Anda di halaman 1dari 72

Kata Pengantar

Puji Syukur Saya panjatkan kepada Tuhan yang maha kuasa, karena berkat
penyertaanNya dan campur tanganNya kepada kami. Makalah ini dapat diselesaikan sesuai
dengan waktunya yang diharapkan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
“Study Kelayakan Proyek”.

Dalam penulisan makalah ini pembuat menyadari masih banyak kesalahan yang perlu di
perbaiki bersama, untuk itu kritik dan sarannya perlu untuk disampaikan kepada kami. Agar
penulisan makalah selanjutnya akan lebih baik dan sekaligus sebagai upaya perbaikan dan
penyempurnaan dimasa yang akan datang.

Akhirnya kurang dan lebihnya kami ucapkan banyak terima kasih, penulis berharap
makalah ini bermanfaat bagi penulis sendiri lebih-lebih kepada seluruh pembaca pada umumnya.

Makassar, Juni 2022

Tim Penyusun
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28,


bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan, dan Pasal 34,
dinyatakan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Dan Undang Undang nomor
36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 19 menyebutkan bahwa Pemerintah
bertanggung jawab atas ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang
bermutu, aman, efisien dan terjangkau.

Perkembangan dunia kesehatan terus meningkat, baik secara kualitas


maupun kuantitas,begitu juga dengan tingkat kesadaran masyarakat atas
pentingnya kesehatan semakin tinggi yang berbanding lurus dengan kebutuhan
fasilitas kesehatan (rumah sakit) menjadi semakin tinggi pula. Rumah sakit di
Indonesia dengan kualitas yang baik sangat diperlukan pada saat ini untuk
mendukung pemerintah dalam meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia
sesuai dengan amanat Nawacita terutama pada agenda kelima Nawacita Presiden
dimana berbagai stakeholder diharapkan ikut mendukung pemerintah dalam
penyediaan sarana pelayanan kesehatan yang baik di era universal coverage atau
Jaminan Kesehatan Nasional dalam mewujudkan pencapaian pelayanan pasien
BPJS yang baik dimana pemerintah mempunyai target pencapaian yang optimal
di tahun 2019.

Selain itu pula agenda ketiga nawacita yaitu membangun Indonesia dari
pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara
kesatuan, sejalan dengan pemerintah pusat dalam rencana pembangunan Rumah
Sakit Umum Pusat (RSUP) yang dapat memberikan layanan kesehatan yang
lengkap bagi Provinsi Sulawesi Barat dan sekitarnya.

Pembangunan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) di Kawasan Indonesia


Timur bertujuan untuk percepatan penyediaan akses pelayanan rujukan tersier
yang berkualitas sekaligus sebagai upaya menurunkan disparitas pelayanan
kesehatan rujukan yang bermutu bagi masyarakat di Kawasan Indonesia Timur.

Dengan hadirnya Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP), diharapkan


Pemerintah Pusat dapat memobilisasi sumber daya (SDM, pendanaan, peralatan
dsb) yang lebih baik dalam mewujudkan pemenuhan pelayanan rujukan tersier,
dapat berperan sebagai pusat pendidikan dan penelitian, sekaligus menjadi
benchmarking pengelolaan RS yang baik serta sebagai penggerak utama
pertumbuhan (engine of growth) ekonomi lokal.

Pembangunan fasilitas Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) akan


dipersiapkan sebagai rumah sakit Kelas A dengan mengantisipasi kebutuhan dan
pengembangan pelayanan sesuai trend pola penyakit. Namun demikian, pada
tahap awal RS akan dioperasionalkan sebagai RS Kelas B mengingat diperlukan
waktu dalam penyediaan SDM khususnya Dokter Spesialis dan Sub-Spesialis.

Provinsi Sulawasi Barat merupakan wilayah bagian barat pulau Sulawesi


yang masih sangat minim fasilitas kesehatan dan tenaga medis sehingga desakan
untuk segera merealisasikan rumah sakit khususnya rujukan regional terdekat
sangatlah penting. Rumah Sakit yang dibangun akan menerapkan konsep hemat
energi dan ramah lingkungan dalam pengelolaan Rumah Sakit serta design yang
iconic sebagai Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP).

Dalam Undang-Undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal


7 ayat (1) menyebutkan Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi,
bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan. Yang
harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan, keselamatan lingkungan, dan tata
ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan
Rumah Sakit.

Rencana membangun atau mengembangkan suatu Rumah Sakit akan


dilakukan setelah mengetahui Jenis layanan Kesehatan Rumah Sakit serta
kapasitas Tempat Tidur (TT) yang akan dilakukan dan disediakan untuk
masyarakat sesuai dengan Hasil Kajian Studi Kelayakan (Feasibility Study).
Untuk itu terlebih dahulu akan dilakukan sebuah Studi Kelayakan
mengenai pendirian rumah sakit umum pusat sebagai pusat rujukan di wilayah
Sulawesi Barat. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit vertikal yang berada
dibawah naungan Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes RI.

B. Tujuan dan Sasaran

1. Tujuan

Tujuan dari kegiatan Feasibility Study (Studi Kelayakan) di


Rumah Sakit Umum Pusat adalah Tersusunya dookumen hasil studi
kelayakan di Rumah sakit Umum Pusat dalam bentuk rekomendasi
kelayakan.

2. Sasaran

Untuk mencapai tujuan diatas adapun sasaran yang akan dilakukan


yaitu Mewujudkan dokumen Studi Kelayakan Rumah Sakit Unit
Pelaksana Teknis Vertikal Sulawesi Barat yang memenuhi peraturan/
ketentuan/kaidah sehingga sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah.

C. Ruang Lingkup

1. Ruang lingkup lokasi

Ruang lingkup lokasi dalam penyusunan Feasibility Study (Studi


Kelayakan) di Rumah Sakit Umum Pusat yaitu terletak di Kelurahan
Banggae Kecamatan Banggae Kota Majene.

2. Ruang lingkup Materi Materi

Ruang lingkup materi penyusunan Feasibility Study (Studi


Kelayakan) di Rumah Sakit Umum Pusat, meliputi:

1. Tahap Persiapan

a. Persiapan Metodologi untuk Survei dan Analisis

b. Penyusunan Jadwal Kegiatan


c. Pembentukan Tenaga Ahli / Tim Kerja

d. Persiapan Materi Survey

2. Tahap Pengumpulan Data dan Studi

a. Pengumpulan data primer:

Dilakukan dengan melakukan pengamatan atau observasi


langsung/pengamatan lapangan sehingga akan didapat
informasi atau data secara visual pada wilayah perencanaan.
Secara garis besar data- data yang didapat dari data primer
adalah:

 Kondisi Lahan/Lokasi terkait dengan bentuk dan luas


lahan, kondisi situasi lahan serta akses pencapaian

 Informasi lainnyayang terkait dengan rencana


pengelolaan menejemen Rumah Sakit mendatang

 Informasi keinginan dan kebutuhan serta


kecenderungan masyarakat sekitar terkait akan layanan
Kesehatan Rumah Sakit.

b. Pengumpulan data sekunder:

Pengambilan Data Sekunder dapat dilakukan dengan


mendatangi masing-masing instansi terkait sesuai dengan data-
data yang dibutuhkan dalam pekerjaan penyusunan ini

c. Studi literatur

Tinjauan terhadap akademis terkait dengan kelayakan Rumah


Sakit yang akan ditinjau berdasarkan aspek-aspek yang terkait.

3. Tahap Analisis Terhadap Data

a. Analisis Situasi dari Kecenderungan Eksternal dan Internal


Analisa Situasi merupakan suatu analisa dari seluruh aspek-
aspek baik dari aspek eksternal sebagai peluang ataupun
ancaman maupun aspek internal yang dapat menjadi kekuatan
ataupun kelemahan sehingga aspek-aspek tersebut dapat
menjadikan kecenderungan suatu Rumah Sakit melakukan
pembangunan. Aspek-aspek yang dikaji sebagai analisa situasi
diharapkan mendapatkan suatu kecenderungan Rumah Sakit
setelah melakukan segmentasi dan posisioning, aspek-aspek
tersebut antara lain:

1) Aspek Esternal

a) Kebijakan

b) Geografi

c) Demografi

d) Sosial ekonomi dan budaya

e) SDM/ketenagakerjaan kesehatan

f) Derajat kesehatan

2) Aspek Internal

a) Lokasi

b) Sarana Kesehatan

c) Pola Penyakit

d) Teknologi

e) SDM/ketenagakerjaan di Rumah Sakit

f) Organisasi

g) Kinerja Keuangan

b. Analisis Permintaan
Analisa Permintaan dalam penyusunan Studi Kelayakan
akan membahas tentang analisis posisi kelayakan. Rumah
Sakit dari berbagai aspek.Berdasarkan analisis aspek eksternal
dan aspek internal yang telah dilakukan pada analisa situasi
maka dilakukan analisis yang bertujuan untuk mengidentifikasi
faktor-faktor yangmenjadi kekuatan dan kelemahan serta
peluang dan ancaman yang secara sistematis akan menjadi
pertimbangan tehadap kelayakan pembangunan Rumah Sakit
tersebut. Hasil analisis tersebut selanjutnya digunakan sebagai
acuan untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya dalam
upaya memaksimalkan kekuatan (strength) dan memanfaatkan
peluang (opportunity) serta secara bersamaan berusaha untuk
meminimalkan kelemahan (weakness) dan mengatasi ancaman
(threat).

c. Analisis Kebutuhan

Analisa kebutuhan merupakan analisa mengenai kebutuhan


yang harus disediakan oleh Rumah Sakit secara keseluruhan
yang disesuaikan berdasar analisa permintaan yang telah
dilakukan.

d. Analisa Keuangan

Analisa keuangan memberikan gambaran tentang rencana


penggunaan sumber anggaran yang dimiliki, sehingga dapat
diketahui tingkat pengembalian biaya yang akan
diinvestasikan. Dengan demikian maka pihak pemilik atau
penyandang dana dapat melihat tingkat keuntungan yang
mungkin akan diperoleh.

D. Biaya dan Sumber Dana

 Biaya jasa konsultansi penyusunan Studi Kelayakan dibebankan pada


DPA Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun Anggaran 2022.
 Pagu Anggaran kegiatan dimaksud sebesar Rp 444.236.000,- (Empat
Ratus Empat Puluh Empat Juta Dua Ratus Tiga Puluh Enam Ribu
Rupiah).

 Sumber Dana Sumber dana dari keseluruhan pekerjaan dibebankan pada


penyusunan Studi Kelayakan dibebankan pada DPA Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Barat Tahun Anggaran 2022.

E. Dasar Hukum

Dalam rangka pendirian RSUP Kupang akan berpedoman pada kebijakan


dan peraturan pemerintah yang mendasari pembangunan rumah sakit adalah
antara lain:

1. Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

2. Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

3. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan

4. Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2015 tentang RPJMN 2015 - 2019

5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 56 tahun 2014


tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit

6. Peraturan Menteri Kesehatan Republlik Indonesia No. 24 Tahun 2016


tentang Persyaratan Teknis Bangunan Dan Prasarana Rumah Sakit.

7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 512/Menkes/Per/IV/2007 tentang


Izin Praktek dan pelaksanaan Praktek kedokteran

8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2306/MENKES/PER/XI/2011


tentang Persyaratan Teknis Prasarana Instalasi Elektrikal Rumah Sakit

9. Peraturan Menteri Kesehatan 64 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata


Kerja Kementerian Kesehatan

10. Peraturan Menteri Kesehatan No 24 tahun 2016 tentang Peraturan teknis


bangunan dan prasarana rumah sakit.
11. Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas A. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Sekretariat Jenderal. Pusat Sarana,
Prasarana dan Peralatan Kesehatan, 2007

12. Pedoman Penyusunan Feasibility Study Rumah Sakit, Kementerian


Kesehatan, 2012.

13. Pedoman Penyusunan Rencana Induk (Master Plan) Rumah Sakit , 2012.

14. Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit Sistem Instalasi Gas Medik dan
Vakum Medik Tahun 2012

15. Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit Sistem Instalasi Tata Udara
Tahun 2012

16. Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit Sarana Keselamatan Jiwa Tahun
2012

17. Pedomann Teknis Bangunan Rumah Sakit Yang Aman Dalam Situasi
Darurat dan Bencana, 2012.

18. Pedoman Teknis SIstem Prasarana Rumah Sakit Sistem Proteksi


Kebakaran Aktif, 2012

19. Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Instalasi Sterilisasi Central


(CSSD), 2012

20. Pedoman Teknis Instalasi Penyediaan Air Bersih Untuk Rumah Sakit,
2012

21. Pedoman Teknis Instalasi Pengolahan Air Limbah, Pada Fasilitas


Pelayanan Kesehatan, 2012

22. Pedoman Teknis Rumah Sakit Kelas B, 2012.

23. Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Operasi, 2012.

24. Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Perawatan Intensif, 2012.

25. Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Gawat Darurat, 2012.
26. Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Rawat Inap, 2012.

27. Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Rehabilitasi Medik, 2012.

28. Pedoman Teknis Ambulans, 2012’

29. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2014-2034
Pasal 6 UU No.26 Tahun 2004

30. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Sulawesi Barat


Tahun 2017-2022, PERDA Prov Sulbar No 8 Tahun 2017

31. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Majene Tahun 2011-2031,


PERDA kabupaten majene No 12 Tahun 2012.

F. Keluaran (Output)

Hasil dari pekerjaan Studi Kelayakan di Rumah Sakit Umum Pusat berupa:

1. Laporan Pendahuluan

Laporan ini memuat hasil latar belakang, maksud tujuan dan sasaran
gambaran umum lokasi, metodologi pekerjaan serta ouput pekerjaan.

2. Laporan Antara

Laporan ini memuat hasil survey pengumpulan data dan studi yaitu hasil
pengumpulan data primer, data sekunder dan studi literature, Analisis
Situasi dari Kecenderungan Eksternal dan Internal, analisis permintaan,
analisis kebutuhan dan analisis keuangan. Pada laporan ini juga sudah
memuat konsep rekomendasi kelayakan untuk dapat di presentasikan dan
diskusikan.

3. Laporan Akhir

Dokumen Studi Kelayakan Rumah Sakit Unit Pelaksana Teknis Vertikal


Majene Sulawesi Barat.

G. Sistematika Pembahasan
Sistematika pekerjaan ini mengacu pada Pedoman Penyusunan Study Kelayakan
(Feasibility Study) Rumah Sakit oleh Direktorat Bina Pelayanan Penunjang
Medik dan Sarana Kesehatan Direktorat Bina Upaya Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI tahun 2012

Isi buku Studi Kelayakan ini terdiri dari:

Bab 1, Pendahuluan dan latar belakang dan dasar Studi

Bab 2, Analisis Situasi

Bab 3, Analisis Permintaan dan Kebutuhan dengan mendasarkan pada kekuatan


dan kelemahan pembangunan dalam analisis SWOT

Bab 4, Analisis kebutuhan Pembangunan

Bab 5, Kelayakan Keuangan yang ditunjukkan berdasarkan nilai investasi yang


akan di tanamkan dengan Proyeksi Arus Kas, proyeksi Laba/Rugi dan nilai-nilai
Net present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Payback Period (PP)

Bab 6, Kesimpulan dan Rekomendasi


BAB II

Analisa Situasi

A. Gambaran Umum

Berdasarkan lokasi yang direncanakan akan didirikan Rumah Sakit Lentera


Keluarga, maka pergerakan masyarakat umum disini adalah berasal dari
penduduk wilayah Provinsi Sulawesi Barat, selanjutnya analisis situasi studi
kelayakan Rumah Sakit Lentera Keluarga ini meliputi:

1. Gambaran umum Propinsi Sulawesi Barat.

2. Analisis situasi aspek external maupun aspek internal.

3. Peluang dan tantangan dalam memanfaatkan Rumah Sakit Lentera Keluarga


yang akan dibangun

Studi ini juga merujuk pada sejumlah kepustakaan seperti:

1. Kota Majene dalam Angka 2017

2. Sulawesi Barat Dalam Angka 2018

3. Profil Kesehatan Sulawesi Barat 2017

4. Statistik Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat 2017

5. Statistik Kesejahteraan Rakyat Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2017

6. Statistik Sosial dan Kependudukan Provinsi Sulawesi Barat 2017

B. Gambaran Umum Prov. Sulawesi Barat

1. Administrasi Wilayah

Provinsi Sulawesi Barat atau biasa disingkat SULBAR merupakan


pemekaran dari Provinsi Sulawesi Selatan yang terbentuk berdasarkan
Undang Undang Nomor 26 Tahun 2004 dan diresmikan sejak 5 Oktober
2004 sebagai Provinsi ke – 33 dengan ibukotanya di Kabupaten Mamuju.
Provinsi Sulawesi Barat berada di sebelah barat Pulau Sulawesi
dengan luas wilayah 16.937,16 km2 atau sekitar 9,76 persen dari luas
Pulau Sulawesi. Sedangkan luas perairan laut mencapai 7.668,84 km²
dengan panjang garis pantai barat dari utara ke selatan sepanjang 639,07
km². Batas-batas wilayah Provinsi Sulawesi Barat adalah sebelah utara
berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tengah, sebelah timur berbatasan
dengan Provinsi Sulawesi Selatan, sebelah selatan berbatasan dengan
Provinsi Sulawesi Selatan dan sebelah barat berbatasan dengan Selat
Makassar. Adapun wilayah administrasi Provinsi Sulawesi Barat terbagi
atas 6 kabupaten meliputi : (1) Kabupaten Mamuju dengan luas 4.999,69
Km2, (2) Mamuju Utara dengan luas 3.043,75 Km2, (3) Mamuju Tengah
dengan luas 3.014,37 Km2, (4) Kabupaten Majene dengan luas 947,84
Km2., (5) Kabupaten Polewali Mandar dengan luas 1.775,65 Km2. Dan
(6) Kabupaten Mamasa dengan luas 3.005,88 Km2. Tercatat ada 69
Kecamatan dan 638 Kelurahan/Desa.

Berdasarkan posisi geografisnya Provinis Sulawesi Barat memiliki


batas-batas sebagai berikut:

Utara : Sulawesi Tengah, Kab. Donggala

Timur : Sulawesi Selatan, Kab. Tana Toraja dan Luwu Utara

Selatan : Sulawesi Selatan, Kab. Pinrang

Barat : Kalimantan Timur, Kab. Paser

Tabel 2.1
Luas Wilayah (km2) Menurut Kabupaten / Kota Provinsi Sulawesi Barat
Tahun 2022
Kabupaten/Kota Luas Wilayah (km²) Jumlah Penduduk
Kabupaten Majene 947,84 166.505
Kabupaten Mamasa 3.005,88 203.599
Kabupaten Mamuju 3.973,07 110.593
Kabupaten Mamuju Tengah 3.014,37 142.913
Kabupaten Pasangkayu 3.043,75 208.325
Kabupaten/Kota Luas Wilayah (km²) Jumlah Penduduk
Kabupaten Polewali Mandar 1.775,65 517.667
Sumber: Prov. Sulawesi Barat Dalam Angka 2022
2. Kependudukan

Jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Barat berdasarakan data


Provinsi Sulawesi Barat Dalam Angka Tahun 2020 berjumlah1.419.229
Jiwa/km². Rata-rata laju pertumbuhan penduduknya selama satu dekade
terakhir sebesar 1,18%. Penduduk Sulawesi Barat paling banyak di Kota
Polewali Mandar, yakni 517.667 juta jiwa. Sementara, Kabupaten Mamuju
Selayar tercatat memiliki jumlah penduduk yang terendah, yakni 110.593
jiwa. Berdasarkan jenis kelamin, sebanyak 4,47 juta atau 50,35%
penduduk Sulawesi Barat berjenis kelamin perempuan. Sedangkan, 4,5
juta atau 49,65% penduduk di provinsi tersebut berjenis kelamin laki-laki.
Rasio jenis kelamin penduduk Sulawesi Barat sebesar 98,59. Artinya,
terdapat 98 sampai 99 laki-laki untuk setiap 100 perempuan di Sulawesi
Barat.

Dengan merujuk pada data Provinsi Sulawesi Barat Dalam Angka


Tahun 2020 yang diluarkan oleh BPS terdapat pada tabel 2.2 dan table 2.3
dibawah ini

Tabel 2.2.
Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk
Prov. Sulawesi Selatan Tahun 2022
2022
Laju
Pertumbuh
Kepadatan
an Persentase Rasio Jenis
Kabupaten/Kota Penduduk Penduduk
Penduduk Penduduk Kelamin
Regency/Municipality (ribu) per km2
per Tahun Percentage Penduduk
Population Population
Annual of Total Population Sex
(thousand) Density per
Population Population Ratio
sq.km
Growth
Rate (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Kabupaten Majene 135,6 1,15 1,53 150 93,2
Kabupaten Mamasa 420,6 0,68 4,75 364 89,5
Kabupaten Mamuju 187,6 0,63 2,12 474 92,9
Kabupaten Mamuju Tengah 363,8 0,63 4,11 403 93,3
Kabupaten Pasangkayu 298,7 1,11 3,37 527 92,7
Kabupaten Polewali Mandar 772,7 1,85 8,73 410 97,0
Sumber: Prov. Sulawesi Barat Dalam Angka 2022
Tabel 2.3.
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin Prov. Sulawesi Barat Tahun 2022

2019
Kelompok Umur Jenis Kelamin
Age Groups Gender
Laki-Laki/ Male Perempuan/ Female Jumlah/ Total

(1) (2) (3) (4)


0-4 420 691,0 404 024,0 824 715,0
5-9 423 310,0 407 118,0 830 428,0
10-14 409 791,0 392 082,0 801 873,0
15-19 405 550,0 388 070,0 793 620,0
20-24 398 854,0 389 880,0 788 734,0
25-29 345 642,0 356 975,0 702 617,0
30-34 306 753,0 330 160,0 636 913,0
35-39 289 129,0 322 228,0 611 357,0
40-44 282 734,0 309 984,0 592 718,0
45-49 266 342,0 289 913,0 556 255,0
50-54 226 790,0 252 188,0 478 978,0
55-59 178 011,0 205 061,0 383 072,0
60-64 137 048,0 159 195,0 296 243,0
65-69 99 534,0 119 401,0 218 935,0
70-74 67 287,0 90 829,0 158 116,0
75+ 68 943,0 107 723,0 176 666,0
Indonesia 4 326 409,0 4 524 831,0 8 851 240,0
Total jumlah penduduk di Prov. Sulawesi Selatan adalah 5.287.302
jiwa dengan rasio perempuan lebih besar dari laki-laki dan Laju Pertumbuhan
Penduduk rata-rata adalah 1.61 %. Jumlah penduduk terbanyak adalah di Kota
Makassar dengan kepadatan penduduknya tertinggi yaitu 1,42 juta jiwa.
Sehingga penetapan lokasi RSUP di Makassar dalam hal cakupan, kepadatan
penduduk (di propinsi maupun kota) adalah sangat tepat. Jumlah penduduk
tertinggi adalah pada usia 0 – 4 tahun untuk kelompok laki-laki dan
perempuan.

Tabel 2.5.
Jumlah Penduduk Dan Tingkat Kepadatan Penduduk Prov. Sulawesi Barat
Tahun 2022

2022
Laju
Pertumbuh
Kepadatan
an Persentase Rasio Jenis
Kabupaten/Kota Penduduk Penduduk
Penduduk Penduduk Kelamin
Regency/Municipality (ribu) per km2
per Tahun Percentage Penduduk
Population Population
Annual of Total Population Sex
(thousand) Density per
Population Population Ratio
sq.km
Growth
Rate (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Kabupaten Majene 135,6 1,15 1,53 150 93,2
Kabupaten Mamasa 420,6 0,68 4,75 364 89,5
Kabupaten Mamuju 187,6 0,63 2,12 474 92,9
Kabupaten Mamuju Tengah 363,8 0,63 4,11 403 93,3
Kabupaten Pasangkayu 298,7 1,11 3,37 527 92,7
Kabupaten Polewali Mandar 772,7 1,85 8,73 410 97,0
Sumber: Prov. Sulawesi Barat Dalam Angka 2022
3. KONDISI SOSIAL EKONOMI

1) Tingkat Pendidikan

Secara Umum partisipasi sekolah laki-laki dan perempuan di


Provinsi Sulawesi Barat adalah seimbang. Pada usia 16 – 18 tahun
(masa SLTA) diperkirakan ada ± 26 % remaja yang sudah tidak
mengikuti pendidikan lagi. Sementara pada usia 19 – 24 tahun (masa
pendidikan Tinggi) diperkirakan ada ± 67 % yang tidak mengikuti
pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi (Lihat tabel 2.6)
Tabel 2.6
Persentase Penduduk Usia 7-24 Tahun Menurut Jenis Kelamin, Kelompok Umur Sekolah,
dan Pastisiasi Sekolah di Prov. Sulawesi Barat Tahun 2022
Partisipasi Sekolah
Jenis Kelamin dan
Kelompok Umur Sekolah Tidak / Belum Masih Sekolah Tidak Sekolah
Pernah Sekolah Lagi
Laki-laki
7-12 1.50 97.90 0.70
13-15 0.77 93.71 5.52
16-18 1.29 71.97 26.74
19-24 2.55 30.01 67.44
Perempuan
7-12 1.07 98.65 0.28
13-15 0.25 95.88 3.87
16-18 1.65 77.48 20.87
19-24 1.90 25.47 72.63
Laki-laki + Perempuan
7-12 1.29 98.27 0.44
13-15 0.52 94.76 4.72
16-18 1.46 74.65 23.89
19-24 2.23 27.80 67.97
Sumber : Prov. Sulawesi Barat dalam Angka 2022

2) Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Pembangunan manusia didefinisikan sebagai proses perluasan pilihan bagi


penduduk (enlarging people choice). IPM merupakan indikator penting untuk
mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia
(masyarakat/penduduk). IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses
hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan
sebagainya. IPM diperkenalkan oleh United Nations Development Programme
(UNDP) pada tahun 1990 dan metode penghitungan direvisi pada tahun 2010.

a) Perkembangan IPM Sulawesi Barat Tahun 2022

IPM dibentuk oleh tiga dimensi dasar, yaitu umur panjang dan hidup sehat
(a long and healthy life), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup layak
(decent standard of living). Umur panjang dan hidup sehat digambarkan oleh
Umur Harapan Hidup saat lahir (UHH) yaitu jumlah tahun yang diharapkan
dapat dicapai oleh bayi yang baru lahir untuk hidup, dengan asumsi bahwa
pola angka kematian menurut umur pada saat kelahiran sama sepanjang usia
bayi. Pengetahuan diukur melalui indikator Rata-rata Lama Sekolah dan
Harapan Lama Sekolah. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) adalah rata- rata
lamanya (tahun) penduduk usia 25 tahun ke atas dalammenjalani pendidikan
formal. Harapan Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya (tahun)
sekolah formal yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu
di masa mendatang. Standar hidup yang layak digambarkan oleh pengeluaran
per kapita disesuaikan, yang ditentukan dari nilai pengeluaran per kapita dan
paritas daya beli (purchasing power parity).

IPM dihitung berdasarkan rata-rata geometrik indeks kesehatan, indeks


pengetahuan, dan indeks pengeluaran. Penghitungan ketiga indeks ini
dilakukan dengan melakukan standardisasi dengan nilai minimum dan
maksimum masing-masing komponen indeks.

Gambar 2.1
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sulawesi Barat
IPM merupakan indikator yang digunakan untuk melihat perkembangan
pembangunan dalam jangka panjang. Untuk melihat kemajuan pembangunan
manusia, terdapat dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu kecepatan dan status
pencapaian. Secara umum, pembangunan manusia Barat Sulawesi terus
mengalami kemajuan selama periode 2015-20120. Selama periode tersebut, IPM
Sulawesi Barat rata-rata tumbuh sebesar 1,06 per tahun. Pada periode 2015-
20120, IPM Sulsel tumbuh 0,95 persen per tahun. Selama periode 2015 hingga
2017, IPM Sulawesi Barat menunjukkan kemajuan yang besar, status
pembangunan manusia Sulawesi Barat mengalami peningkatan. Pada tahun 2015,
pembangunan manusia Sulawesi Barat masih berstatus “rendah”, kemudian
selama periode 2011- 2017 status pembangunan manusia Sulsel meningkat
menjadi “sedang”.
b) Pencapaian Kapabilitas Dasar Manusia
Pencapaian pembangunan manusia diukur dengan memperhatikan tiga aspek
esensial yaitu umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, dan standar hidup
layak. Oleh karena itu, peningkatan capaian IPM tidak terlepas dari
peningkatan setiap komponennya. Seiring dengan meningkatnya angka IPM,
indeks masing-masing komponen IPM juga menunjukkan kenaikan dari tahun
ke tahun.
Tabel 2.7
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sulawesi Barat Menurut Komponen,
Tahun 2014-2022
IPM
Wilayah 2014 2022 Pertumbuhan
(%)

Kabupaten Majene 90 350,00 904,00 0,56

Kabupaten Mamasa 1 154,67 1 155,00 0,91

Kabupaten Mamuju 395,83 396,00 0,38

Kabupaten Mamuju Tengah 903,35 903,00 0,65

Kabupaten Pasangkayu 566,51 567,00 0,61

Kabupaten Polewali Mandar 1 883,32 1 883,00 0,32

Sumber : Prov. Sulawesi Barat dalam Angka 2022

3) Dimensi Umur Panjang dan Hidup Sehat


Umur Harapan Hidup saat lahir (UHH) yang merepresentasikan dimensi
umur panjang dan hidup sehat terus meningkat dari tahun ke tahun. Selama periode
2010 hingga 2017, Sulawesi Barat telah berhasil meningkatkan Umur Harapan
Hidup saat lahir sebesar 0,79 tahun. Selama periode tersebut, secara rata-rata Umur
Harapan Hidup tumbuh sebesar 0,17 persen per tahun. Pada tahun 2010, Umur
Harapan Hidup saat lahir di Sulawesi Barat sebesar 65,28 tahun, dan pada tahun
2017 telah mencapai 66,07.

Gambar 2.2
Umur Harapan Hidup saat Lahir (UHH) Sulawesi Barat, 2020
Sumber : Prov. Sulawesi Barat dalam Angka 2022

4. Dimensi Pengetahuan
Dimensi pengetahuan pada IPM dibentuk oleh dua indikator, yaitu
Harapan Lama Sekolah dan Rata-rata Lama Sekolah. Kedua indikator ini
terus meningkat dari tahun ke tahun. Selama periode 2020, Harapan Lama
Sekolah di Sulawesi Barat telah meningkat sebesar 2,22 tahun, sementara
Rata-rata Lama Sekolah meningkat 0,65 tahun.
Selama periode 2020 , Harapan Lama Sekolah secara rata-rata
tumbuh sebesar 2,71 persen per tahun. Meningkatnya Harapan Lama
Sekolah menjadi sinyal positif bahwa semakin banyak penduduk yang
bersekolah. Pada tahun 2022, Harapan Lama Sekolah di Sulawesi Barat
telah mencapai 13,07 tahun yang berarti bahwa anak-anak usia 7 tahun
memiliki peluang untuk menamatkan pendidikan mereka hingga lulus
SMA atau D1.
Sementara itu, Rata-rata Lama Sekolah penduduk usia 25 tahun ke
atas di Sulawesi Barat tumbuh 1,37 persen per tahun selama periode 2020.
Pertumbuhan yang positif ini merupakan modal penting dalam
membangun kualitas manusia Sulawesi Barat yang lebih baik. Pada tahun
2017, secara rata-rata penduduk Sulawesi Barat usia 25 tahun ke atas
mencapai 7,15 tahun, atau telah menyelesaikan pendidikan hingga kelas
VII (SMP Kelas I).
Gambar 2.3
Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-Rata Lama Sekolah Sulawesi Barat,
Tahun 2012 -2020

Sumber: BPS Sulawesi Barat 2020

5. Dimensi Standar Hidup Layak


Dimensi terakhir yang mewakili kualitas hidup manusia adalah
standar hidup layak yang direpresentasikan oleh pengeluaran per kapita
(harga konstan 2012). Pada tahun 2017, pengeluaran per kapita
masyarakat Sulawesi Selatan mencapai Rp.7,35 juta per tahun. Selama
tujuh tahun terakhir, pengeluaran per kapita masyarakat meningkat sebesar
1,52 persen per tahun.

Gambar 2.4
Pengeluaran per Kapita Sulawesi Barat, 2021 (Juta Rupiah)
SULBAR 11,18

Sumber: BPS Sulawesi Barat 2021

6. Pencapaian Pembangunan Manusia di Kabupaten / Kota


Pada tahun 2021, pencapaian pembangunan manusia di tingkat
Kab/Kota cukup bervariasi. IPM pada level Kab/Kota berkisar antara
55,22 (Kabupaten Majene) hingga 78,25 (Polewali Mandar). Pada dimensi
umur panjang dan hidup sehat, Umur Harapan Hidup saat lahir berkisar
antara 59 tahun (Kabupaten Majene) hingga 68,58 tahun (Polewali
Mandar). Sementara pada dimensi pengetahuan, Harapan Lama Sekolah
berkisar antara 11,04 tahun (Kabupaten Majene) hingga 15,77 tahun
(Polewali Mandar), serta Rata-rata Lama Sekolah berkisar antara 5,51
tahun (Kabupaten Majene) hingga 11,45 tahun (Polewali Mandar).
Pengeluaran per kapita di tingkat Kab/Kota berkisar antara 5,120 juta
rupiah per tahun (Kabupaten Majene) hingga 13,028 juta rupiah (Polewali
Mandar).
Kemajuan pembangunan manusia pada tahun 2021 juga terlihat
dari perubahan status pembangunan manusia di tingkat Kabupaten/Kota.
Jumlah Kabupaten/Kota yang berstatus “rendah” berkurang dari 6
Kabupaten/Kota pada tahun 2016 menjadi 5 Kabupaten/Kota pada tahun
2017. Satu Kabupaten yang berstatus “rendah” pada tahun 2016 berubah
status menjadi “sedang” pada tahun 2017. Kabupaten tersebut adalah
Kabupaten Mamuju. Hingga saat ini, terdapat hanya Kota Majene yang
berstatus pembangunan manusia “tinggi”. Sementara itu, hingga tahun
2017, masih terdapat lima Kabupaten/Kota yang berstatus pembangunan
manusia “rendah”, yaitu Kabupaten Mamasa, Kabupaten Mamuju,
Kabupaten Mamuju Tengah, Kabupaten Pasangkayu, Kabupaten Polewali
Mandar.
Peningkatan IPM di tingkat provinsi juga tercermin pada level
Kabupaten/Kota. Selama periode 2016 hingga 2017, seluruh
Kabupaten/Kota mengalami peningkatan IPM. Pada periode ini, tercatat
tiga Kabupaten/Kota dengan kemajuan pembangunan manusia paling
cepat, yaitu Majene (2,07 persen), Polewali Mandar (1,96 persen), dan
Mamasa (1,76 persen). Kemajuan pembangunan manusia di Majene,
Polewali Mandar dan Mamasa dipengaruhi oleh dimensi pendidikan dan
standar hidup layak.

Gambar 2.5
IPM Sulawesi Barat Menurut Kabupaten/Kota dan Status Pembangunan Manusia, Tahun
2010-2015

Hal ini menunjukkan bahwa kualitas SDM yang ada saat ini di propinsi Sulawesi Barat
masih sangat terbatas. Dan pilihan lokasi RSUP di Kota Majene merupakan pilihan yang baik
karena relatif ketersediaan SDM yang lebih baik dibandingkan dengan kota lainnya. Walaupun
tak dapat disangkal bahwa untuk kebutuhan SDM setingkat RSUP dengan berbagai jenis profesi
yang spesifik jelas masih dibutuhkan sumber-sumber SDM dari wilayah lain di Indonesia.

2.1.2.3. Ketenagakerjaan
Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) 2017, angkatan kerja
tahun 2017 berjumlah 2.398.609 orang atau 69.09 persen terhadap penduduk usia kerja. Dari
jumlah tersebut, sebanyak 96.73 persen berstatus bekerja. Tingkat penganguran tercatat 3.27.
Di Sulawesi Barat, lapangan usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah
sector pertanian diikuti oleh sector jasa dan perdagangan. Sebanyak 584. 090 penduduk yang
bekerja berstatus pekerja tidak dibayar (pekerja keluarga).
Jumlah pencari kerja terdaftar pada tahun 2017 pada Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Provinsi Sulawesi Barat adalah 3.797 orang yang terdiri atas 1.775 laki-laki dan
2.022 perempuan. Sebanyak 1.614 orang yang terdaftar sudah ditempatkan bekerja.
2.3. PEREKONOMIAN
2.3.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB merupakan gambaran makro kemakmuran suatu wilayah tanpa
mempermasalahkan kepemilikan dari nilai tambah sektor ekonomi yang tercipta. Gambaran
mengenai pertumbuhan ekonomi disuatu daerah dapat dilihat dari Produk domestik Regional
Bruto sebagai salah satu indikator makro untuk menilai tingkat keberhasilan pembangunan
daerah. Struktur ekonomi secara kuantitatif digambarkan dengan menghitung presentase peranan
nilai tambah brutto dari masing-masing sektor terhadap total Produk Domestik Regional Brutto
(PDRB).
Sumbangan terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut Lapangan
Usaha atas dasar harga berlaku (ADHB) Sulawesi Barat tahun 2022 adalah dari lapangan usaha
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan dengan 28,72 persen. Berikutnya adalah dari lapangan
usaha Adminsitrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib dengan 12,83 persen,
lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran;Reparasi Mobil dan Sepeda Motor dengan 11,05
persen, dan lapangan usaha Konstruksi memberi sumbangan 10,74 persen terhadap PDRB
ADHB.
Berdasarkan harga konstan 2010, perekonomian Sulawesi Barat pada tahun 2017
mengalami pertumbuhan sebesar 5,16 persen, sedikit melambat dibandingkan dengan tahun 2016
yaitu sebesar 5,17 persen. Seluruh lapangan usaha pada tahun 2017 mencatat pertumbuhan yang
positif. Pertumbuhan ekonomi tertinggi pada tahun 2017 dicapai oleh lapangan usaha Penyedia
Akomodasi dan Makan Minum sebesar 13,59 persen.

Tabel 2.9
PDRB dan Laju PDRB Prov. Sulawesi Barat Tahun 2014-2017

Uraian 2014 2015 2016 * 2017 **


PDRB a/h berlaku 68,466.44 76,087.30 84,499.54 92,914.48
PDRB a/h konstan 54,158.21 58,989.37 60,050.79 63,391.19
% peningkatab PDRB/Kapita 0.64 0.65 0.66 0.66

Laju PDRB (%) 5.05 4.92 5.17 5.16


Sumber: Prov Sulbar dalam angka 2022

* Angka Sementara
** Angka Sangat Sementara

Tabel 2.10
Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan (ADHK)
2010 Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Barat (Persen),
2013-2017

No Kabupaten/ Kota 2013 2014 2015 2016*) 2017**)


1 Kabupaten Majene 8,18 9,01 8,83 7,35 7,61
2 Kabupaten Mamasa 7,77 8,54 5,62 6,79 6,92
3 Kabupaten Mamuju 9,00 8,33 6,64 7,39 7,32
4 Kabupaten Mamuju Tengah 6,64 7,93 6,54 8,37 8,26
5 Kabupaten Pasangkayu 8,80 9,76 8,42 9,61 7,39
6 Kabupaten Polewali Mandar 9,42 7,17 6,79 7,61 7,23
Sumber : BPS Provinsi Sulbar

* Angka Sementara
** Angka Sangat Sementara

Laju Pertumbuhan dengan presentasi terbesar di Prov. Sulawesi Barat yaitu kota Majene
dengan pengertian bahwa pemilihan kota Majene sebagai lokasi pembangunan RSUP adalah
sangat tepat.

2.3.2. Distribusi Pendapatan


Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin pada tahun 2017 di Prov.
Sulawesi Barat turun 15.34 tibu penduduk dari tahun 201 sehingga total penduduk miskin di
Prov. Sulawesi Barat Tahun 2017 menjadi 1134.74 ribu penduduk dibanding tahun 2016 sebesar
1150.08 ribu penduduk. Jumlah penduduk miskin mencapai 21.28 persen dari total penduduk
Prov. Sulawesi Barat 5.487.302 juta jiwa.

2.3.3. Inflasi
Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi Barat Selatan tahun 2017 adalah
Rp.4.715.481.775,28 sedangkan realisasi belanja tahun 2017 adalah Rp.4.672.334.394,19.
Penanaman modal dalam negeri tahun 2017 tercatat ada 97 proyek dengan nilai Rp.2,54 triliun.
Untuk penanaman modal asing ada 72 proyek dengan nilai Rp.0,96 triliun.
Pada Desember 2017 Laju Inflasi Sulawesi Barat tercatat 1,22 dengan nilai Indeks Harga
Konsumen (IHK) 130,68. Untuk Kota Majene, laju inflasi adalah 1,35 dengan nilai IHK 131,71
sedangkan laju inflasi Kota Polewali Mandar 0,38 dengan IHK 123,93. Nilai Tukar Petani (NTP)
Sulawesi Barat pada Desember 2017 tercatat 104,80 dengan Indeks Harga yang Diterima Petani
(It) 132,94 dan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) 126,86.

Grafik 2.1
Laju Inflasi Prov.Sulbar Tahun 2017

2.4. DERAJAT KESEHATAN


2.4.1. Usia Harapan Hidup (UHH)
Usia Harapan Hidup (Life Expectancy at birth) adalah rata-rata jumlah tahun harapan
hidup sekelompok orang yang lahir pada tahun yang sama, dengan asumsi kematian pada usia
masing-masing tersebut tetap konstan di masa mendatang. Usia Harapan Hidup saat lahir juga
merupakan ukuran kualitas hidup disuatu negala (kemakmuran suatu Negara).
Tabel 2.11
Indikator Derajat Kesehatan
Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2017

INDIKATOR Sulbar (SP NASIONAL Sulbar Sulbar Sulbar Sulbar Sulbar NASIONAL
DERAJAT 2010) (SP 2010) (IPM (IPM (IPM (IPM (SDKI (SDKI 2012)
KESEHATAN 2014) 2015) 2016) 2017) 2007)
AKB/IMR 39/1.000 KH - - - - - 45/1.000 32/ 1.000 KH
KH
AKI/MMR 536/100.000 259/100.000 - - - - - -
KH KH
AKABA - - - - - - 58/ 1.000 40/ 1.000
BALITA BLT BLT
UHH NTT
(THN) 65,91 66,04
- - 65,96 66,07 - -
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
Sumber: Profil Kesehatan Prov. SULBAR Tahun 2017

Tabel 2.11 menunjukan bahwa Umur Harapan Hidup penduduk Sulawesi Barat, setiap
tahun semakin meningkat, namun peningkatan ini tidak terlalu signifikan, hanya berkisar 1-5
bulan, hal ini banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti masih tingginya angka kematian
kasar, masih tingginya angka kesakitan baik oleh penyakit menular maupun tidak menular, dan
angka kesuburan.
Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa Usia Harapan Hidup di propinsi Sulawesi Barat
masih jauh dibawah UHH rata-rata Indonesia tahun 2017 berdasarkan angka yang dikeluarkan
oleh BPS yaitu (71,06 th)
Peningkatan usia harapan hidup dari tahun ke tahun tersebut menunjukan adanya
perbaikan taraf kesehatan penduduk, karena indikator usia harapan hidup salah satunya ditunjang
oleh angka kematian (angka kematian ibu, angka kematian bayi, angka kematian balita, angka
kematian kasar).

2.4.2. Angka Kematian (MORTALITAS)


Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari kejadian
kematian dalam masyarakat dari waktu ke waktu. Di samping itu kejadian kematian juga dapat
digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan program pembangunan kesehatan
yang telah dilaksanakan selama ini dengan melihat perkembangan angka kematian dari tahun ke
tahun.
Besarnya tingkat kematian yang terjadi pada periode terakhir dapat dilihat dari berbagai
uraian berikut :
2.4.2.1. Angka Kematian Bayi (AKB)
Data kematian pada suatu komunitas dapat diperoleh melalui survei karena sebagian
besar kematian terjadi di rumah, sedangkan kematian di fasilitas kesehatan hanya
memperlihatkan kasus rujukan. Indikator ini terkait langsung dengan tingkat kelangsungan hidup
anak dan merefl eksikan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan tempat tinggal anak-anak
termasuk pemeliharaan kesehatannya. Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia berasal dari
berbagai sumber, yaitu Riset Kesehatan Daerah (Riskesda), Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) dan Sensus Penduduk (SP).
Dalam beberapa tahun terakhir AKB di Indonesia telah banyak mengalami penurunan
yang cukup besar. AKB Nasional pada tahun 2007 sebesar 34 per 1.000 KH (SDKI 2007), pada
tahun 2012 menurun menjadi 32 per 1.000 KH (SDKI 2012) .
Untuk Provinsi Sulawesi Barat, Angka Kematian Bayi pada tahun 2007 sebesar 57 per
1.000 kelahiran hidup (SDKI 2007), walaupun angka ini sedikit lebih tinggi bila dibandingkan
dengan AKB secara nasional yaitu 32 per 1.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2010 (SP 2010)
terjadi penurunan menjadi 39 per 1.000 KH, namun meningkat pada tahun 2012 menjadi 45 per
1.000 kelahiran hidup (SDKI, 2012). ini berarti mengalami lonjakan bila dibanding tahun 2010.
Ini menjadi tantangan yang berat baik bagi pemerintah daerah maupun semua instansi terkait di
Sulawesi Barat dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan kesejahteraan penduduk di
masa datang.

Berdasarkan hasil konversi jumlah kasus kematian pada bayi mengalami fluktuasi dari
tahun 2014-2017, pada tahun 2014 kematian bayi berjumlah 1.280 kasus dengan AKB sebesar
14 per 1000 KH, meningkat pada tahun 2015 menjadi 1.488 kasus dengan AKB sebesar 11,1 per
1.000 KH, pada tahun 2016 menurun menjadi 704 kasus dengan AKB 5 per 1.000KH dan pada
tahun 2017 meningkat menjadi 1104 kasus dengan AKB 7,7 per 1.000 KH. Hal ini karena ada
peningkatan jumlah kelahiran.
Grafik 2.2
Konversi Angka Kematian Bayi Per 1000 Kelahiran Hidup
Di Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2014-2017

Sumber: Profil Kesehatan Prov. SULBAR Tahun 2017

Grafik 2.2 menunjukan bahwa terjadi penurunan Angka Kematian Bayi pada tahun 2014-
2016 dan pada tahun 2017 terjadi peningkatan sebesar 2,7 per 1.000 KH dari tahun 2016.
2.4.2.2. Angka Kematian Anak Balita (AKABA)
AKABA menggambarkan tingkat peluang untuk meninggal pada fase antara kelahiran
dan sebelum usia lima tahun serta permasalahan kesehatan anak dan faktor-faktor lingkungan
yang berpengaruh terhadap kesehatan balita seperti gizi, sanitasi, penyakit menular, dan
kecelakaan.
Indikator ini juga menggambarkan tingkat kesejahteraan sosial, dalam arti besaran dan
tingkat kemiskinan penduduk, sehingga kerap kali dipakai untuk mengidentifikasi tingkat
kesulitan ekonomi penduduk.
Untuk Provinsi Sulawesi Barat, Angka Kematian Anak Balita (AKABA) dari tahun
2014-2017 mengalami fluktuasi yang cukup bervariasi. Pada tahun 2014 berjumlah 1408 kasus
(15 per 1.000KH) pada tahun 2015 menurun menjadi 408 kasus (3 per 1.000 KH), kemudian
tahun 2016 meningkat menjadi 893 kasus (7 per 1.000 KH) dan pada tahun 2017 meningkat
menjadi 1.174 kasus (9 per 1000 KH). Berikut ini disajikan gambaran Konversi AKABA per
1.000 KH tahun 2014-2017, sedangkan rincian per Kabupaten/Kota data dapat dilihat pada
Lampiran Tabel 2.11 dan Grafik 2.3 sebagai berikut :
Grafik 2.3
Konversi angka kematian balita per 1.000 kelahiran hidup Provinsi
Sulawesi Barat Tahun 2014-2017

Sumber: Profil Kesehatan Prov. SULBAR Tahun 2017


Grafik 2.3 menunjukan bahwa AKABA dari tahun 2014-2017 mengalami fluktuasi. Pada
tahun 2014 ke tahun 2015 terjadi penurunan, tetapi mengalami peningkatan pada tahun 2015-
2017.

2.4.2.3. Angka Kematian Ibu (AKI)


AKI Provinsi Sulawesi Barat pada periode 2004-2007 cenderung mengalami penurunan
yang cukup bermakna. Pada tahun 2004 AKI Sulawesi Barat sebesar 554 per 100.000 kelahiran
hidup (Surkesnas) dan menurun menjadi 306 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007
(SDKI, 2007). Namun berdasarkan hasil Sensus Penduduk (SP) tahun 2010, AKI meningkat
menjadi 536 per 100.000 kelahiran hidup. Bila dibandingkan dengan angka nasional 259 per
100.000 kelahiran hidup (SP,2010) maka AKI Sulawesi Barat sangat tinggi. Untuk mengatasi
masalah ini maka Provinsi Sulawesi Barat telah melakukan terobosan dengan Revolusi KIA
dimana semua ibu melahirkan di Fasiitas Kesehatan yang memadai. Capaian indikator antaranya
adalah menurunnya peran dukun dalam menolong persalinan atau meningkatkan peran tenaga
kesehatan terampil dalam menolong persalinan.
Kasus kematian Ibu dari tahun 2014-2017 mengalami fluktuatif dimana pada tahun 2014
jumlah kasus kematian ibu berjumlah 158 kasus menigkat pada tahun 2015 menjadi 178 kasus,
pada tahun 2016 menurun menjadi sebesar 177 kasus dan pada tahun 2017 menurun lagi menjadi
163 kasus. Berikut ini digambarkan Konversi AKI per 100.000 KH Prov. Sulawesi Barat tahun
2014-2017, sedangkan rincian data per Kabupaten/Kota dapat dilihat pada Lampiran Tabel 2.13
dan Grafik 2.4 berikut ini.
Tabel 2.13
Jumlah Kematian Ibu Menurut Kelompok Umur Kab / Kota Provinsi Sulawesi Barat
Tahun 2017
Grafik 2.4
Konversi angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup Di Provinsi
Sulawesi Barat Tahun 2014-2017

Grafik 2.4 menunjukan bahwa angka kematian ibu (AKI) pada tahun 2014-2017 terjadi
penurunan. Tahun 2014 AKI 169 per 100.000 KH menurun menjadi 163 per 100.000 KH pada
tahun 2015, mengalami penurunan lagi pada tahun 2016 menjadi 131 per 100.000 KH dan 120
per 100.000 KH. Drafik 2.5 menggambarkan kasus Kematian Bayi, Anak Balita dan ibu di
Provinsi Sulawesi Barat dari tahun 2014-2017.

Grafik 2.5
Kasus Kematian Bayi, Ibu dan Anak Balita Di Provinsi
Sulawesi Barat Tahun 2014-2017

2.4.2.4. Angka Kematian Kasar (AKK)


Angka kematian kasar adalah jumlah kematian yang terjadi pada suatu waktu dan tempat
tertentu per 1.000 penduduk pada pertengahan tahun. Estimasi Angka Kematian Kasar (AKK)
menurut BPS tahun 2010 menyebutkan bahwa AKK penduduk Sulawesi Barat sebesar 8,4 per
1.000 penduduk.
2.4.3. Angka Kesakitan (MORBIDITAS)

Derajat kesehatan penduduk dapat juga dilihat dari angka kesakitan (morbiditas) yang
menunjukkan ada tidaknya keluhan kesehatan yang menyebabkan terganggunya kegiatan sehari-
hari baik dalam melakukan pekerjaan, bersekolah, mengurus rumah tangga maupun aktifitas
lainnya. Keluhan yang dimaksud mengindikasikan adanya jenis penyakit tertentu yang dirasakan
penduduk. Semakin tinggi angka morbiditas, maka semakin banyak penduduk mengalami
gangguan kesehatan. Hasil Susenas penduduk tahun 2012 menunjukkan bahwa angka kesakitan
penduduk Sulawesi Barat sebesar 22,69%. Angka ini menurun sebanyak 1,58% bila dibanding
tahun 2011 yakni 24,27%. Rata-rata lama hari sakit penduduk yang terganggu kesehatan dan
aktifitasnya sehari-hari juga mengalami penurunan dari 5,51 hari tahun 2011 menjadi 5,19 hari
pada tahun 2012. Lamanya hari sakit penduduk di perdesaan dan perkotaan tidak berbeda secara
signifikan yakni sekitar 5 hari. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa status atau derajat
kesehatan penduduk pada tahun 2012 lebih baik dibanding dengan tahun sebelumnya.
Konsekuensi dari membaiknya status kesehatan penduduk antara lain penduduk menjadi lebih
produktif dalam bekerja, juga biaya kesehatan yang harus dikeluarkan berkurang. Data
morbiditas dapat dilihat berdasarkan kunjungan pasien ke Puskesmas dan Rumah Sakit.

Data angka kesakitan penduduk berasal dari masyarakat (community based data) yang diperoleh
melalui studi morbiditas dan hasil pengumpulan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota serta
dari sarana pelayanan kesehatan (facility based data) yang diperoleh melalui sistem pencatatan
dan pelaporan. Gambaran Pola 10 (sepuluh) penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di
Puskesmas dan Rumah Sakit tahun 2016 disajikan pada Tabel 2.14 berikut ini.
Tabel 2.14 Pola 10 Besar Penyakit Terbanyak Rawat Inap dan Rawat

No Nama Jumlah
Penyakit
1. ISPA 530,965
2. Gastritis 99,111
3. Acut 96,544
4. Myalgia 76,130
5. Hipertensi 64,236
6. Penyakit kulit alergi 51,971
7. Observasi Febris 30,549
8. Infeksi penyakit usus yang lain 26,572
9. Diare 24,491
10 Penyakit kulit infeksi Dispepsia 18,017

C. Derajat Kesehatan

LANJUTAN BAB II
BAB III ANALISIS PERMINTAAN
3.1 ANALISIS SWOT
SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi
kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman
(threats) dalam rencana Pembangunan RS di Prov Sulawesi Barat. Keempat faktor itulah
yang membentuk akronim SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan threats). Untuk
mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis yang berguna bagi kelangsungan
pengadaan sebuah rumah sakit, diperlukan analisa yang dapat memetakan posisi RS Lentera
Keluarga di Kota Majene dalam potensi dan peluangnya untuk berkembang di masa yang
akan datang.
Dalam hal ini dapat dilakukan analisis SWOT dengan menilai kekuatan dan kelemahan yang
ada secara internal untuk bisa menggapai peluang yang ada dengan mengatasi hambatan yang
ditemukan dalam perjalanan pengembangan rumah sakit ini. Berdasarkan analisis situasi
yang telah dibahas sebelumnya maka diperoleh hasil sebagai berikut:
Kondisi Internal :
A. Kekuatan (Strengths):
1. Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Kesehatan mendukung program
pemenuhan akses pelayanan kesehatan rujukan di daerah Kawasan Timur
Indonesia (KTI).
2. Pada saat ini belum ada Rumah Sakit Rujukan regional di Prov. Sulawesi
Barat
3. Program pemerintah dalam mengembangkan Kawasan Timur Indonesia
termasuk di bidang kesehatan
4. Adanya Program JKN/BPJS yang mendukung pembiayaan Rumah Sakit.
5. Mempunyai lokasi yang mudah dijangkau karena akses jalan ke lokasi yang
baik.
6. Merupakan Rumah Sakit yang akan dijadikan sebagai Rumah Sakit dengan
Klasifikasi Rumah Sakit Tipe A. Memiliki Pelayanan Unggulan yaitu Jantung,
Kanker, Haemodialisa (Cuci Darah), HIV/AIDS, Pelayanan unggulan ini
belum ada pada Rumah Sakit lainnya di Prov. Sulawesi Barat.

B. Kelemahan (Weaknesses):
Adalah kelemahan-kelemahan internal dan kondisi internal lainnya yang dimiliki jika
rumah sakit dan memungkinkan rumah sakit tersebut mengalami kegagalan dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kelemahan yang dimiliki adalah:
1. Sistem rujukan di Kawasan Timur Indonesia belum berjalan dengan baik
2. Kualifikasi dan kompetensi SDM yang sesuai dengan fasilitas pelayanan
kesehatan di Kawasan Timur Indonesia masih sangat terbatas.
3. Kondisi geografis yaitu Prov. Sulawesi Barat merupakan Prov yang luas
sehingga masyarakat membutuhkan layanan kesehatan yang lengkap
4. Sumberdaya lokal yang terbatas dalam membangun infrastruktur Rumah Sakit
yang sesuai standar.

Kondisi Eksternal :
C. Peluang (Opportunities):
Adalah faktor dan situasi eksternal yang secara nyata mendukung terwujudnya rumah
sakit vertical peluang yang dapat diraih adalah:
1. Potensi pertumbuhan pasar yang cukup tinggi seiring dengan pertumbuhan
penduduk
2. Telah ditetapkannya Rumah Sakit Rujukan Regional, Provinsi dan Nasional
sebagai upaya mewujudkan system rujukan berjenjang
3. Kebutuhan masyarakat akan ketersediaan tempat tidur RS yang tinggi, dan
pelayanan spesialis serta sub spesialistik
4. Permintaan masyarakat untuk sarana dan prasarana layanan yang berkualitas
dan canggih.
5. Mendukung akses pelayanan pada peserta JKN yang dalam rangka mencapai
target yang direncanakan sudah universal coverage pada tahun 2022

D. Ancaman (Treats):
Adalah faktor eksternal yang memungkinkan rumah sakit mengalami kegagalan
dalam usahanya mencapai tujuan yang ditetapkan. Ancaman yang mempengaruhi
adalah:
1. Adanya globalisasi yang mempunyai dampak negatif terhadap persaingan
yang kurang sehat dalam pelayanan kesehatan.
2. Tuntutan masyarakat yang semakin tinggi terhadap rumah sakit dimana
masyarakat semakin choosy (pemilih) dan kritis atas mutu layanan yang
diberikan.
3. Daya beli masyarakat menurun.
4. Berdirinya Rumah Sakit khusus di lokasi sekitar.
5. Provinsi Sulawesi Barat merupakan kawasan rentan akan bencana alam seperti
banji
6. Terbatasnya ketersediaan Sumber Daya Manusia Kesehatan
Adapun bentuk matriks faktor internal dan eksternal RS Lentera Keluarga tergambar dalam
tabel berikut:

Tabel 3.1 Matriks SWOT RS Lentera Keluarga

3.2 ANALISIS PERMINTAAN


Pada dasarnya untuk pembangunan RS Lentera Keluarga ini, analisis permintaan dan
Kebutuhan didasarkan pada 4 hal yaitu:
1. Analisis Situasi untuk menilai kebutuhan lokal dan regional (Provinsi Sulawesi Barat)
2. Kebijakan Nasional untuk membangun Indonesia dari pinggiran yang didukung oleh
Pemerintah Daerah Provins Sulawesi Barat.
3. Harapan masyarakat Provinsi Sulawesi Barat atas hadirnya sebuah rumah sakit
rujukan yang lengkap khusus untuk melayani masyarakat yang tersebar di area
kepulauan
4. Standar kebutuhan untuk mendukung terbangunnya sebuah Rumah Sakit Umum Pusat
dari kelas B yang selanjutnya dikembangkan menjadi RS kelas A.
Dengan menggunakan standar Kementerian Kesehatan untuk proyeksi penduduk,
maka pada tahun 2022 Provinsi Sulawesi Barat mengalami kekurangan dalam penyediaan
tempat tidur (lihat tabel 3.1), maka masih dibutuhkan lagi 1.492 tt RS yang baru.
Dengan analisis ini penambahan tempat tidur dalam bentuk pembangunan RS Lentera
Keluarga bertujuan semata untuk lebih melengkapi pelayanan di regional ini dan dalam
mengantisipasi perkembangan regional di masa yang akan datang sambil melengkapi
pelayanan kesehatan sebagai tanggung jawab Pemerintah dalam menjamin kesehatan
penduduknya.

Tabel 3. 2
Kebutuhan Tempat Tidur (tt) di RS Prov. Sulawesi Barat Berdasarkan Standar
Kemenkes
3.3. KEBUTUHAN LAYANAN
Berdasarkan analisis situasi sebelumnya maka terdapat permintaan dan kebutuhan
akan peningkatan dari layanan bagi masyarakat di Provinsi Sulawesi Barat maka dibutuhkan:
1. Lokasinya yang terletak di daerah dengan potensi gempa yang tinggi menuntut
pembangunan gedung dengan fondasi yang sesuai dengan kondisi tanah dan struktur
bangunan yang sesuai
2. Melengkapi IGD menjadi sebuah pusat penanganan kedaruratan yang lengkap. Untuk
menunjang pelayanan tersebut di atas maka perlu dilengkapi dengan pengadaan
instalasi penunjang medis seperti Laboratorium, Farmasi maupun Radiologi,
disamping pengembangan fisioterapi, gizi, dll (disertai dengan fasilitas-fasilitas untuk
mengoptimalkan layanan penunjang medik ini). Bila pemeriksaan penunjang tidak
mungkin diadakan secara tersendiri berdasarkan pertimbangan investasi peralatan
maupun sumber daya, maka seyogyanya lokasi pemeriksaan penunjang dapat dengan
mudah di akses dari IGD
3. Meningkatkan fasilitas rawat jalan, khususnya yang lebih terjangkau dan ‘menarik’
bagi pelanggan rumah sakit. Asumsi kelengkapan layanan rawat jalan tersebut
berdasarkan angka kesakitan dan prevalence rate nasional yang berkisar diantara 20%
menunjukkan masih tingginya permintaan masyarakat akan layanan rawat jalan. Bisa
dipersiapkan sekurangnya 20 – 30 klinik yang selanjutnya untuk pelayanan Rawat
jalan dan 4 kompleks layanan Excellence (CoE) untuk Kanker, Penyakit Jantung, HIV
Aids, dan Haemodilalisa (cuci darah).
Fasilitas Yang perlu dipersiapkan berdasarkan Analisis Permintaan adalah:
a. Klinik Penyakit Dalam
b. Klinik Penyakit Anak
c. Klinik Kebidanan dan Kandungan
d. Klinik Bedah
e. Klinik Ortopedi
f. Klinik Jantung dan Pembuluh Darah
g. Klinik Penyakit Paru
h. Klinik THT
i. Klinik Mata
j. Klinik Saraf
k. Klinik Kulit dan Kelamin/Kecantikan
l. Klinik Penyakit Tropis
m. Klinik endokrinologi
n. Klinik Geriartri
o. Klinik Gigi dan Mulut
p. Klinik KIA dan KB
q. Klinik TBC
r. Klinik Gizi
s. Klinik Psikiatri
t. Klinik Psikologi
u. Center of Excellence untuk Kanker, Jantung, HIV Aids, dan Haemodilalisa
(cuci darah) karena merupakan layanan unggulan.
4. Pengadaan fasilitas untuk Kamar Operasi, sekurangnya untuk 7 theater, termasuk
diantaranya theater untuk kondisi darurat atau emergensi yang lokasinya berdekatan
dengan UGD. Pengadaan Fasilitas Bedah Sentral ini terdiri dari:
a. 6 buah OK
b. 1 buah OK di IGD
5. Pelayanan spesialistis khususnya dalam bentuk pelayanan: Penyakit Dalam, Bedah,
Kulit & Kelamin, Mata dan THT dan pelayanan sub-spesialisasi lainnya seperti
Kanker, Jantung, HIV Aids, dan Haemodilalisa (cuci darah).
6. Untuk pelayanan eksekutif dapat dibangun CoE (Center of Excellence) dimana
dilakukan layanan klinik terpadu misalnya: Kanker, Jantung, HIV Aids, dan
Haemodilalisa (cuci darah)
7. Pengadaan unit khusus untuk Medical Check-up (MCU) mengingat pasar yang sangat
potensial di bidang layanan ini Misalnya: MCU bagi pekerja industri dan kantor
karena lokasi RS Lentera Keluarga yang dekat dengan Kawasan Industri Bolok.
8. Pengadaan fasilitas pemeriksaan penunjang yang canggih seperti CT-Scan atau MRI.
Disamping ketersediaan Nuclear medicine, layanan Hyperbaric dll, Hiperbarik
sebaiknya tersedia untuk multi chamber dan mono chamber (dengan sebuah portable
untuk pertolongan kedaruratan di luar RS). Sebagai ruangan penunjang bisa dibuatkan
ruang administrasi dan ruang tunggu yang cukup memadai.
9. Selain itu untuk layanan khusus diagnostik dapat dibuat Diagnostic Center yang
memberikan layanan untuk: Endoskopi, Mammografi, Biopsi, Colonoskopi,
Gastroskopi, Bronkhoskopi, disamping ketersediaan alat diagnostik seperti
Echocardiografi, EKG, EEG, Audiometri, dll
10. Lokasi apotik, laboratorium dan radiologi yang perlu di kedepankan agar dapat juga
diakses oleh pelanggan luar yang bukan pelanggan rumah sakit.
11. Pengadaan fasilitas untuk hemodialysis (sekurangnya untuk 6 – 10 buah tempat tidur)
guna menunjang pelayanan walaupun diketahui bahwa sejumlah RS di Majenejuga
sudah memberikan layanan sejenis.
12. Fasilitas layanan fisioterapi perlu dikembangkan mengingat tren akan peningkatan
pemanfaatannya.
13. Perlunya disediakan dan diadakannya fasilitas perawatan intensive untuk dewasa
(ICU), ICCU dan HCU dan Anak (NICU dan PICU) dengan fasilitas penunjangnya.
14. Menilik tren RS yang ada dewasa ini, maka sangat perlulah sebuah RS dilengkapi
dengan fasilitas publik umum seperti ATM, Kantin, Mini market, Taman Bermain
Anak, Hostel (bila memungkinkan untuk keluarga yang datang dari jauh) dan taman
yang asri.
15. Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit yang ‘real-time’ untuk
meningkatkan effisiensi kerja dan sumber daya manusia (Misalnya: penggunaan
sistem informasi yang terintegrasi dan /atau pneumatic tube)
16. Menilik tren pemanfaatan ruang kelas untuk kelas II dan III yang umumnya sangat
tinggi pada layanan RS Lentera Keluarga, maka komposisi distribusi tempat tidur
harus memperhitungkan hal tersebut.
17. Sesuai dengan data demografi maka distribusi ruang perempuan dan laki-laki untuk
kelas 1, 2 dan 3 dapat diatur seimbang. Sedangkan kelas VIP maupun VVIP tidak
dilakukan pemisahan ruang untuk laki-laki dan perempuan
18. Pada tahap awal dapat disediakan layanan untuk VVIP dan perlu dilakukan evaluasi
selanjutnya
19. Pada tahap selanjutnya perlu diperhitungkan akan dimanfaatkan sebagai lahan
pendidikan tenaga kesehatan sangat diperlukan dalam menunjang kebutuhan Sumber
Daya Manusia di RS ini maupun RS lainnya. 20.
20. Penyediaan perumahan dan rumah jabatan bagi karyawan RS Lentera Keluarga yang
menetap bersama keluarga atau yang didatangkan khusus dari luar. Bisa juga berupa
hostel khusus bagi yang mengikuti pelatihan-pelatihan dalam bidang kesehatan
maupun non-medis.
21. Penyediaan sarana bermain dan berolah raga.
22. Pengembangan area untuk Riset dan Training bagi mahasiswa Kedokteran maupun
lainnya dalam menunjang program pemerintah dalam pengembangan dan pengadaan
National Science and Technology Park (Program pemerintah mengadakan 100 NS &
TP di seluruh Indonesia.

3. 4 Rancangan Tempat Tidur


Rancangan tempat tidur (tt) yaitu 450 tt untuk perawatan dan merupakan akhir dari
Pembangunan RS Lentera Keluarga Majenedalam kelengkapan layanan tempat tidurnya.
Jumlah
Tempat tidur ini sudah termasuk tempat tidur untuk perawatan intensif yaitu: ICU (4 tt),
ICCU (2 tt), PICU (4 tt), NICU (4 tt) dan HCU (10 tt) dengan total 24 tt atau 5,3 % dari
jumlah total tempat tidur RS Lentera Keluarga (450 tt), Tentunya pengembangan lain
berdasarkan kebutuhan yang muncul pada saat pelayanan perlu diantisipasi dan dilengkapi.

3. 5 Rancangan Layanan Rumah Sakit


Dengan memperhatikan Kekuatan, kelemahan dan peluang disamping ancaman yang
ada dalam lingkup layanan perumahsakitan pada bab 2, maka dapatlah dikembangkan strategi
yang dikemukakan oleh Michael Porter yaitu Competitive Advantage dengan dasar:
1. Cost Leadership
2. Differentiation
3. Fokus
Secara keseluruhan layanan rumah sakit akan diarahkan dan bertujuan:
1. Agar dapat memberikan layanan klinis secara effektif (Clinical Effectiveness) yang
memberikan layanan sesuai dengan standard pengetahuan yang ada. Hal ini
menyangkut ketepatan dan kecepatan layanan dan proses pelayanan yang sesuai
2. Effisiensi, dengan memanfaatkan fasilitas yang ada secara optimum untuk
memberikan hasil yang maksimum
3. Staff Orientation: Penggunaan staff yang berkualitas sesuai dengan fungsinya, bekerja
dalam lingkungan yang mendukung profesinya dan mendapat kesempatan untuk
mendapat pelatihan dan pendidikan yang berkesinambungan.
4. Mampu memberikan layanan yang dibutuhkan oleh masyarakat (Responsive
Governance), memberikan layanan yang sama tanpa membedakan suku, agama,
budaya, fisik ataupun status ekonomi
5. Patient Safety, dengan membuat dan menerapkan proses di rumah sakit untuk
mencegah terjadinya kecelakaan atau menurunkan resiko terjadinya kecelakaan.

6. Fokus pada Pasien (Patient Centeredness) dengan meletakkan pasien pada pusat
pemberian layanan, dan selanjutnyan melakukan evaluasi secara berkala untuk
menilai kepentingan pasien, keluarga maupun pemberi pelayanan kesehatan.
a. Ke-6 dimensi diatas merujuk pada PATH (Performance Assessment Tool for
Quality Improvement in Hospital (PATH) Eropa.

3. 6 Rancangan Pemasaran
Strategi pemasaran adalah untuk menyampaikan kepada masyarakat umumnya dan
sekitarnya bahwa Pengembangan RS Lentera Keluarga adalah dengan meningkatkan
effisiensi dan effektivitas pelayanan dengan tarif yang terjangkau oleh masyarakat umum dan
pelanggan khususnya
1. Strategi PROMOSI adalah dengan:
a. Mengembangkan departemen marketting yang operasional
b. Membuat brosur tentang kelengkapan pelayanan
c. Mengadakan kerjasama dengan dokter-dokter khususnya yang praktek swasta
d. Perorangan untuk merujuk pasien yang perlu rawat inap & kalau perlu membuat
kesepakatan bersama
e. Mengadakan dan meningkatkan kerjasama dengan para bidan praktek yang ada di
sekitar wilayah cakupan, dengan lebih mengintensifkan pertemuan atau seminar
dengan penyedia pelayanan kesehatan
f. Melakukan evaluasi terus menerus untuk tingkat kepuasan karyawan maupun
pelanggan eksternal – Mempromosikan layanan unggulan seperti layanan
hemodialisa, klinik mata, klinik kecantikan, dll.
2. Penetapan TARIF:
Penetapan tarif pada klinik umum, klinik spesialis, penunjang medik dan tarif kelas
pada rawat inap, pada tahap awal lebih bersifat ‘followers’. Tapi dengan berjalannya
waktu yang ditunjang oleh sistem informasi dan sistem akuntansi yang baik dengan
mendengarkan pendapat masyarakat maupun pelaksana, maka selanjutnya dapat
ditentukan tarif pelayanan yang sesuai dengan cocok dan spesifik untuk RS Lentera
Keluarga melakukan analisis berdasarkan unit cost.
3. Penetapan Produk dan Pelayanan
Perlunya dikembangkan budaya kepentingan pelanggan dengan menggunakan
indikator-indikator mutu untuk kepuasan pelanggan misalnya 5 dimensi mutu
SERVQUAL:
a. tangibles, reliability
b. responsiveness
c. assurance dan
d. empathy
Untuk kepentingan organisasi menggunakan indikator dan strategi Balanced
Scorecard dengan ke-empat perspektif yaitu:
a. Pembelajaran dan Pertumbuhan
b. Proses Usaha
c. Pelanggan
d. Keuangan
4. Positioning:
Sebagai RS yang paling lengkap dengan segala fasilitas dan SDM yang mumpuni.
Sehingga seluruh kebutiuhan layanan kesehatan regional dapat dipenuhi oleh RS ini.
5. Organisasi dan tata kerja:
Perlu dialokasikan beberapa tenaga khusus yang bertugas menangani bagian
pemasaran ini.
3.7 Indikator kepuasan Pelanggan
Pelanggan rumah sakit terdiri dari pelanggan interna yaitu: seluruh karyawan
termasuk tenaga medis dan paramedisnya. Sedangkan pelanggan eksterna adalah penderita,
keluarga, masyarakat, asuransi dan penjamin dana pihak ke-3 lainnya, termasuk kelompok
masyarakat yang ada.

Dengan demikian diharapkan bahwa dalam perjalanan RS Lentera Keluarga akan


menunjukkan ciri profesionalisme yang mementingkan dan mengutamakan mutu dan fokus
pada pelanggan.

3.8 Pengembangan Sistem informasi Rumah Sakit yang Real Time


Dalam perjalanan operasional RS sangat dibutuhkan sistem informasi yang dapat
mempercepat jalan operasional didukung dengan teknologi yang modern. Terutama perlu
mengembangkan sistem Keuangan dan Akuntansi yang berbasiskan komputer, sehingga bisa
di dapatkan data yang akurat dan real-time. Dalam hal ini, dibutuhkan lokasi dan
kenyamanan ruang gerak di bagian Rekam Medik yang selanjutnya akan menjadi salah satu
pusat pemantauan dan evaluasi kinerja layanann

3.9 Green Hospital


(Pembangunan rumah sakit yang berwawasan lingkungan). Upaya kearah rumah sakit yang
berwawasan lingkungan melalui sejumlah program dan kegiatan seperti:
1. Pengadaan taman yang asri (diluar gedung ataupun diatap gedung (healing garden)
yang akan sangat membantu dalam proses penyembuhan penderita
2. Perencanaan pemanfaatan lahan dengan tepat dan effisien
3. Effisiensi dalam pemanfaatan energi pada saat pembangungan dan operasional rumah
sakit
4. Pengelolaan air yang benar dan sesuai
5. Pengelolaan sampah yang benar dan sesuai (pembuatan kompos)
6. Pembangunan gedung yang berkesinambungan
7. Perlindungan terhadap kerusakan lingkungan yang diakibatkan karena
prosespembangunan dan keberadaan gedung (misalnya dengan pembuatan biosphore).

BAB IV
ANALISIS KEBUTUHAN PEMBANGUNAN
Rencana Pembangunan merupakan penjabaran program fungsi dan program ruang
serta rencana operasional pembangunan Rumah Sakit Kota Majene.

4.1. KEBUTUHAN FASILITAS


4.1.1. Rawat Inap
Berdasarkan analisis akan kebutuhan tempat tidur penduduk sekitar maka dapat
dilakukan penambahan tempat tidur pada tahap awal dengan distribusi tempat tidur sebagai
berikut:

Tabel 4.1
Rancangan Distribusi Ruang Perawatan
O/G ANAK BEDAH INTERN PERINA ISOLAS JUMLAH
A I
VVIP 2 2 1 5 10
VIP 5 2 2 9 18
KELAS I 18 16 14 30 78
KELAS II 33 24 18 51 10 136
KELAS 30 24 20 60 134
III
NON 50 50
KELAS

4.1.2. Rawat Jalan dan IGD


Fasilitas Yang perlu dipersiapkan berdasarkan Analisis Permintaan adalah:
1. IGD dengan ruang penunjangnya
2. Klinik Penyakit Dalam
3. Klinik Penyakit Anak
4. Klinik Kebidanan dan Kandungan
5. Klinik Bedah
6. Klinik Ortopedi
7. Klinik Jantung dan Pembuluh Darah
8. Klinik Penyakit Paru
9. Klinik THT
10. Klinik Mata
11. Klinik Saraf
12. Klinik Kulit dan Kelamin/Kecantikan
13. Klinik Penyakit TropisInfeki
14. Klinik endokrinologi
15. Klinik Geriatri
16. Klinik Gigi dan Mulut
17. Klinik KIA dan KB
18. Klinik Gizi
19. Klinik Psikiatri
20. Klinik Psikologi
21. Center of Excellence untuk Kanker, Jantung, HIV Aids, dan Haemodilalisa (cuci
darah) karena merupakan layanan unggulan.
Sebaiknya dipersiapkan 10 ruang poliklinik sebagai cadangan untuk pelayanan paralel
di masa yang akan datang.
4.1.3. Ruang Tindakan
Fasilitas yang dibutuhkan adalah:
1. Kamar Operasi (8 buah Kamar Operasi)
2. Kamar Bersalin (10 tt)
3. Perawatan Intensive (ICU, ICCU, NICU, PICU dan HCU), total 18 -24 tt
4. Hemodialisa (8 – 16 tt)
5. Penanganan Hyperbaric (1 buah)
4.1.4. Fasilitas Penunjang Medik
Yang perlu dibutuhkan adalah:
1.Instalasi laboratorium patologi klinik, laboratorium Patologi Anatomi dan Mikrobiologi.
2. Instalasi Radiologi ( standar + USG, MRI dan CT-Scan): Diagnostik.
3. Instalasi Radioterapi
4. Instalasi Farmasi (bila perlu dengan dilengkapi outlet pada tiap lantai perawatan)
5. Instalasi Rehabilitasi Medik
4.1.5. Penunjang Rumah Sakit
Yang dibutuhkan adalah:
1. Area perkantoran (Pusatmanajemen RS)
2. Area Komite Medik, Komite Keperawatan, Komite Etik & Hukum, Komite Mutu &
Akreditasi, SPI, SMF-SMF
3. Instalasi Rekam Medik
4. Instalasi Gizi / Dapur
5. Instalasi Laundry / Binatu
6. IPSRS
7. Tempat peribadatan (Musholla dengan dan atau Kapel)
8. Instalasi Forensik & Kamar Jenasah
9. Genset
10. IPAL (ISLRS)
11. Sekuriti (IPPRS)
12. Area untuk Pendidikan&Pelatihan (Perpustakaan, Skylab, ruang pertemuan
murid/mahasiswa dan bimbingan)
13. Garasi Ambulance
4.1.6. Lahan Parkir
Kebutuhan akan lahan parkir bagi RS Lentera Keluarga meliputi kebutuhan akan
mobil dan motor dari keluarga penderita rawat inap, pengunjung rawat jalan,
karyawan dan petugas yang berhubungan dengan kegiatan rumah sakit dan tamu.
Kebutuhan luas lahan untuk parkir mobil adalah 37,5 – 50 m2 /mobil sudah termasuk
sirkulasinya.
4.1.7. Kebutuhan Peralatan Medis dan Non Medis
Peralatan yang mencakup peralatan medis maupun non-medis sangat dibutuhkan
dalam kelengkapan operasionalisasi rumah sakit. Sehingga lokasi maupun ruangan
harus selalu disesuaikan dengan pemanfaatan peralatan tersebut. Peralatan yang
dibutuhkan bagi rumah sakit di kategorikan dalam:
1. Peralatan layanan bangunan
2. Peralatan lokasi tetap (fixed equipment)
3. peralatan bergerak (movable equipment)
4.Peralatan bangunan mencakup: AC, Ventilasi, Humidifikasi, Filtrasi, Distribusi
dan sumber tenaga listrik, Generator, dll
5. Peralatan medis maupun non-medis lokasi tetap (fixed equipment) termasuk
diantaranya: Fixed Medical Equipments (seperti: sterilisator, sistem
komunikasi, peralatan radiologi, laboratorium, dll) dan Fixed non-medical
equipment (termasuk: refrigerator, kitchen set, laundry set, komputer, dll)
6. Peralatan bergerak termasuk diantaranya: Peralalatan diagnostik, peralatan
kantor, furniture, peralatan monitoring, X-ray protable, EKG, USG, meja
operasi,meja pemeriksaan penderita, dll Kebutuhan kelengkapan peralatan
selanjutnya di butuhkan oleh Instalasi-Instalasi maupun unit secara lebih
spesifik misalnya: set Operasi mayor/minor, set persalinan, operasi kebidanan,
Emergency kit, rawat jalan, ruangan rawat inap, dll.
Dengan asumsi bahwa peralatan yang ada masih layak di gunakan, sehingga
yang diperlukan adalah penambahan fasilitas untuk melengkapi pengembangan
rumah sakit sesuai pentahapan yang telah disepakati.Kebutuhan tersebut di kelompokkan
sesuai bidang dan fungsi masing-masing yang terdiri atas:
1. IGD dengan ruang penunjangnya
2. Klinik Penyakit Dalam
3. Klinik Penyakit Anak
4. Klinik Kebidanan dan Kandungan
5. Klinik Bedah
6. Klinik Ortopedi
7. Klinik Jantung dan Pembuluh Darah
8. Klinik Penyakit Paru
9. Klinik THT
10. Klinik Mata
11. Klinik Saraf
12. Klinik Kulit dan Kelamin/Kecantikan
13. Klinik Penyakit Tropis
14. Klinik endokrinologi
15. Klinik Gigi dan Mulut
16. Klinik KIA dan KB
17. Klinik Gizi
18. Klinik Psikiatri
19. Klinik Psikologi
20. Center of Excellence untuk Kanker, Jantung, HIV Aids, dan Haemodilalisa (cuci
darah) karena merupakan layanan unggulan.
21. Klinik Geriatri
22. Ruang Perawatan (Rawat Inap)
23. Farmasi
24. Laboratorium
25. Radiologi
26. Kamar Bersalin
27. Kamar Operasi
28. Hemodialisa
29. Hyperbarik
30. Intensive Care Unit (ICU)
31. NICU
32. PICU
33. HCU
34. Dapur/Gizi
35. Linen
36. Ambulans
37. Ruang Jenasah
4.2. ORGANISASI DAN SUMBER DAYA MANUSIA
Organisasi adalah sistem saling pengaruh antar orang dalam kelompok yang
bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Sehingga pada dasarnya organisasi
merupakan unit sosial atau pengelompokan manusia yang sengaja dibentuk dengan
penuh pertimbangan dalam rangka mencapai tujuan yang dikehendaki pada masa yang
akan datang. Tujuan ini selanjutnya dapat digunakan sebagai acuan oleh anggota
organisasi maupun lingkungan di luar organisasi untuk menilai kinerja organisasi.
4.3. Susunan Organisasi
Organisasi disusun tidak hanya untuk mengatur orang-orangnya, tetapi juga
membentuk dan memodifikasi struktur dimana didalamnya tersusun tugas orang-orang
tersebut. Disini berarti harus ada pembagian peranan untuk mencapai suatu tujuan
tertentu secara bersama-sama.
Struktur merupakan sub sistem penting dalam sistem organisasi. Struktur
ini disusun untuk membantu pencapaian tujuan organisasi dengan lebih efektif. Pada
dasarnya struktur organisasi merupakan suatu kerangka yang menunjukkan seluruh
kegiatan untuk pencapaian tujuan organisasi, hubungan antar fungsi-fungsi serta
wewenang dan tanggung jawabnya.
Struktur organisasi RS Lentera Keluarga Kota Majene, dengan kapasitas akan
mencapai 450 tempat tidur pada dasarnya mengacu pada Pedoman Organisasi Rumah
Sakit Khusus tipe A sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1045/MENKES/PER/XI/2006.
Pada tahap awal RS Lentera Keluarga ini direncanakan beroperasional
sebagai RS tipe B yang pada perkembangan selanjutnya seiring dengan permintaan dan
penambahan fasilitas layanan tempat tidur akan ditingkatkan menjadi RS tipe A yang
dapat digunakan untuk fasilitas belajar mengajar (pendidikan) setelah melalui proses
perijinan yang diperlukan RS Lentera Keluarga ini dipimpin oleh seorang Kepala
Rumah Sakit yang disebut sebagai Direktur Utama yang akan membawahi sebanyaknya
3 - 4 Direktorat yaitu:

● Direktorat Medis dan Keperawatan


● Direktorat Keuangan.
● Direktorat Sumber Daya Manusia dan Pendidikan
● Direktorat Umum dan Operasional

⮚ Setiap Direktorat akan membawahi setidaknya 2 - 3 Bidang Direktur Medis dan


keperawatan akan membawahi 3 Bidang yaitu:

● Bidang Medis,
● Bidang Keperawatan.
⮚ Sedangkan Direktur SDM dan Pendidikan akan membawahi

● Bagian SDM
● Bagian Pendidikan dan Penelitian

⮚ Direktur Keuangan akan membawahi

● Bagian Penyusunan dan Evaluasi Anggaran


● Bagian perbendaharaan dan mobilisasi dana
● Bagian Akuntansi dan Verifikasi

⮚ Direktur Umum dan Operasional akan membawahi:

● Bagian Umum
● Bagian Perencanaan dan Evaluasi

Dalam prakteknya maka perlu juga dibentuk Dewan Pengawas yang berfungsi
memberi dukungan dan bantuan kepada direktur umum mengawasi kelancaran
operasional RS.
Selain itu Direktur Umum akan di bantu juga oleh sejumlah Komite seperti:
Komite Medik, Komite Etik dan Hukum, Komite Keperawatan, Satuan
pengawas Internal, dll sesuai yang dibutuhkan.
4.4. Kebutuhan Sumber Daya Manusia
Standard Ketenagaan berdasarkan PerMenKes 262/1979 bahwa ketentuan
jumlah ketenagaan minimum bagi setiap kategori tenaga pada tiap-tiap Jenis Rumah
Sakit yang diperlukan, dapat digunakan angka perbandingan antara jumlah tempat tidur
yang ada dengan jumlah ketenagaan yang diperlukan.
Dilakukan penghitungan dengan berbagai pendekatan untuk memenuhi
kebutuhan SDM sesuai Permenkes 56 tahun 2014 sebagai berikut:

A. Pelayanan Medik Dasar


1. Dokter Umum : 18
2. Dokter Gigi :4
B. Pelayanan Medik Spesialis Dasar
1. Penyakit Dalam :6
2. Kesehatan Anak :6
3. Bedah :6
4. Obstetri & Ginekologi :6
C. Pelayanan Medik Spesialis Penunjang
1. Anestesiologi :3
2. Radiologi :3
3. Patologi Klinik :3
4. Patologi anatomi :3
5. Rehabilitasi Klinik :3
D. Pelayanan Medik Spesialis Lain
1. Mata :3
2. THT :3
3. Syaraf :3
4. Jantung dan Pembuluh Darah :3
5. Kulit dan Kelamin :3
6. Kedokteran Jiwa :3
7. Paru :3
8.Orthopedi :3
9. Urologi :3
10. Bedah Syaraf :3
11. Bedah Plastik :3
12. Kedoktean Forensik :3

E. Pelayanan Medik Sub Speasialis


1. Bedah :2
2. Penyakit Dalam :2
3. Kesehatan Anak :2
4. Obstetri & Ginekologi :2
5. Mata :2
6. THT :2
7. Syaraf :2
8. Jantung & Pembuluh darah :2
9. Kulit & Kelamin :2
10. Jiwa :2
11. Paru :2
12. Orthopedi :2
13. Urologi :2
14. Gigi dan Mulut :2
F. Pelayanan Medik Speasialis Gigi dan Mulut
1. Bedah Mulut :1
2. Konservasi & Endodonsi :1
3. Periodonti :1
4. Prosthodonti :1
5. Pedodonsi :1
6. Penyakit Mulut :1
G. Pelayanan Kefarmasian
1. Kepala Instalasi Farmasi RS :1
2. Apoteker Bertugas DI Rawat Jalan :5
3. Apoteker Bertugas DI Rawat Inap :5
4. Apoteker di Instalasi Gawat Darurat : 15
5. Apoteker di Ruang ICU :1
6. Apoteker sebagai penerimaan dan distribusi farmasi : 1
7. Apoteker sebagai kordinator produksi farmasi : 1

H. Tenaga Kesehatan dan Petugas Lainnya


1. Keperawatan (Perawat dan Bidan) : 450
2. Gizi
3. Keterapian Fisik
4. Radiografer
5. Fisikawan Medik
6. Petugas Proteksi Radiasi Medik
7. Tenaga Elektromedik
8. Keteknisan Medis
9. Rekam Medik
10. Petugas IPSRS
11. Petugas Pengelola Limbah
12. Petugas Kamar Jenazah

4.5. Sistem Penggajian


Pola penggajian maupun sistem remunerasi standard akan mengikuti peraturan
penggajian pemerintah
4.6. Hospital Bylaws
Perlu dikembangkan dengan merujuk pada Good Corporate
Governance,Corporate bylaws dan Medical Staff bylaws.
4.7. Akreditasi
Perlu dipersiapkan sejak awal dengan meningkatkan mutu pelayanan medis yang
berkesimnambungan, melengkapi dokumen-dokumen dan pengembangan Prosedur
Tetap Administratif maupun Medis yang didasarkan pada alur kerja dan
profesionalisme.
4.8. Aspek Kebijakan
Beberapa aspek kebijakan pemerintah yang mendasari pengembangan RS
Lentera Keluarga menjadi RS ini adalah sesuai dengan arah kebijakan pembangunan
dibidang kesehatan pemerintah yaitu:
∙ Pembangunan kesehatan diarahkan untuk mempertinggi Derajat kesehatan
termasuk keadaan gizi masyarakat, serta diprioritaskan pada pencegahan di
samping penyembuhan dan pemulihan kesehatan.
∙ Pembangunan kesehatan terutama ditujukan kepada golongan masyarakat yang
berpenghasilan rendah serta daerah terpencil,masyarakat terasing dan daerah
pemukiman baru termasuk daerah transmigrasi.
∙ Upaya perbaikan pelayanan kesehatan masyarakat ditingkatkan antara lain
melalui pemberantasan penyakit menular, perbaikan gizi, penyediaan air bersih,
kesehatan lingkungan serta pelayanan kesehatan ibu dan anak.
∙ Meningkatkan pelayanan-pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, lembaga–
lembaga pemeliharaan kesehatan dan puskesmas-puskesmas serta
lembaga kesehatan lainnya.
∙ Pelayanan kesehatan oleh pemerintah dan swasta harus selalu
memperhatikan aspek-aspek kemanusiaan dalam pelaksanaannya.
∙ Diteruskan penggalian, penelitian, pengkajian dan pengembangan obat-
obatan serta cara pengobatan tradisional.
Tujuan umum dari pembangunan kesehatan itu sendiri adalah tercapainya
kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan
derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sehingga bangsa Indonesia menjadi
bangsa yang sehat, cerdas dan produktif.
4.9. Aspek Legal
Landasan hukum pendirian RS Lentera Keluarga adalah regulasi pemerintah
yang berkaitan dengan bidang kesehatan dan pedoman penyelenggaraan Rumah sakit,
yaitu:
1. Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
4. Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2015 tentang RPJMN 2015 – 2019
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 56 tahun 2014 Tentang
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republlik Indonesia No. 24 Tahun 2016 tentang
Persyaratan Teknis Bangunan Dan Prasarana Rumah Sakit.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin
Praktek dan pelaksanaan Praktek kedokteran
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2306/MENKES/PER/XI/2011 tentang
Persyaratan Teknis Prasarana Instalasi Elektrikal Rumah Sakit
9. Peraturan Menteri Kesehatan 64 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan
10. Peraturan Menteri Kesehatan No 24 tahun 2016 tentang Peraturan teknis
bangunan dan prasarana rumah sakit.
11. Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas A. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Sekretariat Jenderal. Pusat Sarana, Prasarana
dan Peralatan Kesehatan, 2007
12. Pedoman Penyusunan Feasibility Study Rumah Sakit, Kementerian
Kesehatan, 2012.
13. Pedoman Penyusunan Rencana Induk (Master Plan) Rumah Sakit , 2012.
14. Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit Sistem Instalasi Gas Medik dan
Vakum Medik Tahun 2012
15. Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit Sistem Instalasi Tata Udara Tahun
2012
16. Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit Sarana Keselamatan Jiwa Tahun
2012
17. Pedomann Teknis Bangunan Rumah Sakit Yang Aman Dalam Situasi Darurat
dan Bencana, 2012.
18. Pedoman Teknis SIstem Prasarana Rumah Sakit Sistem Proteksi Kebakaran
Aktif, 2012
19. Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Instalasi Sterilisasi Central (CSSD),
2012
20. Pedoman Teknis Instalasi Penyediaan Air Bersih Untuk Rumah Sakit, 2012
21. Pedoman Teknis Instalasi Pengolahan Air Limbah, Pada Fasilitas Pelayanan
Kesehatan, 2012
22. Pedoman Teknis Rumah Sakit Kelas B, 2012.
23. Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Operasi, 2012.
24. Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Perawatan Intensif, 2012.
25. Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Gawat Darurat, 2012.
26. Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Rawat Inap, 2012.
27. Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Rehabilitasi Medik, 2012.
28. Pedoman Teknis Ambulans, 2012’
4.10. Kebutuhan Ruang
Dengan rencana pembangunan kapasitas tempat tidur ± 450 tt maka direncanakan
akan di bangun pada lahan seluas 2.3 Ha, dan luas bangunan sebesar 450.000 m2. Luas
bangunan ini memenuhi syarat karena sekurangnya luas bangunan yang di sarankan
oleh Kementerian kesehatan untuk 450 X (80 s/d 110 m2) adalah sekurangnya 36.000
m2 – 49.500 m2. Luas bangunan yang direncanakan untuk RS Tipe A diusulkan dengan
luasan 100 m2 / tt.
Dengan perhitungan maksimum akan dibangun 450 tt maka luas per tempat
tidur adalah 100 m2/tt. Yang tentunya sesuai dengan standar luas bangunan
berdasarkan ketentuan Kementerian Kesehatan RI untuk RS tipe A adalah 100 m2/tt
4.11. Sistem Utilitas
4.11.1. Sistem Utilitas Listrik:
Pada waktunya akan dikembangkan saluran listrik yang menjangkau area
disekitar lokasi pembangunan RS Lentera Keluarga dengan kapasitas maksimum.
Sehingga kebutuhan RS Lentera Keluarga Q1 pedoman Instalasi Listrik pada
fasilitas Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Kelas A, memerlukan kapasitas daya
listrik + 2,75 KVA per Tempat Tidur (TT). Sehingga untuk kebutuhan dasar
dibutuhkan ±1.237 KVA
Kebutuhan tersebut dapat terpenuhi dengan pengadaan gardu listrik tersendiri
yang terhubungkan dengan saluran listrik kota Majene.
4.11.2. Sistem Utilitas Air Bersih
1) Kebutuhan Air Bersih per hari
(Standar RS Umum 500 l/tt ◊ 225.000 liter / hari Kebutuhan Air untuk
Pemadam Kebakaran
Standar yang digunakan adalah 1 standpipe maks melayani luas 800-1000 m2
tiap lantai, jadi untuk RS Lentera Keluarga diperlukan 1 standpipe dengan flow
rate 500 GPM dan harus tersedia air selama minimal 45 menit. Maka;
= 500 Gpm x 45 menit
= 22.500 Galon /1000 m2. Sehingga untuk luas 46.000 m2 dibutuhkan
= 3.910 m3
2) Kebutuhan/ kapasitas ground reservoir
Ground reservoir digunakan untuk menampung kebutuhan air penghuni RS
Lentera Keluarga.
Kupang dengan asumsi persediaan air selama 2 hari, adalah :
- Persediaan air bersih = 2 hari x 225 m3 = 450 m3
- Rawwater = 50% x 145 m3 = 71.8 m3
- Persediaan untuk Pemadam Kebakaran = 85 m3
- Safety factor ( 10 % x 290 m3) = 29 m3
Sumber air bersih dai Air PDAM dan Deep well sebagai
cadangan,kemudian ditampung di GWT (Ground Water Tank), GWT ini
melayani kebutuhan air bersih untuk domestic.
4.11.3. Sistem Utilitas Jaringan Komunikasi
Bisa terpenuhi dengan akan terdistribusinya jaringan komunikasi yang saat ini
belum ada, dengan penambahan sejumlah Sentral Telpon Otomat. Kebutuhan
komunikasi lebih terpenuhi dengan tersedianya berbagai provider jaringan
komunikasi GSM (Telkomsel, XL, Indosat, dll) yang semuanya beroperasi di Kota
Kupang, Disamping akan dikembangkannya Sistem tata suara, Nurse call, PABX
dan sound system untuk evakuasi dan pengumuman-pengumuman.
4.11.4. Sistem Pengolahan Limbah
Sistem pengolahan air limbah bertujuan mengolah semua cairan yang dibuang
dari bangunan seperti Toilet, Laundry, Kitchen, R. Operasi dan buangan Laundry
dialirkan ke STP, sedangkan buangan kitchen dialirkan ke Grease Trap selanjutnya
dialirkan ke STP. Agar memenuhi standar air buangan yang ramah terhadap
lingkungan dan sebagian air tersebut, juga dilanjutkan dengan daur ulang untuk
dipakai kembali, sebagai air penambah cooling tower dan siram taman.
4.11.5. Rencana sistem pengelolaan persampahan
Terhadap sampah organic maupun sampah anorganik secara off – site, yaitu
pewadahan sampah, pengumpulan sampah, pemindahan sampah dan
pengangkutan sampah untuk kemudian dibuang di Tempat TPA Sampah;
Pengembangan pengelolaan persampahan dengan menggunakan sistem 3 R
(Reduce, Reuse, Recycle); Sampah yang berasal dari Rumah Sakit harus diolah
terlebih dahulu dengan incinerator sebelum dibuang ke TPA Sampah;
BAB V

ANALISIS KEUANGAN

A. BIAYA
Total biaya pembangunan Rs Lentera Keluarga yaitu seperti uraian dibawah ini:

JUMLAH BIAYA KESELURUHAN

Tahap Pra-Op: Rp. 5.500.000.000

Pembangunan Fisik Rp. 286.965.000.000

Pengadaan Alat Medik Rp. 240. 360.086.000

Pengadaan Meubeler Rp. 40. 500.000.000

Jumlah Rp. 573.325.086.000

PPN 10 % Rp. 57.332.506.600

Total biaya Rp. 630.657.594.600

Pembangunan ini akan dilakukan dalam 3 tahun berturut-turut (multi years) dimana:

Tahun 2019 :Pembangunan tahap I

Tahun 2020 : Operasional Rs Lentera Keluarga tahap I dan pembangunan tahap II

Tahun 2021 : Operasional Rs Lentera Keluarga hasil tahap I dan tahap II dan
Pembangunan tahap III

Tahun 2022 :Rs Lentera Keluarga operasional penuh

Kunjungan Instalasi Rawat Jalan di buka melalui pelayanan rata-rata: Spesialis: 6 – 8


jam dalam sehari, ada awal kegiatan layanan klinik spesialis masih sama seperti
sebelumnya. Layanan diberikan setiap hari selama 6 hari kerja. Umum, KIA dan gigi: 8
jam/hari IGD 24 jam / hari setiap hari Kunjungan pasien bervariasi pada kisaran 10 - 40%
dengan rata-rata: 27,4 % kunjungan dari kapasitas optimalnya.
Distribusi tempat tidur Rawat Inap terdiri dari:

Tahap I (2018) : 200 tt

Tahap II (2019) : 324 tt

Tahap III (2020) : 450 tt

Admission pasien : Tahun I : 33,8 %, 35,8 %, 37,8 %, 39,8 %, dst sebagaimana pada

grafik di bawah ini:

Proyeksi peningkatan BOR(%) Rs Lentera Keluarga 2019-2028

1. Pada operasionalisasi rumah sakit perlu dilakukan penyesuaian tariff untuk diajukan
pada Pemerintah Daerah (untuk diberlakukan tahun 2019). Diusulkan tariff sbb :
 Klinik Rawat Jalan spesialis menjadi rata-rata Rp. 70.000.
 Tarif rawat inap:
Kelas III : Rp. 100.000
Kelas II : Rp. 300.000
Kelas I : Rp. 450.000
Kelas Isolasi : Rp. 400.000
ICU/PICU/NICU : Rp. 400.000
Rawat Bayi : Rp. 90.000
Perinatologi : Rp. 90.000
Fee dokter untuk rawat jalan maupun visite : 80% dari tarif-nya (atau dapat
disesuaikan dengan kondisi dan harapan dan bisa mencapai 80%) Fee dari tindakan
keperawatan diperkirakan Rp. 60.000 per pasien/ hari

 Penebusan obat di I. Farmasi: pasien Rawat Jalan (90 %) dan pasien rawat Inap
(100%). Nilai 1 Resep: pada tahap pertama Rp. 60.000 (untuk rawat jalan) dan Rp.
400.000 – Rp. 1.300.000 untuk rawat inap dan tindakan.
 Pemanfaatan laboratorium: Rawat Jalan (rata-rata: 10 %) dan Rawat Inap (50 %) dan
sekurangnya dilakukan 4 jenis test. Tarif : Rp. 9.000 per test Pemanfaatan Radiologi:
Rawat Jalan (rata-rata 12 %) dan Rawat Inap (ratarata 20%). Tarif minimal: dari Rp.
80.000 per film Pemanfaatan OK: 80% dari pasien Rawat Bedah Tarif OK untuk
pemakaian ruangan tentang retribusi pelayanan kesehatan khusus untuk kelas 3
 Operasi Besar: Rp. 600.000
 Operasi Sedang: Rp. 400.000
 Operasi Kecil: Rp. 275.000
 Operasi Khusus: Rp 750.000
 Kebidanan dan kandungan: 60 % persalinan biasa; 10% persalinan oleh bidan, 15 %
Operasi SC dan 10 % kuret 2,5 % persalinan patologis, dan 2,5 % perawatan
observasi maupun tindakan ringan lainnya dari seluruh pasien Kebidanan dan
kandungan yang di rawat:
 Tarif ruang persalinan Rp.200.000 – Rp. 500.000
 Pemakaian ruang untuk kuret: Rp. 275.000 – Rp. 450.000
 Pemakaian ruang untuk Persalinan patologis:Rp.250.000– Rp. 600.000
2. Pemanfaatan fasilitas penunjang medis yang lain belum dapat ditentukan dengan
pasti, diperhitungkan berdasarkan prosentase total dari unit sumber penderitanya
(dalam proforma keuangan di asumsikan minimal). Asumsi dasar adalah 6,0 %
3. Penambahan pelayanan rawat inap akan memberikan dampak pada peningkatan biaya
tetap sesuai dengan beban kerja. Yang diperkirakan: 5 % tiap tahun (asumsi macro
ekonomi tingkat inflasi Indonesia 2017 menurut Gubernur Bank Indonesia Agus
Martowardojoadalah 4 ± 1 %)
4. Peningkatan biaya variable akan sesuai dengan kuantitas layanan yang diberikan
disertai dengan perubahan akibat inflasi
5. Perhitungan biaya pembangunan bangunan klas A – bangunan khusus, dengan
memperhitungkan harga gedung, koeffiesien jumlah lantai, factor pengali kenaikan
harga, perhitungan komposisi biaya konstruksi bangunan. Dll diperkirakan sebesar
Rp. 630.657.594.600.
6. Peningkatan tarif dilakukan tiap tahun sebesar: 10 %. (Perubahan ini dianjurkan untuk
tiap 2 tahun sekali)
7. Besarnya pajak (Corporate Income Tax) yang berlaku di Indonesia sesuai dengan
Undang-undang perpajakan yang berlaku (No. 16 Tahun 2000) adalah sbb:
 Untuk laba EBT s/d Rp. 50.000.000 besar pajak 10 %
 Untuk laba EBT di antara Rp. 50.000.000 – Rp. 100.000.000 besarnya pajak:
15 %
 Untuk laba EBT diatas Rp. 100.000.000 besarnya pajak 35 % Untuk RSUP
Kupang yang dapat dianggap sebagai Badan Layanan Umum, penerapan pajak
tidak diberlakukan
8. PBB adalah 0.5% * 40% * Harga Bangunan (= 36.000 m2) dan Harga tanah (=
25.000 m2)/ per tahun.
9. Umur Proyek 30 tahun
10. Usia teknis:
 bangunan: 30 tahun
 medical equipment,furnituredankendaraan: 6 tahun
11. Depresiasi di hitung secara straight line method
12. Beberapa kemungkinan revenue center yang belum di masukkan dalam perhitungan
seperti:
 Linen/Laundry
BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1. KESIMPULAN

1. Pembangunan RSUP di Kupang sesuai dengan Program Nawacita yaitu: membangun


dari pinggiran, meningkatkan kualitas dan kesejahteraan dan menghadirkan negara
untuk memberikan melindungi dan memberikan rasa aman bagi masyarakat
Indonesia.

2. Berdasarkan aturan perijinan yang berlaku maka lahan di di Kelurahan Banggae


Kecamatan Banggae Kota Majene layak dibangun sebuah rumah sakit. Dan lahan ini
dengan luas 2.3 HA telah dipesiapkan oleh Pemda Provinsi Sulawesi Barat.

3. Analisis Situasi dan SWOT menunjukkan bahwa Kota Majene dapat dibangun
sebuah RSUP sebagai RS Rujukan Regional

4. Propinsi SulBar membutuhkan RSU yang lengkap untuk melayani kesehatan


masyarakatnya dan untuk kesehatan kemaritiman

6.2. REKOMENDASI

1. Kementerian Kesehatan mengupayakan koordinasi dengan Badan Perencanaan


Pembangunan Nasional (Bappenas) diharapkan memasukkan prioritas perencanaan
pembangunan nasional untuk pembangunan RSUP Lentera Keluarga di Provinsi
SulBar dan dengan Kementerian Keuangan diharapkan dalam pengalokasikan
anggaran.

2. Diperlukan penyiapan SDM melalui Rekruitmen dan seleksi SDM yang disesuaikan
dengan hasil evaluasi kinerja dan sebaiknya di analisis dengan ISN (Index of Staff
Need) sehingga benar berdasarkan workload (beban kerja)

3. Mengembangkan sarana dan prasarana untuk pendidikan kesehatan untuk


meningkatkan potensi individual di daerah tersebut
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai