menyimpulkan
bahwa pembentukan wilayah-wilayah pengembangan merupakan salah satu upaya
untuk mereduksi kesenjangan yang terjadi antar wilayah di Provinsi Sulawesi
Utara dan Provinsi Gorontalo. Wilayah pengembangan merupakan suatu wilayah
yang dapat terdiri atas beberapa kabupaten/kota dalam satu provinsi atau beberapa
provinsi. Program-program pembangunan yang akan direncakan pada wilayah
pengembangan tidak harus bertumbu pada batas wilayah administrasi, namun
dapat lintas desa, lintas kecamatan, lintas kabupaten/kota atau bahkan lintas
provinsi.
31

Kondisi existing Papua Barat Paradigma pembangunan masa lalu


- PDRB per kapita - Mengutamakan pertumbuhan
- SDM ekonomi tinggi (Growth Pole)
- SDA - Sentralistik
- Kebijakan Pemda - sektoral
- Jumlah Penduduk
- Indeks Pembangunan Manusia

Terjadi Disparitas Pembangunan


Antar Wilayah di Provinsi Papua
Barat
PDRB Per
Kapita
Paradigma baru
pembangunan Jumlah
Penduduk
Faktor-faktor penyebab Disparitas
Pembangunan Wilayah Di Provinsi Alokasi Dana
Papua Barat Perimbangan

Indeks
Pembangunan
Manusia
Rekomendasi kebijakan dalam
rangka mengurangi disparitas
pembangunan di Provinsi Papua
Barat

Gambar 4 Kerangka pemikiran.


32

2.5. Hipotesis Penelitian

1. Diduga tingkat perekonomian wilayah di Provinsi Papua Barat belum


berkembang.
2. Diduga paradigma pembangunan yang lebih terfokus pada daerah/kabupaten
induk dibandingkan dengan kabupaten pemekaran selama ini telah
menimbulkan disparitas pembangunan wilayah di Provinsi Papua Barat.
3. Diduga terdapat sektor-sektor perekonomian yang merupakan sektor basis
maupun nonbasis dan tidak berubah selama periode 2005-2008.
4. Diduga perencanaan pembangunan wilayah tidak berimbang dengan potensi
sumberdaya wilayah yang ada, serta faktor PDRB per kapita, Alokasi Dana
Perimbangan dan Jumlah Penduduk serta Indeks Pembangunan Manusia
mempengaruhi tingkat disparitas pembangunan wilayah di Provinsi Papua
Barat.
33

III METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Papua Barat yang merupakan


provinsi ke 33 di Indonesia dan terdiri dari 8 kabupaten dan 1 kota. Penelitian
berlangsung selama 1 (satu) bulan sejak bulan Juli-Agustus 2010.

Sumber : RTRW Provinsi Papua Barat, 2009.

Gambar 5 Peta lokasi penelitian.

3.2. Metode Pengumpulan Data

Tahapan dalam metode pengumpulan data dilakukan dengan cara


mengumpulkan data sekunder (Juanda, 2009b) yakni melakukan studi kepustakaan
dari publikasi data-data Badan Pusat Statistik periode tahun 2005-2008, dokumen
perencanaan yang dikeluarkan oleh Pemda Provinsi Papua Barat, Dirjen Pajak
Kementerian Keuangan dan sumber-sumber pustaka lain yang relevan dengan
topik penelitian.
34

Hubungan antara tujuan penelitian, metode analisis, variabel, sumber data


dan output yang diharapkan, dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3 Tujuan penelitian, metode analisis, variabel, sumber data dan output
penelitian
Metode Data dan Output
No Tujuan Penelitian Variabel
Analisis Sumber Data Penelitian
1 Menentukan Indeks 9 Sektor PDRB Tingkat
perkembangan Entropi PDRB Kabupaten, Perkembangan
wilayah di Papua Barat Wilayah
Provinsi Papua dalam
Barat Angka-BPS
2 Identifikasi Location PDRB PDRB Sektor
Sektor Unggulan Quotient, Kabupaten Kabupaten Unggulan
Shift Share Thn 2005
Analysis &2008,
Papua Barat
dlm Angka
2008
3 Mengetahui Indeks PDRB PDRB Tingkat
tingkat disparitas Williamson, Kabupaten Kabupaten, Disparitas dan
pemb. dan faktor- Indeks Theil, Per Sektor Papua Barat Faktor-Faktor
faktor yang Analisis dlm Angka Penyebab-nya
menyebabkan Regresi 2008, BPS
terjadinya Berganda
disparitas
4 Rekomendasi Analisis Hasil PDRB 9 Strategi
kebijakan Deskriptis Analisis Sektor Per Pengembangan
pengembangan Sebelumnya Kabupaten/ Wilayah
wilayah dalam Kota dan
mengurangi RTRW
disparitas antar Papua Barat
wilayah

3.2. Metode Analisis

3.2.1. Indeks Entropi

Indeks Entropi digunakan untuk melihat hirarki wilayah, yaitu mengukur


tingkat perkembangan suatu wilayah dan melihat sektor-sektor yang dominan
(yang berkembang) pada wilayah tersebut. Data yang dianalisa adalah data PDRB
per kabupaten terhadap PDRB Provinsi Papua Barat. Analisis model entropi
merupakan salah satu konsep analisis yang dapat menghitung tingkat keragaman
komponen aktifitas. Keunggulan dari konsep ini karena dapat digunakan untuk :
35

(1) memahami perkembangan suatu wilayah; (2) memahami perkembangan atau


kepunahan keanekaragaman hayati; (3) memahami perkembangan aktifitas
perusahaan; dan (4) memahami perkembangan aktifitas suatu sistem produksi
pertanian dan lain-lain (Saefulhakim, 2006).
Prinsip pengertian indeks entropi ini adalah semakin beragam aktifitas atau
semakin luas jangkauan spasial, maka semakin tinggi entropi wilayah, artinya
wilayah tersebut semakin berkembang (Indeks entropi tinggi = tingkat
perkembangan juga tinggi). Persamaan umum indeks entropi adalah sebagai
berikut :

................................................ (3)

Dimana: P ij = Proporsi kegiatan i (sektor-sektor perekonomian) di wilayah j


(Provinsi Papua Barat) yang dihitung dari persamaan P ij = X ij / X ij .

Analisis ini digunakan untuk mengetahui perkembangan sektor-sektor


perekonomian antar kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat, sehingga dapat
dibandingkan perkembangan perekonomian antar kabupaten/kota tersebut. Jika
S semakin tinggi, maka tingkat perkembangan semakin meningkat, dimana nilai
S akan selalu ≥ 0.
Data yang digunakan dalam analisis indeks entropi ini adalah data PDRB
per sektor per kabupaten/kota tahun 2005-2008 dengan menggunakan data dasar
atas harga konstan tahun 2000.

3.2.2. Location Quontient (LQ)

Secara umum metode ini digunakan untuk menunjukan lokasi


pemusatan/basis suatu aktifitas dan dapat mengidentifikasi sektor unggulan atau
keunggulan komparatif suatu wilayah. Location Quontient (LQ) merupakan suatu
index untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktifitas tertentu dengan
pangsa total aktifitas tersebut dalam total aktifitas wilayah. Asumsi yang
digunakan dalam analisis ini adalah (1) kondisi geografis relatif seragam, (2) pola-
pola aktifitas bersifat seragam dan (3) setiap aktifitas menghasilkan produk yang
sama. Persamaan dari LQ adalah :
36

.............................................................................. (4)

Dimana :
X ij = derajat aktifitas kabupaten/kota ke-i di Provinsi Papua Barat
X i. = total aktifitas kabupaten/kota ke-i
X j = total aktifitas di Provinsi Papua Barat
X.. = derajat aktifitas total wilayah di Provinsi Papua Barat.

Hasil analisis LQ akan menunjukan hal sebagai berikut :


1. Jika nilai LQ ij > 1, maka sub wilayah ke-i tersebut mempunyai pangsa relatif
lebih besar dibandingkan dengan aktifitas yang secara umum ditemukan di
seluruh wilayah atau aktifitas ke-j merupakan aktifitas/sektor unggulan di sub
wilayah ke-i
2. Jika nilai LQ ij < 1, maka sub wilayah ke-i tersebut mempunyai pangsa relatif
lebih kecil dibandingkan dengan aktifitas yang secara umum ditemukan di
seluruh wilayah atau aktifitas ke-j bukan merupakan aktifitas/sektor unggulan
di sub wilayah ke-i
3. Jika nilai LQ ij = 1, maka sub wilayah ke-i tersebut mempunyai pangsa setara
dengan aktifitas yang secara umum ditemukan di seluruh wilayah.
Dalam analisis ini, nilai LQ yang diperoleh akan dapat diketahui sektor-
sektor perekonomian yang merupakan sektor unggulan tiap kabupaten/kota di
Provinsi Papua Barat.
Trend nilai LQ di Provinsi Papua Barat akan dianalisis berdasarkan data
PDRB per sektor per kabupaten/kota tahun 2005-2008 menurut data dasar atas
harga konstan tahun 2000.

3.2.3. Shift Share Analysis

Shift Share Analysis (SSA) merupakan salah satu teknik analisis untuk
melihat potensi produksi sektoral dari suatu kawasan/wilayah tertentu
dibandingkan dengan suatu referensi (dengan cakupan wilayah lebih luas) dalam
dua titik waktu. Pemahaman struktur aktivitas dari hasil SSA juga menjelaskan
37

kemampuan berkompetisi aktivitas tertentu di suatu wilayah secara dinamis atau


perubahan aktivitas dalam cakupan wilayah lebih luas.
Dari hasil analisis SSA akan diperoleh gambaran kinerja aktifitas Provinsi
Papua Barat, yang dapat dijelaskan dari tiga komponen hasil analisis berikut:
a. Komponen Laju Pertumbuhan Total (komponen Share). Komponen ini
menyatakan pertumbuhan total wilayah di Provinsi Papua Barat pada dua titik
waktu (2005 dan 2008) yang menunjukan dinamika total wilayah tersebut.
b. Komponen Pergeseran Proporsional (komponen Proportional Shift).
Komponen ini menyatakan pertumbuhan total aktivitas tertentu secara relatif,
dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam Provinsi Papua Barat
yang menunjukan dinamika sektor/aktivitas total dalam Provinsi Papua Barat.
c. Komponen Pergeseran Diferensial (komponen differential shift). Komponen
ini menjelaskan bagaimana tingkat kompetisi (competitiveness) suatu aktivitas
tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor/aktivitas tersebut
dalam Provinsi Papua Barat. Komponen ini menggambarkan dinamika
(keunggulan/ketidakunggulan) suatu sektor tertentu di kabupaten/kota tertentu
terhadap sektor tersebut di kabupaten/kota lain.
Persamaan Shift Share Analysis adalah sebagai berikut:

........ (5)

a b c

Dimana :
a = komponen share
b. = komponen Proportional shift
c = komponen differential shift
X.. = nilai total sektor dalam Provinsi Papua Barat
X. i = nilai total sektor tertentu dalam Provinsi Papua Barat
X ij = nilai sektor tertentu dalam kabupaten/kota ke-i di Provinsi Papua Barat
t1 = tahun 2008
t0 = tahun 2005
38

Nilai SSA Provinsi Papua Barat dianalisis dengan data PDRB per sektor per
kabupaten/kota (berdasarkan data dasar atas harga konstan tahun 2000) dengan
menggunakan data dua titik waktu yakni titik awal tahun 2005 dan titik akhir
tahun 2008.

3.2.4. Index Williamson

Index Williamson merupakan salah satu index yang paling sering digunakan
untuk melihat disparitas antar wilayah. Williamson pada tahun 1975
mengembangkan index kesenjangan wilayah yang diformulasikan sama seperti
persamaan (1) sebagai berikut,

..................................................................... (6)

Dimana :
V w = Index Williamson (Iw)
Y i = PDRB per kapita wilayah kabupaten/kota ke i di Provinsi Papua Barat
= Rata-rata PDRB per kapita
pi = f i /n, dimana f i jumlah penduduk kabupaten/kota ke-i dan n jumlah total
penduduk Provinsi Papua Barat.

Index Williamson akan menghasilkan index yang lebih besar atau sama
dengan nol. Jika Y i = maka akan dihasilkan index = 0, yang berarti tidak adanya
kesenjangan antar wilayah. Nilai index yang lebih besar dari nol menunjukan
adanya kesenjangan ekonomi antar wilayah. Semakin besar nilai index yang
dihasilkan, semakin besar tingkat kesenjangan antar wilayah/kabupaten di suatu
provinsi.
Trend nilai indeks williamson akan dihitung berdasarkan total nilai PDRB
dan total jumlah penduduk per kabupaten/kota tahun 2005-2008 berdasarkan data
dasar atas harga konstan tahun 2000.
39

3.2.5. Indeks Theil

Indeks Theil yang dikembangkan oleh Henri Theil, berguna untuk


mendekomposisi total disparitas yang terjadi antar wilayah dan dalam wilayah
(within) masing-masing. Dalam penelitian ini wilayah yang dimaksud adalah
kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat. Analisis dengan indeks theil ini dapat
diketahui kabupaten/kota mana yang menyebabkan disparitas antar wilayah serta
wilayah mana yang menjadi dampak dari disparitas tersebut. Selain itu dapat
diketahui wilayah mana yang mengalami disparitas terbesar di dalamnya sendiri
serta apa yang menyebabkannya. Formula Indeks Theil ini sama seperti
persamaan (2)

.............................................................. (7)

Dimana :
T = Total disparitas (Indeks Theil)
yi = PDRB kabupaten/kota ke-i/PDRB Provinsi Papua Barat
xi = Jumlah penduduk kabupaten/kota ke-i/ penduduk Provinsi Papua Barat.

Trend nilai dekomposisi indeks theil juga akan dihitung berdasarkan total
nilai PDRB kabupaten/kota dan jumlah penduduk dari data tahun 2005-2008
berdasarkan atas harga konstan tahun 2000.

3.2.6. Analisis Regresi Berganda

Untuk mengetahui sumber disparitas pembangunan digunakan model regresi


berganda (multiple regression model) yang memiliki asumsi bahwa peubah tak
bebas (respons) Y merupakan fungsi linear dari beberapa peubah bebas X 1 ,
X 2 ,...,X k dan komponen sisaan ε (error). Secara umum model regresi adalah
sebagai berikut :

Y i = β 1 X 1i + β 2 X 2i + β 3 X 3i + … + β k X ki + ε i ................................. (8)
40

Subskrip i menunjukan nomor pengamatan dari 1 sampai N untuk data populasi,


atau sampai n untuk data contoh. X ki merupakan pengamatan ke-i untuk peubah
bebas X k. Koefisien β 1 dapat merupakan intersep model regresi sehingga model
(8) menjadi:

Y i = β 1 + β 2 X 2i + β 3 X 3i + … + β k X ki + ε i ....................................... (9)

Sumber disparitas pembangunan wilayah di Provinsi Papua Barat


dianalisis dengan mengembangkan model pada persamaan (9) menjadi sebagai
berikut:

T it = α + b 1 X 1it + b 2 X 2it + b 3 X 3it + b 4 X 4it + ε it ............................... (10)


Dimana :
T it = Dekomposisi Indeks Theil kabupaten/kota ke-i tahun 2005-2008
X 1it = PDRB Per Kapita kabupaten/kota ke-i tahun 2005-2008
X 2it = Jumlah Penduduk kabupaten/kota ke-i tahun 2005-2005
X 3it = Alokasi Dana Perimbangan kabupaten/kota ke-i tahun 2005-2008
X 4it = Indeks Pembangunan Manusia kabupaten/kota ke-i tahun 2005-2008
α = Intersep/dugaan parameter koefisien α; yaitu rata-rata nilai T jika
X 1 =X 2 =X 3 =X 4 = 0
b1 = Dugaan parameter koefisien β 1 ; yaitu rata-rata perbedaan nilai T bila
X 1 berbeda 1 unit dengan asumsi X 2 , X 3 dan X 4 konstan
b2 = Dugaan parameter koefisien β 2 ; yaitu rata-rata perbedaan nilai T bila
X 2 berbeda 1 unit dengan asumsi X 1 , X 3 dan X 4 konstan
b3 = Dugaan parameter koefisien β 3 ; yaitu rata-rata perbedaan nilai T bila
X 3 berbeda 1 unit dengan asumsi X 1 , X 2 dan X 4 konstan
b4 = Dugaan parameter koefisien β 4 ; yaitu rata-rata perbedaan nilai T bila
X 4 berbeda 1 unit dengan asumsi X 1 , X 2 dan X 3 konstan
εi = Sisaan dengan nilai dugaan
ε it = T it – (α + b 1 X 1it + b 2 X 2it + b 3 X 3it + b 4 X 4it )

Indeks Theil digunakan sebagai variabel tak bebas bebas karena


dekomposisi dari Indeks Theil kabupaten/kota merupakan Indeks Theil total
Provinsi Papua Barat tahun 2005-2008. Selanjutnya untuk mengetahui apakah
41

model tersebut dapat menjelaskan permasalahan disparitas pembangunan, maka


akan dilakukan beberapa uji berikut (Juanda, 2009a).

1. Uji Gejala Multikolinearitas

Salah satu asumsi dari model regresi ganda adalah bahwa tidak ada hubungan
linear sempurna antar peubah bebas dalam model tersebut. Jika hubungan
tersebut ada, maka peubah-peubah bebas tersebut berkolinearitas ganda
sempurna (perfect multicollinearity) dan tidak mungkin menghitung dugaan
parameter (koefisien regresi maupun ragamnya) dengan metode OLS.
Cara yang paling mudah untuk mengungkapkan apakah multikolinearitas
menyebabkan masalah adalah dengan mengkaji simpangan baku
koefisiennya. Jika beberapa koefisien mempunyai simpangan baku yang
tinggi, dan kemudian setelah mengeluarkan satu atau lebih peubah bebas dari
model menyebabkan simpangan bakunya rendah, maka umumnya telah
terjadi multikolinearitas.

2. Uji Gejala Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi dari model regresi linear adalah bahwa ragam sisaan (ε t )

sama atau homogen. Dengan pengertian lain Var (ε t ) = E(ε t ) = σ2 untuk tiap

pengamatan ke-i dari peubah-peubah bebas dalam model regresi. Asumsi ini
disebut homoskedastisitas (homoscedasticity). Heteroskedastisitas terjadi bila

ragam sisaan tidak sama (Var (ε t ) ≠ E(ε t ) ≠ σ2) untuk tiap pengamatan ke-i

dari peubah-peubah bebas dalam model regresi. Ada beberapa cara mengatasi
masalah heteroskedastisitas, salah satunya dengan uji White dengan
pengujian hipotesis sebagai berikut:

H 0 : σ i 2 = σ2 (tidak terdapat gejala heteroskedastisitas)

H 1 : σ i 2 = σ2 (terdapat gejala heteroskedastisitas)

Jika nilai nR 2 lebih besar dari nilai χ2 pada tingkat signifikansi tertentu, maka
H 0 ditolak. Atau dengan menggunakan probability value dengan kriteria
tidak menerima H 0 jika probability value < nilai α
42

3. Uji Gejala Autokorelasi

Salah satu asumsi dari model regresi linear adalah bahwa tidak ada
autokorelasi atau korelasi serial antara antara sisaan (ε t ). Dengan pengertian
lain, sisaan menyebar bebas atau Cov (ε i , ε j ) = E (ε i , ε j ) = 0 untuk semua i≠j.
Masalah autokorelasi terjadi jika antar sisaan tidak bebas atau E (ε i , ε j ) ≠ 0
untuk i≠j , dan sering terjadi pada data time series. Untuk mengetahui ada
tidaknya gejala autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin-Watson
dengan kisaran nilai 0 sampai 4. Daerah keputusan H 0 dan H 1 untuk uji
Durbin-Watson adalah:
Nilai Dw Keputusan
4-d L < DW< 4 Tolak H 0 ; ada autokorelasi negatif
4-d u < DW < 4-d L Tidak tentu, coba uji yang lain
d u < DW < 4-d u Terima H 0
d L < DW < d u Tidak tentu, coba uji yang lain
0 < DW < d L Tolak H 0 ; ada autokorelasi positif
d u : nilai kritis atas
d L : nilai kritis bawah

4. Uji-F (uji simultan)

Uji-F digunakan untuk menguji pengaruh dari variabel independen secara


simultan terhadap variable dependent dengan hipotesis statistik sebagai
berikut:
H0 : αn = 0
H 1 : setidaknya satu α n ≠ 0
Untuk menguji kedua hipotesis tersebut, dilakukan dengan membndingkan
nilai F hitung dan F tabel . Jika nilai F hitung > F tabel maka tolak H 0 . Atau pengujian
dapat pula menggunakan probability value dengan kriteria tolak H 0 jika
probability value < nilai α.

5. Uji Parsial (Uji-t)

Uji-t dilakukan untuk mengetahui signifikansi setiap variable independen


dalam mempengaruhi variable dependen dengan uji satu arah. Hipotesis yang
akan diuji adalah:
43

H 0 : α n ≤ 0, setiap variabel independen tidak signifikan mempengaruhi


variable dependen
H 1 : α n > 0, setiap variabel independen signifikan mempengaruhi variabel
dependen
Dengan membandingkan nilai t hitung dari persamaan regresi dengan nilai kritis
dari t tabel pada taraf kepercayaan tertentu. Jika t hitung > t tabel maka tolak H 0,
pengujian dapat pula menggunakan probability value dengan kriteria tolak
H 0 jika probability value < nilai α.

6. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien ini digunakan untuk mengukur kedekatan hubungan antara variabel


independen dan variabel dependen. Nilai R2 berada antara 0 dan 1 (0<R2<1).
Jika nilai R2 yang semakin mendekati 1 berarti model regresi tersebut mampu
menjelaskan hubungan antara variabel dependen dan variabel independen
secara lebih baik.

3.2.7. Alur Pikir Analisis Penelitian

Gambar berikut memperlihatkan pola pikir dan tahapan pekerjaan analisis


penelitian disparitas pembangunan wilayah di Provinsi Papua Barat. Gambar ini
secara singkat menjelaskan tentang latar belakang permasalahan, identifikasi
masalah, tujuan penelitian, hipotesis, studi kepustakaan, metodologi penelitian,
data yang diperlukan, sumber data, proses pengkajian, analisis dan telaah serta
hasil-hasil analisis.
44

Latar Belakang:
• Sentralisasi Perencanaan
• Sasaran Pertumbuhan Macro
• UU No.17 Thn 2007 tentang RPJPN
2005-2025

Permasalahan: Tujuan:
• Paradigma pembangunan • Perkembangan wilayah
• UU No 21 Thn 2001 ttg • Sektor unggulan
OTSUS • Tingkat disparitas dan
• INPRES No. 5 Thn 2007 penyebabnya
Percepatan Pembangunan • Membangun simulasi model
Prov. Papua dan Papua Barat

Hipotesis:
• Paradigma pembangunan
Studi Kepustakaan
menyebabkan disparitas
• Disparitas dipengaruhi PDRB
per kapita, alokasi dana dan
jumlah penduduk dan IPM
Sumber data: BPS, BPS Papua
Barat, BPS Kab/Kota di Papua
Barat.
Metode: LQ, SSA, Indeks
Williamson, Indeks Theil, Indeks
Entropi, Regresi Berganda, Analisis
Deskriptis.

Data/Informasi:
PDRB Per Kapita, PDRB Per Kajian
sektor, IPM, RTRW, dsb.

Masukan bagi
pemerintah Hasil analisis Analisis
daerah

Gambar 6 Alur pikir analisis penelitian disparitas pembangunan wilayah di


Provinsi Papua Barat.
45

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1. Kondisi Geografi dan Topografi

Provinsi Papua Barat awalnya bernama Irian Jaya Barat, berdiri atas dasar
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang pembentukan Provinsi Irian Jaya
Barat, Provinsi Irian Jaya Tengah, Kabupaten Mimika, Kabupaten Paniai,
Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong. Berdirinya Provinsi Papua Barat juga
mendapat dukungan dari Surat Keputusan DPRD Provinsi Papua Nomor 10
Tahun 1999 tentang pemekaran Provinsi Papua menjadi tiga provinsi.
Provinsi Papua Barat terletak pada 00,00’’ hingga 40,00’’ Lintang Selatan
dan 1240,00’’ hingga 1320,00’’ Bujur timur, tepat berada di bawah garis
katulistiwa dengan ketinggian 0-100 dpl. Luas wilayah Provinsi Papua Barat
mencapai 140.375,62 km2 terdiri dari tiga kabupaten induk, lima kabupaten
pemekaran dan satu kota madya, yakni :
1. Kabupaten Fakfak dengan luas 14.320 Km2.
2. Kabupaten Kaimana dengan luas 18.500 Km2.
3. Kabupaten Teluk Wondama dengan luas 4.996 Km2.
4. Kabupaten Teluk Bintuni dengan luas 18.658 Km2.
5. Kabupaten Manokwari dengan luas 14.448,5 Km2.
6. Kabupaten Sorong Selatan dengan luas 29.811 Km2.
7. Kabupaten Sorong dengan luas 18.170 Km2.
8. Kabupaten Raja Ampat dengan luas 6.084,5 Km2.
9. Kotamadya Sorong dengan luas 1.105 Km2
Secara Geografis, Provinsi Papua Barat berbatasan dengan :
• Sebelah Utara : Samudera Pasifik,
• Sebelah Selatan : Laut Banda dan Provinsi Maluku,
• Sebelah Barat : Laut Seram dan Provinsi Maluku,
• Sebelah Timur : Provinsi Papua

Wilayah Provinsi Papua Barat sebagian besar terdiri dari daerah pesisir dan
pegunungan serta dataran rendah yang umumnya terdapat di lembah dan
46

sepanjang pantai. Adapun pembagian wilayah berdasarkan ketinggian dari


permukaan laut dapat dirinsi sebagai berikut :
• Dataran rendah dengan ketinggian 0-100 meter dari permukaan laut sebesar
47,89%.
• Wilayah dengan ketinggian 100-500 meter dari permukaan laut sebesar
26,78%.
• Wilayah dengan ketinggian >500-1000 meter dari permukaan laut sebesar
9,78%
• Dataran tinggi dengan ketingian >1000 meter dari permukaan laut sebesar
15,55%.
Demikian juga dengan pembagian wilayah berdasarkan kelas lereng (kemiringan)
dapat dirinci sebagai berikut :
• Kemiringan 0 - 15% sebesar 45,44%.,
• Kemiringan 15 - 40% sebesar 4,24%.
• Kemiringan > 40% sebesar 50,31%

Sumber : BPS Papua Barat, 2009

Gambar 7 Luas wilayah Provinsi Papua Barat menurut kabupaten/kota


47

4.2. Penduduk dan Tenaga Kerja

Penduduk merupakan salah satu komponen utama dalam sebuah


pemerintahan. Utama karena sasaran pembangunan yang dilakukan dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan penduduknya. Selain itu, penduduk juga sebagai
pelaku pembangunan. Karenanya, baik buruknya kualitas penduduk menentukan
maju mundurnya suatu wilayah. Betapun kekayaan alam melimpah ruah tanpa
didukung kualitas penduduknya, kekayaan alam itu tidak akan mampu terkelola
dengan baik untuk mensejahterakan penduduknya.
Berdasarkan hasil proyeksi penduduk 2005 - 2015, jumlah penduduk
Provinsi Papua Barat tahun 2007 diperkirakan 716 ribu jiwa terdiri dari 375,5 ribu
laki-laki dan 340,5 ribu perempuan. Tampak komposisi laki-laki dan Perempuan
di Papua Barat hampir berimbang, sedikit lebih banyak penduduk laki-laki
daripada perempuan. Dari total penduduk, 68,59% di antaranya berdomisili di
perdesaan.

Tabel 4 Penduduk Papua Barat menurut jenis kelamin dan sex rasio per
kabupaten/kota
Kabupaten/Kota Laki-Laki Perempuan Jumlah Sex Rasio
Fak-Fak 33.507 33.357 66.864 100,45
Kaimana 21.011 20.962 41.973 100,23
Teluk Wondama 11.784 11.356 23.140 103,77
Teluk Bintuni 30.682 23.846 54.528 128,67
Manokwari 93.163 79.692 172.855 116,90
Sorong Selatan 31.782 29.681 61.463 107,08
Sorong 52.570 46.121 98.691 113,98
Raja Ampat 21.739 19.431 41.170 111,88
Kota Sorong 86.846 82.432 169.278 105,35
Jumlah 383.084 346.878 729.962 110,44
Sumber : BPS Papua Barat, 2009 (Data diolah)

Distribusi penduduk Papua Barat tidak merata. Kota Sorong dengan luas
hanya 1.105 Km2, dihuni oleh 165,9 ribu jiwa. Sementara Kabupaten Sorong
Selatan dengan luas wilayah 126.093 Km2 dihuni oleh 60,4 ribu penduduk.
Konsentrasi penduduk Papua Barat masih di sekitar Kabupaten Manokwari
(169,59 ribu jiwa), Kota Sorong dan Kabupaten Sorong (97.152 jiwa). Ketiga
48

wilayah tersebut merupakan kabupaten/kota dengan hunian penduduk terbanyak


di Papua Barat.

Tabel 5 Penduduk Papua Barat menurut rumah tangga dan tingkat kepadatan per
kabupaten/kota
Kepadatan
Luas Jumlah
Penduduk
Kabupaten/Kota Wilayah
Rmh.
(KM2) Pddk Per KM2 Per RT
Tangga
Fak-Fak 14.320,00 66.864 15.733 5 4
Kaimana 18.500,00 41.973 9.876 2 4
Teluk Wondama 12.146,62 23.140 5.445 2 4
Teluk Bintuni 18.637,00 54.528 12.830 3 4
Manokwari 14.448,50 172.855 40.672 12 4
Sorong Selatan 29.810,00 61.463 14.462 2 4
Sorong 25.324,00 98.691 23.221 3 4
Raja Ampat 6.084,50 41.170 9.687 7 4
Kota Sorong 1.105,00 169.278 39.830 153 4
Sumber : BPS Papua Barat, 2009

Sebagai pecahan dari Kabupaten Manokwari, Kabupaten Wondama


merupakan kabupaten dengan hunian penduduk terkecil. Akses ke Kabupaten
Wondama masih terbatas pada sarana transportasi laut. Hal ini mengakibatkan
perkembangan jumlah penduduk di daerah ini cenderung lambat. Hingga saat ini
belum tersedia fasilitas pendukung yang memungkinkan desa di Kabupaten
Wondama berstatus perkotaan.
Dilihat dari struktur umur, penduduk Provinsi Papua Barat hingga tahun
2007 tergolong penduduk muda. Proporsi penduduk berumur 0 – 14 tahun 37,4%
dan hanya 1,6% penduduk berumur 65 tahun atau lebih. Implikasinya adalah
adanya peningkatan permintaan terhadap barang dan jasa seperti fasilitas
kesehatan, tenaga kesehatan, sekolah, dan pengadaan guru. Dengan banyaknya
anak di usia belia, permintaan terhadap barang dan jasa tersebut penting untuk
dipenuhi karena berhubungan dengan perkembangan dan pertumbuhan anak.
Selain itu, pada fase struktur umur muda child dependency cukup besar.
Satu orang penduduk usia produktif akan menanggung satu hingga dua orang
anak. Akibatnya, konsumsi rumah tangga akan didominasi oleh pemenuhan
49

kebutuhan anak seperti susu dan makanan pendamping, kebutuhan pendidikan


anak usia dini dan dasar termasuk fasilitasnya seperti TK, SD dan SMP dan
kebutuhan pemeliharaan kesehatan anak.
Semua kabupaten mengikuti struktur umur penduduk sama dengan Provinsi
Papua Barat kecuali Kota Sorong. Sampai dengan tahun 2007, struktur umur
penduduk Kota Sorong telah memasuki fase intermediate. Hal ini ditunjukkan
oleh proporsi penduduk usia produktif (15 – 64 tahun) 65,1 persen sementara
proporsi penduduk berumur kurang dari 15 tahun di bawah 15%. Implikasi dari
struktur umur intermediate adalah tuntutan penyediaan lapangan pekerjaan dari
penduduk usia produktif. Selain itu, permintaan terhadap fasilitas pendidikan
lanjutan dari pendidikan dasar lebih tinggi daripada kabupaten lain.
Komposisi penduduk Papua Barat berdasarkan status perkawinan masih
didominasi penduduk yang belum kawin. Proporsi penduduk yang belum kawin
mencapai 53,6%. Sisanya 43,2% penduduk berstatus kawin dan 3,2% cerai.
Proporsi cerai hidup hanya 0,7%. Rendahnya tingkat perceraian semasa hidup
biasa ditemui di daerah dengan mayoritas kristiani seperti di Provinsi Papua Barat
ini.

Tabel 6 Persentase penduduk 10 tahun keatas menurut status perkawinan per


kabupaten/kota
Kelompok Umur Status Perkawinan
Belum Kawin Kawin Cerai
Fak-Fak 43,89 50,59 5,16
Kaimana 33,36 61,74 4,90
Teluk Wondama 41,25 52,65 6,11
Teluk Bintuni 35,44 60,59 3,97
Manokwari 32,74 58,95 8,31
Sorong Selatan 35,00 53,80 11,20
Sorong 27,42 65,61 6,97
Raja Ampat 34,42 58,69 6,90
Kota Sorong 37,03 55,08 7,89
Rata-Rata Papua Barat 36,68 56,66 6,66
Sumber : BPS Papua Barat, 2009

Status perkawinan penduduk Papua Barat menurut jenis kelamin


menunjukkan pola yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan ini
50

terlihat dari proporsi laki-laki yang cerai baik cerai hidup maupun cerai mati lebih
rendah daripada perempuan. Fenomena ini mencerminkan independensi
perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Tenggat waktu menikah kembali
setelah perceraian laki-laki lebih pendek daripada perempuan.
Di bidang ketenagakerjaan, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Papua Barat
pada Agustus 2008 sebesar 68,15%, berarti telah mengalami kenaikan sebesar
2,39% dibandingkan dengan kondisi February 2008. Pertumbuhan tenaga kerja
yang kurang diimbangi dengan pertumbuhan lapangan kerja akan menyebabkan
tingkat kesempatan kerja cenderung menurun. Meski demikian jumlah penduduk
yang bekerja tidak selalu menggambarkan jumlah kesempatan kerja yang ada. Hal
ini dikarenakan sering terjadi mismatch dalam pasar kerja. Pada Agustus 2008,
dari total angkatan kerja sebesar 342.382 sekitar 65,16% dari mereka telah
bekerja. Sebagian dari mereka yang bekerja 70,05% berpendidikan rendah (di
bawah SLTA).

Tabel 7 Penduduk 15 tahun keatas menurut jenis kelamin dan jenis kegiatan
utama.
Jenis Kegiatan Utama Laki-Laki Perempuan Jumlah
1. Penduduk Usia Kerja (15+) 266.661 235.739 502.400
a. Angkatan Kerja 223.084 119.298 342.382
i. Bekerja 210.113 106.080 316.193
ii. Pengangguran Terbuka 12.971 13.218 26.189
b. Bukan Angkatan Kerja 43.577 116.441 160.018
i. Sekolah 25.487 22.396 47.883
ii. Mengurus Rmh Tangga 3.584 88.094 91.678
iii. Lainnya 14.506 5.951 20.457
2. TPAK (%) 83,66 50,61 68,15
3. Tingkat Pengangguran 5,81 11,08 7,65
Terbuka (%)
Sumber : BPS Papua Barat, 2009

4.3. Ekonomi Regional

Walaupun kinerja perekonomian yang dicapai sampai tahun 2008 masih


belum optimal, dengan melihat tantangan dan kesempatan yang ada maka
perekonomian Papua Barat masih terlihat optimis untuk terus meningkat dan
51

menjadi lebih baik. Hal ini dapat ditunjukkan dari pertumbuhan perekonomiannya
yang cukup tinggi.

4.3.1. PDRB dan Perkembangannya

Perekonomian Papua Barat selama tahun 2008 menunjukkan pertumbuhan


yang positif apabila dibandingkan pada tahun 2007. Hal ini dapat dilihat dari
sebagian besar sektor yang mengalami pertumbuhan sangat cepat. Pada tahun
2008, besaran nilai PDRB atas dasar harga berlaku yang tercipta adalah sebesar
12,47 triliun rupiah, mengalami peningkatan sebesar 20,27 persen dibanding
tahun 2007 yang sebesar 10,37 triliun rupiah. Pada tahun 2008, nilai PDRB atas
dasar harga konstan 2000 sebesar 6,37 triliun rupiah mengalami peningkatan dari
tahun 2007 yang besarnya 5,93 triliun rupiah.

4.3.2. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat

Pada tahun 2008, pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat adalah


sebesar 7,33%, lebih cepat bila dibandingkan dengan tahun 2007 yang mencapai
6,95%. Selama kurun waktu 8 tahun, sejak tahun dasar 2000 pertumbuhan
ekonomi Provinsi Papua Barat untuk harga berlaku cenderung meningkat semakin
cepat, sedangkan untuk harga konstan 2000 meningkat lebih cepat hingga tahun
2003 dan selebihnya sampai tahun 2006 pertumbuhannya melambat.

4.3.3. Struktur Perekonomian Provinsi Papua Barat

Sektor Pertanian di Provinsi Papua Barat yang didominasi oleh Subsektor


Kehutanan dan Subsektor Perikanan mampu memberikan sumbangan nilai tambah
yang cukup besar bagi perekonomian Provinsi Papua Barat. Sumbangan Sektor
Pertanian sangat besar pengaruhnya terhadap penciptaan PDRB Provinsi Papua
Barat, walaupun sejak tahun 2002 peranannya terus mengalami penurunan hingga
sebesar 24,91% pada tahun 2008. Urutan kedua adalah Sektor Industri Pengolahan
dengan peranan sebesar 22,74%. Jika dilihat dari subsektornya, peningkatan nilai
tambah pada Subsektor Industri Migas sangat mempengaruhi adanya peningkatan
pada Sektor Industri Pengolahan dengan peranan sebesar 16%. Sektor
Pertambangan dan Penggalian menempati urutan ketiga sebagai kontributor
terbesar PDRB Provinsi Papua Barat dengan peranan sebesar 14,81%, mengalami
52

penurunan apabila dibandingkan pada tahun 2007 yang besarnya 15,98%.


Subsektor Migas yang sangat berpengaruh terhadap naik turunnya peranan Sektor
Pertambangan dan Penggalian merupakan kontributor terbesar kedua apabila
dibandingkan dengan subsektor-subsektor lainnya, yaitu sebesar 13,96%. Urutan
keempat kontributor terbesar PDRB Provinsi Papua Barat adalah Sektor
Perdagangan, Hotel, dan Restoran. Peranan sektor ini pada tahun 2008 sebesar
10,35% sedikit mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan tahun 2007
yang besarnya 10,58%.

Sumber : BPS Papua Barat, 2009

Gambar 8 Distribusi persentase PDRB Atas Dasar Harga Berlaku menurut


lapangan usaha.
53

V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.1. Tingkat Perkembangan Wilayah di Provinsi Papua Barat

Perkembangan suatu wilayah merupakan salah satu aspek yang perlu


diperhatikan dalam pelaksanaan pembangunan, yang bertujuan untuk memacu
perkembangan sosial ekonomi dan mengurangi disparitas pembangunan antar
wilayah. Salah satu sarana untuk mengetahui perkembangan suatu kabupaten/kota
dengan daerah lainnya dalam Provinsi Papua Barat dapat dilakukan dengan
menganalisa pencapaian hasil pembangunan melalui indikator-indikator kinerja di
bidang ekonomi dan sosial serta bidang lainnya dengan menggunakan analisis
indeks entropi.
Hasil perhitungan indeks entropi kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat
pada periode tahun 2005-2008 (Lampiran 10), dengan diperoleh penjelasan
sebagai berikut:
a. Indeks entropi tiap kabupaten dan kota di Provinsi Papua Barat menunjukan
trend perkembangan yang semakin membaik sejak tahun 2005-2008
(Gambar 9). Secara keseluruhan perkembangan wilayah kabupaten induk
masih jauh lebih baik dibandingkan dengan kabupaten pemekaran.
b. Kabupaten Fak-Fak, Kota Sorong dan Kabupaten Manokwari memiliki
perkembangan indeks entropi yang paling tinggi di banding kabupaten lainnya
yang menunjukan bahwa wilayah-wilayahnya paling berimbang dan
terdiversifikasi perkembangan sektor-sektor perekonomiannya dengan baik
dan tidak didominasi oleh sektor tertentu saja. Kabupaten yang sektor-sektor
perekonomiannya tergolong sedang berkembang adalah Kabupaten Kaimana,
Kabupaten Sorong Selatan dan Kabupaten Sorong. Kelompok kabupaten yang
tergolong sektor-sektor perekonomiannya kurang berkembang adalah
Kabupaten Bintuni, Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Wondama. Jika
dibandingkan dengan kabupaten pemekaran lain, Kabupaten Kaimana dan
Kabupaten Sorong Selatan merupakan kabupaten pemekaran yang wilayahnya
lebih berkembang dari aspek perkembangan sektor-sektor perekonomiannya.
54

1,000
FAK-FAK
0,900
KAIMANA
0,800
Nilai Entropi Wilayah Kab/Kota

0,700 WONDAMA

0,600 BINTUNI

0,500 MANOKWARI

0,400 SORONG
SELATAN
0,300
SORONG
0,200
RAJA AMPAT
0,100
KOTA
0,000 SORONG
2005 2006 2007 2008

Sumber : BPS Papua Barat (data diolah)

Gambar 9 Trend nilai Entropi wilayah kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat


tahun 2005-2008.

Hasil perhitungan indeks entropi untuk tiap sektor perekonomian dan


pengaruhnya terhadap perkembangan wilayah di Provinsi Papua Barat periode
tahun 2005-2008 dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.
Hasil analisis menunjukan bahwa indeks entropi Provinsi Papua Barat tahun
2005-2008 (Gambar 10) mengalami peningkatan perkembangan ekonomi wilayah
dari 0,783 pada tahun 2005 menjadi 0,806 pada tahun 2008, dimana nilai
maksimal indeks entropi adalah 1 sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat
perkembangan wilayah di Provinsi Papua Barat tahun 2005-2008 cukup bagus dan
secara umum komposisi perkembangan sektor-sektor perekonomian di Provinsi
Papua Barat mengalami perkembangan namun tidak secara signifikan. Pada kurun
waktu tersebut sektor pertanian masih memberikan nilai indeks terbesar yakni
0,962-1, disusul kemudian oleh sektor pertambangan dan penggalian, sektor
industri pengolahan dan sektor jasa dengan kisaran nilai indeks sebesar 0,425-
0,493 dan sektor bangunan/kontruksi, perdagangan/hotel dan restoran sebesar
0,338-0,396.
55

Tabel 8 Indeks Entropi sektor-sektor perekonomian di Provinsi Papua Barat


tahun 2005-2008
Tahun
Sektor Perekonomian
2005 2006 2007 2008
1. Pertanian 0,993 1,000 0,991 0,962
2. Pertambangan dan 0,493 0,479 0,465 0,464
Penggalian
3. Industri Pengolahan 0,439 0,433 0,434 0,445
4. Listrik, Gas dan Air 0,029 0,029 0,029 0,030
Bersih
5. Bangunan/Konstruksi 0,338 0,357 0,377 0,389
6. Perdagangan, Hotel dan 0,376 0,384 0,392 0,396
Restoran
7. Pengangkutan dan 0,251 0,258 0,265 0,270
Komunikasi
8. Keuangan, Persewaan 0,098 0,095 0,109 0,120
dan Jasa Perusahaan
9. Jasa-Jasa 0,425 0,443 0,459 0,463
Entropi Total 3,441 3,481 3,523 3,540
Entropi Maksimum 4,394 4,394 4,394 4,394
Indeks Entropi 0,783 0,792 0,802 0,806
Sumber : BPS Papua Barat (data diolah)

Gambar 10 berikut terlihat bahwa perkembangan wilayah secara


keseluruhan di Provinsi Papua Barat selama periode 2005-2008 mengalami
peningkatan.

PERKEMBANGAN WILAYAH
0,81 0,806
0,802
Nilai Entropi Provinsi

0,805
0,8 0,792
0,795
0,79 0,783
0,785
0,78
0,775
0,77
2005 2006 2007 2008

Tahun

Sumber : BPS Papua Barat (data diolah)

Gambar 10 Trend nilai Entropi wilayah di Provinsi Papua Barat tahun


2005-2008.
56

Hasil penelitian menunjukan bahwa peningkatan perkembangan wilayah di


Provinsi Papua Barat disebabkan karena total sektor-sektor perekonomiannya
terdiversifikasi merata di keseluruhan wilayah meskipun secara parsial lebih
didominasi oleh sektor-sektor perekonomian pada Kabupaten Manokwari, Kota
Sorong dan Kabupaten Fak-Fak
Perkembangan wilayah berdasarkan Wilayah Pengembangan di Provinsi
Papua Barat terlihat bahwa di masing-masing Wilayah Pengembangan (WP I-WP
III) menunjukan peningkatan perkembangan sejak tahun 2005-2007 dan mulai
menurun pada tahun 2008, meskipun untuk WP I dan WP II nilai entropinya
masih berada diatas nilai maksimum masing-masing kabupaten dalam WP I dan
WP II tersebut (Gambar 11).
Meskipun memberikan kontribusi terbesar dan mendominasi perkembangan
perekonomian di Provinsi Papua Barat namun sektor pertanian dan sektor
pertambangan/penggalian, cenderung mengalami penurunan selama periode
2005-2008, sebaliknya sektor industri pengolahan dan sektor jasa terus mengalami
peningkatan kontribusi dalam memacu perkembangan perekonomian
(Gambar 12).

1,6

1,4

1,2
Nilai Entropi WP

1
WP I
0,8 WP II

0,6 WP III
Papua Barat
0,4

0,2

0
2005 2006 2007 2008

Sumber : BPS Papua Barat (data diolah)

Gambar 11 Trend nilai Entropi berdasarkan wilayah pengembangan di Provinsi


Papua Barat tahun 2005-2008.
57

Hal ini juga menunjukan bahwa kemungkinan terjadinya masa transisi dari
pertanian menuju industri dan jasa di Provinsi Papua Barat kedepan. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan baik oleh Saraan (2006) maupun Wiradi 8 terlihat bahwa
di Indonesia belum terjadi transformasi struktural dan masih berada pada masa
transisi (agrarian transition). Aspek lain yang turut mempengaruhi perkembangan
wilayah di Provinsi Papua Barat selama periode tersebut adalah populasi
penduduk dan pendapatan per kapita, dimana implikasi dari pengaruh positif
kepadatan penduduk akan mendorong munculnya usaha-usaha baru yang secara
langsung akan mendorong pertumbuhan dan perkembangan wilayah melalui
banyaknya orang yang datang ke wilayah Provinsi Papua Barat sebagai pusat
kegiatan ekonomi untuk meningkatkan pendapatan dengan jalan usaha dan
bekerja, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sriwinarti (2005).

1,200
Nilai Entropi Sektpr Perekonomian

1,000

0,800

0,600

0,400

0,200

0,000
2005 2006 2007 2008

Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Jasa-Jasa

Sumber : BPS Papua Barat (data diolah)

Gambar 12 Transisi sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian ke


sektor industri dan sektor jasa di Provinsi Papua Barat 2005-2008.

8
Wiradi Gunawan, Ir. MS. Transformasi Pertanian; Quo Vadis. http//www. pustaka-
agraria.org/modules/download_gallery/dl.php?file=316 – [Desember 2010]
58

5.2. Disparitas Pembangunan Wilayah di Provinsi Papua Barat

Analisis tingkat disparitas pembangunan yang terjadi antar wilayah di


Provinsi Papua Barat, dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) alat analisis yaitu
Indeks Williamson dan Indeks Theil. Indeks Williamson mempunyai keunggulan
ukuran nilai ketimpangan wilayah yang jelas terutama antar subwilayah
sedangkan Indeks Theil digunakan untuk mendekomposisi disparitas antar
wilayah kabupaten/kota.
Hasil analisis Indeks Williamson dengan menggunakan data PDRB per
kapita tahun 2005-2008 atas dasar harga konstan (ADHK) tahun 2000 di Provinsi
Papua Barat disajikan pada gambar berikut.

0,6 0,54
0,50
0,47
0,5 0,45
Indeks Williamson

0,4

0,3

0,2

0,1

0
2005 2006 2007 2008

Sumber : BPS Papua Barat (data diolah)

Gambar 13 Perkembangan nilai indeks Williamson di Provinsi Papua Barat


tahun 2005-2008.

Indeks Williamson mempunyai sebaran nilai antara 0-1 dimana semakin


mendekati nilai 1 maka semakin terjadi ketimpangan. Gambar di atas menunjukan
bahwa sejak tahun 2005-2008, trend disparitas pembangunan di antara
kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat semakin berkurang. Hal ini menunjukan
bahwa pembangunan ekonomi secara horisontal antar kabupaten/kota semakin
59

baik, artinya semakin banyak aktifitas pembangunan maka tingkat disparitas akan
semakin berkurang. Didukung dengan hasil analisis indeks entropi sebelumnya
yang menunjukan adanya peningkatan perkembangan ekonomi wilayah secara
merata dari sektor-sektor perekonomian terutama sektor pertanian, sektor
pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan dan sektor jasa.
Disparitas di Provinsi Papua Barat setelah didekomposisi menggunakan
Indeks Theil dapat diketahui sumber disparitas pembangunannya baik antar
wilayah pengembangan maupun dalam wilayah pengembangan. Penentuan
Wilayah Pengembangan sendiri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Papua Barat yakni WP I (Kabupaten Manokwari, Kabupaten Teluk
Bintuni dan Kabupaten Teluk Wondama), WP II (Kota Sorong, Kabupaten
Sorong, Kabupaten Sorong Selatan dan Kabupaten Raja Ampat) dan WP III
(Kabupaten Fak-fak dan Kabupaten Kaimana).

Tabel 9 Indeks Theil Provinsi Papua Barat tahun 2005-2008

Wilayah
Kab/Kota 2005 2006 2007 2008
Pengem.

WP I Manokwari -0,02915 -0,03337 -0,03758 -0,04064


Wondama 0,04368 0,04613 0,04859 0,05046
Bintuni -0,00579 -0,00324 -0,00036 0,00190
Jumlah 0,00869 0,00951 0,01065 0,01172

WP II Kota Sorong -0,05041 -0,04589 -0,04422 -0,04437


Sorong 0,11996 0,11054 0,10689 0,11168
Srg. selatan -0,02632 -0,02645 -0,02651 -0,02652
Raja Ampat 0,02193 0,01922 0,01792 0,01422
Jumlah 0,06515 0,05742 0,05409 0,05501

WP III Kab. Fak-Fak 0,00811 0,00725 0,00532 0,00532


Kab. Kaimana -0,00780 -0,00700 -0,00518 -0,00518
Jumlah 0,00031 0,00025 0,00014 0,00014
Disparitas antar WP (%) 24,73 23,48 20,91 18,86
Disparitas dalam WP (%) 75,27 76,52 79,01 81,14
Total Disparitas Provinsi 0,05714 0,049345 0,04484 0,04453
Sumber : BPS Papua Barat (data diolah)

Indeks Theil yang semakin membesar menunjukan disparitas yang semakin


tinggi dan sebaliknya bila indeksnya semakin kecil maka disparitas juga semakin
60

kecil atau semakin merata. Tabel di atas menunjukan bahwa berdasarkan hasil
analisis Indeks Theil, selama periode 2005-2008 disparitas total terus mengalami
pemerataan. Hasil dekomposisi menunjukan bahwa disparitas di Provinsi Papua
Barat selama periode tersebut lebih banyak di pengaruhi oleh disparitas di dalam
wilayah pengembangan (WP II), dimana Kabupaten Sorong dan Kabupaten Raja
Ampat mempunyai trend kontribusi terbesar terhadap disparitas dalam wilayah
pengembangan di Provinsi Papua Barat atau dengan kata lain pertumbuhan
ekonomi di WP II diikuti dengan disparitas yang tinggi pula. Disparitas yang
tinggi dalam WP II disebabkan karena Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten
Sorong merupakan daerah penyuplai sumberdaya (hinterland) bagi Kota Sorong,
kemajuan perekonomian di Kota Sorong menyebabkan backwash effect yang
lebih besar bagi daerah sekitarnya dibanding spread effect. Secara keseluruhan
kabupaten dan kota yang mempengaruhi pemerataan disparitas di Provinsi Papua
Barat adalah Kabupaten Manokwari, Kabupaten Teluk Bintuni, Kota Sorong,
Kabupaten Sorong Selatan dan Kabupaten Kaimana.

0,06 0,0571
0,0493
0,05 0,0448 0,0445

0,04
Indeks Theil

0,03

0,02

0,01

0
2005 2006 2007 2008

Tahun

Sumber : BPS Papua Barat (data diolah)

Gambar 14 Perkembangan nilai Indeks Theil di Provinsi Papua Barat


tahun 2005-2008.
61

Disparitas pembangunan wilayah (Indeks Williamson dan Indeks Theil) di


Provinsi Papua Barat selama periode 2005-2008 jika dihubungkan dengan tingkat
perkembangan wilayah (Indeks Entropi), terlihat bahwa bila pembangunan
wilayah semakin berkembang disparitas pembangunan akan semakin berkurang
(convergence), dalam artian bahwa grafiknya akan semakin menurun dan
kemungkinan akan kembali naik pada periode berikutnya (divergence) sehingga
membentuk suatu siklus yang berulang. Kondisi ini juga dibuktikan oleh
penelitian yang dilakukan di beberapa wilayah di Indonesia misalnya oleh Sutarno
dan Kuncoro (2003) maupun oleh Sirojuzilam (2009).

5.2.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Disparitas Pembangunan Wilayah di


Provinsi Papua Barat Tahun 2005-2008

5.2.1.1. Ketimpangan Proporsional pada PDRB per kapita

Aspek jumlah absolute PDRB per kapita berdasarkan Wilayah


Pengembangan di Provinsi Papua Barat menunjukan adanya ketimpangan pada
masing-masing Wilayah Pengembangan. Pada masing-masing Wilayah
Pengembangan, antara daerah yang memiliki PDRB per kapita tertinggi dan
terendah memili gap yang cukup besar.
Kabupaten Teluk Wondama yang memiliki rata-rata kontribusi terhadap
PDRB Provinsi Papua Barat paling rendah (2,20%) dibandingkan dengan
kabupaten lainnya selama periode 2005-2008, tetapi rata-rata jumlah PDRB per
kapitanya selama periode tersebut lebih tinggi (5,71 juta rupiah) dibandingkan
dengan Kabupaten Manokwari (5,23 juta rupiah) dan Kabupaten Sorong Selatan
(3,37 juta rupiah).
Sejalan dengan trend jumlah pendapatan per kapita di Provinsi Papua Barat
yang terus mengalami peningkatan selama periode tahun 2005-2008, dari aspek
pertumbuhan, PDRB per kapita semua daerah selama periode tersebut sangat
fluktuatif, bahkan pada kurun waktu 2005 dan 2006 Kabupaten Sorong dan
Kabupaten Raja Ampat mengalami pertumbuhan yang negatif. Secara rata-rata,
selama periode 2005-2008 laju pertumbuhan PDRB per kapita tertinggi dimiliki
62

oleh Kabupaten Teluk Wondama (15,72%) dan terendah adalah Kabupaten Raja
Ampat (0,72%).

PDRB per kapita Pertumbuhan ekonomi kab/kota


20,0 25,0
18,0
16,0 20,0
14,0
15,0
Juta rupiah

12,0

Persen
10,0 10,0
8,0
6,0 5,0
4,0
0,0
2,0
0,0 2005-2006 2006-2007 2007-2008
-5,0
2005 2006 2007 2008 Fak-Fak Kaimana
Fak-Fak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni
Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan
Manokwari Sorong Selatan
Sorong Raja Ampat Sorong Raja Ampat
Kota Sorong Kota Sorong

Sumber : BPS Papua Barat (data diolah)

Gambar 15 PDRB per kapita dan laju pertumbuhannya berdasarkan


kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat tahun 2005-2008.

Pada Gambar 15 terlihat bahwa terjadi divergensi PDRB per kapita di


Provinsi Papua Barat selama periode 2005-2008, kontribusi terbesar terhadap
pembentukan PDRB Provinsi Papua Barat maupun nilai PDRB per kapita di
dominasi oleh kabupaten/kota yang berada dalam Wilayah Pengembangan II
yakni Kota Sorong, Kabupaten Sorong, Kabupaten Sorong Selatan dan Kabupaten
Raja Ampat. Kondisi ini disebabkan karena perbedaan konsentrasi penduduk yang
bekerja pada setiap wilayah kabupaten/kota. Jumlah pendapatan per kapita yang
tinggi pada Wilayah Pengembangan II merupakan daya tarik ekonomi bagi
penduduk untuk bermigrasi baik migrasi lokal maupun migrasi dari luar Provinsi
Papua Barat, karena peningkatan pendapatan per kapita akan memperbesar pasar
atau menaikan permintaan pasar terhadap hasil produksi setiap unit usaha. Hal ini
akan terjadi baik melalui pengaruhnya terhadap kenaikan permintaan atau
konsumsi tiap orang atau karena makin luasnya jangkauan pasar
(Sriwinarti, 2005). Jangkauan pasar secara geografis bisa dilayani dengan
63

membaiknya sarana dan prasarana pengangkutan serta komunikasi yang akan


memperbesar skala produksi dari setiap unit usaha yang pada akhirnya akan
menarik jumlah tenaga kerja dari luar dan terkonsentrasi di WP II serta
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut.

5.2.1.2. Indeks Pembangunan Manusia.

Sudah banyak diungkapkan bahwa modal manusia (human capital)


merupakan salah satu faktor penting dalam proses pertumbuhan ekonomi. Modal
manusia yang berkualitas kinerja ekonomi diyakini juga akan lebih baik. Kualitas
modal manusia ini misalnya dilihat dari tingkat pendidikan, kesehatan, ataupun
indikator indikator lainnya sebagaimana dapat dilihat dalam berbagai laporan
pembangunan manusia yang dipublikasikan oleh Badan PBB untuk Pembangunan
Manusia (UNDP).
Melalui pertimbangan itu maka Brata (2002), mengatakan bahwa dalam
rangka memacu pertumbuhan ekonomi perlu pula dilakukan pembangunan
manusia, termasuk dalam konteks ekonomi regional. Hal ini penting karena
kebijakan pembangunan yang tidak mendorong peningkatan kualitas manusia
hanya akan membuat daerah yang bersangkutan tertinggal dari daerah yang lain,
termasuk dalam hal kinerja ekonominya. Dengan kata lain, peningkatan kualitas
modal manusia diharapkan juga akan memberikan manfaat dalam mengurangi
disparitas antar daerah yang merupakan persoalan pelik bagi negara dengan
wilayah yang luas dan tingkat keragaman sosial ekonomi yang tinggi.
Indeks Pembangunan Manusia sendiri tersusun atas tiga aspek mendasar
pembangunan manusia. Aspek kesehatan yang bermakna mempunyai umur
panjang diwakili oleh indikator harapan hidup, aspek pendidikan yang
direpresentasikan oleh indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah,
serta dimensi perekonomian yang bermakna kehidupan yang layak digambarkan
dengan kemampuan daya beli (paritas daya beli). Ketiga aspek tersebut dianggap
mampu untuk merepresentasikan pembangunan manusia sehingga sampai saat ini
penghitungan IPM masih menjadi rujukan negara-negara di dunia dalam
mengukur perkembangan pembangunan manusia. Perkembangan IPM dari tahun
64

ke tahun sangat dipengaruhi oleh komponen-komponen yang menyusunnya.


Sedangkan komponen-komponen tersebut bervariasi untuk tiap kabupaten/kota di
Provinsi Papua Barat.

72

69,19 69,64
70
Nilai IPM berdasarkan WP

67,3 67,71 68,42


68 67,66
66,81 67,64
65,95 66,78
66
65,87 65,68
64 65,18
64,8 63,99
62 62,82

60

58
2005 2006 2007 2008

WP I WP II WP III Papua Barat

Sumber : BPS Papua Barat (data diolah)

Gambar 16 Rata-Rata perkembangan nilai IPM berdasarkan wilayah


pengembangan di Provinsi Papua Barat tahun 2005-2008.

Berdasarkan tiga indikator IPM, ditetapkan tiga komponen utama wilayah


yang merupakan indeks komposit dari IPM, yakni:
1. Wilayah dengan tingkat pembangunan manusia yang rendah bila IPM-nya
berkisar antara 0-50. Wilayah yang masuk dalam kategori ini sama sekali atau
kurang memperhatikan pembangunan manusia (kategori rendah).
2. Wilayah dengan tingkat pembangunan manusia sedang bila IPM-nya berkisar
antara 51-79. Wilayah yang masuk dalam kategori ini mulai memperhatikan
pembangunan sumberdaya manusianya (kategori sedang).
3. Wilayah dengan tingkat pembangunan manusia tinggi bila IPM-nya berkisar
antara 80-100. Wilayah yang masuk dalam kategori ini sangat memperhatikan
pembangunan sumberdaya manusianya (kategori tinggi).
65

Selama tahun 2005-2008 rata-rata trend nilai IPM baik di tingkat Provinsi Papua
Barat maupun kabupaten/kotanya termasuk pada kategori sedang dalam
pembangunan manusia.
Gambar di atas menunjukan bahwa rata-rata nilai IPM tertinggi berada pada
Wilayah Pengembangan III yang meliputi Kabupaten Fak-fak dan Kabupaten
Kaimana disusul kemudian oleh Wilayah Pengembangan II yang meliputi Kota
Sorong, Kabupaten Sorong, Kabupaten Sorong Selatan dan Kabupaten Raja
Ampat, Wilayah Pengembangan I meliputi Kabupaten Manokwari, Kabupaten
Teluk Wondama dan Kabupaten Teluk Bintuni. Pada Wilayah Pengembangan III
dan Wilayah Pengembangan II terlihat bahwa rata-rata nilai IPM nya masih
berada di atas rata-rata nilai IPM provinsi selama periode 2005-2008. Bila dilihat
per kabupaten kota, rata-rata IPM tertinggi selama periode 2005-2008 dimiliki
oleh Kota Sorong sebesar 73,33 dan rata-rata terendah dimiliki oleh Kabupaten
Raja Ampat sebesar 62,30 (Gambar 17).
80,00 75,33
66,74 66,68 64,53 68,96 68,03 66,49
70,00 62,69 63,16 62,30
60,00
Nilai IPM Kab/Kota

50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
Mkw Wond Bin Kt Srg Srg Sr Sel Rj Fak2 Kmn Papua
Ampat Barat

Sumber : BPS Papua Barat (data diolah)

Gambar 17 Rata-Rata perkembangan nilai IPM berdasarkan kabupaten dan kota


di Provinsi Papua Barat tahun 2005-2008.

Tabel 10 berikut memberikan gambaran mengenai rata-rata perkembangan


dari aspek pembentuk IPM yang meliputi Angka Harapan Hidup, Angka Melek
Huruf dan Konsumsi/Kapita di kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat selama
tahun 2005 dan 2007. Pada tabel tersebut diketahui bahwa tiga aspek pembentuk
66

IPM per kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat pada tahun 2005 dan 2007 masih
didominasi oleh Kota Sorong. Kabupaten Raja Ampat yang memiliki rata-rata
IPM terendah tetapi angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah pada tahun
2005 dan 2007 lebih tinggi dibanding Kabupaten Bintuni dan Kabupaten
Wondama.

Tabel 10 Rata-Rata perkembangan nilai pembentuk IPM berdasarkan


kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat tahun 2005 dan 2007
Angka Rata-Rata Konsumsi/Kapita
Angka Melek
HarapanHidup Lama Sekolah Disesuaikan
Kab/Kota Huruf (%)
(Tahun) (Tahun) (000 Rp)
2005 2007 2005 2007 2005 2007 2005 2007
Kota Sorong 70,2 70,41 99,1 99,1 10,1 10,55 615,8 628,3
Fak-Fak 69 69,23 95,5 97,17 7,9 8,36 568,8 577,9
Kaimana 68,8 68,8 91,2 93 7,1 7,1 581,3 591,7
Sorong 65,7 66,67 90,3 91,39 8 8,02 578,9 591,1
Sorong Selatan 65,5 66 87,9 88,9 7 7,2 566,5 582,1
Manokwari 66,6 66,9 77,2 83,54 5,6 7,19 574 579,2
Bintuni 66,8 67 70 80,84 5,6 5,84 581,9 591,6
Wondama 66,4 66,7 70,1 81,02 5,8 5,99 583,9 590,4
Raja Ampat 64,7 65,04 86,3 89,93 7 7 548,6 554,6
Papua Barat 67,08 67,42 85,29 89,43 7,12 7,47 577,74 587,43
Sumber : BPS Papua Barat (data diolah)

Banyak penelitian yang telah membuktikan adanya hubungan positif antara


Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan pertumbuhan ekonomi suatu
wilayah, pembangunan manusia berpengaruh positif terhadap pembangunan
ekonomi wilayah dan sebaliknya pembangunan ekonomi berpengaruh positif
terhadap pembangunan manusia. Secara umum kondisi IPM di Provinsi Papua
Barat sangat bervariasi antar kabupaten/kota. Rata-rata lama sekolah yang rendah
di Provinsi Papua Barat mengindikasikan rendahnya tingkat kelulusan Sekolah
Dasar maupun Sekolah Menengah Pertama, untuk itu program pembangunan
pendidikan di Provinsi Papua Barat yang mengarah kepada penangan jumlah
murid yang drop-out dapat dilakukan melalui pemberian beasiswa dari
pemerintah daerah masing-masing kabupaten/kota, penempatan guru bantu
ataupun pengangkatan guru baru di daerah yang kekurangan jumlah guru
(khususnya pada daerah pemekaran) akan mampu meningkatkan rata-rata lama
sekolah.
67

Angka Melek Huruf penduduk usia produktif secara umum dipengaruhi


oleh kemampuan baca tulis huruf latin, bahasa indonesia dan kemampuan
pengetahuan dasar. Rata-rata persentase Angka Melek Huruf di Provinsi Papua
Barat cukup baik selama periode 2005-2007. Namun demikian adanya kegiatan
yang berkenaan dengan keaksaraan fungsional, kejar paket dan Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat yang mengarah kepada pemberantasan buta aksara, akan
mendorong peningkatan angka melek huruf.
Rata-rata Angka Harapan Hidup di Provinsi Papua Barat selama periode
2005 dan 2007 masih rendah dan sangat ditentukan oleh pelayanan kesehatan
terutama kepada bayi melalui program Imunisasi. Hal ini disebabkan karena
kegiatan imunisasi kepada bayi akan memberikan daya tahan tubuh mereka
terhadap berbagai penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Selain itu,
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan kepada ibu-ibu yang melahirkan,
terutama ibu-ibu yang termasuk resiko tinggi sangat menentukan peluang hidup
bagi seorang bayi. Untuk itu, berbagai program pembangunan yang mengarah
pada kegiatan imunisasi, pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak, serta kegiatan
pendukung lainnya, seperti revitalisasi posyandu, jumlah tenaga Bidan maupun
pengkaderan tenaga Bidan Desa akan berpengaruh kepada pencapaian Angka
Harapan Hidup. Faktor lainnya yang juga berpengaruh terhadap Angka Harapan
Hidup yaitu prosentase balita gizi baik. Hal ini disebabkan karena balita dengan
gizi yang baik sangat mungkin memiliki usia hidup yang lebih lama.
Rata-rata kemampuan daya beli masyarakat di Provinsi Papua Barat selama
periode 2005 dan 2007, dipengaruhi oleh jumlah penduduk miskin. Keberadaan
jumlah penduduk miskin sangat berkorelasi dengan tingkat penghasilan yang
rendah sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Oleh karena itu, program
utama yang dapat meningkatkan kemampuan daya beli adalah program
penanggulangan kemiskinan yang diupayakan melalui peningkatkan pendapatan
orang miskin yaitu program Raskin (beras miskin), Bantuan Langsung Tunai,
Padat Karya dan program pemberian bantuan tunai lainnya, misalnya crash
program (kasus pada Kabupaten Manokwari) yakni pemberian bantuan modal
usaha secara langsung dari pemerintah daerah kepada warga masyarakat untuk
meningkatkan perekonomian keluarganya. Brata (2002) dalam penelitiannya
68

menyimpulkan bahwa pembangunan ekonomi haruslah tidak mengabaikan


pembangunan manusia. Hal ini penting bukan hanya untuk mengurangi disparitas
regional baik dalam hal pembangunan manusia maupun kinerja ekonomi regional
itu sendiri, tetapi juga karena pertumbuhan ekonomi sendiri belumlah memadai
untuk secara otomatis meningkatkan kualitas modal manusia.

5.2.1.3. Jumlah Penduduk

Mobilitas penduduk merupakan bagian integral dari proses pembangunan


secara keseluruhan. Mobilitas telah menjadi penyebab dan penerima dampak dari
perubahan dalam struktur ekonomi dan sosial suatu daerah. Oleh sebab itu, tidak
terlalu tepat untuk hanya menilai semata-mata aspek positif maupun negatif dari
mobilitas penduduk terhadap pembangunan yang ada, tanpa memperhitungkan
pengaruh kebaikannya. Tidak akan terjadi proses pembangunan tanpa adanya
mobilitas penduduk. Tetapi juga tidak akan terjadi pengarahan penyebaran
penduduk yang berarti tanpa adanya kegiatan pembangunan itu sendiri
(Tjiptoherijanto, 2000).
Kesejahteraan penduduk merupakan sasaran utama dari pembangunan
sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
Sasaran ini tidak mungkin tercapai bila Pemerintah tidak dapat memecahkan
masalah kependudukan, seperti besarnya jumlah penduduk dan tidak meratanya
penyebaran penduduk. Berbagai usaha untuk menekan laju pertumbuhan
penduduk yang tinggi telah dilakukan Pemerintah melalui berbagai program
Keluarga Berencana (KB) maupun program transmigrasi. Selain itu, dengan telah
diberlakukannya program otonomi daerah diharapkan dapat mengurangi
perpindahan penduduk dari desa ke kota.
Jumlah penduduk di Provinsi Papua Barat cenderung mengalami
peningkatan sejak tahun 2005-2008 dengan rata-rata laju pertumbuhan penduduk
provinsi sebesar 1,51% selama periode tersebut. Konsentrasi penduduk lebih
banyak berada di Kabupaten Manokwari dan Kota Sorong. Konsentrasi penduduk
terjadi karena Kabupaten Manokwari merupakan ibu kota Provinsi Papua Barat
69

sedangkan di Kota Sorong terkonsentrasi sektor-sektor perekonomian, sehingga


mobilitas penduduk kedua wilayah tersebut cukup tinggi.
Kecenderungan pola pemusatan kegiatan ekonomi di Provinsi Papua Barat
serta daerah-daerah kabupaten dan kotanya menyebabkan terjadinya proses
urbanisasi yang cepat di daerah-daerah tersebut. Migrasi dari kabupaten induk ke
kabupaten pemekaran dan atau sebaliknya menuju ke ibukota Provinsi Papua
Barat terjadinya secara berkelanjutan sehingga daerah-daerah tersebut meningkat
dengan pesat, baik dari sisi pertambahan penduduk maupun perkembangan
perekonomiannya.

800.000

700.000 Fak-Fak

600.000 Kaimana
Jumlah Penduduk (jiwa)

Wondama
500.000
Bintuni
400.000 Manokwari

300.000 Sorong Selatan


Kab. Sorong
200.000
Raja Ampat
100.000 Kota Sorong

0 Papua Barat
2005 2006 2007 2008

Sumber : BPS Papua Barat (data diolah)

Gambar 18 Perkembangan jumlah penduduk di Provinsi Papua Barat tahun


2005-2008.

5.2.1.4. Dana Perimbangan

Berdasarkan pasal 5 UU No. 33 tahun 2000 sumber-sumber penerimaan daerah


adalah pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan
Asli Daerah (PAD), dana perimbangan dan lain-lain pendapatan. Dana Perimbangan
keuangan Pusat-Daerah (PKPD) merupakan mekanisme transfer pemerintah pusat-
daerah terdiri dari Dana Bagi Hasil Pajak dan Sumber Daya Alam (DBHP dan SDA),
Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Kebijakan dana
70

perimbangan dari Pemerintah pusat terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU),
Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). DAU adalah dana
yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja negara
(APBN) yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar
daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi.
Alokasi dana dari pusat ke daerah secara garis besar ditentukan oleh dua faktor,
yaitu kapasitas fiskal (fiscal capacity) dan kebutuhan fiskal (fiscal need). Penerimaan
daerah adalah salah satu faktor pendukung dalam melaksanakan kewenangan-
kewenangan yang menjadi tanggung jawab dan urusan pemerintah kabupaten/kota.
Implikasinya, DAU dialokasikan kepada setiap daerah dalam rangka
menjalankan kewenangan pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan publik
kepada masyarakat. DAU yang merupakan transfer pemerintah pusat kepada
daerah bersifat “block grant”, yang berarti daerah diberi keleluasaan dalam
penggunaannya sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah dengan tujuan
untuk mengurangi disparitas secara horisontal antara daerah maju dan belum
maju.
Gambar berikut menunjukan besarnya Dana Alokasi Umum kabupaten/kota
di Provinsi Papua Barat tahun 2005-2008.
450.000
400.000 Fak-Fak
350.000 Kaimana

300.000 Wondama
Juta Rupiah

250.000 Bintuni

200.000 Manokwari
Kab. Sorong
150.000
Sorong Selatan
100.000
Raja Ampat
50.000
Kota Sorong
0
2005 2006 2007 2008

Sumber : http://www.djpk.depkeu.go.id/datadjpk/ (data diolah)

Gambar 19 Dana Alokasi Umum kabupaten dan kota di Provinsi Papua Barat
tahun 2005-2008.
71

Dana Alokasi Khusus (DAK) bertujuan untuk membantu mendanai kegiatan


khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Di
samping itu tujuan pemberian DAK adalah untuk mengurangi inter-jurisdictional
spillovers, dan meningkatkan penyediaan barang publik di daerah. Dalam perspektif
peningkatan pemerataan pendapatan maka peranan DAK sangat penting untuk
mempercepat konvergensi antar daerah, karena dana diberikan sesuai dengan prioritas
nasional, misalnya DAK untuk bantuan keluarga miskin. Dalam jangka panjang dana
dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan yang merupakan bagian dari anggaran
kementerian negara/lembaga yang digunakan untuk melaksanakan urusan yang
menurut peraturan perundang-undangan menjadi urusan daerah dialihkan menjadi
DAK (Waluyo, 2007)

70.000
Fak-Fak
60.000
Kaimana
50.000 Wondama
Juta Rupiah

40.000 Bintuni
Manokwari
30.000
Kab. Sorong
20.000 Sorong Selatan

10.000 Raja Ampat


Kota Sorong
-
2005 2006 2007 2008

Sumber : http://www.djpk.depkeu.go.id/datadjpk/(data diolah)

Gambar 20 Dana Alokasi Khusus kabupaten dan kota di Provinsi Papua Barat
tahun 2005-2008.

DAK merupakan salah satu bentuk hubungan keuangan pusat dan daerah,
dimana dana yang bersumber dari pendapatan APBN, dialokasikan/ditransfer
kepada daerah untuk membiayai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah
dan merupakan prioritas nasional, sehingga dapat membantu mengurangi beban
biaya kegiatan khusus yang harus ditanggung oleh pemerintah daerah. Atau
72

dengan kata lain DAK dialokasikan untuk mencapai standar pelayanan minimum
secara nasional pada salah satu bidang di daerah penerima DAK.
Sedangkan Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan memperhatikan
potensi daerah penghasil berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, dengan pengertian
lain bahwa DBH dialokasikan untuk mengurangi disparitas secara vertikal antara
pusat dan daerah penghasil.
Berikut ini adalah besaran nilai DBH kabupaten kota selama periode tahun
2005-2008 di Provinsi Papua Barat.

250.000
Fak-Fak

200.000 Kaimana
Wondama
150.000 Bintuni
Juta Rupiah

Manokwari
100.000 Kab. Sorong
Sorong Selatan
50.000 Raja Ampat
Kota Sorong
-
2005 2006 2007 2008

Sumber : http://www.djpk.depkeu.go.id/datadjpk/(data diolah)

Gambar 21 Dana Bagi Hasil (Pajak dan SDA) kabupaten dan kota di Provinsi
Papua Barat tahun 2005-2008.

Besaran alokasi dana perimbangan selama periode 2005-2008 dari


Pemerintah pusat diharapkan dapat memberikan perubahan (konvergensi) bagi
pembangunan wilayah di Provinsi Papua Barat. Namun penelitian yang dilakukan
baik oleh Sodik (2007) maupun Hamid (2002) menunjukan bahwa penggunaan
alokasi dana perimbangan oleh pemerintah daerah di Indonesia lebih banyak
diperuntukan bagi belanja pegawai karena tidak adanya instrument dan sosialisasi
73

yang jelas dari Pemerintah pusat mengenai porsi penggunaan dana perimbangan
tersebut.
Keseluruhan faktor-faktor PDRB per kapita, Indeks Pembangunan Manusia,
Jumlah Penduduk dan alokasi Dana Perimbangan tersebut di atas diduga
mempengaruhi tingkat disparitas pembangunan wilayah di Provinsi Papua Barat
selama periode pengamatan tahun 2005-2008. Namun untuk membuktikan secara
statistik faktor mana saja yang berpengaruh secara signifikan terhadap disparitas
pembangunan wilayah di Provinsi Papua Barat maka dianalisis dengan
menggunakan model regresi berganda.

5.2.2. Hasil Analisis Ekonometrika Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Disparitas Pembangunan

Estimasi data berikut ini akan membahas mengenai analisis statistik dan
ekonomi dari hasil persamaan regresi pengaruh disparitas proporsional pada
PDRB per kapita (KAPITA), Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Jumlah
Penduduk (PDDK) dan Alokasi Dana Perimbangan (DP) yang merupakan
independent variable terhadap disparitas pembangunan (dependent variable) yang
dalam analisis ini adalah nilai dekomposisi disparitas kabupaten/kota di Provinsi
Papua Barat dari indeks Theil (T) dengan menggunakan pendekatan analisis panel
data. Selain itu akan dilakukan pengujian-pengujian terhadap masalah regresi
linear berganda.

5.2.2.1. Hasil Estimasi

Setelah data penelitian ditabulasi, dilanjutkan dengan pembentukan model


untuk melihat faktor-faktor yang diduga mempunyai pengaruh terhadap tingkat
disparitas pembangunan di Provinsi Papua Barat selama periode 2005-2008.
Model ekonometrik menggunakan formula pada persamaan (10), didapat estimasi
model regresi berganda sebagai berikut:

T it = α + β 1 X 1it + β 2 X 2it + β 3 X 3it + β 4 X 4it + ε it .............................. (11)

Dimana :
T it = Dekomposisi Indeks Theil kabupaten/kota ke-i tahun 2005-2008
74

α = Intersep
X 1it = PDRB Per Kapita kabupaten/kota ke-i tahun 2005-2008
X 2it = Jumlah Penduduk kabupaten/kota ke-i tahun 2005-2005
X 3it = Alokasi Dana Perimbangan kabupaten/kota ke-i tahun 2005-2008
X 4it = Indeks Pembangunan Manusia kabupaten/kota ke-i tahun 2005-2008
β 1 ... β 4 = Koefisien Regresi
ε it = Sisaan

Karena bentuk data yang diamati berupa pooled data yang merupakan
gabungan antara unit cross-section (kabupaten/kota) dan time-series (periode
pengamatan) maka teknik analisis yang digunakan untuk mengestimasi model
ekonometrik tersebut adalah analisis regresi data panel. Penaksiran model
dilakukan dengan menggunakan bantuan software E-Views 6. Hasil estimasi
model persamaan regresinya adalah:

T = -1.186885 - 0.049811X1 + 1.18E-05X2 + 3.09E-09X3 + 0.010328X4 ..... (12)

Tabel 11 Ringkasan hasil output Eviews


Variabel Koefisien t-statistic Prob (t-stat)
C -1.186885 -4.801148 0.0001*
KAPITA (X1) -0.049811 -2.938554 0.0074*
PDDK (X2) 1.18E-05 4.084783 0.0005*
DP (X3) 3.09E-09 0.083368 0.9343
IPM (X4)
0.010328 3.055567 0.0056*
R2 0.681708
F-stat 4.105056
Prob (F-stat) 0.001788
DW-stat 2.863851
Sumber : Hasil Perhitungan
Keterangan : * signifikan pada α=0.05

Uji Normalitas

Salah satu asumsi dalam analisis statistika adalah data berdistribusi normal
dan untuk mengetahui apakah data dalam penelitian ini berdistribusi normal
digunakan uji Jarque-Bera (Winarno, 2009).
75

1. Uji hipotesisnya adalah :


H 0 : Galat Menyebar Normal
H 1 : Galat Tidak Menyebar Normal
2. Kriteria UJi
Tolak H 0 jika nilai-p < α (0,05) dan sebaliknya.
Berdasarkan nilai-p dari uji Jarque-Bera dengan bantuan software Eviews
diperoleh hasil bahwa nilai-p (0.842741) > α (0.05) maka terima H 0.

Uji Multikolienaritas

Asumsi non-multikolinearitas dalam penelitian ini dilakukan dengan


korelasi parsial antar peubah bebas. Hasil output Eviews menunjukan bahwa
semua korelasi parsial antar peubah bebas tidak signifikan pada α (0.05) sehingga
dapat dikatakan bahwa tidak terjadi multikolinearitas antar peubah bebas dalam
model di atas.

Uji Gejala Heteroskedastisitas

Asumsi dalam model regresi adalah: (1) residual (e i ) memiliki nilai rata-rata

nol, (2) residual memiliki varian yang konstan atau var(e i )=σ2 dan (3) residual

suatu observasi tidak saling berhubungan dengan residual observasi lainnya atau
cov(e i )=0, sehingga menghasilkan estimator yang BLUE. Pengujian hipotesis
yang dilakukan adalah :
1. H 0 : σ i 2 = σ2 (tidak terdapat gejala heteroskedastisitas)

H 1 : σ i 2 ≠ σ2 (terdapat gejala heteroskedastisitas)

2. Kriteria UJi
Tolak H 0 jika nilai-p < α (0.05) dan sebaliknya.
Berdasarkan hasil uji Breusch Pagan diperoleh nilai-p (0.242329) > α (0.05)
maka terima H 0 .
76

Uji Gejala Autokorelasi

Salah satu asumsi dari model regresi linear adalah bahwa tidak ada
autokorelasi atau korelasi serial antara sisaan (ε t ). Atau dengan pengertian lain,
sisaan menyebar bebas atau Cov(ε i, ε j ) = E(ε i, ε j ) = 0 untuk semua i≠j, dan dikenal
juga sebagai bebas serial (serial independence). Jika antar sisaaan tidak bebas atau
E(ε i, ε j ) ≠0 untuk i≠j, maka terdapat masalah autokorelasi.
Uji Durbin Watson dengan kisaran nilai 0 sampai 4 digunakan untuk
mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi. Daerah keputusan H 0 dan H 1 untuk
uji Durbin-Watson adalah:

Nilai Dw Keputusan
4-d L < DW< 4 Tolak H 0 ; ada autokorelasi negatif
4-d u < DW < 4-d L Tidak tentu, coba uji yang lain
d u < DW < 4-d u Terima H 0
d L < DW < d u Tidak tentu, coba uji yang lain
0 < DW < d L Tolak H 0 ; ada autokorelasi positif

Berdasarkan hasil uji Durbin-Watson dengan nilai 2.863851 dan berada


pada daerah keputusan 4-d L < DW < 4 maka tolak H 0 ; ada autokorelasi negatif.
Adanya autokorelasi kemungkinan disebabkan oleh karena range data penelitian
(time series) yang terbatas hanya dari tahun 2005 sampai 2008. Hal ini
menyebabkan model tidak bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) atau
dengan kata lain bukan merupakan model yang terbaik tetapi LUE sehingga masih
layak untuk menjelaskan disparitas pembangunan wilayah karena semua asumsi
klasik lainnya dalam model regresi linear dipenuhi (Suharjo, 2008; Juanda, 2009a;
Winarno, 2009).

Uji F (Uji Simultan)

Setelah diperoleh model persamaan regresi taksiran maka selanjutnya


dilakukan pengujian signifikansi koefisien regresi secara simultan dengan
hipotesis statistik sebagai berikut:
1. H0 : αn = 0
H 1 : setidaknya satu α n ≠ 0
77

2. Kriteria uji:
Tolak H 0 jika nilai-p < α (0.05) dan terima H 1 untuk sebaliknya.
Hasil output Eviews menunjukan bahwa nilai-p(0.001788) < α (0.05) maka
terima H 1 .

Uji -t (Uji Parsial)

Uji-t dilakukan untuk mengetahui signifikansi setiap variabel independen


(PDRB perkapita, jumlah penduduk, alokasi dana perimbangan dan indeks
pembangunan manusia) dalam mempengaruhi variabel dependen (indeks theil).
Hipotesis yang akan diuji adalah:
1. Ketimpangan Proporsional PDRB perkapita (KAPITA)
H 0 : β 1 =0 (Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel PDRB
perkapita terhadap tingkat disparitas pembangunan)
H 1 : β 1 ≠0 (Terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel PDRB
perkapita terhadap tingkat disparitas pembangunan)
Kriteria uji dilakukan dengan membandingkan nilai probability value, dimana
tolak H 0 jika nilai-p < α (0.05) dan terima H 1 untuk sebaliknya. Hasil uji
menunjukan bahwa nilai-p(0.0074) < α (0.05) maka tolak H 0 .

2. Jumlah Penduduk (PDDK)

H 0 : β 2 =0 (Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel jumlah


penduduk terhadap tingkat disparitas pembangunan)
H 1 : β 2 ≠0 (Terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel jumlah
penduduk terhadap tingkat disparitas pembangunan)
Kriteria uji dilakukan dengan membandingkan nilai probability value, dimana
tolak H 0 jika nilai-p < α (0.05) dan terima H 1 untuk sebaliknya. Hasil uji
menunjukan bahwa nilai-p(0.0005) < α (0.05) maka tolak H 0 .

3. Alokasi Dana Perimbangan (DP)

H 0 : β 3 =0 (Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel alokasi


dana perimbangan terhadap tingkat disparitas pembangunan)
H 1 : β 3 ≠0 (Terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel alokasi dana
perimbangan terhadap tingkat disparitas pembangunan)
78

Kriteria uji dilakukan dengan membandingkan nilai probability value, dimana


tolak H 0 jika nilai-p < α (0.05) dan terima H 1 untuk sebaliknya. Hasil uji
menunjukan bahwa nilai-p(0.9343) > α (0.05) maka terima H 0 .

3. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

H 0 : β 4 =0 (Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel indeks


pembangunan manusia terhadap tingkat disparitas
pembangunan)
H 1 : β 4 ≠0 (Terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel indeks
pembangunan manusia terhadap tingkat disparitas
pembangunan)
Kriteria uji dilakukan dengan membandingkan nilai probability value, dimana
tolak H 0 jika nilai-p < α (0.05) dan terima H 1 untuk sebaliknya. Hasil uji
menunjukan bahwa nilai-p(0.0056) < α (0.05) maka tolak H 0 .

Koefisien Determinasi (R2)

Berdasarkan hasil estimasi model persamaan regresi (persamaan 12) di atas,


diperoleh nilai koefisien determinasi untuk model disparitas pembangunan sebesar
0.681708. Nilai ini dapat diinterpretasikan bahwa sebesar 68% perubahan tingkat
disparitas pembangunan di Provinsi Papua Barat yang diukur dengan indeks theil
disebabkan oleh ketimpangan proporsional pada PDRB perkapita, jumlah
penduduk, alokasi dana perimbangan dan indeks pembangunan manusia dan
sisanya sebesar 32% disebabkan oleh variabel lain diluar model.
Model hasil estimasi regresi pada persamaan (12) di atas dapat dijelaskan
bahwa nilai koefisien dari variabel pendapatan per kapita sebesar 0.049811 dan
bernilai negatif, berarti bahwa kenaikan nilai variabel PDRB perkapita sebesar 1
satuan (ceteris paribus) akan mengakibatkan disparitas pembangunan di Provinsi
Papua Barat berkurang sebesar 0.049811 kali, demikian pula sebaliknya. Hasil ini
membuktikan hipotesis awal bahwa ketimpangan proporsional pada PDRB
perkapita merupakan salah satu sumber utama disparitas pembangunan di Provinsi
Papua Barat. Sehingga untuk mengurangi disparitas pembangunan yang diukur
dengan indeks theil dapat dilakukan dengan meningkatkan jumlah produktifitas
79

penduduk. Meskipun disparitas pembangunan juga dipengaruhi oleh faktor


sejarah, kondisi sumberdaya alam, letak geografis dan faktor lainnya yang tidak
dianalisis dalam model. Produktifitas penduduk di Provinsi Papua Barat
menunjukan trend yang meningkat walaupun tidak berimbang dari segi
pendapatan per kapita selama periode 2005-2008, hal ini disebabkan karena
tingginya mobilitas penduduk masuk dari luar wilayah Provinsi Papua Barat yang
memiliki skill dan ketrampilan lebih baik sehingga mampu untuk bersaing
mencari pekerjaan yang layak ataupun menciptakan lapangan pekerjaan melalui
usaha yang digelutinya sehingga mendukung peningkatan pendapatan per kapita
dan pertumbuhan ekonomi wilayah di Provinsi Papua Barat.
Pada variabel jumlah penduduk, nilai koefisien variabelnya sebesar
1.18E-05 yang mengandung arti bahwa setiap kenaikan jumlah penduduk sebesar
1 satuan, akan meningkatkan disparitas pembangunan wilayah di Provinsi Papua
Barat sebesar 1.18E-05. Kecenderungan pola pemusatan kegiatan ekonomi di
Provinsi Papua Barat (khususnya Kabupaten Manokwari dan Kota Sorong) serta
daerah-daerah kabupaten lainnya menyebabkan terjadinya proses urbanisasi yang
cepat di daerah-daerah tersebut. Migrasi dari kabupaten induk ke kabupaten
pemekaran dan atau sebaliknya menuju ke ibukota Provinsi Papua Barat terjadi
secara berkelanjutan sehingga daerah-daerah tersebut meningkat dengan pesat,
baik dari sisi pertambahan penduduk maupun perkembangan perekonomiannya.
Frekuensi pertambahan jumlah penduduk baik dari dalam maupun dari luar
Provinsi Papua Barat disebabkan karena adanya usaha untuk mencari
penghidupan yang lebih layak mengingat Provinsi Papua Barat adalah provinsi
yang baru memekarkan diri dari Provinsi Papua, sehingga lebih banyak tersedia
lapangan pekerjaan baru dan membutuhkan lebih banyak sumberdaya manusia
bagi pembangunan wilayahnya. Mobilitas penduduk juga dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin luas
wawasan dan pengetahuannya untuk mencari penghidupan yang lebih layak.
Konsentrasi jumlah penduduk khususnya di Kota Sorong dan Kabupaten
Manokwari dikarenakan pada kedua wilayah ini lebih banyak tersedia lapangan
pekerjaan yang sesuai dengan tingkat pendidikan para pencari kerja yang
melakukan migrasi dari daerah asalnya. Disini terlihat bahwa terjadi backwash
80

effect pada daerah asal migran (brain drain) baik di tingkat lokal maupun regional
tetapi memberikan spread effect bagi pembangunan wilayah di Provinsi Papua
Barat. Meskipun hasil analisis menunjukan bahwa kenaikan jumlah penduduk
sebesar 1 satuan akan meningkatkan disparitas pembangunan sebesar 1 satuan,
tetapi hasil penelitian yang dilakukan oleh Tjiptoherijanto (2000) menunjukan
bahwa ada saling keterkaitan antara mobilitas penduduk dan proses pembangunan.
Dari sisi pembangunan regional, tidak bisa dilakukan pelarangan atas migrasi
masuk ke dalam wilayah Provinsi Papua Barat, selain dampak positif yang
diberikan bagi pembangunan wilayah, dampak negatif yang ditimbulkan adalah
termarjinalnya penduduk pribumi (Papua Barat) karena ketidakmampuan untuk
bersaing dengan migran dari luar dengan kemampuan soft skill dan hard skill yang
lebih baik.
Variabel alokasi dana perimbangan dengan nilai koefisien variabelnya
sebesar 3.09E-09 namun nilai probabilitasnya tidak signifikan pada α (5% dan
1%) sehingga dapat dikatakan bahwa kenaikan ataupun penurunan nilai variabel
alokasi dana perimbangan (juta rupiah) tidak mempengaruhi naik turunnya
disparitas pembangunan wilayah di Provinsi Papua Barat yang diukur dengan
indeks ketimpangan theil. Hal ini menunjukan bahwa meskipun jumlah dana dari
alokasi perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Khusus dan
Dana Alokasi Umum cukup besar tetapi selama periode 2005-2008 ada
kemungkinan lebih banyak digunakan untuk belanja pegawai, infrastruktur
pemerintah dan operasional kabupaten pemekaran. Kondisi ini disebabkan karena
pada periode penelitian, kepala daerah di tingkat kabupaten pemekaran dan
tingkat provinsi masih merupakan caretaker dan belum definitif sehingga lebih
banyak porsi alokasi dana perimbangan bagi daerah pemekaran untuk
mempersiapkan diri menuju kabupaten dan provinsi yang definitif. Kondisi ini
mengakibatkan alokasi dana perimbangan belum diinvestasikan secara maksimal
kepada sektor perekonomian yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi regional
(Sodik, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Hamid (2002) juga membuktikan
bahwa penggunaan dana perimbangan oleh pemerintah daerah di Indonesia lebih
banyak untuk belanja pegawai karena tidak adanya instrument maupun sosialisasi
dari pemerintah pusat mengenai porsi penggunaan dana perimbangan tersebut.
81

Dalam hal pembangunan perekonomian daerah, peranan pemerintah dapat dikaji dari
sisi anggarannya (APBD). Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD)
merupakan instrumen kebijakan yang dijalankan pemerintah daerah Provinsi Papua
Barat untuk menentukan arah dan tujuan pembangunan. Instrumen ini diharapkan
berfungsi sebagai salah satu komponen pemicu tumbuhnya perekonomian daerah.
Namun kenyataannya peranan anggaran (APBD) sebagai salah satu instrumen
kebijakan yang berfungsi memacu perekonomian daerah harus berhadapan dengan
kondisi di lapangan yang tidak dapat menjamin berjalannya fungsi tersebut dengan
baik, dikarenakan selama kurun waktu periode penelitian 2005-2008
pemerintahan di kabupaten/kota dan Provinsi Papua Barat belum definitif, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Papua Barat juga belum terbentuk
(dalam proses pemilihan dan pelantikan anggota) sehingga ada indikasi bahwa
penggunaan dana oleh birokrat baik di tingkat kabupaten/kota maupu provinsi
tidak diawasi. Output ini tidak sejalan dengan hipotesis bahwa disparitas
pembangunan wilayah di Provinsi Papua Barat dipengaruhi oleh alokasi dana
perimbangan.
Nilai koefisien variabel Indeks Pembangunan Manusia sebesar 0.0056 dan
signifikan pada α (5% dan 1%) memberikan arti bahwa setiap kenaikan nilai
koefisien IPM sebesar 1 satuan (ceteris paribus) akan menyebabkan disparitas
pembangunan mengalami peningkatan sebesar 0.0056 kali dan sebaliknya. Nilai
hasil ini sesuai dengan hipotesis awal bahwa IPM merupakan salah satu faktor
penyebab disparitas pembangunan wilayah di Provinsi Papua Barat. Peningkatan
IPM mempengaruhi disparitas pembangunan dimungkinkan bila kabupaten/kota
yang mengalami peningkatan IPM adalah kabupaten/kota yang sudah memiliki
IPM yang tinggi sedang kabupaten lainnya kurang memacu peningkatan IPM
sehingga akan makin memperbesar gap disparitas pembangunan wilayah. Selain
itu pengaruh tingkat pendidikan yang tinggi akan memacu warga masyarakat di
kabupaten/kota asal untuk bermigrasi ke ibu kota provinsi guna mencari
penghidupan yang layak sehingga meskipun terjadi peningkatan tingkat
pendidikan di daerah asal akan cenderung meningkatkan disparitas pembangunan
wilayahnya (brain drain). Hal lain yang memicu tingginya nilai IPM di beberapa
kabupaten/kota dikarenakan tersedianya sarana dan prasarana pendidikan serta
82

fasilitas kesehatan yang lebih memadai dan mudah dijangkau oleh masyarakat.
Kondisi ini sinergi dengan penelitian yang dilakukan oleh Brata (2002), bahwa
terdapat hubungan dua arah antara pembangunan manusia dan pembangunan
ekonomi regional di Indonesia. Pembangunan manusia yang berkualitas
mendukung pembangunan ekonomi dan sebaliknya kinerja ekonomi yang baik
mendukung pembangunan manusia.

5.3. Identifikasi Sektor-Sektor Unggulan di Provinsi Papua Barat

Salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam perumusan kebijakan


pembangunan adalah mengetahui sektor-sektor unggulan daerah. Sektor unggulan
(leading sector) merupakan sektor yang diharapkan menjadi motor perekonomian
(prime mover) suatu wilayah. Dengan mengetahui dan mengoptimalkan sektor
unggulan yang dimiliki daerah, maka diharapkan terdapat efek yang positif bagi
kemajuan aktifitas perekonomian daerah dalam mengurangi disparitas
pembangunan. Analisis Location Quontient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA)
dapat digunakan sebagai kombinasi untuk menentukan posisi sektor-sektor
perekonomian yang merupakan sektor unggulan (sektor basis) atau bukan
unggulan (non basis) dan bagaimana tingkat pertumbuhan maupun tingkat
kompetitif dari sektor-sektor perekonomian tersebut di Provinsi Papua Barat.
Hasil perhitungan LQ dan SSA dengan data dasar PDRB per kabupaten/kota
berdasarkan sektor perekonomian periode tahun 2005-2008 dapat dijelaskan
seperti pada Tabel 12.
Hasil analisis pada Tabel 12 di bawah menunjukan bahwa sektor yang
mempunyai nilai rata-rata LQ>1 selama periode 2005-2008 berpotensi menjadi
sektor unggulan (leading sector) yang dapat dikembangkan sebagai prime mover
perekonomian di Provinsi Papua Barat, dimana beberapa kabupaten/kota memiliki
lebih dari satu sektor perekonomian yang potensial menjadi sektor unggulan
seperti Kabupaten Fak-Fak, Manokwari dan Kota Sorong memiliki 6 sektor
unggulan, Sorong Selatan 5 sektor unggulan, Kaimana 3 sektor unggulan, Teluk
Bintuni, Kabupaten Sorong dan Raja Ampat 2 sektor unggulan dan hanya
83

Kabupaten Wondama yang memiliki 1 sektor unggulan selama periode


tahun 2005-2008.

Tabel 12 Rata-rata nilai analisis Location Quotient per sektor di Provinsi Papua
Barat tahun 2005-2008
Sektor
Pertanian

n/penggalian
Pertambanga

pengolahan
Industry

& air bersih


Listrik, gas

Kontruksi
Bangunan/

hotel rstoran
Perdagangan,

Komunikasi
Angkutn &
Jasa Perush
Sewaan&
Keu.,

Jasa-Jasa
Kabupaten/Kota

Fak-fak 1,09 0,08 0,46 1,66 1,75 1,34 1,45 1,52 1,80
Kaimana 1,92 0,03 0,73 0,80 1,08 1,06 0,81 0,71 0,61
Wondama 2,75 0,02 0,07 0,15 0,76 0,51 0,22 0,73 0,30
Teluk Bintuni 2,08 0,10 0,76 0,20 1,26 0,33 0,20 0,47 0,95
Manokwari 1,25 0,08 0,25 1,50 1,89 1,14 1,29 1,66 1,76
Sorong Selatan 1,79 0,06 0,03 1,32 1,67 1,33 0,80 0,39 1,11
Sorong 0,49 2,40 1,95 0,19 0,29 0,22 0,16 0,09 0,68
Raja ampat 1,08 3,05 0,01 0,06 0,30 0,20 0,16 0,06 0,34
Kota Sorong 0,50 0,06 1,33 2,28 1,12 2,44 2,61 2,39 1,01
Sumber : BPS Papua Barat (data diolah)

Analis juga menggambarkan bahwa sektor perekonomian seperti sektor


pertambangan dan penggalian terkonsentrasi di Kabupaten Sorong dan Raja
Ampat, sektor industri pengolahan terkonsentrasi di Kabupaten Sorong dan Kota
Sorong, sektor angkutan dan komunikasi dan sektor keuangan di Kabupaten Fak-
Fak, Kabupaten Manokwari, Kota Sorong. Menunjukan bahwa sektor-sektor
tersebut tidak menyebar merata di Provinsi Papua Barat melainkan lebih
terkonsentrasi pada beberapa wilayah dibandingkan sektor lainnya. Secara rinci
sektor-sektor unggulan per kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat dapat dilihat
pada Tabel 13.
Kriteria lain untuk menentukan suatu sektor merupakan sektor unggulan
adalah kemampuannya untuk bersaing dengan sektor yang sama di dalam cakupan
wilayah yang lebih luas. Pergeseran struktur aktifitas di kabupaten/kota di
Provinsi Papua Barat dalam dua titik waktu (2005 dan 2008) atau dengan
melakukan dekomposisi terhadap pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Provinsi
Papua Barat maka salah satu teknik analisisnya adalah shift-share.
84

Tabel 13 Sektor–sektor perekonomian unggulan per kabupaten/kota di Provinsi


Papua Barat tahun 2005-2008

WP Kabupaten/Kota Sektor Unggulan


I Manokwari (1) Pertanian
(2) Listrik gas dan air bersih
(3) Bangunan/Kontruksi
(4) Perdagangan hotel dan restoran
(5) Angkutan dan komunikasi
(6) Jasa-Jasa
Teluk Wondama (1) Pertanian
Teluk Bintuni (1) Pertanian
(2) Bangunan/kontruksi
II Kota Sorong (1) Industri pengolahan
(2) Listrik gas dan air bersih
(3) Bangunan/kontruksi
(4) Perdagangan hotel dan restoran
(5) Angkutan dan komunikasi
(6) Jasa-Jasa
Kabupaten Sorong (1) Pertambangan dan penggalian
(2) Industri Pengolahan
Sorong Selatan (1) Pertanian
(2) Listrik gas air bersih
(3) Bangunan/kontruksi
(4) Perdagangan hotel dan restoran
(5) Jasa-Jasa
Raja Ampat (1) Pertanian
(2) pertambgan dan penggalian
III Fak-Fak (1) Pertanian
(2) Listrik gas dan air bersih
(3) Bangunan/Kontruksi
(4) Perdagangan hotel dan restoran
(5) Angkutan dan komunikasi
(6) Jasa-Jasa
Kaimana (1) Pertanian
(2) Bangunan/kontruksi
(3) Perdagangan hotel restoran

Sumber : BPS Papua Barat (data diolah)

Pemahaman struktur aktifitas dari hasil analisis shift-share dapat


menjelaskan kemampuan berkompetisi (competitiveness) aktifitas tertentu di
wilayah kabupaten/kota secara dinamis atau perubahan aktifitas dalam cakupan
85

wilayah lebih luas (Provinsi Papua Barat). Hasil dekomposisi pertumbuhan


ekonomi di Provinsi Papua Barat dapat memperkuat indikasi sektor unggulan dari
hasil analisis LQ sebelumnya yang menunjukan keunggulan komparatif dan
konsistensi keunggulan kompetitif suatu sektor selama kurun waktu 2005 dan
2008.
Tabel 14 di bawah menunjukan bahwa total laju pertumbuhan ekonomi
Provinsi Papua Barat dalam kurun waktu 2005-2008 sebesar 22%.
Nilai regional share menunjukan besarnya pertumbuhan ekonomi provinsi dan
juga menunjukan kontribusi rata-rata pertumbuhan ekonomi provinsi terhadap
kabupaten dan kotanya. Komponen proportional shift pada tabel di bawah
diperoleh hasil bahwa terdapat dua sektor yang memiliki pertumbuhan di bawah
pertumbuhan provinsi yaitu sektor pertanian dan sektor pertambangan yang
menggambarkan bahwa aktivitas ekonominya tumbuh lebih lambat dibanding
aktivitas ekonomi provinsi. Pertumbuhan negatif sektor pertanian dan
pertambangan pada analisis indeks entropi wilayah sebelumnya (Gambar 12)
menunjukan bahwa terjadi transisi dari sektor pertanian dan sektor pertambangan
ke sektor jasa selama periode 2005-2008 di Provinsi Papua Barat. Sedangkan
sektor-sektor lainnya memiliki laju pertumbuhan yang relatif tinggi.

Tabel 14 Nilai analisis Shift-Share di Provinsi Papua Barat


tahun 2005-2008
Differential shift
WP Kabupaten/Kota
Tani Tamb Indtry Ligas Bang Dagan Angkt Keu Jasa
I Manokwari -0,03 0,54 0,09 0,08 -0,02 0,00 0,10 0,23 -0,02
T. wondama 0,36 2,52 0,78 0,35 2,83 0,55 0,99 -0,04 0,95
T. Bintuni 0,05 0,68 0,10 0,46 0,49 0,82 0,48 0,16 0,84
0,38 3,74 0,97 0,89 3,3 1,37 1,57 0,35 1,77
II Kota sorong 0,12 0,16 0,17 -0,03 -0,22 -0,08 -0,04 -0,06 -0,16
Sorong -0,03 0,02 -0,09 -0,17 -0,22 -0,16 -0,10 -0,12 -0,02
Sorong Selatan -0,08 0,59 0,01 0,08 0,28 0,02 -0,08 -0,08 0,45
Raja ampat -0,06 -0,10 -0,03 -0,05 -0,14 0,01 -0,22 -0,13 0,08
-0,05 0,67 0,06 -0,17 -0,3 -0,21 -0,44 -0,39 0,35
III Fak-Fak -0,14 0,39 -0,14 -0,07 0,03 0,16 0,00 -0,19 -0,16
Kaimana -0,04 0,45 0,08 0,13 -0,02 0,22 0,10 -0,07 0,04

-0,18 0,84 -0,06 0,06 0,01 0,38 0,1 -0,26 -0,12


Proportional shift -0,06 -0,15 0,00 0,07 0,22 0,05 0,11 0,35 0,12
Regional share 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22

Sumber : BPS Papua Barat (data diolah)


86

Suatu sektor diketahui memiliki daya saing (competitiveness) dengan


wilayah di atasnya (Provinsi Papua Barat) melalui nilai differential shift, apabila
sektor bersangkutan memiliki nilai lebih dari nol maka sektor tersebut merupakan
sektor yang memiliki kemampuan kompetitif di Provinsi Papua Barat. Hasil
analisis differential shift menggambarkan bahwa keseluruhan sektor
perekonomian (9 sektor) di Wilayah Pengembangan I memiliki kemampuan
kompetitif di Provinsi Papua Barat dan sektor yang memiliki tingkat kompetitif
paling tinggi pada WP I (Kabupaten Manokwari, Kabupaten Teluk Wondama,
Kabupaten Teluk Bintuni) adalah sektor pertambangan dan penggalian (3,74),
sektor bangunan (3,30), sektor jasa (1,77), sektor pengangkutan dan komunikasi
(1,57) serta sektor perdagangan hotel dan restoran (1,37). Wilayah Pengembangan
II (Kota Sorong, Kabupaten Sorong, Kabupaten Sorong Selatan dan Kabupaten
Raja Ampat) sektor yang memiliki kemampuan kompetitif di Provinsi Papua
Barat adalah sektor pertambangan dan penggalian (0,67), sektor jasa (0,34) dan
sektor industri (0,06). Wilayah Pengembangan III (Kabupaten Fak-Fak dan
Kabupaten Kaimana) sektor yang memiliki kemampuan kompetitif adalah sektor
pertambangan dan penggalian (0,84), sektor perdagangan hotel dan restoran
(0,38), sektor angkutan dan komunikasi (0,10), sektor listrik gas dan air bersih
(0,06) serta sektor bangunan. Gambar 22 di bawah menunjukan tingkat kompetitif
sektor-sektor perekonomian di Provinsi Papua Barat.
Penetapan sektor unggulan wilayah dilakukan dengan mengkompilasi sektor
basis dan dekomposisi pertumbuhan sektor perekonomian di wilayah Provinsi
Papua Barat. Sektor perekonomian dengan nilai LQ>1 dan nilai differential
shift>0 ditetapkan sebagai sektor unggulan wilayah, urutan prioritas
pengembangan sektor unggulan didasarkan pada kontribusi sektor terhadap PDRB
total.
87

4
3,5
3
2,5
Differential Shift

2 WP I
1,5 WP II
1 WP III

0,5
0
-0,5 Tani Tamb Industri Ligas Bang Dagang Angktn Keu Jasa

-1
Sumber : BPS Papua Barat (data diolah)

Gambar 22 Tingkat kompetitif sektor-sektor perekonomian di Provinsi Papua


Barat tahun 2005-2008.

Hasil analisis LQ dan SSA pada Tabel 15 di bawah dapat diperoleh sektor-
sektor unggulan yang memiliki tingkat kompetitif dan komparatif tinggi dan tidak
berubah dalam kurun waktu 2005-2008. Pada WP I, hasil kombinasi tersebut
memperlihatkan bahwa Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Teluk Bintuni
memiliki lebih banyak (2 sektor dari 9 sektor yang ada) sektor-sektor unggulan
yang kuat (comparative dan competitiveness), yaitu sektor angkutan, sektor listrik
gas dan air bersih di Kabupaten Manokwari sedangkan Kabupaten Teluk Bintuni
hanya memiliki sektor unggulan pertanian dan sektor bangunan/kontruksi.

Tabel 15 Identifikasi sektor unggulan (comparative dan competitiveness)


berdasarkan kombinasi hasil analisis LQ dan Shift-Share di Provinsi
Papua Barat tahun 2005-2008
Kabupaten/ Hasil Analisis Sektor
WP Hasil Analisis LQ*)
Kota SSA**) Unggulan***)
I Manokwari Pertanian, Pertambangan, Angkutan dan
Listrik gas dan air Keuangan, angkutan komunikasi, listrik
bersih, dan komunikasi, gas dan air bersih
Bangunan/Kontruksi, Industri, listrik gas
Perdagangan hotel dan air bersih,
dan restoran,
Angkutan dan
komunikasi, Jasa-
88

Jasa
T. wondama Pertanian Bangunan/kontruksi, Pertanian
Pertambangan,
angkutan dan
komunikasi, Jasa-
jasa, Industri,
perdagangan,
pertanian, listrik,
T. Bintuni Pertanian, Jasa-jasa, Pertanian,
Bangunan/kontruksi perdagangan, bangunan/kontruksi
pertambangan,
bangunan, angkutan,
listrik, keuangan,
industri, pertanian.

II Kota sorong Industri pengolahan, Industri, Industri


Lisgas air bersih, pertambangan, pengolahan
Bangunan/kontruksi, pertanian
Perdagangan/hotel,
Angkutan, Jasa-Jasa
Sorong Pertambangan, Pertambangan dan Pertambangan dan
Industri Pengolahan. penggalian penggalian
Sorong Pertanian, Lisgas air Pertambangan, jasa, Bangunan, listrik,
Selatan bersih, Bangunan, bangunan, listrik, perdagangan, jasa.
Perdagangan, Jasa- perdagangan,
Jasa industri.
Raja ampat Pertanian, Jasa, perdagangan. -
pertambgan dan
penggalian

III Fak-Fak Pertanian, Lisgas dan Pertambangan dan Perdagangan hotel


air bersih, penggalian, dan restoran,
Bangunan, perdagangan, bangunan.
Perdagangan, bangunan
Angkutan, Jasa2
Kaimana Pertanian, Pertambangan dan Perdagangan hotel
Bangunan/kontruksi, penggalian, dagang dan restoran.
Perdagangan hotel hote restoran, listrik,
dan restoran angkutan, industri,
jasa
Sumber : BPS Papua Barat (data diolah)

Keterangan:
*) Sektor yang memiliki keunggulan komparatif
**) Sektor yang memiliki keunggulan kompetitif
***) Sektor yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif selama periode 2005-2008.
89

Pada WP II, Kabupaten Sorong Selatan memiliki lebih banyak sektor-sektor


unggulan (4 sektor dari 9 sektor yang ada) yaitu bangunan, perdagangan, listrik
dan jasa. Sedangkan Kota Sorong dan Kabupaten Sorong hanya memiliki satu
sektor unggulan. Berdasarkan kombinasi hasil analisis LQ dan SSA, di Kabupaten
Raja Ampat selama periode 2005-2008 tidak ada sektor unggulan yang kuat
(comparative dan competitiveness).
Berbeda dengan WP I dan WP II yang memiliki sektor-sektor unggulan
yang beragam, dalam WP III sektor unggulan hanya didominasi oleh sektor
perdagangan hotel dan restoran, dimana untuk Kabupaten Fak-Fak terdapat 2
sektor unggulan dan Kabupaten Kaimana 1 sektor unggulan.

5.4. Rekomendasi Kebijakan dalam Mengurangi Disparitas Pembangunan


Wilayah.

Disparitas pembangunan ekonomi antar wilayah kabupaten/kota di Provinsi


Papua Barat merupakan fenomena umum yang terjadi dalam proses pembangunan
ekonomi daerah. Perbedaan PDRB per kapita, Jumlah Penduduk dan IPM
merupakan faktor utama penyebab disparitas meskipun diluar model kondisi
geografi dan potensi sumberdaya ekonomi wilayah, mobilitas barang dan jasa,
konsentrasi kegiatan ekonomi dan aspek sejarah turut berperan dalam
pembentukan disparitas pembangunan wilayah.
Berdasarkan hasil analisis sebelumnya bahwa perkembangan wilayah di
Provinsi Papua Barat terus menunjukan trend yang positif selama periode
penelitian, terlihat dari menaiknya nilai indeks entropi wilayah baik di tingkat
kabupaten/kota maupun di tingkat provinsi. Disparitas pembangunan yang diukur
dengan Indeks Williamson dan Indeks Theil juga menunjukan perkembangan
yang semakin membaik (disparitas terus mengalami penurunan selama periode
penelitian) dalam wilayah pengembangan maupun antar wilayah pengembangan.
Untuk mempertahankan kondisi perekonomian dan disparitas pembangunan
wilayah yang konvergen perlu dilakukan peningkatan diversifikasi dengan
mendorong investasi terhadap sektor-sektor perekonomian di Provinsi Papua
Barat, terutama sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor
90

industri pengolahan dan sektor jasa, sektor bangunan dan kontruksi serta sektor
perdagangan hotel dan restoran.
Ketimpangan proporsional pada PDRB per kapita menunjukan
ketidakmerataan, tingginya produktifitas penduduk bekerja yang datang dari luar
wilayah Provinsi Papua Barat dengan skill dan ketrampilan yang lebih baik telah
memberikan kontribusi nyata terhadap pertumbuhan perekonomian daerah.
Namun untuk menghindari kecemburuan sosial dengan penduduk asli yang justru
bisa mengakibatkan divergensi pembangunan wilayah akibat adanya gap
kesejahteraan, pemerintah daerah seharusnya memberikan perhatian yang
afirmatif dan proporsional serta tidak diskriminatif kepada masyarakat lokal
dalam memacu perkembangan perekonomian wilayah. Demikian pula dengan
populasi penduduk yang tidak berimbang antar kabupaten/kota khususnya
konsentrasi penduduk pada Kabupaten Manokwari sebagai ibu kota Provinsi
Papua Barat dan Kota Sorong sebagai pusat jasa. Kebijakan dapat dilakukan oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota dalam menanggulangi konsentrasi penduduk
dengan menciptakan iklim investasi yang kondusif di daerah kabupaten/kotanya
sehingga mampu merangsang masuknya investor ke daerah tersebut dan
mempengaruhi kenaikan mobilitas penduduk baik dari dalam maupun dari luar
kabupaten/kota. Selain itu pemerataan konsentrasi penduduk dapat pula dilakukan
melalui transmigrasi lokal antar wilayah kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat.
Akses masyarakat perlu ditingkatkan terhadap fasilitas kesehatan dan pendidikan
umum dengan penyediaan sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan yang
lebih memadai. Mengantisipasi kebocoran wilayah kabupaten/kota (brain drain)
dari segi sumber daya manusia ke wilayah lainnya, dapat dilakukan oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota maupun pihak swasta dengan merangsang
terciptanya lapangan pekerjaan baru dengan memanfaatkan sumber daya lokal
(sumber daya manusia dan sumber daya alam).
Sektor unggulan untuk tiap wilayah kabupaten/kota dapat berbeda tetapi hal
itu berdampak pada keterkaitan regional secara horisontal sebagai basis
pengembangan wilayah. Untuk terus meningkatkan perkembangan wilayah dan
mengurangi disparitas pembangunan di Provinsi Papua Barat kedepan dilakukan
dengan mengedepankan keterkaitan wilayah antara lain dengan mendorong
91

pemerataan investasi pada semua sektor perekonomian dan semua wilayah secara
simultan sehingga infrastruktur wilayah bisa berkembang, sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sodik dan Nuryadin (2005) bahwa investasi baik
melalui Penanaman Modal Dalam Negeri maupun Penanaman Modal Asing
sangat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Strategi
pembangunan wilayah dapat diarahkan kepada pembangunan regional berbasis
pada pemanfaatan sumberdaya wilayah/kawasan baik sektor maupun sub sektor
berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif di masing-masing wilayah.
Selama periode penelitian, pembangunan wilayah di Provinsi Papua Barat
berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif telah menunjukan
pertumbuhan yang pesat dan cepat atau merupakan kawasan yang berpotensi
tumbuh dengan cepat sehingga memerlukan prioritas penanganan yang terus
menerus dalam jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Aspek-
aspek lainnya yang perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah dalam
keberimbangan pembangunan wilayah (regional balance) dalam jangka pendek,
jangka menengah dan jangka panjang adalah pemanfaatan sumberdaya alam,
tingkat kemiskinan, tata kelola dan kelembagaan. Meskipun tidak dibahas dalam
hasil penelitian ini namun kedepannya sangat berkaitan dengan keberlanjutan
pembangunan suatu wilayah sesuai dengan Millenium Development Goals
(MDGs) bahwa pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan juga menuntut
perlakuan dan cara pandang yang berbeda untuk berbagai karakteristik
sumberdaya alam. Fauzi (2006), mengatakan bahwa pembangunan ekonomi yang
berbasis sumberdaya alam yang tidak memperhatikan aspek lingkungan pada
dasarnya akan memberikan dampak negatif pada lingkungan dan memperbesar
disparitas pembangunan. Hal ini disebabkan karena perkembangan ekonomi
dalam konteks regional akan sangat dibatasi oleh ketersediaan sumberdaya alam,
dengan kata lain ketersediaan sumberdaya alam yang terbatas menyebabkan arus
barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam tidak akan bisa dilakukan
secara terus menerus dalam suatu proses pembangunan. Pengelolaan sumberdaya
alam dalam proses pembangunan juga sangat ditentukan oleh sikap mental dan
cara pandang manusia tehadap sumberdaya alam tersebut. Pandangan yang
konservatif akan menyebabkan sikap manusia yang sangat berhati-hati didalam
92

memanfaatkan sumberdaya alam dan sebaliknya untuk pandangan yang


eksploitatif.
Selain itu fungsi dan peranan kelembagaan (institution) sebagai aturan main
(rule of game) dan organisasi, berperan penting dalam tata kelola alokasi
sumberdaya secara efisien, merata dan berkelanjutan yang meliputi akuntabilitas,
transparansi dan partisipasi masyarakat. Kelembagaan organisasi yang berbasis
masyarakat lokal dapat diarahkan untuk pengembangan ekonomi lokal (local
economic development) yaitu dengan mengembangkan kapasitas dan kegiatan
ekonomi masyarakat di daerah untuk meningkatkan derajat kemajuan ekonomi
wilayah dan mengurangi disparitas pembangunan ekonomi secara keseluruhan di
masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat. Bertitik tolak dari kondisi
tersebut, maka paradigma baru pendekatan pembangunan wilayah dalam
mengurangi disparitas adalah upaya memperkuat kemampuan masyarakat lokal
(local institution) dengan menumbuhkan inisiatif dan prakarsa sesuai dengan local
knowledge yang dimiliki oleh masyarakat.
Pembangunan ekonomi di Provinsi Papua Barat harus mengupayakan agar
kualitas hidup manusia sebagai individu atau masyarakat di daerah harus terus
menerus meningkat. Pembangunan menghendaki terjadinya peningkatan kualitas
hidup penduduk yang lebih baik secara fisik, mental maupun spiritual. Bahkan
secara ekplisit pembangunan yang dilakukan menitik beratkan pada pembangunan
sumberdaya manusia secara fisik dan mental mengandung makna peningkatan
kapasitas dasar penduduk yang kemudian akan memperbesar kesempatan untuk
dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan yang berkelanjutan.
93

VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari analisis dan pembahasan yang dilakukan, dapat dikemukakan beberapa


kesimpulan sebagai berikut :
1. Perkembangan wilayah dari sisi Produk Domestik Regional Bruto di Provinsi
Papua Barat selama periode penelitian 2005-2008 semakin membaik dan
masih dominan disumbangkan oleh sektor pertanian. Meskipun dalam
perkembangannya sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian
mengalami transisi ke sektor industri dan sektor jasa.
2. Secara berturut-turut, kabupaten/kota yang pertumbuhan ekonomi wilayahnya
lebih berkembang selama periode 2005-2008 adalah Kota Sorong, Kabupaten
Fak-Fak dan Kabupaten Manokwari, kelompok kabupaten yang berada dalam
kategori sedang berkembang adalah Kabupaten Kaimana, Kabupaten Sorong
dan Kabupaten Sorong Selatan serta kategori kurang berkembang adalah
Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Teluk
Wondama.
3. Hasil analisis dengan Indeks Williamson dan Indeks Theil menunjukan
disparitas pembangunan di Provinsi Papua Barat berangsur menurun
(convergence). Setelah didekomposisi dengan Indeks Theil diketahui bahwa
sumber disparitas pembangunan wilayah di Provinsi Papua Barat selama
2005-2008 lebih banyak dipengaruhi oleh disparitas dalam wilayah
pengembangan II yaitu Kabupaten Sorong, Kota Sorong, Kabupaten Sorong
Selatan dan Kabupaten Raja Ampat.
4. Secara simultan, ketimpangan proporsional pada PDRB perkapita, Jumlah
Penduduk, Alokasi Dana Perimbangan dan Indeks Pembangunan Manusia
signifikan mempengaruhi disparitas pembangunan wilayah sedangkan secara
parsial variabel Alokasi Dana Perimbangan tidak signifikan sebagai sumber
disparitas pembangunan.
5. Melalui analisis LQ dan SSA diketahui bahwa sektor pertanian dapat
dikembangkan di semua wilayah kabupaten/kota kecuali pada Kabupaten
94

Sorong dan Kota Sorong. Analisis juga menggambarkan bahwa sektor


perekonomian seperti sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri
pengolahan, sektor angkutan dan komunikasi dan sektor keuangan tidak
menyebar merata di Provinsi Papua Barat melainkan lebih terkonsentrasi pada
beberapa wilayah dibandingkan sektor lainnya. Hasil analisis differential shift
menggambarkan bahwa keseluruhan sektor perekonomian (9 sektor) di
Wilayah Pengembangan I memiliki kemampuan kompetitif di Provinsi Papua
Barat sedangkan pada Wilayah Pengembangan II, terdapat 3 sektor yang
mempunyai kemampuan kompetitif yakni pertambangan dan penggalian,
sektor jasa dan sektor industri dan pada Wilayah Pengembangan III sektor
yang memiliki kemampuan kompetitif (5 sektor) adalah sektor pertambangan
dan penggalian, sektor perdagangan hotel dan restoran, sektor angkutan dan
komunikasi, sektor listrik gas dan air bersih serta sektor bangunan.
6. Aspek-aspek lainnya yang perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah dalam
keberimbangan pembangunan wilayah (regional balance) dalam jangka
pendek, jangka menengah dan jangka panjang adalah pemanfaatan
sumberdaya alam secara sustainable dan terkait dengan tata kelola
sumberdaya tersebut melalui kelembagaan lokal yang ada di masing-masing
wilayah.

6.2. Saran

Penelitian ini lebih bersifat makro strategis sehingga kurang banyak


membahas substansi detail. Hal-hal yang dapat disarankan sebagai rekomendasi
kebijakan bagi pemerintah daerah Provinsi Papua Barat sesuai dengan hasil
penelitian ini adalah:
1. Melakukan diversifikasi dan pengembangan terhadap sektor-sektor
perekonomian yang potensial dikembangkan sebagai prime mover di masing-
masing kabupaten/kota.
2. Melakukan diversifikasi dan pengembangan terhadap sub-sub sektor
perekonomian yang merupakan sektor basis (komparatif dan kompetitif) dan
non basis baik di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi yang berpotensi
memberikan dampak positif bagi perkembangan wilayah.
95

3. Kebijakan pembangunan wilayah dari pemerintah daerah yang afirmatif


kepada penduduk lokal (misalnya bantuan langsung tunai dari pemerintah
daerah untuk meningkatkan perekonomian keluarga) dan nondiskriminatif
dalam menciptakan keberimbangan pembangunan dan meminimalisir gap
antara penduduk lokal dan migran dari luar wilayah Provinsi Papua Barat.
4. Pemanfaatan sumberdaya lokal, khususnya sumber daya manusia di masing-
masing kabupaten dan kota untuk menghindari kebocoran wilayah (brain
drain) ke kabupaten dan kota lainnya dalam wilayah Provinsi Papua Barat
yang mempengaruhi disparitas (divergensi) pembangunan wilayah.
96

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004


Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah. www.bpkp.go.id/unit/hukum/uu/2004/33-04.pdf [Desember 2010]
Anonimous. 2004. Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah.
www.kotalayakanak.org/.../undangundang/UU_no_33_th_2004_penjelas
an.pdf [Desember 2010]
Anonimous. 2005a. Lampiran 1 Penetapan Alokasi Dana Alokasi Khusus Non
Dana Reboisasi T.A. 2005 Untuk Provinsi/Kabupaten/Kota se-Indonesia.
http://www.djpk.depkeu.go.id/datadjpk [Juli 2010]
Anonimous. 2006a. Penetapan Alokasi Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi
T.A. 2006 Untuk Provinsi/Kabupaten/Kota se-Indonesia.
http://www.djpk.depkeu.go.id/datadjpk [Juli 2010]
Anonimous. 2006b. Lampiran 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
128/PMK.07/2006 Tentang Penetapan Alokasi dan Pedoman Umum
Pengelolaan Dana Alokasi Khusus T.A. 2007.
http://www.djpk.depkeu.go.id/datadjpk [Juli 2010]
Anonimous. 2007a. Lampiran 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
142/PMK.07/2007 Tentang Penetapan Alokasi Dana Alokasi Khusus T.A.
2008. http://www.djpk.depkeu.go.id/datadjpk [Juli 2010]
Anonimous. 2005b. Lampiran 1 Penetapan Alokasi Dana Alokasi Umum Tahun
2005 Untuk Provinsi/Kabupaten/Kota se-Indonesia.
http://www.djpk.depkeu.go.id/datadjpk [Juli 2010]
Anonimous. 2005c. Lampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 74
Tahun 2005 Tanggal 11 Desember Tahun 2005 Tentang Rincian Dana
Alokasi Umum Daerah Provinsi dan Kabupaten Kota Tahun 2006.
http://www.djpk.depkeu.go.id/datadjpk [Juli 2010]
Anonimous. 2006c. Lampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 104
Tahun 2006 Tanggal 18 Desember 2006 Tentang Rincian Dana Alokasi
Umum Daerah Provinsi dan Kabupaten Kota Tahun 2007.
http://www.djpk.depkeu.go.id/datadjpk [Juli 2010]
Anonimous. 2007b. Lampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 110
Tahun 2007 Tanggal 6 Desember 2005 Tentang Rincian Dana Alokasi
Umum Daerah Provinsi dan Kabupaten Kota Tahun 2008.
http://www.djpk.depkeu.go.id/datadjpk [Juli 2010]
Anonimous. 2008a. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua Barat 2008-
2028. Laporan Rencana. Pemerintah Provinsi Papua Barat.
Anonimous. 2008b. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua Barat 2008-
2028. Laporan Fakta Analisis. Pemerintah Provinsi Papua Barat.
97

Alkadri et al. 2001a. Tiga Pilar Pengembangan Wilayah. Sumberdaya Alam,


Sumberdaya Manusia, Teknologi. Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi
Pengembangan Wilayah. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Jakarta.
Alkadri et al. 2001b. Manajemen Teknologi Untuk Pengembangan wilayah. Edisi
Revisi. Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah.
Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi. Jakarta.
Ambardi M, U dan Prihawantoro S. 2002. Pengembangan wilayah Dan Otonomi
Daerah. Kajian Konsep Dan Pengembangan. Pusat Pengkajian Kebijakan
Teknologi Pengembangan Wilayah. Badan Pengkajian Dan Penerapan
Teknologi. Jakarta.
Anwar, Affendi. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan.
Tinjauan Kritis. P4WPress. Bogor.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009a. Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua
Barat Tahun 2008. Papua Barat: BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009b. Papua Barat dalam Angka. Papua Barat: BPS
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2008a. Papua Barat dalam Angka. Papua Barat: BPS
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2008b. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi
Papua Barat Menurut Lapangan Usaha. Papua Barat: BPS
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Papua Barat dalam Angka. Papua Barat: BPS
Bendavid-Val, Avrom. 1991. Regional and Local Economic Analysis for
Practitioners. Fourth Edition. Praeger Publisher: Wesport.
Brata, Aloysius Gunadi. 2002. Pembangunan Manusia dan Kinerja Ekonomi
Regional di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Kajian Ekonomi
Negara Berkembang. Vol 7, No. 2. Hal 113-122.
Capello, Roberta. 2007. Regional Economic. Rouledge Taylor & Francis Group.
London and Newyork.
Daryanto, Arief. 2003. Disparitas Pembangunan Perkotaan-Perdesaan di
Indonesia. Agrimedia Vol. 8 Nomor 2. April 2003.
Fauzi, Akhmad. 2006. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Hamid, Edy Suandi. 2002. Dana Alokasi Umum – Konsep Hambatan, dan
Prospek di Era Otonomi Daerah. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Kajian
Negara Berkembang. Vol. 7, No. 1, 2002 - Hal 83-85.
Hastoto, Eri. 2003. Analisis Disparitas Pembangunan Regional di Provinsi
Sulawesi Utara dan Provinsi Gorontalo (thesis). Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
98

James E. William dan Movshuk Oleksandr. 2003. Comparative Advantage in


Japan, Korea and Taiwan Between 1980 and 1999: Testing for
Convergence and Implication for Closer Economic Relation. The
Developing Economies, Volume XLI- Issue 3: 287-308.
Juanda, Bambang. 2009a. Ekonometrika. Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press.
Juanda, Bambang. 2009b. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Edisi
Kedua. IPB Press. Bogor.
Kimura, Ethio. 2007. Marginality and opportunity in the periphery : the
emergence of Gorontalo province in North Sulawesi Indonesia : Modern
Indonesia Project Cornell University, no. 84, pg: 71-95
Kurian N. J. 2007. Widening Economics and Social Disparities: Implications for
India. Indian Journal of Medical Research, Volume 126 Issue 4. ProQuest
Science Journal pg. 374.
Matsui, Kazuhisa. 2005. Post-Decentralization Regional Economies and Actors:
Putting the Capacity of Local Goverments to The Test. The Developing
Economies, Volume XLIII- Issue 1: 171-189.
Mopanga, Herwin. 2010. Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan
Ekonomi di Provinsi Gorontalo (thesis). Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Noegroho S. Y. dan Soelistianingsih L. 2007. Analisis Disparitas Pendapatan
Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Tengah Dan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Regional. Parallel Session IVA :
Urban & Regional 13 Desember 2007, Jam 13.00-14.30 Wisma Makara,
Kampus UI – Depok.
Pasaribu, Amudi. 1976. Ekonometrika. Borta Goraf. Medan
Rahman, Ali. 2009. Analisis Disparitas Pembangunan Wilayah di Kabupaten
Sambas (thesis). Sekolah Pascasarja Institut Pertanian Bogor.
Riyadi, Dedi M. Masykur. 2000. Pembangunan Daerah Melalui Pengembangan
Wilayah. Disampaikan pada Acara Diseminasi dan Diskusi Program-
Program Pengembangan Wilayah dan Pengembangan Ekonomi
Masyarakat di Daerah, Hotel Novotel, Bogor, 15-16 Mei 2000.
Rouch T, Bartels M, Engel A. 2001. Regional Rural Development. A Regional
Response to Rural Poverty. Universum Verlagsanstalt GmbH KG.
Wiesbaden.
Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju D. R. 2009. Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah. Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Saraan, Syafaruddin. 2006. Analisa Transformasi Struktural Ekonomi di
Indonesia.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/4184/1/06008708.pdf
[Desember, 2010]
99

Sirojuzilam. 2009. Disparitas Ekonomi Regional dan Perencanaan Wilayah.


Pidato Pengukuhan Jabatan Guru besar Tetap dalam Bidang Ilmu
Ekonomi Regional pada Fakultas Ekonomi. Universitas Sumatera Utara.
Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional. Teori dan Aplikasi. Baduose Media. Padang
Sumatera Barat.
Sodik, Jamzani dan Nuryadin, Didi 2005. Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Regional (Studi Kasus Pada 26 Provinsi di Indonesia, Pra dan Pasca
Otonomi). Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 10 No. 2, Agustus 2005
Hal 157-170.
Sodik, Jamzani. 2007. Pengeluaran Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi
Regional: Studi Kasus Data Panel di Indonesia. Jurnal Ekonomi
Pembangunan. Volume 12 No. 1, April 2007, Hal: 27-36.
Sriwinarti, Asih. 2005. Beberapa Karakteristik Umum Pertumbuhan Enam Kota
Besar di Indonesia Tahun 1980-2000. Jurnal Ekonomi Pembangunan.
Kajian Ekonommi Negara Berkembang. Vol. 10 No. 1, April 2005 Hal:
67-79.
Suharjo, Bambang. 2008. Analisis Regresi Terapan dengan SPSS. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Supriadi, Herman. 2009. Strategi Kebijakan Pembangunan Pertanian di Papua
Barat. Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 6 No 4, Desember 2008:
352-377.
Sutarno dan Kuncoro, Mudrajad. 2003. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan
Antar Kecamatan di Kabupaten Banyumas, 1993-2000. Jurnal Ekonomi
Pembangunan. Kajian Ekonomi Negara Berkembang. Vol.8 No.2,
Desember 2003 Hal: 97-110.
Tarigan, Robinson. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Edisi Revisi.
Bumi Aksara. Jakarta.
Tjiptoherijanto, Prijono. 2000. Mobilitas Penduduk dan Pembangunan Ekonomi.
Naskah No. 20, Juni-Juli 2000. www.bappenas.go.id/get-file-
server/node/8631/ [Desember 2010]
Todaro M. P, Smith S. C. 2009. Economic Development. Tenth Edition. Pearson
Addison Wesley. Boston USA.
Waluyo, Joko. 2007. Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah di Indonesia.
Parallel Session IA : Fiscal Decentralization. 12 Desember 2007, Jam
13.15-14.45. Wisma Makara, Kampus UI- Depok.
Winarno, Wing Wahyu. 2009. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan
Eviews. Edisi Kedua. Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen. Yogyakarta.
100

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Analisis Indeks Williamson Berdasarkan PDRB per Kapita Tiap Kabupaten/Kota di
Provinsi Papua Barat Tahun 2005-2008
Tahun 2005
KABUPATEN/
PDDK (pi) PDRB Yi (Pi/ΣP) (Yi-ў) (Yi-ў)^2 (Pi/ΣP)*(Yi-ў)^2
KOTA
Fak-Fak 63732 456400,44 7,1612 0,0922 -0,6399 0,4095 0,0377
Kaimana 40142 265810,41 6,6218 0,0580 -1,1794 1,3910 0,0807
Teluk Wondama 22069 97265,77 4,4073 0,0319 -3,3938 11,5180 0,3676
Teluk Bintuni 48259 382598,67 7,9280 0,0698 0,1269 0,0161 0,0011
Manokwari 164648 772414,91 4,6913 0,2381 -3,1099 9,6712 2,3025
Sorong Selatan 58085 178293,4 3,0695 0,0840 -4,7316 22,3884 1,8804
Sorong 94105 1580504,99 16,7951 0,1361 8,9940 80,8913 11,0075
Raja Ampat 39470 514105,33 13,0252 0,0571 5,2241 27,2907 1,5576
Kota Sorong 161046 1048558,94 6,5109 0,2329 -1,2902 1,6647 0,3877
ΣP 691556 ў 7,8012 SUM 17,6229
Williamson 0,5381

Tahun 2006
KABUPATEN/
PDDK (pi) PDRB Yi (Pi/ΣP) (Yi-ў) (Yi-ў)^2 (Pi/ΣP)*(Yi-ў)^2
KOTA
Fak-Fak 65006 487482,34 7,4990 0,0918 -0,5470 0,2992 0,0275
Kaimana 40541 286251,4 7,0608 0,0573 -0,9853 0,9707 0,0556
Teluk Wondama 22510 115715,81 5,1406 0,0318 -2,9054 8,4414 0,2683
Teluk Bintuni 51783 427131,74 8,2485 0,0731 0,2024 0,0410 0,0030
Manokwari 167939 832888,41 4,9595 0,2372 -3,0866 9,5270 2,2594
Sorong Selatan 59823 193817,03 3,2398 0,0845 -4,8062 23,0996 1,9515
Sorong 95985 1587628,42 16,5404 0,1355 8,4943 72,1537 9,7803
Raja Ampat 40259 515244,35 12,7982 0,0569 4,7522 22,5833 1,2839
Kota Sorong 164279 1138049,74 6,9275 0,2320 -1,1185 1,2511 0,2902
ΣP 708125 ў 8,0460 SUM 15,9197
Williamson 0,4959
Lanjutan Lampiran 1
Tahun 2007
KABUPATEN/
PDDK (pi) PDRB Yi (Pi/ΣP) (Yi-ў) (Yi-ў)^2 (Pi/ΣP)*(Yi-ў)^2
KOTA
Fak-Fak 64380 518795,35 8,0583 0,0917 -0,6336 0,4015 0,0368
Kaimana 40550 310251,71 7,6511 0,0577 -1,0409 1,0834 0,0626
Teluk Wondama 22293 138569,69 6,2158 0,0317 -2,4761 6,1312 0,1947
Teluk Bintuni 51783 483907,34 9,3449 0,0737 0,6529 0,4263 0,0314
Manokwari 166322 908581,67 5,4628 0,2369 -3,2292 10,4276 2,4699
Sorong Selatan 59240 210618 3,5553 0,0844 -5,1366 26,3851 2,2259
Sorong 95061 1635838,36 17,2083 0,1354 8,5163 72,5278 9,8185
Raja Ampat 39870 529366,78 13,2773 0,0568 4,5853 21,0254 1,1938
Kota Sorong 162703 1212764,48 7,4539 0,2317 -1,2381 1,5329 0,3552
ΣP 702202 ў 8,6920 SUM 16,3887
Williamson 0,4658

Tahun 2008
KABUPATEN/
PDDK (pi) PDRB Yi (Pi/ΣP) (Yi-ў) (Yi-ў)^2 (Pi/ΣP)*(Yi-ў)^2
KOTA
Fak-Fak 66254 551407,09 8,3226 0,0916 -0,7214 0,5205 0,0477
Kaimana 41660 329353,59 7,9058 0,0576 -1,1383 1,2957 0,0747
Teluk Wondama 22936 161994,55 7,0629 0,0317 -1,9812 3,9250 0,1245
Teluk Bintuni 53664 543862,72 10,1346 0,0742 1,0905 1,1893 0,0883
Manokwari 171222 995173,58 5,8122 0,2368 -3,2319 10,4449 2,4737
Sorong Selatan 60934 219370,38 3,6001 0,0843 -5,4439 29,6362 2,4978
Sorong 97810 1709866,77 17,4815 0,1353 8,4375 71,1909 9,6312
Raja Ampat 40912 544195,78 13,3016 0,0566 4,2576 18,1269 1,0258
Kota Sorong 167589 1303022,2 7,7751 0,2318 -1,2689 1,6102 0,3733
ΣP 722981 ў 9,0440 SUM 16,3368
Williamson 0,4469

101
102

Lampiran 2. Hasil Analisis Indeks Entropi Provinsi Berdasarkan Sektor Perekonomian di Provinsi Papua Barat Tahun 2005-2008

Tahun 2005
LISTRIK, DAGANG KEUANGAN,
TAMBANG & INDUSTRI ANGKUTAN &
KABUPATEN PERTANIAN GAS & AIR BANG HOTEL & PERSEWAAN, JASA-JASA JML
PENGGALIAN PENGOLAHAN KOMUNIKASI
BERSIH RESTORAN & JS. PRSH.

Fak-Fak 157722,35 6302,8 29685,79 3071,02 61098,08 56762,81 39145,98 11797,44 90814,17 456400
Kaimana 156822,45 1589,86 25627,95 837,22 22499,58 25661,11 12489,57 3065,92 17216,74 265810
Wondama 83100,75 248,15 857,49 63,46 3306,15 4634,53 997,97 1430,23 2627,04 97265,8
Teluk Bintuni 245226,53 7282,79 39717,88 292,54 33709,98 9950,44 3890,69 3324,14 30781,09 374176
Manokwari 300726,22 10083,82 25878,96 4745,34 114778,9 88000,11 58108,4 22418,38 147674,77 772415
Sorong Selatan 101634,14 1889,27 854,04 972,93 20727,81 23408,25 9091,39 1426,18 18285,39 178289
Sorong 222821,65 743512,46 417145,12 1280,51 36162,83 33719,68 14860,31 2596,09 108406,35 1580505
Raja Ampat 157859,7 318821,72 906,89 131,81 11911,79 9505,88 4986,28 519,78 17170,99 521815
Kota Sorong 146863,11 11506,46 184189,1 10266,6 97637,82 260760 168836,87 48746,1 119752,88 1048559
JML 1572776,9 1101237,33 724863,22 21661,43 401832,94 512402,81 312407,46 95324,26 552729,42 5295236

Peluang Pij

LISTRIK, DAGANG KEUANGAN,


TAMBANG & INDUSTRI ANGKUTAN &
KABUPATEN PERTANIAN GAS & AIR BANG HOTEL & PERSEWAAN, JASA-JASA
PENGGALIAN PENGOLAHAN KOMUNIKASI
BERSIH RESTORAN & JS. PRSH.

Fak-Fak 0,02978571 0,001190278 0,005606132 0,00058 0,0115383 0,0107196 0,007392679 0,002227935 0,0171502
Kaimana 0,02961576 0,000300243 0,004839813 0,0001581 0,004249 0,004846075 0,002358643 0,000578996 0,0032514
Teluk Wondama 0,01569349 4,68629E-05 0,000161936 1,2E-05 0,0006244 0,000875226 0,000188466 0,000270098 0,0004961
Teluk Bintuni 0,04631079 0,001375348 0,007500682 5,525E-05 0,0063661 0,001879131 0,000734753 0,000627761 0,005813
Manokwari 0,05679185 0,001904319 0,004887216 0,0008962 0,0216759 0,016618733 0,010973713 0,004233689 0,0278882
Sorong Selatan 0,01919351 0,000356787 0,000161285 0,0001837 0,0039144 0,004420625 0,0017169 0,000269333 0,0034532
Sorong 0,04207965 0,140411587 0,07877744 0,0002418 0,0068293 0,006367928 0,002806355 0,000490269 0,0204724
Raja Ampat 0,02981165 0,060209164 0,000171265 2,489E-05 0,0022495 0,001795176 0,000941654 9,81599E-05 0,0032427
Kota Sorong 0,02773495 0,002172984 0,034783928 0,0019388 0,0184388 0,049244266 0,031884675 0,009205652 0,0226152
Lanjutan lampiran 2
Qij = ln Pij

LISTRIK, DAGANG KEUANGAN,


TAMBANG & INDUSTRI ANGKUTAN &
KABUPATEN PERTANIAN GAS & AIR BANG HOTEL & PERSEWAAN, JASA-JASA
PENGGALIAN PENGOLAHAN KOMUNIKASI
BERSIH RESTORAN & JS. PRSH.

Fak-Fak -3,5137266 -6,733568805 -5,183894304 -7,452553 -4,4620823 -4,535681426 -4,907265049 -6,106680225 -4,065747
Kaimana -3,5194485 -8,110916822 -5,330879231 -8,752231 -5,4610661 -5,329586168 -6,049668888 -7,454215096 -5,728681
Teluk Wondama -4,1545091 -9,968284661 -8,728308546 -11,33191 -7,3787784 -7,041027992 -8,576594847 -8,216727513 -7,608705
Teluk Bintuni -3,0723804 -6,589048753 -4,89276132 -9,803717 -5,0567688 -6,276946013 -7,215976264 -7,37335179 -5,147662
Manokwari -2,8683625 -6,263630625 -5,321132501 -7,0174 -3,8315551 -4,097224719 -4,512252552 -5,464681626 -3,57955
Sorong Selatan -3,9531833 -7,938372273 -8,732340032 -8,602006 -5,5430865 -5,42147426 -6,367234972 -8,219563243 -5,66846
Sorong -3,1681911 -1,96317726 -2,541128613 -8,327304 -4,986531 -5,056481141 -5,875868884 -7,620556317 -3,888676
Raja Ampat -3,5128561 -2,809930709 -8,672296899 -10,60096 -6,0970341 -6,322652229 -6,967872643 -9,228912418 -5,731341
Kota Sorong -3,5850619 -6,131654167 -3,358599837 -6,245667 -3,9932979 -3,01096234 -3,445629801 -4,68793759 -3,789132

Rij = Pij x Qij

LISTRIK, DAGANG KEUANGAN,


TAMBANG & INDUSTRI ANGKUTAN &
KABUPATEN PERTANIAN GAS & AIR BANG HOTEL & PERSEWAAN, JASA-JASA
PENGGALIAN PENGOLAHAN KOMUNIKASI
BERSIH RESTORAN & JS. PRSH.

Fak-Fak -0,1046588 -0,008014815 -0,029061595 -0,004322 -0,0514849 -0,048620691 -0,036277837 -0,013605285 -0,069728
Kaimana -0,1042312 -0,00243525 -0,025800458 -0,001384 -0,0232042 -0,025827575 -0,014269008 -0,00431596 -0,018626
Teluk Wondama -0,0651988 -0,000467143 -0,001413429 -0,000136 -0,004607 -0,006162493 -0,001616393 -0,002219318 -0,003775
Teluk Bintuni -0,1422844 -0,009062233 -0,036699047 -0,000542 -0,0321919 -0,011795202 -0,00530196 -0,004628699 -0,029923
Manokwari -0,1628996 -0,011927953 -0,026005523 -0,006289 -0,0830523 -0,068090684 -0,049516167 -0,023135761 -0,099827
Sorong Selatan -0,0758754 -0,002832306 -0,001408392 -0,001581 -0,021698 -0,023966303 -0,010931905 -0,002213797 -0,019574
Sorong -0,1333164 -0,275652835 -0,200183608 -0,002014 -0,0340546 -0,032199308 -0,016489772 -0,003736123 -0,079611
Raja Ampat -0,104724 -0,169183579 -0,001485263 -0,000264 -0,0137155 -0,011350273 -0,006561325 -0,000905909 -0,018585
Kota Sorong -0,0994315 -0,013323983 -0,116825295 -0,012109 -0,0736316 -0,148272631 -0,109862785 -0,043155524 -0,085692
103
104

Lanjutan Lampiran 2
Entropi Total = Sij = Rij x (-1)
TAMBANG & INDUSTRI LISTRIK, DAGANG ANGKUTAN & KEUANGAN,
KABUPATEN PERTANIAN BANG JASA-JASA JML
PENGGALIAN PENGOLAHAN GAS & AIR HOTEL & KOMUNIKASI PERSEWAAN,
Fak-Fak 0,10465884 0,008014815 0,029061595 0,0043222 0,0514849 0,048620691 0,036277837 0,013605285 0,0697282 0,36577
Kaimana 0,10423115 0,00243525 0,025800458 0,0013838 0,0232042 0,025827575 0,014269008 0,00431596 0,018626 0,22009
Teluk Wondama 0,06519876 0,000467143 0,001413429 0,0001358 0,004607 0,006162493 0,001616393 0,002219318 0,0037748 0,0856
Teluk Bintuni 0,14228435 0,009062233 0,036699047 0,0005416 0,0321919 0,011795202 0,00530196 0,004628699 0,0299232 0,27243
Manokwari 0,1628996 0,011927953 0,026005523 0,0062887 0,0830523 0,068090684 0,049516167 0,023135761 0,0998273 0,53074
Sorong Selatan 0,07587545 0,002832306 0,001408392 0,0015805 0,021698 0,023966303 0,010931905 0,002213797 0,0195742 0,16008
Sorong 0,13331636 0,275652835 0,200183608 0,0020137 0,0340546 0,032199308 0,016489772 0,003736123 0,0796107 0,77726
Raja Ampat 0,10472403 0,169183579 0,001485263 0,0002639 0,0137155 0,011350273 0,006561325 0,000905909 0,0185852 0,32677
Kota Sorong 0,09943152 0,013323983 0,116825295 0,0121093 0,0736316 0,148272631 0,109862785 0,043155524 0,085692 0,7023
JML 0,99262006 0,492900098 0,438882609 0,0286395 0,33764 0,37628516 0,250827153 0,097916376 0,4253417 3,44105
Entropi Max 4,39444915
Entropi Wilayah 0,78304528

Tahun 2006

LISTRIK, DAGANG KEUANGAN,


TAMBANG & INDUSTRI ANGKUTAN &
KABUPATEN PERTANIAN GAS & AIR BANG HOTEL & PERSEWAAN, JASA-JASA JML
PENGGALIAN PENGOLAHAN KOMUNIKASI
BERSIH RESTORAN & JS. PRSH.

Fak-Fak 160424,64 7004,93 30529,64 3602,61 67904,4 62035,42 43001,99 14459,28 98519,42 487482
Kaimana 164789,88 1775,43 28065,04 974,65 25037,53 29269,98 13798,85 3858,78 18681,26 286251
Teluk Wondama 94151,22 403,73 1087,24 72,58 6811,9 5762,47 1791,69 1672,62 3962,36 115716
Teluk Bintuni 261674,8 7486,58 43101,12 347,17 40816,04 12546,45 4835,32 3324,85 41577,12 415709
Manokwari 313367,4 11775,88 28303,2 5262,63 128587,4 94950,45 64915,08 23028,83 160907,51 831098
Sorong Selatan 105007,56 2241,58 910,71 1064,52 25905,85 25424,94 9536,61 1224,23 22501,02 193817
Sorong 231216,34 744246,08 401535,43 1318,11 37995,22 34560,17 15781,83 2394,77 117580,47 1586628
Raja Ampat 165350,26 304697,29 970,27 131,81 11911,79 9505,88 4986,28 519,78 17170,99 515244
Kota Sorong 174677,69 13055,74 200552,74 10998,82 106863,02 277434,04 181605,66 44980,89 127881,2 1138050
JML 1670659,79 1092687,24 735055,39 23772,9 451833,15 551489,8 340253,31 95464,03 608781,35 5569997
Lanjutan Lampiran 2
Peluang Pij

LISTRIK, DAGANG KEUANGAN,


TAMBANG & INDUSTRI ANGKUTAN &
KABUPATEN PERTANIAN GAS & AIR BANG HOTEL & PERSEWAAN, JASA-JASA
PENGGALIAN PENGOLAHAN KOMUNIKASI
BERSIH RESTORAN & JS. PRSH.

Fak-Fak 0,02880157 0,001257618 0,005481087 0,0006468 0,0121911 0,011137424 0,00772029 0,002595922 0,0176875
Kaimana 0,02958527 0,000318749 0,00503861 0,000175 0,0044951 0,005254936 0,002477353 0,00069278 0,0033539
Teluk Wondama 0,01690328 7,2483E-05 0,000195196 1,303E-05 0,001223 0,001034555 0,000321668 0,000300291 0,0007114
Teluk Bintuni 0,04697934 0,001344091 0,007738087 6,233E-05 0,0073278 0,002252506 0,000868101 0,000596921 0,0074645
Manokwari 0,05625989 0,002114163 0,005081367 0,0009448 0,0230857 0,017046769 0,011654419 0,004134442 0,0288883
Sorong Selatan 0,01885235 0,000402438 0,000163503 0,0001911 0,004651 0,004564624 0,001712139 0,00021979 0,0040397
Sorong 0,04151104 0,133616963 0,072088985 0,0002366 0,0068214 0,006204702 0,002833364 0,000429941 0,0211096
Raja Ampat 0,02968588 0,054703314 0,000174196 2,366E-05 0,0021386 0,001706622 0,000895203 9,33178E-05 0,0030828
Kota Sorong 0,03136046 0,00234394 0,036005898 0,0019747 0,0191855 0,049808652 0,032604266 0,008075568 0,0229589

Qij = ln Pij

LISTRIK, DAGANG KEUANGAN,


TAMBANG & INDUSTRI ANGKUTAN &
KABUPATEN PERTANIAN GAS & AIR BANG HOTEL & PERSEWAAN, JASA-JASA
PENGGALIAN PENGOLAHAN KOMUNIKASI
BERSIH RESTORAN & JS. PRSH.

Fak-Fak -3,5473255 -6,6785356 -5,206451772 -7,343491 -4,407049 -4,497444275 -4,863903393 -5,953813364 -4,034896
Kaimana -3,5204786 -8,05110714 -5,290625113 -8,650827 -5,4047739 -5,24858737 -6,000564532 -7,274798716 -5,697629
Teluk Wondama -4,0802476 -9,532158728 -8,541507412 -11,24822 -6,7064787 -6,873783585 -8,041990479 -8,110758528 -7,24831
Teluk Bintuni -3,0580473 -6,612037703 -4,861600804 -9,68309 -4,9160746 -6,09571203 -7,049202476 -7,423725227 -4,8976
Manokwari -2,8777735 -6,159096415 -5,282174915 -6,964519 -3,768541 -4,071794611 -4,452069833 -5,488402878 -3,54432
Sorong Selatan -3,9711174 -7,817968813 -8,718680551 -8,562626 -5,370681 -5,389419205 -6,370011711 -8,422837712 -5,511589
Sorong -3,181796 -2,012778054 -2,629854014 -8,348951 -4,9876894 -5,082447924 -5,866290509 -7,751862594 -3,858027
Raja Ampat -3,5170838 -2,905830995 -8,655330683 -10,65154 -6,1476211 -6,373239233 -7,018459646 -9,279499421 -5,781928
Kota Sorong -3,4622073 -6,055921903 -3,324072533 -6,227362 -3,953602 -2,999566576 -3,423312154 -4,818912054 -3,774048

105
106

Lanjutan Lampiran 2
Rij = Pij x Qij

LISTRIK, DAGANG KEUANGAN,


TAMBANG & INDUSTRI ANGKUTAN &
KABUPATEN PERTANIAN GAS & AIR BANG HOTEL & PERSEWAAN, JASA-JASA
PENGGALIAN PENGOLAHAN KOMUNIKASI
BERSIH RESTORAN & JS. PRSH.

Fak-Fak -0,1021685 -0,008399048 -0,028537017 -0,00475 -0,0537268 -0,050089946 -0,037550743 -0,015455638 -0,071367
Kaimana -0,1041543 -0,002566281 -0,026657394 -0,001514 -0,0242948 -0,027580993 -0,014865518 -0,005039832 -0,019109
Teluk Wondama -0,0689696 -0,000690919 -0,001667266 -0,000147 -0,0082018 -0,007111309 -0,002586851 -0,002435588 -0,005156
Teluk Bintuni -0,1436651 -0,008887177 -0,037619489 -0,000604 -0,0360242 -0,013730626 -0,00611942 -0,00443138 -0,036558
Manokwari -0,1619032 -0,013021332 -0,02684067 -0,00658 -0,0869995 -0,069410941 -0,051886289 -0,022691484 -0,102389
Sorong Selatan -0,0748649 -0,00314625 -0,001425529 -0,001636 -0,0249788 -0,024600671 -0,010906347 -0,001851256 -0,022265
Sorong -0,1320796 -0,268941292 -0,189583508 -0,001976 -0,0340231 -0,031535074 -0,016621338 -0,003332843 -0,081441
Raja Ampat -0,1044077 -0,158958584 -0,001507722 -0,000252 -0,0131471 -0,010876711 -0,006282949 -0,000865943 -0,017824
Kota Sorong -0,1085764 -0,014194719 -0,119686215 -0,012297 -0,0758517 -0,149404368 -0,111614579 -0,038915453 -0,086648
Lanjutan Lampiran 2
Entropi Total = Sij = Rij x (-1)

LISTRIK, DAGANG KEUANGAN,


TAMBANG & INDUSTRI ANGKUTAN &
KABUPATEN PERTANIAN GAS & AIR BANG HOTEL & PERSEWAAN, JASA-JASA JML
PENGGALIAN PENGOLAHAN KOMUNIKASI
BERSIH RESTORAN & JS. PRSH.

Fak-Fak 0,10216853 0,008399048 0,028537017 0,0047497 0,0537268 0,050089946 0,037550743 0,015455638 0,0713673 0,37204
Kaimana 0,10415432 0,002566281 0,026657394 0,0015137 0,0242948 0,027580993 0,014865518 0,005039832 0,0191093 0,22578
Teluk Wondama 0,06896957 0,000690919 0,001667266 0,0001466 0,0082018 0,007111309 0,002586851 0,002435588 0,0051563 0,09697
Teluk Bintuni 0,14366505 0,008887177 0,037619489 0,0006035 0,0360242 0,013730626 0,00611942 0,00443138 0,036558 0,28764
Manokwari 0,16190321 0,013021332 0,02684067 0,0065802 0,0869995 0,069410941 0,051886289 0,022691484 0,1023892 0,54172
Sorong Selatan 0,07486492 0,00314625 0,001425529 0,0016365 0,0249788 0,024600671 0,010906347 0,001851256 0,0222651 0,16568
Sorong 0,13207964 0,268941292 0,189583508 0,0019757 0,0340231 0,031535074 0,016621338 0,003332843 0,0814414 0,75953
Raja Ampat 0,10440773 0,158958584 0,001507722 0,0002521 0,0131471 0,010876711 0,006282949 0,000865943 0,0178243 0,31412
Kota Sorong 0,10857643 0,014194719 0,119686215 0,0122969 0,0758517 0,149404368 0,111614579 0,038915453 0,0866481 0,71719
JML 1,0007894 0,478805602 0,433524811 0,0297549 0,3572478 0,384340638 0,258434032 0,095019416 0,4427591 3,48068
Entropi Max 4,39444915
Entropi Wilayah 0,79206188

107
108

Lanjutan Lampiran 2
Tahun 2007

LISTRIK, DAGANG KEUANGAN,


TAMBANG & INDUSTRI ANGKUTAN &
KABUPATEN PERTANIAN GAS & AIR BANG HOTEL & PERSEWAAN, JASA-JASA JML
PENGGALIAN PENGOLAHAN KOMUNIKASI
BERSIH RESTORAN & JS. PRSH.

Fak-Fak 161424,64 7895,2 31355 3733,19 76647,25 69607,97 47169,05 17617,74 103564,26 519014
Kaimana 173144,59 2096,09 30781,64 1072,48 28037,53 33352,68 15647,04 5076,36 21043,31 310252
Teluk Wondama 109748,33 653,33 1420,96 86,04 10588,76 7138,24 1994,43 1919,74 5019,85 138570
Teluk Bintuni 283050,4 8173,39 47144,09 412,62 50534,34 16023,36 6104,7 4346,94 53409,41 469199
Manokwari 326805,88 13784,85 30966,66 5840,57 144353,7 102793,73 73229,42 30862,86 175921,41 904559
Sorong Selatan 107490,9 2639,67 968,26 1172,17 31857,36 27764,62 10114,47 1532,18 27078,38 210618
Sorong 241958,93 735005,72 432509,1 1362,22 40632,91 35730,33 16897,4 2834,85 129411,26 1636343
Raja Ampat 170484,17 305155,25 1034,83 139,44 14200,68 10427,85 5269,1 535,15 22120,31 529367
Kota Sorong 180187,16 13908,78 206906,24 11562,73 114168,46 296023,65 197582,08 56512,45 135912,93 1212764
JML 1754295 1089312,28 783086,78 25381,46 511020,99 598862,43 374007,69 121238,27 673481,12 5930686

Peluang Pij

LISTRIK, DAGANG KEUANGAN,


TAMBANG & INDUSTRI ANGKUTAN &
KABUPATEN PERTANIAN GAS & AIR BANG HOTEL & PERSEWAAN, JASA-JASA
PENGGALIAN PENGOLAHAN KOMUNIKASI
BERSIH RESTORAN & JS. PRSH.

Fak-Fak 0,02721854 0,001331246 0,005286909 0,0006295 0,0129238 0,011736917 0,007953389 0,002970607 0,0174624
Kaimana 0,0291947 0,000353431 0,005190233 0,0001808 0,0047275 0,005623747 0,002638319 0,000855948 0,0035482
Teluk Wondama 0,01850517 0,000110161 0,000239595 1,451E-05 0,0017854 0,001203611 0,00033629 0,000323696 0,0008464
Teluk Bintuni 0,04772642 0,001378153 0,00794918 6,957E-05 0,0085208 0,002701772 0,001029341 0,000732957 0,0090056
Manokwari 0,05510423 0,002324326 0,00522143 0,0009848 0,0243401 0,017332519 0,012347546 0,005203927 0,0296629
Sorong Selatan 0,01812453 0,000445087 0,000163263 0,0001976 0,0053716 0,004681519 0,001705447 0,000258348 0,0045658
Sorong 0,0407978 0,123932664 0,072927331 0,0002297 0,0068513 0,006024654 0,002849148 0,000477997 0,0218206
Raja Ampat 0,02874611 0,051453618 0,000174487 2,351E-05 0,0023944 0,001758287 0,000888447 9,02341E-05 0,0037298
Kota Sorong 0,03038218 0,002345223 0,034887404 0,0019496 0,0192505 0,049913897 0,033315215 0,009528822 0,0229169
Lanjutan Lampiran 2
Qij = ln Pij

LISTRIK, DAGANG KEUANGAN,


TAMBANG & INDUSTRI ANGKUTAN &
KABUPATEN PERTANIAN GAS & AIR BANG HOTEL & PERSEWAAN, JASA-JASA
PENGGALIAN PENGOLAHAN KOMUNIKASI
BERSIH RESTORAN & JS. PRSH.

Fak-Fak -3,6038568 -6,621640192 -5,242521428 -7,370632 -4,3486814 -4,445016099 -4,834157214 -5,818988823 -4,047703
Kaimana -3,5337681 -7,947821467 -5,260976763 -8,617921 -5,3543512 -5,180757043 -5,93761341 -7,063300702 -5,641312
Teluk Wondama -3,9897053 -9,113568089 -8,336562472 -11,14084 -6,3281021 -6,722428924 -7,997536876 -8,035705411 -7,074495
Teluk Bintuni -3,0422702 -6,587011416 -4,834686515 -9,573123 -4,7652421 -5,913847514 -6,878836205 -7,218423022 -4,709908
Manokwari -2,8985288 -6,064325009 -5,25498403 -6,923067 -3,7156286 -4,055170813 -4,394297919 -5,258341652 -3,517858
Sorong Selatan -4,010489 -7,717241262 -8,720149804 -8,529038 -5,2266267 -5,364132623 -6,3739281 -8,261203614 -5,38916
Sorong -3,1991272 -2,08801689 -2,618291805 -8,378779 -4,9833168 -5,111895264 -5,860735408 -7,645906146 -3,8249
Raja Ampat -3,5492527 -2,967074508 -8,65365801 -10,65802 -6,0346053 -6,34341506 -7,026035602 -9,313103369 -5,591399
Kota Sorong -3,4938991 -6,055374876 -3,355629428 -6,240108 -3,9502201 -2,997455822 -3,401741079 -4,653434204 -3,775881

Rij = Pij x Qij

LISTRIK, DAGANG KEUANGAN,


TAMBANG & INDUSTRI ANGKUTAN &
KABUPATEN PERTANIAN GAS & AIR BANG HOTEL & PERSEWAAN, JASA-JASA
PENGGALIAN PENGOLAHAN KOMUNIKASI
BERSIH RESTORAN & JS. PRSH.

Fak-Fak -0,0980917 -0,00881503 -0,027716736 -0,00464 -0,0562017 -0,052170785 -0,03844793 -0,017285931 -0,070683
Kaimana -0,1031673 -0,002809009 -0,027305693 -0,001558 -0,0253129 -0,029135269 -0,015665317 -0,006045819 -0,020017
Teluk Wondama -0,0738302 -0,001003959 -0,001997395 -0,000162 -0,0112983 -0,008091191 -0,002689491 -0,002601127 -0,005988
Teluk Bintuni -0,1451967 -0,009077907 -0,038431793 -0,000666 -0,0406038 -0,015977866 -0,00708067 -0,005290796 -0,042416
Manokwari -0,1597212 -0,014095471 -0,02743853 -0,006818 -0,0904389 -0,070286326 -0,054258797 -0,027364029 -0,10435
Sorong Selatan -0,0726882 -0,003434842 -0,001423675 -0,001686 -0,0280754 -0,025112289 -0,010870396 -0,002134264 -0,024606
Sorong -0,1305173 -0,258773496 -0,190945032 -0,001925 -0,0341422 -0,030797399 -0,0166981 -0,00365472 -0,083462
Raja Ampat -0,1020272 -0,152666717 -0,001509954 -0,000251 -0,0144495 -0,011153546 -0,00624226 -0,000840359 -0,020855
Kota Sorong -0,1061523 -0,014201203 -0,1170692 -0,012166 -0,0760436 -0,149614701 -0,113329735 -0,044341745 -0,086531
109
110

Lanjutan Lampiran 2
Entropi Total = Sij = Rij x (-1)

LISTRIK, DAGANG KEUANGAN,


TAMBANG & INDUSTRI ANGKUTAN &
KABUPATEN PERTANIAN GAS & AIR BANG HOTEL & PERSEWAAN, JASA-JASA JML
PENGGALIAN PENGOLAHAN KOMUNIKASI
BERSIH RESTORAN & JS. PRSH.

Fak-Fak 0,09809173 0,00881503 0,027716736 0,0046396 0,0562017 0,052170785 0,03844793 0,017285931 0,0706828 0,37405
Kaimana 0,1031673 0,002809009 0,027305693 0,0015584 0,0253129 0,029135269 0,015665317 0,006045819 0,0200166 0,23102
Teluk Wondama 0,07383016 0,001003959 0,001997395 0,0001616 0,0112983 0,008091191 0,002689491 0,002601127 0,005988 0,10766
Teluk Bintuni 0,14519666 0,009077907 0,038431793 0,000666 0,0406038 0,015977866 0,00708067 0,005290796 0,0424156 0,30474
Manokwari 0,1597212 0,014095471 0,02743853 0,0068179 0,0904389 0,070286326 0,054258797 0,027364029 0,1043499 0,55477
Sorong Selatan 0,07268823 0,003434842 0,001423675 0,0016857 0,0280754 0,025112289 0,010870396 0,002134264 0,0246059 0,17003
Sorong 0,13051734 0,258773496 0,190945032 0,0019245 0,0341422 0,030797399 0,0166981 0,00365472 0,0834617 0,75091
Raja Ampat 0,10202722 0,152666717 0,001509954 0,0002506 0,0144495 0,011153546 0,00624226 0,000840359 0,0208548 0,30999
Kota Sorong 0,10615226 0,014201203 0,1170692 0,012166 0,0760436 0,149614701 0,113329735 0,044341745 0,0865315 0,71945
JML 0,9913921 0,464877634 0,433838008 0,0298704 0,3765663 0,392339373 0,265282697 0,109558791 0,4589067 3,52263
Entropi Max 4,39444915
Entropi Wilayah 0,80160944
Lanjutan Lampiran 2
Tahun 2008

LISTRIK, DAGANG KEUANGAN,


TAMBANG & INDUSTRI ANGKUTAN &
KABUPATEN PERTANIAN GAS & AIR BANG HOTEL & PERSEWAAN, JASA-JASA JML
PENGGALIAN PENGOLAHAN KOMUNIKASI
BERSIH RESTORAN & JS. PRSH.

Fak-Fak 160730,29 9182,73 32189,66 3730,38 89589,32 80940,1 52023,63 16294,44 106726,53 551407
Kaimana 176069,52 2410,5 33382,83 1179,36 31845,5 38345,63 17920,94 4590,67 23608,64 329354
Teluk Wondama 126260,01 890,56 1718,77 103,59 14088,34 8435,5 2311,86 2184,47 6000 161993
Teluk Bintuni 297083,27 12747,34 52314,8 509,73 64805,24 20788,88 7064,71 5758,84 66885,47 527958
Manokwari 341191,55 16182,04 33894,03 6487,35 162398,37 111699,97 83430,78 40330,93 194012,24 989627
Sorong Selatan 109582,31 3128,56 1051,43 1328,48 35582,86 30218,17 11406,09 2117,09 32597,53 227013
Sorong 252540,47 808055,27 473200,66 1428,02 43732,91 37573,57 18285,77 3767,62 142540,78 1781125
Raja Ampat 173981,35 307860,46 1080,94 162,6 15398,35 12195,74 5534,95 745,71 24211,76 541172
Kota Sorong 188791,28 14150,82 255548,39 12863,89 118737,32 310322,75 217856,64 73775,89 140975,34 1333022
JML 1826230,05 1174608,28 884381,51 27793,4 576178,21 650520,31 415835,37 149565,66 737558,29 6442671

Peluang Pij

LISTRIK, DAGANG KEUANGAN,


TAMBANG & INDUSTRI ANGKUTAN &
KABUPATEN PERTANIAN GAS & AIR BANG HOTEL & PERSEWAAN, JASA-JASA
PENGGALIAN PENGOLAHAN KOMUNIKASI
BERSIH RESTORAN & JS. PRSH.

Fak-Fak 0,02494777 0,001425299 0,004996322 0,000579 0,0139056 0,012563128 0,008074854 0,002529144 0,0165656
Kaimana 0,02732865 0,000374146 0,00518152 0,0001831 0,0049429 0,005951822 0,002781601 0,000712541 0,0036644
Teluk Wondama 0,01959746 0,000138228 0,000266779 1,608E-05 0,0021867 0,001309317 0,000358836 0,000339063 0,0009313
Teluk Bintuni 0,04611182 0,00197858 0,008120048 7,912E-05 0,0100588 0,003226749 0,00109655 0,000893859 0,0103816
Manokwari 0,05295809 0,002511697 0,005260866 0,0010069 0,0252067 0,017337525 0,012949719 0,00625997 0,0301136
Sorong Selatan 0,01700883 0,0004856 0,000163198 0,0002062 0,005523 0,004690317 0,001770398 0,000328604 0,0050596
Sorong 0,0391981 0,1254224 0,0734479 0,0002217 0,006788 0,005831986 0,002838228 0,000584792 0,0221245
Raja Ampat 0,02700454 0,0477846 0,000167778 2,524E-05 0,0023901 0,001892963 0,000859108 0,000115745 0,003758
Kota Sorong 0,02930326 0,002196421 0,039664975 0,0019967 0,0184298 0,048166785 0,033814646 0,011451134 0,0218815
111
112

Lanjutan Lampiran 2
Qij = ln Pij

LISTRIK, DAGANG KEUANGAN,


TAMBANG & INDUSTRI ANGKUTAN &
KABUPATEN PERTANIAN GAS & AIR BANG HOTEL & PERSEWAAN, JASA-JASA
PENGGALIAN PENGOLAHAN KOMUNIKASI
BERSIH RESTORAN & JS. PRSH.

Fak-Fak -3,6909708 -6,553373951 -5,299053214 -7,454188 -4,2754624 -4,376989122 -4,819000459 -5,979874552 -4,100429
Kaimana -3,5998196 -7,890864302 -5,262656801 -8,605727 -5,3098024 -5,124057926 -5,884728636 -7,246672514 -5,609086
Teluk Wondama -3,9323551 -8,886603298 -8,229089578 -11,03801 -6,125351 -6,638249506 -7,932646102 -7,989325261 -6,978939
Teluk Bintuni -3,076686 -6,225375875 -4,813419183 -9,444573 -4,599312 -5,736280269 -6,815586529 -7,019962432 -4,567717
Manokwari -2,9382544 -5,986796512 -5,247459604 -6,900844 -3,6806461 -4,05488206 -4,346681191 -5,073579829 -3,502777
Sorong Selatan -4,0740225 -7,630125662 -8,720547355 -8,486663 -5,1988344 -5,362255098 -6,336551074 -8,020655993 -5,286462
Sorong -3,239127 -2,076068037 -2,61117897 -8,41441 -4,9925976 -5,144397619 -5,864575335 -7,444254995 -3,81107
Raja Ampat -3,6117504 -3,041051869 -8,692867464 -10,58716 -6,0364381 -6,269611787 -7,059615964 -9,064116991 -5,58386
Kota Sorong -3,5300564 -6,120925924 -3,227286712 -6,216274 -3,9937848 -3,033085612 -3,386861265 -4,469666513 -3,822114

Rij = Pij x Qij

LISTRIK, DAGANG KEUANGAN,


TAMBANG & INDUSTRI ANGKUTAN &
KABUPATEN PERTANIAN GAS & AIR BANG HOTEL & PERSEWAAN, JASA-JASA
PENGGALIAN PENGOLAHAN KOMUNIKASI
BERSIH RESTORAN & JS. PRSH.

Fak-Fak -0,0920815 -0,009340515 -0,026475777 -0,004316 -0,0594529 -0,054988674 -0,038912726 -0,015123961 -0,067926
Kaimana -0,0983782 -0,002952336 -0,027268562 -0,001575 -0,0262458 -0,03049748 -0,016368967 -0,005163554 -0,020554
Teluk Wondama -0,0770642 -0,001228381 -0,002195349 -0,000177 -0,0133944 -0,008691574 -0,002846516 -0,002708883 -0,006499
Teluk Bintuni -0,1418716 -0,012317404 -0,039085196 -0,000747 -0,0462633 -0,018509534 -0,00747363 -0,006274857 -0,04742
Manokwari -0,1556043 -0,015037021 -0,027606182 -0,006949 -0,0927769 -0,070301619 -0,0562883 -0,031760459 -0,105481
Sorong Selatan -0,0692944 -0,003705188 -0,001423174 -0,00175 -0,0287132 -0,025150677 -0,011218215 -0,002635623 -0,026748
Sorong -0,1269676 -0,260385436 -0,191785611 -0,001865 -0,0338898 -0,030002057 -0,016645002 -0,004353338 -0,084318
Raja Ampat -0,0975336 -0,145315447 -0,001458474 -0,000267 -0,0144274 -0,011868145 -0,006064972 -0,00104913 -0,020984
Kota Sorong -0,1034422 -0,013444132 -0,128010248 -0,012412 -0,0736048 -0,146093981 -0,114525514 -0,05118275 -0,083634
Lanjutan Lampiran 2
Entropi Total = Sij = Rij x (-1)

LISTRIK, DAGANG KEUANGAN,


TAMBANG & INDUSTRI ANGKUTAN &
KABUPATEN PERTANIAN GAS & AIR BANG HOTEL & PERSEWAAN, JASA-JASA JML
PENGGALIAN PENGOLAHAN KOMUNIKASI
BERSIH RESTORAN & JS. PRSH.

Fak-Fak 0,0920815 0,009340515 0,026475777 0,0043161 0,0594529 0,054988674 0,038912726 0,015123961 0,0679259 0,36862
Kaimana 0,09837822 0,002952336 0,027268562 0,0015753 0,0262458 0,03049748 0,016368967 0,005163554 0,020554 0,229
Teluk Wondama 0,07706419 0,001228381 0,002195349 0,0001775 0,0133944 0,008691574 0,002846516 0,002708883 0,0064994 0,11481
Teluk Bintuni 0,14187158 0,012317404 0,039085196 0,0007472 0,0462633 0,018509534 0,00747363 0,006274857 0,0474204 0,31996
Manokwari 0,15560434 0,015037021 0,027606182 0,0069487 0,0927769 0,070301619 0,0562883 0,031760459 0,1054814 0,5618
Sorong Selatan 0,06929436 0,003705188 0,001423174 0,00175 0,0287132 0,025150677 0,011218215 0,002635623 0,0267475 0,17064
Sorong 0,12696763 0,260385436 0,191785611 0,0018651 0,0338898 0,030002057 0,016645002 0,004353338 0,084318 0,75021
Raja Ampat 0,09753365 0,145315447 0,001458474 0,0002672 0,0144274 0,011868145 0,006064972 0,00104913 0,0209843 0,29897
Kota Sorong 0,10344217 0,013444132 0,128010248 0,0124119 0,0736048 0,146093981 0,114525514 0,05118275 0,0836336 0,72635
JML 0,96223763 0,463725859 0,445308575 0,0300588 0,3887686 0,39610374 0,270343843 0,120252556 0,4635646 3,54036
Entropi Max 4,39444915
Entropi Wilayah 0,8056446

113
114

Lampiran 3 Hasil Analisis Indeks Theil Berdasarkan PDRB per Kapita Kabupaten/Kota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2005-2008

Tahun 2005
KABUPATEN/ PDRB PDDK LOG Yi*LOG
WP Xi Yi Yi/Xi
KOTA (Y) (X) (Yi/Xi) (Yi/Xi)
MANOKWARI MANOKWARI 772414,91 164648 0,2368 0,1461 0,6168 -0,2098 -0,0307
TELUK BINTUNI 374176,09 51263 0,0737 0,0708 0,9597 -0,0179 -0,0013
TELUK WONDAMA 97265,77 22069 0,0317 0,0184 0,5795 -0,2369 -0,0044
SORONG KOTA SORONG 1048558,9 161136 0,2318 0,1983 0,8556 -0,0677 -0,0134
SORONG 1580505 94105 0,1354 0,2989 2,2083 0,3441 0,1028
SORONG SELATAN 178293,4 58663 0,0844 0,0337 0,3996 -0,3984 -0,0134
RAJA AMPAT 514105 39470 0,0568 0,0972 1,7126 0,2337 0,0227
FAK-FAK FAK-FAK 456400,44 63732 0,0917 0,0863 0,9416 -0,0261 -0,0023
KAIMANA 265810,41 40142 0,0577 0,0503 0,8707 -0,0602 -0,0030
INDEKS THEIL 0,0571

Tahun 2006
KABUPATEN/ PDRB PDDK LOG Yi*LOG
WP Xi Yi Yi/Xi
KOTA (Y) (X) (Yi/Xi) (Yi/Xi)
MANOKWARI MANOKWARI 831098,38 167939 0,2369 0,1492 0,6300 -0,2007 -0,0299
TELUK BINTUNI 415709,46 52287 0,0737 0,0746 1,0121 0,0052 0,0004
TELUK WONDAMA 115715,81 22510 0,0317 0,0208 0,6544 -0,1842 -0,0038
SORONG KOTA SORONG 1138049,7 164279 0,2317 0,2043 0,8818 -0,0546 -0,0112
SORONG 1586628,4 95985 0,1354 0,2849 2,1042 0,3231 0,0920
SORONG SELATAN 193817,03 59823 0,0844 0,0348 0,4124 -0,3847 -0,0134
RAJA AMPAT 515244,35 40259 0,0568 0,0925 1,6292 0,2120 0,0196
FAK-FAK FAK-FAK 487482,34 65006 0,0917 0,0875 0,9546 -0,0202 -0,0018
KAIMANA 286251,4 40944 0,0577 0,0514 0,8900 -0,0506 -0,0026
INDEKS THEIL 0,0493
Lanjutan Lampiran 3
Tahun 2007
KABUPATEN/ PDRB PDDK LOG Yi*LOG
WP Xi Yi Yi/Xi
KOTA (Y) (X) (Yi/Xi) (Yi/Xi)
MANOKWARI MANOKWARI 904559,08 171486 0,2372 0,1525 0,6431 -0,1918 -0,0292
TELUK BINTUNI 469199,26 53665 0,0742 0,0791 1,0659 0,0277 0,0022
TELUK WONDAMA 138569,69 22936 0,0317 0,0234 0,7365 -0,1328 -0,0031
SORONG KOTA SORONG 1212764,5 167589 0,2318 0,2045 0,8822 -0,0544 -0,0111
SORONG 1636342,7 97510 0,1349 0,2759 2,0458 0,3109 0,0858
SORONG SELATAN 210618 60934 0,0843 0,0355 0,4214 -0,3753 -0,0133
RAJA AMPAT 529366,78 40912 0,0566 0,0893 1,5774 0,1979 0,0177
FAK-FAK FAK-FAK 518795,35 66255 0,0916 0,0875 0,9546 -0,0202 -0,0018
KAIMANA 310251,71 41696 0,0577 0,0523 0,9071 -0,0423 -0,0022
INDEKS THEIL 0,0448

Tahun 2008
KABUPATEN/ PDRB PDDK LOG Yi*LOG
WP Xi Yi Yi/Xi
KOTA (Y) (X) (Yi/Xi) (Yi/Xi)
MANOKWARI MANOKWARI 989627,25 175038 0,2375 0,1543 0,6497 -0,1873 -0,0289
TELUK BINTUNI 527958,3 55049 0,0747 0,0823 1,1021 0,0422 0,0035
TELUK WONDAMA 161993,11 23361 0,0317 0,0253 0,7969 -0,0986 -0,0025
SORONG KOTA SORONG 1303022,3 170894 0,2319 0,2032 0,8762 -0,0574 -0,0117
SORONG 1781125,1 99028 0,1344 0,2778 2,0669 0,3153 0,0876
SORONG SELATAN 227012,51 62047 0,0842 0,0354 0,4205 -0,3763 -0,0133
RAJA AMPAT 541171,86 41563 0,0564 0,0844 1,4963 0,1750 0,0148
FAK-FAK FAK-FAK 551407,09 67503 0,0916 0,0860 0,9387 -0,0275 -0,0024
KAIMANA 329353,59 42448 0,0576 0,0514 0,8916 -0,0498 -0,0026
INDEKS THEIL 0,0448

115
116

Lampiran 4. Hasil Analisis LQ Kabupaten/Kota per Sektor di Provinsi Papua Barat Tahun 2005-2008

Tahun 2005
LISTRIK GAS PERDAGANGAN KEUANGAN
KABUPATEN/ TAMBANG & INDUSTRI BANGUNAN/ PENGANGKUTAN JASA-
PERTANIAN DAN AIR HOTEL DAN DAN JASA
KOTA PENGGALIAN PENGOLAHAN KONTRUKSI DAN KOMUNIKASI JASA
BERSIH RESTORAN PERUSAHAAN
Fak-Fak 1,163497 0,066404 0,475151 1,644882 1,764092 1,285262 1,453801 1,435898 1,906252
Kaimana 1,986344 0,028760 0,704322 0,769956 1,115430 0,997648 0,796415 0,640724 0,620514
Teluk Wondama 2,876491 0,012268 0,064402 0,159492 0,447922 0,492402 0,173909 0,816823 0,258749
Teluk Bintuni 2,206529 0,093589 0,775424 0,191121 1,187195 0,274815 0,176244 0,493498 0,788099
Manokwari 1,310807 0,062774 0,244752 1,501810 1,958174 1,177352 1,275123 1,612261 1,831590
Sorong Selatan 1,919253 0,050953 0,034993 1,333995 1,532031 1,356804 0,864308 0,444356 0,982543
Sorong 0,474657 2,262022 1,928060 0,198055 0,301513 0,220476 0,159366 0,091244 0,657100
Raja Ampat 1,018528 2,937892 0,012696 0,061749 0,300816 0,188256 0,161966 0,055333 0,315247
Kota Sorong 0,471561 0,052766 1,283218 2,393492 1,227058 2,569934 2,729219 2,582432 1,094122
JUMLAH 13,427668 5,567428 5,523017 8,254551 9,834231 8,562949 7,790352 8,172568 8,454217

Tahun 2006
PERTAMBAN LISTRIK GAS PERDAGANGAN KEUANGAN
KABUPATEN/ INDUSTRI BANGUNAN/ PENGANGKUTAN JASA-
PERTANIAN GAN & DAN AIR HOTEL DAN DAN JASA
KOTA PENGOLAHAN KONTRUKSI DAN KOMUNIKASI JASA
PENGGALIAN BERSIH RESTORAN PERUSAHAAN
Fak-Fak 1,09718316 0,073249389 0,474567176 1,73153457 1,71718033 1,285281695 1,444050147 1,730625042 1,849084
Kaimana 1,9193309 0,03161659 0,742938625 0,79776295 1,078253137 1,032743048 0,789128764 0,786534168 0,597107
Teluk Wondama 2,71269015 0,017785145 0,07119797 0,14695929 0,72569216 0,502960005 0,253467785 0,843373168 0,313296
Teluk Bintuni 2,09864481 0,091802109 0,785658024 0,19567038 1,210369125 0,304823494 0,190409198 0,466656537 0,915078
Manokwari 1,25709563 0,072227074 0,258058398 1,48362177 1,907316854 1,153883771 1,278632563 1,616719334 1,771403
Sorong Selatan 1,80632376 0,058955105 0,035605992 1,28687009 1,647717681 1,324907317 0,805479905 0,368541416 1,062194
Sorong 0,48585898 2,391114721 1,917712655 0,19464767 0,295209685 0,219997687 0,162830116 0,088065088 0,678037
Raja Ampat 1,06993793 3,014494113 0,014269681 0,05993878 0,284997242 0,186335912 0,158422194 0,058860171 0,304913
Kota Sorong 0,51173263 0,058478916 1,335371874 2,26442334 1,157558754 2,462158194 2,612285937 2,306120367 1,028109
JUMLAH 12,9587979 5,809723162 5,635380394 8,16142885 10,02429497 8,473091123 7,694706607 8,265495292 8,519221
Lanjutan Lampiran 4
Tahun 2007
PERTAMBAN LISTRIK GAS PERDAGANGAN KEUANGAN
KABUPATEN/ INDUSTRI BANGUNAN/ PENGANGKUTAN JASA-
PERTANIAN GAN & DAN AIR HOTEL DAN DAN JASA
KOTA PENGOLAHAN KONTRUKSI DAN KOMUNIKASI JASA
PENGGALIAN BERSIH RESTORAN PERUSAHAAN
Fak-Fak 1,05146013 0,082820213 0,457533103 1,68069575 1,713891983 1,328181751 1,441126839 1,660489273 1,757155
Kaimana 1,88667474 0,036783094 0,751402433 0,80772465 1,04879775 1,064619467 0,799728173 0,80039325 0,597282
Teluk Wondama 2,67751562 0,025669471 0,077662019 0,14508433 0,88683553 0,510153412 0,228231185 0,67770299 0,319008
Teluk Bintuni 2,03942985 0,094841289 0,760965536 0,20548556 1,249958178 0,338200422 0,206315291 0,453201708 1,002398
Manokwari 1,22139245 0,082969341 0,25927012 1,50871299 1,852069057 1,125401662 1,283728129 1,669031115 1,712621
Sorong Selatan 1,72535514 0,068234917 0,034817014 1,30041937 1,755417694 1,305491634 0,761503714 0,355860255 1,132157
Sorong 0,49988453 2,44550741 2,001778502 0,19451868 0,288183991 0,216242285 0,163745742 0,084746353 0,69643
Raja Ampat 1,0887538 3,138460702 0,014804964 0,06154872 0,311328336 0,195081441 0,157835306 0,049452021 0,367971
Kota Sorong 0,50228439 0,062440317 1,292088199 2,22777973 1,09253628 2,417284708 2,583422781 2,279464689 0,986879
JUMLAH 12,6927506 6,037726754 5,650321891 8,13196978 10,1990188 8,500656782 7,62563716 8,030341655 8,571901

Tahun 2008
PERTAMBAN LISTRIK GAS PERDAGANGAN KEUANGAN
KABUPATEN/ INDUSTRI BANGUNAN/ PENGANGKUTAN JASA-
PERTANIAN GAN & DAN AIR HOTEL DAN DAN JASA
KOTA PENGOLAHAN KONTRUKSI DAN KOMUNIKASI JASA
PENGGALIAN BERSIH RESTORAN PERUSAHAAN
Fak-Fak 1,02833795 0,091342392 0,425275493 1,56821289 1,81674106 1,453772663 1,461749141 1,272920173 1,690712
Kaimana 1,88595903 0,040143722 0,738392122 0,83005768 1,081172025 1,153077705 0,843029782 0,600409757 0,62615
Teluk Wondama 2,74966495 0,030153628 0,077294315 0,14823324 0,972461547 0,515726459 0,221110592 0,580876272 0,323537
Teluk Bintuni 1,98513051 0,132431978 0,721857162 0,22380247 1,372523053 0,389974838 0,207319077 0,469861083 1,106628
Manokwari 1,21628988 0,089688038 0,249504203 1,51956738 1,834928499 1,117857658 1,306168444 1,755499277 1,712486
Sorong Selatan 1,70294694 0,075590563 0,033740915 1,35653028 1,752670076 1,31832792 0,778451424 0,401720116 1,254309
Sorong 0,50020386 2,488396331 1,935428941 0,18585068 0,274551038 0,208926315 0,159060876 0,091118538 0,69906
Raja Ampat 1,1341695 3,120265935 0,014550995 0,06964816 0,318161855 0,223191705 0,158461232 0,059356574 0,390806
Kota Sorong 0,49963745 0,058226018 1,396567829 2,23696494 0,995999111 2,305585825 2,532082858 2,38402664 0,923794
JUMLAH 12,7023401 6,126238604 5,592611975 8,13886772 10,41920826 8,686441087 7,667433425 7,61578843 8,727482

117
118

Lampiran 5 Hasil Analisis Shift Share Kabupaten/Kota per Sektor di Provinsi Papua Barat Pada Titik Tahun 2005 dan 2008

KAB. FAK-FAK PROV. PAPUA BARAT REGIONAL PROPORTIONAL DIFFERENTIAL


WILAYAH/SEKTOR SSA
2005 2008 2005 2008 SHARE SHIFT SHIFT
1. PERTANIAN 157722,35 160730,29 1572776,9 1826230,05 0,216692015 -0,055541918 -0,142078989 0,019071108
2. TAMBANG & GALIAN 6302,8 9182,73 1101237,33 1174608,28 0,216692015 -0,150066095 0,390302747 0,456928667
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 29685,79 32189,66 724863,22 884381,51 0,216692015 0,003374731 -0,135721003 0,084345743
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 3071,02 3730,38 21661,43 27793,4 0,216692015 0,066390404 -0,068378509 0,214703909
5. BANGUNAN 61098,08 89589,32 401832,94 576178,21 0,216692015 0,217182993 0,032444719 0,466319727
6. DAGANG HOTEL & RESTORAN 56762,81 80940,1 512402,81 650520,31 0,216692015 0,052856663 0,156386719 0,425935397
7. ANGKUTAN & KOMUNIKASI 39145,98 52023,63 312407,46 415835,37 0,216692015 0,114375335 -0,002102537 0,328964813
8. KEUANGAN, 11797,44 16294,44 95324,26 149565,66 0,216692015 0,352327875 -0,187835498 0,381184393
9. JASA-JASA 90814,17 106726,53 552729,42 737558,29 0,216692015 0,117701023 -0,159174127 0,175218911
JUMLAH 5295235,77 6442671,08

KAIMANA PROV. PAPUA BARAT REGIONAL PROPORTIONAL DIFFERENTIAL


WILAYAH/SEKTOR SSA
2005 2008 2005 2008 SHARE SHIFT SHIFT
1. PERTANIAN 156822,45 176069,52 1572776,9 1826230,05 0,216692015 -0,055541918 -0,038418498 0,1227316
2. TAMBANG & GALIAN 1589,86 2410,5 1101237,33 1174608,28 0,216692015 -0,150066095 0,449545315 0,51617124
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 25627,95 33382,83 724863,22 884381,51 0,216692015 0,003374731 0,082527882 0,30259463
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 837,22 1179,36 21661,43 27793,4 0,216692015 0,066390404 0,125579582 0,408662
5. BANGUNAN 22499,58 31845,5 401832,94 576178,21 0,216692015 0,217182993 -0,018493032 0,41538198
6. DAGANG HOTEL & RESTORAN 25661,11 38345,63 512402,81 650520,31 0,216692015 0,052856663 0,224760415 0,49430909
7. ANGKUTAN & KOMUNIKASI 12489,57 17920,94 312407,46 415835,37 0,216692015 0,114375335 0,103805107 0,43487246
8. KEUANGAN, 3065,92 4590,67 95324,26 149565,66 0,216692015 0,352327875 -0,071697717 0,49732217
9. JASA-JASA 17216,74 23608,64 552729,42 737558,29 0,216692015 0,117701023 0,036867723 0,37126076
JUMLAH 5295235,77 6442671,08
Lanjutan Lampiran 5
TELUK WONDAMA PROV. PAPUA BARAT REGIONAL PROPORTIONAL DIFFERENTIAL
WILAYAH/SEKTOR SSA
2005 2008 2005 2008 SHARE SHIFT SHIFT
1. PERTANIAN 83100,75 126260,01 1572776,9 1826230,05 0,216692015 -0,055541918 0,358210559 0,51936066
2. TAMBANG & GALIAN 248,15 890,56 1101237,33 1174608,28 0,216692015 -0,150066095 2,522171179 2,5887971
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 857,49 1718,77 724863,22 884381,51 0,216692015 0,003374731 0,784353131 1,00441988
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 63,46 103,59 21661,43 27793,4 0,216692015 0,066390404 0,349284426 0,63236685
5. BANGUNAN 3306,15 14088,34 401832,94 576178,21 0,216692015 0,217182993 2,827377506 3,26125251
6. DAGANG HOTEL & RESTORAN 4634,53 8435,5 512402,81 650520,31 0,216692015 0,052856663 0,550592739 0,82014142
7. ANGKUTAN & KOMUNIKASI 997,97 2311,86 312407,46 415835,37 0,216692015 0,114375335 0,985495272 1,31656262
8. KEUANGAN, 1430,23 2184,47 95324,26 149565,66 0,216692015 0,352327875 -0,041664151 0,52735574
9. JASA-JASA 2627,04 6000 552729,42 737558,29 0,216692015 0,117701023 0,9495463 1,28393934
JUMLAH 5295235,77 6442671,08

TELUK BINTUNI PROV. PAPUA BARAT REGIONAL PROPORTIONAL DIFFERENTIAL


WILAYAH/SEKTOR SSA
2005 2008 2005 2008 SHARE SHIFT SHIFT
1. PERTANIAN 245226,53 297083,27 1572776,9 1826230,05 0,216692015 -0,055541918 0,050314543 0,21146464
2. TAMBANG & GALIAN 7282,79 12747,34 1101237,33 1174608,28 0,216692015 -0,150066095 0,68371152 0,75033744
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 39717,88 52314,8 724863,22 884381,51 0,216692015 0,003374731 0,097093183 0,31715993
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 292,54 509,73 21661,43 27793,4 0,216692015 0,066390404 0,459345967 0,74242839
5. BANGUNAN 33709,98 64805,24 401832,94 576178,21 0,216692015 0,217182993 0,488559832 0,92243484
6. DAGANG HOTEL & RESTORAN 9950,44 20788,88 512402,81 650520,31 0,216692015 0,052856663 0,819693607 1,08924228
7. ANGKUTAN & KOMUNIKASI 3890,69 7064,71 312407,46 415835,37 0,216692015 0,114375335 0,48473139 0,81579874
8. KEUANGAN, 3324,14 5758,84 95324,26 149565,66 0,216692015 0,352327875 0,163410151 0,73243004
9. JASA-JASA 30781,09 66885,47 552729,42 737558,29 0,216692015 0,117701023 0,838547231 1,17294027
JUMLAH 5295235,77 6442671,08

119
120

Lanjutan Lampiran 5
MANOKWARI PROV. PAPUA BARAT REGIONAL PROPORTIONAL DIFFERENTIAL
WILAYAH/SEKTOR SSA
2005 2008 2005 2008 SHARE SHIFT SHIFT
1. PERTANIAN 300726,22 341191,55 1572776,9 1826230,05 0,216692015 -0,055541918 -0,026591394 0,1345587
2. TAMBANG & GALIAN 10083,82 16182,04 1101237,33 1174608,28 0,216692015 -0,150066095 0,538127041 0,60475296
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 25878,96 33894,03 724863,22 884381,51 0,216692015 0,003374731 0,089647014 0,30971376
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 4745,34 6487,35 21661,43 27793,4 0,216692015 0,066390404 0,084016672 0,36709909
5. BANGUNAN 114778,9 162398,37 401832,94 576178,21 0,216692015 0,217182993 -0,018995008 0,41488
6. DAGANG HOTEL & RESTORAN 88000,11 111699,97 512402,81 650520,31 0,216692015 0,052856663 -0,000232424 0,26931625
7. ANGKUTAN & KOMUNIKASI 58108,4 83430,78 312407,46 415835,37 0,216692015 0,114375335 0,104710954 0,4357783
8. KEUANGAN, 22418,38 40330,93 95324,26 149565,66 0,216692015 0,352327875 0,229991902 0,79901179
9. JASA-JASA 147674,77 194012,24 552729,42 737558,29 0,216692015 0,117701023 -0,020612492 0,31378055
JUMLAH 5295235,77 6442671,08

SORONG SELATAN PROV. PAPUA BARAT REGIONAL PROPORTIONAL DIFFERENTIAL


WILAYAH/SEKTOR SSA
2005 2008 2005 2008 SHARE SHIFT SHIFT
1. PERTANIAN 101634,14 109582,31 1572776,9 1826230,05 0,216692015 -0,055541918 -0,082946356 0,07820374
2. TAMBANG & GALIAN 1889,27 3128,56 1101237,33 1174608,28 0,216692015 -0,150066095 0,589336436 0,65596236
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 854,04 1051,43 724863,22 884381,51 0,216692015 0,003374731 0,01105826 0,23112501
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 972,93 1328,48 21661,43 27793,4 0,216692015 0,066390404 0,08236011 0,36544253
5. BANGUNAN 20727,81 35582,86 401832,94 576178,21 0,216692015 0,217182993 0,282797424 0,71667243
6. DAGANG HOTEL & RESTORAN 23408,25 30218,17 512402,81 650520,31 0,216692015 0,052856663 0,021370976 0,29091965
7. ANGKUTAN & KOMUNIKASI 9091,39 11406,09 312407,46 415835,37 0,216692015 0,114375335 -0,076463819 0,25460353
8. KEUANGAN, 1426,18 2117,09 95324,26 149565,66 0,216692015 0,352327875 -0,084571925 0,48444797
9. JASA-JASA 18285,39 32597,53 552729,42 737558,29 0,216692015 0,117701023 0,448315999 0,78270904
JUMLAH 5295235,77 6442671,08
Lanjutan Lampiran 5
SORONG PROV. PAPUA BARAT REGIONAL PROPORTIONAL DIFFERENTIAL
WILAYAH/SEKTOR SSA
2005 2008 2005 2008 SHARE SHIFT SHIFT
1. PERTANIAN 222821,65 252540,47 1572776,9 1826230,05 0,216692015 -0,055541918 -0,027775176 0,13337492
2. TAMBANG & GALIAN 743512,46 808055,27 1101237,33 1174608,28 0,216692015 -0,150066095 0,020182054 0,08680797
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 417145,12 473200,66 724863,22 884381,51 0,216692015 0,003374731 -0,085687756 0,13437899
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 1280,51 1428,02 21661,43 27793,4 0,216692015 0,066390404 -0,16788613 0,11519629
5. BANGUNAN 36162,83 43732,91 401832,94 576178,21 0,216692015 0,217182993 -0,224541833 0,20933317
6. DAGANG HOTEL & RESTORAN 33719,68 37573,57 512402,81 650520,31 0,216692015 0,052856663 -0,155256668 0,11429201
7. ANGKUTAN & KOMUNIKASI 14860,31 18285,77 312407,46 415835,37 0,216692015 0,114375335 -0,100556681 0,23051067
8. KEUANGAN, 2596,09 3767,62 95324,26 149565,66 0,216692015 0,352327875 -0,117752793 0,4512671
9. JASA-JASA 108406,35 142540,78 552729,42 737558,29 0,216692015 0,117701023 -0,019518218 0,31487482
JUMLAH 5295235,77 6442671,08

RAJA AMPAT PROV. PAPUA BARAT REGIONAL PROPORTIONAL DIFFERENTIAL


WILAYAH/SEKTOR SSA
2005 2008 2005 2008 SHARE SHIFT SHIFT
1. PERTANIAN 157859,7 173981,35 1572776,9 1826230,05 0,216692015 -0,055541918 -0,059023652 0,10212645
2. TAMBANG & GALIAN 318821,72 307860,46 1101237,33 1174608,28 0,216692015 -0,150066095 -0,101006451 -0,03438053
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 906,89 1080,94 724863,22 884381,51 0,216692015 0,003374731 -0,028147108 0,19191964
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 131,81 162,6 21661,43 27793,4 0,216692015 0,066390404 -0,04948861 0,23359381
5. BANGUNAN 11911,79 15398,35 401832,94 576178,21 0,216692015 0,217182993 -0,141176765 0,29269824
6. DAGANG HOTEL & RESTORAN 9505,88 12195,74 512402,81 650520,31 0,216692015 0,052856663 0,013419338 0,28296802
7. ANGKUTAN & KOMUNIKASI 4986,28 5534,95 312407,46 415835,37 0,216692015 0,114375335 -0,221031412 0,11003594
8. KEUANGAN, 519,78 745,71 95324,26 149565,66 0,216692015 0,352327875 -0,134355225 0,43466467
9. JASA-JASA 17170,99 24211,76 552729,42 737558,29 0,216692015 0,117701023 0,075645638 0,41003868
JUMLAH 5295235,77 6442671,08

121
122

Lanjutan lampiran 5
RAJA AMPAT PROV. PAPUA BARAT REGIONAL PROPORTIONAL DIFFERENTIAL
WILAYAH/SEKTOR SSA
2005 2008 2005 2008 SHARE SHIFT SHIFT
1. PERTANIAN 146863,11 188791,28 1572776,9 1826230,05 0,216692015 -0,055541918 0,124341406 0,2854915
2. TAMBANG & GALIAN 11506,46 14150,82 1101237,33 1174608,28 0,216692015 -0,150066095 0,163189332 0,22981525
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 184189,1 255548,39 724863,22 884381,51 0,216692015 0,003374731 0,16735732 0,38742407
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 10266,6 12863,89 21661,43 27793,4 0,216692015 0,066390404 -0,030097984 0,25298443
5. BANGUNAN 97637,82 118737,32 401832,94 576178,21 0,216692015 0,217182993 -0,217775345 0,21609966
6. DAGANG HOTEL & RESTORAN 260760 310322,75 512402,81 650520,31 0,216692015 0,052856663 -0,079478307 0,19007037
7. ANGKUTAN & KOMUNIKASI 168836,87 217856,64 312407,46 415835,37 0,216692015 0,114375335 -0,040729286 0,29033806
8. KEUANGAN, 48746,1 73775,89 95324,26 149565,66 0,216692015 0,352327875 -0,055547223 0,51347267
9. JASA-JASA 119752,88 140975,34 552729,42 737558,29 0,216692015 0,117701023 -0,157174252 0,17721879
JUMLAH 5295235,77 6442671,08
Lampiran 6 Penetapan Dana Alokasi Khusus untuk Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2005 (Rp Juta)


ALOKASI PER BIDANG
KODE DAERAH BIDANG BIDANG BIDANG INFRASTRUKTUR KELAUTAN & BIDANG BIDANG TOTAL
PDDK KES JALAN IRIGASI AIR BERSIH PERIKANAN PERTANIAN PRASPEM
1 SORONG 3.140 2.480 3.570 1.980 1.200 1.060 0.000 4.000 17.430
2 MANOKWARI 3.600 2.240 3.660 2.780 1.160 1.300 0.000 0.000 14.740
3 FAK-FAK 3.070 1.940 3.350 0.000 1.200 0.960 0.000 0.000 10.520
4 RAJA AMPAT 3.180 1.830 3.530 0.000 0.970 1.110 0.000 0.000 10.620
5 TELUK BINTUNI 3.280 1.800 2.660 0.000 0.850 1.030 0.000 0.000 9.620
6 TELUK WONDAMA 3.080 1.750 3.400 0.000 0.930 1.010 0.000 0.000 10.170
7 KAIMANA 3.190 1.890 3.350 0.000 0.700 0.000 0.000 0.000 9.130
8 SORONG SELATAN 3.290 1.790 2.660 0.000 0.740 0.000 0.000 0.000 8.480
9 KOTA SORONG 3.400 1.890 2.240 0.000 0.000 0.920 0.000 0.000 8.450
JUMLAH 29.230 17.610 28.420 4.760 3.560 5.510 0 4.000 99.160

123
124

Lanjutan lampiran 6
Tahun 2006
ALOKASI PER BIDANG
KODE DAERAH BIDANG BIDANG BIDANG INFRASTRUKTUR KELAUTAN & BIDANG BIDANG BID LING. TOTAL
PDDK KES JALAN IRIGASI AIR BERSIH PERIKANAN PERTANIAN PRASPEM HDP
3201 SORONG 6.620 8.820 6.100 1.640 2.000 2.440 5.390 0.000 0.310 33.320
3202 MANOKWARI 5.060 7.550 5.810 0.970 2.280 2.500 2.860 8.000 0.310 35.340
3203 FAK-FAK 6.320 6.230 7.010 0.000 1.580 2.450 2.800 4.000 0.310 30.700
3204 KOTA SORONG 3.180 1.740 2.270 0.000 0.480 1.120 0.000 4.000 0.310 12.790
3205 RAJA AMPAT 8.470 7.830 7.030 2.520 2.220 0.000 0.000 3.000 0.310 31.380
3206 TELUK BINTUNI 7.000 6.150 7.580 1.400 2.350 0.000 0.000 3.000 0.310 27.790
3207 TELUK WONDAMA 8.820 8.200 8.230 1.780 2.300 2.545 0.400 5.000 0.710 37.985
3208 KAIMANA 5.550 5.010 4.210 0.000 1.460 2.020 2.400 3.000 0.310 23.960
3209 SORONG SELATAN 6.540 5.740 6.230 1.750 1.630 0.000 1.790 3.000 0.310 26.680
JUMLAH 57.560 57.270 54.470 9.090 15.820 13.075 15.240 33.000 0 259.945
Lanjutan lampiran 6
Tahun 2008 (Rp. Juta)
LAUT &
PENDIDI KESEHAT AIR PERTANI PRASPE BID LING.
KODE DAERAH PDDK JALAN IRIGASI PERIKAN HUTAN TOTAL
KAN AN BERSIH AN M HDP
AN
443 SORONG 12.338 8.056 662 9.564 509 2.980 2.216 3.176 2.605 2.066 813 44.925
444 MANOKWARI 15.367 13.727 1.729 12.821 2.147 3.868 3.301 4.581 2.335 2.056 61.961
445 FAK-FAK 12.152 9.392 599 13.392 2.169 2.425 5.023 3.587 1.819 53.244,00
446 KOTA SORONG 13.914 9.475 791 8.016 3.145 3.071 2.996 826 45.040,00
447 SORONG SELATAN 14.143 14.196 10.194 1.376 2.561 6.244 3.251 2.156 2.975 57.096,00
448 RAJA AMPAT 17.481 15.545 824 10.709 3.141 3.371 6.780 3.675 2.695 1.586 65.807,00
449 TELUK BINTUNI 11.796 12.174 487 7.357 1.314 2.713 2.307 2.618 2.806 2.358 45.930,00
450 TELUK WONDAMA 15.207 12.892 12.265 3.257 3.634 3.487 1.061 1.006 52.809,00
451 KAIMANA 12.619 12.948 5.943 2.595 3.070 3.192 1.809 42.176,00
JUMLAH 125.017 108.405 5.092 90.261 10.656 26.915 35.646 23.980 19.180 16.556 1.819 468.988,00

125
126

Lampiran 7. Rincian Dana Alokasi Umum untuk Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2005 dan 2006 (Rp. Juta)


NO DAERAH DAU (2005) DAU (2006)
1 SORONG 138.238 258.373,92
2 MANOKWARI 188.665 325.774,52
3 FAK-FAK 149.497 286.229,36
4 KOTA SORONG 152.401 209.558,91
5 SORONG SELATAN 130.125 363.532,40
6 RAJA AMPAT 68.571 216.164,50
7 TELUK BINTUNI 108.341 262.988,73
8 TELUK WONDAMA 41.738 179.608,27
9 KAIMANA 115.859 293.519,68
JUMLAH 1.093.435 2.395.750,29

Tahun 2007 dan 2008 (Rp. Ribu)


NO DAERAH DAU (2007) DAU (2008)
1 SORONG 261.519.000,00 272.373.261
2 MANOKWARI 377.745.000,00 334.244.601
3 FAK-FAK 333.914.000,00 378.324.359
4 KOTA SORONG 240.153.000,00 238.950.947
5 SORONG SELATAN 383.109.000,00 418.028.618
6 RAJA AMPAT 264.871.000,00 296.123.511
7 TELUK BINTUNI 287.441.000,00 344.624.945
8 TELUK WONDAMA 209.232.000,00 236.404.458
9 KAIMANA 336.312.000,00 361.449.597
JUMLAH 2.694.296.000,00 2.880.524.297
Lampiran 8 Penetapan Dana Bagi Hasil Pajak dan Sumber Daya Alam Bagi
Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2005 dan 2006


2005 2006
KABUPATEN/ KOTA
PAJAK SDA PAJAK SDA
FAK-FAK 4.601.995.680 32.362.403.112 38.433.323.516 32.163.120.260
KAIMANA 5.824.903.306 33.376.002.948 37.487.962.582 47.101.741.560
TELUK WONDAMA 2.907.627.560 22.929.154.091 28.834.715.349 11.026.319.700
TELUK BINTUNI 3.099.159.950 102.973.155.814 140.799.227.422 12.788.812.980
MANOKWARI 3.392.208.270 81.540.804.011 88.995.634.067 19.106.275.610
SORONG 8.757.180.710 177.497.124.217 137.521.958.103 57.725.420.730
SORONG SELATAN 2.907.627.560 65.540.416.601 69.729.385.295 11.026.319.700
RAJA AMPAT 3.873.582.610 38.887.008.728 58.984.481.880 37.110.434.760
KOTA SORONG 2.907.627.560 50.386.221.183 54.594.144.345 11.026.319.700
JUMLAH 38.271.913.206 605.492.290.705 655.380.832.559 239.074.765.000

Tahun 2007 dan 2008


2007 2008
KABUPATEN/ KOTA
PAJAK SDA PAJAK SDA
FAK-FAK 36.714.340.744 33.782.631.375,48 6.981.182.074 33.160.613.496
KAIMANA 40.573.852.064 61.828.106.691,40 6.391.752.529 61.253.701.397
WONDAMA 27.148.485.127 10.104.482.374 6.260.652.024 9.971.688.521
BINTUNI 141.215.459.019 12.523.779.985,36 9.112.563.426 12.048.465.450
MANOKWARI 88.043.440.947 19.484.872.595,32 8.300.538.114 18.836.032.735
SORONG 114.426.888.504 46.855.505.700,53 7.884.838.044 47.692.524.416
SORONG SELATAN 65.782.301.569 10.104.482.374 6.372.189.846 9.971.688.521
RAJA AMPAT 58.758.648.981 36.472.086.956,71 6.343.899.072 34.869.592.637
KOTA SORONG 53.293.615.186 10.104.482.374 13.564.664.164 9.971.688.521
JUMLAH 625.957.032.141 241.260.430.427 71.212.279.293 237.775.995.694

127
128

Lampiran 9 Besaran Nilai Indeks Pembangunan Manusia per Kabupaten/Kota di


Provinsi Papua Barat Tahun 2005-2008

WP KABUPATEN/KOTA 2005 2006 2007 2008

I Manokwari 74,3 63,04 64,17 65,46


T. Wondama 60,1 62,48 63,4 64,79
T. Bintuni 60 62,93 64,4 65,29
64,80 62,82 63,99 65,18
II Kota Sorong 74,3 74,89 75,59 76,52
Kab. Sorong 65,5 66,2 67,21 67,82
Sorsel 63,1 63,88 65,38 65,77
Raja Ampat 60,9 62,27 62,47 63,57
65,95 66,81 67,66 68,42
III Fak-fak 67,7 68,31 69,58 70,24
Kaimana 66,9 67,11 68,8 69,29
67,30 67,71 69,19 69,77

Papua Barat 65,87 65,68 66,78 67,64


Lampiran 10 Hasil Perhitungan Indeks Entropi wilayah Kabupaten/Kota berdasarkan Sektor Perekonomian di Provinsi Papua Barat Tahun 2005-
2008
2005 2006 2007 2008
Kabupaten/Kota Entropi Entropi Entropi Entropi Entropi Entropi Entropi Entropi Entropi Entropi Entropi Entropi
Total Max Wilayah Total Max Wilayah Total Max Wilayah Total Max Wilayah
FAK-FAK 1,7925845 2,197225 0,8158404 1,8151051 2,197225 0,8260899 1,838265 2,1972246 0,836631 1,848729 2,197225 0,841393
KAIMANA 1,3927239 2,197225 0,6338559 1,4250840 2,197225 0,6485837 1,465532 2,1972246 0,666992 1,506116 2,197225 0,685463
WONDAMA 0,6627619 2,197225 0,3016359 0,7934654 2,197225 0,3611217 0,851305 2,1972246 0,387446 0,882845 2,197225 0,401800
BINTUNI 1,2054922 2,197225 0,5486432 1,2588455 2,197225 0,5729253 1,280064 2,1972246 0,582582 1,402827 2,197225 0,638454
MANOKWARI 1,7134372 2,197225 0,7798189 1,7282090 2,197225 0,7865418 1,756875 2,1972246 0,799588 1,784092 2,197225 0,811975
SORONG SELATAN 1,3632833 2,197225 0,6204570 1,4030139 2,197225 0,6385392 1,449960 2,1972246 0,659905 1,497052 2,197225 0,681338
SORONG 1,3950153 2,197225 0,6348988 1,4106267 2,197225 0,6420039 1,433904 2,1972246 0,652598 1,427962 2,197225 0,649894
RAJA AMPAT 0,9987731 2,197225 0,4545612 1,0152874 2,197225 0,4620772 1,056771 2,1972246 0,480957 1,082273 2,197225 0,492564
KOTA SORONG 1,9272570 2,197225 0,8771325 1,9220823 2,197225 0,8747774 1,931031 2,1972246 0,878850 1,935045 2,197225 0,880677

129

Anda mungkin juga menyukai