PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
II.1. IDENTITAS
Nama : Tn. IS
Umur : 75 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
BB : 66 Kg
Agama : Islam
Alamat : Sungai Kambang, Kota Jambi
Tanggal masuk : 7 Agustus 2018
2
E. Pemeriksaan Fisik :
1. Tanda Vital
Kesadaran : Compos mentis
Suhu : 36,70C
Tekanan Darah: 130/70 mmHg
RR : 18 kali/menit
Nadi : 70 kali/menit
2. Kepala : Normochepal
a. Mata : CA (-/-), SI (-/-), RC (+/+), nistagmus
b. THT : Tidak ada kelainan
c. Leher : Pembesaran KGB (-)
3. Thorax
Inspeksi : simetris, sikatriks (-), massa (-)
Palpasi : krepitasi (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor kiri dan kanan
Auskultasi :
Cor : BJ I-II reguler, gallop (-), murmur (-)
Pulmo : Vesikuler normal (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
4. Abdomen :
Inspeksi : simetris, sikatriks (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
5. Genitalia : Tidak diperiksa
6. Ekstremitas : akral hangat (+), edema (-)
4
II.5. LAPORAN ANESTESI PASIEN
a) Diagnosis pra-bedah : Benign Prostat Hipertrofi
b) Diagnosis post-bedah : Benign Prostat Hipertrofi
c) Jenis pembedahan : Trans Urethral Resection-Prostat
d) Jenis anestesi : Anestesi Spinal
Premedikasi anestesi : Ranitidin 50 mg, Ondansentron 4 mg
Induksi : Bupivacaine 20 mg
Adjuvant : Morphin 0.1 mg, Clonidin 45 mcg
Pemeliharaan anestesi : O2
Posisi : Lithotomi
Infus : Ringer Laktat
Status fisik : ASA II
Induksi mulai : 09.00 WIB
Operasi mulai : 09.15 WIB
Operasi selesai : 09.45 WIB
Berat badan pasien : 66 Kg
Durasi operasi : 30 menit
Pasien puasa : 7 jam
Terapi cairan
Maintenance = 2 cc/KgBB/jam
= 2 cc x 66 Kg/jam
= 132 cc/jam
5
Jadwal pemberian cairan (lama operasi 1 jam)
Jam I = ½ PP + SO + M
= 462 + 396 + 132
= 990 cc
Jam II = ¼ PP + SO + M
= 231 + 396 + 132
= 759 cc
6
e) Monitoring
Jam (WIB) Nadi (x/menit) RR (x/menit) TD (mmHg) KET
09.30 73 20 99/51
7
f) Ruang Pemulihan
1. Masuk Jam : 10.00 WIB
2. Keadaan Umum : Kesadaran: CM, GCS: 15
3. Tanda vital : TD : 92/58 mmHg
Nadi : 67 x/menit
RR : 20 x/menit
4. Pernafasan : Baik
5. Scoring Alderate:
Aktifitas :2
Pernafasan :2
Warna Kulit :2
Sirkulasi :2
Kesadaran :2
Jumlah : 10
8
BAB III
PEMBAHASAN
9
Pemilihan Jenis Anestesi
Pasien ini direncanakan untuk dilakukan operasi TURP. TURP merupakan
sebuah operasi reseksi kelenjar prostat yang dilakukan transurethral dengan
menggunakan cairan irigan(pembilas) yang dimaksudkan menghilangkan
hipertrofi prostat yang menekan uretra.3
Pada operasi TURP, kita membutuhkan efek analgesi setinggi T10. Oleh
karena itu maka jenis anestesi yang dipilih adalah anestesi spinal. Anestesi spinal
diindikasikan untuk pembedahan daerah tubuh yang dipersarafi cabang T4 ke
bawah (daerah papila mammae ke bawah). Anestesi spinal ini digunakan pada
hampir semua operasi abdomen bagian bawah, bedah obstetri, bedah urologi,
rektum-perineum, dan ekstremitas bawah.1
Adapun beberapa keuntungan spinal anestesi dibandingkan general
anestesi yaitu jumlah perdarahan yang lebih sedikit, angka kejadian thrombosis
vena dalam lebih kecil, menghindari efek samping general anestesi seperti mual,
tenggorokan kering, gangguan kesadaran, dan sebagainya, serta kontrol nyeri
yang lebih baik.4
Premedikasi
Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum anastesi dilakukan,
dengan tujuan melancarkan anastesia.2 Tujuan Premedikasi sangat beragaman,
diantaranya :1
- Mengurangi kecemasan dan ketakutan
- Memperlancar induksi dan anesthesia
- Mengurangi sekresi ludah dan broncus
- Meminimalkan jumlah obat anesthetic
- Mengurangi mual dan muntah pada pasca bedah
- Menciptakan amnesia
- Mengurangi isi cairan lambung
- Mengurangi reflek yang membahayakan
10
Pada pasien ini diberikan obat-obat premedikasi yaitu Ranitidine 50 mg
(golongan antagonis reseptor H2 Histamin) tujuannya yaitu untuk mencegah
pneumonitis asam yang disebabkan oleh cairan lambung yang bersifat asam
dengan PH 2,5. Untuk meminimalkan kejadian tersebut dipilihlah antagonis
reseptor H2 Histamin.1 Pada pasien ini juga diberikan ondansetron 4mg (golongan
antiemetik) dan untuk mengurangi mual dan muntah pasca pembedahan.
Mekanisme kerja obat ini adalah mengantagonisasi reseptor 5HT-2 yang terdapat
pada Chemoreseptor Trigger Zone di area postrema otak dan pada aferen vagal
saluran cerna, Ondancentron juga mempercepat pengosongan lambung, mual dan
muntah pasca pembedahan. Obat-obatan lainnya yang biasa dipakai sebagai anti
emetik adalah dexamethasone (4 mg I.V), droperidol (0.625 mg I.V),
diphenhydramine (25 mg I.V) yang dapat diberikan tunggal ataupun kombinasi.5
Dalam pemberian obat premedikasi pada pasien ini terdapat kesalahan
waktu pemberian obat. Obat premedikasi seharusnya diberikan di ruangan rawat
1-2 jam sebelum dilakukan induksi, namun pada pasien diberikan sekitar 15 menit
sebelum induksi spinal.
Induksi Anestesi
Anestesi spinal mulai dilakukan, posisi pasien duduk tegak dengan kepala
menunduk hingga prossesus spinosus mudah teraba. Dicari perpotongan garis
yang menghubungkan kedua crista illiaca dengan tulang punggung yaitu antara
vertebra lumbal 3-4, lalu ditentukan tempat tusukan pada garis tengah. Kemudian
disterilkan tempat tusukan dengan alkohol dan betadin. Jarum spinal nomor 27
ditusukkan dengan arah median, barbutase positif dengan keluarnya LCS (jernih)
kemudian dipasang spuit yang berisi obat anestesi dan dimasukkan secara
perlahan-lahan.1
Induksi menggunakan Bupivacaine HCL hiperbarik 20 mg dan
dikombinasikan dengan klonidin 45 μg serta morphin 0,1 mg. Bupivacain
merupakan anestesi lokal golongan amida. Obat anestesi regional bekerja dengan
menghilangkan rasa sakit atau sensasi pada daerah tertentu dari tubuh. Cara
11
kerjanya yaitu memblok proses konduksi syaraf perifer jaringan tubuh, bersifat
reversibel. MulaI kerja lambat dibanding lidokain, tetapi lama kerja 8 jam.
12
Permasalah pada pasien ini terdapat pada dosis anestesi bupivacain yang
terlalu besar. Berdasarkan tabel diatas, pada bedah perut bagian bawah, dosis yang
dianjurkan adalah sebesar 5-10 mg, sedangkan dosis yang diberikan 2 kali lipat
dari dosis anjuran yakni 20 mg.
Monitoring Intraoperatif
Pada pasien dengan anestesi spinal, maka perlu dilakukan monitoring
tekanan darah serta nadi setiap 15 menit sekali untuk mengetahui penurunan
tekanan darah yang bermakna. Hipotensi terjadi bila terjadi penurunan tekanan
darah sebesar 20-30% atau sistole kurang dari 100 mmHg. Hipotensi dan
bradikardi merupakan salah satu efek dari pemberian obat anestesi spinal, karena
penurunan kerja dari syaraf simpatis. Untuk mencegah hipotensi yang terjadi,
dapat dilakukan pemberian cairan kristaloid secara cepat 10-15 ml/kgBB dalam
10 menit segera setelah penyuntikan spinal. Namun bila dengan cairan infus
masih terjadi hipotensi, maka dapat diberikan vasopresor berupa efedrin dengan
dosis 10 mg intravena yang dapat diulang tiap 3-4 menit sampai tekanan darah
yang dikehendaki. Sebaiknya penurunan tidak lebih dari 10-15 mmHg dari
tekanan darah awal. 2 Efedrin bekerja pada reseptor α dan β, termasuk α1, α2, β1
dan β2, baik bekerja langsung maupun tidak langsung, efek tidak langsung yaitu
dengan merangsang pelepasan noradrenalin.
Pada pasien ini, untuk mencegah hipotensi, maka perlu dilakukan
pemberian cairan kritaloid secara cepat sebanyak 660-990 ml dalam 10 menit
segera setelah penyuntikan spinal. Namun faktanya dalam 15 menit pertama,
cairan yang masuk hanya berjumlah 500 ml. Akibatnya terjadi penurunan tekanan
darah sistolik sebesar 9,6 % dalam 15 menit pertama. Kemudian dalam 15 menit
kedua menurun lagi sampai sebesar 20 % dari tekanan darah sistolik awal.
Kemudian pasien diberikan injeksi efedrin sebanyak 10 mg. Setelah pemberian
efedrin, ternyata tidak ada perubahan tekanan darah, dan sampai operasi selesai,
ternyata pemberian efedrin tidak diulang. Seharusnya pemberian efedrin diulang
tiap 3-4 menit sampai tekanan darah yang dikehendaki tercapai, yakni
penurunannya tidak lebih dari 10-15 mmHg dari tekanan darah awal.
13
Terapi cairan
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh
dalam batas-batas fisiologis dengan pemberian cairan kristaloid maupun koloid
secara intravena. Pembedahan dengan anestesia memerlukan puasa sebelum dan
sesudah pembedahan. Terapi cairan parenteral diperlukan untuk mengganti defisit
cairan saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin
saat pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi dan mengganti cairan yang
pindah ke ruang ketiga. 1
Cairan pemeliharaan/pengganti karena puasa diberikan dalam waktu 3
jam, jam I 50% dan jam II, III maing-masing 25%.1
Pasien ini selama operasi telah diberikan cairan infus RL sebanyak 1000
ml (2 kolf) sebagai cairan fisiologis untuk mengganti cairan dan elektrolit yang
hilang karena pasien sudah tidak makan dan minum ± 7 jam.
Maintenance = 2 cc/KgBB/jam
= 2 cc x 66 Kg/jam
= 132 cc/jam
14
Stress operasi = 6 cc/KgBB/jam
= 6 cc x 66 Kg/jam
= 396 cc/jam
15
BAB IV
KESIMPULAN
Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang
melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi
pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat
mengantisipasinya.
Dalam kasus ini selama operasi berlangsung, tidak ada hambatan yang berarti
baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang pemulihan juga
tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan serius.
Secara umum pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi berlangsung dengan
baik meskipun ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, Suryadi KA, dan Dachlan MR, Eds. Petunjuk Praktis Anestesiologi.
Edisi Ke-2. Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 2009.
2. Dahlan MR, Soenarto RF. Buku Ajar Anestesiologi. Jakarta : Departemen
Anestesiologi dan Intensif Care FKUI; 2009.
3. Purnomo, Basuki. 2011. Dasar-dasar Urologi edisi ketiga. Sagung seto
4. Medscape. Regional Anesthesia for Postoperative Pain Control. 2015.
http://emedicine.medscape.com/article/1268467-overview#a1
5. Medscape. Perioperative Medication Management. 2015.
http://emedicine.medscape.com/article/284801-overview#showall
6. Medscape. Subarachnoid Spinal Block. 2015
http://emedicine.medscape.com/article/284801-overview#showall
17