Anda di halaman 1dari 24

http://perilakuorganisasi.

com/teori-ketergantungan-terhadap-sumber-daya-resource-dependence-
theory.html

TEORI DAN PERILAKU ORGANISASI

Teori Ketergantungan Terhadap Sumber


Daya (Resource Dependence Theory)
August 4, 2011 Ferry Roen Teori Organisasi 1

Teori Ketergantungan Terhadap Sumber Daya atau Resource Dependence Theory dipelopori
olehEmerson (1962). Ia mengidentifikasikan pembahasan teori ini dalam hubungan kausalitas antara
konsep kekuasaan dengan konsep ketergantungan yang diasumsikan terdiri atas A dan B; ‘pengaruh
A terhadap B didasarkan pada ketergantungan terhadap sumber daya’.

Ketergantungan B adalah seimbang dengan kepentingan B ditempatkan di atas tujuan A secara tidak
langsung dan sebaliknya seimbang dengan kegunaan dari tujuan-tujuan tersebut pada B diluar
hubungan A–B. Emerson melihat bahwa ketergantungan dapat dipahami sebagai bagian utama dari
kekuasaan.

Organisasi mempunyai kekuasaan, yang berkaitan dengan lingkungan tugasnya, sejauh organisasi
tersebut mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan unsur tersebut dan sejauh organisasi
memonopoli kemampuan tersebut. Adanya kemungkinan bahwa bertambahnya ketergantungan
dapat (lihat hubungan A-B) menghasilkan bertambahnya kekuasaan maka kemungkinan inilah yang
menjadi dasar bagi koalisi. Argumen yang bertopang pada konsep yang dikemukakan oleh Richard
Emerson (1962) di atas merupakan inti (core) dari argumen Resource Dependency Theory.

Resource Dependence

Organisasi yang kompleks memperoleh ketergantungan setelah mereka menentukan bidang


lingkupnya, sedangkan untuk kekuasaan untuk mengatur semua variabel yang berhubungan dengan
organisasi tidaklah mudah didapatkan. Untuk mengatur hubungan saling ketergantungan organisasi
dapat memakai strategi kerjasama (Thompson, 1967, Thompson dan McEwen, 1958) atau melakukan
hubungan inter-organisasional (Pfeffer dan Salancik, 1978).

Bidang lingkup yang dinyatakan sebagai ruang gerak sebuah organisasi dan diakui oleh
lingkungannya menentukan titik tempat tergantungnya organisasi, baik menghadapi hambatan
maupun kemungkinan. Agar diperoleh suatu taraf pengendalian diri yang berarti, organisasi harus
mengatur ketergantungannya (Thompson, 1967). Pengaruh suatu fungsi pada hubungan pertukaran
dan pengaruh oleh suatu individu atau berbagai macam organisasi dan situasi, merupakan gagasan
strategi organisasi yang dibangun dalam teori.

Organisasi berusaha untuk memperkecil kekuasaan unsur-unsur lingkungan tugas atas mereka
dengan mempertahankan berbagai alternatif (Pfeffer dan Salancik, 1978, Thompson, 1967). Bila
organisasi bersaing untuk memperoleh dukungan maka organisasi berusaha mencari prestise yang
merupakan suatu cara untuk mendapatkan kekuasaan tanpa menambah ketergantungan dalam
hubungan inter-organisasional. Contoh yang kongkrit adalah hubungan antara praktek dokter dengan
rumah sakit. Praktek dokter bisa lebih menjamin bahwa pasiennya akan mendapat tempat dan fasilitas
perawatan sebaliknya rumah sakit bisa lebih menjamin bahwa fasilitasnya bisa dipakai.

Argumen Pfeffer dan Salancik (1978) terhadap hubungan inter-organisasional adalah bahwa
fenomena inter-organisasional akan mengatur secara keseluruhan berbagai tingkatan hasil
performansi organisasi. Faktor internal hanya memiliki sedikit efek terhadap organisasi (Pfeffer and
Salancik, 1978). Mereka berdua menyebutkan bahwa faktor internal organisasi hanya menyumbang
10 persen terhadap peningkatan performansi organisasi.

Dengan kata lain Resource Dependence Theory lebih menekankan pada perbincangan organisasi
sebagai aktor politik katimbang kinerja organisasi dalam melaksanakan tugas-tugas
mereka. Resources Dependence Theory cenderung menjadi teori yang membahas tentang strategi
koorporasi katimbang urusan struktur organisasi. Dengan demikian teori ini lebih berkonsentrasi
kepada kontribusi mereka terhadap strategi koorporasi atau kebijakan koorporasi dibanding terhadap
struktur organisasi. Resource Dependence Theory menjadi terfokus kepada aspek manajemen strategi
seperti penciptaan aliansi, hubungan masyarakat, lobi-lobi dengan pemerintah, dan lainnya.

Pentingnya tugas manajerial pada pembahasan teori lebih ditujukan pada tugas manejer level atas
bersama staf mereka, level menengah dan manajemen operasional sebagian besar diabaikan dalam
pembahasan teori ini.
Pfeffer dan Salancik beranggapan bahwa solusi yang paling umum terhadap masalah inheren pada
saling ketergantungan adalah peningkatan pengawasan yang menguntungkan/bermanfaat bagi
setiap sumber yang lain (Pfeffer dan Salancik, 1978). Seringkali lingkungan tidak memberi banyak
sumber dukungan alternatif apabila kapasitas dukungan terpusat pada lingkungan tugas maka
organisasi mencari kekuasaan relatif pada pihak kepada siapa mereka tergantung. Resource
Dependence Theoryberargumen bahwa agar organisasi dapat survive, ia harus memperoleh resources.

Perspektif yang dibangun oleh Pfeffer dan Salancik (1978) tersebut, menjelaskan bahwa organisasi
menurut mereka bergantung secara eksternal terhadap resources. Untuk dapat mengurangi
ketergantungan tersebut dapat dilakukan berbagai cara yang disebut sebagai tindakan politis. Hal ini
dilakukan sebagai model politis yang secara eksplisit berfokus pada hubungan inter-organisasional
ketimbang hubungan intra-organisasional. Beberapa strategi umum yang dipakai pada hubungan
saling ketergantungan inter-organisasional dalam teori ini adalah:

1. Bargaining

Merupakan langkah awal strategi, lebih sering mencerminkan pembatasan dan pertahanan daerah
organisasi (Scott,1983). Dapat juga termasuk tindakan seperti membangun alternatif penawaran
sumber yang kritis. Namun penawaran seringkali termasuk negosiasi antara dua organisasi (Katz dan
Kahn, 1978). Tingkah laku penawaran ditetapkan dengan aturan masing-masing personal dan
hubungan kepercayaan mereka dengan keterkaitan mereka terhadap organisasi lain dan dengan
anggota internal mereka.

2. Perjanjian atau Kontrak

Perjanjian adalah ‘negosiasi dari sebuah perjanjian pertukaran performance di masa yang akan
datang’ (Thompson, 1967). Mereka berusaha mengurangi ketidakpastian organisasi dengan tindakan
koordinasi bersama organisasi lain di masa yang akan datang. Meskipun masih ada beberapa ketidak
pastian inheren di beberapa kontrak (Williamson, 1975) tetapi mereka membantu membedakan
obligasi antar partai. Juga kasus quasi legal mereka sering membuka jalan untuk negosiasi kembali
dan penawaran di masa depan. Thompson (1967) membangun dalil bagi organisasi yang mengatakan
bahwa apabila kapasitas dukungan seimbang terhadap permintaan yang terpusat, maka organisasi
yang bersangkutan akan berusaha menangani ketergantungannya dengan cara mengadakan kontrak
(contracting).

3. Kooptasi (Penyertaan)
Selznick (1949) pertama kali mendeskripsikan kooptasi sebagai badan perwakilan dari kelompok
eksternal yang biasanya mengikut sertakan wakil-wakil dari lembaga keuangan dalam dewan direksi
perusahaan untuk pengambilan keputusan internal atau struktur penasihat pada suatu organisasi.
Belajar mengenai kepemimpinan sering terfokus pada kooptasi (penyertaan). Sering ditunjukkan
bahwa perjanjian yang ada, biasanya membangun hubungan dengan bagian penting dari lingkungan
dimana mereka tergantung. Hal ini dimaksudkan agar organisasi memperoleh sumber-sumber penting
selama berlangsungnya persetujuan kerjasama tersebut. Cara pengikutsertaan lebih mengikat
dibandingkan dengan kontrak karena mereka yang berada di dalamnya bisa mempertanyakan atau
mempengaruhi berbagai aspek pada organisasi.

Kooptasi juga ada pada agen-agen umum dan organisasi non profit. Banyak program federal
mempunyai perwakilan lokal (Scott, 1983). Selznick (1949) juga menemukan strategi ini dapat berbalik
ketika pendapatan lokal menggulingkan tujuan federal. Thompson (1967) membangun dalil dari
pemahaman ini dengan mengatakan bahwa apabila dukungan terpusat tetapi permintaan tersebar,
maka organisasi yang lebih lemah akan berusaha mengatasi ketergantungannya dengan cara
mengikutsertakan (coopting).

4. Perjanjian Hierarki

Stinchombe (1985) mengidentifikasi bentuk baru dari strategi yang dikombinasikan dengan rencana
pengawasan dari hubungan otoritas. Biasanya pada titik kompleksitas tinggi dan saling
ketergantungan yang tidak pasti (seperti perjanjian pertahanan keamanan antara kontraktor dan
pemerintah). Perjanjian tersebut menjadi perantara bagi hak pengawasan terhadap rekan pertukaran
yang normalnya akan berimplikasi terhadap pengambilan keputusan internal. Dengan demikian hak-
hak hirarki mendasari kebebasan kontraktor yang dipahami sebagai semacam joint venture dengan
sebuah pemerintahan. Biasanya dilakukan pada proyek dengan resiko yang besar dan tinggi seperti
proyek pertahanan dan konstruksi yang besar.

5. Joint Venture

Pada Joint venture, dua atau lebih perusahaan menciptakan organisasi baru untuk mengejar hasil
umum, meskipun sumber daya yang ada dan didapatkan lebih sedikit dibandingkan bila dengan
merger. Joint venture dapat terjadi antara pesaing atau rekan pertukaran. Lebih sering terjadi pada
organisasi yang tingkat persaingannya tinggi dan hubungannya singkat. Joint venture bisa dilakukan
pada kegiatan seperti research dan development (R and D) atau kegiatan pengawasan terhadap
kualitas yang bermanfaat untuk menutupi kelemahan masing-masing perusahaan.
6. Merger

Pada merger, lebih dari dua organisasi berhubungan untuk membentuk suatu organisasi. Tiga bentuk
merger antara lain:

a. Vertical Integration

Organisasi pada tingkat proses produksi yang berbeda tetapi masih berada pada hubungan simbiotik
dalam industri yang sama melakukan merger antara yang satu dengan yang lain. Lebih sering terjadi
pada organisasi yang telah siap untuk saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain (Pfeffer,
1972).

b. Harizontal Merger

Bentuk organisasi yang sama bergabung pada suatu bentuk organisasi yang lebih besar. Hal ini terjadi
jika kompetisi di antara organisasi-organisasi tersebut tinggi.

7. Difersivikasi

Organisasi membutuhkan perusahaan lain dengan membentuk hubungan atau jaringan terhadap
usaha inti mereka. Bentuk ekstrim dari difersivikasi adalah konglomerasi. Bentuk lainnya adalah
merger, umumnya dilakukan pada organisasi yang tingkatan dan latar belakang sejarahnya berbeda
(Chandler, 1990). Pendekatan ketergantungan sumber daya lewat difersivikasi menurut Williamson
(1975) dapat dijelasankan lewat konsep biaya transaksi tentang integrasi vertikal, seperti aset yang
dibutuhkan oleh suatu perusahaan menjadi lebih spesifik, perusahaan akan memilih untuk
memproduksi aset-asetnya yang lebih baik untuk menghindari ketergantungan pada sejumlah kecil
pemasok eksternal. Hal ini menunjukan bahwa biaya produksi komparatif yang bersaing dapat
diciptakan karena adanya faktor keputusan bersama. Difersivikasi dilakukan oleh perusahaan untuk
memperoleh aset yang dibutuhkan dalam biaya yang lebih murah.

8. Asosiasi

Asosiasi adalah kumpulan organisasi yang bersepakat untuk mengatur berbagai bentuk perijinan yang
menyangkut kepentingan mereka. Hal ini dibuat bersama untuk mengejar tujuan yang diinginkan
secara mengutungkan. Anggota dapat sama atau tidak sama, tergantung pada tujuan dari asosiasi.
Organisasi individual bergabung dengan asosiasi untuk mengumpulkan sumber-sumber, informasi,
menciptakan pengaruh atau untuk medapatkan legitimasi dan penerimaan.
9. Koneksi Pemerintah

Pemerintah mempengaruhi organisasi dengan menspesifikasi jenis perusahaan dan juga dapat
menentukan jenis organisasi yang diijinkan. Dengan adanya organisasi maka pemerintah kemudian
mempunyai berbagai tingkatan kekuasaan terhadapnya, meskipun organisasi ini dapat melebihi
pemerintah untuk mempengaruhi baik secara demografis dan pembuatan keputusan, tetapi badan
pemerintahan dapat menggunakan berbagai tingkatan monitoring dan mengenakan undang-undang
terhadap organisasi yang memungkinkan tidak terjadinya resiko yang harus ditanggung oleh
pemerintah (perlindungan terhadap lingkungan, sikap pilih kasih, membatasi kompetisi, menetapkan
harga dan keuntungan, dan lain-lain).

Ketika pemerintah menjalankan kewenangannya terhadap organisasi, mereka juga menyediakan


sumber-sumber seperti keuntungan pajak, insentive, subsidi bagi pembeli suatu produk atau jasa
partnernya. Disinilah konteks koneksi dengan pemerintah dibangun oleh organisasi, karena adanya
hubungan yang saling menguntungkan. Thompson (1967) membangun dalil bagi praktek-praktek
penggabungan antar organisasi dengan mengatakan bahwa apabila kapasitas dukungan terpusat dan
seimbang terhadap permintaan yang terpusat, tetapi kekuasaan yang diperoleh melalui kontrak tidak
mencukupi, maka organisasi yang bersangkutan akan mencoba untuk bergabung.

Kritik Terhadap Resource Dependence Theory

Kritik terhadap Resource Dependence Theory dilakukan oleh Donaldson (1991), Perrow (1979), Scott
(1992), dan temuan-temuan awal penilitian teori organisasi modern seperti Woodward (1965), Child
(1972), Donaldson (1975), Simon (1965), Blau (1964, 1970 dan 1972), Burns dan Stalker (1960),
Chandler (1962), Lawrence dan Lorsch (1967), Blau dan Scoenher (1971).

Dalam penilitian yang hati-hati terhadap argumen yang membangun perspektif ini, Donaldson (1995)
menemukan beberapa konsep yang olehnya dianggap sebagai ‘mengundang-undangkan
lingkungan’, diadopsi dari pemikiran Weick (1969) yang menyatakan manusia menciptakan
lingkungan sebagai sistem untuk beradapatasi.

Manusia tidak beradaptasi tetapi mengundang-undangkannya dan terjadi kooptasi terhadap nilai-nilai
yang meragukan. Donaldson (1995) juga menemukan inkonsistensi teoritikal dan tidak adanya
dukungan yang cukup dari penilitian empiris yang sistematis.

Selanjutnya ia melihat bahwa model politik dalam teori ini merupakan pandangan yang terlalu dilebih-
lebihkan terhadap organisasi dan manajemen. Donaldson dalam studinya meyatakan bahwa
konstruksi yang demikian sangat rendah hubungan korelatifnya antara model politis yang dibangun
dengan realitas empiris sebuah organisasi. Pengaruh politik bukanlah suatu faktor yang
mengharuskan organisasi menjadikan lobi-lobi terhadap pemerintah sebagai aktivitas primer, tetapi
bisa dibatasi pada tugas manajer tertentu dalam waktu tertentu. Jadi pandangan Pfeffer dan Salancik
tentang dimensi politik terlalu berlebihan. Pandangan mereka bernilai apabila dimensi politik yang
dibuat pada analisis mereka dimaksudkan sebagai sebuah sumbangan terhadap pengembangan teori
organisasi. Tetapi naif dan mendistorsi pandangan terhadap organisasi jika mengklaimnya sebagai
sebuah pandangan baru dan menyeluruh yang mengarahkan organisasi menggantikan seluruh
pandangan sebelumnya. Dalam realitas organisasi, perusahaan memaksimalkan profit dengan
mengelola resiko dan menyesuaikan strategi yang mengacu pada hukum penawaran dan permintaan.
Burt (1983) melalui penilitiannya menyatakan bahwa tidak ada bukti yang menunjukan hubungan
antar board director (kooptasi) dapat meningkatkan profit setelah faktor lainnya yang mempengaruhi
keuntungan dapat dicapai. Burt manyatakan bahwa sebuah implikasi kebijakan dari studi ini adalah
koneksi antar direksi. Menurutnya kolusi antar manajer adalah ilegal karena bersifat anti kompetisi di
antara perusahaan. Hal yang sama juga ditemukan oleh Zajak (1988), kooptasi akan menciptakan
manajemennya yang overlaping karena terbatasnya orang yang tepat (biasanya pada perusahaan
dalam industri sejenis yang saling memperebutkan manajer terbaik) sehingga pengendalian
organisasi bersifat kolusi. Jadi konsep kooptasi gagal mendukung secara penuh resource dependence
theory karena konsep kooptasi itu sendiri bermasalah.

Teori ini menurut Scott (1992) belum secara baik membangun hubungan interorganisasional seperti
merger dan perlu untuk meningkatkan kontribusi mereka terhadap teori manajemen. Sementara
Donaldson (1995), meyatakan bahwa koalisi organisasi bukanlah satu-satunya instrumen yang
rasional dalam membahas organisasi, organisasi sebagai sistem memiliki aktivitas selain koalisi yang
tercipta dalam mencapai tujuan mereka. Terpenting bagi organisasi adalah kontribusi dan partisipasi
anggota organisasi lewat pengelolaan berbagai input, tenaga kerja, otoritas dan kolaborasi untuk
mencapai tujuan organisasi.

Model teori ketergantungan terhadap sumber daya, menurut Donaldson (1995) hanya mampu
menjelaskan keberadaan organisasi besar yang mampu menambah atau memperluas pengaruh pada
lingkungan mereka secara signifikan (merupakan sumbangan positif Pfeffer dan Salancik, 1978).
Terlihat dari pernyataan Pfeffer dan Salancik (1978) dalam Donaldson (1995) sebagai berikut

:..the discretionary roles is more fitting to some organizations than others only few have enough resources and
to attempt to alter their contents in a significant fashion. For millions of small business organizations, voluntary
associations dan nonprofit organizations such change of the environtment is virtually out of the question (hlm.
161).

Pertanyaan yang muncul adalah apa yang diperbuat oleh organisasi kecil terhadap lingkungan
mereka?

Walaupun organisasi terkadang mengambil peranan politik, tetapi domain politik bukan merupakan
isu dominan dalam pencapaian performansi dan pencapaian tujuan organisasi. Misalkan pencapain
profit dan efisiensi adalah sebuah capaian organisasi yang tidak bisa dijelaskan dengan merger dan
pertumbuhan organisasi, tetapi dilakukan melalui usaha peningkatan performansi atau kinerja
organisasi.

Penjelasan Pfeffer dan Salancik (1978) yang menyatakan bahwa manfaat terbesar dalam koordinasi
inter-organisasional guna mengurangi ketidak pastian sebuah perusahaan adalah merger, join
venture, kerjasama antar pemimpin perusahaan (kooptasi), kartel, asosiasi perdagangan, dan regulasi
pemerintahan. Chandler (1977) menolak pernyataan tersebut dengan argumen bahwa merger
sungguh akan menyebabkan hilang atau berkurangnya otonomi organisasi, ketika dua perusahaan
melakukan integrasi vertikal, mungkin alasannya adalah efisiensi dengan cara
memperbaiki scheduling, menggabungkan dua proses produksi agar lebih lengkap. Dengan demikian
hasil merger bukan hanya mengurangi ketidakpastian tetapi lebih tepat merupakan usaha menekan
biaya dan penciptaan profit. Jadi hal ini adalah bentuk motif ekonomi dan bukan hanya karena
pertimbangan pengaruh politik.

Dalam mengukur kontribusi teori ketergantungan sumber daya terhadap organisasi yang berskopa
luas dan kompleks yaitu perusahan multinasional. Kritik terhadap teori ini dilakukan oleh Astley and
Van de Ven (1983), Doz dan Prahalad (1991), Crosier dan Freyberg (1980) dan Crosier (1984).
Indikator kontribusi resource dependency theory diukur dalam beberapa elemen manajemen antara
lain determinansi teori terhadap struktur, diferensiasi internal, optimalisasi pengambilan keputusan,
pengelolaan informasi, akselerasi, penciptaan hubungan antar perusahaan, kontinuitas dan
pembelajaran.

Analisa Crosier (1984) dan Crosier dan Friedberg (1980) mengkritisi teori resource dependence
karena penciptaan jaringan hubungan kelompok strategis oleh teori ini tidak pernah terintegrasi secara
menyeluruh. Teori ini menyediakan pengertian analisis organisasi sebagai jaringan hubungan
denganidentifikasi adanya ‘actor’ yang berperan untuk kepentingannya (self interest) sebagai buah
tindakan politis dan strategi rasionalitas individual di dalam sebuah ‘collective games’ yang dimediasi
oleh kesepakatan/penerimaan kolektif dengan bentuk aturan dan dikendalikan oleh sumbersumber
(resources) dan batasan (constraints) individu-individu sebagai aktor. Harus dikritisi lebih lanjut, sebab
dalam praktek berorganisasi terkadang pengendalian dapat menyebabkan
ketidakpastian performanceanggota organisasi, hal ini dilihat oleh Crosier sebagai sumber yang harus
dikritisi.

Astley dan Van de Ven, (1983), menemukan adanya persoalan aktor yang harus memainkan
perannya dengan baik. Jaringan hubungan tak pernah menjadi terintegrasi secara menyeluruh atau
sebaliknya tak terintegrasi, sebab organisasi memelihara kohesivitasnya dan konsistensi berhadapan
(vis-à-vis) dengan lingkungan mereka melalui pengaturan (regulasi) bagian internal yang antagonis.
Permainan (the game) dalam tekanan sistem keseimbangan hubungan berlaku antara integrasi dan
perpecahan (fragmentation), agar tercipta salingketergantungan yang menguntungkan saat
menjalankan organisasi maka aturan harus mengikutinya. Masalah dalam organisasi adalah
persoalan aktor, dimana organisasi sangat bergantung terhadap obyektifitasnya dan sumber-sumber
yang mereka kendalikan. Perspektif ini menjelaskan adaptasi terhadap lingkungan dipahami melalui
para pemain, jaringan pemain adalah sebuah fungsi yang memediasikan ketergantugan organisasi
terhadap lingkungan, melalui mediasi jaringan bagi pemain yang satu terhadap pemain lain yang
belum tentu saling menguntungkan.

Catatan: Pencapaian profit dan efisiensi dapat dijelaskan secara teoritis dan diterima secara empiris
pada pendekatan struktural Chandler, Miles, Snow dan Porter. Dikuatkan oleh Miller (1987), yang
memperkenalkan kerangka kerja strategi yang terdiri atas empat dimensi; inovasi, differesiasi
pemasaran, breath, dan pengendalian biaya yang merupakan integrasi dari sintesa karya Chandler,
Miles, Snow dan Porter.

Tabel kriteria relevansi pada aras makro bagi sebuah teori organisasi:

Teori Ketergantungan Sumberdaya


Kesimpulan: Teori Resource Dependency

Organisasi harus mendapatkan sumber daya dari lingkungannya merupakan gagasan dari Resources
Dependency Theory. Walaupun muncul kritik bahwa teori ini muncul dari pemahaman dasar teori
struktur kontingensi, dan menyebutkan bahwa teori ini menciptkan logika terbalik tentang lebih
pentingnya hubungan inter-organisasional katimbang hubungan intra-organisasional, akan tetapi teori
ini membantah bahwa sumber daya kritis memerlukan pengaturan yang dengan sendirinya akan
mempengaruhi pembagian kekuasaan dalam organisasi.

Jadi teori ketergantungan terhadap sumber daya sangat berguna sekali dalam menjelaskan
kekuasaan lain yang ada dalam organisasi, misalnya pergantian pemimpin yang disebabkan oleh
adanya penguasaan sumber daya oleh kelompok tertentu, mendapat penjelasannya dalam
pemahaman teori ini, dan tidak mampu dijelaskan dalam teori struktur kontingensi. Dalam mengatur
hubungan saling ketergantungan organisasi dapat memakai strategi kerjasama (Thompson, 1967,
Thompson dan McEwen, 1958) atau melakukan hubungan inter-organisasional (Pfeffer dan Salancik,
1978). Strategi kerjasama tersebut dapat dilakukan dengan prinsip kontrak (contracting), penyertaan
(Cooptation), dan penggabungan.

Jadi teori ketergantungan terhadap sumber daya sangat berguna sekali dalam menjelaskan
kekuasaan lain yang ada dalam organisasi, misalnya pergantian pemimpin yang disebabkan oleh
adanya penguasaan sumber daya oleh kelompok tertentu, mendapat penjelasannya dalam
pemahaman teori ini, dan tidak mampu dijelaskan dalam teori struktur kontingensi. Dalam mengatur
hubungan saling ketergantungan organisasi dapat memakai strategi kerjasama (Thompson, 1967,
Thompson dan McEwen, 1958) atau melakukan hubungan inter-organisasional (Pfeffer dan Salancik,
1978). Strategi kerjasama tersebut dapat dilakukan dengan prinsip kontrak (contracting), penyertaan
(cooptation), dan penggabungan.
TEORI DAN PERILAKU ORGANISASI

Teori Pertukaran Sosial dan Pilihan


Rasional
August 27, 2011 Ferry Roen Sosiologi 7

Teori Pertukaran Sosial dan Pilihan Rasional memiliki asumsi dasar yang menjelaskan hubungan
sosial menurut costs and rewards.

Pertimbangan untung dan rugi pada teori ini, boleh dianggap memotivasi dan memodifikasi tingkah
laku manusia, dalam hubungan sosialnya. “Do ut des”. Saya memberi supaya engkau memberi.

Teori ini telah disinggung oleh beberapa ahli, antara lain: Durkheim (1858-1917), dalam teorinya
mengenai solidaritas organis, mengandung suatu proses pertukaran.

Pertumbuhan dalam pembagian pekerjaan dan tingkat spesialisasi yang semakin tinggi, mengandung
suatu peningkatan dalam besarnya suatu transaksi pertukaran yang terjadi dalam masyarakat.

Perilaku kerjasama ini mengandung proses pertukaran. George Simmel (1858-1918), pernah
menyatakan bahwa motivasi yang mendorong seseorang berkontak dengan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan tertentu.

Perkembangan teori pertukaran dimulai dari akarnya, yakni behaviorisme dan teori pilihan rasional.

Behaviorisme

Ritzer, sosiolog behavioral tertarik pada hubungan antara sejarah reaksi lingkungan atau konsekuensi
dengan sifat perilaku yang saat ini dilakukan. Konsekuensi-konsekuensi dimasa lalu dari perilaku
tertentu akan membentuk perilaku dalam keadaan sekarang.
Hal paling menarik dari kalangan behavioris yakni imbalan (dorongan) dan ongkos/biaya (hukuman).
Imbalan didefinisikan oleh kemampuannya memperkuat (mendorong) perilaku, sementara ongkos
mengurangi kecenderungan dilakukannya suatu perilaku.

Teori Pilihan Rasional (Teori Dasar Rasionalitas)

Friedman dan Hechter (1988) dalam teori yang disebutnya model “kerangka” teori pilihan rasional
memusatkan perhatian pada aktor. Aktor dipandang sebagai manusia yang mempunyai tujuan dan
tindakannya tertuju pada upaya mencapai tujuan itu.

Teori ini memperhatikan 2 pemaksa utama tindakan aktor. Pertama, keterbatasan sumber: aktor
mempunyai sumber yang berbeda maupun akses yang berbeda terhadap sumber daya yang lain.
Dalam kelangkaan sumber daya adalah gagasan tentang biaya kesempatan. Dalam mencapai suatu
tujuan, aktor harus memperhatikan biaya yang harus dikeluarkan untuk tindakan yang terpenting
selanjutnya.

Aktor dapat memilih untuk tidak mengejar tujuan paling bernilai jika sumber daya yang dimilikinya,
diperhitungkan tidak dapat mencapai hal tersebut, yang membuat kesempatan untuk mencapai tujuan
itu begitu tipis, dan justru membahayakan peluang untuk mencapai tujuan lain yang lebih bernilai.
Aktor dipandang selalu berusaha memaksimalkan keuntungan mereka. Kedua, lembaga sosial:
hambatan kelembagaan menyediakan baik sanksi positif maupun sanksi negatif yang membantu
mendorong aktor untuk melakukan tindakan tertentu dan menghindarkan tindakan yang lain.

Formasi awalnya, teori pertukaran dipengaruhi oleh teori dasar rasionalitas. Inilah yang akan
membentuk pola-pola awal dari pendapat Homans dan rekan-rekannya. Dalam tulisan ini, akan
dibahas 4 tokoh pengembang teori pertukaran.

 Teori Pertukaran George Caspar Homans

Tokoh yang dimotivasi oleh teori fungsionalisme struktural dari Talcot Parsons yang diakuinya sebagai
kolega dan sahabatnya ini, membahas sekurang-kurangnya interaksi dari 2 individu. Proposisinya
berhubungan dengan perilaku individu, ketimbang sebagai perilaku kelompok atau masyarakat; dan
perilaku manusia biasanya dipandang sebagai bagian dari psikologi.

Ada beberapa proposisi yang ditawarkan Homans, antara lain:

Proposisi Sukses
“Semakin sering tindakan seseorang dihargai atau mendapat ganjaran,[1] maka semakin besar
kemungkinan orang tersebut melakukan tindakan yang sama”.

Akan tetapi, Homans memberikan beberapa catatan berkaitan dengan proposisi ini, yaitu : (a)
Perulangan tingkah laku karena mendapat ganjaran ini tidak dapat berlangsung tanpa batas. (b)
Semakin pendek jarak waktu antara tindakan dan ganjaran, makin besar kemungkinan orang
melakukan tindakan yang sama. (c) ganjaran atau reward yang bersifat tak terduga (misal :
keuntungan pembelian togel) akan memancing perulangan tindakan serupa dibanding reward yang
bersifat tetap atau teratur.

Proposisi Stimulus atau Rangsangan

“Bila dimasa lampau ada satu atau sejumlah stimulus yang di dalamnya tindakan seseorang
memperoleh ganjaran, maka kemungkinan orang tersebut akan melakukan tindakan yang sama pada
stimulus yang memiliki kemiripan di masa kini dengan stimulus sebelumnya.”

Homans tertarik pada proses generalisasi. Dalam arti, keberhasilan pada salah satu tindakan
mengantar orang tersebut pada tindakan lainnya yang mirip. Keberhasilan seorang artis dalam dunia
layar lebar misalnya, tak jarang mendorong pula keinginannya untuk terjun dalam dunia tarik suara.

Proposisi Nilai

“Semakin tinggi hasil tindakan bagi seseorang, semakin cenderung ia melakukan tindakan serupa.”

Homans menmperkenalkan 2 konsep, yakni imbalan (sebagai hasil tindakan yang bernikai positif,
yang cenderung melahirkan perilaku yang diinginkan) dan hukuman (sebagai hasil tindakan yang
bernilai negatif). Homans memandang bahwa hukuman bukan cara yang efektif untuk mengubah
tingkah laku seseorang. Ia lebih memilih imbalan dibanding hukuman, namun mungkin saja
persediaan imbalan adalah terbatas. Untuk itu, imbalan dapat bersifat material (uang),
maupun altruistis (membantu orang lain).

Proposisi Kelebihan-Kekurangan

“Semakin sering seseorang mendapat ganjaran pada waktu yang berdekatan, maka semakin kurang
bernilai ganjaran itu untuk dia.”

Unsur waktu menjadi amat penting dalam proposisi ini.


Proposisi Agresi-Pujian

Dalam bagian ini, terkandung 2 proposisi, yaitu :

Proposisi A, ketika tindakan seseorang tidak mendapat imbalan yang diharapkan, atau menerima
hukuman yang tidak ia harapkan, ia akan marah; ia menjadi cenderung berperilaku agresif dan akibat
perilaku tersebut menjadi lebih bernilai untuknya.

Proposisi B, ketika tindakan seseorang menerima imbalan yang diharapkannya, khususnya imbalan
yang lebih besar dari yang diharapkannya, atau tidak mendapatkan hukumn yang diharapkannya, ia
akan senang, ia lebih cenderung berperilaku menyenangkan dan hasil dari tindakan ini lebih bernilai
baginya.

Proposisi Rasionalitas

Ketika memilih tindakan alternatif, seseorang akan memilih tindakan, sebagaimana dipersepsikannya
kala itu, yang jika nilai hasilnya dikalikan probabilitas keberhasilan adalah lebih besar. Imbalan yang
bernilai tinggi akan hilang nilainya, bila dianggap cenderung tidak mungkin diperoleh. Pada sisi lain,
imbalan bernilai rendah mengalami pertambahan nilai, jika dipandang sangat mungkin untuk
diperoleh.

Pada akhirnya, dalam teori Homans, aktor adalah pencari keuntungan. Kendati demikian, sekali lagi
proposisi ini diakui ada dalam skala hubungan individu. Homans beranggapan bahwa struktur sosial
dalam kehidupan kelompok atau masyarakat yang berskala besar, dapat dipahami dengan
memahami perilaku sosial dasar ini. Ritzer juga menyinggung bahwa teori Homans juga begitu lemah
nilai berbicara tentang kondisi mental, misalnya yang berkaitan dengan kesadaran.

 Teori Pertukaran Peter M. Blau

Teori pertukaran Homans sesungguhnya tidak mulai dengan tingkat antar pribadi, melainkan dengan
tingkat individu. Homans berpegang pada keharusan menggunakan prinsip-prinsip psikologi individu,
untuk menjelaskan perilaku sosial. Blau, di lain pihak berusaha beranjak dari tingkat pertukaran
antarpribadi di tingkat mikro, ke struktur sosial yang lebih besar (makro).

Mikro ke Makro:

Pada level individu Blau dan Homans tertarik pada proses serupa. Namun, konsep pertukaran sosial
yang dikemukakan Blau, terbatas pada tindakan-tindakan yang tergantung pada reaksi dari orang lain
– tindakan yang akan hilang ketika reaksi-reaksi yang diharapkan tindak muncul. Bagi Blau, orang
tertarik satu sama lain karena berbagai alasan yang mendorong mereka membangun asosiasi sosial.
Saat ikatan awal terbangun, imbalan yang diberikan satu sama lain berfungsi untuk memelihara dan
memperkuat ikatan. Imbalan yang dipertukarkan dapat bersifat intrinsik (misalnya cinta, kasih, rasa
hormat) atau ekstrinsik (misalnya uang atau kerja fisik). Masing-masing pihak tidak mungkin selalu
memberikan imbalan secara setara. Ketika terjadi ketimpangan, perbedaan kekuasaan akan muncul.

Bilamana satu pihak memerlukan sesuatu dari pihak lain namun tidak memiliki sesuatu yang
sebanding/setara, tersedia empat alternatif yaitu: Pertama, orang dapat memaksa orang lain
membantunya. Kedua, mereka mencari sumber lain untuk mendapatkan apa yang mereka
buktikan. Ketiga, mereka terus menjalaninya tanpa sesuatu yang mereka butuhkan dari orang
lain. Keempat, mereka meletakkan diri pada posisi lebih rendah dari orang lain sehingga memberikan
nilai umum kepada orang lain dalam hubungan yang mereka jalani; selanjutnya orang lain dapat
menarik kembali penilaian tersebut ketika mereka ingin melakukan sesuatu (penentuan diletakkan di
tangan yang memiliki sumber yang dibutuhkan oleh pihak lain dalam pertukaran, dalam arti ini
merupakan ciri esensial dari kekuasaan).

Nilai dan Norma:

Menurut Blau, mekanisme yang memerantarai struktur sosial yang kompleks adalah norma dan nilai
(konsesus nilai yang teradapat dalam masyarakat). Nilai dan norma mengatur proses integrasi sosial
serta diferensiasi dalam struktur sosial kompleks maupun perkembangan organisasi sosial serta
reorganisasi yang terdapat di dalamnya.

Akhirnya, dapat kita sebutkan bahwa Blau mengganti peran individu dengan berbagai jenis fakta
sosial, misalnya dengan membahas tentang kelompok, organisasi, kolektivitas, masyarakat, norma
dan nilai. Analisisnya memusatkan perhatian pada faktor yang mempersatukan unit-unit sosial pada
tingkat skala luas dan faktor yang memisahkan dalam bagian-bagian kecil. Menurut Ritzer, meski Blau
bermaksud memperluas teori pertukaran ke tingkat masyarakat, ia justru harus mengakui bahwa
proses pertukaran yang terjadi di tingkat kemasyarakatan berbeda secara fundamental dari proses
pertukaran di tingkat individual.

 Teori Pertukaran James Coleman

Coleman menyinggung tulisan Edgeworth (1881), bahwa dalam pertukaran ada yang dinamakan
penyesuaian ganda (double coincidence of wants). Dalam arti, bukan hanya A yang mempunyai sesuatu
yang dibutuhkan B, tetapi B juga mempunyai sesuatu yang diinginkan A, dan kedua-duanya
membutuhkan barang yang dimiliki pihak lain itu lebih dari keinginan mereka untuk barang yang
mereka miliki, yang bersedia mereka serahkan melalui pertukaran. Bagi Coleman, syarat penyesuaian
ini cukup berat. Uang adalah salah satu sarana yang dapat mengatasi keharusan akan persesuaian
kebutuhan ganda ini.

Uang

Coleman menjelaskan 3 cara pendefinisian uang, yaitu: uang sebagai simpanan berharga, uang
sebagai alat pertukaran dan uang sebagai satuan perhitungan. Uang ini pun dibedakan dalam 3
bentuk, yakni:

1. Uang barang (commodity money) yang mengandung nilainya.


2. Uang fidusier (fiduciary money) yang merupakan janji bayar (promise to pay).
3. Uang fiat (fiat money) yang posisinya di bawah janji itu.

Dengan uang fiat, janji bayar menjadi janji untuk mempertahankan keseimbangan antara
pertumbuhan barang dan jasa dengan pertumbuhan persediaan uang. Bagi masyarakat tanpa uang
tunai, identitas penerima kepercayaan dan bentuk kepercayaan yang digantikan itu, sama dengan
identitas penerima kepercayaan dan bentuk kepercayaan untuk uang fiat.

Janji

Coleman meyakini bahwa “janji” juga memiliki peran yang luas dalam sistem sosial maupun sistem
politik, terlepas dari perannya dalam dunia ekonomi. Baginya, dalam beberapa keadaan, janji
memang dapat diperdagangkan secara minimal. Dalam contoh, sudah lumrah dalam komunitas kita,
ucapan berikut, “John berutang pada saya. Katakan kepadanya, saya menyuruhnya membantumu.”
Dalam hal ini, tipe pertukaran tersebut terjadi dalam lingkungan yang sangat terbatas.

Selain janji yang dapat dipertukarkan dengan uang, alat yang paling lazim untuk memungkinkan
terjadinya transaks-transaksi dalam sistem sosial dan politik adalah janji yang tidak dapat dialihkan.

Organisasi Formal yang Produktif

Barangkali alat terpenting dalam sistem sosial dan politik selain uang adalah organisasi formal yang
produktif. Misalnya, seorang operator fotocopy di sebuah kantor, harus memperbanyak suatu bahan
dan selanjutnya dibagikan kepada para staf kantor tersebut. Para staf kantor yang menerima sesuatu
dari pihak operator fotocopy, tidak berhutang dan tidak diharuskan memberikan apa-apa kepada
operator tersebut. Operator tersebut, menerima keseimbangan pertukaran ini melalui upah atau gaji
dari manajemen kantor. Pada titik inilah, organisasi formal dalam sistem sosial dan politik menjadi
penting dalam teori pertukaran.

Penggunaan uang terlibat pula dalam struktur ini, tetapi uang saja tanpa organisasi tidak akan
membuat teori pertukaran ini menjadi kompleks. Karena itu, organisasi yang produktif bukanlah
pengganti uang, tetapi pelengkap uang.

Status Sosial Sebagai Pengganti Uang

Alat lain yang berfungsi menyeimbangkan transaksi dalam sistem sosial dan politik adalah dengan
memberikan status atau penunjukkan rasa hormat dari satu pihak terhadap pihak lain. Hasilnya adalah
sebuah hierarki status, yang di dalamnya berbagai macam agen diakui karena diberikan status yang
sifatnya membedakan (differing status), atau tingkat prestise. Misalnya, seseorang yang hendak
meminjam uang pada bangkir. Kekuatan yang ada, sangatlah asimetris. Si peminjam akan berada
pada posisi sang pemohon yang rendah hati, dan tergantung pada keputusan bangkir. Dalam
pelaksanaannya, si peminjam akan memberikan kepada bangkir slip kredit berupa hak istimewa,
bilamana bangkir tersebut akan berkunjung ke toko yang dimiliki si peminjam, bangkir akan selalu di
tempatkan pada posisi istimewa dalam hubungan kesehariannya.

Pemberian status yang dapat dilakukan untuk menyeimbangkan transaksi yang tidak seimbang,
agaknya dapat menjadi pengganti fungsional untuk uang dalam sistem sosial dan sistem politik.
Misalnya : dalam pemerintahan, pemberian status sebagai tokoh pemimpin dapat menjadi
penyeimbang dengan tindakan pemenuhan tanggung jawab sebagai pemimpin tersebut. Akan tetapi,
status tidak sama dengan uang.

Coleman juga menyebutkan beberapa hal, antara lain:

– Pertukaran penyesuaian ganda dalam kehidupan sosial memang tidak terjadi dalam
kekosongan. Pertukaran tersebut terjadi dalam lingkungan ketika sedang berlangsung persaingan
memperebutkan sarana-sarana yang dimiliki tiap-tiap pelaku. Ia mengambil sampel bertolak dari
sistem pertukaran dalam ruang kelas dan dalam perebutan pasar kerja.

– Dalam menjelaskan tentang pertukaran, Coleman mengambil contoh berupa pertukaran yang
terjadi dalam ruang kelas serta pertukaran di pasar tenaga kerja. Baginya, dalam sistem tindakan
yang sederhana yang hanya berisi satu proses pertukaran, mengandung 4 konsep yang saling
berhubungan : kepentingan dan kontrol, kedua-duanya menetapkan relasi antara seorang pelaku dan
sebuah sarana. Kekuatan dan nilai, mencirikan para pelaku dan sarana-sarana itu dalam hubungan
dalam hubungan dengan sistem tindakan secara keseluruhan.

– Alat lain yang memudahkan pertukaran dalam sistem sosial dan sistem politik ketika barter 2
pihak tidak mungkin lagi, yakni pihak perantara atau makelar.

 Karya Richard Emerson dan Muridnya

Emerson dengan dua esai yang ditulisnya tahun 1972, menandai awal tahap baru perkembangan
teori pertukaran sosial. Emerson mencoba memperluas teori pertukaran dari analisis level mikro ke
level makro, melalui studi struktur jaringan. Hal ini pun diikuti oleh Karen Cook. Emerson mengulas
tiga asumsi inti dari teori pertukaran, yaitu:

1. Orang yang mengambil manfaat dari peristiwa cenderung bertindak “rasional” dan dengan
demikian peristiwa tersebut pun bisa terjadi.

2. Karena orang terbiasa dijejali dengan peristiwa-peristiwa behavioral, peristiwa-peristiwa


tersebut mulai berkurang manfaatnya.

3. Keuntungan yang diperoleh orang melalui proses sosial, tergantung pada keuntungan yang
dapat mereka berikan dalam pertukaran, sehingga memberikan “fokus pada aliran manfaat
melalui interaksi sosial” kepada teori pertukaran.

Point Kekuasaan – Ketergantungan

Emerson mendefinisikan kekuasaan satu pihak atas pihak lain dalam hubungan pertukaran adalah
fungsi terbalik dari ketergantungannya pada pihak lain. Kekuasaan A atas B sama dengan, dan
didasarkan atas ketergantungan B pada A. Terdapat keseimbangan hubungan antara A dengan B,
ketika ketergantungan A pada B sama dengan ketergantungan B pada A. Ketika terjadi ketimpangan
dalam ketergantungan tersebut, aktor dengan ketergantungan lebih kecil memiliki keunggulan
kekuasaan. Emerson selanjutnya mengatakan bahwa kekuasaan bisa berasal dari kemampuan
memberikan imbalan dan kemampuan untuk menghukum orang lain. Muridnya, Molm, menganggap
bahwa kekuasaan menghukum lebih lemah daripada kekuasaan memberikan imbalan, sebagian
karena tindakan menghukum cenderung menimbulkan reaksi negatif. Molm bersama Quist dan
Wisely, menganggap bahwa penggunaan menghukum lebih cenderung dipersepsikan adil ketika
digunakan oleh mereka yang juga memiliki kekuasaan untuk memberikan imbalan, namun ia
cenderung dipersepsikan tidak adil dan dengan demikian disebut sebagai pemaksa yang lemah ketika
masing-masing pihak mengharapkan adanya imbalan.
 Teori Pertukaran Yang Lebih Integratif

Cook, O’Brien dan Kollock mendefinisikan teori ini sebagai teori yang membahas pertukaran pada
berbagai level analisis, baik pertukaran antar individu, perusahaan maupun negara dan bangsa.
Dalam level mikro, dipusatkan perhatian pada perilaku sosial sebagai pertukaran. Dalam level makro,
struktur sosiallah yang diamati sebagai pertukaran.

Cook, O’Brien dan Kollock mengidentifikasi tiga kecenderungan yang mengarah pada teori pertukaran
yang lebih integratif, yaitu:

1. Semakin meningkatnya penggunaan bidang penelitian yang memperhatikan isu makro, yang
melengkapi penggunaan eksperimen tradisional untuk mempelajari isu mikro.

2. Mereka mencatat menjauhnya karya substantif dari fokus diadik dan mengarah pada jaringan
pertukaran yang lebih besar.

3. Adanya upaya terus menerus untuk menyintesiskan teori pertukaran dengan sosiologi
struktural, khususnya teori jaringan.

Ketiga tokoh ini juga mendiskusikan manfaat yang dapat diperoleh dari integrasi pandangan dari
berbagai teori mikro lain. Interaksionisme simbolis misalnya, menawarkan pengetahuan tentang
bagaimana aktor mengomunikasikan keinginan mereka satu sama lain, dan hal ini penting dalam
tumbuhnya kepercayaan serta komitmen dalam hubungan pertukaran. Dengan demikian teori
pertukaran dapat disebutkan sebagai salah satu orientasi teoritis dalam ilmu sosial yang secara
terang-terangan mengonseptualisasikan aktor yang berkehendak dalam kaitannya dengan struktur.

Pada tahun-tahun terakhir ini, teori pertukaran mulai bergerak beberapa arah yang lebih baru, yakni:

1. Makin meningkatnya perhatian pada resiko dan ketidakpastian dalam hubungan pertukaran.
Misalnya, seorang aktor dapat memberi sesuatu yang bernilai pada orang lain tanpa menerima
kembali apapun yang bernilai.

2. Minat pada resiko membawa pada perhatian terhadap kepercayaan dalam hubungan
pertukaran.

3. Terdapat isu yang terkait dengan aktor yang mengurangi resiko dan meningkatkan
kepercayaan dengan mengembangkan seperangkat komitmen timbal balik satu sama lain
(berhubungan dengan yang ke 4)

4. Meningkatnya perhatian pada kepedulian dan emosi dalam teori yang didominasi oleh faktor
pada aktor yang memiliki kepentingan diri.
5. Saat banyak teori pertukaran memusatkan perhatian pada struktur, terjadi pula peningkatan
minat dalam menguraikan tabiat dan peran aktor.

6. Arah baru yang paling banyak menyedot perhatian pada tahun-tahun terakhir ini adalah
integrasi teori pertukaran dan teori jaringan.

Teori Jaringan

Hubungannya dengan teori pertukaran, teori jaringan memiliki kekuatan dalam model struktural
(jaringan hubungan), sementara teori pertukaran memiliki kekuatan dalam model hubungan antar
aktor (pertukaran), namun memiliki kelemahan dalam model struktur sosial tempat mereka bekerja.

Sasaran perhatian utama dari teori jaringan ialah pola objektif ikatan yang menghubungkan anggota
masyarakat (indvidual dan kolektivitas). Satu ciri khas teori jaringan adalah pemusatan perhatiannya
pada struktur mikro hingga makro. Dalam arti, aktor mungkin saja individu, tetapi mungkin pula
kelompok, perusahaan dan masyarakat. Hubungan ini berlandaskan gagasan bahwa setiap aktor
(individu dan kolektivitas) mempunyai akses berbeda terhadap sumber daya yang benilai (kekayaan,
kekuasaan, informasi). Akibatnya adalah bahwa sistem yang terstruktur cenderung terstratifikasi,
komponen tertentu tergantung pada komponen yang lain.

Satu aspek penting analisis jaringan, yakni menjauhkan sosiolog dari studi tentang kelompok dan
kategori sosial, serta diarahkan untuk mempelajari ikatan di kalangan antaraktor yang “tak terikat
secara kuat dan tak sepenuhnya memenuhi persyaratan kelompok”. Contoh yang baik dari ikatan ini
ialah diungkap dalam karya Granoveter tentang “ikatan yang kuat dan lemah.” Sosisolog cenderung
memusatkan perhatian pada orang yang mempunyai ikatan yang kuat atau kelompok sosial dan
menganggap itu lebih penting untuk dijadikan sasaran studi sosiologi. Inilah yang ditolak oleh
Granoveter yang menjelaskan dalam karya terbaiknya tentang “kekuatan ikatan lemah”. Ikatan kuat
misalnya, kaitan antara teman-teman dekat atau komunitas kita sendiri. Sedangkan ikatan lemah
adalah kaitan antara orang dengan kenalan yang baru ditemui. Granoveter menganggap bahwa orang
jangan terjebak untuk hanya mengamati ikatan yang kuat tetapi juga melihat ikatan yang lemah
sebagai sarana untuk membuka terisolasinya ikatan kuat dan kelompoknya sendiri-sendiri. Hal ini pun
mendorong pada terintegrasinya individu dan komunitas secara lebih baik ke dalam masyarakat yang
lebih besar.

Beberapa prinsip teori-teori jaringan, yakni:

1. Ikatan antaraktor biasanya bersifat simetris, baik isi maupun intensitasnya (aktor saling memberi
hal berbeda, dan mereka melakukannya dengan kurang lebih intens)
2. Ikatan antarindividu harus dianalisis dalam konteks struktur dan jaringan yang lebih besar.

3. Perstrukturan ikatan sosial mengarah kepada berbagai jaringan yang tidak acak.

4. Keberadaan kelompok mengarah pada fakta bahwa mungkin saja terdapat kaitan silang antar
kelompok maupun antar individu.

5. Terdapat ikatan asimetris antar elemen dalam suatu sistem yang akibatnya adalah sumber daya
yang berlainan terdistribusikan secara berlainan.

6. Ketimpangan distribusi sumber daya yang langka melahirkan kolaborasi dan kompetisi.

 Teori Pertukaran Jaringan

Teori ini berusaha mengombinasikan teori pertukaran sosial dan analisis jaringan. Secara sederhana
dapat dikatakan bahwa teori jaringan mempunyai model struktur yang kuat (jaringan relasi) tetapi
mempunyai model yang lemah mengenai unsur relasi. Pada sisi lain, teori pertukaran memiliki model
relasi antaraktor yang kuat (pertukaran) tetapi memiliki model struktur yang lemah. Model teori
pertukaran sosial dari pertukaran aktor untuk memperbesar keuntungan akan melengkapi isi yang
kurang dari analisis jaringan, dan analisis jaringan menyediakan model struktur sosial sebagai variabel
independen yang kurang dimiliki oleh teori pertukaran.

Landasan mendasar di balik teori pertukaran jaringan adalah bahwa teori pertukaran sosial, terjadi
dalam konteks jaringan pertukaran sosial yang lebih besar. Sebagaimana teori pertukaran sosial, teori
pertukaran jaringan terutama menitikberatkan pada isu kekuasaan. Premis dasarnya ialah bahwa
semakin besar peluang aktor untuk melakukan pertukaran, semakin besar kekuasaan si aktor.
Diasumsikan bahwa peluang bagi pertukaran ini secara langsung terkait dengan struktur jaringan.
Akibat dari posisi mereka dalam jaringan, aktor memiliki beragam peluang untuk mempertukarkan
keuntungan serta kemampuan mereka untuk mengendalikan dan mengakumulasikan keuntungan
tersebut.

Para teorotisi pertukaran jaringan hanya tertarik pada hubungan pertukaran, sementara para teoritisi
jaringan tertarik pada berbagai jenis hubungan. Sebagai contoh, sebagian besar studi jaringan
memusatkan perhatiannya pada sentralitas. Ini bisa berarti keuntungan yang dikaitkan dengan
bermacam-macam orang. Menurut teoritisi pertukaran jaringan tidak cukup hanya dengan
“terhubung”; hubungan haruslah merupakan hubungan pertukaran.

Teori Pilihan Rasional


Tahun 1989 Coleman menerbitkandirikan jurnal Rationality and Society yang bertujuan menyebarkan
pemikiran yang berasal dari perspektif pilihan rasional. Pendekatannya mulai beroperasi tingkat mikro,
untuk menjelaskan fenomena tingkat makro, dengan menggunakan teori pilihan rasional sebagai
landasan.

Menurut Coleman sosiologi seharusnya memusatkan perhatian kepada sistem sosial. Akan tetapi,
fenomena makro itu harus dijelaskan oleh faktor internalnya sendiri, dengan individu sebagai
prototipenya. Salah satu alasannya ialah perhatian di tingkat individual, biasanya dikarenakan
“intervensi” yang dilakukan untuk menciptakan perubahan sosial.

Gagasan dasarnya ialah “tindakan perseorangan mengarah kepada sesuatu tujuan dan tujuan itu (dan
juga tindakan) ditentukan oleh nilai atau pilihan (preferensi). Selanjutnya, ia pun berargumen bahwa
untuk sebagian besar tujuan teoritis, dihubungkan juga dengan ekonomi, yakni aktor akan
memaksimalkan keuntungan atau pemuasan kebutuhan dan keinginannya.

Ada dua unsur utama dalam teori Coleman, yakni aktor dan sumber daya. Sumber daya adalah
sesuatu yang menarik perhatian dan yang dapat dikontrol oleh aktor. Pemusatan perhatiannya pada
tindakan rasional individu ini, dilanjutkannya dengan memusatkan perhatian pada masalah hubungan
mikro-makro atau bagaimana cara gabungan tindakan individual menimbulkan perilaku sistem sosial.
Akhirnya, ia memusatkan perhatian pada aspek hubungan mikro-mikro atau dampak tindakan
individual terhadap tindakan individu lain.

Ada tiga kelemahan pendekatan Coleman. Pertama, ia memberikan prioritas perhatian yang
berlebihan terhadap masalah hubungan mikro dengan makro dan dengan demikian memberikan
sedikit perhatian terhadap hubungan lain. Kedua, ia mengabaikan masalah hubungan makro-
makro. Ketiga, hubungan sebab akibatnya hanya menunjuk pada satu arah. Dengan kata lain ia
mengabaikan hubungan dialektika di kalangan dan di antara fenomena mikro dan makro.

Perilaku Kolektif

Satu contoh pendekatan Coleman dalam menganalisis fenomena makro adalah kasus perilaku
kolektif. Ia memilih menjelaskan perilaku kolektif karena cirinya yang sering tak stabil dan kacau itu
sukar dianalisis berdasarkan perspektif pilihan rasional. Pandangannya, teori pilihan rasioanal dapat
menjelaskan semua jenis fenomena makro, tak hanya yang teratur dan stabil saja. Ia menyatakan
bahwa dalam perilaku kolektif orang dapat memberikan kontrol tindakan dirinya kepada orang lain.
Alasannya dapat dikarenakan pilihan rasional, yakni memaksimalkan keuntunem/lig/plian. Dalam hal
ini, dilibatkan penyeimbangan kontrol antara beberapa aktor dan menimbulkan keseimbangan.
Norma

Fenomena tingkat makro lain yang menjadi sasaran penelitian Coleman adalah norma.
Menurutnya/olli, norma diprakarsai dan dipertahankan oleh beberapa orang yang melihat keuntungan
yang dihasilkan dari pengalaman terhadap norma dan kerugian yang berasal dari pelanggaran norma
itu. Coleman meringkasnya demikian, norma “melepaskan sebagian hal untuk mengendalikan tindakan diri
sendiri seseorang dan menerima sebagian hak untuk mengendalikan tindakan orang lain dan itulah yang
memunculkan norma. Hasil akhirnya ialah bahwa pengendalian, yang dipertahankan setiap
orang yang sendirian akan terdistribusikan secara luas ke seluruh kumpulan aktor yang melaksanakan kontrol
itu”. Aktor dilihat berusaha memaksimalkan utilitas mereka sebagian dengan menggerakkan hak untuk
mengendalikan diri mereka sendiri dan memperoleh sebagian hak untuk mengendalikan aktor lain. Karena
pemindahan pengendalian itu terjadi secara sepihak, maka dalam kasus norma ini terdapat keseimbangan.
Akhirnya, aktor tidak boleh bertindak menurut kepentingan pribadi mereka, tetapi harus bertindak menurut
kepentingan kolektivitas.

Sebagai teoritisi pilihan rasinal, Coleman bertolak dari individu dan dari gagasan bahwa semua hak
dan sumber daya ada ditingkat individual ini. Kepentingan individu menentukan jalannya peristiwa.
Namun, ini tidak cocok terutama dalam masyarakat modern di mana bagian terbesar hak dan sumber
daya dan karena itu kedaulatan terletak ditangan aktor kolektif (aktor kolektif dapat bertindak demi
keuntungan atau kerugian individu).

Bagaimana cara menilai aktor kolektif? Coleman mengatakan “hanya dengan bertolak secara konseptual
dari titik di mana semua kedaulatan terletak di tangan manusia individulah terbuka peluang untuk melihat
seberapa baiknya kepentingan utama mereka disadari oleh sistem sosial yang ada. Dalil yang menyatakan
bahwa manusia individu berdaulat telah membukankan jalan bagi sosiolog untuk menilai pelaksanaan fungsi
sistem sosial.”

Menurut Coleman, pengaruh sosial penting adalah munculnya aktor korporat, sebagai pelengkap
aktor “pribadi natural”. Keduanya dapat dianggap sebagai aktor karena keduanya mempunyai
“pengendalian terhadap sumber daya dan peristiwa, kepentingan terhdap sumber dayadan peristiwa,
dan mempunyai kemampuan mengambil tindakan untuk mencapai kepentingan mereka melalui
pengendalian itu.”

Pada akhirnya, teori Coleman ini pun menuai banyak kritik yang mengatakannya terlalu ambisius,
karena berusaha menggantikan semua perspektif lain. Ia pun gagal menjawab pertanyaan mengenai
bagaimana suatu mayarakat dapat terbentuk. Dalam ideal rasionalitas ini pun, tidak cocok dengan
kehidupan sehari-hari dan norma rasionalitas serta emosionalitas, yang mengorganisasi aktivitas-
aktivitas aktual individu yang tengah berinteraksi.

Hubungan pertukaran yang hidup dalam masyarakat (disadari maupun tidak), sebenarnya sebagai
sebuah teori, berlangsung dalam rentang yang panjang. Di dalamnya terhubung dengan sejumlah,
teori baik pilihan rasional, maupun teori jaringan yang juga berkembang menjadi teori pertukaran
jaringan. Kesemua teori ini, berusaha untuk memaparkan bagaimana keberlangsungan pertukaran itu
sendiri dalam masyarakat, yang juga mempengaruhi terbentuknya masyarakat bersangkutan. Masing-
masing teori berusaha dilengkapi untuk mampu menjelaskan fenomena masyarakat yang semakin
kompleks.

Sumber: Coleman, James S, Dasar-Dasar Teori Sosial, Bandung: Nusa Media, 2008, Raho,
Bernard, Teori Sosiologi Modern, Jakarta : Prestasi Pustakaraya, 2007, Ritzer, George and Goodman
Douglas J, Teori Sosiologi Modern, Edisi Terbaru, Jakarta: Prenada Media, 2004.

[1] Istilah “ganjaran” dalam tulisan ini dihubungkan dengan imbalan atau reward, sedangkan hukuman
dihubungkan dengan punishment, cost atau biaya.

Anda mungkin juga menyukai