Anda di halaman 1dari 18

MENCEGAH TINDAK KEKERASAN DAN TAWURAN ANTAR PELAJAR

MELALUI PENGEMBANGAN PROGRAM PELATIHAN SOCIAL PERSPECTIVE


TAKING DI SEKOLAH

Nanik Yuliati
Dosen pada Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas Jember
Email: nanikyuliati@gmail.com

Abstrak

Tulisan ini menyampaikan gagasan konseptual tentang pendekatan intervensi psikologis untuk
mencegah tindak kekerasan dan tawuran. Rendahnya kemampuan mengambil perspektif
orang lain dalam menyelesaikan masalah dipandang sebagai faktor penyebab. Pendekatan
perkembangan dipandang dan dijadikan sebagai pendekatan alternatif guna meranang
program yang efektif. Kemampuan mengambil perspektif orang lain bukan merupakan
kemampuan bawaan tetapi dapat dipelajari. Pengambilan program pelatihan kemampuan
mengambil perspektif orang lain dapat dijadikan perlakuan alternatif. Program ini sebaiknya
bersifat preventif dan menjadi bagian dari kurikulum sekolah.

Kata kunci: tindak kekerasan pelajar, pencegahan, perspektif taking, pendekatan perkembangan

Abstract

This writing proposed conceptual idea about psychological interviewing approach preventing
violence and fighting. Low of perspective taking in solving problems is viewed as a reason.
Developmental approach is considered to be an alternative approach for effective program
designed. Perspective taking ability is not inherited but learned. Developmental of perspective
taking training program could be an alternative treatment. This program should be preventive
and being part of curriculum. .

Keywords: student violence, preventive, perspektif taking, development approach,

terjadi pada beberapa tahun belakangan ini


dinilai oleh banyak pihak telah melampaui
PENDAHULUAN
batas dan berpotensi mengancam rasa
Maraknya peristiwa tawuran antar aman lingkungan dan kesatuan bangsa.
pelajar di berbagai kota di Indonesia, Dikemukakan oleh Kominisi Nasional
khususnya yang dilakukan oleh kaum Perlindungan Anak (Komnas-PA) dalam
pelajar di tingkat SMP dan SLA, menjadi catatan akhit tahunnya yang diunggah
fenomena yang sering muncul menjadi dalam Blog Komnas-PA pada Desember
berita utama di berbagai media massa. 2011, bahwa kasus kekerasan dan tawuran
Meskipun tawuran antar pelajar itu sendiri antar pelajar menjadi fenomena sosial yang
bukan hal yang baru dalam sejarah banyak mendapat sorotan dan perhatian
perkembangan manusia, namun yang masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan
Mencegah tindak kekerasan dan tawuran antar pelajar melalui pengembangan program pelatihan social perspective taking di sekolah
(Nanik yuliati)

upaya-upaya konkrit yang lebih efektif keluarga dan negara melalui biaya yang
guna menangani dan mencegahnya. harus dikeluarkan untuk menangani
Gambaran tentang data tawuran berbagai akibat buruk dari tawuran.
pelajar dapat diikuti beritanya di berbagai Tawuran juga berpotensi mengancam
media masa, alah satunya yang dipandang kinerja akademik dan keberhasilan hidup
terbaru dan terpercaya adalah data yang pelajar yang terlibat. Keterlibatan dalam
dirilis oleh Komnas PA. Sebagaimana berbagai tindak kekerasan dan tawuran
dikemukakan dalam catatan akhir tahunnya menyebabkan pelajar tidak efisien
yang diunggah dalam Blog Komnas-PA menggunakan energinya untuk kegiatan
pada Desember 2011, dalam tahun 2011 yang ada hubungannya dengan belajar.
terjadi 339 kasus tawuran antar pelajar Dengan kata lain mereka tidak
yang menyebabkan 82 orang siswa mengorientasikan dirinya terhadap
meninggal dunia dan selebihnya luka berat. kegiatan akademik dan pada gilirannya
Angka tersebut mengalami peningkatan dapat diramalkan prestasi akademik
yang cukup signifikan dari tahun mereka cenderung rendah. Rendahnya
sebelumnya yang hanya mencapai 128 prestasi akademik ini tentu menjadi akar
kasus. Menurut catatan Komnas PA, dari berbagai permasalahan yang akan
sebagian besar pelaku tawuran adalah muncul kemudian seperti kegagalan-
pelajar tingkat SMP dan SLA. Dalam rilis kegagalan lanjutan, konflik dengan guru
lanjutan Komnas PA juga mengemukakan dan orang tua, dan berkurangnya peluang
data tawuran antar pelajar pada enam bulan karier di masa depan.
pertama tahun 2012, yakni dari bulan Mendidik generasi muda, menjaga
Januari hingga bulan Juni. Antara Januari rasa aman lingkungan, dan menjaga
hingga Juni 2012 Komnas PA mencatat kesatuan bangsa dapat menjadi tanggung
sebanyak 139 kasus tawuran di wilayah jawab semua pihak, namun lembaga
Jakarta yang menyebabkan 12 pelajar pendidikan sekolah memiliki peran yang
meninggal dunia. Jika data itu dihitung sangat penting. Dengan kata lain, berbagai
sampai bulan desembar dari seluruh kota kasus tindak kekerasan dan tawuran antar
yang ada di Indonesia, tentu angkanya pelajar memiliki implikasi langsung pada
akan berlipat ganda. Demikian pula, bila lembaga pendidikan sekolah untuk
melihat trennya, meskipun belum menemukan dan mengembangkan
diperoleh data yang pasti, kasus tindak program-program penanganan dan
kekerasan dan tawuran antar pelajar pada pencegahan yang lebih efektif.
tahun 2013 tentu juga meningkat, Meningkatnya peristiwa kekerasan dan
setidaknya ini bila diperhatikan dari tawuran antar pelajar menjadi indikator
banyaknya tindak kekerasan dan tawuran bahwa program-program intervensi yang
antar pelajar yang diberitakan di media telah dilakukan terbukti tidak efektif.
massa dan belum efektifnya upaya-upaya Bahkan mata pelajaran agama tampak tak
pencegahan yang dilakukan. memberikan pengaruh yang signifikan.
Tidak bisa disangkal bahwa kasus Tulisan ini akan mengemukakan
kekerasan dan tawuran antar pelajar suatu gagasan konseptual tentang suatu
menjadi permasalahan yang perlu pendekatan yang dipandang potensial guna
dipecahkan karena ia tergolong mencegah tindak kekerasan dan tawuran
menyimpang dari berbagai norma (norma antar pelajar, yakni suatu pendekatan
masyarakat, norma hukum, dan norma intervensi yang dirancang berdasarkan
perkembangan), merugikan bukan hanya pendekatan perkembangan. Sesuai dengan
korban tetapi juga pelaku, mengancam rasa konsepsinya, pendekatan perkembangan
aman lingkungan, mengancam kesatuan mengarahkan intervensinya bukan pada
dan pelestarian bangsa, dan merugikan gejalanya tetapi tetapi dengan cara

788
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi 2013, Vol. VI, No.1, Hal: 787-804

memodifikasi faktor-faktor yang merupakan bentuk tindakan agresi


menyebabkan terjadinya gejala itu (Lerner (Steinberg, 2002). Banyak ahli psikologi
& Hultsch, 1982; Papalia & Olds, 1995). yang mengklasifikasikan gangguan
Jadi, intervensi bersifat tidak langsung. perilaku ke dalam dua arah, gangguan
Faktor-faktor tersebut bisa berupa yang dirasakan sendiri (internalize/inward
hambatan dalam perkembangan aspek fisik, disorder) dan yang dimanifestasikan ke
kognitif, dan sosial. Tulisan ini tidak akan luar (externalized/outward disorder); dan
menguraikan hubungan antara tindak agresi merupakan salah satu bentuk
kekerasan dan tawuran dengan hambatan gangguan perilaku yang dimanifestasikan
semua aspek perkembangan, tatapi hanya ke luar. Dari beberapa definisi perilaku
akan membatasi pada hambatan agresi yang dikaji, misalnya definisi dari
perkembangan aspek kognitif. Hambatan Hetherington (1993), Berkowitz (1995),
kognitif berkaitan dengan hambatan dan Baron (2002) semuanya menegaskan
kemampuan berpikir dan melakukan tugas- bahwa perilaku agresi merupakan suatu
tugas pemahaman dan penalaran. Dalam tindakan yang bertujuan untuk menyerang,
hubungannya dengan konteks sosial atau melukai atau menyakiti, dan mengancam
hubungan antara individu dengan orang atau membahayakan orang lain. Seperti
lain – hubungan interpersonal atau juga ditegaskan oleh Nicolson dan Ayers
interaksi sosial - kemampuan kognitif yang (2004) bahwa konsep perilaku agresi
memainkan peran penting dalam merupakan suatu bentuk manifestasi keluar
mempengaruhi kualitas hubungan atau dari permusuhan terhadap orang lain dan
tindakan agresif adalah kemampuan dalam keinginan untuk membahayakan orang lain.
mengambil perspektif orang lain. Dalam Agresi yang terjadi pada periode remaja
literatur psikologi edisi bahasa asing juga sering disebut sebagai gangguan
(Inggris), kemampuan ini populer dengan perilaku (conduct disorder).
nama perspective taking. Menurut Nicolson dan Ayers (2004),
demikianpun dari fakta-fakta yang dapat
Konsepsi dan Teori tentang Tindak
kita amati, remaja dapat melakukan
Kekerasan dan Tawuran
tindakan agresif di dalam konteks
Dalam Kamus Besar Bahasa keluarga, sekolah, dan masyarakat. Remaja
Indonesia istilah tawuran digunakan untuk seperti itu senang melanggar aturan,
menggambarkan suatu peristiwa mengambil resiko, melawan otoritas,
perkelahian yang dilakukan secara destruktif, curang, dan kejam. Mereka
beramai-ramai. Sedangkan tindak gampang marah, impulsif, dan seringkali
kekerasan adalah tindakan yang bertujuan terlibat konflik dengan kelompoknya,
menyerang, melukai, dan membahayakan orang tua dan guru, mencuri, membolos
orang lain. Pengertian ini sepertinya tidak sekolah, meninggakan (lari dari) rumah,
berbeda dengan apa yang digunakan oleh merusak lingkungan, dan sering berurusan
media yang memberiterakan peristiwa dengan hukum dan pihak kemananan.
perkelahian antar sejumlah orang dengan Dikatakan oleh Menurut Nicolson dan
istilah tawuran. Dalam kehidupan sehari- Ayers (2004) dan beberapa hasil penelitian
haripun ketika kita mendengar atau yang dilaporkan oleh Steinberg (2002)
menyebut tawuran, yang terlintas di benak menyatakan bahwa agresi lebih umum
kita adalah perkelahian antar kelompok pada remaja laki-laki dibandingkan pada
atau yang melibatkan beberapa orang. remaja putri dan seringkali berhubungan
Jika dikaji dalam literatur psikologi, dengan gangguan emosi seperti perasaan
berdasarkan pada karakteristik yang cemas dan depresi. Agresi bisa bersifat
inheren di dalam tindak kekerasan dan defensif (tidakan agresi bertujua untuk
tawuran, tindak kekerasan dan tawuran mempertahankan diri dari serangan orang

789
Mencegah tindak kekerasan dan tawuran antar pelajar melalui pengembangan program pelatihan social perspective taking di sekolah
(Nanik yuliati)

lan), agresi instrumental (untuk memilii kemudian menarik kesimpulan dan


atau menguasai sesuatu obyek atau membangun teori. Melalui penalaran
wilayah), dan emosional (bertujuan deduktif kita dapat membuat penjelasan
mengancam, membahayakan, menyerang suatu gejala dengan menggunakan teori-
orang lain). Perilaku agresi dapat teori yang sudah ada. Teori ini kita
diekspresikan secara verbal maupun fisik. gunakan sebagai kerangka berpikir atau
Banyak ahli setuju bahwa perilaku sebagai paradigma (cara memandang)
agresi lebih menggejala pada periode sesuatu (Kuhn, 2005), misalnya
remaja dibandingkan dengan periode memandang gejala agresi. Dalam bidang
lainnya (periode anak atau dewasa). intervensi psikologis, penggunaan teori
Perilaku agresi yang dilakukan oleh remaja atau paradigma dalam penalaran deduktif
merupakan salah satu bentuk dari tindak bukan hanya bermanfaat untuk
kenakalan. Namun demikian, ini tidak memperoleh penjelasan suatu gejala tetapi
berarti bahwa agresi pada periode remaja juga untuk merancang program intervensi
bukan merupakan suatu gejala yang guna mengubah gejala tersebut. Berikut
normatif. Artinya, tindakan agresi bukan adalah beberapa contoh teori yang
merupakan konsekuensi langsung dari menjelaskan tentang perilak agresi.
perubahan-perubahan yang terjadi pada Menurut teori psikodinamika
periode remaja. Remaja yang melakukan (Nicolson dan Ayers, 2004), semua bentuk
agresi tergolong menyimpang. Bahkan perilaku dikendalikan oleh dorongan
tindakan kenakalan itu sendiri juga bukan bawah sadar (tak disadari). Ketika lahir,
merupakan suatu bagian dari manusia memiliki dua buah dorongan
perkembangan. Jika kenakalan – termasuk bawah sadar, yakni instink hidup dan
di dalamnya tindakan agresi – merupakan instink mati. Setiap dorongan menunut
bagian dari perkembangan, tentu semua untuk dipuaskan dan jika mengalami
remaja dari berbagai kelompok pupulasi hambatan orang akan mngalami
dan budaya akan melakukan tindak ketegangan, da setiap orang cendrung ing
kenakalan. Faktanya, tak semua remaja menghindari ketegangan yang dirasakan
terlibat dalam tindak kenakalan dan dapat sebagai suatu keadaan tak menyenangkan.
melewati masa remaja tanpa melakukan Perilaku agresi dikendalikan oleh instink
tindakan-tindakan yang merugikan dirinya mati. Dalam proses perkembangannya
sendiri maupun lingkungannya. Jadi teori manusia membentuk kendali diri (ego) dan
William Stern – teori kelebihan hormon nilai moral atau kata hati (super ego).
(hormon ragging) – yang menyatakan Ketiganya disebut sebagai tiga aspek
bahwa adalah wajar bagai remaja struktur kepribadian. Ego berfungsi
melakukan berbagai tindak kenakalan mengontrol dorongan-dorongan, termasuk
(melanggar hukum) karena mereka mengarahkan dorongan agresi pada
kelebihan energi karena melimpahnya saluran-saluran (aktivitas) yang lebih dapat
produksi hormon dan tindak kenakalan diterima secara sosial (sesuai standar moral
merupakan bagian dari penyaluran energi dalam super ego). Pengalaman penolakan,
tersebut – yang awalnya populer, sekarang penghindaran, kekerasan atau tekanan
ini tidak bisa diterima. yang dialami oleh individu pada masa anak
Lalu, apa yang menyebabkan banyak dapat memberikan pengaruh negatif pada
remaja melakukan tindakan agresi? Untuk kendali diri dan adaptasi terhadap norma
memperoleh jawaban ilmiah tentang sosial. Remaja yang bertindak secara
pertanyaan ini, dapat digunakan dua model agresif mungkin sebagai upaya untuk
penalaran, yakni induktif dan deduktif. melindungi dirnya dari penderitaan
Melalui penalaran induktif kita perlu (tekanan) psikologis yang muncul dari
mengumpulkan bukti-bukti dilapangan konflik-konflik yang tak disadari. Mereka

790
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi 2013, Vol. VI, No.1, Hal: 787-804

bertindak agresif sebagai suatu cara atau mempertahankan perilaku agresinya ketika
strategi menangani perasaan-perasaan ia menjadi remaja bahka dewasa. Perilaku
negatifnya. Perilaku agresif ini pada agresi akan digunakan sebagai alat untuk
gilirannya membangkitkan atau memicu memuaskan kebutuhan atau memperoleh
respon negatif yang semakin memperburuk apa yang diinginkan.
perasaan tak menyenangkan yang dialami. Tindak kekerasan atau agresi juga
Mereka kemudian merasionalisasikan bisa dipelajari melalui model. Dalam teori
perilakunya, meyakinkan bahwa belajar sosial dari Bandura (Corey, 2004;
tindakannya masuk akal dan tak Myers, 2010; Nicolson dan Ayers, 2004),
menyimpang dari norma sosial. Agresi dikatakan bahwa individu bisa
dapat juga dipandang sebagai suatu hasil mempelajari perilau dengan cara
hubungan/ikatan yang tidak aman, dan mengamati perilaku orang lain. Jadi,
sebagi akibatnya, remaja tak berkembang remaja bisa bertindak agresif jika ia sering
menjadi orang dewasa dengan model melihat atau diekspos dengan model
hubungan yang penuh kepercayaan. perilaku agresif. Model perilaku agresi ini
Menurut teori perilaku (Dayakisni & dapat bersifat langsung (anak melihat
Hudaniah, 2009; Myers, 2010; Nicolson orang tua, teman, atau orang lain yang
dan Ayers, 2004) – sering juga disebut berindak agresif dan memperoleh apa yang
teori belajar – remaja melakukan tindakan diinginkan bahkan kekuasaan), simbolik
agresi karena mereka telah dibelajarkan (anak melihat contoh perilaku agresi
untuk melakukannya. Pembelajaran ini melalui film, TV, buku, dan majalah), atau
berlangsung melalui mekanisme imajeri (dengan membayangkan). Jadi,
pembiasaan dan pemodelan. Ada dua menurut teori perilaku, remaja dapat
mekanisme pembiasaan, yakni pembiasaan membentuk pola perilaku agresif dengan
klasik yang berkaar pada teori Pavlov dan beberapa cara berikut: (1) bertindak agresif
pembiasaan operan yang berakar pada teori sebagai respon terhadap stimuli yang
Skinner. Dalam pembiasaan Pavlov, memancing tindakan agresi (diejek,
remaja melakukan tindakan agresi sebagai diserang, disakiti, dikecewakan, terancam);
suatu bentuk respon terhadap suatu stimuli. (2) mengatribusikan tindakan agresifnya
Stimuli ini bisa berupa obyek, peristiwa, dengan kesalahan orang lain, atau
atau apa saja yang berpotensi memicu mengklaim bahwa orang lain layak
tindakan agresi. Sebagai contoh, remaja menerima tindakan agresif; (3) bertindak
mungkin melakukan tindakan agresi agresif dan tak menerima hukuman atau
karena dimarahi, disakiti, dibuat frustrasi, sebaliknya malah menerima reward atau
atau melihat sesuatu yang membuat pengauatan dari perilaku agresifnya; (4)
emosinya meninggi dan ia tak bisa menerima hukuman tapi melihat hukuman
mengontrolnya. Sedangkan menurut teori itu sebagai alat untik mengendalikan orang
pengkondisian operan Skinner, remaja lain atau memperoleh sesuatu dari orang
bertindak agresi karena ia tidak pernah lain; (5) mengamati model agresif,
atau jarang memperoleh konsekuensi yang misalnya orang tua, teman, atau orang lain
tepat dari tindakan-tindakan agresi yang baik secara langsung maupun tak langsung
dilakukan sebelumnya. Konsekuensi ini (simbolik), misalnya melalui gambar atau
adalah suatu peristiwa lingkungan yang tayangan di TV; (6) meniru orang lain
terjadi mengikuti tindakan agresi yang bisa yang memperoleh sesuatu yang diinginkan
berupa penguatan atau hukuman. Anak atau hadiah dari perilaku agresifnya.
yang melakukan tindakan agresi dan dapat Dari kognitif (Myers, 2010; Nicolson
memperoleh apa yang ia inginkan atau tak dan Ayers, 2004), diperoleh penjelasan
memperoleh sanksi hukuman dari bahwa perilaku agresi dipengaruhi oleh
lingkungan, akan cenderung cara anak dan remaja mempersepsi dan

791
Mencegah tindak kekerasan dan tawuran antar pelajar melalui pengembangan program pelatihan social perspective taking di sekolah
(Nanik yuliati)

memahami perilakunya dan oleh karena itu Meskipun berbagai tindakan


tindakan agresif tergantung pada kekerasan dan tawuran (agresi anti sosial)
perkembangan kognitif, khususnya dapat dijelaskan dengan menggunakan
penilaian kognitif. Remaja yang bertindak berbagai teori, seperti telah dikemukakan
agresif seringkali gagal untuk mendeteksi pada bagian awal, tulisan ini hanya akan
pola-pola perilaku positif atau negatif dan mengemukakan suatu solusi dari
mereka seringkali membuat penilaian pendekatan perkembangan. Pendekatan
secara bias dan menempatkan kesalahan perkembangan mengajukan formulasi
pada orang lain bagi tindakan agresinya. klinis bahwa untuk mendorong
Agresi juga berhubungan dengan perkembangan (menangani perilaku
rendahnya keterampilan atau kompetensi menyimang) maka program intervensi
sosial (Nicolson dan Ayers, 2004). perlu diarahkan pada upaya memodifikasi
Ketrampilan sosial merupakan aspek faktor-faktor yang menghambat
penting guna membangun perilaku sosial perkembangan (mempengaruhi perilaku
positif atau interaksi interpersonal yang menyimpang). Suatu gangguan perilaku
efektif. Banyak ahli telah menyebutkan, bisa terbentkuk karena adanya hambatan
demikian pun banyak hasil penelitian telah dalam perkembangan aspek fisik, kognitif,
memberikan bukti empiris, bahwa dan sosial. Dalam konteks ini akan lebih
rendahnya keterampian sosial dapat menekankan pada hambatan kognitif.
menjadi sumber krusial yang memicu Banyak pendapat yang menyatakan
tindak kekerasan. Keterampilan sosial dan hasil penelitian yang membuktikan
memiliki nilai terapeutik untuk mencegah bahwa berbagai bentuk gangguan perilaku
kekerasan dan sebaliknya, mendorong – termasuk di dalamnya tindak kekerasan –
kedamaian. Para ahli psikologi sekolah bersumber pada rendahnya kemampuan
yang tergabung dalam asosiasi nasional kognitif. Kemampuan ini berhubungan
psikolog sekolah di Amerika (2002), telah dengan cara-cara individu mempersepsi
mengakui bahwa keterampilan sosial atau memahami orang lain dalam suatu
merupakan salah satu faktor individu yang situasi hubungan atau interaksi sosial-
mempengaruhi keberhasilan hidup karena interpersonal. Jika individu dapat
ia dapat berfungsi membantu individu memahami orang lain – dalam arti
memahami dan menyesuaikan diri dengan perasaan, pikiran, dan tindakannya – maka
berbagai lingkungan sosial, mengetahui ia akan lebih dapat mengendalikan
apa yang harus dikatakan, bagaimana emosinya dan dapat bertindak dalam cara
membuat keputusan yang baik, dan yang tidak merugikan orang lain. Tindak
bagaimana bertindak secara tepat dalam kekerasan dan tawuran terjadi karena
berbagai situasi (Steedly, et all., 2008). masing-masing pihak melihat atau
Siswa yang memiliki keterampilan sosial memahami sesuatu obyek atau peristiwa
tinggi akan lebih mampu untuk membuat secara berbeda. Perbedaan dalam
pilihan sosial yang lebih baik, memahami suatu obyek atau peristiwa ini
meningkatkan hubungan interpersonalnya, terjadi karena orang menggunakan cara
meningatkan keterlibatannya dalam pandang atau perspektif yang berbeda.
kegiatan ekstrakurikuler, dan memfasilitasi Perbedaan cara pandang atau persepsi ini
keberhasilannya di sekolah. disebabkan oleh karena orang memiliki
nilai, pengalaman, dan infomasi yang
Program Pelatihan Pengembangan
berbeda. Nah jika setiap orang memiliki
Kemampuan Perspective Taking Sebagai
kemamluan untuk mengakui dan menerima
Upaya Mencegah Tindak Kekerasan
bahwa setiap orang bisa memiliki cara
dan Tawuran Pelajar Remaja
pandang yang berbeda terhadap sesuatu
yang sama, maka tindak kekerasan dan

792
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi 2013, Vol. VI, No.1, Hal: 787-804

tawuran akan bisa dihindari, sebaliknya & Selman, 1987; Leadbeater, et all. 1989;
perilaku sosial positif akan berkembang. dalam dalam Karcher, 2002).
Dalam psikologi, konsep yang Memperhatikan bahwa kemampuan
berkaitan dengan kemampuan untuk SPT mempengaruhi keberhasilan (dan
menerima dan menghargai cara pandang kegagalan) dalam interaksi sosial, maka
orang lain disebut dengan kemampuan beberapa ahli mengakui kemampuan ini
mengambil perspektif orang lain (social sebagai salah satu bentuk kompetensi
perspective taking, disingkat SPT). Konsep sosial. Sebagai contoh Steedly, et all.
ini berakar pada teori Robert S. Selman (2008) menegaskan bahwa kemampuan
yang disebut teori perspective taking yang SPT merupakan salah satu keterampilan
juga dikenal dengan teori interpersonal sosial yang telah mendapatkan banyak
understanding. Teori ini dikembangkan perhatian dari para ahli karena potensinya
oleh Selman pertama kali pada tahun 1980 untuk mencegah konflik dan mendorong
berdasarkan teori perkembangan kognitif empati dan perilaku prososial. Hubungan
Jean Piaget dan teori perkembangan moral antara PT dengan kompetensi sosial antara
dari Lawrence Kohlberg. Teori ini lain dapat dicermati dari pernyataan-
dikelompokkan ke dalam teori pernyataan berikut. Misalnya Pronin,
interpersonal yang bersifat perkembangan Puccio, & Ross (2002) yang dikemukakan
(developmental in nature) atau pendekatan kembali oleh Epley, Morewedge, dan
perkembangan (developmental approach). Keysar (2004: 760) memberikan
Menurut teori ini, tindak kekerasan pernyataan berikut,
disebabkan karena rendahnya pemahaman “Successful social interaction often
interpersonal. Pemahaman interpersonal requires an understanding that others
didefinisikan sebagai suatu kemampuan may not interpret the world exactly we
untuk memahami situasi sosial dalam arti as we do. Differeing motivations,
perspektif jamak dari individu-individu expectations, knowedge, or even visual
yang terlibat. Jadi pemahaman perspective can lead people to interpret
interpersonal ditentukan oleh kemampuan the same event very differently, and a
individu untuk mengambil perspektif orang failure to recognize these differences
lain dalam suatu situasi sosial (Karcher & can lead to miscommunications”.
Lewis, 2002). Kemampuan SPT akan Penulis lain, Galinsky, Ku, & Wang
mempengaruhi kesadaran individu tentang (2005) memberikan penjelasan yang lebih
dampak sosial dari perbuatannya. Dalam memadai dengan menyatakan sebaga
teori ini dijelaskan bahwa gangguan berikut,
perilaku terjadi karena adanya defisit “What behaviors, social strategies, and
dalam perkembangan kognitif, dan cognitive processes are available to aid
perkembangan kognitif ini mempengaruhi in the pursuit of social bond? We
pemahaman interpersonal dan SPT. proposes that one simple yet vital
Individu dengan kemampuan SPT tinggi strategy for smoothing the cogs of
cenderung kurang mungkin terlibat dalam social interaction and building social
berbagai tindakan kenakalan, agresi, dan bonds is perspective taking. ...cognitive
kekerasan (Karcher & Lewis, 2002). consequences of perspective taking are
Remaja yang mengalami gangguan a critical mechanism behind its ability
emosional, terlibat dalam berbagai to facilitate social coordination and
tindakan agresi, dan menarik diri seringkali foster social bonds (h.110).”
memperlihatkan kesenjangan yang lebar “.... perspective- taking, having long
antara kemampuan SPT dan strategi been recognized as critical to proper
negosiasi dalam memecahkan konflik atau social functioning, is a key ingredient
masalah interpersonal (Beardslee, Schultz, in the reduction of interprsonal conflict

793
Mencegah tindak kekerasan dan tawuran antar pelajar melalui pengembangan program pelatihan social perspective taking di sekolah
(Nanik yuliati)

and the construction, manintenance, memperlihatkan bukti keefektifannya


and preservation of social bonds.From secara empiris. Dari 30 program kemudian
cognitive functioning (Piaget, 1932) to dikelompokkan ke dalam tiga kategori
moral reasoning (Kohlberg, 1976), the besar, yakni: program anti kekerasan
ability to entertain different (antiviolence), pemecahan masalah
perspectives is a crucial mechanism of (conflict resolution), dan penciptaan
successful development and is perdamaian (creating peace). Program anti
oftentimes considered the foundation of kekerasan menunjuk pada upaya
human social capacity (h.111).” menciptakan suatu iklim lingkungan yang
Galinsky, Ku, & Wang juga kondusif yang tidak memicu
mengemukakan temuan penelitian Davis (memprovokasi) tindakan agresi dan
(1983) yang membuktikan bahwa PT kekerasan. Program ini umumnya
berkorelasi positif dengan kompetensi dilakukan dengan mengembangkan norma
sosial. Dalam penelitiannya itu Davis juga perilaku (misalnya aturan kelompok atau
membuat simpulan bahwa PT akan norma pergaulan) dan mengajarkan
memfasilitasi pemenuhan kebutuhan untuk keterampilan kognitif atau bentuk perilaku
memiliki dan untuk membentuk ikatan tertentu (misalnya pengelolaan emosi
sosial dengan orang lain di samping marah) guna membentuk lingkungan yang
meningkatkan a sense of psychological bisa menghambat munculnya perilaku
closeness. agresi dan tindak kekerasan. Program ini
Sejumlah negara telah efektif untuk menurunkan kekerasan
mengembangkan program-program namun belum memberi dampak pada
pelatihan keterampilan sosial guna kedamaian lingkungan.
mencegah atau menghentikan tindak Program yang kedua adalah resolusi
kekerasan yang melibatkan remaja. konflik. Program ini menunjuk pada upaya
Program ini didasarkan pada hasil-hasil menangani konflik-konflik interpersonal
penelitian terdahulu yang membuktikan sehingga emosi marah dan
bahwa tindak kekerasan seringkali kesalahpahaman tidak meningkat menjadi
berhubungan secara negatif dengan tindakan agresi dan kekerasan. Program ini
keterampilan sosial (Clayton, Vill, & membelajarkan langah-langkah dalam
Hunsaker, 2001). Ini mengimplikasikan memecahan masalah atau konflik dalam
bahwa program pencegahan atau cara yang efektif (tidak memicu kekerasan).
penghentian tindak kekerasan dapat Dengan kata lain, program ini memandang
dilakukan dengan mengembangkan keterampilan memecahkan masalah
keterampilan sosial. Remaja dengan sebagai keterampilan sosial yang harus
keterampilan sosial tinggi cenderung diajarkan dan dipraktekkan. Program ini
kurang terlibat dalam tindak kekerasan dan lebih baik dibandingkan program yang
sebaliknya. pertama (program antikekerasan).
Meskipun telah banyak program Program ketiga adalah penciptaan
pelatihan keterampilan sosial dilaksanakan, perdamaian. Program ini dapat melibatkan
keefektfan dari program-program tersebut dua varian program yang lain, namun lebih
bervariasi tergantung dari cara bagaimana cenderung memusatkan perhatian pada
program tersebut dirancang atau pengembangan penghargaan (pencitraan)
dikembangkan. Clayton, Vill, & Hunsaker diri dan hubungan dengan orang lain.
(2001) mereviu beratus-ratus bahkan Pengembangan pencitraan diri dan
ribuan artikel hasil penelitian tentang hubungan dengan orang lain tidak hanya
program pelatihan keterampilan sosial mencegah kekerasan dan menurunkan
guna mencegah tindak kekerasan, dan konflik, tetapi juga menjamin interaksi
menemukan 30 program yang telah penuh damai. Dalam konsep ini,

794
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi 2013, Vol. VI, No.1, Hal: 787-804

perdamaian bukan hanya sekedar tiadanya memperkembangkan ikatan sosial dan


konflik atau kekerasan, namun ia koordinasi sosial (Galinsky, Ku, & Wang,
mencakup pengakuan yang mendalam 2005). Galinsky, Ku, & Wang sendiri
tentang perlunya memberi respek terhadap menyatakan bahwa SPT dapat berfungsi
diri sendiri dan orang lain, dengan diiringi sebagai suatu strategi untuk membangun
oleh nilai, emosi, dan tujuan yang terarah keterikatan sosial dan berfungsi sebagai
pada pembentukan perilaku damai secara perekat dalam interaksi sosial. Ini
proaktif. Jadi, tujuan program ini adalah didasarkan pada suatu pemikiran bahwa
membelajarkan/membentuk perilaku setiap manusia memiliki kebutuhan untuk
altruis dan pengorbanan diri berdasarkan diterima, dihargai, direspek oleh dan
rujukan (referensi) diri dan orang lain dan bergabung dengan orang lain, dan SPT
disertai perasaan cintakasih. Ciri lain dari dapat memenuhi kebutuhan itu. Mereka
program ini adalah sifatnya yang proaktif juga mengatakan bahwa PT dapat
dan mengajarkan individu tentang meningkatkan perilaku stereotip diri dan
bagaimana seharusnya berhubungan menurunkan perilaku stereotipe orang lain.
dengan semua orang lain secara damai dan Masih banyak penelitian-penelitian lain
merespon konflik dengan cara yang kreatif yang memberikan bukti-bukti tentang
tanpa kekerasan. pengaruh positif kemampuan SPT pada
Dari ketiga program terebut, program peningkatan kualitas hubungan sosial-
ke tiga ini diakui sebagai yang paling interpersonal. Jika dirangkumkan,
efektif dibandingkan dengan dua program semuanya itu menyatakan bahwa derajad
yang lain. Itu karena program ketiga bukan kemampuan PT dapat menjadi faktor yang
hanya menghentikan kekerasan tetapi juga dapat mencegah dan menghentikan kognisi
menciptakan perdamaian. Dikemukakan dan motivasi untuk melakukan tindakan-
oleh Clayton, Vill, & Hunsaker (2001) tindakan kekerasan.
bahwa berbagai kualitas perilaku yang Secara konseptual potensi SPT
disebutkan dalam program ketiga ini dalam mempengaruhi kualitas perilaku
berkaitan dengan suatu konstruk psikologis sosial antara lain dapat disimak dari
yang disebut perspective taking. fakta ini definisi tentang SPT itu sendiri. Galinsky,
memperkuat gagasan bahwa Ku, & Wang (2005: 110) menefinisikan
pengembangan kemampuan SPT dapat SPT sebagai “... a process of imagining the
dijadikan sebagai metode guna mencegah world from another’s vantage point or
dan/atau menghentikan tindak kekerasan imagining oneself in another’s shoes.” Jadi
sekaligus mendorong perdamaian pada SPT sebagai suatu proses membayangkan
generasi muda. dunia dari sudut pandang orang lain atau
Sejumlah hasil penelitian juga telah membayangkan diri kita di dalam sepatu
membuktikan bahwa kemampuan SPT orang lain (mungkin maksudnya berusaha
meningkatkan kepedulian empati (O’Brien, menjadi orang lain secara kognitif dan
Konrath, dan Gruhn, 2010), menurunkan emosional). Selman (1980), ahli yang
stereotipe negatif (Weyant, 2007), mengusulkan konstruk SPT,
menjembatani hubungan antara penolakan mendefinisikan SPT sebagai suatu
sosial dan altruise (Zheng Li, 2011), kemampuan manusia yang fundamental
meningkatkan motivasi menolong (Maner, untuk memahami pikiran, kebutuhan,
et all.,2002), menangani hambatan keyakinan orang lain; suatu kemampuan to
motivasi-onal (Trotchell et all., 2011), stand in another shoes, dan
meningkatkan keterampilan berteman, mengimplikasikan adanya pemahaman
hubungan inter-personal, dan perilaku interpersonal yang dapat digunakan oleh
positif di kalangan remaja agresif dan individu untuk membimbing perilakunya
menarik diri (Harton, 2008), (dalam Karcher, 2002:123). Suatu definisi

795
Mencegah tindak kekerasan dan tawuran antar pelajar melalui pengembangan program pelatihan social perspective taking di sekolah
(Nanik yuliati)

yang agak spesifik diberikan oleh Caruso kemampuan keterampilan komunikasi,


(2008) dan Epley, Caruso, & Baseman yakni kemampuan untuk
(2006). Keduanya mendefinisikan SPT mengkomunikasikan perasaan dan
sebagai kemampuan untuk memahami dan pemahaman yang bersumber dari SPT.
menerima perbedaan pendapat/pikiran, Egan (2007) menegaskan bahwa empati
perasaan, dan tindakan orang lain dalam merupakan keterampilan yang dapat
melihat, menginterpretasi, dan merespon dipelajari dan dibelajarkan.
situasi atau obyek yang sama. Jadi, intinya Banyak pendapat dan hasil-hasil
SPT itu merupakan suatu kemampuan penelitian telah membuktikan bahwa
untuk memahami bahwa orang lain bisa empati merupakan aspek komunikasi
memiliki pandangan yang berbeda interpersonal yang mampu mempengaruhi
terhadap suatu obyek yang sama, dan kualitas hubungan interpersonal atau
kemampuan untuk membentuk perilaku interaksi sosial baik dalam seting umum
(respon) yang mengandung penghargaan maupun klinis. Kemampuan empati yang
dan penerimaan terhadap perbedaan itu. tinggi memungkinkan orang tidak hanya
Jadi, PT dapat meniadakan konflik dan bisa memahami keyakinan, sikap, persepsi,
perselisihan; sebaliknya ia dapat dan pandangan-pandangan orang lain
mendorong sikap positif terhadap orang tentang peristiwa-peristiwa dan emosi yang
lain, perilaku prososial, dan tindakan dialami mengkuti keyakinan atau
altruis. Pada gilirannya terciptalah pandangan-pandangannya itu, tetapi juga
perdamaian antar individu. menyebabkan orng lain merasa dimengerti,
Epley, Caruso, & Baseman (2006) diterima, dan dihargai. Berdasarkan
juga mendefinsikan SPT secara afektif dan pengertiannya itu maka orang yang
kognitif. Secara afektif, ia menunjuk pada memiliki empati tinggi cenderung bisa
kemampuan untuk menilai (to assess) menerima dan menghargai orang lain serta
emosi dan perasaan diri sendiri dan orang tidak melakukan tindakan-tindakan fisik
lain; sedangkan secara kognitif ia maupun verbal yang dapat menyakiti atau
menunjuk pada kemampuan untuk menilai merugikan orang lain. Demikia pula
pikiran, keyakinan, pengetahuan, dan sebaliknya, orang yang merasa diterima
tujuan dari diri sendiri dan orang lain. dan dihargai cenderung membangun
Namun banyak ahli lain yang menyatakan keterikatan yang kuat dengan orang yang
bahwa SPT merupakan komponen afektif mengkomunikasikan empati terhadap
dari empati. Dalam hal ini empati dirinya.
dipandang sebagai suatu konstruk Potensi SPT dalam meningkatkan
psiklologis yang memiliki komponen periaku sosial positif dan menurunkan
kognitif dan afektif. Misalnya Egan (2007) perilaku sosial negatif juga dapat dikaji
mengemukakan dua komponen empati, dari peran SPT dalam strategi negosiasi.
yakni: empati emosional (emotionally Strategi negosiasi adalah suatu ara yang
emphaty), yakni kemampuan untuk digunakan olehb seseorang dalam
dipengaruhi secara emosional oleh kondisi menangani konflik dalam hubungan
orang lain. Sebagai contoh, saya menjadi interpersonal. Banyak ahli berpendapat
sedih ketika melihat orang lain begitu bahwa strategi ini berkorelasi dengan
sedih atau menderita. Komponen kognitif, perkembangan kemampuan SPT. Semakin
Egan menyebutnya sebagai role-taking tinggi kemampuan SPT, semakin efektif
emphaty – role taking adalah istilah lain strategi yang digunakan. Dalam hal ini
dari perspective taking – adalah banyak ahli telah sepakat bahwa
kemampuan untuk memahami orang lain kemampuan SPT – seperti halnya
dalam arti kondisi, kerangka acuan, atau kemampuan empati - merupakan
sudut pandangnya. Jad empati adalah suatu kemampuan yang bukan bersifat bawaan

796
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi 2013, Vol. VI, No.1, Hal: 787-804

tetapi kemampuan yang dapat dipelajari dan kemudian mengajukan pertanyaan.


dan dikembangkan. Kemampuan ini Ceritera tersebut berkaitan dengan seorang
berkembang melalui lima tahapan dan anak (Holly), sebagai berikut:
perkembangan itu dimulai ketika anak “Holly adalah seorang anak
berusia tiga tahun dan mencapai tingkat perempuan yang berusia delapan tahun
matang ketika anak mencapai usia remaja. yang gemar sekalai memanjat pohon,
Tabel 1 berikut menggambarkan tahapan- bahkan ia terkenal sebagai pemanjat
tahapan perkembangan SPT seperti pohon terbaik di lingkungan tempat
dikemukakan dalam teori Selman. tinggalnya. Pada suatu hari ayahnya
melihat Holly jatu dari pohon yang
Tabel 1. Tahapan Perkembangan dipanjatnya. Meskipun Holly tidak
Kemampuan Perspective Taking mengalami cedera yang berarti,
ayahnya sangat cemas dan memaksa
Tahapan Deskripsi Holly berjanji bahwa ia tidak akan
Tingkat 0: Anak mengakui bahwa orang lain
(3-6 th): bisa memiliki pikiran dan perasaan memanjat pohon lagi d, dan Holly
Pandangan yang berbeda dengan dirinya dalam memenuhinya.”
anak melihat suatu hal, tetapi mereka
bersifat seringkali mengalami kebingungan Pada suatu hari, Holly ketemu Togop
egosentris dengan hal itu. yang memberitahukan bahwa anak kucing
Tingkat 1 Anak memahami bahwa terjadinya
(6-8 th.): perbedaan perspektif antara dirinya peliharaan Amir terjebak di atas pohon an
Perspektif dan orang lain dalam melihat hal tak bisa turun. Harus ada yang mau
satu pihak yang sama disebabkan oleh karena
setiap orang memiliki sumber memanjat pohon untuk menyelematkan
informasi yang berbeda anak kucing tersebut, dan Holly adalah
Tingkat 2 Anak dapat melangkah masuk ke
(8-10 th.): dalam pikiran orang lain ("step in satu-satunya anak yang bisa memanjat
Perspektif another person's shoes") dan pohon dan menyelematkan anak kucing
dua pihak memandang pikiran, perasaan, dan
perilakunya dari perspektif orang tersebut. Namun Holly ragu-ragu untuk
lain. Mereka juga mengakui bahwa melakukannya karena ia teringat janjinya
orang lain dapat melakukan hal
yang sama. pada ayahnya.
Tingkat 3 Anak dapat melangkah keluar dari Anak dari usia yang berbeda memberikan
10-12 th.): situasi dua pribadi dan
Perspektif membayangkan bagamana dirinya jawaban yang berbeda. Namun sebenarnya
pihak dan diri orang lain dipandang dari perbedaan jawaban ini tidak bersumber
ketiga sudut pandang pihak ketiga.
Tingkat 4 Individu memahami bahwa pada usianya, namun lebih pada tahapan
(12-15 th. perspektif pihak ke tiga dapat perkembangan kognitif yang terjadi
ke atas.): dipengaruhi oleh satu atau lebih
perspektif sistem nilai masyarakat yang lebih mengikuti usia tersebut. Dalam
taking luas. perkembangan normal, dari usia anak
sosial
(SPT) hingga remaja, pertabahan usia akan
diikuti pertambahan perkembangan
Teori Selman tentang model kognitif. Berikut adalah jawaban yang
perkembangan SPT tersebut banyak diperoleh oleh Selman dari anak-anak dari
dijadikan rujukan oleh penulis-penulis lain kelompok usia berbeda.
dalam bidang teori dan penelitian SPT. Tahap egosentris (tahap 0):
Selman sesungguhnya mengembangkan
modelnya tersebut berdasarkan teori Holly tentu akan menyelamatkan
perkembangan kognitif dari jan Piaget dan anak kucing karena ia tidak ingin anak
teori perkembangan Moral dari Lawrence kucing tersebut celaka, dan ayah Holly
Kohlberg ditambah dengan hasil tentunya akan merasa senang dengan apa
penelitiannya. Untuk melihat yang dilakukan oleh Holly karena ia tentu
perkembangan PT dari tahap ke tahap, juga menyukai anak kucing.
Selman membacakan suatu ceritera kepada Perspektif satu pihak (tahap 1):
subyek dari setiap tahapan kelompok usia

797
Mencegah tindak kekerasan dan tawuran antar pelajar melalui pengembangan program pelatihan social perspective taking di sekolah
(Nanik yuliati)

Ketika ditanya bagaimana reaksi interpersonal dan pemahaman


ayah Holly ketika ia melihat anaknya interpersonal ini menentukan kesadaran
memanjat pohon, anak memberikan individu tentang dampak sosial dari
jawaban berikut: “jika ia tidak tahu perbuatannya. Kesadaran ini akan
sesuatu tentang anak kucing, ia akan marah. menjadi dasar bagi individu untuk
Tetapi jika Holly memperlihatkan anak menggunakan SNI. SNI memiliki dua
kucing itu pada ayahnya, tentu ayahnya kemungkinan arah atau orientasi
akan berubah pikiran dan tidak marah.” interpersonal, yakni: self-transforming (ST)
dan others transforming (OT). Sebagai
Perspektif dua pihak:
contoh, PT egosentris akan mengarahkan
Ketika ditanyakan apakah Holly individu untuk memperlihatkan
berpikir ia akan dihukum oleh ayahnya, pemahaman interpersonal yang tidak
anak menjawab: “Tidak. Holly tahu matang, seperti ketika mereka melakukan
ayahnya akan mengerti mengapa ia suatu tindak kenakalan dan seakan
memanjat pohon.” Respon ini didasarkan mengabaikan bahwa masyarakat umumnya
pada asumsi bahwa sudut pandang Holly menilai tindakan impulsif mereka. Anak-
dipengaruhi oleh kemampuan ayahnya anak seperti ini (impulsif) tampak tidak
untuk mengambil perspektif Holly dan peduli dengan ramifikasi tindakan
memahami mengapa Holly kenakalan mereka. Namun, anak-anak lain
menyelamatkan anak kucing. yang telah mampu untuk
Perspektif pihak ketiga: mengkoordinasikan dua perspektif sosial
secara simultan akan menyadari bahwa
Ketika ditanyakan apakah Holly orang lain memiliki suatu kehidupan
harus dihukum jika ia memanjat pohon, psikologis internal yang tak kasat mata dan
anak menjawab: “Tidak, karena Holly tak dapat disimpulkan secara obyektif.
berpikir bahwa anak kucing tersebut harus keadaran ini akan mengarahkan mereka
diselamatkan. Jadi Holly berpikir bahwa ia untuk melihat norma-norma sosial guna
seharusnya tidak dihukum karena ia memprediksikan suatu tindakan tertentu
memiliki alasan yang baik (melakukan hal dan dampak dari tindakan itu. Juga
yang baik berupa menyelamatkan anak dihipotesiskan bahwa bstrategi negosiasi
kucing).” yang dipraktekkan dalam PC akan
Perspektif taking sosial (SPT): ditransfer kedalam situasi hubungan yang
lain dan hubungan romantik pada periode
Ketika, kepada subyek ditanyakan remaja akhir dan dewasa. Hubungan ini
apakah Holly harus dihukum, mereka diilustrasikan pada tabel 2 berikut:
menjawab: “Tidak. Nilai kemanusiaan
yang mendorong tindakan menyelamatkan Tabel 2. Hubungan antara
anak kucing yang akan perkembangan kemampuan SPT dengan
mempertimbangkan tindakan Holly. penggunaan strategi negosiasi
Apresiasi ayah Holly terhadap nilai interpersonal (SNI), dan orientasi
kemanusiaan ini akan membuatnya tidak interpersonal (OI): self-transforming (ST)
menghukum Holly.” dan others transforming (OT)
Selman (1980, dalam Karcher, 2002)
mengatribusikan setiap tahapan Tahap Perk. Strategi Negosiasi Interpersonal (SNI)
ketrampilan SPT akan mendasari strategi SPT Self- Others-Transforming
Transforming (OT)
negosiasi yang digunakan oleh anak dalam (ST)
menangani konflik interpersonal. Strategi Perspektif Dua belah pihak saling berbagi.
pihak ketiga: Menekankan kebersamaan dalam
ini disebut dengan strategi negosiasi Kolaboratif memenuhi kebutuhan dan memecahkan
interpersonal, disingkat SNI. Keterampilan masalah masalah da membangun perspektif
bersama atau perpektif kita. Di sini setiap
SPT akan mendorong pemahaman
798
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi 2013, Vol. VI, No.1, Hal: 787-804

tindakan selalu dinilai dampaknya pada yang akan diambil dipertimbangkan


hubungan
Perspektif dua Bertanya, barter, Memberikan argumen, dampaknya pada hubungan, dan hanya
pihak: saling mengikuti pihak mempersuasi, tindakan yang menjaga kebersamaan yang
mempengaruhi kedua mengikuti pihak
(resiprokal) pertama akan dipilih untuk dilakukan.
Perspektif satu Patuh, Mendikte, menggertak, Dari apa yang dikemukakan tentang
pihak: menyerah, mempengaruhi
Unilateral menyetujui hubungan antara kemampuan SPT dengan
Perspektif Merengek, Merebut/mengambil, SNI jelas bahwa semakin tinggi
egosentris : bersembunyi, memukul, berjuang
impulsif melarikan diri kemampuan SPT individu, semakin efektif
Diadaptasi dari Karcher (2002). ia menggunakan SNI. Keefektifan ini
ditandai oleh adanya tindakan yang lebih
Dari tabel tersebut dapat dibaca menekan kebersamaan dan menghindari
bahwa pada setiap tahapan perkembangan konflik.
kemampuan SPT berkaitan dengan SNI. Strategi Pengembangan Program
Pada tahap egosentris, individu cenderung
menggunakan strategi impulsif yang antara Dari paparan tentang kemampuan
lain dalam bentuk merengek, lari, atau SPT tersebut dapat dimengerti bahwa
bersembunyi (ST), atau berkelahi, kemampuan SPT bukan merupakan
merebut/merampas, atau memukul (OT). kemampuan bawaan melainkan
Anak yang merengek atau menangis untuk kemampuan yang dapat dikembangkan
memperoleh persetujuan, atau anak yang atau dibelajarkan. Ini mengimplikasikan
lari atau bersembunyi karena telah bahwa sekolah dapat mengembangkan
merusakkan mainan orang lain, atau program-program intervensi guna
anggota DPR yang keluar ruangan (walk mencegah dan menangani berbagai tindak
out) adalah contoh dari SNI-ST. Remaja kekerasan dan/atau tawuran di kalangan
yang merusak fasilitas umum, mengajak pelajar. Cara bagaimana program ini
berkelahi atau memukul temannya untuk dirancang dan dilaksanakan tentu akan
mendapatkan persetujuan atau apa yang ia bervariasi luas tergantung pada kondisi dan
inginkan adalah contoh SNI-OT. kebijakan yang ada pada setiap lembaga
Pada tahap 1, perspektif satu pihak, sekolah. Beberapa strategi bisa ditempuh.
anak menggunakan strategi unilateral. Program pencegahan dan penanganan
Untuk melakukan negosiasi, mereka bisa tindak kekerasan bisa merupakan kurikulm
menggunakan SNI dengan cara menuruti, tersendiri, menjai bagian dari kurikulum
memberi atau mengalah (ST) atau pendidikan karakter, terpadu dengan mata
menguasai, memerintah, menyakiti (OT). pelajaran seperti dalam kurikulum 2013
Pada tahap ke 2, perspektif dua pihak, saat ini, atau menjadi bagian dari program
anak menggunakan strategi resiprokal pelayanan bimbingan dan konseling
dalam bernegosiasi, yakni dengan cara sekolah. Program bisa bersifat preventif
meminta alasan, barter, atau mengikuti (ST) (pencegahan) atau kuratif/remedial
atau dengan cara sebaliknya, yakni (penanggulangan). Namun jika program
membuat argumentasi, mempengaruhi, dimaksudkan sebagai apaya preventif
atau meleburkan dirinya (OT). Pada tahap maka ia harus diprogramkan secara teratur
ketiga, anak sudah mampu untuk dan terstruktur. Berikut adalah aspek yang
bekerjasama dan menggunakan strategi perlu diperhatikan guna memperoleh suatu
kolaboratif. Dalam bernegosiasi semua pro-gram pengembangan PT yang efektif.
pihak yang terlibat dalam interaksi sudah 1. Tujuan Program
dapat berbagi kepentingan, menempatkan Tujuan umum program adalah
kepentingan bersama di atas kepentingan menghentikan potensi tindak kekerasan
individual, dan membangun perspektif di kalangan pelajar. Sedangkan tujuan
bersama (we perspective). Semua tindakan khusunya adalah memberikan intervensi

799
Mencegah tindak kekerasan dan tawuran antar pelajar melalui pengembangan program pelatihan social perspective taking di sekolah
(Nanik yuliati)

psikologis untuk menghentikan potensi 2000). Anak-anak lebih senang


tindak kekerasan dan tawuran pelajar mempelajari keterampilan sosial
dengan cara mengembangkan interpersonal (PT) ketika mereka masih
kemampuan SPT anak-anak. Sifat preventif ini tidak
2. Sifat program hanya dapat mengendalikan tindak
Program bisa bersifat preventif kekerasan tetapi juga mendorong
(pencegahan) atau kuratif kinerja akademik. Seperti dikemukakan
(penyembuhan). Namun program oleh Ellickson (1997), pelatihan
penanggulangan terhadap kekerasan keterampilan sosial untuk anak dan
generasi muda sebaiknya diberikan remaja merupakan suatu strategi yang
sejak awal, bahkan jika mungkin bisa efektif untuk menangani kegagalan
diberikan sejak usia sekolah dasar. Ini sekolah, kecanduan rokok, mariyuana,
setidaknya didasarkan pada alasan dan aktivitas seksual.
berikut. Pertama, pembentukan 3. Struktur Program
keterampilan sosial-interpersonal mulai Program akan lebih efektif dan
belangsung ketika anak berada di efisien jika dilaksanakan di sekolah dan
sekolah dasar. Seperti dikemukakan bukan di luar sekolah. Beberapa
oleh Dusenbery et., all (1997) dalam penelitian telah menyatakan bahwa
Clyton, Bllif-Spanvil, & Hansaker program pencegahan kekerasan lebih
(2001) bahwa pencegahan tindak efektif jika didukung oleh perubahan
kekerasan dan pembentukan perilaku positif dalam lingungan anak
prososial perlu dibelajarkan pada saat (Dusenbury et al., 1997; dalam Clyton,
keterampilan tersebut berada pada tahap Bllif-Spanvil, & Hansaker, 2001).
perkembangan. Beberapa keterampilan Pengembangan perilaku prososial perlu
sosial tertentu, salah satunya ditunjang (dilaksanakan) di dalam suatu
keterampilan PT adalah kurang logis konteks lingkungan yang mendukung.
jika diajarkan pada anak usia dini Lingkungan sekolah lebih mendukung
karena mereka ini termasuk ke dalam dibandingkan lingkungan tempat tinggal.
kelompok yang belum matang baik Sebaliknya, lingkungn di luar sekolah
secara intelektual maupun emosional bahkan di tempat tinggal banyak
(Duesenberry, at all., 1997). Kedua, mengekspos anak dengan berbagai
tindak kekerasan umumnya memiliki model tindak kekerasan. Demikian pula
onset perkembangan dari waktu ke sekolah dapat menjadi tempat pelatihan
waktu; anak usia SD yang senang bagi keterampilan sosial maupun arena
melakukan tindakan kekerasan penerapan keterampilan sosial. Program
cenderung akan memperlihatkan intervensi ini sebaiknya menjadi bagian
perilaku yang sama ketika mereka dari kurikulum sekolah. Jadi program
menjadi remaja dan orang dewasa ini menjadi semacam mata pelajaran
(Grossman et all, 1997; dalam Clyton, yang materinya adalah mengajarkan
Bllif-Spanvil, & Hansaker, 2001). keterampilan sosial (perspective taking).
Intervensi yang diberikan pada usia Fakta yan kita amati saat ini adalah
awal dipandang menjadi metode yang bahwa kurikulum tradisional yang
lebih tepat guna menghentikan tindak mengintegrasikan pendidikan
kekerasan. Ketiga, pengaruh orang moral/karakter dengan mata plajaran
tua/orang dewasa (dalam bentuk terbukti tidak mencukupi untuk
pendidikan) untuk membentuk PT dan mencegah kekerasan para siswa.
keterampilan sosial yang lain kurang Sebagai alternatif, program ini dapat
efektif jika diberikan pada saat remaja dimasukkan ke dalam program
(Howard et., al. 1997, Thornton et al,. bimbingan dan konseling sekolah dan

800
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi 2013, Vol. VI, No.1, Hal: 787-804

menjadi materi dalam kurikulum mengembangkan kemampuan SPT


bimbingan. khususnya untuk anak-anak usia
4. Teknik sekolah dasar yang lebih antusias
Agar efektif maka program tidak merespon metode-metode bermain.
hanya dirancang berdasarkan kerangka Beberapa pendapat juga telah
kerja konseptual yang relevan, tetapi menyatakan dampak positif bermain
juga menggunaan teknik yang tepat pada perkembangan kemampuan
untuk mengimplementasikannya. Dalam kognitif anak.
hal ini telah tersedia sejumlah teknik
SIMPULAN
intervensi dari berbgai pendekatan dan
orientasi teoretik yang dapat digunakan Fenomena tindak kekerasan dan
baik secara tunggal maupun kombinatif. tawuran antara pelajar yang cenderung
Teknik mana yang akan dipilih tentu meningkat baik secara kuantitas dan
harus mempertimbangkan beberapa kualitas pada beberapa tahun belakangan
faktor seperti relevansi teknik dengan ini telah menimbulkan keprihatinan banyak
tujuan dan hasil-hasil penelitian yang pihak dan mendesak untuk metode
telah dilakukan untuk mengiji efikasi penanganan yang lebih efektif. Secara
dari teknik tersebut. Sebagai contoh, khusus, fenomena tindak kekerasan dan
penelitian LeBlanc, Coates, & tawuran antar pelajar memiliki implikasi
Lancaster (2003) telah membuktikan langsung bagi pengembangan program-
keefektifan teknik video modeling dan program intervensi di sekolah.
reinforcement baik secara sendiri Merebaknya fenomena tindak kekerasan
maupun kombinatif untuk dan tawuran pelajar saat ini
membelajarkan kemampuan SPT pada mengindikasikan bahwa program-program
subyek autis yang berusia antara 6-12 intervensi yan telah dilakukan terbukti
tahun. Beberapa penelitian lain juga kurang efektif dan sekola perlu mencari
telah mendukung keefektifan program yang lebih efektif. Pendekatan
penggunaan teknik pemodelan untuk perkembangan, suatu program yang
membelajarkan kemampuan SPT. memberikan intervensi secara tidak
Teknik bermain peran juga terbukti langsung guna menghentikan suatu gejala
efektif untuk meningkatkan SPT. Yang perilaku tak adaptif, yakni dengan
perlu diingat adalah bahwa keefektifan melakukan modifikasi terhadap faktor-
dari suatu metode intervensi yang faktor yang mempengruhi gejala, dapat
dimaksudkan untuk mengembangkan menjadi strategi intervensi alternatif yang
atau membelajarkan PT dapat bervariasi secara teoretik lebih tepat untuk diterapkan
karena berdasarkan pada hasil pada kaum pelajar yang notabene masih
penelitian yang sudah dilakukan berada pada proses perkembangan.
kemampuan PT dipengaruhi oleh Program pelatihan pengembangan
sejumlah faktor seperti budaya (Wu dan kemampuan SPT dipilih sebagai program
Keysar, 2007), usia (Epley & pencegahan yang dinilai efektif untuk
Morewedge, 2004), gender dan etnis mencegah dan bahkan menangani tindak
(O’Brien, Konrath, & Gruhn, 2010), kekerasan. Ini didasarkan pada fakta
self-esteem (Galinsky & Ku, 2004), teoretik dan hasil-hasil penelitian terdahulu.
kemampuan kognitif (Lamm, Batson, Secara teoretik, tindak kekerasan bisa
dan Decety, 2009), kecerdasan atau bersumber pada rendahnya kemampuan
fungsi intelektual (Gore, Barness- pemahaman interpersonal, dan kemampuan
Holmes, & Murphy, 2010). Konseling pemahaman interpersonal ini dipengaruhi
bermain (play therapy) juga potensial oleh keterampilan setiap orang dalam
untuk digunakan sebagai teknik untuk mengambil perspektif orang lain. Jika

801
Mencegah tindak kekerasan dan tawuran antar pelajar melalui pengembangan program pelatihan social perspective taking di sekolah
(Nanik yuliati)

setiap orang dapat mengambil perspektif antiviolence, conflict resolution, and


orang lain, yakni mampu menerima dan peace programs for elementary
menghargai bahwa setiap orang bisa school children. Apllied and
membuat dalam arti apa yang dirasakan, Preventive Psychology, 10, pp. 1-35.
dipikirkan, dan dilakukan, dan kemudian Dayakisni, T., & Hudaniah. (2009).
membuat respon antisipatif sesuai dengan Psikologi Sosial. Edisi revisi.
pemahamannya itu, maka tindak kekerasan Malang: UMM Press.
tidak akan terjadi. Atas dasar pemikiran Egan, G. (2007). The Skilled Helper. A
ini maka program-program pencegahan Systematic Approach to Effective
dan penanganan tindak kekerasan di Helping. California: Brooks/Cole
kalangan pelajar dapat dilakukan melalui Publishing Company.
program pengembangan kemampuan SPT Epley, N., Morewedge, C.K., & Keysar, B.
di sekolah. Secara konseptual kmampuan (2004). Perspective taking in
SPT bukan merupakan kemampuan children and adults: Equivalent
bawaan tetapi kemampuan yang dapat egocentrism but differential
dipelajari atau dibelajarkan. Dengan correction. Journal of Experimental
demikian program pelatihan dapat Social Psychology, 40, 760-768.
digunakan sebagai suatu bentuk Epley, N., Caruso, E, M., & Bazerman
pembelajaran. Agar efektif maka program (2006). When perspective taking
harus dirancang berdasarkan strategi increases taking: Rective egoisme in
tertentu. Strategi ini meliputi pemilihan social interaction. Journal of
pendekatan konseptual, teknik, dan sifat Peronality and Social psychology, 91,
program. Beberapa penelitian terdahulu no. 5., 872-889.
telah membuktikan keefektifan beberapa Epley, N., & Caruso, E,M. (2008).
teknik intervensi seperti pemodelan dan Perspektive-taking: Misstepping
bermain peran untuk melatihkan other’s shoes. Handbook of
kemampuan SPT baik diginakan secara Imagination and mental simulation.
sendiri maupun kombinatif. Berkaitan Nicholas Epley, N., Caruso, E.M., &
dengan sifat program, program yang Bazerman, M.H. (2006). When
bersifat pencegahan lebih ditekankan Perspective Taking Increases Taking:
dibandingkan sifat kuratif. Program ini Reactive egoism in Social Interaction.
sebaiknya dilakukan sejak jenjang Journal of Personality and Social
pendidikan dasar karena beberapa alasan. Psychology, 2006, Vol. 91, No.5, pp.
Pertama bahwa anak yang telah belajar 872-889
melakukan tindak kekerasan akan Galinsky, A.D., Ku, G., & Wang, C.S.
melakaukan hal yang sama ketika ia (2005). Perspektive –Taking and
menjadi remaja dan orang dewasa. Kedua, self-other overlap: Fostering social
usia anak merupakan wakt yang tepat bons and facilitating social
untuk mengembangkan keterampilan sosial. coordination. Group Pocess &
Sifat lainnya adalah bahwa program perlu Intergroup Relations, 8, 109-124.
menjadi bagian dari kurikulum sekolah Galinsky, A.D., & Moskowitz, G.B.
atau menjadi bagian dari kurikulum (2000). Perspective Taking:
bimbingan dan konseling sekolah. Decreasing Stereotype Expression,
Stereotype Accessibility, and In-
DAFTAR PUSTAKA
Group Favoritsm. Journal of
Clayton, C.J. , Ballif-Spanvill, B., & Personality and Social Psychology,
Hunsaker, M.D. (2001). Preventing 2000, Vol. 78, No. 4, pp. 708-724.
violence and teaching peace: A Gore, N.J., Holmes, Y.B., & Murphy, G.
review of promising and effective 2010. The Relationship between

802
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi 2013, Vol. VI, No.1, Hal: 787-804

Intellecctual Functioning and Behavioral Analysis, 2003, No. 2,


Relational Perspective Taking. 36,253-257
International Journal of Psychology Lerner, R.M. & Hultsch, D.F. (1983).
and Psychological Therapy, 2010, Human Development. A Life Span
Vol. 10, No. 1, pp. 1-17 Perspective. New York: McGraw-
Hackney, H.L., & Cormier, L.S. (2001). Hill Book Comapany.
The Professional Counselor. A Mandar, H.A. (2012). “Program
Process Guide to Helping. Boston: Bimbingan Pribadi Berdasarkan
Allyn & Bacon. Profil Perilaku Agresif Siswa
Harton, J.K. (2008). Pair Counseling for Sekolah menengah Atas” (Skripsi).
High School Students: Improving Universitas Pendidikan Indonesia.
Friendship Skills, Interpersonal Maner, J.K., Luce, C.L., Neuberg, S.I.,
Relationship, and Behavior among Cialdini, R.D., Brown, S., & Sagarin,
Aggressive and Withdrawn B.J. (2002). The Effect of
Adolescence. International Journal Perspective Taking on Motivations
of Play Therapy, 2008 for Helping: Still No Evidence for
Karcher, M.J. (2002). The principles and Altruism. Personality and Social
practice of pair-counseling: a dyadic Psychology Bulletin, Vol. 28, No. 11,
developmental. Play therapy for November, 2002, pp. 1601-1610.
agressive, withdrwn, and socially Myers, D.G. (2010). Social Psychology.
immature youth. International New York: Mc. Graw Hill.
Journal of Play Therapy, 11, 121- Nicolson, D., & Ayers, H. (2004).
147. Adolescent Problems. A Practical
Karcher, M.J., & Lewis, S.S. (2002). Pair- Guide For Parents, Teachers And
counseling: The effect of a dyadic Counsellors. Revised edition. Great
evelopmental play therapy on Britain: David Fulton Publishers, Ltd.
interpersonal understanding and O’Brien, Konrtah, S.H., Gruhn, D., &
externalizing behaviors. Hagen, A.L. (2010). Empathic
International Journal of Play Concern and Perspective Taking:
Therapy, 11, 19-41. Linier anda Quadratic Effects of Sge
Komnas-PA (2012). “Menggugat Peran Across the Adult Life Span. The
Negara, Pemerintah, Masyarakat, Journal of Gerontology, Series B:
dan Orang Tua dalam Menjaga dan Psychological Sciences and Social
Melindungi Anak” pada sub judul Sciences, doi: 10,
“Kekerasan di Lingkungan Sekolah,” 1093/geromb/gbs055
Tersedia: www. Papalia, D.E., & Olds, S.W. (1995).
Komnaspa.wordpress.com. tanggal Human Development. 6th. Ed. New
12 Desember 2012. York: McGraw-Hill.
Kuhn, T.S. (2008). The Structure of Segrin, C. 2009. “Social Skill Training.”
Scientific Revolution. Peran Dalam O,Donohue, W.T., & Fisher,
Paradigma dalam Revolusi Sains. Z.E. (ed). General Principles and
Cetakan keenam. Bandung: PT Empirically Supported Techniques of
Remaja Rosdakarya Cognitive Behavioral Therapy. New
LeBlanc, L., Coates, A, M., & Lancaster, Jersey: John Wiley & Sons.
B.M. (2003). Using Video Modeling Selman, R. L. (1980). The growth of
and Reinforcement to Teach interpersonal understanding:
Perspective Taking Skills to Children Developmental and clinical analyses.
with Autism. Journal of Applied New York: Academic Press.

803
Mencegah tindak kekerasan dan tawuran antar pelajar melalui pengembangan program pelatihan social perspective taking di sekolah
(Nanik yuliati)

Selman, R.L., & Schultz. L.H. (1990). Steedley, K.M., Schwartz, A.S., Levin, M.,
Making friend in youth: & Luke, S.D. (2011). Social skills
Developmental theory and pair- and academic acheveent. Evidence
therapy. Chicago, IL: University of for Education, Vol. III, Issue 2.
Chicago Press. Stenberg, L. 2002. Adolescence. Sixt ed.
Selman, R.L. (2003). The promotion of International Edition. Boston:
social awareness: Powerful lesson McGraw Hill.
from the partnership of Thompson, C.L., Rudolph, L.B., &
developmental theory and classroom Anderson, D. (2004). Counseling
practice. New York: Russel Sage Children. 6th. Ed. Australia:
Foundation. Thompson, Brook/Cole
Schultz, L.H., & Selman, R.L. (1989). .
Bridging the gap between
interpersonal thought and action in
early adolescence. The role of
psychodinamic processes.
Development and Psychopathology,
1¸133-152.

804

Anda mungkin juga menyukai