Pedoman-Pedoman Teknis Di Bidang Bangunan & Sarana RS
Pedoman-Pedoman Teknis Di Bidang Bangunan & Sarana RS
DI BIDANG BANGUNAN
PEDOMAN-PEDOMAN TEKNIS
PEDOMAN-PEDOMAN TEKNIS
DI BIDANG BANGUNAN
DAN SARANA RUMAH SAKIT
TAHUN 2012
DAN SARANA KESEHATAN
DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK
DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN
DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK
DAN SARANA KESEHATAN
TAHUN 2012
PEDOMAN-PEDOMAN TEKNIS
DIBIDANG BANGUNAN DAN
SARANA RUMAH SAKIT
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN
DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK
DAN SARANA KESEHATAN
TAHUN 2012
DAFTAR ISI
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
PEDOMAN PENYUSUNAN
STUDI KELAYAKAN (FEASIBILITY STUDY)
RUMAH SAKIT
BAB - I PENDAHULUAN
1.1 Umum
Dijelaskan mengenai hasil-hasil survey (kesimpulan)
1.2 Maksud dan Tujuan
1.3 Ruang Lingkup
1.4 Pengertian
BAB - II PERSIAPAN
2.1. Pengumpulan Data Primer
2.2. Pengumpulan Data Sekunder
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. UMUM
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28 Bagian H ayat
(1) telah menegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian
dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Undang Undang nomor 36 tahun
2009 tentang Kesehatan pada pasal 19 menyebutkan bahwa Pemerintah bertanggung jawab atas
ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien dan terjangkau.
Dalam Undang-Undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 7 ayat (1) menyebutkan
Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia,
kefarmasian, dan peralatan. Pada pasal 8 ayat (1) disebutkan bahwa persyaratan lokasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan,
keselamatan lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan
kelayakan penyelenggaraan Rumah Sakit, demikian juga pada ayat (3) disebutkan bahwa
ketentuan mengenai tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
peruntukan lokasi yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana
Tata Ruang Kawasan Perkotaan dan/atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Kemudian
dalam Bagian Ketiga tentang Bangunan, pasal 9 butir (b) menyebutkan bahwa persyaratan teknis
bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian
pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat,
anak-anak, dan orang usia lanjut. Hal ini sejalan dengan Undang Undang nomor 28 tahun 2002
tentang Bangunan Gedung dimana pada pasal 7 ayat (3) disebutkan bahwa persyaratan teknis
bangunan gedung meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan yang
meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan.
Rencana membangun atau mengembangkan suatu Rumah Sakit akan dilakukan setelah
mengetahui Jenis layanan Kesehatan Rumah Sakit serta kapasitas Tempat Tidur (TT) yang akan
dilakukan dan disediakan untuk masyarakat sesuai dengan Hasil Kajian Studi Kelayakan
(Feasibility Study).
Dalam mendirikan atau mengembangkan rumah sakit diperlukan suatu proses atau langkah-
langkah yang sistematis dengan melakukan suatu penelitian atau studi yang benar, karena setiap
proses saling berkaitan satu sama lainnya dan dilakukan secara bertahap.
Studi Kelayakan (Feasibility Study) adalah Hasil Analisis dan Penjelasan Kelayakan dari segala
aspek yang akan mendasari pendirian atau pengembangan suatu Rumah Sakit, terkait dengan
penentuan Rencana Kerja Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit yang baru akan dilakukan maupun
lanjutan dari yang sudah ada dalam melakukan rencana pengembangan atau peningkatan kelas
dari suatu Rumah Sakit.
Dari kondisi Laju Pertumbuhan Demografi, Pengembangan Pembangunan dan Peningkatan
Kehidupan di suatu wilayah, Pola Penyakit dan Epidemiologi, dan lain-lain, dapat dipahami bahwa
suatu Rumah Sakit itu secara relatif akan berada di daerah Urban atau Semi-Urban. Dimana hal ini
pula yang dapat menentukan bahwa Sarana dan Prasarana suatu Rumah Sakit akan berbeda
sesuai dengan Layanan Kesehatan Rumah Sakit yang akan diberikannya kepada masyarakat
dimana Rumah Sakit tersebut berada.
Persiapan pada Penyusunan Studi Kelayakan (Feasibility Study) adalah Tahapan melakukan
Kompilasi Data dari seluruh Data yang didapat dari hasil Pengumpulan Data yang terdiri dari Data
Primer dan Data Sekunder.
Analisis Situasi dalam Studi Kelayakan (Feasibility Study) dilakukan suatu analisis dari seluruh
aspek-aspek baik dari aspek Eksternal sebagai peluang ataupun ancaman maupun aspek Internal
yang dapat menjadi kekuatan ataupun kelemahan sehingga aspek-aspek tersebut dapat
menjadikan Kecenderungan suatu Rumah Sakit dalam melakukan pembangunan baru atau
melakukan pengembangan berupa peningkatan status layanan Rumah Sakit tersebut.
Untuk menganalisis aspek Ekternal dan aspek Internal perlu dilakukan proyeksi berupa forcasting,
kecuali data-data yang tidak memungkinkan tetap disajikan dalam bentuk tabel, diagram batang
atau pun diagram pie untuk melihat kecenderungannya.
Aspek-aspek yang dikaji sebagai analisis situasi diharapkan mendapatkan suatu kecenderungan
Rumah Sakit setelah melakukan segmentasi dan posisioning, aspek-aspek tersebut antara lain:
Analisis Permintaan dalam Penyusunan Studi Kelayakan (Feasibility Study) akan membahas
tentang Analisis Posisi Kelayakan Rumah Sakit dari 5 (lima) aspek. Berdasarkan Analisis Aspek
Eksternal dan Aspek Internal yang telah dilakukan pada Analisis Situasi maka dilakukan analisis
yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan serta
peluang dan ancaman yang secara sistematis akan menjadi pertimbangan tehadap kelayakan
pembangunan Rumah Sakit tersebut. Hasil analisis tersebut selanjutnya digunakan sebagai acuan
untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya dalam upaya memaksimalkan Kekuatan (strength)
dan memanfaatkan Peluang (opportunity) serta secara bersamaan berusaha untuk meminimalkan
Kelemahan (weakness) dan mengatasi Ancaman (threat).
Aspek-aspek Kelayakan pada Analisis Permintaan ini akan diuraikan berikut ini.
Analisis kebutuhan merupakan analisis mengenai kebutuhan yang harus disediakan oleh Rumah
Sakit secara keseluruhan yang disesuaikan berdasar analisis permintaan yang telah dilakukan.
Analisis kebutuhan ini dapat memberikan gambaran mengenai rencana pengembangan dari
Rumah Sakit tersebut dilihat dari aspek :
1. KEBUTUHAN LAHAN
Kebutuhan lahan Rumah Sakit dapat dihitung berdasarkan Program Ruang Rumah Sakit serta
kebijakan Pemerintah Daerah setempat mengenai Intensitas Bangunan berupa Koefisien
Dasar bangunan (KDB), Koefisien Lantai bangunan (KLB), Garis Sempadan Bangunan (GSB)
dan Koefisien Dasar Bangunan (KDH), serta Peruntukan Lahan yang mengizinkan digunakan
sebagai Lahan yang dapat dibangun Rumah Sakit.
2. KEBUTUHAN RUANG
Kebutuhan Ruang secara keseluruhan dari Rumah Sakit dapat dihitung 1TT sebesar 80 m2 –
110 m2 disesuaikan dengan Bentuk dan Klasifikasi Rumah Sakitnya.
Analisis Keuangan memberikan gambaran tentang rencana penggunaan sumber anggaran yang
dimiliki, sehingga dapat diketahui tingkat pengembalian biaya yang akan diinvestasikan. Dengan
demikian maka pihak pemilik/ investor dapat melihat tingkat keuntungan yang mungkin akan
diperoleh.
Adapun aspek keuangan yang akan dianalisis terdiri dari:
1. Rencana Investasi dan Sumber Dana
2. Proyeksi Pendapatan dan Biaya
3. Proyeksi Cash Flow
4. Analisis Keuangan : Break Event Point (BEP), Internal Rate of Return (IRR), dan Net Present
Value (NPV)
7.1. KESIMPULAN
Bagian kesimpulan dari studi kelayakan (;feasibility study) akan memberikan perspektif dari 4
sudut pandang, yaitu analisis situasi, analisis permintaan, analisis kebutuhan dan analisis
keuangan.
1. Analisis Situasi
Analisis situasi memberikan informasi tentang aspek eksternal dan aspek internal sebagai
suatu kecenderungan Rumah Sakit. Aspek eksternal terdiri dari Kebijakan, Demografi,
Geografi, Sosial Ekonomi dan Budaya, SDM Kesehatan, Derajat Kesehatan sedangkan
aspek internal terdiri dari Sarana kesehatan, Pola penyakit dan Epidemiologi, Teknologi,
SDM Kesehatan di RS, Organisasi, Kinerja dan keuangan
2. Analisis Permintaan
Analisis permintaan menggambarkan posisi kelayakan rumah sakit dari berbagai aspek
berdasarkan analisis aspek eksternal dan aspek internal yang telah dilakukan pada analisis
situasi maka dilakukan analisis yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
menjadi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang secara sistematis akan
menjadi pertimbangan tehadap kelayakan pembangunan Rumah Sakit tersebut. Hasil
analisis tersebut selanjutnya digunakan sebagai acuan untuk menentukan langkah-langkah
selanjutnya dalam upaya memaksimalkan kekuatan (strength) dan memanfaatkan peluang
(opportunity) serta secara bersamaan berusaha untuk meminimalkan kelemahan (weakness)
dan mengatasi ancaman (threat).
3. Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan menggambarkan mengenai kebutuhan yang harus disediakan oleh
Rumah Sakit secara keseluruhan yang disesuaikan berdasar analisis permintaan yang telah
dilakukan.
Analisis kebutuhan ini dapat memberikan gambaran mengenai rencana pengembangan dari
rumah sakit tersebut dilihat dari aspek kebutuhan lahan, kebutuhan ruang, peralatan medis &
non medis, SDM, organisasi & uraian tugas.
4. Analisis Keuangan
Mengetahui secara keseluruhan analisis keuangan dari segi :
a. Rencana Investasi dan Sumber Dana
b. Proyeksi Pendapatan dan Biaya
c. Proyeksi Cash Flow
d. Analisis Keuangan : BEP, Internal Rate of Return, dan Net Present Value
7.2. REKOMENDASI
Memberikan gambaran berupa rekomendasi langkah-langkah yang harus ditempuh berdasarkan
hasil dari 4 analisis dan dapat pula dijadikan rencana strategi dari manajemen Rumah Sakit
tersebut.
8.1 Pedoman Studi Kelayakan (Feasibility Study) Rumah Sakit ini diharapkan dapat digunakan
sebagai rujukan oleh pengelola fasilitas pelayanan kesehatan, penyedia jasa perencanaan,
Pemerintah Daerah, dan instansi yang terkait dengan kegiatan pengaturan dan
pengendalian penyelenggaraan pembangunan bangunan fasilitas pelayanan kesehatan,
guna menjamin kesehatan penghuni bangunan dan lingkungan terhadap bahaya penyakit.
8.2 Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau yang bersifat alternatif, serta
penyesuaian Pedoman Studi Kelayakan (Feasibility Study) Rumah Sakit ini oleh masing-
masing daerah disesuaikan dengan kondisi daerah.
8.3. Dalam penyusunan Studi Kelayakan (Feasibility Study) Rumah Sakit dapat berkoordinasi
dan berkonsultansi dengan Sub Direktorat Bina Sarana dan Prasarana Kesehatan Direktorat
Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan.
BAB - I PENDAHULUAN 1
1.1 Umum 1
Dijelaskan mengenai hasil-hasil survey (kesimpulan)
1.2 Maksud dan Tujuan 2
1.3 Ruang Lingkup 2
1.4 Pengertian 4
BAB - II PERSIAPAN 5
2.1. Pengumpulan Data Primer 5
2.2. Pengumpulan Data Sekunder 5
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. UMUM
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28 Bagian H ayat
(1) telah menegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian
dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Undang Undang nomor 36 tahun
2009 tentang Kesehatan pada pasal 19 menyebutkan bahwa Pemerintah bertanggung jawab atas
ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien dan terjangkau.
Dalam Undang-Undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 7 ayat (1) menyebutkan
Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia,
kefarmasian, dan peralatan. Pada pasal 8 ayat (1) disebutkan bahwa persyaratan lokasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan,
keselamatan lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan
kelayakan penyelenggaraan Rumah Sakit, demikian juga pada ayat (3) disebutkan bahwa
ketentuan mengenai tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
peruntukan lokasi yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana
Tata Ruang Kawasan Perkotaan dan/atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Kemudian
dalam Bagian Ketiga tentang Bangunan, pasal 9 butir (b) menyebutkan bahwa persyaratan teknis
bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian
pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat,
anak-anak, dan orang usia lanjut. Hal ini sejalan dengan Undang Undang nomor 28 tahun 2002
tentang Bangunan Gedung dimana pada pasal 7 ayat (3) disebutkan bahwa persyaratan teknis
bangunan gedung meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan yang
meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan.
Rencana membangun atau mengembangkan suatu Rumah Sakit akan dilakukan setelah
mengetahui Jenis layanan Kesehatan Rumah Sakit serta kapasitas Tempat Tidur (TT) yang akan
dilakukan dan disediakan untuk masyarakat sesuai dengan Hasil Kajian Studi Kelayakan/
Feasibility Study.
Rencana ini selanjutnya akan disusun dalam suatu Kajian berupa Penyusunan Rencana Induk/
Master Plan yang menggambarkan Rencana Pembangunan dan atau Pengembangan serta
Rencana Pentahapan Pelaksanaannya yang dilihat dari semua aspek secara komprehensif dan
berkesinambungan serta utuh sebagai satu kesatuan Fasilitas Sarana dan Prasarana Rumah
Sakit.
Pembangunan Fasilitas Sarana Prasarana Rumah Sakit diperlukan adanya suatu perencanaan
yang terpadu secara keseluruhan dalam jangka waktu maksimal 20 tahun mendatang dan dapat
dilakukan pengkajian ulang sesuai kebutuhan, yang walaupun dilaksanakan secara bertahap
perencanaan ini akan menjadi dasar acuan penyusunan perencanaan detail desain bangunan
Rumah Sakit tersebut, yang selanjutnya akan digunakan dalam pelaksanaan pembangunan
konstruksi fisik guna memperoleh hasil yang maksimal nantinya dalam satu kesatuan yang terpadu
dan berkesinambungan.
Pekerjaan Penyusunan Rencana Induk/ Master Plan adalah salah satu tahapan atau bagian dari
pekerjaan yang dilakukan pada Tahap Awal Pekerjaan Perencanaan dan Perijinan, yang disusun
Pedoman Master Plan Rumah Sakit ini dimaksudkan agar dalam menyusun rencana secara
keseluruhan yang berkesinambungan dan terpadu untuk melaksanakan fungsi sepenuhnya
sebagai Rumah Sakit yang terus berkembang dalam peningkatan layanannya secara terinci dalam
tahapan-tahapan pengadaan sumber daya manusia, pembiayaan, maupun prasarana dan sarana
fisik bangunannya, yang tersusun dalam suatu Rencana Induk/ Master Plan Rumah Sakit.
Pedoman Master Plan Rumah Sakit ini akan dijadikan dasar acuan dalam mewujudkan Rencana
Pembangunan dan Pengembangan suatu Rumah Sakit agar baik dan benar yang akan menjadi
acuan bagi pengelola rumah sakit maupun bagi konsultan perencana sehingga masing-masing
pihak dapat memiliki persepsi yang sama. Pedoman ini akan menjelaskan langkah-langkah atau
proses yang perlu dilakukan dalam menyusun suatu Rencana Induk/ Master Plan Rumah Sakit.
Ruang lingkup Penyusunan Rencana Induk/ Master Plan ini meliputi Pembahasan Kecenderungan
Eksternal dan Internal, Master Program, Program Fungsi, Rencana Block Plan dan Konsep Utilitas
serta Rencana Pentahapan Pelaksanaan Pembangunan Fisik Sarana dan Prasarana Rumah
Sakit dari semua aspek secara komprehensif dan berkesinambungan, yang Tahapan prosesnya
dapat dilihat pada bagan dibawah ini:
Persiapan pada Penyusunan Rencana Induk/ Master Plan adalah suatu Tahapan pekerjaan
dimana dilakukan Kompilasi Data yang didapat dari hasil Pengumpulan Data, yang terdiri dari Data
Primer maupun Data Sekunder. Pengumpulan Data untuk penyusunan Rencana Induk
Pembangunan Rumah Sakit Baru dan Rencana Induk Pengembangan Rumah Sakit disesuaikan
dengan kebutuhan dan kondisi.
Analisis Kondisi Umum dalam Pekerjaan Penyusunan Rencana Induk/ Master Plan adalah
melakukan analisiis dari seluruh aspek-aspek baik dari aspek Eksternal maupun aspek Internal
sehingga aspek-aspek tersebut dapat menjadikan rumusan Kecenderungan suatu Rumah Sakit
dalam melakukan pembangunan baru atau melakukan pengembangan berupa peningkatan status
layanan Rumah Sakit, yang disebut Perumusan Kecenderungan atau Master Program.
Analisis ini dilakukan untuk mengkaji ulang Data yang ada walaupun di dalam Analisis Situasi
pada Studi Kelayakan telah dilakukan, dan hasil dari Analisis Kondisi Umum pada penyusunan
Rencana Induk/ Master Plan adalah untuk perumusan Master Program.
Untuk menganalisis Aspek Ekternal dan Aspek Internal perlu dilakukan proyeksi berupa forcasting,
kecuali data yang tidak memungkinkan tetap disajikan dalam bentuk tabel, diagram batang atau
pun diagram pie untuk melihat kecenderungannya.
Aspek-aspek yang dikaji sebagai Analisis Kondisi Umum diharapkan mendapatkan suatu
kecenderungan Rumah Sakit, aspek-aspek tersebut antara lain:
Dalam melaksanakan pembangunan baru atau pengembangan suatu Layanan Kesehatan Rumah
Sakit, tentunya dilakukan dengan melalui berbagai macam tahapan baik mulai dari Studi
Kelayakan, Studi Lingkungan, Penyusunan Master Plan, Perencanaan Fisik hingga Pelaksanaan
Pembangunan Fisik. Pada Tahap Awal Studi yang telah dilakukan adalah Penyusunan Studi
Kelayakan (;Feasibility Study) Rumah Sakit, dimana pada tahap ini telah dapat menentukan
Master Program Rumah Sakit. Namun Master Program juga dapat ditentukan melaui Analisis
Kondisi Umum yang dilakukan pada Analisis Rencana Induk/ Master Plan ini.
Master Program merupakan perumusan kecenderungan Rumah Sakit yang menggambarkan
secara umum Layanan Kesehatan Rumah Sakit yang akan dapat diberikan kepada masyarakat.
Hasil Studi Kelayakan ataupun Analisis Kondisi Umum pada Analisis Rencana Induk/ Master Plan
ini sangat menentukan Master Program berupa perumusan kecederungan karena telah mengkaji
seluruh aspek baik Aspek Eksternal yaitu yang telah memberi gambaran mengenai segmentasi
baik dari aspek geografi, demografi, sosesbud, derajat kesehatan dan ketenagakerjaan serta
Aspek Internal yang memberikan gambaran mengenai kondisi Rumah Sakit dilihat dari aspek
lahan, lokasi, SDM dan organisasi, Teknologi hingga kemampuan dari Pendanaan/ Pembiayaan.
Master Program dalam Rencana Induk/ Master Plan, dapat terdiri dari:
1. Jenis Layanan dan Unggulan Rumah Sakit
Jenis layanan yang akan diberikan kepada masyarakat tentunya akan disesuaikan dengan
klasifikasi kelas Rumah Sakit yang akan disiapkan. Jenis layanan tersebut berupa Pelayanan
Medik dan Perawatan, Penunjang Medik dan Operasional, Penunjang Umum dan
Administrasi. Dari jenis layanan yang akan diberikan tentunya perlu adanya suatu Layanan
Unggulan yang akan disiapkan atas dasar kecenderungan pola penyakit yang terjadi di
Rumah Sakit dan di wilayah tempat Rumah Sakit tersebut berada.
2. Penetapan Kelas Rumah Sakit
Penetapan Kelas Rumah Sakit akan ditinjau dari kecenderungan data penyakit sehingga
dapat memperoleh gambaran Kapasitas Kualitas dan Kuantitas Layanan Kesehatan yang
akan dilakukan, atau klasifikasi kelas Rumah Sakit sesuai dengan Jenis layanannya serta
kesiapan SDM yang dimiliki dan Fasilitas Sarana dan Prasarana yang akan disediakan (al.
Bangunan, Peralatan dan Jumlah Tempat Tidur/ TT).
3. Kapasitas Tempat Tidur/ TT dan Klasikfikasi Kelas Perawatan
Perhitungan Kapasitas Tempat Tidur/ TT, berupa jumlah TT yang harus disiapkan oleh
Rumah Sakit tersebut. Perkiraan kebutuhan jumlah TT dapat menggunakan rasio minimal
1/1.000 artinya dari jumlah penduduk pada wilayah jangkauan Rumah Sakit sejumlah 1.000
orang akan dibutuhkan 1 TT. Kecenderungan fasilitas pelayanan kesehatan berupa jumlah
total TT pada fasyankes di wilayah tersebut dapat menjadikan dasar sebagai perhitungan
kebutuhan kapasitas TT yang selanjutnya akan dibagi berdasarkan klasifikasi kelas
perawatan sesuai dengan Analisis Daya Beli masyarakat sekitar sebagai Pangsa Pasar
Rumah Sakit serta pemenuhan Pedoman dan Ketentuan yang berlaku.
Program Fungsi merupakan suatu penjelasan secara rinci dari Master Program atau Perumusan
Kecenderungan Rumah Sakit dalam bentuk-bentuk kegiatan pada Rumah Sakit, berupa :
Pentahapan pembangunan Rumah Sakit ini adalah bagian utama dari Rencana Induk/ Master Plan
Rumah Sakit, karena pada bagian ini akan didapat bagaimana rencana dan langkah-langkah dari
tahapan yang harus dilakukan oleh pihak Penentu (Pemilik/Penyandang Dana ataupun Pengelola
Rumah Sakit) dalam rangka mewujudkan target dan sasarannya dalam membangun dan
mengembangkan Rumah Sakit dari aspek-aspek penentunya.
Perencanaan dan Pentahapan pembangunan Rumah Sakit ini diuraikan dalam suatu Rencana
Induk/ Master Plan Rumah Sakit yang mencakup aspek-aspek penentunya, yaitu:
1. Rencana Pentahapan Penyediaan Fisik Rumah Sakit
2. Rencana Pentahapan Penyediaan Sumber Daya Manusia/ SDM Rumah Sakit
3. Rencana Pentahapan Penyediaan Sumber Daya Alat/ SDA Rumah Sakit
4. Rencana Pentahapan Penyediaan Pembiayaan Pembangunan Rumah Sakit
Yang disusun dengan mengkaitkannya kepada kesiapan dana/ keuangan/ pembiayaan dan target
waktu serta sasaran Rencana Strategi dan Rencana Bisnis yang akan dicapai.
8.1 Pedoman ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan oleh pengelola fasilitas pelayanan
kesehatan, penyedia jasa perencanaan, Pemerintah Daerah, dan instansi yang terkait
dengan kegiatan pengaturan dan pengendalian penyelenggaraan pembangunan bangunan
fasilitas pelayanan kesehatan, guna menjamin kesehatan penghuni bangunan dan
lingkungan terhadap bahaya penyakit.
8.2 Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau yang bersifat alternatif, serta
penyesuaian Pedoman Master Plan Rumah Sakit oleh masing-masing daerah disesuaikan
dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan daerah.
8.3 Dalam penyusunan Master Plan Rumah Sakit dapat berkoordinasi dan berkonsultansi
dengan Sub Direktorat Bina Sarana dan Prasarana Kesehatan Direktorat Bina Pelayanan
Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan.
Rumah sakit umum (RSU) diklasifikasikan menjadi 4 kelas yang didasari oleh beban kerja dan
fungsi rumah sakit yaitu rumah sakit kelas A, kelas B, Kelas C dan Kelas D. Dari ke 4 kelas
tersebut yang akan dibahas dalam pedoman ini adalah rumah sakit kelas B yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan sub spesialistik
terbatas. Dalam rangka mencapai kualitas dan kemampuan pelayanan medis pada Rumah Sakit
Kelas B ini, maka harus didukung dengan sarana dan prasarana rumah sakit yang terencana, baik
dan benar. Oleh karena itu lingkup dari pedoman teknis ini meliputi sarana (gedung),dan
prasarana rumah sakit kelas B.
Rumah sakit harus memenuhi, persyaratan teknis sarana dan prasarana rumah sakit yang
menunjang pelayanan kesehatan secara paripurna. Keseluruhan persyaratan tersebut harus
direncanakan sesuai dengan standard dan kaidah-kaidah yang berlaku. Adapun secara umum
yang dimaksud dengan sarana adalah segala sesuatu hal yang menyangkut fisik gedung/
bangunan serta ruangan. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang membuat sarana
tersebut dapat berfungsi seperti pengadaan air bersih, listrik, instalasi air limbah dan lain-lain.
Persyaratan rumah sakit disarankan memenuhi kriteria pemilihan lokasi rumah sakit dengan
mempertimbangkan aspek sosio-ekonomi masyarakat, aksesibilitas dan luas lahan untuk
bangunan rumah sakit; serta persyaratan teknis lainnya.
Persyaratan teknis sarana rumah sakit meliputi persyaratan atap, langit-langit, dinding, lantai,
struktur dan konstruksi, pintu dan toilet.
Persyaratan teknis prasarana rumah sakit meliputi persyaratan, ventilasi, listrik, air bersih,
drainase, pengolahan limbah, sistem proteksi terhadap bahaya kebakaran, sistem komunikasi,
sistem tata suara, pencahayaan, sistem gas medis, sarana transportasi vertikal (ramp dan tangga
serta lift),dan sebagainya.
Penyusunan “Pedoman Teknis Fasilitas Rumah Sakit Kelas B“ ini diharapkan dapat digunakan
sebagai rujukan oleh pengelola fasilitas pelayanan kesehatan setingkat rumah sakit kelas B, para
pengelola rumah sakit, para pengembang rumah sakit (Yayasan, Badan Usaha maupun Konsultan
Perencanaan dan Perancangan) yang akan merencanakan, sehingga masing-masing pihak dapat
mempunyai kesamaan persepsi mengenai fasilitas rumah sakit.
Kami mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun dan semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan pedoman ini.
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
DAFTAR ISI
KEPUSTAKAAN 116
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Lampiran – Gambar
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | vii
34 Gambar 5.11.1.f Pintu di ujung ramp
35 Gambar 5.11.2.a Tipikal tangga
36 Gambar 5.11.2.b Pegangan rambat pada tangga
37 Gambar 5.11.2.c Desain profil tangga
38 Gambar 5.11.2.d Detail pegangan rambat tangga
39 Gambar 5.11.2.e Detail pegangan rambat pada dinding
1 Tabel 2.4.1.1 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Rawat Jalan.
2 Tabel 2.4.1.2 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Gawat Darurat.
3 Tabel 2.4.1.3 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Rawat Inap.
4 Tabel 2.4.1.4 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Perawatan Intensif (ICU).
5 Tabel 2.4.1.5 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Bedah Sentral (COT).
6 Tabel 2.4.1.6 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Kebidanan dan Penyakit Kandungan.
7 Tabel 2.4.1.7 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Rehabilitasi Medik.
8 Tabel 2.4.1.8 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Unit Hemodialisa.
9 Tabel 2.4.1.9 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Radioterapi.
10 Tabel 2.4.1.10 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Kedokteran Nuklir.
11 Tabel 2.4.2.1 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Farmasi.
12 Tabel 2.4.2.2 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Radiodiagnostik.
13 Tabel 2.4.2.3 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Laboratorium.
14 Tabel 2.4.2.4 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Bank Darah/Unit Transfusi Darah Rumah Sakit.
15 Tabel 2.4.2.5 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT).
16 Tabel 2.4.2.6 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas Instalasi Pemulasaraan Jenazah dan Forensik.
17 Tabel 2.4.2.7 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Sterilisasi Pusat (;CSSD)
18 Tabel 2.4.2.8 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Dapur Utama dan Gizi Klinik.
19 Tabel 2.4.2.9 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Pencucian Linen (;Laundry).
21 Tabel 2.4.2.11 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Pemeliharaan Sarana.
22 Tabel 2.4.3 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Area Penunjang Umum dan Administrasi RS.
24 Tabel 5.5.2 Tabel Standar Suhu, Kelembaban, dan Tekanan Udara Menurut
Fungsi Ruang atau Unit.
25 Tabel 5.6 Tabel Indeks Pencahayaan Menurut Jenis Ruang atau Unit.
26 Tabel 5.9 Tabel Indeks Kebisingan Menurut Jenis Ruang atau Unit.
27 Tabel 5.6 Tabel Indeks Pencahayaan Menurut Jenis Ruang atau Unit.
Rumah sakit adalah bangunan gedung atau sarana kesehatan yang memerlukan perhatian
khusus dari segi keamanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan,
dimana berdasarkan Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal
3 menyebutkan bahwa pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan :
a. mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan;
b. memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan
rumha sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;
c. meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit;
Mengingat hal tersebut diatas, maka suatu pelayanan yang diselenggarakan rumah sakit
harus memiliki suatu standar acuan ditinjau dari segi sarana fisik bangunan, serta
prasarana atau infrastruktur jaringan penunjang yang memadai.
Dalam rangka memenuhi suatu standar acuan tersebut diperlukan suatu pedoman
perencanaan rumah sakit yang memadai, salah satunya adalah “Pedoman Teknis Fasilitas
Rumah Sakit Kelas B ”, agar dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pengembangan dan
perencanaan bangunan rumah sakit kelas B.
Rumah sakit adalah bangunan gedung atau sarana kesehatan yang memerlukan
perhatian khusus dari segi keamanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan
kemudahan, dimana berdasarkan Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit pasal 3 menyebutkan bahwa pengaturan penyelenggaraan
Rumah Sakit bertujuan :
a. mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan;
b. memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,
lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;
c. meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit;
Rumah sakit umum (RSU) diklasifikasikan menjadi 4 kelas yang didasari oleh
beban kerja dan fungsi rumah sakit yaitu rumah sakit kelas A, kelas B, Kelas C
dan Kelas D. dari ke 4 kelas tersebut yang akan dibahas dalam pedoman ini
adalah rumah sakit kelas B yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan sub spesialistik terbatas, lingkup
dari pedoman teknis ini meliputi sarana (bangunan) dan prasarana (utilitas) rumah
sakit kelas B.
1.3 Pengertian.
1.3.9 Fasilitas.
Fasilitas adalah segala sesuatu hal yang menyangkut Sarana, Prasarana maupun
Alat (baik alat medik maupun alat non medik) yang dibutuhkan oleh rumah sakit
dalam memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi pasien.
1.3.10 Sarana.
Segala sesuatu benda fisik yang dapat tervisualisasi mata maupun teraba oleh
panca indra dan dengan mudah dapat dikenali oleh pasien dan (umumnya)
merupakan bagian dari suatu gedung ataupun bangunan gedung itu sendiri.
1.3.11 Prasarana.
Benda maupun jaringan / instalasi yang membuat suatu sarana yang ada bisa
berfungsi sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
2.1 Umum
Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan sekurang-kurangnya pelayanan umum dan 2 (dua)
pelayanan medik spesialis dasar.
Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan sekurang-kurangnya pelayanan medik 4 (empat)
spesialis dasar dan 4 (empat) pelayanan penunjang medik.
Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 4 (empat)
spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis
lainnya dan 2 (dua) subspesialis dasar serta dapat menjadi RS pendidikan
apabila telah memenuhi persyaratan dan standar.
Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 4 (empat)
spesialis dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis
lainnya dan 13 (tiga belas) subspesialis serta dapat menjadi RS pendidikan
apabila telah memenuhi persyaratan dan standar.
Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan Medik
Gigi Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak /Keluarga Berencana.
Pelayanan medik spesialis gigi mulut terdiri dari pelayanan bedah mulut,
konservasi / endodonsi, dan periodonti.
PENDAFTARAN/ADMINISTRASI
DAERAH PELAYANAN PASIEN
INSTALASI LABORATORIUM
INSTALASI RADIOLOGI
INSTALASI
DAERAH PELAYANAN KRITIS
GAWAT
DARURAT
INSTALASI
INSTALASI BEDAH KEBIDANAN DAN
KANDUNGAN
3. Persyaratan Khusus
Konsep dasar poliklinik pada prinsipnya ditetapkan sebagai berikut :
1. Letak Poliklinik berdekatan dengan jalan utama, mudah dicapai dari
bagian administrasi, terutama oleh bagian rekam medis, berhubungan
dekat dengan apotek, bagian radiologi dan laboratorium.
2. Ruang tunggu di poliklinik, harus cukup luas. Ada pemisahan ruang
tunggu pasien untuk penyakit infeksi dan non infeksi.
3. Sistem sirkulasi pasien dilakukan dengan satu pintu (sirkulasi masuk
dan keluar pasien pada pintu yang sama).
4. Klinik-klinik yang ramai sebaiknya tidak saling berdekatan.
5. Klinik anak tidak diletakkan berdekatan dengan Klinik Paru, sebaiknya
Klinik Anak dekat dengan Kllinik Kebidanan.
6. Sirkulasi petugas dan sirkulasi pasien dipisahkan.
7. Pada tiap ruangan harus ada wastafel (air mengalir).
8. Letak klinik jauh dari ruang incenerator, IPAL dan bengkel ME.
9. Memperhatikan aspek gender dalam persyaratan fasilitas IRJ.
4. Alur Kegiatan
Alur kegiatan pada instalasi rawat jalan dapat dilihat pada bagan alir
berikut :
¾ Pasien Datang tanpa Rujukan
¾ Pasien Datang dengan Rujukan
Pendaftaran
- Pasien baru / Ulang
- Rekam Medik
- Kasir
Penunjang Medik:
- Laboratorium
- Radiologi dll
R. Periksa
Poliklinik
Dirujuk ke klinik
spesialis lain
Pulang
Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Kelas B setara dengan unit pelayanan
gawat darurat Bintang III. Yaitu memiliki dokter spesialis empat besar (dokter
spesialis bedah, dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis anak, dokter
spesialis kebidanan) yang siaga di tempat (on-site) dalam 24 jam, dokter umum
siaga ditempat (on-site) 24 jam yang memiliki kualifikasi medik untuk pelayanan
GELS (General Emergency Life Support) dan atau ATLS + ACLS dan mampu
memberikan resusitasi dan stabilisasi Kasus dengan masalah ABC (Airway,
Breathing, Circulation) untuk terapi definitif serta memiliki alat transportasi untuk
rujukan dan komunikasi yang siaga 24 jam.
A. RUANG PENERIMAAN
Ruang ini digunakan untuk
menyelenggarakan kegiatan
3~5 m2/ petugas
administrasi, meliputi : Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
Ruang Administrasi dan (luas area
1 1. Pendataan pasien IGD intercom/telepon, safety box, dan
pendaftaran disesuaikan dengan
2. Penandatanganan surat pernyataan peralatan kantor lainnya.
jumlah petugas)
dari keluarga pasien IGD.
3. Pembayaran biaya pelayanan medik.
1~1,5 m2/ orang
Ruang di mana keluarga/ pengantar
(luas area
Ruang Tunggu pasien menunggu. Ruang ini perlu Kursi, Meja, Televisi & Alat Pengkondisi
2 disesuaikan dengan
Pengantar Pasien disediakan tempat duduk dengan jumlah Udara (AC / Air Condition)
jumlah kunjungan
yang sesuai aktivitas pelayanan.
pasien/ hari)
Tempat menyimpan informasi tentang
identitas pasien, diagnosis, perjalanan
penyakit, proses pengobatan dan
Meja, kursi, filing cabinet/lemari arsip,
3 Ruang Rekam Medis tindakan medis serta dokumentasi hasil Sesuai kebutuhan
komputer
pelayanan. Biasanya langsung
berhubungan dengan loket pendaftaran.
D. RUANG KHUSUS
Tt pasien, monitor set, tiang infus,
14 Ruang Plester Ruang untuk melakukan tindakan gips. Min. 12 m2
infusion set, oksigen
E. RUANG PENUNJANG MEDIS
Ruang tempat menyimpan obat untuk
15 Ruang Farmasi/ Obat Min. 3 m2 Lemari obat
keperluan pasien gawat darurat.
Tempat penyimpanan bahan-bahan linen
16 Ruang Linen Steril Min. 4 m2 Lemari
steril.
Ruangan tempat penyimpanan peralatan
medik yang setiap saat diperlukan.
Peralatan yang disimpan diruangan ini
17 Ruang Alat Medis Min. 8 m2 Lemari instrument
harus dalam kondisi siap pakai dan
dalam kondisi yang sudah disterilisasi.
22 R. Diskusi Ruang diskusi petugas medik Sesuai kebutuhan Set meja dan kursi rapat
24 Ruang Perawat Ruang istirahat perawat Sesuai kebutuhan Sofa, lemari, meja/kursi, wastafel
3. Persyaratan Khusus
1. Area IGD harus terletak pada area depan atau muka dari tapak RS.
2. Area IGD harus mudah dilihat serta mudah dicapai dari luar tapak rumah
sakit (jalan raya) dengan tanda-tanda yang sangat jelas dan mudah
dimengerti masyarakat umum.
3. Area IGD harus memiliki pintu masuk kendaraan yang berbeda dengan
pintu masuk kendaraan ke area Instalasi Rawat Jalan/Poliklinik, Instalasi
rawat Inap serta Area Zona Servis dari rumah sakit.
4. Untuk tapak RS yang berbentuk memanjang mengikuti panjang jalan
raya maka pintu masuk kearea IGD harus terletak pada pintu masuk
yang pertama kali ditemui oleh pengguna kendaraan untuk masuk kearea
RS.
5. Untuk bangunan RS yang berbentuk bangunan bertingkat banyak
(Super Block Multi Storey Hospital Building) yang memiliki ataupun tidak
memiliki lantai bawah tanah (Basement Floor) maka perletakan IGD
harus berada pada lantai dasar (Ground Floor) atau area yang memiliki
akses langsung.
6. IGD disarankan untuk memiliki Area yang dapat digunakan untuk
penanganan korban bencana massal (Mass Disaster Cassualities
Preparedness Area).
7. Disarankan pada area untuk menurunkan atau menaikan pasien
(Ambulance Drop-In Area) memiliki sistem sirkulasi yang memungkinkan
ambulan bergerak 1 arah (One Way Drive / Pass Thru Patient System).
4. Alur Kegiatan
Alur kegiatan Pada Instalasi Gawat Darurat dapat dilihat pada bagan alir
berikut:
PASIEN
“VISUAL TRIAGE”
REGULAR TRIAGE
Resusitasi &
Triase Obyektif Stabilisasi
Observasi
Maks 24 jam OK
PULANG ICU
Meninggal
Rawat Inap
8. Ruang Perawat Ruang istirahat perawat Sesuai kebutuhan Sofa, lemari, meja/kursi, wastafel
3. Persyaratan Khusus
Perletakan ruangannya secara keseluruhan perlu adanya hubungan
antar ruang dengan skala prioritas yang diharuskan dekat dan sangat
berhubungan/ membutuhkan.
Kecepatan bergerak merupakan salah satu kunci keberhasilan
perancangan, sehingga blok unit sebaiknya sirkulasinya dibuat secara
linier/lurus (memanjang).
Konsep Rawat Inap yang disarankan “Rawat Inap Terpadu (Integrated
Care)” untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan ruang.
Apabila Ruang Rawat Inap tidak berada pada lantai dasar, maka harus
ada tangga landai (;Ramp) atau Lift Khusus untuk mencapai ruangan
tersebut.
Bangunan Ruang Rawat Inap harus terletak pada tempat yang tenang
(tidak bising), aman dan nyaman tetapi tetap memiliki kemudahan
aksesibilitas dari sarana penunjang rawat inap.
Sinar matahari pagi sedapat mungkin masuk ruangan.
Alur petugas dan pengunjung dipisah.
Masing-masing ruang Rawat Inap 4 spesialis dasar mempunyai ruang
isolasi.
Ruang Rawat Inap anak disiapkan 1 ruangan neonatus.
Lantai harus kuat dan rata tidak berongga, bahan penutup lantai, mudah
dibersihkan, bahan tidak mudah terbakar.
Pertemuan dinding dengan lantai disarankan berbentuk lengkung agar
memudahkan pembersihan dan tidak menjadi tempat sarang
debu/kotoran.
Plafon harus rapat dan kuat, tidak rontok dan tidak menghasilkan
debu/kotoran lain.
Tipe R. Rawat Inap adalah Super VIP, VIP, Kelas I, Kelas II dan Kelas III
Khusus untuk pasien-pasien tertentu harus dipisahkan seperti :
- Pasien yang menderita penyakit menular.
- Pasien dengan pengobatan yang menimbulkan bau (seperti penyakit
tumor, ganggrein, diabetes, dsb).
- Pasien yang gaduh gelisah (mengeluarkan suara dalam ruangan)
Stasi perawat harus terletak di pusat blok yang dilayani agar perawat
dapat mengawasi pesiennya secara efektif, maksimum melayani 25
tempat tidur.
Gambar 2.4.1.3 – Alur Kegiatan Pasien, Petugas dan Alat Pada Instalasi
Rawat Inap.
3. Ruang Kepala Perawat Ruang kerja dan istirahat kepala perawat. Sesuai kebutuhan sofa, lemari, meja/kursi
Ruang Dokter terdiri dari 2 bagian :
sofa, lemari, meja/kursi, wastafel,
4. R. Dokter 1. Ruang kerja. Sesuai kebutuhan
dilengkapi toilet
2. Ruang istirahat/ kamar jaga.
4. Alur kegiatan.
Alur Kegiatan di Instalasi ICU ditunjukkan pada bagan alir berikut :
Ket : boleh ada/tdk, atau Ruang untuk perawatan singkat Tt pasien, monitor set, tiang infus,
12 Min. 9 m2/tt
pasien pasca bedah pasca bedah infusion set, oksigen
dapat dirawat ke
ICU/HCU apabila kondisi
pasien belum stabil.
Ruang tempat penyimpanan
instrumen yang telah disterilkan.
Instumen berada dalam Tromol
tertutup dan disimpan di dalam
Gudang Steril lemari instrument.
13 Sesuai kebutuhan Lemari instrumen, Tromol
(;clean utility) Bahan-bahan lain seperti linen, kasa
steril dan kapas yang telah
disterilkan juga dapat disimpan di
ruangan ini.
3. Persyaratan Khusus
1. Jalan masuk barang-barang steril harus terpisah dari jalan keluar
barang-barang & pakaian kotor.
2. Koridor steril (;steril corridor) dipisahkan/ tidak boleh bersilangan
alurnya dengan koridor kotor (;dirty corridor)
3. Pembagian daerah sekitar kamar bedah:
(1) Zona 1, Tingkat Resiko Rendah (Normal)
Zona ini terdiri dari area resepsionis (ruang administrasi dan
pendaftaran), ruang tunggu keluarga pasien, janitor dan ruang
utilitas kotor.
Zone ini mempunyai jumlah partikel debu per m3>3.520.000
partikel dengan dia. 0,5 ȝm (ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom
standards Tahun 1999).
Tabel 2.4.1.6
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Instalasi Kebidanan dan Penyakit Kandungan
Besaran
Nama Ruangan Fungsi Kebutuhan Fasilitas
No. Ruang / Luas
@ KM/WC
KM/WC (petugas, pasien,
29. KM/WC pria/wanita luas Kloset, wastafel, bak air
pengunjung)
2 m2 – 3 m2
Ruang tempat penyimpanan
30. Janitor peralatan kebersihan/cleaning Min. 3 m2 Kloset, wastafel, bak air
service.
Tempat untuk parkir brankar selama
31. Parkir Brankar tidak ada kegiatan pelayanan pasien Min. 2 m2 Brankar
atau selama tidak diperlukan.
3. Persyaratan Khusus
1. Letak bangunan instalasi kebidanan dan penyakit kandungan harus
mudah dicapai, disarankan berdekatan dengan instalasi gawat darurat,
ICU dan Instalasi Bedah Sentral, apabila tidak memiliki ruang operasi
atau ruang tindakan yang memadai.
2. Bagunan harus terletak pada daerah yang tenang/ tidak bising.
3. Ruang bayi dan ruang pemulihan ibu disarankan berdekatan untuk
memudahkan ibu melihat bayinya, tapi sebaiknya dilakukan dengan
sistem rawat gabung.
4. Memiliki sistem sirkulasi udara yang memadai dan tersedia pengatur
kelembaban udara untuk kenyamanan termal.
5. Memiliki sistem proteksi dan penanggulangan terhadap bahaya
kebakaran.
6. Terdapat pintu evakuasi yang luas dengan fasilitas ramp apabila letak
instalasi kebidanan dan penyakit kandungan tidak pada lantai dasar.
7. Harus disediakan pintu ke luar tersendiri untuk jenazah dan bahan kotor
yang tidak terlihat oleh pasien dan pengunjung.
8. Limbah padat medis yang dihasilkan dari kegiatan kebidanan dan
penyakit kandungan ditempatkan pada wadah khusus berwarna kuning
bertuliskan limbah padat medis infeksius kemudian dimusnahkan di
incenerator.
9. Untuk persyaratan ruang operasi kebidanan dapat dilihat pada poin
2.4.1.5
Pengantar
Ruang Ganti & Pasien
Loker Administrasi & Pendaftaran Ruang Tunggu
Pasien
Ruang Operasi
Ruang Pemulihan
Pulang
2. Ruang Fisioterapi Aktif Ruang tempat pasien melakukan Min. 50 m2 Treadmill, parallel bars, ergocycle,
6. a. Ruang Senam kegiatan senam (misalnya senam exercise bicycle, dan peralatan
(Gymnasium) stroke, senam jantung, senam diabetes, senam lainnya.
senam pernafasan, senam asma,
senam osteoporosis, dll.
b. Ruang Hidroterapi Ruangan yang didalamnya terdapat Min. 25 m2/kolam Perlengkapan hidroterapi
(Dilengkapi ruang satu (atau lebih) kolam renang / bak 4-12 m2 (untuk
ganti pakaian, rendam hidroterapi yang dilengkapi ruang ganti
KM/WC, terpisah dengan fasilitas penghangat air (Water pakaian)
antara pasien wanita Heater Swimming Pool) dan pemutar
& pria) arus ( Whirpool System) bila ada.
TERAPI OKUPASI
Fasilitas tergantung dari jenis
okupasi yang akan diselenggarakan,
Misalnya :
ruangan dalam rumah (dapur,
kamar mandi, ruang makan, ruang
@ jenis okupasi tamu, ruang tidur),
Ruang tempat terapis okupasi
Ruang Terapi Okupasi 6-30 m2 kantor (ruang kerja, bengkel, ruang
melakukan terapi kepada pasien
studio),
tempat Ibadah, kasir,
model ruangan kendaraan
(misalnya : tempat naik dan duduk
pada bis umum, ruang mengemudi
mobil dan motor), dll
area bermain yang dilengkapi
pelindung-pelindung khusus
Ruangan tempat Terapis Okupasi
7. (misalnya : busa dilapis kulit sintetis)
melakukan terapi secara (umumnya) Tergantung
Ruang Sensori Integrasi pada daerah-daerah yang keras
kelompok kepada pasien anak untuk peralatan SI yang
(SI) Anak. (misalnya: tiang, dinding & lantai)
merangsang panca-indera serta gerak disediakan
serta daerah bersudut yang cukup
motorik halus dan kasar.
tajam (misalnya: tepi meja, tepi
ayunan, sudut - sudut dinding).
Ruangan tempat Terapis Okupasi
melakukan terapi perangsangan audio- lampu fiberoptik berpelindung dan
visual (umumnya pada anak) dalam akuarium Flexyglass yang mampu
Ruang Relaksasi /
suatu ruangan tertutup yang dilengkapi mengeluarkan cahaya multi warna
Perangsangan Audio- Sesuai kebutuhan
dengan sarana audio-visual maupun secara bergantian, televisi, bantal,
Visual
benda-benda bercahaya. Ruangan ini tempat duduk, bola keseimbangan,
juga merupakan ruangan relaksasi bagi dll
pasien.
Daerah Okupasi Terapi Suatu daerah terbuka hijau/taman yang Pararell Bar’s dengan variasi
Tergantung
Terbuka/ Taman Terapetik juga digunakan sebagai daerah Latihan permukaan pijakan yang berbeda-
peralatan yang
Terapi Okupasi Dewasa (dan Anak) beda, seperti batu-batuan, semen,
disediakan
Ket : Boleh ada/tidak berupa suatu jalur jalan (Walking Track) pasir dan ubin keramik untuk
3. Persyaratan Khusus
Pada dasarnya tata ruang Unit Rehabilitasi Medik ditetapkan atas dasar:
1. Lokasi mudah dicapai oleh pasien, disarankan letaknya dekat dengan
instalasi rawat jalan/ poliklinik dan rawat inap.
2. Ruang tunggu dapat dicapai dari koridor umum dan dekat pada loket
pendaftaran, pembayaran dan administrasi.
4. Alur kegiatan.
3. Persyaratan Khusus
1. Setiap tempat tidur/ tempat duduk pasien dilengkapi dengan minimal inlet
air steril dan outlet pembuangan air dari mesin dialisis.
2. Setiap tempat tidur/ tempat duduk pasien juga dilengkapi dengan bed
head unit, minimal terdiri dari outlet suction, Oksigen, stop kontak listrik
dengan suplai Catu Daya Pengganti Khusus(CDPK = UPS) dan 2 buah
stop kontak biasa, tombol panggil perawat (nurse call).
3. Ruangan harus mudah dibersihkan, tidak menggunakan warna-warna
yang menyilaukan.
4. Memiliki sistem pembuangan air yang baik.
Pengantar
Administrasi dan Pasien
Pendaftaran Ruang Tunggu
Pasien
Ruang Konsultasi
Pulang
3. Persyaratan Khusus
Persyaratan teknis mengenai bangunan untuk menyelenggarakan pelayanan
radioterapi harus mengacu pada persyaratan yang ditetapkan oleh
BAPETEN.
Ruang tempat penyuntikan/ pemberian Sink, meja, kursi pasien dan kursi
5. Ruang Pemberian Dosis Sesuai Kebutuhan
dosis radiofarmaka ke tubuh pasien. petugas.
Ruang tempat pasien menunggu setelah
6. Ruang Tunggu Pasien Sesuai Kebutuhan Sofa, washtafel
pemberian dosis radiofarmaka.
Ruang tempat melakukan tindakan dengan
Ruang Probe & Counting
7. probe. Min. 12 m2 Probe & Counting System
System
Ruang tempat menyiapkan dosis
Ruang Penyiapan dan Sink, banker/lemari khusus simpan
radiofarmaka untuk pasien, dilengkapi juga
8. Penyimpanan Sesuai Kebutuhan radioisotop, glass box untuk
dengan tempat penyimpanan radioisotope
Radiofarmaka penyiapan dosis radiofarmaka.
dan ruang generator Tc-99m
Ruang tempat dekontaminasi petugas
9. Ruang Dekontaminasi Sesuai Kebutuhan Sink, shower, dll
setelah menyiapkan radiofarmaka.
Ruang Istirahat Dokter &
10. Ruang tempat istirahat dokter dan petugas Sesuai Kebutuhan Sofa, kursi, meja, pantri
Petugas
@ KM/WC
11. KM/WC petugas & pasien KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
m2 – 3 m2
Ruang penyimpanan
12. sementara limbah Jelas, sesuai nama ruangan Sesuai Kebutuhan Kontainer khusus
radioaktif padat
Kedokteran Nuklir Madya
II.
Adalah kedokteran nuklir Pratama ditambah ruangan-ruangan dibawah ini :
3. Persyaratan Khusus
x Lokasi instalasi farmasi harus menyatu dengan sistem pelayanan RS.
x Antara fasilitas untuk penyelenggaraan pelayanan langsung kepada
pasien, distribusi obat dan alat kesehatan dan manajemen dipisahkan.
x Harus disediakan penanganan mengenai pengelolaan limbah khusus
sitotoksis dan obat berbahaya untuk menjamin keamanan petugas,
pasien dan pengunjung.
x Harus disediakan tempat penyimpanan untuk obat-obatan khusus seperti
Ruang untuk obat yang termolabil, narkotika dan obat psikotropika serta
obat/ bahan berbahaya.
x Gudang penyimpanan tabung gas medis (Oksigen dan Nitrogen) Rumah
Sakit diletakkan pada gudang tersendiri (di luar bangunan instalasi
farmasi).
x Tersedia ruang khusus yang memadai dan aman untuk menyimpan
dokumen dan arsip resep.
x Mengingat luasnya area RS kelas B, maka untuk memudahkan
pengunjung RS mendapatkan pelayanan kefarmasian, disarankan
memiliki apotek-apotek satelit dengan fasilitas yang sama dengan apotek
utama.
Konter
Apotek
Ruang Administrasi,
Penerimaan & Distribusi Obat
3. Alur Barang
R. Administrasi,
Ruang Administrasi, Gudang Perbekalan dan Alat (Distribusi Obat
(Penerimaan Obat & Medis dan Barang
Barang Perbekalan) Perbekalan)
Depo Obat Khusus
Ruangan Tunggu Pasien Ruangan pasien & pengantar pasien Tempat duduk, televisi & Telp umum
1. 1~1,5 m2/ orang
& Pengantar Pasien menunggu diberikannya pelayanan medik. (bila RS mampu),
Ruangan untuk staf melaksanakan tugas
Alat tulis kantor, meja+kursi, loket,
Ruang Administrasi dan administrasi dan personalia dan ruangan
2. 3~5 m2/ petugas lemari, telepon, faksimili, komputer,
Rekam Medis. untuk penyimpanan sementara berkas film
printer, dan alat perkantoran lainnya.
pasien yang sudah dievaluasi.
Ruang tempat pasien melakukan
Loket Pendaftaran, Rak/lemari berkas, meja, kursi,
pendaftaran, tempat pembayaran dan
3. pembayaran dan 3~5 m2/ petugas komputer, printer, dan alat
sebagai tempat mengambil hasil
pengambilan hasil perkantoran lainnya.
pemeriksaan
Ruangan tempat membaca film hasil
diagnosa pasien dan tempat pasien
4. Ruang Konsultasi Dokter Sesuai Kebutuhan Meja, kursi, film viewer.
konsultasi medis dengan Dokter spesialis
radiologi.
Ruangan kerja dan penyimpanan alat ahli Lemari alat monitor radiologi, kursi,
5. Ruang ahli fisika medis Sesuai Kebutuhan
fisika medis meja, wastafel.
Ruang Pemeriksaan
a. General Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 12 m2 General X-Ray unit (bed dan
diagnostik umum standing unit dengan bucky)
b. Tomografi Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 12 m2 X-Ray Tomografi unit (bed dan/
diagnostik tomografi (jaringan lunak) standing unit dengan bucky)
c. Fluoroskopi Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 12 m2 X-Ray Fluoroskopi unit, bed unit
diagnostik fluoroskopi dengan bucky
d. Ultra SonoGrafi (USG) Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 9 m2 General USG unit dengan multi
diagnostik jaringan lunak menggunakan probe sesuai kebutuhan pelayanan
USG RS.
e. Angiografi Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 9 m2/bed unit X-Ray angiografi unit, bed unit
diagnostik angiografi dengan bucky, Monitor
6. f. CT-Scan Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 12 m2 CT-Scan, meja pasien (;automatic
komputer tomografi adjustable patient table)
g. MRI (; Magnetic Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 18 m2 MRI, meja pasien (;automatic
Resonance Imaging) diagnostik dengan menggunakan alat MRI adjustable patient table)
3. Persyaratan Khusus
Lokasi ruang radiologi mudah dicapai, berdekatan dengan instalasi gawat
darurat, laboratorium, ICU, dan instalasi bedah sentral.
Sirkulasi bagi pasien dan pengantar pasien disarankan terpisah dengan
sirkulasi staf.
Ruang konsultasi dilengkapi dengan fasilitas untuk membaca film.
Dinding/pintu mengikuti persyaratan khusus sistem labirin proteksi
radiasi.
Ruangan gelap dilengkapi exhauster.
Persyaratan pengkondisian udara :
a. Suhu sejuk dan nyaman lingkungan ialah pada 22 ~ 26 OC dengan
tekanan seimbang.
b. Kelembaban udara pada ruang radiasi/pemeriksaan/penyinaran ialah
antara 45~60%.
Tersedia pengelolaan limbah radiologi khusus.
4. Alur kegiatan.
1. Alur Pasien
PASIEN
- Poliklinik
- Bagian/Inst. Lain
- Dr. Praktek
- Puskesmas
Umum ASKES/
Jamsostek/JPS
Ruang Pemeriksaan
Hasil Interpretasi
(R. Konsultasi Dokter)
3. Persyaratan Khusus
Letak laboratorium/sub laboratorium mudah dijangkau, disarankan untuk
gedung RS bertingkat, laboratorium terletak pada lantai dasar, dan dekat
dengan instalasi rawat jalan, instalasi bedah, ICU, Radiologi dan
Kebidanan. Untuk laboratorium forensik letaknya di daerah non publik
(bukan area umum).
Dinding dilapisi oleh bahan yang mudah dibersihkan, tidak licin dan
kedap air setinggi 1,5 m dari lantai (misalnya dari bahan keramik atau
porselen).
Lantai dan meja kerja laboratorium dilapisi bahan yang tahan terhadap
bahan kimia dan getaran serta tidak mudah retak.
Akses masuk petugas dengan pasien/pengunjung disarankan terpisah.
Pada tiap-tiang ruang laboratorium dilengkapi sink (wastafel) untuk cuci
tangan dan tempat cuci alat
Harus mempunyai instalasi pengolahan limbah khusus.
Pendaftaran
Lengkapi Berkas
Loket Pembayaran
Tim Pengendali
Pengambilan Sample/
Pemeriksaan Nota Persetujuan
Ruang Tunggu
Hasil
Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) merupakan suatu unit pelayanan di rumah
sakit yang bertanggung jawab atas tersedianya darah untuk transfusi yang
aman, berkualitas dan dalam jumlah yang cukup untuk mendukung pelayanan
kesehatan di rumah sakit.
3. Persyaratan Khusus
1. Laboratorium skrining darah dilengkapi bak pencuci (sink) untuk
membersihkan peralatan laboratorium.
4. Alur kegiatan.
Keluarga cari
pendonor
Pemeriksaan Darah
Persediaan Tidak Pendonor
Darah ada/
tidak
Pengambilan Darah
dari Pendonor
Ya
Ruangan Tunggu Pasien Ruangan pasien & pengantar pasien Tempat duduk, televisi & Telp umum
1. 1~1,5 m2/ orang
& Pengantar Pasien menunggu diberikannya pelayanan medik. (bila RS mampu),
Ruangan untuk staf melaksanakan tugas
Alat tulis kantor, meja+kursi, loket,
Ruang Administrasi dan administrasi dan personalia dan ruangan
2. 3~5 m2/ petugas lemari, telepon, faksimili, komputer,
Rekam Medis. untuk penyimpanan sementara berkas film
printer, dan alat perkantoran lainnya.
pasien yang sudah dievaluasi.
Ruang tempat pasien melakukan
Loket Pendaftaran, Rak/lemari berkas, meja, kursi,
pendaftaran, tempat pembayaran dan
3. pembayaran dan 3~5 m2/ petugas komputer, printer, dan alat
sebagai tempat mengambil hasil
pengambilan hasil perkantoran lainnya.
pemeriksaan
Ruangan tempat membaca film hasil
diagnosa pasien dan tempat pasien
4. Ruang Konsultasi Dokter Sesuai Kebutuhan Meja, kursi, film viewer.
konsultasi medis dengan Dokter spesialis
radiologi.
5. Ruang Kepala IDT Ruangan kerja kepala IDT Sesuai Kebutuhan Lemari, meja, kursi dll
Ruang Pemeriksaan
Ruang tempat melaksanakan kegiatan
a. Ultra SonoGrafi (USG) diagnostik jaringan lunak menggunakan Min. 9 m2/ bed unit General USG unit dengan multi
USG probe sesuai kebutuhan pelayanan
RS.
b. Ultra SonoGrafi (USG) 3D Ruang tempat melaksanakan kegiatan
diagnostik jaringan lunak menggunakan Min. 9 m2/bed unit USG 3 Dimensi unit.
USG 3D
d. Electro Cardiograph (EKG) Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 9 m2/bed unit EKG Unit, bed, dll
diagnostik jaringan lunak menggunakan
Electro Cardiograph (EKG)
6.
e. Endoscopy Ruang tempat melaksanakan kegiatan Sesuai Kebutuhan Endoscopy unit
(Dilengkapi ruang kontrol menegakkan diagnosis dan mengobati
dan ruang mesin) kelainan atau penyakit saluran cerna atas
maupun saluran cerna bawah
f. Electroenchepalograph Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 9 m2/bed unit EEG unit
(EEG) diagnostik jaringan lunak menggunakan
Electroenchepalograph (EEG)
g. Echo Cardio Sonografi Ruang tempat melaksanakan kegiatan Sesuai Kebutuhan Echo Cardio Sonografi unit
diagnostik jaringan lunak menggunakan
Echo Cardio Sonografi
3. Persyaratan Khusus
Lokasi IDT mudah dicapai, berdekatan dengan instalasi rawat jalan.
Ruang konsultasi dilengkapi dengan fasilitas untuk membaca film.
Persyaratan pengkondisian udara :
a. Suhu sejuk dan nyaman lingkungan ialah pada 22 ~ 26 OC dengan
tekanan seimbang.
b. Kelembaban udara pada ruang radiasi/pemeriksaan/penyinaran ialah
antara 45~60%.
Umum ASKES/
Jamsostek/JPS
3. Persyaratan Khusus
1. Kapasitas ruang jenazah minimal memiliki jumlah lemari pendingin 1%
dari jumlah tempat tidur (pada umumnya 1 lemari pendingin dapat
menampung r4 jenazah)/ tergantung kebutuhan.
2. Ruang jenazah disarankan mempunyai akses langsung dengan
beberapa instalasi lain yaitu instalasi gawat darurat, Instalasi Kebidanan
dan Penyakit Kandungan, Instalasi Rawat Inap, Instalasi Bedah Sentral,
dan Instalasi ICU/ICCU.
3. Area tertutup, tidak dapat diakses oleh orang yang tidak berkepentingan.
4. Area yang merupakan jalur jenazah disarankan berdinding keramik,
lantai kedap air, tidak berpori, mudah dibersihkan.
5. Akses masuk-keluar jenazah menggunakan daun pintu ganda/ double.
6. Disediakan garasi ambulan koroner/ mobil jenazah.
7. Disarankan disediakan lahan parkir khusus untuk pengunjung rumah
duka, jumlah disesuaikan dengan kebutuhan.
4. Alur kegiatan.
Alur kegiatan pada Instalasi Pemulasaraan Jenazah adalah sebagai berikut :
Non-Infeksius
Ruang
Area
Pemulasaraan
Duka
Jenazah RS Area
Infeksius Dekontaminasi
3. Persyaratan Khusus
Lokasi Instalasi CSSD memiliki akesibilitas pencapaian langsung dari
Instalasi Bedah Sentral, ICU, Ruang Isolasi, Laboratorium dan Instalasi
Pencucian Linen) dan terpisah dari sirkulasi pasien.
Sirkulasi udara/ventilasi pada bangunan instalasi CSSD dibuat
sedemikian rupa agar tidak terjadi kontaminasi dari tempat penampungan
bahan dan instrumen kotor ke tempat penyimpanan bahan dan instrumen
bersih/steril.
Persyaratan ruang dekontaminasi adalah sebagai berikut :
Tekanan udara pada ruang dekontaminasi adalah harus negatif
supaya udara dalam ruangan tidak mengkotaminasi udara pada
ruangan lainnya, pengantian udara 10 kali per jam (Air Change Hour-
ACH : 10 times)
Suhu dan kelembaban ruangan yang direkomendasikan adalah :
suhu 180C – 220C, Kelembaban udara : 35% -75%.
Persyaratan gudang steril adalah sebagai berikut :
Tekanan udara positif dengan efisiensi filtrasi partikular antara 90% –
95% (untuk partikular berukuran 0,5 mikron)
Suhu dan kelembaban ruangan yang direkomendasikan adalah :
suhu 180C – 220C, Kelembaban udara : 35% -75%.
4. Alur kegiatan.
Alur kegiatan pada Instalasi Sterilisasi Pusat (CSSD) adalah sebagai berikut:
Sortir (pencatatan
volume dan jenis barang) Pengemasan &
Pelabelan
Perendaman
STERILISASI
Pencucian
Pengeringan
Tidak
Kontrol Indikator
Sortir (Layak Ya
disterilkan/ tidak) Ya
3. Persyaratan Khusus
1. Mudah dicapai, dekat dengan Instalasi Rawat Inap sehingga waktu
pendistribusian makanan bisa merata untuk semua pasien.
2. Letak dapur diatur sedemikian rupa sehingga kegaduhan (suara) dari
dapur tidak mengganggu ruangan disekitarnya.
3. Tidak dekat dengan tempat pembuangan sampah dan kamar jenazah.
4. Lantai harus dari bahan yang tidak berpori dan tidak licin.
5. Mempunyai area masuk bahan makanan mentah yang tidak bersilangan
dengan alur makanan jadi.
6. Harus mempunyai pasokan air bersih yang cukup dan memenuhi
persyaratan baku mutu air minum.
7. Pada area pengolahan makanan harus mempunyai langit-langit yang
tinggi dilengkapi ventilasi untuk pembuangan udara panas selama proses
pengolahan.
8. Pada dapur bangunan bertingkat harus disediakan fan pembuangan
(exhaust fan) dengan kapasitas ekstraksi minimal 60 Liter/detik yang
hanya boleh dioperasikan pada waktu memasak.
9. Harus dilengkapi dengan sistem proteksi kebakaran.
R. Penyimpanan Bahan
Makanan Basah
Ruang Persiapan
Ruang Pencucian
Peralatan
R. Penyajian Makanan
Distribusi Makanan,
Dan Minuman
4. Alur kegiatan.
Alur kegiatan pada Instalasi Pencucian Linen adalah sebagai berikut :
Perbaikan Linen
Ruang Dekontaminasi
Bak Desinfeksi
(Perendaman) Melipat Linen
Bak Pembilasan
Akhir
R.Penyimpanan
Linen Bersih
3. Persyaratan Khusus
1. Lokasi incenerator dan IPAL jauh dari area pelayanan pasien dan
instalasi dapur rumah sakit.
2. Lingkungan sekitar incenerator dan IPAL harus dijaga jangan sampai
orang yang tidak berkepentingan memasuki area tersebut.
3. Segera dilakukan pembakaran limbah padat medis.
4. Pembuangan abu hasil pembakaran incenerator harus dilakukan secara
periodik.
5. Area Penampungan sementara limbah padat non-medis harus dijaga
kebersihan dan kerapihannya.
6. Bagi rumah sakit yang pemusnahan limbah padat medisnya di luar
rumah sakit, harus mengikuti persyaratan sebagai berikut :
a. Menyediakan tempat penampungan sementara limbah padat medis
dan limbah tersebut harus setiap hari diangkut dan dibuang keluar
rumah sakit.
b. Bila pengangkutan dan pembuangan limbah padat medis dilakukan
lebih dari 1 hari maka pewadahan dan area penampungan
sementaranya harus tertutup/ terisolasi. Waktu toleransi limbah padat
medis dengan kondisi tersebut maksimal 3 hari.
c. Area penampungan sementara limbah padat medis harus senantiasa
dijaga kebersihan dan kerapihannya.
Ruang ICU
Instalasi Sanitasi Laboratorium
KesLing
Instalasi Rawat Inap
3. Persyaratan Khusus
Terletak jauh dari daerah perawatan dan gedung penunjang medik,
sebaiknya diletakan di daerah servis karena banyak menimbulkan
kebisingan.
4. Alur kegiatan.
Alur kegiatan pada Bengkel Mekanikal dan Elektrikal adalah sebagai berikut :
Barang Rusak
Gudang
Barang Keluar
3. Persyaratan Khusus
Penempatan area penunjang umum dan administrasi sedapat mungkin
mudah dicapai.
1
Ernst Neufert, Data Arsitek Edisi Kedua, Penerbit Erlangga, 1995
(3) Memenuhi persyaratan Peraturan Daerah setempat (tata kota yang berlaku).
3.1.3 Zonasi.
Pengkategorian pembagian area atau zonasi rumah sakit adalah zonasi
berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit, zonasi berdasarkan
privasi dan zonasi berdasarkan pelayanan.
(1) Zonasi berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit terdiri
dari :
area dengan risiko rendah, yaitu ruang kesekretariatan dan
administrasi, ruang komputer, ruang pertemuan, ruang arsip/rekam
medis.
area dengan risiko sedang, yaitu ruang rawat inap non-penyakit
menular, rawat jalan.
area dengan risiko tinggi, yaitu ruang isolasi, ruang ICU/ICCU,
laboratorium, pemulasaraan jenazah dan ruang bedah mayat, ruang
radiodiagnostik.
area dengan risiko sangat tinggi, yaitu ruang bedah, IGD, ruang
bersalin, ruang patolgi.
(2) Zonasi berdasarkan privasi kegiatan terdiri dari :
area publik, yaitu area yang mempunyai akses langsung dengan
lingkungan luar rumah sakit, misalkan poliklinik, IGD, apotek).
area semi publik, yaitu area yang menerima tidak berhubungan
langsung dengan lingkungan luar rumah sakit, umumnya merupakan
area yang menerima beban kerja dari area publik, misalnya
laboratorium, radiologi, rehabilitasi medik.
area privat, yaitu area yang dibatasi bagi pengunjung rumah sakit,
umumnya area tertutup, misalnya seperti ICU/ICCU, instalasi bedah,
instalasi kebidanan dan penyakit kandungan, ruang rawat inap.
(3) Zonasi berdasarkan pelayanan terdiri dari :
Zona Pelayanan Medik dan Perawatan yang terdiri dari : Instalasi
Rawat Jalan (IRJ), Instalasi Gawat Darurat (IGD), Instalasi Rawat
Inap (IRNA), Instalasi Perawatan Intensif (ICU/ICCU/PICU/NICU),
Instalasi Bedah, Instalasi Rehabilitasi Medik (IRM), Instalasi
Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Unit Hemodialisa, Instalasi
Radioterapi, Instalasi Kedokteran Nuklir, Unit Transfusi Darah (Bank
Darah).
Zona Penunjang dan Operasional yang terdiri dari : Instalasi Farmasi,
Instalasi Radiodiagnostik, Laboratorium, Instalasi Diagnostik Terpadu
(IDT), Instalasi Sterilisasi Pusat (;Central Sterilization Supply
Dept./CSSD), Dapur Utama, Laundri, Pemulasaraan Jenazah dan
Forensik, Instalasi Sanitasi, Instalasi Pemeliharaan Sarana (IPS).
Zona Penunjang Umum dan Administrasi yang terdiri dari : Bagian
Kesekretariatan dan Akuntansi, Bagian Rekam Medik, Bagian
Logistik/ Gudang, Bagian Perencanaan dan Pengembangan
GEDUNG B
GEDUNG
D
GEDUNG A
SERVICE
UTILITAS
MASJID
(11) Site Plan atau Tata letak instalasi-instalasi berdasarkan zoning dan
peruntukan bangunan yang telah direncanakan. Contoh dapat dilihat pada
gambar 2.3.2-d.
4.1. Atap.
4.1.1 Umum.
Atap harus kuat, tidak bocor, tahan lama dan tidak menjadi tempat perindukan
serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.
4.2. Langit-langit.
(1) Umum.
Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah dibersihkan.
(2) Persyaratan langit-langit.
(a) Tinggi langit-langit di ruangan, minimal 2,80 m, dan tinggi di selasar
(koridor) minimal 2,40 m.
(b) Rangka langit-langit harus kuat.
(c) Bahan langit-langit antara lain gipsum, acoustic tile, GRC (Grid
Reinforce Concrete), bahan logam/metal.
4.3.1 Umum.
Dinding harus keras, rata, tidak berpori, tidak menyebabkan silau, tahan api,
kedap air, tahan karat, tidak punya sambungan (utuh), dan mudah dibersihkan.
4.4. Lantai.
4.4.1 Umum.
Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak licin,
warna terang, dan mudah dibersihkan.
4.6. Pintu.
4.6.1 Umum.
Pintu adalah bagian dari suatu tapak, bangunan atau ruang yang merupakan
tempat untuk masuk dan ke luar dan pada umumnnya dilengkapi dengan
penutup (daun pintu).
4.6.2 Persyaratan.
(1) Pintu ke luar/masuk utama memiliki lebar bukaan minimal 120 cm atau
dapat dilalui brankar pasien, dan pintu-pintu yang tidak menjadi akses
pasien tirah baring memiliki lebar bukaan minimal 90 cm.
(2) Di daerah sekitar pintu masuk sedapat mungkin dihindari adanya ramp
atau perbedaan ketinggian lantai.
(3) Pintu Darurat
Setiap bangunan RS yang bertingkat lebih dari 3 lantai harus dilengkapi
dengan pintu darurat.
Lebar pintu darurat minimal 100 cm membuka kearah ruang tangga
penyelamatan (darurat) kecuali pada lantai dasar membuka ke arah
luar (halaman).
Jarak antar pintu darurat dalam satu blok bangunan gedung maksimal
25 m dari segala arah.
(4) Pintu khusus untuk kamar mandi di rawat inap dan pintu toilet untuk
aksesibel, harus terbuka ke luar (lihat gambar 3.9.1), dan lebar daun pintu
minimal 85 cm.
4.7.1 Umum.
Fasilitas sanitasi yang aksesibel untuk semua orang (tanpa terkecuali
penyandang cacat, orang tua dan ibu-ibu hamil) pada bangunan atau fasilitas
umum lainnya
4.7.2 Persyaratan.
(1) Toilet umum.
(a) Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup
untuk masuk dan keluar oleh pengguna.
(b) Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian
pengguna ( 36 ~ 38 cm).
(c) Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin. Lantai tidak boleh
menggenangkan air buangan.
(d) Pintu harus mudah dibuka dan ditutup.
(e) Kunci-kunci toilet atau grendel dipilih sedemikian sehingga bisa
dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat
Jenis pembumian :
1. Pembumian langsung
2. Pembumian tidak langsung
5.4.5 Pemeliharaan
1) Pada ruang panel hubung bagi, harus terdapat ruang yang cukup untuk
memudahkan pemeriksaan, perbaikan dan pelayanan, serta diberi ventilasi
cukup.
2) Pemeliharaan instalasi listrik harus dilaksanakan dan diperiksa setiap lima
tahun serta dilaporkan secara tertulis kepada instansi yang berwenang.
3) Pembangkit/sumber daya listrik darurat secara periodik harus dihidupkan
untuk menjamin agar pembangkit tersebut dapat dioperasikan bila
diperlukan.
(f) Untuk instalasi tata udara sentral, udara segar harus dimasukkan
melalui mesin pengolah udara sentral.
(g) Untuk sistem tata udara individu, seperti unit jendela dan unit split,
udara segar boleh dimasukkan langsung ke dalam ruangan.
(h) Kebutuhan udara segar untuk penggunaan umum pada ruangan
yang dikondisikan dengan sistem tata udara dapat digunakan nilai
minimum 280 Liter/menit untuk setiap penghuni, atau minimum 160
Liter/menit per m2 luas lantai, dipilih mana yang memeberikan nilai
lebih besar.
(i) Ruangan yang dilengkapi dengan ventilasi mekanik harus diberikan
pertukaran udara minimal 6 (enam) kali per jam.
Suhu Kelembaban
No. Ruang atau Unit Tekanan
(0C) (%)
1 Operasi 19 – 24 45 – 60 Positif
2 Bersalin 24 – 26 45 – 60 Positif
3 Pemulihan/perawatan 22 – 24 45 – 60 Seimbang
4 Observasi bayi 21 – 24 45 – 60 Seimbang
5 Perawatan bayi 22 – 26 35 - 60 Seimbang
6 Perawatan premature 24 – 26 35 - 60 Positif
7 ICU 22 – 23 35 - 60 Positif
8 Jenazah/Otopsi 21 – 24 - Negative
9 Penginderaan medis 19 – 24 45 – 60 Seimbang
10 Laboratorium 22 – 26 35 - 60 Positif
11 Radiologi 22 – 26 45 – 60 Seimbang
12 Sterilisasi 22 – 30 35 - 60 Positif
13 Dapur 22 – 30 35 - 60 Seimbang
14 Gawat Darurat 19 – 24 45 – 60 Positif
15 Administrasi, pertemuan 21 – 24 - Seimbang
16. Ruang luka baker 24 – 26 35 - 60 Positif
Tabel 5.6 – Tabel Indeks Pencahayaan Menurut Jenis Ruang atau Unit
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 101
(6) Penyediaan Fasilitas air panas dan uap terdiri atas Unit Boiler, sistem
perpipaan dan kelengkapannya untuk distribusi ke daerah pelayanan.
(7) Dalam rangka pengawasan kualitas air maka RS harus melakukan
inspeksi terhadap sarana air minum dan air bersih minimal 1 (satu) tahun
sekali.
(8) Pemeriksaan kimia air minum dan atau air bersih dilakukan minimal 2 (dua)
kali setahun (sekali pada musim kemarau dan sekali pada musim hujan),
titik sampel yaitu pada penampungan air (;reservoir) dan keran terjauh dari
reservoir.
(9) Kualitas air yang digunakan di ruang khusus, seperti ruang operasi.
(10) RS yang telah menggunakan air yang sudam diolah seperti dari PDAM,
sumur bor dan sumber lain untuk keperluan operasi dapat melakukan
pengolahan tambahan dengan cartridge filter dan dilengkapi dengan
desinfeksi menggunakan ultra violet.
(11) Ruang Farmasi dan Hemodialisis : yaitu terdiri dari air yang dimurnikan
untuk penyiapan obat, penyiapan injeksi dan pengenceran dalam
hemodialisis.
(12) Tersedia air bersih untuk keperluan pemadaman kebakaran dengan
mengikuti ketentuan yang berlaku.
(13) Sistem Plambing air bersih/minum dan air buangan/kotor mengikuti
persyaratan teknis sesuai SNI 03-6481-2000 atau edisi terbaru, Sistem
Plambing 2000.
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 103
khusus atau vakum, maka ketentuan tersebut hanya berlaku bagi gas
tersebut.
(c) Sistem yang sudah ada yang tidak sepenuhnya memenuhi ketentuan
ini boleh tetap digunakan sepanjang pihak yang berwenang telah
memastikan bahwa penggunaannya tidak membahayakan jiwa.
(d) Potensi bahaya kebakaran dan ledakan yang berkaitan dengan
sistem perpipaan sentral gas medik dan sistem vakum medik harus
dipertimbangkan dalam perancangan, pemasangan, pengujian,
pengoperasian dan pemeliharaan sistem ini.
(j) Pengoperasian sistem pasokan sentral.
1) Tidak dibenarkan menggunakan adaptor atau fiting konversi untuk
menyesuaikan fiting khusus suatu gas ke fiting gas lainnya.
2) Tidak dibenarkan merubah fiting/soket/adaptor yang telah sesuai
dengan spesifikasi gas medik.
3) Tidak dibenarkan penggunaan silinder tanpa warna dan
penandaan yang disyaratkan.
4) Hanya silinder gas medik dan perlengkapannya yang boleh
disimpan dalam ruangan tempat sistem pasokan sentral atau
silinder gas medik.
5) Tidak dibenarkan menyimpan bahan mudah menyala, silinder
berisi gas mudah menyala atau yang berisi cairan mudah
menyala, di dalam ruang penyimpanan gas medik.
6) Bila silinder terbungkus pada saat diterima, pembungkus tersebut
harus dibuang sebelum disimpan.
7) Tutup pelindung katup harus dipasang erat pada tempatnya bila
silinder sedang tidak digunakan.
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 105
(c) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada
bangunan rumah sakit harus mempertimbangkan jenis kegiatan,
penggunaan peralatan, dan/atau sumber bising lainnya baik yang
berada pada bangunan gedung maupun di luar bangunan rumah sakit.
(d) Setiap bangunan rumah sakit dan/atau kegiatan yang karena fungsinya
menimbulkan dampak kebisingan terhadap lingkungannya dan/atau
terhadap bangunan rumah sakit yang telah ada, harus meminimalkan
kebisingan yang ditimbulkan sampai dengan tingkat yang diizinkan.
(e) Untuk kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan rumah sakit
harus dipenuhi standar tata cara perencanaan kenyamanan terhadap
kebisingan pada bangunan gedung.
(f) Persyaratan kebisingan untuk masing-masing ruangan/ unit dalam RS
adalah sebagai berikut :
Tabel 5.9 – Tabel Indeks Kebisingan Menurut Jenis Ruang atau Unit2
Maksimum Kebisingan (Waktu pemaparan 8 jam dan
No. Ruang atau Unit
satuan dBA)
Ruang pasien
1 - saat tidak tidur 45
- saat tidur 40
2 R. Operasi umum 45
3 Anastesi, pemulihan 45
4 Endoscopy, lab 65
5 Sinar X 40
6 Koridor 40
7 Tangga 45
8 Kantor/Lobi 45
9 Ruang Alat/ Gudang 45
10 Farmasi 45
11 Dapur 78
12 Ruang Cuci 78
13 Ruang Isolasi 40
14 Ruang Poli Gigi 80
2
Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan RS.
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 107
5.11.1 Ramp.
(1) Umum.
Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan
tertentu, sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan
tangga. Fungsi dapat digantikan dengan lift (fire lift)
UU RI No. 28 tahun 2002 tentang bangunan gedung bagian ketiga pasal 18 perihal persyaratan keselamatan
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 109
Gambar 5.11.1.e – Kemiringan sisi lebar ramp.
4.11.2 Tangga.
(1) Umum.
Tangga merupakan fasilitas bagi pergerakan vertikal yang dirancang
dengan mempertimbangkan ukuran dan kemiringan pijakan dan tanjakan
dengan lebar yang memadai.
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 111
(5) Pegangan rambat harus mudah dipegang dengan ketinggian 65 cm ~
80 cm dari lantai, bebas dari elemen konstruksi yang mengganggu,
dan bagian ujungnya harus bulat atau dibelokkan dengan baik ke
arah lantai, dinding atau tiang.
(6) Pegangan rambat harus ditambah panjangnya pada bagian ujung-
ujungnya (puncak dan bagian bawah) dengan 30 cm.
(7) Untuk tangga yang terletak di luar bangunan, harus dirancang
sehingga tidak ada air hujan yang menggenang pada lantainya.
(1) Umum.
Lift merupakan fasilitas lalu lintas vertikal baik bagi petugas RS maupun
untuk pasien. Oleh karena itu harus direncanakan dapat menampung
tempat tidur pasien.
(2) Persyaratan.
(1) Ukuran lift rumah sakit minimal 1,50 m x 2,30 m dan lebar pintunya
tidak kurang dari 1,20 m untuk memungkinkan lewatnya tempat tidur
dan stretcher bersama-sama dengan pengantarnya.
(2) Lif penumpang dan lift service dipisah bila dimungkinkan.
(3) Jumlah, kapasitas, dan spesifikasi lif sebagai sarana hubungan
vertikal dalam bangunan gedung harus mampu melakukan pelayanan
yang optimal untuk sirkulasi vertikal pada bangunan, sesuai dengan
fungsi dan jumlah pengguna bangunan RS.
(4) Setiap bangunan RS yang menggunakan lif harus tersedia lif
kebakaran yang dimulai dari lantai dasar bangunan (ground floor).
(5) Lif kebakaran dapat berupa lif khusus kebakaran/lif penumpang
biasa/lif barang yang dapat diatur pengoperasiannya sehingga dalam
keadaan darurat dapat digunakan khusus oleh petugas kebakaran.
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 113
(2) Persyaratan Teknis.
(a) Fasilitas dan aksesibilitas meliputi toilet, tempat parkir, telepon
umum, jalur pemandu, rambu dan marka, pintu, ramp, tangga, dan lif
bagi penyandang cacat dan lanjut usia.
(b) Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas disesuaikan dengan fungsi,
luas, dan ketinggian bangunan RS.
6.1 Pedoman teknis ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan oleh pengelola
fasilitas pelayanan kesehatan, penyedia jasa konstruksi, Pemerintah Daerah, dan
instansi yang terkait dengan kegiatan pengaturan dan pengendalian
penyelenggaraan pembangunan bangunan fasilitas pelayanan kesehatan, guna
menjamin kesehatan penghuni bangunan dan lingkungan terhadap bahaya
penyakit.
6.2 Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau yang bersifat alternatip, serta
penyesuaian Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B oleh
masing-masing daerah disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan
daerah.
6.3 Sebagai pedoman/ petunjuk pelengkap, dapat digunakan Standar Nasional
Indonesia (SNI) terkait lainnya.
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 115
KEPUSTAKAAN
10. G.D. Kunders, Hospitals, Facilities Planning and Management, Tata McGraw-Hill
Publishing Company Limited, 2004.
11. Ernst Neufert (Alih Bahasa : Sjamsu Amril), Data Arsitek, Edisi kedua, Jilid 1,
Penerbit Erlangga, 1995.
BAB- II Pedoman Teknis Arsitektur Dan Struktur Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit
2.1 Umum 12
2.2 Alur Sirkulasi Kegiatan Ruangan Operasi 12
2.3 Pembagian Zona Pada Sarana Ruang Operasi Rumah Sakit 15
2.4 Aksesibilitas Dan Hubungan Antar Ruang 17
2.5 Kebutuhan Ruang 18
2.6 Sarana Evakuasi Dan Aksesibilitas Penyandang Cacat 31
2.7 Persyaratan Struktur Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit 32
BAB - IV Penutup 51
Kepustakaan 52
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
BAB – I
KETENTUAN UMUM
1.4 Pengertian.
1.4.1 Bangunan gedung.
konstruksi bangunan yang diletakkan secara tetap dalam suatu lingkungan, di atas tanah/perairan,
ataupun di bawah tanah/perairan, tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk tempat
tinggal, berusaha, maupun kegiatan sosial dan budaya.
1.4.3 Prasarana
Benda maupun jaringan/instalasi yang membuat suatu bangunan yang ada bisa berfungsi sesuai
dengan tujuan yang diharapkan.
(2) Pasien melepaskan semua perhiasan dan diserahkan kepada keluarga pasien.
(3) Selanjutnya Pasien dibawa ke ruang persiapan (preperation room)
1.4.12 Kamarbedah.
(1) Kamarbedah digunakan sebagai ruang untuk melakukan tindakan operasi dan atau
pembedahan. Luas ruangan harus cukup untuk memungkinkan petugas bergerak sekeliling
peralatanbedah.Kamarbedah harus dirancang dengan faktor keselamatan yang tinggi.
(2) Di kamarbedah, pasien dipindahkan dari stretcher khusus Ruang Operasi ke meja
operasi/bedah.
(3) Di kamar ini pasien bedah dilakukan pembiusan (anestesi).
(4) Setelah pasien bedah tidak sadar, selanjutnya proses bedah dimulai oleh Dokter Ahli Bedah
dibantu petugas medik lainnya.
1.4.18 ScrubStation.
(1) Scrub station atau scrub up, adalah bak cuci tangan bagi Dokter ahli bedah dan petugas
medik yang akan mengikuti langsung pembedahan di dalam ruang operasi.
(2) Bagi petugas medik yang tidak terlibat tidak perlu mencuci tangannya di scrub station.
(3) Scrub station sebaiknya berada disamping atau di depanruang operasi.
(4) Beberapa persyaratan dari scrub station yang harus dipenuhi, antara lain :
(a) Terdapat kran siku atau kran dengkul, minimal untuk 2 (dua) orang.
(b) Aliran air pada setiap kran cukup.
(c) Dilengkapi dengan ultra violet (UV), water sterilizer.
(d) Dilengkapi dengan tempat cairan desinfektan.
(e) Dilengkapi sikat kuku.
1.4.26 Ventilator.
Ventilator umumnya digunakan di ruang operasi
o dan
n di ruang ICU untuk mengalirka
an ventilasii
mekanis ke e paru-paru
u.
Ventilator berfungsi sebagai
s alat bantu perrnapasan pada
p pasien
n yang dala
am kondisi fisik cukup
p
lemah. Pe enggunaannya di ka amar bedah h bersamaa sama de engan mesin aneste esi, sepertii
ditunjukkann pada gam
mbar 1.4.26..
Ventilator dioperasika an dengan pemipaan sentral gas (oksigen atau udara a tekan) attau silinderr
oksigen, atau dengan n kompreso or udara listrik yang diletakkan di mana saja, jika tersed dia tekanann
sebesar 3,,5 bar samp pai 4 bar. Sistem
S ini cukup
c amann di mana sirkit
s aliran gas dan sirkit gas ke e
pasien sep penuhnya te erpisah, dan tidak ada a aliran gas bertekanann tinggi diallirkan ke pa
asien. Jeniss
alat ini sep
perti ditunjukkkan pada gambar
g 1.44.26
Gamb
bar 1.4.26 : Ventilator dengan
d sum
mber pengg
gerak sentra
al gas.
1.4.28 Alat
A Monito
or
Alat monittor yang umum terda ang operasi berfungsi untuk me
apat di rua erekam aktiivitas listrikk
jantung. Selain
S itu alat
a ini juga
a dilengkap
pi dengan perlengkapa
p an untuk m
memonitor parameter--
parameter tubuh lainn
nya.
1.4.30 Aspirator.
A
Aspirator yang
y digunakan dalam m kamar be edah dapatt dibagi dallam 2 jeniss, yaitu asppirator yang
g
digunakan oleh dokte er bedah untuk
u meng ghisap daraah, atau za at lain dari tubuh pasien selama a
pembedah han disebut aspirator bedah
b (lihatt gambar 1..4.30), dan aspirator yyang diguna
akan dokterr
anestesi untuk
u menghisap lendir di tenggo orokan pasieen disebut aspirator te enggorokan
n. Aspiratorr
tenggorokaan selain digunakan di
d kamar be edah, juga digunakan
d di ruang IC
CU/ICCU da an di ruangg
rawat inap.
1.4.31 Suction Un
nit.
Suction Unnit adalah alat
a yang digunakan
d u
untuk memperoleh daya hisap dengan melaalui pompa
a
suction/vakkum, yang menyatu dengan un nit aspirato
ornya. Peng
ggunaannya
a terutama
a di kamarr
bedah, ata
au dilokasi la
ain, seperti ICU/ICCU dan ruang perawatan.
p
Gambar 2.3.1–Pembagian zona pada bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit
Keterangan :
1= Zona Tingkat Resiko Rendah (Normal)
2= Zona Tingkat Resiko Sedang (Normal dengan Pre Filter)
3= Zona Resiko Tinggi (Semi Steril dengan Medium Filter)
4= Zona Resiko Sangat Tinggi (Steril dengan prefilter, medium filter dan hepa filter, Tekanan Positif)
5= Area Nuklei Steril (Meja Operasi)
(1) Zona 1, Tingkat Resiko Rendah (Normal)
Zona ini terdiri dari area resepsionis(ruang administrasi dan pendaftaran), ruang tunggu
keluarga pasien, janitor danruang utilitas kotor.
Zone ini mempunyai jumlah partikel debu per m3> 3.520.000 partikel dengan diameter 0,5
ȝm (ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).
(2) Zona 2, Tingkat Resiko Sedang (Normal dengan Pre Filter)
Zona ini terdiri dari ruang istirahat dokter dan perawat, ruang plester, pantri petugas,ruang
tunggu pasien (holding), ruang transfer dan ruang loker (ruang ganti pakaian dokter dan
perawat) merupakan area transisi antara zona 1 dengan zone 2.
Contoh denah (layout) dari ruang operasi umum ini seperti ditunjukkan pada gambar
2.5.1.2.A, dan suasananya seperti ditunjukkan pada gambar 2.5.1.2.B.
Area yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan pembedahan umum minimal 42 m2,
dengan ukuran panjang x lebar x tinggi adalah 7mx6mx3m.
(b) Peralatan kesehatan utama minimal yang berada di kamar ini antara lain :
1) 1 (satu) meja operasi (operation table),
2) 1 (satu) set lampu operasi (Operation Lamp), terdiri dari lampu utama dan lampu
satelit.
3) 2 (dua) set Peralatan Pendant (digantung), masing-masing untuk pendan anestesi dan
pendan bedah.
4) 1 (satu) mesin anestesi,
5) Film Viewer.
6) Jam dinding.
7) Instrument Trolley untuk peralatan bedah.
8) Tempat sampah klinis.
9) Tempat linen kotor.
10) dan lain-lain.
(3) Ruang Operasi Besar (Mayor).
(a) Denah (layout).
Kamar Besar menyediakan lingkungan yang steril untuk melakukan tindakan bedah
dengan pembiusan lokal, regional atau total.
Ruang operasi besar dapat digunakan untuk tindakan pembedahan yang
membutuhkan peralatan besar dan memerlukan tempat banyak, termasuk diantaranya
untuk bedah Neuro, bedah orthopedi dan bedah jantung.
4) Tahanan listrik dari bahan penutup lantai ini bisa berubah dengan bertambahnya
umur pemakaian dan akibat pembersihan, oleh karena itu tingkat tahanan listrik
lantai ruang operasi harus diukur tiap bulan, dan harus memenuhi persyaratan
yang berlaku.
5) Permukaan dari semua lantai tidak boleh porous, tetapi cukup keras untuk
pembersihan dengan penggelontoran (flooding), dan pem-vakuman basah.
6) Penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata.
7) Hubungan/ pertemuan antara lantai dengan dinding harus menggunakan bahan
yang tidak siku, tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan lantai
(Hospital plint).
8) Tinggi plint, maksimum 15 cm.
2.5.2.3 “Airlock”.
Jika dibuat menggunakan “airlock” yang menyediakan akses ke ruang operasi, area yang
digunakan sekurang-kurangnya 20 m2.
2.5.3.8 Pantri
Ruang ini mempunyai luasminimal 9 m2.
3.1. Umum.
(1) Setiap prasarana Ruang Operasi Rumah Sakit merupakan pekerjaan instalasi dan jaringan
yang menyatu dengan bangunan dan lingkungannya, sebagian atau seluruhnya berada di
atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang bertujuan memfungsikan bangunan sebagai
tempat perawatan pasien.
(2) Keandalan operasional dari prasarana di dalam ruang operasi bangunan rumah sakit
menjadi dasar perancangan dan pemeliharaan dari instalasi utilitas rumah sakit.
3.2 Prasarana.
3.2.1 Prasarana yang dibutuhkan pada ruang operasi bangunan rumah sakit, meliputi :
(1) Instalasi Mekanikal;
(2) Instalasi Elektrikal;
(3) Instalasi proteksi kebakaran.
(2) Penggunaan rata-rata kamar operasi di rumah sakit tidak lebih dari 8 sampai 12 jam per hari
(kecuali kondisi darurat). Untuk alasan ini dan untuk penghematan energi, sistem
pengkondisian udara harus memungkinkan pengurangan pasokan udara ke beberapa atau
ke semua ruang operasi.
(3) Tekanan positif pada ruang harus tetap dipertahankan pada saat volume berkurang untuk
memastikan kondisi steril tetap terjaga. Konsultasi dengan staf bedah rumah sakit akan
menentukan kelayakan penyediaan fasilitas ini.
(4) Sebuah sistem pembuangan udara atau sistem vakum khusus harus dipasang untuk
menghilangkan buangan gas anestesi.
Sistem vakum medis telah digunakan untuk menghilangkan gas anestesi yang tidak mudah
terbakar. Satu atau lebih outlet mungkin diletakkan di setiap ruang operasi untuk
memungkinkan penyambungan ke slang buangan gas anestesi dari mesin anestesi.
3.3.5 Kebisingan
3.3.5 Getaran.
(1) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap getaran pada bangunan Ruang Operasi
Rumah Sakit, pengelola bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit harus mempertimbangkan
jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/ atau sumber getar lainnya baik yang berada
pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit maupun di luar bangunan Ruang Operasi
Rumah Sakit.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan tingkat kenyamanan terhadap
getaran pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit mengikuti pedoman dan standar teknis
yang berlaku.
3.4.2.2 Jaringan.
(1) Kabel listrik dari peralatan yang dipasang di langit-langit tetapi yang bisa digerakkan, harus
dilindungi terhadap belokan yang berulang-ulang sepanjang rak kabel, untuk mencegah
terjadinya retakan-retakan dan kerusakan-kerusakan pada kabel.
(2) Kolom yang bisa diperpanjang dengan ditarik, menghindari bahaya-bahaya tersebut.
(3) Sambungan listrik pada outlet-outlet harus diperoleh dari sirkit-sirkit yang terpisah. Ini
menghindari akibat dari terputusnya arus karena bekerjanya pengaman lebur atau suatu
sirkit yang gagal yang menyebabkan terputusnya semua arus listrik pada saat kritis.
3.4.2.3 Terminal.
(1) Kotak kontak (stop kontak)
(a) Setiap kotak kontak daya harus menyediakan sedikitnya satu kutub pembumian
terpisah yang mampu menjaga resistans yang rendah dengan kontak tusuk
pasangannya.
(b) Karena gas-gas yang mudah terbakar dan uap-uap lebih berat dari udara dan akan
menyelimuti permukaan lantai bila dibuka, Kotak kontak listrik harus dipasang 5 ft ( 1,5
m) di atas permukaan lantai, dan harus dari jenis tahan ledakan.
(2) Sakelar.
Sakelar yang dipasang dalam sirkit pencahayaan harus memenuhi SNI 04 – 0225 – 2000,
Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2000), atau pedoman dan standar teknis yang
berlaku.
3.4.2.4 Pembumian.
Kabel yang menyentuh lantai, dapat membahayakan petugas.Sistem harus memastikan bahwa
tidak ada bagian peralatan yang dibumikan melalui tahanan yang lebih tinggi dari pada bagian lain
peralatan yang disebut dengan sistem penyamaan potensial pembumian(Equal potential
grounding system).Sistem ini memastikan bahwa hubung singkat ke bumi tidak melalui pasien.
3.4.2.5 Peringatan.
Semua petugas harus menyadari bahwa kesalahan dalam pemakaian listrik membawa akibat
bahaya sengatan listrik, padamnya tenaga listrik, dan bahaya kebakaran.Kesalahan dalam
instalasi listrik bisa menyebabkan arus hubung singkat, tersengatnya pasien, atau petugas.
Bahaya ini dapat dicegah dengan :
(1) Memakai peralatan listrik yang dibuat khusus untuk kamar operasi. Peralatan harus
mempunyai kabel yang cukup panjang dan harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk
menghindari beban lebih.
(2) Peralatan jinjing (portabel), harus segera diuji dan dilengkapi dengan sistem pembumian
yang benar sebelum digunakan.
Tabel 3.4.3.2
Tingkat pencahayaan rata-rata, renderansi, dan temperatur warna yang direkomendasikan
Temperatur Warna
Tingkat Kelompok Warm
Warm < Cool Day
Fungsi ruangan pencahayaan renderasi White 3300
3300 light > 5300
(Lux) warna Kelvin ~
Kelvin Kelvin
5300Kelvin
Ruang tunggu
Ruang rawat inap
Ruang Operasi &
Ruang bersalin
Laboratorium
Ruang Rehabilitasi
Medik
Koridor siang hari
Koridor malam hari
Kantor Staf
Kamar mandi & toilet
pasien
3.4.4.1 Telepon.
Telepon, terutama digunakan untuk komunikasi antara ruang operasi dengan instansi atau
perseorangan yang berada di luar bangunan rumah sakit.
3.4.4.2 Interpon.
Interpon, terutama digunakan untuk hubungan antara ruang di ruang operasi, maupun di luar
ruang operasi, tetapi masih dalam lingkungan rumah sakit.
3.4.4.3 CCTV.
Kamera CCTV diletakkan melekat dengan lampu operasi, dimaksudkan untuk pengambilan video
langsung atau terekam, terhadap kegiatan selama operasi pembedahan.Rekaman dapat dilihat
langsung atau tidak langsung dengan televisi yang diletakkan di ruang rapat, atau ruang-ruang lain
yang dianggap perlu.
4.1 Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Operasi ini diharapkan dapat digunakan
sebagai rujukan oleh pengelola bangunan rumah sakit, penyedia jasa konstruksi, instansi Dinas
Kesehatan, Pemerintah Daerah, dan instansi terkait dengan kegiatan pengaturan dan
pengendalian penyelenggaraan pembangunan bangunan rumah sakit dalam pencegahan dan
penanggulangan serta menjamin keamanan dan keselamatan bangunan rumah sakit dan
lingkungan terhadap bahaya penyakit.
4.2 Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau bersifat alternatif serta penyesuaian
“Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Operasi” oleh masing-masing daerah
disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan di daerah.
4.3 Sebagai pedoman/petunjuk pelengkap dapat digunakan pedoman dan standar teknis
terkait lainnya.
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya kita dapat menyusun Pedoman Teknis Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit.
Ruang Perawatan Intensif (ICU=Intensive Care Unit) adalah bagian dari bangunan rumah
sakit dengan kategori pelayanan kritis, selain instalasi bedah dan instalasi gawat darurat, sehingga
perlu dilakukan pengelolaan bangunan Ruang Perawatan Intensif dengan baik, terpadu dan
memenuhi persyaratan teknis bangunan. Pedoman teknis ini, dimaksudkan sebagai upaya
menetapkan acuan mengenai perencanaan untuk pembangunan dan pengembangan fasilitas fisik
Ruang Perawatan Intensif yang dapat menampung kebutuhan pelayanan dengan memperhatikan
aspek keselamatan, keamanan, kenyamanan dan kemudahan baik bagi pasien maupun pengguna
rumah sakit lainnya.
Sesuai dengan Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pasal 9(b)
menyatakan bahwa persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi,
kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan
bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan usia lanjut.
Dengan demikian kami sangat mengharapkan peran bersama dari stake holder terkait, yaitu
asosiasi profesi, pengelola rumah sakit, konsultan perencanaan rumah sakit dan pihak lainnya
dalam membantu Kementerian Kesehatan mendukung amanat Undang-Undang tersebut.
Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua
pihak yang telah membantu diterbitkannya Pedoman Teknis Ruang Perawatan Intensif Rumah
Sakit. Diharapkan Pedoman Teknis ini dapat menjadi petunjuk agar suatu perencanaan
pembangunan atau pengembangan Ruang Perawatan Intensif di rumah sakit dapat menampung
kebutuhan pelayanan yang memperhatikan aspek keselamatan, keamanan, kenyamanan dan
kemudahan baik bagi pasien maupun pengguna rumah sakit lainnya.
Demikian sambutan kami, selamat dengan telah diterbitkannya Pedoman Teknis Ruang
Perawatan Intensif Rumah Sakit ini, dan semoga dapat meningkatkan mutu fasilitas rumah sakit di
Indonesia.
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat dan
KaruniaNya buku Pedoman Teknis Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit dapat diselesaikan
dengan baik.
Ruang Perawatan Intensif (ICU = Intensive Care Unit) di rumah sakit merupakan salah satu
fungsi yang sangat penting dalam penyelenggaraan pelayanan medik di fasilitas pelayanan
kesehatan. Fungsi bangunan Ruang Perawatan Intensif dikualifikasikan berdasarkan tingkat
privasi, tingkat kebersihan ruangan serta tingkat aksesibilitas, sehingga perlu dilakukan
pengelolaan bangunan Ruang Perawatan Intensif dengan baik, terpadu dan memenuhi
persyaratan teknis bangunan.
Penyusunan “Persyaratan Teknis Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit” ini merupakan
salah satu upaya untuk mendukung Undang-Undang No. 44 tahu 2009 tentang Rumah Sakit, yaitu
dalam rangka memenuhi standar pelayanan dan persyaratan mutu, keamanan dan keselamatan
(life safety) bagi pengguna Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit.
Persyaratan ini disusun dengan partisipasi berbagai pihak termasuk rumah sakit, organisasi
profesi serta instansi terkait baik Pembina maupun pengelola bangunan Ruang Perawatan Intensif
di rumah sakit. Pedoman teknis ini merupakan acuan bagi para pengelola rumah sakit, praktisi
pengelola Ruang Perawatan Intensif di rumah sakit, para perencana atau pengembang rumah
sakit dan pihak lain untuk dapat mengembangkan Ruang Perawatan Intensif di rumah sakit yang
bermutu.
SAMBUTAN iii
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vii
TIM PENYUSUN viii
BAB IV PENUTUP 23
LAMPIRAN 24
DAFTAR PUSTAKA 30
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | vii
TIM PENYUSUN
Penyusun :
1. dr. Rudyanto Sedono, Sp.An Kepala ICU RSCM
2. dr. Hermansyur, Sp.B Direksi RS Pondok Indah
3. Lina Haida, SKM, MM RSUD Tangerang
4. Ir. Handoyo Tanjung Ikatan Ahli Fisika Bangunan Indonesia (IAFBI).
5. Ir. Arie Soeharto, IAI Ikatan Arsitek Indonesia
6. dr. Anwarul Dit. Bina Yanmed Spesialistik
7. dr. Suhartono, Sp.B(K)Vas Sekjen IKABI
8. drg. Hendro Harry Tjahjono, M.Sc Direksi RS Kanker Dharmais
9. dr. Priyono PH, Sp.An RSPAD Gatot Subroto
10. dr. Aries Perdana, Sp.An RSUP dr. Cipto Mangunkusumo
11. Ir. Soekartono Suwarno, PII Persatuan Insinyur Indonesia (PII).
12. Jusuf Umar, Dipl. Ing Konsultan / PT. Aneka Gas
13. Tommy Pagaribuan, ST.,MT Dinas P2B DKI Jaya
14. Ir. Rakhmat Nugroho, MBAT Kepala BPFK Surabaya
15. Dr. Henry Tjandra Direksi Eka Hospital
16. R. Aryo Seto Isa, ST KEMKES
17. Erwin Burhanuddin, ST KEMKES
18. Siti Ulfa Chanifah, ST KEMKES
19. Romadona, ST KEMKES
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28
Bagian H, ayat (1) telah menegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan
kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Ruang Perawatan Intensif (;ICU=Intensive Care Unit) adalah bagian dari bangunan
rumah sakit dengan kategori pelayanan kritis, selain instalasi bedah dan instalasi gawat
darurat. Ruang Perawatan Intensif merupakan instalasi pelayanan khusus di rumah sakit
yang menyediakan pelayanan yang komprehensif dan berkesinambungan selama 24 jam.
Dalam rangka mewujudkan Ruang Perawatan Intensif yang memenuhi standar pelayanan
dan persyaratan mutu, keamanan dan keselamatan perlu didukung oleh bangunan dan
prasarana (utilitas) yang memenuhi persyaratan teknis.
C. SASARAN
Pedoman teknis ini diharapkan menjadi acuan bagi pengelola, pelaksana dan
konsultan perencana rumah sakit dalam membuat perencanaan Ruang Perawatan Intensif
sehingga masing-masing pihak dapat mempunyai persepsi yang sama.
D. PENGERTIAN
1. Sarana/bangunan
Wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat dan
kedudukannya, sebagian atau seluruhnya yang berada di atas tanah/perairan, ataupun
di bawah tanah/perairan, tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian
maupun tempat tinggal, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya maupun kegiatan
khusus.
2. Prasarana
Benda maupun jaringan/instalasi yang membuat suatu sarana yang ada bisa berfungsi
sesuai dengan tujuan yang diharapkan
4. Bangunan instalasi.
Gabungan/kumpulan dari ruang-ruang/kamar-kamar di unit rumah sakit yang saling
berhubungan dan terkait satu sama lain dalam rangka pencapaian tujuan pelayanan
kesehatan.
A. PERSYARATAN ARSITEKTUR .
1. KEBUTUHAN RUANG
Kebutuhan ruang pada daerah rawat pasien, terdiri dari :
a. Ruang administrasi.
Ruang untuk menyelenggarakan kegiatan administrasi khususnya pelayanan
pendaftaran dan rekam medik internal pasien di Ruang Perawatan Intensif.
Ruang ini berada pada bagian depan Ruang Perawatan Intensif dengan
dilengkapi loket atau Counter, meja kerja, lemari berkas/arsip dan
telepon/interkom.
l. Parkir troli.
Tempat untuk parkir trolley selama tidak ada kegiatan pelayanan pasien atau
selama tidak diperlukan.
m. Ruang Ganti Penunggu Pasien dan Ruang Ganti Petugas (pisah pria
wanita) (termasuk di dalamnya Loker).
(1) Tempat ganti pakaian, meletakkan sepatu/alas kaki sebelum masuk daerah
rawat pasien dan sebaliknya setelah keluar dari ruang rawat pasien, yang
diperuntukkan bagi staf medis maupun non medis dan pengunjung.
(2) Fasilitas mencuci tangan untuk pengunjung pasien dan untuk petugas harus
disediakan, lengkap dengan sabun antiseptik (;general prequotion).
(3) Kontainer/wadah khusus baju pelindung bekas pakai harus disediakan,
karena baju pelindung tidak boleh digunakan lebih dari sekali.
b. Alur Pasien :
(1) Pasien masuk ICU berasal dari Instalasi Rawat Inap, Instalasi Gawat
Darurat, Instalasi Bedah.
(2) Pasien ke luar dari daerah rawat pasien menuju :
(a) ruang rawat inap bila memerlukan perawatan lanjut, atau
(b) pulang ke rumah, bila dianggap sudah sehat.
(c) ke ruang jenazah bila pasien meninggal dunia.
c. Alur Alat/Material :
(1) Alat/Material kotor dikeluarkan dari ruang rawat pasien ke ruang utilitas
kotor.
(2) Sampah/limbah padat medis dikirim ke Incinerator. Sampah/limbah padat
non medis domestik dibuang ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS)
rumah sakit.
(3) Linen kotor dikirim ke ruang cuci/ laundry dan kemudian dikirim ke CSSD
(Central Sterilized Support Departement).
(4) Instrumen/peralatan bekas pakai dari ruang rawat dibersihkan dan
disterilkan di Instalasi CSSD.
(5) Instrumen/linen/bahan perbekalan yang telah steril disimpan di ruang
utilitas bersih.
b. Komponen dinding.
Komponen dinding memiliki persyaratan sebagai berikut :
(1) dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca dan tidak berjamur.
(2) lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak mengandung pori-
pori) sehingga dinding tidak menyimpan debu.
(3) warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata.
(4) Hubungan/pertemuan antara dinding dengan dinding harus tidak siku, tetapi
melengkung untuk memudahkan pembersihan.
c. Komponen langit-langit.
Komponen langit-langit memiliki persyaratan sebagai berikut :
(1) harus mudah dibersihkan, tahan terhadap segala cuaca, tahan terhadap air,
tidak mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien, serta tidak
berjamur.
(2) memiliki lapisan penutup yang bersifat non porosif (tidak berpori) sehingga
tidak menyimpan debu.
(3) berwarna cerah, tetapi tidak menyilaukan pengguna ruangan.
1. UMUM
(1) Setiap sarana Ruang Perawatan Intensif merupakan pekerjaan konstruksi yang
menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di
atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat
perawatan pasien dalam kondisi kritis/belum stabil yang memerlukan
pemantauan khusus dan terus menerus (intensif).
(2) Fungsi sarana bangunan Ruang Perawatan Intensif dikualifikasikan berdasarkan
tingkat privasi, tingkat sterilitas serta tingkat aksesibilitas.
A. UMUM
(1) Setiap prasarana bangunan Ruang Perawatan Intensif merupakan pekerjaan
instalasi dan jaringan yang menyatu dengan bangunan dan lingkungannya, sebagian
atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang bertujuan
memfungsikan sarana bangunan sebagai tempat perawatan pasien dalam kondisi
kritis/belum stabil yang memerlukan pemantauan khusus dan terus menerus
(intensif).
(2) Fungsi prasarana bangunan Ruang Perawatan Intensif dikualifikasikan berdasarkan
tingkat privasi, tingkat sterilitas serta tingkat aksesibilitas.
c. Sistem kelistrikan.
1) Sumber daya listrik.
Sumber daya listrik pada bangunan Ruang Perawatan Intensif, termasuk
katagori “sistem kelistrikan esensial 3”, di mana sumber daya listrik
normal (PLN) dilengkapi dengan sumber daya listrik siaga dan darurat
untuk menggantikannya, bila terjadi gangguan pada sumber daya listrik normal.
2) Jaringan.
(1) Kabel listrik dari peralatan yang dipasang di langit-langit tetapi yang bisa
digerakkan, harus dilindungi terhadap belokan yang berulang-ulang
sepanjang track, untuk mencegah terjadinya retakan-retakan dan
kerusakan-kerusakan pada kabel.
(2) Kolom yang bisa diperpanjang dengan ditarik, menghindari bahaya-
bahaya tersebut.
(3) Sambungan listrik pada kotak kontak harus diperoleh dari sirkit-sirkit yang
terpisah. Ini menghindari akibat dari terputusnya arus karena bekerjanya
pengaman lebur atau suatu sirkit yang gagal yang menyebabkan
terputusnya semua arus listrik pada saat kritis.
3) Terminal.
(1) Kotak Kontak (stop kontak)
(a) Setiap kotak kontak daya harus menyediakan sedikitnya satu kutub
pembumian terpisah yang mampu menjaga resistans yang rendah
dengan kontak tusuk pasangannya.
(b) Karena gas-gas yang mudah terbakar dan uap-uap lebih berat dari
udara dan akan menyelimuti permukaan lantai bila dibuka, Kotak
kontak listrik harus dipasang + 1,25 m di atas permukaan lantai, dan
harus dari jenis tahan ledakan.
(c) Jumlah kotak kontak untuk setiap tempat tidur di daerah pelayanan
kritis, minimal 6 buah khusus untuk peralatan medik yang
membutuhkan daya listrik besar (diluar ventilator, suction, monitor)
misalnya Syringe pump.
1. Sistem ventilasi.
(a) Untuk memenuhi persyaratan sistem ventilasi, bangunan Ruang Perawatan
Intensif harus mempunyai ventilasi alami dan/atau ventilasi mekanik/ buatan
sesuai dengan fungsinya dan tingkat kontaminasi oleh lingkungan sekitar
bangunan Ruang Perawatan Intensif.
2. Sistem pencahayaan.
(a) Bangunan Ruang Perawatan Intensif harus mempunyai pencahayaan alami
dan/atau pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan
fungsinya.
(b) Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi bangunan dan
fungsi masing-masing ruang di dalam bangunan Ruang Perawatan Intensif.
(c) Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang
dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam bangunan Ruang Perawatan
Intensif dengan mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi, dan
penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau pantulan.
(d) Pencahayaan buatan yang digunakan untuk pencahayaan darurat harus
dipasang pada bangunan Ruang Perawatan Intensif dengan fungsi tertentu,
serta dapat bekerja secara otomatis dan mempunyai tingkat pencahayaan
yang cukup untuk evakuasi yang aman.
(e) Semua sistem pecahayaan buatan, kecuali yang diperlukan untuk
pencahayaan darurat, harus dilengkapi dengan pengendali manual, dan/atau
otomatis, serta ditempatkan pada tempat yang mudah dibaca dan dicapai,
oleh pengguna ruang.
(f) Pencahayaan umum disediakan dengan lampu yang dipasang di langit-langit.
(g) Pencahayaan ruangan dapat menggunakan lampu fluorescent, penggunaan
lampu-lampu recessed disarankan karena tidak mengumpulkan debu.
(h) Pencahayaan harus didistribusikan rata dalam ruangan.
Tabel-3
Daya listrik maksimum untuk pencahayaan
Daerah penunjang 15
(i) Penggunaan lampu yang mempunyai efikasi lebih tinggi dan menghindari
pemakaian lampu dengan efikasi rendah. Disarankan menggunakan lampu
fluoresent dan lampu pelepas gas lainnya.
(j) Pemilihan armature/fixture yang mempunyai karakteristik distribusi
pencahayaan sesuai dengan penggunaannya, mempunyai efisiensi yang
tinggi dan tidak mengakibatkan silau atau refleksi yang mengganggu.
(k) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan sistem pencahayaan pada bangunan Ruang Perawatan Intensif
mengikuti pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.
(1) Sistem pembuangan limbah padat medis dan non medis harus terpisah
pewadahannya dan tertutup sesuai jenis limbahnya mengacu pada
Keputusan Menteri Kesehatan No. 1204 /MENKES/SK/X/ Tahun 2004
tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
(1) Sistempenyaluranairhujanpadabangunandidaerahresapanairhujanharus
diserapkankedalamtanahpekarangandan/ataudialirkankesumurresapan.
Untukdaerahyangbukandaerahresapanmakaairhujandialirkankejaringan
drainaselingkungan/kotasesuaidenganketentuanyangberlaku.
(2) Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain yang dapat
diterima, maka penyaluran air hujan harus dilakukan dengan cara lain yang
dibenarkanolehinstansiyangberwenang.
(3) Sistem penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah terjadinya
endapandanpenyumbatanpadasaluran.
2. Kebisingan
(a) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan
Ruang Perawatan Intensif, pengelola bangunan Ruang Perawatan Intensif
harus mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/atau
sumber bising lainnya baik yang berada pada bangunan Ruang Perawatan
Intensif maupun di luar bangunan Ruang Perawatan Intensif.
(b) Penjelasan lebih lanjut mengenai tingkat kenyamanan terhadap kebisingan
pada bangunan rumah sakit dapat dilihat pada Pedoman Sarana Dan
Prasarana Rumah Sakit Kelas C Tahun 2009, Pedoman Fasilitas Rumah Sakit
Kelas B Tahun 2010.
3. Getaran.
(a) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap getaran pada bangunan
Ruang Perawatan Intensif, pengelola bangunan Ruang Perawatan Intensif
harus mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/atau
sumber getar lainnya baik yang berada pada bangunan Ruang Perawatan
Intensif maupun di luar bangunan Ruang Perawatan Intensif.
(b) Penjelasan lebih lanjut mengenai tingkat kenyamanan terhadap getaran pada
bangunan rumah sakit dapat dilihat pada Pedoman Sarana Dan Prasarana
Rumah Sakit Kelas C Tahun 2009, Pedoman Fasilitas Rumah Sakit Kelas B
Tahun 2010.
3. Sarana evakuasi.
(a) Penjelasan mengenai sarana evakuasi dapat dilihat pada Pedoman Sarana
Dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C Tahun 2009, Pedoman Fasilitas Rumah
Sakit Kelas B Tahun 2010.
4. Aksesibilitas.
(a) Penjelasan mengenai aksesibilitas bagi penyandang cacat dapat dilihat pada
Pedoman Sarana Dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C Tahun 2009, Pedoman
Fasilitas Rumah Sakit Kelas B Tahun 2010.
PENUTUP
(1) Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Bangunan Instalasi ICU ini diharapkan dapat
digunakan sebagai rujukan oleh pengelola bangunan rumah sakit, penyedia jasa konstruksi,
instansi Dinas Kesehatan, Pemerintah Daerah, dan instansi terkait dengan kegiatan
pengaturan dan pengendalian penyelenggaraan pembangunan bangunan rumah sakit dalam
pencegahan dan penanggulangan dan guna menjamin keamanan dan keselamatan
bangunan rumah sakit dan lingkungan terhadap bahaya penyakit.
(2) Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau bersifat alternatif serta penyesuaian
“Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Bangunan Instalasi ICU” pada bangunan rumah
sakit oleh masing-masing daerah disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan di
daerah.
(3) Sebagai pedoman/petunjuk pelengkap dapat digunakan pedoman dan standar teknis terkait
lainnya.
Besaran
No. Nama Ruangan Fungsi Ruang / Kebutuhan Alat
Luas (+)
Pos Sentral Perawat/ Ruang untuk melakukan 8 - 16 m2 (dengan Kursi, meja, lemari obat, lemari barang
stasi perawat/ nurse perencanaan, pengorganisasian, memperhatikan habis pakai.
station. asuhan dan pelayanan sirkulasi tempat
keperawatan selama 24 jam (pre tidur pasien
dan post conference, pengaturan didepannya)
2
jadwal), dokumentasi s/d evaluasi
pasien. Pos perawat harus terletak
di pusat blok yang dilayani agar
perawat dpt mengawasi pasiennya
secara efektif.
Ruang Dokter terdiri dari 2 bagian :
8 - 16 m2 Sofa, lemari, meja/kursi, wastafel,
3 R. Dokter Jaga 1. Ruang kerja. dilengkapi toilet
2. Ruang istirahat/ kamar jaga.
4 Ruang Istirahat Petugas Ruang istirahat petugas medik. 2.5 m2/ petugas Sofa, lemari, meja/kursi
Ruang tunggu keluarga Tempat keluarga/ pengantar Tempat duduk, televisi & Telp umum
14 Min. 5 m2/ pasien
pasien. pasien menunggu. (bila RS mampu),
@ KM/WC
Toilet (petugas,
16 KM/WC pria/wanita luas 2
pengunjung)
m2 – 3m2
Gambar L5C
Contoh Model Peralatan di ruang ICU Neonatal menggunakan bedhead
Gambar L1 – Contoh Model Ruang Rawat Pasien ICU dengan ceiling pendant
7. American Society of Heating, Refrigerating and Air Conditioning Engineers, HVAC Design
Manual for Hospitals and Clinics, 2003 edition, ASHRAE.
Bangunan ruang rawat inap di rumah sakit merupakan salah satu faktor yang sangat penting
dalam penyelenggaraan pelayanan medik di sarana pelayanan kesehatan, sehingga perlu
dilakukan pengelolaan bangunan instalasi rawat inap dengan baik dan terpadu.
Penyusunan buku “Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit : Ruang Rawat Inap” ini
merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan manajerial dan profesional pengelola
instalasi rawat inap di rumah sakit.
Dengan dibakukanya buku Pedoman Teknis ini, maka saat ini tersedia pedoman sebagai
bahan acuan pelaksanaan bagi mereka yang menyelenggarakan pengelolaan dan
perencanaan bangunan instalasi rawat inap di rumah sakit.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu diterbitkannya buku Pedoman Teknis
ini, kami ucapkan terima kasih.
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
DAFTAR ISI
BAGIAN - I Pendahuluan 1
1.1. Latar belakang 1
1.2. Maksud dan tujuan 2
1.3 Sasaran 2
1.4 Batasan dan pengertian 2
BAGIAN - V Penutup 21
Lampiran 22
Kepustakaan 26
Kamar
Laundri
Mayat
Dokter Perawat
Ruang Linen
Ruang Ganti (Loker)
Bersih
Gudang
Ruang Ruang Bersih
Dokter Perawat
Meninggal
Dunia Ruang
Pos Perawat
Konsultasi
Ruang
Linen
Kotor
Ruang Rawat Inap
Spoolhoek &
Gudang Kotor
Pasien
Pulang
Sehat Ruang Tunggu Ruang Administrasi &
Pengantar Pendaftaran
Instalasi Instalasi
Instalasi
Gawat Rawat Instalasi ICU
Bedah
Darurat Jalan
2.1 Lokasi.
(a) Bangunan rawat inap harus terletak pada lokasi yang tenang, aman dan nyaman,
tetapi tetap memiliki kemudahan aksesibiltas atau pencapaian dari sarana
penunjang rawat inap.
(b) Bangunan rawat inap terletak jauh dari tempat-tempat pembuangan kotoran, dan
bising dari mesin/generator.
2. 2 Denah.
(a). Persyaratan umum.
(1). Pengelompokan ruang berdasarkan kelompok aktivitas yang sejenis hingga
tiap kegiatan tidak bercampur dan tidak membingungkan pemakai bangunan.
(2) Perletakan ruangannya terutama secara keseluruhan perlu adanya hubungan
antar ruang dengan skala prioritas yang diharuskan dekat dan sangat
berhubungan/membutuhkan.
(3) Akses pencapaian ke setiap blok/ruangan harus dapat dicapai dengan mudah.
(4). Kecepatan bergerak merupakan salah satu kunci keberhasilan perancangan,
sehingga blok unit sebaiknya sirkulasinya dibuat secara linier/lurus
(memanjang)
(5) Jumlah kebutuhan ruang harus disesuaikan dengan kebutuhan jumlah pasien
yang akan ditampung.
(6) Sinar matahari pagi sedapat mungkin masuk ke dalam ruangan.
(7). Alur petugas dan pengunjung dipisah.
(8) Besaran ruang dan kapasitas ruang harus dapat memenuhi persyaratan
minimal seperti ditunjukkan dalam tabel 2.2.a.8
2.7 Jendela.
Disarankan menggunakan jendela kaca sorong, yang mudah pemeliharaannya, dan
cukup rapat.
5.1 Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit : Ruang Rawat Inap ini diharapkan dapat
digunakan sebagai rujukan oleh pengelola bangunan rumah sakit, penyedia jasa
konstruksi, instansi Dinas Kesehatan, Pemerintah Daerah, dan instansi terkait dengan
kegiatan pengaturan dan pengendalian penyelenggaraan pembangunan bangunan rumah
sakit dalam pencegahan dan penanggulangan dan guna menjamin keamanan dan
keselamatan bangunan rumah sakit dan lingkungan terhadap bahaya penyakit.
5.2 Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau bersifat alternatif serta penyesuaian
“ Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit : Ruang Rawat Inap” pada bangunan rumah
sakit oleh masing-masing daerah disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan
di daerah.
5.3 Sebagai pedoman/petunjuk pelengkap dapat digunakan pedoman dan standar teknis
terkait lainnya.
NOMOR 2306/MENKES/PER/XI/2011
TENTANG
PERSYARATAN TEKNIS PRASARANA
INSTALASI ELEKTRIKAL RUMAH SAKIT
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437), sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
MEMUTUSKAN:
Pasal 2
Persyaratan Teknis Prasarana Instalasi Elektrikal Rumah Sakit sebagaimana tercantum
dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
Pasal 3
(1) Pelaksanaan Persyaratan Teknis Instalasi Elektrikal Rumah Sakit di Daerah diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Daerah yang berpedoman pada Peraturan ini.
(2) Dalam hal Daerah belum mempunyai peraturan daerah sebagaimana pada ayat
(1) maka pelaksanaan persyaratan teknis prasarana Instalasi Elektrikal Rumah
Sakit berpedoman pada Peraturan ini.
(3) Dalam hal Daerah Telah mempunyai Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sebelum Peraturan ini di berlakukan maka Peraturan daerah
tersebut harus menyesuaikan peraturan ini.
Pasal 4
(1) Dalam melaksanakan pembinaan tentang Prasarana Instalasi Elektrikal Rumah
Sakit, Pemerintah melakukan Peningkatan Kemampuan aparat Pemerintah
Propinsi, Pemerintah kabupaten / kota maupun masyarakat dalam memenuhi
persyaratan Teknis sebagaimana dimaksud untuk terwujudnya Prasarana Instalasi
Elektrikal Rumah Sakit yang Andal.
(3) Terhadap aparat Pemenrintah, pemerintah Propinsi, dan kabupaten / kota yang
bertugas dalam penentuan dan pengendalian Prasarana Instalasi elektrikal yang,
melakukan pelanggaran dalam peraturan ini dikenakan sangsi sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 5
Semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan persyaratan teknis prasarana
instalasi elektrikal rumah sakit sepanjang tdak bertentangan dengan peraturan ini,
dinyatakan tetap berlaku.
Pasal 6
(1) Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
MENTERI KESEHATAN,
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | vii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A Latar Belakang 1
B Pengertian 1
1 Lokasi Medik
2 Pasien
3 Perlengkapan Listrik Medik
4 Bagian Terapan
5 Kelompok Lokasi
6 Prosedur Intrakardiak
7 Sistem Listrik Medik
8 Lingkungan Pasien
9 Panel Distribusi Utama
10 Sistem IT Medik
C Maksud Dan Tujuan 4
D Ruang Lingkup 5
BAB IX PENUTUP 79
PENYUSUN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 81
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Pengertian
1. Lokasi medik,
2. Pasien,
adalah perlengkapan listrik yang dilengkapi dengan tidak lebih dari satu
hubungan ke jaringan suplai khusus dan dimaksudkan untuk mendiagnosis,
merawat atau memantau pasien di bawah supervisi medik dan yang :
4. Bagian terapan,
5. Kelompok lokasi.
8. Lingkungan pasien,
adalah setiap ruang dimana dapat terjadi sentuh sengaja atau tak sengaja
antara pasien dan bagian sistem atau antara pasien dan orang lain yang
menyentuh bagian sistem. [untuk ilustrasi lihat gambar I.B.8]
CATATAN Hal ini berlaku jika posisi pasien ditentukan sebelumnya, jika tidak, semua posisi
pasien sebaiknya dipertimbangkan.
CATATAN Dimensi yang terlihat tidak sebenarnya
9.. Pan
P nel dis
strribu
usii uttam
ma,
adalah
h panel da
alam
m ged
g dun
ng yan
y g me
meme
enu
uhi se
em
mua
a fu
ung
gsi disstribusi listtrikk
utam
ma un
ntu
uk are
a ea ba
ang
gun
nan
n, sup
s plaii ya
ang
g dig
d unaka
an un
ntu
uk itu
i daan dim
ma
ana
a
drop
p volta
ase
e diuk
d kurr un
ntuk me
m ngo
ope
era
asik
kan
n la
aya
ana
an kesselam
mattan.
10
0. Sist
S temm IT
Tmmedik
k,
adalah
h sis
s tem
m lisstrik
k IT yyang mem
mpu
unyyai per
p sya
ara
atan
n sp
pes
sifikk unt
u tukk
penera
apa
an me
edik.
C. M ksud
Mak dddan
nTTujjua
ann
1.. Pers
P syaara
atan
n Te
ekn
nis P
Pra
asa
aran
na Insttala
asii Ele
ektrika
al R
Rum
mah
h Sa
akit inii
dima
akssud
dka
an sseb
bag
gai acu
a uan
n da
alam
m pe
em
men
nuh
han
n pe
ersy
yarrata
an niss
tekn
prassarrana insttala
asi ele
ekttrik
kal untukk mew
m wujjud
dkan pra
p asaran
na ins
stalas
si e
elekktrikall
Rum
R mah
h Sa
S kit ya
ang
g berku
ualiitass, se
esuai de
eng
gan
n ffungsinyya, anda
al, se
era
asi,,
se
ela
arass den
d nga
an ling
gku
ung
gan
nnyya.
D. Ruang Lingkup
Catatan:
Mungkin perlu untuk memodifikasi instalasi listrik yang ada, sesuai dengan persyaratan ini,
apabila terjadi pergantian pemanfaatan lokasi. Sebaiknya diambil tindakan khusus jika
dilaksanakan prosedur intrakardiak dalam instalasi yang ada.
a. Bab I : Pendahuluan;
e. Bab VI : Verifikasi;
h. Bab IX : Penutup.
Klasifikasi lokasi medik harus dibuat dengan kesepakatan dari staf medik,
organisasi kesehatan terkait atau badan yang bertanggung jawab untuk
keselamatan karyawan sesuai dengan peraturan. Untuk menentukan klasifikasi
lokasi medik, perlu agar staf medis menyatakan prosedur medik apa yang akan
berada di dalam lokasi. Berdasarkan pada penggunaan yang dimaksudkan,
klasifikasi yang sesuai untuk lokasi harus ditentukan (kemungkinan bahwa lokasi
medik tertentu digunakan untuk tujuan yang berbeda yang memerlukan kelompok
yang lebih tinggi yang harus ditetapkan oleh manajemen risiko).
CATATAN 1 Klasifikasi lokasi medis sebaiknya berkaitan pada jenis kontak antara bagian terapan
dan pasien, maupun untuk tujuan apa lokasi tersebut digunakan.
CATATAN 2 Bagian terapan ditentukan oleh standar tertentu untuk perlengkapan listrik medik.
Untuk desain yang ekonomis dan andal dari instalasi dalam batas termal dan
batas penurunan tegangan (drop voltage), penentuan kebutuhan maksimum
adalah penting. Pada penentuan kebutuhan maksimum instalasi atau bagian
instalasi, dapat diperhitungkan keragaman.
Catatan:
a) Dalam hal susunan fase tunggal 2-kawat yang didapat dari susunan
trifase 4-kawat, dua konduktor adalah dua konduktor lin atau konduktor
lin dan konduktor netral atau konduktor lin dan konduktor PEN.
b) Pada instalasi dengan semua beban dihubungkan antara fase,
pemasangan konduktor netral mungkin tidak diperlukan.
2) Susunan konduktor penghantar arus pada sirkit a.s.
Catatan :
Catatan :
1) Gambar II.B.2.b.1).a).(1) – 1 hingga gambar II.B.2.b.3) – 2 memperlihatkan
contoh sistem trifase yang umum digunakan. Gambar II.B.2.b.4).a) - A hingga
gambar II.B.2.b.4).e) – B memperlihatkan contoh sistem a.s. yang umum
digunakan.
2) Garis titik-titik menunjukkan bagian sistem yang tidak dicakup dalam ruang
lingkup persyaratan, sedang garis menunjukkan bagian yang dicakup
persyaratan.
3) Untuk sistem privat, sumber dan/atau sistem distribusi dapat dianggap sebagai
bagian instalasi dalam cakupan pengertian persyaratan ini. Untuk hal ini,
gambar tersebut dapat lengkap digambarkan dengan garis.
4) Kode yang digunakan mempunyai arti berikut:
Huruf pertama – berkaitan dengan sistem daya ke bumi:
T = hubungan langsung sebuah titik ke bumi;
I = semua bagian aktif diisolasi dari bumi; atau satu titik dihubungkan ke
bumi melalui impedans tinggi.
Huruf kedua – Berkaitan dengan bagian konduktif terbuka (BKT) instalasi ke
bumi.
T = hubungan listrik langsung dari BKT ke bumi, tidak tergantung pada
pembumian sembarang titik sistem daya.
N = hubungan listrik langsung BKT ke titik sistem daya yang dibumikan
(dalam sistem a.b., titik yang dibumikan dari sistem daya secara normal
adalah titik netral atau, jika titik netral tidak ada, konduktor lin).
Huruf berikutnya (jika ada) – Susunan konduktor netral dan konduktor proteksi.
S = fungsi proteksi diberikan oleh konduktor yang terpisah dari konduktor
netral atau dari konduktor lin yang dibumikan (atau dalam sistem a.b.
fase yang dibumikan).
C = fungsi netral dan proteksi digabung dalam konduktor tunggal (konduktor
PEN).
a
a) S stem sumb
Sis berr tu
ung
gga
al
S
Sisstem
m da
aya
a TN
T me
m mp
pun
nya
ai sattu tittik ya
ang
g dib
bum
mik
kan
n
langsung
g pad
p da su
umber, BK
KT ins
stalassi dih
d ubungka
an ke
e titikk
ttersseb
butt mel
m alu
ui kon
k ndu
ukttor prrote
ekssi. Tig
ga je
eniss sist
s temm TN
TN
d
diperttimbangkan
n se
esu
uai sus
s unan kon
k ndu
ukto
or netrral dan
d n
p
pro
otek
ksi, se
eba
aga
ai ber
b riku
ut:
((1) Sis
S stem
m TN-S
S, digu
d unaaka
an ko
ond
duk
kto
or prrote
ekssi ya
ang
g
ter
t pis
sah
h pa
ada
a sselu
uruh ssisttem
m. Lih
L at ga
amb
barr
B.2.b.1)a
II.B a).((1) – 1.
Cat
C tata
an :
Unt
U tuk sim
mbo
ol, lihatt pe
enje
elasan yan
ng d
dibe
erik
kan pad
da b
butir II.B.2
2.b.
G mb
Gam bar II.B
B.2
2.b.1).a).(1) - 1
Sist
S temm TN-
T -S den
d nga
an ko
ond
dukktorr ne
etra
al ddann kondukto
or pro
p tek
ksi terrpis
sah
h pada selu
s uruuh
ssisttem
m.
CA
ATA
ATA
AN gam
mbar II.B
I B.2.b
b.1)).a)).(1)) – 1 : Pem
mbum
mia
an ta
amb
bah
han da
ari PE
P pad
p da in
nsta
alassi dapa
at dibe
d erika
an.
Gambar II.B.2.b.1).a).(1) - 3
Sistem TN-S dengan konduktor proteksi dibumikan dan tanpa konduktor netral
didistribusikan, di seluruh sistem
CATATAN gambar II.B.2.b.1).a).(1) – 3 : Pembumian tambahan dari PE pada instalasi dapat diberikan.
Gambar II.B.2.b.1).a).(2) - 1
Sistem TN-C-S trifase, 4-kawat, dengan PEN terpisah menjadi PE dan N di tempat lain
pada instalasi
CATATAN gambar II.B.2.b.1).a).(2) – 1 : Pembumian tambahan dari PEN atau PE pada instalasi dapat
diberikan.
Konduktor netral dan konduktor proteksi digabungkan dalam konduktor tunggal pada sebagian sistem.
Gambar II.B.2.b.1).a).(2) - 3
Sistem TN-C-S – fase tunggal, 2-kawat dengan PEN terpisah menjadi PE dan N
di awal instalasi
CATATAN gambar II.B.2.b.1).a).(2) – 3 : Pembumian tambahan dari PEN pada distribusi dan PE pada
instalasi dapat diberikan.
Fungsi netral dan konduktor proteksi digabungkan dalam konduktor tunggal di sebagian
sistem.
Gambar II.B.2.b.1).a).(3) - 1
Sistem TN-C dengan fungsi konduktor netral dan konduktor proteksi digabungkan dalam
konduktor tunggal di seluruh sistem
CATATAN gambar II.B.2.b.1).a).(3) – 1 : Pembumian tambahan dari PEN dalam instalasi dapat diberikan.
b) Sistem multisumber
Catatan:
Sistem multisumber diperlihatkan pada sistem TN dengan tujuan unik
untuk memberikan EMC (electromagnetic compatibility – kesesuaian
elektromagnetik – KEM).
Sistem multisumber tidak diperlihatkan dalam sistem TT dan IT karena
sistem tersebut biasanya kompatibel berkaitan dengan EMC.
(1) kebakaran;
(2) korosi;
(3) interferens elektromagnetik.
Gambar II.B.2.b.1).b) - 1
Sistem multisumber TN-C-S dengan konduktor proteksi dan konduktor netral terpisah ke
perlengkapan pemanfaat listrik
Catatan gambar II.B.2.b.1).b) - 1 :
(1) Tidak diizinkan adanya hubungan langsung dari titik netral
transformator atau titik bintang generator ke bumi.
Gambar II.B.2.b.1).b) - 2
Sistem multisumber TN dengan konduktor proteksi dan tanpa konduktor netral di seluruh
sistem untuk beban 2- atau 3-fase.
Catatan gambar II.B.2.b.1).b) – 2 :
(1) Tidak diizinkan adanya hubungan dari titik netral transformator
atau titik bintang generator ke bumi.
(2) Konduktor interkoneksi antara titik-titik netral trnsformator atau titik-
titik bintang generator harus diinsulasi. Fungsi konduktor ini adalah
seperti PEN, namun konduktor tersebut tidak boleh dihubungkan
ke perlengkapan pemanfaat listrik.
(3) Hanya satu hubungan antara titik-titik netral interkoneksi dari
sumber dan PE harus disediakan. Hubungan ini harus terletak di
dalam rakitan PHBK utama.
(4) Pembumian tambahan dari PE pada instalasi dapat disediakan.
Gambar II.B.2.b.2) - 1
Sistem TT dengan konduktor netral dan konduktor proteksi terpisah di seluruh instalasi
CATATAN gambar II.B.2.b.2) - 1 : Pembumian tambahan dari PE pada instalasi dapat diberikan.
4) Sistem a.s.
a) Sistem TN-S
Gambar II.B.2.b.4).a) - A
Jenis (B)
Jenis (A)
Gambar II.B.2.b.4).b) - A
CATATAN 3 Pembumian tambahan dari PEL pada instalasi dapat diberikan.
Jenis (B)
Jenis A
Jenis (A)
Jenis B)
a. Umum
Karakteristik berikut dari suplai, dari sumber mana saja, dan julat
normal dari karakteristik tersebut jika sesuai, harus ditentukan dengan
perhitungan, pengukuran, investigasi atau inspeksi:
1) voltase nominal
C. Kompabilitas
1. Kompabilitas karakteristik
b. voltase kurang;
e. arus asut;
f. arus harmonik;
2. Kompatibilitas elektromagnetik
D. Kemampupeliharaan
Asesmen harus dilakukan dari seringnya dan mutu pemeliharaan instalasi yang
diharapkan dapat diterima selama usia instalasi yang dimaksudkan. Jika ada yang
berwenang bertanggung jawab terhadap operasi instalasi, maka yang berwenang
tersebut harus dikonsultasi. Karakteristik tersebut harus diperhitungkan dalam
menerapkan persyaratan Bab IV hingga Bab VI sedemikian sehingga berkaitan
dengan seringnya dan mutu pemeliharaan yang diharapkan:
E. Pelayanan keselamatan
CATATAN 1 Keperluan pelayanan keselamatan dan sifatnya sering diatur oleh otoritas
pemerintah yang persyaratannya harus diobservasi.
CATATAN 2 Contoh pelayanan keselamatan adalah: lampu keluar darurat, sistem alarm
kebakaran, instalasi untuk pompa kebakaran, lift pemadam kebakaran, perlengkapan
pengeluaran asap dan bahang.
Sumber untuk pelayanan keselamatan dikenal sebagai berikut:
a. batere
b. sel primer;
2. Klasifikasi
F. Kontinuitas pelayanan
Asesmen harus dilakukan pada setiap sirkit untuk setiap keperluan kontinuitas
pelayanan yang dianggap perlu selama umur instalasi yang dimaksudkan.
Karakteristik berikut sebaiknya dipertimbangkan:
3. jumlah sirkit;
4. multisuplai daya;
Klasifikasi lokasi medik harus dibuat berdasarkan kesepakatan dengan staf medik,
organisasi kesehatan terkait atau badan yang bertanggung jawab untuk
keselamatan karyawan sesuai dengan peraturan nasional. Untuk menentukan
klasifikasi lokasi medik, perlu untuk staf medik menunjukkan prosedur medik apa
yang akan berada di dalam lokasi.
2. Suplai Daya.
Dalam lokasi medik, sistem distribusi sebaiknya didesain dan dipasang untuk
memfasilitasi tukar alih otomatis dari jaringan distribusi utama ke sumber
keselamatan listrik yang menyuplai beban esensial (lihat PUIL atau IEC
710.3131.1).
CATATAN 1 Klasifikasi lokasi medik sebaiknya berkaitan pada jenis kontak antara bagian
terapan dan pasien, maupun untuk keperluan apa lokasi tersebut digunakan.
Dua sumber untuk daya normal harus dipertimbangkan tetapi bukan merupakan
sumber daya pengganti seperti dijelaskan dalam pasal ini.
Perlengkapan pengindera arus, fasa dan bumi, harus dipilih untuk meminimalkan
perluasan interupsi ke sistem kelistrikan karena arus abnormal yang disebabkan
oleh beban lebih dan / atau sirkit hubung singkat.
C. Sirkit Pelindung.
Sirkit pelindung beban generator dirancang untuk tujuan mengurangi beban atau
sistem prioritas beban, tidak harus memelindungi keselamatan jiwa beban
cabang/, beban cabang kritis yang melayani daerah pelayanan kritis, kompresor
udara medik, pompa vakum bedah medik, pompa menjaga tekanan (jockey) untuk
sistem proteksi kebakaran yang berbasis air, pompa bahan bakar generator, atau
perlengkapan generator lainnya.
Sistem kelistrikan esensial harus mempunyai minimum dua sumber daya yang
berdiri sendiri : sumber normal biasanya memasok seluruh sistem kelistrikan dan
satu atau lebih sumber pengganti untuk digunakan bila sumber normal
terinterupsi.
Batere untuk generator di lokasi harus dipelihara sesuai ketentuan yang berlaku
atau seperti SNI 04-7018-2004, tentang Sistem pasokan daya listrik darurat dan
siaga.
Apabila sebagai dasar pemikiran sumber normal terdiri dari unit generator, sumber
pengganti harus salah satu generator lain atau pelayanan utilitas eksternal.
Generator set yang dipasang sebagai sumber daya pengganti dari sistem
kelistrikan penting harus dirancang memenuhi persyaratan layanan.
Jika penggunaan normal untuk maksud lain seperti tersebut di atas, maka
dua set atau lebih pembangkit harus dipasang, sehingga kebutuhan aktual
maksimum yang diperoleh dari beban tersambung sistem darurat, seperti
kompresor udara medik, pompa vakum bedah medik, pompa kebakaran
yang dioperasikan dengan listrik, pompa jockey, pompa bahan bakar dan
perlengkapan generator, harus terpenuhi dengan satu generator set terbesar
tidak dioperasikan.
Sumber pengganti daya darurat untuk iluminasi dan identifikasi sarana jalan
ke luar harus dari sistem kelistrikan esensial.
Sistem daya pengganti untuk sistem sinyal proteksi kebakaran harus dari
sistem kelistrikan esensial.
Beban pilihan, harus dilayani oleh sarana pemindah yang semestinya dan
beban ini tidak boleh dipindahkan ke peralatan pembangkit apabila
pemindahan dapat berakibat beban lebih pada peralatan pembangkit, dan
harus terlindung dari beban lebih peralatan pembangkit itu sendiri.
I. Ruang pembangkit.
Generator set harus mempunyai kapasitas yang cukup dan nilai nominal yang
tepat untuk memenuhi kebutuhan aktual maksimum untuk melayani beban
tersambung dari sistem kelistrikan esensial pada setiap saat.
K. Pengangkatan beban.
Generator set harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk mengangkat beban
dan memenuhi persyaratan frekuensi dan tegangan yang stabil dari sistem darurat
di dalam waktu 10 detik setelah hilangnya daya normal.
L. Menjaga temperatur
Ketentuan harus dibuat untuk menjaga ruang generator tidak kurang dari 10 oC
(50 oF) atau temperatur selimut air mesin tidak kurang dari 32 oC (90 oF).
M. Ventilasi udara
Ketentuan harus dibuat untuk menyediakan udara yang cukup untuk pendinginan
dan untuk melengkapi lagi udara pembakaran mesin.
Batere untuk memutar motor bakar harus sesuai dengan persyaratan batere yang
berlaku atau seperti SNI 04-7018-2004, tentang Sistem pasokan daya listrik
darurat dan siaga.
Alat pengasut disel generator untuk harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk
usaha memasok sebanyak 5 kali, dan 10 detik untuk setiap kalinya, serta tidak
lebih 10 detik berhenti antara setiap usaha.
Pasokan bahan bakar untuk generator set harus memenuhi ketentuan yang
berlaku atau seperti SNI 04-7018-2004, tentang Sistem pasokan daya listrik
darurat dan siaga.
1. Motor bakar
2) kecepatan lebih.
d. Alarm bunyi untuk memberi peringatan adanya kondisi satu atau lebih
alarm awal atau alarm.
Penggerak mula, selain motor bakar yang melayani generator set, harus
mempunyai alat pengaman yang cocok ditambah alarm visual dan alarm
bunyi untuk memperingatkan kondisi alarm atau mendekati alarm.
Pasokan bahan bakar cair untuk sumber daya darurat dan pembantunya
harus dilengkapi dengan alat sensor untuk memperingatkan bahwa isi tangki
bahan bakar utama kurang dari 4 jam untuk memasok operasi.
6) Kecepatan lebih.
2. Apabila tempat kerja regular tidak selalu terjaga, sinyal bunyi dan visual yang
menunjukkan kekacauan, yang terlabel dengan tepat, harus ditentukan pada
lokasi yang terus menerus termonitor.
Sinyal yang menunjukkan kekacauan ini harus bekerja apabila setiap kondisi
pada butir III.R.1 dan butir III.R.2 terjadi, tetapi kondisi ini tidak ditunjukkan
secara individu.
S. Batere.
Sistem batere harus memenuhi seluruh persyaratan yang berlaku SNI 04-0225-
2000 tentang Persyaratan Umum Instalasi Listrik.
1) Rintangan
a) Umum
Tabel IV.A.1.c.1).a).(1).(b)
Sistem 50 V < Uo 120 V 120 V < Uo 230 V 230 V < Uo 400 V Uo > 400 V
detik detik detik detik
a.b. a.s. a.b. a.s. a.b. a.s. a.b. a.s.
TN 0,8 Catatan 1 0,4 5 0,2 0,4 0,1 0,1
TT 0,3 Catatan 1 0,2 0,4 0,07 0,2 0,04 0,1
Jika dalam sistem TT, diskoneksi dilaksanakan oleh gawai proteksi arus lebih (GPAL) dan ikatan
ekuipotensial proteksi dihubungkan dengan semua BKE di dalam instalasi, dapat digunakan
waktu diskoneksi maksimum yang berlaku untuk sistem TN.
U0 adalah voltase lin ke bumi a.b. atau a.s. nominal.
CATATAN 1 Diskoneksi dapat disyaratkan untuk alasan selain proteksi terhadap kejut listrik.
CATATAN 2 Jika diskoneksi dilakukan dengan GPAS lihat butir IV.A.1.c.2) dan butir IV.A.1.c.3).
CATATAN Diskoneksi suplai ketika terjadi kondisi beban lebih
atau hubung pendek, dapat dicapai dengan metode desain yang
berbeda dalam prosedur aturan umum untuk memenuhi tingkat
keselamatan yang disyaratkan.
2) Sistem TN
4) Sistem IT medik
2. Proteksi kebakaran
1. Kondisi operasi
Arus bocor belitan keluaran ke bumi dan arus bocor selungkup jika
diukur dalam kondisi tanpa beban dan transformator disuplai pada
voltase pengenal dan frekuensi pengenal tidak boleh melebihi 0,5 mA.
2. Pengaruh eksternal
CATATAN Gambar dan diagram perkawatan sebaiknya sesuai dengan SNI 04-0225-edisi
terakhir.
Dokumen relevan terutama adalah:
1. diagram blok yang memperlihatkan sistem distribusi suplai daya normal dan
suplai daya untuk pelayanan keselamatan dalam gambar lin tunggal.
Diagram ini harus memuat informasi mengenai lokasi dari panel subdistribusi
di dalam bangunan;
3. gambar arsitektur;
C. Sistem perkawatan
Setiap sistem perkawatan dalam lokasi medik kelompok 2 harus khusus untuk
penggunaan perlengkapan dan fiting di lokasi tersebut.
Proteksi arus lebih terhadap arus hubung pendek dan beban lebih perlu
untuk setiap sirkit akhir. Proteksi arus beban lebih tidak diizinkan pada sirkit
penyulang di hulu dan hilir dari transformator sistem IT medik. Sekering
boleh digunakan untuk proteksi hubung pendek.
E. Perlengkapan lain
1. Sirkit pencahayaan
2. Sirkit kotak kontak pada sistem IT medik untuk lokasi medik kelompok
2.
2). setiap kotak kontak harus secara individu diproteksi terhadap arus
lebih.
F. Pelayanan keselamatan
1. Sumber
Kelas 0
Suplai otomatis tersedia tanpa pemutusan
(tanpa pemutusan)
Kelas 0,15
Suplai otomatis tersedia dalam 0,15 detik
(pemutusan sangat singkat
Kelas 0,5
Suplai otomatis tersedia dalam 0,5 detik
(pemutusan singkat)
Kelas 15
Suplai otomatis tersedia dalam 15 detik
(pemutusan menengah)
Kelas >15
Suplai otomatis tersedia dalam lebih dari 15 detik
(pemutusan lama)
CATATAN 1 : Biasanya tidak diperlukan untuk menyediakan suplai daya tanpa pemutusan
untuk perlengkapan listrik medik. Namun perlengkapan dikendalikan mikroprosesor dapat
mensyaratkan suplai tersebut.
CATATAN 2 : Pelayanan keselamatan disediakan untuk lokasi yang mempunyai klasifikasi
berbeda sebaiknya memenuhi klasifikasi yang memberikan keamanan suplai tertinggi.
Mengacu ke Tabel V.G untuk pedoman keterkaitan klasifikasi pelayanan keselamatan dengan
lokasi medik
CATATAN 3 : Pengertian “di dalam” berarti “”
Saat terjadi kegagalan voltase pada satu atau lebih konduktor lin
di panel distribusi, sumber suplai daya keselamatan khusus harus
mempertahankan luminer meja ruang bedah dan luminer esensial
lain, misalnya endoskopi, untuk periode minimum 3 jam. Sumber
ini harus memulihkan suplai dalam periode tukar alih tidak
melebihi 0,5 detik.
CATATAN Durasi selama 24 jam dapat dikurangi hingga minimum 3 jam jika
persyaratan medik dan penggunaan lokasi, termasuk setiap perawatan, dapat
ditutup dan jika gedung dapat dikosongkan dengan baik dalam waktu yang
kurang dari 24 jam.
3) Sumber suplai daya dengan periode tukar alih lebih lama dari
15 detik.
a) perlengkapan sterilisasi;
c) perlengkapan pendingin;
d) perlengkapan masak;
e) pengisi aki.
1. Pencahayaan keselamatan
a. rute penyelamatan;
c. lokasi PHBK untuk set generator darurat dan untuk panel distribusi
utama suplai daya normal dan untuk sumber daya untuk pelayanan
keselamatan;
CATATAN Nilai untuk iluminans minimum dapat diberikan dalam peraturan nasional atau
daerah.
I. Pelayanan lain
3. sistem pemanggilan;
VERIFIKASI
A. Verifikasi
B. Verifikasi awal
Pengujian yang ditentukan di bawah pada butir 1 hingga butir 5 sebagai tambahan
pada persyaratan PUIL, kedua-duanya harus dilakukan sebelum komisioning dan
setelah perubahan atau perbaikan dan sebelum komisioning ulang.
1. Uji fungsional GMI dari sistem IT medik dan sistem alarm akustik/visual.
C. Verifikasi periodik
Verifikasi periodik butir 1 hingga butir 5 dari bab V.B harus dilakukan sesuai
dengan peraturan daerah/nasional. Jika tidak terdapat peraturan daerah/nasional,
direkomendasikan interval berikut:
6. Hanya inti dari sirkit utama yang boleh dipasangkan pada kabel berinti
banyak, atau dalam satu pipa untuk kabel berinti tunggal. Berbagai sirkit
bantu hanya boleh dipasangkan pada sirkit utamanya dalam satu jalur
konduktor (misalnya pipa), jika semuanya terhubung pada satu perlengkapan
dan disuplai dari sumber yang sama.
1. PHBK harus dipasang di luar ruang pelayanan kesehatan dan harus mudah
dicapai.
CATATAN : Kotak hubung dan terminal yang menjadi satu dengan perlengkapan (misalnya
pipa pesawat sinar X), tidak termasuk PHBK seperti yang dimaksud di sini.
Dalam hal ini harus dipasang konduktor proteksi tersendiri pada konduktor
yang menyalurkan daya pada PHBK cabang.
a. PHBK untuk kedua ruang itu dipisahkan oleh dinding dan mempunyai
tutup masing-masing;
4. Bagian PHBK yang terhubung pada aparat catu daya pengganti dan segala
konduktornya dipisahkan oleh dinding dengan tutup tersendiri.
5. Pengujian insulasi untuk tiap sirkit harus dapat dilaksanakan tanpa membuka
terminal konduktor netral, misalnya dengan memasang terminal pemisah
pada PHBK tersebut.
C. Tindakan proteksi
Untuk menghindari bahaya sentuh tak langsung harus dilakukan dengan cara
yang cocok tiap kelompok ruang pelayanan kesehatan. Ruang yang pada saat
yang sama, atau untuk sementara, dapat digolongkan dalam berbagai kelompok,
izin proteksinya hanya diberikan untuk satu kelompok saja.
2 Cara proteksi tersebut dalam butir VII.C.1 di atas harus dipilih yang cocok
dengan ruang, ditambah syarat untuk tiap kelompok sebagai berikut :
3 Insulasi di tempat kaki berpijak saja tidak diizinkan sebagai insulasi proteksi
(lokasi nonkonduktif).
5 Sistem IT
1) Voltase nominal pada sisi sekunder tidak boleh lebih dari 230 V;
hal itu berlaku juga untuk voltase antara fase pada voltase fase
tiga.
ଶହ
ா ூοಿ
dengan :
b. GPAS harus mempunyai proteksi arus operasi sisa pengenal tidak lebih
dari 30 mA.
7. Konduktor proteksi
1). Untuk setiap sirkit beban harus dipasang satu konduktor proteksi
tersendiri, mulai dari PHBK utama bangunan atau sambungan
rumah. Untuk ruang praktek dokter dari ruang Kelompok 1,
konduktor proteksi ini dipasang mulai dari PHBK cabang untuk
ruang praktek dokter tersebut.
8. Ekuipotensial khusus.
Selain itu dalam ruang Kelompok 2, semua bagian yang bersifat konduktor di
dalam daerah 2,5 m dari tempat penderita harus dihubungkan ke
ekuipotensial jika resistannya terhadap konduktor proteksi lebih kecil dari 2,4
k:. Pengujian dilakukan dengan voltase searah paling sedikit 100 V. Syarat
ini tidak berlaku untuk bagian konduktif yang diinsulasi sehingga sentuhan
tidak langsung dapat dihindarkan.
Gambar VII.C.8.a.8) - 3
Daerah (zone) rawan di ruang operasi yang menggunakan anastetik mampu bakar berupa
campuran gas anastetik dan bahan pembersih
Catatan keterangan gambar VII.C.8.a.8) – 3 :
1. Masukan sistem tata udara
2. Kolom gas anastetik
3. Perlengkapan medik
4. Lampu operasi
5. Penderita
6. Sakelar injak
7. Zone M
8+9 Perlengkapan gas anastetik
10. Keluaran sistem tata udara
11. Zone G.
Bila bagian perlengkapan mencakup pipa yang berisi gas yang memudahkan
terjadinya kebakaran, misalnya zat asam atau gas gelak (N20), untuk bagian
ini berlaku hal berikut :
b. Bila konduktor listrik dan pipa untuk gas yang memudahkan terjadinya
kebakaran dipasang bersama-sama dalam satu jalur, pipa, atau kotak,
maka konduktor listrik harus minimum memenuhi syarat untuk jenis
NYM.
1. Bila aliran listrik terputus dalam ruang pelayanan kesehatan Kelompok 1 dan
2, perlengkapan seperti yang disebutkan dalam butir VII.E.2 harus dapat
bekerja terus dengan daya dari suatu CDPK, dengan mengindahkan
ketentuan di bawah ini:
CDPK tidak dapat mengganti CDP seperti yang disyaratkan, sebaliknya CDP
yang sesuai tidak dapat menggantikan CDPK.
CONTOH :
CATATAN : Dalam hal ini masing-masing ketentuan yang berlaku dalam persyaratan
pembangunan rumah sakit harus dipenuhi.
2 Menghubungkan perlengkapan
a Dalam setiap ruang bedah atau ruang kegiatan medis lain yang dapat
digolongkan pada Kelompok 1 dan 2, sekurang-kurangnya harus ada
seperangkat lampu bedah yang dapat dinyalakan dengan tenaga dari
CDPK, misalnya dari baterai.
3 Persyaratan umum
CATATAN : Dengan pengecualian ini maka pada beban yang kecil sumber daya
bekerja lebih ringan karena arus mula dari transformator untuk sistem konduktor
proteksi tidak ada.
d. Bekerjanya CDPK dalam setiap ruang atau kelompok ruang harus
disertai isyarat yang mudah terlibat.
g. Bila CDPK harus melayani lebih dari satu sirkit, selektivitas proteksi
arus lebih harus terjamin bila terjadi hubung pendek.
F Menguji instalasi
1 Agar instalasi listrik dapat digunakan dengan baik, instalasi itu perlu diulang
uji secara berkala dan pengguna instalasi harus mempunyai dokumen
berikut:
d) buku uji atau berita acara pengujian mengenai hasil semua pengujian
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
b. Untuk itu, instalasi harus diuji sesuai dengan butir VII.F.2 dan butir
VII.F.2.b. Gambar instalasi listrik dan diagram PHBK harus diperbaiki
jika terjadi perubahan atau penambahan pada instalasi.
b Hasil pengujian harus dicatat dalam buku uji sesuai dengan butir
VII.F.1.
1). Pengujian sesuai dengan bab VII.F harus dilakukan oleh orang
juru sekurang-kurangnya setahun sekali.
2). Pengujian monitor insulasi dan sakelar proteksi arus sisa harus
dilakukan oleh petugas yang ditunjuk dengan menekan tombol uji
sekurang-kurangnya setengah tahun sekali.
Untuk perlengkapan, insulasi harus memiliki standar relevan untuk perlengkapan listrik
CATATAN Sentuh tidak sengaja tidak dianggap berbahaya jika voltase yang yang dihasilkan
dari muatan satik turun di bawah 120 V a.s dalam waktu kurang dari 5 detik setelah
dikoneksi dari suplai daya
PENUTUP
Persyaratan teknis prasarana instalasi elektikal rumah sakit ini diharapkan dapat
digunakan sebagai rujukan oleh pengelola rumah sakit, penyedia jasa kontruksi,
pemerintah daerah, dan instansi yang terkait dengan kegiatan pengaturan dan
pengendalian penyelenggaraan pembangunan prasarana instalasi elektrikal guna
menjamin keselamatan rumah sakit dan lingkungan terhadap bahaya elektrikal.
Persyaratan teknis yang lebih spesifik dan atau yang bersifat alternatif serta penyesuaian
persyaratan prasarana instalasi elektikal pada rumah sakit oleh masing-masing daerah
disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan di daerah.
MENTERI KESEHATAN,
Nara Sumber
Wakil-wakil instansi Pemerintah, Asosiasi, Akademisi, Pemeritah
Kelompok Kerja
1 Penggunaan 1
2 Sifat bahaya dari sistem gas dan vakum 1
3 Sumber 1
4 Katup 37
5 Stasiun outlet I inlet 41
6 Rakitan buatan pabrik 42
7 Rel gas medik (RGM) yang terpasang pada permukaan 44
8 Indikator tekanan dan vakum 45
9 Sistem peringatan 45
10 Distribusi 50
11 Penamaan dan identifikasi 60
12 Kriteria dan uji kinerja (gas, vakum medik-bedah, dan BSGA) 63
13 Pengoperasian dan manajemen 75
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
Persyaratan Teknis Sistem Instalasi Gas Medik dan Vakum
Medik Rumah Sakit
1 Penggunaan.
1.1 Ketentuan ini berlaku wajib untuk Rumah sakit yang menggunakan sistem instalasi gas
medik dan vakum medik.
1.2 Bila terdapat istilah gas medik atau vakum, ketentuan tersebut berlaku bagi semua sistem
perpipaan untuk oksigen, nitrous oksida, udara medik, karbon dioksida, helium, nitrogen, vakum
medik untuk pembedahan, pembuangan sisa gas anestesi, dan campuran dari gas-gas tersebut.
Bila terdapat nama layanan gas khusus atau vakum, maka ketentuan tersebut hanya berlaku bagi
gas tersebut.
1.3 Suatu sistem yang sudah ada yang tidak sepenuhnya memenuhi ketentuan ini boleh tetap
digunakan sepanjang pihak yang berwenang telah memastikan bahwa penggunaannya tidak
membahayakan jiwa.
3 Sumber.
3.1.6 Pintu ruangan yang berisi sistem pasokan sentral atau silinder yang hanya berisi oksigen
atau udara medik harus berlabel sebagai berikut:
AWAS
Gas Medik
Dilarang Merokok atau Menyalakan Api
3.4.4.2 Alat indikator tekanan harus ditempatkan di bagian hilir setiap regulator tekanan.
3.4.8 Header
Setiap header yang dipasang pada sistem pasokan sentral menggunakan silinder yang berisi gas
atau cairan, harus mencakup:
(1) jumlah sambungan silinder yang dibutuhkan header;
(2) satu slang penghubung (cylinder lead) untuk setiap silinder sesuai butir 3.4.3. dan
dilengkapi dengan fiting ujung yang dipasang permanen mengikuti ketentuan yang
berlaku;
(3) suatu filter dari bahan sesuai butir 3.4.3 untuk mencegah masuknya kotoran ke dalam
pengendali manifol;
.
Gambar 3.4.8(a) Header untuk Silinder Gas.
Gambar 3.4.11 Sumber Pasokan Tipikal untuk Cairan Kriogenik dalam Bentuk Curah.
Gambar 3.5 - Elemen Tipikal Sistem Sumber Udara Medik Duplek dengan Kompresor.
Gambar.3.5.11.6 Alternatif Pemasangan Deretan Katup untuk Pengontrolan Saluran dalam Udara
Medik.
3.5.11.2 Kompresor udara medik harus berkapasitas cukup untuk melayani kebutuhan puncak
yang dihitung dengan satu kompresor terbesar tidak bekerja. Dalam keadaan apapun jumlah
kompresor tidak boleh kurang dari dua.
3.7.1* Sistem
Sistem BSGA ditentukan bersama dengan petugas medik yang memahami persyaratan untuk
menentukan; jenis sistem, jumlah, penempatan terminal, alat-alat pengoperasian dan keselamatan
lain yang diperlukan.
3.7.1.1 BSGA dihasilkan oleh suatu peralatan khusus, dialirkan melalui sistem vakum bedah-
medik, blower atau dengan pipa venturi .
3.7.1.2 Bila BSGA dialirkan melalui sistem vakum bedah-medik, berlaku ketentuan berikut:
(1) sistem vakum bedah-medik harus memenuhi butir 3.6;
(2) bahan anesthesi mudah terbakar atau uap mudah terbakar lainnya harus diencerkan
terlebih dahulu sampai di bawah batas penyalaannya sebelum dibuang ke dalam
sistem vakum bedah-medik tersebut;
(3) ukuran sistem vakum bedah-medik harus ditentukan untuk mengakomodasikan
tambahan volume tersebut.
3.7.1.3 Bila BSGA dihasilkan oleh suatu peralatan khusus, berlaku ketentuan berikut:
(1) sistem BSGA harus ditempatkan pada lokasi sesuai dengan butir 3.3.3;
(2) sistem BSGA harus berada dalam bangunan, dalam suatu daerah yang dikhususkan
untuk peralatan mekanik;
3.8.2 Umum
3.8.2.1 Udara instrumen boleh digunakan untuk dukungan medik (misalnya untuk
mengoperasikan peralatan, batang (boom) penopang yang digerakkan udara, alat penggantung,
dan pemakaian sejenis lainnya) dan untuk digunakan dalam laboratorium.
4.2 Aksesibilitas
Semua katup, kecuali katup dalam rakitan kotak katup zona, harus ditempatkan pada lokasi yang
aman, seperti misalnya dikunci terhadap pipa “locked piped chases” , dikunci atau digrendel pada
posisi pengoperasian, dan ditandai dengan label berisi jenis pasokan gas dan ruangan yang
dikendalikan oleh katup tersebut.
4.2.1 Katup penyetop yang dapat diakses oleh selain petugas berwenang harus dipasang
dalam suatu lemari katup dengan pintu yang dapat dibuka atau dipecahkan yang cukup lebar
untuk mengijinkan pengoperasian katup secara manual.
6 Perakitan pabrik
8.1 Umum
8.1.1 Indikator tekanan dan relatif untuk sistem pemipaan gas medik harus dibersihkan untuk
layanan oksigen
8.1.2 Alat ukur tekanan harus memenuhi ketentuan yang berlaku.
8.1.3 Rentang skala tekanan positif dari indikator analog harus sedemikian sehingga
pembacaan normal berada pada tengah, 50 persen skala.
8.1.4 Rentang skala dari indikator digital tidak boleh lebih dari dua kali tekanan kerja dari sistem
pemipaan
8.1.5 Rentang skala indikator vakum harus berupa 0 ~ 760 mm (0 ~ 29,9 in) HgV relatif, kecuali
untuk indikator dengan rentang tampilan normal yang menunjukkan kondisi normal hanya di atas
300 mm (12 inci) HgV relatif.
8.1.6 Indikator yang ada di sebelah aktuator alarm utama dan alarm wilayah harus diberi label
untuk mengidentifikasikan nama atau simbol kimia dari sistem pemipaan khusus yang dimonitor.
8.1.7 Tingkat akurasi indikator yang digunakan dalam pengujian harus 1 persen (dari skala
penuh) atau yang lebih baik, pada titik pembacaan.
9 Sistem peringatan.
9.1 Umum
Semua sistem alarm utama, wilayah, dan lokal yang digunakan untuk sistem gas medik dan
vakum harus meliputi yang berikut ini:
(1) indikator visual yang terpisah untuk masing-masing kondisi yang dimonitor, kecuali
untuk alarm lokal dan yang ditampilkan pada panel alarm utama seperti yang diijinkan
dalam 9.4.2;
(2) indikator visual yang tetap menandakan alarm hingga situasi yang menyebabkan alarm
telah diatasi;
(3) suatu indikasi audio yang dapat dibatalkan (dimatikan) dari masing-masing kondisi
alarm, yang menghasilkan bunyi dengan level minimum 80 dBA pada jarak 92 cm (3
ft);
(4) suatu sarana untuk mengindikasikan lampu atau LED kegagalan;
(5) indikasi visual dan audial bahwa hubungan kabel ke suatu alat penginisiasi alarm
dilepaskan;
(6) pemberian label pada setiap indikator, yang menandakan kondisi yang dimonitor;
(7) pemberian label setiap panel alarm untuk setiap wilayah pengawasannya;
(8) inisiasi ulang sinyal bunyi bila kondisi alarm lainnya terjadi sementara alarm bunyi
sedang dimatikan;
Direkomendasikan meliputi yang berikut ini :
(9) daya dari cabang “life safety” sistem kelistrikan darurat seperti dijelaskan pada sistem
kelistrikan esensial;
10.1 Bahan pipa untuk sistem gas medik bertekanan positip yang
dipasang di lokasi.
10.1.1 Pipa, katup, fiting, stasiun outlet, dan komponen pemipaan lainnya dalam sistem gas
medik harus telah dibersihkan untuk layanan oksigen oleh pabrik pembuat sebelum dilakukan
pemasangan sesuai ketentuan yang berlaku, kecuali fiting boleh dibersihkan oleh suplier atau
agen selain dari pabrik pembuat.
10.1.2 Masing-masing panjang pipa harus diangkut dengan ujung-ujungnya ditutup atau
disumbat oleh pabrik pembuat dan tetap tersegel hingga siap untuk pemasangan
10.1.3 Fiting, katup, dan komponen lainnya harus diangkut dalam keadaan tersegel, diberi label,
dan tetap tersegel hingga disiapkan untuk pemasangan
10.1.4 Pipa harus dari jenis “hard-drawn seamless copper” penggunaan untuk pipa gas medik,
tipe L atau setara, kecuali jika tekanan kerja diatas tekanan relatif 1275 kPa (185 psig) maka Jenis
K atau setara harus digunakan untuk ukuran yang lebih besar dari DN 80 (NPS 3) (3 ǩ inci
diameter luar)
10.1.5 Pipa gas medik yang memenuhi persyaratan yang berlaku harus diidentifikasikan atau
disertifikasi oleh pabrik pembuat dengan tanda “OXY”, “MED”, “OXY/MED”, OXY/ARC” atau
“ACR/MED” dengan warna biru (tipe L) atau hijau (tipe K)
10.1.6 Pemasang harus menyerahkan dokumen resmi yang menyatakan bahwa semua bahan
pipa dipasang memenuhi persyaratan 10.1.1
10.2 Bahan pipa untuk sistem vakum bedah medik yang dipasang di
lokasi
10.2.1 Pipa vakum harus dari jenis “hard-drawn seamless copper”, baik pipa gas medik ASTM B
819/BSEN 13348 , pipa air (water cube) ASTM B 88 (tipe K, L, M), atau pipa ACR ASTM B 280.
10.3 Fiting
10.3.1 Belokan, pergeseran (offset) atau perubahan arah lainnya pada pemipaan gas medik dan
vakum harus dibuat dari fiting kapiler tembaga tempa dipatri, atau fiting patri , atau hanya untuk
fiting vakum yang diijinkan menggunakan fiting khusus sesuai butir 10.5.8 (4) hingga 10.5.8 (7).
10.3.2 Fiting paduan tembaga tuang tidak boleh dipergunakan.
10.3.3 Hubungan pencabangan pada sistem pemipaan boleh dilakukan dengan menggunakan
sambungan T (tee) yang dibuat secara mekanik, di bor, dan dikempa (extruded) yang dibentuk
sesuai dengan instruksi pabrik pembuat peralatan, dan dipatri.
(1) dibatasi hanya untuk hubungan ke indikator tekanan/vakum, peralatan alarm, dan peralatan sumber;
(2) Dari jenis ulir meruncing yang memenuhi ketentuan yang berlaku.
(3) Dilapis dengan pita polytetrafluoroethylene (misal Teflon) atau perapat ulir lain yang
direkomendasikan untuk layanan oksigen, dengan bahan perapat dilapiskan hanya
pada ulir jantan saja.
10.6.4.6. Bila dipersyaratkan, pemipaan gas medik dan vakum harus tahan gempa sesuai dengan
peraturan bangunan yang ada.
KATUP SUMBER
UNTUK (NAMA SUMBER)
11.2.4 Katup saluran utama harus dinamai pada bagian dasarnya seperti berikut:
11.2.5 Katup pipa tegak harus dinamai pada dasarnya seperti berikut:
MELAYANI
(NAMA AREA/BANGUNAN YANG DILAYANI OLEH KATUP
TERSEBUT)
12.1 Umum
12.1.1 Pemeriksaan dan pengujian harus dilaksanakan pada semua sistem gas dalam pipa yang
baru, penambahan, renovasi, instalasi sementara, atau sistem yang sedang diperbaiki, untuk
memastikan fasilitas tersebut, dengan prosedur yang didokumentasikan, bahwa semua ketentuan
yang berlaku dari dokumen ini telah ditaati dan integritas sistem tercapai atau terjaga
12.1.2 Pemeriksaan dan pengujian harus mencakup semua komponen atau bagian sistem
tetapi tidak membatasi pada, sumber gas curah, manifol, sistem sumber udara bertekanan (seperti
kompresor, pengering, saringan, regulator), alarm sumber dan pengawasan keamanan, alarm
utama, jalur pipa, katup isolasi, alarm wilayah, katup zona, dan stasiun inlet (vakum) dan stasiun
outlet (gas bertekanan).
12.1.3 Semua sistem yang dibuka/ditembus dan komponen-komponen yang mengalami
penambahan, perbaikan, atau penggantian (seperti sumber gas baru: curah, manifol, kompresor,
pengering, alarm) harus diperiksa dan diuji.
12.1.4 Sistem-sistem harus dipandang telah dibuka/ditembus pada titik penyusupan dalam jalur
pipa oleh pemisahan fisik atau oleh pelepasan, penggantian, atau penambahan komponen sistem.
12.1.5 Bagian dari sistem yang dibuka/ditembus yang mengalami pemeriksaan dan pengujian
harus dibatasi hanya pada zona spesifik yang telah diubah dan komponen dalam zona atau
daerah yang berhubungan langsung, dan berada di hulu dari sistem vakum dan di hilir dari gas
bertekanan pada titik atau area penyusupan.
12.1.6 Laporan pemeriksaan dan pengujian harus diserahkan langsung pada pihak yang
dikontrak untuk pengujian, dan harus menyerahkan laporan melalui jalur-jalur pelaporan kepada
otoritas fasilitas yang bertanggung jawab dan fihak lain yang dipersyaratkan.
12.1.7 Laporan harus berisikan daftar rincian semua temuan dan hasil pemeriksaan dan
pengujian.
12.1.8 Otoritas fasilitas yang bertanggung jawab harus meninjau ulang catatan pemeriksaan dan
pengujian ini sebelum penggunaan semua sistem untuk menjamin bahwa semua temuan dan hasil
pemeriksaan dan pengujian telah diselesaikan dengan baik.
12.1.9 Semua dokumentasi yang mengacu pada pemeriksaan dan pengujian harus disimpan
pada lokasi setempat dalam fasilitas.
12.1.10 Sebelum sistem pemipaan digunakan, otoritas di dalam fasilitas harus bertanggung jawab
untuk memastikan bahwa gas/vakum yang disalurkan (didistribusikan) pada outlet/inlet adalah
seperti yang ditunjukkan pada label outlet/inlet dan bahwa fiting penyambungan yang tepat telah
terpasang untuk pelayanan gas/vakum tertentu.
12.2.1 Umum
12.2.1.1 Pengujian yang dipersyaratkan oleh 12.2 harus dilaksanakan dan didokumentasikan oleh
pelaksana pemasangan sebelum melaksanakan pengujian yang tercatat pada 12.3, Pemeriksaan
sistem.
12.2.1.2 Pengujian gas harus menggunakan Nitrogen NF kering, bebas minyak.
12.2.1.3 Bila rakitan peralatan buatan pabrik akan dipasang, pengujian yang dipersyaratkan oleh
12.2 harus dilaksanakan sebagai berikut :
(1) setelah pemasangan pipa distribusi selesai, tetapi sebelum uji kemampuan
mempertahankan tekanan;
(2) sebelum pemasangan rakitan peralatan buatan pabrik yang disuplai dipasok melalui
pipa slang atau pipa fleksibel;.
(3) pada semua stasiun outlet/inlet pada rakitan buatan pabrik terpasang yang dipasok
melalui pipa tembaga.
12.3.1. Umum
12.3.1.1 Uji verifikasi harus dilakukan hanya setelah lulus semua uji yang dipersyaratkan dalam
12.2 uji yang dilakukan pelaksana pemasangan.
12.3.1.2 Gas uji haruslah bebas minyak, dari jenis Nitrogen NF kering atau gas sistem bilamana
diijinkan.
12.3.1.3 Pengujian pengujian harus dilakukan oleh pihak yang secara teknis berkompeten dan
berpengalaman di bidang pengujian saluran pipa gas medik dan vakum dan memenuhi
persyaratan yang berlaku.
12.3.1.4 Pengujian harus dilakukan oleh pihak lain, bukan dari kontraktor pemasangan.
12.3.1.5 Bila sistem belum pernah dipasang oleh personil setempat dari fasilitas, pengujian harus
boleh dilakukan oleh personil organisasi tersebut yang memenuhi persyaratan 12.3.13
12.3.1.6 Semua pengujian yang dipersyaratkan dalam 12.3 harus dilakukan setelah pemasangan
dari setiap rakitan peralatan buatan pabrik yang dipasok melalui slang atau pipa lentur.
12.3.1.7 Bila terdapat banyak titik penyambungan yang mungkin untuk terminal-terminal, setiap
posisi yang mungkin harus diuji secara independen.
5.1.12.3.1.8 Bila diijinkan oleh instansi berwenang, dimana penggunaan nitrogen tidak
memungkinkan, gas sumber harus boleh dipergunakan untuk pengujian berikut:
Tekanan Relatif
Campuran gas 140 kPa (20 psi)
Nitrogen/Udara instrumen 210 kPa (30 psi)
Nitro oksida 275 kPa (40 psi)
Oksigen 345 kPa (50 psi)
Udara Medik 415 kPa (60 psi)
Sistem pada tekanan tidak standar 70 kPa (10 psi) lebih tinggi dari rendah dari
setiap sistem lainnya
HgV Vakum
Vakum 510 mm (20 in) HgV
BSGA 380 mm (15 in) HgV (bila dirancang
demikian)
(e) Setelah pengaturan tekanan sesuai dengan 12.3.3.2.(b) dan (c), setiap stasiun outlet
untuk sistem gas medik harus diuji dengan menggunakan sambungan gas-khusus
untuk setiap sistem dengan pengukur tekanan pengujian terpasang, untuk
memverifikasikan bahwa tekanan uji/vakum yang benar telah diperoleh pada setiap
inlet/outlet dari masing-masing sistem yang terdaftar dalam tabel 3.
(f) Setiap pengukur tekanan pengujian yang digunakan dalam pelaksanaan pengujian ini
harus dikalibrasikan dengan indikator tekanan yang digunakan pada regulator saluran
tekanan yang dipakai untuk menyediakan (indikasi) tekanan sumber.
(g) Setiap stasiun (pos) outllet harus diidentifikasikan dengan suatu label (dan penandaan
dengan warna, bila digunakan), dan tekanan yang diindikasikan pada pengukur
tekanan uji harus seperti yang terdapat dalam tabel 3 untuk sistem yang sedang diuji.
12.3.5.1 Umum
(a) Semua sistem peringatan untuk setiap sistem gas medik dan vakum harus diuji untuk
memastikan bahwa semua komponen berfungsi dengan tepat sebelum menempatkan
sistem ke dalam pemakaian;
(b) Rekaman permanen dari semua pengujian ini harus disimpan.
(c) Sistem peringatan yang merupakan bagian tambahan pada suatu sistem pemipaan
yang telah ada harus diuji sebelum penyambungan dari pemipaan yang baru ke sistem
yang telah ada.
(d) Pengujian dari sistem peringatan untuk instalasi baru (pengujian awal) harus dilakukan
setelah pengujian sambung-silang (12.3.3), tetapi sebelum penggelontoran
(pembersihan) dari pemipaan (12.3.6) dan melakukan uji verifikasi lainnya yang tersisa
(belum dilakukan) (12.3.7 hingga 12.3.14)
(e) Pengujian awal dari suatu sistem peringatan, yang dapat dimasukkan ke dalam suatu
penambahan atau perluasan kepada suatu sistem pemipaan yang telah ada, harus
diselesaikan sebelum penyambungan dari sistem tambahan tersebut kepada sistem
yang telah ada.
(f) Gas uji untuk pengujian awal harus bebas minyak, nitrogen NF kering, gas peruntukan
sistem, atau vakum kerja.
12.3.14.1 Umum
Verifikasi dari peralatan sumber harus dilaksanakan setelah pemasangan dari saluran pipa yang
saling menghubungkan, aksesori, dan peralatan sumber.
13.1 Administrasi
Pihak yang berwenang dalam menata organisasi pelayanan kesehatan harus menyediakan
peraturan dan langkah-langkah untuk keselamatan dalam praktek.
13.1.1 Spesifikasi pembelian (peralatan) mencakup hal berikut ini:
(a) spesifikasi dari tabung silinder;
(b) penandaan dari tabung silinder, regulator, dan katup;
(c) sambungan yang cocok dari tabung silinder yang dipasok untuk fasilitas (pelayanan
kesehatan).
13.1.2 Prosedur pelatihan harus mencakup yang berikut:
(1) program perawatan sesuai dengan rekomendasi pabrik pembuat untuk pemipaan
sistem gas;
Instalasi Tata Udara Rumah Sakit merupakan salah satu faktor penting dalam penyelenggaraan
pelayanan medik.
Dalam rangka mendukung Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, maka perlu
disusun Pedoman Teknis Prasarana Instalasi Tata Udara pada Bangunan Rumah Sakit yang
memenuhi standar pelayanan Keselamatan dan Kesehatan.
Sistem Tata Udara di rumah sakit berfungsi untuk pengaturan temperatur, kelembaban udara
relatif, kebersihan udara dan tekanan udara di dalam ruang serta dalam rangka mencegah
berkembang biak dan tumbuh suburnya mikroorganisme, terutama di ruangan-ruangan khusus
seperti di ruang operasi, ruang isolasi, dan lain-lain.
Pedoman Teknis ini disusun dengan partisipasi berbagai pihak termasuk rumah sakit, organisasi
profesi serta instansi terkait.
Dengan diterbitkannya Pedoman Teknis ini, maka penyelenggaraan sistem Tata Udara di seluruh
rumah sakit di Indonesia diharapkan dapat mengacu pada “Pedoman Teknis Prasarana Instalasi
Tata Udara pada Bangunan Rumah Sakit” ini.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Pedoman Teknis ini, kami
ucapkan terima kasih.
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
DAFTAR ISI
1.2 Pengertian.
1.2.1 barbiturat,
sebagai obat depresi sistem saraf terpusat, barbiturat menghasilkan efek spektrum yang luas dari
sedasi ringan sampai total anestesi. Barbiturat juga efektif sebagai anxiolytik, sebagai hipnotik, dan
sebagai antikonvulsan. Barbiturat memiliki potensi kecanduan, baik fisik dan psikologis.
1.2.3 hipertermia,
peningkatan temperatur tubuh manusia yang biasanya terjadi karena infeksi. Hipertermia juga
dapat didefinisikan sebagai temperatur tubuh yang terlalu panas atau tinggi.
Umumnya, manusia akan mengeluarkan keringat untuk menurunkan temperatur tubuh. Namun,
pada keadaan tertentu, temperatur dapat meningkat dengan cepat hingga pengeluaran keringat
tidak memberikan pengaruh yang cukup.
1.2.11 trakeostomi,
suatu tindakan dengan membuka dinding depan/interior trakea untuk mempertahankan jalan nafas
agar udara dapat masuk ke paru-paru dan memintas jalan nafas bagian atas. Selain itu,
trakeostomi merupakan prosedur operasi yang bertujuan untuk membuat jalan nafas didalam
trakea servikal.
2.1 Pendahuluan.
2.1.1 Kemajuan terus menerus dalam bidang kedokteran dan teknologi membutuhkan evaluasi
ulang kebutuhan pengkondisian udara (air conditioning) pada fasilitas medik rumah sakit.
Bukti medis menunjukkan bahwa pengkondisian udara yang tepat sangat membantu dalam
pencegahan dan pengobatan berbagai penyakit.
Biaya yang relatif tinggi dari instalasi pengkondian udara menuntut perancangan dan
pengoperasian yang effisien untuk menjamin manajemen energi yang ekonomis.
2.1.2 Klasifikasi hunian perawatan kesehatan, didasarkan pada pedoman hunian terbaru dari
NFPA, harus dipertimbangkan pada awal dari tahap perancangan proyek, terutama karena hunian
perawatan kesehatan penting untuk mengadaptasi proteksi kebakaran terhadap hunian (zona
asap, pengendalian asap) lebih ketat kedepan dengan sistem tata udara.
2.1.3 Fasilitas kesehatan menjadi semakin beragam dalam menanggapi kecenderungan
menuju layanan rawat jalan.
Klinik pada jangka panjang mungkin merujuk bangunan tempat kerja dokter dan menjadi pusat
pengobatan khusus kanker.
Pemeliharaan kesehatan prabayar yang disediakan oleh organisasi kesehatan regional yang
terintegrasi merupakan model seperti untuk perawatan medis melahirkan.
Organisasi ini, sepanjang berdirinya rumah sakit, merupakan bangunan yang terlihat tidak seperti
rumah sakit dan lebih seperti gedung perkantoran.
2.1.4 Untuk tujuan bab ini, fasilitas kesehatan dibagi dalam katagori berikut :
(1) Fasilitas rumah sakit.
(2) Fasilitas perawatan kesehatan rawat jalan.
(3) Fasilitas rumahperawatan/panti jompo.
2.1.5 Kondisi lingkungan spesifik yang berbeda dengan apa yang ada pada bab ini, tergantung
pada standar lingkungan apa yang digunakan oleh instansi yang berwenang.
2.1.6 Instansi berwenang mungkin memiliki standar fasilitas kesehatan yang berbeda, seperti
yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan setempat, atau Organisasi Komisi
Bersama Akreditasi Kesehatan Rumah Sakit (JCAHO = Joint Commission on Acreditation of
Healthcare Organization).
Dianjurkan instansi-instansi tersebut dapat mendiskusikan tentang tujuan pengendalian infeksius
bersama Komite Pengendalian Infeksi Rumah Sakit.
2.1.7 Butir 2.1.4.(1) menjelaskan rumah sakit umum sebagai dasar uraian dimana berbagai
layanan yang disediakan.
Kondisi lingkungan dan kriteria rancangan berlaku untuk daerah fasilitas kesehatan lainnya yang
sebanding.
3.1.3.3 Jamur.
Bukti menunjukkan bahwa beberapa jamur seperti Aspergillis bisa berakibat fatal untuk leukimia,
transplantasi sumsum tulang, dan pasien immunocompromis lainnya.
Tabel 1
Effisiensi filter untuk Ventilasi sentral dan Sistem Pengkondisian Udara di Rumah Sakit Umum.
Jumlah Filter Efficiencies, %
minimum Dudukan filter
Tujuan Area
dudukan
No. 1a No. 2a No. 3b
filter.
Ruang operasi Orthopedic.
3 Ruang operasi transplantasi tulang belakang. 25 90 99.97c
Ruang operasi transplantasi Organ
Ruang operasi prosedur umum.
Ruang melahirkan.
Ruang anak.
2 Unit Perawatan Intensif. 25 90
Ruang Perawatan Pasien.
Ruang Tindakan.
Diagnostik dan area terkait.
Laboratorium.
1 80
Penyimpanan Sterile.
Area Persiapan Makanan.
Laundri.
1 Area Administrasi. 25
Penyimpanan besar
Area Kotor.
a Didasarkan pada ASHRAE Standard 52.1-1992.
b Didasarkan pada tes DOP.
c HEPA filter pada outlet.
Hitungan per m3
Item
Di dalam kamar pasien Kamar pasien dekat lorong
Kebersihan ruangan 1200 1060
Selama penggantian sprei 4940 2260
Setelah 10 menit 2120 1470
Setelah 30 menit 1270 950
Kebersihan ruangan (background) 560
Penggantian sprei normal (Normal
3520
bedmaking)
Penggantian sprei dengan
6070
bersemangat (Vigorous bedmaking)
Sumber Greene et al. (1960)
3.3.3 Aliran udara yang tidak diinginkan antara ruangan dan lantai sering sekali sulit untuk
dikontrol, hal tersebut terjadi karena adanya pintu yang terbuka, gerakan petugas dan pasien,
perbedaan temperatur, dan efek cerobong, terutama ditekankan pada bukaan vertikal seperti
tempat peluncuran, saf lif, tangga, dan saf yang umumunya untuk kebutuhan mekanikal rumah
sakit.
Sementara beberapa dari faktor ini di luar kendali praktis, efek lain mungkin diminimalkan dengan
menutup bukaan saf di ruang tertutup dan dengan merancang dan menyeimbangkan sistem udara
untuk menciptakan tekanan udara positif atau negatif dalam ruang dan area tertentu.
3.3.4 Sistem yang melayani area sangat terkontaminasi, seperti ruang otopsi dan ruang isolasi
pasien menular atau immunocompromise, tekanan udara positif atau negatif harus dijaga terhadap
ruang sebelah atau koridor.
Tekanan diperoleh dengan memasok udara sedikit lebih ke area terhadap udara yang dibuang dari
area. Hal ini akan menyebabkan udara mengalir ke area sekitar perimeter pintu dan mencegah
aliran udara dari luar.
3.3.5 Ruang operasi menunjukkan kondisi yang berlawanan. Ruangan ini membutuhkan udara
yang bebas dari kontaminasi, harus bertekanan relatif positip terhadap ruang sebelah atau koridor
untuk mencegah aliran udara masuk dari area yang relatif sangat terkontaminasi.
3.3.6 Suatu perbedaan tekanan udara dapat dijaga hanya di ruangan yang seluruhnya tertutup.
Oleh karena itu penting untuk mencegah kebocoran udara dari semua pintu atau pembatas antara
area yang berdekatan.
3.3.7 Paling penting dilakukan adalah dengan menggunakan penahan cuaca dan penutup
bawah pada pintu. Pembukaan atau penutupan pintu antara dua area secara cepat dapat
mengurangi perbedaan tekanan di antara area tersebut.
Apabila terjadi bukaan, suatu pertukaran udara alami berlangsung karena adanya arus termal
yang ditimbulkan dari perbedaan temperatur antara dua area tersebut.
Gambar 1 - Tipikal
T Penccemaran ud
dara dalam Area
A Bedah
h dan area bersebelahan
3.3.12 Aliran
A udarra laminarr
3.3.12.1 Aliran uda
ara laminarr konsep yang
y dikembangkan untuk pengg
gunaan industri ruang
g
bersih telah menarik minat
m dari beberapa
b ottoritas medis.
3.3.12.2 Adanya sistem pend dukung baikk aliran uda
ara laminarr vertikal da
an horizonttal terpisah
h
unan, menyu
dari bangu ulitkan kerja
a tim bedah
h.
3.3.12.3 Beberapa otoritas meedis tidak menganjurka
m an aliran ud
dara lamina
ar seperti bu
utir 3.3.12.2
2
untuk ruanng operasi, tetapi
t mend
dorong siste ang mirip dengan yang
em udara ya g dijelaskan
n pada butirr
3.3.12.(2).
3.3.12.4 Aliran uda
ara laminarr di ruang operasi
o beddah didefinisikan seba
agai aliran udara
u yang
g
secara dominan searrah dan tida ng. Pola aliran udara laminar sea
ak terhalan arah biasannya dicapaii
pada kecepatan 0,46 ± 0,10 m/deetik.
3.9 Perawatan.
3.9.1 Ruang pasien.
3.9.1.1 Apabila sistem sentral digunakan untuk kamar pasien, rekomendasi pada tabel 1 dan
tabel 3 untuk filtrasi udara dan laju pertukaran udara harus diikuti untuk mengurangi infeksi silang
dan mengontrol bau.
3.9.1.2 Ruangan yang digunakan untuk isolasi pasien terinfeksi, semua pasokan udara harus
dibuang keluar. Untuk rancangan temperatur 240C bola kering dengan kelembaban relatif udara
50% direkomendasikan.
3.9.1.3 Setiap kamar pasien harus memiliki kontrol temperatur individu. Tekanan udara di ruang
pasien harus netral dalam kaitannya dengan area lain.
3.9.1.4 Kebanyakan kriteria rancangan dan persyaratan teknis yang dikeluarkan instansi terkait
mengharuskan semua udara dari ruang toilet seluruhnya dibuang keluar ruangan.
Persyaratan ini didasarkan pada kontrol bau. Dalam menganalisa bau dari sentral sistem
pembuangan toilet (pasien) rumah sakit, ditemukan bahwa sistem pembuangan sentral yang besar
umumnya mempunyai pelarut yang cukup untuk untuk membuat buangan toilet tidak berbau.
3.9.1.5 Apabila sistem unit ruang digunakan (sistem unitary), pembuangan udara umumnya
dilakukan melalui ruang toilet.
3.9.1.6 Jumlah udara yang dibuang sama dengan jumlah udara luar yang disuplai masuk ke
ruang untuk ventilasi. Ventilasi toilet, kloset, kamar mandi, dan semua kamar interior harus sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Ruang Operasi:
Ruang Melahirkan
PERAWATAN
PENUNJANG
Radiologi :
Autopsy N 2 12 Ya Tidak
ADMINISTRASI
PELAYANAN
Pusat persiapan makanan ± 2 10 Ya Tidak
Tempat cuci N Pilihan 10 Ya Tidak
Gudang dietary harian ± Pilihan 2 Pilihan Tidak
Laundri, umum N 2 10 Ya Tidak
Sortir linen kotor dan gudang N Pilihan 10 Ya Tidak
Gudang linen bersih P 2 (Pilihan) 2 Pilihan Pilihan
Linen dan N Pilihan 10 Ya Tidak
Ruang bedpan N Pilihan 10 Ya Tidak
Kamar mandi N Pilihan 10 Pilihanf Tidak
Kloset Janitor N Pilihan 10 Pilihan Tidak
P = Positif. N = Negatif, E = sama, ± = kontrol langsung secara terus menerus di butuhkan e
3.10 Penunjang.
3.10.1 Departemen Radiologi.
Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi rancangan sistem ventilasi di area ini adalah
karakteristik berbau untuk perlakuan klinik tertentu dan konstruksi khusus yang dirancang untuk
mencegah kebocoran radiasi.
3.10.2 Laboratorium.
3.10.2.1 Pengkondisian udara diperlukan di laboratorium untuk kenyamanan dan keselamatan
para teknisi. Asap kimia, bau, uap, panas dari peralatan, dan bukaan jendela yang tidak diinginkan
semuanya berkontribusi terhadap kebutuhan pengkondisian udara.
3.10.9 Administrasi.
Bagian ini meliputi lobi utama, kantor dan ruang rekam medis.
Area pendaftaran dan ruang tunggu adalah area di mana risiko potensi penularan penyakit melalui
udara tidak terdiagnosis.
Penggunaan sistem pembuangan lokal yang membuang udara terhadap pasien yang mendaftar
harus dipertimbangkan.
Sistem pengkondisian udara terpisah yang tepat diinginkan untuk memisahkan area ini karena
biasanya rumah sakit kosong pada malam hari.
3.10.10.9 Pelayanan.
(1) Daerah layanan termasuk dietary, rumah tangga, mekanikal, dan fasilitas karyawan.
(2) Daerah ini udaranya dapat dikondisikan atau tidak. Ventilasi yang memadai penting untuk
menyediakan sanitasi dan lingkungan yang sehat. Ventilasi daerah ini tidak dapat dibatasi
pada sistem pembuangan saja, ketentuan untuk suplai udara harus terkait dalam
perancangan. Udara tersebut harus disaring dan dialirkan pada temperatur yang terkendali.
(3) Sistem pembuangan yang dirancang dengan baik menjadi tidak effektif tanpa suplai udara
yang memadai. Pengalaman menunjukkan bahwa ketergantungan pada jendela yang
terbuka hanya menghasilkan ketidak puasan terutama selama musim panas.
(4) Penggabungan pertukaran panas dari udara ke udara memberikan kemungkinan untuk
beroperasi secara ekonomis di area ini.
(5) Fasilitas Dietary.
(a) Area ini biasanya mencakup dapur utama, pembuatan roti, kantor ahli gizi dan ruang
makan.
(b) Karena berbagai kondisi dihadapi (yaitu panas yang tinggi, kelembaban dan bau
masakan), perhatian khusus dalam perancangan diperlukan untuk menyediakan
lingkungan yang dapat diterima.
(c) Kantor ahli gizi ini sering berada di dalam atau berdekatan dengan dapur utama.
Biasanya benar-benar tertutup untuk memastikan privatisasi dan pengurangan
kebisingan. Pengkondisian udara dianjurkan untuk pemeliharaan kenyamaan dalam
kondisi normal.
(d) Ruang cuci piring harus tertutup dan berventilasi pada tingkat minimum yang sama
dengan tudung buangan untuk mesin cuci piring. Hal yang tidak biasa adalah membagi
area pencucian piring ke dalam area kotor dan area bersih. Bila ini dilakukan, area
yang kotor harus dibuat bertekanan negatif terhadap area bersih.
3.11.4 Insulasi.
3.11.4.1 Semua pipa panas, ducting dan peralatan yang terbuka harus diinsulasi untuk menjaga
effisiensi energi dari semua sistem dan melindungi penghuni bangunan.
3.11.5 Energi.
3.11.5.1 Perawatan kesehatan membutuhkan energi intensif, sumber energi tergantung pada
perusahaan pensuplai energi.
3.11.5.2 Fasilitas rumah sakit berbeda dari bangunan lainnya, rumah sakit beroperasi 24 jam per
hari sepanjang tahun, memerlukan sistem cadangan yang canggih dalam kasus utilitas normal
padam, penggunaan sejumlah besar udara luar untuk memerangi bau dan pelarutan
mikroorganisme, dan harus berhubungan dengan masalah infeksi dan pembuangan limbah padat.
3.11.5.3 Sejumlah besar energi dibutuhkan untuk sumber daya diagnostik, teraputik, dan peralatan
pemantau serta dukungan layanan seperti penyimpanan, persiapan dan pelayanan makanan dan
fasilitas laundri.
3.11.5.4 Penghematan energi di rumah sakit dapat dilakukan dalam berbagai cara, seperti
menggunakan tangki penyimpanan energi yang lebih besar dan menggunakan perangkat
konservasi energi yang mentransfer energi dari udara panas atau dingin dari pembuangan panas
bangunan atau udara dingin yang masuk.
3.11.5.5 Pemanasan pipa, berjalan sekitar loop dan bentuk lain pemulihan panas memperoleh
perhatian yang meningkat.
3.11.5.6 Insinerator limbah padat menghasilkan buangan uap panas yang dapat digunakan untuk
laundri dan air panas perawatan pasien menjadi semakin umum.
3.11.5.7 Komplek perawatan kesehatan yang besar menggunakan sistem mesin sentral yang
mungkin termasuk penyimpanan panas, economizer hidronik, pompa primer/sekunder, kogenerasi
panas boiler, pemulihan energi, dan pemulihan panas insinerator.
4.1 Umum.
4.1.1 Fasilitas rawat jalan dapat menjadi unit yang berdiri sendiri, bagian dari fasilitas
perawatan akut, atau bagian dari fasilitas medis seperti bangunan medis (klinik).
4.1.2 Beroperasinya dilakukan tanpa mengantisipasi pasien bermalam (yaitu, fasilitas
beroperasinya dari 8 jam sampai 10 jam per hari).
Jika secara fisik terhubung ke fasilitas rumah sakit dan dilayani oleh sistem tata udara rumah sakit,
ruang fasilitas rawat jalan harus sesuai dengan persyaratan fasilitas rumah sakit.
4.1.3 Apabila fasilitas rawat jalan benar-benar terpisah dan memiliki sistem tata udara sendiri,
maka fasilitas perawatan kesehatan ini dapat dikatagorikan sebagai klinik diagnostik atau klinik
pengobatan.
5.2 Pemeliharaan.
5.2.1 Umum.
5.2.1.1 Sesuatu bagian yang bergerak akhirnya akan patah atau rusak. Sebuah rumah sakit
membutuhkan pemeliharaan seperti fasilitas lainnya.
5.2.1.2 Pada suatu saat, biaya pemeliharaan menjadi komponen terbesar yang tidak terkontrol
dari pengoperasian rumah sakit. Karenanya pemeliharaan harus secara hati-hati ditinjau ulang.
5.2.1.3 Pelaksanaan jadwal pengoperasian dan pemeliharaan yang kurang benar, seperti
pemeliharaan pencegahan atau perbaikan chiller yang didasarkan secara sederhana dan
dilakukan dalam jangka waktu pendek, dapat menjadi sangat mahal.
Hal sebaliknya bila pemeliharaan dilakukan hanya pada saat peralatan/komponen tidak berfungsi
(pemeliharaan reaktif) dapat menyebabkan kerugian fungsi yang besar dan sulit diterima.
5.2.1.4 Empat (4) pendekatan umum untuk pemeliharaan : reaktif, preventif, prediktif, dan proaktif
- berevolusi setiap tahun sebagai progres dalam sistem diagnostik telah dilakukan.
Penjelasan lebih detail tentang pendekatan pemeliharaan diberikan dibawah ini.
(3) Jika hanya berdasar pada pengukuran saja, maka mesin tidak memiliki masalah.
(4) Pada grafik apabila menunjukkan gejala bahwa tingkat getaran naik pada laju yang
meningkat, merupakan tanda akan ada masalah di waktu mendatang,
5.5.5 Penilaian sendiri dan resolusi masalah kualitas udara dalam ruangan.
5.5.5.1 Masalah kualitas udara dalam ruangan berasal dari banyak sumber yang berbeda di
dalam fasilitas. Sumber ini dapat terkait dengan sistem bangunan, proses dan prosedur, praktek
manajemen, karyawan, dan pengaruh luar.
5.5.5.2 Bagian pemeliharaan biasanya memperoleh panggilan pertama yang berhubungan
dengan masalah ini, dan bagian ini mengikuti sistematik proses investigasi yang dibutuhkan.
5.6 Konstruksi.
5.6.1 Umum
5.6.1.1 Banyak bagian pemeliharaan melakukan sendiri pekerjaan jasa konstruksi di bangunan
untuk renovasi atau proyek konstruksi baru.
5.6.1.2 Jika dikelola dengan baik, biasanya dapat memberikan konstruksi dengan biaya yang
lebih rendah dari kontraktor luar.
5.6.1.3 Bagian pemeliharaan memiliki keuntungan dengan memanfaatkan waktu menganggur
dan jika diperlukan mereka dapat bergerak dari satu lokasi ke lokasi lain dalam waktu singkat.
5.6.1.4 Konstruksi dan fungsi pemeliharaan harus didefinisikan secara jelas dan terpisah. Selalu
ada bahaya bahwa pekerjaan konstruksi yang terlalu banyak dapat mengalihkan sumber daya
manusia dari fungsi bagian perawatan.
(1) Pedoman Teknis ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan oleh pengelola rumah
sakit, penyedia jasa konstruksi, Dinas Kesehatan Daerah, dan instansi yang terkait dengan
pengaturan dan pengendalian penyelenggaraan pembangunan rumah sakit dalam prasarana
sistem tata udara, guna menjamin kesehatan dan kenyamanan rumah sakit dan
lingkungannya.
(2) Ketentuan-ketentuan yang lebih spesifik atau yang bersifat alternatif serta penyesuaian
pedoman teknis prasarana sistem tata udara oleh masing-masing daerah disesuaikan
dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan di daerah.
(3) Sebagai pedoman/petunjuk pelengkap dapat digunakan Standar Nasional Indonesia (SNI)
terkait lainnya.
Gamb
bar L1.1.2b - Aliran lam
miner, memb
batasi konta
aminasi mikkroorganism
me yang menyebar
L1.2. Tekanan
T A
Antar Ru
uang.
T
Tabel L1.2.1 – Contoh
h gerakan udara dan
n presurisa
asi
Ukuran
41,,2 m x 1,8 m 2,1 m x 2,4
2 m Ke
edua pintu
pintu
30% 60% 1
100% 0%
30 %
60% 100% 30% 60% 100%
Kondisi
terbuka terbuka te
erbuka terb
buka terbuk
ka terbuka terbuka terbuka terrbuka
Luas
bukaan 0,67 1,33 2,22 1,53 3,11 5,18 2,22 4,26 4,63
4
(m2)
Tekanan
statik 15,625 15,625 15,625 15,625 15,62
25 15,625 15,625 15,625 15
5,625
(inch.W.G))
Q (CFM) 7344 14688 2
24480 171
136 34272 57120 24480 48960 81600
1/16” ko
olom air = 0,0625
Ukuran
4 ft x 6 ft 7 ft x 8 ft Ke
edua pintu
pintu
30% 60% 1
100% 0%
30 %
60% 100% 30% 60% 100%
Kondisi
terbuka terbuka te
erbuka terb
buka terbuk
ka terbuka terbuka terbuka terrbuka
Luas
bukaan 7,2 14,4 24 16
6,5 33,6
6 56 24 46 50
(ft2)
Tekanan
statik 0,0625 0,0625 0
0,0625 0,0625 0,062
25 0,0625 0,0625 0,0625 0,0625
(inch.W.G))
Q (CFM) 4320 8640 1
14400 100
080 20160 33600 14400 28800 48
8000
1/16” ko
olom air = 0,0625
Gambar L1.2.1 – Perbedaan tekanan udara antara ruangan dengan ruangan sebelahnya.
L1.2.2 Tekanan positip diruang tertentu direncanakan agar sumber penyakit dari luar ruangan
tidak masuk/infitrasi ke dalam ruangan tersebut yang di dalamnya terdapat pasien dalam keadaan
darurat, atau dengan luka terbuka.
L1.2.3. Ruang dengan tekanan negatif diperlukan agar pasien yang mempunyai penyakit menular
dan berbahaya tidak membahayakan pengunjung dan pasien yang lain.
L2.1. Pengukuran
L2.1.1. Tidak semua Rumah Sakit yang telah berdiri sebelum standar ini diberlakukan telah
direncanakan dengan pertimbangan akan dilakukan pengukuran pemakaian energi di kemudian
hari. Oleh karena itu, pengukuran energi dan pengukuran beban pendingin perlu dilakukan dengan
tidak mengorbankan ketelitian dan kebenaran prinsip pengukuran.
L2.1.2. Berikut ini adalah petunjuk untuk sistem tata udara yang umum digunakan pada gedung:
(1) Pengukuran untuk menghitung COP dilakukan pada mesin refrigerasi. Untuk mesin
refrigerasi yang evaporatornya menghasilkan air sejuk (chilled water), dilakukan pengukuran
kapasitas pendingin pada sisi air sejuk. Sedang untuk mesin refrigerasi yang evaporatornya
menghasilkan udara sejuk dilakukan pada sisi udara. Daya listrik yang dipakai mesin
refrigerasi untuk perhitungan COP adalah daya kompresor saja.
(2) Perhitungan untuk mengevaluasi sistem tata udara keseluruhan meliputi pengukuran
kapasitas pendingin pada evaporator, pengukuran seluruh daya listrik yang diperlukan untuk
menyelenggarakan kenyamanan dalam gedung tersebut.
(3) Dalam beberapa kondisi dapat dilakukan pengukuran tidak langsung. Misalnya apabila
sistem tata udara atau peralatannya relatif masih baru, diharapkan peralatan tersebut masih
bekerja sesuai dengan karakteristik yang dijamin pabriknya. Dengan demikian misalnya
pada pompa air dapat diukur beda tekanan sisi masuk dan keluar pompa, diukur kecepatan
putarnya, dan kemudian membaca besarnya laju aliran air pada kurva karakteristik yang
diterbitkan oleh pabrik pompa tersebut. Prinsip yang sama dapat dilakukan pula kepada fan
yang karakteristiknya diketahui dari pabrik pembuatnya dan kondisinya relatif masih baru,
sehingga dapat dianggap masih beroperasi mengikuti kurva karakteristik tersebut.
(4). Seluruh analisa energi bertumpu pada hasil pengukuran, sehingga semua hasil pengukuran
harus dapat diandalkan dan mempunyai kesalahan (error) yang masih dapat diterima. Oleh
karena itu penting untuk menjamin bahwa alat ukur yang digunakan dapat diandalkan dan
telah dikalibrasi dalam batas waktu sesuai ketentuan yang berlaku. Kalibrasi harus dilakukan
oleh pihak yang diberi wewenang hukum untuk itu.
L2.2. Pengujian
L2.2.1. Prosedur pengukuran berbagai besaran harus mengikuti ketentuan yang relevan terutama
dalam SNI 05-3052-1992 “Cara Uji Unit Pengkondisian Udara”, khususnya mengenai pengukuran
temperatur, kecepatan aliran udara dalam duct, laju aliran air sejuk dalam pipa.
L2.2.2. Pengujian effisiensi dapat dilakukan pada sesuatu sub sistem atau sesuatu peralatan
dalam sistem tata udara, untuk memeriksa apakah sub sistem atau peralatan tersebut masih
bekerja dengan effisiensi yang dijamin pabrik. Kalau hasil pengujian menunjukkan effisiensinya
telah berkurang cukup besar, perlu diperiksa untuk mencari kemungkinan perbaikan atau
modifikasi agar dapat diperoleh effisiensi yang lebih baik.
L2.4. Pemeliharaan.
L2.4.1. Umum
L2.4.1.1 Pemeliharaan Sistem Tata Udara yang dimaksud adalah kegiatan yang berkaitan dengan
upaya untuk mempertahankan kinerja mesin berikut komponennya agar dapat beroperasi secara
aman dan tidak mengganggu keselamatan kerja dan kenyamanan penghuni gedung.
L2.4.1.2 Pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan yang terencana dan terjadwal dapat mengurangi
kerusakan mesin serta dapat mempertahankan umur mesin sesuai dengan ketentuan pabrik.
L2.4.1.3 Sebelum pelaksanaan kegiatan pemeliharaan, diperlukan informasi lengkap tentang
(1) Gambar sistem Tata Udara lengkap dengan data-data teknis, petunjuk operasi mesin dan
petunjuk pemeliharaan yang dikeluarkan oleh pabrik pembuat mesin pendingin.
(2) Dokumen sejarah operasi mesin dan komponennya yang berisi keterangan tentang
(3) Data operasi mesin.
(4) Jenis kerusakan dan penggantian komponen yang pernah dilakukan sebelumnya serta
penyebab kerusakan yang dialami.
L2.4.4.2 Motor
(1) Pemeriksaan/perbaikan yang menimbulkan kebisingan
(2) Pemeriksaan/perbaikan terhadap arus listrik yang tidak sesuai dengan data name plate atau
dari brosur.
(3) Pemeriksaan/perbaikan coupling
(4) Pemeriksaan/perbaikan/penggantian tahanan kumparan kawat stator pada motor
L2.4.4.3 V-belt
(1) Periksa tegangan belt
(2) Periksa/atur kelurusan pulley
L2.4.4.4 Pompa
(1) Pemeriksaan/perbaikan yang menimbulkan kebisingan
(2) Pemeriksaan/perbaikan terhadap arus listrik yang tidak sesuai dengan data name Plate atau
dari brosur
(3) Pemeriksaan/perbaikan coupling dan lubang-lubang tangkai motor dengan pompa
(4) Pemeriksaan/perbaikan kebocoran
(5) Pemeriksaan/pembersihan kotoran yang terbawa oleh air dan mengendap di rumah pompa
(6) Pemeriksaan/pembersihan karat
(7) Pemeriksaan/pembersihan tangkai katup sisi hisap dan sisi tekan
(8) Pemeriksaan/perbaikan sebagai akibat tidak normalnya kapasitas pompa, misalnya tekanan
dan kecepatan air berkurang.
1 Penanggung Jawab
10 Ramadhona, ST Anggota
Penjelasan :
IAFBI = Ikatan Ahli Fisika Bangunan Indonesia.
PII = Persatuan Insinyur Indonesia.
ITB = Institut Teknologi Bandung.
UI = Universitas Indonesia.
Indonesia, letak geografi berada pada lempeng samudra hindia australia. Sehingga dampak
negatif yang bisa terjadi adalah patahnya lempengan tersebut akibat pergeseran lapisan bumi
yang disebut dengan istilah “sesar”. Akibat terjadinya patahan ini terjadilah bencana gempa, atau
yang lebih dahsyat lagi disebut dengan tsunami.
Indonesia, terdiri dari banyak gunung-gunung yang masih aktif, dimana sewaktu waktu dapat
meletus dan akibat bencana ini mengancam jiwa terhadap manusia dan kerugian harta benda.
Indonesia, terutama di kota-kota besarnya mempunyai sistem drainase yang kurang memadai,
sehingga dengan terjadinya hujan lebat berdampak pada bencana banjir.
Kecerobohan manusia disertai bangunan dan prasarana yang kurang atau tidak memadai sesuai
ketentuan yang berlaku juga dapat mengakibatkan terjadinya bencana kebakaran.
Empat kondisi tersebut di atas merupakan bentuk kondisi bencana dan situasi darurat yang harus
dihadapi rumah sakit.
“Rumah Sakit” harus tetap kokoh berdiri dengan aman terhadap bentuk bencana apapun yang
terjadi, dan rumah sakit harus tetap mampu melayani masyarakat dalam bidang kesehatan.
Untuk memberikan arahan terhadap pembangunan rumah sakit yang aman terhadap bencana dan
kondisi darurat, Kementerian Kesehatan menyusun buku “Pedoman Teknis Bangunan Rumah
Sakit yang aman dalam situasi darurat dan bencana”, dengan harapan dapat menjadi pedoman
untuk pembangunan rumah sakit yang berada di daerah rawan bencana.
Buku Pedoman teknis ini juga merupakan salah satu petunjuk pelaksanaan dari sub bagian dari
pasal 11 ayat (g) tentang “petunjuk, standar dan sarana evakuasi saat terjadi keadaan darurat”
pada “Persyaratan Teknis Prasarana Rumah Sakit”, yang merupakan turunan dari Undang-
Undang No. 44 Tahun 2009 tentang “Rumah Sakit”.
Buku pedoman teknis ini merupakan bentuk “adopsi modifikasi” dari buku “Safe Hospitals in
Emergencies and Disasters, Structural, Non Structural and Function Indicators, yang diterbitkan
oleh World Health Organization Regional Office for the Western Pacific 2009, bersama Europian
Commision.
Dengan diterbitkannya buku ini semoga bermanfaat bagi pembacanya.
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
DAFTAR ISI
1.4 Tujuan.
Pedoman Teknis ini bertujuan dapat menjadi panduan dan acuan untuk :
(1) menilai kelemahan struktural, nonstruktural dan fungsional bangunan rumah sakit dan
fasilitas kesehatan yang ada;
(2) memberikan saran dalam membangun rumah sakit dan fasilitas kesehatan baru yang
mampu bertahan dalam kondisi darurat dan bencana; dan
2.1 Pendahuluan.
2.1.1 Selama keadaan darurat dan bencana, rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya harus
tetap aman, mudah didatangi dan berfungsi pada kapasitas maksimum dalam usaha membantu
keselamatan jiwa.
2.1.2 Rumah sakit harus terus menyediakan layanan penting seperti layanan medik, perawatan,
laboratorium dan layanan kesehatan lainnya serta merespon persyaratan- persyaratan yang
berhubungan dengan keadaan darurat.
2.1.3 Bangunan rumah sakit yang aman harus tetap terorganisir dengan rencana kontigensi di
tempat dan tenaga kesehatan terlatih untuk menjaga jaringan operasional.
2.1.4 Membangun rumah sakit yang aman melibatkan banyak faktor pengetahuan yang
berkontribusi terhadap kelemahan bangunan selama keadaan darurat atau bencana, seperti lokasi
gedung, spesifikasi desain dan bahan yang digunakan serta memberikan kontribusi pada
kemampuan bangunan rumah sakit dalam menahan untuk tidak runtuh apabila terjadi peristiwa
alam yang merugikan.
2.1.5 Dengan munculnya keadaan darurat atau bencana, kerusakan elemen nonstruktural
dapat memaksa rumah sakit menghentikan operasinya. Keadaan ini memungkinkan timbulnya
peningkatan kasus-kasus darurat yang membutuhkan rumah sakit. Keadaan ini menjadi
tantangan ketika petugas medis dan petugas pendukung juga terpengaruh, sehingga kapasitas
respon rumah sakit menjadi terbatas.
2.1.6 Rumah sakit yang aman memerlukan visi dan komitmen untuk memastikan bahwa rumah
sakit berfungsi penuh, terutama selama keadaan darurat dan bencana. Untuk itu perlu melibatkan
berbagai sektor, seperti perencanaan pengoperasian rumah sakit, keuangan, pelayanan publik,
arsitektur dan rekayasa dalam menentukan kelemahan bangunan rumah sakit dan menangani
perbaikannya.
2.1.7 Desain dalam pembangunan rumah sakit dan fasilitas kesehatan harus mengikuti
persyaratan teknis proteksi kebakaran, keselamatan dan langkah-langkah pengurangan risiko.
Kelemahan fasilitas nonstruktural dan fungsional yang ada harus dikurangi.
2.2.1 Umum.
2.2.1.1 Elemen-elemen struktur bangunan rumah sakit dan fasilitas kesehatan seperti lokasi
bangunan dan pertimbangan desain struktur penting untuk bangunan dalam menghadapi peristiwa
yang merugikan.
2.2.1.2 Elemen-elemen struktur harus sesuai dengan lokasi bangunan dan bahaya alam yang
umum di lokasi itu.
2.2.1.3 Letak dimana bangunan rumah sakit atau fasilitas kesehatan mengindikasikan adanya
ancaman seperti banjir di lembah atau tanah longsor di sepanjang lereng harus dihindari.
2.2.1.4 Identifikasi lokasi dan setiap potensi bahaya harus ditangani dengan langkah-langkah
yang tepat untuk meminimalkan kerusakan struktur.
2.2.2 Lokasi.
2.2.2.1 Bangunan tidak berada di lokasi area berbahaya.
(1) tidak ditepi lereng.
(2) tidak dekat kaki gunung, rawan terhadap tanah longsor.
(3) tidak dekat anak sungai, sungai atau badan air yang dapat mengikis pondasi.
(4) tidak di atas atau dekat dengan jalur patahan aktif (kurang dari 10 meter)
(5) tidak di daerah rawan tsunami.
(6) tidak di daerah rawan banjir
(7) tidak dalam zona topan
(8) tidak di daerah rawan badai
2.2.2.2 Bangunan memiliki infra struktur yang memadai untuk mengatasi bahaya terkait lokasi
seperti drainase air hujan dan tanggul.
2.2.4 Struktur.
2.2.4.1 Tidak ada keretakan pada struktur utama. Keretakan kecil atau retak rambut harus
diselidiki oleh tenaga ahli struktur yang kompeten dan diperbaiki di lokasi.
2.2.4.2 Struktur dibangun dengan bahan tahan api dan tidak beracun.
2.2.4.3 Struktur dibangun dengan kompetensi teknis yang memadai. Inspeksi dan kontrol mutu
bangunan dilaksanakan dengan tepat.
2.2.4.4 Lemari, rak, peranti, peralatan, diangkur dengan benar
2.2.4.5 Ram berada pada area yang tepat untuk pergerakan tempat tidur pasien dan untuk
digunakan penyandang cacat.
2.2.5 Perizinan.
2.2.5.1 Lengkapi set gambar konstruksi sesuai yang dibangun dan selalu tersedia bila diperlukan.
2.2.5.2 Lengkapi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diperlukan dan Izin Penggunaan
Bangunan (IPB) atau Sertifikat Laik Fungsi (SLF).
2.2.5.3 Selama konstruksi, bahan konstruksi secara menyeluruh diperiksa dan dikontrol mutunya
oleh tenaga ahli yang kompeten.
2.2.5.4 Perubahan bangunan dilakukan dengan meninjau/ memperhatikan rencana asli bangunan
dan dilakukan bersama tenaga ahli yang kompetent.
2.4.1 Umum.
2.4.1.1 Fungsi rumah sakit dan fasilitas kesehatan selama keadaan darurat atau bencana sangat
penting. Perlu dipastikan bahwa layanan kesehatan harus tersedia karena sangat dibutuhkan.
Kelompok petunjuk fungsional meliputi :
(1) Lokasi dan aksesibilitas.
(2) Sirkulasi internal dan interoperabilitas.
3.1 Identifikasi struktur, non struktur dan kelemahan fungsional adalah langkah pertama yang
perlu dilakukan dalam rangka pengurangan risiko di rumah sakit dan fasilitas kesehatan dan
memastikan akan tangguh, aman dan akan tetap beroperasi pada saat kejadian darurat dan
bencana.
3.2 Dokumen ini tersedia dalam bentuk daftar petunjuk yang perlu dipertimbangkan dalam
menilai kelemahan rumah sakit dan fasilitas kesehatan.
3.3 Petunjuk struktur yang kritis untuk bangunan dalam menahan peristiwa alam yang
merugikan, termasuk :
(1) lokasi bangunan;
(2) speifikasi rancangan; dan
(3) material-material yang digunakan di rumah sakit dan fasilitas kesehatan.
3.4 Petunjuk nonstruktural penting untuk operasi harian rumah sakit dan fasilitas kesehatan.
Jika nonstruktural ini rusak, maka rumah sakit tidak akan mampu untuk berfungsi dan kejadian ini
dapat menyebabkan kecelakaan pada pasien. Nonstruktural ini termasuk :
(1) Elemen arsitektural seperti langit-langit, jendela dan pintu;
(2) Peralatan medik dan laboratorium;
(3) Penyelamatan jiwa (instalasi mekanikal, elektrikal dan plambing); dan
(4) Masalah keselamatan dan keamanan.
3.5 Petunjuk fungsional penting untuk kelangsungan operasi rumah sakit dan fasilitas
kesehatan. Fungsional ini termasuk :
(1) Lokasi dan aksesibilitas;
(2) Sirkulasi internal dan interoperabilitas;
(3) Peralatan dan pasokan;
(4) Prosedur operasi standar dan pedoman-pedoman;
(5) Sistem logistik dan utilitas;
(6) Keamanan dan Alarm (tanda bahaya);
(7) Sumber daya manusia; dan
(8) Pemantauan dan evaluasi.
3.6 Setelah identifikasi kelemahan-kelamahan, langkah selanjutnya adalah merencana kan
aksi yang dapat dilakukan untuk mengurangi kelemahan.
(1) Pada kelemahan struktural, termasuk meningkatkan perencanaan berdasarkan persyaratan
teknis yang berlaku, retrofit, merelokasi layanan kritis untuk mengurangi bagian-bagian yang
lemah dari bangunan dan penggunaan penghalang untuk proteksi.
(1) WHO/EURO (2006), Health facility seismic vulnerability evaluation; a handbook, Copenhagen,
Denmark.
(2) WHO/PAHO (2003), Protecting new health facilities from natiral disasters; guidelines for the promotion
of disaster mitigation. Washington,D.C
Petunjuk : Dalam kolom kedua, isi dengan Y, bila sesuai, atau X bila tidak sesuai. Y
Gunakan kolom terakhir untuk komentar. Masukkan TB (tidak berlaku) dalam kolom atau Catatan
terakhir jika kondisi tidak ada dalam peraturan pemerintah pusat atau lokal. X
A LOKASI
B DESAIN
1 Bangunan rumah sakit memiliki bentuk yang sederhana dan simitris di kedua
sumbu lateral dan longitudinal (misalnya persegi atau persegi panjang),
sehingga tahan ketika mengalami gaya seperti yang ditimbulkan oleh gempa
bumi.
2 Elemen struktur bangunan (pondasi, kolom, balok, plat lantai, rangka batang)
dan elemen nonstruktural diperhitungan sesuai dengan persyaratan untuk
angin kencang (faktor keutamaan angin 1,15) dan gempa bumi (faktor
keutamaan seismik 1,4)
3 Dinding kaca, pintu dan jendela mampu menahan kecepatan angin antara
200 ~ 250 km/jam.
4 Jumlah lantai yang digunakan untuk pelayanan kesehatan pada bangunan
rumah sakit harus kurang dari 5 (lima) lantai, terutama di daerah yang rawan
gempa.
C STRUKTUR
1 Tidak ada keretakan pada struktur utama, keretakan kecil atau retak rambut
harus diselidiki oleh tenaga ahli struktur yang kompeten dan diperbaiki di
lokasi.
2 Struktur dibangun dengan bahan tahan api dan tidak beracun.
3 Struktur dibangun dengan kompetensi teknis yang memadai. Dilaksanakan
inspeksi dan pengawasan bangunan secara tepat.
4 Lemari, rak, peranti, peralatan, diangker dengan benar
5 Ramp berada pada area yang tepat untuk memindahkan tempat tidur pasien
dan untuk digunakan oleh penyandang cacat.
D PERIZINAN
1 Harus dilengkapi set gambar terpasang (as built drawing) sesuai yang
dibangun dan selalu tersedia bila diperlukan.
2 Harus dilengkapi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diperlukan dan
Sertifikat Laik Fungsi (SLF).
Petunjuk : Dalam kolom kedua, isi dengan Y, bila sesuai, atau X bila tidak sesuai. Y
Gunakan kolom terakhir untuk komentar. Masukkan TB (tidak berlaku) dalam kolom atau Catatan
terakhir jika kondisi tidak ada dalam peraturan pemerintah pusat atau lokal. X
A DOKUMEN BANGUNAN/GAMBAR/PERENCANAAN
B ELEMEN ARSITEKTUR.
1 Sistem Kelistrikan.
a. Generator darurat mempunyai kapasitas memenuhi kebutuhan prioritas
rumah sakit (ketentuan untuk sistem cadangan kelistrikan, termasuk
2 Sistem Komunikasi
a antena dan batang terminal proteksi petir dijepit dan ditumpu untuk
keselamatan.
b terminal proteksi petir dengan fitur proaktif operasional lebih disukai,
mengikuti SNI proteksi petir.
c dilengkapi dengan proteksi petir.
d radio mempunyai sumber arus listrik cadangan (batere).
e tersedia sistem komunikasi cadangan (a.l handy talky).
f peralatan utama komunikasi dan kabel dipasang dengan angker dan
7 Peralatan dan alat penunjang lain dalam bagian pengobatan nuklir dan unit therapi
radiasi.
a perlindungan yang memadai terhadap bahaya radiasi.
b menggunakan iluminasi dengan sistem cadangan pencahayaan dalam
kasusu kegagalan daya listrik normal.
c aman dari banjir.
d tersedia area dekontaminasi standar (tetap/bergerak).
e ventilasi, air conditioning dan humiditi kontrol yang baik.
f pasokan daya listrik yang cukup (kira-kira 24 kW/unit) dengan pemutus
arus tersendiri, sistem dibumikan.
g tempat tidur harus terlindung di tempat dan dapat juga digerakkan jika
dibutuhkan.
h peralatan dan kelengkapan yang dibutuhkan untuk pengobatan /tindakan
diletakkan dekat penunjang tempat tidur, dipasang tetap dan diangkur.
i Area monitor dilengkapi dengan alarm, meter survey radiasi dengan
peringatan suara.
j penyimpanan dan pemisahan yang tepat, penangan dan pembuangan
kimia, radioaktif, dan material berbahaya lainnya.
k fasilitas terpisah terpisah untuk pemrosesan reagent dan unsur kimia,
radio pharmasi, dan diagnosa kit.
l air bekas dibuang ke instalasi pengolahan air limbah.
m adanya peralatan keselamatan sebagai berikut :
x pelindung;
x peralatan proteksi petugas;
x perkakas untuk penangan jarak jauh;
x kontainer untuk material radioaktif;
x monitor nilai dose dengan alarm;
x tanda arah, label, rekaman/catatan.
x kit darurat.
Petunjuk : Dalam kolom kedua, isi dengan Y, bila sesuai, atau X bila tidak sesuai. Y
Gunakan kolom terakhir untuk komentar. Masukkan TB (tidak berlaku) dalam kolom atau Catatan
terakhir jika kondisi tidak ada dalam peraturan pemerintah pusat atau lokal. X
1 Lokasi.
a dilokasi sepanjang atau dekat jalan raya yang baik dan sarana
transportasinya memadai mudak diakses oleh masyarakat.
b Cukup bebas dari kebisingan yang tidak semestinya, asap, bau busuk,
banjir dan tidak terletak berdekatan dengan jalur kereta api, angkutan
umum, taman bermain anak-anak, bandara, pabrik industri, pabrik
pengolahan sampah.
c Mematuhi semua peraturan zonasi lokal.
2 Aksesibilitas
a Tidak ada penghalang di jalan menuju rumah sakit.
b Memiliki akses ke lebih dari satu jalan (jalur alternatif) dan memiliki pintu
masuk lokasi dan pintu keluar lokasi terpisah
1 Sirkulasi Internal.
a Perawat di ruang pos perawat dapat melihat keluar rawat inap dan
mempunyai akses ke pasien.
b Ruang rawat dan sanitasi toilet.
c Zona area layanan yang tepat :
x Departemen yang paling erat hubungannya dengan masyarakat
diletakkan dekat pintu masuk Rumah Sakit (Instalasi Rawat
Jalan, Instalasi Gawat Darurat, Administrasi, perawatan
kesehatan primer).
x Departemen yang menerima beban kerja dari instalasi rawat inap
atau zona bagian dalam harus diletakkan dekat dengan bagian ini
(radiologi, laboratorium)
x Departemen rawat inap harus berada di zona bagian dalam.
d Pintu masuk yang aman dan terkontrol dilengkapi dengan peta area.
2 Interoperabilitas.
a Area penunjang, seperti pembangkit listrik, boiler, fasilitas penyimpanan
air, area laundri dan rumah pompa diletakkan pada bangunan terpisah.
b Area yang akan diubah menjadi ruang pasien selama situasi bencana
benar-benar teridentifikasi dengan pencahayaan yang memadai, kotak
kontak, persediaan air dan closet atau kamar mandi.
c Kamar mayat diletakkan terpisah dari area layanan, sebaiknya dilengkapi
dengan pagar atau pintu gerbang.
d Area diagnostik dengan menggunakan peralatan yang berat sebaiknya
diletakkan di lantai dasar, akan tetapi aman terhadap banjir.
e Di identifikasi area evakuasi dan tempat berkumpul.
f Fasilitas Laboratorium, radiologi dan radiotherapi adalah area terbatas.
2 Prosedur.
a Prosedur administrasi khusus untuk tanggap darurat dan bencana.
b Prosedur untuk mobilisasi sumbr daya (dana, logistik, sumber daya
manusia), termasuk penggiliran tugas selama bencana dan darurat
c Prosedur memperluas layanan, ruangan dan tempat tidur dalam kejadian
lonjakan jumlah pasien.
d Prosedur proteksi rekam medik pasien.
e Prosedur untuk pemeriksaan keselamatan regular peralatan oleh otoritas
yang sesuai dan pemeliharaan pencegahan.
f Prosedur pengawasan epidemiologic rumah sakit.
g Prosedur untuk menyiapkan lokasi untuk penempatan sementara untuk
pemeriksaan forensik.
h Prosedur untuk pengangkutan dan persediaan logistik.
i Prosedur merespon selama malam hari, hari libur dan giliran libur.
3 Pedoman
a Pedoman untuk makanan dan perediaan untuk petugas rumah sakit
selama situasi darurat.
b Pedoman dan tindakan untuk memastikan mobilisasi penambahan
petugas selama situasi darurat secara baik.
c Pedoman untuk kesehatan jiwa dan dukungan psychosocial.
d Pedoman tindakan/pengobatan atau protokol.
e Pedoman seperti memorandum atau perintah rumah sakit untuk semua
petugas rumah sakit untuk berpartisipasi dalam latihan dan pelaksanaan
simulasi.
f Pedoman untuk menangani sukarelawan, khususnya selama situasi
darurat dan bencana.
g Pedoman tentang senjata api untuk polisi yang datang dan pergi
mengunjungi rumah sakit, atau menjaga pasien terhukum.
1 Sistem Logistik.
a Sistem untuk memperkirakan kebutuhan obat, menjaga persediaan,
penyimpanan, penyaluran, mengeluarkan dan mengontrol penggunaan obat.
b Penyimpanan persediaan yang berhubungan dengan medik untuk situasi
darurat.
c Pengaturan khusus dengan penjual dan pemasok untuk pembelian dalam
situasi darurat .
3 Sistem Kelistrikan.
a Sistem tentang bagaimana daya listrik dipasok ke rumah sakit, voltase
inggi ditribusi seperti 380V/220V, menggunakan sistem 3 phase 4 kawat
untuk biaya rendah dan effisiensi lebih besar.
b Pasokan listrik rumah sakit, dalam istilah amper, cycle atau kiloWatt.
c Transformer menggunakan sitem pendinginaan yang tidak mudah
terbakar, yaitu jenis kering, epoksi resin, atau minyak silikon atau minyak
R-Temp bertemperatur tinggi.
d Lokasi panel kontrol dan jalur distribusi daya harus ditunjukkan pada
perencanaan lantai.
e Adanya generator sebagai daya darurat atau daya pengganti untuk
pencahayaan darurat dan operasi peralatan penting.
f Generator set harus diletakkan pada ditempat yang tidak berdekatan
dengan ruang operasi atau area rawat inap.
g Direkomendasikan sirkit untuk daya darurat harus disediakan untuk:
Pencahayaan :
x semua eksit, termasuk tanda arah eksit, tangga dan koriddor;
x kamar bedah, kebidanan, ruang pemulihan, dan ruang gawat
darurat;
x ruang bayi, laboratorium, unit perawatan intensif, pos perawat,
ruang sebelum melahirkan, dan farmasi;
x lokasi generator set, lokasi panel utama listreik dan ruang boiler;
x satu atau dua elevator, jika dibutuhkan untuk situasi darurat;
x ruang operator telepon;
x ruang komputer,
Peralatan :
x Sistem panggil perawat;
x sistem alarm, termasuk alarm kebakaran;
x pompa kebakaran.
x refrigerator untuk bank darah;
x peralatan untuk operasi, pemulihan, perawatan intensif, dan
ruang melahirkan;
x satu unit sterilisasi yang menggunakan listrik, jika dipasang;
x sistem pengolahan air limbah, dan sistem pompa angkat.
x peralatan penting untuk memelihara layanan telepon dan sistem
dasar radio dua arah.
Pemanasa, Pendinginan dan sistem ventilasi:
x ruang operasi, ruang melahirkan, ruang sebelum melahirkan,
ruang pemulihan, unit perawatan intensif, ruang bayi, unit
perawatan intensif bayi baru lahir, dan ruang pasien.
2 Sistem Keamanan.
a Tersedia unit pengaman (swasta atau organik).
b SOP yang ketat pada area berisiko tinggi tertentu seperti pintu masuk
utama dan pintu keluar, area yang menyimpan zat dan kimia mudah
menguap dan area yang berisi peralatan medik yang bernilai tinggi.
c Tempat penyimpanan senjata api saat memasuki rumah sakit (tidak
diperbolehkan ada senjata api di dalam rumah sakit).
d Ketentuan untuk mengingatkan dan memanggil penjaga untuk bertugas
selama situasi darurat dan bencana.
e Koordinasi dengan pejabat setempat untuk membantu rumah sakit
selama situasi darurat dan bencana.
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
DAFTAR ISI
KETENTUAN UMUM 1
1.1 Pendahuluan 1
1.2 Maksud Dan Tujuan 1
1.3 Pengertian 2
1.4 Ruang Lingkup 4
3.5 Eksit
bagian dari sebuah sarana jalan ke luar yang dipisahkan dari tempat lainnya dalam bangunan
gedung oleh konstruksi atau peralatan sesuai butir 4.1.2 untuk menyediakan lintasan jalan yang
diproteksi menuju eksit pelepasan.
3.10 Ram
suatu jalan yang memiliki kemiringan lebih curam dari 1 : 20.
4. Ruang Lingkup.
Lingkup materi Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Bangunan dan Prasarana Rumah
Sakit ini adalah sebagai berikut :
(1) Ketentuan Umum.
memberikan gambaran umum yang meliputi latar belakang, maksud dan tujuan, serta
;lingkup materi pedoman.
(2) Bab I : Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit.
(3) Bab II : Persyaratan Teknis Bangunan (Sarana) Instalasi Bedah.
(4) Bab III : Persyaratan Teknis Prasarana (Utilitas) Instalasi Bedah.
(5) Bab IV : Penutup.
1.1.1 Lingkungan fisik bangunan rumah sakit dirancang dan dikelola untuk
memenuhi Persyaratan Teknis Keselamatan Jiwa.
1.1.1.1 Elemen-elemen kinerjanya dapat diuraikan sebagai berikut :
(1) Rumah sakit menugaskan perseorangan atau tim untuk menilai apakah kelengkapan
dokumen “Persyaratan Teknis Keselamatan Jiwa” telah terpenuhi dalam bentuk “Pernyataan
Kondisi Fisik Bangunan dengan format elektronik (PK-e)”, dan mengatasi kekurangannya.
(2) Rumah sakit harus memelihara dokumen “Pernyataan Kondisi Fisik Bangunan elektronik
(PK-e)” sampai saat ini.
Catatan :
“Pernyataan Kondisi Fisik Bangunan elektronik (PK-e)” selalu tersedia untuk setiap rumah
sakit dan dapat di akses melalui sambungan situs extranet.
(3) Apabila Rumah sakit berencana untuk memperbaiki kekurangannya melalui “Rencana
Perbaikan (RP)”, Rumah sakit harus memenuhi kerangka waktu yang ditentukan dalam
“Rencana Perbaikan (RP)” dan dapat disetujui..
(4) Untuk Rumah sakit yang menggunakan “Akreditasi Rumah Sakit” untuk tujuan menyatakan
status: rumah sakit harus menyimpan dokumentasi dari setiap inspeksi dan persetujuan
yang dibuat oleh instansi terkait.
2.1.10 Bangunan dan fitur proteksi kebakaran dirancang dan dipelihara untuk
meminimalkan pengaruh api, asap dan panas.
Penjelasan 2.1.10 :
Bangunan harus dirancang, dibangun dan dipelihara untuk meminimalkan bahaya dari pengaruh
api, termasuk asap, panas dan gas beracun. Karakteristik struktural bangunan dan juga umurnya,
menentukan tipe fitur proteksi kebakaran yang dibutuhkan. Fitur yang dicakup dalam standar ini
termasuk struktur, sistem sprinkler otomatik, pemisahan bangunan, dan pintu-pintu.
Catatan :
Bila renovasi atau merancang sebuah bangunan baru, rumah sakit juga harus memenuhi
pedoman teknis dan standar (lokal, propinsi, kabupaten/kota) yang mungkin lebih ketat daripada
persyaratan teknis sarana keselamatan jiwa. Juga pedoman teknis yang mencakup pertimbangan
khusus untuk renovasi kecil dan besar.
Elemen-elemen kinerjanya dapat diuraikan sebagai berikut :
(1)* Bangunan memenuhi persyaratan ketinggian dan tipe konstruksi sesuai dengan NFPA 101-
2000: 18/19.1.6.1
(2)* Bangunan baru dan bangunan eksisting yang dilengkapi dengan sistem sprinkler otomatis
yang disetujui, dipersyaratkan untuk setiap jenis konstruksi
(Untuk teks lengkap dan setiap pengecualiannya, lihat NFPA 101-2000; 18.3.5.1 dan
19.1.6.2)
(3)* Tingkat Ketahanan Api dinding 2 jam (seperti dinding bersama antara bangunan dan dinding
pemisah hunian di dalam bangunan) meluas dari plat lantai ke lantai atau lantai atap di atas
dan meluas dari dinding luar ke dinding luar
(Untuk uraian lengkap dan setiap pengecualiannya, lihat NFPA 101-2000, 8.2.2.2)
(4)* Tingkat ketahanan api bukaan 1½ jam pada dinding yang mempunyai tingkat ketahanan api
2 jam (Lihat juga butir 2.1.20 ayat 3; butir 2.1.30 ayat 1)
(Untuk uraian lengkap dan setiap pengecualiannya, lihat NFPA 101-2000, 8.2.3.2.3.1).
(5)* Pintu-pintu dipersyaratkan mempunyai tingkat ketahanan api yang mempunyai fungsi
perangkat keras, termasuk kunci yang menempel dan alat menutup otomatis atau yang
menutup sendiri. Celah antara ujung pertemuan dari sepasang pintu tidak boleh lebih dari
1/8 inci lebarnya, dan potongan di bawah tidak boleh lebih besar dari ¾ inci. (Lihat juga butir
2.1.30 ayat 2; butir 2.1.34 ayat 2)
(Untuk teks lengkap dan setiap pengecualiannya, lihat NFPA 101-2000, 8.2.3.2.3.;
8.2.3.2.3.1 dan NFPA 80-1999; 2.3.1.7 dan 1.11.4)
(6)* Pintu tahan api tidak perlu memiliki plat pelindung yang tidak disetujui, yang dipasang lebih
tinggi dari 16 inci di atas bagian bawah pintu.
Catatan :
Persyaratan Keselamatan Jiwa (Life Safety Code) membolehkan memilih pintu-pintu mana yang
dikunci apabila ada sebab-sebab klinis yang membatasi gerakan pasien.
2.1.70 Rumah sakit menyediakan dan memelihara fitur yang memenuhi persyaratan
pencegahan kebakaran api dan asap.
Uraian elemen-elemen kinerjanya dijelaskan sebagai berikut :
(1)* Rumah sakit harus melarang penggunaan semua bahan dekorasi mudah terbakar yang
bukan penghambat api.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 7.5.4).
(2)* Tempat penyimpanan linen kotor dan sampah yang lebih besar dari 121,12 liter (32 gallon)
(termasuk kontainer daur ulang) harus diletakkan dalam ruangan yang terproteksi sebagai
area yang berbahaya.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/ 19.7.5.5).
(3)* Rumah sakit harus melarang alat pemanas portabel (ringan) di dalam kompartemen asap
yang berada dalam ruang perawatan dan ruang tindakan.
(Untuk uraian lengkap dan pengecualiannya mengacu pada NFPA 101 - 2000; 18/ 19.7.8).
(4) Rumah sakit harus memenuhi semua persyaratan lain mengenahi fitur operasi terkait
keselamatan jiwa (NFPA 101 - 2000; 18/19.7. Lihat juga butir 2.3.3. ayat 1).
PENUTUP
3.1 Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit ini
diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan oleh pengelola bangunan rumah sakit, penyedia jasa
konstruksi, instansi Dinas Kesehatan, Pemerintah Daerah, dan instansi terkait dengan kegiatan
pengaturan dan pengendalian penyelenggaraan pembangunan bangunan rumah sakit dalam
pencegahan dan penanggulangan serta guna menjamin keamanan dan keselamatan bangunan
rumah sakit dan lingkungan terhadap bahaya penyakit.
3.2 Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau bersifat alternatif serta penyesuaian
“Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Bangunan dan Prasarana rumah sakit oleh masing-
masing daerah disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan di daerah.
3.3 Sebagai pedoman/petunjuk pelengkap dapat digunakan pedoman dan standar teknis
terkait lainnya.
3 NFPA 25, 1999 Standard for the inspection, testing and maintenance of
water based fire protection systems.
5 NFPA 80, 1999 Standard for fire doors and other opening protectives.
6 NFPA 82, 1999 Standard on incenerators and waste and linen handling
systems and equipment.
7 NFPA 90A - 1999 Standard for the installation of Air conditioning and
ventilating systems.
NFPA 10 - 1988
CHAPTER 2
2.3.2 Pemadam api yang disediakan untuk melindungi peralatan memasak yang menggunakan
media memasak mudah terbakar (minyak tumbuhan atau minyak daging binatang dan lemak)
harus terjamin kualitasnya dan memperoleh label untuk kebakaran Klas K.
Pengecualian :
Pemadam api yang dipasang khusus untuk mengatasi bahaya kebakaran ini sebelum Juni, 1998.
CHAPTER 3
3.1.1 Sejumlah minimum APAR yang diperlukan untuk melindungi bangunan harus ditentukan
sebagaimana diuraikan secara garis besar dalam Bab ini. Secara berkala, tambahan APAR harus
dipasang untuk untuk menghasilkan proteksi yang lebih baik. APAR yang memiliki rating / daya
padam lebih rendah dari yang ditetapkan pada Tabel 3-2.1 and 3-3.1 dapat dipasang, asalkan
peralatan tersebut tidak dimaksudkan untuk memenuhi pesyaratan perlindungan minimum yang
ditentukan di Bab ini.
Area lantai total (ft2) Apakah proteksi kebakaran Kuantitas yang diijinkan total
otomatik disediakan?1 (gallon/ft2 dari area lantai).
150 Tidak 2
Ya 5
Ya 10
CHAPTER 3
3.8.4.1 - Pemberitahuan ke penghuni.
Sistem alarm kebakaran yang disediakan untuk evakuasi atau merelokasi penghuni bangunan
harus mempunyai satu atau lebih alat pemberitahu yang dijamin berfungsi untuk setiap lantai dan
diletakkan sedemikian sehingga alat tersebut memiliki sifat-sifat sebagaimana diuraikan dalam Bab
4 untuk keperluan umum atau pribadi, sesuai yang diperlukan.
Zona-zona notifikasi harus konsisten dengan rencana respons emergensi atau evakuasi untuk
bangunan yang dilindungi. Batas-batas zona notifikasi harus sama dengan dinding-dinding luar
bangunan, batas-batas kompartemen kebakaran atau asap bangunan, pemisahan lantai atau
pembagian lainnya terkait keamanan terhadap bahaya kebakaran.
CHAPTER 5
5.2 Sistem Alarm Kebakaran untuk Layanan Stasiun Pusat.
Persyaratan bab 1 dan 7 dan bagian 5.5 harus diterapkan untuk sistem alarm kebakaran eksklusif,
kecuali adanya konflik dengan persyaratan bagian ini.
CHAPTER 6
6.16. Perlengkapan sistem alarm kebakaran.
Persyaratan bab 1, 3 dan 7 harus diterapkan untuk perlengkapan sistem alarm kebakaran, kecuali
ada konflik dengan persyaratan bagian 6.16. Jika dimungkinkan oleh otoritas berwenang
setempat, penggunaan sistem yang dijelaskan dalam bab 6 harus dimungkinkan untuk melengkapi
laporan fungsi dari atau di dalam tempat pribadi.
CHAPTER 2
2.3.1.7 Jarak celah antara tepi pintu pada sisi tarikan dan rangka pintu, dan tepi-tepi pertemuan
pintu yang berayun berpasangan pada sisi tarikan adalah 1/8 in. ± 1/16 in. (3.18 mm ± 1.59 mm)
untuk pintu-pintu baja dan tidak melampaui 1/8 in. (3.18 mm) untuk pintu-pintu kayu.
2.4.5 Pelat jaminan perlindungan pabrik pembuat harus dipasang sesuai listing pintu
kebakaran. Pelat tersebut harus diberi label dan dipasang sesuai dengan listing-nya.
Pengecualian :
Pemberian label tidak dipersyaratkan apabila bagian ujung pelat perlindungan tidak lebih dari 16 in. (406 mm) di atas
alas / dasar pintu.
CHAPTER 3
3.3.1 Dinding dan Partisi tahan Api
3-3.1.1* Damper api yang disetujui harus dipasang apabila saluran-saluran udara menembus atau
berhenti pada bukaan-bukaan di dinding atau partisi yang disyaratkan memiliki ketahanan api 2
jam atau lebih.
Pengecualian*:
Damper-damper api tidak disyaratkan apabila bukaan-bukaan lain melalui dinding tidak disyaratkan untuk diproteksi.
3-3.1.2 Damper-damper api yang disetujui harus dipasang di semua bukaan-bukaan pemindah
udara di partisi-partisi yang disyaratkan memiliki TKA dan yang bukaan-bukaan lainnya
disyaratkan untuk dilindungi.
CHAPTER 7
7.1.1 Peralatan pemadam api untuk melindungi alat pembuang lemak, perangkat sungkup
pembuang asap, dan system saluran udara buang harus disediakan.
7.4.1 Saat aktivasi system pemadam kebakaran untuk opeasi memasak, maka semua sumber-
sumber bahan bakar dan tenaga listrik yang menghasilkan panas ke semua peralatan yang
memerlukan perlindungan harus dimatikan secara otomatis.
Pengecualian
1 Uap yang dihasilkan dari sumber luar.
2 Operasi memasak dengan bahan bakar padat.
7.5.2.2 Akses ke eksit dan pintu-pintu eksit harus dirancang dan diatur agar mudah diketahui
secara jelas. Barang-barang gantungan atau barang-barang tenun tidak boleh dipasang di atas
pintu-pintu eksit atau diletakkan sehingga menyembunyikan atau mengaburkan setiap eksit. Kaca
hias tidak boleh diletakkan di pintu eksit, juga tidak boleh diletakkan disebelah tiap eksit
sedemikian rupa sehingga membingungkan arah eksit.
Pengecualian :
Tirai-tirai boleh dipasang melintang bukaan sarana jalan ke luar di dinding tenda apabila kriteria berikut dipenuhi :
(a) Tirai-tirai tersebut diberi bertanda jelas dengan warna kontras dengan dinding tenda sehingga dapat dikenali
sebagai sarana jalan ke luar .
(b) Dipasang melintang bukaan dengan lebar minimal 6 ft (1.8 m)
(c) Tirai-tirai tersebut digantung pada gelang luncur atau perangkat yang setara sedemikian sehingga dapat dengan
segera dipindahkan ke sisi lain untuk memperoleh bukaan tak terhalangi di dinding tenda dengan lebar minimum
yang diperlukan untuk bukaan pintu.
CHAPTER 8
8.1.5 Sungkup pembuang asap yang dijamin kualitasnya harus dioperasikan sesuai dengan
persyaratan surat keterangan jaminan dan instruksi perusahaan pembuatnya.
Pengecualian
1 Pada bangunan rendah eksisting, ruang penutup tangga eksit eksisting harus mempunyai TKA tidak
kurang dari 1-jam.
2 Pada bangunan-bangunan eksisting yang diproteksi seluruhnya dengan sistem sprinkler otomatis yang
disetujui sesuai dengan Sub.Bab 9.7, ruang penutup tangga eksit eksisting harus mempunyai TKA tidak
kurang dari 1-jam.
3 Pengecualian No. 3: Ruang-ruang pelindung dengan TKA 1-jam sesuai dengan ketentuan 28.2.2.1.2,
29.2.2.1.2, 30.2.2.1.2, dan 31.2.2.1.2 sebagai alternatif.
(c) Bukaan-bukaan di dinding pemisah harus dilindungi dengan susunan pintu kebakaran
dilengkapi dengan penutup pintu sesuai ketentuan 7.2.1.8.
(d) Bukaan-bukaan di ruang-ruang pelindung eksit harus dibatasi untuk keperluan akses ke
ruang pelindung dari ruang-ruang yang dihuni secara normal dan koridor, serta
penyelamatan dari ruang pelindung.
Pengecualian
1 Bukaan-bukaan di jalan terusan eksit di bangunan-bangunan mall tertutup sebagaimana diatur dalam Bab
36 dan 37 diperbolehkan.
2 Di bangunan-bangunan konstruksi Tipe I atau Tipe II, pintu-pintu tahan api eksisting masih diperbolehkan
ke ruang-ruang antara asalkan bahwa ruang tersebut memenuhi kriteria berikut ini :
(a) Ruang tersebut digunakan semata mata untuk distribusi pipa, saluran udara dan saluran kabel.
(b) Ruangan tersebut bukan tempat penyimpanan (storage).
(c) Ruang tersebut dipisahkan dari ruang pelindung eksit sesuai ketentuan 8.2.3.
(e) Penembusan kedalam dan bukaan-bukaan lewat susunan ruang pelindung eksit tidak
diperbolehkan kecuali untuk hal-hal berikut :
(1) Saluran kabel listrik melayani jalur tangga
(2) Pintu-pintu eksit yang disyaratkan
(3) Saluran udara dan peralatan yang diperlukan untuk pemberian tekanan lebih secara
independen pada tangga
Pengecualian
1 Pintu-pintu di eksit horizontal tidak diharuskan berayun ke arah jalur penyelamatan apabila dibebaskan sesuai
ketentuan 7.2.4.3.6.
2 Pintu-pintu penghalang asap tidak diharuskan berayun ke arah jalur penyelamatan sebagaimana diberikan di Bab
19.
7.2.2.4.2 Pegangan tangga.
Tangga dan tangga miring (ramp) harus memiliki pegangan tangga pada kedua sisinya. Selain itu,
pegangan tangga harus disediakan dalam jarak 30 in. (76 cm) dari semua porsi lebar tangga
penyelamatan yang disyaratkan. Lebar tangga penyelamatan yang disyaratkan harus disediakan
sepanjang jalur jalan ke luar. (Lihat pula 7.2.2.4.5.)
Pengecualian
1 Pada tangga-tangga eksisting, pegangan tangga harus disediakan dalam jarak 44 in. (112 cm) dari semua
bagian lebar tangga penyelamatan yang disyaratkan.
2 Apabila tangga atau ramp tunggal merupakan bagian dari suatu curb yang memisahkan jalur jalan kaki dengan
jalan kendaraan, maka tidak diperlukan pegangan tangga.
3 Tangga eksisting, ramp eksisting, tangga-tangga di dalam unit hunian dan dalam ruang tamu, dan ramp di dalam
unit-unit hunian dan kamar-kamar tamu diperbolehkan memiliki pegangan tangga hanya di satu sisi.
Gambar 7.52 – Bangunan dengan eksit horizontal hanya berupa tirai lantai.
7.2.4.3.2 Apabila penghalang-penghalang api yang melayani eksit-eksit horisontal, di luar eksit-
eksit horisontal eksisting, berakhir pada dinding-dinding luar dan dinding-dinding luar berada pada
sudut kurang dari 180 derajat untuk jarak 10 ft (3m) pada tiap sisi eksit horisontal, maka dinding-
dinding luar harus memiliki tingkat ketahanan api tidak kurang dari 1-jam dengan tingkat
ketahanan api pelindung bukaan tidak kurang dari 3/4 –jam untuk jarak 10 ft (3m) pada tiap sisi
eksit horisontal.
7.5.2.2 Akses ke eksit dan pintu-pintu eksit harus dirancang dan diatur agar mudah diketahui
secara jelas. Barang-barang gantungan atau barang-barang tenun tidak boleh dipasang di atas
pintu-pintu eksit atau diletakkan sehingga menyembunyikan atau mengaburkan setiap eksit. Kaca
hias tidak boleh diletakkan di pintu eksit, juga tidak boleh diletakkan disebelah tiap eksit
sedemikian rupa sehingga membingungkan arah eksit.
Pengecualian :
Tirai-tirai boleh dipasang melintang bukaan sarana jalan ke luar di dinding tenda apabila kriteria berikut dipenuhi :
(a) Tirai-tirai tersebut diberi bertanda jelas dengan warna kontras dengan dinding tenda sehingga dapat dikenali
sebagai sarana jalan ke luar .
(b) Dipasang melintang bukaan dengan lebar minimal 6 ft (1.8 m)
(c) Tirai-tirai tersebut digantung pada gelang luncur atau perangkat yang setara sedemikian sehingga dapat dengan
segera dipindahkan ke sisi lain untuk memperoleh bukaan tak terhalangi di dinding tenda dengan lebar minimum
yang diperlukan untuk bukaan pintu.
CHAPTER 8
8.2.2.2 Kompartemen api harus dibentuk dengan penghalang api yang menerus dari dinding luar
ke dinding luar, dari satu penghalang api ke lainnya, atau kombinasi daripadanya, termasuk
kontiunitas melalui semua ruang yang tersembunyi, seperti yang terdapat di atas langit-langit,
termasuk ruang celah. Dinding yang digunakan sebagai penghalang api harus memenuhi Bab 3
dari NFPA 221, Standard for Fire Walls and Fire Barrier Walls. NFPA 221 yang membatasi
persentase lebar bukaan tidak harus diterapkan.
Pengecualian : Suatu penghalang dinding yang dipersyaratkan untuk suatu ruangan yang dihuni di bawah celah
ruangan tidak dipersyaratkan untuk diperpanjang melalui celah ruang, asalkan bentuk konstruksi dari dasar celah ruang
mempunyai tingkat ketahanan api tidak kurang dari penghalang apinya.
8.2.3.2.1 Susunan pintu di penghalang api harus dari tipe yang disetujui dengan TKA yang cocok
dengan lokasi tempat pemasangannya dan harus memenuhi ketentuan berikut.
(a)* Pintu-pintu kebakaran harus dipasang sesuai NFPA 80, Standard for Fire Doors and Fire
Windows. Selain itu pintu-pintu kebakaran harus dari rancangan yang telah diuji memenuhi
standar NFPA 252, Standard Methods of Fire Tests of Door Assemblies.
Pengecualian :
Persyaratan 8.2.3.2.1(a) tidak berlaku apabila ditentukan lain sebagaimana diuraikan dalam 8.2.3.2.3.1.
(b) Pintu-pintu kebakaran harus bisa menutup sendiri atau dipasang penutup pintu otomatis
sesuai ketentuan 7.2.1.8 dan, apabila digunakan di dalam ruangan sarana jalan ke luar
harus memenuhi persyaratan 7.2.1.
8.2.3.2.2. Susunan jendela kebakaran diperbolehkan dipasang pada pembatas api yang memiliki
tingkat ketahanan api 1 jam atau kurang dan harus dari tipe yang disetujui dengan tingkat
ketahanan api sesuai dengan lokasi terpasangnya jendela tersebut. Jendela kebakaran harus
dipasang sesuai dengan NFPA 80, Standar Pintu Kebakaran dan Jendela kebakaran, dan harus
memenuhi yang berikut ini :
(1)* Jendela kebakaran yang digunakan di penghalang api, yang bukan instalasi jendela
kebakaran eksisting dari kawat kaca dan yang bukan dari bahan kaca tahan api dalam
kerangka metal, harus dirancang dan telah diuji memenuhi kondisi penerimaan sesuai NFPA
257, Standard Uji untuk Susunan Jendela dan Blok Kaca.
8.2.3.2.4.2 Pipa-pipa, konduit, busduct, kabel, kawat, saluran udara (ducting) dan peralatan
layanan bangunan serupa yang lewat melalui penghalang api harus diproteksi sebagai berikut :
(1) Ruang antara tembusan dan penghalang api harus memenuhi satu dari kondisi berikut:
(a) harus diisi dengan material yang mampu menjaga ketahanan api dari penghalang api;
(b) harus diproteksi dengan alat yang disetujui dan dirancang untuk tujuan khusus.
(2) Apabila tembusan menggunakan selongsong (sleeve) untuk menembus penghalang api, dan
ruang diantaranya harus memenuhi satu dari kondisi berikut :
(a) harus diisi dengan material yang mampu menjaga ketahanan api dari penghalang api;
(b) harus diproteksi dengan alat yang disetujui dan dirancang untuk tujuan khusus.
(3) Insulasi dan penutup untuk pipa dan saluran udara harus tidak lewat melalui penghalang api,
kecuali satu dari kondisi berikut dipenuhi :
(a) material harus mampu menjaga ketahanan api dari penghalang api.
(b) material harus diproteksi dengan alat yang disetujui dan dirancang untuk tujuan
khusus.
8.3.4.1 Pintu-pintu di penghalang asap harus mampu menutup bukaan, hanya meninggalkan
celah berukuran minimum yang diperlukan untuk ketepatan operasi dan tidak boleh ada
pemotongan bagian bawah, lubang angin atau kisi-kisi.
8.3.5.1 Suatu damper yang disetujui yang dirancang untuk menahan penjalaran asap harus
disediakan untuk setiap bukaan pemindahan udara atau penembusan saluran udara dari
penghalang asap yang disyaratkan, kecuali apabila secara spesifik dibebaskan menurut Bab 12
sampai 42.
Pengecualian :
1 Persyaratan ini tidak berlaku terhadap saluran udara atau bukaan pemindah udara yang merupakan bagian dari
sistem kontrol asap yang dirancang sesuai ketentuan di Sub.Bab 9.3.
2 Persyaratan ini tidak berlaku terhadap saluran-saluran udara yang udaranya tetap bergerak dan sistem pengolah
udara yang dipasang diatur untuk mencegah resirkulasi udara buang atau udara balik saat kondisi darurat.
3 Persyaratan ini tidak berlaku apabila bukaan-bukaan pintu masuk dan pintu keluar udara di saluran-saluran udara
dibatasi hanya untuk kompertemen asap tunggal.
4 Persyaratan ini tidak berlaku apabila saluran-saluran udara menembus lantai-lantai yang berfungsi sebagai
penghalang-penghalang asap.
CHAPTER 9
9.4.3 Layanan Pemadam Kebakaran.
9.4.3.1 Semua elevator baru harus memenuhi Persyaratan layanan Dinas Pemadam Kebakaran
seperti ASME/ANSI A17.1, Peraturan Keselamatan untuk Elevator dan Eskalator.
9.4.3.2 Semua elevator eksisting yang mempunyai jarak tempuh 25 ft (7.6 m) atau lebih di atas
atau dibawah level terbaik terkait kebutuhan personel keadaan darurat untuk tujuan pemadaman
kebakaran atau penyelamatan harus memenuhi Persyaratan Layanan Dinas Pemadam Kebakaran
dari ASME/ANSI A17.3, dan Peraturan Keselamatan untuk Elevator Eksisting dan Eskalator.
11.7.3 Persyaratan Khusus untuk Struktur Tanpa Jendela atau Bawah Tanah.
11.7.3.1 Suatu struktur atau bagian dari struktur tidak dapat diperhitungkan sebagai tanpa jendela
apabila memenuhi kriteria berikut ini:
(1) Struktur adalah struktur satu lantai atau bagian dari struktur yang lantainya dilengkapi
dengan pintu-pintu level dasar atau bukaan-bukaan akses darurat pada 2 sisi bangunan,
berjarak satu sama lain tidak lebih dari 38 m (125 ft) di dinding luar.
(2) Struktur adalah struktur bangunan atau bagian-nya dengan tinggi lebih dari satu lantai yang
harus memenuhi kriteria berikut :
a. Bukaan-bukaan akses darurat disediakan di lantai pertama sebagaimana disyaratkan
oleh ketentuan 11.7.3.1(1).
b. Tiap lantai di atas lantai pertama dilengkapi dengan bukaan-bukaan akses darurat
pada dua sisi bangunan, berjarak tidak lebih dari 9 m (30 ft) satu sama lain.
11.7.3.2 Suatu struktur atau bagian dari suatu struktur tidak dipertimbangkan sebagai struktur
bawah tanah apabila lantai disediakan pada tidak kurang dari dua sisi dengan tidak kurang dari 2
m2 (20 ft2) bukaan akses emergensi seluruhnya di atas level tingkat yang bersebelahan di tiap 15
lineal m (50 lineal ft) area dinding luar yang dilindungi.
Gambar 11.4 – Penentuan jika bangunan tinggi sesuai dengan kriteria 23 m (74 ft)
Pengecualian :
Pintu-pintu boleh dibiarkan terbuka apabila memenuhi persyaratan 18.2.2.2.6.
18.1.6.3 Semua dinding-dinding dan partisi interior dalam dengan Konstruksi Tipe I atau Tipe II
harus dari bahan-bahan tidak mudah terbakar atau terbakar terbatas.
18.1.6.4 Semua bangunan yang memiliki lebih dari satu tingkatan dibawah tingkatan pelepasan
eksit harus memiliki tingkatan yang lebih rendah yang dipisahkan dari tingkatan pelepasan eksit
dengan konstruksi Tipe II (111).
Gambar 18/19.2 – Penetuan jumlah lantai untuk penerapan persyaratan minimum konstruksi.
Gambar 18/19.3(a) – Eksit horizontal pada rumah sakit yang baru atau rumah jompo.
18.2.2.6 Ramp.
18.2.2.6.1 Ramp yang memenuhi 7.2.5 diperbolehkan.
18.2.2.6.2 Ramps terlindung sebagai eksit harus memiliki kelebaran yang cukup untuk
memberikan kapasitas penyelamatan sesuai dengen ketentuan 18.2.3.2.
18.2.2.7 Jalan Terusan Eksit.
Jalan terusan eksit yang memenuhi 7.2.6 diperbolehkan.
18.2.2.8 Tangga-tangga Penyelamatan.
Tangga-tangga penyelamatan kebakaran yang memenuhi ketentuan 7.2.9 diperbolehkan.
18.2.2.9 Peralatan Anak Tangga Selang seling.
Peralatan anak tangga selang-seling sesuai 7.2.11 dapat digunakan.
18.2.2.10 Area pengungsian.
Area pengungsian yang digunakan sebagai bagian dari sarana jalan ke luar yang disyaratkan
harus memenuhi ketentuan 7.2.12.
Gambar 18/19.4(b) – Akses eksit koridor dalam fasilitas perawatan kesehatan eksisting.
Gambar 18/19.6 – Susunan eksit untuk kompartemen api dibentuk oleh eksit horizontal dengan
penghalang api.
18.2.4.3* Tidak kurang dari dua eksit dari tipe sebagaimana diuraikan dalam pasal 18.2.2.2
sampai pasal 18.2.2.10 harus dapat dicapai dari tiap kompartemen asap. Jalan keluar
diperbolehkan lewat kompartemen bersebelahan, tetapi tidak boleh kembali melewati
kompartemen asal api.
18.2.5 Pengaturan Sarana Jalan Ke Luar.
18.2.5.1 Setiap ruang hunian harus memiliki sebuah pintu akses eksit yang langsung menuju ke
koridor akses eksit.
Pengecualian
1 Apabila terdapat pintu eksit yang membuka langsung ke luar dari ruangan di tingkat dasar.
2 Akses eksit dari ruangan tidur pasien dengan tidak lebih dari 8 tempat tidur pasien diperbolehkan jalan melewati
ruangan antara untuk mencapai ke koridor akses eksit.
3 Akses eksit dari ruang utama perawatan khusus diperbolehkan melewati satu ruang antara, untuk mencapai
koridor akses eksit, apabila dari pengaturan memungkinkan dilakukanya supervise visual langsung dan konstan
oleh personel perawatan.
4 Akses ke eksit dari ruang-ruang utama, selain ruang-ruang tidur pasien diperbolehkan melewati tidak lebih dari
dua ruang-ruang berdekatan, untuk mencapai koridor akses eksit apabila jarak tempuh didalam ruang utama
tersebut memenuhi ketentuan 18.2.5.8.
18.2.5.2 Setiap ruangan tidur pasien, atau setiap ruang utama yang terdapat didalamnya ruang-
ruang tidur pasien, berukuran lebih dari 000 ft2 (93 m2) harus memiliki sekurang-kurangnya dua
pintu akses eksit yang lokasinya berjauhan satu sama lain.
18.2.5.3 Setiap ruangan atau setiap ruang utama, selain ruang-ruang tidur pasien, yang luasnya
lebih dari 2500 ft2 (230 m2) harus memiliki sekurang-kurangnya dua pintu akses eksit yang
letaknya berjauhan satu sama lain.
18.3.6 Koridor-koridor.
18.3.6.1 Koridor-koridor harus dipisahkan dari area-area lainnya dengan partisi-partisi yang
memenuhi ketentuan butir-butir 8.3.6.2 sampai 18.3.6.5. (Lihat pula 18.2.5.9.)
Pengecualian
1 Ruang-ruang diperbolehkan tidak dibatasi luasnya dan membuka ke koridor, dengan syarat kriteria berikut ini
dipenuhi :
(a) Ruang-ruang tersebut tidak digunakan sebagai ruang-ruang tidur pasien, ruang-ruang perlakuan medis,
atau area-area berbahaya.
(b) Koridor-koridor kearah mana ruang-ruang terbuka berada dalam kompartemen asap yang sama dan
dilindungi dengan sistem deteksi asap otomatik yang diawasi secara elektrik sesuai dengan ketentuan
18.3.4, atau kompartemen-kompartemen asap tempat ruang tersebut terletak diproteksi seluruhnya
dengan sprinkler jenis respons cepat.
(c) Ruang terbuka diproteksi dengan sistem deteksi asap otomatis, diawasi secara elektris sesuai ketentuan
18.3.4, atau seluruh ruangan diatur dan diletakkan sehingga memungkinkan dilakukan pengawasan
langsung oleh staf fasilitas dari stasion perawat atau ruangan semacam itu.
(d) Ruang tidak mengganggu akses ke eksit yang disyaratkan.
Gambar 18/19.15(b) – Ruang tunggu dengan ukuran terbatas yang terbuka ke koridor.
Gambar 18/19.18 – Penghalang asap membagi lantai dalam dua kompartemen asap.
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 101
18/19.2.4.1 Pada setiap lantai atau bagian bangunan yang dilindungi terhadap bahaya kebakaran
harus disediakan sekurang-kurangnya 2 (dua) eksit dengan tipe sebagaimana diuraikan pada
ketentuan 18.2.2.2 sampai 18.2.2.10, yang letaknya berjauhan satu sama lain.
18/19.2.5.1 Setiap ruang hunian harus mempunyai pintu akses eksit yang menuju langsung ke
koridor akses eksit.
Pengecualian :
1 Apabila terdapat pintu eksit yang membuka langsung ke arah luar dari ruangan di lantai dasar.
2 Akses eksit dari ruang tidur pasien dengan tidak lebih dari delapan tempat tidur pasien diperbolehkan lewat
melalui satu ruang antara untuk mencapai koridor akses eksit.
3 Akses eksit dari ruang utama perawatan khusus diperbolehkan lewat melalui satu ruang antara untuk mencapai
koridor akses eksit yang telah diatur sedemikian sehingga bisa dilakukan pengawasan visual konstan dan
langsung oleh personel perawat..
4 Akses ke eksit dari ruang utama yang bukan ruang tidur pasien, diperbolehkan untuk lewat melalui tidak lebih
dari dua ruang ruang yang berdekatan untuk mencapai koridor akses eksit yang jarak tempuh di dalam ruang
utama adalah sesuai dengan persyaatan 18.2.5.8.
18/19.2.5.2 Setiap ruang tidur pasien atau setiap ruang utama (suite) yang memiliki ruang-ruang
tidur pasien, dengan ukuran lebih dari 1000 ft2 (93 m2) harus memiliki tidak kurang dari dua pintu-
pintu akses yang lokasinya berjauhan satu sama lain.
18/19.2.5.3 Setiap ruangan atau ruangan utama, di luar ruang-ruang tidur pasien berukuran lebih
dari 2500 ft2 (230 m2) harus memiliki tidak kurang dari dua pintu-pintu akses eksit yang lokasinya
berjauhan satu sama lain..
18/19.2.5.7 Ruang-ruang utama (suite), yang bukan ruang-ruang tidur pasien, tidak boleh
berukuran lebih dari 10,000 ft2 (930 m2).
18/19.2.5.8 Ruang-ruang utama, yang tidak digunakan sebagai ruang-ruang tidur pasien,
diperbolehkan memiliki satu ruang antara, apabila jarak tempuh dari dalam ruang utama tersebut
ke pintu akses eksit tidak melebihi 100 ft (30 m) dan diperbolehkan memiliki dua ruang antara
apabila jarak tempuh dari dalam ruang antara ke pintu akses eksit tidak melampaui 50 ft (15 m).
18/19.2.6.2.3 Jarak tempuh dari setiap titik di ruang tidur perawatan kesehatan ke pintu akses
eksit di ruangan tersebut tidak lebih dari 50 ft (15 m).
18/19.2.6.2.1 Jarak tempuh dari setiap pintu ruang yang diperlukan sebagai akses eksit ke suatu
eksit tidak boleh melebihi 150 ft (45 m).
18/19.2.6.2.2 Jarak tempuh antara tiap titik dalam ruang dengan suatu eksit tidak boleh melebihi
200 ft (60 m).
18/19.2.8 Pencahayaan Sarana Jalan Ke Luar .
Sarana jalan ke luar harus diberi pencahayan yang cukup sesuai persyaratan Sub.Bab 7.8.
18/19.3.2.1 Area berbahaya.
Setiap area berbahaya harus dilindungi sesuai dengan ketentuan Sub.Bab 8.4. Area-area
sebagaimana diuraikan pada Tabel 18.3.2.1 harus dilindungi sebagaimana ditunjukkan.
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 103
3 Lantai-lantai yang bukan hunian perawatan kesehatan dan letaknya lebih dari satu lantai di bawah hunian
perawatan kesehatan.
4 Konstruksi parkir udara terbuka yang dilindungi seluruhnya dengan sistem sprinkler yang disetujui sesuai
ketentuan Sub.Bab 9.7.
18/19.3.7.3 Setiap penghalang asap yang disyaratkan harus dikonstruksi sesuai ketentuan
Sub.Bab 8.3 dan harus memiliki TKA tidak kurang dari 1 jam.
Pengecualian :
1 Apabila digunakan atrium, maka penghalang asap diperbolehkan berhenti sampai dinding atrium yang
dikonstruksi sesuai dengan Kekecualian No. 2 sampai ketentuan 8.2.5.6(1). Tidak kurang dari dua kompartemen
asap yang terpisah disediakan pada setiap lantai.
2* Damper-damper tidak diperlukan di penembusan saluran udara dari penghalang asap pada sistem
pengkondisian udara, ventilasi dan pemanasan secara penuh.
18/19.3.7.4 Tidak kurang dari 30 ft2 bersih (2.8 m2 bersih) untuk setiap pasien di rumah sakit
atau rumah jompo, atau tidak kurang dari 15 ft2 bersih (1.4 m2 bersih) untuk setiap penghuni di
fasilitas perawatan terbatas, harus disediakan di dalam luas penjumlahan koridor, ruang-ruang
pasien, ruang-ruang rawat, area bebas atau makan-makan, dan ruang-ruang potensi bahaya
rendah lainnya pada setiap sisi penghalang asap.
Pada lantai-lantai yang tidak mewadahi tempat tidur atau pasien baru melahirkan, tidak kurang dari
6 ft2 bersih (0.56 m2 bersih) per penghuni harus disediakan pada setiap sisi penghalang asap
untuk jumlah total penghuni di kompartemen-kompartemen yang berdekatan.
18/19.3.7.5 Pintu-pintu di penghalang api harus pintu yang kokoh, seperti pintu inti kayu tumpukan
padat setebal 13/4-in. (4.4-cm), atau dari konstruksi yang dapat menahan api tidak kurang dari 20
menit. Pelat pelindung yang dibuat di lapangan atau di pabrik yang memanjang tidak lebih dari 48
in. (122 cm) diperbolehkan dipasang di atas bagian bawah pintu. Bukaan-bukaan yang memotong
koridor di penghalang api harus diproteksi oleh sepasang pintu ayun atau suatu pintu geser
horisontal yang memenuhi ketentuan 7.2.1.14. Pintu-pintu ayun harus diatur sedemikian sehingga
setiap pintu berayun berlawanan arah satu sama lain.
Lebar bersih minimum pintu-pintu ayun harus sebagai berikut :
(1) Rumah sakit dan rumah perawatan — 41.5 in. (105 cm)
(2) Rumah sakit jiwa dan fasilitas perawatan terbatas — 32 in. (81 cm)
Lebar bersih minimum bukaan untuk pintu-pintu geser horisontal haruslah sebagai berikut :
(1) Rumah sakit dan rumah perawatan — 83 in. (211 cm)
(2) Rumah sakit jiwa dan fasilitas perawatan terbatas — 64 in. (163 cm)
18/19.3.7.6 Pintu-pintu di penghalang asap harus memenuhi ketentuan 8.3.4 dan harus dapat
menutup sendiri atau dilengkapi dengan alat penutup otomatis sesuai ketentuan 18.2.2.2.6.
18/19.5.2.2 Setiap peralatan pemanas, yang bukan pusat pemanas sentral harus dirancang dan
dipasang sedemikian sehingga bahan mudah terbakar tidak tersulut oleh alat tersebut atau
peralatan pendukungnya.
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 105
Gambar 18/19.23 – Linen kotor dan tempat pengumpulan sampah dibolehkan
18/19.7.8 Peralatan Pemanas Ruangan Portabel.
Alat pemanas ruang yang dapat dijinjing (portable) dilarang digunakan di semua hunian perawatan
kesehatan.
Pengecualian :
Alat pemanas ruang portabel diperbolehkan digunakan dia area-area bukan ruang tidur staf dan karyawan yang
temperatur alat tersebut tidak melebihi 212°F (100°C).
Lapis lantai
Tipe Konstruksi
1 2 3 4 atau lebih
I (443) X X X X
I (332) X X X X
II (222) X X X X
II (111) X X* X* NP
II (000) X* X* NP NP
III (211) X* X* NP NP
III (200) X* NP NP NP
IV (2HH) X* X* NP NP
V (111) X* X* NP NP
V (000) X* NP NP NP
Keterangan :
X: Tipe konstruksi yang diperbolehkan.
NP: Tidak diperbolehkan.
*Bangunan perlu dilindungi sprinkler otomatis. (Lihat 19.3.5.1.)
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 107
19.3.2.1. Area berbahaya
Setiap area berbahaya harus diamankan dengan konstruksi penghalang yang memiliki TKA 1-jam
atau dipasang sistem sprinkler otomatis sesuai ketentuan 8.4.1. Pemadam otomatis bisa pula
dipasang sesuai ketentuan 19.3.5.4. Apabila digunakan sistem sprinkler otomatis maka area
tersebut harus dipisahkan dari ruang-ruang lainnya melalui partisi atau pintu-pintu tahan asap.
Pintu-pintu harus bisa menutup sendiri atau dipasang alat penutup otomatis. Area-area berbahaya
meliputi, tetapi tidak terbatas pada hal-hal berikut :
(1) Ruang-ruang penempatan boiler dan pemanas dengan bahan bakar
(2) Pusat tempat pencucian berukuran lebih dari 100 ft2 (9.3 m2)
(3) Tempat / toko cat
(4) Bengkel perawatan
(5) Ruang-ruang kain kotor
(6) Ruang-ruang pengumpulan sampah
(7) Ruang-ruang berukuran lebih besar dari 50 ft2 (4.6 m2), termasuk bengkel perawatan
including repair shops, yang digunakan untuk penyimpanan barang-barang dan peralatan
mudah terbakar dalam jumlah yang dianggap berbahaya oleh OB;
(8) Laboratorium yang menggunakan bahan-bahan mudah menyala dan terbakar dalam jumlah
kurang dari yang dipertimbangkan sebagai bahaya tinggi..
Pengecualian :
Pintu-pintu yang berada dalam ruang yang dilindungi boleh memiliki pelat jaminan perlindungan yang tidak ber TKA
yang menonjol tidak lebih dari 48 in. (122 cm) di atas alas pintu.
19.3.3.2 Dinding interior dan penutup plafon
Bahan-bahan interior dinding dan bahan pelapis plafon yang memenuhi persyaratan 10.2.3
diperbolehkan sebagai berikut :
(1) Bahan-bahan eksisting — Klas A atau Klas B
Pengecualian :
Dalam ruangan yang dilindungi dengan system sprinkler otomatis yang diawasi dan disetujui, bahan pelapis Klas
C diperbolehkan terus digunakan pada dinding dan plafon di dalam ruangan tersebut yang dipisahkan dari
koridor akses eksit sesuai ketentuan 19.3.6.
(2) Bahan-bahan terpasang baru — Klas A
Pengecualian :
1. Dinding dan plafon yang baru, diperbolehkan dari bahan pelapis interior Klas A atau Klas B di ruang ruang
individu yang kapasitasnya tidak melebihi empat orang.
2 Bahan pelapis dinding koridor baru yang tingginya tidak melebihi 4 ft (1.2 m) yang dibatasi pada setengah
bagian bawah dinding diperbolehkan dari bahan Klas A atau Klas B.
19.3.3.3 Bahan lapis lantai interior.
Bahan pelapis lantai interior yang baru dipasang yang memenuhi ketentuan 10.2.7 diperbolehkan
di koridor dan eksit apabila dari bahan Klas 1. Tidak ada pembatasan terhadap pelapis lantai
interior eksisting.
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 109
Gambar 18/19.16(a) – Dinding koridor pada hunian perawatan kesehatan baru dan eksisting,
hunian perawatan kesehatan berspringkler.
Gambar 18/19.16(b) – Dinding koridor eksisting, pada kompartemen asap dari non springkler
perawatan kesehatan
19.3.6.2.2. Dinding-dinding koridor harus membentuk penghalang untuk membatasi penjalaran
asap
19.3.6.3.8 Susunan jendela kebakaran terpasang sesuai ketentuan 8.2.3.2.2 diperbolehkan di
pintu koridor.
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 111
PEDOMAN TEKNIS PRASARANA RS :
SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN AKTIF
RUMAH SAKIT
Undang-Undang R.I. No. 28 Tahun 2002, tentang “Bangunan Gedung”, mengamanatkan 4 faktor
utama yang perlu diperhatikan, yaitu Keselamatan, Kesehatan, Kenyamanan, dan Kemudahan.
Disamping itu pula, Undang-Undang R.I No. 44 Tahun 2009, tentang “Rumah Sakit”,
mengamanatkan diperlukannya persyaratan teknis yang berkaitan dengan “pencegahan dan
penanggulangan kebakaran”.
Sistem proteksi kebakaran merupakan kelengkapan penting di rumah sakit yang berhubungan
dengan keselamatan bangunan. Disamping kebutuhannya untuk pencegahan dan
penanggulangan kebakaran, sistem proteksi kebakaran mempunyai peranan penting dalam
mencegah jatuhnya korban dan kerugian materiel akibat kebakaran.
Untuk itu diperlukannya pengetahuan yang cukup khususnya bagi para petugas di rumah sakit
untuk memahami tentang “sistem proteksi kebakaran”, dan juga bagi para perancang, pelaksana
pemasangan, pemeriksa dan pengelola sistem proteksi kebakaran.
Dari pengalaman, banyak rumah sakit yang kurang tepat dalam pengelolaan, dan pemeliharaan
peralatan ini, sehingga sangat merugikan apabila terjadi kebakaran.
Untuk mencegah adanya instalasi sistem proteksi kebakaran yang kurang memenuhi syarat,
misalnya pemilihan pompa kebakaran, perletakan detektor alarm kebakaran, kepala springkler,
dan sistem pemipaannya akan berarti pembuangan biaya yang tidak ada manfaatnya.
Dengan pedoman teknis ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi para petugas rumah sakit dalam
menangani pencegahan dan penanggulangan kebakaran.
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
DAFTAR ISI
BAB X: PENUTUP 61
1.1 Pendahuluan.
Sistem proteksi kebakaran aktif, adalah salah satu faktor keandalan bangunan gedung terhadap
bahaya kebakaran. Sistem proteksi kebakaran aktif wajib diadakan untuk bangunan rumah sakit
dimana sebagian besar penghuninya adalah pasien dalam kondisi lemah sehingga tidak dapat
menyelamatkan dirinya dari bahaya kebakaran
(4) Area perawatan dan penyimpanan harus bersih dan bebas dari sampah antara lain serbuk
gergaji, serutan kayu, kain berminyak, dan lain-lain. Ruangan dan jalur evakuasi dipelihara
tetap bersih.
(5) Pastikan bahwa tanda-tanda “EKSIT” (EXIT) selalu diterangi dan pencahayaan darurat
menyala dengan baik.
(6) Jangan pernah membiarkan pintu EKSIT/Darurat/Kebakaran terbuka. Pintu ini tidak hanya
melarang orang keluar/masuk dalam keadaan normal, pintu ini dimaksudkan untuk menjaga
penyebaran api, bila terjadi kebakaran.
1.2.1 Maksud
Pedoman teknis ini dimaksudkan untuk menjadi acuan bagi penyelenggara bangunan rumah sakit
agar aman terhadap bahaya kebakaran.
B
BAB II : SIS
STE
EMM “D
DEETEK
KSSI”
”DDA
ANN “A
“ LA
ARRM
M KE
KEBBA
AKA
ARRA
ANN”.
2.1 Umu
um
m
(1)) Siiste
em deetekksi da
an alaarm
m ke
eba
aka
aran h
haru
us dissed
diakkan di ba
ang
gun
nan ru
uma
ah sak
kit s uaii
ses
de
eng gan
n pe
edooma an ini.
i
(2)) Insta
alassi dan
d n uuji serah
h te
erim
ma siste
em dete
ekssi dan
d n alar
a rm ke
eba
aka
aran harrus m
men
ngik
kutii
peedo
oma an ini.
(3)) Prrosedu ur inspekksi//pe
eme an, pe
erikksaa enggujian da
an pem araan be
meliha ala ha
erka arus
smmen
ngikkutii BA
AB
B
VIIII Insp
pek
ksi, Te
es Dan
D n Pem
P meliiharaaan ped
p dommann in
ni.
2.2
2. Pera
atu
uran d
dan
nsstan
ndar..
Sisste
em d
dettekksi dan
d n alarm kkeb
bakkara
an harus
s dipassan
ng ses
s sua
ai de
eng
gan
n:
(1)) Peeraaturran Mentterii PPekeerja
aan U um, N
n Umu Nom
morr 26/P
PRTT/M
M/20 008
8, tten
ntan
ng Pe
ersyyara
ata
an tek
t kniss
sisstem pro
p otekksi keb
bakkara
an pada bangu
una
an ged
dunng dan
d n lin
ngkkun
nga
an.
(2)) SNNI 03--39
986
6-20
000
0 attau
u ed disii te
erakkhirr; T
Tata
a Car
C ra Per
P rencan an Da
naa an Pem
P maasan
nga
an Insstalasii
Allarm
m Keb
K bakkara
an Oto
O oma atiss Untu uk P
Pennce egahan
n Bah
B ayaa Keb
K akaara
an Pad
P da B
Banngu
una
an G
Geddunng.
2.3
3 Sisttem
m dan
d n In
nstala
asi.
2.3
3.1
1 Sisttem
m.
Insstalassi siste
em dettekksi dan
d n allarm
m keb
k baka
ara
an, me
eliputi 2 je
enis :
(1)) em ala
Siiste arm
m ke
eba
akaran
nmmanuall, te dari
erdiiri d
Gam
G mbar 2.3
3.1.(1)) - Sist
S temm allarm
m keb
k baka
ara
an ma
m nua
al
(a
a) Pane
el Alar
A rm;;
(b
b) tittik pan
p ngg
gil man
m nua
al;
(cc) Sign
nal ala
a arm (allarm
mbbel//buzze
er/la
ammpu).
(2)) Siiste
em dettekksi d
dan
n allarm
m kkeb
baka
ara
an otom
o ma atis,, terdirri d
dari :
(a
a) pa
ane
el alar
a rm;
(b
b) de
etekto
or p
panas dan a
asap;
(cc) tittik pan
p ngg
gil man
m nua
al;
(d) signa
al alar
a rm (alarm
mbbel/buz
zze
er/la
ampu)).
2.3
3.2
2 K enttua
Kete an pe
ene
emp
pattan
n dete
ekttorr pa
ana
as da
an d
dettek
kto
or a
asa
ap.
(1)) Se
emua de etekktorr as
sap
p mem
m mpuuny
yai persyyaraatann ja
ara
ak a
anta
ar det ang sa
d tekttor ya amaa, juga
a sem
s muaa
de
etekktor pana
p as me empunnya
ai pers
p syaarattan jarakk anntar dete
ekto
or yan
y ng sam
s ma me eskkipu
un berbe
eda
a
de
eng
gan n de
etekktor assap
p.
Arrea yan
ng dica
d akup untu
uk d
dete
ekto
or assap
p Arrea yan
ng dica
d akup untu
u uk d
dete
ekto
or pana
as
Ga
amb
barr 2.3
3.2.(1)
Seesuuai sttandarr untuuk are
a ea um
u um m ja ara se
arakk anta etiap
p tiitik da
alam
m are
a a yyan
ng ddiprote
ekssi dan
d n
de
etekktor te
erde
eka
at ke
k ttitik
k terseebu
ut haru
us ttida
ak me
m lebbihi 7,5
5 mete
m er uuntuk detek
ktorr as
sap
p da
an 5,3
53
mete er unt
u uk de etekktorr pana as. Gam
G mba ar 2
2.3..2.((1) meenuunju
ukkkan n arrea
a mak
m ksim
mum m yan
y ng dap patt
diccakkup
p oleh de
etek
ktorr indivvidu
ual.
(2)) Unntu
uk me
m ma astikkann b
bahw wa prrote
ekssi yang
g dica
d akuup di
d ssud
dut ruaang
gan
n dan un ntukk mem
m masstik
kan
n
tid
dakk ad
da ceelahh pada
p a titik
t k yaangg b berh
hub
bun
ngan dar
d ri b
banyakk dete
d ekto
or, jarrak
k an
ntaran
ny harruss
dikurrangi. Llih
hatt ga
ambbarr 2.3.2
2.(2
2).
G mbar 2
Gam 3.2.(2) – A
2.3 Are
ea yan
y ng tida
t ak terc
t cakkup di pojjokk da
an d
di perp
p pottong
gan
n.
(3) Untuk memastikan cakupan lengkap denah segi empat, jarak antara detektor dan dinding
harus dikurangi sampai 5 meter untuk detektor asap, dan 3,5 meter untuk detektor panas.
Lihat gambar 2.3.2.(3).
Gambar 2.3.2.(3)
(4) Untuk memastikan cakupan lengkap, jarak antar detektor harus dikurangi sampai 10 meter
antar detektor asap, dan 7 meter antar detektor panas. Lihat gambar 2.3.2.(4).
2.3.3 Instalasi.
(1) Lokasi penempatan instalasi sistem deteksi dan alarm kebakaran di rumah sakit, ditentukan
seperti ditunjukkan pada tabel 2.3.3.(1)
Tabel 2.3.3.(1) – Lokasi penempatan sistem deteksi dan alarm kebakaran.
Jumlah luas
Jumlah Sistem alarm dan
minimum/lantai
lantai 2 deteksi kebakaran
(m )
1 1 Tanpa batas Manual
2 2~4 T.A.B Otomatik
3 >4 T.A.B Otomatik
(2) Lokasi penempatan detektor kebakaran pada ruangan di dalam rumah sakit ditunjukkan
pada tabel 2.3.3.(2).
Tabel 2.3.3.(2) – Penempatan detektor kebakaran pada ruangan di dalam rumah sakit
DETEKTOR
Fungsi Ruang Detektor Detektor Laju kenaikan Detektor Detektor
Panas temperatur Asap lain
PERAWATAN BEDAH DAN KRITIS
Ruang Operasi:
x Kamar operasi Tidak Tidak Ya Tidak
x Ruang penunjang Tidak Tidak Ya Tidak
x Ruang Melahirkan Tidak Tidak Ya Tidak
x Delivery Suite Tidak Tidak Ya Tidak
x Labour Suite Tidak Tidak Ya Tidak
x Ruang Pemulihan Tidak Tidak Ya Tidak
x Ruang bayi Tidak Tidak Ya Tidak
x d
Ruang Trauma Tidak Tidak Ya Tidak
x Gudang anestesi Tidak Tidak Ya Tidak
PERAWATAN
e
Ruang Pasien Tidak Tidak Ya Tidak
f
Ruang Toilet Tidak Tidak Tidak Tidak
Perawatan intensif Tidak Tidak Ya Tidak
g
Isolasi protektif Tidak Tidak Ya Tidak
g
Isolasi Infeksius Tidak Tidak Ya Tidak
Isolasi ruang antara Tidak Tidak Tidak Tidak
Kala/melahirkan/pemulihan/post
Tidak Tidak Ya Tidak
partum (LDRP)
e
Koridor pasien Ya Tidak Tidak Tidak
PENUNJANG
Radiologi : Tidak Tidak Ya Tidak
X-Ray (bedah dan perawatan
Tidak Tidak Ya Tidak
kritis)
X-Ray (diagnostik dan tindakan) Tidak Tidak Ya Tidak
Ruang gelap Ya Tidak Ya Tidak
Laboratorium, Umum Tidak Tidak Ya Tidak
Laboratorium, Bacteriologi Tidak Tidak Ya Tidak
Laboratorium, biochemistry Tidak Tidak Ya Tidak
Laboratorium, Cytology Tidak Tidak Ya Tidak
Laboratorium, pencucian gelas Tidak Tidak Tidak Tidak
Laboratorium, histology Tidak Tidak Ya Tidak
Laboratorium, pengobatan
Tidak Tidak Ya Tidak
nuklir.
Laboratorium, pathologi Tidak Tidak Ya Tidak
Laboratorium, serologi. Tidak Tidak Ya Tidak
Laboratorium, sterilisasi Tidak Tidak Ya Tidak
Laboratorium, transfer media. Tidak Tidak Ya Tidak
Autopsy Tidak Tidak Tidak Tidak
Ruang tunggu – tubuh tidak
j Ya Tidak Tidak Tidak
didinginkan
Farmasi Ya Tidak Tidak Tidak
ADMINISTRASI
Pendaftaran dan ruang tunggu Ya Tidak Tidak Tidak
DIAGNOSA DAN TINDAKAN
Bronchoscopy, sputum
collection, dan administrasi Tidak Tidak Ya Tidak
pentamidine
e
Ruang Pemeriksaam Ya Tidak Tidak Tidak
Ruang Pengobatan Ya Tidak Tidak Tidak
e
Ruang Tindakan Ya Tidak Tidak Tidak
Therapi fisik dan therapi hidro Ya Tidak Tidak Tidak
Ruang kotor atau tempat
Tidak Tidak Tidak Tidak
sampah
Ruang bersih atau tempat bersih Ya Tidak Tidak Tidak
2.4 Lain-lain.
Ketentuan lain yang berhubungan dengan sistem alarm dan deteksi kebakaran yang belum
tercantum pada pedoman ini, mengacu pada peraturan dan standar yang berlaku.
BAB III : ALAT PEMADAM API RINGAN
3.1 Umum
3.1.1 Alat pemadam api ringan harus disediakan di bangunan rumah sakit sesuai dengan
pedoman ini.
3.1.2 Jenis alat pemadam api ringan harus sesuai dengan klasifikasi bahaya kebakaran yang
ada : Kelas A, B, C, D atau K.
3.1.3 Instalasi alat pemadam api ringan harus mengikuti pedoman ini.
3.1.4 Prosedur inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala harus mengikuti
BAB VIII Inspeksi, Tes Dan Pemeliharaan pedoman ini.
Kebakaran dibagi dalam 5 kelas berdasarkan terutama kepada benda yang terbakar.
Klasifikasi ini menolong asesmen bahaya dan penentuan jenis media pemadam yang
paling efektif. Juga digunakan untuk klasifikasi, ukuran, dan pengujian alat pemadam api
ringan/ APAR
No Kelas Simbol
1 Kelas A : meliputi benda mudah terbakar biasa: antara lain kayu, kertas
dan kain. Perkembangan awal dan pertumbuhan kebakaran biasanya
lambat, dan karena benda padat, agak lebih mudah dalam
penanggulangannya. Meninggalkan debu setelah terbakar habis.
2 Kelas B : meliputi cairan dan gas mudah menyala dan terbakar antara
lain bensin, minyak dan LPG.Jenis kebakaran ini biasanya berkembang
dan bertumbuh dengan sangat cepat.
5 Kelas K: meliputi minyak untuk memasak. Ini adalah kelas terbaru dari
kelas-kelas kebakaran.
Luas lantai maksimum untuk APAR 1045 m2‡ 1045 m2‡ 1045 m2‡
Sumber : NFPA 10
Tabel 3.3.2.b - Luas Maksimum Yang Akan Diproteksi Per Unit APAR dalam m2
Nominal Ringan Biasa Ekstra
Kelas A (Rendah) (Sedang) (Tinggi)
Pada Bahaya Bahaya Bahaya
APAR Hunian Hunian Hunian
1A ʊ ʊ ʊ
2A 557 278 ʊ
3A 836 418 ʊ
Tabel 3.3.4 - Penandaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) *1)
3.4 Lain-lain.
Ketentuan lain yang berhubungan dengan sistem alarm dan deteksi kebakaran yang belum
tercantum pada pedoman ini, mengacu pada peraturan dan standar yang berlaku.
4.1 Umum
4.1.1 Sistem pipa tegak harus disediakan di bangunan rumah sakit sesuai dengan pedoman ini.
Lokasi sambungan pemadam kebakaran/ siamese harus diletakkan di lokasi yang mudah diakses
oleh mobil pemadam kebakaran
4.1.2 Sistem ini harus meliputi :
(1) Sistem pipa tegak.
(2) dan alat kontrol atau panelnya,
(3) katup kontrol,
(4) pipa tegak,
(5) landing valve,
(6) kotak slang kebakaran yang berisi katup kebakaran 1 ½ inch plus slang dan nozel atau katup
kebakaran 2 ½ inch,
(7) sambungan siamese.
(8) hidran halaman.
4.1.5 Instalasi dan uji serah terima sistem pipa tegak dan slang/ hidran harus mengikuti
pedoman ini.
4.1.6 Prosedur inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala harus mengikuti
BAB VIII Inspeksi, Tes Dan Pemeliharaan pedoman ini.
4.3.1 Sistem.
(1) Sistem pipa tegak dalam bangunan rumah sakit terdiri dari :
(a) Sistem pipa tegak kering.
(b) Sistem pipa tegak basah.
(c) Kombinasi pipa tegak kering dan pipa tegak basah.
(2) Sistem pipa tegak kering atau sistem pipa tegak basah dilengkapi dengan katup landing dan
sambungan siamese,
Sambungan siamese diletakkan Sambungan siamese diletakkan
menempel pada dinding luar bangunan berdiri sendiri di halaman bangunan.
Gambar 4.3.6.(1) – Pipa tegak pada lobi yang dilindungi terhadap asap.
(2) dalam daerah umum dan di dalam saf yang terlindung, sedekat mungkin dengan tangga
eksit jika tidak ada lobi stop asap;
Gambar 4.3.6.(2) – Pipa tegak pada lobi yang diproteksi terhadap asap diluar tangga eksit.
(3) ditempatkan pada lobi dan di luar tangga eksit yang diproteksi, dan diletakkan di dalam saf
yang terproteksi.
(4) di dalam tangga eksit, bilamana tidak ada lobi stop asap dan daerah umum.
4.6 TEKANAN SISA DAN LAJU ALIRAN AIR MINIMUM PADA PIPA TEGAK.
4.6.1.1 Pengertian.
Tekanan sisa (residual pressure), atau kadang-kadang disebut juga sebagai tekanan akhir, adalah
tekanan yang bekerja pada suatu titik dalam sistem dengan suatu aliran yang disalurkan oleh
sistem.
Dalam instalasi pipa tegak, tekanan sisa ini adalah tekanan setelah katup landing atau katup slang
kebakaran pada kotak slang.
secara hidrolik atau 568 liter/menit (150 USGPM) untuk tingkat hunian bahaya
kebakaran ringan atau 1.893 liter/menit (500 USGPM) untuk tingkat bahaya kebakaran
sedang.
Gambar 4.7.1 -
Kotak slang kebakaran dilengkapi dengan katup slang ǚ 1 ½“, rak, slang Ɏ 1 ½, dan nozel.
Kotak slang kebakaran atau sering juga disebut dengan Indoor hydrant box (hidran kebakaran di
dalam gedung), terdiri dari :
(1) lemari tertutup;
(2) slang kebakaran;
(3) rak slang; dan
(5) nozel.
G
Ga
amb
bar 4.7
7.1.2.((2) - Slan
S ng yan
y ng ttida
ak terl
t ipaat
4.7
7.1.3 Rak sla
ang
g.
(1)) etia
Se k ak sla
ap kot ang 40
0 mmm (1½ ½”) ya
ang dissed
diakkan
n de
enggan
n slaang m (1½”) ha
g 40 mm aru
us d
dipa
asa
ang
g
de
enggan
n rak atau
a u fa
asiliitas
s pe
enyyim
mpanan
n la
ain yanng dis
setu
ujuii.
(2)) Se ap kottak sla
etia ang
g 4
40 mm
mm (11½ “) se esua
ai unt
u tuk kla
asiffika
asi pip
pa teg gakk ke
elas
s I da
an kkela
as III,,
ha
aruss dipa
d asang dn ngan gulu
g unggan aliiran
nmmenneru
us yan
y ng tterddafftar//terruji.
4.7
7.1.4 Nozzzle.
No
oze
el ya g dise
ang edia
akan untu
u uk pel
p aya
ana
an p
pipa te
ega
ak kel
k as II, herrus terruji/terrda
aftar.
4.7
7.2
2 Lo
okasi Kota
K ak Slan
ng K
Keba
aka
aran
n440 mm
mm (1½
( ½ “).
Ko
otak
k slang keb
k baka
ara
an Ɏ 4
40 mm
mm (1½”) perle
eta
akan
nnyya dia
d tur se
ebag
gai be
erikkut:
(1)) di kooridor ata
au ddi rua
r nga an yang be
erde
eka
atan
n deng
gan
n saf tan
ngga yyan
ng me
m nujju jalu Eksit dan
ur E d n
dissam
mbung gkaan kke pip
pa tega
ak.
(2)) pe
eng
gatu
uran in
ni m
memmungk kinkann untu
uk men
m ngg gunnakkan se t at sslang bila
ecarra tep a ta
ang a jalur ek
gga ksitt
pe
enu
uh den
d ngaan oorang--ora
angg ya
angg se
eda
ang
g la
ari kelu
k uar paada saaat terjjadiny
ya kkeb
baka
ara
an.
(3)) pa
ada s ap bang
a seti gun
nann u umumm/temp pat peerteemuan n, tem mpat hib burran, p an, te
perrhottela emp
patt
2
pe
erawwatan
n, perk
p kanntorran, dan peerto
okoa
an//passarr un ap lan
ntuk ssetia ntaii de
eng
gann luas 80 00 m harruss
dipassan
ng min
m nim
mumm 1 (sa
atu)) Kota
ak S
Slanng Ke
ebakarran Ø4 40 mmm (1
1½½”).
4.7
7.3
3 Ja
ara
ak Ja
J ngka
aua
an Ka
K tup
p Sla
S ngg Kebak
kara
an Ø 40
0 mm
m (1½““).
Sisste
em kelas II har
h rus dileng
gka
api Ka
atus
sp Slaang
g Ke
eba
aka
aran n yyangg beri
b si : kaatup
pbberuuku
uran
n Ø 40 mm
mm
(Ø
Ø 1½ ½ inci), slan
s ng denngaan panja
ang 400mm, ra
ak dan
n nozz
n zle se edemikkiann ru
upa
a sehiingga setiap
p bag
b ian
n
da
ari lanttai ban
nguuna
an b
berrada
a pad
p a ja
anggka
auan 440 m (130
0 ftt) dari KS
SSKK 40 mm
mm (1½ “).
“
4.8
8 HIDR
RA
AN HA
ALA
AMMAN.
4.8
8.1 Tiiap ba
agia
an ddarri ja
alurr akkse
es mob
m bil pemmaadam did laha
an bangu
una
an harruss da
alam
m jara
ak beb
b bass
ha
ambbata
an 50 m daari h
hidrran koota (lihhat gam
mbbar 4.8
8.1)).
4.8
8.2 Biila hid
dran kkota
a yyan
ng meeme uhi pe
enu ersyyara
ata
an ters
t sebbut pa
adaa butirr 4.8.1 ttida
ak tterssed
dia,,
maaka
a ha
aru
us dise
d ediaaka
an hid
h rann ha
alam
ma
an yyang d
disa
amb bun
ngk
kann de
eng
gan jarring
gan
n pipa hiddran kkota
a..
Gam
mba
ar 4.8
4 .1 - Conttoh dim anguna
mana ba an tida
ak jau
j uh dar
d i hidra
an kkota
a.
G mb
Gam bar - 4.8.
4 .2 - Po
osissi Hidr
H rann ha
alam
man te hadap hid
erh dran kota
k a.
4.8.3 Dalam situasi di mana diperlukan lebih dari satu hidran halaman, maka hidran-
hidran tersebut harus diletakkan sepanjang jalur akses mobil pemadam sedemikian hingga tiap
bagian dari jalur tersebut berada dalam jarak radius 50 m dari hidran.
Hidran H1 pada gambar 4.8.3 dapat dihilangkan karena tidak mungkin tanah yang disebelah akan
digunakan untuk pemakaian lain, seperti gudang dan sebagainya.
Hidran bersama yang ditempatkan di tetangga tidak diperbolehkan.
4.8.4 Pasokan air untuk hidran halaman harus sekurang-kurangnya 500 GPM pada tekanan 3,5
bar, serta mampu mengalirkan air minimal selama 45 menit.
4.9 Lain-lain.
Ketentuan lain yang berhubungan dengan sistem pipa tegak yang belum tercantum pada pedoman
ini, mengacu pada peraturan dan standar yang berlaku.
BAB V : SISTEM SPRINKLER OTOMATIK
5.1. Umum
5.1.1 Sistem sprinkler otomatik harus disediakan pada bangunan sesuai dengan pedoman ini.
5.1.2 Sistem sprinkler otomatik harus dipasang di seluruh bangunan.
5.1.3 Sistem sprinkler otomatik tidak wajib di area berikut :
(1) setiap ruangan di mana penerapan air, atau nyala api dan air, merupakan ancaman yang
serius terhadap kehidupan atau bahaya kebakaran.
(2) setiap kamar atau ruang di mana sprinkler dianggap tidak diinginkan karena sifat dari isi
ruangan.
(3) ruang generator dan transformator yang dipisahkan dari bangunan dengan dinding dan lantai
/ langit-langit atau rakitan atap / langit-langit yang memiliki nilai ketahanan api tidak kurang
dari 2 jam.
(4) di kamar atau daerah yang konstruksinya tidak mudah terbakar dengan isi sepenuhnya
bahan tidak mudah terbakar.
(5) untuk ruangan-ruangan yang tidak memungkinkan pasien dipindahkan (ruang bedah, ruang
ICU, ruang radiologi, dan lain-lain), sprinkler boleh tidak dipasang asalkan dinding, lantai,
langit-langit dan bukaan, mempunyai tingkat ketahanan api minimal 2 jam.
5.1.4 Sistem ini harus meliputi kepala springkler, katup kontrol alarm, dan sistem pemipaannya.
5.1.5 Instalasi dan uji serah terima sistem springkler otomatik harus mengikuti pedoman ini.
5.1.6 Prosedur inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala harus mengikuti
BAB VIII, Inspeksi, Tes Dan Pemeliharaan Pedoman ini.
Tabel 5.3.4.1 - Ukuran lubang kepala springkler
Extended Coverage Sidewall
Horizontal Sidewall Sprinkler Sidewall Concealed Sprinkler
Sprinkler
5.3.5.1 Umum.
(1) Tanda bahaya lokal dengan aliran air harus digunakan pada semua sistem springkler yang
mempunyai jumlah kepala springkler lebih dari 20 buah.
(2) Pada sistem springkler yang mempunyai jumlah kepala springkler kurang dari 20 buah dapat
dipakai alat deteksi aliran air (flow switch)
5.4 Lain-lain.
Ketentuan lain yang berhubungan dengan sistem springkler otomatik yang belum tercantum pada
pedoman ini, mengacu pada peraturan dan standar yang berlaku.
6.1 UMUM.
6.1.1 Apabila tidak terdapat pasokan air kebakaran dari jaringan kota sesuai tekanan dan debit
air yang dibutuhkan maka instalasi pompa kebakaran harus disediakan di bangunan rumah sakit
sesuai dengan pedoman ini.
6.1.2. Pompa kebakaran harus terdiri dari pompa kebakaran utama dan pompa kebakaran
siaga. Salah satu dari ke dua pompa kebakaran tersebut harus berpenggerak mesin diesel.
6.1.3 Untuk bangunan dengan ketinggian tertentu, kedua pompa kebakaran dapat
menggunakan pompa dengan penggerak listrik dari sumber yang berbeda (satu PLN dan yang
kedua emergency diesel).
6.1.4 Semua hisapan pompa harus hisapan positif.
6.1.5 Prosedur inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala harus mengikuti
BAB VIII Inspeksi, Tes Dan Pemeliharaan pedoman ini.
6.2 PERATURAN .
Instalasi pompa kebakaran harus dipasang sesuai dengan :
(1) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, Nomor 26/PRT/M/2008, tentang Persyaratan teknis
sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan.
(2) SNI 03-6570-2001 Instalasi Pompa Yang Dipasang Tetap Untuk Proteksi Kebakaran.
6.3 INSTALASI.
Instalasi pompa kebakaran meliputi instalasi dari mulai tangki/reservoir air bawah/atas, sampai ke
awal pipa tegak. Instalasi ini meliputi :
(1) tangki air;
(2) instalasi pipa isap,
(3) pompa kebakaran,
(4) pompa jockey;
(5) penggerak pompa kebakaran dan pompa jockey; dan
(6) instalasi pipa tekan.
(4) Apabila kebutuhan air untuk sistem proteksi kebakaran digabung dengan sistem penyediaan
air bersih bangunan gedung, instalasi pemipaannya harus diusahakan agar tidak terjadi air
mati pada dasar tangki air tersebut.
Gambar 6.3.3. - Kurva aliran yang dapat diterima untuk pompa 1000 gpm
6.3.4 Pompa Jockey.
(1) Pompa jockey menjaga tekanan dan mempertahankan tekanan dalam sistem serta
mencegah pompa kebakaran utama beroperasi.
(2) Kapasitas pompa jockey berkisar antara 5 sampai 10 USGPM dan sebaiknya tidak melebihi
kebutuhan air dari satu springkler yaitu ± 20 USGPM.
(3) Head pompa jockey biasanya 5 psi sampai 10 psi lebih tinggi dari tekanan kerja (head)
pompa kebakaran utama, sehingga pompa jockey akan beroperasi sebelum pompa
kebakaran utama bekerja. Pemilihan pompa jockey ini tidak memerlukan persetujuan atas
standar tertentu.
(10) Sambungan tersupervisi
Sarana pemutus tunggal dan alat proteksi arus lebih yang terkait harus dibolehkan dipasang
antara sumber daya yang jauh dan satu dari yang berikut:
(a) Alat kontrol pompa kebakaran.
(b) Sakelar pemindah daya pompa kebakaran.
(c) Kombinasi pengontrol pompa kebakaran dan sakelar pemindah daya.
(11) Sarana pemutus dan alat proteksi arus lebih
Untuk sistem yang dipasang, penambahan sarana pemutus dan peralatan proteksi arus lebih
yang terkait hanya dibolehkan seperti yang dipersyaratkan memenuhi ketentuan SNI 04-
0225-2000, tentang "Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL-2000)".
(b) Alat pemutus kecepatan lebih
Motor harus dilengkapi dengan alat pemutus kecepatan lebih.
Alat ini harus diatur sedemikian rupa sehingga menghentikan motor pada saat
kecepatan mencapai kurang lebih 20% di atas kecepatan nominal motor dan dapat
direset secara manual.
Suatu sarana harus didakan untuk menunjukkan adanya sinyal gangguan kecepatan
lebih ke alat kontrol otomatik sehingga alat kontrol tidak dapat direset sebelum alat
pemutus kecepatan lebih direset secara manual ke operasi normal.
6.4 Lain-lain.
Ketentuan lain yang berhubungan dengan sistem pompa kebakaran yang belum tercantum pada
pedoman ini, mengacu pada peraturan dan standar yang berlaku.
BAB VII : SISTEM PENGENDALIAN ASAP KEBAKARAN
7.1 Umum
7.1.1 Sistem pengendalian asap kebakaran termasuk :
(1) Presurisasi fan pada setiap tangga kebakaran yang terlindung.
(2) Sistem pembuangan asap mekanik yang dirancang secara teknik (engineered smoke
system) pada bangunan atau bagian bangunan yang dipersyaratkan dilengkapi dengan
sistem tersebut, misalnya pada atrium.
(3) Sistem pembuangan asap dapur komersial.
7.1.2 Prosedur inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala harus mengikuti
butir 7.2. pedoman ini.
7.3.2. Sistem Pembuangan Asap Mekanik Yang Dirancang Secara Teknik
(Engineered Smoke System).
(1) Untuk mal, atrium dan ruangan yang bervolume besar, serta presurisasi kompartemen atau
pengendalian asap terzona, sebuah sistem manajemen asap yang dirancang secara teknik
harus disediakan.
(2) Ketentuan teknis sebuah sistem pengendalian asap yang dirancang secara teknik
(engineered smoke control system) dalam bentuk sebuah sistem ventilasi asap baik secara
alami maupun mekanik, harus sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku, antara lain
tentang :
(a) Prosedur atau cara perancangan/perhitungan.
(b) Kriteria perancangan.
(c) Dan persyaratan terkait lainnya, antara lain perhitungan waktu evakuasi aman tersedia
(ASET – Available Safe Egress Time), dan waktu evakuasi aman diperlukan (RSET -
Required Safe Egress Time).
8.1 Umum
8.1.1 Pedoman ini menetapkan persyaratan minimum pemeliharaan dan perawatan sistem
proteksi kebakaran. Jenis sistem meliputi:
(1) Sistem deteksi dan alarm kebakaran.
(2) Alat pemadam api ringan.
(3) Sistem pompa kebakaran.
(4) Sistem pipa tegak dan slang kebakaran (hidran gedung).
(5) Sistem sprinkler otomatik.
(6) Sistem tangki air pemadam kebakaran.
(7) Sistem ventilasi dan pembuangan asap kebakaran.
8.1.2 Tanggung jawab atas pemeliharaan dan perawatan sistem proteksi kebakaran secara
baik dan benar terletak pada pemilik / pengelola bangunan.
8.1.3 Dengan cara inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala, semua
peralatan harus ditunjukkan ada dalam kondisi operasi yang baik, atau setiap kerusakan dan
kelemahan dapat diketahui.
8.2 Tujuan
8.2.1 Tujuan dari inspeksi adalah untuk verifikasi secara visual bahwa sistem proteksi
kebakaran dan perlengkapannya tampak dalam kondisi operasi dan bebas dari kerusakan fisik.
8.2.2 Tujuan dari pengetesan adalah untuk menjamin operasi otomatik atau manual atas
kebutuhan dan pengiriman kontinyu dari output sistem proteksi kebakaran yang dipersyaratkan,
dan untuk mendeteksi ketidaksempurnaan sistem proteksi kebakaran yang tidak tampak pada saat
inspeksi.
8.2.3 Sedangkan tujuan dari pemeliharaan sistem proteksi kebakaran adalah perawatan
pencegahan (preventive maintenance) dan perbaikan (corrective maintenance) untuk
mempertahankan fungsi optimum dari peralatannya.
(2) Catatan harus menunjukkan prosedur yang dilakukan (misal inspeksi, pengujian atau
pemeliharaan), organisasi/personil yang melaksanakan, hasilnya, dan tanggal dilaksanakan.
(3) Catatan harus disimpan oleh pemilik / pengelola bangunan.
(4) Catatan orisinil (dari serah terima pertama atau kedua) harus disimpan selama umur sistem
atau bangunan.
(5) Catatan selanjutnya harus disimpan selama perioda waktu 1 (satu) tahun setelah
inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berikutnya yang dipersyaratkan.
8.3.3 Adalah penting untuk disadari bahwa semua sistem proteksi kebakaran tersebut di atas
tidak terpisah dan berdiri sendiri dalam operasinya untuk pencegahan dan penanggulangan
kebakaran dan penyelamatan/evakuasi penghuni bangunan. Terdapat pengaruh saling
berhubungan, interlok dan antarmuka (interface) antara sistem. Pemeliharaan dan perawatan yang
buruk dari satu sistem dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keseluruhan
keselamatan kebakaran bangunan.
8.9 Sistem Tangki Air Pemadam Kebakaran
8.9.1 Sistem ini meliputi tangki air/ reservoir untuk air pemadam kebakaran, pemipaan dan
gantungan, katup, serta peralatan lainnya.
8.9.2 Frekwensi inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan tangki air / reservoir harus
menggunakan Tabel 9. Ikhtisar inspeksi, pengujian dan pemeliharaan tangki air / reservoir.
8.9.3 Frekwensi inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala katup harus
menggunakan Tabel 7. Ikhtisar inspeksi, tes & pemeliharaan katup.
8.9.4 Riwayat catatan inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan harus disimpan
sebagaimana dijelaskan dalam butir 8.3.2.
8.10 Tabel-Tabel
Tabel 1-1 Frekwensi inspeksi visual sistem alarm kebakaran
Serah
terima ke Setengah
No. Peralatan Bulanan Kwartal Tahunan
1/ dites tahunan
kembali
1. Peralatan notifikasi alarm
a Alat yang berbunyi
X X
(audible)
b Speaker X X
c Alat yang tampak (visible) X X
2. Batere sistem Fire Alarm:
a Jenis Lead-Acid X
b Jenis Nickle-Cadmium X
c Jenis primer - Dry Cell X
d Jenis Sealed Lead-Acid X
3. Peralatan kontrol sistem FA yang dimonitor untuk
a alarm, supervisi, sinyal
kesalahan (trouble)
b Pengaman lebur X X
c Peralatan interface X X
d Lampu dan LED X X
e Pasokan daya primer/
X X
utama
4. Peralatan kontrol sistem FA yang tidak dimonitor
a untuk alarm, supervisi,
sinyal kesalahan
b Pengaman lebur X X
c Peralatan interface X X
d Lampu dan LED X X
e Pasokan daya
X X
primer/utama
Sinyal kesalahan panel
5. X X
control (trouble)
Tabel 1-2 Frekwensi tes sistem alarm kebakaran
Serah terima
Setengah
No. Peralatan ke 1/ dites Bulanan Kwartal Tahunan
tahunan
kembali
1. Peralatan notifikasi alarm
a a. Alat yang berbunyi
(audible) X X
b b. Speaker X X
c c. Alat yang tampak
(visible) X X
2. Batere sistem Fire Alarm:
a Jenis Lead-Acid
Tabel 2. Jarak Waktu Pengujian Hidrostatik Alat Pemadam Api Ringan
Jarak Waktu
Jenis Alat Pemadam Api Ringan
Tes (Tahun)
1 Tekanan disimpan (stored pressure), dan loaded stream 5
2 Media pemadam basah (wet agent) 5
3 AFFF (aqueous film-forming foam) 5
4 FFFP (film-forming fluoroprotein foam) 5
5 Kimia kering dengan tabung tahan karat (stainless steel) 5
6 Karbon dioksida 5
7 Kimia basah 5
Kimia kering, tekanan disimpan, dengan tabung baja lunak, kuningan
8 12
atau aluminium
Kimia kering, operasi peluru atau silinder (cartridge or cylinder
9 12
operated), dengan tabung baja lunak
10 Media pemadam berbasis halon 12
Bubuk kering, operasi peluru atau silinder (cartridge or cylinder
11 12
operated), dengan tabung baja lunak
Sumber: NFPA 25, Inspection, Testing and Maintenance of Water-based Fire Protection
Systems, 2002 Ed.
Tabel 5. Hidran pilar
KONDISI TINDAKAN KOREKTIF
1 Tidak dapat diakses Buat supaya dapat diakses
Kebocoran di outlet atau bagian atas Perbaiki atau ganti gasket, paking, atau
2
hidran pilar komponen seperlunya
3 Keretakan di batang pilar hidran Perbaiki atau ganti
4 Outlet Beri pelumas atau kencangkan seperlunya
5 Alur nozel yang aus Perbaiki atau ganti
6 Mur operasi hidran yang aus Perbaiki atau ganti
7 Ketersediaan kunci hidran Pastikan kunci hidran tersedia
Sumber: NFPA 25, Inspection, Testing and Maintenance of Water-based Fire Protection Systems,
2002 Ed.
ITEM AKTIVITAS FREKWENSI
b Interior Inspeksi 1 tahun
c Strainer, filter, orifice Inspeksi 5 Tahun
Katup pengurang tekanan dan pengaman tekanan (Pressure Reducing and relief
6
valve)
a Sistem sprinkler Inspeksi 3 bulan
b Sambungan slang Inspeksi 3 bulan
c Rak slang Inspeksi 3 bulan
7 Pompa kebakaran: relief valve pada rumah (casing) pompa
a Pressure relief valve Inspeksi Mingguan
b Sambungan Pemadam Kebakaran Inspeksi 3 bulan
c Pembuangan utama (main drain) Tes 1 tahun
8 Katup kontrol
a Posisi Tes 1 tahun
b Operasi Tes 1 tahun
c Supervisi Tes 6 bulan
9 Katup Pra-Aksi/Banjir (Preaction/Deluge valve)
a Isi air (priming) Tes 3 bulan
b Alarm tekanan udara rendah Tes 3 bulan
c Aliran penuh Tes 1 tahun
10 Katup pipa kering (Dry pipe valve)
a Isi air (priming) Tes 3 bulan
b Alarm tekanan udara rendah Tes 3 bulan
c Uji aktivasi (trip test) Tes 1 tahun
d Uji aktivasi (trip test) aliran penuh Tes 3 tahun
Katup pengurang tekanan dan pengaman tekanan (Pressure Reducing and relief
11
valve)
a Sistem sprinkler Tes 5 tahun
Pengaman tekanan sirkulasi (circulation
b Tes 1 tahun
relief)
Katup pengaman tekanan (pressure relief
c Tes 1 tahun
valve)
d Sambungan slang Tes 5 tahun
e Rak slang Tes 5 tahun
f Katup kontrol Pemeliharaan 1 tahun
Katup Pra-Aksi/Banjir (Preaction/Deluge
g Pemeliharaan 1 tahun
valve)
h Katup pipa kering (Dry pipe valve) Pemeliharaan 1 tahun
Sumber: NFPA 25, Inspection, Testing and Maintenance of Water-based Fire Protection Systems,
2002 Ed.
Tabel 9. Ikhtisar inspeksi, tes & pemeliharaan tangki/reservoir air
ITEM AKTIVITAS FREKWENSI
1 Kondisi air di dalam tangki Inspeksi 1 bulan
2 Katup kontrol Inspeksi Mingguan/bulanan (Tabel 5)
3 Tinggi air Inspeksi Bulanan
4 Eksterior Inspeksi 3 bulan
5 Stuktur penopang Inspeksi 3 bulan
6 Tangga dan platform Inspeksi 3 bulan
7 Daerah sekeliling Inspeksi 3 bulan
8 Permukaan yang dicat/dilapisi Inspeksi 1 tahun
Sambungan ekspansi (expantion
9 Inspeksi 1 tahun
joint)
10 Interior Inspeksi 3 tahun/5 tahun
11 Katup penahan balik (check valve) Inspeksi 5 tahun
12 Alarm tinggi air Tes 6 bulan
13 Indikator tinggi air Tes 5 tahun
14 Pembuangan endapan Pemeliharaan 6 bulan
15 Katup kontrol Pemeliharaan Tabel 5
16 Katup penahan balik (check valve) Pemeliharaan Tabel 5
Sumber: NFPA 25, Inspection, Testing and Maintenance of Water-based Fire Protection Systems, 2002 Ed
9.1 Umum
9.1.1. Bangunan rumah sakit harus mempunyai Manajemen Pengamanan Kebakaran (MPK)
yang dipimpin oleh seorang manajer keselamatan kebakaran, sesuai dengan UU No 28 Tahun
2002 Tentang Bangunan Gedung, PP No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No.
28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, dan Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2008 Tentang
Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran.
9.1.2. Tugas MPK adalah membuat Rencana Keselamatan Kebakaran (Fire Safety Plan),
Rencana Tindak Darurat Kebakaran (Fire Emergency Plan), dan Pelatihan Evakuasi & Relokasi
serta Pelatiham Kebakaran (Fire Drill), serta pembuatan prosedur operasional standar (POS)
terkait.
9.1.3. Administratif setiap hunian layanan kesehatan harus memberlakukan, menyediakan, dan
memberikan salinan tertulis dari rencana pada butir 9.1.2. ke semua personil supervisi, untuk
proteksi semua orang pada saat terjadi kebakaran, untuk evakuasi mereka ke daerah berhimpun
yang aman (areas of refuge), dan evakuasi mereka ke luar bangunan bila diperlukan.
9.1.4. Semua karyawan harus diberi instruksi dan diberi tahu secara berkala terhadap tugas-
tugas di bawah rencana persyaratan pada butir 9.1.2.
9.1.5. Sebuah salinan dari rencana yang dipersyaratkan pada butir 9.1.2. harus tersedia setiap
saat di lokasi operator telepon atau di pusat keamanan/ sekuriti.
(b) Mentransmisikan sinyal alarm kebakaran yang sesuai untuk memperingatkan penghuni
bangunan lain dan memanggil staf.
(c) Membatasi efek kebakaran dengan menutup pintu untuk mengisolasi daerah
kebakaran.
(d) Merelokasi pasien seperti dibakukan secara detil dalam Rencana Keselamatan
Kebakaran bangunan.
(2) Respon Petugas
(a) Semua petugas rumah sakit harus diberi instruksi dalam penggunaan dan respon
alarm kebakaran.
(b) Semua petugas rumah sakit harus diberi instruksi dalam penggunaan kata sandi untuk
menjamin transmisi sebuah alam di bawah kondisi berikut :
1) Ketika individuil yang menemukan sebuah kebakaran harus segera pergi
menolong orang yang terpapar bahaya.
2) Selama terjadi kerusakan pada sistem alarm kebakaran bangunan rumah sakit.
(c) Personil yang mendengar kata sandi yang diumumkan harus pertama mengaktifkan
alarm kebakaran bangunan rumah sakit dengan menggunakan kotak manual alarm
kebakaran terdekat dan kemudian harus melaksanakan tugas-tugas mereka seperti
yang ditulis di dalam Rencana Keselamatan Kebakaran bangunan rumah sakit.