Anda di halaman 1dari 13

Governance dan Organisasi

Organisasi dan Lingkungan


Berbagai penelitian telah dilakukan sehubungan dengan interaksi antara organisasi dan
lingkungannya2. Paling tidak terdapat dua tipe organisasi yang dapat dibedakan sesuai
dengan perkembangan berbagai teori terkait organisasi-lingkungan (organizationenvironment
theories)'. Bentuk pertama adalah 'the weak form' dengan penekanan kepada hipotesis;
bagaimana berbagai organisasi memberikan respons terhadap tekanan lingkungannya
(environmental forces). Teori ekologi organisasi (organizational ecology). yang merupakan
derivasi dari model seleksi alam yangdikenal dalam biologi, berpandangan bahwa setiap
organisasi merupakan bagian dari suatu sistem besar secara keseluruhan yang harus memiliki
kemampuan untuk beradaptasi agar survive dalam lingkungan kompetitifnya. Menurut Caroll
dan Hannan (1 99 5) perspektif ini memberikan penekanan kepada pentingnya 'structural
isomorphism', dengan fokus kepada pentingnya 'kesesuaian' antara organisasi
'organizational-fiť dengan lingkungan tempat organisasi tersebut berada. Namun demikian,
pandangan ini mengakui bahwa kemampuan adaptabilitas organisasi adalah bersifat terbatas
yang dirangkum dalam fenomena 'organizational inertia'. Fenomena ini di antaranya ditandai
dengan munculnya politik intemal dalam organisasi dan bertambahnya umur, ukuran, serta
kompleksitas suatu organisasi. Dengan demikian, jika suatu organisasi tidak mampu
beradaptasi dengan perubahan lingkungannya, maka sesuai dengan hakikat hukum alam
(natural selection), organisasi tersebut akan gugur atau mati dengan sendirinya.

Secara kontras, ”the strong form” dari teori organisasi-lingkungan merekomendasikan


hipotesis bahwa perusahaan dan bentuk organisasi Ialnnya memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi kebijakan publik (public policies) yang akan digunakan untuk mengatur dan
mengendalikan organisasi tersebut. Misalnya, resource dependence theory memiliki
pandangan bahwa lingkungannya akan membatasi setiap organisasi, dan suatu organisasi akan
bergantung kepada organisasi lainnya dalam hal kebutuhan sumber daya atau resources
mereka'.Lebih lanjut, perspektif ini juga beranggapan bahwa kunci untuk bertahan di dalam
lingkungan organisasi adalah kemampuan untuk memperoleh dan mempertahankan sumber
daya dari organisasi lainnya di dalam lingkungan industri lempat mereka berada.Untuk
mengurangi ketergantungan organisasi yang berpotensi dapat mengurangi berbagai lindakan
mereka secara otonom (tanpa terikat dan tergankung dengan organisasi lain) sema mampu
untuk bertahan, maka setlap organisasi harus memiliki kemampuan untuk merumuskan
strategl yang dapat atau mampu mengelola lingkungan dan perubahan lingkungan mereka
masing-masing (lihat Darity,2008).

Governance dan Organisasi


Organisasi dan Lingkungan
Berbagai penelitian telah dilakukan sehubungan dengan interaksi antara organisasi dan
lingkungannya2. Paling tidak terdapat dua tipe organisasi yang dapat dibedakan sesuai
dengan perkembangan berbagai teori terkait organisasi-lingkungan (organizationenvironment
theories)'. Bentuk pertama adalah 'the weak form' dengan penekanan kepada hipotesis;
bagaimana berbagai organisasi memberikan respons terhadap tekanan lingkungannya
(environmental forces). Teori ekologi organisasi (organizational ecology). yang merupakan
derivasi dari model seleksi alam yangdikenal dalam biologi, berpandangan bahwa setiap
organisasi merupakan bagian dari suatu sistem besar secara keseluruhan yang harus memiliki
kemampuan untuk beradaptasi agar survive dalam lingkungan kompetitifnya. Menurut Caroll
dan Hannan (1 99 5) perspektif ini memberikan penekanan kepada pentingnya 'structural
isomorphism', dengan fokus kepada pentingnya 'kesesuaian' antara organisasi
'organizational-fiť dengan lingkungan tempat organisasi tersebut berada. Namun demikian,
pandangan ini mengakui bahwa kemampuan adaptabilitas organisasi adalah bersifat terbatas
yang dirangkum dalam fenomena 'organizational inertia'. Fenomena ini di antaranya ditandai
dengan munculnya politik intemal dalam organisasi dan bertambahnya umur, ukuran, serta
kompleksitas suatu organisasi. Dengan demikian, jika suatu organisasi tidak mampu
beradaptasi dengan perubahan lingkungannya, maka sesuai dengan hakikat hukum alam
(natural selection), organisasi tersebut akan gugur atau mati dengan sendirinya.

Secara kontras, ”the strong form” dari teori organisasi-lingkungan merekomendasikan


hipotesis bahwa perusahaan dan bentuk organisasi Ialnnya memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi kebijakan publik (public policies) yang akan digunakan untuk mengatur dan
mengendalikan organisasi tersebut. Misalnya, resource dependence theory memiliki
pandangan bahwa lingkungannya akan membatasi setiap organisasi, dan suatu organisasi akan
bergantung kepada organisasi lainnya dalam hal kebutuhan sumber daya atau resources
mereka'.Lebih lanjut, perspektif ini juga beranggapan bahwa kunci untuk bertahan di dalam
lingkungan organisasi adalah kemampuan untuk memperoleh dan mempertahankan sumber
daya dari organisasi lainnya di dalam lingkungan industri lempat mereka berada.Untuk
mengurangi ketergantungan organisasi yang berpotensi dapat mengurangi berbagai lindakan
mereka secara otonom (tanpa terikat dan tergankung dengan organisasi lain) sema mampu
untuk bertahan, maka setlap organisasi harus memiliki kemampuan untuk merumuskan
strategl yang dapat atau mampu mengelola lingkungan dan perubahan lingkungan mereka
masing-masing (lihat Darity,2008).
Jika sufut pandarg weak orm dapar dhanggap sebaga thesis,maka pandangan organisasi

lingkungan dalam bentuk strong form dapat dianggap sebagal antithesis. Sebagai dasar
sudut

pandang hubu ngan antara keberadaan organisasidan lin gkungannya,proses dialekrika ini

melah itkan berbagai derivasi teori yang dapat digunakan di dalam mengamati berbaga.

fenomena yang berhubungan dengan interaksi antara organ isasi dan lingku
ngannya.Namun

demikian ,belum terdapat klaim yang menyatakan bahwa berbagai teorl turunan tersebu

merupakan synth esis antara model weak form (sebagaithesis) dengan model strong form Teori
Organisasi; Sudut Pandang Sosiologis
(sebagai anti th esis) sebagai bagian dari dialectical process dalam tradisi keilmuan.
Berbagai Menurut Casey (2002) betbagai praktik sosial dan budaya dari sebuah organisasi
ttermasu k

Namun demikian,bidang kajian man ajemen dan organisasi secara spesifik lebih didasatkan
rm (p. 8). Deng an
dermikian,maka studi terhadap betbagaifenomena organisasi senta perilaku dari berbagai
individu serta entitas organ isasi tersebut tidak bisa dilepaskan dari disiplin sosiologi sebagai
dasar analisis.Dalam kaitan ini Casey (2002) lebih lanjut memberikan penekanan bahwa dan
su dutpandang sosiologi kajian terhadap organisasi dipahami melalui hubungan antara
social institutiuns dengan social historical action (p. 9). Selanjutnya,hubungan antara ide dan
aplikasi (praktik) dari su atu entitas ekonomi dan manajemen termasuk sebagai bidang
kajian sosiologi, khu su snya fenomena individu yang membentuk asosiasi atau kelompok
secara fomal denigan tujuan menghasilkan sesu atu yang memiliki makna secara ekonomis.

Berdasarkan sudut pandang sosiologis,teori organisasi merupakan "theoretical perspective which


conceives of organizations as complex social actors and investigates how the structu res they adopt
affect their behavior' (Darity, 2008, p. 70). Berdasarkan pengertian tersebut paling tidak terdapat
beberapa kata kunci: (a) organ isasi sebagai aktor sosial yang bersifat kompleks, dan (b)
memberikan penekanan kepada stru ktud dari sebuah organisasi serta bagaimana stru ktu r
tersebut mempen garu hi perilaku organ isasi yang bersangku tan Namun demikian, kata "struktur"
dalam konteks ini merupakan penekanan utama, karena teori organisasi mengadopsi spektrum
yang luas terhadap terminologi tersebut. Bukaa hanya berupa "stu ktur formal" namun secara lebih
luas mencakup hubungan dan jaringan informal serta aspek budaya dan kognitif dari setiap
organisasi

Dengan cakupan yang demikian luas,maka subjek kajian teori organisasi akan
berhubungan dengan jawaban atas serangkaian pertanyaan berikut: (a) bagaimana dan
kenapa organ.sasi dibentukl (aspek how dan why),(b) bagaimana bentuk dan struktur
dari organisas tersebut? (aspek what forms),(c) bagaimana perilaku organisasil (behave
as they dol.
dan (d) bagaimana dan alasan apa yang menyebabkan organisasibertahan? (aspek why
survive or failf). Berbagai pertanyaan tersebut memp ertegas posisil bahw a teo ri organ
isai lebih memberikan fokus perhatian kepada 'organisasi sebagai entias kolektif',sehingga
keberadan teorl organisasi akan menjadi komplementer dari kajian tentang
perilaku organisasi (organizational behavion yang lebih memfokuskan dirikepada
individu dan kelompok kecil dalam organisasiyang secata lebih luas akan tercakup
dalam kategon 'organization studies'.
Teori organisasi merupakan derivasi dari berbagai latar belakang bidang ilmu,termasuk;
sosiologi, ilmu-ilmu ekonomi, antropologi, dan ilmu politik. Menurut Darty (2008) para ahli
yang memiliki pemikiran berpengaruh terhadap teori organisasi di antaranya adalah Emile
Durkheim,Karl Marx,Adam 5mith, dan Max Weber. Dalam kaitan ini, Max Weber dianggap
sebagai ahli yang mempunyai pengaruh sangat kuat di dalam meletakkan dasar teori org an
isasi melalui karya len om en al ten tan g' authority and bu reau cracy,Berd asarkan teori
yang dikemukakan Weber senta perkembangan bidang kajian teori organisasi,teori
organisasi pada masa sekarang memberikan penekanan kepada dua perspektif menyangkut
keberadaan dan fungsi organisasi yang selanjutnya berkembang menjadi kajian teori
organisasi baru yang berpengaruh. Pertama, adalah perspektif yang menganggap organisasi
sebagai solusi yang rasional dan efisien di dalam mengatasi berbagai p*masalahan yang
berhubungan dengan kerja sama (cooperation),kompleksitas(complexity),dan
ketidakpastian (uncertainty), Kedua, merupakan perspektlf yang mempunyai sudut
pandang bahwa organisasi tidak didasarkan kepada struktur rasional dan fungsinya, namun
akan menjadi dasar arti (meaning), dan nilai (value) sosial dari keberadaan organisasi
tersebut.

Organisasi sebagai Solusi Rasional terhadap Masalah Sosial


Berbagai teori organisasi yang berkembang lebih awal muncul sejalan dengan dimulainya
revolusi industri, Karakteristik perkembangan teori organisasi pada masa tersebut
terfokus terhadap pada kajian utama dalam upaya untuk menemukan prinsip-prinsip
umum organisasi yang bersifat universal. Para pemikir awal yang berpengaruh dan
tergolong ke dalam kelompok ini adalah Frederick Taylor dan Henri Fayol,dengan hasil
kerja yang mem punyai karakteristik sebag ai ap likasi dari prin sip-prin sip "mech an ical
and in du strial engineering' di dalam pengelolaan dan pengendalian sumber daya
manusia. Namun demikian, pada tahun 1 960-an para ahli teori organisasi mulai
mengalihkan perhatian mereka dari upaya menemukan prinsip organisasi universal. Pada
masa ini,fokus kajian teori organisasi berubah menjadi upaya untuk menemukan berbagai
teori dengan dasar argumentasi bahwa 'Struktur organisasi yang ideal bukanlah bersifat
one-size fits-all,namun sangat bergantung kepada berbagai faktoryang berada dalam
organisasi dan lingkungan setiap organisasi" (Iihat Darity, 2008, p. 79).
Pada tahun 1 967, Paul Lawrence dan Jay Lorsch memperkenalkan contingency theory
sebagai pendekatan teori organisasi baru di dalam memahami fenomena organisasi.
Teori kontinjensi ini dipercaya sebagal cara terbaik untuk mengelola organisasi yang
didasarkan pada berbagai karakteristik yang terdapat dalam lingkungan setiap
organ/sasi. Lawrence dan Lorsch (1 967) memberikan argumentasi bahwa setiap
lingkungan organisasi adalah berbeda dan karenanya setiap organisasi secara rasional
memberikan respons yang berbeda di dalam mengadopsi strukturyang tepat (best
suited) dengan kondisi
lingkungan masing-masing. Ahli organisasi ini mempercayai bahwa tingkatan
volatilita dan ketidakpastian di lingkungan setiap organisasi akan mempengaruhi:(a)
formalisaw dari struktur organisasi yang akan diadopsi,(b) tingkat sentralisasi dari
pengambilan keputusan, (c) jangka waktu organisasi akan memberikan perhatian
secara fokus terhxiap isu lingkungan tersebut, dan (d) bagaimana setiap organisasi
akan mendesain pembagin subunit dalam organisasi tersebut beserta tugas dari
setiap subunit.

Berdasarkan perkembangan teori organisasi pada periode berikutnya Lawrence dar


Lorsch (1967) dapat membuktikan bahwa faktor kontinjensi dari lingkungan organisasi
sangat menentukan kesuksesan pencapaian tujuan organisasi. Sebagaimana
ditegaskan oleh Darity (2008) hal ini terbukti dengan munculnya berbagai teori
organisasi bar pada dekade 1970-an yang mendasarkan argumentasinya kepada
contingency theory.D antara berbagai teori baru yang dikembangkan berdasarkan
asumsi dasar teori kontinjens adalah the agency theory, transaction cost economics
dan resource dependence theory Sebagaimana dipahami (lihat Tricker, 2009) berbagai
teori yang berkembang tersebu menjadi dasar teori dari konsepsi governance yang
berkembang pada periode setelat
1970-an hingga saat ini, Secara umum konsep dasar dari the agency theory,transaction
Cost economics dan resource dependence theory, dapat dijelaskan sebagai berikut,

The Agency Theory (AT) memberikan fokus terhadap fakta yang berkembang bahwa
dalam setiap organisasi individu (disebut dengan the agént) akan bertindak sebagai
pihat yang dipercaya oleh individu atau sekelompok individu lainnya (disebut the
principal Hubungan antara keduanya (disebut juga dengan the principal-agent
relationships) akan terjadi dalam organisasi perusahaan antara pemegang saham
(stockholders) sebag principal dengan pengelola (managers) sebagai agent dalam
hubungan tersebut, Para ahl agency theory menggunakan asumsi bahwa kedua pihak
tersebut (baik agent maupun principal memiliki kepentingan masing-masing (self
interests) dan kepentingan tersebu lebih banyak mengalami perbedaan dari sudut
pandang keduanya (divergence of interests) Keinginan yang berbeda tersebut
membutuhkan adanya mekanisme yang dapat digunaka principal (pemegang saham)
untuk senantiasa memonitor agents (para manajer), Namu demikian,mekanisme
kontrol tersebut adalah sulit untuk dilakukan dan menimbukan biaya (mahal) karena
secara natural pihak manajer (agents) umumnya memiliki keahhian yang lebih baik
dibanding pernilik (principals), serta mekanisme kontrol tersebut tidal dapat
ditaksanakan secara terus-menerus dan diobservasi secara langsung, Dalamkaitan para
ahli AT berkeyakinan bahwa keberadaan struktur organisasi merupakan upaya yang
rasional untuk digunakan,walaupun bersifat kompleks tetapi mampu menciptakan
sistwn yang efisien di dalam mengatur kerja sama antara kedua pihak yang
berhubungan,Lebh lanjut,penganut ATjuga meyakini bahwa struktur organisasi maupun
mekanisme kontn yang dapat digunakan dalam hubungan keagenan tersebut (the
agency relationshape berbeda antara satu organisasi dengan organisasi lainnya,serta
antara satu penugasab dengan penugasan (task) lainnya&ala atau tingkatan perbedaan
karakteristik struktur dan mekanisme yang diadopsi oleh setiap organisasi tersebut
sangat ditentukan oleh benluk ketidaksimetrisen informasi Unformation asymmetry)
antara principals dan agents.

Teori Transaction Cost Economics (TCE) berhubungan sangat dekat dan mirip dengan the
agency theory (AT). Namun berbeda dengan AT yang memberikan penekanan kepada
bagaimana struktur organisasi dapat berperan di dalam meng-govern principal-agents
relationships, TCE memberikan penekanan bahwa organisasi adalah bersifat rasional dan
merupakan solusi yang efisien di dalam mengelola hubungan antara organisasi tersebut
dengan lingkungan di sekitarnya. Pendekatan ini diperkenalkan oleh Oliver Williamson
pada pertengahan tahun 1 970-an dengan memberikan argumentasi bahwa berbagai
transaksi yang berskala kecil (seperti transaksi pertukaran barang dan jasa yang
sederhana) tidak memerlukan organisasi. Namun demikan, ketika transaksi tersebut
menjadi semakin kompleks (complexity) dan semakin tidak pasti (uncertainty), maka
keberadaan organisasi diperlukan untuk memonitor dan membatasi kewajiban serta
berbagai risiko yang ditimbulkannya. Lebih lanjut, TCE juga memiliki karakteristik bahwa
batasan organisasi
(organizational boundaries) dilakukan berdasarkan biaya transaksi (transaction-cost basis).
Melalui batasan ini, TCE beranggapan bahwa berbagai fungsi menyebabkan biaya transaksi
yang terlalu besar jika dibawa ke luar maupun ke dalarn organisasi, sementara jika transaksi
yang dibutuhkan tersedia secara lebih murah di luar organisasi akan dilakukan secara eksten
al.

Suatu organ isasi dari persp ektif teori Resource Dep en den ce (RD), sebag aim ana
halnya pada TCE, memberikan penekanan kepada hubungan antara organisasi dengan
organisasi Iainnya.Namun demikian, pendekatan RD memiliki fokus kepada; bagaimana
struktur org an isasi terg an tu n g (contin g ent)terh ad apsifat alami (th en atu re)d an
keterb atasan (scarcity) dari setiap sumber daya yang dibutuhkan organisasi tersebut
untuk melaksanakan aktivitas operasionalnya, dibandingkan dengan fokus kepada
kompleksitas dan ketidakpastian dari setiap transaksi (yangmenjadi fokusdalam
pendekatan TCE).KeIebihan dari pendekatan RD dihandingkan dengan pendekatan
contingency-based theories lainnya adalah hahwa RD memberikan penekanan kepada
peranan (the role) dari manajemen dalam menegosiasikan ketergantungan (the
dependencies) yang diakibatkan oleh kebutuhan sumber daya organisasi, Lebih lanjut,
pendekatan RD juga memberikan spesifikasi terhadap berbagai alternatif strategi yang
dapat dimanfaatkan organisasi untuk melaksanakan aktivitasnya sesuai dengan hentuk
kondisi ketergantungan yang berbeda-beda idifferent dependency conditions),

Di samping berbagai teori organisasi yang berkembang berdasarkan pendekatan


contingency-based dengan menggunakan asumsi rasional dan efisiensi sebagai dasar arg
um entasi, pen d ekatan tersebut jug a m enjadi dasar dari dua teori org an isasi Iain
the population ecology dan co-evolution. Kedua pendekatan teori organisasi ini
didasarkan kepada argumentasi bahwa pengaruh lingkungan organisasi dialami oleh
berbagai organisasi yang berada pada tataran atau bidang operasional yang sama
sebagai tuatu bentuk ekosistem.para ahli yang memperkenalkan teori dimaksud
menggunakan pendekatan sebagaimana ditemukan dalam mekanisme ekologikal
(ecologica)) dan evolusioner (evolutionary), sep erti variasi, seleksi, dan spesialisasi, di
dalam menjelaskan bagaimana organisasi muncul dan bertahan atau gagal/mati.

Organisasi dan Paradigma Positivistik


Paradigma positivistik memahami teori organisasi dengan asumsi bahwa berbagai fenomena
yang berhubun gan dengan organisasi dapat dijelaskan melalui hukum atau pendekatan yang
bersifat scientific. Berdasarkan pendekatan scientific ini dipercaya bahwa bentuk (the sh ape)
dari setiap organisasi akan ditentukan oleh berbagai faktoryang bersifat material (dapat diamati
dan diobservasi), seperti halnya ukuran perusahaan. Melalui paradigma ini maka dipercaya
bahwa suatu organisasi akan mengadopsi struktur yang dibutuhkan sesuai dengan situasi yang
berkembang, sehingga strukturtersebut akan dipandang sebagal sesuatu yang bersifat
fungslonal. Melalu i cara ini maka paradigma positivistik di dalam teori organisasi akan
berhubungan deng an function alist, sehing ga teori organisasi bersifat deterministik, generalis,
fungsionalis, dan menjelaskan fen omena organ isasi berdasarkan seperangkat faktor yang
bersifat material.

A sal mula dari teori organisasi dengan paradigma positivistik didasarkan kepada pen
elitian m enggunakan pendekatan contingen cy theory di dalam melakukan observasi
terhadap struktur organisasi (Donaldson, 1996). Lebih lanjut, menurut Donaldson
(1996)pendekatan dengan paradigma ini berkembang di tahun 1 960-an melalui
serangkaian upaya yang dilakukan oleh para ahli berikut ini; Burns dan Stalker (1 961),
Chandler (1962), Woodward (1 965).Pola pendekatan tersebut dilanjutkan oleh
Lawrence dan
(1 967), Pugh et al. (1 969), Blau (1 970), dan berbagai ahli lainnya. Hasil penelitian
para ahli tersebut men emukan bah wa terdapat yan g kuat antara berbagai aspek
struktur organ isasi dengan beberapa aspek yang berhubungan dengan eksistensi
organisasi.

Studi yang dilakukan oleh Bums dan Stalker (1 961), Lawrence dan Lorsch (1 967), sena Th
ompson (1 967) membuktikan bah wa lingkung an organisasi menentukan struktur organisasi
yang sesuai untuk setiap organisasi. Dalam kaitan ini Bums dan Stalker (1961) berpendapat lebih
jauh bahwa kondisi lingkungan organisasi dengan karakteristik relatif stabil mem iliki kecen d eru
n gan untuk men gad op si model stru ktur organ isasi yang bersifat mekanistik (mechanistic),
Sementara jika sebuah organisasi berada dalam kondisi lingkungan yang senantiasa mengalami
perubahan (dan pada akhirnya menuntüt organisasi untuk bersifat inovatif) cend erung mem
butuhkan struktur organisasi yang bersifat organik (organic). Selanjutnya, studi yang dilakukan
oleh Woodward (1965) dan Thompson (1967) menyatakan bahwa kondisi teknologl internal yang
digunakan sebuah organisasi merupakan su atu faktoryang bersifal situasional (situational factor)
dan akan menentukan struktur organisasi yang dibutuhkan oleh organisasi tersebut. Sementara
studi oleh Blau (1970) dan Pugh et al. (1 969)memperlihatkan bahwa ukuran sebu ah organisasi
akan menentukan struktur organisasi yang sesuai. Selanjutnya, Chandler (1 962) menyatakan
bahwa strategi sebuah organisasi akan menentukan struktur organisasi yang dibutuhkannya,
atau lebih dikenal dengan istilah Structure follows the strategy'

Berbag ai faktor situ asion al tersebut (sep erti; ketid akstabilan lin g kung an org an
isasi, teknologi yang diadopsi,uku ran dan strategi organisasi) dikenal ju ga sebagai
'seperangkat faktor kontinjensi bagi organisasi'. Sebagaimana dijelaskan pada bagian
sebelu mnya bahwa berbag al penelitian yang berhubungan dengan faktoryang
bersifat 'situasional'
tersebut dalam teori organisasi dikenal dengan contingency theory. Sebuah
organisasi yang beroperasi dalam lingkungannya akan mempengaruhi strategi,
teknologi, ukuran,serta tingkat inovasi yang dibutuhkan untuk dapat beradaptasi
secara baik dengan lingkungan tersebut. Berbagai faktor kontinjensi ini pada
akhimya akan menentukan 'struktur' yang dibutuhkan agar dapat beroperasi secara
efektif. Dengan demikian, efektivitas dari sebuah organisasi akan dipengaruhi oleh
kesesuaian atau kecocokan (the fif) antara struktur organisasi dengan berbagai
faktorkontinjensi dari lingkungan organisasi tersebut. Kondisi demikian
mengarahkan organisasi agar struktur yang dimiliki mampu untuk beradaptasi,
sehingga mengarah kepada kondisi di mana hal yang demikian sesuai dengan
berbagai faktor kontinjensi. Secara umum kondisi tersebut dikenal dengan teori
adaptasi struktural (the theory of structural adaptation) untuk memperoleh
kondisiyang sesuai dengan berbagai faktor kontinjensi organisasi tersebut
(Donaldson, 1987). Serangkaian penelitian empirik selanjutnya menunjukkan bahwa
fenomena yang berhubungan dengan hal tersebut memunculkan model •the effects
of fit on performance' serta model ithe dynamics of organizational change'. Konsepsi
teori kontinjensi yang bersifat umum dan mengalami perkembangan yang berarti
dicirikan dari karakteristik teori berupa 'functionalist dan 'positivist.

Struktur organisasi menghasilkan berbagai keluaran yang bersifat


fungsional,seperti efektivitas, inovasi, dan sejenisnya.pergerakan organisasi
sesuai dengan berjalannya waktu terbukti tetap mengadopsi bentuk struktur
organisasi yang dibutuhkan agar 'sesuai i dengan berbagai faktor kontinjensi,
sehingga dapat berjalan secara efektif. Dalam kaitan ini keberadaan struktur
organisasi dapat dijelaskan berdasarkan konsekuensi yang dihasilkannya agar
dapat berfungsi secara efektif. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa
struktur organisasi dan perubahan yang bersifat struktural dalam sebuah
organisasi dipandang sebagai akibat atau hasil dari 'adaptasi fungsional'
(functional adaptation) yang dilakukan oleh sebuah organisasi. Sebagaimana
penelitian empirik yang dilakukan oleh
Chandler (1962), Woodward (1 965), dan Blau (1970) memperlihatkan bahwa para
manajer dari sebuah organisasi membuat berbagai keputusan organisasi yang
bersifat struktural demi kepentingan organisasi sebagai upaya untuk men capai
efektifvitas organisasi.
Teori organisasi yang dikembangkan berdasarkan berbagai faktor kontinjensi sebagaimana
dijelaskan dianggap sebagai penganut mazhab "positivist" di dalam terminologi sosiologi.
melalui beberapa ciri berikut ini (Burrell dan Morgan, 1979).

1. Nomothetic; yang berani bahwa setiap fenomena dianalisis dengan


menggunakan kerangka umum (general Iramework) dengan berbagai faktor yang
dapat diaplikasikan kepada seluruh organisasi, baik untuk contingency factors
(seperti ukuran dan strategi perusahaan) maupun untuk organizational structure
(seperti pola spesialisasi dan sentralisasi).Dalam kaitan ini hubungan sebab akibat
secara umum berlaku se bagai aturan dan dianggap sebagai hal yang terjadi secara
reguler antara berbagai faktor kontinjensi dengan faktor struktural organisasi,

2. Berbagai penelitian yang berhubungan dengan teori ini secara


metodologi adalah positifistik (methodology positivist) yang dibuktikan
dengan penggunaan secara
umum terhadap penelitian empirik yang bersitat komparatit, dan biasanya
diikuti oleh pengukuran terhadap variabel penelitian serta pengolahan data
penelitian se cara statistik.

3. Teori ini menjelaskan struktur organisasi menggunakan berbagai faktor yang bersi fat
material (material factors) seperti; ukuran organisasi, teknologi,dan sebagainya dibandingkan
dengan ideationalist factors seperti; ide, ideologi, persepsi, norma. dan sejenisnya.

Teori ini bersifat deterministik (determinist) melalui sudut pandang bahwå para
manajer harus mengadopsi struktur organisasi yang sesuai dan disyaratkan oleh ber
bagai faktor kontinjensi, di dalam upaya untuk mencapai efektivitas organisasi,

5. Teori ini secara ketat diaplikasikan melalui penelitian empirik (empirical research)
dibandingkan dengan spekulasi yang bersifat armchair atau pengembangan teori
baru berdasarkan data empirik yang berhasil dikumpulkan, Dengan demikian hasil
riset berkaitan dengan teori ini dijelaskan berdasarkan pola data yang ditemui di
lapangan serta menggunakan berbagai argumen berdasarkan penelitian terdahulu
yang relevan.

6, Secara sadar,teori ini memiliki sifat dan karakter yang bersifat saintifik (scientific
style), dengan tujuan untuk menghasilkan pengetahuan saintifik (scientific know
ledge) sebagatmana jenis penelitian empirik yang dilakukan oleh bidang ilmu pasti
(the natural sciences).

Governance dan Perspektif Organisasi


Oakeshott(1975) secara umum membedakan dua jenis asosiasi (association) yaitu; civic
association dan enterprise association. Jenis asosiasi pertama (civic association) ditujukan
untuk sesuatu yang lebih besar daripada sekadar suatu akhir (end), kepentingan (interest)
atau kebaikan(good)yang dilindungi berdasarkan aturan umum sehingga penqapaian
tujuar menjadi memuögkinkan secara damai dan membawa kemaslahatan
bersamaSementar asosiasi berupa perusahaan (enterprise association) bersifat lebih fokus
(focused), dengan tujuan jelas (purposive), instrumental dan eksekutif, serta melalui
karakteristik tersebut asosiasi ini dapat menyesuaikan tujuannya dan mengeksekusi hal
tersebut sesuai dengan kebutuhan.Terlepas dari perbedaan kedua bentuk asosiasi
tersebut, menurut Qakeshon (1 975), standar moral dan standar Iainnya yang berlaku di
asosiasi kemasyarakatan juga berlaku untuk asosiasi usaha,

Organisasi merupakan "a consciously coordinated social entity,with a relatively


identifiable boundary,that functions on a relatively continuous basis to achieve common
goal or set of goa/s 0 (Robbins, 1990, p. 4). Definisi tersebut mengandung tiga kata kunci
bahwa suatu organisasi merupakan: (a) entitas sosial yang terkoordinasi secara sadar,
(b) mengenal batasan yang secara relatif dapat diidentifikasikan secara jelas, 10
melaksanakan fungsinya dengan basis yang secara relatif sehingga
berkesinambungan,di dalarn mencapai serangkaian tujuan bersarna. Sejalan dengan
pengertian tersebut, maka perusahaan sebagai suatu organisasi melaksanakan
aktlvitasnya (governing its activitien)
di dalam suatu batasan sistem dari suatu negara tempat perusahaan tersebut berada
dan/ atau beroperasi. Dalam kaitan ini agar perusahaan sukses dalam men capai
tujuannya, maka perusahaan tersebut harus mampu untuk beradaptasi secara baik
dengan lingkungan tempat perusahaan berada. Menurut Morgan (1 997, p. 39)
pandangan demikian didasarkan kepada pendekatan sistern (the systems approach),
yang didasarkan kepada 'the principle that organisations, like organisms, are "open" to
their environment and must achieve an appropriate relation with that environment if
they are to survive'.

Melalui pemahaman tersebut maka sistem CG dapat dideskkripsikan sebagai perangkat


(berupa sttuktur dan mekanisme) yang menyediakan aturan main serta regulasi yang
akan digunakan organisasi di dalam menjalankan aktivitasnya untuk men capaitujuan
organisasi. Sistem dimaksud didesain sedemikian rupa agar mampu menyediakan
check and balance mechanisms sebagai upaya menjaga keseimbangan dalam
organisasi,dengan tetap memperhatikan kepentingan berbagai pihak yang terlibat
dalam organisasi, MMelaIui kepatuhan herbagai pihak yang terlibat untuk berperilaku
sesuai dengan aturan main yang ditetapkan, maka tujuan organisasi dapat dicapai
secara efektif, menjaga interests pemangku kepentingan, sehingga pencapaian tujuan
organisasi dapat terjamin.DaIam kaitan ini, sebagaimana dijelaskan oleh Selzniék
(dalam Burrel dan Morgan, 1 979, p. 1 54) "the organisation is presumed to operate in
goal-directed manner, geared to maintaining itself internally and in relation to its
environment'. Hal ini berarti bahwa CG mengikuti pendekatan the structural
functionalist approach to organization, yang berada di bawah konsepsi the
functionalist paradigm secara umum.

Menurut Tricker(2009) pendekatan sistem menurut teorl organisasi untuk tujuan


memahami lenomena governance dinyatakan dalam bentuk persepsi dan
diklasifikasikan sébagai iebuah bentuk sistem hierarki (hierarchy of systems).
Sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya bah wa terjadi interdependensi antara
subsistem pada suatu sistem dalam organisasi, maka setiap subsistem menjelaskan
ways of thinking dari perspektif (dan sesuai dengan karakteristik) masing-masing
subsistem tersebut. Kondisi seperangkat subsistem dengan ciri demikian pada akhirnya
mempengaruhi berjalannya sistem secara keseluruhan dalam mendukung tercapainya
tujuan organisasi.

Selanjutnya, jika dihubungkan dengan konsep organizational boundaries


sebagaimana dimaksudkan oleh Robbins (1 990),maka pendekatan sistem di dalam
memahami lenomenaorg an isasi påling tid ak memberikan tiga kriteria d alam men
gid entifi kasi su atu Mstem (Tricker, 2009,p.232):
The system's boundaries, akan menentukan apa yang perlu diperhatikan di dalam
sistem tu sendiri (within the system) dan apa yang ada dalam sistem lwhat in the
system) di lingkungan organisasi tersebut. Dalam kaitan ini sistem didesain untuk
meningkatkan pemahaman terhadap situasi dan setiap sistern dapat dibagi menjadi
berbagai elemen subsistem sesual dengan kebutuhan pemakainya.

The system's level of abstraction, merupakan ringkatan pada kondisi bagaimana suatu
sistem dipersepsikan dan berkaitan dengan berbagai hal yang bersifat detail menjadi
perhatian (amount of detail treated within it).
C. The system's function,merupakan fungsi untuk mengetahui berbagai hal yang
terjad. atau muncul antara input dan output dalam suatu sistem (the system's inputs
and outputs).

Berdasarkan kriteria tersebut,muncul pertanyaan berikut; jika demikian apa yang


menjadi batasan (boundaries) dari konsepsi CGI Jawaban atas hal tersebut dapat
dipahami melalui penyataan Cochran dan Wartick (1988) sebagai berikut; corporate
govenance is an umbrella term that includes specilic issues arising from interactions
among senior management,shareholders, board 01 directors, and other corporate
stakeholders. Dan sudut pandang system theory definisi tersebut dapat mewakili
jawaban atas pertanyaan tentang ruang lingkup atau domain yang akan menjadi
wilayah kajian CG. Walaupun pemyataan tersebut telah mengidentifikasi •pemain•
(players) di dalam CG,namun belum dapat menggambarkan batasan yang jelas
terhadap tindakan atau wilayah "permainan" (domain) masing-masing pemain untuk
melaksanakan fungsi mereka di dalam kerangka governance activities. Lebih
lanjut,berbagai organisasi telah mengeluarkan berbagai prinsip govemance
sehubungan dengan fungsi dari elemen governance (the players) sebagaimana
dimaksud.Namun demikian, di dalam implementasinya berbagai prinsip tersebut
Iyang sangat umum dan berlaku secara universal) harus diderivasi lebih jauh untuk
mengakomodasi karakteristik organisasi dan sistem serta lingkungan organisas
tempat suatu organisasi berada. Dengan demikian pemahaman atas context dan
culture tempat govemance sebuah organisasi dengan sistem serta lingkungannya
akan menjad dasar di dalam mendefinisikan the appropriate boundaries of
governance participants for their action (Iihat Tricker, 2009).

Governance, Organisasi dan Paradigma Fungsionalis


Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa organisasi merupakan 'a• consciousty
coordinated social entity, with a relatively identifiable boundary, that functions on
a relatively continuous basis to achieve a common goal or set of goals' (Robbins,
1990,p 4 Dalam kaitan ini, maka organisasi perusahaan melaksanakan aktivitasnya
dengan berbag,a batasan (boundaries)sistem kenegaraan tempat suatu
perusahaan tersebut berada.Dengan kuatnya pengaruh lingkungan organisasi
tempat sebuah perusahaan berada maka untuk dapat menjamin tercapainya
tujuan perusahaan serta menjaga sustainabilitasnya, maka organisasi dimaksud
harus mampu beradaptasi secara baik dengan lingkungan tempal a berada.HaI ini
sejalan dengan pendapat Morgan (1 997, p. 39) bahwa 'lin order for company to
successfully achieve its objectives, it should better adapt to its environmert Kondisi
demikian sesuai dengan pandekatan sistem (system approach) dalam mernandang
organisasi sebagai 'organisme', sebagaimana dipercaya oleh mazhab Darwinisme
dar diadopsi teori organisasi dan dikenal dengan slogan survival of the fittestt.

Pandangan organisasi modern sebagai suatu bentuk sistem terbuka (open system)
beraka dari parad igma fung sion afis (the fun ctionalist parad ig m) sebag aimana
dinyatakan oleh Burrel dan Morgan (1 979, p. 26) sebagai berikut:
'The functionalist Paradigm isJ.„ usually firmly ccmmitted to a
philosophy of social engineering a basis for socid change and
emphasises the importance of understanding crder, equilibrium and
stability in society and the way in which these can be maintaired. h is
so concerred with the effective 'regulation' and control of social
affars'.

Implikasi dari kutipan tersebut adalah inividu maupun kelompd< yang berhubungan
atau memiliki kepentingan dengan perusahaan,terkoneksi melalui rangkaian
aktivitas dan menjaga hubungan mereka melalui seperangkat aturan di dalam suatu
sistem atau lingkungan tempat organisasi tersebut berada. Dengan kata lain,
berbagai pihak yang berkepentingan dengan organisasi perlu untuk menjaga
keseimbangan(balancing)dengan mematuhi aturan main sesuai rnd<anisme
ditetapkan

satu interpretasi dari hal tersebut adalah bahwa sistem govenance dapat
dijelaskan sebagai suatu fungsi yang menyediakan aturan main dan regulasi tentang
bagaimana seharusnya sebuah perusahaan mengelola aktivitasnya dalam mencapai
tujuan yang ditetapkan. Sistem dimaksud didesain sedemikian rupa untuk
menciptakan mekanisme checks and balances untuk menjaga keseimbangan dalam
perusahaan dengan tetap memperhatikan kepentingan setiap pihak yang terlibat.
Melalui upaya memastikan bahwa säiap elemen pemmgku kepentingan bertindak
(behavs) sesuai dengan aturan main dan regulasi dimaksud, pencapaian tujuan
perusahaan tanpa merusak kepentingan pihak yang berkepentingan dapatdicapai
secara optimal. Dalam kaitan ini, uraian tersebut mempertegas bahwa konsepsi
governance menggunakan pendekatan structural functionalist dalam teori
organisasi,yang dipayungi oleh paradigma functionalist sebagaimana ditegaskan oleh
Burrel dan Morgan (1979).

Anda mungkin juga menyukai