Disusun Oleh:
SYAHRUL ANDIKA
1207210055
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Tim Penguji dan diterima sebagai salah
satu syarat yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara.
ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
bukan merupakan plagiarisme, pencurian hasil karya milik orang lain, hasil kerja
orang lain untuk kepentingan saya karena hubungan material dan non-material,
ataupun segala kemungkinan lain, yang pada hakekatnya bukan merupakan karya
tulis Tugas Akhir saya secara orisinil dan otentik.
Bila kemudian hari diduga kuat ada ketidaksesuaian antara fakta dengan
kenyataan ini, saya bersedia diproses oleh Tim Fakultas yang dibentuk untuk
melakukan verifikasi, dengan sanksi terberat berupa pembatalan kelulusan/
kesarjanaan saya.
Demikian Surat Pernyataan ini saya buat dengan kesadaran sendiri dan tidak
atas tekanan ataupun paksaan dari pihak manapun demi menegakkan integritas
akademik di Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara.
Materai
Rp.6.000,-
Syahrul Andika
iii
ABSTRAK
Syahrul Andika
1207210055
Tondi Amirsyah Putera, ST., MT
Dr. Fahrizal Zulkarnain, ST., MSc
Kata Kunci: Outrigger, Story drift, Kekakuan, core wall, Gempa bumi.
iv
ABSTRACT
Syahrul Andika
1207210055
Tondi Amirsyah Putera, ST., MT
Dr. Fahrizal Zulkarnain, ST., MSc
v
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji
dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia
dan nikmat yang tiada terkira. Salah satu dari nikmat tersebut adalah keberhasilan
penulis dalam menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini yang berjudul “Analisa
Pengaruh Beban Gempa Pada Bangunan Beton Bertingkat Tinggi Menggunakan
Dinding Geser dan Outrigger Truss” sebagai syarat untuk meraih gelar akademik
Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Medan.
Banyak pihak telah membantu dalam menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini,
untuk itu penulis menghaturkan rasa terimakasih yang tulus dan dalam kepada:
vi
7. Seluruh Bapak/Ibu Dosen di Program Studi Teknik Sipil, Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu
ketekniksipilan kepada penulis.
8. Orang tua penulis: Mansur, SP dan Almarhumah Juminem, yang telah
bersusah payah membesarkan dan membiayai studi penulis.
9. Bapak/Ibu Staf Administrasi di Biro Fakultas Teknik, Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara.
10. Buat Keluargaku tercinta kakanda Yulia Ningsih, Novita Sari, serta adikku
Afrijal Irfan yang telah memberikan dukungan kepada penulis hingga selesai
Tugas Akhir ini.
11. Terimaksih kepada teman-teman terbaikku Zio, Dasir, Kamal, Hadi, Irsan,
Harun, Dwiki, Andri Boy, Tommy, Nanda, Fikri, Debby, Wahyu, Sahril, Edi,
Desi Mawaddah yang selalu memberikan semangat dan dukungannya pada
penulisan Tugas Akhir ini.
Laporan Tugas Akhir ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
penulis berharap kritik dan masukan yang konstruktif untuk menjadi bahan
pembelajaran berkesinambungan penulis di masa depan. Semoga laporan Tugas
Akhir ini dapat bermanfaat bagi dunia konstruksi teknik sipil.
Syahrul Andika
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ii
LEMBAR PERNYATAN KEASLIAN SKRIPSI iii
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xviii
DAFTAR NOTASI xxi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Manfaat Penelitian 3
1.5 Batasan Masalah 4
1.6 Metode Penelitian 4
1.7 Sistematika Pembahasan 5
viii
2.4 Faktor Gempa Pada Struktur 21
2.5 Arah Pembebanan dan Penentuan Respon Spektra 25
2.6 Resiko Struktur Gedung dan Non Gedung 28
2.7 Katagori Desain Gempa 30
2.7.1 Struktur Penahan Gaya Gempa 31
2.7.2 Gaya Geser Dasar Gempa dan Beban Lateral Gempa 31
2.7.3 Pembatasan Waktu Getar Alami 33
2.8 Ketentuan Perencanaan Pembebanan 35
2.8.1 Jenis Beban 35
2.9 Dinding Geser 37
2.9.1 Elemen Struktur Dinding Geser 38
2.9.2 Konsep Perencanaan Dinding Geser 39
2.9.3 Pola Keruntuhan Dinding Geser 42
ix
3.6.1.3 Nilai Waktu Getar Alami Fudamental 59
3.6.1.4 Penentuan Waktu Respon Gempa (C) 59
3.6.1.5 Faktor Reduksi Gempa 61
3.6.2 Model 2 62
3.6.2.1 Data Perencanaan Struktur Model 2 62
3.6.2.2 Faktor Keutamaan Gedung 63
3.6.2.3 Nilai Waktu Getar Alami Fudamental 63
3.6.2.4 Penentuan Waktu Respon Gempa (C) 63
3.6.2.5 Faktor Reduksi Gempa 65
3.6.3 Model 3 65
3.6.3.1 Data Perencanaan Struktur Model 3 66
3.6.3.2 Faktor Keutamaan Gedung 66
3.6.3.3 Nilai Waktu Getar Alami Fudamental 66
3.6.3.4 Penentuan Waktu Respon Gempa (C) 67
3.6.3.5 Faktor Reduksi Gempa 69
3.6.4 Model 4 69
3.6.4.1 Data Perencanaan Struktur Model 4 70
3.6.4.2 Faktor Keutamaan Gedung 70
3.6.4.3 Nilai Waktu Getar Alami Fudamental 71
3.6.4.4 Penentuan Waktu Respon Gempa (C) 71
3.6.4.5 Faktor Reduksi Gempa 73
3.6.5 Model 5 73
3.6.5.1 Data Perencanaan Struktur Model 5 74
3.6.5.2 Faktor Keutamaan Gedung 74
3.6.5.3 Nilai Waktu Getar Alami Fudamental 75
3.6.5.4 Penentuan Waktu Respon Gempa (C) 74
3.6.5.5 Faktor Reduksi Gempa 77
x
4.2.1.2 Gaya Lateral Ekivalen 80
4.2.1.3 Analisis Spektrum Respon Ragam 81
4.2.1.4 Simpangan Antar Lantai (Story Drift) 84
4.2.1.5 Distribusi Kekakuan Antar Tingkat 86
4.2.2 Model 2 88
4.2.2.1 Analisa Respon Spektrum 88
4.2.2.2 Gaya Lateral Ekivalen 90
4.2.2.3 Analisis Spektrum Respon Ragam 91
4.2.2.4 Simpangan Antar Lantai (Story Drift) 94
4.2.2.5 Distribusi Kekakuan Antar Tingkat 96
4.2.3 Model 3 98
4.2.3.1 Analisa Respon Spektrum 98
4.2.3.2 Gaya Lateral Ekivalen 100
4.2.3.3 Analisis Spektrum Respon Ragam 101
4.2.3.4 Simpangan Antar Lantai (Story Drift) 104
4.2.3.5 Distribusi Kekakuan Antar Tingkat 106
4.2.4 Model 4 108
4.2.4.1 Analisa Respon Spektrum 108
4.2.4.2 Gaya Lateral Ekivalen 110
4.2.4.3 Analisis Spektrum Respon Ragam 111
4.2.4.4 Simpangan Antar Lantai (Story Drift) 114
4.2.4.5 Distribusi Kekakuan Antar Tingkat 116
4.2.5 Model 5 118
4.2.5.1 Analisa Respon Spektrum 118
4.2.5.2 Gaya Lateral Ekivalen 120
4.2.5.3 Analisis Spektrum Respon Ragam 121
4.2.5.4 Simpangan Antar Lantai (Story Drift) 124
4.2.5.5 Distribusi Kekakuan Antar Tingkat 126
4.2.6 Perbandingan Story Drift Untuk Semua Model 128
4.2.7 Perbandingan Kekakuan Antar Lantai Untuk Semua
Model 130
4.2.8 Kontrol Kemampuan Dinding Geser 131
xi
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 132
5.2 Saran 133
xii
DAFTAR TABEL
xiii
SNI 1726:2012 65
Tabel 3.12 Pengecekan T berdasarkan pembatasan waktu getar alami
fundamental gedung sesuai model 3 berdasarkan
SNI 1726:2012 67
Tabel 3.13 Rangkuman nilai Cs dan nilai Cs yang digunakan model 3 68
Tabel 3.14 Faktor reduksi gempa untuk gedung model 3 berdasarkan
SNI 1726:2012 69
Tabel 3.15 Pengecekan T berdasarkan pembatasan waktu getar alami
fundamental gedung sesuai model 4 berdasarkan
SNI 1726:2012 71
Tabel 3.16 Rangkuman nilai Cs dan nilai Cs yang digunakan model 4 72
Tabel 3.17 Faktor reduksi gempa untuk gedung model 4 berdasarkan
SNI 1726:2012 73
Tabel 3.18 Pengecekan T berdasarkan pembatasan waktu getar alami
fundamental gedung sesuai model 5 berdasarkan
SNI 1726:2012 75
Tabel 3.19 Rangkuman nilai Cs dan nilai Cs yang digunakan model 5 76
Tabel 3.20 Faktor reduksi gempa untuk gedung model 5 berdasarkan
SNI 1726:2012 77
Tabel 4.1 Data perioda output program ETABS ver. 15 model 1 78
Tabel 4.2 Hasil selisih persentase nilai periode model 1 79
Tabel 4.3 Perhitungan distribusi vertikal gaya gempa dan distribusi
horizontal gaya gempa model 1 80
Tabel 4.4 Gaya geser hasil respon spektrum model 1 output ETABS 81
Tabel 4.5 Rekapitulasi faktor skala hasil respons spektrum dengan statik
Ekivalen masing-masing arah model 1 83
Tabel 4.6 Gaya geser hasil analisis respons spektrum arah X dan Y
Model 1 83
Tabel 4.7 Perhitungan story drift kinerja batas ultimit arah X berdasarkan
SNI 1726:2012 model 1 85
Tabel 4.8 Perhitungan story drift kinerja batas ultimit arah Y berdasarkan
SNI 1726:2012 model 1 85
xiv
Tabel 4.9 Nilai hasil perhitungan kekakuan struktur bangunan arah X
model 1 86
Tabel 4.10 Nilai hasil perhitungan kekakuan struktur bangunan arah Y
model 1 87
Tabel 4.11 Data perioda output program ETABS ver. 15 model 2 88
Tabel 4.12 Hasil selisih persentase nilai periode model 2 89
Tabel 4.13 Perhitungan distribusi vertikal gaya gempa dan distribusi
horizontal gaya gempa model 2 90
Tabel 4.14 Gaya geser hasil respon spektrum model 2 output ETABS 91
Tabel 4.15 Rekapitulasi faktor skala hasil respons spektrum dengan statik
Ekivalen masing-masing arah model 2 93
Tabel 4.16 Gaya geser hasil analisis respons spektrum arah X dan Y
Model 2 93
Tabel 4.17 Perhitungan story drift kinerja batas ultimit arah X berdasarkan
SNI 1726:2012 model 2 95
Tabel 4.18 Perhitungan story drift kinerja batas ultimit arah Y berdasarkan
SNI 1726:2012 model 2 95
Tabel 4.19 Nilai hasil perhitungan kekakuan struktur bangunan arah X
model 2 96
Tabel 4.20 Nilai hasil perhitungan kekakuan struktur bangunan arah Y
model 2 97
Tabel 4.21 Data perioda output program ETABS ver. 15 model 3 98
Tabel 4.22 Hasil selisih persentase nilai periode model 3 99
Tabel 4.23 Perhitungan distribusi vertikal gaya gempa dan distribusi
horizontal gaya gempa model 3 100
Tabel 4.24 Gaya geser hasil respon spektrum model 2 output ETABS 101
Tabel 4.25 Rekapitulasi faktor skala hasil respons spektrum dengan statik
Ekivalen masing-masing arah model 3 103
Tabel 4.26 Gaya geser hasil analisis respons spektrum arah X dan Y
Model 3 103
Tabel 4.27 Perhitungan story drift kinerja batas ultimit arah X berdasarkan
SNI 1726:2012 model 3 105
xv
Tabel 4.28 Perhitungan story drift kinerja batas ultimit arah Y berdasarkan
SNI 1726:2012 model 3 105
Tabel 4.29 Nilai hasil perhitungan kekakuan struktur bangunan arah X
model 3 106
Tabel 4.30 Nilai hasil perhitungan kekakuan struktur bangunan arah Y
model 3 107
Tabel 4.31 Data perioda output program ETABS ver. 15 model 4 108
Tabel 4.32 Hasil selisih persentase nilai periode model 4 109
Tabel 4.33 Perhitungan distribusi vertikal gaya gempa dan distribusi
horizontal gaya gempa model 4 110
Tabel 4.34 Gaya geser hasil respon spektrum model 4 output ETABS 111
Tabel 4.35 Rekapitulasi faktor skala hasil respons spektrum dengan statik
Ekivalen masing-masing arah model 4 113
Tabel 4.36 Gaya geser hasil analisis respons spektrum arah X dan Y
Model 4 113
Tabel 4.37 Perhitungan story drift kinerja batas ultimit arah X berdasarkan
SNI 1726:2012 model 4 115
Tabel 4.38 Perhitungan story drift kinerja batas ultimit arah Y berdasarkan
SNI 1726:2012 model 4 115
Tabel 4.39 Nilai hasil perhitungan kekakuan struktur bangunan arah X
model 4 116
Tabel 4.40 Nilai hasil perhitungan kekakuan struktur bangunan arah Y
model 4 117
Tabel 4.41 Data perioda output program ETABS ver. 15 model 5 118
Tabel 4.42 Hasil selisih persentase nilai periode model 5 119
Tabel 4.43 Perhitungan distribusi vertikal gaya gempa dan distribusi
horizontal gaya gempa model 5 120
Tabel 4.44 Gaya geser hasil respon spektrum model 4 output ETABS 121
Tabel 4.45 Rekapitulasi faktor skala hasil respons spektrum dengan statik
Ekivalen masing-masing arah model 5 123
Tabel 4.46 Gaya geser hasil analisis respons spektrum arah X dan Y
Model 5 123
xvi
Tabel 4.47 Perhitungan story drift kinerja batas ultimit arah X berdasarkan
SNI 1726:2012 model 5 125
Tabel 4.48 Perhitungan story drift kinerja batas ultimit arah Y berdasarkan
SNI 1726:2012 model 5 125
Tabel 4.49 Nilai hasil perhitungan kekakuan struktur bangunan arah X
model 5 126
Tabel 4.50 Nilai hasil perhitungan kekakuan struktur bangunan arah Y
model 5 127
Tabel 4.51 Persentase pengurangan simpangan antar lantai untuk semua
model 129
Tabel 4.52 Persentase penahan gaya gempa semua model 131
xvii
DAFTAR GAMBAR
xviii
berada pada lantai 7 66
Gambar 3.8 Pemodelan struktur 3 dimensi yang letak outrigger truss
berada pada lantai 5 70
Gambar 3.9 Pemodelan struktur 3 dimensi yang letak outrigger truss
berada pada lantai 3 74
Gambar 4.1 Diagram gaya geser terhadap ketinggian struktur dengan
gaya lateral ekivalen model 1 81
Gambar 4.2 Gaya geser analisis respon spektrum ragam model 1 84
Gambar 4.3 Diagram total drift terhadap tingkat bangunan arah X dan Y
Model 1 86
Gambar 4.4 Kekakuan antar lantai arah X dan Y model 1 88
Gambar 4.5 Diagram gaya geser terhadap ketinggian struktur dengan
gaya lateral ekivalen model 2 91
Gambar 4.6 Gaya geser analisis respon spektrum ragam model 2 94
Gambar 4.7 Diagram total drift terhadap tingkat bangunan arah X dan Y
Model 2 96
Gambar 4.8 Kekakuan antar lantai arah X dan Y model 2 98
Gambar 4.9 Diagram gaya geser terhadap ketinggian struktur dengan
gaya lateral ekivalen model 3 101
Gambar 4.10 Gaya geser analisis respon spektrum ragam model 3 104
Gambar 4.11 Diagram total drift terhadap tingkat bangunan arah X dan Y
Model 3 106
Gambar 4.12 Kekakuan antar lantai arah X dan Y model 3 108
Gambar 4.13 Diagram gaya geser terhadap ketinggian struktur dengan
gaya lateral ekivalen model 4 111
Gambar 4.14 Gaya geser analisis respon spektrum ragam model 4 114
Gambar 4.15 Diagram total drift terhadap tingkat bangunan arah X dan Y
Model 4 116
Gambar 4.16 Kekakuan antar lantai arah X dan Y model 4 118
Gambar 4.17 Diagram gaya geser terhadap ketinggian struktur dengan
gaya lateral ekivalen model 5 121
Gambar 4.18 Gaya geser analisis respon spektrum ragam model 5 124
xix
Gambar 4.19 Diagram total drift terhadap tingkat bangunan arah X dan Y
Model 5 126
Gambar 4.20 Kekakuan antar lantai arah X dan Y model 5 128
Gambar 4.21 Perbandingan simpangan arah X 128
Gambar 4.22 Perbandingan simpanagn arah Y 129
Gambar 4.23 Perbandingan kekakuan arah X 130
Gambar 4.24 Perbandingan kekakuan arah Y 130
xx
DAFTAR NOTASI
DL Beban mati.
LL Beban hidup.
QE Pengaruh gaya gempa horizontal dari V, yaitu gaya geser desain
total di dasar struktur dalam arah yang ditinjau. Pengaruh
tersebut harus dihasilkan dari peerapan gaya horizontal secara
serentak dalam dua arah tegak lurus atau satu sama lain.
P Faktor redudansi, untuk desain seismik D sampai F nilainya 1,3.
SDS Respon spektra percepatan desain untuk perioda pendek.
Fa koefisien perioda pendek.
SS Nilai spektra percepatan untuk perioda pendek 0,2 detik di
batuan dasar.
Fv koefisien perioda 1 detik.
S1 Parameter percepatan respon desain yag ditetapkan.
SA Klasifikasi site batuan keras.
SB Kalsifikasi site batuan.
SC Klasifikasi site tanah sangat padat dan batuan lunak.
SD Klasifikasi site tanah sedang.
SE Klasifikasi tanah lunak.
SF Klasifikasi tanah khusus.
SS Lokasi yang memerlukan investigasi geoteknik dan analisis
respon site spesifik.
µ Konstanta yang tergantung pada peraturan perencanaan
bangunan yang digunakan, misalnya untuk IBC-2009 dan ASCE
7-10 dengan gempa 2500 tahun menggunakan nilai µ sebesar
2/3 tahun.
SD1 Parameter percepatan respon spektrum pada perioda detik.
Sa Respon spektrum percepatan.
T Perioda struktur dasar (detik).
V Gaya geser seismik.
Cs Koefisien seismik yang ditentukan.
xxi
W Berat seismik efektif.
R Faktor modifikasi dalam.
Ie Faktor keutamaan gempa.
Cvx Faktor distribusi vertikal.
Wi dan wx Bagian berat seismik efektif total struktur yang ditempatkan
pada tingkat i atau x.
Hi dan hx Tinggi (m) dasar sampai tingkat i dan x.
k Eksponen yang terkait dengan perioda.
Fi Bagian dari geser dasar seismik (kN).
Vx geser tingkat desain gempa di semua tingkat (kN).
Ta minimum Nilai batas bawah perioda bangunan.
hn ketingian struktur dalam (m) di atas dasar sampai tingkat tinggi
struktur.
Cr Nilai parameter perioda pendekatan.
Ta maksimum Nilai batas atas perioda bangunan.
Cu Koefisien dari parameter percepatan respon spektral desain pada
1 detik.
MRF Momen resisting frames.
SRPMK Sistem rangka penahan momen khusus.
SRPMB Sistem rangka penahan momen biasa.
SRBKB Sistem rangka Bracing konsentrik biasa.
SRBKK Sistem rangka Bracing konsentrik khusus.
Mn Momen lentur Link.
Mu Momen lentur perlu.
Ø Faktor reduksi lentur.
bf Lebar sayap balok (mm).
d Tinggi balok (mm).
Zb Modulus penampang plastis
Φd Faktor reduksi untuk daktalitas
Vu Gaya geser ultimate balok
ƩM*pb Jumlah momen balok pada pertemuanas balok dan as kolom
Øc Faktor ketahanan tekan
xxii
Nn Kuat tekan nominal komponen struktur
Nu Gaya tekan terfaktor
Ag Luas penampang bruto (mm2)
fcr Tegangan kritis penampang, Mpa
fy Tegangan leleh material
Ae Luas penampang efektif
Mu Momen terfaktor (N,mm)
Ø Faktor reduksi
Mmax Momen maksimum dari bentang yang ditinjau
Mn Kuat lentur nominal balok
Mp Momen lentur yang menyebabkan seluruh penampang
mengalami tegangan leleh (N,mm)
Cb Koefisien pengali momen tekuk torsi lateral
My Momen lentur yang menyebabkan penampang mulai mengalami
tegangan leleh (N,mm)
Mr Momen batas tekuk (N,mm)
Lp Panjang bentang maksimum untuk balok yang mampu
menerima momen plastis (mm)
Lr Panjang bentang minimum untuk balok yang kekuatanya mulai
ditentukan oleh momen kritis tekuk torsi lateral (mm)
Lb Panjang bagian pelat sayap tekan tanpa pengekang lateral
Vn Kuat geser nominal (N)
Vu Gaya geser terfaktor (N)
Fyw Tegangan leleh pelat badan
Aw Luas kotor pelat badan
ADSR Acceleration displacement response spektrum
ATC Applied technology council
C Faktor respons gempa
CCR Redaman keritis
DC Damage control
fc’ Kuat tekan beton
g Percepatan gravitasi
xxiii
K Kekakuan struktur
N Jumlah lantai struktur
X Perpindahan
Wt Berat total gedung termasuk beban hidup yang sesuai
Xroof Perpindahan atap
Xmaks Perpindahan maksimum saat mencapai kondisi di ambang
keruntuhan
ɷ Frekuensi alami atau natural
ξ Koefisien faktor redaman
δi Perpindahan lateral lantai ke-i
γ Faktor beban
μ Faktor daktalitas
φ Rotasi
xxiv
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Sistem outrigger truss merupakan salah satu sistem penahan beban lateral
yang umumnya direncanakan dengan profil baja dan dipasang secara diagonal
(dapat juga berupa struktur dinding beton ataupun struktur komposit). Kolom
bagian terluar dari bangunan tingkat tinggi terhubung dengan core wall yang
terdapat di bagian tengah bangunan dengan batang-batang outrigger truss yang
bersifat sangat kaku pada satu tingkat atau lebih. Ketika beban lateral bekerja pada
bangunan, penekukan pada core wall memutar batang-batang outrigger yang kaku
yang juga terhubung dengan core wall serta mempengaruhi tarik dan tekan pada
kolom. Outrigger truss tidak hanya bisa direncanakan secara independen.
Kenyataannya, untuk merancang suatu bangunan tingkat tinggi yang
menggunakan outrigger truss juga dapat dikombinasikan dengan sistem struktural
lainnya yang juga dikenal dengan belt truss. Belt truss tidak terhubung dengan
core wall yang ada pada bangunan, melainkan dipasang dengan posisi
mengelilingi seluruh bagian terluar dari bangunan yang menghubungkan kolom-
kolom terluar dari bangunan secara horizontal. Belt truss juga hanya dipasang
pada lantai-lantai yang mengunakan outrigger truss saja sebagai penambah
kekakuan dan kekuatan struktur.
Outrigger truss yang digunakan pada bangunan tingkat tinggi tidak dipasang
pada setiap lantai. Pemasangan outrigger truss disesuaikan dengan kebutuhan dan
perencanaan dari bangunan tersebut. Umumnya, outrigger truss dapat dipasang
hanya pada satu lantai saja ataupun lebih pada bangunan.
Penulis sangat tertarik pada sistem Outrigger truss karena merupakan ilmu
dalam dunia konstruksi yang harus dikembangkan dan diterapkan pada bangunan
sekarang ini. Di Indonesia sendiri konsep ini masih sangat jarang diterapkan
karena masih kurangnya pemahaman pada outrigger, padahal sistem ini sangat
efektif diterapkan terlebih lagi Indonesia berada di kawasan yang sering terjadi
gempa besar.
Dalam tugas akhir ini akan dibahas penggunaan sistem outrigger truss yang
akan ditempatkan di beberapa lantai pada bangunan beton setinggi 10 lantai, dan
2
pengaruh respon yang ditimbulkan oleh beban gempa terhadap bangunan tingkat
tinggi yang menggunakan outrigger. Perencanaan beban gempa akan
diperhitungkan secara analitis dengan bantuan program komputer ETABS ver 15
sehingga didapat nilai dari simpangan antar lantai (story drift), kekakuan antar
lantai dan lokasi penempatan outrigger truss yang optimum.
Dari tugas akhir ini penulis ingin mendapatkan beberapa tujuan akhir,
diantaranya:
1. Untuk mengetahui nilai perioda dari setiap model struktur bangunan gedung
yang mengalami gaya lateral.
2. Membandingkan penggunaan outrigger truss terhadap posisi pemasangan
outrigger truss yang efktif pada bangunan tersebut sehingga didapat
persentase pengurangan story drift secara lateral akibat dari beban gempa.
3. Meningkatkan efisiensi dinding geser dengan menggunakan outrigger truss
sebagai penghubung dinding dengan kolom primer sehingga ikut menahan
momen guling akibat gaya lateral serta menunjukkan kekakuan antar lantai.
4. Menunjukkan nilai persentase dinding geser dan outrigger dalam menahan
gaya latera.
5. Menganalisis struktur gedung dengan analisis respon spektrum yang ditinjau
berdasarkan base shear, story drift, perioda struktur, soft story.
3
1.5 Batasan Masalah
Metode pengerjaan dan pembahasan tugas akhir ini adalah secara teoritis dan
analitis, adapun tahapan pengerjaannya antara lain:
1. Pengenalan dan pembahasan teoritis mengenai bangunan tingkat tinggi dan
sistem outrigger truss.
2. Pembahasan respon pada bangunan tingkat tinggi yang ditimbulkan oleh
beban lateral seperti beban gempa.
3. Membandingkan hasil story drift dari bangunan untuk penempatan outrigger
truss pada tiap lantai yang ditinjau.
4. Membandingkan hasil kekakuan antar lantai untuk semua model yang
dianalisis.
4
1.7 Sistematika Pembahasan
Bab 1 Pendahuluan
Menguraikan hal-hal umum mengenai tugas akhir seperti latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, metode
penelitian.
Berisi kesimpulan sesuai dengan analisis terhadap penelitian dan beberapa saran
untuk pengembangan lebih lanjut yang lebih baik di masa yang akan datang.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan dari bangunan tingkat tinggi mengikuti alur dari kemajuan dan
perkembangan kota. Urbanisasi yang dimulai seiring dengan gencarnya
industrialisasi, masih terus berjalan di berbagai tempat di dunia hingga saat ini. Di
Amerika Serikat, proses ini bermula dari abad ke–19. Masyarakat mulai berpindah
dari jalur rural (desa) menuju urban (kota) yang memicu dan memaksa kota untuk
meningkatkan daya tampungnya. Teknologi pembangunan menaggapi hal ini
dengan serius, sehingga pada masa ini baja ringan, eskalator dan lift serta suplai
energi listrik juga dikenal dengan dimulainya daya tampung kota secara vertikal.
Dampak dominan dari bangunan tingkat tinggi terhadap tata kota telah
mengundang banyak kontroversi antara gedung kota dan bangunan kuno yang
bersejarah. Bentuk-bentuk dari bangunan tingkat tinggi telah mengubah dan
membentuk garis-garis langit pada banyak kota di berbagai negara. Namun
demikian, semuanya dibangun dan diciptakan dengan tujuan menyerukan
karakteristik dan pernyataan simbol dari kemakmuran dan kemajuan suatu negara
serta perwakilan dari ambisi prekonomian masyarakat.
6
desain yang semakin luar biasa pula. Hal ini mendongkrak kemajuan dari
perkembangan bangunan tingkat tinggi yang telah menjadi kebutuhan masyarakat
sehari-hari (sebagai apartemen, hotel, perkantoran, sekolah, rumah sakit, gedung
serbaguna maupun pusat perbelanjaan), serta meningkatkan perkembangan
estetika dunia arsitektural yang berpengaruh pada tata kota. Sistem struktural yang
inovatif seperti magaframe, interior super diagonal braced frame, hybrid steel,
core dan sistem outrigger telah menjadi perwakilan dari sebuah perkembangan
sistem struktural pada bangunan tingkat tinggi.
Pada tahun 1965, Fazlur Khan menyadari bahwa hirarki dari sistem struktur
ini dapat dikatagorikan dengan tujuan dapat menjadi pendekatan yang efektif
untuk penahan beban lateral. Tipe yang pertama merupakan sistem penahan
momen yang efesien untuk gedung yang bertingkat 20 hingga 30 lantai. Tipe
berikutnya merupakan generasi dari sistem tubular dengan efisiensi dari kantilever
yang tinggi. Tampilan bagan dari sistem ini terus dimodernisasikan secara
periodik dalam jangka waktu tertentu apabila ada sistem baru yang ditentukan dan
dikembangkan dalam perencanaan bangunan tingkat tinggi.
7
Material
Baja
Beton
Komposit
Sistem penahan beban gravitasi
Floor Framing (balok, slab)
Kolom
Truss
Pondasi
Sistem penahan beban lateral
Dinding
Frame
Truss
Diaphragm
Tipe beban lateral
Angin
Seismik
Kekuatan dan kebutuhan kenyamanan
Drift
Accerelation
Ductility
2.2.1 Umum
8
Ketika outrigger menjadi salah satu bagian dari struktur yang bersatu dengan
bangunan tingkat tinggi dalam dua puluh lima tahun terakhir, outrigger ternyata
mempunyai sejarah tersendiri dalam pemakaian sehari-hari sebagai salah satu
unsur struktural. Salah satu pemakaian sistem outrigger adalah pada kapal layar
yang besar.
Kapal layar besar pada masa lalu maupun masa ini didapati telah
menggunakan sistem outrigger untuk menahan tekanan angin yang bekerja pada
layar kapal. Caranya adalah menyesuaikannya dengan tonggak layar (mast) yang
tinggi dan ramping pada kapal sebaik mungkin.
Sistem outrigger truss digunakan sebagai salah satu sistem struktural yang
efektif untuk mengontrol beban yang bekerja secara lateral. Ketika beban lateral
bekerja pada suatu struktur, baik beban angin ataupun gempa, maka kerusakan
struktur secara struktural maupun non-struktural dapat diminimalkan. Sistem ini
umumnya digunakan pada bangunan bertingkat tinggi yang juga terletak pada
daerah yang merupakan zona gempa ataupun yang beban angin yang cukup besar
pengaruhnya.
9
Kerusakan bangunan akibat beban lateral secara konvensional dapat dicegah
dengan memperkuat dan memperkaku struktur bangunan terhadap gaya lateral
yang bekerja padanya. Namun, kerusakan secara non struktural umumnya
disebabkan karena adanya inter-storey drift (perbedaan simpangan antar tingkat).
Usaha memperkecil inter-storey drift dapat dilakukan dengan memperkaku
bangunan dalam arah lateral.
Sistem outrigger truss merupakan salah satu sistem pengaku dan penahan
beban lateral yang umumnya berupa profil baja (bisa juga dari beton ataupun
komposit). Kolom bagian terluar dari bangunan tingkat tinggi terhubung dengan
core wall terdapat di bagian tengah bangunan outrigger truss yang sangat kaku
pada satu tiang atau lebih.
Konsep dari pemakaian outrigger truss telah tersebar luas dewasa ini, apalagi
di dalam perencanaan bangunan bertingkat tinggi. Penggunaan outrigger truss
pada bangunan tingkat tinggi di luar negeri apalagi negara maju sudah sangat
berkembang. Di dalam konsep ini, outrigger truss berfungsi sebagai penahan
beban lateral yang menghubungkan core dengan kolom yang terletak pada bagian
terluar dari bangunan tersebut. Core yang dimaksud dapat berupa shear wall
ataupun braced frame sesuai perencanan.
Serupa dengan yang terjadi pada layar kapal, outrigger mengurangi momen
yang berputar pada core yang juga berfungsi sebagai kantilever murni, dan
mentransfer momen yang telah dikurangi ke kolom yang berada di luar core
secara tarikan ataupun tekanan.
Pada kapal layar, outrigger dapat mengurangi dampak dari sambungan yang
kritis yang menghubungkan tonggak layar dengan balok pada layar kapal (keel
beam). Akibatnya, ukuan dari tonggak layar pun dapat diminimalkan. Keuntungan
ini dapat diaplikasikan pada bangunan tingkat tingi yang didapati sanggup untuk
mengurangi momen yang berputar pada core. Perputaran momen dari penyokong
layer (stay) dan tonggak layar (mast) yang diberikan ke balok kapal (keel beam),
adalah momen yang sama pada bangunan yang ditransfer ke kolom terluar pada
bangunan tingkat tinggi.
10
Penggunaan dan efisiensi dari outrigger berakar baik dalam sejarahnya
tersendiri. Outrigger juga telah menjadi salah satu elemen kunci dalam
perencanaan bangunan tingkat tinggi yang efesian dan ekonomis.
11
Gambar 2.2: Bangunan tingkat tinggi dengan sistem outrigger truss yang
konvensional.
Cara dari kolom terluar dari bangunan menahan bagian dari perputaran
momen yang dihasilkan oleh angin maupun beban-beban lainnya yang bekerja
pada bangunan digambarkan dalam Gambar 2.1. Outrigger truss yang terhubung
dengan core dan kolom diluar core, meregangkan kembali perputaran pada core
dan mengkonversi bagian dari momen pada core menjadi pasangan gaya vertikal
pada kolom. Pemendekan dan perpanjangan dari kolom serta deformasi dari
outrigger dapat menyebabkan beberapa perputaran pada core. Dalam perencanaan
umum, perputaran terhitung kecil sehingga core membalikkanya ke arah bawah
outrigger truss.
Gambar 2.3: Transfer gaya dalam sistem outrigger truss yang konvensional.
12
2.2.3 Aplikasi
Belt truss merupakan sistem pengaku yang juga penunjang dan menopang
outrigger truss. Sama halnya dengan perencanaan outrigger truss, belt truss
sendiri hanya juga dipasang pada lantai-lantai tertentu sesuai dengan perencanaan
yang telah dibuat. Jadi, dimana batang-batang outrigger diletakkan, dipasang dan
direncanakan, maka di sana pula terdapat belt truss yang lebih sering berupa profil
dari baja akan mendukung kinerja dari outrigger truss sendiri.
Belt truss tidaklah terhubung dengan core wall yang ada pada bangunan. Belt
truss dipasang dengan posisi mengelilingi seluruh bagian terluar dari struktur
yang menghubungkan kolom-kolom terluar dari bangunan secara horizontal. Belt
truss juga hanya dipasang pada lantai-lantai yang menggunakan outrigger truss
saja sebagai penambahan kekuatan dan kekakuan struktur.
13
1. Momen yang berputar pada core dan peningkatan deformasi yang terjadi
dapat dikurangi melalui momen yang berputar berlawanan arah yang bekerja
pada core pada masing-masing persimpangan outrigger. Momen ini
ditimbulkan dari pasangan gaya pada kolom terluar yang terhubung dengan
outrigger.
2. Pengurangan yang signifikan dan kemungkinan hilangnya gaya ke atas dan
gaya regang melalui kolom dan pondasi.
3. Penempatan jarak kolom terluar tidak didasarkan pada pertimbangan
struktural saja dan dapat dengan mudah dikaitkan dengan pertimbangan
estetika dan fungsional.
4. Framing terluar dapat berupa balok biasa yang sederhana dan framing kolom
tanpa harus membutuhkan sambungan frame yang kaku, mengakibatkan
perencanaan bangunan lebih ekonomis.
2.2.5 Permasalahan
14
3. Cara untuk menghubungkan outrigger truss dengan core wall dapat menjadi
suatu hal yang sangat rumit. Tingkat kesulitan akan semakin tinggi apabila
sistem core yang direncanakan adalah core wall dari beton.
4. Dalam beberapa hal, core dan outrigger truss tidak akan memendek secara
bersamaan karena pengaruh gaya gravitasi. Outrigger truss haruslah sangat
kaku agar dapat berfungsi dengan efektif dan maksimal. Outrigger truss
dapat mengalami tegangan yang cukup signifikan ketika mencoba untuk
mengontrol perbedaan pemendekan antara core dan batang-batang outrigger
truss. Ketelitian yang tinggi dan biaya tambahan juga diperlukan dalam
permasalahan ini. Selain itu, penyelesaian beberapa sambungan truss harus
ditunda hingga bangunan hampir mencapai puncak penyelesaian
pembangunannya karena lantai bangunan yang menggunakan outrigger
haruslah sangat kaku. Semua usaha ini dilakukan untuk mengurangi masalah
yang terjadi akibat perbedaan pemendekan.
Karena masalah utama terletak pada terbatasnya ruang muat dan gerak akibat
penempatan outrigger truss, maka biasanya lantai yang menggunakan outrigger
dimaksimalkan sebaik mungkin agar tidak menjadi bagian dari bangunan megah
dan tinggi yang tidak berfungsi sama sekali. Agar dapat menjadi lantai dari
bangunan yang efektif dan maksimal, adapun langkah yang dapat dilakukan
sebagai solusi adalah menjadikan lantai-lantai yang menggunakan outrigger ini
menjadi ruangan mesin ataupun genset. Caranya adalah dengan menyesuaikan
ukuran mesin yang akan menempati ruangan yang juga sedikit terhimpit oleh
batang-batang outrigger, agar dapat muat dalam petak-petak ruangan yang
terbentuk akibat pemasangan outrigger truss. Alternatif lainnya yang dapat
dijadikan solusi adalah menjadikan ruangan tersebut menjadi gudang
panyimpanan stok barang ataupun tempat penyimpanan barang-barang ataupun
perlengkapan kantor lainnya. Selain itu, bisa dimanfaatkan pula sebagai ruangan
kontrol, ruangan pengawasan keamanan, ruangan kompresor AC ataupun ruangan
panel listrik.
15
Gambar 2.4: Shear wall dengan outrigger truss.
16
- Kolom : 56 Mpa
- Core : Dinding beton
Secara umum analisis struktur terhadap beban gempa dibagi menjadi dua
macam, yaitu:
1. analisis beban statik ekuivalen adalah suatu cara analisis struktur dimana
pengaruh gempa pada struktur dianggap sebagai beban statik horizontal yang
diperoleh dengan hanya memperhitungkan respon ragam getar yang pertama.
Biasanya distribusi gaya geser tingkat ragam getar yang pertama ini
disederhanakan sebagai segitiga terbaik.
2. Analisis dinamik adalah analisa struktur dimana pembagian gaya geser gempa
di seluruh tingkat diperoleh dengan memperhitungkan pengaruh dinamik
gerakan tanah terhadap struktur. Analisis dinamik terbagi menjadi 2, yaitu:
a. Analisis ragam respon spektrum dimana tebal respon didapat memelalui
superposisi dan respon masing-masing ragam getar.
17
b. Analisis riwayat waktu adalah analisis dinamis dimana pada model
struktur diberikan suatu catatan rekaman gempa dan respon spektrum
dihitung langkah demi langkah pada interval tertentu.
Untuk struktur gedung yang tidak beraturan yang tidak memenuhi struktur
gedung beraturan, pengaruh gempa rencana terhadap struktur gedung tersebut
harus ditentukan melalui analisis respon dinamik 3 dimensi. Untuk mencegah
terjadinya respons spekrtum gedung terhadap pembebanan gempa yang dominan
dalam rotasi dari hasil analisis variabel bebas 3 dimensi, paling tidak gerak ragam
pertama (fundamental) harus dominan dalam translasi.
18
Untuk struktur gedung tidak beraturan yang memilih waktu-waktu getar
alami yang berdekatan harus dilakukan dengan metoda yang dikenal dengan
Kombinasi Kuadratik Lengkap (Complete Quadratic Combination atau CQC).
Waktu getar alami harus dianggap berdekatan, apabila selisih nilainya kurang dari
15%. Untuk struktur tidak beraturan yang memiliki waktu getar alami berjauhan,
penjumlahan reson ragam tersebut dapat dilakukan dengan metode yang dikenal
dengan Akar Jumlah Kuadrat (Square Root of the Sum of Square atau SRSS).
Perbedaan antara beban statik dan dinamik (Widodo 2000). Pada ilmu statika
keseimbangan gaya-gaya didasarkan atas kondisi statik, artinya gaya-gaya
tersebut tetap intensitasnya, tetap tempatnya dan tetap arah/garis kerjanya. Gaya-
gaya tersebut dikatagorikan sebagai beban statik. Kondisi seperti ini akan berbeda
dengan beban dinamik dengan pokok-pokok perbedaan sebagai berikut:
1. Beban dinamik adalah beban yang berubah-ubah menurut waktu (time
variying) sehingga beban dinamik merupakan fungsi dari waktu.
2. Beban dinamik umumnya hanya bekerja pada rentang waktu tertentu. Untuk
gempa bumi maka rentang waktu tersebut kadang-kadang hanya bebarapa
detik saja. Walaupun hanya beberapa detik saja namun beban angin dan
baban gempa misalnya dapat merusak struktur dengan kerugian yang sangat
besar.
3. Beban dinamik dapat menimbulkan gaya inersia pada pusat massa yang
arahnya berlawanan dengan arah gerakan.
4. Beban dinamik lebih komplek dibandingkan dengan beban statik, baik dari
bentuk fungsi bebannya maupun akibat yang ditimbulkan. Asumsi-asumsi
kadang perlu diambil untuk mengatasi ketidak pastian mungkin ada pada
beban dinamik.
5. Karena beban dinamik berubah-ubah intensitasnya menurut waktu, maka
pengaruhnya terhadap struktur juga berubah-ubah menurut waktu. Oleh
karena itu penyelesaian tunggal (single solution), maka penyelesaian problem
dinamik bersifat penyelesaian berulang-ulang (multiple solution).
6. Sebagai akibat penyelesaian yang berulang-ulang maka penyelesaian struktur
dengan beban dinamik akan lebih mahal dan lebih lama.
19
Menurut tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk bangunan gedung SNI
03-1726-2002 pasal 6, struktur gedung ditetapkan sebagai struktur gedung
beraturan, apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. Tinggi struktur gedung diukur dari taraf penjepitan lateral tidak lebih dari 10
tingkat atau 40 m.
2. Denah struktur gedung adalah persegi panjang tanpa tonjolan dan kalaupun
mempunyai tonjolan, panjang tonjolan tersebut tidak lebih dari 25% dari
ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah tonjolan tersebut.
3. Denah struktur gedung tidak memiliki coakan sudut dan kalaupun
mempunyai coakan sudut, panjang sisi coakan tersebut tidak lebih dari 15%
dari ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah sisi coakan tersebut.
4. Sistem struktur gedung terbentuk oleh subsistem-subsistem penahan beban
lateral yang arahnya saling tegak lurus dan sejajar dengan sumbu-sumbu
utama ortogonal denah struktur secara keseluruhan.
5. Sistem struktur gedung tidak menunjukkan loncatan bidang muka dan
kalaupun mempunyai loncatan bidang muka, ukuran dari denah struktur
bagian gedung yang menjulang dalam masing-masing arah, tidak kurang dari
75% dari ukuran terbesar denah struktur bagian gedung sebelah bawahnya.
Dalam hal ini, struktur rumah atap yang tingginya tidak lebih dari 2 tingkat
tidak perlu dianggap menyebabkan adanya loncatan bidang muka.
6. Sistem struktur gedung memiliki kekakuan lateral yang beraturan, tanpa
adanya tingkat lunak. Yang dimaksud dengan tingkat lunak adalah suatu
tingkat, dimana kekakuan lateralnya adalah kurang dari 70% kekauan lateral
tingkat di atasnya. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kekakuan lateral
suatu tingkat adalah gaya geser yang bila bekerja pada tingkat itu
menyebabkan satu-satuan simpangan antar tingkat.
7. Sistem struktur gedung memiliki berat lantai tingkat yang beraturan, artinya
setiap lantai tingkat memiliki berat yang tidak lebih dari 150% dari berat
lantai tingkat di atasnya atau di bawahnya. Berat atap atau rumah atap tidak
perlu memenuhi ketentuan ini.
8. Sistem struktur gedung memiliki unsur-unsur vertikal dari sistem penahan
beban lateral yang menerus tanpa perpindahan titik beratnya, kecuali bila
20
perpindahan tersebut tidak lebih dari setengah ukuran unsur dalam arah
perpindahan tersebut.
9. Sistem struktur gedung memiliki lantai tingkat yang menerus, tanpa lubang
atau bukaan yang luasnya leebih dari 50% luas seluruh lantai tingkat.
Kalaupun ada lantai tingkat dengan lubang tau bukaan seperti itu, jumlahnya
tidak boleh melebihi 20% dari jumlah lantai tingkat seluruhnya.
Gempa bumi memiliki pengaruh yang sangat besar pada struktur bangunan
melalui intensitas lokal dari gempa yaitu besar kecilnya getaran permukaan di
lokasi bangunan itu berdiri. Intensitas gempa dinyatakan dalam satuan (m/s2). Saat
tanah dalam keadaan diam berat bangunan tersebut ditopang langsung oleh tanah
sesuai dengan percepatan gravitasi. Ketika gempa bumi terjadi permukaan tanah
akan bergerak sesuai dengan percepatan gempa bumi tersebut hal ini
menunjukkan bahwa tanah yang mula-mula diam hingga bergerak mempunyai
kecepatan tertentu. Adanya percepatan tanah yang terjadi akibat gempa akan
menimbulkan akan mengakibatkan daya dorong tanah yang membuat bangunan
di atasnya mendorong kearah belakang (berlawanan degan percepatan tanah)
sehingga berpotensi merusak bangunan, gaya dorong tersebut dinamakan gaya
inersia yang mempunyai kecendrungan agar bangunan tetap berada pada kondisi
semula dengan melawan arah gerakan percepatan tanah akibat gempa.
21
Besarnya gaya inersia yang timbul akibat percepatan tanah tersebut adalah
gaya inersia (Newton) = massa bangunan (kg) × percepatan tanah (m/s2). Semakin
besar massa bangunan maka semakin besar percepatan tanah tersebut, semakin
besar pula gaya inersia yang ditimbulkan oleh karena itu, bangunan yang lebih
ringan akan lebih tahan terhadap guncangan akibat gempa bumi.
Faktor gempa yang berpengaruh pada respon atau reaksi struktur bangunan
adalah lamanya waktu gempa dan rentang frekuensi gempa. Durasi gempa
berpengaruh pada besarnya perpindahan energi dan vibrasi tanah ke energi
struktur (energi desipasi). Gempa dengan percepatan sedang dan durasi yang lama
menyebabkan kerusakan lebih besar dibandingkan dengan gempa yang memiliki
percepatan besar tetapi durasinya singkat.
22
Gambar 2.5: Peta respon spektra percepatan 0 detik di batuan dasar SB untuk
probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun (redaman 5%) (SNI 1726:2012).
Gambar 2.6: Peta respon spektra percepatan 0,2 detik di batuan dasar SB untuk
probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun (redaman 5%) (SNI 1726:2012).
23
Gambar 2.7: Peta respon spektra percepatan 1 detik di batuan dasar SB untuk
probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun (redaman 5%) (SNI 1726:2012).
24
2.5 Arah Pembebanan dan Penentuan Respon Spektra
25
Untuk penentuan parameter respon spektra percepatan di permukaan tanah,
diperlukan faktor amplikasi terkait spektra percepatan untuk periode pendek (Fa)
dan periode 1,0 detik (Fv) . selanjutnya parameter respon spektra percepatan di
permukaan tanah dapat diperoleh dengan cara mengalikan koefisien Fa dan Fv
dengan spektra percepatan untuk perioda pendek (Ss) dan perioda 1,0 detik (S1) di
batuan dasar yangdiperoleh dari peta gempa Indonesia SNI 1727:2012 sesuai
dengan Pers. 2.1 dan 2.2.
SMS = Fa × Ss (2.1)
SM1 = Fv × S1 (2.2)
Keterangan:
Ss = Nilai spektra percepatan untuk periode pendek 0.2 detik di batuan dasar
(SB) mengacu pada peta Gempa SNI 1726:2012
S1 = Nilai spektra percepatan untuk periode 1,0 detik di batuan dasar (SB)
mengacu pada Peta Gempa SNI 1726:2012
Fa = Koefisien perioda pendek
Fv = Koefisien perioda 1,0 detik
Tabel 2.1 dan Tabel 2.2 memberikan nilai-nilai Fa dan Fv untuk berbagai
klasifikasi site.
Klasifikasi Site
Ss
(Sesuai Tabel 2.10)
Klasifikasi Site Ss ≤ 0,25 Ss = 0,5 Ss = 0,75 Ss = 1,0 Ss ≥ 1,25
Batuan Keras (SA) 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
Batuan (SB) 1.0 1,0 1,0 1,0 1,0
Tanah Sangat Padat
dan Batuan Lunak 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0
(Sc)
Tanah Sedang (SD) 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0
Tanah Lunak (SE) 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9
Tanah Khusus (SF) SS SS SS SS SS
26
Tabel 2.2: Koefisien periode 1.0 detik, Fv berdasarkan SNI 1726:2012.
Klasifikasi Site
S1
(Sesuai Tabel 2.10)
Klasifikasi Site S1 ≤ 0,1 S1 = 0,2 S1 = 0,3 S1 = 0,4 S1 ≥ 0,5
Batuan Keras (SA) 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
Batuan (SB) 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
Tanah Sangat Padat
dan Batuan Lunak 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3
(Sc)
Tanah Sedang (SD) 2,4 2,0 1,8 1.6 1.5
Tanah Lunak (SE) 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4
Tanah Khusus (SF) SS SS SS SS SS
27
Gambar 2.10: Bentuk tipikal respon spektra desain di permukaan tanah
(SNI 1726:2012).
Keterangan:
1. Untuk periode lebih kecil dari T0, respon spektra perceptan, Sa didapatkan dari
Pers. 2.5.
𝑇
Sa = SDS 0.4 + 0.6 𝑇 (2.5)
0
2. Untuk periode lebih besar atau sama dengan T0, dan lebih kecil atau sama
dengan Ts, respon spektra percepatan, Sa adalah sama dengan SDS.
3. Untuk periode lebih besar dari Ts, respon spektra percepatan, Sa didapatkan
dari Pers. 2.6.
𝑆𝐷𝑆
Sa = (2.6)
𝑇
Untuk nilai T0 dan Ts dapat ditentukan dengan Pers. 2.7 dan 2.8.
T0 = 0,2 Ts (2.7)
𝑆𝐷 1
Ts = (2.8)
𝑆𝐷𝑆
Sesuai pasal 4.1.2 pada SNI 1726:2012 yang menentukan katagori resiko
struktur bangunan gedung dan non gedung. Pengaruh gempa rencana terhadapnya
harus dikalikan dengan satuan faktor keutamaan. Khususnya untuk struktur
28
bangunan dengan katagori resiko IV bila dibutuhkan pintu masuk untuk
operasional dari struktur bangunan yang bersalahan, maka struktur bangunan yang
bersalah tersebut harus didesain dengan katagori resiko IV.
Tabel 2.3: Katagori resiko bangunan dan bangunan lainnya untuk beban gempa.
29
Tabel 2.5: Lanjutan.
Kelas situs Vs (m/det) N atau Nch Su (kPa)
Katagori resiko
Nilai SDS
I, II atau III IV
SDS < 0,167 A A
0,167 ≤ SDS < 0,33 B C
0,33 ≤ SDS < 0,50 C D
0,50 ≤ SDS D D
30
Tabel 2.7: Katagori desain seismik berdasarkan paremeter respon percepatan pada
perioda 1 detik.
Katagori resiko
Nilai SD1
I, II atau III IV
SD1 < 0,067 A A
0,067 ≤ SDS < 0,133 B C
0,133 ≤ SDS < 0,20 C D
0,20 ≤ SDS D D
Sistem penahan gaya seismik lateral dan vertikal dasar harus memenuhi salah
satu tipe yang telah ditetapkan pada SNI 1726:2012 pasal 7.2. setiap tipe dibagi-
bagi berdasarkan tipe elemen vertikal yang digunakan untuk menahan gaya
seismik lateral. Setiap seismik penahan gaya seismik dipilih harus dirancang dan
didetailkan sesuai dengan persyaratan khusus bagi sistem yang telah ditetapkan.
Sesuai pasal 7.8 pada SNI 1726:2012 gaya geser seismik V, dalam arah yang
ditentukan harus sesuai dengan Pers. 2.9.
V = Cs × W (2.9)
31
Keterangan:
Cs = Koefisien respon seismik yang ditentukan
W = Berat seismik efektif
Koefisien respon seismik, Cs harus ditentukan
𝑆𝐷𝑆
Cs = 𝑅 (2.10)
𝐼𝑒
Keterangan:
SD1 = Parameter percepatan spektrum respon desain pada perioda sebesar 1,0
(detik)
SDS = Parameter percepatan spektrum respon desain dalam rentang perioda
pendek
S1 = Parameter percepatan spektum respon maksimum yang dipetakan
T = Perioda fondamental struktur (detik)
R = Faktor modifikasi respon dalam
Ie = Faktor keutamaan gempa
Gaya gempa yang timbul di semua tingkat harus ditentukan dari Pers. Berikut
ini, dan sesuai dengan SNI 1726:2012 pada pasal 7.8.3.
Fx = Cvx × V (2.13)
Dan
𝑊
𝑋 ℎ𝐾
𝑋
CVX = 𝑛 𝑊 × ℎ𝐾 (2.14)
𝑖−1 𝐼 𝑋
32
Keterangan:
Cvx = Faktor distribusi vertikal
V = Gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur (kN)
wi dan wx = Bagian berat seismik efektif total struktur (W) yang ditempatakan
atau dikenakan pada tingkat i atau x
hi dan hx = Tinggi (m) dari dasar sampai tingkat i atau x
k = Eksponen yang terkait dengan perioda struktur sebagai berikut:
untuk struktur yang mempunyai perioda sebesar 0,5 detik atau kurang, k =1 untuk
struktur yang mempunyai perioda sebesar 2,5 detik tau lebih, k = 2 untuk struktur
yang mempunyai perioda antara 0,5 dan 2,5 detik, k harus sebesar 2 atau harus
ditentukan dengan interpolasi linier antara 1 dan 2.
Geser tingkat desain gempa di semua tingkat (Vx) (kN) harus ditentukan dari Pers.
2.15.
𝑛
Vx = 𝑖−𝑥 𝐹𝑖 (2.15)
Keterangan:
Fi = Bagian dari geser dasar seismik (V) (kN) yang timbul di tingkat i
33
Tabel 2.8: Nilai parameter periode pendekatan Cr, dan x berdasarkan SNI
1726:2012.
Tipe Struktur Ct x
Sistem rangka pemikul momen dimana rangka
memikul 100% seismik yang diisyaratkan dan tidak di
lingkupi atau dihubungkan dengan komponen yang
lebih kaku dan akan mencegah rangka dari defleksi
jika gaya gempa:
Rangka baja pemikul momen 0,0724 0,8
Rangka beton pemikul momen 0,0466 0,9
Rangka baja dengan Bracing eksentris 0,0731 0,75
Rangka baja dengan Bracing terkekang terhadap tekuk 0,0731 0,75
Semua sistem struktur lainnya 0,0488 0,75
Nilai maksimum periode bangunan (Ta maksimum) ditentukan oleh Pers. 2.17.
Ta maksimum = Cu× Ta minimum (2.17)
Keterangan:
Ta maksimum = Nilai batas atas periode bangunan
Cu = Ditentukan dari Tabel 2.9
34
Periode fundemental pendekatan Ta dalam detik untuk struktur dinding geser
batu bata atau beton diijinkan untuk ditentukan dari Pers. 2.18.
0,0062
Ta = hn (2.18)
𝐶𝑤
Keterangan:
AB = Luas dasar struktur, dinyatakan dalam meter persegi (m2)
Ai = Luas badan dinding geser “i”, dinyatakan dalam meter persegi (m2)
Di = Pajang dinding geser “i” dinyatakan dalam meter (m)
hi = Tinggi dinding geser “i” dinyatakan dalam meter (m)
x = Jumlah dinding geser dalam bangunan yang efektif dalam menahan gaya
dalam arah yang ditinjau
Beban yang akan ditanggung oleh suatu struktur atau elemen struktur tidak
selalu dapat diramalkan sebelumnya. Meski beban-beban tersebut telah diketahui
dengan baik pada satu lokasi struktur tertentu, distribusi dari elemen yang satu ke
35
elemen yang lain pada keseluruhan struktur masih membutuhkan asumsi dan
pendekatan. Jenis beban yang biasa digunakan dalam bangunan gedung meliputi:
a. Beban Lateral, yang terdiri atas:
1. Beban Gempa
Besarnya simpangan horizontal (drift) bergantung pada kemampuan
struktur dalam menahan gaya gempa yang terjadi. Apabila struktur
memiliki kekakuan yang besar untuk melawan gaya gempa maka struktur
akan mengalami simpangan horizontal yang lebih kecil dibandingkan
dengan struktur yang tidak memiliki kekakuan yang cukup besar.
Berdasarkan SNI 1729:2015 untuk mensimulasi arah pengaruh gempa
rencana yang sembarang terhadap struktur gedung baja, pengaruh
pembebanan gempa dalam arah utama harus dianggap efektif 100% dan
harus dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh gempa dalam arah
tegak lurus pada arah utama tetapi efektifitasnya hanya sebesar minimal
30% tapi tidak lebih dari 70%.
2. Beban Angin
Beban angin pada struktur terjadi karena adanya gesekan udara dengan
permukaan struktur dan perbedaan tekanan dibagian depan dan belakang
struktur. Beban angin tidak memberi kontribusi yang besar terhadap
struktur dibandingkann dengan beban yang lainnya. Menurut Schodek
(1999), besarnya tekanan yang diakaibatkan angin pada suatu titik akann
tergantung kecepatan angin, rapat massa udara, lokasi yang ditinjau pada
struktur, perilaku permukaan struktur, bentuk geometri struktur, dimensi
struktur.
b. Beban Gravitasi, yang terdiri atas:
1. Beban Hidup
Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghuni atau
penggunaan suatu gedung dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada
lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat dipindahkan, mesin-
mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tidak dipisahkan
dari gedung dan dapat digantikan selama masa hidup gedung tersebut,
sehingga mengakibatkan perubahan pembebanan pada lantai dan atap.
36
Beban hidup dapat menimbulkan lendutan pada struktur, sehingga harus
dipertimbangkan menurut peraturan yang berlaku agar struktur tetap
aman. Menurut Schueller (1998), beban yang disebabkan oleh isi benda-
benda di dalam atau di atas suatu bangunan disebut beban penghunian
(occupancy load). Beban ini mencakup beban peluang untuk berat
manusia perabot partisi yang dapat dipindahkan, lemari besi, buku, lemari
arsip, perlengkapan mekanis dan sebagainya.
2. Beban Mati
Beban mati (DL) adalah berat dari semua bagian gedung yang bersifat
tetap. Beban mati terdiri dua jenis, yaitu berat struktur itu sendiri dan
superimpossed deadload (SiDL). Beban superimpossed adalah beban mati
tambahan yang diletakkan pada struktur, dimana dapat berupa lantai
(ubin/keramik), peralatan mekanik elektrikal, langit-langit, dan
sebagainya. Perhitungan besarnya beban mati suatu elemen dilakukan
dengan meninjau berat suatu material tersebut berdasarkan volume
elemen. Berat satuan (unit weight) material secara empiris telah
ditentukan dan telah banyak dicantumkan tabelnya pada sejumlah standar
atau peraturan pebebanan.
Dinding geser merupakan dinding yang dirancang untuk menahan gaya lateral
akibat gempa bumi. Dinding geser yang efektif adalah bersifat kaku dan kuat.
Dalam struktur bertingkat dinding geser sangat penting, karena selain untuk
mencegah kegagalan dinding ekterior, dinding geser juga mendukung beberapa
lantai gedung dan memastikan bahwa struktur tidak runtuh akibat gerakan lateral
dalam gempa bumi. Dinding geser tidak hanya terbuat dari material beton saja
tetapi dewasa ini sudah berkembang dinding geser yang terbuat dari plat baja.
Tentunya kedua jenis dinding geser ini memiliki karakteristik dan sifat yang
berbeda dan hanya diterapkan pada struktur yang sama dengan material masing-
masing.
37
2.9.1 Elemen Struktur Dinding Geser
38
harus direncanakan dengan metode desain kapasitas. Dinding geser kantilever
termasuk dalam kelompok flexural wall, dimana rasio antara tinggi dan panjang
dinding geser tidak boleh kurang dari dua dan dimensi panjang tidak boleh kurang
dari 1,5 m serta tingkat retak beton dinding geser adalah 0,35 (Tavio, 2009).
Untuk menentukan tebal dinding geser minimum direncanakan dengan metode
empiris, yaitu:
1
Tebal dinding geser ≥ hw (2.20)
25
1
Tebal dinding geser ≥ lw (2.21)
25
Dimana:
hw = tinggi bagian dinding
lw = lebar bagian dinding
Kerja sama antara sistem rangka penahan momen dan dinding geser
merupakan suatu keadaan khusus, dimana dua struktur yang berbeda sifatnya
tersebut digabungkan. Dari gabungan kedua diperoleh suatu struktur yang lebih
kuat dan ekonomis. Kerja sama ini dapat dibedakan menjadi beberapa macam,
seperti (BSN 2002):
a. Sistem rangaka gedung, yaitu sistem struktur yang pada dasarnya memiliki
rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Pada sistem ini, beban
lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing. Sistem rangka gedung
dengan dinding geser beton bertulang yang bersifat daktail penuh dapat
direncanakan dengan menggunakan nilai faktor modifikasi respon, R sebesar
6,0.
b. Sistem ganda, merupakan gabungan dari sistem pemikul beban lateral berupa
dinding geser atau rangka bresing dengan sistem rangka pemikul momen.
Rangka pemikul momen harus direncanakan secara terpisah mampu memikul
sekurang-kurangnya 25% dari seluruh beban lateral yang bekerja. Kedua
sistem ini harus direncanakan untuk memikul secara bersama-sama seluruh
beban lateral gempa, dengan memperhatikan interaksi keduanya.
c. Sistem interaksi dinding geser dengan rangka. Sistem ini merupakan
gabungan dari sistem dinding beton bertulang biasa dan sistem rangka
pemikul momen biasa.
39
2.9.2 Konsep Perencanaan Dinding Geser
Perlu dicatat bahwa pada persamaan di atas pengaruh adanya tegangan aksial
yang bekerja pada dinding geser tidak diperhitungkan. Hal ini bahwa
persamaan di atas tersebut akan menghasilkan nilai kuat geser yang bersifat
konservatif. Selain itu, agar penerapan konsep desain geser berdasarkan gaya
dalam ini berhasil, maka kuat geser berdasarkan gaya dalam ini berhasil,
maka kuat lebih (overstrength) desain lentur dinding struktural yang
dirancang sebaiknya dijaga serendah mungkin. Dalam kaitan dengan hal ini,
SNI 03-2847-2006 mensyaratkan agar beton dan tulangan longitudinal dalam
lebar efektif flens, komponen batas, dan beban dinding harus dianggap efektif
menahan lentur.
40
Dinding juga harus mempunyai tulangan geser tersebar yang memberikan
tahanan dalam dua arah orthogonal pada bidang dinding. Apabila rasio hw/lw
tidak melebihi 2, rasio penulangan ρv (longitudinal) tidak boleh kurang
daripada rasio penulangan ρn (lateral). Selain itu, berdasarkan SNI 03-2847-
2006 (Purwanto et al, 2007), dinding struktural dengan rasio hw/lw tidak
melebihi 2 (yaitu dinding struktural yang perilakunya bersifat brittle)
sebaiknya didesain dengan metoda desain kapasitas. Sebagai alternatif,
bilamana kuat geser nominalnya tetap dipertahankan lebih kecil daripada
gaya geser yang timbul sehubungan dengan pengembangan kuat lentur
nominalnya, maka dinding struktural tersebut dapat didesain dengan faktor
reduksi yang lebih rendah, yaitu 0,55 (SNI 03-2847-2006 pasal 11.3.2.3a).
41
elemn atau titik tersebutlah kegagalan struktur akan terjadi disaat beban
maksimal bekerja pada struktur.
𝑀𝑘𝑎𝑝 ,𝑑
Vu,d,maks = ωd . 0,7 . . VE,d,maks (2.23)
𝑀𝐸,𝑑 ,𝑚𝑎𝑘𝑠
Dimana:
ωd = Koefisien pembesaran dinamis yang memperhitungkan
pengaruh dan terjadinya sendi plastis pada struktur secara
keseluruhan.
Mkap,d = Momen kapasitas pada penampang dasar didnding yang
dihitung berdasarkan luas baja tulangan yang terpasang
dengan tegangan tarik baja tulangan sebesar 1,25 fy
ME,d,maks = Momen lentur maksimum pada penampang dasar dinding
akibat beban gempa tak terfaktor
VE,d,maks = Gaya geser maksimum pada penampang dasar dinding akibat
beban gempa tak terfaktor
42
yang terjadi akibat gempa pada umumnya berupa cracking, yang terjadi pada
dasar dinding dan juga pada bagian coupling beam khususnya untuk sistem
dinding berangkai.
Perilaku batas yang terjadi pada dinding geser dapat diklasifikasikan sebagai
berikut (Pantazopoulou dan Imran, 1992):
a. Flexural behavior, dimana respon yang terjadi pada dinding akibat gaya luar
dibentuk oleh mekanisme kelelehan pada tulang yang menahan lentur.
Keruntuhan jenis ini pada umumnya bersifat daktil.
b. Flexural-shear behavior, dimana kelelehan yang terjadi pada tulangan yang
menahan lentur diikuti dengan kegagalan geser.
c. Shear behavior, dimana dinding runtuh akibat geser tanpa adanya kelelehan
pada tulangan yang menahan lentur. Perilaku batas ini bisa dibagi lagi
menjadi diagonal tension shear failure (yang dapat bersifat daktail, karena
keruntuahan terjadi terlebih dahulu pada baja tulangan) dan diagonal
compression shear failure (yang umumnya bersifat brittle).
d. Sliding shear behavior, dimana dibawah pembebanan siklik bolak-balik,
sliding shear bisa terjadi akibat adanya flexural cracks yang terbuka lebar di
dasar dinding. Keruntuhan jenis ini sifatnya getas dan menghasilkan perilaku
disipasi yang buruk.
Untuk dinding geser yang tergolong flexural wall dimana rasio, hw/lw ≥ 2,
kegagalan lain yang sering terjadi adalah berupa fracture pada tulangan yang
menahan tarik (Fintel, 1991). Hal ini biasanya diamati pada dinding yang
memiliki jumlah tulangan longitudinal yang sedikit, sehingga regangan
terkonsentrasi dan terakumulasi pada bagian yang mengalami crak akibat
pembebanan siklik yang berulang, yang dapat berujung pada terjadinya fracture
pada tulangan.
43
BAB 3
PEMODELAN STRUKTUR
Mulai
Pemodelan struktur
+
Pembebanan Pada Program ETABS
Tidak Ok
Run Model Struktur
Ok
Analisa
Selesai
44
3.2 Pemodelan Sistem Struktur
Struktur pada tugas akhir ini dimodelkan sebagai struktur rangka yang
menggunakan core wall dan outrigger truss dalam tiga dimensi. Dalam
pemodelan struktur dibantu dengan software ETABS ver. 15. Analisis pemodelan
dilakukan untuk melihat pengaruh penambahan outrigger dan penempatan
outrigger yang efektif pada struktur. Denah struktur dapat dilihat pada gambar di
bawah ini:
(a)
(b)
Gambar 3.2: Struktur gedung yang ditinjau: (a) Denah; (b) Potongan melintang.
45
Pada pemodelan struktur direncanakan gedung dengan 10 lantai yang akan
direncanakan sebanyak 5 model dimana terdapat variasi penggunaan outrigger
truss pada gambar di bawah ini:
(d) (e)
Gambar 3.3: Variasi model penempatan outrigger truss: (a) Model 1; (b) Model 2;
(c) Model 3; (d) Model 4 dan (e) Model 5.
Beban mati adalah beban yang diakibatkan oleh berat kontruksi permanen,
termasuk dinding, lantai atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan
46
tetap. Berikut beban mati yang didefinisikan akan bekerja pada konstruksi
gedung, yaitu:
a. Berat sendiri struktur
Berasal dari komponen core wall, outrigger truss, balok, dan kolom
bangunan.
Berasal dari pelat (dalam tugas ini digunakan pelat dengan ketebalan 120
mm).
Berat sendiri struktur akan langsung dihitung oleh software yang
digunakan.
47
Pelat tangga lantai 1 (h = 0,16 m)
Berat anak tangga = 0,0332 × 2400 = 79,68 kg/m2
Spesi (t = 2 cm) = 2 × 21 kg/m2 = 42 kg/m2
Penutup lantai keramik = 1 × 24 kg/m2 = 24 kg/m2
Handrill = = 15 kg/m2
Total beban mati = 160,68 kg/m2
48
Beban pada balok lift
Clear Machine
Car Size Opening Hoistway Pit Room
Per Load OH
A×B OP X×Y P Reaction
son Capacity (cm)
(cm) (cm) (cm) (cm) R1 R2
(kg) (kg)
9 600 kg 140×110 80 180×175 155 460 3500 2700
Beban hidup adalah beban yang terjadi secara temporer dan tidak permanen,
artinya tidak pasti terjadi setiap saat. Beban hidup merupakan beban yang terjadi
akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, dan termasuk beban-beban
pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin
serta peralatan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari gedung dan
dapat digantikan selama masa layan dari gedung itu, sehingga mengakibatkan
perubahan pembebanan.
Beban hidup yang bekerja pada lantai gedung direncanakan sesuai dengan
pedoman perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung (1987) dan beban
minimum untuk perancangan bangunan gedung dan struktur lain (SNI 1727:2013)
antara lain:
Pada lantai gedung = 240 kg/m2
Lantai atap = 100 kg/m2
Pelat tangga dan bordes = 300 kg/m2
Lantai ruang mesin lift = 400 kg/m2
Beban gempa adalah beban statik ekuivalen yang bekerja pada gedung atau
bagian gedung yang menirukan pengaruh dari permukaan tanah akibat gempa.
beban gempa rencana adalah nilai beban gempa yang peluang dilampauinya
49
selama masa layan gedung 50 tahun adalah 10% atau nilai beban gempa yang
periode ulangnya sebesar 500 tahun.
KOMBINASI PEMBEBANAN
Kombinasi Koefisien Koefisien Koefisien Koefisien
Kombinasi 1 1,4 DL 0 LL 0 EX 0 EY
Kombinasi 2 1,2 DL 1,6 LL 0 EX 0 EY
Kombinasi 3 1,43 DL 1 LL 0,39 EX 1,3 EY
Kombinasi 4 0,97 DL 1 LL -0,39 EX -1,3 EY
Kombinasi 5 1,07 DL 1 LL 0,39 EX -1,3 EY
Kombinasi 6 1,33 DL 1 LL -0,39 EX 1,3 EY
Kombinasi 7 1,43 DL 1 LL 1,3 EX 0,39 EY
Kombinasi 8 0,97 DL 1 LL -1,3 EX -0,39 EY
Kombinasi 9 1,33 DL 1 LL 1,3 EX -0,39 EY
50
Tabel 3.3: Lanjutan.
KOMBINASI PEMBEBANAN
Kombinasi Koefisien Koefisien Koefisien Koefisien
Kombinasi 10 1,07 DL 1 LL -1,3 EX 0,39 EY
Kombinasi 11 1,13 DL 0 LL 0,39 EX 1,3 EY
Kombinasi 12 0,67 DL 0 LL -0,39 EX -1,3 EY
Kombinasi 13 0,77 DL 0 LL 0,39 EX -1,3 EY
Kombinasi 14 1,03 DL 0 LL -0,39 EX 1,3 EY
Kombinasi 15 1,13 DL 0 LL 1,3 EX 0,39 EY
Kombinasi 16 0,67 DL 0 LL -1,3 EX -0,39 EY
Kombinasi pembebanan zona gempa tinggi dengan faktor redudansi 1,3 dan
SDS 0,9.
Tabel 3.4: Spektrum respon untuk wilayah gempa 4 berdasarkan SNI 1726:2012.
Waktu
Koefisien Gempa (C)
(detik)
0,000 0,360
0,213 1,067
0,433 1,067
0,633 1,067
0,833 1,067
1,0667 1,067
1,2667 0,671
51
Tabel 3.4: Lanjutan.
1,4667 0,580
1,6667 0,510
1,8667 0,455
2,0667 0,411
2,2667 0,375
2,4667 0,345
2,6667 0,319
2,8667 0,297
3,0667 0,277
3,2667 0,260
3,4667 0,245
3,6667 0,232
3,8667 0,220
4,0667 0,209
52
b. Penentuan nilai SMS dan SM1
SMS = Fa x Ss
SMS = 0,9 x 1,5
SMS = 1,35
SM1 = Fv x S1
SM1 = 2,4 x 0,6
SM1 =1,44
c. Penentuan nilai SDS dan SD1
Nilai µ = 2/3
SDS = µ x SMS
SDS = (2/3) x 1,35
SDS = 0,9
SD1 = µ x SM1
SD1 = (2/3) x 1,44
SD1 = 0,96
d. Penentuan nilai Ts dan T0
𝑆𝐷 1
Ts =
𝑆𝐷𝑆
0,96
Ts =
0,9
Ts = 1,067
T0 = 0,2 x Ts
T0 = 0,2 x 1,067
T0 = 0,213
e. Penentuan nilai Sa
Untuk periode yang lebih kecil dari T0, spektrum respon percepatan
desain (Sa) harus diambil dari Pers. 2.5.
Untuk periode yang lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil
dari atau sama dengan Ts, spektrum respon desain Sa sama dengan SDS.
Untuk periode lebih besar dari Ts, spektrum respon percepatan desain Sa
diambil berdasarkan Pers. 2.6.
53
Spektrum respon percepatan disajikan dalam Tabel 3.4 dan grafik spektrum
respon diplot ke dalam Microsoft Excel seperti pada Gambar 3.4.
1.2
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0.0000
0.2133
0.4133
0.6133
0.8133
1.0667
1.6667
1.8667
2.0667
2.2667
2.4667
2.6667
2.8667
3.0667
3.2667
3.4667
3.6667
3.8667
4.0667
1.2667
1.4667
Selain itu, penjumlah ragam respon menurut metode CQC atau SRSS harus
sedemikian rupa sehingga partisipasi massa dalam menghasilkan respon total
harus mencapai sekurang-kurangnya 90%. Untuk memperoleh nilai perioda dan
partisipasi massa (Sum UX dan Sum UY) menggunakan program ETABS ver. 15
yaitu pada structure output (Modal Participating Mass Ratios).
54
Nilai akhir respon dinamik struktur gedung terhadap pembebanan gempa
nominal akibat pengaruh gempa rencana dalam suatu arah tertentu, tidak boleh
diambil kurang dari 85% nilai respon ragam yang pertama.
Untuk memperoleh nilai gaya geser dasar dari metode analisis respon
spektrum dapat menggunakan program ETABS ver. 15 yaitu nilai base reactions
untuk arah pembebanan gempa.
Komponen struktur yang terdapat pada bangunan ini meliputi balok, kolom,
pelat dan pondasi yang digunakan. Berikut akan direncanakan dimensi awal dari
komponen-komponen struktur bangunan.
Balok merupakan elemen struktur penahan gaya lentur dan geser yang
terhubung kaku dengan kolom-kolom pada ujung-ujungnya sehingga memiliki
momen maksimum terdapat pada ujung-ujung balok tempat terjadinya sendi
plastis saat tejadinya gempa.
Desain balok pada tugas akhir ini dibedakan berdasarkan besar beban yang
bekerja secara vertikal terutama beban sendiri struktur, pelat serta beban hidup
saat masa layan. Balok terdiri dari balok utama dan balok anak. Balok utama
adalah balok yang ujung-ujungnya bertumpu langsung pada kolom, sedangkan
balok anak adalah balok-balok yang ujung-ujungnya bertumpu pada balok utama
yang arahnya sejajar dengan arah Y global. Balok anak memiliki penampang yang
55
lebih kecil dari balok utama karena balok anak menumpu pada balok utama yang
tegak lurus terhadapnya.
Kolom merupakan penahan gaya aksial dan lentur yang terhubung kaku
dengan balok-balok di atas dan di bawahnya. Saat terjadi gempa kolom menerima
sebagian beban lateral yang sebelumnya didistribusi lebih besar kepada elemen
core wall. Nilai dari tingkat retak beton pada kolom dan balok adalah sebesar 0,7.
56
3.5.3 Pelat
Pelat yang digunakan pada model struktur bangunan ini yaitu pelat beton.
Pelat beton digunakan sebagai pelat untuk atap dan lantai. Tebal pelat lantai dan
atap adalah t = 13 cm. Sedangkan untuk tebal pelat untuk tangga adalah t = 16 cm
dan bordes adalah t = 14 cm. Nilai tingkat retak beton pada pelat adalah sebesar
0,25.
≥ 240 mm
Jadi diambil untuk tebal shear wall adalah 350 mm atau 35 cm.
3.5.5 Tumpuan
57
3.6 Pemodelan dan Analisa Struktur
Pada tugas akhir ini pemilihan jenis analisa yang digunakan yaitu analisa
dinamik, dimana analisa dinamik yaitu analisa respon spektrum.
3.6.1 Model 1
Model gedung yang pertama atau model 1 dengan jumlah 10 tingkat dengan
panjang denah arah x = 35 m dan arah y = 30 m, memiliki tinggi perlantai untuk
lantai 1 = 4 m dan lantai seterusnya 3,6 m. Untuk pemodelan dari struktur dapat
dilihat pada Gambar 3.5.
Pada tugas akhir ini akan dimodelkan suatu struktur bangunan perkantoran 10
lantai dengan lokasi bangunan berada di Provinsi Aceh. Data perencanaan
karakteristik geometri bangunan sebagai berikut:
1. Bangunan perkantoran 10 tingkat.
2. Tinggi lantai dasar adalah 4 meter dan tinggi antar lantai tipikal selanjutnya
adalah 3,6 meter.
3. Provinsi Aceh dengan kondisi tanah lunak.
4. Tanpa adanya Outrigger truss.
58
3.6.1.2 Faktor Keutamaan Gedung
Nilai fundamental memiliki nilai batas minimum dan maksimum seperti yang
telah dijelaskan pada Pers. 2.16 dan 2.17.
Dimana:
Cr = 0,0488 (Tabel 2.8)
hn = 36,4 m (tinggi gedung dari dasar)
x = 0,75 (Tabel 2.8 dengan tipe semua sistem struktur lainya)
Cu = 1,4 (Tabel 2.9 dengan nilai SD1 ≥ 0,4)
Ta minimum = Ct × hnx
= 0,0488 × 36,40,75
= 0,723
Ta maksimum = Ta minimum × Cu
= 1,012
Berdasarkan Sub Bab 2.7.2 untuk peraturan SNI 1726:2012, penentuan nilai
koefisien respon seismik (Cs) berdasarkan Pers . 2.9 ̶ 2 .12 pada Bab 2, yang
dijelaskan di bawah ini:
59
Model Struktur 1
𝑆𝐷𝑆
Cs maksimum = 𝑅
(𝐼 )
0,9
Cs maksimum arah x = 7 = 0,1286
1
0,9
Cs maksimum arah y = 7 = 0,1286
1
𝑆𝐷1
Cs hitungan = 𝑅
𝑇( 𝐼 )
0,96
Cs hitungan arah x = 7 = 0,1615
0,849( )
1
0,96
Cs hitungan arah y = 7 = 0,1695
0,809(1 )
0,5 ×0,6
Cs minimum tambahan arah x = 7 = 0,0429
1
0,5 ×0,6
Cs minimum tambahan arah y = 7 = 0,0429
1
Nilai Cs di atas dan nilai Cs yang digunakan dirangkum ke dalam Tabel 3.7.
60
Tabel 3.7: Rangkuman nilai Cs dan nilai Cs yang digunakan model 1.
Cs min Cs yang
Arah Cs mak Cs hitungan Cs min
tambahan digunakan
Arah X 0,1286 0,1621 0,0396 0,0429 0,1286
Arah Y 0,1286 0,1695 0,0396 0,0429 0,1286
Pemilihan nilai Cs di atas didasarkan karena nilai Cs hitung lebih besar dari
nilai Cs maksimum maka yang digunakan Cs maksimum yang sesuai peraturan SNI
1726:2012.
Tabel 3.8: Faktor reduksi gempa untuk gedung model 1 berdasarkan SNI
1726:2012.
61
3.6.2 Model 2
Model gedung yang pertama atau model 2 dengan jumlah 10 tingkat dengan
panjang denah arah x = 35 m dan arah y = 30 m, memiliki tinggi perlantai untuk
lantai 1 = 4 m dan lantai seterusnya 3,6 m. Untuk pemodelan dari struktur dapat
dilihat pada Gambar 3.6.
Gambar 3.6: Pemodelan struktur 3 dimensi yang letak outrigger truss berada pada
lantai 10.
Pada tugas akhir ini akan dimodelkan suatu struktur bangunan perkantoran 10
lantai dengan lokasi bangunan berada di Provinsi Aceh. Data perencanaan
karakteristik geometri bangunan sebagai berikut:
1. Bangunan perkantoran 10 tingkat.
2. Tinggi lantai dasar adalah 4 meter dan tinggi antar lantai tipikal selanjutnya
adalah 3,6 meter.
3. Provinsi Aceh dengan kondisi tanah lunak.
4. Outrigger truss terletak pada lantai 10.
62
3.6.2.2 Faktor Keutamaan Gedung
Nilai fundamental memiliki nilai batas minimum dan maksimum seperti yang
telah dijelaskan pada Pers. 2.16 dan 2.17.
Dimana:
Cr = 0,0488 (Tabel 2.8)
hn = 36,4 m (tinggi gedung dari dasar)
x = 0,75 (Tabel 2.8 dengan tipe semua sistem struktur lainya)
Cu = 1,4 (Tabel 2.9 dengan nilai SD1 ≥ 0,4)
Ta minimum = Ct × hnx
= 0,0488 × 36,40,75
= 0,723
Ta maksimum = Ta minimum × Cu
= 1,012
Berdasarkan Sub Bab 2.7.2 untuk peraturan SNI 1726:2012, penentuan nilai
koefisien respon seismik (Cs) berdasarkan Pers . 2.9, ̶ 2.12 pada Bab 2, yang
dijelaskan di bawah ini:
63
Model Struktur 2
𝑆𝐷𝑆
Cs maksimum = 𝑅
(𝐼 )
0,9
Cs maksimum arah x = 7 = 0,1286
1
0,9
Cs maksimum arah y = 7 = 0,1286
1
𝑆𝐷1
Cs hitungan = 𝑅
𝑇( 𝐼 )
0,96
Cs hitungan arah x = 7 = 0,1621
0,846( )
1
0,96
Cs hitungan arah y = 7 = 0,1760
0,779(1 )
0,5 ×0,6
Cs minimum tambahan arah x = 7 = 0,0429
1
0,5 ×0,6
Cs minimum tambahan arah y = 7 = 0,0429
1
Nilai Cs di atas dan nilai Cs yang digunakan dirangkum ke dalam Tabel 3.10.
64
Tabel 3.10: Rangkuman nilai Cs dan nilai Cs yang digunakan model 2.
Cs min Cs yang
Arah Cs mak Cs hitungan Cs min
tambahan digunakan
Arah X 0,1286 0,1621 0,0396 0,0429 0,1286
Arah Y 0,1286 0,1760 0,0396 0,0429 0,1286
Pemilihan nilai Cs di atas didasarkan karena nilai Cs hitung lebih besar dari
nilai Cs maksimum maka yang digunakan Cs maksimum yang sesuai peraturan SNI
1726:2012.
Untuk model 2 gedung didesain menggunakan outrigger truss pada lantai 10.
Nilai faktor reduksi gempa maksimum untuk struktur yang terletak pada zona
gempa tinggi dapat dilihat pada Tabel 3.11.
Tabel 3.11: Faktor reduksi gempa untuk gedung model 2 berdasarkan SNI
1726:2012.
3.6.3 Model 3
Model gedung yang kedua atau model 3 dengan jumlah 10 tingkat dengan
panjang denah arah x = 35 m dan arah y = 30 m, memiliki tinggi perlantai untuk
lantai 1 = 4 m dan lantai seterusnya 3,6 m. Untuk pemodelan dari struktur dapat
dilihat pada Gambar 3.7.
65
Gambar 3.7: Pemodelan struktur 3 dimensi yang letak outrigger truss berada
pada lantai 7.
Pada tugas akhir ini akan dimodelkan suatu struktur bangunan perkantoran 10
lantai dengan lokasi bangunan berada di Provinsi Aceh. Data perencanaan
karakteristik geometri bangunan sebagai berikut:
1. Bangunan perkantoran 10 tingkat.
2. Tinggi lantai dasar adalah 4 meter dan tinggi antar lantai tipikal selanjutnya
adalah 3,6 meter.
3. Provinsi Aceh dengan kondisi tanah lunak.
4. Outrigger truss terletak pada lantai 7.
Nilai fundamental memiliki nilai batas minimum dan maksimum seperti yang
telah dijelaskan pada Pers. 2.16 dan 2.17.
66
Dimana:
Cr = 0,0488 (Tabel 2.8)
hn = 36,4 m (tinggi gedung dari dasar)
x = 0,75 (Tabel 2.8 dengan tipe semua sistem struktur lainya)
Cu = 1,4 (Tabel 2.9 dengan nilai SD1 ≥ 0,4)
Ta minimum = Ct × hnx
= 0,0488 × 36,40,75
= 0,723
Ta maksimum = Ta minimum × Cu
= 1,012
Berdasarkan Sub Bab 2.7.2 untuk peraturan SNI 1726:2012, penentuan nilai
koefisien respon seismik (Cs) berdasarkan Pers . 2.9 ̶ 2 .12 pada Bab 2, yang
dijelaskan di bawah ini:
Model Struktur 3
𝑆𝐷𝑆
Cs maksimum = 𝑅
(𝐼 )
0,9
Cs maksimum arah x = 7 = 0,1286
1
0,9
Cs maksimum arah y = 7 = 0,1286
1
67
𝑆𝐷1
Cs hitungan = 𝑅
𝑇( 𝐼 )
0,96
Cs hitungan arah x = 7 = 0,1621
0,846(1 )
0,96
Cs hitungan arah y = 7 = 0,1829
0,750( )
1
0,5 ×0,6
Cs minimum tambahan arah x = 7 = 0,0429
1
0,5 ×0,6
Cs minimum tambahan arah y = 7 = 0,0429
1
Nilai Cs di atas dan nilai Cs yang digunakan dirangkum ke dalam Tabel 3.13.
Cs min Cs yang
Arah Cs mak Cs hitungan Cs min
tambahan digunakan
Arah X 0,1286 0,1621 0,0396 0,0429 0,1286
Arah Y 0,1286 0,1829 0,0396 0,0429 0,1286
Pemilihan nilai Cs di atas didasarkan karena nilai Cs hitung lebih besar dari
nilai Cs maksimum maka yang digunakan Cs maksimum yang sesuai peraturan SNI
1726:2012.
68
3.6.3.5 Faktor Reduksi Gempa
Untuk model 3 gedung didesain menggunakan outrigger truss pada lantai 10.
Nilai faktor reduksi gempa maksimum untuk struktur yang terletak pada zona
gempa tinggi dapat dilihat pada Tabel 3.14.
Tabel 3.14: Faktor reduksi gempa untuk gedung model 3 berdasarkan SNI
1726:2012.
3.6.4 Model 4
Model gedung yang ketiga atau model 4 dengan jumlah 10 tingkat dengan
panjang denah arah x = 35 m dan arah y = 30 m, memiliki tinggi perlantai untuk
lantai 1 = 4 m dan lantai seterusnya 3,6 m. Untuk pemodelan dari struktur dapat
dilihat pada Gambar 3.8.
69
Gambar 3.8: Pemodelan struktur 3 dimensi yang letak outrigger truss berada pada
lantai 5.
Pada tugas akhir ini akan dimodelkan suatu struktur bangunan perkantoran 10
lantai dengan lokasi bangunan berada di Provinsi Aceh. Data perencanaan
karakteristik geometri bangunan sebagai berikut:
1. Bangunan perkantoran 10 tingkat.
2. Tinggi lantai dasar adalah 4 meter dan tinggi antar lantai tipikal selanjutnya
adalah 3,6 meter.
3. Provinsi Aceh dengan kondisi tanah lunak.
4. Outrigger truss terletak pada lantai 5.
70
3.6.4.3. Nilai Waktu Getar Alami Fudamental
Nilai fundamental memiliki nilai batas minimum dan maksimum seperti yang
telah dijelaskan pada Pers. 2.16 dan 2.17.
Dimana:
Cr = 0,0488 (Tabel 2.8)
hn = 36,4 m (tinggi gedung dari dasar)
x = 0,75 (Tabel 2.8 dengan tipe semua sistem struktur lainya)
Cu = 1,4 (Tabel 2.9 dengan nilai SD1 ≥ 0,4)
Ta minimum = Ct × hnx
= 0,0488 × 36,40,75
= 0,723
Ta maksimum = Ta minimum × Cu
= 1,012
Berdasarkan Sub Bab 2.7.2 untuk peraturan SNI 1726:2012, penentuan nilai
koefisien respon seismik (Cs) berdasarkan Pers . 2.9 ̶ 2 .12 pada Bab 2, yang
dijelaskan di bawah ini:
Model Struktur 4
𝑆𝐷𝑆
Cs maksimum = 𝑅
(𝐼 )
0,9
Cs maksimum arah x = 7 = 0,1286
1
71
0,9
Cs maksimum arah y = 7 = 0,1286
1
𝑆𝐷1
Cs hitungan = 𝑅
𝑇( )
𝐼
0,96
Cs hitungan arah x = 7 = 0,1621
0,846(1 )
0,96
Cs hitungan arah y = 7 = 0,1851
0,741(1 )
0,5 ×0,6
Cs minimum tambahan arah x = 7 = 0,0429
1
0,5 ×0,6
Cs minimum tambahan arah y = 7 = 0,0429
1
Nilai Cs di atas dan nilai Cs yang digunakan dirangkum ke dalam Tabel 3.16.
Cs min Cs yang
Arah Cs mak Cs hitungan Cs min
tambahan digunakan
Arah X 0,1286 0,1621 0,0396 0,0429 0,1286
Arah Y 0,1286 0,1851 0,0396 0,0429 0,1286
72
Pemilihan nilai Cs di atas didasarkan karena nilai Cs hitung lebih besar dari
nilai Cs maksimum maka yang digunakan Cs maksimum yang sesuai peraturan SNI
1726:2012.
Untuk model 4 gedung didesain menggunakan outrigger truss pada lantai 10.
Nilai faktor reduksi gempa maksimum untuk struktur yang terletak pada zona
gempa tinggi dapat dilihat pada Tabel 3.17.
Tabel 3.17: Faktor reduksi gempa untuk gedung model 4 berdasarkan SNI
1726:2012.
3.6.5 Model 5
Model gedung yang keempat atau model 5 dengan jumlah 10 tingkat dengan
panjang denah arah x = 35 m dan arah y = 30 m, memiliki tinggi perlantai untuk
lantai 1 = 4 m dan lantai seterusnya 3,6 m. Untuk pemodelan dari struktur dapat
dilihat pada Gambar 3.9.
73
Gambar 3.9: Pemodelan struktur 3 dimensi yang letak outrigger truss berada pada
lantai 3.
Pada tugas akhir ini akan dimodelkan suatu struktur bangunan perkantoran 10
lantai dengan lokasi bangunan berada di Provinsi Aceh. Data perencanaan
karakteristik geometri bangunan sebagai berikut:
1. Bangunan perkantoran 10 tingkat.
2. Tinggi lantai dasar adalah 4 meter dan tinggi antar lantai tipikal selanjutnya
adalah 3,6 meter.
3. Provinsi Aceh dengan kondisi tanah lunak.
4. Outrigger truss terletak pada lantai 3.
74
3.6.5.3 Nilai Waktu Getar Alami Fudamental
Nilai fundamental memiliki nilai batas minimum dan maksimum seperti yang
telah dijelaskan pada Pers. 2.16 dan 2.17.
Dimana:
Cr = 0,0488 (Tabel 2.8)
hn = 36,4 m (tinggi gedung dari dasar)
x = 0,75 (Tabel 2.8 dengan tipe semua sistem struktur lainya)
Cu = 1,4 (Tabel 2.9 dengan nilai SD1 ≥ 0,4)
Ta minimum = Ct × hnx
= 0,0488 × 36,40,75
= 0,723
Ta maksimum = Ta minimum × Cu
= 1,012
Berdasarkan Sub Bab 2.7.2 untuk peraturan SNI 1726:2012, penentuan nilai
koefisien respon seismik (Cs) berdasarkan Pers . 2.9 ̶ 2 .12 pada Bab 2, yang
dijelaskan di bawah ini:
Model Struktur 5
𝑆𝐷𝑆
Cs maksimum = 𝑅
( )
𝐼
0,9
Cs maksimum arah x = 7 = 0,1286
1
75
0,9
Cs maksimum arah y = 7 = 0,1286
1
𝑆𝐷1
Cs hitungan = 𝑅
𝑇( )
𝐼
0,96
Cs hitungan arah x = 7 = 0,1619
0,847(1 )
0,96
Cs hitungan arah y = 7 = 0,1821
0,753(1 )
0,5 ×0,6
Cs minimum tambahan arah x = 7 = 0,0429
1
0,5 ×0,6
Cs minimum tambahan arah y = 7 = 0,0429
1
Nilai Cs di atas dan nilai Cs yang digunakan dirangkum ke dalam Tabel 3.19.
Cs min Cs yang
Arah Cs mak Cs hitungan Cs min
tambahan digunakan
Arah X 0,1286 0,1619 0,0396 0,0429 0,1286
Arah Y 0,1286 0,1821 0,0396 0,0429 0,1286
76
Pemilihan nilai Cs di atas didasarkan karena nilai Cs hitung lebih besar dari
nilai Cs maksimum maka yang digunakan Cs maksimum yang sesuai peraturan SNI
1726:2012.
Untuk model 5 gedung didesain menggunakan outrigger truss pada lantai 10.
Nilai faktor reduksi gempa maksimum untuk struktur yang terletak pada zona
gempa tinggi dapat dilihat pada Tabel 3.20.
Tabel 3.20: Faktor reduksi gempa untuk gedung model 5 berdasarkan SNI
1726:2012.
77
BAB 4
Pada bab 4 akan dibahas analisa respon spektrum dan hasil simpangan yang
didapat dari pengerjaan menggunakan ETABS ver. 15. Untuk bangunan beton
yang terletak di Provinsi Aceh dengan zona gempa tinggi, wilayah zona gempa
terletak pada KDS D dengan tanah lunak, fungsi gedung sebagai perkantoran
dengan tinggi gedung sekitar 36,4 m, yang memiliki 10 lantai.
Setelah mengidentifikasi ragam elemen yang akan dirancang sesuai dengan
kebutuhan tahan terhadap gaya-gaya dalam yang terjadi pada struktur. Maka,
dilakukan berbagai penyesuaian jenis penampang elemen struktur gedung
tersebut. Namun, tidak terlepas dari ketentuan-ketentuan SNI 1726:2012
mengenai struktur tahan gempa.
4.2.1 Model 1
Output Step
Step Type Period Sum UX Sum UY
Case Numb
Modal Mode 1 0,8460 0,7628 0,0002
Modal Mode 2 0,8090 0,7632 0,7592
Modal Mode 3 0,7740 0,7632 0,7592
78
Tabel 4.1: Lanjutan.
Output Step
Step type Period Sum UX Sum UY
Case Numb
Modal Mode 4 0,2530 0,9059 0,7593
Modal Mode 5 0,2430 0,9059 0,7593
Modal Mode 6 0,2400 0,9059 0,9173
Modal Mode 7 0,1340 0,9060 0,9173
Modal Mode 8 0,1330 0,9516 0,9173
Modal Mode 9 0,1290 0,9516 0,9542
Modal Mode 10 0,1140 0,9516 0,9542
Modal Mode 11 0,1130 0,9516 0,9544
Modal Mode 12 0,1110 0,9516 0,9545
Berdasarkan dari Tabel 4.1 data perioda output program ETABS ver. 15 maka
didapat persentase selisih yang dapat dilihat pada Tabel 4.2.
SYARAT
Mode (perioda) Selisih Persentase (%) CQC SRSS
Mode 1 – Mode 2 5% OK TIDAK OK
Mode 2 – Mode 3 4% OK TIDAK OK
Mode 3 – Mode 4 67% TIDAK OK OK
Mode 4 – Mode 5 4% OK TIDAK OK
Mode 5 – Mode 6 1% OK TIDAK OK
Mode 6 – Mode 7 44% TIDAK OK OK
Mode 7 – Mode 8 1% OK TIDAK OK
Mode 8 – Mode 9 3% OK TIDAK OK
Mode 9 – Mode 10 12% OK TIDAK OK
Mode 10 – Mode 11 1% OK TIDAK OK
Mode 11 – Mode 12 2% OK TIDAK OK
79
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa nilai persentase selisih rata-
rata kurang dari 15% sehingga pada model 1 ini digunakan metode akar kuadrat
lengkap (Complate Quadratic Combination/CQC).
Metode CQC dilihat dari modal partisipasi massa rasio (Sum UX dan Sum
UY) harus mencapai sekurang-kurangya 90%. Dimana Sum UX adalah partisipasi
massa arah X, sedangkan Sum UY adalah partisipasi massa arah Y.
Berdasarkan SNI 1726:2012 pasal 7.8.3 nilai gaya gempa lateral (Fx) yang
timbul di semua tingkat harus ditentukan dari persamaan 2.13 ̶ 2.15 dari Sub Bab
2.7.2. Nilai yang diperoleh penulis dari hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel
4.3.
Tabel 4.3: Perhitungan distribusi vertikal gaya gempa dan distribusi horizontal
gaya gempa model 1.
80
Tabel 4.3 menunjukkan hasil dari perhitungan distribusi vertikal gaya gempa
dimana semakin tinggi bangunan semakin kecil pula nilai dari story shear dan
nilai terbesar terdapat pada daerah bawah atau tumpuan. Untuk lebih jelasnya
diagram distribusi gaya geser berdasarkan ketinggian dengan menggunakan gaya
lateral statik ekuivalen SNI 1726:2012 dapat digambarkan pada Gambar 4.1.
40
35
30
Ketinggian (m)
25
20
15
10
5
0
0.0000 2.0000 4.0000 6.0000 8.0000 10.0000 12.0000
Gambar 4.1: Diagram gaya geser terhadap ketinggian struktur dengan gaya lateral
ekivalen model 1.
Tabel 4.4: Gaya geser hasil respons spektrum model 1 output ETABS.
FX FY
Base Reactions
kgf kgf
Gempa Arah X Max 1079397,91 323681,25
Gempa Arah Y Max 324191,21 1077747,3
81
Berikut perhitungan koreksi nilai akhir respons dinamik terhadap respons
ragam pertama:
Gempa Arah X
V1x = Cs × Wt
= 0,1286 × 887924,91
= 114187,14 Kg (Gaya geser statik ekivalen arah X)
Gempa Arah Y
V1y = Cs × Wt
= 0,1286 × 887924,91
= 114187,14 Kg (Gaya geser statik ekivalen arah Y)
Berdasarkan SNI 1726:2012
Arah X
Vtx = 1079397,91 Kg
V1x = 114187,14 Kg
Syarat : Vtx ≥ 0,85 V1x
1079397,91 ≥ 0,85 × 114187,14
1079397,91 ≥ 97059,07 Syarat terpenuhi
0,85 × 𝑉1𝑥
Faktor skala = ≥1
𝑉𝑡𝑥
0,85 ×114187 ,14
=
1079397,91
= 0,09 ≤ 1
Arah Y
Vty = 1077747,3 Kg
V1y = 114187,14 Kg
Syarat : Vty ≥ 0,85 V1y
1077747,3 ≥ 0,85 × 114187,14
1077747,3 ≥ 97059,07 Syarat terpenuhi
0,85 × 𝑉1𝑦
Faktor skala = ≥1
𝑉𝑡𝑥
0,85 ×114187 ,14
=
1077747 ,3
= 0,09 ≤ 1
82
Tabel 4.5: Rekapitulasi faktor skala hasil respons spektrum dengan statik ekivalen
masing-masing arah model 1.
Karena faktor skala yang didapat untuk masing-masing arah kurang dari 1,
gaya geser dasar nominal yang didapat dari hasil analisa ragam respons spektrum
yang telah dilakukan dapat digunakan tanpa adanya pekalian dengan faktor skala.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa
respons spektrum ragam dengan metode CQC lebih besar jika dibandingkan
dengan prosedur analisis gaya lateral ekivalen. Ada pun tabel dan diagram analisa
spektrum respons dapat dilihat di bawah ini:
Tabel 4.6: Gaya geser hasil analisis respons spektrum arah X dan Y model 1.
83
Tabel 4.6 menunjukkan hasil dari perhitungan analisis respons spektrum
ragam arah X maupun arah Y berdasarkan SNI 1726:2012 yang digambarkan
pada Gambar 4.2.
40
35
Ketinggian (m)
30
25
20 Arah X
15 Arah Y
10
5
0
0.00 500000.00 1000000.00 1500000.00
84
Tabel 4.7: Perhitungan story drift kinerja batas ultimit arah X berdasarkan SNI
1726:2012 model 1.
Tabel 4.8: Perhitungan story drift kinerja batas ultimit arah Y berdasarkan SNI
1726:2012 model 1.
85
Tabel 4.7 dan Tabel 4.8 merupakan nilai dari simpangan antar lantai arah X
dan arah Y dimana akan dijelaskan dalam bentuk diagram perpindahan (total
drift) terhadap tingkat pada struktur gedung model 1 berdasarkan SNI 1726:2012
di bawah ini:
10
9
8
7
Tingkat (m)
6
5 Arah X
4
3 Arah Y
2
1
0
0 1 2 3 4 5 6
Total Drift (cm)
Gambar 4.3: Diagram total drift terhadap tingkat bangunan arah X dan Y model 1.
Tabel 4.9: Nilai hasil perhitungan kekakuan struktur bangunan arah X model 1.
Rata-rata Kek. 3
Lantai Kek. Total ki/ki+1 (%) ki/kr (%) Kontrol
Tingkat (kr)
10 68997611,01
9 112104570 162,4760 107085630
8 140154709 125,0214 137461073,7
7 160123942 114,2480 159161886,7 150 OK
86
Tabel 4.9: Lanjutan.
Rata-rata Kek. 3
Lantai Kek. Total ki/ki+1 (%) ki/kr (%) Kontrol
Tingkat (kr)
6 177207009 110,6687 177520700 129 OK
5 195231149 110,1712 196979632,7 123 OK
4 218500740 111,9190 222984644,3 123 OK
3 255222044 116,8060 255444038 130 OK
2 292609330 114,6489 131 OK
1 412210744 140,8741 161 OK
Tabel 4.10: Nilai hasil perhitungan kekakuan struktur bangunan arah Y model 1.
Rata-rata Kek.
Lantai Kek. Total ki/ki+1 (%) ki/kr (%) Kontrol
3 Tingkat (kr)
10 69513523,96
9 115180330 165,6949 110981283
8 148249995 128,7112 145770331
7 173880668 117,2888 173018165 157 OK
6 196923832 113,2523 197379424 135 OK
5 221333772 112,3956 222936546,3 128 OK
4 250552035 113,2010 254402999,3 127 OK
3 291323191 116,2725 290416037 131 OK
2 329372885 113,0610 129 OK
1 428922989 130,2241 148 OK
Tabel 4.9 dan Tabel 4.10 menunjukkan nilai dari kekakuan struktur bangunan
arah X dan arah Y dimana nilai dari kekakuan setiap lantai berbeda-beda sesuai
dengan ketinggiannya. Berikut ini akan dijelaskan dalam bentuk diagram
kekakuan antar lantai terhadap tingkat pada struktur gedung model 1 berdasarkan
SNI 1726:2012.
87
10
9
8
7
6
Tingkat (m)
5 Arah X
4
3 Arah Y
2
1
0
0 20000000 40000000 60000000
Kekakuan (Kg/m)
4.2.2 Model 2
Output Step
Step Type Period Sum UX Sum UY
Case Numb
Modal Mode 1 0,8460 0,7641 0,0002
Modal Mode 2 0,7790 0,7643 0,7756
Modal Mode 3 0,7640 0,7643 0,7756
Modal Mode 4 0,2520 0,9061 0,7757
Modal Mode 5 0,2370 0,9061 0,7757
Modal Mode 6 0,2280 0,9061 0,9222
Modal Mode 7 0,1330 0,9516 0,9222
Modal Mode 8 0,1310 0,9516 0,9222
88
Tabel 4.11: Lanjutan.
Output Step
Step Type Period Sum UX Sum UY
Case Numb
Modal Mode 9 0,1240 0,9517 0,9553
Modal Mode 10 0,1140 0,9517 0,9553
Modal Mode 11 0,1130 0,9517 0,9556
Modal Mode 12 0,1110 0,9517 0,9557
Berdasarkan dari Tabel 4.11 data perioda output program ETABS ver. 15
maka didapat persentase selisih yang dapat dilihat pada Tabel 4.12.
SYARAT
Mode (perioda) Selisih Persentase (%) CQC SRSS
Mode 1 – Mode 2 8% OK TIDAK OK
Mode 2 – Mode 3 2% OK TIDAK OK
Mode 3 – Mode 4 67% TIDAK OK OK
Mode 4 – Mode 5 6% OK TIDAK OK
Mode 5 – Mode 6 4% OK TIDAK OK
Mode 6 – Mode 7 42% TIDAK OK OK
Mode 7 – Mode 8 2% OK TIDAK OK
Mode 8 – Mode 9 5% OK TIDAK OK
Mode 9 – Mode 10 8% OK TIDAK OK
Mode 10 – Mode 11 1% OK TIDAK OK
Mode 11 – Mode 12 2% OK TIDAK OK
89
Metode CQC dilihat dari modal partisipasi massa rasio (Sum UX dan Sum
UY) harus mencapai sekurang-kurangya 90%. Dimana Sum UX adalah partisipasi
massa arah X, sedangkan Sum UY adalah partisipasi massa arah Y.
Berdasarkan SNI 1726:2012 pasal 7.8.3 nilai gaya gempa lateral (Fx) yang
timbul di semua tingkat harus ditentukan dari persamaan 2.13 ̶ 2.15 dari Sub Bab
2.7.2. Nilai yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.13.
Tabel 4.13: Perhitungan distribusi vertikal gaya gempa dan distribusi horizontal
gaya gempa model 2.
Tabel 4.13 menunjukkan hasil dari perhitungan distribusi vertikal gaya gempa
dimana semakin tinggi bangunan semakin kecil pula nilai dari story shear dan
nilai terbesar terdapat pada daerah bawah atau tumpuan. Untuk lebih jelasnya
diagram distribusi gaya geser berdasarkan ketinggian dengan menggunakan gaya
lateral statik ekuivalen SNI 1726:2012 dapat digambarkan pada Gambar 4.5.
90
40
35
30
Ketinggian (m) 25
20
15
10
5
0
0.0000 2.0000 4.0000 6.0000 8.0000 10.0000 12.0000
Gambar 4.5: Diagram gaya geser terhadap ketinggian struktur dengan gaya lateral
ekivalen model 2.
Tabel 4.14: Gaya geser hasil respons spektrum model 2 output ETABS.
FX FY
Base Reactions
kgf kgf
Gempa Arah X Max 1080885,7 329481,68
Gempa Arah Y Max 324694,07 1096917,3
Gempa Arah X
V1x = Cs × Wt
91
= 0,1286 × 888100,65
= 114209,74 Kg (Gaya geser statik ekivalen arah X)
Gempa Arah Y
V1y = Cs × Wt
= 0,1286 × 888100,65
= 114209,74 Kg (Gaya geser statik ekivalen arah Y)
Berdasarkan SNI 1726:2012
Arah X
Vtx = 1080885,7 Kg
V1x = 114209,74 Kg
Syarat : Vtx ≥ 0,85 V1x
1080885,7 ≥ 0,85 × 114209,74
1080885,7 ≥ 97078,28 Syarat terpenuhi
0,85 × 𝑉1𝑥
Faktor skala = ≥1
𝑉𝑡𝑥
0,85 ×114209,74
=
1080885 ,7
= 0,09 ≤ 1
Arah Y
Vty = 1096917,3 Kg
V1y = 114209,74 Kg
Syarat : Vty ≥ 0,85 V1y
1096917,3 ≥ 0,85 × 114209,74
1096917,3 ≥ 97078,28 Syarat terpenuhi
0,85 × 𝑉1𝑦
Faktor skala = ≥1
𝑉𝑡𝑥
0,85 ×114209,74
=
1096917,3
= 0,09 ≤ 1
92
Tabel 4.15: Rekapitulasi faktor skala hasil respons spektrum dengan statik
ekivalen masing-masing arah model 2.
Karena faktor skala yang didapat untuk masing-masing arah kurang dari 1,
gaya geser dasar nominal yang didapat dari hasil analisa ragam respons spektrum
yang telah dilakukan dapat digunakan tanpa adanya pekalian dengan faktor skala.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dari Tabel 4.15, dapat dilihat bahwa
respons spektrum ragam dengan metode CQC lebih besar jika dibandingkan
dengan prosedur analisis gaya lateral ekivalen. Ada pun tabel dan diagram analisa
spektrum respons dapat dilihat di bawah ini:
Tabel 4.16: Gaya geser hasil analisis respons spektrum arah X dan Y model 2.
93
Tabel 4.16 menunjukkan hasil dari perhitungan analisis respons spektrum
ragam arah X maupun arah Y berdasarkan SNI 1726:2012 yang digambarkan
pada Gambar 4.6.
40
35
30
Ketinggian (m)
25
20 Arah X
15 Arah Y
10
5
0
0.00 500000.00 1000000.00 1500000.00
94
Tabel 4.17: Perhitungan story drift kinerja batas ultimit arah X berdasarkan SNI
1726:2012 model 2.
Tabel 4.18: Perhitungan story drift kinerja batas ultimit arah Y berdasarkan SNI
1726:2012 model 2.
95
Tabel 4.17 dan Tabel 4.18 merupakan nilai dari simpangan antar lantai arah X
dan arah Y dimana terjadi penurunan simpangan sebesar 0,66% untuk arah X dan
10,94% untuk arah Y yang mana pada model ini letak outrigger berada di lantai
10, akan dijelaskan dalam bentuk diagram perpindahan (total drift) terhadap
tingkat pada struktur gedung model 2 berdasarkan SNI 1726:2012 di bawah ini:
10
9
8
7
6
Tingkat (m)
5 Arah X
4
3 Arah Y
2
1
0
0 1 2 3 4 5 6
Total Drift (cm)
Gambar 4.7: Diagram total drift terhadap tingkat bangunan arah X dan Y model 2.
Tabel 4.19: Nilai hasil perhitungan kekakuan struktur bangunan arah X model 2.
Rata-rata Kek.
Lantai Kek. Total ki/ki+1 (%) ki/kr (%) Kontrol
3 Tingkat (kr)
10 70455379,66
9 113783041 161,4966 108609936,6
8 141591389 124,4398 138899703,3
96
Tabel 4.19: Lanjutan.
Rata-rata Kek.
Lantai Kek. Total ki/ki+1 (%) ki/kr (%) Kontrol
3 Tingkat (kr)
7 161324680 113,9368 160376846,3 149 OK
6 178214470 110,4694 178544486,3 128 OK
5 196094309 110,0328 197844975,7 122 OK
4 219226148 111,7963 223727771 123 OK
3 255862856 116,7118 256088161,3 129 OK
2 293175480 114,5831 131 OK
1 412619935 140,7416 161 OK
Tabel 4.20: Nilai hasil perhitungan kekakuan struktur bangunan arah Y model 2.
Rata-rata Kek.
Lantai Kek. Total ki/ki+1 (%) ki/kr (%) Kontrol
3 Tingkat (kr)
10 110355022
9 137300568 124,4171 138346529,7
8 167383999 121,9106 165289327,3
7 191183415 114,2185 190249194,7 138 OK
6 212180170 110,9825 212600839,7 128 OK
5 234438934 110,4905 236298946 123 OK
4 262277734 111,8746 266004665,3 123 OK
3 301297328 114,8772 300568436,3 128 OK
2 338130247 112,2248 127 OK
1 434973846 128,6409 145 OK
Tabel 4.19 dan Tabel 4.20 menunjukkan nilai dari kekakuan struktur
bangunan arah X dan arah Y dimana nilai dari kekakuan setiap lantai berbeda-
beda sesuai dengan ketinggiannya dan pada lantai 10 yang dipasang outrigger
lebih kaku tetapi tidak terjadinya soft story . Berikut ini akan dijelaskan dalam
bentuk diagram kekakuan antar lantai terhadap tingkat pada struktur gedung
model 2 berdasarkan SNI 1726:2012.
97
10
9
8
7
6
Tingkat (m)
5 Arah X
4
3 Arah Y
2
1
0
0 20000000 40000000 60000000
Kekakuan (Kg/m)
4.2.3 Model 3
Output Step
Step Type Period Sum UX Sum UY
Case Numb
Modal Mode 1 0,8460 0,7642 0,0003
Modal Mode 2 0,7500 0,7645 0,7883
Modal Mode 3 0,7490 0,7645 0,7886
Modal Mode 4 0,2530 0,9060 0,7886
Modal Mode 5 0,2330 0,9060 0,7886
Modal Mode 6 0,2250 0,9060 0,9177
Modal Mode 7 0,1340 0,9060 0,9177
Modal Mode 8 0,1330 0,9516 0,9177
98
Tabel 4.21: Lanjutan.
Output Step
Step Type Period Sum UX Sum UY
Case Numb
Modal Mode 9 0,1290 0,9516 0,9565
Modal Mode 10 0,1140 0,9516 0,9565
Modal Mode 11 0,1130 0,9516 0,9567
Modal Mode 12 0,1110 0,9516 0,9568
Berdasarkan dari Tabel 4.21 data perioda output program ETABS ver. 15
maka didapat persentase selisih yang dapat dilihat pada Tabel 4.22.
SYARAT
Mode (perioda) Selisih Persentase (%) CQC SRSS
Mode 1 – Mode 2 11% OK TIDAK OK
Mode 2 – Mode 3 0% OK TIDAK OK
Mode 3 – Mode 4 66% TIDAK OK OK
Mode 4 – Mode 5 8% OK TIDAK OK
Mode 5 – Mode 6 3% OK TIDAK OK
Mode 6 – Mode 7 40% TIDAK OK OK
Mode 7 – Mode 8 1% OK TIDAK OK
Mode 8 – Mode 9 3% OK TIDAK OK
Mode 9 – Mode 10 12% OK TIDAK OK
Mode 10 – Mode 11 1% OK TIDAK OK
Mode 11 – Mode 12 2% OK TIDAK OK
99
Metode CQC dilihat dari modal partisipasi massa rasio (Sum UX dan Sum
UY) harus mencapai sekurang-kurangya 90%. Dimana Sum UX adalah partisipasi
massa arah X, sedangkan Sum UY adalah partisipasi massa arah Y.
Berdasarkan SNI 1726:2012 pasal 7.8.3 nilai gaya gempa lateral (Fx) yang
timbul di semua tingkat harus ditentukan dari persamaan 2.13 ̶ 2.15 dari Sub Bab
2.7.2. Nilai yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.23.
Tabel 4.23: Perhitungan distribusi vertikal gaya gempa dan distribusi horizontal
gaya gempa model 3.
Tabel 4.23 menunjukkan hasil dari perhitungan distribusi vertikal gaya gempa
dimana semakin tinggi bangunan semakin kecil pula nilai dari story shear dan
nilai terbesar terdapat pada daerah bawah atau tumpuan. Untuk lebih jelasnya
diagram distribusi gaya geser berdasarkan ketinggian dengan menggunakan gaya
lateral statik ekuivalen SNI 1726:2012 dapat digambarkan pada Gambar 4.9.
100
40
35
30
Tingkat (m) 25
20
15
10
5
0
0.0000 2.0000 4.0000 6.0000 8.0000 10.0000 12.0000
Gambar 4.9: Diagram gaya geser terhadap ketinggian struktur dengan gaya lateral
ekivalen model 3.
Tabel 4.24: Gaya geser hasil respons spektrum model 2 output ETABS.
FX FY
Base Reactions
kgf kgf
Gempa Arah X Max 1080911,33 333861,16
Gempa Arah Y Max 325010,61 1110552,71
Gempa Arah X
V1x = Cs × Wt
101
= 0,1286 × 888100,65
= 114209,74 Kg (Gaya geser statik ekivalen arah X)
Gempa Arah Y
V1y = Cs × Wt
= 0,1286 × 888100,65
= 114209,74 Kg (Gaya geser statik ekivalen arah Y)
Berdasarkan SNI 1726:2012
Arah X
Vtx = 1080911,33 Kg
V1x = 114209,74 Kg
Syarat : Vtx ≥ 0,85 V1x
1080911,33 ≥ 0,85 × 114209,74
1080911,33 ≥ 97078,28 Syarat terpenuhi
0,85 × 𝑉1𝑥
Faktor skala = ≥1
𝑉𝑡𝑥
0,85 ×114209,74
=
1080911 ,33
= 0,09 ≤ 1
Arah Y
Vty = 1110522,71Kg
V1y = 114209,74 Kg
Syarat : Vty ≥ 0,85 V1y
1110522,71 ≥ 0,85 × 114209,74
1110522,71 ≥ 97078,28 Syarat terpenuhi
0,85 × 𝑉1𝑦
Faktor skala = ≥1
𝑉𝑡𝑥
0,85 ×114209,74
=
1110522 ,71
= 0,09 ≤ 1
102
Tabel 4.25: Rekapitulasi faktor skala hasil respons spektrum dengan statik
ekivalen masing-masing arah model 3.
Karena faktor skala yang didapat untuk masing-masing arah kurang dari 1,
gaya geser dasar nominal yang didapat dari hasil analisa ragam respons spektrum
yang telah dilakukan dapat digunakan tanpa adanya pekalian dengan faktor skala.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dari Tabel 4.25, dapat dilihat bahwa
respons spektrum ragam dengan metode CQC lebih besar jika dibandingkan
dengan prosedur analisis gaya lateral ekivalen. Ada pun tabel dan diagram analisa
spektrum respons dapat dilihat di bawah ini:
Tabel 4.26: Gaya geser hasil analisis respons spektrum arah X dan Y model 3.
103
Tabel 4.26 menunjukkan hasil dari perhitungan analisis respons spektrum
ragam arah X maupun arah Y berdasarkan SNI 1726:2012 yang digambarkan
pada Gambar 4.10.
40
35
30
Ketinggian (m)
25
20 Arah X
15
Arah Y
10
5
0
0 500000 1000000 1500000
104
Tabel 4.27: Perhitungan story drift kinerja batas ultimit arah X berdasarkan SNI
1726:2012 model 3.
Tabel 4.28: Perhitungan story drift kinerja batas ultimit arah Y berdasarkan SNI
1726:2012 model 3.
105
Tabel 4.27 dan Tabel 4.28 merupakan nilai dari simpangan antar lantai arah X
dan arah Y dimana terjadi penurunan simpangan sebesar 0,77% untuk arah X dan
15,28% untuk arah Y yang mana pada model ini letak outrigger berada di lantai 7,
akan dijelaskan dalam bentuk diagram perpindahan (total drift) terhadap tingkat
pada struktur gedung model 3 berdasarkan SNI 1726:2012 di bawah ini:
10
9
8
7
Tingkat (cm)
6
5
Arah X
4
3 Arah Y
2
1
0
0 1 2 3 4 5 6
Gambar 4.11: Diagram total drift terhadap tingkat bangunan arah X dan Y
model 3.
Tabel 4.29: Nilai hasil perhitungan kekakuan struktur bangunan arah X model 3.
Rata-rata Kek.
Lantai Kek. Total ki/ki+1 (%) ki/kr (%) Kontrol
3 tingkat (kr)
10 69914906,78
9 113582918 162,4588 108504181,9
8 142014721 125,0318 139217328,7
106
Tabel 4.29: Lanjutan.
Rata-rata Kek.
Lantai Kek. Total ki/ki+1 (%) ki/kr (%) Kontrol
3 tingkat (kr)
7 162054347 114,1109 160975575,7 149 OK
6 178857659 110,3689 179149341,3 128 OK
5 196536018 109,8840 198318396,3 122 OK
4 219561512 111,7157 224077415,7 123 OK
3 256134717 116,6574 256369636,7 129 OK
2 293412681 114,5540 131 OK
1 412774545 140,6805 161 OK
Tabel 4.30: Nilai hasil perhitungan kekakuan struktur bangunan arah Y model 3.
Rata-rata Kek.
Lantai Kek. Total ki/ki+1 (%) ki/kr (%) Kontrol
3 Tingkat (kr)
10 84679733,1
9 139819932 165,1162 148808567
8 221926036 158,7227 211419802,3
7 272513439 122,7947 241658865,7 183 OK
6 230537122 84,5966 249496687,3 109 OK
5 245439501 106,4642 249207933 102 OK
4 271647176 110,6779 275337366,7 109 OK
3 308925423 113,7230 308397253,3 124 OK
2 344619161 111,5542 125 OK
1 439165940 127,4351 142 OK
Tabel 4.29 dan Tabel 4.30 menunjukkan nilai dari kekakuan struktur
bangunan arah X dan arah Y dimana nilai dari kekakuan setiap lantai berbeda-
beda sesuai dengan ketinggiannya dan pada lantai 7 yang dipasang outrigger lebih
kaku tetapi tidak terjadi soft story . Berikut ini akan di jelaskan dalam bentuk
diagram kekakuan antar lantai terhadap tingkat pada struktur gedung model 2
berdasarkan SNI 1726:2012.
107
10
9
8
Tingkat (m) 7
6
5 Arah X
4
3 Arah Y
2
1
0
0 20000000 40000000 60000000
Kekakuan (Kg/m)
.
4.2.4 Model 4
Output Step
Step Type Period Sum UX Sum UY
Case Numb
Modal Mode 1 0,8460 0,7638 0,0002
Modal Mode 2 0,7410 0,7639 0,0002
Modal Mode 3 0,7410 0,7639 0,7759
Modal Mode 4 0,2530 0,9060 0,7759
Modal Mode 5 0,2420 0,9060 0,7759
Modal Mode 6 0,2390 0,9060 0,9211
Modal Mode 7 0,1330 0,9516 0,9211
Modal Mode 8 0,1300 0,9516 0,9211
108
Tabel 4.31: Lanjutan.
Output Step
Step Type Period Sum UX Sum UY
Case Numb
Modal Mode 9 0,1240 0,9516 0,9496
Modal Mode 10 0,1140 0,9516 0,9496
Modal Mode 11 0,1130 0,9516 0,9496
Modal Mode 12 0,1110 0,9516 0,9500
Berdasarkan dari Tabel 4.31 data perioda output program ETABS ver. 15
maka didapat persentase selisih yang dapat dilihat pada Tabel 4.32.
SYARAT
Mode (perioda) Selisih Persentase (%) CQC SRSS
Mode 1 – Mode 2 12% OK TIDAK OK
Mode 2 – Mode 3 0% OK TIDAK OK
Mode 3 – Mode 4 66% TIDAK OK OK
Mode 4 – Mode 5 4% OK TIDAK OK
Mode 5 – Mode 6 1% OK TIDAK OK
Mode 6 – Mode 7 44% TIDAK OK OK
Mode 7 – Mode 8 2% OK TIDAK OK
Mode 8 – Mode 9 5% OK TIDAK OK
Mode 9 – Mode 10 8% OK TIDAK OK
Mode 10 – Mode 11 1% OK TIDAK OK
Mode 11 – Mode 12 2% OK TIDAK OK
109
Metode CQC dilihat dari modal partisipasi massa rasio (Sum UX dan Sum
UY) harus mencapai sekurang-kurangya 90%. Dimana Sum UX adalah partisipasi
massa arah X, sedangkan Sum UY adalah partisipasi massa arah Y.
Berdasarkan SNI 1726:2012 pasal 7.8.3 nilai gaya gempa lateral (Fx) yang
timbul di semua tingkat harus ditentukan dari persamaan 2.13 ̶ 2.15 dari Sub Bab
2.7.2. Nilai yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.33.
Tabel 4.33: Perhitungan distribusi vertikal gaya gempa dan distribusi horizontal
gaya gempa model 4.
Tabel 4.33 menunjukkan hasil dari perhitungan distribusi vertikal gaya gempa
dimana semakin tinggi bangunan semakin kecil pula nilai dari story shear dan
nilai terbesar terdapat pada daerah bawah atau tumpuan. Untuk lebih jelasnya
diagram distribusi gaya geser berdasarkan ketinggian dengan menggunakan gaya
lateral statik ekuivalen SNI 1726:2012 dapat digambarkan pada Gambar 4.13.
110
40
35
30
25
Tingkat (m) 20
15
10
5
0
0.0000 2.0000 4.0000 6.0000 8.0000 10.0000 12.0000
Gambar 4.13: Diagram gaya geser terhadap ketinggian struktur dengan gaya
lateral ekivalen model 4.
Tabel 4.34: Gaya geser hasil respons spektrum model 2 output ETABS.
FX FY
Base Reactions
kgf Kgf
Gempa Arah X Max 1080419,36 329541,62
Gempa Arah Y Max 324590,86 1097019,1
Gempa Arah X
V1x = Cs × Wt
111
= 0,1286 × 888100,65
= 114209,74 Kg (Gaya geser statik ekivalen arah X)
Gempa Arah Y
V1y = Cs × Wt
= 0,1286 × 888100,65
= 114209,74 Kg (Gaya geser statik ekivalen arah Y)
Berdasarkan SNI 1726:2012
Arah X
Vtx = 1080419,36 Kg
V1x = 114209,74 Kg
Syarat : Vtx ≥ 0,85 V1x
1080419,36 ≥ 0,85 × 114209,74
1080419,36 ≥ 97078,28 Syarat terpenuhi
0,85 × 𝑉1𝑥
Faktor skala = ≥1
𝑉𝑡𝑥
0,85 ×114209,74
=
1080419 ,36
= 0,09 ≤ 1
Arah Y
Vty = 1097019,1Kg
V1y = 1097019,1 Kg
Syarat : Vty ≥ 0,85 V1y
1097019,1 ≥ 0,85 × 114209,74
1097019,1 ≥ 97078,28 Syarat terpenuhi
0,85 × 𝑉1𝑦
Faktor skala = ≥1
𝑉𝑡𝑥
0,85 ×114209,74
=
1097019,1
= 0,09 ≤ 1
112
Tabel 4.35: Rekapitulasi faktor skala hasil respons spektrum dengan statik
ekivalen masing-masing arah model 4.
Karena faktor skala yang didapat untuk masing-masing arah kurang dari 1,
gaya geser dasar nominal yang didapat dari hasil analisa ragam respons spektrum
yang telah dilakukan dapat digunakan tanpa adanya pekalian dengan faktor skala.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dari Tabel 4.35, dapat dilihat bahwa
respons spektrum ragam dengan metode CQC lebih besar jika dibandingkan
dengan prosedur analisis gaya lateral ekivalen. Ada pun tabel dan diagram analisa
spektrum respons dapat dilihat di bawah ini:
Tabel 4.36: Gaya geser hasil analisis respons spektrum arah X dan Y model 4.
113
Tabel 4.36 menunjukkan hasil dari perhitungan analisis respons spektrum
ragam arah X maupun arah Y berdasarkan SNI 1726:2012 yang digambarkan
pada Gambar 4.14.
40
35
Ketinggian (m)
30
25
20 Arah X
15
Arah Y
10
5
0
0.00 500000.00 1000000.00 1500000.00
114
Tabel 4.37: Perhitungan story drift kinerja batas ultimit arah X berdasarkan SNI
1726:2012 model 4.
Tabel 4.38: Perhitungan story drift kinerja batas ultimit arah Y berdasarkan SNI
1726:2012 model 4.
115
Tabel 4.37 dan Tabel 4.38 merupakan nilai dari simpangan antar lantai arah X
dan arah Y dimana terjadi penurunan simpangan sebesar 0,65% untuk arah X dan
15,15% untuk arah Y yang mana pada model ini letak outrigger berada di lantai 5,
lebih jelasnya akan disajikan dalam bentuk diagram perpindahan (total drift)
terhadap tingkat pada struktur gedung model 4 berdasarkan SNI 1726:2012 di
bawah ini:
10
9
8
7
Tingkat (cm)
6
5 Arah X
4
3 Arah Y
2
1
0
0 1 2 3 4 5 6
Total Drift (cm)
Gambar 4.15: Diagram total drift terhadap tingkat bangunan arah X dan Y
model 4.
Tabel 4.39: Nilai hasil perhitungan kekakuan struktur bangunan arah X model 4.
Rata-rata Kek.
Lantai Kek. Total ki/ki+1 (%) ki/kr (%) Kontrol
3 Tingkat (kr)
10 69558846,73
9 112944335 162,3724 107902261,6
116
Tabel 2.39: Lanjutan.
Rata-rata Kek.
Lantai Kek. Total ki/ki+1 (%) ki/kr (%) Kontrol
3 Tingkat (kr)
8 141203603 125,0205 138535582
7 161458808 114,3447 160503093 150 OK
6 178846868 110,7693 179113301 129 OK
5 197034227 110,1692 198590068,7 123 OK
4 219889111 111,5994 224397094,7 123 OK
3 256267946 116,5442 256545369,7 129 OK
2 293479052 114,5204 131 OK
1 412771952 140,6478 161 OK
Tabel 4.40: Nilai hasil perhitungan kekakuan struktur bangunan arah Y model 4.
Rata-rata Kek.
Lantai Kek. Total ki/ki+1 (%) ki/kr (%) Kontrol
3 Tingkat (kr)
10 79841178,79
9 131318474 164,4746 126666307,6
8 168839270 128,5724 166832207
7 200338877 118,6566 216880455,7 158 OK
6 281463220 140,4936 274606071 169 OK
5 342016116 121,5136 302795169,7 158 OK
4 284906173 83,3020 314170558 104 OK
3 315589385 110,7696 316928230,7 104 OK
2 350289134 110,9952 111 OK
1 442564714 126,3427 140 OK
Tabel 4.39 dan Tabel 4.40 menunjukkan nilai dari kekakuan struktur
bangunan arah X dan arah Y dimana nilai dari kekakuan setiap lantai berbeda-
beda sesuai dengan ketinggiannya dan pada lantai 5 yang dipasang outrigger lebih
kaku tetapi tidak terjadi soft story. Berikut ini akan dijelaskan dalam bentuk
117
diagram kekakuan antar lantai terhadap tingkat pada struktur gedung model 4
berdasarkan SNI 1726:2012.
10
9
8
7
Tingkat (m)
6
5 Arah X
4
Arah Y
3
2
1
0
0 20000000 40000000 60000000
Kekakuan (Kg/m)
4.2.5 Model 5
Output Step
Step Type Period Sum UX Sum UY
Case Numb
Modal Mode 1 0,847 0,7631 0,00002335
Modal Mode 2 0,753 0,7631 0,7462
Modal Mode 3 0,742 0,7631 0,7462
Modal Mode 4 0,253 0,9060 0,7463
Modal Mode 5 0,24 0,9060 0,7463
118
Tabel 4.41: Lanjutan.
Output Step
Step Type Period Sum UX Sum UY
Case Numb
Modal Mode 6 0,235 0,9060 0,9272
Modal Mode 7 0,134 0,9061 0,9272
Modal Mode 8 0,133 0,9517 0,9272
Modal Mode 9 0,129 0,9517 0,9613
Modal Mode 10 0,114 0,9517 0,9613
Modal Mode 11 0,113 0,9517 0,9615
Modal Mode 12 0,111 0,9517 0,9616
Berdasarkan dari Tabel 4.41 data perioda output program ETABS ver. 15
maka didapat persentase selisih yang dapat dilihat pada Tabel 4.42.
SYARAT
Mode (perioda) Selisih Persentase (%) CQC SRSS
Mode 1 – Mode 2 11% OK TIDAK OK
Mode 2 – Mode 3 1% OK TIDAK OK
Mode 3 – Mode 4 66% TIDAK OK OK
Mode 4 – Mode 5 5% OK TIDAK OK
Mode 5 – Mode 6 2% OK TIDAK OK
Mode 6 – Mode 7 43% TIDAK OK OK
Mode 7 – Mode 8 1% OK TIDAK OK
Mode 8 – Mode 9 3% OK TIDAK OK
Mode 9 – Mode 10 12% OK TIDAK OK
Mode 10 – Mode 11 1% OK TIDAK OK
Mode 11 – Mode 12 2% OK TIDAK OK
119
Berdasarkan Tabel 4.42 dapat disimpulkan bahwa nilai persentase selisih
rata-rata kurang dari 15% sehingga pada model 5 ini digunakan metode akar
kuadrat lengkap (Complate Quadratic Combination/CQC).
Metode CQC dilihat dari modal partisipasi massa rasio (Sum UX dan Sum
UY) harus mencapai sekurang-kurangya 90%. Dimana Sum UX adalah partisipasi
massa arah X, sedangkan Sum UY adalah partisipasi massa arah Y.
Berdasarkan SNI 1726:2012 pasal 7.8.3 nilai gaya gempa lateral (Fx) yang
timbul di semua tingkat harus ditentukan dari persamaan 2.13 ̶ 2.15 dari Sub Bab
2.7.2. Nilai yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.43.
Tabel 4.43: Perhitungan distribusi vertikal gaya gempa dan distribusi horizontal
gaya gempa model 5.
Tabel 4.43 menunjukkan hasil dari perhitungan distribusi vertikal gaya gempa
dimana semakin tinggi bangunan semakin kecil pula nilai dari story shear dan
nilai terbesar terdapat pada daerah bawah atau tumpuan. Untuk lebih jelasnya
120
diagram distribusi gaya geser berdasarkan ketinggian dengan menggunakan gaya
lateral statik ekuivalen SNI 1726:2012 dapat digambarkan pada Gambar 4.17.
40
35
30
25
Tingkat (m)
20
15
10
5
0
0.0000 2.0000 4.0000 6.0000 8.0000 10.0000 12.0000
Gambar 4.17: Diagram gaya geser terhadap ketinggian struktur dengan gaya
lateral ekivalen model 5.
Tabel 4.44: Gaya geser hasil respons spektrum model 2 output ETABS.
FX FY
Base Reactions
kgf Kgf
Gempa Arah X Max 1079619,9 320363,96
Gempa Arah Y Max 323955,69 1067717,93
121
Berikut perhitungan koreksi nilai akhir respons dinamik terhadap respons ragam
pertama:
Gempa Arah X
V1x = Cs × Wt
= 0,1286 × 888100,65
= 114209,74 Kg (Gaya geser statik ekivalen arah X)
Gempa Arah Y
V1y = Cs × Wt
= 0,1286 × 888100,65
= 114209,74 Kg (Gaya geser statik ekivalen arah Y)
Berdasarkan SNI 1726:2012
Arah X
Vtx = 1079619,9 Kg
V1x = 114209,74 Kg
Syarat : Vtx ≥ 0,85 V1x
1079619,9 ≥ 0,85 × 114209,74
1079619,9 ≥ 97078,28 Syarat terpenuhi
0,85 × 𝑉1𝑥
Faktor skala = ≥1
𝑉𝑡𝑥
0,85 ×114209,74
=
1079619,9
= 0,09 ≤ 1
Arah Y
Vty = 1067717,93 Kg
V1y = 114209,74 Kg
Syarat : Vty ≥ 0,85 V1y
1067717,93 ≥ 0,85 × 114209,74
1067717,93 ≥ 97078,28 Syarat terpenuhi
0,85 × 𝑉1𝑦
Faktor skala = ≥1
𝑉𝑡𝑥
0,85 ×114209,74
=
1067717 ,93
= 0,09 ≤ 1
122
Tabel 4.45: Rekapitulasi faktor skala hasil respons spektrum dengan statik
ekivalen masing-masing arah model 5.
Karena faktor skala yang didapat untuk masing-masing arah kurang dari 1,
gaya geser dasar nominal yang didapat dari hasil analisa ragam respons spektrum
yang telah dilakukan dapat digunakan tanpa adanya pekalian dengan faktor skala.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dari Tabel 4.45, dapat dilihat bahwa
respons spektrum ragam dengan metode CQC lebih besar jika dibandingkan
dengan prosedur analisis gaya lateral ekivalen. Ada pun Tabel dan Diagram
analisa spektrum respons dapat dilihat di bawah ini:
Tabel 4.46: Gaya geser hasil analisis respons spektrum arah X dan Y model 5.
123
Tabel 4.46 menunjukkan hasil dari perhitungan analisis respons spektrum
ragam arah X maupun arah Y berdasarkan SNI 1726:2012 yang digambarkan
pada Gambar 4.18.
40
35
Ketinggian (m)
30
25
20
Arah X
15
Arah Y
10
5
0
0.00 5000.00 10000.00 15000.00
124
Tabel 4.47: Perhitungan story drift kinerja batas ultimit arah X berdasarkan SNI
1726:2012 model 5.
Tabel 4.48: Perhitungan story drift kinerja batas ultimit arah Y berdasarkan SNI
1726:2012 model 5.
125
Tabel 4.47 dan Tabel 4.48 merupakan nilai dari simpangan antar lantai arah X
dan arah Y dimana terjadi penurunan simpangan sebesar 0,45% untuk arah X dan
12,26% untuk arah Y yang mana pada model ini letak outrigger berada di lantai 3,
lebih jelasnya akan sajikan dalam bentuk diagram perpindahan (total drift)
terhadap tingkat pada struktur gedung model 5 berdasarkan SNI 1726:2012 di
bawah ini:
10
9
8
7
Tingkat (cm)
6
5
Arah X
4
3 Arah Y
2
1
0
0 1 2 3 4 5 6
Total Drift (cm)
Gambar 4.19: Diagram total drift terhadap tingkat bangunan arah X dan Y
model 5.
Tabel 4.49: Nilai hasil perhitungan kekakuan struktur bangunan arah X model 5.
Rata-rata Kek.
Lantai Kek. Total ki/ki+1 (%) ki/kr (%) Kontrol
3 Tingkat (kr)
10 69284934,42
9 112527973 162,4133 107491460,1
126
Tabel 4.49: Lanjutan.
Rata-rata Kek.
Lantai Kek. Total ki/ki+1 (%) ki/kr (%) Kontrol
3 Tingkat (kr)
8 140661473 125,0013 137967898,3
7 160714249 114,2561 159768996,3 150 OK
6 177931267 110,7128 178265377 129 OK
5 196150615 110,2395 197998100,7 123 OK
4 219912420 112,1141 224292562,7 123 OK
3 256814653 116,7804 256961855,7 130 OK
2 294158494 114,5412 131 OK
1 413280254 140,4958 161 OK
Tabel 4.50: Nilai hasil perhitungan kekakuan struktur bangunan arah Y model 5.
Rata-rata Kek.
Lantai Kek. Total ki/ki+1 (%) ki/kr (%) Kontrol
3 Tingkat (kr)
10 75500877,45
9 124080485 164,3431 119501705,8
8 158923755 128,0812 156423830,7
7 186267252 117,2054 185671521 156 OK
6 211823556 113,7202 213865641 135 OK
5 243506115 114,9571 264103462 131 OK
4 336980715 138,3870 339270171,3 158 OK
3 437323684 129,7771 383787902,7 166 OK
2 377059309 86,2197 111 OK
1 446865287 118,5133 116 OK
Tabel 4.49 dan Tabel 4.50 menunjukkan nilai dari kekakuan struktur
bangunan arah X dan arah Y dimana nilai dari kekakuan setiap lantai berbeda-
beda sesuai dengan ketinggiannya dan pada lantai 3 yang dipasang outrigger lebih
kaku tetapi tidak terjadi soft story. Berikut ini akan dijelaskan dalam bentuk
127
diagram kekakuan antar lantai terhadap tingkat pada struktur gedung model 5
berdasarkan SNI 1726:2012.
10
9
8
7
Tingkat (m)
6
5
4 Arah X
3 Arah Y
2
1
0
0 20000000 40000000 60000000
Kekakuan (Kg/m)
Berikut ini akan dijelaskan perbandingan simpangan antar lantai (story drift)
yang terjadi pada model 1, model 2, model 3, model 4 dan model 5 dimana
perbandingan dilakukan dengan arah yang sama, Gambar 4.21 menjelaskan
perbandingan simpangan arah X dan Gambar 4.22 menjelaskan perbandingan
simpangan arah Y.
10
9
8
7 Arah X Model 1
Tingkat (m)
6
5 Arah X Model 2
4
3 Arah X Model 3
2 Arah X Model 4
1
0 Arah X Model 5
0 2 4 6
128
10
9
8
7 Arah Y Model 1
Tingkat (m) 6
5 Arah Y Model 2
4 Arah Y Model 3
3
Arah Y Model 4
2
1 Arah Y Model 5
0
0 2 4 6
Total Drift (cm)
Dari Gambar 4.16 dan 4.17 dapat disimpulkan bahwa simpangan antar lantai
untuk arah X tidak begitu signifikan karena pada arah X tidak dipasang outrigger,
dimana hasil persentase pengurangan simpangan untuk arah X adalah model 1
sebesar 0%, model 2 sebesar 0,66%, model 3 sebesar 0,77%, model 4 sebesar
0,65%, dan model 5 sebesar 0,45% . Simpangan antar lantai untuk arah Y
pengurangan simpangan cukup besar dibandingkan arah X dikarenakan pada arah
Y dipasang outrigger, persentase pengurangan simpangan arah Y adalah model 1
sebesar 0%, model 2 sebesar 10,94%, model 3 sebesar 15,28%, model 4 sebesar
15,15%, dan model 5 sebesar 12,26%. Secara ringkas hasil persentase simpangan
dapat dilihat pada Tabel 4.51.
Tabel 4.51 Persentase pengurangan simpangan antar lantai untuk semua model.
129
4.2.7 Perbandingan Kekakuan Antar Lantai Untuk Semua Model
Berikut ini akan dijelaskan perbandingan kekakuan antar lantai yang terjadi
pada model 1, model 2, model 3, model 4 dan model 5 dimana perbandingan
dilakukan dengan arah yang sama, Gambar 4.23 menjelaskan perbandingan
kekakuan arah X dan Gambar 4.24 menjelaskan perbandingan kekakuan arah Y.
10
9
8
7
Tingkat (m)
Arah X Model 1
6
5 Arah X Model 2
4 Arah X Model 3
3
Arah X Model 4
2
1 Arah X Model 5
0
0 20000000 40000000 60000000
Kekakuan (kg/m)
10
9
8
7 Arah Y Model 1
Tingkat (m)
6
5 Arah Y Model 2
4 Arah Y Model 3
3
Arah Y Model 4
2
1 Arah Y Model 5
0
0 20000000 40000000 60000000
Kekakuan (Kg/m)
130
Dari Gambar 4.23 dan Gambar 4.24 kekakuan antar lantai arah X tidak begitu
terlihat karena pada arah X tidak dipasang outrigger, kekakuan antar lantai arah Y
dimana pemasangan outrigger mengalami kekakuan yang lebih dibandingkan
dengan yang tidak dipasang outrigger.
Gedung yang memiliki sistem ganda sesuai dengan SNI 1726:2012 dimana
rangka pemikul momen harus mampu menahan paling sedikit 25% gaya gempa
desain. Tahanan gaya gempa total harus disediakan oleh kombinasi rangka
pemikul momen dan dinding geser atau rangka bracing, dengan distribusi yang
proporsional terhadap kekakuannya. Persentase penahan gempa untuk semua
model disajikan pada Tabel 4.52.
131
BAB 5
5.1 Kesimpulan
132
3. Bangunan tingkat tinggi menggunakan sistem outrigger dapat membantu
dinding geser serta mengurangi story drift secara lateral dibandingkan dengan
bangunan identik yang tidak menggunakannya dan dapat memperkaku daerah
dimana outrigger dipasang.
4. Nilai persentase kemampuan menahan gaya lateral yang dihasilkan dari 5
model struktur adalah sebagai berikut:
Model 1 untuk arah X (SRPMK) 32,48% dan (Sistem Ganda) 67,52%,
untuk arah Y (SRPMK) 32,76% dan (Sistem Ganda) 67,24%.
Model 2 untuk arah X (SRPMK) 32,52% dan (Sistem Ganda) 67,48%,
untuk arah Y (SRPMK) 32,90% dan (Sistem Ganda) 67,10%.
Model 3 untuk arah X (SRPMK) 32,51% dan (Sistem Ganda) 67,49%,
untuk arah Y (SRPMK) 32,98% dan (Sistem Ganda) 67,02%.
Model 4 untuk arah X (SRPMK) 32,48% dan (Sistem Ganda) 67,52%,
untuk arah Y (SRPMK) 33,06% dan (Sistem Ganda) 66,94%.
Model 5 untuk arah X (SRPMK) 32,45% dan (Sistem Ganda) 67,52%,
untuk arah Y (SRPMK) 33,06% dan (Sistem Ganda) 66,94%.
5. Setelah melakukan analisis respon spektrum maka terpenuhi hasil yang
ditinjau seperti base shear, story drift, perioda struktur, kekakuan.
5.2 Saran
133
3. Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat sebaiknya tanah yang ditinjau ada
3 jenis yaitu tanah keras, tanah sedang, tanah lunak. Di sini penulis hanya
meninjau pada 1 jenis tanah saja yaitu tanah lunak.
134
LAMPIRAN
Dimana:
h = ketebalan pelat
ln = bentang terpanjang
fy = mutu baja tulangan
β = ly/lx
ly = 6 m
lx = 3,5 m
Lx = 3500 mm
Ly = 6000 mm
420
6000 (0,8 + 1500 )
h(mak) ≤ = 180 mm
36
420
6000 (0,8 +1500 )
h(min) ≥ 6000 = 125 mm
36+9 3500
Dipakai tebal pelat 130 mm = 0,13 m (untuk semua tipe pelat lantai dan atap).
1
B. Perhitungan Dimensi Tangga
2
2 × Opt + Ant = 61~65
2 × (Ant × tg α) + Ant = 61~65
2 × (Ant × tg 26,33) + Ant = 61~65
0,99 Ant + Ant = 61~65
1,99 Ant = 65
Ant = 33 cm
Nilai antrade 33 cm digunakan pada tiap tingkat tangga tipe 1 dan nilai optrade
menjadi:
Opt = Ant × tg α
Opt = 33 × tg 26,33̊ = 16,33 cm
Sehingga dengan metode pendekatan akan didapatkan:
400
Jumlah Optrade = = 24 buah
16,33
Jumlah Antrade = 24 – 1 = 23 buah
3
B.1 Tangga Tipe 2
2
C. Gambar Gaya-Gaya Output ETABS
3
Gambar L.6: Grafik gaya geser output etabs pada dinding geser.
4
D. Cek Dimensi Kolom dan Balok
5
b. Bentang bersih komponen struktur tidak boleh lebih dari 4 kali tinggi
efektifnya.
c. Perbandingan lebar terhadap tinggi tidak boleh kurang dari 0,3.
d. Lebar komponen tidak boleh lebih 250 mm, melebihi lebar komponen
struktur pendukung (diukur pada bidang tegak lurus terhadap sumbu
longitudinal komponen struktur lentur) ditambah jarak pada tiap sisi
komponen struktur pendukung yang tidak melebihi 0,75 (3/4) tinggi
komponen struktur lentur.
Diketahui dimensi balok;
b = 500 mm
h = 800 mm
Material beton dan baja
fc’ = 40 Mpa
fy = 390 Mpa
Selimut beton = 40 mm
Penyelesaian:
a. Gaya tekan aksial terfaktor pada komponen struktur lentur dibatasi
maksimum (0,1.Ag.fc).
0,1.Ag.fc = 1600 KN > Nu = 185,32 KN OK
Nilai Nu di dapat dari gaya aksial maksimum kombinasi 19 envelope
b. Bentang bersih komponen struktur tidak boleh lebih dari 4 kali tinggi
efektifnya. Asumsi hanya satu lapis tulangan positif yang perlu dipasang,
selimut beton 40 cm, sengkang menggunakan tulangan D 12 mm, dan baja
tulangan longitudinal yang dipakai adalah D 20 mm.
de = d = 800 mm ̶ (40 mm + 12 mm + 20 mm) = 728 mm
ln/de = 7000 mm/728mm = 9,615 OK
c. Perbandingan lebar terhadap tinggi tidak boleh kurang dari 0,3
b/h = 500/800 = 0,625 > 0,3 OK
d. Lebar komponen tidak boleh kurang dari 250. Melebihi lebar komponen
struktur pendukung (diukur pada bidang tegak lurus terhadap sumbu
longitudinal komponen struktur lentur) ditambah jarak pada pendukung
yang tidak melebihi ¾ tinggi komponen struktur lentur.
6
Lebar balok, b = 500 < lebar kolom = 700 mm OK
7
Maka cek terhadap dua lapis tuangan: 4994 KN > 2214 KN OK dipakai 2
lapis tulangan.
b. Perhitungan kebutuhan baja tulangan vertikal dan horizontal.
Untuk dinding struktural, ρv dan horizontal ρv minimum = 0,0025
Spasi maksimum masing-masing tulangan adalah = 450 mm
Luas penampang horizontal dan vertikal dinding geser per meter panjang:
= 0,35 m × 1 m
= 0,35 m2
Luas minimum kebutuhan tulangan per meter panjang arah horizontal dan
vertikal:
= 0,35 m2 × 0,0025
= 0,000875 m2
= 875 mm2
8
2. Tentukan baja tulangan untuk menehan geser
Gunakan konfigurasi tulangan dinding yang diperbolehkan sebelumnya,
yaitu: 2D18-300 mm berdasarkan SNI Beton BSN 2002b, kuat geser
nominal dinding struktural dapat dihitung dengan persamaan berikut, (SNI
Beton pers. 27)
Vn = Acv (ac √fc’ + ρn fy)
Dimana:
hw/lw = tinggi total dinding/panjang dinding
= 36,4 m / 6m
= 6,07 > 2 OK
Karena hw/lw > 2, maka ac = 0,167 = 1/6
Pada dinding terdapat tulangan horizontal dengan konfigurasi 2D18-300
Rasio tulangan horizontal terpasang adalah:
ρn = As/(s × t)
ρn = As/(s × t) = 502/(300 × 350)
= 0,0048
ρn > ρn min = 0,0048 > 0,0025 OK
kuat geser nominal:
Vn = Acv (ac √fc’ + ρn fy)
= 2100000 ((0,1670 × 400,5) + (0,0048 × 390))
= 6185726 N
= 6186 KN
Kuat geser perlu:
φVn = 0,75 × 6186
= 4639 KN
Vu > φVn, OK dinding cukup kuat menahan geser
Kuat geser nominal maksimum:
(5/6) Acv √fc’ = (5/6) × 2100000 ×400,5
= 11067972 N
= 11068 KN
Kuat geser nominal masih di bawah batas kuat geser nominal maksimum
9
Oleh karena itu, konfigurasi tulangan 2D18-300 mm (sebagaimana didapat
langkah 1 dapat digunakan).
Rasio tulangan ρv tidak boleh kurang dari ρn apabila (hw/lw < 2).
Karena hw/lw = 6,07 maka dapat digunakan rasio tulangan minimum
Jadi, gunakan 2D18-300 mm untuk tulangan vertikal
10
F. Perhitungan Komponen Outrigger
Perhitungan komponen outrigger menggunakan baja 200 × 200 × 8 × 12
dapat dilihat di bawah ini:
Dimensi profil 200 × 200 × 8 × 12 adalah sebagai berikut:
Ag = 6353 mm2 tw = 8 mm
tf = 12 mm E = 200000 Mpa
ry = 50,2 mm Zy = 160000 mm3
r = 13 mm fu = 410 Mpa
fy = 250 Mpa Ix = 472000000 mm4
rx =862 mm Lb = 6000 mm
Iy = 160000000 mm4 Zx = 472000 mm3
Cek syarat bahan:
o Cek fy < 350 Mpa (berdasarkan SNI 1729:2015).
250 < 350 Mpa OK
o Cek fy/fu < 0,85
250/410 Mpa = 0,61 <0,85 OK
Di ambil gaya ultimate yang bekerja pada outrigger dengan bantuan
ETABS Ver. 15 adalah sebagai berikut:
Mu = 63,10 KN-m Vu = 54,027 KN
Untuk pelat sayap:
𝑏𝑓
o λf =
2𝑡𝑓
200
=
2 ×12
= 8,333 mm
𝐸
o λps = 0,3
𝑓𝑦
200000
= 0,3
250
= 8,485
λf < λps OK
11
Untuk pelat badan
ℎ
o λw =
𝑡𝑤
250
= = 31,25 mm
8
𝐸
o λps = 3,76
𝑓𝑦
200000
= 3,76
250
= 100,349 mm
λf < λps OK
665
o λr =
𝑓𝑦
665
=
250
= 42,058 mm
λw < λr OK
dengan syarat di atas maka pelat sayap dan pelat badan pada profil 200 × 200
× 8 × 12 memenuhi syarat kelangsingan tekuk lokal dan merupakan penampang
kompak.
Kapasitas Mp
o Mn = Mp = Zx × fy
o Mn = fy × (𝐴𝑖 × 𝑦𝑖)
1
o Mn = fy × 𝑏 × 𝑡𝑓 × 𝑑 − 𝑡𝑓 + 𝑡𝑤(2 𝑑 − 𝑡𝑓)2
1
200 ×12 × 200−12 +8(2 200−12)2
o Mn = 250 ×
1000000
o Mn = 128,288 KNm
o ƟMn = 0,9 ×128,288 = 115,459 KNm
ƟMn > Mu = 115,459 KNm > 63,10 KNm OK
12
G.1 Model 1
Tabel L.2: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 1 arah X dan Y.
Frame 1 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
12 Arah X 12976,73 6469,78 12 Arah Y 4020,42 11590,25
62 Arah X 11077,1 5115,04 62 Arah Y 3503,57 12652,96
17 Arah X 10256,87 2279,64 17 Arah Y 3080,37 7590,83
22 Arah X 9349,59 2328,59 22 Arah Y 2808,91 7753,5
27 Arah X 9324,51 2329,69 27 Arah Y 2801,42 7756,93
32 Arah X 9425,42 2329,72 32 Arah Y 2831,67 7757,09
37 Arah X 7202,63 2285,21 37 Arah Y 2166,68 7609,61
69612,85 23137,67 21213,04 62711,17
Total 92750,52 Total 83924,21
Tabel L.3: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 2 Arah X dan Y.
Frame 2 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
13 Arah X 15868,27 19301,56 13 Arah Y 4853,68 9446,03
57 Arah X 11190,19 1790,75 57 Arah Y 3360,89 5958,6
18 Arah X 10264,91 2610,68 18 Arah Y 3084,55 8668,01
23 Arah X 9415,06 2785,62 23 Arah Y 2828,35 9268,24
28 Arah X 9385,84 2791,92 28 Arah Y 2819,81 9273,97
33 Arah X 9411,49 2698,52 33 Arah Y 2826,58 8981,6
38 Arah X 7232,81 2951,73 38 Arah Y 2172,43 9828,94
72768,57 34930,78 21946,29 61425,39
Total 107699,35 Total 83371,68
Tabel L.4: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 3 Arah X dan Y.
13
Tabel L.4: Lanjutan
Tabel L.5: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 4 Arah X dan Y.
14
Tabel L.6: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 5 Arah X dan Y.
Frame 5 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
16 Arah X 7234,02 2950,46 16 Arah Y 2172,72 9823,68
21 Arah X 9413,08 2697,74 21 Arah Y 2826,94 8978,72
26 Arah X 9387,42 2791,72 26 Arah Y 2820,21 9272,96
31 Arah X 9416,61 2785,9 31 Arah Y 2828,74 9269,25
36 Arah X 10266,77 2611,23 36 Arah Y 3085,06 8670,73
46 Arah X 11192,11 1791,42 46 Arah Y 3361,3 5961,44
41 Arah X 16153,02 19178,25 41 Arah Y 4940,19 9398,24
73063,03 34806,72 22035,16 61375,02
Total 107869,75 Total 83410,18
Tabel L.7: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 6 Arah X dan Y.
Frame 6 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
1 Arah X 7204,67 2284,2 1 Arah Y 2167,3 7605,43
3 Arah X 9428,13 2329,11 3 Arah Y 2832,36 7754,56
5 Arah X 9327,19 2329,49 5 Arah Y 2802,11 7756,08
7 Arah X 9352,25 2328,8 7 Arah Y 2809,59 7754,35
9 Arah X 10260,27 2280,32 9 Arah Y 3081,13 7593,54
10 Arah X 11035,18 5127,11 10 Arah Y 3538,23 12671,74
11 Arah X 12996,04 6453,18 11 Arah Y 4053,25 11553,36
69603,73 23132,21 21283,97 62689,06
Total 92735,94 Total 83973,03
Tabel L.8: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 7 Arah X dan Y.
Frame 7 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
12 Arah X 12976,7 6469,78 12 Arah Y 4020,42 11590,3
13 Arah X 15868,3 19301,6 13 Arah Y 4853,68 9446,03
14 Arah X 7463,18 2981,7 14 Arah Y 2261,04 9924,85
15 Arah X 7431,07 2943,6 15 Arah Y 2283,73 9801,46
16 Arah X 7234,02 2950,46 16 Arah Y 2172,72 9823,68
1 Arah X 7204,67 2284,2 1 Arah Y 2167,3 7605,43
15
Tabel L.8: Lanjutan
Frame 7 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
58177,9 36931,3 17758,9 58191,7
Total 95109,24 Total 75950,59
Tabel L.9: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 9 Arah X dan Y.
Tabel L.10: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 9 Arah X dan Y.
Frame 9 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
22 Arah X 9349,59 2328,59 22 Arah Y 2808,91 7753,5
23 Arah X 9415,06 2785,62 23 Arah Y 2828,35 9268,24
24 Arah X 10775,6 2406,12 24 Arah Y 3288,5 8004,18
25 Arah X 10782,6 2409,89 25 Arah Y 3264,99 8002,97
26 Arah X 9387,42 2791,72 26 Arah Y 2820,21 9272,96
5 Arah X 9327,19 2329,49 5 Arah Y 2802,11 7756,08
59037,4 15051,4 17813,1 50057,9
Total 74088,86 Total 67871
16
Tabel L.11: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 10 Arah X dan Y.
Frame 10 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
27 Arah X 9324,51 2329,69 27 Arah Y 2801,42 7756,93
28 Arah X 9385,84 2791,92 28 Arah Y 2819,81 9273,97
29 Arah X 10781,9 2410,06 29 Arah Y 3264,98 8003,79
30 Arah X 10776,3 2406,34 30 Arah Y 3288,86 8004,99
31 Arah X 9416,61 2785,9 31 Arah Y 2828,74 9269,25
7 Arah X 9352,25 2328,8 7 Arah Y 2809,59 7754,35
59037,4 15052,7 17813,4 50063,3
Total 74090,09 Total 67876,68
Tabel L.12: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 11 Arah X dan Y.
Tabel L.13: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 12 Arah X dan Y.
Frame 12 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
37 Arah X 7202,63 2285,21 37 Arah Y 2166,68 7609,61
38 Arah X 7232,81 2951,73 38 Arah Y 2172,43 9828,94
39 Arah X 7430,76 2944,92 39 Arah Y 2283,55 9806,73
40 Arah X 7463,48 2983,14 40 Arah Y 2261,01 9930,28
41 Arah X 16153 19178,3 41 Arah Y 4940,19 9398,24
11 Arah X 12996 6453,18 11 Arah Y 4053,25 11553,4
58478,7 36796,4 17877,1 58127,2
Total 95275,17 Total 76004,27
17
G.2 Model 2
Tabel L.14: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 1 Arah X dan Y.
Frame 1 SRPMK
Load Load
Joint Case FX FY Joint Case FX FY
12 Arah X 12997,55 6445,74 12 Arah Y 4082,35 11847,28
62 Arah X 11106,42 5098,4 62 Arah Y 3466,55 12885,47
17 Arah X 10266,72 2315,27 17 Arah Y 3085,55 7706,93
22 Arah X 9351,39 2360,64 22 Arah Y 2808,19 7858,79
27 Arah X 9325,33 2361,46 27 Arah Y 2800,73 7861,72
32 Arah X 9432,71 2365,54 32 Arah Y 2832,75 7874,92
37 Arah X 7215,69 2316 37 Arah Y 2167,71 7709,07
69695,81 23263,1 21243,83 63744,18
Total 92958,86 Total 84988,01
Tabel L.15: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 2 Arah X dan Y.
Frame 2 SRPMK
Load Load
Joint Case FX FY Joint Case FX FY
13 Arah X 15903,75 19431,9 13 Arah Y 4915,92 9310,44
57 Arah X 11227,31 1814,22 57 Arah Y 3378,94 6041,5
18 Arah X 10282,09 2633,7 18 Arah Y 3087,8 8763,16
23 Arah X 9408,55 2818,61 23 Arah Y 2825,4 9358,81
28 Arah X 9383,13 2814,17 28 Arah Y 2818,27 9365,38
33 Arah X 9418,52 2730,26 33 Arah Y 2829,36 9070,93
38 Arah X 7247,76 2980,04 38 Arah Y 2176,55 9919,7
72871,11 35222,9 22032,24 61829,92
Total 108093,99 Total 83862,16
Tabel L.16: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 3 Arah X dan Y.
18
Tabel L.16: Lanjutan
Tabel L.17: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 4 Arah X dan Y.
Tabel L.18: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 5 Arah X dan Y.
Frame 5 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
16 Arah X 7248,92 2978,81 16 Arah Y 2176,99 9916,85
21 Arah X 9420,04 2729,52 21 Arah Y 2829,91 9069,36
26 Arah X 9384,64 2813,97 26 Arah Y 2818,82 9364,83
19
Tabel L.18: Lanjutan
Frame 5 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
31 Arah X 9410,04 2818,88 31 Arah Y 2825,97 9359,36
36 Arah X 10283,87 2634,23 36 Arah Y 3088,46 8764,62
46 Arah X 11229,15 1814,87 46 Arah Y 3379,66 6043,16
41 Arah X 16188,74 19307,8 41 Arah Y 5004,26 9260,01
73165,4 35098,1 22124,07 61778,19
Total 108263,52 Total 83902,26
Tabel L.19: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 6 Arah X dan Y.
Frame 6 SRPMK
Load Load
Joint Case FX FY Joint Case FX FY
1 Arah X 7217,64 2315,01 1 Arah Y 2168,53 7706,79
3 Arah X 9435,3 2364,95 3 Arah Y 2833,72 7873,55
5 Arah X 9327,9 2361,26 5 Arah Y 2801,69 7861,26
7 Arah X 9353,93 2360,84 7 Arah Y 2809,17 7859,26
9 Arah X 10270,01 2315,92 9 Arah Y 3086,63 7708,51
10 Arah X 11064,46 5110,3 10 Arah Y 3496,34 12902,52
11 Arah X 13016,73 6429,06 11 Arah Y 4122,37 11807,67
69685,97 23257,3 21318,45 63719,56
Total 92943,31 Total 85038,01
Tabel L.20: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 7 Arah X dan Y.
Frame 7 SRPMK
Load Load
Joint Case FX FY Joint Case FX FY
12 Arah X 12997,6 6445,74 12 Arah Y 4082,35 11847,3
13 Arah X 15903,8 19431,9 13 Arah Y 4915,92 9310,44
14 Arah X 7462,14 3010,49 14 Arah Y 2272,13 10004,8
15 Arah X 7439,5 2970,72 15 Arah Y 2268,4 9885,34
16 Arah X 7248,92 2978,81 16 Arah Y 2176,99 9916,85
1 Arah X 7217,64 2315,01 1 Arah Y 2168,53 7706,79
58269,5 37152,7 17884,3 58671,5
Total 95422,15 Total 76555,79
20
Tabel L.21: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 8 Arah X dan Y.
Tabel L.22: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 9 Arah X dan Y.
Frame 9 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
22 Arah X 9351,39 2360,64 22 Arah Y 2808,19 7858,79
23 Arah X 9408,55 2818,61 23 Arah Y 2825,4 9358,81
24 Arah X 10798,1 2438,33 24 Arah Y 3271,22 8093,41
25 Arah X 10790,2 2432,29 25 Arah Y 3280,03 8093,52
26 Arah X 9384,64 2813,97 26 Arah Y 2818,82 9364,83
5 Arah X 9327,9 2361,26 5 Arah Y 2801,69 7861,26
59060,8 15225,1 17805,4 50630,6
Total 74285,87 Total 68435,97
Tabel L.23: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 10 Arah X dan Y.
Frame 10 SRPMK
Load Load
Joint Case FX FY Joint Case FX FY
27 Arah X 9325,33 2361,46 27 Arah Y 2800,73 7861,72
28 Arah X 9383,13 2814,17 28 Arah Y 2818,27 9365,38
29 Arah X 10789,5 2432,45 29 Arah Y 3279,87 8093,96
30 Arah X 10798,9 2438,55 30 Arah Y 3271,57 8093,86
31 Arah X 9410,04 2818,88 31 Arah Y 2825,97 9359,36
7 Arah X 9353,93 2360,84 7 Arah Y 2809,17 7859,26
59060,7 15226,4 17805,6 50633,5
Total 74287,08 Total 68439,12
21
Tabel L.24: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 11 Arah X dan Y.
Tabel L.25: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 12 Arah X dan Y.
Frame 12 SRPMK
Load Load
Joint Case FX FY Joint Case FX FY
37 Arah X 7215,69 2316 37 Arah Y 2167,71 7709,07
38 Arah X 7247,76 2980,04 38 Arah Y 2176,55 9919,7
39 Arah X 7439,2 2971,99 39 Arah Y 2268,23 9888,19
40 Arah X 7462,44 3011,89 40 Arah Y 2272,19 10007,7
41 Arah X 16188,7 19307,8 41 Arah Y 5004,26 9260,01
11 Arah X 13016,7 6429,06 11 Arah Y 4122,37 11807,7
58570,6 37016,8 18011,3 58592,4
Total 95587,38 Total 76603,68
22
G.3 Model 3
Tabel L.26: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 1 Arah X dan Y.
Frame 1 SRPMK
Load Load
Joint Case FX FY Joint Case FX FY
12 Arah X 12993,35 6430,58 12 Arah Y 4107,51 11945,82
62 Arah X 11108,47 5092,9 62 Arah Y 3451,8 12986,78
17 Arah X 10263,97 2335,69 17 Arah Y 3088,86 7768,48
22 Arah X 9348,73 2382,15 22 Arah Y 2809,09 7923,44
27 Arah X 9322,08 2382,82 27 Arah Y 2802,52 7925,91
32 Arah X 9430,2 2385,46 32 Arah Y 2834,1 7933,53
37 Arah X 7215,6 2336,81 37 Arah Y 2168,55 7770,88
69682,4 23346,4 21262,43 64254,84
Total 93028,81 Total 85517,27
Tabel L.27: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 2 Arah X dan Y.
Frame 2 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
13 Arah X 15901,3 19459 13 Arah Y 4934,31 9301,41
57 Arah X 11235,93 1832,23 57 Arah Y 3388,06 6098,03
18 Arah X 10286,16 2649,51 18 Arah Y 3091,46 8814,84
23 Arah X 9401,6 2841,05 23 Arah Y 2825,07 9418,97
28 Arah X 9377,13 2832,73 28 Arah Y 2819,18 9425,66
33 Arah X 9416,21 2748,52 33 Arah Y 2831,3 9117,83
38 Arah X 7250,68 3000,85 38 Arah Y 2178,76 9979,55
72869,01 35363,8 22068,14 62156,29
Total 108232,85 Total 84224,43
Tabel L.28: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 3 Arah X dan Y.
23
Tabel L.28: Lanjutan
Tabel L.29: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 4 Arah X dan Y.
Tabel L.30: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 5 Arah X dan Y.
Frame 5 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
16 Arah X 7252,48 3000,02 16 Arah Y 2179,4 9978,54
21 Arah X 9418,46 2747,96 21 Arah Y 2832,09 9117,27
26 Arah X 9379,36 2832,62 26 Arah Y 2819,97 9425,46
24
Tabel L.30: Lanjutan
Frame 5 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
31 Arah X 9403,81 2841,26 31 Arah Y 2825,86 9419,17
36 Arah X 10288,61 2649,78 36 Arah Y 3092,31 8815,35
46 Arah X 11238,97 1832,65 46 Arah Y 3389,23 6098,76
41 Arah X 15902,09 19457,1 41 Arah Y 4936,37 9266,2
72883,78 35361,4 22075,23 62120,75
Total 108245,2 Total 84195,98
Tabel L.31: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 6 Arah X dan Y.
Frame 6 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
1 Arah X 7218,61 2336,14 1 Arah Y 2169,65 7770,07
3 Arah X 9434,01 2385,06 3 Arah Y 2835,45 7933,04
5 Arah X 9325,86 2382,69 5 Arah Y 2803,85 7925,74
7 Arah X 9352,49 2382,29 7 Arah Y 2810,43 7923,61
9 Arah X 10268,33 2336,16 9 Arah Y 3090,31 7769,19
10 Arah X 11087,25 5087,48 10 Arah Y 3484,45 13000,06
11 Arah X 13033,05 6423,36 11 Arah Y 4156,68 11906
69719,6 23333,2 21350,82 64227,71
Total 93052,78 Total 85578,53
Tabel L.32: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 7 Arah X dan Y.
Frame 7 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
12 Arah X 12993,4 6430,58 12 Arah Y 4107,51 11945,8
13 Arah X 15901,3 19459 13 Arah Y 4934,31 9301,41
14 Arah X 7458,66 3032,91 14 Arah Y 2275,76 10065,4
15 Arah X 7439,36 2992,4 15 Arah Y 2263,73 9946,93
16 Arah X 7252,48 3000,02 16 Arah Y 2179,4 9978,54
1 Arah X 7218,61 2336,14 1 Arah Y 2169,65 7770,07
58263,8 37251 17930,4 59008,2
Total 95514,76 Total 76938,56
25
Tabel L.33: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 8 Arah X dan Y.
Tabel L.34: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 9 Arah X dan Y.
Frame 9 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
22 Arah X 9348,73 2382,15 22 Arah Y 2809,09 7923,44
23 Arah X 9401,6 2841,05 23 Arah Y 2825,07 9418,97
24 Arah X 10799,1 2461,06 24 Arah Y 3264,43 8156,04
25 Arah X 10786,9 2451,55 25 Arah Y 3281,92 8156,72
26 Arah X 9379,36 2832,62 26 Arah Y 2819,97 9425,46
5 Arah X 9325,86 2382,69 5 Arah Y 2803,85 7925,74
59041,5 15351,1 17804,3 51006,4
Total 74392,63 Total 68810,7
Tabel L.35: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 8 Arah X dan Y.
Frame 10 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
27 Arah X 9322,08 2382,82 27 Arah Y 2802,52 7925,91
28 Arah X 9377,13 2832,73 28 Arah Y 2819,18 9425,66
29 Arah X 10785,9 2451,63 29 Arah Y 3281,62 8156,87
30 Arah X 10800,1 2461,23 30 Arah Y 3264,81 8156,19
31 Arah X 9403,81 2841,26 31 Arah Y 2825,86 9419,17
7 Arah X 9352,49 2382,29 7 Arah Y 2810,43 7923,61
59041,5 15352 17804,4 51007,4
Total 74393,43 Total 68811,83
26
Tabel L.36: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 11 Arah X dan Y.
Tabel L.37: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 12 Arah X dan Y.
Frame 12 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
37 Arah X 7215,6 2336,81 37 Arah Y 2168,55 7770,88
38 Arah X 7250,68 3000,85 38 Arah Y 2178,76 9979,55
39 Arah X 7438,86 2993,3 39 Arah Y 2263,54 9947,94
40 Arah X 7459,15 3033,96 40 Arah Y 2275,91 10066,5
41 Arah X 15902,1 19457,1 41 Arah Y 4936,37 9266,2
11 Arah X 13033,1 6423,36 11 Arah Y 4156,68 11906
58299,4 37245,4 17979,8 58937,1
Total 95544,84 Total 76916,91
27
G.4 Model 4
Tabel L.38: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 1 Arah X dan Y.
Frame 1 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
12 Arah X 12978,12 6407,4 12 Arah Y 4088,2 11708,84
62 Arah X 11091,59 5049,01 62 Arah Y 3442,4 12738,83
17 Arah X 10251,35 2294,28 17 Arah Y 3082,86 7638,38
22 Arah X 9337,96 2341,09 22 Arah Y 2804,05 7793,16
27 Arah X 9311,1 2341,96 27 Arah Y 2797,28 7795,52
32 Arah X 9418,57 2343,38 32 Arah Y 2828,62 7797,83
37 Arah X 7206,86 2297,3 37 Arah Y 2165,46 7643,42
69595,55 23074,4 21208,87 63115,98
Total 92669,97 Total 84324,85
Tabel L.39: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 2 Arah X dan Y.
Frame 2 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
13 Arah X 15884,35 19410,4 13 Arah Y 4908,82 9247,83
57 Arah X 11235,5 1802,02 57 Arah Y 3384,71 6002,06
18 Arah X 10285,23 2600,19 18 Arah Y 3089,28 8654,24
23 Arah X 9390,29 2790,58 23 Arah Y 2819,82 9260,91
28 Arah X 9366,92 2783,73 28 Arah Y 2813,99 9267,24
33 Arah X 9408,13 2696,71 33 Arah Y 2826,51 8951,35
38 Arah X 7247,88 2947,61 38 Arah Y 2176,47 9807,54
72818,3 35031,2 22019,6 61191,17
Total 107849,53 Total 83210,77
Tabel L.40: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 3 Arah X dan Y.
28
Tabel L.40: Lanjutan
Tabel L.41: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 4 Arah X dan Y.
Tabel L.42: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 5 Arah X dan Y.
Frame 5 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
16 Arah X 7257,37 2945,41 16 Arah Y 2179,39 9806,54
21 Arah X 9420,33 2694,9 21 Arah Y 2830,24 8950,78
26 Arah X 9378,95 2783,59 26 Arah Y 2817,67 9267,05
29
Tabel L.42: Lanjutan
Frame 5 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
31 Arah X 9402,17 2791,25 31 Arah Y 2823,47 9261,11
36 Arah X 10292,49 2600,47 36 Arah Y 3091,53 8654,74
46 Arah X 11223,5 1802,87 46 Arah Y 3381,74 6002,83
41 Arah X 15485,72 19490,7 41 Arah Y 4794,23 9228,46
72460,53 35109,2 21918,27 61171,51
Total 107569,73 Total 83089,78
Tabel L.43: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 6 Arah X dan Y.
Frame 6 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
1 Arah X 7222,72 2295,52 1 Arah Y 2170,36 7642,57
3 Arah X 9439,2 2342,3 3 Arah Y 2834,95 7797,32
5 Arah X 9331,53 2341,62 5 Arah Y 2803,54 7795,35
7 Arah X 9358,34 2341,43 7 Arah Y 2810,32 7793,34
9 Arah X 10273,17 2295,4 9 Arah Y 3089,46 7639,18
10 Arah X 11085,86 5046,52 10 Arah Y 3477,35 12746,23
11 Arah X 13047,86 6411,79 11 Arah Y 4145 11671,63
69758,68 23074,6 21330,98 63085,62
Total 92833,26 Total 84416,6
Tabel L.44: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 7 Arah X dan Y.
Frame 7 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
12 Arah X 12978,1 6407,4 12 Arah Y 4088,2 11708,8
13 Arah X 15884,4 19410,4 13 Arah Y 4908,82 9247,83
14 Arah X 7454,98 2977,72 14 Arah Y 2268 9894,8
15 Arah X 7437,09 2938,11 15 Arah Y 2261,9 9777,13
16 Arah X 7257,37 2945,41 16 Arah Y 2179,39 9806,54
1 Arah X 7222,72 2295,52 1 Arah Y 2170,36 7642,57
58234,6 36974,6 17876,7 58077,7
Total 95209,18 Total 75954,38
30
Tabel L.45: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 8 Arah X dan Y.
Tabel L.46: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 9 Arah X dan Y.
Frame 9 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
22 Arah X 9337,96 2341,09 22 Arah Y 2804,05 7793,16
23 Arah X 9390,29 2790,58 23 Arah Y 2819,82 9260,91
24 Arah X 10792,2 2418,52 24 Arah Y 3259,23 8023,13
25 Arah X 10785,2 2410,34 25 Arah Y 3270,63 8023,54
26 Arah X 9378,95 2783,59 26 Arah Y 2817,67 9267,05
5 Arah X 9331,53 2341,62 5 Arah Y 2803,54 7795,35
59016,2 15085,7 17774,9 50163,1
Total 74101,92 Total 67938,08
Tabel L.47: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 10 Arah X dan Y.
Frame 10 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
27 Arah X 9311,1 2341,96 27 Arah Y 2797,28 7795,52
28 Arah X 9366,92 2783,73 28 Arah Y 2813,99 9267,24
29 Arah X 10780 2410,44 29 Arah Y 3269,08 8023,7
30 Arah X 10797,4 2419,07 30 Arah Y 3260,83 8023,3
31 Arah X 9402,17 2791,25 31 Arah Y 2823,47 9261,11
7 Arah X 9358,34 2341,43 7 Arah Y 2810,32 7793,34
59016 15087,9 17775 50164,2
Total 74103,83 Total 67939,18
31
Tabel L.48: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 11 Arah X dan Y.
Tabel L.49: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 12 Arah X dan Y.
Frame 12 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
37 Arah X 7206,86 2297,3 37 Arah Y 2165,46 7643,42
38 Arah X 7247,88 2947,61 38 Arah Y 2176,47 9807,54
39 Arah X 7434,04 2940,67 39 Arah Y 2260,95 9778,14
40 Arah X 7444,37 2980,68 40 Arah Y 2264,85 9895,91
41 Arah X 15485,7 19490,7 41 Arah Y 4794,23 9228,46
11 Arah X 13047,9 6411,79 11 Arah Y 4145 11671,6
57866,7 37068,8 17807 58025,1
Total 94935,49 Total 75832,06
32
G.5 Model 5
Tabel L.50: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 1 Arah X dan Y.
Frame 1 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
12 Arah X 12962,19 6359,04 12 Arah Y 4039,61 11277,27
62 Arah X 11074,73 4954,71 62 Arah Y 3444,89 12199,99
17 Arah X 10243,04 2179,81 17 Arah Y 3076,09 7265,31
22 Arah X 9333,69 2232,26 22 Arah Y 2801,25 7439,49
27 Arah X 9307,26 2232,97 27 Arah Y 2792,84 7441,91
32 Arah X 9412,33 2225,65 32 Arah Y 2824,21 7416,6
37 Arah X 7201,89 2186,28 37 Arah Y 2164,75 7285,52
69535,13 22370,7 21143,64 60326,09
Total 91905,85 Total 81469,73
Tabel L.51: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 2 Arah X dan Y.
Frame 2 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
13 Arah X 15854,1 19331,8 13 Arah Y 4857,09 9127,48
57 Arah X 11222,95 1683,69 57 Arah Y 3373,64 5611,71
18 Arah X 10281,24 2471,74 18 Arah Y 3085 8233,39
23 Arah X 9380,38 2687,7 23 Arah Y 2814,92 8936,01
28 Arah X 9358,07 2685,75 28 Arah Y 2807,99 8942,38
33 Arah X 9398,57 2567,68 33 Arah Y 2820,19 8545,82
38 Arah X 7243,24 2843,96 38 Arah Y 2173,52 9477,59
72738,55 34272,3 21932,35 58874,38
Total 107010,86 Total 80806,73
Tabel L.52: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 3 Arah X dan Y.
33
Tabel L.52: Lanjutan
Tabel L.53: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 4 Arah X dan Y.
Tabel L.54: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 5 Arah X dan Y.
Frame 5 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
16 Arah X 7245,04 2843,07 16 Arah Y 2174,1 9475,12
21 Arah X 9400,85 2567,11 21 Arah Y 2820,89 8544,48
26 Arah X 9360,32 2685,63 26 Arah Y 2808,68 8941,9
34
Tabel L.54: Lanjutan
Frame 5 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
31 Arah X 9382,62 2687,92 31 Arah Y 2815,64 8936,49
36 Arah X 10283,7 2472,07 36 Arah Y 3085,76 8234,64
46 Arah X 11226,02 1684,12 46 Arah Y 3374,59 5613,08
41 Arah X 15854,98 19330,6 41 Arah Y 4858,24 9098,79
72753,53 34270,5 21937,9 58844,5
Total 107024 Total 80782,4
Tabel L.55: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 6 Arah X dan Y.
Frame 6 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
1 Arah X 7204,91 2185,58 1 Arah Y 2165,79 7283,56
3 Arah X 9416,18 2225,22 3 Arah Y 2825,42 7415,42
5 Arah X 9311,09 2232,83 5 Arah Y 2794,01 7441,52
7 Arah X 9337,5 2232,4 7 Arah Y 2802,47 7439,9
9 Arah X 10247,43 2180,26 9 Arah Y 3077,31 7266,76
10 Arah X 11052,93 4948,8 10 Arah Y 3475,68 12214,16
11 Arah X 13002,19 6352,46 11 Arah Y 4081,16 11241,57
69572,23 22357,6 21221,84 60302,89
Total 91929,78 Total 81524,73
Tabel L.56: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 7 Arah X dan Y.
Frame 7 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
12 Arah X 12962,2 6359,04 12 Arah Y 4039,61 11277,3
13 Arah X 15854,1 19331,8 13 Arah Y 4857,09 9127,48
14 Arah X 7447,53 2874,59 14 Arah Y 2252,85 9566,41
15 Arah X 7424,23 2834,25 15 Arah Y 2259,22 9442,45
16 Arah X 7245,04 2843,07 16 Arah Y 2174,1 9475,12
1 Arah X 7204,91 2185,58 1 Arah Y 2165,79 7283,56
58138 36428,3 17748,7 56172,3
Total 94566,32 Total 73920,95
35
Tabel L.57: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 8 Arah X dan Y.
Tabel L.58: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 9 Arah X dan Y.
Frame 9 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
22 Arah X 9333,69 2232,26 22 Arah Y 2801,25 7439,49
23 Arah X 9380,38 2687,7 23 Arah Y 2814,92 8936,01
24 Arah X 10769,5 2310,29 24 Arah Y 3257,66 7678,82
25 Arah X 10765,2 2306,45 25 Arah Y 3253,55 7678,3
26 Arah X 9360,32 2685,63 26 Arah Y 2808,68 8941,9
5 Arah X 9311,09 2232,83 5 Arah Y 2794,01 7441,52
58920,2 14455,2 17730,1 48116
Total 73375,33 Total 65846,11
Tabel L.59: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 10 Arah X dan Y.
Frame 10 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
27 Arah X 9307,26 2232,97 27 Arah Y 2792,84 7441,91
28 Arah X 9358,07 2685,75 28 Arah Y 2807,99 8942,38
29 Arah X 10764,2 2306,54 29 Arah Y 3253,32 7678,68
30 Arah X 10770,5 2310,47 30 Arah Y 3258,03 7679,2
31 Arah X 9382,62 2687,92 31 Arah Y 2815,64 8936,49
7 Arah X 9337,5 2232,4 7 Arah Y 2802,47 7439,9
58920,1 14456,1 17730,3 48118,6
Total 73376,19 Total 65848,85
36
Tabel L.60: Output joint reaction ETABS ver. 15 Frame 11 Arah X dan Y.
Tabel L.61: Output joint reaction ETABS ver. 12 Frame 3 Arah X dan Y.
Frame 12 SRPMK
Load Load
Joint FX FY Joint FX FY
Case Case
37 Arah X 7201,89 2186,28 37 Arah Y 2164,75 7285,52
38 Arah X 7243,24 2843,96 38 Arah Y 2173,52 9477,59
39 Arah X 7423,74 2835,21 39 Arah Y 2259,02 9444,93
40 Arah X 7448,02 2875,71 40 Arah Y 2252,96 9569,01
41 Arah X 15855 19330,6 41 Arah Y 4858,24 9098,79
11 Arah X 13002,2 6352,46 11 Arah Y 4081,16 11241,6
58174,1 36424,2 17789,7 56117,4
Total 94598,23 Total 73907,06
37
Y
Agama : Islam
Ayah : Mansur, SP
JENJANG PENDIDIKAN
38