Anda di halaman 1dari 809

DAN SARANA RUMAH SAKIT

DI BIDANG BANGUNAN
PEDOMAN-PEDOMAN TEKNIS
PEDOMAN-PEDOMAN TEKNIS
DI BIDANG BANGUNAN
DAN SARANA RUMAH SAKIT

TAHUN 2012
DAN SARANA KESEHATAN
DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK
DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN RI

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN
DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK
DAN SARANA KESEHATAN
TAHUN 2012
PEDOMAN-PEDOMAN TEKNIS
DIBIDANG BANGUNAN DAN
SARANA RUMAH SAKIT

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN
DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK
DAN SARANA KESEHATAN
TAHUN 2012
DAFTAR ISI

PEDOMAN PENYUSUNAN STUDI KELAYAKAN (FEASIBILITY STUDY) RUMAH SAKIT

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK (MASTER PLAN) RUMAH SAKIT

PEDOMAN BANGUNAN SARANA DAN PRASARANA RUMAH SAKIT KELAS B

PEDOMAN BANGUNAN RS : ● RUANG OPERASI RUMAH SAKIT


● RUANG PERAWATAN INTENSIF RUMAH SAKIT
● RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 2306/MENKES/PER/XI/2011 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS PRASARANA
INSTALASI ELEKTRIKAL RUMAH SAKIT

PEDOMAN TEKNIS PRASARANA RS : ● SISTEM INSTALASI GAS MEDIK DAN


VAKUM MEDIK RUMAH SAKIT
● INSTALASI TATA UDARA PADA
BANGUNAN RUMAH SAKIT
● BANGUNAN RUMAH SAKIT YANG
AMAN DALAM SITUASI DARURAT DAN
BENCANA
● SARANA KESELAMATAN JIWA PADA
BANGUNAN RUMAH SAKIT
● SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN AKTIF
RUMAH SAKIT

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
PEDOMAN PENYUSUNAN
STUDI KELAYAKAN (FEASIBILITY STUDY)
RUMAH SAKIT

DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATAN


SUB DIREKTORAT BINA SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN
TAHUN 2012
DAFTAR ISI

BAB - I PENDAHULUAN
1.1 Umum
Dijelaskan mengenai hasil-hasil survey (kesimpulan)
1.2 Maksud dan Tujuan
1.3 Ruang Lingkup
1.4 Pengertian

BAB - II PERSIAPAN
2.1. Pengumpulan Data Primer
2.2. Pengumpulan Data Sekunder

BAB - III ANALISIS SITUASI


3.1. Aspek Eksternal
3.2. Aspek Internal

BAB - IV ANALISIS PERMINTAAN


4.1. Lahan dan Lokasi
4.2. Klasifikasi Kelas RS

BAB - V ANALISIS KEBUTUHAN

BAB - VI ANALISIS KEUANGAN

BAB - VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KELAYAKAN

BAB - VIII PENUTUP

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. UMUM
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28 Bagian H ayat
(1) telah menegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian
dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Undang Undang nomor 36 tahun
2009 tentang Kesehatan pada pasal 19 menyebutkan bahwa Pemerintah bertanggung jawab atas
ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien dan terjangkau.
Dalam Undang-Undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 7 ayat (1) menyebutkan
Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia,
kefarmasian, dan peralatan. Pada pasal 8 ayat (1) disebutkan bahwa persyaratan lokasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan,
keselamatan lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan
kelayakan penyelenggaraan Rumah Sakit, demikian juga pada ayat (3) disebutkan bahwa
ketentuan mengenai tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
peruntukan lokasi yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana
Tata Ruang Kawasan Perkotaan dan/atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Kemudian
dalam Bagian Ketiga tentang Bangunan, pasal 9 butir (b) menyebutkan bahwa persyaratan teknis
bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian
pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat,
anak-anak, dan orang usia lanjut. Hal ini sejalan dengan Undang Undang nomor 28 tahun 2002
tentang Bangunan Gedung dimana pada pasal 7 ayat (3) disebutkan bahwa persyaratan teknis
bangunan gedung meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan yang
meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan.
Rencana membangun atau mengembangkan suatu Rumah Sakit akan dilakukan setelah
mengetahui Jenis layanan Kesehatan Rumah Sakit serta kapasitas Tempat Tidur (TT) yang akan
dilakukan dan disediakan untuk masyarakat sesuai dengan Hasil Kajian Studi Kelayakan
(Feasibility Study).
Dalam mendirikan atau mengembangkan rumah sakit diperlukan suatu proses atau langkah-
langkah yang sistematis dengan melakukan suatu penelitian atau studi yang benar, karena setiap
proses saling berkaitan satu sama lainnya dan dilakukan secara bertahap.
Studi Kelayakan (Feasibility Study) adalah Hasil Analisis dan Penjelasan Kelayakan dari segala
aspek yang akan mendasari pendirian atau pengembangan suatu Rumah Sakit, terkait dengan
penentuan Rencana Kerja Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit yang baru akan dilakukan maupun
lanjutan dari yang sudah ada dalam melakukan rencana pengembangan atau peningkatan kelas
dari suatu Rumah Sakit.
Dari kondisi Laju Pertumbuhan Demografi, Pengembangan Pembangunan dan Peningkatan
Kehidupan di suatu wilayah, Pola Penyakit dan Epidemiologi, dan lain-lain, dapat dipahami bahwa
suatu Rumah Sakit itu secara relatif akan berada di daerah Urban atau Semi-Urban. Dimana hal ini
pula yang dapat menentukan bahwa Sarana dan Prasarana suatu Rumah Sakit akan berbeda
sesuai dengan Layanan Kesehatan Rumah Sakit yang akan diberikannya kepada masyarakat
dimana Rumah Sakit tersebut berada.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 1


1.2. MAKSUD DAN TUJUAN
Pedoman Studi Kelayakan (Feasibility Study) Rumah Sakit ini dimaksudkan agar dalam
mendirikan atau mengembangkan rumah sakit dapat mendeterminasi fungsi layanan yang tepat
dan terintegrasi sehingga sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan yang diinginkan (;health
needs), kebudayaan daerah setempat (;cultures), kondisi alam daerah setempat (;climate), lahan
yang tersedia (;sites) dan kondisi keuangan manajemen RS (;budget).
Pedoman Studi Kelayakan (Feasibility Study) Rumah Sakit ini akan dijadikan dasar acuan dalam
mewujudkan Rencana Pembangunan dan Pengembangan suatu Rumah Sakit agar baik dan
benar yang akan menjadi acuan bagi pengelola rumah sakit maupun bagi konsultan perencana
sehingga masing-masing pihak dapat memiliki persepsi yang sama. Pedoman ini akan
menjelaskan langkah-langkah atau proses yang perlu dilakukan dalam menyusun suatu Studi
Kelayakan (Feasibility Study) Rumah Sakit.

1.3. RUANG LINGKUP


Ruang Lingkup Studi Kelayakan (Feasibility Study) suatu Rumah Sakit meliputi pembahasan
Analisis Lingkungan/ Situasi Kecenderungan Aspek Internal dan Eksternal, Analisis Permintaan
terkait Kelayakan dari Aspek-aspek yang dapat mempengaruhinya, Analisis Kebutuhan dan
Analisis Keuangan serta Rekomendasi Kelayakan dari Rencana Pendirian atau Pengembangan
Rumah Sakit tersebut.
Pelaksanaan Penyusunan Studi Kelayakan (Feasibility Study) sesuai lingkupnya akan dilakukan
dalam suatu proses atau langkah-langkah secara bertahap yang akan diuraikan selanjutnya sesuai
Tahapannya dan dapat dilihat pada bagan sebagai berikut:

2 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


PROSES PENYUSUN
NAN STUDI KELAYAKA
AN

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 3


1.4 PENGERTIAN

1.4.1 Rumah sakit


adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawat darurat.
mengembangkan Rumah Sakit.
1.4.2. Rencana Bisnis/ Rencana Strategi
Sebuah alat manajemen yang digunakan untuk mengelola kondisi saat ini untuk melakukan
proyeksi kondisi pada masa depan, sehingga rencana strategis adalah sebuah petunjuk
yang dapat digunakan organisasi dari kondisi saat ini untuk menuju tahun-tahun tertentu di
masa mendatang. Untuk mencapai strategi ini. Berbagai teknik analisis bisnis dapat
digunakan, termasuk analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats).
1.4.3. Zonasi
Membagi wilayah/area, gedung-gedung maupun ruangan-ruangan yang ada di Rumah
Sakit kedalam area yang memiliki kesamaan sifat dan fungsi kedalam satu wilayah/area
yang berdekatan dan saling berhubungan. Tujuan nya adalah untuk memudahkan kendali
pencegahan infeksi nasokomial di rumah sakit, memudahkan identifikasi serta klasifikasi
wilayah/area, gedung, lantai-lantai dan ruangan serta memudahkan operasional dan
pemeliharaan.
1.4.4. Studi Kelayakan
Hasil Analisis dan Penjelasan Kelayakan dari segala aspek yang akan mendasari pendirian
atau pengembangan suatu Rumah Sakit, terkait dengan penentuan Rencana Kerja
Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit yang baru akan dilakukan maupun lanjutan dari yang
sudah ada dalam melakukan rencana pengembangan atau peningkatan kelas dari suatu
Rumah Sakit.

4 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB II
PERSIAPAN

Persiapan pada Penyusunan Studi Kelayakan (Feasibility Study) adalah Tahapan melakukan
Kompilasi Data dari seluruh Data yang didapat dari hasil Pengumpulan Data yang terdiri dari Data
Primer dan Data Sekunder.

2.1. PENGUMPULAN DATA PRIMER


Pengumpulan Data Primer, dapat dilakukan dengan melalui proses Pengamatan atau Observasi
langsung / Pengamatan atau Observasi Lapangan sehingga akan didapat seluruh Informasi atau
Data secara visual pada wilayah Perencanaan. Pengumpulan Data Primer dapat pula dilakukan
dengan cara Wawancara atau Tanya Jawab kepada Instansi-instansi dan pihak-pihak lain yang
berkaitan dengan pekerjaan penyusunan ini dan atau dengan langsung kepada masyarakat umum
selaku salah satu Pelanggan dari Rumah Sakit. Sifat wawancara bersifat terbuka artinya
pengambilan data tidak terpatok pada kuesioner namun dapat dikembangkan secara lisan dengan
responden.
Secara garis besar Data yang didapat dari Pengumpulan Data Primer adalah :
1. Kondisi Potensi Lahan/ Lokasi
2. Informasi langsung lainnya yang terkait dengan Kondisi dan Potensi yang ada terkait dengan
Standar/ Pedoman dan Ketentuan yang berlaku serta Sasaran dari Rencana Pembangunan/
Pengembangan Rumah Sakit serta informasi keinginan yang ada

2.2. PENGUMPULAN DATA SEKUNDER


Pengambilan Data Sekunder, dapat dilakukan dengan mendatangi pula masing-masing Instansi
lainnya yang berkaitan sesuai dengan data yang dibutuhkan dalam pekerjaan penyusunan ini. Jika
pada salah satu Instansi ternyata Data tidak dipunyai, atau sedang dalam proses pembuatan, atau
sedang digunakan untuk keperluan lain maka konsultan dapat mencari pada Instansi lain yang
terkait sesuai dengan kebutuhan data atau mencarinya pada Literatur mengenai KeRumah Sakitan
lainnya.
Untuk melaksanakan pekerjaan ini diperlukan Data Internal/ Data Dalam dari rumah sakit yang ada
dan atau rumah sakit di wilayah sekitarnya, yang terdiri dari :
1. Data Kesehatan pada Rumah Sakit yang ada, meliputi :
- Angka Kesakitan (Morbiditas) Utama Rawat Inap Angka Kematian (Mortalitas)
- Angka Kelahiran
- Angka Pasien Rujukan
- Data Asal Pasien Rawat Jalan, Rawat Gawat Darurat dan Rawat Inap
- Jumlah Pasien Rawat Jalan
- Jumlah Pasien Rawat Inap
- Jumlah Hari Rawat
- Angka Rata-rata Hari Rawat secara keseluruhan

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 5


- Jumlah dan Jenis Pelayanan Kesehatan
- Jumlah dan jenis Tenaga Kesehatan
- Jumlah dan Jenis Layanan Spesialistik Rumah Sakit
- Jumlah dan Jenis Layanan Penunjang Medik Rumah Sakit
- Struktur Organisasi Manajemen Rumah Sakit
2. Data Lokasi
- Data Kondisi Lahan Rumah Sakit yang ada dan pengembangannya
- Bentuk dan Luas Lahan serta Lantai Bangunan yang ada serta rencana perluasannya
- Kondisi Lingkungan menurut ketentuan daerah setempat.
- Batas lokasi lahan sekelilingnya
- Jaringan Listrik, Air Minum, Telkom, Air Kotor/Limbah, Pemadam Kebakaran, Jaringan
Gas dan Pembuangan Sampah
- Data Penggunaan dan ketinggian Bangunan serta Dokumen Perencanaan Bangunan
yang ada (Arsitektur, Struktur, Elektrikal dan Mekanikal Bangunan).
3. Data Finansial/Keuangan
- Data Tarif Perawatan yang ada di Rumah Sakit
- Cash Flow Rumah Sakit yang ada
- Data Kinerja Tahunan Rumah Sakit yang ada
4. Data Luar/ Data Eksternal Rumah Sakit dan Lingkungan
a. Data Kesehatan
- Angka Kesehatan (Morbiditas), Penyakit Utama Rawat Jalan di Puskesmas dan
Rumah Sakit
- Angka Kesakitan (Mortalitas), Penyakit Utama Rawat Inap di Puskesmas dan
Rumah Sakit
- Jumlah Posyandu, Puskesmas Pembantu, Puskesmas dengan Tempat Tidur dan
Puskesmas Keliling
- Jumlah dan Jarak merata Puskesmas Pembantu, Puskesmas DTP dan
Puskesmas Keliling dengan Rumah Sakit di wilayah kerja.
- Jumlah Rumah Sakit di wilayah kerja termasuk Rumah Sakit Swasta.
- Jarak Antar Rumah Sakit di wilayah Kerja
- Jumlah Tempat Tidur Rumah Sakit di Wilayah Jangkauan Rumah Sakit.
- Jumlah dan Jenis tenaga dokter umum dan Spesialis di wilayah kerja.
- Jumlah tenaga kesehatan lainnya diwilayah kerja
b. Data Keadaan Lingkungan Sekitar
- Jalan Pencapaian dan Kondisinya serta Klasifikasi Jalan Lingkungan berupa Jalan
Utama maupun Jalan Penghubung lainnya.

6 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


- Utilitas bangunan sesuai yang ada apakah wilayah ini sudah memiliki jaringan
telepon, listrik, air bersih dan saluran pembuangan serta data kondisinya.
- Kondisi Topografi wilayah perencanaan.
- Rencana peruntukkan tanah di sekitar wilayah perencanaan yang terkait dengan
Rencana Tata Ruang Kota yang ada (RTBL, RUTR, RDTR, RTRW).
- Iklim dan cuaca setempat diwilayah ini.
5. Data Kesehatan Kota/ Kabupaten
- Data Tarif Perawatan di Rumah Sakit lain sekitar lokasi
- Sebaran Rumah Sakit sekitar wilayah
- Pola penyakit daerah setempat.
6. Data Kebijakan, Pedoman dan Peraturan Pemerintah
- Kebijakan dan pedoman terkait layanan Kesehatan Rumah Sakit.
- Peruntukan Tanah diwilayah setempat.
- Rencana Detail Tata Ruang.
- Peraturan Teknis yang berlaku setempat , antara lain:
1) Garis Sempadan Bangunan (;GSB)
2) Jarak bebas Bangunan
3) Koefisien Lantai Bangunan (;KLB)
4) Tinggi maksimal lantai bangunan
5) Koefisien Dasar Bangunan (;KDB)
6) Koefisien Daerah Hijau (;KDH)
7. Data Demografi
- Luas Wilayah
- Jumlah Penduduk
- Angka Kepadatan
- Laju Pertumbuhan Penduduk
8. Data Sosial Dan Budaya
- Agama
- Peranan Masyarakat
- Suku Bangsa
9. Data Ekonomi
- Mata Pencarian
- Tingkat Pendapatan
- Penghasilan setempat berupa Pendapatan Asli Daerah (;PAD)
- Produk Domestik Regional Bruto (;PDRB) daerah setempat.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 7


BAB III
ANALISIS SITUASI

Analisis Situasi dalam Studi Kelayakan (Feasibility Study) dilakukan suatu analisis dari seluruh
aspek-aspek baik dari aspek Eksternal sebagai peluang ataupun ancaman maupun aspek Internal
yang dapat menjadi kekuatan ataupun kelemahan sehingga aspek-aspek tersebut dapat
menjadikan Kecenderungan suatu Rumah Sakit dalam melakukan pembangunan baru atau
melakukan pengembangan berupa peningkatan status layanan Rumah Sakit tersebut.
Untuk menganalisis aspek Ekternal dan aspek Internal perlu dilakukan proyeksi berupa forcasting,
kecuali data-data yang tidak memungkinkan tetap disajikan dalam bentuk tabel, diagram batang
atau pun diagram pie untuk melihat kecenderungannya.
Aspek-aspek yang dikaji sebagai analisis situasi diharapkan mendapatkan suatu kecenderungan
Rumah Sakit setelah melakukan segmentasi dan posisioning, aspek-aspek tersebut antara lain:

3.1. Aspek Esternal


Aspek Eksternal yang akan dianalisis guna melihat peluang yang dapat menjadikan Rumah Sakit
untuk terus berkembang di masa mendatang serta melihat ancaman yang perlu diantisipasi oleh
Rumah Sakit agar tidak menjadi suatu hambatan di dalam operasional Rumah Sakit kedepannya.
1. Kebijakan
Melakukan kajian berupa menganalisis kebijakan dan Pedoman serta Peraturan baik
kebijakan dan pedoman yang terkait dengan pendirian atau pengembangan suatu Rumah
Sakit dari berbagai aspek Ekternal maupun Peraturan - peraturan Daerah setempat dimana
lokasi Rumah Sakit tersebut berada.
2. Demografi
Pertumbuhan Demografi suatu wilayah dimana lokasi Rumah Sakit tersebut berada dapat
merupakan segmentasi pasar dari layanan kesehatan yang akan diberikan oleh Rumah Sakit
tersebut. Untuk melihat kecenderungan demografi perlu diproyeksikan hingga maksimum 20
tahun mendatang dengan dasar data series minimal 3 tahun sebelumnya. Proyeksi demografi
yang dimaksud berupa proyeksi :
a. Jumlah penduduk secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan kecamatan.
b. Jumlah penduduk secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan jenis kelamin.
c. Jumlah penduduk secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan usia.
3. Geografi
Letak Rumah Sakit secara Geografis sangat berpengaruh tehadap posisioning suatu Rumah
Sakit. Posisi lahan Rumah Sakit terhadap Kondisi Wilayah disebelah Utara, Selatan, Barat
dan Timur beserta Kondisi Sarana Prasarananya baik sarana kesehatan, perumahan,
pendidikan, aksesibilitas dll, yang merupakan penentu posisioning Rumah Sakit yang akan
dibangun maupun dalam melakukan pengembangan peningkatan layanan kesehatan.

8 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


4. Sosial Ekonomi dan Budaya
a. Sosial Ekonomi
Pada kajian ini melihat proyeksi Sosial Ekonomi pada wilayah dimana lokasi Rumah Sakit
berada dengan memproyeksikan hingga maksimal 20 tahun mendatang dengan dasar
data series minimal 3 tahun sebelumnya terkait dengan kondisi perekonomian penduduk
dan perekonomian daerah setempat, berupa proyeksi :
1) Jumlah penduduk secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan mata
pencaharian
2) Jumlah penduduk secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan pendidikan
3) Jumlah sarana pendidikan di wilayah tertentu dimana lokasi Rumah Sakit berada.
4) Laju pertumbuhan ekonomi daerah setempat.
b. Sosial Budaya
Kajian ini melihat proyeksi Sosial Budaya pada wilayah dimana lokasi Rumah Sakit
berada dengan memproyeksikan hingga maksimal 20 tahun mendatang dengan dasar
data series minimal 3 tahun sebelumnya terkait, berupa proyeksi Jumlah penduduk
secara keseluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan agama, serta kajian terhadap
kebiasaan atau budaya wilayah terkait dengan pola hidup masyarakat sekitar.
5. Sumber Daya Manusia/ Ketenaga Kerjaan Kesehatan
Kajian terhadap ketersediaan SDM/ Ketenagakerjaan di bidang kesehatan pada wilayah
dimana Rumah Sakit tersebut berada merupakan pertimbangan yang harus diperhatikan
dalam membuat suatu layanan kesehatan Rumah Sakit terutama dikaitkan dengan layanan
unggulan. Ketersediaan Sumber Daya Manusia/ Ketenagakerjaan di Bidang Kesehatan antara
lain :
a. Tenaga medis dan penunjang medis
b. Tenaga keperawatan
c. Tenaga kefarmasian
d. Tenaga manajemen Rumah Sakit
e. Tenaga nonkesehatan
6. Derajat Kesehatan
Derajat Kesehatan dalam Penyusunan Studi Kelayakan (Feasibility Study) perlu dilakukan
kajian dengan tujuan melihat kecenderungan derajat kesehatan pada wilayah tertentu
sehingga dalam menyiapkan fasilitas kesehatan Rumah Sakit sesuai dengan kecenderungan
di wilayah dimana lokasi Rumah Sakit berada. Kajian derajat kesehatan yang dimaksud
adalah sebagai berikut :
a. Angka Kematian
b. Angka Kelahiran
c. Angka Kesakitan
d. Jumlah Sarana Kesehatan di wilayah tertentu
e. Jumlah Tempat Tidur tersedia di wilayah tertentu
f. Indikator Kinerja Rumah Sakit di wilayah tertentu

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 9


3.2. Aspek Internal
Aspek Internal yang akan dianalisis guna melihat kekuatan bagi Rumah Sakit untuk dapat survive
dalam melaksanakan operasional yang akan mengurangi ancaman yang terjadi, serta melihat
kelemahan yang perlu diantisipasi oleh Rumah Sakit agar tidak menjadi suatu hambatan di dalam
operasional Rumah Sakit kedepannya.
1. Sarana Kesehatan
Kajian Sarana Kesehatan di sekitar wilayah jangkauan pelayanan Rumah Sakit yang akan
dibangun atau pengembangan dimaksud untuk mendapatkan kecenderungan dalam hal
pangsa pasar serta pola penentuan Sistim Tarif di wilayah tertentu.
2. Pola Penyakit dan Epidemiologi
Kajian Pola Penyakit di Rumah Sakit dimaksudkan untuk melihat kecederungan Pola Penyakit
yang banyak terjadi pada Rumah Sakit tersebut dengan memproyeksikan kencenderungan
Pola Penyakit guna menentukan unggulan Rumah Sakit.
3. Teknologi
Kajian terhadap Kemajuan Teknologi berupa peralatan kesehatan yang terus menerus
mengalami perkembangan tentunya sangat berpengaruh terhadap Layanan Kesehatan serta
kesiapan SDM Rumah Sakit tersebut.
4. SDM/ Ketenaga Kerjaan Rumah Sakit
Kajian terhadap SDM di Rumah Sakit dimaksudkan mengkaji kesiapan SDM di Rumah Sakit
terhadap Jenis Layanan Kesehatan yang akan diberikan kepada masyarakat sesuai dengan
segmentasi dan posisioning dari Rumah Sakit tersebut.
5. Organisasi
Organisasi di Rumah Sakit tentunya akan berpengaruh terhadap Kegiatan Operasional
Rumah Sakit yang berdampak kepada Kinerja suatu Rumah Sakit. Bentuk Organisasi akan
disesuaikan dengan Jenis Layanan dan Klasifikasi Rumah Sakit.
6. Kinerja dan Keuangan
Kondisi Kinerja Rumah Sakit dan Kondisi Keuangan Rumah Sakit berupa Pendapatan dan
Pengeluaran Rumah Sakit akan dikaji dan diproyeksikan yang diharapkan dapat melihat
kecenderungan dan potensi perkembangan kinerja dan pendapatan Rumah Sakit dimasa
mendatang sehingga mendapatkan gambaran kekuatan atau kelemahan rencana
pengembangan Rumah Sakit tersebut.

10 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB IV
ANALISIS PERMINTAAN

Analisis Permintaan dalam Penyusunan Studi Kelayakan (Feasibility Study) akan membahas
tentang Analisis Posisi Kelayakan Rumah Sakit dari 5 (lima) aspek. Berdasarkan Analisis Aspek
Eksternal dan Aspek Internal yang telah dilakukan pada Analisis Situasi maka dilakukan analisis
yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan serta
peluang dan ancaman yang secara sistematis akan menjadi pertimbangan tehadap kelayakan
pembangunan Rumah Sakit tersebut. Hasil analisis tersebut selanjutnya digunakan sebagai acuan
untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya dalam upaya memaksimalkan Kekuatan (strength)
dan memanfaatkan Peluang (opportunity) serta secara bersamaan berusaha untuk meminimalkan
Kelemahan (weakness) dan mengatasi Ancaman (threat).
Aspek-aspek Kelayakan pada Analisis Permintaan ini akan diuraikan berikut ini.

4.1. LAHAN DAN LOKASI


Kelayakan lahan dan lokasi tentunya terkait dengan kecenderungan Letak Geografis yang terletak
pada wilayah dimana kondisi wilayah disekitarnya sangat mendukung dari aspek penggunaan
lahan, infrastruktur dan aksesibilitas serta kecenderungan demografi di wilayah dimana Rumah
Sakit berada.

4.2. KLASIFIKASI KELAS RS


Kelayakan Klasifikasi Kelas Rumah Sakit akan ditinjau dari kecenderungan data penyakit sehingga
dapat memperoleh gambaran Klasifikasi Kelas Rumah Sakit sesuai dengan jenis layanannya serta
kesiapan SDM yang dimiliki.
1. Kapasitas Tempat Tidur (TT)
Perhitungan Kapasitas Tempat Tidur/ TT, berupa jumlah TT yang harus disiapkan oleh
Rumah Sakit tersebut. Prakiraan kebutuhan jumlah TT dapat menggunakan rasio minimal
1/1.000 artinya dari jumlah penduduk pada wilayah jangkauan Rumah Sakit sejumlah 1.000
orang akan dibutuhkan 1 TT. Kecenderungan fasilitas pelayanan kesehatan berupa jumlah
total TT pada fasyankes di wilayah tersebut dapat menjadikan dasar sebagai perhitungan
kebutuhan kapasitas TT yang selanjutnya akan dibagi berdasarkan klasifikasi kelas
perawatan sesuai dengan Analisis Daya Beli masyarakat sekitar sebagai Pangsa Pasar
Rumah Sakit serta pemenuhan Pedoman dan Ketentuan yang berlaku.
2. Jenis Layanan
Jenis layanan yang akan diberikan kepada masyarakat tentunya akan disesuaikan dengan
klasifikasi kelas Rumah Sakit yang akan disiapkan. Jenis layanan tersebut berupa pelayanan
medik, penunjang medik, administrasi dan servis.
3. Layanan Unggulan
Dari jenis layanan yang akan diberikan tentunya perlu adanya suatu layanan unggulan yang
akan disiapkan atas dasar kecenderungan pola penyakit yang terjadi di Rumah Sakit dan di
wilayah tempat Rumah Sakit tersebut berada.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 11


BAB V
ANALISIS KEBUTUHAN

Analisis kebutuhan merupakan analisis mengenai kebutuhan yang harus disediakan oleh Rumah
Sakit secara keseluruhan yang disesuaikan berdasar analisis permintaan yang telah dilakukan.
Analisis kebutuhan ini dapat memberikan gambaran mengenai rencana pengembangan dari
Rumah Sakit tersebut dilihat dari aspek :

1. KEBUTUHAN LAHAN
Kebutuhan lahan Rumah Sakit dapat dihitung berdasarkan Program Ruang Rumah Sakit serta
kebijakan Pemerintah Daerah setempat mengenai Intensitas Bangunan berupa Koefisien
Dasar bangunan (KDB), Koefisien Lantai bangunan (KLB), Garis Sempadan Bangunan (GSB)
dan Koefisien Dasar Bangunan (KDH), serta Peruntukan Lahan yang mengizinkan digunakan
sebagai Lahan yang dapat dibangun Rumah Sakit.

2. KEBUTUHAN RUANG
Kebutuhan Ruang secara keseluruhan dari Rumah Sakit dapat dihitung 1TT sebesar 80 m2 –
110 m2 disesuaikan dengan Bentuk dan Klasifikasi Rumah Sakitnya.

3. PERALATAN MEDIS & NON MEDIS


Peralatan Medis dan Non Medis akan disesuaikan dengan Kapasitas dan Jenis Layanan dari
Rumah Sakit tersebut.

4. SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)


Dalam hal pemenuhan ketenagaan atau Sumber Daya Manusia (SDM) perlu
mempertimbangkan/ memperhitungkan tenaga seefisien dan seefektif mungkin agar
menjadikan suatu Manajemen Pengelolaan Rumah Sakit yang optimal.

5. ORGANISASI & URAIAN TUGAS


Organisasi dan Uraian Tugas akan disusun sesuai dengan Bentuk dan Klasifikasi Rumah
Sakit.

12 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB VI
ANALISIS KEUANGAN

Analisis Keuangan memberikan gambaran tentang rencana penggunaan sumber anggaran yang
dimiliki, sehingga dapat diketahui tingkat pengembalian biaya yang akan diinvestasikan. Dengan
demikian maka pihak pemilik/ investor dapat melihat tingkat keuntungan yang mungkin akan
diperoleh.
Adapun aspek keuangan yang akan dianalisis terdiri dari:
1. Rencana Investasi dan Sumber Dana
2. Proyeksi Pendapatan dan Biaya
3. Proyeksi Cash Flow
4. Analisis Keuangan : Break Event Point (BEP), Internal Rate of Return (IRR), dan Net Present
Value (NPV)

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 13


BAB VII
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KELAYAKAN

7.1. KESIMPULAN
Bagian kesimpulan dari studi kelayakan (;feasibility study) akan memberikan perspektif dari 4
sudut pandang, yaitu analisis situasi, analisis permintaan, analisis kebutuhan dan analisis
keuangan.
1. Analisis Situasi
Analisis situasi memberikan informasi tentang aspek eksternal dan aspek internal sebagai
suatu kecenderungan Rumah Sakit. Aspek eksternal terdiri dari Kebijakan, Demografi,
Geografi, Sosial Ekonomi dan Budaya, SDM Kesehatan, Derajat Kesehatan sedangkan
aspek internal terdiri dari Sarana kesehatan, Pola penyakit dan Epidemiologi, Teknologi,
SDM Kesehatan di RS, Organisasi, Kinerja dan keuangan
2. Analisis Permintaan
Analisis permintaan menggambarkan posisi kelayakan rumah sakit dari berbagai aspek
berdasarkan analisis aspek eksternal dan aspek internal yang telah dilakukan pada analisis
situasi maka dilakukan analisis yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
menjadi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang secara sistematis akan
menjadi pertimbangan tehadap kelayakan pembangunan Rumah Sakit tersebut. Hasil
analisis tersebut selanjutnya digunakan sebagai acuan untuk menentukan langkah-langkah
selanjutnya dalam upaya memaksimalkan kekuatan (strength) dan memanfaatkan peluang
(opportunity) serta secara bersamaan berusaha untuk meminimalkan kelemahan (weakness)
dan mengatasi ancaman (threat).
3. Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan menggambarkan mengenai kebutuhan yang harus disediakan oleh
Rumah Sakit secara keseluruhan yang disesuaikan berdasar analisis permintaan yang telah
dilakukan.
Analisis kebutuhan ini dapat memberikan gambaran mengenai rencana pengembangan dari
rumah sakit tersebut dilihat dari aspek kebutuhan lahan, kebutuhan ruang, peralatan medis &
non medis, SDM, organisasi & uraian tugas.
4. Analisis Keuangan
Mengetahui secara keseluruhan analisis keuangan dari segi :
a. Rencana Investasi dan Sumber Dana
b. Proyeksi Pendapatan dan Biaya
c. Proyeksi Cash Flow
d. Analisis Keuangan : BEP, Internal Rate of Return, dan Net Present Value

7.2. REKOMENDASI
Memberikan gambaran berupa rekomendasi langkah-langkah yang harus ditempuh berdasarkan
hasil dari 4 analisis dan dapat pula dijadikan rencana strategi dari manajemen Rumah Sakit
tersebut.

14 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB VIII
PENUTUP

8.1 Pedoman Studi Kelayakan (Feasibility Study) Rumah Sakit ini diharapkan dapat digunakan
sebagai rujukan oleh pengelola fasilitas pelayanan kesehatan, penyedia jasa perencanaan,
Pemerintah Daerah, dan instansi yang terkait dengan kegiatan pengaturan dan
pengendalian penyelenggaraan pembangunan bangunan fasilitas pelayanan kesehatan,
guna menjamin kesehatan penghuni bangunan dan lingkungan terhadap bahaya penyakit.
8.2 Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau yang bersifat alternatif, serta
penyesuaian Pedoman Studi Kelayakan (Feasibility Study) Rumah Sakit ini oleh masing-
masing daerah disesuaikan dengan kondisi daerah.
8.3. Dalam penyusunan Studi Kelayakan (Feasibility Study) Rumah Sakit dapat berkoordinasi
dan berkonsultansi dengan Sub Direktorat Bina Sarana dan Prasarana Kesehatan Direktorat
Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 15


16 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit
PEDOMAN PENYUSUNAN
RENCANA INDUK (MASTER PLAN)
RUMAH SAKIT

DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATAN


SUB DIREKTORAT BINA SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN
TAHUN 2012
DAFTAR ISI

BAB - I PENDAHULUAN 1
1.1 Umum 1
Dijelaskan mengenai hasil-hasil survey (kesimpulan)
1.2 Maksud dan Tujuan 2
1.3 Ruang Lingkup 2
1.4 Pengertian 4

BAB - II PERSIAPAN 5
2.1. Pengumpulan Data Primer 5
2.2. Pengumpulan Data Sekunder 5

BAB - III ANALISIS KONDISI UMUM 9


3.1. Aspek Eksternal 9
3.2. Aspek Internal 11

BAB - IV MASTER PROGRAM 12

BAB - V PROGRAM FUNGSI 14


5.1. Aktivitas Kerja 14
5.2. Hubungan Fungsional 15
5.3. Pengelompokan/ Zonasi 16
5.4. Pola Sirkulasi Kegiatan Rumah Sakit 16
5.5. Kebutuhan Pembiayaan 19

BAB - VI RENCANA BLOK BANGUNAN DAN KONSEP UTILITAS RUMAH SAKIT 20


6.1. Perencanaan Blok Plan 20
6.2. Perencanaan Konsep Utilitas 20

BAB - VII RENCANA INDUK/ MASTER PLAN RS 21

BAB - VIII PENUTUP 22

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. UMUM

Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28 Bagian H ayat
(1) telah menegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian
dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Undang Undang nomor 36 tahun
2009 tentang Kesehatan pada pasal 19 menyebutkan bahwa Pemerintah bertanggung jawab atas
ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien dan terjangkau.
Dalam Undang-Undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 7 ayat (1) menyebutkan
Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia,
kefarmasian, dan peralatan. Pada pasal 8 ayat (1) disebutkan bahwa persyaratan lokasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan,
keselamatan lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan
kelayakan penyelenggaraan Rumah Sakit, demikian juga pada ayat (3) disebutkan bahwa
ketentuan mengenai tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
peruntukan lokasi yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana
Tata Ruang Kawasan Perkotaan dan/atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Kemudian
dalam Bagian Ketiga tentang Bangunan, pasal 9 butir (b) menyebutkan bahwa persyaratan teknis
bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian
pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat,
anak-anak, dan orang usia lanjut. Hal ini sejalan dengan Undang Undang nomor 28 tahun 2002
tentang Bangunan Gedung dimana pada pasal 7 ayat (3) disebutkan bahwa persyaratan teknis
bangunan gedung meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan yang
meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan.
Rencana membangun atau mengembangkan suatu Rumah Sakit akan dilakukan setelah
mengetahui Jenis layanan Kesehatan Rumah Sakit serta kapasitas Tempat Tidur (TT) yang akan
dilakukan dan disediakan untuk masyarakat sesuai dengan Hasil Kajian Studi Kelayakan/
Feasibility Study.
Rencana ini selanjutnya akan disusun dalam suatu Kajian berupa Penyusunan Rencana Induk/
Master Plan yang menggambarkan Rencana Pembangunan dan atau Pengembangan serta
Rencana Pentahapan Pelaksanaannya yang dilihat dari semua aspek secara komprehensif dan
berkesinambungan serta utuh sebagai satu kesatuan Fasilitas Sarana dan Prasarana Rumah
Sakit.
Pembangunan Fasilitas Sarana Prasarana Rumah Sakit diperlukan adanya suatu perencanaan
yang terpadu secara keseluruhan dalam jangka waktu maksimal 20 tahun mendatang dan dapat
dilakukan pengkajian ulang sesuai kebutuhan, yang walaupun dilaksanakan secara bertahap
perencanaan ini akan menjadi dasar acuan penyusunan perencanaan detail desain bangunan
Rumah Sakit tersebut, yang selanjutnya akan digunakan dalam pelaksanaan pembangunan
konstruksi fisik guna memperoleh hasil yang maksimal nantinya dalam satu kesatuan yang terpadu
dan berkesinambungan.
Pekerjaan Penyusunan Rencana Induk/ Master Plan adalah salah satu tahapan atau bagian dari
pekerjaan yang dilakukan pada Tahap Awal Pekerjaan Perencanaan dan Perijinan, yang disusun

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 1


dengan berdasarkan hasil Studi Analisis terhadap Kondisi Potensi, Kebijakan dan Batasan yang
ada sehingga dapat dihasilkan suatu perencanaan Rencana Induk/ Master Plan yang terintegrasi.

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN

Pedoman Master Plan Rumah Sakit ini dimaksudkan agar dalam menyusun rencana secara
keseluruhan yang berkesinambungan dan terpadu untuk melaksanakan fungsi sepenuhnya
sebagai Rumah Sakit yang terus berkembang dalam peningkatan layanannya secara terinci dalam
tahapan-tahapan pengadaan sumber daya manusia, pembiayaan, maupun prasarana dan sarana
fisik bangunannya, yang tersusun dalam suatu Rencana Induk/ Master Plan Rumah Sakit.

Pedoman Master Plan Rumah Sakit ini akan dijadikan dasar acuan dalam mewujudkan Rencana
Pembangunan dan Pengembangan suatu Rumah Sakit agar baik dan benar yang akan menjadi
acuan bagi pengelola rumah sakit maupun bagi konsultan perencana sehingga masing-masing
pihak dapat memiliki persepsi yang sama. Pedoman ini akan menjelaskan langkah-langkah atau
proses yang perlu dilakukan dalam menyusun suatu Rencana Induk/ Master Plan Rumah Sakit.

1.3. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup Penyusunan Rencana Induk/ Master Plan ini meliputi Pembahasan Kecenderungan
Eksternal dan Internal, Master Program, Program Fungsi, Rencana Block Plan dan Konsep Utilitas
serta Rencana Pentahapan Pelaksanaan Pembangunan Fisik Sarana dan Prasarana Rumah
Sakit dari semua aspek secara komprehensif dan berkesinambungan, yang Tahapan prosesnya
dapat dilihat pada bagan dibawah ini:

2 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


PROSES PENYUSUNAN MASTER PLAN

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 3


1.4. PENGERTIAN

1.4.1 Rumah sakit


adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawat darurat.
1.4.2. Rencana Induk/ Master Plan
Rencana dan langkah-langkah dari tahapan yang harus dilakukan oleh pihak Penentu
(Pemilik/Penyandang Dana ataupun Pengelola Rumah Sakit) dalam rangka mewujudkan
target dan sasarannya dalam membangun dan mengembangkan Rumah Sakit.
1.4.3. Rencana Blok (Block Plan)
Peletakan massa-massa bangunan dengan bentuk rencana atapnya yang ditempatkan
pada permukaan suatu tapak, dimana konsep tata letak memperhatikan hubungan (pola
aktifitas) antar massa bangunan tersebut.
1.4.4. Rencana Bisnis/ Rencana Strategi
Sebuah alat manajemen yang digunakan untuk mengelola kondisi saat ini untuk melakukan
proyeksi kondisi pada masa depan, sehingga rencana strategis adalah sebuah petunjuk
yang dapat digunakan organisasi dari kondisi saat ini untuk menuju tahun-tahun tertentu di
masa mendatang. Untuk mencapai strategi ini. Berbagai teknik analisis bisnis dapat
digunakan, termasuk analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats).
1.4.5. Zonasi
Membagi wilayah/area , gedung-gedung maupun ruangan-ruangan yang ada di Rumah
Sakit kedalam area yang memiliki kesamaan sifat dan fungsi kedalam satu wilayah/area
yang berdekatan dan saling berhubungan. Tujuan nya adalah untuk memudahkan kendali
pencegahan infeksi nasokomial di rumah sakit, memudahkan identifikasi serta klasifikasi
wilayah/area, gedung, lantai-lantai dan ruangan serta memudahkan operasional dan
pemeliharaan.
1.4.6. Studi Kelayakan
Hasil Analisis dan Penjelasan Kelayakan dari segala aspek yang akan mendasari pendirian
atau pengembangan suatu Rumah Sakit, terkait dengan penentuan Rencana Kerja
Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit yang baru akan dilakukan maupun lanjutan dari yang
sudah ada dalam melakukan rencana pengembangan atau peningkatan kelas dari suatu
Rumah Sakit.

4 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB II
PERSIAPAN

Persiapan pada Penyusunan Rencana Induk/ Master Plan adalah suatu Tahapan pekerjaan
dimana dilakukan Kompilasi Data yang didapat dari hasil Pengumpulan Data, yang terdiri dari Data
Primer maupun Data Sekunder. Pengumpulan Data untuk penyusunan Rencana Induk
Pembangunan Rumah Sakit Baru dan Rencana Induk Pengembangan Rumah Sakit disesuaikan
dengan kebutuhan dan kondisi.

2.1. PENGUMPULAN DATA PRIMER


Pengumpulan Data Primer, dilakukan dengan pengamatan atau observasi langsung/ pengamatan
lapangan sehingga akan didapat informasi atau data secara visual pada wilayah perencanaan.
Pengumpulan Data Primer dapat pula dilakukan dengan cara Wawancara atau Tanya Jawab
kepada Instansi terkait, Pihak yang berkaitan dengan pekerjaan penyusunan ini dan atau dengan
Masyarakat Umum selaku Pelanggan dari Rumah Sakit. Sifat wawancara yang dilakukan terbuka,
dimana pengambilan data tidak terpatok hanya pada kuesioner saja namun dapat dikembangkan
secara lisan dengan responden.
Secara garis besar data yang didapat dari Data Primer adalah :
1. Kondisi Lahan/ Lokasi yang akan dibangun atau dikembangkan sebagai Fasilitas Sarana dan
Prasarana Rumah Sakit.
2. Informasi lainnya yang terkait dengan rencana dari Manajemen Rumah Sakit.
3. Informasi keinginan masyarakat sekitar terkait Layanan Kesehatan Rumah Sakit

2.2. PENGUMPULAN DATA SEKUNDER


Pengumpulan Data Sekunder, dilakukan dengan mendatangi masing-masing Instansi terkait
sesuai dengan Data yang dibutuhkan dalam pekerjaan penyusunan ini. Jika pada salah satu
Instansi ternyata Data tidak dipunyai, atau sedang dalam proses pembuatan, atau sedang
digunakan untuk keperluan lain maka Data dapat mencari pada instansi lain yang terkait sesuai
dengan kebutuhan data tersebut.
Untuk melaksanakan pekerjaan ini diperlukan data-data:
2.2.1. Data Dalam/Internal dari Rumah Sakit
1. Data Kesehatan
- Angka Kesakitan (Morbiditas) Utama Rawat Inap Rumah Sakit
- Angka Kematian (Mortalitas) pada Rumah Sakit.
- Angka Kelahiran
- Angka Pasien Rujukan
- Data Asal Pasien Rawat Jalan, Rawat Gawat Darurat dan Rawat Inap di Rumah
Sakit
- Jumlah Pasien Rawat Jalan pada Rumah Sakit

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 5


- Jumlah Pasien Rawat Inap pada Rumah Sakit
- Jumlah Hari Rawat pada Rumah Sakit
- Angka Rata-rata Hari Rawat di Rumah Sakit secara keseluruhan
- Jumlah dan Jenis Pelayanan Kesehatan pada Rumah Sakit
- Jumlah dan jenis Tenaga Dokter pada Rumah Sakit
- Jumlah Tenaga Paramedik Perawatan di Rumah Sakit
- Jumlah Tenaga Peramedik Non Perawatan di Rumah Sakit
- Jumlah Tenaga Non medik di Rumah Sakit
- Jumlah dan Jenis Layanan Spesialistik di Rumah Sakit
- Jumlah dan Jenis Layanan Penunjang Medik di Rumah Sakit
- Struktur Organisasi Manajemen Rumah Sakit
2. Data Lokasi
- Data Kondisi Lahan Rumah Sakit yang ada dan rencana pengembangannya
- Bentuk dan Luas Lahan dan Lantai Bangunan yang ada serta rencana
perluasannya
- Kondisi Lingkungan menurut ketentuan Pemerintah Daerah setempat pada Lahan
yang ada dan sekitarnya
- Batas lokasi lahan sebelah Utara/ Selatan/ Timur/ Barat atau Depan/ Belakang/ Kiri/
Kanan lokasi Lahan
- Jaringan Listrik, Air Minum, Telepon, Air Kotor / Limbah, Pemadam Kebakaran,
Jaringan Gas dan Pembuangan Sampah
- Data Penggunaan dan Ketinggian Bangunan serta Dokumen Perencanaan
Bangunan yang ada (Arsitektur, Struktur, Elektrikal dan Mekanikal Bangunan)
3. Data Studi Terdahulu
- Studi Kelayakan Rumah Sakit terdahulu yang masih berlaku
- Rencana Bisnis atau Rencana Strategi Rumah Sakit
2.2.2. Data Eksternal Rumah Sakit dan Lingkungan
1. Data Kesehatan
a. Angka Kesehatan (Morbiditas) penyakit utama Rawat Jalan di Puskesmas dan
Rumah Sakit
b. Angka Kesakitan (Morbilitas) penyakit utama Rawat Inap di Puskesmas dan
Rumah Sakit
c. Jumlah Posyandu, Puskesmas Pembantu, Puskesmas dengan tempat tidur dan
Puskesmas Keliling
d. Jumlah dan Jarak merata Puskesmas Pembantu, Puskesmas DTP dan Puskesmas
Keliling dengan Rumah Sakit di wilayah kerja
e. Jumlah Rumah Sakit di wilayah kerja termasuk Rumah Sakit Swasta
f. Jarak Antar Rumah Sakit di wilayah Kerja

6 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


g. Jumlah Tempat Tidur Rumah Sakit di Wilayah Jangkauan Rumah Sakit
h. Jumlah dan Jenis Tenaga Dokter Umum dan Spesialis di wilayah kerja
i. Jumlah Tenaga Para Medik Perawatan, Para Medik Non Perawatan dan Tenaga
Non Medik diwilayah kerja
2. Data Keadaan Lingkungan Sekitar
a. Jalan Pencapaian dan Kondisinya serta Klasifikasi Jalan Lingkungan berupa Jalan
Utama maupun Jalan Penghubung lainnya.
b. Utilitas Bangunan sesuai yang ada apakah wilayah ini sudah memiliki Jaringan
Telepon, Listrik, Air Bersih dan Saluran Pembuangan serta data kondisinya.
c. Kondisi Topografi wilayah perencanaan.
d. Rencana peruntukkan tanah di sekitar wilayah perencanaan yang terkait dengan
Rencana Tata Ruang Kota yang ada (RTBL, RUTR, RDTR, RTRW).
e. Iklim dan Cuaca setempat diwilayah ini.
3. Data Kesehatan Kota/Kabupaten
a. Data Tarif Perawatan di Rumah Sakit lain sekitar lokasi
b. Sebaran Rumah Sakit sekitar wilayah
c. Pola penyakit Kota/ Kabupaten
4. Data Kebijakan dan Pedoman serta Peraturan Pemerintah Setempat
a. Kebijakan dan Pedoman terkait Layanan Kesehatan Rumah Sakit
b. Peruntukan Tanah diwilayah setempat
c. Peraturan Teknis yang berlaku setempat , antara lain:
1) Garis Sempadan Bangunan (;GSB)
2) Jarak bebas Bangunan
3) Koefisien Lantai Bangunan (;KLB)
4) Tinggi maksimal lantai bangunan
5) Koefisien Dasar Bangunan (;KDB)
6) Koefisien Daerah Hijau (;KDH)
5. Data Demografi
a. Luas Wilayah
b. Jumlah Penduduk berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan, dll
c. Angka Kepadatan
d. Laju Pertumbuhan Penduduk
6. Data Sosial Dan Budaya
a. Agama
b. Peranan Masyarakat
c. Suku Bangsa

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 7


7. Data Ekonomi
a. Mata Pencarian
b. Tingkat Pendapatan
c. Penghasilan setempat berupa Pendapatan Asli Daerah (;PAD)
d. Produk Domestik Regional Bruto (;PDRB) daerah setempat.

8 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB III
ANALISIS KONDISI UMUM

Analisis Kondisi Umum dalam Pekerjaan Penyusunan Rencana Induk/ Master Plan adalah
melakukan analisiis dari seluruh aspek-aspek baik dari aspek Eksternal maupun aspek Internal
sehingga aspek-aspek tersebut dapat menjadikan rumusan Kecenderungan suatu Rumah Sakit
dalam melakukan pembangunan baru atau melakukan pengembangan berupa peningkatan status
layanan Rumah Sakit, yang disebut Perumusan Kecenderungan atau Master Program.
Analisis ini dilakukan untuk mengkaji ulang Data yang ada walaupun di dalam Analisis Situasi
pada Studi Kelayakan telah dilakukan, dan hasil dari Analisis Kondisi Umum pada penyusunan
Rencana Induk/ Master Plan adalah untuk perumusan Master Program.
Untuk menganalisis Aspek Ekternal dan Aspek Internal perlu dilakukan proyeksi berupa forcasting,
kecuali data yang tidak memungkinkan tetap disajikan dalam bentuk tabel, diagram batang atau
pun diagram pie untuk melihat kecenderungannya.
Aspek-aspek yang dikaji sebagai Analisis Kondisi Umum diharapkan mendapatkan suatu
kecenderungan Rumah Sakit, aspek-aspek tersebut antara lain:

3.1. ASPEK EKSTERNAL


Aspek Eksternal yang akan dianalisis guna melihat peluang yang dapat menjadikan Rumah Sakit
untuk terus berkembang di masa mendatang serta melihat ancaman yang perlu diantisipasi oleh
Rumah Sakit agar tidak menjadi suatu hambatan di dalam operasional Rumah Sakit kedepannya.
1. Kebijakan
Melakukan Kajian berupa menganalisis Kebijakan dan Pedoman serta Peraturan, baik
Kebijakan dan Pedoman yang terkait dengan pembangunan baru atau pengembangan suatu
Rumah Sakit dari berbagai aspek ekternal maupun peraturan-peraturan Pemerintah Daerah
setempat dimana lokasi Rumah Sakit tersebut berada.
2. Geografi
Letak Rumah Sakit secara geografis sangat berpengaruh tehadap posisioning suatu Rumah
Sakit. Posisi lahan Rumah Sakit terhadap kondisi wilayah disebelah utara, selatan, barat dan
timur beserta kondisi sarana prasarananya baik sarana kesehatan, perumahan, pendidikan,
aksesibilitas dll, merupakan penentu posisioning Rumah Sakit yang akan dibangun maupun
melakukan pengembangan peningkatan Layanan Kesehatan Rumah Sakit.
3. Demografi
Pertumbuhan Demografi suatu wilayah dimana lokasi Rumah Sakit tersebut berada dapat
merupakan segmentasi pasar dari layanan kesehatan yang akan diberikan oleh Rumah Sakit
tersebut. Untuk melihat kecenderungan Demografi perlu diproyeksikan hingga maksimal 20
tahun mendatang dengan dasar data series minimal 3 tahun sebelumnya. Proyeksi
Demografi yang dimaksud berupa proyeksi:
a. Jumlah penduduk secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan kecamatan.
b. Jumlah penduduk secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan jenis kelamin.
c. Jumlah penduduk secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan usia.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 9


4. Sosial Ekonomi dan Budaya
a. Sosial Ekonomi
Pada Kajian ini melihat proyeksi Sosial Ekonomi pada wilayah dimana lokasi Rumah
Sakit berada dengan memproyeksikan hingga maksimal 20 tahun mendatang dengan
dasar data series minimal 3 tahun sebelumnya terkait dengan kondisi perekonomian
penduduk dan perekonomian daerah terkait, berupa proyeksi:
1) Jumlah penduduk secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan mata
pencaharian
2) Jumlah penduduk secara keseluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan pendidikan
3) Jumlah sarana pendidikan di wilayah tertentu dimana lokasi Rumah Sakit berada.
4) Laju pertumbuhan ekonomi daerah setempat.
b. Sosial Budaya
Kajian ini melihat proyeksi Sosial Budaya pada wilayah dimana lokasi Rumah Sakit
berada dengan memproyeksikan hingga maksimal 20 tahun mendatang dengan dasar
data series minimal 3 tahun sebelumnya terkait, berupa proyeksi Jumlah penduduk
secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan agama, serta kajian terhadap
kebiasaan atau budaya wilayah terkait dengan pola hidup masyarakat sekitar.
5. Sumber Daya Manusia/Tenaga Kesehatan
Kajian terhadap ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM)/ Ketenagakerjaan di Bidang
Kesehatan pada wilayah dimana Rumah Sakit tersebut berada merupakan pertimbangan
yang harus diperhatikan dalam membuat suatu Layanan Kesehatan Rumah Sakit terutama
dikaitkan dengan Layanan Unggulan.
Ketersediaan SDM/ Ketenagakerjaan di bidang Kesehatan antara lain :
a. Tenaga medis dan penunjang medis
b. Tenaga keperawatan
c. Tenaga kefarmasian
d. Tenaga manajemen Rumah Sakit
e. Tenaga nonkesehatan
6. Derajat Kesehatan
Derajat kesehatan dalam penyusunan Rencana Induk/ Master Plan perlu dilakukan Kajian,
dengan tujuan melihat kecenderungan derajat kesehatan pada wilayah tertentu sehingga
dalam menyiapkan Fasilitas Kesehatan Rumah Sakit sesuai dengan kecenderungan di
wilayah dimana lokasi Rumah Sakit tersebut berada.
Kajian Derajat Kesehatan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Angka Kematian
b. Angka Kelahiran
c. Angka Kesakitan
d. Jumlah Fasilitas Pelayanan Kesehatan
e. Jumlah Tempat Tidur tersedia
f. Indikator Kinerja Rumah Sakit

10 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3.2. ASPEK INTERNAL
Aspek Internal yang akan dianalisis guna melihat kekuatan bagi Rumah Sakit untuk dapat
melaksanakan operasional secara berkesinambungan dengan mengantisipasi ancaman yang
kemungkinan terjadi, serta melihat kelemahan yang perlu diantisipasi oleh Rumah Sakit agar tidak
menjadi suatu hambatan di dalam operasional Rumah Sakit kedepannya.
1. Bangunan Kesehatan
Kajian bangunan kesehatan di sekitar wilayah jangkauan pelayanan Rumah Sakit yang akan
dibangun atau pengembangan dimaksud untuk mendapatkan kecenderungan dalam hal
pangsa pasar serta pola tarif di wilayah tertentu.
2. Pola Penyakit Di Rumah Sakit
Kajian Pola Penyakit di Rumah Sakit dimaksudkan untuk melihat kecederunagn Pola
Penyakit yang banyak terjadi pada Rumah Sakit tersebut dengan memproyeksikan
kencenderungan Pola Penyakit guna menentukan Unggulan Layanan Kesehatan Rumah
Sakit serta penyiapan Fasilitas Sarana dan Prasarananya.
3. Teknologi
Kajian terhadap kemajuan Teknologi berupa Peralatan Kesehatan/ Sumber Daya Alat (SDA)
yang terus menerus mengalami perkembangan tentunya sangat berpengaruh terhadap
Layanan Kesehatan serta kesiapan SDM Rumah Sakit tersebut.
4. Sumber Daya Manusia/Tenaga Kesehatan Di Rumah Sakit
Kajian terhadap Sumber Daya Manusia (SDM)/ Ketenagakerjaan di Rumah Sakit
dimaksudkan mengkaji kesiapan SDM di Rumah Sakit terhadap Jenis Layanan Kesehatan
Rumah Sakit yang akan diberikan kepada masyarakat sesuai dengan segmentasi dan
posisioning dari Rumah Sakit tersebut.
5. Organisasi
Organisasi di Rumah Sakit tentunya akan berpengaruh terhadap kegiatan operasional
Rumah Sakit yang berdampak kepada kinerja suatu Rumah Sakit. Bentuk organisasi akan
disesuaikan dengan jenis layanan dan tipe Rumah Sakit.
6. Kinerja dan Keuangan
Kondisi kinerja Rumah Sakit dan kondisi keuangan Rumah Sakit berupa pendapatan dan
pengeluaran Rumah Sakit akan dikaji dan diproyeksikan yang diharapkan dapat melihat
kecenderungan dan potensi perkembangan kinerja dan pendapatan Rumah Sakit dimasa
mendatang sehingga mendapatkan gambaran kekuatan atau kelemahan rencana
pengembangan Rumah Sakit tersebut.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 11


BAB IV
MASTER PROGRAM

Dalam melaksanakan pembangunan baru atau pengembangan suatu Layanan Kesehatan Rumah
Sakit, tentunya dilakukan dengan melalui berbagai macam tahapan baik mulai dari Studi
Kelayakan, Studi Lingkungan, Penyusunan Master Plan, Perencanaan Fisik hingga Pelaksanaan
Pembangunan Fisik. Pada Tahap Awal Studi yang telah dilakukan adalah Penyusunan Studi
Kelayakan (;Feasibility Study) Rumah Sakit, dimana pada tahap ini telah dapat menentukan
Master Program Rumah Sakit. Namun Master Program juga dapat ditentukan melaui Analisis
Kondisi Umum yang dilakukan pada Analisis Rencana Induk/ Master Plan ini.
Master Program merupakan perumusan kecenderungan Rumah Sakit yang menggambarkan
secara umum Layanan Kesehatan Rumah Sakit yang akan dapat diberikan kepada masyarakat.
Hasil Studi Kelayakan ataupun Analisis Kondisi Umum pada Analisis Rencana Induk/ Master Plan
ini sangat menentukan Master Program berupa perumusan kecederungan karena telah mengkaji
seluruh aspek baik Aspek Eksternal yaitu yang telah memberi gambaran mengenai segmentasi
baik dari aspek geografi, demografi, sosesbud, derajat kesehatan dan ketenagakerjaan serta
Aspek Internal yang memberikan gambaran mengenai kondisi Rumah Sakit dilihat dari aspek
lahan, lokasi, SDM dan organisasi, Teknologi hingga kemampuan dari Pendanaan/ Pembiayaan.
Master Program dalam Rencana Induk/ Master Plan, dapat terdiri dari:
1. Jenis Layanan dan Unggulan Rumah Sakit
Jenis layanan yang akan diberikan kepada masyarakat tentunya akan disesuaikan dengan
klasifikasi kelas Rumah Sakit yang akan disiapkan. Jenis layanan tersebut berupa Pelayanan
Medik dan Perawatan, Penunjang Medik dan Operasional, Penunjang Umum dan
Administrasi. Dari jenis layanan yang akan diberikan tentunya perlu adanya suatu Layanan
Unggulan yang akan disiapkan atas dasar kecenderungan pola penyakit yang terjadi di
Rumah Sakit dan di wilayah tempat Rumah Sakit tersebut berada.
2. Penetapan Kelas Rumah Sakit
Penetapan Kelas Rumah Sakit akan ditinjau dari kecenderungan data penyakit sehingga
dapat memperoleh gambaran Kapasitas Kualitas dan Kuantitas Layanan Kesehatan yang
akan dilakukan, atau klasifikasi kelas Rumah Sakit sesuai dengan Jenis layanannya serta
kesiapan SDM yang dimiliki dan Fasilitas Sarana dan Prasarana yang akan disediakan (al.
Bangunan, Peralatan dan Jumlah Tempat Tidur/ TT).
3. Kapasitas Tempat Tidur/ TT dan Klasikfikasi Kelas Perawatan
Perhitungan Kapasitas Tempat Tidur/ TT, berupa jumlah TT yang harus disiapkan oleh
Rumah Sakit tersebut. Perkiraan kebutuhan jumlah TT dapat menggunakan rasio minimal
1/1.000 artinya dari jumlah penduduk pada wilayah jangkauan Rumah Sakit sejumlah 1.000
orang akan dibutuhkan 1 TT. Kecenderungan fasilitas pelayanan kesehatan berupa jumlah
total TT pada fasyankes di wilayah tersebut dapat menjadikan dasar sebagai perhitungan
kebutuhan kapasitas TT yang selanjutnya akan dibagi berdasarkan klasifikasi kelas
perawatan sesuai dengan Analisis Daya Beli masyarakat sekitar sebagai Pangsa Pasar
Rumah Sakit serta pemenuhan Pedoman dan Ketentuan yang berlaku.

12 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


4. Perhitungan SDM dan Struktur Organisasi
Dalam hal pemenuhan ketenagaan atau Sumber Daya Manusia (SDM) perlu
mempertimbangkan/ memperhitungkan tenaga seefektif mungkin agar menjadikan suatu
Manajemen Rumah Sakit yang baik. Dalam membentuk suatu Struktur Organisasi dan uraian
tugas akan disusun sesuai dengan klasifikasi kelas Rumah Sakit dan Standar atau Ketentuan
yang berlaku.
5. Kebutuhan Ruang Bangunan Rumah Sakit
Kebutuhan Ruang Bangunan Rumah Sakit akan desesuaikan dengan Jenis dan Kapasitas
Layanan serta Aktifitas yang akan diberikan oleh Rumah Sakit kepada masyarakat.
Perhitungan besaran ruangan masing-masing ruangan pada bangunan berdasarkan fungsi
akan dihitung sesuai dengan standar Arsitektur serta Pedoman Teknis di Bidang Sarana dan
Prasarana Rumah Sakit. Secara perhitungan kasar Standar Luas Lantai Bangunan total
Rumah Sakit dapat dihitung sebesar 80 – 110 m2 / TT.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 13


BAB V
PROGRAM FUNGSI

Program Fungsi merupakan suatu penjelasan secara rinci dari Master Program atau Perumusan
Kecenderungan Rumah Sakit dalam bentuk-bentuk kegiatan pada Rumah Sakit, berupa :

5.1. AKTIVITAS KERJA


Aktivitas Rumah Sakit sangat dipengaruhi oleh Kinerja Rumah Sakit. Aktivitas Rumah Sakit dapat
dipengaruhi oleh penempatan fungsi-fungsi ruangan yang harus berkaitan atau berhubungan
dengan akses yang mudah dan cepat antara fungsi-fungsi yang berkaitan.
Secara umum Pola akitifitas di Rumah Sakit terdiri dari aktivitas-aktivitas:
1. Dalam Bangunan Rumah Sakit
Pola aktivitas dan sirkulasi yang terbentuk dari adanya pergerakan yang timbul dari kegiatan -
kegiatan yang berlangsung di dalam bangunan Rumah Sakit, yang terdiri atas kegiatan
perawatan medik, pelayanan penunjang medik dan non medik, Administrasi dan rekam
medik, servis dan utilitas, serta pelayanan perawatan gawat darurat, dapat diuraikan sebagai
berikut :
a. Pola yang terbentuk dari adanya kegiatan Pelayanan Medis baik alur pasien, Tenaga
Medis dan Penunjang Medis, Tenaga Non Medis serta Pengunjung atau Pengantar/
Keluarga pasien serta alur peralatan.
b. Pola sirkulasi aktivitas seluruh kegiatan Rumah Sakit dengan pengaturan alur tersebut
diatas memenuhi ketentuan dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah
Sakit.
c. Pelayanan Penunjang Medis dan Non Medis yang terbentuk akibat adanya kegiatan
Medis dan penunjangnya.
d. Pelayanan dan Asuhan Keperawatan yang terbentuk adanya kegiatan Tenaga, Peralatan
Medis dan Non Medis, Pasien dan keluarganya serta pengunjung lainnya pada rawat
Jalan dan Rawat Inap.
e. Pelayanan Rujukan yang terbentuk akibat adanya persyaratan dari yang melakukan
perujukan terhadap Rumah Sakit dalam pelayanan Medis dan Non Medis
f. Pelaksanaan Administrasi Umum dan Keuangan terjadi dengan adanya kegiatan
Administrasi Umum dan Keuangan guna tercapainya Tertib Administrasi dan percepatan
pelayanan, dimana terjadi kegiatan petugas, pasien dan keluarganya serta berkas/ file.
2. Luar Bangunan Rumah Sakit
Pola aktifitas yang terbentuk dari adanya kegiatan-kegiatan yang terjadi di luar bangunan
Rumah Sakit, yang terdiri atas pergerakan kendaraan: pengunjung, pasien rawat jalan dan
rawat inap, dokter/ staf Rumah Sakit, servis dan gawat darurat. Selain itu faktor yang
mempengaruhi aktifitas di luar bangunan adalah ketersediaan sarana parkir untuk Pasien,
pengunjung, dokter/ staf Rumah Sakit dan Servis, pola pengiriman barang dan servis, dan
aktifitas unit gawat darurat terutama yang dikaitkan dengan pola sirkulasi dan perletakan titik
pencapaian/ pintu keluar masuk agar tidak saling silang menggangu antar kegiatan dan jelas
serta mudah pencapaiannya, dapat diuraikan sebagai berikut:

14 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


a. Pola yang terbentuk dari adanya arus bolak-balik pasien baik yang menggunakan
kendaraan pribadi maupun ambulans.
b. Pola yang terbentuk dari adanya arus bolak-balik pasien yang berjalan kaki.
c. Pola yang terbentuk dari jumlah pengunjung yang harus setara dengan penyediaan
fasilitas parkir.
d. Pola yang terbentuk dari adanya aktifitas staf/karyawan Rumah Sakit yang dalam
pelaksanaannya membutuhkan fasilitas parkir.
e. Menyediakan fasilitas yang aksesibel.
f. Mengendalikan pertambahan dan penurunan jumlah pegawai berkaitan dengan
ketersediaan parkir.
g. Pengiriman barang kebutuhan operasional Rumah Sakit.
h. Pola aktifitas pasien rawat jalan.
Rencana Pola Aktifitas Dalam Bangunan di Rumah Sakit dikelompokan dengan kegiatan dari
masing-masing pihak dan persyaratan bangunan dan prasarananya. Konsep dasar untuk
pengelompokkan dan pola aktifitas di Rumah Sakit adalah dengan cara menyusun sistem
Zonasi berdasarkan tingkat resiko terjadinya penularan penyakit, zonasi berdasarkan privasi,
zonasi berdasarkan pelayanan yang saling berkaitan dan saling mendukung untuk
menghasilkan Pelayanan Kesehatan yang memenuhi persyaratan Medis dan Lingkungan
serta aman, nyaman dan mudah bagi pengguna Rumah Sakit.
Masalah yang dapat terjadi dari pola aktifitas ini adalah kejelasan Pintu Utama, Pintu IGD dan
Pintu Servis Rumah Sakit yang dibuat secara terpisah dengan mengutamakan keamanan dan
fungsinya. Selain itu pengelompokan aktifitas tetap harus memperhatikan perletakannya agar
kegiatan dapat dilakukan dengan cepat dan nyaman bagi pelaku dan penerima layanan,
disamping persyaratan dari lokasi dan lingkungan lokasinya.
Rencana Pola Aktifitas Luar Bangunan di Rumah Sakit dikelompokan dengan kegiatan dari
masing-masing pihak dan persyaratan sarana dan prasarananya serta lingkungan sekitar
lokasi/lahan. Pengelompokan kegiatan dari masing-masing pihak dan persyaratan sarana dan
prasarananya serta lingkungan pada lokasi lahan dikelompokan atas: Bangunan Utama
Rumah Sakit, Bangunan Sarana Prasarana Penunjang dan Pelayanan Rumah Sakit serta
Jalan, Parkir dan Taman. Perletakannya perlu mendapat perhatian terhadap Jalan Raya dan
kondisi lingkungan sekitarnya di sekeliling lokasi dari faktor keamanan dan kemudahan serta
pencemaran lingkungan.

5.2. HUBUNGAN FUNGSIONAL


Hubungan Fungsional Rumah Sakit adalah hubungan antar Fungsi kegiatan dalam memberikan
pelayanan kesehatan yang saling berkaitan satu sama lain guna menghasilkan pelayanan yang
sesuai dengan standar dan dengan memperhatikan faktor efisiensi dan efektifitas dalam segala
bidang. Rencana Fisik Bangunan dari sebuah Rumah Sakit pada dasarnya menjelaskan segala
hal yang terkait dengan upaya penetapan lokasi kerja setiap unit pekerjaan dalam bentuk Rencana
Zonasi / Rencana Kelompok Peruntukan Ruang dan atau Rencana Blok Bangunan Rumah Sakit
sesuai dengan luasan lantai dan fungsinya bangunan guna memenuhi kebutuhan utama dan
penunjangnya.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 15


5.3. PENGELOMPOKKAN/ ZONASI
Pengelompokkan/ zonasi rumah sakit pengkategoriannya yaitu zonasi berdasarkan tingkat risiko
terjadinya penularan penyakit, zonasi berdasarkan privasi dan zonasi berdasarkan pelayanan.
(1) Zonasi berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit terdiri dari:
ƒ area dengan risiko rendah, yaitu ruang kesekretariatan dan administrasi, ruang komputer,
ruang pertemuan, ruang arsip/rekam medis.
ƒ area dengan risiko sedang, yaitu ruang rawat inap non-penyakit menular, rawat jalan.
ƒ area dengan risiko tinggi, yaitu ruang isolasi, ruang ICU/ICCU, laboratorium,
pemulasaraan jenazah dan ruang bedah mayat, ruang radiodiagnostik.
ƒ area dengan risiko sangat tinggi, yaitu ruang bedah, IGD, ruang bersalin, ruang patologi.
(2) Zonasi berdasarkan privasi kegiatan terdiri dari :
ƒ area publik, yaitu area yang mempunyai akses langsung dengan lingkungan luar rumah
sakit, misalkan poliklinik, IGD, apotek).
ƒ area semi publik, yaitu area yang menerima tidak berhubungan langsung dengan
lingkungan luar rumah sakit, umumnya merupakan area yang menerima beban kerja dari
area publik, misalnya laboratorium, radiologi, rehabilitasi medik.
ƒ area privat, yaitu area yang dibatasi bagi pengunjung rumah sakit, umumnya area
tertutup, misalnya seperti ICU/ICCU, instalasi bedah, instalasi kebidanan dan penyakit
kandungan, ruang rawat inap.
(3) Zonasi berdasarkan pelayanan terdiri dari :
ƒ Zona Pelayanan Medik dan Perawatan yang terdiri dari : Instalasi Rawat Jalan (IRJ),
Instalasi Gawat Darurat (IGD), Instalasi Rawat Inap (IRNA), Instalasi Perawatan Intensif
(ICU/ICCU/PICU/NICU), Instalasi Bedah, Instalasi Rehabilitasi Medik (IRM), Instalasi
Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Unit Hemodialisa, Instalasi Radioterapi, Instalasi
Kedokteran Nuklir, Unit Transfusi Darah (Bank Darah).
ƒ Zona Penunjang dan Operasional yang terdiri dari : Instalasi Farmasi, Instalasi
Radiodiagnostik, Laboratorium, Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT), Instalasi Sterilisasi
Pusat (;Central Sterilization Supply Dept./CSSD), Dapur Utama, Laundri, Pemulasaraan
Jenazah dan Forensik, Instalasi Sanitasi, Instalasi Pemeliharaan Sarana (IPS).
ƒ Zona Penunjang Umum dan Administrasi yang terdiri dari : Bagian Kesekretariatan dan
Akuntansi, Bagian Rekam Medik, Bagian Logistik/ Gudang, Bagian Perencanaan dan
Pengembangan (Renbang), Sistem Pengawasan Internal (SPI), Bagian Pendidikan dan
Penelitian (Diklit), Bagian Sumber Daya Manusia (SDM), Bagian Pengadaan, Bagian
Informasi dan Teknologi (IT).

5.4. POLA SIRKULASI KEGIATAN RUMAH SAKIT


Pada dasarnya jalur sirkulasi adalah jalur yang menjadi titik hubung antara satu pola aktifitas
dengan aktifitas lainnya, baik itu kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan medis, penunjang
medis dan administrasi.
Sirkulasi dalam Bangunan, kemudahan dalam mencapai lokasi layanan perlu mendapatkan
perhatian sepenuhnya baik secara horizontal maupun vertikal secara langsung maupun tidak
langsung dengan pemakaian petunjuk arah yang dapat membantu. Terjadi sirkulasi silang antara

16 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


fungsi-fungsi di dalam bangunan tidak terjadi dengan baik, untuk pemecahan masalah sirkulasi di
dalam bangunan dapat diatasi dengan cara pengelompokan fungsi secara baik dan teratur.
Kondisi sirkulasi di luar bangunan dilihat dari besaran, kenyamanan, dan pencapaian serta jarak
pencapaian antar fungsi perlu diatur dengan baik untuk pejalan kaki, maupun untuk kendaraan.
Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya konflik sirkulasi pencapaian ke dalam fungsi
layanan.
Fungsi-fungsi layanan tertentu memerlukan akses cepat dan mudah ditemukan sehingga perlu
dipertimbangkan :
- Peletakkan pintu dan besarannya.
- Tata letak fungsi bangunan, jarak antar massa bangunan dan luasannya.
- Pengaturan sirkulasi, jarak, dan besaran baik untuk pejalan kaki dan kendaraaan.
- Jarak Pencapaian dari halte kendaraan umum menuju ke pintu utama lokasi Rumah Sakit
harus dekat dan aman bagi pejalan kaki.
Perencanaan jalur sirkulasi dari dan menuju bangunan harus memperhatikan hal sebagai berikut:
- Mencegah terjadinya sirkulasi silang
- Pintu Masuk Utama harus mudah terlihat dan dicapai.
- Tersedia fasilitas parkir yang memadai dan parkir khusus bagi penyandang cacat.
- Pintu Masuk RS minimal 3 pintu, yaitu pintu utama, pintu khusus ke Instalasi Gawat Darurat
dan pintu ke area servis.
Komponen-komponen yang membentuk jalur sirkulasi dalam dan luar bangunan, yaitu:
1. Akses Horisontal yaitu Koridor/Selasar, terdiri dari koridor/Selasar yang beratap dan tidak
yang harus dapat memberikan kenyamanan bagi penggunanya, khusus untuk lantainya
digunakan material bangunan yang tidak licin. Koridor/ Selasar juga harus
mempertimbangkan aksesibilitas untuk evakuasi, orang yang berkebutuhan khusus,
termasuk penyandang cacat. Ukuran koridor/selasar yang aksesibilitas minimal 2,4 meter.
2. Akses Vertikal
a. Tangga
Tangga merupakan fasilitas bagi pergerakan vertikal yang dirancang dengan
mempertimbangkan ukuran dan kemiringan pijakan dan tanjakan dengan lebar yang
memadai.
Persyaratan tangga adalah sebagai berikut :
(1) Harus memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang berukuran seragam Tinggi
masing-masing pijakan/tanjakan adalah 15 – 17 cm.
(2) Harus memiliki kemiringan tangga kurang dari 600.
(3) Lebar tangga minimal 120 cm untuk membawa usungan dalam keadaan darurat,
untuk mengevakuasi pasien dalam kasus terjadinya kebakaran atau ancaman bom
(3) Tidak terdapat tanjakan yang berlubang yang dapat membahayakan pengguna
tangga.
(4) Harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 17


(5) Pegangan rambat harus mudah dipegang dengan ketinggian 65 cm ~ 80 cm dari
lantai, bebas dari elemen konstruksi yang mengganggu, dan bagian ujungnya
harus bulat atau dibelokkan dengan baik ke arah lantai, dinding atau tiang.
(6) Pegangan rambat harus ditambah panjangnya pada bagian ujung-ujungnya
(puncak dan bagian bawah) dengan 30 cm.
(7) Untuk tangga yang terletak di luar bangunan, harus dirancang sehingga tidak ada
air hujan yang menggenang pada lantainya.
b. Ramp
Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan tertentu, sebagai
alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga. Fungsi dapat digantikan
dengan lift (fire lift). Persyaratan ramp adalah sebagai berikut :
(1) Kemiringan suatu ramp di dalam bangunan tidak boleh melebihi 70, perhitungan
kemiringan tersebut tidak termasuk awalan dan akhiran ramp (curb ramps/landing).
(2) Panjang mendatar dari satu ramp (dengan kemiringan 70) tidak boleh lebih dari
900 cm. Panjang ramp dengan kemiringan yang lebih rendah dapat lebih panjang.
(3) Lebar minimum dari ramp adalah 120 cm dengan tepi pengaman.
(4) Muka datar (bordes) pada awalan atau akhiran dari suatu ramp harus bebas dan
datar sehingga memungkinkan sekurang-kurangnya untuk memutar kursi roda/
stretcher, dengan ukuran minimum 160 cm.
(5) Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ramp harus memiliki tekstur sehingga
tidak licin baik diwaktu hujan.
(6) Lebar tepi pengaman ramp (low curb) 10 cm, dirancang untuk menghalangi roda
dari kursi roda atau stretcher agar tidak terperosok atau ke luar dari jalur ramp.
(7) Ramp harus diterangi dengan pencahayaan yang cukup sehingga membantu
penggunaan ramp saat malam hari. Pencahayaan disediakan pada bagian ramp
yang memiliki ketinggian terhadap muka tanah sekitarnya dan bagian-bagian yang
membahayakan.
(8) Ramp harus dilengkapi dengan pegangan rambatan (handrail) yang dijamin
kekuatannya dengan ketinggian yang sesuai.
c. Lift (;elevator)
Lift merupakan fasilitas lalu lintas vertikal baik bagi petugas RS maupun untuk pasien.
Oleh karena itu harus direncanakan dapat menampung tempat tidur pasien. Persyaratan
lift adalah sebagai berikut :
(1) Ukuran lift rumah sakit minimal 1,50 m x 2,30 m dan lebar pintunya tidak kurang
dari 1,20 m untuk memungkinkan lewatnya tempat tidur dan stretcher bersama-
sama dengan pengantarnya.
(2) Lift penumpang dan lift service dipisah bila dimungkinkan.

18 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(3) Jumlah, kapasitas, dan spesifikasi lif sebagai sarana hubungan vertikal dalam
bangunan gedung harus mampu melakukan pelayanan yang optimal untuk
sirkulasi vertikal pada bangunan, sesuai dengan fungsi dan jumlah pengguna
bangunan RS.
(4) Setiap bangunan RS yang menggunakan lift harus tersedia lift kebakaran yang
dimulai dari lantai dasar bangunan (ground floor).
(5) Lift kebakaran dapat berupa lift khusus kebakaran/lift penumpang biasa/lift barang
yang dapat diatur pengoperasiannya sehingga dalam keadaan darurat dapat
digunakan khusus oleh petugas kebakaran.

5.5. KEBUTUHAN PEMBIAYAAN


Perhitungan Kebutuhan Pembiayaan pembangunan Rumah Sakit diperhitungkan dengan rincian
item pembiayaan sebagai berikut:
1. Biaya Jasa Konsultansi
- Biaya Penyusunan Studi Kelayakan, Rencana Induk dan UPL/UKL
- Biaya Perencanaan Konstruksi Bangunan (DED)
- Biaya Pengawasan/Manajemen Konstruksi Pembangunan Konstruksi Fisik
2. Biaya Pembangunan/Renovasi Bangunan
- Persiapan
- Pekerjaan Standar
- Pekerjaan Non Standar
3. Biaya Furnitur dan Peralatan Kesehatan
4. Biaya Manajemen Proyek, Perizinan dan Pra Operasional
- Pengadaan dan Penyiapan SDM
- Operasional Awal
- Perijinan-perijinan

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 19


BAB VI
RENCANA BLOK BANGUNAN
DAN KONSEP UTILITAS RUMAH SAKIT

6.1. PERENCANAAN BLOK PLAN


Perencanaan Blok Plan Rumah Sakit di rencanakan secara keseluruhan sesuai dengan kebutuhan
Rumah Sakit mendatang atas dasar jenis layanan, jumlah SDM, Struktur Organisasi, Kapasitas
TT, kelas Rumah Sakit yang telah dihitung dalam peritungan kebutuhan luas ruang bangunan
Rumah Sakit dengan mempertimbangkan pedoman serta kebijakan Daerah setempat.
Perencanaan Blok Plan secara keseluruhan ini dapat dibangun secara bertahap sesuai dengan
kebutuhan berdasarkan kemampuan Sumber Daya (Keuangan, Manusia dan Peralatan) yang
tersedia.

6.2. PERENCANAAN KONSEP UTILITAS


Kebutuhan Pelayanan Jaringan Utilitas bagi kawasan Rumah Sakit merupakan suatu keharusan,
karena keberadaannya akan sangat mempengaruhi kelancaran kegiatan Rumah Sakit. Kebutuhan
Jaringan Utilitas di kawasan Rumah Sakit ini meliputi:
- Air bersih
- Telepon/Komunikasi
- Listrik
- Gas
- Saluran drainase
- Saluran pembuangan air kotor dan limbah
- Tempat pembuangan sampah
- Pemadam kebakaran
Rencana penataan jaringan utilitas di kawasan Rumah Sakit pada dasarnya mengikuti pola
jaringan yang telah ada. Penyediaan ini akan berkaitan langsung dengan beberapa instansi yang
berwenang menangani permasalahan ini. Secara teknis, pembangunan jaringan utilitas tersebut
dilakukan secara hirarkis sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

20 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB VII
RENCANA INDUK/ MASTER PLAN
RUMAH SAKIT

Pentahapan pembangunan Rumah Sakit ini adalah bagian utama dari Rencana Induk/ Master Plan
Rumah Sakit, karena pada bagian ini akan didapat bagaimana rencana dan langkah-langkah dari
tahapan yang harus dilakukan oleh pihak Penentu (Pemilik/Penyandang Dana ataupun Pengelola
Rumah Sakit) dalam rangka mewujudkan target dan sasarannya dalam membangun dan
mengembangkan Rumah Sakit dari aspek-aspek penentunya.
Perencanaan dan Pentahapan pembangunan Rumah Sakit ini diuraikan dalam suatu Rencana
Induk/ Master Plan Rumah Sakit yang mencakup aspek-aspek penentunya, yaitu:
1. Rencana Pentahapan Penyediaan Fisik Rumah Sakit
2. Rencana Pentahapan Penyediaan Sumber Daya Manusia/ SDM Rumah Sakit
3. Rencana Pentahapan Penyediaan Sumber Daya Alat/ SDA Rumah Sakit
4. Rencana Pentahapan Penyediaan Pembiayaan Pembangunan Rumah Sakit
Yang disusun dengan mengkaitkannya kepada kesiapan dana/ keuangan/ pembiayaan dan target
waktu serta sasaran Rencana Strategi dan Rencana Bisnis yang akan dicapai.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 21


BAB VIII
PENUTUP

8.1 Pedoman ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan oleh pengelola fasilitas pelayanan
kesehatan, penyedia jasa perencanaan, Pemerintah Daerah, dan instansi yang terkait
dengan kegiatan pengaturan dan pengendalian penyelenggaraan pembangunan bangunan
fasilitas pelayanan kesehatan, guna menjamin kesehatan penghuni bangunan dan
lingkungan terhadap bahaya penyakit.
8.2 Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau yang bersifat alternatif, serta
penyesuaian Pedoman Master Plan Rumah Sakit oleh masing-masing daerah disesuaikan
dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan daerah.
8.3 Dalam penyusunan Master Plan Rumah Sakit dapat berkoordinasi dan berkonsultansi
dengan Sub Direktorat Bina Sarana dan Prasarana Kesehatan Direktorat Bina Pelayanan
Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan.

22 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


PEDOMAN BANGUNAN DAN PRASARANA
RUMAH SAKIT KELAS B

DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATAN


SUB DIREKTORAT BINA SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN
TAHUN 2012
Kata Pengantar

Rumah sakit umum (RSU) diklasifikasikan menjadi 4 kelas yang didasari oleh beban kerja dan
fungsi rumah sakit yaitu rumah sakit kelas A, kelas B, Kelas C dan Kelas D. Dari ke 4 kelas
tersebut yang akan dibahas dalam pedoman ini adalah rumah sakit kelas B yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan sub spesialistik
terbatas. Dalam rangka mencapai kualitas dan kemampuan pelayanan medis pada Rumah Sakit
Kelas B ini, maka harus didukung dengan sarana dan prasarana rumah sakit yang terencana, baik
dan benar. Oleh karena itu lingkup dari pedoman teknis ini meliputi sarana (gedung),dan
prasarana rumah sakit kelas B.

Rumah sakit harus memenuhi, persyaratan teknis sarana dan prasarana rumah sakit yang
menunjang pelayanan kesehatan secara paripurna. Keseluruhan persyaratan tersebut harus
direncanakan sesuai dengan standard dan kaidah-kaidah yang berlaku. Adapun secara umum
yang dimaksud dengan sarana adalah segala sesuatu hal yang menyangkut fisik gedung/
bangunan serta ruangan. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang membuat sarana
tersebut dapat berfungsi seperti pengadaan air bersih, listrik, instalasi air limbah dan lain-lain.
Persyaratan rumah sakit disarankan memenuhi kriteria pemilihan lokasi rumah sakit dengan
mempertimbangkan aspek sosio-ekonomi masyarakat, aksesibilitas dan luas lahan untuk
bangunan rumah sakit; serta persyaratan teknis lainnya.
Persyaratan teknis sarana rumah sakit meliputi persyaratan atap, langit-langit, dinding, lantai,
struktur dan konstruksi, pintu dan toilet.
Persyaratan teknis prasarana rumah sakit meliputi persyaratan, ventilasi, listrik, air bersih,
drainase, pengolahan limbah, sistem proteksi terhadap bahaya kebakaran, sistem komunikasi,
sistem tata suara, pencahayaan, sistem gas medis, sarana transportasi vertikal (ramp dan tangga
serta lift),dan sebagainya.
Penyusunan “Pedoman Teknis Fasilitas Rumah Sakit Kelas B“ ini diharapkan dapat digunakan
sebagai rujukan oleh pengelola fasilitas pelayanan kesehatan setingkat rumah sakit kelas B, para
pengelola rumah sakit, para pengembang rumah sakit (Yayasan, Badan Usaha maupun Konsultan
Perencanaan dan Perancangan) yang akan merencanakan, sehingga masing-masing pihak dapat
mempunyai kesamaan persepsi mengenai fasilitas rumah sakit.
Kami mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun dan semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan pedoman ini.

Jakarta, Desember 2010

KEPALA PUSAT SARANA, PRASARANA DAN


PERALATAN KESEHATAN

Sukendar Adam DIM. M.Kes


NIP. 195706191981031003

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar iii


Pendahuluan xi

BAGIAN - I KETENTUAN UMUM


1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
1.3 Pengertian 2

BAGIAN - II PENGERTIAN DAN KLASIFIKASI RUMAH SAKIT KELAS B


2.1 Umum 5
2.2 Pengelompokan Area Fasilitas RS Kelas B 7
2.3 Alur Sirkulasi Pasien 8
2.4 Uraian Fasilitas Rumah Sakit 9

BAGIAN - III PERSYARATAN UMUM BANGUNAN RUMAH SAKIT


3.1 Lokasi Rumah Sakit 66
3.2 Perencanaan bangunan rumah sakit 71

BAGIAN - IV PERSYARATAN TEKNIS SARANA RUMAH SAKIT


4.1 Atap 74
4.2 Langit-langit 74
4.3 Dinding dan Partisi 74
4.4 Lantai 75
4.5 Struktur Bangunan 76
4.6 Pintu 81
4.7 Toilet (Kamar Kecil) 82

BAGIAN - V PERSYARATAN TEKNIS PRASARANA RUMAH SAKIT


5.1 Sistem Proteksi Kebakaran 84
5.2 Sistem Komunikasi Dalam Rumah Sakit 85
5.3 Sistem Proteksi Petir 94
5.4 Sistem Kelistrikan 95
5.5 Sistem Penghawaan (Ventilasi) dan Pengkondisian Udara (;HVAC) 98
5.6 Sistem Pencahayaan 100
5.7 Sistem Fasilitas Sanitasi 101
5.8 Sistem Instalasi Gas Medik 103
5.9 Sistem Pengendalian Terhadap Kebisingan dan Getaran 105
5.10 Sistem Hubungan Horisontal dalam rumah sakit 107
5.11 Sistem Hubungan (Transportasi) Vertikal dalam rumah sakit 107
5.12 Sarana Evakuasi 113
5.13 Aksesibilitas Penyandang Cacat 113
5.14 Sarana/Prasarana Umum 114

BAGIAN - VI PENUTUP 115

KEPUSTAKAAN 116
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Lampiran – Gambar

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | v


DAFTAR GAMBAR

1 Gambar 2.3 Alur sirkulasi pasien di dalam rumah sakit umum


2 Gambar 2.4.1.1 Alur Kegiatan pada Instalasi Rawat Jalan
3 Gambar 2.4.1.2 Alur Kegiatan pada Instalasi Gawat Darurat
4 Gambar 2.4.1.3 Alur Kegiatan pada Instalasi Rawat Inap
5 Gambar 2.4.1.4 Alur Kegiatan pada Instalasi Perawatan Intensif (ICU)
6 Gambar 2.4.1.5 Alur Kegiatan pada Instalasi Bedah Sentral (COT)
7 Gambar 2.4.1.6 Alur Kegiatan pada Instalasi Kebidanan dan Penyakit
Kandungan (Obstetri dan Ginekologi)
8 Gambar 2.4.1.7 Alur Kegiatan pada Instalasi Rehabilitasi Medik
9 Gambar 2.4.1.8 Alur Kegiatan pada Unit Hemodialisa
10 Gambar 2.4.2.1 Alur Kegiatan pada Instalasi Farmasi
11 Gambar 2.4.2.2 Alur Kegiatan pada Instalasi Radiodiagnostik
12 Gambar 2.4.2.3 Alur Kegiatan pada Instalasi Laboratorium
13 Gambar 2.4.2.4 Alur Kegiatan pada Bank Darah/UTDRS
14 Gambar 2.4.2.5 Alur Kegiatan pada Instalasi Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT)
15 Gambar 2.4.2.6 Alur Kegiatan pada Instalasi Pemulasaraan Jenazah dan
Forensik.
16 Gambar 2.4.2.7 Alur Kegiatan pada Instalasi Sterilisasi Pusat (;CSSD)
17 Gambar 2.4.2.8 Alur Kegiatan pada Instalasi Dapur Utama dan Gizi Klinik
18 Gambar 2.4.2.9 Alur Kegiatan pada Instalasi Pencucian Linen (;Laundry).
19 Gambar 2.4.2.10 Alur Kegiatan pada Instalasi Sanitasi
20 Gambar 2.4.2.11 Alur Kegiatan pada Instalasi Pemeliharaan Sarana
21 Gambar 2.4.3 Alur Kegiatan pada Area Penunjang Umum & Administrasi RS
22 Gambar 3.1.3.a Zoning Rumah Sakit Berdasarkan Pelayanan Pada RS Pola
Pembangunan Horisontal
23 Gambar 3.1.3.b Zoning Rumah Sakit Berdasarkan Pelayanan Pada RS Pola
Pembangunan Vertikal
24 Gambar 3.2.3-a Contoh gambar akses pintu masuk RS.
25 Gambar 3.2.3-b Contoh Model Aliran Lalu Lintas dalam RS.
26 Gambar 3.2.3-c Contoh Model Perletakan Instalasi-instalasi pada Site RS
(Rencana Blok).
27 Gambar 4.6.1 Pintu kamar mandi pada ruang rawat inap harus terbuka ke luar.
28 Gambar 4.7.2 Ruang gerak dalam Toilet untuk Aksesibel.
29 Gambar 5.11.1.a Tipikal ramp
30 Gambar 5.11.1.b Bentuk-bentuk ramp
31 Gambar 5.11.1.c Kemiringan ramp
32 Gambar 5.11.1.d Pegangan rambat pada ramp

33 Gambar 5.11.1.e Kemiringan sisi lebar ramp

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | vii
34 Gambar 5.11.1.f Pintu di ujung ramp
35 Gambar 5.11.2.a Tipikal tangga
36 Gambar 5.11.2.b Pegangan rambat pada tangga
37 Gambar 5.11.2.c Desain profil tangga
38 Gambar 5.11.2.d Detail pegangan rambat tangga
39 Gambar 5.11.2.e Detail pegangan rambat pada dinding

viii | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


DAFTAR TABEL

1 Tabel 2.4.1.1 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Rawat Jalan.

2 Tabel 2.4.1.2 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Gawat Darurat.

3 Tabel 2.4.1.3 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Rawat Inap.

4 Tabel 2.4.1.4 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Perawatan Intensif (ICU).

5 Tabel 2.4.1.5 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Bedah Sentral (COT).

6 Tabel 2.4.1.6 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Kebidanan dan Penyakit Kandungan.

7 Tabel 2.4.1.7 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Rehabilitasi Medik.

8 Tabel 2.4.1.8 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Unit Hemodialisa.

9 Tabel 2.4.1.9 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Radioterapi.

10 Tabel 2.4.1.10 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Kedokteran Nuklir.

11 Tabel 2.4.2.1 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Farmasi.

12 Tabel 2.4.2.2 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Radiodiagnostik.

13 Tabel 2.4.2.3 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Laboratorium.

14 Tabel 2.4.2.4 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Bank Darah/Unit Transfusi Darah Rumah Sakit.

15 Tabel 2.4.2.5 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT).

16 Tabel 2.4.2.6 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas Instalasi Pemulasaraan Jenazah dan Forensik.

17 Tabel 2.4.2.7 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Sterilisasi Pusat (;CSSD)

18 Tabel 2.4.2.8 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Dapur Utama dan Gizi Klinik.

19 Tabel 2.4.2.9 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Pencucian Linen (;Laundry).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | ix


20 Tabel 2.4.2.10 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Sanitasi.

21 Tabel 2.4.2.11 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Pemeliharaan Sarana.

22 Tabel 2.4.3 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Area Penunjang Umum dan Administrasi RS.

23 Tabel 3.1.4 Kebutuhan ruang minimal untuk rumah sakit umum.

24 Tabel 5.5.2 Tabel Standar Suhu, Kelembaban, dan Tekanan Udara Menurut
Fungsi Ruang atau Unit.

25 Tabel 5.6 Tabel Indeks Pencahayaan Menurut Jenis Ruang atau Unit.

26 Tabel 5.9 Tabel Indeks Kebisingan Menurut Jenis Ruang atau Unit.

27 Tabel 5.6 Tabel Indeks Pencahayaan Menurut Jenis Ruang atau Unit.

x | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Pendahuluan

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan


karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan,
kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang tetap mampu
meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakt agar terwujud
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Rumah sakit adalah bangunan gedung atau sarana kesehatan yang memerlukan perhatian
khusus dari segi keamanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan,
dimana berdasarkan Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal
3 menyebutkan bahwa pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan :
a. mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan;
b. memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan
rumha sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;
c. meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit;
Mengingat hal tersebut diatas, maka suatu pelayanan yang diselenggarakan rumah sakit
harus memiliki suatu standar acuan ditinjau dari segi sarana fisik bangunan, serta
prasarana atau infrastruktur jaringan penunjang yang memadai.
Dalam rangka memenuhi suatu standar acuan tersebut diperlukan suatu pedoman
perencanaan rumah sakit yang memadai, salah satunya adalah “Pedoman Teknis Fasilitas
Rumah Sakit Kelas B ”, agar dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pengembangan dan
perencanaan bangunan rumah sakit kelas B.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | xi


BAGIAN – I
KETENTUAN UMUM

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan


karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan
kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang
tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh
masyarakt agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Rumah sakit adalah bangunan gedung atau sarana kesehatan yang memerlukan
perhatian khusus dari segi keamanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan
kemudahan, dimana berdasarkan Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit pasal 3 menyebutkan bahwa pengaturan penyelenggaraan
Rumah Sakit bertujuan :
a. mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan;
b. memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,
lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;
c. meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit;

Undang-undang tentang bangunan gedung nomor 28 tahun 2002 juga


menyebutkan bahwa bangunan gedung penting sebagai tempat manusia
melakukan kegiatan, maka perlu diperhatikan keamanan, keselamatan,
kesehatan, kenyamanan dan kemudahan.

Pengkategorian rumah sakit dibedakan berdasarkan jenis penyelenggaraan


pelayanan, yang terdiri dari rumah sakit umum (RSU) yaitu rumah sakit yang
memberikan pelayanan kesehatan semua jenis penyakit, sedangkan rumah sakit
khusus (RSK), yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada suatu
jenis penyakit tertentu berdasarkan ke khususannya.

Rumah sakit umum (RSU) diklasifikasikan menjadi 4 kelas yang didasari oleh
beban kerja dan fungsi rumah sakit yaitu rumah sakit kelas A, kelas B, Kelas C
dan Kelas D. dari ke 4 kelas tersebut yang akan dibahas dalam pedoman ini
adalah rumah sakit kelas B yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan sub spesialistik terbatas, lingkup
dari pedoman teknis ini meliputi sarana (bangunan) dan prasarana (utilitas) rumah
sakit kelas B.

Pedoman ini di susun sebagai panduan teknis penyelenggaraan bangunan


gedung rumah sakit kelas B yang merupakan perkembangan dari pedoman teknis
bangunan gedung rumah sakit kelas C, ini membahas tentang persyaratan umum
bangunan rumah sakit kelas B, persyaratan teknis sarana rumah sakit kelas B,
persyaratan teknis prasarana rumah sakit kelas B, dan uraian bangunan rumah
sakit kelas B.

Dari pembahasan pedoman ini diharapkan dapat memberikan arahan, referensi


cara-cara pengembangan dan perencanaan bangunan rumah sakit kelas B, yang
diperlukan oleh investor, pemilik rumah sakit, pemberi ijin rumah sakit.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 1


1.2 Tujuan
Tujuan umum dari diterbitkannya buku pedoman ini adalah :
Sebagai pedoman dalam pengembangan dan perencanaan bangunan rumah sakit
kelas B
Tujuan khusus dari diterbitkannya buku pedoman ini adalah :
1. Menjadi pedoman dalam pengembangan dan perencanaan bangunan gedung
rumah sakit kelas B.
2. Meningkatkan pengetahuan tentang tata cara pengembangan dan
perencanaan bangunan gedung rumah sakit kelas B
3. Meningkatkan pengetahuan bagi manajemen RS dalam pengambilan
keputusan pada pemilihan tata letak pengembangan dan perencanaan
pengembangan dan perencanaan bangunan gedung rumah sakit kelas B.

1.3 Pengertian.

1.3.1 Bangunan gedung.


Wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat dan
kedudukannya, sebagian atau seluruhnya yang berada di atas tanah/perairan,
ataupun di bawah tanah/perairan, tempat manusia melakukan kegiatannya, baik
untuk hunian maupun tempat tinggal, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya
maupun kegiatan khusus.

1.3.2 Rumah sakit.


Institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan, dan gawat darurat

1.3.3 Rumah sakit umum.


Rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan semua jenis penyakit dari
yang bersifat dasar sampai dengan sub spesialistik.

1.3.4 Pembangunan rumah sakit pola horisontal.


Zonasi rumah sakit diatur/ disusun pada massa-massa bangunan yang saling
berhubungan satu dengan yang lainnya secara lateral, sehingga pola pergerakan
aktifitas umumnya adalah secara horisontal. Pengembangan rumah sakit pola
horisontal membutuhkan luas lahan yang besar.

1.3.5 Pembangunan rumah sakit pola vertikal.


Zonasi rumah sakit diatur/ disusun pada massa bangunan bertingkat, sehingga
pola pergerakan aktifitas umumnya adalah secara vertikal. Pengembangan rumah
sakit pola vertikal umumnya dilaksanakan pada daerah dengan lahan yang
terbatas dan/ harga tanahnya relatif mahal.

1.3.6 Rumah sakit umum kelas B.


rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan sekurang-
kurangnya 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar, 4 (empat) pelayanan
spesialis penunjang medik, 8 (delapan) pelayanan medik spesialis lainnya dan 2
(dua) pelayanan medik subspesialis dasar serta dapat menjadi RS pendidikan
apabila telah memenuhi persyaratan dan standar.

2 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


1.3.7 Rumah sakit umum kelas B Non Pendidikan.
Rumah sakit umum kelas B yang tidak menyelenggarakan pendidikan formal di
bidang kesehatan.

1.3.8 Rumah sakit umum kelas B Pendidikan.


Rumah sakit umum kelas B yang menyelenggarakan pendidikan formal di bidang
kesehatan.

1.3.9 Fasilitas.
Fasilitas adalah segala sesuatu hal yang menyangkut Sarana, Prasarana maupun
Alat (baik alat medik maupun alat non medik) yang dibutuhkan oleh rumah sakit
dalam memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi pasien.

1.3.10 Sarana.
Segala sesuatu benda fisik yang dapat tervisualisasi mata maupun teraba oleh
panca indra dan dengan mudah dapat dikenali oleh pasien dan (umumnya)
merupakan bagian dari suatu gedung ataupun bangunan gedung itu sendiri.

1.3.11 Prasarana.
Benda maupun jaringan / instalasi yang membuat suatu sarana yang ada bisa
berfungsi sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

1.3.12 Instalasi Rawat Jalan.


Fasilitas yang digunakan sebagai tempat konsultasi, penyelidikan, pemeriksaan
dan pengobatan pasien oleh dokter ahli di bidang masing-masing yang disediakan
untuk pasien yang membutuhkan waktu singkat untuk penyembuhannya atau tidak
memerlukan pelayanan perawatan.

1.3.13 Instalasi Gawat Darurat.


Fasilitas yang melayani pasien yang berada dalam keadaan gawat dan terancam
nyawanya yang membutuhkan pertolongan secepatnya.

1.3.14 Instalasi Rawat Inap.


Fasilitas yang digunakan merawat pasien yang harus di rawat lebih dari 24 jam
(pasien menginap di rumah sakit).

1.3.15 Instalasi Perawatan Intensif (Intensive Care Unit = ICU).


Fasilitas untuk merawat pasien yang dalam keadaan sakit berat sesudah operasi
berat atau bukan karena operasi berat yang memerlukan pemantauan secara
intensif dan tindakan segera.

1.3.16 Instalasi Kebidanan dan penyakit kandungan.


Fasilitas menyelenggarakan kegiatan persalinan, perinatal, nifas dan gangguan
kesehatan reproduksi.

1.3.17 Instalasi Bedah.


Suatu unit khusus di rumah sakit yang berfungsi sebagai tempat untuk melakukan
tindakan pembedahan/operasi secara elektif maupun akut, yang membutuhkan
kondisi steril dan kondisi khusus lainnya.

1.3.18 Instalasi Farmasi.


Fasilitas untuk penyediaan dan membuat obat racikan, penyediaan obat paten,
serta memberikan informasi dan konsultasi perihal obat.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 3


1.3.19 Instalasi Radiodiagnostik.
Fasilitas untuk melakukan pemeriksaan terhadap pasien dengan menggunakan
energi radioaktif dalam diagnosis dan pengobatan penyakit.
1.3.20 Instalasi Radioterapi.
Fasilitas pelayanan pengobatan pasien dengan penggunaan partikel atau
gelombang berenergi tinggi seperti sinar gamma, berkas elektron, foton, proton
dan neutron untuk menghancurkan sel kanker.
1.3.21 Instalasi Kedokteran Nuklir.
Fasilitas yang digunakan untuk menegakkan diagnosis, terapi penyakit serta
penelitian dengan memanfaatkan materi radioaktif yaitu menggunakan sumber
radiasi terbuka (“unsealed’).
1.3.22 Unit Hemodialisa
Fasilitas tempat pasien cuci darah akibat terjadinya gangguan pada ginjal.
1.3.23 Instalasi Sterilisasi Pusat (;CSSD/ Central Supply Sterilization Departement)
Instalasi Sterilisasi Pusat (;Central Sterile Supply Department = CSSD). Fasilitas
untuk mensterilkan instrumen, linen, bahan perbekalan.

1.3.24 Instalasi Laboratorium.


Fasilitas kerja khususnya untuk melakukan pemeriksaan dan penyelidikan ilmiah
(misalnya fisika, kimia, higiene, dan sebagainya)

1.3.25 Instalasi Rehabilitasi Medik.


Fasilitas pelayanan untuk memberikan tingkat pengembalian fungsi tubuh dan
mental pasien setinggi mungkin sesudah kehilangan/ berkurangnya fungsi
tersebut.
1.3.26 Instalasi Diagnostik Terpadu.
Fasilitas diagnostik kondisi medis organ tubuh pasien.
1.3.27 Bagian Administrasi dan Manajemen
Suatu unit dalam rumah sakit tempat melaksanakan kegiatan administrasi
pengelolaan/ manajemen rumah sakit serta tempat melaksanakan kegiatan
merekam dan menyimpan berkas-berkas jati diri, riwayat penyakit, hasil
pemeriksaan dan pengobatan pasien yang diterapkan secara terpusat/sentral.
1.3.28 Instalasi Pemulasaran Jenazah dan Forensik.
Fasilitas untuk meletakkan/menyimpan sementara jenazah sebelum diambil oleh
keluarganya, memandikan jenazah, pemulasaraan dan pelayanan forensik.

1.3.29 Instalasi Gizi/Dapur.


Fasilitas melakukan proses penanganan makanan dan minuman meliputi
kegiatan; pengadaan bahan mentah, penyimpanan, pengolahan, dan penyajian
makanan-minuman.

1.3.30 Instalasi Cuci (Laundry).


Fasilitas untuk melakukan pencucian linen rumah sakit.

1.3.31 Bengkel Mekanikal dan Elektrikal (;Workshop)


Fasilitas untuk melakukan pemeliharaan dan perbaikan ringan terhadap
komponen-komponen Sarana, Prasarana dan Peralatan Medik.

4 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAGIAN – II
PENGERTIAN DAN KLASIFIKASI
RUMAH SAKIT KELAS B

2.1 Umum

Pengklasifikasian rumah sakit dibedakan berdasarkan jenis penyelenggaraan


pelayanan, yang terdiri dari rumah sakit umum (RSU), yaitu rumah sakit yang
memberikan pelayanan kesehatan semua bidang dan jenis penyakit dan rumah
sakit khusus (RSK), yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada
suatu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan kekhususannya.

Klasifikasi Rumah Sakit Umum adalah pengelompokan Rumah Sakit Umum


berdasarkan perbedaan tingkatan menurut kemampuan pelayanan kesehatan,
ketenagaan, fisik dan peralatan yang dapat disediakan dan berpengaruh
terhadap beban kerja, yaitu rumah sakit kelas A, B, C dan D.

Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan sekurang-kurangnya pelayanan umum dan 2 (dua)
pelayanan medik spesialis dasar.

Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan sekurang-kurangnya pelayanan medik 4 (empat)
spesialis dasar dan 4 (empat) pelayanan penunjang medik.

Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 4 (empat)
spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis
lainnya dan 2 (dua) subspesialis dasar serta dapat menjadi RS pendidikan
apabila telah memenuhi persyaratan dan standar.

Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 4 (empat)
spesialis dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis
lainnya dan 13 (tiga belas) subspesialis serta dapat menjadi RS pendidikan
apabila telah memenuhi persyaratan dan standar.

Pelayanan Medik Spesialis Dasar adalah pelayanan medik spesialis Penyakit


Dalam, Obstetri dan ginekologi, Bedah dan Kesehatan Anak. Pelayanan
Spesialis Penunjang adalah pelayanan medik Radiologi, Patologi Klinik,
Patologi Anatomi, Anaestesi dan Reanimasi, Rehabilitasi Medik. Pelayanan
Medik Spesialis lain adalah pelayanan medik spesialis Telinga Hidung dan
Tenggorokan, Mata, Kulit dan Kelamin, Kedokteran Jiwa, Syaraf, Gigi dan Mulut,
Jantung, Paru, Bedah Syaraf, Ortopedi. Pelayanan Medik Sub Spesialis adalah
satu atau lebih pelayanan yang berkembang dari setiap cabang medik spesialis.
Pelayanan Medik Sub Spesialis dasar adalah pelayanan subspesialis yang
berkembang dari setiap cabang medik spesialis 4 dasar. Dan Pelayanan Medik

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 5


Sub Spesialis lain adalah pelayanan subspesialis yang berkembang dari setiap
cabang medik spesialis lainnya.
Kriteria, fasilitas dan kemampuan RSU Kelas B meliputi pelayanan medik umum,
pelayanan gawat darurat, Pelayanan Medik Spesialis dasar, Pelayanan Spesialis
Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis Lain, Pelayanan Medik Spesialis
Gigi Mulut, Pelayanan medik subspesialis, Pelayanan Keperawatan dan
Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik dan Pelayanan Penunjang Non Klinik.

Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan Medik
Gigi Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak /Keluarga Berencana.

Pelayanan gawat darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat darurat 24


jam dan 7 hari seminggu dengan kemampuan melakukan pemeriksaan awal
kasus-kasus gawat darurat, melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai dengan
standar.

Pelayanan Medik Spesialis Dasar terdiri dari Pelayanan Penyakit Dalam,


Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi.

Pelayanan spesialis penunjang Medik terdiri dari Pelayanan Anestesiologi,


Radiologi, Rehabilitasi Medik dan Patologi Klinik.

Pelayanan medik spesialis lain sekurang-kurangnya 8 (delapan) dari 13 (tiga


belas) pelayanan meliputi: mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan
pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi,
bedah syaraf, bedah plastik dan kedokteran forensik.

Pelayanan medik spesialis gigi mulut terdiri dari pelayanan bedah mulut,
konservasi / endodonsi, dan periodonti.

Pelayanan medik subspesialis 2 (dua) dari 4 (empat) subspesialis dasar yang


meliputi: bedah, penyakit dalam, kesehatan anak, obstetri dan ginekologi

Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan intensif, Pelayanan Darah,


Gizi, Farmasi, Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik

Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayanan Laundry/linen, Dapur


Utama, Pemulasaraan Jenazah, Instalasi Pemeliharaan Fasilitas, Sistem
Fasilitas Sanitasi (Pengadaan Air Bersih, Pengelolaan Limbah, Pengendalian
Vektor, dll), Sistem Kelistrikan, Boiler, Sistem Penghawaan dan Pengkondisian
Udara, Sistem Pencahayaan, Sistem Komunikasi, Sistem Proteksi Kebakaran,
Sistem Instalasi Gas Medik, Sistem Pengendalian terhadap Kebisingan dan
Getaran, Sistem Transportasi Vertikal dan Horizontal, Sarana Evakuasi,
Aksesibilitas Penyandang Cacat, dan Sarana/ Prasarana Umum.

6 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


2.2 Pengelompokan Area Fasilitas Rumah Sakit Kelas B

Area Fasilitas Rumah


Sakit Kelas B

Area Pelayanan Medik Area Penunjang dan Area Administrasi dan


dan Perawatan Operasional Manajemen

1. Instalasi Rawat Jalan A. Penunjang Medik 1. Unsur pimpinan rumah


(IRJ)
1. Instalasi Farmasi sakit
2. Instalasi Gawat Darurat
(IGD) 2. Instalasi Radiodiagnostik 2. Unsur pelayanan medik

3. Instalasi Rawat Inap 3. Laboratorium 3. Unsur pelayanan


(IRNA) 4. Bank Darah / Unit penunjang medik
4. Instalasi Perawatan Transfusi Darah
(BDRS/UTDRS) 4. Pelayanan keperawatan
Intensif
(ICU/ICCU/PICU/NICU) 5. Instalasi Diagnostik 5. Unsur pendidikan dan
5. Instalasi Bedah Terpadu (IDT) pelatihan
6. Instalasi Kebidanan dan 6. Pemulasaraan Jenazah
dan Forensik 6. Administrasi umum dan
Penyakit Kandungan
keuangan
7. Instalasi Rehabilitasi B. Penunjang Non-Medik
Medik (IRM) 7. Instalasi Sterilisasi Pusat 7. SDM

8. Unit Hemodialisa (;Central Sterilization


8. Komite medik
Supply Dept./CSSD)
9. Instalasi Radioterapi 9. Komite etik dan hukum.
8. Instalasi Dapur Utama
10. Instalasi Kedokteran dan Gizi Klinik
Nuklir
9. Laundri
10. Instalasi Sanitasi
11. Instalasi Pemeliharaan
Sarana (IPS).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 7


2.3 Alur Sirkulasi Pasien

PASIEN SAKIT MASUK

PENDAFTARAN/ADMINISTRASI
DAERAH PELAYANAN PASIEN

INSTALASI RAWAT JALAN

INSTALASI LABORATORIUM

INSTALASI RADIOLOGI

INSTALASI
DAERAH PELAYANAN KRITIS

GAWAT
DARURAT

INSTALASI
INSTALASI BEDAH KEBIDANAN DAN
KANDUNGAN

INSTALASI PERAWATAN INTENSIF


DAERAH PELAYANAN UMUM

INSTALASI RAWAT INAP


PULANG INSTALASI RAWAT INAP
SEHAT KEBIDANAN
KELUAR

INSTALASI PEMULASARAAN JENAZAH

Gambar 2.3 – Alur sirkulasi pasien di dalam rumah sakit umum

8 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Alur Sirkulasi Pasien dalam Rumah Sakit adalah sebagai berikut:
1. Pasien masuk rumah sakit melakukan pendaftaran/ admisi pada instalasi rawat
jalan (poliklinik) atau pada instalasi gawat darurat apabila pasien dalam kondisi
gawat darurat yang membutuhkan pertolongan medis segera/ cito.
2. Pasien yang mendaftar pada instalasi rawat jalan akan diberikan pelayanan medis
pada klinik-klinik tertentu sesuai dengan penyakit/ kondisi pasien.
- Pasien dengan diagnosa penyakit ringan setelah diberikan pelayanan medis
selanjutnya dapat langsung pulang.
- Pasien dengan kondisi harus didiagnosa lebih mendetail akan dirujuk ke
instalasi radiologi dan atau laboratorium. Setelah mendapatkan hasil foto
radiologi dan atau laboratorium, pasien mendaftar kembali ke instalasi rawat
jalan sebagai pasien lama.
- Selanjutnya apabila harus dirawat inap akan dikirim ke ruang rawat inap.
Selanjutnya akan didiagnosa lebih mendetail ke instalasi radiologi dan atau
laboratorium. Kemudian jika pasien harus ditindak bedah, maka pasien akan
dijadwalkan ke ruang bedah. Pasca bedah, untuk pasien yang kondisinya
belum stabil akan dikirim ke ruang Perawatan Intensif, pasien yang kondisinya
stabil akan dikirim ke ruang rawat inap. Selanjutnya pasien meninggal akan
dikirim ke instalasi pemulasaraan jenazah. Setelah pasien sehat dapat pulang
- Pasien kebidanan dan penyakit kandungan tingkat lanjut akan dirujuk ke
instalasi kebidanan dan penyakit kandungan. Apabila harus ditindak bedah,
maka pasien akan dikirim ke ruang bedah. Pasca bedah, untuk pasien yang
kondisinya belum stabil akan dikirim ke ruang Perawatan Intensif, pasien yang
kondisinya stabil akan dikirim ke ruang rawat inap kebidanan. Selanjutnya
pasien meninggal akan dikirim ke instalasi pemulasaraan jenazah. Setelah
pasien sehat dapat pulang.
3. Pasien melalui instalasi gawat darurat akan diberikan pelayanan medis sesuai
dengan kondisi kegawat daruratan pasien.
- Pasien dengan tingkat kegawatdaruratan ringan setelah diberikan pelayanan
medis dapat langsung pulang.
- Pasien dengan kondisi harus didiagnosa lebih mendetail akan dirujuk ke
instalasi radiologi dan atau laboratorium. Selanjutnya apabila harus ditindak
bedah, maka pasien akan dikirim ke ruang bedah. Pasca bedah, untuk pasien
yang kondisinya belum stabil akan dikirim ke ruang Perawatan Intensif, pasien
yang kondisinya stabil akan dikirim ke ruang rawat inap. Selanjutnya pasien
meninggal akan dikirim ke instalasi pemulasaraan jenazah, pasien sehat dapat
pulang.

2.4 Uraian Fasilitas Rumah Sakit


2.4.1 Fasilitas Pada Area Pelayanan Medik dan Perawatan
2.4.1.1 Instalasi Rawat Jalan
Fungsi Instalasi Rawat Jalan adalah sebagai tempat konsultasi, penyelidikan,
pemeriksaan dan pengobatan pasien oleh dokter ahli di bidang masing-masing
yang disediakan untuk pasien yang membutuhkan waktu singkat untuk
penyembuhannya atau tidak memerlukan pelayanan perawatan. Poliklinik juga
berfungsi sebagai tempat untuk penemuan diagnosa dini, yaitu tempat

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 9


pemeriksaan pasien pertama dalam rangka pemeriksaan lebih lanjut di dalam
tahap pengobatan penyakit.

1. Lingkup Sarana Pelayanan


Kebutuhan sarana pelayanan Rumah Sakit Kelas B terdiri dari:
1) Poli/ klinik terdiri dari 4 klinik spesialistik dasar yaitu :
ƒ Klinik Penyakit Dalam
ƒ Klinik Anak
ƒ Klinik Bedah
ƒ Klinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan
2) Dipilih 8 klinik spesialistik lain terdiri dari :
ƒ Klinik Penyakit Mata
ƒ Klinik Telinga Hidung dan Tenggorokan (THT)
ƒ Klinik Gigi dan Mulut
ƒ Klinik Penyakit Kulit dan Kelamin
ƒ Klinik Penyakit Syaraf
ƒ Klinik Kesehatan Jiwa
ƒ Klinik Rehabilitasi Medik
ƒ Klinik Jantung
ƒ Klinik Paru
ƒ Klinik Bedah Syaraf
ƒ Klinik Ortopedi
ƒ Klinik Kanker
ƒ Klinik Nyeri
ƒ Klinik Geriatri
ƒ Klinik Fertilisasi
ƒ Gizi Klinik
3) Dan dipilih 2 dari sub spesialistik, antara lain :
ƒ Klinik Penyakit Dalam (antara lain klinik sub spesialis ginjal
hipertensi, endokrin, infeksi tropis, dll)
ƒ Klinik Anak (antara lain klinik sub spesialis neonatal dan tumbuh
kembang, gizi anak, jantung anak, infeksi tropis anak, haematologi
anak, endokrinologi anak, ginjal anak, neurologi anak, dll)
ƒ Klinik Bedah (antara lain klinik sub spesialis bedah digestive, bedah
onkologi, bedah anak, bedah jantung dan pembuluh darah, bedah
plastik dan rekonstruksi, bedah orthopedic, dll)
ƒ Klinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan (antara lain klinik sub
spesialis infertilitas, onkologi kebidanan, fetomaternal, endokrin, dll)

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas


Tabel 2.4.1.1
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Instalasi Rawat Jalan
Kebutuhan
No. Nama Ruangan Fungsi Kebutuhan Fasilitas
Ruang/Luas
Ruang Administrasi : Ruang ini digunakan untuk
3~5 m2/ petugas
x Area Informasi menyelenggarakan kegiatan
(luas ruangan Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
1 x Area Pendaftaran administrasi, meliputi :
disesuaikan dengan intercom/telepon, safety box
Pasien. 1. Pendataan pasien rawat jalan
jumlah petugas)
x Area Pembayaran/Kasir 2. Pembayaran biaya pelayanan medik.
3~5 m2/ petugas
Meja & kursi kerja, lemari arsip,
Ruang Pengendali Tempat kegiatan administratif ASKES (luas ruangan
2 telepon & intercom, komputer personal,
ASKES Rumah Sakit dilaksanakan. disesuaikan dengan
serta perangkat kerja lainnya.
jumlah petugas)
Tempat menyimpan informasi tentang
identitas pasien, diagnosis, perjalanan + 12~16 m2/ 1000
penyakit, proses pengobatan dan kunjungan pasien /
3 Ruang Rekam Medis Meja, kursi, lemari arsip, komputer
tindakan medis serta dokumentasi hasil hari
pelayanan. Biasanya langsung ( untuk 5 tahun)
berhubungan dengan loket pendaftaran.

10 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


1~1,5 m2/ orang
Ruang di mana keluarga atau pengantar (luas area
4 Ruang Tunggu Poli pasien menunggu panggilan di depan disesuaikan dengan Kursi, Televisi & AC
ruang poliklinik. jumlah kunjungan
pasien/ hari)
12~24 m2/ poli
Kursi Dokter, Meja Konsultasi, 2 (dua)
(khusus klinik mata
Ruang tempat dokter spesialis kursi hadap, lemari alat periksa & obat,
Ruang Periksa & salah satu sisi
5 melakukan pemeriksaan dan konsultasi tempat tidur periksa, tangga roolstool,
Konsultasi (Klinik) ruang harus
dengan pasien dan kelengkapan lain disesuaikan
mempunyai
dengan kebutuhan tiap-tiap kliniknya.
panjang > 4m)
Lemari alat periksa & obat, tempat tidur
Ruang Tindakan Bedah Ruang tempat melakukan tindakan 12~24 m2/ poli periksa, tangga roolstool, dan
6
Umum pembedahan kecil/ ringan. kelengkapan lain disesuaikan dengan
kebutuhan tindakan bedah.
Lemari alat periksa & obat, tempat tidur
Ruang Tindakan Bedah Ruang tempat melakukan tindakan 12~25 m2/ poli periksa, tangga roolstool, dan
7
Tulang ringan pada tulang. kelengkapan lain disesuaikan dengan
kebutuhan tindakan bedah tulang.
meja ginekologi, USG, tensimeter,
stetoskop, timbangan ibu, stetoskop
Ruang Tindakan Ruang tempat melakukan tindakan atau linen, lampu periksa, Doppler, set
24 m2/ poli
8 Kebidanan dan Penyakit diagnostic kebidanan dan penyakit pemeriksaan ginekologi, pap smear kit,
Kandungan kandungan terhadap pasien. IUD kit & injeksi KB, implant kit,
Kolposkopi, Poforceps biopsy,
Stetoskop laenec.
Slitlamp, lensa & kacamata coba tes,
kartu snellen, kartu jager, flash light &
penggaris, streak retinoskopi,
lensmeter, lup, tonometer schiotz,
opthalmoskop, indirect/binocular
Klinik Mata : opthalmoskop, sterilisator table model,
Pada ruang periksa
- 1 Ruang Tindakan Poli buku ishihara 14 plate, Kampimeter,
Ruang tempat konsultasi, penyelidikan, mata, salah satu
Mata placido test, dilator pungtum & jarum
9 pemeriksaan, dan pengobatan pasien sisi ruang harus
- 3 ruang konsultasi/ anel, tangenscreen & bjerrum, gunting
penyakit mata. mempunyai
periksa perban, korentang, lid retractor, hertel
panjang > 4m
exopthalmometer, flourscein strips,
kursi periksa, kursi & meja dokter,
spatula kimura, gelas objek & cover
set,. Mikroskop binocular, incubator.
gunting perban, gelas objek dan gelas
cover set.
Ruang tempat konsultasi, penyelidikan, ENT unit, ENT diagnostik instrument
12~25 m2/ poli
10 Klinik THT pemeriksaan, dan pengobatan pasien set, head light, suction pump,
penyakit THT. laringoskop, audiometer.
Dental unit, dental chair, Instrumen
bedah gigi dan mulut (dental operating
instrument), sterilisator, diagnostic set,
scaler set, cotton roll holder, glass
lonometer lengkap, composite resin
lengkap khusus fissure sealent,
Klinik Gigi dan Mulut
anastesi local set, exodontia set, alat
Add :
Ruang tempat konsultasi, penyelidikan, sinar, amalgam set, preparation cavitas
Klinik gigi minimal 24 m2/ poli
11 pemeriksaan, dan pengobatan pasien set, tambalan sewarna gigi dan set
memiliki 2 dental unit +
penyakit gigi dan mulut. bedah mulut dengan sinar laser, dental
laboratorium teknik gigi
row standar, peralatan laboratorium
(24-30 m2)
teknik gigi dasar, set aktivar, set
orthodonsi piranti lepas, set
penyemenan, set preparasi mahkota
dan jembatan, Set cetak GTS/GTP &
mahkota/ jembatan,set insersi
GTS/GTP, indirect inlay set
Timbangan badan, tensimeter,
Ruang tempat konsultasi, penyelidikan, stetoskop, loupe, tongspatel, senter,
Klinik Kulit dan Penyakit
12 pemeriksaan, dan pengobatan pasien 12 m2 sterilisator basah, peralatan diagnostic
Kelamin
penyakit kulit dan kelamin. kulit dan kelamin, instrument set
tindakan dan operasi kulit dan kelamin.
Ophtalmoskop, palu reflek, alat tes
Ruang tempat konsultasi, penyelidikan,
12 m2 sensasi, stetoskop, tensimeter, set
13 Klinik Syaraf pemeriksaan, dan pengobatan pasien
diagnostic syaraf, flash light, garpu tala,
penyakit syaraf
termometer, spatel lidah, licht kaas.
Ruang Medical Check-up
1. Ruang pendaftaran
2. Ruang loker Ophtalmoskop, palu reflek, alat tes
3. Ruang tunggu Ruang tempat pemeriksaan kondisi sensasi, stetoskop, tensimeter, set
14 Sesuai kebutuhan
4. Pantri medis pasien rawat jalan diagnostic syaraf, flash light, garpu tala,
5. Ruang pemeriksaan termometer, spatel lidah, licht kaas.
dasar
6. Ruang konsultasi
Ruang khusus bagi ibu menyusui Kursi, meja, wastafel/sink, water
15 Ruang Laktasi 6~12 m2
anaknya. dispenser
Ruang tempat penyuluhan pasien dan
pengunjung RS selama menunggu
16 Ruang Penyuluhan (KIE) Sesuai kebutuhan Meja, kursi, Papan pengumuman
diberikan pelayanan medis.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 11


Set diagnostik dan stimulator syaraf
Ruang tempat konsultasi, penyelidikan, dan jiwa, palu reflek, funduskopi,
12 m2
18 Klinik Jiwa pemeriksaan, dan pengobatan pasien defibrillator, suction pump, tensimeter,
kejiwaan. timbangan, ECG, meja periksa, lampu
periksa, resusitasi set.
@ KM/WC pria/
wanita luas +2 – 3
m2 (min.untuk
Toilet (petugas,
19 KM/WC pasien dapat Kloset, wastafel, bak air
pengunjung)
berjalan & maks.
untuk pasien
berkursi roda)

3. Persyaratan Khusus
Konsep dasar poliklinik pada prinsipnya ditetapkan sebagai berikut :
1. Letak Poliklinik berdekatan dengan jalan utama, mudah dicapai dari
bagian administrasi, terutama oleh bagian rekam medis, berhubungan
dekat dengan apotek, bagian radiologi dan laboratorium.
2. Ruang tunggu di poliklinik, harus cukup luas. Ada pemisahan ruang
tunggu pasien untuk penyakit infeksi dan non infeksi.
3. Sistem sirkulasi pasien dilakukan dengan satu pintu (sirkulasi masuk
dan keluar pasien pada pintu yang sama).
4. Klinik-klinik yang ramai sebaiknya tidak saling berdekatan.
5. Klinik anak tidak diletakkan berdekatan dengan Klinik Paru, sebaiknya
Klinik Anak dekat dengan Kllinik Kebidanan.
6. Sirkulasi petugas dan sirkulasi pasien dipisahkan.
7. Pada tiap ruangan harus ada wastafel (air mengalir).
8. Letak klinik jauh dari ruang incenerator, IPAL dan bengkel ME.
9. Memperhatikan aspek gender dalam persyaratan fasilitas IRJ.

4. Alur Kegiatan
Alur kegiatan pada instalasi rawat jalan dapat dilihat pada bagan alir
berikut :
¾ Pasien Datang tanpa Rujukan
¾ Pasien Datang dengan Rujukan

Pendaftaran
- Pasien baru / Ulang
- Rekam Medik
- Kasir

Penunjang Medik:
- Laboratorium
- Radiologi dll
R. Periksa
Poliklinik

Dirujuk ke klinik
spesialis lain

Dirawat di Pendaftaran Ruang Tindakan Rehab. Medik Apotik


Inst. Rawat Rawat Inap
Inap

Pulang

Gambar 2.4.1.1 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Rawat Jalan

12 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


2.4.1.2 Instalasi Gawat Darurat
Setiap Rumah Sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat yang memiliki
kemampuan :
x Melakukan pemeriksaan awal kasus – kasus gawat darurat
x Melakukan resusitasi dan stabilisasi.
Pelayanan di Unit Gawat Darurat rumah sakit harus dapat memberikan
pelayanan 24 jam secara terus menerus 7 hari dalam seminggu.

Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Kelas B setara dengan unit pelayanan
gawat darurat Bintang III. Yaitu memiliki dokter spesialis empat besar (dokter
spesialis bedah, dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis anak, dokter
spesialis kebidanan) yang siaga di tempat (on-site) dalam 24 jam, dokter umum
siaga ditempat (on-site) 24 jam yang memiliki kualifikasi medik untuk pelayanan
GELS (General Emergency Life Support) dan atau ATLS + ACLS dan mampu
memberikan resusitasi dan stabilisasi Kasus dengan masalah ABC (Airway,
Breathing, Circulation) untuk terapi definitif serta memiliki alat transportasi untuk
rujukan dan komunikasi yang siaga 24 jam.

1. Lingkup Sarana Pelayanan


A. Program Pelayanan pada IGD :
True Emergency (Kegawatan darurat)
1. False Emergency (Kegawatan tidak darurat)
2. Cito Operation.
3. Cito/ Emergency High Care Unit (HCU).
4. Cito Lab.
5. Cito Radiodiagnostik.
6. Cito Darah.
7. Cito Depo Farmasi.
B. Pelayanan Kegawatdaruratan pada IGD :
1. Pelayanan Kegawatdaruratan Kardiovaskuler
2. Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernafasan / Respiratory
3. Pelayanan Kegawatdaruratan Saraf Sentral / Otak
4. Pelayanan Kegawatdaruratan Lain antara lain : saluran
kemih/prostat, pencernaan, dll.

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas


Tabel 2.4.1.2
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Instalasi Gawat Darurat
Besaran Ruang /
No. Nama Ruangan Fungsi Kebutuhan Fasilitas
Luas

A. RUANG PENERIMAAN
Ruang ini digunakan untuk
menyelenggarakan kegiatan
3~5 m2/ petugas
administrasi, meliputi : Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
Ruang Administrasi dan (luas area
1 1. Pendataan pasien IGD intercom/telepon, safety box, dan
pendaftaran disesuaikan dengan
2. Penandatanganan surat pernyataan peralatan kantor lainnya.
jumlah petugas)
dari keluarga pasien IGD.
3. Pembayaran biaya pelayanan medik.
1~1,5 m2/ orang
Ruang di mana keluarga/ pengantar
(luas area
Ruang Tunggu pasien menunggu. Ruang ini perlu Kursi, Meja, Televisi & Alat Pengkondisi
2 disesuaikan dengan
Pengantar Pasien disediakan tempat duduk dengan jumlah Udara (AC / Air Condition)
jumlah kunjungan
yang sesuai aktivitas pelayanan.
pasien/ hari)
Tempat menyimpan informasi tentang
identitas pasien, diagnosis, perjalanan
penyakit, proses pengobatan dan
Meja, kursi, filing cabinet/lemari arsip,
3 Ruang Rekam Medis tindakan medis serta dokumentasi hasil Sesuai kebutuhan
komputer
pelayanan. Biasanya langsung
berhubungan dengan loket pendaftaran.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 13


Ruang Informasi dan
Ruang tempat memberikan pelayanan Kursi, Meja informasi, Televisi & Alat
4 Komunikasi Sesuai kebutuhan
informasi kepada pasien Pengkondisi Udara (AC / Air Condition)
(Ket : boleh ada/tidak)
Ruang tempat memilah-milah tingkat
kegawatdaruratan pasien dalam rangka
Tt periksa, wastafel, kit pemeriksaan
5 Ruang Triase menentukan tindakan selanjutnya Min. 25 m2
sederhana, label
terhadap pasien, dapat berfungsi
sekaligus sebagai ruang tindakan.
Ruang Persiapan Ruang tempat persiapan penanganan Min. 3 m2/ pasien Area terbuka dengan/ tanpa penutup,
6
Bencana Massal pasien korban bencana massal. bencana fasilitas air bersih dan drainase
B. RUANG TINDAKAN
Nasoparingeal, orofaringeal, laringoskop
set anak, laringoskop set dewasa,
nasotrakeal, orotrakeal, suction,
trakeostomi set, bag valve Mask
(dewasa,anak), kanul oksigen, oksigen
mask (dewasa/anak), chest tube,
Ruangan yang dipergunakan untuk
crico/trakeostomi, ventilator transport,
melakukan tindakan penyelamatan
7 R. Resusitasi Bedah Min. 36 m2 monitor, infussion pump, syringe pump,
penderita gawat darurat akibat gangguan
ECG, vena section, defibrilator, gluko
ABC.
stick, stetoskop, termometer, nebulizer,
oksigen medis, warmer. Imobilization set
(neck collar, splint, long spine board,
scoop strechter, kndrik extrication device,
urine bag, NGT, wound toilet set, Film
viewer, USG (boleh ada/tidak).
Nasoparingeal, orofaringeal, laringoskop
set anak, laringoskop set dewasa,
nasotrakeal, orotrakeal, suction,
trakeostomi set, bag valve Mask
(dewasa,anak), kanul oksigen, oksigen
mask (dewasa/anak), chest tube,
Ruangan yang dipergunakan untuk
crico/trakeostomi, ventilator transport,
melakukan tindakan penyelamatan
8 R. Resusitasi Non Bedah Min. 36 m2 monitor, infussion pump, syringe pump,
penderita gawat darurat akibat gangguan
ECG, vena section, defibrilator, gluko
ABC.
stick, stetoskop, termometer, nebulizer,
oksigen medis, warmer. Imobilization set
(neck collar, splint, long spine board,
scoop strechter, kndrik extrication device,
urine bag, NGT, wound toilet set, Film
viewer, USG (boleh ada/tidak).
Meja periksa, dressing set, infusion set,
Ruang untuk melakukan tindakan bedah Min. 7,2 m2/ meja vena section set, torakosintetis set, metal
9 R. Tindakan Bedah
ringan pada pasien. tindakan kauter, tempat tidur, tiang infus, film
viewer
Kumbah lambung set, EKG, irigator,
nebulizer, suction, oksigen medis, NGT,
(syrine pump, infusion pump, jarum
Ruang untuk melakukan tindakan non Min. 7,2 m2/ meja
10 R. Tindakan Non Bedah spinal, lampu kepala, otoscope set, tiang
bedah pada pasien. tindakan
infus, tempat tidur, film viewer,
ophtalmoscopy, bronchoscopy (boleh
ada/tidak), slip lamp (boleh ada/tidak)
Ruang untuk membersihkan/
dekontaminasi pasien setelah drop off Min. 6 m2 Shower dan sink, lemari/rak alat
11 R.Dekontaminasi
dari ambulan dan sebelum memasuki dekontaminasi
area triase.
Ruang untuk khusus untuk perawatan Tt pasien, monitor set, tiang infus,
12 R.Khusus / Isolasi Min. 9 m2
isolasi pasien infusion set, oksigen
C. RUANG OBSERVASI

Ruangan yang dipergunakan untuk


Min. 7,2 m2/ tempat Tempat tidur periksa, poliklinik set,
13 R. Observasi melakukan observasi terhadap pasien
tidur periksa tensimeter, stetoskop, termometer
setelah diberikan tindakan medis.

D. RUANG KHUSUS
Tt pasien, monitor set, tiang infus,
14 Ruang Plester Ruang untuk melakukan tindakan gips. Min. 12 m2
infusion set, oksigen
E. RUANG PENUNJANG MEDIS
Ruang tempat menyimpan obat untuk
15 Ruang Farmasi/ Obat Min. 3 m2 Lemari obat
keperluan pasien gawat darurat.
Tempat penyimpanan bahan-bahan linen
16 Ruang Linen Steril Min. 4 m2 Lemari
steril.
Ruangan tempat penyimpanan peralatan
medik yang setiap saat diperlukan.
Peralatan yang disimpan diruangan ini
17 Ruang Alat Medis Min. 8 m2 Lemari instrument
harus dalam kondisi siap pakai dan
dalam kondisi yang sudah disterilisasi.

Mobile X-Ray, mobile ECG, apron timbal,


R. Radiologi Cito Tempat untuk melaksanakan kegiatan automatic film processor, dan film viewer,
18 Min. 6 m2
(Jika diperlukan) diagnostik cito. (mobile USG dan CT-Scan boleh
ada/tidak)

14 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Laboratorium Standar &/ Ruang pemeriksaan laboratorium yang Lab rutin, elektrolit, kimia darah, analisa
19 Khusus bersifat segera/cito untuk beberapa jenis Min. 4 m2 gas darah, (CKMB (jantung) dan lab
(Jika diperlukan) pemeriksaan tertentu. khusus boleh ada/tidak)
Ruang Dokter terdiri dari 2 bagian :
1. Ruang kerja. Tempat tidur, sofa, lemari, meja/kursi,
20 R. Dokter Konsulen Sesuai kebutuhan
2. Ruang istirahat/kamar jaga. wastafel.

22 R. Diskusi Ruang diskusi petugas medik Sesuai kebutuhan Set meja dan kursi rapat

R. untuk melakukan perencanaan,


pengorganisasian, asuhan dan
3~5 m2/ perawat
pelayanan keperawatan (pre dan post
(luas ruangan
Ruang Pos Perawat conference, pengaturan jadwal),
23 disesuaikan dengan Meja, kursi, wastafel.
(;Nurse Station) dokumentasi s/d evaluasi pasien. Pos
jumlah perawat jaga
perawat harus terletak di pusat blok yang
pada satu waktu)
dilayani agar perawat dpt mengawasi
pasiennya secara efektif.

24 Ruang Perawat Ruang istirahat perawat Sesuai kebutuhan Sofa, lemari, meja/kursi, wastafel

Ruang tempat Kepala IGD melakukan


manajemen instalasinya, diantaranya Lemari, meja/kursi, sofa, komputer,
25 Ruang Kepala IGD Sesuai kebutuhan
pembuatan program kerja dan printer dan peralatan kantor lainnya.
pembinaan.
Fasilitas untuk membuang kotoran bekas
pelayanan pasien khususnya yang Kloset leher angsa, keran air bersih (Sink)
Gudang Kotor
26 berupa cairan. Spoolhoek berupa bak Sesuai kebutuhan Ket : tinggi bibir kloset + 80-100 m dari
(Spoolhoek/Dirty Utility).
atau kloset yang dilengkapi dengan leher permukaan lantai
angsa (water seal).
Toilet (petugas,
27 KM/WC @ 2 m2 – 3m2
pengunjung)
Workbench, 1 sink/ 2 sink lengkap
Tempat pelaksanaan sterilisasi dengan instalasi air bersih & air buangan.
R. Sterilisasi
28 instrumen dan barang lain yang Min. 4 m2 Lemari instrumen sebagai penyimpanan
(jika diperlukan)
diperlukanan di Instalasi Gawat Darurat. instrumen yang belum disterilkan dan
berada dalam tromol/pak.
29 R. Gas Medis R. Tempat menyimpan gas medis. Min. 3 m2 Gas Medis, Sentral gas medis
Ruang tempat menyimpan barang-
30 R. Loker Sesuai kebutuhan Loker
barang milik petugas.
31 Pantri Ruang istirahat dan makan petugas Sesuai kebutuhan Meja pantry, sink, kulkas, dll
Tempat parkir troli selama tidak
32 R. Parkir Troli Min. 2 m2 Troli
diperlukan
Tempat meletakkan tempat tidur pasien
33 R. Brankar Min. 3 m2 Tt pasien
selama tidak diperlukan.

3. Persyaratan Khusus
1. Area IGD harus terletak pada area depan atau muka dari tapak RS.
2. Area IGD harus mudah dilihat serta mudah dicapai dari luar tapak rumah
sakit (jalan raya) dengan tanda-tanda yang sangat jelas dan mudah
dimengerti masyarakat umum.
3. Area IGD harus memiliki pintu masuk kendaraan yang berbeda dengan
pintu masuk kendaraan ke area Instalasi Rawat Jalan/Poliklinik, Instalasi
rawat Inap serta Area Zona Servis dari rumah sakit.
4. Untuk tapak RS yang berbentuk memanjang mengikuti panjang jalan
raya maka pintu masuk kearea IGD harus terletak pada pintu masuk
yang pertama kali ditemui oleh pengguna kendaraan untuk masuk kearea
RS.
5. Untuk bangunan RS yang berbentuk bangunan bertingkat banyak
(Super Block Multi Storey Hospital Building) yang memiliki ataupun tidak
memiliki lantai bawah tanah (Basement Floor) maka perletakan IGD
harus berada pada lantai dasar (Ground Floor) atau area yang memiliki
akses langsung.
6. IGD disarankan untuk memiliki Area yang dapat digunakan untuk
penanganan korban bencana massal (Mass Disaster Cassualities
Preparedness Area).
7. Disarankan pada area untuk menurunkan atau menaikan pasien
(Ambulance Drop-In Area) memiliki sistem sirkulasi yang memungkinkan
ambulan bergerak 1 arah (One Way Drive / Pass Thru Patient System).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 15


8. Letak bangunan IGD disarankan berdekatan dengan Inst. Bedah Sentral.
9. Letak bangunan IGD disarankan berdekatan dengan Unit Rawat Inap
Intensif (ICU (Intensive Care Unit)/ ICCU (Intensive Cardiac Care Unit)/
HCU (High Care Unit)).
10. Letak bangunan IGD disarankan berdekatan dengan Unit Kebidanan.
11. Letak bangunan IGD disarankan berdekatan dengan Inst. Laboratorium.
12. Letak bangunan IGD disarankan berdekatan dengan Instalasi Radiologi.
13. Letak bangunan IGD disarankan berdekatan dengan BDRS (Bank Darah
Rumah Sakit) atau UTDRS (Unit Transfusi Darah Rumah Sakit) 24 jam.

4. Alur Kegiatan
Alur kegiatan Pada Instalasi Gawat Darurat dapat dilihat pada bagan alir
berikut:
PASIEN

Pintu Masuk IGD

“VISUAL TRIAGE”

TIDAK GAWAT GAWAT DARURAT

REGULAR TRIAGE
Resusitasi &
Triase Obyektif Stabilisasi

Tidak Gawat Tidak


Darurat Darurat

Observasi
Maks 24 jam OK

PULANG ICU

Meninggal
Rawat Inap

Gambar 2.4.1.2 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Gawat Darurat.

2.4.1.3 Instalasi Rawat Inap


1. Lingkup Sarana Pelayanan
Lingkup kegiatan di Ruang Rawat Inap rumah sakit meliputi kegiatan asuhan
dan pelayanan keperawatan, pelayanan medis, gizi, administrasi pasien,
rekam medis, pelayanan kebutuhan keluarga pasien (berdoa, menunggu
pasien, mandi, dapur kecil/pantry, konsultasi medis).

16 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Pelayanan kesehatan di Instalasi Rawat Inap mencakup antara lain :
1). Pelayanan keperawatan.
2). Pelayanan medik (Pra dan Pasca Tindakan Medik).
3). Pelayanan penunjang medik :
x Konsultasi Radiologi.
x Pengambilan Sample Laboratorium.
x Konsultasi Anestesi.
x Gizi (Diet dan Konsultasi).
x Farmasi (Depo dan Klinik).
x Rehab Medik (Pelayanan Fisioterapi dan Konsultasi).

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas


Tabel 2.4.1.3
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Instalasi Rawat Inap
Besaran Ruang /
No. Nama Ruangan Fungsi Kebutuhan Fasilitas
Luas
Ruang untuk pasien yang Tergantung Kelas &
Tempat tidur pasien, lemari, nurse call,
memerlukan asuhan dan pelayanan keinginan desain,
1. Ruang Perawatan meja, kursi, televisi, tirai pemisah bila
keperawatan dan pengobatan secara kebutuhan ruang 1
ada, (sofa untuk ruang perawatan VIP).
berkesinambungan lebih dari 24 jam. tt min. 7.2 m2
Ruang utk melakukan perencanaan, 3~5 m2/ perawat
pengorganisasian asuhan dan (Ket : perhitungan Meja, Kursi, lemari arsip, lemari obat,
Ruang Stasi Perawat
pelayanan keperawatan (pre dan 1 stasi perawat telepon/intercom
2. (;Nurse Station)
post-confrence, pengaturan jadwal), untuk melayani alat monitoring untuk pemantauan terus
dokumentasi sampai dengan maksimum 25 menerus fungsi2 vital pasien.
evaluasi pasien. tempat tidur)
Ruang untuk melakukan konsultasi
Meja, Kursi, lemari arsip,
3. Ruang Konsultasi oleh profesi kesehatan kepada Sesuai kebutuhan
telepon/intercom, peralatan kantor lainnya
pasien dan keluarganya.
Lemari alat periksa & obat, tempat tidur
Ruangan untuk melakukan tindakan
periksa, tangga roolstool, wastafel, lampu
4. Ruang Tindakan pada pasien baik berupa tindakan 12-20 m2
periksa, tiang infus dan kelengkapan
invasive ringan maupun non-invasive
lainnya.
Ruang untuk menyelenggarakan
kegiatan administrasi khususnya
pelayanan pasien di Ruang Rawat Meja, Kursi, lemari arsip, telepon/
3~5 m2/ petugas
5. R. Administrasi/ Kantor Inap, yaitu berupa registrasi & intercom, komputer, printer dan peralatan
(min.9 m2)
pendataan pasien, penandatangan- kantor lainnya
an surat pernyataan keluarga pasien
apabila diperlukan tindakan operasi.
Tempat tidur, sofa, lemari, meja/kursi,
6. R. Dokter Jaga Ruang kerja dan kamar jaga dokter. Sesuai kebutuhan
wastafel.
Ruang pendidikan/ Ruang tempat melaksanakan
7. Sesuai kebutuhan Meja, kursi, perangkat audio visual, dll
diskusi kegiatan pendidikan/diskusi

8. Ruang Perawat Ruang istirahat perawat Sesuai kebutuhan Sofa, lemari, meja/kursi, wastafel

Ruang tempat kepala ruangan


melakukan manajemen asuhan dan
Ruang kepala instalasi Lemari, meja/kursi, sofa, komputer,
9. pelayanan keperawatan diantaranya Sesuai kebutuhan
rawat inap printer dan peralatan kantor lainnya.
pembuatan program kerja dan
pembinaan.
Ruang ganti pakaian bagi petugas
10. Ruang Loker Sesuai kebutuhan Loker, dilengkapi toilet (KM/WC)
instalasi rawat inap.
Tempat penyimpanan bahan-bahan
11. Ruang Linen Bersih Min. 4 m2 Lemari
linen steril/ bersih.
Ruangan untuk menyimpan bahan-
bahan linen kotor yang telah
12. Ruang Linen Kotor Min. 4 m2 Bak penampungan linen kotor
digunakan di r. perawatan sebelum
dibawa ke r. cuci (;Laundry).
Fasilitas untuk membuang kotoran
bekas pelayanan pasien khususnya Kloset leher angsa, keran air bersih (Sink)
Gudang Kotor
13. yang berupa cairan. Spoolhoek 4-6 m2 Ket : tinggi bibir kloset + 80-100 m dari
(Spoolhoek/Dirty Utility).
berupa bak/ kloset yang dilengkapi permukaan lantai
dengan leher angsa (water seal).
@ KM/WC
KM/WC (pasien,
14. KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
petugas, pengunjung)
m2 – 3 m2
Sebagai tempat untuk menyiapkan
makanan dan minuman bagi petugas Kursi+meja untuk makan, sink, dan
15. Dapur Kecil (;Pantry) Sesuai kebutuhan
di Ruang Rawat Inap RS. perlengkapan dapur lainnya.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 17


Ruangan tempat penyimpanan alat-
16. Gudang Bersih alat medis dan bahan-bahan habis Sesuai kebutuhan Lemari
pakai yang diperlukan.
Ruang untuk menyimpan alat-alat
Janitor/ Ruang Petugas
17. kebersihan/cleaning service. Pada Min. 4-6 m2 Lemari/rak
Kebersihan
ruang ini terdapat area basah.
Ruang perawatan yang diletakkan
didepan atau bersebelahan dengan
nurse station, untuk pasien dalam
18. High Care Unit (HCU) kondisi stabil yang memerlukan Min. 9 m2 /tt Tempat tidur pasien, lemari, nurse call
pelayanan keperawatan lebih intensif
dibandingkan ruang perawatan
biasa.
Ruang perawatan untuk pasien yang
19. Ruang Perawatan Isolasi berpotensi menular, mengeluarkan Min. 12 m2/tt Tempat tidur pasien, lemari, nurse call
bau dan pasien yang gaduh gelisah.

3. Persyaratan Khusus
ƒ Perletakan ruangannya secara keseluruhan perlu adanya hubungan
antar ruang dengan skala prioritas yang diharuskan dekat dan sangat
berhubungan/ membutuhkan.
ƒ Kecepatan bergerak merupakan salah satu kunci keberhasilan
perancangan, sehingga blok unit sebaiknya sirkulasinya dibuat secara
linier/lurus (memanjang).
ƒ Konsep Rawat Inap yang disarankan “Rawat Inap Terpadu (Integrated
Care)” untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan ruang.
ƒ Apabila Ruang Rawat Inap tidak berada pada lantai dasar, maka harus
ada tangga landai (;Ramp) atau Lift Khusus untuk mencapai ruangan
tersebut.
ƒ Bangunan Ruang Rawat Inap harus terletak pada tempat yang tenang
(tidak bising), aman dan nyaman tetapi tetap memiliki kemudahan
aksesibilitas dari sarana penunjang rawat inap.
ƒ Sinar matahari pagi sedapat mungkin masuk ruangan.
ƒ Alur petugas dan pengunjung dipisah.
ƒ Masing-masing ruang Rawat Inap 4 spesialis dasar mempunyai ruang
isolasi.
ƒ Ruang Rawat Inap anak disiapkan 1 ruangan neonatus.
ƒ Lantai harus kuat dan rata tidak berongga, bahan penutup lantai, mudah
dibersihkan, bahan tidak mudah terbakar.
ƒ Pertemuan dinding dengan lantai disarankan berbentuk lengkung agar
memudahkan pembersihan dan tidak menjadi tempat sarang
debu/kotoran.
ƒ Plafon harus rapat dan kuat, tidak rontok dan tidak menghasilkan
debu/kotoran lain.
ƒ Tipe R. Rawat Inap adalah Super VIP, VIP, Kelas I, Kelas II dan Kelas III
ƒ Khusus untuk pasien-pasien tertentu harus dipisahkan seperti :
- Pasien yang menderita penyakit menular.
- Pasien dengan pengobatan yang menimbulkan bau (seperti penyakit
tumor, ganggrein, diabetes, dsb).
- Pasien yang gaduh gelisah (mengeluarkan suara dalam ruangan)
ƒ Stasi perawat harus terletak di pusat blok yang dilayani agar perawat
dapat mengawasi pesiennya secara efektif, maksimum melayani 25
tempat tidur.

18 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


4. Alur Kegiatan
Alur kegiatan pada instalasi rawat inap dapat dilihat pada bagan alir berikut :

Gambar 2.4.1.3 – Alur Kegiatan Pasien, Petugas dan Alat Pada Instalasi
Rawat Inap.

2.4.1.4 Instalasi Perawatan Intensif (;ICU)


1. Lingkup Sarana Pelayanan
Merupakan instalasi untuk perawatan pasien yang dalam keadaan belum
stabil sehingga memerlukan pemantauan ketat secara intensif dan tindakan
segera. Instalasi ICU (Intensive Care Unit (ICU) merupakan unit pelayanan
khusus di rumah sakit yang menyediakan pelayanan yang komprehensif dan
berkesinambungan selama 24 jam.
2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Tabel 2.4.1.4
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Instalasi Perawatan Intensif
Besaran Ruang
No. Nama Ruangan Fungsi Kebutuhan Fasilitas
/ Luas (+)
Tempat ganti pakaian, meletakkan
sepatu/alas kaki sebelum masuk daerah
rawat pasien dan sebaliknya setelah
1. Loker (Ruang ganti). Sesuai kebutuhan Loker
keluar dari daerah rawat pasien, yang
diperuntukan bagi petuga. Disediakan
juga ruang ganti pengunjung.
2. Ruang Perawat Ruang istirahat perawat. Sesuai kebutuhan sofa, lemari, meja/kursi

3. Ruang Kepala Perawat Ruang kerja dan istirahat kepala perawat. Sesuai kebutuhan sofa, lemari, meja/kursi
Ruang Dokter terdiri dari 2 bagian :
sofa, lemari, meja/kursi, wastafel,
4. R. Dokter 1. Ruang kerja. Sesuai kebutuhan
dilengkapi toilet
2. Ruang istirahat/ kamar jaga.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 19


5. Daerah rawat Pasien Peralatan ICU di RS Kelas C terdiri dari
ICU : :
(a) Daerah rawat pasien Ruang tempat tidur berfungsi untuk Ventilator sederhana; 1 set alat resusitasi;
non isolasi merawat pasien lebih dari 24 jam, dalam Min. 12 m2 /tt alat/sistem pemberian oksigen (nasal
keadaan yang membutuhkan pemantauan canule; simple face mask; nonrebreathing
khusus dan terus menerus. face mask); 1 set laringoskop dengan
berbagai ukuran bilahnya; berbagai ukuran
Kamar yang mempunyai kekhususan pipa endotrakeal dan konektor; berbagai
(b) Daerah rawat pasien teknis sebagai ruang perawatan intensif ukuran orofaring, pipa nasofaring, sungkup
isolasi yang memiliki batas fisik modular per Ruang isolasi laring dan alat bantu jalan nafas lainnya;
pasien, dinding serta bukaan pintu dan min. 16 m2 /tt berbagai ukuran introduser untuk pipa
jendela dengan ruangan ICU lainnya, dan (belum termasuk endotrakeal dan bougies; syringe untuk
harus memiliki ruang antara (;anteroom) ruang antara) mengembangkan balon endotrakeal dan
klem; forsep magill; beberapa ukuran
plester/pita perekat medik; gunting; suction
yang setara dengan ruang operasi;
tournique untuk pemasangan akses vena;
peralatan infus intravena dengan berbagai
ukuran kanul intravena dan berbagai
macam cairan infus yang sesuai; pompa
infus dan pompa syringe; alat pemantauan
untuk tekanan darah non-invasive,
elektrokardiografi reader, oksimeter nadi,
kapnografi, temperatur; alat kateterisasi
vena sentral dan manometernya,
defebrilator monovasik; tempat tidur
khusus ICU; bedside monitor; peralatan
drainase thoraks, peralatan portable untuk
transportasi; lampu tindakan; unit/alat foto
rontgen mobile, Elektrokardiograf monitor;
defibrilator bivasik; sterilisator; anastesi
apparatus; oxygen tent;
sphigmomanometer; central gas; central
suction; suction thorax; mobile X-Ray unit;
heart rate monitor; respiration monitor,
blood pressure monitor; temperatur
monitor; haemodialisis unit; blood gas
analyzer; Electrolite analyzer.
Ruang untuk melakukan perencanaan,
pengorganisasian, asuhan dan pelayanan
keperawatan selama 24 jam (pre dan post
conference, pengaturan jadwal), 4-16 m2 (dengan
Kursi, meja, lemari obat, lemari barang
dokumentasi s/d evaluasi pasien. Pos memperhatikan
Sentral monitoring/nurse habis pakai, komputer, printer, ECG
6. perawat harus terletak di pusat blok yang sirkulasi tempat
station. monitoring system, central patient vital
dilayani agar perawat dpt mengawasi tidur pasien
sign.
pasiennya secara efektif. (Disarankan didepannya)
ruang ini menggunakan pembatas fisik
tembus pandang untuk mengurangi
kontaminasi terhadap perawat)
Ruang penyimpanan alat medik yang
setiap saat diperlukan. Peralatan yang
Respirator/ventilator, alat HD, Mobile X-
7. Gudang alat medik disimpan diruangan ini harus dalam Sesuai kebutuhan
Ray, dan lain lain.
kondisi siap pakai dan dalam kondisi yang
sudah disterilisasi.
Tempat penyimpanan instrumen dan
Gudang bersih (Clean barang habis pakai yang diperlukan untuk
8. Sesuai kebutuhan Lemari/kabinet alat
Utility) kegiatan di ruang ICU, termasuk untuk
barang-barang steril.
Fasilitas untuk membuang kotoran bekas
pelayanan pasien khususnya yang berupa Kloset leher angsa, keran air bersih (Sink)
Gudang Kotor
9. cairan. Spoolhoek berupa bak atau kloset 4-6 m2 Ket : tinggi bibir kloset + 80-100 m dari
(Spoolhoek/Dirty Utility).
yang dilengkapi dengan leher angsa permukaan lantai
(water seal).
Ruang tunggu keluarga Tempat keluarga/ pengantar pasien Tempat duduk, televisi & Telp umum (bila
10. Sesuai kebutuhan
pasien. menunggu. RS mampu),
Ruang untuk menyelenggarakan kegiatan
administrasi khususnya pelayanan
Meja kerja, lemari berkas/arsip dan
pendaftaran dan rekam medik internal
11. Ruang Administrasi 3~5 m2/ petugas telepon/interkom, komputer, printer dan
pasien di instalasi ICU. Ruang ini berada
perlengkapan kantor lainnya.
pada bagian depan instalasi ICU dengan
dilengkapi loket atau Counter.
Ruangan tempat penyimpanan barang-
Janitor/ Ruang cleaning barang dan peralatan untuk kebersihan
12. 4-6 m2 Lemari/rak
service ruangan. Pada ruangan ini terdapat area
basah
@ KM/WC
Toilet (petugas,
13. KM/WC pria/wanita luas 2
pengunjung)
m2 – 3m2
R. Penyimpanan Silinder R. Tempat menyimpan tabung-tabung gas 4 – 8 m2
14. Tabung Gas Medis
Gas Medik medis cadangan.
Tempat parkir brankar selama tidak ada
15. R. Parkir Brankar kegiatan pembedahan atau selama tidak 2-6 m2 Brankar (stretcher)
diperlukan.

20 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3. Persyaratan Khusus
1. Letak bangunan instalasi ICU harus berdekatan dengan instalasi bedah
sentral, instalasi gawat darurat, laboratorium dan instalasi radiologi.
2. Harus bebas dari gelombang elektromagnetik dan tahan terhadap
getaran.
3. Gedung harus terletak pada daerah yang tenang.
4. Temperatur ruangan harus terjaga tetap dingin.
5. Aliran listrik tidak boleh terputus.
6. Harus tersedia pengatur kelembaban udara.
7. Sirkulasi udara yang dikondisikan seluruhnya udara segar (;fresh air).
8. Ruang pos perawat (;Nurse station) disarankan menggunakan pembatas
fisik transparan/ tembus pandang (antara lain kaca tahan pecah, flexi
glass) untuk mengurangi kontaminasi terhadap perawat.
9. Perlu disiapkan titik grounding untuk peralatan elektrostatik.
10. Tersedia aliran Gas Medis (O2, udara bertekanan dan suction).
11. Pintu kedap asap & tidak mudah terbakar, terdapat penyedot asap bila
terjadi kebakaran.
12. Terdapat pintu evakuasi yang luas dengan fasilitas ramp apabila letak
instalasi ICU tidak pada lantai dasar.
13. Ruang ICU/ICCU sebaiknya kedap api (tidak mudah terbakar baik dari
dalam/dari luar).
14. Pertemuan dinding dengan lantai dan pertemuan dinding dengan dinding
tidak boleh berbentuk sudut/ harus melengkung agar memudahkan
pembersihan dan tidak menjadi tempat sarang debu dan kotoran.

4. Alur kegiatan.
Alur Kegiatan di Instalasi ICU ditunjukkan pada bagan alir berikut :

Gambar 2.4.1.4 – Alur Kegiatan Pada Instalasi ICU.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 21


2.4.1.5 Instalasi Bedah Sentral (;COT/Central Operation Theatre)
1. Lingkup Sarana Pelayanan
Instalasi bedah, adalah suatu unit di rumah sakit yang berfungsi sebagai
tempat untuk melakukan tindakan pembedahan secara elektif maupun akut,
yang membutuhkan kondisi steril dan kondisi khusus lainnya. Luas ruangan
harus cukup untuk memungkinkan petugas bergerak sekeliling peralatan
bedah. Ruang bedah harus dirancang dengan faktor keselamatan yang
tinggi.
Pelayanan bedah pada rumah sakit kelas B meliputi :
1. Bedah minor (antara lain : bedah insisi abses, ekstirpasi, tumor kecil jinak
pada kulit, ekstraksi kuku / benda asing, sirkumsisi).
2. Bedah umum/ mayor dan bedah digestif.
3. Bedah spesialistik (antara lain: kebidanan, onkologi/tumor, urologi,
orthopedik, bedah plastik dan reanimasi, bedah anak, kardiotorasik dan
vaskuler).
4. Bedah sub spesialistik (antara lain: transplantasi ginjal, mata, sumsum
tulang belakang; kateterisasi Jantung (;Cathlab); dll)

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas


Tabel. 2.4.1.5
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Instalasi Bedah Sentral
Besaran Ruang
No. Nama Ruangan Fungsi Kebutuhan Fasilitas
/ Luas
Ruang untuk menyelenggarakan
3~5 m2/ petugas Meja, Kursi, lemari arsip,
kegiatan administrasi khususnya
1 R. Pendaftaran telepon/intercom, komputer, printer dan
pelayanan bedah. Ruang ini (min.9 m2)
peralatan kantor lainnya
dilengkapi loket pendaftaran.
Ruang untuk pengantar pasien 1~1,5 m2/ orang Kursi, Meja, Televisi & Alat Pengkondisi
2 Ruang Tunggu menunggu selama pasien menjalani
(min. 12 m2) Udara (AC / Air Condition)
proses bedah.
Ruang tempat mengganti brankar
Ruang transfer (Ganti
3 pasien dengan brankar instalasi Sesuai kebutuhan Brankar
Brankar)
bedah
Ruang yang digunakan untuk
mempersiapkan pasien sebelum
memasuki kamar bedah. Kegiatan
Alat cukur, oksigen, linen, brankar
dalam ruang ini yaitu :
Ruang persiapan sphygmomanometer, thermometer,
4 Penggantian pakaian penderita, Min. 9 m2
(;Preparation room) instrumen troli tiang infus
Membersihkan/mencukur bagian
tubuh yg perlu dicukur,
Melepas semua perhiasan dan
menyerahkan ke keluarga pasien
Ruang yang digunakan untuk
Ruang Induksi/anaestesi persiapan anaestesi/pembiusan.
(;Induction room) Kegiatan yang dilakukan di kamar
ini adalah sebagai berikut : Suction Unit
Sphygmomanometer
Ket : Apabila luasan area x Mengukur tekanan darah pasien,
Thermometer
5 instalasi bedah RS tidak x Pemasangan infus, Min. 9 m2
Trolley Instrument
memungkinkan, kegiatan x Memberikan kesempatan kepada
Infusion stand
anastesi dapat di pasien untuk menenangkan diri,
laksanakan di Ruang x Memberikan penjelasan kepada
Operasi pasien mengenai tindakan yang
akan dilaksanakan,
Ruang untuk cuci tangan dokter ahli
Ruang untuk cuci tangan Wastafel dengan 2 keran, perlengkapan
bedah, asisten dan semua petugas
6 (scrub station) Min. 3 m2 cuci tangan (sikat kuku, sabun, dll), skort
yang akan mengikuti kegiatan dalam
plastik/karet, handuk
kamar bedah.

Peralatan utama pada kamar bedah


minor ini adalah :

Meja Operasi, Lampu operasi tunggal,


Kamar bedah untuk bedah minor Mesin Anestesi dengan saluran gas
6 Ruang bedah minor + 36 m2
atau tindakan endoskopi medik dan listrik menggunakan pendan
anestesi atau cara lain, peralatan
monitor bedah, dengan diletakkan pada
pendan bedah atau cara lain, Film
Viewer, Jam dinding, Instrument Trolley

22 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


untuk peralatan bedah, Tempat sampah
klinis, Tempat linen kotor, dll (seperti
lemari obat/ peralatan)

Peralatan kesehatan utama minimal


yang berada di kamar ini antara lain :
1) 1 meja operasi,
2) 1 set lampu operasi, terdiri dari
Ruang untuk melakukan kegiatan lampu utama dan lampu satelit.
pembedahan umum/general. Kamar 3) 2 set Peralatan Pendant, masing-
operasi umum dapat dipakai untuk masing untuk pendan anestesi dan
7 Ruang bedah umum Min. 42 m2
pembedahan umum dan spesialistik pendan bedah.
termasuk untuk ENT, Urology, 4) 1 mesin anestesi,
Ginekolog, Opthtamologi 5) Film Viewer.
6) Jam dinding.
7) Instrument Trolley untuk peralatan
bedah.
8) Tempat sampah klinis.
9) Tempat linen kotor, dll
Ruang pembedahan yang
Peralatan kesehatan utama yang
digunakan untuk tindakan
diperlukan, antara lain 1 (meja operasi
pembedahan yang membutuhkan
Ruang bedah besar khusus), 1 (satu) lampu operasi, 1 (satu)
8 peralatan besar dan memerlukan Min. 50 m2
(mayor) ceiling pendant untuk outlet gas medik
tempat banyak, termasuk
dan outlet listrik, 1 (satu) ceiling pendant
diantaranya untuk bedah Neuro,
untuk monitor, mesin anestesi, dll
bedah orthopedi dan bedah jantung.
Ruang Kateterisasi Jantung (;Cathlab)
Mesin C-arm cathlab, meja operasi
khusus cathlab, monitor-monitor cathlab,
set operasi minor, set operasi mayor,
lampu operasi, head lamp unit, electro
surgery unit, suction pump, laser
R. Tindakan Kateterisasi Ruang untuk melakukan tindakan
Min. 36 m2 coagulator, serta lemari pendingin dan
Jantung kateterisasi jantung.
lemari simpan hangat, defibrillator,
respirator, perlengkapan dan mesin
Anaestesi (bila diperlukan), jam operasi,
9 lampu petunjuk operasi, oksigen,
scavenging unit.
Ruang tempat memonitor kinerja
Ruang Monitor (Ruang tergantung meja Meja kontrol, printer laser, monitor-
mesin C-arm cathlab dan ruang
Kontrol) monitor yang ada. monitor kontrol, kursi operator
tindakan kateterisasi jantung.
Ruang tempat meletakkan mesin-
tergantung mesin
Ruang Mesin mesin cathlab ( generator, system Mesin-mesin prosesor
prosesor yang ada.
control, cooling unit)
Ruang tempat meletakkan/
Ruang Perlengkapan Tergantung
menyimpan perlengkapan Perlengkapan katerisasi
(;Equipment Room) kebutuhan
katerisasi.
Ruangan yang dipergunakan untuk
menempatkan bayi baru lahir
Ruang Resusitasi Tempat tidur bayi, incubator perawatan
10 melalui operasi caesar, untuk Sesuai kebutuhan
Neonatus bayi, alat resusitasi bayi
dilakukan tindakan resusitasi
terhadap bayi.
Ruang pemulihan pasien pasca
operasi yang memerlukan perawatan
Ruang Pemulihan/ PACU
kualitas tinggi dan pemantauan terus Min. 7,2 m2/ tempat Tt pasien, monitor set, tiang infus,
11 (;Post Anesthetic Care
menerus. Kapasitas ruangan ini tidur infusion set, oksigen
Unit)
harus menampung tt 1,5 x jumlah
ruang bedah.
Ruang Pasca Bedah One
Day Care

Ket : boleh ada/tdk, atau Ruang untuk perawatan singkat Tt pasien, monitor set, tiang infus,
12 Min. 9 m2/tt
pasien pasca bedah pasca bedah infusion set, oksigen
dapat dirawat ke
ICU/HCU apabila kondisi
pasien belum stabil.
Ruang tempat penyimpanan
instrumen yang telah disterilkan.
Instumen berada dalam Tromol
tertutup dan disimpan di dalam
Gudang Steril lemari instrument.
13 Sesuai kebutuhan Lemari instrumen, Tromol
(;clean utility) Bahan-bahan lain seperti linen, kasa
steril dan kapas yang telah
disterilkan juga dapat disimpan di
ruangan ini.

Tempat pelaksanaan sterilisasi


Ruang Sterilisasi instrumen dan barang lain yang
(TSU = Theatre diperlukan untuk pembedahan. Autoklaf, Model meja strilisasi, Tromol,
14 Sterilization Unit) Di kamar sterilisasi harus terdapat Sesuai kebutuhan meja sink, troli instrumet, lemari
lemari instrumen untuk menyimpan instrument
Ket : boleh ada/tdk instrumen yang belum disterilkan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 23


Ruang untuk ganti pakaian, sebelum
petugas masuk ke area r. bedah.
Ruang ganti pakaian/
Pada kamar ganti sebaiknya
15 loker Sesuai kebutuhan Loker, toilet didalamnya
disediakan lemari pakaian/loker
dengan kunci dipegang oleh masing-
masing petugas.
Ruang/ tempat menyimpan obat-
16 Depo Farmasi Sesuai kebutuhan Lemari obat
obatan untuk keperluan pasien.
Ruang tempat istirahat dokter
17 Ruang dokter Sesuai kebutuhan Tempat tidur, sofa, meja, wastafel.
dilengkapi dengan KM/WC.
Ruang untuk istirahat perawat/
petugas lainnya setelah melakukan
kegiatan pembedahan atau tugas
18 Ruang perawat jaga. Ruang jaga harus berada di Sesuai kebutuhan Tempat tidur, sofa, meja, wastafel.
bagian depan shg mempermudah
semua pihak yang memerlukan
pelayanan bedah.
Ruang untuk diskusi para operator
19 Ruang Diskusi Medis kamar operasi sebelum melakukan Sesuai kebutuhan Meja + kursi diskusi, dll
tindakan pembedahan.
Ruang tempat penyimpanan
sementara barang dan bahan
Gudang Kotor (Dirty setelah digunakan untuk keperluan
20 Sesuai kebutuhan Container
Utility). operasi sebelum dimusnahkan ke
insenerator, atau dicuci di londri dan
disterilkan di CSSD.
Fasilitas untuk membuang kotoran
bekas pelayanan pasien khususnya Kloset leher angsa, keran air bersih (Sink)
21 Spoolhoek yang berupa cairan. Spoolhoek 4-6 m2 Ket : tinggi bibir kloset + 80-100 m dari
berupa bak/ kloset yang dilengkapi permukaan lantai
dengan leher angsa (water seal).
@ KM/WC
KM/WC (petugas,
22 KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
pengunjung)
m2 – 3 m2
Tempat parkir brankar selama tidak
23 Parkir brankar ada kegiatan pembedahan atau Sesuai kebutuhan Brankar/ stetcher
selama tidak diperlukan.

3. Persyaratan Khusus
1. Jalan masuk barang-barang steril harus terpisah dari jalan keluar
barang-barang & pakaian kotor.
2. Koridor steril (;steril corridor) dipisahkan/ tidak boleh bersilangan
alurnya dengan koridor kotor (;dirty corridor)
3. Pembagian daerah sekitar kamar bedah:
(1) Zona 1, Tingkat Resiko Rendah (Normal)
Zona ini terdiri dari area resepsionis (ruang administrasi dan
pendaftaran), ruang tunggu keluarga pasien, janitor dan ruang
utilitas kotor.
Zone ini mempunyai jumlah partikel debu per m3>3.520.000
partikel dengan dia. 0,5 ȝm (ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom
standards Tahun 1999).

(2) Zona 2, Tingkat Resiko Sedang (Normal dengan Pre Filter)


Zona ini terdiri dari ruang istirahat dokter dan perawat, ruang
plester, pantri petugas. Ruang Tunggu Pasien (;holding)/ ruang
transfer dan ruang loker (ruang ganti pakaian dokter dan perawat)
merupakan area transisi antara zona 1 dengan zone 2.
Zone ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3
3.520.000 partikel dengan dia. 0,5 ȝm (ISO 8 - ISO 14644-1
cleanroom standards Tahun 1999).

(3) Zona 3, Tingkat Resiko Tinggi (Semi Steril dengan Medium


Filter)
Zona ini meliputi kompleks ruang operasi, yang terdiri dari ruang
persiapan (preparation), peralatan/instrument steril, ruang induksi,

24 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


area scrub up, ruang pemulihan (recovery), ruang resusitasi
neonates, ruang linen, ruang pelaporan bedah, ruang
penyimpanan perlengkapan bedah, ruang penyimpanan peralatan
anastesi, implant orthopedi dan emergensi serta koridor-koridor di
dalam kompleks ruang operasi.
Zone ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 adalah
352.000 partikel dengan dia. 0,5 ȝm (ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom
standards Tahun 1999).
(4) Zona 4, Tingkat Resiko Sangat Tinggi (Steril dengan Pre Filter,
Medium Filter, Hepa Filter)
Zona ini adalah ruang operasi, dengan tekanan udara positif. Zone
ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 adalah
35.200 partikel dengan dia. 0,5 ȝm (ISO 7 - ISO 14644-1 cleanroom
standards Tahun 1999).
(5) Area Nuklei Steril
Area ini terletak dibawah area aliran udara kebawah (;laminair air
flow) dimana pembedahan dilakukan. Area ini mempunyai jumlah
maksimal partikel debu per m3 adalah 3.520 partikel dengan dia.
0,5 ȝm (ISO 5 s/d ISO 6 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun
1999).
4. Setiap 2 kamar operasi harus dilayani oleh setidaknya 1 ruang scrub
station.
5. Harus disediakan pintu ke luar tersendiri untuk jenazah dan bahan kotor
yang tidak terlihat oleh pasien dan pengunjung.
6. Persyaratan ruang operasi :
a. Pintu kamar operasi yang ideal harus selalu tertutup selama
operasi.
b. Pergantian udara yang dianjurkan sekitar 18-25 kali/jam.
c. Tekanan udara yang positif di dalam kamar pembedahan, dengan
demikian akan mencegah terjadinya infeksi ‘airborne’.
d. Sistem AC Sentral, suhu kamar operasi yang ideal 26 – 280C yang
harus terjaga kestabilannya dan harus menggunakan filter absolut
untuk menjaring mikroorganisme.
e. Kelembaban ruang yang dianjurkan 70% (jika menggunakan bahan
anaestesi yang mudah terbakar, maka kelembaban maksimum
50%).
f. Penerangan alam menggunakan jendela mati, yang diletakkan
dengan ketinggian diatas 2 m.
g. Lantai harus kuat dan rata atau ditutup dengan vinyl yang rata atau
teras sehingga debu dari kotoran-kotoran tidak tertumpuk, mudah
dibersihkan, bahan tidak mudah terbakar.
h. Pertemuan dinding dengan lantai dan dinding dengan dinding harus
melengkung agar mudah dibersihkan dan tidak menjadi tempat
sarang abu dan kotoran.
i. Plafon harus rapat dan kuat, tidak rontok dan tidak menghasilkan
debu/kotoran lain.
j. Pintu harus yang mudah dibuka dengan sikut, untuk mencegah
terjadinya nosokomial, disarankan menggunakan pintu geser
dengan sistem membuka dan menutup otomatis.
k. Harus ada kaca tembus pandang di dinding ruang operasi yang
menghadap pada sisi dinding tempat ahli bedah mencuci tangan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 25


4. Alur kegiatan.
Alur Kegiatan Pada Instalasi Bedah Sentral ditunjukkan pada bagan alir
berikut :

Gambar 2.4.1.5 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Bedah Sentral.

2.4.1.6 Instalasi Kebidanan Dan Penyakit Kandungan (Obstetri Dan Ginekologi)


1. Lingkup Sarana Pelayanan
Pelayanan di Fasilitas Kebidanan Rumah Sakit Kelas B meliputi :
1. Pelayanan persalinan.
Pelayanan persalinan meliputi : pemeriksaan pasien baru, asuhan
persalinan kala I, asuhan persalinan kala II (pertolongan persalinan),
dan asuhan bayi baru lahir.
2. Pelayanan nifas.
Pelayanan nifas meliputi : pelayanan nifas normal dan pelayanan nifas
bermasalah (post sectio caesaria, infeksi, pre eklampsi/eklampsi).
3. Pelayanan KB (Keluarga Berencana).
Pelayanan gangguan kesehatan reproduksi/penyakit kandungan,
Fetomaternal, Onkologi Ginekologi, Imunoendokrinologi, Uroginekologi
Rekonstruksi, Obgyn Sosial.
4. Pelayanan tindakan/operasi kebidanan
Pelayanan tindakan/operasi kebidanan adalah untuk memberikan
tindakan, misalnya ekserpasi polip vagina, operasi sectio caesaria,
operasi myoma uteri, dll.
5. Dan pelayanan sub spesilistik lainnya di bidang kebidanan dan
penyakit kandungan.

26 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Instalasi Kebidanan dan Penyakit Kandungan

Tabel 2.4.1.6
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Instalasi Kebidanan dan Penyakit Kandungan
Besaran
Nama Ruangan Fungsi Kebutuhan Fasilitas
No. Ruang / Luas

Ruang untuk menyelenggarakan


kegiatan administrasi khususnya
pelayanan pasien di ruang kebidanan
dan kandungan. Ruang ini berada
pada bagian depan instalasi/r.
kebidanan & kandungan dengan
Meja, Kursi, lemari arsip,
R. Administrasi dan dilengkapi loket, meja kerja, lemari 3~5 m2/ petugas
1. telepon/intercom, komputer, printer dan
pendaftaran berkas/arsip dan telepon/ interkom.
peralatan kantor lainnya
Kegiatan administrasi meliputi :
ƒ Pendataan pasien.
ƒ Penandatanganan surat
pernyataan keluarga pasien (jika
diperlukan tindakan operasi).
ƒ Pembayaran (Kasir).
Ruang untuk pengantar pasien
Ruang Tunggu Pengantar Kursi, Meja, Televisi & Alat Pengkondisi
2. menunggu selama pasien menjalani 1~1,5 m2/ orang
Pasien Udara (AC/ Air Condition)
proses persalinan/ tindakah bedah.
Ruang untuk cuci tangan semua
Ruang untuk cuci tangan Wastafel dengan 2 keran, perlengkapan
petugas yang akan mengikuti
3. (scrub station) Min. 3 m2 cuci tangan (sikat kuku, sabun, dll), skort
kegiatan persalinan/tindakan
plastik/karet, handuk
kebidanan dan penyakit kandungan.
Set partus, set minor surgery, doppler,
USG, tensimeter, timbangan bayi,
suction apparatus, lampu periksa, stand
Ruang Persiapan Bersalin
infuse, O2 set, emergency light, infuse
Tanpa Komplikasi/ Kala II-III
set, set kebidanan (minimal : forceps,
(labour) Ruang tempat persiapan bersalin Min. 7,2 m2/
4. vakum ekstraktor, klem hemostasis
tanpa komplikasi. tempat tidur
arteri, gunting tali pusar, klem tali pusar),
(Minimal 2 tempat tidur,
sarung tangan, celemek plastik, kasa dan
harus mempunyai KM/WC)
kapas, doek, cardiotocograph (CTG),
stetoskop, resusitasi set dewasa,
resusitasi set bayi.
Set partus, set minor surgery, doppler,
USG, tensimeter, timbangan bayi,
suction apparatus, lampu periksa, stand
Ruang Persiapan Bersalin
infuse, O2 set, emergency light, infuse
dengan Komplikasi (pre-
Ruang tempat persiapan bersalin set, set kebidanan (minimal : forceps,
eclamsy labour) Min. 7,2 m2/
5. dengan komplikasi yang diawasi vakum ekstraktor, klem hemostasis
tempat tidur
secara intensif. arteri, gunting tali pusar, klem tali pusar),
(Minimal 1 tempat tidur,
sarung tangan, celemek plastik, kasa dan
harus mempunyai KM/WC)
kapas, doek, cardiotocograph (CTG),
stetoskop, resusitasi set dewasa,
resusitasi set bayi.
Set partus, set minor surgery, doppler,
USG, tensimeter, timbangan bayi,
Ruang Persiapan Bersalin suction apparatus, lampu periksa, stand
Tanpa Komplikasi/ Kala II-III infuse, O2 set, emergency light, infuse
(labour) set, set kebidanan (minimal : forceps,
Ruang tempat persiapan bersalin Min. 7,2 m2/
6. vakum ekstraktor, klem hemostasis
tanpa komplikasi. tempat tidur
(Minimal 2 tempat tidur, arteri, gunting tali pusar, klem tali pusar),
harus mempunyai 1 sarung tangan, celemek plastik, kasa dan
KM/WC) kapas, doek, cardiotocograph (CTG),
stetoskop, resusitasi set dewasa,
resusitasi set bayi.
Set partus, set minor surgery, doppler,
Ruang Bersalin Tanpa
USG, tensimeter, timbangan bayi,
Komplikasi (;delivery)
suction apparatus, lampu periksa, stand
Ruang sebagai tempat dimana infuse, O2 set, emergency light, infuse
(memiliki area
pasien melahirkan bayinya tanpa Min. 12 m2/ set, set kebidanan (minimal : forceps,
membersihkan/
7. komplikasi termasuk kegiatan- tempat tidur vakum ekstraktor, klem hemostasis
memandikan bayi)
kegiatan untuk tindakan saat bersalin arteri, gunting tali pusar, klem tali pusar),
persalinan. sarung tangan, celemek plastik, kasa dan
(Minimal RS yg memiliki 3
kapas, doek, cardiotocograph (CTG),
tempat tidur, harus memiliki
stetoskop, resusitasi set dewasa,
1 KM/WC)
resusitasi set bayi.
Ruang Bersalin dengan Set partus, set minor surgery, doppler,
Komplikasi Ruang sebagai tempat dimana USG, tensimeter, timbangan bayi,
pasien melahirkan bayinya dengan Min. 12 m2/ suction apparatus, lampu periksa, stand
8. (memiliki area komplikasi termasuk kegiatan- tempat tidur infuse, O2 set, emergency light, infuse
membersihkan/ kegiatan untuk tindakan saat bersalin set, set kebidanan (minimal : forceps,
memandikan bayi) persalinan. vakum ekstraktor, klem hemostasis
arteri, gunting tali pusar, klem tali pusar),

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 27


(Minimal RS yg memiliki 1 sarung tangan, celemek plastik, kasa dan
tempat tidur, harus memiliki kapas, doek, cardiotocograph (CTG),
KM/WC) stetoskop, resusitasi set dewasa,
resusitasi set bayi.
Set partus, set minor surgery, doppler,
USG, tensimeter, timbangan bayi,
suction apparatus, lampu periksa, stand
Ruang Bersalin Privat infuse, O2 set, emergency light, infuse
(labour, delivery, recovery, Ruang tempat dimana pasien mulai set, set kebidanan (minimal : forceps,
Min. 20 m2/
9. post partum/ LDRP) persiapan melahirkan sampai dengan vakum ekstraktor, klem hemostasis
tempat tidur
pemulihan. arteri, gunting tali pusar, klem tali pusar),
(jika diperlukan) sarung tangan, celemek plastik, kasa dan
kapas, doek, cardiotocograph (CTG),
stetoskop, resusitasi set dewasa,
resusitasi set bayi.
Set partus, set minor surgery, doppler,
USG, tensimeter, timbangan bayi,
suction apparatus, lampu periksa, stand
infuse, O2 set, emergency light, infuse
Ruang Bersalin dalam Air
Ruang sebagai tempat dimana set, set kebidanan (minimal : forceps,
(;Water Birth) Sesuai
10. pasien melahirkan bayinya dalam air vakum ekstraktor, klem hemostasis
kebutuhan
tanpa komplikasi. arteri, gunting tali pusar, klem tali pusar),
(jika diperlukan)
sarung tangan, celemek plastik, kasa dan
kapas, doek, cardiotocograph (CTG),
stetoskop, resusitasi set dewasa,
resusitasi set bayi.
Set partus, set AVM/kuretase, set minor
surgery, tensimeter, suction apparatus,
Ruang tempat melakukan tindakan Min. 12 m2/ lampu periksa, stand infuse, O2 set,
11. Ruang Tindakan
kebidanan dan penyakit kandungan tempat tidur emergency light, sarung tangan, celemek
plastik, kasa dan kapas, doek, stetoskop,
resusitasi set dewasa.
Ruang Pemulihan
Ruang pemulihan pasien pasca
(;Recovery)
melahirkan yang memerlukan Min. 7,2 m2/ Tt pasien, monitor pasien, tiang infus,
12.
perawatan kualitas tinggi dan tempat tidur infusion set, oksigen
(Minimal 4 tempat tidur,
pemantauan terus menerus.
harus memiliki KM/WC)
Tempat tidur bayi, inkubator, timbangan
Ruang Bayi Normal
Sesuai dan pengukur panjang bayi, tensimeter,
13. (termasuk didalamnya Ruang tempat bayi setelah dilahirkan
kebutuhan alat resusitasi bayi, blue lamp therapy,
ruang mandi bayi)
tempat ganti popok bayi, sink mandi bayi
Tempat tidur bayi, inkubator, timbangan
Ruang Bayi Patologis Ruang tempat bayi yang infeksius
Sesuai dan pengukur panjang bayi, tensimeter,
14. (termasuk didalamnya atau mengalami cacat bawaan atau
kebutuhan alat resusitasi bayi, blue lamp therapy,
ruang mandi bayi) kelainan patologis lainnya
tempat ganti popok bayi, sink mandi bayi
Tempat tidur bayi, inkubator, timbangan
Ruang Rawat Intensif Bayi Ruang tempat bayi yang memerlukan Sesuai dan pengukur panjang bayi, tensimeter,
15.
Neonatal (;NICU) perawatan intensif. kebutuhan alat resusitasi bayi, blue lamp therapy,
tempat ganti popok bayi, sink mandi bayi
Tempat tidur bayi, inkubator, timbangan
Ruang Perinatologi : High Ruang tempat bayi yang memerlukan Sesuai dan pengukur panjang bayi, tensimeter,
16.
Care perawatan tingkat tinggi kebutuhan alat resusitasi bayi, blue lamp therapy,
tempat ganti popok bayi, sink mandi bayi
Ruang untuk inisiasi ASI dini Sesuai
17. Ruang Laktasi Tt pasien, tiang infus, infusion set
(menyusui) kebutuhan
Ruang untuk perawatan pasien
melahirkan dan juga pasien penyakit
Ruang Perawatan (Post Min. 7,2 m2/
18. kandungan yang tidak memaparkan Tt pasien, tiang infus, infusion set
Partum) tempat tidur
penyakit ke pasien lain, dilengkapi
dengan toilet.
Ruang untuk perawatan isolasi
Ruang Perawatan Isolasi
pasien penyakit kandungan yang Min. 12 m2/
19. (Minimal 1 ruang/tempat Tt pasien, tiang infus, infusion set
memaparkan penyakit ke pasien lain, tempat tidur
tidur)
dilengkapi dengan toilet.
Ruang tempat penyimpanan
instrumen yang telah disterilkan.
Instumen berada dalam Tromol
tertutup dan disimpan di dalam
Gudang Steril Sesuai
20. lemari instrument. Lemari instrumen, Tromol
(;clean utility) kebutuhan
Bahan-bahan lain seperti linen, kasa
steril dan kapas yang telah
disterilkan juga dapat disimpan di
ruangan ini.
ƒ Workbench, 1 sink/2 sink dilengkapi
Ruang Sterilisasi Tempat pelaksanaan sterilisasi
instalasi air bersih dan air buangan.
instrumen dan barang lain yang
ƒ Lemari penyimpanan instrumen yang
21. (jika diperlukan atau diperlukan untuk kegiatan di ruang Min. 6 m2
belum disterilkan tetapi sudah dicuci
sterilisasi bisa dilaksanakan kebidanan dan penyakit kandungan.
dan berada dalam tromol/pak.
di CSSD RS)
ƒ Autoklaf
Tempat ganti pakaian, sepatu/alat
kaki sebelum masuk ke- dan
Sesuai
22. Ruang ganti pakaian/ loker sebaliknya setelah keluar dari ruang Loker, rak sepatu bersih, wastafel
kebutuhan
kebidanan dan kandungan,/ suatu
ruangan yang diperuntukkan bagi

28 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


para pengunjung, staf medis/ non
medis untuk berganti pakaian atau
alas kaki sebelum masuk ke r.
kebidanan & kandungan.
Ruang/ tempat menyimpan linen
23. Ruang Penyimpanan Linen Min. 3 m2 Lemari/rak
bersih
Ruang tempat kerja dan istirahat Sesuai
24. Ruang dokter Tempat tidur, sofa, meja, wastafel.
dokter dilengkapi dengan KM/WC. kebutuhan
Ruang untuk istirahat perawat/
petugas lainnya setelah
melaksanakan kegiatan pelayanan
Sesuai
25. Ruang perawat/ Petugas atau tugas jaga. Kamar jaga harus Tempat tidur, sofa, meja, wastafel.
kebutuhan
berada di bagian depan sehingga
mempermudah semua pihak yang
memerlukan pelayanan pasien.
Ruang untuk diskusi medis para
Sesuai
26. Ruang Diskusi Medis petugas inst. kebidanan & Meja + kursi diskusi, dll
kebutuhan
kandungan.
Ruang untuk menyiapkan makanan
Sesuai Meja, kursi, microwave, kompor,
27. Pantri bagi pasien dan para petugas
kebutuhan penghangat, kulkas, sink
instalasi kebidanan dan kandungan.
Fasilitas untuk membuang kotoran
bekas pelayanan pasien khususnya
yang berupa cairan. Spoolhoek Kloset leher angsa, keran air bersih (Sink)
Gudang Kotor
28. berupa bak atau kloset yang 4-6 m2 Ket : tinggi bibir kloset + 80-100 m dari
(Spoolhoek/Dirty Utility).
dilengkapi dengan leher angsa (water permukaan lantai
seal).

@ KM/WC
KM/WC (petugas, pasien,
29. KM/WC pria/wanita luas Kloset, wastafel, bak air
pengunjung)
2 m2 – 3 m2
Ruang tempat penyimpanan
30. Janitor peralatan kebersihan/cleaning Min. 3 m2 Kloset, wastafel, bak air
service.
Tempat untuk parkir brankar selama
31. Parkir Brankar tidak ada kegiatan pelayanan pasien Min. 2 m2 Brankar
atau selama tidak diperlukan.

3. Persyaratan Khusus
1. Letak bangunan instalasi kebidanan dan penyakit kandungan harus
mudah dicapai, disarankan berdekatan dengan instalasi gawat darurat,
ICU dan Instalasi Bedah Sentral, apabila tidak memiliki ruang operasi
atau ruang tindakan yang memadai.
2. Bagunan harus terletak pada daerah yang tenang/ tidak bising.
3. Ruang bayi dan ruang pemulihan ibu disarankan berdekatan untuk
memudahkan ibu melihat bayinya, tapi sebaiknya dilakukan dengan
sistem rawat gabung.
4. Memiliki sistem sirkulasi udara yang memadai dan tersedia pengatur
kelembaban udara untuk kenyamanan termal.
5. Memiliki sistem proteksi dan penanggulangan terhadap bahaya
kebakaran.
6. Terdapat pintu evakuasi yang luas dengan fasilitas ramp apabila letak
instalasi kebidanan dan penyakit kandungan tidak pada lantai dasar.
7. Harus disediakan pintu ke luar tersendiri untuk jenazah dan bahan kotor
yang tidak terlihat oleh pasien dan pengunjung.
8. Limbah padat medis yang dihasilkan dari kegiatan kebidanan dan
penyakit kandungan ditempatkan pada wadah khusus berwarna kuning
bertuliskan limbah padat medis infeksius kemudian dimusnahkan di
incenerator.
9. Untuk persyaratan ruang operasi kebidanan dapat dilihat pada poin
2.4.1.5

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 29


4. Alur kegiatan.
Alur Kegiatan Pada Instalasi Kebidanan dan Penyakit Kandungan
ditunjukkan pada bagan alir berikut :

Dokter, Bidan Pasien & Pengantar


& Perawat Pasien

Pengantar
Ruang Ganti & Pasien
Loker Administrasi & Pendaftaran Ruang Tunggu
Pasien

Ruang Tindakan Ruang Persiapan Ruang Bersalin

Ruang Operasi

Ruang Pemulihan

Ruang Rawat Inap Ruang Bayi

Pulang

Gambar 2.4.1.6 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Kebidanan dan Penyakit


Kandungan.

2.4.1.7 Instalasi Rehabilitasi Medik


Pelayanan Rehabilitasi Medik bertujuan memberikan tingkat pengembalian
fungsi tubuh semaksimal mungkin kepada penderita sesudah kehilangan/
berkurangnya fungsi dan kemampuan yang meliputi, upaya pencegahan/
penanggulangan, pengembalian fungsi dan mental pasien.

1. Lingkup Sarana Pelayanan


Lingkup pelayanan Instalasi Rehabilitasi Medik mencakup :
1. Fisioterapi
2. Terapi Okupasi (;OT-Occupation Therapy)
3. Terapi Wicara (TW) / Terapi Vokasional (;Speech Therapy)
4. Orthotik dan Prostetik/ OP
5. Pelayanan Sosio Medik/ Pekerja Sosial Masyarakat/PSM
6. Pelayanan Psikologi
7. Rehabilitasi Medik Spesialistik Terpadu, berada pada unit pelayanan
terpadu rumah sakit (UPT-RS), meliputi : Muskuloskeletal,
Neuromuskuler, Kardiovaskuler, Respirasi, Pediatri, Geriatri
8. Pelayanan cidera olahraga

30 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Tabel. 2.4.1.7
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Instalasi Rehabilitasi Medik
Besaran Ruang /
Nama Ruangan Fungsi Ruangan Kebutuhan Fasilitas
No. Luas

Ruangan tempat pasien melakukan


Meja, kursi, computer, printer, lemari,
Loket Pendaftaran dan pendaftaran, pendataan awal dan
1. 3~5 m2/ petugas lemari arsip, dan peralatan kantor
Pendataan ulang untuk segera mendapat suatu
lainnya.
tindakan.
Ruang kerja para Petugas Instalasi RM
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
Ruang Administrasi, yaitu melaksanakan kegiatan
2. 3~5 m2/ petugas intercom/telepon, safety box
Keuangan dan Personalia administrasi, keuangan dan personalia
di unit Pelayanan Rehabilitasi Medik
Ruang Tunggu Pasien Ruangan pasien & pengantar pasien Tempat duduk, televisi & Telp umum
3. 1~1,5 m2/ orang
& Pengantar Pasien menunggu diberikannya pelayanan RM (bila RS mampu),
Ruangan tempat Dokter melakukan
pemeriksaan (seperti: anamesa, Kursi Dokter, Meja Konsultasi, 2
Ruang Pemeriksaan/ pemeriksaan dan asesmen fisik), 12~25 m2 (dua) kursi hadap, lemari alat periksa
4.
Penilaian Dokter diagnosis maupun prognosis terhadap & obat, tempat tidur periksa, tangga
pasiennya & tempat pasien melakukan roolstool, dan kelengkapan lainnya.
konsultasi medis dengan Dokter
Kursi Dokter, Meja Konsultasi, 2
RUANG TERAPI Ruang tempat melaksanakan kegiatan 12~25 m2
5. (dua) kursi hadap, lemari alat, kursi
PSIKOLOGI terapi psikologi bagi pasien.
terapi, dll
FISIOTERAPI
1. Ruang Fisioterapi Pasif Ruang untuk memberikan pelayanan Miin. 12 m2/ Tempat tidur periksa, unit traksi, alat
berupa suatu intervensi radiasi/ tempat tidur traksi stimulasi elektrik, micro wave
gelombang elektromagnet dan traksi, diathermy, ultraviolet quartz, dan
maupun latihan manipulasi yang peralatan fisioterapi lainnya
diberikan pada pasien yang bersifat
individu.

2. Ruang Fisioterapi Aktif Ruang tempat pasien melakukan Min. 50 m2 Treadmill, parallel bars, ergocycle,
6. a. Ruang Senam kegiatan senam (misalnya senam exercise bicycle, dan peralatan
(Gymnasium) stroke, senam jantung, senam diabetes, senam lainnya.
senam pernafasan, senam asma,
senam osteoporosis, dll.

b. Ruang Hidroterapi Ruangan yang didalamnya terdapat Min. 25 m2/kolam Perlengkapan hidroterapi
(Dilengkapi ruang satu (atau lebih) kolam renang / bak 4-12 m2 (untuk
ganti pakaian, rendam hidroterapi yang dilengkapi ruang ganti
KM/WC, terpisah dengan fasilitas penghangat air (Water pakaian)
antara pasien wanita Heater Swimming Pool) dan pemutar
& pria) arus ( Whirpool System) bila ada.
TERAPI OKUPASI
Fasilitas tergantung dari jenis
okupasi yang akan diselenggarakan,
Misalnya :
ƒ ruangan dalam rumah (dapur,
kamar mandi, ruang makan, ruang
@ jenis okupasi tamu, ruang tidur),
Ruang tempat terapis okupasi
Ruang Terapi Okupasi 6-30 m2 ƒ kantor (ruang kerja, bengkel, ruang
melakukan terapi kepada pasien
studio),
ƒ tempat Ibadah, kasir,
ƒ model ruangan kendaraan
(misalnya : tempat naik dan duduk
pada bis umum, ruang mengemudi
mobil dan motor), dll
area bermain yang dilengkapi
pelindung-pelindung khusus
Ruangan tempat Terapis Okupasi
7. (misalnya : busa dilapis kulit sintetis)
melakukan terapi secara (umumnya) Tergantung
Ruang Sensori Integrasi pada daerah-daerah yang keras
kelompok kepada pasien anak untuk peralatan SI yang
(SI) Anak. (misalnya: tiang, dinding & lantai)
merangsang panca-indera serta gerak disediakan
serta daerah bersudut yang cukup
motorik halus dan kasar.
tajam (misalnya: tepi meja, tepi
ayunan, sudut - sudut dinding).
Ruangan tempat Terapis Okupasi
melakukan terapi perangsangan audio- lampu fiberoptik berpelindung dan
visual (umumnya pada anak) dalam akuarium Flexyglass yang mampu
Ruang Relaksasi /
suatu ruangan tertutup yang dilengkapi mengeluarkan cahaya multi warna
Perangsangan Audio- Sesuai kebutuhan
dengan sarana audio-visual maupun secara bergantian, televisi, bantal,
Visual
benda-benda bercahaya. Ruangan ini tempat duduk, bola keseimbangan,
juga merupakan ruangan relaksasi bagi dll
pasien.
Daerah Okupasi Terapi Suatu daerah terbuka hijau/taman yang Pararell Bar’s dengan variasi
Tergantung
Terbuka/ Taman Terapetik juga digunakan sebagai daerah Latihan permukaan pijakan yang berbeda-
peralatan yang
Terapi Okupasi Dewasa (dan Anak) beda, seperti batu-batuan, semen,
disediakan
Ket : Boleh ada/tidak berupa suatu jalur jalan (Walking Track) pasir dan ubin keramik untuk

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 31


dengan benda-benda Fasilitas Terapi. memberi rangsangan yang berbeda
pada telapak kaki, ramp untuk latihan
pengguna kursi roda dan perancah
bantu jalan (Walker)
TERAPI WICARA
Ruang Terapi Wicara Ruang tempat terapis wicara 12-30 m2
Cermin, meja, kursi pasien & petugas
/Vokasional melakukan terapi kepada pasien
Ruangan tempat Terapis Wicara Min. 3 m2/ ruang
9.
melakukan pengujian kemampuan pasien
Alat uji audiometer, kursi pasien,
Ruang Terapi Wicara pendengaran kepada pasiennya secara
meja operator, headphone pasien,
Audiometer. individual (dengan operator Audiometer Min. 4 m2 / ruang
speaker monitor operator
sebagai asisten terapis). Terdiri dari 2 operator
ruang : ruang operator & ruang pasien.
RUANG ORTHOTIK DAN PROSTETIK/ OP
Ruang ganti pakaian dan menyimpan Loker/ lemari, tempat duduk (bench),
Loker Petugas Bengkel OP @ 4-12 m2
barang-barang milik petugas. dll
Peralatan bengkel mekanik halus
Ruang tempat menghaluskan,
(seperti gerinda halus, bor halus,
Bengkel Halus merangkai, menyetel barang yang akan Min. 9 m2
ampelas halus, tang, sekrup, baut,
diserahkan kepada pasien.
set obeng dan kunci-kunci, dll)
Mesin potong besi, mesin potong
fiber glass, mesin pencetak fiber
Ruang tempat pengolahan bahan baku
Bengkel Kasar Min. 36 m2 glass, mesin cetak kulit lateks,
menjadi protese.
gerinda kasar, dan mesin-mesin
mekanis produksi lainnya
Ruang tempat mempola, membuat,
10. Meja pola, alat penggunting kulit,
menjahit dan merakit selubung OP dari
Ruang Jahit/Kulit Min. 12 m2 mesin jahit kulit, alat pelubang kulit,
kulit, termasuk membuat sepatu untuk
dll
kaki palsu.
Ruang tempat melakukan perakitan Set obeng dan kunci-kunci, solder,
Ruang Bionik (Biologi serta penyetelan komponen elektronik mesin pembuat pcb, osciloskop,
Min. 9 m2
Elektronik) yang akan ditambahkan pada barang avometer, serta alat-alat ukur
OP. elektronik lainnya.
Ruang Penyimpanan Ruang tempat menyimpan sementara
Sesuai Kebutuhan Lemari
Barang Jadi barang OP yang sudah jadi.
Tempat penyimpanan bahan baku
Gudang Bahan Baku Sesuai Kebutuhan Lemari, rak
untuk pembuatan barang OP
Ruang Penyetelan (;Fitting Ruang tempat pasien mengepas
Sesuai Kebutuhan Cermin, tempat duduk pasien, dll
Room) barang OP yang telah jadi.
Ruang tempat petugas PSM bekerja
sebelum dan sesudah melaksanakan Min. 4 m2/ orang
Meja, kursi, computer, printer, lemari,
tugas di luar RS. Pada ruangan ini (luas disesuaikan
11. RUANG PSM lemari arsip, dan peralatan kantor
dapat juga dilakukan pendaftaran dengan jumlah
lainnya.
pasien pelayanan sosio medik diluar RS petugas PSM)
(;home care service)
Ruang tempat penyimpanan peralatan
12. Gudang Peralatan RM RM yang belum terpakai atau sedang Sesuai Kebutuhan Lemari/rak
tidak digunakan.
Ruang penyimpanan linen bersih
(misalnya : handuk, tirai & sprei) dan
Gudang Linen dan
13. juga perbekalan farmasi untuk terapi Sesuai Kebutuhan Lemari/rak
Farmasi
(misalnya : parafin, alkohol, kapas,
tissue, jelly).
Ruang penyimpanan alat-alat, juga
perabot RM yang sudah tidak dapat
14. Gudang Kotor Sesuai Kebutuhan Lemari/rak
digunakan lagi tetapi belum dapat
dihapuskan dengan segera.
Ruang tempat kepala IRM bekerja dan
Kursi, meja, computer, printer, dan
15. Ruang Kepala IRM melakukan kegiatan perencanaan dan Sesuai Kebutuhan
peralatan kantor lainnya.
manajemen.
16. Ruang Petugas RM Ruang tempat istirahat petugas IRM Sesuai Kebutuhan Kursi, meja, sofa, lemari
Sebagai tempat untuk menyiapkan
makanan dan minuman bagi mereka Perlengkapan dapur, kursi, meja,
17. Dapur Kecil (;Pantry) Sesuai Kebutuhan
yang ada di IRM dan sebagai tempat sink
istirahat petugas.
@ KM/WC
18. KM/WC petugas/pasien KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
m2 – 3 m2

3. Persyaratan Khusus
Pada dasarnya tata ruang Unit Rehabilitasi Medik ditetapkan atas dasar:
1. Lokasi mudah dicapai oleh pasien, disarankan letaknya dekat dengan
instalasi rawat jalan/ poliklinik dan rawat inap.
2. Ruang tunggu dapat dicapai dari koridor umum dan dekat pada loket
pendaftaran, pembayaran dan administrasi.

32 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3. Disarankan akses masuk untuk pasien terpisah dari akses masuk staf.
4. Disarankan menggunakan sistem sirkulasi udara/ ventilasi udara alami.
5. Apabila ada ramp (tanjakan landai), maka harus diperhatikan
penempatan ramp, lebar dan arah bukaan pintu dan lebar pintu untuk
para pemakai kursi roda serta derajat kemiringan ramp yaitu maksimal
70.
6. Untuk pasien yang menggunakan kursi roda disediakan toilet khusus
yang memiliki luasan cukup untuk bergeraknya kursi roda.

4. Alur kegiatan.

Gambar 2.4.1.7 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Rehabilitasi Medik.

2.4.1.8 Unit Hemodialisa


1. Lingkup Sarana Pelayanan
Pelayanan bagi pasien yang membutuhkan fasilitas cuci darah akibat
terjadinya gangguan pada ginjal.

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas


Tabel. 2.4.1.8
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Unit Hemodialisa
Besaran Ruang /
Nama Ruangan Fungsi Ruangan Kebutuhan Fasilitas
No. Luas

Ruang untuk menyelenggarakan


kegiatan administrasi di unit HD, Meja, Kursi, lemari arsip, telepon/
Ruang Administrasi dan
1. yaitu berupa registrasi & pendataan 3~5 m2/ petugas intercom, komputer, printer dan
Rekam Medik
pasien, dan tempat penyimpanan peralatan kantor lainnya
berkas medik pasien.
Ruang di mana keluarga/ pengantar Kursi, Meja, Televisi & Alat
2. Ruang Tunggu pasien menunggu. Ruang ini perlu 1~1,5 m2/ orang Pengkondisi Udara (AC / Air
disediakan tempat duduk dengan Condition)

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 33


jumlah yang sesuai aktivitas
pelayanan.

Ruang tempat pasien mendapatkan Min. 7,2 m2/


3. Ruang Cuci Darah Tt pasien, mesin HD
tindakan cuci darah. tempat tidur
Ruang isolasi tempat pasien Min. 9 m2/
4. Ruang Isolasi Cuci Darah Tt pasien, mesin HD
mendapatkan tindakan cuci darah. tempat tidur
Meja, Kursi, lemari arsip, lemari
obat, telepon/intercom, komputer
Ruang utk melakukan
Peralatan penyelamatan hidup
perencanaan, pengorganisasian
(live saving equipment),
asuhan dan pelayanan
Ruang Stasi Perawat defibrilator, alat resusitasi pasien,
5. keperawatan (pre dan post- Sesuai kebutuhan
(Nurse Station) obat-obatan penyelamatam
confrence, pengaturan jadwal),
hidup, tensimeter/
dokumentasi sampai dengan
spygmomanometer, termometer,
evaluasi pasien.
peralatan kesehatan perbekalan
HD, stetoskop, dll
Ruang untuk melakukan konsultasi
Meja, Kursi/ sofa,
oleh dokter spesialis penyakit
6. Ruang Konsultasi Sesuai kebutuhan telepon/intercom, peralatan
dalam/ sub spesialis ginjal/ kepada
kantor lainnya
pasien dan keluarganya.
Ruang tempat meletakkan mesin
RO dan filter UV sebelum air 1 mesin RO
Ruang Reverse Osmosis
7. ditampung dalam tanki air harian. memiliki dimensi + Mesin RO dan lampu UVGI
(RO) dan Sterilisasi UV
Ruang ini dapat digabung dengan 1,5 x 0,6 m2
ruang tanki air harian.
Ruang tempat meletakkan tanki
yang menampung air yang telah
Ruang Tanki Air Harian Tergantung
8. disterilisasi untuk dapat langsung Tanki air dan pompa
(Ready To Use Tank) kapasitas tanki air.
digunakan oleh mesin hemodialisa
atau mesin pembersih filter.
Ruang tempat membersihkan filter
Bak cuci filter (sink), alat
Ruang Pencucian Filter agar dapat dipergunakan kembali.
9. Min. 4-6 m2 pembersih filter, alat
(Reuse Filter Cleaning) Kegiatan ini dapat dilaksanakan di
dekontaminasi filter
CSSD.
Ruang penyimpanan alat-alat
10. Gudang Sesuai kebutuhan Lemari/rak
hemodialisa.
Ruang tempat kepala Unit HD
Kursi, meja, computer, printer,
11. Ruang Kepala Unit HD bekerja dan melakukan kegiatan Sesuai kebutuhan
dan peralatan kantor lainnya.
perencanaan dan manajemen.
Fasilitas untuk membuang kotoran
bekas pelayanan pasien khususnya Kloset leher angsa, keran air
Ruang Utilitas Kotor/ yang berupa cairan. Spoolhoek bersih (Sink)
12. 4-6 m2
Spoelhoek dan tempat cuci berupa bak atau kloset yang Ket : tinggi bibir kloset + 80-100
dilengkapi dengan leher angsa m dari permukaan lantai
(water seal).
Sebagai tempat untuk menyiapkan
makanan dan minuman bagi Perlengkapan dapur, kursi, meja,
13. Dapur Kecil (;Pantry) Sesuai kebutuhan
mereka yang ada di Unit HD dan sink
sebagai tempat istirahat petugas.
@ KM/WC
14. KM/WC petugas/pasien KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
m2 – 3 m2

3. Persyaratan Khusus
1. Setiap tempat tidur/ tempat duduk pasien dilengkapi dengan minimal inlet
air steril dan outlet pembuangan air dari mesin dialisis.
2. Setiap tempat tidur/ tempat duduk pasien juga dilengkapi dengan bed
head unit, minimal terdiri dari outlet suction, Oksigen, stop kontak listrik
dengan suplai Catu Daya Pengganti Khusus(CDPK = UPS) dan 2 buah
stop kontak biasa, tombol panggil perawat (nurse call).
3. Ruangan harus mudah dibersihkan, tidak menggunakan warna-warna
yang menyilaukan.
4. Memiliki sistem pembuangan air yang baik.

34 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


4. Alur kegiatan.

Pasien & Pengantar


Pasien

Pengantar
Administrasi dan Pasien
Pendaftaran Ruang Tunggu
Pasien

Ruang Konsultasi

Ruang (/Isolasi) Cuci Darah

Pulang

Gambar 2.4.1.8 – Alur Kegiatan Pada Unit Hemodialisa

2.4.1.9 Instalasi Radioterapi


1. Lingkup Sarana Pelayanan
Pelayanan radioterapi meliputi :
1. Pelayanan radioterapi eksternal, yaitu pelayanan radioterapi dengan
menggunakan sumber radiasi yang berada di luar tubuh atau ada jarak
antara pasien dengan alat penyinaran.
2. Pelayanan brakiterapi, yaitu pelayanan radioterapi dengan menggunakan
sumber yang didekatkan pada tumor.
3. Pelayanan radioterapi interstisial adalah pelayanan radioterapi dengan
menggunakan sumber yang dimasukkan dalam tumor.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan radioterapi mengacu pada


Permenkes No. 1427/MENKES/SK/XII/2006 tentang Standar Pelayanan
Radioterapi di Rumah Sakit.

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas


Tabel. 2.4.1.9
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Instalasi Radioterapi
Besaran Ruang /
No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan Kebutuhan Fasilitas
Luas

Ruang tempat pasien melakukan


Ruang Penerimaan, Rak/lemari berkas, meja, kursi,
pendaftaran, tempat pembayaran dan
1. Pendaftaran, pembayaran 3~5 m2/ petugas komputer, printer, dan alat
sebagai tempat mengambil hasil
dan pengambilan hasil perkantoran lainnya.
pemeriksaan
Ruangan untuk staf melaksanakan tugas
Alat tulis kantor, meja+kursi, loket,
Ruang Administrasi dan administrasi dan personalia dan ruangan
2. 3~5 m2/ petugas lemari, telepon, faksimili, komputer,
Rekam Medis. untuk penyimpanan sementara berkas film
printer, dan alat perkantoran lainnya.
pasien yang sudah dievaluasi.
Ruangan pemeriksaan klinis, baca film dan
Ruang Pemeriksaan dan konsultasi pasien oleh dokter spesialis
3. Sesuai Kebutuhan Meja, kursi, meja periksa, film viewer.
Konsultasi Radiologi.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 35


Ruangan Tunggu Pasien Ruangan pasien menunggu diberikannya Tempat duduk, televisi & Telp umum
4. 1~1,5 m2/ orang
pelayanan radioterapi. (bila RS mampu),
Ruangan pasien dengan tempat tidur (tirah
Ruang Tunggu Pasien
5. baring) menunggu diberikannya pelayanan Min. 7.2 m2/ tt Brankar/tt pasien
Tirah Baring
radioterapi.
Ruang untuk membuat cetakan bagian
3. Ruang Moulding tubuh yang akan dilakukan penyinaran Sesuai kebutuhan Set Perlengkapan Moulding/ Cetakan
dengan pesawat radioterapi
Ruang untuk mengakomodasi sejumlah
4. Ruang Kemoterapi pasien yang sedang dilakukan tindakan Sesuai kebutuhan Sofa, kursi, meja, tiang infus, dll
medis kemoterapi.
Ruang tempat mensimulasi tubuh pasien
5. Ruang Simulator Sesuai kebutuhan Set peralatan simulator
sebelum dilakukan penyinaran/radiasi.
Ruang tempat dilakukan terapi sinar Tergantung
Ruang Terapi Penyinaran
6. radiasi . Ruangan ini dilengkapi dengan peralatan terapi Set peralatan radioterapi
(;Treatment Room)
ruang control dan ruang untuk mesin. yang digunakan.
Ruang Kontrol Kualitas
7. Jelas, sesuai nama ruangan Sesuai Kebutuhan Sesuai Kebutuhan
(Quality Control)
Alat tulis kantor, meja+kursi, lemari,
8. Ruang Fisikawan Medik Ruang kerja dan istirahat fisikawan medik. 3~5 m2/ petugas telepon, komputer, printer, dan alat
perkantoran lainnya.
Alat tulis kantor, meja+kursi, lemari,
9. Ruang Petugas Ruang kerja dan istirahat petugas. 3~5 m2/ petugas telepon, komputer, printer, dan alat
perkantoran lainnya.
Sebagai tempat untuk menyiapkan
10. Pantri makanan dan minuman bagi mereka yang Sesuai Kebutuhan Sofa, kursi, meja, pantri
ada di Instalasi Radioterapi Rumah Sakit.
Ruang untuk ganti pakaian petugas
sebelum petugas masuk ke area tindakan.
11. Ruang Ganti Petugas Sesuai Kebutuhan Loker, dilengkapi toilet.
Ruang ganti petugas pria dan wanita
dipisah.
12. Ruang Diskusi Jelas, sesuai nama ruangan Sesuai Kebutuhan Sofa, kursi, meja, display, dll
@ KM/WC
13. KM/WC petugas & pasien KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
m2 – 3 m2

3. Persyaratan Khusus
Persyaratan teknis mengenai bangunan untuk menyelenggarakan pelayanan
radioterapi harus mengacu pada persyaratan yang ditetapkan oleh
BAPETEN.

2.4.1.10 Instalasi Kedokteran Nuklir


Pelayanan Kedokteran Nuklir adalah pelayanan penunjang dan/atau terapi
yang memanfaatkan sumber radiasi terbuka dari disinegrasi inti radionuklida
yang meliputi pelayanan diagnostik in-vivo dan in-vitro melalui pemantauan
proses fisiologi, metabolisme dan terapi radiasi internal.
2. Lingkup Sarana Pelayanan
1. Pelayanan diagnostic in-vivo adalah pemeriksaan yang dilakukan
terhadap pasien dengan cara pemberian radionuklida dan/atau
radiofarmaka, kemudian dengan menggunakan alat pencacah atau
kamera gamma dilakukan pengamatan terhadap radionuklida dan/atau
radiofarmaka tersebut selama berada dalam tubuh. Hasil yang diperoleh
dari pengamatan tersebut dapat berupa citra atau non-citra.
2. Pelayanan diagnostik in-vitro adalah pemeriksaan yang dilakukan
terhadap specimen yang diperoleh dari pasien menggunakan teknik
Radio Immuno Assay (RIA) atau Immuno Radiometric Assay (IRA).
3. Pelayanan pemeriksaan in-vivtro adalah gabungan antara pemeriksaan
in-vivo dan in-vitro.
4. Pelayanan terapi radiasi internal adalah suatu cara pengobatan dengan
menggunakan radionuklida dan/atau radiofarmaka.

36 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan Kedokteran Nuklir mengacu
pada KEPMENKES-RI No. 008/MENKES/SK/I/2009 tentang Standar
Pelayanan Kedokteran Nuklir Di Sarana Pelayanan Kesehatan.
Uraian Fasilitas Instalasi Kedokteran Nuklir berdasarkan pelayanan diatas pada
rumah sakit kelas B dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Kedokteran Nuklir Pratama, meliputi pelayanan diagnostik in-vivo dengan
gamma probe.
2. Kedokteran Nuklir Madya, meliputi pelayanan diagnostik in-vitro dan in-vivo
dengan kamera gamma yang dilengkapi Kollimator High Energy, Kollimator
LEHR/LEGP.
3. Kedokteran Nuklir Utama, meliputi pelayanan diagnostik in-vivo dengan
peralatan gamma probe dan kamera gamma yang telah dilengkapi Kollimator
High Energy, Kollimator LEHR, Kollimator LEHS/LEGP dan Kollimator Pin
Hole.
4. Kedokteran Nuklir dengan teknologi PET-CT, meliputi pelayanan diagnostik
in-vivo dengan teknologi PET-CT

3. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas


Tabel. 2.4.1.10
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Instalasi Kedokteran Nuklir
Besaran Ruang /
No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan Kebutuhan Fasilitas
Luas

I. Kedokteran Nuklir Pratama


Ruangan Tunggu Pasien Ruangan pasien & pengantar pasien Tempat duduk, televisi & Telp umum
1. 1~1,5 m2/ orang
& Pengantar Pasien menunggu diberikannya pelayanan medik. (bila RS mampu),
Ruangan untuk staf melaksanakan tugas
administrasi dan personalia dan ruangan Alat tulis kantor, meja+kursi, loket,
Ruang Administrasi dan
2. untuk penyimpanan sementara berkas film 3~5 m2/ petugas lemari, telepon, faksimili, komputer,
Rekam Medis.
pasien yang sudah dievaluasi. printer, dan alat perkantoran lainnya.

Ruang tempat pasien melakukan


Loket Pendaftaran, Rak/lemari berkas, meja, kursi,
pendaftaran, tempat pembayaran dan
3. pembayaran dan 3~5 m2/ petugas  elevise, printer, dan alat
sebagai tempat mengambil hasil
pengambilan hasil perkantoran lainnya.
pemeriksaan

Ruangan pemeriksaan klinis, baca film dan


4. Ruang Konsultasi Dokter konsultasi pasien oleh dokter spesialis Sesuai Kebutuhan Meja, kursi, meja periksa, film viewer.
Kedokteran Nuklir.

Ruang tempat penyuntikan/ pemberian Sink, meja, kursi pasien dan kursi
5. Ruang Pemberian Dosis Sesuai Kebutuhan
dosis radiofarmaka ke tubuh pasien. petugas.
Ruang tempat pasien menunggu setelah
6. Ruang Tunggu Pasien Sesuai Kebutuhan Sofa, washtafel
pemberian dosis radiofarmaka.
Ruang tempat melakukan tindakan dengan
Ruang Probe & Counting
7. probe. Min. 12 m2 Probe & Counting System
System
Ruang tempat menyiapkan dosis
Ruang Penyiapan dan Sink, banker/lemari khusus simpan
radiofarmaka untuk pasien, dilengkapi juga
8. Penyimpanan Sesuai Kebutuhan radioisotop, glass box untuk
dengan tempat penyimpanan radioisotope
Radiofarmaka penyiapan dosis radiofarmaka.
dan ruang generator Tc-99m
Ruang tempat dekontaminasi petugas
9. Ruang Dekontaminasi Sesuai Kebutuhan Sink, shower, dll
setelah menyiapkan radiofarmaka.
Ruang Istirahat Dokter &
10. Ruang tempat istirahat dokter dan petugas Sesuai Kebutuhan Sofa, kursi, meja, pantri
Petugas
@ KM/WC
11. KM/WC petugas & pasien KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
m2 – 3 m2
Ruang penyimpanan
12. sementara limbah Jelas, sesuai nama ruangan Sesuai Kebutuhan Kontainer khusus
radioaktif padat
Kedokteran Nuklir Madya
II.
Adalah kedokteran nuklir Pratama ditambah ruangan-ruangan dibawah ini :

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 37


Ruang Pencacahan In Ruang tempat pencacahan(non-imaging)
1. Sesuai Kebutuhan Meja kerja, Alat pencacah In Vivo
Vivo sampel cairan dari tubuh pasien.
Ruang penyimpanan
sementara limbah Jelas, sesuai nama ruangan Sesuai Kebutuhan Kontainer khusus
2.
radioaktif padat
Ruang tempat pemeriksaan sampel cairan
3. Laboratorium RIA tubuh pasien yang telah direaksikan Sesuai Kebutuhan Set laboratorium RIA
dengan  elevise ope.
Ruang tempat pengambilan dan
4. Ruang Sampling Sesuai Kebutuhan Set pengambilan sampel
penanganan sampel dari tubuh pasien
Ruang tempat latihan/exercise dengan alat
5. Ruang Cardiac Stress Test Sesuai Kebutuhan Treadmill
pacu jantung.
Set Gamma Kamera yang dilengkapi
Ruang Gamma Kamera Ruang tempat melakukan pencitraan Kollimator High Energy, Kollimator
6. Sesuai Kebutuhan
(dilengkapi ruang operator) dengan gamma kamera. LEHR(Low Energy High Resolution)/
LEGP(Low Energy General Purpose)
Kedokteran Nuklir Utama
III.
Adalah kedokteran nuklir Madya ditambah ruangan dibawah ini :
Ruang tempat melakukan tindakan dengan
Ruang Probe & Counting
1. probe. Min. 12 m2 Probe & Counting System
System
Kekhususan untuk ruang Set Gamma Kamera yang dilengkapi
kamera gamma pada KN Kollimator High Energy, Kollimator
Utama dibandingkan LEHR(Low Energy High Resolution),
Ruang tempat melakukan pencitraan
2. dengan KN Madya dapat Sesuai Kebutuhan Kollimator LEHS (Low Energy High
dengan gamma kamera.
dilihat pada kolom Sensitivity)/ LEGP(Low Energy
kebutuhan fasilitas di General Purpose) dan Kollimator Pin
sebelah kanan kolom ini. Hole.
IV. Kedokteran Nuklir dengan teknologi PET-CT
Ruangan Tunggu Pasien Ruangan pasien & pengantar pasien
1. 1~1,5 m2/ orang Tempat duduk, televisi dll
& Pengantar Pasien menunggu diberikannya pelayanan medik.
Ruangan untuk staf melaksanakan tugas
Alat tulis kantor, meja+kursi, loket,
Ruang Administrasi dan administrasi dan personalia dan ruangan
2. 3~5 m2/ petugas lemari, telepon, faksimili, komputer,
Rekam Medis. untuk penyimpanan sementara berkas film
printer, dan alat perkantoran lainnya.
pasien yang sudah dievaluasi.
Ruangan pemeriksaan klinis, baca film dan
3. Ruang Konsultasi Dokter konsultasi pasien oleh dokter spesialis Sesuai Kebutuhan Meja, kursi, meja periksa, film viewer.
Kedokteran Nuklir.
Ruang untuk ganti pakaian, sebelum
petugas masuk ke area tindakan. Pada Loker,  elevise baju bersih
4. Ruang Ganti Petugas kamar ganti sebaiknya disediakan lemari Sesuai Kebutuhan petugas,  elevise baju kotor
pakaian/loker dengan kunci dipegang oleh petugas, dilengkapi toilet.
masing-masing petugas.
Ruang tempat penyuntikan/ pemberian Sink, brankar, meja, kursi pasien dan
5. Ruang Pemberian Dosis Sesuai Kebutuhan
dosis  elevise ope ke tubuh pasien. kursi petugas.
Ruang Penyiapan Ruang tempat menyiapkan dosis Sink, processing glass box untuk
6. Sesuai Kebutuhan
Radiofarmaka radiofarmaka untuk pasien penyiapan dosis radiofarmaka.
Ruang Hot Lab. Laboratorium dengan tingkat paparan
7. (dilengkapi dengan ruang radiasi nuklir yang cukup tinggi, tempat Sesuai Kebutuhan Perlengkapan Hot lab.
dekontaminasi petugas) memformulasikan  elevise ope.
Ruang tempat penanganan dan
Cyclotron dengan perlakuan ruangan
8. Ruang Cyclotron penyimpanan bahan  elevise ope Sesuai Kebutuhan
khusus.
sebagai bahan radiofarmaka.
Ruang tempat melakukan tindakan
Ruang PET-CT (dilengkapi
penelusuran radioaktif terhadap pasien PET-CT, Mesin, Perlengkapan
9. ruang  elevis dan ruang Sesuai Kebutuhan
pasca pemberian dosis dengan alat PET- monitor dan  elevise operator, dll
mesin)
CT (Computed Tomograpy)
Ruang tempat memonitor pasien setelah Tt pasien,  elevise, monitor
10. Ruang Up-Take Sesuai Kebutuhan
diberikan dosis tapi sebelum pencitraan. pemantau radiasi, bedhead, dll
Ruang tempat pemulihan kondisi pasien Tt pasien, bedhead, nurse stasion,
11. Ruang Pemulihan Sesuai Kebutuhan
setelah dilakukan radiasi dan pencitraan dll
Tt pasien,  elevise, monitor
Ruang tempat memonitor pasien setelah di pemantau radiasi, meja, lemari,
12. Ruang Isolasi Terapi Sesuai Kebutuhan
radiasi. bedhead, dilengkapi washtafel dan
toilet tersendiri.
Ruang penyimpanan
13. sementara limbah Jelas, sesuai nama ruangan Sesuai Kebutuhan Kontainer khusus
radioaktif padat
Ruang Istirahat dan
14. Diskusi Dokter dan Jelas, sesuai nama ruangan Sesuai Kebutuhan Sofa, kursi, meja, display, dll
Petugas
Ruang Kontrol Kualitas
15. Jelas, sesuai nama ruangan Sesuai Kebutuhan Sesuai Kebutuhan
(Quality Control)
Ruang pengolahan
16. Jelas, sesuai nama ruangan Sesuai Kebutuhan Sesuai Kebutuhan
/penanganan limbah cair

38 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3. Persyaratan Khusus
ƒ Dinding/pintu mengikuti persyaratan khusus sistem labirin proteksi
radiasi.
ƒ Persyaratan teknis mengenai bangunan untuk menyelenggarakan
pelayanan radioterapi harus mengacu pada persyaratan yang ditetapkan
oleh BAPETEN.
ƒ Persyaratan pengkondisian udara :
a. Suhu sejuk dan nyaman lingkungan ialah pada 22 ~ 26 OC dengan
tekanan seimbang.
b. Kelembaban udara pada ruang radiasi/pemeriksaan/penyinaran ialah
antara 45~60%.
ƒ Tersedia penanganan/ pengelolaan limbah radioaktif khusus.

2.4.2 Fasilitas Pada Area Penunjang dan Operasional


2.4.2.1 Instalasi Farmasi (;Pharmacy)
1. Lingkup Sarana Pelayanan
Unit Farmasi direncanakan mampu untuk melakukan pelayanan :
1. Melakukan perencanaan, pengadaan dan penyimpanan obat, alat
kesehatan reagensia, radio farmasi, gas medik sesuai formularium RS.
2. Melakukan kegiatan peracikan obat sesuai permintaan dokter baik untuk
pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan
3. Pendistribusian obat, alat kesehatan, regensia radio farmasi & gas
medis.
4. Memberikan pelayanan informasi obat dan melayani konsultasi obat.
5. Mampu mendukung kegiatan pelayanan unit kesehatan lainnya selama
24 jam.

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas


Tabel. 2.4.2.1
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Instalasi Farmasi
Besaran Ruang
No. Nama Ruangan Fungsi Kebutuhan Fasilitas
/ Luas
Min. 6 m2/ asisten Peralatan farmasi untuk persediaan,
Ruang tempat melaksanakan
1 Ruang Peracikan Obat apoteker peracikan dan pembuatan obat, baik
peracikan obat oleh asisten apoteker.
(min. 36 m2) steril maupun non steril.
Ruang tempat penyimpanan bahan
2 Depo Bahan Baku Obat Sesuai kebutuhan Lemari/rak
baku obat.
3 Depo Obat Jadi Ruang tempat penyimpanan obat jadi Sesuai kebutuhan Lemari/rak
Gudang Perbekalan dan Ruang tempat penyimpanan
4 Sesuai kebutuhan Lemari/rak
Alat Kesehatan perbekalan dan alat kesehatan
Ruang tempat penyimpanan obat
Lemari khusus , lemari pendingin
khusus seperti untuk obat yang
5 Depo Obat Khusus Sesuai kebutuhan dan AC, kontainer khusus untuk
termolabil, narkotika dan obat
limbah sitotoksis, dll
psikotropika, dan obat berbahaya.
Ruang Administrasi Ruang untuk melaksanakan kegiatan Alat tulis kantor, meja+kursi, loket,
(Penerimaan dan administrasi kefarmasian RS, meliputi lemari, telepon, faksimili, komputer,
6 Sesuai kebutuhan
Distribusi Obat) kegiatan pencatatan keluar masuknya printer, dan alat perkantoran
obat, penerimaan dan distribusi obat. lainnya.
Konter Apotik Utama
Ruang untuk menyelenggarakan
(Loket penerimaan Rak/lemari obat, meja, kursi,
kegiatan penerimaan resep pasien,
7 resep, loket pembayaran 3~5 m2/ petugas komputer, printer, dan alat
penyiapan obat, pembayaran, dan
dan loket pengambilan perkantoran lainnya.
pengambilan obat
obat)

Tempat ganti pakaian, sebelum


Ruang Loker Petugas
8 melaksanakan tugas medik yang Sesuai kebutuhan Lemari loker
(Pria dan Wanita dipisah)
diperuntukan khusus bagi staf medis.

Ruang tempat melaksanakan


Meja, kursi, peralatan meeting
9 Ruang Rapat/Diskusi kegiatan pertemuan dan diskusi Sesuai kebutuhan
lainnya.
farmasi.
Ruang Arsip Dokumen & Ruang menyimpan dokumen resep
10 Sesuai kebutuhan Lemari arsip, kartu arsip
Perpustakaan dan buku-buku kefarmasian.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 39


Ruang Kepala Instalasi Ruang kerja dan istirahat kepala Tempat tidur, sofa, lemari,
11 Sesuai kebutuhan
Farmasi Instalasi Farmasi. meja/kursi

Tempat tidur, sofa, lemari,


12 Ruang Staf Ruang kerja dan istirahat staf. Sesuai kebutuhan
meja/kursi
Ruang tempat pasien dan
1~1,5 m2/ orang Tempat duduk, televisi & Telp umum
13 Ruang Tunggu pengantarnya menunggu menerima
(bila RS mampu),
pelayanan dari konter apotek.
Sebagai tempat untuk menyiapkan
Kursi+meja untuk makan, sink, dan
14 Dapur Kecil (;Pantry) makanan dan minuman bagi petugas Sesuai kebutuhan
perlengkapan dapur lainnya.
di Instalasi Farmasi RS.
@ KM/WC
KM/WC (pasien,
15 KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
petugas, pengunjung)
m2 – 3 m2
Unit Apotik Satelit
Min. 6 m2/ asisten Peralatan farmasi untuk persediaan,
Ruang tempat melaksanakan
Ruang Racik Obat apoteker peracikan dan pembuatan obat, baik
peracikan obat oleh asisten apoteker.
(min. 36 m2) steril maupun non steril.
Ruang tempat penyimpanan bahan
Depo Bahan Baku Sesuai kebutuhan Lemari/rak
baku obat.
Depo Obat jadi Ruang tempat penyimpanan obat jadi Sesuai kebutuhan Lemari/rak
Ruang tempat penyimpanan bahan
Gudang Perbekalan Sesuai kebutuhan Lemari/rak
perbekalan.
Tempat tidur, sofa, lemari,
Ruang Apoteker Ruang kerja dan istirahat Apoteker. Sesuai kebutuhan
meja/kursi

Tempat ganti pakaian, sebelum


Ruang Loker Petugas
melaksanakan tugas medik yang Sesuai kebutuhan Lemari loker
(Pria dan Wanita dipisah)
diperuntukan khusus bagi staf medis.
16
Ruang tempat pasien dan 1~1,5 m2/ orang
Tempat duduk, televisi & Telp umum
Ruang Tunggu pengantarnya menunggu menerima
(min. 36 m2) (bila RS mampu),
pelayanan dari konter apotek.
Ruang untuk menyelenggarakan
Rak/lemari obat, meja, kursi,
kegiatan penerimaan resep pasien,
Konter Apotek 3~5 m2/ petugas komputer, printer, dan alat
penyiapan obat, pembayaran, dan
perkantoran lainnya.
pengambilan obat
Ruang untuk melaksanakan kegiatan Alat tulis kantor, meja+kursi, loket,
Ruang Administrasi
administrasi kefarmasian RS, meliputi lemari, telepon, faksimili, komputer,
(Penerimaan dan 3~5 m2/ petugas
kegiatan pencatatan keluar masuknya printer, dan alat perkantoran
Distribusi Obat)
obat, penerimaan dan distribusi obat. lainnya.
Tempat tidur, sofa, lemari,
Ruang Staf Ruang kerja dan istirahat staf. Sesuai kebutuhan
meja/kursi
Sebagai tempat untuk menyiapkan
Kursi+meja untuk makan, sink, dan
Dapur Kecil (;Pantry) makanan dan minuman bagi petugas Sesuai kebutuhan
perlengkapan dapur lainnya.
di Instalasi Farmasi RS.

3. Persyaratan Khusus
x Lokasi instalasi farmasi harus menyatu dengan sistem pelayanan RS.
x Antara fasilitas untuk penyelenggaraan pelayanan langsung kepada
pasien, distribusi obat dan alat kesehatan dan manajemen dipisahkan.
x Harus disediakan penanganan mengenai pengelolaan limbah khusus
sitotoksis dan obat berbahaya untuk menjamin keamanan petugas,
pasien dan pengunjung.
x Harus disediakan tempat penyimpanan untuk obat-obatan khusus seperti
Ruang untuk obat yang termolabil, narkotika dan obat psikotropika serta
obat/ bahan berbahaya.
x Gudang penyimpanan tabung gas medis (Oksigen dan Nitrogen) Rumah
Sakit diletakkan pada gudang tersendiri (di luar bangunan instalasi
farmasi).
x Tersedia ruang khusus yang memadai dan aman untuk menyimpan
dokumen dan arsip resep.
x Mengingat luasnya area RS kelas B, maka untuk memudahkan
pengunjung RS mendapatkan pelayanan kefarmasian, disarankan
memiliki apotek-apotek satelit dengan fasilitas yang sama dengan apotek
utama.

40 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


4. Alur kegiatan.

1. Alur Pasien dan pengunjung

Pasien/ Loket Penerimaan Loket Pembayaran


Pengunjung Resep

Pengambilan Obat Ruang Tunggu


Pulang

2. Alur Petugas Instalasi Farmasi

Konter
Apotek

Petugas/ Loker Ruang


staf Peracikan

Ruang Administrasi,
Penerimaan & Distribusi Obat

3. Alur Barang

Depo Bahan Ruang


Baku Peracikan Konter
Obat / Barang
Perbekalan Masuk Apotek

Depo Obat Jadi

R. Administrasi,
Ruang Administrasi, Gudang Perbekalan dan Alat (Distribusi Obat
(Penerimaan Obat & Medis dan Barang
Barang Perbekalan) Perbekalan)
Depo Obat Khusus

Gudang Penyimpanan Obat / Barang


Tabung gas medis Perbekalan Keluar

Gambar 2.4.2.1 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Farmasi.

2.4.2.2. Instalasi Radiodiagnostik


Radiologi adalah Ilmu kedokteran yang menggunakan teknologi pencitraan/
imejing (;imaging technologies) untuk mendiagnosa dan pengobatan penyakit.
Merupakan cabang ilmu kedokteran yang berkaitan dengan penggunaan sinar-X
(;X-Ray) yang dipancarkan oleh pesawat sinar-X atau peralatan-peralatan
radiasi lainnya dalam rangka memperoleh informasi visual sebagai bagian dari
pencitraan/imejing kedokteran (;medical imaging).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 41


1. Lingkup Sarana Pelayanan
Instalasi Radiologi melakukan pelayanan sesuai kebutuhan dan permintaan
dari unit-unit kesehatan lain di RSU tersebut. Unit Radiologi dapat pula
melayani permintaan dari luar.
Pelayanan Radiologi pada Rumah Sakit Kelas B yaitu :
1. Radiodiagnostik, terdiri dari pemeriksaan general X-Ray, fluoroskopi,
Tomografi, Angiografi, Ultrasonografi, CT-Scan, MRI.
2. Radioterapi,
3. Kedokteran Nuklir pada RS Kelas B memberikan pelayanan tergantung
dari kemampuan RS. Pilihannya adalah :
- Kedokteran nuklir tingkat pratama (diagnostik in-vivo)
- Kedokteran nuklir tingkat madya (diagnostik in-vivo dan in-vitro)
- Kedokteran nuklir tingkat madya+ (diagnostik in-vivo, in-vitro dan
kamera gamma)

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas


Tabel. 2.4.2.2
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Instalasi Radiodiagnostik
Besaran Ruang /
No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan Kebutuhan Fasilitas
Luas

Ruangan Tunggu Pasien Ruangan pasien & pengantar pasien Tempat duduk, televisi & Telp umum
1. 1~1,5 m2/ orang
& Pengantar Pasien menunggu diberikannya pelayanan medik. (bila RS mampu),
Ruangan untuk staf melaksanakan tugas
Alat tulis kantor, meja+kursi, loket,
Ruang Administrasi dan administrasi dan personalia dan ruangan
2. 3~5 m2/ petugas lemari, telepon, faksimili, komputer,
Rekam Medis. untuk penyimpanan sementara berkas film
printer, dan alat perkantoran lainnya.
pasien yang sudah dievaluasi.
Ruang tempat pasien melakukan
Loket Pendaftaran, Rak/lemari berkas, meja, kursi,
pendaftaran, tempat pembayaran dan
3. pembayaran dan 3~5 m2/ petugas komputer, printer, dan alat
sebagai tempat mengambil hasil
pengambilan hasil perkantoran lainnya.
pemeriksaan
Ruangan tempat membaca film hasil
diagnosa pasien dan tempat pasien
4. Ruang Konsultasi Dokter Sesuai Kebutuhan Meja, kursi, film viewer.
konsultasi medis dengan Dokter spesialis
radiologi.
Ruangan kerja dan penyimpanan alat ahli Lemari alat monitor radiologi, kursi,
5. Ruang ahli fisika medis Sesuai Kebutuhan
fisika medis meja, wastafel.
Ruang Pemeriksaan
a. General Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 12 m2 General X-Ray unit (bed dan
diagnostik umum standing unit dengan bucky)

b. Tomografi Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 12 m2 X-Ray Tomografi unit (bed dan/
diagnostik tomografi (jaringan lunak) standing unit dengan bucky)

c. Fluoroskopi Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 12 m2 X-Ray Fluoroskopi unit, bed unit
diagnostik fluoroskopi dengan bucky

d. Ultra SonoGrafi (USG) Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 9 m2 General USG unit dengan multi
diagnostik jaringan lunak menggunakan probe sesuai kebutuhan pelayanan
USG RS.

e. Angiografi Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 9 m2/bed unit X-Ray angiografi unit, bed unit
diagnostik angiografi dengan bucky, Monitor

6. f. CT-Scan Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 12 m2 CT-Scan, meja pasien (;automatic
komputer tomografi adjustable patient table)

g. MRI (; Magnetic Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 18 m2 MRI, meja pasien (;automatic
Resonance Imaging) diagnostik dengan menggunakan alat MRI adjustable patient table)

Ruang-ruang Penunjang (Pada tiap-tiap ruang pemeriksaan diatas kecuali USG)

Ruang operator/ panel Ruang tempat mengendalikan/


Min. 4 m2 Meja kontrol, Komputer
kontrol mengkontrol pesawat X-Ray
Ruang tempat meletakkan Transformator/genetaor/CPU
Ruang Mesin
transformator/genetaor/CPU Min. 4 m2 tomografi unit
Ruang tempat pasien berganti pakaian Lemari baju bersih, kontainer baju
Ruang ganti pasien
dan menyimpan barang milik pribadi. Min. 4 m2 kotor, kaca, hanger
@ KM/WC
KM/WC pasien KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
m2 – 3 m2

42 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Kamar gelap (Bila tidak
menggunakan AFP
Ruang tempat memproses film, terdiri dari Automatic film processor (AFP), sink
7. (;Automatic Film Sesuai Kebutuhan
2 area; daerah basah dan daerah kering. & waste liquid container
Processor) digital ataupun
AFP kering)
8. Ruang Jaga Radiografer Ruang tempat istirahat radiografer cito Sesuai Kebutuhan Tempat tidur, Kursi, meja, wastafel.
Gudang penyimpanan Ruang tempat penyimpanan berkas hasil
9. Sesuai Kebutuhan Lemari arsip
berkas pemeriksaan.
Sebagai tempat untuk menyiapkan
makanan dan minuman bagi mereka yang
10. Dapur Kecil (;Pantry) Sesuai Kebutuhan Perlengkapan dapur
ada di Ruang Radiologi Rumah Sakit dan
sebagai tempat istirahat petugas.
@ KM/WC
11. KM/WC petugas KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
m2 – 3 m2

3. Persyaratan Khusus
ƒ Lokasi ruang radiologi mudah dicapai, berdekatan dengan instalasi gawat
darurat, laboratorium, ICU, dan instalasi bedah sentral.
ƒ Sirkulasi bagi pasien dan pengantar pasien disarankan terpisah dengan
sirkulasi staf.
ƒ Ruang konsultasi dilengkapi dengan fasilitas untuk membaca film.
ƒ Dinding/pintu mengikuti persyaratan khusus sistem labirin proteksi
radiasi.
ƒ Ruangan gelap dilengkapi exhauster.
ƒ Persyaratan pengkondisian udara :
a. Suhu sejuk dan nyaman lingkungan ialah pada 22 ~ 26 OC dengan
tekanan seimbang.
b. Kelembaban udara pada ruang radiasi/pemeriksaan/penyinaran ialah
antara 45~60%.
ƒ Tersedia pengelolaan limbah radiologi khusus.

4. Alur kegiatan.
1. Alur Pasien
PASIEN
- Poliklinik
- Bagian/Inst. Lain
- Dr. Praktek
- Puskesmas

Umum ASKES/
Jamsostek/JPS

Loket Pendaftaran Loket Pendaftaran


Pasien Umum Pasien ASKES

Loket Pembayaran Loket Pembayaran


Pasien Umum Pasien ASKES

Ruang Tunggu Loket


Pengambilan
Hasil

Ruang Pemeriksaan

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 43


2. Alur Film
Pengambilan Foto Processing Film Identifikasi Foto
(R. Pemeriksaan) (Kamar Gelap/ AFP)

Hasil Interpretasi
(R. Konsultasi Dokter)

Gambar 2.4.2.2 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Radiologi Radiodiagnostik.

2.4.2.3 Instalasi Laboratorium


1. Lingkup Sarana Pelayanan
Laboratorium direncanakan mampu melayani tiga bidang keahlian yaitu
patologi klinik, patologi anatomi dan forensik sampai batas tertentu dari
pasien rawat inap, rawat jalan serta rujukan dari rumah sakit umum lain,
Puskesmas atau Dokter Praktek Swasta.
Pemeriksaan laboratorium pada Rumah Sakit Kelas B adalah :
1. Patologi klinik dengan pemeriksaan :
- Hematologi sederhana
- Hematologi lengkap
- Hemostasis penyaring dan bank darah
- Analisis urin dan tinja dan cairan tubuh lain
- Serologi sederhana/ immunologi
- Parasitologi dan mikologi
- Mikrobiologi
- Bakteriologis air
- Kimia Klinik
2. Patologi Anatomi
- Histopatologi lengkap
- Sitologi lengkap
- Histokimia
- Imunopatologi
- Patologi Molekuler
3. Forensik, yaitu melakukan pelayanan kamar mayat dan bedah mayat
forensik
- Otopsi forensik
- Perawatan/pengawetan mayat
- Visum et repertum mayat
- Visum et repertum korban hidup
- Medikolegal
- Pemeriksaan histopatologi forensik
- Pemertiksaan serologi forensik
- Pemeriksaan forensik lain
- Toksikologi forensik

Pelayanan laboratorium tersebut dilengkapi pula oleh fasilitas berikut :


x Blood Sampling
x Administrasi penerimaan spesimen
x Gudang regensia & bahan kimia
x Fasilitas pembuangan limbah
x Perpustakaan, atau setidaknya rak-rak buku

44 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Tabel. 2.4.2.3
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Instalasi Laboratorium
Besaran Ruang /
No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan Kebutuhan Fasilitas
Luas

A. LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK


Ruang Administrasi dan Ruangan untuk staf melaksanakan
Rekam Medis tugas administrasi, pendaftaran,
Meja, kursi, computer, printer, lemari,
(Terdapat loket pembayaran dan pengambilan
1. 3~5 m2/ petugas lemari arsip, dan peralatan kantor
pendaftaran, loket hasil serta ruangan untuk
lainnya.
pembayaran, dan loket penyimpanan sementara berkas
pengambilan hasil) film pasien yang sudah dievaluasi.
Ruangan pasien & pengantar
Ruang Tunggu Pasien 1~1,5 m2/ orang Tempat duduk, televisi & Telp umum
2. pasien menunggu diberikannya
& Pengantar Pasien (min. 25 m2) (bila RS mampu),
pelayanan lab.
Ruang tempat pengambilan
sample darah, pengumpulan
Ruang Pengambilan/ Meja. Kursi, jarum suntik dan
sample urin, feses.
3. Penerimaan Bahan/ Sesuai Kebutuhan pipetnya, container urin, timbangan,
Ruangan ini dilengkapi dengan
Sample tensimeter.
toilet untuk pengambilan sampel
urin dan feses
Meja, kursi, refrigerator, freezer,
Ruang tempat pengambilan dan
4. Bank Darah Sesuai Kebutuhan blood pack transporter, blood bank,
penyimpanan persediaan darah.
thermosealer, dll
Ruang tempat konsultasi pasien
Meja, kursi, dan peralatan kantor
5. Ruang Konsultasi dengan dokter spesialis Patologi Sesuai Kebutuhan
lainnya.
klinik.
Mikroskop fluorescence, sentrifuge,
waterbath, autoanalyzer imunologi,
Sesuai Kebutuhan rotator shaker, refrigerator, freezer,
Laboratorium Sero Ruang pemeriksaan/ analilsis sero
6. dan jenis alat yang incubator, pipet otomatis dengan
Imunologi imunologi
dipergunakan berbagai ukuran, pipet volume
dengan berbagai ukuran, washing
sink.
Meja lab, spektrofotometer, sentrifus,
water bath, electrophoresis protein,
autoanalyzer kimia, electrolyte
Sesuai Kebutuhan
Ruang pemeriksaan/ analilsis kimia analyzer, incubator, timbangan
7. Laboratorium Kimia Klinik dan jenis alat yang
klinik. analitik, blood gas analyzer, pipet
dipergunakan
otomatis dengan berbagai ukuran,
pipet volume dengan berbagai
ukuran, washing sink
Meja lab, spektrofotometer,
autoanalyzer untuk hemostasis,
autoanalyzer untuk hematologi,
hematologi elektrophoresis,
mikroskop binokuler, mikroskop
binokuler dengan digital recorder,
Sesuai Kebutuhan
Ruang pemeriksaan/ analilsis sentrifus, sentrifus hematokrit, water
8. Laboratorium Hematologi dan jenis alat yang
hematologi dan hemostasis, dll bath, Dift counter digital dan manual,
dipergunakan
rolling mixer/ rotator, incubator,
haemocitometer, refractometer,
refrigerator, pipet otomatis dengan
berbagai ukuran, pipet volume
dengan berbagai ukuran, washing
sink, timer, stopwatch
Analytical balance, autoclave,
automatic analyzer microbiologi,
sterilisator kering dan basah,
incubator, loop/kaca pembesar,
mikropscope fluorescence,
microscope binocular dengan digital
Sesuai Kebutuhan reader, microscope binocular,
Ruang pemeriksaan/ analilsis
9. Laboratorium Mikrobiologi dan jenis alat yang microtitation plate incubator, petri
mikrobiologi
dipergunakan dish, reader antibiotic, reader patri
dish, rotator shaker, automatic reader
analyzer untuk identifikasi dan
resistensi kuman, pipet otomatis
dengan berbagai ukuran, Bunsen,
densimat, bio safety cabinet (BSC),
anaerobic jar, washing sink

Laboratorium Urinalis Automatic urin analyzer, sentrifus,


Sesuai Kebutuhan
laboratory refrigerator, microscope
10. Ruang pemeriksaan/ analilsis urin dan jenis alat yang
Ket : Lab. Ini dapat binocular, refractometer, water bath,
dipergunakan
digabungkan dengan lab. washing sink
Lain.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 45


Sesuai Kebutuhan
Ruang Penyimpanan Bio Ruang tempat penyimpanan bio
11. dan jenis alat yang Rak, refrigerator, freezer, dll
Material material
dipergunakan
Ruangan dengan resiko pajanan
Sesuai Kebutuhan
Ruang tempat pengambilan tinggi, dilengkapi fasilitas
12. Ruang Sputum/ Dahak dan jenis alat yang
specimen dahak penggantian/pertukaran udara
dipergunakan
(exhause fan)
Ruang tempat penyimpanan
Gudang Regensia dan
13. regensia bersih dan bahan habis Sesuai Kebutuhan Rak/Lemari
Bahan Habis Pakai
pakai.
Ruang tempat pencucian regensia
14. Ruang Cuci Peralatan Sesuai Kebutuhan Lemari, sink
bekas pakai.
Ruang Diskusi dan Ruang tempat diskusi dan istirahat
15. Sesuai Kebutuhan Meja, kursi, lemari, dll
Istirahat Personil. personil/ petugas lab.
Ruang tempat kepala laboratorium
Ruang Kepala Kursi, meja, computer, printer, dan
16. bekerja dan melakukan kegiatan Sesuai Kebutuhan
Laboratorium peralatan kantor lainnya.
perencanaan dan manajemen.
Ruang Petugas Ruang tempat istirahat petugas
17. Sesuai Kebutuhan Kursi, meja, sofa, lemari
Laboratorium laboratorium.
Ruang tempat ganti pakaian
18. Ruang Ganti/ Loker Sesuai Kebutuhan loker
petugas laboratorium.
Sebagai tempat untuk menyiapkan
makanan dan minuman bagi
Perlengkapan dapur, kursi, meja,
19. Dapur Kecil (;Pantry) mereka yang ada di Instalasi Sesuai Kebutuhan
sink
CSSD dan sebagai tempat istirahat
petugas.
@ KM/WC
KM/WC dan pengambilan sample
20. KM/WC pasien pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
urin
m2 – 3 m2
@ KM/WC
21. KM/WC petugas KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
m2 – 3 m2

B. LABORATORIUM PATOLOGI ANATOMI

C. LABORATORIUM KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

3. Persyaratan Khusus
ƒ Letak laboratorium/sub laboratorium mudah dijangkau, disarankan untuk
gedung RS bertingkat, laboratorium terletak pada lantai dasar, dan dekat
dengan instalasi rawat jalan, instalasi bedah, ICU, Radiologi dan
Kebidanan. Untuk laboratorium forensik letaknya di daerah non publik
(bukan area umum).
ƒ Dinding dilapisi oleh bahan yang mudah dibersihkan, tidak licin dan
kedap air setinggi 1,5 m dari lantai (misalnya dari bahan keramik atau
porselen).
ƒ Lantai dan meja kerja laboratorium dilapisi bahan yang tahan terhadap
bahan kimia dan getaran serta tidak mudah retak.
ƒ Akses masuk petugas dengan pasien/pengunjung disarankan terpisah.
ƒ Pada tiap-tiang ruang laboratorium dilengkapi sink (wastafel) untuk cuci
tangan dan tempat cuci alat
ƒ Harus mempunyai instalasi pengolahan limbah khusus.

46 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


4. Alur kegiatan.
Alur kegiatan pada Instalasi laboratorium adalah sebagai berikut :

Pasien Rawat Inap Pasien dan/ pengantar


pasien

Pendaftaran

Pasien Umum ASKES/ Jaminan

Lengkapi Berkas
Loket Pembayaran

Tim Pengendali
Pengambilan Sample/
Pemeriksaan Nota Persetujuan

Ruang Tunggu

Hasil

Gambar 2.4.2.3. – Alur Kegiatan Pada Instalasi Laboratorium Patologi Klinik.

2.4.2.4 Bank Darah / Unit Transfusi darah (BDRS / UTDRS)


Unit Transfusi Darah Rumah Sakit (UTDRS) adalah unit yang berfungsi sebagai
pengelola penyediaan darah transfusi yang aman, berkualitas dan efektif, mulai
dari pengerahan pendonor sukarela resiko rendah sampai dengan ketersediaan
darah aman serta pendistribusiannya kepada rumah sakit.

Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) merupakan suatu unit pelayanan di rumah
sakit yang bertanggung jawab atas tersedianya darah untuk transfusi yang
aman, berkualitas dan dalam jumlah yang cukup untuk mendukung pelayanan
kesehatan di rumah sakit.

1. Lingkup Sarana Pelayanan


Peran UTDRS adalah sebagai berikut :
a. Mengerahkan dan melestarikan donor darah sukarela tanpa pamrih dari
masyarakat resiko rendah
b. Melakukan seleksi donor darah
c. Melaksanakan pemeriksaan golongan darah dan rhesus donor
d. Melakukan pengambilan darah donor
e. Melakukan uji saring darah donor terhadap penyakit infeksi menular (HIV,
Hepatitis B, Hepatitis C dan sifilis)
f. Melakukan pemisahan darah menjadi komponen-komponennya
g. Melaksanakan penyimpanan darah sementara

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 47


h. Melakukan distribusi darah
i. Melakukan penyelidikan kejadian reaksi transfusi darah dan kasus
inkompatibilitas.

Peran BDRS adalah sebagai berikut :


a. Menerima darah dari UTD yang telah memenuhi syarat uji saring (non
reaktif) dan telah dikonfirmasi golongan darah.
b. Menyimpan darah dan memantau suhu simpan darah.
c. Memantau persediaan darah harian/ mingguan.
d. Melakukan pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus pada kantong
darah donor dan darah resipien.
e. Melakukan uji silang serasi antara darah donor dan darah resipien.
f. Menyerahkan darah yang cocok untuk pasien kepada petugas rumah
sakit yang diberi kewenangan.
g. Melacak penyebab terjadinya reaksi transfusi.

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas


Tabel. 2.4.2.4
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Bank darah / Unit Transfusi Darah (BDRS/UTDRS)
Besaran Ruang /
Nama Ruangan Fungsi Ruangan Kebutuhan Fasilitas
No. Luas

Ruang ini digunakan untuk


menyelenggarakan kegiatan :
Ruang Administrasi 1. Pendataan persediaan darah,
x Loket Permintaan permintaan dan pengambilan
Darah darah untuk pasien. 3~5 m2/ petugas Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
1.
x Loket Pengambilan 2. Loket tempat pengisian formulir (min. 30 m2) intercom/telepon, safety box
Darah permintaan darah oleh keluarga
x Loket Pembayaran pasien.
3. Loket tempat pengambilan darah
4. Loket tempat pembayaran.
Ruang di mana keluarga pasien/
pendonor menunggu. Ruang ini perlu Kursi, Meja, Televisi & Alat
1~1,5 m2/ orang
2. Ruang Tunggu disediakan tempat duduk dengan Pengkondisi Udara (AC / Air
(min. 30 m2)
jumlah yang sesuai aktivitas Condition)
pelayanan.
Ruang tempat meletakkan lemari
Ruang Penyimpanan Tergantung Kulkas/ lemari pendingin
3. pendingin untuk penyimpanan
Darah (Blood Bank Room) Kebutuhan penyimpanan darah.
kantong darah.
Tergantung jenis
Laboratorium Skrining Ruang tempat penyaringan/
dan jumlah
4. Darah (Blood Screening penapisan/ penyeleksian kualitas dan Alat-alat screening darah
parameter alat
Lab.) keamanan darah.
screening darah
Tt pendonor dilengkapi dengan
Tergantung tempat
Ruang tempat pendonor diambil kantung darah (Blood pack),
5. Ruang Donor Darah tidur pendonor
darahnya. tensimeter, stetoskop, kursi
yang disediakan.
petugas
Ruang tempat pemberian makanan
Ruang Pemberian Tergantung Meja, Kursi, dispenser, kulkas
6. dan suplemen kepada pendonor
Makanan Pasca Donor kebutuhan makanan, kompor pemanas
pasca donor.
Ruang tempat kepala dan staf
Ruang Kepala dan Staf BDRS/UTDRS bekerja dan Min. 1,5 m2/ Kursi, meja, computer, printer,
7.
BDRS/UTDR melakukan kegiatan perencanaan dan petugas dan peralatan kantor lainnya.
manajemen.
Ruang tempat penyimpanan
Tergantung
8. Gudang perlengkapan dan perbekalan BDRS/ Lemari penyimpanan
kebutuhan
UTDRS
@ KM/WC
9. KM/WC petugas KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
m2 – 3 m2
@ KM/WC
10. KM/WC pendonor KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
m2 – 3 m2

3. Persyaratan Khusus
1. Laboratorium skrining darah dilengkapi bak pencuci (sink) untuk
membersihkan peralatan laboratorium.

48 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


2. Ruangan harus mudah dibersihkan, tidak menggunakan warna-warna
yang menyilaukan.
3. Suhu ruangan harus dijaga antara 220- 270 C dengan kelembaban 50 –
70 %.
4. Stop kontak pada ruang penyimpanan darah dilengkapi dengan Catu
Daya Pengganti Khusus (CDPK/UPS)
5. Memiliki sistem pembuangan air yang baik.

4. Alur kegiatan.

Keluarga Pasien/ Petugas


RS yang diberi
kewenangan

Loket Permintaan Darah

Keluarga cari
pendonor

Pemeriksaan Darah
Persediaan Tidak Pendonor
Darah ada/
tidak
Pengambilan Darah
dari Pendonor
Ya

Loket Pembayaran Proses Skrining Darah

Loket Pengambilan Darah Penyimpanan Darah


(Blood Bank)

Gambar 2.4.2.4 – Alur Kegiatan Pada BDRS/ UTDRS

2.4.2.5 Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT)


IDT adalah instalasi yang mempunyai peranan penting dalam mendukung
pelayanan internalisasi diagnostik pencitraan di rumah sakit. Umumnya, IDT
merupakan instalasi unggulan dalam pelayanan di rumah sakit.

1. Lingkup Sarana Pelayanan


Pelayanan dalam IDT disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan rumah
sakit, jenis pemeriksaan dengan peralatan pencitraan diantaranya adalah :
1. Pemeriksaan dengan Ultra SonoGrafi (USG)
2. Pemeriksaan dengan Ultra SonoGrafi (USG) 3 Dimensi
3. Pemeriksaan dengan Ultra SonoGrafi (USG) 4 Dimensi
4. Pemeriksaan dengan Elektro Kardiogram (EKG)
5. Pemeriksaan dengan Endoscopy
6. Pemeriksaan dengan Electro EEG
7. Pemeriksaan dengan Echo jantung sonografi
8. Treadmil, dll

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 49


2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Tabel. 2.4.2.5
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Instalasi Radiodiagnostik
Besaran Ruang /
No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan Kebutuhan Fasilitas
Luas

Ruangan Tunggu Pasien Ruangan pasien & pengantar pasien Tempat duduk, televisi & Telp umum
1. 1~1,5 m2/ orang
& Pengantar Pasien menunggu diberikannya pelayanan medik. (bila RS mampu),
Ruangan untuk staf melaksanakan tugas
Alat tulis kantor, meja+kursi, loket,
Ruang Administrasi dan administrasi dan personalia dan ruangan
2. 3~5 m2/ petugas lemari, telepon, faksimili, komputer,
Rekam Medis. untuk penyimpanan sementara berkas film
printer, dan alat perkantoran lainnya.
pasien yang sudah dievaluasi.
Ruang tempat pasien melakukan
Loket Pendaftaran, Rak/lemari berkas, meja, kursi,
pendaftaran, tempat pembayaran dan
3. pembayaran dan 3~5 m2/ petugas komputer, printer, dan alat
sebagai tempat mengambil hasil
pengambilan hasil perkantoran lainnya.
pemeriksaan
Ruangan tempat membaca film hasil
diagnosa pasien dan tempat pasien
4. Ruang Konsultasi Dokter Sesuai Kebutuhan Meja, kursi, film viewer.
konsultasi medis dengan Dokter spesialis
radiologi.
5. Ruang Kepala IDT Ruangan kerja kepala IDT Sesuai Kebutuhan Lemari, meja, kursi dll
Ruang Pemeriksaan
Ruang tempat melaksanakan kegiatan
a. Ultra SonoGrafi (USG) diagnostik jaringan lunak menggunakan Min. 9 m2/ bed unit General USG unit dengan multi
USG probe sesuai kebutuhan pelayanan
RS.
b. Ultra SonoGrafi (USG) 3D Ruang tempat melaksanakan kegiatan
diagnostik jaringan lunak menggunakan Min. 9 m2/bed unit USG 3 Dimensi unit.
USG 3D

c. Ultra SonoGrafi (USG) 4D Ruang tempat melaksanakan kegiatan


diagnostik jaringan lunak menggunakan Min. 9 m2/bed unit USG 4 Dimensi unit.
USG 4D

d. Electro Cardiograph (EKG) Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 9 m2/bed unit EKG Unit, bed, dll
diagnostik jaringan lunak menggunakan
Electro Cardiograph (EKG)
6.
e. Endoscopy Ruang tempat melaksanakan kegiatan Sesuai Kebutuhan Endoscopy unit
(Dilengkapi ruang kontrol menegakkan diagnosis dan mengobati
dan ruang mesin) kelainan atau penyakit saluran cerna atas
maupun saluran cerna bawah

f. Electroenchepalograph Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 9 m2/bed unit EEG unit
(EEG) diagnostik jaringan lunak menggunakan
Electroenchepalograph (EEG)

g. Echo Cardio Sonografi Ruang tempat melaksanakan kegiatan Sesuai Kebutuhan Echo Cardio Sonografi unit
diagnostik jaringan lunak menggunakan
Echo Cardio Sonografi

h. Treadmil Ruang tempat melaksanakan kegiatan Sesuai Kebutuhan treadmil


diagnostik kondisi jantung
7. Ruang Petugas Ruang tempat istirahat petugas Sesuai Kebutuhan Tempat tidur, Kursi, meja, wastafel.
Ruang tempat penyimpanan berkas hasil
9. Ruang Arsip Sesuai Kebutuhan Lemari arsip
pemeriksaan.
Sebagai tempat untuk menyiapkan
10. Dapur Kecil (;Pantry) makanan dan minuman bagi petugas dan Sesuai Kebutuhan Perlengkapan dapur
sebagai tempat istirahat petugas.
@ KM/WC
11. KM/WC petugas KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
m2 – 3 m2

3. Persyaratan Khusus
ƒ Lokasi IDT mudah dicapai, berdekatan dengan instalasi rawat jalan.
ƒ Ruang konsultasi dilengkapi dengan fasilitas untuk membaca film.
ƒ Persyaratan pengkondisian udara :
a. Suhu sejuk dan nyaman lingkungan ialah pada 22 ~ 26 OC dengan
tekanan seimbang.
b. Kelembaban udara pada ruang radiasi/pemeriksaan/penyinaran ialah
antara 45~60%.

50 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


4. Alur kegiatan.
1. Alur Pasien
PASIEN
- Pasien Rawat Jalan
- Bagian/Inst. Lain
- Dr. Praktek
- Puskesmas

Umum ASKES/
Jamsostek/JPS

Loket Pendaftaran Pasien Loket Pendaftaran Pasien


Umum ASKES

Loket Pembayaran Pasien Loket Pembayaran Pasien


Umum ASKES

Ruang Tunggu Loket


Pengambilan
Hasil
Ruang Pemeriksaan

Gambar 2.4.2.5 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT)

2.4.2.6 Instalasi Pemulasaraan Jenazah dan Forensik


1. Lingkup Sarana Pelayanan
Fungsi Ruang Jenazah adalah :
1. Tempat meletakkan/penyimpanan sementara jenazah sebelum diambil
keluarganya.
2. Tempat memandikan/dekontaminasi jenazah.
3. Tempat mengeringkan jenazah setelah dimandikan
4. Otopsi jenazah.
5. Ruang duka dan pemulasaraan.
6. Laboratorium patologi anatomi

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas


Tabel. 2.4.2.6
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Instalasi Pemulasaraan Jenazah
Besaran Ruang /
No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan Kebutuhan Fasilitas
Luas

Ruang para Petugas melaksanakan


3~5 m2/ petugas Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
1. Ruang Administrasi kegiatan administrasi, keuangan dan
(min. 6 m2) intercom/telepon, safety box
personalia.
Ruang Tunggu Keluarga 1~1,5 m2/ orang
2. Ruangan keluarga jenazah menunggu Tempat duduk, televisi & Telp umum
Jenazah (min. 12 m2)
Ruang Duka Ruang tempat menyemayamkan
Min. 45 m2/ ruang
(dilengkapi toilet) jenazah sementara sebelum dibawa Kursi, perlengkapan ruang tidur, toilet
3. duka
pulang. Dilengkapi dengan ruang hias, beserta fasilitasnya.
Ket : Min. 3 ruang duka ruang tidur penunggu keluarga.
Lemari/rak, kursi, meja, penyangga
Gudang perlengkapan Ruang penyimpanan perlengkapan
4. Min. 9 m2 jenazah, peti mati, mimbar, alat2
Ruang Duka yang diperlukan pada ruang duka.
upacara keagamaan, dll

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 51


Ruang tempat memandikan/
dekontaminasi serta pemulasaraan Shower dan sink, brankar, lemari/rak
Ruang Dekontaminasi dan Min. 18 m2
5. jenazah (pengkafanan untuk jenazah alat dekontaminasi, lemari
Pemulasaraan Jenazah
muslim/ pembalseman & pemulasaraan perlengkapan pemulasaraan dll
lainnya untuk jenazah non-muslim) .
Lemari alat, lemari barang bukti,
Ruang tempat dokter forensik meja periksa organ, timbangan
6. Laboratorium Otopsi Min. 24 m2
melakukan kegiatan otopsi jenazah organ, shower dan sink, brankar,
lemari/rak alat dekontaminasi, dll
1 lemari pendingin Lemari pendingin jenazah, washtafel,
7. Ruang Pendingin Jenazah Ruang Pendingin Jenazah
min. 21 m2 brankar
Ruang Ganti pakaian petugas sebelum
Ruang Ganti Pakaian APD Toilet, Loker/ lemari pakaian bersih
8. dan sesudah melakukan kegiatan Sesuai Kebutuhan
(dilengkapi dengan toilet) dan kontainer pakaian kotor
otopsi.
Ruang tempat kepala Instalasi bekerja
Ruang Kepala Instalasi Kursi, meja, computer, printer, dan
9. dan melakukan kegiatan perencanaan Min. 6 m2
Pemulasaraan Jenazah peralatan kantor lainnya.
dan manajemen.
Ruang pengeringan/ jemur alat-alat/
10. Ruang Jemur Alat 12 m2 Rak, wastafel
perabot yang telah digunakan.
Ruang penyimpanan alat-alat serta
11. Gudang instalasi forensik perabot yang diperlukan pada instalasi Min. 9 m2 Lemari/rak
pemulasaraan jenazah.
@ KM/WC
KM/WC petugas/
12. KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
pengunjung
m2 – 3 m2

3. Persyaratan Khusus
1. Kapasitas ruang jenazah minimal memiliki jumlah lemari pendingin 1%
dari jumlah tempat tidur (pada umumnya 1 lemari pendingin dapat
menampung r4 jenazah)/ tergantung kebutuhan.
2. Ruang jenazah disarankan mempunyai akses langsung dengan
beberapa instalasi lain yaitu instalasi gawat darurat, Instalasi Kebidanan
dan Penyakit Kandungan, Instalasi Rawat Inap, Instalasi Bedah Sentral,
dan Instalasi ICU/ICCU.
3. Area tertutup, tidak dapat diakses oleh orang yang tidak berkepentingan.
4. Area yang merupakan jalur jenazah disarankan berdinding keramik,
lantai kedap air, tidak berpori, mudah dibersihkan.
5. Akses masuk-keluar jenazah menggunakan daun pintu ganda/ double.
6. Disediakan garasi ambulan koroner/ mobil jenazah.
7. Disarankan disediakan lahan parkir khusus untuk pengunjung rumah
duka, jumlah disesuaikan dengan kebutuhan.

4. Alur kegiatan.
Alur kegiatan pada Instalasi Pemulasaraan Jenazah adalah sebagai berikut :

Keluarga Administrasi Ruang


Pasien Tunggu

Non-Infeksius
Ruang
Area
Pemulasaraan
Duka
Jenazah RS Area
Infeksius Dekontaminasi

Jenazah yang Laboratorium


Dirujuk untuk di R. Pendingin
Otopsi Jenazah
Otopsi Jenazah
Keluar

Gambar 2.4.2.6 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Pemulasaraan Jenazah.

52 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


2.4.2.7 Instalasi Sterilisasi Pusat (;CSSD/Central Supply Sterilization Departement)
Instalasi Sterilisasi Pusat (CSSD) mempunyai fungsi menerima, memproses,
memproduksi, mensterilkan menyimpan serta mendistribusikan instrumen medis
yang telah disterilkan ke berbagai ruangan di rumah sakit untuk kepentingan
perawatan dan pengobatan pasien.
Kegiatan utama dalam Instalasi Sterilisasi Pusat (CSSD) adalah dekontaminasi
instrumen dan linen baik yang bekas pakai maupun yang baru serta bahan
perbekalan baru. Dekontaminasi merupakan proses mengurangi jumlah
pencemar mikroorgsanisme atau substansi lain yang berbahaya baik secara fisik
atau kimia sehingga aman untuk penanganan lebih lanjut. Proses dekontaminasi
meliputi proses perendaman, pencucian, pengeringan sampai dengan proses
sterilisasi itu sendiri. Barang/ bahan yang didekontaminasi di CSSD seperti
Instrumen kedokteran, sarung tangan, kasa/ pembalut, linen, kapas.
Sistem ini merupakan salah satu upaya atau program pengendalian infeksi di
rumah sakit, dimana merupakan suatu keharusan untuk melindungi pasien dari
kejangkitan infeksi.

1. Lingkup Sarana Pelayanan


Kegiatan dalam instalasi CSSD adalah sebagai berikut:
1. Menerima bahan, terdiri dari
a. Barang/linen/bahan perbekalan baru dari instalasi farmasi yang perlu
disterilisasi.
b. Instrumen dan linen yang akan digunakan ulang (;reuse).
2. Mensortir, menghitung dan mencatat volume serta jenis bahan, barang
dan instrumen yang diserahkan oleh ruang/unit Instalasi Rumah Sakit
Umum.
3. Melaksanakan proses Dekontaminasi meliputi :
ƒ Perendaman
ƒ Pencucian
ƒ Pengeringan
ƒ Pengemasan
Membungkus, mengemas dan menampung alat-alat yang dipakai
untuk sterilisasi, penyimpanan dan pemakaian. Tujuan pengemasan
adalah ménjaga keamanan bahan agar tetap dalam kondisi steril.
ƒ STERILISASI
4. Distribusi; menyerahkan dan mencatat pengambilan barang steril oleh
ruang/unit /Instalasi Rumah Sakit Umum yang membutuhkan.

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas


Tabel. 2.4.2.7
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Instalasi Sterilisasi Pusat (CSSD)
Besaran Ruang /
No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan Kebutuhan Fasilitas
Luas

Ruangan tempat melakukan kegiatan


Ruang Administrasi, Loket Adminstrasi dan pencatatan, Meja, kursi, computer, printer, lemari
1. 8-25 m2
Penerimaan & Pencatatan penerimaan, penyortiran barang/bahan/ dan peralatan kantor lainnya.
linen yang akan disterilkan.
Meja cuci, mesin cuci, meja bilas,
meja setrika, Perlengkapan
Ruang tempat perendaman, pencucian
dekontaminasi lainnya (ultrasonic
2. Ruang Dekontaminasi dan pengeringan instrumen atau linen Min. 30 m2
washer dengan volume chamber 40-
bekas pakai.
60 lt, Mesin pengering slang, ett,
Mesin cuci handschoen,

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 53


Ruang tempat melaksanakan kegiatan
membungkus, mengemas dan Container, alat wrapping, Automatic
3. Ruang Pengemasan Alat Min. 9 m2
menampung alat-alat yang akan washer disinfector,
disterilisasi.
Ruang tempat melaksanakan kegiatan
pemeriksaan linen, dilipat dan dikemas
Ruang Prosesing / untuk persiapan sterilisasi. Selain itu di
4. Min. 16 m2 Container, alat wrapping, dll
Produksi ruang ini jg dilaksanakan kegiatan
persiapan bahan seperti kassa, kapas,
cotton swabs, dll.
Autoklaf table, horizontal sterilizer,
Ruang tempat melaksanakan kegiatan container for sterilizer, autoklaf unit
5. Ruang Sterilisasi sterilisasi instrumen, linen dan bahan Sesuai kebutuhan (steam sterilizer), sterilizer kerosene,
perbekalan baru. (atau jika memungkinkan ada pulse
vacuum sterilizer, plasma sterilizer)
Ruang tempat penyimpanan Instrumen, Lemari/Rak linen, lemari instrumen,
6. Gudang Steril linen dan bahan perbekalan baru yang 12-25 m2 Lemari sarung tangan, lemari kasa/
telah disterilisasi. kain pembalut, dan kontainer
Ruang tempat penyimpanan (depo)
Gudang Barang/Linen/
7. sementara Barang, linen dan bahan 4-16 m2 Rak/Lemari
Bahan Perbekalan Baru
perbekalan baru sebelum disterilisasi.
Ruang Dekontaminasi
Ruang tempat mendekontaminasi
Kereta/Troli :
8. kereta/troli untuk mengangkut barang- Min. 6 m2 Perlengkapan cuci troli
a. Area Cuci
barang dari dan ke CSSD.
b. Area Pengeringan
Ruang pencucian Ruang tempat pencucian perlengkapan
9. Min. 6 m2 Meja bilas, sink, dll
perlengkapan penunjang yang tidak perlu disterilkan.
Ruang tempat pengaturan instrumen dan
Kontainer, rak/lemari, meja, kursi,
Ruang Distribusi Instrumen barang-barang yang sudah steril untuk 9-25 m2
10. komputer, printer dan alat perkantoran
dan Barang Steril didistribusikan ke Instalasi Bedah, ICU,
lainnya.
Ruang Isolasi, dll
Ruang tempat kepala instalasi CSSD
Ruang Kepala Instalasi Kursi, meja, computer, printer, dan
11. bekerja dan melakukan kegiatan Min. 6 m2
CSSD peralatan kantor lainnya.
perencanaan dan manajemen.
Ruang Ganti Petugas Tempat mengganti/mengenakan pakaian
12. Min. 9 m2 Loker
(Loker) instalasi CSSD (dilengkapi toilet)
Ruang tempat istirahat staf/ petugas
13. Ruang Staf/ Petugas Min. 9-16 m2 Kursi, meja, lemari
CSSD.
Sebagai tempat untuk menyiapkan
makanan dan minuman bagi mereka
14. Dapur Kecil (;Pantry) Min. 6 m2 Perlengkapan dapur, kursi, meja, sink
yang ada di Instalasi CSSD dan sebagai
tempat istirahat petugas.
@ KM/WC
15. KM/WC petugas KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
m2 – 3 m2

3. Persyaratan Khusus
ƒ Lokasi Instalasi CSSD memiliki akesibilitas pencapaian langsung dari
Instalasi Bedah Sentral, ICU, Ruang Isolasi, Laboratorium dan Instalasi
Pencucian Linen) dan terpisah dari sirkulasi pasien.
ƒ Sirkulasi udara/ventilasi pada bangunan instalasi CSSD dibuat
sedemikian rupa agar tidak terjadi kontaminasi dari tempat penampungan
bahan dan instrumen kotor ke tempat penyimpanan bahan dan instrumen
bersih/steril.
ƒ Persyaratan ruang dekontaminasi adalah sebagai berikut :
Ÿ Tekanan udara pada ruang dekontaminasi adalah harus negatif
supaya udara dalam ruangan tidak mengkotaminasi udara pada
ruangan lainnya, pengantian udara 10 kali per jam (Air Change Hour-
ACH : 10 times)
Ÿ Suhu dan kelembaban ruangan yang direkomendasikan adalah :
suhu 180C – 220C, Kelembaban udara : 35% -75%.
ƒ Persyaratan gudang steril adalah sebagai berikut :
Ÿ Tekanan udara positif dengan efisiensi filtrasi partikular antara 90% –
95% (untuk partikular berukuran 0,5 mikron)
Ÿ Suhu dan kelembaban ruangan yang direkomendasikan adalah :
suhu 180C – 220C, Kelembaban udara : 35% -75%.

54 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Ÿ Permukaan dinding dan lantai ruangan mudah dibersihkan, tidak
mudah menyerap kotoran atau debu.
ƒ Area barang kotor dan barang bersih dipisahkan (sebaiknya memiliki
akses masuk dan keluar yang berlawanan)
ƒ Lantai tidak licin, mudah dibersihkan dan tidak mudah menyerap kotoran
atau debu.
ƒ Pada area pembilasan disarankan untuk menggunakan sink pada meja
bilas kedap air dengan ketinggian 0.80 – 1,00 m dari permukaan lantai,
dan apabila terdapat stop kontak dan saklar, maka harus menggunakan
jenis yang tahan percikan air dan dipasang pada ketinggian minimal 1.40
m dari permukaan lantai.
ƒ Dinding menggunakan bahan yang tidak berpori.

4. Alur kegiatan.
Alur kegiatan pada Instalasi Sterilisasi Pusat (CSSD) adalah sebagai berikut:

Instrumen dan Linen Barang/Linen/Bahan


Bekas Pakai (;Reuse) perbekalan baru Masuk

Penerimaan Penerimaan &


Dan Pencatatan
Pencatatan Barang Baru

Sortir (pencatatan
volume dan jenis barang) Pengemasan &
Pelabelan
Perendaman

STERILISASI
Pencucian

Pengeringan
Tidak
Kontrol Indikator

Sortir (Layak Ya
disterilkan/ tidak) Ya

Tidak Gudang Distribusi


Steril Barang Keluar
Kembalikan ke unit
pengiriman instrument/linen

Gambar 2.4.2.7 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Sterilisasi Pusat.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 55


2.4.2.8 Instalasi Dapur Utama Dan Gizi Klinik
1. Lingkup Sarana Pelayanan
Sistem pelayanan dapur yang diterapkan di rumah sakit adalah sentralisasi
kecuali untuk pengolahan formula bayi. Instalasi Dapur Utama dan Gizi Klinik
RS mempunyai fungsi untuk mengolah, mengatur makanan pasien setiap
harinya, serta konsultasi gizi.

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas


Tabel. 2.4.2.8
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Instalasi Dapur Utama dan Gizi Klinik
Besaran Ruang /
No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan Kebutuhan Fasilitas
Luas

Rak bahan-bahan makanan, timbangan


Ruang Penerimaan dan Ruang tempat melaksanakan kap. 20-300 kg, kereta angkut, pembuka
1. Penimbangan Bahan kegiatan penerimaan dan + 16 m2 botol, penusuk beras, pisau, kontainer,
Makanan penimbangan bahan makanan. troli, alat penguji kualitas telur, lemari arsip,
APAR
Ruang tempat menyimpan
Freezer, lemari pendingin, container bahan
Ruang Penyimpanan Bahan bahan makanan basah yang
2. Min. 6 m2 makanan, timbangan kapasitas 20-100 kg,
Makanan Basah harus dimasukkan kedalam
kereta angkut, pengusir tikus elektrik
lemari pendingin.
Lemari beras, rak/palet/lemari
Ruang Penyimpanan Bahan Ruang tempat menyimpan penyimpanan bahan makanan, timbangan
3. Min. 9 m2
Makanan Kering bahan makanan kering. kapasitas 20-100 kg, kereta angkut,
pengusir tikus elektrik
Meja kerja/persiapan, bangku kerja, meja
Ruang tempat mempersiapkan daging, mesin sayuran, bak cuci persegi,
bahan makanan, misalkan bak cuci dua bergandengan, pisau, mesin
menyiangi, memotong-motong, pemarut kelapa berdinamo, saringan
4. Ruang/Area Persiapan Min. 18 m2
area pencucian bahan kelapa, mesin pemotong dan penggiling
makanan dapat dilaksanakan daging kapasitas 20 kg, blender, bak cuci,
pada ruang ini. cobek/ulekan, mixer, timbangan meja,
talenan
Kompor gas elpiji, kompor minyak tanah
bertekanan, kompor minyak tanah sumbu,
kompor listrik, kompor uap (Steam
Cooker), panci besar, penggorengan, rice
cooker, rak-rak makanan, rice cooker
kapasitas 30 kg, oven, mixer, blender,
Ruang Pengolahan/ pisau, dapur, sendok, sayur, sodet,
Ruang tempat mengolah
5. Memasak dan Min. 18 m2 pembuka botol/kaleng, serikan, talenan,
bahan makanan.
Penghangatan Makanan saringan teh, wajan datar 2 ukuran
(diameter 16 cm dan 18 cm), timbangan
kapasitas 2 kg, mesin penggiling tangan,
serbet, cempal, cetakan nasi, lemari es,
meja pemanas, pemanggang sate, toaster,
meja kerja, bangku, bak cuci, kereta
dorong, kereta warmer
Meja pembagi, bangku, sendok, sendok
garpu, penjepit makanan, sarung tangan
plastik sekali pakai, garpu, piring makan,
Ruang menyajikan/ gelas minum, mangkuk sayur, piring kue
mempersiapkan makanan cekung, cangkir tertutup, tutup dan tatanan
Ruang Pembagian/
6. matang pada plato (piring Min. 9 m2 gelas, nampan, tempat telur (sebaiknya
Penyajian Makanan
pasien) yang akan dikirimkan terbuat dari bahan yang mudah
dengan troli gizi dibersihkan/plastik, stainless steel,
keramik), troli untuk makanan 3 susun, rak-
rak piring kapasitas 3 susun, kertas label,
alat tulis
Peralatan besar : Lemari pendingin, panci
aluminium, tungku uap, meja pemanas,
rak-rak penyimpanan botol 3 susun, bak
pencuci
Ruang menyajikan/ Peralatan kecil : thermos, blender, gelas
7. Dapur Susu/ Laktasi Bayi mempersiapkan susu ke dalam Min. 4 m2 ukur, sendok makan, sendok teh, panci
botol susu. kecil bertangkai diameter 15 cm, piring dan
gelas, mangkok, waskom plastik, kocokan
susu, serbet, cempal, sikat botol,
timbangan susu kapasitas 2 kg, sterilisator,
mixer, blender
Pencucian secara mekanik memerlukan :
mesin cuci kapasitas 100 piring, rak
Ruang cuci plato serta
pengering alat kebersihan
8. Ruang Cuci perlengkapan makan dan @ min. 9 m2
Pencucian manual memerlukan : ember
minum lainnya
plastik kapasitas 30 liter, baskom plastik
kapasitas 30 liter, perlengkapan

56 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


kebersihan (sapu, sikat, lap, alat/kain untuk
pel, vacuum cleaner
Tambahan untuk ruang pencucian : alat
pengukur desinfektan pencucian, sabun
cuci, karbol, pencuci dinding keramik,
tempat sampah tertutup (basah dan
kering), serok air
Ruang Penyimpanan Troli Ruang penyimpanan troli gizi Sabun cuci colek, sikat, alat/kain untuk
9. Min. 6 m2
Gizi sebelum dibersihkan mengelap, serok air

Ruang Penyimpanan Ruang penyimpanan Lemari perkakas dapur khusus, rak


10. Min. 9 m2
Peralatan Dapur perlengkapan dapur bersih perkakas dapur, meja, kursi
Ruang petugas dapur Sarung tangan, sepatu dapur / sepatu
Ruang Ganti Alat Pelindung mengenakan APD (Sarung boot, baju khusus, loker, tutup rambut,
11. Min. 6 m2
Diri (APD) dan loker. tangan, celemek, sepatu, tutup masker (tutup hidung dan mulut),
kepala, masker, dll) celemek/apron
Ruang para Petugas
melaksanakan kegiatan teknis
medis gizi klinik serta 3~5 m2/ petugas Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
12. Ruang Administrasi
administrasi, keuangan dan (min. 6 m2) intercom/telepon, safety box
personalia pada instalasi
dapur.
Ruang tempat kepala lnstalasi
bekerja dan melakukan Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
13. Ruang Kepala Instalasi Gizi Min. 6 m2
kegiatan perencanaan dan intercom/telepon, safety box
manajemen.
Ruang Pertemuan Gizi Ruang tempat Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
14. Min. 9 m2
Klinik diskusi/pertemuan intercom/telepon, safety box
Ruang penyimpanan
15. Janitor Min. 3 m2 Rak/lemari, perlengkapan kebersihan
perlengkapan kebersihan
Ruang Pengaturan/ Ruang untuk pengendalian dan 3 m2 (sesuai Keran pengatur uap, Manometer uap,
16.
Manifold Uap pendistribusian uap kebutuhan) Header Uap
Ruang sentral pengendalian 3 m2 (sesuai Panel daya penerangan, panel daya stop
17. Ruang Panel Listrik
listrik kebutuhan) kontak, panel daya listrik
Ruang Pengaturan/ Ruang untuk pengaturan 4 m2 (tergantung Keran pengatur gas, Manometer tekanan
18.
Manifold Gas Elpiji pemakaian gas elpiji kebutuhan) gas elpiji, Header gas elpiji
Ruang Penyimpanan Untuk menyimpan tabung gas Penjepit Tabung, Kedudukan Tabung, Troli
19. 3 m2
Tabung Gas Elpiji elpiji Tabung
20. Gudang Alat Untuk memyimpan alat makan Min. 16 m2 Rak-rak

Untuk kegiatan pendidikan dan


21. Ruang PKL + 32 m2 Meja, kursi, white board, Laptop, LCD dll
pelatihan mahasiswa
Untuk pelaksanaan
22. Ruang Petugas Jaga Dapur pengawasan produksi + 12 m2 Meja, kursi dan peralatan administrasi dll
makanan
23. Ruang Nutrisionis Tempat nutrisionis + 10 m2 Meja, kursi, komputer, rak buku
@ KM/WC
24. KM/WC petugas KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
m2 – 3 m2

3. Persyaratan Khusus
1. Mudah dicapai, dekat dengan Instalasi Rawat Inap sehingga waktu
pendistribusian makanan bisa merata untuk semua pasien.
2. Letak dapur diatur sedemikian rupa sehingga kegaduhan (suara) dari
dapur tidak mengganggu ruangan disekitarnya.
3. Tidak dekat dengan tempat pembuangan sampah dan kamar jenazah.
4. Lantai harus dari bahan yang tidak berpori dan tidak licin.
5. Mempunyai area masuk bahan makanan mentah yang tidak bersilangan
dengan alur makanan jadi.
6. Harus mempunyai pasokan air bersih yang cukup dan memenuhi
persyaratan baku mutu air minum.
7. Pada area pengolahan makanan harus mempunyai langit-langit yang
tinggi dilengkapi ventilasi untuk pembuangan udara panas selama proses
pengolahan.
8. Pada dapur bangunan bertingkat harus disediakan fan pembuangan
(exhaust fan) dengan kapasitas ekstraksi minimal 60 Liter/detik yang
hanya boleh dioperasikan pada waktu memasak.
9. Harus dilengkapi dengan sistem proteksi kebakaran.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 57


4. Alur kegiatan.
Alur kegiatan pengelolaan makanan pada Instalasi Dapur Utama dan Gizi
Klinik RS adalah sebagai berikut :
Ruang Penerimaan Bahan
Makanan

R. Penyimpanan Area Cuci Bahan


Bahan Makanan Makanan
Kering

R. Penyimpanan Bahan
Makanan Basah

Ruang Persiapan

Ruang Pengolahan R. Penyimpanan


dan Penghangatan Perlengkapan
Bahan Makanan

Ruang Pencucian
Peralatan
R. Penyajian Makanan

Distribusi Makanan,
Dan Minuman

Area untuk Wadah


Pembuangan Sementara
Sampah Dapur

Alur Peralatan Alur Limbah Padat Domestik Alur Makanan

Gambar 2.4.2.8 – Alur kegiatan pengolahan, penyimpanan dan pendistribusian


makanan rumah sakit.

2.4.2.9 Instalasi Pencucian Linen/ Londri (;Laundry)


Londri RS adalah tempat pencucian linen yang dilengkapi dengan sarana
penunjangnya berupa mesin cuci, alat dan desinfektan, mesin uap (;steam
boiler), pengering, meja, dan mesin setrika.
1. Lingkup Sarana Pelayanan
Kegiatan pencucian linen terdiri dari :
1. Pengumpulan
a. Pemilahan antara linen infeksius dan non-infeksius dimulai dari
sumber dan memasukkan linen ke dalam kantong plastic sesuai
jenisnya serta diberi label.
b. Menghitung dan mencatat linen di ruangan.
2. Penerimaan
a. Mencatat linen yang diterima dan telah terpilah antara infeksius dan
non-infeksius.
b. Linen dipilah berdasarkan tingkat kekotorannya.
3. Pencucian
a. Menimbang berat linen untuk menyesuaikan dengan kapasitas mesin
cuci dan kebutuhan deterjen dan desinfektan.

58 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


b. Membersihkan linen kotor dari tinja, urin, darah, dan muntahan
kemudian merendamnya dengan menggunakan desinfektan.
c. Mencuci dikelompokkan berdasarkan tingkat kekotorannya.
4. Pengeringan
5. Penyetrikaan
6. Penyimpanan
a. Linen harus dipisahkan sesuai dengan jenisnya.
b. Linen baru yang diterima ditempatkan di lemari bagian bawah.
c. Pintu lemari selalu tertutup.
7. Distribusi dilakukan berdasarkan kartu tanda terima dari petugas
penerima, kemudian petugas menyerahkan linen bersih kepada petugas
ruangan sesuai kartu tanda terima.
8. Pengangkutan
a. Kantong untuk membungkus linen bersih harus dibedakan dengan
kantong untuk membungkus linen kotor.
b. Menggunakan kereta dorong yang berbeda warna dan tertutup antara
linen bersih dan linen kotor. Kereta dorong harus dicuci dengan
desinfektan setelah digunakan mengangkut linen kotor.
c. Waktu pengangkutan linen bersih dan kotor tidak boleh dilakukan
bersamaan.
d. Linen bersih diangkut dengan kereta dorong yang berbeda warna.
e. RS yang tidak mempunyai laundry tersendiri, pengangutannya dari
dan ke tempat laundry harus menggunakan mobil khusus.

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas


Tabel. 2.4.2.9
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Instalasi Pencucian Linen/ Loundri
Besaran Ruang /
No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan Kebutuhan Fasilitas
Luas

Ruang para Petugas melaksanakan Meja, kursi, lemari


Ruang Administrasi dan 3~5 m2/ petugas
1. kegiatan administrasi, keuangan dan berkas/arsip,
Pencatatan (min. 9 m2)
personalia. intercom/telepon, safety box
Ruang tempat kepala londri bekerja dan Meja, kursi, lemari
2. Ruang Kepala Londri melakukan kegiatan perencanaan dan 9-12 m2 berkas/arsip,
manajemen. intercom/telepon, safety box
Ruang Penerimaan dan Ruang tempat penerimaan linen kotor
3. Min. 12 m2 Meja, kursi, rak, kontainer
Sortir dari unit-unit di RS kemudian disortir.
Ruang tempat melaksanakan
Bak pembilasan awal, bak
Ruang Dekontaminasi/ dekontaminasi linen, meliputi urutan
4. Min. 20 m2 perendaman dan bak
perendamani Linen kegiatan pembilasan awal, perendaman
pembilasan akhir, keran, sink
dan pembilasan akhir.
Ruang Cuci dan Ruang tempat mencuci dan Mesin cuci dan pengering
5. Min. 16 m2
Pengeringan Linen mengeringkan linen linen
Ruang Setrika dan Lipat Ruang tempat penyetrikaan dan melipat Min. 30 m2 Setrika, meja setrika, meja
6.
Linen linen. lipat, handpress
Mesin jahit, jarum, benang
Ruang tempat memperbaiki/ menjahit
7. Ruang Perbaikan Linen Min. 8 m2 dan perlengkapan perbaikan
linen setelah dicuci dan keringkan.
linen lainnya
Ruang tempat penyimpanan linen
8. Ruang Penyimpanan Linen Min. 20 m2 Rak/lemari
bersih setelah dicuci, setrika dan dilipat.
Ruang tempat melaksanakan Keran, selang, alat
9. Ruang Dekontaminasi Troli Min. 6 m2
dekontaminasi dan pengeringan troli. pengering
Ruang tempat penyimpanan troli bersih
10. Ruang Penyimpanan Troli Min. 8 m2
setelah didekontaminasi & dikeringkan.
Tempat menyimpan bahan-bahan kimia
11. Gudang Bahan Kimia Min. 8 m2 lemari
seperti deterjen dll
@ KM/WC
12. KM/WC petugas KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
m2 – 3 m2

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 59


3. Persyaratan Khusus
1. Tersedia keran air bersih dengan kualitas dan tekanan aliran yang
memadai, air panas untuk desinfeksi dengan desinfektan yang ramah
terhadap lingkungan. Suhu air panas mencapai 700C dalam waktu 25
menit (/ 950C dalam waktu 10 menit) untuk pencucian pada mesin cuci.
2. Peralatan cuci dipasang permanen dan diletakkan dekat dengan saluran
pembuangan air limbah serta tersedia mesin cuci yang dapat mencuci
jenis-jenis linen yang berbeda.
3. Tersedia saluran air limbah tertutup yang dilengkapi dengan pengolahan
awal (; pre-treatment) khusus laundry sebelum dialirkan ke IPAL RS.
4. Untuk linen non-infeksius (misalnya dari ruang-ruang administrasi
perkantoran) dibuatkan akses ke ruang pencucian tanpa melalui ruang
dekontaminasi.
5. Tidak disarankan untuk mempunyai tempat penyimpanan linen kotor.
6. Standar kuman bagi linen bersih setelah keluar dari proses tidak
mengandung 6 x 103 spora spesies Bacillus per inci persegi.

4. Alur kegiatan.
Alur kegiatan pada Instalasi Pencucian Linen adalah sebagai berikut :

Troli Kotor Linen Kotor

Penerimaan & Pencatatan

Perbaikan Linen

Ruang Dekontaminasi

Bak Pembilasan Pencucian Pengeringan Penyetrikaan


Awal Linen Linen Linen

Bak Desinfeksi
(Perendaman) Melipat Linen

Bak Pembilasan
Akhir
R.Penyimpanan
Linen Bersih

R. Dekontaminasi Troli R. Penyimpanan Troli Distribusi Linen Bersih


& Pengeringan Bersih

CSSD Tanpa Sterilisasi


(Resterilisasi)

Gambar 2.4.2.9 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Pencucian Linen/Laundry.

2.4.2.10 Instalasi Sanitasi


1. Lingkup Sarana Pelayanan
Kegiatan pada instalasi sanitasi meliputi :
1. Pengolahan air limbah rumah sakit dan pemeriksaan kualitas air limbah
yang dilakukan 3-4 kali dalam setahun.
2. Pemeriksaan sanitasi di ruang instalasi dapur utama yang dilakukan 3-4
kali dalam setahun.
3. Pemeriksaan kualitas air bersih yang dilakukan 2-3 kali dalam setahun.

60 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


4. Pemeriksaan kualitas/ kondisi udara di ruang-ruang khusus yang
dilakukan 2 kali dalam setahun.
5. Pemeriksaan emisi incenerator dan generator set yang dilakukan 2 kali
dalam setahun.
6. Pembuatan dokumen Implementasi Rencana Pengelolaan Lingkungan
dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RKL/RPL) setiap 6 bulan sekali.
7. Pemantauan, pengawasan dan pengelolaan limbah padat medis
(Pewadahan, pengangkutan dan pembuangan/ pemusnahan limbah
padat medis).

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas


Tabel. 2.4.2.10
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Instalasi Sanitasi
Besaran Ruang /
No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan Kebutuhan Fasilitas
Luas
Ruang para Petugas melaksanakan
3~5 m2/ petugas Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
1. Ruang Kerja dan Arsip kegiatan dokumentasi hasil
(min. 6 m2) intercom/telepon, safety box
pemantauan dan ruang simpan arsip
Bak cuci peralatan lab., gelas
Ruang Laboratorium Ruang tempat pemeriksaan kesehatan 1~1,5 m2/ orang ukur, ph meter, DO meter,
2.
Kesehatan Lingkungan lingkungan rumah sakit (min. 12 m2) spektrofotometer, reagen,
bahan-bahan kimia, pipet, dll
Pompa, Bak ekualisasi, kolam
Area Pengolahan Air aerasi, bak pengendap, bak
3. Area tempat mengolah air limbah Sesuai kebutuhan
Limbah desinfeksi, blower, kolam ikan,
dll
Area tempat pembakaran limbah padat Sesuai kebutuhan Alat pengeruk sampah, troli
4. Area Incenerator
medis. sampah, sapu, incenerator
Area penampungan sementara limbah Sesuai kebutuhan Alat pengeruk sampah, troli
5. Area TPS
padat non-medis sampah, sapu
@ KM/WC
6. KM/WC petugas KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
m2 – 3 m2

3. Persyaratan Khusus
1. Lokasi incenerator dan IPAL jauh dari area pelayanan pasien dan
instalasi dapur rumah sakit.
2. Lingkungan sekitar incenerator dan IPAL harus dijaga jangan sampai
orang yang tidak berkepentingan memasuki area tersebut.
3. Segera dilakukan pembakaran limbah padat medis.
4. Pembuangan abu hasil pembakaran incenerator harus dilakukan secara
periodik.
5. Area Penampungan sementara limbah padat non-medis harus dijaga
kebersihan dan kerapihannya.
6. Bagi rumah sakit yang pemusnahan limbah padat medisnya di luar
rumah sakit, harus mengikuti persyaratan sebagai berikut :
a. Menyediakan tempat penampungan sementara limbah padat medis
dan limbah tersebut harus setiap hari diangkut dan dibuang keluar
rumah sakit.
b. Bila pengangkutan dan pembuangan limbah padat medis dilakukan
lebih dari 1 hari maka pewadahan dan area penampungan
sementaranya harus tertutup/ terisolasi. Waktu toleransi limbah padat
medis dengan kondisi tersebut maksimal 3 hari.
c. Area penampungan sementara limbah padat medis harus senantiasa
dijaga kebersihan dan kerapihannya.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 61


4. Alur kegiatan.
Alur kegiatan pada Instalasi Sanitasi adalah sebagai berikut :

Ruang Bedah Instalasi Pengolahan


Air Limbah

Ruang ICU
Instalasi Sanitasi Laboratorium
KesLing
Instalasi Rawat Inap

Incenerator Instalasi Dapur


Inst. Pemeliharaan
Utama
Sarana

Gambar 2.4.2.10 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Sanitasi.

2.4.2.11 Instalasi Pemeliharaan Sarana (Bengkel Mekanikal & Elektrikal /;Workshop)


1. Lingkup Sarana Pelayanan
Tugas pokok dan fungsi yang harus dirangkum unit workshop adalah,
sebagai berikut :
1. Pemeliharaan dan perbaikan ringan pada :
x Peralatan medik (Optik, elektromedik, mekanis dll)
x Peralatan penunjang medik
x Peralatan rumah tangga dari metal/ logam (termasuk tempat tidur)
x Peralatan rumah tangga dari kayu
x Saluran dan perpipaan
x Listrik dan elektronik.
2. Kegiatan perbaikan-perbaikan dilaksanakan dengan prosedur sebagai
berikut :
x Laporan dari setiap unit yang mengalami kerusakan alat
x Peralatan diteliti tingkat kerusakannya untuk mengetahui tingkat
perbaikan yang diperlukan kepraktisan teknis pelaksanaan
perbaikannya (apakah cukup diperbaiki ditempatnya, atau harus
dibawa ke ruang workshop)
x Analisa kerusakan
x Proses pengadaan komponen/suku cadang
x Pelaksanaan perbaikan/pemasangan komponen
x Perbaikan bangunan ringan
x Listrik/ Elektronik
x Telpon / Aiphone / Audio Visual.

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan


Tabel. 2.4.2.10
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Instalasi Pemeliharaan Sarana (Workshop)
Besaran Ruang /
No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan Kebutuhan Fasilitas
Luas

Ruang tempat kepala Instalasi bekerja dan Meja, kursi, lemari


1. Ruang Kepala IPSRS melakukan kegiatan perencanaan dan Min. 8 m2 berkas/arsip,
manajemen. intercom/telepon, safety box

62 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Ruang Administrasi Ruang tempat pencatatan masuk dan keluar Kursi, meja, computer,
3~5 m2/ petugas
2. (pencatatan) dan Ruang peralatan/ perabot rusak dan ruang tempat staf printer, dan peralatan kantor
(min. 12 m2)
Kerja Staf bekerja. lainnya.
Ruang Rapat/ Pertemuan Ruang tempat melaksanakan diskusi/ pertemuan
3. Min. 9 m2 Kursi, meja, screen, dll.
Teknis teknis.
Ruang Studio Gambar dan Ruang tempat menggam Meja gambar, komputer dan
4. Min. 9 m2
Arsip Teknis bar dan menyimpan arsip-arsip teknis. printer, lemari arsip.
5. Bengkel/ Workshop Ruang tempat memperbaiki kerusakan sarana, Perlengkapan bengkel
Min. 9 m2
Bangunan/Kayu prasarana dan peralatan yang terbuat dari kayu. bangunan/ kayu
6. Bengkel/ Workshop metal/ Ruang tempat memperbaiki kerusakan sarana,
Perlengkapan bengkel
logam prasarana dan peralatan yang terbuat dari metal/ Min. 9 m2
metal/ logam
logam.
7. Bengkel/ Workshop Ruang tempat memperbaiki kerusakan peralatan
Perlengkapan bengkel
Peralatan Medik (Optik, medik, yaitu peralatan optik, elektromedik, dan Min. 16 m2
peralatan elektromedik
Elektromedik, Mekanik) mesin mekanik.
8. Bengkel/ Workshop Ruang tempat memperbaiki kerusakan sarana, Perlengkapan bengkel
Min. 16 m2
penunjang medik. prasarana dan peralatan penunjang medik. peralatan mekanikal
9. Ruang Panel Listrik Ruang tempat pengaturan distribusi listrik RS Perlengkapan listrik, panel,
Min. 8 m2
untuk kegiatan di IPSRS. dll
10. Gudang spare part Ruang penyimpanan suku cadang (sparepart). Min. 9 m2 Lemari/rak
11. Gudang Ruang penyimpanan sarana, prasarana dan
peralatan yang sudah tidak terpakai, telah
Min. 9 m2 Lemari/rak
diperbaiki (belum diserahkan kembali) atau yang
akan diperbaiki.
@ KM/WC
KM/WC petugas/
12. KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
pengunjung
m2 – 3 m2

3. Persyaratan Khusus
Terletak jauh dari daerah perawatan dan gedung penunjang medik,
sebaiknya diletakan di daerah servis karena banyak menimbulkan
kebisingan.

4. Alur kegiatan.
Alur kegiatan pada Bengkel Mekanikal dan Elektrikal adalah sebagai berikut :

Gudang Spare Part


Spare Part

Ruang Pencatatan Ruang


Barang Masuk Bengkel/ Workshop Pencatatan
Barang Keluar

Barang Rusak

Gudang

Barang Keluar

Gambar 2.4.2.10 – Alur Kegiatan Pada Bengkel Mekanikal dan Elektrikal


(;Workshop).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 63


2.4.3 Fasilitas Pada Area Penunjang Umum dan Administrasi
2.4.3.1 Bagian Kesekretariatan dan Akuntansi
1. Lingkup Sarana Pelayanan
Suatu bagian dari rumah sakit tempat dilaksanakannya manajemen rumah
sakit. Terdiri dari :
x Unsur direksi/ pimpinan rumah sakit
x Unsur pelayanan medik
x Unsur pelayanan penunjang medik
x Pelayanan keperawatan
x Unsur pendidikan dan pelatihan
x Administrasi umum dan keuangan
x SDM
x Komite medik
x Komite etik dan hukum.

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas


Tabel. 2.4.3
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Area Penunjang Umum dan Administrasi RS
Besaran Ruang /
No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan Kebutuhan Fasilitas
Luas

Ruang kerja direktur RS, tempat Meja, kursi, sofa, computer,


1. Ruang Direksi melaksanakan perencanaan program Sesuai Kebutuhan printer, lemari, lemari arsip, dan
dan manajemen RS. peralatan kantor lainnya.
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
2. Ruang Sekretaris Direktur Ruang kerja sekretaris direktur. Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
intercom/telepon
Meja rapat, kursi, LCD projector,
3. Ruang Rapat dan Diskusi Ruang pertemuan/ rapat/ diskusi. Sesuai Kebutuhan
layar, dll
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
4. Ruang Kepala Komite Medis Ruang kerja kepala komite medis Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
intercom/telepon
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
5. Ruang Komite Medis Ruang kerja staf komite medis Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
intercom/telepon
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
Ruang Kepala Bagian Ruang kerja kepala bagian
6. Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
Keperawatan keperawatan
intercom/telepon
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
7. Ruang Bagian Keperawatan Ruang kerja staf bagian keperawatan Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
intercom/telepon
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
Ruang Kepala Bagian Ruang kerja kepala bagian
8. Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
Pelayanan Pelayanan
intercom/telepon
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
9. Ruang Bagian Pelayanan Ruang kerja staf bagian pelayanan Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
intercom/telepon
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
Ruang Kepala Bagian Ruang kerja kepala bagian keuangan
10. Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
Keuangan dan Program dan program
intercom/telepon, safety box
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
Ruang Bagian Keuangan dan Ruang kerja staf bagian keuangan
11. Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
Program dan program
intercom/telepon
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
Ruang Kepala Bagian Ruang kerja kepala bagian
12. Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
pelayanan penunjang medik pelayanan penunjang medik
intercom/telepon
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
Ruang Bagian Pelayanan Ruang kerja staf bagian pelayanan
13. Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
Penunjang Medik penunjang medik
intercom/telepon
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
Ruang Kepala Bagian Ruang kerja kepala bagian
14. Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
Pendidikan dan Pelatihan pendidikan dan pelatihan
intercom/telepon
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
Ruang Bagian Pendidikan Ruang kerja staf bagian pendidikan
15. Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
dan Pelatihan dan pelatihan
intercom/telepon
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
16. Ruang Kepala Bagian SDM Ruang kerja kepala bagian SDM Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
intercom/telepon

64 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
17. Ruang Bagian SDM Ruang kerja bagian SDM Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
intercom/telepon
Ruang Kepala Bagian Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
Ruang kerja kepala bagian
18. Kesekretariatan dan Rekam Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
kesekretariatan dan rekam medis
Medis intercom/telepon
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
Ruang kerja staf bagian
19. Bagian Rekam Medis Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
Kesekretariatan dan Rekam Medis
intercom/telepon
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
Ruang SPI (Satuan Ruang kerja Satuan Pengawasan
20. Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
Pengawasan Internal) Internal
intercom/telepon
Ruang tempat penyimpanan Arsip Lemari berkas/arsip, komputer,
21. Ruang Arsip/ file Sesuai Kebutuhan
RS. printer, dll
Ruang tempat pengunjung/ tamu
Tempat duduk, televisi & Telp
22. Ruang Tunggu bagian administrasi dan Sesuai Kebutuhan
umum (bila RS mampu),
kesekretariatan menunggu.
Ruang tempat penyimpanan alat-alat
23. Janitor Sesuai Kebutuhan Lemari/rak
kebersihan (cleaning service)
Sebagai tempat untuk menyiapkan Perlengkapan dapur, kursi,
24. Dapur Kecil (;Pantry) Sesuai Kebutuhan
makanan dan minuman. meja, sink
@ KM/WC
25. KM/WC KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
m2 – 3 m2

3. Persyaratan Khusus
Penempatan area penunjang umum dan administrasi sedapat mungkin
mudah dicapai.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 65


BAGIAN – III
PERSYARATAN UMUM BANGUNAN RUMAH SAKIT

3.1 Lokasi Rumah Sakit.

3.1.1 Pemilihan lokasi.


(1) Aksesibilitas untuk jalur transportasi dan komunikasi,
Lokasi harus mudah dijangkau oleh masyarakat atau dekat ke jalan raya
dan tersedia infrastruktur dan fasilitas dengan mudah, misalnya tersedia
pedestrian, Aksesibel untuk penyandang cacat
(2) Kontur Tanah
kontur tanah mempunyai pengaruh penting pada perencanaan struktur,
dan harus dipilih sebelum perencanaan awal dapat dimulai. Selain itu
kontur tanah juga berpengaruh terhadap perencanaan sistem drainase,
kondisi jalan terhadap tapak bangunan dan lain-lain.
(3) Fasilitas parkir.
Perancangan dan perencanaan prasarana parkir di RS sangat penting,
karena prasarana parkir dan jalan masuk kendaraan akan menyita banyak
lahan. Perhitungan kebutuhan lahan parkir pada RS idealnya adalah 1,5
s/d 2 kendaraan/tempat tidur (37,5m2 s/d 50m2 per tempat tidur)1 atau
menyesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi daerah setempat. Tempat
parkir harus dilengkapi dengan rambu parkir.
(4) Tersedianya utilitas publik.
Rumah sakit membutuhkan air bersih, pembuangan air kotor/limbah, listrik,
dan jalur telepon. Pengembang harus membuat utilitas tersebut selalu
tersedia.
(5) Pengelolaan Kesehatan Lingkungan
Setiap RS harus dilengkapi dengan persyaratan pengendalian dampak
lingkungan antara lain :
ƒ Studi Kelayakan Dampak Lingkungan yang ditimbulkan oleh RS
terhadap lingkungan disekitarnya, hendaknya dibuat dalam bentuk
implementasi Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan (UKL-UPL), yang selanjutnya dilaporkan setiap 6 (enam)
bulan (KepmenKLH/08/2006).
ƒ Fasilitas pengelolaan limbah padat infeksius dan non–infeksius
(sampah domestik).
ƒ Fasilitas pengolahan limbah cair (Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL); Sewage Treatment Plan (STP); Hospital Waste Water
Treatment Plant (HWWTP)). Untuk limbah cair yang mengandung
logam berat dan radioaktif disimpan dalam kontainer khusus kemudian
dikirim ke tempat pembuangan limbah khusus daerah setempat yang
telah mendapatkan izin dari pemerintah.
ƒ Fasilitas Pengelolaan Limbah Cair ataupun Padat dari Instalasi
Radiologi.

1
Ernst Neufert, Data Arsitek Edisi Kedua, Penerbit Erlangga, 1995

66 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


ƒ Fasilitas Pengolahan Air Bersih (;Water Treatment Plant) yang
menjamin keamanan konsumsi air bersih rumah sakit, terutama pada
daerah yang kesulitan dalam menyediakan air bersih.

(6) Bebas dari kebisingan, asap, uap dan gangguan lain.


ƒ Pasien dan petugas membutuhkan udara bersih dan lingkungan yang
tenang.
ƒ Pemilihan lokasi sebaiknya bebas dari kebisingan yang tidak
semestinya dan polusi atmosfer yang datang dari berbagai sumber.
(7) Master Plan dan Pengembangannya.
Setiap rumah sakit harus menyusun master plan pengembangan kedepan.
Hal ini sebaiknya dipertimbangkan apabila ada rencana pembangunan
bangunan baru. Review master plan dilaksanakan setiap 5 tahun.

3.1.2 Massa Bangunan.


(1) Intensitas antar Bangunan Gedung di RS harus memperhitungkan jarak
antara massa bangunan dalam RS dengan mempertimbangkan hal-hal
berikut ini :
a. Keselamatan terhadap bahaya kebakaran;
b. Kesehatan termasuk sirkulasi udara dan pencahayaan;
c. Kenyamanan;
d. Keselarasan dan keseimbangan dengan lingkungan;

(2) Perencanaan RS harus mengikuti Rencana Tata Bangunan & Lingkungan


(RTBL), yaitu :
a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
Ketentuan besarnya KDB mengikuti peraturan daerah setempat.
Misalkan Ketentuan KDB suatu daerah adalah maksimum 60% maka
area yang dapat didirikan bangunan adalah 60% dari luas total area/
tanah.
b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
Ketentuan besarnya KLB mengikuti peraturan daerah setempat. KLB
menentukan luas total lantai bangunan yang boleh dibangun. Misalkan
Ketentuan KLB suatu daerah adalah maksimum 3 dengan KDB
maksimum 60% maka luas total lantai yang dapat dibangun adalah 3
kali luas total area area/tanah dengan luas lantai dasar adalah 60%.
c. Koefisien Daerah Hijau (KDH)
Perbandingan antara luas area hijau dengan luas persil bangunan
gedung negara, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan
daerah setempat tentang bangunan gedung, harus diperhitungkan
dengan mempertimbangkan
1. daerah resapan air
2. ruang terbuka hijau kabupaten/kota
Untuk bangunan gedung yang mempunyai KDB kurang dari 40%,
harus mempunyai KDH minimum sebesar 15%.
d. Garis Sempadan Bangunan (GSB) dan Garis Sepadan Pagar (GSP)
Ketentuan besarnya GSB dan GSP harus mengikuti ketentuan yang
diatur dalam RTBL atau peraturan daerah setempat.

(3) Memenuhi persyaratan Peraturan Daerah setempat (tata kota yang berlaku).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 67


(4) Pengembangan RS pola vertikal dan horizontal
Penentuan pola pembangunan RS baik secara vertikal maupun horisontal,
disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan kesehatan yang diinginkan RS
(;health needs), kebudayaan daerah setempat (;cultures), kondisi alam
daerah setempat (;climate), lahan yang tersedia (;sites) dan kondisi
keuangan manajemen RS (;budget).

3.1.3 Zonasi.
Pengkategorian pembagian area atau zonasi rumah sakit adalah zonasi
berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit, zonasi berdasarkan
privasi dan zonasi berdasarkan pelayanan.
(1) Zonasi berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit terdiri
dari :
ƒ area dengan risiko rendah, yaitu ruang kesekretariatan dan
administrasi, ruang komputer, ruang pertemuan, ruang arsip/rekam
medis.
ƒ area dengan risiko sedang, yaitu ruang rawat inap non-penyakit
menular, rawat jalan.
ƒ area dengan risiko tinggi, yaitu ruang isolasi, ruang ICU/ICCU,
laboratorium, pemulasaraan jenazah dan ruang bedah mayat, ruang
radiodiagnostik.
ƒ area dengan risiko sangat tinggi, yaitu ruang bedah, IGD, ruang
bersalin, ruang patolgi.
(2) Zonasi berdasarkan privasi kegiatan terdiri dari :
ƒ area publik, yaitu area yang mempunyai akses langsung dengan
lingkungan luar rumah sakit, misalkan poliklinik, IGD, apotek).
ƒ area semi publik, yaitu area yang menerima tidak berhubungan
langsung dengan lingkungan luar rumah sakit, umumnya merupakan
area yang menerima beban kerja dari area publik, misalnya
laboratorium, radiologi, rehabilitasi medik.
ƒ area privat, yaitu area yang dibatasi bagi pengunjung rumah sakit,
umumnya area tertutup, misalnya seperti ICU/ICCU, instalasi bedah,
instalasi kebidanan dan penyakit kandungan, ruang rawat inap.
(3) Zonasi berdasarkan pelayanan terdiri dari :
ƒ Zona Pelayanan Medik dan Perawatan yang terdiri dari : Instalasi
Rawat Jalan (IRJ), Instalasi Gawat Darurat (IGD), Instalasi Rawat
Inap (IRNA), Instalasi Perawatan Intensif (ICU/ICCU/PICU/NICU),
Instalasi Bedah, Instalasi Rehabilitasi Medik (IRM), Instalasi
Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Unit Hemodialisa, Instalasi
Radioterapi, Instalasi Kedokteran Nuklir, Unit Transfusi Darah (Bank
Darah).
ƒ Zona Penunjang dan Operasional yang terdiri dari : Instalasi Farmasi,
Instalasi Radiodiagnostik, Laboratorium, Instalasi Diagnostik Terpadu
(IDT), Instalasi Sterilisasi Pusat (;Central Sterilization Supply
Dept./CSSD), Dapur Utama, Laundri, Pemulasaraan Jenazah dan
Forensik, Instalasi Sanitasi, Instalasi Pemeliharaan Sarana (IPS).
ƒ Zona Penunjang Umum dan Administrasi yang terdiri dari : Bagian
Kesekretariatan dan Akuntansi, Bagian Rekam Medik, Bagian
Logistik/ Gudang, Bagian Perencanaan dan Pengembangan

68 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(Renbang), Sistem Pengawasan Internal (SPI), Bagian Pendidikan
dan Penelitian (Diklit), Bagian Sumber Daya Manusia (SDM), Bagian
Pengadaan, Bagian Informasi dan Teknologi (IT).

Gambar 3.1.3.a - Zoning Rumah Sakit Berdasarkan Pelayanan Pada RS Pola


Pembangunan Horisontal

Gambar 3.1.3.b - Zoning Rumah Sakit Berdasarkan Pelayanan Pada RS Pola


Pembangunan Vertikal

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 69


3.1.4 Kebutuhan luas lantai.
(1) Kebutuhan luas lantai untuk rumah sakit umum ini disarankan + 80 m2.
(2) Sebagai contoh, rumah sakit umum dengan kapasitas 300 tempat tidur,
kebutuhan luas lantainya adalah sebesar 80 (m2/tempat tidur) x 300 tempat
tidur = + 24.000 m2 .
(3) Tabel 3.1.4 menunjukkan bagian-bagian dari rumah sakit umum dan
ruangan yang dibutuhkannya.
Tabel 3.1.4 – Kebutuhan ruang minimal untuk rumah sakit umum.
Luas (m2) per
Daerah
tempat tidur
1 Administrasi 3 ~ 3,5
2 Unit Gawat Darurat 1 ~ 1,5
3 Poliklinik 1 ~ 1,5
4 Pelayanan social 0,1
5 Pendaftaran 0,2
6 Laboratorium Klinis, Pathologi 2,5 ~ 3
7 Kebidanan dan kandungan 1,2 ~ 1,5
8 Diagnostik dan Radiologi 3~4
9 Dapur makanan 2,5 ~ 3,0
10 Fasilitas petugas 0,5 ~ 0,8
11 Ruang pertemuan, pelatihan 0,5 ~ 1
12 Terapi Wicara dan pendengaran. 0,1
13 Rumah tangga/kebersihan 0,4 ~ 0,5
14 Manajemen material 0,4 ~ 0,5
15 Gudang pusat 2,5 ~ 3,5
16 Pembelian 0,2
17 Laundri 1 ~ 1,5
18 Rekam medis 0,5 ~ 0,8
19 Fasilitas staf medik 0,2 ~ 0,3
20 Teknik dan pemeliharaan 5~6
21 Pengobatan nuklir 0,4 ~ 0,5
22 Ruang anak 0,4 ~ 0,5
23 Petugas 0,3 ~ 0,4
24 Farmasi 0,4 ~ 0,6
25 Ruang public 1 ~ 1,5
26 Ruang pengobatan kulit 0,1 ~ 0,2
27 Therapi radiasi 0,8 ~ 1
28 Therapi fisik 1 ~ 1,2
29 Therapi okupasi 0,3 ~ 0,5

70 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


30 Ruang bedah 3,5 ~ 5
31 Sirkulasi 10 ~ 15
32 Unit rawat inap 25 ~ 35

3.2 Perencanaan bangunan rumah sakit.


3.2.1 Prinsip umum.
(1) Perlindungan terhadap pasien merupakan hal yang harus diprioritaskan.
Terlalu banyak lalu lintas akan menggangu pasien, mengurangi efisiensi
pelayanan pasien dan meninggikan risiko infeksi, khususnya untuk pasien
bedah dimana kondisi bersih sangat penting. Jaminan perlindungan
terhadap infeksi merupakan persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam
kegiatan pelayanan terhadap pasien.
(2) Merencanakan sependek mungkin jalur lalu lintas. Kondisi ini membantu
menjaga kebersihan (aseptic) dan mengamankan langkah setiap orang,
perawat, pasien dan petugas rumah sakit lainnya. RS adalah tempat
dimana sesuatunya berjalan cepat, mengingat jiwa pasien taruhannya,
oleh karena itu jalur lalu lintas harus direncanakan seefisien mungkin baik
dari segi waktu, biaya maupun tenaga.
(3) Pemisahan aktivitas yang berbeda, pemisahan antara pekerjaan bersih
dan pekerjaan kotor, aktivitas tenang dan bising, perbedaan tipe layanan
pasien, dan tipe berbeda dari lalu lintas di dalam dan di luar bangunan.
(4) Mengontrol aktifitas petugas terhadap pasien serta aktifitas pengunjung RS
yang datang, agar aktifitas pasien dan petugas tidak terganggu.
Tata letak Pos perawat harus mempertimbangkan kemudahan bagi
perawat untuk memonitor dan membantu pasien yang sedang berlatih di
koridor pasien, dan aktifitas pengunjung saat masuk dan ke luar unit. Bayi
harus dilindungi dari kemungkinan pencurian dan dari kuman penyakit
yang dibawa pengunjung dan petugas RS. Pasien di ruang ICU dan ruang
bedah harus dijaga terhadap infeksi.

3.2.3 Prinsip khusus.


(1) Pencahayaan dan penghawaan yang nyaman untuk semua bagian
bangunan merupakan faktor yang penting. Ini khususnya untuk RS yang
tidak menggunakan AC.
(2) RS minimal mempunyai 3 akses/pintu masuk/gerbang masuk, terdiri dari
pintu masuk utama, pintu masuk ke Unit Gawat Darurat dan Pintu Masuk
ke area layanan Servis.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 71


GEDUNG
E
GEDUNG
C

GEDUNG B

GEDUNG
D

GEDUNG A

Gambar 3.2.3-a - Contoh gambar akses pintu masuk RS


(3) Pintu masuk untuk service sebaiknya berdekatan dengan dapur dan
daerah penyimpanan persediaan (gudang) yang menerima barang-barang
dalam bentuk curah, dan bila mungkin berdekatan dengan lif service.
Bordes dan timbangan tersedia di daerah itu. Sampah padat dan sampah
lainnya dibuang dari tempat ini, juga benda-benda yang tidak terpakai.
Akses ke kamar mayat sebaiknya diproteksi terhadap pandangan pasien
dan pengunjung untuk alasan psikologis.
(4) Pintu masuk dan lobi disarankan dibuat cukup menarik, sehingga pasien
dan pengantar pasien mudah mengenali pintu masuk utama.
(5) Jendela sebaiknya dilengkapi dengan kawat kasa untuk mencegah
serangga lainnya yang berada di sekitar RS, dan dilengkapi pengaman.
(6) Alur lalu lintas pasien dan petugas RS harus direncanakan seefisien
mungkin.
(7) Koridor publik dipisah dengan koridor untuk pasien dan petugas medik,
dimaksudkan untuk mengurangi waktu kemacetan. Bahan-bahan, material
dan pembuangan sampah sebaiknya tidak memotong pergerakan orang.
Rumah sakit perlu dirancang agar petugas, pasien dan pengunjung mudah
orientasinya jika berada di dalam bangunan.
(8) Lebar koridor 2,40 m dengan tinggi langit-kangit minimal 2,40 m. Koridor
sebaiknya lurus. Apabila ramp digunakan, kemiringannya sebaiknya tidak
melebihi 1 : 10 ( membuat sudut maksimal 70)
(9) Alur pasien rawat jalan yang ingin ke laboratorium, radiologi, farmasi, terapi
khusus dan ke pelayanan medis lain, tidak melalui daerah pasien rawat
inap.
(10) Alur pasien rawat inap jika ingin ke laboratorium, radiologi dan bagian lain,
harus mengikuti prosedur yang telah ditentukan.

72 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


IPAL

SERVICE
UTILITAS

MASJID

Gambar 3.3.2-c – Contoh Model Aliran lalu lintas dalam RS

(11) Site Plan atau Tata letak instalasi-instalasi berdasarkan zoning dan
peruntukan bangunan yang telah direncanakan. Contoh dapat dilihat pada
gambar 2.3.2-d.

Gambar 3.3.2-d – Contoh Model Perletakan Instalasi-instalasi pada Site Rumah


Sakit (Rencana Blok)

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 73


BAGIAN – IV
PERSYARATAN TEKNIS SARANA RUMAH SAKIT

4.1. Atap.

4.1.1 Umum.
Atap harus kuat, tidak bocor, tahan lama dan tidak menjadi tempat perindukan
serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.

4.1.2 Persyaratan atap.


(1) Penutup atap.
(a) Apabila menggunakan penutup atap dari bahan beton harus dilapisi
dengan lapisan tahan air.
(b) Penutup atap bila menggunakan genteng keramik, atau genteng
beton, atau genteng tanah liat (plentong), pemasangannya harus
dengan sudut kemiringan sesuai ketentuan yang berlaku.
(c) Mengingat pemeliharaannya yang sulit khususnya bila terjadi
kebocoran, penggunaan genteng metal sebaiknya dihindari.
(2) Rangka atap.
(a) Rangka atap harus kuat memikul beban penutup atap.
(b) Apabila rangka atap dari bahan kayu, harus dari kualitas yang baik
dan kering, dan dilapisi dengan cat anti rayap.
(c) Apabila rangka atap dari bahan metal, harus dari metal yang tidak
mudah berkarat, atau di cat dengan cat dasar anti karat.

4.2. Langit-langit.
(1) Umum.
Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah dibersihkan.
(2) Persyaratan langit-langit.
(a) Tinggi langit-langit di ruangan, minimal 2,80 m, dan tinggi di selasar
(koridor) minimal 2,40 m.
(b) Rangka langit-langit harus kuat.
(c) Bahan langit-langit antara lain gipsum, acoustic tile, GRC (Grid
Reinforce Concrete), bahan logam/metal.

4.3. Dinding dan Partisi.

4.3.1 Umum.
Dinding harus keras, rata, tidak berpori, tidak menyebabkan silau, tahan api,
kedap air, tahan karat, tidak punya sambungan (utuh), dan mudah dibersihkan.

74 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


4.3.2 Persyaratan dinding.
Komponen dinding memiliki persyaratan sebagai berikut :
(a) dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca dan tidak berjamur.
(b) lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak mengandung pori-
pori) sehingga dinding tidak dapat menyimpan debu.
(c) warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata.
(d) khusus pada ruangan-ruangan yang berkaitan dengan aktivitas anak,
pelapis dinding warna-warni dapat diterapkan untuk merangsang aktivitas
anak.
(e) pada daerah tertentu, dindingnya harus dilengkapi pegangan tangan
(handrail) yang menerus dengan ketinggian berkisar 80 ~ 100 cm dari
permukaan lantai. Pegangan harus mampu menahan beban orang dengan
berat minimal 75 kg yang berpegangan dengan satu tangan pada
pegangan tangan yang ada.
Bahan pegangan tangan harus terbuat dari bahan yang tahan api, mudah
dibersihkan dan memiliki lapisan permukaan yang bersifat non-porosif
(tidak mengandung pori-pori).
(f) khusus untuk daerah yang sering berkaitan dengan bahan kimia, daerah
yang mudah terpicu api, maka dinding harus dari bahan yang tahan api,
cairan kimia dan benturan.
(g) pada ruang yang menggunakan peralatan yang menggunakan gelombang
elektromagnit (EM), seperti Short Wave Diathermy atau Micro Wave
Diathermy, penggunaan penutup dinding yang mengandung unsur metal
atau baja sedapat mungkin dihindarkan.
(h) khusus untuk daerah tenang (misalkan daerah perawatan pasien), maka
bahan dinding menggunakan bahan yang kedap suara atau area/ruang
yang bising (misalkan ruang mesin genset, ruang pompa, dll)
menggunakan bahan yang dapat menyerap bunyi.

4.4. Lantai.

4.4.1 Umum.
Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak licin,
warna terang, dan mudah dibersihkan.

4.4.2 Persyaratan lantai.


Komponen penutup lantai memiliki persyaratan sebagai berikut :
(a) tidak terbuat dari bahan yang memiliki lapisan permukaan dengan
porositas yang tinggi yang dapat menyimpan debu.
(b) mudah dibersihkan dan tahan terhadap gesekan.
(c) penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata.
(d) memiliki pola lantai dengan garis alur yang menerus keseluruh ruangan
pelayanan.
(e) pada daerah dengan kemiringan kurang dari 70, penutup lantai harus dari
lapisan permukaan yang tidak licin (walaupun dalam kondisi basah).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 75


(f) khusus untuk daerah yang sering berkaitan dengan bahan kimia, daerah
yang mudah terbakar, maka bahan penutup lantai harus dari bahan yang
tahan api, cairan kimia dan benturan.
(g) khusus untuk daerah perawatan pasien (daerah tenang) bahan lantai
menggunakan bahan yang tidak menimbulkan bunyi atau area/ruang yang
bising menggunakan bahan yang dapat menyerap bunyi.
(h) Pada ruang-ruang khusus yang menggunakan peralatan (misalkan ruang
bedah), maka lantai harus cukup konduktif, sehingga mudah untuk
menghilangkan muatan listrik statik dari peralatan dan petugas, tetapi
bukan sedemikian konduktifnya sehingga membahayakan petugas dari
sengatan listrik.

4.5. Struktur Bangunan.

4.5.1 Persyaratan pembebanan Bangunan Rumah Sakit.


(1) Umum.
(a) Setiap bangunan rumah sakit, strukturnya harus direncanakan dan
dilaksanakan agar kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul
beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan keselamatan
(safety), serta memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability)
selama umur layanan yang direncanakan dengan
mempertimbangkan fungsi bangunan rumah sakit, lokasi, keawetan,
dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.
(b) Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-
pengaruh aksi sebagai akibat dari beban-beban yang mungkin
bekerja selama umur layanan struktur, baik beban muatan tetap
maupun beban muatan sementara yang timbul akibat gempa, angin,
pengaruh korosi, jamur, dan serangga perusak.
(c) Dalam perencanaan struktur bangunan rumah sakit terhadap
pengaruh gempa, semua unsur struktur bangunan rumah sakit, baik
bagian dari sub struktur maupun struktur gedung, harus
diperhitungkan memikul pengaruh gempa rencana sesuai dengan
zona gempanya.
(d) Struktur bangunan rumah sakit harus direncanakan secara detail
sehingga pada kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan,
apabila terjadi keruntuhan, kondisi strukturnya masih dapat
memungkinkan pengguna bangunan rumah sakit menyelamatkan diri.
(e) Untuk menentukan tingkat keandalan struktur bangunan, harus
dilakukan pemeriksaan keandalan bangunan secara berkala sesuai
dengan Pedoman Teknis atau standar yang berlaku.
(f) Perbaikan atau perkuatan struktur bangunan harus segera dilakukan
sesuai rekomendasi hasil pemeriksaan keandalan bangunan rumah
sakit, sehingga bangunan rumah sakit selalu memenuhi persyaratan
keselamatan struktur.
(g) Pemeriksaan keandalan bangunan rumah sakit dilaksanakan secara
berkala sesuai dengan pedoman teknis atau standar teknis yang
berlaku, dan harus dilakukan atau didampingi oleh ahli yang memiliki
sertifikasi sesuai.

76 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(2) Persyaratan Teknis.
(a) Analisis struktur harus dilakukan untuk memeriksa respon struktur
terhadap beban-beban yang mungkin bekerja selama umur
kelayanan struktur, termasuk beban tetap, beban sementara (angin,
gempa) dan beban khusus.
(b) Penentuan mengenai jenis, intensitas dan cara bekerjanya beban
harus sesuai dengan standar teknis yang berlaku, seperti :
1) SNI 03–1726-1989 atau edisi terbaru; Tata cara perencana an
ketahanan gempa untuk rumah dan gedung.
2) SNI 03-1727-1989 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan
pembebanan untuk rumah dan gedung.

4.5.2 Struktur Atas


(1) Umum.
Konstruksi atas bangunan rumah sakit dapat terbuat dari konstruksi beton,
konstruksi baja, konstruksi kayu atau konstruksi dengan bahan dan
teknologi khusus
(2) Persyaratan Teknis,
(a) Konstruksi beton
Perencanaan konstruksi beton harus memenuhi standar teknis yang
berlaku, seperti :
1) SNI 03–2847-1992 atau edisi terbaru; Tata cara perhitungan
struktur beton untuk bangunan gedung.
2) SNI 03–3430-1994 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan
dinding struktur pasangan blok beton berongga bertulang untuk
bangunan rumah dan gedung.
3) SNI 03-1734-1989 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan
beton dan struktur dinding bertulang untuk rumah dan gedung.
4) SNI 03–2834 -1992 atau edisi terbaru; Tata cara pembuatan
rencana campuran beton normal.
5) SNI 03–3976-1995 atau edisi terbaru; Tata cara pengadukan
dan pengecoran beton.
6) SNI 03–3449-1994 atau edisi terbaru; Tata cara rencana
pembuatan campuran beton ringan dengan agregat ringan.
(b) Konstruksi Baja
Perencanaan konstruksi baja harus memenuhi standar yang berlaku
seperti :
1) SNI 03-1729-1989 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan
bangunan baja untuk gedung.
2) Tata Cara dan/atau pedoman lain yang masih terkait dalam
perencanaan konstruksi baja .
3) Tata Cara Pembuatan atau Perakitan Konstruksi Baja.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 77


4) Tata Cara Pemeliharaan Konstruksi Baja Selama Pelaksanaan
Konstruksi.
(c) Konstruksi Kayu
Perencanaan konstruksi kayu harus memenuhi standar teknis yang
berlaku, seperti:
1) Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu untuk Bangunan
Gedung.
2) Tata cara/pedoman lain yang masih terkait dalam perencanaan
konstruksi kayu.
3) Tata Cara Pembuatan dan Perakitan Konstruksi Kayu
4) SNI 03 – 2407 – 1991 atau edisi terbaru; Tata cara pengecatan
kayu untuk rumah dan gedung.
(d) Konstruksi dengan Bahan dan Teknologi Khusus
1) Perencanaan konstruksi dengan bahan dan teknologi khusus
harus dilaksanakan oleh ahli struktur yang terkait dalam bidang
bahan dan teknologi khusus tersebut.
2) Perencanaan konstruksi dengan memperhatikan standar teknis
padanan untuk spesifikasi teknis, tata cara, dan metoda uji
bahan dan teknologi khusus tersebut.
(e) Pedoman Spesifik Untuk Tiap Jenis Konstruksi
Selain pedoman yang spesifik untuk masing-masing jenis konstruksi,
standar teknis lainnya yang terkait dalam perencanaan suatu
bangunan yang harus dipenuhi, antara lain:
1) SNI 03-1735-2000 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan
bangunan dan lingkungan untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan rumah dan gedung.
2) SNI 03-1736-1989 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan
struktur bangunan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada
bangunan rumah dan gedung.
3) SNI 03-1963-1990 atau edisi terbaru; Tata cara dasar
koordinasi modular untuk perancangan bangunan rumah dan
gedung.
4) SNI 03–2395-1991 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan
dan perancangan bangunan radiologi di rumah sakit.
5) SNI 03–2394-1991 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan
dan perancangan bangunan kedokteran nuklir di rumah sakit.
6) SNI 03–2404-1991 atau edisi terbaru; Tata cara pencegahan
rayap pada pembuatan bangunan rumah dan gedung.
7) SNI 03–2405-1991 atau edisi terbaru; Tata cara
penanggulangan rayap pada bangunan rumah dan gedung
dengan termitisida.

78 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


4.5.3 Struktur Bawah
(1) Umum.
Struktur bawah bangunan rumah sakit dapat berupa pondasi langsung
atau pondasi dalam, disesuaikan dengan kondisi tanah di lokasi
didirikannya rumah sakit.
(2) Persyaratan Teknis.
(a) Pondasi Langsung
1) Kedalaman pondasi langsung harus direncanakan sedemikian
rupa sehingga dasarnya terletak di atas lapisan tanah yang
mantap dengan daya dukung tanah yang cukup kuat dan
selama berfungsinya bangunan tidak mengalami penurunan
yang melampaui batas.
2) Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan
sesuai teori mekanika tanah yang baku dan lazim dalam
praktek, berdasarkan parameter tanah yang ditemukan dari
penyelidikan tanah dengan memperhatikan nilai tipikal dan
korelasi tipikal dengan parameter tanah yang lain.
3) Pelaksanaan pondasi langsung tidak boleh menyimpang dari
rencana dan spesifikasi teknik yang berlaku atau ditentukan
oleh perencana ahli yang memiiki sertifikasi sesuai.
4) Pondasi langsung dapat dibuat dari pasangan batu atau
konstruksi beton bertulang.
(b) Pondasi Dalam
1) Dalam hal penggunaan tiang pancang beton bertulang harus
mengacu pedoman teknis dan standar yang berlaku.
2) Dalam hal lokasi pemasangan tiang pancang terletak di daerah
tepi laut yang dapat mengakibatkan korosif harus
memperhatikan pengamanan baja terhadap korosi memenuhi
pedoman teknis dan standar yang berlaku.
3) Dalam hal perencanaan atau metode pelaksanaan
menggunakan pondasi yang belum diatur dalam SNI dan/atau
mempunyai paten dengan metode konstruksi yang belum
dikenal, harus mempunyai sertifikat yang dikeluarkan instansi
yang berwenang.
4) Dalam hal perhitungan struktur menggunakan perangkat lunak,
harus menggunakan perangkat lunak yang diakui oleh asosiasi
terkait)
5) Pondasi dalam pada umumnya digunakan dalam hal lapisan
tanah dengan daya dukung yang cukup terletak jauh di bawah
permukaan tanah, sehingga penggunaan pondasi langsung
dapat menyebabkan penurunan yang berlebihan atau
ketidakstabilan konstruksi.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 79


6) Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan
sesuai teori mekanika tanah yang baku dan lazim dalam
praktek, berdasarkan parameter tanah yang ditemukan dari
penyelidikan tanah dengan memperhatikan nilai tipikal dan
korelasi tipikal dengan parameter tanah yang lain.
7) Umumnya daya dukung rencana pondasi dalam harus
diverifikasi dengan percobaan pembebanan, kecuali jika jumlah
pondasi dalam direncanakan dengan faktor keamanan yang
jauh lebih besar dari faktor keamanan yang lazim.
8) Percobaan pembebanan pada pondasi dalam harus dilakukan
dengan berdasarkan tata cara yang lazim dan hasilnya harus
dievaluasi oleh perencana ahli yang memiliki sertifikasi sesuai.
9) Jumlah percobaan pembebanan pada pondasi dalam adalah
1% dari jumlah titik pondasi yang akan dilaksanakan dengan
penentuan titik secara random, kecuali ditentukan lain oleh
perencana ahli serta disetujui oleh instansi yang bersangkutan.
(c) Keselamatan Struktur
1) Untuk menentukan tingkat keandalan struktur bangunan, harus
dilakukan pemeriksaan keandalan bangunan secara berkala
sesuai dengan ketentuan dalam Pedoman Teknis Tata Cara
Pemeriksaan Keandalan Bangunan Gedung.
2) Perbaikan atau perkuatan struktur bangunan harus segera
dilakukan sesuai rekomendasi hasil pemeriksaan keandalan
bangunan rumah salikit, sehingga rumah sakit selalu memenuhi
persyaratan keselamatan struktur.
3) Pemeriksaan keandalan bangunan rumah sakit dilaksanakan
secara berkala sesuai klasifikasi bangunan, dan harus
dilakukan atau didampingi oleh ahli yang memiliki sertifikasi
sesuai.
(d) Keruntuhan Struktur
Untuk mencegah terjadinya keruntuhan struktur yang tidak
diharapkan, pemeriksaan keandalan bangunan harus dilakukan
secara berkala sesuai dengan pedoman/petunjuk teknis yang
berlaku.
(e) Persyaratan Bahan
1) Bahan struktur yang digunakan harus sudah memenuhi semua
persyaratan keamanan, termasuk keselamatan terhadap
lingkungan dan pengguna bangunan, serta sesuai pedoman
teknis atau standar teknis yang berlaku.
2) Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum
mempunyai SNI, dapat digunakan standar baku dan pedoman
teknis yang diberlakukan oleh instansi yang berwenang.
3) Bahan yang dibuat atau dicampurkan di lapangan, harus
diproses sesuai dengan standar tata cara yang baku untuk
keperluan yang dimaksud.

80 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


4) Bahan bangunan prefabrikasi harus dirancang sehingga
memiliki sistem hubungan yang baik dan mampu
mengembangkan kekuatan bahan-bahan yang dihubungkan,
serta mampu bertahan terhadap gaya angkat pada saat
pemasangan/pelaksanaan.

4.6. Pintu.

4.6.1 Umum.
Pintu adalah bagian dari suatu tapak, bangunan atau ruang yang merupakan
tempat untuk masuk dan ke luar dan pada umumnnya dilengkapi dengan
penutup (daun pintu).

4.6.2 Persyaratan.
(1) Pintu ke luar/masuk utama memiliki lebar bukaan minimal 120 cm atau
dapat dilalui brankar pasien, dan pintu-pintu yang tidak menjadi akses
pasien tirah baring memiliki lebar bukaan minimal 90 cm.
(2) Di daerah sekitar pintu masuk sedapat mungkin dihindari adanya ramp
atau perbedaan ketinggian lantai.
(3) Pintu Darurat
ƒ Setiap bangunan RS yang bertingkat lebih dari 3 lantai harus dilengkapi
dengan pintu darurat.
ƒ Lebar pintu darurat minimal 100 cm membuka kearah ruang tangga
penyelamatan (darurat) kecuali pada lantai dasar membuka ke arah
luar (halaman).
ƒ Jarak antar pintu darurat dalam satu blok bangunan gedung maksimal
25 m dari segala arah.
(4) Pintu khusus untuk kamar mandi di rawat inap dan pintu toilet untuk
aksesibel, harus terbuka ke luar (lihat gambar 3.9.1), dan lebar daun pintu
minimal 85 cm.

Gambar 4.6.1 - Pintu kamar mandi pada ruang rawat inap


harus terbuka ke luar

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 81


4.7. Toilet (Kamar kecil).

4.7.1 Umum.
Fasilitas sanitasi yang aksesibel untuk semua orang (tanpa terkecuali
penyandang cacat, orang tua dan ibu-ibu hamil) pada bangunan atau fasilitas
umum lainnya

4.7.2 Persyaratan.
(1) Toilet umum.
(a) Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup
untuk masuk dan keluar oleh pengguna.
(b) Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian
pengguna ( 36 ~ 38 cm).
(c) Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin. Lantai tidak boleh
menggenangkan air buangan.
(d) Pintu harus mudah dibuka dan ditutup.
(e) Kunci-kunci toilet atau grendel dipilih sedemikian sehingga bisa
dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat

(2) Toilet untuk aksesibilitas.


(a) Toilet atau kamar kecil umum yang aksesibel harus dilengkapi
dengan tampilan rambu/simbol "penyandang cacat" pada bagian
luarnya.
(b) Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup
untuk masuk dan keluar pengguna kursi roda.
(c) Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian
pengguna kursi roda sekitar (45 ~ 50 cm)
(d) Toilet atau kamar kecil umum harus dilengkapi dengan pegangan
rambat (handrail) yang memiliki posisi dan ketinggian disesuaikan
dengan pengguna kursi roda dan penyandang cacat yang lain.
Pegangan disarankan memiliki bentuk siku-siku mengarah ke atas
untuk membantu pergerakan pengguna kursi roda.
(e) Letak kertas tissu, air, kran air atau pancuran (shower) dan
perlengkapan-perlengkapan seperti tempat sabun dan pengering
tangan harus dipasang sedemikian hingga mudah digunakan oleh
orang yang memiliki keterbatasan keterbatasan fisik dan bisa
dijangkau pengguna kursi roda.
(f) Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin. Lantai tidak boleh
menggenangkan air buangan.
(g) Pintu harus mudah dibuka dan ditutup untuk memudahkan pengguna
kursi roda.
(h) Kunci-kunci toilet atau grendel dipilih sedemikian sehingga bisa
dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat.
(j) Pada tempat-tempat yang mudah dicapai, seperti pada daerah pintu
masuk, dianjurkan untuk menyediakan tombol bunyi darurat
(emergency sound button) bila sewaktu-waktu terjadi sesuatu yang
tidak diharapkan.

82 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Gambar 4.7.2 - Ruang gerak dalam Toilet untuk Aksesibel.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 83


BAGIAN – V
PERSYARATAN TEKNIS
PRASARANA RUMAH SAKIT

5.1 Sistem Proteksi Kebakaran

5.1.1 Sistem Proteksi Pasif


Setiap bangunan rumah sakit harus mempunyai sistem proteksi pasif terhadap
bahaya kebakaran yang berbasis pada desain atau pengaturan terhadap
komponen arsitektur dan struktur rumah sakit sehingga dapat melindungi
penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran.
Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada fungsi/klasifikasi resiko
kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/atau jumlah dan
kondisi penghuni dalam rumah sakit.
(1) Rumah sakit harus mampu secara struktural stabil selama kebakaran.
(2) Kompartemenisasi dan konstruksi pemisah untuk membatasi kobaran api
yang potensial, perambatan api dan asap, agar dapat:
(a) melindungi penghuni yang berada di suatu bagian bangunan
terhadap dampak kebakaran yang terjadi ditempat lain di dalam
bangunan.
(b) mengendalikan kobaran api agar tidak menjalar ke bangunan lain
yang berdekatan.
(c) menyediakan jalan masuk bagi petugas pemadam kebakaran
(3) Proteksi Bukaan
Seluruh bukaan harus dilindungi, dan lubang utilitas harus diberi penyetop
api (fire stop) untuk mencegah merambatnya api serta menjamin
pemisahan dan kompartemenisasi bangunan.

5.1.2 Sistem Proteksi Aktif


Sistem proteksi aktif adalah peralatan deteksi dan pemadam yang dipasang
tetap atau tidak tetap, berbasis air, bahan kimia atau gas, yang digunakan untuk
mendeteksi dan memadamkan kebakaran pada bangunan rumah sakit.
(1) Pipa tegak dan slang Kebakaran
Sistem pipa tegak ditentukan oleh ketinggian gedung, luas per lantai,
klasifikasi hunian, sistem sarana jalan ke luar, jumlah aliran yang
dipersyaratkan dan sisa tekanan, serta jarak sambungan selang dari
sumber pasokan air.
(2) Hidran Halaman
Hidran halaman diperlukan untuk pemadaman api dari luar bangunan
gedung. Sambungan slang ke hidran halaman harus memenuhi
persyaratan yang ditentukan oleh instansi kebakaran setempat.

84 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(3) Sistem Springkler Otomatis.
Sistem springkler otomatis harus dirancang untuk memadamkan
kebakaran atau sekurang-kurangnya mempu mempertahankan kebakaran
untuk tetap, tidak berkembang, untuk sekurang-kurangnya 30 menit sejak
kepada springkler pecah.
(4) Pemadam Api Ringan (PAR)
Alat pemadam api ringan kimia (APAR) harus ditujukan untuk
menyediakan sarana bagi pemadaman api pada tahap awal. Konstruksi
APAR dapat dari jenis portabel (jinjing) atau beroda,
(5) Sistem Pemadam Kebakaran Khusus.
Sistem pemadaman khusus yang dimaksud adalah sistem pemadaman
bukan portable (jinjing) dan beroperasi secara otomatis untuk perlindungan
dalam ruang-ruang dan atau penggunaan khusus.
Sistem pemadam khusus meliputi sistem gas dan sistem busa.
(6) Sistem Deteksi & Alarm Kebakaran

Sistem deteksi dan alarm kebakaran berfungsi untuk mendeteksi secara


dini terjadinya kebakaran, baik secara otomatis maupun manual.
(7) Sistem Pencahayaan Darurat
Pencahayaan darurat di dalam rumah sakit diperlukan khususmya pada
keadaan darurat, misalnya tidak berfungsinya pencahayaan normal dari
PLN atau tidak dapat beroperasinya dengan segera daya siaga dari diesel
generator.
(8) Tanda Arah.
Bila suatu eksit tidak dapat terlihat secara langsung dengan jelas oleh
pengunjung atau pengguna bangunan, maka harus dipasang tanda
penunjuk dengan tanda panah menunjukkan arah, dan dipasang di koridor,
jalan menuju ruang besar (hal), lobi dan semacamnya yang memberikan
indikasi penunjukkan arah ke eksit yang disyaratkan.
(9) Sistem Peringatan Bahaya
Sistem peringatan bahaya dapat juga difungsikan sebagai sistem penguat
suara (public address), diperlukan guna memberikan panduan kepada
penghuni dan tamu sebagai tindakan evakuasi atau penyelamatan dalam
keadaan darurat. Ini dimaksudkan agar penghuni bangunan memperoleh
informasi panduan yang tepat dan jelas.

5.2 Sistem Komunikasi Dalam Rumah sakit


Persyaratan komunikasi dalam rumah sakit dimaksudkan sebagai penyediaan
sistem komunikasi baik untuk keperluan internal bangunan maupun untuk
hubungan ke luar, pada saat terjadi kebakaran dan/atau kondisi darurat lainnya.
Termasuk antara lain: sistem telepon, sistem tata suara, sistem voice
evacuation, dan sistem panggil perawat.
Penggunaan instalasi tata suara pada waktu keadaan darurat dimungkinkan
asal memenuhi pedoman dan standar teknis yang berlaku.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 85


5.2.1 Sistem Telepon dan Tata Suara.
(1) Umum.
(a) Sistem instalasi komunikasi telepon dan sistem tata komukasi
gedung, penempatannya harus mudah diamati, dioperasikan,
dipelihara, tidak membahayakan, mengganggu dan merugikan
lingkungan dan bagian bangunan serta sistem instalasi lainnya, serta
direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan standar, normalisasi
teknik dan peraturan yang berlaku.
(b) Peralatan dan instalasi sistem komunikasi harus tidak memberi
dampak, dan harus diamankan terhadap gangguan seperti
interferensi gelombang elektro magnetik, dan lain-lain.
(c) Secara berkala dilakukan pengukuran/pengujian terhadap EMC
(Electro Magnetic Campatibility). Apabila hasil pengukuran terhadap
EMC melampaui ambang batas yang ditentukan, maka langka
penanggulangan dan pengamanan harus dilakukan.
(d) Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum mempunyai
SNI, dapat digunakan standar baku dan pedoman teknis yang
diberlakukan oleh instansi yang berwenang
(2) Persyaratan Teknis Instalasi Telepon.
(a) Saluran masuk sistem telepon harus memenuhi persyaratan :
1) Tempat pemberhentian ujung kabel harus terang, tidak ada
genangan air, aman dan mudah dikerjakan.
2) Ukuran lubang orang (manhole) yang melayani saluran masuk
ke dalam gedung untuk instalasi telepon minimal berukuran
1,50 m x 0,80 m dan harus diamankan agar tidak menjadi jalan
air masuk ke rumah sakit pada saat hujan dll.
3) Diupayakan dekat dengan kabel catu dari kantor telepon dan
dekat dengan jalan besar.
(b) Penempatan kabel telepon yang sejajar dengan kabel listrik, minimal
berjarak 0,10 m atau sesuai ketentuan yang berlaku.
(c) Ruang PABX/TRO sistem telepon harus memenuhi persyaratan:
1) Ruang yang bersih, terang, kedap debu, sirkulasi udaranya
cukup dan tidak boleh kena sinar matahari langsung, serta
memenuhi persyaratan untuk tempat peralatan.
2) Tidak boleh digunakan cat dinding yang mudah mengelupas.
3) Tersedia ruangan untuk petugas sentral dan operator telepon.
(d) Ruang batere sistem telepon harus bersih, terang, mempunyai
dinding dan lantai tahan asam, sirkulasi udara cukup dan udara
buangnya harus dibuang ke udara terbuka dan tidak ke ruang publik,
serta tidak boleh kena sinar matahari langsung.
(3) Persyaratan Teknis Instalasi Tata Suara
(a) Setiap bangunan rumah sakit dengan ketinggian 4 lantai atau 14 m
keatas, harus dipasang sistem tata suara yang dapat digunakan
untuk menyampaikan pengumuman dan instruksi apabila terjadi
kebakaran atau keadaan darurat lainnya.

86 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(b) Sistem peralatan komunikasi darurat sebagaimana dimaksud pada
butir 1) di atas harus menggunakan sistem khusus, sehingga apabila
sistem tata suara umum rusak, maka sistem telepon darurat tetap
dapat bekerja.
(c) Kabel instalasi komunikasi darurat harus terpisah dari instalasi
lainnya, dan dilindungin terhadap bahaya kebakaran, atau terdiri dari
kabel tahan api.
(d) Harus dilengkapi dengan sumber/pasokan daya listrik untuk kondisi
normal maupun pada kondisi daya listrik utama mengalami
gangguan, dengan kapasitas dan dapat melayani dalam waktu yang
cukup sesuai ketentuan yang berlaku.
(e) Persyaratan sistem komunikasi dalam gedung harus memenuhi:
1) UU No. 32 tahun 1999, tentang Telekomunikasi.
2) PP No. 52/2000, tentang Telekomunikasi Indonesia.

5.2.2 Sistem Panggil Perawat (Nurse Call)


5.2.2.1 Umum
(1) Peralatan sistem panggil perawat dimaksudkan untuk memberikan
pelayanan kepada pasien yang memerlukan bantuan perawat, baik dalam
kondisi rutin atau darurat.
(2) Sistem panggil perawat bertujuan menjadi alat komunikasi antara perawat
dan pasien dalam bentuk visual dan audible (suara), dan memberikan
sinyal pada kejadian darurat pasien.
5.2.2.2 Persyaratan Teknis
(1) Peralatan Sistem Panggil Perawat (SPP).
(a) Panel Kontrol SPP.
Panel kontrol SPP harus :
1) jenis audio dan visual.
2) penempatannya diatas meja.
3) perlengkapan yang ada pada panel kontrol SPP sebagai berikut :
a) mempunyai mikrofon. speaker dan handset. Handset
dilengkapi kabel dengan panjang 910 mm (3 ft). Handset
harus mampu menghubungkan dua arah komunikasi antara
perawat dan pos pemanggil yang dipilih. Mengangkat handset
akan mematikan mikrofon/speaker.
b) Tombol penunjuk atau layar sentuh dengan bacaan digital
secara visual memberitahu lokasi panggilan dan
menempatkannya dalam sistem, meliputi:
(i) Nomor ruang.
(ii) Kamar.
(iii) Tempat tidur.
(iv) Prioritas panggilan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 87


c) Panggilan dari pos darurat yang ditempatkan di dalam toilet
atau kamar mandi.
d) Mampu menampilkan sedikitnya 4 (empat) panggilan yang
datang.
e) Modul mengikuti perawat.
Apabila modul mengikuti perawat ditempatkan di bedside
ruang rawat inap pasien diaktifkan, semua panggilan yang
ditempatkan dalam sistem secara visual atau audible
diteruskan ke bedside yang dikunjungi.
f) Berfungsi menjawab secara otomatis atau selektif.
g) Fungsi prioritas panggilan yang datang.
Sinyal visual atau audible akan menandai adanya suatu
panggilan rutin atau darurat dan akan menerus sampai
panggilan itu dibatalkan. Panggilan darurat harus dibatalkan
hanya di pos darurat setempat.
h) Fungsi pengingat (memory).
Dapat menyimpan sementara suatu panggilan yang
ditempatkan dan menghasilkan sinyal visual berupa nyala
lampu dome di koridor yang dihubungkan dengan bedside
dengan cara mengaktifkan fungsi/sirkit pengingat. Sinyal
visual ini akan mati dan panggilan yang tersimpan terhapus
dari memory ketika panggilan itu dibatalkan di pos setempat.
i) Kemampuan menghasilkan sinyal audible dan visual untuk
menandai adanya panggilan yang datang dari pos yang
terhubung :
(i) dapat menghentikan atau melemahkan sinyal audible
melalui rangkaian rangkaian mematikan/melemahkan
saat panel kontrol sedang digunakan untuk menjawab
atau menempatkan suatu panggilan. Sinyal audible untuk
panggilan yang datang dan tidak terjawab harus secara
otomatis disambungkan kembali ketika panel kontrol SPP
dikembalikan ke modus siaga.
(ii) Sinyal visual untuk panggilan yang datang harus tetap
ditampilkan pada setiap saat sampai panggilan terjawab
atau dibatalkan pada pos pemanggilan.
(iii) Sinyal audible dan sinyal visual untuk panggilan rutin dan
darurat harus jelas berbeda.
(iv) Tampilan visual untuk menunjukkan lokasi pos panggilan
harus muncul pada panel kontrol SPP.
j) Tombol sentuh, atau serupa membolehkan perawat memilih
pos panggilan dan melakukan komunikasi suara dua arah.
Tombol sentuh juga harus memberikan program status
prioritas dan kemampuan fungsi lain yang ada, yaitu :
(i) Kemampuan memonitor bedside.

88 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(ii) Kemampuan berhubungan minimum 10 pos beside secara
serempak.
(iii) Mampu menerima panggilan dari 10 pos panggilan terkait
secara serempak.
(iv) Kemampuan untuk menjawab dengan cara :
k) Dengan mengangkat handset atau mengaktifkan satu fungsi
panggilan untuk menjawab, berikutnya akan secara otomatis
mengizinkan perawat untuk berkomunikasi dengan pos
berikutnya di dalam urutan prioritas panggilan, atau
l) Dengan memilih jawaban dari setiap pos panggilan yang
ditempatkan di dalam urutan.
m) Sedikitnya ditambahkan 10% untuk mengakomodasi
tambahan pasien, dan pos darurat didalam setiap panel
kontrol SPP.
n) Panel Kontrol SPP yang menggunakan daya listrik arus bolak
balik haruslah disambungkan ke panel daya listrik darurat
arus bolak balik. Suatu UPS harus disediakan di lokasi panel
kontrol SPP untuk menyediakan daya darurat.
(b) Peralatan Komunikasi pada Kabinet Bedside (;Beside
Communication Equipment).
1) Setiap bedside harus menyediakan :
a) microphone/speaker.
b) lampu pos pemanggil.
c) tombol reser
d) kotak kontrol untuk cordset.
2) Setiap microphone/speaker harus mati jika handset disambungkan
ke bedside.
3) Panggilan dari bedside harus menghasilkan sinyal panggilan
visual rutin pada lampu dome di koridor.
(c) Pos darurat.
1) Pos darurat dengan kabel tarik harus disediakan dalam setiap
kloset dan setiap pancuran (shower) kamar mandi. Pos darurat ini
harus dipasang kurang lebih 50 cm (18 inci) dari kepala
pancurannya (shower head) dan/atau 180 cm (72 inci) di atas
lantai jadi. Setiap pos darurat yang di area pancuran atau toilet
harus kedap air.
2) Pos darurat harus disediakan dengan :
a) kabel tarikan yang diuji tarik dengan gaya sebesar 5 kg ( 10
lbs) dan pendant dihubungkan ke gerakan sakelar ON/OFF
pada pos darurat. Kabel tarikan yang gantung yang
terbawah harus dipasang 15 cm ( 6 inci) dari lantai jadi.
b) Gaya tarikan untuk mengaktifkan sakelar minimum 0,4 kg.
c) Pada pos darurat dilengkapi fungsi "reset/cancel".

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 89


d) Lampu darurat merah dengan nyala mati-hidup secara
bergantian dengan interval waktu 1 detik ditempatkan pada
bagian luar dari kamar mandi atau toilet, dipasang pada
ketinggian 2 meter dari lantai jadi.
e) Pada pos darurat , ditempel atau ditempatkan secara
permanen dengan plat kalimat "Panggilan Darurat Perawat".
Tinggi huruf minimal 4 mm (1/8 inci).
(d) Armatur Lampu Dome di Koridor.
1) Tutup lampu harus tembus cahaya, tidak berubah warna atau
berubah bentuk karena panas, atau rusak karena penggunaan zat
pembersih.
2) Lampu dome harus berisi lampu yang cukup membedakan :
a) panggilan rutin dari bedside.
b) panggilan darurat dari pos perawat kamar mandi atau toilet.
c) Sinyal visual untuk panggilan rutin dan panggilan darurat
harus dibedakan.
(e) Armatur Lampu Dome dengan isi dua lampu di Koridor.
Dua lampu dalam satu armatur lampu dome berisi minimum dua lampu
untuk mengidentifikasikan panggilan setempat dalam sistem. Sinyal
visual untuk panggilan rutin dan panggilan darurat harus jelas
perbedaannya.
(f) Cordset.
1) Umum.
Setiap cordset, harus :
a) panjangnya 1,8 meter atau 2,4 meter, jenis kabel fleksibel.
b) tidak korosif.
c) apabila cordset dilepas, panggilan darurat harus secara
otomatis memberitahukan panel kontrol SPP. Sinyal audible
dan visual harus tetap diaktifkan sampai cordset disisipkan
kembali, atau alat lain disisipkan yang secara teknis dapat
mematikan fitur panggilan otomatis.
d) gaya tarikan untuk mengaktifkan cordset sebesar 0,5 kg (1 lb).
e) tidak berubah warna.
2) Cordset dengan aksi tombol tekan.
Setiap cordset harus disediakan :
a) sambungan ke kotak kontak bedside cordset.
b) berisi tombol tekan untuk panggilan pada ujung cordsetnya.
(g) Sistem distribusi.
Setiap kabel yang digunakan dalam SPP harus asli dan bersertifikat,
diberi label pada setiap rel dan disetujui oleh instansi terkait.

90 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(h) Perlengkapan Instalasi.
1) Kabel.
Kabel harus termasuk semua penyambung, tali pengikat,
penggantung, klem dan sebaginya yang dibutuhkan untuk
melengkapi kerapihan instalasi.
2) Konduit.
Perlengkapan harus termasuk konduit, duct (saluran) kabel, rak
kabel, kotak penyambung, roset, plat penutup dan perangkat keras
lain yang diperlukan untuk melengkapi kerapihan dan keamanan,
dan memenuhi SNI 04-0225-2000, tentang Persyaratan Umum
Instalasi Listrik (PUIL 2000).
(3) Label.
Setiap komponen dari sub sistem harus diberi label.
(2). Pemasangan peralatan dan instalasi sistem panggil perawat.
(a) Pengiriman.
Pengiriman bahan-bahan ke lokasi harus dalam kontainer asli tertutup,
jelas terlabel nama pengirim, model peralatan dan nomor erie
identifikasi, dan logo standar. Pengawas akan meneliti peralatan SPP
pada saat itu dan akan menolak terhadap item yang tidak memenuhi
syarat.
(b) Penyimpanan.
Peralatan SPP harus disimpan dengan benar sebelum dipasang,
terlindung terhadap kerusakan.
(c) Pemasangan.
1) Umum.
a) SPP dan sistem alarm kebakaran tidak boleh diletakkan
dalam satu konduit, satu rak kabel atau jalur yang sama.
b) Kontraktor harus menyediakan filter, trap dan pad yang
sesuai untuk meminimalkan interferensi dan untuk balansing
amplifier dan sitem distribusi. Item yang digunakan untuk
balansing dan meminimalkan interferensi harus mampu
menyalurkan bunyi, sinyal data dan kontrol dalam kecepatan
dan frekuensi yang dipilih, dalam arah yang ditentukan,
dengan kerugian gesek yang kecil, isolasi tinggi dan dengan
perlambatan minimum dari sistem poling atau subcarrier
frequency.
c) Pasokan daya listrik darurat (contoh : batere, UPS) harus
dipasang dalam kabinet/lemari terpisah. Kabinet/lemari ini
harus disediakan dekat dengan panel kontrol SPP.
d) Apabila bedside unit buatan pabrik yang digunakan,
kontraktor harus meminta izin pada pengawas untuk
melakukan pemasangan instalasi SPP.
e) Semua peralatan harus dihubungkan sesuai spesifikasi
untuk memastikan terminasi, isolasi, dan impedansinya
sesuai dan terpasang dengan benar.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 91


f) Pemasangan semua peralatan untuk setiap lokasi
diidentifikasi sesuai dengan gambar.
g) Semua saluran utama, distribusi dan interkoneksi harus
diterminasi pada kondisi dapat memfasilitasi fitur perluasan
sistem.
h) Semua jalur vertikal dan horizontal harus diterminasi
sehingga memudahkan perluasan sistem.
i) Terminasi resistor harus digunakan untuk terminasi semua
cabang yang tidak digunakan.
2) Saluran (duct) Konduit dan Sinyal.
a) Konduit.
(i) Instalasi harus dipasang dengan cara yang benar.
Ukuran diameter minimum konduit 25 mm ( 1 inci)
untuk distribusi primer sinyal dan 19 mm ( 3/4 inci)
untuk sambungan jauh (contoh lampu dome, tombol
darurat, dan sebaginya).
(ii) Semua kabel harus dipasang dalam konduit terpisah.
Campuran kabel SPP dan kabel alarm kebakaran tidak
dibolehkan.
(iii) Isi konduit harus tidak melebihi 40%.
(iv) Jalur kabel harus bebas tersambung antara
sambungan konduit dan kotak interface dan lokasi
peralatan.
b) Saluran (duct) sinyal, saluran (duct) kabel dan rak kabel.
(i) Harus dapat menggunakan saluran (duct) sinyal,
saluran (duct) kabel dan/atau rak kabel.
(ii) Saluran (duct) sinyal dan/atau saluran (duct) kabel
harus berukuran minimal 10 cm x 10 cm ( 4 inci x 4
inci) yang dapat dilepas tutup atas atau sampingnya.
Pada sudut-sudut yang tajam harus diberi proteksi.
(iii) Rak kabel sepenuhnya harus tertutup, apabila rak
kabel juga digunakan untuk sirkit elektronik lainnya,
harus biberi partisi.
(iv) Tidak diperbolehkan menarik kabel melalui kotak. fiting
atau selubung jika terjadi perubahan ukuran konduit.
Radius bengkokan harus tepat.
(v) Selubung kabel yang tergores tidak dapat diterima.
Ujung tutup kabel yang keluar melalu lubang rangka
dari lemari/kabinet, atau rak, selubung, kotak tarikan
atau kotak persimpangan harus menggunakan plastik
atau bahan nylon grommeting.
(vi) Semua persimpangan kabel harus mudah dijangkau.
Digunakan tutup kotak persimpangan dengan ukuran
minimum 15 cm x 15 cm x 10 cm (6 inci x 6 inci x 4
inci) diletakkan pada saluran (duct) sinyal.

92 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3) Kabel distribusi sinyal dari sistem.
a) Kabel harus dipasang dengan cara yang praktis seperti
pemasangan kabel untuk proteksi kebakaran atau sistem
darurat yang teridentifikasi. Kabel harus mampu menahan
kondisi lingkungan yang merugikan tanpa perubahan bentuk.
Apabila pintu konsol, kabinet/lemari atau rak, dibuka atau
ditutup, tidak mengganggu pemasangan kabel.
b) Jalannya kabel antara peralatan SPP ke lemari/kabinet, rak ,
saluran (duct) kabel, saluran (duct) sinyal atau rak kabel
harus dipasang dengan konduit yang terpasang pada
struktur bangunan.
c) Semua kabel harus terinsulasi untuk mencegah induksi
sinyal atau arus yang dibawa oleh konduktor dan 100%
terlindung. Pemasangan kabel harus lurus, dibentuk dan
dipasang dengan ikatan yang kuat, disesuaikan dalam
hubungan horizontal atau vertikal ke peralatan, kontrol,
komponen atau terminator.
d) Penggunaan kabel yang dipilin tidak dibolehkan. Setiap
penyambungan kabel harus menggunakan terminator.
e) Kabel harus dikelompokkan sesuai pelayanannya. Kabel
kontrool dan kabel sinyal boleh dijadikan satu kelompok.
Kabel harus dibentuk rapih dan posisinya harus tidak
berubah dalam kelompok. Kabel yang menggantung tidak
diperkenankan. Kabel yang ditempatkan di saluran (duct)
sinyal, konduit, saluran (duct) kabel atau rak harus dibentuk
rapih, diikat pada jarak antara 60 cm sampai 90 cm (24 inci
sampai 36 inci), dan harus tidak berubah posisinya dalam
kelompok.
f) Kabel distribusi harus dipasang dan dikencangkan tanpa
menyebabkn bengkokan yang tajam dari kabel terhadap
ujung yang tajam. Kabel harus dikencangkan dengan
perangkat keras yang tidak akan mengganggu.
g) Kabel harus diberi label dengan tanda permanen pada
terminal dari elektronik dan peralatan pasif dan pada setiap
persimpangan dengan huruf pada diagram rekaman.
h) Pengujian lengkap kabel setelah semua instalasi dan
penggantian kabel yang rusak.
i) Polaritas input dan output sistem seperti direkomendasi
pabrik.
4) Kotak outlet, kotak belakang dan plat muka.
a) Kotak outlet.
Kotak sinyal, kotak daya, kotak interface, kotak sambungan,
kotak distribusi, kotak persimpangan harus disediakan
seperti dipersyaratkan oleh rancangan sistem.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 93


b) Kotak belakang.
Kotak belakan harus disediakan langsung dari manufaktur
seperti dipersyaratkan oleh rancangan sistem yang disetujui.
c) Plat muka (atau plat penutup).
Plat muka harus dari jenis standar. Konektor dan jack yang
muncul pada plat muka harus jelas dan ditandai permanen.
5) Konektor.
Setiap konektor haru dirancang untuk ukuran kabel khusus yang
digunakan dan dipasang dengan perkakas yang disetujui
manufaktur.
6) Daya listrik arus bolak balik.
Kabel daya listrik arus bolak balik harus berjalan terpisah dengan
kabel sinyal.
7) Pembumian.
a) Umum.
Semua peralatan yang dipasang harus dibumikan untuk
mengurangi bahaya kejutan. Total tahanan pembumian
maksimal harus 0,1 Ohm.
(i) Jika tidak ada netral arus bolak balik, salah satu panel
daya atau kotak kontak outlet, digunakan untuk kontrol
sistem, atau acuan pembumian.
(ii) Menggunakan konduit, saluran (duct) sinyal atau rak
kabel sebagai sistem pembumian listrik tidak
dibolehkan. Item ini dapat dipakai hanya untuk
pelepasan internal statik yang dibangkitkan.
b) Kabinet/lemari.
Pembumian yang umum menggunakan kabel tembaga solid
berukuran #10 AWG harus digunakan pada seluruh
kabinet/lemari peralatan dan dihubungkan ke sitem
pembumian. Perlu disediakan sambungan pembumian yang
terpisah dan terisolasi dari setiap pembumian kabinet/lemari
peralatan ke sistem pembumian. Jangan mengikat kabel
pembumian peralatan bersama-sama.

5.3 Sistem Proteksi Petir.


(1) Suatu instalasi proteksi petir dapat melindungi semua bagian dari
bangunan rumah sakit, termasuk manusia yang ada di dalamnya, dan
instalasi serta peralatan lainnya terhadap bahaya sambaran petir.
(2) Instalasi proteksi petir disesuaikan dengan adanya perluasan atau
penambahan bangunan rumah sakit
5.3.1 Protektor Head
Protektor Head ada 2 macam :
1. Franklin
2. Elektrostatik

94 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


5.3.2 Konduktor
1. Konduktor biasa (menggunakan kabel DC)
2. Menggunakan kabel tri aksial
5.3.3 Pembumian

Impedansi pembumian RS yang menggunakan peralatan elektronik minimum 0,2


ohm.

Pembumian untuk peralatan medik dipisahkan dari pembumian instalasi


bangunan.

Jenis pembumian :
1. Pembumian langsung
2. Pembumian tidak langsung

5.4 Sistem Kelistrikan


Sistem instalasi listrik dan penempatannya harus mudah dioperasikan, diamati,
dipelihara, tidak membahayakan, tidak mengganggu dan tidak merugikan
lingkungan, bagian bangunan dan instalasi lain, serta perancangan dan
pelaksanaannya harus berdasarkan PUIL/SNI.04-0225 edisi terakhir dan
peraturan yang berlaku

5.4.1 Sumber Daya Listrik


Sumber daya listrik dibagi 3 :
(1) Sumber Daya Listrik Normal
Sumber daya listrik utama gedung harus diusahakan untuk menggunakan
tenaga listrik dari Perusahaan Listrik Negara.
(2) Sumber Daya Listrik Siaga
1) Bangunan, ruang atau peralatan khusus yang pelayanan daya
listriknya disyaratkan tidak boleh terputus putus, harus memiliki
pembangkit/ pasokan daya listrik siaga yang dayanya dapat
memenuhi kelangsungan pelayanan dengan persyaratan tersebut.
2) Sumber listrik cadangan berupa diesel generator (Genset). Genset
harus disediakan 2 (dua) unit dengan kapasitas minimal 40% dari
jumlah daya terpasang pada masing-masing unit. Genset dilengkapi
sistem AMF dan ATS.
(3) Sumber Daya Listrik Darurat
1) Sistem instalasi listrik pada rumah sakit harus memiliki sumber daya
listrik darurat yang mampu melayani kelangsungan pelayanan
seluruh atau sebagian beban pada bangunan rumah sakit apabila
terjadi gangguan sumber utama.
2) Sumber/Pasokan daya listrik darurat yang digunakan harus mampu
melayani semua beban penting termasuk untuk perlengkapan
pengendali kebakaran, secara otomatis.
3) Pasokan Daya Listrik Darurat berasal dari Peralatan UPS
(;Uninterruptable Power Supply) untuk melayani Kamar Operasi
(;Central Operation Theater), Ruang Perawatan Intensif (;Intensive

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 95


Care Unit), Ruang Perawatan Intensif Khusus Jantung (;Intensive
Cardiac Care Unit). Persyaratan :
a. Harus tersedia Ruang UPS minimal 2 X 3 m2 (sesuai
kebutuhan) terletak di Ruang Operasi Rumah Sakit, Ruang
Perawatan Intensif dan diberi pendingin ruangan.
b. Kapasitas UPS setidaknya 50 KVA.

5.4.2 Jaringan Distribusi Listrik


1) Jaringan distribusi listrik terdiri dari kabel dengan inti tunggal atau banyak
dan/atau busduct dari berbagai tipe, ukuran dan kemampuan.
Tipe dari penghantar listrik harus disesuaikan dengan sistem yang dilayani.
2) Peralatan pada papan hubung bagi seperti pemutus arus, sakelar, tombol,
alat ukur dan lain-lain harus ditempatkan dengan baik sehingga
memudahkan pengoperasian dan pemeliharaan oleh petugas.
3) Jaringan yang melayani beban penting, seperti pompa kebakaran, lif
kebakaran, peralatan pengendali asap, sistem deteksi dan alarm
kebakaran, sistem komunikasi darurat, dan beban penting lainnya harus
terpisah dari instalasi beban lainnya, dan dilindungi terhadap kebakaran
atau penggunaan penghantar tahan api, dan mengikuti ketentuan yang
berlaku.
4) Bagian jaringan yang disebut pada butir (3) di atas, pasokan daya listriknya
harus dijamin dan mempunyai sumber/pasokan daya listrik darurat sesuai
ketentuan yang berlaku.

5.4.3 Panel-panel listrik


5.4.4 Instalasi Listrik
(1) Sistem instalasi listrik terdiri dari sumber daya listrik, jaringan distribusi,
papan hubung bagi dan beban listrik.
Sistem instalasi listrik dan penempatannya harus mudah diamati, dilakukan
peliharaan dan perbaikan, tidak membahayakan, mengganggu atau
merugikan bagi manusia, lingkungan, bagian bangunan dan instalasi
lainnya.
(2) Sistem tegangan rendah (TR) dalam gedung adalah 3 fase 220/380 Volt,
dengan frekuensi 50 Hertz. Sistem tegangan menengah (TM) dalam
gedung adalah 20 KV, dengan frekuensi 50 Hertz, mengikuti ketentuan
yang berlaku.
Untuk Rumah Sakit yang memiliki kapasitas daya listrik tersambung dari
PLN minimal 200 KVA disarankan agar sudah memiliki sistem jaringan
listrik Tegangan Menengah 20 KV (jaringan listrik TM 20 KV), sesuai
pedoman bahwa Rumah Sakit Kelas B mempunyai Kapasitas daya listrik r
1000 KVA, dengan perhitungan 2,75 KVA per Tempat Tidur (TT).
(3) Instalasi listrik tegangan menengah tersebut antara lain :
a. Penyediaan bangunan gardu listrik rumah sakit (ukuran sesuai standar
gardu PLN).
b. Peralatan Transformator (kapasitas sesuai daya terpasang).
c. Peralatan panel TM 20 KV dan aksesorisnya.
d. Peralatan pembantu dan sistem pengamanan (;grounding).

96 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(4) Semua perlengkapan listrik, diantaranya penghantar, papan hubung bagi
dan isinya, transformator dan lain-lainnya, tidak boleh dibebani melebihi
batas kemampuannya.
Masalah harmonisa dalam sistem kelistrikan harus ikut diperhatikan.
(5) Sistem Penerangan Darurat (;emergency lighting) harus tersedia pada
ruang-ruang tertentu.

(6) Sistem kelistrikan RS Kelas B harus dilengkapi dengan transformator


isolator dan kelengkapan monitoring sistem IT kelompok 2E minimal
berkapasitas 5 KVA untuk titik-titik stop kontak yang mensuplai peralatan-
peralatan medis penting (;life support medical equipment, seperti ruang
anastesi, ruang bedah, ruang katerisasi jantung, ruang ICU dan ICCU,
ruang angiografi, dan ruang inkubator bayi).

(7) Sistem Pembumian (;grounding system) harus terpisah antara grounding


panel gedung dan panel alat. Nilai grounding peralatan tidak boleh kurang
dari 0,2 Ohm.
(8) Transformator Distribusi
1) Transformator distribusi yang berada dalam gedung harus ditempatkan
dalam ruangan khusus yang tahan api dan terdiri dari dinding, atap dan
lantai yang kokoh, dengan pintu yang hanya dapat dimasuki oleh
petugas.
2) Ruangan transformator harus diberi ventilasi yang cukup, serta
mempunyai luas ruangan yang cukup untuk perawatan dan perbaikan.
3) Bila ruang transformator dekat dengan ruang yang rawan kebakaran,
maka diharuskan mempergunakan transformator tipe kering.
(9) Penghematan energi harus sangat diperhatikan.

5.4.5 Pemeliharaan
1) Pada ruang panel hubung bagi, harus terdapat ruang yang cukup untuk
memudahkan pemeriksaan, perbaikan dan pelayanan, serta diberi ventilasi
cukup.
2) Pemeliharaan instalasi listrik harus dilaksanakan dan diperiksa setiap lima
tahun serta dilaporkan secara tertulis kepada instansi yang berwenang.
3) Pembangkit/sumber daya listrik darurat secara periodik harus dihidupkan
untuk menjamin agar pembangkit tersebut dapat dioperasikan bila
diperlukan.

5.4.6 Persyaratan Teknis


Persyaratan sistem kelistrikan harus memenuhi:
1) SNI 04-0227-1994 atau edisi terbaru; Tegangan standard.
2) SNI 04-0225-2000 atau edisi terbaru; Persyaratan Umum Instalasi Listrik
(PUIL edisi terakhir).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 97


3) SNI 04-7018-2004 atau edisi terbaru; Sistem pasokan daya listrik darurat
dan siaga.
4) SNI 04-7019-2004 atau edisi terbaru; Sistem pasokan daya listrik darurat
menggunakan energi tersimpan.
5) Dalam hal masih persyaratan lainnya, atau yang belum mempunyai SNI,
dapat digunakan standar baku dan pedoman teknis yang diberlakukan oleh
instansi yang berwenang.

5.5 Sistem Penghawaan (Ventilasi) dan Pengkondisian Udara (;HVAC)


5.5.1 Sistem Penghawaan (Ventilasi)
(1) Umum.
(a) Setiap bangunan rumah sakit harus mempunyai ventilasi alami
dan/atau ventilasi mekanik/buatan sesuai dengan fungsinya.
(b) Bangunan rumah sakit harus mempunyai bukaan permanen, kisi-kisi
pada pintu dan jendela dan/atau bukaan permanen yang dapat
dibuka untuk kepentingan ventilasi alami.
(2) Persyaratan Teknis
(a) Jika ventilasi alami tidak mungkin dilaksanakan, maka diperlukan
ventilasi mekanis seperti pada bangunan fasilitas tertentu yang
memerlukan perlindungan dari udara luar dan pencemaran.
(b) Pada ruang–ruang khusus seperti Ruang Isolasi, Ruang
Laboratorium maupun Ruang Farmasi, diperlukan Fasilitas
Pengelolaan Limbah Udara Infeksius Paparan Udara.
(c) Sistem Tata Udara harus ditempatkan agar memudahkan dalam
pemeriksaan dan pemeliharaan.
(d) Sebagai ventilasi, udara segar harus dimasukkan ke dalam ruangan
untuk menjaga kesegaran dan kesehatan ruangan, sesuai ketentuan
dalam standar ASHRAE tentang Indoor Air Quality.
(e) Udara segar harus dimasukkan langsung dari luar dan bukan udara
yang berasal dari lobi atau koridor tertutup.

(f) Untuk instalasi tata udara sentral, udara segar harus dimasukkan
melalui mesin pengolah udara sentral.

(g) Untuk sistem tata udara individu, seperti unit jendela dan unit split,
udara segar boleh dimasukkan langsung ke dalam ruangan.
(h) Kebutuhan udara segar untuk penggunaan umum pada ruangan
yang dikondisikan dengan sistem tata udara dapat digunakan nilai
minimum 280 Liter/menit untuk setiap penghuni, atau minimum 160
Liter/menit per m2 luas lantai, dipilih mana yang memeberikan nilai
lebih besar.
(i) Ruangan yang dilengkapi dengan ventilasi mekanik harus diberikan
pertukaran udara minimal 6 (enam) kali per jam.

98 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(j) Tata udara untuk ruangan yang dapat menimbulkan pencemaran
atau penularan penyakit ke ruangan lainnya, harus langsung dibuang
ke luar.
(k) Ruang bedah dan ruang perawatan penyakit menular yang
berbahaya, pembuangan udaranya harus ke tempat yang tidak
membahayakan lingkungan rumah sakit.
(l) Ruang pengolahan bahan obat, proses foto, dan proses kimia lainnya
yang dapat mencemari lingkungan, pembuangan udaranya harus
melalui penyaring dan pemroses untuk menetralisir bahan yang
terkandung di dalam udara buangan tsb sesuai ketentuan yang
berlaku.
(m) Persyaratan teknis sistem ventilasi, kebutuhan ventilasi, mengikuti
Persyaratan Teknis berikut:
1) SNI 03 – 6572 - 2000 atau edisi terbaru; Tata cara perancangan
sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan
gedung.
2) SNI 03 – 6390 - 2000 atau edisi terbaru; Konservasi energi
sistem tata udara pada bangunan gedung.

5.5.2. Sistem Pengkondisian Udara


(1) Umum.
(a) Untuk kenyamanan termal dalam ruang di dalam bangunan rumah
sakit harus mempertimbangkan temperatur dan kelembaban udara.

Tabel 5.5.2 – Tabel Standar Suhu, Kelembaban, dan Tekanan Udara


Menurut Fungsi Ruang atau Unit.

Suhu Kelembaban
No. Ruang atau Unit Tekanan
(0C) (%)
1 Operasi 19 – 24 45 – 60 Positif
2 Bersalin 24 – 26 45 – 60 Positif
3 Pemulihan/perawatan 22 – 24 45 – 60 Seimbang
4 Observasi bayi 21 – 24 45 – 60 Seimbang
5 Perawatan bayi 22 – 26 35 - 60 Seimbang
6 Perawatan premature 24 – 26 35 - 60 Positif
7 ICU 22 – 23 35 - 60 Positif
8 Jenazah/Otopsi 21 – 24 - Negative
9 Penginderaan medis 19 – 24 45 – 60 Seimbang
10 Laboratorium 22 – 26 35 - 60 Positif
11 Radiologi 22 – 26 45 – 60 Seimbang
12 Sterilisasi 22 – 30 35 - 60 Positif
13 Dapur 22 – 30 35 - 60 Seimbang
14 Gawat Darurat 19 – 24 45 – 60 Positif
15 Administrasi, pertemuan 21 – 24 - Seimbang
16. Ruang luka baker 24 – 26 35 - 60 Positif

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 99


(b) Untuk mendapatkan tingkat temperatur dan kelembaban udara di
dalam ruangan dapat dilakukan dengan alat pengkondisian udara
yang mempertimbangkan :
1) fungsi bangunan rumah sakit/ruang, jumlah pengguna, letak
geografis, orientasi bangunan, volume ruang, jenis peralatan,
dan penggunaan bahan bangunan;
2) kemudahan pemeliharaan dan perawatan; dan
3) prinsip-prinsip penghematan energi dan ramah lingkungan
(2) Persyaratan Teknis.
Untuk kenyamanan termal pada bangunan gedung harus memenuhi SNI
03-6572-2001 atau edisi terbaru; Tata cara perancangan sistem ventilasi
dan pengkondisian udara pada bangunan gedung.

5.6 Sistem Pencahayaan


(1) Umum.
Setiap rumah sakit untuk memenuhi persyaratan sistem pencahayaan
harus mempunyai pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan/
mekanik, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya.
(2) Persyaratan Teknis.
(a) Rumah sakit tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan
bangunan pelayanan umum harus mempunyai bukaan untuk
pencahayaan alami.
(b) Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi rumah
sakit dan fungsi masing-masing ruang di dalam rumah sakit.
(c) Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat
iluminasi yang dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam rumah sakit
dengan mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi yang
digunakan, dan penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau
pantulan.
(d) Pencahayaan di RS harus memenuhi standar kesehatan dalam
melaksanakan pekerjaannya sesuai standar intensitas cahaya
sebagai berikut :

Tabel 5.6 – Tabel Indeks Pencahayaan Menurut Jenis Ruang atau Unit

N Ruang Intensitas Cahaya Ketera


o. atau Unit (lux) ngan
Ruang
pasien Warna
1 - saat tidak 100 – 200 cahaya
tidur maks. 50 sedang
- saat tidur
R. Operasi
2 300 – 500
umum
Warna
Meja
3 10.000 – 20.000 cahaya
operasi
sejuk

100 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


atau
sedang
tanpa
bayang
an
Anastesi,
4 300 – 500
pemulihan
Endoscopy,
5 75 – 100
lab
6 Sinar X minimal 60
7 Koridor Minimal 100
Malam
8 Tangga Minimal 100
hari
Administrasi
9 Minimal 100
/kantor
1 Ruang
Minimal 200
0 alat/gudang
1
Farmasi Minimal 200
1
1
Dapur Minimal 200
2
1
Ruang cuci Minimal 100
3
1
Toilet Minimal 100
4
R. Isolasi
Warna
1 khusus
0,1 – 0,5 cahaya
5 penyakit
biru
Tetanus
1 Ruang luka
100 – 200
6 baker

5.7 Sistem Fasilitas Sanitasi

5.7.1 Persyaratan Sanitasi


Persyaratan Sanitasi Rumah Sakit dapat dilihat pada Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004, tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

5.7.2 Persyaratan Air Bersih


(1) Harus tersedia air bersih yang cukup dan memenuhi syarat kesehatan,
atau dapat mengadakan pengolahan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
(2) Tersedia air bersih minimal 500 lt/tempat tidur/hari.
(3) Air minum dan air bersih tersedia pada setiap tempat kegiatan yang
membutuhkan secara berkesinambungan.
(4) Tersedia penampungan air (;reservoir) bawah atau atas.
(5) Distribusi air minum dan air bersih di setipa ruangan/kamar harus
menggunakan jaringan perpipaan yang mengalir dengan tekanan positif.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 101
(6) Penyediaan Fasilitas air panas dan uap terdiri atas Unit Boiler, sistem
perpipaan dan kelengkapannya untuk distribusi ke daerah pelayanan.
(7) Dalam rangka pengawasan kualitas air maka RS harus melakukan
inspeksi terhadap sarana air minum dan air bersih minimal 1 (satu) tahun
sekali.
(8) Pemeriksaan kimia air minum dan atau air bersih dilakukan minimal 2 (dua)
kali setahun (sekali pada musim kemarau dan sekali pada musim hujan),
titik sampel yaitu pada penampungan air (;reservoir) dan keran terjauh dari
reservoir.
(9) Kualitas air yang digunakan di ruang khusus, seperti ruang operasi.
(10) RS yang telah menggunakan air yang sudam diolah seperti dari PDAM,
sumur bor dan sumber lain untuk keperluan operasi dapat melakukan
pengolahan tambahan dengan cartridge filter dan dilengkapi dengan
desinfeksi menggunakan ultra violet.
(11) Ruang Farmasi dan Hemodialisis : yaitu terdiri dari air yang dimurnikan
untuk penyiapan obat, penyiapan injeksi dan pengenceran dalam
hemodialisis.
(12) Tersedia air bersih untuk keperluan pemadaman kebakaran dengan
mengikuti ketentuan yang berlaku.
(13) Sistem Plambing air bersih/minum dan air buangan/kotor mengikuti
persyaratan teknis sesuai SNI 03-6481-2000 atau edisi terbaru, Sistem
Plambing 2000.

5.7.3 Sistem Pengolahan dan Pembuangan Limbah


Persyaratan Pengolahan dan Pembuangan Limbah Rumah Sakit dalam bentuk
padat, cair dan gas, baik limbah medis maupun non-medis dapat dilihat pada
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004, tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

5.7.4 Persyaratan Penyaluran Air Hujan


(1) Umum
Sistem penyaluran air hujan harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan ketinggian permukaan air tanah, permeabilitas tanah,
dan ketersediaan jaringan drainase lingkungan/kota.

(2) Persyaratan Teknis.

102 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(a) Setiap bangunan gedung dan pekarangannya harus dilengkapi
dengan sistem penyaluran air hujan.
(b) Kecuali untuk daerah tertentu, air hujan harus diresapkan ke dalam
tanah pekarangan dan/atau dialirkan ke sumur resapan sebelum
dialirkan ke jaringan drainase lingkungan/kota sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
(c) Pemanfaatan air hujan diperbolehkan dengan mengikuti ketentuan
yang berlaku.
(d) Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain yang
dapat diterima, maka penyaluran air hujan harus dilakukan dengan
cara lain yang dibenarkan oleh instansi yang berwenang.
(e) Sistem penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah
terjadinya endapan dan penyumbatan pada saluran.
(f) Pengolahan dan penyaluran air hujan mengikuti persyaratan teknis
berikut:
1) SNI 03-2453-2002 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan
sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan.
2) SNI 03-2459-2002 atau edisi terbaru; Spesifikasi sumur resapan
air hujan untuk lahan pekarangan.
3) Tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem
penyaluran air hujan pada bangunan gedung.

5.8 Sistem Instalasi Gas Medik


(1) Umum.
Sistem gas medik yang dimaksud meliputi O2, N2O, Udara tekan Medik,
CO2, dan vakum medik. Sistem Instalasi Gas Medik harus direncanakan
dan dipasang dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya.
Sistem Instalasi Gas Medik :
1. Sistem Sentral Gas Medik
a) Sumber Gas Medis
b) Instalasi Gas Medis
c) Outlet dan Inlet
2. Sistem gas medik stand alone
3. Sistem portable/moveable
(2) Persyaratan Teknis.
(a) Persyaratan ini berlaku wajib untuk fasilitas pelayanan kesehatan di
rumah sakit, rumah perawatan, fasilitas hiperbarik, klinik bersalin. dan
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
(b) Bila terdapat istilah gas medik atau vakum, ketentuan tersebut
berlaku wajib bagi semua sistem perpipaan untuk oksigen, nitrous
oksida, udara tekan medik, karbon dioksida, helium, nitrogen, vakum
medik untuk pembedahan, pembuangan sisa gas anestesi, dan
campuran dari gas-gas tersebut. Bila terdapat nama layanan gas

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 103
khusus atau vakum, maka ketentuan tersebut hanya berlaku bagi gas
tersebut.
(c) Sistem yang sudah ada yang tidak sepenuhnya memenuhi ketentuan
ini boleh tetap digunakan sepanjang pihak yang berwenang telah
memastikan bahwa penggunaannya tidak membahayakan jiwa.
(d) Potensi bahaya kebakaran dan ledakan yang berkaitan dengan
sistem perpipaan sentral gas medik dan sistem vakum medik harus
dipertimbangkan dalam perancangan, pemasangan, pengujian,
pengoperasian dan pemeliharaan sistem ini.
(j) Pengoperasian sistem pasokan sentral.
1) Tidak dibenarkan menggunakan adaptor atau fiting konversi untuk
menyesuaikan fiting khusus suatu gas ke fiting gas lainnya.
2) Tidak dibenarkan merubah fiting/soket/adaptor yang telah sesuai
dengan spesifikasi gas medik.
3) Tidak dibenarkan penggunaan silinder tanpa warna dan
penandaan yang disyaratkan.
4) Hanya silinder gas medik dan perlengkapannya yang boleh
disimpan dalam ruangan tempat sistem pasokan sentral atau
silinder gas medik.
5) Tidak dibenarkan menyimpan bahan mudah menyala, silinder
berisi gas mudah menyala atau yang berisi cairan mudah
menyala, di dalam ruang penyimpanan gas medik.
6) Bila silinder terbungkus pada saat diterima, pembungkus tersebut
harus dibuang sebelum disimpan.
7) Tutup pelindung katup harus dipasang erat pada tempatnya bila
silinder sedang tidak digunakan.

104 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(k) Perancangan dan pelaksanaan.
Lokasi untuk sistem pasokan sentral dan penyimpanan gas-gas
medik harus memenuhi persyaratan berikut :
1) Dibangun dengan akses ke luar dan masuk lokasi untuk
memindahkan silinder, peralatan, dan sebagainya.
2) Dijaga keamanannya dengan pintu atau gerbang yang dapat
dikunci, atau diamankan dengan cara lain.
3) Jika di luar ruangan/bangunan, harus dilindungi dengan dinding
atau pagar dari bahan yang tidak dapat terbakar.
4) Jika di dalam ruangan/bangunan, harus dibangun dengan
menggunakan bahan interior yang tidak dapat terbakar/ sulit
terbakar, sehingga semua dinding, lantai, langit-langit dan pintu
sekurang-kurangnya mempunyai tingkat ketahanan api 1 jam.
5) Dilengkapi lampu atau indikator pada bagian luar ruang
penyimpanan yang menunjukkan kondisi kapasitas gas medis
yang masih tersedia.
6) Dilengkapi dengan rak, rantai, atau pengikat lainnya untuk
mengamankan masing-masing silinder, baik yang terhubung
maupun tidak terhubung, penuh atau kosong, agar tidak roboh.
7) Dipasok dengan daya listrik yang memenuhi persyaratan sistem
kelistrikan esensial.
8) Apabila disediakan rak, lemari, dan penyangga, harus dibuat
dari bahan tidak dapat terbakar atau bahan sulit terbakar.
(l) Standar dan pedoman teknis.
1) Untuk sistem gas medik pada bangunan gedung, harus
dipenuhi SNI 03-7011-2004, tentang ; Keselamatan pada
bangunan fasilitas pelayanan kesehatan, atau edisi terakhir.
2) Dalam hal persyaratan diatas belum ada SNI-nya, dipakai
Standar baku dan ketentuan teknis yang berlaku.

5.9 Sistem Pengendalian Terhadap Kebisingan dan Getaran

(1) Kenyamanan terhadap Kebisingan


(a) Kenyamanan terhadap kebisingan adalah keadaan dengan tingkat
kebisingan yang tidak menimbulkan gangguan pendengaran,
kesehatan, dan kenyamanan bagi seseorang dalam melakukan
kegiatan.
(b) Gangguan kebisingan pada bangunan gedung dapat berisiko cacat
pendengaran. Untuk memproteksi gangguan tersebut perlu dirancang
lingkungan akustik di tempat kegiatan dalam bangunan yang sudah
ada dan bangunan baru.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 105
(c) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada
bangunan rumah sakit harus mempertimbangkan jenis kegiatan,
penggunaan peralatan, dan/atau sumber bising lainnya baik yang
berada pada bangunan gedung maupun di luar bangunan rumah sakit.
(d) Setiap bangunan rumah sakit dan/atau kegiatan yang karena fungsinya
menimbulkan dampak kebisingan terhadap lingkungannya dan/atau
terhadap bangunan rumah sakit yang telah ada, harus meminimalkan
kebisingan yang ditimbulkan sampai dengan tingkat yang diizinkan.
(e) Untuk kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan rumah sakit
harus dipenuhi standar tata cara perencanaan kenyamanan terhadap
kebisingan pada bangunan gedung.
(f) Persyaratan kebisingan untuk masing-masing ruangan/ unit dalam RS
adalah sebagai berikut :
Tabel 5.9 – Tabel Indeks Kebisingan Menurut Jenis Ruang atau Unit2
Maksimum Kebisingan (Waktu pemaparan 8 jam dan
No. Ruang atau Unit
satuan dBA)
Ruang pasien
1 - saat tidak tidur 45
- saat tidur 40
2 R. Operasi umum 45
3 Anastesi, pemulihan 45
4 Endoscopy, lab 65
5 Sinar X 40
6 Koridor 40
7 Tangga 45
8 Kantor/Lobi 45
9 Ruang Alat/ Gudang 45
10 Farmasi 45
11 Dapur 78
12 Ruang Cuci 78
13 Ruang Isolasi 40
14 Ruang Poli Gigi 80

(2) Kenyamanan terhadap Getaran


Kenyamanan terhadap getaran adalah suatu keadaan dengan tingkat
getaran yang tidak menimbulkan gangguan bagi kesehatan dan kenyamanan
seseorang dalam melakukan kegiatannya.
Getaran dapat berupa getaran kejut, getaran mekanik atau seismik baik yang
berasal dari penggunaan peralatan atau sumber getar lainnya baik dari
dalam bangunan maupun dari luar bangunan.

Tingkat kebisingan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan


Hidup No. 48 Tahun 1996, untuk lingkungan kegiatan rumah sakit adalah 55
dB(A)

2
Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan RS.

106 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


5.10 Sistem Hubungan Horisontal dalam rumah sakit.
(1) Umum.
(a) Kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan RS meliputi
tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan
nyaman bagi orang yang berkebutuhan khusus, termasuk
penyandang cacat.
(b) Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas harus mempertimbangkan
tersedianya hubungan horizontal antarruang dalam bangunan RS,
akses evakuasi, termasuk bagi orang yang berkebutuhan khusus,
termasuk penyandang cacat.
(c) Kelengkapan prasarana disesuaikan dengan fungsi RS.
(2) Persyaratan Teknis.
(a) Setiap bangunan RS harus memenuhi persyaratan kemudahan
hubungan horizontal berupa tersedianya pintu dan/atau koridor yang
memadai untuk terselenggaranya fungsi bangunan RS tersebut
(b) Jumlah, ukuran, dan jenis pintu, dalam suatu ruangan
dipertimbangkan berdasarkan besaran ruang, fungsi ruang, dan
jumlah pengguna ruang.
(c) Arah bukaan daun pintu dalam suatu ruangan dipertimbangkan
berdasarkan fungsi ruang dan aspek keselamatan.
(d) Ukuran koridor sebagai akses horizontal antarruang dipertimbangkan
berdasarkan fungsi koridor, fungsi ruang, dan jumlah pengguna.
Ukuran koridor yang aksesibilitas brankar pasien minimal 2,4 m.

5.11 Sistem Hubungan (Transportasi) Vertikal dalam Rumah Sakit.


(1) Umum.
Setiap bangunan RS bertingkat harus menyediakan sarana hubungan
vertikal antar lantai yang memadai untuk terselenggaranya fungsi
bangunan RS tersebut berupa tersedianya tangga, ram, lif, tangga
berjalan/eskalator, dan/atau lantai berjalan/travelator.
(2) Persyaratan Teknis.
(a) Jumlah, ukuran, dan konstruksi sarana hubungan vertikal harus
berdasarkan fungsi bangunan RS, luas bangunan, dan jumlah
pengguna ruang, serta keselamatan pengguna gedung.
(b) Setiap bangunan RS dengan ketinggian di atas lima lantai harus
menyediakan sarana hubungan vertikal berupa lif.
(c) Bangunan RS umum yang fungsinya untuk kepentingan publik, baik
berupa fungsi keagamaan, fungsi usaha, maupun fungsi sosial dan
budaya harus menyediakan fasilitas dan kelengkapan sarana
hubungan vertikal bagi orang yang berkebutuhan khusus, termasuk
penyandang cacat.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 107
5.11.1 Ramp.

(1) Umum.
Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan
tertentu, sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan
tangga. Fungsi dapat digantikan dengan lift (fire lift)
UU RI No. 28 tahun 2002 tentang bangunan gedung bagian ketiga pasal 18 perihal persyaratan keselamatan

(2) Persyaratan Ramp.


(1) Kemiringan suatu ramp di dalam bangunan tidak boleh melebihi 70,
perhitungan kemiringan tersebut tidak termasuk awalan dan akhiran
ramp (curb ramps/landing).
(2) Panjang mendatar dari satu ramp (dengan kemiringan 70) tidak boleh
lebih dari 900 cm. Panjang ramp dengan kemiringan yang lebih
rendah dapat lebih panjang.
(3) Lebar minimum dari ramp adalah 120 cm dengan tepi pengaman.
(4) Muka datar (bordes) pada awalan atau akhiran dari suatu ramp harus
bebas dan datar sehingga memungkinkan sekurang-kurangnya untuk
memutar kursi roda dan stretcher, dengan ukuran minimum 160 cm.

Gambar 5.11.1.a– Tipikal ramp

108 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Gambar 5.11.1.b– Bentuk-bentuk ramp

Gambar 5.11.1.c – Kemiringan ramp.

Gambar 5.11.1.d – Pegangan rambat pada ramp.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 109
Gambar 5.11.1.e – Kemiringan sisi lebar ramp.

Gambar 5.11.1.f – Pintu di ujung ramp.


(5) Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ramp harus memiliki tekstur
sehingga tidak licin baik diwaktu hujan.
(6) Lebar tepi pengaman ramp (low curb) 10 cm, dirancang untuk menghalangi
roda dari kursi roda atau stretcher agar tidak terperosok atau ke luar dari
jalur ramp.
Apabila berbatasan langsung dengan lalu lintas jalan umum atau
persimpangan, harus dibuat sedemikian rupa agar tidak mengganggu jalan
umum.
(7) Ramp harus diterangi dengan pencahayaan yang cukup sehingga
membantu penggunaan ramp saat malam hari. Pencahayaan disediakan
pada bagian ramp yang memiliki ketinggian terhadap muka tanah
sekitarnya dan bagian-bagian yang membahayakan.
(8) Ramp harus dilengkapi dengan pegangan rambatan (handrail) yang
dijamin kekuatannya dengan ketinggian yang sesuai.

4.11.2 Tangga.
(1) Umum.
Tangga merupakan fasilitas bagi pergerakan vertikal yang dirancang
dengan mempertimbangkan ukuran dan kemiringan pijakan dan tanjakan
dengan lebar yang memadai.

110 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(2) Persyaratan.
(1) Harus memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang berukuran
seragam Tinggi masing-masing pijakan/tanjakan adalah 15 – 17 cm.
(2) Harus memiliki kemiringan tangga kurang dari 600.
(3) Lebar tangga minimal 120 cm untuk membawa usungan dalam
keadaan darurat, untuk mengevakuasi pasien dalam kasus terjadinya
kebakaran atau ancaman bom
(3) Tidak terdapat tanjakan yang berlubang yang dapat membahayakan
pengguna tangga.
(4) Harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail).

Gambar 5.11.2.a – Tipikal tangga

Gambar 5.11.2.b – Pegangan rambat pada tangga

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 111
(5) Pegangan rambat harus mudah dipegang dengan ketinggian 65 cm ~
80 cm dari lantai, bebas dari elemen konstruksi yang mengganggu,
dan bagian ujungnya harus bulat atau dibelokkan dengan baik ke
arah lantai, dinding atau tiang.
(6) Pegangan rambat harus ditambah panjangnya pada bagian ujung-
ujungnya (puncak dan bagian bawah) dengan 30 cm.
(7) Untuk tangga yang terletak di luar bangunan, harus dirancang
sehingga tidak ada air hujan yang menggenang pada lantainya.

Gambar 5.11.2.c – Desain profil tangga.

Gambar 5.11.2.d – Detail pegangan rambat tangga

Gambar 5.11.2.e – Detail pegangan rambat pada dinding.

112 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


5.11.3 Lift (Elevator)

(1) Umum.
Lift merupakan fasilitas lalu lintas vertikal baik bagi petugas RS maupun
untuk pasien. Oleh karena itu harus direncanakan dapat menampung
tempat tidur pasien.

(2) Persyaratan.
(1) Ukuran lift rumah sakit minimal 1,50 m x 2,30 m dan lebar pintunya
tidak kurang dari 1,20 m untuk memungkinkan lewatnya tempat tidur
dan stretcher bersama-sama dengan pengantarnya.
(2) Lif penumpang dan lift service dipisah bila dimungkinkan.
(3) Jumlah, kapasitas, dan spesifikasi lif sebagai sarana hubungan
vertikal dalam bangunan gedung harus mampu melakukan pelayanan
yang optimal untuk sirkulasi vertikal pada bangunan, sesuai dengan
fungsi dan jumlah pengguna bangunan RS.
(4) Setiap bangunan RS yang menggunakan lif harus tersedia lif
kebakaran yang dimulai dari lantai dasar bangunan (ground floor).
(5) Lif kebakaran dapat berupa lif khusus kebakaran/lif penumpang
biasa/lif barang yang dapat diatur pengoperasiannya sehingga dalam
keadaan darurat dapat digunakan khusus oleh petugas kebakaran.

5.12 Sarana Evakuasi


(1) Umum.
Setiap bangunan RS harus menyediakan sarana evakuasi bagi orang yang
berkebutuhan khusus termasuk penyandang cacat yang meliputi :
(a) sistem peringatan bahaya bagi pengguna,
(b) pintu keluar darurat, dan
(c) jalur evakuasi yang dapat menjamin pengguna bangunan RS untuk
melakukan evakuasi dari dalam bangunan RS secara aman apabila
terjadi bencana atau keadaan darurat.
(2) Persyaratan Teknis.
(a) Untuk persyaratan sarana evakuasi pada bangunan RS harus
dipenuhi standar tata cara perencanaan sarana evakuasi pada
bangunan gedung.
(b) Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum mempunyai
SNI, dapat digunakan standar baku dan pedoman teknis yang
diberlakukan oleh instansi yang berwenang.

5.13 Aksesibilitas Penyandang Cacat


(1) Umum.
Setiap bangunan RS, harus menyediakan fasilitas dan aksesibilitas untuk
menjamin terwujudnya kemudahan bagi penyandang cacat dan lanjut usia
masuk dan keluar ke dan dari bangunan RS serta beraktivitas dalam
bangunan RS secara mudah, aman, nyaman dan mandiri.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 113
(2) Persyaratan Teknis.
(a) Fasilitas dan aksesibilitas meliputi toilet, tempat parkir, telepon
umum, jalur pemandu, rambu dan marka, pintu, ramp, tangga, dan lif
bagi penyandang cacat dan lanjut usia.
(b) Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas disesuaikan dengan fungsi,
luas, dan ketinggian bangunan RS.

5.14 Prasarana/Sarana Umum.


(1) Umum.
(a) Guna memberikan kemudahan bagi pengguna bangunan RS untuk
beraktivitas di dalamnya, setiap bangunan RS untuk kepentingan
umum harus menyediakan kelengkapan prasarana dan sarana
pemanfaatan bangunan RS, meliputi: ruang ibadah, toilet, tempat
parkir, tempat sampah, serta fasilitas komunikasi dan informasi.
(b) Penyediaan prasarana dan sarana disesuaikan dengan fungsi dan
luas bangunan RS, serta jumlah pengguna bangunan RS.
(2) Persyaratan Teknis.
Perencanaan sarana dan prasarana dalam bangunan RS mengikuti:
(a) SNI 03-1735-2000 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan akses
bangunan dan akses lingkungan untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan gedung.
(b) SNI 03-1746-2000 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan dan
pemasangan sarana jalan keluar untuk penyelamatan terhadap
bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
(c) SNI 03-6573-2001 atau edisi terbaru; Tata cara perancangan sistem
transportasi vertikal dalam gedung (lif).
(d) Ketentuan teknis Kelengkapan Prasarana dan Sarana bangunan RS.
(e) Ketentuan teknis Prasarana dan Sarana pemanfaatan Bangunan RS
dan Kelengkapannya.
(f) Ketentuan teknis Ukuran, Konstruksi, Jumlah Fasilitas dan
Aksesibilitas bagi Penyandang Cacat.
(g) Dalam hal persyaratan di atas belum mempunyai SNI, dapat
digunakan standar baku dan pedoman teknis yang diberlakukan oleh
instansi yang berwenang.

114 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAGIAN VI
PENUTUP

6.1 Pedoman teknis ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan oleh pengelola
fasilitas pelayanan kesehatan, penyedia jasa konstruksi, Pemerintah Daerah, dan
instansi yang terkait dengan kegiatan pengaturan dan pengendalian
penyelenggaraan pembangunan bangunan fasilitas pelayanan kesehatan, guna
menjamin kesehatan penghuni bangunan dan lingkungan terhadap bahaya
penyakit.
6.2 Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau yang bersifat alternatip, serta
penyesuaian Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B oleh
masing-masing daerah disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan
daerah.
6.3 Sebagai pedoman/ petunjuk pelengkap, dapat digunakan Standar Nasional
Indonesia (SNI) terkait lainnya.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 115
KEPUSTAKAAN

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 Tahun 2005, tentang Peraturan


Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, tentang Bangunan Gedung.

4. Peraturan Kementerian Kesehatan RI Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 tentang


Klasifikasi Rumah Sakit.

5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No : 1204/Menkes/SK/X/2004


tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No : 1197/Menkes/SK/X/2004


tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.

7. Joanna R. Fuller, Surgical Technology, Principles and Practice, Saunders.

8. American Society of Heating, Refrigerating and Air Conditionign Engineers,


Handbook, Applications, 1974 Edition, ASHRAE.

9. American Society of Heating, Refrigerating and Air Conditioning Engineers, HVAC


Design Manual for Hospitals and Clinics, 2003 edition, ASHRAE.

10. G.D. Kunders, Hospitals, Facilities Planning and Management, Tata McGraw-Hill
Publishing Company Limited, 2004.

11. Ernst Neufert (Alih Bahasa : Sjamsu Amril), Data Arsitek, Edisi kedua, Jilid 1,
Penerbit Erlangga, 1995.

12. Departemen Kesehatan RI, Ditjen Bina Pelayanan Medik, Pedoman


Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit, 2007.

116 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


PEDOMAN BANGUNAN RS :
RUANG OPERASI RUMAH SAKIT

DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATAN


SUB DIREKTORAT BINA SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN
TAHUN 2012
DAFTAR ISI

Daftar Isi iii

BAB - I Ketentuan Umum


1.1 Latar Belakang 1
1.2 Maksud Dan Tujuan 1
1.3 Sasaran 2
1.4 Pengertian 2
1.5 Lingkup Materi Pedoman 11

BAB- II Pedoman Teknis Arsitektur Dan Struktur Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit
2.1 Umum 12
2.2 Alur Sirkulasi Kegiatan Ruangan Operasi 12
2.3 Pembagian Zona Pada Sarana Ruang Operasi Rumah Sakit 15
2.4 Aksesibilitas Dan Hubungan Antar Ruang 17
2.5 Kebutuhan Ruang 18
2.6 Sarana Evakuasi Dan Aksesibilitas Penyandang Cacat 31
2.7 Persyaratan Struktur Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit 32

BAB - III Pedoman Teknis Prasarana Ruang Operasi Rumah Sakit


3.1 Umum 33
3.2 Prasarana 33
3.3 Instalasi Mekanikal 33
3.4 Instalasi Elektrikal 41
3.5 Instalasi Proteksi Kebakaran 47

BAB - IV Penutup 51
Kepustakaan 52

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
BAB – I
KETENTUAN UMUM

1.1 Latar belakang.


Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28 Bagian H,
ayat (1) telah menegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan,
kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan merupakan bagian dari
sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya
kesehatan. Pada hakekatnya rumah sakit berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan. Fungsi dimaksud memiliki makna tanggung jawab yang seyogyanya
merupakan tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat.
Untuk optimalisasi hasil serta kontribusi positif tersebut, harus dapat diupayakan masuknya upaya
kesehatan sebagai asas pokok program pembangunan nasional.
Dalam Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 10 ayat (2) menyebutkan,
bangunan rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas ruang: ….
d. ruang operasi; …. .
Dalam Bagian Ketiga tentang Bangunan, pasal 9 butir (b) menyebutkan bahwa Persyaratan teknis
bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian
pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat,
anak-anak, dan orang usia lanjut.
Dalam rangka mendukung Undang-Undang No. 44 tersebut, maka perlu disusun pedoman teknis
bangunan rumah sakit ruang operasi yang memenuhi standar pelayanan, keselamatan,
kesehatan, kenyamanan dan kemudahan.
Disamping itu pula, ruang operasimerupakan tempat diselenggarakannya tindakan pembedahan
secara elektif maupun akut, hal mana membutuhkan kondisi steril dan kondisi khusus lainnya yang
harus dicapai sesuai pedoman teknis ini.

1.2 Maksud dan tujuan.


PedomanTeknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Operasi ini, dimaksudkan sebagai acuan teknis
penyediaan fasilitas fisikbangunan dan utilitasnya agar rumah sakit dapat memberikan pelayanan
kesehatan bagi masyarakat yang memadai sesuai kebutuhan.
PedomanTeknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Operasi bertujuan memberikan petunjuk agar
suatu perencanaan, perancangan dan pengelolaan bangunan ruang operasi di rumah sakit
memperhatikan kaidah-kaidah pelayanan kesehatan, sehingga bangunan ruang operasi yang akan
dibuat memenuhi standar keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan bagi pasien dan
pengguna bangunan lainnya serta tidak berakibat buruk bagi keduanya.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 1


1.3 Sasaran.
PedomanTeknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Operasi iniakan menjadi acuan bagi pengelola
rumah sakit, khususnya pengelola ruang operasi dan dapat menjadi acuan bagi konsultan
perencana dalam membuat perencanaan bangunan ruang operasi, sehingga masing-masing pihak
dapat memiliki persepsi yang sama.

1.4 Pengertian.
1.4.1 Bangunan gedung.
konstruksi bangunan yang diletakkan secara tetap dalam suatu lingkungan, di atas tanah/perairan,
ataupun di bawah tanah/perairan, tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk tempat
tinggal, berusaha, maupun kegiatan sosial dan budaya.

1.4.2 Ruangan di rumah sakit.


gabungan/kumpulan dari ruang-ruang/kamar-kamar di unit rumah sakit yang saling berhubungan
dan terkait satu sama lain dalam rangka pencapaian tujuan pelayanan kesehatan.

1.4.3 Prasarana
Benda maupun jaringan/instalasi yang membuat suatu bangunan yang ada bisa berfungsi sesuai
dengan tujuan yang diharapkan.

1.4.4 Ruang Operasi Rumah Sakit.


suatu unit khusus di rumah sakit yang berfungsi sebagai tempat untuk melakukan tindakan
pembedahan secara elektif maupun akut, yang membutuhkan kondisi steril dan kondisi khusus
lainnya.

1.4.5 Ruang Pendaftaran.


(1) Ruang ini digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan administrasi, khususnya pelayanan
bedah.
(2) Ruang ini berada pada bagian depan Ruang OperasiRumah Sakit dengan dilengkapi loket,
meja kerja, lemari berkas/arsip, telepon/interkom.
(3) Pasien bedah dan Pengantar (Keluarga atau Perawat) datang ke ruang pendaftaran.
(4) Pengantar (Keluarga atau Perawat), melakukan pendaftaran di Loket pendaftaran, petugas
pendaftaran Ruang Operasi Rumah Sakit melakukan pendataan pasien bedah dan
penandatanganan surat pernyataan dari keluarga pasien bedah, selanjutnya pengantar
menunggu di ruang tunggu.
(5) Kegiatan administrasi meliputi :
(a) Pendataan pasien bedah.
(b) Penandatanganan surat pernyataan dari keluarga pasien bedah.
(c) Rincian biaya pembedahan.

2 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


1.4.6 Ruang tunggu Pengantar.
Ruang di mana keluarga atau pengantar pasien menunggu. Di ruang ini perlu disediakan tempat
duduk dengan jumlah yang sesuai aktivitas pelayanan bedah. Bila memungkinkan, sebaiknya
disediakan pesawat televisi dan ruangan yang dilengkapi sistem pengkondisian udara.

1.4.7 Ruang Transfer (Transfer Room).


(1) Pasien bedah dibaringkan di stretcher khusus ruang operasi. Untuk pasien bedah yang
datang menggunakan stretcher dari ruang lain, pasien tersebut dipindahkan ke stretcher
khusus Ruang Operasi Rumah Sakit.

Gambar 1.4.7 - Contoh Transfer bed ruang operasi.

(2) Pasien melepaskan semua perhiasan dan diserahkan kepada keluarga pasien.
(3) Selanjutnya Pasien dibawa ke ruang persiapan (preperation room)

1.4.8 Ruang Tunggu Pasien (Holding Room).


Ruang tunggu pasien dimaksudkan untuk tempat menunggu pasien sebelum dilakukan pekerjaan
persiapan (preparation) oleh petugas Ruang Operasi Rumah Sakit dan menunggu sebelum masuk
ke kompleks ruang operasi. Apabila luasan area Ruang Operasi Rumah Sakit tidak
memungkinkan, kegiatan pada ruangan ini dapat di laksanakan di Ruang Transfer.

1.4.9 Ruang Persiapan Pasien.


(1) Ruang yang digunakan untuk mempersiapkan pasien bedah sebelum memasuki ruang
operasi.
(2) Di ruang persiapan, petugas Ruang Operasi Rumah Sakit membersihkan tubuh
pasienbedah, dan mencukur bagian tubuh yang perlu dicukur.
(3) Petugas Ruang Operasi Rumah Sakit mengganti pakaian pasien bedah dengan pakaian
khusus pasien bedah.
(4) Selanjutnya pasien bedah dibawa ke ruang induksi atau langsung ke ruang operasi.

1.4.10 Ruang Induksi.


Di ruang induksi, petugas Ruang Operasi Rumah Sakit mengukur tekanan darah pasien bedah,
memasang infus, memberikan kesempatan pada pasien untuk beristirahat/ menenangkan diri, dan
memberikan penjelasan pada pasien bedah mengenai tindakan yang akan dilaksanakan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 3


Anastesi dapat dilakukan pada ruangan ini.Apabila luasan area Ruang Operasi Rumah Sakit tidak
memungkinkan, kegiatan anastesi dapat di laksanakan di kamar bedah.

1.4.11 Ruang Penyiapan Peralatan/Instrumen Bedah.


Peralatan/Instrumen dan bahan-bahan yang akan digunakan untuk pembedahan dipersiapkan
pada ruang ini.

1.4.12 Kamarbedah.
(1) Kamarbedah digunakan sebagai ruang untuk melakukan tindakan operasi dan atau
pembedahan. Luas ruangan harus cukup untuk memungkinkan petugas bergerak sekeliling
peralatanbedah.Kamarbedah harus dirancang dengan faktor keselamatan yang tinggi.
(2) Di kamarbedah, pasien dipindahkan dari stretcher khusus Ruang Operasi ke meja
operasi/bedah.
(3) Di kamar ini pasien bedah dilakukan pembiusan (anestesi).
(4) Setelah pasien bedah tidak sadar, selanjutnya proses bedah dimulai oleh Dokter Ahli Bedah
dibantu petugas medik lainnya.

1.4.13 Ruang Pemulihan (Recovery).


(1) Ruang pemulihan ditempatkan berdekatan dengan kamarbedah dan diawasi oleh perawat.
Pasien bedah yang ditempatkan di ruang pemulihan secara terus menerus dipantau karena
pasien masih dalam kondisi pembiusan normal atau ringan. Daerah ini memerlukan
perawatan berkualitas tinggi yang dapat secara cepat menilai pasien tentang status :
jantung, pernapasan dan physiologis, dan bila diperlukan melakukan tindakan dengan
memberikan pertolongan yang tepat.
(2) Setiap tempat tidur pasien pasca bedah dilengkapi dengan minimum satu outlet Oksigen,
suction, udara tekan medis, peralatan monitor dan 6 (enam) kotak kontak listrik,
(3) Kereta darurat (emergency cart) secara terpusat disediakan dan dilengkapi dengan
defibrillator, saluran napas (airway), obat-obatan darurat, dan persediaan lainnya.
(4) Di beberapa rumah sakit, ruang pemulihan sering juga dinamakan ruang PACU(Post
Anaesthetic Care Unit).Komunikasi ruang pemulihan atau ruang PACUlangsung ke ruang
dokter bedah dan perawat bedah dengan perangkat interkom.Tombol panggil darurat
ditempatkan diseluruh Ruang Operasi Rumah Sakit.

1.4.16 Ruang ganti pakaian (Loker).


(1) Loker atau ruang ganti pakaian, digunakan untuk Dokter dan petugas medik mengganti
pakaian sebelum masuk ke lingkungan ruang operasi.
(2) Pada loker ini disediakan lemari pakaian/loker dengan kunci yang dipegang oleh masing-
masing petugas dan disediakan juga lemari/tempat menyimpan pakaian ganti dokter dan
perawat yang sudah disteril. Loker dipisah antara pria dan wanita.Loker juga dilengkapi
dengan toilet.

4 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


1.4.17 Ruang Dokter.
Ruang Dokter terdiri dari 2 bagian :
(1) Ruang kerja.
(2) Ruang istirahat/kamar jaga.
Pada ruang kerja harus dilengkapi dengan beberapa peralatan dan furnitur.Sedangkan pada
ruang istirahat diperlukan sofa.Ruang Dokter perlu dilengkapi dengan bak cuci tangan
(wastafel) dan toilet.

1.4.18 ScrubStation.
(1) Scrub station atau scrub up, adalah bak cuci tangan bagi Dokter ahli bedah dan petugas
medik yang akan mengikuti langsung pembedahan di dalam ruang operasi.
(2) Bagi petugas medik yang tidak terlibat tidak perlu mencuci tangannya di scrub station.
(3) Scrub station sebaiknya berada disamping atau di depanruang operasi.

Gambar 1.4.18 – Scrub station untuk 3 orang

(4) Beberapa persyaratan dari scrub station yang harus dipenuhi, antara lain :
(a) Terdapat kran siku atau kran dengkul, minimal untuk 2 (dua) orang.
(b) Aliran air pada setiap kran cukup.
(c) Dilengkapi dengan ultra violet (UV), water sterilizer.
(d) Dilengkapi dengan tempat cairan desinfektan.
(e) Dilengkapi sikat kuku.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 5


1.4.19 Ruang Utilitas Kotor (Spoel Hoek, Disposal).
(1) Fasilitas untuk membuang kotoran bekas pelayanan pasien khususnya yang berupa cairan.
Spoolhoek terdiri dari :
(a) Sloop sink (lihat gambar 1.4.19.a& b).
(b) Service Sink (lihat gambar 1.4.19.a & c)
(2) Peralatan/Instrumen/Material kotor dikeluarkan dari ruang operasi ke ruang kotor (disposal,
spoel Hoek).
(3) Barang-barang kotor ini selanjutnya dikirim ke ruang Laundri dan CSSD (Central Sterilized
Support Departement).untuk dibersihkan dan disterilkan.
(4) Ruang Laundri dan CSSD berada diluar Ruang Operasi Rumah Sakit.

Slop Sink Service Sink


Gambar 1.4.19.a - Slop Sink dan Service Sink

Gambar 1.4.19.b- Sloop Sink

Gambar1.4.19.c - Service Sink

6 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


1.4.20 Ruang Linen.
Ruang linen berfungsi menyimpan linen, antara lain duk operasi dan pakaian bedah
petugas/dokter pada Ruang Operasi Rumah Sakit.

Gambar 1.4 - Kompleks ruang operasi

1.4.21 Ruang Penyimpanan Perlengkapan Bedah


(1) Ruang tempat penyimpanan instrumen yang telah disterilkan. Instrumen berada dalam
Tromol tertutup dan disimpan di dalam lemari instrumen. Bahan-bahan lain seperti kasa steril
dan kapas yang telah disterilkan juga dapat disimpan di ruangan ini.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 7


(2) Persediaan harus disusun rapih pada rak-rak yang titik terendahnya tidak lebih dari 8 inci (20
cm) dari lantai dan titik tertingginya tidak kurang dari 18 inci (45 cm) dari langit-langit.
Persediaan rutin diperiksa tanggal kadaluarsanya dan di bungkus secara terpadu.
(3) Ruang Penyimpanan peralatan anastesi, peralatan implant orthopedic, dan perlengkapan
emergensi diletakkan pada ruang yang berbeda dengan ruang penyimpanan perlengkapan
bedah.

1.4.22 Ruang Penyimpanan Peralatan Kebersihan (Janitor).


Ruang untuk menyimpan peralatan kebersihan dan ruang tempat menempatkan barang-barang
kotor di dalam kontainer tertutup yang berasal dari ruang-ruang di dalam bangunan (sarana)
Ruang Operasi Rumah Sakit untuk selanjutnya dibuang ke tempat pembuangan di luar bangunan
Ruang Operasi Rumah Sakit.

Gambar 1.4.22 – Janitor

1.4.23 Meja Operasi/bedah.


Meja operasi/bedah adalah meja yang digunakan untuk membaringkan pasien bedah, sesuai
dengan posisi yang sesuai, dimana Dokter bedah akan melakukan operasi pembedahan.
Secara umum, ada 2 jenis meja operasi, yaitu : meja operasi yang digerakkan secara hidarolik,
dan meja operasi yang digerakkan dengan elektrohidraulik (sebelumnya ada meja operasi yang
digerakkan secara mekanik).

1.4.24 Lampu Operasi/bedah.


Lampu operasi umumnya diletakkan menggantung di langit-langit ruang operasi, dan berada di
posisi diatas meja operasi (Operating Table). Namun demikian untuk keperluan lainnya, lampu
operasi juga ada dari jenis diletakkan di lantai (floor mounted) atau jenis pemasangan di dinding
(wall mounted).

1.4.25 Mesin Anesthesi.


Mesin anestesi adalah peralatan medik yang berfungsi untuk pembiusan pada pasien yang
dilakukan oleh dokter spesialis anestesi sebelum dilakukan pembedahan oleh dokter spesialis
bedah.Lokasi peralatan anestesi ini ada di kamar bedah.Untuk mengoperasikan mesin anestesi ini
diperlukan gas oksigen (O2), gas nitrous oksida (N2O), dan zat anestesi.Disamping gas dan zat
tersebut di atas, idealnya juga dilengkapi dengan vakum medik, udara tekan dan sistem buangan
gas anestesi.

8 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


mbar 1.4.25 – Mesin an
Gam nesthesi den
ngan 3 vapo
orizer dileng
gkapi ventila
ator dan mo
onitor

1.4.26 Ventilator.
Ventilator umumnya digunakan di ruang operasi
o dan
n di ruang ICU untuk mengalirka
an ventilasii
mekanis ke e paru-paru
u.
Ventilator berfungsi sebagai
s alat bantu perrnapasan pada
p pasien
n yang dala
am kondisi fisik cukup
p
lemah. Pe enggunaannya di ka amar bedah h bersamaa sama de engan mesin aneste esi, sepertii
ditunjukkann pada gam
mbar 1.4.26..
Ventilator dioperasika an dengan pemipaan sentral gas (oksigen atau udara a tekan) attau silinderr
oksigen, atau dengan n kompreso or udara listrik yang diletakkan di mana saja, jika tersed dia tekanann
sebesar 3,,5 bar samp pai 4 bar. Sistem
S ini cukup
c amann di mana sirkit
s aliran gas dan sirkit gas ke e
pasien sep penuhnya te erpisah, dan tidak ada a aliran gas bertekanann tinggi diallirkan ke pa
asien. Jeniss
alat ini sep
perti ditunjukkkan pada gambar
g 1.44.26

Gamb
bar 1.4.26 : Ventilator dengan
d sum
mber pengg
gerak sentra
al gas.

1.4.27 Ceiling Pen


ndant.
Ceiling pen
ndant adala
ah rak yangg dipasang di
d langit-lan ngit, umumn
nya di kama
ar bedah ata
au di ruang
g
ICU, dapatt digerakkan ke segala
a arah.Ceilin
ng pendantt umumnya terdiri dari 2 jenis.Jenis pertama,,
ceiling pen
ndant yangg digunakan n untuk me eletakkan peralatan
p m
monitor, dan jenis ke dua untukk
menempattkan outlet/inlet gas me
edik dan ou
utlet listrik.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 9


Penempataan ceiling pendant untuk memo onitor kond
disi pasien diletakkan berhadapa
an dengan
n
Dokter bed
dah dan yan
ng lainnya ditempatkan
d ngan mesin anestesi,
n dekat den

1.4.28 Alat
A Monito
or
Alat monittor yang umum terda ang operasi berfungsi untuk me
apat di rua erekam aktiivitas listrikk
jantung. Selain
S itu alat
a ini juga
a dilengkap
pi dengan perlengkapa
p an untuk m
memonitor parameter--
parameter tubuh lainn
nya.

1.4.29 Fiilm Viewer.


Film Viewe
er adalah alat untuk me
elihat, mem
mbaca dan mengartikan
m n hasil foto rrontgen.

1.4.30 Aspirator.
A
Aspirator yang
y digunakan dalam m kamar be edah dapatt dibagi dallam 2 jeniss, yaitu asppirator yang
g
digunakan oleh dokte er bedah untuk
u meng ghisap daraah, atau za at lain dari tubuh pasien selama a
pembedah han disebut aspirator bedah
b (lihatt gambar 1..4.30), dan aspirator yyang diguna
akan dokterr
anestesi untuk
u menghisap lendir di tenggo orokan pasieen disebut aspirator te enggorokan
n. Aspiratorr
tenggorokaan selain digunakan di
d kamar be edah, juga digunakan
d di ruang IC
CU/ICCU da an di ruangg
rawat inap.

Gambar 1.4.30 - Aspirator bedah


h

1.4.31 Suction Un
nit.
Suction Unnit adalah alat
a yang digunakan
d u
untuk memperoleh daya hisap dengan melaalui pompa
a
suction/vakkum, yang menyatu dengan un nit aspirato
ornya. Peng
ggunaannya
a terutama
a di kamarr
bedah, ata
au dilokasi la
ain, seperti ICU/ICCU dan ruang perawatan.
p

10 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Gambar 1.4.31. Suc
ction Unit

1.5 Lingkup Materi


M Pe
edoman.
Lingkup materi
m Pedo
oman Teknis Banguna umah Sakit ini melipu
an Ruang Operasi Ru uti sebagaii
berikut :
(1) Bab I : Ketentu
uan Umum..
mem mberikan ga ambaran umum yang
g meliputi latar
l belaka
ang, maksud dan tujjuan, serta
a
lingkkup materi pedoman.
p
(2) Bab II :Pedom
man Teknis
s Arsitektu
ur dan Stru
uktur Bang
gunan Rua
ang Opera
asi Rumah
h
Sakit.
mberikan ga
mem ambaran m mengenai alur kegiatan pada baangunan Ruuang Operaasi Rumah h
oning dan persyaratan umum kom
Sakitt, kebutuhan ruang, zo mponen ban
ngunan insta
alasi bedah
h
.
(3) Bab III :Pedoman Teknis Prasarana (Utilitas) Ruang
R Ope
erasi Ruma
ah Sakit.
memmberikan gambaran
g mengenai persyarattan utilitass banguna
an yang memenuhii
persyyaratan kesselamatan bangunan,
b k
kesehatan bangunan,
b k
kenyamana
an dan kemudahan.
(4) Bab IV : Penutu
up.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 11


BAB – II
PEDOMAN TEKNIS
ARSITEKTUR DAN STRUKTUR
BANGUNAN RUANG OPERASI RUMAH SAKIT
2.1 Umum.
(1) Setiap bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit merupakan tempat untuk melakukan kegiatan
tindakan pembedahan secara elektif maupun akut, yang membutuhkan kondisi steril dan
kondisi khusus lainnya.
(2) Fungsi bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit dikualifikasikan berdasarkan tingkat sterilitas
dan tingkat aksesibilitas.

2.2 Alur Sirkulasi kegiatan Ruangan Operasi.

Gambar - 2.2 : Alur kegiatan di Ruang Operasi Rumah Sakit.

12 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Alur sirkulasi (pergerakan) ruang pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit ditunjukkan pada
gambar 2.2, dan dijelaskan sebagai berikut :
(1) Pasien.
(a) Pasien, umumnya dibawa dari ruang rawat inap menuju ruang operasi menggunakan
transfer bed.
(b) Perawat ruang rawat inap atau perawat ruang operasi, sesuai jadwal operasi,
membawa pasien ke ruang pendaftaran untuk dicocokkan identitasnya, apakah sudah
sesuai dengan data yang sebelumnya dikirim ke ruang administrasi ruang operasi dan
sudah dipelajari oleh dokter bedah bersangkutan.Pengantar pasien dipersilahkan untuk
menunggu di ruang tunggu pengantar.
(c) Dari ruang pendaftaran, pasien dibawa ke ruang transfer, di ruang ini, pasien
dipindahkan dari transfer bed ke transfer bed ruang bedah menuju ruang persiapan.
(d) Di ruang persiapan pasien dibersihkan, misalnya dicukur pada bagian rambut yang
akan dioperasi, atau dibersihkan bagian-bagian tubuh lain yang dianggap perlu,
(e) Apabila, pada saat pasien selesai dibersihkan ruang operasi masih digunakan untuk
operasi pasien lain, pasien ditempatkan di ruang tunggu pasien yang berada di
lingkungan ruang operasi.
(f) Setelah tiba waktunya, pasien dibawa masuk ke ruang induksi (bila ada), yang mana,
pasien diperiksa kembali kondisi tubuhnya, menyangkut tekanan darah, detak jantung,
temperatur tubuh, dan sebagainya.
(g) Apabila kondisi tubuh pasien cukup layak untuk dioperasi, pasien selanjutnya masuk
ke ruang bedah, untuk dilakukan operasi pembedahan.
(h) Selesai dilakukan pembedahan, pasien yang masih dipengaruhi oleh bius dari zat
anestesi, selanjutnya dibawa ke ruang pemulihan (recovery room). Ruang ini sering
juga dinamakan ruang PACU (Post Anesthesi Care Unit).Bila dianggap perlu, pasien
bedah dapat juga langsung dibawa ke ruang perawatan intensif (ICU).
(i) Apabila bayi yang dioperasi, setelah dioperasi bayi tersebut selanjutnya dibawa masuk
ke ruang resusisitasi neonatal (dibeberapa rumah sakit, jarang ruang resisutasi
neonatal ini berada di ruang operasi, biasanya langsung dibawa ke ruang perawatan
intensif bayi (NICU), yang berada di bagian melahirkan (Ginekologi).
(j) Apabila pasien bedah kondisinya cukup sadar, pasien dibawa ke ruang rawat inap,
(2) Paramedis dan Dokter Bedah/Anestesi.
(a) Paramedis.
1) Dokter dan paramedis, mengganti baju dan sepatu/sandalnya di ruang loker,
yang mana dokter/paramedis selanjutnya mengenakan baju, penutupkepala dan
penutup hidung/mulut yang sebelumnya sudah disterilkan.
2) Paramedis selanjutnya melakukan kegiatan persiapan perlengkapan operasi,
meliputi penyiapan peralatan bedah, pembersihan ruang bedah, mensterilkan
ruang bedah dengan penyemprotan fogging, menyeka (mengelap) meja bedah,
lampu bedah, mesin anestesi, pendant, dengan cairan atau lap yang sesuai.
Memeriksa seluruh utilitas ruang operasi (tekanan gas medis, vakum, udara
tekan medis, kotak kontak listrik, jam dinding, tempat sampah medis, dan
sebagainya).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 13


3) Untuk penyiapan peralatan bedah, dilakukan di ruang peralatan bedah yang
letaknya dekat dengan kamar bedah. Set peralatan bedah diambil dari ruang
penyimpanan steril, dan disiapkan di atas troli bedah,
4) Setelah siap, Dokter bedah akan memeriksa kembali seluruh peralatan bedah
yang diperlukan, dan mengujinya bila diperlukan.
5) Selanjutnya peralatan bedah ini dimasukkan ke kamar bedah.Apabila pengadaan
ruang persiapan peralatan bedah ini karena sesuatu hal tidak dimungkinkan,
maka persiapan peralatan bedah dapat dilakukan di kamar bedah.
(b) Dokter.
1) Di ruang Dokter, Dokter beserta stafnya, termasuk dokter anestesi, melakukan
koordinasi tindakan bedah yang akan dilakukan terhadap pasien, termasuk
kemungkinan terburuk yang bisa terjadi.
2) Selesai melakukan koordinasi, Dokter bedah menuju ruang persiapan peralatan
bedah, memeriksa dan menguji apakah seluruh peralatan sudah sesuai dengan
kebutuhan yang diperlukan untuk pembedahan.
3) Dokter selanjutnya ke ruang induksi, memeriksa kondisi pasien apakah sudah
cukup siap untuk operasi.
4) Dokter anestesi, memeriksa peralatan mesin anestesi apakah sudah berfungsi
dengan baik, termasuk zat anestesi yang akan digunakan.
5) Dokter bedah dan staf yang membantu operasi, sebelum melakukan
pembedahan, mencuci tangan terlebih dahulu di tempat cuci tangan yang disebut
dengan “Scrub Up”. Tempat cuci tangan ini terdiri dari air biasa, sabun dan zat
anti septik (biasa digunakan betadine).Selanjutnya dokter dan staf yang terlibat
pengoperasian menggunakan sarung tangan yang telah disterilkan.
6) Dokter, staf yang membantu operasi selanjutnya masuk ke ruang operasi untuk
melakukan pembedahan. Sebelum melakukan operasi, Dokter biasanya
melakukan penyesuaian posisi meja operasi dan lampu operasi yang lebih
nyaman, demikian pula dengan posisi troli peralatan operasi.
7) Selesai melakukan operasi, Dokter beserta stafnya kembali mencuci tangan di
scrub up, dan Dokter kembali ke ruang Dokter untuk membuat laporan.
(3) Alur Material/bahan.
(a) Material/bahan bersih/steril.
Material/bahan bersih untuk kebutuhan kamar bedah diambil dari :
1) ruang penyimpanan bersih/steril, seperti linen, peralatan kebutuhan bedah, dan
sebagainya.
2) Untuk kebutuhan farmasi (obat-obatan), diambil dari ruang penyimpanan farmasi,
termasuk bahan/material yang sekali pakai. Bila ruang farmasi tidak tersedia,
dapat digunakan ruang persiapan peralatan.
3) Zat anestesi, umumnya disimpan di ruang penyimpanan anestesi.

14 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(b) Material kotor/bekas.
1) Material kotor, terdiri dari :
a) Material kotor/bekas yang digunakan dan sifatnya habis pakai, dimasukkan
ke dalam tempat sampah berupa kontainer kotor, selanjutnya ditutup rapat,
dan dibawa ke area kotor untuk selanjutnya dibawa ke tempat
pembuangan yang khusus digunakan untuk ini.
b) Material kotor/bekas yang masih dapat digunakan kembali, seperti linen,
peralatan kedokteran dan sebagainya dibawa ke ruang spool hook, setelah
dibersihkan dan dikemas dikirim ke ruang laundri atau CSSD.

2.3 Pembagian Zona pada Sarana Ruang Operasi Rumah Sakit.


2.3.1 Ruangan-ruangan pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit dapat dibagi kedalam
beberapa 5 zona (lihat gambar 2.3.1).

Gambar 2.3.1–Pembagian zona pada bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit
Keterangan :
1= Zona Tingkat Resiko Rendah (Normal)
2= Zona Tingkat Resiko Sedang (Normal dengan Pre Filter)
3= Zona Resiko Tinggi (Semi Steril dengan Medium Filter)
4= Zona Resiko Sangat Tinggi (Steril dengan prefilter, medium filter dan hepa filter, Tekanan Positif)
5= Area Nuklei Steril (Meja Operasi)
(1) Zona 1, Tingkat Resiko Rendah (Normal)
Zona ini terdiri dari area resepsionis(ruang administrasi dan pendaftaran), ruang tunggu
keluarga pasien, janitor danruang utilitas kotor.
Zone ini mempunyai jumlah partikel debu per m3> 3.520.000 partikel dengan diameter 0,5
ȝm (ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).
(2) Zona 2, Tingkat Resiko Sedang (Normal dengan Pre Filter)
Zona ini terdiri dari ruang istirahat dokter dan perawat, ruang plester, pantri petugas,ruang
tunggu pasien (holding), ruang transfer dan ruang loker (ruang ganti pakaian dokter dan
perawat) merupakan area transisi antara zona 1 dengan zone 2.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 15


Zone ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 3.520.000 partikel dengan dia.
0,5 ȝm (ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).
(3) Zona 3, Tingkat Resiko Tinggi (Semi Steril dengan Medium Filter)
Zona ini meliputi kompleks ruang operasi, yang terdiri dari ruang persiapan
(preparation),peralatan/instrument steril, ruang induksi, area scrub up, ruang pemulihan
(recovery),ruang linen, ruang pelaporan bedah, ruang penyimpanan perlengkapan bedah,
ruang penyimpanan peralatan anastesi, implant orthopedi dan emergensi serta koridor-
koridor di dalam kompleks ruang operasi.
Zone ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 adalah 352.000 partikel dengan
dia. 0,5 ȝm (ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).
(4) Zona 4, Tingkat Resiko Sangat Tinggi (Steril dengan Pre Filter, Medium Filter, Hepa
Filter)
Zona ini adalah ruang operasi, dengan tekanan udara positif. Zone ini mempunyai jumlah
maksimal partikel debu per m3 adalah 35.200 partikel dengan dia. 0,5 ȝm (ISO 7 - ISO
14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).
(5) Area Nuklei Steril
Area ini terletak dibawah area aliran udara kebawah (;laminair air flow) dimana bedah
dilakukan. Area ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 adalah 3.520 partikel
dengan dia. 0,5 ȝm (ISO 5 s/d ISO 6 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).
2.3.2 Alasan mempunyai sistem zona pada bangunan ruang operasi rumah sakit adalah untuk
meminimalisir risiko penyebaran infeksi (infection control) oleh micro-organisme dari rumah sakit
(area kotor) sampai pada kompleks ruang operasi.
2.3.3 Konsep zona dapat menimbulkan perbedaan solusi sistem air conditioning pada setiap
zona, Ini berarti bahwa staf dan pengunjung datang dari koridor kotor mengikuti ketentuan pakaian
dan ketentuan tingkah laku yang diterapkan pada zona.
2.3.4 Aliran bahan-bahan yang masuk dan keluar Ruang Operasi Rumah Sakit juga harus
memenuhi ketentuan yang spesifik.
2.3.5 Aspek esensial/penting dari zoning ini dan layuot/denah bangunan Ruang Operasi Rumah
Sakit adalah mengatur arah dari tim bedah, tim anestesi, pasien dan setiap pengunjung dan aliran
bahan steril dan kotor.
2.3.6 Dengan sistem zoning ini menunjukkan diterapkannya minimal risiko infeksi pada paska
bedah. Kontaminasi mikrobiologi dapat disebabkan oleh :
(1) Phenomena yang tidak terkait komponen bangunan, seperti :
(a) mikroorganisme (pada kulit) dari pasien atau infeksi yang mana pasien mempunyai
kelainan dari apa yang akan dibedah.
(b) stafruang operasi, terkontaminasi pada sarung tangan dan pakaian.
(c) kontaminasi dari instrumen, kontaminasi cairan.
(2) Persyaratan teknis bangunan, seperti :
(a) Denah (layout) sarana Ruang Operasi Rumah Sakit. Jalur yang salah dari aliran
barang “bersih” dan “kotor” dan lalu lintas orang dapat dengan mudah terjadi infeksi
silang.

16 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(b) Sebagai upaya pencegahan dan pengendalian infeksi silang yang disebabkan oleh alur
sirkulasi barang “bersih” dan “kotor” dan alur sirkulasi orang, maka harus dilengkapi
dengan standar-standar prosedur operasional.
(c) Area-area dimana pelapis struktural dan peralatan yang terkontaminasi.
(d) Aliran udara. Udara dapat langsung (melalui partikel debu pathogenic) dan tidak
langsung (melalui kontaminasi pakaian, sarung tangan dan instrumen) dapat
menyebabkan kontaminasi.Oleh karena itu, sistem pengkondisian udara mempunyai
peranan yang sangat penting untuk mencegah kondisi potensial dari kotaminasi yang
terakhir.

2.4 Aksesibilitas dan Hubungan Antar Ruang


2.4.1 Aksesibiltas.
Umumnya, sarana Ruang Operasi Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan aksesibilitas tempat
tidur.Ini berarti bahwa ruang operasi, area persiapan dan lain-lain, dan area lalu lintas yang
bersebelahan dengannya harus aksesibel untuk tempat tidur.
Selanjutnya, kebutuhan tempat tidur harus dapat melalui area jalur lalu lintas.
Tabel 2.4.1 menunjukkan kesimpulan persyaratan dasar yang berhubungan dengan aksesibilitas
dari sarana Ruang Operasi Rumah Sakit, dimana sejauh ini mempunyai konsekuensi terhadap
lebar ruang/area atau lorong ke ruangan/area.
Tabel 2.4.1 - Persyaratan dasar aksesibilitas

Keterangan area Persyaratan minimum

Area bebas lalu lintas (antara rel pegangan tangan) 2,30 m

Sama diatas, apabila tempat tidur harus mampu


2,40 m
berputar.

Lebar bebas dari lorong ke akses area tempat tidur


1,10 m
(ruang operasi, area persiapan, dan lain-lain)

2.4.2 Hubungan antar ruang.


Persyaratan dasar berikut diterapkan untuk hubungan antar ruang dalam bangunan (sarana)
instalasi bedah.
(1) Bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit harus bebas dari lalu lintas dalam lokasi
rumah sakit, dalam hal ini lalu lintas melalui bagian Ruang Operasi Rumah Sakit tidak
diperbolehkan.
(2) Bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit secara fisik disekat rapat oleh sarana “air-
lock” di lokasi rumah sakit.
(3) Kompleks ruang operasi adalah zone terpisah dari ruang-ruang lain pada bangunan (sarana)
Ruang Operasi Rumah Sakit.
(4) Petugas yang bekerja dalam kompleks ruang operasi harus diatur agar jalur yang
dilewatinya dari satu area “steril” ke lainnya dengan tidak melewati area “infeksius”.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 17


2.5 Kebutuhan Ruang
2.5.1 Zona Resiko Sangat Tinggi (Ruang operasi= Zone 4)
2.5.1.1 Ruang operasi Minor.

Gambar 2.5.1.1A : Contoh Denah Ruang operasi minor

Gambar - 2.5.1.1B : Contoh Ruang operasi Minor


(a) Denah (Layout).
Ruang operasi untuk bedah minor atau tindakan endoskopi dengan pembiusan lokal,
regional atau total dilakukan pada ruangan steril.
Ruang Induksi dan ruang penyiapan alat untuk bedah minor dapat dilakukan di ruang
operasi dan bak cuci tangan (scrub-up) ditempatkan berdekatan dengan bagian luar ruangan
ruang operasi ini.
Area yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan pembedahan minor, ± 36 m2, dengan
ukuran ruangan panjang x lebar x tinggi adalah 6m x 6m x 3 m.

18 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(b) Peralatan utama pada ruang operasi minor ini adalah :
(1) Meja Operasi.
(2) Lampu operasi tunggal.
(3) Mesin Anestesi dengan saluran gas medik dan listrik menggunakan pendan anestesi
atau cara lain.
(4) Peralatan monitor bedah, dengan diletakkan pada pendan bedah atau cara lain.
(5) Film Viewer.
(6) Jam dinding.
(7) Instrument Trolley untuk peralatan bedah.
(8) Tempat sampah klinis.
(9) Tempat linen kotor.
(10) lemari obat/ peralatan dan lain-lain.

2.5.1.2 Ruang operasi Umum (General Surgery Room).


(a) Denah (Layout)
Kamar operasi umum menyediakan lingkungan yang sterile untuk melakukan tindakan
bedah dengan pembiusan lokal, regional atau total.
Kamar operasi umum dapat dipakai untuk pembedahan umum dan spesialistik termasuk
untuk ENT, Urology, Ginekolog, Opthtamologi, bedah plastik dan setiap tindakan yang tidak
membutuhkan peralatan yang mengambil tempat banyak.

Gambar 2.5.1.2.A – Contoh denah/layout ruang operasi umum

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 19


Gambar 2.5.1.2.B – Contoh suasana ruang operasi umum (general) (42 m2)

Contoh denah (layout) dari ruang operasi umum ini seperti ditunjukkan pada gambar
2.5.1.2.A, dan suasananya seperti ditunjukkan pada gambar 2.5.1.2.B.
Area yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan pembedahan umum minimal 42 m2,
dengan ukuran panjang x lebar x tinggi adalah 7mx6mx3m.
(b) Peralatan kesehatan utama minimal yang berada di kamar ini antara lain :
1) 1 (satu) meja operasi (operation table),
2) 1 (satu) set lampu operasi (Operation Lamp), terdiri dari lampu utama dan lampu
satelit.
3) 2 (dua) set Peralatan Pendant (digantung), masing-masing untuk pendan anestesi dan
pendan bedah.
4) 1 (satu) mesin anestesi,
5) Film Viewer.
6) Jam dinding.
7) Instrument Trolley untuk peralatan bedah.
8) Tempat sampah klinis.
9) Tempat linen kotor.
10) dan lain-lain.
(3) Ruang Operasi Besar (Mayor).
(a) Denah (layout).
Kamar Besar menyediakan lingkungan yang steril untuk melakukan tindakan bedah
dengan pembiusan lokal, regional atau total.
Ruang operasi besar dapat digunakan untuk tindakan pembedahan yang
membutuhkan peralatan besar dan memerlukan tempat banyak, termasuk diantaranya
untuk bedah Neuro, bedah orthopedi dan bedah jantung.

20 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Kebutuhan area ruang operasi besar minimal 50 m2, dengan ukuran panjang x lebar x
tinggi adalah 7.2m x 7m x 3m.
(b) Peralatan kesehatan utama yang diperlukan, antara lain
1) 1 (meja operasi khusus),
2) 1 (satu) lampu operasi,
3) 1 (satu) ceiling pendant untuk outlet gas medik dan outlet listrik,
4) 1 (satu) ceiling pendant untuk monitor, mesin anestesi,
5) dan sebagainya.
(4) Persyaratan Umum Ruang.
Sebagai bagian penting dari Rumah Sakit, beberapa komponen yang digunakan pada ruang
operasi memerlukan beberapa persyaratan khusus, antara lain :
(a) Komponen penutup lantai.
1) Lantai tidak boleh licin, tahan terhadap goresan/ gesekan peralatan dan tahan
terhadap api.
2) Lantai mudah dibersihkan, tidak menyerap, tahan terhadap bahan kimia dan anti
bakteri.
3) Penutup lantai harus dari bahan anti statik, yaitu vinil anti statik.

Gambar 2.5.1.3A : Contoh denah (layout) Ruang Operasi Besar

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 21


Gambar 2.5.1.3.B – Contoh Ruang Operasi Besar (50 m2)

Gambar 2.5.1.3C – Contoh ruang operasi jantung (lebih dari 60 m2)

4) Tahanan listrik dari bahan penutup lantai ini bisa berubah dengan bertambahnya
umur pemakaian dan akibat pembersihan, oleh karena itu tingkat tahanan listrik
lantai ruang operasi harus diukur tiap bulan, dan harus memenuhi persyaratan
yang berlaku.
5) Permukaan dari semua lantai tidak boleh porous, tetapi cukup keras untuk
pembersihan dengan penggelontoran (flooding), dan pem-vakuman basah.
6) Penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata.
7) Hubungan/ pertemuan antara lantai dengan dinding harus menggunakan bahan
yang tidak siku, tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan lantai
(Hospital plint).
8) Tinggi plint, maksimum 15 cm.

22 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(b) Komponen dinding.
Komponen dinding memiliki persyaratan sebagai berikut :
1) Dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca, tahan bahan kimia,tidak
berjamur dan anti bakteri.
2) Lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak mengandung pori-pori)
sehingga dinding tidak menyimpan debu.
3) Warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata.
4) Hubungan/ pertemuan antara dinding dengan dinding harus tidak siku, tetapi
melengkung untuk memudahkan pembersihan dan juga untuk melancarkan arus
aliran udara.
5) Bahan dinding harus keras, tahan api, kedap air, tahan karat, tidak punya
sambungan (utuh), dan mudah dibersihkan.
6) Apabila dinding punya sambungan, seperti panel dengan bahan melamin
(merupakan bahan anti bakteri dan tahan gores) atau insulated panel system
maka sambungan antaranya harus di-seal dengan silicon anti bakteri sehingga
memberikan dinding tanpa sambungan (;seamless), mudah dibersihkan dan
dipelihara.
7) Alternatif lain bahan dinding yaitu dinding sandwich galvanis, 2 (dua) sisinya dicat
dengan cat anti bakteri dan tahan terhadap bahan kimia, dengan sambungan
antaranya harus di-seal dengan silicon anti bakteri sehingga memberikan dinding
tanpa sambungan (;seamless).
8) Cat epoksi pada dasarnya mempunyai kecenderungan untuk mengelupas atau
membentuk serpihan.
(c) Komponen langit-langit.
Komponen langit-langit memiliki persyaratan sebagai berikut :
1) harus mudah dibersihkan, tahan terhadap segala cuaca, tahan terhadap air, tidak
mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien, tidak berjamur serta anti
bakteri.
2) memiliki lapisan penutup yang bersifat non porosif (tidak berpori) sehingga tidak
menyimpan debu.
3) berwarna cerah, tetapi tidak menyilaukan pengguna ruangan.
4) Selain lampu operasi yang menggantung, langit-langit juga bisa dipergunakan
untuk tempat pemasangan pendan bedah, dan bermacam gantungan seperti
diffuser air conditioning dan lampu fluorescent.
5) Kebutuhan peralatan yang dipasang dilangit-langit, sangat beragam.
Bagaimanapun peralatan yang digantung tidak boleh sistem geser, kerena
menyebabkan jatuhnya debu pengangkut mikro-organisme setiap kali
digerakkan.
(d) Pintu Ruang operasi.
1) Pintu masuk ruang operasi atau pintu yang menghubungkan ruang induksi dan
ruang operasi.
a) disarankan pintu geser (sliding door) dengan rel diatas, yang dapat dibuka
tutup secara otomatis.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 23


b) Pintu harus dibuat sedemikian rupa sehingga pintu dibuka dan ditutup
dengan menggunakan sakelar injakan kaki atau siku tangan atau
menggunakan sensor, namun dalam keadaan listrikpenggerak pintu rusak,
pintu dapat dibuka secara manual.
c) Pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan maupun
diantara pembedahan-pembedahan.
d) Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (observation glass :double
glass fixed windows).
e) Lebar pintu 1200 - 1500 mm, dari bahan panil dan dicat jeniscat anti bakteri
& jamur dengan warna terang.
f) Apabila menggunakan pintu swing, maka pintu harus membuka ke arah
dalam dan alat penutup pintu otomatis (;automatic doorcloser) harus
dibersihkan setiap selesai pembedahan.
2) Pintu yang menghubungkan ruang operasi dengan ruang scrub-up.
a) sebaiknya pintu/jendela ayun (swing), dan mengayun kedalamruang
operasi.
b) Pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan maupun
diantara pembedahan-pembedahan, untuk itu pintu dilengkapi dengan “alat
penutup pintu (door closer). Disarankan menggunakan door seal and
interlock system.
c) Lebar pintu 1100 mm, dari bahan panil (;insulated panel system) dan dicat
jenis cat anti bakteri/ jamur dengan warna terang.
d) Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (;observation glass : double
glass fixed windows).
3) Pintu/jendela yang menghubungkan ruang operasi dengan ruang spoel Hoek
(disposal). (catatan ; jika menggunakan selasar kotor maka disposal material /
barang bekas pakai langsung dibawa keruang CSSD atau untuk peralatan bisa
dibawa keruang sterilisasi di area operasi dan linen ke CSSD)
a) sebaiknya pintu/jendela ayun (swing), dilengkapi dengan doorseal and
interlock systemdan mengayun keluar dari ruang operasi.
b) Pintu/jendela tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan
maupun diantara pembedahan-pembedahan, untuk itu pintu dilengkapi
dengan engsel yang dapat menutup sendiri (auto hinge) atau alat penutup
pintu (doorcloser).
c) Lebar pintu/jendela 1100 mm, dari bahan panil (;insulated panel system)
dan dicat jenis duco dengan cat anti bakteri/ jamur dengan warna
terangdan dicat jenis duco dengan warna terang.
d) Pintu/jendela dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (observation glass
:double glass fixed windows).
4) Pintu yang menghubungkan ruang operasi dengan ruang penyiapan peralatan/
instrumen (jika ada).
a) sebaiknya pintu/jendela ayun (swing), dan mengayun kedalam ruang
operasi.
b) Pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan maupun
diantara pembedahan-pembedahan, untuk itu pintu dilengkapi dengan “alat
penutup pintu (door closer).

24 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


c) Lebar pintu 1100 mm, dari bahan panil dan dicat jenis duco dengan cat anti
bakteri/ jamur dengan warna terang.
d) Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (observation glass :double
glass fixed windows).

2.5.2. Zona Resiko Tinggi (Kompleks Ruang operasi = Zone 3)

2.5.2.1 Ruang Induksi


(1) Denah (layout).
Contoh denah (layout) ruang induksi atau sering juga disebut sebagai ruang anastesi
ditunjukkan pada gambar 2.5.2.1.
Pasien bedah menunggu di ruangan ini, apabila belum siap. Pembiusan lokal, regional dan
total dapat dilakukan diruangan ini. Ruangan harus tenang, dan ruangan ini terbebas dari
bahaya listrik.
Area ruang induksi (preoperatif) yang dibutuhkan sekurang-kurangnya 15 m2.
(2) Persyaratan Umum ruang.
(a) Komponen penutup lantai.
1) Lantai tidak boleh licin, tahan terhadap goresan/gesekan peralatan dan tahan
terhadap api (vinil anti gores).
2) Lantai mudah dibersihkan, tidak menyerap, tahan terhadap bahan kimia.
3) Penutup lantai harus dari bahan anti statik, yaitu vinil anti statik.
4) Tahanan listrik dari bahan penutup lantai ini bisa berubah dengan bertambahnya
umur pemakaian dan akibat pembersihan, oleh karena itu tingkat tahanan listrik
lantai ruang operasi harus diukur tiap bulan, dan harus memenuhi persyaratan
yang berlaku.

Gambar 2.5.2.1 : Contoh denah (layout) Ruang Induksi/ Persiapan

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 25


5) Permukaan dari semua lantai tidak boleh porous, tetapi cukup keras untuk
pembersihan dengan penggelontoran (flooding), dan pem-vakuman basah.
6) Penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata.
7) Hubungan/pertemuan antara lantai dengan dinding disarankan menggunakan
bahan yang tidak siku, tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan
lantai (Hospital plint).
8) Tinggi plint, maksimum 15 cm.
(b) Komponen dinding.
Komponen dinding memiliki persyaratan sebagai berikut :
1) Dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca, tahan bahan kimia, tidak
berjamur.
2) Lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak mengandung pori-pori)
sehingga dinding tidak menyimpan debu.
3) Warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata.
4) Hubungan/ pertemuan antara dinding dengan dinding disarankan tidak siku,
tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan dan juga untuk
melancarkan arus aliran udara.
5) Bahan dinding harus keras, tahan api, kedap air, tahan karat, disarankan tidak
punya sambungan (utuh), dan mudah dibersihkan.
(c) Komponen langit-langit.
Komponen langit-langit memiliki persyaratan sebagai berikut :
1) harus mudah dibersihkan, tahan terhadap segala cuaca, tahan terhadap air, tidak
mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien, tidak berjamur serta anti
bakteri.
2) memiliki lapisan penutup yang bersifat non porosif (tidak berpori) sehingga tidak
menyimpan debu.
3) berwarna cerah, tetapi tidak menyilaukan pengguna ruangan.
(d) Pintu ke Ruang Induksi/Persiapan.
1) Pintu yang menghubungkan ruang induksi dan ruang operasi.
a) disarankan pintu geser (sliding door) dengan rel diatas, yang dapat dibuka
tutup secara otomatis.
b) Pintu harus dibuat sedemikian rupa sehingga pintu dibuka dan ditutup
dengan menggunakan sakelar injakan kaki atau siku tangan atau
menggunakan sensor, namun dalam keadaan listrik penggerak pintu rusak,
pintu dapat dibuka secara manual.
c) Pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan maupun
diantara pembedahan-pembedahan.
d) Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (observation glass :double
glass fixed windows).
e) Lebar pintu 1200 - 1500 mm, dari bahan panil dan dicat jenis cat anti
bakteri & jamur dengan warna terang.

26 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


f) Apabila menggunakan pintu swing, maka pintu harus membuka ke arah
dalam dan alat penutup pintu otomatis (;automatic doorcloser) harus
dibersihkan setiap selesai pembedahan.
2) Pintu yang menghubungkan ruang induksi dengan koridor komplek bedah.
a) sebaiknya pintu/jendela ayun (swing), dan mengayun kedalam ruang
induksi/ persiapan.
b) Pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan maupun
diantara pembedahan-pembedahan, untuk itu pintu dilengkapi dengan “alat
penutup pintu (door closer). Disarankan menggunakan door seal and
interlock system.
c) Lebar pintu 1100 mm, dari bahan panil (;insulated panel system) dan dicat
jenis cat anti bakteri/ jamur dengan warna terang.
d) Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (;observation glass : double
glass fixed windows).

2.5.2.2Ruang Penyiapan Peralatan (Preparation Room).


(1) Denah (layout).
Denah ruang penyiapan peralatan/instrumen untuk kebutuhan pembedahan pasien
ditunjukkan pada gambar 2.5.2.2.
Ruangan ini digunakan untuk menyimpan dan menyiapkan bahan-bahan bersih dan steril
yang dipakai serta peralatan/instrumen untuk pembedahan pasien, penyimpanan dan
penyiapan obat terjamin keamanannya, termasuk cairan suntik.

Gambar 2.5.2.2 : Denah ruang penyiapan peralatan/bahan untuk pembedahan

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 27


Ruangan ini juga berfungsi sebagai area penyimpanan alternatif trolley obat.Ruangan
menyediakan tempat penyimpanan obat-obat berbahaya, sesuai ketentuan yang berlaku.
Hanya petugas yang berkepentingan boleh masuk ke dalam ruaangan ini.Luas area ruangan
ini sebaiknya ± 14 m2.
(2) Persyaratan Umum Ruang.
(a) Komponen penutup lantai.
1) Lantai tidak boleh licin, tahan terhadap goresan/ gesekan peralatan dan tahan
terhadap api (vinil anti gores).
2) Lantai mudah dibersihkan, tidak menyerap, tahan terhadap bahan kimia.
3) Tahanan listrik dari bahan penutup lantai ini bisa berubah dengan bertambahnya
umur pemakaian dan akibat pembersihan, oleh karena itu tingkat tahanan listrik
lantai ruang operasi harus diukur tiap bulan, dan harus memenuhi persyaratan
yang berlaku.
4) Permukaan dari semua lantai tidak boleh porous, tetapi cukup keras untuk
pembersihan dengan penggelontoran (flooding), dan pem-vakuman basah.
5) Penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata.
(b) Komponen dinding.
Komponen dinding memiliki persyaratan sebagai berikut :
1) Dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca, tahan bahan kimia, tidak
berjamur.
2) Lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak mengandung pori-pori)
sehingga dinding tidak menyimpan debu.
3) Warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata.
4) Bahan dinding harus keras, tahan api, kedap air, tahan karat dan mudah
dibersihkan.
(c) Komponen langit-langit.
Komponen langit-langit memiliki persyaratan sebagai berikut :
1) harus mudah dibersihkan, tahan terhadap segala cuaca, tahan terhadap air, tidak
mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien, tidak berjamur.
2) memiliki lapisan penutup yang bersifat non porosif (tidak berpori) sehingga tidak
menyimpan debu.
3) berwarna cerah, tetapi tidak menyilaukan pengguna ruangan.
(d) Pintu.
1) Pintu yang menghubungkan ruang persiapan peralatan/instrumen dan ruang
operasi.
a) sebaiknya pintu/jendela ayun (swing), dan mengayun kedalam ruang
operasi.
b) Pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan maupun
diantara pembedahan-pembedahan, untuk itu pintu dilengkapi dengan “alat
penutup pintu (door closer).
c) Lebar pintu 1100 mm, dari bahan panil dan dicat jenis duco dengan cat anti
bakteri/ jamur dengan warna terang.

28 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


d) Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (observation glass :double
glass fixed windows).
2) Pintu yang menghubungkan ruang persiapan peralatan/instrumen dengan koridor
komplek bedah.
a) sebaiknya pintu/jendela ayun (swing), dan mengayun kedalam ruang
persiapan peralatan/instrumen.
b) Pintu tidak boleh dibiarkan sering terbuka, untuk itu pintu dilengkapi
dengan “alat penutup pintu (door closer).

2.5.2.3 “Airlock”.
Jika dibuat menggunakan “airlock” yang menyediakan akses ke ruang operasi, area yang
digunakan sekurang-kurangnya 20 m2.

2.5.2.4 Ruang Pemulihan


Ruang pemulihan minimal mempunyai kapasitas tempat tidur 1,5 kali jumlah ruang operasi. Area
yang digunakan per tempat tidur sekurang-kurangnya 15 m2. Jarak antara tempat tidur pemulihan
sekurang-kurangnya 1,50 m.

2.5.2.5 Ruang Scrub Up


Ruang/area scrub stationminimal membutuhkan luas + 6 m2.

2.5.2.6 Ruang Resusitasi Bayi/ Neonatus


Ruang ini minimal mempunyai luas yang dapat menampung minimal 2 inkubator bayi beserta
perlengkapan resusitasi bayi, yaitu + 12m2.

2.5.2.7 Ruang Linen


Ruang ini mempunyai luas + 6 m2.

2.5.2.8 Ruang Penyimpanan Perlengkapan Bedah


Ruang ini terdiridari :
(1) Ruang penyimpanan instrumen dan bahan perbekalan.
(2) Ruang Penyimpanan peralatan anastesi, peralatan implant orthopedic, dan perlengkapan
emergensi.
(3) danRuang penyimpanan bahan radiologi.
Masing-masing ruangan tersebut mempunyai luas minimal +9 m2.

2.5.2.9 Ruang Pelaporan Bedah


Ruang ini berfungsi sebagai tempat pelaporan seluruh proses/kegiatan/tindakan bedah oleh
petugas pencatat, pelaporan ini dilaksanakan saat berlangsungnya bedah dan paska bedah.
Ruang ini mempunyai luas +9 m2.

2.5.3. ZonaTingkat Resiko Sedang(Zone 2)


2.5.3.1 Ruang Transfer (Transfer Room)
Ruang ini mempunyai luas +16 m2.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 29


2.5.3.2 Ruang Tunggu Pasien (Holding Room)
Ruang tunggu pasien minimal mempunyai kapasitas brankarsama dengan jumlah ruang operasi.
Area yang digunakan per tempat tidur sekurang-kurangnya 4.8 m2.Luas ruangan ini sekurang-
kurangnya 19.2m2.

2.5.3.3 Ruang Ganti Petugas (Ruang Loker)


Ruang loker dipisah antara petugas pria dengan petugas wanita.Masing-masing ruang loker
dilengkapi dengan toilet.Luas masing-masing ruang loker+20 m2.

2.5.3.4 Ruang Dokter


Ruang ini mempunyai luas minimal 16 m2.

2.5.3.5 Ruang Perawat


Ruang ini mempunyai luas minimal 16 m2.

2.5.3.6 Ruang Plester


Ruang ini mempunyai luas minimal9 m2.

2.5.3.7 Ruang Diskusi


Luas ruang ini tergantung pada jumlah kapasitas tempat duduk yang dibutuhkan dan jumlah
mahasiswa yang belajar. Satupetugas membutuhkan area untuk tempat duduk beserta
sirkulasinya dan area untuk meja rapat, sehingga luas yang dibutuhkan adalah+2,5 m2.

2.5.3.8 Pantri
Ruang ini mempunyai luasminimal 9 m2.

2.5.4. Zona Tingkat Resiko Rendah (Zone 1)


2.5.4.1 Ruang Tunggu Keluarga Pasien
Luas ruang ini tergantung pada jumlah tempat duduk keluarga pasien yang akan disediakan. Satu
tempat duduk beserta sirkulasinya membutuhkan luas +2 m2.

2.5.4.2 Ruang Pendaftaran dan Administrasi


Luas yang diperlukan per petugas adalah 3 – 5 m2.Fasilitas yang ada didalam ruangan ini adalah
meja, kursi, komputer, lemari-lemari arsip dan konter pendaftaran.

2.5.4.3 Ruang Utilitas Kotor (Spoelhoek, Disposal)


Ruang ini mempunyai luas minimal6 m2.

2.5.4.4 Ruang Penyimpanan Peralatan Kebersihan (Janitor)


Ruang ini mempunyai luas minimal6 m2.

30 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


2.6 Sarana evakuasi dan aksesibilitas penyandang cacat.
2.6.1 Sarana evakuasi.
(1) Setiap bangunan rumah sakit, harus menyediakan sarana evakuasi yang meliputi
sistem peringatan bahaya bagi pengguna, pintu eksit, dan jalur evakuasi yang dapat
dijamin kemudahan pengguna bangunan rumah sakit untuk melakukan evakuasi dari
dalam bangunan rumah sakit secara aman apabila terjadi bencana atau keadaan
darurat.
(2) Penyediaan sistem peringatan bahaya bagi pengguna, pintu eksit, dan jalur evakuasi
disesuaikan dengan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung, jumlah dan kondisi
pengguna bangunan rumah sakit, serta jarak pencapaian ke tempat yang aman.
(3) Sarana pintu eksit dan jalur evakuasi harus dilengkapi dengan tanda arah yang mudah
dibaca dan jelas.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan sarana evakuasi mengikuti
pedoman dan standar teknis yang berlaku.

2.6.2 Aksesibilitas penyandang cacat.


(1) Setiap bangunan rumah sakit harus menyediakan fasilitas dan aksesibilitas untuk
menjamin terwujudnya kemudahan bagi penyandang cacat dan lanjut usia masuk ke
dan ke luar dari bangunan rumah sakit serta beraktivitas dalam bangunan rumah sakit
secara mudah, aman nyaman dan mandiri.
(2) Fasilitas dan aksesibilitas sebagaimana dimaksud meliputi toilet, telepon umum, jalur
pemandu, rambu dan marka, pintu, ram, tangga, dan lif bagi penyandang cacat dan
lanjut usia.
(3) Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas disesuaikan dengan fungsi, luas dan ketinggian
bangunan rumah sakit.
(4) Ketentuan tentang ukuran, konstruksi, jumlah fasilitas dan aksesibilitas bagi
penyandang cacat mengikuti ketentuan dalam pedoman dan standar teknis yang
berlaku.

2.7. Persyaratan Struktur Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit.


(1) Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit, strukturnya harus direncanakan kuat/kokoh, dan
stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan kelayanan
(serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi
bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit, lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan
konstruksinya.
(2) Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh aksi sebagai
akibat dari beban-beban yang mungkin bekerja selama umur layanan struktur, baik beban
muatan tetap maupun beban muatan sementara yang timbul akibat gempa dan angin.
(3) Dalam perencanaan struktur bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit terhadap pengaruh
gempa, semua unsur struktur bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit, baik bagian dari sub
struktur maupun struktur bangunan, harus diperhitungkan memikul pengaruh gempa
rancangan sesuai dengan zona gempanya.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 31


(4) Struktur bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit harus direncanakan secara detail sehingga
pada kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila terjadi keruntuhan,
kondisi strukturnya masih dapat memungkinkan pengguna bangunan Ruang Operasi Rumah
Sakit menyelamatkan diri.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembebanan, ketahanan terhadap gempa dan/atau angin,
dan perhitungan strukturnya mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.

32 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB – III
PEDOMAN TEKNIS
PRASARANARUANG OPERASI RUMAH SAKIT

3.1. Umum.
(1) Setiap prasarana Ruang Operasi Rumah Sakit merupakan pekerjaan instalasi dan jaringan
yang menyatu dengan bangunan dan lingkungannya, sebagian atau seluruhnya berada di
atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang bertujuan memfungsikan bangunan sebagai
tempat perawatan pasien.
(2) Keandalan operasional dari prasarana di dalam ruang operasi bangunan rumah sakit
menjadi dasar perancangan dan pemeliharaan dari instalasi utilitas rumah sakit.

3.2 Prasarana.
3.2.1 Prasarana yang dibutuhkan pada ruang operasi bangunan rumah sakit, meliputi :
(1) Instalasi Mekanikal;
(2) Instalasi Elektrikal;
(3) Instalasi proteksi kebakaran.

3.3 Instalasi Mekanikal.


Instalasi mekanikal pada bangunan ruang operasi rumah sakit meliputi :
(1) Instalasiair bersih dansanitasi.
(2) Instalasi gas medik, vakum medik.
(3) Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara (VAC).
(4) Kebisingan dan getaran.

3.3.1 Instalasi Air bersih, Sanitasi dan pembuangankotoran dan sampah.


Setiap bangunan ruang operasi rumah sakit harus dilengkapi dengan :
(1) Instalasi air bersih,
(2) Instalasisanitasi; dan
(3) pembuangan kotoran dan sampah.

3.3.1.1 Instalasi air bersih.


(1) Sistem air bersih harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan sumber air
bersih dan sistem distribusinya.
(2) Sumber air bersih dapat diperoleh dari sumber air berlangganan dan/atau sumber air lainnya
yang memenuhi persyaratan kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Air bersih yang akan digunakan untuk cuci tangan di scrub up (scrub station), harus di filter,
dengan menggunakan 3 jenis filter :
(a) prefilter;

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 33


(b) medium filter yang menyaring air bersih sampai dengan 5 micron; dan
(c) micro filter (fine) filter yang menyaring air bersih sampai dengan 2 micron.
(4) Perencanaan sistem distribusi air bersih pada bangunan ruang operasi harus memenuhi
debit air dan tekanan minimal yang disyaratkan.

3.3.1.2 Instalasi Sanitasi.


(1) Instalasi pembuangan air kotor dan/atau air limbah harus direncanakan dan dipasang
dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya.
(2) Pertimbangan jenis air kotor dan/atau air limbah diwujudkan dalam bentuk pemilihan sistem
pengaliran/pembuangan dan penggunaan peralatan yang dibutuhkan.
(3) Pertimbangan tingkat bahaya air kotor dan/atau air limbah diwujudkan dalam bentuk sistem
pengolahan dan pembuangannya. Air kotor dan/atau air limbah yang berasal dari buangan
kamar bedah dan dibuang melalui slope sink atau service sink, diproses terlebih dahulu
sebelum dialirkan ke instalasi pengolahan air limbah.
(4) Air kotor berasal dari toilet, dapat langsung di salurkan ke instalasi pengolahan air limbah.

3.3.1.3 Pembuangan kotoran dan sampah.


(1) Sistem pembuangan kotoran dan sampah harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan fasilitas penampungan dan jenisnya.
(2) Pertimbangan fasilitas penampungan diwujudkan dalam bentuk penyediaan tempat
penampungan kotoran dan sampah pada bangunan ruang operasi.
(3) Pertimbangan jenis kotoran dan sampah diwujudkan dalam bentuk penempatan pewadahan
dan/atau pengolahannya yang tidak mengganggu kesehatan penghuni, masyarakat dan
lingkungannya.
(4) Kotoran kamar bedah ditempatkan dalam bentuk wadah kontainer, ditutup rapat, dan di
bakar di tempat pembakaran (incinerator).

3.3.1.4. Ketentuan dan Standar.


Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan, instalasi
air bersih dan instalasi sanitasi pada ruang operasi mengikuti SNI 03 – 6481 – 2000 atau edisi
terakhir, Sistem Plambing 2000, atau standar teknis lain yang berlaku.

3.3.2 Instalasi Gas Madik, Vakum Medik,


(1) Instalasi gas medik dan vakum medik, meliputi :
(a) Gas Oksigen;
(b) Gas Nitrous Oksida;
(c) Gas Carbon dioksida;
(d) Udara tekan medis dan udara tekan instrumen;
(c) Vakum bedah medik dan vakum medik.
(2) Dalam sentral gas medik, Oksigen, Nitrous Oksida, Carbon dioksida, udara tekan medik dan
udara tekan instrumen disalurkan dengan pemipaan ke ruang operasi.
Outlet-outletnya bisa dipasang di dinding, pada langit-langit, atau digantung di langit-langit
(ceiling pendant).

34 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(3) Bilamana terjadi gangguan pada suatu jalur, untuk keamanan ruang-ruang lain, sebuah
lampu indikator pada panel akan menyala dan alarm bel berbunyi, pasokan oksigen dan
nitrous oksida dapat ditutup alirannya dari panel-panel yang berada di koridor-koridor,Bel
dapat dimatikan, tetapi lampu indikator yang memonitor gangguan/kerusakan yang terjadi
tetap menyala sampai gangguan/kerusakan teratasi.
(4) Selama terjadi gangguan, dokter anestesi dapat memindahkan sambungan gas medisnya
yang semula secara sentral ke silinder-silinder gas cadangan pada mesin anestesi.

3.3.3 Sistem Ventilasi


(1) Ventilasi di ruang operasi harus pasti merupakan ventilasi tersaring dan terkontrol.
Pertukaran udara dan sirkulasi memberikan udara segar dan mencegah pengumpulan gas-
gas anestesi dalam ruangan.
(2) disarankanpertukaran udara di ruang bedah dua puluh lima kali per jam.
(3) Filter microbial dalam saluran udara pada ruang bedah tidak menghilangkan limbah gas-gas
anestesi. Filter penyaring udara praktis hanya menghilangkan partikel-partikel debu.
(4) Jika udara pada ruang bedah disirkulasikan, kebutuhan sistem buangan gas anestesi
(scavenging) untuk gas (penghisapan gas) adalah mutlak, terutama untuk menghindari
pengumpulan gas anestesi yang merupakan risiko berbahaya untuk kesehatan anggota tim
bedah.
(5) Ruang bedah menggunakan aliran udara laminair.
(6) Sistem pengaliran udara searah dibuat dalam satu kotak dalam kamar operasi. Udara
disaring dengan menggunak high efficiency particulate filter (HEPA Filter).
(7) Sistem ventilasi dalam ruang operasi harus terpisah dari sistem ventilasi lain di rumah sakit.
(8) Tekanan dalam setiap ruang operasi harus lebih besar dari yang berada di koridor-koridor,
ruang sub steril dan ruang pembersih (daerah scrub) (tekanan positip).
(9) Tekanan positip diperoleh dengan memasok udara dari diffuser yang terdapat pada langit-
langit ke dalam ruangan. Udara dikeluarkan melalui return grille yang berada pada + 20 cm
diatas permukaan lantai.
(10) Organisme-organisme mikro dalam udara bisa masuk ke dalam ruangan, kecuali tekanan
positip dalam ruangan dipertahankan.
(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan
sistem ventilasi alami dan mekanik/buatan pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit
mengikuti SNI 03 – 6572 – 2001, Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian
udara pada bangunan gedung, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 35


3.3.4 Sistem pengkondisian udara.
3.3.4.1 Ketentuan Kamar Operasi.
(1) Studi sistem distribusi udara ruang operasi menunjukkan bahwa penyaluran udara dari
langit-langit, dengan gerakan ke bawah menuju inlet pembuangan yang terletak di dinding
yang berlawanan, merupakan aliran udara yang paling efektif untuk menjaga pola gerakan
konsentrasi kontaminasi pada tingkat yang dapat diterima.
Langit-langit yang sepenuhnya berlubang, langit-langit sebagian berlubang dan diffuser yang
dipasang di langit-langit telah diterapkan dengan sukses.

Gambar 3.3.4.1.(1) – Kamar bedah

(2) Penggunaan rata-rata kamar operasi di rumah sakit tidak lebih dari 8 sampai 12 jam per hari
(kecuali kondisi darurat). Untuk alasan ini dan untuk penghematan energi, sistem
pengkondisian udara harus memungkinkan pengurangan pasokan udara ke beberapa atau
ke semua ruang operasi.
(3) Tekanan positif pada ruang harus tetap dipertahankan pada saat volume berkurang untuk
memastikan kondisi steril tetap terjaga. Konsultasi dengan staf bedah rumah sakit akan
menentukan kelayakan penyediaan fasilitas ini.
(4) Sebuah sistem pembuangan udara atau sistem vakum khusus harus dipasang untuk
menghilangkan buangan gas anestesi.
Sistem vakum medis telah digunakan untuk menghilangkan gas anestesi yang tidak mudah
terbakar. Satu atau lebih outlet mungkin diletakkan di setiap ruang operasi untuk
memungkinkan penyambungan ke slang buangan gas anestesi dari mesin anestesi.

36 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Gambar 3.3
3.4.1.(4) – Scavenging
S g

(5) ode disinfekksi udara dengan


Meto d pen
nyinaran (irrradiation) di
d ruang operasi telah dilaporkan
n
deng
gan hasil ba
aik, namun ini
i jarang diigunakan.
Keenngganan un ntuk menggunakan irra adiasi diseb
babkan: insttalasinya m
memerlukan rancangan n
khussus, diperlukkan protekssi bagi pasiien dan pettugas, perlu
u memonitoor effisiensi lampu dan
n
peme eliharaan.
(6) Konddisi berikut direkomend
dasikan untuk ruang operasi,
o cattherisasi, cyystoscopy, dan bedah
h
tulan
ng:
(1) apai temperratur 200 sam
mpu menca
harus mam mpai 240C;
(2) kelembaban relatif ud
dara harus dijaga
d antara 50% ~ 60
0%;
(3) tekanan udara
u harus dijaga poositif yang berhubung
gan dengan
n ruang dis
sebelahnya
a
dengan memasok
m ud
dara lebih da
ari 15%;
(4) pembacaa an perbedaaan tekanaan di ruanng harus dipasang u untuk mem mungkinkan n
pembacaa am ruang. Menyekat seluruh
an tekanan udara dala s dinding, langitt-langit dan
n
tembusan (penetrasi) pada lanntai dan pintu untuk menjaga kkondisi tekanan yang g
terbaca.
(5) Indikator kelembaban udara daan thermom
meter haruss ditempatkkan pada lokasi yang
g
memperm mudah observasi (pengamatan).
(6) effisiensi filter harus sesuai dengan tabel 1.
(7) selurruh instalasi harus mem
menuhi kete
entuan yang
g berlaku.
(8) semuua udara harus di suplais dari langit-lang
git dan dib buang atau u dikembalikan pada a
seku
urang-kurangnya 2 loka asi dekat de
engan lantaai (lihat tabe
el 3 untuk la
aju ventilasi minimum)..
Bagian bawah dari
d outlet pembuanga
p n harus settidaknya 75 5 mm di atas lantai.Sup plai diffuserr
haruss dari jeniss tidak lang
gsung.Induksi yang tinggi pada difuser lan ngit-langit atau
a difuserr
dindiing harus diihindari.
(9) baha
an akustik tiidak boleh digunakan sebagai lap pisan ductin
ng kecuali d
dipasang filtter terminall
deng
gan effisienssi minimum 90% arah hilir dari lap
pisan.
Bagian dalam isolasi
i unit terminal dapat
d dikemmas dengan n bahan yaang disetuju
ui.Peredamm
suaraa yang dipaasang pada a ducting harus
h dari je
enis tidak terbungkus
t atau memiliki lapisan
n
film polyester
p ya
ang diisi den
ngan bahann akustik.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 37


(10) Setiap penyemprotan yang diterapkan pada insulasi dan kedap api harus ditangani dengan
zat penghambat pertumbuhan jamur.
(11) Panjang kedap air dibuat secukupnya, ducting pengering udara dari bahan baja tahan karat
harus dipasang arah hilir dari peralatan humidifier untuk menjamin seluruh uap air menguap
sebelum udara masuk ke dalam ruangan.
Pusat kontrol yang memantau dan memungkinkan penyesuaian tekanan, temperatur dan
kelembaban udara, berada dilokasi meja pengawas ruang bedah.

Tabel 3.3.4.1.(6)– Effisiensi Filter


Effisiensi filter untuk Ventilasi sentral dan Sistem Pengkondisian Udara di Rumah Sakit Umum.
Jumlah Filter Efficiencies, %
minimum Dudukan filter
Tujuan Area
dudukan
No. 1a No. 2a No. 3b
filter.
Ruang operasi Orthopedic.
3 Ruang operasi transplantasi tulang belakang. 25 90 99.97c
Ruang operasi transplantasi Organ
Ruang operasi prosedur umum.
Ruang melahirkan.
Ruang anak.
2 Unit Perawatan Intensif. 25 90
Ruang Perawatan Pasien.
Ruang Tindakan.
Diagnostik dan area terkait.
Laboratorium.
1 80
Penyimpanan Sterile.
Area Persiapan Makanan.
Laundri.
1 Area Administrasi. 25
Penyimpanan besar
Area Kotor.

aDidasarkan pada ASHRAE Standard 52.1-1992.


bDidasarkan pada tes DOP.
cHEPA filter pada outlet.

38 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Tabel 3.3.4.1 – Hubungan Tekanan dan Ventilasi secara umum dari area tertentu di rumah sakit
Pertukaran Total Seluruh udara di
Hubungan tekanan Resirkulasi
udara dari luar pertukaran buang langsung
Fungsi Ruang terhadap area udara di dalam
per jam udara per jam ke luar
bersebelahan unit ruangan
minimuma minimumb bangunan
PERAWATAN BEDAH DAN KRITIS
Ruang Operasi:
Sistem seluruhnya udara luar P 15c 15 Ya Tidak
Sistem udara di resirkulasi P 5 25 Pilihan Tidak
Ruang Melahirkan
Sistem seluruhnya udara luar P 15 15 Pilihan Tidak
Sistem udara di resirkulasi P 5 25 Pilihan Tidak
Ruang Pemulihan E 2 6 Pilihan Tidak
Ruang bayi P 5 12 Pilihan Tidak
Ruang Traumad P 5 12 Pilihan Tidak
Gudang anestesi ± Pilihan 8 Ya Tidak

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit |


39
3.3.4.2 Instalasi Tata Udara Ruang Operasi
(1) Untuk mendapatkan kenyamanan kondisi udara ruang di dalam ruang operas, harus
dipertimbangkan temperatur dan kelembaban udara.
(2) Untuk mendapatkan tingkat temperatur dan kelembaban udara di dalam ruangan dapat
dilakukan dengan pengkondisian udara dengan mempertimbangkan :
(a) fungsi ruang, jumlah pengguna, letak, volume ruang, jenis peralatan, dan penggunaan
bahan bangunan.
(b) kemudahan pemeliharaan dan perawatan, dan
(c) prinsip-prinsip penghematan energi dan kelestarian lingkungan.
(3) Sistem ini mengontrol kelembaban yang dapat menyebabkan terjadinya ledakan.
Kelembaban relatip yang harus dipertahankan adalah 45% sampai dengan 60%, dengan
tekanan udara positif pada ruang operasi.
(4) Uap air memberikan suatu medium yang relatip konduktif, yang menyebabkan muatan listrik
statik bisa mengalir ke tanah secapat pembangkitannya. Loncatan bunga api dapat terjadi
pada kelembaban relatip yang rendah.
(5) Temperatur ruangan dipertahankan sekitar 190C sampai 240C.
(6) Sekalipun sudah dilengkapi dengan kontrol kelembaban dan temperatur, unit pengkondisian
udara bisa menjadi sumber micro-organisme yang datang melalui filter-filternya. Filter-filter
ini harus diganti pada jangka waktu yang tertentu.
(7) Saluran udara (ducting) harus dibersihkan secara teratur.
(8) Ruang operasi dilengkapi dengan sistem aliran laminar ke bawah dengan hembusan udara
dari plenum (8 sampai 9 m2). Pada kondisi kerja dengan lampu operasi dinyalakan dan
adanya tim bedah, suplai udara dan profil hembusan udara dipilih sedemikian rupa sehingga
aliran udara tidak lewat melalui setiap sumber kontaminasi sebelum mengalir kedalam area
bedah atau diatas meja instrumen.
(9) Jika pada area penyiapan instrumen/ peralatan steril tidak dilakukan di bawah aliran udara
aliran udara ke bawah dari langit-langit, preparasi steril dengan sistem aliran laminar
kebawah harus dibuat sendiri dalam area preparasi steril atau tempat dimana preparasi steril
dilakukan (contoh di koridor kompleks bedah).
(10) Sebaiknya dipastikan bahwa tidak ada emisi debu dari bagian bawah langit-langit pada area
preparasi dan ruang operasi ke dalam ruangan. Langit-langit dengan bagian bawah yang
rapat sebaiknya digunakan atau ruangan di bagian bawah langit-langit sebaiknya dapat
menahan tekanan khususnya di area preparasi dan ruang operasi.
(11) Penting untuk memilih perletakan lubang ducting udara masuk dan keluar dari sistem
ventilasi guna mencegah terkontaminasinya udara buang terisap kembali jika angin meniup
dalam arah tertentu.
(12) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan
kenyamanan kondisi udara pada bangunan rehabilitasi medik mengikuti SNI 03 – 6572 –
2001, atau edisi terakhir, Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara
pada bangunan gedung, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

3.3.5 Kebisingan

40 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(1) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan Ruang
Operasi Rumah Sakit, pengelola bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit harus
mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/ atau sumber bising lainnya
baik yang berada pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit maupun di luar bangunan
Ruang Operasi Rumah Sakit
(2) Indeks kebisingan maksimum pada ruang operasi adalah 45 dBA dengan waktu pemaparan
8 jam.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan tingkat kenyamanan terhadap
kebisingan pada bangunan instalasibedah mengikuti pedoman dan standar teknis yang
berlaku.

3.3.5 Getaran.
(1) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap getaran pada bangunan Ruang Operasi
Rumah Sakit, pengelola bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit harus mempertimbangkan
jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/ atau sumber getar lainnya baik yang berada
pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit maupun di luar bangunan Ruang Operasi
Rumah Sakit.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan tingkat kenyamanan terhadap
getaran pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit mengikuti pedoman dan standar teknis
yang berlaku.

3.4 Instalasi Elektrikal.


Instalasi Elektrikal pada bangunan ruang operasi rumah sakit, meliputi :
(1) Sistem proteksi petir;
(2) Sistem kelistrikan;
(3) Sistem pencahayaan; dan
(4) Sistem komunikasi.

3.4.1 Sistem Proteksi Petir.


(1) Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit yang berdasarkan letak, sifat geografis, bentuk,
ketinggian dan penggunaannya berisiko terkena sambaran petir, harus dilengkapi dengan
instalasi proteksi petir.
(2) Sistem proteksi petir yang dirancang dan dipasang harus dapat mengurangi secara nyata
risiko kerusakan yang disebabkan sambaran petir terhadap bangunan Ruang Operasi
Rumah Sakit dan peralatan yang diproteksinya, serta melindungi manusia di dalamnya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, pemeliharaan
instalasi sistem proteksi petir mengikuti SNI 03 – 7015 – 2004, Sistem proteksi petir pada
bangunan gedung, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 41


3.4.2 Sistem Kelistrikan.
3.4.2.1 Sumber daya listrik.
Sumber daya listrik pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit, termasuk katagori “sistem
kelistrikan esensial 3”, di mana sumber daya listrik normal dilengkapi dengan sumber daya listrik
darurat untuk menggantikannya, bila terjadi gangguan pada sumber daya listrik normal.

3.4.2.2 Jaringan.
(1) Kabel listrik dari peralatan yang dipasang di langit-langit tetapi yang bisa digerakkan, harus
dilindungi terhadap belokan yang berulang-ulang sepanjang rak kabel, untuk mencegah
terjadinya retakan-retakan dan kerusakan-kerusakan pada kabel.
(2) Kolom yang bisa diperpanjang dengan ditarik, menghindari bahaya-bahaya tersebut.
(3) Sambungan listrik pada outlet-outlet harus diperoleh dari sirkit-sirkit yang terpisah. Ini
menghindari akibat dari terputusnya arus karena bekerjanya pengaman lebur atau suatu
sirkit yang gagal yang menyebabkan terputusnya semua arus listrik pada saat kritis.

3.4.2.3 Terminal.
(1) Kotak kontak (stop kontak)
(a) Setiap kotak kontak daya harus menyediakan sedikitnya satu kutub pembumian
terpisah yang mampu menjaga resistans yang rendah dengan kontak tusuk
pasangannya.
(b) Karena gas-gas yang mudah terbakar dan uap-uap lebih berat dari udara dan akan
menyelimuti permukaan lantai bila dibuka, Kotak kontak listrik harus dipasang 5 ft ( 1,5
m) di atas permukaan lantai, dan harus dari jenis tahan ledakan.
(2) Sakelar.
Sakelar yang dipasang dalam sirkit pencahayaan harus memenuhi SNI 04 – 0225 – 2000,
Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2000), atau pedoman dan standar teknis yang
berlaku.

3.4.2.4 Pembumian.
Kabel yang menyentuh lantai, dapat membahayakan petugas.Sistem harus memastikan bahwa
tidak ada bagian peralatan yang dibumikan melalui tahanan yang lebih tinggi dari pada bagian lain
peralatan yang disebut dengan sistem penyamaan potensial pembumian(Equal potential
grounding system).Sistem ini memastikan bahwa hubung singkat ke bumi tidak melalui pasien.

3.4.2.5 Peringatan.
Semua petugas harus menyadari bahwa kesalahan dalam pemakaian listrik membawa akibat
bahaya sengatan listrik, padamnya tenaga listrik, dan bahaya kebakaran.Kesalahan dalam
instalasi listrik bisa menyebabkan arus hubung singkat, tersengatnya pasien, atau petugas.
Bahaya ini dapat dicegah dengan :
(1) Memakai peralatan listrik yang dibuat khusus untuk kamar operasi. Peralatan harus
mempunyai kabel yang cukup panjang dan harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk
menghindari beban lebih.
(2) Peralatan jinjing (portabel), harus segera diuji dan dilengkapi dengan sistem pembumian
yang benar sebelum digunakan.

42 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(3) Segera menghentikan pemakaian dan melaporkan apabila ada peralatan listrik yang tidak
benar.

3.4.2.6 Ketentuan dan Standar.


Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem
kelistrikan pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit mengikuti:
(1) SNI 03 – 7011 – 2004, atau edisi terakhir, Keselamatan pada bangunan fasilitas kesehatan.
(2) SNI 04 – 7018 – 2004, atau edisi terakhir, Sistem pasokan daya listrik darurat dan siaga.
(3) SNI 04 – 7019 – 2004, atau edisi terakhir, Sistem pasokan daya listrik darurat menggunakan
energi tersimpan.
(4) atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku

3.4.3 Sistem pencahayaan.


3.4.3.1 Pencahayaan Umum.
(1) Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit harus mempunyai pencahayaan alami dan/atau
pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya.
(2) Ruang fasilitas/akomodasi petugas dan ruang pemulihan sebaiknya dibuat untuk
memungkinkan tembusnya (penetrasi) cahaya siang langsung/tidak langsung.
(3) Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang dipersyaratkan
sesuai fungsi ruang dalam bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit perlu mempertimbangkan
efisiensi, penghematan energi, dan penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau
pantulan.
(4) Pencahayaan buatan yang digunakan untuk pencahayaan darurat harus dipasang pada
bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit dengan fungsi tertentu, serta dapat bekerja secara
otomatis dan mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang aman.
(5) Semua sistem pecahayaan buatan, kecuali yang diperlukan untuk pencahayaan darurat,
harus dilengkapi dengan pengendali manual, dan/atau otomatis, serta ditempatkan pada
tempat yang mudah dibaca dan dicapai, oleh pengguna ruang.
(6) Pencahayaan umum disediakan dengan lampu yang dipasang di langit-langit.
(7) Disarankan pencahayaan ruangan menggunakan lampu fluorecent, dengan pemasangan
sistem lampu recessed karena tidak mengumpulkan debu.
(8) Pencahayaan harus didistribusikan rata dalam ruangan.
(9) Dokter anestesi harus mendapat cukup pencahayaan, sekurang-kurangnya 200 footcandle(
= 2.000 Lux), untuk melihat wajah pasiennya dengan jelas.
(10) Untuk mengurangi kelelahan mata (fatique), perbandingan intensitas pencahayaan ruangan
umum dan di ruang operasi, jangan sampai melebihi satu dibanding lima, disarankan satu
berbanding tiga.
(11) Perbedaan intensitas pencahayaan ini harus dipertahankan di koridor, tempat pembersihan
dan di ruangannya sendiri, sehingga dokter bedah menjadi terbiasa dengan pencahayaan
tersebut sebelummasuk ke dalam daerah steril. Warna warni cahaya harus konsisten.

3.4.3.2 Pencahayaan tempat operasi/bedah.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 43


(1) Pencahayaan tempat operasi/bedah tergantung dari kualitas pencahayaan dari sumber sinar
lampu operasi/bedah yang menggantung (overhead) dan refleksi dari tirai.
(2) Cahaya atau penyinaran haruslah sedemikian sehingga kondisi patologis bisa dikenal.
Lampu operasi/bedah yang menggantung (overhead), haruslah :
(a) Membangkitkan cahaya yang intensif dengan rentang dari 10.000 Lux hingga 20.000
Lux yang disinarkan ke luka pemotongan tanpa permukaan pemotongan menjadi silau.
Harus memberikan kontras terhadap kedalaman dan hubungan struktur anatomis.
Lampu sebaiknya dilengkapi dengan kontrol intensitas. Dokter bedah akan meminta
cahaya agar lebih terang jika diperlukan. Lampu cadangan harus tersedia.
(b) Menyediakan berkas cahaya yang memberikan pencahayaan diametral (lingkaran) dan
mempunyai fokus yang tepat untuk ukuran luka pembedahan. Ini dilakukan dengan
menyesuaikan tombol-tombol pengontrol yang terpasang di armatur/fixture lampu.
Hal terpenting adalah menghindari terjadinya bagian yang gelap di daerah yang
dibedah.
Suatu fokus dengan ke dalaman 10 sampai 12 inci (25 sampai 30 cm) memberikan
intensitas yang relatif sama pada permukaan dan kedalaman luka potong.
Untuk menghindari kesilauan, suatu bagian berupa lingkaran dengan diameter 25 cm
memberikan zona intensitas maksimum sebesar 5 cm di tengah bagian dan dengan
1/5 (seperlima) intensitas disekelilingnya.
(c) Hilangkan bayangan. Sumber cahaya yang majemuk (banyak) atau reflektor yang
majemuk (banyak) mengurangi terjadinya bayangan. Pada beberapa unit
hubungannya tetap; yang lain mempunyai sumber sumber cahaya yang terpisah yang
bisa diatur untuk mengarahkan cahaya dari sudut pemusatan.
(d) Pilihlah cahaya yang mendekati biru/putih (daylight). Kualitas cahaya dari tissue yang
normal diperoleh dengan energi spektral dari 1800 hingga 6500 Kelvin (K).Disarankan
menggunakan warna cahaya yang mendekati warna terang (putih) dari langit tak
berawan di siang hari, dengan temperatur kurang lebih 5000 K.
(e) Kedudukan lampu operasi/bedah harus bisa diatur menurut suatu posisi atau sudut.
Pergerakan ke bawah dibatasi sampai 1,5 m di atas lantai kalau dipergunakan bahan
anestesi mudah terbakar.
Jika hanya dipergunakan bahan tidak mudah terbakar, lampu bisa diturunkan seperti
yang dikehendaki.
Umumnya lampu operasi/bedah digantung pada langit-langit dan armatur/fixturenya
bisa digerakkan/digeser-geser.
Beberapa jenis lampu operasi/bedah mempunyai lampu ganda atau track ganda
dengan sumber pada tiap track .
Lampu operasi direncanakan untuk dipergunakan guna memperoleh intensitas cahaya
yang cukup dan bayangan yang sekecil mungkin pada luka pembedahan.
Armatur/fixture disesuaikan sedemikian hingga dokter bedah bisa mengarahkan sinar
dengan perantaraan pegangan-pegangan yang steril pada armatur/fixture tersebut.
Fixture/armature harus digerakkan seperlunya untuk mengurangi tersebarnya debu.

44 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(f) Lampu operasi/bedah harus menghasilkan panas yang serendah rendahnya untuk
menghindari luka pada jaringan (;tissue) yang terekspos, untuk membuat ketenangan
kerja tim, dan untuk mengurangi mikro organisme di udara.
Ketika lampu memanas, aliran-aliran konveksi mengganggu mikro organisme yang
telah mapan dan menyebabkannya terbang mengudara.
Panas yang dihasilkan beberapa armatur/fixture di keluarkan oleh fan-fan ke luar
ruangan.
Panas yang dikeluarkan ke dalam ruangan oleh lampu operasi/bedah yang digantung,
harus dapat didinginkan oleh sistem pengkondisian udara.
Disarankan menggunakan lampu operasi jenis LED (;Light EmmittedDiode) dengan
temperatur lampu yang memenuhi sehingga dihasilkan lampu yang lebih fokus dan
efek panas kecil.
(g) Lampu operasi/bedah menghasilkan kurang dari 25.000 microwatt per cm2 energi
penyinaran (radiant energy).
Jika mempergunakan banyak lampu (multi bulb), secara kolektip penyinaran tidak
boleh melebihi limit tersebut pada satu tempat.
Diluar jangkauan tersebut, energi penyinaran yang dihasilkan oleh sinar infra merah
berubah menjadi panas di dekat permukaan jaringan yang terbuka.
Sebagian gelombang infra merah dan gelombang panas diserap oleh mangkok filter
yang menutupi bola lampu pijar.
(h) Lampu operasi harus mudah dibersihkan. Track (jalur) yang masuk ke dalam langit-
langit dapat mengurangi akumulasi debu. Track yang tergantung atau suatu
fixture/armatur yang terpasang terpusat, harus mempunyai permukaan-permukaan
yang halus yang mudah dicapai untuk pembersihan.
(i) Ikuti peraturan keselamatan instalasi listrik untuk lokasi anestesi.
(3) Suatu lampu tambahan mungkin diperlukan untuk lokasi kedua di tempat operasi/bedah.
Beberapa rumah sakit memiliki unit lampu satelit yang menjadi bagian dari armature lampu
gantung.
Lampu ini hanya bisa dipakai untuk lokasi kedua kalau pembuatnya menyatakan bahwa
intensitas tambahannya masih dalam batas radiant energi yang aman jika digunakan
bersamaan dengan sumber cahaya utama.
(4) Suatu sumber cahaya yang berasal dari sirkit yang berlainan harus ada yang dapat
dipergunakan pada saat sumber listrik utama terganggu.
Ini memerlukan sumber daya listrik darurat yang terpisah.Terbaik jika lampu operasi
dilengkapi sedemikian rupa sehingga suatu sakelar otomatik dipasang untuk sumber daya
lampu darurat tersebut, jika sumber listrik yang normal terganggu.
(5) Umumnya dokter bedah menyukai bekerja dalam kamar yang digelapkan dengan hanya
pencahayaan yang kuat di tempat operasi/bedah.
Kondisi ini terutama untuk dokter bedah dengan instrumen endoscopy dan mikroskop
operasi.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 45


(6) Jika ruangannya berjendela, tirai yang tidak tembus cahaya boleh ditutup untuk
menggelapkan ruangan jika peralatan tersebut sedang dipergunakan. Kemungkinan
jatuhnya debu bisa terjadi pada rumah sakit yang mempunyai jendela dengan tirai-tirai
tersebut.
(7) Meskipun kondisi ruang operasi digelapkan, perawat atau dokter anestesi harus dapat
dengan baik mengenali warna kulit pasien dan memonitor kondisinya. Jika pembiusan hanya
menggunakan zat anestesi yang tidak mudah terbakar, semacam lampu tambahan bisa
dipasang di lantai.

3.4.3.3 Ketentuan dan Standar.


Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem
pencahayaan pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit mengikuti:
(1) SNI 03 – 2396 – 2001, Tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan
gedung,
(2) SNI 03 – 6575 – 2001, Tata cara perancangan sistem pencahayaan buatan pada bangunan
gedung,
(3) SNI 03 – 6574 – 2001, Tata cara perancangan sistem pencahayaan darurat, tanda arah dan
tanda peringatan,
(4) atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

Tabel 3.4.3.2
Tingkat pencahayaan rata-rata, renderansi, dan temperatur warna yang direkomendasikan

Temperatur Warna
Tingkat Kelompok Warm
Warm < Cool Day
Fungsi ruangan pencahayaan renderasi White 3300
3300 light > 5300
(Lux) warna Kelvin ~
Kelvin Kelvin
5300Kelvin
Ruang tunggu
Ruang rawat inap
Ruang Operasi &
Ruang bersalin
Laboratorium
Ruang Rehabilitasi
Medik
Koridor siang hari
Koridor malam hari
Kantor Staf
Kamar mandi & toilet
pasien

46 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3.4.4 Instalasi Komunikasi.
Instalasi komunikasi di bangunan rumah sakit, ruang operasi, meliputi :

3.4.4.1 Telepon.
Telepon, terutama digunakan untuk komunikasi antara ruang operasi dengan instansi atau
perseorangan yang berada di luar bangunan rumah sakit.

3.4.4.2 Interpon.
Interpon, terutama digunakan untuk hubungan antara ruang di ruang operasi, maupun di luar
ruang operasi, tetapi masih dalam lingkungan rumah sakit.

3.4.4.3 CCTV.
Kamera CCTV diletakkan melekat dengan lampu operasi, dimaksudkan untuk pengambilan video
langsung atau terekam, terhadap kegiatan selama operasi pembedahan.Rekaman dapat dilihat
langsung atau tidak langsung dengan televisi yang diletakkan di ruang rapat, atau ruang-ruang lain
yang dianggap perlu.

3.4.4.4 Alat panggil perawat (nurse call)


Alat panggil perawat, terutama digunakan untuk komunikasi antara ruang pemulihan, dan pos
perawat ruang operasi.

3.5 Instalasi Proteksi Kebakaran.


Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit, harus dilindungi terhadap bahaya kebakaran, meliputi :
(1) Sistem Proteksi Pasif; dan
(2) Sistem Proteksi Aktif.

3.5.1 Sistem Proteksi Pasif,


3.5.1.1 Umum.
(1) Proteksi pasif meliputi elemen konstruksi bangunan, seperti :
(a) proteksi struktur bangunan yang dinyatakan dengan Tingkat Ketahanan Api (TKA); dan
(b) kompartemenisasi yang membatasi kebakaran dan asap.
(2) Proteksi pasif terutama untuk menahan dan membatasi penjalaran api, asap dan panas,
dengan demikian akan memberikan lingkungan yang aman untuk evakuasi dan
penyelamatan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 47


G
Gambar 3.5.1.1.(2) – Pe
enjalaran ap
pi internal dalam
d gedun
ng

(3) Ketentuan komp partemen api dengan periode


p ting
gkat ketahan
nan api (TK
KA), untuk memastikan
m n
bahwwa kebakarran tidak akan
a menja
alar ke kom mpartemen lain di da alam periodde tertentu,,
artinyya membole ghuni untuk meninggalkan bangun
ehkan peng nan yang te
erbakar.

Gambar 3.5.1.1.(3) – Kemampuan memikul beban struktur


s ban
ngunan, kem
mampuan menahan
m
penjalaran api dan
n kemampua
an menahan panas

Pada a sisi lain tingkat ketaahanan api terhadap struktur


s ban an memastikan bahwa
ngunan aka a
strukktur stabil jika terpapa ar ke api, dan pengh huni serta regu
r pema
adam kebak
karan tidakk
terpaapar ke risikko akibat ke
eruntuhan sttruktur bang
gunan.

48 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(4) Siste
em pengend dalian asap
ppada suatuu komparte
emen akan memaksa a
asap meng
galir ke luarr
banggunan baik secara
s alam
miah atau mekanis.
m

Gambar 3.5.1.1.(4) – Efek cerob


bong dan ge
erakan asap
p, Lantai 4 b
bebas asap
(5) Siste
em presurisasi udara diterapkan
d p
pada tangga
a eksit untu
uk menahann asap tidak
k masuk ke
e
jalur utama peenyelamatann, dan jug ga memberrikan waktu u lebih ban
nyak untuk k penghunii
meniinggalkan bangunan.
b

Gambar 3.5.1.1.(5) - Pres


surisasi tangga

3.5.1.2. Prroteksi pas


sif pada ko
omplek ruan
ng operasii.
(1) Padaa komplekss ruang ope erasi, banya
ak terdapatt peralatan--peralatan mmedik (lamp pu operasi,,
mesiin anestesi, ceiling pen
ndant, meja operasi, instrumen-insstrumen bedah, monito or, mobile x
ray, dan
d sebaga ainya, yang tidak diinginkan untukk disiram airr pada saat terjadinya kebakaran.
k
(2) Sesuuai ketentua
an yang be erlaku, siste
em springkle
er otomatikk, boleh tida
ak digunaka
an, asalkan
n
selurruh dinding
g, lantai, la
angit-langit dan bukaaan-bukaan (pintu, jend dela dan sebagainya))
meng ggunakan bahan/mate
b erial yang mempunyai
m Tingkat
T Ketahanan Api minimal 2 (dua) jam.
(3) Apabbila komple
eks ruang operasi
o berrada menya atu dengan ruang lain n di dalam bangunan,,
maka erasi harus dianggap sebagai satu
a komplekss ruang ope u kompartemen, sehingga segalaa
keten
ntuan yang menyangku ut tingkat keetahanan apistrukturnyya harus dip
penuhi.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 49


3.5.1.6 Ketentuan dan Standar.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem
proteksi pasif pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit mengikuti:
(1) SNI 03 – 1736 – 2000, atau edisi terakhir, Tata cara perancangan sistem proteksi pasif untuk
pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung,

3.5.2 Sistem Proteksi Aktif.


3.5.2.1 Proteksi kebakaran aktif di kompleks ruang operasi.
(1) Di seluruh komplek ruang operasi yang merupakan satu kompartemen, harus dilengkapi
dengan detektor asap pada seluruh ruangannya.
(2) Bilamana terjadi kebakaran di ruang operasi, peralatan yang terbakar harus segera
disingkirkan dari sekitar sumber oksigen dan mesin anestesi atau outlet pipa yang
dimasukkan ke ruang operasi. Hal ini untuk mencegah terjadinya ledakan.
(3) Bilamana terjadi kebakaran, semua pasien harus segera dipindahkan dari tempat
berbahaya, semua petugas harus memahami ketentuan tentang cara-cara melakukan
pemadaman kebakaran, mereka harus mengetahui secara tepat tata letak kotak alarm
kebakaran dan mampu menggunakan alat pemadam kebakaran yang disediakan untuk itu.
(4) Alat pemadam kebakaran jenis APAR dengan isi gas netral yang ramah lingkungan di
gunakan untuk pemadaman api bila terjadi kebakaran, dan diletakkan di lokasi yang tepat di
luar kamar bedah.

3.5.2.2 Ketentuan dan Standar.


Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem
proteksi aktif pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit mengikuti:
(1) SNI 03 – 3988 – 1990, atau edisi terakhir, Pengujian kemampuan pemadaman dan penilaian
alat pemadam api ringan.
(2) SNI 03 – 1745 – 2000, atau edisi terakhir,Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem
pipa tegak dan slang untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
(3) SNI 03 – 3985 – 2000, atau edisi terakhir,Tata cara perencanaan, pemasangan dan
pengujian sistem deteksi dan alarm kebakaran untuk pencegahan bahaya kebakaran pada
bangunan gedung.
(4) SNI 03 – 3989 – 2000, atau edisi terakhir, Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem
springkler otomatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.

50 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB – IV
PENUTUP

4.1 Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Operasi ini diharapkan dapat digunakan
sebagai rujukan oleh pengelola bangunan rumah sakit, penyedia jasa konstruksi, instansi Dinas
Kesehatan, Pemerintah Daerah, dan instansi terkait dengan kegiatan pengaturan dan
pengendalian penyelenggaraan pembangunan bangunan rumah sakit dalam pencegahan dan
penanggulangan serta menjamin keamanan dan keselamatan bangunan rumah sakit dan
lingkungan terhadap bahaya penyakit.
4.2 Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau bersifat alternatif serta penyesuaian
“Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Operasi” oleh masing-masing daerah
disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan di daerah.
4.3 Sebagai pedoman/petunjuk pelengkap dapat digunakan pedoman dan standar teknis
terkait lainnya.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 51


KEPUSTAKAAN

1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 Tahun 2005, tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, tentang Bangunan Gedung.
2. Joanna R. Fuller, Surgical Technology, Principles and Practice, Saunders.
3. American Society of Heating, Refrigerating and Air Conditionign Engineers, Handbook,
Applications, 1974 Edition, ASHRAE.
4. American Society of Heating, Refrigerating and Air Conditionign Engineers, HVAC Design
Manual for Hospitals and Clinics, 2003 edition, ASHRAE.
5. G.D. Kunders, Hospitals, Facilities Planning and Management, Tata McGraw-Hill Publishing
Company Limited, 2004.

52 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


PEDOMAN BANGUNAN RS :
RUANG PERAWATAN INTENSIF
RUMAH SAKIT

DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATAN


SUB DIREKTORAT BINA SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN
TAHUN 2012
SAMBUTAN
DIREKTUR JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN
Dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya kita dapat menyusun Pedoman Teknis Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit.
Ruang Perawatan Intensif (ICU=Intensive Care Unit) adalah bagian dari bangunan rumah
sakit dengan kategori pelayanan kritis, selain instalasi bedah dan instalasi gawat darurat, sehingga
perlu dilakukan pengelolaan bangunan Ruang Perawatan Intensif dengan baik, terpadu dan
memenuhi persyaratan teknis bangunan. Pedoman teknis ini, dimaksudkan sebagai upaya
menetapkan acuan mengenai perencanaan untuk pembangunan dan pengembangan fasilitas fisik
Ruang Perawatan Intensif yang dapat menampung kebutuhan pelayanan dengan memperhatikan
aspek keselamatan, keamanan, kenyamanan dan kemudahan baik bagi pasien maupun pengguna
rumah sakit lainnya.
Sesuai dengan Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pasal 9(b)
menyatakan bahwa persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi,
kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan
bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan usia lanjut.
Dengan demikian kami sangat mengharapkan peran bersama dari stake holder terkait, yaitu
asosiasi profesi, pengelola rumah sakit, konsultan perencanaan rumah sakit dan pihak lainnya
dalam membantu Kementerian Kesehatan mendukung amanat Undang-Undang tersebut.
Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua
pihak yang telah membantu diterbitkannya Pedoman Teknis Ruang Perawatan Intensif Rumah
Sakit. Diharapkan Pedoman Teknis ini dapat menjadi petunjuk agar suatu perencanaan
pembangunan atau pengembangan Ruang Perawatan Intensif di rumah sakit dapat menampung
kebutuhan pelayanan yang memperhatikan aspek keselamatan, keamanan, kenyamanan dan
kemudahan baik bagi pasien maupun pengguna rumah sakit lainnya.
Demikian sambutan kami, selamat dengan telah diterbitkannya Pedoman Teknis Ruang
Perawatan Intensif Rumah Sakit ini, dan semoga dapat meningkatkan mutu fasilitas rumah sakit di
Indonesia.

Jakarta, Maret 2012


Direktur Jederal Bina Upaya Kesehatan

dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat dan
KaruniaNya buku Pedoman Teknis Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit dapat diselesaikan
dengan baik.

Ruang Perawatan Intensif (ICU = Intensive Care Unit) di rumah sakit merupakan salah satu
fungsi yang sangat penting dalam penyelenggaraan pelayanan medik di fasilitas pelayanan
kesehatan. Fungsi bangunan Ruang Perawatan Intensif dikualifikasikan berdasarkan tingkat
privasi, tingkat kebersihan ruangan serta tingkat aksesibilitas, sehingga perlu dilakukan
pengelolaan bangunan Ruang Perawatan Intensif dengan baik, terpadu dan memenuhi
persyaratan teknis bangunan.

Penyusunan “Persyaratan Teknis Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit” ini merupakan
salah satu upaya untuk mendukung Undang-Undang No. 44 tahu 2009 tentang Rumah Sakit, yaitu
dalam rangka memenuhi standar pelayanan dan persyaratan mutu, keamanan dan keselamatan
(life safety) bagi pengguna Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit.

Persyaratan ini disusun dengan partisipasi berbagai pihak termasuk rumah sakit, organisasi
profesi serta instansi terkait baik Pembina maupun pengelola bangunan Ruang Perawatan Intensif
di rumah sakit. Pedoman teknis ini merupakan acuan bagi para pengelola rumah sakit, praktisi
pengelola Ruang Perawatan Intensif di rumah sakit, para perencana atau pengembang rumah
sakit dan pihak lain untuk dapat mengembangkan Ruang Perawatan Intensif di rumah sakit yang
bermutu.

Pedoman teknis ini dimungkinkan untuk dievaluasi dan dilakukan penyempurnaan-


penyempurnaan terkait dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta hal-hal lainnya yang tidak
sesuai lagi dengan kondisi di rumah sakit.
Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua
pihak yang telah membantu diterbitkannya Pedoman Teknis Ruang Perawatan Intensif Rumah
Sakit. Diharapkan Pedoman Teknis Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit ini dapat menjadi
petunjuk agar suatu perencanaan pembangunan atau pengembangan Ruang Perawatan Intensif
di rumah sakit dapat menampung kebutuhan pelayanan yang memperhatikan aspek keselamatan,
keamanan, kenyamanan dan kemudahan baik bagi pasien maupun pengguna rumah sakit lainnya.

Jakarta, Maret 2012

Direktur Bina Pelayanan Penunjang Medik


dan Sarana Kesehatan

dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes


NIP. 195501171981111001

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | v


DAFTAR ISI

SAMBUTAN iii
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vii
TIM PENYUSUN viii

BAB I KETENTUAN UMUM 1


A. Latar belakang 1
B. Maksud dan tujuan 2
C. Sasaran 2
D. Pengertian 2

BAB II PERSYARATAN TEKNIS BANGUNAN RUANG PERAWATAN INTENSIF


RUMAH SAKIT 3
A. Persyaratan Arsitektur 3
1. Kebutuhan Ruang
2. Hubungan Antar Ruang
3. Komponen dan Bahan Bangunan
B. Persyaratan Struktur 11

BAB III PERSYARATAN TEKNIS PRASARANA RUANG PERAWATAN INTENSIF


RUMAH SAKIT 12
A. Umum 12
B. Persyaratan Prasarana yang Menunjang Faktor Keselamatan 12
a. Sistem proteksi petir
b. Sistem proteksi Kebakaran
c. Sistem kelistrikan.
d. Sistem gas medik dan vakum medik
C. Persyaratan Prasarana yang Menunjang Faktor Kesehatan Lingkungan 17
a. Sistem ventilasi.
b. Sistem pencahayaan.
c. Sistem Sanitasi.
D. Persyaratan Prasarana yang Menunjang Faktor Kenyamanan 21
a. Sistem pengkondisian udara.
b. Kebisingan
c. Getaran.
E. Persyaratan Prasarana yang Menunjang Faktor Kemudahan 22
a. Kemudahan hubungan horizontal.
b. Kemudahan hubungan vertikal.
c. Sarana evakuasi.
d. Aksesibilitas.

BAB IV PENUTUP 23

LAMPIRAN 24

DAFTAR PUSTAKA 30

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | vii
TIM PENYUSUN

Penanggung Jawab : Direktur Bina Pelayanan Penunjang


Medik dan sarana Kesehatan

Ketua Ir. Azizah

Wakil Ketua Ir. Hanafi, MT

Penyusun :
1. dr. Rudyanto Sedono, Sp.An Kepala ICU RSCM
2. dr. Hermansyur, Sp.B Direksi RS Pondok Indah
3. Lina Haida, SKM, MM RSUD Tangerang
4. Ir. Handoyo Tanjung Ikatan Ahli Fisika Bangunan Indonesia (IAFBI).
5. Ir. Arie Soeharto, IAI Ikatan Arsitek Indonesia
6. dr. Anwarul Dit. Bina Yanmed Spesialistik
7. dr. Suhartono, Sp.B(K)Vas Sekjen IKABI
8. drg. Hendro Harry Tjahjono, M.Sc Direksi RS Kanker Dharmais
9. dr. Priyono PH, Sp.An RSPAD Gatot Subroto
10. dr. Aries Perdana, Sp.An RSUP dr. Cipto Mangunkusumo
11. Ir. Soekartono Suwarno, PII Persatuan Insinyur Indonesia (PII).
12. Jusuf Umar, Dipl. Ing Konsultan / PT. Aneka Gas
13. Tommy Pagaribuan, ST.,MT Dinas P2B DKI Jaya
14. Ir. Rakhmat Nugroho, MBAT Kepala BPFK Surabaya
15. Dr. Henry Tjandra Direksi Eka Hospital
16. R. Aryo Seto Isa, ST KEMKES
17. Erwin Burhanuddin, ST KEMKES
18. Siti Ulfa Chanifah, ST KEMKES
19. Romadona, ST KEMKES

viii | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28
Bagian H, ayat (1) telah menegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan
kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Berdasarkan Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, menyebutkan


bahwa salah satu sumber daya di bidang kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan,
dimana pasal 1 poin 7 mendefinisikan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan suatu alat dan/
atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitative yang dilaukan oleh pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau masyarakat.

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan


merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung
penyelenggaraan upaya kesehatan. Sesuai dengan Undang-Undang No. 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit pasal 5 menyebutkan bahwa rumah sakit mempunyai fungsi
penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar
pelayanan rumah sakit.

Fungsi dimaksud memiliki makna tanggung jawab yang merupakan tugas


pemerintah dalam meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Untuk optimalisasi hasil
serta kontribusi positif tersebut, harus dapat diupayakan masuknya upaya kesehatan
sebagai asas pokok program pembangunan nasional.

Selanjutnya undang-Undang No. 44 tahun 2009 pasal 7 menyebutkan bahwa


rumah sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya
manusia, kefarmasian dan peralatan.

Ruang Perawatan Intensif (;ICU=Intensive Care Unit) adalah bagian dari bangunan
rumah sakit dengan kategori pelayanan kritis, selain instalasi bedah dan instalasi gawat
darurat. Ruang Perawatan Intensif merupakan instalasi pelayanan khusus di rumah sakit
yang menyediakan pelayanan yang komprehensif dan berkesinambungan selama 24 jam.
Dalam rangka mewujudkan Ruang Perawatan Intensif yang memenuhi standar pelayanan
dan persyaratan mutu, keamanan dan keselamatan perlu didukung oleh bangunan dan
prasarana (utilitas) yang memenuhi persyaratan teknis.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 1


B. MAKSUD DAN TUJUAN
Pedoman teknis bangunan Ruang Perawatan Intensif ini, dimaksudkan sebagai
upaya menetapkan acuan atau referensi teknis fasilitas fisik agar RS memiliki fasilitas
pelayanan kesehatan bagi masyarakat sesuai dengan kebutuhan.
Pedoman teknis bangunan Ruang Perawatan Intensif ini bertujuan memberikan
petunjuk agar suatu perencanaan dan pengelolaan bangunan Ruang Perawatan Intensif di
rumah sakit memperhatikan kaidah-kaidah pelayanan kesehatan, sehingga bangunan
Ruang Perawatan Intensif yang akan dibuat dapat menampung kebutuhan pelayanan dan
dapat digunakan oleh pasien dan, pengelola serta tidak berakibat buruk bagi keduanya.

C. SASARAN
Pedoman teknis ini diharapkan menjadi acuan bagi pengelola, pelaksana dan
konsultan perencana rumah sakit dalam membuat perencanaan Ruang Perawatan Intensif
sehingga masing-masing pihak dapat mempunyai persepsi yang sama.

D. PENGERTIAN

1. Sarana/bangunan

Wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat dan
kedudukannya, sebagian atau seluruhnya yang berada di atas tanah/perairan, ataupun
di bawah tanah/perairan, tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian
maupun tempat tinggal, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya maupun kegiatan
khusus.

2. Prasarana
Benda maupun jaringan/instalasi yang membuat suatu sarana yang ada bisa berfungsi
sesuai dengan tujuan yang diharapkan

3. Ruang Perawatan Intensif (Intensive Care Unit = ICU)


Fasilitas untuk merawat pasien yang dalam keadaan belum stabil sesudah operasi
berat atau bukan karena operasi berat yang memerlukan secara intensif pemantauan
ketat atau tindakan segera.

4. Bangunan instalasi.
Gabungan/kumpulan dari ruang-ruang/kamar-kamar di unit rumah sakit yang saling
berhubungan dan terkait satu sama lain dalam rangka pencapaian tujuan pelayanan
kesehatan.

2 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB II
PERSYARATAN TEKNIS
BANGUNAN RUANG PERAWATAN INTENSIF
RUMAH SAKIT

A. PERSYARATAN ARSITEKTUR .

1. KEBUTUHAN RUANG
Kebutuhan ruang pada daerah rawat pasien, terdiri dari :

a. Ruang administrasi.
Ruang untuk menyelenggarakan kegiatan administrasi khususnya pelayanan
pendaftaran dan rekam medik internal pasien di Ruang Perawatan Intensif.
Ruang ini berada pada bagian depan Ruang Perawatan Intensif dengan
dilengkapi loket atau Counter, meja kerja, lemari berkas/arsip dan
telepon/interkom.

b. Ruang untuk tempat tidur pasien.

Gambar 2.A.1b – Ruang Rawat Pasien ICU

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 3


(1) Ruang tempat tidur berfungsi untuk merawat pasien lebih dari 24 jam,
dalam keadaan yang sangat membutuhkan pemantauan khusus dan terus-
menerus.
(2) Ruang pasien harus dirancang untuk menunjang semua fungsi perawatan
yang penting.
(3) Luas lantai yang digunakan untuk setiap tempat tidur pasien dapat
mengakomodasi kebutuhan ruang dari semua peralatan dan petugas yang
berhubungan dengan pasien untuk kebutuhan perawatan.
(4) Ruang rawat pasien disarankan mempunyai luas lantai bersih antara 12
m2- 16 m2 per tempat tidur.
(5) Tombol alarm harus ada pada setiap bedside di dalam ruang rawat pasien.
Sistem alarm sebaiknya terhubung secara otomatis ke pusat
telekomunikasi rumah sakit, pos sentral perawat, ruang pertemuan ICU,
ruang istirahat petugas ICU, dan setiap ruang panggil. Perletakan alarm ini
harus dapat terlihat.
(6) Pencahayaan alami harus optimal.
(7) Sebaiknya memaksimalkan jumlah jendela sebagai sarana visual untuk
menguatkan orientasi pada siang dan malam hari. Jendela sebaiknya tahan
lama, tidak menyimpan debu dan mudah dibersihkan dan harus dibersihkan
secara rutin.
(8) Daerah rawat pasien harus teduh, dan tidak silau, harus mudah
dibersihkan, tahan api, bersih debu dan kuman, dan dapat digunakan
sebagai peredam suara dan dapat mengontrol tingkat pencahayaan.
(9) Rasio kebutuhan tempat tidur di Ruang Perawatan Intensif dipengaruhi oleh
:
(a) Jumlah total tempat tidur pasien di rumah sakit.
(b) Jumlah kasus yang memerlukan pelayanan perawatan intensif.
Untuk rumah sakit, diasumsikan jumlah tempat tidur pasien di Ruang
Perawatan Intensif berkisar + 2 % dari total tempat tidur pasien.

c. Ruang isolasi pasien.


(1) Ruang yang mempunyai kekhususan teknis sebagai ruang perawatan
intensif dan memiliki batasan fisik modular per pasien, dinding serta bukaan
pintu dan jendela dengan ruangan ICU lain.
(2) Ruang yang diperuntukkan bagi pasien menderita penyakit yang menular,
pasien yang rentan terkena penularan dari orang lain, pasien menderita
penyakit yang menimbulkan bau (seperti penyakit tumor, ganggrein,
diabetes) dan untuk pasien menderita penyakit yang mengeluarkan suara
dalam ruangan.
(3) Pintu dan partisi pada ruang isolasi terbuat dari kaca minimal setinggi 100
cm dari permukaan lantai agar pasien terlihat dari pos perawat.
(4) Ruang Perawatan Intensif dengan modul kamar individual/ kamar isolasi
luas lantainya 16 m2- 20 m2 per kamar.

4 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Gambar 2.A.1c – Ruang Perawatan Intensif - Isolasi

d. Pos sentral perawat/ ruang stasi perawat (;Nurse central station)


(1) Pos sentral perawat adalah tempat untuk memonitor perkembangan pasien
ICU selama 24 jam sehingga apabila terjadi keadaan darurat pada pasien
segera diketahui dan dapat diambil tindakan seperlunya terhadap pasien.
(2) Letak pos perawat harus dapat menjangkau seluruh pasien
(3) Pos stasiun perawat sebaiknya memberikan ruangan yang nyaman dan
berukuran cukup untuk mengakomodasi seluruh fungsi yang penting.
(4) Pos stasiun perawat harus mempunyai pencahayaan cukup, dan dilengkapi
jam dinding.
(5) Kepala perawat sebaiknya mempunyai ruang kerja tersendiri. Pos perawat
(Nurse Station) dilengkapi dengan lemari penyimpanan barang habis pakai
dan obat.

e. Ruang dokter jaga


(1) Ruang kerja dan istirahat Dokter dilengkapi dengan sofa, wastafel, dan
toilet
(2) Ruangan ini dilengkapi sistem komunikasi internal dan sistem alarm.

f. Ruang istirahat petugas.


(1) Ruang istirahat petugas medik dilengkapi dengan sofa, wastafel, dan toilet.
(2) Ruang istirahat petugas medik harus berada dekat dengan ruang rawat
pasien ICU.
(3) Ruang ini sebaiknya memberikan keleluasaan, kenyamanan, dan
lingkungan yang santai.
(4) Ruangan ini dilengkapi sistem komunikasi internal dan sistem alarm.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 5


g. Pantri.
Daerah untuk menyiapkan makanan dan minuman untuk petugas, dilengkapi
meja untuk menyiapkan makanan, freezer, bak cuci dengan kran air dingin dan
air panas, microwave dan atau kompor, dan lemari pendingin.

h. Ruang penyimpanan alat medik.


(1) Ruang penyimpanan alat medik berfungsi sebagai penyimpanan peralatan
medik yang setiap saat diperlukan dan belum digunakan.
(2) Peralatan yang disimpan diruangan ini harus dalam kondisi siap pakai dan
dalam kondisi yang sudah disterilisasi.
(3) Alat-alat yang disimpan dalam ruangan ini antara lain respirator/ventilator,
alat/mesin hemodialisa (HD), mobile X-ray, monitor pasien, syringe pump,
infusion pump, defibrillator dan lain-lain.
(4) Ruang sebaiknya cukup besar untuk memudahkan akses, lokasinya mudah
untuk mengeluarkan peralatan .
(5) Kotak kontak pembumian listrik sebaiknya tersedia di dalam ruang dengan
kapasitas yang cukup untuk membuang arus batere dari peralatan yang
menggunakan batere.

i. Ruang utilitas bersih.


(1) Ruang utilitas bersih dan kotor harus ruang terpisah yang tidak saling
berhubungan.
(2) Lantai sebaiknya ditutup dengan bahan tanpa sambungan untuk
memudahkan pembersihan.
(3) Ruang utilitas bersih sebaiknya digunakan untuk menyimpan obat-obatan,
semua barang-barang yang bersih dan steril, dan boleh juga digunakan
untuk menyimpan linen bersih.
(4) Rak dan lemari untuk penyimpanan harus diletakkan cukup tinggi dari lantai
untuk memudahkan akses pembersihan lantai yang ada di bawah rak dan
lemari tersebut.
(5) Tempat/kabinet/lemari penyimpanan instrumen dan bahan perbekalan yang
diperlukan, termasuk untuk barang-barang steril.

j. Ruang utilitas kotor


(1) Ruang utilitas bersih dan kotor harus ruang terpisah yang tidak saling
berhubungan.
(2) Ruang utilitas kotor harus menghadap ke luar/berada di luar ruang rawat
pasien ICU ke arah koridor kotor.
(3) Ruang utilitas kotor tempat membuang kotoran bekas pelayanan pasien
khususnya yang berupa cairan.
(4) Ruang ini temperaturnya harus terkontrol, dan pasokan udara dari ruang
utilitas kotor harus dibuang ke luar.
(5) Ruang utilitas kotor harus dilengkapi dengan spoelhoek dan slang pembilas
serta pembuangan air limbahnya disalurkan instalasi pengolahan air limbah
RS.

6 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(6) Spoelhoek adalah fasilitas untuk membuang kotoran bekas pelayanan
pasien khususnya yang berupa cairan. Spoelhoek berupa bak atau kloset
yang dilengkapi dengan leher angsa (water seal).
(7) Pada ruang Spoolhoek juga harus disediakan kran air bersih untuk mencuci
wadah kotoran pasien. Ruang spoolhoek ini harus menghadap
keluar/berada di luar ruang rawat pasien ICU ke arah koridor kotor.
(8) Saluran air kotor/limbah dari Spoolhoek dihubungkan ke tangki septik
khusus atau jaringan IPAL.
(9) Kontainer tertutup yang terpisah harus disediakan untuk linen kotor dan
limbah padat.
(10) Kontainer khusus sebaiknya disediakan untuk buangan jarum suntik dan
barang-barang tajam lainnya.

k. Ruang Kepala Ruangan ICU.


Ruang kerja dan isitirahat Kepala perawat dilengkapi sofa, meja dan kursi kerja.

l. Parkir troli.
Tempat untuk parkir trolley selama tidak ada kegiatan pelayanan pasien atau
selama tidak diperlukan.

m. Ruang Ganti Penunggu Pasien dan Ruang Ganti Petugas (pisah pria
wanita) (termasuk di dalamnya Loker).
(1) Tempat ganti pakaian, meletakkan sepatu/alas kaki sebelum masuk daerah
rawat pasien dan sebaliknya setelah keluar dari ruang rawat pasien, yang
diperuntukkan bagi staf medis maupun non medis dan pengunjung.
(2) Fasilitas mencuci tangan untuk pengunjung pasien dan untuk petugas harus
disediakan, lengkap dengan sabun antiseptik (;general prequotion).
(3) Kontainer/wadah khusus baju pelindung bekas pakai harus disediakan,
karena baju pelindung tidak boleh digunakan lebih dari sekali.

n. Ruang tunggu keluarga pasien (berada di luar wilayah ICU).


(1) Tempat keluarga atau pengantar pasien menunggu. Tempat ini perlu
disediakan tempat duduk dengan jumlah sesuai dengan aktivitas pelayanan
pasien yang dilaksanakan di Ruang Perawatan Intensif. Disarankan untuk
menyediakan pesawat televisi dan fasilitas telepon umum.
(2) Letak ruang tunggu pengunjung dekat dengan Ruang Perawatan Intensif
dan di luar ruang rawat pasien.
(3) Akses pengunjung sebaiknya di kontrol dari ruang resepsionis.
(4) Rasio kebutuhan jumlah tempat duduk keluarga pasien adalah 1 tempat
tidur pasien ICU berbanding 1 – 2 tempat duduk.
(5) Dilengkapi dengan fasilitas toilet pengunjung
(6) Disarankan menyediakan ruang konsultasi untuk keluarga.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 7


o. Koridor untuk kebutuhan pelayanan.
(1) Koridor disarankan mempunyai lebar minimal 2,4 m.
(2) Pintu masuk ke Ruang Perawatan Intensif, ke daerah rawat pasien dan
pintu-pintu yang dilalui tempat tidur pasien dan alat medik harus lebarnya
minimum 36 inci (1,2 m), yang terdiri dari 2 daun pintu (dimensi 80 cm dan
40 cm) untuk memudahkan pergerakan tanpa hambatan.
(3) Lantai harus kuat sehingga dapat menahan beban peralatan yang berat.

p. Janitor/ Ruang Cleaning Service.


Ruangan tempat penyimpanan barang-barang/bahan-bahan dan peralatan untuk
keperluan kebersihan ruangan, tetapi bukan peralatan medik.

q. Toilet petugas medik.


Toilet petugas medik terdiri dari closet yang dilengkapi hand shower dan
wastafel/ lavatory.

r. Ruang penyimpanan silinder gas medik.


(1) Ruang yang digunakan untuk menyimpan tabung-tabung gas medis
cadangan yang digunakan di Ruang Perawatan Intensif.
(2) Penyimpanan silinder gas medik ini berlaku bagi RS yang tidak memiliki
central gas. O2, vacuum dan compress air (udara tekan medik).

s. Toilet pengunjung/penunggu pasien.

Toilet pengunjung/penunggu pasien terdiri dari closet dan wastafel/ lavatory.

t. Ruang diskusi medis (terutama bagi RS A dan B).


(1) Ruang diskusi ditempatkan di ICU atau dekat dengan ICU untuk digunakan
sebagai tempat kegiatan pendidikan dan diskusi medis.
(2) Ruangan ini dilengkapi dengan telepon atau sistem komunikasi internal dan
sistem alarm yang tersambung langsung ke ICU.
(3) Ruang diskusi dilengkapi dengan tempat/ lemari untuk menyimpan buku-
buku kedokteran/ medik dan perawatan, VCR, dan peralatan belajar.

2. HUBUNGAN ANTAR RUANG.


Hubungan antar ruang di dalam bangunan Ruang Perawatan Intensif, ditunjukkan
pada gambar sebagai berikut :

8 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Gambar 2.A.2 - Hubungan antar ruang dalam bangunan
Ruang Perawatan Intensif

a. Alur Petugas (Dokter/Perawat/Staf) :


(1) Ganti pakaian di ruang ganti (Loker).
(2) Masuk daerah rawat pasien
(3) Keluar melalui alur yang sama.

b. Alur Pasien :
(1) Pasien masuk ICU berasal dari Instalasi Rawat Inap, Instalasi Gawat
Darurat, Instalasi Bedah.
(2) Pasien ke luar dari daerah rawat pasien menuju :
(a) ruang rawat inap bila memerlukan perawatan lanjut, atau
(b) pulang ke rumah, bila dianggap sudah sehat.
(c) ke ruang jenazah bila pasien meninggal dunia.

c. Alur Alat/Material :
(1) Alat/Material kotor dikeluarkan dari ruang rawat pasien ke ruang utilitas
kotor.
(2) Sampah/limbah padat medis dikirim ke Incinerator. Sampah/limbah padat
non medis domestik dibuang ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS)
rumah sakit.
(3) Linen kotor dikirim ke ruang cuci/ laundry dan kemudian dikirim ke CSSD
(Central Sterilized Support Departement).
(4) Instrumen/peralatan bekas pakai dari ruang rawat dibersihkan dan
disterilkan di Instalasi CSSD.
(5) Instrumen/linen/bahan perbekalan yang telah steril disimpan di ruang
utilitas bersih.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 9


3. KOMPONEN DAN BAHAN BANGUNAN.
Sebagai bagian dari Rumah Sakit, beberapa komponen sarana yang ada di Ruang
Perawatan Intensif memerlukan beberapa persyaratan, antara lain :

a. Komponen penutup lantai.


Komponen penutup lantai memiliki persyaratan sebagai berikut :
(1) tidak terbuat dari bahan yang memiliki lapisan permukaan dengan porositas
yang tinggi yang dapat menyimpan debu.
(2) mudah dibersihkan dan tahan terhadap gesekan.
(3) penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata.
(4) memiliki pola lantai dengan garis alur yang menerus keseluruh ruangan
pelayanan.
(5) pada daerah dengan kemiringan kurang dari 70, penutup lantai harus dari
lapisan permukaan yang tidak licin (walaupun dalam kondisi basah).
(6) Hubungan/pertemuan antara lantai dengan dinding harus menggunakan
bahan yang tidak siku, tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan
lantai (Hospital plint).
(7) Disarankan menggunakan bahan vinil khusus yang dipakai untuk lantai
Ruang Rawat Pasien ICU.

b. Komponen dinding.
Komponen dinding memiliki persyaratan sebagai berikut :
(1) dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca dan tidak berjamur.
(2) lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak mengandung pori-
pori) sehingga dinding tidak menyimpan debu.
(3) warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata.
(4) Hubungan/pertemuan antara dinding dengan dinding harus tidak siku, tetapi
melengkung untuk memudahkan pembersihan.

c. Komponen langit-langit.
Komponen langit-langit memiliki persyaratan sebagai berikut :
(1) harus mudah dibersihkan, tahan terhadap segala cuaca, tahan terhadap air,
tidak mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien, serta tidak
berjamur.
(2) memiliki lapisan penutup yang bersifat non porosif (tidak berpori) sehingga
tidak menyimpan debu.
(3) berwarna cerah, tetapi tidak menyilaukan pengguna ruangan.

10 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


B. PERSYARATAN STRUKTUR BANGUNAN.

1. UMUM
(1) Setiap sarana Ruang Perawatan Intensif merupakan pekerjaan konstruksi yang
menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di
atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat
perawatan pasien dalam kondisi kritis/belum stabil yang memerlukan
pemantauan khusus dan terus menerus (intensif).
(2) Fungsi sarana bangunan Ruang Perawatan Intensif dikualifikasikan berdasarkan
tingkat privasi, tingkat sterilitas serta tingkat aksesibilitas.

2. PERSYARATAN STRUKTUR SARANA BANGUNAN RUANG PERAWATAN


INTENSIF.
(1) Bangunan Ruang Perawatan Intensif, strukturnya harus direncanakan
kuat/kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi
persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan
dengan mempertimbangkan fungsi bangunan Ruang Perawatan Intensif, lokasi,
keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.
(2) Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh aksi
sebagai akibat dari beban-beban yang mungkin bekerja selama umur layanan
struktur, baik beban muatan tetap maupun beban muatan sementara yang timbul
akibat gempa dan angin.
(3) Dalam perencanaan struktur bangunan Ruang Perawatan Intensif terhadap
pengaruh gempa, semua unsur struktur bangunan Ruang Perawatan Intensif,
baik bagian dari sub struktur maupun struktur bangunan, harus diperhitungkan
memikul pengaruh gempa rancangan sesuai dengan zona gempanya.
(4) Struktur bangunan Ruang Perawatan Intensif harus direncanakan secara detail
sehingga pada kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila
terjadi keruntuhan, kondisi strukturnya masih dapat memungkinkan pengguna
bangunan Ruang Perawatan Intensif menyelamatkan diri.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembebanan, ketahanan terhadap gempa
dan/atau angin, dan perhitungan strukturnya mengikuti pedoman dan standar
teknis yang berlaku.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 11


BAB III
PERSYARATAN TEKNIS
PRASARANA RUANG PERAWATAN INTENSIF
RUMAH SAKIT

A. UMUM
(1) Setiap prasarana bangunan Ruang Perawatan Intensif merupakan pekerjaan
instalasi dan jaringan yang menyatu dengan bangunan dan lingkungannya, sebagian
atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang bertujuan
memfungsikan sarana bangunan sebagai tempat perawatan pasien dalam kondisi
kritis/belum stabil yang memerlukan pemantauan khusus dan terus menerus
(intensif).
(2) Fungsi prasarana bangunan Ruang Perawatan Intensif dikualifikasikan berdasarkan
tingkat privasi, tingkat sterilitas serta tingkat aksesibilitas.

B. PERSYARATAN PRASARANA YANG MENUNJANG FAKTOR KESELAMATAN.


Pelayanan pada bangunan Ruang Perawatan Intensif, termasuk “daerah pelayanan kritis”,
sesuai SNI 03 – 7011 – 2004, Keselamatan pada bangunan fasilitas kesehatan”.

a. Sistem proteksi petir.


(1) Bangunan Ruang Perawatan Intensif yang berdasarkan letak, sifat geografis,
bentuk, ketinggian dan penggunaannya berisiko terkena sambaran petir, harus
dilengkapi dengan instalasi proteksi petir.
(2) Sistem proteksi petir yang dirancang dan dipasang harus dapat mengurangi
secara nyata risiko kerusakan yang disebabkan sambaran petir terhadap
bangunan Ruang Perawatan Intensif dan peralatan yang diproteksinya, serta
melindungi manusia di dalamnya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan,
pemeliharaan instalasi sistem proteksi petir mengikuti SNI 03 – 7015 – 2004,
atau edisi terakhir, Sistem proteksi petir pada bangunan gedung, atau
pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

b. Sistem proteksi Kebakaran.


(1) Bangunan Ruang Perawatan Intensif, harus dilindungi terhadap bahaya
kebakaran dengan sistem proteksi pasif dan proteksi aktif.
(2) Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada fungsi/klasifikasi risiko
kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/ atau jumlah dan
kondisi penghuni dalam bangunan Ruang Perawatan Intensif.
(3) Penerapan sistem proteksi aktif didasarkan pada fungsi, klasifikasi, luas,
ketinggian, volume bangunan, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam
bangunan Ruang Perawatan Intensif.

12 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(4) Bilamana terjadi kebakaran di Ruang Perawatan Intensif, peralatan yang
terbakar harus segera disingkirkan dari sekitar sumber oksigen atau outlet pipa
yang dimasukkan ke Ruang Perawatan Intensif untuk mencegah terjadinya
ledakan.
(5) Api harus dipadamkan di Ruang Perawatan Intensif, jika dimungkinkan, dan
pasien harus segera dipindahkan dari tempat berbahaya. Peralatan pemadam
kebakaran harus dipasang diseluruh rumah sakit. Semua petugas harus tahu
peraturan tentang cara-cara proteksi kebakaran. Mereka harus tahu persis tata
letak kotak alarm kebakaran dan tahu menggunakan alat pemadam kebakaran.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan sistem proteksi pasif dan proteksi aktif mengikuti pedoman dan
standar teknis lain yang berlaku.

c. Sistem kelistrikan.
1) Sumber daya listrik.
Sumber daya listrik pada bangunan Ruang Perawatan Intensif, termasuk
katagori “sistem kelistrikan esensial 3”, di mana sumber daya listrik
normal (PLN) dilengkapi dengan sumber daya listrik siaga dan darurat
untuk menggantikannya, bila terjadi gangguan pada sumber daya listrik normal.
2) Jaringan.
(1) Kabel listrik dari peralatan yang dipasang di langit-langit tetapi yang bisa
digerakkan, harus dilindungi terhadap belokan yang berulang-ulang
sepanjang track, untuk mencegah terjadinya retakan-retakan dan
kerusakan-kerusakan pada kabel.
(2) Kolom yang bisa diperpanjang dengan ditarik, menghindari bahaya-
bahaya tersebut.
(3) Sambungan listrik pada kotak kontak harus diperoleh dari sirkit-sirkit yang
terpisah. Ini menghindari akibat dari terputusnya arus karena bekerjanya
pengaman lebur atau suatu sirkit yang gagal yang menyebabkan
terputusnya semua arus listrik pada saat kritis.
3) Terminal.
(1) Kotak Kontak (stop kontak)
(a) Setiap kotak kontak daya harus menyediakan sedikitnya satu kutub
pembumian terpisah yang mampu menjaga resistans yang rendah
dengan kontak tusuk pasangannya.
(b) Karena gas-gas yang mudah terbakar dan uap-uap lebih berat dari
udara dan akan menyelimuti permukaan lantai bila dibuka, Kotak
kontak listrik harus dipasang + 1,25 m di atas permukaan lantai, dan
harus dari jenis tahan ledakan.
(c) Jumlah kotak kontak untuk setiap tempat tidur di daerah pelayanan
kritis, minimal 6 buah khusus untuk peralatan medik yang
membutuhkan daya listrik besar (diluar ventilator, suction, monitor)
misalnya Syringe pump.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 13


(2) Sakelar.
Sakelar yang dipasang dalam sirkit pencahayaan harus memenuhi SNI 04
– 0225 – 2000, Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2000), atau
pedoman dan standar teknis yang berlaku.
4) Pembumian.
Kabel yang menyentuh lantai, dapat membahayakan petugas. Sistem harus
memastikan bahwa tidak ada bagian peralatan yang dibumikan melalui
tahanan yang lebih tinggi dari pada bagian lain peralatan yang disebut dengan
sistem penyamaan potensial pembumian (Equal potential grounding system).
Sistem ini memastikan bahwa hubung singkat ke bumi tidak melalui pasien.
5) Peringatan.
Semua petugas harus menyadari bahwa kesalahan dalam pemakaian listrik
membawa akibat bahaya sengatan listrik, padamnya tenaga listrik, dan bahaya
kebakaran. Kesalahan dalam instalasi listrik bisa menyebabkan arus hubung
singkat, tersengatnya pasien, atau petugas.
Bahaya ini dapat dicegah dengan :
(a) Memakai peralatan listrik yang dibuat khusus untuk bangunan Ruang
Perawatan Intensif. Peralatan harus mempunyai kabel yang cukup
panjang dan harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk menghindari
beban lebih.
(b) Peralatan jinjing (portabel), harus segera diuji dan dilengkapi dengan
sistem pembumian yang benar sebelum digunakan.
(c) Segera menghentikan pemakaian dan melaporkan apabila ada peralatan
listrik yang tidak benar.
6) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem kelistrikan pada bangunan Ruang
Perawatan Intensif mengikuti Permenkes 2306/Menkes/per/XI/2011 tentang
Persyaratan Teknis Prasarana Instalasi Elektrikal RS.

d. Sistem gas medik dan vakum medik.


Sistem gas medik harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan
tingkat keselamatan bagi penggunanya. Ketentuan mengenai sistem gas medik dan
vakum medik di RS Pratama mengikuti ”Pedoman Teknis Instalasi Gas Medik dan
Vakum Medik di RS” yang disusun oleh Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik
dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jendeal Bina Upaya Kesehan, Kenterian
Kesehatan RI, Tahun 2011.
1) Outlet dan inlet.
(a) Outlet dan inlet untuk gas medik atau vakum harus untuk jenis gas
tertentu, yaitu outlet dan inlet dengan sambungan ulir atau kopel cepat
yang tidak dapat dipertukarkan.
(b) Setiap outlet harus terdiri dari satu katup primer dan sekunder.
(c) Setiap inlet, hanya terdiri dari satu katup primer.
(d) Katup sekunder (atau katup unit) harus menutup secara otomatik untuk
menghentikan aliran gas medik bila katup primer dilepaskan.
(e) Katup primer (atau katup unit) harus menutup secara otomatik untuk
menghasilkan aliran vakum bila katup primer (atau katup unit) dilepaskan.

14 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(f) Setiap outlet/inlet harus diberi identitas yang mudah dibaca dengan nama
atau simbol kimia untuk gas medik atau vakum tertentu yang
disediakannya.
(g) Setiap Outlet dan inlet berulir harus dari jenis sambungan yang tidak
dapat dipertukarkan, sesuai ketentuan yang berlaku.
(h) Setiap outlet/inlet, termasuk yang dipasang pada kolom, gulungan selang
(wall mounted), saluran langit-langit (ceiling mounted), atau instalasi
khusus lainnya, harus dirancang sedemikian sehingga bagian atau
komponen yang dipersyaratkan untuk jenis gas tertentu tidak dapat
dipertukarkan antara outlet/inlet untuk jenis gas yang berbeda.
(i) Penggunaan komponen sebagai bagian dari outlet/inlet, seperti pegas,
ring cincin, baut pengencang, penyekat, dan sumbat penutup
diperbolehkan.
(j) Komponen inlet vakum yang diperlukan untuk pemeliharaan dan
kekhususan vakum, harus diberi tanda yang mudah dibaca untuk
mengidentifikasinya sebagai suatu komponen atau bagian dari sistem
vakum atau sistem pengisapan.
(k) Komponen inlet yang tidak khusus untuk vakum tidak harus ditandai.
(l) Bila terpasang banyak outlet/inlet pada dinding, outlet/inlet tersebut harus
diberi jarak untuk mengijinkan penggunaan secara serempak berbagai
jenis peralatan terapi.
2) Rel gas medik (RGM).
(a) RGM boleh dipasang bila diperkirakan dan diperlukan ada banyak
pemakaian gas medik dan vakum pada satu lokasi pasien.
(b) RGM harus sepenuhnya terlihat dalam ruangan, tidak menembus atau
melewati dinding, partisi, dan sejenisnya.
(c) RGM harus dibuat dari bahan dengan temperatur leleh sekurangnya
5380C (10000F).
(d) RGM harus selalu dibersihkan.
(e) Outlet/inlet tidak boleh ditempatkan pada ujung-ujung RGM.
(f) RGM harus dihubungkan ke pipa saluran melalui fiting yang dipatri ke
pipa saluran tersebut.
3) Pemipaan gas medik.
Bahan pipa untuk sistem gas medik bertekanan positip di lokasi :
(a) Pipa, katup, fiting, outlet, dan komponen pemipaan lainnya dalam sistem
gas medik harus telah dibersihkan untuk layanan oksigen oleh pabrik
pembuat sebelum dilakukan pemasangan sesuai ketentuan yang
berlaku.
(b) Masing-masing panjang pipa harus diangkut dengan ujung-ujungnya
ditutup atau disumbat oleh pabrik pembuat dan tetap tersegel hingga
siap untuk pemasangan.
(c) Fiting, katup, dan komponen lainnya harus diangkut dalam keadaan
tersegel, diberi label, dan tetap tersegel hingga disiapkan untuk
pemasangan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 15


(d) Pipa harus dari jenis “hard-drawn seamless copper”, SNI 03-7011 tahun
2004 atau pipa yang setara untuk medical gas.
Pipa gas medik dari tipe L, kecuali jika tekanan kerja di atas tekanan
relatif 1275 kPa (185 psig), maka jenis K harus digunakan untuk ukuran
yang lebih besar dari DN 80 (NPS 3) (diameter luar = 3 18 inci)
(e) Pipa gas medik yang memenuhi syarat harus diidentifikasikan oleh
pabrik pembuat dengan tanda “OXY”, “MED”, “OXY/MED”, “OXY/ARC”
atau “ARC/MED” dengan warna biru (tipe L) atau hijau (tipe K).
(f) Pemasang harus menyerahkan dokumen yang resmi menyatakan
bahwa semua bahan pipa yang terpasang memenuhi persyaratan.
Bahan pipa untuk sistem vakum medik yang dipasang di lokasi :
Pipa vakum harus dari jenis “hard-drawn seamless copper”, ASTM B 819, tipe
K, L dan M.
4) Fiting.
(a) Belokan, pergeseran atau perubahan arah lainnya pada pemipaan gas
medik dan vakum harus dibuat dengan fiting kapiler tembaga tempa
dipatri, yang memenuhi ANSInB16.22 Wrought copper and Copper alloy
patri-Joint fitting atau fiting patri yang memenuhi MSS SP-73 Brazed
Joints for Wrought and Cast Copper Alloy Patri-Joint pressure fittings.
(b) Fiting paduan tembaga tuang tidak boleh digunakan.
(c) Hubungan pencabangan pada sistem pemipaan boleh dilakukan dengan
menggunakan sambungan Tee yang dibuat secara mekanik, di bor, dan
dikempa (extruded) yang dibentuk sesuai dengan instruksi pabrik
pembuat peralatan, dan di patri.
5) Penamaan dan identifikasi.
Penamaan dan identifikasi gas medik dan vakum ditunjukkan pada tabel-1.
Tabel- 1
Standar penandaan warna dan tekanan kerja untuk sistem gas medik dan vakum
(Sumber: Pedoman Instalasi Gas Medis Rumah Sakit, DEPKES-RI, Ditjen Yanmed, Dit. Instalmed, 1994)

Singkatan Standar ukuran


Layanan gas Warna tabung
nama tekanan
Udara tekan medik Udara tekan Hijau 345 ~ 380 kPa
medik (50~55 psi)
Karbon dioksida Hitam 345 ~ 380 kPa
CO2
(50~55 psi)
Nitrogen Abu-abu 1100 ~ 1275 kPa
N2
(160 ~ 185 psi).
Nitrous Oksida Biru 345 ~ 380 kPa
N2O
(50~55 psi)
Oksigen Putih 345 ~ 380 kPa
O2
(50~55 psi)
Oksigen/campuran O2/CO2n% ( n Hijau/putih 345 ~ 380 kPa
karbon dioksida adalah % dari (50~55 psi)
CO2)
380 mm sampai
Vakum medik/
Med Vac Kuning 760 mm ( 15 in
Suction
sampai 30 in) HgV.
Buangan Sisa Gas Violet (warna Bervariasi sesuai
BSGA
Anestesi lembayung)/putih. tipe sistem.

16 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(a) Pemipaan harus dinamai dengan menggunakan penandaan yang
dicetakkan atau penandaan yang ditempelkan guna menunjukkan sistem
gas medik atau vakum.
(b) Label pipa harus menunjukkan nama gas/sistem vakum atau simbol
kimia.
(c) Label pipa harus ditempatkan pada lokasi seperti berikut :
(1) Pada interval jarak tidak lebih dari 6 m (20 ft).
(2) Setidaknya sekali dalam atau di atas setiap ruangan.
(3) Pada kedua sisi dinding atau partisi yang ditembus pipa.
(4) Setidaknya sekali dalam setiap tingkat ketinggian yang dilewati oleh
pipa tegak (riser).
6) Penerapan.
(a) Bila terdapat istilah gas medik atau vakum, ketentuan tersebut berlaku
wajib bagi semua sistem perpipaan untuk oksigen, udara tekan medik
dan vakum medik.
(b) Suatu sistem yang sudah ada yang tidak sepenuhnya memenuhi
ketentuan standar ini, harus boleh tetap digunakan sepanjang pihak
yang berwenang telah memastikan penggunaannya tidak
membahayakan jiwa.

7) Potensi bahaya sistem gas dan vakum.


Potensi bahaya kebakaran dan ledakan yang berkaitan dengan sistem
perpipaan sentral gas medik dan vakum harus dipertimbangkan dalam
perancangan, pemasangan, pengujian, pengoperasian dan pemeliharaan
sistem ini.

8) Identifikasi dan pelabelan sistem pasokan terpusat (sentral).


(a) Silinder dan kontainer yang boleh digunakan hanya yang telah dibuat,
diuji dan dipelihara sesuai spesifikasi dan ketentuan dari pihak
berwenang.
(b) Isi silinder harus diidentifikasi dengan suatu label atau cetakan yang
ditempel, menyebut isi tabung sesuai ketentuan yang berlaku.
(c) Label tidak boleh dirusak, diubah atau dilepas, dan fiting penyambung
tidak boleh dimodifikasi.

C. PERSYARATAN PRASARANA YANG MENUNJANG FAKTOR KESEHATAN


LINGKUNGAN.

1. Sistem ventilasi.
(a) Untuk memenuhi persyaratan sistem ventilasi, bangunan Ruang Perawatan
Intensif harus mempunyai ventilasi alami dan/atau ventilasi mekanik/ buatan
sesuai dengan fungsinya dan tingkat kontaminasi oleh lingkungan sekitar
bangunan Ruang Perawatan Intensif.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 17


(b) Ventilasi mekanik/buatan harus disediakan jika ventilasi alami tidak dapat
memenuhi syarat. Misalkan tingkat kontaminasi oleh lingkungan sekitar
bangunan Ruang Perawatan Intensif tinggi, jarak antar bangunan tidak
memungkinkan udara bersih untuk masuk.
(c) Bila memakai sistem ventilasi mekanik/buatan maka instalasinya harus
dilakukan pembersihan/penggantian filter secara berkala untuk mengurangi
kandungan debu dan bakteri/kuman.
(d) Penerapan sistem ventilasi harus dilakukan dengan mempertimbangkan
prinsip-prinsip penghematan energi dalam bangunan Ruang Perawatan
Intensif.
(e) Ventilasi di daerah pelayanan kritis pasien harus pasti merupakan ventilasi
tersaring dan terkontrol. Pertukaran udara dan sirkulasi memberikan udara
segar dan mencegah pengumpulan gas-gas anestesi dalam ruangan.
(f) Minimal enam kali pertukaran udara per jam di bangunan Ruang Perawatan
Intensif yang disarankan.
(g) Sistem ventilasi dalam Ruang Perawatan Intensif harus terpisah dari sistem
ventilasi lain di rumah sakit.
(h) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan sistem ventilasi alami dan mekanik/buatan pada bangunan
Ruang Perawatan Intensif mengikuti SNI 03 – 6572 – 2001, Tata cara
perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan
gedung, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

2. Sistem pencahayaan.
(a) Bangunan Ruang Perawatan Intensif harus mempunyai pencahayaan alami
dan/atau pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan
fungsinya.
(b) Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi bangunan dan
fungsi masing-masing ruang di dalam bangunan Ruang Perawatan Intensif.
(c) Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang
dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam bangunan Ruang Perawatan
Intensif dengan mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi, dan
penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau pantulan.
(d) Pencahayaan buatan yang digunakan untuk pencahayaan darurat harus
dipasang pada bangunan Ruang Perawatan Intensif dengan fungsi tertentu,
serta dapat bekerja secara otomatis dan mempunyai tingkat pencahayaan
yang cukup untuk evakuasi yang aman.
(e) Semua sistem pecahayaan buatan, kecuali yang diperlukan untuk
pencahayaan darurat, harus dilengkapi dengan pengendali manual, dan/atau
otomatis, serta ditempatkan pada tempat yang mudah dibaca dan dicapai,
oleh pengguna ruang.
(f) Pencahayaan umum disediakan dengan lampu yang dipasang di langit-langit.
(g) Pencahayaan ruangan dapat menggunakan lampu fluorescent, penggunaan
lampu-lampu recessed disarankan karena tidak mengumpulkan debu.
(h) Pencahayaan harus didistribusikan rata dalam ruangan.

18 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Tabel-2
Tingkat pencahayaan rata-rata, renderasi dan temperatur warna yang direkomendasikan.
Temperatur warna
Kelomp Cool
Tingkat Warm Dayli
ok white
Fungsi ruangan pencahaya white ght
rendera 3300 K
an (lux) <3300 >530
si warna ~ 5300
K 0K
K
Ruang rawat pasien. 250 1 atau 2 X
Ruang istirahat 250 1 X
Dokter dan perawat
Ruang ganti pakaian
Ruang administrasi 350 1 atau 2 X X
Ruang Sterilisasi 250 1 atau 2 X
Gudang 150 1 atau 2 X X
Pantri 200 1 X
Toilet 250 1 atau 2 X X
Ruang pertemuan 250 1 atau 2 X X
Ruang tunggu 200 1 X X
Spoelhok 250 1 atau 2 X

Tabel-3
Daya listrik maksimum untuk pencahayaan

Daya pencahayaan maksimum


Lokasi
(W/m2) (termasuk rugi-rugi balast)

Daerah rawat pasien 15

Daerah penunjang 15

(i) Penggunaan lampu yang mempunyai efikasi lebih tinggi dan menghindari
pemakaian lampu dengan efikasi rendah. Disarankan menggunakan lampu
fluoresent dan lampu pelepas gas lainnya.
(j) Pemilihan armature/fixture yang mempunyai karakteristik distribusi
pencahayaan sesuai dengan penggunaannya, mempunyai efisiensi yang
tinggi dan tidak mengakibatkan silau atau refleksi yang mengganggu.
(k) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan sistem pencahayaan pada bangunan Ruang Perawatan Intensif
mengikuti pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 19


3. Sistem Sanitasi.

Untuk memenuhi persyaratan sistem sanitasi, setiap bangunan Ruang Perawatan


Intensif harus dilengkapi dengan sistem air bersih, sistem pembuangan air kotor
dan/atau air limbah, kotoran dan sampah, serta penyaluran air hujan.
a. Sistem air bersih.
(1) Sistem air bersih harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan sumber air bersih dan sistem distribusi air rumah
sakit.
(2) Perencanaan sistem distribusi air bersih dalam bangunan Ruang
Perawatan Intensif harus memenuhi debit air dan tekanan minimal yang
disyaratkan.
(3) Penjelasan lebih lanjut mengenai sistem perpipaan air bersih rumah
sakit dapat dilihat pada Pedoman Sarana Dan Prasarana Rumah Sakit
Kelas C Tahun 2009, Pedoman Fasilitas Rumah Sakit Kelas B Tahun
2010.
b. Sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah.
(1) Sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah dialirkan ke Instalasi
pengolahan Air Limbah (IPAL).
(2) Penjelasan lebih lanjut mengenai sistem pembuangan air kotor / air
limbah rumah sakit dapat dilihat pada Pedoman Sarana Dan Prasarana
Rumah Sakit Kelas C Tahun 2009, Pedoman Fasilitas Rumah Sakit
Kelas B Tahun 2010.

c. Sistem pembuangan limbah padat medis dan non medis.

(1) Sistem pembuangan limbah padat medis dan non medis harus terpisah
pewadahannya dan tertutup sesuai jenis limbahnya mengacu pada
Keputusan Menteri Kesehatan No. 1204 /MENKES/SK/X/ Tahun 2004
tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

d. Sistem penyaluran air hujan.

(1) Sistempenyaluranairhujanpadabangunandidaerahresapanairhujanharus
diserapkankedalamtanahpekarangandan/ataudialirkankesumurresapan.
Untukdaerahyangbukandaerahresapanmakaairhujandialirkankejaringan
drainaselingkungan/kotasesuaidenganketentuanyangberlaku.
(2) Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain yang dapat
diterima, maka penyaluran air hujan harus dilakukan dengan cara lain yang
dibenarkanolehinstansiyangberwenang.
(3) Sistem penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah terjadinya
endapandanpenyumbatanpadasaluran.

20 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


D. PERSYARATAN PRASARANA YANG MENUNJANG FAKTOR KENYAMANAN.

1. Sistem pengkondisian udara.


(a) Sistem pengkondisian udara harus mempertimbangkan :
(1) fungsi ruang, jumlah pengguna, letak, volume ruang, jenis peralatan, dan
penggunaan bahan bangunan.
(2) kemudahan pemeliharaan dan perawatan, dan
(3) prinsip-prinsip penghematan energi dan kelestarian lingkungan.
(b) Kelembaban relatif yang dianjurkan adalah 60%, untuk lokasi anestesi yang
mudah terbakar tidak kurang dari 50%.
(c) Temperatur ruangan dipertahankan sekitar 680F sampai 800F (220C sampai
260C) di buku hijau.
(d) Meskipun sudah dilengkapi dengan kontrol kelembaban dan temperatur, unit
pengkondisian udara bisa menjadi sumber mikro-organisme yang datang
melalui filter-filternya. Filter-filter ini harus dibersihkan dan/atau diganti secara
berkala.
(e) Saluran udara (ducting) harus dibersihkan secara teratur.
(f) Penjelasan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan kenyamanan kondisi udara pada bangunan Ruang Perawatan
Intensif mengikuti SNI 03 – 6572 – 2001, atau edisi terakhir, Tata cara
perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan
gedung, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

2. Kebisingan
(a) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan
Ruang Perawatan Intensif, pengelola bangunan Ruang Perawatan Intensif
harus mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/atau
sumber bising lainnya baik yang berada pada bangunan Ruang Perawatan
Intensif maupun di luar bangunan Ruang Perawatan Intensif.
(b) Penjelasan lebih lanjut mengenai tingkat kenyamanan terhadap kebisingan
pada bangunan rumah sakit dapat dilihat pada Pedoman Sarana Dan
Prasarana Rumah Sakit Kelas C Tahun 2009, Pedoman Fasilitas Rumah Sakit
Kelas B Tahun 2010.

3. Getaran.
(a) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap getaran pada bangunan
Ruang Perawatan Intensif, pengelola bangunan Ruang Perawatan Intensif
harus mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/atau
sumber getar lainnya baik yang berada pada bangunan Ruang Perawatan
Intensif maupun di luar bangunan Ruang Perawatan Intensif.
(b) Penjelasan lebih lanjut mengenai tingkat kenyamanan terhadap getaran pada
bangunan rumah sakit dapat dilihat pada Pedoman Sarana Dan Prasarana
Rumah Sakit Kelas C Tahun 2009, Pedoman Fasilitas Rumah Sakit Kelas B
Tahun 2010.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 21


E. PERSYARATAN PRASARANA YANG MENUNJANG FAKTOR KEMUDAHAN.

1. Kemudahan hubungan horizontal.


(a) Arah bukaan daun pintu ke daerah rawat pasien dianjurkan mengarah ke luar
agar memudahkan evakuasi pasien pada saat terjadi bencana internal dalam
RS (Aspek keselamatan).
(b) Ukuran koridor sebagai akses horizontal antar ruang dipertimbangkan
berdasarkan fungsi koridor, fungsi ruang dan jumlah pengguna.
(c) Penjelasan lebih lanjut mengenai kemudahan hubungan horisontal dapat dilihat
pada Pedoman Sarana Dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C Tahun 2009,
Pedoman Fasilitas Rumah Sakit Kelas B Tahun 2010

2. Kemudahan hubungan vertikal.


(a) Apabila akses menuju Ruang Perawatan Intensif dengan lift, maka disarankan
disediakan lift terpisah antara pasien dan umum
(b) Penjelasan lebih lanjut mengenai kemudahan hubungan vertikal dapat dilihat
pada Pedoman Sarana Dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C Tahun 2009,
Pedoman Fasilitas Rumah Sakit Kelas B Tahun 2010.

3. Sarana evakuasi.
(a) Penjelasan mengenai sarana evakuasi dapat dilihat pada Pedoman Sarana
Dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C Tahun 2009, Pedoman Fasilitas Rumah
Sakit Kelas B Tahun 2010.

4. Aksesibilitas.
(a) Penjelasan mengenai aksesibilitas bagi penyandang cacat dapat dilihat pada
Pedoman Sarana Dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C Tahun 2009, Pedoman
Fasilitas Rumah Sakit Kelas B Tahun 2010.

22 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB IV

PENUTUP

(1) Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Bangunan Instalasi ICU ini diharapkan dapat
digunakan sebagai rujukan oleh pengelola bangunan rumah sakit, penyedia jasa konstruksi,
instansi Dinas Kesehatan, Pemerintah Daerah, dan instansi terkait dengan kegiatan
pengaturan dan pengendalian penyelenggaraan pembangunan bangunan rumah sakit dalam
pencegahan dan penanggulangan dan guna menjamin keamanan dan keselamatan
bangunan rumah sakit dan lingkungan terhadap bahaya penyakit.

(2) Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau bersifat alternatif serta penyesuaian
“Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Bangunan Instalasi ICU” pada bangunan rumah
sakit oleh masing-masing daerah disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan di
daerah.

(3) Sebagai pedoman/petunjuk pelengkap dapat digunakan pedoman dan standar teknis terkait
lainnya.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 23


LAMPIRAN – 1
CONTOH MODEL DENAH RUANG ICU

24 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit



Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 25

26 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

LAMPIRAN – 2
Matriks Kebutuhan Ruang, Fungsi, Besaran Ruang dan Peralatan
Dalam Bangunan ICU

Besaran
No. Nama Ruangan Fungsi Ruang / Kebutuhan Alat
Luas (+)

Daerah rawat Pasien


ICU. Peralatan ICU di RS Kelas C terdiri
(a) Ruang untuk tempat Ruang tempat tidur berfungsi dari :
tidur pasien untuk merawat pasien lebih dari 24
Ventilator sederhana; 1 set alat
jam, dalam keadaan yang 12 - 16 m2 /tt resusitasi; alat/sistem pemberian
membutuhkan pemantauan khusus
oksigen (nasal canule; simple face
dan terus menerus.
mask; nonrebreathing face mask); 1 set
laringoskop dengan berbagai ukuran
Kamar yang mempunyai
(b) Ruang isolasi pasien bilahnya; berbagai ukuran pipa
kekhususan teknis sebagai ruang 16 – 20 m2 /tt endotrakeal dan konektor; berbagai
perawatan intensif yang memiliki
ukuran orofaring, pipa nasofaring,
batas fisik modular per pasien,
sungkup laring dan alat bantu jalan
dinding serta bukaan pintu dan
nafas lainnya; berbagai ukuran
jendela dengan ruangan ICU
introduser untuk pipa endotrakeal dan
lainnya.
bougies; syringe untuk
mengembangkan balon endotrakeal dan
klem; forsep magill; beberapa ukuran
plester/pita perekat medik; gunting;
suction yang setara dengan ruang
operasi; tournique untuk pemasangan
akses vena; peralatan infus intravena
dengan berbagai ukuran kanul
intravena dan berbagai macam cairan
infus yang sesuai; pompa infus dan
pompa syringe; alat pemantauan untuk
1 tekanan darah non-invasive,
elektrokardiografi reader, oksimeter
nadi, kapnografi, temperatur; alat
kateterisasi vena sentral dan
manometernya, defebrilator monovasik;
tempat tidur khusus ICU; bedside
monitor; peralatan drainase thoraks,
peralatan portable untuk transportasi;
lampu tindakan; unit/alat foto rontgen
mobile.

Peralatan ICU di RS Kelas B terdiri


dari :

Peralatan seperti di RS kelas C


ditambah dengan sebagai berikut :

Elektrokardiograf monitor; defibrilator


bivasik; sterilisator; anastesi apparatus;
oxygen tent; sphigmomanometer;
central gas; central suction; suction
thorax; mobile X-Ray unit; heart rate
monitor; respiration monitor, blood
pressure monitor; temperatur monitor;
haemodialisis unit; blood gas analyzer;
Electrolite analyzer.

Pos Sentral Perawat/ Ruang untuk melakukan 8 - 16 m2 (dengan Kursi, meja, lemari obat, lemari barang
stasi perawat/ nurse perencanaan, pengorganisasian, memperhatikan habis pakai.
station. asuhan dan pelayanan sirkulasi tempat
keperawatan selama 24 jam (pre tidur pasien
dan post conference, pengaturan didepannya)
2
jadwal), dokumentasi s/d evaluasi
pasien. Pos perawat harus terletak
di pusat blok yang dilayani agar
perawat dpt mengawasi pasiennya
secara efektif.
Ruang Dokter terdiri dari 2 bagian :
8 - 16 m2 Sofa, lemari, meja/kursi, wastafel,
3 R. Dokter Jaga 1. Ruang kerja. dilengkapi toilet
2. Ruang istirahat/ kamar jaga.

4 Ruang Istirahat Petugas Ruang istirahat petugas medik. 2.5 m2/ petugas Sofa, lemari, meja/kursi

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 27



Meja untuk menyiapkan makanan,
Daerah untuk menyiapkan Tergantung freezer, bak cuci dengan kran air dingin
5 Pantri makanan dan minuman untuk pe kebutuhan dan air panas, microwave dan atau
kompor, dan lemari pendingin.

Ruang penyimpanan alat medik


yang setiap saat diperlukan.
Ruang penyimpanan alat Peralatan yang disimpan diruangan Respirator/ventilator, alat HD, Mobile X-
6 9 - 25 m2
medik ini harus dalam kondisi siap pakai Ray, dan lain lain.
dan dalam kondisi yang sudah
disterilisasi.

untuk menyimpan obat-obatan,


semua barang-barang yang bersih
dan steril, dan boleh juga
digunakan untuk menyimpan linen Tergantung
7 Ruang utilitas bersih Lemari/kabinet/ rak
bersih, juga untuk menyimpan kebutuhan
instrumen dan bahan perbekalan
yang diperlukan, termasuk untuk
barang-barang steril.

Fasilitas untuk membuang kotoran


bekas pelayanan pasien khususnya
yang berupa cairan. Spoolhoek Kloset leher angsa, keran air bersih
8 Ruang utilitas kotor 6 - 16 m2
berupa bak atau kloset yang (Sink)
dilengkapi dengan leher angsa
(water seal).

Ruang kerja dan istirahat kepala


9 Ruang Kepala ICU 6 - 12 m2 Sofa, lemari, meja/kursi
perawat.

Ruang untuk menyelenggarakan


kegiatan administrasi khususnya
pelayanan pendaftaran dan rekam
Min. 2 m2/ Meja kerja, lemari berkas/arsip dan
10 Ruang Administrasi medik internal pasien di instalasi
petugas telepon/interkom.
ICU. Ruang ini berada pada bagian
depan instalasi ICU dengan
dilengkapi loket atau Counter.

Tempat parkir troli selama tidak


11 Parkir Troli ada kegiatan pembedahan atau 2 - 6 m2 troli
selama tidak diperlukan.

Tempat ganti pakaian, meletakkan


sepatu/alas kaki sebelum masuk
daerah rawat pasien dan
4 - 16 m2/ ruang
Ruang ganti pakaian sebaliknya setelah keluar dari
ganti Lemari loker, kontainer untuk baju
12 (termasuk didalamnya daerah rawat pasien, yang
(tergantung pelindung bekas pakai
Loker) diperuntukan bagi staf medis
kebutuhan)
maupun non medis dan
pengunjung, dipisah antara pria
dan wanita
Min. 1.5 m2/ org Lemari/Rak penyimpanan bahan-bahan
Ruang tempat diskusi medis,
(misal. Kapasitas bacaan medik dan perawatan, VCR, dan
13 Ruang Diskusi Medis pendidikan dan pembahasan kasus
10 org maka peralatan belajar, meja, kursi, komputer,
multi disiplin.
butuh luas 15m2) LCD, dll

Ruang tunggu keluarga Tempat keluarga/ pengantar Tempat duduk, televisi & Telp umum
14 Min. 5 m2/ pasien
pasien. pasien menunggu. (bila RS mampu),

Ruangan tempat penyimpanan


barang-barang/bahan-bahan dan
Janitor/ Ruang cleaning
15 peralatan untuk keperluan 4 - 6 m2 Lemari/rak
service
kebersihan ruangan, tetapi bukan
peralatan medik.

@ KM/WC
Toilet (petugas,
16 KM/WC pria/wanita luas 2
pengunjung)
m2 – 3m2

R. Penyimpanan Silinder R. Tempat menyimpan tabung- 4 – 8 m2


17 Gas Medis
Gas Medik tabung gas medis cadangan.

28 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit



LAMPIRAN – 7
CONTOH RUANG PERAWATAN INTENSIF DAN PERALATANNYA

Gambar L5A Gambar L5B


Peralatan di ruang rawat pasien ICU, Peralatan di ruang rawat pasien ICU
menggunakan ceiling pendant menggunakan bedhead

Gambar L5C
Contoh Model Peralatan di ruang ICU Neonatal menggunakan bedhead

Gambar L1 – Contoh Model Ruang Rawat Pasien ICU dengan ceiling pendant

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 29



DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

3. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/Menkes/SK/XII/2004 tentang Persyaratan


Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 Tahun 2005, tentang Peraturan


Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, tentang Bangunan Gedung.

5. Joanna R. Fuller, Surgical Technology, Principles and Practice, Saunders.

6. American Society of Heating, Refrigerating and Air Conditionign Engineers, Handbook,


Applications, 1974 Edition, ASHRAE.

7. American Society of Heating, Refrigerating and Air Conditioning Engineers, HVAC Design
Manual for Hospitals and Clinics, 2003 edition, ASHRAE.

8. G.D. Kunders, Hospitals, Facilities Planning and Management, Tata McGraw-Hill


Publishing Company Limited, 2004.

30 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit



PEDOMAN BANGUNAN RS :
RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT

DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATAN


SUB DIREKTORAT BINA SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN
TAHUN 2012
KATA PENGANTAR

Bangunan ruang rawat inap di rumah sakit merupakan salah satu faktor yang sangat penting
dalam penyelenggaraan pelayanan medik di sarana pelayanan kesehatan, sehingga perlu
dilakukan pengelolaan bangunan instalasi rawat inap dengan baik dan terpadu.

Penyusunan buku “Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit : Ruang Rawat Inap” ini
merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan manajerial dan profesional pengelola
instalasi rawat inap di rumah sakit.

Dengan dibakukanya buku Pedoman Teknis ini, maka saat ini tersedia pedoman sebagai
bahan acuan pelaksanaan bagi mereka yang menyelenggarakan pengelolaan dan
perencanaan bangunan instalasi rawat inap di rumah sakit.

Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu diterbitkannya buku Pedoman Teknis
ini, kami ucapkan terima kasih.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar iii


Daftar Isi v

BAGIAN - I Pendahuluan 1
1.1. Latar belakang 1
1.2. Maksud dan tujuan 2
1.3 Sasaran 2
1.4 Batasan dan pengertian 2

BAGIAN - II Kegiatan di instalasi rawat inap 5


2.1 Alur kegiatan 5
2.2. Alur Dokter, Perawat, Staf 6
2.3. Alur Pasien 6

BAGIAN - III Persyaratan teknis Sarana Bangunan Instalasi rawat inap 7


2.1 Lokasi 7
2.2 Denah 7
2.3. Lantai. 9
2.4. Langit-langit. 9
2.5 Pintu. 9
2.6 Kamar mandi. 9
2.7 Jendela. 10

BAGIAN - IV Persyaratan Teknis Prasarana Bangunan Instalasi rawat inap 11


4.1 Persyaratan keselamatan bangunan. 11
4.2 Persyaratan kesehatan bangunan. 14
4.3 Persyaratan kenyamanan. 17
4.4 Persyaratan kemudahan. 18

BAGIAN - V Penutup 21
Lampiran 22
Kepustakaan 26

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | v


BAB - I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang.


Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak semata-mata ditentukan oleh hasil kerja
keras dari sektor kesehatan, tetapi sangat dipengaruhi oleh hasil kerja keras serta
konstribusi positif dari berbagai sektor pembangunan lainnya.
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28
Bagian H, ayat (1) telah menegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan
kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab
atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan merupakan
bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung
penyelenggaraan upaya kesehatan. Pada hakekatnya rumah sakit berfungsi sebagai
tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Fungsi dimaksud memiliki
makna tanggung jawab yang seyogyanya merupakan tanggung jawab pemerintah dalam
meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Untuk optimalisasi hasil serta kontribusi
positif tersebut, harus dapat diupayakan masuknya upaya kesehatan sebagai asas pokok
program pembangunan nasional.
Dalam Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 10 ayat (2)
menyebutkan, bangunan rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
terdiri atas ruang: b. ruang rawat inap; Dalam Bagian Ketiga tentang Bangunan, pasal 9
butir (b) menyebutkan bahwa Persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit, sesuai
dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta
perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat,
anak-anak, dan orang usia lanjut.
Dalam rangka mendukung Undang-Undang No. 44 tersebut, maka harus disusun
pedoman teknis fasilitas ruang rawat inap rumah sakit yang memenuhi standar
pelayanan, keamanan, keselamatan, kemudahan dan kenyamanan. Ruang rawat inap
yang aman dan nyaman merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi proses
penyembuhan pasien, oleh karena itu dalam merancang ruang rawat inap harus
memenuhi persyaratan tertentu yang mendukung terciptanya ruang rawat inap yang
sehat, aman dan nyaman.
Perencanaan dan pengelolaan bangunan instalasi rawat inap rumah sakit pada dasarnya
adalah suatu upaya dalam menetapkan fasilitas fisik, tenaga dan peralatan yang
diperlukan untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat sesuai dengan
kebutuhan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 1


1.2. Maksud dan tujuan.
Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Bangunan Instalasi Rawat Inap ini bertujuan
untuk memberikan petunjuk agar dalam perencanaan dan pengelolaan suatu bangunan
instalasi rawat inap di rumah sakit memperhatikan kaidah-kaidah pelayanan kesehatan,
sehingga bagunan instalasi rawat inap yang akan dibuat dapat menampung kebutuhan-
kebutuhan pelayanan dan dapat digunakan oleh pemakai, pengelola serta tidak berakibat
buruk bagi keduanya.
1.3 Sasaran.
Pedoman Teknis ini diharapkan dapat digunakan sebagai pegangan dan acuan bagi
Pengelola Rumah Sakit, Dinas Kesehatan dan perencana dan pengembang bangunan
rumah sakit sehingga masing-maing pihak dapat mempunyai persepsi yang sama.
1.4 Batasan dan pengertian.
1.4.1 Ruang pasien rawat inap.
Ruang untuk pasien yang memerlukan asuhan dan pelayanan keperawatan dan
pengobatan secara berkesinambungan lebih dari 24 jam.
Untuk tiap-tiap rumah sakit akan mempunyai ruang perawatan dengan nama sendiri-
sendiri sesuai dengan tingkat pelayanan dan fasilitas yang diberikan oleh pihak rumah
sakit kepada pasiennya.
1.4.2 Ruang Pos Perawat.
Ruang untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian asuhan dan pelayanan
keperawatan (pre dan post conference, pengaturan jadwal), dokumentasi sampai dengan
evaluasi pasien.
1.4.3 Ruang Konsultasi.
Ruang untuk melakukan konsultasi oleh profesi kesehatan kepada pasien dan
keluarganya.
1.4.4 Ruang Tindakan.
Ruangan untuk melakukan tindakan pada pasien baik berupa tindakan invasive ringan
maupun non-invasive.
1.4.5 Ruang administrasi.
Ruang untuk menyelenggarakan kegiatan administrasi khususnya pelayanan pasien di
ruang rawat inap. Ruang ini berada pada bagian depan ruang rawat inap dengan
dilengkapi loket/counter, meja kerja, lemari berkas/arsip, dan telepon/interkom.
Kegiatan administrasi meliputi :
(a). Pendataan pasien.
(b). Penandatanganan surat pernyataan keluarga pasien (apabila diperlukan tindakan
bedah).
(c) Rekam medis pasien.

2 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


1.4.6 Ruang Dokter.
Ruang Dokter terdiri dari 2 ruangan, yaitu kamar kerja dan kamar istirahat/kamar jaga.
Pada kamar kerja harus dilengkapi dengan beberapa peralatan dan furnitur. Sedangkan
pada kamar istirahat hanya diperlukan sofa dan tempat tidur. Ruang Dokter dilengkapi
dengan bak cuci tangan (wastafel) dan toilet.
1.4.7 Ruang perawat.
Ruang untuk istirahat perawat/petugas lainnya setelah melaksanakan kegiatan pelayanan
pasien atau tugas jaga.
Ruang perawat harus diatur sedemikian rupa untuk mempermudah semua pihak yang
memerlukan pelayanan pasien sehingga apabila ada keadaan darurat dapat segera
diketahui untuk diambil tindakan terhadap pasien.
1.4.8 Ruang Loker.
Ruang ganti pakaian Dokter, perawat dan petugas rawat inap.
1.4.9 Ruang kepala rawat inap.
Ruang tempat kepala rawat inap melakukan manajemen asuhan dan pelayanan
keperawatan, diantaranya pembuatan program kerja dan pembinaan.
1.4.10 Ruang linen bersih.
Ruang untuk menyimpan bahan-bahan linen bersih yang akan digunakan di ruang rawat.
1.4.11 Ruang linen kotor.
Ruangan untuk menyimpan bahan-bahan linen kotor yang telah digunakan di ruang rawat
inap sebelum di bawa ke ruang cuci (laundri).
1.4.12 Spoolhoek.
Fasilitas untuk membuang kotoran bekas pelayanan pasien khusnya yang berupa cairan.
Spoelhoek dala, bentuk bak atau kloset dengan leher angsa (water seal). Pada ruang
spoehoek juga harus disediakan kran air bersih untuk mencuci tempat cairan atau cuci
tangan. Ruang tempat spoelhoek ini harus menghadap keluar/berada di luar area rawat
inap ke arahj koridor kotor. Spoelhoek dihubungkan ke septic tank khusus atau jaringan
IPAL.
1.4.13 Kamar mandi/Toilet.
Fasilitas diatur sesuai kebutuhan, dan harus dijaga kebersihannya karena dengan kamar
mandi/toilet yang bersih citra rumah sakit khususnya ruang rawat inap akan baik. Terdiri
dari toilet pasien dan toilet staf.
1.4.14 Pantri.
Tempat untuk menyiapkan makanan dan minuman bagi mereka yang ada di ruang rawat
inap rumah sakit.
1.4.15 Ruang Janitor.
Ruang tempat menyimpan dan mencuci alat-alat pembersih ruangan rawat inap.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 3


1.4.16 Gudang bersih.
Gudang adalah ruangan tempat penyimpanan barang-barang/bahan-bahan dan peralatan
untuk keperluan ruang rawat inap.
1.4.17 Gudang kotor.
Gudang adalah ruangan tempat penyimpanan barang-barang/bahan-bahan bekas pakai.
1.4.18 Bangunan gedung.
adalah konstruksi bangunan yang diletakkan secara tetap dalam suatu lingkungan, di atas
tanah/perairan, ataupun di bawah tanah/perairan, tempat manusia melakukan
kegiatannya, baik untuk tempat tinggal, berusaha, maupun kegiatan sosial dan budaya.
1.4.19 Banguan instalasi di rumah sakit.
adalah gabungan/kumpulan dari ruang-ruang/kamar-kamar di unit rumah sakit yang saling
berhubungan dan terkait satu sama lain dalam rangka pencapaian tujuan pelayanan
kesehatan.

4 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB – II
KEGIATAN DI BANGUNAN RUANG RAWAT INAP

2.1 Alur kegiatan


Alur kegiatan di bangunan rawat inap seperti ditunjukkan pada gambar 2.1.

Kamar
Laundri
Mayat
Dokter Perawat

Ruang Linen
Ruang Ganti (Loker)
Bersih

Gudang
Ruang Ruang Bersih
Dokter Perawat

Meninggal
Dunia Ruang
Pos Perawat
Konsultasi

Ruang
Linen
Kotor
Ruang Rawat Inap
Spoolhoek &
Gudang Kotor

Pasien

Pulang
Sehat Ruang Tunggu Ruang Administrasi &
Pengantar Pendaftaran

INSTALASI RAWAT INAP

Instalasi Instalasi
Instalasi
Gawat Rawat Instalasi ICU
Bedah
Darurat Jalan

Pasien+Pengantar Pasien+Pengantar Pasien+Pengantar Pasien+Pengantar

Gambar 2.1 – Skema alur kegiatan di ruang rawat inap

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 5


2.2. Alur Dokter, Perawat, Staf.
(a). Akan bertugas.
(1). Dokter masuk ke ruang dokter untuk ganti pakaian.
(2). Perawat, masuk ke ruang perawat untuk ganti pakaian.
(3). Staf, masuk ke ruang staf untuk ganti pakaian.
(b). Setelah selesai tugas.
Dokter, Perawat , staf ke luar melalui alur yang sama.
2.3. Alur Pasien.
(a). Pasien masuk ruang rawat inap.
(1). Pasien masuk ruang rawat inap dari IGD/COT/Rawat jalan melalui admisi.
(2). Pasien mendapatkan Nomor Rekam Medis.
(3). Serah terima & orientasi di pos perawat (Nurse Station).
(4). Pasien ganti pakaian.
(5). Pasien selanjutnya dirawat lebih lanjut di ruang rawat inap.
(b). Pasien meninggalkan ruang rawat inap.
(1) Pasien pulang ke rumah setelah sehat, atau
(2) Pasien meninggal dikirim ke kamar janazah.

6 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB - III
PERSYARATAN TEKNIS
BANGUNAN RUANG RAWAT INAP

2.1 Lokasi.
(a) Bangunan rawat inap harus terletak pada lokasi yang tenang, aman dan nyaman,
tetapi tetap memiliki kemudahan aksesibiltas atau pencapaian dari sarana
penunjang rawat inap.
(b) Bangunan rawat inap terletak jauh dari tempat-tempat pembuangan kotoran, dan
bising dari mesin/generator.
2. 2 Denah.
(a). Persyaratan umum.
(1). Pengelompokan ruang berdasarkan kelompok aktivitas yang sejenis hingga
tiap kegiatan tidak bercampur dan tidak membingungkan pemakai bangunan.
(2) Perletakan ruangannya terutama secara keseluruhan perlu adanya hubungan
antar ruang dengan skala prioritas yang diharuskan dekat dan sangat
berhubungan/membutuhkan.
(3) Akses pencapaian ke setiap blok/ruangan harus dapat dicapai dengan mudah.
(4). Kecepatan bergerak merupakan salah satu kunci keberhasilan perancangan,
sehingga blok unit sebaiknya sirkulasinya dibuat secara linier/lurus
(memanjang)
(5) Jumlah kebutuhan ruang harus disesuaikan dengan kebutuhan jumlah pasien
yang akan ditampung.
(6) Sinar matahari pagi sedapat mungkin masuk ke dalam ruangan.
(7). Alur petugas dan pengunjung dipisah.
(8) Besaran ruang dan kapasitas ruang harus dapat memenuhi persyaratan
minimal seperti ditunjukkan dalam tabel 2.2.a.8

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 7


Tabel 2.2.a.8
Kebutuhan minimal luas ruangan pada bangunan rawat inap
Nama ruang Luas (+) Satuan
1 Ruang Perawatan :
VIP 18 m2/tempat tidur
Kelas I 12 m2/tempat tidur
Kelas II 10 m2/tempat tidur
Kelas III 7.2 m2/tempat tidur
2 Ruang Pos perawat 20 m2
3 Ruang Konsultasi. 12 m2
4 Ruang Tindakan. 24 m2
5 Ruang administrasi 9 m2
6 Ruang Dokter. 20 m2
7 Ruang perawat. 20 m2
8 Ruang ganti/Locker 9 m2
9 Ruang kepala rawat inap. 12 m2
10 Ruang linen bersih. 18 m2
11 Ruang linen kotor. 9 m2
12 Spoelhoek 9 m2
13 Kamar mandi/Toilet 25 m2
14 Pantri. 9 m2
15 Ruang Janitor/service 9 m2
16 Gudang bersih 18 m2
17 Gudang kotor 18 m2

(b). Persyaratan khusus.


(1) Tipe ruang rawat inap, terdiri dari :
a) Ruang rawat inap 1 tempat tidur setiap kamar (VIP).
b) Ruang rawat inap 2 tempat tidur setiap kamar (Kelas 1)
c) Ruang rawat inap 4 tempat tidur setiap kamar (Kelas 2)
d) Ruang rawat inap 6 tempat tidur atau lebih setiap kamar (kelas 3).
(2). Khusus untuk pasien-pasien tertentu harus dipisahkan (Ruang Isolasi), seperti
:
a) Pasien yang menderita penyakit menular.
b) Pasien dengan pengobatan yang menimbulkan bau (seperti penyakit
tumor, ganggrein, diabetes, dan sebagainya).
c) Pasien yang gaduh gelisah (mengeluarkan suara dalam ruangan).
Keseluruhan ruang-ruang ini harus terlihat jelas dalam kebutuhan jumlah
dan jenis pasien yang akan dirawat.

8 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(c) Pos Perawat (Nurse Station).
Lokasi Pos perawat sebaiknya tidak jauh dari ruang rawat inap yang dilayaninya,
sehingga pengawasan terhadap pasien menjadi lebih efektif dan efisien.
2.3. Lantai.
(a). Lantai harus kuat dan rata, tidak berongga.
(b). Bahan penutup lantai dapat terdiri dari bahan tidak berpori, seperti vinyl yang rata
atau keramik dengan nat yang rapat sehingga debu dari kotoran-kotoran tidak
mengumpul, mudah dibersihkan, tidak mudah terbakar.
(c) Pertemuan dinding dengan lantai disarankan melengkung (hospital plint), agar
memudahkan pembersihan dan tidak menjadi tempat sarang debu dan kotoran.
2.4. Langit-langit.
Langit-langit harus rapat dan kuat, tidak rontok dan tidak menghasilkan debu atau kotoran
lain.
2.5 Pintu.
(a) Pintu masuk ke ruang rawat inap, terdiri dari pintu ganda, masing-masing dengan
lebar 90 cm dan 40 cm. Pada sisi pintu dengan lebar 90 cm, dilengkapi dengan
kaca jendela pengintai (observation glass).
(b) Pintu masuk ke kamar mandi umum, minimal lebarnya 85 cm.
(c) Pintu masuk ke kamar mandi pasien, untuk setiap kelas, minimal harus ada 1 kamar
mandi berukuran lebar 90 cm, diperuntukkan bagi penyandang cacat.
(d) Pintu kamar mandi pasien, harus membuka ke luar kamar mandi.
(e) Pintu toilet umum untuk penyandang cacat harus terbuka ke luar.
2.6 Kamar mandi.
(a) Kamar mandi pasien, terdiri dari kloset, shower (pancuran air) dan bak cuci tangan
(wastafel).
(b) Khusus untuk kamar mandi bagi penyandang cacat mengikuti pedoman atau
standar teknis yang berlaku.
(d) Jumlah kamar mandi untuk penyandang cacat, 1 (satu) buah untuk setiap kelas.
(e) Toilet umum, terdiri dari kloset dan bak cuci tangan (wastafel).
(f) Disediakan 1 (satu) toilet umum untuk penyandang cacat di lantai dasar, dengan
persyaratan sebagai berikut :
(a) Toilet umum yang aksesibel harus dilengkapi dengan tampilan rambu/simbol
"penyandang cacat" pada bagian luarnya.
(b) Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk
masuk dan keluar pengguna kursi roda.
(c) Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian pengguna
kursi roda sekitar (45 ~ 50 cm).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 9


(d) Toilet atau kamar kecil umum harus dilengkapi dengan pegangan rambat
(handrail) yang memiliki posisi dan ketinggian disesuaikan dengan pengguna
kursi roda dan penyandang cacat yang lain. Pegangan disarankan memiliki
bentuk siku-siku mengarah ke atas untuk membantu pergerakan pengguna
kursi roda.
(e) Letak kertas tissu, air, kran air atau pancuran (shower) dan perlengkapan-
perlengkapan seperti tempat sabun dan pengering tangan harus dipasang
sedemikian hingga mudah digunakan oleh orang yang memiliki keterbatasan
keterbatasan fisik dan bisa dijangkau pengguna kursi roda.
(f) Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin. Lantai tidak boleh
menggenangkan air buangan.
(g) Pintu harus mudah dibuka dan ditutup untuk memudahkan pengguna kursi
roda.
(h) Kunci-kunci toilet atau grendel dipilih sedemikian sehingga bisa dibuka dari
luar jika terjadi kondisi darurat.
(j) Pada tempat-tempat yang mudah dicapai, seperti pada daerah pintu masuk,
disarankan untuk menyediakan tombol bunyi darurat (emergency sound
button) bila sewaktu-waktu terjadi sesuatu yang tidak diharapkan.

Gambar 2.6 - Ruang gerak dalam Toilet untuk Aksesibel.

2.7 Jendela.
Disarankan menggunakan jendela kaca sorong, yang mudah pemeliharaannya, dan
cukup rapat.

10 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB – IV
PERSYARATAN TEKNIS
PRASARANA BANGUNAN RUANG RAWAT INAP

4.1 Persyaratan keselamatan bangunan.


Pelayanan pada bangunan instalasi rawat inap, termasuk “daerah pelayanan kritis”,
sesuai SNI 03 – 7011 – 2004, Keselamatan pada bangunan fasilitas kesehatan”.
4.1.1 Struktur bangunan.
(a) Bangunan instalasi bedah, strukturnya harus direncanakan kuat/kokoh, dan stabil
dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan kelayanan
(serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan
mempertimbangkan fungsi bangunan instalasi rawat inap, lokasi, keawetan, dan
kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.
(b) Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh aksi
sebagai akibat dari beban-beban yang mungkin bekerja selama umur layanan
struktur, baik beban muatan tetap maupun beban muatan sementara yang timbul
akibat gempa dan angin.
(c) Dalam perencanaan struktur bangunan instalasi rawat inap terhadap pengaruh
gempa, semua unsur struktur bangunan instalasi bedah, baik bagian dari sub
struktur maupun struktur bangunan, harus diperhitungkan memikul pengaruh gempa
rencana sesuai dengan zona gempanya.
(d) Struktur bangunan instalasi bedah harus direncanakan secara detail sehingga pada
kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila terjai keruntuhan,
kondisi strukturnya masih dapat memungkinkan pengguna bangunan instalasi rawat
inap menyelamatankan diri.
(e) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembebanan, ketahanan terhadap gempa dan/atau
angin, dan perhitungan strukturnya mengikuti pedoman dan standar teknis yang
berlaku.
4.1.2 Sistem proteksi petir.
(a) Bangunan instalasi rawat inap yang berdasarkan letak, sifat geografis, bentuk,
ketinggian dan penggunaannya berisiko terkena sambaran petir, harus dilengkapi
dengan instalasi proteksi petir.
(b) Sistem proteksi petir yang dirancang dan dipasang harus dapat mengurangi secara
nyata risiko kerusakan yang disebabkan sambaran petir terhadap bangunan
instalasi rawat inap dan peralatan yang diproteksinya, serta melindungi manusia di
dalamnya.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 11


(c) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan,
pemeliharaan instalasi sistem proteksi petir mengikuti SNI 03 – 7015 – 2004, Sistem
proteksi petir pada bangunan gedung, atau pedoman dan standar teknis lain yang
berlaku.
4.1.3 Sistem proteksi Kebakaran.
(a) Bangunan instalasi rawat inap, harus dilindungi terhadap bahaya kebakaran dengan
sistem proteksi pasif dan proteksi aktif.
(b) Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada fungsi/klasifikasi risiko kebakaran,
geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/ atau jumlah dan kondisi penghuni
dalam bangunan instalasi rawat inap..
(c) Penerapan sistem proteksi aktif didasarkan pada fungsi, klasifikasi, luas, ketinggian,
volume bangunan, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam bangunan instalasi
rawat inap.
(d) Bilamana terjadi kebakaran di ruang rawat inap, peralatan yang terbakar harus
segera disingkirkan dari sekitar sumber oksigen atau outlet pipa yang dimasukkan
ke ruang rawat inap untuk mencegah terjadinya ledakan.
(e) Api harus dipadamkan di ruang rawat inap, jika dimungkinkan, dan pasien harus
segera dipindahkan dari tempat berbahaya. Peralatan pemadam kebakaran harus
dipasang diseluruh rumah sakit . Semua petugas harus tahu peraturan tentang
cara-cara proteksi kebakaran. Mereka harus tahu persis tata letak kotak alarm
kebakaran dan tahu menggunakan alat pemadam kebakaran.
(f) Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan
sistem proteksi kebakaran aktif mengikuti Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit
: Sistem Proteksi Kebakaran Aktif, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan Tahun 2012.
4.1.4 Sistem kelistrikan.
(a) Sumber daya listrik.
Sumber daya listrik pada ruang perawatan pasien di ruang rawat inap termasuk
katagori “sistem kelistrikan esensial 1”, di mana sumber daya listrik normal
dilengkapi dengan sumber daya listrik diesel generator untuk menggantikannya, bila
terjadi gangguan pada sumber daya listrik normal.
Tapi pada ruang tindakan pasien termasuk katagori “sistem kelistrikan esensial 2” di
mana pasokan listrik tidak boleh terputus apabila terjadi gangguan.
(b) Jaringan.
(1) Kabel listrik dari peralatan yang dipasang di langit-langit tetapi yang bisa
digerakkan, harus dilindungi terhadap belokan yang berulang-ulang sepanjang
track, untuk mencegah terjadinya retakan-retakan dan kerusakan-kerusakan
pada kabel.
(2) Kolom yang bisa diperpanjang dengan ditarik, menghindari bahaya-bahaya
tersebut.

12 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(3) Sambungan listrik pada kotak hubung singkat harus diperoleh dari sirkit-sirkit
yang terpisah. Ini menghindari akibat dari terputusnya arus karena bekerjanya
pengaman lebur atau suatu sirkit yang gagal yang menyebabkan terputusnya
semua arus listrik pada saat kritis.
(c) Terminal.
(1) Kotak Kontak (stop kontak)
a) Setiap kotak kontak daya harus menyediakan sedikitnya satu kutub
pembumian terpisah yang mampu menjaga resistans yang rendah
dengan kontak tusuk pasangannya.
b) Karena gas-gas yang mudah terbakar dan uap-uap lebih berat dari
udara dan akan menyelimuti permukaan lantai bila dibuka, Kotak kontak
listrik harus dipasang 5 ft ( 1,5 m) di atas permukaan lantai, dan harus
dari jenis tahan ledakan.
c) Jumlah kotak kontak untuk setiap tempat tidur minimal 2 titik untuk
melayani peralatan kesehatan yang membutuhkan suplai listrik. Pada
ruang tindakan yang merupakan ruang pelayanan kritis minimal harus
dilengkapi 5 titik kotak kontak.
(2) Sakelar.
Sajekar yang dipasang dalam sirkit pencahayaan harus memenuhi SNI 04 –
0225 – 2000, Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2000), atau
Permenkes 2306/Menkes/per/XI/2011 tentang Persyaratan Teknis Prasarana
Instalasi Elektrikal RS.
(d) Pembumian.
Kabel yang menyentuh lantai, dapat membahayakan petugas. Sistem harus
memastikan bahwa tidak ada bagian peralatan yang dibumikan melalui tahanan
yang lebih tinggi dari pada bagian lain peralatan yang disebut dengan sistem
penyamaan potensial pembumian (Equal potential grounding system). Sistem ini
memastikan bahwa hubung singkat ke bumi tidak melalui pasien.
(e) Peringatan.
Semua petugas harus menyadari bahwa kesalahan dalam pemakaian listrik
membawa akibat bahaya sengatan listrik, padamnya tenaga listrik, dan bahaya
kebakaran.
Kesalahan dalam instalasi listrik bisa menyebabkan arus hubung singkat,
tersengatnya pasien, atau petugas.
Bahaya ini dapat dicegah dengan :
(1) Memakai peralatan listrik yang dibuat khusus untuk instalasi rawat inap.
Peralatan harus mempunyai kabel yang cukup panjang dan harus mempunyai
kapasitas yang cukup untuk menghindari beban lebih.
(2) Peralatan jinjing (portabel), harus segera diuji dan dilengkapi dengan sistem
pembumian yang benar sebelum digunakan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 13


(3) Segera menghentikan pemakaian dan melaporkan apabila ada peralatan
listrik yang tidak benar.
(f) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan sistem kelistrikan pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti
Permenkes 2306/Menkes/per/XI/2011 tentang Persyaratan Teknis Prasarana
Instalasi Elektrikal RS.
4.1.5 Sistem gas medik dan vakum medik.
(a) Vakum, udara tekan medik dan oksigen disalurkan dengan pemipaan ke ruang
instalasi rawat inap. Outlet-outletnya dipasang pada bed-head pasien. Pada ruang
perawatan minimal dilengkapi 1 (satu) outlet oksigen tiap tempat tidur pasien,
sedangkan pada ruang tindakan dilengkapi minimal 1 (satu) outlet oksigen, 1 (satu)
outlet vakum dan 1 (satu) outlet udara tekan medik pada bed-head tempat tidur
tindakan.
(d) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan sistem gas medik dan vakum medik pada bangunan Ruang rawat
inap Rumah Sakit mengikuti ”Pedoman Teknis Instalasi Gas Medik dan Vakum
Medik di RS” yang disusun oleh Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan
Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Kementerian
Kesehatan RI, Tahun 2011.
4.2 Persyaratan kesehatan bangunan.
4.2.1 Sistem ventilasi.
(a) Untuk memenuhi persyaratan sistem ventilasi, bangunan instalasi rawat inap harus
mempunyai ventilasi alami dan/atau ventilasi mekanik/ buatan sesuai dengan
fungsinya.
(b) Bangunan instalasi rawat inap harus mempunyai bukaan permanen, kisi-kisi pada
pintu dan jendela dan/atau bukaan permanen yang dapat dibuka untuk kepentingan
ventilasi alami.
(c) Ventilasi mekanik/buatan harus disediakan jika ventilasi alami tidak dapat
memenuhi syarat.
(d) Penerapan sistem ventilasi harus dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-
prinsip penghematan energi dalam bangunan ruang rawat inap.
(e) Pada ruang perawatan pasien dan koridor di ruang rawat inap, minimal 4 (empat)
kali pertukaran udara per jam, untuk ruang perawatan isolasi infeksius, minimal 6
(enam) kali pertukaran udara per jam.
(f) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan sistem ventilasi alami dan mekanik/buatan pada bangunan ruang
rawat inap mengikuti Pedoman Teknis Prasarana Sistem Tata Udara Pada
Bangunan Rumah Sakit, yang disusun oleh Direktorat Bina Pelayanan Penunjang
Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan RI, Tahun 2011.

14 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


4.2.2 Sistem pencahayaan.
(a) Bangunan instalasi rawat inap harus mempunyai pencahayaan alami dan/atau
pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya.
(b) Bangunan instalasi rawat inap harus mempunyai bukaan untuk pencahayaan alami.
(c) Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi bangunan instalasi
rawat inap dan fungsi masing-masing ruang di dalam bangunan instalasi rawat inap.
(d) Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang
dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam bangunan instalasi rawat inap dengan
mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi, dan penempatannya tidak
menimbulkan efek silau atau pantulan.
(e) Pencahayaan buatan yang digunakan untuk pencahayaan darurat harus dipasang
pada bangunan instalasi rawat inap dengan fungsi tertentu, serta dapat bekerja
secara otomatis dan mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi
yang aman.
(f) Pencahayaan umum disediakan dengan lampu yang dipasang di langit-langit.
(g) Disarankan menggunakan lampu-lampu yang dipasang dibenamkan pada plafon
(recessed) karena tidak mengumpulkan debu.
(i) Pencahayaan harus didistribusikan rata dalam ruangan.
(j) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan sistem pencahayaan pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti :
(1) SNI 03 – 2396 – 2001, Tata cara perancangan sistem pencahayaan alami
pada bangunan gedung,
(2) SNI 03 – 6575 – 2001, Tata cara perancangan sistem pencahayaan buatan
pada bangunan gedung,
(3) SNI 03 – 6574 – 2001, Tata cara perancangan sistem pencahayaan darurat,
tanda arah dan tanda peringatan,
(4) atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.
4.2.3 Sistem Sanitasi.
Untuk memenuhi persyaratan sistem sanitasi, setiap bangunan instalasi rawat inap harus
dilengkapi dengan sistem air bersih, sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah,
kotoran dan sampah, serta penyaluran air hujan.
(a) Sistem air bersih.
(1) Sistem air bersih harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan sumber air bersih dan sistem distribusinya.
(2) Sumber air bersih dapat diperoleh dari sumber air berlangganan dan/atau
sumber air lainnya yang memenuhi persyaratan kesehatan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 15


(3) Perencanaan sistem distribusi air bersih dalam bangunan instalasi rawat inap
harus memenuhi debit air dan tekanan minimal yang disyaratkan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan, sistem air bersih pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti
SNI 03 – 6481 – 2000 atau edisi terakhir, Sistem Plambing 2000, atau
pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.
(b) Sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah.
(1) Sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah harus direncanakan dan
dipasang dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan, sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah pada
bangunan instalasi rawat inap mengikuti SNI 03 – 6481 – 2000 atau edisi
terakhir, Sistem Plambing 2000, atau pedoman dan standar teknis lain yang
berlaku.
(c) Sistem pembuangan kotoran dan sampah.
(1) Sistem pembuangan kotoran dan sampah harus direncanakan dan dipasang
dengan mempertimbangkan fasilitas penampungan dan jenisnya.
(2) Pertimbangan fasilitas penampungan diwujudkan dalam bentuk penyediaan
tempat penampungan kotoran dan sampah pada bangunan ruang rawat inap,
yang diperhitungkan berdasarkan fungsi bangunan, jumlah penghuni, dan
volume kotoran dan sampah.
(3) Pertimbangan jenis kotoran dan sampah diwujudkan dalam bentuk
penempatan pewadahan dan/atau pengolahannya yang tidak mengganggu
kesehatan penghuni, masyarakat dan lingkungannya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pengolahan fasilitas pembuangan kotoran dan sampah pada bangunan ruang
rawat inap mengikuti Persyaratan Pengolahan dan Pembuangan Limbah
Rumah Sakit dalam bentuk padat, cair dan gas, baik limbah medis maupun
non-medis dapat dilihat pada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1204/MENKES/SK/X/2004, tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit.

16 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(d) Sistem penyaluran air hujan.
(1) Sistem penyaluran air hujan harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan ketinggian permukaan air tanah, permeabilitas tanah, dan
ketersediaan jaringan drainase lingkungan/kota.
(2) Setiap bangunan instalasi bedah dan pekarangannya harus dilengkapi
dengan sistem penyaluran air hujan.
(3) Kecuali untuk daerah tertentu, air hujan harus diserapkan ke dalam tanah
pekarangan dan/atau dialirkan ke sumur resapan sebelum dialirkan ke
jaringan drainase lingkungan/kota sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(4) Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain yang dapat
diterima, maka penyaluran air hujan harus dilakukan dengan cara lain yang
dibenarkan oleh instansi yang berwenang.
(5) Sistem penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah terjadinya
endapan dan penyumbatan pada saluran.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.
4.3 Persyaratan kenyamanan.
4.3.1 Sistem pengkondisian udara.
(a) Untuk mendapatkan kenyamanan kondisi udara ruang di dalam bangunan ruang
rawat inap, pengelola bangunan ruang rawat inap harus mempertimbangkan
temperatur dan kelembaban udara.
(b) Untuk mendapatkan tingkat temperatur dan kelembaban udara di dalam ruangan
dapat dilakukan dengan pengkondisian udara dengan mempertimbangkan :
(1) fungsi ruang, jumlah pengguna, letak, volume ruang, jenis peralatan, dan
penggunaan bahan bangunan.
(2) kemudahan pemeliharaan dan perawatan, dan
(3) prinsip-prinsip penghematan energi dan kelestarian lingkungan.
(c) Kelembaban relatif dipertahankan 30 - 60% .
(e) Temperatur ruangan dipertahankan sekitar 680F sampai 800F (200C sampai 260C).
(f) Apabila ruang rawat inap menggunakan alat pengkondisian udara, unit
pengkondisian udara tersebut bisa menjadi sumber micro-organisme yang datang
melalui filter-filternya. Filter-filter ini harus diganti pada jangka waktu yang tertentu.
Apabila menggunakan sistem pengkondisian udara sentral, maka saluran udara
(ducting) harus dibersihkan secara teratur.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 17


(h) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan kenyamanan kondisi udara pada bangunan instalasi rawat inap
mengikuti Pedoman Teknis Prasarana Sistem Tata Udara Pada Bangunan Rumah
Sakit, yang disusun oleh Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana
Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI,
Tahun 2011.
4.3.2 Kebisingan
(a) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan
instalasi rawat inap, pengelola bangunan instalasi rawat inap harus
mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/atau sumber bising
lainnya baik yang berada pada bangunan instalasi rawat inap maupun di luar
bangunan instalasi rawat inap
(b) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan tingkat kenyamanan
terhadap kebisingan pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti pedoman dan
standar teknis yang berlaku.
4.3.3 Getaran.
(a) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap getaran pada bangunan instalasi
rawat inap, pengelola bangunan instalasi rawat inap harus mempertimbangkan jenis
kegiatan, penggunaan peralatan, dan/atau sumber getar lainnya baik yang berada
pada bangunan instalasi rawat inap maupun di luar bangunan instalasi rawat inap.
(b) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan tingkat kenyamanan
terhadap getaran pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti pedoman dan
standar teknis yang berlaku.
4.4 Persyaratan kemudahan.
4.4.1 Kemudahan hubungan horizontal.
(a) Setiap bangunan rumah sakit harus memenuhi persyaratan kemudahan hubungan
horizontal berupa tersedianya pintu dan/atau koridor yang memadai untuk
terselenggaranya fungsi bangunan instalasi rumah sakit tersebut.
(b) Jumlah, ukuran, dan jenis pintu, dalam suatu ruangan dipertimbangkan berdasarkan
besaran ruang, fungsi ruang, dan jumlah pengguna ruang.
(c) Arah bukaan daun pintu dalam suatu ruangan dipertimbangkan berdasarkan fungsi
ruang dan aspek keselamatan. Terkait dengan sarana keselamatan pada bangunan
rumah sakit, maka pintu ruang perawatan disarankan membuka keluar, dengan
tanpa mengganggu akses pengguna koridor.
(d) Ukuran koridor sebagai akses horizontal antarruang dipertimbangkan berdasarkan
fungsi koridor, fungsi ruang dan jumlah pengguna.

18 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


4.4.2 Kemudahan hubungan vertikal.
(a) Setiap bangunan rumah sakit bertingkat harus menyediakan sarana hubungan
vertikal antarlantai yang memadai untuk terselenggaranya fungsi bangunan rumah
sakit tersebut berupa tersedianya tangga, ram, lif, tangga berjalan/ eskalator,
dan/atau lantai berjalan/travelator.
(b) Jumlah, ukuran dan konstruksi sarana hubungan vertikal harus berdasarkan fungsi
bangunan rumah sakit, luas bangunan, dan jumlah pengguna ruang, serta
keselamatan pengguna bangunan rumah sakit.
(c) Setiap bangunan rumah sakit yang menggunakan lif, harus menyediakan lif
kebakaran.
(d) Lif kebakaran dapat berupa lif khusus kebakaran atau lif penumpang biasa atau lif
barang yang dapat diatur pengoperasiannya sehingga dalam keadaan darurat dapat
digunakan secara khusus oleh petugas kebakaran.
(e) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan lif, mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.
4.4.3 Sarana Keselamatan Jiwa.
(a) Setiap bangunan rumah sakit, harus menyediakan sarana keselamatan yang
meliputi:
1. Lingkungan fisik bangunan rumah sakit dirancang dan dikelola untuk
memenuhi Persyaratan Teknis Keselamatan Jiwa.
2. Bangunan rumah sakit melindungi penghuni selama jangka waktu tertentu.
3. Bangunan dan fitur proteksi kebakaran dirancang dan dipelihara untuk
meminimalkan pengaruh api, asap dan panas.
4. Bangunan rumah sakit harus dapat menjamin bahwa jumlah eksit cukup, dan
eksit memiliki konfigurasi untuk memberikan perlindungan terhadap bahaya
kebakaran.
5. Pintu jalan ke luar tidak boleh dikunci yang bisa menghalangi jalur
penyelamatan.
6. Sarana jalan ke luar termasuk koridor, tangga kebakaran, dan pintu-pintu yang
memungkinkan setiap orang meninggalkan bangunan atau bergerak di antara
ruang-ruang khusus dalam bangunan.
7. Sarana tersebut memungkinkan setiap orang mampu menyelamatkan dirinya
terhadap api dan asap kebakaran, dan oleh karena itu merupakan bagian dari
strategi proteksi kebakaran.
8. Setiap bangunan rumah sakit menyediakan dan memelihara fitur bangunan
untuk melindungi orang-orang terhadap bahaya api dan asap kebakaran.
9. Rumah Sakit menyediakan dan memelihara sistem alarm kebakaran.
10. Rumah sakit menyediakan dan memelihara sistem pemadaman kebakaran.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 19


11. Rumah sakit menyediakan dan memelihara peralatan khusus untuk
memproteksi seseorang terhadap ancaman bahaya kebakaran atau asap.
(b) Ketentuan lebih lanjut mengenai sarana keselamatn jiwa mengikuti ”Pedoman
Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit”, yang disusun oleh
Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat
Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Tahun 2012.
4.4.3 Aksesibilitas.
(a) Setiap bangunan rumah sakit harus menyediakan fasilitas dan aksesibilitas untuk
menjamin terwujudnya kemudahan bagi penyandang cacat dan lanjut usia masuk
ke dan ke luar dari bangunan rumah sakit serta beraktivitas dalam bangunan rumah
sakit secara mudah, aman nyaman dan mandiri.
(b) Fasilitas dan aksesibilitas sebagaimana dimaksud meliputi toilet, telepon umum,
jalur pemandu, rambu dan marka, pintu, ram, tangga, dan lif bagi penyandang cacat
dan lanjut usia.
(c) Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas disesuaikan dengan fungsi, luas dan
ketinggian bangunan rumah sakit.
(d) Ketentuan tentang ukuran, konstruksi, jumlah fasilitas dan aksesibilitas bagi
penyandang cacat mengikuti ketentuan dalam pedoman dan standar teknis yang
berlak

20 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB – V
PENUTUP

5.1 Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit : Ruang Rawat Inap ini diharapkan dapat
digunakan sebagai rujukan oleh pengelola bangunan rumah sakit, penyedia jasa
konstruksi, instansi Dinas Kesehatan, Pemerintah Daerah, dan instansi terkait dengan
kegiatan pengaturan dan pengendalian penyelenggaraan pembangunan bangunan rumah
sakit dalam pencegahan dan penanggulangan dan guna menjamin keamanan dan
keselamatan bangunan rumah sakit dan lingkungan terhadap bahaya penyakit.
5.2 Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau bersifat alternatif serta penyesuaian
“ Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit : Ruang Rawat Inap” pada bangunan rumah
sakit oleh masing-masing daerah disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan
di daerah.
5.3 Sebagai pedoman/petunjuk pelengkap dapat digunakan pedoman dan standar teknis
terkait lainnya.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 21


LAMPIRAN

Gambar L1 – Contoh ruang rawat inap VIP.

Gambar L2 – Contoh ruang rawat inap 2 tempat tidur

22 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Gambar L3 – Contoh ruang rawat inap 4 tempat tidur

Gambar L4 – Contoh ruang rawat inap 6 tempat tidur

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 23


Gambar 5 – Contoh detail ruang rawat inap

24 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Gambar 6 – Contoh Instalasi Rawat Inap
1 Saf 9 Ruang Dokter
2 Toilet 10 Ruang Pantri
3 Ruang perawat 11 Saf
4 Ruang peralatan 12 Ruang tindakan
5 Ruang perlengkapan 13 Gudang kotor.
6 Pos Perawat 14 Tangga darurat
7 Ruang peralatan 15 Atrium
8 Ruang panel listrik

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 25


KEPUSTAKAAN

1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 Tahun 2005, tentang Peraturan


Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, tentang Bangunan Gedung.
2. Joanna R. Fuller, Surgical Technology, Principles and Practice, Saunders.
3. American Society of Heating, Refrigerating and Air Conditionign Engineers, Handbook,
Applications, 1974 Edition, ASHRAE.
4. American Society of Heating, Refrigerating and Air Conditionign Engineers, HVAC Design
Manual for Hospitals and Clinics, 2003 edition, ASHRAE.
5. G.D. Kunders, Hospitals, Facilities Planning and Management, Tata McGraw-Hill
Publishing Company Limited, 2004.

26 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2306/MENKES/PER/XI/2011
TENTANG
PERSYARATAN TEKNIS PRASARANA
INSTALASI ELEKTRIKAL RUMAH SAKIT

DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATAN


SUB DIREKTORAT BINA SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN
TAHUN 2012
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 2306/MENKES/PER/XI/2011
TENTANG
PERSYARATAN TEKNIS PRASARANA
INSTALASI ELEKTRIKAL RUMAH SAKIT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat (6) Undang-


Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Persyaratan
Teknis Prasarana Instalasi Elektrikal Rumah Sakit;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan


Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970
Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2918);

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, tentang Bangunan


Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4532);

3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4729);

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437), sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);

5. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang


Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5052);

6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

7. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 Tentang
Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 24, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3394)
sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26
Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan
Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4628);

9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun


2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor
28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

iv | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


10. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor
01.P/40/M.PE/1990 tentang Instalasi Ketenagalistrikan;

11. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29 /PRT/M/2006


tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung.

12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 363/Menkes/Per/IV/ 1998


tentang Pengujian dan Kalibrasi Alat Kesehatan pada Sarana
Pelayanan Kesehatan;

13. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor


KEP-75/MEN/2002 tentang Pemberlakuan (SNI) Nomor SNI-
04-0225-2000 mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik
2000 (PUIL 2000) di Tempat Kerja;

14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 530/Menkes/Per/IV/2007


tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengamanan Fasilitas
Kesehatan;

15. Peraturan Menteri ESDM Nomor 08 Tahun 2007 tentang


pemberlakuan Standar Nasional Indonesia 04-0225-2000/Amd
1-2006 mengenai Amandemen 1 Persyaratan Umum Instalasi
Listrik 2000 (PUIL 2000, sebagai Standar Wajib)

16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/


PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PERSYARATAN


TEKNIS PRASARANA INSTALASI ELEKTRIKAL RUMAH SAKIT.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | v


Pasal 1
Pengaturan persyaratan prasarana instalasi elektrikal rumah sakit bertujuan untuk
memberikan acuan kepada Rumah Sakit dalam mewujudkan instalasi listrik yang
berkualitas sesuai dengan fungsinya, andal, efisien, serasi dan selaras dengan
lingkungan.

Pasal 2
Persyaratan Teknis Prasarana Instalasi Elektrikal Rumah Sakit sebagaimana tercantum
dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.

Pasal 3
(1) Pelaksanaan Persyaratan Teknis Instalasi Elektrikal Rumah Sakit di Daerah diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Daerah yang berpedoman pada Peraturan ini.

(2) Dalam hal Daerah belum mempunyai peraturan daerah sebagaimana pada ayat
(1) maka pelaksanaan persyaratan teknis prasarana Instalasi Elektrikal Rumah
Sakit berpedoman pada Peraturan ini.

(3) Dalam hal Daerah Telah mempunyai Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sebelum Peraturan ini di berlakukan maka Peraturan daerah
tersebut harus menyesuaikan peraturan ini.

Pasal 4
(1) Dalam melaksanakan pembinaan tentang Prasarana Instalasi Elektrikal Rumah
Sakit, Pemerintah melakukan Peningkatan Kemampuan aparat Pemerintah
Propinsi, Pemerintah kabupaten / kota maupun masyarakat dalam memenuhi
persyaratan Teknis sebagaimana dimaksud untuk terwujudnya Prasarana Instalasi
Elektrikal Rumah Sakit yang Andal.

(2) Dalam melaksanakan pengendalian, penyelenggaraan prasarana instalasi


elektrikal rumah sakit pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten / kota wajib
mengikuti persyaratan teknis ini.

(3) Terhadap aparat Pemenrintah, pemerintah Propinsi, dan kabupaten / kota yang
bertugas dalam penentuan dan pengendalian Prasarana Instalasi elektrikal yang,
melakukan pelanggaran dalam peraturan ini dikenakan sangsi sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

vi | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(4) Terhadap penyedia jasa kontruksi yang terlibat dalam penyelenggaraan prasarana
instalasi elektrikal rumah sakit yang melakukan pelanggaran ketentuan dalam
pasal (3) dan pasal (4) dikenakan sanksi dan atau ketentuan pidana sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 5
Semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan persyaratan teknis prasarana
instalasi elektrikal rumah sakit sepanjang tdak bertentangan dengan peraturan ini,
dinyatakan tetap berlaku.

Pasal 6
(1) Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

(2) Peraturan ini disebarluaskan kepada pihak-pihak yang bersangkutan untuk


diketahui untuk dilaksanakan.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal ...............................

MENTERI KESEHATAN,

ENDANG RAHAYU SEDYANINGSIH

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | vii
DAFTAR ISI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 2306/MENKES/PER/XI/2011, TENTANG PERSYARATAN TEKNIS PRASARANA
INSTALASI ELEKTRIKAL RUMAH SAKIT iii

BAB I PENDAHULUAN
A Latar Belakang 1
B Pengertian 1
1 Lokasi Medik
2 Pasien
3 Perlengkapan Listrik Medik
4 Bagian Terapan
5 Kelompok Lokasi
6 Prosedur Intrakardiak
7 Sistem Listrik Medik
8 Lingkungan Pasien
9 Panel Distribusi Utama
10 Sistem IT Medik
C Maksud Dan Tujuan 4
D Ruang Lingkup 5

BAB II ASESMEN KARAKTERISTIK UMUM


A Asesmen Karakteristik Umum 6
B Kebutuhan, Suplai Dan Struktur 6
1 Kebutuhan Maksimum Dan Keragaman
2 Susunan Konduktor Dan Pembumian Sistem
3 Suplai
4 Pembagian Instalasi
C Kompabilitas 28
1 Kompabilitas Karakteristik
2 Kompatibilitas Elektromagnetik
D Kemampupeliharaan 29
E Pelayanan Keselamatan 29
1 Umum
2 Klasifikasi
F Kontinuitas Pelayanan 30
G Asesmen Pada Lokasi Medik 31
1 Jenis Sistem Pembumian
2 Suplai Daya

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | ix


BAB III SUMBER DIESEL GENERATOR
A Pertimbangan Rancangan 32
B Perlengkapan Pengindera 33
C Sirkit Pelindung 34
D Sumber Listrik Esensial 33
E Batere Untuk Generator 33
F Generator Sebagai Sumber Daya Normal 33
G Generator Sebagai Sumber Daya Pengganti 33
H Penggunaan Sistem Elektrikal Esensial 34
I Ruang Pembangkit 35
J Kapasitas Dan Nilai Normal 35
K Pengangkatan Beban 35
L Menjaga Temperatur 35
M Ventilasi Udara 35
N Batere Untuk Memutar Engkol 36
O Peralatan Pengasut Udara Tekan 36
P Pasokan Bahan Bakar 36
Q Persyaratan Alat Keselamatan 36
1 Motor Bakar
2 Penggerak Mula Jenis Lain
Pasokan Bahan Bakar Cair
R Anunsiator (annunciator) Alarm 37
S Batere 38

BAB IV PROTEKSI UNTUK KESELAMATAN


A Proteksi Terhadap Kejut Listrik 39
1 Proteksi Terhadap Sentuh Langsung Maupun Tidak Langsung
2 Proteksi Kebakaran

BAB V PEMILIHAN DAN PEMASANGANPERLENGKAPAN LISTRIK


A Kondisi Operasi Dan Pengaruh Eksternal 44
1 Kondisi Operasi
2 Pengaruh Eksternal
B Diagram, Dokumentasi Dan Petunjuk Operasi 45
C Sistem Pengkawatan 46
D Perangkat Hubung Bagi Dan Kendali (PHBK) 46
1 Proteksi Untuk Sistem Pengkawatan Pada Lokasi Medik
E Perlengkapan Lain 46
1 Sirkit Pencahayaan
2 Sirkit Kotak Kontak Pada Sistem IT Medik Untuk Lokasi Medik Kelompok 2
F Pelayanan Keselamatan 47
1 Sumber
G Alokasi Nomor Kelompok Dan Klasifikasi Untuk Pelayanan Keselamatan
Lokasi Medik 47
H Sirkit Pencahayaan Keselamatan 53
1 Pencahayaan Keselamatan
I Pelayanan Lain 53

x | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB VI VERIFIKASI
A Verifikasi 55
B Verifikasi Awal 55
C Verifikasi Periodik 55

BAB VII CARA PENGKAWATAN DAN PERLENGKAPAN


A Cara Pengkawatan Dan Perlengkapan 57
B Kabel Yang Dicabang 58
C Tindakan Proteksi 59
D Tindakan Proteksi Terhadap Bahaya Ledakan Dan Kebakaran 70
1 Proteksi Terhadap Ledakan
2 Proteksi Terhadap Kebakaran
E Catu Daya Pengganti Khusus (CDPK) 71
F Menguji Instalasi 74

BAB VIII KETENTUAN UNTUK PROTEKSI DASAR


A Insulasi Dasar Bagian Aktif 77
B Penghalang Atau Selungkup 77

BAB IX PENUTUP 79
PENYUSUN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 81

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | xi


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengan semakin berkembangnya teknologi peralatan kesehatan yang


berhubungan dengan elektrikal, dituntut adanya pengelolaan dan pengawasan
yang baik terhadap prasarana elektrikal Rumah Sakit, di mulai dari perencanaan,
pemasangan, pengujian, pengoperasian, sampai pemeliharaan, sehingga listrik
yang digunakan pada peralatan kesehatan tersebut aman, dan efisien.

Dalam rangka memenuhi amanat Pasal 11 Ayat (1) huruf b Undang-Undang


Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, perlu disusun Peraturan Menteri
Kesehatan tentang Persyaratan Prasarana Instalasi Elektrikal Rumah Sakit.

B. Pengertian

1. Lokasi medik,

adalah lokasi yang dimaksudkan untuk keperluan diagnosis, perawatan


(termasuk perawatan kosmetik), pemantauan dan perawatan pasien.

Untuk memastikan proteksi pada pasien terhadap kemungkinan bahaya


listrik, tindakan proteksi tambahan perlu diterapkan dalam lokasi medik. Jenis
dan uraian bahaya ini dapat bervariasi menurut perawatan yang
dilaksanakan. Cara dalam penggunaan ruangan memerlukan beberapa
pembagian dalam area yang berbeda untuk membedakan prosedur medik.

2. Pasien,

adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya


untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara
langsung maupun tidak langsung di rumah sakit.

Orang yang dirawat untuk keperluan kosmetik dapat dianggap sebagai


pasien, sepanjang berkaitan dengan standar ini.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 1


3. Perlengkapan listrik medik,

adalah perlengkapan listrik yang dilengkapi dengan tidak lebih dari satu
hubungan ke jaringan suplai khusus dan dimaksudkan untuk mendiagnosis,
merawat atau memantau pasien di bawah supervisi medik dan yang :

a. membuat kontak fisik atau listrik dengan pasien, dan/atau

b. mentransfer energi ke atau dari pasien, dan/atau

c. mendeteksi transfer energi tersebut ke dan dari pasien

Perlengkapan mencakup lengkapan yang ditentukan pabrikan yang dianggap


perlu untuk memungkinkan penggunaan normal dari perlengkapan.

4. Bagian terapan,

adalah bagian perlengkapan listrik medik yang dalam penggunaan normal :

a. Diperlukan kontak fisik dengan pasien agar perlengkapan dapat


melakukan fungsinya, atau

b. dapat dibuat agar kontak dengan pasien, atau

c. perlu untuk disentuh oleh pasien.

5. Kelompok lokasi.

a. Kelompok 0 adalah Lokasi medik dimana tidak ada bagian terapan


yang akan digunakan.

b. Kelompok 1 adalah Lokasi medik dimana bagian terapan yang


dimaksudkan untuk digunakan secara eksternal atau masuk ke
sembarang bagian tubuh, kecuali berlaku pada kelompok 2 .

c. Kelompok 2 adalah Lokasi medik dimana terdapat bagian terapan yang


dimaksudkan untuk digunakan dalam penerapan seperti prosedur
intrakardiak, ruang operasi/bedah dan perawatan vital jika
diskontinuitas (kegagalan) suplai dapat menyebabkan kematian

2 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


6. Prosedur intrakardiak,

adalah prosedur dengan konduktor listrik ditempatkan di dalam jantung


pasien atau mungkin kontak dengan jantung, konduktor tersebut dapat
diakses di luar tubuh pasien. Dalam konteks ini, konduktor listrik mencakup
kawat berinsulasi seperti elektrode pemacu jantung atau elektrode
intrakardiak, EKG, atau tabung berinsulasi diisi dengan cairan konduktif.

7. Sistem listrik medik,

adalah kombinasi beberapa perlengkapan, yang salah satunya sekurang-


kurangnya merupakan perlengkapan listrik medik dan diinterkoneksi dengan
hubungan fungsional atau menggunakan multi kotak kontak Portable.

Sistem mencakup lengkapan yang diperlukan untuk mengoperasikan sistem


dan ditentukan oleh pabrikan.

8. Lingkungan pasien,

adalah setiap ruang dimana dapat terjadi sentuh sengaja atau tak sengaja
antara pasien dan bagian sistem atau antara pasien dan orang lain yang
menyentuh bagian sistem. [untuk ilustrasi lihat gambar I.B.8]

CATATAN Hal ini berlaku jika posisi pasien ditentukan sebelumnya, jika tidak, semua posisi
pasien sebaiknya dipertimbangkan.
CATATAN Dimensi yang terlihat tidak sebenarnya

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 3


G
Gamb
barr I.B
B.8
8 – Co
onttoh lin
ngk
kun
nga
an pas
p sien

9.. Pan
P nel dis
strribu
usii uttam
ma,

adalah
h panel da
alam
m ged
g dun
ng yan
y g me
meme
enu
uhi se
em
mua
a fu
ung
gsi disstribusi listtrikk
utam
ma un
ntu
uk are
a ea ba
ang
gun
nan
n, sup
s plaii ya
ang
g dig
d unaka
an un
ntu
uk itu
i daan dim
ma
ana
a
drop
p volta
ase
e diuk
d kurr un
ntuk me
m ngo
ope
era
asik
kan
n la
aya
ana
an kesselam
mattan.

10
0. Sist
S temm IT
Tmmedik
k,

adalah
h sis
s tem
m lisstrik
k IT yyang mem
mpu
unyyai per
p sya
ara
atan
n sp
pes
sifikk unt
u tukk
penera
apa
an me
edik.

C. M ksud
Mak dddan
nTTujjua
ann

1.. Pers
P syaara
atan
n Te
ekn
nis P
Pra
asa
aran
na Insttala
asii Ele
ektrika
al R
Rum
mah
h Sa
akit inii
dima
akssud
dka
an sseb
bag
gai acu
a uan
n da
alam
m pe
em
men
nuh
han
n pe
ersy
yarrata
an niss
tekn
prassarrana insttala
asi ele
ekttrik
kal untukk mew
m wujjud
dkan pra
p asaran
na ins
stalas
si e
elekktrikall
Rum
R mah
h Sa
S kit ya
ang
g berku
ualiitass, se
esuai de
eng
gan
n ffungsinyya, anda
al, se
era
asi,,
se
ela
arass den
d nga
an ling
gku
ung
gan
nnyya.

4 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


2. Persyaratan Teknis Prasarana Instalasi Elektrikal ini bertujuan untuk
terselenggaranya fungsi prasarana instalasi elektrikal Rumah Sakit yang
selamat, sehat, nyaman dan memberikan kemudahan bagi pengguna
instalasi elektrikal di Rumah Sakit.

D. Ruang Lingkup

1. Persyaratan prasarana instalasi elektrikal Rumah Sakit ini berlaku untuk


instalasi listrik dalam lokasi medik sedemikian sehingga memastikan
keselamatan pasien dan staf medik.

2. Persyaratan ini secara keseluruhan mengacu pada Rumah Sakit, klinik


pribadi, praktek medik dan kedokteran gigi, pusat perawatan kesehatan dan
ruang medik khusus di tempat kerja.

Catatan:
Mungkin perlu untuk memodifikasi instalasi listrik yang ada, sesuai dengan persyaratan ini,
apabila terjadi pergantian pemanfaatan lokasi. Sebaiknya diambil tindakan khusus jika
dilaksanakan prosedur intrakardiak dalam instalasi yang ada.

3. Ruang lingkup ini terdiri dari :

a. Bab I : Pendahuluan;

b. Bab II : Asesmen Karakteristik Umum;

c. Bab III : Sumber Diesel Generator;

d. Bab IV : Proteksi Untuk Keselamatan;

d. Bab V : Pemilihan dan Pemasangan Perlengkapan Listrik;

e. Bab VI : Verifikasi;

f. Bab VII : Cara Perkawatan dan Perlengkapan;

g. Bab VIII : Ketentuan Untuk Proteksi Dasar; dan

h. Bab IX : Penutup.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 5


BAB II

ASESMEN KARAKTERISTIK UMUM

A. Asesmen Karakteristik Umum

Klasifikasi lokasi medik harus dibuat dengan kesepakatan dari staf medik,
organisasi kesehatan terkait atau badan yang bertanggung jawab untuk
keselamatan karyawan sesuai dengan peraturan. Untuk menentukan klasifikasi
lokasi medik, perlu agar staf medis menyatakan prosedur medik apa yang akan
berada di dalam lokasi. Berdasarkan pada penggunaan yang dimaksudkan,
klasifikasi yang sesuai untuk lokasi harus ditentukan (kemungkinan bahwa lokasi
medik tertentu digunakan untuk tujuan yang berbeda yang memerlukan kelompok
yang lebih tinggi yang harus ditetapkan oleh manajemen risiko).

CATATAN 1 Klasifikasi lokasi medis sebaiknya berkaitan pada jenis kontak antara bagian terapan
dan pasien, maupun untuk tujuan apa lokasi tersebut digunakan.
CATATAN 2 Bagian terapan ditentukan oleh standar tertentu untuk perlengkapan listrik medik.

B. Kebutuhan, suplai dan struktur

1. Kebutuhan maksimum dan keragaman

Untuk desain yang ekonomis dan andal dari instalasi dalam batas termal dan
batas penurunan tegangan (drop voltage), penentuan kebutuhan maksimum
adalah penting. Pada penentuan kebutuhan maksimum instalasi atau bagian
instalasi, dapat diperhitungkan keragaman.

2. Susunan konduktor dan pembumian sistem

Karakteristik berikut harus diakses:

a. susunan konduktor penghantar arus pada kondisi operasi normal;

Susunan konduktor penghantar arus tergantung pada jenis arus.


Susunan konduktor yang diuraikan dalam bagian ini tidak menyeluruh.
Hal ini termasuk sebagai contoh susunan tipikal.

Susunan berikut dari konduktor penghantar arus pada kondisi operasi


normal diperhitungkan dalam persyaratan ini.

6 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


1). Susunan konduktor penghantar arus pada sirkit a.b.

*Penomoran konduktor opsional

Gambar II.B.2.a.1) - 1 – Fase tunggal 2-kawat

*Penomoran konduktor opsional

Gambar II.B.2.a.1) - 2 – Fase tunggal 3-kawat

*Penomoran konduktor opsional

Gambar II.B.2.a.1) - 3 – Dwifase 3-kawat

Gambar II.B.2.a.1) - 4 – Trifase 3-kawat

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 7


Gambar II.B.2.a.1) - 5 – Trifase 4-kawat

Trifase 4-kawat dengan konduktor netral atau konduktor PEN.


Sebagai definisi, PEN bukan merupakan konduktor aktif tetapi
konduktor yang menghantarkan arus operasi.

Catatan:
a) Dalam hal susunan fase tunggal 2-kawat yang didapat dari susunan
trifase 4-kawat, dua konduktor adalah dua konduktor lin atau konduktor
lin dan konduktor netral atau konduktor lin dan konduktor PEN.
b) Pada instalasi dengan semua beban dihubungkan antara fase,
pemasangan konduktor netral mungkin tidak diperlukan.
2) Susunan konduktor penghantar arus pada sirkit a.s.

Gambar II.B.2.a.2) - 1 - 2-kawat

Gambar II.B.2.a.2) - 2 – 3-kawat

Catatan :

8 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Konduktor PEL dan PEM bukan konduktor aktif, walaupun konduktor tersebut
menghantarkan arus operasi. Oleh karena itu, berlaku penamaan susunan 2-
kawat atau 3-kawat.
b. Jenis Sistem Pembumian

Jenis pembumian sistem berikut diperhitungkan dalam standar ini.

Catatan :
1) Gambar II.B.2.b.1).a).(1) – 1 hingga gambar II.B.2.b.3) – 2 memperlihatkan
contoh sistem trifase yang umum digunakan. Gambar II.B.2.b.4).a) - A hingga
gambar II.B.2.b.4).e) – B memperlihatkan contoh sistem a.s. yang umum
digunakan.
2) Garis titik-titik menunjukkan bagian sistem yang tidak dicakup dalam ruang
lingkup persyaratan, sedang garis menunjukkan bagian yang dicakup
persyaratan.
3) Untuk sistem privat, sumber dan/atau sistem distribusi dapat dianggap sebagai
bagian instalasi dalam cakupan pengertian persyaratan ini. Untuk hal ini,
gambar tersebut dapat lengkap digambarkan dengan garis.
4) Kode yang digunakan mempunyai arti berikut:
Huruf pertama – berkaitan dengan sistem daya ke bumi:
T = hubungan langsung sebuah titik ke bumi;
I = semua bagian aktif diisolasi dari bumi; atau satu titik dihubungkan ke
bumi melalui impedans tinggi.
Huruf kedua – Berkaitan dengan bagian konduktif terbuka (BKT) instalasi ke
bumi.
T = hubungan listrik langsung dari BKT ke bumi, tidak tergantung pada
pembumian sembarang titik sistem daya.
N = hubungan listrik langsung BKT ke titik sistem daya yang dibumikan
(dalam sistem a.b., titik yang dibumikan dari sistem daya secara normal
adalah titik netral atau, jika titik netral tidak ada, konduktor lin).
Huruf berikutnya (jika ada) – Susunan konduktor netral dan konduktor proteksi.
S = fungsi proteksi diberikan oleh konduktor yang terpisah dari konduktor
netral atau dari konduktor lin yang dibumikan (atau dalam sistem a.b.
fase yang dibumikan).
C = fungsi netral dan proteksi digabung dalam konduktor tunggal (konduktor
PEN).

Penjelasan simbol pada Gambar II.B.2.b.1).a).(1) – 1 hingga gambar


II.B.2.b.4).e) - B
Konduktor netral (N), konduktor titik tengah (M)
Konduktor proteksi (PE)
Gabungan konduktor proteksi dan konduktor netral
(PEN)

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 9


1) S
Sis
stem
m TN
TN

a
a) S stem sumb
Sis berr tu
ung
gga
al

S
Sisstem
m da
aya
a TN
T me
m mp
pun
nya
ai sattu tittik ya
ang
g dib
bum
mik
kan
n
langsung
g pad
p da su
umber, BK
KT ins
stalassi dih
d ubungka
an ke
e titikk
ttersseb
butt mel
m alu
ui kon
k ndu
ukttor prrote
ekssi. Tig
ga je
eniss sist
s temm TN
TN
d
diperttimbangkan
n se
esu
uai sus
s unan kon
k ndu
ukto
or netrral dan
d n
p
pro
otek
ksi, se
eba
aga
ai ber
b riku
ut:

((1) Sis
S stem
m TN-S
S, digu
d unaaka
an ko
ond
duk
kto
or prrote
ekssi ya
ang
g
ter
t pis
sah
h pa
ada
a sselu
uruh ssisttem
m. Lih
L at ga
amb
barr
B.2.b.1)a
II.B a).((1) – 1.
Cat
C tata
an :
Unt
U tuk sim
mbo
ol, lihatt pe
enje
elasan yan
ng d
dibe
erik
kan pad
da b
butir II.B.2
2.b.

G mb
Gam bar II.B
B.2
2.b.1).a).(1) - 1
Sist
S temm TN-
T -S den
d nga
an ko
ond
dukktorr ne
etra
al ddann kondukto
or pro
p tek
ksi terrpis
sah
h pada selu
s uruuh
ssisttem
m.

CA
ATA
ATA
AN gam
mbar II.B
I B.2.b
b.1)).a)).(1)) – 1 : Pem
mbum
mia
an ta
amb
bah
han da
ari PE
P pad
p da in
nsta
alassi dapa
at dibe
d erika
an.

10 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Gambar II.B.2.b.1).a).(1) - 2
Sistem TN-S dengan konduktor lin dibumikan dan konduktor proteksi terpisah pada
seluruh sistem
CATATAN gambar II.B.2.b.1).a).(1) – 2 : Pembumian tambahan dari PE pada distribusi dan pada instalasi
dapat diberikan.

Gambar II.B.2.b.1).a).(1) - 3
Sistem TN-S dengan konduktor proteksi dibumikan dan tanpa konduktor netral
didistribusikan, di seluruh sistem
CATATAN gambar II.B.2.b.1).a).(1) – 3 : Pembumian tambahan dari PE pada instalasi dapat diberikan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 11


(2) Pada sistem TN–C-S, fungsi konduktor netral dan
konduktor proteksi digabungkan dalam konduktor
tunggal pada sebagian sistem. Lihat gambar
II.B.2.b.1).a).(2) - 1, gambar II.B.2.b.1).a).(2) - 2 dan
gambar II.B.2.b.1).a).(2) - 3.
CATATAN Untuk simbol lihat penjelasan yang diberikan pada butir
II.B.2.b.

Gambar II.B.2.b.1).a).(2) - 1
Sistem TN-C-S trifase, 4-kawat, dengan PEN terpisah menjadi PE dan N di tempat lain
pada instalasi
CATATAN gambar II.B.2.b.1).a).(2) – 1 : Pembumian tambahan dari PEN atau PE pada instalasi dapat
diberikan.
Konduktor netral dan konduktor proteksi digabungkan dalam konduktor tunggal pada sebagian sistem.

12 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Gambar II.B.2.b.1).a).(2) - 2
Sistem TN-C-S trifase, 4-kawat dengan PEN terpisah menjadi PE dan N di awal instalasi
(lazim di Indonesia)
CATATAN gambar II.B.2.b.1).a).(2) - 2 : Pembumian tambahan dari PEN pada distribusi dan PE pada
instalasi dapat diberikan.

Gambar II.B.2.b.1).a).(2) - 3
Sistem TN-C-S – fase tunggal, 2-kawat dengan PEN terpisah menjadi PE dan N
di awal instalasi
CATATAN gambar II.B.2.b.1).a).(2) – 3 : Pembumian tambahan dari PEN pada distribusi dan PE pada
instalasi dapat diberikan.
Fungsi netral dan konduktor proteksi digabungkan dalam konduktor tunggal di sebagian
sistem.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 13


(3) Sistem TN-C dengan fungsi konduktor netral dan
konduktor proteksi digabungkan dalam satu konduktor
tunggal di seluruh sistem. Lihat gambar II.B.2.b.1).a).(3)
- 1.

CATATAN Untuk simbol lihat penjelasan yang diberikan dalam butir


II.B.2.b.

Gambar II.B.2.b.1).a).(3) - 1
Sistem TN-C dengan fungsi konduktor netral dan konduktor proteksi digabungkan dalam
konduktor tunggal di seluruh sistem
CATATAN gambar II.B.2.b.1).a).(3) – 1 : Pembumian tambahan dari PEN dalam instalasi dapat diberikan.
b) Sistem multisumber

Catatan:
Sistem multisumber diperlihatkan pada sistem TN dengan tujuan unik
untuk memberikan EMC (electromagnetic compatibility – kesesuaian
elektromagnetik – KEM).
Sistem multisumber tidak diperlihatkan dalam sistem TT dan IT karena
sistem tersebut biasanya kompatibel berkaitan dengan EMC.

14 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Dalam hal desain tidak sesuai pada instalasi yang
merupakan bagian sistem TN dengan multisumber,
beberapa arus operasi dapat mengalir melalui jalur yang tak
dikehendaki. Arus tersebut dapat menyebabkan:

(1) kebakaran;
(2) korosi;
(3) interferens elektromagnetik.

Sistem yang diperlihatkan dalam gambar II.B.2.b.1).b) - 1


adalah sistem dengan arus operasi parsial minor yang
mengalir sebagai arus melalui jalur yang tak dikehendaki.
Persyaratan desain esensial yang diperlihatkan dalam
gambar II.B.2.b.1).b) – 1 dari (1) hingga (4) diberikan dalam
catatan di bawah gambar II.B.2.b.1).b) - 1.
Penandaan konduktor PE harus sesuai dengan IEC
60446/PUIL.
Setiap perluasan sistem harus diperhitungkan berkaitan
dengan berfungsinya tindakan proteksi dengan baik.

Gambar II.B.2.b.1).b) - 1
Sistem multisumber TN-C-S dengan konduktor proteksi dan konduktor netral terpisah ke
perlengkapan pemanfaat listrik
Catatan gambar II.B.2.b.1).b) - 1 :
(1) Tidak diizinkan adanya hubungan langsung dari titik netral
transformator atau titik bintang generator ke bumi.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 15


(2) Konduktor interkoneksi antara titik-titik netral transformator atau
titik-titik bintang generator harus diinsulasi. Fungsi konduktor ini
adalah seperti PEN; namun titik ini tidak boleh dihubungkan ke
perlengkapan pemanfaat listrik.
(3) Hanya satu hubungan antara titik-titik netral interkoneksi dari
sumber dan PE harus disediakan. Hubungan ini harus terletak di
dalam rakitan PHBK utama.
(4) Pembumian tambahan dari PE pada instalasi dapat disediakan.
Pada bangunan industri dengan hanya beban 2-fase dan beban 3-fase antara konduktor
fase, tidak perlu dilengkapi dengan konduktor netral. Lihat gambar II.B.2.b.1).b) - 2. Dalam
hal ini, konduktor proteksi sebaiknya mempunyai multi hubungan ke bumi.

Gambar II.B.2.b.1).b) - 2
Sistem multisumber TN dengan konduktor proteksi dan tanpa konduktor netral di seluruh
sistem untuk beban 2- atau 3-fase.
Catatan gambar II.B.2.b.1).b) – 2 :
(1) Tidak diizinkan adanya hubungan dari titik netral transformator
atau titik bintang generator ke bumi.
(2) Konduktor interkoneksi antara titik-titik netral trnsformator atau titik-
titik bintang generator harus diinsulasi. Fungsi konduktor ini adalah
seperti PEN, namun konduktor tersebut tidak boleh dihubungkan
ke perlengkapan pemanfaat listrik.
(3) Hanya satu hubungan antara titik-titik netral interkoneksi dari
sumber dan PE harus disediakan. Hubungan ini harus terletak di
dalam rakitan PHBK utama.
(4) Pembumian tambahan dari PE pada instalasi dapat disediakan.

16 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


2) Sistem TT

Sistem TT hanya mempunyai satu titik yang dibumikan langsung


dan BKT instalasi dihubungkan ke elektrode bumi yang
independen secara listrik dari elektrode bumi sistem suplai. Lihat
gambar II.B.2.b.2) – 1 dan gambar II.B.2.b.2) - 2.

Gambar II.B.2.b.2) - 1
Sistem TT dengan konduktor netral dan konduktor proteksi terpisah di seluruh instalasi
CATATAN gambar II.B.2.b.2) - 1 : Pembumian tambahan dari PE pada instalasi dapat diberikan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 17


Gambar II.B.2.b.2) - 2
Sistem TT dengan konduktor proteksi dibumikan dan tanpa konduktor netral
didistribusikan, di seluruh instalasi
CATATAN gambar II.B.2.b.2) – 2 : Pembumian tambahan dari PE pada instalasi dapat diberikan.
3) Sistem IT

Sistem daya IT mempunyai semua bagian aktif diisolasi dari bumi


atau satu titik dihubungkan ke bumi melalui impedans. BKT
instalasi listrik dibumikan secara independen atau secara kolektif
atau ke pembumian sistem. Lihat gambar II.B.2.b.3) - 1 dan
gambar II.B.2.b.3) - 2.

18 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Gambar II.B.2.b.3) - 1
Sistem IT dengan semua BKT diinterkoneksi dengan konduktor proteksi yang secara
kolektif dibumikan
CATATAN gambar II.B.2.b.3) – 1 : Pembumian tambahan dari PE pada
instalasi dapat diberikan.

(1) Sistem dapat dihubungkan ke bumi melalui impedans yang cukup


tinggi. Hubungan ini dapat dilakukan misalnya pada titik netral, titik
netral buatan, atau konduktor lin.
(2) Konduktor netral dapat didistribusikan atau tidak didistribusikan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 19


Gambar II.B.2.b.3) - 2
Sistem IT dengan BKT dibumikan dalam kelompok atau secara individual
CATATAN gambar II.B.2.b.3) – 2 : Pembumian tambahan dari PE pada
instalasi dapat diberikan.

(1) Sistem dapat dihubungkan ke bumi melalui impedans yang cukup


tinggi.
(2) Konduktor netral dapat didistribusikan atau tidak didistribusikan.

4) Sistem a.s.

Jenis pembumian sistem untuk sistem arus searah (a.s.).

Jika gambar II.B.2.b.4).a) - A hingga gambar II.B.2.b.4).a) - B


berikut memperlihatkan pembumian kutub spesifik dari sistem a.s.
2-kawat, keputusan apakah membumikan kutub positif atau
negatif harus didasarkan pada keadaan operasional atau
pertimbangan lain, misalnya menghindari efek korosi pada
konduktor lin dan susunan pembumian.

a) Sistem TN-S

Konduktor lin dibumikan misalnya L– pada jenis (A) atau


konduktor titik tengah dibumikan M pada jenis (B), dipisahkan dari
konduktor proteksi di seluruh instalasi.

20 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Jenis (A)

Gambar II.B.2.b.4).a) - A

CATATAN 1 Pembumian tambahan dari PE pada instalasi dapat diberikan.

Jenis (B)

Gambar II.B.2.b.4).a) - B – Sistem a.s. TN-S

CATATAN 2 Pembumian tambahan dari PE pada instalasi dapat diberikan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 21


b) Sistem TN-C

Fungsi konduktor lin dibumikan misalnya L– dan konduktor


proteksi pada jenis (A) digabungkan dalam satu konduktor
tunggal PEL di seluruh instalasi, atau konduktor titik tengah
dibumikan M dan konduktor proteksi digabungkan pada jenis
(B) dalam satu konduktor tunggal PEM di seluruh instalasi.

Jenis (A)

Gambar II.B.2.b.4).b) - A
CATATAN 3 Pembumian tambahan dari PEL pada instalasi dapat diberikan.
Jenis (B)

Gambar II.B.2.b.4).b) - B – Sistem a.s. TN-C


CATATAN 4 Pembumian tambahan dari PEM pada instalasi dapat diberikan.

22 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


c) Sistem TN-C-S

Fungsi konduktor lin dibumikan misalnya L– pada jenis (A)


dan fungsi konduktor proteksi digabungkan dalam satu
konduktor tunggal PEL di sebagian instalasi, atau konduktor
kawat-tengah dibumikan M pada jenis (B) dan konduktor
proteksi digabungkan dalam satu konduktor tunggal PEM di
sebagian instalasi.

Jenis A

Gambar II.B.2.b.4).c) - A – Sistem a.s. TN-C-S


CATATAN 1 Pembumian tambahan dari PE pada instalasi dapat diberikan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 23


Jenis B)

Gambar II.B.2.b.4).c) - B – Sistem a.s. TN-C-S

CATATAN 2 Pembumian tambahan dari PE pada instalasi dapat diberikan.


d) Sistem TT

Jenis (A)

Gambar II.B.2.b.4).d) - A - Sistem a.s T.T

CATATAN 1 Pembumian tambahan dari PE pada instalasi dapat diberikan.

24 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Jenis (B)

Gambar II.B.2.b.4).d) - B - Sistem a.s. TT

CATATAN 2 Pembumian tambahan dari PE pada instalasi dapat diberikan.


e) Sistem IT

(1) Sistem dapat dihubungkan ke bumi melalui lmpedans


yang cukup tinggi.
CATATAN : Pembumian tambahan dari PE pada instalasi dapat
diberikan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 25


Jenis (A)

Gambar II.B.2.b.4).e) - A – Sistem a.s IT

Jenis B)

(2) Sistem boleh dihubungkan ke bumi melalui impedans


yang cukup tinggi.
CATATAN : Pembumian tambahan dari PE pada instalasi dapat
diberikan.

Gambar II.B.2.b.4).e) - B - Sistem a.s IT

26 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3. Suplai

a. Umum

Karakteristik berikut dari suplai, dari sumber mana saja, dan julat
normal dari karakteristik tersebut jika sesuai, harus ditentukan dengan
perhitungan, pengukuran, investigasi atau inspeksi:

1) voltase nominal

2) sifat arus dan frekuensi;

3) arus hubung pendek prospektif di awal instalasi;

4) impedans lingkar gangguan bumi dari bagian sistem yang


eksternal terhadap instalasi;

5) kesesuaian untuk persyaratan instalasi, termasuk kebutuhan


maksimum, dan

6) jenis dan peringkat gawai proteksi arus lebih yang beroperasi di


awal instalasi.

Karakteristik ini harus dipastikan untuk suplai eksternal dan harus


ditentukan untuk sumber privat. Persyaratan ini dapat diterapkan sama
terhadap suplai utama dan terhadap pelayanan keselamatan dan suplai
siaga.

b. Suplai untuk pelayanan keselamatan dan sistem siaga.

Jika ketentuan pelayanan keselamatan disyaratkan, misalnya oleh yang


berwenang terkait dengan tindakan pencegahan kebakaran dan
kondisi lain untuk evakuasi darurat bangunan, dan/atau jika ketentuan
suplai siaga disyaratkan oleh personel yang menspesifikasikan
instalasi, karakteristik sumber suplai untuk pelayanan keselamatan
dan/atau sistem siaga harus diases secara terpisah. Suplai tersebut
harus mempunyai kapasitas, keandalan dan peringkat yang memadai
dan waktu tukar alih yang sesuai untuk operasi yang ditentukan.

Untuk persyaratan lebih lanjut bagi suplai pelayanan keselamatan, lihat


PUIL. Untuk sistem siaga, tidak ada persyaratan tertentu dalam standar
ini.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 27


4. Pembagian instalasi

a. Setiap instalasi harus dibagi dalam sirkit, jika diperlukan, untuk:

1) mencegah bahaya dan meminimalkan kesulitan jika terjadi


gangguan;

2) memfasilitasi inspeksi, pengujian dan pemeliharan yang aman;

3) memperhitungkan bahaya yang mungkin timbul dari kegagalan


sirkit tunggal seperti sirkit pencahayaan;

4) mengurangi kemungkinan trip yang tak diinginkan dari GPAS


karena arus konduktor PE yang berlebihan yang tidak disebabkan
gangguan;

5) mengurangi efek EMI;

6) mencegah energisasi tak langsung pada sirkit yang dimaksudkan


akan diisolasi.

b. Sirkit distribusi terpisah harus disediakan untuk bagian instalasi yang


perlu dikendalikan secara terpisah, sedemikian sehingga sirkit tersebut
tidak dipengaruhi oleh kegagalan sirkit lain.

C. Kompabilitas

1. Kompabilitas karakteristik

Asesmen harus dilakukan pada setiap karakteristik perlengkapan yang


mungkin mempunyai efek merusak terhadap perlengkapan listrik lain atau
pelayanan lain atau mungkin mengganggu suplai, misalnya untuk koordinasi
dengan fihak terkait. Karakteristik tersebut mencakup, misalnya:

a. voltase lebih transien;

b. voltase kurang;

c. beban tak seimbang;

d. beban berfluktuasi cepat;

e. arus asut;

f. arus harmonik;

28 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


g. umpan balik a.s.;

h. osilasi frekuensi tinggi;

i. arus bocor bumi;

j. keperluan hubungan tambahan ke bumi;

k. arus konduktor PE berlebihan yang tidak disebabkan gangguan.

2. Kompatibilitas elektromagnetik

Semua perlengkapan listrik harus memenuhi persyaratan EMC yang sesuai,


dan harus sesuai dengan standar EMC yang relevan.

Harus dipertimbangkan oleh perencana dan desainer instalasi listrik untuk


tindakan mengurangi efek gangguan voltase yang diinduksikan dan
interferens elektromagnetik (electromagnetic interference - EMI).

Tindakan diberikan pada PUIL.

D. Kemampupeliharaan

Asesmen harus dilakukan dari seringnya dan mutu pemeliharaan instalasi yang
diharapkan dapat diterima selama usia instalasi yang dimaksudkan. Jika ada yang
berwenang bertanggung jawab terhadap operasi instalasi, maka yang berwenang
tersebut harus dikonsultasi. Karakteristik tersebut harus diperhitungkan dalam
menerapkan persyaratan Bab IV hingga Bab VI sedemikian sehingga berkaitan
dengan seringnya dan mutu pemeliharaan yang diharapkan:

1. setiap inspeksi dan pengujian periodik, pemeliharaan dan perbaikan yang


mungkin perlu selama umur yang dimaksudkan dapat siap dan aman
dilaksanakan, dan

2. keefektifan dari tindakan proteksi untuk keselamatan selama umur yang


dimaksudkan harus dipertahankan, dan

3. keandalan perlengkapan untuk berfungsi dengan benar dari instalasi sesuai


dengan umur yang dimaksudkan.

E. Pelayanan keselamatan

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 29


1. Umum

CATATAN 1 Keperluan pelayanan keselamatan dan sifatnya sering diatur oleh otoritas
pemerintah yang persyaratannya harus diobservasi.
CATATAN 2 Contoh pelayanan keselamatan adalah: lampu keluar darurat, sistem alarm
kebakaran, instalasi untuk pompa kebakaran, lift pemadam kebakaran, perlengkapan
pengeluaran asap dan bahang.
Sumber untuk pelayanan keselamatan dikenal sebagai berikut:

a. batere

b. sel primer;

c. set generator yang independen dari suplai normal;

d. penyulang terpisah jaringan suplai yang independen dari suplai normal


(lihat PUIL).

2. Klasifikasi

a. Pelayanan keselamatan adalah:

1) suplai nonotomatis; pengasutannya dilakukan oleh operator; atau

2) suplai otomatis, pengasutannya independen dari operator.

b. Suplai otomatis diklasifikasikan seperti berikut sesuai dengan waktu


tukar alih:

1) tanpa putus: suplai otomatis yang dapat memastikan suplai


kontinu dalam kondisi yang ditentukan selama periode transisi,
misalnya berkaitan dengan variasi voltase dan frekuensi;

2) putus sangat singkat: suplai otomatis tersedia dalam 0,15 detik;

3) putus singkat: suplai automatis tersedia dalam 0,5 detik;

4) putus medium: suplai otomatis tersedia dalam 15 detik;

5) putus lama: suplai otomatis tersedia lebih dari 15 detik.

F. Kontinuitas pelayanan

Asesmen harus dilakukan pada setiap sirkit untuk setiap keperluan kontinuitas
pelayanan yang dianggap perlu selama umur instalasi yang dimaksudkan.
Karakteristik berikut sebaiknya dipertimbangkan:

30 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


1. pemilihan pembumian sistem,

2. pemilihan gawai proteksi untuk mencapai selektifitas;

3. jumlah sirkit;

4. multisuplai daya;

5. penggunaan gawai monitor.

G. Asesmen pada lokasi Medik.

Klasifikasi lokasi medik harus dibuat berdasarkan kesepakatan dengan staf medik,
organisasi kesehatan terkait atau badan yang bertanggung jawab untuk
keselamatan karyawan sesuai dengan peraturan nasional. Untuk menentukan
klasifikasi lokasi medik, perlu untuk staf medik menunjukkan prosedur medik apa
yang akan berada di dalam lokasi.

Berdasarkan pada penggunaan yang dimaksudkan, klasifikasi yang sesuai untuk


lokasi harus ditentukan (kemungkinan bahwa lokasi medik tertentu dapat
digunakan untuk keperluan berbeda yang memerlukan kelompok yang lebih tinggi,
sebaiknya ditetapkan oleh manajemen risiko).

1. Jenis Sistem Pembumian.


Sistem TN-C tidak diizinkan dalam lokasi medik dan bangunan medik setelah
panel distribusi utama.

2. Suplai Daya.

Dalam lokasi medik, sistem distribusi sebaiknya didesain dan dipasang untuk
memfasilitasi tukar alih otomatis dari jaringan distribusi utama ke sumber
keselamatan listrik yang menyuplai beban esensial (lihat PUIL atau IEC
710.3131.1).

CATATAN 1 Klasifikasi lokasi medik sebaiknya berkaitan pada jenis kontak antara bagian
terapan dan pasien, maupun untuk keperluan apa lokasi tersebut digunakan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 31


BAB III

SUMBER DIESEL GENERATOR


A. Pertimbangan Rancangan

Dua sumber untuk daya normal harus dipertimbangkan tetapi bukan merupakan
sumber daya pengganti seperti dijelaskan dalam pasal ini.

1. Susunan sistem distribusi harus dirancang untuk meminimalkan interupsi ke


sistem kelistrikan karena gangguan internal oleh penggunaan peralatan.

2. Faktor berikut harus dipertimbangkan dalam merancang sistem distribusi :

a. Tegangan abnormal seperti fasa tunggal dari peralatan utilitas 3 fasa,


pengubahan dan atau / surja petir, penurunan tegangan dan
sebagainya.

b. Kemampuan tercepat perbaikan yang mungkin tercapai dari sirkit yang


ditunjukkan setelah bebas dari gangguan.

c. Pengaruh perubahan mendatang, seperti penambahan beban dan/atau


kapasitas pasokan.

d. Stabilitas dan kemampuan daya dari penggerak mula selama dan


setelah kondisi abnormal.

e. Urutan dan penyambungan kembali beban untuk mencegah arus


sesaat (inrush) yang besar yang menjatuhkan (trip) alat pengaman arus
lebih atau beban lebih generator.

f. Susunan pintas (bypass) untuk mengijinkan pengujian dan


pemeliharaan komponen sistem yang sebaliknya tidak dapat dipelihara
tanpa mengganggu fungsi rumah sakit yang penting.

g. Pengaruh dari setiap arus harmonik pada konduktor netral dan


peralatan.

32 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


B. Perlengkapan Pengindera.

Perlengkapan pengindera arus, fasa dan bumi, harus dipilih untuk meminimalkan
perluasan interupsi ke sistem kelistrikan karena arus abnormal yang disebabkan
oleh beban lebih dan / atau sirkit hubung singkat.

C. Sirkit Pelindung.

Sirkit pelindung beban generator dirancang untuk tujuan mengurangi beban atau
sistem prioritas beban, tidak harus memelindungi keselamatan jiwa beban
cabang/, beban cabang kritis yang melayani daerah pelayanan kritis, kompresor
udara medik, pompa vakum bedah medik, pompa menjaga tekanan (jockey) untuk
sistem proteksi kebakaran yang berbasis air, pompa bahan bakar generator, atau
perlengkapan generator lainnya.

D. Sumber Listrik Esensial.

Sistem kelistrikan esensial harus mempunyai minimum dua sumber daya yang
berdiri sendiri : sumber normal biasanya memasok seluruh sistem kelistrikan dan
satu atau lebih sumber pengganti untuk digunakan bila sumber normal
terinterupsi.

E. Batere untuk Generator

Batere untuk generator di lokasi harus dipelihara sesuai ketentuan yang berlaku
atau seperti SNI 04-7018-2004, tentang Sistem pasokan daya listrik darurat dan
siaga.

F. Generator Sebagai Sumber Daya Normal.

Apabila sebagai dasar pemikiran sumber normal terdiri dari unit generator, sumber
pengganti harus salah satu generator lain atau pelayanan utilitas eksternal.

G. Generator Sebagai Sumber Daya Pengganti.

Generator set yang dipasang sebagai sumber daya pengganti dari sistem
kelistrikan penting harus dirancang memenuhi persyaratan layanan.

1. Sumber daya elektrikal yang penting Kelompok 0 dan 1 harus diklasifikasi


sesuai ketentuan yang berlaku seperti pada SNI 04-7018-2004, Sistem
pasokan daya listrik darurat dan siaga.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 33


2. Sumber daya elektikal yang penting kelompok 2 harus diklasifikasikan sesuai
standar yang berlaku seperti pada SNI 04-7018-2004, tentang Sistem
pasokan daya listrik darurat dan siaga.

H. Penggunaan Sistem Elektrikal Esensial.

1. Peralatan pembangkit yang digunakan harus secara eksklusif mempunyai


cadangan untuk pelayanan atau penggunaan normal yang dipakai untuk
maksud : mengontrol pada kebutuhan puncak, mengontrol tegangan internal,
melepas beban utilitas eksternal, atau pembangkit.

Jika penggunaan normal untuk maksud lain seperti tersebut di atas, maka
dua set atau lebih pembangkit harus dipasang, sehingga kebutuhan aktual
maksimum yang diperoleh dari beban tersambung sistem darurat, seperti
kompresor udara medik, pompa vakum bedah medik, pompa kebakaran
yang dioperasikan dengan listrik, pompa jockey, pompa bahan bakar dan
perlengkapan generator, harus terpenuhi dengan satu generator set terbesar
tidak dioperasikan.

Sumber pengganti daya darurat untuk iluminasi dan identifikasi sarana jalan
ke luar harus dari sistem kelistrikan esensial.

Sistem daya pengganti untuk sistem sinyal proteksi kebakaran harus dari
sistem kelistrikan esensial.

2. Satu generator set yang mengoperasikan sistem kelistrikan esensial harus


boleh menjadi bagian dari sistem yang memasok untuk tujuan lain seperti
ditunjukkan pada butir III.A, untuk penggunaan tersebut tidak akan
mengurangi perioda rata-rata antara jadwal waktu perawatan overhaul
sampai kurang dari tiga tahun.

3. Beban pilihan harus boleh dilayani oleh peralatan pembangkit sistem


kelistrikan esensial.

Beban pilihan, harus dilayani oleh sarana pemindah yang semestinya dan
beban ini tidak boleh dipindahkan ke peralatan pembangkit apabila
pemindahan dapat berakibat beban lebih pada peralatan pembangkit, dan
harus terlindung dari beban lebih peralatan pembangkit itu sendiri.

34 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Penggunaan peralatan pembangkit untuk melayani beban pilihan tidak boleh
membentuk tujuan lain seperti yang dijelaskan dalam butir III.H.1 dan untuk
itu tidak mempersyaratkan generator lebih dari satu.

I. Ruang pembangkit.

1. Konvertor energi harus ditempatkan dalam kamar layanan yang terpisah


yang terlihat dari peralatan pembangkit, pemisahan dari sisa bangunan
dengan bahan yang memiliki tingkat ketahanan api 2 jam, atau ditempatkan
di bangunan tertutup di luar bangunan utama yang mampu menahan
masuknya air hujan dan menahan kecepatan angin maksimum seperti
ditentukan dalam persyaratan teknis bangunan gedung setempat. Kamar
untuk peralatan seperti itu tidak boleh digabung dengan peralatan lain atau
melayani peralatan listrik yang bukan sistem kelistrikan esensial.

2. Peralatan pembangkit harus dipasang di lokasi yang mudah dijangkau dan


ruang kerja yang cukup (minimum 30 inci atau 76 cm) sekeliling unit untuk
pemeriksaan, perbaikan, pemeliharaan, pembersihan dan penggantian.

J. Kapasitas dan nilai nominal

Generator set harus mempunyai kapasitas yang cukup dan nilai nominal yang
tepat untuk memenuhi kebutuhan aktual maksimum untuk melayani beban
tersambung dari sistem kelistrikan esensial pada setiap saat.

K. Pengangkatan beban.

Generator set harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk mengangkat beban
dan memenuhi persyaratan frekuensi dan tegangan yang stabil dari sistem darurat
di dalam waktu 10 detik setelah hilangnya daya normal.

L. Menjaga temperatur

Ketentuan harus dibuat untuk menjaga ruang generator tidak kurang dari 10 oC
(50 oF) atau temperatur selimut air mesin tidak kurang dari 32 oC (90 oF).

M. Ventilasi udara

Ketentuan harus dibuat untuk menyediakan udara yang cukup untuk pendinginan
dan untuk melengkapi lagi udara pembakaran mesin.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 35


N. Batere untuk memutar engkol

Batere untuk memutar motor bakar harus sesuai dengan persyaratan batere yang
berlaku atau seperti SNI 04-7018-2004, tentang Sistem pasokan daya listrik
darurat dan siaga.

O. Peralatan pengasut udara tekan

Alat pengasut disel generator untuk harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk
usaha memasok sebanyak 5 kali, dan 10 detik untuk setiap kalinya, serta tidak
lebih 10 detik berhenti antara setiap usaha.

P. Pasokan bahan bakar

Pasokan bahan bakar untuk generator set harus memenuhi ketentuan yang
berlaku atau seperti SNI 04-7018-2004, tentang Sistem pasokan daya listrik
darurat dan siaga.

Q. Persyaratan alat keselamatan

1. Motor bakar

Motor bakar yang melayani generator set harus dilengkapi dengan :

a. Alat sensor ditambah alat peringatan visual untuk menunjukkan


temperatur selubung air di bawah yang dipersyaratkan pada butir III.B.

b. Alat sensor ditambah alat peringatan visual alarm awal untuk


menunjukkan :

1) Temperatur mesin tinggi (di atas rentang operasi aman yang di


rekomendasikan manufaktur).

2) Tekanan pelumasan minyak pelumas rendah (di bawah rentang


operasi aman yang direkomendasikan manufaktur).

3) Permukaan air pendingin rendah.

c. Alat mematikan mesin secara otomatik ditambah alat visual untuk


menunjukkan matinya mesin terjadi dikarenakan :

1) putaran engkol lebih (gangguan pengasutan).

2) kecepatan lebih.

36 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3) tekanan minyak pelumas rendah.

4) temperatur mesin berlebihan.

d. Alarm bunyi untuk memberi peringatan adanya kondisi satu atau lebih
alarm awal atau alarm.

2. Penggerak mula jenis lain

Penggerak mula, selain motor bakar yang melayani generator set, harus
mempunyai alat pengaman yang cocok ditambah alarm visual dan alarm
bunyi untuk memperingatkan kondisi alarm atau mendekati alarm.

3. Pasokan bahan bakar cair

Pasokan bahan bakar cair untuk sumber daya darurat dan pembantunya
harus dilengkapi dengan alat sensor untuk memperingatkan bahwa isi tangki
bahan bakar utama kurang dari 4 jam untuk memasok operasi.

R Anunsiator (annunciator) alarm

1. Anunsiator yang jauh, batere penyimpan tenaga, harus tersedia untuk


beroperasi di luar ruang pembangkit dalam lokasi yang mudah terlihat oleh
petugas operasi dari tempat kerjanya regular (lihat ketentuan yang berlaku,
SNI 04-0225-2000 tentang Persyaratan Umum Instalasi Listrik Anunsiator
dari sumber daya darurat atau sumber daya tambahan harus menunjukkan
kondisi alarm sebagai berikut :

a. Sinyal visual individu akan menunjukkan sebagai berikut :

1) Apabila sumber daya darurat atau pembantunya beroperasi


memasok daya ke beban.

2) Apabila pengisi batere gagal berfungsi.

b. Sinyal visual individu ditambah sinyal visual biasa yang


memperingatkan kondisi alarm mesin - generator harus menunjukkan :

1) Tekanan minyak pelumas rendah.

2) Temperatur air rendah (di bawah yang dipersyaratkan pada butir


III.L).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 37


3) Temperatur air yang berlebihan.

4) Bahan bakar rendah – apabila tangki penyimpan bahan bakar


utama berisi kurang dari 4 jam memasok untuk operasi.

5) Putaran engkol lebih (kegagalan pengasutan).

6) Kecepatan lebih.

2. Apabila tempat kerja regular tidak selalu terjaga, sinyal bunyi dan visual yang
menunjukkan kekacauan, yang terlabel dengan tepat, harus ditentukan pada
lokasi yang terus menerus termonitor.

Sinyal yang menunjukkan kekacauan ini harus bekerja apabila setiap kondisi
pada butir III.R.1 dan butir III.R.2 terjadi, tetapi kondisi ini tidak ditunjukkan
secara individu.

S. Batere.

Sistem batere harus memenuhi seluruh persyaratan yang berlaku SNI 04-0225-
2000 tentang Persyaratan Umum Instalasi Listrik.

38 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB IV

PROTEKSI UNTUK KESELAMATAN

A. Proteksi terhadap kejut listrik

1. Proteksi terhadap sentuh langsung maupun tidak langsung

a. SELV dan PELV

Jika menggunakan sirkit SELV dan/atau PELV dalam lokasi medik


kelompok 1 dan kelompok 2, voltase nominal yang diterapkan pada
pemanfaat listrik tidak boleh melebihi 25 V a.b. efektif atau 60 V a.s.
bebas riak. Proteksi dengan insulasi dasar bagian aktif dan dengan
penghalang atau selungkup adalah esensial, lihat bab III.D.

Dalam lokasi medik kelompok 2, bagian konduktif terbuka (BKT)


perlengkapan (misalnya luminer ruang operasi/bedah), harus
dihubungkan ke konduktor ikatan ekuipotensial.

b. Proteksi terhadap sentuh langsung

1) Rintangan

Proteksi dengan rintangan tidak diizinkan.

2) Penempatan di luar jangkauan

Proteksi dengan penempatan di luar jangkauan tidak diizinkan.

Hanya proteksi dengan insulasi bagian aktif atau proteksi dengan


penghalang atau selungkup yang diizinkan.

c. Proteksi terhadap sentuh tak langsung

1) Diskoneksi otomatis suplai

a) Umum

(1) Diskoneksi suplai


Dalam lokasi medik dari kelompok 1 dan kelompok 2,
berlaku yang berikut:

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 39


(a) untuk sistem IT, TN dan TT, voltase sentuh
konvensional UL tidak boleh melampaui 25 V
(UL ” 25 V);

(b) untuk sistem TN dan IT, berlaku Tabel


IV.A.1.c.1).a).(1).(b).

Tabel IV.A.1.c.1).a).(1).(b)

Sistem 50 V < Uo ” 120 V 120 V < Uo ” 230 V 230 V < Uo ” 400 V Uo > 400 V
detik detik detik detik
a.b. a.s. a.b. a.s. a.b. a.s. a.b. a.s.
TN 0,8 Catatan 1 0,4 5 0,2 0,4 0,1 0,1
TT 0,3 Catatan 1 0,2 0,4 0,07 0,2 0,04 0,1
Jika dalam sistem TT, diskoneksi dilaksanakan oleh gawai proteksi arus lebih (GPAL) dan ikatan
ekuipotensial proteksi dihubungkan dengan semua BKE di dalam instalasi, dapat digunakan
waktu diskoneksi maksimum yang berlaku untuk sistem TN.
U0 adalah voltase lin ke bumi a.b. atau a.s. nominal.
CATATAN 1 Diskoneksi dapat disyaratkan untuk alasan selain proteksi terhadap kejut listrik.
CATATAN 2 Jika diskoneksi dilakukan dengan GPAS lihat butir IV.A.1.c.2) dan butir IV.A.1.c.3).
CATATAN Diskoneksi suplai ketika terjadi kondisi beban lebih
atau hubung pendek, dapat dicapai dengan metode desain yang
berbeda dalam prosedur aturan umum untuk memenuhi tingkat
keselamatan yang disyaratkan.
2) Sistem TN

Pada sirkit akhir kelompok 1 dengan nilai pengenal hingga 32 A,


harus digunakan gawai proteksi arus sisa (GPAS) dengan arus
operasi sisa maksimum 30 mA (proteksi tambahan).

Pada lokasi medik kelompok 2, proteksi dengan diskoneksi


otomatis suplai dengan sarana GPAS dengan arus operasi sisa
tidak melebihi 30 mA hanya harus digunakan untuk sirkit berikut:

a) sirkit untuk suplai meja bedah;

b) sirkit untuk unit sinar X;

c) sirkit untuk perlengkapan besar dengan daya pengenal lebih


besar dari 5 kVA;

d) sirkit untuk perlengkapan listrik nonkritis (bukan penunjang


hidup).

40 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Harus diperhatikan untuk memastikan bahwa penggunaan secara
serentak banyak jenis perlengkapan tersebut yang dihubungkan
ke sirkit yang sama tidak dapat menyebabkan trip yang tidak
dikehendaki dari GPAS.

Pada lokasi medik kelompok 1 dan kelompok 2, jika disyaratkan


penggunaan GPAS oleh sub-ayat ini, harus dipilih hanya jenis (A)
atau jenis (B), tergantung pada kemungkinan arus gangguan yang
timbul.

CATATAN Direkomendasikan bahwa sistem TN-S dipantau untuk


memastikan tingkat insulasi semua konduktor aktif.
3) Sistem TT

Pada lokasi medik kelompok 1 dan kelompok 2, persyaratan


sistem TN berlaku dan dalam semua hal harus menggunakan
GPAS.

4) Sistem IT medik

CATATAN 1 Di Amerika Serikat sistem tersebut dikenal sebagai “Sistem Daya


Terisolasi”
a) Pada lokasi medik kelompok 2, sistem IT medik harus
digunakan untuk sirkit yang menyuplai perlengkapan listrik
medik dan sistem yang dimaksudkan untuk penunjang hidup,
penerapan bedah dan perlengkapan listrik lain yang terletak
di “lingkungan pasien”, tidak termasuk perlengkapan yang
tercantum dalam butir IV.A.1.c.2).

b) Untuk setiap kelompok ruangan yang melayani fungsi sama,


sekurang-kurangnya diperlukan satu sistem IT medik yang
terpisah. Sistem IT medik harus dilengkapi dengan gawai
monitor insulasi (GMI) sesuai persyaratan spesifik berikut:

(1) impedans internal a.b. harus sekurang-kurangnya 100


kȍ,
(2) voltase uji tidak boleh lebih besar dari 25 V a.s.;
(3) arus yang diinjeksikan, bahkan pada kondisi gangguan,
tidak boleh lebih besar dari 1 mA puncak;

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 41


(4) indikasi harus ada saat terakhir ketika resistans insulasi
telah berkurang hingga 50 kȍ. Harus dilengkapi dengan
gawai uji.

c) Untuk setiap sistem IT medik, sistem akustik dan alarm


visual yang terpadu dengan komponen berikut harus disusun
pada tempat yang sesuai sedemikian sehingga dapat
dipantau secara permanen (sinyal dapat terdengar dan
terlihat) oleh staf medik.

(1) lampu sinyal hijau untuk menunjukkan operasi normal;


(2) lampu sinyal kuning akan menyala bila dicapai setelan
nilai minimum untuk resistans insulasi. Tidak boleh
dimungkinkan lampu ini dibatalkan atau didiskoneksi.
(3) alarm dapat terdengar yang berbunyi bila dicapai
setelan nilai minimum untuk resistans insulasi. Alarm
dapat terdengar ini boleh dimatikan.
(4) sinyal kuning harus padam ketika gangguan telah
hilang dan jika kondisi normal pulih.
Jika hanya satu perlengkapan saja yang disuplai dari
satu transformator IT terdedikasi, maka dapat dipasang
tanpa GMI.
Disyaratkan untuk memantau beban lebih dan suhu
tinggi pada transformator IT medik.

5) Ikatan ekuipotensial suplemen

a) Pada setiap lokasi medik kelompok 1 dan kelompok 2,


konduktor ikatan ekuipotensial suplemen harus dipasang dan
dihubungkan ke busbar ikatan ekuipotensial untuk keperluan
menyamakan beda potensial antara bagian berikut, yang
terletak dalam “lingkungan pasien”:

(1) konduktor proteksi;


(2) bagian konduktif ekstra (BKE);
(3) skrin terhadap medan interferens listrik, jika dipasang;
(4) hubungan ke grid lantai konduktif, jika dipasang;

42 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(5) skrin logam transformator isolasi, jika ada.

CATATAN Penunjang pasien nonlistrik konduktif magun (terpasang


tetap) seperti meja bedah, dipan fisioterapi dan kursi dokter gigi
sebaiknya dihubungkan ke konduktor ikatan ekuipotensial kecuali
dimaksudkan untuk diisolasi dari bumi.
b) Pada lokasi medik kelompok 2, resistans konduktor,
termasuk resistans hubungannya, antara terminal untuk
konduktor proteksi dari kotak kontak dan dari perlengkapan
magun atau setiap BKE dan busbar ikatan ekuipotensial
tidak boleh melebihi 0,2 ȍ.

CATATAN Nilai resistans dapat juga ditentukan dengan penggunaan


luas penampang yang sesuai dari konduktor.
c) Busbar ikatan ekuipotensial harus terletak di dalam atau
dekat lokasi medik. Pada setiap panel distribusi atau di
dekatnya, harus dilengkapi dengan busbar ikatan
ekuipotensial tambahan yang harus dihubungkan ke
konduktor ikatan suplemen dan konduktor bumi proteksi.
Hubungan harus disusun sedemikian sehingga terlihat
dengan jelas dan masing-masing dapat didiskoneksi dengan
mudah.

2. Proteksi kebakaran

Peraturan nasional atau SNI yang memberikan persyaratan tambahan dapat


berlaku.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 43


BAB V

PEMILIHAN DAN PEMASANGAN PERLENGKAPAN LISTRIK

A. Kondisi operasi dan pengaruh eksternal

1. Kondisi operasi

a. Transformator untuk sistem IT medik

Transformator harus dipasang di dekat, di dalam atau di luar lokasi


medik dan ditempatkan dalam lemari atau selungkup untuk mencegah
kontak yang tidak disengaja dengan bagian aktif.

Voltase pengenal Un pada sisi sekunder transformator tidak boleh


melebihi 250 V a.b.

b. Sistem IT medik untuk lokasi medik kelompok 2

Transformator harus sesuai dengan SNI 04-0225-edisi terakhir, dengan


persyaratan tambahan berikut:

Arus bocor belitan keluaran ke bumi dan arus bocor selungkup jika
diukur dalam kondisi tanpa beban dan transformator disuplai pada
voltase pengenal dan frekuensi pengenal tidak boleh melebihi 0,5 mA.

Transformator fase tunggal harus digunakan untuk membentuk sistem


IT medik untuk perlengkapan portabel dan magun dan keluaran
pengenalnya tidak boleh kurang dari 0,5 kVA dan tidak boleh melebihi
10 kVA.

Jika suplai beban trifase melalui sistem IT juga disyaratkan,


transformator trifase terpisah harus disediakan untuk keperluan ini
dengan voltase keluaran lin ke lin tidak melebihi 250 V.

2. Pengaruh eksternal

CATATAN Jika sesuai, sebaiknya diberikan perhatian untuk pencegahan interferens


elektromagnetik.
a. Risiko ledakan

44 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


CATATAN 1 Persyaratan untuk perlengkapan listrik medik yang dihubungkan ke gas
dan uap mudah terbakar tercantum dalam SNI 04-0225-edisi terakhir.
CATATAN 2 Jika kondisi berbahaya mungkin terjadi (yaitu adanya gas dan uap
mudah terbakar) dapat disyaratkan tindakan pencegahan khusus.
CATATAN 3 Pencegahan terhadap timbulnya listrik statik direkomendasikan.
Gawai listrik (misalnya kotak kontak dan sakelar) harus dipasang pada
jarak horizontal sekurang-kurangnya 0,2 m (titik tengah ke titik tengah)
dari setiap outlet gas medik, sedemikian sehingga meminimalkan risiko
penyulutan gas mudah terbakar.

B. Diagram, dokumentasi dan petunjuk operasi

Rencana instalasi listrik bersama-sama dengan catatan, gambar, diagram


perkawatan dan tambahan modifikasi, dan juga petunjuk untuk operasi dan
pemeliharaan, harus disediakan untuk pengguna.

CATATAN Gambar dan diagram perkawatan sebaiknya sesuai dengan SNI 04-0225-edisi
terakhir.
Dokumen relevan terutama adalah:

1. diagram blok yang memperlihatkan sistem distribusi suplai daya normal dan
suplai daya untuk pelayanan keselamatan dalam gambar lin tunggal.
Diagram ini harus memuat informasi mengenai lokasi dari panel subdistribusi
di dalam bangunan;

2. diagram blok panel utama dan panel subdistribusi yang memperlihatkan


perangkat hubung bagi dan kendali (PHBK) dalam gambar lin tunggal;

3. gambar arsitektur;

4. diagram skema kendali;

5. petunjuk untuk operasi, inspeksi, pengujian dan pemeliharaan aki dan


sumber daya untuk pelayanan keselamatan;

6. verifikasi komputational kesesuaian dengan persyaratan ini;

7. daftar beban yang secara permanen dihubungkan ke suplai daya untuk


pelayanan keselamatan dengan menunjukkan arus normal dan dalam hal
beban dioperasikan motor, arus asutnya;

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 45


8. buku catatan yang berisi rekaman semua pengujian dan inspeksi yang perlu
dilengkapi sebelum komisioning.

C. Sistem perkawatan

Setiap sistem perkawatan dalam lokasi medik kelompok 2 harus khusus untuk
penggunaan perlengkapan dan fiting di lokasi tersebut.

D. Perangkat hubung bagi dan kendali (PHBK)

1. Proteksi untuk sistem perkawatan pada lokasi medik kelompok 2.

Proteksi arus lebih terhadap arus hubung pendek dan beban lebih perlu
untuk setiap sirkit akhir. Proteksi arus beban lebih tidak diizinkan pada sirkit
penyulang di hulu dan hilir dari transformator sistem IT medik. Sekering
boleh digunakan untuk proteksi hubung pendek.

E. Perlengkapan lain

1. Sirkit pencahayaan

Pada lokasi medik kelompok 1 dan kelompok 2, sekurang-kurangnya harus


dilengkapi dengan dua sumber suplai berbeda untuk beberapa luminer
dengan 2 sirkit. Salah satu dari dua sirkit harus dihubungkan ke pelayanan
keselamatan.

Untuk rute penyelamatan, luminer selang-seling harus dihubungkan untuk


pelayanan keselamatan.

2. Sirkit kotak kontak pada sistem IT medik untuk lokasi medik kelompok
2.

a. Pada setiap tempat perawatan pasien, misalnya kepala tempat tidur,


konfigurasi kotak kontak harus sebagai berikut:

1). harus dipasang minimum dua sirkit terpisah yang menyulang


kotak kontak; atau

2). setiap kotak kontak harus secara individu diproteksi terhadap arus
lebih.

46 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


b. Jika sirkit disuplai dari sistem lain (sistem TN-S atau TT) pada lokasi
medik yang sama, kotak kontak yang dihubungkan ke sistem IT medik
harus:

1). konstruksinya sedemikian sehingga mencegah digunakan dalam


sistem lain, atau

2). ditandai dengan jelas dan permanen.

F. Pelayanan keselamatan

1. Sumber

Klasifikasi pelayanan keselamatan diberikan dalam Tabel V.F.1.

Kelas 0
Suplai otomatis tersedia tanpa pemutusan
(tanpa pemutusan)

Kelas 0,15
Suplai otomatis tersedia dalam 0,15 detik
(pemutusan sangat singkat

Kelas 0,5
Suplai otomatis tersedia dalam 0,5 detik
(pemutusan singkat)

Kelas 15
Suplai otomatis tersedia dalam 15 detik
(pemutusan menengah)
Kelas >15
Suplai otomatis tersedia dalam lebih dari 15 detik
(pemutusan lama)
CATATAN 1 : Biasanya tidak diperlukan untuk menyediakan suplai daya tanpa pemutusan
untuk perlengkapan listrik medik. Namun perlengkapan dikendalikan mikroprosesor dapat
mensyaratkan suplai tersebut.
CATATAN 2 : Pelayanan keselamatan disediakan untuk lokasi yang mempunyai klasifikasi
berbeda sebaiknya memenuhi klasifikasi yang memberikan keamanan suplai tertinggi.
Mengacu ke Tabel V.G untuk pedoman keterkaitan klasifikasi pelayanan keselamatan dengan
lokasi medik
CATATAN 3 : Pengertian “di dalam” berarti “””

G. Alokasi nomor kelompok dan klasifikasi untuk pelayanan


keselamatan lokasi medik

Daftar definitif lokasi medik yang memperlihatkan kelompok peruntukannya tidak


praktis, karena penggunaan lokasi (ruangan) tersebut akan digunakan berbeda
antara negara dan bahkan di dalam suatu negara. Tabel V.G berikut adalah
contoh yang diberikan hanya sebagai pedoman.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 47


Tabel V.G – Kelompok dan Klasifikasi untuk pelayanan keselamatan di lokasi medik.

Fungsi ruang Kelompok Kelas


> 0,5 detik ”15
0 1 2 ” 0,5 detik
detik
INSTALASI GAWAT DARURAT
1 Ruang Triage X
2 Ruang Observasi X
3 Ruang Resusitasi X
a
4 Ruang Tindakan X X X
INSTALASI RAWAT JALAN
5 Ruang Pendaftaran X
6 Ruang Tunggu X
7 Ruang Periksa X
8 Ruang Tindakan X
INSTALASI RAWAT INAP
9 Kamar Pasien X
a
1 X X X
Ruang Tindakan
0
1
Ruang Isolasi X
1
INSTALASI KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
1
Ruang Periksa X
2
1
Ruang Kala (Labor) X
3
a
1 X X X
Ruang Melahirkan (Delivery)
4
1
Ruang Pemulihan Melahirkan X
5
a
1 X X X
Ruang Bayi Lahir
6
INSTALASI BEDAH SENTRAL
1
Ruang Pendaftaran X
7
1
Ruang Persiapan X
8
a
1 X X
Ruang Induksi/Anestesi X
9
2
Scrubstation X
0
2
Ruang Utilitas Bersih X
1
2
Ruang Utilitas Kotor X
2
2
Ruang Persiapan Peralatan X
3
a
2 X X X
Kamar Bedah
4
2
Ruang Spoolhuok X
5
2
Gudang Anestesi X
6
2
Ruang Pemulihan Bedah X
7
2
Gudang Peralatan X
8
2 Gudang Obat X

48 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


9
3
Gudang Linen X
0
INSTALASI PERAWATAN INTENSIF (ICU)
a
3 X X X
Ruang Rawat Intensif
1
a
3 X X X
Ruang Isolasi Infeksi
2
a
3 X X X
Ruang Isolasi
3
3
Ruang Linen X
4
3
Gudang Obat X
5
a
3 X X X
Ruang Darurat Bayi Lahir (NICU)
6
a
3 X X X
Ruang Darurat Anak-anak (PICU)
7
a
3 X X X
Ruang Luka Bakar
8
LABORATORIUM
3 Laboratorium, umum (darah, urine,
X
9 vishes)
4
Laboratorium, bacteriology X
0
4
Laboratorium, biochemistry X
1
4
Laboratorium, cytology X
2
4
Laboratorium, hematologi X
3
4
Laboratorium, histology X
4
4
Laboratorium, Microbiology X
5
4
Laboratorium, pengobatan nuklir X
6
4
Laboratorium, pathology X
7
4
Laboratorium, serology X
8
a
4 X X X
Bank darah
9
5
Ruang otopsy X
0
5
Farmasi X
1
INSTALASI DIAGNOSTIK
5
Ruang Pemeriksaan X
2
5
Ruang ECG / EEG / EMG X
3
5
Ruang Treat Mill X
4
5
Ruang Kedap Suara X
5
5
Ruang Laparascopy X
6
5 Ruang Endoscopy X

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 49


7
5
Ruang Bronchoscopy X
8
INSTALASI RADIOLOGI
5
Radiologi Diagnostik X
9
6
Ruang CT Scan X
0
6
Ruang MRI X
1
6
Ruang Angiografi X
2
6
Ruang Panoramik X
3
6
Ruang Radioterapi X
4
INSTALASI REHABILITASI MEDIK
6
Gymnasium Mats X
5
6
Treatment X
6
6
Ruang Hidroterapi X
7
6
Ruang Pemeriksaan X
8
INSTALASI LAUNDRY
6
Laundri, umum X
9
7
Sortir linen kotor dan gudang. X
0
7
Gudang linen bersih X
1
7
Linen and trash chute room X
2
7
Ruang Setrika X
3
STERILISASI DAN SUPLAI
7
Ruang Disassembly X
4
7
Ruang Cuci Alat X
5
7
Ruang Assembly X
6
7
Gudang Steril X
7
DAPUR
7
Ruang Penerimaan X
8
7
Ruang Proses Memasak X
9
8
Walk in Freezer X
0
8
Walk in Refrigerator X
1
8
Gudang X
2
a
Luminer dan perlengkapan listrik medik penunjang hidup yang memerlukan suplai daya
dalam 0,5 detik atau kurang.
b
Bukan merupakan ruang bedah.

50 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


a. Persyaratan umum untuk sumber suplai daya keselamatan dari
kelompok 1 dan kelompok 2

1) Pada lokasi medik, suplai daya untuk pelayanan keselamatan


disyaratkan yang dalam kasus kegagalan sumber suplai daya
normal, harus dienergisasi untuk menyulang perlengkapan yang
dinyatakan dalam butir V.F.1.b.1), butir V.F.1.b.2), dan butir
V.F.1.b.3) dengan energi listrik untuk periode waktu yang
ditentukan dan di dalam dalam periode tukar alih yang ditentukan
sebelumnya.

2) Jika voltase di panel distribusi utama drop pada satu atau


beberapa konduktor lebih dari 10% dari voltase nominal, suplai
daya keselamatan harus menggantikan suplai secara otomatis.

Pengalihan suplai sebaiknya dicapai dengan penundaan untuk


melayani penutupan balik otomatis dari pemutus sirkit suplai
masuk (pemutusan waktu singkat).

3) Untuk kabel interkoneksi antara komponen individu dan subrakitan


sumber suplai daya keselamatan, lihat butir V.C.

CATATAN Sirkit yang menghubungkan sumber suplai daya untuk pelayanan


keselamatan ke panel distribusi utama sebaiknya dianggap sebagai sirkit
keselamatan.
4) Bila kontak tusuk disuplai dari sumber suplai daya keselamatan
maka harus siap diidentifikasi.

b. Persyaratan rinci untuk pelayanan suplai daya keselamatan

1) Sumber suplai daya dengan periode tukar alih kurang dari


atau sama dengan 0,5 detik

Saat terjadi kegagalan voltase pada satu atau lebih konduktor lin
di panel distribusi, sumber suplai daya keselamatan khusus harus
mempertahankan luminer meja ruang bedah dan luminer esensial
lain, misalnya endoskopi, untuk periode minimum 3 jam. Sumber
ini harus memulihkan suplai dalam periode tukar alih tidak
melebihi 0,5 detik.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 51


2) Sumber suplai daya dengan periode tukar alih kurang dari
atau sama dengan 15 detik.

Perlengkapan sesuai menurut butir V.H.1 dan butir V.I harus


dihubungkan dalam 15 detik ke sumber suplai daya keselamatan
yang mampu mempertahankannya untuk periode minimum 24
jam, jika voltase satu atau lebih konduktor lin pada panel distribusi
utama untuk pelayanan keselamatan telah berkurang lebih dari
10% nilai nominal voltase suplai dan dengan durasi lebih besar
dari 3 detik.

CATATAN Durasi selama 24 jam dapat dikurangi hingga minimum 3 jam jika
persyaratan medik dan penggunaan lokasi, termasuk setiap perawatan, dapat
ditutup dan jika gedung dapat dikosongkan dengan baik dalam waktu yang
kurang dari 24 jam.
3) Sumber suplai daya dengan periode tukar alih lebih lama dari
15 detik.

Perlengkapan selain dari yang dicakup dalam butir V.F.1.b.1) dan


butir V.F.1.b.2) , yang disyaratkan untuk pemeliharaan pelayanan
rumah sakit, dapat dihubungkan secara otomatis atau manual ke
sumber suplai daya ke selamatan yang mampu
mempertahankannya selama periode minimum 24 jam.
Perlengkapan ini dapat mencakup, misalnya:

a) perlengkapan sterilisasi;

b) instalasi bangunan teknik, khususnya sistem pengondisi


udara, pemanas dan ventilasi, pelayanan bangunan dan
sistem pembuangan limbah;

c) perlengkapan pendingin;

d) perlengkapan masak;

e) pengisi aki.

52 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


H. Sirkit pencahayaan keselamatan

1. Pencahayaan keselamatan

Saat kegagalan daya jaringan, iluminans minimum yang diperlukan harus


disediakan dari sumber pelayanan keselamatan untuk lokasi berikut. Periode
tukar alih ke sumber keselamatan tidak boleh melebihi 15 detik:

a. rute penyelamatan;

b. pencahayaan tanda keluar;

c. lokasi PHBK untuk set generator darurat dan untuk panel distribusi
utama suplai daya normal dan untuk sumber daya untuk pelayanan
keselamatan;

d. ruangan yang dimaksudkan untuk pelayanan esensial. Dalam setiap


ruangan sekurang-kurangnya satu luminer harus disuplai dari sumber
daya untuk pelayanan keselamatan;

e. ruangan lokasi medik kelompok 1. Dalam setiap ruangan sekurang-


kurangnya satu luminer harus disuplai dari sumber suplai daya untuk
pelayanan keselamatan;

f. ruangan lokasi medik kelompok 2. Minimum 50 % pencahayaan harus


disuplai dari sumber daya untuk pelayanan keselamatan.

CATATAN Nilai untuk iluminans minimum dapat diberikan dalam peraturan nasional atau
daerah.

I. Pelayanan lain

Pelayanan selain pencahayaan yang mensyaratkan suplai pelayanan


keselamatan dengan periode tukar alih tidak melebihi 15 detik dapat mencakup,
misalnya yang berikut:

1. lif terpilih untuk personel pemadam kebakaran

2. sistem ventilasi untuk penghisap asap

3. sistem pemanggilan;

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 53


4. perlengkapan listrik medik yang digunakan dalam lokasi medik kelompok 2
yang melayani pembedahan atau tindakan lain yang sangat vital.
Perlengkapan tersebut akan ditentukan oleh staf medik yang bertanggung
jawab;

5. perlengkapan listrik untuk suplai gas medik termasuk udara bertekanan,


suplai vakum dan pembiusan (anestetik) pernafasan maupun gawai
pemantaunya;

6. sistem deteksi kebakaran, alarm kebakaran dan pemadaman kebakaran.

54 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB VI

VERIFIKASI

A. Verifikasi

Tanggal dan hasil setiap verifikasi harus direkam.

B. Verifikasi awal

Pengujian yang ditentukan di bawah pada butir 1 hingga butir 5 sebagai tambahan
pada persyaratan PUIL, kedua-duanya harus dilakukan sebelum komisioning dan
setelah perubahan atau perbaikan dan sebelum komisioning ulang.

1. Uji fungsional GMI dari sistem IT medik dan sistem alarm akustik/visual.

2. Pengukuran untuk memverifikasi bahwa ikatan ekuipotensial suplemen


sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3. Verifikasi keterpaduan fasilitas yang disyaratkan sesuai dengan ketentuan


yang berlaku untuk ikatan ekuipotensial.

4. Verifikasi keterpaduan persyaratan bab IV.F untuk pelayanan keselamatan.

5. Pengukuran arus bocor sirkuit keluaran dan selungkup transformator IT


medik dalam kondisi tanpa beban.

C. Verifikasi periodik

Verifikasi periodik butir 1 hingga butir 5 dari bab V.B harus dilakukan sesuai
dengan peraturan daerah/nasional. Jika tidak terdapat peraturan daerah/nasional,
direkomendasikan interval berikut:

1. uji fungsional gawai tukar alih: 12 bulan;

2. uji fungsional GMI: 12 bulan;

3. pemeriksaan, dengan inspeksi visual, setelan gawai proteksi: 12 bulan;

4. pengukuran untuk memverifikasi ikatan ekuipotensial suplemen: 36 bulan

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 55


5. verifikasi keterpaduan fasilitas yang disyaratkan untuk ikatan ekuipotensial:
36 bulan;

6. uji fungsional bulanan dari:

a. pelayanan keselamatan dengan aki: 15 menit;

b. pelayanan keselamatan dengan mesin bakar: hingga suhu berjalan


pengenal tercapai; 12 bulan untuk “jalan daya tahan”;

c. pelayanan keselamatan dengan aki: uji kapasitas;

d. pelayanan keselamatan dengan mesin bakar: 60 menit;

7. Dalam semua hal sekurang-kurangnya 50 % hingga 100 % daya pengenal


harus diambil alih;

a. pengukuran arus bocor transformator IT: 36 bulan;

b. pemeriksaan trip GPAS pada I¨N: tidak kurang dari 12 bulan.

56 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB VII

CARA PERKAWATAN DAN PERLENGKAPAN

A Cara perkawatan dan perlengkapan

1. Perlengkapan listrik, termasuk perlengkapan elektromedik atau yang


digunakan dalam ruang fasilitas pelayanan kesehatan, harus memenuhi
syarat dalam beberapa subayat di bawah ini.

2. Perlengkapan yang harus dihubungkan secara khusus hanya boleh dipasang


jika semua prasarananya telah disiapkan. Syarat khusus untuk itu tercantum
dalam rincian teknis dan gambar instalasi yang disediakan oleh pabrikan.

3. Perlengkapan dalam ruang fasilitas pelayanan kesehatan harus dipasang


sedemikian rupa sehingga tidak dipengaruhi oleh perlengkapan non medik
(misalnya komputer, pemancar, dan pesawat panggil) yang secara fungsi
berhubungan, atau memperoleh listrik dari konduktor yang sama tetapi
terdapat di luar ruang tersebut.

4. Bila voltase, arus, atau frekuensi yang digunakan berbeda-beda, kontak


tusuk yang digunakan harus tidak dapat dipertukarkan.

5. Dalam ruang kelompok 2, di atas plafonnya hanya boleh dipasang konduktor


untuk perlengkapan dalam ruang itu saja.

6. Hanya inti dari sirkit utama yang boleh dipasangkan pada kabel berinti
banyak, atau dalam satu pipa untuk kabel berinti tunggal. Berbagai sirkit
bantu hanya boleh dipasangkan pada sirkit utamanya dalam satu jalur
konduktor (misalnya pipa), jika semuanya terhubung pada satu perlengkapan
dan disuplai dari sumber yang sama.

7. Pada setiap sirkit dalam ruang pelayanan kesehatan, yang menggunakan


gawai proteksi arus sisa yang memenuhi butir VII.C.6 tersebut di atas, harus
dipasang satu konduktor proteksi. Hal yang sama bagi sirkit arus fase tiga
yang betul-betul simetris.
CATATAN : Pencegah gangguan frekuensi sering kali dipasang antara konduktor netral dan
konduktor fase, supaya arus sisa yang melalui konduktor proteksi tidak menjadi lebih
tinggi dari yang dibolehkan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 57


B. Kabel yang dicabang

Kabel yang dicabangkan tidak boleh dipasang dalam ruang Kelompok 2

1. PHBK harus dipasang di luar ruang pelayanan kesehatan dan harus mudah
dicapai.

CATATAN : Kotak hubung dan terminal yang menjadi satu dengan perlengkapan (misalnya
pipa pesawat sinar X), tidak termasuk PHBK seperti yang dimaksud di sini.

2. Tiap ruang pelayanan kesehatan dan ruang bukan pelayanan kesehatan


harus mempunyai PHBK tersendiri (lihat butir VII.B.3).

a. PHBK untuk ruang kelompok 2 harus langsung dihubungkan ke


PHBK utama bangunan. Bila instalasi diperluas, PHBK tersebut boleh
dihubungkan ke PHBK cabang yang digunakan untuk ruang kelompok
ini.

b. Daya untuk PHBK ruang Kelompok 0 dan 1 boleh disalurkan ke PHBK


cabang yang digunakan untuk ruang bukan pelayanan kesehatan.

Dalam hal ini harus dipasang konduktor proteksi tersendiri pada konduktor
yang menyalurkan daya pada PHBK cabang.

3. PHBK untuk ruang pelayanan kesehatan dan ruang bukan pelayanan


kesehatan boleh berada dalam satu lemari, jika ketentuan tersebut di bawah
ini dipenuhi :

a. PHBK untuk kedua ruang itu dipisahkan oleh dinding dan mempunyai
tutup masing-masing;

b. PHBK berinsulasi pengaman. Lemari terbuat dari bahan konduktor,


hanya diizinkan jika konduktor proteksi dipasang juga pada konduktor
yang menyalurkan daya ke PHBK ruang bukan pelayanan kesehatan.

4. Bagian PHBK yang terhubung pada aparat catu daya pengganti dan segala
konduktornya dipisahkan oleh dinding dengan tutup tersendiri.

5. Pengujian insulasi untuk tiap sirkit harus dapat dilaksanakan tanpa membuka
terminal konduktor netral, misalnya dengan memasang terminal pemisah
pada PHBK tersebut.

58 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


6. Penampang rel konduktor proteksi harus sama dengan penampang rel
konduktor fase, tetapi sekurang-kurangnya 16 mm2 Cu.

C. Tindakan proteksi

Untuk menghindari bahaya sentuh tak langsung harus dilakukan dengan cara
yang cocok tiap kelompok ruang pelayanan kesehatan. Ruang yang pada saat
yang sama, atau untuk sementara, dapat digolongkan dalam berbagai kelompok,
izin proteksinya hanya diberikan untuk satu kelompok saja.

1 Tindakan proteksi berlaku bagi semua perlengkapan yang bervoltase di atas


25 V antar fase atau antara fase dan bumi.

2 Cara proteksi tersebut dalam butir VII.C.1 di atas harus dipilih yang cocok
dengan ruang, ditambah syarat untuk tiap kelompok sebagai berikut :

a Jenis proteksi yang diizinkan untuk ruang Kelompok 0 dan 1 ialah:

1) insulasi proteksi dengan memperhatikan butir VII.C.3 ;

2) voltase ekstra rendah dengan memperhatikan butir VII.C.4 ;

3) sistem IT dengan memperhatikan butir VII.C.5 ;

4) gawai proteksi arus sisa dengan memperhatikan butir VII.C.6.

b Macam proteksi yang diperkenankan untuk ruang Kelompok 2 ialah :

1) insulasi proteksi dengan memperhatikan butir VII.C.3 ;

2) voltase ekstra rendah proteksi dengan memperhatikan butir


VII.C.4;

3) sistem IT dengan memperhatikan butir VII.C.5, untuk aparat


penyambung dan kontak tusuk melebihi 25 V;

4) gawai proteksi arus sisa dengan memperhatikan butir VII.C.6


untuk:

a) peranti dengan daya sambung lebih dari 5 kVA, jika


terputusnya aliran listrik karena hubungan bumi pertama
tidak menimbulkan bahaya, baik bagi penderita maupun bagi
operator;

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 59


b) pesawat rontgen, walaupun dengan daya lebih kecil dari 5
kVA;

c) perlengkapan listrik lain dengan sambungan magun dan


tidak digunakan untuk pelayanan medik;

d) pencahayaan umum ruang.

3 Insulasi di tempat kaki berpijak saja tidak diizinkan sebagai insulasi proteksi
(lokasi nonkonduktif).

4 Voltase nominal dari voltase rendah proteksi tidak boleh melebihi 25 V

5 Sistem IT

Untuk sistem IT harus diperhatikan hal-hal berikut :

a. Harus menggunakan transformator pasangan tetap yang dipasang di


luar ruang fasilitas pelayanan kesehatan.

b. Setiap ruang atau setiap kumpulan ruang Kelompok 2 beserta semua


ruang yang bersebelahan tetapi berfungsi sebagai bagian dari ruang
Kelompok 2 harus tersedia paling sedikit satu transformator. Lebih dari
satu transformator dapat dihubungkan paralel jika semuanya melayani
satu ruang atau kumpulan ruang.

c. 1) Mengingat syarat yang ketat bagi keandalan catu daya listrik,


maka gawai proteksi transformator tersebut pada butir VII.C.5.b)
harus sedemikian rupa sehingga pada hubung bumi pertama
aliran listrik tidak terputus (misalnya transfomator ditempatkan di
atas insulasi)

2) Setiap ruang yang termasuk Kelompok 2 harus disediakan paling


sedikit 2 (dua) buah kotak kontak. Khusus dalam ruang operasi
harus disediakan paling sedikit 5 buah kotak kontak yang
tersambung pada sekurang-kurangnya tiga sirkit akhir (jika
mungkin tiga fase yang berlainan) dan dipasang paling sedikit
1,25 m dari lantai.

60 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


d. Sebagai proteksi hubung pendek dan beban lebih dari sirkit beban
hanya boleh digunakan pemutus sirkit arus lebih. Pemutus sirkit ini
harus bekerja secara selektif dengan gawai proteksi yang dipasang di
depannya.

e. Transformator tersebut di atas harus mempunyai kumparan yang


terpisah, dan berinsulasi ganda yang diperkuat. Beberapa syarat
tambahan :

1) Voltase nominal pada sisi sekunder tidak boleh lebih dari 230 V;
hal itu berlaku juga untuk voltase antara fase pada voltase fase
tiga.

2) Transformator harus dilengkapi dengan pelindung statis antara


lilitan primer dan lilitan sekunder. Pelindung ini harus dapat
disambungkan pada ekuipotensial khusus atau konduktor proteksi
dengan konduktor berinsulasi.

CATATAN : Mengingat pemakaian, pengaruh kegagalan listrik, dan arus bocor


maka
a) daya pengenal transformator harus antara 3,15 kVA, dan 8
kVA;

b) gawai proteksi insulasi harus dipasang secara sistematis.

f. Setiap sistem IT harus dilengkapi dengan gawai monitor insulasi yang


memenuhi syarat berikut:

1) Impedans arus bolak-balik (Zi) dari monitor tersebut paling sedikit


100 k:. Voltase ukurnya harus 24 V a.s.; arus ukur tidak boleh
melebihi 1 mA, juga pada keadaan hubung pendek ke bumi yang
sempurna dari salah satu fase.

2) Harus ada isyarat bila resistans insulasi turun sampai 50 k:.

3) Setiap ruang atau kumpulan ruang, di tempat yang mudah terlihat


atau terdengar, harus dipasang aparat pemberi isyarat dan dalam
ruang itu harus selalu ada petugas.

Aparat pemberi isyarat tersebut berupa:

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 61


a) lampu berwarna hijau yang menyala sebagai isyarat bahwa
aparat pemberi isyarat sedang digunakan;

b) lampu berwarna kuning yang menyala jika nilai insulasi


berada di bawah nilai yang sudah ditentukan. Lampu ini tidak
dapat dipadamkan atau dinyalakan lewat sakelar.

c) isyarat bunyi dipasang paralel dengan lampu berwarna


kuning yang dapat dihentikan, tetapi tidak dapat diputuskan.

d) tombol tekan untuk uji coba.

4) Untuk setiap konduktor proteksi harus dipasang sebuah resistans


coba 42 k: melalui tombol tekan untuk uji coba sesuai dengan
butir VII.C.5.f.3) antara konduktor fase dan konduktor proteksi.

6 Gawai Proteksi Arus Sisa (GPAS)

a. Resistans pembumian RE haruslah :

ଶହ
ா ூοಿ

dengan :

I'N = arus operasi sisa pengenal yang mentripkan (membidaskan)


GPAS.

b. GPAS harus mempunyai proteksi arus operasi sisa pengenal tidak lebih
dari 30 mA.

7. Konduktor proteksi

a. Konduktor proteksi di PHBK

1). Untuk setiap sirkit beban harus dipasang satu konduktor proteksi
tersendiri, mulai dari PHBK utama bangunan atau sambungan
rumah. Untuk ruang praktek dokter dari ruang Kelompok 1,
konduktor proteksi ini dipasang mulai dari PHBK cabang untuk
ruang praktek dokter tersebut.

62 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Bila menggunakan sistem TN, konduktor proteksi dan konduktor
fase harus berada dalam satu pipa atau merupakan salah satu
konduktor dari kabel berinti banyak.

2) Penampang konduktor proteksi harus sekurang-kurangnya sesuai


dengan PUIL.

b. Konduktor proteksi pada sirkit beban

1) Tidak diizinkan menggunakan sebuah konduktor bersama untuk


lebih dari satu sirkit beban, kecuali bila digunakan konduktor
bersama menurut catatan butir VII.7.b.2) di bawah ini.

Kontak proteksi dari kotak kontak yang berdekatan dari berbagai


sirkit beban boleh dihubungkan yang satu dengan yang lain. Pada
unit instalasi yang sudah berupa barang jadi dari pabrik (seperti rel
untuk pencahayaan), konduktor proteksi, dan ekuipotensial yang
sudah terpasang pada perlengkapan pakai dapat dihubungkan
melalui rel yang disambungkan dengan konduktor berpenampang
paling sedikit 16 mm2 Cu, kepada rel konduktor proteksi dari
PHBK yang bersangkutan atau rel ekuipotensial sesuai .

2). Resistans antara rel konduktor proteksi yang terakhir dengan


kontak proteksi dari kotak kontak atau dengan kontak konduktor
proteksi pada perlengkapan pakai, tidak boleh lebih dari 0,2 :
untuk ruang Kelompok 2.

CATATAN Dengan memperhitungkan resistans kontak, syarat ini berarti,


2
bahwa untuk penampang minimum 2,5 mm Cu, panjangnya hanya
maksimum 20 m; keterbatasan itu dapat di atasi, dengan cara:
1) memperbanyak PHBK cabang; atau
2) memasang sejumlah rel konduktor proteksi yang saling dihubungkan
2
dengan penampang minimum 16 mm Cu dan tersambung terus sampai
dengan PHBK.
c. Dalam PHBK dan pada rel konduktor proteksi, setiap konduktor proteksi
harus diberi tanda yang jelas sesuai dengan gambar instalasi.

d. Konduktor proteksi harus ditandai sesuai dengan PUIL dan berinsulasi


untuk voltase nominal 500 V.

8. Ekuipotensial khusus.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 63


Dalam ruang fasilitas pelayanan kesehatan harus terpasang ekuipotensial.
Semua bagian yang bersifat konduktor harus dihubungkan ke ekuipotensial
itu jika resistansnya terhadap konduktor proteksi lebih kecil dari 7 k:.

Selain itu dalam ruang Kelompok 2, semua bagian yang bersifat konduktor di
dalam daerah 2,5 m dari tempat penderita harus dihubungkan ke
ekuipotensial jika resistannya terhadap konduktor proteksi lebih kecil dari 2,4
k:. Pengujian dilakukan dengan voltase searah paling sedikit 100 V. Syarat
ini tidak berlaku untuk bagian konduktif yang diinsulasi sehingga sentuhan
tidak langsung dapat dihindarkan.

a. Barang berikut harus selalu dihubungkan dengan konduktor


ekuipotensial khusus:

1) semua pipa logam;

2) pelindung terhadap medan listrik yang mengganggu dan lantai


yang bersifat konduktor;

3) rel penahan perlengkapan dan sistem kanal;

4) BKT perlengkapan magun berinsulasi proteksi yang mungkin


tersentuh, dan BKT perlengkapan dengan voltase ekstra rendah;

5) perlengkapan yang bersifat konduktor yang mungkin tersentuh


atau biasa disentuh (misalnya meja operasi, pipa gas, bak mandi
kecuali bak untuk elektrogalvanisasi).

b. Konduktor ekuipotensial dan rel ekuipotensial

1) Konduktor ekuipotensial yang disebut dalam butir VII.C.8.a harus


dihubungkan pada rel ekuipotensial.

Rel konduktor proteksi tersebut dalam butir VII.C.7 dan rel


ekuipotensial harus berada dalam satu kotak.

2) Kedua rel di atas harus dihubungkan ke konduktor yang


berpenampang minimum 16 mm2 Cu, dan harus dapat dilepas.

3) Konduktor ekuipotensial dengan penampang minimum 4 mm2 Cu


harus berinsulasi untuk voltase nominal minimum 500 V dan diberi
warna loreng hijau-kuning.

64 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


4) Antar rel ekuipotensial dari ruang atau kelompok ruang yang
dilengkapi aparat ukur atau aparat pengamat yang sama
fungsinya (misalnya perlengkapan untuk fungsi voltase aksi organ
tubuh), harus dipasang konduktor ekuipotensial khusus dengan
penampang minimum 16 mm2 Cu.

5) Pada rel ekuipotensial harus tersambung konduktor ekuipotensial


secara teratur dan jelas, mudah dilepas dan disambungkan,
ditandai dengan jelas dan permanen menurut fungsinya.

6) Bagian konduktif yang termasuk dalam ekuipotensial yang sama,


semuanya harus secara langsung tersambung ke rel
ekuipotensial.

Bagian konduktif, seperti pipa gas dalam satu ruang boleh


disambungkan ke rel ekuipotensial.

7) Dalam ruang Kelompok 2 harus disediakan alat penghubung satu


kutub yang sudah diamankan terhadap kemungkinan terlepas
tanpa sengaja, untuk memungkinkan penyambungan konduktor
ekuipotensial bagi perlengkapan pasangan tidak tetap yang
digunakan dalam ruang itu.
CATATAN : Dianjurkan agar alat penghubung ini disediakan juga dalam ruang
pelayanan kesehatan lainnya.
8) Untuk ruang Kelompok 2 berlaku juga hal berikut :

Resistans antara rel ekuipotensial di satu pihak, dan semua


bagian yang terhubung pada ekuipotensial itu termasuk juga alat
penghubungnya dipihak lain, tidak boleh lebih dari 0,2 :. Antara
rel ekuipotensial disatu pihak dan perlengkapan atau bagiannya
yang terpasang magun dan terhubung pada konduktor proteksi
atau konduktor ekuipotensial dipihak lain, dalam jarak 2,5 m dari
tempat penderita, tidak boleh ada voltase lebih besar dari 10 mV
dalam keadaan gangguan.

CATATAN : Bila setelah dilakukan tindakan penyamaan voltase dan dalam


keadaan tanpa gangguan, pada BKT yang menuju ke daerah aman yang masih
terdapat voltase 10 mV, maka harus:
a) dipasang sekat insulasi;
b) dilapisi atau diselubungi dengan insulasi.
CONTOH :
Sebagai contoh pelaksanaan ekuipotensial dengan rel penyama voltase lihat
Gambar VII.C.8.a.8) - 1 dan gambar VII.C.8.a.8) - 2 .

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 65


Gambar VII.C.8.a.8) - 1 Contoh instalasi ruang operasi dengan ekuipotensial

Catatan keterangan gambar VII.C.8.a.8) - 1:


1. Perlengkapan yang terpasang permanen dengan voltase ! 5 kV

66 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


2. Aparat rontgen
3. Aparat elektromedik
4. Lampu operasi
5. Pencahayaan ruang
6. Perlengkapan dengan insulasi pelindung
7. Perlengkapan untuk tindakan proteksi, dengan konduktor proteksi
8. Panel dengan tanda-tanda akustis dan optis, tombol uji coba, dan tombol PE
9. Kemungkinan penyambungan untuk pemberitahuan keadaan insulasi jarak
jauh
10. Meja operasi
11. Instalasi gas, air dan pemanas ruang
12. Tusuk kontak 5 kutub
13. Jaring pembuang dari lantai yang bersifat konduktor
14. Aparat penjaga nilai insulasi
15. Catu daya pengganti khusus (CDPK)
16. Ekuipotensial dan rel konduktor proteksi
17. Gawai proteksi arus bocor dengan I'N d 30 mA.
16. Gawai proteksi arus bocor dengan I'N d 30 mA.
19. Gawai proteksi arus bocor dengan I'N d 30 mA.
20. Penjaga nilai voltase dan perlengkapan pindah sambung
21. Perlengkapan penyambung untuk ekuipotensial
23. Monitor Gantung
24. Unit 220 V dan 240 V untuk lampu operasi
25. Lampu pemberitahuan bagi CDPK
26. Dinding penyekat

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 67


Gambar VII.C.8.a.8) - 2 Contoh ekuipotensial di ruang operasi

Catatan keterangan gambar VII.C.8.a.8) - 2:


1. Gawai rontgen atau alat lain dengan daya t 5 kVA
2. Perlengkapan penyambungan untuk ekuipotensial
3. Lemari instrumen pada resistan 24 mili: terhadap rel konduktor proteksi PE

68 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


4. Lampu operasi
5. Meja operasi
6. Pelindung konduktor
7. Transformator untuk sistem konduktor pelindung dengan pelindung statis
8. Perlengkapan pengukur insulasi
9. PHBK untuk ruang operasi
10. Instalasi gas, air dan pemanas ruang
11. Dinding penyekat

Gambar VII.C.8.a.8) - 3
Daerah (zone) rawan di ruang operasi yang menggunakan anastetik mampu bakar berupa
campuran gas anastetik dan bahan pembersih
Catatan keterangan gambar VII.C.8.a.8) – 3 :
1. Masukan sistem tata udara
2. Kolom gas anastetik
3. Perlengkapan medik
4. Lampu operasi
5. Penderita
6. Sakelar injak
7. Zone M
8+9 Perlengkapan gas anastetik
10. Keluaran sistem tata udara
11. Zone G.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 69


D Tindakan proteksi terhadap bahaya ledakan dan kebakaran

1. Proteksi terhadap ledakan

a. . Di dalam daerah bahaya ledakan, ruang fasilitas pelayanan kesehatan,


hanya boleh dipasang perlengkapan berikut :

1) Perlengkapan elektromedik jenis ”G” dan ”M” (perlengkapan


dengan uji anastesi);

2) (dalam Zone M) juga perlengkapan listrik lainnya yang sesuai


dengan butir VII.D.1.a.1).

CATATAN : Yang dimaksud dengan daerah bahaya ledakan ialah:


Zone G, juga disebut sistem gas medis tertutup, mencakup seluruh rongga (tidak
selalu harus tertutup) yang secara terus menerus ataupun tidak, membuat,
menggunakan, dan dialiri campuran gas yang mudah meledak dalam jumlah sedikit
(tidak termasuk udara yang mudah meledak).
Zone M, juga disebut daerah sekitar kegiatan medis, mencakup bagian dari ruang
tempat udara yang mudah meledak dapat terbentuk sebagai akibat penggunaan
bahan analgetik pembersih kulit, atau disinfektan dalam jumlah sedikit dan dalam
waktu yang singkat.
b. Bila dalam hal luar biasa di ruang fasilitas pelayanan kesehatan sesuai
dengan fungsinya dapat timbul zone bahaya ledakan yang lain dari
zone G dan M, di zone tersebut berlaku ketentuan dalam PUIL, butir
VII.D.1.a.1) tentang Ruang dengan bahaya kebakaran dan ledakan.

c. Perlengkapan listrik yang dapat menimbulkan percikan api, baik dalam


keadaan biasa maupun saat ada gangguan, harus sekurang-kurangnya
berada 20 cm dari tempat gas keluar (misal, gas anastesi) dan tidak
boleh berada pada arah arus gas.

2. Proteksi dari kebakaran

Bila bagian perlengkapan mencakup pipa yang berisi gas yang memudahkan
terjadinya kebakaran, misalnya zat asam atau gas gelak (N20), untuk bagian
ini berlaku hal berikut :

a. Tempat ke luar gas harus berjarak minimum 20 cm dari bagian


perlengkapan listrik yang dapat menimbulkan percikan api yang dapat
menyulut gas, baik dalam keadaan biasa maupun bila ada gangguan.

70 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Perlengkapan listrik tadi tidak boleh ditempatkan pada arah gas
mengalir.

b. Bila konduktor listrik dan pipa untuk gas yang memudahkan terjadinya
kebakaran dipasang bersama-sama dalam satu jalur, pipa, atau kotak,
maka konduktor listrik harus minimum memenuhi syarat untuk jenis
NYM.

Untuk kabel telepon hanya diperlukan tindakan pencegahan, bila hasil


perkalian dari voltase tanpa beban dan arus hubung pendek melebihi
10 VA.

E Catu Daya Pengganti Khusus (CDPK)

1. Bila aliran listrik terputus dalam ruang pelayanan kesehatan Kelompok 1 dan
2, perlengkapan seperti yang disebutkan dalam butir VII.E.2 harus dapat
bekerja terus dengan daya dari suatu CDPK, dengan mengindahkan
ketentuan di bawah ini:

CDPK tidak dapat mengganti CDP seperti yang disyaratkan, sebaliknya CDP
yang sesuai tidak dapat menggantikan CDPK.

CONTOH :

CDPK dalam sistem distribusi instalasi listrik pada fasilitas pelayanan


kesehatan diberikan dalam butir VII.E.1.

CATATAN : Dalam hal ini masing-masing ketentuan yang berlaku dalam persyaratan
pembangunan rumah sakit harus dipenuhi.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 71


Gambar VII.C.4

Contoh sistem distribusi instalasi listrik pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan

2 Menghubungkan perlengkapan

a Dalam setiap ruang bedah atau ruang kegiatan medis lain yang dapat
digolongkan pada Kelompok 1 dan 2, sekurang-kurangnya harus ada
seperangkat lampu bedah yang dapat dinyalakan dengan tenaga dari
CDPK, misalnya dari baterai.

Waktu pindah beban paling lambat 0,5 detik.

Padamnya satu lampu dari seperangkat lampu tidak boleh


menghentikan kegiatan pembedahan.

b Pada CDPK harus juga terhubung lampu pencahayaan khusus bila


padamnya pencahayaan umum akan membahayakan penderita.

c Perlengkapan medis yang digunakan untuk menjamin kesinambungan


fungsi bagian badan manusia yang penting, harus dapat berjalan
normal kembali selambat-lambatnya dalam waktu 10 detik.

72 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


d CDPK dapat juga dihubungkan dengan sirkit lain dari sistem konduktor
proteksi dari ruang Kelompok 2 sesuai dengan butir VII.C.5, bila CDPK
tersebut memang sudah direncanakan untuk itu. Jika tidak semua kotak
kontak tersambung pada CDPK, kotak kontak yang tersambung
padanya harus diberi tanda yang jelas dan permanen.

3 Persyaratan umum

a. CDPK harus terjamin kerjanya sekurang-kurangnya selama 3 jam.

b. CDPK harus secara otomatis mengambil alih beban bila:

1) voltase jaringan umum turun lebih dari 10 %

2) voltase pada PHBK hilang, paling sedikit pada satu konduktor


fase.

Penghubungan kembali pemanfaatan listrik pada jaringan umum atau


CDP harus dilaksanakan dengan penangguhan waktu secukupnya.

c. Tindakan proteksi terhadap sentuh tak langsung harus tetap


dilaksanakan, bila menggunakan CDPK. Syarat menurut butir VII.C.5
tidak perlu dipenuhi bila tindakan proteksi dengan konduktor proteksi
menurut butir VII.C tetap dipertahankan.

CATATAN : Dengan pengecualian ini maka pada beban yang kecil sumber daya
bekerja lebih ringan karena arus mula dari transformator untuk sistem konduktor
proteksi tidak ada.
d. Bekerjanya CDPK dalam setiap ruang atau kelompok ruang harus
disertai isyarat yang mudah terlibat.

CATATAN : Untuk mengamankan pemberian daya, sebaiknya ditambah juga alat


ukur beban dengan penunjukan beban tertinggi yang dapat diberikannya.
e. Pembangkit tenaga listrik harus dipasang di luar ruang pelayanan
kesehatan, kecuali pembangkit tenaga listrik pengganti rendah.

Semua kabel dan konduktornya harus terpisah dan berjarak minimum 5


cm dari kabel konduktor listrik lainnya atau dipisahkan dengan sekat
yang tidak mudah terbakar. Kabel dan konduktor ini tidak boleh ditarik
melintasi ruang dengan bahaya kebakaran, dan harus dilindungi dari
kemungkinan kerusakan mekanik.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 73


f. Untuk gambar instalasi listrik, PHBK, dan konduktor berlaku ketentuan
dalam PUIL.

g. Bila CDPK harus melayani lebih dari satu sirkit, selektivitas proteksi
arus lebih harus terjamin bila terjadi hubung pendek.

h. Bila menggunakan CDPK, perubahan voltase yang lebih besar dari r


10% voltase nominal pada titik sambung dengan perlengkapan pakai,
hanya diizinkan bila berlangsung tidak lebih dari waktu alih beban
seperti dimaksud pada butir VII.C.2.a.

4 Pembangkit Tenaga Listrik (PTL)

a. PTL dengan mesin penggerak harus memenuhi syarat dalam PUIL,


sejauh tidak ditentukan lain dalam bab VII.

b. Batere yang diperkenankan untuk digunakan sebagai CDPK hanya


jenis Ni-Cd atau batere Pb dengan permukaan kutub positif yang luas.
Batere kendaraan bermotor tidak boleh digunakan.

c. Memelihara muatan baterai

1) Keadaan muatan batere harus terjamin dengan sistem otomat


pengisian muatan.

2) Perlengkapan pengisian harus dibuat sedemikian rupa sehingga


batere yang telah bekerja selama 3 jam terus menerus dengan
beban nominal pada cos M = 0,8, dapat diisi penuh kembali dalam
waktu 6 jam.

3) Bila suatu CDP yang sesuai dengan butir VII.H.2.a tersedia,


batere dari CDPK harus juga terhubung pada CDP ini agar
muatannya terjamin bila jaringannya terganggu.

F Menguji instalasi

1 Agar instalasi listrik dapat digunakan dengan baik, instalasi itu perlu diulang
uji secara berkala dan pengguna instalasi harus mempunyai dokumen
berikut:

74 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


a) diagram umum (diagram listrik dalam bentuk sederhana) PHBK,
termasuk catu daya pengganti umum dan catu daya pengganti khusus;

b) gambar instalasi listrik sesuai dengan PUIL;

c) petunjuk penggunaan dan pemeliharaan;

d) buku uji atau berita acara pengujian mengenai hasil semua pengujian
sesuai dengan peraturan yang berlaku.

2. Pengujian sebelum penggunaan yang pertama dilakukan sesuai dengan


PUIL.

3. Pengujian tambahan pada penggunaan pertama

a. Resistans konduktor proteksi dan konduktor ekuipotensial harus diuji.

b. Pengujian menurut PUIL harus dilakukan sedapat mungkin pada saat


instalasi seluruh bangunan mengalami pembebanan penuh; semua
perlengkapan elektromedik baik yang tetap maupun yang randah,
dihidupkan atau dinyalakan.

Pengukuran harus dilakukan dengan voltmeter voltase efektif dengan


resistan dalam sekitar 1 k:.

Daerah frekuensi voltmeter tersebut hendaknya tidak melampaui terlalu


jauh dari 1 kHz.

c. CDPK harus diuji menurut bab VII.E.

4. Pengujian setelah instalasi diubah dan atau ditambah

a. Instalasi listrik dalam ruang fasilitas pelayanan kesehatan yang


dipasang sesuai dengan ketentuan ini, setelah mengalami perubahan
atau penambahan harus tetap memenuhi syarat dalam ketentuan ini.

b. Untuk itu, instalasi harus diuji sesuai dengan butir VII.F.2 dan butir
VII.F.2.b. Gambar instalasi listrik dan diagram PHBK harus diperbaiki
jika terjadi perubahan atau penambahan pada instalasi.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 75


5. Pengujian berkala

a Untuk mempertahankan tingkat keamanan yang tinggi dari seluruh


instalasi haruslah dilakukan pengujian berkala terhadap instalasi yang
digunakan.

b Hasil pengujian harus dicatat dalam buku uji sesuai dengan butir
VII.F.1.

c Pengujian berkala dilaksanakan sebagai berikut:

1). Pengujian sesuai dengan bab VII.F harus dilakukan oleh orang
juru sekurang-kurangnya setahun sekali.

2). Pengujian monitor insulasi dan sakelar proteksi arus sisa harus
dilakukan oleh petugas yang ditunjuk dengan menekan tombol uji
sekurang-kurangnya setengah tahun sekali.

3). Uji coba CDPK harus dilakukan dengan pembebanan sekurang-


kurangnya 50 % daya nominal : selama 15 menit untuk catu daya
statis dan konverter berputar dan 60 menit untuk catu daya
dinamis, dilaksanakan oleh petugas sekurang-kurangnya sebulan
sekali sesuai dengan petunjuk pembuat perlengkapan catu daya.

76 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB VIII

KETENTUAN UNTUK PROTEKSI DASAR


CATATAN Ketentuan untuk proteksi dasar memberikan proteksi pada kondisi normal dan diterapkan jika
ditentukan sebagai bagian tindakan proteksi yang dipilih

A Insulasi dasar bagian aktif


CATATAN Insulasi dimaksudkan untuk mencegah sentuh dengan bagian aktif
Bagian Aktif harus tertutup seluruhnya dengan insulasi yang hanya dapat dilepas dengan
merusaknya.

Untuk perlengkapan, insulasi harus memiliki standar relevan untuk perlengkapan listrik

B Penghalang atau Selungkup


CATATAN Penghalang atau selungkup dimaksudkan untuk mencegah sentuh dengan bagian aktif

1 Bagian aktif harus berada di dalam selungkup atau di belakang penghalang


yang memberikan tingkat proteksi sekurang-kurangnya IPXXB atau IP2X,
kecuali jika terjadi lubang yang lebih besar selama penggantian bagian,
misalnya fiting lampu atau sekering tertentu, atau jika diperlukan lubang yang
lebih besar agar perlengkapan dapat berfungsi dengan baik menurut
persyaratan relevan untuk perlengkapan tersebut, maka :

a harus diambil tindakan pencegahan yang sesuai untuk mencegah


manusia atau ternak menyentuh bagian aktif secara tidak sengaja, dan

b harus dapat dipastikan sejauh dapat dipraktikkan, supaya manusia


peduli bahwa bagian aktif dapat tersentuh melalui lubang dan
sebaiknya tidak disentuh dengan sengaja , dan

c lubang harus sekecil mungkin, konsisten dengan persyaratan untuk


berfungsinya secara baik dan untuk penggantian bagian.

2 Permukaan bagian atas horizontal penghalang atau selungkup yang mudah


di akses harus memberikan tinggkat proteksi sekurang-kurangnya IPXXD
atau IP4X.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 77


3 Penghalang dan selungkup harus terpasang dengan kokoh di tempatnya dan
mempunyai kestabilan dan daya tahan yang memadai untuk
mempertahankan tingkat proteksi yang disyaratkan dan pemisahan yang
memadai dari bagian aktif dalam kondisi pelayanan normal yang dikenal,
dengan memperhitungkan pengaruh eksternal yang relevan.

4 Jika diperlukan untuk melepaskan penghalang atau membuka selungkup


atau melepas bagian selungkup, hal ini hanya mungkin :

a dengan menggunakan kunci atau perkakas menggunakan kunci atau


perkakas, atau

b setelah diskoneksi suplai ke bagian aktif yang diberi proteksi oleh


penghalang atau selengkup tersebut, pemulihan suplai hanya
dimungkinkan setelah penggantian atau penutupan balik penghalang
atau selungkup, atau

c jika ada penghalang antara yang memberikan tingkat proteksi


sekurang-kurangnya IPXXB atau IP2X untuk mencegah sentuh dengan
bagian aktif, maka penghalang antara tersebut hanya dapat dilepas
dengan mengunakan kunci atau perkakas

5 Jika dibelakang penghalang atau di dalam selungkup, perlengkapannya


terpasang dapat menyimpan muatan listrik berbahaya setelah disakelar off
(Kapasitor, dan sebagainya), diperluakan label peringatan. Kapasitor kecil
misalnya yang digunakan untuk pemadaman busur, untuk penundaan
respons relai, dan sebagai. Tidak dianggab berbahaya.

CATATAN Sentuh tidak sengaja tidak dianggap berbahaya jika voltase yang yang dihasilkan
dari muatan satik turun di bawah 120 V a.s dalam waktu kurang dari 5 detik setelah
dikoneksi dari suplai daya

78 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB IX

PENUTUP

Persyaratan teknis prasarana instalasi elektikal rumah sakit ini diharapkan dapat
digunakan sebagai rujukan oleh pengelola rumah sakit, penyedia jasa kontruksi,
pemerintah daerah, dan instansi yang terkait dengan kegiatan pengaturan dan
pengendalian penyelenggaraan pembangunan prasarana instalasi elektrikal guna
menjamin keselamatan rumah sakit dan lingkungan terhadap bahaya elektrikal.

Persyaratan teknis yang lebih spesifik dan atau yang bersifat alternatif serta penyesuaian
persyaratan prasarana instalasi elektikal pada rumah sakit oleh masing-masing daerah
disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan di daerah.

Sebagai pedoman/petunjuk kelengkapan dapat digunakan Standar Nasional Indonesia


(SNI) terkait lainnya.

MENTERI KESEHATAN,

ENDANG RAHAYU SEDYANINGSIH

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 79


80 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit
PENYUSUN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Pembina : dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH

Pengarah : dr. Supriyantoro, Sp.P,MARS


- dr. Zamrud Ewita Aldy, Sp.PK,MM
- Sukendar Adam, DIM, M.Kes
- Ir. Azizah
- Ir. Hanafi. MT
- Erwin Burhanuddin. ST
- R. Aryo Seto, ST

Pelaksana : Elizabeth S. Sampelino, ST, MM


- Irvan, ST, MBAT

Nara Sumber
Wakil-wakil instansi Pemerintah, Asosiasi, Akademisi, Pemeritah

Kelompok Kerja

Ir. Sukartono Soewarno Persatuan Insinyur Indonesia


Ir Bartien Sayogo Yayasan Peraturan Umum Instalasi Listrik
Ir. Sukarno Yayasan Peraturan Umum Instalasi Listrik
Ir. Taufik Izwan , MT, MM Pusat Sarana Prasarana dan Peralatan
Kesehatan
Ir. Sodikin Sodek, M.Kes RSUP Fatmawati Jakarta
Tommy I Pangaribuan, ST, MT Dinas P2B Prop.DKI Jakarta
Ir. Handoyo Tanjung Ikatan Ahli Fisika Bangunan Indonesia
Ir. Rachmat Nugroho, MBAT Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan
Surabaya
Ir. Daniel Mangindaan Himpunan Ahli Elektro Indonesia
Yohanes Kho, Dipl. Ing Konsultan Listrik
Ir. Hilman Hamid Konsultan Perencana
Ir. Nurfulela, MT Akademisi

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 81


PEDOMAN TEKNIS PRASARANA RS :
SISTEM INSTALASI GAS MEDIK DAN
VAKUM MEDIK

DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATAN


SUB DIREKTORAT BINA SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN
TAHUN 2012
DAFTAR ISI

1 Penggunaan 1
2 Sifat bahaya dari sistem gas dan vakum 1
3 Sumber 1
4 Katup 37
5 Stasiun outlet I inlet 41
6 Rakitan buatan pabrik 42
7 Rel gas medik (RGM) yang terpasang pada permukaan 44
8 Indikator tekanan dan vakum 45
9 Sistem peringatan 45
10 Distribusi 50
11 Penamaan dan identifikasi 60
12 Kriteria dan uji kinerja (gas, vakum medik-bedah, dan BSGA) 63
13 Pengoperasian dan manajemen 75

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
Persyaratan Teknis Sistem Instalasi Gas Medik dan Vakum
Medik Rumah Sakit

1 Penggunaan.
1.1 Ketentuan ini berlaku wajib untuk Rumah sakit yang menggunakan sistem instalasi gas
medik dan vakum medik.
1.2 Bila terdapat istilah gas medik atau vakum, ketentuan tersebut berlaku bagi semua sistem
perpipaan untuk oksigen, nitrous oksida, udara medik, karbon dioksida, helium, nitrogen, vakum
medik untuk pembedahan, pembuangan sisa gas anestesi, dan campuran dari gas-gas tersebut.
Bila terdapat nama layanan gas khusus atau vakum, maka ketentuan tersebut hanya berlaku bagi
gas tersebut.
1.3 Suatu sistem yang sudah ada yang tidak sepenuhnya memenuhi ketentuan ini boleh tetap
digunakan sepanjang pihak yang berwenang telah memastikan bahwa penggunaannya tidak
membahayakan jiwa.

2 Sifat bahaya dari sistem gas dan vakum.


Potensi bahaya kebakaran, ledakan dan lainnya yang berkaitan dengan sistem perpipaan sentral
gas medik dan sistem vakum bedah-medik harus dipertimbangkan dalam perancangan, pemasangan,
pengujian, pengoperasian dan pemeliharaan dari sistem ini.

3 Sumber.

3.1 Identifikasi dan pelabelan sistem pasokan sentral.


3.1.1 Silinder dan kontainer yang boleh digunakan hanya yang dibuat, diuji, dan dipelihara
sesuai spesifikasi dan peraturan atau standar yang berlaku.
3.1.2 Isi silinder harus diidentifikasi dengan suatu label atau cetakan yang ditempelkan pada
silinder dan kontainer yang menyebutkan isi silinder sesuai ketentuan yang berlaku.
3.1.3 Sebelum digunakan isi silinder dan kontainer harus dipastikan.
3.1.4 Label tidak boleh dirusak, diubah, atau dilepas, dan fiting penyambung tidak boleh
dimodifikasi.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 1


3.1.5 Pintu ruangan yang berisi gas medik selain dari oksigen dan udara medik harus berlabel
sebagai berikut:
AWAS
Gas Medik
Dilarang Merokok atau Menyalakan Api
Oksigen Dalam Ruangan Mungkin Tidak Cukup
Buka Pintu dan Biarkan Ruangan Terventilasi Sebelum Masuk

3.1.6 Pintu ruangan yang berisi sistem pasokan sentral atau silinder yang hanya berisi oksigen
atau udara medik harus berlabel sebagai berikut:
AWAS
Gas Medik
Dilarang Merokok atau Menyalakan Api

3.2 Pengoperasian sistem pasokan sentral.


3.2.1 Dilarang penggunaan adaptor atau fiting konversi untuk menyesuaikan fiting khusus suatu
gas ke fiting gas lainnya.
3.2.2 Silinder dan kontainer harus ditangani sesuai bab 13 secara ketat.
3.2.3 Hanya silinder gas medik dan kontainer yang dapat diisi ulang, serta kelengkapannya
yang boleh disimpan dalam ruangan tempat sistem pasokan sentral.
3.2.4 Dilarang menyimpan bahan mudah menyala, silinder berisi gas mudah menyala atau
kontainer berisi cairan mudah menyala, dalam ruangan bersama silinder gas medik.
3.2.5 Dibolehkan pemasangan rak kayu untuk menyimpan silinder gas medik.
3.2.6 Bila silinder dibungkus pada saat diterima, pembungkus tersebut harus dibuang sebelum
disimpan.
3.2.7 Tutup pelindung katup harus dipasang erat pada tempatnya bila silinder sedang tidak
digunakan.
3.2.8 Dilarang menggunakan silinder tanpa penandaan yang benar, atau yang tanda dan fiting
untuk gas spesifik tidak sesuai.
3.2.9 Unit penyimpan cairan kriogenik yang dimaksudkan memasok gas ke fasilitas dilarang
digunakan untuk mengisi ulang bejana lain.
3.2.10 Tidak diperkenankan memindahkan oksigen dari satu silinder ke silinder lain.

2 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3.3. Penempatan sistem pasokan sentral.
3.3.1 Penempatan sistem pasokan sentral harus memenuhi kriteria dalam butir 3.3.1.1 sampai
3.3.1.10.
3.3.1.1 Setiap sistem berikut boleh ditempatkan bersama dalam satu konstruksi pelindung di luar
bangunan (outdoor) :
(1) manifol untuk silinder gas tanpa sumber cadangan. (lihat butir 3.4.9);
(2) manifol untuk silinder gas dengan sumber cadangan;
(3) manifol untuk silinder cairan kriogenik (lihat butir 3.4.10);
(4) sistem cairan kriogenik curah (lihat butir 3.4.11).
3.3.1.2 Setiap sistem berikut ini boleh ditempatkan bersama dalam satu konstruksi pelindung di
dalam bangunan (indoor) :
(1) manifol untuk silinder gas tanpa sumber cadangan. (lihat butir 3.4.9);
(2) manifol untuk gas dengan sumber cadangan;
(3) manifol untuk silinder cairan kriogenik (lihat butir 3.4.10);
(4) cadangan darurat dalam bangunan (lihat butir 3.4.13);
(5) header siaga untuk udara instrumen (lihat butir 3.8.5).
3.3.1.3 Setiap sistem berikut ini boleh ditempatkan bersama dalam satu ruangan :
(1) sumber pasokan sentral kompresor udara medik (lihat butir 3.5.3);
(2) sumber vakum sentral bedah-medik (lihat butir 3.6);
(3) sumber pembuangan sentral sisa gas anestesi (lihat butir 3.7);
(4) sumber udara sentral instrumen (lihat butir 3.8).
3.3.1.4 Setiap sistem dalam butir 3.3.1.3 dilarang ditempatkan dalam satu ruangan yang sama
dengan setiap sistem dalam butir 3.3.1.1 atau 3.3.1.2, kecuali bila header cadangan untuk udara
medik atau udara instrumen memenuhi butir 3.4.13
3.3.1.5 Lokasi sistem pasokan sentral harus dipilih untuk memudahkan akses kendaraan
pengantar dan pengelolaan silinder (sebagai contoh: kedekatan dengan landasan bongkar-muat,
akses ke lif, pengangkutan silinder melalui daerah umum).
3.3.1.6 Lokasi dalam bangunan untuk gas oksigen, nitrous oksida, dan campuran dari gas-gas ini
tidak boleh berhubungan dengan yang berikut ini :
(1) daerah yang berhubungan dengan pelayanan pasien kritis;
(2) lokasi pelaksanaan anestesi;
(3) lokasi penyimpanan bahan mudah menyala;
(4) ruang yang berisi kontak listrik terbuka atau trafo;
(5) tangki penyimpan cairan mudah terbakar atau mudah menyala;
(6) mesin;
(7) dapur;
(8) daerah dengan nyala api terbuka.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 3


3.3.1.7 Silinder yang sedang digunakan dan yang tersimpan harus dicegah agar tidak mencapai
temperatur melampui 54oC (130oF).
3.3.1.8 Sistem pasokan sentral untuk nitrous oksida dan karbon dioksida harus dicegah agar
tidak mencapai temperatur yang lebih rendah dari rekomendasi pabrik pembuat sistem pasokan
sentral, tetapi sama sekali tidak boleh lebih rendah dari –7oC (20oF) atau lebih tinggi dari 54 oC
(130oF).
3.3.1.9 Sistem pasokan sentral untuk oksigen dengan kapasitas terpasang dan tersimpan
seluruhnya 566 kiloliter (20 000 ft3) atau lebih, pada temperatur dan tekanan standar, harus
memenuhi ketentuan yang berlaku.
3.3.1.10 Sistem pasokan sentral untuk nitrous oksida dengan kapasitas terpasang dan tersimpan
seluruhnya 1451 kg (3200 lb) atau lebih pada temperatur dan tekanan standar harus memenuhi
ketentuan yang berlaku.

3.3.2 Perancangan dan pemasangan.


Lokasi sistem pasokan sentral dan penyimpanan gas-gas medik harus memenuhi persyaratan
berikut:
(1) Dipasang dengan akses yang mudah untuk memindahkan silinder, peralatan, dan
sebagainya, keluar dan masuk lokasi.
(2) Dijaga keamanannya dengan pintu atau gerbang yang dapat dikunci atau diamankan
dengan cara lain.
(3) Jika di luar bangunan, ruangan harus dilindungi dengan dinding atau pagar dari bahan
yang tidak mudah terbakar.
(4) Jika di dalam bangunan, harus dibangun dan menggunakan bahan interior yang tidak
mudah terbakar atau sulit terbakar sehingga semua dinding, lantai, langit-langit, dan
pintu sekurang-kurangnya mempunyai tingkat ketahanan api 1 jam.
(5) Jika peralatan listrik ditempatkan pada atau lebih tinggi dari 150 cm (5 ft) di atas lantai
untuk menghindari kerusakan fisik, harus memenuhi ketentuan atau standar yang
berlaku.
(6) Jika diperlukan pemanasan, harus dipanaskan dengan cara tidak langsung, (misalnya
dengan uap air atau air panas).
(7) Dilengkapi dengan rak, rantai, atau pengikat lainnya untuk mengamankan masing-
masing silinder, baik yang terhubung maupun yang tidak terhubung, penuh atau
kosong, agar tidak roboh.
(8) Dipasok dengan daya listrik yang memenuhi persyaratan sistem kelistrikan esensial.
(9) Apabila disediakan rak, lemari, dan penyangga, harus dibuat dari bahan tidak mudah
terbakar atau bahan sulit terbakar.

4 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3.3.3 Ventilasi

3.3.3.1 Ventilasi di lokasi manifol


Lokasi yang berisi sistem pasokan sentral atau yang digunakan untuk menyimpan kontainer gas
medik, harus diberi ventilasi untuk mencegah akumulasi gas medik akibat kebocoran dan
pengoperasian alat keselamatan tekanan lebih dari silinder atau pipa manifol sesuai butir 3.3.3.1
(a) sampai 3.3.3.1 (g).
(a) Sistem pasokan sentral dalam bangunan harus mempunyai katup relief tekanan
(pressure release valve) yang melepaskan tekanan menurut butir 3.4.5.1 (5) hingga
(9).
(b) Bila volume total dari gas medik yang terhubung dan tersimpan lebih besar dari 85
kiloliter (3000 ft3), pada tekanan dan temperatur standar, lokasi pasokan sentral dalam
bangunan harus dilengkapi dengan sistem ventilasi mekanik khusus yang menyedot
udara pada ketinggian 300 mm (1 ft) dari lantai finis dan bekerja secara terus menerus.
(c) Sumber daya listrik untuk fan ventilasi mekanik harus memenuhi persyaratan sistem
kelistrikan esensial.
(d) Ventilasi alami dapat digunakan bila volume total dari gas medik yang tersambung dan
tersimpan lebih kecil dari 85 kiloliter (3000 ft3), pada tekanan dan temperatur standar,
atau gas bertekanan dalam ruang hanya udara medik.
(e) Bila ventilasi alami diperbolehkan, ventilasi tersebut harus terdiri dari dua bukaan
dengan kisi-kisi (louver), masing-masing mempunyai luas bebas minimum 465 cm2 (72
in2), satu ditempatkan dalam jarak 300 mm (1 ft) dari lantai finis dan yang lainnya lagi
dalam jarak 300 mm (1 ft) dari langit-langit.
(f) Bukaan dengan kisi-kisi untuk ventilasi alami tidak boleh diletakkan pada koridor akses
menuju eksit.
(g) Ventilasi mekanik harus disediakan jika persyaratan butir 3.3.3.1.(f) tidak dapat
dipenuhi.

3.3.3.2 Ventilasi untuk peralatan yang digerakkan motor


Lokasi sumber berikut harus diventilasikan dengan cukup untuk mencegah akumulasi panas:
(1) sumber udara medik (lihat butir 3.5);
(2) sumber vakum bedah-medik (lihat butir 3.6);
(3) sumber pembuangan limbah gas anestesi (lihat butir 3.7.1);
(4) sumber udara instrumen.

3.3.3.3 Ventilasi untuk lokasi di luar bangunan


Lokasi di luar bangunan yang dikelilingi oleh dinding yang tidak permanen harus mempunyai
bukaan ventilasi terlindung yang ditempatkan pada dasar tiap dinding untuk memungkinkan
sirkulasi udara secara bebas.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 5


3.3.4 Penyimpanan
3.3.4.1 Silinder gas medik penuh atau kosong yang tidak tersambung dengan sistem distribusi
harus disimpan di tempat yang memenuhi butir 3.3.2 sampai 3.3.3 dan boleh berada dalam
ruangan bersama dengan sistem pasokan sentralnya.

3.4 Sistem pasokan sentral.


Sistem pasokan sentral boleh terdiri dari :
(1) manifol silinder untuk silinder gas sesuai butir 3.4.9;
(2) manifol untuk silinder cairan kriogenik sesuai butir 3.4.10;
(3) sistem cairan kriogenik curah sesuai butir 3.4.11;
(4) sistem kompresor udara medik sesuai butir 3.5;
(5) pembangkit vakum bedah-medik sesuai butir 3.6;
(6) penghisap limbah gas anestesi sesuai butir 3.7;
(7) sistem kompresor udara instrumen sesuai butir 3.8;
3.4.1 Sistem pasokan sentral dibolehkan dipasang sesuai petunjuk suplier yang memahami
pemasangan dan penggunaannya yang tepat.
3.4.2* Sistem pasokan sentral untuk oksigen, udara medik, nitrous oksida, karbon dioksida,
nitrogen dan semua gas medik lainnya tidak boleh disalurkan ke, atau digunakan untuk keperluan
apapun, selain untuk pelayanan pasien.
3.4.3 Bahan yang digunakan pada sistem pasokan sentral harus memenuhi persyaratan
berikut:
(1) slang penghubung pada bagian sistem yang dimaksudkan untuk menangani oksigen
pada tekanan relatif lebih besar dari 2070 kPa (300 psig), tidak boleh mengandung
bahan polimer;
(2) pada bagian sistem yang dimaksudkan untuk menangani oksigen atau nitrous oksida
pada tekanan relatif kurang dari 2070 kPa (300 psig), bahan konstruksi harus cocok
dengan oksigen pada tekanan dan temperatur terhadap mana komponen-komponen
tersebut terekspos dalam pewadahan dan penggunaan oksigen, nitrous oksida,
campuran gas-gas tersebut, atau campuran gas yang mengandung oksigen lebih dari
23,5 persen;
(3) bahan yang berpotensi terekspos temperatur kriogenik, harus dirancang untuk
pemakaian pada temperatur rendah;
(4) bahan yang dimaksudkan untuk pemakaian di luar bangunan, harus dipasang menurut
persyaratan pabrik pembuat.

6 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3.4.4 Regulator tekanan pada saluran akhir
3.4.4.1 Semua sistem pasokan sentral bertekanan positip harus dilengkapi dengan regulator
tekanan saluran akhir jenis ganda (dupleks), yang dipasang paralel dengan katup isolasi/penutup
sebelum regulator tekanan, untuk memungkinkan perbaikan pada salah satu regulator tekanan
tanpa mengganggu pasokan. (gambar 3.4.4.1)

Gambar 3.4.4.1 Tipikal Regulator tekanan pada saluran akhir.

3.4.4.2 Alat indikator tekanan harus ditempatkan di bagian hilir setiap regulator tekanan.

3.4.5 Katup relief tekanan


3.4.5.1 Semua sistem pasokan sentral bertekanan positip harus dilengkapi dengan sekurang-
kurangnya satu katup relief tekanan yang memenuhi persyaratan berikut :
(1) dibuat dari bahan kuningan, perunggu, atau baja tahan karat;
(2) dirancang untuk pelayanan gas;
(3) ditempatkan antara katup outlet regulator saluran akhir dan katup sumber;
(4) di set pada 50 % di atas tekanan operasional normal sistem (lihat tabel 2); (hal.70)
(5) disalurkan ke bagian luar bangunan gedung, kecuali katup relief tekanan untuk sistem
udara tekan yang kurang dari 85 kiloliter ( 3000 ft3), pada tekanan dan temperatur
standar, boleh dilepas setempat;
(6) bila disalurkan ke luar, disambung ke pipa pelepasan berukuran sekurang-kurangnya
sama dengan outlet katup relief tekanan;

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 7


(7) bila banyak katup relief tekanan disalurkan ke dalam pipa ven bersama, pipa tersebut
harus mempunyai luas penampang “dalam” sama atau lebih besar dari jumlah luas
penampang “dalam” dari semua katup relief tekanan yang dilayani;
(8) bila disalurkan ke luar bangunan, dilepas ke daerah yang jauh dari bahan mudah
menyala dan bukan ke tempat mungkin membahayakan orang lewat;
(9) bila disalurkan ke luar bangunan, diarahkan ke bawah dan ujungnya dipasang saringan
untuk mencegah masuknya air atau binatang kecil yang mengganggu.
3.4.5.2 Bila dibuang keluar bangunan, bahan untuk pipa ven katup relief tekanan harus mengikuti
butir 10.1.

3.4.6 Tekanan berbeda


Bila sistem pasokan sentral tunggal memasok dua jaringan pipa distribusi yang bekerja pada
tekanan yang berbeda, maka setiap jaringan pipa distribusi harus dilengkapi dengan semua
elemen dalam butir 3.4.

3.4.7 Sinyal lokal


3.4.7.1 Sistem berikut harus mempunyai sinyal lokal pada peralatan sumbernya :
(1) untuk silinder gas tanpa pasokan cadangan (lihat butir 3.4.9);
(2) manifol untuk silinder gas dengan pasokan cadangan;
(3) manifol untuk silinder cairan kriogenik (lihat butir 3.4.10);
(4) sistem cairan kriogenik curah (lihat butir 3.4.11);
(5) cadangan darurat dalam bangunan (lihat butir 3.4.13);
(6) header udara instrumen (lihat butir 3.4.8);
3.4.7.2 Sinyal lokal harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
(1) memberikan hanya indikasi visual;
(2) diberi label agar perawatan dan pengkondisian termonitor;
(3) jika dimaksud untuk pemasangan di luar bangunan gedung, dipasang sesuai
persyaratan pabrik pembuat.

3.4.8 Header
Setiap header yang dipasang pada sistem pasokan sentral menggunakan silinder yang berisi gas
atau cairan, harus mencakup:
(1) jumlah sambungan silinder yang dibutuhkan header;
(2) satu slang penghubung (cylinder lead) untuk setiap silinder sesuai butir 3.4.3. dan
dilengkapi dengan fiting ujung yang dipasang permanen mengikuti ketentuan yang
berlaku;
(3) suatu filter dari bahan sesuai butir 3.4.3 untuk mencegah masuknya kotoran ke dalam
pengendali manifol;

8 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(4) katup penutup header yang dipasang di bagian hilir dari sambungan silinder terdekat,
tetapi dipasang di bagian hulu titik sambungan header ke sistem pasokan sentral;
(5) suatu indikator tekanan header;
(6) katup penahan balik untuk mencegah aliran balik ke dalam header dan untuk
memungkinkan pemeliharaan header;
(7) katup penahan balik pada setiap sambungan slang penghubung silinder dalam butir
3.4.8.(2), dimaksudkan untuk pemeliharaan silinder gas, untuk mencegah kehilangan
gas jika terjadi kerusakan pada slang penghubung silinder atau bekerjanya satu katup
relief tekanan;
(8) regulator tekanan, dimaksudkan untuk mengurangi tekanan silinder ke tekanan relatif
di bawah 2070 Kpa (300 Psi);
(9) katup relief tekanan dimaksudkan untuk pelayanan silinder cairan kriogenik.

.
Gambar 3.4.8(a) Header untuk Silinder Gas.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 9


Gambar 3.4.8(b) Header untuk Gas Kriogenik dalam Kontainer.

3.4.9 Manifol untuk silinder gas tanpa pasokan cadangan


3.4.9.1 Manifol dalam katagori ini harus ditempatkan sesuai butir 3.3.1 dan ketentuan berikut :
(1) jika ditempatkan di luar bangunan, harus dipasang dalam konstruksi pelindung dan
ditempatkan mengikuti ketentuan yang berlaku;
(2) jika ditempatkan di dalam bangunan, harus dipasang di dalam ruangan khusus;
3.4.9.2 Tempat manifol dalam katagori ini harus sesuai butir 3.3.2
3.4.9.3 Tempat manifol dalam katagori ini harus diberi ventilasi sesuai butir 3.3.3
3.4.9.4 Manifol dalam katagori ini harus terdiri dari:
(1) Dua header yang sama sesuai butir 3.4.8, masing-masing dilengkapi dengan
sambungan silinder gas dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan rata-rata harian
tetapi tidak kurang dari dua, dan dengan header disambungkan ke regulator tekanan
pipa akhir sedemikian hingga salah satu header dapat memasok sistem.
(2) Sebuah Katup relief tekanan “antara” disambungkan ke luar sesuai butir 3.4.5.1 (5)
sampai (9), yang melindungi pemipaan antara regulator tekanan header dan regulator
tekanan pipa, dan melindungi regulator tekanan pipa dari tekanan berlebihan bila
terjadi kegagalan regulator tekanan header.
3.4.9.5 Manifol dalam katagori ini harus mencakup sarana otomatik pertukaran dua header untuk
menyempurnakan pengoperasian normal sebagai berikut :

10 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(1) satu header sebagai header primer, dan lainnya sebagai header sekunder, dan
keduanya dapat bertukar peran;
(2) bila header primer sedang memasok sistem, header sekunder dicegah memasok
sistem;
(3) bila header primer menipis, header sekunder harus otomatik mulai memasok sistem.
3.4.9.6 Manifol dalam katagori ini harus membangkitkan sinyal lokal dan harus mengaktifkan
suatu indikator pada semua panel utama alarm, sebelum header sekunder mulai memasok sistem,
yang menunjukkan peralihan telah atau akan terjadi.
3.4.9.7 Jika manifol ditempatkan di luar bangunan, maka harus dipasang mengikuti persyaratan
pabrik pembuatnya.

Gambar 3.4.9 - Manifol Untuk Silinder-Silinder Gas.

3.4.10. Manifol untuk silinder cairan kriogenik


3.4.10.1 Manifol dalam katagori ini harus ditempatkan sesuai dengan butir 3.3.1 dan ketentuan
berikut :
(1) jika ditempatkan di luar bangunan, harus dipasang dalam konstruksi pelindung dan
ditempatkan mengikuti ketentuan yang berlaku;
(2) jika ditempatkan di dalam bangunan, harus dipasang di dalam ruangan khusus.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 11


3.4.10.2 Header primer dan sekunder dalam katagori ini harus ditempatkan dalam konstruksi
pelindung yang sama.
3.4.10.3 Header cadangan ditempatkan dalam konstruksi pelindung yang sama seperti header
primer dan sekunder atau dalam konstruksi pelindung lain mengikuti butir 3.4.10.1.

Gambar 3.4.10 Sumber Pasokan Tipikal untuk Kontainer Kriogenik Cair-gas.

12 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3.4.10.4 Manifol dalam katagori ini harus terdiri dari:
(1) Dua header yang sama sesuai butir 3.4.8, masing-masing dilengkapi dengan
sambungan silinder gas dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan rata-rata harian
tetapi tidak kurang dari dua, dan dengan header disambungkan ke regulator tekanan
pipa akhir sedemikian hingga salah satu header dapat memasok sistem.
(2) Suatu header cadangan, tersebut di butir 3.4.8 mempunyai cukup sambungan silinder
gas untuk kebutuhan rata-rata harian tetapi tidak kurang dari tiga sambungan,
dihubungkan di bagian hilir header primer/sekunder dan di bagian hulu dari regulator
tekanan pipa akhir.
(3) Katup pelepas tekanan dipasang di bagian hilir dari sambungan header cadangan dan
di bagian hulu regulator tekanan pipa akhir dan tekanannya di set pada 50 % di atas
tekanan masukan maksimum yang diperkirakan.
3.4.10.5 Manifol dalam katagori ini harus dilengkapi sarana otomatik pengendalian tiga header
agar dalam operasi normal dapat dicapai hal berikut:
(1) Satu header untuk cairan kriogenik, header primer dan lainnya sebagai header
sekunder, dan keduanya dapat saling tukar fungsinya.
(2) Bila header primer sedang memasok sistem, header sekunder dicegah memasok
sistem.
(3) Bila header primer menipis, header sekunder harus otomatik mulai memasok sistem .
3.4.10.6 Manifol dalam katagori ini harus dilengkapi dengan sarana untuk konservasi gas yang
dihasilkan dari penguapan cairan kriogenik dalam header sekunder. Mekanisme ini harus melepas
gas tersebut ke dalam sistem di bagian hulu regulator tekanan pipa akhir.
3.4.10.7 Manifol dalam katagori ini harus dilengkapi pula dengan sarana manual dan otomatik
untuk memfungsikan satu header sebagai header primer dan lainnya sebagai header sekunder.
3.4.10.8 Manifol dalam katagori ini harus dilengkapi dengan sarana otomatik untuk mengaktifkan
header cadangan bila header primer dan sekunder tidak berfungsi memasok sistem oleh sebab
apapun.
3.4.10.9 Manifol dalam katagori ini harus membangkitkan sinyal lokal dan harus mengaktifkan
suatu indikator pada semua alarm dengan persyaratan berikut :
(1) bila pada titik set tertentu, sebelum header sekunder mulai memasok sistem, yang
menunjukkan peralihan fungsi.
(2) bila pada titik set tertentu, sebelum header cadangan mulai memasok sistem, yang
menunjukkan cadangan sedang berfungsi.
(3) bila pada titik set tertentu, sebelum isi header cadangan tinggal untuk kebutuhan rata-
rata satu hari, yang menunjukkan cadangan rendah.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 13


3.4.11 Sistem cairan kriogenik curah.

Gambar 3.4.11 Sumber Pasokan Tipikal untuk Cairan Kriogenik dalam Bentuk Curah.

14 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3.4.11.1 Sistem cairan kriogenik curah harus ditempatkan diluar bangunan dengan ketentuan
sebagai berikut :
(1) dalam suatu konstruksi pelindung yang ditempatkan memenuhi persyaratan jarak
minimum yang berlaku;
(2) dalam konstruksi pelindung yang dibuat tersebut di butir 3.3.2 (1) sampai (3) dan (5),
(8) dan (9);
(3) dalam konstruksi pelindung diberi ventilasi tersebut di butir 3.3.3.3;
(4) mengikuti ketentuan yang berlaku.
3.4.11.2 Sistem cairan kriogenik curah harus ditempatkan sesuai butir 3.4.11.2 (a) sampai (f).
(a) sistem pasokan harus diangker dengan kuat pada plat beton, yang sesuai dengan
beratnya, beban permukaan, dan persyaratan gempa setempat;
(b) lokasi harus tertutup rapat tersebut pada butir 3.3.2. (3) dengan pelat beton mengisi
seluruh lantai ruangan diantara dinding pembatas;
(c) lokasi yang dimaksudkan untuk kendaraan pengantar (landasan kendaraan) harus
sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
(d) lokasi yang dimaksudkan untuk penyambungan dengan kendaraan pengiriman harus
di beton;
(e) drainase landasan peralatan dan landasan kendaraan harus jauh dari bangunan,
kendaraan yang di parkir atau sumber berpotensi menyala lain;
(f) drainase tidak boleh ditempatkan di dalam batas landasan atau lebih dekat dari 2,45 m
(8 ft) terhadap tepi landasan.
3.4.11.3 Sumber cairan kriogenik curah harus terdiri dari:
(1) satu atau lebih bejana pasokan utama, yang kapasitasnya harus ditentukan setelah
mempertimbangkan jadwal pengiriman, kedekatan fasilitas dari sumber pasokan
pengganti, dan rencana penanggulangan keadaan darurat;
(2) pengukur isi pada setiap bejana utama;
(3) pasokan cadangan yang ditentukan ukurannya lebih besar dari rata-rata pemakaian
harian, dengan ukuran yang tepat dari bejana atau jumlah ditentukan setelah
mempertimbangkan jadwal pengiriman, kedekatan fasilitas dari sumber pasokan
pengganti, dan rencana penanggulangan keadaan darurat untuk fasilitas tersebut.
3.4.11.4 Sumber cairan kriogenik curah harus termasuk suatu pasokan cadangan meliputi salah
satu atau keduanya sebagai berikut :
(1) bejana cairan kriogenik kedua, termasuk sakelar penggerak/sensor yang memonitor
tekanan internal, pengukur isi, dan katup penahan balik untuk mencegah aliran balik ke
dalam sisitem cadangan;

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 15


(2) sebuah header silinder sesuai butir 3.4.8 yang mempunyai sambungan silinder gas
yang cukup untuk pasokan rata-rata harian tetapi tidak kurang dari tiga dan termasuk
sakelar tekanan isi.
3.4.11.5 Sumber cairan kriogenik curah harus beroperasi untuk terlaksananya fungsi-fungsi berikut
:
(1) apabila pasokan utama sedang memasok sistem, pasokan cadangan harus dicegah
agar tidak memasok sistem sampai pasokan utama gagal atau habis, pada saat itu
pasokan cadangan harus secara otomatik mulai memasok sistem;
(2) apabila terdapat lebih dari satu bejana pasokan utama, sistem harus beroperasi seperti
diuraikan dalam butir 3.4.10 untuk operasi primer, sekunder atau cadangan;
(3) dua bejana kriogenik atau lebih boleh bergantian fungsi primer, sekunder, dan
cadangan, dengan ketentuan urutan operasi (primer – sekunder – cadangan) seperti
dipersyaratan dalam butir 3.4.10.4 dan dipertahankan setiap waktu;
(4) dalam hal bejana kriogenik digunakan sebagai cadangan, bejana cadangan tersebut
harus dilengkapi sarana konservasi gas yang dihasilkan oleh penguapan cairan
kriogenik dalam bejana cadangan dan untuk melepas gas ke dalam pipa di bagian hulu
dari regulator tekanan pipa akhir seperti dipersyaratan dalam butir 3.4.10.6.
3.4.11.6 Sistem curah harus membangkitkan sinyal lokal dan alarm pada alarm utama yang
dipersyaratakan dengan ketentuan sebagai berikut :
(1) bila atau pada titik set tertentu sebelum pasokan utama mencapai pasokan rata-rata
harian, yang menunjukkan isi sedikit;
(2) bila atau pada titik set tertentu sebelum pasokan cadangan mulai memasok sistem,
menunjukkan cadangan sedang digunakan;
(3) bila atau pada titik set tertentu sebelum isi pasokan cadangan turun sampai pasokan
rata-rata sehari, menunjukkan isi cadangan sedikit;
(4) bila cadangan adalah bejana kriogenik, bila atau pada titik set tertentu sebelum
tekanan internal cadangan menurun terlalu rendah untuk pengoperasian yang tepat,
yang menunjukkan kegagalan cadangan;
(5) bila terdapat lebih dari satu bejana pasokan utama, bila atau pada titik set tertentu
sebelum bejana sekunder mulai memasok sistem, menunjukkan pergantian.

3.4.12* Sambungan Pasokan Oksigen Darurat ( SPOD)


POD harus dipasang untuk memungkinkan penyambungan ke sumber sementara pasokan untuk
keadaan darurat atau pemeliharaan dengan kondisi sebagai berikut:
(1) apabila sistem pasokan sentral cairan kriogenik curah diluar dan jauh dari bangunan
yang dilayani pasokan oksigen;

16 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(2) apabila tidak ada dalam bangunan suatu cadangan oksigen yang tersambung cukup
untuk memasok rata-rata harian (lihat butir 3.4.13 untuk cadangan seperti itu);
(3) apabila bangunan mandiri dilayani dari sumber oksigen tunggal sedemikian sehingga
kerusakan pada pipa interkoneksi oksigen dapat menyebabkan hilangnya pasokan
oksigen pada satu atau lebih bangunan. Dalam situasi ini setiap bangunan harus
dilengkapi dengan suatu sambungan darurat terpisah.

Gambar 3.4.12(a) : Jaringan Pasokan Oksigen Darurat

3.4.12.1 SPOD harus ditempatkan sebagai berikut :


(1) pada bagian luar bangunan yang dilayani di lokasi yang dapat dijangkau oleh
kendaraan pasokan darurat pada setiap waktu dan kondisi cuaca;
(2) disambungkan ke pasokan utama langsung di bagian hilir dari katup penutup utama.
3.4.12.2 Sambungan Pasokan Oksigen Darurat (SPOD) harus terdiri dari:
(1) proteksi fisik untuk mencegah pengrusakan dari orang yang tidak berwenang;
(2) lubang inlet betina DN (NPS) untuk penyambungan sumber oksigen darurat yang
kapasitasnya 100 % dari kebutuhan sistem pada tekanan gas sumber darurat;
(3) katup penutup manual untuk mengisolasi SPODjika tidak digunakan;
(4) dua katup penahan balik, satu di bagian hilir dari SPOD dan satu di bagian hilir dari
katup penutup jalur utama, dan keduanya di bagian hulu dari sambungan T untuk
kedua pipa;
(5) sebuah katup relief tekanan yang ukurannya ditentukan untuk memproteksi sistem
pemipaan dan peralatannya di bagian hilir, terhadap tekanan melebihi 50% di atas
tekanan normal pipa;
(6) setiap katup yang dibutuhkan untuk memungkinkan penyambungan dari suplai
pasokan darurat oksigen dan pengisolasian pemipaan ke sumber normal suplai
pasokan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 17


3.4.13 Cadangan darurat dalam bangunan
3.4.13.1 Cadangan darurat dalam bangunan tidak boleh digunakan sebagai pengganti untuk
cadangan gas curah yang dipersyaratkan dalam butir 3.4.11.4.
3.4.13.2 Jika suatu cadangan disediakan di dalam bangunan sebagai pengganti SSOD SPOD,
cadangan ini harus ditempatkan sesuai butir 3.3 sebagai berikut :
(1) di dalam suatu ruangan atau konstruksi pelindung yang dibuat sesuai butir 3.3.2;
(2) di dalam suatu ruangan atau konstruksi pelindung yang diberi ventilasi sesuai butir
3.3.3
3.4.13.3 Cadangan darurat di dalam bangunan harus terdiri dari salah satu sebagai berikut :
(1) header silinder gas sesuai butir 3.4.8 dengan sambungan silinder yang cukup untuk
menyediakan sekurang-kurangnya pasokan rata-rata harian;
(2) suatu manifol untuk silinder gas memenuhi butir 3.4.9.
3.4.13.4 Cadangan darurat dalam bangunan harus dilengkapi katup penahan balik pada jalur
utama yang ditempatkan pada sisi sistem distribusi dari katup jalur utama sumber yang biasa,
untuk mencegah aliran gas cadangan darurat dari sumber yang biasa.
3.4.13.5 Cadangan darurat dalam bangunan harus membangkitkan sinyal lokal dan alarm pada
semua alarm utama bila atau sesaat sebelum mulai melayani sistem.

3.5 Sistem pasokan udara medik.

3.5.1 Kualitas udara medik


Udara medik harus mempunyai karakteristik sebagai berikut :
(1) Dipasok dari silinder, kontainer curah, sumber kompresor udara medik, atau diperoleh
dari rekonstitusi oksigen dan nitrogen kering, bebas minyak;
(2) memenuhi persyaratan udara medik ;
(3) kadar hidrokarbon cair tidak terdeteksi;
(4) kadar gas hidrokarbon kurang dari 25 ppm;
(5) kadar partikulat permanen, yang berukuran 1 mikron atau lebih, sama atau kurang dari
5 mg/m3
3.5.2 Sumber udara medik harus dihubungkan hanya ke sistem distribusi udara medik, dan
harus digunakan hanya untuk respirasi pasien, dan kalibrasi dari alat medik untuk respirator.

3.5.3 Sumber kompresor udara medik


3.5.3.1 Sistem kompresor udara medik harus ditempatkan sesuai butir 3.3 sebagai berikut :
(1) Di dalam bangunan, dalam daerah khusus peralatan mekanikal, berventilasi cukup,
dan dilengkapi dengan utilitas yang dibutuhkan (contoh, listrik, drainase, pencahayaan,
dan lain-lain).

18 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(2) Dalam ruangan yang dibangun sesuai butir 3.3.2.
(3) Dalam ruangan yang diberi ventilasi sesuai butir 3.3.3.2.
(4) Untuk peralatan yang didinginkan dengan udara, dalam ruangan yang dirancang untuk
mempertahankan rentang temperatur ambien seperti yang direkomendasikan oleh
pabrik pembuat.
3.5.3.2 Sistem kompresor udara medik harus terdiri dari:
(1) komponen yang mengikuti butir 3.5.4 sampai 3.5.10, dirangkai sesuai butir 3.5.11;
(2) sarana otomatik untuk mencegah aliran balik dari semua kompresor yang bekerja
terhadap semua kompresor yang berhenti;
(3) katup penutup manual untuk mengisolasi setiap kompresor dari sistem pemipaan
sentral dan dari kompresor lain untuk pemeliharaan atau perbaikan tanpa kehilangan
tekanan dalam sistem;
(4) lubang masuk filter tipe kering;
(5) katup relief tekanan yang di set pada 50 % di atas tekanan pipa.
3.5.3.3 Sistem kompresor udara medik harus mencegah kondensasi uap air dalam sistem
distribusi dengan memasang peralatan pengering udara.

3.5.4 Kompresor udara medik


3.5.4.1* Kompresor udara medik harus dirancang untuk mencegah masuknya pencemar atau
cairan ke dalam pipa dengan salah satu dari metoda berikut :
(1) menghilangkan minyak di mana saja dalam kompresor; direkomendasikan
menggunakan kompresor bebas minyak (oil free atau oil less).
(2) memisahkan bagian yang mengandung minyak dari rongga kompresi dengan
sekurang-kurangnya dua penyekat yang membentuk suatu daerah terbuka ke atmosfir
yang memungkinkan:
(a) pemeriksaan visual langsung dan tidak terhalangi terhadap poros interkoneksi
melalui lubang ven dan pemeriksaan tidak lebih kecil dari 1,5 diameter poros;
(b) Konfirmasi berfungsinya sekat dengan benar oleh petugas, dengan pemeriksaan
visual langsung melalui bukaan di atas poros, tanpa membongkar kompresor.
3.5.4.2 Untuk kompresor dengan cincin cairan, kualitas air dan sekat air harus yang
direkomendasikan oleh pabrik pembuat kompresor.
3.5.4.3 Kompresor dibuat dari bahan mengandung feros dan/atau non-feros.
3.5.4.4 Dudukan anti getaran harus dipasang pada kompresor yang diperlukan oleh dinamika
kompresor atau lokasi peralatan dan sesuai dengan rekomendasi pabrik pembuat.
3.5.4.5 Sambungan fleksibel harus dipasang pada intake dan outlet kompresor ke sistem
pemipaan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 19


3.5.11.6

Gambar 3.5 - Elemen Tipikal Sistem Sumber Udara Medik Duplek dengan Kompresor.

3.5.5 Alat pendingin akhir


Alat pendingin akhir apabila diperlukan, harus dilengkapi perangkap kondensat (condensate traps)
individual. Penampung (receiver) tidak boleh digunakan sebagai alat pendingin akhir (aftercooler)
atau perangkap alat pendingin akhir (aftercooler trap).
3.5.5.1 Alat pendingin akhir dibuat dari bahan feros (mengandung Fe) dan / atau non-feros.
3.5.5.2 Dudukan anti getaran harus dipasang pada alat pendingin akhir yang diperlukan oleh
dinamika atau lokasi peralatan dan sesuai dengan rekomendasi pabrik pembuatnya.

20 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3.5.6 Penampung (receiver) udara medik
Penampung udara medik harus memenuhi persyaratan berikut :
(1) Dibuat dari bahan tahan korosi atau dibuat tahan korosi.
(2) Memenuhi ketentuan yang berlaku tentang bejana bertekanan.
(3) Dilengkapi dengan katup relief tekanan, pengering otomatik (otomatik drain), pengering
manual (manual drain), manhole, dan penunjuk tekanan.
(4) Kapasitasnya cukup untuk mencegah kompresor dari siklus pendek.

3.5.7 Pengering udara medik


Pengering udara medik harus memenuhi persyaratan berikut :
(1) Dirancang untuk menyediakan udara pada titik embun maksimum di bawah titik beku
00C (32 0F) pada setiap tingkat kebutuhan.
(2) Kapasitasnya 100 % dari kebutuhan puncak sistem yang dihitung pada kondisi
perancangan.
(3) Dibuat dari bahan feros (Mengandung Fe) dan/atau non-feros.
(4) Dipasang dengan dudukan anti getaran sesuai yang diperlukan oleh dinamika atau
lokasi peralatan dan sesuai dengan rekomendasi pabrik pembuatnya.

3.5.8 Filter udara medik


Filter udara medik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
(1) Cocok untuk kondisi udara masuk.
(2) Ditempatkan di bagian hulu dari regulator tekanan pipa ujung.
(3) Kapasitasnya 100 % dari kebutuhan puncak sistem yang dihitung pada kondisi
perancangan, dan dengan efisiensi minimum 98% pada 1 mikron atau lebih besar.
(4) Dilengkapi dengan indikator visual yang terus menerus menunjukkan status umur
elemen filter.
(5) Dibuat dari bahan feros dan/ atau non-feros.
3.5.8.1 Kompresor yang mengikuti butir 3.5.4.1 (2) harus dilengkapi dengan:
(1) Filter coalescing dengan indikator pengganti elemen.
(2) Penyerap dari arang dengan indikator kolorimetrik untuk hidrokarbon.

3.5.9 Regulator tekanan udara medik


Regulator tekanan udara medik harus memenuhi persyaratan berikut :
(1) Kapasitasnya 100 % dari kebutuhan puncak sistem yang dihitung pada kondisi
perancangan.
(2) Dibuat dari bahan feros dan / atau non-feros.
(3) Dilengkapi indikator tekanan yang menunjukkan tekanan keluar.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 21


3.5.10 Alarm lokal udara medik
Suatu alarm lokal mengikuti butir 9.4 harus disediakan untuk sumber kompresor udara medik.

3.5.11 Susunan pemipaan dan redundansi


3.5.11.1 Penyusunan komponen harus sebagai berikut :
(1) Komponen harus disusun untuk memungkinkan pelayanan dan pasokan udara medik
yang terus menerus jika terjadi kegagalan akibat satu kesalahan.
(2) Susunan komponen boleh berubah sesuai kebutuhan teknologi yang digunakan,
dengan ketentuan tingkat redundansi pengoperasian dan kualitas udara medik tetap
dipertahankan.

Gambar.3.5.11.6 Alternatif Pemasangan Deretan Katup untuk Pengontrolan Saluran dalam Udara
Medik.

3.5.11.2 Kompresor udara medik harus berkapasitas cukup untuk melayani kebutuhan puncak
yang dihitung dengan satu kompresor terbesar tidak bekerja. Dalam keadaan apapun jumlah
kompresor tidak boleh kurang dari dua.

22 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3.5.11.3 Bila dilengkapi alat pendingin akhir, kapasitasnya harus cukup untuk melayani
kebutuhan puncak yang dihitung dengan sebuah alat pendingin akhir terbesar tidak bekerja dan
dilengkapi katup yang memadai untuk memindahkan sistem tanpa menutup pasokan udara tekan
medik.
3.5.11.4 Penampung udara medik harus dilengkapi dengan bypass tiga katup untuk
memungkinkan pemeliharaan penampung tanpa mematikan sistem udara medik.
3.5.11.5 Pengering, filter dan regulator sekurang-kurangnya dibuat ganda dengan setiap
komponen berkapasitas untuk melayani kebutuhan puncak yang dihitung dengan salah satu
komponen terbesar tidak bekerja.
3.5.11.6 Pengering, filter dan regulator harus dilengkapi dengan katup manual di bagian hulu,
dan dengan katup manual atau katup penahan balik di bagian hilir untuk memudahkan
pemeliharaan komponen tanpa menghentikan sistem dengan salah satu cara berikut :
(1) dipasang untuk setiap komponen di bagian hulu dan hilir dari setiap komponen untuk
memudahkan setiap komponen diisolasi secara individual, atau,
(2) dipasang di bagian hulu dan hilir dari komponen yang dipasang seri sehingga
membuat redundansi cabang paralel dari komponen.
3.5.11.7 Katup dengan lubang penuh, tiga arah, berindeks aliran, boleh dipakai untuk
mengisolasi satu cabang atau komponen untuk tujuan 3.5.11.6.
3.5.11.8 Dalam pengoperasian normal hanya satu alat pendingin akhir harus dibuka untuk
mengalirkan udara dengan menutup katup alat pendingin akhir lainnya.
3.5.11.9 Dalam pengoperasian normal hanya satu urutan alat pengering-filter-regulator dibuka
untuk mengalirkan udara dengan katup urutan lainnya tertutup.
3.5.11.10 Jika katup relief tekanan dipersyaratkan pada butir 3.5.3.2 (5) dan 3.5.6.(3) dapat
diisolasi dari sistem dengan susunan katup yang digunakan untuk memenuhi butuir 3.5.11.6, maka
katup relief tekanan redundansi harus dipasang dalam urutan paralel.
3.5.11.11 Lubang sampel untuk mengambil contoh dengan katup DN 8 (NPS ¼) harus dipasang di
bagian hilir dari regulator tekanan pipa ujung, monitor titik embun dan monitor karbon monoksida
dan di bagian hulu dari katup penutup sumber untuk memudahkan mengambil sampel udara
medik.
3.5.11.12 Sistem sumber udara medik harus disediakan dengan sebuah katup sumber sesuai butir
4.4.
3.5.11.13 Apabila diperlukan sistem pemipaan udara medik pada beberapa tekanan kerja yang
berbeda, pemipaan harus terpisah setelah filter, tetapi harus dilengkapi dengan regulator, monitor
titik embun, katup relief tekanan dan katup penutup sumber yang terpisah.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 23


3.5.12 Daya listrik dan kontrol
3.5.12.1 Kompresor tambahan harus secara otomatik bekerja bila kompresor yang sedang
beroperasi tidak mampu mempertahankan tekanan yang dibutuhkan.
3.5.12.2 Pergantian kompresor secara otomatik atau manual harus memungkinkan pembagian
waktu operasi. Jika pergantian otomatik kompresor tidak disediakan, petugas fasilitas harus
menyusun jadwal pergantian secara manual.
3.5.12.3 Setiap motor kompresor harus dilengkapi dengan komponen listrik, termasuk tetapi tidak
terbatas pada:
(1) Sakelar pemutus arus khusus yang dipasang di sirkuit listrik sebelum setiap starter
motor listrik.
(2) Alat start motor.
(3) Proteksi beban lebih.
(4) Apabila sistem kompresor mempunyai dua atau lebih kompresor yang, menggunakan
trafo pengendali atau pengendali tegangan daya, sekurang-kurangnya dipasang dua
alat seperti itu.
(5) Sirkuit pengendali disusun sedemikian agar bila satu kompresor dihentikan tidak
mengganggu operasi kompresor lainnya.
3.5.12.4 Instalasi listrik dan pengawatan harus sesuai persyaratan SNI 0225-edisi terakhir
tentang “Persyaratan umum instalasi listrik (PUIL).
3.5.12.5 Layanan listrik darurat untuk kompresor harus memenuhi persyaratan sistem kelistrikan
esensial.

3.5.13 Intake kompresor


3.5.13.1 Kompresor udara medik harus mengambil udara dari suatu sumber udara bersih di
lokasi yang diperkirakan tidak ada kontaminasi yang berasal dari buangan mesin penggerak,
ventilasi tempat penyimpanan bahan bakar, pembuangan sistem vakum bedah-medik, bahan
partikel, atau setiap jenis bau-bauan.
3.5.13.2 Intake udara dari kompresor udara harus ditempatkan di luar, di atas atap bangunan,
sekurangnya 31 cm (10 ft) dari setiap pintu, jendela, lubang buangan, lubang intake lain, atau
bukaan pada bangunan, dan minimum 61 cm (20 ft) di atas tanah.
3.5.13.3 Jika terdapat suatu sumber udara yang setara atau lebih baik dari udara luar (misal:
udara yang telah disaring untuk pemakaian dalam sistem ventilasi ruang operasi), sumber tersebut
boleh digunakan untuk kompresor udara medik dengan ketentuan sebagai berikut :
(1) Sumber pengganti pasokan udara ini harus tersedia terus-menerus 24 jam per hari, 7
hari per minggu.

24 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(2) Harus dilarang penggunaan sistem ventilasi yang mempunyai fan dengan penggerak
motor atau belt (sabuk karet) yang ditempatkan pada aliran udara sebagai sumber
intake udara medik.
3.5.13.4 Pemipaan intake kompresor harus dari bahan yang disetujui untuk pemipaan vakum
menurut butir 10.2.1, yang tidak akan menambah bahan kontaminan yang berbentuk partikel kecil,
bau, atau gas-gas lain.
3.5.13.5 Intake udara untuk beberapa kompresor terpisah boleh digabungkan menjadi satu intake
gabungan bila dipenuhi kondisi berikut:
(1) Ukuran intake gabungan dirancang untuk meminimalkan tekanan balik sesuai dengan
rekomendasi pabrik pembuat.
(2) Masing-masing kompresor dapat diisolasi oleh katup manual atau katup penahan balik,
flens penutup, atau penutup lubang, untuk mencegah inlet pemipaan yang terbuka jika
kompresor dilepas untuk perawatan dan pengaruh aliran balik dari udara ruangan ke
dalam kompresor lainnya.

3.5.14 Alarm pengoperasian dan sinyal lokal


Sistem udara medik harus di monitor untuk kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi kualitas
udara selama penggunaan atau ketika terjadi kegagalan, berdasarkan pada tipe kompresor yang
digunakan dalam sistem.
3.5.14.1 Bila digunakan kompresor udara cincin cairan (liquid ring air compresor), kompresor
dengan kepala silinder berpendingin air (water-cooled heads), atau kompresor dengan unit
pendinginan akhir berpendingin air (water-cooled aftercooler), maka alat penampung udara harus
dilengkapi dengan sensor permukaan air tinggi yang menghentikan sistem kompresor dan
mengaktifkan indikator lokal (lihat butir 9.4.4. (7))
3.5.14.2 Bila digunakan kompresor cincin cairan, maka setiap kompresor harus mempunyai
sensor level cairan pada setiap unit pemisah air-udara, yang bila level cairan ada diatas level
rancangan, akan menghentikan kompresor dan mengaktifkan indikator lokal [lihat butir 9.4.4. (8)].
3.5.14.3 Bila digunakan kompresor cincin bukan cairan yang mengikuti butir 3.5.4.1(1), maka
temperatur udara pada lubang keluaran terdekat dari setiap silinder kompresor harus dimonitor
dengan suatu sensor temperatur tinggi yang akan menghentikan kompresor dan mengaktifkan
indikator alarm lokal [lihat butir 9.4.4 (9)]. Pengaturan temperatur kerja sensor harus sesuai
dengan rekomendasi pabrik pembuat.
3.5.14.4 Bila digunakan kompresor yang memenuhi butir 3.5.4.1 (2), persyaratan berikut harus
diterapkan:

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 25


(1) temperatur pada lubang keluaran terdekat dari setiap silinder kompresor harus
dimonitor oleh sensor temperatur tinggi yang akan menghentikan kompresor dan
mengaktifkan indikator alarm lokal [lihat butir 9.4.4 (9)]. Pengaturan temperatur kerja
sensor harus sesuai rekomendasi pabrik pembuat kompresor;
(2) harus dilengkapi filter koalesi (coalescing) dengan indikator penggantian elemen;
(3) harus dilengkapi filter arang dengan indikator kolorimetri hidrokarbon;
(4) hidrokarbon cair harus dimonitor secara terus menerus dengan indikator pigmen atau
instrumen permanen jenis lainnya yang dipasang di bagian hilir dari setiap kompresor
dan harus diperiksa dan didokumentasikan setiap hari;
(5) gas hidrokarbon harus dimonitor setiap 3 bulanan.
3.5.14.5 Bila kompresor cadangan tidak bekerja, suatu alarm lokal harus diaktifkan.

3.5.15 Pemonitoran kualitas udara medik


Kualitas udara medik harus dimonitor di bagian hilir regulator udara medik dan di bagian hulu dari
sistem pemipaan sebagai berikut :
(1) titik embun harus dimonitor dan mengaktifkan alarm lokal dan semua panel alarm
utama jika titik embun pada sistem melebihi + 40C (+ 39 0F);
(2) karbon monosikda harus dimonitor dan mengaktifkan alarm lokal jika level CO melebihi
10 ppm [ lihat butir 9.4.4. (2)]

3.6 Sistem sentral vakum bedah - medik

3.6.1 Sentral vakum bedah - medik


3.6.1.1 Sentral vakum bedah-medik harus ditempatkan sesuai butir 3.3 sebagai berikut :
(1) di dalam gedung di daerah khusus peralatan mekanikal, berventilasi cukup dengan
setiap utilitas yang diperlukan;
(2) dalam ruangan yang dibuat sesuai butir 3.3.2;
(3) dalam ruangan yang berventilasi sesuai butir 3.3.3.2;
(4) untuk peralatan yang didinginkan dengan udara, dalam ruangan yang dirancang untuk
mempertahankan rentang temperatur ambien seperti direkomendasikan oleh pabrik
pembuat peralatan.
3.6.1.2 Sentral vakum bedah-medik harus terdiri dari sebagai berikut :
(1) dua atau lebih pompa vakum yang cukup untuk melayani perhitungan kebutuhan
puncak dengan satu pompa vakum tunggal terbesar tidak bekerja;
(2) sarana otomatik untuk mencegah aliran balik dari setiap pompa vakum yang sedang
bekerja terhadap pompa vakum yang sedang berhenti;

26 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(3) katup penyetop atau sarana isolasi lainnya untuk mengisolasi setiap pompa vakum dari
sistem pemipaan sentral dan pompa vakum lain guna pemeliharaan atau perbaikan
tanpa kehilangan vakum di dalam sistem;
(4) alat penampung vakum;
(5) pemipaan antara pompa vakum dan katup penyetop sumber yang memenuhi butir 10.2
kecuali bahwa baja tahan karat boleh digunakan sebagai bahan pemipaan.
(6) Filter steril (bakteri) dupleks

Gambar 3.6 Elemen-Elemen Tipikal Sistem Sentral Vakum Duplek

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 27


3.6.2 Pompa vakum
3.6.2.1 Pompa vakum boleh dibuat dari bahan feros atau non-feros
3.6.2.2 Dudukan anti getaran harus dipasang untuk pompa vakum seperti yang dipersyaratkan
oleh dinamika peralatan atau lokasinya dan sesuai rekomendasi pabrik pembuat.
3.6.2.3 Hubungan pompa vakum dengan pipa masukan dan pipa keluaran harus menggunakan
sambungan fleksibel.
3.6.3 Alat Penampung vakum receiver harus memenuhi persyaratan berikut :
(1) dibuat dari bahan feros atau non-feros;
(2) memenuhi ketentuan yang berlaku untuk bejana bertekanan;
(3) mampu menahan tekanan relatif 415 kPa (60 psi) dan 760 mm (29,9 inci) HgV;
(4) dilengkapi dengan pembuangan cairan manual (manual drain);
(5) mempunyai kapasitas yang sesuai dengan kapasitas pompanya.

3.6.4 Alarm pompa vakum


Alarm lokal yang memenuhi butir 9.4 harus disediakan untuk sumber vakum.

3.6.5 Susunan pemipaan dan redundansi


3.6.5.1 Susunan pemipaan harus sebagai berikut :
(1) pemipaan harus disusun untuk memungkinkan pelayanan dan pasokan vakum bedah-
medik yang terus menerus bila terjadi satu kegagalan;
(2) susunan pemipaan boleh dirubah berdasar pada perkembangan teknologi, asalkan
tingkat redundansi pengoperasiannya yang setara dapat dipertahankan;
(3) bila hanya tersedia satu set pompa vakum untuk melayani kombinasi antara sistem
vakum bedah-medik, laboratorium analisa, riset, atau pendidikan, maka laboratorium-
laboratorium seperti itu harus disambungkan secara terpisah dari sistem bedah-medik,
langsung ke tangki alat penampung melalui katup isolasi tersendiri dan unit perangkap
cairan yang ditempatkan pada alat penampung. Antara katup isolasi dan unit
perangkap cairan, boleh dipasang alat pembersih.
3.6.5.2 Penampung vakum bedah-medik harus dapat dirawat tanpa mematikan sistem vakum
bedah-medik dengan cara sebagai berikut :
(1) dengan menyediakan katup isolasi bila penampung disambungkan ke pipa saluran
utama melalui sambungan T ;
(2) dengan menghubungkan pipa penampung pada ujung katup isolasi saluran.
3.6.5.3 Sumber sistem vakum bedah-medik harus dilengkapi dengan katup penutup sumber
sesuai butir 4.4.

28 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3.6.6 Pengendali dan daya listrik
3.6.6.1 Pompa tambahan harus secara otomatik diaktifkan bila pompa yang sedang beroperasi
tidak cukup mampu mempertahankan vakum yang dibutuhkan.
3.6.6.2 Pergantian pompa secara otomatik atau manual harus memungkinkan pengaturan waktu
operasi. Jika tidak disediakan pergantian otomatik dari pompa, petugas fasilitas harus menyusun
jadwal pergantian secara manual.
3.6.6.3 Setiap motor pompa harus disediakan dengan komponen listrik, tetapi tidak dibatasi,
sebagai berikut :
(1) sakelar pemisah khusus yang dipasang pada sirkuit listrik di depan setiap alat/panel
start motor listrik ;
(2) alat/panel start motor;
(3) proteksi beban lebih;
(4) bila sistem pompa mempunyai dua atau lebih pompa yang dioperasikan dengan suatu
trafo pengendali atau alat pengendali tegangan listrik lainnya, sekurangnya diperlukan
dua alat jenis tersebut ;
(5) sirkuit pengendali disusun sedemikian sehingga bila mematikan (OFF) satu pompa
tidak akan mengganggu pengoperasian pompa lainnya.
3.6.6.4 Instalasi listrik dan pengawatan harus memenuhi persyaratan SNI 0225-edisi terakhir
tentang “Persyaratan umum instalasi listrik (PUIL)”.
3.6.6.5 Layanan listrik darurat untuk pompa harus memenuhi persyaratan sistem kelistrikan
esensial.

3.6.7 Pembuangan sumber vakum bedah – medik


3.6.7.1 Pompa vakum bedah-medik harus membuang sumber vakum medik dengan cara
membuangnya ke lokasi yang akan meminimalkan bahaya kebisingan, kontaminasi dan
lingkungannya.
3.6.7.2 Pembuangan harus berada di lokasi sebagai berikut:
(1) di luar ruangan;
(2) sekurangnya 3 m (10 ft) dari setiap pintu, jendela, intake udara, atau bukaan lainnya
pada bangunan;
(3) pada ketinggian yang berbeda dengan intake udara;
(4) lokasi di mana angin, bangunan di sebelahnya, kontur permukaan tanah (topografi)
atau pengaruh lain yang ada tidak akan menyimpangkan buangan ke daerah yang
dihuni atau mencegah pembauran dari bahan buangan.
3.6.7.3 Ujung saluran buangan harus dibengkokkan ke bawah dan dilengkapi kisi atau dilindungi
terhadap masuknya binatang kecil, benda kecil, atau tetesan hujan dengan kisi yang dibuat atau
disusun dari bahan yang tidak berkarat.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 29


3.6.7.4 Pipa saluran buangan harus dari bahan yang dibolehkan untuk pemipaan pompa vakum
bedah-medik menurut butir 10.2
3.6.7.5 Pipa saluran buangan harus bebas dari lekukan atau lengkungan yang akan menjebak
kondensat atau minyak. Bila titik rendah seperti itu tidak dapat dihindarkan, harus dipasang suatu
pipa tetes dan pipa yang dilengkapi katup pengering.
3.6.7.6 Pipa pembuangan vakum dari banyak pompa boleh digabungkan ke dalam satu pipa
buang gabungan bila kondisi berikut ini dipenuhi:
(1) ukuran pipa buang gabungan ditentukan untuk meminimisasikan tekanan balik sesuai
dengan rekomendasi pabrik pembuat pompa;
(2) masing-masing pompa dapat diisolasi dengan katup manual atau katup penahan balik,
flens buntu atau penutup pipa untuk mencegah pipa buang yang terbuka bila pompa
dilepaskan guna perbaikan dan selanjutnya mencegah mengalirnya udara buangan ke
dalam ruangan.

3.6.8 Alarm pengoperasian


Sistem vakum bedah-medik harus mengaktifkan suatu alarm lokal apabila pompa cadangan atau
pompa utama tidak dapat beroperasi menurut 9.4

3.7* Buangan sisa gas anestesi (BSGA)

3.7.1* Sistem
Sistem BSGA ditentukan bersama dengan petugas medik yang memahami persyaratan untuk
menentukan; jenis sistem, jumlah, penempatan terminal, alat-alat pengoperasian dan keselamatan
lain yang diperlukan.
3.7.1.1 BSGA dihasilkan oleh suatu peralatan khusus, dialirkan melalui sistem vakum bedah-
medik, blower atau dengan pipa venturi .
3.7.1.2 Bila BSGA dialirkan melalui sistem vakum bedah-medik, berlaku ketentuan berikut:
(1) sistem vakum bedah-medik harus memenuhi butir 3.6;
(2) bahan anesthesi mudah terbakar atau uap mudah terbakar lainnya harus diencerkan
terlebih dahulu sampai di bawah batas penyalaannya sebelum dibuang ke dalam
sistem vakum bedah-medik tersebut;
(3) ukuran sistem vakum bedah-medik harus ditentukan untuk mengakomodasikan
tambahan volume tersebut.
3.7.1.3 Bila BSGA dihasilkan oleh suatu peralatan khusus, berlaku ketentuan berikut:
(1) sistem BSGA harus ditempatkan pada lokasi sesuai dengan butir 3.3.3;
(2) sistem BSGA harus berada dalam bangunan, dalam suatu daerah yang dikhususkan
untuk peralatan mekanik;

30 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(3) sistem BSGA harus dalam ruang yang dibangun dengan mengikuti butir 3.3.2;
(4) sistem BSGA harus dilengkapi dengan ventilasi menurut 3.3.3.2;
(5) untuk peralatan berpendingin udara, sistem BSGA harus ditempatkan pada lokasi
sedemikian rupa guna menjaga rentang temperatur udara ambien yang
direkomendasikan oleh pabrik pembuat.
3.7.1.5 Sistem BSGA harus terdiri dari:
(1) dua atau lebih peralatan BSGA yang cukup untuk melayani kebutuhan puncak dengan
peralatan BSGA tunggal terbesar tidak beroperasi;
(2) suatu sarana untuk mencegah aliran balik dari setiap peralatan BSGA yang sedang
bekerja terhadap peralatan BSGA yang sedang tidak bekerja;
(3) suatu katup penyetop untuk mengisolasi masing-masing peralatan BSGA dari sistem
pipa terpusat dan dari peralatan BSGA lainnya guna pemeliharaan atau perbaikan
dengan tanpa hilangnya tekanan vakum bedah-medik dalam sistem;
(4) pemipaan antara peralatan BSGA dan katup penyetop sistem yang memenuhi butir
10.2, selain itu bahan tahan karat boleh dipakai sebagai bahan pipa;
(5) dudukan anti getaran harus dipasang pada peralatan BSGA seperti yang disyaratkan
dinamika peralatan atau lokasinya, dan sesuai dengan rekomendasi pabrik pembuat;
(6) sambungan fleksibel yang menghubungkan peralatan dengan pipa intake dan pipa
outlet seperti yang disyaratkan oleh dinamika peralatan atau lokasinya, sesuai dengan
rekomendasi pabrik pembuat penghasil BSGA.
3.7.1.6 Bila BSGA dihasilkan oleh suatu pipa venturi, berlaku ketentuan berikut:
(1) pipa venturi bukan dari jenis yang mudah diubah-ubah oleh pengguna (misal harus
memerlukan suatu alat khusus);
(2) pipa venturi harus memperoleh sumber daya dari gas mulia, udara instrumentasi, atau
sumber udara khusus lainnya;
(3) udara medik tidak boleh digunakan untuk memberikan daya tabung venturi.

3.7.2 Peralatan BSGA khusus


Peralatan BSGA khusus harus dirancang dengan menggunakan bahan dan pelumas, yang tidak
mengikat oksigen, nitrous oksida, dan bahan anestesi halogen.

3.7.3 Alarm BSGA


Bila sistem BSGA dilayani oleh suatu sumber terpusat, suatu alarm lokal yang memenuhi.9.4
harus disediakan untuk sistem BSGA.
3.7.3.1 Suatu sistem BSGA harus mengakifkan suatu alarm lokal bila peralatan BSGA cadangan
atau peralatan BSGA lambat bekerja.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 31


3.7.4 Pengendalian dan daya listrik
3.7.4.1 Bila peralatan BSGA yang sedang beroperasi tidak mampu mempertahankan tekanan
vakum yang diperlukan, peralatan BSGA tambahan secara otomatik aktif.
3.7.4.2 Pergantian peralatan BSGA secara manual atau secara otomatik harus diatur dengan
adanya pembagian waktu kerja. Bila pergantian otomatik dari peralatan BSGA tidak disediakan,
petugas kesehatan tersebut harus mengatur jadwal untuk pergantian secara manual.
3.7.4.3 Dengan tidak bertujuan untuk membatasi, setiap motor dari peralatan BSGA harus
dilengkapi dengan komponen listrik yang meliputi:
(1) suatu sakelar pemutus hubungan khusus yang dipasang pada jaringan listrik didepan
alat/panel start dari setiap motor;
(2) alat untuk start motor;
(3) alat proteksi beban lebih;
(4) bila sistem BSGA mempunyai dua atau lebih peralatan BSGA yang dioperasikan oleh
suatu trafo pengendali atau alat pengontrol tegangan listrik, sekurangnya diperlukan
dua buah alat jenis tersebut;
(5) Jaringan pengendali harus ditata sedemikian sehingga penghentian satu dari peralatan
BSGA tidak akan memutuskan pengoperasian peralatan lainnya.
3.7.4.4 Instalasi dan pengawatan listrik harus memenuhi persyaratan dalam SNI 0225-edisi
terakhir, tentang “Persyaratan umum instalasi listrik (PUIL)”.
3.7.4.5 Layanan listrik darurat untuk peralatan BSGA harus mengikuti persyaratan dari sistem
kelistrikan esensial.

3.7.5 Pengeluaran Buangan sisa gas anestesi (BSGA)


Pompa BSGA harus membuang sesuai dengan butir 3.6.7

3.8 Sistem pasokan udara instrumen


3.8.1 Kualitas udara instrumen harus seperti berikut:
(1) memenuhi persyaratan yang berlaku untuk udara instrumentasi atau standar lain;
(2) disaring hingga 0,01 mikron;
(3) bebas dari cairan (misal udara, hidrokarbon, bahan pelarut dan sebagainya);
(4) bebas dari uap hidrokarbon;
(5) kering hingga suatu titik embun – 40oC (- 40oF).

3.8.2 Umum
3.8.2.1 Udara instrumen boleh digunakan untuk dukungan medik (misalnya untuk
mengoperasikan peralatan, batang (boom) penopang yang digerakkan udara, alat penggantung,
dan pemakaian sejenis lainnya) dan untuk digunakan dalam laboratorium.

32 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3.8.2.2 Sesuai dengan 3.3, sistem pasokan udara instrumen harus ditempatkan pada lokasi
sebagai berikut:
(1) dalam bangunan, pada suatu ruang khusus peralatan mekanik, yang berventilasi
cukup dan dilengkapi utilitas yang diperlukan;
(2) dalam suatu ruangan yang dibangun mengikuti 3.3.2;
(3) dalam ruangan berventilasi mengikuti 3.3.3.2;
(4) untuk instrumen berpendingin udara, dalam suatu ruangan yang dirancang untuk
mempertahankan rentang temperatur udara lingkungan seperti yang direkomendasikan
oleh pabrik pembuat peralatan.
3.8.2.3 Sistem udara instrumen disarankan untuk tidak yang berikut ini:
(1) saling terhubung dengan sistem udara medik;
(2) penggunaan untuk setiap maksud dimana udara tidak sengaja dapat terisap oleh
pasien atau staf.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 33


Gambar 3.8 Elemen-elemen Sumber Udara Tipikal.

3.8.3 Sumber udara instrumen


3.8.3.1 Sumber udara instrumen harus menghasilkan udara pada tekanan relatif keluaran tidak
kurang dari 1380 kPa (200 psig).
3.8.3.2 Sumber udara instrumen harus menyediakan udara yang memenuhi definisi Udara
instrumentasi.
3.8.3.3 Sumber udara instrumen diperbolehkan terdiri dari sekurangnya dua kompresor, atau satu
kompresor dengan header siaga yang memenuhi 3.8

34 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3.8.3.4 Sumber udara instrumen harus memenuhi 3.5.3 dengan perkecualian seperti yang
ditentukan dalam 3.8

3.8.4 Kompresor udara instrumen


Kompresor udara instrumen boleh dari jenis yang mampu memberikan tekanan udara keluaran
sekurangnya 1380 kPa (200 psig) dan mampu menyediakan udara yang memenuhi definisi udara
instrumen.

3.8.5 Header siaga udara instrumen


3.8.5.1 Bila sistem udara instrumen disediakan dengan suatu header siaga, header tersebut
harus memenuhi persyaratan berikut;
(1) memenuhi 3.4.8, kecuali bahwa jumlah tabung silinder yang tersambung harus cukup
untuk pengoperasian selama satu jam;
(2) menggunakan konektor seperti untuk udara medik sesuai ketentuan yang berlaku;
(3) memasuki sistem di bagian hulu dari regulator pada saluran akhir (final-line);
(4) secara otomatik melayani sistem bila terjadi kegagalan kompresor.

3.8.6 Udara intake


Udara intake untuk kompresor udara instrumen boleh diambil dari lokasi peralatan.

3.8.7 Filter saringan udara instrumen


3.8.7.1 Sumber udara instrumen harus disaring dengan filter karbon aktif yang memenuhi
persyaratan berikut:
(1) ditempatkan pada hulu dari filter saluran akhir;
(2) ukurannya ditentukan untuk 100 persen beban puncak sistem terhitung pada kondisi
perancangan;
(3) dibuat dari bahan ferrous atau non-ferrous.
3.8.7.2 Filter saluran akhir harus memenuhi persyaratan berikut:
(1) ditempatkan di hulu dari regulator tekanan saluran akhir dan di hilir dari filter karbon;
(2) ukurannya ditentukan untuk 100 persen beban puncak sistem terhitung pada kondisi
perancangan;
(3) mempunyai tingkat efisiensi minimum 98 persen pada 0,01 mikron;
(4) dilengkapi dengan indikator visual kontinyu yang memperlihatkan status dari umur
elemen filter;
(5) dibuat dari bahan ferrous dan/atau non ferrous.
3.8.7.3 Filter yang mengkombinasikan fungsi dari 3.8.7.1 dan 3.8.7.2 boleh digunakan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 35


3.8.8 Kelengkapan udara instrumen
Kelengkapan yang digunakan untuk sumber udara instrumen harus memenuhi butir sebagai
berikut:
(1) 3.5.5 untuk pendingin akhir;
(2) 3.5.6 untuk penampung udara;
(3) 3.5.7 untuk pengering udara;
(4) 3.5.9 untuk regulator udara.

3.8.9 Susunan pemipaan udara instrumen dan redundansi


Sumber udara instrumen harus memenuhi 3.5.11, kecuali untuk yang berikut ini:
(1) sistem yang menggunakan header siaga dapat mempunyai pendingin akhir dan
pengering udara jenis simpleks;
(2) sistem yang menggunakan header siaga tidak memerlukan suatu katup bypas
penampung jenis three-valve;
(3 Header siaga, bilamana disediakan, harus diisolasi dari kompresor dengan suatu katup
penahan balik untuk mencegah aliran balik melalui kompresor.

3.8.10 Pemonitor dan alarm udara instrumen


3.8.10.1 Sumber udara instrumen harus meliputi alarm berikut ini:
(1) alarm lokal yang aktif pada atau sesaat sebelum kompresor cadangan (bila disediakan)
aktif, menandakan bahwa kompresor “lag” sedang beroperasi;
(2) alarm lokal dan alarm pada semua panel alarm utama yang aktif bila titik embun pada
sistem tekanan melampaui -30 oC (-22 oF), yang menandakan titik embun tinggi.
3.8.10.2 Untuk sumber dengan header siaga, kondisi tambahan berikut ini harus mengaktifkan
suatu alarm lokal di ruang kompresor, suatu sinyal lokal pada lokasi header, dan alarm pada
semua panel alarm utama:
(1) suatu alarm yang aktif pada atau sesaat sebelum cadangan memasok sistem,
menandakan cadangan sedang digunakan;
(2) suatu alarm yang aktif pada atau sesaat sebelum sumber cadangan turun di bawah
suatu pasokan rata-rata jam, menandakan sumber cadangan rendah.

36 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


4 Katup

4.1 Katup penyetop gas dan tekanan vakum


Katup penyetop harus disediakan untuk mengisolasi bagian dari sistem pemipaan guna
pemeliharaan, perbaikan, atau kebutuhan ekspansi yang direncanakan kelak, dan untuk
memudahkan pengujian fasilitas.

Gambar 4.2 - Penataan Komponen-komponen Saluran Pemipaan.

4.2 Aksesibilitas
Semua katup, kecuali katup dalam rakitan kotak katup zona, harus ditempatkan pada lokasi yang
aman, seperti misalnya dikunci terhadap pipa “locked piped chases” , dikunci atau digrendel pada
posisi pengoperasian, dan ditandai dengan label berisi jenis pasokan gas dan ruangan yang
dikendalikan oleh katup tersebut.
4.2.1 Katup penyetop yang dapat diakses oleh selain petugas berwenang harus dipasang
dalam suatu lemari katup dengan pintu yang dapat dibuka atau dipecahkan yang cukup lebar
untuk mengijinkan pengoperasian katup secara manual.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 37


4.2.2 Katup penyetop yang digunakan pada daerah tertentu, seperti pada ruang psikiatrik atau
pediatrik, boleh diamankan dengan persetujuan dari pihak yang berwenang untuk mencegah
akses yang tidak sesuai.
4.2.3 Katup untuk gas medik yang tidak mudah terbakar dan katup gas mudah terbakar tidak
boleh dipasang dalam rakitan lemari katup zona yang sama.

4.3 Jenis katup


Katup penyetop baru atau pengganti harus dari jenis berikut:
(1) jenis bola, seperempat putaran – lubang penuh;
(2) dibuat dari kuningan atau perunggu;
(3) mempunyai lengan tambahan untuk pematrian;
(4) mempunyai tuas yang menandakan terbuka atau tertutup;
(5) terdiri dari 3 bagian untuk memudahkan pemeliharaan setempat.
4.3.1 Katup untuk gas bertekanan positif untuk layanan oksigen harus dibersihkan oleh pabrik
pembuat.
4.3.2 Katup untuk layanan tekanan vakum atau BSGA boleh dari jenis katup bola atau katup
kupu-kupu dan tidak harus dibersihkan untuk layanan oksigen

4.4 Katup sumber


Suatu katup penyetop harus dipasang pada hubungan antara masing-masing sistem sumber ke
pipa - pipa distribusi untuk dibolehkan mengisolasi keseluruhan sumber, termasuk semua
kelengkapannya (misal pengering udara, regulator tekanan saluran akhir, dan sebagainya) dari
fasilitas tersebut.
4.4.1 Katup sumber harus ditempatkan pada lokasi yang cukup dekat dari peralatan sumber.
4.4.2 Katup sumber harus diberi label sesuai dengan 11.2

4.5. Katup saluran utama


Suatu katup penyetop harus disediakan pada saluran utama pasokan di dalam bangunan bila
katup penyetop sumber tidak dapat diakses dari dalam bangunan.
4.5.1 Katup saluran utama harus ditempatkan pada lokasi yang mengijinkan akses hanya bagi
petugas berwenang (misal dengan menempatkannya di atas langit-langit atau dibelakang suatu
pintu akses yang terkunci).
4.5.2 Katup saluran utama harus ditempatkan pada lokasi pada sisi fasilitas dari katup sumber
dan diluar ruang sumber, konstruksi pelindung sumber atau di tempat di mana saluran utama
mula-mula menembus bangunan.
4.5.3 Katup saluran utama harus diberi label sesuai dengan 11.2

38 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


4.5.4 Suatu katup saluran utama tidak diperlukan bila katup penyetop dapat diakses dari dalam
bangunan

4.6 Katup saluran tegak


Setiap saluran tegak yang dipasok dari saluran utama harus dilengkapi dengan sebuah katup
penyetop pada saluran tegak dekat dengan saluran utama
4.6.1 Katup saluran tegak boleh ditempatkan di atas langit-langit, tetapi tetap harus dapat
diakses dan tidak terhalang
4.6.2 Katup saluran tegak harus diberi label sesuai dengan 11.2

4.7 Katup pemeliharaan


Katup pemeliharaan harus dipasang untuk pemeliharaan atau pengubahan dari saluran cabang
dari suatu saluran utama atau dari saluran tegak tanpa mematikan keseluruhan saluran utama,
saluran tegak atau fasilitas.
4.7.1 Hanya satu katup pemeliharaan yang diperlukan untuk masing-masing pencabangan dari
suatu saluran tegak, tanpa memandang jumlah kotak katup zona yang terpasang pada cabang
tersebut.
4.7.2 Katup pemeliharaan harus ditempatkan pada pipa cabang sebelum kotak katup zona
pada cabang tersebut
4.7.3 Katup pemeliharaan harus ditempatkan menurut satu dari yang berikut ini:
(1) dibelakang pintu akses yang terkunci;
(2) terkunci pada posisi terbuka, di atas langit-langit;
(3) terkunci pada posisi terbuka, dalam suatu ruang yang aman.
4.7.4 Katup pemeliharaan harus diberi label sesuai dengan 11.2
4.7.5 Sensor untuk panel alarm wilayah seperti yang dipersyaratkan dalam 9.3.4 boleh
ditempatkan dalam setiap hubungan dengan katup layanan (bila dipasang)

4.8 Katup zona


Semua stasiun outlet/inlet harus dipasok melalui suatu katup zona sebagai berikut:
(1) katup zona harus dipasang sedemikian sehingga suatu dinding berada diantara katup
dan inlet/oulet yang dikontrolnya;
(2) katup zona hanya boleh melayani inlet/outlet yang ditempatkan pada lantai yang sama
4.8.1 Katup zona harus segera dapat dioperasikan dari suatu posisi berdiri di koridor pada
lantai yang sama yang dilayaninya.
4.8.2 Katup zona harus ditata sedemikian sehingga penghentian pasokan gas medik atau
vakum ke satu zona tidak akan mempengaruhi pasokan gas medik atau vakum ke zona lainnya
atau bagian lainnya dari sistem.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 39


4.8.3 Suatu indikator tekanan/vakum harus disediakan pada sisi stasiun inlet/outlet dari setiap
katup zona.
4.8.4 Kotak katup zona harus dipasang ditempat yang terlihat dan dapat diakses setiap waktu
4.8.5 Panel katup zona tidak boleh dipasang di belakang pintu yang secara normal terbuka atau
secara normal tertutup, atau dengan kata lain terhalang dari pandangan biasa.
4.8.6 Panel katup zona tidak boleh ditempatkan dalam ruang, daerah, atau lemari yang tertutup
atau terkunci
4.8.7 Suatu katup zona harus ditempatkan, pada saluran gas medik dan/atau vakum, langsung
diluar setiap lokasi mesin “vital life-support”, perawatan pasien kritis, dan lokasi anestesi, dan
ditempatkan di lokasi sedemikian rupa sehingga dapat segera diakses untuk suatu keadaan
darurat.
4.8.7.1 Semua kolom penyaluran gas, gulungan slang, saluran langit-langit, panel kontrol,
penggantung (pendant), dan tiang (boom) atau instalasi khusus lainnya harus ditempatkan di
bagian hilir dari katup zona
4.8.7.2 Katup zona harus ditata sedemikian sehingga penutupan pasokan gas ke satu dari ruang
operasi atau lokasi anestesi tidak akan mempengaruhi lainnya
4.8.8 Katup zona harus diberi label sesuai dengan 11.2

4.9 Katup jalur


Katup jalur optional boleh dipasang untuk mengisolasikan atau menutup pipa guna pemeliharaan
ruang atau daerah individual.
4.9.1 Katup penyetop jalur yang ditujukan untuk mengisolasi pipa guna pemeliharaan atau
pengubahan harus memenuhi persyaratan berikut ini :
(1) ditempatkan dalam daerah yang pengunjungnya dibatasi;
(2) terkunci atau digrendel pada posisi terbuka;
(3) diidentifikasikan sesuai dengan butir 11.2
4.9.2 Sensor untuk panel alarm wilayah seperti yang dipersyaratkan dalam 9.3.4 boleh
ditempatkan dalam setiap hubungan dengan katup jalur (bila dipasang)

4.10 Katup untuk sambungan mendatang


Katup penutup yang disediakan untuk sambungan dari pipa mendatang harus memenuhi
persyaratan berikut:
(1) ditempatkan dalam daerah yang pengunjungnya dibatasi;
(2) terkunci atau diselot pada posisi terbuka;
(3) diidentifikasikan sesuai dengan 11.2
4.10.1 Katup sambungan mendatang harus diberi label dari isi kandungan gas yang boleh
dihubungkan

40 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


4.10.2 Pemipaan di bagian hilir harus ditutup dengan tutup yang dipatri dengan panjang pipa
yang cukup untuk pemotongan dan pematrian ulang

5 Stasiun outlet I inlet


5.1 Masing-masing stasiun inlet/outlet untuk gas medik atau vakum harus untuk jenis gas
tertentu, baik inlet/outlet tersebut berulir, atau berupa suatu kopel cepat yang tidak dapat
dipertukarkan.
5.2 Setiap stasiun outlet harus terdiri dari suatu katup (atau rakitan katup) primer dan
sekunder.
5.3 Setiap stasiun inlet hanya terdiri dari satu katup (atau rakitan katup) primer.
5.4 Katup sekunder (atau katup unit) harus menutup secara otomatik/manual untuk
menghentikan aliran gas medik atau vakum bila katup primer (atau katup unit) dilepaskan.
5.5 Setiap inlet/outlet harus diberi identitas yang mudah dibaca sesuai 11.3
5.6 Inlet/outlet berulir harus dari jenis sambungan yang tidak dapat dipertukarkan, sesuai
ketentuan yang berlaku.
5.7 Setiap stasiun inlet/outlet, termasuk yang dipasang pada kolom, gulungan slang, saluran
langit-langit, atau instalasi khusus lainnya, harus dirancang sedemikian sehingga bagian atau
komponen yang dipersyaratakan untuk jenis gas tertentu guna pemenuhan persyaratan 5.1 dan
5.9 tidak dapat dipertukarkan antara stasiun inlet/outlet untuk jenis gas yang berbeda.
5.8 Penggunaan komponen bagian bersama pada inlet/outlet, seperti pegas, ring cincin, baut
pengencang, penyekat, dan sumbat penutup diperbolehkan.
5.9 Komponen dari suatu stasiun inlet vakum yang diperlukan untuk pemeliharaan dari
kekhususan vakum harus diberi tanda yang mudah dibaca untuk mengidentifikasikannya sebagai
suatu komponen atau bagian dari sistem vakum atau sistem pengisapan.
5.10 Komponen inlet yang tidak khusus untuk vakum tidak harus ditandai
5.11 Pipa yang dipasang oleh pabrik pembuat pada stasiun outlet dan menonjol tidak lebih dari
21 cm (8 inci) dari badan terminal harus berukuran tidak kurang dari DN 8 (NPS ¼) ( 3/8 inci
diameter luar), dengan diameter dalam minimum 8 mm (0,3 inci)
5.12 Pipa yang dipasang oleh pabrik pembuat pada stasiun inlet dan menonjol tidak lebih dari
21 cm (8 inci) dari badan terminal berukuran tidak boleh kurang dari DN 10 (NPS 3/8) ( ½ inci
diameter luar), dengan diameter dalam minimum 10 mm (0,4 inci)
5.13 Stasiun inlet/outlet boleh melekuk kedalam dinding atau dilindungi dari kerusakan dengan
cara lain.
5.14 Bila terpasang banyak inlet/outlet pada dinding, inlet/outlet tersebut harus diberi jarak
untuk mengijinkan penggunaan secara serempak dari inlet/outlet yang bersebelahan dengan
berbagai jenis peralatan terapi.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 41


5.15 Stasiun outlet dalam sistem yang mempunyai tekanan operasi tidak standar harus
memenuhi persyaratan berikut ini:
(1) untuk gas tertentu;
(2) untuk tekanan tertentu di mana satu gas tunggal dipipakan pada lebih dari satu
tekanan pengoperasian (misal suatu stasiun outlet untuk oksigen 550 kPa (80 psi)
tidak boleh menerima suatu adapter untuk oksigen 345 kPa (50 psi));
(3) bila dioperasikan pada suatu tekanan di atas 550 kPa (80 psi), harus berupa
sambungan D.I.S.S (diameter index safety sistem)/SIS (Screw index sistem). atau
yang memenuhi butir 4;
(4) bila dioperasikan pada tekanan relatif antara 1380 kPa (200 psig) dan 2070 kPa (300
psig), stasiun outlet tersebut harus dirancang sedemikan untuk mencegah pencopotan
adapter sampai tekanan telah dilepaskan, guna mencegah adapter mencelakakan
pengguna atau orang lain ketika dilepaskan dari outlet tersebut.

6 Perakitan pabrik

Gambar 6 Terminal-terminal perakitan Pabrik

42 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


6.1 Sebelum tiba di lokasi pemasangan, terminal-terminal perakitan pabrik harus diuji, oleh
pabrik pembuatnya, terdiri dari :
(1) uji pembersihan awal sesuai 12.2.2;
(2) uji tekanan awal sesuai 12.2.3 ;
(3) uji kebersihan pipa sesuai 12.2.5;
(4) uji daya tahan tekanan sesuai 12.2.6 atau 12.2.7, kecuali seperti yang diijinkan di
bawah 6.2.
6.2 Uji daya tahan tekanan menurut 6.1 (4) boleh dilaksanakan dengan setiap metoda
pengujian yang akan memastikan suatu penurunan tekanan kurang dari satu persen selama 24
jam.
6.3 Pabrik pembuat rakitan harus menyediakan dokumentasi yang resmi menyatakan kinerja
dan keberhasilan penyelesaian uji yang ditentukan dalam 6.1
6.4 Rakitan buatan pabrik yang menggunakan slang fleksibel harus menggunakan slang dan
konektor yang mempunyai tekanan ledak minimum sebesar 6895 kPa (1000 psig)
6.5 Rakitan buatan pabrik harus mempunyai peringkat penyebaran api tidak lebih dari 200
ketika diuji sesuai ketentuan yang berlaku.
6.6 Rakitan buatan pabrik yang menggunakan slang atau pipa fleksibel harus disambungkan
ke saluran pipa dengan menggunakan stasiun inlet/outlet.
6.7 Rakitan buatan pabrik yang menggunakan slang atau konektor fleksibel, di mana stasiun
inlet/outlet yang terhubung ke pemipaan tidak segera dan sepenuhnya dapat diakses (misal tidak
dapat dimanipulasi tanpa melepas panel, pintu dan sebagainya), harus mempunyai stasiun
inlet/outlet dengan karakteristik tambahan berikut ini:
(1) merupakan konektor jenis D.I.S.S; (diameter index safety sistem)/SIS (crew index
sistem)/Screw
(2) katup searah sekunder yang disyaratkan dalam 5.2 boleh ditiadakan;
(3) dilengkapi dengan terminal kedua, dimana pengguna menyambung dan melepas
hubungan, yang memenuhi 5 kecuali 5.2,
6.8 Rakitan buatan pabrik yang disambungkan dengan saluran pemipaan dengan pematrian
harus mempunyai stasiun inlet/outlet yang memenuhi semua persyaratan 5
6.9 Instalasi rakitan buatan pabrik harus diuji menurut 12.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 43


7 Rel gas medik (RGM) yang terpasang pada permukaan
7.1 Rakitan RGM boleh dipasang bila diperkirakan dan diperlukan ada banyak pemakaian
gas medik dan vakum pada satu lokasi pasien
72 Rakitan RGM harus sepenuhnya terlihat dalam ruangan, tidak menembus atau melewati
dinding, partisi, dan sejenisnya.
7.3 Rakitan RGM harus dibuat dari bahan dengan temperatur leleh sekurangnya 538 oC
(1000 oF)
7.4 Rakitan RGM harus dibersihkan menurut 10.1.1
7.5 Stasiun inlet atau outlet tidak boleh ditempatkan pada ujung-ujung dari rakitan RGM
7.6 Bukaan untuk stasiun inlet/outlet dalam rakitan RGM harus untuk jenis gas tertentu
7.7 Bukaan pada RGM yang tidak digunakan oleh stasiun inlet/outlet (misal untuk
penggunaan mendatang) harus ditutup atau disumbat sedemikian sehingga diperlukan alat khusus
untuk melepasnya (misal tidak dapat dibuka dengan kunci pas, kunci inggris, obeng, atau alat
umum lainnya)
7.8 Rakitan RGM harus dihubungkan ke pipa saluran melalui fiting yang dipatri ke pipa
saluran tersebut
7.9* Bila pipa saluran dan rakitan RGM terbuat dari metal yang tidak sama, penyambungan
harus digalvanis atau dilindungi dari interaksi dua metal dengan cara lainnya.
7.10 Instalasi RGM harus diuji sesuai dengan 12 dan 13.

8 Indikator tekanan dan vakum

8.1 Umum
8.1.1 Indikator tekanan dan relatif untuk sistem pemipaan gas medik harus dibersihkan untuk
layanan oksigen
8.1.2 Alat ukur tekanan harus memenuhi ketentuan yang berlaku.
8.1.3 Rentang skala tekanan positif dari indikator analog harus sedemikian sehingga
pembacaan normal berada pada tengah, 50 persen skala.
8.1.4 Rentang skala dari indikator digital tidak boleh lebih dari dua kali tekanan kerja dari sistem
pemipaan
8.1.5 Rentang skala indikator vakum harus berupa 0 ~ 760 mm (0 ~ 29,9 in) HgV relatif, kecuali
untuk indikator dengan rentang tampilan normal yang menunjukkan kondisi normal hanya di atas
300 mm (12 inci) HgV relatif.
8.1.6 Indikator yang ada di sebelah aktuator alarm utama dan alarm wilayah harus diberi label
untuk mengidentifikasikan nama atau simbol kimia dari sistem pemipaan khusus yang dimonitor.
8.1.7 Tingkat akurasi indikator yang digunakan dalam pengujian harus 1 persen (dari skala
penuh) atau yang lebih baik, pada titik pembacaan.

44 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


8.2 Lokasi penempatan
8.2.1 Indikator tekanan dan vakum harus dapat dibaca dari suatu posisi berdiri.
8.2.2 Indikator tekanan dan vakum sekurangnya harus disediakan pada lokasi berikut:
(1) di sebelah alat penginisiasi alarm, untuk alarm tekanan dan vakum pipa saluran utama
pada sistem alarm utama;
(2) pada atau dalam panel alarm wilayah guna mengindikasikan tekanan/vakum pada alat
pengaktivasi alarm untuk masing-masing sistem yang dimonitor oleh panel;
(3) pada sisi stasiun inlet/outlet dari katup zona
8.2.3 Semua alat pengindera tekanan dan alat ukur tekanan saluran pipa utama di bagian hilir
dari katup sumber harus dilengkapi dengan suatu fiting pemeriksa kebutuhan gas tertentu guna
memudahkan penggantian dan pengujian layanan.
8.2.4 Fiting pemeriksaan kebutuhan harus disediakan untuk semua alat pemonitor.

9 Sistem peringatan.

9.1 Umum
Semua sistem alarm utama, wilayah, dan lokal yang digunakan untuk sistem gas medik dan
vakum harus meliputi yang berikut ini:
(1) indikator visual yang terpisah untuk masing-masing kondisi yang dimonitor, kecuali
untuk alarm lokal dan yang ditampilkan pada panel alarm utama seperti yang diijinkan
dalam 9.4.2;
(2) indikator visual yang tetap menandakan alarm hingga situasi yang menyebabkan alarm
telah diatasi;
(3) suatu indikasi audio yang dapat dibatalkan (dimatikan) dari masing-masing kondisi
alarm, yang menghasilkan bunyi dengan level minimum 80 dBA pada jarak 92 cm (3
ft);
(4) suatu sarana untuk mengindikasikan lampu atau LED kegagalan;
(5) indikasi visual dan audial bahwa hubungan kabel ke suatu alat penginisiasi alarm
dilepaskan;
(6) pemberian label pada setiap indikator, yang menandakan kondisi yang dimonitor;
(7) pemberian label setiap panel alarm untuk setiap wilayah pengawasannya;
(8) inisiasi ulang sinyal bunyi bila kondisi alarm lainnya terjadi sementara alarm bunyi
sedang dimatikan;
Direkomendasikan meliputi yang berikut ini :
(9) daya dari cabang “life safety” sistem kelistrikan darurat seperti dijelaskan pada sistem
kelistrikan esensial;

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 45


(10) pengabelan dari berbagai sakelar atau sensor yang disupervisi atau diproteksi
sebagaimana dipersyaratkan atau sesuai dengan SNI 04-0225 – edisi terakhir,
Persuaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL);
(11) jaminan dari pihak fasilitas yang berwenang memberikan label pada alarm, di mana
digunakan nomer ruang atau kegunaannya, adalah akurat dan mutakhir;
(12) kelengkapan untuk start ulang secara otomatik setelah matinya aliran daya, selama 10
detik (misal selama penyalaan generator) tanpa menghasilkan suatu alarm palsu atau
memerlukan reset secara manual.

9.2 Alarm utama


Suatu sistem alarm utama harus disediakan untuk memonitor pengoperasian dan kondisi dari
sumber pasokan, sumber cadangan (bila ada), dan tekanan dalam saluran utama dari masing-
masing sistem pemipaan gas medik dan vakum.
9.2.1 Sistem alarm utama harus terdiri dari dua atau lebih panel alarm yang ditempatkan
sekurangnya pada dua lokasi yang terpisah:
(1) satu panel alarm utama harus ditempatkan di ruang kantor atau ruang kerja dari
petugas yang bertanggung jawab terhadap pemeliharaan sistem pemipaan gas medik
dan vakum;
(2) untuk memastikan pengawasan secara kontinyu terhadap sistem gas medik dan
vakum ketika fasilitas sedang dalam pengoperasian, panel alarm utama sekunder
harus ditempatkan dalam daerah yang diamati secara kontinyu (misal ruang telepon,
kantor Satpam, atau lokasi lainnya yang dijaga staf secara kontinyu);
9.2.2 Suatu komputer terpusat (misal sistem manajemen bangunan) tidak boleh menggantikan
setiap panel yang dipersyaratkan dalam 9.2.1, tetapi boleh digunakan sebagai suplemen dari
sistem alarm gas medik dan vakum.
9.2.3 Panel alarm utama yang dipersyaratkan dalam 9.2.1 harus berhubungan langsung
dengan alat penginisiasi alarm yang dimonitornya.
(a) sinyal alarm utama tidak boleh direle dari satu panel alarm utama ke panel alarm
lainnya;
(b) bila digunakan rele alarm banyak kutub untuk mengisolasi sinyal penginisiasi alarm ke
panel alarm utama, sumber daya untuk mengontrol rele harus tidak bergantung pada
salah satu dari panel-panel alarm utama.
9.2.4 Panel alarm utama untuk sistem gas medik dan vakum masing-masing harus meliputi
sinyal berikut ini:

46 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(1) suatu indikasi alarm pada atau sesaat sebelum pergantian terjadi dalam sistem gas
medik yang dipasok oleh suatu manifol, atau jenis pengganti sistem curah sebagai
suatu bagian dari pengoperasian normalnya, suatu pergantian dari satu bagian dari
pasokan kerja ke bagian lainnya;
(2) suatu indikasi alarm untuk sistem cairan kriogenik curah ketika pasokan utama
mencapai pasokan rata-rata harian, yang mengindikasikan kandungan rendah;
(3) suatu indikasi alarm pada atau sesaat sebelum pergantian ke pasokan cadangan
terjadi pada suatu sistem gas medik yang terdiri dari satu atau lebih unit yang secara
kontinyu memasok sistem pemipaan, sementara lainnya tetap sebagai pasokan
cadangan dan beroperasi hanya dalam kasus keadaan darurat ;
(4) bila suatu penyimpan cairan kriogenik digunakan sebagai suatu cadangan untuk
sistem pasokan curah, suatu indikasi alarm ketika isi dari cadangan berkurang menjadi
satu kali pasokan rata-rata harian;
(5) bila suatu penyimpan cairan kriogenik digunakan sebagai suatu cadangan untuk
sistem pasokan curah, suatu indikasi alarm ketika tekanan gas yang tersedia dalam
unit cadangan dibawah tekanan yang diperlukan agar suatu sistem gas medik
berfungsi;
(6) suatu indikasi alarm ketika tekanan dalam saluran utama dari masing-masing sistem
gas medik yang terpisah meningkat 20 persen atau turun 20 persen dari tekanan kerja
normal;
(7) suatu indikasi alarm ketika tekanan relatif vakum bedah-medik dalam saluran utama
dari masing-masing sistem vakum turun hingga atau di bawah 300 mm (12 inci) HgV ;
(8) suatu indikasi dari panel alarm lokal seperti yang dijelaskan dalam 9.4.2 untuk
mengindikasikan satu atau lebih dari kondisi yang dimonitor di lokasi kerja memberikan
alarm;
(9) suatu alarm titik pengembunan tinggi dari masing-masing lokasi kompresor untuk
memberikan indikasi ketika titik embun dalam saluran tekanan lebih besar dari + 4 oC
(39 oF)
(10) suatu alarm BSGA ketika tingkat vakum atau aliran BSGA di bawah batas efektif
pengoperasian;
(11) suatu alarm titik embun udara instrumen tinggi dari masing-masing lokasi kompresor
untuk mengindikasikan titik embun saluran tekanan lebih besar dari –30 oC (-22 oF).
9.2.5 Indikasi alarm yang dipersyaratkan dalam 9.2.4.(6) dan (7) harus berasal dari sensor yang
dipasang pada saluran utama dekat daerah hilir (pada sisi fasilitas) dari katup sumber. Bila perlu
memasang suatu katup saluran utama sebagai tambahan terhadap katup sumber (lihat 4.5 dan
4.5.4), sensor harus ditempatkan di bagian hilir (pada sisi fasilitas) dari katup utama.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 47


9.3* Alarm wilayah
Panel alarm wilayah harus disediakan untuk memonitor semua gas medik, vakum bedah-medik,
dan sistem BSGA yang dipipakan memasok lokasi tindakan anestesi, dan mesin/peralatan
keselamatan jiwa (life support) penting lainnya serta daerah kritis seperti ruang pemulihan paska
anesthesi, ruang ICU, bagian UGD, dan seterusnya.
9.3.1 Alarm wilayah harus ditempatkan pada pos perawat, atau lokasi lainnya yang akan
memberikan pengawasan yang bertanggung jawab secara kontinyu
9.3.2 Panel alarm wilayah untuk sistem gas medik harus memberikan indikasi jika tekanan
dalam saluran di wilayah yang sedang dimonitor meningkat atau turun hingga 20 persen dari
tekanan normal saluran.
9.3.3 Panel alarm untuk sistem vakum bedah-medik harus memberikan indikasi bila vakum
relatif dalam wilayah tersebut jatuh hingga atau di bawah 300 mm (12 in) HgV.
9.3.4 Sensor untuk alarm wilayah harus ditempatkan pada lokasi berikut:
(1)* daerah vital life-support dan daerah kritis harus mempunyai sensor alarm yang
dipasang pada sisi keluaran dari setiap rakitan individual kotak katup zona
(2)* daerah untuk pemberian gas anesthesi harus mempunyai sensor yang dipasang pada
sisi sumber dari setiap rakitan kotak katup zona dari ruangan individual, sehingga
penutupan satu atau lebih dari katup zona ruang anestesi tidak akan menyebabkan
suatu alarm.
(3) penempatan sensor tidak boleh dipengaruhi oleh katup yang ditempatkan di daerah
yang hanya dapat diakses oleh petugas yang berwenang, seperti katup layanan (lihat
4.7) atau katup dalam jalur (lihat 4.9)

9.4* Alarm lokal


Alarm lokal harus dipasang untuk memonitor fungsi sistem kompresor udara, sistem pompa vakum
bedah-medik, sistem BSGA, dan sistem udara instrumen.
9.4.1 Sinyal yang dimaksud dalam 9.4.4 boleh ditempatkan sebagai berikut:
(1) pada atau dalam panel kontrol untuk peralatan mesin yang dimonitor;
(2) di dalam suatu alat pemonitor (misal pemonitor titik embun atau pemonitor karbon
dioksida);
(3) pada suatu panel alarm terpisah
9.4.2 Sekurangnya satu sinyal dari masing-masing sistem alarm lokal harus dihubungkan
dengan panel alarm utama untuk mengindikasikan bahwa terdapat masalah dengan peralatan
sumber pada lokasi tersebut.

48 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


9.4.3 Bila terdapat lebih dari satu sistem kompresor udara medik dan/atau lebih dari satu sistem
pompa vakum medik/bedah pada lokasi yang berbeda dalam fasilitas, atau bila kompresor udara
medik dan/atau pompa vakum medik/bedah terdapat pada lokasi yang berbeda dalam fasilitas,
masing-masing lokasi perlu mempunyai alarm yang terpisah pada panel alarm utama.
9.4.4 Fungsi berikut ini harus dimonitor pada masing-masing lokasi alarm lokal:
(1) kompresor cadangan atau kompresor yang sedang beroperasi:
untuk mengindikasikan saat kompresor primer tidak dapat memenuhi persyaratan
kebutuhan sistem, kecuali bila sistem udara medik mempunyai tiga atau lebih
kompresor, maka sinyal cadangan dapat menyalakan alarm bila kompresor terakhir
telah diisyaratkan untuk strart;.
(2) kadar karbon monoksida tinggi:
untuk mengindikasikan saat kadar karbon monoksida dalam sistem udara medik 10
ppm atau lebih;
(3) Titik embun udara medik tinggi,
untuk mengindikasikan saat titik embun saluran tekanan lebih besar dari +4 C (+390 F);
(4) Pompa vakum cadangan. :
untuk mengindikasikan ketika pompa vakum primer tidak dapat memenuhi persyaratan
kebutuhan sistem, kecuali bila sistem pompa vakum mempunyai tiga atau lebih
kompresor, maka sinyal cadangan boleh menyalakan alarm ketika kompresor terakhir
telah diisyaratkan untuk start.
(5) Pompa BSGA sedang digunakan:
bila suatu penghasil (peralatan penghasil) BSGA disediakan sesuai 3.7.1.3,
(6) Titik embun udara instrumen tinggi:,
untuk mengindikasikan titik embun saluran tekanan lebih dari –300 C (-220 F)
(7) Untuk sistem kompresor yang menggunakan kompresor cincin cairan atau kompresor
dengan komponen berpendingin air, air dalam tangki penampung tinggi :
untuk mengindikasikan ketika permukaan air dalam tangki penampung telah mencapai
suatu tinggi permukaan yang ditetapkan dapat merusakkan pengoperasian sistem
(8) Air dalam separator tinggi:
untuk sistem kompresor yang menggunakan kompresor cincin cairan
(9) Temperatur udara keluaran tinggi:
untuk sistem kompresor yang menggunakan kompresor selain cincin cairan

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 49


10 Pemipaan dan fiting.

10.1 Bahan pipa untuk sistem gas medik bertekanan positip yang
dipasang di lokasi.
10.1.1 Pipa, katup, fiting, stasiun outlet, dan komponen pemipaan lainnya dalam sistem gas
medik harus telah dibersihkan untuk layanan oksigen oleh pabrik pembuat sebelum dilakukan
pemasangan sesuai ketentuan yang berlaku, kecuali fiting boleh dibersihkan oleh suplier atau
agen selain dari pabrik pembuat.
10.1.2 Masing-masing panjang pipa harus diangkut dengan ujung-ujungnya ditutup atau
disumbat oleh pabrik pembuat dan tetap tersegel hingga siap untuk pemasangan
10.1.3 Fiting, katup, dan komponen lainnya harus diangkut dalam keadaan tersegel, diberi label,
dan tetap tersegel hingga disiapkan untuk pemasangan
10.1.4 Pipa harus dari jenis “hard-drawn seamless copper” penggunaan untuk pipa gas medik,
tipe L atau setara, kecuali jika tekanan kerja diatas tekanan relatif 1275 kPa (185 psig) maka Jenis
K atau setara harus digunakan untuk ukuran yang lebih besar dari DN 80 (NPS 3) (3 ǩ inci
diameter luar)
10.1.5 Pipa gas medik yang memenuhi persyaratan yang berlaku harus diidentifikasikan atau
disertifikasi oleh pabrik pembuat dengan tanda “OXY”, “MED”, “OXY/MED”, OXY/ARC” atau
“ACR/MED” dengan warna biru (tipe L) atau hijau (tipe K)
10.1.6 Pemasang harus menyerahkan dokumen resmi yang menyatakan bahwa semua bahan
pipa dipasang memenuhi persyaratan 10.1.1

10.2 Bahan pipa untuk sistem vakum bedah medik yang dipasang di
lokasi
10.2.1 Pipa vakum harus dari jenis “hard-drawn seamless copper”, baik pipa gas medik ASTM B
819/BSEN 13348 , pipa air (water cube) ASTM B 88 (tipe K, L, M), atau pipa ACR ASTM B 280.

10.3 Fiting
10.3.1 Belokan, pergeseran (offset) atau perubahan arah lainnya pada pemipaan gas medik dan
vakum harus dibuat dari fiting kapiler tembaga tempa dipatri, atau fiting patri , atau hanya untuk
fiting vakum yang diijinkan menggunakan fiting khusus sesuai butir 10.5.8 (4) hingga 10.5.8 (7).
10.3.2 Fiting paduan tembaga tuang tidak boleh dipergunakan.
10.3.3 Hubungan pencabangan pada sistem pemipaan boleh dilakukan dengan menggunakan
sambungan T (tee) yang dibuat secara mekanik, di bor, dan dikempa (extruded) yang dibentuk
sesuai dengan instruksi pabrik pembuat peralatan, dan dipatri.

50 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


10.4 Sambungan berulir
Sambungan berulir pada pipa distribusi gas medik dan vakum harus memenuhi persyaratan
berikut:

(1) dibatasi hanya untuk hubungan ke indikator tekanan/vakum, peralatan alarm, dan peralatan sumber;
(2) Dari jenis ulir meruncing yang memenuhi ketentuan yang berlaku.
(3) Dilapis dengan pita polytetrafluoroethylene (misal Teflon) atau perapat ulir lain yang
direkomendasikan untuk layanan oksigen, dengan bahan perapat dilapiskan hanya
pada ulir jantan saja.

10.5 Sambungan patri

10.5.1 Persyaratan umum


10.5.1.1 Sambungan yang dipatri harus dibuat dengan menggunakan logam patri paduan yang
mempunyai titik leleh di atas 538oC (1000oF) untuk mempertahankan kesatuan sistem pemipaan
bila terjadi kebakaran.
10.5.1.2 Sambungan pipa yang dipatri harus tipe soket
10.5.1.3 Batang patri (filler) harus mengikat dan secara metalurgik kompatibel dengan logam
dasar dari pipa yang disambung.
10.5.1.4 Batang patri (filler) harus memenuhi ketentuan yang berlaku.
10.5.1.5 Sambungan tembaga ke tembaga harus dipatri dengan menggunakan batang patri
logam jenis tembaga-phosphor atau tembaga-phospor –perak ( Seri BcuP ) tanpa bahan pengalir
patri (fluks).
10.5.1.6 Sambungan yang akan dipatri di tempat harus dapat diakses untuk persiapan,
perakitan, pemanasan, penerapan batang patri, pendinginan, pembersihan dan pemeriksaan.

10.5.2 Pemotongan Ujung Pipa


10.5.2.1 Ujung pipa harus dipotong tegak lurus dengan menggunakan pemotong pipa yang tajam
untuk menghindari perubahan bentuk pipa.
10.5.2.2 Roda pemotong pada alat pemotong pipa harus bersih dari gemuk pelumas, minyak,
atau pelumas lain yang tidak sesuai untuk layanan oksigen.
10.5.2.3 Ujung potongan pipa harus diratakan dengan alat perata yang tajam dan bersih yang
dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah agar serpihan tidak masuk ke dalam pipa.

10.5.3 Pembersihan sambungan untuk pematrian


10.5.3.1 Permukaan bagian dalam dari pipa, sambungan dan komponen lainnya yang telah
dibersihkan untuk layanan oksigen harus disimpan dan dijaga untuk mencegah kontaminasi
sebelum perakitan dan pematrian.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 51


10.5.3.2 Permukaan luar dari ujung pipa harus dibersihkan sebelum pematrian untuk
menghilangkan oksida logam dari permukaan.
10.5.3.3 Bila membersihkan permukaan luar dari ujung pipa, benda apa pun tidak boleh masuk
kedalam pipa.
10.5.3.4. Bila permukaan dalam fiting sambungan telah terkontaminasi sebelum pematrian,
mereka harus dibersihkan kembali untuk layanan oksigen sesuai dengan 10.5.3.10 dan
dibersihkan dengan sikat kawat yang bersih dan bebas dari minyak guna pematrian.
10.5.3.5. Lap yang tidak abrasif harus digunakan untuk membersihkan permukaan luar dari ujung
pipa.
10.5.3.6 Penggunaan sabut baja atau dan kain ampelas harus dilarang.
10.5.3.7 Proses Pembersihan tidak boleh menghasilkan Alur Goresan pada Permukaan yang
disambung.
10.5.3.8. Sesudah diampelas, permukaan harus dilap dengan kain putih yang bersih dan tidak
berbulu.
10.5.3.9. Bagian dalam dari pipa, fiting, katup, dan komponen lain harus diperiksa secara visual
sebelum disambung untuk memastikan bahwa mereka tidak terkontaminasi untuk layanan oksigen
dan bahwa mereka bebas dari hambatan atau kotoran.
10.5.3.10 Permukaan dalam dari ujung pipa, fiting, dan komponen lain yang telah dibersihkan
untuk layanan oksigen oleh pabrik pembuat, tetapi telah terkontaminasi sebelum pemasangan,
dapat dibersihkan kembali di lapangan oleh pemasang dengan menggosok seluruh permukaan
dalam dengan menggunakan kain dan larutan air panas mengandung alkalin seperti sodium
karbonat atau trisodium phospate 450 g dalam 11 liter air layak minum dan dibilas bersih dengan
air panas layak minum.
10.5.3.11 Larutan air pembersih lainnya boleh digunakan untuk pembersihan ulang di lokasi dalam
10.5.3.10. asalkan mereka direkomendasikan sesuai ketentuan yang berlaku.
10.5.3.12 Bahan yang telah terkontaminasi bagian dalamnya dan tidak dibersihkan untuk layanan
oksigen tidak boleh dipasang.
10.5.3.13 Sambungan harus sudah dipatri dalam waktu satu jam sesudah permukaan dibersihkan
untuk pematrian.

10.5.4 Pematrian logam yang berbeda


10.5.4.1 Bahan pengalir patri hanya boleh digunakan bila dalam penyambungan dua metal yang
berbeda seperti tembaga dan perunggu atau kuningan, menggunakan bahan patri perak ( BAg
series ).
10.5.4.2 Permukaan harus dibersihkan untuk pematrian sesuai dengan 10.5.3.
10.5.4.3 Bahan pengalir patri harus digunakan dengan hemat untuk mengurangi kontaminasi
bagian dalam pipa.

52 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


10.5.4.4 Bahan pengalir patri dapat digunakan secara merata pada permukaan yang telah
dibersihkan dan akan disambung dengan menggunakan sikat untuk memastikan penutupan
secara merata dan pembasahan permukaan dengan bahan pengalir patri.
10.5.4.5 Bila memungkinkan, potongan pendek pipa tembaga yang akan dipatri ke komponen
bukan tembaga, dan bagian dalam dari sub-rakitan tersebut harus dibersihkan dari bahan pengalir
patri sebelum pemasangan dalam sistem pemipaan.
10.5.4.6 Dalam penyambungan pipa berukuran DN20 ( NPS ¾ ) ( Ǭ inchi O.D.) dengan yang
lebih kecil , batang patri berlapis bahan pengalir boleh digunakan sebagai pengganti pemakaian
bahan pengalir patri pada permukaan yang akan disambungkan.

10.5.5 Pembersihan dengan nitrogen


10.5.5.1 Sementara sedang dipatri, sambungan harus selalu dibersihkan dengan nitrogen kering
NF yang bebas minyak untuk mencegah terbentuknya oksida tembaga di permukaan bagian
dalam dari sambungan.
10.5.5.2 Sumber dari gas pembersih harus selalu dimonitor dan pemasang harus diingatkan
dengan alarm peringatan bunyi bila kandungan sumber rendah.
10.5.5.3 Laju aliran gas pembersih tidak boleh menghasilkan suatu tekanan positif dalam sistem
pemipaan.
10.5.5.4 Laju aliran gas pembersih harus dikontrol dengan menggunakan regulator tekanan dan
pengukur laju aliran atau kombinasi keduanya.
10.5.5.5 Pengatur tekanan saja tidak boleh dipergunakan untuk mengontrol laju aliran gas
pembersih.
10.5.5.6 Selama dan sesudah pemasangan, bukaan dalam sistem pemipaan harus ditutup untuk
menjaga suatu atmosfir nitrogen di dalam pemipaan guna mencegah kotoran atau kontaminan
lainnya masuk ke dalam sistem pemipaan.
10.5.5.7 Ketika sambungan sedang dipatri, suatu bukaan pembuangan harus disediakan pada
sisi lain dari sambungan di mana gas pembersih dialirkan.
10.5.5.8 Aliran gas pembersih harus dijaga sampai sambungan terasa dingin bila disentuh.
10.5.5.9 Sesudah sambungan dingin, bukaan pembuangan gas pembersih harus ditutup untuk
mencegah kontaminasi bagian dalam dari pipa dan menjaga atmosfir nitrogen di dalam sistem
pemipaan.
10.5.5.10 Penyambungan akhir dari pemipaan baru ke pemipaan yang telah ada, dan sedang
digunakan, dapat dilakukan tanpa menggunakan nitrogen pembersih.
10.5.5.11 Setelah penyambungan akhir dalam sistem pemipaan gas medik bertekanan positif
dilakukan tanpa pembersihan dengan gas nitrogen, suatu outlet terdekat di zona bagian hilir dari
bagian yang terkena pengaruh penyambungan baik pada pipa baru dan pipa lama yang sedang
digunakan harus diuji sesuai 12.3.9, Uji Penyambungan Akhir Saluran.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 53


10.5.6 Perakitan dan pemanasan sambungan
10.5.6.1 Ujung-ujung pipa harus dimasukkan secara sempurna kedalam soket dari fiting.
10.5.6.2 Bila bahan pengalir patri boleh digunakan, sambungan harus dipanaskan perlahan-
lahan sampai bahan pengalir tersebut mencair.
10.5.6.3 Sesudah bahan pengalir patri mencair, sambungan harus dipanaskan secara cepat
sampai temperatur pematrian, hati-hati jangan sampai sambungan telampau panas.
10.5.6.4 Teknik pemanasan sambungan , penggunaan logam bahan patri campuran, dan
penyambungan horisontal, vertikal dan penyambungan pipa berdiameter besar harus sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.

10.5.7 Pemeriksaan sambungan patri


10.5.7.1 Sesudah pematrian, permukaan luar semua sambungan harus dicuci dengan air dan
disikat dengan sikat kawat untuk menghilangkan sisa kotoran dan memungkinkan pemeriksaan
secara visual dari sambungan.
10.5.7.2 Bila telah digunakan bahan pengalir patri, maka pencucian dilakukan dengan
menggunakan air panas.
10.5.7.3 Setiap sambungan yang dipatri harus diperiksa secara visual sesudah pembersihan
permukaan luarnya.
10.5.7.4. Tidak diperkenankan adanya sambungan yang menampakkan kondisi berikut ini :
(1) bahan pengalir patri atau sisanya (bila digunakan bahan pengalir atau bahan patri BAg
berlapis bahan pengalir dalam pematrian dua logam pipa yang berbeda);
(2) logam pipa dan fiting yang meleleh atau berkarat;
(3) logam bahan patri yang tidak meleleh;
(4) kerusakan dari logam bahan patri terlihat secara nyata disekeliling sambungan pada
celah antara pipa dan soket sambungan;
(5) retakan pada pipa atau komponen lainnya;
(6) retakan pada logam bahan patri;
(7) kerusakan sambungan untuk menahan tekanan uji ketika dilakukan uji tekanan awal
oleh pemasang (12.2.3.) dan uji kemampuan mempertahankan tekanan (12.2.6. atau
12.2.7.).
10.5.7.5 Sambungan patri yang teridentifikasi gagal menurut kondisi-kondisi dalam 10.5.7.4. (2)
atau (5) harus diganti.
10.5.7.6 Sambungan patri yang terindikasi gagal menurut kondisi-kondisi dalam 10.5.7.4. (1), (3),
(4), (6) atau (7) boleh diperbaiki , kecuali bahwa sambungan boleh dipanaskan satu kali sebelum
diganti.

54 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


10.5.8 Fiting khusus
Fiting khusus berikut boleh dipakai untuk mengganti sambungan patri:
(1) kopling sambungan yang mempunyai tingkat temperatur dan tekanan sambungan tidak
kurang dari suatu sambungan patri;
(2) bila fiting pipa gas dibuat dari logam yang terdaftar atau yang disetujui, menghasilkan
suatu sambungan permanen yang mempunyai sifat mekanik, sifat thermal, dan tingkat
penyekatan (sealing integrity) setara dengan sambungan patri;
(3) fiting dielektrik, bila dipersyaratkan oleh pabrik pembuat peralatan medik khusus, untuk
mengisolasi peralatan dari kelistrikan yang berasal dari sistem pipa distribusi;
(4) kopling dan fiting yang telah diuji oleh pabrik pembuat fiting/kopling untuk layanan
vakum dan yang mempunyai sambungan tekan secara mekanik teruji yang meliputi
sekat cincin elastik (O-ring seal) untuk penggunaan dengan bahan anesthesi;
(5) sambungan beralur yang telah diuji oleh pabrik pembuat kopling/fiting untuk layanan
vakum terdiri dari pipa dengan ujung beralur-gulir dan kopling sambungan-mekanik
dengan gasket elastik yang telah diuji untuk penggunaan dengan bahan anestesi;
(6) pipa tembaga tidak boleh disambungkan dengan alur-guling bila ukuran pipa lebih kecil
daripada DN50 ( NPS 2 in);
(7) penyambungan mekanik-tekan dan sambungan beralur harus dilakukan dengan
menggunakan prosedur kopling/fiting yang direkomendasikan pabrik pembuat.

10.5.9 Sambungan yang dilarang


Sambungan-sambungan berikut dilarang pada seluruh sistem pipa distribusi gas medik dan vakum
:
(1) penyambungan tipe kompresi dan kerucut, termasuk sambungan ke outlet dan inlet,
peralatan alarm, dan komponen lainnya;
(2) selain dari sambungan ulir-lurus (straight-threaded), termasuk union.

10.6 Pemasangan pipa dan peralatan

10.6.1 Penentuan ukuran pipa


10.6.1.1 Sistem pemipaan harus dirancang dan ukuran pipa ditentukan untuk menyalurkan laju
aliran yang dibutuhkan pada tekanan penggunaan.
10.6.1.2 Pipa utama dan pipa cabang dalam sistem gas medik tidak boleh kurang dari DN15
(NPS ½) ( ǫ in.O.D.).
10.6.1.3 Pipa utama dan pipa cabang dalam sistem vakum bedah-medik tidak boleh kurang dari
DN120 (NPS ¾) ( Ǭ in.O.D.).
10.6.1.4 Pipa ujung ke masing-masing stasiun (pos) inlet dan outlet tidak boleh kurang dari DN
15 (NPS ½ ) ( ǫ in.O.D.).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 55


10.6.1.5 Pipa keluar yang menuju panel alarm,dan pipa sambungan ke indikator tekanan dan
peralatan alarm boleh berukuran DN 8 ( NPS ¼ ) ( Ǫ in.O.D.).

10.6.2 Proteksi pipa


Pemipaan harus diproteksi dari kemungkinan pembekuan, karat, dan kerusakan fisik.
10.6.2.1 Pipa yang terekspos di koridor dan di tempat lain yang dapat terkena kerusakan fisik
akibat pergerakan kereta pasien, tandu, peralatan portabel, atau kereta barang, harus diberi
pelindung.
10.6.2.2 Pipa bawah tanah dalam bangunan atau tertanam dalam lantai beton atau dinding harus
dipasang dalam saluran konduit yang menerus.

10.6.3 Lokasi pemipaan


10.6.3.1 Pipa tegak boleh dipasang di saf pemipaan, jika diproteksi terhadap kerusakan fisik,
temperatur tinggi, korosi atau kontak dengan minyak
10.6.3.2 Pemipaan tidak boleh dipasang di dapur, ruang panel listrik, saf elevator, dan ruangan
dengan nyala api terbuka.
10.6.3.3 Pipa gas medik boleh dipasang pada kanal (trench) atau lorong yang sama dengan pipa
bahan bakar gas, pipa bahan bakar minyak, atau kabel/saluran listrik, dan utilitas sejenis asalkan
kanal atau lorong tersebut diberi ventilasi (alami atau mekanis) dan mempunyai temperatur ambien
maksimum di sekitar pipa gas medik 54o C ( 130 o F )
10.6.3.4 Pemipaan gas medik tidak boleh ditempatkan di lokasi yang dapat menyebabkan kontak
dengan minyak, termasuk tempat genangan bila terjadi kebocoran minyak.

10.6.4 Penggantung dan penyangga pipa


10.6.4.1 Pemipaan harus ditumpu pada struktur bangunan sesuai dengan standar teknis yang
berlaku.
10.6.4.2 Penggantung atau penumpu pipa harus memenuhi dengan standar teknis yang berlaku.
10.6.4.3 Penggantung untuk pipa tembaga harus mempunyai pelapis tembaga dan sesuai
dengan ukuran pipa tembaga.
10.6.4.4 Pada lokasi yang berpotensi lembab, penggantung atau penumpu pipa tembaga yang
kontak langsung dengan pipa harus diberi lapisan (cat) plastik atau diberi isolasi terhadap pipanya.
10.6.4.5 Jarak maksimum antar penumpu harus sesuai dengan Tabel 1.

56 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Tabel 1. Jarak maksimum antar penyangga pipa
Ukuran Jarak penyangga
Pipa Cm Ft
DN8(NPS ¼ )( 3/8 in O.D.) 152 5
DN10(NPS 3/8 )( ½ in O.D.) 183 6
DN15(NPS ½ )(5/8 in O.D.) 183 6
DN20(NPS ¾ )(7/8 in O.D.) 213 7
DN25(NPS 1)(1 1/8 in O.D.) 244 8
DN32(NPS 1¼ )(1 3/8 in O.D.)
274 9
dan lebih besar
DN40( NPS 1½ )(1 5/8 in O.D.) 305 10
Pipa tegak, semua ukuran, di
457 15
semua lantai tidak boleh lebih dari :

10.6.4.6. Bila dipersyaratkan, pemipaan gas medik dan vakum harus tahan gempa sesuai dengan
peraturan bangunan yang ada.

10.6.5. Pipa bawah tanah di luar bangunan


10.6.5.1. Pipa yang ditanam di luar bangunan harus dipasang di bawah kedalaman penetrasi
pembekuan setempat.
10.6.5.2 Pipa bawah tanah harus dalam suatu konstruksi pelindung yang kontinyu untuk
memproteksi pipa pada saat pekerjaan penimbunan berlangsung.
10.6.5.3 Konstruksi pelindung harus dibelah, atau dengan suatu cara lain, untuk menyediakan
akses terhadap sambungan pipa selama pemeriksaan visual dan uji kebocoran.
10.6.5.4 Pipa bawah tanah yang akan menerima beban permukaan harus ditanam pada suatu
kedalaman yang akan melindungi pipa dan konstruksi pelindung dari tekanan yang berlebihan.
10.6.5.5 Tebal minimum timbunan tanah yang akan menutupi bagian atas konstruksi pelindung
untuk pipa yang ditanam di luar bangunan haruslah 90 cm ( 36 In.). kecuali itu tebal minimum
dapat dikurangi sampai 45 cm ( 18 in ) bila kerusakan fisik dapat dicegah dengan cara lain.
10.6.5.6 Kanal harus digali sedemikian sehingga konstruksi pelindung pipa mendapatkan daya
dukung tanah yang kokoh dan kontinyu pada bagian dasar dari kanal.
10.6.5.7 Tanah timbunan harus bersih dan dipadatkan sedemikian untuk melindungi dan
mendukung konstruksi pelindung pipa secara kontinyu.
10.6.5.8 Pita atau tanda kontinyu yang diletakkan tepat di atas konstruksi pelindung saluran pipa,
harus jelas menunjukkan jalur pipa dengan nama yang spesifik.
10.6.5.9 Sarana peringatan yang kontinyu juga harus disediakan di atas jalur pemipaan pada
tinggi kira-kira setengah kedalaman tanah timbunan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 57


10.6.5.10 Bila pipa bawah tanah yang dipasang menembus dinding, ujung-ujung bagian yang
tertembus harus diberi sekat penutup untuk mencegah air permukaan masuk kedalam bangunan.

10.6.6 Titik pencabangan


Pencabangan aliran dari pipa horisontal diambil dari atas garis sumbu pipa utama atau pipa
cabang dan naik ke atas dengan sudut 450 dari arah vertikal.

10.6.7 Slang dan sambungan fleksibel


10.6.7.1 Slang dan sambungan fleksibel baik dari bahan logam atau bukan logam tidak boleh
lebih panjang dari yang diperlukan dan tidak boleh menembus atau tersembunyi dalam dinding,
lantai, langit-langit, atau dinding partisi.
10.6.7.2 Sambungan fleksibel baik dari bahan logam atau bukan logam harus mempunyai
tekanan ledak relatif minimum 6895 kPa (1000 psig).

10.6.8 Penyambungan antar sistem yang dilarang


10.6.8.1 Dua atau lebih sistim pemipaan gas atau vakum tidak boleh saling dihubungkan guna
pemasangan, pengujian atau untuk alasan lainnya.
10.6.8.2 Uji kebocoran harus dilakukan dengan pemuatan gas, dan pengujian dilakukan secara
terpisah untuk masing-masing sistem pemipaan.

10.6.9 Petunjuk pabrik pembuat


10.6.9.1. Pemasangan komponen individual harus dilakukan sesuai dengan petunjuk dari pabrik
pembuat.
10.6.9.2 Instruksi seperti itu harus memuat arahan dan informasi yang oleh pabrik pembuat
dipandang cukup untuk melaksanakan pengoperasian, pengujian dan pemeliharaan yang tepat
dari sistem gas medik dan vakum.
10.6.9.3 Fotocopy dari instruksi pabrik pembuat harus diserahkan kepada pemilik sistem.

10.6.10 Perubahan dalam penggunaan sistem


10.6.10.1 Bila suatu sistem distribusi gas medik bertekanan positif yang mula-mula digunakan atau
dibangun untuk sebuah tekanan dan untuk satu gas tertentu dikonversikan untuk pengoperasian
pada tekanan lain atau gas lain, semua ketentuan 10 harus diterapkan seolah-olah sistem adalah
baru.
10.6.10.2 Sistim vakum tidak boleh dikonversikan untuk digunakan sebagai suatu sistem gas.

10.6.11 Kualifikasi pelaksana pemasangan


10.6.11.1 Instalasi sistem gas medik dan vakum harus dilakukan oleh teknisi yang cakap,
kompeten, dan berpengalaman dalam membangun instalasi semacam itu.

58 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


10.6.11.2 Pelaksana pemasangan sistem gas medik dan vakum harus memenuhi ketentuan yang
berlaku. (Standar kualifikasi profesional pelaksana pemasangan sistem instalasi gas medik dan
vakum.)
10.6.11.3 Pematrian harus dilakukan oleh seseorang yang cakap menurut ketentuan 10.6.12.
10.6.11.4 Sebelum suatu pekerjaan instalasi dilakukan, pelaksanan pemasangan pemipaan gas
medik dan vakum medik harus menyediakan dan menyimpan dokumentasi, di tempat pelaksanaan
pekerjaan, tentang kualifikasi prosedur pematrian dan kualifikasi masing-masing tukang patri
seperti yang dipersyaratkan pada 10.6.12.
10.6.11.5 Personil dari organisasi pelayanan kesehatan boleh memasang sistem pemipaan bila
semua persyaratan pada 10.6.11 dipenuhi selama pemasangan.

10.6.12 Kualifikasi prosedur pematrian dan pekerjaan pematrian


10.6.12.1 Prosedur pematrian dan kinerja tukang patri untuk pemasangan pipa gas medik dan
vakum harus cakap (memenuhi kualifikasi) sesuai standar yang berlaku, dimana keduanya telah
dimodifikasi seperti pada 10.6.12.2. sampai 10.6.12.5.
10.6.12.2 Tukang patri harus diuji kecakapannya dengan pemeriksaan visual dari potongan tes
pematrian diikuti oleh pemotongan hasil pematrian.
10.6.12.3 Spesifikasi prosedur pematrian harus membahas pembersihan, jarak bebas dari
sambungan, panjang overlap, gas pembersih bagian dalam pipa, laju gas pembersih, dan logam
bahan patri.
10.6.12.4 Spesifikasi prosedur pematrian dan catatan kinerja uji kualifikasi tukang patri harus
mendokumentasikan logam bahan patri yang digunakan, pembersihan, jarak bebas dari
sambungan, panjang overlap, gas pembersih bagian internal dan laju aliran gas pembersih selama
pematrian dari potongan pipa, dan ada/tidaknya oksidasi pada bagian dalam dari potongan pipa
yang telah selesai dipatri.
10.6.12.5 Kualifikasi prosedur pematrian yang disahkan (dikeluarkan) oleh sebuah kelompok atau
badan yang secara teknis berkompeten harus boleh digunakan dalam kondisi berikut :
(1) spesifikasi prosedur pematrian dan catatan prosedur uji kualifikasi memenuhi
persyaratan dari standar ini;
(2) pemberi tugas mendapatkan masing-masing sebuah salinan dari spesifikasi prosedur
pematrian dan catatan pendukung uji kualifikasi dari kelompok atau badan yang
menerbitkannya, dan menandatangani dan memberi tanggal pada catatan ini, dan
dengan demikian menerima tanggung jawab untuk spesifikasi dan uji kualifikasi yang
dilaksanakan oleh grup atau badan tersebut;
(3) pemberi tugas menguji kualifikasi setidaknya seorang pelaku pematrian dengan
mengikuti setiap spesifikasi prosedur pematrian yang digunakan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 59


10.6.12.6 Seorang pemberi tugas boleh menerima catatan uji kualifikasi tukang patri dari pemberi
tugas sebelumnya di bawah kondisi berikut :
(1) tukang patri tersebut telah diuji kecakapannya dengan menggunakan sebuah prosedur
yang sama atau setara dengan yang digunakan oleh pemberi tugas yang baru.
(2) pemberi tugas yang baru memperoleh sebuah salinan rekaman kinerja uji kecakapan
tukang patri tersebut dari pemberi tugas sebelumnya dan menandatangani dan
memberi penanggalan pada rekaman ini, dengan demikian menerima tanggung jawab
untuk uji kualifikasi yang dilaksanakan oleh pemberi kerja sebelumnya.
10.6.12.7 Uji kualifikasi kinerja dari tukang patri harus tetap berlaku selamanya kecuali jika tukang
patri tersebut tidak melakukan pekerjaan pematrian, dengan prosedur yang telah dibakukan,
dalam waktu lebih dari 6 bulan, atau ada alasan khusus untuk mempertanyakan kemampuan dari
tukang patri tersebut.

11 Penamaan dan identifikasi


Lihat tabel 2.

11.1 Penamaan pipa


11.1.1 Pemipaan harus dinamai dengan menggunakan penandaan yang dicetakkan atau
penandaan yang ditempelkan guna menunjukkan sistem gas medik atau vakum.
11.1.2 Label pipa harus menunjukkan nama gas/sistem vakum atau simbol kimia.
11.1.3 Untuk gas nitrogen, bila sistem pemipaan gas bertekanan positif bekerja pada tekanan
selain dari tekanan relatif standar dari 345 sampai 380 kPa (50 sampai 55 psig) atau tekanan
relatif dari 1100 sampai 1275 kPa (160 sampai 185 psig), label pipa harus mencantumkan tekanan
operasional tidak standar ini sebagai tambahan pada nama gas.
11.1.4 Label pipa harus ditempatkan pada lokasi seperti berikut :
(1) pada interval jarak tidak lebih dari 6,1 m (20 ft);
(2) setidaknya satu di dalam setiap ruangan;
(3) pada kedua sisi dinding atau partisi yang diterobos pipa;
(4) setidaknya satu pada setiap tingkat ketinggian yang dilewati oleh pipa tegak (riser).

11.2 Katup penyetop


11.2.1 Katup penyetop harus diindetifikasikan sebagai berikut:
(1) nama atau simbol kimia untuk gas medik atau sistem vakum yang spesifik;
(2) ruangan atau area yang dilayani;
(3) sebuah peringatan untuk tidak menutup atau membuka katup kecuali dalam keadaan
darurat.

60 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


11.2.2 Untuk gas Nitrogen atau udara instrumen, bila sistem pemipaan gas bertekanan positif
bekerja pada tekanan selain dari tekanan relatif standar dari 345 sampai 380 kPa (50 sampai 55
psig) atau tekanan relatif dari 1100 sampai 1275 kPa (160 sampai 185 psig), identifikasi katup
harus juga mencakup tekanan operasional tidak standar tersebut.
11.2.3 Katup sumber harus diberi label pada bagian dasarnya sebagai berikut:

KATUP SUMBER
UNTUK (NAMA SUMBER)

11.2.4 Katup saluran utama harus dinamai pada bagian dasarnya seperti berikut:

KATUP SALURAN UTAMA UNTUK (NAMA GAS/VAKUM)


MELAYANI (NAMA BANGUNAN)

11.2.5 Katup pipa tegak harus dinamai pada dasarnya seperti berikut:

PIPA TEGAK UNTUK (NAMA GAS/VAKUM)


MELAYANI
(NAMA AREA/BANGUNAN YANG DILAYANI OLEH PIPA TEGAK
TESEBUT)

11.2.6 Katup layanan harus dinamai pada dasarnya seperti berikut:

KATUP LAYANAN UNTUK (NAMA GAS/VAKUM)

MELAYANI
(NAMA AREA/BANGUNAN YANG DILAYANI OLEH KATUP
TERSEBUT)

11.3 Stasiun outlet dan inlet


11.3.1 Stasiun outlet dan inlet harus diidentifikasikan dengan nama atau simbol kimia untuk gas
medik atau vakum tertentu yang disediakannya.
11.3.2 Untuk gas Nitrogen, bila sistem gas medik bekerja pada tekanan selain dari tekanan
relatif standar dari 345 sampai 380 kPa (50 sampai 55 psig) atau tekanan relatif dari 1100 sampai
1275 kPa (160 sampai 185 psig), identifikasi stasiun outlet harus mencantumkan tekanan
operasional yang tidak standar tersebut sebagai tambahan pada nama gas.

11.4 Panel alarm


Penamaan panel alarm harus memenuhi persyaratan butir 5.1.9.1 (6) dan (7)

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 61


62
Tabel 2 - Standar penandaan warna dan tekanan operasional untuk sistem gas dan vakum
Layanan gas Singkatan nama Warna (latar/tulisan) Standar ukuran tekanan
Udara Medik Udara tekan medik Hijau/hitam 345 ~ 420 kPa (50 ~ 55 psi)
Karbon dioksida CO2 Hitam/putih 345 ~ 420 kPa (50 ~ 55 psi)
Helium He Coklat/putih 345 - 420 kPa (50 –55 psi)
Nitrogen N2 Abu-abu/putih 1100 - 1475 kPa (160 -185 psi)
Nitrous oksida N2O Biru/putih 345 - 420 kPa (50-55 psi)
Oksigen O2 Putih/hijau 345 - 420 kPa (50 –55 psi)
Oksigen/campuran O2/CO2n% (n adalah % dari
Hijau/putih 345 ~ 420 kPa (50 ~ 55psi)
karbon dioksida CO2)
Vakum medik- 380 mm sampai 760 mm (15 in. sampai
Med Vac Kuning/hitam
bedah 30 in.) HgV.
Limbah anastetik
BSGA Violet (warna lembayung)/putih Bervariasi sesuai tipe sistem
buangan gas
Warna seperti di atas gas utama (major) untuk
Campuran lain Gas A% / Gas B% Tidak ada
latar/ gas minor untuk tulisan
Udara non medik
(tingkat 3 alat Kuning dan putih garis diagonal/hitam Tidak ada
bertenaga gas)
Vakum non medik
Putih dan hitam garis diagonal/kotak hitam Tidak ada
dan tingkat 3
Laboratorium udara Kuning dan putih papan cek/hitam Tidak ada
Laboratorium
Putih dan hitam papan cek/kotak hitam Tidak ada
Vakum
udara Instrumen Merah/putih 1100-1475 kPa (160-185 psi)

| Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


12 Pemeriksaan dan pengujian (gas, vakum medik-bedah,
dan BSGA)

12.1 Umum
12.1.1 Pemeriksaan dan pengujian harus dilaksanakan pada semua sistem gas dalam pipa yang
baru, penambahan, renovasi, instalasi sementara, atau sistem yang sedang diperbaiki, untuk
memastikan fasilitas tersebut, dengan prosedur yang didokumentasikan, bahwa semua ketentuan
yang berlaku dari dokumen ini telah ditaati dan integritas sistem tercapai atau terjaga
12.1.2 Pemeriksaan dan pengujian harus mencakup semua komponen atau bagian sistem
tetapi tidak membatasi pada, sumber gas curah, manifol, sistem sumber udara bertekanan (seperti
kompresor, pengering, saringan, regulator), alarm sumber dan pengawasan keamanan, alarm
utama, jalur pipa, katup isolasi, alarm wilayah, katup zona, dan stasiun inlet (vakum) dan stasiun
outlet (gas bertekanan).
12.1.3 Semua sistem yang dibuka/ditembus dan komponen-komponen yang mengalami
penambahan, perbaikan, atau penggantian (seperti sumber gas baru: curah, manifol, kompresor,
pengering, alarm) harus diperiksa dan diuji.
12.1.4 Sistem-sistem harus dipandang telah dibuka/ditembus pada titik penyusupan dalam jalur
pipa oleh pemisahan fisik atau oleh pelepasan, penggantian, atau penambahan komponen sistem.
12.1.5 Bagian dari sistem yang dibuka/ditembus yang mengalami pemeriksaan dan pengujian
harus dibatasi hanya pada zona spesifik yang telah diubah dan komponen dalam zona atau
daerah yang berhubungan langsung, dan berada di hulu dari sistem vakum dan di hilir dari gas
bertekanan pada titik atau area penyusupan.
12.1.6 Laporan pemeriksaan dan pengujian harus diserahkan langsung pada pihak yang
dikontrak untuk pengujian, dan harus menyerahkan laporan melalui jalur-jalur pelaporan kepada
otoritas fasilitas yang bertanggung jawab dan fihak lain yang dipersyaratkan.
12.1.7 Laporan harus berisikan daftar rincian semua temuan dan hasil pemeriksaan dan
pengujian.
12.1.8 Otoritas fasilitas yang bertanggung jawab harus meninjau ulang catatan pemeriksaan dan
pengujian ini sebelum penggunaan semua sistem untuk menjamin bahwa semua temuan dan hasil
pemeriksaan dan pengujian telah diselesaikan dengan baik.
12.1.9 Semua dokumentasi yang mengacu pada pemeriksaan dan pengujian harus disimpan
pada lokasi setempat dalam fasilitas.
12.1.10 Sebelum sistem pemipaan digunakan, otoritas di dalam fasilitas harus bertanggung jawab
untuk memastikan bahwa gas/vakum yang disalurkan (didistribusikan) pada outlet/inlet adalah
seperti yang ditunjukkan pada label outlet/inlet dan bahwa fiting penyambungan yang tepat telah
terpasang untuk pelayanan gas/vakum tertentu.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 63


12.1.11 Penerimaan laporan pemeriksaan oleh verifikator boleh digunakan untuk memenuhi
persyaratan pada 12.1.10.
12.1.12 Untuk tujuan pengujian, pencopotan komponen dalam suatu sistem sumber untuk
perbaikan dan pemasangan kembali, atau penggantian komponen yang serupa, harus
diperlakukan seperti pekerjaan baru, bila pekerjaan seperti itu melibatkan pemotongan dan/atau
pematrian pipa baru.
12.1.12.1 Bila tidak ada pipa yang diubah, pengujian fungsional harus dilaksanakan seperti
(1) untuk memeriksa fungsi dari peralatan yang diganti;
(2) untuk menjamin bahwa tidak ada peralatan lain dalam sistem terkena pengaruh yang
merugikan.
12.1.12.2 Bila tidak ada pipa yang diubah, sebagai tambahan pada pengujian fungsi umum
seperti dipersyaratkan pada 12.1.12.1, pengujian harus dilaksanakan seperti berikut:
(1) sumber gas bertekanan harus diuji sesuai 12.3.14.2 tergantung jenis peralatan;
(2) sumber udara medik dan sumber udara instrumentasi harus diuji menurut 12.3.14.2(A).
(3) Sistem vakum dan BSGA harus diuji menurut 12.3.14.4.
(4) Sistem alarm harus diuji menurut 12.3.5.2 dan 12.3.5.3
(5) Semua komponen yang berpengaruh harus diuji, sesuai dengan komponen spesifik
tersebut (misal alat monitor titik embun - dew point), pengganti harus diuji menurut
3.5.15).

12.2 Pengujian yang dilaksanaan oleh pelaksana pemasangan

12.2.1 Umum
12.2.1.1 Pengujian yang dipersyaratkan oleh 12.2 harus dilaksanakan dan didokumentasikan oleh
pelaksana pemasangan sebelum melaksanakan pengujian yang tercatat pada 12.3, Pemeriksaan
sistem.
12.2.1.2 Pengujian gas harus menggunakan Nitrogen NF kering, bebas minyak.
12.2.1.3 Bila rakitan peralatan buatan pabrik akan dipasang, pengujian yang dipersyaratkan oleh
12.2 harus dilaksanakan sebagai berikut :
(1) setelah pemasangan pipa distribusi selesai, tetapi sebelum uji kemampuan
mempertahankan tekanan;
(2) sebelum pemasangan rakitan peralatan buatan pabrik yang disuplai dipasok melalui
pipa slang atau pipa fleksibel;.
(3) pada semua stasiun outlet/inlet pada rakitan buatan pabrik terpasang yang dipasok
melalui pipa tembaga.

64 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


12.2.2 Pembersihan awal
Pemipaan pada sistem distribusi gas medik dan vakum harus dibersihkan dengan cara ditiup
dengan menggunakan Nitrogen kering, bebas minyak, sebagai berikut :
(1) setelah pemasangan pipa distribusi;
(2) sebelum pemasangan stasiun outlet/inlet dan komponen sistem lainnya (misal
peralatan alarm tekanan/vakum, indikator tekanan/vakum, katup relief tekanan,
manifol, peralatan sumber).

12.2.3 Pengujian tekanan awal


12.2.3.1 Setiap bagian pemipaan dalam sistem gas medik dan vakum harus diuji tekanan.
12.2.3.2 Pengujian tekanan awal harus dilaksanakan sebegai berikut:
(1) setelah pemasangan stasiun outlet/inlet dalam seluruh rakitan, tutup pipa pengujian
boleh digunakan;
(2) sebelum pemasangan komponen-komponen dari sistem pipa distribusi yang bisa
menjadi rusak oleh pengujian tekanan (misal peralatan alarm tekanan/vakum, indikator
tekanan/vakum, katup relief tekanan, rakitan peralatan buatan pabrik dengan slang
fleksibel, slang , dan lainnya).
12.2.3.3 Katup penyetop sumber harus tetap tertutup selama pengujian ini.
12.2.3.4 Tekanan uji untuk gas bertekanan harus 1,5 kali tekanan kerja sistem tetapi tidak kurang
dari tekanan relatif 1035 kPa (150 psig).
12.2.3.5 Tekanan uji untuk vakum harus tidak kurang dari tekanan relatif 415 kPa (60 psi).
12.2.3.6 Pengujian tekanan harus dijaga sampai setiap sambungan telah diuji kebocoran dengan
menggunakan air sabun atau cara pendeteksi kebocoran lain yang setara efektifitasnya, dan aman
digunakan bersama oksigen.
12.2.3.7 Kebocoran, jika ada, harus ditetapkan lokasinya, diperbaiki (jika dibolehkan), diganti (jika
dibutuhkan), dan diuji ulang.

12.2.4 Pengujian sambungan silang


Antara berbagai sistem pemipaan gas dan vakum medik harus diperiksa bahwa tidak terdapat
sambungan silang di antaranya.
12.2.4.1 Semua tekanan dalam sistem pemipaan harus diturunkan hingga pada tekanan atmosfir.
12.2.4.2 Sumber gas uji harus diputuskan dari semua sistem pemipaan kecuali untuk satu-
satunya sistem yang akan diuji.
12.2.4.3 Sistem yang sedang diuji harus diisi dengan Nitrogen NF kering, bebas minyak, hingga
tekanan relatif 345 kPa (50psig).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 65


12.2.4.4 Setelah pemasangan masing-masing muka panel dengan adaptor yang tepat dan yang
sesuai dengan label outlet/inlet, setiap outlet/inlet pada setiap sistem pemipaan gas medik dan
vakum yang terpasang harus diperiksa untuk menentukan bahwa uji gas disalurkan hanya dari
sistem pemipaan yang sedang diuji.
12.2.4.5 Pengujian sambungan silang yang dimaksud dalam 12.2.4 harus diulangi untuk setiap
sistem pemipaan gas medik dan vakum yang terpasang.
12.2.4.6 Penamaan dan identifikasi yang tepat pada outlet/inlet sistem harus dikonfirmasikan
selama pengujian ini.

12.2.5 Pengujian kebersihan pemipaan


Outlet pada setiap sistem pemipaan gas medik harus dibersihkan untuk membuang setiap partikel
bahan dari pipa distribusi.
12.2.5.1 Dengan menggunakan adaptor yang tepat, setiap outlet harus dibersihkan dengan aliran
gas uji dalam volume besar yang terputus-putus sampai uji pembersihan ini tidak menghasilkan
perubahan warna pada kain putih bersih.
12.2.5.2 Pembersihan ini harus dimulai pada bagian terjauh dari katup zona.

12.2.6 Pengujian kemampuan mempertahankan tekanan untuk pemipaan gas


medik bertekanan positif
Setelah lulus uji tekanan awal menurut 12.2.3, pipa distribusi gas medik harus dikenai suatu uji
kemampuan mempertahankan tekanan.
12.2.6.1 Pengujian harus dilakukan setelah pemasangan terakhir dari katup stasiun keluaran,
muka panel, dan komponen sistem distribusi lainnya (misal alat alarm tekanan, indikator tekanan,
katup pelepasan tekanan saluran, rakitan buatan pabrik, selang, dan sebagainya).
12.2.6.2 Katup sumber harus ditutup selama dalam pengujian ini
12.2.6.3 Sistem pemipaan harus dikenai pengujian kemampuan menahan tekanan selama 24 jam
dengan menggunakan Nitrogen NF kering, bebas minyak.
12.2.6.4 Tekanan uji harus 20 persen diatas tekanan kerja normal sistem saluran.
12.2.6.5 Pada akhir pengujian, harus tidak ada perubahan tekanan uji selain daripada yang
disebabkan oleh perubahan temperatur udara ambien, seperti yang diijinkan dalam 12.2.7.6.
12.2.6.6 Kebocoran, bila ada, harus ditentukan tempatnya, diperbaiki (bila dibolehkan) atau
diganti (bila diperlukan), dan diuji ulang.

12.2.7 Pengujian kemampuan menahan tekanan untuk sistem vakum


Setelah lulus pengujian tekanan awal menurut 12.2.3, pemipaan distribusi vakum harus dikenai
suatu pengujian kemampuan menahan tekanan vakum.
12.2.7.1 Pengujian harus dilakukan setelah pemasangan semua komponen sistem vakum.

66 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


12.2.7.2 Sistem pemipaan harus dikenai pengujian kemampuan mempertahankan tekanan vakum
selama 24 jam.
12.2.7.3 Tekanan relatif pengujian uji tidak boleh kurang dari 300 mm (12 in) HgV.
12.2.7.4 Selama pengujian, hubungan sumber tekanan vakum uji harus dilepas dari sistem
pemipaan.
12.2.7.5 Pada akhir pengujian harus tidak terdapat perubahan vakum uji selain dari pada yang
disebabkan oleh perubahan temperatur udara ambien, seperti yang diijinkan dalam 12.2.7.6.
12.2.7.6 Perubahan vakum uji yang disebabkan oleh pemuaian atau pengerutan harus boleh
dihitung dengan metoda hubungan tekanan-temperatur seperti berikut:
(1) tekanan absolut akhir yang dihitung sama dengan tekanan absolut awal dikalikan
dengan temperatur absolut akhir dan dibagi dengan temperatur absolut awal;
(2) tekanan absolut adalah pembacaan tekanan relatif ditambah 101,4 kPa (14,7 psi);
(3) temperatur absolut adalah pembacaan temperatur ditambah 238 oC (460 oF);
(4) pembacaan tekanan relatif akhir yang diijinkan sama dengan pembacaan tekanan
absolut akhir dikurangi tekanan relatif sebesar 101,4 kPa (14,7 psi).
12.2.7.7 Kebocoran, bila ada, harus ditentukan tempatnya, diperbaiki (bila dibolehkan) atau
diganti (bila diperlukan), dan diuji ulang

12.3 Verifikasi sistem

12.3.1. Umum
12.3.1.1 Uji verifikasi harus dilakukan hanya setelah lulus semua uji yang dipersyaratkan dalam
12.2 uji yang dilakukan pelaksana pemasangan.
12.3.1.2 Gas uji haruslah bebas minyak, dari jenis Nitrogen NF kering atau gas sistem bilamana
diijinkan.
12.3.1.3 Pengujian pengujian harus dilakukan oleh pihak yang secara teknis berkompeten dan
berpengalaman di bidang pengujian saluran pipa gas medik dan vakum dan memenuhi
persyaratan yang berlaku.
12.3.1.4 Pengujian harus dilakukan oleh pihak lain, bukan dari kontraktor pemasangan.
12.3.1.5 Bila sistem belum pernah dipasang oleh personil setempat dari fasilitas, pengujian harus
boleh dilakukan oleh personil organisasi tersebut yang memenuhi persyaratan 12.3.13
12.3.1.6 Semua pengujian yang dipersyaratkan dalam 12.3 harus dilakukan setelah pemasangan
dari setiap rakitan peralatan buatan pabrik yang dipasok melalui slang atau pipa lentur.
12.3.1.7 Bila terdapat banyak titik penyambungan yang mungkin untuk terminal-terminal, setiap
posisi yang mungkin harus diuji secara independen.
5.1.12.3.1.8 Bila diijinkan oleh instansi berwenang, dimana penggunaan nitrogen tidak
memungkinkan, gas sumber harus boleh dipergunakan untuk pengujian berikut:

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 67


(1) uji kemampuan mempertahankan tekanan (12.3.2);
(2) uji sambungan silang (12.3.3);
(3) uji alarm (12.3.5);
(4) uji pembersihan pipa (12.3.6);
(5) uji kebersihan pipa dari partikel (12.3.7);
(6) uji kemurnian pipa (12.3.8);
(7) uji tekanan kerja (12.3.10).

12.3.2 Pengujian kemampuan mempertahankan tekanan


Sistem pemipaan harus dilakukan pengujan kemampuan mempertahankan tekanan selama 10
menit, pada tekanan kerja saluran dengan menggunakan prosedur berikut:
(1) setelah sistem diisi dengan nitrogen atau gas sumber, katup sumber dan semua katup
zona harus ditutup;
(2) sistem pemipaan harus tidak menunjukkan penurunan tekanan setelah 10 menit;
(3) Setiap kebocoran yang ditemukan harus ditandai lokasinya, diperbaiki dan diuji
kembali menurut 12.2.6.

12.3.3 Pengujian sambung-silang


Setelah penutupan dari dinding-dinding dan lulus persyaratan 12.2 pengujian yang dilakukan
pelaksana pemasangan, sistem harus diperiksa bahwa tidak ada sambung silang dari sistem-
sistem pemipaan, dengan metoda yang dijelaskan dalam 12.3.3.1 atau 12.3.3.2

12.3.3.1 Pemberian tekanan masing-masing pipa


(a) tekanan dalam semua sistem pemipaan gas medik dan vakum harus diturunkan
sampai tekanan atmosfir;
(b) semua sumber gas uji dari semua sistem gas medik dan vakum, dengan perkecualian
sistem yang sedang diuji, harus diputuskan hubungannya;
(c) sistem yang sedang diuji harus diberi tekanan sampai tekanan relatif 345 kPa (50 psi);
(d) dengan adapter yang sesuai dan dengan label-label keluaran, setiap stasiun (pos)
inlet/outlet dari semua sistem gas medik dan vakum yang terpasang harus diperiksa
untuk menentukan bahwa gas uji hanya dikeluarkan dari lubang masukan/keluaran dari
sistem pemipaan yang sedang diuji;
(e) sambungan sumber gas uji harus diputuskan dan sistem yang diuji diturunkan
tekanannya hingga tekanan atmosfir;
(f) dilanjutkan menguji setiap sistem pemipaan lainnya hingga semua sistem pemipaan
gas medik dan vakum bebas dari sambungan silang.

68 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


12.3.3.2 Pengujian beda tekanan
(a) tekanan dalam semua sistem gas medik harus diturunkan sampai tekanan atmosfir
(b) tekanan gas uji dalam semua sistem pemipaan gas medik harus dinaikkan hingga
harga-harga yang ditunjukkan dalam tabel 3, bersama sama mempertahankan tekanan
nominal ini hingga keseluruhan pengujian.
(c) sistem dengan tekanan kerja yang tidak standar harus diuji pada suatu tekanan relatif
sekurangnya 70 kPa (10 psig) lebih tinggi atau lebih rendah dari setiap sistem lainnya
yang sedang diuji.
(d) setiap sistem vakum harus dalam kondisi beroperasi sehingga sistem vakum ini diuji
pada waktu yang sama dengan sistem gas medik yang sedang diuji.
Tabel 3 - Berbagai tekanan pengujian.

Gas medik Tekanan

Tekanan Relatif
Campuran gas 140 kPa (20 psi)
Nitrogen/Udara instrumen 210 kPa (30 psi)
Nitro oksida 275 kPa (40 psi)
Oksigen 345 kPa (50 psi)
Udara Medik 415 kPa (60 psi)
Sistem pada tekanan tidak standar 70 kPa (10 psi) lebih tinggi dari rendah dari
setiap sistem lainnya

HgV Vakum
Vakum 510 mm (20 in) HgV
BSGA 380 mm (15 in) HgV (bila dirancang
demikian)

(e) Setelah pengaturan tekanan sesuai dengan 12.3.3.2.(b) dan (c), setiap stasiun outlet
untuk sistem gas medik harus diuji dengan menggunakan sambungan gas-khusus
untuk setiap sistem dengan pengukur tekanan pengujian terpasang, untuk
memverifikasikan bahwa tekanan uji/vakum yang benar telah diperoleh pada setiap
inlet/outlet dari masing-masing sistem yang terdaftar dalam tabel 3.
(f) Setiap pengukur tekanan pengujian yang digunakan dalam pelaksanaan pengujian ini
harus dikalibrasikan dengan indikator tekanan yang digunakan pada regulator saluran
tekanan yang dipakai untuk menyediakan (indikasi) tekanan sumber.
(g) Setiap stasiun (pos) outllet harus diidentifikasikan dengan suatu label (dan penandaan
dengan warna, bila digunakan), dan tekanan yang diindikasikan pada pengukur
tekanan uji harus seperti yang terdapat dalam tabel 3 untuk sistem yang sedang diuji.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 69


12.3.4 Pengujian katup
Katup yang dipasang pada sistem pemipaan gas medik dan vakum harus diuji untuk memeriksa
kebenaran dari pengoperasian dan ruangan atau daerah yang dikontrolnya.
12.3.4.1 Harus dibuat daftar yang memuat data ruangan atau daerah yang dikontrol oleh masing-
masing katup untuk masing-masing gas.
12.3.4.2 Informasi dalam daftar tersebut harus digunakan untuk membantu dan memeriksa
kebenaran pemberian label yang tepat dari semua katup.

12.3.5 Pengujian alarm

12.3.5.1 Umum
(a) Semua sistem peringatan untuk setiap sistem gas medik dan vakum harus diuji untuk
memastikan bahwa semua komponen berfungsi dengan tepat sebelum menempatkan
sistem ke dalam pemakaian;
(b) Rekaman permanen dari semua pengujian ini harus disimpan.
(c) Sistem peringatan yang merupakan bagian tambahan pada suatu sistem pemipaan
yang telah ada harus diuji sebelum penyambungan dari pemipaan yang baru ke sistem
yang telah ada.
(d) Pengujian dari sistem peringatan untuk instalasi baru (pengujian awal) harus dilakukan
setelah pengujian sambung-silang (12.3.3), tetapi sebelum penggelontoran
(pembersihan) dari pemipaan (12.3.6) dan melakukan uji verifikasi lainnya yang tersisa
(belum dilakukan) (12.3.7 hingga 12.3.14)
(e) Pengujian awal dari suatu sistem peringatan, yang dapat dimasukkan ke dalam suatu
penambahan atau perluasan kepada suatu sistem pemipaan yang telah ada, harus
diselesaikan sebelum penyambungan dari sistem tambahan tersebut kepada sistem
yang telah ada.
(f) Gas uji untuk pengujian awal harus bebas minyak, nitrogen NF kering, gas peruntukan
sistem, atau vakum kerja.

12.3.5.2 Alarm induk


(a) Pengujian sistem alarm induk harus dilakukan untuk setiap sistem pemipaan gas
medik dan vakum.
(b) Catatan permanen dari pengujian-pengujian ini harus disimpan dan dipelihara seperti
yang dipersyaratkan dalam 12.1.7
(c) Sinyal bunyi dan sinyal visual yang tidak dapat dibatalkan menurut 12.9. harus
mengindikasikan bilamana tekanan dalam saluran pipa utama mengalami kenaikkan
atau mengalami penurunan sekitar 20 persen dari tekanan kerja normal.

70 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(d) Pengoperasian dari seluruh sinyal alarm induk yang diacu dalam 9.2.4. harus
diverifikasikan.

12.3.5.3 Alarm ruangan/daerah/setempat


Sinyal peringatan untuk seluruh sistem saluran pemipaan yang memasok lokasi (ruang) anesthesi
dan ruangan keselamatan jiwa yang vital (“vital life-support”) serta ruangan pelayananan kritis,
seperti ruang pemulihan paska anestesi, unit pelayanan intensif ICU, unit perawatan jantung
koroner, ruang darurat dan ruang operasi-bedah harus diuji untuk membuktikan suatu kondisi
alarm bilamana tekanan dalam sistem pemipaan mengalami kenaikkan atau penurunan 20 persen
dari tekanan kerja normal untuk gas yang bertekanan positif, atau ketika tekanan sistim vakum
turun di bawah 300 mm (12 inci) HgV tekanan relatif.

12.3.6 Pengujian pembersihan (penggelontoran) pipa


Dalam upaya menghilangkan setiap sisa dari zat yang sangat kecil yang mengendap di dalam
saluran-saluran pipa sebagai akibat dari konstruksi, suatu penggelontoran dengan volume aliran
yang besar dan terputus-putus harus dilakukan
12.3.6.1 Adaptor yang tepat harus disediakan oleh fasilitas atau manufakturer, dan laju
penggelontoran yang tinggi sekurangnya 225 NIiter/min (8 SCFM) harus dilakukan terhadap setiap
lubang keluaran (outlet).
12.3.6.2. Setelah pembersihan (penggelontoran) dimulai, proses ini harus terputus-putus dengan
cepat beberapa kali hingga pembersihan menghasilkan tidak terjadinya perubahan warna pada
sebuah pakaian putih yang dengan kendor diikatkan di atas adaptor selama terjadinya
pembersihan.

12.3.7 Pengujian kebersihan sistem pipa dari partikel kecil


Untuk setiap sistem gas bertekanan positif, kebersihan dari sistem pemipaan harus
diverifikasikan.
(a) Sekurangnya 1000 liter ( 35 ft3) harus difilter melalui filter yang bersih, berwarna putih,
berukuran 0,45 mikron pada sebuah laju aliran minimum 100 NIiter/min (3,5 SCFM)
(b) 25% dari zona-zona harus diuji pada lubang outlet yang paling jauh dari sumbernya.
(c) Filter tersebut harus memperoleh tidak lebih dari 0,001 g (1 mg) bahan (endapan) dari
setiap lubang keluaran yang diuji.
(d) Bilamana ada satu lubang outlet gagal dalam tes ini, lubang outlet yang terjauh dari
setiap zona harus diuji.
(e) Pengujian ini harus dilakukan dengan menggunakan nitrogen kering atau gas sistem,
yang bebas minyak,

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 71


12.3.8 Pengujian kemurnian sistem pemipaan
Untuk setiap sistem bertekanan positif, kemurnian dari sistem pemipaan harus dibuktikan
(diperiksa kebenarannya).
(a) Pengujian ini harus dilakukan dengan nitrogen kering atau gas dari peruntukan sistem,
yang bebas minyak.
(b) Pengujian ini digunakan untuk menghitung jumlah total hidrokarbon (seperti metan)
dan hidrokarbon dihalogenisasi, dan dibandingkan dengan gas sumber.
(c) Pengujian-pengujian ini harus dilakukan pada lubang outlet terjauh dari sumber
(d) Perbedaan di antara kedua pengujian, untuk satu kasus pun, harus tidak melebihi
batasan sebagai berikut:
(1) Hidrokarbon total, 1 ppm
(2) Hidrokarbon yang dihalogensasi, 2 ppm
(e) Suatu pengujian titik embun harus dilakukan pada lubang keluaran yang terjauh dari
sumber dan titik embun harus tidak lebih 500 ppm pada 120C (53,6 oF).

12.3.9 Uji penyambungan akhir saluran


12.3.9.1 Sebelum penyambungan pekerjaan (baru), atau pengembangan atau penambahan
sistem pemipaan yang telah ada, uji pada butir 12.3.1 hingga butir 12.3.8 harus berhasil
dilaksanakan pada hasil kerja yang baru ini.
12.3.9.2 Setiap sambungan dalam jaringan (pipa) akhir antara pekerjaan yang baru dan
sistem yang telah ada harus dilakukan uji kebocoran dengan gas dari peruntukan sistem
pada tekanan kerja normal dengan menggunakan air yang mengandung sabun atau cara
lain yang aman digunakan dengan oksigen.
12.3.9.3 Untuk gas-gas bertekanan positif, segera setelah jaringan pipa akhir dibuat dan diuji
kebocorannya, zona tertentu yang diubah dan komponen dalam zona atau area yang langsung
harus dibersihkan (digelontor, dibilas) menurut 12.3.6
12.3.9.4 Sebelum hasil pekerjaan yang baru digunakan untuk perawatan pasien, gas-gas
bertekanan positif harus diuji untuk tekanan kerja, dan konsentrasi gasnya menurut dengan
12.3.10. dan 12.3.11.
12.3.9.5 Catatan yang permanen dari pengujian-pengujian ini harus disimpan sesuai
dengan 13.8.1.

12.3.10 Pengujian tekanan kerja


Pengujian tekanan kerja harus dilakukan pada setiap pos (stasiun) lubang keluaran/lubang
masukan atau terminal dimana pengguna melakukan penyambungan dan pemutusan sambungan.
12.3.10.1 Pengujian harus dilakukan dengan nitrogen kering, gas dari peruntukan sistem atau
(tekanan) vakum kerja, yang bebas minyak.

72 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


12.3.10.2 Seluruh lubang keluaran dengan tekanan relatif sebesar 345 kPa (50 psi), termasuk tapi
tidak terbatas pada oksigen, gas nitrous oksida, udara medik dan karbon dioksida, harus
mengalirkan 100 Nl/menit (3.5 SCFM) dengan penurunan tekanan tidak lebih dari 35 kPa (5 psi)
dan tekanan statik sebesar 345 - 380 kPa (50-55 psi).
12.3.10.3 Lubang outlet harus mengalirkan 140 Nl/menit (5.0 SCFM) dengan penurunan tekanan
relatif tidak lebih dari 35 kPa (5 psi) dan tekanan statis sebesar 1100 hingga 1275 kPa (160 - 180
psi).
12.3.10.4 Lubang inlet (tekanan) vakum bedah-medik harus mengisap 85 Nl/menit (3 SCFM) tanpa
mengurangi tekanan vakum di bawah 300 mm (12 inci) HgV pada setiap pos (stasiun) lubang inlet
terdekat.
12.3.10.5 Lubang outlet oksigen dan udara yang melayani ruang perawatan (pasien) kritis
dibolehkan laju aliran transiennya sebesar 170 Nl/Menit (6 SCFM) selama 3 detik.

12.3.11 Pengujian konsentrasi gas medik


Setelah pembersihan masing - masing sistem dengan gas peruntukkan sistem, yang berikut ini
harus dikerjakan :
1) setiap sumber gas bertekanan dan lubang keluaran harus dianalisa untuk konsentrasi
gas per volumenya;.
2) analisa harus dilakukan dengan alat yang dirancang untuk mengukur gas tertentu yang
dikeluarkan.
3) konsentrasi yang diperbolehkan harus seperti ditunjukkan dalam tabel 4
Tabel 4 - Konsentrasi gas

Jenis Gas Medik Konsentrasi


Oksigen > 94% oksigen
Karbon dioksida < 5 Vpm
Karbon monoksida < 5 Vpm
H2O < 25 Vpm
Nitro Oksida > 99 % Nitro Oksida
Nitrogen > 99% Nitrogen atau
< 1% Oksigen
Udara tekan medik 19,5 – 23,5 % Oksigen
Gas lain Seperti yang ditentukan oleh labelnya
r1%, kecuali ditentukan dengan cara lain

12.3.12 Pengujian kemurnian udara medik (sistem kompresor)


12.3.12.1 Sumber udara medik harus dianalisa untuk konsentrasi bahan pencemar berdasarkan
volumenya sebelum katup sumber dibuka.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 73


12.3.12.2 Contoh uji harus diambil untuk pengujian sistem udara - pada lubang pengambilan
contoh uji pada sistem.
12.3.12.3. Hasil pengujian harus tidak melebihi parameter dalam tabel 12.3.12.3 .

Tabel 12.3.12.3 - Parameter pencemar dalam udara medik

Parameter Nilai Ambang Batas


Titik embun 40C (390F)
Karbon Monoksida 10 ppm
Karbon Dioksida 500 ppm
Gas-gas Hidrokarbon 25 ppm ( misal metan)
Gas Hidrokarbon
2 ppm
dihalogenisasi

12.3.13 Penamaan (pelabelan)


Penamaan yang dipersyaratkan oleh standar ini untuk seluruh komponen seperti stasiun
outley/inlet, katup penyetop, dan panel alarm harus diverifikasi kebenarannya.

12.3.14 Verifikasi peralatan sumber

12.3.14.1 Umum
Verifikasi dari peralatan sumber harus dilaksanakan setelah pemasangan dari saluran pipa yang
saling menghubungkan, aksesori, dan peralatan sumber.

12.3.14.2 Sumber pasokan gas


(a) Sebelum sistem peralatan mulai digunakan, peralatan sistem tersebut harus diuji
ketepatan fungsinya, termasuk pergantian dari pasokan primer ke pasokan
sekundernya (dengan sinyal pergantiannya) dan pengoperasian pasokan cadangan
(dengan sinyal cadangan-sedang-digunakan’).
(b) Jika sistem mempunyai tombol aktuasi dan sinyal untuk memonitor isi cadangan,
fungsi tombol tersebut harus diuji terlebih dahulu sebelum sistem mulai digunakan
(c) Jika sistem mempunyai tombol aktuasi dan sinyal untuk memonitor tekanan dari unit
cadangan, fungsi tombol tersebut harus di tes terlebih dahulu sebelum sistem mulai
digunakan.
(d) Pengujian dari sinyal asokan curah dan pemasangan panel sinyal utama harus diatur
bersama dengan pemilik atau organisasi yang bertanggung jawab untuk
pengoperasian dan pemeliharaan sistem pasokan untuk pengujian dari sinyal pasokan
curah guna memastikan identifikasi dan aktivasi yang tepat dari panel sinyal induk agar
fasilitas dapat memonitor status (keadaan) dari sistem pasokan dengan pasti.
(e) Semua uji yang dipersyaratkan dalam butir 12.3.14.2 (d) harus di lakukan lagi jika unit
penyimpanan diubah atau diganti.

74 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


12.3.14.3 Sistem kompresor udara medik
(a) Pengujian sistem kompresor udara medik harus mencakup pengujian kemurnian
kualitas udara, dan pengujian sensor-sensor alarm setelah pengkalibrasian dan
perakitan sesuai instruksi yang diberikan oleh pabrik pembuat, termasuk kontrol “lead-
lag “.
(b) Pengujian harus dilakukan di lubang pengambilan sampel uji dari sistem kompresor
udara medik
(c) Pengoperasian sensor pengendali sistem, seperti titik embun, temperatur udara, dan
semua sensor pemonitor dan pengendali kualitas udara, harus di periksa ketepatan
fungsi dan kerjanya sebelum sistem tersebut dioperasikan.
(d) Kualitas dari udara yang dikeluarkan oleh sistem ini harus dipastikan terlebih dahulu
sebelum digunakan oleh pasien.
(e) Pengujian kualitas udara seperti pada butir 12.3.14.(d) harus dilakukan minimum
setelah 24 jam pengoperasian sesuai dengan 12.3.14.3.(f) tentang hal mesin
(kompresor).
(f) Suatu kebutuhan kira-kira sebesar 25 persen dari kapasitas rata-rata kompresor harus
dihasilkan agar kompresor itu terus menerus berotasi hidup dan mati dan pengering
beroperasi selama periode 24 jam.

12.3.14.4 Sistem vakum medik – bedah


Kinerja yang benar (tepat) dari sistem vakum bedah medik- harus di uji terlebih dahulu sebelum di
operasikan.

13 Pengoperasian dan manajemen.

13.1 Administrasi
Pihak yang berwenang dalam menata organisasi pelayanan kesehatan harus menyediakan
peraturan dan langkah-langkah untuk keselamatan dalam praktek.
13.1.1 Spesifikasi pembelian (peralatan) mencakup hal berikut ini:
(a) spesifikasi dari tabung silinder;
(b) penandaan dari tabung silinder, regulator, dan katup;
(c) sambungan yang cocok dari tabung silinder yang dipasok untuk fasilitas (pelayanan
kesehatan).
13.1.2 Prosedur pelatihan harus mencakup yang berikut:
(1) program perawatan sesuai dengan rekomendasi pabrik pembuat untuk pemipaan
sistem gas;

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 75


(2) penggunaan dan pengangkutan peralatan serta penanganan yang tepat dari tabung
silinder, kontainer, gerobak tangan, penopang, dan katup serta tutup (topi) pelindung
katup;
(3) penggunaan yang tepat dari sistem vakum bedah-medik dalam upaya mengeliminasi
praktek-praktek yang dapat mengurangi keefektifan sistem tersebut, seperti
meninggalkan ujung isap dan pipa kateter terbuka saat tidak sedang mengisap
(menyedot), dan menggunakan rangkaian (tatanan) peralatan yang dilengkapi unit
perangkap (cairan dari udara) yang terpasang dengan tidak benar atau tidak dilengkapi
dengan unit perangkap.
13.1.3 Kebijakan penegakkan peraturan harus meliputi yang berikut ini:
(1) peraturan penyimpanan dan penanganan tabung silinder dan kontainer oksigen dan
nitrous oksida;
(2) peraturan penanganan oksigen dan nitrous oksida yang aman di ruangan/lokasi-lokasi
anesthesi.
(3) evaluasi dari setiap sinyal peringatan dan seluruh upaya cepat yang diperlukan untuk
mengembalikan fungsi yang benar dari sistem gas medik dan vakum.
(4) kemampuan organisasi dan sumber untuk mengatasi terhentinya (hilangnya) total dari
setiap sistem gas medik atau sistem vakum.
(5) semua pengujian yang dipersyaratkan dalam 12.3 harus terlaksana dengan sukses
sebelum penggunaan dari setiap sistem pemipaan gas medik atau vakum guna
perawatan pasien.

13.2 Langkah khusus pencegahan bahaya untuk penanganan tabung silinder


oksigen dan pipa manifol
Penanganan tabung silinder oksigen dan pipa manifol harus berdasarkan ketentuan yang berlaku.
13.2.1 Tabung silinder oksigen, kontainer, dan peralatan yang terkait harus dilindungi dari kontak
terhadap minyak atau gemuk. Langkah khusus pencegahan bahaya harus mencakup yang berikut
ini:
(1) minyak, gemuk atau bahan yang mudah menyala harus tidak boleh mempunyai kontak
dengan tabung silinder oksigen, katup, regulator, atau penyambung;
(2) regulator, kelengkapan (fiting, sambungan), atau alat ukur tidak boleh dilumasi dengan
minyak atau bahan mudah terbakar lainnya;
(3) tabung silinder oksigen atau peralatannya tidak diperkenankan untuk ditangani dengan
tangan, sarung tangan, kain lap yang berminyak atau mengandung pelumas.

76 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


13.2.2 Peralatan yang berhubungan dengan oksigen harus dilindungi terhadap kontaminasi.
Langkah khusus pencegahan bahaya harus meliputi yang berikut ini :
(1) partikel debu dan kotoran harus dibersihkan dari lubang bukaan katup silinder dengan
sedikit membuka dan menutup katup, sebelum memasang setiap perlengkapan
(sambungan) ke silinder;
(2) katup tekanan tinggi pada silinder oksigen harus dibuka sebelum membawa peralatan
ke pasien atau pasien ke peralatan;
(3) tabung silinder oksigen tidak diperkenankan untuk dihiasi dengan bahan apapun
seperti pakaian rumah sakit, masker, atau tutup kepala;
(4) tutup pelindung katup silinder, jika disediakan, harus disimpan di tempatnya dan
dikencangkan dengan tangan, kecuali jika silinder sedang dipakai atau terhubung
untuk pemakaian;
(5) katup harus ditutup pada semua silinder yang kosong yang berada dalam tempat
penyimpanan (gudang).
13.2.3 Tabung silinder harus dilindungi dari kerusakan. Langkah khusus pencegahan bahaya
harus meliputi yang berikut ini:
(1) tabung silinder oksigen harus dilindungi dari goncangan yang tidak normal, yang bisa
menimbulkan kerusakan pada silinder, katup atau alat pengaman;
(2) tabung silinder oksigen tidak diperkenankan untuk disimpan di dekat lif, lorong, atau di
lokasi di mana benda yang bergerak mungkin akan menabrak silinder atau barang
tersebut akan menimpanya;
(3) tabung silinder harus dijaga dari perusakan oleh orang-orang yang tidak berwenang;.
(4) silinder dan katup silinder seharusnya tidak di perbaiki atau diganti;
(5) alat relief pengaman (pelepas tekanan lebih) yang terdapat pada katup atau tabung
silinder tidak diperkenankan untuk dirusak;
(6) lubang keluaran katup yang tersumbat es dihilangkan dengan air hangat, bukan yang
mendidih;
(7) suatu obor api menyala tidak boleh, dalam keadaan apapun, mendekati dan
mempunyai kontak dengan katup silinder atau peralatan pengaman;
(8) percikan api atau api harus dijauhkan dari silinder;
(9) meskipun tabung-tabung ini dipandang kosong, silinder tidak boleh digunakan sebagai
landasan guling (roda, roller), landasan, atau untuk kegunaan lain selain dari kegunaan
yang dirancang oleh suplier silinder;
(10) tabung silinder berukuran besar (lebih dari ukuran E) dan kontainer yang lebih berat
dari 45 Kg (100 lb) harus dibawa dengan truk tangan atau kereta yang tepat;
(11) silinder yang berdiri bebas harus di rantai dengan baik atau ditopang oleh dudukan
silinder atau oleh kereta yang tepat;

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 77


(12) silinder tidak boleh diberdirikan diatas radiator (pemanas ruangan), pipa uap, atau
pembuang panas.
13.2.4. Silinder dan isinya harus ditangani dengan seksama. Peringatan (keselamatan kerja)
spesifik harus meliputi yang berikut ini :
(1) kelengkapan (sambungan), katup, regulator, atau alat ukur untuk gas oksigen harus
belum pernah dipergunakan untuk gas lain selain oksigen;
(2) gas jenis apapun harus tidak pernah dicampur di dalam suatu silinder oksigen atau
dalam silinder lainya;
(3) oksigen harus selalu dikeluarkan dari silinder melalui regulator tekanan;
(4) katup slinder harus dibuka secara perlahan, dengan muka indikator dari regulator
menghadap ke petugas atau orang lain;
(5) oksigen harus diacu dengan nama sebenarnya yaitu oksigen bukan udara dan oksigen
cair pun harus diacu sesuai namanya yaitu oksigen cair bukan udara cair;
(6) oksigen harus tidak boleh digunakan sebagai pengganti bagi udara bertekanan (yang
dimampatkan);
(7) tanda yang dicetak pada silinder tidak diperkenankan untuk dirusak karena hal tersebut
melanggar peraturan negara jika mengganti tanda tersebut tanpa ijin tertulis dari biro
yang berwenang;
(8) tanda yang digunakan untuk menandakan isi dari tabung silinder tidak boleh ditutup
atau dilepas, termasuk instruksi pemasangan, kartu, tanda yang dicetakkan pada
badan silinder, dan bagian atas dari kartu pengangkutan;
(9) pemilik silinder harus diberitahu jika terjadi suatu kondisi telah terjadi yang bisa
mengakibatkan masuknya benda asing ke dalam tabung atau katup dengan
memberikan detail dan nomer dari silinder;
(10) tabung silinder atau kontainer harus dijauhkan dari radiator (pemanas ruangan), pipa
uap, cerobong (dakting) panas atau sumber panas lainnya;
(11) silinder yang sangat dingin harus ditangani dengan hati-hati untuk menghindari
terjadinya kecelakaan.
13.2.5 Peralatan oksigen yang rusak tidak boleh digunakan sampai salah satu butir berikut ini
terpenuhi :
(1) telah diperbaiki oleh petugas yang kompeten dalam menangani peralatan tersebut;
(2) telah diperbaiki oleh pembuat atau agen yang berwenang;
(3) telah diganti.
13.2.6 Regulator yang memerlukan perbaikan atau tabung silinder yang mempunyai katup yang
tidak dapat beroperasi dengan baik tidak boleh dipergunakan.

78 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


13.3 Tindakan pencegahan khusus dalam menghubungkan silinder
dan tabung kontainer
13.3.1 Kunci-kunci pas dan peralatan yang digunakan untuk menghubungkan perlengkapan
terapi pernapasan tidak disyaratkan dari jenis yang tidak menimbulkan percikan.
13.3.2 Katup silinder harus dibuka dan disambungkan sesuai dengan langkah-langkah berikut
ini.
(1) pastikan bahwa peralatan, sambungan katup silinder, katup silinder bebas dari benda
asing;
(2) jauhkan keluaran katup silinder dari petugas dan orang sekitar. Petugas berdiri di
sebelah sisi – bukan di depan dan juga bukan di bagian belakang. Sebelum
menyambungkan alat-alat ke katup silinder, buka katup silinder sebentar untuk
menghilangkan debu;
(3) sambungkan alat ke katup silinder, kencangkan baut (mur) sambungan dengan hati-
hati dengan kunci inggris;
(4) lepaskan sekrup pengatur tekanan rendah dari regulator sampai terbuka penuh.
(5) buka katup silinder perlahan sampai pada posisi terbuka penuh;
(6) putar sekrup pengatur tekanan rendah di regulator sampai tekanan yang tepat
diperoleh;
(7) buka katup untuk pengoperasian alat.
13.3.3 Sambungan untuk tabung harus sesuai dengan instruksi pengoprasian yang dibuat oleh
produsen tabung.

13.3.4 Pencegahan bahaya khusus dalam perawatan mekanisme pengaman


13.3.4.1 Petugas yang menggunakan silinder, tabung dan peralatan lainnya yang dicakup dalam
standar ini harus memahami “Pin-index Safety Sistem” dan “Diameter Index Safety Sistem”; kedua
sistem ini dirancang untuk mencegah penggunaan gas yang salah.
13.3.4.2 Melepas, mengubah, atau mengganti mekanisme pengaman dengan pelepasan tekanan,
penyambung yang tidak bisa diganti, dan cara pengamanan lainnya harus dilarang.

13.3.5 Tindak pencegahan khusus – penyimpanan silinder dan tabung


13.3.5.1 Penyimpanan harus direncanakan agar silinder dapat digunakan dalam urutan yang
sama dengan ketika mereka diterima dari para suplier.
13.3.5.2 Bila disimpan dalam konstruksi pelindung (enclosure) yang sama, silinder kosong harus
dipisahkan dari silinder yang terisi penuh.
13.3.5.3 Silinder kosong harus ditandai untuk menghindari kesalahan dan penundaan bila silinder
yang terisi penuh diperlukan mendadak.
13.3.5.4 Silinder yang disimpan di tempat terbuka harus dilindungi sebagai berikut :

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 79


(1) terhadap cuaca ekstrim dan tanah di bawahnya untuk menghindari timbulnya karat;.
(2) selama musim dingin, terhadap akumulasi es dan salju;
(3) di musim panas, terhadap sinar matahari langsung di kota/daerah yang mempunyai
temperatur ekstrim.
13.3.5.5 Selain dari yang tersambung ke peralatan anesthesi, silinder berisi oksigen atau nitrous
oksida dilarang disimpan di lokasi pelaksanaan tindakan anesthesi.

13.3.6 Tindak pengamanan khusus – sistem pipa gas/vakum untuk pasien


13.3.6.1. Penggunaan sistem pemipaan untuk mendistribusikan gas anestesi yang mudah
terbakar dilarang.
13.6.2 Sistem gas medik tidak mudah terbakar yang digunakan memasok gas untuk terapi
pernapasan harus dipasang sesuai dengan bab 1 sampai bab 11.
13.6.3 Penggunaan sistem pemipaan gas sebagai elektroda pembumian dilarang.
13.6.4 Pembuang cairan dan potongan-potongan kecil benda dengan cara memasukkannya
kedalam sistem vakum bedah-medik dilarang.
13.6.5 Penggunaan sistem vakum bedah-medik sebagai saluran balik kondensat uap vakum
atau penggunaan non medik atau non bedah lainnya dilarang.

13.7 Informasi sistem-sistem gas/vakum dan tanda - tanda peringatan


13.7.1 Isi gas dalam sistem pemipaan gas medik dan vakum harus diberi label sesuai dengan
11.1
13.7.2 Label untuk katup penyetop harus sesuai dengan 11.2 dan harus diperbaharui ketika
modifikasi yang dilakukan mengubah daerah-daerah yang dilayani.

13.8 Pemeliharaan sistem gas/vakum dan pengarsipan


13.8.1 Catatan permanen dari semua uji yang diperlukan dalam 12.3.1 sampai 12.3.14 harus
disimpan di dalam arsip organisasi.
13.8.2 Suatu prosedur pengujian periodik untuk gas/vakum medik yang tidak mudah terbakar
dan sistem alarm terkait harus dilaksanakan.
13.8.3 Ketika modifikasi yang dibuat atau perawatan yang dilakukan membuka sistem, uji
verifikasi yang ditentukan pada 12.3 harus dilakukan pada bagian hilir dari sistem pemipaan gas
medik
13.8.4 Sebuah program pemeliharaan harus dibuat untuk yang berikut ini:
(1) sistem kompresor pasokan udara medik sesuai rekomendasi pabrik pembuat;
(2) fasilitas pelayanan kesehatan harus membuat suatu prosedur kalibrasi dan pengujian
yang dapat memastikan alat monitor karbon monoksida terkalibrasi sekurang-
kurangnya sekali setahun atau lebih sering lagi bila direkomendasikan pabrik pembuat;

80 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(3)* Sistem pemipaan vakum bedah-medik dan peralatan sekunder yang terpasang pada
stasiun inlet vakum bedah-medik untuk memastikan berlanjutnya kinerja yang baik dari
seluruh sistem vakum bedah-medik;
(4) Sistem BSGA untuk menjamin kinerjanya.
13.8.5 Indikator alarm bunyi/visual harus memenuhi persyaratan berikut :
(1) diuji secara periodik untuk memeriksa bahwa alat-alat tersebut berfungsi dengan baik.
(2) mempunyai catatan pengujian yang telah disimpan sampai pengujian yang berikutnya
dilakukan.
13.8.6 Kinerja terminal stasiun inlet vakum bedah-medik, seperti yang disyaratkan dalam
12.3.10.4, harus diuji sebagai berikut :
(1) pada suatu jadwal reguler pemeliharaan pencegahan seperti yang ditentukan oleh staf
pemeliharaan fasilitas
(2) berdasarkan pada aliran udara bebas (NI/menit atau SCFM) ke dalam sebuah stasiun
inlet sementara secara bersamaan diperiksa.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 81


PEDOMAN TEKNIS PRASARANA RS :
INSTALASI TATA UDARA PADA BANGUNAN
RUMAH SAKIT

DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATAN


SUB DIREKTORAT BINA SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN
TAHUN 2012
KATA PENGANTAR

Instalasi Tata Udara Rumah Sakit merupakan salah satu faktor penting dalam penyelenggaraan
pelayanan medik.
Dalam rangka mendukung Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, maka perlu
disusun Pedoman Teknis Prasarana Instalasi Tata Udara pada Bangunan Rumah Sakit yang
memenuhi standar pelayanan Keselamatan dan Kesehatan.
Sistem Tata Udara di rumah sakit berfungsi untuk pengaturan temperatur, kelembaban udara
relatif, kebersihan udara dan tekanan udara di dalam ruang serta dalam rangka mencegah
berkembang biak dan tumbuh suburnya mikroorganisme, terutama di ruangan-ruangan khusus
seperti di ruang operasi, ruang isolasi, dan lain-lain.
Pedoman Teknis ini disusun dengan partisipasi berbagai pihak termasuk rumah sakit, organisasi
profesi serta instansi terkait.
Dengan diterbitkannya Pedoman Teknis ini, maka penyelenggaraan sistem Tata Udara di seluruh
rumah sakit di Indonesia diharapkan dapat mengacu pada “Pedoman Teknis Prasarana Instalasi
Tata Udara pada Bangunan Rumah Sakit” ini.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Pedoman Teknis ini, kami
ucapkan terima kasih.

Jakarta, September 2012

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar iii


Daftar Isi v

BAB - I Ketentuan Umum


1.1 Latar Belakang 1
1.2 Pengertian 2
1.3 Maksud dan Tujuan 5
1.4 Ruang Lingkup 5

BAB - II Fasilitas Perawatan Kesehatan


2.1 Pendahuluan 6
2.2 Pengkondisian Udara (Air Conditioning) untuk pencegahan 7
dan tindakan terhadap penyakit.

BAB - III Fasilitas Rumah Sakit


3.1 Fasilitas Rumah Sakit 9
3.2 Kualitas Udara 10
3.3 Gerakan Udara 12
3.4 Temperatur dan Kelembaban Udara 15
3.5 Perbedaan Tekanan dan Ventilasi 16
3.6 Pengendalian Asap 17
3.7 Kriteria Rancangan Spesifik 17
3.8 Kontinuitas Layanan dan Konsep Energi 18
3.9 Perawatan 21
3.10 Penunjang 28
3.11 Kontinuitas Layanan Dan Konsep Energi 36

BAB - IV Fasilitas Rawat Jalan Rumah Sakit


4.1 Umum 40
4.2 Klinik Diagnostik 40
4.3 Klinik Pengobatan 40
4.4 Kriteria Rancangan 40

BAB - V Pengoperasian Dan Pemeliharaan


5.1 Pendahuluan 42
5.2 Pemeliharaan 42
5.3 Perkakas Pemeliharaan Modern. 46
5.4 Pengoperasian 53
5.5 Pemenuhan dengan Persyaratan “Joint Commisioning” 53
5.6 Konstruksi. 56
5.7 Pertimbangan Pemeliharaan Khusus untuk sistem Tata Udara/Peralatan 66
5.8 Komisioning Bangunan 66
5.9 Perancangan Modal Investasi 67

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | v


BAB - V Pengoperasian Dan Pemeliharaan 68
Lampiran 69
TIM PENYUSUN 81
KEPUSTAKAAN 82
BAB – I
KETENTUAN UMUM

1.1 Latar Belakang.


1.1.1 Bangunan rumah sakit merupakan fasilitas kesehatan yang membutuhkan perhatian
sangat khusus dalam perencanaan, pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaannya terutama
pada prasarana instalasi tata udara.
1.1.2 Bangunan rumah sakit mempunyai kekhususan yang sangat berbeda dan tidak ditemui di
bangunan gedung umum lainnya.
Rumah sakit adalah tempat dimana orang sakit (dengan bermacam-macam penyakit) didiagnosa,
diterapi, dirawat, dan dilakukan tindakan medik. Tindakan medik ini dimulai dari pemeriksaan
biasa, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan dengan sinar radioaktif, pemeriksaan dengan
ultrasonic, tindakan pembedahan ringan, tindakan pembedahan berat dan sebagainya.
1.1.3 Pasien datang dengan beragam penyakit dan masalah kesehatan seperti : sakit biasa
atau sakit khusus yang membutuhkan dokter dan tindakan khusus, seperti sakit jantung, penyakit
dalam, pasien luka bakar, pasien luka terbuka atau tertutup, pasien menular dan sebagainya.
Dengan kondisi tersebut, faktor-faktor yang membedakan rumah sakit dengan bangunan gedung
biasa terletak pada peralatan dan instalasi tata udaranya.
Jam kerja 24 jam sehari, 7 hari seminggu, berarti membutuhkan pengkondisian yang terus
menerus dilakukan oleh sistem tata udara.
1.1.4 Mengingat rumah sakit bisa dikatakan sebagai pusat sumber dari berbagai jenis
mikroorganisme yang bisa menimbulkan banyak masalah kesehatan baik kepada petugas,
perawat, dokter serta pasiennya yang berada di rumah sakit tersebut, maka pengaturan
temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan secara keseluruhan perlu mendapatkan
perhatikan khusus.
Untuk mencegah berkembang biak dan tumbuh suburnya mikroorganisme tersebut, terutama di
ruangan-ruangan khusus seperti: ruang operasi, ruang Isolasi, dan lain-lain, diperlukan
pengaturan :
(1) temperatur;
(2) kelembaban udara relatif;
(3) kebersihan dengan cara filtrasi udara ventilasinya;
(4) tekanan ruangan yang positif dan Negatif;
(5) distribusi udara didalam ruangan.
1.1.5 Sistem redudansi menjadi masalah pokok pada sistem tata udara dan diperlukan pada
ruang-ruang tertentu, hal ini mengingat bahwa ada tindakan-tindakan medik yang menginginkan
tidak boleh berhentinya sistem tata udara untuk melindungi pasien dan peralatan medik yang
harus selalu dikondisikan oleh sistem tata udara.
Untuk itu sistem tata udara harus mempunyai cadangan yang cukup untuk mengantisipasi
kerusakan (breakdown) ataupun pada saat dilakukan tindakan pemeliharaan yang diperlukan pada
sistem tata udara.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 1


1.1.6 Rumah sakit adalah bangunan yang penuh dengan sumber penyakit dan sumber infeksi.
Bakteri, virus, mikroorganisme yang berada di udara (airborne microorganism), jamur, dan
sumber-sumber penyakit lainnya yang dapat menular merupakan hal yang harus menjadi
perhatian pada sistem tata udara.
Belum lagi, bahan kimia yang berbahaya (misalnya gas anestesi atau di laboratorium), bahan-
bahan radioaktif harus diperlakukan secara benar untuk menghindari bahaya yang mungkin timbul
pada pasien, petugas medis atau pengunjung rumah sakit.
1.1.7 Rumah sakit terdiri dari berbagai ruang dengan fungsi yang berbeda beda tergantung
pada jenis penyakit atau tingkat keparahan pasiennya, dan juga tergantung pada perbedaan
tindakan medisnya.
Perbedaan fungsi tersebut mengakibatkan setiap fungsi ruangan membutuhkan pengkondisian
udara yang berbeda-beda tingkat kebersihannya.
Sistem tata udara khusus diperlukan untuk menghindarkan penularan penyakit dan memperoleh
tingkat kenyamanan termal seperti kondisi temperatur dan kelembaban yang tepat untuk penyakit
yang berbeda.

1.2 Pengertian.
1.2.1 barbiturat,
sebagai obat depresi sistem saraf terpusat, barbiturat menghasilkan efek spektrum yang luas dari
sedasi ringan sampai total anestesi. Barbiturat juga efektif sebagai anxiolytik, sebagai hipnotik, dan
sebagai antikonvulsan. Barbiturat memiliki potensi kecanduan, baik fisik dan psikologis.

1.2.2 HEPA (High Efficiency Particulate Air),


HEPA filter terutama digunakan di kamar bedah dari kompleks ruang operasi. Filter udara ini harus
dapat menyaring partikel udara lebih besar dari 0,3 mikron yang melewatinya dengan effisiensi
99,97% udara.

Gambar 1.2.1 – Konstruksi fisik HEPA Filter.

1.2.3 hipertermia,
peningkatan temperatur tubuh manusia yang biasanya terjadi karena infeksi. Hipertermia juga
dapat didefinisikan sebagai temperatur tubuh yang terlalu panas atau tinggi.
Umumnya, manusia akan mengeluarkan keringat untuk menurunkan temperatur tubuh. Namun,
pada keadaan tertentu, temperatur dapat meningkat dengan cepat hingga pengeluaran keringat
tidak memberikan pengaruh yang cukup.

2 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Hipertermia cenderung lebih sering terjadi pada bayi dan anak di bawah usia 4 tahun dan orang
tua yang berumur 65 tahun ke atas.
Orang yang kelebihan berat badan, sedang sakit atau berada dalam pengobatan tertentu juga
memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami hipertermia.
Temperatur tubuh yang terlalu tinggi dapat merusak otak dan organ vital lainnya. Pada penderita
hipertermia parah, gejala yang akan timbul meliputi kondisi mental kelelahan, cemas, tubuh
kejang, dan dapat mengakibatkan koma.
1.2.4 infiltrasi,
laju aliran udara tak terkendali dan tidak disengaja masuk ke dalam gedung melalui celah dan
bukaan lainnya dan akibat penggunaan pintu luar gedung. Infiltrasi disebut juga sebagai
kebocoran udara luar ke dalam gedung.

1.2.5 kelembaban udara relatif ruangan,


perbandingan antara jumlah uap yang dikandung oleh udara tersebut dibandingkan dengan jumlah
kandungan uap air pada keadaan jenuh pada temperatur udara ruang tersebut.

1.2.6 konservasi energi sistem tata udara,


sistem tata udara yang dapat bekerja dengan hemat energi tanpa mengurangi persyaratan
fungsinya.

1.2.7 konservasi energi,


upaya mengeffisienkan pemakaian energi untuk suatu kebutuhan agar pemborosan energi dapat
dihindarkan.

1.2.8 pengkondisian udara (air conditioning),


usaha mengolah udara untuk mengendalikan temperatur ruangan, kelembaban relatif, kualitas
udara, dan penyebarannya.

1.2.9 sistem saluran udara variabel ( Variable Air Volume = VAV ),


sistem tata udara yang mengendalikan temperatur bola kering dalam suatu ruangan dengan
mengatur laju aliran udara yang masuk ke dalam ruangan tersebut.

1.2.10 sistem tata udara,


keseluruhan sistem yang mengkondisikan udara di dalam gedung dengan mengatur besaran
termal seperti temperatur dan kelembaban relatif, serta kesegaran dan kebersihannya, sedemikian
rupa sehingga diperoleh kondisi ruangan yang nyaman.

1.2.11 trakeostomi,
suatu tindakan dengan membuka dinding depan/interior trakea untuk mempertahankan jalan nafas
agar udara dapat masuk ke paru-paru dan memintas jalan nafas bagian atas. Selain itu,
trakeostomi merupakan prosedur operasi yang bertujuan untuk membuat jalan nafas didalam
trakea servikal.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 3


1.2.12 ULPA (Ultra Low Penetration Air),
Filter udara yang dapat menyaring udara sekurang-kurangnya 99,999 % debu, serbuk sari, jamur,
bakteri, dan semua partikel berukuran 120 nanometer (0,12 micron) atau lebih besar di udara.

Gambar 1.2.2 - Bentuk fisik ULPA Filter.

1.2.13 unit pengolah udara (Air Handling Unit).


alat yang digunakan untuk mengkondisikan dan mensirkulasikan udara, pada sistem pemanasan,
ventilasi dan pengkondisian udara (Heating, Ventilating, Air Conditioning = HVAC).

Gambar 1.2.13a - Skematik Unit Pengolah Udara (AHU)

Gambar 1.2.13b - Bentuk fisik Unit Pengolah Udara (AHU)

4 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Unit pengolah udara biasanya berupa kotak besar berisi blower, koil pemanas atau pendingin, rak
filter atau chamber, peredam suara, dan damper.
Unit pengolah udara biasanya disambungkan ke sistem ducting (saluran udara) ventilasi dan
mendistribusikan udara yang telah dikondisikan melalui terminal-terminal dan balik ke Unit
Pengolah Udara.
Kadang-kadang UPU (AHU) menyemburkan udara ke dan dari ruangan yang dilayani kemudian
balik langsung tanpa menggunakan ducting.

1.2.14 ventilasi udara luar (Outdoor ventilation),


pemasukan udara segar dari luar ke dalam gedung dengan sengaja, untuk menjaga kesegaran
atau kualitas udara.

1.3. Maksud dan Tujuan.


1.3.1. Pedoman teknis ini dimaksudkan sebagai ketentuan minimal bagi semua pihak yang
terlibat dalam perencanaan, pembangunan dan pengelolaan instalasi tata udara pada bangunan
rumah sakit.
1.3.2. Pedoman teknis ini bertujuan untuk memperoleh kondisi termal dan kualitas udara sesuai
fungsi ruang yang dibutuhkan bagi pasien, tenaga medis dan pengunjung di rumah sakit.

1.4 Ruang Lingkup.


1.4.1 Pedoman teknis ini diberlakukan terhadap kinerja instalasi tata udara sesuai kriteria
penggunaan energi yang efektif.
1.4.2. Ruang lingkup pedoman teknis prasarana instalasi tata udara rumah sakit ini, meliputi :
Bab - I : Ketentuan Umum.
Bab - II : Fasilitas Perawatan Kesehatan.
Bab - III : Fasilitas Rumah Sakit.
Bab - IV : Fasilitas Perawatan Kesehatan Rawat Jalan.
Bab - V : Fasilitas Rumah Perawatan/Panti Jompo.
Bab - VI : Pengoperasian Dan Pemeliharaan.
Bab - VII : Penutup
Lampiran.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 5


BAB – II
FASILITAS PERAWATAN KESEHATAN

2.1 Pendahuluan.
2.1.1 Kemajuan terus menerus dalam bidang kedokteran dan teknologi membutuhkan evaluasi
ulang kebutuhan pengkondisian udara (air conditioning) pada fasilitas medik rumah sakit.
Bukti medis menunjukkan bahwa pengkondisian udara yang tepat sangat membantu dalam
pencegahan dan pengobatan berbagai penyakit.
Biaya yang relatif tinggi dari instalasi pengkondian udara menuntut perancangan dan
pengoperasian yang effisien untuk menjamin manajemen energi yang ekonomis.
2.1.2 Klasifikasi hunian perawatan kesehatan, didasarkan pada pedoman hunian terbaru dari
NFPA, harus dipertimbangkan pada awal dari tahap perancangan proyek, terutama karena hunian
perawatan kesehatan penting untuk mengadaptasi proteksi kebakaran terhadap hunian (zona
asap, pengendalian asap) lebih ketat kedepan dengan sistem tata udara.
2.1.3 Fasilitas kesehatan menjadi semakin beragam dalam menanggapi kecenderungan
menuju layanan rawat jalan.
Klinik pada jangka panjang mungkin merujuk bangunan tempat kerja dokter dan menjadi pusat
pengobatan khusus kanker.
Pemeliharaan kesehatan prabayar yang disediakan oleh organisasi kesehatan regional yang
terintegrasi merupakan model seperti untuk perawatan medis melahirkan.
Organisasi ini, sepanjang berdirinya rumah sakit, merupakan bangunan yang terlihat tidak seperti
rumah sakit dan lebih seperti gedung perkantoran.
2.1.4 Untuk tujuan bab ini, fasilitas kesehatan dibagi dalam katagori berikut :
(1) Fasilitas rumah sakit.
(2) Fasilitas perawatan kesehatan rawat jalan.
(3) Fasilitas rumahperawatan/panti jompo.
2.1.5 Kondisi lingkungan spesifik yang berbeda dengan apa yang ada pada bab ini, tergantung
pada standar lingkungan apa yang digunakan oleh instansi yang berwenang.
2.1.6 Instansi berwenang mungkin memiliki standar fasilitas kesehatan yang berbeda, seperti
yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan setempat, atau Organisasi Komisi
Bersama Akreditasi Kesehatan Rumah Sakit (JCAHO = Joint Commission on Acreditation of
Healthcare Organization).
Dianjurkan instansi-instansi tersebut dapat mendiskusikan tentang tujuan pengendalian infeksius
bersama Komite Pengendalian Infeksi Rumah Sakit.
2.1.7 Butir 2.1.4.(1) menjelaskan rumah sakit umum sebagai dasar uraian dimana berbagai
layanan yang disediakan.
Kondisi lingkungan dan kriteria rancangan berlaku untuk daerah fasilitas kesehatan lainnya yang
sebanding.

6 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Rumah sakit umum untuk perawatan akut memiliki ruang perawatan kritis, termasuk kamar
operasi, kamar persiapan melahirkan, kamar melahirkan, dan kamar bayi.
Biasanya fungsi radiologi, laboratorium, pusat steril, dan farmasi terletak dekat dengan ruang
perawatan kritis.
Ruang perawatan inap, termasuk perawatan intensif, ruang gawat darurat, ada di dalam kompleks
ruang perawatan.
Fasilitas penunjang, termasuk layanan dapur, makan dan makanan, kamar mayat, dan dukungan
kebersihan terpusat.
2.1.8 Butir 2.1.4.(2) menjelaskan kriteria untuk fasiltas rawat jalan. Tindakan operasi harian
(One day care) dilakukan dengan antisipasi bahwa pasien tidak akan tinggal bermalam.
Fasilitas rawat jalan mungkin termasuk bagian dari fasilitas akut, unit berdiri sendiri, atau bagian
lain dari fasilitas medik.
2.1.9 Butir 2.1.4.(3) membahas Rumah Perawatan/Panti jompo yang secara terpisah
persyaratan fundamentalnya sangat berbeda dari fasilitas medis lainnya.

2.2 Pengkondisian Udara (Air Conditioning) untuk tindakan


pencegahan terhadap penyakit.
2.2.1 Pengkondisian udara di rumah sakit mempunyai peran yang lebih penting dari sekedar
promosi kenyamanan. Dalam banyak kasus, pengkondisian udara yang tepat merupakan faktor
terapi pasien dan dalam beberapa kasus merupakan pengobatan utama.
2.2.2 Studi menunjukkan bahwa pasien dalam lingkungan terkendali umumnya memiliki
penyembuhan fisik lebih cepat daripada orang-orang di lingkungan yang tidak terkendali.
Pasien dengan tirotoksikosis tidak menghendaki kondisi lembab atau gelombang panas yang
sangat tinggi. Suatu lingkungan yang sejuk, dan kering disukai, hilangnya panas radiasi dan
penguapan dari kulit dapat menyelamatkan jiwa pasien.
2.2.3 Pasien jantung mungkin tidak dapat mempertahankan sirkulasi yang diperlukan untuk
memastikan kerugian panas normal. Oleh karena itu pengkondisian udara di ruang rawat jantung
dan ruang pasien jantung, terutama mereka yang gagal jantung diperlukan dan dianggap terapi.
2.2.4 Seseorang dengan cedera kepala, dan mengalami operasi otak, dan yang keracunan
barbiturat mungkin memiliki hipertermia, terutama dilingkungan yang panas, karena adanya
gangguan di pusat pengatur panas otak.
2.2.5 Faktor penting dalam pemulihan lingkungan, pasien dapat mengurangi panas oleh radiasi
dan penguapan pada ruangan yang sejuk serta udara kering.
2.2.6 Suatu lingkungan yang panas dengan temperatur 320C bola kering dan kelembaban relatif
35% telah berhasil digunakan untuk merawat pasien radang sendi.
2.2.7 Kondisi kering juga dapat merupakan bahaya untuk yang sakit dan lemah dengan
berkontribusi terhadap infeksi sekunder atau infeksi total yang tidak terkait dengan kondisi klinis
yang menyebabkan perlu rawat inap.
2.2.8 Area klinis yang ditujukan untuk pengobatan penyakit pernapasan atas dan perawatan
akut, serta area klinis umum dari seluruh rumah sakit, harus dipertahankan pada kelembaban
relatif 30% sampai 60%.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 7


2.2.9 Pasien dengan penyakit paru-paru kronis sering memiliki lendir kental pada saluran
pernapasannya. Lendir menumpuk dan meningkatkan viskositas, pasien bertukar dari panas dan
air. Dalam keadaan ini menghirup udara lembab dan hangat, sangat penting untuk mencegah
dehidrasi.
2.2.10 Pasien yang memerlukan terapi oksigen dan pasien dengan tracheostomy memerlukan
perhatian khusus untuk menjamin kehangatan dan pasokan udara lembab.
Dingin, oksigen kering atau melalui mucosa nasopharyngeal menyajikan situasi yang ekstrem.
Teknik pernapasan untuk anestesi dan tertutup dalam inkubator adalah sarana khusus menangani
kehilangan gangguan panas di lingkungan terapeutik.
2.2.11 Pasien luka bakar membutuhkan lingkungan yang hangat dan kelembaban relatif tinggi.
Bangsal untuk korban luka bakar harus memiliki kontrol temperatur yang memungkinkan
penyesuaian temperatur ruangan sampai 320C bola kering dan kelembaban relatif hingga 95%.

8 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB – III
FASILITAS RUMAH SAKIT

3.1 Fasilitas Rumah Sakit.


3.1.1 Meskipun pengkondisian udara (air conditioning) yang tepat sangat membantu dalam
pencegahan dan pengobatan penyakit, penerapan pengkondisian udara untuk fasilitas kesehatan
menunjukkan bahwa masih banyak masalah dihadapi yang tidak dijumpai pada sistem
pengkondisian udara yang nyaman.
3.1.2 Perbedaan dasar antara pengkondisian udara untuk rumah sakit (dan fasilitas kesehatan
yang terkait) dan jenis bangunan lainnya antara lain :
(1) kebutuhan untuk membatasi pergerakan udara di dalam dan antara berbagai bagian di
rumah sakit;
(2) persyaratan khusus ventilasi dan filtrasi untuk melarutkan dan menghilangkan kontaminasi
dalam bentuk bau, mikroorganisme udara, virus, kimia berbahaya dan zat radioaktif;
(3) temperatur dan kelembaban udara yang berbeda untuk berbagai area; dan
(4) perancangan yang canggih dibutuhkan untuk memungkinkan kontrol secara akurat dari
kondisi lingkungan.

3.1.3 Sumber Infeksi dan Tindakan Pengendalian.

3.1.3.1 Infeksi Bakteri.


(1) Contoh bakteri yang sangat menular dan terbawa dalam campuran udara atau udara dan air
adalah Mycobacterium tuberculosis dan Legionella pneumaphia (penyakit legionnaire).
(2) Well (1934) menunjukkan bahwa tetesan atau zat infeksius berukuran 5 ȝm atau kurang,
dapat tetap diudara tanpa batas.
(3) Isoard (1980) dan Luciano (1984) telah menunjukkan bahwa 99,9% dari semua bakteri yang
berada di rumah sakit dapat dihilangkan oleh filter dengan effisiensi 90% sampai 95%
(ASHRAE Standar 52.1).
(4) Hal ini disebabkan bakteri biasanya ada dalam unit pembentuk koloni yang besarnya lebih
dari 1ȝm.
(5) Beberapa otoritas merekomendasikan penggunaan filter HEPA yang mempunyai test filter
Dioctyl phthalate (DOP) dengan effisiensi penyaringan 99,97% di area tertentu.

3.1.3.2 Infeksi Virus.


(1) Contoh virus yang terbawa oleh udara dan mematikan, seperti Varisela (cacar air/herpes
zoster), Rubella (Campak, Jerman) dan Rubeola (campak biasa).
(2) Pembuktian epidemiologis dan studi lain menunjukkan bahwa banyak virus di udara yang
membawa infeksi berukuran sub mikron, dengan demikian tidak ada metode yang layak
dikenal untuk secara efektif menghilangkan 100% dari partikel-partikel.
(3) Saat ini tersedia filter HEPA dan/atau filter ULPA yang memberikan effisiensi terbesar.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 9


(4) Upaya untuk menonaktifkan virus dengan sinar ultra violet dan semprotan kimia belum
terbukti dapat diandalkan atau cukup efektif untuk direkomendasikan sebagai tindakan
pengendalian infeksi primer.
(5) Oleh karena itu isolasi ruang dan isolasi ruang antara (ante room) dengan perbedaan
tekanan dan ventilasi yang tepat merupakan sarana utama digunakan untuk mencegah
penyebaran virus di lingkungan rumah sakit.

3.1.3.3 Jamur.
Bukti menunjukkan bahwa beberapa jamur seperti Aspergillis bisa berakibat fatal untuk leukimia,
transplantasi sumsum tulang, dan pasien immunocompromis lainnya.

3.1.3.4 Ventilasi Udara Luar.


(1) Jika intake (lubang masuk) udara luar diletakkan dan dijaga dengan benar, area dan intake
udara luar dibuat dengan pertukaran udara yang cukup besar, dapat membuat area tersebut
hampir bebas dari bakteri dan virus.
(2) Masalah kontrol infeksi sering melibatkan sumber bakteri atau virus di dalam rumah sakit.
Ventilasi udara melarutkan kontaminasi virus dan bakteri dalam rumah sakit.
(3) Jika sistem ventilasi dirancang dengan benar, dibangun dan dipelihara untuk menjaga
perbedaan tekanan korektif antara area fungsional, maka dapat menghapus zat infeksius
dari lingkungan rumah sakit.

3.1.3.5 Temperatur dan Kelembaban.


(1) Kondisi termal ini dapat menghambat atau mendorong pertumbuhan bakteri dan
mengaktifkan atau menonaktifkan virus.
(2) Beberapa bakteri seperti Legionella pneumophila pada dasarnya tetap bertahan dalam air
dan dalam lingkungan yang lembab.
(3) Ketentuan teknis menetapkan rentang kriteria temperatur dan kelembaban udara di
beberapa area rumah sakit sebagai parameter untuk pengendalian infeksi dan kenyamanan.

3.2 Kualitas Udara.


Sistem harus memberikan udara yang hampir bebas dari debu, bau, kimia dan polutan radioaktif.
Dalam beberapa kasus, udara luar berbahaya untuk kondisi pasien yang menderita
cardiopulmonary, pernapasan dan paru-paru.
Dalam hal demikian, sistem yang memberikan udara selang seling (intermittent) dari resirkulasi
maksimum yang diijinkan perlu dipertimbangkan.

3.2.1 Intake Udara Luar (Outdoor Intake).


3.2.1.1 Intake ini harus ditempatkan sejauh mungkin (pada paparan yang berbeda secara terarah
bila memungkinkan), tetapi tidak kurang dari 9 m dari cerobong outlet (lubang ke luar) buangan
dari : peralatan pembakaran, outlet buangan ventilasi rumah sakit atau bangunan yang
berdekatan, sistem vakum bedah medis, menara pendingin, cerobong ven plambing, dan area
yang dapat mengumpulkan gas buang kendaraan dan asap berbahaya lainnya.
3.2.1.2 Apabila Inlet udara luar berada dekat dengan outlet yang cocok untuk pembuangan udara
resirkulasi, pembuangan udara harus tidak terjadi hubung pendek ke intake udara luar atau sistem
kipas yang digunakan untuk pengendalian asap.

10 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3.2.1.3 Letak intake udara luar yang melayani sistem sentral harus ditempatkan praktis tidak
kurang dari 1,8 m di atas permukaan lantai, atau jika dipasang di atas atap pada 0,9 m di atas
permukaan atap.

3.2.2 Outlet Pembuangan (Exhaust Outlets).


3.2.2.1 Outlet pembuangan ini harus ditempatkan minimal 3 m di atas permukaan lantai dan jauh
dari pintu, area yang dihuni, dan pengoperasian jendela.
Lokasi yang lebih baik dari outlet pembuangan berdiri tegak keatas atau horizontal jauh dari intake
udara luar.
3.2.2.2 Kehati-hatian perlu dilakukan dalam menempatkan buangan yang terkontaminasi tinggi
(misalnya dari mesin, tudung asam, lemari keselamatan biologi, tudung dapur, dan ruang
pengecatan).
Umumnya angin, bangunan yang berdekatan, dan kecepatan pelepasan harus diperhitungkan.
Dalam aplikasi kritis studi terowongan angin atau pemodelan komputer mungkin diperlukan.

3.2.3 Filter Udara.


3.2.3.1 Untuk menghilangkan partikel dari aliran udara, sejumlah metode telah tersedia untuk
menentukan effisiensi filter yang akan digunakan.
3.2.3.2 Semua ventilasi atau sistem pengkondisian udara terpusat harus dilengkapi dengan filter
yang memiliki effisiensi tidak lebih rendah dari yang ditunjukkan dalam tabel 1.
3.2.3.3 Apabila diperlukan digunakan dua dudukan filter, dudukan filter no.1 harus terletak di hulu
dari peralatan pengkondisian udara dan dudukan filter no.2 harus di hilir fan pasok bila sistem
resirkulasi menggunakan percikan air untuk humidifier
3.2.3.4 Tindakan pencegahan yang tepat harus diamati untuk mencegah filter media menjadi
basah oleh kelembaban uap air dari humidifier.
Apabila hanya satu dudukan filter diperlukan, harus terletak di hulu dari peralatan pengkondisian
udara. Semua effisiensi filter didasarkan pada standar ASHRAE 52.1.
3.2.3.5 Berikut ini adalah panduan untuk instalasi filter :
1). Filter HEPA yang mempunyai effisiensi uji DOP 99,97% harus digunakan pada sistem
pasokan udara yang melayani ruang untuk pengobatan klinis dengan kerentanan tinggi
terhadap infeksi dari penderita leukimia, luka bakar, transplantasi sumsum tulang,
transplantasi organ atau immunodeficiency sindrom (AIDS).
Filter HEPA juga harus digunakan pada aliran udara lemari asam atau lemari penyimpanan
di mana bahan menular atau sangat radioaktif diproses.
Sistem filter harus dirancang dan dilengkapi untuk mengizinkan pemindahan, pembuangan
dan penggantian filter dengan aman.
2). Semua filter harus dipasang dengan tepat untuk mencegah kebocoran antar segmen filter
dan antara dudukan filter dan rangka pendukungnya.
Suatu kebocoran kecil memungkinkan udara terkontaminasi melalui filter, hal ini dapat
menghancurkan kegunaan filter sebagai pembersih udara terbaik.
3). Sebuah manometer harus dipasang dalam sistem filter untuk mengukur penurunan tekanan
di setiap kelompok filter. Tindakan pencegahan ini dimaksudkan untuk mengetahui secara
akurat kapan filter harus diganti.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 11


4). Filter dengan effisiensi tinggi harus dipasang dalam sistem dengan fasilitas yang memadai,
disediakan untuk pemeliharaan tanpa memasukkan kontaminasi ke dalam sistem penyaluran
atau area yang dilayani.
5). Karena filter effisiensi tinggi harganya mahal, rumah sakit harus memproyeksikan umur
dudukan filter dan biaya penggantiannya serta memasukkan ini ke dalam anggaran
operasional rumah sakit.
6). Selama konstruksi, bukaan pada ducting dan diffuser harus ditutup untuk mencegah intrusi
debu, kotoran dan bahan-bahan berbahaya lainnya. Kontaminasi tersebut sering permanen
dan menjadikan media untuk pertumbuhan zat infeksius. Filter yang ada atau baru mungkin
cepat menjadi terkontaminasi oleh debu konstruksi.

Tabel 1
Effisiensi filter untuk Ventilasi sentral dan Sistem Pengkondisian Udara di Rumah Sakit Umum.
Jumlah Filter Efficiencies, %
minimum Dudukan filter
Tujuan Area
dudukan
No. 1a No. 2a No. 3b
filter.
Ruang operasi Orthopedic.
3 Ruang operasi transplantasi tulang belakang. 25 90 99.97c
Ruang operasi transplantasi Organ
Ruang operasi prosedur umum.
Ruang melahirkan.
Ruang anak.
2 Unit Perawatan Intensif. 25 90
Ruang Perawatan Pasien.
Ruang Tindakan.
Diagnostik dan area terkait.
Laboratorium.
1 80
Penyimpanan Sterile.
Area Persiapan Makanan.
Laundri.
1 Area Administrasi. 25
Penyimpanan besar
Area Kotor.
a Didasarkan pada ASHRAE Standard 52.1-1992.
b Didasarkan pada tes DOP.
c HEPA filter pada outlet.

3.3 Gerakan Udara


3.3.1 Data yang diberikan dalam tabel 2 menggambarkan sejauh mana kontaminasi dapat
tersebar ke udara dan lingkungan rumah sakit dengan salah satu kegiatan rutin yang banyak
dilakukan untuk perawatan pasien normal.
3.3.2 Penghitungan bakteri di lorong jelas menunjukkan penyebaran kontaminasi ini. Karena
penyebaran bakteri yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan, sistem pengkondisian udara harus
menyediakan pola gerakan udara yang meminimalkan penyebaran kontaminasi

12 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Table 2
Tabel 2 – Pengaruh penggantian sprei terhadap hitungan bakteri di udara dalam rumah sakit.
(Influence of Bedmaking on Airborne Bacterial Count in Hospitals)

Hitungan per m3
Item
Di dalam kamar pasien Kamar pasien dekat lorong
Kebersihan ruangan 1200 1060
Selama penggantian sprei 4940 2260
Setelah 10 menit 2120 1470
Setelah 30 menit 1270 950
Kebersihan ruangan (background) 560
Penggantian sprei normal (Normal
3520
bedmaking)
Penggantian sprei dengan
6070
bersemangat (Vigorous bedmaking)
Sumber Greene et al. (1960)

3.3.3 Aliran udara yang tidak diinginkan antara ruangan dan lantai sering sekali sulit untuk
dikontrol, hal tersebut terjadi karena adanya pintu yang terbuka, gerakan petugas dan pasien,
perbedaan temperatur, dan efek cerobong, terutama ditekankan pada bukaan vertikal seperti
tempat peluncuran, saf lif, tangga, dan saf yang umumunya untuk kebutuhan mekanikal rumah
sakit.
Sementara beberapa dari faktor ini di luar kendali praktis, efek lain mungkin diminimalkan dengan
menutup bukaan saf di ruang tertutup dan dengan merancang dan menyeimbangkan sistem udara
untuk menciptakan tekanan udara positif atau negatif dalam ruang dan area tertentu.
3.3.4 Sistem yang melayani area sangat terkontaminasi, seperti ruang otopsi dan ruang isolasi
pasien menular atau immunocompromise, tekanan udara positif atau negatif harus dijaga terhadap
ruang sebelah atau koridor.
Tekanan diperoleh dengan memasok udara sedikit lebih ke area terhadap udara yang dibuang dari
area. Hal ini akan menyebabkan udara mengalir ke area sekitar perimeter pintu dan mencegah
aliran udara dari luar.
3.3.5 Ruang operasi menunjukkan kondisi yang berlawanan. Ruangan ini membutuhkan udara
yang bebas dari kontaminasi, harus bertekanan relatif positip terhadap ruang sebelah atau koridor
untuk mencegah aliran udara masuk dari area yang relatif sangat terkontaminasi.
3.3.6 Suatu perbedaan tekanan udara dapat dijaga hanya di ruangan yang seluruhnya tertutup.
Oleh karena itu penting untuk mencegah kebocoran udara dari semua pintu atau pembatas antara
area yang berdekatan.
3.3.7 Paling penting dilakukan adalah dengan menggunakan penahan cuaca dan penutup
bawah pada pintu. Pembukaan atau penutupan pintu antara dua area secara cepat dapat
mengurangi perbedaan tekanan di antara area tersebut.
Apabila terjadi bukaan, suatu pertukaran udara alami berlangsung karena adanya arus termal
yang ditimbulkan dari perbedaan temperatur antara dua area tersebut.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 13


3.3.8 Untuk area kritis yang g membutuhkan peme eliharaan te
ekanan pad
da ruang-rruang yangg
berdekatan
n dan gerrakan petu ugas antara area krritis dan ruang berd dekatan, diindikasikan
n
penggunaaan kunci udara (air lockk) atau ruan
ng antara.
3.3.9 Gambar 1, menunjukka
m an jumlah bakteri di ruang operasi dan ru uang sebellah selama a
prosedur operasi
o mal. Penghitungan bakkteri dilakuk
norm kan secara bersamaan
b . Jumlah ba
akteri relatiff
rendah dii ruang op perasi dibaandingkan dengan petugas
p ya
ang berada a di ruang g sebelah,,
disebabkan oleh tingkkat yang le
ebih rendah aktivitasny
ya dan teka
anan tinggi udara di da
alam ruang g
operasi.

Gambar 1 - Tipikal
T Penccemaran ud
dara dalam Area
A Bedah
h dan area bersebelahan

3.3.10 Seecara umum m, outlet su


uplai udara ke area-are d area ulttra bersih yang sangatt
ea sensitif dan
terkontaminasi harus ditempatkaan pada lang
git-langit, da
an inlet buaangan dekatt dengan lantai.
3.3.11 Su usunan ini memberika an gerakan udara bers sih ke bawa
ah melalui zzona perna
apasan dan
n
zone kerja pada luas lantai yang terkontaminasi untuk dibuang.
Bagian baw n balik atau buang harus setidakn
wah bukaan nya 75 mm di
d atas lanta
ai.

3.3.12 Aliran
A udarra laminarr
3.3.12.1 Aliran uda
ara laminarr konsep yang
y dikembangkan untuk pengg
gunaan industri ruang
g
bersih telah menarik minat
m dari beberapa
b ottoritas medis.
3.3.12.2 Adanya sistem pend dukung baikk aliran uda
ara laminarr vertikal da
an horizonttal terpisah
h
unan, menyu
dari bangu ulitkan kerja
a tim bedah
h.
3.3.12.3 Beberapa otoritas meedis tidak menganjurka
m an aliran ud
dara lamina
ar seperti bu
utir 3.3.12.2
2
untuk ruanng operasi, tetapi
t mend
dorong siste ang mirip dengan yang
em udara ya g dijelaskan
n pada butirr
3.3.12.(2).
3.3.12.4 Aliran uda
ara laminarr di ruang operasi
o beddah didefinisikan seba
agai aliran udara
u yang
g
secara dominan searrah dan tida ng. Pola aliran udara laminar sea
ak terhalan arah biasannya dicapaii
pada kecepatan 0,46 ± 0,10 m/deetik.

14 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Gambar 3.3.12.a – Aliran udara non laminair.

Gambar 3.3.12.b – Aliran udara laminair.


3.3.12.5 Sistem aliran udara laminar telah digunakan untuk pengobatan pasien yang sangat
rentan terhadap infeksi. Diantara pasien tersebut ada yang menjalani terapi radiasi, kemoterapi
terkonsentrasi, transplantasi organ, amputasi dan penggantian sendi.

3.4 Temperatur dan Kelembaban Udara.


Rekomendasi khusus untuk rancangan temperatur dan kelembaban udara diberikan pada bab
selanjutnya. Persyaratan kriteria rancangan khusus, temperatur dan kelembaban udara untuk area
rawat inap lain yang tidak tercakup harus 220C atau kurang dan 30% sampai 60%.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 15


Gambar 3.3.12.c – Kamar bedah dengan aliran udara laminair.

3.5 Perbedaan Tekanan dan Ventilasi.


3.5.1 Tabel 3 mencakup standar ventilasi untuk kenyamanan, aseptis, dan kontrol bau di area
perawatan akut rumah sakit yang secara langsung mempengaruhi perawatan pasien.
3.5.2 Jika kriteria instansi tertentu harus dipenuhi maka merujuk pada literatur ventilasi sesuai
dengan ASHRAE 62, Standar Kualitas Udara Ventilasi untuk Bagian Dalam Bangunan (Ventilation
for acceptable Indoor Air Quality) harus digunakan untuk standar tempat-tempat khusus.
3.5.3 Apabila kebutuhan udara luar lebih tinggi dari yang disebut pada standar ASHRAE 62 di
tabel 3, nilai yang lebih tinggi harus digunakan.
3.5.4 Area khusus pasien termasuk untuk transplantasi organ dan unit luka bakar, harus
memiliki ketentuan tambahan untuk ventilasi pengendalian kualitas udara yang sesuai.
Perancangan sistem ventilasi harus sebanyak mungkin memberikan pergerakan udara dari bersih
ke area kurang bersih.
3.5.5 Di area perawatan kritis, sistem volume konstan harus digunakan untuk menjamin
perbedaan tekanan dan ventilasi yang tepat, kecuali di ruang kosong. Di area perawatan non kritis
dan ruang petugas, sistem volume udara variabel (Variable Air Volume = VAV) dapat
dipertimbangkan untuk konservasi energi.
3.5.6 Bila menggunakan sistem VAV dalam rumah sakit, perawatan khusus harus dilakukan
untuk memastikan bahwa tingkat ventilasi minimal (seperti yang dipersyaratkan oleh persyaratan
teknis yang berlaku) dan perbedaan tekanan antara di berbagai bagian dipertahankan.
Dengan sistem VAV, metode penelusuran volume udara antara pasokan dan pembuangan/balik
dapat digunakan untuk mengontrol perbedaan tekanan.
Dalam tabel 3, area yang memerlukan kontrol terus menerus diberi notasi P untuk tekanan positip,
N untuk tekanan negatip dan E untuk tidak ada perbedaan tekanan. Apabila notasi ± digunakan
berarti tidak ada persyaratan untuk mengontrol terus menerus arah aliran.

16 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3.5.7 Jika ketentuan ini dibuat jumlah pertukaran udara dapat dikurangi sampai 25% dari nilai
yang ditunjukkan pada saat ruangan kosong,
Untuk memastikannya maka :
(1) jumlah pertukaran udara yang diindikasikan dikembalikan ke posisi semula setiap kali ruang
ditempati; dan
(2) perbedaan tekanan dengan ruangan disekelilingnya dijaga ketika pertukaran udara
berkurang.
3.5.8 Di area yang tidak memerlukan kontrol arah aliran yang terus menerus, sistem ventilasi
dapat dimatikan apabila ruang tidak berpenghuni dan jika ventilasi tidak dibutuhkan.
3.5.9 Karena kesulitan pembersihan dan potensi penumpukan kontaminasi, unit resirkulasi
ruang tidak boleh digunakan di area yang ditandai “Tidak”. Perhatikan bahwa standar resirkulasi
ruang juga dapat untuk mengontrol di mana gas buang keluar diperlukan.
3.5.10 Di kamar yang mempunyai tudung, tambahan udara harus disediakan untuk pembuangan
udara pada tudung sehingga perbedaan tekanan yang diinginkan dipertahankan.
3.5.11 Untuk konservasi energi maksimum, penggunaan resirkulasi udara lebih disukai. Jika
sistem udara digunakan semuanya dari luar, metode pemanfaatan kembali panas yang effisien
harus dipertimbangkan.

3.6 Pengendalian Asap.


3.6.1 Sebagai rancangan ventilasi yang dikembangkan, strategi pengendalian asap yang tepat
harus dipertimbangkan. Sistem proteksi kebakaran pasif mengandalkan pada mematikan fan,
partisi asap dan api, dan pengoperasian jendela. Pemeliharaan yang tepat dari tembusan
(penetrasi) ducting harus diperhatikan.
3.6.2 Sistem pengendalian asap aktif yang menggunakan sistem ventilasi menciptakan area
tekanan positif dan negatif dan bersama dengan partisi api dan asap membatasi penyebaran asap.
Cara menghilangkan asap dari hasil produk pembakaran dapat menggunakan sistem ventilasi
mekanis. Sebagai rancangan, sistem pengendalian asap aktif terus berkembang, otoritas
keinsinyuran dan persyaratan teknis harus hati-hati merencanakan sistem operasi dan
konfigurasinya.

3.7 Kriteria Rancangan Spesifik.


3.7.1 Terdapat tujuh prinsip pembagian rumah sakit umum untuk pelayanan akut, yaitu :
(1) bedah dan perawatan kritis;
(2) perawatan;
(3) penunjang;
(4) administrasi;
(5) diagnostik dan pengobatan;
(6) sterilisasi dan suplai; dan
(7) pelayanan.
3.7.2 Persyaratan lingkungan dari setiap bagian/ruang di dalam pembagian ini berbeda satu
sama lain sesuai fungsinya dan prosedur melakukannya. Bab ini menjelaskan fungsi dari setiap
bagian/ruang dan lingkup uraian dari persyaratan perancangan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 17


3.7.3 Kerja sama yang erat perencana perawatan kesehatan dengan spesialis peralatan medik
dalam perancangan mekanikal dan konstruksi fasilitas kesehatan penting untuk mencapai kondisi
yang diinginkan.

3.8 Bedah dan Perawatan Kritis.


3.8.1 Tidak ada persyaratan rumah sakit yang tidak memerlukan kehati-hatian lebih dalam
pengendalian kondisi aseptik dari lingkungannya selain kamar bedah.
Sistem yang melayani ruang operasi, termasuk cystoscopic dan ruang bedah tulang,
membutuhkan kehati-hatian dalam perencanaan untuk mengurangi seminimum mungkin
konsentrasi organisme di udara.
3.8.2 Sejumlah besar bakteri terdapat dalam ruang operasi yang datangnya dari tim bedah dan
hasil daripada kegiatan selama pembedahan.
Selama operasi, banyak anggota tim bedah berada disekeliling meja operasi, menciptakan situasi
terjadinya konsentrasi pencemaran yang tidak diinginkan di area yang mempunyai sensitif tinggi.

3.8.3 Kamar Operasi.


3.8.3.1 Studi sistem distribusi udara ruang operasi dan observasi instalasi di kamar bersih industri
menunjukkan bahwa penyaluran udara dari langit-langit, dengan gerakan ke bawah menuju inlet
pembuangan yang terletak di dinding yang berlawanan, merupakan aliran udara yang paling efektif
untuk menjaga pola gerakan konsentrasi kontaminasi pada tingkat yang dapat diterima.
Langit-langit yang sepenuhnya berlubang, langit-langit sebagian berlubang dan diffuser yang
dipasang di langit-langit telah diterapkan dengan sukses.
3.8.3.2 Penggunaan rata-rata kamar operasi di rumah sakit tidak lebih dari 8 sampai 12 jam per
hari (kecuali kondisi darurat). Untuk alasan ini dan untuk penghematan energi, sistem
pengkondisian udara harus memungkinkan pengurangan pasokan udara ke beberapa atau ke
semua ruang operasi.
3.8.3.3 Tekanan positif pada ruang harus tetap dipertahankan pada saat volume berkurang untuk
memastikan kondisi steril tetap terjaga. Konsultasi dengan staf bedah rumah sakit akan
menentukan kelayakan penyediaan fasilitas ini.
3.8.3.4 Sebuah sistem pembuangan udara atau sistem vakum khusus harus dipasang untuk
menghilangkan buangan gas anestesi.
Sistem vakum medis telah digunakan untuk menghilangkan gas anestesi yang tidak mudah
terbakar. Satu atau lebih outlet mungkin diletakkan di setiap ruang operasi untuk memungkinkan
penyambungan ke slang buangan gas anestesi dari mesin anestesi.
3.8.3.5 Metode disinfeksi udara dengan penyinaran (irradiation) di ruang operasi telah dilaporkan
dengan hasil baik, namun ini jarang digunakan.
Keengganan untuk menggunakan irradiasi disebabkan: instalasinya memerlukan rancangan
khusus, diperlukan proteksi bagi pasien dan petugas, perlu memonitor effisiensi lampu dan
pemeliharaan.
3.8.3.6 Kondisi berikut direkomendasikan untuk ruang operasi, catherisasi, cystoscopy, dan
bedah tulang:
(1) harus mampu mencapai temperatur 200 sampai 240C;
(2) kelembaban relatif udara harus dijaga antara 50% ~ 60%;

18 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(3) tekanan udara harus dijaga positif yang berhubungan dengan ruang disebelahnya dengan
memasok udara lebih dari 15%;
(4) pembacaan perbedaan tekanan di ruang harus dipasang untuk memungkinkan pembacaan
tekanan udara dalam ruang. Menyekat seluruh dinding, langit-langit dan tembusan
(penetrasi) pada lantai dan pintu untuk menjaga kondisi tekanan yang terbaca.
(5) Indikator kelembaban udara dan thermometer harus ditempatkan pada lokasi yang
mempermudah observasi (pengamatan).
(6) effisiensi filter harus sesuai dengan tabel 1.
(7) seluruh instalasi harus memenuhi ketentuan yang berlaku.
(8) semua udara harus di suplai dari langit-langit dan dibuang atau dikembalikan pada
sekurang-kurangnya 2 lokasi dekat dengan lantai (lihat tabel 3 untuk laju ventilasi minimum).
Bagian bawah dari outlet pembuangan harus setidaknya 75 mm di atas lantai. Suplai diffuser
harus dari jenis tidak langsung. Induksi yang tinggi pada difuser langit-langit atau difuser
dinding harus dihindari.
(9) bahan akustik tidak boleh digunakan sebagai lapisan ducting kecuali dipasang filter terminal
dengan effisiensi minimum 90% arah hilir dari lapisan.
Bagian dalam isolasi unit terminal dapat dikemas dengan bahan yang disetujui. Peredam
suara yang dipasang pada ducting harus dari jenis tidak terbungkus atau memiliki lapisan
film polyester yang diisi dengan bahan akustik.
(10) Setiap penyemprotan yang diterapkan pada insulasi dan kedap api harus ditangani dengan
zat penghambat pertumbuhan jamur.
(11) Panjang kedap air dibuat secukupnya, ducting pengering udara dari bahan baja tahan karat
harus dipasang arah hilir dari peralatan humidifier untuk menjamin seluruh uap air menguap
sebelum udara masuk ke dalam ruangan.
Pusat kontrol yang memantau dan memungkinkan penyesuaian tekanan, temperatur dan
kelembaban udara, berada dilokasi meja pengawas ruang bedah.

3.8.4 Obstetrik (Obsterical-kebidanan).


Tekanan udara di bagian kebidanan harus positif atau sama terhadap area lain.

3.8.5 Ruang Melahirkan (Delivery)


Perancangan ruang melahirkan harus sesuai dengan persyaratan teknis ruang operasi.

3.8.6 Ruang Pemulihan (Recovery).


Ruang pemulihan paska operasi digunakan dalam hubungannya dengan ruang operasi,
temperaturnya harus dipertahankan 240C dan kelembaban relatif antara 50% dan 60%.
Karena bau sisa anestesi kadang-kadang menimbulkan masalah di ruang pemulihan, ventilasi
menjadi penting, dan tekanan udara relatif seimbang terhadap tekanan udara area sekitarnya perlu
disediakan.

3.8.7 Ruang perawatan bayi (Nursery Suite).


3.8.7.1 Ruang perawatan bayi di lingkungan rumah sakit, yang terpenting AHU menyediakan
temperatur dan kelembaban udara konstan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 19


Pola pergerakan udara di ruang bayi dirancang hati-hati untuk mengurangi kemungkinan
semburan. Semua suplai udara untuk ruang ini harus berada pada atau dekat langit-langit dan
dibuang dekat lantai bagian bawah dengan bukaan buangan terletak setidak tidaknya 75 mm di
atas lantai.
3.8.7.2 Effisiensi sistem filter udara harus sesuai dengan tabel 1.
Bentuk radiasi pemanasan konveksi menggunakan tabung dan fin (fin and tube) tidak boleh
digunakan di ruang bayi.

3.8.8 Ruang perawatan bayi jangka lama (Full Term Nursery).


3.8.8.1 Temperatur 240C dan Kelembaban relatif dari 30% sampai 60% direkomendasikan untuk
ruang bayi yang tinggal lama, ruang pemeriksaan dan ruang kerja.
Seksi perawatan ibu hamil harus dikontrol serupa seperti untuk proteksi bayi baru lahir selama
berada dekat dengan ibunya.
3.8.8.2 Ruang bayi harus mempunyai tekanan udara positif sampai ke ruang kerja dan ruang
pemeriksaan, dan setiap ruangan antara ruang bayi dan koridor harus serupa seperti tekanan
relatif terhadap koridor. Hal ini mencegah infiltrasi kontaminasi udara dari area luar.

3.8.9 Ruang khusus perawatan bayi (Special Care Nursery).


Kondisi perancangan untuk ruang perawatan bayi membutuhkan rentang temperatur variabel yang
mampu mencapai 240C sampai 270C dan kelembaban relatif 30% sampai 60%.
Ruang perawatan bayi biasanya dipasang dengan incubator individual untuk mengatur temperatur
dan kelembaban. Hal ini diinginkan untuk menjaga kondisi yang sama di dalam ruang perawatan
bayi dan untuk mengakomodasi bayi yang dipindahkan dari incubator dan setelah tidak
ditempatkan dalami incubator. Tekanan pada ruang perawatan bayi ini harus sesuai dengan ruang
perawatan bayi biasa.

3.8.10 Ruang observasi bayi (Observation Nursery).


Temperatur dan kelembaban udara untuk ruang bayi mirip dengan ruang bayi perawatan jangka
panjang.
Karena bayi dalam pertumbuhan memiliki gejala klinis yang tidak biasa, udara di area ini harus
tidak boleh masuk ke ruang bayi lainnya. Tekanan udara negatif terhadap tekanan udara ruang
kerja harus dijaga di kamar bayi. Ruang kerja biasanya berada diantara ruang bayi dan koridor,
harus relatif bertekanan positip terhadap koridor.

3.8.11 Ruang Gawat Darurat,


3.8.11.1 Bagian ini, dalam kebanyakan kasus, area yang paling sangat tercemar di rumah sakit
sebagai akibat banyak pasien tiba dalam kondisi kotor dan jumlah pengantar yang relatif besar
mendampingi mereka.
3.8.11.2 Temperatur dan kelembaban udara di dalam ruang gawat darurat dan ruang tunggu harus
berada dalam batas kenyamanan.

20 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3.8.12 Ruang Trauma.
Ruang trauma harus berventilasi sesuai persyaratan pada tabel 3.
Ruang operasi darurat yang terletak dekat ruang gawat darurat harus memiliki temperatur,
kelembaban udara dan kebutuhan ventilasi sama seperti dengan persyaratan ruang operasi.

3.8.13 Ruang penyimpanan zat anestesi.


Ruang penyimpanan zat anestesi harus berventilasi dan harus memenuhi ketentuan yang berlaku
(NFPA 99). Namun dianjurkan menggunakan ventilasi mekanik.

3.9 Perawatan.
3.9.1 Ruang pasien.
3.9.1.1 Apabila sistem sentral digunakan untuk kamar pasien, rekomendasi pada tabel 1 dan
tabel 3 untuk filtrasi udara dan laju pertukaran udara harus diikuti untuk mengurangi infeksi silang
dan mengontrol bau.
3.9.1.2 Ruangan yang digunakan untuk isolasi pasien terinfeksi, semua pasokan udara harus
dibuang keluar. Untuk rancangan temperatur 240C bola kering dengan kelembaban relatif udara
50% direkomendasikan.
3.9.1.3 Setiap kamar pasien harus memiliki kontrol temperatur individu. Tekanan udara di ruang
pasien harus netral dalam kaitannya dengan area lain.
3.9.1.4 Kebanyakan kriteria rancangan dan persyaratan teknis yang dikeluarkan instansi terkait
mengharuskan semua udara dari ruang toilet seluruhnya dibuang keluar ruangan.
Persyaratan ini didasarkan pada kontrol bau. Dalam menganalisa bau dari sentral sistem
pembuangan toilet (pasien) rumah sakit, ditemukan bahwa sistem pembuangan sentral yang besar
umumnya mempunyai pelarut yang cukup untuk untuk membuat buangan toilet tidak berbau.
3.9.1.5 Apabila sistem unit ruang digunakan (sistem unitary), pembuangan udara umumnya
dilakukan melalui ruang toilet.
3.9.1.6 Jumlah udara yang dibuang sama dengan jumlah udara luar yang disuplai masuk ke
ruang untuk ventilasi. Ventilasi toilet, kloset, kamar mandi, dan semua kamar interior harus sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.

3.9.2 Unit Perawatan Intensif.


3.9.2.1 Unit ini melayani pasien sakit serius, pasca operasi untuk pasien jantung koroner.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 21


22
Tabel 3 – Hubungan Tekanan dan Ventilasi secara umum dari area tertentu di rumah sakit

Pertukaran Total Seluruh udara di


Hubungan tekanan Resirkulasi
udara dari luar pertukaran buang langsung
Fungsi Ruang terhadap area udara di dalam
per jam udara per jam ke luar
bersebelahan unit ruangan
minimuma minimumb bangunan

PERAWATAN BEDAH DAN KRITIS

Ruang Operasi:

Sistem seluruhnya udara luar P 15c 15 Ya Tidak

Sistem udara di resirkulasi P 5 25 Pilihan Tidak

Ruang Melahirkan

Sistem seluruhnya udara luar P 15 15 Pilihan Tidak

Sistem udara di resirkulasi P 5 25 Pilihan Tidak

Ruang Pemulihan E 2 6 Pilihan Tidak

Ruang bayi P 5 12 Pilihan Tidak

Ruang Traumad P 5 12 Pilihan Tidak

| Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Gudang anestesi ± Pilihan 8 Ya Tidak

PERAWATAN

Ruang Pasiene ± 2 4 Pilihan Pilihan


Ruang Toiletf N Pilihan 10 Ya Tidak

Perawatan intensif P 2 6 Pilihan Tidak

Isolasi protektifg P 2 15 Ya Pilihanh

Isolasi Infeksiusg ± 2 6 Ya Tidak

Isolasi ruang antara ± 2 10 Ya Tidak

Kala/melahirkan/pemulihan/postpartum E 2 4 Pilihan Pilihan


(LDRP)

Koridor pasiene E 2 4 Pilihan Pilihan

PENUNJANG

Radiologi :

X-Ray (bedah dan perawatan kritis) P 3 15 Pilihan Tidak

X-Ray (diagnostik dan tindakan) ± 2 6 Pilihan Pilihan

Ruang gelap N 2 10 Yai Tidak

Laboratorium, Umum N 2 6 Ya Tidak

Laboratorium, Bacteriologi N 2 6 Ya Tidak

Laboratorium, biochemistry P 2 6 Pilihan Tidak

Laboratorium, Cytology N 2 6 Ya Tidak

Laboratorium, pencucian gelas N Pilihan 10 Ya Pilihan

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit |


23
24
Laboratorium, histology N 2 6 Ya Tidak

Laboratorium, pengobatan nuklir. N 2 6 Ya Tidak

Laboratorium, pathologi N 2 6 Ya Tidak

Laboratorium, serologi. P 2 6 Pilihan Tidak

Laboratorium, sterilisasi N Pilihan 10 Ya Tidak

Laboratorium, transfer media. P 2 4 Pilihan Tidak

Autopsy N 2 12 Ya Tidak

Ruang tunggu – tubuh tidak N Pilihan 10 Ya Tidak


didinginkanj

Farmasi P 2 4 Pilihan Pilihan

ADMINISTRASI

Pendaftaran dan ruang tunggu N 2 6 Ya Pilihanh

DIAGNOSA DAN TINDAKAN

Bronchoscopy, sputum collection, dan N 2 10 Ya Pilihanh


administrasi pentamidine

| Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Ruang Pemeriksaame ± 2 6 Pilihan Pilihan

Ruang Pengobatan P 2 4 Pilihan Pilihan

Ruang Tindakane ± 2 6 Pilihan Pilihan

Therapi fisik dan therapi hidro N 2 6 Pilihan Pilihan


Ruang kotor atau tempat sampah N 2 10 Ya Tidak

Ruang bersih atau tempat bersih P 2 4 Pilihan Pilihan

STERILISASI DAN SUPLAI


Ruang peralatan sterilisasi. N Pilihan 10 Ya Tidak

Ruang kotor dan dekontaminasi. N 2 6 Ya Tidak

Tempat bersih dan gudang steril. P 2 4 Pilihan Pilihan

Gudang peralatan ± 2 (Pilihan) 2 Pilihan Pilihan

PELAYANAN
Pusat persiapan makanan ± 2 10 Ya Tidak
Tempat cuci N Pilihan 10 Ya Tidak
Gudang dietary harian ± Pilihan 2 Pilihan Tidak
Laundri, umum N 2 10 Ya Tidak
Sortir linen kotor dan gudang N Pilihan 10 Ya Tidak
Gudang linen bersih P 2 (Pilihan) 2 Pilihan Pilihan
Linen dan N Pilihan 10 Ya Tidak
Ruang bedpan N Pilihan 10 Ya Tidak
Kamar mandi N Pilihan 10 Pilihanf Tidak
Kloset Janitor N Pilihan 10 Pilihan Tidak
P = Positif. N = Negatif, E = sama, ± = kontrol langsung secara terus menerus di butuhkan e

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit |


25
a)
Ventilasi sesuai standar ASHRAE 62-1989, ventilasi untuk kualitas udara di dalam
bangunan yang dapat diterima, harus digunakan untuk area yang laju ventilasi spesifiknya
tidak diberikan. Apabila persyaratan udara luar lebih tinggi seperti yang disebut pada
standar 62 dari yang ada pada tabel 3, nilai yang tertinggi harus diambil.
b)
Total pertukaran udara yang ditunjukkan harus dipasok atau apabila disyaratkan harus
dibuang.
c)
Untuk ruang operasi, 100% udara luar harus digunakan hanya jika ketentuan yang ada
mempersyaratkan dan hanya jika alat pemulihan panas digunakan.
d)
Istilah ruang trauma yang digunakan disini adalah ruang bantuan pertama dan/atau ruang
darurat yang digunakan tindakan awal dari korban kecelakaan. Ruang operasi di dalam
pusat trauma yang secara rutin digunakan untuk bedah darurat dianggap sebagai ruang
operasi.
e)
Meskipun kontrol langsung secara terus menerus tidak dipersyaratkan, perbedaan harus
diminimalisir, dan dalam tidak adanya kontrol arah, tidak boleh ada penyebaran infeksi
dari satu area ke area lain.
f)
Untuk diskusi pertimbangan untuk sistem pembuangan udara sentral di toilet, lihat pada
“ruang pasien”.
g)
Ruang isolasi infeksius yang dijelaskan dalam tabel ini mungkin digunakan untuk pasien
infeksius pada komunitas rumah sakit rata-rata. Ruangan bertekanan negatif, Beberapa
ruang isolasi mungkin mempunyai ruang antara terpisah. Lihat pembahasan dalam bab ini
untuk informasi lebih rincil. Apabila penyakit menular yang sangat infeksius terhirup
seperti tuberkulosis, harus diisolasi. peningkatan laju pertukaran udara perlu
dipertimbangkan. Ruang isolasi protektif yang digunakan untuk pasien
immunosuppressed. Ruang bertekanan positip untuk memprotek pasien. Ruang antara
umumnya dipersyaratkan dan harus bertekanan negatif dengan ruang pasien yang ada.
h)
Resirkulasi diizinkan dalam ruangan pasien isolasi pernapasan jika udara difilter denga
HEPA filter.
i)
Semua udara yang dibutuhkan tidak perlu dibuang jika peralatan ruang gelap dilengkapi
ducting saluran pembuangan (scavenging exhaust) dan memenuhi standar NIOSH,
OSHA, dan petugas yang terpapar terbatas.
j)
Tubuh yang didinginkan di ruangan hanya ada fasilitas untuk melakukan otopsi di lokasi
dan menggunakan ruang untuk jangka pendek sambil menunggu tubuh yang akan
dipindahkan.
k)
Pusat persiapan makanan harus mempunyai kelebihan pasokan udara untuk tekanan
positif jika tudung tidak dioperasikan. Jumlah pertukaran udara dapat dikurangi atau
bervariasi untuk mengontrol bau jika ruangan tidak digunakan. Total pertukaran udara per
jam minimal harus dipersyaratkan untuk memberikan udara tambahan yang tepat ke
sistem pembuangan dapur.

26 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3.9.2.2 Temperatur dengan kemampuan rentan variabel dari 200C sampai 300C, kelembaban
relatif udara minimum 30% dan maksimum 60%, serta tekanan udara positif direkomendasikan.

3.9.3 Unit Isolasi Protektif.


3.9.3.1 Pasien imonosupresi (termasuk sumsum tulang belakang atau transpantasi organ,
leukimia, luka bakar, dan pasien AIDS) sangat rentan terhadap penyakit.
3.9.3.2 Beberapa dokter lebih memilih isolasi dengan menggunakan unit laminar udara untuk
melindungi pasien.
3.9.3.3 Dokter lainnya berpendapat bahwa kondisi sel laminar memiliki pengaruh psikologis yang
merugikan pada pasien dan menjadi merah bila keluar ruangan dan mengurangi spora di udara,
3.9.3.4 Distribusi udara dengan 15 kali pertukaran udara per jam disuplai melalui sebuah diffuser
tanpa bunyi sering direkomendasikan. Udara steril dihembuskan melintasi pasien dan kembali
dekat lantai, di atau dekat pintu ruang.
3.9.3.5 Dalam kasus pasien imunosupresi yang tidak menular, tekanan positip harus
dipertahankan antara ruang pasien dan area yang berdekatan.
Beberapa ketentuan dapat mempersyaratkan ruang antara yang mempertahankan perbedaan
tekanan negatif dengan ruang isolasi yang berdekatan dan perbedaan tekanan yang sama dengan
koridor, pos perawat atau area umum.
Ruang pemeriksaan dan ruang pengobatan harus dikontrol dengan cara yang sama.
Tekanan positif juga harus dipertahankan antara seluruh unit dan area yang berdekatan untuk
menjaga kondisi steril.
3.9.3.6 Apabila seorang pasien imunosupresi yang menular, ruang isolasi mungkin dirancang dan
diseimbangkan untuk menyediakan perbedaan tekanan yang sama atau negatif permanen yang
berhubungan dengan area berdekatan atau ruang antara.
Atau, bila ketentuan mengizinkan, ruang isolasi tersebut dapat dilengkapi dengan kontrol yang
memungkinkan ruangan menjadi positif, sama atau negatif dengan area yang berdekatan.
3.9.3.7 Namun, dalam kasus seperti ini, kontrol terhadap area yang berdekatan atau ruang antara
harus menjaga perbedaan tekanan yang benar dengan kamar yang berdekatan lainnya.
3.9.3.8 Secara terpisah, sistem pengkondisian udara terdedikasi untuk melayani unit isolasi
protektif menyederhanakan kontrol tekanan dan kualitas.

3.9.4 Unit Isolasi Infeksius.


3.9.4.1 Ruang isolasi menular digunakan untuk melindungi penghuni di rumah sakit dan pasien
berpenyakit menular. Terakhir untuk menghindari penularan tubercolosis, di dalam ruang pasien
dapat dilakukan perancangan distribusi udara, tekanan, laju pertukaran udara, dan filtrasi.
Temperatur dan kelembaban relatif udara harus sesuai dengan ketentuan untuk ruang pasien.
3.9.4.2 Perencana harus bekerja sama dengan perencana perawatan kesehatan dan instansi
berwenang setempat untuk menentukan perancangan ruang isolasi yang sesuai.
3.9.4.3 Kondisi ini dimungkinkan dengan pengontrolan yang lebih lengkap, menggunakan sebuah
ruangan terpisah yang digunakan sebagai kunci udara (air lock) untuk meminimalkan potensi
partikel di udara dari area pasien mencapai area-area yang berdekatan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 27


Beberapa perancang telah menyediakan ruang isolasi yang memungkinkan fleksibilitas ruang
maksimum dengan menggunakan pendekatan dengan membalikkan arah aliran udara dan
memvariasikan laju aliran gas buang.
Pendekatan ini berguna hanya jika diperlukan penyesuaian yang tepat untuk berbagai jenis
prosedur isolasi.

3.9.5 Pantri di Lantai. (Floor pantry).


3.9.5.1 Persyaratan ventilasi untuk area ini tergantung pada jenis makanan yang disediakan oleh
rumah sakit. Apabila makanan massal dibagikan dan fasilitas pencuci piring disediakan di area
pantri, dianjurkan penggunaan tudung pembuangan ke luar di atas peralatan pencuci.
3.9.5.2 Pantri kecil yang digunakan untuk menyiapkan makanan kecil di antara jam makan tidak
memerlukan ventilasi khusus. Tekanan udara di ruang pantri harus seimbang dengan area
sekitarnya untuk mengurangi gerakan udara ke dalam atau ke luar ruang pantri.

3.9.6 Sebelum Melahirkan/Melahirkan/Pemulihan/Pasca melahirkan (Labor/


Delivery/Recovery/ Post partum) (LDRP).
3.9.6.1 Prosedur untuk melahirkan bayi normal dianggap non-invasif, ruang dikondisikan sama
dengan ruang pasien. Beberapa ketentuan, mungkin menentukan tingkat pertukaran udara yang
lebih tinggi daripada ruang pasien yang biasa.
3.9.6.2 Diharapkan prosedur invasif seperti bedah caesar dilakukan di ruang melahirkan terdekat
atau di ruang operasi.

3.10 Penunjang.
3.10.1 Departemen Radiologi.
Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi rancangan sistem ventilasi di area ini adalah
karakteristik berbau untuk perlakuan klinik tertentu dan konstruksi khusus yang dirancang untuk
mencegah kebocoran radiasi.

3.10.1.1 Fluoroscopic, radiografi, dan Ruang terapi.


Ruangan ini mempersyaratkan temperatur 240C sampai 270C dan kelembaban relatif udara 40%
sampai 50%.
Tergantung pada lokasi outlet suplai udara dan intake buangan udara, lapisan timah hitam (Pb)
dipersyaratkan pada ducting suplai dan ducting balik pada titik masuk ke area klinik yang beragam
untuk mencegah kebocoran radiasi ke area hunian lain.

3.10.1.2 Ruang gelap.


Ruang gelap umumnya digunakan untuk periode yang lama pada ruang sinar X dan harus
mempunyai sistem ventilasi independent untuk membuang udara ke luar.
Buangan dari alat pemroses film dihubungkan ke buangan kamar gelap.

3.10.2 Laboratorium.
3.10.2.1 Pengkondisian udara diperlukan di laboratorium untuk kenyamanan dan keselamatan
para teknisi. Asap kimia, bau, uap, panas dari peralatan, dan bukaan jendela yang tidak diinginkan
semuanya berkontribusi terhadap kebutuhan pengkondisian udara.

28 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3.10.2.2 Perhatian khusus harus diberikan untuk ukuran dan jenis peralatan yang menambah
panas dan digunakan dalam berbagai laboratorium.
Peralatan yang memerlukan panas, biasanya merupakan bagian utama dari beban pendinginan.
3.10.2.3 Distribusi udara dan sistem pembuangan secara umum harus terbuat dari bahan
konvensional mengikuti rancangan standar untuk jenis sistem yang digunakan.
Sistem pembuangan yang melayani tudung bahan radioaktif, pelarut yang mudah menguap, dan
oksidator kuat seperti asam perklorat yang digunakan harus dibuat dari baja tahan karat (stainless
steel).
Fasilitas membasuh harus disediakan untuk tudung dan ducting yang menangani asam perklorat.
Tudung asam perklorat harus dilengkapi fan pembuangan khusus.
3.10.2.4 Tudung yang digunakan menentukan bahan ducting lainnya. Tudung di mana bahan
radioaktif atau infeksi akan digunakan, harus dilengkapi dengan filter yang effisiensi ultra tinggi
pada lubang outlet buangan dan memiliki prosedur dan peralatan untuk penggantian dengan aman
filter yang terkontaminasi.
3.10.2.5 Jalur ducting pembuangan harus sependek mungkin dengan meminimalkan kerugian
horizontal. Hal ini terutama berlaku untuk tudung asap perklorat karena sifatnya sangat berbahaya
dapat menimbulkan ledakan.
3.10.2.6 Menentukan sistem ventilasi yang efektif, ekonomis dan aman membutuhkan penelitian
yang cukup lama.
3.10.2.7 Apabila perkiraan kuantitas ventilasi udara ruang laboratorium untuk ventilasi tudung
dapat diperkirakan, sistem pembuangan dengan tudung dapat digunakan untuk pembuangan
semua udara ventilasi dari area laboratorium.
3.10.2.8 Dalam situasi di mana tudung pembuangan melebihi suplai udara, pasokan udara
tambahan dapat digunakan untuk menambah udara pada tudung. Penggunaan VAV untuk sistem
pasokan/pembuangan di laboratorium dapat diterima tetapi membutuhkan perawatan khusus
dalam rancangan dan instalasi.
3.10.2.9 Pasokan udara tambahan yang tidak perlu dikondisikan harus disediakan oleh sistem
terpisah dari sistem ventilasi normal.
Sistem tudung pembuangan individu harus saling berkaitan dengan sistem udara tambahan.
Sistem tudung pembuangan harus tidak dimatikan jika sistem udara tambahan gagal.
Ruang penyimpanan bahan kimia harus memiliki sistem pembuangan udara yang terus beroperasi
dengan fan terminal.
3.10.2.10 Fan pembuangan yang melayani tudung harus terletak diujung aliran dari sistem
pelepasan untuk mencegah kemungkinan hasil pembuangan memasuki bangunan.
3.10.2.11 Udara pembuangan dari tudung di unit untuk biokimia, histologi, sitologi, patologi,
pencuci gelas/sterilisasi, dan serologi-bakteriologi harus dibuang keluar dengan tanpa resirkulasi.
3.10.2.12 Biasanya, pembuangan dari fan pembuangan berdiri tegak dengan jarak minimum 2,1 m
di atas atap dengan kecepatan sampai 20 m/detik. Unit bakteriologi-serologi harus bertekanan
relatif terhadap area sekitarnya untuk mengurangi kemungkinan infiltrasi aerosol mencemari
spesimen yang sedang diproses.
3.10.2.13 Area seluruh laboratorium harus di bawah tekanan sedikit negatif untuk mengurangi
penyebaran bau atau kontaminasi ke area rumah sakit lainnya. Temperatur dan kelembaban harus
berada dalam batas kenyamanan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 29


3.10.3 Laboratorium Bacteriologi.
3.10.3.1 Unit ini tidak harus memiliki pergerakan udara yang tidak semestinya, sehingga
perawatan dilakukan untuk membatasi minimum kecepatan udara.
Ruang transfer steril yang mungkin berdampingan dengan laboratorium bakteriologi adalah ruang
di mana media steril didistribusikan dan di mana spesimen akan di transfer ke media pembiakan.
3.10.3.2 Untuk mempertahankan lingkungan yang steril, filter HEPA effisiensi ultra tinggi harus
dipasang di ducting suplai dekat titik masuk ke ruangan.
Ruang media, pada dasarnya adalah dapur, harus berventilasi untuk menghilangkan bau dan uap.

3.10.4 Laboratorium penyakit Infeksius dan Virus.


3.10.4.1 Laboratorium ini hanya ditemukan di rumah sakit besar yang memerlukan perlakuan
khusus.
3.10.4.2 Suatu tingkat ventilasi minimal dengan pertukaran udara 6 kali per jam atau tambahan
yang sama dengan volume pembuangan pada tudung di rekomendasikan untuk laboratorium ini,
Laboratorium harus memiliki tekanan relatif negatif terhadap area lain disekitarnya untuk
mencegah exfiltrasi dari setiap kontaminan udara.
3.10.4.3 Pembuangan udara dari lemari asap atau lemari keselamatan dalam laboratorium harus
disterilkan sebelum dibuang ke luar bangunan.
Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan pemanas listrik atau gas yang ditempatkan secara
serie dalam sistem pembuangan dan dirancang untuk memanaskan udara buang sampai 3150C.
Suatu metode yang lebih umum dan lebih murah dari sterilisasi udara buang adalah dengan
menggunakan filter dengan effisiensi ultra tinggi dalam sistem.

3.10.5 Laboratorium Pengobatan Nuklir.


3.10.5.1 Laboratorium mengatur radioisotop untuk pasien melalui mulut, infus, atau penghirupan
untuk memfasilitasi diagnosis dan pengobatan penyakit.
3.10.5.2 Dalam banyak kasus, sedikit sekali terjadinya kontaminasi udara dari lingkungan internal,
kecuali ada pertimbangan khusus.
3.10.5.3 Salah satu pengecualian penting melibatkan penggunaan larutan iodine 131 dalam kapsul
atau dalam botol untuk mendiagnosa gangguan kelenjar tiroid.
Keterlibatan lain penggunaan gas Xenon 131 melalui penghirupan untuk mempelajari
berkurangnya fungsi paru-paru pasien.
3.10.5.4 Kapsul xenon 131 terkadang bocor isinya sebelum digunakan. Pada pesiapan dosis, botol
ketika dibuka melepaskan kontaminan ke udara.
3.10.5.5 Hal ini merupakan kejadian umum untuk botol pada waktu dibuka dan ditangani dalam
lemari asap standar laboratorium.
Suatu kecepatan permukaan minimum 0,5 m/detik harus mencukupi untuk tujuan ini
3.10.5.6 Rekomendasi ini hanya berlaku di mana sejumlah kecil ditangani dalam operasi
sederhana.
Keadaan lain mungkin memerlukan penyediaan kotak sarung tangan atau serupa kurungan.

30 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3.10.5.7 Penggunaan Xenon 133 untuk mempelajari pasien, melibatkan instrumen khusus yang
memungkinkan pasien menghirup gas dan menghembuskan nafas kembali ke instrumen.
3.10.5.8 Gas dihembuskan lewat melalui perangkap arang yang dipasang paling depan dan sering
(tapi tidak selalu) dilepaskan keluar. Proses ini menunjukkan beberapa potensi gas untuk lepas ke
dalam lingkungan internal.
3.10.5.9 Karena keunikan ini, operasi dan peralatan khusus yang terlibat, dianjurkan perancang
sistem menentukan instrumen tertentu yang akan digunakan dan menghubungi produsen untuk
memperoleh petunjuk.
3.10.5.10 Panduan lain tersedia di US Nuclir Regulatory Commission, Regulatory Guide 10.8
(NRC 1980). Secara khusus prosedur darurat yang harus diikuti dalam kasus lepasnya xenon 133
harus mencakup evakuasi sementara dari area dan/atau meningkatkan laju ventilasi area tersebut.
3.10.5.11 Rekomendasi tentang perbedaan tekanan, filtrasi suplai udara, volume suplai udara,
resirkulasi dan atribut lain dari sistem suplai dan aliran udara untuk laboratorium histologi, patologi,
dan sitologi juga relevan dengan laboratorium kedokteran nuklir.
Namun demikian, beberapa persyaratan sistem ventilasi khusus dikenakan oleh NRC apabila
bahan radioaktif digunakan.
3.10.5.12 Sebagai contoh, NRC (1980) memberikan prosedur perhitungan untuk memperkirakan
aliran udara yang diperlukan untuk mempertahankan konsentrasi gas xenon 133 pada atau di
bawah tingkat yang ditentukan.
3.10.5.13 NRC juga berisi persyaratan khusus untuk jumlah radioaktif yang dapat dilepaskan ke
atmosfer, metode pembuangan pilihan adalah dengan penyerapan menggunakan perangkap
arang.

3.10.6 Ruang Autopsi.


3.10.6.1 Ruang otopsi adalah area dari bagian patologi yang memerlukan perhatian khusus.
Perhatian terhadap ruang ini terutama pada kontaminasi bakteri dan bau. Intake buangan harus
ditempatkan di langit-langit atau di sisi rendah dinding.
Sistem buangan harus mengalirkan udara di atas atap rumah sakit.
Suatu tekanan negatif relatif terhadap sekitarnya harus disediakan di ruang otopsi untuk
mencegah penyebaran kontaminasi.
3.10.6.2 Apabila sejumlah besar formalin digunakan, tudung pembuangan khusus mungkin
diperlukan untuk menjaga konsentrasi sampai tingkat di bawah ketentuan yang berlaku.
3.10.6.3 Untuk rumah sakit kecil di mana ruang otopsi jarang digunakan, kontrol lokal dari sistem
ventilasi dan sistem kontrol bau lebih baik menggunakan karbon aktif atau potassium permanganat
yang dipenuhi alumina aktif lebih disukai.

3.10.7 Kandang Hewan.


3.10.7.1 Area ini hanya ditemukan di rumah sakit yang lebih besar. Terutama karena bau, kandang
hewan memerlukan sistem pembuangan mekanis di mana pembuangan udara yang
terkontaminasi diletakkan di atas atap rumah sakit.
3.10.7.2 Untuk mencegah penyebaran bau atau kontaminan lainnya dari kandang hewan ke area
lain, tekanan udara negatif sedikitnya 25 Pa relatif terhadap daerah sekitarnya harus dijaga.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 31


3.10.8 Farmasi.
Ruang farmasi harus dikondisikan untuk kenyamanan dan tidak memerlukan ventilasi khusus.
Distribusi udara ruangan harus dikoordinasikan dengan setiap meja yang mungkin membutuhkan
aliran udara laminar.

3.10.9 Administrasi.
Bagian ini meliputi lobi utama, kantor dan ruang rekam medis.
Area pendaftaran dan ruang tunggu adalah area di mana risiko potensi penularan penyakit melalui
udara tidak terdiagnosis.
Penggunaan sistem pembuangan lokal yang membuang udara terhadap pasien yang mendaftar
harus dipertimbangkan.
Sistem pengkondisian udara terpisah yang tepat diinginkan untuk memisahkan area ini karena
biasanya rumah sakit kosong pada malam hari.

3.10.10 Diagnostik dan Pengobatan.

3.10.10.1 Bronchoscopy, Sputum collection, dan Pentamidine Administration.


(1) Ruangan ini berpotensi tinggi karena adanya pembuangan sejumlah besar tetesan air yang
infeksius ke dalam udara ruangan.
(2) Meskipun prosedur yang dilakukan dapat mengindikasikan penggunaan tudung pasien,
ventilasi ruang secara umum harus ditingkatkan berdasarkan asumsi bahwa kontaminasi
udara yang menular dihasilkan lebih tinggi dari tingkat normal.

3.10.10.2 Magnetic Resonance Imaging (MRI).


Temperatur, kelembaban dan ventilasi ruang ini harus diperlakukan sebagai ruang pemeriksaan.
Namun demikian diperlukan perhatian khusus dimana di ruang kontrol melepaskan panas dari
peralatan komputer dan penggunaan cryogenic diruang pemeriksaan.

3.10.10.3 Ruang Pengobatan/Tindakan (Treatment Room).


Pasien dibawa ke ruang ini untuk perawatan khusus yang tidak dapat dengan mudah dilakukan di
ruang pasien.
Untuk mengakomodasi pasien yang mungkin dibawa dari tempat tidur, ruangan harus memiliki
temperatur dan kontrol kelembaban individu.
Temperatur dan kelembaban harus sesuai ketentuan seperti kamar pasien.

3.10.10.4 Bagian therapi fisik.


(1) Beban pendinginan dari bagian elektroterapi dipengaruhi oleh gelombang pendek diatermi,
infra merah, ultra violet dan peralatan yang digunakan di area ini.
(2) Seksi Hidroterapi.
Seksi ini terdiri dari berbagai pengobatan dengan pemandian air, umumnya temperatur
dipertahankan sampai 270C. Panas laten yang potensial di area ini tidak boleh diabaikan.

32 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(3) Seksi latihan tidak memerlukan perlakuan khusus, temperatur dan kelembaban harus berada
dalam zona kenyamanan. Udara dapat diresirkulasikan pada area ini, dan sistem kontrol bau
disarankan.

3.10.10.5 Bagian Therapi Kerja.(Occupational Therapy Department).


(1) Ruang bagian ini digunakan untuk kegiatan seperti menenun, mengepang, karya seni dan
menjahit, tidak memerlukan ventilasi khusus.
Resirkulasi udara dalam sistem ventilasi di area ini diperbolehkan menggunakan filter kelas
menengah.
Rumah sakit yang lebih besar dan yang mengkhususkan diri dalam rehabilitasi memiliki
keragaman yang lebih besar dari keterampilan dan kerajinan, termasuk pertukangan, logam,
fotografi, keramik dan lukisan.
(2) Persyaratan pengkondisian udara dan ventilasi dari berbagai bagian harus sesuai dengan
praktek yang normal untuk area tersebut dan untuk ketentuan yang berkaitan dengan
mereka. Temperatur dan kelembaban harus dipertahankan dalam zona kenyamanan.

3.10.10.6 Bagian Therapi hirup (Inhalation Therapy Department).


Terapi hirup untuk pengobatan gangguan pernapasan paru-paru dan lainnya.
Udara harus sangat bersih, dan areanya harus memiliki tekanan udara positif terhadap area
sekitarnya.

3.10.10.7 Ruang Kerja.


(1) Ruang kerja bersih (clean utility) yang berfungsi sebagai pusat penyimpanan dan distribusi
persediaan bersih harus dipertahankan pada tekanan udara positif relatif terhadap koridor.
(2) Ruang kerja kotor (dirty utility) terutama berfungsi sebagai tempat pengumpulan peralatan
dan material kotor.
Ruang ini dianggap sebagai ruangan yang terkontaminasi dan harus memiliki tekanan udara
negatif relatif terhadap area sekitarnya.
Temperatur dan kelembaban udaranya harus berada dalam batas kenyamanan.

3.10.10.8 Sterilisasi dan Persediaan.


(1) Peralatan yang telah digunakan dan terkontaminasi seperti instrumen dan alat, dibawa ke
unit ini untuk dibersihkan dan disterilisasi sebelum digunakan kembali.
(2) Unit biasanya terdiri dari area pembersihan, area sterilisasi dan area penyimpanan di mana
persediaan disimpan sampai dipesan untuk digunakan.
Jika area ini berada dalam suatu ruangan yang besar, udara harus mengalir dari
penyimpanan bersih dan area steril ke area bersih yang terkontaminasi.
(3) Perbedaan tekanan udara harus sesuai seperti yang ditunjukkan pada tabel 3.
Temperatur dan kelembaban harus berada dalam rentang nyaman.
(4) Pedoman berikut ini penting untuk unit pusat sterilisasi dan persediaan :
(a) Insulasi alat sterilisasi digunakan untuk mengurangi beban panas.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 33


(b) Ventilasi pada lemari peralatan sterilisasi harus cukup untuk menghilangkan kelebihan
panas.
(c) Apabila alat Ethylene Oksida (ETO) gas sterilisasi digunakan, dilengkapi sistem
pembuangan yang terpisah dengan terminal fan, dilengkapi perangkap buangan
dengan kecepatan yang memadai disekitar sumber kebocoran ETO
(d) Memasang pembuangan di pintu alat sterilisasi dan di atas pengering alat sterilisasi.
Aerator pembuangan dan ruang layanan, sensor konsentrasi ETO, sensor aliran
buangan, dan alarm juga harus disediakan.
(e) ETO sterlisasi harus ditempatkan di ruang khusus tak berpenghuni. Memiliki
perbedaan tekanan sangat negatif terhadap ruang yang berdekatan dan pertukaran
udaranya 10 kali per jam.
Banyak otoritas mengharuskan sistem pembuangan ETO memiliki peralatan untuk
menghilangkan ETO dari pembuangan udara.
(5) Menjaga tempat penyimpanan untuk persediaan steril pada kelembaban relatif tidak lebih
dari 50%.

3.10.10.9 Pelayanan.
(1) Daerah layanan termasuk dietary, rumah tangga, mekanikal, dan fasilitas karyawan.
(2) Daerah ini udaranya dapat dikondisikan atau tidak. Ventilasi yang memadai penting untuk
menyediakan sanitasi dan lingkungan yang sehat. Ventilasi daerah ini tidak dapat dibatasi
pada sistem pembuangan saja, ketentuan untuk suplai udara harus terkait dalam
perancangan. Udara tersebut harus disaring dan dialirkan pada temperatur yang terkendali.
(3) Sistem pembuangan yang dirancang dengan baik menjadi tidak effektif tanpa suplai udara
yang memadai. Pengalaman menunjukkan bahwa ketergantungan pada jendela yang
terbuka hanya menghasilkan ketidak puasan terutama selama musim panas.
(4) Penggabungan pertukaran panas dari udara ke udara memberikan kemungkinan untuk
beroperasi secara ekonomis di area ini.
(5) Fasilitas Dietary.
(a) Area ini biasanya mencakup dapur utama, pembuatan roti, kantor ahli gizi dan ruang
makan.
(b) Karena berbagai kondisi dihadapi (yaitu panas yang tinggi, kelembaban dan bau
masakan), perhatian khusus dalam perancangan diperlukan untuk menyediakan
lingkungan yang dapat diterima.
(c) Kantor ahli gizi ini sering berada di dalam atau berdekatan dengan dapur utama.
Biasanya benar-benar tertutup untuk memastikan privatisasi dan pengurangan
kebisingan. Pengkondisian udara dianjurkan untuk pemeliharaan kenyamaan dalam
kondisi normal.
(d) Ruang cuci piring harus tertutup dan berventilasi pada tingkat minimum yang sama
dengan tudung buangan untuk mesin cuci piring. Hal yang tidak biasa adalah membagi
area pencucian piring ke dalam area kotor dan area bersih. Bila ini dilakukan, area
yang kotor harus dibuat bertekanan negatif terhadap area bersih.

34 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(6) Ruang Kompressor/Kondenser Dapur.
(a) Ventilasi dari ruang ini harus sesuai dengan persyaratan teknis setempat, dengan
tambahan pertimbangan sebagai berikut ;
1) ventilasi udara 220 liter/detik per kilowatt kompressor harus digunakan untuk unit
yang diletakkan di dalam dapur;
2) unit kondensing harus beroperasi optimal pada maksimum temperatur ambient
32,20C; dan
3) apabila temperatur udara atau sirkulasi udara kecil, kombinasi udara dan unit
kondensing yang didinginkan air harus ditentukan.
(b) Hal ini sering untuk menggunakan kondensor berpendingin air dimana kondensor
diletakkan jauh. Perolehan kembali panas dari kondenser berpendingin air harus
dipertimbangkan.
(7) Ruang Makan.
(a) Ventilasi dari ruang ini harus sesuai dengan persyaratan teknis setempat. Penggunaan
kembali udara dari ruang makan untuk ventilasi, dan pendinginan area persiapan
makanan di rumah sakit disarankan asalkan udara balik dilewatkan melalui filter
dengan effisiensi 80%.
(b) Apabila layanan kantin disediakan, area layanan dan meja yang menggunakan uap
biasanya dilengkapi tudung. Kapasitas AHU dari tudung ini harus minimal 380
liter/detik per m2 luas.
(8) Laundri dan Linen.
(a) Dari fasilitas ini, hanya ruang penyimpanan linen kotor, ruang sortir linen kotor, ruang
utilitas kotor, dan area proses laundri yang memerlukan perhatian khusus.
(b) Ruang yang disediakan untuk penyimpanan linen kotor sebelum diambil oleh laundri,
umumnya bau dan terkontaminasi. Untuk itu ruang ini harus berventilasi baik dan
dipertahankan pada tekanan udara negatif.
(c) Ruang utilitas kotor yang disediakan untuk layanan rawat inap dan biasanya
terkontaminasi dengan bau yang berbahaya harus langsung dibuang ke luar dengan
cara mekanis.
(d) Dalam area proses linen, mesin cuci (washer), alat pengering (tumbler), alat seterika,
dan sebagainya udaranya harus dibuang langsung ke atas untuk mengurangi
kelembaban.
(e) Sebuah kanopi di atas alat seterika dan lubang pembuangan udara yang terbaik
diletakkan di dekat peralatan penghasil panas untuk diambil dan dibuang panasnya.
(f) Sistem pembuangan udara dari alat seterika dan alat pengering harus terpisah dari
sistem pembuangan udara umum dan dilengkapi dengan filter kain.
Udara harus dibuang di atas atap atau di mana tidak mengganggu penghuni di area
lain. Reklamasi panas dari udara buangan laundri mungkin tidak praktis dan tidak
diinginkan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 35


(g) Apabila pengkondisian udara dipertimbangkan, pasokan udara tambahan yang
terpisah, serupa dengan yang direkomendasikan untuk tudung dapur, mungkin
diletakkan di lokasi sekitar kanopi pembuangan di atas alat seterika. Alternatifnya,
dapat dipertimbangkan tempat yang dingin untuk istirahat petugas terbatas pada area
tertentu
(9) Fasilitas Mekanikal.
(a) Suplai udara untuk ruang boiler harus disediakan baik untuk kondisi kerja yang
nyaman dan kuantitas udara yang dibutuhkan untuk laju pembakaran dari bahan bakar
khusus yang digunakan.
Boiler dan kemampuan burner menentukan laju pembakaran maksimum, jadi kuantitas
udara dapat dihitung sesuai jenis dari bahan bakarnya.
Udara yang cukup harus disuplai ke ruang boiler untuk mensuplai fan buangan selain
untuk boiler.
(b) Di tempat kerja, sistem ventilasi harus membatasi temperatur udara sampai 320C.
Apabila temperatur udara luar ambient lebih tinggi, temperatur di dalam ruang mungkin
naik sampai maksimum 360C untuk melindungi motor dari panas
(10) Bengkel Pemeliharaan.
Bengkel kerja tukang kayu, mesin, listrik dan plambing tidak membutuhkan persyaratan
ventilasi.
Ventilasi yang tepat dibutuhkan pada bengkel cat dan area gudang cat karena bahaya
kebakaran dan harus memenuhi persyaratan teknis yang berlaku.
Bengkel pemeliharaan apabila terdapat pekerjaan pengelasan harus mempunyai ventilasi
buangan.

3.11 Kontinuitas Layanan dan Konsep Energi


3.11.1 Zoning.
3.11.1.1 Zoning dimaksudkan adalah menggunakan sistem udara terpisah untuk berbagai bagian,
dapat dimaksudkan untuk :
(1) kompensasi paparan, karena orientasi atau untuk kondisi lain yang dikenakan oleh
konfigurasi bangunan tertentu;
(2) meminimalkan resirkulasi antar bagian;
(3) memberikan fleksibilitas operasi;
(4) menyerdehanakan ketentuan untuk operasi pada kondisi daya darurat; dan
(5) menghemat energi.
3.11.1.2 Dengan ducting suplai udara dan beberapa unit pengolah udara (air handling unit) ke
sebuah planum, sistem sentral dapat mencapai ukuran kapasitas siaga.
Apabila satu unit dimatikan, udara dapat dialihkan dari area non kritis atau area yang sebentar-
sebentar dioperasikan untuk mengakomodasi area-area kritis yang harus beroperasi secara terus
menerus.
Proteksi siaga dengan cara ini atau cara lain sangat penting agar pasokan udara tidak terganggu
oleh pemeliharaan rutin atau kegagalan komponen.

36 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3.11.1.3 Pemisahan sistem pasokan, antara yang balik dan yang dibuang oleh bagian sering
diinginkan, khususnya untuk bagian bedah, kebidanan, patologi, dan laboratorium.
3.11.1.4 Keseimbangan relatif diinginkan dalam area kritis, Harus dijaga saling mengunci antara
pasokan dan fan (misalnya pembuangan harus berhenti apabila pasokan aliran udara dihentikan).

3.11.2 Pemanasan dan Layanan Siaga Air Panas.


3.11.2.1 Jumlah dan susunan boiler harus sedemikian rupa sehingga apabila satu boiler rusak
atau sementara dilakukan pemeliharaan rutin, kapasitas boiler yang tersisa cukup untuk
menyediakan layanan air panas untuk penggunaan :
(1) klinis,
(2) diet untuk pasien,
(3) uap untuk sterilisasi dan tujuan diet; dan
(4) pemanasan dibutuhkan untuk: operasi, melahirkan, persalinan, persiapan melahirkan,
pemulihan, perawatan intensif, perawatan bayi, dan kamar pasien umum.
3.11.2.2 Pompa pengisi boiler, pompa sirkulasi air panas, pompa kondensat balik, dan pompa
bahan bakar minyak harus dihubungkan dan dipasang untuk menyediakan layanan normal dan
siaga.
3.11.2.3 Pipa utama pasokan dan balik dan pipa tegak untuk pendinginan, pemanasan dan proses
sistem uap, harus dilengkapi dengan katup untuk mengisolasi berbagai bagian.
3.11.2.4 Setiap peralatan harus dilengkapi dengan katup pada pipa suplai dan pipa balik.
3.11.2.5 Beberapa sistem pasokan dan pembuangan untuk ruang melahirkan dan ruang operasi
harus dirancang independen dari sistem fan lain dan pada kejadian kegagalan daya listrik normal,
beroperasi dari sistem listrik darurat rumah sakit.
3.11.2.6 Ruang operasi dan ruang bersalin harus berventilasi sehingga fasilitas rumah sakit tetap
dapat mempertahankan kondisi ruang bedah dan ruang melahirkan dalam kasus-kasus kegagalan
sistem ventilasi.
3.11.2.7 Uap dari boiler sering memerlukan perlakuan dengan bahan kimia yang tidak bisa
dibuang oleh unit pengolah udara yang melayani area kritis.
Dalam kasus ini, sistem uap bersih harus dipertimbangkan digunakan untuk humidikasi.

3.11.3 Pendinginan Mekanikal.


3.11.3.1 Sumber pendinginan mekanik untuk area klinis dan pasien di rumah sakit harus
dipertimbangkan dengan cermat. Metoda yang dipilih adalah sistem pendingin tidak langsung
dengan menggunakan air sejuk (chilled water).
3.11.3.2 Bila menggunakan pendingin langsung, perhatikan ketentuan yang berlaku untuk
keterbatasan tertentu dan larangan-larangannya.

3.11.4 Insulasi.
3.11.4.1 Semua pipa panas, ducting dan peralatan yang terbuka harus diinsulasi untuk menjaga
effisiensi energi dari semua sistem dan melindungi penghuni bangunan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 37


3.11.4.2 Untuk mencegah kondensasi, ducting, selubung, pipa dan peralatan dengan temperatur
permukaan luar di bawah titik embun ambien harus ditutupi dengan insulasi yang memiliki
pembatas uap eksternal.
3.11.4.3 Insulasi, termasuk finis dan perekat pada permukaan luar ducting, pipa dan peralatan
harus memiliki tingkat penyebaran api 25 atau kurang dan tingkat pengembangan asap 50 atau
kurang sebagaimana ditentukan oleh laboratorium pengujian independen sesuai standar NFPA
255, dan seperti yang dipersyaratkan oleh NFPA 90A.
3.11.4.4 Tingkat pengembangan asap untuk insulasi pipa tidak boleh melebihi 150.
3.11.4.5 Lapisan internal ducting dan peralatan harus memenuhi metode uji erosi seperti
dijelaskan dalam UL standar 181 (Underwriters Laboratories).
3.11.4.6 Lapisan internal ini termasuk pelapis, perekat dan insulasi pada permukaan luar dari pipa
dan ducting di ruang bangunan gedung yang digunakan sebagai pasokan udara ventilasi, harus
memiliki tingkat penyebaran api 25 atau kurang dan peringkat pengembangan asap 50 atau
kurang, sebagaimana ditentukan oleh laboratorium pengujian independen sesuai dengan standar
ASTM E.84.
3.11.4.7 Lapisan internal duct tidak boleh digunakan dalam sistem suplai ruang operasi, ruang
bersalin, ruang pemulihan, ruang bayi, unit perawatan luka bakar atau unit perawatan intensif,
kecuali terminal filter dengan effisiensi minimal 90% dipasang di hilir lapisan.
3.11.4.8 Lapisan internal duct harus digunakan hanya untuk perbaikan akustik. Untuk tujuan
termal, insulasi ekternal harus digunakan.
Apabila sistem yang ada dimodifikasi, bahan asbes harus tidak digunakan dan dibuang sesuai
ketentuan yang berlaku.

3.11.5 Energi.
3.11.5.1 Perawatan kesehatan membutuhkan energi intensif, sumber energi tergantung pada
perusahaan pensuplai energi.
3.11.5.2 Fasilitas rumah sakit berbeda dari bangunan lainnya, rumah sakit beroperasi 24 jam per
hari sepanjang tahun, memerlukan sistem cadangan yang canggih dalam kasus utilitas normal
padam, penggunaan sejumlah besar udara luar untuk memerangi bau dan pelarutan
mikroorganisme, dan harus berhubungan dengan masalah infeksi dan pembuangan limbah padat.
3.11.5.3 Sejumlah besar energi dibutuhkan untuk sumber daya diagnostik, teraputik, dan peralatan
pemantau serta dukungan layanan seperti penyimpanan, persiapan dan pelayanan makanan dan
fasilitas laundri.
3.11.5.4 Penghematan energi di rumah sakit dapat dilakukan dalam berbagai cara, seperti
menggunakan tangki penyimpanan energi yang lebih besar dan menggunakan perangkat
konservasi energi yang mentransfer energi dari udara panas atau dingin dari pembuangan panas
bangunan atau udara dingin yang masuk.
3.11.5.5 Pemanasan pipa, berjalan sekitar loop dan bentuk lain pemulihan panas memperoleh
perhatian yang meningkat.
3.11.5.6 Insinerator limbah padat menghasilkan buangan uap panas yang dapat digunakan untuk
laundri dan air panas perawatan pasien menjadi semakin umum.
3.11.5.7 Komplek perawatan kesehatan yang besar menggunakan sistem mesin sentral yang
mungkin termasuk penyimpanan panas, economizer hidronik, pompa primer/sekunder, kogenerasi
panas boiler, pemulihan energi, dan pemulihan panas insinerator.

38 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3.11.5.8 Rancangan pembangunan fasilitas baru, termasuk perubahan dari dan penambahan
bangunan yang sudah ada, memiliki pengaruh besar pada jumlah energi yang dibutuhkan untuk
layanan tersebut terutama disediakan untuk pemanas, pendingin dan pencahayaan.
3.11.5.9 Pemilihan komponen bangunan dan sistem untuk penggunaan energi yang efektif
memerlukan perencanaan yang cermat.
Integrasi bangunan limbah panas ke dalam sistem dan penggunaan sumber energi terbarukan
(misalnya, surya dibawah beberapa kondisi iklim) akan memberikan penghematan substansial
(Setty 1976).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 39


BAB - IV
FASILITAS RAWAT JALAN RUMAH SAKIT.

4.1 Umum.
4.1.1 Fasilitas rawat jalan dapat menjadi unit yang berdiri sendiri, bagian dari fasilitas
perawatan akut, atau bagian dari fasilitas medis seperti bangunan medis (klinik).
4.1.2 Beroperasinya dilakukan tanpa mengantisipasi pasien bermalam (yaitu, fasilitas
beroperasinya dari 8 jam sampai 10 jam per hari).
Jika secara fisik terhubung ke fasilitas rumah sakit dan dilayani oleh sistem tata udara rumah sakit,
ruang fasilitas rawat jalan harus sesuai dengan persyaratan fasilitas rumah sakit.
4.1.3 Apabila fasilitas rawat jalan benar-benar terpisah dan memiliki sistem tata udara sendiri,
maka fasilitas perawatan kesehatan ini dapat dikatagorikan sebagai klinik diagnostik atau klinik
pengobatan.

4.2 Klinik Diagnostik.


4.2.1 Klinik diagnostik adalah fasilitas di mana pasien secara teratur berada pada bagian rawat
jalan untuk layanan diagnostik atau pengobatan ringan, tetapi tidak dilakukan pengobatan yang
memerlukan anestesi umum atau operasi.
4.2.2 Fasilitas klinik diagnostik memiliki kriteria rancangan seperti yang ditunjukkan pada tabel
4 dan tabel 5 (lihat bagian tentang fasilitas panti jompo).

4.3 Klinik Pengobatan.


Klinik pengobatan adalah fasilitas yang menyediakan rawat jalan, pengobatan besar atau kecil
untuk pasien yang tidak mampu berbuat untuk melindungi dirinya dalam kondisi darurat tanpa
bantuan orang lain.

4.4 Kriteria Rancangan.


4.4.1 Perancang sistem harus mengacu pada paragraf berikut dari bagian fasilitas rumah sakit :
(1) sumber infeksi dan tindakan pengendalian;
(2) kualitas udara;
(3) gerakan udara;
(4) temperatur;
(5) perbedaan tekanan dan ventilasi; dan
(6) pengendalian asap.
4.4.2 Persyaratan pembersihan udara untuk ruang operasi sesuai dengan yang ada di tabel 1.
Area pemulihan tidak perlu dianggap sebagai area sensitif.
Perhatian terhadap bakteri sama seperti di rumah sakit perawatan akut.

40 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Laju ventilasi minimal, perbedaan tekanan, kelembaban relatif, dan rentang temperatur yang
diinginkan dirancang mirip dengan persyaratan untuk rumah sakit seperti ditunjukkan pada tabel 3,
kecuali untuk ruang operasi, yang mungkin memenuhi ketentuan untuk kamar trauma.
4.4.3 Area fungsi berikut dalam fasilitas klinik pengobatan memiliki kriteria rancangan mirip
dengan yang di rumah sakit:
(1) operasi bedah, ruang pemulihan dan ruang penyimpanan anestesi;
(2) penunjang;
(3) diagnostik dan pengobatan kecil radiologi di wilayah umumnya;
(4) sterilisasi dan persediaan; dan
(5) layanan kotor, ruang kerja, fasilitas mekanik, dan kamar ganti.

4.4.4 Kontiunitas Pelayanan dan Konsep Energi.


4.4.4.1 Beberapa pengelola mungkin menginginkan bahwa pemanas, pengkondisian udara, dan
sistem pelayanan air panas selalu siaga melayani dalam kondisi darurat dan sistem ini dapat
berfungsi setelah bencana berlalu.
4.4.4.2 Untuk mengurangi biaya utilitas, fasilitas harus mencakup langkah-langkah konservasi
energi seperti perangkat pemulihan, volume udara variabel, beban peneduh, atau sistem untuk
mematikan atau mengurangi ventilasi area tertentu saat kosong. Ventilasi mekanik harus
memanfaatkan udara luar dengan menggunakan siklus ekonomizer, untuk mengurangi beban
pemanasan dan pendinginan.
4.4.4.3 Sub bagian pada layanan kontuinitas dan konsep energi bagian fasilitas rumah sakit juga
mencakup informasi mengenai zonasi dan isolasi yang berlaku untuk klinik pengobatan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 41


BAB – V
PENGOPERASIAN DAN PEMELIHARAAN
5.1 Pendahuluan.
5.1.1 Fungsi pengoperasian dan pemeliharaan dalam rumah sakit dan klinik dapat dijelaskan
dengan cara-cara yang berbeda.
Banyak fasilitas mempunyai petugas pemeliharaan sendiri yang menyediakan pemeliharaan
minimum sampai yang mahal, sering juga sangat canggih dan sistem dengan teknik yang
kompleks.
5.1.2 Beberapa fasilitas menunjukkan pekerjaan pemeliharaan minimum yang dikerjakan
sendiri (biasanya keselamatan jiwa yang terkait dengan fungsinya) dan pada fungsi lainnya
dikerjakan oleh sumber luar (outsourcing).
5.1.3 Model lain adalah seluruhnya dilakukan oleh bagian pemeliharaan dari sumber lain
(oursourcing). Beberapa bagian dilakukan oleh serikat pekerja yang mempunyai keahlian praktis,
dan beberapa bagian lain tidak dilakukan oleh serikat kerja.
5.1.4 Bab ini tidak ditujukan untuk membicarakan penilaian dari beragam sistem pemeliharaan
yang berbeda. Tujuannya adalah untuk menunjukkan pentingnya fungsi pemeliharaan dalam
fasilitas pelayanan kesehatan.
5.1.5 Untuk tugas yang tidak dapat dilakukan sendiri oleh petugas, perlu dipertimbangkan untuk
menggunakan kontraktor atau konsultan. Pastikan bahwa kontraktor yang digunakan mampu
melakukan pemeliharaan yang terbaik dan mempunyai pelatihan khusus. Untuk menghemat waktu
dan mencegah masalah komunikasi, yakinkan kontraktor dapat memberikan layanan diagnostik
dan perbaikan. Akhirnya untuk memastikan bahwa semua masalah dapat tertangani, tentukan
kontraktor yang berpandangan holistik pada fasilitas.
5.1.6 Program pemeliharaan dan pengoperasian yang baik harus diimplementasikan untuk
memastikan bahwa bangunan fasilitas pelayanan kesehatan dan sistem operasi dapat
memberikan pelayanan yang andal kepada pasien.

5.2 Pemeliharaan.
5.2.1 Umum.
5.2.1.1 Sesuatu bagian yang bergerak akhirnya akan patah atau rusak. Sebuah rumah sakit
membutuhkan pemeliharaan seperti fasilitas lainnya.
5.2.1.2 Pada suatu saat, biaya pemeliharaan menjadi komponen terbesar yang tidak terkontrol
dari pengoperasian rumah sakit. Karenanya pemeliharaan harus secara hati-hati ditinjau ulang.
5.2.1.3 Pelaksanaan jadwal pengoperasian dan pemeliharaan yang kurang benar, seperti
pemeliharaan pencegahan atau perbaikan chiller yang didasarkan secara sederhana dan
dilakukan dalam jangka waktu pendek, dapat menjadi sangat mahal.
Hal sebaliknya bila pemeliharaan dilakukan hanya pada saat peralatan/komponen tidak berfungsi
(pemeliharaan reaktif) dapat menyebabkan kerugian fungsi yang besar dan sulit diterima.
5.2.1.4 Empat (4) pendekatan umum untuk pemeliharaan : reaktif, preventif, prediktif, dan proaktif
- berevolusi setiap tahun sebagai progres dalam sistem diagnostik telah dilakukan.
Penjelasan lebih detail tentang pendekatan pemeliharaan diberikan dibawah ini.

42 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


5.2.2 Pemeliharaan reaktif.
5.2.2.1 Pemeliharaan reaktif adalah pemeliharaan mulai beroperasi sampai rusak/gagal,
penggantian peralatan hanya dilakukan pada saat rusak.
5.2.2.2 Pemeliharaan reaktif dapat diterima untuk peralatan yang penggunaannya tidak kritis dan
biaya penggantian atau perbaikan peralatan kurang dari biaya monitor dan masalah
pencegahannya.
5.2.2.3 Untuk contoh, penggantian lampu pencahayaan atau penggantian motor kecil yang
biayanya hanya Rp. 4 juta.
5.2.2.4 Kerugiannya adalah sebagai berikut :
(1) Biaya waktu menganggur (downtime),
Permesinan sering gagal dengan tanpa atau sedikit pemberitahuan, akibatnya peralatan
menjadi tidak dapat melayani sampai penggantian suku cadang tiba.
Jika peralatan pada area kritis, pelayanan perawatan pada pasien menjadi terganggu.
Jika suku cadang sulit diperoleh, dapat mengakibatkan jangka waktu tidak dapat melayani
menjadi lama.
Bahkan peralatan murah dapat menyebabkan terganggunya waktu dan berdampak pada
bisnis negatif yang signifikan.
(2) Biaya pemeliharaan keseluruhan tinggi.
Kegagalan yang tidak diharapkan dapat mengakibatkan biaya lembur untuk perbaikan
darurat.
Biaya suku cadang naik karena pengirimannya dapat membutuhkan waktu yang lama dan
tidak effisien, harga yang ditawarkan juga tidak kompetitif.
Sebagai tambahan, kegagalan akan menjadi lebih parah jika kegagalan yang terjadi tak
terduga, kemungkinan dapat merusakkan atau menghancurkan komponen-komponen lain.
Sebagai contoh karena kegagalan “timing belt”, dapat menyebabkan kerusakan pada katup,
bantalan (bearing), poros engkol, kopling, impeller, sangkar fan, kipas, roda gigi, dan
rumahnya.
(3) Bahaya keselamatan.
Kegagalan peralatan, khususnya fan jenis vane-axial, dapat mencelakakan petugas yang
berada didekatnya.
Untuk contoh bagian dari kipas fan dapat merobek saluran udara (ductwork).

5.2.3. Pemeliharaan Pencegahan (Preventive Maintenance).


5.2.3.1 Pemeliharaan pencegahan berhubungan dengan jadwal pemeliharaan atau tugas pada
jangka waktu tertentu.
Untuk contoh, penggantian minyak pelumas pada kendaraan setiap 5000 km atau penggantian
“timing belt” setiap 100.000 km.
5.2.3.2 Dalam sistem tata udara, hal tersebut termasuk tugas untuk mengganti minyak, filter dan
pembersihan peralatan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 43


5.2.3.3 Dengan melaksanakan pemeliharaan pencegahan, akan mencegah banyak masalah
daripada pendekatan reaktif.
5.2.3.4 Pemeliharaan pencegahan memiliki beberapa kelemahan antara lain :
(1) Sering boros.
Pemeliharaan pencegahan mungkin mengganti peralatan yang masih mempunyai umur
pakai kedepan yang panjang.
Timing belt sebuah kendaraan, umurnya 100.000 km, tetapi penggantiannya pada 60.000
km untuk mencegah kerusakan mungkin menjadi pemborosan.
Serupa, sebuah chiller dibongkar yang jadwalnya tidak perlu, mungkin memboroskan Rp.
150 juta atau lebih dan mungkin akhirnya harus mengganti bantalan yang masih baik.
(2) Tidak mencegah semua kerusakan.
Pemeliharaan pencegahan gagal untuk menyelesaikan beberapa masalah.
Jika akibat kebocoran minyak melemahkan sebuah sabuk (belt), sabuk yang baru dapat
menjadi cepat rusak.
Serupa, jika ketidak seimbang atau salah penyetelan menyebabkan bantalan aus,
selanjutnya bantalan dapat rusak sebelum jadwal pemeliharaan berikutnya.
(3) Dapat menyebabkan masalah.
Pemeliharaan pencegahan dapat secara nyata menyebabkan masalah baru.
Setiap pembongkaran menciptakan potensi untuk membuat kesalahan selama
pembongkaran atau kerusakan yang lebih cepat dari komponen yang tidak asli.
Kedua kejadian tersebut akan menuju kerusakan yang lebih cepat daripada jika mesin
beroperasi menggunakan komponen yang asli.
(4) Kebutuhan persediaan (Inventori) yang besar.
Pemeliharaan pencegahan membutuhkan persediaan (inventori) suku cadang yang besar
dengan maksud mengatasi semua masalah yang dapat meningkat pada setiap bagian
peralatan atau dapat dibutuhkan selama pembongkaran.

5.2.4 Pemeliharaan Prediktif (Predictive).


5.2.4.1 Pemeliharaan predictif berhubungan dengan memeriksa kondisi peralatan sesuai
operasinya. Pemeliharaan prediktif tidak berhubungan dengan jadwal pemeliharaan atau
kebutuhan layanan.
5.2.4.2 Jika dari analisa menunjukkan masalah, manager fasilitas dapat merubah jadwal sebelum
kerusakan total terjadi. Identifikasi awal masalah membantu mencegah waktu mengganggur dan
biaya kerusakan sekunder.
5.2.4.3 Pemeliharaan prediktif merangkum masalah terbesar yang berhubungan dengan umur
pakai komponen - tanpa membiarkan rusak sebelum habis umur pakainnya.
Dengan melakukan ini, maka akan mengurangi biaya pemeliharaan dan waktu menganggur.
5.2.4.4 Contoh, untuk sebuah kendaraan, mengetahui bahwa timing belt tidak akan rusak sampai
150.000 km, pemilik menjalankan jadwal penggantian pada 100.000 km.

44 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Dalam suatu fasilitas, pemeliharaan predictive membolehkan manager untuk menghapus jadwal
pembongkaran (overhaul) jika predictive secara teknis menunjukkan bahwa peralatan masih dalam
kondisi baik.
Pertimbangan pemeliharaan prediktif ada tiga: Pertama, mengungkap masalah sebelum
menyebabkan kerusakan, Kedua, memperpanjang waktu layanan untuk peralatan yang dalam
kondisi baik. Akhirnya, tentukan kondisi peralatan pada saat beroperasi-tanpa mengganti mesin
secara terpisah.
5.2.4.5 Teknik pemeliharaan prediktif dapat mengurangi biaya dengan mengungkapkan waktu
optimal untuk pemeliharaan.
5.2.4.6 Teknik prediktif berikut digunakan dan akan dijelaskan lebih detail pada bagian 6.3.
(1) Analisis getaran.
(2) Pemeriksaan thermografik dengan infrared.
(3) Analisis arus listrik motor.
(4) Analisis minyak.
(5) Analisis refrigeran.

5.2.5 Pemeliharaan proaktif.


5.2.5.1 Pemeliharaan proaktif mengandalkan pada metode prediktif (seperti analisis getaran)
untuk menunjukkan komponen-komponen yang cenderung memburuk.
Tidaklah cukup mengetahui kapan komponen akan rusak, pemeliharaan proaktif juga akan
mengeliminasi sumber kegagalan.
5.2.5.2 Untuk contoh, bukan pekerjaan sederhana mengganti bantalan yang aus, pemeliharaan
proaktif mencari untuk mengeliminasi penyebab keausan.
5.2.5.3 Dengan memperoleh akar permasalahan kerusakan fan dan pompa (contoh ketidak
seimbangan dan kesalahan penyetelan), proaktif berbicara mengurangi biaya mengganggur,
mengeliminasi masalah-masalah yang berulang, memperpanjang usia penggunaan mesin,
mengurangi biaya energi, dan mengidentifikasi pendekatan operasional yang tidak effektif.

5.2.6 Sistem Pemeliharaan dengan Komputer.


5.2.6.1 Komputer dapat berguna dalam mengimplementasi salah satu pendekatan pemeliharaan
di atas. Sebagian besar rumah sakit modern memiliki beberapa jenis perintah kerja dengan sistem
komputerisasi yang berguna dalam menerapkan pemeliharaan dan diperlukan pada sistem tata
udara, pengendalian inventarisasi suku cadang, mengalokasikan tenaga kerja yang tersedia
dengan effisien untuk tugas yang diperlukan, dan lain-lain.
5.2.6.2 Ada beberapa perangkat lunak komputerisasi sistem manajemen pemeliharaan yang
sangat baik dan komputer sistem manajemen dilengkapi fasilitas yang tersedia (CAFM).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 45


5.3 Perkakas Pemeliharaan Modern.
5.3.1 Analisis Getaran.

5.3.1.1 Penyelenggaran Analisis Getaran.


(1) Analisis getaran adalah salah satu teknik yang paling efektif untuk menganalisis kondisi
peralatan berputar. Hal tersebut merupakan landasan program pemeliharaan prediktif karena
mendeteksi berbagai masalah sebelum peralatan menyebabkan kerusakan.
(a) Penyetelan yang salah dan ketidak seimbangan (60% ~ 80% disebabkan oleh masalah
kipas dan pompa).
(b) Resonansi dan cacat bantalan.
(c) Masalah roda gigi dan sabuk.
(d) Masalah impeller dan katrol (sheave).
(e) Poros longgar dan bengkok.
(g) Masalah yang berhubungan dengan aliran (kavitasi dan resirkulasi).
(h) Masalah kelistrikan (masalah batang rotor).
(2) Dalam lingkungan yang kritis, manfaat terbesar dari analisis getaran adalah dapat
memperkirakan waktu yang paling tepat untuk memperbaiki masalah mesin, dan
menghilangkan waktu menganggur yang tidak terjadwal.

5.3.1.2 Analisa kinerja getaran.


(1) Analisa getaran berhubungan dengan pemasangan sensor kecil di lokasi yang telah
ditentukan pada peralatan yang dipilih.
Teknisi sensor ini menghubungkan accelerometer untuk mengumpulkan data dan
mengkonversi gerakan mekanikal (getaran) menjadi sinyal listrik. Memplot sinyal-sinyal ini
untuk menghasilkan grafik yang disebut grafik getaran dan memberitahu teknisi komponen-
komponen yang bergetar dan berapa banyak.

Gambar 6.3.1.2 - Contoh analisis getaran pada sebuah chiller.

46 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(2) Gambar 6.3.1.2 menunjukkan grafik getaran yang khas untuk chiler. Amplitudo dan frekuensi
adalah dua karakteristik getaran yang digunakan untuk mendiagnosa masalah pada
peralatan.
(3) Amplitudo menunjukkan jumlah getaran. Ini menunjukkan keparahan masalah. Semakin
besar amplitudonya semakin besar pula masalahnya. Amplitudo diukur dalam inci per sekon
(ips).
(4) Frekuensi mengidentifikasi sumber getaran.
Sebagai contoh, sebuah poros motor dapat bergetar pada 50 Hz, sementara kompressor
dapat bergetar pada 120 Hz.
Selain itu masalah mekanis yang berbeda dapat menyebabkan getaran pada frekuensi yang
berbeda.
Frekuensi diukur dalam rotasi per menit (rpm). siklus per menit (cpm), dan siklus per sekon
(cps atau hertz [Hz]).
Rpm mesin adalah ukuran frekuensi. Di bawah ketidak seimbangan, terjadi satu siklus
selama masing-masing putaran. Oleh karena itu, frekuensi untuk ketidak seimbangan adalah
1 x rpm. Mesin yang berbeda berjalan pada rpm yang berbeda. Sebuah motor yang
beroperasi pada 1800 rpm memiliki frekuensi ketidak seimbangan 1 x rpm atau 1800 cpm.

5.3.1.3 Gejala meningkatnya getaran.


(1) Gambaran besar gejala-gejala yang ada adalah mengukur tingkat getaran dari waktu ke
waktu dan membantu menentukan lebih tepat jika sebuah mesin akan gagal. Suatu
pengukuran getaran tunggal memberikan potret dari kondisi mesin, mempelajari gejala dan
memberikan gambaran penuh dari kinerja peralatan.
(2) Sebagaimana ditunjukkan pada gambar 6.3.1.3, getaran mesin 0,13 ips, yang masih berada
sesuai spesifikasi.

Gambar 6.3.1.3 - Kecenderungan getaran pada sebuah chiller

(3) Jika hanya berdasar pada pengukuran saja, maka mesin tidak memiliki masalah.
(4) Pada grafik apabila menunjukkan gejala bahwa tingkat getaran naik pada laju yang
meningkat, merupakan tanda akan ada masalah di waktu mendatang,

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 47


5.3.1.4 Gejala getaran.
(1) Perkiraan gejala di masa mendatang dan menyediakan waktu untuk mempersiapkan
pemeliharaan pada peralatan yang diperlukan.
(2) Daripada melakukan perbaikan darurat, manajer pemeliharaan dapat menjadwalkan
perbaikan dengan penghentian peralatan yang direncanakan pada lepas jam puncak. Setiap
pengukuran gejala-gejala dapat mengurangi risiko waktu menganggur yang tidak terjadwal.
Pentingnya jangka waktu untuk mencatat frekuensi dari pengukuran gejala.

5.3.1.5 Getaran keseluruhan.


Getaran keseluruhan (diukur dalam ips) adalah getaran total dalam sebuah peralatan, getaran
disebabkan oleh semua masalah peralatan.
Mengukur keseluruhan getaran mesin akan dengan cepat mengungkapkan apakah mesin dalam
kondisi baik, kondisi ini tidak memberitahu kita, tetapi bagaimanapun kita tahu apa masalahnya.
Titik getaran yang tinggi secara keseluruhan membutuhkan analisa melalui grafik getaran.

5.3.2 Pemeriksaan thermografik dengan Infrared.


5.3.2.1 Thermografik berhubungan dengan analisa pertukaran kalor radiasi elektromagnetik.
5.3.2.2 Semua obyek hidup dan tak hidup (misalnya: panel kontrol listrik, motor, dan pintu boiler)
memancarkan radiasi elektromagnetik dalam spektrum infra merah. Hanya sebuah kamera infra
merah dapat melihat radiasi tersebut.
5.3.2.3 Inspeksi thermografik adalah teknik yang akurat, cepat, dan efektif untuk menghindari
kerusakan peralatan dengan mengumpulkan dan menyajikan informasi kinerja termal tentang
sistem.
5.3.2.4 Ini bukan satu-satu cara untuk memastikan pengoperasian peralatan yang tepat,
bagaimanapun, pengujian lainnya dan pemeliharaan yang tepat diperlukan untuk memastikan
kinerja yang handal.
5.3.2.5 Pemindai infra merah terlihat seperti kamera video. Catatan informasi ini dikumpulkan
pada diskete atau pada rekaman video standar Compact disc untuk nanti diperiksa dan diselidiki.
Sebuah tampilan layar membantu untuk mengidentifikasi daerah potensi masalah dengan segera.

5.3.2.6 Pelaksanaan inspeksi thermografik.


(1) Dalam inspeksi thermografik, peralatan dalam bangunan secara sistematis dipindai untuk
memperoleh profil temperatur dalam rangka menemukan dan memperbaiki masalah
sebelum terjadi berkembangnya kerusakan peralatan.
(2) Analisa dapat mengisolasi daerah sumber masalah panas yang berlebihan atau lainnya.
Anomali temperatur dalam peralatan - baik tempat-tempat panas dan tempat-tempat dingin -
dapat diselidiki. Tingkat keparahan relatif dari tempat panas dapat ditentukan, dan akar
masalahnya dapat diisolasi dan diidentifikasi.

5.3.2.7 Penggunaan lain dari pemeriksaan thermografik.


(1) Inspeksi listrik adalah salah satu dari banyak aplikasi teknologi thermografik.

48 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(2) Pikirkan sistem listrik sebagai suatu jaringan. Tegangan menyebabkan sambungan putus
pada sambungan terlemah. Dalam sistem listrik, tempat panas yang disebabkan kenaikan
temperatur yang kecil dapat melemahkan sambungan. Ketika komponen mengalami
kerusakan, temperaturnya naik, dan akhirnya membakar atau terjadi hubung arus pendek
pada sambungan.

5.3.3 Analisis Arus Listrik Motor.


5.3.3.1 Analisa arus listrik motor digunakan untuk mendiagnosa masalah rotor, termasuk :
(1) Patah atau retaknya batang rotor atau cincin terhubung singkat (kortsluit).
(2) Sambungan buruk mengakibatkan tahanan tinggi antara batang rotor dan cincin yang
terhubung singkat (kortsluit).
(3) Laminasi rotor terhubung singkat (kortsluit).
(4) Batang rotor longgar atau terbuka, tidak membuat kontak yang baik dengan ujung cincin.
5.3.3.2 Analisa arus listrik menghilangkan kebutuhan pengujian untuk mendiagnosa masalah
tanpa mematikan dan membongkar peralatan.
5.3.3.3 Analisa arus listrik motor umumnya dapat dilakukan sementara peralatan sedang
berjalan. Satu pengecualian adalah mesin bertegangan tinggi, ini harus dimatikan untuk
menghindari risiko bahaya listrik.

5.3.3.4 Bagaimana analisa arus listrik motor ditunjukkan.


(1) Suatu analisa arus listrik motor dilakukan dengan multimeter dan klem penjepit arus listrik
motor yang mengukur arus listrik yang ditarik oleh motor.
(2) Arus listrik motor dapat diukur baik pada fase utama arus listrik atau pada sirkit kontrol
sekunder. Sirkit sekunder aman;
(3) Gunakan selalu tegangan lebih dari 600 Volt untuk mengukur arus listrik utama peralatan.
Apabila melakukan analisis arus listrik motor, ukur ujung jalur listrik tiga fase. Kemudian
analisa dengan membandingkan arus listrik disetiap fase.
(4) Beda arus listrik disetiap fase harus tidak lebih dari 3% satu sama lain. Perbedaan lebih
tinggi dari 3% dapat terjadi masalah pada stator.

5.3.4 Analisis Minyak.


5.3.4.1 Analisis minyak adalah salah satu teknologi prediktif tertua, yang paling umum, dan
berguna.
5.3.4.2 Analisis ini membantu mencegah kegagalan dan waktu menganggur yang tak terjadwal
dengan menampilkan jumlah keausan logam dan jenis kontaminan dalam minyak.
5.3.4.3 Jumlah keausan logam menunjukkan apakah peralatan mengalami keausan yang tidak
biasa.
5.3.4.4 Jenis kontaminan dalam minyak, serta karakteristik fisik minyak, menentukan apakah
jangka waktu penggantian minyak dapat diperpanjang.
5.3.4.5 Umumnya metode untuk menentukan kualitas minyak meliputi analisis spectrochemical,
test fisik, dan ferrography.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 49


Analisis spectrochemical mengidentifikasi partikel yang dipakai (logam seperti, seng, alumunium,
nikel, tembaga dan chromium) dalam minyak.
5.3.4.6 Jumlah yang tinggi dari kontaminen logam menunjukkan komponen aus. Tes fisik
menunjukkan seberapa baik pelumas melakukan tugasnya. Pelumas yang terkontaminasi dapat
diganti sebelum keausan komponen terjadi.
5.3.4.7 Tes fisik yang paling umum meliputi :
(1) Viskositas.
Viskositas adalah resistansi internal pelumas untuk mengalir. Ini sifat fisik satu-satunya yang
paling penting dari minyak. Perubahan viskositas pelumas menunjukkan kerusakan,
pencemaran, atau perawatan yang tidak benar. Masing-masing kejadian menyebabkan
kerusakan prematur komponen.
(2) Air dalam minyak.
Air mendorong oksidasi dan karat pada komponen. Air juga menghalangi pelumas
melakukan tugasnya.
(3) Angka Total Keasaman.
(a) Angka total keasaman adalah tingkat asam dalam bahan pelumas. Angka ini
menunjukkan kontaminasi asam atau oksidasi dalam minyak meningkat. Keduanya
meningkatkan potensi keausan karena karat.
(b) Perrography merupakan teknik yang berguna untuk menganalisa peralatan sentrifugal
dengan transmisi dan untuk kompresor sekrup (screw). Perrography ini menentukan
kondisi komponen dengan langsung memeriksa partikel keausan logamnya.
(c) Keausan logam dan partikel kontaminan dipisahkan dari minyak dan disusun menurut
ukuran dan komposisinya. Pembacaan dapat dilakukan langsung dengan monitor
ferrography (DR) dan mengukur gejala konsentrasi keausan dari partikel besi.
(d) Pembacaan langsung menggunakan ferrography untuk menunjukkan gejala kondisi
abnormal atau kritis yang memicu untuk menganalisa dengan ferrography. Pembacaan
langsung ferrography biasanya tidak diperlukan jika analisa getaran sedang dilakukan
karena analisis getaran untuk analisis kondisi roda gigi dinilai lebih akurat.
(e) Pengambilan sampel secara teratur penting untuk kesuksesan menganalisa minyak.
Sampel menentukan kesesuaian untuk layanan selanjutnya. Sampel juga dapat
memberikan informasi penting tentang keberadaan logam yang aus, asam, uap air,
dan kontaminasi lainnya.

5.3.5 Analisis Refrigeran.


5.3.5.1 Analisis refrigeran memeriksa sifat-sifat fisik, kontaminasi fase uap, dan kontaminasi fase
cair untuk menentukan kondisi refrigeran.
5.3.5.2 Uap air dan keasaman adalah dua hal yang paling penting untuk dipantau.
5.3.5.3 Uap air yang tinggi dapat meningkatkan kadar asam, yang pada gilirannya menyebabkan
insulasi motor memburuk dan tabung logam terkikis.

50 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


5.3.5.4 Apabila asam dalam sistem bermigrasi ke dalam minyak, asam mempercepat keausan
komponen yang berputar seperti bantalan dan roda gigi. Hal ini menyebabkan kerusakan prematur
dari komponen. Suatu analisis refrigerant juga dapat memverifikasi bahwa refrigeran yang dibeli
memenuhi standar ARI 700-99 (ARI 1999b) dan biasanya digunakan untuk menilai kondisi
refrigeran.
5.3.5.5 Analisa harus dilakukan setelah memperbaiki kebocoran, menambah refrigeran atau
melakukan perbaikan besar yang memiliki potensi tinggi terjadinya kontaminasi uap air.
5.3.5.6 Keakuratan tes refrigeran tergantung pada teknik pengambilan sampel. Hal ini penting
untuk tidak mencemari sampel dengan uap air dari luar karena kadar uap air merupakan indikator
penting dari kondisi refrigeran.

5.3.6 Kesejajaran Poros.


5.3.6.1 Kesejajaran yang tidak tepat umumnya dapat menyebabkan tingginya getaran dan
kerusakan prematur dari peralatan.
5.3.5.2 Tingkat getaran yang tinggi menyebabkan keausan yang berlebihan pada bantalan, bos
(bushing), kopling, sekat poros, dan roda gigi.
5.3.6.3 Kesejajaran yang tepat dapat memperlambat kemunduran dari peralatan. Kesejajaran
berarti penyesuaian sebuah peralatan sehingga poros sesuai dengan mesin yang disambungkan.
5.3.6.4 Apabila mesin penggerak dan yang digerakkan dihubungkan melalui kopling yang biasa,
dan berputar bersama pada keseimbangan operasi, putaran unit sepanjang sumbu bersama dari
putaran, sebagai unit secara terus menerus tanpa getaran yang berlebihan.
5.3.6.5 Ada tiga jenis kesejajaran yang umum, yaitu :
(1) Paralel, dimana muka pusat kopling paralel, tetapi dua garis pusat poros seimbang, jarak
dua garis pusat poros menjadi penting.
(2) Menyudut, dimana muka pusat kopling tidak paralel dan garis pusat poros tidak konsentris.
(3) Sempurna, dimana muka pusat kopling paralel dan garis pusat poros konsentris.

5.3.7 Koreksi ketidak sejajaran poros.


Apabila prosedur kesejajaran dan getaran dilakukan, penyetelan dilakukan hanya untuk satu
mesin. Mesin ini adalah unit penggerak.
Mesin yang tidak disetel (karena keterbatasan ukuran dan fisik), biasanya mesin yang dipasang
tetap atau unit yang digerakkan.
Cara terbaru kesejajaran dan perkakas yang membuat kesejajaran relatif lebih cepat dan mudah,
terdiri dari cara :
(a) Indikator terbalik.
(b) Laser.
(c) Optik;
(d) Kesejajaran.
Setiap kesejajaran, juga kesejajaran tepi lurus, lebih baik dilakukan daripada tidak dilakukan sama
sekali.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 51


5.3.8 Kesimbangan dinamis.
5.3.8.1 Ketidak seimbangan terjadi jika pusat massa dari sistem yang berputar tidak tepat dengan
pusat putaran. Massa yang berlebihan pada satu sisi dari motor menimbulkan ketidak
seimbangan. Gaya sentrifugal yang bekerja pada sisi terberat melebihi gaya sentrifugal yang
ditentukan.
5.3.8.2 Besarnya getaran akibat kecepatan berputar menimbulkan ketidak seimbangan dan
secara langsung berbanding dengan jumlah ketidak seimbangan. Ketidak seimbangan dapat
disebabkan oleh beberapa hal, termasuk konstruksi yang tidak betul, bahan yang dibuat, atau rotor
yang longgar.
5.3.8.3 Ketidak seimbangan rotor menyebabkan meningginya tingkat getaran dan menaiknya
tegangan pada komponen yang berputar. Peninggian tingkat getaran dalam rotor dari konstruksi
berpengaruh pada keseluruhan mesin dan menyebabkan keausan yang berlebihan pada struktur
pendukung, bantalan, bos (bushing) poros dan roda gigi.
5.3.8.4 Kondisi ketidak seimbangan dapat terjadi pada satu bidang (ketidak seimbangan statik)
atau multi bidang (ketidak seimbangan gabungan).
5.3.8.5 Kombinasi yang disebut ketidak seimbangan dinamis dan menimbulkan suatu vektor yang
berputar dengan poros dan menghasilkan satu per putaran tanda getaran.
5.3.8.6 Unit keseimbangan dinamis :
(1) memperpanjang umur bantalan, bos (bushing) poros dan roda gigi.
(2) mengurangi getaran sampai tingkat yang dapat diterima yang tidak akan mempercepat
kemunduran peralatan.
(3) mengurangi ketegangan yang menyebabkan peralatan rusak.
(4) meminimalkan kebisingan, kelelahan operator, dan ketidak puasan.
(5) mengurangi kerugian energi.

6.3.9 Identifikasi ketidak seimbangan.


6.3.9.1 Ketidak seimbangan perlu dibedakan dari sumber getaran lain sebelum memulai prosedur
menyeimbangkan. Suatu puncak getaran pada atau dekat kecepatan berputar rotor dapat memiliki
beberapa penyebab, seperti ketidak sejajaran, poros bengkok atau retak, eksentrisitas, batang
rotor terbuka atau ketidak seimbangan
5.3.9.2 Periksa adanya ketidak seimbangan sebelum melanjutkan prosedur menyeimbangkan.
Teknik menganalisa seperti spectrum bentuk gelombang atau analisa fase dapat mengisolasi
ketidak seimbangan seperti yang menyebabkan getaran.
5.3.9.3 Ketidak seimbangan ini ditandai oleh :
(1) Besarnya getaran yang dominan pada kecepatan berputar dari rotor.
(2) Getaran yang tertinggi pada bidang radial dan vertikal dan terendah tingkat getarannya pada
bidang aksial.
(3) Amplitudo dan sudut fasa dari getaran yang berulang dan mantap.
(4) Pengukuran getaran radial terhadap sudut fase vertikal.

52 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


5.4 Pengoperasian.
5.4.1 Layanan yang terus menerus.
5.4.1.1 Rumah sakit tidak pernah tutup. Rumah sakit beroperasi 24 jam sehari, 7 hari per minggu.
Fasilitasnya harus dirancang untuk memungkinkan berhenti untuk pemeliharaan dan menambah
fitur ke sistem. Filosofi rancangan dapat disimpulkan secara mudah dengan dua kata : isolasi dan
redundansi.
5.4.1.2 Prosedur yang ditunjukkan pada fasilitas rawat jalan dan klinik meningkatkan
kompleksitas. Meskipun rumah sakit digolongkan sebagai bukan hunian bisnis, seorang manajer
fasilitas harus melihat dengan hati-hati persyaratan untuk setiap fungsi sesuai jenis bangunan.
Banyak rumah sakit sederhana yang beroperasi kurang dari 24 jam per hari.

5.4.2 Kebutuhan berkolaborasi.


5.4.2.1 Kerjasama yang erat dan tim kerja dibutuhkan antara departemen pemeliharaan dan
lembaga lain rumah sakit. Lembaga ini termasuk bagian pengendalian infeksius, terapi
pernapasan, teknik biomedikal, polisi dan keamanan, dan/atau layanan lingkungan.
5.4.2.2 Untuk contoh, kerjasama bagian pemeliharaan dengan lainnya untuk memastikan bahwa
sistem bangunan beroperasi dengan benar untuk mengurangi infeksius.
Penggunaan yang kurang tepat ruang isolasi bertekanan negatif dapat memungkinkan zat
infeksius dari ruangan masuk koridor dan menginfeksi pekerja, pasien-pasien lain, atau
pengunjung.
5.4.2.3 Ketidaktepatan temperatur air panas dapat memungkinkan pertumbuhan mikrobial.
Ketidak tepatan pemakaian filter atau pemeliharaannya dapat menimbulkan masalah pengendalian
infeksius.

5.5 Pemenuhan dengan Persyaratan “Joint Commisioning”.


Bagian pemeliharaan bekerja sama erat dengan departemen lain dan komite keselamatan fasilitas
untuk memperoleh pemenuhan “Joint Commission on Accreditation of Healthcare
Organization (JHAHO)” Area kunci berikut relatif menjadi perhatian untuk pemenuhan tersebut.

5.5.1 Pernyataan Kondisi


5.5.1.1 JCAHO mempersyaratkan bahwa semua fasilitas perawatan kesehatan menggunakan
informasi mutakhir kondisi fasilitas.
5.5.1.2 Dokumen ini disebut Pernyataan Kondisi (Statement Of Conditions = SOC).
5.5.1.3 Pernyataan Kondisi (SOC) berisi daftar semua tindakan korektif yang ditunjukkan dalam
suatu rencana koreksi (Plan for Correction = PFC).
5.5.1.4 SOC adalah dokumen yang tetap tinggal. SOC harus selalu diperbaharui jika fasilitas
dirubah, direnovasi, atau ditingkatkan.
Bagian pemeliharaan memainkan peran sentral dalam mempersiapkan dokumen SOC dan
melaksanakan PFC.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 53


5.5.2 Kesiapan rumah sakit menghadapi bencana
5.5.2.1 Lisensi negara biasanya mempersyaratkan fasilitas perawatan kesehatan untuk
mempunyai rencana tanggap bencana sebagai keharusan dari JCAHO.
Bagian pemeliharaan mempunyai peran penting dalam memformulasi dan mengimplemen tasi
rencana tersebut.
5.5.2.2 Contoh lain dari kerja sama yang erat dibutuhkan antara bagian pemeliharaan dan bagian
lain. Komite perencanaan tanggap bencana fasilitas perawatan kesehatan biasanya termasuk
perwakilan dari berikut ini :
(1) petugas medik;
(2) administrasi (termasuk manajer risiko).
(3) bagian gawat darurat;
(4) keamanan/komunikasi;
(5) hubungan publik.
(6) Rekam medik dan pendaftaran;
(7) laboratorium;
(8) radiologi;
(9) terapi pernapasan.

5.5.3 Sarana Penyelamatan Jiwa Sementara.


5.5.3.1 Menciptakan lingkungan bangunan yang aman adalah sasaran persyaratan teknis
keselamatan jiwa dan standar yang mencakup: jalan ke luar, tangga, alat deteksi api, dan hunian
umum.
5.5.3.2 Sepanjang perencanaan bangunan tetap tidak berubah, perencanaan terpadu sistem
keselamatan jiwa juga tidak berubah.
5.5.3.3 Namun demikian, fasilitas perawatan kesehatan selalu berubah, seperti bangunan yang
sedang mengalami renovasi dan konstruksi (baik yang direncanakan maupun yang tidak
direncanakan), keterpaduan sistem keselamatan jiwa dapat berkurang.
5.5.3.4 Oleh karena itu, potensial untuk menciptakan sistem keselamatan jiwa sementara untuk
mengatasi penurunan keselamatan jiwa tersebut.
Keselamatan jiwa sementara umumnya diabaikan selama perancangan renovasi dan sering tidak
ditangani sampai dengan konstruksi sebenarnya dimulai.
5.5.3.5 Tidak pernah terlambat membuat penyesuaian yang diperlukan untuk proses
perancangan dan konstruksi. Jika tidak, pasien dan pengunjung mungkin terkena bahaya. Bagian
pemeliharaan dapat dipanggil untuk menyelenggarakan tambahan latihan pemadaman kebakaran
dan evakuasi dan menjalankan pengawasan pada pekerjaan pemotongan, solder, dan
penggunaan api dalam proses konstruksi.
5.5.3.6 Beberapa masalah bagian pemeliharaan adalah dalam mengeluarkan ijin internal
penggunaan api untuk kontraktor luar dan keamanan zona alarm kebakaran seperti yang
diperlukan untuk pembangunan di bangunan yang sudah ada. Setelah pembangunan selesai,
sistem alarm dikembalikan ke kondisi pengoperasian normal.

54 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


5.5.4 Manajemen Utilitas.
5.5.4.1 Manajemen utilitas mempunyai fungsi kompleks dalam fasilitas perawatan kesehatan.
Peningkatan kualitas diperlukan dengan kecenderungan munculnya sistem utilitas dan peralatan
yang baru.
5.5.4.2 Manajer utilitas harus mencatat semua kebutuhan dan menyadari masalah keterbatasan
ruang lingkup yang berhubungan dengan ketentuan pemeliharaan, keselamatan dan persyaratan
teknis (contoh OSHA).

5.5.5 Penilaian sendiri dan resolusi masalah kualitas udara dalam ruangan.
5.5.5.1 Masalah kualitas udara dalam ruangan berasal dari banyak sumber yang berbeda di
dalam fasilitas. Sumber ini dapat terkait dengan sistem bangunan, proses dan prosedur, praktek
manajemen, karyawan, dan pengaruh luar.
5.5.5.2 Bagian pemeliharaan biasanya memperoleh panggilan pertama yang berhubungan
dengan masalah ini, dan bagian ini mengikuti sistematik proses investigasi yang dibutuhkan.

5.5.6 Pencegahan penyakit Legionnaire.


5.5.6.1 Fasilitas perawatan kesehatan dapat rentan terhadap wabah Legionella. Bagian
pemeliharaan merupakan pertahanan baris depan terhadap masalah ini. ASHRAE
menyelenggarakan diskusi yang sangat baik dari masalah ini dan potensial solusinya.
5.5.6.2 Legionella adalah bakteri. Nama penyakit ini berasal dari wabah terkenal pada tahun
1976, di bahas pada Konvensi Legiun di Philadelphia Amerika Serikat, dan berkaitan dengan
sebuah menara pendingin. Legionella terjadi pada sumber-sumber air alami dan sistem air
perkotaan dalam konsentrasi rendah atau tidak terdeteksi.
5.5.6.3 Dalam kondisi tertentu konsentrasi dapat meningkat secara dramatis dalam proses yang
dinamakan “amplification (penguatan). Kondisi amplification yang disukai termasuk :
(1) temperatur air 770F ~ 1080F (250C ~ 420C).
(2) tidak mengalir (mandeg)
(3) pengapuran (scale) dan sedimen.
(4) biofilm;
(5) keberadaan amuba.
(6) beberapa bahan alami, seperti karet, kayu, beberapa bahan plastik.
5.5.6.4 Penularan ke manusia terjadi ketika air yang mengandung organisme ini dalam bentuk
tetesan aerosol terhirup (1 ~ 5 mikron) dan dihirup oleh pemilik rumah yang rentan. Infeksi pada
awalnya terjadi pada saluran pernapasan atas atau bawah. Risiko terbesar untuk orang tua,
mereka yang merokok, mereka yang memiliki penyakit paru-paru kronis dan mereka yang
mengalami imunosupresi.
5.5.6.5 Teknologi menjanjikan untuk peredaan Legionella atau mengendalikannya meliputi
pengobatan dengan klorin dioksida, chloramines, atau mengijeksikan ion tembaga-perak dalam
pasokan air domestik.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 55


5.5.6.6 Telah lama diketahui bahwa menara pendingin merupakan penyebab potensial
Legionellosis. Rekomendasi yang merupakan kunci untuk meminimalkan risiko dari menara
pendingin mengaitkan permukaan yang bersih dan program biosida. Bantuan profesional dengan
pengobatan kimia dianjurkan.
5.5.6.7 Filtrasi mekanik harus dipertimbangkan untuk meminimalkan kekotoran (fouling). Drift
eliminator harus secara teratur diperiksa, dibersihkan dan diperbaiki sesuai kebutuhan.
5.5.6.8 Secara praktis untuk pilihan biocides digunakan untuk pengolahan air dalam rangka
menghindari berkembangnya jenis yang resistan dengan mikroba.
5.5.6.9 Direkomendasikan pergantian secara mingguan.
5.5.6.10 Menghentikan dan menjalankan menara pendingin memerlukan perhatian khusus. Ketika
sebuah sistem dimatikan selama lebih dari 3 (tiga) hari, pengeringan sistem keseluruhan untuk
membersihkan limbah dianjurkan.
Apabila tidak praktis untuk melakukannya, air yang diam harus diolah ulang dengan biosida
regimen sebelum menara pendingin tersebut dijalankan.
Sirkulasi air sampai 6 (enam) jam disarankan untuk sistem dengan pengeringan, dan untuk yang
tidak dikeringkan setelah penambahan biocide dan sebelum fan menara pendingin dioperasikan.

5.5.7 Sistem pemantauan tekanan untuk ruang isolasi.


5.5.7.1 NIOSH merekomendasikan pemeriksaan suatu tabung asap arah aliran udara untuk
pemeriksaan kualitatif “kalibrasi” tekanan diferensial.
5.5.7.2 Jika sistem monitor tekanan terpasang, direkomendasikan kalibrasi kuantitatif dilakukan
pada jangka waktu tertentu untuk memastikan bahwa sistem ini akurat untuk memantau tekanan.

5.5.8 Tanggap pertama


5.5.8.1 Koordinasi untuk persiapan terjadinya penghentian tak terduga dan kegagalan sistem
adalah penting.
5.5.8.2 Perencanaan yang matang bagi mereka yang ada dan menangani bagaimana mereka
akan berkomunikasi dengan petugas perawatan kesehatan adalah penting.
5.5.8.3 Jalur keputusan manajemen harus didefinisikan secara jelas, dan kontigensi harus
dibangun untuk petugas yang absen

5.6 Konstruksi.
5.6.1 Umum
5.6.1.1 Banyak bagian pemeliharaan melakukan sendiri pekerjaan jasa konstruksi di bangunan
untuk renovasi atau proyek konstruksi baru.
5.6.1.2 Jika dikelola dengan baik, biasanya dapat memberikan konstruksi dengan biaya yang
lebih rendah dari kontraktor luar.
5.6.1.3 Bagian pemeliharaan memiliki keuntungan dengan memanfaatkan waktu menganggur
dan jika diperlukan mereka dapat bergerak dari satu lokasi ke lokasi lain dalam waktu singkat.
5.6.1.4 Konstruksi dan fungsi pemeliharaan harus didefinisikan secara jelas dan terpisah. Selalu
ada bahaya bahwa pekerjaan konstruksi yang terlalu banyak dapat mengalihkan sumber daya
manusia dari fungsi bagian perawatan.

56 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


5.6.1.5 Penilaian risiko infeksi oleh kelompok kontrol infeksi fasilitas perawatan kesehatan harus
menjadi bagian intergral dari proses konstruksi. Bagian pemeliharaan selalu termasuk dalam
kelompok pengendalian infeksi pada pertemuan meninjau rencana dan pertemuan perhitungan
awal konstruksi.
5.6.1.6 Menugaskan perwakilan pemilik untuk semua proyek konstruksi sangat dianjurkan. Dalam
kebanyakan kasus, ini merupakan kunci untuk menentukan apakah pemilik uang mempunyai
cukup uang dan seberapa baik tim perancang/konstruksi melakukan tugasnya.
5.6.1.7 Wakil ini harus memahami konstruksi, perdagangan, harus memahami kontrak yang
diberikan, dan cukup fleksibel untuk bekerja menyelesaikan masalah koordinasi antara kontraktor
dan pemilik.
5.6.1.8 Waktu menganggur, kerja malam dan mencari peluang untuk kegiatan yang bising
(seperti memotong dan memalu) dikoordinasikan melalui wakil ini, yang mungkin juga bertanggung
jawab untuk pengelasan dan ijin kerja yang berhubungan dengan panas.
5.6.1.9 Suatu tim kecil dari departemen pemeliharaan bersama wakil pemilik dapat
mengidentifikasi masalah kinerja dan pemeliharaan sebelum langit-langit dan dinding yang tertutup
diinspeksi ditempat oleh kelompok pemelihara sangat dianjurkan. Pemeriksaan ini harus dikontrol
dan dijadwalkan oleh wakil pemilik atau kantor pemeliharaan.

5.6.2 Tinjauan Rencana Konstruksi.


Bagian pemeliharaan biasanya diminta untuk terlibat dalam meninjau proyek-proyek konstruksi
yang baru dan renovasi. Uraian berikut dapat membantu selama proses ini:

5.6.2.1 Ruang peralatan mekanikal dan elektrikal.


(1) Ruang mekanikal.
(a) Idealnya ruang mekanikal untuk peralatan utama seperti peralatan pengkondisian
udara dan chiller harus langsung dapat diakses dari luar bangunan untuk kemudahan
penggantian-penggantian.
(b) Fitur ini praktis, minimal lokasi ruang mekanikal harus dapat meminimalkan gangguan
dari petugas pemeliharaan ke lantai medik.
(c) Jika memungkinkan kendaraan transportasi dapat langsung untuk melakukan
perawatan peralatan sesuai yang diinginkan. Akses dengan lif langsung ke ruang
mekanik di lantai atas sangat membantu.
(2) Peralatan yang dipasang di atap.
(a) Peralatan yang dipasang di atap secara umum harus dihindari untuk pemakaian pada
kondisi kritis karena akses biasanya sulit dan kondisi kerja yang tidak aman untuk
petugas pemeliharaan.
(b) Namun demikian peralatan tata udara yang dipasang di atap adalah pilihan biaya yang
sangat efektif untuk klinik.
(c) Juga fan buang (Exhaust fan), menara pendingin, dan peralatan pelepas kalor lainnya
sering ditempatkan di atap.
(d) Setiap kali digunakan peralatan yang dipasang di atap, perlu disediakan jalan akses
untuk petugas yang tidak merusak atap, Sebuah tangga tetap dan atau catwalk harus
dipertimbangkan untuk setiap peralatan yang memerlukan akses untuk perawatan
(termasuk katup) dan tidak mudah diakses dari tangga portabel tinggi 6 ft (2 m).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 57


(e) Kabel dan kotak kontak untuk layanan listrik harus termasuk dan berada didekat
peralatan.
(3) Tata Letak Ruang Mekanikal.
(a) Tata letak ruang mekanikal harus mencakup ruang yang cukup untuk akses ke
peralatan untuk pengoperasian, pemeliharaan dan termasuk catwalk permanen atau
tangga untuk akses ke peralatan yang tidak dapat dijangkau dari lantai.
(b) Periksa bahwa sarana yang praktis tersedia untuk memindahkan/mengganti jenis
peralatan berat dan/atau besar yang diletakkan di dalam fasilitas dan disediakan
ruangan untuk menarik semua koil, penukar kalor, chiller, tabung boiler, dan filter.
(4) Chiller dan Boiler.
Ketentuan harus dibuat untuk memindahkan unit-unit ke dalam dan keluar dari bangunan.
Untuk chiller yang besar, pertimbangkan untuk memasang balok yang melekat di struktur
untuk memindahkan atau mengganti kompressor yang besar atau motor-motor.
(5) Akses Petugas Umum.
(a) Sarana yang aman dan praktis dari akses petugas harus disediakan. Jarak minimum 2
ft (0,6 m) dari peralatan mekanikal umumnya dibutuhkan pada semua titik layanan ke
peralatan mekanikal untuk akses petugas dan ruang kerja.
(b) Ruangan yang lebih besar mungkin dibutuhkan untuk peralatan khusus dan pekerjaan
pemeliharaan. Selama tinjauan, kemampuan kebutuhan layanan peralatan untuk ruang
peralatan mekanikal, koridor, ruang berpenghuni, dinding belakang, langit-langit atas,
dan/atau ditanam dalam tanah harus diperiksa.
(6) Bangunan energi yang terpisah.
(1) Jika air sejuk, air hangat, atau generator uap diletakkan dalam bangunan energi
terpisah di luar untuk fasilitas primer, pemasangan jalur utilitas penghubung dalam
terowongan atau ruang tertutup yang mudak diakses lain untuk menyediakan akses
pemeliharaan dan pemeriksaan dan proteksi dari unsur-unsur yang sangat tidak
diinginkan.
(b) Aksesibilitas untuk jalur utama seluruh utilitas dikehendaki untuk memfasilitasi
pemeriksaan dan perbaikan dari insulasi, fiting, kompensasi ekspansi termal, vent
udara, dan lain-lain, serta untuk memfasilitasi penggantian yang akan datang atau
ekspansi.
(c) Aksesibilitas yang aman dan nyaman penting untuk unsur-unsur yang memerlukan
pemeriksaan berkala atau layanan, termasuk katup isolasi, perangkap pengering
kondensate, pompa pengering dan fan ventilasi.
(7) Menara pendingin.
(a) Lokasi menara pendingin dan penempatannya sebaiknya ditinjau ulang. Semprotan
atau pancaran dapat menjadi sumber Legionella.
(b) Tentukan jarak terdekat masukan (intake) dari alat pengkondisian udara. Jangan
menerima “angin yang terlalu kuat”, cukup beralasan jika terlalu dekat untuk
dipindahkan.
(c) Baki baja tahan karat disarankan untuk umur pakai yang panjang dan membantu
menghambat pertumbuhan mikrobial.

58 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(d) Tinjau ulang bersama perencana pilihan layanan untuk mengganti motor
(e) Lihat perbedaan pilihan untuk bak pemanas, termasuk kontrol untuk pemanas. Hati-
hati menara pendingin tidak berjalan sepanjang tahun.
(8) Perlakuan Kimia (Chemical Treatment)
(a) Perlakuan kimia merupakan bagian integral untuk memastikan bahwa sistem
perpipaan di dalam bangunan fisik dalam kondisi internal yang baik.
(b) Pipa yang kotor menciptakan biaya energi dan dapat menyebabkan effisiensi sistem
lebih rendah dan menimbulkan ketidak nyamanan pada penghuni. Pengolahan air
yang tidak benar pada sisi air kondenser dapat menyebabkan air yang berlebihan
tumpah dan terbuang.
(c) Pengurasan boiler terlalu banyak menghasilkan limbah air, sehingga program
perawatan untuk boiler juga diperlukan.
(d) Label uji ditempatkan di lokasi-lokasi strategis harus dilakukan dan diperiksa secara
rutin.
(e) Pemasukan zat kimia harus terletak di daerah yang mudah diakses dan dapat dicuci.
Panci unit pengkondisian udara harus diperlakukan secara teratur dengan tablet
biocida. Produk dengan wadah drum beratnya 60 lbs (28 kg), berarti untuk itu
diperlukan alat menggerakkan dan mengangkatnya.
(9) Koil pendingin.
(a) Ketebalan koil tidak boleh melebihi 6 (enam) baris untuk memudahkan pembersihan.
Koil dengan fin (sirip) yang lebih halus dari 14 fin per inci semakin sulit untuk
dibersihkan dengan pembersih koil. Pembersih ini biasanya diterapkan pada sisi hulu
dari koil dan diizinkan untuk menembus ke dalam deretan koil.
(b) Setelah bersih, pekerjaan selanjutnya adalah melunakkan pengapuran (scale) dan
pertumbuhan biologis (lumut = algae). Pompa air bertekanan tinggi digunakan untuk
pembersihan akhir.
(c) Bila koil lebih dari 6 (enam) baris yang digunakan untuk efek dehumidifier, koil dapat
dipisahkan menjadi unit 4 atau 6 baris dengan akses yang disediakan untuk muka koil
baik dari hulu dan hilir. Biasanya ruang antara setebal 24 inci (610 mm) cukup
memadai.
(10) Panci pengering baja tahan karat.
Panci pengering dari bahan baja tahan karat harus disediakan untuk mengoptimalkan
pembersihan dan mengurangi pertumbuhan mikroba.
Untuk memastikan pengeringan panci, manajemen fasilitas harus meninjau dimensi
perangkap untuk memverifikasi bahwa perangkap telah mengkompensasi pengaruh dari
tekanan kipas angin.
(11) Fitur proteksi pembekuan.
(a) Proteksi terhadap pembekuan adalah fitur yang sangat penting. Anti beku dirancang
untuk melindungi peralatan pengkondisian udara dan koil dari pembekuan. Jika sistem
ini tidak dirancang dan dipasang dengan benar, peralatan pengkondisian udara akan
sering trip (mati) dan berhenti.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 59


(b) Gangguan trip menyebabkan kehilangan kontrol aliran udara dan juga bisa menjadi
bahaya keselamatan. Banyak petugas pemelihara berupaya untuk mengimbangi
situasi ini dengan meningkatkan temperatur udara suplai. Temperatur tinggi yang
dihasilkan akan menyebabkan kesulitan dalam menyediakan pendinginan.
(12) Kelengkapan balansing (Balancing feature).
(a) Untuk fasilitasi pemecahan masalah atau balansing sistem di masa depan, periksa alat
ukur dan damper balansing pada semua peralatan tata udara.
(b) Termasuk lubang untuk mengukur temperatur dan tekanan atau alat pada sambungan
inlet dan outlet ke semua koil, serta katup balansing. Kelengkapan untuk mengukur
aliran dan lubang ukur temperatur atau alat pada bermacam-macam lokasi pada unit
pengolah udara. Lubang tekanan atau alat ukur arah hulu dan arah hilir dari fan dan
lubang untuk melintasi pitot dan aliran udara harus disediakan.
(c) Untuk fasilitas balansing ulang secara periodik atau modifikasi kedepan, damper
balansing manual harus disediakan pada semua cabang ducting, dan diletakkan
sejauh mungkin ke hulu dari fixture terminal (diffuser, register), sebagai cara untuk
mengurangi kebisingan udara yang dihasilkan.
(13) Stasiun Sentral Unit Pengolah Udara (Air Handling Unit).
(a) Untuk mengurangi kemungkinan pertumbuhan mikroba dalam unit insulasi, unit
pengolah udara yang digunakan pada fasilitas medis harus jenis diinsulasi bagian
dalam, jenis dinding ganda (double) dengan dinding bagian dalam tahan korosi.
(b) Permukaan dinding bagian dalam berperforasi (berlubang-lubang) tidak dianjurkan.
Jika filtrasi akhir disediakan pada unit pengolah udara, diletakkan di hilir dari koil
pendingin, ketentuan harus dibuat untuk menghindari kebasahan filter. Evaluasi yang
hati-hati untuk rancangan tarikan terhadap dorongan udara yang melaluinya.
(14) Pertimbangan rancangan pekerjaan ducting.
Akses menuju panel untuk pemeriksaan atau perawatan peralatan yang dipasang dengan
ducting (termasuk damper api, damper asap, dan kontrol-kontrol) dan untuk pembersihan
secara periodik atau disinfeksi harus berukuran benar dan dipasang di lokasi yang mudah
diakses. Kipas yang berputar harus tidak dipasang di saluran udara balik dan saluran udara
buang.
(15) Damper asap dan sistem pengendalian asap.
(a) Meskipun masalah ini mungkin menjadi bagian dari “komisioning”, penting untuk
menyatakan kembali bahwa pengujian yang dilakukan untuk memastikan bahwa
sistem pengendalian asap beroperasi seperti yang diinginkan.
(b) Bagian pertama dari pengujian meliputi aspek-aspek fungsional dari sistem yang
melibatkan dua area.
(c) Pertama, sistem proteksi pasif (kelengkapan dan integritas dari konstruksi tahan api,
penyetop api, pintu tahan api, dan lain-lain) harus dievaluasi.
(d) Kemudian sub sistem harus diuji sejauh mana mereka dapat mempengaruhi operasi
dari sistem pengendalian asap :
1) Sistem sinyal proteksi kebakaran;
2) Sistem Manajemen Bangunan.

60 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3) Peralatan listrik.
4) Sistem pengendalian temperatur;
5) Sumber daya listrik;
6) Daya listrik siaga;
7) Sistem supressi otomatik;
8) Pintu yang beroperasi otomatis membuka dan menutup;
9) Operasi lif darurat.
(e) Bagian kedua, pengujian serah terima adalah pengujian berorientasi pada kinerja.
Bagian dari pengujian ini adalah apakah seluruh sistem telah memenuhi kinerja sistem
sesuai seluruh mode yang disyaratkan.
(f) Perhatikan bahwa ketentuan teknis model (termasuk bangunan, mekanikal dan
ketentuan pencegahan kebakaran) berisi persyaratan untuk pengujian, pemeriksaan
dan pemeliharaan sistem pengendalian asap.
(g) Selain itu ANSI/NFPA 92B dan 92B berisi pedoman teknis untuk pengujian.
(h) Setelah instalasi disetujui, kontraktor harus menyediakan salinan sertifikat yang
menunjukkan bahwa sistem pengendalian asap dipasang sesuai ketentuan yang
berlaku dan bahwa semua pengujian penerimaan sesuai ketentuan ANSI/NFPA 92A
dan semua dokumentasi pengujian operasional diserahkan kepada pemilik.
(i) Pengujian dan pemeliharaan berkala sangat penting untuk memastikan bahwa sistem
pengendalian asap bekerja sebagaimana dimaksud dalam skenario api. Komponen
termasuk perangkat menginisiasi (initiate), fan, damper, kontrol dan pintu-pintu harus
diuji secara terjadwal.
(j) ANSI/NFPA 92A merekomendasikan pengujian sistem yang terdedikasi dan sistem
yang nondedikasi setiap semester pada setiap tahunnya. Standar berikut digunakan
sebagai persyaratan sistem ini :
1) ANSI/NFPA 92A, 2000, Recommended Practice for smoke control systems,
National Fire Protection Association, Quincy, MA.
2) ANSI/NFPA 93B, 2000, Guide for smoke management system in Malls, Atria, and
Large Area, National Fire Protection Association, Quincy, MA.
(16) Damper api/Damper Asap.
(a) NFPA mempersyaratkan pemeliharaan damper dan inspeksi setiap lima tahun.
Inspektur JCAHO akan melihat apakah instalasi damper api terpasang dengan benar,
kinerja dan rekaman pemeliharaannya. Mereka membutuhkan pengujian bagian dari
damper apakah beroperasi dengan benar.
(b) Operasi ini membutuhkan sambungan lebur (fusible link). Setelah sambungan (link)
dilepas, pegas damper harus segera jatuh. Gerakkan kembali damper pada posisinya,
biasanya agak sulit dan memerlukan dua orang.
(c) Oleh karena itu, akses ke panel harus dipasang pada setiap sisi dari sebuah damper
api. Biasanya satu orang memegang satu sisi damper dan bersama-sama mereka
mendorong damper kembali ke posisi semula menggunakan kayu atau tuas serupa,
kemudian sambungan lebur dipasang kembali. Ini cukup sulit dan membutuhkan
tenaga kerja secara intensif.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 61


(d) Upaya meminimalkan jumlah damper api dan damper asap melalui proses
perancangan. Tunjukkan dan lengkapi akses di kedua sisi damper bila memungkinkan.
Memisahkan sambungan pada ducting yang tegak umumnya diabaikan untuk akses.
Pintu akses yang memadai harus disediakan untuk saf utilitas.
(17) Pembersihan ducting bila ducting eksisting digunakan.
(a) Sebelum memulai suatu proyek pembersihan ducting, hati-hati menyelidiki biaya dan
manfaat terhadap risikonya. Konsultasikan kebersihan dan kirimkan sampel dari bahan
yang menempel pada ducting ke laboratorium untuk dianalisa.
(b) Pekerjaan pembersihan ducting dapat memberikan hasil yang beragam. Tipikal
pekerjaan pembersihan jalur ducting biasanya bila mungkin diganti dan bukan
dibersihkan. Insulasi luar dari ducting yang sudah ada dilakukan oleh tenaga kerja dan
dalam beberapa kasus tidak mungkin tanpa memindahkan semua utilitas yang ada
disekelilingnya.
(18) Pompa-pompa.
(a) Ada beberapa konfigurasi untuk pompa: end suction, vertical split case, vertical inline,
dan lain-lain. Keterbatasan ruang, biaya, tata letak ruang mekanikal, dan effisiensi
pompa menentukan semua konfigurasi.
(b) Pompa dilengkapi lubang tekanan dan katup untuk pancingan air sehingga petugas
pemelihara dapat memeriksa kinerja pompa.
(c) Lakukan pelatihan bagi petugas perawatan untuk setiap jenis pompa. Jika motor listrik
penggerak pompa sangat besar (lebih dari 15 HP = 11kW) dan pompa dipasang,
lengkapi balok atau sistem rel untuk memindahkan barang-barang yang berat masuk
atau keluar dari ruang mekanikal.
(19) Sistem Proteksi Kebakaran.
(a) Kecenderungan sistem terlalu besar telah mengakibatkan lebih besarnya pelepas
tekanan pada pipa. Periksa secara hati-hati dan pastikan bahwa jalur tekanan telah
benar-benar diperhitungkan.
(b) Pipa bypass dengan meter aliran adalah pilihan yang baik dan menghemat sejumlah
besar air untuk pengujian sistem, karena pengujian sistem di rumah sakit harus
dilakukan setiap minggu.
(20) Generator Darurat.
(a) Manajer fasilitas harus menentukan apakah fasilitas pembangkit seperti, program
pembagian beban (load sharing) atau mengurangi kerugian akan menjadi bagian dari
sistem daya darurat. Penempatan generator sangat penting tetapi umumnya
ditentukan oleh permasalahan arsitektur daripada kinerja atau perhatian terhadap
ventilasi.
(b) Knalpot mesin diesel di permukaan tanah hampir selalu menjadi masalah terutama
bau. Letakkan knalpot diesel di atap bila memungkinkan. Louver (kisi-kisi) pendingin
harus ditempatkan di area bebas yang direkomendasikan oleh manufaktur.

62 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(c) Spesifikasi generator harus dibaca dengan hati-hati. Umumnya spesifikasi mengikuti
NFPA 70, National Electrical Code, dan spesifikasi generator mengikuti NFPA 110,
Standard for Emergency and Standby Power Systems diacu oleh NFPA 70 dan
memiliki beberapa persyaratan yang sangat spesifik untuk konstruksi generator darurat
dan pengoperasiannya (NFPA 2002A, 2003). Tinjau ulang dokumen-dokumen ini
dengan hati-hati dan sesuaikan spesifikasinya bila diperlukan.
(21) Rencana pemulihan dari keadaan darurat.
(a) Tentukan apakah fasilitas perawatan kesehatan dapat melaksanakan seluruh operasi
dengan menggunakan daya darurat.
(b) Hal ini tidak jarang menemukan bahwa penyimpanan bahan bakar tidak cukup untuk
menjalankan kebutuhan daya bangunan untuk periode yang lebih panjang.
(c) Manajer pemeliharaan harus hati-hati meninjau persyaratan fasilitas dan ketentuan
untuk pengoperasiannya.
(22) Intake udara luar.
(a) Lokasi yang tidak tepat kisi-kisi (louver) udara luar di dekat sumber kontaminasi dapat
menyebabkan masalah kualitas udara dalam ruang.
(b) Jangan biarkan arsitek untuk menempatkan kisi-kisi udara segar di dekat dok bongkar
muat. Demikian pula, jangan biarkan arsitek menempatkan kisi-kisi udara segar di
dekat diesel generator. Gas buang diesel terdeteksi oleh manusia dalam konsentrasi
rendah 6 ppm .
(c) Pompa vakum medik banyak digunakan. Tentukan lokasi aman untuk pelepasan dari
vakum medik yang biasanya selalu diabaikan.
(23) Pompa air domestik.
Harus hati-hati di evaluasi penggunaan penggerak dengan kecepatan variabel (variable
speed drive) untuk pompa air domestik, terutama jika sistem tidak bisa merespon dengan
baik perubahan yang cepat dari kebutuhan air bangunan.
(24) Pemanas air.
(a) Kualitas unit pemanas air terbuat dari baja tahan karat yang dilapisi bahan tahan panas
dengan lapisan kaca yang effisien.
(b) Alat ukur temperatur dan tekanan harus dipasang pada inlet dan outlet dari unit
pemanas air. Aliran air harus benar dan seimbang. Ventilasi harus menjadi perhatian
pada unit yang menggunakan bahan bakar gas. Unit yang berbahan bakar gas harus
tidak berada satu ruang dengan peralatan refrigerasi.
(25) Redudansi.
(a) Beberapa layanan listrik dan sistem tata udara di rumah sakit direkomendasikan
menggunakan 100% redudansi.
(b) Pada saat yang sama, ruang untuk pengembangan kedepan diperlukan karena
perkembangan tidak dapat dihindari.
(c) Sebagai contoh dimana redudansi dalam sistem mekanikal dilakukan pada
penggunaan sistem sistem perpipaan melingkar (loop). Dua jalur distribusi di dalam
bangunan memungkinkan lebih banyak pilihan dalam kondisi darurat.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 63


(d) Sistem melingkar (loop) dapat digunakan secara efektif untuk gas dan cairan. Perlu
diperiksa persyaratan yang berlaku dan juga biayanya.
(26) Katup-katup.
(a) Jumlah katup tidak pernah cukup. Marilah kita lihat pernyataan yang mengatakan
bahwa katup jarang di tempatkan di lokasi yang tepat untuk mengisolasi peralatan
untuk kebutuhan pemeliharaan.
(b) Katup lebih murah dibandingkan dengan penggantiannya. Katup stop darurat (atau
penutup jalur darurat) biasanya lebih mahal 100 kali daripada katup di lokasi yang
sama. Hal ini tipikal untuk menyediakan sebuah katup antara setiap bagian dari
peralatan pada loop atau header tetapi hampir tidak pernah pada header.
(27) Penggantian Filter.
(a) Persyaratan filter untuk fasilitas medis bukan merupakan konsep baru.
(b) Peryaratan yang pertama dibuat pada tahun 1947 di bawah undang-undang Hill-
Burton. Setelah 50 tahun lebih sejak itu, persyaratan telah dimodifikasi sesuai teknologi
saat ini untuk filtrasi dan pengendalian pencemaran mikroba.
(c) Guidelines for the Design and Construction of Hospitals and Health Care Facilities (AIA
2001) menerbitkan persyaratan untuk tingkat minimum effisiensi filtrasi udara.
Persyaratakan juga mendefinisikan filtrasi oleh area dan catatan tambahan seperti
pertukaran udara yang dibutuhkan per jam, temperatur yang direkomendasikan,
kelembaban relatif yang dianjurkan dan tekanan relatif ruang terhadap seluruh fasilitas.
(d) Sistem tata udara untuk fasilitas medis yang tidak umum direkomendasikan
menggunakan 2 buah filter, salah satu ditempatkan di hulu dari koil dan lainnya di
kelompok hilir pada akhir dari koil.
(e) Standar tata udara meletakkan keduanya pada hulu koil.
(f) Dalam ruang transplantasi ortopedi, transplantasi sumsum tulang belakang dan organ
dan ruang pemulihan, tahap penyaringan tambahan HEPA dianjurkan pada outlet
udara. Filter HEPA juga direkomendasikan untuk ruang isolasi TB dimana resirkulasi
digunakan untuk mempertahankan persyaratan pergantian udara yang tinggi atau
dimana 100% di buang keluar tidak mungkin.
(g) Filter kaku lebih disukai di rumah sakit.
(h) Apabila kantong filter runtuh selama pemeliharaan normal alat pengolah udara, partikel
debu pada permukaan luar dari media filter dilepaskan ke aliran udara. Filter kaku
secara alamiah tidak mempunyai masalah ini. Biasanya filter arang digunakan untuk
mengendalikan bau dari sumber eksternal seperti knalpot diesel. Arang aktif juga dapat
digunakan untuk mengendalikan bau dalam sistem pasokan udara dimana diperlukan
dalam fasilitas perawatan medis.
(i) Effisiensi terdaftar sebagai effisien debu setempat karena dinilai di bawah standar
ASHRAE 52, 1-992. Sebagai standar ASHRAE 52.2 (yang berkaitan dengan pengujian
filter berdasarkan pada ukuran partikel dibandingkan effisiensi) menjadi metodologi
umum, filter untuk aplikasi khusus akan memiliki nilai peringkat effisiensi minimum
(MERVs) dari MERV 7 sebelum koil dan MERV 14 sebagai akhir atau filter sekunder.
(j) Selain itu, pedoman AIA merekomendasikan lokasi inlet udara dan outlet udara yang
disyaratkan.

64 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(k) Inlet udara luar harus diletakkan sejauh mungkin di atas tanah – pada ketinggian
minimum 6 ft (1,8 m). Ketinggian inlet di atas atap sekurang-kurangnya 3 ft (0,9 m) di
atas atap.
(l) Inlet udara dari luar juga harus sekurang-kurangnya 25 ft (7,6 m) dari knalpot atau
peralatan pembakaran (venting). Suplai udara ke ruangan harus diletakkan pada atau
dekat ketinggian langit-langit.
(28) Pertimbangan Pemeliharaan.
(a) Unit pengolah udara.
1) Frekuensi penggantian filter adalah fungsi biaya penggantian filter, kurva fan
pengkondisian udara, biaya listrik lokal, biaya tenaga kerja, dan tekanan statik
terminal dari filter yang digunakan.
2) Seiring dengan peningkatan tekanan statik, biaya menjalankan unit fan juga
meningkat. Biaya harus diukur terhadap biaya tenaga kerja dan biaya material
penggantian filter. Beban optimal untuk jenis filter tertentu tersedia dari
manufaktur filter.
(b) HEPA.
1) Membuka kantong dan menutup kantong rumah filter dan filter harus dilakukan
oleh teknisi yang terlatih dan bersertifikat dalam pengendalian infeksi dan teknik
membuka dan menutup rumah filter dan sekat yang digunakan.
2) Manajer pemeliharaan harus mengetahui ukuran filter selama proses konstruksi.
Hal ini tercakup dalam kontrak tentang spesifikasi filter dalam kondisi umum
mekanikal, tetapi sering terlewatkan. Pemilihan filter juga dapat dipengaruhi oleh
pembicaraan langsung dengan kontraktor mekanikal yang menawarkan pada
proyek ini.

5.6.2 Serah terima proyek konstruksi.


5.6.2.1 Konstruksi jalur cepat tampaknya menjadi norma dan bukan pengecualian, dalam dunia
konstruksi saat ini, bagian pemeliharaan lebih sering diminta untuk menerima proyek yang belum
selesai sebelum pengguna mulai bergerak masuk.
5.6.2.2 Kadang-kadang terjadi kebingungan mengenai tanggal dimana pemilik sebenarnya
mengambil alih kepemilikan gedung, kapan perawatan dimulai dan kapan periode garansi yang
diberikan kontraktor berakhir.
5.6.2.3 Jika keputusan untuk awal bangunan dibuat, pemilik harus meninjau konsekuensi dan
pengaturan kontrak dengan kontraktor dan mendengarkan masukan-masukan dari tim perencana.
5.6.2.4 Proyek bertahap sangat sulit untuk diselesaikan. Sebuah kontrak harus menguraikan
secara jelas apa yang akan diselesaikan pada akhir setiap tahap.
5.6.2.5 Proyek bertahap dapat berjalan selama bertahun-tahun, sehingga perlu gambar-gambar
telah terpasang (as built drawing), manual operasi dan pemeliharaan, dan bahan cadangan untuk
setiap tahapan disampaikan kepada pemilik sebagai penyelesaian dari masing-masing tahapan.
5.6.2.6 Akhirnya dengan mempertahankan kepentingan perusahaan dalam membangun akan
meningkatkan kepercayaan pemilik, antara lain dengan melakukan inspeksi perdagangan, saran
operasional, pemeriksaan peralatan dan bahan yang dibeli untuk proyek.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 65


5.7 Pertimbangan Pemeliharaan Khusus untuk sistem Tata
Udara/Peralatan.
Deskripsi berikut diberikan sebagai pertimbangan pemeliharaan khusus untuk peralatan perawatan
kesehatan dan sistem.

5.7.1 Unit Fan Koil.


5.7.1.1 Setiap unit fan koil dengan suatu koil pendingin mempunyai nampan pengering (drain
pan) yang dapat menjadi reservoir untuk pertumbuhan mikrobial.
5.7.1.2 Inspeksi periodik dari nampan kondensat penting untuk mencegah berhentinya aliran dan
dapat menyebabkan bahan disekitarnya menjadi basah, dengan demikian menciptakan tambahan
luas untuk amplikasi mikrobial.
Karena unit ini secara tipikal diletakkan didalam ruangan yang dilayani, petugas pemeliharaan
membutuhkan akses untuk area yang dihuni.

5.7.2 Radiasi tabung fin dan unit konveksi.


Unit ini juga membutuhkan pembersihkan yang sering untuk meminimalkan pengumpulan debu
dan puing-puing. Peralatan ini juga membutuhkan akses untuk area yang dihuni.

5.7.3 Daya listrik Terminal Fan Unit.


Daya listrik terminal unit membutuhkan inspeksi dan pemeliharaan. Akses ke filter dibutuhkan. Unit
ini mempunyai fan motor dan fan yang mungkin membutuhkan penggantian. Ventilasi udara
terpisah dan masukan udara primer mungkin disediakan dan sebaiknya secara periodik diperiksa.

5.7.4 Sistem Udara sekunder.


Suatu contoh dari tipe sistem ini adalah sistem aliran laminer dalam kamar operasi orthopedik atau
unit resirkulasi filter HEPA untuk unit transplantasi sumsun tulang. Ini dapat disediakan dengan
filter yang membutuhkan penggantian, seperti sebuah motor yang mungkin membutuhkan service
periodik atau penggantian.

5.8 Komisioning Bangunan.


5.8.1 Komisioning adalah proses yang difokuskan pada kualitas yang dicapai, pengesahan dan
mendokumentasikan bahwa fasilitas yang direncanakan, dirancang, dipasang, diuji dan mampu
dioperasikan dan dipelihara untuk melakukan sesuatu sesuai dengan maksud perancangan.
5.8.2 Proses komisioning meluas melalui semua tahapan dari suatu proyek yang baru atau
renovasi ke hunian dan pengoperasian, dan telah diperiksa pada setiap tahap proses untuk
menjamin keabsahan kinerja untuk memenuhi persyaratan rancangan dari pemilik.
5.8.3 Sasaran mendasar dari proses komisioning adalah :
(1) Untuk membuktikan dan menyusun dokumen dokumentasi yang menyatakan bahwa kinerja
fasilitas dan sistem telah memenuhi syarat seperti yang diminta pemilik.
(2) Untuk meningkatkan komunikasi dengan mendokumentasikan informasi dan keputusan
seluruh tahapan proyek.
(3) Untuk membuktikan dan melaporkan bahwa kinerja sistem di dalam bangunan telah
memenuhi maksud perancangan.

66 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


5.8.4 Partisipasi aktif dan berkelanjutan petugas pemeliharaan dan operasi dalam proses
komisioning sangat penting untuk keberhasilannya.

5.9 Perancangan Modal Investasi.


5.9.1 Bagian pemeliharaan bertanggung jawab untuk penyusunan anggaran kegiatan
peningkatan infrastruktur fasilitas. Perhatian harus dibayar untuk mengakses kebutuhan fasilitas
untuk perkembangan di masa depan seperti yang disajikan dalam anggaran modal.
5.9.2 Bagian pemeliharaan juga meminta dana untuk memperbaiki dan/atau mengganti barang-
barang mekanik dan listrik yang harus diganti secara teratur.
5.9.3 Memahami kebutuhan komunitas medis ketika meningkatkan sistem atau peralatan.
5.9.4 Misalnya penggantian pada unit transplantasi tulang belakang memerlukan pasien
dipindahkan ke area lain dan mengembalikannya lagi.
5.9.5 Ini jenis biaya sekunder yang sering diabaikan, tetapi mereka harus disertakan pada saat
penganggaran.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 67


BAB VI
PENUTUP

(1) Pedoman Teknis ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan oleh pengelola rumah
sakit, penyedia jasa konstruksi, Dinas Kesehatan Daerah, dan instansi yang terkait dengan
pengaturan dan pengendalian penyelenggaraan pembangunan rumah sakit dalam prasarana
sistem tata udara, guna menjamin kesehatan dan kenyamanan rumah sakit dan
lingkungannya.
(2) Ketentuan-ketentuan yang lebih spesifik atau yang bersifat alternatif serta penyesuaian
pedoman teknis prasarana sistem tata udara oleh masing-masing daerah disesuaikan
dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan di daerah.
(3) Sebagai pedoman/petunjuk pelengkap dapat digunakan Standar Nasional Indonesia (SNI)
terkait lainnya.

68 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


LAMPIRAN
LAMPIRAN - 1
PERGERAKAN UDARA DAN PERBEDAAN TEKANAN

L1.1 Pergerakan Udara (air movement).


L1.1.1. Pergerakan udara harus diusahakan untuk meminimalkan sumber penyakit agar tidak
menyebar ke udara (airborne) yang memperbesar kemungkinan terjadinya penularan diantara
pasien, tenaga medis dan pengunjung.

Gambar L1.1.1 - Pergerakan udara

Gambar L1.1.1 menunjukkan pergerakan udara yang memungkinkan mikroorganisme menyebar


ke udara dan dapat menimbulkan penularan dari pasien ke petugas medik dan pengunjung.
Kondisi ini masih dapat digunakan untuk ruang rawat inap dan perawatan intensif.
L1.1.2 Pergerakan udara direncanakan seteliti mungkin dimana kecepatan udara harus
serendah mungkin dengan arah aliran udara yang tepat seperti yang ditunjukkan pada gambar
L1.1.2a dan L1.1.2b.
L1.1.3 Letak outlet dari suplai udara, inlet untuk udara balik atau udara buang menjadi sangat
menentukan dalam menghasilkan pola aliran udara (air flow pattern) untuk menghindarkan
mikroorganisme yang menyebar (airborne microorganism).
Seperti pada ruang bedah, aliran udara sejajar dengan arah ke bawah (laminair undirectional)
dengan kecepatan keluaran dari HEPA filter 0.45 m/s ± 0.1 m/s (meter per detik) dapat
menghindarkan mikroorganisme yang menyebar serta membahayakan karena adanya bukaan
pada tubuh pasien saat pembedahan.
L1.1.4 Gambar L1.1.2a menunjukkan posisi pasokan udara di langit-langit dan udara balik pada
bagian bawah dinding menciptakan aliran udara kotor langsung ke outlet udara balik. Kondisi
semacam ini dapat mengurangi mikroorganisme yang menyebar.
L1.1.5 Gambar L1.1.2b menunjukkan aliran udara laminer yang umumnya digunakan pada
kamar bedah. Kecepatan udara keluar dari HEPA filter (0.45 m/dt ± 0.1 m/dt)

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 69


Gambar L1.1.2a
a - Mengurrangi mikro
oorganisme
e yang menyebar

Gamb
bar L1.1.2b - Aliran lam
miner, memb
batasi konta
aminasi mikkroorganism
me yang menyebar

L1.2. Tekanan
T A
Antar Ru
uang.
T
Tabel L1.2.1 – Contoh
h gerakan udara dan
n presurisa
asi

Ukuran
41,,2 m x 1,8 m 2,1 m x 2,4
2 m Ke
edua pintu
pintu
30% 60% 1
100% 0%
30 %
60% 100% 30% 60% 100%
Kondisi
terbuka terbuka te
erbuka terb
buka terbuk
ka terbuka terbuka terbuka terrbuka
Luas
bukaan 0,67 1,33 2,22 1,53 3,11 5,18 2,22 4,26 4,63
4
(m2)
Tekanan
statik 15,625 15,625 15,625 15,625 15,62
25 15,625 15,625 15,625 15
5,625
(inch.W.G))
Q (CFM) 7344 14688 2
24480 171
136 34272 57120 24480 48960 81600
1/16” ko
olom air = 0,0625

Ukuran
4 ft x 6 ft 7 ft x 8 ft Ke
edua pintu
pintu
30% 60% 1
100% 0%
30 %
60% 100% 30% 60% 100%
Kondisi
terbuka terbuka te
erbuka terb
buka terbuk
ka terbuka terbuka terbuka terrbuka
Luas
bukaan 7,2 14,4 24 16
6,5 33,6
6 56 24 46 50
(ft2)
Tekanan
statik 0,0625 0,0625 0
0,0625 0,0625 0,062
25 0,0625 0,0625 0,0625 0,0625
(inch.W.G))
Q (CFM) 4320 8640 1
14400 100
080 20160 33600 14400 28800 48
8000
1/16” ko
olom air = 0,0625

70 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


L1.2.1 Perbedaan tekanan antar ruang fungsi tertentu dengan ruang disebelahnya harus
direncanakan dengan benar untuk menghindari adanya migrasi dari sumber penyakit atau bahan-
bahan berbahaya yang dapat dihirup oleh pengunjung rumah sakit lainnya, mencegah infiltrasi
udara yang kurang bersih ke dalam ruangan yang lebih bersih, sehingga diusahakan ruangan lebih
bersih, tekanan udaranya juga lebih tinggi dibandingkan dengan ruangan kurang bersih.
Tabel L1.2.1 dan gambar L1.2.1 menunjukkan contoh gerakan udara dan presurisasi dari ruangan-
ruangan yang bersebelahan.
Pada gambar L2.1.1 dan tabel L2.1.1 menunjukkan gerakan udara dan presurisasi

Gambar L1.2.1 – Perbedaan tekanan udara antara ruangan dengan ruangan sebelahnya.

L1.2.2 Tekanan positip diruang tertentu direncanakan agar sumber penyakit dari luar ruangan
tidak masuk/infitrasi ke dalam ruangan tersebut yang di dalamnya terdapat pasien dalam keadaan
darurat, atau dengan luka terbuka.
L1.2.3. Ruang dengan tekanan negatif diperlukan agar pasien yang mempunyai penyakit menular
dan berbahaya tidak membahayakan pengunjung dan pasien yang lain.

L1.3. Kunci Udara (Air Lock).


L1.3.1. Untuk ruang air lock dan penggunaannya dapat dilihat digambar L1.3.1 dan tabel L1.3.1.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 71


Tabel L1.3.1 - Contoh penggunaan Air Lock.
Pemilihan Hubungan tekanan
Jenis ruang bersih Fungsi airlock
airlock relatif
Ruang bersih + + +
x Mencegah ruang bersih
x Tekanan positif terkontaminasi dari udara luar Airlock ++
x Tanpa asap dan zat bio yang kotor Koridor +
Cascading
x Tanpa dibutuhkan x Mencegah udara bersih
penghalang / penahanan terkontaminasi dari ruang
sekelilingnya melalui retakan

x Tekanan negatif x Mencegah ruang bersih Ruang bersih –


x Ada kontaminasi dari terkontaminasi dari udara kotor
Airlock ++
asap dan zat bio Bubble koridor
x Dibutuhkan x Mencegah ruang bersih melepas Koridor +
penghalang/penahan asap atau zat bio ke koridor
x Mencegah ruang bersih Ruang bersih –
x Tekanan negatif terkontaminasi udara kotor
Airlock ––
koridor
x Ada kontaminasi dari Koridor +
asap dan zat bio Sink x Mengizinkan asap atau zat bio
ruang bersih lepas ke air lock.
x Dibutuhkan
Tidak ada peralatan proteksi
penghalang/penahan
petugas yang dibutuhkan

x Tekanan negatif x Mencegah ruang bersih Udara bersih –


x Ada asap beracun atau terkontaminasi dari udara kotor
(Dual Airlock negatif – –
zat bio yang berbahaya koridor
atau mempunyai potensi Compartment) x Mencegah asap udara bersih Airlock positif + +
gabungan unsur Kompartemen atau zat bio lepas ke koridor Koridor –
x Dibutuhkan ganda x Proteksi peralatan yang
penghalang/penahan digunakan petugas (seperti
x Proteksi petugas peralatan presurisasi dan
dibutuhkan respiratur bila disyaratkan)

Gambar L1.3.1- Jenis-jenis dari Air Lock.

72 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


LAMPIRAN – 2
PENGUKURAN, PENGUJIAN, PENGOPERASIAN DAN
PEMELIHARAAN SISTEM TATA UDARA

L2.1. Pengukuran
L2.1.1. Tidak semua Rumah Sakit yang telah berdiri sebelum standar ini diberlakukan telah
direncanakan dengan pertimbangan akan dilakukan pengukuran pemakaian energi di kemudian
hari. Oleh karena itu, pengukuran energi dan pengukuran beban pendingin perlu dilakukan dengan
tidak mengorbankan ketelitian dan kebenaran prinsip pengukuran.
L2.1.2. Berikut ini adalah petunjuk untuk sistem tata udara yang umum digunakan pada gedung:
(1) Pengukuran untuk menghitung COP dilakukan pada mesin refrigerasi. Untuk mesin
refrigerasi yang evaporatornya menghasilkan air sejuk (chilled water), dilakukan pengukuran
kapasitas pendingin pada sisi air sejuk. Sedang untuk mesin refrigerasi yang evaporatornya
menghasilkan udara sejuk dilakukan pada sisi udara. Daya listrik yang dipakai mesin
refrigerasi untuk perhitungan COP adalah daya kompresor saja.
(2) Perhitungan untuk mengevaluasi sistem tata udara keseluruhan meliputi pengukuran
kapasitas pendingin pada evaporator, pengukuran seluruh daya listrik yang diperlukan untuk
menyelenggarakan kenyamanan dalam gedung tersebut.
(3) Dalam beberapa kondisi dapat dilakukan pengukuran tidak langsung. Misalnya apabila
sistem tata udara atau peralatannya relatif masih baru, diharapkan peralatan tersebut masih
bekerja sesuai dengan karakteristik yang dijamin pabriknya. Dengan demikian misalnya
pada pompa air dapat diukur beda tekanan sisi masuk dan keluar pompa, diukur kecepatan
putarnya, dan kemudian membaca besarnya laju aliran air pada kurva karakteristik yang
diterbitkan oleh pabrik pompa tersebut. Prinsip yang sama dapat dilakukan pula kepada fan
yang karakteristiknya diketahui dari pabrik pembuatnya dan kondisinya relatif masih baru,
sehingga dapat dianggap masih beroperasi mengikuti kurva karakteristik tersebut.
(4). Seluruh analisa energi bertumpu pada hasil pengukuran, sehingga semua hasil pengukuran
harus dapat diandalkan dan mempunyai kesalahan (error) yang masih dapat diterima. Oleh
karena itu penting untuk menjamin bahwa alat ukur yang digunakan dapat diandalkan dan
telah dikalibrasi dalam batas waktu sesuai ketentuan yang berlaku. Kalibrasi harus dilakukan
oleh pihak yang diberi wewenang hukum untuk itu.

L2.2. Pengujian
L2.2.1. Prosedur pengukuran berbagai besaran harus mengikuti ketentuan yang relevan terutama
dalam SNI 05-3052-1992 “Cara Uji Unit Pengkondisian Udara”, khususnya mengenai pengukuran
temperatur, kecepatan aliran udara dalam duct, laju aliran air sejuk dalam pipa.
L2.2.2. Pengujian effisiensi dapat dilakukan pada sesuatu sub sistem atau sesuatu peralatan
dalam sistem tata udara, untuk memeriksa apakah sub sistem atau peralatan tersebut masih
bekerja dengan effisiensi yang dijamin pabrik. Kalau hasil pengujian menunjukkan effisiensinya
telah berkurang cukup besar, perlu diperiksa untuk mencari kemungkinan perbaikan atau
modifikasi agar dapat diperoleh effisiensi yang lebih baik.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 73


L2.3. Pengoperasian
L2.3.1. Mesin refrigerasi
(1) Jangka waktu operasi mesin refrigerasi dapat dikurangi, misalnya dengan memanfaatkan
besarnya masa air sejuk yang berfungsi sebagai semacam penyimpan energi dingin.
(2) Selain jangka waktu beban parsial perlu dicari kombinasi operasi unit jamak (multiple units)
yang akan menuntut masukan energi yang paling rendah (multi chiller, atau multi
compressor pada satu chiller).
(3) Dengan memperhatikan karakteristik pompa distribusi air sejuk, dicari setting laju aliran air
keluar chiller minimum yang masih diijinkan sesuai ketentuan pabrik pembuat chiller,
sekaligus dengan memperhatikan rentang kenaikan suhu dalam chiller.

L2.3.2 Sistem distribusi udara dan air sejuk


(1) Pada sistem tata udara dengan air sejuk, perlu dicari upaya agar laju aliran air sejuk minimal,
kalau pompa distribusi air sejuk menunjukkan karakteristik daya masukan rendah pada laju
aliran air rendah.
(2) Secara umum. infiltrasi udara luar perlu dicegah karena akan sulit mengendalikan kondisi
ruang sesuai yang direncanakan.

L2.3.3 Beban pendingin


(1) Menaikkan setting temperatur ruang sampai batas maksimum yang masih berada di dalam
zona nyaman (comfort zone).
(2) Berdasarkan rekaman pemakaian energi dicari jam pengoperasian AHU dan FCU yang
paling hemat energi.
(3) Beban dalam ruangan yang dapat dimatikan tanpa mengganggu fungsi ruangan merupakan
salah satu peluang penghematan energi yang paling mudah, misalnya mematikan lampu
pada zona eksterior siang hari jika pencahayaan alami sudah cukup memadai.

L2.4. Pemeliharaan.
L2.4.1. Umum
L2.4.1.1 Pemeliharaan Sistem Tata Udara yang dimaksud adalah kegiatan yang berkaitan dengan
upaya untuk mempertahankan kinerja mesin berikut komponennya agar dapat beroperasi secara
aman dan tidak mengganggu keselamatan kerja dan kenyamanan penghuni gedung.
L2.4.1.2 Pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan yang terencana dan terjadwal dapat mengurangi
kerusakan mesin serta dapat mempertahankan umur mesin sesuai dengan ketentuan pabrik.
L2.4.1.3 Sebelum pelaksanaan kegiatan pemeliharaan, diperlukan informasi lengkap tentang
(1) Gambar sistem Tata Udara lengkap dengan data-data teknis, petunjuk operasi mesin dan
petunjuk pemeliharaan yang dikeluarkan oleh pabrik pembuat mesin pendingin.
(2) Dokumen sejarah operasi mesin dan komponennya yang berisi keterangan tentang
(3) Data operasi mesin.
(4) Jenis kerusakan dan penggantian komponen yang pernah dilakukan sebelumnya serta
penyebab kerusakan yang dialami.

74 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(5) Catatan kebutuhan daya listrik yang dikonsumsi mesin.

L2.4.2. Pemeliharaan rutin.


Kegiatan pemeliharaan rutin mencakup:
(1) Pembersihan/pencucian/penggantian filter udara di Air Handling Unit (AHU) dan atau Fan
Coil Unit (FCU) di tiap lantai.
(2) Pembersih/pencucian cooling coil di Air Handling Unit dan atau Fan Coil Unit di tiap lantai
(3) Pembersihan/pencucian finned tube air cooled condenser.
(4) Pembersihan dan pelumasan bearing semua motor listrik
(5) Pemeriksaan dan pengencangan V-belt motor fan AHU/FCU
(6) Pemeriksaan dan pengencangan baut-baut terutama pada tempat-tempat yang
menimbulkan getaran, misalnya condensing unit, dudukan AHU/FCU, Tata Udara, Exhaust
Fan dsb.
(7) Pembersihan komponen-komponen listrik didalam panel control.
(8) Pemeriksaan, penambahan/penggantian oli kompressor.
(9) Pemeriksaan/penambahan refrijeran.
(10) Pemeriksaan dan penggantian silica gel filter drier.
(11) Pemeriksaan fungsi alat ukur meliputi :
(a) thermometer, pressure gage pada chiller water system
(b) pressure pada instalasi pipa refrijeran
(c) thermostat, hygrometer didalam ruangan.
(12) Pemeriksaan alat ukur tegangan, ampere pada panel listrik
(13) Pemeriksaan fungsi peralatan elektronik pada mesin pendingin.
(14) Pemeriksaan fungsi pompa chiller water.

L2.4.3. Pemeliharaan harian dan mingguan.


Pemeriksaan harian dan mingguan dilakukan terhadap alat-alat kontrol di ruangan yang
dikondisikan dan pengamatan terhadap elemen-elemennya.
(1) Pemeriksaan/perbaikan terhadap gangguan-gangguan secara menyeluruh pada sistem
operasi.
(2) Pemeriksaan/penggantian komponen-komponen terutama fuse/pemutus arus.
(3) Pemeriksaan/perbaikan set point alat-alat kendali, dan indicator yang penting.
(4) Pemeriksaan/perbaikan/penggantian instalasi pengkabelan pada instalasi sistem kendali
(5) Pemeriksaan/perbaikan kebocoran-kebocoran pada instalasi pipa refrijeran dan air dingin.

L2.4.4. Pemeliharaan Bulanan


Kegiatan pemeliharaan yang bertitik berat pada peralatan mekanikal :

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 75


L2.4.4.1 Bearing
(1) Periksa temperatur dan kebisingan yang timbul.
(2) Pada saat mulai dioperasikan temperatur bearing akan naik akibat gesekan, namun
beberapa saat kemudian akan kembali normal.
(3) Pemeriksaan/pelumasan/penggantian bearing.

L2.4.4.2 Motor
(1) Pemeriksaan/perbaikan yang menimbulkan kebisingan
(2) Pemeriksaan/perbaikan terhadap arus listrik yang tidak sesuai dengan data name plate atau
dari brosur.
(3) Pemeriksaan/perbaikan coupling
(4) Pemeriksaan/perbaikan/penggantian tahanan kumparan kawat stator pada motor

L2.4.4.3 V-belt
(1) Periksa tegangan belt
(2) Periksa/atur kelurusan pulley

L2.4.4.4 Pompa
(1) Pemeriksaan/perbaikan yang menimbulkan kebisingan
(2) Pemeriksaan/perbaikan terhadap arus listrik yang tidak sesuai dengan data name Plate atau
dari brosur
(3) Pemeriksaan/perbaikan coupling dan lubang-lubang tangkai motor dengan pompa
(4) Pemeriksaan/perbaikan kebocoran
(5) Pemeriksaan/pembersihan kotoran yang terbawa oleh air dan mengendap di rumah pompa
(6) Pemeriksaan/pembersihan karat
(7) Pemeriksaan/pembersihan tangkai katup sisi hisap dan sisi tekan
(8) Pemeriksaan/perbaikan sebagai akibat tidak normalnya kapasitas pompa, misalnya tekanan
dan kecepatan air berkurang.

L2.4.4.5. Filter udara


Pemeriksaan/pencucian/penggantian, jika beda tekanan di AHU terlalu tinggi.

L2.4.5. Pemeliharaan Periode 4 s/d 6 bulan


Pemeliharaan pada periode ini yang diutamakan mencakup pengecekan terhadap pelumasan,
pembersihan dan pemeriksaan fungsi-fungsi dari seluruh komponen/peralatan yang terpasang
misalnya fungsi dari:
(1) Ventilasi :
AHU, Cooling, Dehumidification, Sound Attenuation, Louver Flaps
(2) Mesin refrigerasi

76 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Condensing Unit, Evaporator, Accessory Equipment, Heat Recovery, Crankcase Heater,
Piping.
(3) Sistem Kendali :
Switching Circuit, Indicator, Safety Equipment,
(4) Fungsi Dari : Ventilasi and Control, Refrigeration, Condensing Unit, Chilled Water System.

L2.4.6. Pemeliharaan Tahunan.

L2.4.6.1 Alat-alat kendali dan regulator :


(1) Pemeriksaan/penyesuaian set point pada alat-alat kontrol.
(a) Pemeriksaan/penyesuaian ketepatan indicator pada instrument control
(b) Pemeriksaan interaksi dari masing-masing gerakan alat-alat kendali.
(c) Pemeriksaa/pembersihan/penggantian overload relay dan fuse-fuse pada panel control
(2) Inlet/outlet air :
Pemeriksaan/perbaikan/penyetelan grille/diffuser tiap titik lokasi

L2.4.6.2 Pemeliharaan Kompresor.


(1) Pemeriksaan/perbaikan/penggantian control system atau komponen yang menyebab kan
kompresor tidak berfungsi.
(2) Pemeriksaan/perbaikan/penggantian accessory equipment dari refrigeration system (on-off
kompresor terlalu cepat)
(3) Pemeriksaan/perbaikan/penggantian accessory equipment yang menyebakan pembekuan
pada suction line.
(4) Pemeriksaan/perbaikan/penggantian accessory equipment yang menyebabkan liquid line
dingin
(5) Pemeriksaan/perbaikan yang menyebabkan berkurangnya oli kompresor

L2.4.6.3 Pemeliharaan Umum.


(1) Isolasi duct
(2) Isolasi pipa chilled water
(3) Flexible duct
(4) Vibration damper
(5) Perlindungan anti karat

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 77


Tabel - L2.
DAFTAR SIMAK
PERAWATAN RUTIN MESIN-MESIN TATA UDARA (TIPIKAL)
Frekuensi
No Uraian pekerjaan semua jenis mesin-mesin tata udara
D 1 2 4 12 26 52
1 Item 1 berlaku untuk semua jenis mesin-mesin tata udara X X X X X X X
Catat data-data penting di dalam “Log Form”. Amati minyak
pelumas kompressor pada kaca penduga. Amati apakah Tiga kali sehari, pagi, siang dan
terdapat kelainan-kelainan pada mesin seperti : tetesan minyak malam
pada lantai, amati apakah ada kebisingan yang tidak wajar
Item 2 s/d 10 umumnya berlaku untuk semua jenis mesin tata
udara
2 X X X X
Periksa aliran refrigeran di kaca penduga (tidak boleh ada
gelembung-gelembung udara)
Periksa kebocoran refrigeran pada sistem, cek apakah terdapat
minyak pelumas disekitar perapat poros, kaca penduga, batang
3 X X X X
katup, flensa dan sambungan flare. Demikian pula terdapat
katup pengaman pada kondenser.
Periksa setelan “high pressure cut-out”. Harus 25 psig lebih
4 X X X X
rendah dari setelan katup pengaman
Jika suatu ketika mesin harus dihentikan, amati posisi “pressure
5 X X X X
cut-out” pada sisi tekanan rendah
Pada saat mesin berhenti :
Periksa tegangan belt atau kelonggaran kopling penggerak dan
a. X X X X
6 kelurusan poros
Periksa saringan dikondenser (sebelum pompa kondenser) jika
b. X X X X
perlu dibersihkan
7 Lumasi bantalan pada motor sesuai dengan petunjuk pabrik R
Periksa semua sambungan kabel listrik, baik pada junction box
8 X
maupun pada semua contactor (cek kekencengan ikatan kabel)
Motor listrik
a. Bersihkan motor listrik dengan bantuan udara bertekanan (jika
9
tersedia) X
b. Periksa dan bersihkan switch untuk star motor listrik
1 Periksa kekencangan semua baut-baut
X
0
Periksa purge valve (jika dilengkapi)
a. Periksa purge unit pada kompresor pada saat operasi normal X X X X X
Pada saat mesin bekerja, periksa kebocoran yang dapat
1 diketahui dengan adanya (1), adanya tekanan yang lebih besar
1 dari tekanan keluar purge yang normal, (2) adanya gas keluar
b. dari purge relief valve, (3) adanya akumulasi air dibagian atas X X X X X
purge separator.
Air tersebut harus dikeluarkan
c. Stop purge valve dan periksa semua fitting, flensa dll. X X X X X
CATATAN : D = harian; 1 = 1 minggu; 2 = 2 minggu dst.
R = sesuai dengan kebutuhan

78 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


LAMPIRAN – 3
CONTOH SISTEM TATA UDARA PADA RUANG BEDAH - 1

Gambar L3 -1 – Contoh sistem tata udara pada ruang bedah 1

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 79


CONTOH SISTEM TATA UDARA PADA RUANG BEDAH – 2

Gambar L3 -2 – Contoh sistem tata udara pada ruang bedah 2

80 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


TIM PENYUSUN

1 Penanggung Jawab

2 Ir. Azizah. Ketua Tim Penyusun

3 Ir. Soekartono Soewarno, IPM Editor merangkap anggota IAFBI/PII

4 Prof.DR.Ir. RM Soegijanto, Anggota IAFBI/PII/ITB

5 Ir. Soufyan M Noerbambang. MSME, IPU Anggota IAFBI/PII/ITB

6 Prof.DR. Ir. Indra Nurhadi. Anggota ITB

7 DR. Ir. Prihadi Anggota ITB

8 Ir. Rusdi Malin. MSc Anggota IAFBI/UI

9 Ir. John Budi Heriyanto, MSc. Anggota IAFBI

10 Ramadhona, ST Anggota

Penjelasan :
IAFBI = Ikatan Ahli Fisika Bangunan Indonesia.
PII = Persatuan Insinyur Indonesia.
ITB = Institut Teknologi Bandung.
UI = Universitas Indonesia.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 81


KEPUSTAKAAN

(1) ASHRAE, Application Handbook, 1995, Chapter 7 – Health Care Facility.


(2) ASHRAE, HVAC Design Manual for Hospitals and Clinics, 2003, Chapter 14 – Operation and
Maintenance.

82 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


PEDOMAN TEKNIS PRASARANA RS :
BANGUNAN RUMAH SAKIT YANG AMAN DALAM
SITUASI DARURAT DAN BENCANA

DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATAN


SUB DIREKTORAT BINA SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN
TAHUN 2012
KATA PENGANTAR

Indonesia, letak geografi berada pada lempeng samudra hindia australia. Sehingga dampak
negatif yang bisa terjadi adalah patahnya lempengan tersebut akibat pergeseran lapisan bumi
yang disebut dengan istilah “sesar”. Akibat terjadinya patahan ini terjadilah bencana gempa, atau
yang lebih dahsyat lagi disebut dengan tsunami.
Indonesia, terdiri dari banyak gunung-gunung yang masih aktif, dimana sewaktu waktu dapat
meletus dan akibat bencana ini mengancam jiwa terhadap manusia dan kerugian harta benda.
Indonesia, terutama di kota-kota besarnya mempunyai sistem drainase yang kurang memadai,
sehingga dengan terjadinya hujan lebat berdampak pada bencana banjir.
Kecerobohan manusia disertai bangunan dan prasarana yang kurang atau tidak memadai sesuai
ketentuan yang berlaku juga dapat mengakibatkan terjadinya bencana kebakaran.
Empat kondisi tersebut di atas merupakan bentuk kondisi bencana dan situasi darurat yang harus
dihadapi rumah sakit.
“Rumah Sakit” harus tetap kokoh berdiri dengan aman terhadap bentuk bencana apapun yang
terjadi, dan rumah sakit harus tetap mampu melayani masyarakat dalam bidang kesehatan.
Untuk memberikan arahan terhadap pembangunan rumah sakit yang aman terhadap bencana dan
kondisi darurat, Kementerian Kesehatan menyusun buku “Pedoman Teknis Bangunan Rumah
Sakit yang aman dalam situasi darurat dan bencana”, dengan harapan dapat menjadi pedoman
untuk pembangunan rumah sakit yang berada di daerah rawan bencana.
Buku Pedoman teknis ini juga merupakan salah satu petunjuk pelaksanaan dari sub bagian dari
pasal 11 ayat (g) tentang “petunjuk, standar dan sarana evakuasi saat terjadi keadaan darurat”
pada “Persyaratan Teknis Prasarana Rumah Sakit”, yang merupakan turunan dari Undang-
Undang No. 44 Tahun 2009 tentang “Rumah Sakit”.
Buku pedoman teknis ini merupakan bentuk “adopsi modifikasi” dari buku “Safe Hospitals in
Emergencies and Disasters, Structural, Non Structural and Function Indicators, yang diterbitkan
oleh World Health Organization Regional Office for the Western Pacific 2009, bersama Europian
Commision.
Dengan diterbitkannya buku ini semoga bermanfaat bagi pembacanya.

Jakarta, September 2012

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar iii


Daftar Isi v

BAB I KETENTUAN UMUM 1


1.1 Latar Belakang 1
1.2 Penilaian Kelemahan Bangunan Rumah Sakit 1
1.3 Sasaran Pengguna 1
1.4 Tujuan 1
1.5 Bangunan Menggunakan Pedoman Teknis Ini 2
1.6 Ruang Lingkup 2

BAB II PETUNJUK BANGUNAN DAN PRASARANA RUMAH SAKIT YANG AMAN 3


2.1 Pendahuluan 3
2.2 Petunjuk Struktur Yang Aman Untuk Bangunan Rumah Sakit 3
2.3 Petunjuk Non Struktur Untuk Keamanan Bangunan Rumah Sakit 5
2.4 Petunjuk Fungsional Untuk Keselamatan Di Rumah Sakit 15

BAB III RINGKASAN DAN KESIMPULAN 26


KEPUSTAKAAN 28
APENDIKS 29

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | v


PEDOMAN TEKNIS
BANGUNAN RUMAH SAKIT YANG AMAN
DALAM SITUASI DARURAT DAN BENCANA

BAB - I : KETENTUAN UMUM.

1.1 Latar belakang


WHO menganggap perlu untuk membangun rumah sakit yang aman, terutama pada situasi
bencana dan keadaan darurat, yang mana rumah sakit tersebut harus mampu untuk
menyelamatkan jiwa dan dapat terus menyediakan pelayanan kesehatan esensial bagi
masyarakat. Karenanya dibutuhkan kampanye untuk mengurangi kerugian pada bangunan rumah
sakit yang diakibatkan situasi darurat dan bencana.
Kampanye mengurangi kerugian diakibatkan bencana dimaksudkan untuk :
(1) melindungi jiwa pasien dan petugas kesehatan dengan memastikan ketahanan struktural
dari fasilitas kesehatan;
(2) memastikan bahwa akibat bencana dan kondisi darurat fasilitas kesehatan dan layanan
kesehatan mampu tetap berfungsi; dan
(3) meningkatkan kemampuan manajemen darurat dari petugas kesehatan dan instansi terkait.

1.2 Penilaian Kelemahan Bangunan Rumah Sakit


Bangunan rumah sakit dan fasilitas kesehatan mempunyai peranan penting pada situasi terjadinya
bencana dan keadaan darurat. Struktur bangunan rumah sakit harus tetap kokoh dan tetap dapat
beroperasi pada kondisi tersebut. Untuk memastikan bahwa bangunan rumah sakit dan fasilitas
kesehatan dapat bertahan pada kondisi darurat dan bencana, penilaian terhadap kelemahannya
sangat perlu. Kelemahan tersebut mungkin dari sisi struktural (sistem beban bearing),
nonstruktural (elemen arsitektur, instalasi dan peralatan) dan sistem operasinya.

1.3 Sasaran Pengguna,


Keselamatan bangunan rumah sakit dalam situasi darurat dan bencana ditujukan terutama untuk
petugas yang memahami peran penting rumah sakit dan fasiltas perawatan kesehatan selama
situasi darurat dan bencana. Petugas dimaksud termasuk petugas administrasi dan manager
sebagai pengguna utama dari pedoman teknis ini, pengunjung dan pasien sebagai klien yang
harus diprioritaskan keselamatannya.

1.4 Tujuan.
Pedoman Teknis ini bertujuan dapat menjadi panduan dan acuan untuk :
(1) menilai kelemahan struktural, nonstruktural dan fungsional bangunan rumah sakit dan
fasilitas kesehatan yang ada;
(2) memberikan saran dalam membangun rumah sakit dan fasilitas kesehatan baru yang
mampu bertahan dalam kondisi darurat dan bencana; dan

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 1


(3) memeriksa rencana renovasi dan retrofit dari bangunan rumah sakit dan fasilitas kesehatan
untuk memastikan ketahanan, keselamatan dan keberlangsungan operasi selama keadaan
darurat dan bencana.

1.5 Bagaimana menggunakan pedoman teknis ini.


1.5.1 Rumah sakit yang ingin menggunakan pedoman teknis ini harus memahami bangunan,
persyaratan teknis struktur, persyaratan teknis sistem proteksi kebakaran, persyaratan teknis
kelistrikan, dan pedoman teknis lainnya yang terkait dengan struktur, fungsi rumah sakit dan
fasilitas kesehatan.
1.5.2 Untuk memastikan rumah sakit dapat menerapkan pedoman ini sesuai dengan
kebutuhannya, daftar acuan disediakan diakhir pedoman ini untuk memberikan tambahan
informasi untuk pembaca.
1.5.3 Rumah sakit juga diharapkan membentuk kelompok kerja teknis yang dapat meninjau
ulang petunjuk-petunjuk yang ada dalam daftar apakah masih berlaku atau perlu diperbaiki sesuai
ketentuan bangunan rumah sakit itu sendiri. Kelompok ini dapat terdiri dari koordinator kesehatan
darurat rumah sakit, arsitek, insinyur, petugas keamanan dan petugas administrasi.
1.5.4 Pedoman teknis ini menjelaskan berbagai petunjuk dan penjelasannya. Penjelasan-
penjelasan disampaikan sebelum daftar petunjuk penggunaan pedoman teknis ini. Diharapkan
penjelasan yang disampaikan dibaca dengan hati-hati untuk memastikan bahwa petunjuk
dipahami secara jelas.
1.5.5 Pedoman teknis ini tidak dimaksudkan untuk dibandingkan dengan peraturan-peraturan
lokal. Sebaliknya, pedoman ini digunakan sebagai penilaian internal untuk memperbaiki struktur
dan fungsi bangunan rumah sakit dan fasilitas kesehatan untuk kesiapan tanggap darurat.
1.5.6 Beberapa petunjuk mungkin perlu disesuaikan dengan peraturan lokal. Untuk contoh,
pedoman tentang peralatan, pengobatan/tindakan, protokol dan ketentuan darurat harus
didasarkan pada jenis/kelas rumah sakit dan mengikuti peraturan pemerintah yang berlaku.
Perbaikan dapat dilakukan lebih lanjut terhadap pedoman teknis ini bila diperlukan.
1.5.7 Petunjuk yang tercantum dalam pedoman ini perlu ditinjau dan diuji lebih lanjut untuk
penerapannya di rumah sakit.
1.5.8 Pedoman ini tidak dimaksudkan untuk menjadi panduan mengajukan klaim dan hanya
untuk memastikan keselamatan bangunan rumah sakit dan fasilitas kesehatan apabila terjadi
keadaan darurat dan bencana.

1.6 Ruang lingkup.


Ruang lingkup pedoman teknis ini meliputi :
(1) Ketentuan umum;
(2) Petunjuk bangunan dan prasarana rumah sakit yang aman.
(3) Ringkasan dan kesimpulan.

2 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB - II : PETUNJUK BANGUNAN DAN PRASARANA RUMAH SAKIT
YANG AMAN

2.1 Pendahuluan.
2.1.1 Selama keadaan darurat dan bencana, rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya harus
tetap aman, mudah didatangi dan berfungsi pada kapasitas maksimum dalam usaha membantu
keselamatan jiwa.
2.1.2 Rumah sakit harus terus menyediakan layanan penting seperti layanan medik, perawatan,
laboratorium dan layanan kesehatan lainnya serta merespon persyaratan- persyaratan yang
berhubungan dengan keadaan darurat.
2.1.3 Bangunan rumah sakit yang aman harus tetap terorganisir dengan rencana kontigensi di
tempat dan tenaga kesehatan terlatih untuk menjaga jaringan operasional.
2.1.4 Membangun rumah sakit yang aman melibatkan banyak faktor pengetahuan yang
berkontribusi terhadap kelemahan bangunan selama keadaan darurat atau bencana, seperti lokasi
gedung, spesifikasi desain dan bahan yang digunakan serta memberikan kontribusi pada
kemampuan bangunan rumah sakit dalam menahan untuk tidak runtuh apabila terjadi peristiwa
alam yang merugikan.
2.1.5 Dengan munculnya keadaan darurat atau bencana, kerusakan elemen nonstruktural
dapat memaksa rumah sakit menghentikan operasinya. Keadaan ini memungkinkan timbulnya
peningkatan kasus-kasus darurat yang membutuhkan rumah sakit. Keadaan ini menjadi
tantangan ketika petugas medis dan petugas pendukung juga terpengaruh, sehingga kapasitas
respon rumah sakit menjadi terbatas.
2.1.6 Rumah sakit yang aman memerlukan visi dan komitmen untuk memastikan bahwa rumah
sakit berfungsi penuh, terutama selama keadaan darurat dan bencana. Untuk itu perlu melibatkan
berbagai sektor, seperti perencanaan pengoperasian rumah sakit, keuangan, pelayanan publik,
arsitektur dan rekayasa dalam menentukan kelemahan bangunan rumah sakit dan menangani
perbaikannya.
2.1.7 Desain dalam pembangunan rumah sakit dan fasilitas kesehatan harus mengikuti
persyaratan teknis proteksi kebakaran, keselamatan dan langkah-langkah pengurangan risiko.
Kelemahan fasilitas nonstruktural dan fungsional yang ada harus dikurangi.

2.2 Petunjuk struktur yang aman untuk bangunan rumah sakit.

2.2.1 Umum.
2.2.1.1 Elemen-elemen struktur bangunan rumah sakit dan fasilitas kesehatan seperti lokasi
bangunan dan pertimbangan desain struktur penting untuk bangunan dalam menghadapi peristiwa
yang merugikan.
2.2.1.2 Elemen-elemen struktur harus sesuai dengan lokasi bangunan dan bahaya alam yang
umum di lokasi itu.
2.2.1.3 Letak dimana bangunan rumah sakit atau fasilitas kesehatan mengindikasikan adanya
ancaman seperti banjir di lembah atau tanah longsor di sepanjang lereng harus dihindari.
2.2.1.4 Identifikasi lokasi dan setiap potensi bahaya harus ditangani dengan langkah-langkah
yang tepat untuk meminimalkan kerusakan struktur.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 3


2.2.1.5 Harus ada ketentuan untuk drainase air hujan yang tepat di daerah rawan banjir.
2.2.1.6 Menggunakan bahan atap yang lebih ringan dan aman untuk zona gempa.
2.2.1.7 Menggunakan bahan yang kokoh untuk lokasi rawan topan.
2.2.1.8 Standar struktur lainnya seperti akses untuk penyandang cacat harus selalu ada.
2.2.1.9 Ram harus berada dilokasi yang tepat untuk membawa pasien yang berbaring di tempat
tidur atau duduk dikursi roda.
2.2.1.10 Kegagalan dalam melakukan hal-hal terebut di atas, dapat membahayakan keselamatan
penghuni rumah sakit.
2.2.1.11. Pertimbangan-pertimbangan elemen struktur yang berbeda, umumnya disebabkan
adanya persyaratan atau peraturan yang diberlakukan pada pembangunan rumah sakit di
kota/kabupaten.
2.2.1.12 Administrator rumah sakit perlu memahami persyaratan teknis bangunan, persyaratan
teknis proteksi kebakaran dan persyaratan teknis struktur bangunan lainnya, untuk memastikan
bahwa rumah sakit melaksanakan pembangunan mengikuti persyaratan-persyaratan teknis
tersebut.
Kurangnya kepatuhan, seperti penggunaan standar bahan atau pemilihan lokasi yang tidak sesuai
untuk bangunan rumah sakit atau fasilitas kesehatan dapat membatasi operasi rumah sakit selama
keadaan darurat dan bahkan dapat menyebabkan sebuah tragedi.
2.2.1.13 Perubahan struktur bangunan atau renovasi dalam upaya untuk menciptakan ruang baru
atau membangun struktur atau instalasi baru, juga dapat mengakibatkan struktur melemah jika
desain asli tidak diperhitungkan.
2.2.1.14 Peraturan tentang izin bangunan dan izin struktur yang baru atau yang sudah ada
penting untuk memastikan keamanan bangunan rumah sakit dan fasilitas kesehatan.

2.2.2 Lokasi.
2.2.2.1 Bangunan tidak berada di lokasi area berbahaya.
(1) tidak ditepi lereng.
(2) tidak dekat kaki gunung, rawan terhadap tanah longsor.
(3) tidak dekat anak sungai, sungai atau badan air yang dapat mengikis pondasi.
(4) tidak di atas atau dekat dengan jalur patahan aktif (kurang dari 10 meter)
(5) tidak di daerah rawan tsunami.
(6) tidak di daerah rawan banjir
(7) tidak dalam zona topan
(8) tidak di daerah rawan badai
2.2.2.2 Bangunan memiliki infra struktur yang memadai untuk mengatasi bahaya terkait lokasi
seperti drainase air hujan dan tanggul.

4 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


2.2.3 Desain.
2.2.3.1 Bangunan rumah sakit memiliki bentuk yang sederhana dan simitris di kedua sumbu
lateral dan longitudinal (misalnya persegi atau persegi panjang), sehingga tahan ketika mengalami
gaya seperti yang ditimbulkan oleh gempa bumi.
2.2.3.2 Elemen struktur bangunan (pondasi, kolom, balok, lantai lembaran, gulungan) dan elemen
nonstruktural diperhitungan sesuai dengan persyaratan untuk angin kencang (faktor penting angin
1,15) dan gempa bumi (faktor penting seismik 1,25)
2.2.3.3 Dinding kaca, pintu dan jendela mampu menahan kecepatan angin antara 200 ~ 250
km/jam.
2.2.3.4 Jumlah lantai bangunan (lantai) untuk rumah sakit dan fasilitas kesehatan kurang dari
lima, terutama di daerah yang rawan terhadap gempa.
2.2.3.5 Sudut atap 300 ~ 400 (optimal untuk menahan kekuatan angin) untuk bangunan di daerah
rawan topan.

2.2.4 Struktur.
2.2.4.1 Tidak ada keretakan pada struktur utama. Keretakan kecil atau retak rambut harus
diselidiki oleh tenaga ahli struktur yang kompeten dan diperbaiki di lokasi.
2.2.4.2 Struktur dibangun dengan bahan tahan api dan tidak beracun.
2.2.4.3 Struktur dibangun dengan kompetensi teknis yang memadai. Inspeksi dan kontrol mutu
bangunan dilaksanakan dengan tepat.
2.2.4.4 Lemari, rak, peranti, peralatan, diangkur dengan benar
2.2.4.5 Ram berada pada area yang tepat untuk pergerakan tempat tidur pasien dan untuk
digunakan penyandang cacat.

2.2.5 Perizinan.
2.2.5.1 Lengkapi set gambar konstruksi sesuai yang dibangun dan selalu tersedia bila diperlukan.
2.2.5.2 Lengkapi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diperlukan dan Izin Penggunaan
Bangunan (IPB) atau Sertifikat Laik Fungsi (SLF).
2.2.5.3 Selama konstruksi, bahan konstruksi secara menyeluruh diperiksa dan dikontrol mutunya
oleh tenaga ahli yang kompeten.
2.2.5.4 Perubahan bangunan dilakukan dengan meninjau/ memperhatikan rencana asli bangunan
dan dilakukan bersama tenaga ahli yang kompetent.

2.3 Petunjuk Non Struktur untuk Keamanan Bangunan Rumah Sakit


2.3.1 Umum.
2.3.1.1 Elemen non struktural termasuk elemen-elemen arsitektur (seperti langit-langit, jendela
dan pintu), peralatan medik, peralatan laboratorium, jalur penyelamatan jiwa (mekanikal, listrik dan
instalasi pipa), keselamatan dan masalah keamanan. Elemen ini penting untuk beroperasinya
rumah sakit dan fasilitas kesehatan. Jika rusak, maka rumah sakit menjadi tidak berfungsi dan
dapat menyebabkan kecelakaan fisik pada pasien dan petugas.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 5


2.3.1.2 Pertimbangan dasar mengenai elemen arsitektur, mirip dengan petunjuk struktur, yaitu
struktur bangunan harus dapat menahan setiap tegangan fisik yang disebabkan oleh bahaya alam
seperti topan, banjir, tanah longsor dan gempa bumi.
2.3.1.3 Rumah sakit setiap saat harus memiliki dan selalu tersedia :
(1) gambar perencanaan (design drawing) pembangunan yang disetujui dan menunjukkan
bahwa bangunan telah dirancang oleh arsitek profesional dan tenaga ahli teknik yang akan
bertanggung jawab atas integritas bangunan disemua aspek arsitektur dan teknik;
(2) gambar terpasang (as built drawing) bangunan yang menunjukkan seluruh denah, potongan,
instalasi yang telah terpasang, serta petunjuk (manual) untuk pengoperasian dan
pemeliharaan.
(3) pembaharuan gambar terpasang atau catatan renovasi dan referensi dokumen untuk
perubahan hasil desain dan renovasi; dan
(4) izin bangunan yang mengesahkan kepatuhan bangunan dengan persyaratan teknis
bangunan dan hukum yang berlaku dan menunjukkan bahwa di dalam kondisi yang sesuai
untuk hunian.
2.3.1.4 Pertimbangan yang berkaitan dengan peralatan dan keselamatan jiwa difokuskan pada
lokasi dan apakah peralatan tersebut telah diangkur/dipasang dengan benar. Adanya peralatan
berat atau mesin dapat merubah integritas struktur bangunan.
Peralatan seperti ini jangan ditempatkan di lantai atas atau di lantai yang strukturnya lemah,
karena dapat mengakibatkan runtuhnya struktur, seperti misalnya dengan sedikit gerakan yang
disebabkan oleh gempa bumi atau keausan normal bangunan selama bertahun-tahun.
Peralatan dan mesin yang berat juga harus diangkur ke elemen struktur bangunan atau pada
pondasinya. Hal ini dimaksud untuk mencegah bergeraknya peralatan, seperti meluncur atau jatuh
yang bisa menyebabkan kerusakan struktural atau cedera fisik pada pasien dan petugas.
2.3.1.5 Masalah keselamatan terkait dengan penanganan dan penyimpanan unsur bahan kimia
dan berpotensi berbahaya. Penanganan dan penyimpanan bahan kimia dan zat berbahaya yang
tidak tepat dapat menyebabkan cedera disebabkan toksisitas yang melekat atau menyebabkan
reaksi kimia yang dapat menyebabkan kebakaran atau ledakan.
Harus ada pelatihan yang tepat bagi petugas dalam menangani bahan kimia dan zat berbahaya.
Petunjuk keselamatan untuk penangan dan penyimpanan harus disebar luaskan dan
diimplementasikan. Misalnya pengaturan yang tepat dan pengelompokan bahan kimia harus diikuti
secara ketat untuk mencegah bahan kimia disengaja bereaksi.
Label yang tepat dengan peringatan dari produsen dan menyediakan instruksi sesuai apa yang
harus dilakukan jika terjadi kontak disengaja dengan zat ini merupakan aspek penting dari
pedoman keselamatan.
Penggunaan lembar data keselamatan juga harus didorong, meskipun peraturan yang berbeda
mengenai penggunaannya. Dokumen-dokumen resmi tentang informasi keselamatan terhadap
kimia yang digunakan harus disebar luaskan kepada para petugas, responden darurat dan publik.
2.3.1.6 Keamanan bangunan dan keselamatan umum dari semua pasien dan petugas dalam
rumah sakit dan fasilitas kesehatan juga harus ditangani.

6 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


2.3.2 Dokumen bangunan/gambar/perencanaan.
2.3.2.1 Persetujuan rencana pembangunan, spesifikasi teknis, perhitungan struktural, ditanda
tangani dan disegel oleh ahli profesional yang tepat dan diserahkan dan disetujui oleh petugas
resmi pemerintah daerah.
2.3.2.2 Gambar terpasang ditugaskan oleh pemilik ke kontraktor dan disiapkan oleh arsitek dan
ahli teknik profesional.
2.2.3.3 Gambar terpasang yang terbaru.
2.2.3.4 Izin Penggunaan Bangunan (IPB) atau Sertifikat Laik Fungsi (SLF).

2.3.3 Elemen arsitektur,


2.3.3.1 Keselamatan pada atap.
(1) atap dirancang tahan terhadap kecepatan angin 175 ~ 250 kph dalam area rawan topan.
(2) seluruh bahan atap terpasang dengan aman, dilas, dikeling atau disemen.
(3) sistem drainase atap mempunyai kapasitas yang cukup dan dirawat dengan benar.
(4) atap kedap bocor, diinsulasi dan kedap suara.
2.3.3.2 Keselamatan pada langit-langit.
(1) langit-langit dari beton harus tidak retak dan tidak bocor.
(2) penurunan langit-langit yang dibuat dari bahan selain beton, dipasang dengan aman.
(3) bahan langit-langit seperti papan fibre semen, fibreglass, papan gipsum akustik, bahan kayu,
dilapis atau diolah dengan cat tahan api.
(4) langit-langit lurus atau armatur lampu dipasang dengan benar dan ditunjang (support)
(5) Lengkungan kebawah, balkon atau emperan, bebas dari keretakan struktur dan plester
semen yang jatuh.
2.3.3.3 Keselamatan pada pintu masuk dan pintu-pintu.
(1) bahan pintu tahan terhadap angin dan api.
(2) pintu-pintu terpasang erat ke tiang pintu.
(3) pintu-pintu di ruang yang jumlah orangnya kurang dari 50 harus mempunyai lebar pintu
sekurang-kurangnya 112 cm; pintu-pintu di ruang yang jumlah orangnya lebih dari 50 orang
(ruang konfrensi, ruang fungsional) harus mempunyai lebar pintu sekurang-kurangnya 122
cm, pintu yang letaknya jauh satu sama lain harus membuka keluar.
(4) pintu utama menggunakan pintu ganda, pintu kamar mandi membuka keluar
(5) pintu eksit kebakaran tahan api, terbuka keluar, dengan perangkat menutup sendiri dan
dilengkapi batang panik.
(6) pintu partisi asap diletakkan sepanjang lorong dan koridor, harus dua pintu ayun pada setiap
kelompok ruangan atau bagian untuk kompartemenisasi.
(7) pintu yang digerakkan dengan daya listrik dapat dioperasikan secara manual ke ruangan
yang dibolehkan pada peristiwa kegagalan daya listrik.
(8) pintu otomatik dapat dijalankan secara manual.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 7


(9) ruangan seperti ruang operasi, unit perawatan intensif, ruang pemulihan, ruang melahirkan,
ruangan sebelum melahirkan, ruang isolasi, dan area steril mempunyai pintu yang menutup
secara manual.
(10) bangunan tinggi, tangga eksit vertikal bagian dalam bangunan mempunyai eksit kebakaran
bertekanan atau eksit kebakaran kedap asap yang sesuai disekat terhadap asap, panas dan
api.
(11) kunci yang dipasang di ruang tidur dapat dikunci hanya dari koridor untuk memungkinkan
eksit dari ruangan dengan mengoperasikan secara sederhana tanpa sebuah kunci.
(12) pintu yang dirancang untuk selalu tertutup sebagai jalan keluar, seperti pintu tangga atau
eksit horizontal, dilengkapi dengan mekanisme menutup sendiri yang handal.
(13) sebuah pintu yang dirancang untuk selalu tertutup harus diberi tanda seperti : EKSIT
KEBAKARAN, PINTU DIJAGA TERTUTUP.
2.3.3.4 Keselamatan jendela dan tirai luar jendela (shutter).
(1) jendela mempunyai alat proteksi angin dan matahari.
(2) jendela memiliki fitur untuk mengamankan keselamatan pasien (misalnya kisi-kisi, pagar)
yang juga disediakan dengan eksit kebakaran dan sistem proteksi kebakaran.
(3) jendela kedap kebocoran
(4) Bukaan jendela harus aman dari kemungkinan orang meloncat keluar.
2.3.3.5 Keselamatan dinding , pembagi dan partisi
(1) Dinding luar memenuhi tingkat ketahanan api 2 (dua) jam.
(2) Partisi ruangan dibuat dari material konstruksi tahan api.
(3) Kompartemen antara plat lantai ke plat lantai tertutup (lantai ke lantai) dan dinding ke dinding
tahan api.
(4) Ruangan dapat dibagi lagi asalkan susunannya memungkinkan untuk langsung dan secara
visual konstan disupervisi oleh petugas perawatan
2.3.3.6 Keselamatan elemen eksterior (cornices, ornament, façade, plester).
(1) Elemen eksterior dipasang kuat ke dinding.
(2) Penggantung armatur lampu diangkur dengan benar.
(3) Kawat listrik dan kabel dipasang dengan benar dan dikencangkan.
2.3.3.7 Keselamatan penutup lantai.
(1) Material lantai anti slip tanpa celah-celah dalam seluruh area layanan dan klinik dan bahan
lantai mudah dibersihkan dalam semua area non klinik lainnya.
(2) Slab lantai beton diperkuat.
(3) Finis interior dengan sistem tahan terhadap api.
(4) Finis interior dinding dan langit-langit pada setiap ruangan atau eksit harus “Kelas A” sesuai
dengan “Cara pengujian karakteristik terbakarnya permukaan dari material bangunan”.
(5) Material finis lantai “Kelas A” atau “Kelas B” seluruh rumah sakit, panti jompo, perumahan
atau fasilitas penyandang cacat.

8 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


2.3.4 Fasilitas jalur keselamatan jiwa.
2.3.4.1 Sistem kelistrikan.
(1) Generator darurat mempunyai kapasitas memenuhi kebutuhan prioritas rumah sakit
(ketentuan untuk sistem cadangan kelistrikan, termasuk untuk ruang operasi, perawatan
intensif dan lorong).
(2) Voltase distribusi yang lebih tinggi, seperti sistem 380/220V-3 phase, 4 kawat
dipertimbangkan terhadap biaya awal rendah dan nilai tambah yang lebih besar untuk
effisiensi jangka panjang.
(3) Rumah generator atau rumah sumber daya (Power House) di proteksi dari bencana alam
dan bencana yang dibuat manusia; dibuat dari beton yang diperkuat; ketinggian lantainya
lebih tinggi dari tanah.
(4) Generator dan peralatan lainnya yang bergetar harus dipasang dengan pengikat (bracket)
khusus yang memungkinkan gerakan tetapi mencegahnya dari terjungkir.
(5) mempunyai generator yang tidak berisik dan tidak bergetar; sistem buangan harus dibuat
dalam bentuk silencer jenis kritis, atau kualitas rumah sakit dan unit dilengkapi dengan
isolator getaran jika generator berada di dalam bangunan.
(6) generator dilengkapi dengan sakelar pemindah otomatis.
(7) menggunakan sistem pendingin transformer yang tidak mudah terbakar (yaitu jenis kering,
resin epoxy atau minyak silikon atau minyak temperatur tinggi)
(8) menggunakan sistem proteksi bio (BPS), kawat mempunyai sertifikat standar, lebih disukai
dengan insulasi thermoplastik nilon tahan panas tinggi dan kabel dipasang erat dan
dikencangkan pada pemutus arus (CB) atau sakelar atau pengaman kawat.
(9) Pemutus beban, kontaktor magnetic, pengaman lebur, atau sakelar tanpa pengaman lebur
yang terpasang dalam panel control harus terproteksi.
(10) Dalam kamar mandi dan dalam area basah atau lembab, kotak kontak harus dilengkapi
dengan pemutus kegagalan sirkit pembumian (GPAS = Gawai Proteksi Arus Sisa).
(11) kotak kontak (stop kontak, outlet) dilengkapi dengan kutup pembumian.
(12) bagian-bagian metalik dari sistem elektrikal yang bukan konduit arus, dibumikan dengan
benar, termasuk penutup elektrikal, kotak, selokan, duct dan tray.
(13) panel kontrol diproteksi, sakelar pemutus arus dan kabel mengikuti standar SNI 0225-2000,
Persyaratan Umum Instalasi Listrik dan diproteksi dengan electrical surge suppressor.
(14) semua sistem elektrikal dan ruangan-ruangan diproteksi dengan unit pemadam api kimia
ringan.
(15) sistem ducting - polyvinyl chloride (PVC) untuk daya dan pencahayaan; konduit baja kaku
atau konduit metal menengah untuk sistem deteksi dan alarm; PVC untuk telepon, intekom,
CCTV, kabel TV, jaringan data komputer.
(16) menggunakan pencahayaan fluorecent kompak hemat energi dan tabung merkuri tanpa
merkuri.
(17) pencahayaan yang cukup dalam seluruh area rumah sakit, termasuk halaman.
(18) sistem listrik ekterior dipasang dibawah tanah.
(19) listrik fungsional dan lampu darurat dengan batere cadangan dalam seluruh area ktiris.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 9


(20) luminus (armatur) lampu eksit dengan batere cadangan.
2.3.4.2 Sistem komunikasi.
(1) antena dan batang terminal proteksi petir dijepit dan ditumpu untuk keselamatan.
(2) terminal proteksi petir dengan fitur proaktif operasional lebih disukai.
(3) dilengkapi dengan proteksi petir.
(4) radio mempunyai sumber arus listrik cadangan (batere).
(5) tersedia sistem komunikasi cadangan.
(6) peralatan komunikasi dan kabel dipasang dengan angkur dan penjepit.
(7) sistem alarm yang secara otomatis mengirimkan alarm ke pos kebakaran terdekat atau
seperti bantuan dari luar lain tersedia.
(8) Sistem komunikasi di luar bangunan dipasang dibawah tanah
2.3.4.3 Sistem pasokan air.
(1) untuk kebutuhan rumah sakit, tangki penyimpan air mempunyai cadangan yang cukup
minimal (tiga) hari setiap waktu.
(2) tangki penyimpanan air lokasi dan pemasangannya aman.
(3) sumber air pengganti tersedia (contoh air sumur dalam, air dari PDAM, mobil tangki
penyimpan air atau truk kebakaran).
(4) menggunakan pipa yang las untuk mencegah patah dan bocor.
(5) sistem distribusi air (katup, pipa, sambungan) bebas dari kebocoran dan zat berbahaya.
(6) pipa tegak basah harus mengalirkan tidak kurang 132 liter air per menit dengan tekanan sisa
tidak kurang dari 1,8 kg per cm2 pada setiap dua (2) kran (outlet) yang mengalir serempak
dalam waktu 30 menit.
2.3.4.4 Sistem Gas Medik.
(1) gas medik disimpan dengan benar dan dipasang dalam area berventilasi cukup area
penyimpanan dengan kompartemen.
(2) lokasi yang benar dan aman untuk penyimpanan gas medik.
(3) untuk penggunaan di rumah sakit gas medik harus dalam pipa, minimum penyimpanan
selama minimum 7 (tujuh) hari.
(4) untuk rumah sakit yang menggunakan silinder individual, penyimpanan minimum untuk 3
(tiga) hari.
(5) tangki mempunyai segel (seal) utuh dan aman dari pemasok.
(6) pipa gas medik yang dipasang di dinding dilengkapi dengan penyangga pipa.
(7) angkur dilengkapi untuk tangki, silinder, dan peralatan terkait.
(8) keselamatan sistem distribusi gas medik (katup, pipa dan sambungan) terjamin.
(9) alat ukur fungsional dan fiting.
(10) menggunakan pipa standar (kedap api, kedap air)
(11) sambungan pipa tidak boleh dipertukarkan.

10 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(12) melakukan prosedur pengujian secara regular.
(13) dengan katup penutup zona dalam kasus kebocoran (contoh di dalam kasus kebakaran
pada kompleks ruang operasi, katup zona dapat menutup).
(14) tangki cadangan oksigen tersedia dalam kasus evakuasi pasien darurat.
(15) gas industri diletakkan di luar bangunan dan dilengkapi dengan pengaman penutup otomatis
(contoh LPG).
(16) apabila aktifitas atau mungkin penyimpanan melibatkan bahaya ledakan, ventilasi ledakan ke
luar bangunan harus dilengkapi dengan kaca tipis atau ventilasi lain yang disetujui.
(17) semua konstruksi yang secara aktif terlibat pengoperasian yang berbahaya harus
mempunyai tingkat ketahanan api 1 (satu) jam dan bukaan antara setiap bangunan dan
ruangan-ruangan atau ruang tertutup untuk pengoperasian yang berbahaya harus diproteksi
dengan pintu kebakaran yang menutup sendiri atau otomatik.
2.3.4.5 Sistem Pemadam Kebakaran
(1) sistem alarm, deteksi dan pemadaman harus dihubungkan dengan sistem alarm kebakaran
otomatis, sistem deteksi panas dan/atau sistem pemadam kebakaran otomatik.
(2) sistem alarm kebakaran dapat dioperasikan secara manual dan otomatis.
(3) sistem alarm kebakaran di monitor oleh pos pemadam kebakaran atau agen monitor yang
terakreditasi.
(4) deteksi panas dan asap dipasang di koridor rumah sakit, panti jompo, dan fasilitas
penyandang cacat.
(5) detektor asap harus tidak dipasang terlalu jauh dari 9 (sembilan) meter dari titik pusatnya
dan lebih dari 4 (empat) dan 6 (enam) sampai 10 meter dari setiap dinding.
(6) menggunakan zat pemadaman yang ramah lingkungan, effektif dan kerusakan yang
diakibatkannya kecil.
(7) setiap ruangan dilengkapi dengan alat pemadam api ringan.
(8) direkomendasikan alat pemadam api ringan; untuk peralatan elektrikal dan elektronik
menggunakan carbon dioksida, untuk layanan umum menggunakan alat pemadam api
ringan jenis ABC.
(9) dengan pipa tegak basah lengkap dengan perlengkapannya.
(10) mempunyai program keselamatan terhadap kebakaran dengan mengutamakan sebagai
berikut :
(a) di organisasi oleh dinas kebakaran yang melakukan seminar, pelatihan pemadaman
api, pelatihan evakuasi dalam situasi kebakaran, pelatihan pada saat terjadinya gempa
bumi,
(b) melakukan pelatihan pemadaman api dan evakuasi pada situasi kebakaran.
(c) melakukan penanggulangan kebakaran, latihan pencegahan dan pemadaman
kebakaran.
(d) tersedia peralatan pemadam kebakaran.
(e) pemeliharaan pencegahan dari peralatan pemadam kebakaran.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 11


(f) tersedia gambar eksit kebakaran dan gambar ketentuan evakuasi melalui eksit
kebakaran di tempat yang menyolok pada setiap tingkat lantai.
2.3.4.6 Sistem Eksit Darurat
(1) lantai balok dari jalan keluar diterangi pada semua titik termasuk sudut dan persimpangan
dari koridor dan lorong, bordes tangga dan pintu eksit dengan lampu yang mempunyai lumen
minimal 0,001 lumen per cm2.
(2) sumber pencahayaan mudah diakses dan andal, seperti layanan listrik PLN.
(3) fasilitas pencahayaan darurat dijaga dengan tingkat iluminasi tertentu pada kejadian
kegagalan pencahayaan normal untuk jangka waktu sekurang-kurangnya 1 jam.
(4) tanda arah “EKSIT” diterangi, dengan warna khusus, dengan sumber yang andal, 0,005
lumen per cm2.
(5) tinggi huruf dari tanda arah 15 cm dengan huruf yang menonjol dengan lebar tidak kurang
dari 19 mm.
(6) lengkapi luminous (armature) penunjuk arah eksit pada dinding dan diletakkan 30 cm atau
lebih lebih rendah dari permukaan lantai.
2.3.4.7 Sistem Pemanas, Ventilasi dan Pengkondisian Udara dalam Area Kritis.
(1) pengikat cukup memadai untuk duct dan tinjau ulang fleksibilitas duct dan pemipaan yang
menyilang pada sambungan ekspansi.
(2) pemipaan, sambungan dan katup kedap bocor
(3) peralatan sentral pemanasan dan/atau pemanas air diangkur.
(4) peralatan sentral pengkondisian udara diangkur.
(5) keselamatan yang memadai diberikan untuk ruang tertutup yang dilengkapi dengan alat
pemanasan, ventilasi dan pengkondisian udara.
(6) peralatan dapat dioperasikan setiap saat (boiler, sistem pengkondisian udara, fan
pembuangan)

2.3.5 Peralatan medik dan laboratorium.


2.3.5.1 Peralatan di ruang operasi dan ruang pemulihan.
(1) peralatan dalam ruang operasi dipasang dengan roda atau troli beroda harus stabil, di
angkur dan dikencangkan dekat meja operasi selama prosedur pembedahan dan dapat
dipindahkan setelah itu.
(2) peralatan pada troli beroda harus mempunyai sistem angkur yang tepat menggunakan kait
dan rantai dan dapat dipasang pada tempat tidur atau dinding (ECG, monitor, suction unit,
ventilator, incubator, Blood pressure monitor, peralatan resusitasi).
(3) lampu-lampu, peralatan untuk anestesi dan meja bedah terpasang dengan aman dan roda
meja dikunci.
2.3.5.2 Peralatan Radiologi dan peralatan penunjang lainnya.
(1) peralatan yang berat dan bergerak diangkur atau dibaut pada lantai (contoh mesin X-Ray),
atau ke dinding (tabung X-Ray).
(2) tersedia rangka baja untuk pemasangan peralatan (contoh unit X-ray, CT Scanner, MRI
Scanner).

12 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(3) ruangan cukup terlindung (proteksi terhadap radiasi, frekuensi radio, medan magnit).
(4) ruangan ber AC dilengkapi dengan kontrol humidity.
(5) bebas dari banjir.
(6) kotak kontak listrik yang dipasang pada dinding dan sistem pembumiannya aman.
(7) pemisahan dan penyimpanan material berbahaya dan kimia benar/tepat.
(8) pasokan air, sistem plambing dan drainase, baik.
2.3.5.3 Peralatan laboratorium dan penunjang lainnya.
(1) persediaan dan isi laboratorium disimpan dalam lemari dan rak-rak (contoh lemari dipasang
ke dinding dan pengikat rak).
(2) lantai-lantai tanpa celah, ubin di grout (mortar atau pasta untuk mengisi celah) dan lapisan
dijaga secara regular.
(3) ventilasi, air conditioning dan humiditi terkontrol dengan baik.
(4) pemberian kode warna untuk pemisahan keranjang buangan yang benar.
(5) pasokan air, drainase dan sistem plambing, baik.
(6) pemasangan instalasi listrik dan kotak kontak aman,
(7) penyimpanan reagent dan kultur organisme/media aman,
(8) tersedia area dekontaminasi standar (tetap/bergerak).
(9) buangan air bekas ke instalasi pengolahan air limbah.
(10) dilengkapi tudung asap (tergantung level laboratorium)
2.3.5.4 Peralatan medik dalam ruang UGD/Unit Perawatan Intensif/Rawat Inap.
(1) tempat tidur harus dilindungi di tempat tetapi juga dapat digerakkan jika dibutuhkan.
(2) peralatan dan kelengkapannya yang dibutuhkan untuk pengobatan /tindakan dan
ditempatkan dekat dengan tempat tidur disangga, diangkur dan dipasang dengan rangka
baja yang tersedia untuk peralatan yang tertutup rapat/terlindung.
(3) baut angkur disediakan pada dinding dalam lokasi yang tepat sehingga peralatan dapat
dipindahkan dan dipasang di tempat yang aman jika tidak digunakan.
(4) pengkawatan listrik dan kotak kontak terpasang dengan aman.
(5) persediaan dan isi lemari medik terlindung dalam rak/rak susun yang diangkur/diikat ke
dinding.
(6) peralatan di atas troli beroda mempunyai sistem angkur yang tepat menggunakan pengait
dan rantai dan dapat dipasang ke tempat tidur atau dinding (ECG, Monitor, Suction Unit,
Ventilator, incubator, BP monitor, peralatan resusitasi).
2.3.5.5 Peralatan Medik di Bagian Farmasi.
(1) persediaan dan isi lemari farmasi disimpan dalam rak susun dan rak-rak yang diangkur ke
dinding.
(2) ruangan berventilasi dan ber air conditioning cukup.
(3) kotak kontak listrik terpasang pada dinding dan aman.
(4) penyimpanan yang benar untuk material berbahaya bebas dari kebocoran.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 13


2.3.5.6 Peralatan medik dalam unit sterilisasi.
(1) persediaan dan isi untuk sterilisasi dilindungi pada rak susun dan rak yang diangkur ke
dinding.
(2) peralatan yang berat dan bergerak diangkur dan dibaut ke lantai atau ke dinding (contoh
otoklaf).
(3) kotak kontak listrik aman dan terlindung.
(4) bersih dan teratur, bebas dari kotoran, dan material infeksius.
2.3.5.7 Peralatan dan alat penunjang lain dalam bagian pengobatan nuklir dan unit therapi
radiasi.
(1) perlindungan yang memadai terhadap bahaya radiasi.
(2) menggunakan iluminasi dengan sistem cadangan pencahayaan dalam kasus kegagalan
daya listrik normal.
(3) aman dari banjir.
(4) tersedia area dekontaminasi standar (tetap/bergerak).
(5) ventilasi, air conditioning dan humiditi kontrol yang baik.
(6) pasokan daya listrik yang cukup (kira-kira 24 kW/unit) dengan pemutus arus tersendiri,
sistem dibumikan.
(7) tempat tidur harus terlindung di tempat dan dapat juga digerakkan jika dibutuhkan.
(8) peralatan dan kelengkapan yang dibutuhkan untuk pengobatan/tindakan diletakkan dekat
penunjang tempat tidur, dipasang tetap dan diangkur.
(9) monitor area lengkap dengan alarm, meter radiasi permukaan dengan peringatan suara.
(10) penyimpanan dan pemisahan yang tepat, penangan dan pembuangan kimia, radioaktif, dan
material berbahaya lainnya.
(11) fasilitas terpisah terpisah untuk pemrosesan reagent dan unsur kimia, radio pharmasi, dan
diagnosa kit.
(12) air bekas dibuang ke instalasi pengolahan air limbah.
(13) adanya peralatan keselamatan sebagai berikut :
(a) pelindung;
(b) peralatan proteksi petugas;
(c) perkakas untuk penangan jarak jauh;
(d) kontainer untuk material radioaktif;
(e) monitor nilai dose dengan alarm;
(f) tanda arah, label, rekaman/catatan.
(g) kit darurat.

2.3.6 Keselamatan dan keamanan petugas, peralatan dan persediaan.


2.3.6.1 Keselamatan petugas.
(1) pintu masuk dan titik eksit terlindung.

14 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(2) peralatan untuk inspeksi seperti metal detektor.
(3) tersedia pelindung keliling
(4) camera CCTV dengan perekam.
(5) peralatan proteksi petugas untuk tindakan pencegahan umum.
(6) peralatan sterilisasi dan persediaan
(7) informasi komunikasi material yang mendidik dan papan informasi untuk pasien dan petugas
tentang apa yang harus dilakukan selama kondisi darurat dan bencana
2.3.6.2 Keselamatan perlengkapan, peralatan dan persediaan.
(1) peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan untuk pengobatan/tindakan dan diletakkan
dekat tempat tidur ditunjang, diangkur atau dipasang, tersedia rangka baja untuk
mengamankan peralatan.
(2) baut angkur di dalam dinding pada lokasi yang tepat sehingga peralatan dapat dipindahkan
dan dipasang dalam tempat yang aman jika tidak digunakan.
(3) persediaan dalam laboratorium, farmasi, penyimpanan umum dalam unit CSSD dan ruang
operasi cukup aman dalam lemari dan di dalam rak.
(4) kotak kontak aman dan terlindung dengan baik.
(5) tidak ada perlengkapan yang menggantung atau ornamen dekoratif; tidak ada perlengkapan
menggantung diatas tempat tidur pasien.
(6) tersedia petunjuk (manual) instruksi untuk pengguna dan mudah diakses untuk semua jenis
peralatan.
(7) pemisahan dan penyimpanan yang benar dari material dan kimia berbahaya.
(8) tersedia lembar data keselamatan material yang berisi informasi sebagai berikut :
(a) sifat kimia dan fisik;
(b) prosedur tumpahan dan pembuangan;
(c) bahaya kesehatan;
(d) perawatan darurat dan bantuan pertama;
(e) penyimpanan dan penanganan;
(f) proteksi petugas;
(g) reactivity;
(h) data registrasi dan lingkungan.

2.4 Petunjuk Fungsional untuk Keselamatan di Rumah Sakit

2.4.1 Umum.
2.4.1.1 Fungsi rumah sakit dan fasilitas kesehatan selama keadaan darurat atau bencana sangat
penting. Perlu dipastikan bahwa layanan kesehatan harus tersedia karena sangat dibutuhkan.
Kelompok petunjuk fungsional meliputi :
(1) Lokasi dan aksesibilitas.
(2) Sirkulasi internal dan interoperabilitas.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 15


(3) Peralatan dan perlengkapan;
(4) Pedoman dan standar prosedur operasi darurat ;
(5) Sistem logistik dan utilitas;
(6) Keamanan dan alarm;
(7) Sistem transportasi dan komunikasi;
(8) Sumber daya manusia; dan
(9) Pemantauan dan evaluasi.
2.4.1.2 Lokasi dan aksesibilitas rumah sakit dan fasilitas kesehatan merupakan aspek penting
dalam menentukan kelemahan fungsional.
(1) Rumah sakit dan fasilitas kesehatan harus berada di dekat jalan yang baik dengan sarana
transportasi yang memadai.
(2) Rumah sakit dan fasilitas kesehatan juga harus dekat dengan fasilitas kelembagaan yang
lain, seperti pusat pendidikan, agama dan komersial.
(3) Harus tidak ada bahaya lingkungan disekitarnya.
Sebagai contoh, jika fasilitas berada dekat sungai atau sungai yang rawan banjir atau dekat garis
patahan aktif, keselamatan struktural akan terancam, mengakibatkan tidak dapat diakses oleh
orang-orang yang mencari bantuan.
Standar harus menetapkan bahwa fasilitas kesehatan yang berada dekat jalan utama yang
menghubungkan daerah-daerah berkembang atau kota, dalam beberapa kasus harus mempunyai
jalur alternatif sebagai jalan akses yang mudah untuk evakuasi dalam keadaan darurat.
2.4.1.3 Aspek fungsional lain rumah sakit dan fasilitas kesehatan adalah sirkulasi internal dan
interoperabilitas.
Zonasi yang tepat dari berbagai area rumah sakit dan fasilitas kesehatan, mengingat keterkaitan
diantaranya, membantu menjaga tingkat optimal operasi selama kondisi normal dan selama
keadaan darurat atau bencana. Dalam kondisi buruk, beberapa titik masuk dapat tertutup untuk
membatasi dan mengontrol jumlah orang yang memasuki fasilitas. Hal ini untuk menghindari
berdesak desakan yang tidak perlu, mencegah lalu lalang masuk keluar dan melindungi petugas
dari kekuatan eksternal yang bermusuhan.
Beberapa area mungkin juga diperlukan untuk diubah menjadi ruang pasien jika terjadi
peningkatan jumlah pasien atau jika ada ruangan di rumah sakit yang perlu dikosongkan. Area ini
perlu memiliki utilitas dasar seperti listrik, pemanas air, ventilasi atau unit pendingin udara dan
sistem komunikasi.
Penggunaan lorong dan koridor tidak dianjurkan karena dapat menghambat aliran pasien, petugas
dan layanan.
2.4.1.4 Ada juga peralatan dan persediaan vital untuk keberlangsungan operasi dari fasilitas.
Suatu sistem harus diatur untuk persediaan reguler dari item ini untuk memastikan bahwa
manajemen pasien tidak tertunda karena tidak adanya peralatan diagnostik dan theraputik. Hal ini
juga penting bahwa peralatan secara berkala diperiksa untuk memastikan peralatan tersebut siap
digunakan selama keadaan darurat.
2.4.1.5 Standar prosedur operasi dan pedoman harus mencakup kondisi yang berkaitan untuk
keadaan darurat dan bencana, termasuk pedoman fasilitas dan prosedur untuk mengatasi
banyaknya pasien yang masuk dan terbatasnya sumber daya.

16 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


2.4.1.6 Sistem juga harus dapat memperkirakan, mempertahankan persediaan, menyimpan,
menyalurkan dan mengendalikan kebutuhan obat. Setiap fasilitas kesehatan di tingkat rujukan
pertama harus menjaga persedian bank darah yang cukup memadai dengan perhatian khusus
diberikan untuk memperbaiki penyimpanan dan penangan darah serta produk darah. Jika bank
darah tidak layak, sumber-sumber yang memungkinkan untuk produk darah perlu diidentifikasi dan
sistem diatur untuk pengadaan cepat pada keadaan darurat.
2.4.1.7 Ketersediaan utilitas seperti penyediaan air, listrik dan gas medis penting untuk operasi
sehari-hari rumah sakit dan fasilitas kesehatan. Pasokan air harus aman dan dapat diminum dan
harus ada sumber air alternatif yang dapat diandalkan seperti tangki penyimpanan air, sistem air di
pedesaan, dan air untuk pemadam kebakaran. Hal ini karena konsumsi air harian dibutuhkan
dalam fasilitas kesehatan, kebutuhannya diperkirakan 5 liter setiap pasien rawat jalan dan 60 ~
100 liter setiap pasien rawat inap. Tambahan air diperlukan juga untuk kebutuhan laundri,
penggelontoran toilet dan utilitas lainnya.
2.4.1.8 Selain itu diperlukan juga sumber daya listrik alternatif yang handal untuk digunakan pada
kondisi darurat, seperti untuk pencahayaan dan pengoperasian peralatan penting pada saat
terjadinya kegagalan daya listrik normal. Sumber daya listrik siaga ini harus mampu sedikitnya
memasok 50% ~ 60% dari beban listrik normal.
Sumber ini diletakkan ditempat tidak berdekatan dengan daerah operasi dan lingkungan.
Lampu/pencahayaan darurat harus tersedia untuk digunakan antara waktu gangguan pasokan
listrik normal dan pasokan listrik dari generator cadangan, seperti untuk pencahayaan yang
penting di fasilitas kesehatan, tangga eksit, lorong, ruang operasi, ruang gawat darurat, pos
perawat dan area kasir. Sumber daya darurat ini tidak digunakan sebagai pengganti untuk
generator siaga.
2.4.1.9 Pasokan gas medik sangat penting untuk keselamatan jiwa beberapa pasien pada
fasilitas kesehatan tetapi juga merupakan sumber bahaya jika tidak dipelihara dengan baik.
Tangki-tangki, silinder dan pipa-pipa gas medik harus diperiksa secara teratur untuk memastikan
bahwa peralatan tersebut masih dalam kondisi baik. Dalam kasus pipa gas, harus dipasang katup
pengaman untuk mencegah bila terjadinya kebocoran gas.
2.4.1.10 Masalah keamanan, termasuk adanya tanda arah dalam fasilitas kesehatan yang
menunjukkan jalur untuk menyelamatkan diri dan lokasi peralatan pemadam kebakaran. Hal ini
untuk mencegah kepanikan selama keadaan darurat yang dapat menyebabkan penghuni
berdesak-desakan atau terjebak dalam ruang tertutup. Detektor asap dan sistem alarm kebakaran
juga penting untuk merespon langsung terhadap terjadinya kebakaran.
Apabila dianggap perlu, penempatan yang tepat dari detektor api dan peralatan pemadam
kebakaran dapat dilihat pada pedoman teknis yang berlaku atau dikoordinasikan dengan dinas
pemadam kebakaran setempat. Selama keadaan darurat, kemanan harus diperketat di beberapa
area yang berisiko tinggi seperti pintu masuk utama dan fasilitas eksit, area penyimpanan zat dan
bahan kimia yang mudah menguap dan area peralatan medis yang mempunyai nilai tinggi.
2.4.1.11 Komunikasi sangat penting untuk keberhasilan upaya koordinasi semua pihak. Lokasi
pusat informasi harus ditetapkan dimana publik dapat memperoleh informasi tentang anggota
keluarganya. Pusat informasi ini harus dikoordinasikan bersama pekerja sosial dan didampingi
petugas fasilitas kesehatan atau sukarelawan. Perencanaan fasilitas kesehatan pada kondisi
bencana harus menyediakan fasilitas lanjutan dari pusat informasi publik selama situasi bencana.
Pendidikan publik sebaiknya diintegrasikan ke dalam rencana penanggulangan bencana pada
fasilitas kesehatan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 17


Masyarakat harus diberitahu tentang jenis-jenis bencana yang mungkin terjadi dan menyampaikan
bagaimana mereka harus bereaksi selama keadaan darurat. Cara ini akan membantu pemerintah
untuk mengurangi dampak dari bencana.
2.4.1.12 Sumber daya manusia tetap yang paling penting diantara sumber daya yang tersedia
dalam rumah sakit atau fasilitas kesehatan. Petugas harus cukup siap untuk situasi darurat dan
bencana. Ada juga yang harus mengorganisir kelompok-kelompok orang atau komite yang
bertanggung jawab untuk perencanaan dan merespon jika ada keadaan darurat atau bencana.
Komite perencanaan darurat harus jelas mendefinisikan situasi yang menjamin kegiatan
perencanaan bencana. Fasilitas kesehatan dapat membentuk tim tanggap bencana, tergantung
pada ketersediaan fisik dan sumber daya manusia. Persyaratan dasar untuk petugas di tim ini
adalah bahwa mereka benar-benar terlatih untuk melakukan pertolongan pertama dan memiliki
sarana untuk segera bergerak ke lokasi bencana. Pelatihan penting lainnya termasuk sarana
keselamatan jiwa dasar, cara menyelamatkan jiwa penderita penyakit jantung lanjutan dengan
sistem komando bencana, latihan pemadaman kebakaran dan latihan simulasi dilakukan sekali
atau dua kali per tahun.
2.4.1.13 Pemantauan dan evaluasi juga diperlukan, termasuk evaluasi pasca bencana atau
bencana yang telah direspon untuk latihan simulasi pemadaman kebakaran untuk memastikan
rumah sakit dan fasilitas kesehatan aman pada keadaan darurat kesehatan.

2.4.2 Lokasi dan aksesibilitas rumah sakit / fasilitas kesehatan


2.4.2.1 Lokasi.
(1) dilokasi sepanjang atau dekat jalan raya yang baik dan sarana transportasinya memadai
mudah diakses oleh masyarakat.
(2) cukup bebas dari kebisingan yang tidak semestinya, asap, bau busuk, banjir dan tidak
terletak berdekatan dengan jalur kereta api, angkutan umum, taman bermain anak-anak,
bandara, pabrik industri, pabrik pengolahan sampah.
(3) mematuhi semua peraturan zonasi lokal.
2.4.2.2 Aksesibilitas
(1) Tidak ada penghalang di jalan menuju rumah sakit.
(2) Memiliki akses ke lebih dari satu jalan (jalur alternatif) dan memiliki pintu masuk lokasi dan
pintu keluar lokasi terpisah
(3) Memiliki jalan akses yang diaspal (semen atau aspal) yang diidentifikasi dan diberi label
dengan benar.
(4) Tersedia tanda arah, dipasang dengan benar dan mudah dibaca dalam keadaan gelap.
(5) Koridor, lorong dan gang harus mempunyai lebar 2,4 ~ 2,5 meter.
(6) Menggunakan ram sebagai akses ke lantai dua dan yang lebih tinggi.
(7) Jalur tangga yang aman dan dipasang dengan rel pegangan tangga dengan lebar tangga
sekurang-kurangnya 112 ~ 120 m, setiap anak tangga harus mempunyai ketinggian kurang
dari 17 cm dan dibuat dari beton.
(8) Setiap bukaan pada dinding diproteksi dengan pintu tahan api atau jendela tetap dengan
kaca kawat.
(9) Setiap pintu ke tangga, ram, saf lif, pencahayaan, saf ventilasi atau parasut di jalur tangga
tertutup harus menutup sendiri dan dalam keadaan normal dijaga selalu tertutup.

18 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(10) Tangga keluar bangunan harus tertutup dan bukaan terproteksi.
(11) Tersedia parkir yang aman dan pencahayaannya baik.

2.4.3 Sirkulasi internal dan interoperabilitas.


2.4.3.1 Sirkulasi Internal.
(1) Perawat di ruang pos perawat dapat melihat keluar rawat inap dan mempunyai akses ke
pasien.
(2) Ruang rawat dan sanitasi toilet.
(3) Zona area layanan yang tepat :
(a) Departemen yang paling erat hubungannya dengan masyarakat diletakkan dekat pintu
masuk Rumah Sakit (Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Gawat Darurat, Administrasi,
perawatan kesehatan primer).
(b) Departemen yang menerima beban kerja dari instalasi rawat inap atau “zona bagian
dalam” harus diletakkan dekat dengan bagian ini (radiologi, laboratorium)
(c) Departemen rawat inap harus berada di “zona bagian dalam”.
(4) Pintu masuk yang aman dan terkontrol dilengkapi dengan peta area.
2.4.3.2 Interoperabilitas.
(1) Area penunjang, seperti pembangkit listrik, boiler, fasilitas penyimpanan air, area laundri dan
rumah pompa diletakkan pada bangunan terpisah.
(2) Area yang akan diubah menjadi ruang pasien selama situasi bencana benar-benar
teridentifikasi dengan pencahayaan yang memadai, kotak kontak, persediaan air dan kloset
atau kamar mandi.
(3) Kamar mayat diletakkan terpisah dari area layanan, sebaiknya dilengkapi dengan pagar atau
pintu gerbang.
(4) Area diagnostik dengan menggunakan peralatan yang berat sebaiknya diletakkan di lantai
dasar, akan tetapi aman terhadap banjir.
(5) Di identifikasi area evakuasi dan tempat berkumpul.
(6) Fasilitas Laboratorium, radiologi dan radiotherapi adalah area terbatas.

2.4.4 Peralatan dan persediaan.


2.4.4.1 Peralatan dasar dan persediaan.
(1) Peralatan dasar harus tersedia di setiap instalasi rawat inap atau area pengobatan/tindakan.
(2) Diagnostik dasar dan peralatan theraputik adalah fungsional dan dilabel dengan benar.
(3) Penyimpanan obat-obatan sekurang-kurangnya untuk persediaan 1 (satu) minggu.
2.4.4.2 Peralatan dan Persediaan untuk situasi darurat.
(1) Obat-obat untuk situasi darurat harus tersedia di dalam instalasi gawat darurat dan di dalam
area layanan kritis (ruang operasi, ruang pemulihan, ruang rawat intensif, ruang rawat
intensif bayi).
(2) Instrumen untuk prosedur darurat.
(3) Gas medik

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 19


(4) Ventilator, peralatan penyelamatan jiwa.
(5) Peralatan proteksi petugas sekali pakai untuk epidemik.
(6) Kereta (stretcher) untuk pasien dengan jantung kritis.
(7) Label triase dan persediaan lain untuk mengelola korban masal.

2.4.5 Kebijakan manajemen darurat, prosedur dan pedoman.


2.4.5.1 Prosedur Operasional Standar (SOP) dan Protokol.
(1) SOP untuk kontrol infeksius, prosedur dekontaminasi,
(2) SOP untuk pasien internal dan pasien rujukan dari luar.
(3) SOP untuk pendaftaran instalasi gawat darurat.
(4) SOP untuk pengumpulan dan analisa informasi.
2.4.5.2 Prosedur.
(1) Prosedur administrasi khusus untuk tanggap darurat dan bencana.
(2) Prosedur untuk mobilisasi sumber daya (dana, logistik, sumber daya manusia), termasuk
penggiliran tugas selama bencana dan darurat
(3) Prosedur memperluas layanan, ruangan dan tempat tidur dalam kejadian lonjakan jumlah
pasien.
(4) Prosedur proteksi rekam medik pasien.
(5) Prosedur untuk pemeriksaan keselamatan regular peralatan oleh otoritas yang sesuai dan
pemeliharaan pencegahan.
(6) Prosedur pengawasan epidemiologic rumah sakit.
(7) Prosedur untuk menyiapkan lokasi untuk penempatan sementara untuk pemeriksaan
forensik.
(8) Prosedur untuk pengangkutan dan persediaan logistik.
(9) Prosedur merespon selama malam hari, hari libur dan giliran libur.
2.4.5.3 Pedoman
(1) Pedoman untuk makanan dan persediaan untuk petugas rumah sakit selama situasi darurat.
(2) Pedoman dan tindakan untuk memastikan mobilisasi penambahan petugas selama situasi
darurat secara baik.
(3) Pedoman untuk kesehatan jiwa dan dukungan psychosocial.
(4) Pedoman tindakan/pengobatan atau protokol.
(5) Pedoman seperti memorandum atau perintah rumah sakit untuk semua petugas rumah sakit
untuk berpartisipasi dalam latihan dan pelaksanaan simulasi.
(6) Pedoman untuk menangani sukarelawan, khususnya selama situasi darurat dan bencana.
(7) Pedoman tentang senjata api untuk polisi yang datang dan pergi mengunjungi rumah sakit,
atau menjaga pasien terhukum.

20 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


2.4.6 Sistem logistik dan utilitas.
2.4.6.1 Sitem Logistik.
(1) Sistem untuk memperkirakan kebutuhan obat, menjaga persediaan, penyimpanan,
penyaluran, mengeluarkan dan mengontrol penggunaan obat.
(2) Penyimpanan persediaan yang berhubungan dengan medik untuk situasi darurat.
(3) Pengaturan khusus dengan penjual dan pemasok untuk pembelian dalam situasi darurat .
(4) Membagikan dana kontigensi untuk kebutuhan darurat.
(5) Sistem untuk merotasi barang-barang yang pertama kadaluarsa, dan meletakkannya
ditempat sementara.
(6) Proses untuk mengalokasi sumber daya dan rekaman penggunaannya.
(7) Kit (perangkat) darurat.
(8) Fasilitas bank darah yang memadai dengan SOP dan pedoman untuk penyimpanan yang
benar dan penanganan darah dan penghasil darah dan pengadaan yang cepat dalam situasi
darurat
2.4.6.2 Sistem Pasokan Air
(1) Kebutuhan air minum dalam situasi darurat 5 (lima) liter per hari untuk pasien rawat jalan,
dan 60 ~ 100 liter per hari untuk pasien rawat inap dan ditambah liter untuk laundri,
pengelontoran toilet, dan utilitas lain.
(2) Sumber air pengganti jika pasokan utama rusak.
(3) Identifikasi agen yang bertanggung jawab untuk perbaikan setiap saat layanan air, sistem
pompa tambahan jika sistem gagal atau layanan terhenti atau untuk pasokan air pengganti.
2.4.6.3 Sistem Kelistrikan.
(1) Sistem tentang bagaimana daya listrik dipasok ke rumah sakit, voltase tinggi distribusi
seperti 380V/220V, menggunakan sistem 3 phase 4 kawat untuk biaya rendah dan effisiensi
lebih besar.
(2) Pasokan listrik rumah sakit, dalam istilah amper, cycle atau kiloWatt.
(3) Transformer menggunakan sistem pendinginan yang tidak mudah terbakar, yaitu jenis
kering, epoksi resin, atau minyak silikon atau minyak R-Temp bertemperatur tinggi.
(4) Lokasi panel kontrol dan jalur distribusi daya harus ditunjukkan pada perencanaan lantai.
(5) Adanya generator sebagai daya darurat atau daya pengganti untuk pencahayaan darurat
dan operasi peralatan penting.
(6) Generator set harus diletakkan pada ditempat yang tidak berdekatan dengan ruang operasi
atau area rawat inap.
(7) Direkomendasikan sirkit untuk daya darurat harus disediakan untuk:
(a) Pencahayaan :
1) semua eksit, termasuk tanda arah eksit, tangga dan koriddor;
2) kamar bedah, kebidanan, ruang pemulihan, dan ruang gawat darurat;
3) ruang bayi, laboratorium, unit perawatan intensif, pos perawat, ruang sebelum
melahirkan, dan farmasi;

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 21


4) lokasi generator set, lokasi panel utama listrik dan ruang boiler;
5) satu atau dua elevator, jika dibutuhkan untuk situasi darurat;
6) ruang operator telepon;
7) ruang komputer,
(b) Peralatan :
1) sistem panggil perawat;
2) sistem alarm, termasuk alarm kebakaran;
3) pompa kebakaran.
4) refrigerator untuk bank darah;
5) peralatan untuk operasi, pemulihan, perawatan intensif, dan ruang melahirkan;
6) satu unit sterilisasi yang menggunakan listrik, jika dipasang;
7) sistem pengolahan air limbah, dan sistem pompa angkat.
8) peralatan penting untuk memelihara layanan telepon dan sistem dasar radio dua
arah.

(c) Pemanasa, Pendinginan dan sistem ventilasi:


ruang operasi, ruang melahirkan, ruang sebelum melahirkan, ruang pemulihan, unit
perawatan intensif, ruang bayi, unit perawatan intensif bayi baru lahir, dan ruang
pasien.
(8) Lampu darurat tersedia dengan batere cadangan untuk digunakan selama periode antara
terputusnya pasokan daya dan sambungan ke generator set untuk di area penting di dalam
rumah sakit seperti tangga, lorong, ruang operasi, ruang gawat darurat, unit perawatan
intensif, ruang pemulihan, unit perawatan intensif bayi baru lahir, pos perawat dan area kasir.
2.4.6.4 Sistem Distribusi Gas Medik.
(1) Jalur gas medik dijaga dengan benar.
(2) Tangki gas dan pipa gas medik secara regular diperiksa.
(3) Katup pengaman dipasang untuk mencegah kebocoran dalam pipa gas.
(4) Sistem alarm kebocoran tersedia dan dengan alat pengukur.

2.4.7 Sistem Keselamatan dan sistem keamanan.


2.4.7.1 Sistem Keselamatan dan Keamanan
(1) Tanda arah di dalam rumah sakit yang menunjukkan lokasi jalur penyelamatan dan letak
peralatan pemadam kebakaran.
(2) diagram tata letak bangunan disediakan untuk memudahkan identifikasi; menunjukkan lokasi
evakuasi untuk setiap rawat inap rumah sakit.
(3) Detektor asap pada jarak cakupan yang tepat pada seluruh bangunan.
(4) pemeriksaan regular dari detektor asap untuk memastikan fungsinya dan mempunyai
pasokan daya listrik yang cukup.

22 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(5) Peralatan terlihat dan mudah dijangkau untuk mengendalikan api setempat, termasuk slang
kebakaran dan alat pemadam api ringan yang harus ditempatkan pada tempat yang strategis
di koridor, pada jalur eksit, dan pada pintu masuk untuk ruangan berisiko tinggi seperti
laboratorium.
(6) Pemeliharaan regular dari alat pemadam api ringan, isinya yang sudah kadaluarsa dan
harus diganti secara regular,
(7) Memenuhi pedoman untuk penempatan detektor api yang benar dan peralatan pemadam
kebakaran.
(8) Latihan petugas untuk penggunaan alat pemadam api ringan.
(9) Kewaspadaan rumah sakit untuk selalu siap dan memobilisasi sumber daya dalam
merespon tanda peringatan awal atau sinyal.
(10) Sistem panggilan petugas dan posisinya untuk kemungkinan memanggilnya dalam situasi
darurat.
(11) Sistem mengaktifkan dan menonaktifkan isyarat waspada.
2.4.7.2 Sistem Keamanan.
(1) Tersedia unit pengaman (swasta atau organik).
(2) SOP yang ketat pada area berisiko tinggi tertentu seperti pintu masuk utama dan pintu
keluar, area yang menyimpan zat dan kimia mudah menguap dan area yang berisi peralatan
medik yang bernilai tinggi.
(3) Tempat penyimpanan senjata api saat memasuki rumah sakit (tidak diperbolehkan ada
senjata api di dalam rumah sakit).
(4) Ketentuan untuk mengingatkan dan memanggil penjaga untuk bertugas selama situasi
darurat dan bencana.
(5) Koordinasi dengan pejabat setempat untuk membantu rumah sakit selama situasi darurat
dan bencana.

2.4.8 Komunikasi, transportasi dan sistem informasi.


2.4.8.1. Sistem Komunikasi dan transportasi.
(1) Fasilitas komunikasi cadangan (telepon seluler, radio jinjing, fasilitas komunikasi satelit).
(2) Dilengkapi ambulans untuk transportasi korban dari lokasi ke rumah sakit, untuk
memindahkan pasien untuk dirujuk ke rumah sakit lain atau memindahkan pasien ke rumah
sakit lain karena rumah sakit sudah penuh dan untuk evakuasi dan relokasi pasien.
(3) Daftar ambulans yang tersedia dan dapat digunakan dalam situasi darurat dan bencana.
(4) Daftar peralatan, persediaan medik, obat-obatan untuk kondisi darurat, dan petugas terlatih
untuk ambulans.
2.4.8.2 Sistem informasi publik
(1) Pusat informasi publik dimana orang bisa memperoleh informasi tentang anggota
keluarganya.
(2) Pusat informasi publik yang dikoordiner oleh pekerja sosial dan dikelola oleh petugas atau
relawan.
(3) Pelatihan untuk petugas informasi tentang risiko komunikasi.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 23


(4) Kesadaran publik dan kampanye mendidik publik dengan pesan-pesan peringatan dan risiko
komunikasi.
(5) Prosedur berkomunikasi dengan publik dan media.
2.4.8.3 Sistem Manajemen Informasi
(1) Persiapan sensus pasien yang dirawat, dan yang dirujuk ke rumah sakit yang lain.
(2) Rekaman dan laporan yang benar menggunakan formulir standar.
(3) Cara berbagi informasi dengan pihak yang berwenang.
(4) Sistem manajemen informasi selama pemantauan kejadian dalam situasi darurat dan bencana.

2.4.9 Perencanaan untuk situasi darurat dan bencana.


2.4.9.1 Sistem komando insiden darurat di rumah sakit
(1) Kepala Rumah Sakit sebagai pemegang komando insiden darurat dan staf lain mengisi
kelompok komando insiden.
(2) Sistem untuk mengaktifkan dan menonaktifkan Kelompok komando insiden.
(3) Dengan identifikasi, dan lembar deskripsi pekerjaan yang seragam
(4) Tersedia pusat operasi dan pusat operasi pengganti.
2.4.9.2 Rencana dalam situasi Darurat. (Contingency Plan)
(1) Mudah diakses, diuji, diperbaharui dan disebar luaskan kesiapan rumah sakit menghadapi
situasi darurat, rencana merespon dan memulihkan termasuk pencegahan bahaya dan
rencana penanggulangan, rencana mengurangi kelemahan dan rencana pengembangan
kapasitas. Rencana ini termasuk sistem, pedoman, SOP dan protokol untuk manajemen
darurat.
(2) Termasuk rencana evakuasi dalam situasi darurat.
(3) Rencana untuk perluasan layanan di saat tiba-tiba terjadi lonjakan pasien.
(4) Prosedur untuk mengaktifkan dan menonaktifkan bencana.
(5) Pengaturan yang kooperatif dengan rencana darurat lokal.
(6) Rencana darurat untuk tindakan medik yang dibutuhkan selama bencana yang berbeda,
termasuk bencana dengan potensi epidemik.
2.4.9.3 Manual untuk pengoperasian, pemeliharaan pencegahan, dan perbaikan layanan
kritis.
(1) Pasokan listrik dan generator cadangan.
(2) Pasokan air minum dan sumber pengganti air minum.
(3) Cadangan bahan bakar.
(4) Gas medik
(5) Standar dan cadangan sistem komunikasi.
(6) Instalasi pengolahan air limbah.
(7) Instalasi pengolahan limbah padat.
(8) Pemadam kebakaran.

24 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


2.4.10 Sumber Daya Manusia.
2.4.10.1 Organisasi Komite Bencana Rumah Sakit dan Pusat Operasi Darurat.
(1) Komite Manajemen Krisis dengan tenaga ahli teknis yang dapat memberi nasehat komite
eksekutif berkaitan dengan krisis, manajemen bencana dan darurat.
(2) Tim respon darurat yang terdiri dari dokter, perawat, bidan, petugas teknisi manajemen
darurat yang terlatih, paramedik dan pengemudi ambulans yang terlatih.
(3) Kelompok perencana kesehatan darurat yang bertanggung jawab merumuskan rencana
kesiapan, respon dan pemulihan serta rencana respon rumah sakit lainnya.
(4) Komite keselamatan yang dikepalai oleh pimpinan yang mempromosikan keselamatan
dalam rumah sakit terhadap semua bahaya.
(5) Pusat Operasional Rumah Sakit yang dipimpin oleh koordinator manajemen darurat rumah
sakit yang bertanggung jawab memantau situasi darurat atau bencana, pengiriman tim yang
merespon, memobilisasi sumber daya lain untuk situasi darurat, operasional 24 jam sehari, 7
(tujuh) hari per minggu. Memiliki kantor atau unit dengan petugas yang dilengkapi fasilitas
komunikasi, sistem komputer, directori dan sistem komunikasi pengganti jika sistem gagal.
2.4.10.2 Kemampun Petugas Bangunan
(1) Semua petugas kesehatan dilatih dasar-dasar penyelamatan jiwa, standar pertolongan
pertama, dan resusitasi cardio pulmonary.
(2) Petugas medik di ruang gawat darurat dilatih dalam hal membantu penyelamatan jiwa
penyakit jantung lanjutan dan penyelamatan jiwa penyakit jantung anak-anak lanjutan.
(3) Responden rumah sakit yang dilatih mengikuti kursus teknis medik dalam situasi darurat,
yaitu Sistem Komando Insiden dan untuk Insiden kecelakaan masa.
(4) Manajer rumah sakit harus dilatih dalam hal sistem komando insiden darurat.
2.4.10.3 Latihan pemadaman Kebakaran.
(1) Mengadakan latihan pemadaman api sekurang-kurangnya 2 kali dalam setahun.
(2) Mengadakan simulasi pemadaman atau latihan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.

2.4.11 Pemantauan dan evaluasi.


(1) Evaluasi Setelah kejadian darurat dan bencana yang telah di respon.
(2) Evaluasi latihan pemadaman pada sekurang-kurangnya 2 kali dalam setahun.
(3) Evaluasi latihan simulasi darurat atau pemadaman sekurang-kurang sekali dalam setahun.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 25


BAB – III : RINGKASAN DAN KESIMPULAN

3.1 Identifikasi struktur, non struktur dan kelemahan fungsional adalah langkah pertama yang
perlu dilakukan dalam rangka pengurangan risiko di rumah sakit dan fasilitas kesehatan dan
memastikan akan tangguh, aman dan akan tetap beroperasi pada saat kejadian darurat dan
bencana.
3.2 Dokumen ini tersedia dalam bentuk daftar petunjuk yang perlu dipertimbangkan dalam
menilai kelemahan rumah sakit dan fasilitas kesehatan.
3.3 Petunjuk struktur yang kritis untuk bangunan dalam menahan peristiwa alam yang
merugikan, termasuk :
(1) lokasi bangunan;
(2) speifikasi rancangan; dan
(3) material-material yang digunakan di rumah sakit dan fasilitas kesehatan.
3.4 Petunjuk nonstruktural penting untuk operasi harian rumah sakit dan fasilitas kesehatan.
Jika nonstruktural ini rusak, maka rumah sakit tidak akan mampu untuk berfungsi dan kejadian ini
dapat menyebabkan kecelakaan pada pasien. Nonstruktural ini termasuk :
(1) Elemen arsitektural seperti langit-langit, jendela dan pintu;
(2) Peralatan medik dan laboratorium;
(3) Penyelamatan jiwa (instalasi mekanikal, elektrikal dan plambing); dan
(4) Masalah keselamatan dan keamanan.
3.5 Petunjuk fungsional penting untuk kelangsungan operasi rumah sakit dan fasilitas
kesehatan. Fungsional ini termasuk :
(1) Lokasi dan aksesibilitas;
(2) Sirkulasi internal dan interoperabilitas;
(3) Peralatan dan pasokan;
(4) Prosedur operasi standar dan pedoman-pedoman;
(5) Sistem logistik dan utilitas;
(6) Keamanan dan Alarm (tanda bahaya);
(7) Sumber daya manusia; dan
(8) Pemantauan dan evaluasi.
3.6 Setelah identifikasi kelemahan-kelamahan, langkah selanjutnya adalah merencana kan
aksi yang dapat dilakukan untuk mengurangi kelemahan.
(1) Pada kelemahan struktural, termasuk meningkatkan perencanaan berdasarkan persyaratan
teknis yang berlaku, retrofit, merelokasi layanan kritis untuk mengurangi bagian-bagian yang
lemah dari bangunan dan penggunaan penghalang untuk proteksi.

26 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(2) Pada kelemahan nonstruktural, fokusnya adalah memastikan keselamatan penghuni dan
peralatan, kelangsungan penyaluran layanan dan tindakan rehabilitasi darurat.
Mengurangi kelemahan yang mungkin, termasuk merelokasi aktifitas, membatasi mobilitas
peralatan, mengamankan peralatan, perkuatan, perbaikan darurat dan prosedur rehabilitasi
dan perencanaan segala kemungkinan.
(3) Dalam mengurangi kelemahan fungsional, beberapa kemungkinan tindakan termasuk
optimalisasi penggunaan beragam area dan layanan distribusi kritis, menjaga peningkatan
kualitas dan jaminan kualitas, sistem peringatan awal untuk identifikasi risiko dan
manajemen, supervisi petugas selama darurat, mengamankan penyaluran yang
berhubungan dengan keselamatan jiwa, menjaga peralatan dan penggunaan prosedur
khusus dan protocol selama keadaan darurat.
3.7 Rumah sakit yang aman harus tetap menyuarakan struktural, organisir dengan baik dan
dapat beroperasi penuh dalam keadaan darurat dan bencana. Dukungan terhadap rumah sakit
dan fasilitas kesehatan untuk membuatnya aman dalam kondisi darurat menjadi kewajiban setiap
orang.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 27


KEPUSTAKAAN

(1) WHO/EURO (2006), Health facility seismic vulnerability evaluation; a handbook, Copenhagen,
Denmark.

(2) WHO/PAHO (2003), Protecting new health facilities from natiral disasters; guidelines for the promotion
of disaster mitigation. Washington,D.C

28 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


APENDIKS

Tabel 2.2.14 - PETUNJUK STRUKTUR UNTUK KESELAMATAN RUMAH SAKIT

Petunjuk : Dalam kolom kedua, isi dengan Y, bila sesuai, atau X bila tidak sesuai. Y
Gunakan kolom terakhir untuk komentar. Masukkan TB (tidak berlaku) dalam kolom atau Catatan
terakhir jika kondisi tidak ada dalam peraturan pemerintah pusat atau lokal. X
A LOKASI

1 Bangunan tidak berada di lokasi area berbahaya.


a tidak di tepi lereng.
b tidak dekat kaki gunung yang rawan terhadap tanah longsor.
c tidak dekat anak sungai, sungai atau badan air yang dapat mengikis
pondasi.
d tidak di atas atau dekat dengan jalur patahan aktif.
e tidak di daerah rawan tsunami.
f tidak di daerah rawan banjir
g tidak dalam zona topan
h tidak di daerah rawan badai

2 Bangunan memiliki ketentuan yang memadai untuk mengatasi bahaya


terkait lokasi seperti drainase air hujan dan tanggul

B DESAIN

1 Bangunan rumah sakit memiliki bentuk yang sederhana dan simitris di kedua
sumbu lateral dan longitudinal (misalnya persegi atau persegi panjang),
sehingga tahan ketika mengalami gaya seperti yang ditimbulkan oleh gempa
bumi.
2 Elemen struktur bangunan (pondasi, kolom, balok, plat lantai, rangka batang)
dan elemen nonstruktural diperhitungan sesuai dengan persyaratan untuk
angin kencang (faktor keutamaan angin 1,15) dan gempa bumi (faktor
keutamaan seismik 1,4)
3 Dinding kaca, pintu dan jendela mampu menahan kecepatan angin antara
200 ~ 250 km/jam.
4 Jumlah lantai yang digunakan untuk pelayanan kesehatan pada bangunan
rumah sakit harus kurang dari 5 (lima) lantai, terutama di daerah yang rawan
gempa.

C STRUKTUR

1 Tidak ada keretakan pada struktur utama, keretakan kecil atau retak rambut
harus diselidiki oleh tenaga ahli struktur yang kompeten dan diperbaiki di
lokasi.
2 Struktur dibangun dengan bahan tahan api dan tidak beracun.
3 Struktur dibangun dengan kompetensi teknis yang memadai. Dilaksanakan
inspeksi dan pengawasan bangunan secara tepat.
4 Lemari, rak, peranti, peralatan, diangker dengan benar
5 Ramp berada pada area yang tepat untuk memindahkan tempat tidur pasien
dan untuk digunakan oleh penyandang cacat.

D PERIZINAN

1 Harus dilengkapi set gambar terpasang (as built drawing) sesuai yang
dibangun dan selalu tersedia bila diperlukan.
2 Harus dilengkapi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diperlukan dan
Sertifikat Laik Fungsi (SLF).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 29


3 Material konstruksi diperiksa dengan teliti oleh tenaga ahli material/jaminan
kualitas/kontrol kualitas selama konstruksi sesuai spesifikasi yang
dipersyaratkan.
4 Perubahan bangunan dilakukan dengan konsultasi yang tepat dengan tenaga
ahli dan penelaahan atas rencana awal bangunan

Tabel 2.3 - PETUNJUK NON STRUKTUR UNTUK KESELAMATAN RUMAH SAKIT

Petunjuk : Dalam kolom kedua, isi dengan Y, bila sesuai, atau X bila tidak sesuai. Y
Gunakan kolom terakhir untuk komentar. Masukkan TB (tidak berlaku) dalam kolom atau Catatan
terakhir jika kondisi tidak ada dalam peraturan pemerintah pusat atau lokal. X
A DOKUMEN BANGUNAN/GAMBAR/PERENCANAAN

1 Persetujuan rencana pembangunan, spesifikasi teknis, perhitungan


struktural, ditandatangani dan disahkan oleh ahli profesional yang tepat dan
diserahkan dan disetujui oleh petugas resmi pemerintah daerah.
2 Gambar terpasang (as built drawing) dipersiapkan oleh tenaga ahli dari
kontraktor.
3 Gambar terpasang yang terakhir (up dated as built drawing), apabila ada
perubahan pada bangunan.
4 Sertifikat Laik Fungsi (SLF).

B ELEMEN ARSITEKTUR.

1 Keselamatan pada atap


a atap dirancang tahan terhadap kecepatan angin 175 ~ 250 km/jam
dalam area rawan topan.
b seluruh bahan atap terpasang dengan aman.
c sistem drainase atap mempunyai kapasitas yang cukup dan dirawat dan
dipelihara dengan benar.
d atap kedap bocor, diinsulasi dan kedap suara.

2 Keselamatan pada langit-langit.


a langit-langit dari beton harus tidak retak dan tidak bocor.
b penurunan langit-langit (drop ceiling) yang dibuat dari bahan selain
beton, dipasang dengan aman.
c bahan langit-langit seperti papan fibre semen, fibreglass, papan gipsum
akustik, bahan kayu, dilapis atau diolah dengan cat tahan api.
d Pencahayaan pada langit-langit atau armatur lampu dipasang dengan
benar dan ditunjang (support)
e Bagian bawah lengkungan, balkon, dan tritisan bebas dari keretakan
struktur dan plesteran yang jatuh.

3 Keselamatan pada pintu masuk dan pintu-pintu.


a bahan pintu tahan terhadap angin dan api.
b pintu-pintu terpasang erat ke kusen pintu.
c pintu-pintu di ruang yang jumlah orangnya kurang dari 50 harus
mempunyai lebar pintu sekurang-kurangnya 112 cm; pintu-pintu di ruang
yang jumlah orangnya lebih dari 50 orang (ruang konfrensi, ruang
fungsional) harus mempunyai lebar pintu sekurang-kurangnya 122 cm,
pintu yang letaknya jauh satu sama lain harus membuka keluar.
d pintu utama menggunakan pintu ganda, pintu kamar mandi membuka
keluar
e pintu eksit kebakaran tahan api, terbuka keluar, dengan perangkat
menutup sendiri dan batang panik.
f pintu partisi asap diletakkan sepanjang lorong dan koridor harus dua
pintu ayun pada setiap kelompok ruangan atau bagian untuk

30 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


kompartemenisasi.
g pintu yang digerakkan dengan daya listrik dapat dioperasikan secara
manual ke ruangan yang dibolehkan pada peristiwa kegagalan daya
listrik.
h pintu otomatik dapat dijalankan secara manual.
i ruangan seperti ruang operasi, unit perawatan intensif, ruang pemulihan,
ruang melahirkan, ruangan sebelum melahirkan, ruang isolasi, dan area
steril mempunyai pintu yang menutup secara manual.
j Pada bangunan tinggi (5 lantai ke atas), tangga eksit vertikal bagian
dalam bangunan mempunyai eksit kebakaran bertekanan positif, kedap
asap, tahan panas dan api.
k kunci yang dipasang di ruang perawatan pasien dapat dikunci hanya dari
koridor untuk memungkinkan eksit dari ruangan dengan mengoperasikan
secara sederhana tanpa sebuah kunci.
l pintu yang dirancang untuk selalu tertutup sebagai jalan keluar, seperti
pintu tangga atau eksit horizontal, dilengkapi dengan mekanisme
menutup sendiri yang handal.
m pintu yang dirancang untuk selalu tertutup harus diberi tanda, antara lain
seperti: EKSIT KEBAKARAN, PINTU DIJAGA TERTUTUP.

4 Keselamatan jendela dan Penutup Luar Jendela (Shutter).


a Jendela harus terlindung dari sinar matahari langsung dan angin.
b Jendela memiliki fitur untuk mengamankan keselamatan pasien
(misalnya kisi-kisi, teralis) yang juga disediakan dengan eksit kebakaran
dan sistem proteksi kebakaran.
c Jendela kedap kebocoran.
d Bukaan jendela harus aman dari kemungkinan orang meloncat keluar.

5 Keselamatan dinding dan partisi.


a Dinding luar memenuhi tingkat ketahanan api 2 (dua) jam.
b Partisi ruangan dibuat dari material konstruksi tahan api.
c Kompartemenisasi antara pelat lantai ke pelat lantai dan dinding ke
dinding harus dibuat tahan api.
d Ruangan perawatan dapat dibagi lagi asalkan susunannya
memungkinkan untuk langsung dan secara visual konstan disupervisi
oleh petugas perawatan.

6 Keselamatan elemen eksterior (cornices, ornament, façade, plester).


a Elemen eksterior dipasang kuat ke dinding.
b Penggantung armatur lampu diangker dengan benar.
c Kawat listrik dan kabel dipasang dengan benar dan dikencangkan.

7 Keselamatan penutup lantai.


a Material lantai anti slip tanpa celah-celah dalam seluruh area layanan
dan klinik dan bahan lantai mudah dibersihkan dalam semua area non
klinik lainnya.
b Slab lantai beton diperkuat.
c Finis interior dengan sistem tahan terhadap api.
d Finis interior dinding dan langit-langit pada setiap ruangan atau eksit
harus “Kelas A” sesuai dengan “Cara pengujian karakteristik terbakarnya
permukaan dari material bangunan”.
e Material finis lantai “Kelas A” atau “Kelas B” seluruh rumah sakit, panti
jompo, perumahan atau fasilitas penyandang cacat.

C FASILITAS JALUR KESELAMATAN JIWA

1 Sistem Kelistrikan.
a. Generator darurat mempunyai kapasitas memenuhi kebutuhan prioritas
rumah sakit (ketentuan untuk sistem cadangan kelistrikan, termasuk

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 31


untuk ruang operasi, perawatan intensif dan lorong.
b Voltase distribusi yang lebih tinggi, seperti sistem 380/220V-3 phase, 4
kawat dipertimbangkan terhadap biaya awal rendah dan nilai tambah
yang lebih besar untuk effisiensi jangka panjang.
c Rumah generator atau rumah sumber daya (Power House) di proteksi
dari bencana alam dan kerusakan yang disebabkan oleh manusia; dibuat
dari beton bertulang; ketinggian lantainya aman terhadap banjir.
d Generator dan peralatan lainnya yang bergetar harus dipasang dengan
pengikat (braket) khusus yang memungkinkan gerakan tetapi
mencegahnya dari terjungkir.
e mempunyai generator yang tidak berisik dan tidak bergetar ; sistem
buangan harus dibuat dalam bentuk peredam jenis kritis, atau kualitas
rumah sakit dan unit dilengkapi dengan isolator getaran jika generator
berada dalam bangunan.
f generator dilengkapi dengan sakelar pemindah otomatis (ATS).
g menggunakan sistem pendingin transformer yang tidak mudah terbakar
(yaitu jenis kering, resin epoxy atau minyak silikon atau minyak
temperatur tinggi)
h menggunakan kawat/kabel dengan sertifikat standar sistem bio-proteksi
(BPS = Bio Protection System) lebih disukai dengan insulasi
thermoplastik nilon tahan panas tinggi dan kabel dipasang erat dan
dikencangkan pada pemutus arus (CB) atau sakelar atau pengaman
kawat.
i Pemutus beban, kontaktor magnetic, pengaman lebur, atau sakelar
tanpa pengaman lebur yang terpasang dalam panel control harus
terproteksi.
j Dalam kamar mandi dan dalam area basah atau lembab, kotak kontak
harus dilengkapi dengan pemutus kegagalan sirkit pembumian (GPAS =
Gawai Proteksi Arus Sisa).
k kotak kontak (stop kontak, outlet) dilengkapi dengan kutub pembumian.
l bagian-bagian yang bersifat metal dari sistem elektrikal yang tidak
mengalirkan arus harus dibumikan dengan benar, termasuk panel listrik,
boxes, saluran kabel di bawah lantai / cable gutter, saluran kabel tertutup
/ cable duct dan rak kabel / cable tray.
m panel kontrol, sakelar pemutus arus dan kabel diproteksi dengan
mengikuti SNI 0225 Persyaratan umum instalasi listrik edisi terakhir,
dan/atau ketentuan teknis lain yang berlaku, serta diproteksi dengan
Gawai Pengaman Petir (electrical surge suppressor).
n Ruang panel listrik diproteksi dengan Alat Pemadam Api Ringan (APAR).
o sistem konduit PVC untuk daya dan pencahayaan; sistem konduit baja
untuk sistem deteksi dan alarm; sistem konduit PVC untuk telepon,
intekom, CCTV, kabel TV, dan jaringan data komputer.
p menggunakan pencahayaan fluorecent kompak hemat energi.
q pencahayaan yang cukup dalam seluruh area rumah sakit, termasuk
halaman.
r sistem listrik jaringan luar gedung dipasang di dalam tanah.
s listrik yang fungsional dan lampu darurat dilengkapi batere cadangan
dipasang pada seluruh area kritis.
t lampu “eksit” dan “bukan eksit” dilengkapi batere cadangan.

2 Sistem Komunikasi
a antena dan batang terminal proteksi petir dijepit dan ditumpu untuk
keselamatan.
b terminal proteksi petir dengan fitur proaktif operasional lebih disukai,
mengikuti SNI proteksi petir.
c dilengkapi dengan proteksi petir.
d radio mempunyai sumber arus listrik cadangan (batere).
e tersedia sistem komunikasi cadangan (a.l handy talky).
f peralatan utama komunikasi dan kabel dipasang dengan angker dan

32 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


penjepit.
g sistem alarm kebakaran mengirimkan alarm secara otomatis ke pos
pemadam kebakaran terdekat atau bantuan dari luar lainnya.
h Sistem komunikasi di luar bangunan dipasang di dalam tanah.

3 Sistem pasokan air.


a untuk kebutuhan rumah sakit, tangki penampungan air bawah (ground
water tank) mempunyai cadangan yang cukup minimal (tiga) hari setiap
waktu.
b tangki penyimpanan air lokasi dan pemasangannya harus aman.
c sumber air pengganti tersedia (contoh air sumur dalam, air dari PDAM,
mobil tangki penampungan air atau truk kebakaran).
d menggunakan pipa baja atau tembaga yang di las untuk mencegah
patah dan bocor.
e sistem distribusi air (katup, pipa, sambungan) bebas dari kebocoran dan
zat berbahaya.
f pipa tegak basah harus mengalirkan tidak kurang 132 liter air per menit
dengan tekanan sisa tidak kurang dari 1,8 kg per cm2 pada setiap dua
(2) kran (outlet) yang mengalir serempak dalam waktu 30 menit.

4 Sistem Gas Medik.


a gas medik disimpan dengan benar dan dipasang dalam area berventilasi
cukup dan berkompartemen ( dinding tahan api ).
b Lokasi harus benar dan aman untuk penyimpanan gas medik.
c Penyimpanan gas medik dalam pipa minimum untuk kebutuhan selama 7
(tujuh) hari.
d untuk yang menggunakan silinder individual, penyimpanan minimum
untuk kebutuhan selama 3 (tiga) hari.
e tangki yang dipasok oleh produsen harus dalam kondisi disegel (sealed)
utuh.
f pipa gas medik yang dipasang di dinding dilengkapi dengan penyangga
pipa.
g tangki, silinder, dan peralatan terkait, dilengkapi dengan angkur.
h keselamatan sistem distribusi gas medik (katup, pipa dan sambungan)
harus terjamin.
i alat ukur dan fiting berfungsi.
j menggunakan pipa standar khusus untuk gas medis, kedap api dan
kedap air.
k sambungan pipa tidak boleh dipertukarkan.
l melakukan prosedur pengujian secara regular.
m dengan katup penutup zona dalam kasus kebocoran (contoh di dalam
kasus kebakaran pada kompleks ruang operasi, katup zona dapat di
tutup).
n tangki cadangan oksigen tersedia dalam kasus evakuasi pasien darurat.
o gas industri diletakkan di luar bangunan untuk fungsi pelayanan dan
dilengkapi dengan pengaman penutup otomatis (contoh LPG).
p apabila aktifitas atau mungkin penyimpanan melibatkan bahaya ledakan,
ventilasi ledakan ke luar bangunan harus dilengkapi dengan kaca tipis
atau ventilasi lain yang disetujui.
q semua konstruksi yang secara aktif terlibat pengoperasian yang
berbahaya harus mempunyai tingkat ketahanan api 2 (dua) jam dan
bukaan antara setiap bangunan dan ruangan-ruangan atau ruang
tertutup untuk pengoperasian yang berbahaya harus diproteksi dengan
pintu kebakaran yang menutup sendiri atau otomatik.

4 Sistem Pemadam Kebakaran.


a sistem alarm, deteksi dan pemadaman harus dihubungkan dengan
sistem alarm kebakaran otomatis, sistem deteksi panas dan/atau sistem
pemadam kebakaran otomatik.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 33


b sistem alarm kebakaran dapat dioperasikan secara manual dan atau
otomatis.
c sistem alarm kebakaran di monitor oleh pos pemadam kebakaran atau
agen monitor yang terakreditasi.
d deteksi panas dan asap dipasang di koridor rumah sakit bertingkat.
e detektor asap harus tidak dipasang lebih dari 9 (sembilan) meter dari titik
pusatnya dan jarak ke setiap dinding 4 (empat) sampai 10 (sepuluh)
meter.
f menggunakan zat pemadaman yang ramah lingkungan, effektif dan
kerusakan yang diakibatkannya kecil.
g setiap ruangan dilengkapi dengan alat pemadam api ringan.
h direkomendasikan alat pemadam api ringan; untuk peralatan elektrikal
dan elektronik menggunakan carbon dioksida, untuk layanan umum
menggunakan alat pemadam api ringan jenis ABC.
i dengan pipa tegak basah lengkap dengan perlengkapannya.
j mempunyai program keselamatan terhadap kebakaran dengan
mengutamakan sebagai berikut :
x diselenggarakan oleh dinas kebakaran yang melakukan seminar,
pelatihan pemadaman api, pelatihan evakuasi dalam situasi
kebakaran, pelatihan pada saat terjadinya gempa bumi,
x melakukan pelatihan pemadaman api dan evakuasi pada situasi
kebakaran.
x melakukan penanggulangan kebakaran, latihan pencegahan dan
pemadaman kebakaran.
x tersedia peralatan pemadam kebakaran.
x pemeliharaan pencegahan dari peralatan pemadam kebakaran.
x tersedia gambar eksit kebakaran dan gambar ketentuan
evakuasi melalui eksit kebakaran di tempat yang menyolok pada
setiap tingkat lantai.

6 Sistem Eksit Darurat.


a lantai jalan keluar diiluminasi pada semua titik termasuk sudut dan
persimpangan dari koridor dan lorong, bordes tangga dan pintu eksit
dengan lampu yang mempunyai lumen minimal 0,001 lumen per cm2.
b sumber pencahayaan mudah diakses dan andal, seperti layanan listrik
PLN.
c fasilitas pencahayaan darurat dijaga dengan tingkat iluminasi tertentu
pada kejadian kegagalan pencahayaan normal untuk jangka waktu
sekurang-kurangnya 1 jam.
d tanda arah “EKSIT” diterangi, dengan warna khusus, dengan sumber
yang andal, 0,005 lumen per cm2.
e tinggi huruf dari tanda arah 15 cm dengan huruf yang menonjol dengan
lebar tidak kurang dari 19 mm.
f lengkapi luminous (armature) penunjuk arah eksit pada dinding dan
diletakkan 30 cm atau lebih lebih rendah dari permukaan lantai.

7 Sistem Pemanasan, Ventilasi dan Pengkondisian Udara dalam Area Kritis.


a bracket untuk duct dan fleksibilitas duct dan pemipaan yang menyilang
pada sambungan ekspansi harus diperiksa.
b pemipaan, sambungan dan katup tidak bocor
c peralatan sentral pemanas dan/atau pemanas air diangkur.
d peralatan sentral pengkondisian udara diangkur.
e keselamatan yang memadai diperlukan untuk ruang tertutup yang
dilengkapi dengan alat pemanas, ventilasi dan pengkondisian udara.
f Peralatan dapat dioperasikan setiap saat (boiler, sistem pengkondisian
udara, Fan pembuangan)

34 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


E PERALATAN MEDIK DAN LABORATORIUM.

1 Peralatan di ruang operasi dan ruang pemulihan.


a peralatan dalam ruang operasi dipasang dengan roda atau troli beroda
harus stabil, di angkur atau dikencangkan (rem) dekat meja operasi
selama prosedur pembedahan dan dapat dipindahkan setelah itu.
b peralatan di atas meja troli yang beroda harus mempunyai bracket yang
tepat dan dapat dipasang pada sisi tempat tidur atau dinding (ECG,
monitor, suction unit, ventilator, incubator, Blood pressure monitor,
peralatan resusitasi).
c lampu-lampu, peralatan untuk anestesi dan meja bedah terpasang
dengan aman dan roda meja bedah dikunci (rem).

2 Peralatan Radiologi dan peralatan penunjang lainnya.


a peralatan yang berat dan bergerak diangkur atau dibaut pada lantai
(contoh unit X-Ray, CT Scanner, MRI Scanner), atau ke dinding (tabung
X-Ray).
b Untuk pemasangan peralatan yang melekat pada langit tersedia rangka
baja untuk pemasangan peralatan (contoh radiografi fluoroskopi).
c ruangan cukup terlindung (proteksi terhadap radiasi, frekuensi radio,
medan magnit).
d ruangan ber AC dilengkapi dengan kontrol humidity.
e bebas dari banjir.
f kotak kontak listrik yang terpasang dengan baik dan sistem
pembumiannya harus aman.
g penyimpanan material berbahaya dan bahan kimia dipisahkan dengan
benar.
h pasokan air, sistem plambing dan sistem drainase harus baik.

3 Peralatan Laboratorium dan Penunjang lainnya.


a persediaan dan bahan-bahan yang digunakan di laboratorium disimpan
dalam lemari dan rak-rak (contoh lemari dipasang ke dinding dan
pengikat rak).
b lantai-lantai tanpa celah, ubin di grout (mortar atau pasta untuk mengisi
celah) dan lapisan dijaga secara regular.
c ventilasi, alat pengkodisian udara dan humiditi terkontrol dengan baik.
d pemberian kode warna untuk pewadahan limbah infeksius dan non
infeksius dipisahkan dengan benar.
e pasokan air, drainase dan sistem plambing, baik.
f pengkabelan listrik dan kotak kontak dipasang dengan baik dan aman,
g penyimpanan reagen dan kultur organisme/media diletakkan dengan
aman,
h tersedia area dekontaminasi standar (tetap/bergerak).
i air buangan dialirkan ke instalasi pengolahan air limbah.
j dilengkapi tudung asap (tergantung level laboratorium)

4 Peralatan medik dalam ruang UGD/Unit Perawatan Intensif/Rawat Inap.


a tempat tidur harus dilindungi di tempat tetapi juga dapat digerakkan jika
dibutuhkan.
b peralatan dan kelengkapannya yang dibutuhkan untuk pengobatan
/tindakan dan ditempatkan dekat dengan tempat tidur yang ditopang,
diangkur atau dikencangkan. Disediakan rak baja untuk penempatan
peralatan agar aman.
c baut angkur disediakan pada dinding dalam lokasi yang tepat sehingga
peralatan dapat dipindahkan dan dipasang di tempat yang aman jika
tidak digunakan.
d pengkabelan listrik dan kotak kontak terpasang dengan aman.
e persediaan dan isi dari lemari medik terlindung dalam rak/rak susun yang
diangkur/diikat ke dinding.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 35


f peralatan di atas troli beroda diangkur dengan sistem yang tepat dengan
menggunakan pengait dan rantai dan dapat dipasang ke tempat tidur
atau dinding (ECG, Monitor, Suction Unit, Ventilator, incubator, BP
monitor, peralatan resusitasi).

5 Peralatan Medik di Bagian Farmasi.


a persediaan dan isi lemari farmasi disimpan dalam rak susun dan rak-rak
yang diangker ke dinding.
b ruangan berventilasi atau ber AC cukup.
c kotak kontak listrik terpasang pada dinding dan aman.
d penyimpanan yang benar untuk material berbahaya bebas dari
kebocoran.

6 Peralatan medik dalam unit sterilisasi.


a persediaan dan isi untuk sterilisasi dilindungi pada rak susun dan rak
yang diangkur ke dinding.
b peralatan yang berat dan bergerak diangkur dan dibaut ke lantai atau ke
dinding (contoh otoklaf).
c kotak kontak listrik aman dan terlindung.
d bersih dan teratur, bebas dari kotoran dan material infeksius.

7 Peralatan dan alat penunjang lain dalam bagian pengobatan nuklir dan unit therapi
radiasi.
a perlindungan yang memadai terhadap bahaya radiasi.
b menggunakan iluminasi dengan sistem cadangan pencahayaan dalam
kasusu kegagalan daya listrik normal.
c aman dari banjir.
d tersedia area dekontaminasi standar (tetap/bergerak).
e ventilasi, air conditioning dan humiditi kontrol yang baik.
f pasokan daya listrik yang cukup (kira-kira 24 kW/unit) dengan pemutus
arus tersendiri, sistem dibumikan.
g tempat tidur harus terlindung di tempat dan dapat juga digerakkan jika
dibutuhkan.
h peralatan dan kelengkapan yang dibutuhkan untuk pengobatan /tindakan
diletakkan dekat penunjang tempat tidur, dipasang tetap dan diangkur.
i Area monitor dilengkapi dengan alarm, meter survey radiasi dengan
peringatan suara.
j penyimpanan dan pemisahan yang tepat, penangan dan pembuangan
kimia, radioaktif, dan material berbahaya lainnya.
k fasilitas terpisah terpisah untuk pemrosesan reagent dan unsur kimia,
radio pharmasi, dan diagnosa kit.
l air bekas dibuang ke instalasi pengolahan air limbah.
m adanya peralatan keselamatan sebagai berikut :
x pelindung;
x peralatan proteksi petugas;
x perkakas untuk penangan jarak jauh;
x kontainer untuk material radioaktif;
x monitor nilai dose dengan alarm;
x tanda arah, label, rekaman/catatan.
x kit darurat.

E KESELAMATAN DAN KEAMANAN PENGGUNA, PERALATAN DAN PERSEDIAAN.

1 Keselamatan petugas dan pasien.


a pintu masuk dan pintu keluar/eksit harus aman.
b peralatan untuk inspeksi seperti detector metal.
c Tersedia railing pengaman.
d kamera CCTV dilengkapi dengan perekam.

36 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


e Petugas dilengkapi alat pelindung diri (masker, sarung tangan, baju
pelindung.
f peralatan sterilisasi dan persediaan
g Bahan informasi pendidikan komunikasi dan papan informasi untuk
pasien dan petugas tentang apa yang harus dilakukan selama kondisi
darurat dan bencana.

2 Alat keselamatan, peralatan dan persediaan


a peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan untuk pengobatan
/tindakan dan diletakkan dekat tempat tidur ditunjang, diangkur atau
dipasang, tersedia rangka baja untuk mengamankan peralatan.
b baut angker di dalam dinding pada lokasi yang tepat sehingga peralatan
dapat dipindahkan dan dipasang dalam tempat yang aman jika tidak
digunakan.
c persediaan dalam laboratorium, farmasi, penyimpanan umum dalam unit
CSSD dan ruang operasi cukup aman dalam lemari dan di dalam rak.
d kotak kontak aman dan terlindung dengan baik.
e tidak ada perlengkapan yang menggantung atau ornamen dekoratif; tidak
ada perlengkapan menggantung diatas tempat tidur pasien.
f tersedia manual instruksi untuk pengguna tersedia dan mudah diakses
untuk semua jenis peralatan.
g pemisahan dan penyimpanan yang benar dari material dan kimia
berbahaya.
h tersedia lembar data keselamatan material yang berisi informasi sebagai
berikut :
x sifat kimia dan fisik;
x prosedur tumpahan dan pembuangan;
x bahaya kesehatan;
x perawatan darurat dan bantuan pertama;
x penyimpanan dan penanganan;
x proteksi petugas;
x reactivity;
x data registrasi dan lingkungan.

Tabel 2.2.14 - PETUNJUK STRUKTUR UNTUK KESELAMATAN RUMAH SAKIT

Petunjuk : Dalam kolom kedua, isi dengan Y, bila sesuai, atau X bila tidak sesuai. Y
Gunakan kolom terakhir untuk komentar. Masukkan TB (tidak berlaku) dalam kolom atau Catatan
terakhir jika kondisi tidak ada dalam peraturan pemerintah pusat atau lokal. X

A LOKASI DAN AKSESIBILITAS RUMAH SAKIT/FASILITAS KESEHATAN

1 Lokasi.
a dilokasi sepanjang atau dekat jalan raya yang baik dan sarana
transportasinya memadai mudak diakses oleh masyarakat.
b Cukup bebas dari kebisingan yang tidak semestinya, asap, bau busuk,
banjir dan tidak terletak berdekatan dengan jalur kereta api, angkutan
umum, taman bermain anak-anak, bandara, pabrik industri, pabrik
pengolahan sampah.
c Mematuhi semua peraturan zonasi lokal.

2 Aksesibilitas
a Tidak ada penghalang di jalan menuju rumah sakit.
b Memiliki akses ke lebih dari satu jalan (jalur alternatif) dan memiliki pintu
masuk lokasi dan pintu keluar lokasi terpisah

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 37


c Memiliki jalan akses yang diaspal (semen atau aspal) yang diidentifikasi
dan diberi label dengan benar.
d Tersedia tanda arah, dipasang dengan benar dan mudah dibaca dalam
keadaan gelap.
e Koridor, lorong dan gang harus mempunyai lebar 2,4 ~ 2,5 meter.
f Menggunakan ram sebagai akses ke lantai dua dan yang lebih tinggi.
g Jalur tangga yang aman dan dipasang dengan rel pegangan tangan
dengan lebar tangga sekurang-kurangnya 112 ~ 120 m, setiap anak
tangga harus mempunyai ketinggian kurang dari 17 cm dan dibuat dari
beton.
h Setiap bukaan pada dinding diproteksi dengan pintu tahan api atau
jendela tetap dengan kaca kawat.
i Setiap pintu ke tangga , ram, saf lif, pencahayaan, saf ventilasi atau
parasut di jalur tangga tertutup harus menutup sendiri dan dalam
keadaan normal dijaga selalu tertutup.
j Tangga keluar bangunan harus tertutup dan bukaan yang terproteksi.
k Tersedia parkir yang aman dan pencahayaannya baik.

B SIRKULASI INTERNAL DAN INTEROPERASBILTAS.

1 Sirkulasi Internal.
a Perawat di ruang pos perawat dapat melihat keluar rawat inap dan
mempunyai akses ke pasien.
b Ruang rawat dan sanitasi toilet.
c Zona area layanan yang tepat :
x Departemen yang paling erat hubungannya dengan masyarakat
diletakkan dekat pintu masuk Rumah Sakit (Instalasi Rawat
Jalan, Instalasi Gawat Darurat, Administrasi, perawatan
kesehatan primer).
x Departemen yang menerima beban kerja dari instalasi rawat inap
atau zona bagian dalam harus diletakkan dekat dengan bagian ini
(radiologi, laboratorium)
x Departemen rawat inap harus berada di zona bagian dalam.
d Pintu masuk yang aman dan terkontrol dilengkapi dengan peta area.

2 Interoperabilitas.
a Area penunjang, seperti pembangkit listrik, boiler, fasilitas penyimpanan
air, area laundri dan rumah pompa diletakkan pada bangunan terpisah.
b Area yang akan diubah menjadi ruang pasien selama situasi bencana
benar-benar teridentifikasi dengan pencahayaan yang memadai, kotak
kontak, persediaan air dan closet atau kamar mandi.
c Kamar mayat diletakkan terpisah dari area layanan, sebaiknya dilengkapi
dengan pagar atau pintu gerbang.
d Area diagnostik dengan menggunakan peralatan yang berat sebaiknya
diletakkan di lantai dasar, akan tetapi aman terhadap banjir.
e Di identifikasi area evakuasi dan tempat berkumpul.
f Fasilitas Laboratorium, radiologi dan radiotherapi adalah area terbatas.

C PERALATAN DAN PERSEDIAAN

1 Peralatan dasar dan persediaan.


a Peralatan dasar harus tersedia di setiap instalasi rawat inap atau area
pengobatan/tindakan.
b Diagnostik dasar dan peralatan theraputik adalah fungsional dan dilabel
dengan benar.
c Penyimpanan obat-obatan sekurang-kurangnya untuk persediaan 1 (satu)
minggu.

38 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


2 Peralatan dan Persediaan untuk situasi darurat.
a Obat-obat untuk situasi darurat harus tersedia di dalam instalasi gawat
darurat dan di dalam area layanan kritis (ruang operasi, ruang pemulihan,
ruang rawat intensif, ruang rawat intensif bayi).
b Instrumen untuk prosedur darurat.
c Gas medik
d Ventilator, peralatan penyelamatan jiwa.
e Peralatan proteksi petugas sekali pakai untuk epidemik.
f Kereta untuk pasien dengan jantung kritis.
g Label triase dan persediaan lain untuk mengelola korban masal.

D KEBIJAKAN MANAJEMEN DARURAT, PROSEDUR DAN PEDOMAN.

1 Prosedur Operasional Standar (SOP) dan Protokol.


a SOP untuk kontrol infeksius, prosedur dekontaminasi,
b SOP untuk pasien internal dan pasien rujukan dari luar.
c SOP untuk pendaftaran untuk instalasi gawat darurat.
d SOP untuk pengumpulan dan analisa informasi.

2 Prosedur.
a Prosedur administrasi khusus untuk tanggap darurat dan bencana.
b Prosedur untuk mobilisasi sumbr daya (dana, logistik, sumber daya
manusia), termasuk penggiliran tugas selama bencana dan darurat
c Prosedur memperluas layanan, ruangan dan tempat tidur dalam kejadian
lonjakan jumlah pasien.
d Prosedur proteksi rekam medik pasien.
e Prosedur untuk pemeriksaan keselamatan regular peralatan oleh otoritas
yang sesuai dan pemeliharaan pencegahan.
f Prosedur pengawasan epidemiologic rumah sakit.
g Prosedur untuk menyiapkan lokasi untuk penempatan sementara untuk
pemeriksaan forensik.
h Prosedur untuk pengangkutan dan persediaan logistik.
i Prosedur merespon selama malam hari, hari libur dan giliran libur.

3 Pedoman
a Pedoman untuk makanan dan perediaan untuk petugas rumah sakit
selama situasi darurat.
b Pedoman dan tindakan untuk memastikan mobilisasi penambahan
petugas selama situasi darurat secara baik.
c Pedoman untuk kesehatan jiwa dan dukungan psychosocial.
d Pedoman tindakan/pengobatan atau protokol.
e Pedoman seperti memorandum atau perintah rumah sakit untuk semua
petugas rumah sakit untuk berpartisipasi dalam latihan dan pelaksanaan
simulasi.
f Pedoman untuk menangani sukarelawan, khususnya selama situasi
darurat dan bencana.
g Pedoman tentang senjata api untuk polisi yang datang dan pergi
mengunjungi rumah sakit, atau menjaga pasien terhukum.

E SISTEM LOGISTIK DAN UTILITAS.

1 Sistem Logistik.
a Sistem untuk memperkirakan kebutuhan obat, menjaga persediaan,
penyimpanan, penyaluran, mengeluarkan dan mengontrol penggunaan obat.
b Penyimpanan persediaan yang berhubungan dengan medik untuk situasi
darurat.
c Pengaturan khusus dengan penjual dan pemasok untuk pembelian dalam
situasi darurat .

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 39


d Membagikan dana kontigensi untuk kebutuhan darurat.
e Sistem untuk merotasi barang-barang yang pertama kadaluarsa, dan
meletakkannya ditempat sementara.
f Proses untuk mengalokasi sumber daya dan rekaman penggunaannya.
g Kit (perangkat) darurat.
h Fasilitas bank darah yang memadai dengan SOP dan pedoman untuk
penyimpanan yang benar dan penanganan darah dan penghasil darah
dan pengadaan yang cepat dalam situasi darurat.

2 Sistem Pasokan Air


a Kebutuhan air minum dalam situasi darurat 5 (lima) liter per hari untuk
pasien rawat jalan, dan 60 ~ 100 liter per hari untuk pasien rwat inap dan
ditambah liter untuk laundri, pengelontoran toilet, dan utilitas lain.
b Sumber air pengganti jika pasokan utama rusak.
c Identifikasi agen yang bertanggung jawab untuk perbaikan setiap saat
layanan air, sistem pompa tambahan jika sistem gagal atau layanan
terhenti atau untuk pasokan air pengganti.

3 Sistem Kelistrikan.
a Sistem tentang bagaimana daya listrik dipasok ke rumah sakit, voltase
inggi ditribusi seperti 380V/220V, menggunakan sistem 3 phase 4 kawat
untuk biaya rendah dan effisiensi lebih besar.
b Pasokan listrik rumah sakit, dalam istilah amper, cycle atau kiloWatt.
c Transformer menggunakan sitem pendinginaan yang tidak mudah
terbakar, yaitu jenis kering, epoksi resin, atau minyak silikon atau minyak
R-Temp bertemperatur tinggi.
d Lokasi panel kontrol dan jalur distribusi daya harus ditunjukkan pada
perencanaan lantai.
e Adanya generator sebagai daya darurat atau daya pengganti untuk
pencahayaan darurat dan operasi peralatan penting.
f Generator set harus diletakkan pada ditempat yang tidak berdekatan
dengan ruang operasi atau area rawat inap.
g Direkomendasikan sirkit untuk daya darurat harus disediakan untuk:
Pencahayaan :
x semua eksit, termasuk tanda arah eksit, tangga dan koriddor;
x kamar bedah, kebidanan, ruang pemulihan, dan ruang gawat
darurat;
x ruang bayi, laboratorium, unit perawatan intensif, pos perawat,
ruang sebelum melahirkan, dan farmasi;
x lokasi generator set, lokasi panel utama listreik dan ruang boiler;
x satu atau dua elevator, jika dibutuhkan untuk situasi darurat;
x ruang operator telepon;
x ruang komputer,
Peralatan :
x Sistem panggil perawat;
x sistem alarm, termasuk alarm kebakaran;
x pompa kebakaran.
x refrigerator untuk bank darah;
x peralatan untuk operasi, pemulihan, perawatan intensif, dan
ruang melahirkan;
x satu unit sterilisasi yang menggunakan listrik, jika dipasang;
x sistem pengolahan air limbah, dan sistem pompa angkat.
x peralatan penting untuk memelihara layanan telepon dan sistem
dasar radio dua arah.
Pemanasa, Pendinginan dan sistem ventilasi:
x ruang operasi, ruang melahirkan, ruang sebelum melahirkan,
ruang pemulihan, unit perawatan intensif, ruang bayi, unit
perawatan intensif bayi baru lahir, dan ruang pasien.

40 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


h Lampu darurat tersedia dengan batere cadangan untuk digunakan
selama periode antara terputusnya pasokan daya dan sambungan ke
generator set untuk di area penting di dalam rumah sakit seperti tangga,
lorong, ruang operasi, ruang gawat darurat, unit perawatan intensif, ruang
pemulihan, unit perawatan intensif bayi baru lahir, pos perawat dan area
kasir.

4 Sistem Distribusi Gas Medik.


a Jalur gas medik dijaga dengan benar.
b Tangki gas dan pipa gas medik secara regular diperiksa.
c Katup pengaman dipasang untuk mencegah kebocoran dalam pipa gas.
d Sistem alarm kebocoran tersedia dan dengan alat pengukur.

F SISTEM KESELAMATAN DAN SISTEM KEAMANAN.

1 Sistem Keselamatan dan Keamanan


a Tanda arah di dalam rumah sakit yang menunjukkan lokasi jalur
penyelamatan dan letak peralatan pemadam kebakaran.
b diagram tata letak bangunan disediakan untuk memudahkan identifikasi;
menunjukkan lokasi evakuasi untuk setiap rawat inap rumah sakit.
c Detektor asap pada jarak cakupan yang tepat pada seluruh bangunan.
d pemeriksaan regular dari detektor asap untuk memastikan fungsinya dan
mempunyai pasokan daya listrik yang cukup.
e Peralatan terlihat dan mudah dijangkau untuk mengendalikan api
setempat, termasuk slang kebakaran dan alat pemadam api ringan yang
harus ditempatkan pada tempat yang strategis di koridor, pada jalur eksit,
dan pada pintu masuk untuk ruangan berisiko tinggi seperti laboratorium.
f Pemeliharaan regular dari alat pemadam api ringan, isinya yang sudah
kadaluarsa dan harus diganti secara regular,
g Memenuhi pedoman untuk penempatan detektor api yang benar dan
peralatan pemadam kebakaran.
h Latihan petugas untuk penggunaan alat pemadam api ringan.
i Kewaspadaan rumah sakit untuk selalu siap dan memobilisasi sumber
daya dalam merespon tanda peringatan awal atau sinyal.
j Sistem panggilan petugas dan posisinya untuk kemungkinan
memanggilnya dalam situasi darurat.
k Sistem mengaktifkan dan menonaktifkan isyarat waspada.

2 Sistem Keamanan.
a Tersedia unit pengaman (swasta atau organik).
b SOP yang ketat pada area berisiko tinggi tertentu seperti pintu masuk
utama dan pintu keluar, area yang menyimpan zat dan kimia mudah
menguap dan area yang berisi peralatan medik yang bernilai tinggi.
c Tempat penyimpanan senjata api saat memasuki rumah sakit (tidak
diperbolehkan ada senjata api di dalam rumah sakit).
d Ketentuan untuk mengingatkan dan memanggil penjaga untuk bertugas
selama situasi darurat dan bencana.
e Koordinasi dengan pejabat setempat untuk membantu rumah sakit
selama situasi darurat dan bencana.

G KOMUNIKASI, TRANSPORTASI DAN SISTEM INFORMASI.

3 Sistem Komunikasi dan transportasi.


a Fasilitas komunikasi cadangan (telepon seluler, radio jinjing, fasilitas
komunikasi satelit).
b Dilengkapi ambuans untuk transportasi korban dari lokasi ke rumah sakit,
untuk memindahkan pasien untuk dirujuk ke rumah sakit lain atau
memindahkan pasien ke rumah sakit lain karena rumah sakit sudah
penuh dan untuk evakuasi dan relokasi pasien.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 41


c Daftar ambulans yang tersedia dan dapat digunakan dalam situasi
darurat dan bencana.
d Daftar peralatan, persediaan medik, obat-obatan untuk kondisi darurat,
dan petugas terlatih untuk ambulans.

4 Sistem informasi publik


a Pusat informasi publik dimana orang bisa memperoleh informasi tentang
anggota keluarganya.
b Pusat informasi publik yang dikoordiner oleh pekerja sosial dan dikelola
oleh petugas atau relawan.
c Pelatihan untuk petugas informasi tentang risiko komunikasi.
d Kesadaran publik dan kampanye mendidik publik dengan pesan-pesan
peringatan dan risiko komunikasi.
e Prosedur berkomunikasi dengan publik dan media.

5 Sistem Manajemen Informasi


a Persiapan sensus pasien yang dirawat, dan yang dirujuk ke rumah sakit
yang lain.
b Rekaman dan laporan yang benar menggunakan formulir standar.
c Cara berbagi informasi dengan pihak yang berwenang.
d Sistem manajemen informai selama pemantauan kejadian dalam situasi
darurat dan bencana.

H PERENCANAAN UNTUK SITUASI DARURAT DAN BENCANA.

1 Sistem komando insiden darurat di rumah sakit


a Kepala Rumah Sakit sebagai pemegang komando insiden darurat dan
staf lain mengisi kelompok komando insiuden.
b Sistem untuk mengaktifkan dan menonaktifkan Kelompok komando
insiden.
c Dengan identifikasi, dan lembar deskripsi pekerjaan yang seragam
d Tersedia pusat operasi dan pusat operasi pengganti.

2 Rencana dalam situasi Darurat. (Contingency Plan)


a Mudah diakses, diuji, diperbaharui dan disebar luaskan kesiapan rumah
sakit menghadapi situasi darurat, rencana merespon dan memulihkan
termasuk pencegahan bahaya dan rencana penanggulangan, rencana
mengurangi kelemahan dan rencana pengembangan kapasitas. Rencana
ini termasuk sistem, pedoman, SOP dan protokol untuk manajemen
darurat.
b Termasuk rencana evakuasi dalam situasi darurat.
c Rencana untuk perluasan layanan di saat tiba-tiba terjadi lonjakan pasien.
d Prosedur untuk mengaktifkan dan menonaktifkan bencana.
e Pengaturan yang kooperatif dengan rencana darurat lokal.
f Rencana darurat untuk tindakan medik yang dibutuhkan selama bencana
yang berbeda, termasuk bencana dengan potensi epidemik.

3 Manual untuk pengoperasian, pemeliharaan pencegahan, dan perbaikan


layanan kritis.
1 Pasokan listrik dan generator cadangan.
2 Pasokan air minum dan sumber pengganti air minum.
3 Cadangan bahan bakar.
4 Gas medik
5 Standar dan cadangan sistem komunikasi.
6 Instalasi pengolahan air limbah.
7 Instalasi pengolahan limbah padat.
8 Pemadam kebakaran.

42 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


I SUMBER DAYA MANUSIA.

1 Organisasi Komite Bencana Rumah Sakit dan Pusat Operasi Darurat.


a Komite Manajemen Krisis dengan tenaga ahli teknis yang dapat memberi
nasehat komite eksekutif berkaitan dengan krisis, manajemen bencana
dan darurat.
b Tim respon darurat yng terdiri dari dokter, perawat, bidan, petugas teknisi
manajemen darurat yang terlatih, paramedik dan pengemudi ambulans
yang terlatih.
c Kelompok perencana kesehatan darurat yang bertanggung jawab
merumuskan rencana kesiapan, respon dan pemulihan serta rencana
respon rumah sakit lainnya.
d Komite keselamatan yang dikepalai oleh pimpinan yang mempromosikan
keselamatan dalam rumah sakit terhadap semua bahaya.
e Pusat Operasional Rumah Sakit yang dipimpin oleh koordinator
manajemen darurat rumah sakit yang bertanggung jawab memantau
situasi darurat atau bencana, pengiriman tim yang merespon,
memobilisasi sumber daya lain untuk situasi darurat, operasional 24 jam
sehari, 7 (tujuh) hari per minggu. Memiliki kantor atau unit dengan
petugas yang dilengkapi fasilitas komunikasi, sistem komputer, directori
dan sistem komunikasi pengganti jika sistem gagal.

2 Kemampun Petugas Bangunan


a Semua petugas kesehatan dilatih dasar-dasar penyelamatan jiwa,
standar pertolongan pertama, dan resusitasi cardiopulmonary.
b Petugas medik di ruang gawat darurat dilatih dalam hal membantu
penyelamatan jiwa penyakit jantung lanjutan dan penyelamatan jiwa
penyakit jantung anak-anak lanjutan.
c Responden rumah sakit yang dilatih mengikuti kursus teknis medik dalam
situasi darurat, yaitu Sistem komando Insiden dan untuk Insiden
kecelakaan masa.
d Manajer rumah sakit harus dilatih dalam hal sistem komando insiden
darurat.

3 Latihan pemadaman Kebakaran.


a Mengadakan latihan pemadaman api sekurang-kurangnya 2 kali dalam
setahun.
b Mengadakan simulasi pemadaman atau latihan sekurang-kurangnya
sekali dalam setahun.

J PEMANTAUAN DAN EVALUASI.

1 Evaluasi Setelah kejadian darurat dan bencana yang telah di respon.


2 Evaluasi latihan pemadaman pada sekurang-kurangnya 2 kali dalam
setahun.
3 Evaluasi latihan simulasi darurat atau pemadaman sekurang-kurang
sekali dalam setahun.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 43


PEDOMAN TEKNIS PRASARANA RS :
KESELAMATAN JIWA PADA BANGUNAN
RUMAH SAKIT

DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATAN


SUB DIREKTORAT BINA SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN
TAHUN 2012
KATA PENGANTAR
Peningkatan kualitas rumah sakit, ditentukan oleh 2 (dua) faktor utama, yaitu “Pelayanan” oleh
petugas rumah sakit, dan bangunan serta prasarana dari rumah sakit itu sendiri.
Banyak masyarakat Indonesia khususnya di daerah perbatasan dengan negara tetangga lebih
menyukai untuk berobat di negara tetangga tersebut. Hal ini bukan disebabkan karena kualitas
layanan petugas medik kita rendah, akan tetapi lebih disebabkan bangunan dan prasarana rumah
sakit kita masih sangat minim atau boleh dikatakan memprihatinkan, sehingga kepercayaan
masyarakat untuk berobat di rumah sakit di negara kita sendiri sangat berkurang.
Dengan telah diterbitkannya Undang-Undang R.I. No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit,
merupakan payung hukum untuk seluruh pihak mendukung dibangunnya rumah sakit yang
minimal memenuhi persyaratan.
Karena rumah sakit merupakan bentuk “bangunan”, maka dalam ketentuan pembangunannya,
rumah sakit harus mengikuti persyaratan teknis yang tertuang dalam Undang-Undang R.I No. 28
tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Persyaratan tersebut meliputi 2 (dua) faktor utama, yaitu :
(1) Persyaratan Tata Bangunan;
(2) Persyaratan Keandalan Bangunan.
Di dalam Persyaratan Keandalan bangunan gedung, ada 4 (empat) faktor yang harus diperhatikan,
yaitu : keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan.
Faktor Keselamatan bangunan gedung meliputi :
(1) Faktor kekuatan struktur bangunan.
(2) Faktor proteksi bangunan terhadap sambaran petir, dan sengatan listrik.
(3) Faktor Proteksi bangunan terhadap kebakaran.
Undang-Undang R.I. No. 44 tentang rumah sakit, pada Pasal 11 ayat (1).g, mengamanatkan faktor
yang harus diperhatikan pada prasarana rumah sakit adalah adanya “petunjuk, standar dan sarana
evakuasi saat terjadinya keadaan darurat”.
Pada Undang-Undang R.I No. 28 tahun 2002, “sarana evakuasi saat terjadinya keadaan darurat”
masuk dalam kelompok “Sistem proteksi Kebakaran”, sehingga persyaratan-persyaratan teknis
yang ada padanya harus diterapkan di dalam Peraturan Menteri Kesehatan tentang Persyaratan
teknis Prasarana Rumah Sakit.
Sebagai petunjuk pelaksanaan dari Persyaratan Menteri tersebut, maka perlu diterbitkan Pedoman
teknis ini.
Pedoman Teknis ini, terdiri dari 2 (dua) buku, meliputi :
(1) Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Sarana Keselamatan Jiwa
(2) Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit yang Aman terhadap bencana dan situasi darurat.
Untuk pemenuhan pedoman teknis ini disesuaikan dengan kemampuan daerah masing-masing.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar iii


Daftar Isi v

KETENTUAN UMUM 1
1.1 Pendahuluan 1
1.2 Maksud Dan Tujuan 1
1.3 Pengertian 2
1.4 Ruang Lingkup 4

BAB I Pedoman Teknis Sarana Keselamatn Jiwa 5


Pada Bangunan Rumah Sakit

BAB II Bangunan Dan Fitur Proteksi Kebakaran 8

BAB III Penutup 25


Kepustakaan 26
APENDIKS 27

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | v


KETENTUAN UMUM
1. Pendahuluan.
Menyusun pedoman sebagai sarana akreditasi bangunan dan prasarana rumah sakit dapat
dilakukan dengan 2 (dua) cara pilihan.
Cara pertama, disusun berdasarkan hasil penelitian dimana sebelum diterbitkan, terlebih dahulu
dipublikasikan kepada masyarakat terkait, untuk dimintai pendapat dan keberatannya. Cara ini
membutuhkan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak kecil.
Cara kedua, disusun berdasarkan adopsi dari standar akreditasi yang dilakukan oleh negara lain
dan telah digunakan di banyak negara sebagai sarana akreditasi bangunan dan prasarana rumah
sakit.
Pada pedoman teknis sarana keselamatan jiwa bangunan rumah sakit ini memilih standar
akreditasi yang dikeluarkan oleh JCI (Joint Commission International), sebagai acuan adopsi dari
pedoman teknis ini.
Standar JCI telah digunakan untuk mengakreditasi beberapa rumah sakit di Indonesia, baik rumah
sakit pemerintah maupun swasta, dengan maksud agar kualitas bangunan dan prasarana rumah
sakitnya setara dengan standar internasional.
JCI, dalam penyusunannya banyak mengacu pada standar NFPA (National Fire Protection
Association), dimana standar ini telah digunakan juga sebagai Standard Nasional Indonesia (SNI),
dan yang telah diterbitkan sebagai SNI juga telah diwajibkan pula penggunaannya oleh Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No. 26/Tahun 2008.
Untuk penyesuaian dengan pedoman teknis ini, tidaklah mudah, mengingat telah banyak rumah
sakit yang dibangun di Indonesia saat ini dari tingkat kota Metropolitan, Kota Besar dan Kabupaten
belum banyak yang memenuhi syarat.
Untuk itu, perlu ada suatu kebijakan dari Pemerintah Pusat (Kementerian Kesehatan) dan
Pemerintah Daerah (Propinsi, Kabupaten dan Kota), untuk menerapkannya secara bertahap,
sesuai kemampuan daerahnya masing-masing.
Dalam penerapannya, untuk konsultasi lebih lanjut, Pemerintah Daerah dapat menghubungi
Kementerian Kesehatan R.I, Sub Dit Sarana dan Prasarana Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan
Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan.

2. Maksud dan Tujuan.


Pedoman teknis sarana keselamatan jiwa bangunan dan prasarana rumah sakit ini, dimaksudkan
sebagai upaya memberikan acuan teknis fasilitas fisik agar rumah sakit menyediakan pelayanan
kesehatan bagi masyarakat yang memadai sesuai kebutuhan.
Pedoman teknis sarana keselamatan jiwa bangunan dan prasarana rumah sakit ini bertujuan
memberikan petunjuk agar suatu perencanaan dan pengelolaan sarana keselamatan jiwa
bangunan dan prasarana di rumah sakit memperhatikan kaidah-kaidah pelayanan kesehatan,
sehingga dapat digunakan oleh mereka-mereka yang terkait.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 1


3. Pengertian.
3.1 Akses eksit
bagian dari sarana jalan ke luar yang menuju ke sebuah eksit.

Gambar 3.1 - Akses eksit.

3.2 Cacat mobilitas yang serius


kemampuan untuk bergerak ke arah tangga tetapi tidak dapat menggunakan tangga.

3.3 Daerah tempat berlindung


Suatu daerah tempat berlindung, adalah salah satu dari :
(a) satu tingkat dalam bangunan, dimana bangunan tersebut diproteksi menyeluruh oleh sistem
springkler otomatik yang terawasi dan disetujui serta dipasang sesuai SNI 03-3989-2000
tentang tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik untuk
pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung, dan mempunyai paling sedikit dua
ruangan atau tempat yang dapat dicapai dan terpisah satu sama lain oleh partisi yang tahan
asap, atau
(b) satu tempat, di dalam satu jalur lintasan menuju jalan umum yang diproteksi dari pengaruh
kebakaran, baik dengan cara pemisahan dengan tempat lain di dalam bangunan yang sama
atau oleh lokasi yang baik, sehingga memungkinkan adanya penundaan waktu dalam
lintasan jalan ke luar dari tingkat manapun .
(c) suatu tempat berlindung yang pencapaiannya memenuhi persyaratan rute sesuai ketentuan
yang berlaku.

3.4 Eksit horisontal


suatu jalan terusan dari satu bangunan ke satu daerah tempat berlindung di dalam bangunan lain
pada ketinggian yang hampir sama, atau suatu jalan terusan yang melalui atau mengelilingi suatu
penghalang api ke daerah tempat berlindung pada ketinggian yang hampir sama dalam bangunan
yang sama, yang mampu menjamin keselamatan dari kebakaran dan asap yang berasal dari
daerah kejadian dan daerah yang berhubungan.

3.5 Eksit
bagian dari sebuah sarana jalan ke luar yang dipisahkan dari tempat lainnya dalam bangunan
gedung oleh konstruksi atau peralatan sesuai butir 4.1.2 untuk menyediakan lintasan jalan yang
diproteksi menuju eksit pelepasan.

2 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Gambar 3.6. Eksit.

3.6 Eksit pelepasan


bagian dari sarana jalan ke luar antara batas ujung sebuah eksit dan sebuah jalan umum.

Gambar 3.7 - Eksit pelepasan.

3.7 Jalur lintasan bersama


bagian dari akses eksit yang dilintasi sebelum dua jalur lintasan terpisah dan berbeda menuju dua
eksit yang tersedia. Jalur yang tergabung adalah jalur lintasan bersama.

Gambar 3.8 - Jalur lintas bersama.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 3


3.8 Lobi lif
sebuah tempat dari mana orang langsung memasuki kereta lif dan ke mana orang langsung ke
luar dari kereta lif.

3.9 Pintu lif lobi


sebuah pintu diantara lif lobi dan satu tempat pada bangunan yang bukan saf lif.

3.10 Ram
suatu jalan yang memiliki kemiringan lebih curam dari 1 : 20.

3.11 Ruang tertutup tahan asap


sebuah ruang tertutup untuk tangga dirancang untuk membatasi pergerakan dari hasil
pembakaran.

3.12 Sarana jalan ke luar yang dapat dilalui


suatu jalur lintasan yang dapat digunakan oleh seseorang dengan cacat mobilitas yang menuju
jalan umum atau suatu daerah tempat berlindung.

3.13 Sarana jalan ke luar


suatu jalan lintasan yang menerus dan tidak terhambat dari titik manapun dalam bangunan gedung
ke jalan umum, terdiri dari tiga bagian yang jelas dan terpisah; akses eksit, eksit dan eksit
pelepasan.

3.14 Sistem evakuasi dengan lif


sebuah sistem, termasuk sederetan vertikal lobi lif, meliputi pintu lobi lif, saf lif dan ruangan mesin
yang menyediakan proteksi dari pengaruh kebakaran bagi penumpang lif, orang yang menunggu
lif, dan peralatan lif, untuk dapat menggunakan lif sebagai jalan ke luar.

4. Ruang Lingkup.
Lingkup materi Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Bangunan dan Prasarana Rumah
Sakit ini adalah sebagai berikut :
(1) Ketentuan Umum.
memberikan gambaran umum yang meliputi latar belakang, maksud dan tujuan, serta
;lingkup materi pedoman.
(2) Bab I : Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit.
(3) Bab II : Persyaratan Teknis Bangunan (Sarana) Instalasi Bedah.
(4) Bab III : Persyaratan Teknis Prasarana (Utilitas) Instalasi Bedah.
(5) Bab IV : Penutup.

4 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB I
PEDOMAN TEKNIS SARANA KESELAMATAN JIWA PADA
BANGUNAN RUMAH SAKIT.

1.1.1 Lingkungan fisik bangunan rumah sakit dirancang dan dikelola untuk
memenuhi Persyaratan Teknis Keselamatan Jiwa.
1.1.1.1 Elemen-elemen kinerjanya dapat diuraikan sebagai berikut :
(1) Rumah sakit menugaskan perseorangan atau tim untuk menilai apakah kelengkapan
dokumen “Persyaratan Teknis Keselamatan Jiwa” telah terpenuhi dalam bentuk “Pernyataan
Kondisi Fisik Bangunan dengan format elektronik (PK-e)”, dan mengatasi kekurangannya.
(2) Rumah sakit harus memelihara dokumen “Pernyataan Kondisi Fisik Bangunan elektronik
(PK-e)” sampai saat ini.
Catatan :
“Pernyataan Kondisi Fisik Bangunan elektronik (PK-e)” selalu tersedia untuk setiap rumah
sakit dan dapat di akses melalui sambungan situs extranet.
(3) Apabila Rumah sakit berencana untuk memperbaiki kekurangannya melalui “Rencana
Perbaikan (RP)”, Rumah sakit harus memenuhi kerangka waktu yang ditentukan dalam
“Rencana Perbaikan (RP)” dan dapat disetujui..
(4) Untuk Rumah sakit yang menggunakan “Akreditasi Rumah Sakit” untuk tujuan menyatakan
status: rumah sakit harus menyimpan dokumentasi dari setiap inspeksi dan persetujuan
yang dibuat oleh instansi terkait.

1.2.1 Bangunan rumah sakit melindungi penghuni selama jangka waktu


tertentu ketika pedoman teknis keselamatan jiwa ini tidak terpenuhi
atau selama jangka waktu konstruksi.
1.2.1.1 Elemen-elemen kinerjanya dapat diuraikan sebagai berikut :
(1)* Rumah sakit memberitahukan Instansi Pemadam Kebakaran (atau kelompok tanggap
darurat lainnya) dan mulai mengamati alarm kebakaran atau sistem sprinkler yang tidak
berfungsi dalam jangka waktu lebih dari 4 jam dari 24 jam pada bangunan yang dihuni.
Pemberitahuan dan waktu melihat api dicatat.
(Untuk kalimat penuh dan setiap pengecualian, lihat NFPA 101-2000: 9.6.1.8 dan 9.7.6.1)
(Lihat juga butir 1.1.1.1 ayat 3)
(2) Rumah sakit memasang tanda arah yang menunjukkan lokasi alternatif “Eksit” untuk setiap
orang yang berada di area itu. (Lihat juga butir 1.1.1. ayat 3).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 5


(3) Rumah sakit memiliki “kebijakan tertulis tindakan keselamatan jiwa sementara (ILSM =
Interim Life Safety Measure) yang mencakup situasi dimana sarana keselamatan jiwa
terdapat kekurangan yang tidak dapat secara langsung diperbaiki atau selama periode
konstruksi. Kebijakan termasuk evaluasi jika dan untuk perluasan apa dari rumah sakit
berikut langkah khusus untuk kompensasi dari peningkatan risiko keselamatan jiwa. (Lihat
juga butir 1.1.1.1 ayat 3).
(4) Apabila rumah sakit teridentifikasi adanya kekurangan yang tidak dapat segera diperbaiki
atau selama jangka waktu konstruksi, rumah sakit perlu melakukan sebagai berikut :
memeriksa “Eksit” di daerah yang terkena dampak setiap hari, Kebutuhan untuk
pemeriksaan ini didasarkan pada kriteria langkah “ILSM” (Lihat juga butir 1.1.1.1 ayat 3).
(5) Apabila rumah sakit menemukan adanya kekurangan yang tidak dapat segera diperbaiki
atau selama periode konstruksi, rumah sakit perlu melakukan sebagai berikut : Melengkapi
sementara tetapi setara sistem deteksi dan alarm kebakaran untuk digunakan jika sistem
kebakaran terganggu. Kebutuhan untuk peralatan ini didasarkan pada kriteria “ILSM” (Lihat
juga butir 1.1.1.1 ayat 3)
(6) Apabila rumah sakit menemukan adanya kekurangan-kekurangan yang tidak dapat segera
diperbaiki atau selama periode konstruksi, rumah sakit perlu melakukan sebagai berikut :
Melengkapi peralatan pemadam api tambahan. Kebutuhan untuk peralatan ini didasarkan
pada kriteria “ILSM”. (Lihat juga butir 1.1.1.1 ayat 3)
(7) Apabila rumah sakit menemukan adanya kekurangan yang tidak dapat segera diperbaiki
atau selama periode konstruksi, rumah sakit perlu melakukan sebagai berikut : Penggunaan
konstruksi partisi sementara tahan asap, atau dibuat tidak mudah terbakar atau bahan
mudah terbakarnya terbatas, yang tidak akan menambah berkembangnya atau menjalarnya
api. Kebutuhan partisi ini didasarkan pada kriteria “ILSM”. (Lihat juga butir 1.1.1.1 ayat 3)
(8) Apabila rumah sakit menemukan adanya kekurangan pada sarana keselamatan jiwa yang
tidak dapat dengan segera diperbaiki atau selama periode konstruksi, rumah sakit perlu
melakukan sebagai berikut : Meningkatkan pengawasan bangunan, pekarangan, peralatan,
memberikan perhatian khusus pada area konstruksi dan gudang, penggalian dan kantor
lapangan. Kebutuhan untuk meningkatkan pengawasan didasarkan pada kriteria “ILSM”.
(Lihat juga butir 1.1.1.1 ayat 3).
(9) Apabila rumah sakit menemukan kekurangan sarana keselamatan jiwa yang tidak dapat
segera diperbaiki atau selama periode konstruksi, rumah sakit perlu melakukan sebagai
berikut : Menyediakan gudang konstruksi, kerumahtanggaan, dan secara praktis membuang
puing-puing yang dapat mengurangi bahan mudah terbakar pada bangunan dan beban api
yang mudah terbakar sampai tingkat serendah mungkin. Kebutuhan penerapan ini
didasarkan pada kriteria “ILSM” (Lihat juga butir 1.1.1.1 ayat 3)
(10) Apabila rumah sakit menemukan adanya kekurangan yang tidak dapat segera diperbaiki
atau selama periode konstruksi, rumah sakit perlu melakukan sebagai berikut : Menyediakan
latihan tambahan untuk mereka yang bekerja di rumah sakit tentang penggunaan peralatan
pemadam kebakaran. Kebutuhan akan pelatihan tambahan didasarkan pada kriteria “ILSM”.
(Lihat juga butir 1.1.1.1 ayat 3)
(11) Apabila rumah sakit menemukan kekurangan sarana keselamatan jiwa yang tidak dapat
segera diperbaiki atau selama periode konstruksi, rumah sakit perlu melakukan hal berikut :
Melakukan satu latihan kebakaran tambahan per shif per kuartal. Kebutuhan latihan
tambahan didasarkan pada kriteria “ILSM”. (Lihat juga butir 1.1.1.1 ayat 3)

6 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(12) Apabila rumah sakit menemukan kekurangan sarana keselamatan jiwa yang tidak dapat
segera diperbaiki atau selama periode konstruksi, rumah sakit perlu melakukan hal berikut :
Memeriksa dan menguji sistem sementara setiap bulan. Tanggal penyelesaian pengujian
dicatat. Kebutuhan untuk pemeriksaan dan pengujian berdasarkan kriteria “ILSM” (Lihat juga
butir 1.1.1.1 ayat 3)
(13) Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan untuk meningkatkan kesadaran akan
kekurangan bangunan, bahaya konstruksi, dan langkah-langkah sementara,
diimplimentasikan untuk menjaga keselamatan terhadap bahaya kebakaran. Kebutuhan
pendidikan didasarkan pada “ILSM” (Lihat juga butir 1.1.1.1 ayat 3)
(14) Rumah sakit melatih mereka yang bekerja di rumah sakit untuk mengkompensasi gangguan
struktural atau fitur kompartemen keselamatan kebakaran. Kebutuhan pelatihan berdasarkan
kriteria “ILSM” (Lihat juga butir 1.1.1.1 ayat 3).
Catatan :
Kompartemenisasi adalah konsep menggunakan berbagai komponen bangunan (misalnya,
dinding dan pintu tahan api, penghalang asap, plat lantai tahan api) untuk mencegah
penyebaran api dan produk pembakaran sehingga memberikan sarana jalan ke luar yang
aman yang disetujui. Kehadiran fitur ini bervariasi, tergantung pada klasifikasi penghuni
bangunan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 7


BAB II

BANGUNAN DAN FITUR PROTEKSI KEBAKARAN

2.1.10 Bangunan dan fitur proteksi kebakaran dirancang dan dipelihara untuk
meminimalkan pengaruh api, asap dan panas.
Penjelasan 2.1.10 :
Bangunan harus dirancang, dibangun dan dipelihara untuk meminimalkan bahaya dari pengaruh
api, termasuk asap, panas dan gas beracun. Karakteristik struktural bangunan dan juga umurnya,
menentukan tipe fitur proteksi kebakaran yang dibutuhkan. Fitur yang dicakup dalam standar ini
termasuk struktur, sistem sprinkler otomatik, pemisahan bangunan, dan pintu-pintu.
Catatan :
Bila renovasi atau merancang sebuah bangunan baru, rumah sakit juga harus memenuhi
pedoman teknis dan standar (lokal, propinsi, kabupaten/kota) yang mungkin lebih ketat daripada
persyaratan teknis sarana keselamatan jiwa. Juga pedoman teknis yang mencakup pertimbangan
khusus untuk renovasi kecil dan besar.
Elemen-elemen kinerjanya dapat diuraikan sebagai berikut :
(1)* Bangunan memenuhi persyaratan ketinggian dan tipe konstruksi sesuai dengan NFPA 101-
2000: 18/19.1.6.1
(2)* Bangunan baru dan bangunan eksisting yang dilengkapi dengan sistem sprinkler otomatis
yang disetujui, dipersyaratkan untuk setiap jenis konstruksi
(Untuk teks lengkap dan setiap pengecualiannya, lihat NFPA 101-2000; 18.3.5.1 dan
19.1.6.2)
(3)* Tingkat Ketahanan Api dinding 2 jam (seperti dinding bersama antara bangunan dan dinding
pemisah hunian di dalam bangunan) meluas dari plat lantai ke lantai atau lantai atap di atas
dan meluas dari dinding luar ke dinding luar
(Untuk uraian lengkap dan setiap pengecualiannya, lihat NFPA 101-2000, 8.2.2.2)
(4)* Tingkat ketahanan api bukaan 1½ jam pada dinding yang mempunyai tingkat ketahanan api
2 jam (Lihat juga butir 2.1.20 ayat 3; butir 2.1.30 ayat 1)
(Untuk uraian lengkap dan setiap pengecualiannya, lihat NFPA 101-2000, 8.2.3.2.3.1).
(5)* Pintu-pintu dipersyaratkan mempunyai tingkat ketahanan api yang mempunyai fungsi
perangkat keras, termasuk kunci yang menempel dan alat menutup otomatis atau yang
menutup sendiri. Celah antara ujung pertemuan dari sepasang pintu tidak boleh lebih dari
1/8 inci lebarnya, dan potongan di bawah tidak boleh lebih besar dari ¾ inci. (Lihat juga butir
2.1.30 ayat 2; butir 2.1.34 ayat 2)
(Untuk teks lengkap dan setiap pengecualiannya, lihat NFPA 101-2000, 8.2.3.2.3.;
8.2.3.2.3.1 dan NFPA 80-1999; 2.3.1.7 dan 1.11.4)
(6)* Pintu tahan api tidak perlu memiliki plat pelindung yang tidak disetujui, yang dipasang lebih
tinggi dari 16 inci di atas bagian bawah pintu.

8 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Catatan : Pintu untuk ruang berbahaya mungkin mempunyai plat pelindung tidak tahan api
yang ditempatkan tidak lebih tinggi dari 48 inci dari bagian bawah pintu
(Untuk uraian lengkap dan setiap pengecualian, mengacu NFPA 80-1999, 2-4.5 dan NFPA
101-2000,19.3.2.1).
(7)* Pintu-pintu membutuhkan tingkat ketahanan api ¾ jam atau lebih lama, bebas dari benda-
benda pelapis, dekorasi, atau benda lainnya yang dilekatkan pada permukaan pintu, kecuali
tanda-tanda informasi.
(Untuk uraian lengkap dan setiap pengecualiannya, lihat NFPA 80-1999, 1-3.5)
(8)* Ducting yang menembus dinding pemisah yang mempunyai tingkat ketahanan api 2 jam
diproteksi dengan damper yang mempunyai tingkat ketahanan api 1½ jam
(Untuk kalimat penuh dan setiap pengecualiannya, mengacu NFPA 101-2000; 8.2.3.2.4.1
dan NFPA 90A-1999: 3-3.1).
(9)* Ruang sekitar pipa, konduit, busduct, kabel, kawat, saluran udara, atau tabung pnumatik
yang menembus dinding dan lantai tahan api diproteksi dengan material tahan api yang
disetujui.
Catatan :
Busa jenis Polyurethane tidak bisa diterima sebagai bahan tahan api.
(Untuk uraian lengkap dan setiap pengecualian, mengacu NFPA 101-2000; 8.2.3.2.4.2)
(10)* Rumah sakit harus memenuhi semua persyaratan lain dari sarana keselamatan jiwa
berkaitan dengan Persyaratan umum. (NFPA 101-2000; 18/19.1)

2.1.20 Setiap bangunan rumah sakit memelihara keterpaduan sarana jalan ke


luar.
Penjelasan terhadap 2.1.20.
Oleh karena pasien berada dalam kondisi perawatan medis sehingga dalam banyak hal tidak
dapat bergerak menyelamatkan dirinya saat menghadapi kebakaran, maka bangunan dimana
pasien tersebut dirawat harus dirancang dan dipelihara sedemikian sehingga pasien dapat
dilindungi di tempatnya atau dipindahkan ke tempat lain yang lebih aman dalam bangunan (
daripada dipindahkan atau dievakuasikan ke tempat lain di luar bangunan ).
Bangunan rumah sakit harus dapat menjamin bahwa jumlah eksit cukup, dan eksit memiliki
konfigurasi untuk memberikan perlindungan terhadap bahaya kebakaran.
Pintu jalan ke luar tidak boleh dikunci yang bisa menghalangi jalur penyelamatan.
Sarana jalan ke luar termasuk koridor, tangga kebakaran, dan pintu-pintu yang memungkinkan
setiap orang meninggalkan bangunan atau bergerak di antara ruang-ruang khusus dalam
bangunan.
Sarana tersebut memungkinkan setiap orang mampu menyelamatkan dirinya terhadap api dan
asap kebakaran, dan oleh karena itu merupakan bagian dari strategi proteksi kebakaran.

Catatan :
Persyaratan Keselamatan Jiwa (Life Safety Code) membolehkan memilih pintu-pintu mana yang
dikunci apabila ada sebab-sebab klinis yang membatasi gerakan pasien.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 9


Elemen-elemen kinerjanya dapat diuraikan sebagai berikut :
(1)* Pintu-pintu dalam sarana jalan yang mengarah ke luar harus dalam keadaan tidak terkunci
(Untuk uraian lengkap dan setiap pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.2.2.2.4)
(2)* Pada bangunan rumah sakit yang mempunyai ruangan dengan jumlah penghuninya 50
orang atau lebih, pintu-pintu dalam sarana jalan ke luar harus membuka ke arah luar
(Untuk uraian lengkap dan tiap pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 : 7.2.1.4.2)
(3)* Dinding-dinding yang menutupi eksit horisontal dengan tingkat ketahanan api 2 jam atau
lebih, memanjang dari pelat lantai paling bawah ke pelat lantai atau atap di atasnya, dan
membentang menerus dari dinding luar ke dinding luar. (Lihat pula ketentuan dalam butir
2.1, ayat 4)
(Untuk uraian selengkapnya dan setiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
7.2.4.3.1 dan 8.2.2.2)
(4)* Tangga-tangga eksit luar dipisahkan dari bagian dalam bangunan dengan dinding-dinding
yang memiliki tingkat ketahanan api yang sama dengan yang diperlukan untuk tangga-
tangga yang dilindungi.
Dinding berdiri vertikal dari permukaan tanah ke ketinggian 3.0 m atau lebih di atas tangga
teratas atau garis atap (yang mana yang lebih rendah) dan memanjang horisontal 3.0 m atau
lebih
(Untuk uraian selengkapnya dan setiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
7.2.2.6.3)
(5)* Pintu-pintu di bangunan baru yang merupakan bagian dari eksit horisontal memiliki kotak
kaca penglihat yang disetujui dan dipasang tanpa menggunakan tiang jendela
(Untuk uraian selengkapnya dan setiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18.2.2.5.6)
(6)* Apabila dinding-dinding eksit horisontal di bangunan baru, berakhir di dinding-dinding luar
pada sudut kurang dari 180 derajat, dinding-dinding luar harus memiliki tingkat ketahanan
api 1 jam untuk jarak 3.0 m atau lebih. Bukaan-bukaan di dinding pada setiap interval 3.0 m
memiliki ketahanan api ¾ jam
(Untuk uraian selengkapnya dan setiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
7.2.4.3.2)
(7)* Tangga-tangga dan tangga dengan kemiringan (ramp) yang melayani sarana jalan ke luar
memiliki pegangan tangga dan dinding tangga pada kedua sisi untuk bangunan baru dan
sekurang-kurangnya satu sisi pada bangunan eksisting
(Untuk uraian selengkapnya dan setiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
7.2.2.4.2)
(8)* Eksit pelepasan ke halaman luar atau lewat jalur terusan eksit yang disetujui yang menerus
dan berhenti di jalanan umum atau pada eksit pelepasan di luar halaman bangunan
(Untuk uraian selengkapnya dan setiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 7.7
(9)* Apabila pintu-pintu sarana jalan keluar di ruang tangga terbuka yang disebabkan oleh
peralatan pembuka otomatis maka inisiasi dari gerakan menutup pintu pada setiap level
maka akan menyebabkan semua pintu-pintu di semua level tangga akan menutup.

10 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(Untuk uraian selengkapnya dan setiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.2.2.2.7).
(10)* Pintu-pintu yang menuju ke boiler baru, ruang-ruang pemanas baru dan ruang-ruang
peralatan mekanikal baru yang terletak di sarana jalan ke luar tidak terbuka dengan alat
pelepas otomatik
(Untuk uraian selengkapnya dan setiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.2.2.2.6).
(11)* Pada bangunan baru atau eksisting, lebar koridor eksit berukuran sekurang-kurangnya 2.4
m.
(Untuk uraian selengkapnya dan setiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.2.3.3).
(12)* Lebar koridor tidak boleh dihalangi dengan tonjolan-tonjolan dinding
(Untuk uraian selengkapnya dan setiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.2.3.3).
Catatan* :
Bila lebar koridor bukan area yang dilewati pasien adalan 1.8 m atau lebih, Komisi Bersama
mengizinkan benda-benda tertentu menyembul di koridor, seperti alat pencuci tangan atau
meja komputer yang dapat ditarik atau dimasukkan kembali. Obyek-obyek tersebut tidak
boleh melebihi 110 cm lebarnya dan tidak boleh menonjol lebih dari 15 cm ke dalam koridor.
Benda-benda ini harus dipasang sekurang-kurangnya berjarak 125 cm dan di atas tinggi
pegangan tangga
(Untuk uraian selengkapnya dan setiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.2.3.3).
(13)* Jalur eksit, akses eksit dan eksit pelepasan kearah jalan publik harus bebas dari penghalang
atau rintangan, seperti adanya penumpukan barang (contoh peralatan, kereta / kursi dorong,
perabotan), bahan konstruksi
(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 7.1.10.1).
(14)* Pintu-pintu akses eksit dan pintu-pintu eksit harus bebas atau bersih dari kaca-kaca cermin,
barang-barang tergantung, atau barang-barang tenun / kain yang bisa menyembunyikan,
mengaburkan atau membingungkan arah ke luar
(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 7.5.2.2).
(15)* Lantai-lantai atau kompartemen-kompartemen dalam bangunan dua atau lebih eksit yang
disetujui yang diatur dan dibuat diletakkan berjauhan satu sama lain
(Untuk uraian selangkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.2.4.1).
(16)* Ruang-ruang tempat tidur pasien atau ruang tidur pasien utama (suites) berukuran lebih
besar dari 100 m2 harus dilengkapi sedikitnya 2 (dua) pintu akses eksit yang lokasinya
berjauhan satu sama lain
(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.2.5.2).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 11


(17)* Ruang-ruang atau ruang-ruang besar (yang tidak digunakan sebagai ruang tidur pasien)
berukuran lebih besar dari 230 m2 harus memiliki 2 (dua) pintu-pintu akses eksit yang
lokasinya berjauhan satu sama lain
(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.2.5.3).
(18)* Ruang-ruang besar (suites) untuk tempat tidur pasien dibatasi sampai 460 m2, dan ruang-
ruang besar untuk keperluan lain dibatasi hingga 930 m2. Ruang-ruang besar tersebut harus
diatur sedemikian hingga tidak ada ruang-ruang antara yang merupakan area berbahaya
(Lihat pula LS.02.01.30, EP2).
(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.2.5.7).
(19)* Dalam ruang-ruang besar untuk ruang tidur pasien, jarak tempuh ke pintu akses eksit dari
setiap titik dalam ruang besar adalah 30 m atau kurang
(Untuk uraian lengkap dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19.2.5.8).
(20)* Dalam ruang-ruang besar yang tidak digunakan untuk tempat tidur pasien yang memiliki 1
(satu) ruang antara, jarak tempuh ke pintu akses eksit dari setiap titik di ruang besar adalah
30 m atau kurang, dan dalam ruang-ruang besar yang memiliki 2 (dua) ruang-ruang antara
adalah 15 m atau kurang.
(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.2.5.8)
(21)* Ruang-ruang tempat tidur pasien membuka langsung ke koridor eksit.
(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.2.5.1)
(22)* Pintu-pintu yang mengarah ke ruang-ruang tidur pasien tidak dikunci.
(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.2.2.2.2).
(23)* Jarak tempuh ke pintu ruangan dari setiap titik di ruang tidur pasien adalah 15 m atau kurang
(Untuk uraian selengkapnya dan dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.2.6.2.3)
(24)* Pada bangunan eksisting, jarak tempuh, antara tiap pintu ruang ke eksit adalah 30 m atau
kurang (atau 45 m atau kurang apabila dipasang sistem sprinkler otomatis). Pada bangunan
baru, jarak tempuh antara tiap titik dalam ruangan dan ke eksit adalah 45 m atau kurang
(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.2.6.2.1)
(25)* Pada bangunan eksisting, jarak tempuh antara setiap titik dalam ruangan dan eksit adalah
45 m atau kurang (atau 60 m atau kurang apabila dilengkapi dengan sistem sprinkler
otomatis). Pada bangunan baru, jarak tempuh antara tiap titik dalam ruangan ke eksit adalah
60 m atau kurang
(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19.
2.6.2.2).
(26)* Pada bangunan baru, tidak ada ujung buntu yang lebih panjang dari 9 m

12 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18.2.5.10).
(27)* Jalan ke luar diterangi dengan baik pada semua titik, termasuk sudut-sudut dan simpangan
koridor dan jalan-jalan terusan, jalur tangga, bordes tangga, pintu-pintu eksit dan eksit
pelepasan.
(Uraian lengkap dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19.2.8)
(28)* Iluminasi di sarana jalan ke luar, termasuk di eksit pelepasan diatur sedemikian rupa,
sehingga bila terjadi kegagalan pada tiap satuan kelengkapan pencahayaan atau tabung
pencahayaan tidak menimbulkan kegelapan di area tersebut
(Untuk uraian selengkapnya dan tiap pengecualian, mengacu ke NFPA 101-2000 : 7.8.1.4).
(29)* Tangga-tangga yang melayani 5 (lima) lantai atau lebih harus memiliki tanda di setiap bordes
di shaft tangga yang memberikan identifikasi lantai tersebut, shaft tangga, bagian atas dan
bawah, dan arah ke dan lantai pelepasan eksit. Tanda-tanda ditempatkan 1.5 m di atas
bordes dalam posisi yang dapat dengan mudah dilihat saat pintu dibuka atau ditutup.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 : 7.2.2.5.4)
(30)* Tanda-tanda bertuliskan “BUKAN EKSIT” dipasang pada setiap pintu, jalan terusan, atau
jalur tangga yang bukan jalan ke luar atau akses ke jalan ke luar yang bisa menimbulkan
kekeliruan saat mencari pintu ke luar
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 : 7.10.8.1)
(31)* Tanda-tanda eksit harus mudah dilihat apabila jalur jalan ke eksit tidak langsung terlihat
jelas. Tanda-tanda tersebut harus mendapatkan pencahayaan yang cukup, memiliki tulisan
berukuran tinggi 10 cm atau lebih (atau tinggi 15 cm apabila mendapatkan pencahayaan dari
luar).
(Untuk uraian yang lengkap dan pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 : 7.10.1.2,
7.10.5, 7.10.6.1, dan 7.10.7.1).
(32)* Bangunan rumah sakit memenuhi semua persyaratan sarana jalan ke luar (NFPA 101-2000 :
18/19.2)

2.1.30 Setiap bangunan rumah sakit menyediakan dan memelihara fitur


bangunan untuk melindungi orang-orang terhadap bahaya api dan
asap kebakaran.
Penjelasan terhadap butir 2.1.30
Bahaya api dan asap kebakaran harus mendapatkan perhatian khusus bagi pengelola rumah sakit
oleh karena ketidak mampuan sebagian pasien untuk menyelamatkan diri tanpa bantuan petugas.
Apabila suatu bangunan tidak diproteksi dengan baik maka pasien akan menghadapi risiko karena
asap dan api dapat menjalar melalui bukaan-bukaan dalam bangunan.
Untuk menjamin aspek penyelamatan atau evakuasi yang aman, bahaya api dan asap dapat
dihindari atau dibatasi apabila bagian-bagian bangunan dipisahkan melalui sistem
kompartemenisasi.
Disamping itu, bahan-bahan pelapis interior perlu dikontrol untuk meminimasi asap dan gas-gas
beracun. Bukaan-bukaan diperlukan terkait dengan adanya peralatan pemanas, ventilasi, sistem
pengkondisian udara, ruang luncur elevator, shaft pembuangan sampah dan penggelontoran untuk
pencucian.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 13


Bangunan rumah sakit dirancang dan dipelihara sedemikian rupa agar bukaan-bukaan tersebut
mampu membatasi penjalaran api ke kompartemen atau ke lantai-lantai lainnya.
Elemen-elemen kinerjanya dapat diuraikan sebagai berikut :
(1) Bukaan-bukaan vertikal yang ada (di luar tangga-tangga eksit) dilindungi dalam konstruksi
tahan api 1 jam. Pada konstruksi yang baru, bukaan vertikal (di luar tangga-tangga eksit)
dilindungi dalam konstruksi dinding tahan api 1 jam apabila menghubungkan 3 lantai atau
kurang; dan dalam konstruksi dinding tahan api 2 jam apabila menghubungkan 4 lantai atau
lebih. (Lihat juga butir 2.1.10 ayat 4).
(2) Semua area berbahaya dilindungi dengan dinding-dinding dan pintu-pintu yang memiliki
ketahanan api sesuai dengan NFPA 101-2000 : 18/19.3.2.1 (Lihat juga butir 2.1.10, ayat 5,
butir 2.1.20, ayat 18). Area atau lokasi berbahaya termasuk, tetapi tidak terbatas, pada
elemen elemen berikut :
(a) Boiler / Ruang-ruang pemanas menggunakan bahan bakar
1) Ruang-ruang boiler atau pemanas eksisting berbahan bakar, dilindungi sistem
sprinkler, mampu menahan penjalaran asap, dan memiliki pintu yang dapat
menutup sendiri atau diberi alat penutup otomatis; atau ruang dilindungi dinding
tahan api 1 jam dan pintu tahan api ¾ jam
2) Ruang-ruang boiler / pemanas berbahan bakar yang baru dilindungi sistem
sprinkler dan memiliki dinding tahan api 1 jam dan pintu tahan api ¾ jam.
(b) Ruang Londri berukuran lebih dari 9 m2
1) Ruang Londri eksisting, berukuran lebih dari 9 m2 yang dilindungi sistem
sprinkler, mampu menahan jalaran asap, memiliki pintu yang dapat menutup
sendiri atau dilengkapi dengan alat penutup otomatis; atau berada dalam
ruangan dengan dinding tahan api 1 jam dan pintu tahan api ¾ jam
2) Ruang Londri baru, berukuran lebih dari 9 m2 yang dilindungi sistem sprinkler
dan memiliki dinding tahan api 1 jam dan pintu tahan api ¾ jam
(c) Ruang-ruang penyimpanan cairan mudah terbakar (Lihat NFPA 30-1996: 4-4.2.1 dan
4-4.4.2)
1) “Ruang tangki cairan mudah menyala” eksisting, yang dilindungi dengan dinding
tahan api 2 jam dan pintu tahan api 1,5 jam
2) “Ruang tangki cairan mudah menyala” baru, dilindungi sistem sprinkler dan
memiliki dinding tahan api 2 jam dan pintu tahan api 1,5 jam
(d) Laboratorium (Lihat NFPA 45-1996 untuk menentukan apakah laboratorium termasuk
area sangat berbahaya)
1) Laboratorium eksisting yang bukan area sangat berbahaya, yang memiliki sistem
sprinkler, mampu menahan penjalaran asap, dan memiliki pintu yang dapat
menutup sendiri atau diberi alat penutup pintu otomatis; atau laboratorium
tersebut memiliki dinding tahan api 1 jam dengan pintu tahan api ¾ jam
2) Laboratorium baru yang bukan termasuk area sangat berbahaya, memiliki sistem
sprinkler, mampu menahan jalaran asap dan memiliki pintu yang dapat menutup
sendiri atau diberi alat pentutup pintu otomatis

14 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3) Laboratorium eksisting yang termasuk area sangat berbahaya (Lihat NFPA 99-
1999 : 10-3.1.1) yang memiliki dinding tahan api 2 jam dan pintu tahan api 1,5
jam. Apabila dilindungi dengan sistem sprinkler maka dinding cukup bertahan api
1 jam dan pintu tahan api ¾ jam
4) Laboratorium baru yang termasuk area sangat berbahaya (Lihat NFPA 99-1999 :
10-3.1.1) harus memiliki sistem sprinkler dan dinding tahan api 1 jam dan pintu
tahan api ¾ jam.
5) “Ruang tangki penyimpan gas mudah menyala” eksisting di laboratorium harus
diproteksi dinding tahan api 2 jam dan pintu tahan api 1,5 jam (Lihat NFPA 99-
1999 : 10-10.2.2)
6) “Ruang tangki penyimpan gas mudah menyala” baru di laboratorium harus
memiliki sistem sprinkler dan dinding tahan api 2 jam dan pintu tahan api 1,5 jam
(Lihat NFPA 99-1999 : 10-10.2.2)
(e) Bengkel perawatan dan pemeliharaan
1) Bengkel perawatan dan pemeliharaan eksisting yang dilindungi sistem sprinkler
harus mampu menahan penjalaran asap, dan memiliki pintu yang dapat menutup
sendiri atau diberikan alat penutup pintu otomatis; atau bengkel tersebut harus
diproteksi dinding tahan api 1 jam dan pintu tahan api ¾ jam
2) Bengkel perawatan dan pemeliharaan yang baru yang diproteksi sistem sprinkler
harus memiliki dinding tahan api 1 jam dan pintu tahan api ¾ jam.
(f) Ruang-ruang suplai tangki oksigen yang menggunakan pipa (Lihat NFPA 99-1999 : 4-
3.1.1.2)
1) Ruang suplai tangki oksigen eksisting harus diproteksi dinding tahan api 1 jam
dan pintu tahan api ¾ jam
2) Ruang suplai tangki oksigen baru yang diproteksi system sprinkler harus memiliki
dinding tahan api 1 jam dan pintu tahan api ¾ jam
(g) Bengkel tempat pengecatan yang bukan area sangat berbahaya
1) Bengkel pengecatan eksisting yang bukan area sangat berbahaya harus
diproteksi system sprinkler dan harus mampu menahan jalaran asap, dan
memiliki pintu yang dapat menutup sendiri atau mempunyai alat penutup pintu
otomatis; atau bahwa bengkel tsb memiliki dinding tahan api 1 jam dan pintu
tahan api ¾ jam
2) Bengkel pengecatan baru yang bukan area sangat berbahaya yang memiliki
system sprinkler harus diproteksi dinding tahan api 1 jam serta pintu tahan api ¾
jam.
(h) Ruang-ruang linen yang kotor
1) Ruang-ruang linen kotor eksisting harus diproteksi sistem sprinkler dan harus
mampu menahan penjalaran asap, dan memiliki pintu yang dapat menutup
sendiri atau dilengkapi dengan alat penutup pintu otomatis; atau ruang-ruang
tersebut memiliki dinding tahan api 1 jam dan pintu tahan api ¾ jam.
2) Ruang-ruang linen kotor yang baru harus diproteksi system sprinkler dan
mempunyai dinding tahan api 1 jam serta pintu tahan api ¾ jam
(i) Ruang-ruang tempat penyimpanan / penimbunan

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 15


1) Ruang-ruang tempat peyimpanan eksisting untuk benda-benda mudah terbakar
(combustible) berukuran lebih besar dari 5 m2 harus diproteksi system sprinkler,
mampu menahan jalaran asap, dan memiliki pintu yang dapat menutup sendiri
atau diberi alat penutup pintu otomatis; atau dinding ruangan memiliki ketahanan
api 1 jam dan pintu tahan api ¾ jam.
2) Ruang-ruang tempat penyimpanan benda-benda combustible yang baru
berukuran antara 5 m2 hingga 10 m2, harus mampu menahan penjalaran asap
dan memiliki pintu yang dapat menutup sendiri atau memiliki alat penutup pintu
otomatis
3) Ruang-ruang tempat penyimpanan benda-benda combustible yang baru,
berukuran lebih besar dari 10 m2 harus diproteksi system sprinkler dan
berdinding tahan api 1 jam dan pintu tahan api ¾ jam.
(j) Ruang-ruang pengumpulan sampah / barang bekas
1) Ruang-ruang tempat pengumpulan sampah / barang bekas eksisting harus
diproteksi system sprinkler, mampu menahan jalaran asap dan memiliki pintu
yang dapat menutup sendiri atau memakai alat penutup pintu otomatis; atau
berdinding tahan api 1 jam dan pintu tahan api ¾ jam
2) Ruang-ruang tempat pengumpulan sampah / barang bekas yang baru harus
diproteksi system sprinkler dan mempunyai dinding tahan api 1 jam dan pintu
tahan api ¾ jam.
(3)* Toko mainan yang menyimpan atau memajang benda-benda mudah terbakar dalam jumlah
yang termasuk berbahaya harus dipisahkan dengan dinding-dinding tahan api 1 jam dan
pintu-pintu tahan api ¾ jam. Pada bangunan eksisting, kombinasi dinding-dinding dan pintu-
pintu untuk menghambat penjalaran asap dan sistem sprinkler otomatis boleh digunakan
untuk toko mainan yang menyimpan atau memajang benda-benda mudah terbakar dalam
jumlah yang dapat dikategorikan berbahaya
(Untuk uraian lengkap dan tiap pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19.3.2.5)
(4)* Bahan pelapis interior dinding dan plafon eksisting harus memiliki rating klas A atau B untuk
membatasi perkembangan asap dan penyebaran nyala api. Bahan pelapis interior dinding
dan plafon yang baru dipasang memiliki rating klas A
(Untuk uraian selengkapnya dan pengecualiannya mengacu ke NFPA 101-2000 : 19.3.3.2).
(5)* Bahan pelapis lantai yang baru dipasang di koridor kompartemen asap tanpa sistem
sprinkler harus memiliki daya fluks radiasi Klas I
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 : 19.3.3.3)
(6)* Partisi koridor eksisting dari konstruksi tahan api ½ jam dipasang menerus dari pelat lantai
ke lantai atau pelat atap di atas, hingga melalui tiap ruang-ruang tersembunyi (seperti ruang-
ruang yang terdapat di atas plafon gantung dan ruang-ruang antara), harus ditutup rapat dan
dikonstruksi untuk membatasi penjalaran asap.
Catatan-1 :
Ruang-ruang yang tidak tertutup rapat berukuran 1/8 inci atau kurang yang terletak sekeliling
pipa, saluran udara dan pengkawat di atas plafon diperbolehkan
Catatan-2 :

16 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Di dalam kompartemen asap yang dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler yang
disetujui, partisi koridor diperbolehkan berakhir pada langit-langit apabila langit-langit
tersebut dikonstruksi untuk membatasi penjalaran asap.
Penjalaran asap dapat dibatasi dengan langit-langit yang memiliki lembaran akustik gantung
yang terbuka (exposed, suspended-grid acoustical tile ceiling).
Fitur langit-langit berikut ini juga mampu membatasi penjalaran asap, sistem pemipaan
sprinkler dan sprinkler yang menembus langit-langit, pemanasan saluran udara, ventilasi,
dan suplai pengkondisian udara (HVAC) dan difuser udara balik; pengeras suara dan
kelengkapan pencahayaan yang dipasang masuk (recessed).
(Untuk uraian lengkap dan perkecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 : 19.3.6.2 dan
19.3.6.2.2)
(7)* Pada bangunan baru, dinding koridor dikonstruksi untuk membatasi penjalaran asap
(Untuk uraian persyaratan lengkap dan pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18.3.6.2)
(8)* Pada kompartemen asap tanpa sistem sprinkler, jendela-jendela kebakaran yang terpasang
tetap, berukuran 25% atau kurang dari ukuran dinding-dinding koridor dimana jendela-
jendela tersebut terpasang.
Catatan :
Pemasangan jendela eksisting yang sebelumnya memenuhi kriteria Life Safety Code (seperti
luasan 0,8 m2 atau kurang, dipasangi kaca berkawat (wire glass), atau kaca tahan api, dan
dipasang pada rangka metal yang disetujui).
(Untuk uraian lengkap dan setiap perkecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 : 19.3.6.3.8
dan 8.2.3.2 (2).
(9)* Pada bangunan-bangunan eksisting, semua pintu-pintu koridor dibuat dari panel kayu padat
atau yang setara setebal 4.4 cm atau lebih dan tidak memiliki lubang ventilasi atau gril
(dengan pengecualian pada kamar mandi, toilet dan bak benam yang tidak mengandung
bahan mudah terbakar atau menyala)
(Untuk uraian persyaratan lengkap dan pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 :
19.3.6.3.1 dan 19.3.6.4)
(10)* Pintu-pintu koridor yang tidak memiliki plat pelindung dipasang lebih tinggi dari 125 cm di
atas bagian bawah pintu
(Untuk uraian persyaratan lengkap dan pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.3.6.3.5)
(11)* Pintu-pintu koridor dilengkapi dengan alat pengunci positif, diatur untuk membatasi gerakan
asap, dan ber-engsel sehingga mampu berayun. Celah antara sisi pertemuan pasangan
pintu tidak lebih dari 0.3 cm, dan undercuts tidak lebih dari 2.5 cm. Pengunci jenis gulung
tidak diperkenankan.
Catatan :
Untuk pintu-pintu eksisting, disarankan untuk menggunakan suatu alat yang bisa
mempertahankan pintu tetap tertutup bila mendapatkan tekanan seberat 22 N pada sisi
pintu.
(Untuk uraian selengkapnya bisa mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19.3.6.3.1 dan 7.2.1.4.1)

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 17


(12)* Bukaan-bukaan panel-panel atau pintu-pintu dengan kaca pengintai di dinding-dinding
koridor (di luar kompartemen-kompartemen asap yang membatasi ruangan tidur pasien)
dipasang pada atau di bawah setengah jarak dari lantai ke langit-langit. Bukaan-bukaan ini
tidak boleh lebih besar dari 520 cm2 pada bangunan baru atau lebih besar dari 130 cm2 pada
bangunan eksisting.
Catatan :
Bukaan bisa termasuk, tetapi tidak terbatas pada, ukuran celah surat dan jendela celah
seperti di laboratorium, farmasi dan tempat kasir
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya, mengacu kepada NFPA 101-2000 :
18/19.3.6.5).
(13)* Koridor-koridor yang melayani ruang-ruang bersebelahan tidak boleh digunakan sebagai
bagian dari plenum suplai udara, udara balik atau udara buang.
Catatan :
Komisi gabungan menganggap peraturan mengijinkan gerakan udara antara ruang-ruang
dan koridor (seperti ruang-ruang isolasi) karena kebutuhan akan beda tekanan di rumah
sakit perawatan.
Pada kondisi semacam ini, arah aliran udara tidak menjadi fokus elemen kinerja.
Untuk tujuan proteksi kebakaran, transfer udara harus dibatasi pada jumlah yang diperlukan
untuk mempertahankan beda tekanan positif atau negatif
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya, mengacu kepada NFPA 90A-1999 : 2-3.11.1).
(14)* Pada bangunan-bangunan eksisting harus disediakan sekurang-kurangnya dua
kompartemen asap pada setiap lantai yang memiliki lebih dari 30 pasien di ruang-ruang
perawatan.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu ke NFPA 101-2000 : 19.3.7.1)
(15)* Pada bangunan-bangunan baru harus disediakan sekurang-kurangnya dua kompartemen
asap untuk setiap lantai yang meliputi :
o ruang-ruang tidur pasien atau perawatan.
o lantai-lantai yang bukan untuk ruang-ruang tidur yang memiliki penghuni dengan kapasitas
50 orang atau lebih.
o lantai-lantai yang tidak dihuni dan digunakan.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 : 18.3.7.1 dan
18.3.7.2).
(16)* Penghalang-penghalang asap membatasi ukuran maksimum dari kompartemen asap hingga
2100 m2. Jarak tempuh dari setiap titik dalam kompartemen ke dinding penghalang asap
tidak lebih dari 60 m
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19.3.7.1)
(17)* Ukuran kompartemen-kompartemen asap memenuhi persyaratan yang berlaku (NFPA 101-
2000 : 18/19.3.7.4)

18 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(18)* Penghalang-penghalang asap membentang dari pelat lantai ke lantai atau pelat atap di
atasnya, melalui setiap ruang-ruang tersembunyi (seperti ruang-ruang di atas langit-langit
gantung dan ruang-ruang antara), dan memanjang menerus dari dinding luar ke dinding luar.
Semua penembusan ditutup rapat.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu ke NFPA 101-2000 : 18/19.3.7.3)
(19)* Pada bangunan-bangunan eksisting, penghalang-penghalang asap memiliki ketahanan api
½ jam dan pada bangunan baru, penghalang api memiliki ketahanan api 1 jam
(Untuk uraian persyaratan lengkap dan pengecualiannya mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.3.7.3)
(20)* Pada bangunan-bangunan eksisting, saluran-saluran udara yang menembus penghalang-
penghalang asap harus diproteksi damper-damper asap yang disetujui yang akan menutup
saat detektor asap beroperasi. Detektor ditempatkan di dalam sistem saluran udara atau di
area yang melayani kompartemen asap.
Catatan :
Pada bangunan-bangunan eksisting dengan dua kompartemen bersebelahan yang
dilengkapi dengan sistem sprinkler otomatis, tidak diperlukan damper-damper pada
penghalang-penghalang asap
(Untuk uraian persyaratan lengkap dan pengecualiannya mengacu ke NFPA 101-2000 :
18/19.3.7.3 dan 8.3.5.2)
(21)* Damper-damper asap yang disetujui harus melindungi bukaan aliran udara yang dipasang
sepanjang penghalang-penghalang asap di ruang-ruang plafon yang digunakan sebagai
plenum tanpa saluran udara baik untuk udara suplai maupun balik
(Uraian lengkap dan pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 : 8.3.5.1).
(22)* Susunan jendela api terpasang tetap pada dinding-dinding atau pintu-pintu penghalang asap
atau pintu-pintu yang memiliki ketahanan api 20 menit dan luasannya 25% atau kurang dari
ukuran penghalang asap.
Catatan :
Instalasi dinding eksisting yang memiliki kaca patri atau kaca tahan api, dan memiliki luas 0.8
m2 atau lebih kecil, serta dibuat pada rangka metal dapat diterima
(Untuk uraian persyaratan lengkap dan pengecualiannya, mengacu ke NFPA 101-2000 :
18.3.7.7, 19.3.7.5 dan 8.2.3.2.2)
(23)* Pintu-pintu pada penghalang-penghalang asap dapat menutup sendiri atau menutup secara
otomatis, dibuat dari bahan panel kayu padat atau yang setara, berukuran 4.4 cm atau lebih,
dan dipasang untuk menahan penjalaran asap.
Celah di antara sisi-sisi pertemuan pasangan pintu tidak boleh lebih lebar dari 0.3 cm, dan
potongan bawah (undercuts) tidak boleh lebih besar dari ¾ inci.
Pintu-pintu harus tidak memiliki lapisan papan pelindung tidak tahan api dengan ketinggian
lebih dari 125 cm di atas bagian bawah pintu
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu kepada NFPA 101-2000 : 18/19.3.7.5,
18/19.3.7.6, dan 8.3.4.1).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 19


(24)* Dalam bangunan, pintu eksit yang menghubungkan tiga lantai atau kurang harus memiliki
ketahanan api 1 jam; eksit yang menghubungkan empat lantai atau lebih harus memiliki
ketahanan api 2 jam
(Untuk uraian persyaratan lengkap dan pengecualiannya mengacu ke NFPA 101-2000 :
7.1.3.2.1)
(25)* Bangunan rumah sakit memenuhi semua persyaratan proteksi asap dan api sesuai
ketentuan yang berlaku (NFPA 101-2000 : 18/19.3)
Catatan :
Sesuai ketentuan Komisi Bersama sejumlah tertentu pembersih tangan (hand-rub) berbasis
alkohol boleh digunakan dalam kompartemen asap tunggal.

2.1.34 Rumah Sakit menyediakan dan memelihara sistem alarm kebakaran.


Uraian elemen-elemen kinerjanya dapat dijelaskan sebagai berikut :
(1)* Sistem alarm kebakaran secara otomatis mengirim sinyal ke salah satu dari yang di bawah
ini.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu ke NFPA 101-2000 : 9.6.4).
(a)* Suatu sistem alarm kebakaran yang dihubungkan langsung ke kantor pemadam
kebakaran (damkar) seperti diuraikan pada ketentuan yang berlaku (NFPA 72 - 1999;
6.16).
(b)* Pusat panel utama seperti diuraikan dalam ketentuan yang berlaku (NFPA 72-1999;
5.2).
(c)* Sistem stasiun dengan supervisi dari pengelola seperti yang dijelaskan dalam
ketentuan yang berlaku atau suatu metoda yang disetujui “Komisi bersama” untuk
suatu sistem transmisi manual (NFPA 72 - 1999; 5.3).
(d)* Suatu stasiun sistem alarm kebakaran dengan supervisi jarak jauh seperti yang
diuraikan dalam ketentuan yang berlaku (NFPA 72 - 1999; 5.4).
(2)* Kontrol panel utama alarm kebakaran terletak pada daerah yang terproteksi (suatu area
yang tertutup dan berdinding tahan api selama 1 jam dengan pintu kebakaran tahan api
selama ¾ jam) yang setiap saat harus dijaga atau di dalam ruangan yang dilengkapi dengan
detektor asap. (Lihat juga butir 2.1.10, ayat 5).
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 9.6.4 dan
NFPA 72 - 1999; 1.5.6 dan 3.8.41).
(3)* Panel pendukung yang dipasang pada jarak jauh yang mengeluarkan suara dan
pengumuman terletak di lokasi yang disetujui Otoritas Berwenang Setempat atau setara
dengannya.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 9.6.4).
(4) Rumah sakit harus memenuhi persyaratan deteksi, alarm kebakaran dan system komunikasi
sesuai persyaratan keselamatan jiwa (NFPA 101 - 2000; 18/19.3.4).

2.1.35 Rumah sakit menyediakan dan memelihara sistem pemadaman


kebakaran.
Uraian elemen-elemen kinerjanya dapat dijelaskan sebagai berikut :

20 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(1)* Sistem alarm kebakaran memonitor komponen sistem sprinkler otomatis yang disetujui.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/19.3.5.2
dan 9.7.2.2).
(2)* Sistem alarm kebakaran disambungkan pada alarm aliran air,
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 9.7.2.2).
(3)* Gantungan pemipaan untuk sistem sprinkler otomatik yang disetujui tidak boleh longgar atau
rusak.
(Untuk uraian lengkap & pengecualiannya mengacu pada NFPA 25 - 1998; 2.2.3).
(4)* Pemipaan untuk sistem sprinkler otomatik yang disetujui tidak boleh digunakan untuk
menggantung peralatan lainnya.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 25 - 1999; 2.2.2).
(5)* Kepala springkler tidak dalam keadaan rusak, bebas korosi, bebas material lain, dan bebas
cat.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 25 - 1999; 2.2.1.1).
(6)* Perlu selalu dijaga area yang bebas dengan jarak 18” (45 cm) atau lebih, dari titik di bawah
deflektor kepala sprinkler ke titik tertinggi dari barang yang disimpan.
Catatan :
Dinding perimeter dan ketinggian rak boleh memanjang sampai ke langit-langit apabila tidak
terletak tepat di bawah kepala sprinkler.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 13 - 1999; 5.8.5.2.1).
(7)* Sistem sprinkler area terbatas yang memproteksi area terisolasi dan berbahaya harus
disambungkan ke sistem pemipaan air domestik mempunyai katup yang dapat ditutup dan
mempunyai titik kepala sprinkler tidak lebih dari 6 (enam) buah. Deteksi aliran air harus
terpasang pada instalasi baru apabila dua atau lebih sprinkler melayani satu area.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 9.7.1.2).
(8)* Jarak tempuh terjauh untuk mencapai APAR (Alat Pemadam Api Ringan) terdekat adalah 75
ft (23 m) atau kurang.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/19.3.5.6
dan NFPA 10 - 1998; 3.1.1).
(9)* APAR Kelas K diletakkan di dalam jarak 30 ft (9 m) dari suatu peralatan peralatan dapur
yang mengeluarkan cairan berminyak seperti penggorengan dengan tempat minyak yang
dalam, kompor, wajan atau alat pemanggang.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000;18/19.3.5.6
dan NFPA 10 - 1998; 2.3.2.).
(10)* Alat mengeluarkan cairan berminyak pada peralatan dapur seperti penggorengan dengan
tempat minyak yang dalam, kompor, wajan atau alat pemanggang harus mempunyai kanopi
atau tudung, sistem saluran udara udara buang (exhaust duct), juga alat penangkap lemak
tanpa saringan.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/19.3.5.6
dan NFPA 96 - 1998; 1.3.1).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 21


(11)* Sistem pemadaman kebakaran otomatis untuk peralatan dapur yang mengeluarkan cairan
berminyak harus seperti berikut: Dapat mengaktifkan sistem alarm kebakaran gedung.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/19.3.2.6,
NFPA 96 - 1998; 7.1.1 dan 7.6.2).
(12)* Sistem pemadaman kebakaran otomatis untuk peralatan dapur yang mengeluarkan cairan
berminyak harus seperti berikut : Dapat mematikan aliran minyak/bahan bakar.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/19.3.2.6,
9.2.3, NFPA 96 - 1998; 7.1.1 dan 7.4.1).
(13)* Sistem pemadaman kebakaran otomatis untuk peralatan dapur yang mengeluarkan cairan
berminyak harus seperti berikut : Dapat mengontrol fan buang (exhaust fan) sesuai desain.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/ 19.3.2.6,
NFPA 96 - 1998; 7.1.1 dan 8.1.5).
(14) Rumah sakit harus memenuhi semua persyaratan lainnya terkait dengan keselamatan jiwa
(NFPA 101 - 2000; 18/19.3.5).

2.1.40. Rumah sakit menyediakan dan memelihara peralatan khusus untuk


memproteksi seseorang terhadap ancaman bahaya kebakaran atau asap.
Uraian elemen-elemen kinerjanya dijelaskan sebagai berikut :
(1)* Gedung yang tidak berjendela atau sebagian dari gedung tak berjendela harus memenuhi
persyaratan yang ada (NFPA 101 - 2000; 18/19.4.1).
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 11.7).
(2)* Gedung bertingkat tinggi yang baru harus diproteksi dengan sistem springkler otomatis yang
disetujui untuk memenuhi persyaratan yang berlaku (NFPA 101 - 2000; 18.4.2).
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 11.8).

2.1.50 Rumah sakit menyediakan dan memelihara peralatan gedung untuk


memproteksi seseorang terhadap ancaman bahaya kebakaran dan asap.
Uraian elemen-elemen kinerjanya dijelaskan sebagai berikut :
(1)* Peralatan pengapian tidak diperkenankan pada area tempat tidur, bila dibolehkan,
pengapian harus dipisahkan dari area tempat tidur dengan konstruksi tahan api 1 jam atau
lebih.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/ 19.5.2.2).
(2)* Peralatan pengapian yang dilengkapi dengan dinding harus dijamin terhadap keretakan
dinding dan tahan sampai temperatur 343,30C (6500F) dan konstruksinya dengan kaca tahan
panas atau material lain yang disetujui.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/ 19.5.2.2).
(3)* Tungku dari peralatan pengapian baru harus dipasang dengan ditinggikan sekitar 4” (10,6
cm) di atas lantai.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/ 19.5.2.2).
(4)* Pada lift baru, terpasang alat-alat sebagai berikut :
(a) Kunci untuk memanggil regu pemadam kebakaran.

22 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(b) Pemanggilan kembali secara otomatis melalui detektor asap.
(c) Kunci untuk operasi darurat yang digunakan khusus untuk petugas pemadam
kebakaran.
(d) Detektor asap ruang mesin lift.
(e) Detektor asap lobi lift.
Lift eksisting yang memiliki jarak tempuh (jarak dari lift eksisting ke eksit) 25 ft (7,62 m) atau
lebih, di atas atau di bawah level/lantai yang dapat memberikan pelayanan terbaik bagi
kebutuhan operasi pemadam kebakaran juga harus memenuhi persyaratan ini.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/ 19.5.3
dan 9.4.3).
(5)* Saf peluncur pembuangan sampah (refuse chute) harus dibuang menuju tempat
penampungan yang tidak digunakan untuk keperluan lain.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/ 19.5.4.3).
(6)* Pada suatu bangunan rumah sakit yang baru, sampah linen dan kotak sampah harus
mempunyai bukaan vent melalui atap yang membuka langsung ke udara luar.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18.5.4.1 dan
NFPA 82 - 1999; 3.2.2.4).
(7)* Pada bangunan yang lebih dari dua tingkat, sistem sprinkler otomatis yang disetujui harus
dipasang di atas puncak bukaan-bukaan layanan pada saf buangan linen dan sampah yang
melayani seluruh tingkat bangunan.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/ 19.5.3).
(8)* Pada bangunan eksisting, konstruksi pintu masuk yang melayani buangan sampan linen dan
saf sampah mempunyai tingkat ketahanan api ¾ jam (atau 1 jam bila pintunya terbuka ke
arah koridor). Pada bangunan baru, konstruksi pintu masuk saf sampah harus mempunyai
tingkat ketahanan api 1 jam (atau 1 ½ jam pada tempat peluncuran sampah bangunan
empat tingkat atau lebih).
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/ 19.5.4.1).
(9)* Semua saf peluncuran untuk sampah linen dan sampah serta bukaan pintu mempunyai
engsel positip yang dapat menutup sendiri.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/ 19.5.4.1
dan 8.2.3.2.3.1 dan NFPA 82.1999; 3.2.2.9).
(10)* Semua saf peluncuran untuk sampah linen dan sampah serta bukaan pintu harus
mempunyai tingkat ketahanan api 1 jam.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/ 19.5.4.1
dan 8.2.3.2.3.1).
(11)* Saf peluncuran sampah linen dan sampah yang menuju pada suatu ruangan penampungan
khusus harus dipisahkan dari koridor dengan tingkat ketahanan api konstruksi dinding
selama 1 jam.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/ 19.5.4.1
dan 18/19.3.2.1; NFPA 82 - 1999; 3.2.6.1).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 23


(12)* Rumah sakit harus memenuhi semua persyaratan operasi keselamatan jiwa (NFPA 101 -
2000; 18/19.5).

2.1.70 Rumah sakit menyediakan dan memelihara fitur yang memenuhi persyaratan
pencegahan kebakaran api dan asap.
Uraian elemen-elemen kinerjanya dijelaskan sebagai berikut :
(1)* Rumah sakit harus melarang penggunaan semua bahan dekorasi mudah terbakar yang
bukan penghambat api.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 7.5.4).
(2)* Tempat penyimpanan linen kotor dan sampah yang lebih besar dari 121,12 liter (32 gallon)
(termasuk kontainer daur ulang) harus diletakkan dalam ruangan yang terproteksi sebagai
area yang berbahaya.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/ 19.7.5.5).
(3)* Rumah sakit harus melarang alat pemanas portabel (ringan) di dalam kompartemen asap
yang berada dalam ruang perawatan dan ruang tindakan.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/ 19.7.8).
(4) Rumah sakit harus memenuhi semua persyaratan lain mengenahi fitur operasi terkait
keselamatan jiwa (NFPA 101 - 2000; 18/19.7. Lihat juga butir 2.3.3. ayat 1).

24 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB III

PENUTUP
3.1 Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit ini
diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan oleh pengelola bangunan rumah sakit, penyedia jasa
konstruksi, instansi Dinas Kesehatan, Pemerintah Daerah, dan instansi terkait dengan kegiatan
pengaturan dan pengendalian penyelenggaraan pembangunan bangunan rumah sakit dalam
pencegahan dan penanggulangan serta guna menjamin keamanan dan keselamatan bangunan
rumah sakit dan lingkungan terhadap bahaya penyakit.
3.2 Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau bersifat alternatif serta penyesuaian
“Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Bangunan dan Prasarana rumah sakit oleh masing-
masing daerah disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan di daerah.
3.3 Sebagai pedoman/petunjuk pelengkap dapat digunakan pedoman dan standar teknis
terkait lainnya.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 25


Kepustakaan

1 NFPA 10, 1988 Standard for Portable Fire Extinguishers.

2 NFPA 13, 1999 Standard for the installation of sprinkler systems.

3 NFPA 25, 1999 Standard for the inspection, testing and maintenance of
water based fire protection systems.

4 NFPA 72, 1999 National Fire Alarm and signaling code.

5 NFPA 80, 1999 Standard for fire doors and other opening protectives.

6 NFPA 82, 1999 Standard on incenerators and waste and linen handling
systems and equipment.

7 NFPA 90A - 1999 Standard for the installation of Air conditioning and
ventilating systems.

8 NFPA 96 - 1998 Standard for Ventilation Control and Fire Protection of


Commercial Cooking operation.

9 NFPA 101 - 2000 Life Safety Code.

26 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


APENDIKS

NFPA 10 - 1988
CHAPTER 2
2.3.2 Pemadam api yang disediakan untuk melindungi peralatan memasak yang menggunakan
media memasak mudah terbakar (minyak tumbuhan atau minyak daging binatang dan lemak)
harus terjamin kualitasnya dan memperoleh label untuk kebakaran Klas K.
Pengecualian :
Pemadam api yang dipasang khusus untuk mengatasi bahaya kebakaran ini sebelum Juni, 1998.

CHAPTER 3
3.1.1 Sejumlah minimum APAR yang diperlukan untuk melindungi bangunan harus ditentukan
sebagaimana diuraikan secara garis besar dalam Bab ini. Secara berkala, tambahan APAR harus
dipasang untuk untuk menghasilkan proteksi yang lebih baik. APAR yang memiliki rating / daya
padam lebih rendah dari yang ditetapkan pada Tabel 3-2.1 and 3-3.1 dapat dipasang, asalkan
peralatan tersebut tidak dimaksudkan untuk memenuhi pesyaratan perlindungan minimum yang
ditentukan di Bab ini.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 27


NFPA 13 - 1999
CHAPTER 5
5.8.5.2.1 Rintangan baik kontinyu maupun diskontinyu kurang atau pun sama dengan 18 in. (457
mm) dibawah deflector kepala sprinkler yang mencegah corak pancaran dari pengembangan
penuh harus memenuhi butir 5-8.5.2. Apapun yang ditentukan oleh Sub.Bab ini, rintangan padat
kontinyu harus memenuhi persyaratan 5-8.5.1.2.

28 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


NFPA 25 – 1999
CHAPTER 2
2.2.1.1 Sprinkler-sprinkler harus diperiksa dari mulai level lantai setiap tahunnya. Sprinkler harus
bebas korosi, benda-benda asing, cat, dan kerusakan fisik dan harus dipasang dengan arah yang
benar (misal menghadap ke atas, menghadap kebawah, atau arah sisi dinding). Setiap kepala
sprinkler yang kena karat, kena cat, rusak atau terbebani dan salah arah, harus diganti.
Pengecualian :
1* Pipa dan sambungan-sambungan yang dipasang di ruang-ruang tersembunyi seperti di atas langit-langit
gantung, tidak perlu dilakukan pemeriksaan.
2. Pipa yang dipasang di area-area yang sulit dijangkau, untuk pertimbangan keamanan dan operasi proses,
dilakukan pemeriksaannya saat penutupan operasi sementara (shutdown).
2.2.2 Pipa dan sambungan-sambungan.
Pipa dan sambungan-sambungan sprinkler harus diperiksa setahun sekali dari mulai level lantai.
Selain itu pipa dan sambungan-sambungan tersebut harus dalam kondisi baik dan bebas dari
kerusakan mekanik, kebocoran, korosi dan salah penyambungan. Pemipaan sprinkler tidak
menjadi sasaran beban berat eksternal, baik terhadap pipa maupun tergantung di pipa.
Pengecualian
1* Pipa dan sambungan-sambungan yang dipasang di ruang-ruang tersembunyi seperti di atas langit-langit
gantung, tidak perlu dilakukan pemeriksaan.
2 Pipa yang dipasang di area-area yang sulit dijangkau, untuk pertimbangan keamanan dan operasi proses,
dilakukan pemeriksaannya saat penutupan operasi sementara (shutdown).
2.2.3 Gantungan dan kait seismik.
Gantungan pipa sprinkler dan kait seismik harus diperiksa setiap tahun dari level lantai. Gantungan
dan kait seismik tidak boleh rusak atau hilang. Gantungan dan kait seismik yang rusak atau hilang
harus segera diganti atau dikencangkan.
Pengecualian
1* Gantungan pipa dan kait seismik yang dipasang di ruang-ruang tersembunyi seperti di atas langit-langit gantung,
tidak perlu dilakukan pemeriksaan.
2 Gantungan-gantungan pipa yang dipasang di area-area yang sulit dicapai karena pertimbangan keselamatan
terkait operasi proses, harus diperiksa selama waktu penutupan sementara (shutdown) yang dijadwalkan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 29


NFPA 30 – 1996
CHAPTER 2
4.4.2.1 Semua area penyimpanan harus dikonstruksikan untuk memenuhi tingkat ketahanan api
yang ditentukan dalam tabel 4.4.2.1. Konstruksi tersebut harus memenuhi spesifikasi pengujian
sesuai ketentuan yang berlaku (NFPA 251, Standard Methods of Tests of Fire Endurance of
Building Construction and Materials).
Tabel 4.4.2.1 Tingkat Ketahanan Api untuk area penyimpanan cairan di dalam gedung

Tingkat Ketahanan Api, Jam


Jenis area penyimpanan Dinding di dalam1, Atap Dinding luar
langit-langit,
diantaranya
Di dalam ruangan :
Area lantai < 150 ft2 1 -- --
Area lantai > 150 ft2 dan < 500 ft2. 2 -- --
Bagian bangunan dan dilekatkan
pada bangunan:
Area lantai < 300 ft2 1 12 --
2 2
Area lantai > 300 ft 2 2 23
Gudang cairan 44 -- 25 or 46

Unit SI : 1 ft2 = 0,09 m2


1
Antara area penyimpanan cairan dan setiap area yang berdekatan tidak diperuntukkan untuk
penyimpanan cairan.
2
Atap dari bangunan pada gedung, satu lantai tingginya, harus dimungkinkan untuk dari bahan
konstruksi ringan tidak mudah terbakar jika pemisah bagian di dalam dinding mempunyai minimum
parapet 3 ft (0,9 m).
3
Apabila bagian lain dari bangunan atau properti lain terekspos.
4
Ini harus dinding api standar.
5
Untuk dinding terekspos yang diletakkan lebih dari 10 ft (3 m) tetapi kurang dari 50 ft (15 m) dari
bangunan penting atau jalur properti yang berdekatan yang dapat dibangun.
6
Untuk dinding terekspos yang diletakkan 10 ft (3 m) tetapi kurang dari 50 ft (15 m) dari bangunan
penting atau jalur properti yang berdekatan yang dapat dibangun.
4.4.4.2 Penyimpanan di dalam ruangan harus memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam
tabel 4.4.4.2. Sebagai tambahan, kontainer dengan kapasitas di atas 113,5 Liter (30 galon) yang
berisi cairan kelas I atau kelas II harus tidak disimpan pada ketinggian lebih dari tinggi satu
kontainer di dalam ruangan.

30 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Tabel 4.4.4.2 – Batas Penyimpanan untuk Ruangan di dalam.

Area lantai total (ft2) Apakah proteksi kebakaran Kuantitas yang diijinkan total
otomatik disediakan?1 (gallon/ft2 dari area lantai).

”150 Tidak 2

Ya 5

>150 and”500 Tidak 42

Ya 10

Unit SI : 1 ft2 = 0,09 m2; 1 gallon = 3,8 liter.


1
Sistem proteksi kebakaran harus sistem springkler otomatik, menyemprotkan air, carbon
dioksida, kimia kering, atau sistem lain yang disetujui (lihat sub bagian 4.8).
2
Kuantitas total yang diijinkan dari cairan Klas 1A dan 1B harus tidak melebihi kuantitas yang
diijinkan dalam tabel 4.4.4.1 atau yang diijinkan oleh butir 4.4.4.4.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 31


NFPA 45 – 1996
CHAPTER 2
2.3 Area kerja laboratorium dan klasifikasi unit laboratorium dengan bahaya
ledakan.
2.3.1 Area kerja suatu laboratorium harus dipertimbangkan jika berisi bahan berbahaya ledakan
jika jumlah bahan yang dapat meledak atau konsentrasi bahan dalam butir (a) sampai (e) di bawah
ini dapat menimbulkan kecelakaan yang serius pada petugas di dalam area kerja
laboratorium.(lihat apendiks C).
(a) Penyimpanan bahan dengan tingkat reaktifitas bahaya 4 (lihat B.2.5)
(b) Menggunakan bentuk bahan dengan tingkat reaktifitas 4 (lihat B.2.5)
(c) Reaksi exothermic yang tinggi, seperti polymerization, oxidation, nitration, peroxidation,
hydrogenation, atau reaksi organo-metallik.
(d) Menggunakan bentukan dari bahan yang struktur kimianya menunjukkan potensi bahaya,
tetap sifat-sifatnya tidak stabil, seperti triple bond, epoxy radical, nitro dan nitroso compound,
dan peroxide.
(e) Reaksi tekanan tinggi. (lihat gambar C.4.5)
2.3.2 Suatu unit laboratorium harus tidak diperhitungkan berisi bahan berbahaya ledakan
kecuali area kerja laboratorium di dalam unit berisi bahan dengan bahaya ledakan cukup besar
yang sampai dapat menyebabkan kerusakan benda-benda atau kecelakan serius diluar area kerja
laboratorium.
2.3.3 Untuk persyaratan proteksi bahaya ledakan, lihat bab 5.

32 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


NFPA 72 – 1999
CHAPTER 1
1.5.6 Dalam area yang tidak dihuni terus menerus, deteksi asap otomatis harus disediakan
pada lokasi dari setiap unit kontrol alarm kebakaran untuk memberikan pemberitahuan kebakaran
pada lokasi itu.
Pengecualian :
Apabila kondisi lingkungan melarang instalasi deteksi asap otomatis. deteksi panas otomatik harus dimungkinkan.

CHAPTER 3
3.8.4.1 - Pemberitahuan ke penghuni.
Sistem alarm kebakaran yang disediakan untuk evakuasi atau merelokasi penghuni bangunan
harus mempunyai satu atau lebih alat pemberitahu yang dijamin berfungsi untuk setiap lantai dan
diletakkan sedemikian sehingga alat tersebut memiliki sifat-sifat sebagaimana diuraikan dalam Bab
4 untuk keperluan umum atau pribadi, sesuai yang diperlukan.
Zona-zona notifikasi harus konsisten dengan rencana respons emergensi atau evakuasi untuk
bangunan yang dilindungi. Batas-batas zona notifikasi harus sama dengan dinding-dinding luar
bangunan, batas-batas kompartemen kebakaran atau asap bangunan, pemisahan lantai atau
pembagian lainnya terkait keamanan terhadap bahaya kebakaran.

CHAPTER 5
5.2 Sistem Alarm Kebakaran untuk Layanan Stasiun Pusat.
Persyaratan bab 1 dan 7 dan bagian 5.5 harus diterapkan untuk sistem alarm kebakaran eksklusif,
kecuali adanya konflik dengan persyaratan bagian ini.

5.3 Sistem stasiun supervisi eksklusif.


Persyaratan bab 1 dan bab 7 dan bagian 5.5 harus diterapkan untuk sistem alarm eksklusif,
kecuali ada konflik dengan persyaratan dari bagian ini.

5.4 Sistem Alarm kebakaran pada stasiun supervisi jarak jauh.


Persyaratan bab 1 dan 7 dan bagian 5.5 harus diterapkan untuk sistem alarm kebakaran stasiun
supervisi jarak jauh, kecuali ada konflik dengan persyaratan bagian ini.

CHAPTER 6
6.16. Perlengkapan sistem alarm kebakaran.
Persyaratan bab 1, 3 dan 7 harus diterapkan untuk perlengkapan sistem alarm kebakaran, kecuali
ada konflik dengan persyaratan bagian 6.16. Jika dimungkinkan oleh otoritas berwenang
setempat, penggunaan sistem yang dijelaskan dalam bab 6 harus dimungkinkan untuk melengkapi
laporan fungsi dari atau di dalam tempat pribadi.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 33


NFPA 80 – 1999
CHAPTER 1
1.3.5 Tanda Arah
Tanda arah dipasang pada permukaan pintu kebakaran dan harus memenuhi sub seksi.
1.3.5.1 Tanda arah informasi diperbolehkan dipasang pada permukaan pintu kebakaran sesuai
dengan sub seksi ini.
1.3.5.2 Area total yang ditempel tanda arah harus tidak melebihi 5% dari area muka pintu
kebakaran untuk yang ditempel.
1.3.5.3 Tanda arah harus ditempel ke pintu kebakaran menggunakan perekat (lem). Penempelan
secara mekanis seperti dengan sekrup atau paku tidak diijinkan.
1.3.5.4 Pintu kebakaran dari bahan kaca tidak boleh dipasang tanda arah.
1.3.5.5 Tanda arah tidak boleh dipasang pada permukaan pintu kebakaran yang dapat merusak
atau mengganggu pengoperasian pintu kebakaran.
1.11.4 Jarak Celah (Clearance).
Jarak celah dibagian bawah pintu harus memenuhi Tabel 1.11.4.
Table 1.11.4 Jarak celah di bagian bawah pintu
Pintu geser
Pintu ayun Pintu ayun
akordion
dengan dengan Pintu geser Pintu geser
horizontal
peralatan peralatan pintu horizontal Vertikal.
khusus atau
bangunan kebakaran
pintu lipat
inci mm inci mm inci mm inci mm inci mm
Pintu bagian bawah dan kusen
tidak mudah terbakar yang Ǫ 9.5 Ǫ 9.5 Ǫ 9.5 Ǫ 9.5 Ǫ 9.5
dinaikkan.
Lantai dimana tidak ada
¾ 19.1 ¾ 19.1 ¾ 19.1 ¾ 19.1
kusen.
Lantai ubin yang keras, ǫ 15.9
Pelapis lantai ½ 12.7 ½ 12.7 ½ 12.7 ½ 12.7

CHAPTER 2
2.3.1.7 Jarak celah antara tepi pintu pada sisi tarikan dan rangka pintu, dan tepi-tepi pertemuan
pintu yang berayun berpasangan pada sisi tarikan adalah 1/8 in. ± 1/16 in. (3.18 mm ± 1.59 mm)
untuk pintu-pintu baja dan tidak melampaui 1/8 in. (3.18 mm) untuk pintu-pintu kayu.
2.4.5 Pelat jaminan perlindungan pabrik pembuat harus dipasang sesuai listing pintu
kebakaran. Pelat tersebut harus diberi label dan dipasang sesuai dengan listing-nya.
Pengecualian :
Pemberian label tidak dipersyaratkan apabila bagian ujung pelat perlindungan tidak lebih dari 16 in. (406 mm) di atas
alas / dasar pintu.

34 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


NFPA 82 – 1999
CHAPTER 3
3.2.2.4 Ventilasi saluran pembuangan.
Saluran pembuangan kotoran atau linen kotor harus memanjang (ukuran penuh) sekurang-
kurangnya 3 ft (0.92 m) di atas atap bangunan. Saluran atau corong tersebut harus terbuka ke
udara luar dengan ukuran penampang bukaan sama dengan saluran pembuangan tsb.
Pengecualian :
Saluran pembuangan bisa kurang dari 3 ft (0.92 m) di atas atap bangunan dari konstruksi Tipe I, Tipe II-222, atau Tipe
II-111 sesuai persetujuan OB.
3.2.2.9 Pintu-pintu pelepasan saluran pembuangan.
Saluran pembuangan sistem gravitasi harus sedemikian sehingga bukaan dasar saluran
pembuangan atau cerobong atau keduanya, harus dilindungi dengan pintu kebakaran yang
memiliki api 1-jam, yang dilengkapi dengan penutup otomatis atau pintu yang dapat menutup
sendiri yang disetujui yang cocok untuk bukaan Klas B.
3.2.6.1 Kriteria Ruang Pelepasan Saluran Pembuangan.
Saluran pembuangan kotoran dan kain linen kotor harus berakhir atau melepas langsung ke suatu
ruangan yang ketahanan api minimumnya tidak kurang dari yang disyaratkan untuk saluran
pembuangan. Bukaan-bukaan ke ruangan-ruangan tersebut harus dilindungi dengan pintu-pintu
berketahanan api 11/2-jam yang dapat menutup sendiri atau diberi alat penutup otomatis yang
cocok untuk bukaan-bukaan Klas B.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 35


NFPA 90A – 1999
CHAPTER 2
2.3.11.1 Koridor penyelamat.
Koridor-koridor penyelamat di hunian-hunian perawatan kesehatan, penahanan untuk perawatan
penyembuhan dan perumahan tidak boleh digunakan sebagai bagian dari sistem pengaliran udara
suplai, balik ataupun pembuangan yang melayani area-area yang bersebelahan. Bukaan-bukaan
untuk pemindahan udara tidak diperbolehkan di dinding-dinding atau di pintu-pintu yang
memisahkan koridor penyelamat dari area-area yang berdekatan.
Pengecualian
1 Ruang-ruang toilet, kamar mandi, kamar mandi pancuran, bak rendam dan ruang-ruang tambahan semacam itu
harus memiliki bukaan yang langsung menuju koridor penyelamat..
2 Apabila lebar celah pintu tidak melampaui persyaratan yang ditentukan dalam NFPA 80, Standar pintu dan
jendela kebakaran (Standard for Fire Doors and Fire Windows), pengaliran udara lewat perbedaan tekanan dapat
diperbolehkan.
3 Penggunaan koridor penyelamat sebagai bagian dari sistem kontrol asap yang dirancang secara teknis.
4 Di hunian penahanan untuk penyembuhan dengan pemisahan-pemisahan koridor dari konstruksi yang terbuka
(contoh, pintu-pintu atau partisi bentuk kisi-kisi).

CHAPTER 3
3.3.1 Dinding dan Partisi tahan Api
3-3.1.1* Damper api yang disetujui harus dipasang apabila saluran-saluran udara menembus atau
berhenti pada bukaan-bukaan di dinding atau partisi yang disyaratkan memiliki ketahanan api 2
jam atau lebih.
Pengecualian*:
Damper-damper api tidak disyaratkan apabila bukaan-bukaan lain melalui dinding tidak disyaratkan untuk diproteksi.
3-3.1.2 Damper-damper api yang disetujui harus dipasang di semua bukaan-bukaan pemindah
udara di partisi-partisi yang disyaratkan memiliki TKA dan yang bukaan-bukaan lainnya
disyaratkan untuk dilindungi.

36 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


NFPA 96 - 1998
CHAPTER 1
1.3.1 Peralatan memasak yang digunakan dalam proses-proses yang menghasilkan asap atau
uap yang mengandung lemak harus dilengkapi dengan system pembuangan yang memenuhi
semua persyaratan peralatan dan kinerja sebagaimana ditentukan dalam standar ini, dan
peralatan serta kinerjanya harus tetap dipertahankan selama perioda operasi peralatan memasak
tersebut. Secara spesifik, peralatan berikut harus dijaga tetap dalam kondisi kerja yang baik :
(a) Peralatan memasak
(b) Sungkup pembuang asap
(c) Saluran udara (bila diterapkan)
(d) Kipas-kipas angin
(e) Sistem pemadaman kebakaran
(f) Aliran khusus untuk peralatan kontrol energi
Semua aliran udara harus dipelihara. Pemeliharaan dan perbaikan harus dilakukan terhadap
semua komponen pada setiap perioda yang diperlukan untuk mempertahankan kondisi-kondisi
semacam ini.

CHAPTER 7
7.1.1 Peralatan pemadam api untuk melindungi alat pembuang lemak, perangkat sungkup
pembuang asap, dan system saluran udara buang harus disediakan.
7.4.1 Saat aktivasi system pemadam kebakaran untuk opeasi memasak, maka semua sumber-
sumber bahan bakar dan tenaga listrik yang menghasilkan panas ke semua peralatan yang
memerlukan perlindungan harus dimatikan secara otomatis.
Pengecualian
1 Uap yang dihasilkan dari sumber luar.
2 Operasi memasak dengan bahan bakar padat.
7.5.2.2 Akses ke eksit dan pintu-pintu eksit harus dirancang dan diatur agar mudah diketahui
secara jelas. Barang-barang gantungan atau barang-barang tenun tidak boleh dipasang di atas
pintu-pintu eksit atau diletakkan sehingga menyembunyikan atau mengaburkan setiap eksit. Kaca
hias tidak boleh diletakkan di pintu eksit, juga tidak boleh diletakkan disebelah tiap eksit
sedemikian rupa sehingga membingungkan arah eksit.
Pengecualian :
Tirai-tirai boleh dipasang melintang bukaan sarana jalan ke luar di dinding tenda apabila kriteria berikut dipenuhi :
(a) Tirai-tirai tersebut diberi bertanda jelas dengan warna kontras dengan dinding tenda sehingga dapat dikenali
sebagai sarana jalan ke luar .
(b) Dipasang melintang bukaan dengan lebar minimal 6 ft (1.8 m)
(c) Tirai-tirai tersebut digantung pada gelang luncur atau perangkat yang setara sedemikian sehingga dapat dengan
segera dipindahkan ke sisi lain untuk memperoleh bukaan tak terhalangi di dinding tenda dengan lebar minimum
yang diperlukan untuk bukaan pintu.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 37


7.6.2 Apabila system pensinyalan alarm kebakaran melayani hunian yang terdapat didalamnya
system pemadam kebakaran, maka aktivasi system pemadam kebakaran otomatik harus
mengaktivasi pula system pensinyalan alarm kebakaran.

CHAPTER 8
8.1.5 Sungkup pembuang asap yang dijamin kualitasnya harus dioperasikan sesuai dengan
persyaratan surat keterangan jaminan dan instruksi perusahaan pembuatnya.

38 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


NFPA 99 - 1999
CHAPTER 2
10.3 Saling mengunci (interlocks).
Sistem sirkulasi harus disediakan dengan interlok dari semya komponen kritis dan beroperasi
seperti ditunjukkan dalam butir 10.3.1 sampai 10.3.4, sehingga jika setiap interlok ini diputus,
perangkat memasak harus tidak mampu untuk beroperasi.
10.3.1 Semua panel tertutup yang dialiri aliran udara harus mempunyai interlok (saling
mengunci) untuk memastikan panel ditempatkan dan tersekat penuh.
10.3.2 Setiap komponen filter (lemak dan bau) harus mempunyai interlok untuk memastikan
komponen berada di tempatnya.
10.3.3 Setiap ESP harus mempunyai sensor untuk memastikan kinerja seperti yang
direncanakan, dengan tidak terputus dari daya tidak melebihi 2 menit. Sensor ini harus dilengkapi
dengan peralatan reset manual atau sirkit.
10.3.4 Saklar aliran udara dari transducer harus disediakan setelah komponen akhir filter untuk
memastikan bahwa aliran udara minimum dipelihara. Alat ini membuka sirkit interlok jika aliran
udara turun 25% di bawah operasi aliran normal sistem atau 10% di bawah tingkat minimum
terdaftar, yang mana lebih rendah. Saklar atau transducer ini harus dilengkapi alat reset manual
atau sirkit.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 39


NFPA 101 – 2000.
CHAPTER 7
7.1.3.2.1 Apabila peraturan ini mensyaratkan suatu eksit harus dipisahkan dari bagian-bagian
bangunan lain, maka konstruksi pemisah harus memenuhi persyaratan Sub.Bab 8.2 dan hal-hal
berikut :
(a)* Pemisah harus memiliki tingkat ketahanan api (TKA) tidak kurang dari 1-jam dan eksit
menghubungkan 3 lantai atau kurang.

Gambar 7.4 – Proteksi akses eksit koridor


(b)* Pemisah harus mempunyai tingkat ketahanan api (TKA) tidak kurang dari 2-jam apabila eksit
tersebut menghubungkan empat atau lima lantai. Pemisah harus dikonstruksi dari susunan
bahan-bahan tidak mudah terbakar atau bahan yang bersifat mudah terbakarnya terbatas
dan harus ditopang dengan konstruksi yang memiliki TKA tidak kurang dari 2-jam.

Gambar 7.5 – Konstruksi pemisah yang dibutuhkan untuk tangga eksit

40 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Gambar 7.6 – Ruang sela tak dihuni dengan bukaan ke tangga eksit tertutup

Pengecualian
1 Pada bangunan rendah eksisting, ruang penutup tangga eksit eksisting harus mempunyai TKA tidak
kurang dari 1-jam.
2 Pada bangunan-bangunan eksisting yang diproteksi seluruhnya dengan sistem sprinkler otomatis yang
disetujui sesuai dengan Sub.Bab 9.7, ruang penutup tangga eksit eksisting harus mempunyai TKA tidak
kurang dari 1-jam.
3 Pengecualian No. 3: Ruang-ruang pelindung dengan TKA 1-jam sesuai dengan ketentuan 28.2.2.1.2,
29.2.2.1.2, 30.2.2.1.2, dan 31.2.2.1.2 sebagai alternatif.
(c) Bukaan-bukaan di dinding pemisah harus dilindungi dengan susunan pintu kebakaran
dilengkapi dengan penutup pintu sesuai ketentuan 7.2.1.8.
(d) Bukaan-bukaan di ruang-ruang pelindung eksit harus dibatasi untuk keperluan akses ke
ruang pelindung dari ruang-ruang yang dihuni secara normal dan koridor, serta
penyelamatan dari ruang pelindung.
Pengecualian
1 Bukaan-bukaan di jalan terusan eksit di bangunan-bangunan mall tertutup sebagaimana diatur dalam Bab
36 dan 37 diperbolehkan.
2 Di bangunan-bangunan konstruksi Tipe I atau Tipe II, pintu-pintu tahan api eksisting masih diperbolehkan
ke ruang-ruang antara asalkan bahwa ruang tersebut memenuhi kriteria berikut ini :
(a) Ruang tersebut digunakan semata mata untuk distribusi pipa, saluran udara dan saluran kabel.
(b) Ruangan tersebut bukan tempat penyimpanan (storage).
(c) Ruang tersebut dipisahkan dari ruang pelindung eksit sesuai ketentuan 8.2.3.
(e) Penembusan kedalam dan bukaan-bukaan lewat susunan ruang pelindung eksit tidak
diperbolehkan kecuali untuk hal-hal berikut :
(1) Saluran kabel listrik melayani jalur tangga
(2) Pintu-pintu eksit yang disyaratkan
(3) Saluran udara dan peralatan yang diperlukan untuk pemberian tekanan lebih secara
independen pada tangga

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 41


(4) Pipa air atau uap yang diperlukan untuk pemanasan atau pendinginan ruang pelindung
eksit
(5) Pipa-pipa sprinkler
(6) Pipa-pipa tegak
Pengecualian
1 Penembusan-penembusan eksisting yang diproteksi sesuai ketentuan 8.2.3.2.4 diperbolehkan.
2 Penembusan-penembusan untuk sirkit alarm kebakaran diperbolehkan di dalam ruang pelindung asalkan
sirkit alarm kebakaran dipasang dalam saluran kabel metal dan penembusan tersebut dilindungi sesuai
ketentuan 8.2.3.2.4.
(f) Penembusan-penembusan atau bukaan-bukaan yang saling berhubungan tidak
diperbolehkan antara ruang-ruang pelindung eksit yang berdekatan.
7.1.10.1 Sarana jalan ke luar harus secara kontinyu dipelihara, agar senantiasa tidak terhalangi
atau bebas gangguan sehingga dapat digunakan secara penuh saat terjadi kebakaran atau
keadaan darurat lainnya.
7.2.1.4.1 Setiap pintu di sarana jalan keluar harus dari tipe engsel sisi, atau berayun terpusat.
Pintu harus dirancang dan dipasang sehingga mampu berayun dari tiap posisi ke posisi kelebaran
penuh dari pintu tersebut.
Pengecualian :
1 Pintu-pintu luncur sebagaimana diuraikan dalam Bab 22 dan 23, serta pintu-pintu sebagaimana diuraikan dalam
Bab-bab 24, 32, and 33.
2 Apabila diperbolehkan sesuai ketentuan di Bab 12 sampai dengan Bab 42, kisi-kisi pengaman gulungan vertikal
atau kisi-kisi luncur horisontal yang merupakan bagian dari sarana jalan ke luar yang disyaratkan, diperbolehkan
dipasang asalkan memenuhi kriteria berikut :
(a) Kisi-kisi atau pintu-pintu semacam itu harus tetap aman dalam posisi terbuka penuh selama masa oleh
penggunaannya
(b) Pada atau berdekatan dengan kisi-kisi atau pintu, harus terdapat tanda yang dapat langsung terlihat jelas,
dengan tulisan berukuran tinggi tidak kurang dari 1 in. (2.5 cm) dengan warna latar belakang yang kontras
terbaca sebagai berikut :
PINTU INI TETAP TERBUKA
SAAT BANGUNAN DIHUNI
(c) Pintu-pintu atau kisi-kisi tidak boleh dalam keadaan posisi tertutup saat ruangan dihuni atau digunakan.
(d) Pintu-pintu atau kisi-kisi harus bisa dioperasikan dari dalam ruangan tanpa harus menggunakan alat atau
cara-cara lain.
(e) Apabila disyaratkan dua atau lebih sarana jalan ke luar, tidak lebih dari separuh jumlah sarana tersebut
dilengkapi dengen kisi-kisi luncur horisontal atau gulungan vertikal atau pintu-pintu.
3 Diperbolehkan memasang pintu-pintu luncur horisontal yang memenuhi ketentuan 7.2.1.14.
4 Pintu-pintu ke garasi pribadi, area niaga, area industri dan area pergudangan dengan beban penghunian tidak
melebihi 10, dan garasi pribadi, area niaga, area industri dan area pergudangan tersebut mengandung bahan-
bahan bersifat bahaya ringan atau biasa, dibebaskan dari persyaratan ini.
5 Pintu putar yang memenuhi ketentuan 7.2.1.10 diperbolehkan.

42 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


6 Pintu-pintu kebakaran eksisting dari tipe luncur horisontal dioperasikan lewat sambungan timah yang mudah
melebur atau pintu kebakaran jenis gulungan vertikal diperbolehkan digunakan sesuai dengan ketentuan di Bab
12 sampai 42.
7.2.1.4.2 Pintu-pintu yang disyaratkan harus dari tipe pintu engsel sisi atau pintu ayun poros harus
membuka ke arah jalan ke luar bilamana melayani ruangan atau area dengan beban penghunian
50 orang atau lebih.

Gambar 7.15 – Ayunan pintu yang perlu dipertimbangkan

Pengecualian
1 Pintu-pintu di eksit horizontal tidak diharuskan berayun ke arah jalur penyelamatan apabila dibebaskan sesuai
ketentuan 7.2.4.3.6.
2 Pintu-pintu penghalang asap tidak diharuskan berayun ke arah jalur penyelamatan sebagaimana diberikan di Bab
19.
7.2.2.4.2 Pegangan tangga.
Tangga dan tangga miring (ramp) harus memiliki pegangan tangga pada kedua sisinya. Selain itu,
pegangan tangga harus disediakan dalam jarak 30 in. (76 cm) dari semua porsi lebar tangga
penyelamatan yang disyaratkan. Lebar tangga penyelamatan yang disyaratkan harus disediakan
sepanjang jalur jalan ke luar. (Lihat pula 7.2.2.4.5.)
Pengecualian
1 Pada tangga-tangga eksisting, pegangan tangga harus disediakan dalam jarak 44 in. (112 cm) dari semua
bagian lebar tangga penyelamatan yang disyaratkan.
2 Apabila tangga atau ramp tunggal merupakan bagian dari suatu curb yang memisahkan jalur jalan kaki dengan
jalan kendaraan, maka tidak diperlukan pegangan tangga.
3 Tangga eksisting, ramp eksisting, tangga-tangga di dalam unit hunian dan dalam ruang tamu, dan ramp di dalam
unit-unit hunian dan kamar-kamar tamu diperbolehkan memiliki pegangan tangga hanya di satu sisi.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 43


Gambar A.7.2.2.4.2 – Diasumsikan jalur lintasan biasa pada tangga monumental dengan beragam
lokasi pegangan tangga.

44 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Gambar 7.32 Gambar 7.33
Pandangan atas tangga dengan Lebar maksimum yang disyaratkan dimungkinkan tanpa
pegangan tangga dengan pegangan tangga tengah pada tangga yang baru
pencapaian lebar maksimum 76
cm (30 inci)

7.2.2.5.4 Tanda-tanda Identifikasi Tangga-tangga.


Tangga-tangga yang melayani lima lantai atau lebih harus diberi bertanda di dalam ruangan
tangga pada tiap landasan atau lantai. Penandaan harus dapat menunjukkan lantai, dimana,
bagian akhir di atas dan dibawah ruangan tangga, dan identifikasi ruangan tangga. Penandaan
tersebut harus pula menyatakan lantai dan arah ke pelepasan eksit. Penandaan harus berada di
dalam suatu tempat terletak kira-kira 1.5 m (5 ft) di atas landasan lantai dalam posisi yang
langsung tampak saat pintu dalam posisi terbuka atau tertutup.

Gambar 7.42 – Detail Penandaan arah tangga

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 45


Gambar 7.43 – Penempatan tanda arah tangga

7.2.2.6.3 Pemisahan dan Proteksi Tangga-tangga luar.


Tangga-tangga luar harus dipisahkan dari bagian dalam bangunan dengan konstruksi dinding
dengan tingkat ketahanan api yang disyaratkan untuk tangga yang dilindungi dengan pelindung
bukaan terpasang atau pelindung bukaan yang dapat menutup sendiri. Konstruksi ini harus
memanjang vertikal dari dasar ke titik 3 m (10 ft) di atas landasan tangga paling atas atau ke garis
atap, yang mana yang lebih rendah, dan ke suatu titik horisontal tidak kurang dari 3 m (10 ft).

Gambar 7.44 – Contoh 1, proteksi bukaan untuk tangga luar.

46 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Gambar 7.45 – Contoh 2, proteksi bukaan untuk tangga luar.

Gambar 7.46 - Contoh 3 dan 4, proteksi bukaan untuk tangga luar

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 47


Pengecualian
1 Tangga-tangga luar yang melayani balkon akses eksit luar yang mempunyai dua tangga luar atau ramp yang
berjauhan diperbolehkan tidak dilindungi.
2 Tangga-tangga luar yang melayani tidak lebih dari dua lantai-lantai yang berdekatan, termasuk lantai pelepasan
eksit, diperbolehkan tidak dilindungi karena ada eksit kedua yang letaknya berjauhan.
3 Pada bangunan-bangunan eksisting, tangga-tangga luar eksisting yang melayani tidak lebih dari tiga lantai-lantai
yang berdekatan, termasuk lantai pelepasan eksit, diperbolehkan untuk tidak dilindungi, karena ada eksit kedua
yang lokasinya berjauhan..
4 Tingkat ketahanan api kontruksi pemisah yang memanjang 3 m (10 ft) dari tangga-tangga tidak diharuskan
melebihi 1-jam dengan bukaan-bukaan yang memiliki tingkat ketahanan api tidak kurang dari 3/4-jam..
7.2.4.3.1 Penghalang-penghalang api yang memisahkan area-area yang diantaranya terdapat
eksit horizontal harus memiliki TKA 2-jam dan harus memberikan pemisahan yang kontinyu hingga
ke bagian bawah (Lihat juga 8.2.3.)
Pengecualian:
Apabila penghalang api menyediakan eksit horisontal di tiap lantai bangunan, penghalang api semacam itu tidak harus
disyaratkan di lantai-lantai lainnya, asalkan memenuhi kriteria berikut :
(a) Lantai-lantai yang tidak memerlukan penghalang api dipisahkan dari lantai yang ada eksit horizontalnya dengan
konstruksi tahan api yang tingkat ketahanan apinya sekurang-kurangnya sama dengan penghalang api eksit
horizontal tsb.
(b) Bukaan-bukaan vertikal antar lantai dengan eksit horizontal dan lantai area kebakaran terbuka (open fire area
story) dilindungi dengan kontruksi tahan api dengan tingkat ketahanan api sekurang-kurangnya sama dengan
penghalang api eksit horizontal..
(c) Semua eksit-eksit yang disyaratkan di luar eksit-eksit horizontal, harus melepas langsung ke arah luar..

Gambar 7.52 – Bangunan dengan eksit horizontal hanya berupa tirai lantai.

7.2.4.3.2 Apabila penghalang-penghalang api yang melayani eksit-eksit horisontal, di luar eksit-
eksit horisontal eksisting, berakhir pada dinding-dinding luar dan dinding-dinding luar berada pada
sudut kurang dari 180 derajat untuk jarak 10 ft (3m) pada tiap sisi eksit horisontal, maka dinding-
dinding luar harus memiliki tingkat ketahanan api tidak kurang dari 1-jam dengan tingkat
ketahanan api pelindung bukaan tidak kurang dari 3/4 –jam untuk jarak 10 ft (3m) pada tiap sisi
eksit horisontal.

48 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Gambar 7.53 – Proteksi dinding luar bangunan dengan pembatas horizontal eksit.

7.5.2.2 Akses ke eksit dan pintu-pintu eksit harus dirancang dan diatur agar mudah diketahui
secara jelas. Barang-barang gantungan atau barang-barang tenun tidak boleh dipasang di atas
pintu-pintu eksit atau diletakkan sehingga menyembunyikan atau mengaburkan setiap eksit. Kaca
hias tidak boleh diletakkan di pintu eksit, juga tidak boleh diletakkan disebelah tiap eksit
sedemikian rupa sehingga membingungkan arah eksit.
Pengecualian :
Tirai-tirai boleh dipasang melintang bukaan sarana jalan ke luar di dinding tenda apabila kriteria berikut dipenuhi :
(a) Tirai-tirai tersebut diberi bertanda jelas dengan warna kontras dengan dinding tenda sehingga dapat dikenali
sebagai sarana jalan ke luar .
(b) Dipasang melintang bukaan dengan lebar minimal 6 ft (1.8 m)
(c) Tirai-tirai tersebut digantung pada gelang luncur atau perangkat yang setara sedemikian sehingga dapat dengan
segera dipindahkan ke sisi lain untuk memperoleh bukaan tak terhalangi di dinding tenda dengan lebar minimum
yang diperlukan untuk bukaan pintu.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 49


7.5.4 Sarana Jalan Ke Luar yang dapat diakses
7.5.4.1* Area-area yang dapat dicapai oleh orang-orang yang memiliki ketidakmampuan mobilitas
yang sangat, yang bukan di bangunan-bangunan eksisting, harus mempunyai tidak kurang dari
dua sarana jalan ke luar yang dapat diakses.
Akses harus disediakan ke tidak kurang dari satu area pengungsian yang dapat di akses atau ke
satu eksit yang dapat diakses yang menyediakan rute yang dapat dicapai ke suatu pelepasan eksit
dan harus tetap dalam jarak tempuh yang diperbolehkan.

Gambar 7.79 – Akses sarana jalan ke luar.

50 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Pengecualian :
1 Akses eksit yang ada sepanjang sarana jalan ke luar yang dapat diakses diperbolehkan menjadi untuk umum
atau bersama untuk jarak yang diperbolehkan sebagai jalan atau jalur perjalanan yang biasa.
2 Sarana jalan ke luar tunggal yang dapat dicapai, diperbolehkan dari bangunan-bangunan atau area-area dalam
bangunan yang diperbolehkan memiliki eksit tunggal.
3 Persyaratan ini tidak berlaku bagi hunian-hunian perawatan kesehatan yang dilindungi seluruhnya dengan sistem
sprinkler otomatis yang diawasi dan disetujui sesuai dengan ketentuan Sub.Bab 9.7.
7.5.4.2 Apabila disyaratkan dua sarana jalan ke luar yang dapat dicapai, maka eksit-eksit yang
melayani jalur-jalur ini harus ditempatkan pada suatu jarak satu sama lain tidak kurang dari
setengah panjang ukuran diagonal maksimum dari bangunan atau area yang dilayani, diukur
dalam garis lurus antara sisi terdekat dari pintu-pintu eksit atau pintu-pintu akses eksit.
Apabila ruang-ruang pelindung eksit disediakan sebagai eksit yang disyaratkan dan dihubungkan
oleh koridor dengan ketahanan api tidak kurang dari 1-jam, maka pemisah eksit diperbolehkan
diukur sepanjang garis perjalanan di dalam koridor.
Pengecualian:
1 Persyaratan ini tidak berlaku pada bangunan-bangunan yang dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler yang
diawasi dan disetujui sesuai ketentuan Sub.Bab 9.7.
2 Persyaratan ini tidak berlaku apabila penataan atau pengaturan fisik sarana jalan ke luar mencegah
kemungkinan bahwa akses ke kedua sarana jalan keluar yang dapat diakses akan dihalangi oleh salah satu dari
kondisi kebakaran atau keadaan darurat lainnya sebagaimana disetujui oleh OB.
7.5.4.3 Tiap sarana jalan ke luar yang dapat diakses dan disyaratkan, harus menerus atau
kontinyu dari tiap area hunian yang dapat diakses ke jalan umum, atau area pengungsian sesuai
dengan ketentuan dalam 7.2.12.2.2.
7.5.4.4 Apabila suatu tangga eksit digunakan di suatu sarana jalan ke luar yang dapat di akses,
maka tangga tersebut harus memenuhi persyaratan 7.2.12.2.3 dan harus menjadi satu kesatuan,
apakah dengan suatu area pengungsian dalam landasan level lantai yang diperluas, atau harus
dapat diakses dari suatu area pengungsian.
7.5.4.5 Agar bisa dianggap sebagai bagian dari sarana jalan ke luar yang dapat diakses, maka
suatu elevator harus memenuhi persyaratan 7.2.12.2.4.
7.5.4.6 Untuk bisa diperhitungkan sebagai bagian dari sarana jalan keluar yang dapat diakses,
penghalang asap sesuai dengan Sub.Bab 8.3 dengan ketahanan api tidak kurang dari 1-jam, atau
suatu eksit horisontal sesuai ketentuan 7.2.4, harus melepas atau membuang ke arah area
pengungsian sesuai dengan 7.2.12.
7.5.4.7 Lantai-lantai yang dapat diakses yakni empat lantai atau lebih di atas atau dibawah lantai
pelepasan eksit harus memiliki tidak kurang dari satu elevator yang memenuhi ketentuan 7.5.4.5.

7.7 Eksit Pelepasan.


7.7.1* Eksit harus berakhir langsung di jalanan umum/publik atau di eksit pelepasan eksterior.
Halaman, lapangan, ruang terbuka atau bagian-bagian lain dari pelepasan eksit harus memenuhi
syarat kelebaran dan ukuran untuk menyediakan akses aman bagi semua penghuni bangunan ke
jalanan umum.
Pengecualian

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 51


1 Persyaratan ini tidak berlaku bagi pelepasan eksit interior sebagaimana diuraikan dengan cara lain di ketentuan
7.7.2.
2 Persyaratan ini tidak berlaku untuk pelepasan eksit di puncak atap sebagaimana diuraikan dengan cara lain lewat
ketentuan 7.7.6.
3 Sarana jalan ke luar diperbolehkan untuk berakhir di area pengungsian luar sebagaimana diuraikan di Bab 22
dan 23..
7.7.2 Tidak lebih dari 50% jumlah eksit yang disyaratkan, dan tidak lebih dari 50% kapasitas
jalan ke luar yang disyaratkan, diperbolehkan untuk melepas melalui area-area pada level
pelepasan eksit, asalkan memenuhi kriteria 7.7.2(1) sampai (3) :
(1) Pelepasan tersebut harus mengarahkan ke jalan yang aman dan tidak terhalangi menuju ke
luar bangunan, dan jalan semacam itu langsung nampak dan dapat dikenali dari titik
pelepasan di eksit.
(2) Permukaan pelepasan harus dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler otomatis yang
disetujui sesuai dengan ketentuan Sub.Bab 9.7, atau bagian dari permukaan pelepasan
harus dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler otomatis yang disetujui sesuai Sub.Bab
9.7 dan harus dipisahkan dari bagian lantai yang tidak dilindungi sistem sprinkler dengan
konstruksi tahan api yang memenuhi persyaratan untuk konstruksi pelindung eksit (Lihat
7.1.3.2.1).

Gambar 7.83 – Eksit pelepasan.

52 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Pengecualian :
Persyaratan 7.7.2(2) tidak berlaku apabila area pelepasan adalah suatu pendopo atau foyer yang memenuhi hal-
hal berikut :
(a) Kedalaman eksterior bangunan tidak boleh lebih dari 10 ft (3 m) dan panjangnya tidak boleh lebih dari 30
ft (9.1 m).
(b) Foyer harus dipisahkan dari bagian tingkatan pelepasan lewat konstruksi yang memiliki proteksi tidak
kurang dari kawat kaca di kerangka baja.
(c) Foyer melayani hanya sebagai sarana jalan ke luar termasuk eksit langsung ke halaman luar.
(3) Seluruh area pada level pelepasan harus dipisahkan dari area-area dibawahnya dengan
konstruksi yang mempunyai tingkat ketahanan api tidak kurang dari yang dipersyaratkan
untuk ruang penutup eksit.
Pengecualian :
Level atau tingkatan dibawah level pelepasan diperbolehkan terbuka ke arah level pelepasan di suatu atrium sesuai
ketentuan 8.2.5.6.
1 Seratus persen eksit eksit diperbolehkan untuk melepas pengguna melewati area-area pada tingkat pelepasan
eksit sebagaimana diberikan di Bab 22 dan 23.
2 Pada bangunan eksisting, batas 50% kapasitas jalan ke luar tidak berlaku apabila telah memenuhi batas 50%
jumlah eksit yang disyaratkan.
7.7.3 Pintu pelepasan eksit harus diatur dan diberi tanda agar arah jalan ke luar ke jalanan
umum menjadi jelas. Tangga-tangga harus diatur pula sedemikian rupa agar arah ke jalanan
umum menjadi jelas. Tangga-tangga yang Stairs that menghubungkan lebih dari satu setengah
lantai di luar tingkat pelepasan eksit harus dibatasi pada tingkat pelepasan eksit dengan partisi,
pintu-pintu atau sarana lainnya yang efektif.

Gambar 7.84 – Tangga eksit terpotong pada level eksit pelepasan

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 53


7.7.4 Pintu-pintu, tangga-tangga, ramp, koridor, lintasan-lintasan eksit, jembatan, balkon,
eskalator, ban berjalan, dan komponen-komponen pelepasan eksit lainnya harus memenuhi
persyaratan rinci yang dimuat dalam Bab ini.
7.7.5 Tanda-tanda penunjuk.
(Lihat 7.2.2.5.4 and 7.2.2.5.5.)
7.7.6 Apabila disetujui oleh otoritas yang berwenang (OB), pintu-pintu eksit diijinkan untuk
melepas ke bagian atap bangunan atau bagian-bagian lain dari bangunan atau bangunan yang
berdekatan apabila memenuhi kriteria berikut :
(1) Konstruksi atap bangunan memiliki TKA tidak kurang dari yang disyaratkan untuk ruang
pelindung eksit.
(2) Terdapat sarana jalan ke luar yang menerus dari bagian atap.
7.8.1.4 Pencahayaan yang disyaratkan harus diatur sedemikian sehingga sekiranya ada
gangguan pada satu sumber cahaya tidak sampai mengakibatkan tingkat pencahayaan pada area
yang dituju menjadi kurang dari 0.2 ft-candle (2 lux).
7.10.8.1 Bukan Eksit
Setiap pintu, jalan terusan atau jalur tangga yang bukan eksit atau jalan ke akses eksit harus
diletakkan atau diatur sedemikian sehingga tidak menimbulkan kekeliruan dengan cara
memberikan tanda sebagai berikut :
BUKAN
EKSIT
Tanda semacam itu harus mempunyai ukuran kata BUKAN dengan tinggi 2 in. (5 cm) dengan
lebar 3/8 in. (1 cm) dan kata EKSIT dengan tinggi 1 in. (2.5 cm), terletak di bawah kata BUKAN.
Pengecualian :
Persyaratan ini tidak berlaku terhadap penandaan yang ada.
7.10.1.2 Tanda Eksit.
Eksit, selain pintu-pintu eksit utama luar yang secara jelas dan nyata ter-identifikasi sebagai eksit,
harus diberi tanda dengan tanda yang disetujui dan dapat secara langsung terlihat dari setiap arah
akses ke eksit.
7.10.5 Pencahayan Tanda-tanda.
7.10.5.1* Umum.
Setiap tanda yang disyaratkan oleh butir 7.10.1.2 atau 7.10.1.4, selain ruang-ruang operasi dan
proses yang memerlukan level pencahayaan yang rendah, harus diberi pencahayaan yang cukup
dari sumber cahaya yang handal. Tanda-tanda yang diterangi secara eksternal maupun internal
harus dapat dibaca baik dalam kondisi normal maupun darurat.
7.10.5.2* Pencahayaan kontinyu.
Setiap tanda yang disyaratkan diberi pencahayaan sesuai butir 7.10.6.3 dan 7.10.7 harus diberi
pencahayaan secara kontinyu sebagaimana disyaratkan oleh persyaratan di Sub.Bab 7.8.
Pengecualian*:
Pencahayaan untuk tanda-tanda diperbolehkan berkedip-kedip saat sistem alarm di aktivasikan.

54 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


7.10.6.1 Ukuran Tanda-Tanda.
Tanda-tanda yang diberi pencahayaan eksternal sebagaimana disyaratkan dalam 7.10.1 dan
7.10.2, selain tanda-tanda yang ada dan disetujui, harus mempunyai kata EKSIT atau kata-kata
lainnya yang tepat, mudah dibaca dengan ukuran tinggi huruf tidak kurang dari 15 cm. (6 in), dan
lebar huruf tidak kurang dari 2 cm (¾ in).
Kata EKSIT harus memiliki lebar huruf tidak kurang dari 5 cm (2 in), kecuali huruf I, dan jarak
minimum antar huruf tidak kurang dari 1 cm. (Ǫ inci). Tanda-tanda lebih besar dari ukuran
minimum yang ditetapkan dari paragraf ini harus mempunyai ukuran lebar, cetakan dan jarak antar
huruf yang proporsional dengan tingginya.
Pengecualian
1 Persyaratan ini tidak berlaku terhadap tanda-tanda yang sudah ada yang mempunyai susunan kata-kata yang
disyaratkan dalam huruf jelas dapat dibaca berukuran tinggi tidak kurang dari 10 cm. (4 inci).
2 Persyaratan ini tidak berlaku terhadap penandaan sebagaimana disyaratkan oleh 7.10.1.3 dan 7.10.1.5.
7.10.7.1 Pendaftaran (Listing).
Tanda-tanda yang diberi pencahayaan internal, selain tanda-tanda eksisting yang disetujui atau
tanda-tanda eksisting yang mempunyai susunan kata-kata yang disyaratkan dalam huruf-huruf
yang dapat dibaca jelas berukuran tinggi tidak kurang dari 4 in. (10.2 cm) harus didaftarkan (listed)
sesuai dengan standar UL 924, Standard for Safety Emergency Lighting and Power Equipment.
Pengecualian :
Persyaratan ini tidak berlaku terhadap tanda-tanda yang sesuai dengan ketentuan dalam 7.10.1.3 dan 7.10.1.5.

CHAPTER 8
8.2.2.2 Kompartemen api harus dibentuk dengan penghalang api yang menerus dari dinding luar
ke dinding luar, dari satu penghalang api ke lainnya, atau kombinasi daripadanya, termasuk
kontiunitas melalui semua ruang yang tersembunyi, seperti yang terdapat di atas langit-langit,
termasuk ruang celah. Dinding yang digunakan sebagai penghalang api harus memenuhi Bab 3
dari NFPA 221, Standard for Fire Walls and Fire Barrier Walls. NFPA 221 yang membatasi
persentase lebar bukaan tidak harus diterapkan.
Pengecualian : Suatu penghalang dinding yang dipersyaratkan untuk suatu ruangan yang dihuni di bawah celah
ruangan tidak dipersyaratkan untuk diperpanjang melalui celah ruang, asalkan bentuk konstruksi dari dasar celah ruang
mempunyai tingkat ketahanan api tidak kurang dari penghalang apinya.

Gambar 8.2 - Penghalang api tipikal

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 55


Gambar 8.3 – Penghalang api vertikal menerus

8.2.3.2.1 Susunan pintu di penghalang api harus dari tipe yang disetujui dengan TKA yang cocok
dengan lokasi tempat pemasangannya dan harus memenuhi ketentuan berikut.
(a)* Pintu-pintu kebakaran harus dipasang sesuai NFPA 80, Standard for Fire Doors and Fire
Windows. Selain itu pintu-pintu kebakaran harus dari rancangan yang telah diuji memenuhi
standar NFPA 252, Standard Methods of Fire Tests of Door Assemblies.
Pengecualian :
Persyaratan 8.2.3.2.1(a) tidak berlaku apabila ditentukan lain sebagaimana diuraikan dalam 8.2.3.2.3.1.
(b) Pintu-pintu kebakaran harus bisa menutup sendiri atau dipasang penutup pintu otomatis
sesuai ketentuan 7.2.1.8 dan, apabila digunakan di dalam ruangan sarana jalan ke luar
harus memenuhi persyaratan 7.2.1.
8.2.3.2.2. Susunan jendela kebakaran diperbolehkan dipasang pada pembatas api yang memiliki
tingkat ketahanan api 1 jam atau kurang dan harus dari tipe yang disetujui dengan tingkat
ketahanan api sesuai dengan lokasi terpasangnya jendela tersebut. Jendela kebakaran harus
dipasang sesuai dengan NFPA 80, Standar Pintu Kebakaran dan Jendela kebakaran, dan harus
memenuhi yang berikut ini :
(1)* Jendela kebakaran yang digunakan di penghalang api, yang bukan instalasi jendela
kebakaran eksisting dari kawat kaca dan yang bukan dari bahan kaca tahan api dalam
kerangka metal, harus dirancang dan telah diuji memenuhi kondisi penerimaan sesuai NFPA
257, Standard Uji untuk Susunan Jendela dan Blok Kaca.

56 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(2) Jendela-jendela kebakaran yang digunakan dalam penghalang api, yang berbeda dengan
instalasi jendela kebakaran eksisting dari kawat kaca dan berbeda dengan bahan kaca tahan
api dalam kerangka metal yang disetujui, harus tidak boleh melebihi 25% dari luas
penghalang api dimana jendela tersebut dipasang.
Pengecualian :
Bahan kaca tahan api boleh dipasang pada kerangka eksisting yang disetujui
8.2.3.2.3 Perlindungan Bukaan.
8.2.3.2.3.1 Setiap bukaan dalam penghalang api harus dilindungi untuk membatasi sebaran api
dan mencegah gerakan asap dari satu sisi ke sisi lainnya dari penghalang api.
Tingkat ketahanan api (TKA) pelindung bukaan adalah sebagai berikut:
(1) Penghalang api dengan TKA 2 jam — Pelindung bukaan dengan TKA 11/2-jam
(2) Penghalang api dengan TKA 1-jam — pelindung bukaan dengan TKA 1-jam bila digunakan
untuk bukaan atau ruang penutup eksit vertikal, atau pelindung bukaan dengan TKA 3/4-jam
apabila digunakan bukan untuk bukaan atau ruang penutup eksit vused for other than
vertical openings or exit enclosuresrtikal sebagaimana diuraikan secara khusus pada Bab 7
atau Bab 11 sampai 42
Pengecualian :
1 Apabila dipasang penghalang api sebagimana diuraikan pada butir 8.2.3.2.3.1(2) sebagai konsekwensi
dari persyaratan bahwa dinding koridor atau penghalang asap harus dari kontruksi tahan api 1-jam, maka
pelindung bukaan boleh memiliki TKA kurang dari 20-menit bila diuji sesuai dengan NFPA 252, Standard
Methods of Fire Tests of Door Assemblies, tanpa uji pancaran air.
2 Persyaratan butir 8.2.3.2.3.1(2) tidak berlaku apabila memenuhi persyaratan khusus pintu dengan TKA 1-
jam pada dinding koridor dan TKA 1-jam pada penghalang asap sebagaimana diuraikan pada bab 18
sampai 21.
3 Pintuk-pintu eksisting yang memiliki TKA 3/4-jam diperbolehkan terus digunakan di bukaan-bukaan
vertikal dan di ruang-ruang penutup atau pelindung aksit sebagai pengganti TKA 1-jam sebagaimana
disyaratkan oleh butir 8.2.3.2.3.1(2).
(3) Penghalang dengan TKA 1/2-jam — Pelindung bukaan dengan TKA 20-menit.
Pegecualian :
Pintu-pintu dengan TKA 20-menit harus dibebaskan dari uji pancaran air deras sebagimana diatur
dalam NFPA 252, Standard Methods of Fire Tests of Door Assemblies.
8.2.3.2.3.2 Apabila pintu dengan TKA 20-menit disyaratkan dipasang pada bangunan eksisting,
pintu eksisting padat berukuran tebal 13/4-in. (4.4-cm), pintu inti kayu, atau pintu kayu eksisting
lapis baja (tin-clad), atau pintu baja inti padat eksisting dengan alat pengunci dan penutup positif,
boleh digunakan.:
Pengecualian :
Persyaratan ini tidak berlaku kecuali apabila dipersyaratkan lain dalam Bab 11 sampai 42.
8.2.3.2.4.1 Bukaan pada penghalang api untuk saluran (ductwork) pengendali udara (Air Handling)
atau pergerakan udara harus diproteksi sesuai butir 9.2.1.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 57


Gambar 8.6 – Persyaratan damper api sesuai NFPA 90A untuk tembusan partisi

8.2.3.2.4.2 Pipa-pipa, konduit, busduct, kabel, kawat, saluran udara (ducting) dan peralatan
layanan bangunan serupa yang lewat melalui penghalang api harus diproteksi sebagai berikut :
(1) Ruang antara tembusan dan penghalang api harus memenuhi satu dari kondisi berikut:
(a) harus diisi dengan material yang mampu menjaga ketahanan api dari penghalang api;
(b) harus diproteksi dengan alat yang disetujui dan dirancang untuk tujuan khusus.
(2) Apabila tembusan menggunakan selongsong (sleeve) untuk menembus penghalang api, dan
ruang diantaranya harus memenuhi satu dari kondisi berikut :
(a) harus diisi dengan material yang mampu menjaga ketahanan api dari penghalang api;
(b) harus diproteksi dengan alat yang disetujui dan dirancang untuk tujuan khusus.
(3) Insulasi dan penutup untuk pipa dan saluran udara harus tidak lewat melalui penghalang api,
kecuali satu dari kondisi berikut dipenuhi :
(a) material harus mampu menjaga ketahanan api dari penghalang api.
(b) material harus diproteksi dengan alat yang disetujui dan dirancang untuk tujuan
khusus.
8.3.4.1 Pintu-pintu di penghalang asap harus mampu menutup bukaan, hanya meninggalkan
celah berukuran minimum yang diperlukan untuk ketepatan operasi dan tidak boleh ada
pemotongan bagian bawah, lubang angin atau kisi-kisi.
8.3.5.1 Suatu damper yang disetujui yang dirancang untuk menahan penjalaran asap harus
disediakan untuk setiap bukaan pemindahan udara atau penembusan saluran udara dari
penghalang asap yang disyaratkan, kecuali apabila secara spesifik dibebaskan menurut Bab 12
sampai 42.
Pengecualian :
1 Persyaratan ini tidak berlaku terhadap saluran udara atau bukaan pemindah udara yang merupakan bagian dari
sistem kontrol asap yang dirancang sesuai ketentuan di Sub.Bab 9.3.
2 Persyaratan ini tidak berlaku terhadap saluran-saluran udara yang udaranya tetap bergerak dan sistem pengolah
udara yang dipasang diatur untuk mencegah resirkulasi udara buang atau udara balik saat kondisi darurat.
3 Persyaratan ini tidak berlaku apabila bukaan-bukaan pintu masuk dan pintu keluar udara di saluran-saluran udara
dibatasi hanya untuk kompertemen asap tunggal.
4 Persyaratan ini tidak berlaku apabila saluran-saluran udara menembus lantai-lantai yang berfungsi sebagai
penghalang-penghalang asap.

58 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Gambar 8.26 – Posisi damper asap pada ducting AHU

8.3.5.2 Damper-damper asap yang disyaratkan di lokasi penembusan penghalang-penghalang


asap harus menutup saat mendeteksi adanya asap lewat pemasangan detektor-detektor asap
yang disetujui sesuai ketentuan NFPA 72, Standar pemasangan alarm kebakaran nasional
(National Fire Alarm Code).
Pengecualian :
1 Detektor-detektor saluran udara tidak disyaratkan apabila saluran-saluran udara menembus penghalang asap di
atas pintu-pintu penghalang asap dan detektor pelepas pintu menjalankan damper.
2 Instalasi detektor asap yang disetujui yang terletak dalam saluran udara pada instalasi eksisting dibebaskan dari
persyaratan NFPA 72, National Fire Alarm Code.

CHAPTER 9
9.4.3 Layanan Pemadam Kebakaran.
9.4.3.1 Semua elevator baru harus memenuhi Persyaratan layanan Dinas Pemadam Kebakaran
seperti ASME/ANSI A17.1, Peraturan Keselamatan untuk Elevator dan Eskalator.
9.4.3.2 Semua elevator eksisting yang mempunyai jarak tempuh 25 ft (7.6 m) atau lebih di atas
atau dibawah level terbaik terkait kebutuhan personel keadaan darurat untuk tujuan pemadaman
kebakaran atau penyelamatan harus memenuhi Persyaratan Layanan Dinas Pemadam Kebakaran
dari ASME/ANSI A17.3, dan Peraturan Keselamatan untuk Elevator Eksisting dan Eskalator.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 59


9.6.1.8 Apabila sistem alarm kebakaran sedang dalam perbaikan untuk jangka waktu 4 jam dari
24 jam, Otoritas Berwenang Setempat (OBS) harus diberitahu dan gedung harus dikosongkan
atau pengamat kebakaran yang disetujui harus disediakan untuk semua pihak yang dilindungi
selama sistem dimatikan sampai sistem alarm kebakaran dikembalikan kelayanan.
9.6.4 Pemberitahuan keadaan darurat.
Apabila disyaratkan oleh Sub.Bab lain dalam Peraturan ini, pemberitahuan atau notifikasi tanggap
darurat harus disediakan untuk menyiagakan pemadam kebakaran kota dan tim pemadam internal
(bila ada) akan adanya kebakaran atau keadaan darurat lainnya.
Apabila notifikasi kepada pemadam kebakaran disyaratkan oleh Sub.Bab lainnya dalam Peraturan
ini, sistem alarm kebakaran harus diatur untuk mengirim alarm secara otomatis lewat sarana
berikut yang dapat diterima oleh otoritas yang berwenang (OB) dan sesuai dengan standar NFPA
72, National Fire Alarm Code:
(1) Sistem alarm pendukung
(2) Sambungan stasion sentral
(3) Sistem stasion milik sendiri
(4) Sambungan stasion jarak jauh
Pengecualian : Untuk instalasi eksisting yang tidak satupun dari yang disebut dalam butir 9.6.4(1)
sampai (4) ada, maka suatu rencana untuk pemberitahuan ke pemadam kebakaran yang dapat
diterima atau disetujui oleh OB, diperbolehkan.
9.7.1.2 Pemipaan sprinkler yang melayani tidak lebih dari 6 kepala sprinkler untuk setiap area
berbahaya diperbolehkan dihubungkan langsung dengan system suplai air domestic yang
mempunyai kapasitas cukup untuk menyediakan suplai air sebesar 6.1 lpm/m2 (20.15 gpm/ft2) per
luas lantai untuk seluruh area yang dilindungi. Suatu katup penutup yang terindikasi harus
dipasang di lokasi mudah dijangkau terletak antara sprinkler-sprinkler dengan sambungan ke
suplai air domestik.
9.7.2.2 Transmisi sinyal alarm.
Apabila pengawasan terhadap sistem sprinkler otomatis disediakan sesuai dengan persyaratan
lain dalam Peraturan ini, alarm aliran air harus ditransmisikan ke sistem-sistem yang disetujui
seperti fasilitas penerima alarm milik sendiri, stasion penerima jarak jauh, stasion pusat, atau
pemadam kebakaran. Sambungan semacam itu harus sesuai dengan ketentuan 9.6.1.4.
9.7.6.1 Apabila sistem sprinkler otomatis sedang dalam perbaikan untuk jangka waktu 4 jam dari
24 jam, Otoritas Berwenang Setempat (OBS) harus diberitahu dan gedung harus dikosongkan
atau pengamat kebakaran yang disetujui harus disediakan untuk semua pihak yang dilindungi
selama sistem dimatikan sampai sistem sprinkler dikembalikan kelayanan.

60 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


CHAPTER 11
11.7 Struktur bawah tanah & tanpa jendela
11.7.1 Aplikasi.
Persyaratan Sub.Bab 11.1 berlaku.
11.7.2* Definisi khusus.
Bukaan akses darurat. Lihat 3.3.54.
Struktur bawah tanah. Lihat 3.3.205.
Struktur tanpa jendela. Lihat 3.3.212.

Gambar 11.3 – Bukaan akses darurat

11.7.3 Persyaratan Khusus untuk Struktur Tanpa Jendela atau Bawah Tanah.
11.7.3.1 Suatu struktur atau bagian dari struktur tidak dapat diperhitungkan sebagai tanpa jendela
apabila memenuhi kriteria berikut ini:
(1) Struktur adalah struktur satu lantai atau bagian dari struktur yang lantainya dilengkapi
dengan pintu-pintu level dasar atau bukaan-bukaan akses darurat pada 2 sisi bangunan,
berjarak satu sama lain tidak lebih dari 38 m (125 ft) di dinding luar.
(2) Struktur adalah struktur bangunan atau bagian-nya dengan tinggi lebih dari satu lantai yang
harus memenuhi kriteria berikut :
a. Bukaan-bukaan akses darurat disediakan di lantai pertama sebagaimana disyaratkan
oleh ketentuan 11.7.3.1(1).
b. Tiap lantai di atas lantai pertama dilengkapi dengan bukaan-bukaan akses darurat
pada dua sisi bangunan, berjarak tidak lebih dari 9 m (30 ft) satu sama lain.
11.7.3.2 Suatu struktur atau bagian dari suatu struktur tidak dipertimbangkan sebagai struktur
bawah tanah apabila lantai disediakan pada tidak kurang dari dua sisi dengan tidak kurang dari 2
m2 (20 ft2) bukaan akses emergensi seluruhnya di atas level tingkat yang bersebelahan di tiap 15
lineal m (50 lineal ft) area dinding luar yang dilindungi.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 61


11.7.3.3 Apabila struktur tanpa jendela atau struktur bawah tanah memiliki beban penghunian
lebih dari 50 orang di struktur tanpa jendela atau porsi bagain bawah struktur, maka bagian tanpa
jendela atau bagian bawah tanah dan semua area dan level-level lantai dalam perjalanan ke
pelepasan eksit harus dilindungi sistem sprinkler otomatik yang diawasi sesuai ketentuan dalam
Sub.Bab 9.7.
Pengecualian :
1 Persyaratan ini tidak berlaku bagi struktur-struktur tanpa jendela eksisting atau struktur bawah tanah eksisting
dengan beban penghunian 100 orang atau kurang di bagian struktur tanpa jendela atau bagian struktur bawah
tanah.
2 Persyaratan ini tidak berlaku terhadap struktur tanpa jendela lantai tunggal yang diperbolehkan memiliki eksit
tunggal per Bab 12 sampai 42 dan dengan suatu langkah umum perjalanan tidak melebihi 15 m (50 ft).
11.7.3.4 Bagian tanpa jendela atau bagian bawah tanah bangunan dan semua area yang dilintasi
dalam perjalanan ke pelepasan eksit, diluar atau yang bukan satu dan dua hunian keluarga, harus
disediakan lampu atau pencahayaan darurat sesuai dengan ketentuan Sub.Bab 7.9.
11.7.4 Persyaratan tambahan untuk struktur bawah tanah.
11.7.4.1 Suatu struktur atau bagian dari suatu struktur tidak dapat dipertimbangkan suatu struktur
bawah tanah apabila lantai diberikan pada tidak kurang dari dua sisi dengan tidak kurang dari 2 m2
(20 ft2) bukaan akses darurat seluruhnya diatas level dasar yang berdekatan di tiap baris lurus 5 m
(1 pada baris 50 ft) area dinding pelindung luar.
11.7.4.2 Persyaratan butir 11.7.3 harus diterapkan.
11.7.4.3 Eksit dari struktur bawah tanah yang memiliki beban penghunian lebih dari 100 orang di
bagian bawah tanah dari struktur dan memiliki satu lantai yang digunakan untuk hunian manusia
lebih dari 9.1 m (30 ft) atau lebih dari satu tingkat di bawah tingkat terendah dari pelepasan eksit
harus memenuhi hal-hal sebagai berikut :
(1) Eksit harus dipotong dari tingkat pelepasan eksit per 7.1.3.2.
(2) Eksit harus disediakan dengan fasilitas ventilasi asap luar atau sarana lain untuk mencegah
eksit menjadi termuati dengan asap dari setiap kebakaran di area-area yang dilayani eksit.
11.7.4.4 Bagian bawah tanah dari struktur bawah tanah, yang bukan struktur bawah tanah
eksisting, harus dilengkapi dengan ventilasi asap yang disetujui sesuai dengan ketentuan Sub.Bab
9.3, yang struktur bawah tanah tersebut mempunyai hal-hal berikut :
(1) Bagian struktur bawah tanah-nya mempunyai beban penghunian lebih dari 100 orang
(2) Satu level lantai yang digunakan untuk hunian, lebih dari 9 m (30 ft) atau lebih dari satu level
dibawah level terendah dari pelepasan eksit.
(3) Isi bahan mudah terbakar, bahan lapis intrior mudah terbakar atau konstruksi mudah
terbakar.
11.7.4.5 Ruang pelindung tangga eksit di struktur bawah tanah memiliki satu level lantai yang
digunakan untuk hunian (orang) lebih dari 9 m (30 ft) atau lebih dari satu level dibawah level
terendah dari pelepasan eksit harus dilengkapi dengan tanda-tanda penunjuk sesuai ketentuan
7.2.2.5.4 yang diletakkan pada setiap landasan level lantai yang dilintasi dalam perjalanan ke
pelepasan eksit.
Tanda-tanda penunjuk tersebut harus terdiri atas indikator berbasis tanda-pangkat (chevron-
based) untuk menunjukkan arah ke pelepasan eksit.

62 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


11.8 Bangunan Bertingkat Tinggi
11.8.1 Umum.
11.8.1.1 Apabila disyaratkan oleh Bab 12 hingga 42, persyaratan Sub.Bab 11.8 harus
diberlakukan pada bangunan bertingkat tinggi sebagaimana didefinisikan pada butir 3.3.101.
11.8.1.2 Menambah persyaratan di Sub.bab 11.8, maka pemenuhan terhadap semua persyaratan
lainnya dalam Peraturan ini harus disyaratkan.

Gambar 11.4 – Penentuan jika bangunan tinggi sesuai dengan kriteria 23 m (74 ft)

11.8.2 Persyaratan pemadaman.


11.8.2.1* Bangunan bertingkat tinggi harus dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler otomatis
yang diawasi dan setujui menurut Sub.Bab 9.7. Katub kontrol sprinkler dan alat aliran air harus
dipasang di tiap lantai.
11.8.2.2 Bangunan tinggi harus dilindungi seluruhnya dengan system pipa tegak Klas I sesuai
dengan ketentuan Sub.Bab 9.7.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 63


Gambar 11.5 – Sistem kombinasi tipikal pipa tegak/springkler dengan 2 ½ inci katup sambungan
pemadam kebakaran.

11.8.3 Sistem Deteksi, Alarm dan Komunikasi.


11.8.3.1* Sistem alarm kebakaran yang menggunakan system komunikasi suara / alarm darurat
yang disetujui harus dipasang sesuai dengan ketentuan Sub.Bab 9.6.
11.8.3.2 Layanan komunikasi telepon 2-arah harus disediakan untuk penggunaan pemadam
kebakaran. Sistem tersebut harus memenuhi standar NFPA 72, National Fire Alarm Code. Sistem
komunikasi harus beroperasi antara station control pusat dan setiap kendaraan elevator, setiap
lobi elevator dan setiap level lantai dari tangga eksit.
Pengecualian :
Persyaratan ini tidak berlaku apabila digunakan system radio pemadam kebakaran yang disetujui digunakan sebagai
system ekivalen.
11.8.4 Pencahayaan darurat dan Sumber Daya Siaga.
11.8.4.1 Pencahayaan darurat sesuai dengan ketentuan Sub.Bab 7.9 harus disediakan.
11.8.4.2* Klas 1, Tipe 60, daya siaga, sesuai dengan standar NFPA 70, National Electrical Code,
and NFPA 110, Standard for Emergency and Standby Power Systems, harus disediakan. Sistem
daya darurat harus memiliki kapasitas dan rating yang cukup untuk mensuplai semua peralatan.
Pilihan beban awal dan beban teralirkan diperbolehkan sesuai ketentuan NFPA 70, National
Electrical Code. Sistem daya darurat harus dihubungkan dengan yang berikut:
(1) Sistem pencahayaan darurat
(2) Sistem alarm kebakaran
(3) Pompa kebakaran listrik
(4) Peralatan dan pencahayaan pada stasion control sentral
(5) Tidak kurang dari satu elevator melayani semua lantai, dengan daya siaga yang dapat
dialirkan ke setiap elevator.
(6) Peralatan mekanik untuk ruang pelindung tahan asap
(7) Peralatan mekanik yang disyaratkan untuk memenuhi persyaratan Sub.Bab 9.3

64 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


11.8.5* Stasion Kontrol Pusat / Sentral.
Stasion control pusat harus disediakan di lokasi yang disetujui oleh Pemadam Kebakaran. Stasion
control harus terdiri atas komponen berikut :
(1) Panel dan control system alarm kebakaran suara
(2) Panel-panel dan kontrol layanan komunikasi telepon, dua arah, departemen pemadam
kebakaran, apabila disyaratkan oleh Sub.Bab lainnya dalam Peraturan ini.
(3) Panel-panel pemberitahuan sistem deteksi dan alarm kebakaran.
(4) Pemberitahu lokasi dan operasi elevator
(5) Pemberitahu katub dan aliran air sprinkler
(6) Indikator-indikator status generator darurat
(7) Kontrol untuk setiap sistem pembuka kunci pintu sumur tangga otomatis.
(8) Indikator status pompa kebakaran
(9) Telepon untuk digunakan bagi departemen pemadam kebakaran dengan akses terkendali ke
system telepon umum.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 65


CHAPTER 18
18.1 Persyaratan Umum.
18.1.1 Aplikasi.
18.1.1.1 Umum.
18.1.1.1.1 Persyaratan pada Bab ini berlaku untuk kondisi berikut:
(1) Bangunan atau bagian-bagian bangunan baru yang digunakan sebagai hunian-hunian
perawatan kesehatan (Lihat 1.4.1)
(2) Penambahan-penambahan yang dibuat atau digunakan sebagai hunian perawatan
kesehatan (Lihat 4.6.6 dan 18.1.1.4)
Pengecualian : Persyaratan 18.1.1.1.1 tidak berlaku pada penambahan penambahan yang
diklasifikasikan sebagai hunian-hunian selain perawatan kesehatan yang dipisahkan dari hunian
perawatan kesehatan sesuai dengan butir 18.1.2.1(2) dan memenuhi persyaratan untuk hunian
spesifik berdasarkan ketentuan dalam Bab 12 sampai 17 dan Bab 17 dan 20 sampai 42, diambil
yang sesuai atau cocok.
(3) Perubahan-perubahan, pembaharuan, atau renovasi terhadap hunian-hunian perawatan
kesehatan eksisting (Lihat 4.6.7 dan 18.1.1.4)
(4) Bangunan-bangunan atau bagian-bagian bangunan eksisting setelah diubah menjadi hunian
perawatan kesehatan (Lihat 4.6.11)
Pengecualian*: Fasilitas yang telah dilengkapi dengan kelengkapan keselamatan yang memiliki
tingkat keselamatan yang setara sebagaimana ditetapkan oleh OB sesuai Sub.Bab 1.5.
18.1.1.1.2 Bab ini menetapkan persyaratan keselamatan jiwa untuk rancangan semua bangunan
rumah sakit, rumah perawatan dan fasilitas kesehatan terbatas yang baru. Istilah rumah sakit yang
digunakan dalam peraturan ini mencakup rumah sakit umum, rumah sakit jiwa, dan rumah sakit
khusus. Istilah rumah perawatan, yang digunakan dalam peraturan ini, mencakup rumah
perawatan dan penyembuhan, fasilitas perawatan terlatih, fasilitas perawatan sementara dan dan
rumah sakit untuk orang tua. Karena bervariasinya persyaratan, untuk setiap hunian perawatan
kesehatan spesifik, maka terdapat paragraf-paragraf khusus mengenai hal tersebut. Bab 20
menetapkan persyaratan keselamatan jiwa untuk semua fasilitas perawatan kesehatan rawat
jalan, sedangkan Sub.bab 18.7 menetapkan persyaratan fitur-fitur operasi untuk semua hunian
perawatan kesehatan.
18.1.1.1.3 Fasilitas perawatan kesehatan yang diatur dalam Bab ini memberikan kelengkapan
ruang tidur bagi penghuninya dan dihuni oleh orang-orang yang umumnya tidak mampu mengurus
dirinya karena faktor usia, karena ketidakmampuan fisik atau mental, atau karena tindakan
keamanan di luar kontrol penghuni.
18.1.1.1.4 Bangunan atau bagian-bagian bangunan, yang dikhususkan untuk menampung
pasien-pasien yang, menurut pendapat pengurus dan pihak pemerintah, mampu memutuskan atau
bertindak tepat secara fisik untuk mengurus dirinya sendiri pada kondisi darurat, diperbolehkan
memenuhi ketentuan Bab-bab dalam Peraturan ini selain dari bab 18.
18.1.1.1.5 Harus diperhatikan bahwa, dalam bangunan yang menampung tipe-tipe pasien tertentu
atau memiliki ruang-ruang penahanan atau bagian sekuriti, perlu untuk mengunci pintu-pintu dan
jendela ber-jeruji untuk membatasi dan melindungi penghuni dan penunjung bangunan.

66 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Dalam hal ini OB harus membuat modifikasi yang tepat terhadap ketentuan-ketentuan dalam sub-
sub bab Peraturan ini atau apakah sarana jalan ke luar tetap di biarkan tidak terkunci.
18.1.1.1.6 Bangunan-bangunan, atau bagian-bagian bangunan, yang dihuni oleh orang-orang tua
dan yang memberikan aktivitas untuk memelihara ketidaktergantungan mereka secara kontinyu,
tetapi tidak diberikan pelayanan berbeda terkait dengan hunian perawatan kesehatan (lihat 18.1.3)
sebagaimana ditentukan dalam 3.3.98, diperbolehkan memenuhi persyaratan pada bab-bab lain
dari Peraturan ini, seperti pada Bab 30 atau Bab 32.
18.1.1.1.7 Fasilitas yang tidak menampung penghuninya selama 24-jam harus diklasifikasikan
sebagai hunian lainnya dan di atur persyaratannya dalam Bab-bab lain dari Peraturan ini.
18.1.1.1.8* Persyaratan-persyaratan yang diatur dalam bab ini didasarkan atas asumsi bahwa staf
selalu ada di semua area yang dihuni pasien untuk melaksanakan fungsi penyelamatan tertentu
terhadap kebakaran sebagaimana disyaratkan pada paragraf lain dari Bab ini.
18.1.1.2* Sasaran dan Tujuan.
Sasaran dan tujuan Sub.bab 4.1 dan 4.2 harus cocok atas pertimbangan persyaratan fungsional.
Hal ini dapat dicapai dengan membatasi pertumbuhan dan penyebaran kebakaran pada ruang
asal api dan mengurangi kebutuhan penghuni untuk evakuasi, kecuali di ruang asal api tersebut.
18.1.1.3 Konsep total.
Semua fasilitas perawatan kesehatan harus dirancang, di konstruksi, dipelihara, dan di operasikan
untuk meminimasi kemungkinan kondisi darurat kebakaran yang memerlukan evakuasi
penghuninya. Karena keselamatan kesehatan penghuni tidak dapat dijamin sepenuhnya melalui
ketergantungan pada evakuasi, maka perlindungan terhadap penghuni dari bahaya kebakaran
harus diberikan melalui pengaturan fasilitas yang tepat, pelatihan staf dan pengembangan
prosedur operasi dan pemeliharaan mencakup hal-hal berikut :
(1) Perancangan, konstruksi dan kompartemenisasi
(2) Pemasangan sistem deteksi, alarm dan peralatan pemadam
(3) Perencanaan pencegahan kebakaran, pelatihan personil dan program latihan kebakaran
untuk pembatasan api, pemindahan penghuni ke area pengungsian atau evakuasi
bangunan.
18.1.1.4 Penambahan-penambahan, konversi, pembaharuan, renovasi dan
konstruksi.
18.1.1.4.1 Penambahan-penambahan.
Penambahan-penambahan harus dipisahkan dari setiap struktur eksisting yang tidak memenuhi
persyaratan dalam bab 19 oleh penghalang api yang mempunyai TKA tidak kurang dari 2-jam dan
dikonstruksi dari bahan yang disyaratkan (Lihat 4.6.11 dan 4.6.6.)
18.1.1.4.2 Bukaan-bukaan untuk komunikasi dalam pembagian penghalang-penghalang api
sebagaimana disyaratkan oleh 18.1.1.4.1 hanya boleh di koridor-koridor dan harus dilindungi
dengan alat penutup pintu otomatis yang disetujui. (Lihat pula Sub.Bab 8.2.)
18.1.1.4.3 Pintu-pintu di penghalang yang dipersyaratkan pada 18.1.1.4.1 harus dalam keadaan
normal tertutup.

Pengecualian :
Pintu-pintu boleh dibiarkan terbuka apabila memenuhi persyaratan 18.2.2.2.6.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 67


18.1.1.4.4 Perubahan-perubahan hunian.
Perubahan-perubahan hunian harus memenuhi butir 4.6.11. Setiap perubahan dari satu sub-
klasifikasi hunian perawatan kesehatan ke lainnya harus memenuhi persyaratan untuk konstruksi
baru.
Pengecualian
1 Perubahan dari rumah sakit ke rumah perawatan atau dari rumah perawatan ke rumah sakit tidak harus
dipertimbangkan sebagai perubahan dalam penghunian atau sub-klasifikasi penghunian.
2 Perubahan dari rumah sakit atau rumah perawatan ke fasilitas perawatan terbatas tidak harus dipertimbangkan
sebagai perubahan hunian atau perubahan sub-klasifikasi hunian.
3 Perubahan dari rumah sakit atau rumah perawatan ke fasilitas perawatan kesehatan rawat jalan tidak harus
dipertimbangkan sebagai perubahan hunian atau perubahan dalam sub klasifikasi hunian.

Gambar 18/19.1 – Pemisahan konstruksi baru dari bangunan eksisting

68 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


18.1.1.4.5* Renovasi, perubahan dan Pembaharuan.
Apabila renovasi, perubahan atau peremajaan besar dibuat pada fasilitas tanpa sprinkler, maka
persyaratan sprinkler otomatis sebagaimana diuraikan dalam bab 18 harus diberlakukan pada
kompartemen asap yang tengah dilakukan renovasi, perubahan atau pembaharuan.
Walaupun demikian, apabila bangunan tidak dilindungi seluruhnya dengan peralatan sprinkler
otomatis, maka persyaratan 19.1.6 dan 19.2.3.2 harus pula diberlakukan.
Pengecualian No. 2 hingga 18.3.7.3 diperolehkan hanya apabila kompartemen asap yang letaknya
bersebelahan dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler otomatis yang disetujui sesuai dengan
18.3.5.2. Apabila renovasi, perubahan dan pembaharuan berskala kecil dilakukan pada fasilitas
tanpa sprinkler, maka persyaratan butir 18.3.5.1 tidak boleh diterapkan, dalam hal ini pekerjaan
renovasi, perubahan dan pembaharuan atau perbaikan tidak boleh mengurangi keselamatan jiwa
di bawah level yang sebelumnya ada, atau di bawah level persyaratan Bab 19 untuk bangunan-
bangunan tanpa sprinkler (Lihat 4.6.7).
18.1.1.4.6 Pekerjaan Konstruksi, Perbaikan, dan Penyempurnaan.
(Lihat 4.6.10.)
18.1.2 Hunian Campuran.
(lihat juga 6.1.14.)
18.1.2.1* Bagian-bagian dari fasilitas perawatan kesehatan diperbolehkan untuk diklasifikasikan
sebagai hunian lainnya, asalkan memenuhi kondisi-kondisi berikut ini :
(1) Bagian-bagian tersebut tidak dimaksudkan untuk melayani perawatan kesehatan penghuni
bangunan baik dalam arti menampung, merawat ataupun akses yang biasa bagi pasien yang
tidak mampu menolong dirinya sendiri..
(2) Bagian-bagian tersebut dipisahkan dari area hunian perawatan kesehatan dengan konstruksi
yang memiliki TKA tak kurang dari 2-jam.
18.1.2.2* Fasilitas rawat jalan, klinik medis, dan fasilitas sejenis yang berdekatan dengan hunian
perawatan kesehatan tetapi utamanya dimaksudkan untuk memberikan layanan luar rumah sakit
(outpatient) dapat diklasifikasikan sebagai hunian bisnis atau fasilitas perawatan kesehatan rawat
jalan (ambulatory) dengan syarat bahwa fasilitas tersebut dipisahkan dari hunian perawatan
kesehatan dengan konstruksi tahan api tidak kurang dari 2-jam dan fasilitas tersebut tidak
dimaksudkan untuk memberikan layanan simultan untuk 4 orang pasien atau lebih yang
litterborne.
18.1.2.3 Hunian perawatan kesehatan dalam bangunan yang menampung hunian-hunian
lainnya harus benar-benar dipisahkan melalui konstruksi dengan TKA tidak kurang dari 2 jam
sebagaimana diberikan untuk penambahan-penambahan dalam ketentuan 18.1.1.4.
18.1.2.4 Semua sarana jalan ke luar dari hunian perawatan kesehatan yang melintas melewati
ruang-ruang bukan perawatan kesehatan harus memenuhi persyaratan Peraturan ini.
Pengecualian:
Eksit melalui eksit horisontal kedalam hunian berdekatan lainnya yang tidak memenuhi persyaratan jalan ke luar untuk
perawatan kesehatan, tetapi masih memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk hunian lainnya yang diatur dalam
Peraturan ini, bisa diizinkan, asalkan hunian tersebut tidak mengandung muatan bahaya tinggi. Eksit horisontal harus
memenuhi persyaratan pada butir 18.2.2.5.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 69


18.1.2.5 Persyaratan jalan ke luar untuk area perawatan kesehatan yang berhubungan dengan
hunian lainnya harus memenuhi persyaratan keterkaitan yang diatur dalam Peraturan ini. Apabila
hunian klinis untuk keperluan pasiennya memerlukan penguncian sarana jalan ke luar, maka harus
ada pengaturan staf untuk mengawasi keluarnya pasien selama waktu-waktu pemakaian nya.
18.1.2.6 Auditorium, tempat peribadatan, area rumah tinggal staf, atau hunian-hunian lainnya
yang disediakan terkait dengan fasilitas perawatan kesehatan harus memiliki sarana jalan ke luar
yang memenuhi ketentuan dalam Sub.Bab lainnya dalam Peraturan ini.
18.1.2.7 Setiap area yang mengandung muatan berbahaya dan diklasifikasikan lebih tinggi dari
hunian perawatan kesehatan dan berada dalam lokasi yang sama harus diproteksi sesuai
ketentuan 18.3.2.
18.1.2.8 Hunian-hunian yang tidak terkait dengan perawatan kesehatan dan diklasifikasikan
mengandung bahan-bahan bahaya tinggi, dilarang berada dalam bangunan-bangunan yang
digunakan untuk hunian-hunian perawatan kesehatan.
18.1.3 Definisi Khusus.
Hunian Perawatan Kesehatan Rawat Jalan. Lihat 3.3.8.
Rumah Sakit. Lihat 3.3.104.
Fasilitas Perawatan Terbatas. Lihat 3.3.117.
Rumah Perawatan. Lihat 3.3.132.
18.1.4 Klasifikasi Hunian.
(Lihat 18.1.3.)
18.1.5 Klasifikasi Muatan Berbahaya.
Klasifikasi muatan atau kandungan bahan berbahaya harus sesuai dengan definisi sebagaimana
diuraikan dalam Sub.Bab 6.2.
18.1.6 Persyaratan konstruksi minimum.
18.1.6.1 Sesuai ketentuan 18.1.6, jumlah lapis bangunan harus dihitung mulai dari tingkatan
pertama atau awal dari pelepasan eksit dan berakhir hingga tingkatan hunian tertinggi. Sesuai
tujuan ketentuan 18.1.6, tingkatan pertama pelepasan eksit suatu bangunan harus lapis terendah
yang lantainya rata atau di atas pelataran garis dinding luar untuk 50% atau lebih kelilingnya.
Tingkatan bangunan di bawah tingkatan pertama tidak dihitung sebagai lapis bangunan.
18.1.6.2 Hunian perawatan kesehatan harus dibatasi tipe konstruksinya sebagaimana
diperlihatkan pada Tabel 18.1.6.2. (Lihat 8.2.1.)
Pengecualian :
Setiap bangunan dari konstruksi Tipe I(443), Tipe I(332), Tipe II(222), atau Tipe II(111) diperbolehkan memakai sistem
atap yang memiliki penyangga, penopang atau atap dari bahan mudah terbakar, dengan syarat memenuhi kriteria
berikut :
(a) Penutup atap memenuhi persyaratan Klas A sesuai dengan standar NFPA 256, Standard Methods of Fire Tests
of Roof Coverings.
(b) Atap terpisah dari bagian-bagian bangunan yang dihuni dengan menggunakan pasangan lantai dari bahan tidak
mudah terbakar dengan TKA tidak kurang dari 2-jam dibuat dari beton atau lapis gipsum setebal tidak kurang dari
21/2 in. (6.4 cm).. Untuk ini diperlukan elemen struktur untuk menopang pasangan lantai dengan TKA 2-jam
untuk memperoleh tingkat ketahanan api yang diperlukan bangunan.

70 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Table 18.1.6.2 Pembatasan Tipe Konstruksi
Lapis bangunan
Tipe konstruksi
1 2 3 4 atau lebih
I (443) X X X X
I (332) X X X X
II (222) X X X X
II (111) X X X NP
II (000) X NP NP NP
III (211) X NP NP NP
III (200) NP NP NP NP
IV (2HH) X NP NP NP
V (111) X NP NP NP
V (000) NP NP NP NP
X : Tipe konstruksi yang diijinkan
NP: Tidak diijinkan

18.1.6.3 Semua dinding-dinding dan partisi interior dalam dengan Konstruksi Tipe I atau Tipe II
harus dari bahan-bahan tidak mudah terbakar atau terbakar terbatas.
18.1.6.4 Semua bangunan yang memiliki lebih dari satu tingkatan dibawah tingkatan pelepasan
eksit harus memiliki tingkatan yang lebih rendah yang dipisahkan dari tingkatan pelepasan eksit
dengan konstruksi Tipe II (111).

Gambar 18/19.2 – Penetuan jumlah lantai untuk penerapan persyaratan minimum konstruksi.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 71


18.1.7 Beban Penghunian.
Beban penghunian, dalam jumlah orang-orang yang diperlukan dalam persyaratan jalan ke luar
dan harus ditentukan berdasarkan faktor beban penghunian dari Tabel 7.3.1.2 yang merupakan
karakteristik penggunaan ruang atau harus ditentukan dari jumlah populasi yang mungkin berada
dalam suatu ruang yang diperhitungkan, yang mana yang lebih besar.
18.2.1 Umum.
Setiap jalan masuk, jalan terusan, koridor, pelepasan eksit, lokasi eksit dan akses ke eksit harus
sesuai dengan Bab 7.
Pengecualian :
Sebagaimana ditentukan oleh pasal 18.2.2 hingga 18.2.11.
18.2.2* Komponen-komponen sarana jalan ke luar.
18.2.2.1 Komponen-komponen sarana jalan ke luar harus dibatasi terhadap tipe-tipe
sebagaimana diuraikan dalam pasal 18.2.2.2 hingga 18.2.2.10.
18.2.2.2 Pintu-pintu.
18.2.2.2.1 Hanya pintu-pintu yang memenuhi ketentuan 7.2.1 diperbolehkan.
18.2.2.2.2 Kunci-kunci tidak diperkenankan dipasang pada pintu-pintu ruang tidur pasien.
Pengecualian
1 Peralatan pengunci yang menghalangi akses ke ruangan dari koridor yang hanya dapat dioperasikan oleh staf
dari sisi koridor diperbolehkan. Peralatan semacam itu tidak boleh menghalangi jalur penyelamatan dari dalam
ruangan.
2 Pengaturan penguncian pintu diperbolehkan pada hunian perawatan kesehatan atau bagian dari hunian
perawatan kesehatan yang kebutuhan klinis pasiennya memerlukan upaya sekuriti khusus untuk
keselamatannya, dengan syarat bahwa kunci-kunci dibawa setiap saat oleh staf.
18.2.2.2.3 Pintu-pintu yang terletak dalam sarana jalan ke luar yang disyaratkan diperbolehkan
dikunci.
18.2.2.2.4 Pintu-pintu di dalam sarana jalan ke luar yang disyaratkan tidak boleh dipasangi palang
pintu atau kunci yang memerlukan penggunaan alat atau anak kunci untuk membukanya dari sisi
jalan ke luar.
Pengecualian
1 Pengaturan penguncian pintu tanpa menunda waktu penyelamatan dibolehkan pada hunian perawatan
kesehatan atau bagian dari hunian perawatan kesehatan yang kebutuhan klinis pasiennya memerlukan upaya
penp membuka pintu-pintu tersebut. (Lihat 18.1.1.1.5 dan 18.2.2.2.5.)
2* Kunci-kunci penunda penyelamatan yang memenuhi ketentuan 7.2.1.6.1 diperbolehkan dengan syarat tidak lebih
dari satu alat semacam itu ditempatkan di tiap jalur penyelamatan.
3 Pintu-pintu penyelamatan yang dikendalikan aksesnya yang memenuhi ketentuan 7.2.1.6.2 diperbolehkan.
18.2.2.2.5 Pintu-pintu yang terletak di sarana jalan ke luar yang diperbolehkan dikunci sesuai
ketentuan lain dalam Bab ini harus memiliki kelengkapan untuk bisa memindahkan secara cepat
penguna atau penghuni bangunan dengan cara seperti kontrol jarak jauh pengunci, mengubah
penguncian pintu yang dapat dibuka oleh kunci-kunci yang dibawa staf setiap saat, atau cara
lainnya yang handal yang bisa dijangkau atau digunakan oleh staf setiap saat. Hanya satu alat
pengunci diperbolehkan pada setiap pintu.

72 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Pengecualian:
Pengunci sesuai dengan Kekecualian No. 2 dan 3 hingga 18.2.2.2.4.
18.2.2.2.6* Setiap pintu di jalan terusan eksit, ruang pelindung tangga, eksit horisontal,
penghalang asap atau ruang pembatas area berbahaya (kecuali ruang-ruang boiler, ruang-ruang
pemanas, dan ruang-ruang peralatan mesin) diperbolehkan terbuka hanya dengan peralatan
pelepas otomatis yang memenuhi ketentuan 7.2.1.8.2. Sistem-sistem sprinkler otomatis, alarm
kebakaran dan sistem-sistem yang disyaratkan menurut ketentuan 7.2.1.8.2 harus diatur untuk
meng-inisiasi gerak menutup dari semua pintu-pintu di seluruh kompartemen asap atau di semua
fasilitas.
18.2.2.2.7 Apabila pintu-pintu di dalam ruang pelindung tangga dalam kondisi terbuka oleh
peralatan pembuka otomatis sebagaimana diperbolehkan oleh ketentuan 18.2.2.2.6, inisiasi gerak
menutup pintu pada setiap level harus bisa membuat semua pintu pada semua level di ruang
pelindung tangga menutup.
18.2.2.2.8 Hunian perawatan kesehatan bertingkat tinggi harus memenuhi persyaratan re-entry
sebagaimana diatur dalam 7.2.1.5.2.
18.2.2.2.9 Pintu-pintu luncur horisontal sebagaimana diperbolehkan berdasarkan pasal 7.2.1.14,
yang tidak menutup secara otomatis harus dibatasi hanya untuk pintu daun tunggal dan harus
memiliki pengunci atau mekanisme lain yang dapat menjamin bahwa pintu-pintu tersebut tidak
akan memantul kembali ke posisi terbuka sebagian apabila ditutup secara keras saat terjadi
keadaan darurat.
18.2.2.3 Tangga-tangga.
Tangga-tangga yang memenuhi ketentuan 7.2.2 diperbolehkan.
18.2.2.4 Ruang-ruang pelindung tahan asap.
Ruang-ruang pelindung tahan asap sesuai ketentuan 7.2.3 diperbolehkan.
18.2.2.5 Eksit-eksit horisontal.
Eksit-eksit horisontal yang memenuhi persyaratan 7.2.4 dan modifikasi sesuai ketentuan
18.2.2.5.1 sampai 18.2.2.5.6 diperbolehkan.
18.2.2.5.1 Tidak kurang dari 30 ft2 bersih (2.8 m2 bersih) untuk setiap pasien di suatu rumah sakit
atau rumah perawatan, atau tidak kurang dari 15 ft2 bersih (1.4 m2 bersih) untuk setiap penghuni
di fasilitas perawatan terbatas, harus disediakan dalam ruang bersama di koridor, ruang-ruang
pasien, ruang-ruang perawatan, ruang-ruang tempat duduk-duduk atau ruang-ruang makan dan
area lainnya pada setiap sisi eksit horisontal. Pada lantai-lantai yang tidak menampung tempat
tidur pasien, tidak kurang dari 6 ft2 bersih (0.56 m2 bersih) untuk setiap penghuni harus disediakan
pada setiap sisi eksit horisontal untuk jumlah total penghuni di kompartemen yang bersebelahan.
18.2.2.5.2 Kapasitas penyelamatan total dari eksit lainnya (tangga-tangga, ramp-ramp, pintu-pintu
yang mengarah ke luar bangunan) tidak boleh dikurangi dibawah sepertiga dari yang disyaratkan
untuk seluruh area bangunan.
18.2.2.5.3 Suatu pintu tunggal diperbolehkan di eksit horisontal apabila eksit melayani hanya satu
arah. Pintu semacam itu harus dari jenis pintu ayun atau pintu luncur horisontal yang memenuhi
ketentuan pasal 7.2.1.14. Kelebaran bersih pintu tidak boleh kurang dari 41.5 in. (105 cm).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 73


18.2.2.5.4 Suatu eksit horisontal yang terdiri atas sebuah koridor yang lebarnya 8 ft (2.4 m) atau
lebih melayani sebagai sarana jalan ke luar dari kedua sisi jalur pintu harus mempunyai bukaan
yang dilindungi dengan pasangan pintu-pintu ayun yang diatur untuk bisa berayun dalam arah
yang berlawanan satu sama lain, dengan setiap pintu memiliki lebar bersih tidak kurang dari 41.5
in. (105 cm), atau oleh pintu luncur horisontal yang memenuhi 7.2.1 dan memberikan lebar bersih
tidak kurang dari 83 in. (211 cm).
18.2.2.5.5 Suatu eksit horisontal yang terdiri atas koridor dengan lebar 6 ft (1.8 m) atau lebih
melayani sebagai sarana jalan ke luar dari kedua sisi jalur pintu harus mempunyai bukaan yang
dilindungi oleh sepasang pintu-pintu ayun, yang diatur untuk berayun dalam arah yang berlawanan
satu sama lain, dengan setiap pintu mempunyai lebar bersih tidak kurang dari 32 in. (81 cm), atau
oleh pintu luncur horisontal yang memenuhi ketentuan 7.2.1.14 yang memberikan lebar bersih
tidak kurang dari 64 in. (163 cm).
18.2.2.5.6 Suatu panel penglihat yang disetujui disyaratkan pada setiap eksit horisontal. Tiang
jendela di tengah-tengah dilarang.

Gambar 18/19.3(a) – Eksit horizontal pada rumah sakit yang baru atau rumah jompo.

74 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Gambar 18/19.3(b) – Eksit horizontal pada fasilitas perawatan terbatas atau rumah sakit jiwa.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 75


Gambar 18/19.3.(c) – Eksit horizontal pada hunian perawatan kesehatan eksisting.

18.2.2.6 Ramp.
18.2.2.6.1 Ramp yang memenuhi 7.2.5 diperbolehkan.
18.2.2.6.2 Ramps terlindung sebagai eksit harus memiliki kelebaran yang cukup untuk
memberikan kapasitas penyelamatan sesuai dengen ketentuan 18.2.3.2.
18.2.2.7 Jalan Terusan Eksit.
Jalan terusan eksit yang memenuhi 7.2.6 diperbolehkan.
18.2.2.8 Tangga-tangga Penyelamatan.
Tangga-tangga penyelamatan kebakaran yang memenuhi ketentuan 7.2.9 diperbolehkan.
18.2.2.9 Peralatan Anak Tangga Selang seling.
Peralatan anak tangga selang-seling sesuai 7.2.11 dapat digunakan.
18.2.2.10 Area pengungsian.
Area pengungsian yang digunakan sebagai bagian dari sarana jalan ke luar yang disyaratkan
harus memenuhi ketentuan 7.2.12.

76 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


18.2.3 Kapasitas sarana jalan ke luar.
18.2.3.1 Kapasitas setiap sarana jalan ke luar harus didasarkan pada kelebarannya, sebagaimana
ditetapkan pada Bagian 7.3.
18.2.3.2 Kapasitas jalan ke luar yang menyediakan perjalanan dengan menggunakan tangga
harus 0.3 in. (0.8 cm) untuk setiap orang, dan kapasitas kapasitas untuk sarana jalan ke luar yang
menyediakan perjalanan (tanpa tangga) dengan menggunakan pintu-pintu, ramp, atau eksit
horisontal harus 0.2 in. (0.5 cm) per orang.
18.2.3.3* Lebar bersih pintu masuk ruang tengah, koridor, dan ramp yang disyaratkan untuk akses
eksit di bangunan rumah sakit atau rumah perawatan harus tidak boleh kurang dari 8 ft (2.4 m),
serta tidak terhalangi. Bila ramp digunakan sebagai eksit, maka harus lihat 18.2.2.6.
Pengecualian
1* Lebar bersih pintu jalan masuk, koridor, dan ramp di area yang bersebelahan yang tidak digunakan untuk
menampung, merawat atau menggunakan untuk pasien rawat inap harus tidak boleh kurang dari 44 in. (112 cm),
dan tidak terhalangi.
2* Akses ke eksit di dalam suatu ruangan atau ruangan besar harus memenuhi persyaratan 18.2.5.
18.2.3.4 Lebar bersih pintu masuk utama, koridor, dan ramp yang disyaratkan untuk akses ke eksit
pada fasilitas perawatan terbatas atau rumah sakit bagi perawatan sakit jiwa harus tidak boleh
kurang dari 6 ft (1.8 m) dan tidak terhalangi. Apabila ramp digunakan sebagai eksit, lihat ketentuan
18.2.2.6.
Pengecualian
1* Lebar bersih pintu masuk utama, koridor, dan ramp di area-area bersebelahan yang tidak dimaksudkan untuk
menampung, merawat atau menggunakan untuk keperluan rawat inap pasien harus tidak boleh kurang dari 44 in.
(112 cm) dan tidak terhalangi.
2* Akses eksit di dalam suatu ruangan atau ruangan utama harus memenuhi persyaratan 18.2.5.
18.2.3.5 Lebar bersih minimum untuk pintu-pintu di sarana jalan ke luar dari ruang-ruang tidur,
area diagnostik dan perawatan seperti sinar-X, pembedahan atau terapi fisik dan ruang perawatan
harus sebagai berikut :
(1) Rumah sakit dan rumah perawatan — 41.5 in. (105 cm)
(2) Rumah sakit jiwa dan fasilitas perawatan terbatas — 32 in. (81 cm)
Pengecualian :
1 Lebar bersih pintu-pintu yang dipasang sedemikian sehingga tidak digunakan oleh penghuni rumah sakit harus
tidak boleh kurang dari 32 in. (81 cm)..
2 Lebar bersih pintu-pintu di ruang-ruang pelindung tangga eksit tidak boleh kurang dari 32 in. (81 cm).
3 Lebar bersih pintu-pintu yang melayani perawatan bagi yang baru melahirkan tidak boleh kurang dari 32 in. (81
cm.
4 Apabila disediakan suatu pasangan pintu, maka sekurang-kurangnya satu pintu harus memiliki bukaan dengan
lebar bersih tidak kurang dari 32-in. (81-cm) dilengkapi dengan alur pintu, lereng atau astragal pada pinggir
pertemuan daun pintu. Bagian daun pintu yang tidak aktif harus dipasang pasak sembul otomatis untuk
membentuk pengunci yang kencang.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 77


Gambar 18/19.4(a) – Akses eksit koridor dalam fasilitas perawatan kesehatan baru

Gambar 18/19.4(b) – Akses eksit koridor dalam fasilitas perawatan kesehatan eksisting.

78 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Gambar 18/19.5 - Pengukuran lebar pintu minimum untuk pintu eksisting

18.2.4 Jumlah eksit.


18.2.4.1 Pada setiap lantai atau ruang pembatas api, harus dipasang sekurang-kurangnya dua
eksit dari tipe sebagaimana diuraikan dalam ketentuan 18.2.2.2 hingga 18.2.2.10, yang lokasinya
berjauhan satu sama lain.
18.2.4.2 Sekurang-kurangnya satu eksit dari setiap lantai atau ruang pembatas api harus
merupakan salah satu dari yang berikut ini :
(1) Pintu yang mengarah langsung ke luar bangunan
(2) Tangga
(3) Ruang pelindung tahan asap
(4) Ramp
(5) Jalan terusan eksit
Tiap ruang pembatas api yang tidak memenuhi persyaratan-persyaratan ini harus dipertimbangkan
sebagai bagian dari zona yang berdekatan. Jalur penyelamatan tidak disyaratkan kembali
melewati zona asal api.

Gambar 18/19.6 – Susunan eksit untuk kompartemen api dibentuk oleh eksit horizontal dengan
penghalang api.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 79


Gambar 18/19.7 – Susunan eksit untuk kompartemen asap yang dibentuk oleh penghalang asap.

18.2.4.3* Tidak kurang dari dua eksit dari tipe sebagaimana diuraikan dalam pasal 18.2.2.2
sampai pasal 18.2.2.10 harus dapat dicapai dari tiap kompartemen asap. Jalan keluar
diperbolehkan lewat kompartemen bersebelahan, tetapi tidak boleh kembali melewati
kompartemen asal api.
18.2.5 Pengaturan Sarana Jalan Ke Luar.
18.2.5.1 Setiap ruang hunian harus memiliki sebuah pintu akses eksit yang langsung menuju ke
koridor akses eksit.
Pengecualian
1 Apabila terdapat pintu eksit yang membuka langsung ke luar dari ruangan di tingkat dasar.
2 Akses eksit dari ruangan tidur pasien dengan tidak lebih dari 8 tempat tidur pasien diperbolehkan jalan melewati
ruangan antara untuk mencapai ke koridor akses eksit.
3 Akses eksit dari ruang utama perawatan khusus diperbolehkan melewati satu ruang antara, untuk mencapai
koridor akses eksit, apabila dari pengaturan memungkinkan dilakukanya supervise visual langsung dan konstan
oleh personel perawatan.
4 Akses ke eksit dari ruang-ruang utama, selain ruang-ruang tidur pasien diperbolehkan melewati tidak lebih dari
dua ruang-ruang berdekatan, untuk mencapai koridor akses eksit apabila jarak tempuh didalam ruang utama
tersebut memenuhi ketentuan 18.2.5.8.
18.2.5.2 Setiap ruangan tidur pasien, atau setiap ruang utama yang terdapat didalamnya ruang-
ruang tidur pasien, berukuran lebih dari 000 ft2 (93 m2) harus memiliki sekurang-kurangnya dua
pintu akses eksit yang lokasinya berjauhan satu sama lain.
18.2.5.3 Setiap ruangan atau setiap ruang utama, selain ruang-ruang tidur pasien, yang luasnya
lebih dari 2500 ft2 (230 m2) harus memiliki sekurang-kurangnya dua pintu akses eksit yang
letaknya berjauhan satu sama lain.

80 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


18.2.5.4 Setiap ruangan-ruangan besar yang memenuhi persyaratan 18.2.5 diperbolehkan
dipisah-pisahkan dengan menggunakan partisi-partisi yang bersifat tidak tahan api penuh, tidak
mudah terbakar, atau terbakar namun terbatas.
18.2.5.5 Ruang-ruang antara tidak boleh merupakan area berbahaya sebagaimana didefinisikan
dalam ketentuan 18.3.2.
18.2.5.6 Ruang-ruang tidur utama atau besar tidak boleh melebihi 5000 ft2 (460 m2) luasnya.
18.2.5.7 Ruang-ruang besar, selain ruang-ruang tidur pasien, tidak boleh melebihi 10,000 ft2 (930
m2) luasnya.
18.2.5.8 Ruang-ruang besar, selain ruang-ruang untuk tidur pasien, diperbolehkan memiliki satu
ruang antara apabila jarak tempuh dalam ruang besar tersebut ke pintu-pintu akses eksit tidak
melebihi 100 ft (30 m) dan boleh memiliki dua ruang antara apabila jarak tempuh di dalam ruang
besar tersebut ke pintu akses eksit tidak melebihi 50 ft (15 m).
18.2.5.9 Setiap koridor harus menyediakan akses ke, tidak kurang dari dua eksit yang disetujui
sesuai dengan ketentuan Sub.Bab 7.4 dan 7.5 tanpa harus melewati ruang-ruang antara selain
koridor atau lobi.
18.2.5.10 Setiap eksit atau akses ke eksit harus diatur sedemikian sehingga tidak satupun dari
koridor, jalan masuk utama, jalan terusan memiliki lorong buntu melebihi 30 ft (9.1 m).

Gambar 18/19.8 – Akses langsung ke koridor dari ruang yang dihuni

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 81


Gambar 18/19.9 – Ruang antara dari ruang pasien dan koridor

Gambar 18/19.10(a) – Ruang tidur pasien

82 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Gambar 18/19.10(b) – Ruang tidur pasien dengan ruang antara ke koridor.

Gambar 18/19.11(a) – Ruang tindakan/pengobatan (tidak tidur)

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 83


Gambar 18/19.11(b) – Ruang tindakan/pengobatan satu ruang antara ke koridor.

Gambar 18/19.11(c) – Ruang tindakan/pengobatan dengan dua ruang antara ke koridor.

84 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Gambar 18/19.12 – Ujung buntu dalam hunian perawatan kesehatan baru

18.2.6 Jarak tempuh ke eksit.


18.2.6.1 Jarak tempuh harus diukur berdasarkan Sub.Bab 7.6.
18.2.6.2 Jarak tempuh harus memenuhi ketentuan 18.2.6.2.1 sampai 18.2.6.2.4.
18.2.6.2.1 Jarak tempuh antara setiap pintu ruangan yang disyaratkan sebagai akses eksit ke
eksit tidak boleh melebihi 150 ft (45 m).
18.2.6.2.2 Jarak tempuh antara tiap titik dalam ruangan ke eksit tidak boleh melampaui 200 ft (60
m).
18.2.6.2.3 Jarak tempuh antara setiap titik di ruangan tidur perawatan kesehatan ke pintu akses
eksit di ruangan tersebut tidak boleh melebihi 50 ft (15 m).
18.2.6.2.4 Jarak tempuh antara setiap titik di ruangan tidur utama sebagaimana diperbolehkan
sesuai ketentuan 18.2.5 ke pintu akses eksit di ruangan utama tersebut tidak boleh melebihi 100 ft
(30 m) dan harus pula memenuhi persyaratan butir 18.2.6.2.2.

Gambar 18/19.13 – Pembatasan jarak tempuh

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 85


18.2.7 Pelepasan dari eksit.
Pelepasan dari eksit harus diatur sesuai dengan ketentuan Sub.Bab 7.7.
18.2.8 Pencahayaan sarana jalan ke luar.
Sarana jalan ke luar harus diberi pencahayaan sesuai ketentuan Sub.Bab 7.8.
18.2.9 Lampu darurat.
18.2.9.1 Lampu darurat harus disediakan sesuai ketentuan pada Sub.Bab 7.9.
18.2.9.2 Bangunan-bangunan yang dilengkapi dengan atau apabila pasien memerlukan
penggunaan system penopang hidup (lihat 18.5.1.3) harus mempunyai peralatan pencahayaan
darurat yang disuplai oleh cabang penyelamatan jiwa dari system kelistrikan bangunan
sebagaimana diuraikan dalam NFPA 99, Standar Fasilitas Perawatan Kesehatan (Standard for
Health Care Facilities).
18.2.10 Penandaan pada sarana jalan ke luar.
18.2.10.1 Sarana jalan ke luar harus memiliki tanda-tanda sesuai ketentuan Sub.Bab 7.10.
18.2.10.2 Bangunan-bangunan yang dilengkapi denan atau terdapat pasien yang memerlukan
penggunaan sistem penopang hidup (Lihat ketentuan 18.5.1.3) harus mempunyai pencahayaan
pada eksit yang disyaratkan dan tanda-tanda penunjuk yang disuplai dari cabang penyelamatan
jiwa dari system kelistrikan bangunan sebagaimana diuraikan dalam Standar NFPA 99, Standar
untuk Fasilitas Perawatan Kesehatan (Standard for Health Care Facilities).
Pengecualian :
Dipasang tanda penunjuk eksit yang menerangi sendiri (self-luminous) sebagaimana diperbolehkan dalam ketentuan
7.10.4.
Table 18.3.2.1 Proteksi Area Berbahaya

Uraian area berbahaya Pemisah /proteksi


Ruang-ruang boiler dan pemanas berbahan bakar 1 jam
Tempat cuci pakaian terpusat atau timbunan, berukuran lebih besar dari
1 jam
100 ft2 (9.3 m2)
Laboratorium yang menggunakan bahan-bahan mudah menyala atau
mudah terbakar dalam jumlah kurang dari yang dapat menimbulkan Lihat 18.3.6.3.4
bahaya tinggi.
Laboratorium yang menggunakan bahan berbahaya yang dapat
diklasifikasikan sebagai bahaya tinggi menurut NFPA 99, Standard for 1 jam
Health Care Facilities
Toko / tempat penyimpanan cat yang menggunakan bahan dan material
berbahaya dalam jumlah yang kurang dari yang ter-klasifikasikan sebagai 1 jam
bahaya tinggi
Bengkel pemeliharaan fisik bangunan & lingkungan 1 jam
Ruang-ruang kain tenun kotor 1 jam
Ruang penyimpanan berukuran lebih besar dari 50 ft2 (4.6 m2) tetapi tidak
Lihat 18.3.6.3.4
melebihi 100 ft2 (9.3 m2) yang menyimpan bahan-bahan mudah terbakar
Ruang-ruang penyimpanan berukuran lebih besar dari 100 ft2 (9.3 m2)
1 jam
yang menyimpan bahan-bahan mudah terbakar.
Ruang-ruang pengumpulan sampah / barang bekas 1 jam

86 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


18.3.6.2 Konstruksi dinding-dinding koridor.
Dinding-dinding koridor harus membentuk penghalang untuk membatasi penjalaran asap. Dinding-
dinding tersebut diperbolehkan dibangun sampai langit-langit yang dikonstruksi untuk membatasi
penjalaran asap. Tidak ada ketentuan mengenai tingkat ketahanan api pada dinding-dinding
koridor dalam hal ini.
18.3.7.1 Bangunan-bangunan yang terdapat didalamnya fasilitas perawatan kesehatan harus
dibagi dengan penghalang-penghalang api sebagai berikut :
(1) Membagi setiap lantai yang digunakan bagi pasien rawat inap untuk tidur atau mendapat
perlakuan kedalam kurang dari dua kompartemen asap.
(2) Membagi setiap lantai yang mempunyai beban penghunian 50 orang atau lebih, tidak
tergantung dari pemakaiannya, ke dalam tidak kurang dari dua kompartemen asap.
(3) Membatasi ukuran setiap kompartemen asap yang disyaratkan oleh (1) dan (2) menjadi area
yang ukurannya tidak melebihi 22,500 ft2 (2100 m2)
Pengecualian :
Area atrium yang dipisahkan mengikuti ketentuan 8.2.5.6 tidak boleh dibatasi ukurannya.
(4) Membatasi jarak tempuh dari setiap titik untuk mencapai pintu di penghalang api yang
disyaratkan ke suatu jarak yang tidak melebihi 200 ft (60 m).
Pengecualian
1 Lantai-lantai yang tidak terdapat didalamnya hunian perawatan kesehatan dan terletak sepenuhnya di atas
hunian perawatan kesehatan.
2 Area yang tidak terdapat didalamnya hunian perawatan kesehatan dan dipisahkan dari hunian perawatan
kesehatan dengan penghalang api yang memenuhi ketentuan 7.2.4.3.
3 Lantai-lantai yang tidak terdapat didalamnya hunian-hunian perawatan kesehatan dan terletak lebih dari satu
lantai dibawah hunian perawatan kesehatan.
4 Konstruksi parkir udara terbuka yang dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler otomatis yang disetujui dan
diawasi sesuai dengan ketentuan Sub.Bab 9.7.
18.3.7.2. Penghalang-penghalang asap harus disediakan pada lantai-lantai yang dapat
dimanfaatkan namun tidak dihuni.
18.3.1 Proteksi Bukaan-bukaan vertikal.
18.3.1.1 Setiap bukaan vertikal harus ditutupi atau dilindungi sesuai ketentuan 8.2.5.
Pengecualian
1 Bukaan-bukaan vertikal yang tidak dilindungi sesuai dengan ketentuan 8.2.5.8 diperbolehkan.
2 Kekecualian No. 1 untuk 8.2.5.6 (1) tidak berlaku pada ruang-ruang tidur pasien dan ruang-ruang perlakuan
untuk pasien.
3 Area-area tidur pasien bertingkat banyak (multilevel) di fasilitas perawatan sakit jiwa diperbolehkan tanpa proteksi
pelindung antar tingkat, dengan syarat kondisi-kondisi berikut memenuhi :
(a) Seluruh area yang dihuni termasuk semua level lantai yang berhubungan, cukup terbuka dan tak
terhalangi sehingga kebakaran atau kondisi berbahaya lainnya di setiap bagian akan terlihat jelas bagi
penghuni atau personel pengawas di area tsb.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 87


(b) Kapasitas jalan ke luar cukup untuk menampung semua penghuni secara simultan dari semua tingkat dan
area yang berhubungan, dengan semua tingkat yang berhubungan di area kebakaran yang sama
dipertimbangkan sebagai area lantai tunggal untuk penentuan kapasitas jalan ke luar yang disyaratkan.
(c) Beda ketinggian antara tingkat lantai teratas dan terbawah tak boleh melebihi 13 ft (4 m); jumlah tingkat
tidak harus dibatasi.
4 Bukaan-bukaan yang tidak dilindungi sesuai ketentuan 8.2.5.5 tidak diperbolehkan.
18.3.1.2 Pintu di ruang pelindung eksit harus bisa menutup sendiri dan harus dalam posisi tertutup
pada keadaan normal.
Pengecualian:
Pintu-pintu di ruang pelindung tangga dijaga tetap terbuka dibawah kondisi-kondisi sebagaimana diuraikan dalam
ketentuan 18.2.2.2.6 dan 18.2.2.2.7.

Gambar 18/19.14 – Bukaan nyaman yang dimungkinkan

18.3.2 Perlindungan dari Bahaya.


18.3.2.2* Laboratorium.
Laboratorium-laboratorium yang menggunakan sejumlah bahan-bahan mudah menyala, mudah
terbakar atau berbahaya yang diperhitungkan sebagai area sangat berbahaya harus dilindungi
sesuai dengan ketentuan dalam NFPA 99, Standard for Health Care Facilities.
18.3.2.3 Lokasi-lokasi Anestesi.
Lokasi-lokasi anestesi harus dilindungi sesuai dengan ketentuan dalam standar NFPA 99,
Standard for Health Care Facilities.
18.3.2.4 Gas-Medis.
Area penyimpanan gas medis dan administrasinya harus dilindungi sesuai dengan standar NFPA
99, Standard for Health Care Facilities.
18.3.2.5 Toko Souvenir.

88 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Toko-toko souvenir harus dilindungi sebagai area-area berbahaya apabila penggunaannya untuk
penyimpanan maupun pemajangan bahan-bahan mudah terbakar ada dalam jumlah yang
dianggap membahayakan. Toko-toko souvenir yang dipertimbangkan tidak berbahaya dan
mempunyai gudang terpisah dan dilindungi, diperbolehkan untuk sebagai berikut :
(1) Membuka ke arah lobi atau koridor apabila toko souvenir luasnya tidak lebih dari 500 ft2
(46.5 m2)
(2) Dipisahkan dari lobi atau koridor dengan dinding-dinding yang tidak harus tahan api

Table 18.3.2.1 Proteksi Area Berbahaya

Uraian area berbahaya Pemisahan/proteksi

Ruang-ruang boiler dan pemanas berbahan bakar 1-jam

Tempat cuci terpusat / timbunan lebih besar dari 1-jam


100 ft2 (9.3 m2)

Laboratorium yang menggunakan bahan-bahan Lihat 18.3.6.3.4


mudah menyala atau terbakar dalam jumlah kurang
dari yang dipertimbangkan sangat berbahaya.

Laboratorium yang menggunakan bahan-bahan 1-jam


berbahaya yang dapat diklasifikasikan sebagai
sangat berbahaya sesuai dengan standar NFPA 99,
Standard for Health Care Facilities

Toko-toko cat yang memakai bahan-bahan dan 1-jam


substansi berbahaya dalam jumlah yang dapat
diklasifikasikan sebagai sangat berbahaya.

Bengkel pemeliharaan peralatan 1-jam

Ruangan-ruangan kain linen kotor 1-jam

Ruangan-ruangan tempat penyimpanan bahan- Lihat 18.3.6.3.4


bahan mudah terbakar yang luasnya lebih besar
dari 50 ft2 (4.6 m2) tetapi tidak melebihi 100 ft2 (9.3
m2).

Ruangan-ruangan tempat penyimpanan bahan- 1-jam


bahan mudah terbakar yang luasnya lebih besar
dari 100 ft2 (9.3 m2)

Ruangan-ruangan pengumpulan barang bekas 1-jam

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 89


18.3.2.6 Fasilitas memasak.
Fasilitas memasak harus dilindungi sesuai ketentuan 9.2.3.
Pengecualian*:
Apabila peralatan memasak rumah tangga digunakan untuk menghangatkan makanan atau memasak terbatas, maka
proteksi atau pemisahan fasilitas penyiapan makanan tidak diperlukan.
18.3.2.7 Bangunan-bangunan yang menampung hunian-hunian perawatan kesehatan
sebagaimana ditunjukkan dalam ketentuan 18.1.1.1.2 yang memiliki landasan helikopter diatap
bangunan harus dilindungi sesuai dengan standar NFPA 418, Standard for Heliports.
18.3.3 Lapis interior.
18.3.3.1 Bahan lapis interior harus memenuhi ketentuan Sub.Bab 10.2.
18.3.3.2 Dinding Interior dan Pelapis Plafon.
Bahan-bahan pelapis interior dinding dan langit-langit yang memenuhi ketentuan 10.2.3
diperbolehkan digunakan apabila dari Klas A atau Klas B. Persyaratan 10.2.8.1 tidak diterapkan.
Pengecualian
1 Dinding-dinding dan langit-langit diperbolehkan memiliki bahan pelapis Klas A, Klas B, atau Klas C di dalam
kamar-kamar individu yang mempunyai kapasitas tidak melebihi 4 orang..
2 Bahan pelapis dinding koridor yang tingginya tidak lebih dari 4 ft (1.2 m) yang dibatasi hanya untuk separuh
bagian bawah dinding, diperbolehkan dari bahan Klas A, Klas B atau Klas C..
18.3.3.3 Pelapis lantai Interior.
(Tidak ada persyaratan)
18.3.4 Sistem Deteksi, Alarm dan Komunikasi.
18.3.4.1 Umum.
Hunian-hunian perawatan kesehatan harus dilengkapi dengan sistem alarm kebakaran sesuai
dengan ketentuan dalam Sub.Bab 9.6.
18.3.4.2* Inisiasi.
Inisiasi sistem alarm kebakaran yang disyaratkan berasal dari sarana manual sesuai dengan
ketentuan 9.6.2 dan dengan alarm aliran air dari sistem sprinkler, alat deteksi atau sistem deteksi.
Pengecualian :
Kotak-kotak alarm kebakaran manual di area tidur pasien tidak diperlukan pada eksit, apabila terletak pada semua
stasion kontrol perawat atau lokasi lainnya yang mendapat perhatian kontinyu staf, asalkan kotak-kotak alarm manual
tersebut mudah dilihat dan dapat dijangkau serta jarak tempuh yang disyaratkan oleh ketentuan 9.6.2.4 tidak dilampaui.
18.3.4.3 Pemberitahuan / notifikasi.
18.3.4.3.1 Notifikasi Penghuni.
Pemberitahuan ke penghuni harus dapat dicapai secara otomatis sesuai ketentuan 9.6.3.
Pengecualian No. 3 sampai 9.6.3.2 harus dilarang.
Pengecualian *:

90 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Sebagai pengganti sinyal alarm dengar, peralatan penunjuk alarm yang dapat dilihat atau tampak, diperbolehkan
digunakan di area-area perawatan kritis.
18.3.4.3.2 Notifikasi Tanggap Darurat / Emergenci.
Pemberitahuan ke pemadam Kebakaran harus dapat dilakukan sesuai ketentuan 9.6.4.
Pengecualian:
Alat deteksi asap atau sistem deteksi asap yang dilengkapi dengan kelengkapan rekonfirmasi tidak diperlukan untuk
pemberitahuan otomatis ke pemadam kebakaran kecuali jika kondisi kondisi alarm tidak ter-rekonfirmasi dalam waktu
tidak lebih dari 120 detik.
18.3.4.3.3 Pemberitahuan alarm harus disediakan sesuai ketentuan 9.6.7.
Pengecualian :
Zona alarm diperbolehkan bersamaan dengan area yang diperbolehkan untuk kompartemen asap.
18.3.4.4 Kontrol keadaan darurat.
Beroperasinya tiap alat aktivasi dalam sistem alarm yang disyaratkan harus diatur untuk
memenuhi tiap fungsi kontrol otomatis dari alat tersebut. (Lihat 9.6.5.)
18.3.4.5 Deteksi.
18.3.4.5.1 Sistem-sistem pendeteksian apabila disyaratkan harus memenuhi Sub.Bab 9.6.
18.3.4.5.2 Deteksi di Ruang-ruang yang membuka ke Koridor.
(See 18.3.6.1.)
18.3.4.5.3* Rumah Perawatan.
Suatu sistem deteksi asap yang disetujui harus dipasang di koridor-koridor di seluruh
kompartemen asap yang terdapat didalamnya ruang-ruang tidur pasien dan di ruang-ruang yang
membuka kearah koridor-koridor sebagaimana diperbolehkan di rumah-rumah perawatan menurut
ketentuan 18.3.6.1.
Pengecualian
1 Sistem-sistem koridor tidak disyaratkan apabila setiap ruang tidur pasien dilindungi dengan sistem deteksi asap
yang disetujui.
2 Sistem-sistem koridor tidak disyaratkan apabila pintu-pintu ruang pasien dilengkapi dengan alat penutup pintu
otomatis, dilengkapi dengan dengan detektor-detektor asap integral pada sisi ruangan yang dipasang sesuai
dengan jaminan-nya, dengan syarat detektor-detektor integral tersebut memberikan notifikasi ke penghuni.
18.3.5 Persyaratan Pemadam Kebakaran.
18.3.5.1* Bangunan-bangunan yang terdapat didalamnya fasilitas perawatan kesehatan harus
dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler otomatis yang diawasi dan disetujui sesuai dengan
ketentuan Sub.Bab 9.7.
Pengecualian:
Pada konstruksi Tipe I dan Tipe II, apabila disetujui oleh otoritas yang berwenang, upaya proteksi alternatif
diperbolehkan sebagai penganti sprinkler di area spesifik yang menurut otoritas yang berwenang melarang penggunaan
sprinkler, tanpa menyebabkan bangunan terklasifikasi sebagai bangunan tanpa sprinkler.
18.3.5.2* Sistem sprinkler respons cepat dan sistem sprinkler residensial yang dijamin harus
digunakan di seluruh kompartemen asap yang terdapat didalamnya ruang-ruang tidur pasien.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 91


18.3.5.5* Sprinkler di area-area yang tirai kubikasi dipasang harus memenuhi ketentuan dalam
standar NFPA 13, standar pemasangan instalasi sistem sprinkler (Standard for the Installation of
Sprinkler Systems).
18.3.5.6 Alat pemadam api ringan (APAR) harus disediakan di semua hunian perawatan
kesehatan sesuai dengan ketentuan 9.7.4.1.

18.3.6 Koridor-koridor.
18.3.6.1 Koridor-koridor harus dipisahkan dari area-area lainnya dengan partisi-partisi yang
memenuhi ketentuan butir-butir 8.3.6.2 sampai 18.3.6.5. (Lihat pula 18.2.5.9.)
Pengecualian
1 Ruang-ruang diperbolehkan tidak dibatasi luasnya dan membuka ke koridor, dengan syarat kriteria berikut ini
dipenuhi :
(a) Ruang-ruang tersebut tidak digunakan sebagai ruang-ruang tidur pasien, ruang-ruang perlakuan medis,
atau area-area berbahaya.
(b) Koridor-koridor kearah mana ruang-ruang terbuka berada dalam kompartemen asap yang sama dan
dilindungi dengan sistem deteksi asap otomatik yang diawasi secara elektrik sesuai dengan ketentuan
18.3.4, atau kompartemen-kompartemen asap tempat ruang tersebut terletak diproteksi seluruhnya
dengan sprinkler jenis respons cepat.
(c) Ruang terbuka diproteksi dengan sistem deteksi asap otomatis, diawasi secara elektris sesuai ketentuan
18.3.4, atau seluruh ruangan diatur dan diletakkan sehingga memungkinkan dilakukan pengawasan
langsung oleh staf fasilitas dari stasion perawat atau ruangan semacam itu.
(d) Ruang tidak mengganggu akses ke eksit yang disyaratkan.

Gambar 18/19.15(a) – Ukuran ruangan tak terbatas yang terbuka ke koridor

Gambar 18/19.15(b) – Ruang tunggu dengan ukuran terbatas yang terbuka ke koridor.

92 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


2 Ruang-ruang tunggu diperbolehkan membuka ke koridor, asalkan kriteria berikut dipenuhi :
(a) Jumlah area tunggu di setiap kompartemen asap tidak melebihi 600 ft2 (55.7 m2).
(b) Setiap area dilindungi dengan sistem deteksi asap otomatis yang diawasi secara elektris sesuai ketentuan
18.3.4, atau setiap area diatur dan diletakkan untuk memungkinkan dilakukannya supervisi langsung oleh
staf fasilitas dari suatu stasion atau pos perawat atau ruangan semacam itu.
(c) Area tersebut tidak mengganggu akses ke eksit yang disyaratkan..
3* Ruang-ruang untuk pos-pos perawat.
4 Toko-toko souvenir yang membuka ke koridor yang diproteksi sesuai ketentuan 18.3.2.5.
5 Dalam fasilitas perawatan terbatas, ruang-ruang pertemuan kelompok atau penyembuhan multiguna
diperbolehkan membuka ke koridor, dengan syarat kriteria berikut ini dipenuhi :
(a) Ruangan bukan area berbahaya.
(b) Ruangan diproteksi oleh sistem deteksi asap otomatik yang diawasi secara elektris sesuai ketentuan
18.3.4, atau ruangan diatur dan diletakkan sedemikian sehingga memungkinkan dilakukannya
pengawasan langsung oleh staf fasilitas dari pos perawatan atau lokasi semacam itu.
(c) Area tidak mengganggu akses ke eksit yang disyaratkan.
18.3.6.2* Konstruksi dinding-dinding koridor.
Dinding-dinding koridor harus membentuk suatu penghalang untuk membatasi perpindahan asap.
Dinding-dinding semacam itu diperbolehkan dibangun sampai ke langit-langit yang langit-langit nya
dibangun untuk membatasi penjalaran asap. Tidak perlu ada ketentuan TKA untuk dinding-dinding
koridor.
18.3.6.3* Dinding-dinding koridor.
18.3.6.3.1* Pintu-pintu yang melindungi bukaan-bukaan koridor harus dibuat untuk menahan
penjalaran asap. Pemenuhan standar NFPA 80, Standard for Fire Doors and Fire Windows, tidak
diperlukan. Celah antara bagian bawah pintu dengan penutup lantai yang tebalnya tidak melebihi 1
in. (2.5 cm) diperbolehkan untuk pintu-pintu koridor.
Pengecualian:
Pintu ke ruang-ruang toilet, kamar mandi, kamar mandi pancuran, bak rendam, dan ruang-ruang tambahan semacam itu
yang tidak mengandung bahan-bahan mudah terbakar atau mudah menyala.
18.3.6.3.2 Pintu-pintu harus disediakan dengan dilengkapi dengan perangkat pengunci positif.
Tidak boleh menggunakan pengunci gulung.
Pengecualian:
Pintu-pintu ke ruang-ruang toilet rooms, kamar mandi, kamar mandi pancuran, bak rendam dan ruang-ruang lain
semacam itu yang tidak mengandung bahan-bahan mudah terbakar atau mudah menyala.
18.3.6.3.3* Alat untuk mempertahankan agar pintu tetap terbuka yang akan terlepas saat pintu
didorong atau ditarik diperbolehkan.
18.3.6.3.4 Alat penutup pintu tidak diperlukan pada pintu-pintu di bukaan-bukaan dinding koridor
selain pintu–pintu yang melayani eksit-eksit yang disyaratkan, penghalang asap, atau ruang-ruang
pelindung bukaan-bukaan vertikal dan area-area berbahaya.
18.3.6.3.5 Pelat pelindung yang dipasang dilapangan atau di pabrik yang tidak memiliki TKA,
memanjang tidak lebih dari 48 in. (122 cm) di atas bagian bawah pintu, diperbolehkan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 93


18.3.6.3.6 Pintu-pintu “Belanda” diperbolehkan apabila memenuhi 18.3.6.3. Selain dari itu, daun
pintu bagian atas dan bagian bawah harus dilengkapi dengan alat pengunci, dan sisi pertemuan
antara daun pintu bagian atas dan bagian bawah diberi astragal, alur pintu / rabbet, atau lereng /
bevel.
Pintu-pintu “Beranda” yang melindungi bukaan-bukaan di ruang sekeliling area berbahaya harus
memenuhi standar NFPA 80, Standard for Fire Doors and Fire Windows.

18.3.6.4 Kisi-kisi pemindah.


Kisi-kisi pemindah, apakah dilindungi oleh damper-damper yang dioperasikan oleh sambungan
timah yang mudah melebur atau tidak dilindungi, tidak boleh digunakan di dinding-dinding atau
pintu-pintu ini.
Pengecualian:
Pintu-pintu ke ruang-ruang toilet, kamar mandi, kamar mandi pancuran, bak rendam dan ruang-ruang lain semacam itu
yang tidak mengandung bahan-bahan mudah terbakar atau mudah menyala diperbolehkan memiliki lubang-lubang
ventilasi atau dipotong bagian bawahnya.
18.3.6.5 Bukaan-bukaan.
Selain di kompartemen-kompartemen asap yang terdapat didalamnya tempat-tempat tidur pasien,
Bukaan-bukaan lainnya seperti lubang surat, jendela layanan farmasi, jendela layanan
laboratorium, jendela layanan kasir diperbolehkan dipasangi panel penglihat atau pintu-pintu tanpa
perlindungan khusus, asalkan jumlah total area bukaan-bukan per ruangan tidak melebihi 80 in.2
(520 cm2), dan bukaan-bukaan dipasang pada atau dibawah setengah jarak dari lantai ke langit-
langit ruangan.
18.3.7* Pembagian Ruang-ruang bangunan.
18.3.7.1 Bangunan-bangunan yang berisikan fasilitas perawatan kesehatan harus dibagi-bagi
dengan penghalang asap, sebagai berikut :
(1) Membagi setiap lantai yang digunakan oleh pasien rawat inap untuk tidur atau mendapat
perlakuan medis kedalam tidak kurang dari dua kompartemen asap.
(2) Membagi setiap lantai yang memiliki beban penghunian 50 orang atau lebih, apapun
peruntukannya, ke dalam tidak kurang dari dua kompartemen asap.
(3) Membatasi ukuran tiap kompartemen asap yang diperlukan oleh (1) dan (2) ke suatu ukuran
luas tidak melebihi 22,500 ft2 (2100 m2)
Pengecualian:
Area suatu atrium yang dipisahkan sesuai ketentuan 8.2.5.6 tidak dibatasi ukurannya.
(4) Membatasi jarak tempuh dari setiap titik untuk mencapai pintu di penghalang asap yang
disyaratkan ke suatu jarak tidak melebihi 200 ft (60 m).
Pengecualian
1 Lantai-lantai yang tidak memuat hunian perawatan kesehatan, terletak di atas hunian perawatan
kesehatan.
2 Area yang tidak memuat hunian perawatan kesehatan dan dipisahkan dari hunian perawatan kesehatan
dengan penghalang api yang memenuhi ketentuan 7.2.4.3.

94 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3 Lantai-lantai yang tidak perawatan kesehatan dan terletak lebih dari satu lantai di bawah hunian
perawatan kesehatan.
4 Struktur parkir udara terbuka yang dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler otomatis yang diawasi
dan disetujui sesuai ketentuan Sub.Bab 9.7.
18.3.7.2 Penghalang-penghalang asap harus disediakan pada lantai-lantai yang dapat digunakan
tetapi tidak dihuni.
18.3.7.3 Setiap penghalang asap yang disyaratkan harus dibuat atau dikonstruksi sesuai Sub.Bab
8.3 dan memiliki TKA tidak kurang dari 1-jam.
Pengecualian
1 Apabila ada atrium, maka penghalang asap diperbolehkan sampai ke dinding atrium yang dikonstruksi sesuai
dengan kekecualian no. 2 sampai butir 8.2.5.6(1). Tidak kurang dari dua kompartemen asap harus disediakan
pada tiap lantai.
2* Damper-damper tidak disyaratkan dipasang di penembusan-penembusan penghalang asap pada sistem HVAC
(pemanasan, ventilasi dan pengkondisian udara)..
18.3.7.4 Tidak kurang dari 30 ft2 bersih (2.8 m2 bersih) per pasien di bangunan rumah sakit atau
rumah perawatan, atau tidak kurang dari 15 ft2 bersih (1.4 m2 bersih) per penghuni di fasilitas
perawatan terbatas, harus diberikan dalam luas total area koridor, ruang-ruang pasien, ruang-
ruang perlakuan medis, area bebas dan makan dan area bahaya rendah lainnya yang terletak
pada tiap sisi penghalang asap. Pada lantai-lantai yang bukan tempat pasien tidur atau
melahirkan, tak kurang dari 6 ft2 bersih (0.56 m2 bersih) per penghuni harus disediakan pada tiap
sisi penghalang asap untuk jumlah total penghuni di kompartemen-komparemen yang berdekatan.
18.3.7.5* Pintu-pintu di penghalang asap harus pintu-pintu yang kokoh, seperti pintu inti kayu
rekat padat setebal 13/4-in. (4.4-cm), atau dari konstruksi yang dapat menahan api tidak kurang
dari 20 menit. Pelat pelindung buatan yang memanjang tidak kurang dari 48 in. (122 cm) di atas
bagian bawah pintu diperbolehkan. Bukaan-bukaan yang melintas di koridor di penghalang asap
harus dilindungi dengan pasangan pintu ayun atau pintu geser horisontal yang memenuhi butir
7.2.1.14. Pintu-pintu ayun harus diatur sedemikian sehingga setiap pintu dapat membuka ke arah
yang berlawanan satu sama lain.
Lebar bersih minimum untuk pintu-pintu berayun harus sebagai berikut :
(1) Rumah sakit dan rumah perawatan — 41.5 in. (105 cm)
(2) Rumah sakit jiwa dan fasilitas perawatan terbatas — 32 in. (81 cm)
Lebar bersih minimum bukaan untuk pintu-pintu geser horisontal adalah sebagai berikut :
(1) Rumah sakit dan rumah perawatan — 83 in. (211 cm)
(2) Rumah sakit jiwa dan fasilitas perawatan terbatas — 64 in. (163 cm)
18.3.7.6* Pintu-pintu di penghalang asap harus memenuhi ketentuan 8.3.4 dan harus dilengkapi
dengan alat menutup sendiri atau penutup otomatis sesuai dengan ketentuan 18.2.2.2.6.
18.3.7.7* Panel penglihat terdiri atas kaca tahan api atau panel kaca berkawat diberi rangka yang
disetujui harus disediakan di tiap pintu ayun yang memotong / melintas koridor dan pada tiap pintu
geser yang memotong koridor di penghalang asap.
18.3.7.8 Kelengkapan pintu seperti rabet, bevel atau astragals harus disyaratkan pada sisi-sisi
pertemuan pintu, dan stops disyaratkan pada sisi atas dan samping kerangka pintu di penghalang
asap. Pengunci tidak disyaratkan. Pintu yang membuka lewat poros di tengah tidak diperbolehkan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 95


Gambar 18/19.17 – Penghalang asap untuk bangunan hunian perawatan kesehatan baru.

Gambar 18/19.18 – Penghalang asap membagi lantai dalam dua kompartemen asap.

96 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Gambar 18/19.19 – Jarak tempuh terbatas ke pintu pada penghalang asap.

Gambar 18/19.20(a) – Detail dari penghalang asap baru

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 97


Gambar 18/19.20(b) – Detail dari penghalang asap eksisting

Gambar 18/19.21 – Kompartemen asap dalam bangunan atrium

98 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Gambar 18/19.22 – Kompartemen asap atrium dengan area terbatas.

18.3.8* Fitur proteksi khusus — Pintu atau jendela luar.


Setiap ruang tidur pasien harus mempunyai jendela atau pintu luar. Ketinggian ambang jendela
yang diperbolehkan tidak boleh melebihi 36 in. (91 cm) diatas muka lantai.
Pengecualian
1 Ruang-ruang perawatan bagi pesalinan dan ruang-ruang yang diperuntukan untuk penghunian kurang dari 24
jam, seperti ruang-ruang yang menampung tempat-tempat tidur untuk perawatan kebidanan, penyembuhan dan
pemeriksaan medis di bagian layanan darurat.
2 Jendela-jendela di dinding-dinding atrium harus dipertimbangkan sebagai jendela-jendela luar untuk tujuan yang
dimaksudkan dalam persyaratan ini..
3 Ambang jendela di area-area layanan perawatan khusus, seperti area-area yang menampung pasien-pasien
ICU, CCU, pasien hemodialysis, dan pasien baru melahirkan, tidak boleh melebihi 60 in. (152 cm) di atas muka
lantai.
4 Ambang jendela di fasilitas perawatan terbatas tidak boleh melebihi 44 in. (112 cm) di atas permukaan lantai.
18.5.1 Utilitas.
18.5.1.1 Utilitas harus memenuhi persyaratan Sub.Bab 9.1.
18.5.1.2 Daya listrik untuk sistem-sistem alarm kebakaran, komunikasi darurat dan pencahayaan
di lokasi genset harus sesuai dengan persyaratan sistem kelistrikan pokok sebagaimana diuraikan
dalam standar NFPA 99, Standard for Health Care Facilities (Standar untuk Fasilitas Perawatan
Kesehatan).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 99


18.5.1.3 Tiap hunian perawatan kesehatan, sebagaimana ditunjukkan dalam ketentuan 18.1.1.1.2,
yang umumnya menggunakan alat penopang-hidup harus memiliki sistem-sistem kelistrikan yang
dirancang dan dipasang sesuai ketentuan standar NFPA 99, Standard for Health Care Facilities.
Pengecualian :
Persyaratan ini tidak berlaku untuk fasilitas yang menggunakan peralatan penopang-hidup hanya untuk
keadaan darurat saja.
18.5.2 Pemanasan, Ventilasi dan Pengkondisian Udara.
18.5.2.1 Pemanasan, ventilasi dan pengkondisian udara harus memenuhi persyaratan di Sub.Bab
9.2 dan harus dipasang sesuai dengan spesifikasi manufaktur.
Pengecualian :
Sebagaimana dimodifikasi dalam butir 18.5.2.2.
18.5.2.2* Tiap peralatan pemanas yang bukan unit mesin pemanasan sentral harus dirancang dan
dipasang sedemikian sehingga bahan mudah terbakar tidak tersulut oleh alat tersebut dan
kelengkapannya.
Apabila menggunakan bahan bakar, alat pemanas tersebut harus dihubungkan dengan cerobong
atau pipa asap atau dihubungkan dengan lubang udara, yang mengambil udara untuk pembakaran
langsung dari luar, dan harus dirancang dan dipasang untuk dapat melakukan pemisahan penuh
sistem pembakaran dari udara di area yang dihuni.
Tiap alat pemanas harus mempunyai sarana pengamanan untuk menghentikan secara langsung
aliran bahan bakar dan mematikan peralatan apabila terjadi kenaikan temperatur berlebih atau ada
kegagalan dalam penyulutan.
Pengecualian
1 Unit-unit pemanas gantung yang disetujui diperbolehkan dipasang di lokasi-lokasi bukan sarana jalan ke luar dan
area-area tidur pasien, asalkan pemanas-pemanas tersebut ditempatkan cukup tinggi dari jangkauan orang-
orang di area tersebut dan dilengkapi dengan sarana pengaman sebagaimana disyaratkan dalam 18.5.2.2.
2 Tungku perapian diperbolehkan dan dapat digunakan hanya di area-area yang bukan area-area tidur pasien,
asalkan area-area tersebut dipisahkan dari ruang-ruang tidur pasien dengan konstruksi yang memiliki ketahanan
api tidak kurang dari 1-jam dan perapian semacam itu harus memenuhi persyaratan 9.2.2. Tambahan pula,
perapian harus dilengkapi dengan landasan muka perapian yang tingginya tidak kurang dari 4 in. (10.2 cm) dan
ruang pelindung perapian dapat dijamin tahan terhadap keruntuhan sampai temperature 650°F (343°C) dan
dikonstruksi dari kaca tahan panas atau bahan lain yang disetujui. Apabila menurut pendapat OB, ada bahaya
khusus, maka alat pengunci pada ruang pelindung dan sarana pengaman keselamatan lainnya diperbolehkan
untuk digunakan.
18.5.4.2 Tiap saluran pembuangan sampah atau saluran pembuangan kain linen kotor, termasuk
sistem sampah dan kain linen pneumatic, harus dilengkapi dengan proteksi pemadam kebakaran
otomatis yang memenuhi persyaratan dalam Sub.Bab 9.7. (Lihat Sub.Bab 9.5.)
18.5.4 Saluran Pembuangan Sampah, Insinerator dan Saluran Kain Cucian
18.5.4.4 Insinerator tidak boleh langsung bermuara ke saluran atau cerobong pembuang (flue-
fed), juga tiap saluran yang mengisi lantai tidak boleh berhubungan langsung dengan kamar
pembakaran.

100 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


CHAPTER 18/19
18.1.6.1/19.1.6.1 Untuk memenuhi persyaratan 19.1.6, maka jumlah lantai harus dihitung mulai
dari tingkatan terbawah pelepasan eksit hingga tingkatan hunian paling atas. Untuk memenuhi
19.1.6, tingkatan terbawah pelepasan eksit adalah lapis paling bawah yang lantainya sama tinggi
atau lebih tinggi dengan pelataran pada garis dinding luar untuk 50% atau lebih dari kelilingnya.
Tingkatan bangunan dibawah tingkatan terbawah tidak diperhitungkan sebagai satu lapis
bangunan.
18/19.2.2.2.2 Pintu-pintu ruang tidur pasien tidak diperbolehkan dikunci.
Pengecualian :
1. Diperbolehkan menggunakan peralatan pengunci yang membatasi akses ke ruang dari koridor dan hanya
dioperasikan oleh staf dari sisi koridor. Peralatan semacam itu harus tidak menghalangi jalan ke luar dari
ruangan.
2. Pengaturan penguncian pintu diperbolehkan di hunian-hunian perawatan kesehatan atau bagian-bagian dari
hunian perawatan kesehatan apabila klinik menampung pasien yang memerlukan upaya pengamanan khusus,
asalkan kunci-kunci dipegang sepanjang waktu oleh staf.
18/19.2.2.2.4. Pintu-pintu dalam sarana jalan ke luar yang disyaratkan tidak harus dilengkapi
dengan alat pengunci yang memerlukan anak kunci atau alat untuk membukanya dari sisi
penyelamatan.
Pengecualian :
1 Pengaturanan penguncian-pintu tanpa menunda waktu penyelamatan diperbolehkan pada hunian-hunian
perawatan kesehatan atau bagian-bagian dari hunian perawatan kesehatan, seperti halnya di hunian klinis yang
pasiennya memerlukan upaya pengamanan khusus untuk keselamatan jiwanya, dengan syarat setiap saat ada
staf yang senantiasa siap membuka pintu yang terkunci. (Lihat 18.1.1.1.5 dan 18.2.2.2.5.).
2* Kunci-kunci penunda jalan ke luar yang memenuhi ketentuan 7.2.1.6.1 boleh digunakan asalkan tidak lebih dari
satu alat semacam itu terpasang di jalur sarana jalan ke luar.
3 Pintu-pintu ke luar yang aksesnya terkontrol sesuai dengan ketentuan 7.2.1.6.2 diperbolehkan.
18/19.2.2.2.6 Pintu-pintu yang menuju ruang Boiler baru, ruang pemanas baru, ruang mekanikal
baru yang terletak pada sarana jalan keluar boleh terbuka tanpa bantuan alat pelepas otomatis.
18/19.2.2.2.7 Apabila pintu-pintu di ruang pelindung eksit dalam kondisi terbuka lewat alat
pembuka otomatis sebagaimana diijinkan oleh ketentuan butir 18.2.2.2.6, maka harus ada inisiasi
dari operasi penutup pintu yang berada pada setiap tingkat yang bisa menutup semua pintu yang
terdapat di ruang pelindung eksit.
18/19.2.3.3 Jalan masuk bangunan, koridor, dan ramp yang diperlukan untuk akses eksit di
bangunan rumah sakit atau rumah perawatan harus berukuran lebar tidak kurang dari 8 ft (2.4 m)
serta tidak terhalangi. Apabila ramp digunakan sebagai eksit, harus mengacu ke 18.2.2.6.
Pengecualian :
1* Lebar jalan-jalan masuk bangunan, koridor, dan ramp yang terletak di area-area tambahan yang tidak digunakan
untuk penampungan, perawatan atau penggunaan bagi pasien rawat inap harus tidak kurang dari 44 in. (112 cm)
dan tidak terhalangi.
2* Akses eksit yang terletak di dalam ruangan atau ruangan-ruangan besar (suites) harus memenuhi ketentuan
dalam butir 18.2.5.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 101
18/19.2.4.1 Pada setiap lantai atau bagian bangunan yang dilindungi terhadap bahaya kebakaran
harus disediakan sekurang-kurangnya 2 (dua) eksit dengan tipe sebagaimana diuraikan pada
ketentuan 18.2.2.2 sampai 18.2.2.10, yang letaknya berjauhan satu sama lain.
18/19.2.5.1 Setiap ruang hunian harus mempunyai pintu akses eksit yang menuju langsung ke
koridor akses eksit.
Pengecualian :
1 Apabila terdapat pintu eksit yang membuka langsung ke arah luar dari ruangan di lantai dasar.
2 Akses eksit dari ruang tidur pasien dengan tidak lebih dari delapan tempat tidur pasien diperbolehkan lewat
melalui satu ruang antara untuk mencapai koridor akses eksit.
3 Akses eksit dari ruang utama perawatan khusus diperbolehkan lewat melalui satu ruang antara untuk mencapai
koridor akses eksit yang telah diatur sedemikian sehingga bisa dilakukan pengawasan visual konstan dan
langsung oleh personel perawat..
4 Akses ke eksit dari ruang utama yang bukan ruang tidur pasien, diperbolehkan untuk lewat melalui tidak lebih
dari dua ruang ruang yang berdekatan untuk mencapai koridor akses eksit yang jarak tempuh di dalam ruang
utama adalah sesuai dengan persyaatan 18.2.5.8.
18/19.2.5.2 Setiap ruang tidur pasien atau setiap ruang utama (suite) yang memiliki ruang-ruang
tidur pasien, dengan ukuran lebih dari 1000 ft2 (93 m2) harus memiliki tidak kurang dari dua pintu-
pintu akses yang lokasinya berjauhan satu sama lain.
18/19.2.5.3 Setiap ruangan atau ruangan utama, di luar ruang-ruang tidur pasien berukuran lebih
dari 2500 ft2 (230 m2) harus memiliki tidak kurang dari dua pintu-pintu akses eksit yang lokasinya
berjauhan satu sama lain..
18/19.2.5.7 Ruang-ruang utama (suite), yang bukan ruang-ruang tidur pasien, tidak boleh
berukuran lebih dari 10,000 ft2 (930 m2).
18/19.2.5.8 Ruang-ruang utama, yang tidak digunakan sebagai ruang-ruang tidur pasien,
diperbolehkan memiliki satu ruang antara, apabila jarak tempuh dari dalam ruang utama tersebut
ke pintu akses eksit tidak melebihi 100 ft (30 m) dan diperbolehkan memiliki dua ruang antara
apabila jarak tempuh dari dalam ruang antara ke pintu akses eksit tidak melampaui 50 ft (15 m).
18/19.2.6.2.3 Jarak tempuh dari setiap titik di ruang tidur perawatan kesehatan ke pintu akses
eksit di ruangan tersebut tidak lebih dari 50 ft (15 m).
18/19.2.6.2.1 Jarak tempuh dari setiap pintu ruang yang diperlukan sebagai akses eksit ke suatu
eksit tidak boleh melebihi 150 ft (45 m).
18/19.2.6.2.2 Jarak tempuh antara tiap titik dalam ruang dengan suatu eksit tidak boleh melebihi
200 ft (60 m).
18/19.2.8 Pencahayaan Sarana Jalan Ke Luar .
Sarana jalan ke luar harus diberi pencahayan yang cukup sesuai persyaratan Sub.Bab 7.8.
18/19.3.2.1 Area berbahaya.
Setiap area berbahaya harus dilindungi sesuai dengan ketentuan Sub.Bab 8.4. Area-area
sebagaimana diuraikan pada Tabel 18.3.2.1 harus dilindungi sebagaimana ditunjukkan.

102 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


18/19.3.2.5 Toko Mainan.
Toko mainan harus diproteksi sebagai area berbahaya karena ada tempat penimbunan / gudang
atau tempat pemajangan bahan-bahan mudah terbakar sehingga dipertimbangkan berbahaya.
Toko mainan yang tidak dipertimbangkan berbahaya dan memiliki gudang yang lokasinya terpisah
dan dilindungi dapat diperbolehkan, asalkan memenuhi sbb :
(1) Terbuka kearah lobi atau koridor apabila luas toko tidak melebihi 500 ft2 (46.5 m2)
(2) Dipisahkan dari lobi atau koridor dengan dinding tahan api.
18/19.3.6.3.1 Pintu-pintu yang melindungi bukaan-bukaan koridor harus dibuat untuk mampu
menahan penjalaran asap. Pemenuhan terhadap standar NFPA 80, Standar untuk Pintu-pintu
kebakaran dan jendela kebakaran, tidak disyaratkan.
Celah antara bagian bawah pintu dengan penutup lantai berjarak tidak lebih dari 1 in. (2.5 cm)
diperbolehkan untuk pintu-pintu koridor.
Pengecualian :
Pintu-pintu ke ruang-ruang toilet, kamar mandi, kamar mandi pancuran, bak rendam, dan ruang-ruang tambahan
semacam itu yang tidak mengandung bahan-bahan mudah terbakar atau mudah menyala.
18/19.3.6.3.5 Plat pelindung bukan tahan api, dari pabrik pembuat yang memanjang tidak lebih
dari 48 in. (122 cm) di atas bagian bawah pintu diperbolehkan.
18/19.3.6.5 Bukaan-bukaan
Selain masalah kompartemen asap yang terdapat didalamnya ruang-ruang tidur pasien, bukaan-
bukaan lainnya seperti lubang surat, jendela penyampaian obat, jendela penyampaian hasil lab,
dan jendela pembayaran untuk kasir diperbolehkan dipasang dalam panel atau pintu penglihat
tanpa dilindungi secara khusus, dengan sayarat luas bukaan total atau secara bersama-sama per
ruangan tidak melebihi 80 in.2 (520 cm2) dan bukaan-bukaan tersebut dipasang pada atau
dibawah setengah jarak dari lantai ke langit-langit ruangan.
18/19.3.7.1 Bangunan-bangunan yang terdapat didalamnya fasilitas perawatan kesehatan harus
dibagi dalam penghalang-penghalang asap sebagai berikut :
(1) Membagi setiap lantai yang digunakan sebagai tempat tidur pasien rawat inap atau
perawatan medis kedalam tidak kurang dari dua kompartemen asap.
(2) Membagi tiap lantai yang memiliki beban penghunian 50 orang atau lebih, apapun
penggunaannya, ke dalam tak kurang dari dua kompartemen asap.
(3) Membatasi tiap kompartemen asap yang disyaratkan menurut butir (1) dan (2) ke suatu area
luasnya yang tidak melebihi 22,500 ft2 (2100 m2)
Pengecualian :
Area atrium yang dipisahkan sesuai ketentuan 8.2.5.6 tidak harus dibatasi ukurannya.
(4) Membatasi jarak tempuh dari setiap titik untuk mencapai pintu di penghalang api yang
disyaratkan sampai jarak tidak melebihi 200 ft (60 m).
Pengecualian :
1 Lantai-lantai yang bukan hunian perawatan kesehatan, yang lokasinya terletak di atas hunian perawatan
kesehatan.
2 Area yang bukan hunian perawatan kesehatan yang dipisahkan dari hunian perawatan kesehatan lewat
penghalang api yang memenuhi ketentuan 7.2.4.3.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 103
3 Lantai-lantai yang bukan hunian perawatan kesehatan dan letaknya lebih dari satu lantai di bawah hunian
perawatan kesehatan.
4 Konstruksi parkir udara terbuka yang dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler yang disetujui sesuai
ketentuan Sub.Bab 9.7.
18/19.3.7.3 Setiap penghalang asap yang disyaratkan harus dikonstruksi sesuai ketentuan
Sub.Bab 8.3 dan harus memiliki TKA tidak kurang dari 1 jam.
Pengecualian :
1 Apabila digunakan atrium, maka penghalang asap diperbolehkan berhenti sampai dinding atrium yang
dikonstruksi sesuai dengan Kekecualian No. 2 sampai ketentuan 8.2.5.6(1). Tidak kurang dari dua kompartemen
asap yang terpisah disediakan pada setiap lantai.
2* Damper-damper tidak diperlukan di penembusan saluran udara dari penghalang asap pada sistem
pengkondisian udara, ventilasi dan pemanasan secara penuh.
18/19.3.7.4 Tidak kurang dari 30 ft2 bersih (2.8 m2 bersih) untuk setiap pasien di rumah sakit
atau rumah jompo, atau tidak kurang dari 15 ft2 bersih (1.4 m2 bersih) untuk setiap penghuni di
fasilitas perawatan terbatas, harus disediakan di dalam luas penjumlahan koridor, ruang-ruang
pasien, ruang-ruang rawat, area bebas atau makan-makan, dan ruang-ruang potensi bahaya
rendah lainnya pada setiap sisi penghalang asap.
Pada lantai-lantai yang tidak mewadahi tempat tidur atau pasien baru melahirkan, tidak kurang dari
6 ft2 bersih (0.56 m2 bersih) per penghuni harus disediakan pada setiap sisi penghalang asap
untuk jumlah total penghuni di kompartemen-kompartemen yang berdekatan.
18/19.3.7.5 Pintu-pintu di penghalang api harus pintu yang kokoh, seperti pintu inti kayu tumpukan
padat setebal 13/4-in. (4.4-cm), atau dari konstruksi yang dapat menahan api tidak kurang dari 20
menit. Pelat pelindung yang dibuat di lapangan atau di pabrik yang memanjang tidak lebih dari 48
in. (122 cm) diperbolehkan dipasang di atas bagian bawah pintu. Bukaan-bukaan yang memotong
koridor di penghalang api harus diproteksi oleh sepasang pintu ayun atau suatu pintu geser
horisontal yang memenuhi ketentuan 7.2.1.14. Pintu-pintu ayun harus diatur sedemikian sehingga
setiap pintu berayun berlawanan arah satu sama lain.
Lebar bersih minimum pintu-pintu ayun harus sebagai berikut :
(1) Rumah sakit dan rumah perawatan — 41.5 in. (105 cm)
(2) Rumah sakit jiwa dan fasilitas perawatan terbatas — 32 in. (81 cm)
Lebar bersih minimum bukaan untuk pintu-pintu geser horisontal haruslah sebagai berikut :
(1) Rumah sakit dan rumah perawatan — 83 in. (211 cm)
(2) Rumah sakit jiwa dan fasilitas perawatan terbatas — 64 in. (163 cm)
18/19.3.7.6 Pintu-pintu di penghalang asap harus memenuhi ketentuan 8.3.4 dan harus dapat
menutup sendiri atau dilengkapi dengan alat penutup otomatis sesuai ketentuan 18.2.2.2.6.

18/19.5.2.2 Setiap peralatan pemanas, yang bukan pusat pemanas sentral harus dirancang dan
dipasang sedemikian sehingga bahan mudah terbakar tidak tersulut oleh alat tersebut atau
peralatan pendukungnya.

104 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Apabila digunakan pembakaran bahan bakar, maka peralatan tersebut harus dilengkapi dengan
cerobong yang dihubungkan dengan lubang udara atau ventilasi, harus mengambil udara untuk
pembakaran langsung dari luar, dan harus dirancang dan dipasang untuk menyediakan
pemisahan penuh terhadap system pembakaran dari udara atmosfir di area yang dihuni.
Setiap peralatan pemanas harus mempunyai sarana pengaman untuk menghentikan secara
segera aliran bahan bakar dan mematikan peralatan bila terjadi temperature berlebih atau
kegagalan dalam penyulutan.
Pengecualian
1 Unit-unit pemanas yang tergantung, yang disetujui diperbolehkan dipasang di lokasi-lokasi di luar sarana jalan ke
luar dan area tidur pasien, asalkan pemanas-pemanas tersebut diletakkan cukup tinggi di atas jangkauan orang-
orang yang menggunakan area tersebut dan dilengkapi dengan sarana keselamatan sebagaimana disyaratkan
oleh ketentuan 18.5.2.2.
2 Tungku perapian diperbolehkan dan dapat digunakan hanya di area-area yang bukan area-area tidur pasien,
asalkan area-area tersebut dipisahkan dari ruang-ruang tidur pasien dengan konstruksi yang memiliki ketahanan
api tidak kurang dari 1-jam dan perapian semacam itu harus memenuhi persyaratan 9.2.2. Tambahan pula,
perapian harus dilengkapi dengan landasan muka perapian yang tingginya tidak kurang dari 4 in. (10.2 cm) dan
ruang pelindung perapian dapat dijamin tahan terhadap keruntuhan sampai temperature 650°F (343°C) dan
dikonstruksi dari kaca tahan panas atau bahan lain yang disetujui. Apabila menurut pendapat OB, ada bahaya
khusus, maka alat pengunci pada ruang pelindung dan sarana pengaman keselamatan lainnya diperbolehkan
untuk digunakan.
18/19.5.3 Elevator, Eskalator dan Conveyors.
Elevator, eskalators, dan conveyors harus memenuhi persyaratan Sub.Bab 9.4.
18/19.5.4.1 Saluran pembuangan sampah, insinerator dan saluran cuci pakaian harus memenuhi
persyaratan dalam Sub.Bab 9.5.
18/19.5.4.3 Setiap saluran untuk pembuangan sampah harus melepas ke ruang koleksi sampah
dan tidak boleh digunakan untuk keperluan lainnya dan dilindungi sesuai dengan Sub.Bab 8.4.
18/19.7.5.5 Tempat-tempat penyimpanan kain linen kotor atau pengumpulan sampah,
kapasitasnya tidak melebihi 32 gal (121 L). Berat jenis rata-rata kapasitas kontainer di dalam
ruangan atau kamar tidak melebihi 0.5 gal/ft2 (20.4 L/m2). Kapasitas 32 gal (121 L) tidak akan
melebihi luasan sebesar 64-ft2 (5.9-m2). Tempat penyimpanan pengumpulan kain linen kotor atau
pengumpulan sampah dengan kapasitas lebih besar dari 32 gal (121 L) harus diletakkan dalam
suatu ruangan yang dilindungi seperti halnya area berbahaya, apabila tidak dipelihara atau
dirawat.
Pengecualian :
Ukuran dan densitas kontainer tidak dibatasi di area-area berbahaya.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 105
Gambar 18/19.23 – Linen kotor dan tempat pengumpulan sampah dibolehkan
18/19.7.8 Peralatan Pemanas Ruangan Portabel.
Alat pemanas ruang yang dapat dijinjing (portable) dilarang digunakan di semua hunian perawatan
kesehatan.
Pengecualian :
Alat pemanas ruang portabel diperbolehkan digunakan dia area-area bukan ruang tidur staf dan karyawan yang
temperatur alat tersebut tidak melebihi 212°F (100°C).

106 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


CHAPTER 19
19.1.6.2 Hunian perawatan kesehatan harus dibatasi tipe konstruksinya sebagaimana
diperlihatkan pada Tabel 19.1.6.2 (Lihat 8.2.1)
Pengecualian*:
Tiap bangunan dari konstruksi Tipe I (443), Tipe II (332), Tipe II (222), atau Tipe II (111) diperbolehkan menggunakan
sistem atap yang memiliki penyangga, penopang atau atap dari bahan mudah terbakar asalkan memenuhi kriteria
berikut :
(a) Penutup atap memenuhi persyaratan Class C sesuai NFPA 256, Standar Metoda Uji Penutup Atap.
(b) Atap terpisah dari bagian bagian hunian dalam bangunan dengan susunan lantai dari bahan tidak mudah
terbakar yang terdiri atas beton atau lapis gipsum setebal tak kurang dari 21/2 in. (6.4 cm). .
(c) Ruang di bawah atap atau ruang lain harus tidak dihuni atau harus dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler
yang disetujui.

Tabel 19.1.6.2 Pembatasan Tipe Konstruksi

Lapis lantai
Tipe Konstruksi
1 2 3 4 atau lebih

I (443) X X X X

I (332) X X X X

II (222) X X X X

II (111) X X* X* NP

II (000) X* X* NP NP

III (211) X* X* NP NP

III (200) X* NP NP NP

IV (2HH) X* X* NP NP

V (111) X* X* NP NP

V (000) X* NP NP NP

Keterangan :
X: Tipe konstruksi yang diperbolehkan.
NP: Tidak diperbolehkan.
*Bangunan perlu dilindungi sprinkler otomatis. (Lihat 19.3.5.1.)

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 107
19.3.2.1. Area berbahaya
Setiap area berbahaya harus diamankan dengan konstruksi penghalang yang memiliki TKA 1-jam
atau dipasang sistem sprinkler otomatis sesuai ketentuan 8.4.1. Pemadam otomatis bisa pula
dipasang sesuai ketentuan 19.3.5.4. Apabila digunakan sistem sprinkler otomatis maka area
tersebut harus dipisahkan dari ruang-ruang lainnya melalui partisi atau pintu-pintu tahan asap.
Pintu-pintu harus bisa menutup sendiri atau dipasang alat penutup otomatis. Area-area berbahaya
meliputi, tetapi tidak terbatas pada hal-hal berikut :
(1) Ruang-ruang penempatan boiler dan pemanas dengan bahan bakar
(2) Pusat tempat pencucian berukuran lebih dari 100 ft2 (9.3 m2)
(3) Tempat / toko cat
(4) Bengkel perawatan
(5) Ruang-ruang kain kotor
(6) Ruang-ruang pengumpulan sampah
(7) Ruang-ruang berukuran lebih besar dari 50 ft2 (4.6 m2), termasuk bengkel perawatan
including repair shops, yang digunakan untuk penyimpanan barang-barang dan peralatan
mudah terbakar dalam jumlah yang dianggap berbahaya oleh OB;
(8) Laboratorium yang menggunakan bahan-bahan mudah menyala dan terbakar dalam jumlah
kurang dari yang dipertimbangkan sebagai bahaya tinggi..
Pengecualian :
Pintu-pintu yang berada dalam ruang yang dilindungi boleh memiliki pelat jaminan perlindungan yang tidak ber TKA
yang menonjol tidak lebih dari 48 in. (122 cm) di atas alas pintu.
19.3.3.2 Dinding interior dan penutup plafon
Bahan-bahan interior dinding dan bahan pelapis plafon yang memenuhi persyaratan 10.2.3
diperbolehkan sebagai berikut :
(1) Bahan-bahan eksisting — Klas A atau Klas B
Pengecualian :
Dalam ruangan yang dilindungi dengan system sprinkler otomatis yang diawasi dan disetujui, bahan pelapis Klas
C diperbolehkan terus digunakan pada dinding dan plafon di dalam ruangan tersebut yang dipisahkan dari
koridor akses eksit sesuai ketentuan 19.3.6.
(2) Bahan-bahan terpasang baru — Klas A
Pengecualian :
1. Dinding dan plafon yang baru, diperbolehkan dari bahan pelapis interior Klas A atau Klas B di ruang ruang
individu yang kapasitasnya tidak melebihi empat orang.
2 Bahan pelapis dinding koridor baru yang tingginya tidak melebihi 4 ft (1.2 m) yang dibatasi pada setengah
bagian bawah dinding diperbolehkan dari bahan Klas A atau Klas B.
19.3.3.3 Bahan lapis lantai interior.
Bahan pelapis lantai interior yang baru dipasang yang memenuhi ketentuan 10.2.7 diperbolehkan
di koridor dan eksit apabila dari bahan Klas 1. Tidak ada pembatasan terhadap pelapis lantai
interior eksisting.

108 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Pengecualian :
Pada kompartemen asap yang dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler otomatis yang diawasi dan disetujui
menurut ketentuan 19.3.5.2, maka tidak ada ketentuan mengenai pelapis lantai interior.
19.3.6.2 Konstruksi dinding-dinding koridor.
19.3.6.2.1* Dinding-dinding koridor harus menerus dari lantai ke sisi bawah lantai atau penopang
atap di atasnya, melalui tiap ruang-ruang tersembunyi, seperti di atas langit-langit gantung, dan
melewati ruang-ruang antara struktur dan mekanikal, dan harus memiliki tingkat ketahanan api
tidak kurang dari 1/2 jam.
Pengecualian :
1* Di dalam kompartemen asap yang dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler otomatis yang diawasi dan
disetujui sesuai dengan ketentuan 19.3.5.2, maka koridor diperbolehkan dipisahkan dari semua area lainnya
dengan partisi yang tidak memiliki tingkat ketahanan api dan diperbolehkan sampai ke langit-langit yang
dikonstruksi untuk membatasi penjalaran asap.
2 Partisi-partisi koridor eksisting diperbolehkan dipasang sampai ke langit-langit yang bukan merupakan bagian
integral dari konstuksi lantai apabila terdapat ruang atau celah sebesar 5 ft (1.5 m) atau lebih di antara puncak
subsistem langit-langit dan bagian bawah dari lantai atau atap di atasnya, asalkan kriteria dibawah ini dipenuhi :
(a) Langit-langit harus merupakan bagian dari susunan kontruksi tahan api yang diuji tingkat ketahanan
apinya tidak kurang dari 1 jam memenuhi persyaratan 8.2.3.1.
(b) Partisi-partisi koridor membentuk sambungan kedap asap dengan langit-langit (pengisi sambungan,
apabila digunakan, harus dari bahan tidak mudah terbakar).
(c) Setiap kompartemen ruang antara yang membentuk area asap terpisah, saat keadaan darurat asap,
harus dialirkan udaranya ke luar secara mekanis dengan kapasitas yang cukup untuk menghasilkan tidak
kurang dari dua kali pertukaran udara per jam tetapi, harus selalu tidak kurang dari 5000 ft3/min (2.36
m3/s).
(d) Ruang antara tidak boleh digunakan untuk tempat penyimpanan.
(e) Ruang tidak boleh digunakan sebagai ruang plenum untuk suplai, pembuangan maupun pengaliran udara
balik, kecuali sebagaimana diuraikan pada 19.3.6.2.1(3).
3* Partisi koridor eksisting diperbolehkan sampai ke langit-langit monolithic yang membatasi jalur asap karena
terdapat sambungan anti asap di antara bagian atas partisi dan bagian bawah langit-langit.
19.3.6.2.2* Dinding-dinding koridor harus membentuk penghalang untuk membatasi penjalaran
asap.
19.3.6.2.3 Susunan jendela kebakaran yang terpasang tetap sesuai ketentuan 8.2.3.2.2
diperbolehkan di dinding-dinding koridor.
Pengecualian :
Tidak ada batasan area dan ketahanan api dari kaca dan kerangka di kompartemen asap yang dilindungi seluruhnya
dengan sistem sprinkler otomatis yang disetujui dan di awasi sesuai dengan ketentuan 19.3.5.2.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 109
Gambar 18/19.16(a) – Dinding koridor pada hunian perawatan kesehatan baru dan eksisting,
hunian perawatan kesehatan berspringkler.

Gambar 18/19.16(b) – Dinding koridor eksisting, pada kompartemen asap dari non springkler
perawatan kesehatan
19.3.6.2.2. Dinding-dinding koridor harus membentuk penghalang untuk membatasi penjalaran
asap
19.3.6.3.8 Susunan jendela kebakaran terpasang sesuai ketentuan 8.2.3.2.2 diperbolehkan di
pintu koridor.

110 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Pengecualian :
Tidak ada batasan dalam hal luasan dan ketahanan api kaca dan kerangka nya pada kompartemen asap yang
dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler otomatis yang disetujui dan di awasi sesuai ketentuan 19.3.5.2.
19.3.6.3.1 Pintu-pintu yang melindungi bukaan-bukaan koridor yang bukan di ruang pelindung
yang disyaratkan untuk bukaan-bukaan vertikal, eksit, atau area berbahaya harus pintu-pintu yang
kokoh, sebagaimana yang terbuat dari kayu inti lapis padat setebal 13/4-in. (4.4-cm) atau
konstruksi yang mampu menahan api tidak kurang dari 20 measap. Pemenuhan terhadap NFPA
80, Standar untuk Pintu Kebakaran dan jendela Kebakaran, tidak disyaratkan. Celah di antara
bagian bawah pintu dan penutup lantai yang ukurannya tidak melebihi 1 in. (2.5 cm) diperbolehkan
untuk pintu-pintu koridor.
Pengecualian
1 Pintu-pintu menuju ke ruang toilet, kamar mandi, kamar mandi pancuran, WC dan ruang-ruang tambahan
semacam itu yang tidak mengandung bahan-bahan mudah menyala atau mudah terbakar.
2 Di kompartemen asap yang dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler otomatis yang diawasi dan disetujui,
sesuai dengen ketentuan 19.3.5.2, persyaratan konstruksi pintu sesuai 19.3.6.3.1 bukan merupakan keharusan,
tetapi pintu-pintu harus dikonstruksi sedemikian untuk menahan jalaran asap.
19.3.6.4 Kisi-kisi pemindah.
Kisi-kisi pemindah, apakah dilindungi dengan damper yang beroperasi dengan sambungan timah
yang mudah melebur atau tidak, tidak boleh dipergunakan di dinding-dinding atau pintu-pintu ini.
Pengecualian :
Pintu-pintu ruang toilet, kamar mandi, kamar mandi pancuran, bak rendam, dan ruang-ruang tambahan semacam itu
yang tidak mengandung bahan mudah terbakar atau mudah menyala, diperbolehkan memiliki lubang-lubang udara
ventilasi atau dipotong di bagian bawahnya (undercut).
19.3.7.1. Penghalang-penghalang asap harus disediakan untuk membagi setiap lantai yang
digunakan untuk ruang-ruang tidur untuk lebih dari 30 pasien kedalam tidak kurang dari dua
kompartemen asap. Ukuran tiap kompartemen asap semacam itu harus tidak melebihi 22,500 ft2
(2100 m2), dan jarak tempuh dari setiap titik untuk mencapai pintu di penghalang asap yang
disyaratkan tidak melebihi 200 ft (60 m).
Pengecualian
1 Apabila panjang atau lebar kompartemen asap tidak melampaui 150 ft (45 m), jarak tempuh untuk mencapai
penghalang asap tidak harus dibatasi.
2 Area atrium yang dipisahkan sesuai ketentuan 8.2.5.6 tidak dibatasi ukurannya.
19.3.7.5. Bukaan-bukaan di penghalang asap harus diproteksi dengan bahan lapis kaca tahan
api, dengan panel kawat kaca dan kerangka baja, dengan pintu-pintu yang kokoh seperti pintu-
pintu bahan inti kayu padat tebal 13/4-in. (4.4-cm) atau dengan konstruksi tahan api tidak kurang
dari 20 menit. Pemasangan pelat pelindung yang dibuat dilapangan atau buatan pabrik yang
memanjang tidak lebih dari 48 in. (122 cm) di atas dasar pintu, diperbolehkan.
Pengecualian:
Pintu-pintu diperbolehkan memiliki susunan atau pasangan jendela kebakaran sesuai ketentuan 8.2.3.2.2.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 111
PEDOMAN TEKNIS PRASARANA RS :
SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN AKTIF
RUMAH SAKIT

DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATAN


SUB DIREKTORAT BINA SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN
TAHUN 2012
KATA PENGANTAR

Undang-Undang R.I. No. 28 Tahun 2002, tentang “Bangunan Gedung”, mengamanatkan 4 faktor
utama yang perlu diperhatikan, yaitu Keselamatan, Kesehatan, Kenyamanan, dan Kemudahan.
Disamping itu pula, Undang-Undang R.I No. 44 Tahun 2009, tentang “Rumah Sakit”,
mengamanatkan diperlukannya persyaratan teknis yang berkaitan dengan “pencegahan dan
penanggulangan kebakaran”.
Sistem proteksi kebakaran merupakan kelengkapan penting di rumah sakit yang berhubungan
dengan keselamatan bangunan. Disamping kebutuhannya untuk pencegahan dan
penanggulangan kebakaran, sistem proteksi kebakaran mempunyai peranan penting dalam
mencegah jatuhnya korban dan kerugian materiel akibat kebakaran.
Untuk itu diperlukannya pengetahuan yang cukup khususnya bagi para petugas di rumah sakit
untuk memahami tentang “sistem proteksi kebakaran”, dan juga bagi para perancang, pelaksana
pemasangan, pemeriksa dan pengelola sistem proteksi kebakaran.
Dari pengalaman, banyak rumah sakit yang kurang tepat dalam pengelolaan, dan pemeliharaan
peralatan ini, sehingga sangat merugikan apabila terjadi kebakaran.
Untuk mencegah adanya instalasi sistem proteksi kebakaran yang kurang memenuhi syarat,
misalnya pemilihan pompa kebakaran, perletakan detektor alarm kebakaran, kepala springkler,
dan sistem pemipaannya akan berarti pembuangan biaya yang tidak ada manfaatnya.
Dengan pedoman teknis ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi para petugas rumah sakit dalam
menangani pencegahan dan penanggulangan kebakaran.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii

 
DAFTAR ISI

Kata Pengantar iii


Daftar Isi v

BAB I : KETENTUAN UMUM 1


1.1 Pendahuluan 1
1.2 Maksud Dan Tujuan 3
1.3 Ruang Lingkup 3

BAB II : SISTEM “DETEKSI” DAN “ALARM KEBAKARAN” 4


2.1 Umum 4
2.2 Peraturan Dan Standar 4
2.3 Sistem Dan Instalasi 4
2.4 Lain-lain 9

BAB III: ALAT PEMADAM API RINGAN 10


3.1 Umum 10
3.2 Peraturan Dan Standar 10
3.3 Sistem Dan Instalasi 10
3.4 Lain-lain 14

BAB IV: SISTEM PIPA TEGAK DAN KOTAK SLANG KEBAKARAN 15


4.1 Umum 15
4.2 Peraturan Dan Standar 15
4.3 Sistem Dan Instalasi 15
4.4 Jumlah Pipa Tegak 20
4.5 Klasifikasi Sistem Pipa Tegak 20
4.6 Tekanan Sisa Dan Laju Aliran Air Minimum Pada Pipa Tegak 20
4.7 Kotak Slang Kebakaran (Hidran Gedung) Dan Kelengkapannya 22
4.8 Hidran Halaman 23
4.9 Lain-lain 25

BAB V: SISTEM SPRINGKLER OTOMATIK 26


5.1 Umum 26
5.2 Peraturan Dan Standar 26
5.3 Sistem Dan Instalasi 26
5.4 Lain-lain 32

BAB VI: INSTALASI POMPA KEBAKARAN 33


6.1 Umum 33
6.2 Peraturan 33
6.3 Instalasi 33
6.4 Lain-lain 41

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | v


BAB VII: SISTEM PENGENDALIAN ASAP KEBAKARAN 42
7.1 Umum 42
7.2 Peraturan Dan Standar 42
7.3 Sistem Dan Instalasi 43

BAB VIII: INSPEKSI, TES DAN PEMELIHARAAN 45


8.1 Umum 45
8.2 Tujuan 45
8.3 Catatan Pemeliharaan 45
8.4 Sistem Deteksi Dan Alarm Kebakaran 46
8.5 Alat Pemadam Api Ringan 46
8.6 Sistem Pompa Kebakaran 47
8.7 Sistem Pipa Tegak Dan Slang Atau Hidran Bangunan 47
8.8 Sistem Sprinkler Otomatik 47
8.9 Sistem Tangki Air Pemadam Kebakaran 47
8.10 Tabel-tabel 48

BAB IX: MANAJEMEN PENGAMANAN KEBAKARAN 59


9.1 Umum 59
9.2 Rencana Keselamatan Kebakaran (Fire Safety Plan) 59
9.3 Rencana Tindak Darurat Kebakaran (Fire Emergency Plan) 59
9.4 Pelatihan Kebakaran (Fire Drills) 60
9.5 Audit/ Evaluasi/ Asesmen Keselamatan Kebakaran 60

BAB X: PENUTUP 61

vi | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB – I : KETENTUAN UMUM.

1.1 Pendahuluan.
Sistem proteksi kebakaran aktif, adalah salah satu faktor keandalan bangunan gedung terhadap
bahaya kebakaran. Sistem proteksi kebakaran aktif wajib diadakan untuk bangunan rumah sakit
dimana sebagian besar penghuninya adalah pasien dalam kondisi lemah sehingga tidak dapat
menyelamatkan dirinya dari bahaya kebakaran

1.1.1 Pencegahan bahaya kebakaran.


(1) Asap sebagai akibat kebakaran paling fatal di area rumah sakit. Saat ini, banyak area di
rumah sakit yang melarang merokok, namun demikian apabila merokok dimungkinkan di
area tertentu, peraturan larangan merokok harus ditegakkan.
Batasi merokok di semua area yang ditunjuk atau setelah merokok mereka yang merokok
secara langsung dipantau oleh para profesional perawatan kesehatan.
Tempelkan aturan dilarang merokok secara mencolok di tempat-tempat strategis dan
terapkan aturan ini pada semua orang, pasien, petugas, pengunjung dan ibu-ibu yang
melahirkan.
Sediakan wadah putung rokok yang besar di tempat merokok yang ditunjuk, dan kosongkan
sesering mungkin serta jangan membuang sampah apapun pada wadah putung rokok ini.
Jangan biarkan pasien merokok di tempat tidur. Jangan pernah mentolerir merokok di mana
oksigen disimpan atau digunakan. Dalam kamar pasien banyak menggunakan tangki
oksigen. Ini termasuk unit perawatan intensif, kamar terapi pernapasan, laboratorium, kamar
operasi, ruang pemulihan, dan ruang gawat darurat. Pasang area ini dengan tanda
DILARANG MEROKOK.
(2) Peralatan yang rusak dan tidak layak digunakan juga merupakan penyebab kebakaran di
area perawatan kesehatan.
(3) Bersihkan serat dan lemak dari peralatan memasak dan peralatan cuci pakaian, tudung
ventilator (ventilator hood), filter, dan saluran.
(4) Hindari penggunaan sambungan (ekstensi) kabel. Jika Anda harus menggunakannya,
jangan dibebani dengan beban lebih.
Pemasangan sambungan kabel dilarang melalui pintu atau di mana kabel ini dapat terinjak.
Dilarang memasang sambungan kabel lebih dari satu sambungan dari satu outlet.
(5) Bagian pemeliharaan dan perbaikan memeriksa dan memelihara semua peralatan pada
jadwal rutin. Berhati-hatilah menggunakan peralatan yang dibawa pasien dari rumah dan
ikuti kebijakan mengenai penggunaannya.

1.1.2 Keselamatan terhadap kebakaran secara umum.


(1) Jauhkan produk kertas, seprai, pakaian, dan barang mudah terbakar lainnya, dari perangkat
yang memproduksi panas, termasuk lampu baca.
(2) Jangan gunakan perangkat yang menghasilkan bunga api, termasuk mainan atau peralatan
bermotor, di daerah di mana oksigen digunakan.
(3) Simpan tabung gas dengan aman dan jauh dari pasien. Beri tanda silinder apabila sedang
tidak digunakan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 1

 
(4) Area perawatan dan penyimpanan harus bersih dan bebas dari sampah antara lain serbuk
gergaji, serutan kayu, kain berminyak, dan lain-lain. Ruangan dan jalur evakuasi dipelihara
tetap bersih.
(5) Pastikan bahwa tanda-tanda “EKSIT” (EXIT) selalu diterangi dan pencahayaan darurat
menyala dengan baik.
(6) Jangan pernah membiarkan pintu EKSIT/Darurat/Kebakaran terbuka. Pintu ini tidak hanya
melarang orang keluar/masuk dalam keadaan normal, pintu ini dimaksudkan untuk menjaga
penyebaran api, bila terjadi kebakaran.

1.1.3 Penanggulangan Bahaya Kebakaran


(1) Persiapan bila terjadi kebakaran
Area rumah sakit harus memiliki rencana darurat lengkap. Direktur atau manajer
keselamatan kebakaran harus mengawasi latihan kebakaran, sehingga semua petugas
memahami apa yang harus dilakukan jika terjadi kebakaran.
Hal-hal yang harus diketahui petugas :
(a) Lokasi alarm kebakaran di area kerja mereka dan bagaimana meresponnya .
(b) Lokasi alat pemadam kebakaran ringan (APAR) di area kerja mereka, dan bagaimana
dan kapan digunakannya.
(c) Lokasi Instalasi gas oksigen dan bagaimana cara menutup aliran gas oksigen pada
sistem pipa gas sesuai prosedur.
(2) Dalam kejadian kebakaran :
Dalam banyak kasus, dimana pasien dan keluarga tidak dapat membantu diri mereka
sendiri, menjadi tanggung jawab petugas rumah sakit untuk menjaga keselamatan mereka.
Dalam hal ini petugas harus:
(a) jika terjadi kebakaran, tetap tenang; berikan contoh pada pasien,
(b) laporkan adanya api;
(c) Padamkan api pada awal kebakaran saat api masih kecil dan lokalisir agar tidak
menyebar, seperti kasus api dalam keranjang sampah, hanya dilakukan oleh petugas
yang telah dilatih untuk mengoperasikan alat pemadam api portabel.
(d) Apabila penggunaan alat pemadam api ringan kurang berhasil memadamkan api,
dapat digunakan slang kebakaran berukuran kecil (1 atau 1½ inci) oleh petugas rumah
sakit yang terlatih.
(e) pindahkan pasien yang berada dalam bahaya asap atau api ke tempat yang aman
(f) tutup pintu ruang pasien,
(g) menjadi panutan bagi pasien;

1.2 Maksud dan tujuan

1.2.1 Maksud
Pedoman teknis ini dimaksudkan untuk menjadi acuan bagi penyelenggara bangunan rumah sakit
agar aman terhadap bahaya kebakaran.

2 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


 
1.2.2 Tujuan.
Pedoman teknis ini bertujuan untuk terselenggaranya fungsi bangunan rumah sakit dan lingkungan
yang aman bagi pasien, petugas medik dan pengunjung, serta segala peralatan yang ada di
dalamnya dari bahaya kebakaran, sehingga tidak mengakibatkan terjadinya kerugian jiwa dan
materi

1.3 Ruang lingkup.


Ruang lingkup pedoman ini meliputi :
(1) Ketentuan umum.
(2) Sistem alarm dan deteksi kebakaran.
(3) Alat pemadam api ringan.
(4) Sistem pipa tegak dan slang/hidran.
(5) Sistem springkler kebakaran otomatik.
(6) Sistem pompa kebakaran terpasang tetap.
(7) Sistem ventilasi dan pengendalian asap.
(8) Inspeksi, dan pemeliharaan.
(9) Manajemen pengamanan kebakaran.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 3

 
B
BAB II : SIS
STE
EMM “D
DEETEK
KSSI”
”DDA
ANN “A
“ LA
ARRM
M KE
KEBBA
AKA
ARRA
ANN”.

2.1 Umu
um
m
(1)) Siiste
em deetekksi da
an alaarm
m ke
eba
aka
aran h
haru
us dissed
diakkan di ba
ang
gun
nan ru
uma
ah sak
kit s uaii
ses
de
eng gan
n pe
edooma an ini.
i
(2)) Insta
alassi dan
d n uuji serah
h te
erim
ma siste
em dete
ekssi dan
d n alar
a rm ke
eba
aka
aran harrus m
men
ngik
kutii
peedo
oma an ini.
(3)) Prrosedu ur inspekksi//pe
eme an, pe
erikksaa enggujian da
an pem araan be
meliha ala ha
erka arus
smmen
ngikkutii BA
AB
B
VIIII Insp
pek
ksi, Te
es Dan
D n Pem
P meliiharaaan ped
p dommann in
ni.

2.2
2. Pera
atu
uran d
dan
nsstan
ndar..
Sisste
em d
dettekksi dan
d n alarm kkeb
bakkara
an harus
s dipassan
ng ses
s sua
ai de
eng
gan
n:
(1)) Peeraaturran Mentterii PPekeerja
aan U um, N
n Umu Nom
morr 26/P
PRTT/M
M/20 008
8, tten
ntan
ng Pe
ersyyara
ata
an tek
t kniss
sisstem pro
p otekksi keb
bakkara
an pada bangu
una
an ged
dunng dan
d n lin
ngkkun
nga
an.
(2)) SNNI 03--39
986
6-20
000
0 attau
u ed disii te
erakkhirr; T
Tata
a Car
C ra Per
P rencan an Da
naa an Pem
P maasan
nga
an Insstalasii
Allarm
m Keb
K bakkara
an Oto
O oma atiss Untu uk P
Pennce egahan
n Bah
B ayaa Keb
K akaara
an Pad
P da B
Banngu
una
an G
Geddunng.

2.3
3 Sisttem
m dan
d n In
nstala
asi.

2.3
3.1
1 Sisttem
m.
Insstalassi siste
em dettekksi dan
d n allarm
m keb
k baka
ara
an, me
eliputi 2 je
enis :
(1)) em ala
Siiste arm
m ke
eba
akaran
nmmanuall, te dari
erdiiri d

Gam
G mbar 2.3
3.1.(1)) - Sist
S temm allarm
m keb
k baka
ara
an ma
m nua
al
(a
a) Pane
el Alar
A rm;;
(b
b) tittik pan
p ngg
gil man
m nua
al;
(cc) Sign
nal ala
a arm (allarm
mbbel//buzze
er/la
ammpu).
(2)) Siiste
em dettekksi d
dan
n allarm
m kkeb
baka
ara
an otom
o ma atis,, terdirri d
dari :
(a
a) pa
ane
el alar
a rm;
(b
b) de
etekto
or p
panas dan a
asap;
(cc) tittik pan
p ngg
gil man
m nua
al;
(d) signa
al alar
a rm (alarm
mbbel/buz
zze
er/la
ampu)).

4 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


 
Gam
mba
ar 2.3.1.(2
2) - Siiste
em ala
arm
m da
an det
d tekssi keb
k baka
ara
an oto
o maatik

2.3
3.2
2 K enttua
Kete an pe
ene
emp
pattan
n dete
ekttorr pa
ana
as da
an d
dettek
kto
or a
asa
ap.
(1)) Se
emua de etekktorr as
sap
p mem
m mpuuny
yai persyyaraatann ja
ara
ak a
anta
ar det ang sa
d tekttor ya amaa, juga
a sem
s muaa
de
etekktor pana
p as me empunnya
ai pers
p syaarattan jarakk anntar dete
ekto
or yan
y ng sam
s ma me eskkipu
un berbe
eda
a
de
eng
gan n de
etekktor assap
p.

Arrea yan
ng dica
d akup untu
uk d
dete
ekto
or assap
p Arrea yan
ng dica
d akup untu
u uk d
dete
ekto
or pana
as

Ga
amb
barr 2.3
3.2.(1)
Seesuuai sttandarr untuuk are
a ea um
u um m ja ara se
arakk anta etiap
p tiitik da
alam
m are
a a yyan
ng ddiprote
ekssi dan
d n
de
etekktor te
erde
eka
at ke
k ttitik
k terseebu
ut haru
us ttida
ak me
m lebbihi 7,5
5 mete
m er uuntuk detek
ktorr as
sap
p da
an 5,3
53
mete er unt
u uk de etekktorr pana as. Gam
G mba ar 2
2.3..2.((1) meenuunju
ukkkan n arrea
a mak
m ksim
mum m yan
y ng dap patt
diccakkup
p oleh de
etek
ktorr indivvidu
ual.
(2)) Unntu
uk me
m ma astikkann b
bahw wa prrote
ekssi yang
g dica
d akuup di
d ssud
dut ruaang
gan
n dan un ntukk mem
m masstik
kan
n
tid
dakk ad
da ceelahh pada
p a titik
t k yaangg b berh
hub
bun
ngan dar
d ri b
banyakk dete
d ekto
or, jarrak
k an
ntaran
ny harruss
dikurrangi. Llih
hatt ga
ambbarr 2.3.2
2.(2
2).

G mbar 2
Gam 3.2.(2) – A
2.3 Are
ea yan
y ng tida
t ak terc
t cakkup di pojjokk da
an d
di perp
p pottong
gan
n.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 5

 
(3) Untuk memastikan cakupan lengkap denah segi empat, jarak antara detektor dan dinding
harus dikurangi sampai 5 meter untuk detektor asap, dan 3,5 meter untuk detektor panas.
Lihat gambar 2.3.2.(3).

Gambar 2.3.2.(3)
(4) Untuk memastikan cakupan lengkap, jarak antar detektor harus dikurangi sampai 10 meter
antar detektor asap, dan 7 meter antar detektor panas. Lihat gambar 2.3.2.(4).

Jarak antar detektor asap Jarak antar dtektor panas

Gambar 2.3.2.(4) – Jarak aktual detektor asap dan detektor panas


(5) Untuk koridor kurang dari 2 meter lebarnya, hanya garis pusat membutuhkan pertimbangan
dimana tidak penting untuk mengurangi jarak antara detektor untuk melengkapi seluruh
cakupan yang diberikan.
Dengan demikian, jarak antara detektor untuk detektor asap menjadi 7,5 meter dari dinding
dan 15 meter antar detektor. Untuk detektor panas, jarak antaranya menjadi 5,3 meter ke
dinding dan 10 meter antar detektor. Lihat gambar 2.3.2.(5).

6 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


 
Gambar 2.3.2.(5) – Jarak antar detektor asap di koridor.
(6) Data tersebut di atas berlaku hanya untuk langit-langit datar, untuk langit-langit yang miring
atau langit-langit yang permukaannya tidak rata, jarak antaranya akan berubah. Untuk langit-
langit yang miring, detektor harus dipasang sesuai kemiringan langit-langit dan diperlukan
tambahan 1% untuk setiap 10 kemiringannya sampai 25%. Terdekat ditetapkan 600 mm
untuk detektor asap dan 150 mm untuk detektor panas.

2.3.3 Instalasi.
(1) Lokasi penempatan instalasi sistem deteksi dan alarm kebakaran di rumah sakit, ditentukan
seperti ditunjukkan pada tabel 2.3.3.(1)
Tabel 2.3.3.(1) – Lokasi penempatan sistem deteksi dan alarm kebakaran.
Jumlah luas
Jumlah Sistem alarm dan
minimum/lantai
lantai 2 deteksi kebakaran
(m )
1 1 Tanpa batas Manual
2 2~4 T.A.B Otomatik
3 >4 T.A.B Otomatik

(2) Lokasi penempatan detektor kebakaran pada ruangan di dalam rumah sakit ditunjukkan
pada tabel 2.3.3.(2).

Tabel 2.3.3.(2) – Penempatan detektor kebakaran pada ruangan di dalam rumah sakit
DETEKTOR
Fungsi Ruang Detektor Detektor Laju kenaikan Detektor Detektor
Panas temperatur Asap lain
PERAWATAN BEDAH DAN KRITIS
Ruang Operasi:
x Kamar operasi Tidak Tidak Ya Tidak
x Ruang penunjang Tidak Tidak Ya Tidak
x Ruang Melahirkan Tidak Tidak Ya Tidak
x Delivery Suite Tidak Tidak Ya Tidak
x Labour Suite Tidak Tidak Ya Tidak
x Ruang Pemulihan Tidak Tidak Ya Tidak
x Ruang bayi Tidak Tidak Ya Tidak
x d
Ruang Trauma Tidak Tidak Ya Tidak
x Gudang anestesi Tidak Tidak Ya Tidak

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 7

 
PERAWATAN
e
Ruang Pasien Tidak Tidak Ya Tidak
f
Ruang Toilet Tidak Tidak Tidak Tidak
Perawatan intensif Tidak Tidak Ya Tidak
g
Isolasi protektif Tidak Tidak Ya Tidak
g
Isolasi Infeksius Tidak Tidak Ya Tidak
Isolasi ruang antara Tidak Tidak Tidak Tidak
Kala/melahirkan/pemulihan/post
Tidak Tidak Ya Tidak
partum (LDRP)
e
Koridor pasien Ya Tidak Tidak Tidak
PENUNJANG
Radiologi : Tidak Tidak Ya Tidak
X-Ray (bedah dan perawatan
Tidak Tidak Ya Tidak
kritis)
X-Ray (diagnostik dan tindakan) Tidak Tidak Ya Tidak
Ruang gelap Ya Tidak Ya Tidak
Laboratorium, Umum Tidak Tidak Ya Tidak
Laboratorium, Bacteriologi Tidak Tidak Ya Tidak
Laboratorium, biochemistry Tidak Tidak Ya Tidak
Laboratorium, Cytology Tidak Tidak Ya Tidak
Laboratorium, pencucian gelas Tidak Tidak Tidak Tidak
Laboratorium, histology Tidak Tidak Ya Tidak
Laboratorium, pengobatan
Tidak Tidak Ya Tidak
nuklir.
Laboratorium, pathologi Tidak Tidak Ya Tidak
Laboratorium, serologi. Tidak Tidak Ya Tidak
Laboratorium, sterilisasi Tidak Tidak Ya Tidak
Laboratorium, transfer media. Tidak Tidak Ya Tidak
Autopsy Tidak Tidak Tidak Tidak
Ruang tunggu – tubuh tidak
j Ya Tidak Tidak Tidak
didinginkan
Farmasi Ya Tidak Tidak Tidak
ADMINISTRASI
Pendaftaran dan ruang tunggu Ya Tidak Tidak Tidak
DIAGNOSA DAN TINDAKAN

Bronchoscopy, sputum
collection, dan administrasi Tidak Tidak Ya Tidak
pentamidine
e
Ruang Pemeriksaam Ya Tidak Tidak Tidak
Ruang Pengobatan Ya Tidak Tidak Tidak
e
Ruang Tindakan Ya Tidak Tidak Tidak
Therapi fisik dan therapi hidro Ya Tidak Tidak Tidak
Ruang kotor atau tempat
Tidak Tidak Tidak Tidak
sampah
Ruang bersih atau tempat bersih Ya Tidak Tidak Tidak

8 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


 
STERILISASI DAN SUPLAI
Ruang peralatan sterilisasi. Ya Tidak Tidak Tidak
Ruang kotor dan dekontaminasi. Tidak Tidak Tidak Tidak
Tempat bersih dan gudang
Ya Tidak Tidak Tidak
steril.
Gudang peralatan Ya Tidak Tidak Tidak
PELAYANAN
Pusat persiapan makanan Tidak Tidak Tidak Tidak
Tempat cuci Tidak Tidak Tidak Tidak
Gudang dietary harian Ya Tidak Tidak Tidak
Laundri, umum Tidak Tidak Tidak Tidak
Sortir linen kotor dan gudang Tidak Tidak Tidak Tidak
Gudang linen bersih Ya Tidak Tidak Tidak
Linen dan Ya Tidak Tidak Tidak
Ruang bedpan Ya Tidak Tidak Tidak
Kamar mandi Tidak Tidak Tidak Tidak
Kloset Janitor Tidak Tidak Tidak Tidak

2.4 Lain-lain.
Ketentuan lain yang berhubungan dengan sistem alarm dan deteksi kebakaran yang belum
tercantum pada pedoman ini, mengacu pada peraturan dan standar yang berlaku.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 9

 
BAB III : ALAT PEMADAM API RINGAN

3.1 Umum
3.1.1 Alat pemadam api ringan harus disediakan di bangunan rumah sakit sesuai dengan
pedoman ini.
3.1.2 Jenis alat pemadam api ringan harus sesuai dengan klasifikasi bahaya kebakaran yang
ada : Kelas A, B, C, D atau K.
3.1.3 Instalasi alat pemadam api ringan harus mengikuti pedoman ini.
3.1.4 Prosedur inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala harus mengikuti
BAB VIII Inspeksi, Tes Dan Pemeliharaan pedoman ini.

3.2. Peraturan dan standar.


Alat pemadam api ringan harus dipasang sesuai dengan :
(1) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, Nomor 26/PRT/M/2008, tentang Persyaratan teknis
sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan.
(2) SNI 03-3987-1995 atau edisi terakhir; Tata Cara Perencanaan Dan Pemasangan Alat
Pemadam Api Ringan Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah Dan
Gedung.

3.3 Sistem dan Instalasi.

3.3.1 Klasifikasi bahaya kebakaran.


Untuk tujuan pemadaman kebakaran dengan menggunakan alat pemadam api ringan (APAR),
bahaya kebakarannya diklasifikasi sesuai tabel 3.3.1.

Tabel 3.3.1 - Klasifikasi Kebakaran APAR

Kebakaran dibagi dalam 5 kelas berdasarkan terutama kepada benda yang terbakar.
Klasifikasi ini menolong asesmen bahaya dan penentuan jenis media pemadam yang
paling efektif. Juga digunakan untuk klasifikasi, ukuran, dan pengujian alat pemadam api
ringan/ APAR

No Kelas Simbol

1 Kelas A : meliputi benda mudah terbakar biasa: antara lain kayu, kertas
dan kain. Perkembangan awal dan pertumbuhan kebakaran biasanya
lambat, dan karena benda padat, agak lebih mudah dalam
penanggulangannya. Meninggalkan debu setelah terbakar habis.

2 Kelas B : meliputi cairan dan gas mudah menyala dan terbakar antara
lain bensin, minyak dan LPG.Jenis kebakaran ini biasanya berkembang
dan bertumbuh dengan sangat cepat.

10 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


 
3 Kelas C: meliputi peralatan listrik yang hidup: antara lain motor listik,
peralatan listrik, dan panel listrik. Benda yang terbakar mungkin masuk
dalam kelas kebakaran lainnya. Bila daya listrik diputus, kebakaran
bukan lagi sebagai kelas C. Tidak penting peralatan listrik dihidupkan
atau dimatikan, tetap peralatan tersebut masuk dalam Kelas C.

4 Kelas D: meliputi metal terbakar antara lain magnesium, tirtanium dan


zirconium. Jenis kebakaran ini biasanya sulit untuk disulut (ignited)
tetapi menghasilkan panas yang hebat. Kebakaran kelas D amat sulit
untuk dipadamkan, dan untungnya jarang dijumpai.

5 Kelas K: meliputi minyak untuk memasak. Ini adalah kelas terbaru dari
kelas-kelas kebakaran.

3.3.2 Ketentuan penempatan Alat Pemadam Api Ringan (APAR).


(1) Jarak tempuh penempatan alat pemadam api ringan dari setiap tempat atau titik dalam
bangunan rumah sakit harus tidak lebih dari 25 (dua puluh lima) meter.
(2) Setiap ruangan tertutup dalam bangunan rumah sakit dengan luas tidak lebih dari 250 m2,
harus dilengkapi dengan sekurang-kurangnya sebuah alat pemadam api ringan berukuran
minimal 2 kg sesuai klasifikasi isi ruangan,
(3) Setiap luas tempat parkir yang luasnya tidak melebihi 270 m2 harus ditempatkan minimal dua
buah alat pemadam api ringan kimia berukuran minimal 2 kg, yang ditempatkan antara
tempat parkir kendaraan dan gedung, pada tempat yang mudah dilihat dan dicapai.

Tabel 3.3.2.a – Penempatan dan Ukuran APAR untuk Bahaya Kelas A


Bahaya Bahaya Bahaya
Hunian Ringan Hunian Biasa Hunian Ekstra
Kriteria (Rendah) (Sedang) (Tinggi)
Nominal minimum APAR tunggal 2A* 2A* 4A†

Luas lantai maksimum per unit A 279 m2 139 m2 93 m2

Luas lantai maksimum untuk APAR 1045 m2‡ 1045 m2‡ 1045 m2‡

Jarak tempuh maksimum ke APAR 22,7 m 22,7 m 22,7 m

Sumber : NFPA 10

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 11

 
Tabel 3.3.2.b - Luas Maksimum Yang Akan Diproteksi Per Unit APAR dalam m2
Nominal Ringan Biasa Ekstra
Kelas A (Rendah) (Sedang) (Tinggi)
Pada Bahaya Bahaya Bahaya
APAR Hunian Hunian Hunian
1A ʊ ʊ ʊ

2A 557 278 ʊ

3A 836 418 ʊ

4A 1045 557 371

6A 1045 836 557

10A 1045 1045 929

20A 1045 1045 1045

30A 1045 1045 1045

40A 1045 1045 1045

Catatan: 1045 m2 dianggap sebagai batas praktis


Sumber : NFPA 10
Tabel 3.3.2.c - Jenis APAR untuk Ruangan Rumah Sakit
No. Ruangan Jenis Kelas
1 Kamar Operasi (OR) Water mist A, B, C
2 Fasilitas MRI dan Kamar Pasien Water mist A, B, C
Data Processing Centers,
Water mist, atau
3 Telecommunications Records Storage, A, B, C
Halotron I
Collection and Server Rooms
4 Intensive Care Units (ICU) Water mist A, B, C
5 Heliports/helipads FFFP beroda A, B, C
6 Dapur besar/ komersial Kimia basah K
7 Ruangan Diesel generator CO2 B, C
Kimia kering
8 Ruangan lain A, B, C
serbaguna

3.3.3 Lokasi Alat pemadam api ringan (APAR).


(1) Tempatkan APAR :
(a) sehingga mudah terlihat, termasuk instruksi pengoperasiannya dan tanda
identifikasinya.
(b) sehingga mudah dicapai (APAR harus tidak terhalang oleh peralatan atau material-
material);
(c) di atau dekat koridor atau lorong yang menuju eksit.
(d) dekat dengan area yang berpotensi bahaya kebakaran, akan tetapi tidak terlalu dekat
karena bisa rusak oleh sambaran api.

12 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


 
(e) di mana orang tidak menggunakan APAR untuk risiko yang tidak semestinya, misalnya
menggunakan APAR jenis gas pada area yang tidak berventilasi.
(f) di mana APAR tidak akan rusak karena terkorosi oleh proses kimia.
(g) sehingga APAR terlindungi dari kerusakan jika ditempatkan di luar ruangan.
(2) Dalam area khusus :
Apabia bahan yang disimpan mudah terbakarnya tinggi di dalam ruangan yang kecil atau
tempat tertutup, tempatkan APAR di luar ruangan (ini akan digunakan oleh pengguna untuk
memadamkan api).
(3) Untuk ruangan yang berisi peralatan listrik :
(a) tempatkan APAR di dalam atau dekat ruangan.
(b) Pada kendaraan atau di area di area dimana APAR ditempatkan di area yang bising
atau bergetar, pasang APAR dengan pengikat yang dirancang untuk tahan terhadap
getaran.
(4) Pemasangan APAR ditentukan sebagai berikut :

APAR di pasang di APAR dipasang bersama hidran APAR dipasang dengan


dinding gedung troli beroda

Gambar 3.3.3 - Pemasangan APAR


(a) dipasang pada dinding dengan pengikat atau dalam lemari kaca dan dapat
dipergunakan dengan mudah pada saat diperlukan;
(b) dipasang sedemikian rupa sehingga bagian paling atas berada pada ketinggian
maksimum 120 cm dari permukaan lantai, kecuali untuk jenis CO2 dan bubuk kimia
kering (dry powder) penempatannya minimum 15 cm dari permukaan lantai.
(c) tidak diperbolehkan dipasang di dalam ruangan yang mempunyai temperatur lebih dari
490C dan di bawah 40C.

3.3.4 Penandaan Alat Pemadam Api Ringan.


Untuk membedakan isi tabung APAR, pada tabung dibutuhkan penandaan dengan warna yang
menunjukkan apakah isi APAR tersebut air, busa, bubuk kering, kimia basah atau bubuk klas D.
Penandaan warna tersebut ditunjukkan pada tabel 3.3.3, dan posisi penandaan warna tersebut
seperti ditunjukkan pada gambar 3.3.3.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 13

 
Tabel 3.3.4 - Penandaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) *1)

Sesuai untuk penggunaan


Jenis Warna tabung kelas kebakaran.(tanda kurung
kadang-kadang digunakan)

Air Tabung warna merah. A

Tabung warna merah dengan panel


Busa putih ke kuning-kuningan (cream) di A B
atas instruksi pengoperasian.

Bubuk Tabung warna merah dengan panel


(A) B C
kering biru di atas instruksi pengoperasian.

Carbon Tabung warna merah dengan panel


dioxide hitam di atas instruksi B
CO2 pengoperasian.

Tabung warna merah dengan panel


Kimia
kuning di atas instruksi A (B)
basah
pengoperasian.

Bubuk Tabung merah dengan panel biru di


D
klas D atas instruksi pengoperasian.

*1 Adopsi standar BS dan EN

Gambar 3.3.4 – Posisi penandaan warna pada APAR

3.4 Lain-lain.
Ketentuan lain yang berhubungan dengan sistem alarm dan deteksi kebakaran yang belum
tercantum pada pedoman ini, mengacu pada peraturan dan standar yang berlaku.

14 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


 
BAB IV : SISTEM PIPA TEGAK DAN KOTAK SLANG
KEBAKARAN.

4.1 Umum
4.1.1 Sistem pipa tegak harus disediakan di bangunan rumah sakit sesuai dengan pedoman ini.
Lokasi sambungan pemadam kebakaran/ siamese harus diletakkan di lokasi yang mudah diakses
oleh mobil pemadam kebakaran
4.1.2 Sistem ini harus meliputi :
(1) Sistem pipa tegak.
(2) dan alat kontrol atau panelnya,
(3) katup kontrol,
(4) pipa tegak,
(5) landing valve,
(6) kotak slang kebakaran yang berisi katup kebakaran 1 ½ inch plus slang dan nozel atau katup
kebakaran 2 ½ inch,
(7) sambungan siamese.
(8) hidran halaman.
4.1.5 Instalasi dan uji serah terima sistem pipa tegak dan slang/ hidran harus mengikuti
pedoman ini.
4.1.6 Prosedur inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala harus mengikuti
BAB VIII Inspeksi, Tes Dan Pemeliharaan pedoman ini.

4.2. Peraturan dan standar.


Sistem pipa tegak dan slang kebakaran harus dipasang sesuai dengan :
(1) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, Nomor 26/PRT/M/2008, tentang Persyaratan teknis
sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan.
(2) SNI 03-1745-2000 atau edisi terakhir; Tata Cara Perencanaan Dan Pemasangan Sistem
Pipa Tegak Dan Slang Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung.
(3) SNI 03-1735-2000 atau edisi terakhir, Tata Cara Perencanaan Akses Bangunan Dan Akses
Lingkungan Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung.

4.3 Sistem dan Instalasi.

4.3.1 Sistem.
(1) Sistem pipa tegak dalam bangunan rumah sakit terdiri dari :
(a) Sistem pipa tegak kering.
(b) Sistem pipa tegak basah.
(c) Kombinasi pipa tegak kering dan pipa tegak basah.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 15

 
(2) Sistem pipa tegak kering atau sistem pipa tegak basah dilengkapi dengan katup landing dan
sambungan siamese,

4.3.2 Sistem pipa tegak kering.


(1) Pipa tegak kering dipasang dalam bangunan rumah sakit dimana ketinggian yang layak
dihuni lebih dari 10 m, tetapi tidak lebih dari 40 m.
(2) Pipa tegak kering dipasang dalam bangunan rumah sakit untuk tujuan pemadaman
kebakaran yang dilakukan oleh petugas dinas kebakaran,

Gambar 4.3.2 - Pipa tegak kering.


(3) Pipa tegak kering, dalam keadaan normal kering (tidak berisi air), tetapi akan diisi dengan air
yang dipompa dari mobil pompa pemadam kebakaran melalui sambungan siamese.

4.3.3 Sistem pipa tegak basah.


(1) Sistem pipa tegak basah, dipasang pada bangunan dimana ketinggian bangunan rumah
sakit lebih dari 40 m.
(2) Pipa tegak basah, dipasang dalam bangunan untuk tujuan pemadaman kebakaran oleh
penghuni atau petugas pemadam kebakaran dan pipa diisi secara tetap dengan air yang
diperoleh dari sumber pasokan air bertekanan.

4.3.4 Katup landing.


(1) Setiap katup landing Ø 65 mm (2½“) dengan panjang slang 40 m harus dapat melayani luas
ruangan pada setiap lantai tidak lebih dari 930 m2 .

16 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


 
Gambar 4.3.3.(1) - Jangkauan slang kebakaran Ø 65 mm (2½ inci)
(2) Pipa tegak kering atau pipa tegak basah dilengkapi dengan katup landing Ø65 mm ( 2½“) di
setiap lantainya.

Gambar 4.3.3.(2) - Pipa tegak dan katup landing

4.3.5 Sambungan Siamese.


(1) Pipa tegak kering dan pipa tegak basah dilengkapi dengan sambungan siamese yang
berguna untuk menyambungkan slang kebakaran berukuran Ø65 mm (Ø2½“) dari mobil
pemadam kebakaran yang posisinya berada pada permukaan akses bangunan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 17

 
Sambungan siamese diletakkan Sambungan siamese diletakkan
menempel pada dinding luar bangunan berdiri sendiri di halaman bangunan.

Gambar 4.3.5.(1) - sambungan siamese


(2) Setiap sambungan siamese harus mempunyai sedikitnya dua kopling Ø 65 mm (2½”) sesuai
ketentuan yang berlaku.
(a) sambungan siamese harus dipasang dengan penutup untuk melindungi sistem
pemipaan dari masuknya puing-puing/kotoran.
(b) Apabila Dinas Pemadam Kebakaran (DPK) setempat menggunakan kopling yang
berbeda dengan yang sudah ada, kopling kompatibel dengan peralatan DPK setempat
harus digunakan dan diameter minimumnya harus 65 mm.
(3) Harus tidak ada katup yang tertutup antara sambungan siamese dan sistem.
(4) Katup searah (katup penahan balik) harus dipasang pada masing-masing sambungan
siamese dan ditempatkan secara praktis didekat titik penyambungan ke sistem.
(5) Sambungan siamese harus diletakkan pada sisi bangunan yang menghadap ke jalan,
mudah terlihat dan dikenali dari jalan atau diletakkan pada titik jalan masuk terdekat dengan
peralatan pemadam kebakaran, dan harus diletakkan sehingga sambungan slang dapat
disambungkan ke kopling sambungan siamese tanpa terganggu oleh bangunan, pagar,
tonggak-tonggak dan lain-lain.
(6) Setiap sambungan siamese harus dirancang dengan penandaan dalam bentuk huruf besar,
tidak kurang 25 mm ( 1 inci) tinggi hurufnya, ditulis pada plat dengan bunyi tulisan :
“SAMBUNGAN PIPA TEGAK”.
Jika springkler otomatis juga dipasok oleh sambungan siamese, penandaan atau kombinasi
penandaan harus menunjukkan keduanya (contoh : “SAMBUNGAN PIPA TEGAK DAN
SPRINGKLER OTOMATIS” atau “SAMBUNGAN SPRINGKLER OTOMATIS DAN PIPA
TEGAK”.
(7) Apabila sambungan siamese hanya melayani suatu bagian bangunan, suatu penandaan
harus dilekatkan pada posisi yang menunjukkan bagian bangunan yang dilayani.
(8) Sambungan siamese untuk masing-masing sistem pipa tegak harus diletakkan tidak lebih
dari 30 m (100 ft) dari hidran halaman terdekat yang dihubungkan ke pasokan air dari sistem
pemipaan hidran kota.
(9) Sambungan siamese harus diletakkan dengan tinggi tidak kurang dari 45 cm (18 inci) dan
tidak lebih dari 120 cm (48 inci) di atas permukaan tanah atau jalan.

18 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


 
4.3.6 Lokasi pipa tegak.
Lokasi pipa tegak dan katup landing harus ditempatkan terutama pada posisi sebagai berikut
(1) di dalam lobi stop asap;

Gambar 4.3.6.(1) – Pipa tegak pada lobi yang dilindungi terhadap asap.
(2) dalam daerah umum dan di dalam saf yang terlindung, sedekat mungkin dengan tangga
eksit jika tidak ada lobi stop asap;

Gambar 4.3.6.(2) – Pipa tegak pada lobi yang diproteksi terhadap asap diluar tangga eksit.
(3) ditempatkan pada lobi dan di luar tangga eksit yang diproteksi, dan diletakkan di dalam saf
yang terproteksi.

Gambar 4.3.6.(3). – Pipa tegak di luar tangga yang diproteksi

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 19

 
(4) di dalam tangga eksit, bilamana tidak ada lobi stop asap dan daerah umum.

Gambar 4.3.6.(4) – Pipa tegak di dalam tangga yang diproteksi.

4.4. JUMLAH PIPA TEGAK.


Pada bangunan rumah sakit, setiap tangga eksit yang disyaratkan, harus dilengkapi dengan pipa
tegak tersendiri.
Pada bangunan rumah sakit bertingkat tinggi, minimal mempunyai 2 tangga eksit, untuk itu
diperlukan 2 (dua) buah pipa tegak yang dipasang pada setiap tangga eksit..

4.5 KLASIFIKASI SISTEM PIPA TEGAK.


Klasifikasi sistem pipa tegak, terdiri dari :

4.5.1 Sistem Kelas I.


Sistem pipa tegak kelas I harus disediakan dengan Katup landing Ø65 mm (2 ½ inci) untuk
memasok air yang digunakan oleh petugas terlatih atau sambungan slang yang digunakan oleh
DPK.

4.5.2 Sistem Kelas II.


Sistem pipa tegak kelas II harus disediakan dengan katup landing Ø40 mm (1½”) yang umumnya
ditempatkan pada kotak slang kebakaran (hidran kebakaran gedung) pada hunian dengan bahaya
kebakaran ringan dan digunakan oleh penghuni.

4.5.3 Sistem Kelas III.


Sistem kelas III merupakan gabungan dari sistem kelas I dan sistem kelas II, di mana katup
landing Ø 65 mm (2½“) pada pipa tegak dan katup slang Ø40 mm (1½ “) pada pipa cabang dan
berada pada kotak slang kebakaran serta diletakkan didalam koridor atau ruangan yang
berdekatan dengan saf tangga menuju jalur eksit, keduanya tersambung pada pipa tegak yang
sama.

4.6 TEKANAN SISA DAN LAJU ALIRAN AIR MINIMUM PADA PIPA TEGAK.

4.6.1 Tekanan sisa.

4.6.1.1 Pengertian.
Tekanan sisa (residual pressure), atau kadang-kadang disebut juga sebagai tekanan akhir, adalah
tekanan yang bekerja pada suatu titik dalam sistem dengan suatu aliran yang disalurkan oleh
sistem.
Dalam instalasi pipa tegak, tekanan sisa ini adalah tekanan setelah katup landing atau katup slang
kebakaran pada kotak slang.

20 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


 
4.6.1.2 Tekanan Sisa pada Sistem Kelas I.
(1) Tekanan sisa minimum pada katup landing Ø 65 mm (2½ inci), adalah sebesar 6,9 bar (100
psi).
(2) Apabila tekanan sisa pada katup landing melampaui 12,1 bar (175 psi), harus dilengkapi
katup penurun tekanan (Pressure Reducing Valve) untuk membatasai tekanan sisa.

4.6.1.3 Tekanan Sisa pada Sistem Kelas II.


(1) Tekanan sisa minimum pada katup slang kebakaran Ø 40 mm (1½ inci), adalah sebesar 4,5
bar (65 psi).
(2) Apabila tekanan sisa pada katup sambungan slang kebakaran Ø 40 mm melampaui 6,9 bar
(100 psi), katup penurun tekanan (Pressure Reducing Valve) harus disediakan untuk
membatasai tekanan sisa.

4.6.2 Laju Aliran Minimum.

4.6.2.1 Laju aliran minimum pada sistem Kelas I.


(1) Untuk sistem kelas I, laju aliran minimum dari pipa tegak hidrolik terjauh harus sebesar 1.893
liter/menit (550 USGPM).
(2) Laju aliran minimum untuk pipa tegak tambahan harus sebesar 946 liter/menit (250 USGPM)
untuk setiap pipa tegak, yang jumlahnya tidak melebihi 4.731 liter/menit (1.250 USGPM).

4.6.2.2 Laju aliran minimum pada sistem Kelas II.


(1) Untuk sistem kelas II, laju aliran minimum untuk pipa tegak terjauh dihitung secara hidrolik
adalah sebesar 379 liter/menit (100 USGPM).
(2) Aliran tambahan tidak dipersyaratkan bila terdapat lebih dari 1 (satu) pipa tegak.

4.6.2.3 Laju aliran minimum pada sistem Kombinasi.

(1) Sistem kombinasi terpadu.(satu pipa tegak)


(a) Yang dimaksudkan dengan sistem kombinasi terpadu adalah pipa tegak untuk
sambungan katup landing dan sambungan untuk springkler kebakaran otomatis berada
pada satu pipa tegak.
(b) Laju aliran yang disyaratkan untuk pipa tegak sistem kombinasi dalam suatu bangunan
yang seluruhnya diproteksi dengan sistem springkler otomatis secara terpadu tidak
dipersyaratkan melampaui 3.785 liter/menit (1.000 USGPM) kecuali disyaratkan oleh
instansi berwenang setempat.

(2) Sistem kombinasi parsial.


(a) Yang dimaksudkan dengan sistem kombinasi parsial adalah pipa tegak untuk
sambungan katup landing dan pipa tegak untuk sistem springkler otomatis dilayani
oleh masing-masing satu pipa tegak.
(b) Untuk sistem kombinasi pada bangunan rumah sakit yang dilengkapi dengan proteksi
springkler otomatis secara parsial, laju aliran yang dipersyaratkan harus dinaikkan
dengan jumlah yang setara dengan kebutuhan springkler yang dihitung

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 21

 
secara hidrolik atau 568 liter/menit (150 USGPM) untuk tingkat hunian bahaya
kebakaran ringan atau 1.893 liter/menit (500 USGPM) untuk tingkat bahaya kebakaran
sedang.

4.7 KOTAK SLANG KEBAKARAN (HIDRAN GEDUNG) DAN KELENGKAPAN


NYA.

4.7.1 Kotak slang kebakaran.

Gambar 4.7.1 -
Kotak slang kebakaran dilengkapi dengan katup slang ǚ 1 ½“, rak, slang Ɏ 1 ½, dan nozel.

Kotak slang kebakaran atau sering juga disebut dengan Indoor hydrant box (hidran kebakaran di
dalam gedung), terdiri dari :
(1) lemari tertutup;
(2) slang kebakaran;
(3) rak slang; dan
(5) nozel.

4.7.1.1 Lemari tertutup.


(1) Kotak slang berupa lemari tertutup yang berisi slang kebakaran, harus berukuran cukup
untuk pemasangan peralatan penting dan dirancang tidak saling mengganggu pada waktu
sambungan slang, digunakan secara cepat pada saat terjadi kebakaran.
(2) Di dalam lemari, sambungan slang dan tuas putar katup harus ditempatkan dengan jarak
tidak kurang 25 mm ( 1 inci) dari bagian lemari, sehingga memudahkan pembukaan dan
penutupan katup sambungan slang kebakaran.
(3) Lemari hanya digunakan untuk menempatkan peralatan kebakaran, dan setiap lemari di cat
dengan warna yang menyolok mata.
(4) Apabila jenis “kaca mudah pecah” (break glass) sebagai tutup pelindung, harus disediakan
alat pembuka, untuk memecahkan panel kaca dan diletakkan dengan aman dan tidak jauh
dari area panel kaca.

22 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


 
7.1.2 Sllan
4.7 ng keb
k bak
kara
an..
(1)) Seetia
ap sammbunggann slanng yyanng disediiakan un
ntukk digu
unakann oleh
o h petuugaas ban
b ngunan rum
r mahh
sa
akitt (S
Sistem
m ke
elas
s II), harruss dipassan
ng denga
an panja ang tid
dak
k le
ebih
h da
ari 30
0 m
m, lu
urus, dap
patt
dilipa
at.
(2)) Appab
bila
a sla
ang
g berd metter kuran
diam darri 40 mm
ng d mm (1½ incci) digu
d unaaka u uk kottakk sla
an unt ang
g 40 mm
mm
(1 ½ “), ha
aruss diigunakkan
n sllang yan
y g tiidak te
erlip
patt.

G
Ga
amb
bar 4.7
7.1.2.((2) - Slan
S ng yan
y ng ttida
ak terl
t ipaat

4.7
7.1.3 Rak sla
ang
g.
(1)) etia
Se k ak sla
ap kot ang 40
0 mmm (1½ ½”) ya
ang dissed
diakkan
n de
enggan
n slaang m (1½”) ha
g 40 mm aru
us d
dipa
asa
ang
g
de
enggan
n rak atau
a u fa
asiliitas
s pe
enyyim
mpanan
n la
ain yanng dis
setu
ujuii.
(2)) Se ap kottak sla
etia ang
g 4
40 mm
mm (11½ “) se esua
ai unt
u tuk kla
asiffika
asi pip
pa teg gakk ke
elas
s I da
an kkela
as III,,
ha
aruss dipa
d asang dn ngan gulu
g unggan aliiran
nmmenneru
us yan
y ng tterddafftar//terruji.

4.7
7.1.4 Nozzzle.
No
oze
el ya g dise
ang edia
akan untu
u uk pel
p aya
ana
an p
pipa te
ega
ak kel
k as II, herrus terruji/terrda
aftar.

4.7
7.2
2 Lo
okasi Kota
K ak Slan
ng K
Keba
aka
aran
n440 mm
mm (1½
( ½ “).
Ko
otak
k slang keb
k baka
ara
an Ɏ 4
40 mm
mm (1½”) perle
eta
akan
nnyya dia
d tur se
ebag
gai be
erikkut:
(1)) di kooridor ata
au ddi rua
r nga an yang be
erde
eka
atan
n deng
gan
n saf tan
ngga yyan
ng me
m nujju jalu Eksit dan
ur E d n
dissam
mbung gkaan kke pip
pa tega
ak.
(2)) pe
eng
gatu
uran in
ni m
memmungk kinkann untu
uk men
m ngg gunnakkan se t at sslang bila
ecarra tep a ta
ang a jalur ek
gga ksitt
pe
enu
uh den
d ngaan oorang--ora
angg ya
angg se
eda
ang
g la
ari kelu
k uar paada saaat terjjadiny
ya kkeb
baka
ara
an.
(3)) pa
ada s ap bang
a seti gun
nann u umumm/temp pat peerteemuan n, tem mpat hib burran, p an, te
perrhottela emp
patt
2
pe
erawwatan
n, perk
p kanntorran, dan peerto
okoa
an//passarr un ap lan
ntuk ssetia ntaii de
eng
gann luas 80 00 m harruss
dipassan
ng min
m nim
mumm 1 (sa
atu)) Kota
ak S
Slanng Ke
ebakarran Ø4 40 mmm (1
1½½”).

4.7
7.3
3 Ja
ara
ak Ja
J ngka
aua
an Ka
K tup
p Sla
S ngg Kebak
kara
an Ø 40
0 mm
m (1½““).
Sisste
em kelas II har
h rus dileng
gka
api Ka
atus
sp Slaang
g Ke
eba
aka
aran n yyangg beri
b si : kaatup
pbberuuku
uran
n Ø 40 mm
mm

Ø 1½ ½ inci), slan
s ng denngaan panja
ang 400mm, ra
ak dan
n nozz
n zle se edemikkiann ru
upa
a sehiingga setiap
p bag
b ian
n
da
ari lanttai ban
nguuna
an b
berrada
a pad
p a ja
anggka
auan 440 m (130
0 ftt) dari KS
SSKK 40 mm
mm (1½ “).

4.8
8 HIDR
RA
AN HA
ALA
AMMAN.
4.8
8.1 Tiiap ba
agia
an ddarri ja
alurr akkse
es mob
m bil pemmaadam did laha
an bangu
una
an harruss da
alam
m jara
ak beb
b bass
ha
ambbata
an 50 m daari h
hidrran koota (lihhat gam
mbbar 4.8
8.1)).
4.8
8.2 Biila hid
dran kkota
a yyan
ng meeme uhi pe
enu ersyyara
ata
an ters
t sebbut pa
adaa butirr 4.8.1 ttida
ak tterssed
dia,,
maaka
a ha
aru
us dise
d ediaaka
an hid
h rann ha
alam
ma
an yyang d
disa
amb bun
ngk
kann de
eng
gan jarring
gan
n pipa hiddran kkota
a..

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 23

 
Gam
mba
ar 4.8
4 .1 - Conttoh dim anguna
mana ba an tida
ak jau
j uh dar
d i hidra
an kkota
a.

G mb
Gam bar - 4.8.
4 .2 - Po
osissi Hidr
H rann ha
alam
man te hadap hid
erh dran kota
k a.

24 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


 
Gambar 4.8 3 - Hidran halaman dengan 2 outlet Ø2½ “, mampu memasok air 2 x 250 gpm

4.8.3 Dalam situasi di mana diperlukan lebih dari satu hidran halaman, maka hidran-
hidran tersebut harus diletakkan sepanjang jalur akses mobil pemadam sedemikian hingga tiap
bagian dari jalur tersebut berada dalam jarak radius 50 m dari hidran.
Hidran H1 pada gambar 4.8.3 dapat dihilangkan karena tidak mungkin tanah yang disebelah akan
digunakan untuk pemakaian lain, seperti gudang dan sebagainya.
Hidran bersama yang ditempatkan di tetangga tidak diperbolehkan.
4.8.4 Pasokan air untuk hidran halaman harus sekurang-kurangnya 500 GPM pada tekanan 3,5
bar, serta mampu mengalirkan air minimal selama 45 menit.

4.9 Lain-lain.
Ketentuan lain yang berhubungan dengan sistem pipa tegak yang belum tercantum pada pedoman
ini, mengacu pada peraturan dan standar yang berlaku.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 25

 
BAB V : SISTEM SPRINKLER OTOMATIK

5.1. Umum
5.1.1 Sistem sprinkler otomatik harus disediakan pada bangunan sesuai dengan pedoman ini.
5.1.2 Sistem sprinkler otomatik harus dipasang di seluruh bangunan.
5.1.3 Sistem sprinkler otomatik tidak wajib di area berikut :
(1) setiap ruangan di mana penerapan air, atau nyala api dan air, merupakan ancaman yang
serius terhadap kehidupan atau bahaya kebakaran.
(2) setiap kamar atau ruang di mana sprinkler dianggap tidak diinginkan karena sifat dari isi
ruangan.
(3) ruang generator dan transformator yang dipisahkan dari bangunan dengan dinding dan lantai
/ langit-langit atau rakitan atap / langit-langit yang memiliki nilai ketahanan api tidak kurang
dari 2 jam.
(4) di kamar atau daerah yang konstruksinya tidak mudah terbakar dengan isi sepenuhnya
bahan tidak mudah terbakar.
(5) untuk ruangan-ruangan yang tidak memungkinkan pasien dipindahkan (ruang bedah, ruang
ICU, ruang radiologi, dan lain-lain), sprinkler boleh tidak dipasang asalkan dinding, lantai,
langit-langit dan bukaan, mempunyai tingkat ketahanan api minimal 2 jam.
5.1.4 Sistem ini harus meliputi kepala springkler, katup kontrol alarm, dan sistem pemipaannya.
5.1.5 Instalasi dan uji serah terima sistem springkler otomatik harus mengikuti pedoman ini.
5.1.6 Prosedur inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala harus mengikuti
BAB VIII, Inspeksi, Tes Dan Pemeliharaan Pedoman ini.

5.2 Peraturan dan Standar.


Sistem springkler otomatik harus dipasang sesuai dengan :
(1) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, Nomor 26/PRT/M/2008, tentang Persyaratan teknis
sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan.
(2) SNI 03-3989-2000 atau edisi terakhir; Tata Cara Perencanaan Dan Pemasangan Sistem
Sprinkler Otomatis Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung.

5.3 Sistem dan Instalasi.


5.3.1 Klasifikasi Sistem
Sistem springkler sesuai klasifikasi hunian bahaya kebakarannya, terdiri :
(1) sistem bahaya kebakaran ringan.
(2) sistem bahaya kebakaran sedang.
(3) sistem bahaya kebakaran berat.

26 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


 
Jaringan pipa untuk dua sistem bahaya kebakaran atau lebih yang berbeda boleh dihubungkan
dengan satu katup kendali asalkan ketentuan jumlah kepala springkler yang dilayani tidak melebihi
jumlah maksimum.

5.3.2 Pembatasan area proteksi dari sistem.


(1) Area maksimum lantai pada setiap lantai yang diproteksi oleh springkler disuplai oleh satu
pipa tegak sistem springkler atau pipa tegak kombinasi harus sebagai berikut :
(a) Bahaya kebakaran ringan - 52.000 ft2 (4.831 m2).
(b) Bahaya kebakarab sedang - 52.000 ft2 (4.831 m2).
(c) Bahaya kebakaran ekstra :
(2) Selain berdasarkan luas, jumlah springkler juga menentukan klasifikasi bahaya kebakaran
yang dipilih. Jumlah springkler per satu katup kendali :
(a) Sistem bahaya kebakaran ringan = 500 springkler;
(b) Sistem bahaya kebakaran sedang = 1000 springkler; dan
(c) Sistem bahaya kebakaran berat = 1000 springkler.

5.3.3 Kepadatan (densitas) Pancaran dan Daerah Kerja Maksimum.


Kepadatan pancaran yang direncanakan dan daerah kerja maksimum yang diperkirakan untuk
ketiga klasifikasi tersebut di atas sesuai SNI 3989, tercantum di bawah ini :
(1) Sistem bahaya kebakaran ringan.
Kepadatan pancaran yang direncanakan 5 mm/menit.
Daerah kerja maksimum yang diperkirakan 84 m2.
(2) Sistem bahaya kebakaran sedang.
Kepadatan pancaran yang direncanakan 5 mm/menit.
Daerah kerja maksimum yang diperkirakan : 72 ~ 360 m2.
(3) Sistem bahaya kebakaran berat.
(a) Bahaya pada proses.
Kepadatan pancaran yang direncanakan 7,5 ~ 10 mm/men.
Daerah kerja maksimum yang diperkirakan 260 m2.
(b). Bahaya pada gudang penimbunan tinggi.
Kepadatan pancaran yang direncanakan 7,5 ~ 30,0 mm/men.
Daerah kerja maksimum yang diperkirakan 260 ~ 300 m2.

5.3.4 Kepala Sprinkler.

5.3.4.1 Ukuran lubang kepala springkler :


Ukuran nominal lubang kepala springkler untuk masing-masing sistem bahaya kebakaran
ditunjukkan pada tabel 5.3.4.1

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 27

 
Tabel 5.3.4.1 - Ukuran lubang kepala springkler

Ukuran nominal lubang kepala


No Klasifikasi Bahaya Kebakaran
springkler dalam mm (inci).

1 Sistem bahaya kebakaran ringan 10 mm ( ½ inci)

2 Sistem bahaya kebakaran sedang 15 mm ( ¾ inci)

3 Sistem bahaya kebakaran berat 20 mm ( 1 inci).

5.3.4.2 Aliran Air dan Tekanan air pada Kepala Springkler.


Tekanan air pada kepala springkler untuk bahaya kebakaran ringan dan sedang, tergantung pada
besarnya aliran air pada pipa tegak untuk sistem kombinasi parsial, atau pada pipa pembagi pada
sistem kombinasi terpadu (integral). Besarnya tekanan air pada kepala springkler tersebut
ditunjukkan pada tabel 5.3.4.2.(1), dibawah ini :
Tabel 5.4.3.2.(1) - Tekanan air pada kepala springkler untuk bahaya kebakaran ringan dan sedang

Klasifikasi bahaya Tekanan air pada


No Aliran air
kebakaran kepala springkler.

Sistem bahaya kebakaran 2


1 225 L/menit (60 USGPM) 2,2 kg/cm
ringan
2
375 L/menit (100 USGPM) 1 kg/cm
Sistem bahaya kebakaran
sedang Kelompok I 2
540 L/menit.(150 USGPM) 0,7 kg/cm
2
725 L/menit (200 USGPM) 1,4 kg/cm
Sistem bahaya kebakaran
2
sedang Kelompok II. 2
1000 L/menit (250 USGPM) 1 kg/cm
2
1100 L/menit (250 USGPM) 1,7 kg/cm
Sistem bahaya kebakaran
3
sedang Kelompok III 2
1350 L/menit (350 USGPM) 1,4 kg/cm

Sumber : SNI 3989.

5.3.4.3 Penempatan dan letak kepala springkler.


(1) Penempatan kepala springkler ditentukan berdasarkan luas maksimum tiap kepala springkler
di dalam satu deret dan jarak maksimum deretan yang berdekatan.
(a) Penempatan kepala springkler untuk bahaya kebakaran ringan.
1) Luas proteksi maksimum kepala springkler :
a) springkler dinding : 17 m2.
b) springkler lain : 20 m2.

28 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


 
2) Jarak maksimum kepala springkler dalam satu deret dan jarak maksimum
deretan yang berdekatan :
a) springkler dinding :
i) sepanjang dinding : 4,6 m.
ii) dari ujung dinding : 2,3 m.
b) springkler lain : 4,6 m.
3) Dibagian tertentu dari bangunan bahaya kebakaran ringan seperti : ruang langit-
langit (attick), besmen, ruang ketel uap, dapur, ruang binatu, gudang, ruang kerja
bengkel dan sebagainya, luas maksimum dibatasi menjadi 9 m2 tiap kepala
springkler dan jarak maksimum antar kepala springkler 3,7 m.
(b) Penempatan kepala springkler untuk bahaya kebakaran sedang.
1) Luas proteksi maksimum kepala springkler :
a) springkler dinding : 9 m2 .
b) springkler lain : 12 m2.
2) Jarak maksimum kepala springkler dalam satu deret dan jarak maksimum
deretan yang berdekatan :
a) springkler dinding :
1 sepanjang dinding :
(i) untuk langit-langit tidak tahan api : 3,4 m
(ii) untuk langit-langit tahan api : 3,7 m.
2 dari ujung dinding : 1,8 m.

5.3.4.4 Jenis kepala springkler (SPRINKLER HEAD)


(1) Springkler Standar menghadap keatas (Upright) dan menghadap kebawah (Pendant)
Springkler standar menghadap keatas (upright) atau kebawah (Pendant) digunakan pada
semua klasifikasi bahaya kebakaran dan konstruksi bangunan.

Upright Sprinkler Pendent Sprinkler Conventional Sprinkler

Menghadap ke atas Menghadap ke bawah Springkler Konvensional

Gambar 5.3.4.4.1 – Springkler standar

(2) Springkler Dinding (Sidewall Sprinkler Head).


Springkler dinding hanya dipasang untuk hunian dengan risiko bahaya ringan dengan langit-
langit yang halus dan datar.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 29

 
Extended Coverage Sidewall
Horizontal Sidewall Sprinkler Sidewall Concealed Sprinkler
Sprinkler

Gambar 5.3.4.4.2 – Springkler dinding


(3) Springkler Respon Cepat (Quick Response Sprinkler).
Springkler Respon Cepat (Quick Response Sprinkler), dapat digunakan untuk hunian
dengan risiko bahaya tinggi dengan menggunakan metoda rancangan luas - densitas

Gambar 5.3.4.4.3 – Springkler Respon Cepat menghadap ke bawah (Quick Response)


(4) Springkler dengan Cakupan Diperluas (Extended Coverage Sprinkler).
Springkler dengan cakupan diperluas terbatas untuk tipe konstruksi yang tidak terhalang,
seperti pada langit-langit yang datar dan halus dengan kemiringan tidak melebihi 1 : 6 (untuk
kenaikan 2 unit pada panjang 12 unit, atau kemiringan atap 16,7%).
(5) Springkler Terbuka.
Springkler terbuka boleh digunakan untuk pada sistem banjir untuk memproteksi risiko
bahaya kebakaran khusus atau yang terpapar (exposure), atau dalam lokasi khusus lain.
Springkler terbuka dipasang sesuai seluruh persyaratan penggunaan dari standar untuk
penyeimbang (counterpart) otomatis.
(6) Springkler Rumah Tinggal (Residential Sprinkler)
(a) Springkler rumah tinggal boleh digunakan unit deret unit rumah dan koridor
bersebelahan yang tersedia dan dipasang memenuhi persyaratan yang berlaku.
(b) Springkler rumah tinggal digunakan hanya dalam sistem basah. Kecuali springkler
rumah tinggal diijinkan untuk sistem kering atau sistem aksi awal jika secara spesifik
teruji untuk pelayanan tersebut.
(c) Apabila springkler rumah tinggal didalam kompartemen, semua springkler di dalam
kompartemen harus jenis respon cepat (fast response) yang memenuhi kriteria.
(d) Springkler rumah tinggal yang dipasang memenuhi standar ini harus tidak terhalang.
(7) Springkler respon cepat pemadaman awal (Early Suppression Fast Response - ESFR).
(a) Springkler ESFR digunakan hanya untuk sistem basah.
Pengecualian : Springkler ESFR diijinkan untuk penggunaan sistem kering jika terjamin
untuk pelayanan tersebut.

30 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


 
(b) Springkler ESFR dipasang hanya dipasang didalam bangunan dimana atap atau langit-
langit kemiringannya diatas springkler tidak melebihi 1 : 6 (kenaikan 2 unit untuk
panjang 12 unit, kemiringan atap 16,7%).
(c) Springkler ESFR diijinkan untuk digunakan hanya di dalam bangunan dengan jenis
konstruksi sebagai berikut :
1) Langit-langit halus, kaso terdiri dari bagian tiang penunjang dari baja, atau
bagian tiang penunjang dari kayu yang terdiri dari bagian atas atau bagian
bawahnya dihubungkan tidak melebihi 100 mm kedalamannya dengan pipa baja
atau batang jaringan.
2) Balok kayu 100 mm x 100 mm atau ukuran yang lebih besar, beton, atau balok
baja dengan jarak 1 m sampai 2,3 m dari garis pusatnya dan keduanya ditumpu
pada rangka ke balok penompang.
3) Konstruksi dengan panel langit-langit yang dibentuk oleh bagian yang mampu
menjadi perangkap panas untuk membantu kerjanya springkler dengan jarak
antar bagiannya lebih besar dari 2,3 m dan dibatasi untuk area maksimum 28 m2.
(d) Apabila sistem springkler ESFR dipasang berdekatan dengan sistem springkler respon
standar, perlu ada tirai dari konstruksi tahan api dan sekurang-kurangnya 0,6 m
kedalamannya dibolehkan untuk memisahkan dua area.
(e) Laju temperatur springkler untuk springkler ESFR harus dari risiko bahaya kebakaran
sedang.

5.3.5 KATUP KENDALI ALARM (Alarm Control Valve)

5.3.5.1 Umum.
(1) Tanda bahaya lokal dengan aliran air harus digunakan pada semua sistem springkler yang
mempunyai jumlah kepala springkler lebih dari 20 buah.
(2) Pada sistem springkler yang mempunyai jumlah kepala springkler kurang dari 20 buah dapat
dipakai alat deteksi aliran air (flow switch)

Gambar 5.3.5. - Katup kendali alarm.

5.3.5.2 Peralatan Katup Kendali Alarm.


Peralatan tanda bahaya untuk sistem springkler harus terdiri dari : katup kendali tanda bahaya
(alarm control valve) atau alat deteksi aliran air (flow switch) dengan perlengkapan yang diperlukan
untuk memberikan suatu isyarat tanda bahaya.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 31

 
5.4 Lain-lain.
Ketentuan lain yang berhubungan dengan sistem springkler otomatik yang belum tercantum pada
pedoman ini, mengacu pada peraturan dan standar yang berlaku.

32 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


 
BAB VI : INSTALASI POMPA KEBAKARAN

6.1 UMUM.
6.1.1 Apabila tidak terdapat pasokan air kebakaran dari jaringan kota sesuai tekanan dan debit
air yang dibutuhkan maka instalasi pompa kebakaran harus disediakan di bangunan rumah sakit
sesuai dengan pedoman ini.
6.1.2. Pompa kebakaran harus terdiri dari pompa kebakaran utama dan pompa kebakaran
siaga. Salah satu dari ke dua pompa kebakaran tersebut harus berpenggerak mesin diesel.
6.1.3 Untuk bangunan dengan ketinggian tertentu, kedua pompa kebakaran dapat
menggunakan pompa dengan penggerak listrik dari sumber yang berbeda (satu PLN dan yang
kedua emergency diesel).
6.1.4 Semua hisapan pompa harus hisapan positif.
6.1.5 Prosedur inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala harus mengikuti
BAB VIII Inspeksi, Tes Dan Pemeliharaan pedoman ini.

6.2 PERATURAN .
Instalasi pompa kebakaran harus dipasang sesuai dengan :
(1) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, Nomor 26/PRT/M/2008, tentang Persyaratan teknis
sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan.
(2) SNI 03-6570-2001 Instalasi Pompa Yang Dipasang Tetap Untuk Proteksi Kebakaran.

6.3 INSTALASI.
Instalasi pompa kebakaran meliputi instalasi dari mulai tangki/reservoir air bawah/atas, sampai ke
awal pipa tegak. Instalasi ini meliputi :
(1) tangki air;
(2) instalasi pipa isap,
(3) pompa kebakaran,
(4) pompa jockey;
(5) penggerak pompa kebakaran dan pompa jockey; dan
(6) instalasi pipa tekan.

6.3.1 Tangki Air.


(1) Setiap sistem proteksi kebakaran berbasis air harus dilengkapi sekurang-kurangnya dengan
satu jenis sistem penyediaan air berkapasitas cukup, serta dapat diandalkan setiap saat.
(2) Air yang digunakan tidak boleh mengandung serat atau bahan lain yang dapat mengganggu
bekerjanya pompa. Pemakaian air asin tidak diijinkan, kecuali bila tidak ada penyediaan air
lain pada waktu terjadinya kebakaran dengan syarat harus segera dibilas dengan air bersih.
(3) Kapasitas tangki air disesuaikan dengan tingkat risiko bahaya kebakarannya, dan harus
mampu melayani beroperasinya pompa kebakaran sebagai berikut :
(a) Untuk bahaya kebakaran ringan : 30 menit.
(b) Untuk bahaya kebakaran sedang : 60 menit.
(c) Untuk bahaya kebakaran berat : 90 menit.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 33

 
(4) Apabila kebutuhan air untuk sistem proteksi kebakaran digabung dengan sistem penyediaan
air bersih bangunan gedung, instalasi pemipaannya harus diusahakan agar tidak terjadi air
mati pada dasar tangki air tersebut.

6.3.2 Instalasi pipa isap,


Instalasi pipa isap terdiri dari :
(1) Plat Anti Vortex
(a) Pompa yang menghisap air dari tangki air bawah, harus dipasang plat anti vortex (pusaran)
pada ujung pipa isap dimana air mulai masuk.
(b) Plat anti vortex (pusaran) mencegah pembentukan pusaran yang dapat menyebabkan
masuknya udara ke dalam pompa dengan cara memaksa terjadinya vortex mengelilingi
plat dan kemudian selanjutnya masuk kedalam pipa isap. Gerakan berputar-putar pada plat
tidak dapat menghilangkan vortex, sehingga air yang diisap bebas dari vortex (pusaran).
(2) Saringan Isap (Suction Screening).
(a) Apabila pasokan air diperoleh dari sumber terbuka seperti kolam, sumur, saluran dan
bahan yang dapat menyumbat pompa, harus dihindari.
(b) Saringan isap ganda yang mudah dibuka harus disediakan pada pipa isap .
(c) Saringan harus diletakkan sehingga mudah dibersihkan atau diperbaiki tanpa
mengganggu pipa isap.
(d) Saringan kawat yang digunakan dari bahan brass, tembaga, monel, baja tahan karat
atau bahan metal tahan karat lainnya, ukuran saringan kawatnya mesh 12,7 mm (1/2
inci), harus dilindungi dengan rangka metal geser vertikal pada bagian masuknya. Luas
keseluruhan saringan ini harus 1,6 kali luas bersih bukaan saringan
(3) Katup Sorong (Gate Valve) di sisi pipa isap.
(a) Katup sorong jenis OS & Y harus dipasang pada pipa isap. Katup kupu-kupu (Butterfly
valve) sebaiknya dipasang pada jarak lebih dari 50 ft (16 m) dari flens isap pompa.
(b) Apabila pasokan pipa diperoleh dari jaringan kota, katup sorong sebaiknya diletakkan
sejauh mungkin dari flens isap pompa.
(c) Apabila air berasal dari tangki air bawah, katup sorong sebaiknya diletakkan pada
lubang keluar dari tangki air.
(d) Katup kupu-kupu pada sisi isap pompa dapat menimbulkan turbulensi yang
pengaruhnya merugikan terhadap kinerja pompa dan dapat meningkatkan hambatan
pada pipa isap.
(e) Katup sorong penting dipasang pada sisi pipa isap sehingga pompa dapat diisolasi
untuk pemeliharaan dan perbaikan.
(f) Katup OS&Y disyaratkan. karena pintu sorong dapat terbuka penuh sehingga seluruh
aliran dapat dialirkan tanpa menimbulkan trubulensi.
(4) Reducer dan Increaser.
(a) Apabila pipa isap dan flens isap pompa tidak sama ukurannya, maka harus
dihubungkan dengan reducer atau increaser eksentrik. Jenis eksentrik digunakan
untuk mencegah kantong udara.

34 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


 
(b) Penggunaan jenis concentrik sebaiknya dihindarkan karena dapat menimbulkan
kantong udara.
(5) Sambungan Flexible.
Tujuan pemasangan sambungan fleksibel adalah untuk mencegah getaran pompa ke pipa
dan sambungannya.
(6) Alat Ukur Tekanan Isap.
(a) Alat pengukur tekanan mempunyai jarum penunjuk dan diameternya tidak kurang dari
90 mm ( 3 ½ “), dipasang dekat dengan lubang masuk atau lubang ke luar pompa
dengan katup alat pengukur 6,25 mm (1/4”).
(b) Penunjuk harus menunjukkan tekanan sekurang-kurangnya dua kali tekanan kerja
pompa, tetapi tidak kurang dari 13,8 bar (200 psi). Muka dari penunjuk harus terbaca
dalam ukuran bar, psi atau keduanya dengan graduasi standar pabrik.
(c) Gabungan pengukur tekanan dan vakum mempunyai penunjuk dengan ukuran tidak
kurang dari 90 mm, dipasang ke pipa isap yang dekat dengan lubang masuk pompa
dengan katup alat pengukur 6,25 mm (1/4”).

6.3.3 Pompa Kebakaran.


Ukuran pompa dinyatakan sebagai kombinasi aliran dan tekanan.
(1) Aliran.
Aliran pompa dinyatakan dalam gpm, seperti 25, 50, 100, 150, 200, 250, 300, 400, 450, 500,
750, 1000, 1250, 1500, 2000, 2500, 3000, 3500, 4000, 4500, dan 5000.
(2) Tekanan.
(a) NFPA 20 membolehkan pompa memberikan tekanan sebesar 140% dari tekanan
nominalnya, yaitu pada kondisi tanpa aliran (kondisi berputar-putar = churn).
(b) NFPA 20 juga menyatakan bahwa pompa harus mampu menyediakan sedikitnya 65%
dari tekanan nominalnya pada saat mengalirkan 150% dari aliran nominalnya.
(c) Titik tersebut pada butir (1) dan (2) tersebut di atas, menunjukkan daerah kerja aliran
dan tekanan untuk pompa kebakaran yang dibuat di pabrik. Perlu dicatat bahwa titik ini
menunjukkan batas kurva pompa.
(d) Titik “churn” (140% dari tekanan nominal) adalah tekanan maksimum pompa yang
dibolehkan, dan titik lain (65% dari tekanan nominal) adalah minimum tekanan pada
aliran 150% dari aliran nominal. Llihat gambar 5.3.3.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 35

 
Gambar 6.3.3. - Kurva aliran yang dapat diterima untuk pompa 1000 gpm
6.3.4 Pompa Jockey.
(1) Pompa jockey menjaga tekanan dan mempertahankan tekanan dalam sistem serta
mencegah pompa kebakaran utama beroperasi.
(2) Kapasitas pompa jockey berkisar antara 5 sampai 10 USGPM dan sebaiknya tidak melebihi
kebutuhan air dari satu springkler yaitu ± 20 USGPM.
(3) Head pompa jockey biasanya 5 psi sampai 10 psi lebih tinggi dari tekanan kerja (head)
pompa kebakaran utama, sehingga pompa jockey akan beroperasi sebelum pompa
kebakaran utama bekerja. Pemilihan pompa jockey ini tidak memerlukan persetujuan atas
standar tertentu.

6.3.5 Penggerak Pompa.

6.3.5.1 Penggerak listrik untuk pompa


(1) Sumber daya
Daya harus dipasok ke motor listrik pompa kebakaran dari sumber yang terpercaya atau dua
atau lebih sumber yang tak saling bergantung.
(2) Pelayanan
Bilamana daya listrik dipasok oleh suatu pelayanan, harus ditempatkan dan diatur
sedemikian sehingga meminimalkan kemungkinan rusak karena kebakaran dari dalam
bangunan dan menghadap bahaya.
(3) Fasilitas daya listrik setempat
Bila daya dipasok ke pompa kebakaran semata hanya dari fasilitas daya listrik setempat
(sendiri), fasilitas demikian harus ditempatkan dan diproteksi untuk meminimalkan
kemungkinan rusak akibat kebakaran.

36 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


 
(4) Sumber daya lain
Untuk penggerak pompa yang menggunakan motor listrik, apabila daya listrik yang dapat
diandalkan tidak dapat diperoleh dari satu daya pada butir (1) atau (2), suatu sumber daya
lain harus disediakan, berupa :
(a) Kombinasi yang disetujui dari dua atau lebih sumber daya pada butir (2)
(b) Satu dari sumber-sumber daya yang disetujui berupa generator cadangan setempat.

Gambar 6.3.5.1 – Pompa kebakaran digerakkan dengan listrik

(5) Konduktor pasok


Konduktor pasok harus secara langsung menyambungkan sumber daya ke kombinasi antara
alat kontrol pompa kebakaran dan sakelar pemindah daya atau ke sarana pemutus dan alat
proteksi arus lebih yang memenuhi persyaratan.
(6) Jaringan pemasok daya
(a) Konduktor sirkit
Sirkit penyalur pompa kebakaran dan perlengkapannya harus terdedikasi dan
terproteksi tahan terhadap kemungkinan rusak oleh api, kerusakan struktur atau
kecelakaan operasional.
(7) Sambungan pasokan daya
Pasokan daya ke pompa kebakaran harus tidak terputuskan dari sumber pasokan bila
pembangkit daya ke seluruh bangunan terputus.
(8) Kelangsungan daya
Sirkit yang memasok pompa kebakaran yang digerakkan motor listrik harus disupervisi
terhadap kecerobohan pemutusan sambungan.
(9) Sambungan langsung
Konduktor pasok harus tersambung langsung ke sumber daya baik ke alat kontrol pompa
kebakaran teruji atau ke kombinasi yang teruji alat kontrol pompa kebakaran dan sakelar
pemindah daya.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 37

 
(10) Sambungan tersupervisi
Sarana pemutus tunggal dan alat proteksi arus lebih yang terkait harus dibolehkan dipasang
antara sumber daya yang jauh dan satu dari yang berikut:
(a) Alat kontrol pompa kebakaran.
(b) Sakelar pemindah daya pompa kebakaran.
(c) Kombinasi pengontrol pompa kebakaran dan sakelar pemindah daya.
(11) Sarana pemutus dan alat proteksi arus lebih
Untuk sistem yang dipasang, penambahan sarana pemutus dan peralatan proteksi arus lebih
yang terkait hanya dibolehkan seperti yang dipersyaratkan memenuhi ketentuan SNI 04-
0225-2000, tentang "Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL-2000)".

6.3.5.2 Penggerak motor diesel

Gambar 6.3.5.2 – Pompa Kebakaran digerakkan dengan Diesel


(1) Umum
Peralatan pompa kebakaran dengan penggerak motor diesel untuk setiap situasi harus
didasarkan pada pertimbangan secara teliti faktor berikut:
(a) Tipe kontrol yang paling andal.
(b) Pasokan bahan bakar.
(c) Instalasi.
(d) Start dan mengoperasikan motor diesel.
(2) Motor
(a) Nilai nominal motor harus berdasarkan kondisi standar Society of Automotive
Engineers (SAE), yaitu pada tekanan 752,1 mm kolom air raksa (29,61 inch Hg) dan
temperatur udara 250C pada ketinggian kurang lebih 91,4 m (300 ft) diatas permukaan
laut, dilakukan lewat pengujian di laboratorium yang diakui.

38 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


 
(b) Nilai nominal daya kuda teruji dari motor yang diuji di laboratorium pengujian dengan
kondisi standar SAE, harus dapat diterima.
(c) Dalam hal khusus, motor yang berada di luar rentang daya dan tipe motor yang teruji,
harus mempunyai kemampuan daya kuda bila dipakai untuk melayani gerakan pompa
kebakaran, tidak kurang dari 10 persen lebih besar dari daya kuda rem maksimum
dibutuhkan pompa pada setiap kondisi beban pompa. Motor harus memenuhi semua
persyaratan lain dari motor yang teruji.
(d) Pengurangan sebanyak 3 persen dari daya kuda nominal motor pada kondisi standar
SAE harus dibuat untuk motor diesel yang dipasang pada ketinggian 305 m (1.000 ft)
di atas 91,4 m (300 ft).
(e) Untuk motor diesel yang berada pada temperatur udara luar di atas 250C, maka untuk
setiap kenaikan 5,60C (100F) menurut koreksi kondisi standar SAE, pengurangan daya
kuda nominalnya sebesar 1 persen harus dibuat.
(f) Bila penggerak dengan roda gigi siku tegak lurus digunakan antara pompa turbin
vertikal dan penggeraknya, daya kuda yang diperlukan oleh pompa harus diperbesar
untuk mengatasi kehilangan daya di roda gigi penggerak.
(g) Bila telah memenuhi persyaratan sebagaimana tertera pada butir (a) sampai dengan
butir (f), motor setelah dijalankan minimum 4 jam, harus mempunyai daya kuda
nominal sama atau lebih besar dari daya kuda rem yang dibutuhkan untuk
menggerakkan pompa pada kecepatan nominalnya di bawah setiap kondisi beban
pompa.
(3) Sambungan motor ke pompa
(a) Pompa poros horisontal
Motor harus disambung ke pompa poros horisontal dengan menggunakan kopling
fleksibel atau poros sambungan fleksibel teruji untuk pelayanan ini. Kopling fleksibel
harus dipasang langsung pada roda gigi terbang (flywheel) motor atau pada bagian
terpendek dari poros.
(b) Pompa tipe turbin poros vertikal
Motor harus disambung ke pompa poros vertikal dengan menggunakan penggerak
roda gigi siku tegak lurus dengan poros sambungan fleksibel teruji yang akan
mencegah terjadinya tegangan yang berlebihan pada motor atau roda gigi
penggeraknya.
(4) Instrumentasi dan kontrol
(a) Governor
Motor harus dilengkapi dengan governor yang mampu mengatur kecepatan motor
dalam rentang 10 persen antara kondisi pompa tak berbeban sampai beban
maksimum pompa. Governor harus dapat diatur di lapangan dan diset serta
diamankan untuk mempertahankan kecepatan nominalnya pada beban maksimum
pompa.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 39

 
(b) Alat pemutus kecepatan lebih
Motor harus dilengkapi dengan alat pemutus kecepatan lebih.
Alat ini harus diatur sedemikian rupa sehingga menghentikan motor pada saat
kecepatan mencapai kurang lebih 20% di atas kecepatan nominal motor dan dapat
direset secara manual.
Suatu sarana harus didakan untuk menunjukkan adanya sinyal gangguan kecepatan
lebih ke alat kontrol otomatik sehingga alat kontrol tidak dapat direset sebelum alat
pemutus kecepatan lebih direset secara manual ke operasi normal.

6.3.6 Instalasi pipa tekan.


Intalasi pipa tekan, meliputi :
(1) Katup Pelepas Udara Otomatik (Automatic Air Release Valve).
Pompa yang bekerja secara otomatis harus dilengkapi dengan katup pelepas udara dengan
ukuran tidak kurang dari ½ inci, untuk melepas udara dari pompa secara otomatis.
(2) Katup Relief Tekanan (Pressure Relief Valve).
(a) Konstruksi
1) Katup ini menjaga tekanan pasokan air yang aman di dalam pipa dan mencegah
jalur pipa dan peralatannya rusak yang disebabkan oleh eskalasi yang
mendadak akibat tekanan air.
2) Apabila pompa dimatikan atau jalur pipa tiba-tiba tertutup, tekanan air di dalam
pipa menjadi tidak normal. Tekanan air dapat menjadi di luar batas aman, katup
relief tekanan dapat membuka secara otomatis dan melepaskan tekanan air
kembali ke batas aman, jadi untuk memastikan keamanan jalur pipa dan
peralatannya.
(b) Ada dua jenis katup relief tekanan :
1) pegas yang dibebani.
2) pilot yang dioperasikan diapragma.
(c) Bekerjanya katup relief tekanan.
Apabila tekanan air di dalam jalur pipa menjadi lebih besar daripada tekanan outlet
yang ditentukan, katup pilot relief tekanan membuka dan secara serempak
melepaskan tekanan di dalam bilik tekanan. Pada saat ini, katup utama didorong
terbuka dan menjaga katup utama dalam kondisi terbuka.
Apabila tekanan kembali ke batas aman, katup pilot akan menutup serempak, tekanan
bilik pada katup utama memulihkan kondisi akumulasi tekanan, dan katup utama dapat
menutup perlahan-lahan. Dalam cara ini tekanan di dalam jalur pipa dapat dijaga.

40 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


 
Katup Pelepas (release) udara Katup Relief Tekanan

Gambar 6.3.6 - Katup Pelepas Udara dan Katup Relief Tekanan


(d) Pemasangan.
1) Katup relief tekanan dipasang antara pompa dan katup searah pada sisi
pelepasan pompa dan harus diletakkan pada posisi yang mudah dilihat dan
mudah dibuka untuk perbaikan tanpa mengganggu pipa.
2) Katup relief tekanan harus dari jenis pegas atau diapragma

6.4 Lain-lain.
Ketentuan lain yang berhubungan dengan sistem pompa kebakaran yang belum tercantum pada
pedoman ini, mengacu pada peraturan dan standar yang berlaku.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 41

 
BAB VII : SISTEM PENGENDALIAN ASAP KEBAKARAN

Gambar 7.1 – Penjalaran api pada bangunan

7.1 Umum
7.1.1 Sistem pengendalian asap kebakaran termasuk :
(1) Presurisasi fan pada setiap tangga kebakaran yang terlindung.
(2) Sistem pembuangan asap mekanik yang dirancang secara teknik (engineered smoke
system) pada bangunan atau bagian bangunan yang dipersyaratkan dilengkapi dengan
sistem tersebut, misalnya pada atrium.
(3) Sistem pembuangan asap dapur komersial.
7.1.2 Prosedur inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala harus mengikuti
butir 7.2. pedoman ini.

7.2. Peraturan dan standar.


Presurisasi fan pada setiap tangga kebakaran yang terlindung harus dipasang sesuai dengan
(1) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, Nomor 26/PRT/M/2008, tentang Persyaratan teknis
sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan.
(2) SNI 03-6571-2001 atau edisi terakhir; Tata Cara Perencanaan Dan Pemasangan Sistem
Pengendalian Asap Kebakaran Pada Bangunan Gedung. butir 2.3 Sistem dan Instalasi.

42 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


 
(3) SNI 03-7012-2004 atau edisi terakhir; tentang Tata Cara Perencanaan Dan Pemasangan
Sistem Manajemen Asap Di Dalam Mal, Atrium Dan Ruangan Bervolume Besar.
(4) NFPA 96, Standard for Ventilation Control and Fire Protection of Commercial Cooking
Operations.

7.3 Sistem dan Instalasi


7.3.1. Presurisasi Fan Pada Setiap Tangga Kebakaran Yang Terlindung.
(1) Di setiap bangunan di mana tinggi yang dihuni melebihi 24 m, setiap tangga kebakaran
internal harus dipresurisasi sesuai persyaratan di dalam pedoman ini.
(2) Di setiap bangunan yang mempunyai lebih dari 4 lapis besmen, tangga kebakaran di setiap
lantai besmen harus dipresurisasi sesuai persyaratan di dalam pedoman ini.
(3) Tingkat presurisasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
(a) Pada waktu beroperasi, sistem presurisasi harus mempertahankan perbedaan tekanan
tidak kurang dari 50 Pa (0.125 IncWg) antara tangga kebakaran yang dipresurisasi dan
daerah yang dihuni dengan semua pintu tertutup.
(b) Bila sistem presurisasi diperpanjang sampai ke lobi bebas asap (smoke-stop lobby),
gradien tekanan harus sedemikian rupa sehingga tekanan pada tangga kebakaran
harus selalu lebih tinggi (tekanan positif).
(c) Gaya yang diperlukan untuk membuka setiap pintu terhadap tahanan kombinasi udara
presuriasi dan mekanisme penutup pintu otomatik harus tidak melebihi 110 N (…lbf)
pada pegangan pintu.
(4) Pada waktu beroperasi, sistem presurisasi harus mempertahankan sebuah aliran udara
berkecepatan cukup melalui pintu terbuka untuk mencegah asap masuk ke dalam daerah
bertekanan. Kecepatan aliran harus dicapai bila sebuah kombinasi dari setiap dua pintu
berurutan dan pintu eksit pelepasan (exit discharge door) dalam posisi terbuka penuh. Besar
kecepatan dirata-ratakan terhadap luas penuh dari setiap bukaan pintu harus tidak kurang
dari 1,0 m/det.
(5) Laju suplai udara presurisasi ke daerah bertekanan harus cukup untuk mengganti kerugian
tekanan melalui kebocoran ke daerah sekeliling yang tidak bertekanan.
(6) Pelepasan (relief) yang cukup dari kebocoran udara keluar dari daerah dihuni harus
disediakan untuk menghindari penumpukan tekanan (pressure build-up) di daerah ini,
berupa kebocoran perimeter atau sistem pelepasan tekanan yang dibuat khusus.
(7) Jumlah dan distribusi titik injeksi udara untuk memasok udara presurisasi ke tangga
kebakaran harus menjamin suatu profil tekanan yang sama dan rata mengikuti butir
6.3.2.(3).
(8) Pengaturan dari titik injeksi dan kontrol dari sistem presurisasi harus sedemikian sehingga
bila pembukaan pintu dan faktor lain menyebabkan variasi signifikan pada perbedaan
tekanan, kondisi dalam butir 6.3.2.(3). harus dapat dikembalikan secepat mungkin.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 43

 
7.3.2. Sistem Pembuangan Asap Mekanik Yang Dirancang Secara Teknik
(Engineered Smoke System).
(1) Untuk mal, atrium dan ruangan yang bervolume besar, serta presurisasi kompartemen atau
pengendalian asap terzona, sebuah sistem manajemen asap yang dirancang secara teknik
harus disediakan.
(2) Ketentuan teknis sebuah sistem pengendalian asap yang dirancang secara teknik
(engineered smoke control system) dalam bentuk sebuah sistem ventilasi asap baik secara
alami maupun mekanik, harus sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku, antara lain
tentang :
(a) Prosedur atau cara perancangan/perhitungan.
(b) Kriteria perancangan.
(c) Dan persyaratan terkait lainnya, antara lain perhitungan waktu evakuasi aman tersedia
(ASET – Available Safe Egress Time), dan waktu evakuasi aman diperlukan (RSET -
Required Safe Egress Time).

7.3.3. Sistem Pembuangan Asap Dapur Komersial.


7.3.3.1. Sistem ini harus disediakan di ruangan dapur, dimana sistem terdiri dari peralatan masak,
tudung (hood), dakting pembuangan (bila ada), fan, peralatan pemadam kebakaran terpasang
tetap, dan peralatan lainnya seperti pengendalian energi dan limbah khusus.

44 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


 
BAB VIII : INSPEKSI, TES DAN PEMELIHARAAN

8.1 Umum
8.1.1 Pedoman ini menetapkan persyaratan minimum pemeliharaan dan perawatan sistem
proteksi kebakaran. Jenis sistem meliputi:
(1) Sistem deteksi dan alarm kebakaran.
(2) Alat pemadam api ringan.
(3) Sistem pompa kebakaran.
(4) Sistem pipa tegak dan slang kebakaran (hidran gedung).
(5) Sistem sprinkler otomatik.
(6) Sistem tangki air pemadam kebakaran.
(7) Sistem ventilasi dan pembuangan asap kebakaran.
8.1.2 Tanggung jawab atas pemeliharaan dan perawatan sistem proteksi kebakaran secara
baik dan benar terletak pada pemilik / pengelola bangunan.
8.1.3 Dengan cara inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala, semua
peralatan harus ditunjukkan ada dalam kondisi operasi yang baik, atau setiap kerusakan dan
kelemahan dapat diketahui.

8.2 Tujuan
8.2.1 Tujuan dari inspeksi adalah untuk verifikasi secara visual bahwa sistem proteksi
kebakaran dan perlengkapannya tampak dalam kondisi operasi dan bebas dari kerusakan fisik.
8.2.2 Tujuan dari pengetesan adalah untuk menjamin operasi otomatik atau manual atas
kebutuhan dan pengiriman kontinyu dari output sistem proteksi kebakaran yang dipersyaratkan,
dan untuk mendeteksi ketidaksempurnaan sistem proteksi kebakaran yang tidak tampak pada saat
inspeksi.
8.2.3 Sedangkan tujuan dari pemeliharaan sistem proteksi kebakaran adalah perawatan
pencegahan (preventive maintenance) dan perbaikan (corrective maintenance) untuk
mempertahankan fungsi optimum dari peralatannya.

8.3 Catatan Pemeliharaan


8.3.1 Perlu ditegaskan bahwa dalam pemeliharaan dan perawatan sistem proteksi kebakaran
harus dijamin pemenuhan kepada ketentuan dan standar yang berlaku termasuk persyaratan
sertifikasi personil, frekuensi tes dan pemeliharaan dan juga dokumentasi dan pelaporan termasuk
penyimpanan catatan (record keeping).

8.3.2 Catatan pemeliharaan:


(1) Catatan dari inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala sistem dan
komponennya harus tersedia bagi instansi yang berwenang atas permintaan, dan digunakan
sebagai salah satu pertimbangan penetapan perpanjangan sertifikat laik fungsi bangunan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 45

 
(2) Catatan harus menunjukkan prosedur yang dilakukan (misal inspeksi, pengujian atau
pemeliharaan), organisasi/personil yang melaksanakan, hasilnya, dan tanggal dilaksanakan.
(3) Catatan harus disimpan oleh pemilik / pengelola bangunan.
(4) Catatan orisinil (dari serah terima pertama atau kedua) harus disimpan selama umur sistem
atau bangunan.
(5) Catatan selanjutnya harus disimpan selama perioda waktu 1 (satu) tahun setelah
inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berikutnya yang dipersyaratkan.
8.3.3 Adalah penting untuk disadari bahwa semua sistem proteksi kebakaran tersebut di atas
tidak terpisah dan berdiri sendiri dalam operasinya untuk pencegahan dan penanggulangan
kebakaran dan penyelamatan/evakuasi penghuni bangunan. Terdapat pengaruh saling
berhubungan, interlok dan antarmuka (interface) antara sistem. Pemeliharaan dan perawatan yang
buruk dari satu sistem dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keseluruhan
keselamatan kebakaran bangunan.

8.4 Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran.


8.4.1 Prosedur uji serah terima, inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala
harus mengikuti SNI 03-3986-2000 atau edisi terakhir; Tata Cara Perencanaan Dan Pemasangan
Instalasi Alarm Kebakaran Otomatis Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan
Gedung.
8.4.2 Frekwensi inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala harus
menggunakan Tabel 1-1 Frekwensi inspeksi visual sistem alarm kebakaran dan Tabel 1-2
Frekwensi tes sistem alarm kebakaran.
8.4.3 Riwayat catatan inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan harus disimpan
sebagaimana dijelaskan dalam butir 8.3.2.

8.5 Alat pemadam api ringan.


8.5.1 Prosedur uji serah terima, inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala
harus mengikuti SNI 03-3987-1995 atau edisi terakhir; Tata Cara Perencanaan Dan Pemasangan
Alat Pemadam Api Ringan Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah Dan
Gedung.
8.5.2 Inspeksi/ pemeriksaan setiap bulan harus dilakukan untuk :
(1) Jenis yang sesuai
(2) Dalam kondisi siap dioperasikan
(3) Di lokasi yang benar
(4) Akses tidak terhalang
(5) Ditandai dengan jelas
(6) Tanggal pemeliharaan masih berlaku
8.5.3 Pengetesan hidrolik tabung harus menggunakan Tabel 2. Jarak Waktu Pengujian
Hidrostatik Alat Pemadam Api Ringan.

46 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


 
8.5.4 Riwayat catatan inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan harus disimpan
sebagaimana dijelaskan dalam butir 8.3.2.

8.6 Sistem pompa kebakaran.


8.6.1 Prosedur uji serah terima, inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala
harus mengikuti SNI 03-6570-2001 atau edisi terakhir; Instalasi Pompa Yang Dipasang Tetap
Untuk Proteksi Kebakaran
8.6.2 Frekwensi inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala harus
menggunakan Tabel 3. Ikhtisar inspeksi, pengujian dan pemeriksaan pompa kebakaran.
8.6.3 Riwayat catatan inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan harus disimpan
sebagaimana dijelaskan dalam butir 8.3.2.

8.7 Sistem Pipa Tegak Dan Slang Atau Hidran Bangunan.


8.7.1 Prosedur uji serah terima, inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala
harus mengikuti SNI 03-1745-2000 atau edisi terakhir; Tata cara perencanaan dan pemasangan
sistem pipa tegak dan slang untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan
gedung.
8.7.2 Frekwensi inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala harus
menggunakan Tabel 3. Ikhtisar inspeksi, pengujian dan pemeriksaan pompa kebakaran, Tabel 4.
Ikhtisar inspeksi, pengujian dan pemeriksaan sistem pipa tegak dan slang atau hidran bangunan,
Tabel 5. Hidran halaman, Tabel 6. Sistem pipa tegak dan slang kebakaran, dan Tabel 7. Ikhtisar
inspeksi, tes & pemeliharaan katup.
8.7.3 Frekwensi inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan tangki air / reservoir harus
menggunakan Tabel 9. Ikhtisar inspeksi, pengujian dan pemeliharaan tangki air / reservoir.
8.7.4 Riwayat catatan inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan harus disimpan
sebagaimana dijelaskan dalam butir 8.3.2.

8.8 Sistem Sprinkler Otomatik.


8.8.1 Prosedur uji serah terima, inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala
harus mengikuti SNI 03-3989- 2000 atau edisi terakhir; Tata cara perencanaan dan pemasangan
sistem springkler otomatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
8.8.2 Frekwensi inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala harus
menggunakan Tabel 3. Ikhtisar inspeksi, pengujian dan pemeriksaan pompa kebakaran, Tabel 8.
Ikhtisar inspeksi, tes & perawatan sistem springkler, dan Tabel 7. Ikhtisar inspeksi, tes &
pemeliharaan katup.
8.8.3 Frekwensi inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan tangki air / reservoir harus
menggunakan Tabel 9. Ikhtisar inspeksi, pengujian dan pemeliharaan tangki air / reservoir.
8.8.4 Riwayat catatan inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan harus disimpan
sebagaimana dijelaskan dalam butir 8.3.2.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 47

 
8.9 Sistem Tangki Air Pemadam Kebakaran
8.9.1 Sistem ini meliputi tangki air/ reservoir untuk air pemadam kebakaran, pemipaan dan
gantungan, katup, serta peralatan lainnya.
8.9.2 Frekwensi inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan tangki air / reservoir harus
menggunakan Tabel 9. Ikhtisar inspeksi, pengujian dan pemeliharaan tangki air / reservoir.
8.9.3 Frekwensi inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala katup harus
menggunakan Tabel 7. Ikhtisar inspeksi, tes & pemeliharaan katup.
8.9.4 Riwayat catatan inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan harus disimpan
sebagaimana dijelaskan dalam butir 8.3.2.

8.10 Tabel-Tabel
Tabel 1-1 Frekwensi inspeksi visual sistem alarm kebakaran

Serah
terima ke Setengah
No. Peralatan Bulanan Kwartal Tahunan
1/ dites tahunan
kembali
1. Peralatan notifikasi alarm
a Alat yang berbunyi
X X
(audible)
b Speaker X X
c Alat yang tampak (visible) X X
2. Batere sistem Fire Alarm:
a Jenis Lead-Acid X
b Jenis Nickle-Cadmium X
c Jenis primer - Dry Cell X
d Jenis Sealed Lead-Acid X
3. Peralatan kontrol sistem FA yang dimonitor untuk
a alarm, supervisi, sinyal
kesalahan (trouble)
b Pengaman lebur X X
c Peralatan interface X X
d Lampu dan LED X X
e Pasokan daya primer/
X X
utama
4. Peralatan kontrol sistem FA yang tidak dimonitor
a untuk alarm, supervisi,
sinyal kesalahan
b Pengaman lebur X X
c Peralatan interface X X
d Lampu dan LED X X
e Pasokan daya
X X
primer/utama
Sinyal kesalahan panel
5. X X
control (trouble)

48 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


 
Serah
terima ke Setengah
No. Peralatan Bulanan Kwartal Tahunan
1/ dites tahunan
kembali
Peralatan komunikasi
6. X X
suara/alarm darurat
7. Sambungan kabel fiber optik X X
Peralatan sekuriti / guard's
8. X X
tour equipment
Alat memulai sinyal / initiating
9.
devices:
a Pengambilan contoh
X X
udara / air sampling
b Detektor dakting X X
c Alat pelepas jenis
X X
elektromekanik
d Saklar sistem pemadam
X X
kebakaran
e Kotak alarm
kebakaran/titik panggil X X
manual
f Detektor panas X X
g Detektor jenis energi
X X
radiasi
h Detektor asap X X
i Alat sinyal supervisi X X
j Alarm aliran air X X
10. Peralatan interface X X
11. Panel annunciator X X
12. Prosedur khusus X X


Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 49

 
Tabel 1-2 Frekwensi tes sistem alarm kebakaran
Serah terima
Setengah
No. Peralatan ke 1/ dites Bulanan Kwartal Tahunan
tahunan
kembali
1. Peralatan notifikasi alarm
a a. Alat yang berbunyi
(audible) X X
b b. Speaker X X
c c. Alat yang tampak
(visible) X X
2. Batere sistem Fire Alarm:
a Jenis Lead-Acid

1 Charger Test (ganti X X


batere bila perlu)

Discharged Test (30


2 X X
menit)
3 Load Voltage Test X X
4 Spesific Gravity X X
b Jenis Nickle-Cadmium

Charger Test (ganti


1 X X
batere bila perlu)

Discharged Test (30


2 X X
menit)
3 Load Voltage Test X X
c Jenis primer - Dry Cell
1 Load Voltage Test X X
d Jenis Sealed Lead-Acid
1 Charger Test X X
(ganti batere bila perlu)
Discharged Test (30
2 X X
menit)
3 Load Voltage Test X X
3. Penghantar metalik X
4. Penghantar non-metalik X
Peralatan kontrol sistem FA
5. yang dimonitor untuk alarm,
supervisi, sinyal kesalahan
a Fungsi X X
b Pengaman lebur X X
c Peralatan interface X X
d Lampu dan LED X X
e Pasokan daya
X X
primer/utama

50 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


 
Serah terima
Setengah
No. Peralatan ke 1/ dites Bulanan Kwartal Tahunan
tahunan
kembali
f Transponder X X
Peralatan kontrol sistem FA yang tidak
6.
dimonitor untuk alarm, supervisi, sinyal
kesalahan
a Fungsi X X
b Pengaman lebur X X
c Peralatan interface X X
d Lampu dan LED X X
e Pasokan daya
X X
primer/utama
f Transponder X X
Sinyal kesalahan unit control
7. X X
(trouble)
Peralatan komunikasi
8. X X
suara/alarm darurat
9. Daya kabel fiber optik X X
Peralatan sekuriti / guard's tour
10. X X
equipment
Alat memulai sinyal / initiating
11.
devices:
a Pengambilan contoh udara
X X
/ air sampling
b Detektor dakting X X
c Alat pelepas jenis
X X
elektromekanik
d Saklar sistem pemadam
X X
kebakaran
e Kotak alarm kebakaran/titik
X X
panggil manual
f Detektor panas X X
g Detektor jenis energi radiasi X X
h Detektor asap X X
i Alat sinyal supervisi X X
j Alarm aliran air X X
12. Peralatan interface X X
13. Panel annunciator X X
14. Prosedur khusus X X

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 51

 
Tabel 2. Jarak Waktu Pengujian Hidrostatik Alat Pemadam Api Ringan
Jarak Waktu
Jenis Alat Pemadam Api Ringan
Tes (Tahun)
1 Tekanan disimpan (stored pressure), dan loaded stream 5
2 Media pemadam basah (wet agent) 5
3 AFFF (aqueous film-forming foam) 5
4 FFFP (film-forming fluoroprotein foam) 5
5 Kimia kering dengan tabung tahan karat (stainless steel) 5
6 Karbon dioksida 5
7 Kimia basah 5
Kimia kering, tekanan disimpan, dengan tabung baja lunak, kuningan
8 12
atau aluminium
Kimia kering, operasi peluru atau silinder (cartridge or cylinder
9 12
operated), dengan tabung baja lunak
10 Media pemadam berbasis halon 12
Bubuk kering, operasi peluru atau silinder (cartridge or cylinder
11 12
operated), dengan tabung baja lunak

Tabel 3. Ikhtisar inspeksi, pengujian dan pemeriksaan pompa kebakaran.


RINCIAN AKTIVITAS FREKWENSI
1 Rumah pompa, kisi ventilasi Inspeksi Mingguan
2 Sistem Pompa Kebakaran Inspeksi Mingguan
3 Ruang Pompa, Kisi-kisi Ventilasi Inspeksi Mingguan
4 Operasi Pompa:
5 1) Kondisi Tidak Ada Aliran Tes Mingguan
6 2) Kondisi Aliran Tes Tahunan
7 Hidrolik Pemeliharaan Tahunan
8 Transmisi Mekanik Pemeliharaan Tahunan
9 Sistem Elektrikal Pemeliharaan Tergantung Pabrik
10 Panel Kontrol, Komponen-komponennya Pemeliharaan Tergantung Pabrik
11 Motor Listrik Pemeliharaan Tahunan
Sistem Mesin Diesel, Macam-macam
12 Pemeliharaan Tergantung Pabrik
Komponen

52 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


 
Tabel 4. Ikhtisar inspeksi, tes & perawatan sistem pipa tegak / hidran
KOMPONEN AKTIVITAS FREKWENSI
1 Katup-Katup/Valve Yang Di Segel Inspeksi Mingguan

2 Katup-Katup/Valve Yang Di Gembok/Kunci Inspeksi Bulanan

3 Saklar Anti Rusak/Tamper Switches Di Katup Inspeksi Bulanan

4 Katup-Katup Penahan Balik/Check Valves Inspeksi 5 Tahun

5 Katup Pembuang/Relief Valves Di Rumah Pompa Inspeksi Mingguan

6 Katup Pengatur Tekanan/Pressure Regulating Valve Inspeksi 3 bulan

7 Pemipaan/Piping Inspeksi 3 bulan

8 Sambungan Slang/Hose Connection Inspeksi 3 bulan

9 Kotak/Rumah Slang/Hose Cabinet Inspeksi 1 tahun

10 Slang/Hose Inspeksi 1 tahun

11 Alat Gantungan Slang/Hose Storage Devices Inspeksi 1 tahun

12 Sambungan Pemadam Kebakaran/Fire Dept. Connection Inspeksi Bulanan

13 Alat Deteksi/Alarm Devices Tes 3 bulan

14 Nozel/Hose Nozzel Tes 1 tahun

15 Alat Gantungan Slang/Hose Storage Devices Tes 1 tahun

16 Slang/Hose Tes 5 tahun

17 Katup Pengatur Tekanan/Pressure Regulating Valve Tes 5 tahun

18 Tes Hidrostatik/Hydrostatic Test Tes 5 tahun

19 Tes Aliran/Flow Test Tes 5 tahun

20 Sambungan Slang/Hose Connection Perawatan 1 tahun

21 Semua Katup/All Valves Perawatan 1 tahun

Sumber: NFPA 25, Inspection, Testing and Maintenance of Water-based Fire Protection
Systems, 2002 Ed.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 53

 
Tabel 5. Hidran pilar
KONDISI TINDAKAN KOREKTIF
1 Tidak dapat diakses Buat supaya dapat diakses
Kebocoran di outlet atau bagian atas Perbaiki atau ganti gasket, paking, atau
2
hidran pilar komponen seperlunya
3 Keretakan di batang pilar hidran Perbaiki atau ganti
4 Outlet Beri pelumas atau kencangkan seperlunya
5 Alur nozel yang aus Perbaiki atau ganti
6 Mur operasi hidran yang aus Perbaiki atau ganti
7 Ketersediaan kunci hidran Pastikan kunci hidran tersedia
Sumber: NFPA 25, Inspection, Testing and Maintenance of Water-based Fire Protection Systems,
2002 Ed.

Tabel 6. Sistem pipa tegak / hidran


KOMPONEN / TITIK SIMAK TINDAKAN KOREKTIF
1 Sambungan Slang
a Tutup hilang Ganti
b Sambungan slang rusak Perbaiki
c Roda pemutar katup hilang Ganti
d Gasket tutup hilang atau rusak Ganti
e Katup bocor Tutup katup dan perbaiki
f Terhalang benda lain Pindahkan
g Katup tidak dapat lancar dioperasikan Diberi pelumas atau perbaiki
2 Pemipaan
a Kerusakan pada pemipaan Perbaiki
b Katup kontrol rusak Perbaiki atau ganti
Gantungan / penopang pipa hilang atau
c Perbaiki atau ganti
rusak
d Kerusakan pada alat supervisi Perbaiki atau ganti
3 Slang
Lepaskan dan periksa slang, termasuk gasket,
a Inspeksi dan pasang kembali pada rak atau penggulung
(reel)
Ditemui berjamur, berlubang, kasar dan
b Ganti dengan slang sesuai standar
pelapukan
c Kopling rusak Ganti atau perbaiki
d Gasket hilang atau lapuk Ganti
Alur kopling yang tidak cocok/ tidak
e Ganti atau sediakan adaptor
kompatibel
f Slang tidak tersambung ke katup Sambung kembali
4 Nozel slang
a Hilang Ganti dengan nozel sesuai standar
b Gasket hilang atau lapuk Ganti

54 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


 
c Halangan/obstruksi Pindahkan
d Nozel tidak dapat lancar dioperasikan Perbaiki atau ganti
5 Alat penyimpan slang (rak dan penggulung)
a Sukar dioperasikan Perbaiki atau ganti
b Rusak Perbaiki atau ganti
c Halangan/obstruksi Pindahkan
d Slang disimpan / digulung secara salah Disimpan / digulung kembali secara benar
Bila ditempatkan dalam kotak, apakah
e rak akan berputar keluar sekurang- Perbaiki atau pindahkan semua halangan
kurangnya 90 derajat?
f Kotak slang
Periksa kondisi umum untuk bagian Perbaiki atau ganti komponen; bila perlu, ganti
g
yang rusak atau berkarat seluruh kotak slang
h Pintu kotak tidak dapat dibuka penuh Perbaiki atau pindahkan halangan
i Kaca pintu retak atau pecah Ganti
Bila jenis break glass, apakah kunci
j Perbaiki atau ganti
berfungsi?
Tidak ada tanda identifikasi berisi alat
k Pasang tanda identifikasi
pemadam kebakaran
l Terhalang benda lain Pindahkan
Semua katup, selang, nozel, alat
m pemadam api ringan dan lain-lain dapat Pindahkan semua benda yang tidak terkait
diakses dengan mudah
Sumber: NFPA 25, Inspection, Testing and Maintenance of Water-based Fire Protection Systems,
2002 Ed.
Tabel 7. Ikhtisar inspeksi, tes & pemeliharaan katup
ITEM AKTIVITAS FREKWENSI
1 Katup kontrol
a Disegel Inspeksi Mingguan
b Digembok/dikunci Inspeksi Bulanan
c Saklar Anti Rusak (Tamper proof switch) Inspeksi Bulanan
2 Katup alarm
a Eksterior Inspeksi Bulanan
b Interior Inspeksi 5 Tahun
c Strainer, filter, orifice Inspeksi 5 Tahun
3 Katup penahan balik (Check valve)
a Interior Inspeksi 5 Tahun
4 Katup Pra-Aksi/Banjir (Preaction/Deluge valve)
a Eksterior Inspeksi Bulanan
b Interior Inspeksi 1 tahun / 5 Tahun
c Strainer, filter, orifice Inspeksi 5 Tahun
5 Katup pipa kering (Dry pipe valve)
a Eksterior Inspeksi Bulanan

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 55

 
ITEM AKTIVITAS FREKWENSI
b Interior Inspeksi 1 tahun
c Strainer, filter, orifice Inspeksi 5 Tahun
Katup pengurang tekanan dan pengaman tekanan (Pressure Reducing and relief
6
valve)
a Sistem sprinkler Inspeksi 3 bulan
b Sambungan slang Inspeksi 3 bulan
c Rak slang Inspeksi 3 bulan
7 Pompa kebakaran: relief valve pada rumah (casing) pompa
a Pressure relief valve Inspeksi Mingguan
b Sambungan Pemadam Kebakaran Inspeksi 3 bulan
c Pembuangan utama (main drain) Tes 1 tahun
8 Katup kontrol
a Posisi Tes 1 tahun
b Operasi Tes 1 tahun
c Supervisi Tes 6 bulan
9 Katup Pra-Aksi/Banjir (Preaction/Deluge valve)
a Isi air (priming) Tes 3 bulan
b Alarm tekanan udara rendah Tes 3 bulan
c Aliran penuh Tes 1 tahun
10 Katup pipa kering (Dry pipe valve)
a Isi air (priming) Tes 3 bulan
b Alarm tekanan udara rendah Tes 3 bulan
c Uji aktivasi (trip test) Tes 1 tahun
d Uji aktivasi (trip test) aliran penuh Tes 3 tahun
Katup pengurang tekanan dan pengaman tekanan (Pressure Reducing and relief
11
valve)
a Sistem sprinkler Tes 5 tahun
Pengaman tekanan sirkulasi (circulation
b Tes 1 tahun
relief)
Katup pengaman tekanan (pressure relief
c Tes 1 tahun
valve)
d Sambungan slang Tes 5 tahun
e Rak slang Tes 5 tahun
f Katup kontrol Pemeliharaan 1 tahun
Katup Pra-Aksi/Banjir (Preaction/Deluge
g Pemeliharaan 1 tahun
valve)
h Katup pipa kering (Dry pipe valve) Pemeliharaan 1 tahun
Sumber: NFPA 25, Inspection, Testing and Maintenance of Water-based Fire Protection Systems,
2002 Ed.

56 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


 
Tabel 8. Ikhtisar inspeksi, tes & perawatan sistem springkler
KOMPONEN AKTIVITAS FREKWENSI
1 Springkler/Sprinklers Inspeksi 1 tahun
2 Cadangan Springkler/Spare Sprinklers Inspeksi 1 tahun
3 Pemipaan & Sambungan/Pipe & Fittings Inspeksi 1 tahun
4 Katup-Katup/Valve Yang Di Segel Inspeksi Mingguan
5 Katup-Katup/Valve Yang Di Gembok/Kunci Inspeksi Bulanan
6 Saklar Anti Rusak/Tamper Switches Di Katup Inspeksi Bulanan
7 Katup Alarm/Alarm Valve Inspeksi Bulanan
8 Katup-Katup Penahan Balik/Check Valves Inspeksi 5 Tahun
Katup Pembuang/Relief Valves Di Rumah
9 Inspeksi Mingguan
Pompa
Katup Pengatur Tekanan/Pressure
10 Inspeksi 3 bulan
Regulating Valves
11 Sambungan Pemadam Kebakaran Inspeksi Bulanan
12 Meteran (sistim pipa basah)/Gauges Inspeksi Bulanan
13 Pembuangan Air/Main Drains Tes 3 bulan
14 Katup-Katup Kendali/Control Valves – Posisi Tes 3 bulan
Katup-Katup Kendali/Control Valves –
15 Tes 6 bulan
Operasi
Pengawasan & Supervisi/Control –
16 Tes 3 bulan
Supervisory
Katup Pengatur Tekanan/Pressure
17 Tes 1 tahun
Regulating Valves
18 Pembuangan Sirkulasi/ Circulation Relief Tes 1 tahun
19 Katup Pengaman / Pressure Relief Valve Tes 1 tahun
Springkler Temp. Extra Tinggi/Sprinklers –
20 Tes 5 Tahun
Extra High Temp.
Springkler Fast Response/Sprinklers – Fast 20 Tahun dan kemudian tiap 10
21 Tes
Response tahun
50 Tahun dan kemudian tiap 10
22 Springkler Tes
tahun
23 Alat Ukur (sistim pipa basah)/Gauges Tes 5 Tahun
24 Semua Katup /All Valves Pemeliharaan 1 tahun
Sumber: NFPA 25, Inspection, Testing and Maintenance of Water-based Fire Protection Systems, 2002 Ed.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 57

 
Tabel 9. Ikhtisar inspeksi, tes & pemeliharaan tangki/reservoir air
ITEM AKTIVITAS FREKWENSI
1 Kondisi air di dalam tangki Inspeksi 1 bulan
2 Katup kontrol Inspeksi Mingguan/bulanan (Tabel 5)
3 Tinggi air Inspeksi Bulanan
4 Eksterior Inspeksi 3 bulan
5 Stuktur penopang Inspeksi 3 bulan
6 Tangga dan platform Inspeksi 3 bulan
7 Daerah sekeliling Inspeksi 3 bulan
8 Permukaan yang dicat/dilapisi Inspeksi 1 tahun
Sambungan ekspansi (expantion
9 Inspeksi 1 tahun
joint)
10 Interior Inspeksi 3 tahun/5 tahun
11 Katup penahan balik (check valve) Inspeksi 5 tahun
12 Alarm tinggi air Tes 6 bulan
13 Indikator tinggi air Tes 5 tahun
14 Pembuangan endapan Pemeliharaan 6 bulan
15 Katup kontrol Pemeliharaan Tabel 5
16 Katup penahan balik (check valve) Pemeliharaan Tabel 5
Sumber: NFPA 25, Inspection, Testing and Maintenance of Water-based Fire Protection Systems, 2002 Ed

58 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


 
BAB IX : MANAJEMEN PENGAMANAN KEBAKARAN

9.1 Umum
9.1.1. Bangunan rumah sakit harus mempunyai Manajemen Pengamanan Kebakaran (MPK)
yang dipimpin oleh seorang manajer keselamatan kebakaran, sesuai dengan UU No 28 Tahun
2002 Tentang Bangunan Gedung, PP No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No.
28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, dan Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2008 Tentang
Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran.
9.1.2. Tugas MPK adalah membuat Rencana Keselamatan Kebakaran (Fire Safety Plan),
Rencana Tindak Darurat Kebakaran (Fire Emergency Plan), dan Pelatihan Evakuasi & Relokasi
serta Pelatiham Kebakaran (Fire Drill), serta pembuatan prosedur operasional standar (POS)
terkait.
9.1.3. Administratif setiap hunian layanan kesehatan harus memberlakukan, menyediakan, dan
memberikan salinan tertulis dari rencana pada butir 9.1.2. ke semua personil supervisi, untuk
proteksi semua orang pada saat terjadi kebakaran, untuk evakuasi mereka ke daerah berhimpun
yang aman (areas of refuge), dan evakuasi mereka ke luar bangunan bila diperlukan.
9.1.4. Semua karyawan harus diberi instruksi dan diberi tahu secara berkala terhadap tugas-
tugas di bawah rencana persyaratan pada butir 9.1.2.
9.1.5. Sebuah salinan dari rencana yang dipersyaratkan pada butir 9.1.2. harus tersedia setiap
saat di lokasi operator telepon atau di pusat keamanan/ sekuriti.

9.2 Rencana Keselamatan Kebakaran (Fire Safety Plan)


9.2.1. Rencana Keselamatan Kebakaran (Fire Safety Plan) adalah sebuah rencana tertulis yang
meliputi antara lain :
(1) Penggunaan alarm
(2) Transmisi alarm ke instansi pemadam kebakaran
(3) Pemberitahuan darurat via telepon ke instansi pemadam kebakaran
(4) Tanggapan terhadap alarm
(5) Isolasi api kebakaran
(6) Evakuasi daerah yang terkena
(7) Evakuasi kompartemen asap (tempat tidur pasien)
(8) Persiapan untuk evakuasi lantai dan bangunan
(9) Pemadaman kebakaran

9.3 Rencana Tindak Darurat Kebakaran (Fire Emergency Plan)


9.3.1. Rencana Tindak Darurat Kebakaran (Fire Emergency Plan) meliputi antara lain :
(1) Proteksi pasien
(a) Memindahkan semua penghuni yang terpapar langsung oleh darurat kebakaran.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 59

 
(b) Mentransmisikan sinyal alarm kebakaran yang sesuai untuk memperingatkan penghuni
bangunan lain dan memanggil staf.
(c) Membatasi efek kebakaran dengan menutup pintu untuk mengisolasi daerah
kebakaran.
(d) Merelokasi pasien seperti dibakukan secara detil dalam Rencana Keselamatan
Kebakaran bangunan.
(2) Respon Petugas
(a) Semua petugas rumah sakit harus diberi instruksi dalam penggunaan dan respon
alarm kebakaran.
(b) Semua petugas rumah sakit harus diberi instruksi dalam penggunaan kata sandi untuk
menjamin transmisi sebuah alam di bawah kondisi berikut :
1) Ketika individuil yang menemukan sebuah kebakaran harus segera pergi
menolong orang yang terpapar bahaya.
2) Selama terjadi kerusakan pada sistem alarm kebakaran bangunan rumah sakit.
(c) Personil yang mendengar kata sandi yang diumumkan harus pertama mengaktifkan
alarm kebakaran bangunan rumah sakit dengan menggunakan kotak manual alarm
kebakaran terdekat dan kemudian harus melaksanakan tugas-tugas mereka seperti
yang ditulis di dalam Rencana Keselamatan Kebakaran bangunan rumah sakit.

9.4 Pelatihan Kebakaran (Fire Drills)


9.4.1. Pelatihan kebakaran di rumah sakit harus termasuk transmisi sinyal alarm kebakaran dan
simulasi kondisi darurat kebakaran.
9.4.2. Pasien yang tidak dapat bangkit dari tempat tidur tidak dipersyaratkan untuk dipindahkan
selama pelatihan ke lokasi yang aman atau ke luar bangunan.
9.4.3. Pelatihan harus dilakukan setiap kwartal pada setiap giliran/ shift kerja untuk
membiasakan petugas (perawat, intern, teknisi pemeliharaan, dan staf administrasi) dengan sinyal
dan tindakan darurat yang diperlukan di bawah berbagai kondisi.
9.4.4. Apabila pelatihan dilakukan antara jam 9:00 malam dan 6:00 pagi, sebuah pengumuman
yang tersandi harus diperkenankan untuk digunakan daripada alarm bunyi.
9.4.4. Karyawan rumah sakit harus diberi instruksi dalam prosedur dan peralatan keselamatan
kebakaran.

9.5 Audit/ Evaluasi/ Asesmen Keselamatan Kebakaran


9.5.1. Sekurang-kurangnya satu kali setiap tahun, atau apabila terdapat renovasi, pengalihan
fungsi ruangan atau lantai, atau konstruksi bangunan baru, MPK harus melakukan evaluasi
keselamatan kebakaran.
9.5.2. Audit/ evaluasi/ asesmen keselamatan kebakaran harus menggunakan FSES (Fire Safety
Evaluation System) sesuai dengan NFPA 101A, Guide on Alternative Approaches to Life Safety,
untuk bangunan rumah sakit

60 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


 
BAB – X : PENUTUP.
(1) Pedoman Teknis ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan oleh pengelola rumah
sakit, penyedia jasa konstruksi, Dinas Kesehatan Daerah, dan instansi yang terkait dengan
pengaturan dan pengendalian penyelenggaraan pembangunan rumah sakit dalam prasarana
sistem proteksi kebakaran aktig, guna menjamin keselamatan dan keamanan rumah sakit
dan lingkungannya.
(2) Ketentuan-ketentuan yang lebih spesifik atau yang bersifat alternatif serta penyesuaian
pedoman teknis prasarana sistem proteksi kebakaran aktif oleh masing-masing daerah
disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan di daerah.
(3) Sebagai pedoman/petunjuk pelengkap dapat digunakan Standar Nasional Indonesia (SNI)
terkait lainnya.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 61

 

Anda mungkin juga menyukai