Anda di halaman 1dari 18

BAB Il

TEORI KELEMBAGAAN BARU


(NEWINSTITUSIONALISM 77-IEORY)

A. Teori Kelembagaan (Institutionalism) dan Teori


Kelembagaan Baru (New Institutionalism)
Frederickson dan Smith (2003, h.71) Secara sederhana menggambarkan
bahwa teori kelembagaan, merupakan teori yang melihat organisasi
sebagai pembatas sosial yang dibentuk oleh seperangkat aturan, peran,
norma dan harapan yang mengatur seseorang/kelompok dalam
berperilaku dan menentukan pilihan. Berikut ini beberapa pendapat ahli
lain mengenai apa itu teori institusional sebagaimana dikutip oleh
Frederickson dan Smith (2003, h.68-71):

" The beliefs paradigms, codes, cultures and howledge that support
rules androutines' (Kepercayaan-kepercayaan, paradigma-paradigma,
kodekode, budaya-budaya dan pengetahuan yang mendukung aturan-
aturan dan rutinitas-rutinitas) (March & Olson 1989).
...lnstitutionalism also includes core ideas about contemporary public
administration; results, performance, outcomes and purposefulness—
concepts of less interst to organization theorists"
(Kelembagaan juga meliputi ide-ide utama tentang administrasi
publik kontemporert hasil, kinerja, outcome dan tujuan konsep-
konsep yang kurang diminati oleh ahli-ahli teori organisasi)
(Powell and DiMaggio, 1991)
"Institutionalism, then, could be said to account for institutions
behave andhow theyperform"
(Kelembagaan dapat pula didefinisikan pertanggungjawaban
tentang bagaimana insititusi-institusi bekerja dan bagaimana
mereka menampilkan kinerjanya) (Lynn 1996)
“ Instutionalism also combines the structural or organizalional elcynenls
of' institutions and their managerial and leadership characteristics"
(Kelembagaan juga mengkombinasikan elemen-elemen struktural atau
organisasional dari institusi-institusi dan karakteristik-karakteristik
kepemimpinan dan manajerialnya (Wilson, 1999; Rainey and
Steinbauer 1999).
Perbedaan antara apa yang dimaksud sebagai 'organisasi' dan
'institusi'l'lembaga', sampai saat ini masih menjadi perdebatan dari para
pakar administrasi dan orgallisasi. Richard Scott (2001) dalam
Federickson & Smith (2003, h.74) menyebutkan bahwa dalam
konteks sosiologi, institusi didefinisikan sebagai "cognitive,
normative dan regulatory structures serta aktivitas yang memberikan
stabilitas pada perilaku sosial". Institusi dalam hal ini direpresentasikan
kedalam tiga kata—reglllafive, normative dan cognitive Perbedaan
institusi dan organisasi terletak pada penekanan berbeda yang diberikan
oleh keduanya yaitu pada struktur formal dan pada perilaku kolektif
yang kemudian dipahami memberikan pengaNh yang besar kepada
organisasi formal. Dalmn bukunya Leadership in Administration,
Selznick (1996) memberikan gambaran mengenai perbedaan tegas
antara institusi dan organisasi.

Sebagai sebuah organisasi yang telah 'terinstitusionalisasi',


organisasi cenderung untuk mengambil karakter yang spesifik dall untuk
mencapai kompetensi yang dibutuhkan, organisasi tersebtit selalu
melakukan pembelajaran untuk membangun kapasitas yang dimilikinya.
Memonitor proses 'institusionalisasi' dari yang
hanya berupa organisasi menipakan tanggung jawab utama seorang
pentilnpin dalam institusi.

Steinn10 (2001, h. I) berpendapat bahwa dalam kontcks yang Icbih


jaull, institusi secara sederhana dapat disebut scbagai 1711e scbagian
bcrupa aturan fornlal (scpcrli dalaill [cori konstitusional) scbagi',lll
lainnya bersifat infornltll (scbagai nortna yang bcrsifat

pandang yang kuat untllk lilenlahanli kcbijakan, sebagainlana juga untuk


Inenlahanli politik dan perilaku sosial dalanl lingkup yang lebih luas Iagi.
Institusi dalam perspektif ini, tidak hanya dalam mang lingkup organisasi
politik tetapi juga merupakan agregasi (proses secara keseluruhan) dari
norma, nilai, aturan dan praktik yang membentuk atau menghambat
perilaku seseorang. Secara khusus, teori ini menggambarkan bagaimana
individu-individu yang dalam perspektif teori yang lain seperti teori

Dipindai dengan CamScanner


Te o r i Ke le m bagaa n Ba r u 121
pilihan publik diasumsikan menjadi aktor otonom. Namun pada
kenyataannya perilaku mereka dibentuk (atau mungkin dihambat) oleh
institusi.

Setelah lama eksis, teori institusional mendapatkan laitik dari para


sarjana. Menurut mereka, ketika membahas tentang teori institusional, ruang
lingkup yang digunakan tidak hanya berasal dari dalam institusi, misalnya
dengan hanya membahas soal nilai, norma dan kepercayaan di dalam
institusi. Ada ruang lingkup lebih besar Iagi, yang harusnya juga menjadi
pokok bahasan dari teori institusional, yaitu pengaruh lingkungan. Akhirnya
munculah Perkembangan baru dari teori institusional yang kemudian disebut
sebagai 'newinstitutionalism (kelembagaan baru)'.

Beberapa dekade yang lalu argumentasi mengenai institusionalisme


baru pertama kali diformulasikan. Orientasi baru mengenai teori
institusional menyarankan agar institusi tidak Iagi hanya menggambarkan
struktur organisasi formal yang direfleksikan hanya dalam bentuk
kebutuhan teknis dan

Dipindai dengan CamScanner


22 1 M a n aje m e n
publik

tctapi juga dibcntuk berdasarkall pcmaksaan institusi


sepcrti rasionalitas, legitimasi pengetahuan melalui
profesi, Opini publik dan hukum. Inti ide

Olch teori institusional bartl adalah bahwa organisasi


kondisi sosial dan lingkungan, sehingga

lucnyarankan agar praktik dall

berdasarkan lingkungall yang lebih luas lagi.

Dalaill karyanya yang banyak dijadikan rujukan Olell berbagai


penulis Iainnya, Di Maggio & Powell (1993, h. 150) menyatakan
bahwa sebuah organisasi, akan mempertahankan eksistensinya terhadap
tekanan-tekanan dari luar dimana bentuk pertahanan yang dilakukan
adalah adanya penyesuaian diri dengan melakukan proses perubahan,
yaitu apa yang disebutnya sebagai coercive isomorphism, mimetic
isomorphism & nonnative isomorphism. Ada tiga proses bagaimana
sebuah organisasi menyesuaikan diri. Pertama, coercive isomorphism
yaitu proses penyesuaian menuju kesamaan dengan cara 'pemaksaan'.
Tekanan datang dari pengaruh politik dan masalah legitimasi.
Misalnya, tekanan resmi datang dari aturan pemerintah. Institusi harus
menyesuaikan diri terhadap aturan yang telah dikeluarkan oleh
Pemerintah tersebut. Kedua, mimetic isomorphism yaitu proses dimana
organisasi melakukan peniruan terhadap organisasi Iain yang berhasil
dalam satu bidang. Dalam mimetic isomorphism penibahan dalam
institusi terjadi karena adanya keinginan untuk meniru institusi yang
sukses pada bidang yang sejenis. Ketiga, normative isomorphism sering
diasosiasikan dengan profesionalisasi dan tekanan normatif Yang
muncul di bidang tertentu. Tekanan ini biasanya berasal dari
pendidikan formal di bidang tertentu yang mendorong dan
menyebarkan kepercayaan normatif itu. Ketika profesionalisme
meningkat maka tekanan normatif untuk melakukan perubahan
juga akan meningkat.

Dipindai dengan CamScanner


Te o r i Ke le m bagaa n Ba r u
123
Lebih jauh lagi, penggunaan 'new' dalam teori
'institusionalism' merupakan rekonsepsi dari struktur formal, yang
disebut Selznick sebagai thickly institutionalized' (Selznick 1996).
paripada merupakan produk dari stmktur formal, organisasi
harusnya dipandang sebagai produk yang adaptif dan responsif
lcrhadap pcngaruh lingkungan.

diakonwdir dalant teori institusionalislue 'Imna'. Padahal kondisi dan


situasi tersebut terus berkernbang dan menuntut institusi untuk
beradaptasi. Pendekatan institusionalisme 'lanla' yang menekankan pada
pendekatan formal legal, dianggap tidak lagi cocok dengan perkembangan
kompleksitas permasalahan yang dihadapi oleh sebuah institusi.

Selain itu, untuk merespon perkembangan new institutionalism ini


muncul dua aliran utama terhadap analisis mengenai institusionalisme baru,
yaitu: 1) pendekatan pilihan rasional dalam institusi; 2) sedangkan yang
lainnya apa yang disebut sebagai sejarah kelembagaan (historical
institutionalism) (Bell, 2001, h.3). Pelldekatan pilihan rasional (publik)
dalam institusi menekankan bahwa, sebagai sebuah bagian dari institusi,
aktor tidak hanya akan dipengazuhi oleh institusi, tetapi bisa jadi
sebaliknya, aktor-aktor dalam institusilah yang akan mempengaruhi
institusi. Pendekatan pilihan rasional dalam institusi berargumentasi bahwa,
penlbahan institusi merupakan upaya yang dilakukan oleh para aktor dalam
institusi untuk memenuhi kepentingannya sendiri (self untililymaximizers),
bukan kepentingan institusi.

Sedangkan pendekatan historical institusionalism dalam teori


institusionalisme baru berusaha menekankan agar institusi mampu untuk
tidak memberikan ballyak pilihan kepada aktor untuk bertindak sesuai
keinginan institusi. Ruang gerak para aktor ini dibatasi. Para aktor hanya
diberikan kesempatan untuk memilih
scsuai dengan kondisi yang sudah ditentukan oleh institusi.
Apabila pertanyaan inti dari pendekatan pilihan rasional adalah:

Dipindai dengan CamScanner


24 1 M a n aje m e n P u b l ik
'bagaimana aku bisa memenuhi kepentingan pribadiku dalam
situasi sernacam ini?', maka pertanyaan inti dari perspektif
historical institutionalism adalah 'bagaimana respon yang tepat
terhadap situasi yang berada pada posisi dan tanggung jawab yang
aku Illiliki

B. Pilar-Pi1ar Teori Institusionalisme Baru


Scott, dalalll katyanya "Contributing to a Research Theori[ical
Progrmn" meyakini bahwa setidaknya ada tiga pilar utama dalam
teori institusi011alisme baru (Scott, 2004, h.8):

I postulated that institutions are variously comprised of


cultural-cognitive, normative and regulative elements
that, together with associated activities and resources,
provide stabilityandmeaning to sociallife
Saya meyakini bahwa institusi terdiri dari elemen-elemen
regulatif, normatif, dan kultural kognitif yang bersama-sama
dengan aktivitas dan sumberdaya yg dimilikinya
memberikan stabilitas dan pemaknaan terhadap kehidupan
sosial.

Meskipun para sarjana teori kelembagaan banyak yang


memiliki perbedaan pendapat tentang pilar-pilar teori institusional,
namun para sarjana bersepakat bahwa teori institusional
setidaknya memiliki dua pilar utama, yaitu sistem aturan (rule) —
regulatif- dall budaya (cultL1ra}). Scott (2004) juga mengakui
bahwa peran pilar normatif dan regulatif bahkan bisa menjadi
faktor yang memiliki dampak terbesar bagi institusi. Dalam
berbagai penelitian yang pernah dilakukan sangat
memperhitungkan dampak dari institusi pemerintah, khususnya
legislasi dan pengadilan (keduanya merupakan agen regulatif

Dipindai dengan CamScanner


Te o r i Ke le m bagaa n Ba r u
125
utama), terhadap struktur dan aktivitas organisasi. Selain itu
kekuatan aspek agen normatif, sepelti misalnya

ptofesional yang sansat betpcngalllh untuk mcmbcntuk Olganisasi.

Sclain itu, konteks dimana institusi berada juga menjadi


pcnting untuk diperhatikan. Tidak ada satupun institusi memiliki
kesantaan pilar yang paling bcrpcngaruh tcrhadap institusi. Mcskipun
sclurull institusi lilcrupakan gabungan Clari banyak konibinasi. Para
sarjana teori inslitusional kcbanyakan bcrpcndapat bahwa rules
(aturan), 1101711s (nornla) dan pertukaran nilai (shared beliet&)
berdmupak kepada bentuk institusi. Perbandingan mengenai institusi
juga tidak dapat dilepaskan dari pembahasan mengenai lingkungan
institusi, sebagaimana hal ini juga menjadi titik tekan dari teori new
institutionalism. Lingkungan institusi bisa jadi akan Inemberikan
dampak yang sangat besar terhadap institusi.

Dalam hal ini, yang dimaksud dalam lingkungan institusi


adalah lingkungan eksternal institusi yaitu institusi-institusi lain di
luar institusi dan lingkungan internal institusi yaitu individuindividu
yang terdapat dalam institusi. Perfama, kita harus memahami bahwa
lingkungan institusi tidak monolitis (berdiri sendiri), tetapi berbeda,
dan bahkan saling bertentangan. Lembaga yang ada beraneka ragam—
bahkan memang disengaja untuk menciptakan check and balance Pada
akhirnya pilar pilar institusi— regulatif, normatif dan kultural-
kognitif-bisa jadi tidak saling menguatkan, justru saling merusak dan
melemahkan. Kedua, ketika memahami bahwa aktor dan individu
yang berada dalam institusi dibentuk, maka sangat penting untuk
memperkokoh potensi mereka Yang berbeda-beda untuk
merekonstruksi aturan, norma dan nilai Yang akan mengarahkan, dan
bukan mendikte perilaku mereka.

Masing-masing institusi memiliki karakteristik dan ciri yang


berbeda, mengenai manakah dari ketiga aspek tersebut yang
mempakan ciri utama dari institusi. Ini dikarenakan masing-masing
institusi juga memiliki galam" yang berbeda satu dengan yang
lainnya. Scntakin lingkungan organisasi beranekaragam, baik itu

Dipindai dengan CamScanner


24 1 M a n aje m e n P u b l ik
dalmn hal suku, budaya, rast agama ataupun yang lainnya, maka
akan sentakin memberikan pengaNh yang besar terhadap internal
institusi. Ini kemudian akan berdampak pada anggota institusi yang
ccnderung berbeda (beranekaragam) antara satu dengan yang
lainnya.

C. Perubahan Dalam Teori Kelembagaan Baru (New


Institutionalism)
Perubahan merupakan salah satu prinsip mendasar dalam teori
kelenlbagaan baru. Illi artinya teori kelembagaan baru bemsaha
mengakomodir berbagai faktor dalam perubahan yang terjadi dalm
institusi. Tiga jenis utama perubahan dari teori kelembagaan
biasanya diidentifikasi sebagai berikut: 1) ekonomi/pilihan rasional;
2) institusionalisme sejarah (historical institutionalism) dan 3)
budaya organisasi. Namun Peters dan Pierre memberikan empat
perspektif perubahan, yaitu: 1) perubahan dalam perspektif normatif;
2) perubahan dalam perspektif rational/public choice dalam institusi;
3) perubahan dalam perspektif sejarah institusi dan 4) perubahan
dalam persepektif sosiologis. Berikut ini adalah beberapa perspektif
perubahan dalam institusi (Peters & Pierre, 1998, 11.568 - 572);
1. Perubahan dalam perspektif normatif.

Teori ini berasal dari penjelasan mengenai pentingnya norma


dan aturan dalam membentuk perilaku individu. Secara
khusus March & Olsen berpendapat bahwa tindakan
ditentukan oleh 'kesesuaian logika' yang dibentuk oleh
nilainilai kelembagaan. Dalam versi mereka, teori
institusional dikembangkan sebagai reaksi terhadap
instrumentalisme dan individualisme yang dominan dalam
ilmu politik, seperti teori rational/public choice Oleh karena
itu, lembaga akan bereaksi terhadap perubahan di lingkungan
mereka-atau

Dipindai dengan CamScanner


Te o r i Ke le m bagaa n Ba r u
127
untuk perubahan dalam setiap individu-untuk ntendefinisikan logika
yang sesuai dengan lembaga.

2. perubahan dalam perspektif pilihan rasional/publik (Rational/Public


Choice) dalam institusi.

Idc dasar dari pcrspcktif ini lücnyalakan bahwa


scbcnarnya institusi Incrupakan prodtlk dari aktor polilik
clan produk dal'i pertaillbahall nilai. Pilillall yang dibuat
clalanl inslilusi Inerupakan usaha yang dilakukan oleh
pendiri/anggota institusi untuk keuntungan dirinya sendiri.
Rational/public choice mempertimbangkan kelembagaan
dilihat dari perspektif politik, salah satu yang terpenting
adalah: bagaimana pejabat publik yang terpilih,
mengontrol institusi publik? Pertanyaan ini merupakan
manifestasi dari permasalahall tentang prinsipal agen
(principal-agent), dimalla principal merupakan legislator
—atau eksekutif yang berasal dari kalangan politik—dan
agent merupakan organisasi birokrat. Tugas dari principal
adalah memastikan bahwa agen telah melaksanakan
hukum dan aturan yang hanya diinginkan oleh principal.
Lebih lanjut mengenai teori rational/public choice dan
principal-agent akan dibahas pada bagian selanjutnya.

3. Perubahan dalam perspektif sejarah institusi (historical


institutionalism)

Dalam pendekatan ini, institusi melingkupi seperangkat


norma yang dominall yang telah ada sejak lama.
Seringkali, norma-norma ini bahkan bertentangan dengan
sistem baru yang ingin dibentuk. Nilai-nilai inilah yang
kemudian disebut sebagai nilai historis. Secara teoritik ini
sebenarnya mirip dengan pendekatan normatif, namun

Dipindai dengan CamScanner


24 1 M a n aje m e n P u b l ik
dalam pendekatan ini lebih ditekankan pada aspek sejarah
tentang terbentuknya nilai.

Dipindai dengan CamScanner


28 1 publik
M a n a jem e n
4. Pcrubahan dalant pcrspcklif sosiologis

Inti dari teori ini sebagaian besar berasal dari teori


organiasi dan cenderung melillat organisasi sebagai
entitas yang dapat saling dipertukarkan. Memiliki akar
yang sama dengan karya-karya yang bcrasal dari disiplin
illiltl sosiologi

khususnya sangat penting scbagai sarana untllk nicruball


organisasi; setidaknya bagi organisasi yang nmenyentuh
dan berhubungan langsung dengan masyarakat.

Masill berdasarkan argumentasi Pieters & Pierre (1998).


Selain hal tersebut terdapat variasi Iain mengenai aspek perubahan
dalam teori kelembagaan baru. Masih menurut Pieters dan Pierre,
berdasarkan prosesnya (apakah bersifat berkelanjutan (continous)
ataukah tiba tiba (discretè)) dan pengungkit perubahannya (apakah
bersifat dari dalam internal atau dari luar eksternal institusi)
Setidaknya ada beberapa jenis model dalam perubahan institusi:

1) Contingent Model Model ini memiliki kemiripan dengan


contingency model yang ada dalam teori organisasi, yang
menyarankan bahwa perubahan dalam organisasi, didasari
oleh kebutuhan organisasi agar dapat menciptakan
harmonisasi dengan lingkungan (external) institusi. Dalam
contingent model perubahan institusi berlangsung secara
berkelanjutan (continous) bersamaan dengan berubahnya
lingkungan.

2) Disruptive Model. Model ini berbanding terbalik dengan


contingent model dalam hal proses terjadinya perubahan
lingkungan (external) yang berlangsung dengan tiba-tiba

Dipindai dengan CamScanner


Publik
(discrete). Sebagai contoh misalnya kebijakan rezim
pemerintahan saat ini yang mengubah seluruh kebijakan

Te o r i
dan berbeda dengan kebijakan yang dibuat oleh rezim
sebelumnya

Keduanya, contingent dan dismptive model memandang


pert(bahan dalam institusi dari Sisi lingkungan eksternal dari
organisasi, Ternlasuk dalaill hal illi adalah perubahan dari institusi
Iain yang berlitlbungan dengan institusi. Dalanl pcrspcktif yang
lcbill Ilias bagailllana transt01'111asi institusi dapat dikonsepsikan
sebagai peruballan yang terjadi dalaill scbuah institusi yang
nœnyebar kepada institusi Iainnya.

1) Organic Model Model organik dari perubahan organisasi


adalah kombinasi dari proses perubahan yang bersifat
berkelanjutan/continous dan berasal dari dalam (internal)
organisasi. Perubahan dalam model ini bergantung pada
pengambil kebijakan yang berada dalam organisasi (policy
makers) dan kebanyakan mereka menikmati proses
perubahan yang mereka laksanakan.

2) EnactingModel Perubahan institusi dalam hal ini berkaitan


dengall proses dimana organisasi berusaha untuk
meningkatkan kapasitas organisasi dan berusaha untuk
mengontrol lingkungannya. Biasanya, perubahan ini
berlangsung ditengah situasi yang tidak menentu. Daripada
berusaha untuk menyesuaikan diri, nlaka institusi berusaha
untuk mengukuhkan dominasi atas lingkungannya.

Dipindai dengan CamScanner


KelembagaanBa
ru 131
Berikut ini gambaran dari deskripsi yang telah disampaikan
sebelumnya:

30 1 M a n ajem e n
NATURE OF PROCESS

Continous Discrete z

o
eiitåligeilt,

Sumber Peters & Pierre (1998,


h.577)

Gambar 2. Proses
Perubahan
Institusi

Salah satu ciri yang juga melekat pada teori kelembagaan


bam adalah adanya keinginan untuk membentuk lembaga yang
memiliki nilai wirausaha (Institutionalism Entrepreneurs). Berkaitan
dengan kelembagaan yang bersifat wirausaha dan senantiasa
mengalami perubahan dari waktu ke waktu teori the institutional
entrepreneurs (teori kewirausahaan institusi) merupakan teori yang
tepat untuk menjelaskan fenomena ini. Teori kewirausahaan institusi
menurut Levy dan Schully (2007) memiliki peran yang sangat
penting dalam mengubah institusi. Sebagai mekanisme yang spesifik
untuk mengubah institusi, kewirausahaan institusi merepresentasikan
aktivitas dari para aktor yang mempunyai kepentingan dalam susunan
organisasi dan sumberdaya pengungkit untuk membentuk institusi
baru atau untuk mentransformasikan apa yang sudah ada.
Kewirausahaan institusional dapat dipahami sebagai aksi strategis
(strategic action) dimana hal tersebut harus dapat diwujudkan dalam
Dipindai dengan CamScanner
Publik
strategi kelembagaan. Strategi kelembagaan merupakan pola dari aksi
organisasi yang fokus pada formasi dan transformasi institusi, aturan
dan standar yang mengontrol struktur tersebut. Serupa, Fligstein
(Levy & Schully, 2007, h.4) mendefinisikan aksi strategis ini
Te o r i
sei,agai 'usaha dari aktor sosial untuk menciptakan dan menjaga'

D. Teori Kelembagaan Baru dalam Praktik


ini akan diberikan contoh praktik dari teori new yaitll Pclayanan
saftl Atap (One stop Service) dan
pcnyusunall dan Pclaksanaall Rcncana SI ratcgis:

Pelayanan Satu Pintu ( One Stop Semce)

Pembentukall pelayanan satu Pintu mempakan salah satu


belltuk praktik dari teori kelembagaan baru (new
institutionalism). Pelayanan satu atap menxpakan upaya untuk
merubah pola pelayanan publik yang lebih baik, dari pelayanan
publik yang harus melalui prosedur yang panjang dan berbelit
belit, menjadi pola pelayanan publik yang cepat, mudah dan
murah. Pelayanan satu atap mempakan mekanisme pelayanan
publik yang dilakukan secara terpadu pada suatu tempat oleh
beberapa installsi pemerintah yang bersangkutan sesuai dengan
kewenangannya masing-masing dengan tujuan untuk
mempermudah proses pelayanan publik.

Pembentukan pelayanan satu atap yang berusaha untuk


mengubah nilai, norma dan budaya pelayanan pada institusi
pemerintah yang semula memiliki konotasi negatif dalam
proses layanan publik (prosedur panjang, berbelit-belit dan
Iambat) diharapkan menjadi institusi yang memiliki pelayanan
publik Yang sesuai dengan harapan Inasyarakat. Prosesnya
mudah, transparan, terjangkau dan niemiliki akuntabilitas
Dipindai dengan CamScanner
KelembagaanBa
ru 133
publik yang tinggi. Nilai, norma dan budaya institusi inilah
yang kemudian Perlu dirubah untuk memberikan pelayanan
yang lebih maksimal bagi masyarakat. Dengan adanya
perubahan nilai, norma dan budaya yang ada, institusi mampu
memberikan pelayanan yang sesuai dengan harapan
masyarakat.

Dipindai dengan CamScanner


32 1 M a n a j e m en p u b
lik
Pelayanan satu atap juga betusaha memenuhi tuntutan
petilbahan (cllange) yang terjadi di lingkungan institusi
pemerintah. Sebagai contoh, salah satu bentuk pelayanan satu
atap adalah perijinan investasi. Ketika pelayanan perizinan
dipersulit dan prosesnya panjang, maka investor akan enggan
Illituk Ilicnanalllkall 1110dalnya. Para investor kenllldiall akall
Icbih Iliclllilih Illittlk Ilicnalllkan 1110dalnya di tclllpal lain.
Para

pelayanan perizinall investasi di perbaiki. Tillltutall untllk


Illelakukan perubahan inilah yang kemudian direspon oleh
pemerintah untuk membentuk pola perijinan baru melalui
mekanisme ataupun pembentukall institusi baru (new
institution). Inilah mengapa, sesuai dengan teori kelembagaan
baru (new instituti011alism), aspek perubahan (change) sangat
penting untuk diperhatikan.

Penyusunan dan Pelaksanaan Rencana Sfrategis Lembaga

Penyusunan, penetapan dan pelaksanaan rencana strategis


(renstra) lembaga, merupakan salah satu upaya yang dilakukan
dalam upaya menciptakan value (nilai) dan belief(kepercayaan)
yang ada dalam lembaga. Upaya ini merupakan upaya untuk
menciptakan internalisasi nilai dalam lembaga. Rencana
strategis ini setidaknya berisi tentang visi (vision) dan misi
(mission) ataupun strategi (strate" yang akan dicapai dan
dilakukan oleh lembaga dalam kurun waktu tertentu.

Dipindai dengan CamScanner


KelembagaanB
a ru 135
Pembentukan renstra lembaga, termasuk di dalamnya proses
missioningdan viflbningmerupakan upaya yang dilakukan oleh
lembaga untuk membentuk kesamaan tujuan dari para individu
dan aktor yang berada di dalam institusi. Visi, yang kurang
lebih dapat diartikan sebagai gambaran yang jelas (clear image)
tentang masa depan, merupakan dasar gerak bagi institusi.
Renstra juga mensyaratkan adallya kemampuan institusi untuk

Te o ri
litenganalisis pembahan-perubahan yang terjadi pada Sekitar

khususnya Pada aspek-aspek yang


mempengaruhi
Rencana strategis harus mengakomodir bagaimana
melakukan perubahan terhadap institusi. Perubahan,
yang jilga nicrupakan salah satu pokok ajarall dari tcori
kelclnbagaall baril,

dengan dinanlis Illenghadapi konlpleksitas pennasalahan


yang ada. Tanpa rencana strategis, suatu institusi tidak akan
Illenliliki kesamaall tujuan dan pandangan dalam menjalankan
institusi/lembaga.

Sebagaimana juga disampaikan dalam teori institusional,


dibutuhkan kepemimpinan yang tangguh untuk memperkokoh
nilai, aturan dan tujuan dari institusi. Dalam penyusunan,
penetapan dan pelaksanaan rencana strategis juga dibutuhkan
kepemimpinan yang transformatif, yang mampu menyebarkan
dan nlenginternalisasi nilai dalam institusi.

Dipindai dengan CamScanner


Apabila teori institutionalism dan new institutionalism
berpendapat bahwa lembaga merupakan aspek sentral bagi
kajian manajemen publik, maka pada bagian selanjutnya akan
dibahas mengenai teori public choice dimana aspek sentral
pembahasan adalah individu-individu.

Dipindai dengan CamScanner

Anda mungkin juga menyukai