Puji Syukur Saya panjatkan kepada Tuhan yang maha kuasa, karena berkat
penyertaanNya dan campur tanganNya kepada kami. Makalah ini dapat diselesaikan sesuai
dengan waktunya yang diharapkan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
“Study Kelayakan Proyek”.
Dalam penulisan makalah ini pembuat menyadari masih banyak kesalahan yang perlu di
perbaiki bersama, untuk itu kritik dan sarannya perlu untuk disampaikan kepada kami. Agar
penulisan makalah selanjutnya akan lebih baik dan sekaligus sebagai upaya perbaikan dan
penyempurnaan dimasa yang akan datang.
Akhirnya kurang dan lebihnya kami ucapkan banyak terima kasih, penulis berharap
makalah ini bermanfaat bagi penulis sendiri lebih-lebih kepada seluruh pembaca pada umumnya.
Tim Penyusun
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Selain itu pula agenda ketiga nawacita yaitu membangun Indonesia dari
pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara
kesatuan, sejalan dengan pemerintah pusat dalam rencana pembangunan Rumah
Sakit Umum Pusat (RSUP) yang dapat memberikan layanan kesehatan yang
lengkap bagi Provinsi Sulawesi Barat dan sekitarnya.
1. Tujuan
2. Sasaran
C. Ruang Lingkup
1. Tahap Persiapan
c. Studi literatur
1) Aspek Esternal
a) Kebijakan
b) Geografi
c) Demografi
e) SDM/ketenagakerjaan kesehatan
f) Derajat kesehatan
2) Aspek Internal
a) Lokasi
b) Sarana Kesehatan
c) Pola Penyakit
d) Teknologi
f) Organisasi
g) Kinerja Keuangan
b. Analisis Permintaan
Analisa Permintaan dalam penyusunan Studi Kelayakan
akan membahas tentang analisis posisi kelayakan. Rumah
Sakit dari berbagai aspek.Berdasarkan analisis aspek eksternal
dan aspek internal yang telah dilakukan pada analisa situasi
maka dilakukan analisis yang bertujuan untuk mengidentifikasi
faktor-faktor yangmenjadi kekuatan dan kelemahan serta
peluang dan ancaman yang secara sistematis akan menjadi
pertimbangan tehadap kelayakan pembangunan Rumah Sakit
tersebut. Hasil analisis tersebut selanjutnya digunakan sebagai
acuan untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya dalam
upaya memaksimalkan kekuatan (strength) dan memanfaatkan
peluang (opportunity) serta secara bersamaan berusaha untuk
meminimalkan kelemahan (weakness) dan mengatasi ancaman
(threat).
c. Analisis Kebutuhan
d. Analisa Keuangan
E. Dasar Hukum
13. Pedoman Penyusunan Rencana Induk (Master Plan) Rumah Sakit , 2012.
14. Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit Sistem Instalasi Gas Medik dan
Vakum Medik Tahun 2012
15. Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit Sistem Instalasi Tata Udara
Tahun 2012
16. Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit Sarana Keselamatan Jiwa Tahun
2012
17. Pedomann Teknis Bangunan Rumah Sakit Yang Aman Dalam Situasi
Darurat dan Bencana, 2012.
20. Pedoman Teknis Instalasi Penyediaan Air Bersih Untuk Rumah Sakit,
2012
24. Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Perawatan Intensif, 2012.
25. Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Gawat Darurat, 2012.
26. Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Rawat Inap, 2012.
27. Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Rehabilitasi Medik, 2012.
29. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2014-2034
Pasal 6 UU No.26 Tahun 2004
F. Keluaran (Output)
Hasil dari pekerjaan Studi Kelayakan di Rumah Sakit Umum Pusat berupa:
1. Laporan Pendahuluan
Laporan ini memuat hasil latar belakang, maksud tujuan dan sasaran
gambaran umum lokasi, metodologi pekerjaan serta ouput pekerjaan.
2. Laporan Antara
Laporan ini memuat hasil survey pengumpulan data dan studi yaitu hasil
pengumpulan data primer, data sekunder dan studi literature, Analisis
Situasi dari Kecenderungan Eksternal dan Internal, analisis permintaan,
analisis kebutuhan dan analisis keuangan. Pada laporan ini juga sudah
memuat konsep rekomendasi kelayakan untuk dapat di presentasikan dan
diskusikan.
3. Laporan Akhir
G. Sistematika Pembahasan
Sistematika pekerjaan ini mengacu pada Pedoman Penyusunan Study Kelayakan
(Feasibility Study) Rumah Sakit oleh Direktorat Bina Pelayanan Penunjang
Medik dan Sarana Kesehatan Direktorat Bina Upaya Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI tahun 2012
Analisa Situasi
A. Gambaran Umum
1. Administrasi Wilayah
Tabel 2.1
Luas Wilayah (km2) Menurut Kabupaten / Kota Provinsi Sulawesi Barat
Tahun 2022
Kabupaten/Kota Luas Wilayah (km²) Jumlah Penduduk
Kabupaten Majene 947,84 166.505
Kabupaten Mamasa 3.005,88 203.599
Kabupaten Mamuju 3.973,07 110.593
Kabupaten Mamuju Tengah 3.014,37 142.913
Kabupaten Pasangkayu 3.043,75 208.325
Kabupaten/Kota Luas Wilayah (km²) Jumlah Penduduk
Kabupaten Polewali Mandar 1.775,65 517.667
Sumber: Prov. Sulawesi Barat Dalam Angka 2022
2. Kependudukan
Tabel 2.2.
Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk
Prov. Sulawesi Selatan Tahun 2022
2022
Laju
Pertumbuh
Kepadatan
an Persentase Rasio Jenis
Kabupaten/Kota Penduduk Penduduk
Penduduk Penduduk Kelamin
Regency/Municipality (ribu) per km2
per Tahun Percentage Penduduk
Population Population
Annual of Total Population Sex
(thousand) Density per
Population Population Ratio
sq.km
Growth
Rate (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Kabupaten Majene 135,6 1,15 1,53 150 93,2
Kabupaten Mamasa 420,6 0,68 4,75 364 89,5
Kabupaten Mamuju 187,6 0,63 2,12 474 92,9
Kabupaten Mamuju Tengah 363,8 0,63 4,11 403 93,3
Kabupaten Pasangkayu 298,7 1,11 3,37 527 92,7
Kabupaten Polewali Mandar 772,7 1,85 8,73 410 97,0
Sumber: Prov. Sulawesi Barat Dalam Angka 2022
Tabel 2.3.
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin Prov. Sulawesi Barat Tahun 2022
2019
Kelompok Umur Jenis Kelamin
Age Groups Gender
Laki-Laki/ Male Perempuan/ Female Jumlah/ Total
Tabel 2.5.
Jumlah Penduduk Dan Tingkat Kepadatan Penduduk Prov. Sulawesi Barat
Tahun 2022
2022
Laju
Pertumbuh
Kepadatan
an Persentase Rasio Jenis
Kabupaten/Kota Penduduk Penduduk
Penduduk Penduduk Kelamin
Regency/Municipality (ribu) per km2
per Tahun Percentage Penduduk
Population Population
Annual of Total Population Sex
(thousand) Density per
Population Population Ratio
sq.km
Growth
Rate (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Kabupaten Majene 135,6 1,15 1,53 150 93,2
Kabupaten Mamasa 420,6 0,68 4,75 364 89,5
Kabupaten Mamuju 187,6 0,63 2,12 474 92,9
Kabupaten Mamuju Tengah 363,8 0,63 4,11 403 93,3
Kabupaten Pasangkayu 298,7 1,11 3,37 527 92,7
Kabupaten Polewali Mandar 772,7 1,85 8,73 410 97,0
Sumber: Prov. Sulawesi Barat Dalam Angka 2022
3. KONDISI SOSIAL EKONOMI
1) Tingkat Pendidikan
IPM dibentuk oleh tiga dimensi dasar, yaitu umur panjang dan hidup sehat
(a long and healthy life), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup layak
(decent standard of living). Umur panjang dan hidup sehat digambarkan oleh
Umur Harapan Hidup saat lahir (UHH) yaitu jumlah tahun yang diharapkan
dapat dicapai oleh bayi yang baru lahir untuk hidup, dengan asumsi bahwa
pola angka kematian menurut umur pada saat kelahiran sama sepanjang usia
bayi. Pengetahuan diukur melalui indikator Rata-rata Lama Sekolah dan
Harapan Lama Sekolah. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) adalah rata- rata
lamanya (tahun) penduduk usia 25 tahun ke atas dalammenjalani pendidikan
formal. Harapan Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya (tahun)
sekolah formal yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu
di masa mendatang. Standar hidup yang layak digambarkan oleh pengeluaran
per kapita disesuaikan, yang ditentukan dari nilai pengeluaran per kapita dan
paritas daya beli (purchasing power parity).
Gambar 2.1
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sulawesi Barat
IPM merupakan indikator yang digunakan untuk melihat perkembangan
pembangunan dalam jangka panjang. Untuk melihat kemajuan pembangunan
manusia, terdapat dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu kecepatan dan status
pencapaian. Secara umum, pembangunan manusia Barat Sulawesi terus
mengalami kemajuan selama periode 2015-20120. Selama periode tersebut, IPM
Sulawesi Barat rata-rata tumbuh sebesar 1,06 per tahun. Pada periode 2015-
20120, IPM Sulsel tumbuh 0,95 persen per tahun. Selama periode 2015 hingga
2017, IPM Sulawesi Barat menunjukkan kemajuan yang besar, status
pembangunan manusia Sulawesi Barat mengalami peningkatan. Pada tahun 2015,
pembangunan manusia Sulawesi Barat masih berstatus “rendah”, kemudian
selama periode 2011- 2017 status pembangunan manusia Sulsel meningkat
menjadi “sedang”.
b) Pencapaian Kapabilitas Dasar Manusia
Pencapaian pembangunan manusia diukur dengan memperhatikan tiga aspek
esensial yaitu umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, dan standar hidup
layak. Oleh karena itu, peningkatan capaian IPM tidak terlepas dari
peningkatan setiap komponennya. Seiring dengan meningkatnya angka IPM,
indeks masing-masing komponen IPM juga menunjukkan kenaikan dari tahun
ke tahun.
Tabel 2.7
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sulawesi Barat Menurut Komponen,
Tahun 2014-2022
IPM
Wilayah 2014 2022 Pertumbuhan
(%)
Gambar 2.2
Umur Harapan Hidup saat Lahir (UHH) Sulawesi Barat, 2020
Sumber : Prov. Sulawesi Barat dalam Angka 2022
4. Dimensi Pengetahuan
Dimensi pengetahuan pada IPM dibentuk oleh dua indikator, yaitu
Harapan Lama Sekolah dan Rata-rata Lama Sekolah. Kedua indikator ini
terus meningkat dari tahun ke tahun. Selama periode 2020, Harapan Lama
Sekolah di Sulawesi Barat telah meningkat sebesar 2,22 tahun, sementara
Rata-rata Lama Sekolah meningkat 0,65 tahun.
Selama periode 2020 , Harapan Lama Sekolah secara rata-rata
tumbuh sebesar 2,71 persen per tahun. Meningkatnya Harapan Lama
Sekolah menjadi sinyal positif bahwa semakin banyak penduduk yang
bersekolah. Pada tahun 2022, Harapan Lama Sekolah di Sulawesi Barat
telah mencapai 13,07 tahun yang berarti bahwa anak-anak usia 7 tahun
memiliki peluang untuk menamatkan pendidikan mereka hingga lulus
SMA atau D1.
Sementara itu, Rata-rata Lama Sekolah penduduk usia 25 tahun ke
atas di Sulawesi Barat tumbuh 1,37 persen per tahun selama periode 2020.
Pertumbuhan yang positif ini merupakan modal penting dalam
membangun kualitas manusia Sulawesi Barat yang lebih baik. Pada tahun
2017, secara rata-rata penduduk Sulawesi Barat usia 25 tahun ke atas
mencapai 7,15 tahun, atau telah menyelesaikan pendidikan hingga kelas
VII (SMP Kelas I).
Gambar 2.3
Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-Rata Lama Sekolah Sulawesi Barat,
Tahun 2012 -2020
Gambar 2.4
Pengeluaran per Kapita Sulawesi Barat, 2021 (Juta Rupiah)
SULBAR 11,18
Gambar 2.5
IPM Sulawesi Barat Menurut Kabupaten/Kota dan Status Pembangunan Manusia, Tahun
2010-2015
Hal ini menunjukkan bahwa kualitas SDM yang ada saat ini di propinsi Sulawesi Barat
masih sangat terbatas. Dan pilihan lokasi RSUP di Kota Majene merupakan pilihan yang baik
karena relatif ketersediaan SDM yang lebih baik dibandingkan dengan kota lainnya. Walaupun
tak dapat disangkal bahwa untuk kebutuhan SDM setingkat RSUP dengan berbagai jenis profesi
yang spesifik jelas masih dibutuhkan sumber-sumber SDM dari wilayah lain di Indonesia.
2.1.2.3. Ketenagakerjaan
Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) 2017, angkatan kerja
tahun 2017 berjumlah 2.398.609 orang atau 69.09 persen terhadap penduduk usia kerja. Dari
jumlah tersebut, sebanyak 96.73 persen berstatus bekerja. Tingkat penganguran tercatat 3.27.
Di Sulawesi Barat, lapangan usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah
sector pertanian diikuti oleh sector jasa dan perdagangan. Sebanyak 584. 090 penduduk yang
bekerja berstatus pekerja tidak dibayar (pekerja keluarga).
Jumlah pencari kerja terdaftar pada tahun 2017 pada Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Provinsi Sulawesi Barat adalah 3.797 orang yang terdiri atas 1.775 laki-laki dan
2.022 perempuan. Sebanyak 1.614 orang yang terdaftar sudah ditempatkan bekerja.
2.3. PEREKONOMIAN
2.3.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB merupakan gambaran makro kemakmuran suatu wilayah tanpa
mempermasalahkan kepemilikan dari nilai tambah sektor ekonomi yang tercipta. Gambaran
mengenai pertumbuhan ekonomi disuatu daerah dapat dilihat dari Produk domestik Regional
Bruto sebagai salah satu indikator makro untuk menilai tingkat keberhasilan pembangunan
daerah. Struktur ekonomi secara kuantitatif digambarkan dengan menghitung presentase peranan
nilai tambah brutto dari masing-masing sektor terhadap total Produk Domestik Regional Brutto
(PDRB).
Sumbangan terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut Lapangan
Usaha atas dasar harga berlaku (ADHB) Sulawesi Barat tahun 2022 adalah dari lapangan usaha
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan dengan 28,72 persen. Berikutnya adalah dari lapangan
usaha Adminsitrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib dengan 12,83 persen,
lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran;Reparasi Mobil dan Sepeda Motor dengan 11,05
persen, dan lapangan usaha Konstruksi memberi sumbangan 10,74 persen terhadap PDRB
ADHB.
Berdasarkan harga konstan 2010, perekonomian Sulawesi Barat pada tahun 2017
mengalami pertumbuhan sebesar 5,16 persen, sedikit melambat dibandingkan dengan tahun 2016
yaitu sebesar 5,17 persen. Seluruh lapangan usaha pada tahun 2017 mencatat pertumbuhan yang
positif. Pertumbuhan ekonomi tertinggi pada tahun 2017 dicapai oleh lapangan usaha Penyedia
Akomodasi dan Makan Minum sebesar 13,59 persen.
Tabel 2.9
PDRB dan Laju PDRB Prov. Sulawesi Barat Tahun 2014-2017
* Angka Sementara
** Angka Sangat Sementara
Tabel 2.10
Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan (ADHK)
2010 Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Barat (Persen),
2013-2017
* Angka Sementara
** Angka Sangat Sementara
Laju Pertumbuhan dengan presentasi terbesar di Prov. Sulawesi Barat yaitu kota Majene
dengan pengertian bahwa pemilihan kota Majene sebagai lokasi pembangunan RSUP adalah
sangat tepat.
2.3.3. Inflasi
Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi Barat Selatan tahun 2017 adalah
Rp.4.715.481.775,28 sedangkan realisasi belanja tahun 2017 adalah Rp.4.672.334.394,19.
Penanaman modal dalam negeri tahun 2017 tercatat ada 97 proyek dengan nilai Rp.2,54 triliun.
Untuk penanaman modal asing ada 72 proyek dengan nilai Rp.0,96 triliun.
Pada Desember 2017 Laju Inflasi Sulawesi Barat tercatat 1,22 dengan nilai Indeks Harga
Konsumen (IHK) 130,68. Untuk Kota Majene, laju inflasi adalah 1,35 dengan nilai IHK 131,71
sedangkan laju inflasi Kota Polewali Mandar 0,38 dengan IHK 123,93. Nilai Tukar Petani (NTP)
Sulawesi Barat pada Desember 2017 tercatat 104,80 dengan Indeks Harga yang Diterima Petani
(It) 132,94 dan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) 126,86.
Grafik 2.1
Laju Inflasi Prov.Sulbar Tahun 2017
INDIKATOR Sulbar (SP NASIONAL Sulbar Sulbar Sulbar Sulbar Sulbar NASIONAL
DERAJAT 2010) (SP 2010) (IPM (IPM (IPM (IPM (SDKI (SDKI 2012)
KESEHATAN 2014) 2015) 2016) 2017) 2007)
AKB/IMR 39/1.000 KH - - - - - 45/1.000 32/ 1.000 KH
KH
AKI/MMR 536/100.000 259/100.000 - - - - - -
KH KH
AKABA - - - - - - 58/ 1.000 40/ 1.000
BALITA BLT BLT
UHH NTT
(THN) 65,91 66,04
- - 65,96 66,07 - -
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
Sumber: Profil Kesehatan Prov. SULBAR Tahun 2017
Tabel 2.11 menunjukan bahwa Umur Harapan Hidup penduduk Sulawesi Barat, setiap
tahun semakin meningkat, namun peningkatan ini tidak terlalu signifikan, hanya berkisar 1-5
bulan, hal ini banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti masih tingginya angka kematian
kasar, masih tingginya angka kesakitan baik oleh penyakit menular maupun tidak menular, dan
angka kesuburan.
Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa Usia Harapan Hidup di propinsi Sulawesi Barat
masih jauh dibawah UHH rata-rata Indonesia tahun 2017 berdasarkan angka yang dikeluarkan
oleh BPS yaitu (71,06 th)
Peningkatan usia harapan hidup dari tahun ke tahun tersebut menunjukan adanya
perbaikan taraf kesehatan penduduk, karena indikator usia harapan hidup salah satunya ditunjang
oleh angka kematian (angka kematian ibu, angka kematian bayi, angka kematian balita, angka
kematian kasar).
Berdasarkan hasil konversi jumlah kasus kematian pada bayi mengalami fluktuasi dari
tahun 2014-2017, pada tahun 2014 kematian bayi berjumlah 1.280 kasus dengan AKB sebesar
14 per 1000 KH, meningkat pada tahun 2015 menjadi 1.488 kasus dengan AKB sebesar 11,1 per
1.000 KH, pada tahun 2016 menurun menjadi 704 kasus dengan AKB 5 per 1.000KH dan pada
tahun 2017 meningkat menjadi 1104 kasus dengan AKB 7,7 per 1.000 KH. Hal ini karena ada
peningkatan jumlah kelahiran.
Grafik 2.2
Konversi Angka Kematian Bayi Per 1000 Kelahiran Hidup
Di Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2014-2017
Grafik 2.2 menunjukan bahwa terjadi penurunan Angka Kematian Bayi pada tahun 2014-
2016 dan pada tahun 2017 terjadi peningkatan sebesar 2,7 per 1.000 KH dari tahun 2016.
2.4.2.2. Angka Kematian Anak Balita (AKABA)
AKABA menggambarkan tingkat peluang untuk meninggal pada fase antara kelahiran
dan sebelum usia lima tahun serta permasalahan kesehatan anak dan faktor-faktor lingkungan
yang berpengaruh terhadap kesehatan balita seperti gizi, sanitasi, penyakit menular, dan
kecelakaan.
Indikator ini juga menggambarkan tingkat kesejahteraan sosial, dalam arti besaran dan
tingkat kemiskinan penduduk, sehingga kerap kali dipakai untuk mengidentifikasi tingkat
kesulitan ekonomi penduduk.
Untuk Provinsi Sulawesi Barat, Angka Kematian Anak Balita (AKABA) dari tahun
2014-2017 mengalami fluktuasi yang cukup bervariasi. Pada tahun 2014 berjumlah 1408 kasus
(15 per 1.000KH) pada tahun 2015 menurun menjadi 408 kasus (3 per 1.000 KH), kemudian
tahun 2016 meningkat menjadi 893 kasus (7 per 1.000 KH) dan pada tahun 2017 meningkat
menjadi 1.174 kasus (9 per 1000 KH). Berikut ini disajikan gambaran Konversi AKABA per
1.000 KH tahun 2014-2017, sedangkan rincian per Kabupaten/Kota data dapat dilihat pada
Lampiran Tabel 2.11 dan Grafik 2.3 sebagai berikut :
Grafik 2.3
Konversi angka kematian balita per 1.000 kelahiran hidup Provinsi
Sulawesi Barat Tahun 2014-2017
Grafik 2.4 menunjukan bahwa angka kematian ibu (AKI) pada tahun 2014-2017 terjadi
penurunan. Tahun 2014 AKI 169 per 100.000 KH menurun menjadi 163 per 100.000 KH pada
tahun 2015, mengalami penurunan lagi pada tahun 2016 menjadi 131 per 100.000 KH dan 120
per 100.000 KH. Drafik 2.5 menggambarkan kasus Kematian Bayi, Anak Balita dan ibu di
Provinsi Sulawesi Barat dari tahun 2014-2017.
Grafik 2.5
Kasus Kematian Bayi, Ibu dan Anak Balita Di Provinsi
Sulawesi Barat Tahun 2014-2017
Derajat kesehatan penduduk dapat juga dilihat dari angka kesakitan (morbiditas) yang
menunjukkan ada tidaknya keluhan kesehatan yang menyebabkan terganggunya kegiatan sehari-
hari baik dalam melakukan pekerjaan, bersekolah, mengurus rumah tangga maupun aktifitas
lainnya. Keluhan yang dimaksud mengindikasikan adanya jenis penyakit tertentu yang dirasakan
penduduk. Semakin tinggi angka morbiditas, maka semakin banyak penduduk mengalami
gangguan kesehatan. Hasil Susenas penduduk tahun 2012 menunjukkan bahwa angka kesakitan
penduduk Sulawesi Barat sebesar 22,69%. Angka ini menurun sebanyak 1,58% bila dibanding
tahun 2011 yakni 24,27%. Rata-rata lama hari sakit penduduk yang terganggu kesehatan dan
aktifitasnya sehari-hari juga mengalami penurunan dari 5,51 hari tahun 2011 menjadi 5,19 hari
pada tahun 2012. Lamanya hari sakit penduduk di perdesaan dan perkotaan tidak berbeda secara
signifikan yakni sekitar 5 hari. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa status atau derajat
kesehatan penduduk pada tahun 2012 lebih baik dibanding dengan tahun sebelumnya.
Konsekuensi dari membaiknya status kesehatan penduduk antara lain penduduk menjadi lebih
produktif dalam bekerja, juga biaya kesehatan yang harus dikeluarkan berkurang. Data
morbiditas dapat dilihat berdasarkan kunjungan pasien ke Puskesmas dan Rumah Sakit.
Data angka kesakitan penduduk berasal dari masyarakat (community based data) yang diperoleh
melalui studi morbiditas dan hasil pengumpulan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota serta
dari sarana pelayanan kesehatan (facility based data) yang diperoleh melalui sistem pencatatan
dan pelaporan. Gambaran Pola 10 (sepuluh) penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di
Puskesmas dan Rumah Sakit tahun 2016 disajikan pada Tabel 2.14 berikut ini.
Tabel 2.14 Pola 10 Besar Penyakit Terbanyak Rawat Inap dan Rawat
No Nama Jumlah
Penyakit
1. ISPA 530,965
2. Gastritis 99,111
3. Acut 96,544
4. Myalgia 76,130
5. Hipertensi 64,236
6. Penyakit kulit alergi 51,971
7. Observasi Febris 30,549
8. Infeksi penyakit usus yang lain 26,572
9. Diare 24,491
10 Penyakit kulit infeksi Dispepsia 18,017
C. Derajat Kesehatan
LANJUTAN BAB II
BAB III ANALISIS PERMINTAAN
3.1 ANALISIS SWOT
SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi
kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman
(threats) dalam rencana Pembangunan RS di Prov Sulawesi Barat. Keempat faktor itulah
yang membentuk akronim SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan threats). Untuk
mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis yang berguna bagi kelangsungan
pengadaan sebuah rumah sakit, diperlukan analisa yang dapat memetakan posisi RS Lentera
Keluarga di Kota Majene dalam potensi dan peluangnya untuk berkembang di masa yang
akan datang.
Dalam hal ini dapat dilakukan analisis SWOT dengan menilai kekuatan dan kelemahan yang
ada secara internal untuk bisa menggapai peluang yang ada dengan mengatasi hambatan yang
ditemukan dalam perjalanan pengembangan rumah sakit ini. Berdasarkan analisis situasi
yang telah dibahas sebelumnya maka diperoleh hasil sebagai berikut:
Kondisi Internal :
A. Kekuatan (Strengths):
1. Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Kesehatan mendukung program
pemenuhan akses pelayanan kesehatan rujukan di daerah Kawasan Timur
Indonesia (KTI).
2. Pada saat ini belum ada Rumah Sakit Rujukan regional di Prov. Sulawesi
Barat
3. Program pemerintah dalam mengembangkan Kawasan Timur Indonesia
termasuk di bidang kesehatan
4. Adanya Program JKN/BPJS yang mendukung pembiayaan Rumah Sakit.
5. Mempunyai lokasi yang mudah dijangkau karena akses jalan ke lokasi yang
baik.
6. Merupakan Rumah Sakit yang akan dijadikan sebagai Rumah Sakit dengan
Klasifikasi Rumah Sakit Tipe A. Memiliki Pelayanan Unggulan yaitu Jantung,
Kanker, Haemodialisa (Cuci Darah), HIV/AIDS, Pelayanan unggulan ini
belum ada pada Rumah Sakit lainnya di Prov. Sulawesi Barat.
B. Kelemahan (Weaknesses):
Adalah kelemahan-kelemahan internal dan kondisi internal lainnya yang dimiliki jika
rumah sakit dan memungkinkan rumah sakit tersebut mengalami kegagalan dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kelemahan yang dimiliki adalah:
1. Sistem rujukan di Kawasan Timur Indonesia belum berjalan dengan baik
2. Kualifikasi dan kompetensi SDM yang sesuai dengan fasilitas pelayanan
kesehatan di Kawasan Timur Indonesia masih sangat terbatas.
3. Kondisi geografis yaitu Prov. Sulawesi Barat merupakan Prov yang luas
sehingga masyarakat membutuhkan layanan kesehatan yang lengkap
4. Sumberdaya lokal yang terbatas dalam membangun infrastruktur Rumah Sakit
yang sesuai standar.
Kondisi Eksternal :
C. Peluang (Opportunities):
Adalah faktor dan situasi eksternal yang secara nyata mendukung terwujudnya rumah
sakit vertical peluang yang dapat diraih adalah:
1. Potensi pertumbuhan pasar yang cukup tinggi seiring dengan pertumbuhan
penduduk
2. Telah ditetapkannya Rumah Sakit Rujukan Regional, Provinsi dan Nasional
sebagai upaya mewujudkan system rujukan berjenjang
3. Kebutuhan masyarakat akan ketersediaan tempat tidur RS yang tinggi, dan
pelayanan spesialis serta sub spesialistik
4. Permintaan masyarakat untuk sarana dan prasarana layanan yang berkualitas
dan canggih.
5. Mendukung akses pelayanan pada peserta JKN yang dalam rangka mencapai
target yang direncanakan sudah universal coverage pada tahun 2022
D. Ancaman (Treats):
Adalah faktor eksternal yang memungkinkan rumah sakit mengalami kegagalan
dalam usahanya mencapai tujuan yang ditetapkan. Ancaman yang mempengaruhi
adalah:
1. Adanya globalisasi yang mempunyai dampak negatif terhadap persaingan
yang kurang sehat dalam pelayanan kesehatan.
2. Tuntutan masyarakat yang semakin tinggi terhadap rumah sakit dimana
masyarakat semakin choosy (pemilih) dan kritis atas mutu layanan yang
diberikan.
3. Daya beli masyarakat menurun.
4. Berdirinya Rumah Sakit khusus di lokasi sekitar.
5. Provinsi Sulawesi Barat merupakan kawasan rentan akan bencana alam seperti
banji
6. Terbatasnya ketersediaan Sumber Daya Manusia Kesehatan
Adapun bentuk matriks faktor internal dan eksternal RS Lentera Keluarga tergambar dalam
tabel berikut:
Tabel 3. 2
Kebutuhan Tempat Tidur (tt) di RS Prov. Sulawesi Barat Berdasarkan Standar
Kemenkes
3.3. KEBUTUHAN LAYANAN
Berdasarkan analisis situasi sebelumnya maka terdapat permintaan dan kebutuhan
akan peningkatan dari layanan bagi masyarakat di Provinsi Sulawesi Barat maka dibutuhkan:
1. Lokasinya yang terletak di daerah dengan potensi gempa yang tinggi menuntut
pembangunan gedung dengan fondasi yang sesuai dengan kondisi tanah dan struktur
bangunan yang sesuai
2. Melengkapi IGD menjadi sebuah pusat penanganan kedaruratan yang lengkap. Untuk
menunjang pelayanan tersebut di atas maka perlu dilengkapi dengan pengadaan
instalasi penunjang medis seperti Laboratorium, Farmasi maupun Radiologi,
disamping pengembangan fisioterapi, gizi, dll (disertai dengan fasilitas-fasilitas untuk
mengoptimalkan layanan penunjang medik ini). Bila pemeriksaan penunjang tidak
mungkin diadakan secara tersendiri berdasarkan pertimbangan investasi peralatan
maupun sumber daya, maka seyogyanya lokasi pemeriksaan penunjang dapat dengan
mudah di akses dari IGD
3. Meningkatkan fasilitas rawat jalan, khususnya yang lebih terjangkau dan ‘menarik’
bagi pelanggan rumah sakit. Asumsi kelengkapan layanan rawat jalan tersebut
berdasarkan angka kesakitan dan prevalence rate nasional yang berkisar diantara 20%
menunjukkan masih tingginya permintaan masyarakat akan layanan rawat jalan. Bisa
dipersiapkan sekurangnya 20 – 30 klinik yang selanjutnya untuk pelayanan Rawat
jalan dan 4 kompleks layanan Excellence (CoE) untuk Kanker, Penyakit Jantung, HIV
Aids, dan Haemodilalisa (cuci darah).
Fasilitas Yang perlu dipersiapkan berdasarkan Analisis Permintaan adalah:
a. Klinik Penyakit Dalam
b. Klinik Penyakit Anak
c. Klinik Kebidanan dan Kandungan
d. Klinik Bedah
e. Klinik Ortopedi
f. Klinik Jantung dan Pembuluh Darah
g. Klinik Penyakit Paru
h. Klinik THT
i. Klinik Mata
j. Klinik Saraf
k. Klinik Kulit dan Kelamin/Kecantikan
l. Klinik Penyakit Tropis
m. Klinik endokrinologi
n. Klinik Geriartri
o. Klinik Gigi dan Mulut
p. Klinik KIA dan KB
q. Klinik TBC
r. Klinik Gizi
s. Klinik Psikiatri
t. Klinik Psikologi
u. Center of Excellence untuk Kanker, Jantung, HIV Aids, dan Haemodilalisa
(cuci darah) karena merupakan layanan unggulan.
4. Pengadaan fasilitas untuk Kamar Operasi, sekurangnya untuk 7 theater, termasuk
diantaranya theater untuk kondisi darurat atau emergensi yang lokasinya berdekatan
dengan UGD. Pengadaan Fasilitas Bedah Sentral ini terdiri dari:
a. 6 buah OK
b. 1 buah OK di IGD
5. Pelayanan spesialistis khususnya dalam bentuk pelayanan: Penyakit Dalam, Bedah,
Kulit & Kelamin, Mata dan THT dan pelayanan sub-spesialisasi lainnya seperti
Kanker, Jantung, HIV Aids, dan Haemodilalisa (cuci darah).
6. Untuk pelayanan eksekutif dapat dibangun CoE (Center of Excellence) dimana
dilakukan layanan klinik terpadu misalnya: Kanker, Jantung, HIV Aids, dan
Haemodilalisa (cuci darah)
7. Pengadaan unit khusus untuk Medical Check-up (MCU) mengingat pasar yang sangat
potensial di bidang layanan ini Misalnya: MCU bagi pekerja industri dan kantor
karena lokasi RS Lentera Keluarga yang dekat dengan Kawasan Industri Bolok.
8. Pengadaan fasilitas pemeriksaan penunjang yang canggih seperti CT-Scan atau MRI.
Disamping ketersediaan Nuclear medicine, layanan Hyperbaric dll, Hiperbarik
sebaiknya tersedia untuk multi chamber dan mono chamber (dengan sebuah portable
untuk pertolongan kedaruratan di luar RS). Sebagai ruangan penunjang bisa dibuatkan
ruang administrasi dan ruang tunggu yang cukup memadai.
9. Selain itu untuk layanan khusus diagnostik dapat dibuat Diagnostic Center yang
memberikan layanan untuk: Endoskopi, Mammografi, Biopsi, Colonoskopi,
Gastroskopi, Bronkhoskopi, disamping ketersediaan alat diagnostik seperti
Echocardiografi, EKG, EEG, Audiometri, dll
10. Lokasi apotik, laboratorium dan radiologi yang perlu di kedepankan agar dapat juga
diakses oleh pelanggan luar yang bukan pelanggan rumah sakit.
11. Pengadaan fasilitas untuk hemodialysis (sekurangnya untuk 6 – 10 buah tempat tidur)
guna menunjang pelayanan walaupun diketahui bahwa sejumlah RS di Majenejuga
sudah memberikan layanan sejenis.
12. Fasilitas layanan fisioterapi perlu dikembangkan mengingat tren akan peningkatan
pemanfaatannya.
13. Perlunya disediakan dan diadakannya fasilitas perawatan intensive untuk dewasa
(ICU), ICCU dan HCU dan Anak (NICU dan PICU) dengan fasilitas penunjangnya.
14. Menilik tren RS yang ada dewasa ini, maka sangat perlulah sebuah RS dilengkapi
dengan fasilitas publik umum seperti ATM, Kantin, Mini market, Taman Bermain
Anak, Hostel (bila memungkinkan untuk keluarga yang datang dari jauh) dan taman
yang asri.
15. Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit yang ‘real-time’ untuk
meningkatkan effisiensi kerja dan sumber daya manusia (Misalnya: penggunaan
sistem informasi yang terintegrasi dan /atau pneumatic tube)
16. Menilik tren pemanfaatan ruang kelas untuk kelas II dan III yang umumnya sangat
tinggi pada layanan RS Lentera Keluarga, maka komposisi distribusi tempat tidur
harus memperhitungkan hal tersebut.
17. Sesuai dengan data demografi maka distribusi ruang perempuan dan laki-laki untuk
kelas 1, 2 dan 3 dapat diatur seimbang. Sedangkan kelas VIP maupun VVIP tidak
dilakukan pemisahan ruang untuk laki-laki dan perempuan
18. Pada tahap awal dapat disediakan layanan untuk VVIP dan perlu dilakukan evaluasi
selanjutnya
19. Pada tahap selanjutnya perlu diperhitungkan akan dimanfaatkan sebagai lahan
pendidikan tenaga kesehatan sangat diperlukan dalam menunjang kebutuhan Sumber
Daya Manusia di RS ini maupun RS lainnya. 20.
20. Penyediaan perumahan dan rumah jabatan bagi karyawan RS Lentera Keluarga yang
menetap bersama keluarga atau yang didatangkan khusus dari luar. Bisa juga berupa
hostel khusus bagi yang mengikuti pelatihan-pelatihan dalam bidang kesehatan
maupun non-medis.
21. Penyediaan sarana bermain dan berolah raga.
22. Pengembangan area untuk Riset dan Training bagi mahasiswa Kedokteran maupun
lainnya dalam menunjang program pemerintah dalam pengembangan dan pengadaan
National Science and Technology Park (Program pemerintah mengadakan 100 NS &
TP di seluruh Indonesia.
6. Fokus pada Pasien (Patient Centeredness) dengan meletakkan pasien pada pusat
pemberian layanan, dan selanjutnyan melakukan evaluasi secara berkala untuk
menilai kepentingan pasien, keluarga maupun pemberi pelayanan kesehatan.
a. Ke-6 dimensi diatas merujuk pada PATH (Performance Assessment Tool for
Quality Improvement in Hospital (PATH) Eropa.
3. 6 Rancangan Pemasaran
Strategi pemasaran adalah untuk menyampaikan kepada masyarakat umumnya dan
sekitarnya bahwa Pengembangan RS Lentera Keluarga adalah dengan meningkatkan
effisiensi dan effektivitas pelayanan dengan tarif yang terjangkau oleh masyarakat umum dan
pelanggan khususnya
1. Strategi PROMOSI adalah dengan:
a. Mengembangkan departemen marketting yang operasional
b. Membuat brosur tentang kelengkapan pelayanan
c. Mengadakan kerjasama dengan dokter-dokter khususnya yang praktek swasta
d. Perorangan untuk merujuk pasien yang perlu rawat inap & kalau perlu membuat
kesepakatan bersama
e. Mengadakan dan meningkatkan kerjasama dengan para bidan praktek yang ada di
sekitar wilayah cakupan, dengan lebih mengintensifkan pertemuan atau seminar
dengan penyedia pelayanan kesehatan
f. Melakukan evaluasi terus menerus untuk tingkat kepuasan karyawan maupun
pelanggan eksternal – Mempromosikan layanan unggulan seperti layanan
hemodialisa, klinik mata, klinik kecantikan, dll.
2. Penetapan TARIF:
Penetapan tarif pada klinik umum, klinik spesialis, penunjang medik dan tarif kelas
pada rawat inap, pada tahap awal lebih bersifat ‘followers’. Tapi dengan berjalannya
waktu yang ditunjang oleh sistem informasi dan sistem akuntansi yang baik dengan
mendengarkan pendapat masyarakat maupun pelaksana, maka selanjutnya dapat
ditentukan tarif pelayanan yang sesuai dengan cocok dan spesifik untuk RS Lentera
Keluarga melakukan analisis berdasarkan unit cost.
3. Penetapan Produk dan Pelayanan
Perlunya dikembangkan budaya kepentingan pelanggan dengan menggunakan
indikator-indikator mutu untuk kepuasan pelanggan misalnya 5 dimensi mutu
SERVQUAL:
a. tangibles, reliability
b. responsiveness
c. assurance dan
d. empathy
Untuk kepentingan organisasi menggunakan indikator dan strategi Balanced
Scorecard dengan ke-empat perspektif yaitu:
a. Pembelajaran dan Pertumbuhan
b. Proses Usaha
c. Pelanggan
d. Keuangan
4. Positioning:
Sebagai RS yang paling lengkap dengan segala fasilitas dan SDM yang mumpuni.
Sehingga seluruh kebutiuhan layanan kesehatan regional dapat dipenuhi oleh RS ini.
5. Organisasi dan tata kerja:
Perlu dialokasikan beberapa tenaga khusus yang bertugas menangani bagian
pemasaran ini.
3.7 Indikator kepuasan Pelanggan
Pelanggan rumah sakit terdiri dari pelanggan interna yaitu: seluruh karyawan
termasuk tenaga medis dan paramedisnya. Sedangkan pelanggan eksterna adalah penderita,
keluarga, masyarakat, asuransi dan penjamin dana pihak ke-3 lainnya, termasuk kelompok
masyarakat yang ada.
BAB IV
ANALISIS KEBUTUHAN PEMBANGUNAN
Rencana Pembangunan merupakan penjabaran program fungsi dan program ruang
serta rencana operasional pembangunan Rumah Sakit Kota Majene.
Tabel 4.1
Rancangan Distribusi Ruang Perawatan
O/G ANAK BEDAH INTERN PERINA ISOLAS JUMLAH
A I
VVIP 2 2 1 5 10
VIP 5 2 2 9 18
KELAS I 18 16 14 30 78
KELAS II 33 24 18 51 10 136
KELAS 30 24 20 60 134
III
NON 50 50
KELAS
● Bidang Medis,
● Bidang Keperawatan.
⮚ Sedangkan Direktur SDM dan Pendidikan akan membawahi
● Bagian SDM
● Bagian Pendidikan dan Penelitian
● Bagian Umum
● Bagian Perencanaan dan Evaluasi
Dalam prakteknya maka perlu juga dibentuk Dewan Pengawas yang berfungsi
memberi dukungan dan bantuan kepada direktur umum mengawasi kelancaran
operasional RS.
Selain itu Direktur Umum akan di bantu juga oleh sejumlah Komite seperti:
Komite Medik, Komite Etik dan Hukum, Komite Keperawatan, Satuan
pengawas Internal, dll sesuai yang dibutuhkan.
4.4. Kebutuhan Sumber Daya Manusia
Standard Ketenagaan berdasarkan PerMenKes 262/1979 bahwa ketentuan
jumlah ketenagaan minimum bagi setiap kategori tenaga pada tiap-tiap Jenis Rumah
Sakit yang diperlukan, dapat digunakan angka perbandingan antara jumlah tempat tidur
yang ada dengan jumlah ketenagaan yang diperlukan.
Dilakukan penghitungan dengan berbagai pendekatan untuk memenuhi
kebutuhan SDM sesuai Permenkes 56 tahun 2014 sebagai berikut:
ANALISIS KEUANGAN
A. BIAYA
Total biaya pembangunan Rs Lentera Keluarga yaitu seperti uraian dibawah ini:
Pembangunan ini akan dilakukan dalam 3 tahun berturut-turut (multi years) dimana:
Tahun 2021 : Operasional Rs Lentera Keluarga hasil tahap I dan tahap II dan
Pembangunan tahap III
Admission pasien : Tahun I : 33,8 %, 35,8 %, 37,8 %, 39,8 %, dst sebagaimana pada
1. Pada operasionalisasi rumah sakit perlu dilakukan penyesuaian tariff untuk diajukan
pada Pemerintah Daerah (untuk diberlakukan tahun 2019). Diusulkan tariff sbb :
Klinik Rawat Jalan spesialis menjadi rata-rata Rp. 70.000.
Tarif rawat inap:
Kelas III : Rp. 100.000
Kelas II : Rp. 300.000
Kelas I : Rp. 450.000
Kelas Isolasi : Rp. 400.000
ICU/PICU/NICU : Rp. 400.000
Rawat Bayi : Rp. 90.000
Perinatologi : Rp. 90.000
Fee dokter untuk rawat jalan maupun visite : 80% dari tarif-nya (atau dapat
disesuaikan dengan kondisi dan harapan dan bisa mencapai 80%) Fee dari tindakan
keperawatan diperkirakan Rp. 60.000 per pasien/ hari
Penebusan obat di I. Farmasi: pasien Rawat Jalan (90 %) dan pasien rawat Inap
(100%). Nilai 1 Resep: pada tahap pertama Rp. 60.000 (untuk rawat jalan) dan Rp.
400.000 – Rp. 1.300.000 untuk rawat inap dan tindakan.
Pemanfaatan laboratorium: Rawat Jalan (rata-rata: 10 %) dan Rawat Inap (50 %) dan
sekurangnya dilakukan 4 jenis test. Tarif : Rp. 9.000 per test Pemanfaatan Radiologi:
Rawat Jalan (rata-rata 12 %) dan Rawat Inap (ratarata 20%). Tarif minimal: dari Rp.
80.000 per film Pemanfaatan OK: 80% dari pasien Rawat Bedah Tarif OK untuk
pemakaian ruangan tentang retribusi pelayanan kesehatan khusus untuk kelas 3
Operasi Besar: Rp. 600.000
Operasi Sedang: Rp. 400.000
Operasi Kecil: Rp. 275.000
Operasi Khusus: Rp 750.000
Kebidanan dan kandungan: 60 % persalinan biasa; 10% persalinan oleh bidan, 15 %
Operasi SC dan 10 % kuret 2,5 % persalinan patologis, dan 2,5 % perawatan
observasi maupun tindakan ringan lainnya dari seluruh pasien Kebidanan dan
kandungan yang di rawat:
Tarif ruang persalinan Rp.200.000 – Rp. 500.000
Pemakaian ruang untuk kuret: Rp. 275.000 – Rp. 450.000
Pemakaian ruang untuk Persalinan patologis:Rp.250.000– Rp. 600.000
2. Pemanfaatan fasilitas penunjang medis yang lain belum dapat ditentukan dengan
pasti, diperhitungkan berdasarkan prosentase total dari unit sumber penderitanya
(dalam proforma keuangan di asumsikan minimal). Asumsi dasar adalah 6,0 %
3. Penambahan pelayanan rawat inap akan memberikan dampak pada peningkatan biaya
tetap sesuai dengan beban kerja. Yang diperkirakan: 5 % tiap tahun (asumsi macro
ekonomi tingkat inflasi Indonesia 2017 menurut Gubernur Bank Indonesia Agus
Martowardojoadalah 4 ± 1 %)
4. Peningkatan biaya variable akan sesuai dengan kuantitas layanan yang diberikan
disertai dengan perubahan akibat inflasi
5. Perhitungan biaya pembangunan bangunan klas A – bangunan khusus, dengan
memperhitungkan harga gedung, koeffiesien jumlah lantai, factor pengali kenaikan
harga, perhitungan komposisi biaya konstruksi bangunan. Dll diperkirakan sebesar
Rp. 630.657.594.600.
6. Peningkatan tarif dilakukan tiap tahun sebesar: 10 %. (Perubahan ini dianjurkan untuk
tiap 2 tahun sekali)
7. Besarnya pajak (Corporate Income Tax) yang berlaku di Indonesia sesuai dengan
Undang-undang perpajakan yang berlaku (No. 16 Tahun 2000) adalah sbb:
Untuk laba EBT s/d Rp. 50.000.000 besar pajak 10 %
Untuk laba EBT di antara Rp. 50.000.000 – Rp. 100.000.000 besarnya pajak:
15 %
Untuk laba EBT diatas Rp. 100.000.000 besarnya pajak 35 % Untuk RSUP
Kupang yang dapat dianggap sebagai Badan Layanan Umum, penerapan pajak
tidak diberlakukan
8. PBB adalah 0.5% * 40% * Harga Bangunan (= 36.000 m2) dan Harga tanah (=
25.000 m2)/ per tahun.
9. Umur Proyek 30 tahun
10. Usia teknis:
bangunan: 30 tahun
medical equipment,furnituredankendaraan: 6 tahun
11. Depresiasi di hitung secara straight line method
12. Beberapa kemungkinan revenue center yang belum di masukkan dalam perhitungan
seperti:
Linen/Laundry
BAB VI
6.1. KESIMPULAN
3. Analisis Situasi dan SWOT menunjukkan bahwa Kota Majene dapat dibangun
sebuah RSUP sebagai RS Rujukan Regional
6.2. REKOMENDASI
2. Diperlukan penyiapan SDM melalui Rekruitmen dan seleksi SDM yang disesuaikan
dengan hasil evaluasi kinerja dan sebaiknya di analisis dengan ISN (Index of Staff
Need) sehingga benar berdasarkan workload (beban kerja)