Anda di halaman 1dari 26

TRIASE

A. Definisi Triase
Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya
cedera atau penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat
serta transportasi. Triase dapat dilakukan di dalam rumah sakit maupun
di lapangan. Triase digunakan dalam kegawatan sehari-hari dan dapat
dieskalasikan untuk musibah masal dan bencana. Proses triase inisial
harus dilakukan oleh petugas pertama yang tiba di tempat kejadian dan
tindakan ini harus dinilai ulang terus menerus karena status triase pasien
dapat berubah.
Berbagai macam sistem triase telah digunakan diseluruh dunia
yaitu, The Australian Triase Scale (ATS), The Manchester Triase
Scale (MTS), Emergency Severity Index (ESI), The Canadian Triase
and Acuity Scale (CTAS). CTAS diakui sebagai sistem triase yang
handal dalam penilaian pasien dengan cepat. Emergency Triase
Assessment and Treatment (ETAT) merupakan sistem triase yang
dikeluarkan oleh World Health Organisation (WHO)
Australian Triase Scale (ATS)

ATS merupakan panduan triase yang didesain di ruang


emergency rumah sakit di New Zealand Australia pada tahun 1993.
Kategori dalam ATS didasarkan pada lamanya waktu pasien
menerima tindakan. Dimana skalanya dibagi menjadi 5 yaitu ATS 1
harus segera ditangani (prosentase prioritas 100%), ATS 2
maksimal waktu tunggu 10 menit (prosentase prioritas 80%),
ATS 3 maksimal waktu tunggu 30 menit (prosentase prioritas 75%),
ATS 4 maksimal waktu tunggu 60 menit (prosentase prioritas 70%)
dan ATS 5 maksimal waktu tunggu 120 menit (prosentase prioritas
70%). Waktu tunggu yang melebihi 2 jam menunjukkan
terjadinya kegagalan akses dan kualitas pelayanan. Tata ruang
dan peralatan dalam ATS harus memenuhi standar precaution
(tempat cuci tangan dan sarung tangan), pengukur waktu, alat
komunikasi yang memadai seperti telepon atau intercom dan
fasilitas pendokumentasian triase.

Emergency Severity Index (ESI)

ESI dikembangkan sejak akhir tahun sembilan puluhan di


Amerika Serikat. Sistem ESI bersandar pada perawat dengan
pelatihan triase secara spesifik. Pasien yang masuk digolongkan
dalam ESI 1 sampai ESI 5 sesuai pada kondisi pasien dan sumber
daya rumah sakit yang diperlukan oleh pasien. ESI tidak secara
spesifik mempertimbangkan diagnosis untuk penentuan level triase
dan tidak memberikan batas waktu tegas kapan pasien harus
ditemui dokter.

Emergency Triase Assessment and Treatment (ETAT)

ETAT merupakan sistem triase yang dikeluarkan oleh


WHO dengan memilah penderita berdasarkan tingkat kegawatan dan
prioritas penanganan. Sistem ini membagi penderita menjadi tiga
kategori yaitu tidak mendesak/non urgent, prioritas/ priority sign
dan emergency sign. Kondisi tidak mendesak merupakan kasus non
urgent sehingga dapat menunggu sesuai gilirannya untuk
mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan. Kondisi prioritas atau
priority sign harus diberikan prioritas dalam antrian untuk segera
mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan tanpa ada keterlambatan.
Emergency sign dengan tanda kegawatdaruratan memerlukan
penanganan kegawatdaruratan segera untuk menghindari kematian.

B. Tujuan Triase
Tujuan dari triase adalah mendapatkan hasil yang sebaik
mungkin pada kondisi jumlah pasien besar dengan sarana terbatas.
Penentuan prioritas akan menekan morbiditas, mortalitas, kecacatan.
C. Dasar-Dasar Triase
- Derajat cidera
- Jumlah yang cidera
- Sarana dan kemampuan
- Kemungkinan bertahan hidup

D. Hal-hal yang Dilakukan Saat Triase


- Penilaian tanda vital dan kondisi
- Penilaian tindakan yang diperlukan
- Penilaian harapan hidup
- Penilaian kemampuan medis
- Prioritas penanganan definitive
- Pemberian label

Korban
Korban masal: kejadian atau timbulnya kedaruratan yang
mengakibatkan lebih dari 1 korban yang harus dikelola oleh lebih
dari satu penolong, bukan akibat bencana.
Korban bencana: kedaruratan yang memerlukan penerapan
sistem penanggualngan gawat darurat terpadu sehari-hari

Triase Normal
- Korban dengan cidera berat ditangani lebih dahulu dengan
semua sarana yang ada
- Korban dengan cidera ringan ditolong setelah korban dengan
cidera berat ditangani

Triase Bencana
- Korban dengan cidera paling ringan ditangani terlebih dahulu
dengan sarana minimal yang ada
- Korban dengan cidera paling berat ditolong setelah korban
dengan cidera ringan ditangani
Prioritas Korban
- Prioritas 1: korban kritis akibat cedera atau penyakit yang
mengancam nyawa seperti korban dengan gangguan pernapasan,
perdarahan besar belum terkendali & penurunan status mental.
Contoh: sumbatan jalan nafas, luka tusuk dada, syok,
perdarahan pembuluh nadi, luka bakar yang luas
- Prioritas 2: korban yang membutuhkan pertolongan seperti
korban luka bakar tanpa gangguan napas, cedera alat gerak &
spinal.
Contoh: luka bakar sedang, patah pada tulang besar,
trauma dada/perut, luka robek yang luas, trauma bola mata.
- Prioritas 3: korban yang pertolongannya dapat ditunda seperti
korban cedera yang masih bisa jalan (walking wounded)
Contoh: luka memar dan luka robek ringan, luka bakar ringan
(kecuali pada muka dan tangan)
- Prioritas 4: korban meninggal atau mengalami cedera yang
mematikan(harapan hidup kecil)
Contoh: henti jantung kritis, trauma kritis, radiasi tinggi

Penilaian Penderita Gawat Darurat


- Airway
- Breathing
- Circulation
- Disability
- Exposure
Prosedur START (Simple Triase and Rapid Treatment)
1. Respon
Penolong berteriak kepada para korban agar
mendekatinya dan mengarahkannya ke tempat yang lebih aman.
Korban yang mampu melakukannya berarti hanya mengalami
gangguan kesehatan yang minimal (tidak gawat dan tidak
darurat).
Kemudian penolong mendatangi satu persatu korban
yang tersisa untuk mengetahui respon selanjutnya, apakah
korban yang tersisa tersebut hanya tidak dapat berjalan
mendekati penolong (misal: fraktur ekstremitas bawah) atau
malah ada gangguan yang lebih parah (misal: gangguan
pernafasan, perfusi jaringan, atau status mental yang buruk)

2. Pernapasan
a. Semua pasien diperiksa rata-rata ventilasi dan
keadekuatannya
b. Jika pasien tidak bernafas, periksa apakah ada benda asing
yang menyebabkan obstruksi dan ambil benda asing tersebut
c. Reposisi kepala pasien
d. Jika prosedur di atas tidak membantu inisiasi napas (napas
tetap), tandai (TAG) warna hitam
e. Jika pernapasan >30 / menit, tandai warna merah
f. Jika pernafasan <30 / menit, jangan tandai, teruskan
pemeriksaan perfusi (sirkulasi darah)

3. Perfusi (Waktu Pengisian Kapiler/Capillary Refill)


a. Cara termudah pemeriksaan perfusi adalah pengisian kapiler
b. Jika >2 detik, tandai warna merah
c. Jika <2 detik, jangan tandai, lanjutkan pemeriksaan mental
status
d. Jika pemeriksaan pengisian kapiler tidak ditemukan, palpasi
arteri radialis. Jika palpasi a. Radialis (-), biasanya tekanan
sistolik <80 mmHg. Teknik kontrol pendarahan akan banyak
digunakan misalnya dengan penekanan langsung dan
peninggian ekstremitas bawah.

4. Mental
Penilaian ini digunakan untuk pasien dimana respirasi
dan perfusi adekuat. Untuk menilai, penolong meminta korban
untuk mengikuti perintah sederhana seperti membuka/menutup
mata.
a. Jika pasien tidak dapat mengikuti perintah ini, tandai warna
merah b. Jika pasien dapat mengikuti perintah ini, tandai warna
kuning
- Merah: gawat darurat
Pasien gawat darurat, artinya terancam jiwa atau anggota
badannya (akan menjadi cacat) jika tidak mendapatkan
pertolongan secepatnya.
Kelainan pernafasan (obstruksi jalan nafas, henti nafas,
sukar bernafas berat)
Henti jantung
Pendarahan tak terkontrol atau sudah > 2 liter
Cedera kepala hebat dan korban tidak sadar
Luka dada terbuka dan luka hancur pada abdominopelvic
Syok hebat dan tekanan sistolik kurang dari 80 mmHg
Luka bakar yang mengenai saluran nafas
Serangan jantung, stroke, head stroke, hipotermi
berat, dan masalah medis berat lainnya
Kemungkinan fraktur vertebrae cervical
Luka terbuka pada mata
Fraktur femur dan fraktur tanpa pulsus distal, dll
- Kuning: gawat tetapi tidak darurat
Pasien darurat namun tidak gawat. Gawat
tergantung dari keseriusan luka, darurat tergantung dari
kesegeraan yang dibutuhkan.
Luka bakar hebat
Cedera spinal selain pada cervical
Perdarahan sedang atau sudah < 2 liter
Korban sadar dengan cedera kepala serius
Fraktur multipel (selain di atas)
Cedera bagian belakang
Overdosis obat, dll

- Hijau: tidak gawat darurat


Pasien tidak gawat tidak darurat.
Perdarahan ringan
Fraktur dan cedera jaringan lunak minor
Luka bakar ringan

- Hitam: meninggal
Pasien ada tanda-tanda telah meninggal.
Tidak adanya respirasi dan denyut nadi selama 20 menit
mulai kejadian (kecuali korban tenggelam atau korban
hipotermi ekstrim)
Tidak adanya respirasi dan denyut nadi, serta trauma
yang menyebabkan RJP tidak bisa dilakukan atau tidak
efektif
Dekapitasi (leher putus)
EVAKUASI

A. Evakuasi Medis Darat


Evakuasi medis darat adalah suatu teknik pemindahan korban
dari lokasi kejadian yang berbahaya ke tempat yang memadai untuk
diberi pertolongan atau untuk ditindaklanjuti dengan kondisinya guna
kelaangsungan hidupnya, dengan sebelumnya telah mendapatkan
pertolongan pertama.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan
evakuasi;
- Situasi dan kondisi dalam evakuasi
- Kondisi korban dan kondisi penolong sendiri
- Hal utama yang perlu diperhatikan sebelum melakukan evakuasi
yaitu kontrol keadaan korban secara medis, tapi tetap
disesuaikan dengan kondisi trauma korban

Prinsip utama dari evakuasi medis darat :


- Don’t further harm
- Don’t move casuality unless absolutely necessary
- Don’t endanger yourself
- Explain clearly
- One command

Syarat-syarat sebelum melakukan evakuasi medis darat adalah


dengan melakukan stabilisas, yaitu suatu tindakan yang dilakukan
agar korban menjadi stabil. Hal tersebut meliputi:
- Memastikan tidak adanya gangguan pernafasan
- Nadi korban teratur
- Perdarahan telah dihentikan
- Luka telah di balut
- Bila terjadi patah tulang telah di immobiloisasi, misalnya dengan di
bidai
Sebelum melakukan evakuasi, kita harus menyiapkan :
a. Peralatan pendukung
Peralatan yang dibutuhkan dalam proses evakuasi
harus disesuaikan dengan kondisi korban dan keadaan medan
sekitar korban.
Bila kita hanya melewati jalan setapak yang tidak begitu
terjal atau hutan yang tidak begitu rapat dan kemiringan medan yang
bisa dilewati jalan biasa maka perqlatan yang dibutuhkan:
Tandu
Tali
Pengaman

Bila melewati medan yang sulit maka dibutuhkan peralatan


khusus :
Helikopter
Tali
Tandu
Peralatan pendukung tali (carabiner, webbing, pulley, dll)
biasanya dengan menggunakan vertical rescue

b. Personil

Personil pendukung dalam kegiatan evakuasi harus


disesuaikan dengan kebutuhan dan keterampilan untuk melintasi
medan yang akan di lalui dengan kelenhgkapan tim maka
penanganan evakuasi akan berjalan denhgan lebih baik.

c. Memilih lintasan
Bila kita melakukan kegiatan evakuasi di daerah yang sulit
akan dilalui, kita harus memilih lintasan yang paling ringan dengan
memperhitungkan peralatan dan personil yang tersedia. Sebelum
evakuasi dimulai, harus dilakukan penelitian dan pmebersihan jalur
yang akan dilalui oleh tim survei.
Aturan-aturan dalam melakukan evakuasi:
Aturan umum tentang evakuasi
- Perhatikan kondisi korban, apakah mengalami cedera atau
yang membutuhkan kehati-hatian dalam pengevakuasian
- Bila mungkin, terangkan kepada korban apa yang akan
dilakukan, agar dapat bekerja sama
- Jangan pindahkan korban sendiri kalau bantuan belum tersedia
- Jika beberapa korban melakukan evakuasi, 1 orang
memberikan komando
- Angkat dan bawa korban dengan benar agar tidak mengalami
cedera otot/sendi
- Jangan abaikan keselamatan penolong sendiri
- Tahu kapan penderita harus dipindahkan:
o Bila tidak ada bahaya: beri pertolongan terlebih dahulu,
baru dipindahkan
o Bila ada ancaman bahaya: lakukan pemindahan korban
lebih dahulu, kemudian lakukan pertolongan.

Aturan dalam mengangkat dan menurunkan korban


- Tempatkan posisi kaki senyaman mungkin, salah satu kaki ke
depan guna menjaga keseimbangan
- Tegakkan badan dan tekukkan lutut
- Gunakan otot tungkai, paha dan panggul.
- Pegang korban / balut dengan seluruh jari tangan
- Usahakan badan korban yang diangkat dekat dengan penolong.
- Jika kehilangan keseimbangan / pegangan, letakkan korban, atur
posisi kembali, lalu mulai kembali mengangkat.

Hal-hal yang harus deiperhatikan jika membawa korban dengan


tandu
- Tandu diperiksa dari kerusakan, dicoba apa mampuo menahan
berat korban
- Korban tidak sadar yang dibawa ke tenpat jauh, sebaiknya selalu
diikat
- Penolong yang palign berpengalaman, memberi komando
untuk tiap gerakan
- Kaki korban selalu di depan, kecuali pada keadaan:
o Korban cedera tungkai berat menuruni tangga / turun di
tempat miring
o Korban hipotermia, menuruni tangga / turun di tempat miring
o Korban dengan stroke / kompresi otak
o Tidak boleh diangkat dengan kepala lebih
o Rendah dari kaki

Macam-macam teknik evakuasi:


Evakuasi tanpa menggunakan alat bantu

- Dengan satu penolong:


a. Human crutch
o Kondisi pasien sadar dan dapat berjalan dengan dipapah
o Dapat dikerjakan dengan 1 atau 2 penolong
o Teknik: caranya berdiri di samping bagian yang sakit
(kecuali pada cedera ekstremitas atas), lingkarkan tangan
penolong pada pinggang korban, kalungkan lengan
korban pada leher penolong, lalu genggam pergelangan
tangan korban dengan tangan lain, setelah itu berjalan
secara perlahan mengikuti langhkah korban.
b. Cradle method
o Kondisi pasien sadar
o Dapat dilakukan dengan satu atau dua penolong
o Berat badan korban lebih ringan dari berat penolong
o Perhatikan bila ada cedera spinal
o Teknik: penolong jongkok atau melutut
disamping anak/korban, satu lengan ditempatkan di
bawah paha korban dan lengen lainnya melingkari
punggung. Korban dipegang
dengan mantap dan didekapkan ke tubuh, penolong
berdiri dengan meluruskan lutut dan pingul

c. Pick a bag
o Korban dalam keadaan sadar.
Berat badan korban lebih ringan dari penolong,
Teknik: penolong berjongkok membelakangi korban,
minta korban untuk mengalungkan lengannya ke leher
penolong. Angkat korban secara perlahan, penolong
menyangga korban pada paha. Usahakan agar punggung
penolong tetap lurus
d. Fireman lift

o Digunakan untuk pasien sadar maupun tidak sadar,


dengan syarat tidak terdapat cedera pada servikal, dan
fraktur pada ekstremitas ataupun vertebrae
o Berat badan korban lebih ringan dari penolong\

o Teknik mengangkat korban:


o Teknik menurunkan korban:

e. One rescuer drag


o Digunakan untuk korban sadar maupun tidak sadar
o Lantai dalam kondisi licin dan bebas hambatan
o Tidak untuk pasien cedera servikal maupun fraktur
pada ektremitas atas serta scapulae
o Teknik 1: mengangakangi korban dengan wajah
menghadap ke wajah korban dan tautkan kedua
pergelangan korban dan lingkarkan di leher. Merangkak
secara perlahan-lahan.

o Teknik 2: posisikan korban terlentang dengan tangan


di atas dada. Masukkan tangan pen olong lewat ketiak
korban dan genggam pergelangan tangannya secara
bersilangan.
f. Pack-strap carry
o Untuk korban yang cukup berat denga jarak yang cukup
jauh
o Tidak digunakan untuk korban cedera thorax,
servikal, vertebrae, dan lengan

- Dengan dua penolong


a. Human crutch dengan dua penolong
b. Fore and aft carry
o Dilakukan oleh dua penolong dari depan dan belakang
korban
o Tidak dilakukan pada korban dengan cedera bahu atau
tangan
o Teknik: dudukkan korban, penolong satu berada di
antara kedua paha korban menghadap depan memegang
bawah lutut korban, penolong kedua berada di belakang
memegang korban dari ketiak. Mengangkat korban
bergiliran dari penolong di belakang diikuti penolong di
depan dengan jeda sementara

c. Cradle method dengan dua penolong


d. Two handed set
o Korban sadar
o Dilakukan dengan dua penolong
o Teknik: kedua penolong berjongkok berhadapan dengan tangan
menyilangmembentuk kotak untuk dudukan korban. Tangan korban
memeluk leher penolong dari belakang
- Dengan menggunakan alat bantu
a. Chair carry
o Alat mudah ditemukan dimana saja
o Bukan kursi plastik maupun kursi lipat
o Memindahkan korban dengan kursi
o Hati-hati bila ada cedera spinal
o Perkirakan beban yang daoat dibawa oleh kursi

b. Drag method
o Digunakan untuk korban sadar maupun tidak sadar
o Lantai dalam kondisi licin dan bebas hambatan
o Tidak untuk pasien cedera servikal maupun fraktur pada
ektremitas atas serta scapulae
o Teknik: dengan menyerak korban dengan memberi alas terlebih dahulu
dengan matras atau kain tebak untuk mengurangi gesekan

c. Dengan menggunakan tandu

o Digunakan terutama pada korban-korban yang tidak sadar atau fraktur


pada ektremitas bawah, terutama pada korban cedera servikal
o Curiga korban dengan curiga cedera spinal:
Korban jatuh dari ketinggian
Terdapat cedera supraklavikula
Pernapasan paradoksal
Kelumpuhan anggota gerak
Kecelakaan kecepatan tinggi
Terdapat multipel trauma
o Ciri-ciri pasien cedera servikal
Pasien tidak sadar
Keluar darah dari telinga dan hidung
Luka jejas di sekitar bahu / klavikula
Pernapasan tidak teratur
o Lakukan teknik berikut jika dicurigai terdapat cedera spinal

In line immobilization
Posisi leher dan batang badan harus segaris
Amankan leher dengen neck collar atau yang sejenis (sandal bag)
Jika tidak tesedia, amankan dengan dipegang
Pindahkan dengan log roll
Dikerjakan oleh sekurang-kurangnya tiga penolong
Gunakan scoop stretcher atau spine board untuk
memindahkan korban
Langkah-langkah dalam mengangkat tandu
1. Seorang pengangkat berdiri di keempat ujung tandu. Jika
ada tiga orang, dua berdiri dekat kepala dan satu kaki
2. Semua penganghkat jongkok dan memegang mengikuti aba-aba,
bangkit serentak dan berdiri memegang tandu secara rata
3. Aba-aba selanjutnya semua pengangkat melangkahkan kaki
sebelah dalam dengan lanhgkah pendek
4. Untuk menurunkan korban, para pengangkat berhenti kalau ada
aba-aba. Pada aba-aba berikutnya semua jongkok dan
meletakkan tandu-hati-hati

B. Evakuasi Medis Perairan


1. Tujuan
- Menjelaskan kemampuan yang harus dimiliki petugas penyelamat
- Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap kegiatan
pertolongan di air
- Menjelaskan bahaya-bahaya di air
- Menjelaskan metode pertolongan di air
- Melakukan pertolongan di air
- Menjelaskan teknik self rescue
- Melakukan self rescue dengan life jacket dan tanpa life jacket
- Menjelaskan teknik bertahan dan melepaskan diri saat memberikan
pertolongan
- Dapat melakukan pertolongan dengan carry

2. Pertolongan di Air (Water Rescue)


a. Kemampuan yang harus dimiliki seorang rescuer:
o Mampu berenang dengan baik
o Pengendalian perahu / boat
o Teknik pertolongan
o MFR(Medical First Responder)
o Pengetahuan
o Keahlian / keterampilan dan pengalaman
o Kondisi fisik sehat

b. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kegiatan pertolongan di air:


o Pertimbangkan kemampuan
o Pengetahuan
o Keahlian
o Kesiapan fisik
o Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kegiatan dan pertolongan rescuer
(mental dan fisik)

3. Metode Pertolongan di air


Merupakan tahapan atau urutan untuk memudahkan para penolong
mengingat apa dan bagaimana ketika menghadapi kecelakaan di air.
- R = Reach (Pertolongan yang dilakukan dari / pinggir kolam / dermaga dengan
cara meraih korban karena posisinya dipinggir atau dengan menggunakan alat
sepeti galah, kayu, dan lain-lain)
- T = Throw (Lanjutan dari metode reach dimana pertolongan dengan cara
melempar alat apung dan penolong berada pada daerah aman)
- R = Row (Pertolongan yang dilakukan jika kedua langkah diatas sudah tidak
dapat dilakukan, maka penolong harus mendekat kearah korban dengan
menggunakan kapal kecil untuk mendekat ke korban lalu melakukan reach /
throw)
- G = Go (Pilihan terakhir yang harus dilakukan karena tidak tersedianya
peralatan yang digunakan untuk mendekat dan posisi korban jauh atau tempat
yang tidak memungkinkan untuk menggunakan perahu)
- T = Tow / Carry (Paling beresiko tinggi bagi penolong, karena harus
langsung kontak dengan korban
4. Langkah-Langkah menghadapi Keadaan darurat
- Waktu, adalah sangat penting dalam keadaan darurat, semakin dini
mengenali tanda orang akan tenggelam, semakin besar kesempatan untuk
menyelamatkannya
- Kenali, Penilaian dan menentukan langkah selanjutnya dengan
memperhatikan kondisi sekitar
- Tindakan, berbicara dengan korban, lakukan reach dan throw
kemudian row
- Tindak lanjut

5. Self Rescue
Merupakan usaha mempertahankan diri dengan kemampuan sendiri
dan sarana yang ada di sekitarnya hingga bantuan datang.
- Self Rescue : Tidak menggunakan life jacket
- Self Rescue : Dengan menggunakan life jacket.
- Posisi Help : Mengurangi suhu tubuh yang keluar
- Posisi Hundle : Mengurangi suhu tubuh yang keluar tapi secara
berkelompok.

6. Defends and Release


Merupakan cara bertahan dan melepaskan diri saat melakukan pertolongan
yang mana korban langsung kontak (memegang anggota badan penolong).
4 (empat) teknik defends yaitu:
- Teknik defends Duck Away
- Menghalangi dengan kaki (leg block)
- Menghalangi dengan tangan (arm block)
- Elbow lift (mengangkat siku)

Teknik Release terdiri dari 7 (tujuh) cara, yaitu :


- Double Grasp On One Arm 1
- Double Grasp On Arm
- Front Head Hold 1
- Rear Head Hold 2
- Front Head Hold 3
- Rear Head Hold 1
- Front Head Hold 2
7. Teknik Pertolongan dengan Carry
Merupakan teknik membawa korban dengan kontak langsung sehingga
menambah resiko penolong. Metode ini digunakan ketika :
- Tidak tersedia kapal atau alat bantu lain untuk mendekat.
- Kapal ada tetapi tidak bisa mengemudikan
- Metode Reach, Throw, Row tidak bisa dilaksanakan
- Bila sudah dekat, komunikasi dengan korban.

8. Water Rescue Tujuan Instruksional


- Menjelaskan kemampuan yang harus dimiliki petugas penyelamat
- Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap kegiatan
pertolongan di air
- Menjelaskan bahaya-bahaya di air
- Menjelaskan metode pertolongan di air
- Melakukan pertolongan di air
- Menjelaskan teknik self rescue
- Melakukan self rescue dengan life jacket dan tanpa life jacket
- Menjelaskan teknik bertahan dan melepaskan diri saat memberikan
pertolongan
- Dapat melakukan pertolongan dengan carry.
\

Kemampuan yang harus dimiliki seorang rescuer adalah:


- Mampu berenang dengan baik
- Pengendalian perahu / boat
- Teknik pertolongan
- MFR (Medical First Responder)
- Pengetahuan
- Keahlian/ Keterampilan dan pengalaman
- Kondisi fisik sehat

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kegiatan pertolongan di air adalah :


- Pertimbangkan kemampuan
- Pengetahuan
- Keahlian
- Kesiapan fisik

Anda mungkin juga menyukai