Anda di halaman 1dari 8

Nama : FITRIA S.

Kelas : XI – OTKP 2

Dalam PNS, apa yg dimaksud dengan golongan, apa yg dimaksud dg eselon. kalau
tamat SD, SMP, SMA, D3, S1, apa pangkatnya kalau dingakat jadi PNS. Kemarin saya
belum tau pengertian semua itu, saya tanyakan pada yg sudah jadi PNS pun
mendapatkan jawaban yg belum memuaskan. browsing di google akhirnya menemukan
jawaban yg lengkap. mungkin anda juga sama seperti saya kemaren belum tau
mengenai kepangkatan dalam PNS, baik anda sudah jadi PNS atau belum. berikut ini
adalah penjelasan serta sumber artikelnya.

Dalam pengelolaan Pegawai Negeri Sipil (selanjutnya disebut PNS), hingga saat ini
dikenal adanya 17 jenjang KEPANGKATAN (bisa dilihat antara lain dalam Keputusan
Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 11 Tahun 2001 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat
Pegawai Negeri, Lampiran I).
Jenjang kepangkatan itu dapat dibagi menjadi: 1) kelompok “JURU”, 2) kelompok
“PENGATUR”, 3) kelompok “PENATA”, dan 4) kelompok “PEMBINA”.

Sering terjadi jenjang kepangkatan ini lebih banyak dipahami semata-mata sebagai
panduan penggajian. Kalau si Badu sudah mencapai pangkat Penata, maka gajinya
lebih besar dari si Amir yang pangkatnya baru Pengatur. Tapi, apa perbedaan kontribusi
yang mesti diberikan Badu dan Amir dengan jenjang pangkat yang berbeda? Itu yang
kadang belum tertangkap dengan jelas.

Oleh karena itu alangkah baiknya jika pangkat dengan penamaan seperti di atas secara
tegas mencerminkan pula tuntutan peran yang berbeda dari pengembannya. Dengan
begitu, masing-masing orang paham bahwa dirinya bertanggungjawab
mengkontribusikan sesuatu sesuai dengan jenjang pangkatnya sehingga menjadi wajar
bahwa gaji yang diterima pun menjadi berbeda.

Berikut sebuah gagasan lptui tentang MAKNA KEPANGKATAN PNS:

1. JURU
JURU merupakan jenjang kepangkatan untuk PNS Golongan I/a hingga I/d dengan
sebutan secara berjenjang: JURU MUDA, JURU MUDA TINGKAT I, JURU, dan JURU
TINGKAT I. Jika dilihat dari persyaratan golongannya maka yang menempati golongan
ini adalah mereka dengan pendidikan formal jenjang Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan
Pertama, atau yang setingkat. Dari ketentuan tersebut dapat diasumsikan bahwa
pekerjaan-pekerjaan di tingkat kepangkatan JURU baru membutuhkan kemampuan-
kemampuan skolastik dasar dan belum menuntut suatu ketrampilan bidang ilmu tertentu.
Dapat dikatakan bahwa JURU merupakan pelaksana pembantu (pemberi ASISTENSI)
dalam bagian kegiatan yang menjadi tanggung jawab jenjang kepangkatan di atasnya
(PENGATUR).

2. PENGATUR
PENGATUR merupakan jenjang kepangkatan untuk PNS Golongan II/a hingga II/d
dengan sebutan secara berjenjang: PENGATUR MUDA, PENGATUR MUDA TINGKAT
I, PENGATUR, dan PENGATUR TINGKAT I. Jika dilihat dari persyaratan golongannya
maka yang menempati golongan ini adalah mereka dengan pendidikan formal jenjang
Sekolah Lanjutan Atas hingga Diploma III, atau yang setingkat. Dari ketentuan tersebut
dapat diasumsikan bahwa pekerjaan-pekerjaan di tingkat kepangkatan PENGATUR
sudah mulai menuntut suatu ketrampilan dari bidang ilmu tertentu, namun sifatnya
sangat teknis. Dengan demikian pada tingkatan ini, PENGATUR adalah orang yang
MELAKSANAKAN langkah-langkah realisasi suatu kegiatan yang merupakan
operasionalisasi dari program instansinya.

3. PENATA
PENATA merupakan jenjang kepangkatan untuk PNS Golongan III/a hingga III/d dengan
sebutan secara berjenjang: PENATA MUDA, PENATA MUDA TINGKAT I, PENATA, dan
PENATATINGKAT I. Jika dilihat dari persyaratan golongannya maka yang menempati
golongan ini adalah mereka dengan pendidikan formal jenjang S1 atau Diploma IV ke
atas, atau yang setingkat. Dari ketentuan tersebut dapat diasumsikan bahwa pekerjaan-
pekerjaan di tingkat kepangkatan PENATA sudah mulai menuntut suatu keahlian bidang
ilmu tertentu dengan lingkup pemahaman kaidah ilmu yang telah mendalam. Dengan
pemahamannya yang komprehensif tentang sesuatu maka PENATA bukan lagi sekedar
pelaksana, melainkan sudah memiliki tanggung jawab MENJAMIN MUTU proses dan
keluaran kerja tingkatan PENGATUR.

4. PEMBINA
PEMBINA merupakan jenjang kepangkatan untuk PNS Golongan IV/a hingga IV/e
dengan sebutan secara berjenjang: PEMBINA, PEMBINA TINGKAT I, PEMBINA
UTAMA MUDA, PEMBINA UTAMA MADYA dan PEMBINA UTAMA. Sebagai jenjang
tertinggi, kepangkatan ini tentunya diperoleh sesudah melalui suatu perjalanan karier
yang panjang sebagai PNS. Ini berarti pekerjaan pada kelompok kepangkatan PEMBINA
semestinya bukan saja menuntut suatu keahlian bidang ilmu tertentu yang mendalam,
namun juga menuntut suatu kematangan dan kearifan kerja yang sudah diperoleh
sepanjang masa kerjanya. Dengan demikian, PEMBINA adalah model peran bagi
jenjang-jenjang di bawahnya guna keperluan MEMBINA DAN MENGEMBANGKAN
kekuatan sumberdaya untuk jangkauan pandang ke depan.

Pangkat atau golongn PNS sesuai jenjang Pendidikan


1. Golongan I
Ia juru muda
Ib juru muda tingkat I
Ic juru
Id juru tingkat I
*tamatan SD sederajad ke golongan Ia
*tamatan SMP sederajad ke golongan Ib
2. Golongan II
IIa pengatur muda
IIb pengatur muda tingkat I
IIc pengatur
IId pengatur tingkat I
*tamatan SMA sederajad ke golongan IIa
*tamatan D1 dan D2 sederajad ke gol. IIb
*tamatan D3 sederajad ke gol IIc

3. Golongan III
IIIa penata muda
IIIb penata muda tingkat I
IIIc penata
IIId penata tingkat I
*tamatan S1 sederajad ke gol IIIa
*tamatan dokter, apoteker, dokter gigi, S2 dan sederajad ke gol IIIb.
*tamatan S3 sederajad ke gol IIIc
4. Golongan IV
IVa pembina
IVb pembina tingkat I
IVc Pembina utama muda
IVd pembina utama madya
IVe pembina utama

Bagaimana dengan ESELONISASI? Dalam pengelolaan PNS, hirarki jabatan struktural


dikenal dengan istilah Eselon yang seluruhnya terdiri dari 9 jenjang Eselon yang dapat
dibagi menjadi: 1) jabatan “ESELON I”, 2) jabatan “ESELON II”, 3) jabatan “ESELON III”,
4) jabatan “ESELON IV”, dan 5) jabatan “ESELON V”. (Catatan: Jabatan Eselon V sudah
tidak banyak lagi).

Guna memantapkan makna eselonisasi, hendaknya setiap tingkatan eselon dikaitkan


juga dengan makna kepangkatan PNS. Berikut pemikiran LPTUI tentang MAKNA
ESELONISASI PNS (Eselon I hingga IV), khususnya di tingkat PROVINSI:

1. ESELON I
ESELON I merupakan hirarki jabatan struktural yang tertinggi, terdiri dari 2
jenjang: ESELON IA dan ESELON IB. Jenjang pangkat bagi Eselon I adalah
terendah Golongan IV/c dan tertinggi Golongan IV/e. Ini berarti secara
kepangkatan, personelnya sudah berpangkat PEMBINA yang makna
kepangkatannya adalah MEMBINA DAN MENGEMBANGKAN. Di tingkat
provinsi, maka Eselon I dapat dianggap sebagai PUCUK PIMPINAN WILAYAH
(PROVINSI) yang berfungsi sebagai penanggungjawab efektivitas provinsi yang
dipimpinnya. Hal itu dilakukan melalui keahliannya dalam menetapkan kebijakan-
kebijakan pokok yang akan membawa provinsi mencapai sasaran-sasaran jangka
pendek maupun jangka panjang.

2. ESELON II
ESELON II merupakan hirarki jabatan struktural lapis kedua, terdiri dari 2 jenjang:
ESELON IIA dan ESELON IIB. Jenjang pangkat bagi Eselon II adalah terendah
Golongan IV/c dan tertinggi Golongan IV/d. Ini berarti secara kepangkatan,
personelnya juga sudah berpangkat PEMBINA yang makna kepangkatannya
adalah MEMBINA DAN MENGEMBANGKAN. Di tingkat provinsi, maka Eselon II
dapat dianggap sebagai MANAJER PUNCAK SATUAN KERJA (INTANSI).
Mereka mengemban fungsi sebagai penanggungjawab efektivitas instansi yang
dipimpinnya melalui keahliannya dalam perancangan dan implementasi strategi
guna merealisasikan implementasi kebijakan-kebijakan pokok provinsi.

3. ESELON III
ESELON III merupakan hirarki jabatan struktural lapis ketiga, terdiri dari 2 jenjang:
ESELON IIIA dan ESELON IIIB. Jenjang pangkat bagi Eselon III adalah terendah
Golongan III/d dan tertinggi Golongan IV/d. Ini berarti secara kepangkatan,
personelnya juga berpangkat PEMBINA atau PENATA yang sudah mumpuni
(Penata Tingkat I) sehingga tanggungjawabnya adalah MEMBINA DAN
MENGEMBANGKAN. Di tingkat provinsi, Eselon III dapat dianggap sebagai
MANAJER MADYA SATUAN KERJA (INTANSI) yang berfungsi sebagai
penanggungjawab penyusunan dan realisasi program-program yang diturunkan
dari strategi instansi yang ditetapkan oleh Eselon II.

4. ESELON IV
ESELON IV merupakan hirarki jabatan struktural lapis keempat, terdiri dari 2
jenjang: ESELON IVA dan ESELON IVB. Jenjang pangkat bagi Eselon IV adalah
terendah Golongan III/b dan tertinggi Golongan III/d. Ini berarti secara
kepangkatan, personelnya berpangkat PENATA yang sudah cukup
berpengalaman. Makna kepangkatannya adalah MENJAMIN MUTU. Oleh
karenanya di tingkat provinsi, Eselon IV dapat dianggap sebagai MANAJER LINI
SATUAN KERJA (INSTANSI) yang berfungsi sebagai penanggungjawab kegiatan
yang dioperasionalisasikan dari program yang disusun di tingkatan Eselon III.

Eselon adalah tingkat jabatan struktural, eselon tertinggi sampai dengan eselon terendah
dan jenjang pangkat untuk setiap eselon sebagaimana tersebut dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 adalah sebagai berikut:
1. Eselon la Pembina Utama Madya IV/d Pembina Utama IV/e
2. Eselon lb Pembina Utama Muda IV/c Pembina Utama IV/e
3. Eselon II a Pembina Utama Muda IV/c Pembina Utama Madya IV/d
4. Eselon lIb Pembina Tingkat I IV/b Pembina Utama Muda IV/c &
5. Eselon IIIa Pembina IV/a Pembina Tingkat I IV/b
6. Eselon III b Penata Tingkat I Ill/d Pembina IV/a
7. Eselon IV a Penata III/c Penata Tingkat I Ill/d
8. Eselon IV b Penata Muda Tingkat I Ill/b Penata III/c
9. Eselon V Penata Muda Ill/a Penata Muda Tingkat I Ill/b

Sedangkan penerapannya, eselon-eselon tersebut dalam sebuah lembaga dengan


lembaga lainnya itu berbeda namanya walaupun sama tingkatannya. Contohnya :

Di tingkat pusat (Kementerian):


Eselon I terdiri dari Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala
Badan, dan lain-lain
Eselon II terdiri dari Kepala Biro, Kepala Pusat, Sekretaris Direktorat Jenderal, Sekretaris
Badan, dan lain-lain
Eselon III terdiri dari Kepala Bagian, Kepala Bidang, dan lain-lain
Eselon IV terdiri dari Kepala Sub Bagian dan Kepala Seksi.

Di tingkat daerah (Provinsi misalnya):


Eselon I yaitu Sekretaris Daerah
Eselon II yaitu Asisten Sekretaris Daerah, Kepala Biro, Kepala Dinas, Kepala Badan,
dan lain-lain
Eselon III yaitu Sekretaris Badan, Sekretaris Dinas, Kepala Bidang, Kepala Bagian, dan
lain-lain
Eselon IV terdiri dari Kepala Sub Bagian dan Kepala Seksi.

Yang perlu dipahami betul-betul, bahwa para Menteri, Kepolri, Panglima TNI, Jaksa
Agung, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah Konstitusi, KETUA KPK itu bukan
jabatan eselon. Jangan sampai pengertian anda menjadi bias. Begitu juga dengan
jabatan sebagai Gubernur atau Bupati/Walikota, itu bukan jabatan dalam Eselon, itu
adalah jabatan politik.

Gaji PNS Indonesia Golongan I-IV 2018


Berikut adalah rincian daftar gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) Indonesia tahun 2015 - 2018 :

Daftar ini merupakan gaji pokok yang diterima oleh PNS tiap bulannya. Selain gaji pokok, PNS
juga berhak atas tunjangan seperti tunjangan fungsional, tunjangan jabatan bahkan tunjangan
kinerja. Tunjangan-tunjangan ini nilainya melebihi gaji pokok.
 Golongan I

Masa Kerja A B C D
Golongan
0 1,486,500
1
2 1,533,400
3 1,623,400 1,692,100 1,763,600
4 1,581,700
5 1,674,500 1,745,400 1,819,200
6 1,631,500
7 1,727,300 1,800,300 1,876,500
8 1,682,900
9 1,781,700 1,857,000 1,935,600
10 1,735,900
11 1,837,800 1,915,500 1,996,500
12 1,790,500
13 1,895,700 1,975,800 2,059,400
14 1,846,900
15 1,955,400 2,038,100 2,124,300
16 1,905,100
17 2,016,900 2,102,300 2,191,200
18 1,965,100
19 2,080,500 2,168,500 2,260,200
20 2,027,000
21 2,146,000 2,236,800 2,331,400
22 2,090,800
23 2,213,600 2,307,200 2,404,800
24 2,156,700
25 2,283,300 2,379,900 2,480,500
26 2,224,600
27 2,355,200 2,454,800 2,558,700

Golongan II

Masa Kerja A B C D
Golongan
0 1,926,000
1 1,956,300
2
3 2,017,900 2,103,300 2,192,300 2,285,000
4
5 2,081,500 2,169,500 2,261,300 2,357,000
6
7 2,147,000 2,237,900 2,332,500 2,431,200
8
9 2,214,700 2,308,300 2,406,000 2,507,800
10
11 2,284,400 2,381,100 2,481,800 2,586,700
12
13 2,356,400 2,456,000 2,559,900 2,668,200
14
15 2,430,600 2,533,400 2,640,600 2,752,300
16
17 2,507,100 2,613,200 2,723,700 2,838,900
18
19 2,586,100 2,695,500 2,809,500 2,928,300
20
21 2,667,500 2,780,400 2,898,000 3,020,600
22
23 2,751,600 2,867,900 2,989,300 3,115,700
24
25 2,838,200 2,958,300 3,083,400 3,213,800
26
27 2,927,600 3,051,400 3,180,500 3,315,100
28
29 3,019,800 3,147,600 3,280,700 3,419,500
30
31 3,114,900 3,246,700 3,384,000 3,527,200
32
33 3,213,100 3,348,900 3,490,600 3,638,200

Golongan III

Masa Kerja A B C D
Golongan
0 2,456,700 2,560,600 2,668,900 2,781,800
1
2 2,534,000 2,641,200 2,752,900 2,869,400
3
4 2,613,800 2,724,400 2,839,700 2,959,800
5
6 2,696,200 2,810,200 2,929,100 3,053,000
7
8 2,781,100 2,898,700 3,021,300 3,149,100
9
10 2,868,700 2,990,000 3,116,500 3,248,300
11
12 2,959,000 3,084,200 3,214,700 3,350,600
13
14 3,052,200 3,181,300 3,315,900 3,456,200
15
16 3,148,300 3,281,500 3,420,300 3,565,000
17
18 3,247,500 3,384,900 3,528,100 3,677,300
19
20 3,349,800 3,491,500 3,639,200 3,912,600
21
22 3,455,300 3,601,400 3,753,800 3,912,600
23
24 3,564,100 3,714,900 3,872,000 4,035,800
25
26 3,676,400 3,831,900 3,994,200 4,162,900
27
28 3,792,100 3,952,600 4,119,700 4,294,000
29
30 3,911,600 4,007,000 4,249,500 4,429,300
31
32 4,034,800 4,205,400 4,383,300 4,568,800

Golongan IV

Masa Kerja A B C D E
Golongan
0 2,899,500 3,022,100 3,149,900 3,283,200 3,422,100
1
2 2,990,800 3,117,300 3,249,100 3,386,600 3,529,800
3
4 3,085,000 3,215,500 3,351,500 3,493,200 3,641,000
5
6 3,182,100 3,316,700 3,457,000 3,603,300 3,755,700
7
8 3,282,400 3,421,200 3,565,900 3,716,700 3,874,000
9
10 3,385,700 3,528,900 3,678,200 3,833,800 3,996,000
11
12 3,492,400 3,640,100 3,794,100 3,954,600 4,121,800
13
14 3,602,400 3,754,700 3,913,600 4,079,100 4,251,600
15
16 3,715,800 3,873,000 4,036,800 4,207,600 4,385,600
17
18 3,832,800 3,995,000 4,164,000 4,340,100 4,523,700
19
20 3,953,600 4,120,800 4,295,100 4,476,800 4,666,100
21
22 4,078,100 4,250,600 4,430,400 4,617,800 4,813,100
23
24 4,206,500 4,384,400 4,569,900 4,763,200 4,964,700
25
26 4,339,000 4,522,500 4,713,800 4,913,200 5,121,100
27
28 4,475,700 4,665,000 4,862,300 5,068,000 5,282,300
29
30 4,616,600 4,811,900 5,015,400 5,227,600 5,448,700
31
32 4,762,000 4,963,400 5,173,400 5,392,200 5,620,300
Contoh Teks Ekplanasi

Pengangguran
Pengangguran merupakan salah satu fenomena sosial yang berkaitan dengan aspek
ketenagakerjaan yang menjadi masalah di masyarakat. Seperti sebuah penyakit, yang
secara kronik menyerang segi kehidupan bermasyarakat. Sudah banyak formula
penanganan yang diambil, namun permasalahan ini belum juga tuntas. Bukan hanya di
Indonesia, permasalahan pengangguran ini ditemukan dihampir semua negara. Setiap
pemerintahan di dunia, menjadikan masalah penggangguran menjadi agenda utama. Secara
umum, banyak yang mengartikan bahwa pengangguran adalah orang dewasa yang tidak
bekerja, sedang mencari pekerjaan, atau tidak memiliki pekerjaan secara formal dan tidak
mendapatkan penghasilan. Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) secara spesifik
memberikan definisi tentang pengangguran yaitu; orang-orang yang bekerja kurang dari 1
jam setiap minggu.

Ada beberapa faktor yang sangat mendasar yang menjadi penyebab terjadinya
pengangguran. Pengangguran biasanya terjadi karena adanya kesenjangan antara pencari
kerja dan kesempatan kerja. Pangangguran juga dapat sebabkan oleh adanya perubahan
struktural dalam perekonomian. Perubahan ini menimbulkan kebutuhan terhadap tenaga
kerja dengan jenis atau tingkat keterampilan yang berbeda. Sehingga, kualifikasi yang
dimiliki oleh pencari kerja tidak sesuai dengan tuntutan yang ada. Dan yang sering juga
terjadi adalah pengangguran yang disebabkan oleh pemutusan hubungan kerja terhadap
karyawan dan buruh.

Akibat terjadinya pengangguran, yaitu menimbulkan berbagai persoalan ekonomi dan


sosial bagi yang mengalaminya. Orang yang tidak mempunyai mata pencaharian juga tidak
mendapat penghasilan, dan yang tidak berpenghasilan tidak dapat membelanjakan uang
untuk membeli barang kebutuhan hidup. Bila jumlah penganggur banyak pasti, akan timbul
kekacauan sosial, jumlah gelandangan meningkat pesat, selanjutnya
berpotensi menimbulkan kriminal.

Dari seluruh uraian di atas, maka sudah jelas bahwa pengangguran adalah masalah
besar yang harus segera dicarikan solusi. Langkah nyata yang dapat ditempuh adalah
dengan memperbaiki kondisi lapangan kerja. Dengan semakin baiknya kondisi lapangan
kerja, kekerasan sosial akibat pengangguran bisa dikurangi atau diatasi. Disamping itu,
memperbaiki komposisi lulusan sarjana yang dihasilkan dan disesuaikan dengan kebutuhan
pasar tenaga kerja. Langkah yang lebih baik lagi adalah jika kita mampu memberikan
keterampilan yang memadai untuk mereka usia kerja sehingga dapat menciptakan lapangan
kerja sendiri. Semua langkah ini harus segera kita ambil agar masalah pengangguran
segera terselesaikan.

Anda mungkin juga menyukai