lingkungan dalam bentuk strong form dapat dianggap sebagal antithesis. Sebagai dasar
sudut
pandang hubu ngan antara keberadaan organisasidan lin gkungannya,proses dialekrika ini
melah itkan berbagai derivasi teori yang dapat digunakan di dalam mengamati berbaga.
fenomena yang berhubungan dengan interaksi antara organ isasi dan lingku
ngannya.Namun
demikian ,belum terdapat klaim yang menyatakan bahwa berbagai teorl turunan tersebu
merupakan synth esis antara model weak form (sebagaithesis) dengan model strong form Teori
Organisasi; Sudut Pandang Sosiologis
(sebagai anti th esis) sebagai bagian dari dialectical process dalam tradisi keilmuan.
Berbagai Menurut Casey (2002) betbagai praktik sosial dan budaya dari sebuah organisasi
ttermasu k
Namun demikian,bidang kajian man ajemen dan organisasi secara spesifik lebih didasatkan
rm (p. 8). Deng an
dermikian,maka studi terhadap betbagaifenomena organisasi senta perilaku dari berbagai
individu serta entitas organ isasi tersebut tidak bisa dilepaskan dari disiplin sosiologi sebagai
dasar analisis.Dalam kaitan ini Casey (2002) lebih lanjut memberikan penekanan bahwa dan
su dutpandang sosiologi kajian terhadap organisasi dipahami melalui hubungan antara
social institutiuns dengan social historical action (p. 9). Selanjutnya,hubungan antara ide dan
aplikasi (praktik) dari su atu entitas ekonomi dan manajemen termasuk sebagai bidang
kajian sosiologi, khu su snya fenomena individu yang membentuk asosiasi atau kelompok
secara fomal denigan tujuan menghasilkan sesu atu yang memiliki makna secara ekonomis.
Dengan cakupan yang demikian luas,maka subjek kajian teori organisasi akan
berhubungan dengan jawaban atas serangkaian pertanyaan berikut: (a) bagaimana dan
kenapa organ.sasi dibentukl (aspek how dan why),(b) bagaimana bentuk dan struktur
dari organisas tersebut? (aspek what forms),(c) bagaimana perilaku organisasil (behave
as they dol.
dan (d) bagaimana dan alasan apa yang menyebabkan organisasibertahan? (aspek why
survive or failf). Berbagai pertanyaan tersebut memp ertegas posisil bahw a teo ri organ
isai lebih memberikan fokus perhatian kepada 'organisasi sebagai entias kolektif',sehingga
keberadan teorl organisasi akan menjadi komplementer dari kajian tentang
perilaku organisasi (organizational behavion yang lebih memfokuskan dirikepada
individu dan kelompok kecil dalam organisasiyang secata lebih luas akan tercakup
dalam kategon 'organization studies'.
Teori organisasi merupakan derivasi dari berbagai latar belakang bidang ilmu,termasuk;
sosiologi, ilmu-ilmu ekonomi, antropologi, dan ilmu politik. Menurut Darty (2008) para ahli
yang memiliki pemikiran berpengaruh terhadap teori organisasi di antaranya adalah Emile
Durkheim,Karl Marx,Adam 5mith, dan Max Weber. Dalam kaitan ini, Max Weber dianggap
sebagai ahli yang mempunyai pengaruh sangat kuat di dalam meletakkan dasar teori org an
isasi melalui karya len om en al ten tan g' authority and bu reau cracy,Berd asarkan teori
yang dikemukakan Weber senta perkembangan bidang kajian teori organisasi,teori
organisasi pada masa sekarang memberikan penekanan kepada dua perspektif menyangkut
keberadaan dan fungsi organisasi yang selanjutnya berkembang menjadi kajian teori
organisasi baru yang berpengaruh. Pertama, adalah perspektif yang menganggap organisasi
sebagai solusi yang rasional dan efisien di dalam mengatasi berbagai p*masalahan yang
berhubungan dengan kerja sama (cooperation),kompleksitas(complexity),dan
ketidakpastian (uncertainty), Kedua, merupakan perspektlf yang mempunyai sudut
pandang bahwa organisasi tidak didasarkan kepada struktur rasional dan fungsinya, namun
akan menjadi dasar arti (meaning), dan nilai (value) sosial dari keberadaan organisasi
tersebut.
The Agency Theory (AT) memberikan fokus terhadap fakta yang berkembang bahwa
dalam setiap organisasi individu (disebut dengan the agént) akan bertindak sebagai
pihat yang dipercaya oleh individu atau sekelompok individu lainnya (disebut the
principal Hubungan antara keduanya (disebut juga dengan the principal-agent
relationships) akan terjadi dalam organisasi perusahaan antara pemegang saham
(stockholders) sebag principal dengan pengelola (managers) sebagai agent dalam
hubungan tersebut, Para ahl agency theory menggunakan asumsi bahwa kedua pihak
tersebut (baik agent maupun principal memiliki kepentingan masing-masing (self
interests) dan kepentingan tersebu lebih banyak mengalami perbedaan dari sudut
pandang keduanya (divergence of interests) Keinginan yang berbeda tersebut
membutuhkan adanya mekanisme yang dapat digunaka principal (pemegang saham)
untuk senantiasa memonitor agents (para manajer), Namu demikian,mekanisme
kontrol tersebut adalah sulit untuk dilakukan dan menimbukan biaya (mahal) karena
secara natural pihak manajer (agents) umumnya memiliki keahhian yang lebih baik
dibanding pernilik (principals), serta mekanisme kontrol tersebut tidal dapat
ditaksanakan secara terus-menerus dan diobservasi secara langsung, Dalamkaitan para
ahli AT berkeyakinan bahwa keberadaan struktur organisasi merupakan upaya yang
rasional untuk digunakan,walaupun bersifat kompleks tetapi mampu menciptakan
sistwn yang efisien di dalam mengatur kerja sama antara kedua pihak yang
berhubungan,Lebh lanjut,penganut ATjuga meyakini bahwa struktur organisasi maupun
mekanisme kontn yang dapat digunakan dalam hubungan keagenan tersebut (the
agency relationshape berbeda antara satu organisasi dengan organisasi lainnya,serta
antara satu penugasab dengan penugasan (task) lainnya&ala atau tingkatan perbedaan
karakteristik struktur dan mekanisme yang diadopsi oleh setiap organisasi tersebut
sangat ditentukan oleh benluk ketidaksimetrisen informasi Unformation asymmetry)
antara principals dan agents.
Teori Transaction Cost Economics (TCE) berhubungan sangat dekat dan mirip dengan the
agency theory (AT). Namun berbeda dengan AT yang memberikan penekanan kepada
bagaimana struktur organisasi dapat berperan di dalam meng-govern principal-agents
relationships, TCE memberikan penekanan bahwa organisasi adalah bersifat rasional dan
merupakan solusi yang efisien di dalam mengelola hubungan antara organisasi tersebut
dengan lingkungan di sekitarnya. Pendekatan ini diperkenalkan oleh Oliver Williamson
pada pertengahan tahun 1 970-an dengan memberikan argumentasi bahwa berbagai
transaksi yang berskala kecil (seperti transaksi pertukaran barang dan jasa yang
sederhana) tidak memerlukan organisasi. Namun demikan, ketika transaksi tersebut
menjadi semakin kompleks (complexity) dan semakin tidak pasti (uncertainty), maka
keberadaan organisasi diperlukan untuk memonitor dan membatasi kewajiban serta
berbagai risiko yang ditimbulkannya. Lebih lanjut, TCE juga memiliki karakteristik bahwa
batasan organisasi
(organizational boundaries) dilakukan berdasarkan biaya transaksi (transaction-cost basis).
Melalui batasan ini, TCE beranggapan bahwa berbagai fungsi menyebabkan biaya transaksi
yang terlalu besar jika dibawa ke luar maupun ke dalarn organisasi, sementara jika transaksi
yang dibutuhkan tersedia secara lebih murah di luar organisasi akan dilakukan secara eksten
al.
Suatu organ isasi dari persp ektif teori Resource Dep en den ce (RD), sebag aim ana
halnya pada TCE, memberikan penekanan kepada hubungan antara organisasi dengan
organisasi Iainnya.Namun demikian, pendekatan RD memiliki fokus kepada; bagaimana
struktur org an isasi terg an tu n g (contin g ent)terh ad apsifat alami (th en atu re)d an
keterb atasan (scarcity) dari setiap sumber daya yang dibutuhkan organisasi tersebut
untuk melaksanakan aktivitas operasionalnya, dibandingkan dengan fokus kepada
kompleksitas dan ketidakpastian dari setiap transaksi (yangmenjadi fokusdalam
pendekatan TCE).KeIebihan dari pendekatan RD dihandingkan dengan pendekatan
contingency-based theories lainnya adalah hahwa RD memberikan penekanan kepada
peranan (the role) dari manajemen dalam menegosiasikan ketergantungan (the
dependencies) yang diakibatkan oleh kebutuhan sumber daya organisasi, Lebih lanjut,
pendekatan RD juga memberikan spesifikasi terhadap berbagai alternatif strategi yang
dapat dimanfaatkan organisasi untuk melaksanakan aktivitasnya sesuai dengan hentuk
kondisi ketergantungan yang berbeda-beda idifferent dependency conditions),
A sal mula dari teori organisasi dengan paradigma positivistik didasarkan kepada pen
elitian m enggunakan pendekatan contingen cy theory di dalam melakukan observasi
terhadap struktur organisasi (Donaldson, 1996). Lebih lanjut, menurut Donaldson
(1996)pendekatan dengan paradigma ini berkembang di tahun 1 960-an melalui
serangkaian upaya yang dilakukan oleh para ahli berikut ini; Burns dan Stalker (1 961),
Chandler (1962), Woodward (1 965).Pola pendekatan tersebut dilanjutkan oleh
Lawrence dan
(1 967), Pugh et al. (1 969), Blau (1 970), dan berbagai ahli lainnya. Hasil penelitian
para ahli tersebut men emukan bah wa terdapat yan g kuat antara berbagai aspek
struktur organ isasi dengan beberapa aspek yang berhubungan dengan eksistensi
organisasi.
Studi yang dilakukan oleh Bums dan Stalker (1 961), Lawrence dan Lorsch (1 967), sena Th
ompson (1 967) membuktikan bah wa lingkung an organisasi menentukan struktur organisasi
yang sesuai untuk setiap organisasi. Dalam kaitan ini Bums dan Stalker (1961) berpendapat lebih
jauh bahwa kondisi lingkungan organisasi dengan karakteristik relatif stabil mem iliki kecen d eru
n gan untuk men gad op si model stru ktur organ isasi yang bersifat mekanistik (mechanistic),
Sementara jika sebuah organisasi berada dalam kondisi lingkungan yang senantiasa mengalami
perubahan (dan pada akhirnya menuntüt organisasi untuk bersifat inovatif) cend erung mem
butuhkan struktur organisasi yang bersifat organik (organic). Selanjutnya, studi yang dilakukan
oleh Woodward (1965) dan Thompson (1967) menyatakan bahwa kondisi teknologl internal yang
digunakan sebuah organisasi merupakan su atu faktoryang bersifal situasional (situational factor)
dan akan menentukan struktur organisasi yang dibutuhkan oleh organisasi tersebut. Sementara
studi oleh Blau (1970) dan Pugh et al. (1 969)memperlihatkan bahwa ukuran sebu ah organisasi
akan menentukan struktur organisasi yang sesuai. Selanjutnya, Chandler (1 962) menyatakan
bahwa strategi sebuah organisasi akan menentukan struktur organisasi yang dibutuhkannya,
atau lebih dikenal dengan istilah Structure follows the strategy'
Berbag ai faktor situ asion al tersebut (sep erti; ketid akstabilan lin g kung an org an
isasi, teknologi yang diadopsi,uku ran dan strategi organisasi) dikenal ju ga sebagai
'seperangkat faktor kontinjensi bagi organisasi'. Sebagaimana dijelaskan pada bagian
sebelu mnya bahwa berbag al penelitian yang berhubungan dengan faktoryang
bersifat 'situasional'
tersebut dalam teori organisasi dikenal dengan contingency theory. Sebuah
organisasi yang beroperasi dalam lingkungannya akan mempengaruhi strategi,
teknologi, ukuran,serta tingkat inovasi yang dibutuhkan untuk dapat beradaptasi
secara baik dengan lingkungan tersebut. Berbagai faktor kontinjensi ini pada
akhimya akan menentukan 'struktur' yang dibutuhkan agar dapat beroperasi secara
efektif. Dengan demikian, efektivitas dari sebuah organisasi akan dipengaruhi oleh
kesesuaian atau kecocokan (the fif) antara struktur organisasi dengan berbagai
faktorkontinjensi dari lingkungan organisasi tersebut. Kondisi demikian
mengarahkan organisasi agar struktur yang dimiliki mampu untuk beradaptasi,
sehingga mengarah kepada kondisi di mana hal yang demikian sesuai dengan
berbagai faktor kontinjensi. Secara umum kondisi tersebut dikenal dengan teori
adaptasi struktural (the theory of structural adaptation) untuk memperoleh
kondisiyang sesuai dengan berbagai faktor kontinjensi organisasi tersebut
(Donaldson, 1987). Serangkaian penelitian empirik selanjutnya menunjukkan bahwa
fenomena yang berhubungan dengan hal tersebut memunculkan model •the effects
of fit on performance' serta model ithe dynamics of organizational change'. Konsepsi
teori kontinjensi yang bersifat umum dan mengalami perkembangan yang berarti
dicirikan dari karakteristik teori berupa 'functionalist dan 'positivist.
3. Teori ini menjelaskan struktur organisasi menggunakan berbagai faktor yang bersi fat
material (material factors) seperti; ukuran organisasi, teknologi,dan sebagainya dibandingkan
dengan ideationalist factors seperti; ide, ideologi, persepsi, norma. dan sejenisnya.
Teori ini bersifat deterministik (determinist) melalui sudut pandang bahwå para
manajer harus mengadopsi struktur organisasi yang sesuai dan disyaratkan oleh ber
bagai faktor kontinjensi, di dalam upaya untuk mencapai efektivitas organisasi,
5. Teori ini secara ketat diaplikasikan melalui penelitian empirik (empirical research)
dibandingkan dengan spekulasi yang bersifat armchair atau pengembangan teori
baru berdasarkan data empirik yang berhasil dikumpulkan, Dengan demikian hasil
riset berkaitan dengan teori ini dijelaskan berdasarkan pola data yang ditemui di
lapangan serta menggunakan berbagai argumen berdasarkan penelitian terdahulu
yang relevan.
6, Secara sadar,teori ini memiliki sifat dan karakter yang bersifat saintifik (scientific
style), dengan tujuan untuk menghasilkan pengetahuan saintifik (scientific know
ledge) sebagatmana jenis penelitian empirik yang dilakukan oleh bidang ilmu pasti
(the natural sciences).
The system's level of abstraction, merupakan ringkatan pada kondisi bagaimana suatu
sistem dipersepsikan dan berkaitan dengan berbagai hal yang bersifat detail menjadi
perhatian (amount of detail treated within it).
C. The system's function,merupakan fungsi untuk mengetahui berbagai hal yang
terjad. atau muncul antara input dan output dalam suatu sistem (the system's inputs
and outputs).
Pandangan organisasi modern sebagai suatu bentuk sistem terbuka (open system)
beraka dari parad igma fung sion afis (the fun ctionalist parad ig m) sebag aimana
dinyatakan oleh Burrel dan Morgan (1 979, p. 26) sebagai berikut:
'The functionalist Paradigm isJ.„ usually firmly ccmmitted to a
philosophy of social engineering a basis for socid change and
emphasises the importance of understanding crder, equilibrium and
stability in society and the way in which these can be maintaired. h is
so concerred with the effective 'regulation' and control of social
affars'.
Implikasi dari kutipan tersebut adalah inividu maupun kelompd< yang berhubungan
atau memiliki kepentingan dengan perusahaan,terkoneksi melalui rangkaian
aktivitas dan menjaga hubungan mereka melalui seperangkat aturan di dalam suatu
sistem atau lingkungan tempat organisasi tersebut berada. Dengan kata lain,
berbagai pihak yang berkepentingan dengan organisasi perlu untuk menjaga
keseimbangan(balancing)dengan mematuhi aturan main sesuai rnd<anisme
ditetapkan
satu interpretasi dari hal tersebut adalah bahwa sistem govenance dapat
dijelaskan sebagai suatu fungsi yang menyediakan aturan main dan regulasi tentang
bagaimana seharusnya sebuah perusahaan mengelola aktivitasnya dalam mencapai
tujuan yang ditetapkan. Sistem dimaksud didesain sedemikian rupa untuk
menciptakan mekanisme checks and balances untuk menjaga keseimbangan dalam
perusahaan dengan tetap memperhatikan kepentingan setiap pihak yang terlibat.
Melalui upaya memastikan bahwa säiap elemen pemmgku kepentingan bertindak
(behavs) sesuai dengan aturan main dan regulasi dimaksud, pencapaian tujuan
perusahaan tanpa merusak kepentingan pihak yang berkepentingan dapatdicapai
secara optimal. Dalam kaitan ini, uraian tersebut mempertegas bahwa konsepsi
governance menggunakan pendekatan structural functionalist dalam teori
organisasi,yang dipayungi oleh paradigma functionalist sebagaimana ditegaskan oleh
Burrel dan Morgan (1979).