Nanik Yuliati
Dosen pada Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas Jember
Email: nanikyuliati@gmail.com
Abstrak
Tulisan ini menyampaikan gagasan konseptual tentang pendekatan intervensi psikologis untuk
mencegah tindak kekerasan dan tawuran. Rendahnya kemampuan mengambil perspektif
orang lain dalam menyelesaikan masalah dipandang sebagai faktor penyebab. Pendekatan
perkembangan dipandang dan dijadikan sebagai pendekatan alternatif guna meranang
program yang efektif. Kemampuan mengambil perspektif orang lain bukan merupakan
kemampuan bawaan tetapi dapat dipelajari. Pengambilan program pelatihan kemampuan
mengambil perspektif orang lain dapat dijadikan perlakuan alternatif. Program ini sebaiknya
bersifat preventif dan menjadi bagian dari kurikulum sekolah.
Kata kunci: tindak kekerasan pelajar, pencegahan, perspektif taking, pendekatan perkembangan
Abstract
This writing proposed conceptual idea about psychological interviewing approach preventing
violence and fighting. Low of perspective taking in solving problems is viewed as a reason.
Developmental approach is considered to be an alternative approach for effective program
designed. Perspective taking ability is not inherited but learned. Developmental of perspective
taking training program could be an alternative treatment. This program should be preventive
and being part of curriculum. .
upaya-upaya konkrit yang lebih efektif keluarga dan negara melalui biaya yang
guna menangani dan mencegahnya. harus dikeluarkan untuk menangani
Gambaran tentang data tawuran berbagai akibat buruk dari tawuran.
pelajar dapat diikuti beritanya di berbagai Tawuran juga berpotensi mengancam
media masa, alah satunya yang dipandang kinerja akademik dan keberhasilan hidup
terbaru dan terpercaya adalah data yang pelajar yang terlibat. Keterlibatan dalam
dirilis oleh Komnas PA. Sebagaimana berbagai tindak kekerasan dan tawuran
dikemukakan dalam catatan akhir tahunnya menyebabkan pelajar tidak efisien
yang diunggah dalam Blog Komnas-PA menggunakan energinya untuk kegiatan
pada Desember 2011, dalam tahun 2011 yang ada hubungannya dengan belajar.
terjadi 339 kasus tawuran antar pelajar Dengan kata lain mereka tidak
yang menyebabkan 82 orang siswa mengorientasikan dirinya terhadap
meninggal dunia dan selebihnya luka berat. kegiatan akademik dan pada gilirannya
Angka tersebut mengalami peningkatan dapat diramalkan prestasi akademik
yang cukup signifikan dari tahun mereka cenderung rendah. Rendahnya
sebelumnya yang hanya mencapai 128 prestasi akademik ini tentu menjadi akar
kasus. Menurut catatan Komnas PA, dari berbagai permasalahan yang akan
sebagian besar pelaku tawuran adalah muncul kemudian seperti kegagalan-
pelajar tingkat SMP dan SLA. Dalam rilis kegagalan lanjutan, konflik dengan guru
lanjutan Komnas PA juga mengemukakan dan orang tua, dan berkurangnya peluang
data tawuran antar pelajar pada enam bulan karier di masa depan.
pertama tahun 2012, yakni dari bulan Mendidik generasi muda, menjaga
Januari hingga bulan Juni. Antara Januari rasa aman lingkungan, dan menjaga
hingga Juni 2012 Komnas PA mencatat kesatuan bangsa dapat menjadi tanggung
sebanyak 139 kasus tawuran di wilayah jawab semua pihak, namun lembaga
Jakarta yang menyebabkan 12 pelajar pendidikan sekolah memiliki peran yang
meninggal dunia. Jika data itu dihitung sangat penting. Dengan kata lain, berbagai
sampai bulan desembar dari seluruh kota kasus tindak kekerasan dan tawuran antar
yang ada di Indonesia, tentu angkanya pelajar memiliki implikasi langsung pada
akan berlipat ganda. Demikian pula, bila lembaga pendidikan sekolah untuk
melihat trennya, meskipun belum menemukan dan mengembangkan
diperoleh data yang pasti, kasus tindak program-program penanganan dan
kekerasan dan tawuran antar pelajar pada pencegahan yang lebih efektif.
tahun 2013 tentu juga meningkat, Meningkatnya peristiwa kekerasan dan
setidaknya ini bila diperhatikan dari tawuran antar pelajar menjadi indikator
banyaknya tindak kekerasan dan tawuran bahwa program-program intervensi yang
antar pelajar yang diberitakan di media telah dilakukan terbukti tidak efektif.
massa dan belum efektifnya upaya-upaya Bahkan mata pelajaran agama tampak tak
pencegahan yang dilakukan. memberikan pengaruh yang signifikan.
Tidak bisa disangkal bahwa kasus Tulisan ini akan mengemukakan
kekerasan dan tawuran antar pelajar suatu gagasan konseptual tentang suatu
menjadi permasalahan yang perlu pendekatan yang dipandang potensial guna
dipecahkan karena ia tergolong mencegah tindak kekerasan dan tawuran
menyimpang dari berbagai norma (norma antar pelajar, yakni suatu pendekatan
masyarakat, norma hukum, dan norma intervensi yang dirancang berdasarkan
perkembangan), merugikan bukan hanya pendekatan perkembangan. Sesuai dengan
korban tetapi juga pelaku, mengancam rasa konsepsinya, pendekatan perkembangan
aman lingkungan, mengancam kesatuan mengarahkan intervensinya bukan pada
dan pelestarian bangsa, dan merugikan gejalanya tetapi tetapi dengan cara
788
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi 2013, Vol. VI, No.1, Hal: 787-804
789
Mencegah tindak kekerasan dan tawuran antar pelajar melalui pengembangan program pelatihan social perspective taking di sekolah
(Nanik yuliati)
790
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi 2013, Vol. VI, No.1, Hal: 787-804
bertindak agresif sebagai suatu cara atau mempertahankan perilaku agresinya ketika
strategi menangani perasaan-perasaan ia menjadi remaja bahka dewasa. Perilaku
negatifnya. Perilaku agresif ini pada agresi akan digunakan sebagai alat untuk
gilirannya membangkitkan atau memicu memuaskan kebutuhan atau memperoleh
respon negatif yang semakin memperburuk apa yang diinginkan.
perasaan tak menyenangkan yang dialami. Tindak kekerasan atau agresi juga
Mereka kemudian merasionalisasikan bisa dipelajari melalui model. Dalam teori
perilakunya, meyakinkan bahwa belajar sosial dari Bandura (Corey, 2004;
tindakannya masuk akal dan tak Myers, 2010; Nicolson dan Ayers, 2004),
menyimpang dari norma sosial. Agresi dikatakan bahwa individu bisa
dapat juga dipandang sebagai suatu hasil mempelajari perilau dengan cara
hubungan/ikatan yang tidak aman, dan mengamati perilaku orang lain. Jadi,
sebagi akibatnya, remaja tak berkembang remaja bisa bertindak agresif jika ia sering
menjadi orang dewasa dengan model melihat atau diekspos dengan model
hubungan yang penuh kepercayaan. perilaku agresif. Model perilaku agresi ini
Menurut teori perilaku (Dayakisni & dapat bersifat langsung (anak melihat
Hudaniah, 2009; Myers, 2010; Nicolson orang tua, teman, atau orang lain yang
dan Ayers, 2004) – sering juga disebut berindak agresif dan memperoleh apa yang
teori belajar – remaja melakukan tindakan diinginkan bahkan kekuasaan), simbolik
agresi karena mereka telah dibelajarkan (anak melihat contoh perilaku agresi
untuk melakukannya. Pembelajaran ini melalui film, TV, buku, dan majalah), atau
berlangsung melalui mekanisme imajeri (dengan membayangkan). Jadi,
pembiasaan dan pemodelan. Ada dua menurut teori perilaku, remaja dapat
mekanisme pembiasaan, yakni pembiasaan membentuk pola perilaku agresif dengan
klasik yang berkaar pada teori Pavlov dan beberapa cara berikut: (1) bertindak agresif
pembiasaan operan yang berakar pada teori sebagai respon terhadap stimuli yang
Skinner. Dalam pembiasaan Pavlov, memancing tindakan agresi (diejek,
remaja melakukan tindakan agresi sebagai diserang, disakiti, dikecewakan, terancam);
suatu bentuk respon terhadap suatu stimuli. (2) mengatribusikan tindakan agresifnya
Stimuli ini bisa berupa obyek, peristiwa, dengan kesalahan orang lain, atau
atau apa saja yang berpotensi memicu mengklaim bahwa orang lain layak
tindakan agresi. Sebagai contoh, remaja menerima tindakan agresif; (3) bertindak
mungkin melakukan tindakan agresi agresif dan tak menerima hukuman atau
karena dimarahi, disakiti, dibuat frustrasi, sebaliknya malah menerima reward atau
atau melihat sesuatu yang membuat pengauatan dari perilaku agresifnya; (4)
emosinya meninggi dan ia tak bisa menerima hukuman tapi melihat hukuman
mengontrolnya. Sedangkan menurut teori itu sebagai alat untik mengendalikan orang
pengkondisian operan Skinner, remaja lain atau memperoleh sesuatu dari orang
bertindak agresi karena ia tidak pernah lain; (5) mengamati model agresif,
atau jarang memperoleh konsekuensi yang misalnya orang tua, teman, atau orang lain
tepat dari tindakan-tindakan agresi yang baik secara langsung maupun tak langsung
dilakukan sebelumnya. Konsekuensi ini (simbolik), misalnya melalui gambar atau
adalah suatu peristiwa lingkungan yang tayangan di TV; (6) meniru orang lain
terjadi mengikuti tindakan agresi yang bisa yang memperoleh sesuatu yang diinginkan
berupa penguatan atau hukuman. Anak atau hadiah dari perilaku agresifnya.
yang melakukan tindakan agresi dan dapat Dari kognitif (Myers, 2010; Nicolson
memperoleh apa yang ia inginkan atau tak dan Ayers, 2004), diperoleh penjelasan
memperoleh sanksi hukuman dari bahwa perilaku agresi dipengaruhi oleh
lingkungan, akan cenderung cara anak dan remaja mempersepsi dan
791
Mencegah tindak kekerasan dan tawuran antar pelajar melalui pengembangan program pelatihan social perspective taking di sekolah
(Nanik yuliati)
792
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi 2013, Vol. VI, No.1, Hal: 787-804
tawuran akan bisa dihindari, sebaliknya & Selman, 1987; Leadbeater, et all. 1989;
perilaku sosial positif akan berkembang. dalam dalam Karcher, 2002).
Dalam psikologi, konsep yang Memperhatikan bahwa kemampuan
berkaitan dengan kemampuan untuk SPT mempengaruhi keberhasilan (dan
menerima dan menghargai cara pandang kegagalan) dalam interaksi sosial, maka
orang lain disebut dengan kemampuan beberapa ahli mengakui kemampuan ini
mengambil perspektif orang lain (social sebagai salah satu bentuk kompetensi
perspective taking, disingkat SPT). Konsep sosial. Sebagai contoh Steedly, et all.
ini berakar pada teori Robert S. Selman (2008) menegaskan bahwa kemampuan
yang disebut teori perspective taking yang SPT merupakan salah satu keterampilan
juga dikenal dengan teori interpersonal sosial yang telah mendapatkan banyak
understanding. Teori ini dikembangkan perhatian dari para ahli karena potensinya
oleh Selman pertama kali pada tahun 1980 untuk mencegah konflik dan mendorong
berdasarkan teori perkembangan kognitif empati dan perilaku prososial. Hubungan
Jean Piaget dan teori perkembangan moral antara PT dengan kompetensi sosial antara
dari Lawrence Kohlberg. Teori ini lain dapat dicermati dari pernyataan-
dikelompokkan ke dalam teori pernyataan berikut. Misalnya Pronin,
interpersonal yang bersifat perkembangan Puccio, & Ross (2002) yang dikemukakan
(developmental in nature) atau pendekatan kembali oleh Epley, Morewedge, dan
perkembangan (developmental approach). Keysar (2004: 760) memberikan
Menurut teori ini, tindak kekerasan pernyataan berikut,
disebabkan karena rendahnya pemahaman “Successful social interaction often
interpersonal. Pemahaman interpersonal requires an understanding that others
didefinisikan sebagai suatu kemampuan may not interpret the world exactly we
untuk memahami situasi sosial dalam arti as we do. Differeing motivations,
perspektif jamak dari individu-individu expectations, knowedge, or even visual
yang terlibat. Jadi pemahaman perspective can lead people to interpret
interpersonal ditentukan oleh kemampuan the same event very differently, and a
individu untuk mengambil perspektif orang failure to recognize these differences
lain dalam suatu situasi sosial (Karcher & can lead to miscommunications”.
Lewis, 2002). Kemampuan SPT akan Penulis lain, Galinsky, Ku, & Wang
mempengaruhi kesadaran individu tentang (2005) memberikan penjelasan yang lebih
dampak sosial dari perbuatannya. Dalam memadai dengan menyatakan sebaga
teori ini dijelaskan bahwa gangguan berikut,
perilaku terjadi karena adanya defisit “What behaviors, social strategies, and
dalam perkembangan kognitif, dan cognitive processes are available to aid
perkembangan kognitif ini mempengaruhi in the pursuit of social bond? We
pemahaman interpersonal dan SPT. proposes that one simple yet vital
Individu dengan kemampuan SPT tinggi strategy for smoothing the cogs of
cenderung kurang mungkin terlibat dalam social interaction and building social
berbagai tindakan kenakalan, agresi, dan bonds is perspective taking. ...cognitive
kekerasan (Karcher & Lewis, 2002). consequences of perspective taking are
Remaja yang mengalami gangguan a critical mechanism behind its ability
emosional, terlibat dalam berbagai to facilitate social coordination and
tindakan agresi, dan menarik diri seringkali foster social bonds (h.110).”
memperlihatkan kesenjangan yang lebar “.... perspective- taking, having long
antara kemampuan SPT dan strategi been recognized as critical to proper
negosiasi dalam memecahkan konflik atau social functioning, is a key ingredient
masalah interpersonal (Beardslee, Schultz, in the reduction of interprsonal conflict
793
Mencegah tindak kekerasan dan tawuran antar pelajar melalui pengembangan program pelatihan social perspective taking di sekolah
(Nanik yuliati)
794
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi 2013, Vol. VI, No.1, Hal: 787-804
795
Mencegah tindak kekerasan dan tawuran antar pelajar melalui pengembangan program pelatihan social perspective taking di sekolah
(Nanik yuliati)
796
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi 2013, Vol. VI, No.1, Hal: 787-804
797
Mencegah tindak kekerasan dan tawuran antar pelajar melalui pengembangan program pelatihan social perspective taking di sekolah
(Nanik yuliati)
799
Mencegah tindak kekerasan dan tawuran antar pelajar melalui pengembangan program pelatihan social perspective taking di sekolah
(Nanik yuliati)
800
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi 2013, Vol. VI, No.1, Hal: 787-804
801
Mencegah tindak kekerasan dan tawuran antar pelajar melalui pengembangan program pelatihan social perspective taking di sekolah
(Nanik yuliati)
802
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi 2013, Vol. VI, No.1, Hal: 787-804
803
Mencegah tindak kekerasan dan tawuran antar pelajar melalui pengembangan program pelatihan social perspective taking di sekolah
(Nanik yuliati)
Selman, R.L., & Schultz. L.H. (1990). Steedley, K.M., Schwartz, A.S., Levin, M.,
Making friend in youth: & Luke, S.D. (2011). Social skills
Developmental theory and pair- and academic acheveent. Evidence
therapy. Chicago, IL: University of for Education, Vol. III, Issue 2.
Chicago Press. Stenberg, L. 2002. Adolescence. Sixt ed.
Selman, R.L. (2003). The promotion of International Edition. Boston:
social awareness: Powerful lesson McGraw Hill.
from the partnership of Thompson, C.L., Rudolph, L.B., &
developmental theory and classroom Anderson, D. (2004). Counseling
practice. New York: Russel Sage Children. 6th. Ed. Australia:
Foundation. Thompson, Brook/Cole
Schultz, L.H., & Selman, R.L. (1989). .
Bridging the gap between
interpersonal thought and action in
early adolescence. The role of
psychodinamic processes.
Development and Psychopathology,
1¸133-152.
804