W. Richard Scott. 2001. Institutions and Organizations, Second Edition.
Sage Publications, Inc. California.
PERTAUTAN TEORI ORGANISASI DAN INSTITUSI
Bambang Supriyono
Staf Pengajar Administrasi Publik Universitas Brawijaya dan
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Administrasi Universitas Indonesia
Pertautan antara organisasi dan institusi telah lama dikenal dalam
kajian sosiologi, mulai jaman berkembangnya teori-teori klasik hingga teori-teori modern. Buku W Richard Scott (2001) yang diberi judul Institutions and Organizations ini mendeskripsikan pertautan antar kedua kajian tersebut dalam perspektif teori yang lebih luas dan komplek, tidak hanya dalam bidang kajian sosiologi tetapi juga dalam bidang ekonomi dan politik. Pertautan tersebut dapat juga dilihat dalam sendi-sendi (pillars) institusi yaitu : regulative pillars, normative pillars, maupun culture-cognitive pillars. Di samping itu dibahas pula pentingnya proses pelembagaan organisasi sebagai suatu institusi dalam berinteraksi dengan lingkungan untuk menjamin kelangsungan organisasi tersebut di tengah perubahan. Buku ini awalnya menjelaskan bahwa meskipun teori institusi telah berkembang dalam berbagai disiplin ilmu, bahkan bersifat multi dan interdisipliner, kelompok disiplin yang memberikan sumbangan utama terhadap perkembangan teori institusi adalah ilmu ekonomi, ilmu politik, dan sosiologi (Scott 2001 : 1-18). Pendekatan ekonomi kelembagaan awalnya menggunakan asumsi-asumsi rasionalitas klasik dengan asumsi-asumsi ekonomi untuk mewujudkan eksistensi organisasi dan institusi. Wiliamson’s mengembangkan pendekatan transaction-cost analysis dalam organisasi. Selanjutnya dalam teori neoinstitusional menekankan pada pentingnya peranan agen dalam sistem ekonomi, koordinasi dalam aktivitas ekonomi menyangkut transaksi pasar dan struktur institusi. Dalam hal ini peran sistem pemerintahan dalam ekonomi kelembagaan menjadi penting dalam struktur institusi dan organisasi. Pengaruh ilmu politik dalam perkembangan teori institusi awalnya dapat dilihat dari dua hal; pertama menerapkan rational choice economic models pada sistem politik; kedua, pandangan historis tentang sifat institusi yang berpengaruh besar terhadap konstruksi aktor dan kepentingannya. Dari dua hal tersebut berkembang pandangan institusi sebagai organisasi yang memiliki tiga tingkatan analisis, yaitu menyangkut : suatu proses politik, kesadaran dan artikulasi dalam suatu struktur pekerjaan, dan aktivitas organisasi yang tidak dapat dipisahkan dari kebijakan. Dalam analisis organisasi, peranan budaya dan proses perubahan sosial juga berpengaruh penting pada lingkungan politik dalam organisasi. Dalam kajian sosiologi pengertian institusi mencakup aspek yang luas. Luasnya cakupan tersebut dapat dilihat dari definisi sebagaimana dikemukakan Scott (2001 : 48) : 1. Institutions are social structures that have attained a high degree of resilience. 2. Institutions are composed of cultured-cognitive, normative, and regulative elements that, together with associated activities and resources, provide stability and meaning of social live. 3. Institutions are transmitted by various types of carriers, including symbolic systems, relational systems, routines, and artifacts. 4. Institutions operate at multiple levels of jurisdiction, from the world system to localized interpersonal relationships. 5. Institutions by definition connote stabiliy but are subject to change processes, both incremental and discontinuous. Institusi berada pada lingkup struktur sosial, memiliki elemen-elemen simbolis, aktivitas-aktivitas sosial, dan sumberdaya material. Keberadaan institusi diperlukan sebagai seperangkat proses yang dicirikan dengan elemen-elemen regulatif, normatif, dan kultural-kognitif yang sarat dengan perubahan. Meskipun unsur-unsur utama dari institusi adalah rules, norms, and cultural biliefs, konsep institusi juga menyangkut asosiasi perilaku dan sumberdaya material. Dengan demikian pengertian institusi ditentukan oleh batasan legal, prosedural, moral dan kultural yang memiliki legitimasi. Tidak hanya menyangkut property or social order, tetapi juga sebagai proses (process) istitusionalisasi maupun deinstitusionalisasi. Secara historis, pendapat yang muncul menyangkut pertautan antara organisasi dan institusi diawali pada tahun 1940 an ketika Robert K Merton tertarik pada studi birokrasi dan birokratisasi yang berdampak pada perilaku dalam organisasi. Merton memberikan perhatian pada peranan aturan (rules interferes) dalam mencapai tujuan organisasi; yaitu dengan menggambarkan kekuatan ganda tentang disiplin yang dihasilkan birokrasi dan orientasi pegawai pada kesepakatan normatif tentang nilai (valued normative order) menyangkut kewenangan dan kompetensi, pengembangan sikap moral yang mengandung nilai kebenaran, tidak sekedar pengertian teknis untuk kelancaran administratif melainkan menyangkut proses pelembagaan. Philip Selznick kemudian mengembangkan analisis institusi pada organisasi melalui proses pelembagaan dengan membedakan organisasi sebagai : the structural expression of rational action, sebagai a mechanistic instrument designed to achieve specified goals, dan sebagai an adaptive organic system terhadap pengaruh lingkungan. Organisasi tersebut menyangkut variabel yang luas dan dalam jangka panjang ditransformasikan kedalam institusi (Scott, 2001: 23). Dalam institusi terdapat pembatasan tentang tindakan individu, kelompok atau badan-badan dengan kepentingan yang berbeda dibangun suatu komitmen yang diselenggarakan secara melembaga melalui sebuah proses. Hal ini disebabkan organisasi adalah sistem sosial dimana tujuan dan prosedur dapat dicapai secara mapan sesuai dengan nilai yang dihayati. Selznick dan Merton sama-sama memberikan perhatian pada komitmen nilai sebagai proses (processes of value comitments), akan tetapi Seznick lebih menekankan pada perbedaan komitmen dalam organisasi yang spesifik, sedangkan Merton lebih menekankan pada komitmen yang diasosiasikan pada organisasi birokrasi yang bersifat umum dengan ciri legal rasional (Scott, 2001 : 24). Kemudian diikuti oleh Talcot Parsons ketika menerapkan konsep Max Weber dalam teori budaya institusi (cultural institutional theory) pada organisasi utamanya menyangkut hubungan antara organisasi dengan lingkungannya. Dalam analisis mikro, Parsons mengemukakan bahwa sistem nilai pada organisasi adalah berhubungan dengan pola-pola institusional dalam konteks fungsi yang berbeda. Kecenderungan organisasi menjadi terdeferensiasi secara vertikal kedalam tiga tingkatan perbedaan : 1) the technical, yang memusatkan perhatian pada aktivitas produksi, 2) the managerial, yang memusatkan perhatian pada aktivitas kontrol dan koordinasi dengan usaha mendapatkan sumberdaya yang dipisahkan dengan produk, 3) the institutional, memusatkan perhatian pada hubungan organisasi dengan norma dan konvensi pada komunitas dan masyarakat. Setiap organisasi adalah subsistem dari sistem yang lebih luas, karena itu keberadaannya perlu memiliki arti, diakui, atau didukung tingkatan sistem yang lebih tinggi dalam implementasi untuk mencapai tujuan organisasi. Kemudian diantaranya diikuti Herbert Simon dengan mengembangkan teori perilaku administrasi yaitu menggambarkan bagaimana kerja sruktur organisasi dan dukungan pengambilan keputusan pada individu dalam organisasi mencapai derajat tertinggi secara konsisten, disamping kemungkinan terjadinya boundedly rational behavior. Keberadaan organisasi dengan individu-individu yang ada didalamnya diharapkan mengadopsi dasar-dasar nilai organisasi sebagai petunjuk untuk pengambilan keputusan; dasar-dasar nilai faktual yaitu peraturan dan prosedur sebagai dasar melakukan kegiatan rutin. Perilaku individu dalam organisasi adalah bersifat rasional karena pilihan perilakunya dibatasi dengan peraturan, dan terkait dengan program- program kerja organisasi. Karena itu asumsi nilai, kerangka kognitif, peraturan, kegiatan rutin, adalah unsur-unsur yang mengarahkan individu untuk berperilaku rasional. Selanjutnya teori institusi berkembang pesat tahun 1960 an ketika diperkenalkan konsep sistem terbuka dalam studi organisasi (Scott, 2001 : xx). Teori sistem terbuka distransformasi melalui pendekatan yang menekankan pentingnya konteks lingkungan dalam arti luas yang berpengaruh terhadap perubahan organisasi. Konteks lingkungan tersebut; pertama, menyangkut lingkungan teknis yaitu terkait dengan sistem produksi instrumental, transformasi input menjadi output. Kedua, kekuatan sosial budaya sebagai lingkungan institusi yang berkembang di tahun 1970 an. Karena itu institusi dapat dilihat sebagai suatu sistem produksi dan sebagai sistem sosial budaya. Di samping itu karena pengaruh aspek lingkungan yang semakin komplek, maka teori institusi juga berkembang sesuai dengan perkembangan kompleksitas lingkungan. Pandangan beberapa teoritisi sebagaimana dikemukakan di atas menurut Scott menunjukkan bahwa teori institusi dapat berkembang dalam berbagai disiplin ilmu, karena itu tidak ada teori tunggal tentang institusi melainkan teori institusi yang ditinjau dari disiplin ilmu tertentu. Selain Wiliamson’s, Selznick (1948), Simon (1957) sebagaimana telah dikemukakan terdapat pula teoritisi lain yang memusatkan perhatiannya pada kajian institusi, diantaranya : Downs (1957) yang membahas tentang perilaku individu dalam organisasi, Etzioni (1961) tentang perbandingan perilaku dalam konteks kekuasaan, Thompson V (1961) tentang perilaku organisasi, Blau (1964) perilaku organisasi dalam konteks pertukaran, Crozier (1964) perilaku organisasi, Lindblom (1965) pengambilan keputusan, Thompson J (1967) perilaku organisasi dalam sistem terbuka, dan masih banyak lagi teoritisi kontemporer lainnya. Teori institusi yang berkembang pesat dalam kajian organisasi mulai pertengahan tahun 1970 an adalah sehubungan adanya berbagai pertanyaan mendasar dalam dunia organisasi : 1. Mengapa organisasi yang bekerja pada tipe yang sama, ditempatkan dalam sebaran yang luas dan memiliki kemiripan satu dengan yang lain? 2. Institusi memiliki berbagai bervariasi, apakah tipe-tipe spesifik institusi diasosiasikan relevan dengan berkembangnya organisasi? 3. Bagaimana perilaku ditempatkan dalam kerangka organisasi, apakah mencerminkan kepentingan rasional, merupakan pilihan secara sadar, atau bagian utama perilaku merupakan konvensi, rutinitas, dan kebiasaan? 4. Mengapa perilaku partisipan organisasi dimulai dari ketentuan formal? 5. Mengapa jika ketentuan formal diabaikan secara luas, sumberdaya dan energi diperlukan untuk menegakkannya? 6. Mengapa dan bagaimana hukum, peraturan, regulasi lainnya dan sistem normatif dimunculkan? Apakah kebebasan individu dirancang dengan sistem peraturan yang mengikat perilaku? 7. Darimana kepentingan berasal, dari manusia secara alamiah atau dari rancangan budaya? 8. Mengapa struktur-struktur spesifik dan penyebaran prakteknya mengikuti realitas organisasi dan karakteristiknya yang tidak dapat diprediksi? 9. Bagaimana perbedaan dalam bagian budaya yang diyakini secara alamiah dan diopersionalisasikn dalam organisasi? 10. Mengapa terjadi kesesuaian antara individu dan organisasi pada institusi. Apakah mereka diuntungkan darinya, disebabkan pemikiran moralitas yang harus dipatuhi, atau disebabkan hal lainnya? 11. Apakah proses yang berhubungan dengan institusi pada organisasi; apakah sarana atau jenjang yang menghubungkan pesan institusi pada organisasi, dan bagaimana pengaruh institusi terhadap tindakan dan reaksi organisasi? 12. Jika kerja institusi diarahkan pada stabilitas dan kesepakatan, bagaimana terjadinya perubahan; jika kontrol institusi dan individu berperan, bagaimana harapan individu diperoleh dari sistem yang ada? Sehubungan dengan beberapa pertanyaan mendasar dalam kajian organisasi dan institusi sebagaimana dikemukakan di atas, Scott memaparkan tulisannya dalam buku ini memakai konsep dan teori sebelumnya dan dikembangkan dengan pengertian baru tanpa meninggalkan pengetian yang lama. Secara garis besar penyajiannya dikelompokkan menjadi tiga bagian : 1. Jangkuan dan perbedaan tentang ide institusi secara historis dan kontemporer, gambaran beberapa pengertian mendasar dari abad 19 hingga awal abad 21. Bab I, kontribusi utama dari ilmu ekonomi, ilmuwan politik, sosiologi. Pada periode awal, ahli ekonomi mengupas secara kritis batasan disiplin institusi. Berbeda dengan hal tersebut, institusionalis yang lain membahas dalam mainstream ilmu politik dan sosiologi. Selama abad 20 pandangan empirisme dan positivisme tumbuh subur dalam sejarah ekonomi, hubungan industrial, dan sosiologi (tahun 40 an). Bab II mengemukakan tentang hubungan antara teori institusi dan pengembangannya dalam area organisasi. Dikemukakan Scott (2001 : 72-83) tentang perhatian para teoritisi mengenai kajian institusi dalam area organisasi :
Institutional Pillars and Varying Levels : Illustrative Theorists
Levels Pillars Regulative Normative Cultural-Cognitive World system North and Thomas Krasner (1983) Meyer (1994) (1973) Societal Skocpol (1979) Parsons (1953, 1960 Dobbin (1994 b) a) Organizational Campbell and Mezias (1990) DiMaggio (1991) field Linberg (1991), Schmitter (1990) Organizational Barnett and Carroll Singh, Tucker, and Carroll and Hannan population (1993 a) house (1986) (1989) Organization Williamson (1975, Selznick (1949) Clark (1970) 1985, 1991) Organizational Shepsle and Roy (1952), Burawoy Zimmerman (1969) subsystem Weinsgast (1987) (1979)
2. Kerangka analisis yang relatif komprehensif menyangkut perbedaan konsep
tentang institusi, variasi asumsi yang mendasari dan pemahman tentang pendekatan metodologi yang dikembangkan (Bab III). Tujuannya bukan mencari perbedaan atau formulasi yang lain tetapi mengembangkan pemahaman banyak aliran dan warna institusionalisasi. Ruang dan perhatian lebih diberikan pada new institutionalism dalam sosiologi. Terdapat dua alasan penting : 1) karakterstik sosiologi cukup dapat menggambarkan dan memperkirakan perspektif institusi; 2) pendekatan baru didefinisikan dan dikembangkan dengan cara baru dan konsekuensinya memerlukan penjelasan dan perbaikan. Dengan cara ini akan ditemukan ide-ide baru sebagai mediasi adanya perbedaan pandangan. 3. Tujuan akhir dari tulisan Scott adalah menyimpulkan dan memperkirakan bentuk perkembangan riset-riset empiris terbaru yang memperluas penjelasan institusional. Kajian teoritis yang dikembangkan juga meliputi studi neoinstitusional dalam sosiologi. Bab V – VIII ringkasan penelitian tentang perbedaan konsepsi teoritis. Bab V menekankan pada dasar pemikiran orisinal, pengelolaan, dan penyebaran institusi. Bab VI, menekankan pada proses yang terjadi dalam sistem yang lebih luas dan kelompok organisasi adalah institusional yang terstruktur. Bab VII mengulas tentang proses pada level organisasional. Bab VIII merangkum tentang perubahan institusional kususnya menyangkut proses destrukturasi (destructuration) dan restrukturasi(restructuration). Bab IX mengemukkan tentang pilihan individu atau pertimbangan para teoritisi menyangkut perspektif institusi. Digambarkan usaha menganalisis dan tingkat keterbatasan dalam pengembangan teori, konsep dan aplikasi dari institusi.