Anda di halaman 1dari 13

UPAYA PENEGAKAN HUKUM

TERHADAP PELAKU TAWURAN ANTAR PELAJAR


(Study Kasus Wilayah Hukum Kota Bandar Lampung)

(Jurnal)

Oleh
Muhammad Eko Sutrisno

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK

UPAYA PENEGAKAN HUKUM


TERHADAP PELAKU TAWURAN ANTAR PELAJAR
(Study Kasus Wilayah Hukum Kota Bandar Lampung)

Oleh

Muhammad Eko Sutrisno, Eko Raharjo, Rini Fathonah


Email : muhammadeko91@gmail.com

Tawuran pelajar merupakan salah satu perbuatan anak yang dapat dikategorikan
sebagai kenakalan remaja (juvenile deliquency), yang menjadi tradisi mengakar di
kalangan pelajar. Meningkatnya aksi tawuran pelajar sendiri dapat meningkatkan
angka tindakan kriminal. Di Bandar Lampung khususnya, tidak sedikit aksi
tawuran terjadi baik yang melibatkan sekolah-sekolah swasta maupun negeri.
Upaya penegakan hukum terhadap pelaku tawuran antar pelajar, adalah upaya
yang penulis lakukan untuk menjelaskan sejauh mana penegakan yang dilakukan
oleh aparat penegak hukum terutama kepolisian dalam penegakan hukum terhadap
aksi tawuran yang di lakukan oleh pelajar. Pendekatan masalah yang digunakan
dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis
empiris. Sumber dan jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari studi lapangan yaitu hasil
wawancara dengan informan. Sedangkan data sekunder adalah data yang
diperoleh dari studi pustaka. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka
dapat di simpulkan bahwa: upaya penegakan hukum terhadap pelaku tawuran
antar pelajar dilakukan melalui upaya non-penal (preventif) dengan melalukan
mediasi sebagai bentuk upaya kepolisian dalam menerapkan restorative justice.
Namun, jika pelaku sudah berulang kali melakukan aksi tawuran maka dapat di
berikan upaya penal (represif) dengan dikenakan Pasal 170 KUHP atau Pasal 351
KUHP yang mengacu pada undang-undang sistem peradilan pidana anak. Karena
mengingat usia rata-rata pelajar masih tergolong dalam usia anak, sehingga kasus
tersebut hanya dapat diproses melalui sistem peradilan pidana anak. Penulis
menyaranan melalui penelitian ini agar pemerintah hendaknya membuat peraturan
khusus yang mengatur tentang aksi tawuran, serta aparat penegak hukum,
keluarga, sekolah dan masyarakat hendaknya menjalin kerjasama dan koordinasi
yang baik.

Kata Kunci: Penegakan Hukum, Tawuran, Pelajar


ABSTRACT

LAW ENFORCEMENT EFFORTS


AGAINST FIGHTER AMONG STUDENTS
(The Case Study of Law in the Region of Bandar Lampung)

By

Muhammad Eko Sutrisno, Eko Raharjo, Rini Fathonah


Email : muhammadeko91@gmail.com
Phone : 085789442272

Fighter among students is one of children behaviors which can be categorized as


a juvenile delinquency that has been a deep-rooted tradition among the students.
The increase of this clash can boost the number of crimes. Many clashes happen
particularly in the region of Bandar Lampung in which involves both private and
state schools. The efforts of law enforcement against these fighters among the
students is an effort done by the writer to explain how far the maintenance which
is done by the officers especially those who work as police in upholding the law
against the clash done by the students. The approach of the case used in this
thesis is a normative juridical approach and an empirical juridical approach. The
research resource and data are primary and secondary data. Primary data is the
data collected from a field study which is an interview from the interviewees,
while secondary data is the data which is obtained from literature review.
According to the results and discussion, it can be said that: the law enforcement
efforts applied against the fighter among students or students clash is preventive
by doing mediation as an effort of the police officers in applying restorative
justice. However, if the performers of the clash have been doing this many times,
repressive effort will be applied to them by a punishment subject to the Article 170
of the Criminal Code (Pasal 170 KUHP) or the Article 351 of the Criminal Code
(Pasal 351 KUHP) which both refer to the law of the criminal justice system of
children. Given the average age of students is still classified in the age of
children, so the case can only be processed through the criminal justice system of
children. It suggests through this research that the government should legislate a
special constitution governing a clash or fighting among the students;
additionally, the officers, family, school, and the society should establish a good
cooperation and coordination.

Key Words: Law Enforcement, Students Clash Fighter, Students


I. PENDAHULUAN perkelahian, dapat digolongkan ke dalam
2 (dua) jenis delikuensi yaitu situasional
Kenakalan remaja sudah menjadi dan sistematik. Pada delikuensi
masalah di semua negara. Setiap tahun situasional, perkelahian terjadi karena
tingkat kenakalan remaja menunjukkan adanya situasi yang “mengharuskan”
peningkatan. Lingkungan sangat mereka untuk berkelahi. Keharusan itu
berpengaruh besar dalam pembentukan biasanya muncul akibat adanya
jiwa remaja. Remaja yang salah memilih kebutuhan untuk memecahkan masalah
tempat atau teman dalam bergaulnya secara cepat. Sedangkan pada delikuensi
akan berdampak negatif terhadap sistematik, para remaja yang terlibat
perkembangan pribadinya. Tetapi, bila perkelahian itu berada di dalam suatu
dia memasuki lingkungan pergaulan organisasi tertentu atau geng. Di sini ada
yang sehat, seperti organisasi pemuda aturan, norma dan kebiasaan tertentu
yang resmi diakui oleh pemerintah, akan yang harus diikuti anggotanya, termasuk
berdampak positif bagi perkembangan berkelahi. Sebagai anggota, mereka
kepribadiannya. bangga kalau dapat melakukan apa yang
diharapkan oleh kelompoknya.
Remaja disini merupakan salah satu fase
yang paling rentan dalam dalam Tawuran pelajar merupakan salah satu
menerima perubahan-perubahan yang perbuatan anak yang dapat dikategorikan
terjadi sesuai dengan arus globalisasi sebagai kenakalan remaja atau juvenile
karena remaja memasuki fase pencarian deliquency yang dikemukakan oleh
jati diri.1 Dalam proses pencarian jati diri Alder. Tawuran pelajar menurut Kamus
ini remaja mengekspresikannya dengan Besar Bahas Indonesia atau KBBI
berbagai cara dan gaya karena ingin berasal dari kata “tawur” dan “pelajar”.3
tampil beda untuk menarik perhatian Tawur adalah perkelahian beramai-
orang lain. Dan dalam fase inilah ramai, perkelahian massal, perkelahian
melakukan hal-hal baru yang menurut yang tiba-tiba terjadi antara kedua pihak
pandangan remaja sebagai suatu hal yang berselisih. Sedangkan tawuran
yang menantang dan memberikan pelajar adalah perkelahian yang
sensasi tersendiri. Akhirnya tidak sedikit dilakukan oleh sekelompok orang yang
para remaja yang terjerumus ke hal-hal mana perkelahian tersebut dilakukan
yang bertentangan dengan nilai-nilai oleh orang yang sedang belajar. Saat ini
moral, norma agama, norma sosial dan tawuran antar pelajar bukan saja
norma hidup di masyarakat.2 merupakan masalah yang di pandang
sebelah mata saja, karena tawuran
Secara psikologis, perkelahian yang memberikan efek buruk bukan saja
melibatkan pelajar usia remaja kepada para pelajar yang terlibat namun
digolongkan sebagai salah satu bentuk masyarakat sekitar ikut menjadi
kenakalan remaja (juvenile deliquency). imbasnya dari sisi ekonomi, sosial,
Kenakalan remaja, dalam hal maupun budaya.

1
Ramadina Savitri. 2017. Jurnal: “Kajian
Kriminologi Terhadap Pelaku Tawuran Antar 3
Tawuran pelajar berasal dari kata “tawur” dan
Pelajar Sekolah Menengah Atas Di Kota “pelajar”. Tawur adalah perkelahian beramai-
Yogyakarta.” Yogyakarta: FH-UGM. hlm. 3. ramai, perkelahian massal, perkelahian yang
2
Agus Sujanto, Halem Lubis dan Taufik Hadi. tiba-tiba terjadi antara kedua pihak yang
1986. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Aksara berselisih. Kamus Besar Bahas Indonesia atau
Baru. hlm. 131. KBBI.
Gambar 1.1. Data Tawuran Antar buruk yang di timbulkan dari tawuran
PelajarTingkat Nasional Pelajar tidak hanya merugikan sendiri bagi
pelaku ternyata tawuran dapat
merugikan semua pihak, Dampak–
damapak negatif akibat tawuran
diantaranya yaitu:6
1. kerugian fisik, pelajar yang ikut
tawuran seperti luka- luka baik
ringan maupun luka berat karena
Sumber : website Komisi Perlindungan lemparan benda tumpul atau batu
Anak Indonesia. dan adu fisik dengan tangan
kosong,
Data dari website pemerintah yang 2. masyarakat sekitar tempat
terdapat pada grafik diatas dijelaskan terjadinya tawuran, contohnya
bahwa dari tahun 2011-2016 rusaknya rumah warga akibat pel
menunjukan bahwa anak pelaku tawuran ajar yang tawuran melempari
pada tahun 2011 sebanyak 64 kasus, batu dan mengenai rumah warga.
pada 2012 sebanyak 82 kasus, untuk 3. menggangu kenyamanan
tahun 2013 sebanyak 71 kasus, pengendara jalan, karena tawuran
Kemudian pada tahun 2014 sebanyak 46 banyak terjadi di pusat kota
kasus, dan pada tahun 2015 sebanyak dimana banyak aktivitas dari
126 kasus serta ditahun 2016 sebanyak warga masyarakat.
41 kasus.4 Ketua Komnas PA Arist 4. terganggunya proses belajar
Merdeka Sirait menyatakan berdasarkan mengajar karena dengan adanya
Pantauan data Komisi Nasional tawuran ini para pelajar tidak
Perlindungan Anak, telah terjadi 147 nyaman dalam mengikuti
kasus tawuran antar pelajar sepanjang pelajaran, ini di akibatkan rasa
tahun 2012 yang mengakibatkan 82 yang berkecamuk dalam dirinya
orang pelajar tersebut meninggal secara seperti rasa takut, gelisah dan
sia-sia. rasa ingin balas dendam yang
mendorong diri mereka yang
Berdasarkan data diatas, saat ini kondisi terlibat tawuran untuk
pelajar sangat mengkhawatirkan karena mengabaikan proses
banyaknya penyimpangan yang pembelajaran atau membolos dan
mengakibatkan adanya pelangaran memilih untuk menyelesaikan
hukum. Oleh karena itu, perlu adanya perkara dengan jalan tawuran.
penanganan mulai dari upaya 5. Menurunnya moralitas para
penanggulangan tawuran antar pelajar pelajar kedua sekolah, ini
sampai dengan penegakan hukum diwujudkan secara nyata dengan
terhadap pelaku antar pelajar tersebut.5 mengutamakan kekerasan
Kasus di atas adalah bukti dari efek sebagai jalan menyelesaikan

4
bankdata.kpai.go.id. diakses tanggal 04 April
2017 pada pukul 14.00 WIB. 6
Septian Bayu Rismanto, “Model Penyelesaian
5
Selama 2012: 147 Kasus Tawuran, 82 Pelajar Tawuran Pelajar Sebagai Upaya Mencegah
Mati Sia-Sia. Di kutib dari Terjadinya Degradasi Moral Pelajar Studi
www.bandarlampungnews.com/m/index.php?ctn Kasus Di Kota Blitar Jawa timur”, Vol.2, No.1,
=1&k=politik&i=13950 pada tanggal 16 April 2013, hlm. 9.
2017 pukul 13.13 WIB.
konflik dan mengumbar kata-kata berkaitan dengan permasalahan yang
kotor sebagai luapan emosi. akan dibahas. Setelah data terkumpul
6. hilangnya perasaan peka, dan diolah, kegiatan selanjutnya adalah
toleransi, tenggang rasa dan analisa data. Dalam penelitian ini yang
saling menghargai antar sesama digunakan adalah analisis kualitatif,
pelajar. yaitu dengan cara mendeskripsikan data
yang diperoleh dalam bentuk penjelasan
Berdasarkan latar belakang yang telah dan uraian-uraian kalimat. Dan dapat
diuraikan diatas, maka permasalahan ditarik kesimpulan secara induktif yaitu
yang akan dibahas dalam skripsi ini suatu cara berfikir dari hal-hal yang
adalah sebagai berikut: bersifat umum lalu diambil kesimpulan
1. Bagaimanakah upaya penegakan secara khusus. Dari kesimpulan-
hukum terhadap pelaku tawuran kesimpulan yang telah diambil kemudian
antar pelajar (Study Kasus Wilayah disampaikan saran-saran.
Hukum Kota Bandar Lampung)?
2. Apakah faktor-faktor penghambat II. HASIL PEMBAHASAN
dalam penegakan hukum terhadap
pelaku tawuran antar pelajar (Study A. Upaya Penegakan Hukum
Kasus Wilayah Hukum Kota Bandar Terhadap Pelaku Tawuran Antar
Lampung)? Pelajar (Studi Kasus Wilayah
Hukum Kota Bandar Lampung)
Pendekatan masalah dalam penelitian ini Muladi dan Barda Nawawi Arif
menggunakan pendekatan secara yuridis berpendapat bahwa dalam menegakkan
normatif dan yuridis empiris. Pendekatan hukum pidana harus melalui beberapa
secara yuridis normatif yaitu pendekatan tahap yang dilihat sebagai usaha atau
yang dilakukan dengan cara mempelajari proses rasional yang sengaja
teori-teori dan konsep-konsep yang direncanakan untuk mencapai suatu
berhubungan dengan masalah. Dan tertentu yang merupakan suatu jalinan
pendekatan normatif atau pendekatan mata rantai aktifitas yang tidak termasuk
kepustakaan adalah metode atau cara bersumber dari nilai-nilai dan bermuara
yang dipergunakan di dalam penelitian pada pidana dan pemidanaan. Tahap-
hukum yang dilakukan dengan cara tahap tersebut adalah:7
meneliti bahan pustaka yang ada.
1. Tahap Formulasi
Sumber dan jenis data, jenis data dilihat Tahap penegakan hukum pidana in
dari sudut sumbernya, dibedakan antara abstracto oleh badan pembuat undang-
data yang diperoleh langsung dari undang yang melakukan kegiatan
masyarakatdan dari bahan kepustakaan. memilih yang sesuai dengan keadaan
Data Primer yaitu data secara langsung dan situasi masa kini dan yang akan
dari sumber pertama. Dengan demikian datang, kemudian merumuskannya
data yang diperoleh langsung dari obyek dalam bentuk peraturan perundang-
penelitian di lapangan yang tentunya undangan.
berkaitan dengan pokok penelitian. Data
Sekunder bersumber dari studi Pengaturan terkait dengan sanksi pidana
kepustakaan dengan cara membaca, yang di jatuhkan bagi pelaku tawuran
mengutip. dan menelaah peraturan
perundang-undangan, buku-buku, 7
Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1993. Teori-
dokumen dokumen, kamus, literatur, Teori dan Kebijakan Hukum Pidana. Bandung :
Alumni. hlm. 14.
antar pelajar sendiri, sebenarnya belum yang rasional untuk memenuhi rasa
ada peraturan perundang-undangan yang keadilan dan daya guna.
secara jelas yang mengatur tentang aksi
tawuran serta sanksi di berikan kepada b) Melalui Upaya Non Penal
pelaku tawuran antar pelajar tersebut. (Preventif)
Aksi tawuran sendiri masih diatur di Upaya penegakan hukum secara non
dalam Kitab Undang-Undang Hukum penal ini lebih menitikberatkan pada
Pidana (KUHP) yang terdapat dalam asas kekeluargaan dan secara tidak
Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan langsung dilakukan tanpa
dan Pasal 351 KUHP tentang menggunakan sarana pidana atau
penganiayaan. Pengaturan lain yang di hukum pidana, yaitu seperti
berikan kepada pelaku tawuran antar penyelesaian perkara pidana melalui
pelajar di atur di dalam Undang-Undang upaya mediasi. Upaya non penal juga
Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem merupakan penegakan hukum yang
Peradilan Pidana Anak, apabila pelaku sebenarnya dilakukan (actual
tawuran masih dalam kategori usia anak. enforcement).9
Tehadap anak yang berhadapan dengan
hukum diatur di dalam Pasal 5 dan Pasal Bhira W., mendifinisikan actual
7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun enforcement yaitu suatu tindakan
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana yang paling standar yang dapat
Anak. dilakukan oleh aparat penegak hukum
terutama aparat kepolisian.10 Karena
2. Tahap Aplikasi actual enforcement merupakan upaya
Tahap aplikasi yang di lakukan oleh penanggulangan terhadap tindakan
aparat kepolisian sebagai bentuk kejahatan dengan menggunakan
penegakan hukum terhadap pelaku hukum pidana itu hanya sebatas yang
tawuran antar pelajar dapat di lakukan bisa dilakukan itu saja. Sehingga di
melalui beberapa upaya, diantaranya rasa cocok diterapkan dalam
yaitu: penegakan hukum pidana bagi pelaku
tawuran antar pelajar.
a) Melalui Upaya Penal (Represif)
Upaya Represif merupakan salah satu Kepolisian sebagai aparat penegak
upaya penegakan hukum atau segala hukum pertama yang menangani
tindakan yang dilakukan oleh aparatur pelaku, lebih mengedepankan
penegak hukum yang lebih pendekatan persuasif dibanding
menitikberatkan pada upaya pendekatan yudiris dalam
pemidanaan dengan hukum pidana menyelesaikan perkara-perkara
yaitu sanksi pidana yang merupakan tawuran pelajar. Penyelesaian perkara
ancaman bagi pelakunya. Penyidikan, tawuran pelajar secara umum
penyidikan lanjutan, penuntutan dan diselesaikan secara mediasi antar
seterusnya merupakan bagian-bagian sekolah atau kelompok yang terlibat
dari politik kriminil.8 Fungsionalisasi atau pembinaan terhaap pelajar yang
hukum pidana adalah suatu usaha terlibat. Jika ada yang melakukan
untuk menaggulangi kejahatan tindak pidana ringan, terhadapnya
melalui penegakan hukum pidana
9
Muladi. Op. Cit. hlm. 5.
10
Wawancara Bhira W, KBO Satuan Reserse
8
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Kriminal Polresta Bandar Lampung. 20 Oktober
Bandung, 1986, hlm. 113 2017.
lebih diutamakan restorative justice kemungkinan terjadinya
atau upaya damai kepada korban pengulangan.11
tindak pidana ringan tersebut.
Penegakan hukum di dalam sistem
Undang-Undang Nomor 11 Tahun peradilan pidana memerlukan adanya
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana terobosan baru untuk mengupayakan
Anak dalam Pasal 1 angka 6 adanya mediasi penal. Latar belakang
memberikan definisi restorative ide-ide “penal reform” itu antara lain
justice atau keadilan restoratif yaitu ide perlindungan korban, ide
sebagai penyelesaian perkara tindak harmonisasi, ide restorative justice,
pidana dengan melibatkan pelaku, ide mengatasi kekakuan/formalitas
korban, keluarga pelaku/korban dan dalam sistem yang berlaku, ide
pihak lain yang terkait untuk menghindari efek negatif dari sistem
bersama-sama mencari penyelesaian peradilan pidana dan sistem
yang adil dengan menekankan pemidanaan yang ada saat ini,
pemulihan kembali pada keadaan khususnya dalam mencari alternatif
semula dan bukan pembalasan. lain dari pidana penjara (alternative to
Kewajiban untuk mengutamakan imprisonment/alter-native to
keadilan restoratif juga diatur dalam custody). Latar belakang pragmatisme
Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang antara lain untuk mengurangi stagnasi
Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem atau penumpukan perkara (“the
Peradilan Anak yang berisi sistem problems of court case overload”)
peradilan anak wajib mengutamakan dan untuk penyederhanaan proses
pendekatan Keadilan Restoratif. peradilan.12

Berdasarkan ide restorative justice Muladi menyatakan bahwa model


atau keadilan restoratif tersebut, konsensus yang dianggap
lahirlah sebuah alternatif lain yang menimbulkan konflik baru harus
digunakan dalam sistem peradilan diganti dengan model asensus, karena
pidana yaitu mengupayakan adanya dialog antara yang berselisih untuk
mediasi penal. Pendekatan melalui menyelesaikan masalahnya, adalah
jalur alternatif ini, pada mulanya langkah yang sangat positif. Dengan
termasuk dalam wilayah hukum konsep ini muncul istilah Alternative
keperdataan, namun dalam Dispute Resolution (ADR) yang
perkembangannya dapat pula dalam hal-hal tertentu,13 menurut
digunakan oleh hukum pidana, hal ini Muladi lebih memenuhi tuntutan
sebagaimana diatur dalam dokumen
penunjang Kongres PBB ke-6 Tahun
11
1995 dalam Dokumen A/CO Barda Nawawi Arief, Pemberdayaan Court
Management Dalam Rangka Meningkatkan
NF.169/6 menjelaskan dalam perkara- Fungsi Mahkamah Agung (Kajian dari Aspek
perkara pidana yang mengandung system Peradilan Pidana), Makalah Pada
unsur fraud dan white-collar crime Seminar Nasional Pemberdayaan Court
atau apabila terdakwanya korporasi, Manajement di Mahkamah Agung R.I., dan
maka pengadilan seharusnya tidak diskusi Buku Fungsi Mahkamah Agung, F.H.,
UKSW, salatiga, I Maret 20001, hal. 7-8.
menjatuhkan pidana, tetapi mencapai 12
Sahuri Lasmadi, Jurnal: Mediasi Penal Dalam
suatu hasil yang bermanfaat bagi Sistem Peradilan Pidana Indonesia
kepentingan masyarakat secara 13
Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik dan
menyeluruh dan mengurangi Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang, 1997, hal.67.
keadilan dan efesien. ADR ini dilakukan adalah dengan keadilan
merupakan bagian dari konsep restoratif agar remaja terlindung dari
restorative justice yang menempatkan trauma psikis yang mengakibatkan
peradilan pada posisi mediator. kepada jiwanya, namun penegakan
hukum pidana berupa sanksi juga
Mediasi penal dalam upaya harus ditegakkan agar pelaku jera dan
penegakan hukum terhadap pelaku tidak mengulangi perbuatannya
tawuran antar pelajar merupakan mengingat pidana di sini memang
suatu upaya preventif yang sesuai bertindak sebagai Ultimum Remedium
dengan kondisi pelajar saat ini. Hal atau sebagai obat terakhir yang
ini dikarena kan dengan adanya dilakukan untuk memberantas
mediasi penal ini diharapkan adanya tawuran. sehingga, kepolisian dalam
kepastian hukum yang sesuai untuk memberikan sanksi pidana harus
kondisi psikologi anak. Sehingga selalu berkoordinasi dengan pengajar
anak yang berhadapan dengan hukum agar diberikan sanksi yang tegas
tidak harus di proses melalui namun membangun untuk
pemidanaan yang nantiny dapat kedepannya.
merusak masa depan mereka dan
mengganggu kejiwaan serta tingkat 3. Tahap Eksekusi
emosional anak tersebut. Tahap penegakan pelaksanaan hukum
serta secara konkret oleh aparat-
Menurut Erna Dewi,14 langkah yang aparat pelaksana pidana. Pada tahap
tepat dalam penegakan hukum ini aparat-aparat pelaksana pidana
terhadap pelaku tawuran antar pelajar bertugas menegakkan peraturan
yaitu proses penyelesaian perkara perundang-undangan yang telah
tawuran dilakukan melalui mediasi dibuat oleh pembuat undang-undang
penal yang dapat melibatkan pihak- melalui penerapan pidana yang telah
pihak sekolah yang terkait dan juga diterapkan dalam putusan pengadilan.
aparat kepolisian yng berfungsi
sebagai mediator untuk upaya mediasi Berdasarkan data-data yang telah
penal tersebut. diuraikan sebelumnya, tahap eksekusi
tidak dapat dilaksanakan karena di
Berdasarkan penjelasan dari Bandar Lampung sendiri belum ada
narasumber, Undang-Undang dan kasus tawuran antar pelajar yang di
data terjadinya kasus tawuran, bahwa proses samapi ke tahap peradilan.
penegakan hukum terhdap tawuran Sehingga sebagai bentuk pelaksanaan
pelajar yang paling sesuai adalah penegakan hukum terhadap pelaku
melalui upaya mediasi penal, yang tawuran antar pelajar, dilakukanlah
dalam hal ini berupa tindakan upaya mediasi penal yang melibatkan
preventif yang dilakukan oleh pihak sekolah dan siswa yang terlibat
kepolisian. Mengingat usia pelaku dalam aksi tawuran tersebut. Hal ini
yang masih tergolong remaja (di sebagai langkah alternatif dalam
bawah umur) jika terdapat tindak menyelesaikan perkara tanpa harus
pidana ringan di dalamnya, melalui jalur peradilan. Ketiga tahap
penegakan hukum yang tepat penegakan hukum pidana tersebut,
dilihat sebagai suatu usaha atau
14
Wawancara Erna Dewi, Dosen Bagian Hukum proses rasional yang sengaja
Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. direncanakan untuk mencapai suatu
25 Oktober 2017.
tujuan tertentu. Jelas harus merupakan masyarakat untuk meminimalisir
jalinan mata rantai aktivitas yang terjadinya tindak pidana. Selain itu
terputus yang bersumber dari nilai- juga, adanya sikap diskriminasi
nilai dan bermuara pada pidana dan terhadap penanganan suatu tindak
pemidanaan. pidana dalam hal ini apabila terjadi
tindak pidana ada yang diproses ada
B. Faktor-Faktor Penghambat pula yang tidak di proses. Perlakuan
Penegakan Hukum Terhadap diskriminasi ini akan menimbulkan
para Pelaku Tauran antar Pelajar ketidak pastian hukum yang
(Study Kasus Wilayah Hukum kedepannya dapat melemahkan proses
Kota Bandar Lampung) penegakan hukum.17
Berdasarkan hasil penelitian tersebut,
penulis akan menganalisa dan membahas
hasil penelitian yang berkaitan dengan Perlakuan kepolisian yang
masalah-masalah yang mempengaruhi diskriminasi dan tidak tegas
penegakan hukum tersebut. menimbulkan adanya ketidak jelasnya
Sebagaimana dikatakan oleh Soerjono sanksi yang akan dikenakan kepada
Soekanto bahwa: “masalah pokok dari para pelaku. Menurut M. Rama
pada penegakan hukum sebenarnya Erfan,18 dalam penjatuhan hukuman
terletak pada faktor-faktor yang mungkin pelaku tawuran antar pelajar yang
mempengaruhinya”.15 Faktor-faktor melakukan tindak pidana digunakan
tersebut mempunyai arti yang netral, KUHP dengan mengedepankan
sehingga dampak positif atau negatifnya Undang-Undang No. 11 Tahun 2012
terletak pada isi faktor tersebut. tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
dan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang
Faktor yang menghambat penegakan Darurat Nomor 12 Tahun 1951 yang
hukum tersebut dapat menimbulkan mengatur tentang senjata tajam.
dampak tidak terlaksananya fungsi, tugas Berdasarkan Tabel.1 pada uraian
dan kewenangan suatu instansi dengan sebelumnya, penegakan hukum bagi
optimal, di mana dalam hal menjalankan pelaku tawuran antar pelajar
perannya di dalam masyarakat, suatu dilakukan melalui upaya non penal
instansi selalu dituntut untuk yang mengedepankan upaya mediasi
melaksanakan fungsi, tugas dan penal dan restorative justice. Undang-
kewenangan tersebut secara maksimal. Undang Hukum Pidana tidak
Adapun faktor-faktor penghambat mengenal pertanggungjawaban
tersebut bila disesuaikan ke dalam teori kolektif sanksi lebih tujukan pada
efektivitas hukum 16 menurut Soerjono individu.
Soekanto mengenai penghambat
penegakan hukum, yaitu sebagai berikut: 2. Faktor Sarana atau Fasilitas
Sekolah merupakan salah satu faktor
1. Faktor Penegak Hukum yang berperan pentig dalam proses
Faktor penghambat pada penegak pembentukan karakter suau bangsa.
hukum menurut Bhira W., adalah saat Sarana dan fasilitas yang memadai
menangani pelaku tawuran antar
pelajar, kurangnya sikap koordinasi 17
Wawancara Bhira W, KBO Satuan Reserse
antara penegak hukum dengan Kriminal Polresta Bandar Lampung. 20 Oktober
2017.
15 18
Soerjono Soekanto. 1983. Op. Cit. hlm. 4. Wawancara M. Rama Erfan, Jaksa Kejaksaan
16
Log., Cit. hlm. 5. Negeri Bandar Lampung. 27 September 2017.
diperlukan demi mendukung proses segala bentuk kenakalan remaja
tersebut. Sarana dan fasilitas seperti tawuran antar pelajar.
tersebut antara lain mencakup Tawuran tidak dapat diprediksi
tenaga pengajar yang berpendidikan kapan terjadinya, untuk itu peran
dan terampil, organisasi yang baik, masyarakat sangat diperlukan untuk
peralatan yang memadai, keuangan melapor pada kepolisian terdekat
yang cukup untuk menunjang jika melihat gerombolan anak
kegiatan-kegiatan sekolah yang sekolah yang berindikasi akan
bersifat positif. Apabila sekolah melakukan tawuran atau bahkan
sendiri tidak mampu memberikan sudah melakukan aksi tawuran.
keterampilan dalam pembentukan Selain kepada kepolisan masyarakat
karakter anak, tidak menutup juga dapat melapor kepada
kemungkinan anak tersebut dapat keamanan setempat agar kemudian
melakukan perbuatan atau dapat dilerai sehingga dampak
melakukan sebuah kegiatan yang tawuran tidak lebih besar.
bersifat negatif seperti hal nya
tawuran antar pelajar. 4. Faktor Kebudayaan
Kebudayaan yaitu sebagai hasil
Salman Afarasi menambahkan karya, cipta dan rasa yang
faktor yang menghambat dalam didasarkan pada karsa manusia di
penegakan hukum terhadap pelaku dalam pergaulan hidup. Hukum
tawuran antar pelajar yaitu harus dibuat sesuai dengan kondisi
kurangnya fasilitas yang memadai masyarakat dan tidak boleh
terkait tempat penanganan pelaku bertentangan dengan kebudayaan
tawuran antar pelajar seperti yang hidup di masyarakat.
Lembaga Penyelenggaraan Kebudayaan yang berkembang di
Kesejahteraan Sosial (LPKS) atau Indonesia sangat beragam. Setiap
Panti Sosial, yang nantinya pelaku- daerah terdiri dari suku bangsa
pelaku tawuran akan di bina dan di dengan bahasa dan adat istiadat
arah melalui kegiatan pelatihan- yang berbeda dengan suku bangsa di
pelatihan. Sehingga apapbila ada daerah lain. Kemajemukan ini
kasus tawuran yang sampai ke berpengaruh terhadap usaha
dalam proses persidangan aparat penegakan hukum di indonesia.
penegak hukum sulit memenuhi
hak-hak anak yang menjalani Ketentuan yang diatur dalam suatu
hukuman sebagai narapidana.19 peraturan perundang-undangan
dapat berlaku bagi suatu daerah tapi
3. Faktor Masyarakat belum tentu bisa dilaksanakan di
Berdasarkan hal itu Bhira W.,20 daerah lain.21 penulis berpendapat
berpendapat bahwa masyarakat, bahwa budaya hukum pelajar dan
kepolisian dan pihak sekolah harus kepolisian yang membeda-bedakan
bekerja sama dalam mengatasi dalam menangani pelaku tawuran
pelajar, menyebabkan para pelajar
19
tidak merasa jera dalam melakukan
Wawancara Salman Alfarasi, Hakim
Pengadilan Negeri Kelas 1A Tanjung Karang. 09
tawuran. Pelajar justru membuat
Oktober 2017 tawuran sebagai tradisi karena
20
Wawancara Bhira W, KBO Satuan Reserse
Kriminal Polresta Bandar Lampung. 20 Oktober
21
2017. Soerjono Soekanto. 1983. Op. Cit. hlm. 45.
mereka beranggapan tindakan penegak hukum dan faktor
mereka masih dalam toleransi masyarakat. Ketidaktegasan aparat
pelanggaran hukum sehingga rasa penegak hukum dan Sikap
ketakutan terhadap sanksi hukum masyarakat yang individualis atau
yang akan diterima perilaku tawuran acuh terhadap kejadian di sekitar
pelajar ini tidak ada. mereka serta tidak melapor apabila
terjadi tindak tawuran antar pelajar
III. PENUTUP menjadi faktor utama penghambat
dalam upaya penegakan hukum
A. Simpulan terhadap pelaku tawuran antar
Berdasarkan hasil penelitian dan pelajar.
pembahasan yang telah diuraikan, maka
pada bagian penutup ini dikemukakan B. Saran
beberapa kesimpulan terkait dengan Bertolak dari data hasil penelitian dan
hasil peneletian dan pembahasan tentang pembahasan pada bab sebelumnya,
upaya penegakan hukum terhadap terlihat bahwa aparat penegak hukum
pelaku tawuran antar pelajar dan faktor- telah berusaha secara maksimal untuk
faktor penghambat dalam upaya melakukan upaya penegakan hukum
penegakan hukum terhadap para pelaku terhadap para pelaku tawuran antar pelajar,
tawuran antar pelajar sebagai berikut: akan tetapi masih belum optimal dan
1. Upaya penegakan hukum terhadap berhasil dengan baik, oleh karena itu
pelaku tawuran antar pelajar penulis perlu untuk memberikan saran
tersebut sebenarnya bisa dijerat atau masukan sebagai berikut :
dengan Pasal 170 KUHP tentang 1. Aparat Pemerintah hendaknya
pengeroyokan atau Pasal 351 KUHP membuat peraturan khusus yang
tentang penganiayaan sebagai tahap mengatur tentang aksi tawuran, serta
formulasi dengan segala unsur aparat kepolisian dalam
didalamnya, namun dalam melaksanakan upaya penegakan
aplikasinya terhadap pelaku tawuran hukum terhadap pelaku tawuran
antar pelajar tidak bisa dilaksanakan antar pelajar hendaknya sesuai
karena mengingat pelaku adalah dengan ketentuan undang-undang
pelajar yang masih tergolong dalam yang berlaku.
kategori anak sehingga berlaku 2. Aparat penegak hukum, keluarga,
Undang-Undang No. 11 tahun 2012 sekolah dan masyarakat hendaknya
tentang SPPA dengan menjalin kerjasama dan koordinasi
mengedepankan upaya Restorative yang baik, sehingga penegakan
Justice melalui upaya Mediasi, hukum dapat berjalan dengan baik
sehingga pelaku tawuran antar dan menimimalisir aksi tawuran
pelajar tidak dapat diproses antar pelajar. Dalam lingkungan
sebagaimana mestinya. keluarga dapat melakukan proses
2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi sosialisasi kepada anak agar dapat
upaya penegakan hukum terhadap mengontrol kegiatan anak di dalam
pelaku tawuran antar pelajar yang maupun di luar rumah, pihak
penulis teliti diantaranya adalah, sekolah seharusnya lebih
faktor penegak hukum, faktor sarana mengoptimalkan perannya dalam
atau fasilitas, faktor masyarakat dan membimbing para siswanya, dengan
faktor kebudayaan. Dimana faktor cara memperbanyak kegiatan
yang paling utama adalah faktor ekstrakurikuler. Selain itu sekolah
dapat menerapkan sistem scoresing Sahuri Lasmadi. Jurnal: Mediasi Penal
(merumahkan) pelajar yang Dalam Sistem Peradilan Pidana
kedapatan melakukan tawuran, Indonesia
sehingga memberikan efek jera.
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. 2001. Kamus Besar
DAFTAR PUSTAKA Bahas Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka.
Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1993.
Teori-Teori dan Kebijakan Hukum Data anak sebagai pelaku tindak pidana.
Pidana. Bandung: Alumni. Di kutib dari
www.bankdata.kpai.go.id diakses
Muladi. 1997. Hak Asasi Manusia, tanggal 04 April 2017 pada pukul
Politik dan Sistem Peradilan 14.00 WIB.
Pidana, Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro. Selama 2012: 147 Kasus Tawuran, 82
Pelajar Mati Sia-Sia. Di kutib dari
Nawawi Arief, Barda. 2001. www.bandarlampungnews.com/m/
Pemberdayaan Court Management index.php?ctn=1&k=politik&i=13
Dalam Rangka Meningkatkan 950 pada tanggal 16 April 2017
Fungsi Mahkamah Agung (Kajian pukul 13.13 WIB.
dari Aspek system Peradilan
Pidana), Makalah Pada Seminar Wawancara Pada Tanggal 09 Oktober
Nasional Pemberdayaan Court 2017, Salman ALfarasi, S.H.,
Manajement di Mahkamah Agung M.H., Selaku Hakim Pengadilan
R.I., dan diskusi Buku Fungsi Negeri Kelas 1A Tanjung Karang
Mahkamah Agung. Salatiga: F.H., Bandar Lampung.
UKSW.
Wawancara Pada Tanggal 25 Oktober
Sudarto. 1986. Hukum dan Hukum 2017, Dr. Erna Dewi, S.H., M.H.,
Pidana. Bandung: Alumni. Selaku Dosen Bagian Hukum
Pidana Fakultas Hukum
Sujanto, Agus. Lubis, Halem. dan Hadi, Universitas Lampung.
Taufik. 1986. Psikologi
Kepribadian. Jakarta: Aksara Wawancara Pada Tanggal 27 September
Baru. 2017, M. Rama Erfan, S.H., M.H.,
Selaku Jaksa Kejaksaan Negeri
Ramadina Savitri. Jurnal: “Kajian Bandar Lampung.
Kriminologi Terhadap Pelaku
Tawuran Antar Pelajar Sekolah Wawancara Pada Tanggal 20 Oktober
Menengah Atas Di Kota 2017, Bhira W., S.Kom., M.M.,
Yogyakarta”. FH-UGM. 2017. Selaku KBO Satuan Reserse
Kriminal Kepolisian Resort Kota
Rismanto, Septian Bayu. 2013. Jurnal: Bandar Lampung.
Model Penyelesaian Tawuran
Pelajar Sebagai Upaya Mencegah No. HP : 0857-8944-2272 (M.Eko)
Terjadinya Degradasi Moral
Pelajar, Studi Kasus Di Kota
Blitar Jawa timur.Vol.2. No.1

Anda mungkin juga menyukai