Anda di halaman 1dari 270

DAN SARANA RUMAH SAKIT

DI BIDANG BANGUNAN
PEDOMAN-PEDOMAN TEKNIS
PEDOMAN-PEDOMAN TEKNIS
DI BIDANG BANGUNAN
DAN SARANA RUMAH SAKIT

TAHUN 2012
DAN SARANA KESEHATAN
DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK
DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN RI

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN
DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK
DAN SARANA KESEHATAN
TAHUN 2012
PEDOMAN-PEDOMAN TEKNIS
DIBIDANG BANGUNAN DAN
SARANA RUMAH SAKIT

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN
DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK
DAN SARANA KESEHATAN
TAHUN 2012
DAFTAR ISI

PEDOMAN PENYUSUNAN STUDI KELAYAKAN (FEASIBILITY STUDY) RUMAH SAKIT

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK (MASTER PLAN) RUMAH SAKIT

PEDOMAN BANGUNAN SARANA DAN PRASARANA RUMAH SAKIT KELAS B

PEDOMAN BANGUNAN RS : RUANG OPERASI RUMAH SAKIT


RUANG PERAWATAN INTENSIF RUMAH SAKIT
RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 2306/MENKES/PER/XI/2011 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS PRASARANA
INSTALASI ELEKTRIKAL RUMAH SAKIT

PEDOMAN TEKNIS PRASARANA RS : SISTEM INSTALASI GAS MEDIK DAN


VAKUM MEDIK RUMAH SAKIT
INSTALASI TATA UDARA PADA
BANGUNAN RUMAH SAKIT
BANGUNAN RUMAH SAKIT YANG
AMAN DALAM SITUASI DARURAT DAN
BENCANA
SARANA KESELAMATAN JIWA PADA
BANGUNAN RUMAH SAKIT
SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN AKTIF
RUMAH SAKIT

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
PEDOMAN PENYUSUNAN
STUDI KELAYAKAN (FEASIBILITY STUDY)
RUMAH SAKIT

DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATAN


SUB DIREKTORAT BINA SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN
TAHUN 2012
DAFTAR ISI

BAB - I PENDAHULUAN
1.1 Umum
Dijelaskan mengenai hasil-hasil survey (kesimpulan)
1.2 Maksud dan Tujuan
1.3 Ruang Lingkup
1.4 Pengertian

BAB - II PERSIAPAN
2.1. Pengumpulan Data Primer
2.2. Pengumpulan Data Sekunder

BAB - III ANALISIS SITUASI


3.1. Aspek Eksternal
3.2. Aspek Internal

BAB - IV ANALISIS PERMINTAAN


4.1. Lahan dan Lokasi
4.2. Klasifikasi Kelas RS

BAB - V ANALISIS KEBUTUHAN

BAB - VI ANALISIS KEUANGAN

BAB - VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KELAYAKAN

BAB - VIII PENUTUP

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. UMUM
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28 Bagian H ayat
(1) telah menegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian
dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Undang Undang nomor 36 tahun
2009 tentang Kesehatan pada pasal 19 menyebutkan bahwa Pemerintah bertanggung jawab atas
ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien dan terjangkau.
Dalam Undang-Undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 7 ayat (1) menyebutkan
Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia,
kefarmasian, dan peralatan. Pada pasal 8 ayat (1) disebutkan bahwa persyaratan lokasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan,
keselamatan lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan
kelayakan penyelenggaraan Rumah Sakit, demikian juga pada ayat (3) disebutkan bahwa
ketentuan mengenai tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
peruntukan lokasi yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana
Tata Ruang Kawasan Perkotaan dan/atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Kemudian
dalam Bagian Ketiga tentang Bangunan, pasal 9 butir (b) menyebutkan bahwa persyaratan teknis
bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian
pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat,
anak-anak, dan orang usia lanjut. Hal ini sejalan dengan Undang Undang nomor 28 tahun 2002
tentang Bangunan Gedung dimana pada pasal 7 ayat (3) disebutkan bahwa persyaratan teknis
bangunan gedung meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan yang
meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan.
Rencana membangun atau mengembangkan suatu Rumah Sakit akan dilakukan setelah
mengetahui Jenis layanan Kesehatan Rumah Sakit serta kapasitas Tempat Tidur (TT) yang akan
dilakukan dan disediakan untuk masyarakat sesuai dengan Hasil Kajian Studi Kelayakan
(Feasibility Study).
Dalam mendirikan atau mengembangkan rumah sakit diperlukan suatu proses atau langkah-
langkah yang sistematis dengan melakukan suatu penelitian atau studi yang benar, karena setiap
proses saling berkaitan satu sama lainnya dan dilakukan secara bertahap.
Studi Kelayakan (Feasibility Study) adalah Hasil Analisis dan Penjelasan Kelayakan dari segala
aspek yang akan mendasari pendirian atau pengembangan suatu Rumah Sakit, terkait dengan
penentuan Rencana Kerja Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit yang baru akan dilakukan maupun
lanjutan dari yang sudah ada dalam melakukan rencana pengembangan atau peningkatan kelas
dari suatu Rumah Sakit.
Dari kondisi Laju Pertumbuhan Demografi, Pengembangan Pembangunan dan Peningkatan
Kehidupan di suatu wilayah, Pola Penyakit dan Epidemiologi, dan lain-lain, dapat dipahami bahwa
suatu Rumah Sakit itu secara relatif akan berada di daerah Urban atau Semi-Urban. Dimana hal ini
pula yang dapat menentukan bahwa Sarana dan Prasarana suatu Rumah Sakit akan berbeda
sesuai dengan Layanan Kesehatan Rumah Sakit yang akan diberikannya kepada masyarakat
dimana Rumah Sakit tersebut berada.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 1


1.2. MAKSUD DAN TUJUAN
Pedoman Studi Kelayakan (Feasibility Study) Rumah Sakit ini dimaksudkan agar dalam
mendirikan atau mengembangkan rumah sakit dapat mendeterminasi fungsi layanan yang tepat
dan terintegrasi sehingga sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan yang diinginkan (;health
needs), kebudayaan daerah setempat (;cultures), kondisi alam daerah setempat (;climate), lahan
yang tersedia (;sites) dan kondisi keuangan manajemen RS (;budget).
Pedoman Studi Kelayakan (Feasibility Study) Rumah Sakit ini akan dijadikan dasar acuan dalam
mewujudkan Rencana Pembangunan dan Pengembangan suatu Rumah Sakit agar baik dan
benar yang akan menjadi acuan bagi pengelola rumah sakit maupun bagi konsultan perencana
sehingga masing-masing pihak dapat memiliki persepsi yang sama. Pedoman ini akan
menjelaskan langkah-langkah atau proses yang perlu dilakukan dalam menyusun suatu Studi
Kelayakan (Feasibility Study) Rumah Sakit.

1.3. RUANG LINGKUP


Ruang Lingkup Studi Kelayakan (Feasibility Study) suatu Rumah Sakit meliputi pembahasan
Analisis Lingkungan/ Situasi Kecenderungan Aspek Internal dan Eksternal, Analisis Permintaan
terkait Kelayakan dari Aspek-aspek yang dapat mempengaruhinya, Analisis Kebutuhan dan
Analisis Keuangan serta Rekomendasi Kelayakan dari Rencana Pendirian atau Pengembangan
Rumah Sakit tersebut.
Pelaksanaan Penyusunan Studi Kelayakan (Feasibility Study) sesuai lingkupnya akan dilakukan
dalam suatu proses atau langkah-langkah secara bertahap yang akan diuraikan selanjutnya sesuai
Tahapannya dan dapat dilihat pada bagan sebagai berikut:

2 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


PROSES PENYUSUN
NAN STUDI KELAYAKA
AN

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 3


1.4 PENGERTIAN

1.4.1 Rumah sakit


adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawat darurat.
mengembangkan Rumah Sakit.
1.4.2. Rencana Bisnis/ Rencana Strategi
Sebuah alat manajemen yang digunakan untuk mengelola kondisi saat ini untuk melakukan
proyeksi kondisi pada masa depan, sehingga rencana strategis adalah sebuah petunjuk
yang dapat digunakan organisasi dari kondisi saat ini untuk menuju tahun-tahun tertentu di
masa mendatang. Untuk mencapai strategi ini. Berbagai teknik analisis bisnis dapat
digunakan, termasuk analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats).
1.4.3. Zonasi
Membagi wilayah/area, gedung-gedung maupun ruangan-ruangan yang ada di Rumah
Sakit kedalam area yang memiliki kesamaan sifat dan fungsi kedalam satu wilayah/area
yang berdekatan dan saling berhubungan. Tujuan nya adalah untuk memudahkan kendali
pencegahan infeksi nasokomial di rumah sakit, memudahkan identifikasi serta klasifikasi
wilayah/area, gedung, lantai-lantai dan ruangan serta memudahkan operasional dan
pemeliharaan.
1.4.4. Studi Kelayakan
Hasil Analisis dan Penjelasan Kelayakan dari segala aspek yang akan mendasari pendirian
atau pengembangan suatu Rumah Sakit, terkait dengan penentuan Rencana Kerja
Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit yang baru akan dilakukan maupun lanjutan dari yang
sudah ada dalam melakukan rencana pengembangan atau peningkatan kelas dari suatu
Rumah Sakit.

4 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB II
PERSIAPAN

Persiapan pada Penyusunan Studi Kelayakan (Feasibility Study) adalah Tahapan melakukan
Kompilasi Data dari seluruh Data yang didapat dari hasil Pengumpulan Data yang terdiri dari Data
Primer dan Data Sekunder.

2.1. PENGUMPULAN DATA PRIMER


Pengumpulan Data Primer, dapat dilakukan dengan melalui proses Pengamatan atau Observasi
langsung / Pengamatan atau Observasi Lapangan sehingga akan didapat seluruh Informasi atau
Data secara visual pada wilayah Perencanaan. Pengumpulan Data Primer dapat pula dilakukan
dengan cara Wawancara atau Tanya Jawab kepada Instansi-instansi dan pihak-pihak lain yang
berkaitan dengan pekerjaan penyusunan ini dan atau dengan langsung kepada masyarakat umum
selaku salah satu Pelanggan dari Rumah Sakit. Sifat wawancara bersifat terbuka artinya
pengambilan data tidak terpatok pada kuesioner namun dapat dikembangkan secara lisan dengan
responden.
Secara garis besar Data yang didapat dari Pengumpulan Data Primer adalah :
1. Kondisi Potensi Lahan/ Lokasi
2. Informasi langsung lainnya yang terkait dengan Kondisi dan Potensi yang ada terkait dengan
Standar/ Pedoman dan Ketentuan yang berlaku serta Sasaran dari Rencana Pembangunan/
Pengembangan Rumah Sakit serta informasi keinginan yang ada

2.2. PENGUMPULAN DATA SEKUNDER


Pengambilan Data Sekunder, dapat dilakukan dengan mendatangi pula masing-masing Instansi
lainnya yang berkaitan sesuai dengan data yang dibutuhkan dalam pekerjaan penyusunan ini. Jika
pada salah satu Instansi ternyata Data tidak dipunyai, atau sedang dalam proses pembuatan, atau
sedang digunakan untuk keperluan lain maka konsultan dapat mencari pada Instansi lain yang
terkait sesuai dengan kebutuhan data atau mencarinya pada Literatur mengenai KeRumah Sakitan
lainnya.
Untuk melaksanakan pekerjaan ini diperlukan Data Internal/ Data Dalam dari rumah sakit yang ada
dan atau rumah sakit di wilayah sekitarnya, yang terdiri dari :
1. Data Kesehatan pada Rumah Sakit yang ada, meliputi :
- Angka Kesakitan (Morbiditas) Utama Rawat Inap Angka Kematian (Mortalitas)
- Angka Kelahiran
- Angka Pasien Rujukan
- Data Asal Pasien Rawat Jalan, Rawat Gawat Darurat dan Rawat Inap
- Jumlah Pasien Rawat Jalan
- Jumlah Pasien Rawat Inap
- Jumlah Hari Rawat
- Angka Rata-rata Hari Rawat secara keseluruhan

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 5


- Jumlah dan Jenis Pelayanan Kesehatan
- Jumlah dan jenis Tenaga Kesehatan
- Jumlah dan Jenis Layanan Spesialistik Rumah Sakit
- Jumlah dan Jenis Layanan Penunjang Medik Rumah Sakit
- Struktur Organisasi Manajemen Rumah Sakit
2. Data Lokasi
- Data Kondisi Lahan Rumah Sakit yang ada dan pengembangannya
- Bentuk dan Luas Lahan serta Lantai Bangunan yang ada serta rencana perluasannya
- Kondisi Lingkungan menurut ketentuan daerah setempat.
- Batas lokasi lahan sekelilingnya
- Jaringan Listrik, Air Minum, Telkom, Air Kotor/Limbah, Pemadam Kebakaran, Jaringan
Gas dan Pembuangan Sampah
- Data Penggunaan dan ketinggian Bangunan serta Dokumen Perencanaan Bangunan
yang ada (Arsitektur, Struktur, Elektrikal dan Mekanikal Bangunan).
3. Data Finansial/Keuangan
- Data Tarif Perawatan yang ada di Rumah Sakit
- Cash Flow Rumah Sakit yang ada
- Data Kinerja Tahunan Rumah Sakit yang ada
4. Data Luar/ Data Eksternal Rumah Sakit dan Lingkungan
a. Data Kesehatan
- Angka Kesehatan (Morbiditas), Penyakit Utama Rawat Jalan di Puskesmas dan
Rumah Sakit
- Angka Kesakitan (Mortalitas), Penyakit Utama Rawat Inap di Puskesmas dan
Rumah Sakit
- Jumlah Posyandu, Puskesmas Pembantu, Puskesmas dengan Tempat Tidur dan
Puskesmas Keliling
- Jumlah dan Jarak merata Puskesmas Pembantu, Puskesmas DTP dan
Puskesmas Keliling dengan Rumah Sakit di wilayah kerja.
- Jumlah Rumah Sakit di wilayah kerja termasuk Rumah Sakit Swasta.
- Jarak Antar Rumah Sakit di wilayah Kerja
- Jumlah Tempat Tidur Rumah Sakit di Wilayah Jangkauan Rumah Sakit.
- Jumlah dan Jenis tenaga dokter umum dan Spesialis di wilayah kerja.
- Jumlah tenaga kesehatan lainnya diwilayah kerja
b. Data Keadaan Lingkungan Sekitar
- Jalan Pencapaian dan Kondisinya serta Klasifikasi Jalan Lingkungan berupa Jalan
Utama maupun Jalan Penghubung lainnya.

6 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


- Utilitas bangunan sesuai yang ada apakah wilayah ini sudah memiliki jaringan
telepon, listrik, air bersih dan saluran pembuangan serta data kondisinya.
- Kondisi Topografi wilayah perencanaan.
- Rencana peruntukkan tanah di sekitar wilayah perencanaan yang terkait dengan
Rencana Tata Ruang Kota yang ada (RTBL, RUTR, RDTR, RTRW).
- Iklim dan cuaca setempat diwilayah ini.
5. Data Kesehatan Kota/ Kabupaten
- Data Tarif Perawatan di Rumah Sakit lain sekitar lokasi
- Sebaran Rumah Sakit sekitar wilayah
- Pola penyakit daerah setempat.
6. Data Kebijakan, Pedoman dan Peraturan Pemerintah
- Kebijakan dan pedoman terkait layanan Kesehatan Rumah Sakit.
- Peruntukan Tanah diwilayah setempat.
- Rencana Detail Tata Ruang.
- Peraturan Teknis yang berlaku setempat , antara lain:
1) Garis Sempadan Bangunan (;GSB)
2) Jarak bebas Bangunan
3) Koefisien Lantai Bangunan (;KLB)
4) Tinggi maksimal lantai bangunan
5) Koefisien Dasar Bangunan (;KDB)
6) Koefisien Daerah Hijau (;KDH)
7. Data Demografi
- Luas Wilayah
- Jumlah Penduduk
- Angka Kepadatan
- Laju Pertumbuhan Penduduk
8. Data Sosial Dan Budaya
- Agama
- Peranan Masyarakat
- Suku Bangsa
9. Data Ekonomi
- Mata Pencarian
- Tingkat Pendapatan
- Penghasilan setempat berupa Pendapatan Asli Daerah (;PAD)
- Produk Domestik Regional Bruto (;PDRB) daerah setempat.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 7


BAB III
ANALISIS SITUASI

Analisis Situasi dalam Studi Kelayakan (Feasibility Study) dilakukan suatu analisis dari seluruh
aspek-aspek baik dari aspek Eksternal sebagai peluang ataupun ancaman maupun aspek Internal
yang dapat menjadi kekuatan ataupun kelemahan sehingga aspek-aspek tersebut dapat
menjadikan Kecenderungan suatu Rumah Sakit dalam melakukan pembangunan baru atau
melakukan pengembangan berupa peningkatan status layanan Rumah Sakit tersebut.
Untuk menganalisis aspek Ekternal dan aspek Internal perlu dilakukan proyeksi berupa forcasting,
kecuali data-data yang tidak memungkinkan tetap disajikan dalam bentuk tabel, diagram batang
atau pun diagram pie untuk melihat kecenderungannya.
Aspek-aspek yang dikaji sebagai analisis situasi diharapkan mendapatkan suatu kecenderungan
Rumah Sakit setelah melakukan segmentasi dan posisioning, aspek-aspek tersebut antara lain:

3.1. Aspek Esternal


Aspek Eksternal yang akan dianalisis guna melihat peluang yang dapat menjadikan Rumah Sakit
untuk terus berkembang di masa mendatang serta melihat ancaman yang perlu diantisipasi oleh
Rumah Sakit agar tidak menjadi suatu hambatan di dalam operasional Rumah Sakit kedepannya.
1. Kebijakan
Melakukan kajian berupa menganalisis kebijakan dan Pedoman serta Peraturan baik
kebijakan dan pedoman yang terkait dengan pendirian atau pengembangan suatu Rumah
Sakit dari berbagai aspek Ekternal maupun Peraturan - peraturan Daerah setempat dimana
lokasi Rumah Sakit tersebut berada.
2. Demografi
Pertumbuhan Demografi suatu wilayah dimana lokasi Rumah Sakit tersebut berada dapat
merupakan segmentasi pasar dari layanan kesehatan yang akan diberikan oleh Rumah Sakit
tersebut. Untuk melihat kecenderungan demografi perlu diproyeksikan hingga maksimum 20
tahun mendatang dengan dasar data series minimal 3 tahun sebelumnya. Proyeksi demografi
yang dimaksud berupa proyeksi :
a. Jumlah penduduk secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan kecamatan.
b. Jumlah penduduk secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan jenis kelamin.
c. Jumlah penduduk secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan usia.
3. Geografi
Letak Rumah Sakit secara Geografis sangat berpengaruh tehadap posisioning suatu Rumah
Sakit. Posisi lahan Rumah Sakit terhadap Kondisi Wilayah disebelah Utara, Selatan, Barat
dan Timur beserta Kondisi Sarana Prasarananya baik sarana kesehatan, perumahan,
pendidikan, aksesibilitas dll, yang merupakan penentu posisioning Rumah Sakit yang akan
dibangun maupun dalam melakukan pengembangan peningkatan layanan kesehatan.

8 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


4. Sosial Ekonomi dan Budaya
a. Sosial Ekonomi
Pada kajian ini melihat proyeksi Sosial Ekonomi pada wilayah dimana lokasi Rumah Sakit
berada dengan memproyeksikan hingga maksimal 20 tahun mendatang dengan dasar
data series minimal 3 tahun sebelumnya terkait dengan kondisi perekonomian penduduk
dan perekonomian daerah setempat, berupa proyeksi :
1) Jumlah penduduk secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan mata
pencaharian
2) Jumlah penduduk secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan pendidikan
3) Jumlah sarana pendidikan di wilayah tertentu dimana lokasi Rumah Sakit berada.
4) Laju pertumbuhan ekonomi daerah setempat.
b. Sosial Budaya
Kajian ini melihat proyeksi Sosial Budaya pada wilayah dimana lokasi Rumah Sakit
berada dengan memproyeksikan hingga maksimal 20 tahun mendatang dengan dasar
data series minimal 3 tahun sebelumnya terkait, berupa proyeksi Jumlah penduduk
secara keseluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan agama, serta kajian terhadap
kebiasaan atau budaya wilayah terkait dengan pola hidup masyarakat sekitar.
5. Sumber Daya Manusia/ Ketenaga Kerjaan Kesehatan
Kajian terhadap ketersediaan SDM/ Ketenagakerjaan di bidang kesehatan pada wilayah
dimana Rumah Sakit tersebut berada merupakan pertimbangan yang harus diperhatikan
dalam membuat suatu layanan kesehatan Rumah Sakit terutama dikaitkan dengan layanan
unggulan. Ketersediaan Sumber Daya Manusia/ Ketenagakerjaan di Bidang Kesehatan antara
lain :
a. Tenaga medis dan penunjang medis
b. Tenaga keperawatan
c. Tenaga kefarmasian
d. Tenaga manajemen Rumah Sakit
e. Tenaga nonkesehatan
6. Derajat Kesehatan
Derajat Kesehatan dalam Penyusunan Studi Kelayakan (Feasibility Study) perlu dilakukan
kajian dengan tujuan melihat kecenderungan derajat kesehatan pada wilayah tertentu
sehingga dalam menyiapkan fasilitas kesehatan Rumah Sakit sesuai dengan kecenderungan
di wilayah dimana lokasi Rumah Sakit berada. Kajian derajat kesehatan yang dimaksud
adalah sebagai berikut :
a. Angka Kematian
b. Angka Kelahiran
c. Angka Kesakitan
d. Jumlah Sarana Kesehatan di wilayah tertentu
e. Jumlah Tempat Tidur tersedia di wilayah tertentu
f. Indikator Kinerja Rumah Sakit di wilayah tertentu

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 9


3.2. Aspek Internal
Aspek Internal yang akan dianalisis guna melihat kekuatan bagi Rumah Sakit untuk dapat survive
dalam melaksanakan operasional yang akan mengurangi ancaman yang terjadi, serta melihat
kelemahan yang perlu diantisipasi oleh Rumah Sakit agar tidak menjadi suatu hambatan di dalam
operasional Rumah Sakit kedepannya.
1. Sarana Kesehatan
Kajian Sarana Kesehatan di sekitar wilayah jangkauan pelayanan Rumah Sakit yang akan
dibangun atau pengembangan dimaksud untuk mendapatkan kecenderungan dalam hal
pangsa pasar serta pola penentuan Sistim Tarif di wilayah tertentu.
2. Pola Penyakit dan Epidemiologi
Kajian Pola Penyakit di Rumah Sakit dimaksudkan untuk melihat kecederungan Pola Penyakit
yang banyak terjadi pada Rumah Sakit tersebut dengan memproyeksikan kencenderungan
Pola Penyakit guna menentukan unggulan Rumah Sakit.
3. Teknologi
Kajian terhadap Kemajuan Teknologi berupa peralatan kesehatan yang terus menerus
mengalami perkembangan tentunya sangat berpengaruh terhadap Layanan Kesehatan serta
kesiapan SDM Rumah Sakit tersebut.
4. SDM/ Ketenaga Kerjaan Rumah Sakit
Kajian terhadap SDM di Rumah Sakit dimaksudkan mengkaji kesiapan SDM di Rumah Sakit
terhadap Jenis Layanan Kesehatan yang akan diberikan kepada masyarakat sesuai dengan
segmentasi dan posisioning dari Rumah Sakit tersebut.
5. Organisasi
Organisasi di Rumah Sakit tentunya akan berpengaruh terhadap Kegiatan Operasional
Rumah Sakit yang berdampak kepada Kinerja suatu Rumah Sakit. Bentuk Organisasi akan
disesuaikan dengan Jenis Layanan dan Klasifikasi Rumah Sakit.
6. Kinerja dan Keuangan
Kondisi Kinerja Rumah Sakit dan Kondisi Keuangan Rumah Sakit berupa Pendapatan dan
Pengeluaran Rumah Sakit akan dikaji dan diproyeksikan yang diharapkan dapat melihat
kecenderungan dan potensi perkembangan kinerja dan pendapatan Rumah Sakit dimasa
mendatang sehingga mendapatkan gambaran kekuatan atau kelemahan rencana
pengembangan Rumah Sakit tersebut.

10 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB IV
ANALISIS PERMINTAAN

Analisis Permintaan dalam Penyusunan Studi Kelayakan (Feasibility Study) akan membahas
tentang Analisis Posisi Kelayakan Rumah Sakit dari 5 (lima) aspek. Berdasarkan Analisis Aspek
Eksternal dan Aspek Internal yang telah dilakukan pada Analisis Situasi maka dilakukan analisis
yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan serta
peluang dan ancaman yang secara sistematis akan menjadi pertimbangan tehadap kelayakan
pembangunan Rumah Sakit tersebut. Hasil analisis tersebut selanjutnya digunakan sebagai acuan
untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya dalam upaya memaksimalkan Kekuatan (strength)
dan memanfaatkan Peluang (opportunity) serta secara bersamaan berusaha untuk meminimalkan
Kelemahan (weakness) dan mengatasi Ancaman (threat).
Aspek-aspek Kelayakan pada Analisis Permintaan ini akan diuraikan berikut ini.

4.1. LAHAN DAN LOKASI


Kelayakan lahan dan lokasi tentunya terkait dengan kecenderungan Letak Geografis yang terletak
pada wilayah dimana kondisi wilayah disekitarnya sangat mendukung dari aspek penggunaan
lahan, infrastruktur dan aksesibilitas serta kecenderungan demografi di wilayah dimana Rumah
Sakit berada.

4.2. KLASIFIKASI KELAS RS


Kelayakan Klasifikasi Kelas Rumah Sakit akan ditinjau dari kecenderungan data penyakit sehingga
dapat memperoleh gambaran Klasifikasi Kelas Rumah Sakit sesuai dengan jenis layanannya serta
kesiapan SDM yang dimiliki.
1. Kapasitas Tempat Tidur (TT)
Perhitungan Kapasitas Tempat Tidur/ TT, berupa jumlah TT yang harus disiapkan oleh
Rumah Sakit tersebut. Prakiraan kebutuhan jumlah TT dapat menggunakan rasio minimal
1/1.000 artinya dari jumlah penduduk pada wilayah jangkauan Rumah Sakit sejumlah 1.000
orang akan dibutuhkan 1 TT. Kecenderungan fasilitas pelayanan kesehatan berupa jumlah
total TT pada fasyankes di wilayah tersebut dapat menjadikan dasar sebagai perhitungan
kebutuhan kapasitas TT yang selanjutnya akan dibagi berdasarkan klasifikasi kelas
perawatan sesuai dengan Analisis Daya Beli masyarakat sekitar sebagai Pangsa Pasar
Rumah Sakit serta pemenuhan Pedoman dan Ketentuan yang berlaku.
2. Jenis Layanan
Jenis layanan yang akan diberikan kepada masyarakat tentunya akan disesuaikan dengan
klasifikasi kelas Rumah Sakit yang akan disiapkan. Jenis layanan tersebut berupa pelayanan
medik, penunjang medik, administrasi dan servis.
3. Layanan Unggulan
Dari jenis layanan yang akan diberikan tentunya perlu adanya suatu layanan unggulan yang
akan disiapkan atas dasar kecenderungan pola penyakit yang terjadi di Rumah Sakit dan di
wilayah tempat Rumah Sakit tersebut berada.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 11


BAB V
ANALISIS KEBUTUHAN

Analisis kebutuhan merupakan analisis mengenai kebutuhan yang harus disediakan oleh Rumah
Sakit secara keseluruhan yang disesuaikan berdasar analisis permintaan yang telah dilakukan.
Analisis kebutuhan ini dapat memberikan gambaran mengenai rencana pengembangan dari
Rumah Sakit tersebut dilihat dari aspek :

1. KEBUTUHAN LAHAN
Kebutuhan lahan Rumah Sakit dapat dihitung berdasarkan Program Ruang Rumah Sakit serta
kebijakan Pemerintah Daerah setempat mengenai Intensitas Bangunan berupa Koefisien
Dasar bangunan (KDB), Koefisien Lantai bangunan (KLB), Garis Sempadan Bangunan (GSB)
dan Koefisien Dasar Bangunan (KDH), serta Peruntukan Lahan yang mengizinkan digunakan
sebagai Lahan yang dapat dibangun Rumah Sakit.

2. KEBUTUHAN RUANG
Kebutuhan Ruang secara keseluruhan dari Rumah Sakit dapat dihitung 1TT sebesar 80 m2 –
110 m2 disesuaikan dengan Bentuk dan Klasifikasi Rumah Sakitnya.

3. PERALATAN MEDIS & NON MEDIS


Peralatan Medis dan Non Medis akan disesuaikan dengan Kapasitas dan Jenis Layanan dari
Rumah Sakit tersebut.

4. SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)


Dalam hal pemenuhan ketenagaan atau Sumber Daya Manusia (SDM) perlu
mempertimbangkan/ memperhitungkan tenaga seefisien dan seefektif mungkin agar
menjadikan suatu Manajemen Pengelolaan Rumah Sakit yang optimal.

5. ORGANISASI & URAIAN TUGAS


Organisasi dan Uraian Tugas akan disusun sesuai dengan Bentuk dan Klasifikasi Rumah
Sakit.

12 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB VI
ANALISIS KEUANGAN

Analisis Keuangan memberikan gambaran tentang rencana penggunaan sumber anggaran yang
dimiliki, sehingga dapat diketahui tingkat pengembalian biaya yang akan diinvestasikan. Dengan
demikian maka pihak pemilik/ investor dapat melihat tingkat keuntungan yang mungkin akan
diperoleh.
Adapun aspek keuangan yang akan dianalisis terdiri dari:
1. Rencana Investasi dan Sumber Dana
2. Proyeksi Pendapatan dan Biaya
3. Proyeksi Cash Flow
4. Analisis Keuangan : Break Event Point (BEP), Internal Rate of Return (IRR), dan Net Present
Value (NPV)

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 13


BAB VII
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KELAYAKAN

7.1. KESIMPULAN
Bagian kesimpulan dari studi kelayakan (;feasibility study) akan memberikan perspektif dari 4
sudut pandang, yaitu analisis situasi, analisis permintaan, analisis kebutuhan dan analisis
keuangan.
1. Analisis Situasi
Analisis situasi memberikan informasi tentang aspek eksternal dan aspek internal sebagai
suatu kecenderungan Rumah Sakit. Aspek eksternal terdiri dari Kebijakan, Demografi,
Geografi, Sosial Ekonomi dan Budaya, SDM Kesehatan, Derajat Kesehatan sedangkan
aspek internal terdiri dari Sarana kesehatan, Pola penyakit dan Epidemiologi, Teknologi,
SDM Kesehatan di RS, Organisasi, Kinerja dan keuangan
2. Analisis Permintaan
Analisis permintaan menggambarkan posisi kelayakan rumah sakit dari berbagai aspek
berdasarkan analisis aspek eksternal dan aspek internal yang telah dilakukan pada analisis
situasi maka dilakukan analisis yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
menjadi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang secara sistematis akan
menjadi pertimbangan tehadap kelayakan pembangunan Rumah Sakit tersebut. Hasil
analisis tersebut selanjutnya digunakan sebagai acuan untuk menentukan langkah-langkah
selanjutnya dalam upaya memaksimalkan kekuatan (strength) dan memanfaatkan peluang
(opportunity) serta secara bersamaan berusaha untuk meminimalkan kelemahan (weakness)
dan mengatasi ancaman (threat).
3. Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan menggambarkan mengenai kebutuhan yang harus disediakan oleh
Rumah Sakit secara keseluruhan yang disesuaikan berdasar analisis permintaan yang telah
dilakukan.
Analisis kebutuhan ini dapat memberikan gambaran mengenai rencana pengembangan dari
rumah sakit tersebut dilihat dari aspek kebutuhan lahan, kebutuhan ruang, peralatan medis &
non medis, SDM, organisasi & uraian tugas.
4. Analisis Keuangan
Mengetahui secara keseluruhan analisis keuangan dari segi :
a. Rencana Investasi dan Sumber Dana
b. Proyeksi Pendapatan dan Biaya
c. Proyeksi Cash Flow
d. Analisis Keuangan : BEP, Internal Rate of Return, dan Net Present Value

7.2. REKOMENDASI
Memberikan gambaran berupa rekomendasi langkah-langkah yang harus ditempuh berdasarkan
hasil dari 4 analisis dan dapat pula dijadikan rencana strategi dari manajemen Rumah Sakit
tersebut.

14 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB VIII
PENUTUP

8.1 Pedoman Studi Kelayakan (Feasibility Study) Rumah Sakit ini diharapkan dapat digunakan
sebagai rujukan oleh pengelola fasilitas pelayanan kesehatan, penyedia jasa perencanaan,
Pemerintah Daerah, dan instansi yang terkait dengan kegiatan pengaturan dan
pengendalian penyelenggaraan pembangunan bangunan fasilitas pelayanan kesehatan,
guna menjamin kesehatan penghuni bangunan dan lingkungan terhadap bahaya penyakit.
8.2 Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau yang bersifat alternatif, serta
penyesuaian Pedoman Studi Kelayakan (Feasibility Study) Rumah Sakit ini oleh masing-
masing daerah disesuaikan dengan kondisi daerah.
8.3. Dalam penyusunan Studi Kelayakan (Feasibility Study) Rumah Sakit dapat berkoordinasi
dan berkonsultansi dengan Sub Direktorat Bina Sarana dan Prasarana Kesehatan Direktorat
Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 15


16 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit
PEDOMAN PENYUSUNAN
RENCANA INDUK (MASTER PLAN)
RUMAH SAKIT

DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATAN


SUB DIREKTORAT BINA SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN
TAHUN 2012
DAFTAR ISI

BAB - I PENDAHULUAN 1
1.1 Umum 1
Dijelaskan mengenai hasil-hasil survey (kesimpulan)
1.2 Maksud dan Tujuan 2
1.3 Ruang Lingkup 2
1.4 Pengertian 4

BAB - II PERSIAPAN 5
2.1. Pengumpulan Data Primer 5
2.2. Pengumpulan Data Sekunder 5

BAB - III ANALISIS KONDISI UMUM 9


3.1. Aspek Eksternal 9
3.2. Aspek Internal 11

BAB - IV MASTER PROGRAM 12

BAB - V PROGRAM FUNGSI 14


5.1. Aktivitas Kerja 14
5.2. Hubungan Fungsional 15
5.3. Pengelompokan/ Zonasi 16
5.4. Pola Sirkulasi Kegiatan Rumah Sakit 16
5.5. Kebutuhan Pembiayaan 19

BAB - VI RENCANA BLOK BANGUNAN DAN KONSEP UTILITAS RUMAH SAKIT 20


6.1. Perencanaan Blok Plan 20
6.2. Perencanaan Konsep Utilitas 20

BAB - VII RENCANA INDUK/ MASTER PLAN RS 21

BAB - VIII PENUTUP 22

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. UMUM

Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28 Bagian H ayat
(1) telah menegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian
dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Undang Undang nomor 36 tahun
2009 tentang Kesehatan pada pasal 19 menyebutkan bahwa Pemerintah bertanggung jawab atas
ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien dan terjangkau.
Dalam Undang-Undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 7 ayat (1) menyebutkan
Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia,
kefarmasian, dan peralatan. Pada pasal 8 ayat (1) disebutkan bahwa persyaratan lokasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan,
keselamatan lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan
kelayakan penyelenggaraan Rumah Sakit, demikian juga pada ayat (3) disebutkan bahwa
ketentuan mengenai tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
peruntukan lokasi yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana
Tata Ruang Kawasan Perkotaan dan/atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Kemudian
dalam Bagian Ketiga tentang Bangunan, pasal 9 butir (b) menyebutkan bahwa persyaratan teknis
bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian
pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat,
anak-anak, dan orang usia lanjut. Hal ini sejalan dengan Undang Undang nomor 28 tahun 2002
tentang Bangunan Gedung dimana pada pasal 7 ayat (3) disebutkan bahwa persyaratan teknis
bangunan gedung meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan yang
meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan.
Rencana membangun atau mengembangkan suatu Rumah Sakit akan dilakukan setelah
mengetahui Jenis layanan Kesehatan Rumah Sakit serta kapasitas Tempat Tidur (TT) yang akan
dilakukan dan disediakan untuk masyarakat sesuai dengan Hasil Kajian Studi Kelayakan/
Feasibility Study.
Rencana ini selanjutnya akan disusun dalam suatu Kajian berupa Penyusunan Rencana Induk/
Master Plan yang menggambarkan Rencana Pembangunan dan atau Pengembangan serta
Rencana Pentahapan Pelaksanaannya yang dilihat dari semua aspek secara komprehensif dan
berkesinambungan serta utuh sebagai satu kesatuan Fasilitas Sarana dan Prasarana Rumah
Sakit.
Pembangunan Fasilitas Sarana Prasarana Rumah Sakit diperlukan adanya suatu perencanaan
yang terpadu secara keseluruhan dalam jangka waktu maksimal 20 tahun mendatang dan dapat
dilakukan pengkajian ulang sesuai kebutuhan, yang walaupun dilaksanakan secara bertahap
perencanaan ini akan menjadi dasar acuan penyusunan perencanaan detail desain bangunan
Rumah Sakit tersebut, yang selanjutnya akan digunakan dalam pelaksanaan pembangunan
konstruksi fisik guna memperoleh hasil yang maksimal nantinya dalam satu kesatuan yang terpadu
dan berkesinambungan.
Pekerjaan Penyusunan Rencana Induk/ Master Plan adalah salah satu tahapan atau bagian dari
pekerjaan yang dilakukan pada Tahap Awal Pekerjaan Perencanaan dan Perijinan, yang disusun

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 1


dengan berdasarkan hasil Studi Analisis terhadap Kondisi Potensi, Kebijakan dan Batasan yang
ada sehingga dapat dihasilkan suatu perencanaan Rencana Induk/ Master Plan yang terintegrasi.

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN

Pedoman Master Plan Rumah Sakit ini dimaksudkan agar dalam menyusun rencana secara
keseluruhan yang berkesinambungan dan terpadu untuk melaksanakan fungsi sepenuhnya
sebagai Rumah Sakit yang terus berkembang dalam peningkatan layanannya secara terinci dalam
tahapan-tahapan pengadaan sumber daya manusia, pembiayaan, maupun prasarana dan sarana
fisik bangunannya, yang tersusun dalam suatu Rencana Induk/ Master Plan Rumah Sakit.

Pedoman Master Plan Rumah Sakit ini akan dijadikan dasar acuan dalam mewujudkan Rencana
Pembangunan dan Pengembangan suatu Rumah Sakit agar baik dan benar yang akan menjadi
acuan bagi pengelola rumah sakit maupun bagi konsultan perencana sehingga masing-masing
pihak dapat memiliki persepsi yang sama. Pedoman ini akan menjelaskan langkah-langkah atau
proses yang perlu dilakukan dalam menyusun suatu Rencana Induk/ Master Plan Rumah Sakit.

1.3. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup Penyusunan Rencana Induk/ Master Plan ini meliputi Pembahasan Kecenderungan
Eksternal dan Internal, Master Program, Program Fungsi, Rencana Block Plan dan Konsep Utilitas
serta Rencana Pentahapan Pelaksanaan Pembangunan Fisik Sarana dan Prasarana Rumah
Sakit dari semua aspek secara komprehensif dan berkesinambungan, yang Tahapan prosesnya
dapat dilihat pada bagan dibawah ini:

2 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


PROSES PENYUSUNAN MASTER PLAN

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 3


1.4. PENGERTIAN

1.4.1 Rumah sakit


adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawat darurat.
1.4.2. Rencana Induk/ Master Plan
Rencana dan langkah-langkah dari tahapan yang harus dilakukan oleh pihak Penentu
(Pemilik/Penyandang Dana ataupun Pengelola Rumah Sakit) dalam rangka mewujudkan
target dan sasarannya dalam membangun dan mengembangkan Rumah Sakit.
1.4.3. Rencana Blok (Block Plan)
Peletakan massa-massa bangunan dengan bentuk rencana atapnya yang ditempatkan
pada permukaan suatu tapak, dimana konsep tata letak memperhatikan hubungan (pola
aktifitas) antar massa bangunan tersebut.
1.4.4. Rencana Bisnis/ Rencana Strategi
Sebuah alat manajemen yang digunakan untuk mengelola kondisi saat ini untuk melakukan
proyeksi kondisi pada masa depan, sehingga rencana strategis adalah sebuah petunjuk
yang dapat digunakan organisasi dari kondisi saat ini untuk menuju tahun-tahun tertentu di
masa mendatang. Untuk mencapai strategi ini. Berbagai teknik analisis bisnis dapat
digunakan, termasuk analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats).
1.4.5. Zonasi
Membagi wilayah/area , gedung-gedung maupun ruangan-ruangan yang ada di Rumah
Sakit kedalam area yang memiliki kesamaan sifat dan fungsi kedalam satu wilayah/area
yang berdekatan dan saling berhubungan. Tujuan nya adalah untuk memudahkan kendali
pencegahan infeksi nasokomial di rumah sakit, memudahkan identifikasi serta klasifikasi
wilayah/area, gedung, lantai-lantai dan ruangan serta memudahkan operasional dan
pemeliharaan.
1.4.6. Studi Kelayakan
Hasil Analisis dan Penjelasan Kelayakan dari segala aspek yang akan mendasari pendirian
atau pengembangan suatu Rumah Sakit, terkait dengan penentuan Rencana Kerja
Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit yang baru akan dilakukan maupun lanjutan dari yang
sudah ada dalam melakukan rencana pengembangan atau peningkatan kelas dari suatu
Rumah Sakit.

4 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB II
PERSIAPAN

Persiapan pada Penyusunan Rencana Induk/ Master Plan adalah suatu Tahapan pekerjaan
dimana dilakukan Kompilasi Data yang didapat dari hasil Pengumpulan Data, yang terdiri dari Data
Primer maupun Data Sekunder. Pengumpulan Data untuk penyusunan Rencana Induk
Pembangunan Rumah Sakit Baru dan Rencana Induk Pengembangan Rumah Sakit disesuaikan
dengan kebutuhan dan kondisi.

2.1. PENGUMPULAN DATA PRIMER


Pengumpulan Data Primer, dilakukan dengan pengamatan atau observasi langsung/ pengamatan
lapangan sehingga akan didapat informasi atau data secara visual pada wilayah perencanaan.
Pengumpulan Data Primer dapat pula dilakukan dengan cara Wawancara atau Tanya Jawab
kepada Instansi terkait, Pihak yang berkaitan dengan pekerjaan penyusunan ini dan atau dengan
Masyarakat Umum selaku Pelanggan dari Rumah Sakit. Sifat wawancara yang dilakukan terbuka,
dimana pengambilan data tidak terpatok hanya pada kuesioner saja namun dapat dikembangkan
secara lisan dengan responden.
Secara garis besar data yang didapat dari Data Primer adalah :
1. Kondisi Lahan/ Lokasi yang akan dibangun atau dikembangkan sebagai Fasilitas Sarana dan
Prasarana Rumah Sakit.
2. Informasi lainnya yang terkait dengan rencana dari Manajemen Rumah Sakit.
3. Informasi keinginan masyarakat sekitar terkait Layanan Kesehatan Rumah Sakit

2.2. PENGUMPULAN DATA SEKUNDER


Pengumpulan Data Sekunder, dilakukan dengan mendatangi masing-masing Instansi terkait
sesuai dengan Data yang dibutuhkan dalam pekerjaan penyusunan ini. Jika pada salah satu
Instansi ternyata Data tidak dipunyai, atau sedang dalam proses pembuatan, atau sedang
digunakan untuk keperluan lain maka Data dapat mencari pada instansi lain yang terkait sesuai
dengan kebutuhan data tersebut.
Untuk melaksanakan pekerjaan ini diperlukan data-data:
2.2.1. Data Dalam/Internal dari Rumah Sakit
1. Data Kesehatan
- Angka Kesakitan (Morbiditas) Utama Rawat Inap Rumah Sakit
- Angka Kematian (Mortalitas) pada Rumah Sakit.
- Angka Kelahiran
- Angka Pasien Rujukan
- Data Asal Pasien Rawat Jalan, Rawat Gawat Darurat dan Rawat Inap di Rumah
Sakit
- Jumlah Pasien Rawat Jalan pada Rumah Sakit

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 5


- Jumlah Pasien Rawat Inap pada Rumah Sakit
- Jumlah Hari Rawat pada Rumah Sakit
- Angka Rata-rata Hari Rawat di Rumah Sakit secara keseluruhan
- Jumlah dan Jenis Pelayanan Kesehatan pada Rumah Sakit
- Jumlah dan jenis Tenaga Dokter pada Rumah Sakit
- Jumlah Tenaga Paramedik Perawatan di Rumah Sakit
- Jumlah Tenaga Peramedik Non Perawatan di Rumah Sakit
- Jumlah Tenaga Non medik di Rumah Sakit
- Jumlah dan Jenis Layanan Spesialistik di Rumah Sakit
- Jumlah dan Jenis Layanan Penunjang Medik di Rumah Sakit
- Struktur Organisasi Manajemen Rumah Sakit
2. Data Lokasi
- Data Kondisi Lahan Rumah Sakit yang ada dan rencana pengembangannya
- Bentuk dan Luas Lahan dan Lantai Bangunan yang ada serta rencana
perluasannya
- Kondisi Lingkungan menurut ketentuan Pemerintah Daerah setempat pada Lahan
yang ada dan sekitarnya
- Batas lokasi lahan sebelah Utara/ Selatan/ Timur/ Barat atau Depan/ Belakang/ Kiri/
Kanan lokasi Lahan
- Jaringan Listrik, Air Minum, Telepon, Air Kotor / Limbah, Pemadam Kebakaran,
Jaringan Gas dan Pembuangan Sampah
- Data Penggunaan dan Ketinggian Bangunan serta Dokumen Perencanaan
Bangunan yang ada (Arsitektur, Struktur, Elektrikal dan Mekanikal Bangunan)
3. Data Studi Terdahulu
- Studi Kelayakan Rumah Sakit terdahulu yang masih berlaku
- Rencana Bisnis atau Rencana Strategi Rumah Sakit
2.2.2. Data Eksternal Rumah Sakit dan Lingkungan
1. Data Kesehatan
a. Angka Kesehatan (Morbiditas) penyakit utama Rawat Jalan di Puskesmas dan
Rumah Sakit
b. Angka Kesakitan (Morbilitas) penyakit utama Rawat Inap di Puskesmas dan
Rumah Sakit
c. Jumlah Posyandu, Puskesmas Pembantu, Puskesmas dengan tempat tidur dan
Puskesmas Keliling
d. Jumlah dan Jarak merata Puskesmas Pembantu, Puskesmas DTP dan Puskesmas
Keliling dengan Rumah Sakit di wilayah kerja
e. Jumlah Rumah Sakit di wilayah kerja termasuk Rumah Sakit Swasta
f. Jarak Antar Rumah Sakit di wilayah Kerja

6 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


g. Jumlah Tempat Tidur Rumah Sakit di Wilayah Jangkauan Rumah Sakit
h. Jumlah dan Jenis Tenaga Dokter Umum dan Spesialis di wilayah kerja
i. Jumlah Tenaga Para Medik Perawatan, Para Medik Non Perawatan dan Tenaga
Non Medik diwilayah kerja
2. Data Keadaan Lingkungan Sekitar
a. Jalan Pencapaian dan Kondisinya serta Klasifikasi Jalan Lingkungan berupa Jalan
Utama maupun Jalan Penghubung lainnya.
b. Utilitas Bangunan sesuai yang ada apakah wilayah ini sudah memiliki Jaringan
Telepon, Listrik, Air Bersih dan Saluran Pembuangan serta data kondisinya.
c. Kondisi Topografi wilayah perencanaan.
d. Rencana peruntukkan tanah di sekitar wilayah perencanaan yang terkait dengan
Rencana Tata Ruang Kota yang ada (RTBL, RUTR, RDTR, RTRW).
e. Iklim dan Cuaca setempat diwilayah ini.
3. Data Kesehatan Kota/Kabupaten
a. Data Tarif Perawatan di Rumah Sakit lain sekitar lokasi
b. Sebaran Rumah Sakit sekitar wilayah
c. Pola penyakit Kota/ Kabupaten
4. Data Kebijakan dan Pedoman serta Peraturan Pemerintah Setempat
a. Kebijakan dan Pedoman terkait Layanan Kesehatan Rumah Sakit
b. Peruntukan Tanah diwilayah setempat
c. Peraturan Teknis yang berlaku setempat , antara lain:
1) Garis Sempadan Bangunan (;GSB)
2) Jarak bebas Bangunan
3) Koefisien Lantai Bangunan (;KLB)
4) Tinggi maksimal lantai bangunan
5) Koefisien Dasar Bangunan (;KDB)
6) Koefisien Daerah Hijau (;KDH)
5. Data Demografi
a. Luas Wilayah
b. Jumlah Penduduk berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan, dll
c. Angka Kepadatan
d. Laju Pertumbuhan Penduduk
6. Data Sosial Dan Budaya
a. Agama
b. Peranan Masyarakat
c. Suku Bangsa

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 7


7. Data Ekonomi
a. Mata Pencarian
b. Tingkat Pendapatan
c. Penghasilan setempat berupa Pendapatan Asli Daerah (;PAD)
d. Produk Domestik Regional Bruto (;PDRB) daerah setempat.

8 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB III
ANALISIS KONDISI UMUM

Analisis Kondisi Umum dalam Pekerjaan Penyusunan Rencana Induk/ Master Plan adalah
melakukan analisiis dari seluruh aspek-aspek baik dari aspek Eksternal maupun aspek Internal
sehingga aspek-aspek tersebut dapat menjadikan rumusan Kecenderungan suatu Rumah Sakit
dalam melakukan pembangunan baru atau melakukan pengembangan berupa peningkatan status
layanan Rumah Sakit, yang disebut Perumusan Kecenderungan atau Master Program.
Analisis ini dilakukan untuk mengkaji ulang Data yang ada walaupun di dalam Analisis Situasi
pada Studi Kelayakan telah dilakukan, dan hasil dari Analisis Kondisi Umum pada penyusunan
Rencana Induk/ Master Plan adalah untuk perumusan Master Program.
Untuk menganalisis Aspek Ekternal dan Aspek Internal perlu dilakukan proyeksi berupa forcasting,
kecuali data yang tidak memungkinkan tetap disajikan dalam bentuk tabel, diagram batang atau
pun diagram pie untuk melihat kecenderungannya.
Aspek-aspek yang dikaji sebagai Analisis Kondisi Umum diharapkan mendapatkan suatu
kecenderungan Rumah Sakit, aspek-aspek tersebut antara lain:

3.1. ASPEK EKSTERNAL


Aspek Eksternal yang akan dianalisis guna melihat peluang yang dapat menjadikan Rumah Sakit
untuk terus berkembang di masa mendatang serta melihat ancaman yang perlu diantisipasi oleh
Rumah Sakit agar tidak menjadi suatu hambatan di dalam operasional Rumah Sakit kedepannya.
1. Kebijakan
Melakukan Kajian berupa menganalisis Kebijakan dan Pedoman serta Peraturan, baik
Kebijakan dan Pedoman yang terkait dengan pembangunan baru atau pengembangan suatu
Rumah Sakit dari berbagai aspek ekternal maupun peraturan-peraturan Pemerintah Daerah
setempat dimana lokasi Rumah Sakit tersebut berada.
2. Geografi
Letak Rumah Sakit secara geografis sangat berpengaruh tehadap posisioning suatu Rumah
Sakit. Posisi lahan Rumah Sakit terhadap kondisi wilayah disebelah utara, selatan, barat dan
timur beserta kondisi sarana prasarananya baik sarana kesehatan, perumahan, pendidikan,
aksesibilitas dll, merupakan penentu posisioning Rumah Sakit yang akan dibangun maupun
melakukan pengembangan peningkatan Layanan Kesehatan Rumah Sakit.
3. Demografi
Pertumbuhan Demografi suatu wilayah dimana lokasi Rumah Sakit tersebut berada dapat
merupakan segmentasi pasar dari layanan kesehatan yang akan diberikan oleh Rumah Sakit
tersebut. Untuk melihat kecenderungan Demografi perlu diproyeksikan hingga maksimal 20
tahun mendatang dengan dasar data series minimal 3 tahun sebelumnya. Proyeksi
Demografi yang dimaksud berupa proyeksi:
a. Jumlah penduduk secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan kecamatan.
b. Jumlah penduduk secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan jenis kelamin.
c. Jumlah penduduk secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan usia.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 9


4. Sosial Ekonomi dan Budaya
a. Sosial Ekonomi
Pada Kajian ini melihat proyeksi Sosial Ekonomi pada wilayah dimana lokasi Rumah
Sakit berada dengan memproyeksikan hingga maksimal 20 tahun mendatang dengan
dasar data series minimal 3 tahun sebelumnya terkait dengan kondisi perekonomian
penduduk dan perekonomian daerah terkait, berupa proyeksi:
1) Jumlah penduduk secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan mata
pencaharian
2) Jumlah penduduk secara keseluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan pendidikan
3) Jumlah sarana pendidikan di wilayah tertentu dimana lokasi Rumah Sakit berada.
4) Laju pertumbuhan ekonomi daerah setempat.
b. Sosial Budaya
Kajian ini melihat proyeksi Sosial Budaya pada wilayah dimana lokasi Rumah Sakit
berada dengan memproyeksikan hingga maksimal 20 tahun mendatang dengan dasar
data series minimal 3 tahun sebelumnya terkait, berupa proyeksi Jumlah penduduk
secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan agama, serta kajian terhadap
kebiasaan atau budaya wilayah terkait dengan pola hidup masyarakat sekitar.
5. Sumber Daya Manusia/Tenaga Kesehatan
Kajian terhadap ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM)/ Ketenagakerjaan di Bidang
Kesehatan pada wilayah dimana Rumah Sakit tersebut berada merupakan pertimbangan
yang harus diperhatikan dalam membuat suatu Layanan Kesehatan Rumah Sakit terutama
dikaitkan dengan Layanan Unggulan.
Ketersediaan SDM/ Ketenagakerjaan di bidang Kesehatan antara lain :
a. Tenaga medis dan penunjang medis
b. Tenaga keperawatan
c. Tenaga kefarmasian
d. Tenaga manajemen Rumah Sakit
e. Tenaga nonkesehatan
6. Derajat Kesehatan
Derajat kesehatan dalam penyusunan Rencana Induk/ Master Plan perlu dilakukan Kajian,
dengan tujuan melihat kecenderungan derajat kesehatan pada wilayah tertentu sehingga
dalam menyiapkan Fasilitas Kesehatan Rumah Sakit sesuai dengan kecenderungan di
wilayah dimana lokasi Rumah Sakit tersebut berada.
Kajian Derajat Kesehatan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Angka Kematian
b. Angka Kelahiran
c. Angka Kesakitan
d. Jumlah Fasilitas Pelayanan Kesehatan
e. Jumlah Tempat Tidur tersedia
f. Indikator Kinerja Rumah Sakit

10 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3.2. ASPEK INTERNAL
Aspek Internal yang akan dianalisis guna melihat kekuatan bagi Rumah Sakit untuk dapat
melaksanakan operasional secara berkesinambungan dengan mengantisipasi ancaman yang
kemungkinan terjadi, serta melihat kelemahan yang perlu diantisipasi oleh Rumah Sakit agar tidak
menjadi suatu hambatan di dalam operasional Rumah Sakit kedepannya.
1. Bangunan Kesehatan
Kajian bangunan kesehatan di sekitar wilayah jangkauan pelayanan Rumah Sakit yang akan
dibangun atau pengembangan dimaksud untuk mendapatkan kecenderungan dalam hal
pangsa pasar serta pola tarif di wilayah tertentu.
2. Pola Penyakit Di Rumah Sakit
Kajian Pola Penyakit di Rumah Sakit dimaksudkan untuk melihat kecederunagn Pola
Penyakit yang banyak terjadi pada Rumah Sakit tersebut dengan memproyeksikan
kencenderungan Pola Penyakit guna menentukan Unggulan Layanan Kesehatan Rumah
Sakit serta penyiapan Fasilitas Sarana dan Prasarananya.
3. Teknologi
Kajian terhadap kemajuan Teknologi berupa Peralatan Kesehatan/ Sumber Daya Alat (SDA)
yang terus menerus mengalami perkembangan tentunya sangat berpengaruh terhadap
Layanan Kesehatan serta kesiapan SDM Rumah Sakit tersebut.
4. Sumber Daya Manusia/Tenaga Kesehatan Di Rumah Sakit
Kajian terhadap Sumber Daya Manusia (SDM)/ Ketenagakerjaan di Rumah Sakit
dimaksudkan mengkaji kesiapan SDM di Rumah Sakit terhadap Jenis Layanan Kesehatan
Rumah Sakit yang akan diberikan kepada masyarakat sesuai dengan segmentasi dan
posisioning dari Rumah Sakit tersebut.
5. Organisasi
Organisasi di Rumah Sakit tentunya akan berpengaruh terhadap kegiatan operasional
Rumah Sakit yang berdampak kepada kinerja suatu Rumah Sakit. Bentuk organisasi akan
disesuaikan dengan jenis layanan dan tipe Rumah Sakit.
6. Kinerja dan Keuangan
Kondisi kinerja Rumah Sakit dan kondisi keuangan Rumah Sakit berupa pendapatan dan
pengeluaran Rumah Sakit akan dikaji dan diproyeksikan yang diharapkan dapat melihat
kecenderungan dan potensi perkembangan kinerja dan pendapatan Rumah Sakit dimasa
mendatang sehingga mendapatkan gambaran kekuatan atau kelemahan rencana
pengembangan Rumah Sakit tersebut.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 11


BAB IV
MASTER PROGRAM

Dalam melaksanakan pembangunan baru atau pengembangan suatu Layanan Kesehatan Rumah
Sakit, tentunya dilakukan dengan melalui berbagai macam tahapan baik mulai dari Studi
Kelayakan, Studi Lingkungan, Penyusunan Master Plan, Perencanaan Fisik hingga Pelaksanaan
Pembangunan Fisik. Pada Tahap Awal Studi yang telah dilakukan adalah Penyusunan Studi
Kelayakan (;Feasibility Study) Rumah Sakit, dimana pada tahap ini telah dapat menentukan
Master Program Rumah Sakit. Namun Master Program juga dapat ditentukan melaui Analisis
Kondisi Umum yang dilakukan pada Analisis Rencana Induk/ Master Plan ini.
Master Program merupakan perumusan kecenderungan Rumah Sakit yang menggambarkan
secara umum Layanan Kesehatan Rumah Sakit yang akan dapat diberikan kepada masyarakat.
Hasil Studi Kelayakan ataupun Analisis Kondisi Umum pada Analisis Rencana Induk/ Master Plan
ini sangat menentukan Master Program berupa perumusan kecederungan karena telah mengkaji
seluruh aspek baik Aspek Eksternal yaitu yang telah memberi gambaran mengenai segmentasi
baik dari aspek geografi, demografi, sosesbud, derajat kesehatan dan ketenagakerjaan serta
Aspek Internal yang memberikan gambaran mengenai kondisi Rumah Sakit dilihat dari aspek
lahan, lokasi, SDM dan organisasi, Teknologi hingga kemampuan dari Pendanaan/ Pembiayaan.
Master Program dalam Rencana Induk/ Master Plan, dapat terdiri dari:
1. Jenis Layanan dan Unggulan Rumah Sakit
Jenis layanan yang akan diberikan kepada masyarakat tentunya akan disesuaikan dengan
klasifikasi kelas Rumah Sakit yang akan disiapkan. Jenis layanan tersebut berupa Pelayanan
Medik dan Perawatan, Penunjang Medik dan Operasional, Penunjang Umum dan
Administrasi. Dari jenis layanan yang akan diberikan tentunya perlu adanya suatu Layanan
Unggulan yang akan disiapkan atas dasar kecenderungan pola penyakit yang terjadi di
Rumah Sakit dan di wilayah tempat Rumah Sakit tersebut berada.
2. Penetapan Kelas Rumah Sakit
Penetapan Kelas Rumah Sakit akan ditinjau dari kecenderungan data penyakit sehingga
dapat memperoleh gambaran Kapasitas Kualitas dan Kuantitas Layanan Kesehatan yang
akan dilakukan, atau klasifikasi kelas Rumah Sakit sesuai dengan Jenis layanannya serta
kesiapan SDM yang dimiliki dan Fasilitas Sarana dan Prasarana yang akan disediakan (al.
Bangunan, Peralatan dan Jumlah Tempat Tidur/ TT).
3. Kapasitas Tempat Tidur/ TT dan Klasikfikasi Kelas Perawatan
Perhitungan Kapasitas Tempat Tidur/ TT, berupa jumlah TT yang harus disiapkan oleh
Rumah Sakit tersebut. Perkiraan kebutuhan jumlah TT dapat menggunakan rasio minimal
1/1.000 artinya dari jumlah penduduk pada wilayah jangkauan Rumah Sakit sejumlah 1.000
orang akan dibutuhkan 1 TT. Kecenderungan fasilitas pelayanan kesehatan berupa jumlah
total TT pada fasyankes di wilayah tersebut dapat menjadikan dasar sebagai perhitungan
kebutuhan kapasitas TT yang selanjutnya akan dibagi berdasarkan klasifikasi kelas
perawatan sesuai dengan Analisis Daya Beli masyarakat sekitar sebagai Pangsa Pasar
Rumah Sakit serta pemenuhan Pedoman dan Ketentuan yang berlaku.

12 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


4. Perhitungan SDM dan Struktur Organisasi
Dalam hal pemenuhan ketenagaan atau Sumber Daya Manusia (SDM) perlu
mempertimbangkan/ memperhitungkan tenaga seefektif mungkin agar menjadikan suatu
Manajemen Rumah Sakit yang baik. Dalam membentuk suatu Struktur Organisasi dan uraian
tugas akan disusun sesuai dengan klasifikasi kelas Rumah Sakit dan Standar atau Ketentuan
yang berlaku.
5. Kebutuhan Ruang Bangunan Rumah Sakit
Kebutuhan Ruang Bangunan Rumah Sakit akan desesuaikan dengan Jenis dan Kapasitas
Layanan serta Aktifitas yang akan diberikan oleh Rumah Sakit kepada masyarakat.
Perhitungan besaran ruangan masing-masing ruangan pada bangunan berdasarkan fungsi
akan dihitung sesuai dengan standar Arsitektur serta Pedoman Teknis di Bidang Sarana dan
Prasarana Rumah Sakit. Secara perhitungan kasar Standar Luas Lantai Bangunan total
Rumah Sakit dapat dihitung sebesar 80 – 110 m2 / TT.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 13


BAB V
PROGRAM FUNGSI

Program Fungsi merupakan suatu penjelasan secara rinci dari Master Program atau Perumusan
Kecenderungan Rumah Sakit dalam bentuk-bentuk kegiatan pada Rumah Sakit, berupa :

5.1. AKTIVITAS KERJA


Aktivitas Rumah Sakit sangat dipengaruhi oleh Kinerja Rumah Sakit. Aktivitas Rumah Sakit dapat
dipengaruhi oleh penempatan fungsi-fungsi ruangan yang harus berkaitan atau berhubungan
dengan akses yang mudah dan cepat antara fungsi-fungsi yang berkaitan.
Secara umum Pola akitifitas di Rumah Sakit terdiri dari aktivitas-aktivitas:
1. Dalam Bangunan Rumah Sakit
Pola aktivitas dan sirkulasi yang terbentuk dari adanya pergerakan yang timbul dari kegiatan -
kegiatan yang berlangsung di dalam bangunan Rumah Sakit, yang terdiri atas kegiatan
perawatan medik, pelayanan penunjang medik dan non medik, Administrasi dan rekam
medik, servis dan utilitas, serta pelayanan perawatan gawat darurat, dapat diuraikan sebagai
berikut :
a. Pola yang terbentuk dari adanya kegiatan Pelayanan Medis baik alur pasien, Tenaga
Medis dan Penunjang Medis, Tenaga Non Medis serta Pengunjung atau Pengantar/
Keluarga pasien serta alur peralatan.
b. Pola sirkulasi aktivitas seluruh kegiatan Rumah Sakit dengan pengaturan alur tersebut
diatas memenuhi ketentuan dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah
Sakit.
c. Pelayanan Penunjang Medis dan Non Medis yang terbentuk akibat adanya kegiatan
Medis dan penunjangnya.
d. Pelayanan dan Asuhan Keperawatan yang terbentuk adanya kegiatan Tenaga, Peralatan
Medis dan Non Medis, Pasien dan keluarganya serta pengunjung lainnya pada rawat
Jalan dan Rawat Inap.
e. Pelayanan Rujukan yang terbentuk akibat adanya persyaratan dari yang melakukan
perujukan terhadap Rumah Sakit dalam pelayanan Medis dan Non Medis
f. Pelaksanaan Administrasi Umum dan Keuangan terjadi dengan adanya kegiatan
Administrasi Umum dan Keuangan guna tercapainya Tertib Administrasi dan percepatan
pelayanan, dimana terjadi kegiatan petugas, pasien dan keluarganya serta berkas/ file.
2. Luar Bangunan Rumah Sakit
Pola aktifitas yang terbentuk dari adanya kegiatan-kegiatan yang terjadi di luar bangunan
Rumah Sakit, yang terdiri atas pergerakan kendaraan: pengunjung, pasien rawat jalan dan
rawat inap, dokter/ staf Rumah Sakit, servis dan gawat darurat. Selain itu faktor yang
mempengaruhi aktifitas di luar bangunan adalah ketersediaan sarana parkir untuk Pasien,
pengunjung, dokter/ staf Rumah Sakit dan Servis, pola pengiriman barang dan servis, dan
aktifitas unit gawat darurat terutama yang dikaitkan dengan pola sirkulasi dan perletakan titik
pencapaian/ pintu keluar masuk agar tidak saling silang menggangu antar kegiatan dan jelas
serta mudah pencapaiannya, dapat diuraikan sebagai berikut:

14 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


a. Pola yang terbentuk dari adanya arus bolak-balik pasien baik yang menggunakan
kendaraan pribadi maupun ambulans.
b. Pola yang terbentuk dari adanya arus bolak-balik pasien yang berjalan kaki.
c. Pola yang terbentuk dari jumlah pengunjung yang harus setara dengan penyediaan
fasilitas parkir.
d. Pola yang terbentuk dari adanya aktifitas staf/karyawan Rumah Sakit yang dalam
pelaksanaannya membutuhkan fasilitas parkir.
e. Menyediakan fasilitas yang aksesibel.
f. Mengendalikan pertambahan dan penurunan jumlah pegawai berkaitan dengan
ketersediaan parkir.
g. Pengiriman barang kebutuhan operasional Rumah Sakit.
h. Pola aktifitas pasien rawat jalan.
Rencana Pola Aktifitas Dalam Bangunan di Rumah Sakit dikelompokan dengan kegiatan dari
masing-masing pihak dan persyaratan bangunan dan prasarananya. Konsep dasar untuk
pengelompokkan dan pola aktifitas di Rumah Sakit adalah dengan cara menyusun sistem
Zonasi berdasarkan tingkat resiko terjadinya penularan penyakit, zonasi berdasarkan privasi,
zonasi berdasarkan pelayanan yang saling berkaitan dan saling mendukung untuk
menghasilkan Pelayanan Kesehatan yang memenuhi persyaratan Medis dan Lingkungan
serta aman, nyaman dan mudah bagi pengguna Rumah Sakit.
Masalah yang dapat terjadi dari pola aktifitas ini adalah kejelasan Pintu Utama, Pintu IGD dan
Pintu Servis Rumah Sakit yang dibuat secara terpisah dengan mengutamakan keamanan dan
fungsinya. Selain itu pengelompokan aktifitas tetap harus memperhatikan perletakannya agar
kegiatan dapat dilakukan dengan cepat dan nyaman bagi pelaku dan penerima layanan,
disamping persyaratan dari lokasi dan lingkungan lokasinya.
Rencana Pola Aktifitas Luar Bangunan di Rumah Sakit dikelompokan dengan kegiatan dari
masing-masing pihak dan persyaratan sarana dan prasarananya serta lingkungan sekitar
lokasi/lahan. Pengelompokan kegiatan dari masing-masing pihak dan persyaratan sarana dan
prasarananya serta lingkungan pada lokasi lahan dikelompokan atas: Bangunan Utama
Rumah Sakit, Bangunan Sarana Prasarana Penunjang dan Pelayanan Rumah Sakit serta
Jalan, Parkir dan Taman. Perletakannya perlu mendapat perhatian terhadap Jalan Raya dan
kondisi lingkungan sekitarnya di sekeliling lokasi dari faktor keamanan dan kemudahan serta
pencemaran lingkungan.

5.2. HUBUNGAN FUNGSIONAL


Hubungan Fungsional Rumah Sakit adalah hubungan antar Fungsi kegiatan dalam memberikan
pelayanan kesehatan yang saling berkaitan satu sama lain guna menghasilkan pelayanan yang
sesuai dengan standar dan dengan memperhatikan faktor efisiensi dan efektifitas dalam segala
bidang. Rencana Fisik Bangunan dari sebuah Rumah Sakit pada dasarnya menjelaskan segala
hal yang terkait dengan upaya penetapan lokasi kerja setiap unit pekerjaan dalam bentuk Rencana
Zonasi / Rencana Kelompok Peruntukan Ruang dan atau Rencana Blok Bangunan Rumah Sakit
sesuai dengan luasan lantai dan fungsinya bangunan guna memenuhi kebutuhan utama dan
penunjangnya.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 15


5.3. PENGELOMPOKKAN/ ZONASI
Pengelompokkan/ zonasi rumah sakit pengkategoriannya yaitu zonasi berdasarkan tingkat risiko
terjadinya penularan penyakit, zonasi berdasarkan privasi dan zonasi berdasarkan pelayanan.
(1) Zonasi berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit terdiri dari:
ƒ area dengan risiko rendah, yaitu ruang kesekretariatan dan administrasi, ruang komputer,
ruang pertemuan, ruang arsip/rekam medis.
ƒ area dengan risiko sedang, yaitu ruang rawat inap non-penyakit menular, rawat jalan.
ƒ area dengan risiko tinggi, yaitu ruang isolasi, ruang ICU/ICCU, laboratorium,
pemulasaraan jenazah dan ruang bedah mayat, ruang radiodiagnostik.
ƒ area dengan risiko sangat tinggi, yaitu ruang bedah, IGD, ruang bersalin, ruang patologi.
(2) Zonasi berdasarkan privasi kegiatan terdiri dari :
ƒ area publik, yaitu area yang mempunyai akses langsung dengan lingkungan luar rumah
sakit, misalkan poliklinik, IGD, apotek).
ƒ area semi publik, yaitu area yang menerima tidak berhubungan langsung dengan
lingkungan luar rumah sakit, umumnya merupakan area yang menerima beban kerja dari
area publik, misalnya laboratorium, radiologi, rehabilitasi medik.
ƒ area privat, yaitu area yang dibatasi bagi pengunjung rumah sakit, umumnya area
tertutup, misalnya seperti ICU/ICCU, instalasi bedah, instalasi kebidanan dan penyakit
kandungan, ruang rawat inap.
(3) Zonasi berdasarkan pelayanan terdiri dari :
ƒ Zona Pelayanan Medik dan Perawatan yang terdiri dari : Instalasi Rawat Jalan (IRJ),
Instalasi Gawat Darurat (IGD), Instalasi Rawat Inap (IRNA), Instalasi Perawatan Intensif
(ICU/ICCU/PICU/NICU), Instalasi Bedah, Instalasi Rehabilitasi Medik (IRM), Instalasi
Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Unit Hemodialisa, Instalasi Radioterapi, Instalasi
Kedokteran Nuklir, Unit Transfusi Darah (Bank Darah).
ƒ Zona Penunjang dan Operasional yang terdiri dari : Instalasi Farmasi, Instalasi
Radiodiagnostik, Laboratorium, Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT), Instalasi Sterilisasi
Pusat (;Central Sterilization Supply Dept./CSSD), Dapur Utama, Laundri, Pemulasaraan
Jenazah dan Forensik, Instalasi Sanitasi, Instalasi Pemeliharaan Sarana (IPS).
ƒ Zona Penunjang Umum dan Administrasi yang terdiri dari : Bagian Kesekretariatan dan
Akuntansi, Bagian Rekam Medik, Bagian Logistik/ Gudang, Bagian Perencanaan dan
Pengembangan (Renbang), Sistem Pengawasan Internal (SPI), Bagian Pendidikan dan
Penelitian (Diklit), Bagian Sumber Daya Manusia (SDM), Bagian Pengadaan, Bagian
Informasi dan Teknologi (IT).

5.4. POLA SIRKULASI KEGIATAN RUMAH SAKIT


Pada dasarnya jalur sirkulasi adalah jalur yang menjadi titik hubung antara satu pola aktifitas
dengan aktifitas lainnya, baik itu kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan medis, penunjang
medis dan administrasi.
Sirkulasi dalam Bangunan, kemudahan dalam mencapai lokasi layanan perlu mendapatkan
perhatian sepenuhnya baik secara horizontal maupun vertikal secara langsung maupun tidak
langsung dengan pemakaian petunjuk arah yang dapat membantu. Terjadi sirkulasi silang antara

16 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


fungsi-fungsi di dalam bangunan tidak terjadi dengan baik, untuk pemecahan masalah sirkulasi di
dalam bangunan dapat diatasi dengan cara pengelompokan fungsi secara baik dan teratur.
Kondisi sirkulasi di luar bangunan dilihat dari besaran, kenyamanan, dan pencapaian serta jarak
pencapaian antar fungsi perlu diatur dengan baik untuk pejalan kaki, maupun untuk kendaraan.
Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya konflik sirkulasi pencapaian ke dalam fungsi
layanan.
Fungsi-fungsi layanan tertentu memerlukan akses cepat dan mudah ditemukan sehingga perlu
dipertimbangkan :
- Peletakkan pintu dan besarannya.
- Tata letak fungsi bangunan, jarak antar massa bangunan dan luasannya.
- Pengaturan sirkulasi, jarak, dan besaran baik untuk pejalan kaki dan kendaraaan.
- Jarak Pencapaian dari halte kendaraan umum menuju ke pintu utama lokasi Rumah Sakit
harus dekat dan aman bagi pejalan kaki.
Perencanaan jalur sirkulasi dari dan menuju bangunan harus memperhatikan hal sebagai berikut:
- Mencegah terjadinya sirkulasi silang
- Pintu Masuk Utama harus mudah terlihat dan dicapai.
- Tersedia fasilitas parkir yang memadai dan parkir khusus bagi penyandang cacat.
- Pintu Masuk RS minimal 3 pintu, yaitu pintu utama, pintu khusus ke Instalasi Gawat Darurat
dan pintu ke area servis.
Komponen-komponen yang membentuk jalur sirkulasi dalam dan luar bangunan, yaitu:
1. Akses Horisontal yaitu Koridor/Selasar, terdiri dari koridor/Selasar yang beratap dan tidak
yang harus dapat memberikan kenyamanan bagi penggunanya, khusus untuk lantainya
digunakan material bangunan yang tidak licin. Koridor/ Selasar juga harus
mempertimbangkan aksesibilitas untuk evakuasi, orang yang berkebutuhan khusus,
termasuk penyandang cacat. Ukuran koridor/selasar yang aksesibilitas minimal 2,4 meter.
2. Akses Vertikal
a. Tangga
Tangga merupakan fasilitas bagi pergerakan vertikal yang dirancang dengan
mempertimbangkan ukuran dan kemiringan pijakan dan tanjakan dengan lebar yang
memadai.
Persyaratan tangga adalah sebagai berikut :
(1) Harus memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang berukuran seragam Tinggi
masing-masing pijakan/tanjakan adalah 15 – 17 cm.
(2) Harus memiliki kemiringan tangga kurang dari 600.
(3) Lebar tangga minimal 120 cm untuk membawa usungan dalam keadaan darurat,
untuk mengevakuasi pasien dalam kasus terjadinya kebakaran atau ancaman bom
(3) Tidak terdapat tanjakan yang berlubang yang dapat membahayakan pengguna
tangga.
(4) Harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 17


(5) Pegangan rambat harus mudah dipegang dengan ketinggian 65 cm ~ 80 cm dari
lantai, bebas dari elemen konstruksi yang mengganggu, dan bagian ujungnya
harus bulat atau dibelokkan dengan baik ke arah lantai, dinding atau tiang.
(6) Pegangan rambat harus ditambah panjangnya pada bagian ujung-ujungnya
(puncak dan bagian bawah) dengan 30 cm.
(7) Untuk tangga yang terletak di luar bangunan, harus dirancang sehingga tidak ada
air hujan yang menggenang pada lantainya.
b. Ramp
Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan tertentu, sebagai
alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga. Fungsi dapat digantikan
dengan lift (fire lift). Persyaratan ramp adalah sebagai berikut :
(1) Kemiringan suatu ramp di dalam bangunan tidak boleh melebihi 70, perhitungan
kemiringan tersebut tidak termasuk awalan dan akhiran ramp (curb ramps/landing).
(2) Panjang mendatar dari satu ramp (dengan kemiringan 70) tidak boleh lebih dari
900 cm. Panjang ramp dengan kemiringan yang lebih rendah dapat lebih panjang.
(3) Lebar minimum dari ramp adalah 120 cm dengan tepi pengaman.
(4) Muka datar (bordes) pada awalan atau akhiran dari suatu ramp harus bebas dan
datar sehingga memungkinkan sekurang-kurangnya untuk memutar kursi roda/
stretcher, dengan ukuran minimum 160 cm.
(5) Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ramp harus memiliki tekstur sehingga
tidak licin baik diwaktu hujan.
(6) Lebar tepi pengaman ramp (low curb) 10 cm, dirancang untuk menghalangi roda
dari kursi roda atau stretcher agar tidak terperosok atau ke luar dari jalur ramp.
(7) Ramp harus diterangi dengan pencahayaan yang cukup sehingga membantu
penggunaan ramp saat malam hari. Pencahayaan disediakan pada bagian ramp
yang memiliki ketinggian terhadap muka tanah sekitarnya dan bagian-bagian yang
membahayakan.
(8) Ramp harus dilengkapi dengan pegangan rambatan (handrail) yang dijamin
kekuatannya dengan ketinggian yang sesuai.
c. Lift (;elevator)
Lift merupakan fasilitas lalu lintas vertikal baik bagi petugas RS maupun untuk pasien.
Oleh karena itu harus direncanakan dapat menampung tempat tidur pasien. Persyaratan
lift adalah sebagai berikut :
(1) Ukuran lift rumah sakit minimal 1,50 m x 2,30 m dan lebar pintunya tidak kurang
dari 1,20 m untuk memungkinkan lewatnya tempat tidur dan stretcher bersama-
sama dengan pengantarnya.
(2) Lift penumpang dan lift service dipisah bila dimungkinkan.

18 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(3) Jumlah, kapasitas, dan spesifikasi lif sebagai sarana hubungan vertikal dalam
bangunan gedung harus mampu melakukan pelayanan yang optimal untuk
sirkulasi vertikal pada bangunan, sesuai dengan fungsi dan jumlah pengguna
bangunan RS.
(4) Setiap bangunan RS yang menggunakan lift harus tersedia lift kebakaran yang
dimulai dari lantai dasar bangunan (ground floor).
(5) Lift kebakaran dapat berupa lift khusus kebakaran/lift penumpang biasa/lift barang
yang dapat diatur pengoperasiannya sehingga dalam keadaan darurat dapat
digunakan khusus oleh petugas kebakaran.

5.5. KEBUTUHAN PEMBIAYAAN


Perhitungan Kebutuhan Pembiayaan pembangunan Rumah Sakit diperhitungkan dengan rincian
item pembiayaan sebagai berikut:
1. Biaya Jasa Konsultansi
- Biaya Penyusunan Studi Kelayakan, Rencana Induk dan UPL/UKL
- Biaya Perencanaan Konstruksi Bangunan (DED)
- Biaya Pengawasan/Manajemen Konstruksi Pembangunan Konstruksi Fisik
2. Biaya Pembangunan/Renovasi Bangunan
- Persiapan
- Pekerjaan Standar
- Pekerjaan Non Standar
3. Biaya Furnitur dan Peralatan Kesehatan
4. Biaya Manajemen Proyek, Perizinan dan Pra Operasional
- Pengadaan dan Penyiapan SDM
- Operasional Awal
- Perijinan-perijinan

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 19


BAB VI
RENCANA BLOK BANGUNAN
DAN KONSEP UTILITAS RUMAH SAKIT

6.1. PERENCANAAN BLOK PLAN


Perencanaan Blok Plan Rumah Sakit di rencanakan secara keseluruhan sesuai dengan kebutuhan
Rumah Sakit mendatang atas dasar jenis layanan, jumlah SDM, Struktur Organisasi, Kapasitas
TT, kelas Rumah Sakit yang telah dihitung dalam peritungan kebutuhan luas ruang bangunan
Rumah Sakit dengan mempertimbangkan pedoman serta kebijakan Daerah setempat.
Perencanaan Blok Plan secara keseluruhan ini dapat dibangun secara bertahap sesuai dengan
kebutuhan berdasarkan kemampuan Sumber Daya (Keuangan, Manusia dan Peralatan) yang
tersedia.

6.2. PERENCANAAN KONSEP UTILITAS


Kebutuhan Pelayanan Jaringan Utilitas bagi kawasan Rumah Sakit merupakan suatu keharusan,
karena keberadaannya akan sangat mempengaruhi kelancaran kegiatan Rumah Sakit. Kebutuhan
Jaringan Utilitas di kawasan Rumah Sakit ini meliputi:
- Air bersih
- Telepon/Komunikasi
- Listrik
- Gas
- Saluran drainase
- Saluran pembuangan air kotor dan limbah
- Tempat pembuangan sampah
- Pemadam kebakaran
Rencana penataan jaringan utilitas di kawasan Rumah Sakit pada dasarnya mengikuti pola
jaringan yang telah ada. Penyediaan ini akan berkaitan langsung dengan beberapa instansi yang
berwenang menangani permasalahan ini. Secara teknis, pembangunan jaringan utilitas tersebut
dilakukan secara hirarkis sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

20 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB VII
RENCANA INDUK/ MASTER PLAN
RUMAH SAKIT

Pentahapan pembangunan Rumah Sakit ini adalah bagian utama dari Rencana Induk/ Master Plan
Rumah Sakit, karena pada bagian ini akan didapat bagaimana rencana dan langkah-langkah dari
tahapan yang harus dilakukan oleh pihak Penentu (Pemilik/Penyandang Dana ataupun Pengelola
Rumah Sakit) dalam rangka mewujudkan target dan sasarannya dalam membangun dan
mengembangkan Rumah Sakit dari aspek-aspek penentunya.
Perencanaan dan Pentahapan pembangunan Rumah Sakit ini diuraikan dalam suatu Rencana
Induk/ Master Plan Rumah Sakit yang mencakup aspek-aspek penentunya, yaitu:
1. Rencana Pentahapan Penyediaan Fisik Rumah Sakit
2. Rencana Pentahapan Penyediaan Sumber Daya Manusia/ SDM Rumah Sakit
3. Rencana Pentahapan Penyediaan Sumber Daya Alat/ SDA Rumah Sakit
4. Rencana Pentahapan Penyediaan Pembiayaan Pembangunan Rumah Sakit
Yang disusun dengan mengkaitkannya kepada kesiapan dana/ keuangan/ pembiayaan dan target
waktu serta sasaran Rencana Strategi dan Rencana Bisnis yang akan dicapai.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 21


BAB VIII
PENUTUP

8.1 Pedoman ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan oleh pengelola fasilitas pelayanan
kesehatan, penyedia jasa perencanaan, Pemerintah Daerah, dan instansi yang terkait
dengan kegiatan pengaturan dan pengendalian penyelenggaraan pembangunan bangunan
fasilitas pelayanan kesehatan, guna menjamin kesehatan penghuni bangunan dan
lingkungan terhadap bahaya penyakit.
8.2 Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau yang bersifat alternatif, serta
penyesuaian Pedoman Master Plan Rumah Sakit oleh masing-masing daerah disesuaikan
dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan daerah.
8.3 Dalam penyusunan Master Plan Rumah Sakit dapat berkoordinasi dan berkonsultansi
dengan Sub Direktorat Bina Sarana dan Prasarana Kesehatan Direktorat Bina Pelayanan
Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan.

22 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


PEDOMAN BANGUNAN DAN PRASARANA
RUMAH SAKIT KELAS B

DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATAN


SUB DIREKTORAT BINA SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN
TAHUN 2012
Kata Pengantar

Rumah sakit umum (RSU) diklasifikasikan menjadi 4 kelas yang didasari oleh beban kerja dan
fungsi rumah sakit yaitu rumah sakit kelas A, kelas B, Kelas C dan Kelas D. Dari ke 4 kelas
tersebut yang akan dibahas dalam pedoman ini adalah rumah sakit kelas B yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan sub spesialistik
terbatas. Dalam rangka mencapai kualitas dan kemampuan pelayanan medis pada Rumah Sakit
Kelas B ini, maka harus didukung dengan sarana dan prasarana rumah sakit yang terencana, baik
dan benar. Oleh karena itu lingkup dari pedoman teknis ini meliputi sarana (gedung),dan
prasarana rumah sakit kelas B.

Rumah sakit harus memenuhi, persyaratan teknis sarana dan prasarana rumah sakit yang
menunjang pelayanan kesehatan secara paripurna. Keseluruhan persyaratan tersebut harus
direncanakan sesuai dengan standard dan kaidah-kaidah yang berlaku. Adapun secara umum
yang dimaksud dengan sarana adalah segala sesuatu hal yang menyangkut fisik gedung/
bangunan serta ruangan. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang membuat sarana
tersebut dapat berfungsi seperti pengadaan air bersih, listrik, instalasi air limbah dan lain-lain.
Persyaratan rumah sakit disarankan memenuhi kriteria pemilihan lokasi rumah sakit dengan
mempertimbangkan aspek sosio-ekonomi masyarakat, aksesibilitas dan luas lahan untuk
bangunan rumah sakit; serta persyaratan teknis lainnya.
Persyaratan teknis sarana rumah sakit meliputi persyaratan atap, langit-langit, dinding, lantai,
struktur dan konstruksi, pintu dan toilet.
Persyaratan teknis prasarana rumah sakit meliputi persyaratan, ventilasi, listrik, air bersih,
drainase, pengolahan limbah, sistem proteksi terhadap bahaya kebakaran, sistem komunikasi,
sistem tata suara, pencahayaan, sistem gas medis, sarana transportasi vertikal (ramp dan tangga
serta lift),dan sebagainya.
Penyusunan “Pedoman Teknis Fasilitas Rumah Sakit Kelas B“ ini diharapkan dapat digunakan
sebagai rujukan oleh pengelola fasilitas pelayanan kesehatan setingkat rumah sakit kelas B, para
pengelola rumah sakit, para pengembang rumah sakit (Yayasan, Badan Usaha maupun Konsultan
Perencanaan dan Perancangan) yang akan merencanakan, sehingga masing-masing pihak dapat
mempunyai kesamaan persepsi mengenai fasilitas rumah sakit.
Kami mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun dan semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan pedoman ini.

Jakarta, Desember 2010

KEPALA PUSAT SARANA, PRASARANA DAN


PERALATAN KESEHATAN

Sukendar Adam DIM. M.Kes


NIP. 195706191981031003

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar iii


Pendahuluan xi

BAGIAN - I KETENTUAN UMUM


1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
1.3 Pengertian 2

BAGIAN - II PENGERTIAN DAN KLASIFIKASI RUMAH SAKIT KELAS B


2.1 Umum 5
2.2 Pengelompokan Area Fasilitas RS Kelas B 7
2.3 Alur Sirkulasi Pasien 8
2.4 Uraian Fasilitas Rumah Sakit 9

BAGIAN - III PERSYARATAN UMUM BANGUNAN RUMAH SAKIT


3.1 Lokasi Rumah Sakit 66
3.2 Perencanaan bangunan rumah sakit 71

BAGIAN - IV PERSYARATAN TEKNIS SARANA RUMAH SAKIT


4.1 Atap 74
4.2 Langit-langit 74
4.3 Dinding dan Partisi 74
4.4 Lantai 75
4.5 Struktur Bangunan 76
4.6 Pintu 81
4.7 Toilet (Kamar Kecil) 82

BAGIAN - V PERSYARATAN TEKNIS PRASARANA RUMAH SAKIT


5.1 Sistem Proteksi Kebakaran 84
5.2 Sistem Komunikasi Dalam Rumah Sakit 85
5.3 Sistem Proteksi Petir 94
5.4 Sistem Kelistrikan 95
5.5 Sistem Penghawaan (Ventilasi) dan Pengkondisian Udara (;HVAC) 98
5.6 Sistem Pencahayaan 100
5.7 Sistem Fasilitas Sanitasi 101
5.8 Sistem Instalasi Gas Medik 103
5.9 Sistem Pengendalian Terhadap Kebisingan dan Getaran 105
5.10 Sistem Hubungan Horisontal dalam rumah sakit 107
5.11 Sistem Hubungan (Transportasi) Vertikal dalam rumah sakit 107
5.12 Sarana Evakuasi 113
5.13 Aksesibilitas Penyandang Cacat 113
5.14 Sarana/Prasarana Umum 114

BAGIAN - VI PENUTUP 115

KEPUSTAKAAN 116
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Lampiran – Gambar

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | v


DAFTAR GAMBAR

1 Gambar 2.3 Alur sirkulasi pasien di dalam rumah sakit umum


2 Gambar 2.4.1.1 Alur Kegiatan pada Instalasi Rawat Jalan
3 Gambar 2.4.1.2 Alur Kegiatan pada Instalasi Gawat Darurat
4 Gambar 2.4.1.3 Alur Kegiatan pada Instalasi Rawat Inap
5 Gambar 2.4.1.4 Alur Kegiatan pada Instalasi Perawatan Intensif (ICU)
6 Gambar 2.4.1.5 Alur Kegiatan pada Instalasi Bedah Sentral (COT)
7 Gambar 2.4.1.6 Alur Kegiatan pada Instalasi Kebidanan dan Penyakit
Kandungan (Obstetri dan Ginekologi)
8 Gambar 2.4.1.7 Alur Kegiatan pada Instalasi Rehabilitasi Medik
9 Gambar 2.4.1.8 Alur Kegiatan pada Unit Hemodialisa
10 Gambar 2.4.2.1 Alur Kegiatan pada Instalasi Farmasi
11 Gambar 2.4.2.2 Alur Kegiatan pada Instalasi Radiodiagnostik
12 Gambar 2.4.2.3 Alur Kegiatan pada Instalasi Laboratorium
13 Gambar 2.4.2.4 Alur Kegiatan pada Bank Darah/UTDRS
14 Gambar 2.4.2.5 Alur Kegiatan pada Instalasi Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT)
15 Gambar 2.4.2.6 Alur Kegiatan pada Instalasi Pemulasaraan Jenazah dan
Forensik.
16 Gambar 2.4.2.7 Alur Kegiatan pada Instalasi Sterilisasi Pusat (;CSSD)
17 Gambar 2.4.2.8 Alur Kegiatan pada Instalasi Dapur Utama dan Gizi Klinik
18 Gambar 2.4.2.9 Alur Kegiatan pada Instalasi Pencucian Linen (;Laundry).
19 Gambar 2.4.2.10 Alur Kegiatan pada Instalasi Sanitasi
20 Gambar 2.4.2.11 Alur Kegiatan pada Instalasi Pemeliharaan Sarana
21 Gambar 2.4.3 Alur Kegiatan pada Area Penunjang Umum & Administrasi RS
22 Gambar 3.1.3.a Zoning Rumah Sakit Berdasarkan Pelayanan Pada RS Pola
Pembangunan Horisontal
23 Gambar 3.1.3.b Zoning Rumah Sakit Berdasarkan Pelayanan Pada RS Pola
Pembangunan Vertikal
24 Gambar 3.2.3-a Contoh gambar akses pintu masuk RS.
25 Gambar 3.2.3-b Contoh Model Aliran Lalu Lintas dalam RS.
26 Gambar 3.2.3-c Contoh Model Perletakan Instalasi-instalasi pada Site RS
(Rencana Blok).
27 Gambar 4.6.1 Pintu kamar mandi pada ruang rawat inap harus terbuka ke luar.
28 Gambar 4.7.2 Ruang gerak dalam Toilet untuk Aksesibel.
29 Gambar 5.11.1.a Tipikal ramp
30 Gambar 5.11.1.b Bentuk-bentuk ramp
31 Gambar 5.11.1.c Kemiringan ramp
32 Gambar 5.11.1.d Pegangan rambat pada ramp

33 Gambar 5.11.1.e Kemiringan sisi lebar ramp

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | vii
34 Gambar 5.11.1.f Pintu di ujung ramp
35 Gambar 5.11.2.a Tipikal tangga
36 Gambar 5.11.2.b Pegangan rambat pada tangga
37 Gambar 5.11.2.c Desain profil tangga
38 Gambar 5.11.2.d Detail pegangan rambat tangga
39 Gambar 5.11.2.e Detail pegangan rambat pada dinding

viii | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


DAFTAR TABEL

1 Tabel 2.4.1.1 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Rawat Jalan.

2 Tabel 2.4.1.2 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Gawat Darurat.

3 Tabel 2.4.1.3 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Rawat Inap.

4 Tabel 2.4.1.4 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Perawatan Intensif (ICU).

5 Tabel 2.4.1.5 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Bedah Sentral (COT).

6 Tabel 2.4.1.6 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Kebidanan dan Penyakit Kandungan.

7 Tabel 2.4.1.7 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Rehabilitasi Medik.

8 Tabel 2.4.1.8 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Unit Hemodialisa.

9 Tabel 2.4.1.9 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Radioterapi.

10 Tabel 2.4.1.10 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Kedokteran Nuklir.

11 Tabel 2.4.2.1 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Farmasi.

12 Tabel 2.4.2.2 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Radiodiagnostik.

13 Tabel 2.4.2.3 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Laboratorium.

14 Tabel 2.4.2.4 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Bank Darah/Unit Transfusi Darah Rumah Sakit.

15 Tabel 2.4.2.5 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT).

16 Tabel 2.4.2.6 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas Instalasi Pemulasaraan Jenazah dan Forensik.

17 Tabel 2.4.2.7 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Sterilisasi Pusat (;CSSD)

18 Tabel 2.4.2.8 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Dapur Utama dan Gizi Klinik.

19 Tabel 2.4.2.9 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Pencucian Linen (;Laundry).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | ix


20 Tabel 2.4.2.10 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Sanitasi.

21 Tabel 2.4.2.11 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Pemeliharaan Sarana.

22 Tabel 2.4.3 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Area Penunjang Umum dan Administrasi RS.

23 Tabel 3.1.4 Kebutuhan ruang minimal untuk rumah sakit umum.

24 Tabel 5.5.2 Tabel Standar Suhu, Kelembaban, dan Tekanan Udara Menurut
Fungsi Ruang atau Unit.

25 Tabel 5.6 Tabel Indeks Pencahayaan Menurut Jenis Ruang atau Unit.

26 Tabel 5.9 Tabel Indeks Kebisingan Menurut Jenis Ruang atau Unit.

27 Tabel 5.6 Tabel Indeks Pencahayaan Menurut Jenis Ruang atau Unit.

x | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Pendahuluan

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan


karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan,
kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang tetap mampu
meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakt agar terwujud
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Rumah sakit adalah bangunan gedung atau sarana kesehatan yang memerlukan perhatian
khusus dari segi keamanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan,
dimana berdasarkan Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal
3 menyebutkan bahwa pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan :
a. mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan;
b. memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan
rumha sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;
c. meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit;
Mengingat hal tersebut diatas, maka suatu pelayanan yang diselenggarakan rumah sakit
harus memiliki suatu standar acuan ditinjau dari segi sarana fisik bangunan, serta
prasarana atau infrastruktur jaringan penunjang yang memadai.
Dalam rangka memenuhi suatu standar acuan tersebut diperlukan suatu pedoman
perencanaan rumah sakit yang memadai, salah satunya adalah “Pedoman Teknis Fasilitas
Rumah Sakit Kelas B ”, agar dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pengembangan dan
perencanaan bangunan rumah sakit kelas B.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | xi


BAGIAN – I
KETENTUAN UMUM

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan


karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan
kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang
tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh
masyarakt agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Rumah sakit adalah bangunan gedung atau sarana kesehatan yang memerlukan
perhatian khusus dari segi keamanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan
kemudahan, dimana berdasarkan Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit pasal 3 menyebutkan bahwa pengaturan penyelenggaraan
Rumah Sakit bertujuan :
a. mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan;
b. memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,
lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;
c. meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit;

Undang-undang tentang bangunan gedung nomor 28 tahun 2002 juga


menyebutkan bahwa bangunan gedung penting sebagai tempat manusia
melakukan kegiatan, maka perlu diperhatikan keamanan, keselamatan,
kesehatan, kenyamanan dan kemudahan.

Pengkategorian rumah sakit dibedakan berdasarkan jenis penyelenggaraan


pelayanan, yang terdiri dari rumah sakit umum (RSU) yaitu rumah sakit yang
memberikan pelayanan kesehatan semua jenis penyakit, sedangkan rumah sakit
khusus (RSK), yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada suatu
jenis penyakit tertentu berdasarkan ke khususannya.

Rumah sakit umum (RSU) diklasifikasikan menjadi 4 kelas yang didasari oleh
beban kerja dan fungsi rumah sakit yaitu rumah sakit kelas A, kelas B, Kelas C
dan Kelas D. dari ke 4 kelas tersebut yang akan dibahas dalam pedoman ini
adalah rumah sakit kelas B yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan sub spesialistik terbatas, lingkup
dari pedoman teknis ini meliputi sarana (bangunan) dan prasarana (utilitas) rumah
sakit kelas B.

Pedoman ini di susun sebagai panduan teknis penyelenggaraan bangunan


gedung rumah sakit kelas B yang merupakan perkembangan dari pedoman teknis
bangunan gedung rumah sakit kelas C, ini membahas tentang persyaratan umum
bangunan rumah sakit kelas B, persyaratan teknis sarana rumah sakit kelas B,
persyaratan teknis prasarana rumah sakit kelas B, dan uraian bangunan rumah
sakit kelas B.

Dari pembahasan pedoman ini diharapkan dapat memberikan arahan, referensi


cara-cara pengembangan dan perencanaan bangunan rumah sakit kelas B, yang
diperlukan oleh investor, pemilik rumah sakit, pemberi ijin rumah sakit.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 1


1.2 Tujuan
Tujuan umum dari diterbitkannya buku pedoman ini adalah :
Sebagai pedoman dalam pengembangan dan perencanaan bangunan rumah sakit
kelas B
Tujuan khusus dari diterbitkannya buku pedoman ini adalah :
1. Menjadi pedoman dalam pengembangan dan perencanaan bangunan gedung
rumah sakit kelas B.
2. Meningkatkan pengetahuan tentang tata cara pengembangan dan
perencanaan bangunan gedung rumah sakit kelas B
3. Meningkatkan pengetahuan bagi manajemen RS dalam pengambilan
keputusan pada pemilihan tata letak pengembangan dan perencanaan
pengembangan dan perencanaan bangunan gedung rumah sakit kelas B.

1.3 Pengertian.

1.3.1 Bangunan gedung.


Wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat dan
kedudukannya, sebagian atau seluruhnya yang berada di atas tanah/perairan,
ataupun di bawah tanah/perairan, tempat manusia melakukan kegiatannya, baik
untuk hunian maupun tempat tinggal, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya
maupun kegiatan khusus.

1.3.2 Rumah sakit.


Institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan, dan gawat darurat

1.3.3 Rumah sakit umum.


Rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan semua jenis penyakit dari
yang bersifat dasar sampai dengan sub spesialistik.

1.3.4 Pembangunan rumah sakit pola horisontal.


Zonasi rumah sakit diatur/ disusun pada massa-massa bangunan yang saling
berhubungan satu dengan yang lainnya secara lateral, sehingga pola pergerakan
aktifitas umumnya adalah secara horisontal. Pengembangan rumah sakit pola
horisontal membutuhkan luas lahan yang besar.

1.3.5 Pembangunan rumah sakit pola vertikal.


Zonasi rumah sakit diatur/ disusun pada massa bangunan bertingkat, sehingga
pola pergerakan aktifitas umumnya adalah secara vertikal. Pengembangan rumah
sakit pola vertikal umumnya dilaksanakan pada daerah dengan lahan yang
terbatas dan/ harga tanahnya relatif mahal.

1.3.6 Rumah sakit umum kelas B.


rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan sekurang-
kurangnya 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar, 4 (empat) pelayanan
spesialis penunjang medik, 8 (delapan) pelayanan medik spesialis lainnya dan 2
(dua) pelayanan medik subspesialis dasar serta dapat menjadi RS pendidikan
apabila telah memenuhi persyaratan dan standar.

2 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


1.3.7 Rumah sakit umum kelas B Non Pendidikan.
Rumah sakit umum kelas B yang tidak menyelenggarakan pendidikan formal di
bidang kesehatan.

1.3.8 Rumah sakit umum kelas B Pendidikan.


Rumah sakit umum kelas B yang menyelenggarakan pendidikan formal di bidang
kesehatan.

1.3.9 Fasilitas.
Fasilitas adalah segala sesuatu hal yang menyangkut Sarana, Prasarana maupun
Alat (baik alat medik maupun alat non medik) yang dibutuhkan oleh rumah sakit
dalam memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi pasien.

1.3.10 Sarana.
Segala sesuatu benda fisik yang dapat tervisualisasi mata maupun teraba oleh
panca indra dan dengan mudah dapat dikenali oleh pasien dan (umumnya)
merupakan bagian dari suatu gedung ataupun bangunan gedung itu sendiri.

1.3.11 Prasarana.
Benda maupun jaringan / instalasi yang membuat suatu sarana yang ada bisa
berfungsi sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

1.3.12 Instalasi Rawat Jalan.


Fasilitas yang digunakan sebagai tempat konsultasi, penyelidikan, pemeriksaan
dan pengobatan pasien oleh dokter ahli di bidang masing-masing yang disediakan
untuk pasien yang membutuhkan waktu singkat untuk penyembuhannya atau tidak
memerlukan pelayanan perawatan.

1.3.13 Instalasi Gawat Darurat.


Fasilitas yang melayani pasien yang berada dalam keadaan gawat dan terancam
nyawanya yang membutuhkan pertolongan secepatnya.

1.3.14 Instalasi Rawat Inap.


Fasilitas yang digunakan merawat pasien yang harus di rawat lebih dari 24 jam
(pasien menginap di rumah sakit).

1.3.15 Instalasi Perawatan Intensif (Intensive Care Unit = ICU).


Fasilitas untuk merawat pasien yang dalam keadaan sakit berat sesudah operasi
berat atau bukan karena operasi berat yang memerlukan pemantauan secara
intensif dan tindakan segera.

1.3.16 Instalasi Kebidanan dan penyakit kandungan.


Fasilitas menyelenggarakan kegiatan persalinan, perinatal, nifas dan gangguan
kesehatan reproduksi.

1.3.17 Instalasi Bedah.


Suatu unit khusus di rumah sakit yang berfungsi sebagai tempat untuk melakukan
tindakan pembedahan/operasi secara elektif maupun akut, yang membutuhkan
kondisi steril dan kondisi khusus lainnya.

1.3.18 Instalasi Farmasi.


Fasilitas untuk penyediaan dan membuat obat racikan, penyediaan obat paten,
serta memberikan informasi dan konsultasi perihal obat.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 3


1.3.19 Instalasi Radiodiagnostik.
Fasilitas untuk melakukan pemeriksaan terhadap pasien dengan menggunakan
energi radioaktif dalam diagnosis dan pengobatan penyakit.
1.3.20 Instalasi Radioterapi.
Fasilitas pelayanan pengobatan pasien dengan penggunaan partikel atau
gelombang berenergi tinggi seperti sinar gamma, berkas elektron, foton, proton
dan neutron untuk menghancurkan sel kanker.
1.3.21 Instalasi Kedokteran Nuklir.
Fasilitas yang digunakan untuk menegakkan diagnosis, terapi penyakit serta
penelitian dengan memanfaatkan materi radioaktif yaitu menggunakan sumber
radiasi terbuka (“unsealed’).
1.3.22 Unit Hemodialisa
Fasilitas tempat pasien cuci darah akibat terjadinya gangguan pada ginjal.
1.3.23 Instalasi Sterilisasi Pusat (;CSSD/ Central Supply Sterilization Departement)
Instalasi Sterilisasi Pusat (;Central Sterile Supply Department = CSSD). Fasilitas
untuk mensterilkan instrumen, linen, bahan perbekalan.

1.3.24 Instalasi Laboratorium.


Fasilitas kerja khususnya untuk melakukan pemeriksaan dan penyelidikan ilmiah
(misalnya fisika, kimia, higiene, dan sebagainya)

1.3.25 Instalasi Rehabilitasi Medik.


Fasilitas pelayanan untuk memberikan tingkat pengembalian fungsi tubuh dan
mental pasien setinggi mungkin sesudah kehilangan/ berkurangnya fungsi
tersebut.
1.3.26 Instalasi Diagnostik Terpadu.
Fasilitas diagnostik kondisi medis organ tubuh pasien.
1.3.27 Bagian Administrasi dan Manajemen
Suatu unit dalam rumah sakit tempat melaksanakan kegiatan administrasi
pengelolaan/ manajemen rumah sakit serta tempat melaksanakan kegiatan
merekam dan menyimpan berkas-berkas jati diri, riwayat penyakit, hasil
pemeriksaan dan pengobatan pasien yang diterapkan secara terpusat/sentral.
1.3.28 Instalasi Pemulasaran Jenazah dan Forensik.
Fasilitas untuk meletakkan/menyimpan sementara jenazah sebelum diambil oleh
keluarganya, memandikan jenazah, pemulasaraan dan pelayanan forensik.

1.3.29 Instalasi Gizi/Dapur.


Fasilitas melakukan proses penanganan makanan dan minuman meliputi
kegiatan; pengadaan bahan mentah, penyimpanan, pengolahan, dan penyajian
makanan-minuman.

1.3.30 Instalasi Cuci (Laundry).


Fasilitas untuk melakukan pencucian linen rumah sakit.

1.3.31 Bengkel Mekanikal dan Elektrikal (;Workshop)


Fasilitas untuk melakukan pemeliharaan dan perbaikan ringan terhadap
komponen-komponen Sarana, Prasarana dan Peralatan Medik.

4 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAGIAN – II
PENGERTIAN DAN KLASIFIKASI
RUMAH SAKIT KELAS B

2.1 Umum

Pengklasifikasian rumah sakit dibedakan berdasarkan jenis penyelenggaraan


pelayanan, yang terdiri dari rumah sakit umum (RSU), yaitu rumah sakit yang
memberikan pelayanan kesehatan semua bidang dan jenis penyakit dan rumah
sakit khusus (RSK), yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada
suatu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan kekhususannya.

Klasifikasi Rumah Sakit Umum adalah pengelompokan Rumah Sakit Umum


berdasarkan perbedaan tingkatan menurut kemampuan pelayanan kesehatan,
ketenagaan, fisik dan peralatan yang dapat disediakan dan berpengaruh
terhadap beban kerja, yaitu rumah sakit kelas A, B, C dan D.

Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan sekurang-kurangnya pelayanan umum dan 2 (dua)
pelayanan medik spesialis dasar.

Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan sekurang-kurangnya pelayanan medik 4 (empat)
spesialis dasar dan 4 (empat) pelayanan penunjang medik.

Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 4 (empat)
spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis
lainnya dan 2 (dua) subspesialis dasar serta dapat menjadi RS pendidikan
apabila telah memenuhi persyaratan dan standar.

Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 4 (empat)
spesialis dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis
lainnya dan 13 (tiga belas) subspesialis serta dapat menjadi RS pendidikan
apabila telah memenuhi persyaratan dan standar.

Pelayanan Medik Spesialis Dasar adalah pelayanan medik spesialis Penyakit


Dalam, Obstetri dan ginekologi, Bedah dan Kesehatan Anak. Pelayanan
Spesialis Penunjang adalah pelayanan medik Radiologi, Patologi Klinik,
Patologi Anatomi, Anaestesi dan Reanimasi, Rehabilitasi Medik. Pelayanan
Medik Spesialis lain adalah pelayanan medik spesialis Telinga Hidung dan
Tenggorokan, Mata, Kulit dan Kelamin, Kedokteran Jiwa, Syaraf, Gigi dan Mulut,
Jantung, Paru, Bedah Syaraf, Ortopedi. Pelayanan Medik Sub Spesialis adalah
satu atau lebih pelayanan yang berkembang dari setiap cabang medik spesialis.
Pelayanan Medik Sub Spesialis dasar adalah pelayanan subspesialis yang
berkembang dari setiap cabang medik spesialis 4 dasar. Dan Pelayanan Medik

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 5


Sub Spesialis lain adalah pelayanan subspesialis yang berkembang dari setiap
cabang medik spesialis lainnya.
Kriteria, fasilitas dan kemampuan RSU Kelas B meliputi pelayanan medik umum,
pelayanan gawat darurat, Pelayanan Medik Spesialis dasar, Pelayanan Spesialis
Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis Lain, Pelayanan Medik Spesialis
Gigi Mulut, Pelayanan medik subspesialis, Pelayanan Keperawatan dan
Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik dan Pelayanan Penunjang Non Klinik.

Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan Medik
Gigi Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak /Keluarga Berencana.

Pelayanan gawat darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat darurat 24


jam dan 7 hari seminggu dengan kemampuan melakukan pemeriksaan awal
kasus-kasus gawat darurat, melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai dengan
standar.

Pelayanan Medik Spesialis Dasar terdiri dari Pelayanan Penyakit Dalam,


Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi.

Pelayanan spesialis penunjang Medik terdiri dari Pelayanan Anestesiologi,


Radiologi, Rehabilitasi Medik dan Patologi Klinik.

Pelayanan medik spesialis lain sekurang-kurangnya 8 (delapan) dari 13 (tiga


belas) pelayanan meliputi: mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan
pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi,
bedah syaraf, bedah plastik dan kedokteran forensik.

Pelayanan medik spesialis gigi mulut terdiri dari pelayanan bedah mulut,
konservasi / endodonsi, dan periodonti.

Pelayanan medik subspesialis 2 (dua) dari 4 (empat) subspesialis dasar yang


meliputi: bedah, penyakit dalam, kesehatan anak, obstetri dan ginekologi

Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan intensif, Pelayanan Darah,


Gizi, Farmasi, Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik

Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayanan Laundry/linen, Dapur


Utama, Pemulasaraan Jenazah, Instalasi Pemeliharaan Fasilitas, Sistem
Fasilitas Sanitasi (Pengadaan Air Bersih, Pengelolaan Limbah, Pengendalian
Vektor, dll), Sistem Kelistrikan, Boiler, Sistem Penghawaan dan Pengkondisian
Udara, Sistem Pencahayaan, Sistem Komunikasi, Sistem Proteksi Kebakaran,
Sistem Instalasi Gas Medik, Sistem Pengendalian terhadap Kebisingan dan
Getaran, Sistem Transportasi Vertikal dan Horizontal, Sarana Evakuasi,
Aksesibilitas Penyandang Cacat, dan Sarana/ Prasarana Umum.

6 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


2.2 Pengelompokan Area Fasilitas Rumah Sakit Kelas B

Area Fasilitas Rumah


Sakit Kelas B

Area Pelayanan Medik Area Penunjang dan Area Administrasi dan


dan Perawatan Operasional Manajemen

1. Instalasi Rawat Jalan A. Penunjang Medik 1. Unsur pimpinan rumah


(IRJ)
1. Instalasi Farmasi sakit
2. Instalasi Gawat Darurat
(IGD) 2. Instalasi Radiodiagnostik 2. Unsur pelayanan medik

3. Instalasi Rawat Inap 3. Laboratorium 3. Unsur pelayanan


(IRNA) 4. Bank Darah / Unit penunjang medik
4. Instalasi Perawatan Transfusi Darah
(BDRS/UTDRS) 4. Pelayanan keperawatan
Intensif
(ICU/ICCU/PICU/NICU) 5. Instalasi Diagnostik 5. Unsur pendidikan dan
5. Instalasi Bedah Terpadu (IDT) pelatihan
6. Instalasi Kebidanan dan 6. Pemulasaraan Jenazah
dan Forensik 6. Administrasi umum dan
Penyakit Kandungan
keuangan
7. Instalasi Rehabilitasi B. Penunjang Non-Medik
Medik (IRM) 7. Instalasi Sterilisasi Pusat 7. SDM

8. Unit Hemodialisa (;Central Sterilization


8. Komite medik
Supply Dept./CSSD)
9. Instalasi Radioterapi 9. Komite etik dan hukum.
8. Instalasi Dapur Utama
10. Instalasi Kedokteran dan Gizi Klinik
Nuklir
9. Laundri
10. Instalasi Sanitasi
11. Instalasi Pemeliharaan
Sarana (IPS).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 7


2.3 Alur Sirkulasi Pasien

PASIEN SAKIT MASUK

PENDAFTARAN/ADMINISTRASI
DAERAH PELAYANAN PASIEN

INSTALASI RAWAT JALAN

INSTALASI LABORATORIUM

INSTALASI RADIOLOGI

INSTALASI
DAERAH PELAYANAN KRITIS

GAWAT
DARURAT

INSTALASI
INSTALASI BEDAH KEBIDANAN DAN
KANDUNGAN

INSTALASI PERAWATAN INTENSIF


DAERAH PELAYANAN UMUM

INSTALASI RAWAT INAP


PULANG INSTALASI RAWAT INAP
SEHAT KEBIDANAN
KELUAR

INSTALASI PEMULASARAAN JENAZAH

Gambar 2.3 – Alur sirkulasi pasien di dalam rumah sakit umum

8 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Alur Sirkulasi Pasien dalam Rumah Sakit adalah sebagai berikut:
1. Pasien masuk rumah sakit melakukan pendaftaran/ admisi pada instalasi rawat
jalan (poliklinik) atau pada instalasi gawat darurat apabila pasien dalam kondisi
gawat darurat yang membutuhkan pertolongan medis segera/ cito.
2. Pasien yang mendaftar pada instalasi rawat jalan akan diberikan pelayanan medis
pada klinik-klinik tertentu sesuai dengan penyakit/ kondisi pasien.
- Pasien dengan diagnosa penyakit ringan setelah diberikan pelayanan medis
selanjutnya dapat langsung pulang.
- Pasien dengan kondisi harus didiagnosa lebih mendetail akan dirujuk ke
instalasi radiologi dan atau laboratorium. Setelah mendapatkan hasil foto
radiologi dan atau laboratorium, pasien mendaftar kembali ke instalasi rawat
jalan sebagai pasien lama.
- Selanjutnya apabila harus dirawat inap akan dikirim ke ruang rawat inap.
Selanjutnya akan didiagnosa lebih mendetail ke instalasi radiologi dan atau
laboratorium. Kemudian jika pasien harus ditindak bedah, maka pasien akan
dijadwalkan ke ruang bedah. Pasca bedah, untuk pasien yang kondisinya
belum stabil akan dikirim ke ruang Perawatan Intensif, pasien yang kondisinya
stabil akan dikirim ke ruang rawat inap. Selanjutnya pasien meninggal akan
dikirim ke instalasi pemulasaraan jenazah. Setelah pasien sehat dapat pulang
- Pasien kebidanan dan penyakit kandungan tingkat lanjut akan dirujuk ke
instalasi kebidanan dan penyakit kandungan. Apabila harus ditindak bedah,
maka pasien akan dikirim ke ruang bedah. Pasca bedah, untuk pasien yang
kondisinya belum stabil akan dikirim ke ruang Perawatan Intensif, pasien yang
kondisinya stabil akan dikirim ke ruang rawat inap kebidanan. Selanjutnya
pasien meninggal akan dikirim ke instalasi pemulasaraan jenazah. Setelah
pasien sehat dapat pulang.
3. Pasien melalui instalasi gawat darurat akan diberikan pelayanan medis sesuai
dengan kondisi kegawat daruratan pasien.
- Pasien dengan tingkat kegawatdaruratan ringan setelah diberikan pelayanan
medis dapat langsung pulang.
- Pasien dengan kondisi harus didiagnosa lebih mendetail akan dirujuk ke
instalasi radiologi dan atau laboratorium. Selanjutnya apabila harus ditindak
bedah, maka pasien akan dikirim ke ruang bedah. Pasca bedah, untuk pasien
yang kondisinya belum stabil akan dikirim ke ruang Perawatan Intensif, pasien
yang kondisinya stabil akan dikirim ke ruang rawat inap. Selanjutnya pasien
meninggal akan dikirim ke instalasi pemulasaraan jenazah, pasien sehat dapat
pulang.

2.4 Uraian Fasilitas Rumah Sakit


2.4.1 Fasilitas Pada Area Pelayanan Medik dan Perawatan
2.4.1.1 Instalasi Rawat Jalan
Fungsi Instalasi Rawat Jalan adalah sebagai tempat konsultasi, penyelidikan,
pemeriksaan dan pengobatan pasien oleh dokter ahli di bidang masing-masing
yang disediakan untuk pasien yang membutuhkan waktu singkat untuk
penyembuhannya atau tidak memerlukan pelayanan perawatan. Poliklinik juga
berfungsi sebagai tempat untuk penemuan diagnosa dini, yaitu tempat

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 9


pemeriksaan pasien pertama dalam rangka pemeriksaan lebih lanjut di dalam
tahap pengobatan penyakit.

1. Lingkup Sarana Pelayanan


Kebutuhan sarana pelayanan Rumah Sakit Kelas B terdiri dari:
1) Poli/ klinik terdiri dari 4 klinik spesialistik dasar yaitu :
ƒ Klinik Penyakit Dalam
ƒ Klinik Anak
ƒ Klinik Bedah
ƒ Klinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan
2) Dipilih 8 klinik spesialistik lain terdiri dari :
ƒ Klinik Penyakit Mata
ƒ Klinik Telinga Hidung dan Tenggorokan (THT)
ƒ Klinik Gigi dan Mulut
ƒ Klinik Penyakit Kulit dan Kelamin
ƒ Klinik Penyakit Syaraf
ƒ Klinik Kesehatan Jiwa
ƒ Klinik Rehabilitasi Medik
ƒ Klinik Jantung
ƒ Klinik Paru
ƒ Klinik Bedah Syaraf
ƒ Klinik Ortopedi
ƒ Klinik Kanker
ƒ Klinik Nyeri
ƒ Klinik Geriatri
ƒ Klinik Fertilisasi
ƒ Gizi Klinik
3) Dan dipilih 2 dari sub spesialistik, antara lain :
ƒ Klinik Penyakit Dalam (antara lain klinik sub spesialis ginjal
hipertensi, endokrin, infeksi tropis, dll)
ƒ Klinik Anak (antara lain klinik sub spesialis neonatal dan tumbuh
kembang, gizi anak, jantung anak, infeksi tropis anak, haematologi
anak, endokrinologi anak, ginjal anak, neurologi anak, dll)
ƒ Klinik Bedah (antara lain klinik sub spesialis bedah digestive, bedah
onkologi, bedah anak, bedah jantung dan pembuluh darah, bedah
plastik dan rekonstruksi, bedah orthopedic, dll)
ƒ Klinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan (antara lain klinik sub
spesialis infertilitas, onkologi kebidanan, fetomaternal, endokrin, dll)

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas


Tabel 2.4.1.1
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Instalasi Rawat Jalan
Kebutuhan
No. Nama Ruangan Fungsi Kebutuhan Fasilitas
Ruang/Luas
Ruang Administrasi : Ruang ini digunakan untuk
3~5 m2/ petugas
x Area Informasi menyelenggarakan kegiatan
(luas ruangan Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
1 x Area Pendaftaran administrasi, meliputi :
disesuaikan dengan intercom/telepon, safety box
Pasien. 1. Pendataan pasien rawat jalan
jumlah petugas)
x Area Pembayaran/Kasir 2. Pembayaran biaya pelayanan medik.
3~5 m2/ petugas
Meja & kursi kerja, lemari arsip,
Ruang Pengendali Tempat kegiatan administratif ASKES (luas ruangan
2 telepon & intercom, komputer personal,
ASKES Rumah Sakit dilaksanakan. disesuaikan dengan
serta perangkat kerja lainnya.
jumlah petugas)
Tempat menyimpan informasi tentang
identitas pasien, diagnosis, perjalanan + 12~16 m2/ 1000
penyakit, proses pengobatan dan kunjungan pasien /
3 Ruang Rekam Medis Meja, kursi, lemari arsip, komputer
tindakan medis serta dokumentasi hasil hari
pelayanan. Biasanya langsung ( untuk 5 tahun)
berhubungan dengan loket pendaftaran.

10 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


1~1,5 m2/ orang
Ruang di mana keluarga atau pengantar (luas area
4 Ruang Tunggu Poli pasien menunggu panggilan di depan disesuaikan dengan Kursi, Televisi & AC
ruang poliklinik. jumlah kunjungan
pasien/ hari)
12~24 m2/ poli
Kursi Dokter, Meja Konsultasi, 2 (dua)
(khusus klinik mata
Ruang tempat dokter spesialis kursi hadap, lemari alat periksa & obat,
Ruang Periksa & salah satu sisi
5 melakukan pemeriksaan dan konsultasi tempat tidur periksa, tangga roolstool,
Konsultasi (Klinik) ruang harus
dengan pasien dan kelengkapan lain disesuaikan
mempunyai
dengan kebutuhan tiap-tiap kliniknya.
panjang > 4m)
Lemari alat periksa & obat, tempat tidur
Ruang Tindakan Bedah Ruang tempat melakukan tindakan 12~24 m2/ poli periksa, tangga roolstool, dan
6
Umum pembedahan kecil/ ringan. kelengkapan lain disesuaikan dengan
kebutuhan tindakan bedah.
Lemari alat periksa & obat, tempat tidur
Ruang Tindakan Bedah Ruang tempat melakukan tindakan 12~25 m2/ poli periksa, tangga roolstool, dan
7
Tulang ringan pada tulang. kelengkapan lain disesuaikan dengan
kebutuhan tindakan bedah tulang.
meja ginekologi, USG, tensimeter,
stetoskop, timbangan ibu, stetoskop
Ruang Tindakan Ruang tempat melakukan tindakan atau linen, lampu periksa, Doppler, set
24 m2/ poli
8 Kebidanan dan Penyakit diagnostic kebidanan dan penyakit pemeriksaan ginekologi, pap smear kit,
Kandungan kandungan terhadap pasien. IUD kit & injeksi KB, implant kit,
Kolposkopi, Poforceps biopsy,
Stetoskop laenec.
Slitlamp, lensa & kacamata coba tes,
kartu snellen, kartu jager, flash light &
penggaris, streak retinoskopi,
lensmeter, lup, tonometer schiotz,
opthalmoskop, indirect/binocular
Klinik Mata : opthalmoskop, sterilisator table model,
Pada ruang periksa
- 1 Ruang Tindakan Poli buku ishihara 14 plate, Kampimeter,
Ruang tempat konsultasi, penyelidikan, mata, salah satu
Mata placido test, dilator pungtum & jarum
9 pemeriksaan, dan pengobatan pasien sisi ruang harus
- 3 ruang konsultasi/ anel, tangenscreen & bjerrum, gunting
penyakit mata. mempunyai
periksa perban, korentang, lid retractor, hertel
panjang > 4m
exopthalmometer, flourscein strips,
kursi periksa, kursi & meja dokter,
spatula kimura, gelas objek & cover
set,. Mikroskop binocular, incubator.
gunting perban, gelas objek dan gelas
cover set.
Ruang tempat konsultasi, penyelidikan, ENT unit, ENT diagnostik instrument
12~25 m2/ poli
10 Klinik THT pemeriksaan, dan pengobatan pasien set, head light, suction pump,
penyakit THT. laringoskop, audiometer.
Dental unit, dental chair, Instrumen
bedah gigi dan mulut (dental operating
instrument), sterilisator, diagnostic set,
scaler set, cotton roll holder, glass
lonometer lengkap, composite resin
lengkap khusus fissure sealent,
Klinik Gigi dan Mulut
anastesi local set, exodontia set, alat
Add :
Ruang tempat konsultasi, penyelidikan, sinar, amalgam set, preparation cavitas
Klinik gigi minimal 24 m2/ poli
11 pemeriksaan, dan pengobatan pasien set, tambalan sewarna gigi dan set
memiliki 2 dental unit +
penyakit gigi dan mulut. bedah mulut dengan sinar laser, dental
laboratorium teknik gigi
row standar, peralatan laboratorium
(24-30 m2)
teknik gigi dasar, set aktivar, set
orthodonsi piranti lepas, set
penyemenan, set preparasi mahkota
dan jembatan, Set cetak GTS/GTP &
mahkota/ jembatan,set insersi
GTS/GTP, indirect inlay set
Timbangan badan, tensimeter,
Ruang tempat konsultasi, penyelidikan, stetoskop, loupe, tongspatel, senter,
Klinik Kulit dan Penyakit
12 pemeriksaan, dan pengobatan pasien 12 m2 sterilisator basah, peralatan diagnostic
Kelamin
penyakit kulit dan kelamin. kulit dan kelamin, instrument set
tindakan dan operasi kulit dan kelamin.
Ophtalmoskop, palu reflek, alat tes
Ruang tempat konsultasi, penyelidikan,
12 m2 sensasi, stetoskop, tensimeter, set
13 Klinik Syaraf pemeriksaan, dan pengobatan pasien
diagnostic syaraf, flash light, garpu tala,
penyakit syaraf
termometer, spatel lidah, licht kaas.
Ruang Medical Check-up
1. Ruang pendaftaran
2. Ruang loker Ophtalmoskop, palu reflek, alat tes
3. Ruang tunggu Ruang tempat pemeriksaan kondisi sensasi, stetoskop, tensimeter, set
14 Sesuai kebutuhan
4. Pantri medis pasien rawat jalan diagnostic syaraf, flash light, garpu tala,
5. Ruang pemeriksaan termometer, spatel lidah, licht kaas.
dasar
6. Ruang konsultasi
Ruang khusus bagi ibu menyusui Kursi, meja, wastafel/sink, water
15 Ruang Laktasi 6~12 m2
anaknya. dispenser
Ruang tempat penyuluhan pasien dan
pengunjung RS selama menunggu
16 Ruang Penyuluhan (KIE) Sesuai kebutuhan Meja, kursi, Papan pengumuman
diberikan pelayanan medis.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 11


Set diagnostik dan stimulator syaraf
Ruang tempat konsultasi, penyelidikan, dan jiwa, palu reflek, funduskopi,
12 m2
18 Klinik Jiwa pemeriksaan, dan pengobatan pasien defibrillator, suction pump, tensimeter,
kejiwaan. timbangan, ECG, meja periksa, lampu
periksa, resusitasi set.
@ KM/WC pria/
wanita luas +2 – 3
m2 (min.untuk
Toilet (petugas,
19 KM/WC pasien dapat Kloset, wastafel, bak air
pengunjung)
berjalan & maks.
untuk pasien
berkursi roda)

3. Persyaratan Khusus
Konsep dasar poliklinik pada prinsipnya ditetapkan sebagai berikut :
1. Letak Poliklinik berdekatan dengan jalan utama, mudah dicapai dari
bagian administrasi, terutama oleh bagian rekam medis, berhubungan
dekat dengan apotek, bagian radiologi dan laboratorium.
2. Ruang tunggu di poliklinik, harus cukup luas. Ada pemisahan ruang
tunggu pasien untuk penyakit infeksi dan non infeksi.
3. Sistem sirkulasi pasien dilakukan dengan satu pintu (sirkulasi masuk
dan keluar pasien pada pintu yang sama).
4. Klinik-klinik yang ramai sebaiknya tidak saling berdekatan.
5. Klinik anak tidak diletakkan berdekatan dengan Klinik Paru, sebaiknya
Klinik Anak dekat dengan Kllinik Kebidanan.
6. Sirkulasi petugas dan sirkulasi pasien dipisahkan.
7. Pada tiap ruangan harus ada wastafel (air mengalir).
8. Letak klinik jauh dari ruang incenerator, IPAL dan bengkel ME.
9. Memperhatikan aspek gender dalam persyaratan fasilitas IRJ.

4. Alur Kegiatan
Alur kegiatan pada instalasi rawat jalan dapat dilihat pada bagan alir
berikut :
¾ Pasien Datang tanpa Rujukan
¾ Pasien Datang dengan Rujukan

Pendaftaran
- Pasien baru / Ulang
- Rekam Medik
- Kasir

Penunjang Medik:
- Laboratorium
- Radiologi dll
R. Periksa
Poliklinik

Dirujuk ke klinik
spesialis lain

Dirawat di Pendaftaran Ruang Tindakan Rehab. Medik Apotik


Inst. Rawat Rawat Inap
Inap

Pulang

Gambar 2.4.1.1 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Rawat Jalan

12 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


2.4.1.2 Instalasi Gawat Darurat
Setiap Rumah Sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat yang memiliki
kemampuan :
x Melakukan pemeriksaan awal kasus – kasus gawat darurat
x Melakukan resusitasi dan stabilisasi.
Pelayanan di Unit Gawat Darurat rumah sakit harus dapat memberikan
pelayanan 24 jam secara terus menerus 7 hari dalam seminggu.

Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Kelas B setara dengan unit pelayanan
gawat darurat Bintang III. Yaitu memiliki dokter spesialis empat besar (dokter
spesialis bedah, dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis anak, dokter
spesialis kebidanan) yang siaga di tempat (on-site) dalam 24 jam, dokter umum
siaga ditempat (on-site) 24 jam yang memiliki kualifikasi medik untuk pelayanan
GELS (General Emergency Life Support) dan atau ATLS + ACLS dan mampu
memberikan resusitasi dan stabilisasi Kasus dengan masalah ABC (Airway,
Breathing, Circulation) untuk terapi definitif serta memiliki alat transportasi untuk
rujukan dan komunikasi yang siaga 24 jam.

1. Lingkup Sarana Pelayanan


A. Program Pelayanan pada IGD :
True Emergency (Kegawatan darurat)
1. False Emergency (Kegawatan tidak darurat)
2. Cito Operation.
3. Cito/ Emergency High Care Unit (HCU).
4. Cito Lab.
5. Cito Radiodiagnostik.
6. Cito Darah.
7. Cito Depo Farmasi.
B. Pelayanan Kegawatdaruratan pada IGD :
1. Pelayanan Kegawatdaruratan Kardiovaskuler
2. Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernafasan / Respiratory
3. Pelayanan Kegawatdaruratan Saraf Sentral / Otak
4. Pelayanan Kegawatdaruratan Lain antara lain : saluran
kemih/prostat, pencernaan, dll.

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas


Tabel 2.4.1.2
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Instalasi Gawat Darurat
Besaran Ruang /
No. Nama Ruangan Fungsi Kebutuhan Fasilitas
Luas

A. RUANG PENERIMAAN
Ruang ini digunakan untuk
menyelenggarakan kegiatan
3~5 m2/ petugas
administrasi, meliputi : Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
Ruang Administrasi dan (luas area
1 1. Pendataan pasien IGD intercom/telepon, safety box, dan
pendaftaran disesuaikan dengan
2. Penandatanganan surat pernyataan peralatan kantor lainnya.
jumlah petugas)
dari keluarga pasien IGD.
3. Pembayaran biaya pelayanan medik.
1~1,5 m2/ orang
Ruang di mana keluarga/ pengantar
(luas area
Ruang Tunggu pasien menunggu. Ruang ini perlu Kursi, Meja, Televisi & Alat Pengkondisi
2 disesuaikan dengan
Pengantar Pasien disediakan tempat duduk dengan jumlah Udara (AC / Air Condition)
jumlah kunjungan
yang sesuai aktivitas pelayanan.
pasien/ hari)
Tempat menyimpan informasi tentang
identitas pasien, diagnosis, perjalanan
penyakit, proses pengobatan dan
Meja, kursi, filing cabinet/lemari arsip,
3 Ruang Rekam Medis tindakan medis serta dokumentasi hasil Sesuai kebutuhan
komputer
pelayanan. Biasanya langsung
berhubungan dengan loket pendaftaran.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 13


Ruang Informasi dan
Ruang tempat memberikan pelayanan Kursi, Meja informasi, Televisi & Alat
4 Komunikasi Sesuai kebutuhan
informasi kepada pasien Pengkondisi Udara (AC / Air Condition)
(Ket : boleh ada/tidak)
Ruang tempat memilah-milah tingkat
kegawatdaruratan pasien dalam rangka
Tt periksa, wastafel, kit pemeriksaan
5 Ruang Triase menentukan tindakan selanjutnya Min. 25 m2
sederhana, label
terhadap pasien, dapat berfungsi
sekaligus sebagai ruang tindakan.
Ruang Persiapan Ruang tempat persiapan penanganan Min. 3 m2/ pasien Area terbuka dengan/ tanpa penutup,
6
Bencana Massal pasien korban bencana massal. bencana fasilitas air bersih dan drainase
B. RUANG TINDAKAN
Nasoparingeal, orofaringeal, laringoskop
set anak, laringoskop set dewasa,
nasotrakeal, orotrakeal, suction,
trakeostomi set, bag valve Mask
(dewasa,anak), kanul oksigen, oksigen
mask (dewasa/anak), chest tube,
Ruangan yang dipergunakan untuk
crico/trakeostomi, ventilator transport,
melakukan tindakan penyelamatan
7 R. Resusitasi Bedah Min. 36 m2 monitor, infussion pump, syringe pump,
penderita gawat darurat akibat gangguan
ECG, vena section, defibrilator, gluko
ABC.
stick, stetoskop, termometer, nebulizer,
oksigen medis, warmer. Imobilization set
(neck collar, splint, long spine board,
scoop strechter, kndrik extrication device,
urine bag, NGT, wound toilet set, Film
viewer, USG (boleh ada/tidak).
Nasoparingeal, orofaringeal, laringoskop
set anak, laringoskop set dewasa,
nasotrakeal, orotrakeal, suction,
trakeostomi set, bag valve Mask
(dewasa,anak), kanul oksigen, oksigen
mask (dewasa/anak), chest tube,
Ruangan yang dipergunakan untuk
crico/trakeostomi, ventilator transport,
melakukan tindakan penyelamatan
8 R. Resusitasi Non Bedah Min. 36 m2 monitor, infussion pump, syringe pump,
penderita gawat darurat akibat gangguan
ECG, vena section, defibrilator, gluko
ABC.
stick, stetoskop, termometer, nebulizer,
oksigen medis, warmer. Imobilization set
(neck collar, splint, long spine board,
scoop strechter, kndrik extrication device,
urine bag, NGT, wound toilet set, Film
viewer, USG (boleh ada/tidak).
Meja periksa, dressing set, infusion set,
Ruang untuk melakukan tindakan bedah Min. 7,2 m2/ meja vena section set, torakosintetis set, metal
9 R. Tindakan Bedah
ringan pada pasien. tindakan kauter, tempat tidur, tiang infus, film
viewer
Kumbah lambung set, EKG, irigator,
nebulizer, suction, oksigen medis, NGT,
(syrine pump, infusion pump, jarum
Ruang untuk melakukan tindakan non Min. 7,2 m2/ meja
10 R. Tindakan Non Bedah spinal, lampu kepala, otoscope set, tiang
bedah pada pasien. tindakan
infus, tempat tidur, film viewer,
ophtalmoscopy, bronchoscopy (boleh
ada/tidak), slip lamp (boleh ada/tidak)
Ruang untuk membersihkan/
dekontaminasi pasien setelah drop off Min. 6 m2 Shower dan sink, lemari/rak alat
11 R.Dekontaminasi
dari ambulan dan sebelum memasuki dekontaminasi
area triase.
Ruang untuk khusus untuk perawatan Tt pasien, monitor set, tiang infus,
12 R.Khusus / Isolasi Min. 9 m2
isolasi pasien infusion set, oksigen
C. RUANG OBSERVASI

Ruangan yang dipergunakan untuk


Min. 7,2 m2/ tempat Tempat tidur periksa, poliklinik set,
13 R. Observasi melakukan observasi terhadap pasien
tidur periksa tensimeter, stetoskop, termometer
setelah diberikan tindakan medis.

D. RUANG KHUSUS
Tt pasien, monitor set, tiang infus,
14 Ruang Plester Ruang untuk melakukan tindakan gips. Min. 12 m2
infusion set, oksigen
E. RUANG PENUNJANG MEDIS
Ruang tempat menyimpan obat untuk
15 Ruang Farmasi/ Obat Min. 3 m2 Lemari obat
keperluan pasien gawat darurat.
Tempat penyimpanan bahan-bahan linen
16 Ruang Linen Steril Min. 4 m2 Lemari
steril.
Ruangan tempat penyimpanan peralatan
medik yang setiap saat diperlukan.
Peralatan yang disimpan diruangan ini
17 Ruang Alat Medis Min. 8 m2 Lemari instrument
harus dalam kondisi siap pakai dan
dalam kondisi yang sudah disterilisasi.

Mobile X-Ray, mobile ECG, apron timbal,


R. Radiologi Cito Tempat untuk melaksanakan kegiatan automatic film processor, dan film viewer,
18 Min. 6 m2
(Jika diperlukan) diagnostik cito. (mobile USG dan CT-Scan boleh
ada/tidak)

14 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Laboratorium Standar &/ Ruang pemeriksaan laboratorium yang Lab rutin, elektrolit, kimia darah, analisa
19 Khusus bersifat segera/cito untuk beberapa jenis Min. 4 m2 gas darah, (CKMB (jantung) dan lab
(Jika diperlukan) pemeriksaan tertentu. khusus boleh ada/tidak)
Ruang Dokter terdiri dari 2 bagian :
1. Ruang kerja. Tempat tidur, sofa, lemari, meja/kursi,
20 R. Dokter Konsulen Sesuai kebutuhan
2. Ruang istirahat/kamar jaga. wastafel.

22 R. Diskusi Ruang diskusi petugas medik Sesuai kebutuhan Set meja dan kursi rapat

R. untuk melakukan perencanaan,


pengorganisasian, asuhan dan
3~5 m2/ perawat
pelayanan keperawatan (pre dan post
(luas ruangan
Ruang Pos Perawat conference, pengaturan jadwal),
23 disesuaikan dengan Meja, kursi, wastafel.
(;Nurse Station) dokumentasi s/d evaluasi pasien. Pos
jumlah perawat jaga
perawat harus terletak di pusat blok yang
pada satu waktu)
dilayani agar perawat dpt mengawasi
pasiennya secara efektif.

24 Ruang Perawat Ruang istirahat perawat Sesuai kebutuhan Sofa, lemari, meja/kursi, wastafel

Ruang tempat Kepala IGD melakukan


manajemen instalasinya, diantaranya Lemari, meja/kursi, sofa, komputer,
25 Ruang Kepala IGD Sesuai kebutuhan
pembuatan program kerja dan printer dan peralatan kantor lainnya.
pembinaan.
Fasilitas untuk membuang kotoran bekas
pelayanan pasien khususnya yang Kloset leher angsa, keran air bersih (Sink)
Gudang Kotor
26 berupa cairan. Spoolhoek berupa bak Sesuai kebutuhan Ket : tinggi bibir kloset + 80-100 m dari
(Spoolhoek/Dirty Utility).
atau kloset yang dilengkapi dengan leher permukaan lantai
angsa (water seal).
Toilet (petugas,
27 KM/WC @ 2 m2 – 3m2
pengunjung)
Workbench, 1 sink/ 2 sink lengkap
Tempat pelaksanaan sterilisasi dengan instalasi air bersih & air buangan.
R. Sterilisasi
28 instrumen dan barang lain yang Min. 4 m2 Lemari instrumen sebagai penyimpanan
(jika diperlukan)
diperlukanan di Instalasi Gawat Darurat. instrumen yang belum disterilkan dan
berada dalam tromol/pak.
29 R. Gas Medis R. Tempat menyimpan gas medis. Min. 3 m2 Gas Medis, Sentral gas medis
Ruang tempat menyimpan barang-
30 R. Loker Sesuai kebutuhan Loker
barang milik petugas.
31 Pantri Ruang istirahat dan makan petugas Sesuai kebutuhan Meja pantry, sink, kulkas, dll
Tempat parkir troli selama tidak
32 R. Parkir Troli Min. 2 m2 Troli
diperlukan
Tempat meletakkan tempat tidur pasien
33 R. Brankar Min. 3 m2 Tt pasien
selama tidak diperlukan.

3. Persyaratan Khusus
1. Area IGD harus terletak pada area depan atau muka dari tapak RS.
2. Area IGD harus mudah dilihat serta mudah dicapai dari luar tapak rumah
sakit (jalan raya) dengan tanda-tanda yang sangat jelas dan mudah
dimengerti masyarakat umum.
3. Area IGD harus memiliki pintu masuk kendaraan yang berbeda dengan
pintu masuk kendaraan ke area Instalasi Rawat Jalan/Poliklinik, Instalasi
rawat Inap serta Area Zona Servis dari rumah sakit.
4. Untuk tapak RS yang berbentuk memanjang mengikuti panjang jalan
raya maka pintu masuk kearea IGD harus terletak pada pintu masuk
yang pertama kali ditemui oleh pengguna kendaraan untuk masuk kearea
RS.
5. Untuk bangunan RS yang berbentuk bangunan bertingkat banyak
(Super Block Multi Storey Hospital Building) yang memiliki ataupun tidak
memiliki lantai bawah tanah (Basement Floor) maka perletakan IGD
harus berada pada lantai dasar (Ground Floor) atau area yang memiliki
akses langsung.
6. IGD disarankan untuk memiliki Area yang dapat digunakan untuk
penanganan korban bencana massal (Mass Disaster Cassualities
Preparedness Area).
7. Disarankan pada area untuk menurunkan atau menaikan pasien
(Ambulance Drop-In Area) memiliki sistem sirkulasi yang memungkinkan
ambulan bergerak 1 arah (One Way Drive / Pass Thru Patient System).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 15


8. Letak bangunan IGD disarankan berdekatan dengan Inst. Bedah Sentral.
9. Letak bangunan IGD disarankan berdekatan dengan Unit Rawat Inap
Intensif (ICU (Intensive Care Unit)/ ICCU (Intensive Cardiac Care Unit)/
HCU (High Care Unit)).
10. Letak bangunan IGD disarankan berdekatan dengan Unit Kebidanan.
11. Letak bangunan IGD disarankan berdekatan dengan Inst. Laboratorium.
12. Letak bangunan IGD disarankan berdekatan dengan Instalasi Radiologi.
13. Letak bangunan IGD disarankan berdekatan dengan BDRS (Bank Darah
Rumah Sakit) atau UTDRS (Unit Transfusi Darah Rumah Sakit) 24 jam.

4. Alur Kegiatan
Alur kegiatan Pada Instalasi Gawat Darurat dapat dilihat pada bagan alir
berikut:
PASIEN

Pintu Masuk IGD

“VISUAL TRIAGE”

TIDAK GAWAT GAWAT DARURAT

REGULAR TRIAGE
Resusitasi &
Triase Obyektif Stabilisasi

Tidak Gawat Tidak


Darurat Darurat

Observasi
Maks 24 jam OK

PULANG ICU

Meninggal
Rawat Inap

Gambar 2.4.1.2 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Gawat Darurat.

2.4.1.3 Instalasi Rawat Inap


1. Lingkup Sarana Pelayanan
Lingkup kegiatan di Ruang Rawat Inap rumah sakit meliputi kegiatan asuhan
dan pelayanan keperawatan, pelayanan medis, gizi, administrasi pasien,
rekam medis, pelayanan kebutuhan keluarga pasien (berdoa, menunggu
pasien, mandi, dapur kecil/pantry, konsultasi medis).

16 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Pelayanan kesehatan di Instalasi Rawat Inap mencakup antara lain :
1). Pelayanan keperawatan.
2). Pelayanan medik (Pra dan Pasca Tindakan Medik).
3). Pelayanan penunjang medik :
x Konsultasi Radiologi.
x Pengambilan Sample Laboratorium.
x Konsultasi Anestesi.
x Gizi (Diet dan Konsultasi).
x Farmasi (Depo dan Klinik).
x Rehab Medik (Pelayanan Fisioterapi dan Konsultasi).

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas


Tabel 2.4.1.3
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Instalasi Rawat Inap
Besaran Ruang /
No. Nama Ruangan Fungsi Kebutuhan Fasilitas
Luas
Ruang untuk pasien yang Tergantung Kelas &
Tempat tidur pasien, lemari, nurse call,
memerlukan asuhan dan pelayanan keinginan desain,
1. Ruang Perawatan meja, kursi, televisi, tirai pemisah bila
keperawatan dan pengobatan secara kebutuhan ruang 1
ada, (sofa untuk ruang perawatan VIP).
berkesinambungan lebih dari 24 jam. tt min. 7.2 m2
Ruang utk melakukan perencanaan, 3~5 m2/ perawat
pengorganisasian asuhan dan (Ket : perhitungan Meja, Kursi, lemari arsip, lemari obat,
Ruang Stasi Perawat
pelayanan keperawatan (pre dan 1 stasi perawat telepon/intercom
2. (;Nurse Station)
post-confrence, pengaturan jadwal), untuk melayani alat monitoring untuk pemantauan terus
dokumentasi sampai dengan maksimum 25 menerus fungsi2 vital pasien.
evaluasi pasien. tempat tidur)
Ruang untuk melakukan konsultasi
Meja, Kursi, lemari arsip,
3. Ruang Konsultasi oleh profesi kesehatan kepada Sesuai kebutuhan
telepon/intercom, peralatan kantor lainnya
pasien dan keluarganya.
Lemari alat periksa & obat, tempat tidur
Ruangan untuk melakukan tindakan
periksa, tangga roolstool, wastafel, lampu
4. Ruang Tindakan pada pasien baik berupa tindakan 12-20 m2
periksa, tiang infus dan kelengkapan
invasive ringan maupun non-invasive
lainnya.
Ruang untuk menyelenggarakan
kegiatan administrasi khususnya
pelayanan pasien di Ruang Rawat Meja, Kursi, lemari arsip, telepon/
3~5 m2/ petugas
5. R. Administrasi/ Kantor Inap, yaitu berupa registrasi & intercom, komputer, printer dan peralatan
(min.9 m2)
pendataan pasien, penandatangan- kantor lainnya
an surat pernyataan keluarga pasien
apabila diperlukan tindakan operasi.
Tempat tidur, sofa, lemari, meja/kursi,
6. R. Dokter Jaga Ruang kerja dan kamar jaga dokter. Sesuai kebutuhan
wastafel.
Ruang pendidikan/ Ruang tempat melaksanakan
7. Sesuai kebutuhan Meja, kursi, perangkat audio visual, dll
diskusi kegiatan pendidikan/diskusi

8. Ruang Perawat Ruang istirahat perawat Sesuai kebutuhan Sofa, lemari, meja/kursi, wastafel

Ruang tempat kepala ruangan


melakukan manajemen asuhan dan
Ruang kepala instalasi Lemari, meja/kursi, sofa, komputer,
9. pelayanan keperawatan diantaranya Sesuai kebutuhan
rawat inap printer dan peralatan kantor lainnya.
pembuatan program kerja dan
pembinaan.
Ruang ganti pakaian bagi petugas
10. Ruang Loker Sesuai kebutuhan Loker, dilengkapi toilet (KM/WC)
instalasi rawat inap.
Tempat penyimpanan bahan-bahan
11. Ruang Linen Bersih Min. 4 m2 Lemari
linen steril/ bersih.
Ruangan untuk menyimpan bahan-
bahan linen kotor yang telah
12. Ruang Linen Kotor Min. 4 m2 Bak penampungan linen kotor
digunakan di r. perawatan sebelum
dibawa ke r. cuci (;Laundry).
Fasilitas untuk membuang kotoran
bekas pelayanan pasien khususnya Kloset leher angsa, keran air bersih (Sink)
Gudang Kotor
13. yang berupa cairan. Spoolhoek 4-6 m2 Ket : tinggi bibir kloset + 80-100 m dari
(Spoolhoek/Dirty Utility).
berupa bak/ kloset yang dilengkapi permukaan lantai
dengan leher angsa (water seal).
@ KM/WC
KM/WC (pasien,
14. KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
petugas, pengunjung)
m2 – 3 m2
Sebagai tempat untuk menyiapkan
makanan dan minuman bagi petugas Kursi+meja untuk makan, sink, dan
15. Dapur Kecil (;Pantry) Sesuai kebutuhan
di Ruang Rawat Inap RS. perlengkapan dapur lainnya.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 17


Ruangan tempat penyimpanan alat-
16. Gudang Bersih alat medis dan bahan-bahan habis Sesuai kebutuhan Lemari
pakai yang diperlukan.
Ruang untuk menyimpan alat-alat
Janitor/ Ruang Petugas
17. kebersihan/cleaning service. Pada Min. 4-6 m2 Lemari/rak
Kebersihan
ruang ini terdapat area basah.
Ruang perawatan yang diletakkan
didepan atau bersebelahan dengan
nurse station, untuk pasien dalam
18. High Care Unit (HCU) kondisi stabil yang memerlukan Min. 9 m2 /tt Tempat tidur pasien, lemari, nurse call
pelayanan keperawatan lebih intensif
dibandingkan ruang perawatan
biasa.
Ruang perawatan untuk pasien yang
19. Ruang Perawatan Isolasi berpotensi menular, mengeluarkan Min. 12 m2/tt Tempat tidur pasien, lemari, nurse call
bau dan pasien yang gaduh gelisah.

3. Persyaratan Khusus
ƒ Perletakan ruangannya secara keseluruhan perlu adanya hubungan
antar ruang dengan skala prioritas yang diharuskan dekat dan sangat
berhubungan/ membutuhkan.
ƒ Kecepatan bergerak merupakan salah satu kunci keberhasilan
perancangan, sehingga blok unit sebaiknya sirkulasinya dibuat secara
linier/lurus (memanjang).
ƒ Konsep Rawat Inap yang disarankan “Rawat Inap Terpadu (Integrated
Care)” untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan ruang.
ƒ Apabila Ruang Rawat Inap tidak berada pada lantai dasar, maka harus
ada tangga landai (;Ramp) atau Lift Khusus untuk mencapai ruangan
tersebut.
ƒ Bangunan Ruang Rawat Inap harus terletak pada tempat yang tenang
(tidak bising), aman dan nyaman tetapi tetap memiliki kemudahan
aksesibilitas dari sarana penunjang rawat inap.
ƒ Sinar matahari pagi sedapat mungkin masuk ruangan.
ƒ Alur petugas dan pengunjung dipisah.
ƒ Masing-masing ruang Rawat Inap 4 spesialis dasar mempunyai ruang
isolasi.
ƒ Ruang Rawat Inap anak disiapkan 1 ruangan neonatus.
ƒ Lantai harus kuat dan rata tidak berongga, bahan penutup lantai, mudah
dibersihkan, bahan tidak mudah terbakar.
ƒ Pertemuan dinding dengan lantai disarankan berbentuk lengkung agar
memudahkan pembersihan dan tidak menjadi tempat sarang
debu/kotoran.
ƒ Plafon harus rapat dan kuat, tidak rontok dan tidak menghasilkan
debu/kotoran lain.
ƒ Tipe R. Rawat Inap adalah Super VIP, VIP, Kelas I, Kelas II dan Kelas III
ƒ Khusus untuk pasien-pasien tertentu harus dipisahkan seperti :
- Pasien yang menderita penyakit menular.
- Pasien dengan pengobatan yang menimbulkan bau (seperti penyakit
tumor, ganggrein, diabetes, dsb).
- Pasien yang gaduh gelisah (mengeluarkan suara dalam ruangan)
ƒ Stasi perawat harus terletak di pusat blok yang dilayani agar perawat
dapat mengawasi pesiennya secara efektif, maksimum melayani 25
tempat tidur.

18 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


4. Alur Kegiatan
Alur kegiatan pada instalasi rawat inap dapat dilihat pada bagan alir berikut :

Gambar 2.4.1.3 – Alur Kegiatan Pasien, Petugas dan Alat Pada Instalasi
Rawat Inap.

2.4.1.4 Instalasi Perawatan Intensif (;ICU)


1. Lingkup Sarana Pelayanan
Merupakan instalasi untuk perawatan pasien yang dalam keadaan belum
stabil sehingga memerlukan pemantauan ketat secara intensif dan tindakan
segera. Instalasi ICU (Intensive Care Unit (ICU) merupakan unit pelayanan
khusus di rumah sakit yang menyediakan pelayanan yang komprehensif dan
berkesinambungan selama 24 jam.
2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Tabel 2.4.1.4
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Instalasi Perawatan Intensif
Besaran Ruang
No. Nama Ruangan Fungsi Kebutuhan Fasilitas
/ Luas (+)
Tempat ganti pakaian, meletakkan
sepatu/alas kaki sebelum masuk daerah
rawat pasien dan sebaliknya setelah
1. Loker (Ruang ganti). Sesuai kebutuhan Loker
keluar dari daerah rawat pasien, yang
diperuntukan bagi petuga. Disediakan
juga ruang ganti pengunjung.
2. Ruang Perawat Ruang istirahat perawat. Sesuai kebutuhan sofa, lemari, meja/kursi

3. Ruang Kepala Perawat Ruang kerja dan istirahat kepala perawat. Sesuai kebutuhan sofa, lemari, meja/kursi
Ruang Dokter terdiri dari 2 bagian :
sofa, lemari, meja/kursi, wastafel,
4. R. Dokter 1. Ruang kerja. Sesuai kebutuhan
dilengkapi toilet
2. Ruang istirahat/ kamar jaga.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 19


5. Daerah rawat Pasien Peralatan ICU di RS Kelas C terdiri dari
ICU : :
(a) Daerah rawat pasien Ruang tempat tidur berfungsi untuk Ventilator sederhana; 1 set alat resusitasi;
non isolasi merawat pasien lebih dari 24 jam, dalam Min. 12 m2 /tt alat/sistem pemberian oksigen (nasal
keadaan yang membutuhkan pemantauan canule; simple face mask; nonrebreathing
khusus dan terus menerus. face mask); 1 set laringoskop dengan
berbagai ukuran bilahnya; berbagai ukuran
Kamar yang mempunyai kekhususan pipa endotrakeal dan konektor; berbagai
(b) Daerah rawat pasien teknis sebagai ruang perawatan intensif ukuran orofaring, pipa nasofaring, sungkup
isolasi yang memiliki batas fisik modular per Ruang isolasi laring dan alat bantu jalan nafas lainnya;
pasien, dinding serta bukaan pintu dan min. 16 m2 /tt berbagai ukuran introduser untuk pipa
jendela dengan ruangan ICU lainnya, dan (belum termasuk endotrakeal dan bougies; syringe untuk
harus memiliki ruang antara (;anteroom) ruang antara) mengembangkan balon endotrakeal dan
klem; forsep magill; beberapa ukuran
plester/pita perekat medik; gunting; suction
yang setara dengan ruang operasi;
tournique untuk pemasangan akses vena;
peralatan infus intravena dengan berbagai
ukuran kanul intravena dan berbagai
macam cairan infus yang sesuai; pompa
infus dan pompa syringe; alat pemantauan
untuk tekanan darah non-invasive,
elektrokardiografi reader, oksimeter nadi,
kapnografi, temperatur; alat kateterisasi
vena sentral dan manometernya,
defebrilator monovasik; tempat tidur
khusus ICU; bedside monitor; peralatan
drainase thoraks, peralatan portable untuk
transportasi; lampu tindakan; unit/alat foto
rontgen mobile, Elektrokardiograf monitor;
defibrilator bivasik; sterilisator; anastesi
apparatus; oxygen tent;
sphigmomanometer; central gas; central
suction; suction thorax; mobile X-Ray unit;
heart rate monitor; respiration monitor,
blood pressure monitor; temperatur
monitor; haemodialisis unit; blood gas
analyzer; Electrolite analyzer.
Ruang untuk melakukan perencanaan,
pengorganisasian, asuhan dan pelayanan
keperawatan selama 24 jam (pre dan post
conference, pengaturan jadwal), 4-16 m2 (dengan
Kursi, meja, lemari obat, lemari barang
dokumentasi s/d evaluasi pasien. Pos memperhatikan
Sentral monitoring/nurse habis pakai, komputer, printer, ECG
6. perawat harus terletak di pusat blok yang sirkulasi tempat
station. monitoring system, central patient vital
dilayani agar perawat dpt mengawasi tidur pasien
sign.
pasiennya secara efektif. (Disarankan didepannya)
ruang ini menggunakan pembatas fisik
tembus pandang untuk mengurangi
kontaminasi terhadap perawat)
Ruang penyimpanan alat medik yang
setiap saat diperlukan. Peralatan yang
Respirator/ventilator, alat HD, Mobile X-
7. Gudang alat medik disimpan diruangan ini harus dalam Sesuai kebutuhan
Ray, dan lain lain.
kondisi siap pakai dan dalam kondisi yang
sudah disterilisasi.
Tempat penyimpanan instrumen dan
Gudang bersih (Clean barang habis pakai yang diperlukan untuk
8. Sesuai kebutuhan Lemari/kabinet alat
Utility) kegiatan di ruang ICU, termasuk untuk
barang-barang steril.
Fasilitas untuk membuang kotoran bekas
pelayanan pasien khususnya yang berupa Kloset leher angsa, keran air bersih (Sink)
Gudang Kotor
9. cairan. Spoolhoek berupa bak atau kloset 4-6 m2 Ket : tinggi bibir kloset + 80-100 m dari
(Spoolhoek/Dirty Utility).
yang dilengkapi dengan leher angsa permukaan lantai
(water seal).
Ruang tunggu keluarga Tempat keluarga/ pengantar pasien Tempat duduk, televisi & Telp umum (bila
10. Sesuai kebutuhan
pasien. menunggu. RS mampu),
Ruang untuk menyelenggarakan kegiatan
administrasi khususnya pelayanan
Meja kerja, lemari berkas/arsip dan
pendaftaran dan rekam medik internal
11. Ruang Administrasi 3~5 m2/ petugas telepon/interkom, komputer, printer dan
pasien di instalasi ICU. Ruang ini berada
perlengkapan kantor lainnya.
pada bagian depan instalasi ICU dengan
dilengkapi loket atau Counter.
Ruangan tempat penyimpanan barang-
Janitor/ Ruang cleaning barang dan peralatan untuk kebersihan
12. 4-6 m2 Lemari/rak
service ruangan. Pada ruangan ini terdapat area
basah
@ KM/WC
Toilet (petugas,
13. KM/WC pria/wanita luas 2
pengunjung)
m2 – 3m2
R. Penyimpanan Silinder R. Tempat menyimpan tabung-tabung gas 4 – 8 m2
14. Tabung Gas Medis
Gas Medik medis cadangan.
Tempat parkir brankar selama tidak ada
15. R. Parkir Brankar kegiatan pembedahan atau selama tidak 2-6 m2 Brankar (stretcher)
diperlukan.

20 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3. Persyaratan Khusus
1. Letak bangunan instalasi ICU harus berdekatan dengan instalasi bedah
sentral, instalasi gawat darurat, laboratorium dan instalasi radiologi.
2. Harus bebas dari gelombang elektromagnetik dan tahan terhadap
getaran.
3. Gedung harus terletak pada daerah yang tenang.
4. Temperatur ruangan harus terjaga tetap dingin.
5. Aliran listrik tidak boleh terputus.
6. Harus tersedia pengatur kelembaban udara.
7. Sirkulasi udara yang dikondisikan seluruhnya udara segar (;fresh air).
8. Ruang pos perawat (;Nurse station) disarankan menggunakan pembatas
fisik transparan/ tembus pandang (antara lain kaca tahan pecah, flexi
glass) untuk mengurangi kontaminasi terhadap perawat.
9. Perlu disiapkan titik grounding untuk peralatan elektrostatik.
10. Tersedia aliran Gas Medis (O2, udara bertekanan dan suction).
11. Pintu kedap asap & tidak mudah terbakar, terdapat penyedot asap bila
terjadi kebakaran.
12. Terdapat pintu evakuasi yang luas dengan fasilitas ramp apabila letak
instalasi ICU tidak pada lantai dasar.
13. Ruang ICU/ICCU sebaiknya kedap api (tidak mudah terbakar baik dari
dalam/dari luar).
14. Pertemuan dinding dengan lantai dan pertemuan dinding dengan dinding
tidak boleh berbentuk sudut/ harus melengkung agar memudahkan
pembersihan dan tidak menjadi tempat sarang debu dan kotoran.

4. Alur kegiatan.
Alur Kegiatan di Instalasi ICU ditunjukkan pada bagan alir berikut :

Gambar 2.4.1.4 – Alur Kegiatan Pada Instalasi ICU.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 21


2.4.1.5 Instalasi Bedah Sentral (;COT/Central Operation Theatre)
1. Lingkup Sarana Pelayanan
Instalasi bedah, adalah suatu unit di rumah sakit yang berfungsi sebagai
tempat untuk melakukan tindakan pembedahan secara elektif maupun akut,
yang membutuhkan kondisi steril dan kondisi khusus lainnya. Luas ruangan
harus cukup untuk memungkinkan petugas bergerak sekeliling peralatan
bedah. Ruang bedah harus dirancang dengan faktor keselamatan yang
tinggi.
Pelayanan bedah pada rumah sakit kelas B meliputi :
1. Bedah minor (antara lain : bedah insisi abses, ekstirpasi, tumor kecil jinak
pada kulit, ekstraksi kuku / benda asing, sirkumsisi).
2. Bedah umum/ mayor dan bedah digestif.
3. Bedah spesialistik (antara lain: kebidanan, onkologi/tumor, urologi,
orthopedik, bedah plastik dan reanimasi, bedah anak, kardiotorasik dan
vaskuler).
4. Bedah sub spesialistik (antara lain: transplantasi ginjal, mata, sumsum
tulang belakang; kateterisasi Jantung (;Cathlab); dll)

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas


Tabel. 2.4.1.5
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Instalasi Bedah Sentral
Besaran Ruang
No. Nama Ruangan Fungsi Kebutuhan Fasilitas
/ Luas
Ruang untuk menyelenggarakan
3~5 m2/ petugas Meja, Kursi, lemari arsip,
kegiatan administrasi khususnya
1 R. Pendaftaran telepon/intercom, komputer, printer dan
pelayanan bedah. Ruang ini (min.9 m2)
peralatan kantor lainnya
dilengkapi loket pendaftaran.
Ruang untuk pengantar pasien 1~1,5 m2/ orang Kursi, Meja, Televisi & Alat Pengkondisi
2 Ruang Tunggu menunggu selama pasien menjalani
(min. 12 m2) Udara (AC / Air Condition)
proses bedah.
Ruang tempat mengganti brankar
Ruang transfer (Ganti
3 pasien dengan brankar instalasi Sesuai kebutuhan Brankar
Brankar)
bedah
Ruang yang digunakan untuk
mempersiapkan pasien sebelum
memasuki kamar bedah. Kegiatan
Alat cukur, oksigen, linen, brankar
dalam ruang ini yaitu :
Ruang persiapan sphygmomanometer, thermometer,
4 Penggantian pakaian penderita, Min. 9 m2
(;Preparation room) instrumen troli tiang infus
Membersihkan/mencukur bagian
tubuh yg perlu dicukur,
Melepas semua perhiasan dan
menyerahkan ke keluarga pasien
Ruang yang digunakan untuk
Ruang Induksi/anaestesi persiapan anaestesi/pembiusan.
(;Induction room) Kegiatan yang dilakukan di kamar
ini adalah sebagai berikut : Suction Unit
Sphygmomanometer
Ket : Apabila luasan area x Mengukur tekanan darah pasien,
Thermometer
5 instalasi bedah RS tidak x Pemasangan infus, Min. 9 m2
Trolley Instrument
memungkinkan, kegiatan x Memberikan kesempatan kepada
Infusion stand
anastesi dapat di pasien untuk menenangkan diri,
laksanakan di Ruang x Memberikan penjelasan kepada
Operasi pasien mengenai tindakan yang
akan dilaksanakan,
Ruang untuk cuci tangan dokter ahli
Ruang untuk cuci tangan Wastafel dengan 2 keran, perlengkapan
bedah, asisten dan semua petugas
6 (scrub station) Min. 3 m2 cuci tangan (sikat kuku, sabun, dll), skort
yang akan mengikuti kegiatan dalam
plastik/karet, handuk
kamar bedah.

Peralatan utama pada kamar bedah


minor ini adalah :
Meja Operasi, Lampu operasi tunggal,
Kamar bedah untuk bedah minor Mesin Anestesi dengan saluran gas
6 Ruang bedah minor + 36 m2
atau tindakan endoskopi medik dan listrik menggunakan pendan
anestesi atau cara lain, peralatan
monitor bedah, dengan diletakkan pada
pendan bedah atau cara lain, Film
Viewer, Jam dinding, Instrument Trolley

22 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


untuk peralatan bedah, Tempat sampah
klinis, Tempat linen kotor, dll (seperti
lemari obat/ peralatan)

Peralatan kesehatan utama minimal


yang berada di kamar ini antara lain :
1) 1 meja operasi,
2) 1 set lampu operasi, terdiri dari
Ruang untuk melakukan kegiatan lampu utama dan lampu satelit.
pembedahan umum/general. Kamar 3) 2 set Peralatan Pendant, masing-
operasi umum dapat dipakai untuk masing untuk pendan anestesi dan
7 Ruang bedah umum Min. 42 m2
pembedahan umum dan spesialistik pendan bedah.
termasuk untuk ENT, Urology, 4) 1 mesin anestesi,
Ginekolog, Opthtamologi 5) Film Viewer.
6) Jam dinding.
7) Instrument Trolley untuk peralatan
bedah.
8) Tempat sampah klinis.
9) Tempat linen kotor, dll
Ruang pembedahan yang
Peralatan kesehatan utama yang
digunakan untuk tindakan
diperlukan, antara lain 1 (meja operasi
pembedahan yang membutuhkan
Ruang bedah besar khusus), 1 (satu) lampu operasi, 1 (satu)
8 peralatan besar dan memerlukan Min. 50 m2
(mayor) ceiling pendant untuk outlet gas medik
tempat banyak, termasuk
dan outlet listrik, 1 (satu) ceiling pendant
diantaranya untuk bedah Neuro,
untuk monitor, mesin anestesi, dll
bedah orthopedi dan bedah jantung.
Ruang Kateterisasi Jantung (;Cathlab)
Mesin C-arm cathlab, meja operasi
khusus cathlab, monitor-monitor cathlab,
set operasi minor, set operasi mayor,
lampu operasi, head lamp unit, electro
surgery unit, suction pump, laser
R. Tindakan Kateterisasi Ruang untuk melakukan tindakan
Min. 36 m2 coagulator, serta lemari pendingin dan
Jantung kateterisasi jantung.
lemari simpan hangat, defibrillator,
respirator, perlengkapan dan mesin
Anaestesi (bila diperlukan), jam operasi,
9 lampu petunjuk operasi, oksigen,
scavenging unit.
Ruang tempat memonitor kinerja
Ruang Monitor (Ruang tergantung meja Meja kontrol, printer laser, monitor-
mesin C-arm cathlab dan ruang
Kontrol) monitor yang ada. monitor kontrol, kursi operator
tindakan kateterisasi jantung.
Ruang tempat meletakkan mesin-
tergantung mesin
Ruang Mesin mesin cathlab ( generator, system Mesin-mesin prosesor
prosesor yang ada.
control, cooling unit)
Ruang tempat meletakkan/
Ruang Perlengkapan Tergantung
menyimpan perlengkapan Perlengkapan katerisasi
(;Equipment Room) kebutuhan
katerisasi.
Ruangan yang dipergunakan untuk
menempatkan bayi baru lahir
Ruang Resusitasi Tempat tidur bayi, incubator perawatan
10 melalui operasi caesar, untuk Sesuai kebutuhan
Neonatus bayi, alat resusitasi bayi
dilakukan tindakan resusitasi
terhadap bayi.
Ruang pemulihan pasien pasca
operasi yang memerlukan perawatan
Ruang Pemulihan/ PACU
kualitas tinggi dan pemantauan terus Min. 7,2 m2/ tempat Tt pasien, monitor set, tiang infus,
11 (;Post Anesthetic Care
menerus. Kapasitas ruangan ini tidur infusion set, oksigen
Unit)
harus menampung tt 1,5 x jumlah
ruang bedah.
Ruang Pasca Bedah One
Day Care

Ket : boleh ada/tdk, atau Ruang untuk perawatan singkat Tt pasien, monitor set, tiang infus,
12 Min. 9 m2/tt
pasien pasca bedah pasca bedah infusion set, oksigen
dapat dirawat ke
ICU/HCU apabila kondisi
pasien belum stabil.
Ruang tempat penyimpanan
instrumen yang telah disterilkan.
Instumen berada dalam Tromol
tertutup dan disimpan di dalam
Gudang Steril lemari instrument.
13 Sesuai kebutuhan Lemari instrumen, Tromol
(;clean utility) Bahan-bahan lain seperti linen, kasa
steril dan kapas yang telah
disterilkan juga dapat disimpan di
ruangan ini.

Tempat pelaksanaan sterilisasi


Ruang Sterilisasi instrumen dan barang lain yang
(TSU = Theatre diperlukan untuk pembedahan. Autoklaf, Model meja strilisasi, Tromol,
14 Sterilization Unit) Di kamar sterilisasi harus terdapat Sesuai kebutuhan meja sink, troli instrumet, lemari
lemari instrumen untuk menyimpan instrument
Ket : boleh ada/tdk instrumen yang belum disterilkan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 23


Ruang untuk ganti pakaian, sebelum
petugas masuk ke area r. bedah.
Ruang ganti pakaian/
Pada kamar ganti sebaiknya
15 loker Sesuai kebutuhan Loker, toilet didalamnya
disediakan lemari pakaian/loker
dengan kunci dipegang oleh masing-
masing petugas.
Ruang/ tempat menyimpan obat-
16 Depo Farmasi Sesuai kebutuhan Lemari obat
obatan untuk keperluan pasien.
Ruang tempat istirahat dokter
17 Ruang dokter Sesuai kebutuhan Tempat tidur, sofa, meja, wastafel.
dilengkapi dengan KM/WC.
Ruang untuk istirahat perawat/
petugas lainnya setelah melakukan
kegiatan pembedahan atau tugas
18 Ruang perawat jaga. Ruang jaga harus berada di Sesuai kebutuhan Tempat tidur, sofa, meja, wastafel.
bagian depan shg mempermudah
semua pihak yang memerlukan
pelayanan bedah.
Ruang untuk diskusi para operator
19 Ruang Diskusi Medis kamar operasi sebelum melakukan Sesuai kebutuhan Meja + kursi diskusi, dll
tindakan pembedahan.
Ruang tempat penyimpanan
sementara barang dan bahan
Gudang Kotor (Dirty setelah digunakan untuk keperluan
20 Sesuai kebutuhan Container
Utility). operasi sebelum dimusnahkan ke
insenerator, atau dicuci di londri dan
disterilkan di CSSD.
Fasilitas untuk membuang kotoran
bekas pelayanan pasien khususnya Kloset leher angsa, keran air bersih (Sink)
21 Spoolhoek yang berupa cairan. Spoolhoek 4-6 m2 Ket : tinggi bibir kloset + 80-100 m dari
berupa bak/ kloset yang dilengkapi permukaan lantai
dengan leher angsa (water seal).
@ KM/WC
KM/WC (petugas,
22 KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
pengunjung)
m2 – 3 m2
Tempat parkir brankar selama tidak
23 Parkir brankar ada kegiatan pembedahan atau Sesuai kebutuhan Brankar/ stetcher
selama tidak diperlukan.

3. Persyaratan Khusus
1. Jalan masuk barang-barang steril harus terpisah dari jalan keluar
barang-barang & pakaian kotor.
2. Koridor steril (;steril corridor) dipisahkan/ tidak boleh bersilangan
alurnya dengan koridor kotor (;dirty corridor)
3. Pembagian daerah sekitar kamar bedah:
(1) Zona 1, Tingkat Resiko Rendah (Normal)
Zona ini terdiri dari area resepsionis (ruang administrasi dan
pendaftaran), ruang tunggu keluarga pasien, janitor dan ruang
utilitas kotor.
Zone ini mempunyai jumlah partikel debu per m3>3.520.000
partikel dengan dia. 0,5 ȝm (ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom
standards Tahun 1999).

(2) Zona 2, Tingkat Resiko Sedang (Normal dengan Pre Filter)


Zona ini terdiri dari ruang istirahat dokter dan perawat, ruang
plester, pantri petugas. Ruang Tunggu Pasien (;holding)/ ruang
transfer dan ruang loker (ruang ganti pakaian dokter dan perawat)
merupakan area transisi antara zona 1 dengan zone 2.
Zone ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3
3.520.000 partikel dengan dia. 0,5 ȝm (ISO 8 - ISO 14644-1
cleanroom standards Tahun 1999).

(3) Zona 3, Tingkat Resiko Tinggi (Semi Steril dengan Medium


Filter)
Zona ini meliputi kompleks ruang operasi, yang terdiri dari ruang
persiapan (preparation), peralatan/instrument steril, ruang induksi,

24 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


area scrub up, ruang pemulihan (recovery), ruang resusitasi
neonates, ruang linen, ruang pelaporan bedah, ruang
penyimpanan perlengkapan bedah, ruang penyimpanan peralatan
anastesi, implant orthopedi dan emergensi serta koridor-koridor di
dalam kompleks ruang operasi.
Zone ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 adalah
352.000 partikel dengan dia. 0,5 ȝm (ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom
standards Tahun 1999).
(4) Zona 4, Tingkat Resiko Sangat Tinggi (Steril dengan Pre Filter,
Medium Filter, Hepa Filter)
Zona ini adalah ruang operasi, dengan tekanan udara positif. Zone
ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 adalah
35.200 partikel dengan dia. 0,5 ȝm (ISO 7 - ISO 14644-1 cleanroom
standards Tahun 1999).
(5) Area Nuklei Steril
Area ini terletak dibawah area aliran udara kebawah (;laminair air
flow) dimana pembedahan dilakukan. Area ini mempunyai jumlah
maksimal partikel debu per m3 adalah 3.520 partikel dengan dia.
0,5 ȝm (ISO 5 s/d ISO 6 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun
1999).
4. Setiap 2 kamar operasi harus dilayani oleh setidaknya 1 ruang scrub
station.
5. Harus disediakan pintu ke luar tersendiri untuk jenazah dan bahan kotor
yang tidak terlihat oleh pasien dan pengunjung.
6. Persyaratan ruang operasi :
a. Pintu kamar operasi yang ideal harus selalu tertutup selama
operasi.
b. Pergantian udara yang dianjurkan sekitar 18-25 kali/jam.
c. Tekanan udara yang positif di dalam kamar pembedahan, dengan
demikian akan mencegah terjadinya infeksi ‘airborne’.
d. Sistem AC Sentral, suhu kamar operasi yang ideal 26 – 280C yang
harus terjaga kestabilannya dan harus menggunakan filter absolut
untuk menjaring mikroorganisme.
e. Kelembaban ruang yang dianjurkan 70% (jika menggunakan bahan
anaestesi yang mudah terbakar, maka kelembaban maksimum
50%).
f. Penerangan alam menggunakan jendela mati, yang diletakkan
dengan ketinggian diatas 2 m.
g. Lantai harus kuat dan rata atau ditutup dengan vinyl yang rata atau
teras sehingga debu dari kotoran-kotoran tidak tertumpuk, mudah
dibersihkan, bahan tidak mudah terbakar.
h. Pertemuan dinding dengan lantai dan dinding dengan dinding harus
melengkung agar mudah dibersihkan dan tidak menjadi tempat
sarang abu dan kotoran.
i. Plafon harus rapat dan kuat, tidak rontok dan tidak menghasilkan
debu/kotoran lain.
j. Pintu harus yang mudah dibuka dengan sikut, untuk mencegah
terjadinya nosokomial, disarankan menggunakan pintu geser
dengan sistem membuka dan menutup otomatis.
k. Harus ada kaca tembus pandang di dinding ruang operasi yang
menghadap pada sisi dinding tempat ahli bedah mencuci tangan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 25


4. Alur kegiatan.
Alur Kegiatan Pada Instalasi Bedah Sentral ditunjukkan pada bagan alir
berikut :

Gambar 2.4.1.5 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Bedah Sentral.

2.4.1.6 Instalasi Kebidanan Dan Penyakit Kandungan (Obstetri Dan Ginekologi)


1. Lingkup Sarana Pelayanan
Pelayanan di Fasilitas Kebidanan Rumah Sakit Kelas B meliputi :
1. Pelayanan persalinan.
Pelayanan persalinan meliputi : pemeriksaan pasien baru, asuhan
persalinan kala I, asuhan persalinan kala II (pertolongan persalinan),
dan asuhan bayi baru lahir.
2. Pelayanan nifas.
Pelayanan nifas meliputi : pelayanan nifas normal dan pelayanan nifas
bermasalah (post sectio caesaria, infeksi, pre eklampsi/eklampsi).
3. Pelayanan KB (Keluarga Berencana).
Pelayanan gangguan kesehatan reproduksi/penyakit kandungan,
Fetomaternal, Onkologi Ginekologi, Imunoendokrinologi, Uroginekologi
Rekonstruksi, Obgyn Sosial.
4. Pelayanan tindakan/operasi kebidanan
Pelayanan tindakan/operasi kebidanan adalah untuk memberikan
tindakan, misalnya ekserpasi polip vagina, operasi sectio caesaria,
operasi myoma uteri, dll.
5. Dan pelayanan sub spesilistik lainnya di bidang kebidanan dan
penyakit kandungan.

26 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Instalasi Kebidanan dan Penyakit Kandungan

Tabel 2.4.1.6
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Instalasi Kebidanan dan Penyakit Kandungan
Besaran
Nama Ruangan Fungsi Kebutuhan Fasilitas
No. Ruang / Luas

Ruang untuk menyelenggarakan


kegiatan administrasi khususnya
pelayanan pasien di ruang kebidanan
dan kandungan. Ruang ini berada
pada bagian depan instalasi/r.
kebidanan & kandungan dengan
Meja, Kursi, lemari arsip,
R. Administrasi dan dilengkapi loket, meja kerja, lemari 3~5 m2/ petugas
1. telepon/intercom, komputer, printer dan
pendaftaran berkas/arsip dan telepon/ interkom.
peralatan kantor lainnya
Kegiatan administrasi meliputi :
ƒ Pendataan pasien.
ƒ Penandatanganan surat
pernyataan keluarga pasien (jika
diperlukan tindakan operasi).
ƒ Pembayaran (Kasir).
Ruang untuk pengantar pasien
Ruang Tunggu Pengantar Kursi, Meja, Televisi & Alat Pengkondisi
2. menunggu selama pasien menjalani 1~1,5 m2/ orang
Pasien Udara (AC/ Air Condition)
proses persalinan/ tindakah bedah.
Ruang untuk cuci tangan semua
Ruang untuk cuci tangan Wastafel dengan 2 keran, perlengkapan
petugas yang akan mengikuti
3. (scrub station) Min. 3 m2 cuci tangan (sikat kuku, sabun, dll), skort
kegiatan persalinan/tindakan
plastik/karet, handuk
kebidanan dan penyakit kandungan.
Set partus, set minor surgery, doppler,
USG, tensimeter, timbangan bayi,
suction apparatus, lampu periksa, stand
Ruang Persiapan Bersalin
infuse, O2 set, emergency light, infuse
Tanpa Komplikasi/ Kala II-III
set, set kebidanan (minimal : forceps,
(labour) Ruang tempat persiapan bersalin Min. 7,2 m2/
4. vakum ekstraktor, klem hemostasis
tanpa komplikasi. tempat tidur
arteri, gunting tali pusar, klem tali pusar),
(Minimal 2 tempat tidur,
sarung tangan, celemek plastik, kasa dan
harus mempunyai KM/WC)
kapas, doek, cardiotocograph (CTG),
stetoskop, resusitasi set dewasa,
resusitasi set bayi.
Set partus, set minor surgery, doppler,
USG, tensimeter, timbangan bayi,
suction apparatus, lampu periksa, stand
Ruang Persiapan Bersalin
infuse, O2 set, emergency light, infuse
dengan Komplikasi (pre-
Ruang tempat persiapan bersalin set, set kebidanan (minimal : forceps,
eclamsy labour) Min. 7,2 m2/
5. dengan komplikasi yang diawasi vakum ekstraktor, klem hemostasis
tempat tidur
secara intensif. arteri, gunting tali pusar, klem tali pusar),
(Minimal 1 tempat tidur,
sarung tangan, celemek plastik, kasa dan
harus mempunyai KM/WC)
kapas, doek, cardiotocograph (CTG),
stetoskop, resusitasi set dewasa,
resusitasi set bayi.
Set partus, set minor surgery, doppler,
USG, tensimeter, timbangan bayi,
Ruang Persiapan Bersalin suction apparatus, lampu periksa, stand
Tanpa Komplikasi/ Kala II-III infuse, O2 set, emergency light, infuse
(labour) set, set kebidanan (minimal : forceps,
Ruang tempat persiapan bersalin Min. 7,2 m2/
6. vakum ekstraktor, klem hemostasis
tanpa komplikasi. tempat tidur
(Minimal 2 tempat tidur, arteri, gunting tali pusar, klem tali pusar),
harus mempunyai 1 sarung tangan, celemek plastik, kasa dan
KM/WC) kapas, doek, cardiotocograph (CTG),
stetoskop, resusitasi set dewasa,
resusitasi set bayi.
Set partus, set minor surgery, doppler,
Ruang Bersalin Tanpa
USG, tensimeter, timbangan bayi,
Komplikasi (;delivery)
suction apparatus, lampu periksa, stand
Ruang sebagai tempat dimana infuse, O2 set, emergency light, infuse
(memiliki area
pasien melahirkan bayinya tanpa Min. 12 m2/ set, set kebidanan (minimal : forceps,
membersihkan/
7. komplikasi termasuk kegiatan- tempat tidur vakum ekstraktor, klem hemostasis
memandikan bayi)
kegiatan untuk tindakan saat bersalin arteri, gunting tali pusar, klem tali pusar),
persalinan. sarung tangan, celemek plastik, kasa dan
(Minimal RS yg memiliki 3
kapas, doek, cardiotocograph (CTG),
tempat tidur, harus memiliki
stetoskop, resusitasi set dewasa,
1 KM/WC)
resusitasi set bayi.
Ruang Bersalin dengan Set partus, set minor surgery, doppler,
Komplikasi Ruang sebagai tempat dimana USG, tensimeter, timbangan bayi,
pasien melahirkan bayinya dengan Min. 12 m2/ suction apparatus, lampu periksa, stand
8. (memiliki area komplikasi termasuk kegiatan- tempat tidur infuse, O2 set, emergency light, infuse
membersihkan/ kegiatan untuk tindakan saat bersalin set, set kebidanan (minimal : forceps,
memandikan bayi) persalinan. vakum ekstraktor, klem hemostasis
arteri, gunting tali pusar, klem tali pusar),

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 27


(Minimal RS yg memiliki 1 sarung tangan, celemek plastik, kasa dan
tempat tidur, harus memiliki kapas, doek, cardiotocograph (CTG),
KM/WC) stetoskop, resusitasi set dewasa,
resusitasi set bayi.
Set partus, set minor surgery, doppler,
USG, tensimeter, timbangan bayi,
suction apparatus, lampu periksa, stand
Ruang Bersalin Privat infuse, O2 set, emergency light, infuse
(labour, delivery, recovery, Ruang tempat dimana pasien mulai set, set kebidanan (minimal : forceps,
Min. 20 m2/
9. post partum/ LDRP) persiapan melahirkan sampai dengan vakum ekstraktor, klem hemostasis
tempat tidur
pemulihan. arteri, gunting tali pusar, klem tali pusar),
(jika diperlukan) sarung tangan, celemek plastik, kasa dan
kapas, doek, cardiotocograph (CTG),
stetoskop, resusitasi set dewasa,
resusitasi set bayi.
Set partus, set minor surgery, doppler,
USG, tensimeter, timbangan bayi,
suction apparatus, lampu periksa, stand
infuse, O2 set, emergency light, infuse
Ruang Bersalin dalam Air
Ruang sebagai tempat dimana set, set kebidanan (minimal : forceps,
(;Water Birth) Sesuai
10. pasien melahirkan bayinya dalam air vakum ekstraktor, klem hemostasis
kebutuhan
tanpa komplikasi. arteri, gunting tali pusar, klem tali pusar),
(jika diperlukan)
sarung tangan, celemek plastik, kasa dan
kapas, doek, cardiotocograph (CTG),
stetoskop, resusitasi set dewasa,
resusitasi set bayi.
Set partus, set AVM/kuretase, set minor
surgery, tensimeter, suction apparatus,
Ruang tempat melakukan tindakan Min. 12 m2/ lampu periksa, stand infuse, O2 set,
11. Ruang Tindakan
kebidanan dan penyakit kandungan tempat tidur emergency light, sarung tangan, celemek
plastik, kasa dan kapas, doek, stetoskop,
resusitasi set dewasa.
Ruang Pemulihan
Ruang pemulihan pasien pasca
(;Recovery)
melahirkan yang memerlukan Min. 7,2 m2/ Tt pasien, monitor pasien, tiang infus,
12.
perawatan kualitas tinggi dan tempat tidur infusion set, oksigen
(Minimal 4 tempat tidur,
pemantauan terus menerus.
harus memiliki KM/WC)
Tempat tidur bayi, inkubator, timbangan
Ruang Bayi Normal
Sesuai dan pengukur panjang bayi, tensimeter,
13. (termasuk didalamnya Ruang tempat bayi setelah dilahirkan
kebutuhan alat resusitasi bayi, blue lamp therapy,
ruang mandi bayi)
tempat ganti popok bayi, sink mandi bayi
Tempat tidur bayi, inkubator, timbangan
Ruang Bayi Patologis Ruang tempat bayi yang infeksius
Sesuai dan pengukur panjang bayi, tensimeter,
14. (termasuk didalamnya atau mengalami cacat bawaan atau
kebutuhan alat resusitasi bayi, blue lamp therapy,
ruang mandi bayi) kelainan patologis lainnya
tempat ganti popok bayi, sink mandi bayi
Tempat tidur bayi, inkubator, timbangan
Ruang Rawat Intensif Bayi Ruang tempat bayi yang memerlukan Sesuai dan pengukur panjang bayi, tensimeter,
15.
Neonatal (;NICU) perawatan intensif. kebutuhan alat resusitasi bayi, blue lamp therapy,
tempat ganti popok bayi, sink mandi bayi
Tempat tidur bayi, inkubator, timbangan
Ruang Perinatologi : High Ruang tempat bayi yang memerlukan Sesuai dan pengukur panjang bayi, tensimeter,
16.
Care perawatan tingkat tinggi kebutuhan alat resusitasi bayi, blue lamp therapy,
tempat ganti popok bayi, sink mandi bayi
Ruang untuk inisiasi ASI dini Sesuai
17. Ruang Laktasi Tt pasien, tiang infus, infusion set
(menyusui) kebutuhan
Ruang untuk perawatan pasien
melahirkan dan juga pasien penyakit
Ruang Perawatan (Post Min. 7,2 m2/
18. kandungan yang tidak memaparkan Tt pasien, tiang infus, infusion set
Partum) tempat tidur
penyakit ke pasien lain, dilengkapi
dengan toilet.
Ruang untuk perawatan isolasi
Ruang Perawatan Isolasi
pasien penyakit kandungan yang Min. 12 m2/
19. (Minimal 1 ruang/tempat Tt pasien, tiang infus, infusion set
memaparkan penyakit ke pasien lain, tempat tidur
tidur)
dilengkapi dengan toilet.
Ruang tempat penyimpanan
instrumen yang telah disterilkan.
Instumen berada dalam Tromol
tertutup dan disimpan di dalam
Gudang Steril Sesuai
20. lemari instrument. Lemari instrumen, Tromol
(;clean utility) kebutuhan
Bahan-bahan lain seperti linen, kasa
steril dan kapas yang telah
disterilkan juga dapat disimpan di
ruangan ini.
ƒ Workbench, 1 sink/2 sink dilengkapi
Ruang Sterilisasi Tempat pelaksanaan sterilisasi
instalasi air bersih dan air buangan.
instrumen dan barang lain yang
ƒ Lemari penyimpanan instrumen yang
21. (jika diperlukan atau diperlukan untuk kegiatan di ruang Min. 6 m2
belum disterilkan tetapi sudah dicuci
sterilisasi bisa dilaksanakan kebidanan dan penyakit kandungan.
dan berada dalam tromol/pak.
di CSSD RS)
ƒ Autoklaf
Tempat ganti pakaian, sepatu/alat
kaki sebelum masuk ke- dan
Sesuai
22. Ruang ganti pakaian/ loker sebaliknya setelah keluar dari ruang Loker, rak sepatu bersih, wastafel
kebutuhan
kebidanan dan kandungan,/ suatu
ruangan yang diperuntukkan bagi

28 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


para pengunjung, staf medis/ non
medis untuk berganti pakaian atau
alas kaki sebelum masuk ke r.
kebidanan & kandungan.
Ruang/ tempat menyimpan linen
23. Ruang Penyimpanan Linen Min. 3 m2 Lemari/rak
bersih
Ruang tempat kerja dan istirahat Sesuai
24. Ruang dokter Tempat tidur, sofa, meja, wastafel.
dokter dilengkapi dengan KM/WC. kebutuhan
Ruang untuk istirahat perawat/
petugas lainnya setelah
melaksanakan kegiatan pelayanan
Sesuai
25. Ruang perawat/ Petugas atau tugas jaga. Kamar jaga harus Tempat tidur, sofa, meja, wastafel.
kebutuhan
berada di bagian depan sehingga
mempermudah semua pihak yang
memerlukan pelayanan pasien.
Ruang untuk diskusi medis para
Sesuai
26. Ruang Diskusi Medis petugas inst. kebidanan & Meja + kursi diskusi, dll
kebutuhan
kandungan.
Ruang untuk menyiapkan makanan
Sesuai Meja, kursi, microwave, kompor,
27. Pantri bagi pasien dan para petugas
kebutuhan penghangat, kulkas, sink
instalasi kebidanan dan kandungan.
Fasilitas untuk membuang kotoran
bekas pelayanan pasien khususnya
yang berupa cairan. Spoolhoek Kloset leher angsa, keran air bersih (Sink)
Gudang Kotor
28. berupa bak atau kloset yang 4-6 m2 Ket : tinggi bibir kloset + 80-100 m dari
(Spoolhoek/Dirty Utility).
dilengkapi dengan leher angsa (water permukaan lantai
seal).

@ KM/WC
KM/WC (petugas, pasien,
29. KM/WC pria/wanita luas Kloset, wastafel, bak air
pengunjung)
2 m2 – 3 m2
Ruang tempat penyimpanan
30. Janitor peralatan kebersihan/cleaning Min. 3 m2 Kloset, wastafel, bak air
service.
Tempat untuk parkir brankar selama
31. Parkir Brankar tidak ada kegiatan pelayanan pasien Min. 2 m2 Brankar
atau selama tidak diperlukan.

3. Persyaratan Khusus
1. Letak bangunan instalasi kebidanan dan penyakit kandungan harus
mudah dicapai, disarankan berdekatan dengan instalasi gawat darurat,
ICU dan Instalasi Bedah Sentral, apabila tidak memiliki ruang operasi
atau ruang tindakan yang memadai.
2. Bagunan harus terletak pada daerah yang tenang/ tidak bising.
3. Ruang bayi dan ruang pemulihan ibu disarankan berdekatan untuk
memudahkan ibu melihat bayinya, tapi sebaiknya dilakukan dengan
sistem rawat gabung.
4. Memiliki sistem sirkulasi udara yang memadai dan tersedia pengatur
kelembaban udara untuk kenyamanan termal.
5. Memiliki sistem proteksi dan penanggulangan terhadap bahaya
kebakaran.
6. Terdapat pintu evakuasi yang luas dengan fasilitas ramp apabila letak
instalasi kebidanan dan penyakit kandungan tidak pada lantai dasar.
7. Harus disediakan pintu ke luar tersendiri untuk jenazah dan bahan kotor
yang tidak terlihat oleh pasien dan pengunjung.
8. Limbah padat medis yang dihasilkan dari kegiatan kebidanan dan
penyakit kandungan ditempatkan pada wadah khusus berwarna kuning
bertuliskan limbah padat medis infeksius kemudian dimusnahkan di
incenerator.
9. Untuk persyaratan ruang operasi kebidanan dapat dilihat pada poin
2.4.1.5

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 29


4. Alur kegiatan.
Alur Kegiatan Pada Instalasi Kebidanan dan Penyakit Kandungan
ditunjukkan pada bagan alir berikut :

Dokter, Bidan Pasien & Pengantar


& Perawat Pasien

Pengantar
Ruang Ganti & Pasien
Loker Administrasi & Pendaftaran Ruang Tunggu
Pasien

Ruang Tindakan Ruang Persiapan Ruang Bersalin

Ruang Operasi

Ruang Pemulihan

Ruang Rawat Inap Ruang Bayi

Pulang

Gambar 2.4.1.6 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Kebidanan dan Penyakit


Kandungan.

2.4.1.7 Instalasi Rehabilitasi Medik


Pelayanan Rehabilitasi Medik bertujuan memberikan tingkat pengembalian
fungsi tubuh semaksimal mungkin kepada penderita sesudah kehilangan/
berkurangnya fungsi dan kemampuan yang meliputi, upaya pencegahan/
penanggulangan, pengembalian fungsi dan mental pasien.

1. Lingkup Sarana Pelayanan


Lingkup pelayanan Instalasi Rehabilitasi Medik mencakup :
1. Fisioterapi
2. Terapi Okupasi (;OT-Occupation Therapy)
3. Terapi Wicara (TW) / Terapi Vokasional (;Speech Therapy)
4. Orthotik dan Prostetik/ OP
5. Pelayanan Sosio Medik/ Pekerja Sosial Masyarakat/PSM
6. Pelayanan Psikologi
7. Rehabilitasi Medik Spesialistik Terpadu, berada pada unit pelayanan
terpadu rumah sakit (UPT-RS), meliputi : Muskuloskeletal,
Neuromuskuler, Kardiovaskuler, Respirasi, Pediatri, Geriatri
8. Pelayanan cidera olahraga

30 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Tabel. 2.4.1.7
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Instalasi Rehabilitasi Medik
Besaran Ruang /
Nama Ruangan Fungsi Ruangan Kebutuhan Fasilitas
No. Luas

Ruangan tempat pasien melakukan


Meja, kursi, computer, printer, lemari,
Loket Pendaftaran dan pendaftaran, pendataan awal dan
1. 3~5 m2/ petugas lemari arsip, dan peralatan kantor
Pendataan ulang untuk segera mendapat suatu
lainnya.
tindakan.
Ruang kerja para Petugas Instalasi RM
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
Ruang Administrasi, yaitu melaksanakan kegiatan
2. 3~5 m2/ petugas intercom/telepon, safety box
Keuangan dan Personalia administrasi, keuangan dan personalia
di unit Pelayanan Rehabilitasi Medik
Ruang Tunggu Pasien Ruangan pasien & pengantar pasien Tempat duduk, televisi & Telp umum
3. 1~1,5 m2/ orang
& Pengantar Pasien menunggu diberikannya pelayanan RM (bila RS mampu),
Ruangan tempat Dokter melakukan
pemeriksaan (seperti: anamesa, Kursi Dokter, Meja Konsultasi, 2
Ruang Pemeriksaan/ pemeriksaan dan asesmen fisik), 12~25 m2 (dua) kursi hadap, lemari alat periksa
4.
Penilaian Dokter diagnosis maupun prognosis terhadap & obat, tempat tidur periksa, tangga
pasiennya & tempat pasien melakukan roolstool, dan kelengkapan lainnya.
konsultasi medis dengan Dokter
Kursi Dokter, Meja Konsultasi, 2
RUANG TERAPI Ruang tempat melaksanakan kegiatan 12~25 m2
5. (dua) kursi hadap, lemari alat, kursi
PSIKOLOGI terapi psikologi bagi pasien.
terapi, dll
FISIOTERAPI
1. Ruang Fisioterapi Pasif Ruang untuk memberikan pelayanan Miin. 12 m2/ Tempat tidur periksa, unit traksi, alat
berupa suatu intervensi radiasi/ tempat tidur traksi stimulasi elektrik, micro wave
gelombang elektromagnet dan traksi, diathermy, ultraviolet quartz, dan
maupun latihan manipulasi yang peralatan fisioterapi lainnya
diberikan pada pasien yang bersifat
individu.

2. Ruang Fisioterapi Aktif Ruang tempat pasien melakukan Min. 50 m2 Treadmill, parallel bars, ergocycle,
6. a. Ruang Senam kegiatan senam (misalnya senam exercise bicycle, dan peralatan
(Gymnasium) stroke, senam jantung, senam diabetes, senam lainnya.
senam pernafasan, senam asma,
senam osteoporosis, dll.

b. Ruang Hidroterapi Ruangan yang didalamnya terdapat Min. 25 m2/kolam Perlengkapan hidroterapi
(Dilengkapi ruang satu (atau lebih) kolam renang / bak 4-12 m2 (untuk
ganti pakaian, rendam hidroterapi yang dilengkapi ruang ganti
KM/WC, terpisah dengan fasilitas penghangat air (Water pakaian)
antara pasien wanita Heater Swimming Pool) dan pemutar
& pria) arus ( Whirpool System) bila ada.
TERAPI OKUPASI
Fasilitas tergantung dari jenis
okupasi yang akan diselenggarakan,
Misalnya :
ƒ ruangan dalam rumah (dapur,
kamar mandi, ruang makan, ruang
@ jenis okupasi tamu, ruang tidur),
Ruang tempat terapis okupasi
Ruang Terapi Okupasi 6-30 m2 ƒ kantor (ruang kerja, bengkel, ruang
melakukan terapi kepada pasien
studio),
ƒ tempat Ibadah, kasir,
ƒ model ruangan kendaraan
(misalnya : tempat naik dan duduk
pada bis umum, ruang mengemudi
mobil dan motor), dll
area bermain yang dilengkapi
pelindung-pelindung khusus
Ruangan tempat Terapis Okupasi
7. (misalnya : busa dilapis kulit sintetis)
melakukan terapi secara (umumnya) Tergantung
Ruang Sensori Integrasi pada daerah-daerah yang keras
kelompok kepada pasien anak untuk peralatan SI yang
(SI) Anak. (misalnya: tiang, dinding & lantai)
merangsang panca-indera serta gerak disediakan
serta daerah bersudut yang cukup
motorik halus dan kasar.
tajam (misalnya: tepi meja, tepi
ayunan, sudut - sudut dinding).
Ruangan tempat Terapis Okupasi
melakukan terapi perangsangan audio- lampu fiberoptik berpelindung dan
visual (umumnya pada anak) dalam akuarium Flexyglass yang mampu
Ruang Relaksasi /
suatu ruangan tertutup yang dilengkapi mengeluarkan cahaya multi warna
Perangsangan Audio- Sesuai kebutuhan
dengan sarana audio-visual maupun secara bergantian, televisi, bantal,
Visual
benda-benda bercahaya. Ruangan ini tempat duduk, bola keseimbangan,
juga merupakan ruangan relaksasi bagi dll
pasien.
Daerah Okupasi Terapi Suatu daerah terbuka hijau/taman yang Pararell Bar’s dengan variasi
Tergantung
Terbuka/ Taman Terapetik juga digunakan sebagai daerah Latihan permukaan pijakan yang berbeda-
peralatan yang
Terapi Okupasi Dewasa (dan Anak) beda, seperti batu-batuan, semen,
disediakan
Ket : Boleh ada/tidak berupa suatu jalur jalan (Walking Track) pasir dan ubin keramik untuk

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 31


dengan benda-benda Fasilitas Terapi. memberi rangsangan yang berbeda
pada telapak kaki, ramp untuk latihan
pengguna kursi roda dan perancah
bantu jalan (Walker)
TERAPI WICARA
Ruang Terapi Wicara Ruang tempat terapis wicara 12-30 m2
Cermin, meja, kursi pasien & petugas
/Vokasional melakukan terapi kepada pasien
Ruangan tempat Terapis Wicara Min. 3 m2/ ruang
9.
melakukan pengujian kemampuan pasien
Alat uji audiometer, kursi pasien,
Ruang Terapi Wicara pendengaran kepada pasiennya secara
meja operator, headphone pasien,
Audiometer. individual (dengan operator Audiometer Min. 4 m2 / ruang
speaker monitor operator
sebagai asisten terapis). Terdiri dari 2 operator
ruang : ruang operator & ruang pasien.
RUANG ORTHOTIK DAN PROSTETIK/ OP
Ruang ganti pakaian dan menyimpan Loker/ lemari, tempat duduk (bench),
Loker Petugas Bengkel OP @ 4-12 m2
barang-barang milik petugas. dll
Peralatan bengkel mekanik halus
Ruang tempat menghaluskan,
(seperti gerinda halus, bor halus,
Bengkel Halus merangkai, menyetel barang yang akan Min. 9 m2
ampelas halus, tang, sekrup, baut,
diserahkan kepada pasien.
set obeng dan kunci-kunci, dll)
Mesin potong besi, mesin potong
fiber glass, mesin pencetak fiber
Ruang tempat pengolahan bahan baku
Bengkel Kasar Min. 36 m2 glass, mesin cetak kulit lateks,
menjadi protese.
gerinda kasar, dan mesin-mesin
mekanis produksi lainnya
Ruang tempat mempola, membuat,
10. Meja pola, alat penggunting kulit,
menjahit dan merakit selubung OP dari
Ruang Jahit/Kulit Min. 12 m2 mesin jahit kulit, alat pelubang kulit,
kulit, termasuk membuat sepatu untuk
dll
kaki palsu.
Ruang tempat melakukan perakitan Set obeng dan kunci-kunci, solder,
Ruang Bionik (Biologi serta penyetelan komponen elektronik mesin pembuat pcb, osciloskop,
Min. 9 m2
Elektronik) yang akan ditambahkan pada barang avometer, serta alat-alat ukur
OP. elektronik lainnya.
Ruang Penyimpanan Ruang tempat menyimpan sementara
Sesuai Kebutuhan Lemari
Barang Jadi barang OP yang sudah jadi.
Tempat penyimpanan bahan baku
Gudang Bahan Baku Sesuai Kebutuhan Lemari, rak
untuk pembuatan barang OP
Ruang Penyetelan (;Fitting Ruang tempat pasien mengepas
Sesuai Kebutuhan Cermin, tempat duduk pasien, dll
Room) barang OP yang telah jadi.
Ruang tempat petugas PSM bekerja
sebelum dan sesudah melaksanakan Min. 4 m2/ orang
Meja, kursi, computer, printer, lemari,
tugas di luar RS. Pada ruangan ini (luas disesuaikan
11. RUANG PSM lemari arsip, dan peralatan kantor
dapat juga dilakukan pendaftaran dengan jumlah
lainnya.
pasien pelayanan sosio medik diluar RS petugas PSM)
(;home care service)
Ruang tempat penyimpanan peralatan
12. Gudang Peralatan RM RM yang belum terpakai atau sedang Sesuai Kebutuhan Lemari/rak
tidak digunakan.
Ruang penyimpanan linen bersih
(misalnya : handuk, tirai & sprei) dan
Gudang Linen dan
13. juga perbekalan farmasi untuk terapi Sesuai Kebutuhan Lemari/rak
Farmasi
(misalnya : parafin, alkohol, kapas,
tissue, jelly).
Ruang penyimpanan alat-alat, juga
perabot RM yang sudah tidak dapat
14. Gudang Kotor Sesuai Kebutuhan Lemari/rak
digunakan lagi tetapi belum dapat
dihapuskan dengan segera.
Ruang tempat kepala IRM bekerja dan
Kursi, meja, computer, printer, dan
15. Ruang Kepala IRM melakukan kegiatan perencanaan dan Sesuai Kebutuhan
peralatan kantor lainnya.
manajemen.
16. Ruang Petugas RM Ruang tempat istirahat petugas IRM Sesuai Kebutuhan Kursi, meja, sofa, lemari
Sebagai tempat untuk menyiapkan
makanan dan minuman bagi mereka Perlengkapan dapur, kursi, meja,
17. Dapur Kecil (;Pantry) Sesuai Kebutuhan
yang ada di IRM dan sebagai tempat sink
istirahat petugas.
@ KM/WC
18. KM/WC petugas/pasien KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
m2 – 3 m2

3. Persyaratan Khusus
Pada dasarnya tata ruang Unit Rehabilitasi Medik ditetapkan atas dasar:
1. Lokasi mudah dicapai oleh pasien, disarankan letaknya dekat dengan
instalasi rawat jalan/ poliklinik dan rawat inap.
2. Ruang tunggu dapat dicapai dari koridor umum dan dekat pada loket
pendaftaran, pembayaran dan administrasi.

32 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3. Disarankan akses masuk untuk pasien terpisah dari akses masuk staf.
4. Disarankan menggunakan sistem sirkulasi udara/ ventilasi udara alami.
5. Apabila ada ramp (tanjakan landai), maka harus diperhatikan
penempatan ramp, lebar dan arah bukaan pintu dan lebar pintu untuk
para pemakai kursi roda serta derajat kemiringan ramp yaitu maksimal
70.
6. Untuk pasien yang menggunakan kursi roda disediakan toilet khusus
yang memiliki luasan cukup untuk bergeraknya kursi roda.

4. Alur kegiatan.

Gambar 2.4.1.7 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Rehabilitasi Medik.

2.4.1.8 Unit Hemodialisa


1. Lingkup Sarana Pelayanan
Pelayanan bagi pasien yang membutuhkan fasilitas cuci darah akibat
terjadinya gangguan pada ginjal.

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas


Tabel. 2.4.1.8
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Unit Hemodialisa
Besaran Ruang /
Nama Ruangan Fungsi Ruangan Kebutuhan Fasilitas
No. Luas

Ruang untuk menyelenggarakan


kegiatan administrasi di unit HD, Meja, Kursi, lemari arsip, telepon/
Ruang Administrasi dan
1. yaitu berupa registrasi & pendataan 3~5 m2/ petugas intercom, komputer, printer dan
Rekam Medik
pasien, dan tempat penyimpanan peralatan kantor lainnya
berkas medik pasien.
Ruang di mana keluarga/ pengantar Kursi, Meja, Televisi & Alat
2. Ruang Tunggu pasien menunggu. Ruang ini perlu 1~1,5 m2/ orang Pengkondisi Udara (AC / Air
disediakan tempat duduk dengan Condition)

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 33


jumlah yang sesuai aktivitas
pelayanan.

Ruang tempat pasien mendapatkan Min. 7,2 m2/


3. Ruang Cuci Darah Tt pasien, mesin HD
tindakan cuci darah. tempat tidur
Ruang isolasi tempat pasien Min. 9 m2/
4. Ruang Isolasi Cuci Darah Tt pasien, mesin HD
mendapatkan tindakan cuci darah. tempat tidur
Meja, Kursi, lemari arsip, lemari
obat, telepon/intercom, komputer
Ruang utk melakukan
Peralatan penyelamatan hidup
perencanaan, pengorganisasian
(live saving equipment),
asuhan dan pelayanan
Ruang Stasi Perawat defibrilator, alat resusitasi pasien,
5. keperawatan (pre dan post- Sesuai kebutuhan
(Nurse Station) obat-obatan penyelamatam
confrence, pengaturan jadwal),
hidup, tensimeter/
dokumentasi sampai dengan
spygmomanometer, termometer,
evaluasi pasien.
peralatan kesehatan perbekalan
HD, stetoskop, dll
Ruang untuk melakukan konsultasi
Meja, Kursi/ sofa,
oleh dokter spesialis penyakit
6. Ruang Konsultasi Sesuai kebutuhan telepon/intercom, peralatan
dalam/ sub spesialis ginjal/ kepada
kantor lainnya
pasien dan keluarganya.
Ruang tempat meletakkan mesin
RO dan filter UV sebelum air 1 mesin RO
Ruang Reverse Osmosis
7. ditampung dalam tanki air harian. memiliki dimensi + Mesin RO dan lampu UVGI
(RO) dan Sterilisasi UV
Ruang ini dapat digabung dengan 1,5 x 0,6 m2
ruang tanki air harian.
Ruang tempat meletakkan tanki
yang menampung air yang telah
Ruang Tanki Air Harian Tergantung
8. disterilisasi untuk dapat langsung Tanki air dan pompa
(Ready To Use Tank) kapasitas tanki air.
digunakan oleh mesin hemodialisa
atau mesin pembersih filter.
Ruang tempat membersihkan filter
Bak cuci filter (sink), alat
Ruang Pencucian Filter agar dapat dipergunakan kembali.
9. Min. 4-6 m2 pembersih filter, alat
(Reuse Filter Cleaning) Kegiatan ini dapat dilaksanakan di
dekontaminasi filter
CSSD.
Ruang penyimpanan alat-alat
10. Gudang Sesuai kebutuhan Lemari/rak
hemodialisa.
Ruang tempat kepala Unit HD
Kursi, meja, computer, printer,
11. Ruang Kepala Unit HD bekerja dan melakukan kegiatan Sesuai kebutuhan
dan peralatan kantor lainnya.
perencanaan dan manajemen.
Fasilitas untuk membuang kotoran
bekas pelayanan pasien khususnya Kloset leher angsa, keran air
Ruang Utilitas Kotor/ yang berupa cairan. Spoolhoek bersih (Sink)
12. 4-6 m2
Spoelhoek dan tempat cuci berupa bak atau kloset yang Ket : tinggi bibir kloset + 80-100
dilengkapi dengan leher angsa m dari permukaan lantai
(water seal).
Sebagai tempat untuk menyiapkan
makanan dan minuman bagi Perlengkapan dapur, kursi, meja,
13. Dapur Kecil (;Pantry) Sesuai kebutuhan
mereka yang ada di Unit HD dan sink
sebagai tempat istirahat petugas.
@ KM/WC
14. KM/WC petugas/pasien KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
m2 – 3 m2

3. Persyaratan Khusus
1. Setiap tempat tidur/ tempat duduk pasien dilengkapi dengan minimal inlet
air steril dan outlet pembuangan air dari mesin dialisis.
2. Setiap tempat tidur/ tempat duduk pasien juga dilengkapi dengan bed
head unit, minimal terdiri dari outlet suction, Oksigen, stop kontak listrik
dengan suplai Catu Daya Pengganti Khusus(CDPK = UPS) dan 2 buah
stop kontak biasa, tombol panggil perawat (nurse call).
3. Ruangan harus mudah dibersihkan, tidak menggunakan warna-warna
yang menyilaukan.
4. Memiliki sistem pembuangan air yang baik.

34 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


4. Alur kegiatan.

Pasien & Pengantar


Pasien

Pengantar
Administrasi dan Pasien
Pendaftaran Ruang Tunggu
Pasien

Ruang Konsultasi

Ruang (/Isolasi) Cuci Darah

Pulang

Gambar 2.4.1.8 – Alur Kegiatan Pada Unit Hemodialisa

2.4.1.9 Instalasi Radioterapi


1. Lingkup Sarana Pelayanan
Pelayanan radioterapi meliputi :
1. Pelayanan radioterapi eksternal, yaitu pelayanan radioterapi dengan
menggunakan sumber radiasi yang berada di luar tubuh atau ada jarak
antara pasien dengan alat penyinaran.
2. Pelayanan brakiterapi, yaitu pelayanan radioterapi dengan menggunakan
sumber yang didekatkan pada tumor.
3. Pelayanan radioterapi interstisial adalah pelayanan radioterapi dengan
menggunakan sumber yang dimasukkan dalam tumor.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan radioterapi mengacu pada


Permenkes No. 1427/MENKES/SK/XII/2006 tentang Standar Pelayanan
Radioterapi di Rumah Sakit.

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas


Tabel. 2.4.1.9
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Instalasi Radioterapi
Besaran Ruang /
No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan Kebutuhan Fasilitas
Luas

Ruang tempat pasien melakukan


Ruang Penerimaan, Rak/lemari berkas, meja, kursi,
pendaftaran, tempat pembayaran dan
1. Pendaftaran, pembayaran 3~5 m2/ petugas komputer, printer, dan alat
sebagai tempat mengambil hasil
dan pengambilan hasil perkantoran lainnya.
pemeriksaan
Ruangan untuk staf melaksanakan tugas
Alat tulis kantor, meja+kursi, loket,
Ruang Administrasi dan administrasi dan personalia dan ruangan
2. 3~5 m2/ petugas lemari, telepon, faksimili, komputer,
Rekam Medis. untuk penyimpanan sementara berkas film
printer, dan alat perkantoran lainnya.
pasien yang sudah dievaluasi.
Ruangan pemeriksaan klinis, baca film dan
Ruang Pemeriksaan dan konsultasi pasien oleh dokter spesialis
3. Sesuai Kebutuhan Meja, kursi, meja periksa, film viewer.
Konsultasi Radiologi.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 35


Ruangan Tunggu Pasien Ruangan pasien menunggu diberikannya Tempat duduk, televisi & Telp umum
4. 1~1,5 m2/ orang
pelayanan radioterapi. (bila RS mampu),
Ruangan pasien dengan tempat tidur (tirah
Ruang Tunggu Pasien
5. baring) menunggu diberikannya pelayanan Min. 7.2 m2/ tt Brankar/tt pasien
Tirah Baring
radioterapi.
Ruang untuk membuat cetakan bagian
3. Ruang Moulding tubuh yang akan dilakukan penyinaran Sesuai kebutuhan Set Perlengkapan Moulding/ Cetakan
dengan pesawat radioterapi
Ruang untuk mengakomodasi sejumlah
4. Ruang Kemoterapi pasien yang sedang dilakukan tindakan Sesuai kebutuhan Sofa, kursi, meja, tiang infus, dll
medis kemoterapi.
Ruang tempat mensimulasi tubuh pasien
5. Ruang Simulator Sesuai kebutuhan Set peralatan simulator
sebelum dilakukan penyinaran/radiasi.
Ruang tempat dilakukan terapi sinar Tergantung
Ruang Terapi Penyinaran
6. radiasi . Ruangan ini dilengkapi dengan peralatan terapi Set peralatan radioterapi
(;Treatment Room)
ruang control dan ruang untuk mesin. yang digunakan.
Ruang Kontrol Kualitas
7. Jelas, sesuai nama ruangan Sesuai Kebutuhan Sesuai Kebutuhan
(Quality Control)
Alat tulis kantor, meja+kursi, lemari,
8. Ruang Fisikawan Medik Ruang kerja dan istirahat fisikawan medik. 3~5 m2/ petugas telepon, komputer, printer, dan alat
perkantoran lainnya.
Alat tulis kantor, meja+kursi, lemari,
9. Ruang Petugas Ruang kerja dan istirahat petugas. 3~5 m2/ petugas telepon, komputer, printer, dan alat
perkantoran lainnya.
Sebagai tempat untuk menyiapkan
10. Pantri makanan dan minuman bagi mereka yang Sesuai Kebutuhan Sofa, kursi, meja, pantri
ada di Instalasi Radioterapi Rumah Sakit.
Ruang untuk ganti pakaian petugas
sebelum petugas masuk ke area tindakan.
11. Ruang Ganti Petugas Sesuai Kebutuhan Loker, dilengkapi toilet.
Ruang ganti petugas pria dan wanita
dipisah.
12. Ruang Diskusi Jelas, sesuai nama ruangan Sesuai Kebutuhan Sofa, kursi, meja, display, dll
@ KM/WC
13. KM/WC petugas & pasien KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
m2 – 3 m2

3. Persyaratan Khusus
Persyaratan teknis mengenai bangunan untuk menyelenggarakan pelayanan
radioterapi harus mengacu pada persyaratan yang ditetapkan oleh
BAPETEN.

2.4.1.10 Instalasi Kedokteran Nuklir


Pelayanan Kedokteran Nuklir adalah pelayanan penunjang dan/atau terapi
yang memanfaatkan sumber radiasi terbuka dari disinegrasi inti radionuklida
yang meliputi pelayanan diagnostik in-vivo dan in-vitro melalui pemantauan
proses fisiologi, metabolisme dan terapi radiasi internal.
2. Lingkup Sarana Pelayanan
1. Pelayanan diagnostic in-vivo adalah pemeriksaan yang dilakukan
terhadap pasien dengan cara pemberian radionuklida dan/atau
radiofarmaka, kemudian dengan menggunakan alat pencacah atau
kamera gamma dilakukan pengamatan terhadap radionuklida dan/atau
radiofarmaka tersebut selama berada dalam tubuh. Hasil yang diperoleh
dari pengamatan tersebut dapat berupa citra atau non-citra.
2. Pelayanan diagnostik in-vitro adalah pemeriksaan yang dilakukan
terhadap specimen yang diperoleh dari pasien menggunakan teknik
Radio Immuno Assay (RIA) atau Immuno Radiometric Assay (IRA).
3. Pelayanan pemeriksaan in-vivtro adalah gabungan antara pemeriksaan
in-vivo dan in-vitro.
4. Pelayanan terapi radiasi internal adalah suatu cara pengobatan dengan
menggunakan radionuklida dan/atau radiofarmaka.

36 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan Kedokteran Nuklir mengacu
pada KEPMENKES-RI No. 008/MENKES/SK/I/2009 tentang Standar
Pelayanan Kedokteran Nuklir Di Sarana Pelayanan Kesehatan.
Uraian Fasilitas Instalasi Kedokteran Nuklir berdasarkan pelayanan diatas pada
rumah sakit kelas B dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Kedokteran Nuklir Pratama, meliputi pelayanan diagnostik in-vivo dengan
gamma probe.
2. Kedokteran Nuklir Madya, meliputi pelayanan diagnostik in-vitro dan in-vivo
dengan kamera gamma yang dilengkapi Kollimator High Energy, Kollimator
LEHR/LEGP.
3. Kedokteran Nuklir Utama, meliputi pelayanan diagnostik in-vivo dengan
peralatan gamma probe dan kamera gamma yang telah dilengkapi Kollimator
High Energy, Kollimator LEHR, Kollimator LEHS/LEGP dan Kollimator Pin
Hole.
4. Kedokteran Nuklir dengan teknologi PET-CT, meliputi pelayanan diagnostik
in-vivo dengan teknologi PET-CT

3. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas


Tabel. 2.4.1.10
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Instalasi Kedokteran Nuklir
Besaran Ruang /
No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan Kebutuhan Fasilitas
Luas

I. Kedokteran Nuklir Pratama


Ruangan Tunggu Pasien Ruangan pasien & pengantar pasien Tempat duduk, televisi & Telp umum
1. 1~1,5 m2/ orang
& Pengantar Pasien menunggu diberikannya pelayanan medik. (bila RS mampu),
Ruangan untuk staf melaksanakan tugas
administrasi dan personalia dan ruangan Alat tulis kantor, meja+kursi, loket,
Ruang Administrasi dan
2. untuk penyimpanan sementara berkas film 3~5 m2/ petugas lemari, telepon, faksimili, komputer,
Rekam Medis.
pasien yang sudah dievaluasi. printer, dan alat perkantoran lainnya.

Ruang tempat pasien melakukan


Loket Pendaftaran, Rak/lemari berkas, meja, kursi,
pendaftaran, tempat pembayaran dan
3. pembayaran dan 3~5 m2/ petugas elevise, printer, dan alat
sebagai tempat mengambil hasil
pengambilan hasil perkantoran lainnya.
pemeriksaan

Ruangan pemeriksaan klinis, baca film dan


4. Ruang Konsultasi Dokter konsultasi pasien oleh dokter spesialis Sesuai Kebutuhan Meja, kursi, meja periksa, film viewer.
Kedokteran Nuklir.

Ruang tempat penyuntikan/ pemberian Sink, meja, kursi pasien dan kursi
5. Ruang Pemberian Dosis Sesuai Kebutuhan
dosis radiofarmaka ke tubuh pasien. petugas.
Ruang tempat pasien menunggu setelah
6. Ruang Tunggu Pasien Sesuai Kebutuhan Sofa, washtafel
pemberian dosis radiofarmaka.
Ruang tempat melakukan tindakan dengan
Ruang Probe & Counting
7. probe. Min. 12 m2 Probe & Counting System
System
Ruang tempat menyiapkan dosis
Ruang Penyiapan dan Sink, banker/lemari khusus simpan
radiofarmaka untuk pasien, dilengkapi juga
8. Penyimpanan Sesuai Kebutuhan radioisotop, glass box untuk
dengan tempat penyimpanan radioisotope
Radiofarmaka penyiapan dosis radiofarmaka.
dan ruang generator Tc-99m
Ruang tempat dekontaminasi petugas
9. Ruang Dekontaminasi Sesuai Kebutuhan Sink, shower, dll
setelah menyiapkan radiofarmaka.
Ruang Istirahat Dokter &
10. Ruang tempat istirahat dokter dan petugas Sesuai Kebutuhan Sofa, kursi, meja, pantri
Petugas
@ KM/WC
11. KM/WC petugas & pasien KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
m2 – 3 m2
Ruang penyimpanan
12. sementara limbah Jelas, sesuai nama ruangan Sesuai Kebutuhan Kontainer khusus
radioaktif padat
Kedokteran Nuklir Madya
II.
Adalah kedokteran nuklir Pratama ditambah ruangan-ruangan dibawah ini :

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 37


Ruang Pencacahan In Ruang tempat pencacahan(non-imaging)
1. Sesuai Kebutuhan Meja kerja, Alat pencacah In Vivo
Vivo sampel cairan dari tubuh pasien.
Ruang penyimpanan
sementara limbah Jelas, sesuai nama ruangan Sesuai Kebutuhan Kontainer khusus
2.
radioaktif padat
Ruang tempat pemeriksaan sampel cairan
3. Laboratorium RIA tubuh pasien yang telah direaksikan Sesuai Kebutuhan Set laboratorium RIA
dengan elevise ope.
Ruang tempat pengambilan dan
4. Ruang Sampling Sesuai Kebutuhan Set pengambilan sampel
penanganan sampel dari tubuh pasien
Ruang tempat latihan/exercise dengan alat
5. Ruang Cardiac Stress Test Sesuai Kebutuhan Treadmill
pacu jantung.
Set Gamma Kamera yang dilengkapi
Ruang Gamma Kamera Ruang tempat melakukan pencitraan Kollimator High Energy, Kollimator
6. Sesuai Kebutuhan
(dilengkapi ruang operator) dengan gamma kamera. LEHR(Low Energy High Resolution)/
LEGP(Low Energy General Purpose)
Kedokteran Nuklir Utama
III.
Adalah kedokteran nuklir Madya ditambah ruangan dibawah ini :
Ruang tempat melakukan tindakan dengan
Ruang Probe & Counting
1. probe. Min. 12 m2 Probe & Counting System
System
Kekhususan untuk ruang Set Gamma Kamera yang dilengkapi
kamera gamma pada KN Kollimator High Energy, Kollimator
Utama dibandingkan LEHR(Low Energy High Resolution),
Ruang tempat melakukan pencitraan
2. dengan KN Madya dapat Sesuai Kebutuhan Kollimator LEHS (Low Energy High
dengan gamma kamera.
dilihat pada kolom Sensitivity)/ LEGP(Low Energy
kebutuhan fasilitas di General Purpose) dan Kollimator Pin
sebelah kanan kolom ini. Hole.
IV. Kedokteran Nuklir dengan teknologi PET-CT
Ruangan Tunggu Pasien Ruangan pasien & pengantar pasien
1. 1~1,5 m2/ orang Tempat duduk, televisi dll
& Pengantar Pasien menunggu diberikannya pelayanan medik.
Ruangan untuk staf melaksanakan tugas
Alat tulis kantor, meja+kursi, loket,
Ruang Administrasi dan administrasi dan personalia dan ruangan
2. 3~5 m2/ petugas lemari, telepon, faksimili, komputer,
Rekam Medis. untuk penyimpanan sementara berkas film
printer, dan alat perkantoran lainnya.
pasien yang sudah dievaluasi.
Ruangan pemeriksaan klinis, baca film dan
3. Ruang Konsultasi Dokter konsultasi pasien oleh dokter spesialis Sesuai Kebutuhan Meja, kursi, meja periksa, film viewer.
Kedokteran Nuklir.
Ruang untuk ganti pakaian, sebelum
petugas masuk ke area tindakan. Pada Loker, elevise baju bersih
4. Ruang Ganti Petugas kamar ganti sebaiknya disediakan lemari Sesuai Kebutuhan petugas, elevise baju kotor
pakaian/loker dengan kunci dipegang oleh petugas, dilengkapi toilet.
masing-masing petugas.
Ruang tempat penyuntikan/ pemberian Sink, brankar, meja, kursi pasien dan
5. Ruang Pemberian Dosis Sesuai Kebutuhan
dosis elevise ope ke tubuh pasien. kursi petugas.
Ruang Penyiapan Ruang tempat menyiapkan dosis Sink, processing glass box untuk
6. Sesuai Kebutuhan
Radiofarmaka radiofarmaka untuk pasien penyiapan dosis radiofarmaka.
Ruang Hot Lab. Laboratorium dengan tingkat paparan
7. (dilengkapi dengan ruang radiasi nuklir yang cukup tinggi, tempat Sesuai Kebutuhan Perlengkapan Hot lab.
dekontaminasi petugas) memformulasikan elevise ope.
Ruang tempat penanganan dan
Cyclotron dengan perlakuan ruangan
8. Ruang Cyclotron penyimpanan bahan elevise ope Sesuai Kebutuhan
khusus.
sebagai bahan radiofarmaka.
Ruang tempat melakukan tindakan
Ruang PET-CT (dilengkapi
penelusuran radioaktif terhadap pasien PET-CT, Mesin, Perlengkapan
9. ruang elevis dan ruang Sesuai Kebutuhan
pasca pemberian dosis dengan alat PET- monitor dan elevise operator, dll
mesin)
CT (Computed Tomograpy)
Ruang tempat memonitor pasien setelah Tt pasien, elevise, monitor
10. Ruang Up-Take Sesuai Kebutuhan
diberikan dosis tapi sebelum pencitraan. pemantau radiasi, bedhead, dll
Ruang tempat pemulihan kondisi pasien Tt pasien, bedhead, nurse stasion,
11. Ruang Pemulihan Sesuai Kebutuhan
setelah dilakukan radiasi dan pencitraan dll
Tt pasien, elevise, monitor
Ruang tempat memonitor pasien setelah di pemantau radiasi, meja, lemari,
12. Ruang Isolasi Terapi Sesuai Kebutuhan
radiasi. bedhead, dilengkapi washtafel dan
toilet tersendiri.
Ruang penyimpanan
13. sementara limbah Jelas, sesuai nama ruangan Sesuai Kebutuhan Kontainer khusus
radioaktif padat
Ruang Istirahat dan
14. Diskusi Dokter dan Jelas, sesuai nama ruangan Sesuai Kebutuhan Sofa, kursi, meja, display, dll
Petugas
Ruang Kontrol Kualitas
15. Jelas, sesuai nama ruangan Sesuai Kebutuhan Sesuai Kebutuhan
(Quality Control)
Ruang pengolahan
16. Jelas, sesuai nama ruangan Sesuai Kebutuhan Sesuai Kebutuhan
/penanganan limbah cair

38 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3. Persyaratan Khusus
ƒ Dinding/pintu mengikuti persyaratan khusus sistem labirin proteksi
radiasi.
ƒ Persyaratan teknis mengenai bangunan untuk menyelenggarakan
pelayanan radioterapi harus mengacu pada persyaratan yang ditetapkan
oleh BAPETEN.
ƒ Persyaratan pengkondisian udara :
a. Suhu sejuk dan nyaman lingkungan ialah pada 22 ~ 26 OC dengan
tekanan seimbang.
b. Kelembaban udara pada ruang radiasi/pemeriksaan/penyinaran ialah
antara 45~60%.
ƒ Tersedia penanganan/ pengelolaan limbah radioaktif khusus.

2.4.2 Fasilitas Pada Area Penunjang dan Operasional


2.4.2.1 Instalasi Farmasi (;Pharmacy)
1. Lingkup Sarana Pelayanan
Unit Farmasi direncanakan mampu untuk melakukan pelayanan :
1. Melakukan perencanaan, pengadaan dan penyimpanan obat, alat
kesehatan reagensia, radio farmasi, gas medik sesuai formularium RS.
2. Melakukan kegiatan peracikan obat sesuai permintaan dokter baik untuk
pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan
3. Pendistribusian obat, alat kesehatan, regensia radio farmasi & gas
medis.
4. Memberikan pelayanan informasi obat dan melayani konsultasi obat.
5. Mampu mendukung kegiatan pelayanan unit kesehatan lainnya selama
24 jam.

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas


Tabel. 2.4.2.1
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Instalasi Farmasi
Besaran Ruang
No. Nama Ruangan Fungsi Kebutuhan Fasilitas
/ Luas
Min. 6 m2/ asisten Peralatan farmasi untuk persediaan,
Ruang tempat melaksanakan
1 Ruang Peracikan Obat apoteker peracikan dan pembuatan obat, baik
peracikan obat oleh asisten apoteker.
(min. 36 m2) steril maupun non steril.
Ruang tempat penyimpanan bahan
2 Depo Bahan Baku Obat Sesuai kebutuhan Lemari/rak
baku obat.
3 Depo Obat Jadi Ruang tempat penyimpanan obat jadi Sesuai kebutuhan Lemari/rak
Gudang Perbekalan dan Ruang tempat penyimpanan
4 Sesuai kebutuhan Lemari/rak
Alat Kesehatan perbekalan dan alat kesehatan
Ruang tempat penyimpanan obat
Lemari khusus , lemari pendingin
khusus seperti untuk obat yang
5 Depo Obat Khusus Sesuai kebutuhan dan AC, kontainer khusus untuk
termolabil, narkotika dan obat
limbah sitotoksis, dll
psikotropika, dan obat berbahaya.
Ruang Administrasi Ruang untuk melaksanakan kegiatan Alat tulis kantor, meja+kursi, loket,
(Penerimaan dan administrasi kefarmasian RS, meliputi lemari, telepon, faksimili, komputer,
6 Sesuai kebutuhan
Distribusi Obat) kegiatan pencatatan keluar masuknya printer, dan alat perkantoran
obat, penerimaan dan distribusi obat. lainnya.
Konter Apotik Utama
Ruang untuk menyelenggarakan
(Loket penerimaan Rak/lemari obat, meja, kursi,
kegiatan penerimaan resep pasien,
7 resep, loket pembayaran 3~5 m2/ petugas komputer, printer, dan alat
penyiapan obat, pembayaran, dan
dan loket pengambilan perkantoran lainnya.
pengambilan obat
obat)

Tempat ganti pakaian, sebelum


Ruang Loker Petugas
8 melaksanakan tugas medik yang Sesuai kebutuhan Lemari loker
(Pria dan Wanita dipisah)
diperuntukan khusus bagi staf medis.

Ruang tempat melaksanakan


Meja, kursi, peralatan meeting
9 Ruang Rapat/Diskusi kegiatan pertemuan dan diskusi Sesuai kebutuhan
lainnya.
farmasi.
Ruang Arsip Dokumen & Ruang menyimpan dokumen resep
10 Sesuai kebutuhan Lemari arsip, kartu arsip
Perpustakaan dan buku-buku kefarmasian.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 39


Ruang Kepala Instalasi Ruang kerja dan istirahat kepala Tempat tidur, sofa, lemari,
11 Sesuai kebutuhan
Farmasi Instalasi Farmasi. meja/kursi

Tempat tidur, sofa, lemari,


12 Ruang Staf Ruang kerja dan istirahat staf. Sesuai kebutuhan
meja/kursi
Ruang tempat pasien dan
1~1,5 m2/ orang Tempat duduk, televisi & Telp umum
13 Ruang Tunggu pengantarnya menunggu menerima
(bila RS mampu),
pelayanan dari konter apotek.
Sebagai tempat untuk menyiapkan
Kursi+meja untuk makan, sink, dan
14 Dapur Kecil (;Pantry) makanan dan minuman bagi petugas Sesuai kebutuhan
perlengkapan dapur lainnya.
di Instalasi Farmasi RS.
@ KM/WC
KM/WC (pasien,
15 KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
petugas, pengunjung)
m2 – 3 m2
Unit Apotik Satelit
Min. 6 m2/ asisten Peralatan farmasi untuk persediaan,
Ruang tempat melaksanakan
Ruang Racik Obat apoteker peracikan dan pembuatan obat, baik
peracikan obat oleh asisten apoteker.
(min. 36 m2) steril maupun non steril.
Ruang tempat penyimpanan bahan
Depo Bahan Baku Sesuai kebutuhan Lemari/rak
baku obat.
Depo Obat jadi Ruang tempat penyimpanan obat jadi Sesuai kebutuhan Lemari/rak
Ruang tempat penyimpanan bahan
Gudang Perbekalan Sesuai kebutuhan Lemari/rak
perbekalan.
Tempat tidur, sofa, lemari,
Ruang Apoteker Ruang kerja dan istirahat Apoteker. Sesuai kebutuhan
meja/kursi

Tempat ganti pakaian, sebelum


Ruang Loker Petugas
melaksanakan tugas medik yang Sesuai kebutuhan Lemari loker
(Pria dan Wanita dipisah)
diperuntukan khusus bagi staf medis.
16
Ruang tempat pasien dan 1~1,5 m2/ orang
Tempat duduk, televisi & Telp umum
Ruang Tunggu pengantarnya menunggu menerima
(min. 36 m2) (bila RS mampu),
pelayanan dari konter apotek.
Ruang untuk menyelenggarakan
Rak/lemari obat, meja, kursi,
kegiatan penerimaan resep pasien,
Konter Apotek 3~5 m2/ petugas komputer, printer, dan alat
penyiapan obat, pembayaran, dan
perkantoran lainnya.
pengambilan obat
Ruang untuk melaksanakan kegiatan Alat tulis kantor, meja+kursi, loket,
Ruang Administrasi
administrasi kefarmasian RS, meliputi lemari, telepon, faksimili, komputer,
(Penerimaan dan 3~5 m2/ petugas
kegiatan pencatatan keluar masuknya printer, dan alat perkantoran
Distribusi Obat)
obat, penerimaan dan distribusi obat. lainnya.
Tempat tidur, sofa, lemari,
Ruang Staf Ruang kerja dan istirahat staf. Sesuai kebutuhan
meja/kursi
Sebagai tempat untuk menyiapkan
Kursi+meja untuk makan, sink, dan
Dapur Kecil (;Pantry) makanan dan minuman bagi petugas Sesuai kebutuhan
perlengkapan dapur lainnya.
di Instalasi Farmasi RS.

3. Persyaratan Khusus
x Lokasi instalasi farmasi harus menyatu dengan sistem pelayanan RS.
x Antara fasilitas untuk penyelenggaraan pelayanan langsung kepada
pasien, distribusi obat dan alat kesehatan dan manajemen dipisahkan.
x Harus disediakan penanganan mengenai pengelolaan limbah khusus
sitotoksis dan obat berbahaya untuk menjamin keamanan petugas,
pasien dan pengunjung.
x Harus disediakan tempat penyimpanan untuk obat-obatan khusus seperti
Ruang untuk obat yang termolabil, narkotika dan obat psikotropika serta
obat/ bahan berbahaya.
x Gudang penyimpanan tabung gas medis (Oksigen dan Nitrogen) Rumah
Sakit diletakkan pada gudang tersendiri (di luar bangunan instalasi
farmasi).
x Tersedia ruang khusus yang memadai dan aman untuk menyimpan
dokumen dan arsip resep.
x Mengingat luasnya area RS kelas B, maka untuk memudahkan
pengunjung RS mendapatkan pelayanan kefarmasian, disarankan
memiliki apotek-apotek satelit dengan fasilitas yang sama dengan apotek
utama.

40 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


4. Alur kegiatan.

1. Alur Pasien dan pengunjung

Pasien/ Loket Penerimaan Loket Pembayaran


Pengunjung Resep

Pengambilan Obat Ruang Tunggu


Pulang

2. Alur Petugas Instalasi Farmasi

Konter
Apotek

Petugas/ Loker Ruang


staf Peracikan

Ruang Administrasi,
Penerimaan & Distribusi Obat

3. Alur Barang

Depo Bahan Ruang


Baku Peracikan Konter
Obat / Barang
Perbekalan Masuk Apotek

Depo Obat Jadi

R. Administrasi,
Ruang Administrasi, Gudang Perbekalan dan Alat (Distribusi Obat
(Penerimaan Obat & Medis dan Barang
Barang Perbekalan) Perbekalan)
Depo Obat Khusus

Gudang Penyimpanan Obat / Barang


Tabung gas medis Perbekalan Keluar

Gambar 2.4.2.1 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Farmasi.

2.4.2.2. Instalasi Radiodiagnostik


Radiologi adalah Ilmu kedokteran yang menggunakan teknologi pencitraan/
imejing (;imaging technologies) untuk mendiagnosa dan pengobatan penyakit.
Merupakan cabang ilmu kedokteran yang berkaitan dengan penggunaan sinar-X
(;X-Ray) yang dipancarkan oleh pesawat sinar-X atau peralatan-peralatan
radiasi lainnya dalam rangka memperoleh informasi visual sebagai bagian dari
pencitraan/imejing kedokteran (;medical imaging).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 41


1. Lingkup Sarana Pelayanan
Instalasi Radiologi melakukan pelayanan sesuai kebutuhan dan permintaan
dari unit-unit kesehatan lain di RSU tersebut. Unit Radiologi dapat pula
melayani permintaan dari luar.
Pelayanan Radiologi pada Rumah Sakit Kelas B yaitu :
1. Radiodiagnostik, terdiri dari pemeriksaan general X-Ray, fluoroskopi,
Tomografi, Angiografi, Ultrasonografi, CT-Scan, MRI.
2. Radioterapi,
3. Kedokteran Nuklir pada RS Kelas B memberikan pelayanan tergantung
dari kemampuan RS. Pilihannya adalah :
- Kedokteran nuklir tingkat pratama (diagnostik in-vivo)
- Kedokteran nuklir tingkat madya (diagnostik in-vivo dan in-vitro)
- Kedokteran nuklir tingkat madya+ (diagnostik in-vivo, in-vitro dan
kamera gamma)

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas


Tabel. 2.4.2.2
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Instalasi Radiodiagnostik
Besaran Ruang /
No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan Kebutuhan Fasilitas
Luas

Ruangan Tunggu Pasien Ruangan pasien & pengantar pasien Tempat duduk, televisi & Telp umum
1. 1~1,5 m2/ orang
& Pengantar Pasien menunggu diberikannya pelayanan medik. (bila RS mampu),
Ruangan untuk staf melaksanakan tugas
Alat tulis kantor, meja+kursi, loket,
Ruang Administrasi dan administrasi dan personalia dan ruangan
2. 3~5 m2/ petugas lemari, telepon, faksimili, komputer,
Rekam Medis. untuk penyimpanan sementara berkas film
printer, dan alat perkantoran lainnya.
pasien yang sudah dievaluasi.
Ruang tempat pasien melakukan
Loket Pendaftaran, Rak/lemari berkas, meja, kursi,
pendaftaran, tempat pembayaran dan
3. pembayaran dan 3~5 m2/ petugas komputer, printer, dan alat
sebagai tempat mengambil hasil
pengambilan hasil perkantoran lainnya.
pemeriksaan
Ruangan tempat membaca film hasil
diagnosa pasien dan tempat pasien
4. Ruang Konsultasi Dokter Sesuai Kebutuhan Meja, kursi, film viewer.
konsultasi medis dengan Dokter spesialis
radiologi.
Ruangan kerja dan penyimpanan alat ahli Lemari alat monitor radiologi, kursi,
5. Ruang ahli fisika medis Sesuai Kebutuhan
fisika medis meja, wastafel.
Ruang Pemeriksaan
a. General Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 12 m2 General X-Ray unit (bed dan
diagnostik umum standing unit dengan bucky)

b. Tomografi Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 12 m2 X-Ray Tomografi unit (bed dan/
diagnostik tomografi (jaringan lunak) standing unit dengan bucky)

c. Fluoroskopi Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 12 m2 X-Ray Fluoroskopi unit, bed unit
diagnostik fluoroskopi dengan bucky

d. Ultra SonoGrafi (USG) Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 9 m2 General USG unit dengan multi
diagnostik jaringan lunak menggunakan probe sesuai kebutuhan pelayanan
USG RS.

e. Angiografi Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 9 m2/bed unit X-Ray angiografi unit, bed unit
diagnostik angiografi dengan bucky, Monitor

6. f. CT-Scan Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 12 m2 CT-Scan, meja pasien (;automatic
komputer tomografi adjustable patient table)

g. MRI (; Magnetic Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 18 m2 MRI, meja pasien (;automatic
Resonance Imaging) diagnostik dengan menggunakan alat MRI adjustable patient table)

Ruang-ruang Penunjang (Pada tiap-tiap ruang pemeriksaan diatas kecuali USG)

Ruang operator/ panel Ruang tempat mengendalikan/


Min. 4 m2 Meja kontrol, Komputer
kontrol mengkontrol pesawat X-Ray
Ruang tempat meletakkan Transformator/genetaor/CPU
Ruang Mesin
transformator/genetaor/CPU Min. 4 m2 tomografi unit
Ruang tempat pasien berganti pakaian Lemari baju bersih, kontainer baju
Ruang ganti pasien
dan menyimpan barang milik pribadi. Min. 4 m2 kotor, kaca, hanger
@ KM/WC
KM/WC pasien KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
m2 – 3 m2

42 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Kamar gelap (Bila tidak
menggunakan AFP
Ruang tempat memproses film, terdiri dari Automatic film processor (AFP), sink
7. (;Automatic Film Sesuai Kebutuhan
2 area; daerah basah dan daerah kering. & waste liquid container
Processor) digital ataupun
AFP kering)
8. Ruang Jaga Radiografer Ruang tempat istirahat radiografer cito Sesuai Kebutuhan Tempat tidur, Kursi, meja, wastafel.
Gudang penyimpanan Ruang tempat penyimpanan berkas hasil
9. Sesuai Kebutuhan Lemari arsip
berkas pemeriksaan.
Sebagai tempat untuk menyiapkan
makanan dan minuman bagi mereka yang
10. Dapur Kecil (;Pantry) Sesuai Kebutuhan Perlengkapan dapur
ada di Ruang Radiologi Rumah Sakit dan
sebagai tempat istirahat petugas.
@ KM/WC
11. KM/WC petugas KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
m2 – 3 m2

3. Persyaratan Khusus
ƒ Lokasi ruang radiologi mudah dicapai, berdekatan dengan instalasi gawat
darurat, laboratorium, ICU, dan instalasi bedah sentral.
ƒ Sirkulasi bagi pasien dan pengantar pasien disarankan terpisah dengan
sirkulasi staf.
ƒ Ruang konsultasi dilengkapi dengan fasilitas untuk membaca film.
ƒ Dinding/pintu mengikuti persyaratan khusus sistem labirin proteksi
radiasi.
ƒ Ruangan gelap dilengkapi exhauster.
ƒ Persyaratan pengkondisian udara :
a. Suhu sejuk dan nyaman lingkungan ialah pada 22 ~ 26 OC dengan
tekanan seimbang.
b. Kelembaban udara pada ruang radiasi/pemeriksaan/penyinaran ialah
antara 45~60%.
ƒ Tersedia pengelolaan limbah radiologi khusus.

4. Alur kegiatan.
1. Alur Pasien
PASIEN
- Poliklinik
- Bagian/Inst. Lain
- Dr. Praktek
- Puskesmas

Umum ASKES/
Jamsostek/JPS

Loket Pendaftaran Loket Pendaftaran


Pasien Umum Pasien ASKES

Loket Pembayaran Loket Pembayaran


Pasien Umum Pasien ASKES

Ruang Tunggu Loket


Pengambilan
Hasil

Ruang Pemeriksaan

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 43


2. Alur Film
Pengambilan Foto Processing Film Identifikasi Foto
(R. Pemeriksaan) (Kamar Gelap/ AFP)

Hasil Interpretasi
(R. Konsultasi Dokter)

Gambar 2.4.2.2 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Radiologi Radiodiagnostik.

2.4.2.3 Instalasi Laboratorium


1. Lingkup Sarana Pelayanan
Laboratorium direncanakan mampu melayani tiga bidang keahlian yaitu
patologi klinik, patologi anatomi dan forensik sampai batas tertentu dari
pasien rawat inap, rawat jalan serta rujukan dari rumah sakit umum lain,
Puskesmas atau Dokter Praktek Swasta.
Pemeriksaan laboratorium pada Rumah Sakit Kelas B adalah :
1. Patologi klinik dengan pemeriksaan :
- Hematologi sederhana
- Hematologi lengkap
- Hemostasis penyaring dan bank darah
- Analisis urin dan tinja dan cairan tubuh lain
- Serologi sederhana/ immunologi
- Parasitologi dan mikologi
- Mikrobiologi
- Bakteriologis air
- Kimia Klinik
2. Patologi Anatomi
- Histopatologi lengkap
- Sitologi lengkap
- Histokimia
- Imunopatologi
- Patologi Molekuler
3. Forensik, yaitu melakukan pelayanan kamar mayat dan bedah mayat
forensik
- Otopsi forensik
- Perawatan/pengawetan mayat
- Visum et repertum mayat
- Visum et repertum korban hidup
- Medikolegal
- Pemeriksaan histopatologi forensik
- Pemertiksaan serologi forensik
- Pemeriksaan forensik lain
- Toksikologi forensik

Pelayanan laboratorium tersebut dilengkapi pula oleh fasilitas berikut :


x Blood Sampling
x Administrasi penerimaan spesimen
x Gudang regensia & bahan kimia
x Fasilitas pembuangan limbah
x Perpustakaan, atau setidaknya rak-rak buku

44 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Tabel. 2.4.2.3
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Instalasi Laboratorium
Besaran Ruang /
No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan Kebutuhan Fasilitas
Luas

A. LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK


Ruang Administrasi dan Ruangan untuk staf melaksanakan
Rekam Medis tugas administrasi, pendaftaran,
Meja, kursi, computer, printer, lemari,
(Terdapat loket pembayaran dan pengambilan
1. 3~5 m2/ petugas lemari arsip, dan peralatan kantor
pendaftaran, loket hasil serta ruangan untuk
lainnya.
pembayaran, dan loket penyimpanan sementara berkas
pengambilan hasil) film pasien yang sudah dievaluasi.
Ruangan pasien & pengantar
Ruang Tunggu Pasien 1~1,5 m2/ orang Tempat duduk, televisi & Telp umum
2. pasien menunggu diberikannya
& Pengantar Pasien (min. 25 m2) (bila RS mampu),
pelayanan lab.
Ruang tempat pengambilan
sample darah, pengumpulan
Ruang Pengambilan/ Meja. Kursi, jarum suntik dan
sample urin, feses.
3. Penerimaan Bahan/ Sesuai Kebutuhan pipetnya, container urin, timbangan,
Ruangan ini dilengkapi dengan
Sample tensimeter.
toilet untuk pengambilan sampel
urin dan feses
Meja, kursi, refrigerator, freezer,
Ruang tempat pengambilan dan
4. Bank Darah Sesuai Kebutuhan blood pack transporter, blood bank,
penyimpanan persediaan darah.
thermosealer, dll
Ruang tempat konsultasi pasien
Meja, kursi, dan peralatan kantor
5. Ruang Konsultasi dengan dokter spesialis Patologi Sesuai Kebutuhan
lainnya.
klinik.
Mikroskop fluorescence, sentrifuge,
waterbath, autoanalyzer imunologi,
Sesuai Kebutuhan rotator shaker, refrigerator, freezer,
Laboratorium Sero Ruang pemeriksaan/ analilsis sero
6. dan jenis alat yang incubator, pipet otomatis dengan
Imunologi imunologi
dipergunakan berbagai ukuran, pipet volume
dengan berbagai ukuran, washing
sink.
Meja lab, spektrofotometer, sentrifus,
water bath, electrophoresis protein,
autoanalyzer kimia, electrolyte
Sesuai Kebutuhan
Ruang pemeriksaan/ analilsis kimia analyzer, incubator, timbangan
7. Laboratorium Kimia Klinik dan jenis alat yang
klinik. analitik, blood gas analyzer, pipet
dipergunakan
otomatis dengan berbagai ukuran,
pipet volume dengan berbagai
ukuran, washing sink
Meja lab, spektrofotometer,
autoanalyzer untuk hemostasis,
autoanalyzer untuk hematologi,
hematologi elektrophoresis,
mikroskop binokuler, mikroskop
binokuler dengan digital recorder,
Sesuai Kebutuhan
Ruang pemeriksaan/ analilsis sentrifus, sentrifus hematokrit, water
8. Laboratorium Hematologi dan jenis alat yang
hematologi dan hemostasis, dll bath, Dift counter digital dan manual,
dipergunakan
rolling mixer/ rotator, incubator,
haemocitometer, refractometer,
refrigerator, pipet otomatis dengan
berbagai ukuran, pipet volume
dengan berbagai ukuran, washing
sink, timer, stopwatch
Analytical balance, autoclave,
automatic analyzer microbiologi,
sterilisator kering dan basah,
incubator, loop/kaca pembesar,
mikropscope fluorescence,
microscope binocular dengan digital
Sesuai Kebutuhan reader, microscope binocular,
Ruang pemeriksaan/ analilsis
9. Laboratorium Mikrobiologi dan jenis alat yang microtitation plate incubator, petri
mikrobiologi
dipergunakan dish, reader antibiotic, reader patri
dish, rotator shaker, automatic reader
analyzer untuk identifikasi dan
resistensi kuman, pipet otomatis
dengan berbagai ukuran, Bunsen,
densimat, bio safety cabinet (BSC),
anaerobic jar, washing sink

Laboratorium Urinalis Automatic urin analyzer, sentrifus,


Sesuai Kebutuhan
laboratory refrigerator, microscope
10. Ruang pemeriksaan/ analilsis urin dan jenis alat yang
Ket : Lab. Ini dapat binocular, refractometer, water bath,
dipergunakan
digabungkan dengan lab. washing sink
Lain.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 45


Sesuai Kebutuhan
Ruang Penyimpanan Bio Ruang tempat penyimpanan bio
11. dan jenis alat yang Rak, refrigerator, freezer, dll
Material material
dipergunakan
Ruangan dengan resiko pajanan
Sesuai Kebutuhan
Ruang tempat pengambilan tinggi, dilengkapi fasilitas
12. Ruang Sputum/ Dahak dan jenis alat yang
specimen dahak penggantian/pertukaran udara
dipergunakan
(exhause fan)
Ruang tempat penyimpanan
Gudang Regensia dan
13. regensia bersih dan bahan habis Sesuai Kebutuhan Rak/Lemari
Bahan Habis Pakai
pakai.
Ruang tempat pencucian regensia
14. Ruang Cuci Peralatan Sesuai Kebutuhan Lemari, sink
bekas pakai.
Ruang Diskusi dan Ruang tempat diskusi dan istirahat
15. Sesuai Kebutuhan Meja, kursi, lemari, dll
Istirahat Personil. personil/ petugas lab.
Ruang tempat kepala laboratorium
Ruang Kepala Kursi, meja, computer, printer, dan
16. bekerja dan melakukan kegiatan Sesuai Kebutuhan
Laboratorium peralatan kantor lainnya.
perencanaan dan manajemen.
Ruang Petugas Ruang tempat istirahat petugas
17. Sesuai Kebutuhan Kursi, meja, sofa, lemari
Laboratorium laboratorium.
Ruang tempat ganti pakaian
18. Ruang Ganti/ Loker Sesuai Kebutuhan loker
petugas laboratorium.
Sebagai tempat untuk menyiapkan
makanan dan minuman bagi
Perlengkapan dapur, kursi, meja,
19. Dapur Kecil (;Pantry) mereka yang ada di Instalasi Sesuai Kebutuhan
sink
CSSD dan sebagai tempat istirahat
petugas.
@ KM/WC
KM/WC dan pengambilan sample
20. KM/WC pasien pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
urin
m2 – 3 m2
@ KM/WC
21. KM/WC petugas KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
m2 – 3 m2

B. LABORATORIUM PATOLOGI ANATOMI

C. LABORATORIUM KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

3. Persyaratan Khusus
ƒ Letak laboratorium/sub laboratorium mudah dijangkau, disarankan untuk
gedung RS bertingkat, laboratorium terletak pada lantai dasar, dan dekat
dengan instalasi rawat jalan, instalasi bedah, ICU, Radiologi dan
Kebidanan. Untuk laboratorium forensik letaknya di daerah non publik
(bukan area umum).
ƒ Dinding dilapisi oleh bahan yang mudah dibersihkan, tidak licin dan
kedap air setinggi 1,5 m dari lantai (misalnya dari bahan keramik atau
porselen).
ƒ Lantai dan meja kerja laboratorium dilapisi bahan yang tahan terhadap
bahan kimia dan getaran serta tidak mudah retak.
ƒ Akses masuk petugas dengan pasien/pengunjung disarankan terpisah.
ƒ Pada tiap-tiang ruang laboratorium dilengkapi sink (wastafel) untuk cuci
tangan dan tempat cuci alat
ƒ Harus mempunyai instalasi pengolahan limbah khusus.

46 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


4. Alur kegiatan.
Alur kegiatan pada Instalasi laboratorium adalah sebagai berikut :

Pasien Rawat Inap Pasien dan/ pengantar


pasien

Pendaftaran

Pasien Umum ASKES/ Jaminan

Lengkapi Berkas
Loket Pembayaran

Tim Pengendali
Pengambilan Sample/
Pemeriksaan Nota Persetujuan

Ruang Tunggu

Hasil

Gambar 2.4.2.3. – Alur Kegiatan Pada Instalasi Laboratorium Patologi Klinik.

2.4.2.4 Bank Darah / Unit Transfusi darah (BDRS / UTDRS)


Unit Transfusi Darah Rumah Sakit (UTDRS) adalah unit yang berfungsi sebagai
pengelola penyediaan darah transfusi yang aman, berkualitas dan efektif, mulai
dari pengerahan pendonor sukarela resiko rendah sampai dengan ketersediaan
darah aman serta pendistribusiannya kepada rumah sakit.

Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) merupakan suatu unit pelayanan di rumah
sakit yang bertanggung jawab atas tersedianya darah untuk transfusi yang
aman, berkualitas dan dalam jumlah yang cukup untuk mendukung pelayanan
kesehatan di rumah sakit.

1. Lingkup Sarana Pelayanan


Peran UTDRS adalah sebagai berikut :
a. Mengerahkan dan melestarikan donor darah sukarela tanpa pamrih dari
masyarakat resiko rendah
b. Melakukan seleksi donor darah
c. Melaksanakan pemeriksaan golongan darah dan rhesus donor
d. Melakukan pengambilan darah donor
e. Melakukan uji saring darah donor terhadap penyakit infeksi menular (HIV,
Hepatitis B, Hepatitis C dan sifilis)
f. Melakukan pemisahan darah menjadi komponen-komponennya
g. Melaksanakan penyimpanan darah sementara

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 47


h. Melakukan distribusi darah
i. Melakukan penyelidikan kejadian reaksi transfusi darah dan kasus
inkompatibilitas.

Peran BDRS adalah sebagai berikut :


a. Menerima darah dari UTD yang telah memenuhi syarat uji saring (non
reaktif) dan telah dikonfirmasi golongan darah.
b. Menyimpan darah dan memantau suhu simpan darah.
c. Memantau persediaan darah harian/ mingguan.
d. Melakukan pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus pada kantong
darah donor dan darah resipien.
e. Melakukan uji silang serasi antara darah donor dan darah resipien.
f. Menyerahkan darah yang cocok untuk pasien kepada petugas rumah
sakit yang diberi kewenangan.
g. Melacak penyebab terjadinya reaksi transfusi.

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas


Tabel. 2.4.2.4
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Bank darah / Unit Transfusi Darah (BDRS/UTDRS)
Besaran Ruang /
Nama Ruangan Fungsi Ruangan Kebutuhan Fasilitas
No. Luas

Ruang ini digunakan untuk


menyelenggarakan kegiatan :
Ruang Administrasi 1. Pendataan persediaan darah,
x Loket Permintaan permintaan dan pengambilan
Darah darah untuk pasien. 3~5 m2/ petugas Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
1.
x Loket Pengambilan 2. Loket tempat pengisian formulir (min. 30 m2) intercom/telepon, safety box
Darah permintaan darah oleh keluarga
x Loket Pembayaran pasien.
3. Loket tempat pengambilan darah
4. Loket tempat pembayaran.
Ruang di mana keluarga pasien/
pendonor menunggu. Ruang ini perlu Kursi, Meja, Televisi & Alat
1~1,5 m2/ orang
2. Ruang Tunggu disediakan tempat duduk dengan Pengkondisi Udara (AC / Air
(min. 30 m2)
jumlah yang sesuai aktivitas Condition)
pelayanan.
Ruang tempat meletakkan lemari
Ruang Penyimpanan Tergantung Kulkas/ lemari pendingin
3. pendingin untuk penyimpanan
Darah (Blood Bank Room) Kebutuhan penyimpanan darah.
kantong darah.
Tergantung jenis
Laboratorium Skrining Ruang tempat penyaringan/
dan jumlah
4. Darah (Blood Screening penapisan/ penyeleksian kualitas dan Alat-alat screening darah
parameter alat
Lab.) keamanan darah.
screening darah
Tt pendonor dilengkapi dengan
Tergantung tempat
Ruang tempat pendonor diambil kantung darah (Blood pack),
5. Ruang Donor Darah tidur pendonor
darahnya. tensimeter, stetoskop, kursi
yang disediakan.
petugas
Ruang tempat pemberian makanan
Ruang Pemberian Tergantung Meja, Kursi, dispenser, kulkas
6. dan suplemen kepada pendonor
Makanan Pasca Donor kebutuhan makanan, kompor pemanas
pasca donor.
Ruang tempat kepala dan staf
Ruang Kepala dan Staf BDRS/UTDRS bekerja dan Min. 1,5 m2/ Kursi, meja, computer, printer,
7.
BDRS/UTDR melakukan kegiatan perencanaan dan petugas dan peralatan kantor lainnya.
manajemen.
Ruang tempat penyimpanan
Tergantung
8. Gudang perlengkapan dan perbekalan BDRS/ Lemari penyimpanan
kebutuhan
UTDRS
@ KM/WC
9. KM/WC petugas KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
m2 – 3 m2
@ KM/WC
10. KM/WC pendonor KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
m2 – 3 m2

3. Persyaratan Khusus
1. Laboratorium skrining darah dilengkapi bak pencuci (sink) untuk
membersihkan peralatan laboratorium.

48 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


2. Ruangan harus mudah dibersihkan, tidak menggunakan warna-warna
yang menyilaukan.
3. Suhu ruangan harus dijaga antara 220- 270 C dengan kelembaban 50 –
70 %.
4. Stop kontak pada ruang penyimpanan darah dilengkapi dengan Catu
Daya Pengganti Khusus (CDPK/UPS)
5. Memiliki sistem pembuangan air yang baik.

4. Alur kegiatan.

Keluarga Pasien/ Petugas


RS yang diberi
kewenangan

Loket Permintaan Darah

Keluarga cari
pendonor

Pemeriksaan Darah
Persediaan Tidak Pendonor
Darah ada/
tidak
Pengambilan Darah
dari Pendonor
Ya

Loket Pembayaran Proses Skrining Darah

Loket Pengambilan Darah Penyimpanan Darah


(Blood Bank)

Gambar 2.4.2.4 – Alur Kegiatan Pada BDRS/ UTDRS

2.4.2.5 Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT)


IDT adalah instalasi yang mempunyai peranan penting dalam mendukung
pelayanan internalisasi diagnostik pencitraan di rumah sakit. Umumnya, IDT
merupakan instalasi unggulan dalam pelayanan di rumah sakit.

1. Lingkup Sarana Pelayanan


Pelayanan dalam IDT disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan rumah
sakit, jenis pemeriksaan dengan peralatan pencitraan diantaranya adalah :
1. Pemeriksaan dengan Ultra SonoGrafi (USG)
2. Pemeriksaan dengan Ultra SonoGrafi (USG) 3 Dimensi
3. Pemeriksaan dengan Ultra SonoGrafi (USG) 4 Dimensi
4. Pemeriksaan dengan Elektro Kardiogram (EKG)
5. Pemeriksaan dengan Endoscopy
6. Pemeriksaan dengan Electro EEG
7. Pemeriksaan dengan Echo jantung sonografi
8. Treadmil, dll

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 49


2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Tabel. 2.4.2.5
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Instalasi Radiodiagnostik
Besaran Ruang /
No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan Kebutuhan Fasilitas
Luas

Ruangan Tunggu Pasien Ruangan pasien & pengantar pasien Tempat duduk, televisi & Telp umum
1. 1~1,5 m2/ orang
& Pengantar Pasien menunggu diberikannya pelayanan medik. (bila RS mampu),
Ruangan untuk staf melaksanakan tugas
Alat tulis kantor, meja+kursi, loket,
Ruang Administrasi dan administrasi dan personalia dan ruangan
2. 3~5 m2/ petugas lemari, telepon, faksimili, komputer,
Rekam Medis. untuk penyimpanan sementara berkas film
printer, dan alat perkantoran lainnya.
pasien yang sudah dievaluasi.
Ruang tempat pasien melakukan
Loket Pendaftaran, Rak/lemari berkas, meja, kursi,
pendaftaran, tempat pembayaran dan
3. pembayaran dan 3~5 m2/ petugas komputer, printer, dan alat
sebagai tempat mengambil hasil
pengambilan hasil perkantoran lainnya.
pemeriksaan
Ruangan tempat membaca film hasil
diagnosa pasien dan tempat pasien
4. Ruang Konsultasi Dokter Sesuai Kebutuhan Meja, kursi, film viewer.
konsultasi medis dengan Dokter spesialis
radiologi.
5. Ruang Kepala IDT Ruangan kerja kepala IDT Sesuai Kebutuhan Lemari, meja, kursi dll
Ruang Pemeriksaan
Ruang tempat melaksanakan kegiatan
a. Ultra SonoGrafi (USG) diagnostik jaringan lunak menggunakan Min. 9 m2/ bed unit General USG unit dengan multi
USG probe sesuai kebutuhan pelayanan
RS.
b. Ultra SonoGrafi (USG) 3D Ruang tempat melaksanakan kegiatan
diagnostik jaringan lunak menggunakan Min. 9 m2/bed unit USG 3 Dimensi unit.
USG 3D

c. Ultra SonoGrafi (USG) 4D Ruang tempat melaksanakan kegiatan


diagnostik jaringan lunak menggunakan Min. 9 m2/bed unit USG 4 Dimensi unit.
USG 4D

d. Electro Cardiograph (EKG) Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 9 m2/bed unit EKG Unit, bed, dll
diagnostik jaringan lunak menggunakan
Electro Cardiograph (EKG)
6.
e. Endoscopy Ruang tempat melaksanakan kegiatan Sesuai Kebutuhan Endoscopy unit
(Dilengkapi ruang kontrol menegakkan diagnosis dan mengobati
dan ruang mesin) kelainan atau penyakit saluran cerna atas
maupun saluran cerna bawah

f. Electroenchepalograph Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 9 m2/bed unit EEG unit
(EEG) diagnostik jaringan lunak menggunakan
Electroenchepalograph (EEG)

g. Echo Cardio Sonografi Ruang tempat melaksanakan kegiatan Sesuai Kebutuhan Echo Cardio Sonografi unit
diagnostik jaringan lunak menggunakan
Echo Cardio Sonografi

h. Treadmil Ruang tempat melaksanakan kegiatan Sesuai Kebutuhan treadmil


diagnostik kondisi jantung
7. Ruang Petugas Ruang tempat istirahat petugas Sesuai Kebutuhan Tempat tidur, Kursi, meja, wastafel.
Ruang tempat penyimpanan berkas hasil
9. Ruang Arsip Sesuai Kebutuhan Lemari arsip
pemeriksaan.
Sebagai tempat untuk menyiapkan
10. Dapur Kecil (;Pantry) makanan dan minuman bagi petugas dan Sesuai Kebutuhan Perlengkapan dapur
sebagai tempat istirahat petugas.
@ KM/WC
11. KM/WC petugas KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
m2 – 3 m2

3. Persyaratan Khusus
ƒ Lokasi IDT mudah dicapai, berdekatan dengan instalasi rawat jalan.
ƒ Ruang konsultasi dilengkapi dengan fasilitas untuk membaca film.
ƒ Persyaratan pengkondisian udara :
a. Suhu sejuk dan nyaman lingkungan ialah pada 22 ~ 26 OC dengan
tekanan seimbang.
b. Kelembaban udara pada ruang radiasi/pemeriksaan/penyinaran ialah
antara 45~60%.

50 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


4. Alur kegiatan.
1. Alur Pasien
PASIEN
- Pasien Rawat Jalan
- Bagian/Inst. Lain
- Dr. Praktek
- Puskesmas

Umum ASKES/
Jamsostek/JPS

Loket Pendaftaran Pasien Loket Pendaftaran Pasien


Umum ASKES

Loket Pembayaran Pasien Loket Pembayaran Pasien


Umum ASKES

Ruang Tunggu Loket


Pengambilan
Hasil
Ruang Pemeriksaan

Gambar 2.4.2.5 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT)

2.4.2.6 Instalasi Pemulasaraan Jenazah dan Forensik


1. Lingkup Sarana Pelayanan
Fungsi Ruang Jenazah adalah :
1. Tempat meletakkan/penyimpanan sementara jenazah sebelum diambil
keluarganya.
2. Tempat memandikan/dekontaminasi jenazah.
3. Tempat mengeringkan jenazah setelah dimandikan
4. Otopsi jenazah.
5. Ruang duka dan pemulasaraan.
6. Laboratorium patologi anatomi

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas


Tabel. 2.4.2.6
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Instalasi Pemulasaraan Jenazah
Besaran Ruang /
No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan Kebutuhan Fasilitas
Luas

Ruang para Petugas melaksanakan


3~5 m2/ petugas Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
1. Ruang Administrasi kegiatan administrasi, keuangan dan
(min. 6 m2) intercom/telepon, safety box
personalia.
Ruang Tunggu Keluarga 1~1,5 m2/ orang
2. Ruangan keluarga jenazah menunggu Tempat duduk, televisi & Telp umum
Jenazah (min. 12 m2)
Ruang Duka Ruang tempat menyemayamkan
Min. 45 m2/ ruang
(dilengkapi toilet) jenazah sementara sebelum dibawa Kursi, perlengkapan ruang tidur, toilet
3. duka
pulang. Dilengkapi dengan ruang hias, beserta fasilitasnya.
Ket : Min. 3 ruang duka ruang tidur penunggu keluarga.
Lemari/rak, kursi, meja, penyangga
Gudang perlengkapan Ruang penyimpanan perlengkapan
4. Min. 9 m2 jenazah, peti mati, mimbar, alat2
Ruang Duka yang diperlukan pada ruang duka.
upacara keagamaan, dll

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 51


Ruang tempat memandikan/
dekontaminasi serta pemulasaraan Shower dan sink, brankar, lemari/rak
Ruang Dekontaminasi dan Min. 18 m2
5. jenazah (pengkafanan untuk jenazah alat dekontaminasi, lemari
Pemulasaraan Jenazah
muslim/ pembalseman & pemulasaraan perlengkapan pemulasaraan dll
lainnya untuk jenazah non-muslim) .
Lemari alat, lemari barang bukti,
Ruang tempat dokter forensik meja periksa organ, timbangan
6. Laboratorium Otopsi Min. 24 m2
melakukan kegiatan otopsi jenazah organ, shower dan sink, brankar,
lemari/rak alat dekontaminasi, dll
1 lemari pendingin Lemari pendingin jenazah, washtafel,
7. Ruang Pendingin Jenazah Ruang Pendingin Jenazah
min. 21 m2 brankar
Ruang Ganti pakaian petugas sebelum
Ruang Ganti Pakaian APD Toilet, Loker/ lemari pakaian bersih
8. dan sesudah melakukan kegiatan Sesuai Kebutuhan
(dilengkapi dengan toilet) dan kontainer pakaian kotor
otopsi.
Ruang tempat kepala Instalasi bekerja
Ruang Kepala Instalasi Kursi, meja, computer, printer, dan
9. dan melakukan kegiatan perencanaan Min. 6 m2
Pemulasaraan Jenazah peralatan kantor lainnya.
dan manajemen.
Ruang pengeringan/ jemur alat-alat/
10. Ruang Jemur Alat 12 m2 Rak, wastafel
perabot yang telah digunakan.
Ruang penyimpanan alat-alat serta
11. Gudang instalasi forensik perabot yang diperlukan pada instalasi Min. 9 m2 Lemari/rak
pemulasaraan jenazah.
@ KM/WC
KM/WC petugas/
12. KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
pengunjung
m2 – 3 m2

3. Persyaratan Khusus
1. Kapasitas ruang jenazah minimal memiliki jumlah lemari pendingin 1%
dari jumlah tempat tidur (pada umumnya 1 lemari pendingin dapat
menampung r4 jenazah)/ tergantung kebutuhan.
2. Ruang jenazah disarankan mempunyai akses langsung dengan
beberapa instalasi lain yaitu instalasi gawat darurat, Instalasi Kebidanan
dan Penyakit Kandungan, Instalasi Rawat Inap, Instalasi Bedah Sentral,
dan Instalasi ICU/ICCU.
3. Area tertutup, tidak dapat diakses oleh orang yang tidak berkepentingan.
4. Area yang merupakan jalur jenazah disarankan berdinding keramik,
lantai kedap air, tidak berpori, mudah dibersihkan.
5. Akses masuk-keluar jenazah menggunakan daun pintu ganda/ double.
6. Disediakan garasi ambulan koroner/ mobil jenazah.
7. Disarankan disediakan lahan parkir khusus untuk pengunjung rumah
duka, jumlah disesuaikan dengan kebutuhan.

4. Alur kegiatan.
Alur kegiatan pada Instalasi Pemulasaraan Jenazah adalah sebagai berikut :

Keluarga Administrasi Ruang


Pasien Tunggu

Non-Infeksius
Ruang
Area
Pemulasaraan
Duka
Jenazah RS Area
Infeksius Dekontaminasi

Jenazah yang Laboratorium


Dirujuk untuk di R. Pendingin
Otopsi Jenazah
Otopsi Jenazah
Keluar

Gambar 2.4.2.6 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Pemulasaraan Jenazah.

52 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


2.4.2.7 Instalasi Sterilisasi Pusat (;CSSD/Central Supply Sterilization Departement)
Instalasi Sterilisasi Pusat (CSSD) mempunyai fungsi menerima, memproses,
memproduksi, mensterilkan menyimpan serta mendistribusikan instrumen medis
yang telah disterilkan ke berbagai ruangan di rumah sakit untuk kepentingan
perawatan dan pengobatan pasien.
Kegiatan utama dalam Instalasi Sterilisasi Pusat (CSSD) adalah dekontaminasi
instrumen dan linen baik yang bekas pakai maupun yang baru serta bahan
perbekalan baru. Dekontaminasi merupakan proses mengurangi jumlah
pencemar mikroorgsanisme atau substansi lain yang berbahaya baik secara fisik
atau kimia sehingga aman untuk penanganan lebih lanjut. Proses dekontaminasi
meliputi proses perendaman, pencucian, pengeringan sampai dengan proses
sterilisasi itu sendiri. Barang/ bahan yang didekontaminasi di CSSD seperti
Instrumen kedokteran, sarung tangan, kasa/ pembalut, linen, kapas.
Sistem ini merupakan salah satu upaya atau program pengendalian infeksi di
rumah sakit, dimana merupakan suatu keharusan untuk melindungi pasien dari
kejangkitan infeksi.

1. Lingkup Sarana Pelayanan


Kegiatan dalam instalasi CSSD adalah sebagai berikut:
1. Menerima bahan, terdiri dari
a. Barang/linen/bahan perbekalan baru dari instalasi farmasi yang perlu
disterilisasi.
b. Instrumen dan linen yang akan digunakan ulang (;reuse).
2. Mensortir, menghitung dan mencatat volume serta jenis bahan, barang
dan instrumen yang diserahkan oleh ruang/unit Instalasi Rumah Sakit
Umum.
3. Melaksanakan proses Dekontaminasi meliputi :
ƒ Perendaman
ƒ Pencucian
ƒ Pengeringan
ƒ Pengemasan
Membungkus, mengemas dan menampung alat-alat yang dipakai
untuk sterilisasi, penyimpanan dan pemakaian. Tujuan pengemasan
adalah ménjaga keamanan bahan agar tetap dalam kondisi steril.
ƒ STERILISASI
4. Distribusi; menyerahkan dan mencatat pengambilan barang steril oleh
ruang/unit /Instalasi Rumah Sakit Umum yang membutuhkan.

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas


Tabel. 2.4.2.7
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Instalasi Sterilisasi Pusat (CSSD)
Besaran Ruang /
No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan Kebutuhan Fasilitas
Luas

Ruangan tempat melakukan kegiatan


Ruang Administrasi, Loket Adminstrasi dan pencatatan, Meja, kursi, computer, printer, lemari
1. 8-25 m2
Penerimaan & Pencatatan penerimaan, penyortiran barang/bahan/ dan peralatan kantor lainnya.
linen yang akan disterilkan.
Meja cuci, mesin cuci, meja bilas,
meja setrika, Perlengkapan
Ruang tempat perendaman, pencucian
dekontaminasi lainnya (ultrasonic
2. Ruang Dekontaminasi dan pengeringan instrumen atau linen Min. 30 m2
washer dengan volume chamber 40-
bekas pakai.
60 lt, Mesin pengering slang, ett,
Mesin cuci handschoen,

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 53


Ruang tempat melaksanakan kegiatan
membungkus, mengemas dan Container, alat wrapping, Automatic
3. Ruang Pengemasan Alat Min. 9 m2
menampung alat-alat yang akan washer disinfector,
disterilisasi.
Ruang tempat melaksanakan kegiatan
pemeriksaan linen, dilipat dan dikemas
Ruang Prosesing / untuk persiapan sterilisasi. Selain itu di
4. Min. 16 m2 Container, alat wrapping, dll
Produksi ruang ini jg dilaksanakan kegiatan
persiapan bahan seperti kassa, kapas,
cotton swabs, dll.
Autoklaf table, horizontal sterilizer,
Ruang tempat melaksanakan kegiatan container for sterilizer, autoklaf unit
5. Ruang Sterilisasi sterilisasi instrumen, linen dan bahan Sesuai kebutuhan (steam sterilizer), sterilizer kerosene,
perbekalan baru. (atau jika memungkinkan ada pulse
vacuum sterilizer, plasma sterilizer)
Ruang tempat penyimpanan Instrumen, Lemari/Rak linen, lemari instrumen,
6. Gudang Steril linen dan bahan perbekalan baru yang 12-25 m2 Lemari sarung tangan, lemari kasa/
telah disterilisasi. kain pembalut, dan kontainer
Ruang tempat penyimpanan (depo)
Gudang Barang/Linen/
7. sementara Barang, linen dan bahan 4-16 m2 Rak/Lemari
Bahan Perbekalan Baru
perbekalan baru sebelum disterilisasi.
Ruang Dekontaminasi
Ruang tempat mendekontaminasi
Kereta/Troli :
8. kereta/troli untuk mengangkut barang- Min. 6 m2 Perlengkapan cuci troli
a. Area Cuci
barang dari dan ke CSSD.
b. Area Pengeringan
Ruang pencucian Ruang tempat pencucian perlengkapan
9. Min. 6 m2 Meja bilas, sink, dll
perlengkapan penunjang yang tidak perlu disterilkan.
Ruang tempat pengaturan instrumen dan
Kontainer, rak/lemari, meja, kursi,
Ruang Distribusi Instrumen barang-barang yang sudah steril untuk 9-25 m2
10. komputer, printer dan alat perkantoran
dan Barang Steril didistribusikan ke Instalasi Bedah, ICU,
lainnya.
Ruang Isolasi, dll
Ruang tempat kepala instalasi CSSD
Ruang Kepala Instalasi Kursi, meja, computer, printer, dan
11. bekerja dan melakukan kegiatan Min. 6 m2
CSSD peralatan kantor lainnya.
perencanaan dan manajemen.
Ruang Ganti Petugas Tempat mengganti/mengenakan pakaian
12. Min. 9 m2 Loker
(Loker) instalasi CSSD (dilengkapi toilet)
Ruang tempat istirahat staf/ petugas
13. Ruang Staf/ Petugas Min. 9-16 m2 Kursi, meja, lemari
CSSD.
Sebagai tempat untuk menyiapkan
makanan dan minuman bagi mereka
14. Dapur Kecil (;Pantry) Min. 6 m2 Perlengkapan dapur, kursi, meja, sink
yang ada di Instalasi CSSD dan sebagai
tempat istirahat petugas.
@ KM/WC
15. KM/WC petugas KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
m2 – 3 m2

3. Persyaratan Khusus
ƒ Lokasi Instalasi CSSD memiliki akesibilitas pencapaian langsung dari
Instalasi Bedah Sentral, ICU, Ruang Isolasi, Laboratorium dan Instalasi
Pencucian Linen) dan terpisah dari sirkulasi pasien.
ƒ Sirkulasi udara/ventilasi pada bangunan instalasi CSSD dibuat
sedemikian rupa agar tidak terjadi kontaminasi dari tempat penampungan
bahan dan instrumen kotor ke tempat penyimpanan bahan dan instrumen
bersih/steril.
ƒ Persyaratan ruang dekontaminasi adalah sebagai berikut :
Ÿ Tekanan udara pada ruang dekontaminasi adalah harus negatif
supaya udara dalam ruangan tidak mengkotaminasi udara pada
ruangan lainnya, pengantian udara 10 kali per jam (Air Change Hour-
ACH : 10 times)
Ÿ Suhu dan kelembaban ruangan yang direkomendasikan adalah :
suhu 180C – 220C, Kelembaban udara : 35% -75%.
ƒ Persyaratan gudang steril adalah sebagai berikut :
Ÿ Tekanan udara positif dengan efisiensi filtrasi partikular antara 90% –
95% (untuk partikular berukuran 0,5 mikron)
Ÿ Suhu dan kelembaban ruangan yang direkomendasikan adalah :
suhu 180C – 220C, Kelembaban udara : 35% -75%.

54 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Ÿ Permukaan dinding dan lantai ruangan mudah dibersihkan, tidak
mudah menyerap kotoran atau debu.
ƒ Area barang kotor dan barang bersih dipisahkan (sebaiknya memiliki
akses masuk dan keluar yang berlawanan)
ƒ Lantai tidak licin, mudah dibersihkan dan tidak mudah menyerap kotoran
atau debu.
ƒ Pada area pembilasan disarankan untuk menggunakan sink pada meja
bilas kedap air dengan ketinggian 0.80 – 1,00 m dari permukaan lantai,
dan apabila terdapat stop kontak dan saklar, maka harus menggunakan
jenis yang tahan percikan air dan dipasang pada ketinggian minimal 1.40
m dari permukaan lantai.
ƒ Dinding menggunakan bahan yang tidak berpori.

4. Alur kegiatan.
Alur kegiatan pada Instalasi Sterilisasi Pusat (CSSD) adalah sebagai berikut:

Instrumen dan Linen Barang/Linen/Bahan


Bekas Pakai (;Reuse) perbekalan baru Masuk

Penerimaan Penerimaan &


Dan Pencatatan
Pencatatan Barang Baru

Sortir (pencatatan
volume dan jenis barang) Pengemasan &
Pelabelan
Perendaman

STERILISASI
Pencucian

Pengeringan
Tidak
Kontrol Indikator

Sortir (Layak Ya
disterilkan/ tidak) Ya

Tidak Gudang Distribusi


Steril Barang Keluar
Kembalikan ke unit
pengiriman instrument/linen

Gambar 2.4.2.7 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Sterilisasi Pusat.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 55


2.4.2.8 Instalasi Dapur Utama Dan Gizi Klinik
1. Lingkup Sarana Pelayanan
Sistem pelayanan dapur yang diterapkan di rumah sakit adalah sentralisasi
kecuali untuk pengolahan formula bayi. Instalasi Dapur Utama dan Gizi Klinik
RS mempunyai fungsi untuk mengolah, mengatur makanan pasien setiap
harinya, serta konsultasi gizi.

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas


Tabel. 2.4.2.8
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Instalasi Dapur Utama dan Gizi Klinik
Besaran Ruang /
No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan Kebutuhan Fasilitas
Luas

Rak bahan-bahan makanan, timbangan


Ruang Penerimaan dan Ruang tempat melaksanakan kap. 20-300 kg, kereta angkut, pembuka
1. Penimbangan Bahan kegiatan penerimaan dan + 16 m2 botol, penusuk beras, pisau, kontainer,
Makanan penimbangan bahan makanan. troli, alat penguji kualitas telur, lemari arsip,
APAR
Ruang tempat menyimpan
Freezer, lemari pendingin, container bahan
Ruang Penyimpanan Bahan bahan makanan basah yang
2. Min. 6 m2 makanan, timbangan kapasitas 20-100 kg,
Makanan Basah harus dimasukkan kedalam
kereta angkut, pengusir tikus elektrik
lemari pendingin.
Lemari beras, rak/palet/lemari
Ruang Penyimpanan Bahan Ruang tempat menyimpan penyimpanan bahan makanan, timbangan
3. Min. 9 m2
Makanan Kering bahan makanan kering. kapasitas 20-100 kg, kereta angkut,
pengusir tikus elektrik
Meja kerja/persiapan, bangku kerja, meja
Ruang tempat mempersiapkan daging, mesin sayuran, bak cuci persegi,
bahan makanan, misalkan bak cuci dua bergandengan, pisau, mesin
menyiangi, memotong-motong, pemarut kelapa berdinamo, saringan
4. Ruang/Area Persiapan Min. 18 m2
area pencucian bahan kelapa, mesin pemotong dan penggiling
makanan dapat dilaksanakan daging kapasitas 20 kg, blender, bak cuci,
pada ruang ini. cobek/ulekan, mixer, timbangan meja,
talenan
Kompor gas elpiji, kompor minyak tanah
bertekanan, kompor minyak tanah sumbu,
kompor listrik, kompor uap (Steam
Cooker), panci besar, penggorengan, rice
cooker, rak-rak makanan, rice cooker
kapasitas 30 kg, oven, mixer, blender,
Ruang Pengolahan/ pisau, dapur, sendok, sayur, sodet,
Ruang tempat mengolah
5. Memasak dan Min. 18 m2 pembuka botol/kaleng, serikan, talenan,
bahan makanan.
Penghangatan Makanan saringan teh, wajan datar 2 ukuran
(diameter 16 cm dan 18 cm), timbangan
kapasitas 2 kg, mesin penggiling tangan,
serbet, cempal, cetakan nasi, lemari es,
meja pemanas, pemanggang sate, toaster,
meja kerja, bangku, bak cuci, kereta
dorong, kereta warmer
Meja pembagi, bangku, sendok, sendok
garpu, penjepit makanan, sarung tangan
plastik sekali pakai, garpu, piring makan,
Ruang menyajikan/ gelas minum, mangkuk sayur, piring kue
mempersiapkan makanan cekung, cangkir tertutup, tutup dan tatanan
Ruang Pembagian/
6. matang pada plato (piring Min. 9 m2 gelas, nampan, tempat telur (sebaiknya
Penyajian Makanan
pasien) yang akan dikirimkan terbuat dari bahan yang mudah
dengan troli gizi dibersihkan/plastik, stainless steel,
keramik), troli untuk makanan 3 susun, rak-
rak piring kapasitas 3 susun, kertas label,
alat tulis
Peralatan besar : Lemari pendingin, panci
aluminium, tungku uap, meja pemanas,
rak-rak penyimpanan botol 3 susun, bak
pencuci
Ruang menyajikan/ Peralatan kecil : thermos, blender, gelas
7. Dapur Susu/ Laktasi Bayi mempersiapkan susu ke dalam Min. 4 m2 ukur, sendok makan, sendok teh, panci
botol susu. kecil bertangkai diameter 15 cm, piring dan
gelas, mangkok, waskom plastik, kocokan
susu, serbet, cempal, sikat botol,
timbangan susu kapasitas 2 kg, sterilisator,
mixer, blender
Pencucian secara mekanik memerlukan :
mesin cuci kapasitas 100 piring, rak
Ruang cuci plato serta
pengering alat kebersihan
8. Ruang Cuci perlengkapan makan dan @ min. 9 m2
Pencucian manual memerlukan : ember
minum lainnya
plastik kapasitas 30 liter, baskom plastik
kapasitas 30 liter, perlengkapan

56 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


kebersihan (sapu, sikat, lap, alat/kain untuk
pel, vacuum cleaner
Tambahan untuk ruang pencucian : alat
pengukur desinfektan pencucian, sabun
cuci, karbol, pencuci dinding keramik,
tempat sampah tertutup (basah dan
kering), serok air
Ruang Penyimpanan Troli Ruang penyimpanan troli gizi Sabun cuci colek, sikat, alat/kain untuk
9. Min. 6 m2
Gizi sebelum dibersihkan mengelap, serok air

Ruang Penyimpanan Ruang penyimpanan Lemari perkakas dapur khusus, rak


10. Min. 9 m2
Peralatan Dapur perlengkapan dapur bersih perkakas dapur, meja, kursi
Ruang petugas dapur Sarung tangan, sepatu dapur / sepatu
Ruang Ganti Alat Pelindung mengenakan APD (Sarung boot, baju khusus, loker, tutup rambut,
11. Min. 6 m2
Diri (APD) dan loker. tangan, celemek, sepatu, tutup masker (tutup hidung dan mulut),
kepala, masker, dll) celemek/apron
Ruang para Petugas
melaksanakan kegiatan teknis
medis gizi klinik serta 3~5 m2/ petugas Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
12. Ruang Administrasi
administrasi, keuangan dan (min. 6 m2) intercom/telepon, safety box
personalia pada instalasi
dapur.
Ruang tempat kepala lnstalasi
bekerja dan melakukan Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
13. Ruang Kepala Instalasi Gizi Min. 6 m2
kegiatan perencanaan dan intercom/telepon, safety box
manajemen.
Ruang Pertemuan Gizi Ruang tempat Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
14. Min. 9 m2
Klinik diskusi/pertemuan intercom/telepon, safety box
Ruang penyimpanan
15. Janitor Min. 3 m2 Rak/lemari, perlengkapan kebersihan
perlengkapan kebersihan
Ruang Pengaturan/ Ruang untuk pengendalian dan 3 m2 (sesuai Keran pengatur uap, Manometer uap,
16.
Manifold Uap pendistribusian uap kebutuhan) Header Uap
Ruang sentral pengendalian 3 m2 (sesuai Panel daya penerangan, panel daya stop
17. Ruang Panel Listrik
listrik kebutuhan) kontak, panel daya listrik
Ruang Pengaturan/ Ruang untuk pengaturan 4 m2 (tergantung Keran pengatur gas, Manometer tekanan
18.
Manifold Gas Elpiji pemakaian gas elpiji kebutuhan) gas elpiji, Header gas elpiji
Ruang Penyimpanan Untuk menyimpan tabung gas Penjepit Tabung, Kedudukan Tabung, Troli
19. 3 m2
Tabung Gas Elpiji elpiji Tabung
20. Gudang Alat Untuk memyimpan alat makan Min. 16 m2 Rak-rak

Untuk kegiatan pendidikan dan


21. Ruang PKL + 32 m2 Meja, kursi, white board, Laptop, LCD dll
pelatihan mahasiswa
Untuk pelaksanaan
22. Ruang Petugas Jaga Dapur pengawasan produksi + 12 m2 Meja, kursi dan peralatan administrasi dll
makanan
23. Ruang Nutrisionis Tempat nutrisionis + 10 m2 Meja, kursi, komputer, rak buku
@ KM/WC
24. KM/WC petugas KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
m2 – 3 m2

3. Persyaratan Khusus
1. Mudah dicapai, dekat dengan Instalasi Rawat Inap sehingga waktu
pendistribusian makanan bisa merata untuk semua pasien.
2. Letak dapur diatur sedemikian rupa sehingga kegaduhan (suara) dari
dapur tidak mengganggu ruangan disekitarnya.
3. Tidak dekat dengan tempat pembuangan sampah dan kamar jenazah.
4. Lantai harus dari bahan yang tidak berpori dan tidak licin.
5. Mempunyai area masuk bahan makanan mentah yang tidak bersilangan
dengan alur makanan jadi.
6. Harus mempunyai pasokan air bersih yang cukup dan memenuhi
persyaratan baku mutu air minum.
7. Pada area pengolahan makanan harus mempunyai langit-langit yang
tinggi dilengkapi ventilasi untuk pembuangan udara panas selama proses
pengolahan.
8. Pada dapur bangunan bertingkat harus disediakan fan pembuangan
(exhaust fan) dengan kapasitas ekstraksi minimal 60 Liter/detik yang
hanya boleh dioperasikan pada waktu memasak.
9. Harus dilengkapi dengan sistem proteksi kebakaran.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 57


4. Alur kegiatan.
Alur kegiatan pengelolaan makanan pada Instalasi Dapur Utama dan Gizi
Klinik RS adalah sebagai berikut :
Ruang Penerimaan Bahan
Makanan

R. Penyimpanan Area Cuci Bahan


Bahan Makanan Makanan
Kering

R. Penyimpanan Bahan
Makanan Basah

Ruang Persiapan

Ruang Pengolahan R. Penyimpanan


dan Penghangatan Perlengkapan
Bahan Makanan

Ruang Pencucian
Peralatan
R. Penyajian Makanan

Distribusi Makanan,
Dan Minuman

Area untuk Wadah


Pembuangan Sementara
Sampah Dapur

Alur Peralatan Alur Limbah Padat Domestik Alur Makanan

Gambar 2.4.2.8 – Alur kegiatan pengolahan, penyimpanan dan pendistribusian


makanan rumah sakit.

2.4.2.9 Instalasi Pencucian Linen/ Londri (;Laundry)


Londri RS adalah tempat pencucian linen yang dilengkapi dengan sarana
penunjangnya berupa mesin cuci, alat dan desinfektan, mesin uap (;steam
boiler), pengering, meja, dan mesin setrika.
1. Lingkup Sarana Pelayanan
Kegiatan pencucian linen terdiri dari :
1. Pengumpulan
a. Pemilahan antara linen infeksius dan non-infeksius dimulai dari
sumber dan memasukkan linen ke dalam kantong plastic sesuai
jenisnya serta diberi label.
b. Menghitung dan mencatat linen di ruangan.
2. Penerimaan
a. Mencatat linen yang diterima dan telah terpilah antara infeksius dan
non-infeksius.
b. Linen dipilah berdasarkan tingkat kekotorannya.
3. Pencucian
a. Menimbang berat linen untuk menyesuaikan dengan kapasitas mesin
cuci dan kebutuhan deterjen dan desinfektan.

58 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


b. Membersihkan linen kotor dari tinja, urin, darah, dan muntahan
kemudian merendamnya dengan menggunakan desinfektan.
c. Mencuci dikelompokkan berdasarkan tingkat kekotorannya.
4. Pengeringan
5. Penyetrikaan
6. Penyimpanan
a. Linen harus dipisahkan sesuai dengan jenisnya.
b. Linen baru yang diterima ditempatkan di lemari bagian bawah.
c. Pintu lemari selalu tertutup.
7. Distribusi dilakukan berdasarkan kartu tanda terima dari petugas
penerima, kemudian petugas menyerahkan linen bersih kepada petugas
ruangan sesuai kartu tanda terima.
8. Pengangkutan
a. Kantong untuk membungkus linen bersih harus dibedakan dengan
kantong untuk membungkus linen kotor.
b. Menggunakan kereta dorong yang berbeda warna dan tertutup antara
linen bersih dan linen kotor. Kereta dorong harus dicuci dengan
desinfektan setelah digunakan mengangkut linen kotor.
c. Waktu pengangkutan linen bersih dan kotor tidak boleh dilakukan
bersamaan.
d. Linen bersih diangkut dengan kereta dorong yang berbeda warna.
e. RS yang tidak mempunyai laundry tersendiri, pengangutannya dari
dan ke tempat laundry harus menggunakan mobil khusus.

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas


Tabel. 2.4.2.9
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Instalasi Pencucian Linen/ Loundri
Besaran Ruang /
No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan Kebutuhan Fasilitas
Luas

Ruang para Petugas melaksanakan Meja, kursi, lemari


Ruang Administrasi dan 3~5 m2/ petugas
1. kegiatan administrasi, keuangan dan berkas/arsip,
Pencatatan (min. 9 m2)
personalia. intercom/telepon, safety box
Ruang tempat kepala londri bekerja dan Meja, kursi, lemari
2. Ruang Kepala Londri melakukan kegiatan perencanaan dan 9-12 m2 berkas/arsip,
manajemen. intercom/telepon, safety box
Ruang Penerimaan dan Ruang tempat penerimaan linen kotor
3. Min. 12 m2 Meja, kursi, rak, kontainer
Sortir dari unit-unit di RS kemudian disortir.
Ruang tempat melaksanakan
Bak pembilasan awal, bak
Ruang Dekontaminasi/ dekontaminasi linen, meliputi urutan
4. Min. 20 m2 perendaman dan bak
perendamani Linen kegiatan pembilasan awal, perendaman
pembilasan akhir, keran, sink
dan pembilasan akhir.
Ruang Cuci dan Ruang tempat mencuci dan Mesin cuci dan pengering
5. Min. 16 m2
Pengeringan Linen mengeringkan linen linen
Ruang Setrika dan Lipat Ruang tempat penyetrikaan dan melipat Min. 30 m2 Setrika, meja setrika, meja
6.
Linen linen. lipat, handpress
Mesin jahit, jarum, benang
Ruang tempat memperbaiki/ menjahit
7. Ruang Perbaikan Linen Min. 8 m2 dan perlengkapan perbaikan
linen setelah dicuci dan keringkan.
linen lainnya
Ruang tempat penyimpanan linen
8. Ruang Penyimpanan Linen Min. 20 m2 Rak/lemari
bersih setelah dicuci, setrika dan dilipat.
Ruang tempat melaksanakan Keran, selang, alat
9. Ruang Dekontaminasi Troli Min. 6 m2
dekontaminasi dan pengeringan troli. pengering
Ruang tempat penyimpanan troli bersih
10. Ruang Penyimpanan Troli Min. 8 m2
setelah didekontaminasi & dikeringkan.
Tempat menyimpan bahan-bahan kimia
11. Gudang Bahan Kimia Min. 8 m2 lemari
seperti deterjen dll
@ KM/WC
12. KM/WC petugas KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
m2 – 3 m2

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 59


3. Persyaratan Khusus
1. Tersedia keran air bersih dengan kualitas dan tekanan aliran yang
memadai, air panas untuk desinfeksi dengan desinfektan yang ramah
terhadap lingkungan. Suhu air panas mencapai 700C dalam waktu 25
menit (/ 950C dalam waktu 10 menit) untuk pencucian pada mesin cuci.
2. Peralatan cuci dipasang permanen dan diletakkan dekat dengan saluran
pembuangan air limbah serta tersedia mesin cuci yang dapat mencuci
jenis-jenis linen yang berbeda.
3. Tersedia saluran air limbah tertutup yang dilengkapi dengan pengolahan
awal (; pre-treatment) khusus laundry sebelum dialirkan ke IPAL RS.
4. Untuk linen non-infeksius (misalnya dari ruang-ruang administrasi
perkantoran) dibuatkan akses ke ruang pencucian tanpa melalui ruang
dekontaminasi.
5. Tidak disarankan untuk mempunyai tempat penyimpanan linen kotor.
6. Standar kuman bagi linen bersih setelah keluar dari proses tidak
mengandung 6 x 103 spora spesies Bacillus per inci persegi.

4. Alur kegiatan.
Alur kegiatan pada Instalasi Pencucian Linen adalah sebagai berikut :

Troli Kotor Linen Kotor

Penerimaan & Pencatatan

Perbaikan Linen

Ruang Dekontaminasi

Bak Pembilasan Pencucian Pengeringan Penyetrikaan


Awal Linen Linen Linen

Bak Desinfeksi
(Perendaman) Melipat Linen

Bak Pembilasan
Akhir
R.Penyimpanan
Linen Bersih

R. Dekontaminasi Troli R. Penyimpanan Troli Distribusi Linen Bersih


& Pengeringan Bersih

CSSD Tanpa Sterilisasi


(Resterilisasi)

Gambar 2.4.2.9 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Pencucian Linen/Laundry.

2.4.2.10 Instalasi Sanitasi


1. Lingkup Sarana Pelayanan
Kegiatan pada instalasi sanitasi meliputi :
1. Pengolahan air limbah rumah sakit dan pemeriksaan kualitas air limbah
yang dilakukan 3-4 kali dalam setahun.
2. Pemeriksaan sanitasi di ruang instalasi dapur utama yang dilakukan 3-4
kali dalam setahun.
3. Pemeriksaan kualitas air bersih yang dilakukan 2-3 kali dalam setahun.

60 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


4. Pemeriksaan kualitas/ kondisi udara di ruang-ruang khusus yang
dilakukan 2 kali dalam setahun.
5. Pemeriksaan emisi incenerator dan generator set yang dilakukan 2 kali
dalam setahun.
6. Pembuatan dokumen Implementasi Rencana Pengelolaan Lingkungan
dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RKL/RPL) setiap 6 bulan sekali.
7. Pemantauan, pengawasan dan pengelolaan limbah padat medis
(Pewadahan, pengangkutan dan pembuangan/ pemusnahan limbah
padat medis).

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas


Tabel. 2.4.2.10
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Instalasi Sanitasi
Besaran Ruang /
No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan Kebutuhan Fasilitas
Luas
Ruang para Petugas melaksanakan
3~5 m2/ petugas Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
1. Ruang Kerja dan Arsip kegiatan dokumentasi hasil
(min. 6 m2) intercom/telepon, safety box
pemantauan dan ruang simpan arsip
Bak cuci peralatan lab., gelas
Ruang Laboratorium Ruang tempat pemeriksaan kesehatan 1~1,5 m2/ orang ukur, ph meter, DO meter,
2.
Kesehatan Lingkungan lingkungan rumah sakit (min. 12 m2) spektrofotometer, reagen,
bahan-bahan kimia, pipet, dll
Pompa, Bak ekualisasi, kolam
Area Pengolahan Air aerasi, bak pengendap, bak
3. Area tempat mengolah air limbah Sesuai kebutuhan
Limbah desinfeksi, blower, kolam ikan,
dll
Area tempat pembakaran limbah padat Sesuai kebutuhan Alat pengeruk sampah, troli
4. Area Incenerator
medis. sampah, sapu, incenerator
Area penampungan sementara limbah Sesuai kebutuhan Alat pengeruk sampah, troli
5. Area TPS
padat non-medis sampah, sapu
@ KM/WC
6. KM/WC petugas KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
m2 – 3 m2

3. Persyaratan Khusus
1. Lokasi incenerator dan IPAL jauh dari area pelayanan pasien dan
instalasi dapur rumah sakit.
2. Lingkungan sekitar incenerator dan IPAL harus dijaga jangan sampai
orang yang tidak berkepentingan memasuki area tersebut.
3. Segera dilakukan pembakaran limbah padat medis.
4. Pembuangan abu hasil pembakaran incenerator harus dilakukan secara
periodik.
5. Area Penampungan sementara limbah padat non-medis harus dijaga
kebersihan dan kerapihannya.
6. Bagi rumah sakit yang pemusnahan limbah padat medisnya di luar
rumah sakit, harus mengikuti persyaratan sebagai berikut :
a. Menyediakan tempat penampungan sementara limbah padat medis
dan limbah tersebut harus setiap hari diangkut dan dibuang keluar
rumah sakit.
b. Bila pengangkutan dan pembuangan limbah padat medis dilakukan
lebih dari 1 hari maka pewadahan dan area penampungan
sementaranya harus tertutup/ terisolasi. Waktu toleransi limbah padat
medis dengan kondisi tersebut maksimal 3 hari.
c. Area penampungan sementara limbah padat medis harus senantiasa
dijaga kebersihan dan kerapihannya.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 61


4. Alur kegiatan.
Alur kegiatan pada Instalasi Sanitasi adalah sebagai berikut :

Ruang Bedah Instalasi Pengolahan


Air Limbah

Ruang ICU
Instalasi Sanitasi Laboratorium
KesLing
Instalasi Rawat Inap

Incenerator Instalasi Dapur


Inst. Pemeliharaan
Utama
Sarana

Gambar 2.4.2.10 – Alur Kegiatan Pada Instalasi Sanitasi.

2.4.2.11 Instalasi Pemeliharaan Sarana (Bengkel Mekanikal & Elektrikal /;Workshop)


1. Lingkup Sarana Pelayanan
Tugas pokok dan fungsi yang harus dirangkum unit workshop adalah,
sebagai berikut :
1. Pemeliharaan dan perbaikan ringan pada :
x Peralatan medik (Optik, elektromedik, mekanis dll)
x Peralatan penunjang medik
x Peralatan rumah tangga dari metal/ logam (termasuk tempat tidur)
x Peralatan rumah tangga dari kayu
x Saluran dan perpipaan
x Listrik dan elektronik.
2. Kegiatan perbaikan-perbaikan dilaksanakan dengan prosedur sebagai
berikut :
x Laporan dari setiap unit yang mengalami kerusakan alat
x Peralatan diteliti tingkat kerusakannya untuk mengetahui tingkat
perbaikan yang diperlukan kepraktisan teknis pelaksanaan
perbaikannya (apakah cukup diperbaiki ditempatnya, atau harus
dibawa ke ruang workshop)
x Analisa kerusakan
x Proses pengadaan komponen/suku cadang
x Pelaksanaan perbaikan/pemasangan komponen
x Perbaikan bangunan ringan
x Listrik/ Elektronik
x Telpon / Aiphone / Audio Visual.

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan


Tabel. 2.4.2.10
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Instalasi Pemeliharaan Sarana (Workshop)
Besaran Ruang /
No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan Kebutuhan Fasilitas
Luas

Ruang tempat kepala Instalasi bekerja dan Meja, kursi, lemari


1. Ruang Kepala IPSRS melakukan kegiatan perencanaan dan Min. 8 m2 berkas/arsip,
manajemen. intercom/telepon, safety box

62 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Ruang Administrasi Ruang tempat pencatatan masuk dan keluar Kursi, meja, computer,
3~5 m2/ petugas
2. (pencatatan) dan Ruang peralatan/ perabot rusak dan ruang tempat staf printer, dan peralatan kantor
(min. 12 m2)
Kerja Staf bekerja. lainnya.
Ruang Rapat/ Pertemuan Ruang tempat melaksanakan diskusi/ pertemuan
3. Min. 9 m2 Kursi, meja, screen, dll.
Teknis teknis.
Ruang Studio Gambar dan Ruang tempat menggam Meja gambar, komputer dan
4. Min. 9 m2
Arsip Teknis bar dan menyimpan arsip-arsip teknis. printer, lemari arsip.
5. Bengkel/ Workshop Ruang tempat memperbaiki kerusakan sarana, Perlengkapan bengkel
Min. 9 m2
Bangunan/Kayu prasarana dan peralatan yang terbuat dari kayu. bangunan/ kayu
6. Bengkel/ Workshop metal/ Ruang tempat memperbaiki kerusakan sarana,
Perlengkapan bengkel
logam prasarana dan peralatan yang terbuat dari metal/ Min. 9 m2
metal/ logam
logam.
7. Bengkel/ Workshop Ruang tempat memperbaiki kerusakan peralatan
Perlengkapan bengkel
Peralatan Medik (Optik, medik, yaitu peralatan optik, elektromedik, dan Min. 16 m2
peralatan elektromedik
Elektromedik, Mekanik) mesin mekanik.
8. Bengkel/ Workshop Ruang tempat memperbaiki kerusakan sarana, Perlengkapan bengkel
Min. 16 m2
penunjang medik. prasarana dan peralatan penunjang medik. peralatan mekanikal
9. Ruang Panel Listrik Ruang tempat pengaturan distribusi listrik RS Perlengkapan listrik, panel,
Min. 8 m2
untuk kegiatan di IPSRS. dll
10. Gudang spare part Ruang penyimpanan suku cadang (sparepart). Min. 9 m2 Lemari/rak
11. Gudang Ruang penyimpanan sarana, prasarana dan
peralatan yang sudah tidak terpakai, telah
Min. 9 m2 Lemari/rak
diperbaiki (belum diserahkan kembali) atau yang
akan diperbaiki.
@ KM/WC
KM/WC petugas/
12. KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
pengunjung
m2 – 3 m2

3. Persyaratan Khusus
Terletak jauh dari daerah perawatan dan gedung penunjang medik,
sebaiknya diletakan di daerah servis karena banyak menimbulkan
kebisingan.

4. Alur kegiatan.
Alur kegiatan pada Bengkel Mekanikal dan Elektrikal adalah sebagai berikut :

Gudang Spare Part


Spare Part

Ruang Pencatatan Ruang


Barang Masuk Bengkel/ Workshop Pencatatan
Barang Keluar

Barang Rusak

Gudang

Barang Keluar

Gambar 2.4.2.10 – Alur Kegiatan Pada Bengkel Mekanikal dan Elektrikal


(;Workshop).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 63


2.4.3 Fasilitas Pada Area Penunjang Umum dan Administrasi
2.4.3.1 Bagian Kesekretariatan dan Akuntansi
1. Lingkup Sarana Pelayanan
Suatu bagian dari rumah sakit tempat dilaksanakannya manajemen rumah
sakit. Terdiri dari :
x Unsur direksi/ pimpinan rumah sakit
x Unsur pelayanan medik
x Unsur pelayanan penunjang medik
x Pelayanan keperawatan
x Unsur pendidikan dan pelatihan
x Administrasi umum dan keuangan
x SDM
x Komite medik
x Komite etik dan hukum.

2. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas


Tabel. 2.4.3
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Area Penunjang Umum dan Administrasi RS
Besaran Ruang /
No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan Kebutuhan Fasilitas
Luas

Ruang kerja direktur RS, tempat Meja, kursi, sofa, computer,


1. Ruang Direksi melaksanakan perencanaan program Sesuai Kebutuhan printer, lemari, lemari arsip, dan
dan manajemen RS. peralatan kantor lainnya.
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
2. Ruang Sekretaris Direktur Ruang kerja sekretaris direktur. Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
intercom/telepon
Meja rapat, kursi, LCD projector,
3. Ruang Rapat dan Diskusi Ruang pertemuan/ rapat/ diskusi. Sesuai Kebutuhan
layar, dll
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
4. Ruang Kepala Komite Medis Ruang kerja kepala komite medis Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
intercom/telepon
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
5. Ruang Komite Medis Ruang kerja staf komite medis Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
intercom/telepon
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
Ruang Kepala Bagian Ruang kerja kepala bagian
6. Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
Keperawatan keperawatan
intercom/telepon
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
7. Ruang Bagian Keperawatan Ruang kerja staf bagian keperawatan Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
intercom/telepon
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
Ruang Kepala Bagian Ruang kerja kepala bagian
8. Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
Pelayanan Pelayanan
intercom/telepon
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
9. Ruang Bagian Pelayanan Ruang kerja staf bagian pelayanan Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
intercom/telepon
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
Ruang Kepala Bagian Ruang kerja kepala bagian keuangan
10. Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
Keuangan dan Program dan program
intercom/telepon, safety box
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
Ruang Bagian Keuangan dan Ruang kerja staf bagian keuangan
11. Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
Program dan program
intercom/telepon
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
Ruang Kepala Bagian Ruang kerja kepala bagian
12. Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
pelayanan penunjang medik pelayanan penunjang medik
intercom/telepon
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
Ruang Bagian Pelayanan Ruang kerja staf bagian pelayanan
13. Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
Penunjang Medik penunjang medik
intercom/telepon
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
Ruang Kepala Bagian Ruang kerja kepala bagian
14. Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
Pendidikan dan Pelatihan pendidikan dan pelatihan
intercom/telepon
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
Ruang Bagian Pendidikan Ruang kerja staf bagian pendidikan
15. Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
dan Pelatihan dan pelatihan
intercom/telepon
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
16. Ruang Kepala Bagian SDM Ruang kerja kepala bagian SDM Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
intercom/telepon

64 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
17. Ruang Bagian SDM Ruang kerja bagian SDM Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
intercom/telepon
Ruang Kepala Bagian Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
Ruang kerja kepala bagian
18. Kesekretariatan dan Rekam Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
kesekretariatan dan rekam medis
Medis intercom/telepon
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
Ruang kerja staf bagian
19. Bagian Rekam Medis Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
Kesekretariatan dan Rekam Medis
intercom/telepon
Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
Ruang SPI (Satuan Ruang kerja Satuan Pengawasan
20. Sesuai Kebutuhan komputer, printer,
Pengawasan Internal) Internal
intercom/telepon
Ruang tempat penyimpanan Arsip Lemari berkas/arsip, komputer,
21. Ruang Arsip/ file Sesuai Kebutuhan
RS. printer, dll
Ruang tempat pengunjung/ tamu
Tempat duduk, televisi & Telp
22. Ruang Tunggu bagian administrasi dan Sesuai Kebutuhan
umum (bila RS mampu),
kesekretariatan menunggu.
Ruang tempat penyimpanan alat-alat
23. Janitor Sesuai Kebutuhan Lemari/rak
kebersihan (cleaning service)
Sebagai tempat untuk menyiapkan Perlengkapan dapur, kursi,
24. Dapur Kecil (;Pantry) Sesuai Kebutuhan
makanan dan minuman. meja, sink
@ KM/WC
25. KM/WC KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
m2 – 3 m2

3. Persyaratan Khusus
Penempatan area penunjang umum dan administrasi sedapat mungkin
mudah dicapai.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 65


BAGIAN – III
PERSYARATAN UMUM BANGUNAN RUMAH SAKIT

3.1 Lokasi Rumah Sakit.

3.1.1 Pemilihan lokasi.


(1) Aksesibilitas untuk jalur transportasi dan komunikasi,
Lokasi harus mudah dijangkau oleh masyarakat atau dekat ke jalan raya
dan tersedia infrastruktur dan fasilitas dengan mudah, misalnya tersedia
pedestrian, Aksesibel untuk penyandang cacat
(2) Kontur Tanah
kontur tanah mempunyai pengaruh penting pada perencanaan struktur,
dan harus dipilih sebelum perencanaan awal dapat dimulai. Selain itu
kontur tanah juga berpengaruh terhadap perencanaan sistem drainase,
kondisi jalan terhadap tapak bangunan dan lain-lain.
(3) Fasilitas parkir.
Perancangan dan perencanaan prasarana parkir di RS sangat penting,
karena prasarana parkir dan jalan masuk kendaraan akan menyita banyak
lahan. Perhitungan kebutuhan lahan parkir pada RS idealnya adalah 1,5
s/d 2 kendaraan/tempat tidur (37,5m2 s/d 50m2 per tempat tidur)1 atau
menyesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi daerah setempat. Tempat
parkir harus dilengkapi dengan rambu parkir.
(4) Tersedianya utilitas publik.
Rumah sakit membutuhkan air bersih, pembuangan air kotor/limbah, listrik,
dan jalur telepon. Pengembang harus membuat utilitas tersebut selalu
tersedia.
(5) Pengelolaan Kesehatan Lingkungan
Setiap RS harus dilengkapi dengan persyaratan pengendalian dampak
lingkungan antara lain :
ƒ Studi Kelayakan Dampak Lingkungan yang ditimbulkan oleh RS
terhadap lingkungan disekitarnya, hendaknya dibuat dalam bentuk
implementasi Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan (UKL-UPL), yang selanjutnya dilaporkan setiap 6 (enam)
bulan (KepmenKLH/08/2006).
ƒ Fasilitas pengelolaan limbah padat infeksius dan non–infeksius
(sampah domestik).
ƒ Fasilitas pengolahan limbah cair (Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL); Sewage Treatment Plan (STP); Hospital Waste Water
Treatment Plant (HWWTP)). Untuk limbah cair yang mengandung
logam berat dan radioaktif disimpan dalam kontainer khusus kemudian
dikirim ke tempat pembuangan limbah khusus daerah setempat yang
telah mendapatkan izin dari pemerintah.
ƒ Fasilitas Pengelolaan Limbah Cair ataupun Padat dari Instalasi
Radiologi.

1
Ernst Neufert, Data Arsitek Edisi Kedua, Penerbit Erlangga, 1995

66 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


ƒ Fasilitas Pengolahan Air Bersih (;Water Treatment Plant) yang
menjamin keamanan konsumsi air bersih rumah sakit, terutama pada
daerah yang kesulitan dalam menyediakan air bersih.

(6) Bebas dari kebisingan, asap, uap dan gangguan lain.


ƒ Pasien dan petugas membutuhkan udara bersih dan lingkungan yang
tenang.
ƒ Pemilihan lokasi sebaiknya bebas dari kebisingan yang tidak
semestinya dan polusi atmosfer yang datang dari berbagai sumber.
(7) Master Plan dan Pengembangannya.
Setiap rumah sakit harus menyusun master plan pengembangan kedepan.
Hal ini sebaiknya dipertimbangkan apabila ada rencana pembangunan
bangunan baru. Review master plan dilaksanakan setiap 5 tahun.

3.1.2 Massa Bangunan.


(1) Intensitas antar Bangunan Gedung di RS harus memperhitungkan jarak
antara massa bangunan dalam RS dengan mempertimbangkan hal-hal
berikut ini :
a. Keselamatan terhadap bahaya kebakaran;
b. Kesehatan termasuk sirkulasi udara dan pencahayaan;
c. Kenyamanan;
d. Keselarasan dan keseimbangan dengan lingkungan;

(2) Perencanaan RS harus mengikuti Rencana Tata Bangunan & Lingkungan


(RTBL), yaitu :
a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
Ketentuan besarnya KDB mengikuti peraturan daerah setempat.
Misalkan Ketentuan KDB suatu daerah adalah maksimum 60% maka
area yang dapat didirikan bangunan adalah 60% dari luas total area/
tanah.
b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
Ketentuan besarnya KLB mengikuti peraturan daerah setempat. KLB
menentukan luas total lantai bangunan yang boleh dibangun. Misalkan
Ketentuan KLB suatu daerah adalah maksimum 3 dengan KDB
maksimum 60% maka luas total lantai yang dapat dibangun adalah 3
kali luas total area area/tanah dengan luas lantai dasar adalah 60%.
c. Koefisien Daerah Hijau (KDH)
Perbandingan antara luas area hijau dengan luas persil bangunan
gedung negara, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan
daerah setempat tentang bangunan gedung, harus diperhitungkan
dengan mempertimbangkan
1. daerah resapan air
2. ruang terbuka hijau kabupaten/kota
Untuk bangunan gedung yang mempunyai KDB kurang dari 40%,
harus mempunyai KDH minimum sebesar 15%.
d. Garis Sempadan Bangunan (GSB) dan Garis Sepadan Pagar (GSP)
Ketentuan besarnya GSB dan GSP harus mengikuti ketentuan yang
diatur dalam RTBL atau peraturan daerah setempat.

(3) Memenuhi persyaratan Peraturan Daerah setempat (tata kota yang berlaku).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 67


(4) Pengembangan RS pola vertikal dan horizontal
Penentuan pola pembangunan RS baik secara vertikal maupun horisontal,
disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan kesehatan yang diinginkan RS
(;health needs), kebudayaan daerah setempat (;cultures), kondisi alam
daerah setempat (;climate), lahan yang tersedia (;sites) dan kondisi
keuangan manajemen RS (;budget).

3.1.3 Zonasi.
Pengkategorian pembagian area atau zonasi rumah sakit adalah zonasi
berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit, zonasi berdasarkan
privasi dan zonasi berdasarkan pelayanan.
(1) Zonasi berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit terdiri
dari :
ƒ area dengan risiko rendah, yaitu ruang kesekretariatan dan
administrasi, ruang komputer, ruang pertemuan, ruang arsip/rekam
medis.
ƒ area dengan risiko sedang, yaitu ruang rawat inap non-penyakit
menular, rawat jalan.
ƒ area dengan risiko tinggi, yaitu ruang isolasi, ruang ICU/ICCU,
laboratorium, pemulasaraan jenazah dan ruang bedah mayat, ruang
radiodiagnostik.
ƒ area dengan risiko sangat tinggi, yaitu ruang bedah, IGD, ruang
bersalin, ruang patolgi.
(2) Zonasi berdasarkan privasi kegiatan terdiri dari :
ƒ area publik, yaitu area yang mempunyai akses langsung dengan
lingkungan luar rumah sakit, misalkan poliklinik, IGD, apotek).
ƒ area semi publik, yaitu area yang menerima tidak berhubungan
langsung dengan lingkungan luar rumah sakit, umumnya merupakan
area yang menerima beban kerja dari area publik, misalnya
laboratorium, radiologi, rehabilitasi medik.
ƒ area privat, yaitu area yang dibatasi bagi pengunjung rumah sakit,
umumnya area tertutup, misalnya seperti ICU/ICCU, instalasi bedah,
instalasi kebidanan dan penyakit kandungan, ruang rawat inap.
(3) Zonasi berdasarkan pelayanan terdiri dari :
ƒ Zona Pelayanan Medik dan Perawatan yang terdiri dari : Instalasi
Rawat Jalan (IRJ), Instalasi Gawat Darurat (IGD), Instalasi Rawat
Inap (IRNA), Instalasi Perawatan Intensif (ICU/ICCU/PICU/NICU),
Instalasi Bedah, Instalasi Rehabilitasi Medik (IRM), Instalasi
Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Unit Hemodialisa, Instalasi
Radioterapi, Instalasi Kedokteran Nuklir, Unit Transfusi Darah (Bank
Darah).
ƒ Zona Penunjang dan Operasional yang terdiri dari : Instalasi Farmasi,
Instalasi Radiodiagnostik, Laboratorium, Instalasi Diagnostik Terpadu
(IDT), Instalasi Sterilisasi Pusat (;Central Sterilization Supply
Dept./CSSD), Dapur Utama, Laundri, Pemulasaraan Jenazah dan
Forensik, Instalasi Sanitasi, Instalasi Pemeliharaan Sarana (IPS).
ƒ Zona Penunjang Umum dan Administrasi yang terdiri dari : Bagian
Kesekretariatan dan Akuntansi, Bagian Rekam Medik, Bagian
Logistik/ Gudang, Bagian Perencanaan dan Pengembangan

68 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(Renbang), Sistem Pengawasan Internal (SPI), Bagian Pendidikan
dan Penelitian (Diklit), Bagian Sumber Daya Manusia (SDM), Bagian
Pengadaan, Bagian Informasi dan Teknologi (IT).

Gambar 3.1.3.a - Zoning Rumah Sakit Berdasarkan Pelayanan Pada RS Pola


Pembangunan Horisontal

Gambar 3.1.3.b - Zoning Rumah Sakit Berdasarkan Pelayanan Pada RS Pola


Pembangunan Vertikal

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 69


3.1.4 Kebutuhan luas lantai.
(1) Kebutuhan luas lantai untuk rumah sakit umum ini disarankan + 80 m2.
(2) Sebagai contoh, rumah sakit umum dengan kapasitas 300 tempat tidur,
kebutuhan luas lantainya adalah sebesar 80 (m2/tempat tidur) x 300 tempat
tidur = + 24.000 m2 .
(3) Tabel 3.1.4 menunjukkan bagian-bagian dari rumah sakit umum dan
ruangan yang dibutuhkannya.
Tabel 3.1.4 – Kebutuhan ruang minimal untuk rumah sakit umum.
Luas (m2) per
Daerah
tempat tidur
1 Administrasi 3 ~ 3,5
2 Unit Gawat Darurat 1 ~ 1,5
3 Poliklinik 1 ~ 1,5
4 Pelayanan social 0,1
5 Pendaftaran 0,2
6 Laboratorium Klinis, Pathologi 2,5 ~ 3
7 Kebidanan dan kandungan 1,2 ~ 1,5
8 Diagnostik dan Radiologi 3~4
9 Dapur makanan 2,5 ~ 3,0
10 Fasilitas petugas 0,5 ~ 0,8
11 Ruang pertemuan, pelatihan 0,5 ~ 1
12 Terapi Wicara dan pendengaran. 0,1
13 Rumah tangga/kebersihan 0,4 ~ 0,5
14 Manajemen material 0,4 ~ 0,5
15 Gudang pusat 2,5 ~ 3,5
16 Pembelian 0,2
17 Laundri 1 ~ 1,5
18 Rekam medis 0,5 ~ 0,8
19 Fasilitas staf medik 0,2 ~ 0,3
20 Teknik dan pemeliharaan 5~6
21 Pengobatan nuklir 0,4 ~ 0,5
22 Ruang anak 0,4 ~ 0,5
23 Petugas 0,3 ~ 0,4
24 Farmasi 0,4 ~ 0,6
25 Ruang public 1 ~ 1,5
26 Ruang pengobatan kulit 0,1 ~ 0,2
27 Therapi radiasi 0,8 ~ 1
28 Therapi fisik 1 ~ 1,2
29 Therapi okupasi 0,3 ~ 0,5

70 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


30 Ruang bedah 3,5 ~ 5
31 Sirkulasi 10 ~ 15
32 Unit rawat inap 25 ~ 35

3.2 Perencanaan bangunan rumah sakit.


3.2.1 Prinsip umum.
(1) Perlindungan terhadap pasien merupakan hal yang harus diprioritaskan.
Terlalu banyak lalu lintas akan menggangu pasien, mengurangi efisiensi
pelayanan pasien dan meninggikan risiko infeksi, khususnya untuk pasien
bedah dimana kondisi bersih sangat penting. Jaminan perlindungan
terhadap infeksi merupakan persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam
kegiatan pelayanan terhadap pasien.
(2) Merencanakan sependek mungkin jalur lalu lintas. Kondisi ini membantu
menjaga kebersihan (aseptic) dan mengamankan langkah setiap orang,
perawat, pasien dan petugas rumah sakit lainnya. RS adalah tempat
dimana sesuatunya berjalan cepat, mengingat jiwa pasien taruhannya,
oleh karena itu jalur lalu lintas harus direncanakan seefisien mungkin baik
dari segi waktu, biaya maupun tenaga.
(3) Pemisahan aktivitas yang berbeda, pemisahan antara pekerjaan bersih
dan pekerjaan kotor, aktivitas tenang dan bising, perbedaan tipe layanan
pasien, dan tipe berbeda dari lalu lintas di dalam dan di luar bangunan.
(4) Mengontrol aktifitas petugas terhadap pasien serta aktifitas pengunjung RS
yang datang, agar aktifitas pasien dan petugas tidak terganggu.
Tata letak Pos perawat harus mempertimbangkan kemudahan bagi
perawat untuk memonitor dan membantu pasien yang sedang berlatih di
koridor pasien, dan aktifitas pengunjung saat masuk dan ke luar unit. Bayi
harus dilindungi dari kemungkinan pencurian dan dari kuman penyakit
yang dibawa pengunjung dan petugas RS. Pasien di ruang ICU dan ruang
bedah harus dijaga terhadap infeksi.

3.2.3 Prinsip khusus.


(1) Pencahayaan dan penghawaan yang nyaman untuk semua bagian
bangunan merupakan faktor yang penting. Ini khususnya untuk RS yang
tidak menggunakan AC.
(2) RS minimal mempunyai 3 akses/pintu masuk/gerbang masuk, terdiri dari
pintu masuk utama, pintu masuk ke Unit Gawat Darurat dan Pintu Masuk
ke area layanan Servis.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 71


GEDUNG
E
GEDUNG
C

GEDUNG B

GEDUNG
D

GEDUNG A

Gambar 3.2.3-a - Contoh gambar akses pintu masuk RS


(3) Pintu masuk untuk service sebaiknya berdekatan dengan dapur dan
daerah penyimpanan persediaan (gudang) yang menerima barang-barang
dalam bentuk curah, dan bila mungkin berdekatan dengan lif service.
Bordes dan timbangan tersedia di daerah itu. Sampah padat dan sampah
lainnya dibuang dari tempat ini, juga benda-benda yang tidak terpakai.
Akses ke kamar mayat sebaiknya diproteksi terhadap pandangan pasien
dan pengunjung untuk alasan psikologis.
(4) Pintu masuk dan lobi disarankan dibuat cukup menarik, sehingga pasien
dan pengantar pasien mudah mengenali pintu masuk utama.
(5) Jendela sebaiknya dilengkapi dengan kawat kasa untuk mencegah
serangga lainnya yang berada di sekitar RS, dan dilengkapi pengaman.
(6) Alur lalu lintas pasien dan petugas RS harus direncanakan seefisien
mungkin.
(7) Koridor publik dipisah dengan koridor untuk pasien dan petugas medik,
dimaksudkan untuk mengurangi waktu kemacetan. Bahan-bahan, material
dan pembuangan sampah sebaiknya tidak memotong pergerakan orang.
Rumah sakit perlu dirancang agar petugas, pasien dan pengunjung mudah
orientasinya jika berada di dalam bangunan.
(8) Lebar koridor 2,40 m dengan tinggi langit-kangit minimal 2,40 m. Koridor
sebaiknya lurus. Apabila ramp digunakan, kemiringannya sebaiknya tidak
melebihi 1 : 10 ( membuat sudut maksimal 70)
(9) Alur pasien rawat jalan yang ingin ke laboratorium, radiologi, farmasi, terapi
khusus dan ke pelayanan medis lain, tidak melalui daerah pasien rawat
inap.
(10) Alur pasien rawat inap jika ingin ke laboratorium, radiologi dan bagian lain,
harus mengikuti prosedur yang telah ditentukan.

72 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


IPAL

SERVICE
UTILITAS

MASJID

Gambar 3.3.2-c – Contoh Model Aliran lalu lintas dalam RS

(11) Site Plan atau Tata letak instalasi-instalasi berdasarkan zoning dan
peruntukan bangunan yang telah direncanakan. Contoh dapat dilihat pada
gambar 2.3.2-d.

Gambar 3.3.2-d – Contoh Model Perletakan Instalasi-instalasi pada Site Rumah


Sakit (Rencana Blok)

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 73


BAGIAN – IV
PERSYARATAN TEKNIS SARANA RUMAH SAKIT

4.1. Atap.

4.1.1 Umum.
Atap harus kuat, tidak bocor, tahan lama dan tidak menjadi tempat perindukan
serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.

4.1.2 Persyaratan atap.


(1) Penutup atap.
(a) Apabila menggunakan penutup atap dari bahan beton harus dilapisi
dengan lapisan tahan air.
(b) Penutup atap bila menggunakan genteng keramik, atau genteng
beton, atau genteng tanah liat (plentong), pemasangannya harus
dengan sudut kemiringan sesuai ketentuan yang berlaku.
(c) Mengingat pemeliharaannya yang sulit khususnya bila terjadi
kebocoran, penggunaan genteng metal sebaiknya dihindari.
(2) Rangka atap.
(a) Rangka atap harus kuat memikul beban penutup atap.
(b) Apabila rangka atap dari bahan kayu, harus dari kualitas yang baik
dan kering, dan dilapisi dengan cat anti rayap.
(c) Apabila rangka atap dari bahan metal, harus dari metal yang tidak
mudah berkarat, atau di cat dengan cat dasar anti karat.

4.2. Langit-langit.
(1) Umum.
Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah dibersihkan.
(2) Persyaratan langit-langit.
(a) Tinggi langit-langit di ruangan, minimal 2,80 m, dan tinggi di selasar
(koridor) minimal 2,40 m.
(b) Rangka langit-langit harus kuat.
(c) Bahan langit-langit antara lain gipsum, acoustic tile, GRC (Grid
Reinforce Concrete), bahan logam/metal.

4.3. Dinding dan Partisi.

4.3.1 Umum.
Dinding harus keras, rata, tidak berpori, tidak menyebabkan silau, tahan api,
kedap air, tahan karat, tidak punya sambungan (utuh), dan mudah dibersihkan.

74 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


4.3.2 Persyaratan dinding.
Komponen dinding memiliki persyaratan sebagai berikut :
(a) dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca dan tidak berjamur.
(b) lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak mengandung pori-
pori) sehingga dinding tidak dapat menyimpan debu.
(c) warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata.
(d) khusus pada ruangan-ruangan yang berkaitan dengan aktivitas anak,
pelapis dinding warna-warni dapat diterapkan untuk merangsang aktivitas
anak.
(e) pada daerah tertentu, dindingnya harus dilengkapi pegangan tangan
(handrail) yang menerus dengan ketinggian berkisar 80 ~ 100 cm dari
permukaan lantai. Pegangan harus mampu menahan beban orang dengan
berat minimal 75 kg yang berpegangan dengan satu tangan pada
pegangan tangan yang ada.
Bahan pegangan tangan harus terbuat dari bahan yang tahan api, mudah
dibersihkan dan memiliki lapisan permukaan yang bersifat non-porosif
(tidak mengandung pori-pori).
(f) khusus untuk daerah yang sering berkaitan dengan bahan kimia, daerah
yang mudah terpicu api, maka dinding harus dari bahan yang tahan api,
cairan kimia dan benturan.
(g) pada ruang yang menggunakan peralatan yang menggunakan gelombang
elektromagnit (EM), seperti Short Wave Diathermy atau Micro Wave
Diathermy, penggunaan penutup dinding yang mengandung unsur metal
atau baja sedapat mungkin dihindarkan.
(h) khusus untuk daerah tenang (misalkan daerah perawatan pasien), maka
bahan dinding menggunakan bahan yang kedap suara atau area/ruang
yang bising (misalkan ruang mesin genset, ruang pompa, dll)
menggunakan bahan yang dapat menyerap bunyi.

4.4. Lantai.

4.4.1 Umum.
Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak licin,
warna terang, dan mudah dibersihkan.

4.4.2 Persyaratan lantai.


Komponen penutup lantai memiliki persyaratan sebagai berikut :
(a) tidak terbuat dari bahan yang memiliki lapisan permukaan dengan
porositas yang tinggi yang dapat menyimpan debu.
(b) mudah dibersihkan dan tahan terhadap gesekan.
(c) penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata.
(d) memiliki pola lantai dengan garis alur yang menerus keseluruh ruangan
pelayanan.
(e) pada daerah dengan kemiringan kurang dari 70, penutup lantai harus dari
lapisan permukaan yang tidak licin (walaupun dalam kondisi basah).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 75


(f) khusus untuk daerah yang sering berkaitan dengan bahan kimia, daerah
yang mudah terbakar, maka bahan penutup lantai harus dari bahan yang
tahan api, cairan kimia dan benturan.
(g) khusus untuk daerah perawatan pasien (daerah tenang) bahan lantai
menggunakan bahan yang tidak menimbulkan bunyi atau area/ruang yang
bising menggunakan bahan yang dapat menyerap bunyi.
(h) Pada ruang-ruang khusus yang menggunakan peralatan (misalkan ruang
bedah), maka lantai harus cukup konduktif, sehingga mudah untuk
menghilangkan muatan listrik statik dari peralatan dan petugas, tetapi
bukan sedemikian konduktifnya sehingga membahayakan petugas dari
sengatan listrik.

4.5. Struktur Bangunan.

4.5.1 Persyaratan pembebanan Bangunan Rumah Sakit.


(1) Umum.
(a) Setiap bangunan rumah sakit, strukturnya harus direncanakan dan
dilaksanakan agar kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul
beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan keselamatan
(safety), serta memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability)
selama umur layanan yang direncanakan dengan
mempertimbangkan fungsi bangunan rumah sakit, lokasi, keawetan,
dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.
(b) Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-
pengaruh aksi sebagai akibat dari beban-beban yang mungkin
bekerja selama umur layanan struktur, baik beban muatan tetap
maupun beban muatan sementara yang timbul akibat gempa, angin,
pengaruh korosi, jamur, dan serangga perusak.
(c) Dalam perencanaan struktur bangunan rumah sakit terhadap
pengaruh gempa, semua unsur struktur bangunan rumah sakit, baik
bagian dari sub struktur maupun struktur gedung, harus
diperhitungkan memikul pengaruh gempa rencana sesuai dengan
zona gempanya.
(d) Struktur bangunan rumah sakit harus direncanakan secara detail
sehingga pada kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan,
apabila terjadi keruntuhan, kondisi strukturnya masih dapat
memungkinkan pengguna bangunan rumah sakit menyelamatkan diri.
(e) Untuk menentukan tingkat keandalan struktur bangunan, harus
dilakukan pemeriksaan keandalan bangunan secara berkala sesuai
dengan Pedoman Teknis atau standar yang berlaku.
(f) Perbaikan atau perkuatan struktur bangunan harus segera dilakukan
sesuai rekomendasi hasil pemeriksaan keandalan bangunan rumah
sakit, sehingga bangunan rumah sakit selalu memenuhi persyaratan
keselamatan struktur.
(g) Pemeriksaan keandalan bangunan rumah sakit dilaksanakan secara
berkala sesuai dengan pedoman teknis atau standar teknis yang
berlaku, dan harus dilakukan atau didampingi oleh ahli yang memiliki
sertifikasi sesuai.

76 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(2) Persyaratan Teknis.
(a) Analisis struktur harus dilakukan untuk memeriksa respon struktur
terhadap beban-beban yang mungkin bekerja selama umur
kelayanan struktur, termasuk beban tetap, beban sementara (angin,
gempa) dan beban khusus.
(b) Penentuan mengenai jenis, intensitas dan cara bekerjanya beban
harus sesuai dengan standar teknis yang berlaku, seperti :
1) SNI 03–1726-1989 atau edisi terbaru; Tata cara perencana an
ketahanan gempa untuk rumah dan gedung.
2) SNI 03-1727-1989 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan
pembebanan untuk rumah dan gedung.

4.5.2 Struktur Atas


(1) Umum.
Konstruksi atas bangunan rumah sakit dapat terbuat dari konstruksi beton,
konstruksi baja, konstruksi kayu atau konstruksi dengan bahan dan
teknologi khusus
(2) Persyaratan Teknis,
(a) Konstruksi beton
Perencanaan konstruksi beton harus memenuhi standar teknis yang
berlaku, seperti :
1) SNI 03–2847-1992 atau edisi terbaru; Tata cara perhitungan
struktur beton untuk bangunan gedung.
2) SNI 03–3430-1994 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan
dinding struktur pasangan blok beton berongga bertulang untuk
bangunan rumah dan gedung.
3) SNI 03-1734-1989 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan
beton dan struktur dinding bertulang untuk rumah dan gedung.
4) SNI 03–2834 -1992 atau edisi terbaru; Tata cara pembuatan
rencana campuran beton normal.
5) SNI 03–3976-1995 atau edisi terbaru; Tata cara pengadukan
dan pengecoran beton.
6) SNI 03–3449-1994 atau edisi terbaru; Tata cara rencana
pembuatan campuran beton ringan dengan agregat ringan.
(b) Konstruksi Baja
Perencanaan konstruksi baja harus memenuhi standar yang berlaku
seperti :
1) SNI 03-1729-1989 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan
bangunan baja untuk gedung.
2) Tata Cara dan/atau pedoman lain yang masih terkait dalam
perencanaan konstruksi baja .
3) Tata Cara Pembuatan atau Perakitan Konstruksi Baja.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 77


4) Tata Cara Pemeliharaan Konstruksi Baja Selama Pelaksanaan
Konstruksi.
(c) Konstruksi Kayu
Perencanaan konstruksi kayu harus memenuhi standar teknis yang
berlaku, seperti:
1) Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu untuk Bangunan
Gedung.
2) Tata cara/pedoman lain yang masih terkait dalam perencanaan
konstruksi kayu.
3) Tata Cara Pembuatan dan Perakitan Konstruksi Kayu
4) SNI 03 – 2407 – 1991 atau edisi terbaru; Tata cara pengecatan
kayu untuk rumah dan gedung.
(d) Konstruksi dengan Bahan dan Teknologi Khusus
1) Perencanaan konstruksi dengan bahan dan teknologi khusus
harus dilaksanakan oleh ahli struktur yang terkait dalam bidang
bahan dan teknologi khusus tersebut.
2) Perencanaan konstruksi dengan memperhatikan standar teknis
padanan untuk spesifikasi teknis, tata cara, dan metoda uji
bahan dan teknologi khusus tersebut.
(e) Pedoman Spesifik Untuk Tiap Jenis Konstruksi
Selain pedoman yang spesifik untuk masing-masing jenis konstruksi,
standar teknis lainnya yang terkait dalam perencanaan suatu
bangunan yang harus dipenuhi, antara lain:
1) SNI 03-1735-2000 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan
bangunan dan lingkungan untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan rumah dan gedung.
2) SNI 03-1736-1989 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan
struktur bangunan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada
bangunan rumah dan gedung.
3) SNI 03-1963-1990 atau edisi terbaru; Tata cara dasar
koordinasi modular untuk perancangan bangunan rumah dan
gedung.
4) SNI 03–2395-1991 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan
dan perancangan bangunan radiologi di rumah sakit.
5) SNI 03–2394-1991 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan
dan perancangan bangunan kedokteran nuklir di rumah sakit.
6) SNI 03–2404-1991 atau edisi terbaru; Tata cara pencegahan
rayap pada pembuatan bangunan rumah dan gedung.
7) SNI 03–2405-1991 atau edisi terbaru; Tata cara
penanggulangan rayap pada bangunan rumah dan gedung
dengan termitisida.

78 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


4.5.3 Struktur Bawah
(1) Umum.
Struktur bawah bangunan rumah sakit dapat berupa pondasi langsung
atau pondasi dalam, disesuaikan dengan kondisi tanah di lokasi
didirikannya rumah sakit.
(2) Persyaratan Teknis.
(a) Pondasi Langsung
1) Kedalaman pondasi langsung harus direncanakan sedemikian
rupa sehingga dasarnya terletak di atas lapisan tanah yang
mantap dengan daya dukung tanah yang cukup kuat dan
selama berfungsinya bangunan tidak mengalami penurunan
yang melampaui batas.
2) Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan
sesuai teori mekanika tanah yang baku dan lazim dalam
praktek, berdasarkan parameter tanah yang ditemukan dari
penyelidikan tanah dengan memperhatikan nilai tipikal dan
korelasi tipikal dengan parameter tanah yang lain.
3) Pelaksanaan pondasi langsung tidak boleh menyimpang dari
rencana dan spesifikasi teknik yang berlaku atau ditentukan
oleh perencana ahli yang memiiki sertifikasi sesuai.
4) Pondasi langsung dapat dibuat dari pasangan batu atau
konstruksi beton bertulang.
(b) Pondasi Dalam
1) Dalam hal penggunaan tiang pancang beton bertulang harus
mengacu pedoman teknis dan standar yang berlaku.
2) Dalam hal lokasi pemasangan tiang pancang terletak di daerah
tepi laut yang dapat mengakibatkan korosif harus
memperhatikan pengamanan baja terhadap korosi memenuhi
pedoman teknis dan standar yang berlaku.
3) Dalam hal perencanaan atau metode pelaksanaan
menggunakan pondasi yang belum diatur dalam SNI dan/atau
mempunyai paten dengan metode konstruksi yang belum
dikenal, harus mempunyai sertifikat yang dikeluarkan instansi
yang berwenang.
4) Dalam hal perhitungan struktur menggunakan perangkat lunak,
harus menggunakan perangkat lunak yang diakui oleh asosiasi
terkait)
5) Pondasi dalam pada umumnya digunakan dalam hal lapisan
tanah dengan daya dukung yang cukup terletak jauh di bawah
permukaan tanah, sehingga penggunaan pondasi langsung
dapat menyebabkan penurunan yang berlebihan atau
ketidakstabilan konstruksi.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 79


6) Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan
sesuai teori mekanika tanah yang baku dan lazim dalam
praktek, berdasarkan parameter tanah yang ditemukan dari
penyelidikan tanah dengan memperhatikan nilai tipikal dan
korelasi tipikal dengan parameter tanah yang lain.
7) Umumnya daya dukung rencana pondasi dalam harus
diverifikasi dengan percobaan pembebanan, kecuali jika jumlah
pondasi dalam direncanakan dengan faktor keamanan yang
jauh lebih besar dari faktor keamanan yang lazim.
8) Percobaan pembebanan pada pondasi dalam harus dilakukan
dengan berdasarkan tata cara yang lazim dan hasilnya harus
dievaluasi oleh perencana ahli yang memiliki sertifikasi sesuai.
9) Jumlah percobaan pembebanan pada pondasi dalam adalah
1% dari jumlah titik pondasi yang akan dilaksanakan dengan
penentuan titik secara random, kecuali ditentukan lain oleh
perencana ahli serta disetujui oleh instansi yang bersangkutan.
(c) Keselamatan Struktur
1) Untuk menentukan tingkat keandalan struktur bangunan, harus
dilakukan pemeriksaan keandalan bangunan secara berkala
sesuai dengan ketentuan dalam Pedoman Teknis Tata Cara
Pemeriksaan Keandalan Bangunan Gedung.
2) Perbaikan atau perkuatan struktur bangunan harus segera
dilakukan sesuai rekomendasi hasil pemeriksaan keandalan
bangunan rumah salikit, sehingga rumah sakit selalu memenuhi
persyaratan keselamatan struktur.
3) Pemeriksaan keandalan bangunan rumah sakit dilaksanakan
secara berkala sesuai klasifikasi bangunan, dan harus
dilakukan atau didampingi oleh ahli yang memiliki sertifikasi
sesuai.
(d) Keruntuhan Struktur
Untuk mencegah terjadinya keruntuhan struktur yang tidak
diharapkan, pemeriksaan keandalan bangunan harus dilakukan
secara berkala sesuai dengan pedoman/petunjuk teknis yang
berlaku.
(e) Persyaratan Bahan
1) Bahan struktur yang digunakan harus sudah memenuhi semua
persyaratan keamanan, termasuk keselamatan terhadap
lingkungan dan pengguna bangunan, serta sesuai pedoman
teknis atau standar teknis yang berlaku.
2) Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum
mempunyai SNI, dapat digunakan standar baku dan pedoman
teknis yang diberlakukan oleh instansi yang berwenang.
3) Bahan yang dibuat atau dicampurkan di lapangan, harus
diproses sesuai dengan standar tata cara yang baku untuk
keperluan yang dimaksud.

80 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


4) Bahan bangunan prefabrikasi harus dirancang sehingga
memiliki sistem hubungan yang baik dan mampu
mengembangkan kekuatan bahan-bahan yang dihubungkan,
serta mampu bertahan terhadap gaya angkat pada saat
pemasangan/pelaksanaan.

4.6. Pintu.

4.6.1 Umum.
Pintu adalah bagian dari suatu tapak, bangunan atau ruang yang merupakan
tempat untuk masuk dan ke luar dan pada umumnnya dilengkapi dengan
penutup (daun pintu).

4.6.2 Persyaratan.
(1) Pintu ke luar/masuk utama memiliki lebar bukaan minimal 120 cm atau
dapat dilalui brankar pasien, dan pintu-pintu yang tidak menjadi akses
pasien tirah baring memiliki lebar bukaan minimal 90 cm.
(2) Di daerah sekitar pintu masuk sedapat mungkin dihindari adanya ramp
atau perbedaan ketinggian lantai.
(3) Pintu Darurat
ƒ Setiap bangunan RS yang bertingkat lebih dari 3 lantai harus dilengkapi
dengan pintu darurat.
ƒ Lebar pintu darurat minimal 100 cm membuka kearah ruang tangga
penyelamatan (darurat) kecuali pada lantai dasar membuka ke arah
luar (halaman).
ƒ Jarak antar pintu darurat dalam satu blok bangunan gedung maksimal
25 m dari segala arah.
(4) Pintu khusus untuk kamar mandi di rawat inap dan pintu toilet untuk
aksesibel, harus terbuka ke luar (lihat gambar 3.9.1), dan lebar daun pintu
minimal 85 cm.

Gambar 4.6.1 - Pintu kamar mandi pada ruang rawat inap


harus terbuka ke luar

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 81


4.7. Toilet (Kamar kecil).

4.7.1 Umum.
Fasilitas sanitasi yang aksesibel untuk semua orang (tanpa terkecuali
penyandang cacat, orang tua dan ibu-ibu hamil) pada bangunan atau fasilitas
umum lainnya

4.7.2 Persyaratan.
(1) Toilet umum.
(a) Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup
untuk masuk dan keluar oleh pengguna.
(b) Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian
pengguna ( 36 ~ 38 cm).
(c) Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin. Lantai tidak boleh
menggenangkan air buangan.
(d) Pintu harus mudah dibuka dan ditutup.
(e) Kunci-kunci toilet atau grendel dipilih sedemikian sehingga bisa
dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat

(2) Toilet untuk aksesibilitas.


(a) Toilet atau kamar kecil umum yang aksesibel harus dilengkapi
dengan tampilan rambu/simbol "penyandang cacat" pada bagian
luarnya.
(b) Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup
untuk masuk dan keluar pengguna kursi roda.
(c) Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian
pengguna kursi roda sekitar (45 ~ 50 cm)
(d) Toilet atau kamar kecil umum harus dilengkapi dengan pegangan
rambat (handrail) yang memiliki posisi dan ketinggian disesuaikan
dengan pengguna kursi roda dan penyandang cacat yang lain.
Pegangan disarankan memiliki bentuk siku-siku mengarah ke atas
untuk membantu pergerakan pengguna kursi roda.
(e) Letak kertas tissu, air, kran air atau pancuran (shower) dan
perlengkapan-perlengkapan seperti tempat sabun dan pengering
tangan harus dipasang sedemikian hingga mudah digunakan oleh
orang yang memiliki keterbatasan keterbatasan fisik dan bisa
dijangkau pengguna kursi roda.
(f) Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin. Lantai tidak boleh
menggenangkan air buangan.
(g) Pintu harus mudah dibuka dan ditutup untuk memudahkan pengguna
kursi roda.
(h) Kunci-kunci toilet atau grendel dipilih sedemikian sehingga bisa
dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat.
(j) Pada tempat-tempat yang mudah dicapai, seperti pada daerah pintu
masuk, dianjurkan untuk menyediakan tombol bunyi darurat
(emergency sound button) bila sewaktu-waktu terjadi sesuatu yang
tidak diharapkan.

82 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Gambar 4.7.2 - Ruang gerak dalam Toilet untuk Aksesibel.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 83


BAGIAN – V
PERSYARATAN TEKNIS
PRASARANA RUMAH SAKIT

5.1 Sistem Proteksi Kebakaran

5.1.1 Sistem Proteksi Pasif


Setiap bangunan rumah sakit harus mempunyai sistem proteksi pasif terhadap
bahaya kebakaran yang berbasis pada desain atau pengaturan terhadap
komponen arsitektur dan struktur rumah sakit sehingga dapat melindungi
penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran.
Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada fungsi/klasifikasi resiko
kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/atau jumlah dan
kondisi penghuni dalam rumah sakit.
(1) Rumah sakit harus mampu secara struktural stabil selama kebakaran.
(2) Kompartemenisasi dan konstruksi pemisah untuk membatasi kobaran api
yang potensial, perambatan api dan asap, agar dapat:
(a) melindungi penghuni yang berada di suatu bagian bangunan
terhadap dampak kebakaran yang terjadi ditempat lain di dalam
bangunan.
(b) mengendalikan kobaran api agar tidak menjalar ke bangunan lain
yang berdekatan.
(c) menyediakan jalan masuk bagi petugas pemadam kebakaran
(3) Proteksi Bukaan
Seluruh bukaan harus dilindungi, dan lubang utilitas harus diberi penyetop
api (fire stop) untuk mencegah merambatnya api serta menjamin
pemisahan dan kompartemenisasi bangunan.

5.1.2 Sistem Proteksi Aktif


Sistem proteksi aktif adalah peralatan deteksi dan pemadam yang dipasang
tetap atau tidak tetap, berbasis air, bahan kimia atau gas, yang digunakan untuk
mendeteksi dan memadamkan kebakaran pada bangunan rumah sakit.
(1) Pipa tegak dan slang Kebakaran
Sistem pipa tegak ditentukan oleh ketinggian gedung, luas per lantai,
klasifikasi hunian, sistem sarana jalan ke luar, jumlah aliran yang
dipersyaratkan dan sisa tekanan, serta jarak sambungan selang dari
sumber pasokan air.
(2) Hidran Halaman
Hidran halaman diperlukan untuk pemadaman api dari luar bangunan
gedung. Sambungan slang ke hidran halaman harus memenuhi
persyaratan yang ditentukan oleh instansi kebakaran setempat.

84 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(3) Sistem Springkler Otomatis.
Sistem springkler otomatis harus dirancang untuk memadamkan
kebakaran atau sekurang-kurangnya mempu mempertahankan kebakaran
untuk tetap, tidak berkembang, untuk sekurang-kurangnya 30 menit sejak
kepada springkler pecah.
(4) Pemadam Api Ringan (PAR)
Alat pemadam api ringan kimia (APAR) harus ditujukan untuk
menyediakan sarana bagi pemadaman api pada tahap awal. Konstruksi
APAR dapat dari jenis portabel (jinjing) atau beroda,
(5) Sistem Pemadam Kebakaran Khusus.
Sistem pemadaman khusus yang dimaksud adalah sistem pemadaman
bukan portable (jinjing) dan beroperasi secara otomatis untuk perlindungan
dalam ruang-ruang dan atau penggunaan khusus.
Sistem pemadam khusus meliputi sistem gas dan sistem busa.
(6) Sistem Deteksi & Alarm Kebakaran

Sistem deteksi dan alarm kebakaran berfungsi untuk mendeteksi secara


dini terjadinya kebakaran, baik secara otomatis maupun manual.
(7) Sistem Pencahayaan Darurat
Pencahayaan darurat di dalam rumah sakit diperlukan khususmya pada
keadaan darurat, misalnya tidak berfungsinya pencahayaan normal dari
PLN atau tidak dapat beroperasinya dengan segera daya siaga dari diesel
generator.
(8) Tanda Arah.
Bila suatu eksit tidak dapat terlihat secara langsung dengan jelas oleh
pengunjung atau pengguna bangunan, maka harus dipasang tanda
penunjuk dengan tanda panah menunjukkan arah, dan dipasang di koridor,
jalan menuju ruang besar (hal), lobi dan semacamnya yang memberikan
indikasi penunjukkan arah ke eksit yang disyaratkan.
(9) Sistem Peringatan Bahaya
Sistem peringatan bahaya dapat juga difungsikan sebagai sistem penguat
suara (public address), diperlukan guna memberikan panduan kepada
penghuni dan tamu sebagai tindakan evakuasi atau penyelamatan dalam
keadaan darurat. Ini dimaksudkan agar penghuni bangunan memperoleh
informasi panduan yang tepat dan jelas.

5.2 Sistem Komunikasi Dalam Rumah sakit


Persyaratan komunikasi dalam rumah sakit dimaksudkan sebagai penyediaan
sistem komunikasi baik untuk keperluan internal bangunan maupun untuk
hubungan ke luar, pada saat terjadi kebakaran dan/atau kondisi darurat lainnya.
Termasuk antara lain: sistem telepon, sistem tata suara, sistem voice
evacuation, dan sistem panggil perawat.
Penggunaan instalasi tata suara pada waktu keadaan darurat dimungkinkan
asal memenuhi pedoman dan standar teknis yang berlaku.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 85


5.2.1 Sistem Telepon dan Tata Suara.
(1) Umum.
(a) Sistem instalasi komunikasi telepon dan sistem tata komukasi
gedung, penempatannya harus mudah diamati, dioperasikan,
dipelihara, tidak membahayakan, mengganggu dan merugikan
lingkungan dan bagian bangunan serta sistem instalasi lainnya, serta
direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan standar, normalisasi
teknik dan peraturan yang berlaku.
(b) Peralatan dan instalasi sistem komunikasi harus tidak memberi
dampak, dan harus diamankan terhadap gangguan seperti
interferensi gelombang elektro magnetik, dan lain-lain.
(c) Secara berkala dilakukan pengukuran/pengujian terhadap EMC
(Electro Magnetic Campatibility). Apabila hasil pengukuran terhadap
EMC melampaui ambang batas yang ditentukan, maka langka
penanggulangan dan pengamanan harus dilakukan.
(d) Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum mempunyai
SNI, dapat digunakan standar baku dan pedoman teknis yang
diberlakukan oleh instansi yang berwenang
(2) Persyaratan Teknis Instalasi Telepon.
(a) Saluran masuk sistem telepon harus memenuhi persyaratan :
1) Tempat pemberhentian ujung kabel harus terang, tidak ada
genangan air, aman dan mudah dikerjakan.
2) Ukuran lubang orang (manhole) yang melayani saluran masuk
ke dalam gedung untuk instalasi telepon minimal berukuran
1,50 m x 0,80 m dan harus diamankan agar tidak menjadi jalan
air masuk ke rumah sakit pada saat hujan dll.
3) Diupayakan dekat dengan kabel catu dari kantor telepon dan
dekat dengan jalan besar.
(b) Penempatan kabel telepon yang sejajar dengan kabel listrik, minimal
berjarak 0,10 m atau sesuai ketentuan yang berlaku.
(c) Ruang PABX/TRO sistem telepon harus memenuhi persyaratan:
1) Ruang yang bersih, terang, kedap debu, sirkulasi udaranya
cukup dan tidak boleh kena sinar matahari langsung, serta
memenuhi persyaratan untuk tempat peralatan.
2) Tidak boleh digunakan cat dinding yang mudah mengelupas.
3) Tersedia ruangan untuk petugas sentral dan operator telepon.
(d) Ruang batere sistem telepon harus bersih, terang, mempunyai
dinding dan lantai tahan asam, sirkulasi udara cukup dan udara
buangnya harus dibuang ke udara terbuka dan tidak ke ruang publik,
serta tidak boleh kena sinar matahari langsung.
(3) Persyaratan Teknis Instalasi Tata Suara
(a) Setiap bangunan rumah sakit dengan ketinggian 4 lantai atau 14 m
keatas, harus dipasang sistem tata suara yang dapat digunakan
untuk menyampaikan pengumuman dan instruksi apabila terjadi
kebakaran atau keadaan darurat lainnya.

86 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(b) Sistem peralatan komunikasi darurat sebagaimana dimaksud pada
butir 1) di atas harus menggunakan sistem khusus, sehingga apabila
sistem tata suara umum rusak, maka sistem telepon darurat tetap
dapat bekerja.
(c) Kabel instalasi komunikasi darurat harus terpisah dari instalasi
lainnya, dan dilindungin terhadap bahaya kebakaran, atau terdiri dari
kabel tahan api.
(d) Harus dilengkapi dengan sumber/pasokan daya listrik untuk kondisi
normal maupun pada kondisi daya listrik utama mengalami
gangguan, dengan kapasitas dan dapat melayani dalam waktu yang
cukup sesuai ketentuan yang berlaku.
(e) Persyaratan sistem komunikasi dalam gedung harus memenuhi:
1) UU No. 32 tahun 1999, tentang Telekomunikasi.
2) PP No. 52/2000, tentang Telekomunikasi Indonesia.

5.2.2 Sistem Panggil Perawat (Nurse Call)


5.2.2.1 Umum
(1) Peralatan sistem panggil perawat dimaksudkan untuk memberikan
pelayanan kepada pasien yang memerlukan bantuan perawat, baik dalam
kondisi rutin atau darurat.
(2) Sistem panggil perawat bertujuan menjadi alat komunikasi antara perawat
dan pasien dalam bentuk visual dan audible (suara), dan memberikan
sinyal pada kejadian darurat pasien.
5.2.2.2 Persyaratan Teknis
(1) Peralatan Sistem Panggil Perawat (SPP).
(a) Panel Kontrol SPP.
Panel kontrol SPP harus :
1) jenis audio dan visual.
2) penempatannya diatas meja.
3) perlengkapan yang ada pada panel kontrol SPP sebagai berikut :
a) mempunyai mikrofon. speaker dan handset. Handset
dilengkapi kabel dengan panjang 910 mm (3 ft). Handset
harus mampu menghubungkan dua arah komunikasi antara
perawat dan pos pemanggil yang dipilih. Mengangkat handset
akan mematikan mikrofon/speaker.
b) Tombol penunjuk atau layar sentuh dengan bacaan digital
secara visual memberitahu lokasi panggilan dan
menempatkannya dalam sistem, meliputi:
(i) Nomor ruang.
(ii) Kamar.
(iii) Tempat tidur.
(iv) Prioritas panggilan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 87


c) Panggilan dari pos darurat yang ditempatkan di dalam toilet
atau kamar mandi.
d) Mampu menampilkan sedikitnya 4 (empat) panggilan yang
datang.
e) Modul mengikuti perawat.
Apabila modul mengikuti perawat ditempatkan di bedside
ruang rawat inap pasien diaktifkan, semua panggilan yang
ditempatkan dalam sistem secara visual atau audible
diteruskan ke bedside yang dikunjungi.
f) Berfungsi menjawab secara otomatis atau selektif.
g) Fungsi prioritas panggilan yang datang.
Sinyal visual atau audible akan menandai adanya suatu
panggilan rutin atau darurat dan akan menerus sampai
panggilan itu dibatalkan. Panggilan darurat harus dibatalkan
hanya di pos darurat setempat.
h) Fungsi pengingat (memory).
Dapat menyimpan sementara suatu panggilan yang
ditempatkan dan menghasilkan sinyal visual berupa nyala
lampu dome di koridor yang dihubungkan dengan bedside
dengan cara mengaktifkan fungsi/sirkit pengingat. Sinyal
visual ini akan mati dan panggilan yang tersimpan terhapus
dari memory ketika panggilan itu dibatalkan di pos setempat.
i) Kemampuan menghasilkan sinyal audible dan visual untuk
menandai adanya panggilan yang datang dari pos yang
terhubung :
(i) dapat menghentikan atau melemahkan sinyal audible
melalui rangkaian rangkaian mematikan/melemahkan
saat panel kontrol sedang digunakan untuk menjawab
atau menempatkan suatu panggilan. Sinyal audible untuk
panggilan yang datang dan tidak terjawab harus secara
otomatis disambungkan kembali ketika panel kontrol SPP
dikembalikan ke modus siaga.
(ii) Sinyal visual untuk panggilan yang datang harus tetap
ditampilkan pada setiap saat sampai panggilan terjawab
atau dibatalkan pada pos pemanggilan.
(iii) Sinyal audible dan sinyal visual untuk panggilan rutin dan
darurat harus jelas berbeda.
(iv) Tampilan visual untuk menunjukkan lokasi pos panggilan
harus muncul pada panel kontrol SPP.
j) Tombol sentuh, atau serupa membolehkan perawat memilih
pos panggilan dan melakukan komunikasi suara dua arah.
Tombol sentuh juga harus memberikan program status
prioritas dan kemampuan fungsi lain yang ada, yaitu :
(i) Kemampuan memonitor bedside.

88 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(ii) Kemampuan berhubungan minimum 10 pos beside secara
serempak.
(iii) Mampu menerima panggilan dari 10 pos panggilan terkait
secara serempak.
(iv) Kemampuan untuk menjawab dengan cara :
k) Dengan mengangkat handset atau mengaktifkan satu fungsi
panggilan untuk menjawab, berikutnya akan secara otomatis
mengizinkan perawat untuk berkomunikasi dengan pos
berikutnya di dalam urutan prioritas panggilan, atau
l) Dengan memilih jawaban dari setiap pos panggilan yang
ditempatkan di dalam urutan.
m) Sedikitnya ditambahkan 10% untuk mengakomodasi
tambahan pasien, dan pos darurat didalam setiap panel
kontrol SPP.
n) Panel Kontrol SPP yang menggunakan daya listrik arus bolak
balik haruslah disambungkan ke panel daya listrik darurat
arus bolak balik. Suatu UPS harus disediakan di lokasi panel
kontrol SPP untuk menyediakan daya darurat.
(b) Peralatan Komunikasi pada Kabinet Bedside (;Beside
Communication Equipment).
1) Setiap bedside harus menyediakan :
a) microphone/speaker.
b) lampu pos pemanggil.
c) tombol reser
d) kotak kontrol untuk cordset.
2) Setiap microphone/speaker harus mati jika handset disambungkan
ke bedside.
3) Panggilan dari bedside harus menghasilkan sinyal panggilan
visual rutin pada lampu dome di koridor.
(c) Pos darurat.
1) Pos darurat dengan kabel tarik harus disediakan dalam setiap
kloset dan setiap pancuran (shower) kamar mandi. Pos darurat ini
harus dipasang kurang lebih 50 cm (18 inci) dari kepala
pancurannya (shower head) dan/atau 180 cm (72 inci) di atas
lantai jadi. Setiap pos darurat yang di area pancuran atau toilet
harus kedap air.
2) Pos darurat harus disediakan dengan :
a) kabel tarikan yang diuji tarik dengan gaya sebesar 5 kg ( 10
lbs) dan pendant dihubungkan ke gerakan sakelar ON/OFF
pada pos darurat. Kabel tarikan yang gantung yang
terbawah harus dipasang 15 cm ( 6 inci) dari lantai jadi.
b) Gaya tarikan untuk mengaktifkan sakelar minimum 0,4 kg.
c) Pada pos darurat dilengkapi fungsi "reset/cancel".

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 89


d) Lampu darurat merah dengan nyala mati-hidup secara
bergantian dengan interval waktu 1 detik ditempatkan pada
bagian luar dari kamar mandi atau toilet, dipasang pada
ketinggian 2 meter dari lantai jadi.
e) Pada pos darurat , ditempel atau ditempatkan secara
permanen dengan plat kalimat "Panggilan Darurat Perawat".
Tinggi huruf minimal 4 mm (1/8 inci).
(d) Armatur Lampu Dome di Koridor.
1) Tutup lampu harus tembus cahaya, tidak berubah warna atau
berubah bentuk karena panas, atau rusak karena penggunaan zat
pembersih.
2) Lampu dome harus berisi lampu yang cukup membedakan :
a) panggilan rutin dari bedside.
b) panggilan darurat dari pos perawat kamar mandi atau toilet.
c) Sinyal visual untuk panggilan rutin dan panggilan darurat
harus dibedakan.
(e) Armatur Lampu Dome dengan isi dua lampu di Koridor.
Dua lampu dalam satu armatur lampu dome berisi minimum dua lampu
untuk mengidentifikasikan panggilan setempat dalam sistem. Sinyal
visual untuk panggilan rutin dan panggilan darurat harus jelas
perbedaannya.
(f) Cordset.
1) Umum.
Setiap cordset, harus :
a) panjangnya 1,8 meter atau 2,4 meter, jenis kabel fleksibel.
b) tidak korosif.
c) apabila cordset dilepas, panggilan darurat harus secara
otomatis memberitahukan panel kontrol SPP. Sinyal audible
dan visual harus tetap diaktifkan sampai cordset disisipkan
kembali, atau alat lain disisipkan yang secara teknis dapat
mematikan fitur panggilan otomatis.
d) gaya tarikan untuk mengaktifkan cordset sebesar 0,5 kg (1 lb).
e) tidak berubah warna.
2) Cordset dengan aksi tombol tekan.
Setiap cordset harus disediakan :
a) sambungan ke kotak kontak bedside cordset.
b) berisi tombol tekan untuk panggilan pada ujung cordsetnya.
(g) Sistem distribusi.
Setiap kabel yang digunakan dalam SPP harus asli dan bersertifikat,
diberi label pada setiap rel dan disetujui oleh instansi terkait.

90 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(h) Perlengkapan Instalasi.
1) Kabel.
Kabel harus termasuk semua penyambung, tali pengikat,
penggantung, klem dan sebaginya yang dibutuhkan untuk
melengkapi kerapihan instalasi.
2) Konduit.
Perlengkapan harus termasuk konduit, duct (saluran) kabel, rak
kabel, kotak penyambung, roset, plat penutup dan perangkat keras
lain yang diperlukan untuk melengkapi kerapihan dan keamanan,
dan memenuhi SNI 04-0225-2000, tentang Persyaratan Umum
Instalasi Listrik (PUIL 2000).
(3) Label.
Setiap komponen dari sub sistem harus diberi label.
(2). Pemasangan peralatan dan instalasi sistem panggil perawat.
(a) Pengiriman.
Pengiriman bahan-bahan ke lokasi harus dalam kontainer asli tertutup,
jelas terlabel nama pengirim, model peralatan dan nomor erie
identifikasi, dan logo standar. Pengawas akan meneliti peralatan SPP
pada saat itu dan akan menolak terhadap item yang tidak memenuhi
syarat.
(b) Penyimpanan.
Peralatan SPP harus disimpan dengan benar sebelum dipasang,
terlindung terhadap kerusakan.
(c) Pemasangan.
1) Umum.
a) SPP dan sistem alarm kebakaran tidak boleh diletakkan
dalam satu konduit, satu rak kabel atau jalur yang sama.
b) Kontraktor harus menyediakan filter, trap dan pad yang
sesuai untuk meminimalkan interferensi dan untuk balansing
amplifier dan sitem distribusi. Item yang digunakan untuk
balansing dan meminimalkan interferensi harus mampu
menyalurkan bunyi, sinyal data dan kontrol dalam kecepatan
dan frekuensi yang dipilih, dalam arah yang ditentukan,
dengan kerugian gesek yang kecil, isolasi tinggi dan dengan
perlambatan minimum dari sistem poling atau subcarrier
frequency.
c) Pasokan daya listrik darurat (contoh : batere, UPS) harus
dipasang dalam kabinet/lemari terpisah. Kabinet/lemari ini
harus disediakan dekat dengan panel kontrol SPP.
d) Apabila bedside unit buatan pabrik yang digunakan,
kontraktor harus meminta izin pada pengawas untuk
melakukan pemasangan instalasi SPP.
e) Semua peralatan harus dihubungkan sesuai spesifikasi
untuk memastikan terminasi, isolasi, dan impedansinya
sesuai dan terpasang dengan benar.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 91


f) Pemasangan semua peralatan untuk setiap lokasi
diidentifikasi sesuai dengan gambar.
g) Semua saluran utama, distribusi dan interkoneksi harus
diterminasi pada kondisi dapat memfasilitasi fitur perluasan
sistem.
h) Semua jalur vertikal dan horizontal harus diterminasi
sehingga memudahkan perluasan sistem.
i) Terminasi resistor harus digunakan untuk terminasi semua
cabang yang tidak digunakan.
2) Saluran (duct) Konduit dan Sinyal.
a) Konduit.
(i) Instalasi harus dipasang dengan cara yang benar.
Ukuran diameter minimum konduit 25 mm ( 1 inci)
untuk distribusi primer sinyal dan 19 mm ( 3/4 inci)
untuk sambungan jauh (contoh lampu dome, tombol
darurat, dan sebaginya).
(ii) Semua kabel harus dipasang dalam konduit terpisah.
Campuran kabel SPP dan kabel alarm kebakaran tidak
dibolehkan.
(iii) Isi konduit harus tidak melebihi 40%.
(iv) Jalur kabel harus bebas tersambung antara
sambungan konduit dan kotak interface dan lokasi
peralatan.
b) Saluran (duct) sinyal, saluran (duct) kabel dan rak kabel.
(i) Harus dapat menggunakan saluran (duct) sinyal,
saluran (duct) kabel dan/atau rak kabel.
(ii) Saluran (duct) sinyal dan/atau saluran (duct) kabel
harus berukuran minimal 10 cm x 10 cm ( 4 inci x 4
inci) yang dapat dilepas tutup atas atau sampingnya.
Pada sudut-sudut yang tajam harus diberi proteksi.
(iii) Rak kabel sepenuhnya harus tertutup, apabila rak
kabel juga digunakan untuk sirkit elektronik lainnya,
harus biberi partisi.
(iv) Tidak diperbolehkan menarik kabel melalui kotak. fiting
atau selubung jika terjadi perubahan ukuran konduit.
Radius bengkokan harus tepat.
(v) Selubung kabel yang tergores tidak dapat diterima.
Ujung tutup kabel yang keluar melalu lubang rangka
dari lemari/kabinet, atau rak, selubung, kotak tarikan
atau kotak persimpangan harus menggunakan plastik
atau bahan nylon grommeting.
(vi) Semua persimpangan kabel harus mudah dijangkau.
Digunakan tutup kotak persimpangan dengan ukuran
minimum 15 cm x 15 cm x 10 cm (6 inci x 6 inci x 4
inci) diletakkan pada saluran (duct) sinyal.

92 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3) Kabel distribusi sinyal dari sistem.
a) Kabel harus dipasang dengan cara yang praktis seperti
pemasangan kabel untuk proteksi kebakaran atau sistem
darurat yang teridentifikasi. Kabel harus mampu menahan
kondisi lingkungan yang merugikan tanpa perubahan bentuk.
Apabila pintu konsol, kabinet/lemari atau rak, dibuka atau
ditutup, tidak mengganggu pemasangan kabel.
b) Jalannya kabel antara peralatan SPP ke lemari/kabinet, rak ,
saluran (duct) kabel, saluran (duct) sinyal atau rak kabel
harus dipasang dengan konduit yang terpasang pada
struktur bangunan.
c) Semua kabel harus terinsulasi untuk mencegah induksi
sinyal atau arus yang dibawa oleh konduktor dan 100%
terlindung. Pemasangan kabel harus lurus, dibentuk dan
dipasang dengan ikatan yang kuat, disesuaikan dalam
hubungan horizontal atau vertikal ke peralatan, kontrol,
komponen atau terminator.
d) Penggunaan kabel yang dipilin tidak dibolehkan. Setiap
penyambungan kabel harus menggunakan terminator.
e) Kabel harus dikelompokkan sesuai pelayanannya. Kabel
kontrool dan kabel sinyal boleh dijadikan satu kelompok.
Kabel harus dibentuk rapih dan posisinya harus tidak
berubah dalam kelompok. Kabel yang menggantung tidak
diperkenankan. Kabel yang ditempatkan di saluran (duct)
sinyal, konduit, saluran (duct) kabel atau rak harus dibentuk
rapih, diikat pada jarak antara 60 cm sampai 90 cm (24 inci
sampai 36 inci), dan harus tidak berubah posisinya dalam
kelompok.
f) Kabel distribusi harus dipasang dan dikencangkan tanpa
menyebabkn bengkokan yang tajam dari kabel terhadap
ujung yang tajam. Kabel harus dikencangkan dengan
perangkat keras yang tidak akan mengganggu.
g) Kabel harus diberi label dengan tanda permanen pada
terminal dari elektronik dan peralatan pasif dan pada setiap
persimpangan dengan huruf pada diagram rekaman.
h) Pengujian lengkap kabel setelah semua instalasi dan
penggantian kabel yang rusak.
i) Polaritas input dan output sistem seperti direkomendasi
pabrik.
4) Kotak outlet, kotak belakang dan plat muka.
a) Kotak outlet.
Kotak sinyal, kotak daya, kotak interface, kotak sambungan,
kotak distribusi, kotak persimpangan harus disediakan
seperti dipersyaratkan oleh rancangan sistem.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 93


b) Kotak belakang.
Kotak belakan harus disediakan langsung dari manufaktur
seperti dipersyaratkan oleh rancangan sistem yang disetujui.
c) Plat muka (atau plat penutup).
Plat muka harus dari jenis standar. Konektor dan jack yang
muncul pada plat muka harus jelas dan ditandai permanen.
5) Konektor.
Setiap konektor haru dirancang untuk ukuran kabel khusus yang
digunakan dan dipasang dengan perkakas yang disetujui
manufaktur.
6) Daya listrik arus bolak balik.
Kabel daya listrik arus bolak balik harus berjalan terpisah dengan
kabel sinyal.
7) Pembumian.
a) Umum.
Semua peralatan yang dipasang harus dibumikan untuk
mengurangi bahaya kejutan. Total tahanan pembumian
maksimal harus 0,1 Ohm.
(i) Jika tidak ada netral arus bolak balik, salah satu panel
daya atau kotak kontak outlet, digunakan untuk kontrol
sistem, atau acuan pembumian.
(ii) Menggunakan konduit, saluran (duct) sinyal atau rak
kabel sebagai sistem pembumian listrik tidak
dibolehkan. Item ini dapat dipakai hanya untuk
pelepasan internal statik yang dibangkitkan.
b) Kabinet/lemari.
Pembumian yang umum menggunakan kabel tembaga solid
berukuran #10 AWG harus digunakan pada seluruh
kabinet/lemari peralatan dan dihubungkan ke sitem
pembumian. Perlu disediakan sambungan pembumian yang
terpisah dan terisolasi dari setiap pembumian kabinet/lemari
peralatan ke sistem pembumian. Jangan mengikat kabel
pembumian peralatan bersama-sama.

5.3 Sistem Proteksi Petir.


(1) Suatu instalasi proteksi petir dapat melindungi semua bagian dari
bangunan rumah sakit, termasuk manusia yang ada di dalamnya, dan
instalasi serta peralatan lainnya terhadap bahaya sambaran petir.
(2) Instalasi proteksi petir disesuaikan dengan adanya perluasan atau
penambahan bangunan rumah sakit
5.3.1 Protektor Head
Protektor Head ada 2 macam :
1. Franklin
2. Elektrostatik

94 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


5.3.2 Konduktor
1. Konduktor biasa (menggunakan kabel DC)
2. Menggunakan kabel tri aksial
5.3.3 Pembumian

Impedansi pembumian RS yang menggunakan peralatan elektronik minimum 0,2


ohm.

Pembumian untuk peralatan medik dipisahkan dari pembumian instalasi


bangunan.

Jenis pembumian :
1. Pembumian langsung
2. Pembumian tidak langsung

5.4 Sistem Kelistrikan


Sistem instalasi listrik dan penempatannya harus mudah dioperasikan, diamati,
dipelihara, tidak membahayakan, tidak mengganggu dan tidak merugikan
lingkungan, bagian bangunan dan instalasi lain, serta perancangan dan
pelaksanaannya harus berdasarkan PUIL/SNI.04-0225 edisi terakhir dan
peraturan yang berlaku

5.4.1 Sumber Daya Listrik


Sumber daya listrik dibagi 3 :
(1) Sumber Daya Listrik Normal
Sumber daya listrik utama gedung harus diusahakan untuk menggunakan
tenaga listrik dari Perusahaan Listrik Negara.
(2) Sumber Daya Listrik Siaga
1) Bangunan, ruang atau peralatan khusus yang pelayanan daya
listriknya disyaratkan tidak boleh terputus putus, harus memiliki
pembangkit/ pasokan daya listrik siaga yang dayanya dapat
memenuhi kelangsungan pelayanan dengan persyaratan tersebut.
2) Sumber listrik cadangan berupa diesel generator (Genset). Genset
harus disediakan 2 (dua) unit dengan kapasitas minimal 40% dari
jumlah daya terpasang pada masing-masing unit. Genset dilengkapi
sistem AMF dan ATS.
(3) Sumber Daya Listrik Darurat
1) Sistem instalasi listrik pada rumah sakit harus memiliki sumber daya
listrik darurat yang mampu melayani kelangsungan pelayanan
seluruh atau sebagian beban pada bangunan rumah sakit apabila
terjadi gangguan sumber utama.
2) Sumber/Pasokan daya listrik darurat yang digunakan harus mampu
melayani semua beban penting termasuk untuk perlengkapan
pengendali kebakaran, secara otomatis.
3) Pasokan Daya Listrik Darurat berasal dari Peralatan UPS
(;Uninterruptable Power Supply) untuk melayani Kamar Operasi
(;Central Operation Theater), Ruang Perawatan Intensif (;Intensive

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 95


Care Unit), Ruang Perawatan Intensif Khusus Jantung (;Intensive
Cardiac Care Unit). Persyaratan :
a. Harus tersedia Ruang UPS minimal 2 X 3 m2 (sesuai
kebutuhan) terletak di Ruang Operasi Rumah Sakit, Ruang
Perawatan Intensif dan diberi pendingin ruangan.
b. Kapasitas UPS setidaknya 50 KVA.

5.4.2 Jaringan Distribusi Listrik


1) Jaringan distribusi listrik terdiri dari kabel dengan inti tunggal atau banyak
dan/atau busduct dari berbagai tipe, ukuran dan kemampuan.
Tipe dari penghantar listrik harus disesuaikan dengan sistem yang dilayani.
2) Peralatan pada papan hubung bagi seperti pemutus arus, sakelar, tombol,
alat ukur dan lain-lain harus ditempatkan dengan baik sehingga
memudahkan pengoperasian dan pemeliharaan oleh petugas.
3) Jaringan yang melayani beban penting, seperti pompa kebakaran, lif
kebakaran, peralatan pengendali asap, sistem deteksi dan alarm
kebakaran, sistem komunikasi darurat, dan beban penting lainnya harus
terpisah dari instalasi beban lainnya, dan dilindungi terhadap kebakaran
atau penggunaan penghantar tahan api, dan mengikuti ketentuan yang
berlaku.
4) Bagian jaringan yang disebut pada butir (3) di atas, pasokan daya listriknya
harus dijamin dan mempunyai sumber/pasokan daya listrik darurat sesuai
ketentuan yang berlaku.

5.4.3 Panel-panel listrik


5.4.4 Instalasi Listrik
(1) Sistem instalasi listrik terdiri dari sumber daya listrik, jaringan distribusi,
papan hubung bagi dan beban listrik.
Sistem instalasi listrik dan penempatannya harus mudah diamati, dilakukan
peliharaan dan perbaikan, tidak membahayakan, mengganggu atau
merugikan bagi manusia, lingkungan, bagian bangunan dan instalasi
lainnya.
(2) Sistem tegangan rendah (TR) dalam gedung adalah 3 fase 220/380 Volt,
dengan frekuensi 50 Hertz. Sistem tegangan menengah (TM) dalam
gedung adalah 20 KV, dengan frekuensi 50 Hertz, mengikuti ketentuan
yang berlaku.
Untuk Rumah Sakit yang memiliki kapasitas daya listrik tersambung dari
PLN minimal 200 KVA disarankan agar sudah memiliki sistem jaringan
listrik Tegangan Menengah 20 KV (jaringan listrik TM 20 KV), sesuai
pedoman bahwa Rumah Sakit Kelas B mempunyai Kapasitas daya listrik r
1000 KVA, dengan perhitungan 2,75 KVA per Tempat Tidur (TT).
(3) Instalasi listrik tegangan menengah tersebut antara lain :
a. Penyediaan bangunan gardu listrik rumah sakit (ukuran sesuai standar
gardu PLN).
b. Peralatan Transformator (kapasitas sesuai daya terpasang).
c. Peralatan panel TM 20 KV dan aksesorisnya.
d. Peralatan pembantu dan sistem pengamanan (;grounding).

96 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(4) Semua perlengkapan listrik, diantaranya penghantar, papan hubung bagi
dan isinya, transformator dan lain-lainnya, tidak boleh dibebani melebihi
batas kemampuannya.
Masalah harmonisa dalam sistem kelistrikan harus ikut diperhatikan.
(5) Sistem Penerangan Darurat (;emergency lighting) harus tersedia pada
ruang-ruang tertentu.

(6) Sistem kelistrikan RS Kelas B harus dilengkapi dengan transformator


isolator dan kelengkapan monitoring sistem IT kelompok 2E minimal
berkapasitas 5 KVA untuk titik-titik stop kontak yang mensuplai peralatan-
peralatan medis penting (;life support medical equipment, seperti ruang
anastesi, ruang bedah, ruang katerisasi jantung, ruang ICU dan ICCU,
ruang angiografi, dan ruang inkubator bayi).

(7) Sistem Pembumian (;grounding system) harus terpisah antara grounding


panel gedung dan panel alat. Nilai grounding peralatan tidak boleh kurang
dari 0,2 Ohm.
(8) Transformator Distribusi
1) Transformator distribusi yang berada dalam gedung harus ditempatkan
dalam ruangan khusus yang tahan api dan terdiri dari dinding, atap dan
lantai yang kokoh, dengan pintu yang hanya dapat dimasuki oleh
petugas.
2) Ruangan transformator harus diberi ventilasi yang cukup, serta
mempunyai luas ruangan yang cukup untuk perawatan dan perbaikan.
3) Bila ruang transformator dekat dengan ruang yang rawan kebakaran,
maka diharuskan mempergunakan transformator tipe kering.
(9) Penghematan energi harus sangat diperhatikan.

5.4.5 Pemeliharaan
1) Pada ruang panel hubung bagi, harus terdapat ruang yang cukup untuk
memudahkan pemeriksaan, perbaikan dan pelayanan, serta diberi ventilasi
cukup.
2) Pemeliharaan instalasi listrik harus dilaksanakan dan diperiksa setiap lima
tahun serta dilaporkan secara tertulis kepada instansi yang berwenang.
3) Pembangkit/sumber daya listrik darurat secara periodik harus dihidupkan
untuk menjamin agar pembangkit tersebut dapat dioperasikan bila
diperlukan.

5.4.6 Persyaratan Teknis


Persyaratan sistem kelistrikan harus memenuhi:
1) SNI 04-0227-1994 atau edisi terbaru; Tegangan standard.
2) SNI 04-0225-2000 atau edisi terbaru; Persyaratan Umum Instalasi Listrik
(PUIL edisi terakhir).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 97


3) SNI 04-7018-2004 atau edisi terbaru; Sistem pasokan daya listrik darurat
dan siaga.
4) SNI 04-7019-2004 atau edisi terbaru; Sistem pasokan daya listrik darurat
menggunakan energi tersimpan.
5) Dalam hal masih persyaratan lainnya, atau yang belum mempunyai SNI,
dapat digunakan standar baku dan pedoman teknis yang diberlakukan oleh
instansi yang berwenang.

5.5 Sistem Penghawaan (Ventilasi) dan Pengkondisian Udara (;HVAC)


5.5.1 Sistem Penghawaan (Ventilasi)
(1) Umum.
(a) Setiap bangunan rumah sakit harus mempunyai ventilasi alami
dan/atau ventilasi mekanik/buatan sesuai dengan fungsinya.
(b) Bangunan rumah sakit harus mempunyai bukaan permanen, kisi-kisi
pada pintu dan jendela dan/atau bukaan permanen yang dapat
dibuka untuk kepentingan ventilasi alami.
(2) Persyaratan Teknis
(a) Jika ventilasi alami tidak mungkin dilaksanakan, maka diperlukan
ventilasi mekanis seperti pada bangunan fasilitas tertentu yang
memerlukan perlindungan dari udara luar dan pencemaran.
(b) Pada ruang–ruang khusus seperti Ruang Isolasi, Ruang
Laboratorium maupun Ruang Farmasi, diperlukan Fasilitas
Pengelolaan Limbah Udara Infeksius Paparan Udara.
(c) Sistem Tata Udara harus ditempatkan agar memudahkan dalam
pemeriksaan dan pemeliharaan.
(d) Sebagai ventilasi, udara segar harus dimasukkan ke dalam ruangan
untuk menjaga kesegaran dan kesehatan ruangan, sesuai ketentuan
dalam standar ASHRAE tentang Indoor Air Quality.
(e) Udara segar harus dimasukkan langsung dari luar dan bukan udara
yang berasal dari lobi atau koridor tertutup.

(f) Untuk instalasi tata udara sentral, udara segar harus dimasukkan
melalui mesin pengolah udara sentral.

(g) Untuk sistem tata udara individu, seperti unit jendela dan unit split,
udara segar boleh dimasukkan langsung ke dalam ruangan.
(h) Kebutuhan udara segar untuk penggunaan umum pada ruangan
yang dikondisikan dengan sistem tata udara dapat digunakan nilai
minimum 280 Liter/menit untuk setiap penghuni, atau minimum 160
Liter/menit per m2 luas lantai, dipilih mana yang memeberikan nilai
lebih besar.
(i) Ruangan yang dilengkapi dengan ventilasi mekanik harus diberikan
pertukaran udara minimal 6 (enam) kali per jam.

98 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(j) Tata udara untuk ruangan yang dapat menimbulkan pencemaran
atau penularan penyakit ke ruangan lainnya, harus langsung dibuang
ke luar.
(k) Ruang bedah dan ruang perawatan penyakit menular yang
berbahaya, pembuangan udaranya harus ke tempat yang tidak
membahayakan lingkungan rumah sakit.
(l) Ruang pengolahan bahan obat, proses foto, dan proses kimia lainnya
yang dapat mencemari lingkungan, pembuangan udaranya harus
melalui penyaring dan pemroses untuk menetralisir bahan yang
terkandung di dalam udara buangan tsb sesuai ketentuan yang
berlaku.
(m) Persyaratan teknis sistem ventilasi, kebutuhan ventilasi, mengikuti
Persyaratan Teknis berikut:
1) SNI 03 – 6572 - 2000 atau edisi terbaru; Tata cara perancangan
sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan
gedung.
2) SNI 03 – 6390 - 2000 atau edisi terbaru; Konservasi energi
sistem tata udara pada bangunan gedung.

5.5.2. Sistem Pengkondisian Udara


(1) Umum.
(a) Untuk kenyamanan termal dalam ruang di dalam bangunan rumah
sakit harus mempertimbangkan temperatur dan kelembaban udara.

Tabel 5.5.2 – Tabel Standar Suhu, Kelembaban, dan Tekanan Udara


Menurut Fungsi Ruang atau Unit.

Suhu Kelembaban
No. Ruang atau Unit Tekanan
(0C) (%)
1 Operasi 19 – 24 45 – 60 Positif
2 Bersalin 24 – 26 45 – 60 Positif
3 Pemulihan/perawatan 22 – 24 45 – 60 Seimbang
4 Observasi bayi 21 – 24 45 – 60 Seimbang
5 Perawatan bayi 22 – 26 35 - 60 Seimbang
6 Perawatan premature 24 – 26 35 - 60 Positif
7 ICU 22 – 23 35 - 60 Positif
8 Jenazah/Otopsi 21 – 24 - Negative
9 Penginderaan medis 19 – 24 45 – 60 Seimbang
10 Laboratorium 22 – 26 35 - 60 Positif
11 Radiologi 22 – 26 45 – 60 Seimbang
12 Sterilisasi 22 – 30 35 - 60 Positif
13 Dapur 22 – 30 35 - 60 Seimbang
14 Gawat Darurat 19 – 24 45 – 60 Positif
15 Administrasi, pertemuan 21 – 24 - Seimbang
16. Ruang luka baker 24 – 26 35 - 60 Positif

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 99


(b) Untuk mendapatkan tingkat temperatur dan kelembaban udara di
dalam ruangan dapat dilakukan dengan alat pengkondisian udara
yang mempertimbangkan :
1) fungsi bangunan rumah sakit/ruang, jumlah pengguna, letak
geografis, orientasi bangunan, volume ruang, jenis peralatan,
dan penggunaan bahan bangunan;
2) kemudahan pemeliharaan dan perawatan; dan
3) prinsip-prinsip penghematan energi dan ramah lingkungan
(2) Persyaratan Teknis.
Untuk kenyamanan termal pada bangunan gedung harus memenuhi SNI
03-6572-2001 atau edisi terbaru; Tata cara perancangan sistem ventilasi
dan pengkondisian udara pada bangunan gedung.

5.6 Sistem Pencahayaan


(1) Umum.
Setiap rumah sakit untuk memenuhi persyaratan sistem pencahayaan
harus mempunyai pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan/
mekanik, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya.
(2) Persyaratan Teknis.
(a) Rumah sakit tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan
bangunan pelayanan umum harus mempunyai bukaan untuk
pencahayaan alami.
(b) Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi rumah
sakit dan fungsi masing-masing ruang di dalam rumah sakit.
(c) Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat
iluminasi yang dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam rumah sakit
dengan mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi yang
digunakan, dan penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau
pantulan.
(d) Pencahayaan di RS harus memenuhi standar kesehatan dalam
melaksanakan pekerjaannya sesuai standar intensitas cahaya
sebagai berikut :

Tabel 5.6 – Tabel Indeks Pencahayaan Menurut Jenis Ruang atau Unit

N Ruang Intensitas Cahaya Ketera


o. atau Unit (lux) ngan
Ruang
pasien Warna
1 - saat tidak 100 – 200 cahaya
tidur maks. 50 sedang
- saat tidur
R. Operasi
2 300 – 500
umum
Warna
Meja
3 10.000 – 20.000 cahaya
operasi
sejuk

100 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


atau
sedang
tanpa
bayang
an
Anastesi,
4 300 – 500
pemulihan
Endoscopy,
5 75 – 100
lab
6 Sinar X minimal 60
7 Koridor Minimal 100
Malam
8 Tangga Minimal 100
hari
Administrasi
9 Minimal 100
/kantor
1 Ruang
Minimal 200
0 alat/gudang
1
Farmasi Minimal 200
1
1
Dapur Minimal 200
2
1
Ruang cuci Minimal 100
3
1
Toilet Minimal 100
4
R. Isolasi
Warna
1 khusus
0,1 – 0,5 cahaya
5 penyakit
biru
Tetanus
1 Ruang luka
100 – 200
6 baker

5.7 Sistem Fasilitas Sanitasi

5.7.1 Persyaratan Sanitasi


Persyaratan Sanitasi Rumah Sakit dapat dilihat pada Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004, tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

5.7.2 Persyaratan Air Bersih


(1) Harus tersedia air bersih yang cukup dan memenuhi syarat kesehatan,
atau dapat mengadakan pengolahan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
(2) Tersedia air bersih minimal 500 lt/tempat tidur/hari.
(3) Air minum dan air bersih tersedia pada setiap tempat kegiatan yang
membutuhkan secara berkesinambungan.
(4) Tersedia penampungan air (;reservoir) bawah atau atas.
(5) Distribusi air minum dan air bersih di setipa ruangan/kamar harus
menggunakan jaringan perpipaan yang mengalir dengan tekanan positif.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 101
(6) Penyediaan Fasilitas air panas dan uap terdiri atas Unit Boiler, sistem
perpipaan dan kelengkapannya untuk distribusi ke daerah pelayanan.
(7) Dalam rangka pengawasan kualitas air maka RS harus melakukan
inspeksi terhadap sarana air minum dan air bersih minimal 1 (satu) tahun
sekali.
(8) Pemeriksaan kimia air minum dan atau air bersih dilakukan minimal 2 (dua)
kali setahun (sekali pada musim kemarau dan sekali pada musim hujan),
titik sampel yaitu pada penampungan air (;reservoir) dan keran terjauh dari
reservoir.
(9) Kualitas air yang digunakan di ruang khusus, seperti ruang operasi.
(10) RS yang telah menggunakan air yang sudam diolah seperti dari PDAM,
sumur bor dan sumber lain untuk keperluan operasi dapat melakukan
pengolahan tambahan dengan cartridge filter dan dilengkapi dengan
desinfeksi menggunakan ultra violet.
(11) Ruang Farmasi dan Hemodialisis : yaitu terdiri dari air yang dimurnikan
untuk penyiapan obat, penyiapan injeksi dan pengenceran dalam
hemodialisis.
(12) Tersedia air bersih untuk keperluan pemadaman kebakaran dengan
mengikuti ketentuan yang berlaku.
(13) Sistem Plambing air bersih/minum dan air buangan/kotor mengikuti
persyaratan teknis sesuai SNI 03-6481-2000 atau edisi terbaru, Sistem
Plambing 2000.

5.7.3 Sistem Pengolahan dan Pembuangan Limbah


Persyaratan Pengolahan dan Pembuangan Limbah Rumah Sakit dalam bentuk
padat, cair dan gas, baik limbah medis maupun non-medis dapat dilihat pada
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004, tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

5.7.4 Persyaratan Penyaluran Air Hujan


(1) Umum
Sistem penyaluran air hujan harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan ketinggian permukaan air tanah, permeabilitas tanah,
dan ketersediaan jaringan drainase lingkungan/kota.

(2) Persyaratan Teknis.

102 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(a) Setiap bangunan gedung dan pekarangannya harus dilengkapi
dengan sistem penyaluran air hujan.
(b) Kecuali untuk daerah tertentu, air hujan harus diresapkan ke dalam
tanah pekarangan dan/atau dialirkan ke sumur resapan sebelum
dialirkan ke jaringan drainase lingkungan/kota sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
(c) Pemanfaatan air hujan diperbolehkan dengan mengikuti ketentuan
yang berlaku.
(d) Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain yang
dapat diterima, maka penyaluran air hujan harus dilakukan dengan
cara lain yang dibenarkan oleh instansi yang berwenang.
(e) Sistem penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah
terjadinya endapan dan penyumbatan pada saluran.
(f) Pengolahan dan penyaluran air hujan mengikuti persyaratan teknis
berikut:
1) SNI 03-2453-2002 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan
sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan.
2) SNI 03-2459-2002 atau edisi terbaru; Spesifikasi sumur resapan
air hujan untuk lahan pekarangan.
3) Tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem
penyaluran air hujan pada bangunan gedung.

5.8 Sistem Instalasi Gas Medik


(1) Umum.
Sistem gas medik yang dimaksud meliputi O2, N2O, Udara tekan Medik,
CO2, dan vakum medik. Sistem Instalasi Gas Medik harus direncanakan
dan dipasang dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya.
Sistem Instalasi Gas Medik :
1. Sistem Sentral Gas Medik
a) Sumber Gas Medis
b) Instalasi Gas Medis
c) Outlet dan Inlet
2. Sistem gas medik stand alone
3. Sistem portable/moveable
(2) Persyaratan Teknis.
(a) Persyaratan ini berlaku wajib untuk fasilitas pelayanan kesehatan di
rumah sakit, rumah perawatan, fasilitas hiperbarik, klinik bersalin. dan
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
(b) Bila terdapat istilah gas medik atau vakum, ketentuan tersebut
berlaku wajib bagi semua sistem perpipaan untuk oksigen, nitrous
oksida, udara tekan medik, karbon dioksida, helium, nitrogen, vakum
medik untuk pembedahan, pembuangan sisa gas anestesi, dan
campuran dari gas-gas tersebut. Bila terdapat nama layanan gas

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 103
khusus atau vakum, maka ketentuan tersebut hanya berlaku bagi gas
tersebut.
(c) Sistem yang sudah ada yang tidak sepenuhnya memenuhi ketentuan
ini boleh tetap digunakan sepanjang pihak yang berwenang telah
memastikan bahwa penggunaannya tidak membahayakan jiwa.
(d) Potensi bahaya kebakaran dan ledakan yang berkaitan dengan
sistem perpipaan sentral gas medik dan sistem vakum medik harus
dipertimbangkan dalam perancangan, pemasangan, pengujian,
pengoperasian dan pemeliharaan sistem ini.
(j) Pengoperasian sistem pasokan sentral.
1) Tidak dibenarkan menggunakan adaptor atau fiting konversi untuk
menyesuaikan fiting khusus suatu gas ke fiting gas lainnya.
2) Tidak dibenarkan merubah fiting/soket/adaptor yang telah sesuai
dengan spesifikasi gas medik.
3) Tidak dibenarkan penggunaan silinder tanpa warna dan
penandaan yang disyaratkan.
4) Hanya silinder gas medik dan perlengkapannya yang boleh
disimpan dalam ruangan tempat sistem pasokan sentral atau
silinder gas medik.
5) Tidak dibenarkan menyimpan bahan mudah menyala, silinder
berisi gas mudah menyala atau yang berisi cairan mudah
menyala, di dalam ruang penyimpanan gas medik.
6) Bila silinder terbungkus pada saat diterima, pembungkus tersebut
harus dibuang sebelum disimpan.
7) Tutup pelindung katup harus dipasang erat pada tempatnya bila
silinder sedang tidak digunakan.

104 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(k) Perancangan dan pelaksanaan.
Lokasi untuk sistem pasokan sentral dan penyimpanan gas-gas
medik harus memenuhi persyaratan berikut :
1) Dibangun dengan akses ke luar dan masuk lokasi untuk
memindahkan silinder, peralatan, dan sebagainya.
2) Dijaga keamanannya dengan pintu atau gerbang yang dapat
dikunci, atau diamankan dengan cara lain.
3) Jika di luar ruangan/bangunan, harus dilindungi dengan dinding
atau pagar dari bahan yang tidak dapat terbakar.
4) Jika di dalam ruangan/bangunan, harus dibangun dengan
menggunakan bahan interior yang tidak dapat terbakar/ sulit
terbakar, sehingga semua dinding, lantai, langit-langit dan pintu
sekurang-kurangnya mempunyai tingkat ketahanan api 1 jam.
5) Dilengkapi lampu atau indikator pada bagian luar ruang
penyimpanan yang menunjukkan kondisi kapasitas gas medis
yang masih tersedia.
6) Dilengkapi dengan rak, rantai, atau pengikat lainnya untuk
mengamankan masing-masing silinder, baik yang terhubung
maupun tidak terhubung, penuh atau kosong, agar tidak roboh.
7) Dipasok dengan daya listrik yang memenuhi persyaratan sistem
kelistrikan esensial.
8) Apabila disediakan rak, lemari, dan penyangga, harus dibuat
dari bahan tidak dapat terbakar atau bahan sulit terbakar.
(l) Standar dan pedoman teknis.
1) Untuk sistem gas medik pada bangunan gedung, harus
dipenuhi SNI 03-7011-2004, tentang ; Keselamatan pada
bangunan fasilitas pelayanan kesehatan, atau edisi terakhir.
2) Dalam hal persyaratan diatas belum ada SNI-nya, dipakai
Standar baku dan ketentuan teknis yang berlaku.

5.9 Sistem Pengendalian Terhadap Kebisingan dan Getaran

(1) Kenyamanan terhadap Kebisingan


(a) Kenyamanan terhadap kebisingan adalah keadaan dengan tingkat
kebisingan yang tidak menimbulkan gangguan pendengaran,
kesehatan, dan kenyamanan bagi seseorang dalam melakukan
kegiatan.
(b) Gangguan kebisingan pada bangunan gedung dapat berisiko cacat
pendengaran. Untuk memproteksi gangguan tersebut perlu dirancang
lingkungan akustik di tempat kegiatan dalam bangunan yang sudah
ada dan bangunan baru.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 105
(c) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada
bangunan rumah sakit harus mempertimbangkan jenis kegiatan,
penggunaan peralatan, dan/atau sumber bising lainnya baik yang
berada pada bangunan gedung maupun di luar bangunan rumah sakit.
(d) Setiap bangunan rumah sakit dan/atau kegiatan yang karena fungsinya
menimbulkan dampak kebisingan terhadap lingkungannya dan/atau
terhadap bangunan rumah sakit yang telah ada, harus meminimalkan
kebisingan yang ditimbulkan sampai dengan tingkat yang diizinkan.
(e) Untuk kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan rumah sakit
harus dipenuhi standar tata cara perencanaan kenyamanan terhadap
kebisingan pada bangunan gedung.
(f) Persyaratan kebisingan untuk masing-masing ruangan/ unit dalam RS
adalah sebagai berikut :
Tabel 5.9 – Tabel Indeks Kebisingan Menurut Jenis Ruang atau Unit2
Maksimum Kebisingan (Waktu pemaparan 8 jam dan
No. Ruang atau Unit
satuan dBA)
Ruang pasien
1 - saat tidak tidur 45
- saat tidur 40
2 R. Operasi umum 45
3 Anastesi, pemulihan 45
4 Endoscopy, lab 65
5 Sinar X 40
6 Koridor 40
7 Tangga 45
8 Kantor/Lobi 45
9 Ruang Alat/ Gudang 45
10 Farmasi 45
11 Dapur 78
12 Ruang Cuci 78
13 Ruang Isolasi 40
14 Ruang Poli Gigi 80

(2) Kenyamanan terhadap Getaran


Kenyamanan terhadap getaran adalah suatu keadaan dengan tingkat
getaran yang tidak menimbulkan gangguan bagi kesehatan dan kenyamanan
seseorang dalam melakukan kegiatannya.
Getaran dapat berupa getaran kejut, getaran mekanik atau seismik baik yang
berasal dari penggunaan peralatan atau sumber getar lainnya baik dari
dalam bangunan maupun dari luar bangunan.

Tingkat kebisingan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan


Hidup No. 48 Tahun 1996, untuk lingkungan kegiatan rumah sakit adalah 55
dB(A)

2
Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan RS.

106 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


5.10 Sistem Hubungan Horisontal dalam rumah sakit.
(1) Umum.
(a) Kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan RS meliputi
tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan
nyaman bagi orang yang berkebutuhan khusus, termasuk
penyandang cacat.
(b) Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas harus mempertimbangkan
tersedianya hubungan horizontal antarruang dalam bangunan RS,
akses evakuasi, termasuk bagi orang yang berkebutuhan khusus,
termasuk penyandang cacat.
(c) Kelengkapan prasarana disesuaikan dengan fungsi RS.
(2) Persyaratan Teknis.
(a) Setiap bangunan RS harus memenuhi persyaratan kemudahan
hubungan horizontal berupa tersedianya pintu dan/atau koridor yang
memadai untuk terselenggaranya fungsi bangunan RS tersebut
(b) Jumlah, ukuran, dan jenis pintu, dalam suatu ruangan
dipertimbangkan berdasarkan besaran ruang, fungsi ruang, dan
jumlah pengguna ruang.
(c) Arah bukaan daun pintu dalam suatu ruangan dipertimbangkan
berdasarkan fungsi ruang dan aspek keselamatan.
(d) Ukuran koridor sebagai akses horizontal antarruang dipertimbangkan
berdasarkan fungsi koridor, fungsi ruang, dan jumlah pengguna.
Ukuran koridor yang aksesibilitas brankar pasien minimal 2,4 m.

5.11 Sistem Hubungan (Transportasi) Vertikal dalam Rumah Sakit.


(1) Umum.
Setiap bangunan RS bertingkat harus menyediakan sarana hubungan
vertikal antar lantai yang memadai untuk terselenggaranya fungsi
bangunan RS tersebut berupa tersedianya tangga, ram, lif, tangga
berjalan/eskalator, dan/atau lantai berjalan/travelator.
(2) Persyaratan Teknis.
(a) Jumlah, ukuran, dan konstruksi sarana hubungan vertikal harus
berdasarkan fungsi bangunan RS, luas bangunan, dan jumlah
pengguna ruang, serta keselamatan pengguna gedung.
(b) Setiap bangunan RS dengan ketinggian di atas lima lantai harus
menyediakan sarana hubungan vertikal berupa lif.
(c) Bangunan RS umum yang fungsinya untuk kepentingan publik, baik
berupa fungsi keagamaan, fungsi usaha, maupun fungsi sosial dan
budaya harus menyediakan fasilitas dan kelengkapan sarana
hubungan vertikal bagi orang yang berkebutuhan khusus, termasuk
penyandang cacat.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 107
5.11.1 Ramp.

(1) Umum.
Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan
tertentu, sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan
tangga. Fungsi dapat digantikan dengan lift (fire lift)
UU RI No. 28 tahun 2002 tentang bangunan gedung bagian ketiga pasal 18 perihal persyaratan keselamatan

(2) Persyaratan Ramp.


(1) Kemiringan suatu ramp di dalam bangunan tidak boleh melebihi 70,
perhitungan kemiringan tersebut tidak termasuk awalan dan akhiran
ramp (curb ramps/landing).
(2) Panjang mendatar dari satu ramp (dengan kemiringan 70) tidak boleh
lebih dari 900 cm. Panjang ramp dengan kemiringan yang lebih
rendah dapat lebih panjang.
(3) Lebar minimum dari ramp adalah 120 cm dengan tepi pengaman.
(4) Muka datar (bordes) pada awalan atau akhiran dari suatu ramp harus
bebas dan datar sehingga memungkinkan sekurang-kurangnya untuk
memutar kursi roda dan stretcher, dengan ukuran minimum 160 cm.

Gambar 5.11.1.a– Tipikal ramp

108 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Gambar 5.11.1.b– Bentuk-bentuk ramp

Gambar 5.11.1.c – Kemiringan ramp.

Gambar 5.11.1.d – Pegangan rambat pada ramp.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 109
Gambar 5.11.1.e – Kemiringan sisi lebar ramp.

Gambar 5.11.1.f – Pintu di ujung ramp.


(5) Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ramp harus memiliki tekstur
sehingga tidak licin baik diwaktu hujan.
(6) Lebar tepi pengaman ramp (low curb) 10 cm, dirancang untuk menghalangi
roda dari kursi roda atau stretcher agar tidak terperosok atau ke luar dari
jalur ramp.
Apabila berbatasan langsung dengan lalu lintas jalan umum atau
persimpangan, harus dibuat sedemikian rupa agar tidak mengganggu jalan
umum.
(7) Ramp harus diterangi dengan pencahayaan yang cukup sehingga
membantu penggunaan ramp saat malam hari. Pencahayaan disediakan
pada bagian ramp yang memiliki ketinggian terhadap muka tanah
sekitarnya dan bagian-bagian yang membahayakan.
(8) Ramp harus dilengkapi dengan pegangan rambatan (handrail) yang
dijamin kekuatannya dengan ketinggian yang sesuai.

4.11.2 Tangga.
(1) Umum.
Tangga merupakan fasilitas bagi pergerakan vertikal yang dirancang
dengan mempertimbangkan ukuran dan kemiringan pijakan dan tanjakan
dengan lebar yang memadai.

110 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(2) Persyaratan.
(1) Harus memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang berukuran
seragam Tinggi masing-masing pijakan/tanjakan adalah 15 – 17 cm.
(2) Harus memiliki kemiringan tangga kurang dari 600.
(3) Lebar tangga minimal 120 cm untuk membawa usungan dalam
keadaan darurat, untuk mengevakuasi pasien dalam kasus terjadinya
kebakaran atau ancaman bom
(3) Tidak terdapat tanjakan yang berlubang yang dapat membahayakan
pengguna tangga.
(4) Harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail).

Gambar 5.11.2.a – Tipikal tangga

Gambar 5.11.2.b – Pegangan rambat pada tangga

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 111
(5) Pegangan rambat harus mudah dipegang dengan ketinggian 65 cm ~
80 cm dari lantai, bebas dari elemen konstruksi yang mengganggu,
dan bagian ujungnya harus bulat atau dibelokkan dengan baik ke
arah lantai, dinding atau tiang.
(6) Pegangan rambat harus ditambah panjangnya pada bagian ujung-
ujungnya (puncak dan bagian bawah) dengan 30 cm.
(7) Untuk tangga yang terletak di luar bangunan, harus dirancang
sehingga tidak ada air hujan yang menggenang pada lantainya.

Gambar 5.11.2.c – Desain profil tangga.

Gambar 5.11.2.d – Detail pegangan rambat tangga

Gambar 5.11.2.e – Detail pegangan rambat pada dinding.

112 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


5.11.3 Lift (Elevator)

(1) Umum.
Lift merupakan fasilitas lalu lintas vertikal baik bagi petugas RS maupun
untuk pasien. Oleh karena itu harus direncanakan dapat menampung
tempat tidur pasien.

(2) Persyaratan.
(1) Ukuran lift rumah sakit minimal 1,50 m x 2,30 m dan lebar pintunya
tidak kurang dari 1,20 m untuk memungkinkan lewatnya tempat tidur
dan stretcher bersama-sama dengan pengantarnya.
(2) Lif penumpang dan lift service dipisah bila dimungkinkan.
(3) Jumlah, kapasitas, dan spesifikasi lif sebagai sarana hubungan
vertikal dalam bangunan gedung harus mampu melakukan pelayanan
yang optimal untuk sirkulasi vertikal pada bangunan, sesuai dengan
fungsi dan jumlah pengguna bangunan RS.
(4) Setiap bangunan RS yang menggunakan lif harus tersedia lif
kebakaran yang dimulai dari lantai dasar bangunan (ground floor).
(5) Lif kebakaran dapat berupa lif khusus kebakaran/lif penumpang
biasa/lif barang yang dapat diatur pengoperasiannya sehingga dalam
keadaan darurat dapat digunakan khusus oleh petugas kebakaran.

5.12 Sarana Evakuasi


(1) Umum.
Setiap bangunan RS harus menyediakan sarana evakuasi bagi orang yang
berkebutuhan khusus termasuk penyandang cacat yang meliputi :
(a) sistem peringatan bahaya bagi pengguna,
(b) pintu keluar darurat, dan
(c) jalur evakuasi yang dapat menjamin pengguna bangunan RS untuk
melakukan evakuasi dari dalam bangunan RS secara aman apabila
terjadi bencana atau keadaan darurat.
(2) Persyaratan Teknis.
(a) Untuk persyaratan sarana evakuasi pada bangunan RS harus
dipenuhi standar tata cara perencanaan sarana evakuasi pada
bangunan gedung.
(b) Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum mempunyai
SNI, dapat digunakan standar baku dan pedoman teknis yang
diberlakukan oleh instansi yang berwenang.

5.13 Aksesibilitas Penyandang Cacat


(1) Umum.
Setiap bangunan RS, harus menyediakan fasilitas dan aksesibilitas untuk
menjamin terwujudnya kemudahan bagi penyandang cacat dan lanjut usia
masuk dan keluar ke dan dari bangunan RS serta beraktivitas dalam
bangunan RS secara mudah, aman, nyaman dan mandiri.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 113
(2) Persyaratan Teknis.
(a) Fasilitas dan aksesibilitas meliputi toilet, tempat parkir, telepon
umum, jalur pemandu, rambu dan marka, pintu, ramp, tangga, dan lif
bagi penyandang cacat dan lanjut usia.
(b) Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas disesuaikan dengan fungsi,
luas, dan ketinggian bangunan RS.

5.14 Prasarana/Sarana Umum.


(1) Umum.
(a) Guna memberikan kemudahan bagi pengguna bangunan RS untuk
beraktivitas di dalamnya, setiap bangunan RS untuk kepentingan
umum harus menyediakan kelengkapan prasarana dan sarana
pemanfaatan bangunan RS, meliputi: ruang ibadah, toilet, tempat
parkir, tempat sampah, serta fasilitas komunikasi dan informasi.
(b) Penyediaan prasarana dan sarana disesuaikan dengan fungsi dan
luas bangunan RS, serta jumlah pengguna bangunan RS.
(2) Persyaratan Teknis.
Perencanaan sarana dan prasarana dalam bangunan RS mengikuti:
(a) SNI 03-1735-2000 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan akses
bangunan dan akses lingkungan untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan gedung.
(b) SNI 03-1746-2000 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan dan
pemasangan sarana jalan keluar untuk penyelamatan terhadap
bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
(c) SNI 03-6573-2001 atau edisi terbaru; Tata cara perancangan sistem
transportasi vertikal dalam gedung (lif).
(d) Ketentuan teknis Kelengkapan Prasarana dan Sarana bangunan RS.
(e) Ketentuan teknis Prasarana dan Sarana pemanfaatan Bangunan RS
dan Kelengkapannya.
(f) Ketentuan teknis Ukuran, Konstruksi, Jumlah Fasilitas dan
Aksesibilitas bagi Penyandang Cacat.
(g) Dalam hal persyaratan di atas belum mempunyai SNI, dapat
digunakan standar baku dan pedoman teknis yang diberlakukan oleh
instansi yang berwenang.

114 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAGIAN VI
PENUTUP

6.1 Pedoman teknis ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan oleh pengelola
fasilitas pelayanan kesehatan, penyedia jasa konstruksi, Pemerintah Daerah, dan
instansi yang terkait dengan kegiatan pengaturan dan pengendalian
penyelenggaraan pembangunan bangunan fasilitas pelayanan kesehatan, guna
menjamin kesehatan penghuni bangunan dan lingkungan terhadap bahaya
penyakit.
6.2 Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau yang bersifat alternatip, serta
penyesuaian Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B oleh
masing-masing daerah disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan
daerah.
6.3 Sebagai pedoman/ petunjuk pelengkap, dapat digunakan Standar Nasional
Indonesia (SNI) terkait lainnya.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 115
KEPUSTAKAAN

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 Tahun 2005, tentang Peraturan


Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, tentang Bangunan Gedung.

4. Peraturan Kementerian Kesehatan RI Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 tentang


Klasifikasi Rumah Sakit.

5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No : 1204/Menkes/SK/X/2004


tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No : 1197/Menkes/SK/X/2004


tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.

7. Joanna R. Fuller, Surgical Technology, Principles and Practice, Saunders.

8. American Society of Heating, Refrigerating and Air Conditionign Engineers,


Handbook, Applications, 1974 Edition, ASHRAE.

9. American Society of Heating, Refrigerating and Air Conditioning Engineers, HVAC


Design Manual for Hospitals and Clinics, 2003 edition, ASHRAE.

10. G.D. Kunders, Hospitals, Facilities Planning and Management, Tata McGraw-Hill
Publishing Company Limited, 2004.

11. Ernst Neufert (Alih Bahasa : Sjamsu Amril), Data Arsitek, Edisi kedua, Jilid 1,
Penerbit Erlangga, 1995.

12. Departemen Kesehatan RI, Ditjen Bina Pelayanan Medik, Pedoman


Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit, 2007.

116 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


PEDOMAN BANGUNAN RS :
RUANG OPERASI RUMAH SAKIT

DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATAN


SUB DIREKTORAT BINA SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN
TAHUN 2012
DAFTAR ISI

Daftar Isi iii

BAB - I Ketentuan Umum


1.1 Latar Belakang 1
1.2 Maksud Dan Tujuan 1
1.3 Sasaran 2
1.4 Pengertian 2
1.5 Lingkup Materi Pedoman 11

BAB- II Pedoman Teknis Arsitektur Dan Struktur Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit
2.1 Umum 12
2.2 Alur Sirkulasi Kegiatan Ruangan Operasi 12
2.3 Pembagian Zona Pada Sarana Ruang Operasi Rumah Sakit 15
2.4 Aksesibilitas Dan Hubungan Antar Ruang 17
2.5 Kebutuhan Ruang 18
2.6 Sarana Evakuasi Dan Aksesibilitas Penyandang Cacat 31
2.7 Persyaratan Struktur Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit 32

BAB - III Pedoman Teknis Prasarana Ruang Operasi Rumah Sakit


3.1 Umum 33
3.2 Prasarana 33
3.3 Instalasi Mekanikal 33
3.4 Instalasi Elektrikal 41
3.5 Instalasi Proteksi Kebakaran 47

BAB - IV Penutup 51
Kepustakaan 52

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
BAB – I
KETENTUAN UMUM

1.1 Latar belakang.


Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28 Bagian H,
ayat (1) telah menegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan,
kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan merupakan bagian dari
sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya
kesehatan. Pada hakekatnya rumah sakit berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan. Fungsi dimaksud memiliki makna tanggung jawab yang seyogyanya
merupakan tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat.
Untuk optimalisasi hasil serta kontribusi positif tersebut, harus dapat diupayakan masuknya upaya
kesehatan sebagai asas pokok program pembangunan nasional.
Dalam Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 10 ayat (2) menyebutkan,
bangunan rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas ruang: ….
d. ruang operasi; …. .
Dalam Bagian Ketiga tentang Bangunan, pasal 9 butir (b) menyebutkan bahwa Persyaratan teknis
bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian
pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat,
anak-anak, dan orang usia lanjut.
Dalam rangka mendukung Undang-Undang No. 44 tersebut, maka perlu disusun pedoman teknis
bangunan rumah sakit ruang operasi yang memenuhi standar pelayanan, keselamatan,
kesehatan, kenyamanan dan kemudahan.
Disamping itu pula, ruang operasimerupakan tempat diselenggarakannya tindakan pembedahan
secara elektif maupun akut, hal mana membutuhkan kondisi steril dan kondisi khusus lainnya yang
harus dicapai sesuai pedoman teknis ini.

1.2 Maksud dan tujuan.


PedomanTeknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Operasi ini, dimaksudkan sebagai acuan teknis
penyediaan fasilitas fisikbangunan dan utilitasnya agar rumah sakit dapat memberikan pelayanan
kesehatan bagi masyarakat yang memadai sesuai kebutuhan.
PedomanTeknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Operasi bertujuan memberikan petunjuk agar
suatu perencanaan, perancangan dan pengelolaan bangunan ruang operasi di rumah sakit
memperhatikan kaidah-kaidah pelayanan kesehatan, sehingga bangunan ruang operasi yang akan
dibuat memenuhi standar keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan bagi pasien dan
pengguna bangunan lainnya serta tidak berakibat buruk bagi keduanya.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 1


1.3 Sasaran.
PedomanTeknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Operasi iniakan menjadi acuan bagi pengelola
rumah sakit, khususnya pengelola ruang operasi dan dapat menjadi acuan bagi konsultan
perencana dalam membuat perencanaan bangunan ruang operasi, sehingga masing-masing pihak
dapat memiliki persepsi yang sama.

1.4 Pengertian.
1.4.1 Bangunan gedung.
konstruksi bangunan yang diletakkan secara tetap dalam suatu lingkungan, di atas tanah/perairan,
ataupun di bawah tanah/perairan, tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk tempat
tinggal, berusaha, maupun kegiatan sosial dan budaya.

1.4.2 Ruangan di rumah sakit.


gabungan/kumpulan dari ruang-ruang/kamar-kamar di unit rumah sakit yang saling berhubungan
dan terkait satu sama lain dalam rangka pencapaian tujuan pelayanan kesehatan.

1.4.3 Prasarana
Benda maupun jaringan/instalasi yang membuat suatu bangunan yang ada bisa berfungsi sesuai
dengan tujuan yang diharapkan.

1.4.4 Ruang Operasi Rumah Sakit.


suatu unit khusus di rumah sakit yang berfungsi sebagai tempat untuk melakukan tindakan
pembedahan secara elektif maupun akut, yang membutuhkan kondisi steril dan kondisi khusus
lainnya.

1.4.5 Ruang Pendaftaran.


(1) Ruang ini digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan administrasi, khususnya pelayanan
bedah.
(2) Ruang ini berada pada bagian depan Ruang OperasiRumah Sakit dengan dilengkapi loket,
meja kerja, lemari berkas/arsip, telepon/interkom.
(3) Pasien bedah dan Pengantar (Keluarga atau Perawat) datang ke ruang pendaftaran.
(4) Pengantar (Keluarga atau Perawat), melakukan pendaftaran di Loket pendaftaran, petugas
pendaftaran Ruang Operasi Rumah Sakit melakukan pendataan pasien bedah dan
penandatanganan surat pernyataan dari keluarga pasien bedah, selanjutnya pengantar
menunggu di ruang tunggu.
(5) Kegiatan administrasi meliputi :
(a) Pendataan pasien bedah.
(b) Penandatanganan surat pernyataan dari keluarga pasien bedah.
(c) Rincian biaya pembedahan.

2 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


1.4.6 Ruang tunggu Pengantar.
Ruang di mana keluarga atau pengantar pasien menunggu. Di ruang ini perlu disediakan tempat
duduk dengan jumlah yang sesuai aktivitas pelayanan bedah. Bila memungkinkan, sebaiknya
disediakan pesawat televisi dan ruangan yang dilengkapi sistem pengkondisian udara.

1.4.7 Ruang Transfer (Transfer Room).


(1) Pasien bedah dibaringkan di stretcher khusus ruang operasi. Untuk pasien bedah yang
datang menggunakan stretcher dari ruang lain, pasien tersebut dipindahkan ke stretcher
khusus Ruang Operasi Rumah Sakit.

Gambar 1.4.7 - Contoh Transfer bed ruang operasi.

(2) Pasien melepaskan semua perhiasan dan diserahkan kepada keluarga pasien.
(3) Selanjutnya Pasien dibawa ke ruang persiapan (preperation room)

1.4.8 Ruang Tunggu Pasien (Holding Room).


Ruang tunggu pasien dimaksudkan untuk tempat menunggu pasien sebelum dilakukan pekerjaan
persiapan (preparation) oleh petugas Ruang Operasi Rumah Sakit dan menunggu sebelum masuk
ke kompleks ruang operasi. Apabila luasan area Ruang Operasi Rumah Sakit tidak
memungkinkan, kegiatan pada ruangan ini dapat di laksanakan di Ruang Transfer.

1.4.9 Ruang Persiapan Pasien.


(1) Ruang yang digunakan untuk mempersiapkan pasien bedah sebelum memasuki ruang
operasi.
(2) Di ruang persiapan, petugas Ruang Operasi Rumah Sakit membersihkan tubuh
pasienbedah, dan mencukur bagian tubuh yang perlu dicukur.
(3) Petugas Ruang Operasi Rumah Sakit mengganti pakaian pasien bedah dengan pakaian
khusus pasien bedah.
(4) Selanjutnya pasien bedah dibawa ke ruang induksi atau langsung ke ruang operasi.

1.4.10 Ruang Induksi.


Di ruang induksi, petugas Ruang Operasi Rumah Sakit mengukur tekanan darah pasien bedah,
memasang infus, memberikan kesempatan pada pasien untuk beristirahat/ menenangkan diri, dan
memberikan penjelasan pada pasien bedah mengenai tindakan yang akan dilaksanakan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 3


Anastesi dapat dilakukan pada ruangan ini.Apabila luasan area Ruang Operasi Rumah Sakit tidak
memungkinkan, kegiatan anastesi dapat di laksanakan di kamar bedah.

1.4.11 Ruang Penyiapan Peralatan/Instrumen Bedah.


Peralatan/Instrumen dan bahan-bahan yang akan digunakan untuk pembedahan dipersiapkan
pada ruang ini.

1.4.12 Kamarbedah.
(1) Kamarbedah digunakan sebagai ruang untuk melakukan tindakan operasi dan atau
pembedahan. Luas ruangan harus cukup untuk memungkinkan petugas bergerak sekeliling
peralatanbedah.Kamarbedah harus dirancang dengan faktor keselamatan yang tinggi.
(2) Di kamarbedah, pasien dipindahkan dari stretcher khusus Ruang Operasi ke meja
operasi/bedah.
(3) Di kamar ini pasien bedah dilakukan pembiusan (anestesi).
(4) Setelah pasien bedah tidak sadar, selanjutnya proses bedah dimulai oleh Dokter Ahli Bedah
dibantu petugas medik lainnya.

1.4.13 Ruang Pemulihan (Recovery).


(1) Ruang pemulihan ditempatkan berdekatan dengan kamarbedah dan diawasi oleh perawat.
Pasien bedah yang ditempatkan di ruang pemulihan secara terus menerus dipantau karena
pasien masih dalam kondisi pembiusan normal atau ringan. Daerah ini memerlukan
perawatan berkualitas tinggi yang dapat secara cepat menilai pasien tentang status :
jantung, pernapasan dan physiologis, dan bila diperlukan melakukan tindakan dengan
memberikan pertolongan yang tepat.
(2) Setiap tempat tidur pasien pasca bedah dilengkapi dengan minimum satu outlet Oksigen,
suction, udara tekan medis, peralatan monitor dan 6 (enam) kotak kontak listrik,
(3) Kereta darurat (emergency cart) secara terpusat disediakan dan dilengkapi dengan
defibrillator, saluran napas (airway), obat-obatan darurat, dan persediaan lainnya.
(4) Di beberapa rumah sakit, ruang pemulihan sering juga dinamakan ruang PACU(Post
Anaesthetic Care Unit).Komunikasi ruang pemulihan atau ruang PACUlangsung ke ruang
dokter bedah dan perawat bedah dengan perangkat interkom.Tombol panggil darurat
ditempatkan diseluruh Ruang Operasi Rumah Sakit.

1.4.16 Ruang ganti pakaian (Loker).


(1) Loker atau ruang ganti pakaian, digunakan untuk Dokter dan petugas medik mengganti
pakaian sebelum masuk ke lingkungan ruang operasi.
(2) Pada loker ini disediakan lemari pakaian/loker dengan kunci yang dipegang oleh masing-
masing petugas dan disediakan juga lemari/tempat menyimpan pakaian ganti dokter dan
perawat yang sudah disteril. Loker dipisah antara pria dan wanita.Loker juga dilengkapi
dengan toilet.

4 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


1.4.17 Ruang Dokter.
Ruang Dokter terdiri dari 2 bagian :
(1) Ruang kerja.
(2) Ruang istirahat/kamar jaga.
Pada ruang kerja harus dilengkapi dengan beberapa peralatan dan furnitur.Sedangkan pada
ruang istirahat diperlukan sofa.Ruang Dokter perlu dilengkapi dengan bak cuci tangan
(wastafel) dan toilet.

1.4.18 ScrubStation.
(1) Scrub station atau scrub up, adalah bak cuci tangan bagi Dokter ahli bedah dan petugas
medik yang akan mengikuti langsung pembedahan di dalam ruang operasi.
(2) Bagi petugas medik yang tidak terlibat tidak perlu mencuci tangannya di scrub station.
(3) Scrub station sebaiknya berada disamping atau di depanruang operasi.

Gambar 1.4.18 – Scrub station untuk 3 orang

(4) Beberapa persyaratan dari scrub station yang harus dipenuhi, antara lain :
(a) Terdapat kran siku atau kran dengkul, minimal untuk 2 (dua) orang.
(b) Aliran air pada setiap kran cukup.
(c) Dilengkapi dengan ultra violet (UV), water sterilizer.
(d) Dilengkapi dengan tempat cairan desinfektan.
(e) Dilengkapi sikat kuku.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 5


1.4.19 Ruang Utilitas Kotor (Spoel Hoek, Disposal).
(1) Fasilitas untuk membuang kotoran bekas pelayanan pasien khususnya yang berupa cairan.
Spoolhoek terdiri dari :
(a) Sloop sink (lihat gambar 1.4.19.a& b).
(b) Service Sink (lihat gambar 1.4.19.a & c)
(2) Peralatan/Instrumen/Material kotor dikeluarkan dari ruang operasi ke ruang kotor (disposal,
spoel Hoek).
(3) Barang-barang kotor ini selanjutnya dikirim ke ruang Laundri dan CSSD (Central Sterilized
Support Departement).untuk dibersihkan dan disterilkan.
(4) Ruang Laundri dan CSSD berada diluar Ruang Operasi Rumah Sakit.

Slop Sink Service Sink


Gambar 1.4.19.a - Slop Sink dan Service Sink

Gambar 1.4.19.b- Sloop Sink

Gambar1.4.19.c - Service Sink

6 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


1.4.20 Ruang Linen.
Ruang linen berfungsi menyimpan linen, antara lain duk operasi dan pakaian bedah
petugas/dokter pada Ruang Operasi Rumah Sakit.

Gambar 1.4 - Kompleks ruang operasi

1.4.21 Ruang Penyimpanan Perlengkapan Bedah


(1) Ruang tempat penyimpanan instrumen yang telah disterilkan. Instrumen berada dalam
Tromol tertutup dan disimpan di dalam lemari instrumen. Bahan-bahan lain seperti kasa steril
dan kapas yang telah disterilkan juga dapat disimpan di ruangan ini.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 7


(2) Persediaan harus disusun rapih pada rak-rak yang titik terendahnya tidak lebih dari 8 inci (20
cm) dari lantai dan titik tertingginya tidak kurang dari 18 inci (45 cm) dari langit-langit.
Persediaan rutin diperiksa tanggal kadaluarsanya dan di bungkus secara terpadu.
(3) Ruang Penyimpanan peralatan anastesi, peralatan implant orthopedic, dan perlengkapan
emergensi diletakkan pada ruang yang berbeda dengan ruang penyimpanan perlengkapan
bedah.

1.4.22 Ruang Penyimpanan Peralatan Kebersihan (Janitor).


Ruang untuk menyimpan peralatan kebersihan dan ruang tempat menempatkan barang-barang
kotor di dalam kontainer tertutup yang berasal dari ruang-ruang di dalam bangunan (sarana)
Ruang Operasi Rumah Sakit untuk selanjutnya dibuang ke tempat pembuangan di luar bangunan
Ruang Operasi Rumah Sakit.

Gambar 1.4.22 – Janitor

1.4.23 Meja Operasi/bedah.


Meja operasi/bedah adalah meja yang digunakan untuk membaringkan pasien bedah, sesuai
dengan posisi yang sesuai, dimana Dokter bedah akan melakukan operasi pembedahan.
Secara umum, ada 2 jenis meja operasi, yaitu : meja operasi yang digerakkan secara hidarolik,
dan meja operasi yang digerakkan dengan elektrohidraulik (sebelumnya ada meja operasi yang
digerakkan secara mekanik).

1.4.24 Lampu Operasi/bedah.


Lampu operasi umumnya diletakkan menggantung di langit-langit ruang operasi, dan berada di
posisi diatas meja operasi (Operating Table). Namun demikian untuk keperluan lainnya, lampu
operasi juga ada dari jenis diletakkan di lantai (floor mounted) atau jenis pemasangan di dinding
(wall mounted).

1.4.25 Mesin Anesthesi.


Mesin anestesi adalah peralatan medik yang berfungsi untuk pembiusan pada pasien yang
dilakukan oleh dokter spesialis anestesi sebelum dilakukan pembedahan oleh dokter spesialis
bedah.Lokasi peralatan anestesi ini ada di kamar bedah.Untuk mengoperasikan mesin anestesi ini
diperlukan gas oksigen (O2), gas nitrous oksida (N2O), dan zat anestesi.Disamping gas dan zat
tersebut di atas, idealnya juga dilengkapi dengan vakum medik, udara tekan dan sistem buangan
gas anestesi.

8 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


mbar 1.4.25 – Mesin an
Gam nesthesi den
ngan 3 vapo
orizer dileng
gkapi ventila
ator dan mo
onitor

1.4.26 Ventilator.
Ventilator umumnya digunakan di ruang operasi
o dan
n di ruang ICU untuk mengalirka
an ventilasii
mekanis ke e paru-paru
u.
Ventilator berfungsi sebagai
s alat bantu perrnapasan pada
p pasien
n yang dala
am kondisi fisik cukup
p
lemah. Pe enggunaannya di ka amar bedah h bersamaa sama de engan mesin aneste esi, sepertii
ditunjukkann pada gam
mbar 1.4.26..
Ventilator dioperasika an dengan pemipaan sentral gas (oksigen atau udara a tekan) attau silinderr
oksigen, atau dengan n kompreso or udara listrik yang diletakkan di mana saja, jika tersed dia tekanann
sebesar 3,,5 bar samp pai 4 bar. Sistem
S ini cukup
c amann di mana sirkit
s aliran gas dan sirkit gas ke e
pasien sep penuhnya te erpisah, dan tidak ada a aliran gas bertekanann tinggi diallirkan ke pa
asien. Jeniss
alat ini sep
perti ditunjukkkan pada gambar
g 1.44.26

Gamb
bar 1.4.26 : Ventilator dengan
d sum
mber pengg
gerak sentra
al gas.

1.4.27 Ceiling Pen


ndant.
Ceiling pen
ndant adala
ah rak yangg dipasang di
d langit-lan ngit, umumn
nya di kama
ar bedah ata
au di ruang
g
ICU, dapatt digerakkan ke segala
a arah.Ceilin
ng pendantt umumnya terdiri dari 2 jenis.Jenis pertama,,
ceiling pen
ndant yangg digunakan n untuk me eletakkan peralatan
p m
monitor, dan jenis ke dua untukk
menempattkan outlet/inlet gas me
edik dan ou
utlet listrik.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 9


Penempataan ceiling pendant untuk memo onitor kond
disi pasien diletakkan berhadapa
an dengan
n
Dokter bed
dah dan yan
ng lainnya ditempatkan
d ngan mesin anestesi,
n dekat den

1.4.28 Alat
A Monito
or
Alat monittor yang umum terda ang operasi berfungsi untuk me
apat di rua erekam aktiivitas listrikk
jantung. Selain
S itu alat
a ini juga
a dilengkap
pi dengan perlengkapa
p an untuk m
memonitor parameter--
parameter tubuh lainn
nya.

1.4.29 Fiilm Viewer.


Film Viewe
er adalah alat untuk me
elihat, mem
mbaca dan mengartikan
m n hasil foto rrontgen.

1.4.30 Aspirator.
A
Aspirator yang
y digunakan dalam m kamar be edah dapatt dibagi dallam 2 jeniss, yaitu asppirator yang
g
digunakan oleh dokte er bedah untuk
u meng ghisap daraah, atau za at lain dari tubuh pasien selama a
pembedah han disebut aspirator bedah
b (lihatt gambar 1..4.30), dan aspirator yyang diguna
akan dokterr
anestesi untuk
u menghisap lendir di tenggo orokan pasieen disebut aspirator te enggorokan
n. Aspiratorr
tenggorokaan selain digunakan di
d kamar be edah, juga digunakan
d di ruang IC
CU/ICCU da an di ruangg
rawat inap.

Gambar 1.4.30 - Aspirator bedah


h

1.4.31 Suction Un
nit.
Suction Unnit adalah alat
a yang digunakan
d u
untuk memperoleh daya hisap dengan melaalui pompa
a
suction/vakkum, yang menyatu dengan un nit aspirato
ornya. Peng
ggunaannya
a terutama
a di kamarr
bedah, ata
au dilokasi la
ain, seperti ICU/ICCU dan ruang perawatan.
p

10 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Gambar 1.4.31. Suc
ction Unit

1.5 Lingkup Materi


M Pe
edoman.
Lingkup materi
m Pedo
oman Teknis Banguna umah Sakit ini melipu
an Ruang Operasi Ru uti sebagaii
berikut :
(1) Bab I : Ketentu
uan Umum..
mem mberikan ga ambaran umum yang
g meliputi latar
l belaka
ang, maksud dan tujjuan, serta
a
lingkkup materi pedoman.
p
(2) Bab II :Pedom
man Teknis
s Arsitektu
ur dan Stru
uktur Bang
gunan Rua
ang Opera
asi Rumah
h
Sakit.
mberikan ga
mem ambaran m mengenai alur kegiatan pada baangunan Ruuang Operaasi Rumah h
oning dan persyaratan umum kom
Sakitt, kebutuhan ruang, zo mponen ban
ngunan insta
alasi bedah
h
.
(3) Bab III :Pedoman Teknis Prasarana (Utilitas) Ruang
R Ope
erasi Ruma
ah Sakit.
memmberikan gambaran
g mengenai persyarattan utilitass banguna
an yang memenuhii
persyyaratan kesselamatan bangunan,
b k
kesehatan bangunan,
b k
kenyamana
an dan kemudahan.
(4) Bab IV : Penutu
up.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 11


BAB – II
PEDOMAN TEKNIS
ARSITEKTUR DAN STRUKTUR
BANGUNAN RUANG OPERASI RUMAH SAKIT
2.1 Umum.
(1) Setiap bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit merupakan tempat untuk melakukan kegiatan
tindakan pembedahan secara elektif maupun akut, yang membutuhkan kondisi steril dan
kondisi khusus lainnya.
(2) Fungsi bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit dikualifikasikan berdasarkan tingkat sterilitas
dan tingkat aksesibilitas.

2.2 Alur Sirkulasi kegiatan Ruangan Operasi.

Gambar - 2.2 : Alur kegiatan di Ruang Operasi Rumah Sakit.

12 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Alur sirkulasi (pergerakan) ruang pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit ditunjukkan pada
gambar 2.2, dan dijelaskan sebagai berikut :
(1) Pasien.
(a) Pasien, umumnya dibawa dari ruang rawat inap menuju ruang operasi menggunakan
transfer bed.
(b) Perawat ruang rawat inap atau perawat ruang operasi, sesuai jadwal operasi,
membawa pasien ke ruang pendaftaran untuk dicocokkan identitasnya, apakah sudah
sesuai dengan data yang sebelumnya dikirim ke ruang administrasi ruang operasi dan
sudah dipelajari oleh dokter bedah bersangkutan.Pengantar pasien dipersilahkan untuk
menunggu di ruang tunggu pengantar.
(c) Dari ruang pendaftaran, pasien dibawa ke ruang transfer, di ruang ini, pasien
dipindahkan dari transfer bed ke transfer bed ruang bedah menuju ruang persiapan.
(d) Di ruang persiapan pasien dibersihkan, misalnya dicukur pada bagian rambut yang
akan dioperasi, atau dibersihkan bagian-bagian tubuh lain yang dianggap perlu,
(e) Apabila, pada saat pasien selesai dibersihkan ruang operasi masih digunakan untuk
operasi pasien lain, pasien ditempatkan di ruang tunggu pasien yang berada di
lingkungan ruang operasi.
(f) Setelah tiba waktunya, pasien dibawa masuk ke ruang induksi (bila ada), yang mana,
pasien diperiksa kembali kondisi tubuhnya, menyangkut tekanan darah, detak jantung,
temperatur tubuh, dan sebagainya.
(g) Apabila kondisi tubuh pasien cukup layak untuk dioperasi, pasien selanjutnya masuk
ke ruang bedah, untuk dilakukan operasi pembedahan.
(h) Selesai dilakukan pembedahan, pasien yang masih dipengaruhi oleh bius dari zat
anestesi, selanjutnya dibawa ke ruang pemulihan (recovery room). Ruang ini sering
juga dinamakan ruang PACU (Post Anesthesi Care Unit).Bila dianggap perlu, pasien
bedah dapat juga langsung dibawa ke ruang perawatan intensif (ICU).
(i) Apabila bayi yang dioperasi, setelah dioperasi bayi tersebut selanjutnya dibawa masuk
ke ruang resusisitasi neonatal (dibeberapa rumah sakit, jarang ruang resisutasi
neonatal ini berada di ruang operasi, biasanya langsung dibawa ke ruang perawatan
intensif bayi (NICU), yang berada di bagian melahirkan (Ginekologi).
(j) Apabila pasien bedah kondisinya cukup sadar, pasien dibawa ke ruang rawat inap,
(2) Paramedis dan Dokter Bedah/Anestesi.
(a) Paramedis.
1) Dokter dan paramedis, mengganti baju dan sepatu/sandalnya di ruang loker,
yang mana dokter/paramedis selanjutnya mengenakan baju, penutupkepala dan
penutup hidung/mulut yang sebelumnya sudah disterilkan.
2) Paramedis selanjutnya melakukan kegiatan persiapan perlengkapan operasi,
meliputi penyiapan peralatan bedah, pembersihan ruang bedah, mensterilkan
ruang bedah dengan penyemprotan fogging, menyeka (mengelap) meja bedah,
lampu bedah, mesin anestesi, pendant, dengan cairan atau lap yang sesuai.
Memeriksa seluruh utilitas ruang operasi (tekanan gas medis, vakum, udara
tekan medis, kotak kontak listrik, jam dinding, tempat sampah medis, dan
sebagainya).

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 13


3) Untuk penyiapan peralatan bedah, dilakukan di ruang peralatan bedah yang
letaknya dekat dengan kamar bedah. Set peralatan bedah diambil dari ruang
penyimpanan steril, dan disiapkan di atas troli bedah,
4) Setelah siap, Dokter bedah akan memeriksa kembali seluruh peralatan bedah
yang diperlukan, dan mengujinya bila diperlukan.
5) Selanjutnya peralatan bedah ini dimasukkan ke kamar bedah.Apabila pengadaan
ruang persiapan peralatan bedah ini karena sesuatu hal tidak dimungkinkan,
maka persiapan peralatan bedah dapat dilakukan di kamar bedah.
(b) Dokter.
1) Di ruang Dokter, Dokter beserta stafnya, termasuk dokter anestesi, melakukan
koordinasi tindakan bedah yang akan dilakukan terhadap pasien, termasuk
kemungkinan terburuk yang bisa terjadi.
2) Selesai melakukan koordinasi, Dokter bedah menuju ruang persiapan peralatan
bedah, memeriksa dan menguji apakah seluruh peralatan sudah sesuai dengan
kebutuhan yang diperlukan untuk pembedahan.
3) Dokter selanjutnya ke ruang induksi, memeriksa kondisi pasien apakah sudah
cukup siap untuk operasi.
4) Dokter anestesi, memeriksa peralatan mesin anestesi apakah sudah berfungsi
dengan baik, termasuk zat anestesi yang akan digunakan.
5) Dokter bedah dan staf yang membantu operasi, sebelum melakukan
pembedahan, mencuci tangan terlebih dahulu di tempat cuci tangan yang disebut
dengan “Scrub Up”. Tempat cuci tangan ini terdiri dari air biasa, sabun dan zat
anti septik (biasa digunakan betadine).Selanjutnya dokter dan staf yang terlibat
pengoperasian menggunakan sarung tangan yang telah disterilkan.
6) Dokter, staf yang membantu operasi selanjutnya masuk ke ruang operasi untuk
melakukan pembedahan. Sebelum melakukan operasi, Dokter biasanya
melakukan penyesuaian posisi meja operasi dan lampu operasi yang lebih
nyaman, demikian pula dengan posisi troli peralatan operasi.
7) Selesai melakukan operasi, Dokter beserta stafnya kembali mencuci tangan di
scrub up, dan Dokter kembali ke ruang Dokter untuk membuat laporan.
(3) Alur Material/bahan.
(a) Material/bahan bersih/steril.
Material/bahan bersih untuk kebutuhan kamar bedah diambil dari :
1) ruang penyimpanan bersih/steril, seperti linen, peralatan kebutuhan bedah, dan
sebagainya.
2) Untuk kebutuhan farmasi (obat-obatan), diambil dari ruang penyimpanan farmasi,
termasuk bahan/material yang sekali pakai. Bila ruang farmasi tidak tersedia,
dapat digunakan ruang persiapan peralatan.
3) Zat anestesi, umumnya disimpan di ruang penyimpanan anestesi.

14 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(b) Material kotor/bekas.
1) Material kotor, terdiri dari :
a) Material kotor/bekas yang digunakan dan sifatnya habis pakai, dimasukkan
ke dalam tempat sampah berupa kontainer kotor, selanjutnya ditutup rapat,
dan dibawa ke area kotor untuk selanjutnya dibawa ke tempat
pembuangan yang khusus digunakan untuk ini.
b) Material kotor/bekas yang masih dapat digunakan kembali, seperti linen,
peralatan kedokteran dan sebagainya dibawa ke ruang spool hook, setelah
dibersihkan dan dikemas dikirim ke ruang laundri atau CSSD.

2.3 Pembagian Zona pada Sarana Ruang Operasi Rumah Sakit.


2.3.1 Ruangan-ruangan pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit dapat dibagi kedalam
beberapa 5 zona (lihat gambar 2.3.1).

Gambar 2.3.1–Pembagian zona pada bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit
Keterangan :
1= Zona Tingkat Resiko Rendah (Normal)
2= Zona Tingkat Resiko Sedang (Normal dengan Pre Filter)
3= Zona Resiko Tinggi (Semi Steril dengan Medium Filter)
4= Zona Resiko Sangat Tinggi (Steril dengan prefilter, medium filter dan hepa filter, Tekanan Positif)
5= Area Nuklei Steril (Meja Operasi)
(1) Zona 1, Tingkat Resiko Rendah (Normal)
Zona ini terdiri dari area resepsionis(ruang administrasi dan pendaftaran), ruang tunggu
keluarga pasien, janitor danruang utilitas kotor.
Zone ini mempunyai jumlah partikel debu per m3> 3.520.000 partikel dengan diameter 0,5
ȝm (ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).
(2) Zona 2, Tingkat Resiko Sedang (Normal dengan Pre Filter)
Zona ini terdiri dari ruang istirahat dokter dan perawat, ruang plester, pantri petugas,ruang
tunggu pasien (holding), ruang transfer dan ruang loker (ruang ganti pakaian dokter dan
perawat) merupakan area transisi antara zona 1 dengan zone 2.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 15


Zone ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 3.520.000 partikel dengan dia.
0,5 ȝm (ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).
(3) Zona 3, Tingkat Resiko Tinggi (Semi Steril dengan Medium Filter)
Zona ini meliputi kompleks ruang operasi, yang terdiri dari ruang persiapan
(preparation),peralatan/instrument steril, ruang induksi, area scrub up, ruang pemulihan
(recovery),ruang linen, ruang pelaporan bedah, ruang penyimpanan perlengkapan bedah,
ruang penyimpanan peralatan anastesi, implant orthopedi dan emergensi serta koridor-
koridor di dalam kompleks ruang operasi.
Zone ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 adalah 352.000 partikel dengan
dia. 0,5 ȝm (ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).
(4) Zona 4, Tingkat Resiko Sangat Tinggi (Steril dengan Pre Filter, Medium Filter, Hepa
Filter)
Zona ini adalah ruang operasi, dengan tekanan udara positif. Zone ini mempunyai jumlah
maksimal partikel debu per m3 adalah 35.200 partikel dengan dia. 0,5 ȝm (ISO 7 - ISO
14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).
(5) Area Nuklei Steril
Area ini terletak dibawah area aliran udara kebawah (;laminair air flow) dimana bedah
dilakukan. Area ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 adalah 3.520 partikel
dengan dia. 0,5 ȝm (ISO 5 s/d ISO 6 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).
2.3.2 Alasan mempunyai sistem zona pada bangunan ruang operasi rumah sakit adalah untuk
meminimalisir risiko penyebaran infeksi (infection control) oleh micro-organisme dari rumah sakit
(area kotor) sampai pada kompleks ruang operasi.
2.3.3 Konsep zona dapat menimbulkan perbedaan solusi sistem air conditioning pada setiap
zona, Ini berarti bahwa staf dan pengunjung datang dari koridor kotor mengikuti ketentuan pakaian
dan ketentuan tingkah laku yang diterapkan pada zona.
2.3.4 Aliran bahan-bahan yang masuk dan keluar Ruang Operasi Rumah Sakit juga harus
memenuhi ketentuan yang spesifik.
2.3.5 Aspek esensial/penting dari zoning ini dan layuot/denah bangunan Ruang Operasi Rumah
Sakit adalah mengatur arah dari tim bedah, tim anestesi, pasien dan setiap pengunjung dan aliran
bahan steril dan kotor.
2.3.6 Dengan sistem zoning ini menunjukkan diterapkannya minimal risiko infeksi pada paska
bedah. Kontaminasi mikrobiologi dapat disebabkan oleh :
(1) Phenomena yang tidak terkait komponen bangunan, seperti :
(a) mikroorganisme (pada kulit) dari pasien atau infeksi yang mana pasien mempunyai
kelainan dari apa yang akan dibedah.
(b) stafruang operasi, terkontaminasi pada sarung tangan dan pakaian.
(c) kontaminasi dari instrumen, kontaminasi cairan.
(2) Persyaratan teknis bangunan, seperti :
(a) Denah (layout) sarana Ruang Operasi Rumah Sakit. Jalur yang salah dari aliran
barang “bersih” dan “kotor” dan lalu lintas orang dapat dengan mudah terjadi infeksi
silang.

16 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(b) Sebagai upaya pencegahan dan pengendalian infeksi silang yang disebabkan oleh alur
sirkulasi barang “bersih” dan “kotor” dan alur sirkulasi orang, maka harus dilengkapi
dengan standar-standar prosedur operasional.
(c) Area-area dimana pelapis struktural dan peralatan yang terkontaminasi.
(d) Aliran udara. Udara dapat langsung (melalui partikel debu pathogenic) dan tidak
langsung (melalui kontaminasi pakaian, sarung tangan dan instrumen) dapat
menyebabkan kontaminasi.Oleh karena itu, sistem pengkondisian udara mempunyai
peranan yang sangat penting untuk mencegah kondisi potensial dari kotaminasi yang
terakhir.

2.4 Aksesibilitas dan Hubungan Antar Ruang


2.4.1 Aksesibiltas.
Umumnya, sarana Ruang Operasi Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan aksesibilitas tempat
tidur.Ini berarti bahwa ruang operasi, area persiapan dan lain-lain, dan area lalu lintas yang
bersebelahan dengannya harus aksesibel untuk tempat tidur.
Selanjutnya, kebutuhan tempat tidur harus dapat melalui area jalur lalu lintas.
Tabel 2.4.1 menunjukkan kesimpulan persyaratan dasar yang berhubungan dengan aksesibilitas
dari sarana Ruang Operasi Rumah Sakit, dimana sejauh ini mempunyai konsekuensi terhadap
lebar ruang/area atau lorong ke ruangan/area.
Tabel 2.4.1 - Persyaratan dasar aksesibilitas

Keterangan area Persyaratan minimum

Area bebas lalu lintas (antara rel pegangan tangan) 2,30 m

Sama diatas, apabila tempat tidur harus mampu


2,40 m
berputar.

Lebar bebas dari lorong ke akses area tempat tidur


1,10 m
(ruang operasi, area persiapan, dan lain-lain)

2.4.2 Hubungan antar ruang.


Persyaratan dasar berikut diterapkan untuk hubungan antar ruang dalam bangunan (sarana)
instalasi bedah.
(1) Bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit harus bebas dari lalu lintas dalam lokasi
rumah sakit, dalam hal ini lalu lintas melalui bagian Ruang Operasi Rumah Sakit tidak
diperbolehkan.
(2) Bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit secara fisik disekat rapat oleh sarana “air-
lock” di lokasi rumah sakit.
(3) Kompleks ruang operasi adalah zone terpisah dari ruang-ruang lain pada bangunan (sarana)
Ruang Operasi Rumah Sakit.
(4) Petugas yang bekerja dalam kompleks ruang operasi harus diatur agar jalur yang
dilewatinya dari satu area “steril” ke lainnya dengan tidak melewati area “infeksius”.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 17


2.5 Kebutuhan Ruang
2.5.1 Zona Resiko Sangat Tinggi (Ruang operasi= Zone 4)
2.5.1.1 Ruang operasi Minor.

Gambar 2.5.1.1A : Contoh Denah Ruang operasi minor

Gambar - 2.5.1.1B : Contoh Ruang operasi Minor


(a) Denah (Layout).
Ruang operasi untuk bedah minor atau tindakan endoskopi dengan pembiusan lokal,
regional atau total dilakukan pada ruangan steril.
Ruang Induksi dan ruang penyiapan alat untuk bedah minor dapat dilakukan di ruang
operasi dan bak cuci tangan (scrub-up) ditempatkan berdekatan dengan bagian luar ruangan
ruang operasi ini.
Area yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan pembedahan minor, ± 36 m 2, dengan
ukuran ruangan panjang x lebar x tinggi adalah 6m x 6m x 3 m.

18 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(b) Peralatan utama pada ruang operasi minor ini adalah :
(1) Meja Operasi.
(2) Lampu operasi tunggal.
(3) Mesin Anestesi dengan saluran gas medik dan listrik menggunakan pendan anestesi
atau cara lain.
(4) Peralatan monitor bedah, dengan diletakkan pada pendan bedah atau cara lain.
(5) Film Viewer.
(6) Jam dinding.
(7) Instrument Trolley untuk peralatan bedah.
(8) Tempat sampah klinis.
(9) Tempat linen kotor.
(10) lemari obat/ peralatan dan lain-lain.

2.5.1.2 Ruang operasi Umum (General Surgery Room).


(a) Denah (Layout)
Kamar operasi umum menyediakan lingkungan yang sterile untuk melakukan tindakan
bedah dengan pembiusan lokal, regional atau total.
Kamar operasi umum dapat dipakai untuk pembedahan umum dan spesialistik termasuk
untuk ENT, Urology, Ginekolog, Opthtamologi, bedah plastik dan setiap tindakan yang tidak
membutuhkan peralatan yang mengambil tempat banyak.

Gambar 2.5.1.2.A – Contoh denah/layout ruang operasi umum

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 19


Gambar 2.5.1.2.B – Contoh suasana ruang operasi umum (general) (42 m2)

Contoh denah (layout) dari ruang operasi umum ini seperti ditunjukkan pada gambar
2.5.1.2.A, dan suasananya seperti ditunjukkan pada gambar 2.5.1.2.B.
Area yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan pembedahan umum minimal 42 m2,
dengan ukuran panjang x lebar x tinggi adalah 7mx6mx3m.
(b) Peralatan kesehatan utama minimal yang berada di kamar ini antara lain :
1) 1 (satu) meja operasi (operation table),
2) 1 (satu) set lampu operasi (Operation Lamp), terdiri dari lampu utama dan lampu
satelit.
3) 2 (dua) set Peralatan Pendant (digantung), masing-masing untuk pendan anestesi dan
pendan bedah.
4) 1 (satu) mesin anestesi,
5) Film Viewer.
6) Jam dinding.
7) Instrument Trolley untuk peralatan bedah.
8) Tempat sampah klinis.
9) Tempat linen kotor.
10) dan lain-lain.
(3) Ruang Operasi Besar (Mayor).
(a) Denah (layout).
Kamar Besar menyediakan lingkungan yang steril untuk melakukan tindakan bedah
dengan pembiusan lokal, regional atau total.
Ruang operasi besar dapat digunakan untuk tindakan pembedahan yang
membutuhkan peralatan besar dan memerlukan tempat banyak, termasuk diantaranya
untuk bedah Neuro, bedah orthopedi dan bedah jantung.

20 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Kebutuhan area ruang operasi besar minimal 50 m2, dengan ukuran panjang x lebar x
tinggi adalah 7.2m x 7m x 3m.
(b) Peralatan kesehatan utama yang diperlukan, antara lain
1) 1 (meja operasi khusus),
2) 1 (satu) lampu operasi,
3) 1 (satu) ceiling pendant untuk outlet gas medik dan outlet listrik,
4) 1 (satu) ceiling pendant untuk monitor, mesin anestesi,
5) dan sebagainya.
(4) Persyaratan Umum Ruang.
Sebagai bagian penting dari Rumah Sakit, beberapa komponen yang digunakan pada ruang
operasi memerlukan beberapa persyaratan khusus, antara lain :
(a) Komponen penutup lantai.
1) Lantai tidak boleh licin, tahan terhadap goresan/ gesekan peralatan dan tahan
terhadap api.
2) Lantai mudah dibersihkan, tidak menyerap, tahan terhadap bahan kimia dan anti
bakteri.
3) Penutup lantai harus dari bahan anti statik, yaitu vinil anti statik.

Gambar 2.5.1.3A : Contoh denah (layout) Ruang Operasi Besar

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 21


Gambar 2.5.1.3.B – Contoh Ruang Operasi Besar (50 m2)

Gambar 2.5.1.3C – Contoh ruang operasi jantung (lebih dari 60 m2)

4) Tahanan listrik dari bahan penutup lantai ini bisa berubah dengan bertambahnya
umur pemakaian dan akibat pembersihan, oleh karena itu tingkat tahanan listrik
lantai ruang operasi harus diukur tiap bulan, dan harus memenuhi persyaratan
yang berlaku.
5) Permukaan dari semua lantai tidak boleh porous, tetapi cukup keras untuk
pembersihan dengan penggelontoran (flooding), dan pem-vakuman basah.
6) Penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata.
7) Hubungan/ pertemuan antara lantai dengan dinding harus menggunakan bahan
yang tidak siku, tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan lantai
(Hospital plint).
8) Tinggi plint, maksimum 15 cm.

22 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(b) Komponen dinding.
Komponen dinding memiliki persyaratan sebagai berikut :
1) Dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca, tahan bahan kimia,tidak
berjamur dan anti bakteri.
2) Lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak mengandung pori-pori)
sehingga dinding tidak menyimpan debu.
3) Warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata.
4) Hubungan/ pertemuan antara dinding dengan dinding harus tidak siku, tetapi
melengkung untuk memudahkan pembersihan dan juga untuk melancarkan arus
aliran udara.
5) Bahan dinding harus keras, tahan api, kedap air, tahan karat, tidak punya
sambungan (utuh), dan mudah dibersihkan.
6) Apabila dinding punya sambungan, seperti panel dengan bahan melamin
(merupakan bahan anti bakteri dan tahan gores) atau insulated panel system
maka sambungan antaranya harus di-seal dengan silicon anti bakteri sehingga
memberikan dinding tanpa sambungan (;seamless), mudah dibersihkan dan
dipelihara.
7) Alternatif lain bahan dinding yaitu dinding sandwich galvanis, 2 (dua) sisinya dicat
dengan cat anti bakteri dan tahan terhadap bahan kimia, dengan sambungan
antaranya harus di-seal dengan silicon anti bakteri sehingga memberikan dinding
tanpa sambungan (;seamless).
8) Cat epoksi pada dasarnya mempunyai kecenderungan untuk mengelupas atau
membentuk serpihan.
(c) Komponen langit-langit.
Komponen langit-langit memiliki persyaratan sebagai berikut :
1) harus mudah dibersihkan, tahan terhadap segala cuaca, tahan terhadap air, tidak
mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien, tidak berjamur serta anti
bakteri.
2) memiliki lapisan penutup yang bersifat non porosif (tidak berpori) sehingga tidak
menyimpan debu.
3) berwarna cerah, tetapi tidak menyilaukan pengguna ruangan.
4) Selain lampu operasi yang menggantung, langit-langit juga bisa dipergunakan
untuk tempat pemasangan pendan bedah, dan bermacam gantungan seperti
diffuser air conditioning dan lampu fluorescent.
5) Kebutuhan peralatan yang dipasang dilangit-langit, sangat beragam.
Bagaimanapun peralatan yang digantung tidak boleh sistem geser, kerena
menyebabkan jatuhnya debu pengangkut mikro-organisme setiap kali
digerakkan.
(d) Pintu Ruang operasi.
1) Pintu masuk ruang operasi atau pintu yang menghubungkan ruang induksi dan
ruang operasi.
a) disarankan pintu geser (sliding door) dengan rel diatas, yang dapat dibuka
tutup secara otomatis.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 23


b) Pintu harus dibuat sedemikian rupa sehingga pintu dibuka dan ditutup
dengan menggunakan sakelar injakan kaki atau siku tangan atau
menggunakan sensor, namun dalam keadaan listrikpenggerak pintu rusak,
pintu dapat dibuka secara manual.
c) Pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan maupun
diantara pembedahan-pembedahan.
d) Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (observation glass :double
glass fixed windows).
e) Lebar pintu 1200 - 1500 mm, dari bahan panil dan dicat jeniscat anti bakteri
& jamur dengan warna terang.
f) Apabila menggunakan pintu swing, maka pintu harus membuka ke arah
dalam dan alat penutup pintu otomatis (;automatic doorcloser) harus
dibersihkan setiap selesai pembedahan.
2) Pintu yang menghubungkan ruang operasi dengan ruang scrub-up.
a) sebaiknya pintu/jendela ayun (swing), dan mengayun kedalamruang
operasi.
b) Pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan maupun
diantara pembedahan-pembedahan, untuk itu pintu dilengkapi dengan “alat
penutup pintu (door closer). Disarankan menggunakan door seal and
interlock system.
c) Lebar pintu 1100 mm, dari bahan panil (;insulated panel system) dan dicat
jenis cat anti bakteri/ jamur dengan warna terang.
d) Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (;observation glass : double
glass fixed windows).
3) Pintu/jendela yang menghubungkan ruang operasi dengan ruang spoel Hoek
(disposal). (catatan ; jika menggunakan selasar kotor maka disposal material /
barang bekas pakai langsung dibawa keruang CSSD atau untuk peralatan bisa
dibawa keruang sterilisasi di area operasi dan linen ke CSSD)
a) sebaiknya pintu/jendela ayun (swing), dilengkapi dengan doorseal and
interlock systemdan mengayun keluar dari ruang operasi.
b) Pintu/jendela tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan
maupun diantara pembedahan-pembedahan, untuk itu pintu dilengkapi
dengan engsel yang dapat menutup sendiri (auto hinge) atau alat penutup
pintu (doorcloser).
c) Lebar pintu/jendela 1100 mm, dari bahan panil (;insulated panel system)
dan dicat jenis duco dengan cat anti bakteri/ jamur dengan warna
terangdan dicat jenis duco dengan warna terang.
d) Pintu/jendela dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (observation glass
:double glass fixed windows).
4) Pintu yang menghubungkan ruang operasi dengan ruang penyiapan peralatan/
instrumen (jika ada).
a) sebaiknya pintu/jendela ayun (swing), dan mengayun kedalam ruang
operasi.
b) Pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan maupun
diantara pembedahan-pembedahan, untuk itu pintu dilengkapi dengan “alat
penutup pintu (door closer).

24 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


c) Lebar pintu 1100 mm, dari bahan panil dan dicat jenis duco dengan cat anti
bakteri/ jamur dengan warna terang.
d) Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (observation glass :double
glass fixed windows).

2.5.2. Zona Resiko Tinggi (Kompleks Ruang operasi = Zone 3)

2.5.2.1 Ruang Induksi


(1) Denah (layout).
Contoh denah (layout) ruang induksi atau sering juga disebut sebagai ruang anastesi
ditunjukkan pada gambar 2.5.2.1.
Pasien bedah menunggu di ruangan ini, apabila belum siap. Pembiusan lokal, regional dan
total dapat dilakukan diruangan ini. Ruangan harus tenang, dan ruangan ini terbebas dari
bahaya listrik.
Area ruang induksi (preoperatif) yang dibutuhkan sekurang-kurangnya 15 m2.
(2) Persyaratan Umum ruang.
(a) Komponen penutup lantai.
1) Lantai tidak boleh licin, tahan terhadap goresan/gesekan peralatan dan tahan
terhadap api (vinil anti gores).
2) Lantai mudah dibersihkan, tidak menyerap, tahan terhadap bahan kimia.
3) Penutup lantai harus dari bahan anti statik, yaitu vinil anti statik.
4) Tahanan listrik dari bahan penutup lantai ini bisa berubah dengan bertambahnya
umur pemakaian dan akibat pembersihan, oleh karena itu tingkat tahanan listrik
lantai ruang operasi harus diukur tiap bulan, dan harus memenuhi persyaratan
yang berlaku.

Gambar 2.5.2.1 : Contoh denah (layout) Ruang Induksi/ Persiapan

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 25


5) Permukaan dari semua lantai tidak boleh porous, tetapi cukup keras untuk
pembersihan dengan penggelontoran (flooding), dan pem-vakuman basah.
6) Penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata.
7) Hubungan/pertemuan antara lantai dengan dinding disarankan menggunakan
bahan yang tidak siku, tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan
lantai (Hospital plint).
8) Tinggi plint, maksimum 15 cm.
(b) Komponen dinding.
Komponen dinding memiliki persyaratan sebagai berikut :
1) Dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca, tahan bahan kimia, tidak
berjamur.
2) Lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak mengandung pori-pori)
sehingga dinding tidak menyimpan debu.
3) Warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata.
4) Hubungan/ pertemuan antara dinding dengan dinding disarankan tidak siku,
tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan dan juga untuk
melancarkan arus aliran udara.
5) Bahan dinding harus keras, tahan api, kedap air, tahan karat, disarankan tidak
punya sambungan (utuh), dan mudah dibersihkan.
(c) Komponen langit-langit.
Komponen langit-langit memiliki persyaratan sebagai berikut :
1) harus mudah dibersihkan, tahan terhadap segala cuaca, tahan terhadap air, tidak
mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien, tidak berjamur serta anti
bakteri.
2) memiliki lapisan penutup yang bersifat non porosif (tidak berpori) sehingga tidak
menyimpan debu.
3) berwarna cerah, tetapi tidak menyilaukan pengguna ruangan.
(d) Pintu ke Ruang Induksi/Persiapan.
1) Pintu yang menghubungkan ruang induksi dan ruang operasi.
a) disarankan pintu geser (sliding door) dengan rel diatas, yang dapat dibuka
tutup secara otomatis.
b) Pintu harus dibuat sedemikian rupa sehingga pintu dibuka dan ditutup
dengan menggunakan sakelar injakan kaki atau siku tangan atau
menggunakan sensor, namun dalam keadaan listrik penggerak pintu rusak,
pintu dapat dibuka secara manual.
c) Pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan maupun
diantara pembedahan-pembedahan.
d) Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (observation glass :double
glass fixed windows).
e) Lebar pintu 1200 - 1500 mm, dari bahan panil dan dicat jenis cat anti
bakteri & jamur dengan warna terang.

26 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


f) Apabila menggunakan pintu swing, maka pintu harus membuka ke arah
dalam dan alat penutup pintu otomatis (;automatic doorcloser) harus
dibersihkan setiap selesai pembedahan.
2) Pintu yang menghubungkan ruang induksi dengan koridor komplek bedah.
a) sebaiknya pintu/jendela ayun (swing), dan mengayun kedalam ruang
induksi/ persiapan.
b) Pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan maupun
diantara pembedahan-pembedahan, untuk itu pintu dilengkapi dengan “alat
penutup pintu (door closer). Disarankan menggunakan door seal and
interlock system.
c) Lebar pintu 1100 mm, dari bahan panil (;insulated panel system) dan dicat
jenis cat anti bakteri/ jamur dengan warna terang.
d) Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (;observation glass : double
glass fixed windows).

2.5.2.2Ruang Penyiapan Peralatan (Preparation Room).


(1) Denah (layout).
Denah ruang penyiapan peralatan/instrumen untuk kebutuhan pembedahan pasien
ditunjukkan pada gambar 2.5.2.2.
Ruangan ini digunakan untuk menyimpan dan menyiapkan bahan-bahan bersih dan steril
yang dipakai serta peralatan/instrumen untuk pembedahan pasien, penyimpanan dan
penyiapan obat terjamin keamanannya, termasuk cairan suntik.

Gambar 2.5.2.2 : Denah ruang penyiapan peralatan/bahan untuk pembedahan

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 27


Ruangan ini juga berfungsi sebagai area penyimpanan alternatif trolley obat.Ruangan
menyediakan tempat penyimpanan obat-obat berbahaya, sesuai ketentuan yang berlaku.
Hanya petugas yang berkepentingan boleh masuk ke dalam ruaangan ini.Luas area ruangan
ini sebaiknya ± 14 m2.
(2) Persyaratan Umum Ruang.
(a) Komponen penutup lantai.
1) Lantai tidak boleh licin, tahan terhadap goresan/ gesekan peralatan dan tahan
terhadap api (vinil anti gores).
2) Lantai mudah dibersihkan, tidak menyerap, tahan terhadap bahan kimia.
3) Tahanan listrik dari bahan penutup lantai ini bisa berubah dengan bertambahnya
umur pemakaian dan akibat pembersihan, oleh karena itu tingkat tahanan listrik
lantai ruang operasi harus diukur tiap bulan, dan harus memenuhi persyaratan
yang berlaku.
4) Permukaan dari semua lantai tidak boleh porous, tetapi cukup keras untuk
pembersihan dengan penggelontoran (flooding), dan pem-vakuman basah.
5) Penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata.
(b) Komponen dinding.
Komponen dinding memiliki persyaratan sebagai berikut :
1) Dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca, tahan bahan kimia, tidak
berjamur.
2) Lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak mengandung pori-pori)
sehingga dinding tidak menyimpan debu.
3) Warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata.
4) Bahan dinding harus keras, tahan api, kedap air, tahan karat dan mudah
dibersihkan.
(c) Komponen langit-langit.
Komponen langit-langit memiliki persyaratan sebagai berikut :
1) harus mudah dibersihkan, tahan terhadap segala cuaca, tahan terhadap air, tidak
mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien, tidak berjamur.
2) memiliki lapisan penutup yang bersifat non porosif (tidak berpori) sehingga tidak
menyimpan debu.
3) berwarna cerah, tetapi tidak menyilaukan pengguna ruangan.
(d) Pintu.
1) Pintu yang menghubungkan ruang persiapan peralatan/instrumen dan ruang
operasi.
a) sebaiknya pintu/jendela ayun (swing), dan mengayun kedalam ruang
operasi.
b) Pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan maupun
diantara pembedahan-pembedahan, untuk itu pintu dilengkapi dengan “alat
penutup pintu (door closer).
c) Lebar pintu 1100 mm, dari bahan panil dan dicat jenis duco dengan cat anti
bakteri/ jamur dengan warna terang.

28 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


d) Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (observation glass :double
glass fixed windows).
2) Pintu yang menghubungkan ruang persiapan peralatan/instrumen dengan koridor
komplek bedah.
a) sebaiknya pintu/jendela ayun (swing), dan mengayun kedalam ruang
persiapan peralatan/instrumen.
b) Pintu tidak boleh dibiarkan sering terbuka, untuk itu pintu dilengkapi
dengan “alat penutup pintu (door closer).

2.5.2.3 “Airlock”.
Jika dibuat menggunakan “airlock” yang menyediakan akses ke ruang operasi, area yang
digunakan sekurang-kurangnya 20 m2.

2.5.2.4 Ruang Pemulihan


Ruang pemulihan minimal mempunyai kapasitas tempat tidur 1,5 kali jumlah ruang operasi. Area
yang digunakan per tempat tidur sekurang-kurangnya 15 m2. Jarak antara tempat tidur pemulihan
sekurang-kurangnya 1,50 m.

2.5.2.5 Ruang Scrub Up


Ruang/area scrub stationminimal membutuhkan luas + 6 m2.

2.5.2.6 Ruang Resusitasi Bayi/ Neonatus


Ruang ini minimal mempunyai luas yang dapat menampung minimal 2 inkubator bayi beserta
perlengkapan resusitasi bayi, yaitu + 12m2.

2.5.2.7 Ruang Linen


Ruang ini mempunyai luas + 6 m2.

2.5.2.8 Ruang Penyimpanan Perlengkapan Bedah


Ruang ini terdiridari :
(1) Ruang penyimpanan instrumen dan bahan perbekalan.
(2) Ruang Penyimpanan peralatan anastesi, peralatan implant orthopedic, dan perlengkapan
emergensi.
(3) danRuang penyimpanan bahan radiologi.
Masing-masing ruangan tersebut mempunyai luas minimal +9 m2.

2.5.2.9 Ruang Pelaporan Bedah


Ruang ini berfungsi sebagai tempat pelaporan seluruh proses/kegiatan/tindakan bedah oleh
petugas pencatat, pelaporan ini dilaksanakan saat berlangsungnya bedah dan paska bedah.
Ruang ini mempunyai luas +9 m2.

2.5.3. ZonaTingkat Resiko Sedang(Zone 2)


2.5.3.1 Ruang Transfer (Transfer Room)
Ruang ini mempunyai luas +16 m2.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 29


2.5.3.2 Ruang Tunggu Pasien (Holding Room)
Ruang tunggu pasien minimal mempunyai kapasitas brankarsama dengan jumlah ruang operasi.
Area yang digunakan per tempat tidur sekurang-kurangnya 4.8 m2.Luas ruangan ini sekurang-
kurangnya 19.2m2.

2.5.3.3 Ruang Ganti Petugas (Ruang Loker)


Ruang loker dipisah antara petugas pria dengan petugas wanita.Masing-masing ruang loker
dilengkapi dengan toilet.Luas masing-masing ruang loker+20 m2.

2.5.3.4 Ruang Dokter


Ruang ini mempunyai luas minimal 16 m2.

2.5.3.5 Ruang Perawat


Ruang ini mempunyai luas minimal 16 m2.

2.5.3.6 Ruang Plester


Ruang ini mempunyai luas minimal9 m2.

2.5.3.7 Ruang Diskusi


Luas ruang ini tergantung pada jumlah kapasitas tempat duduk yang dibutuhkan dan jumlah
mahasiswa yang belajar. Satupetugas membutuhkan area untuk tempat duduk beserta
sirkulasinya dan area untuk meja rapat, sehingga luas yang dibutuhkan adalah+2,5 m2.

2.5.3.8 Pantri
Ruang ini mempunyai luasminimal 9 m2.

2.5.4. Zona Tingkat Resiko Rendah (Zone 1)


2.5.4.1 Ruang Tunggu Keluarga Pasien
Luas ruang ini tergantung pada jumlah tempat duduk keluarga pasien yang akan disediakan. Satu
tempat duduk beserta sirkulasinya membutuhkan luas +2 m2.

2.5.4.2 Ruang Pendaftaran dan Administrasi


Luas yang diperlukan per petugas adalah 3 – 5 m2.Fasilitas yang ada didalam ruangan ini adalah
meja, kursi, komputer, lemari-lemari arsip dan konter pendaftaran.

2.5.4.3 Ruang Utilitas Kotor (Spoelhoek, Disposal)


Ruang ini mempunyai luas minimal6 m2.

2.5.4.4 Ruang Penyimpanan Peralatan Kebersihan (Janitor)


Ruang ini mempunyai luas minimal6 m2.

30 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


2.6 Sarana evakuasi dan aksesibilitas penyandang cacat.
2.6.1 Sarana evakuasi.
(1) Setiap bangunan rumah sakit, harus menyediakan sarana evakuasi yang meliputi
sistem peringatan bahaya bagi pengguna, pintu eksit, dan jalur evakuasi yang dapat
dijamin kemudahan pengguna bangunan rumah sakit untuk melakukan evakuasi dari
dalam bangunan rumah sakit secara aman apabila terjadi bencana atau keadaan
darurat.
(2) Penyediaan sistem peringatan bahaya bagi pengguna, pintu eksit, dan jalur evakuasi
disesuaikan dengan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung, jumlah dan kondisi
pengguna bangunan rumah sakit, serta jarak pencapaian ke tempat yang aman.
(3) Sarana pintu eksit dan jalur evakuasi harus dilengkapi dengan tanda arah yang mudah
dibaca dan jelas.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan sarana evakuasi mengikuti
pedoman dan standar teknis yang berlaku.

2.6.2 Aksesibilitas penyandang cacat.


(1) Setiap bangunan rumah sakit harus menyediakan fasilitas dan aksesibilitas untuk
menjamin terwujudnya kemudahan bagi penyandang cacat dan lanjut usia masuk ke
dan ke luar dari bangunan rumah sakit serta beraktivitas dalam bangunan rumah sakit
secara mudah, aman nyaman dan mandiri.
(2) Fasilitas dan aksesibilitas sebagaimana dimaksud meliputi toilet, telepon umum, jalur
pemandu, rambu dan marka, pintu, ram, tangga, dan lif bagi penyandang cacat dan
lanjut usia.
(3) Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas disesuaikan dengan fungsi, luas dan ketinggian
bangunan rumah sakit.
(4) Ketentuan tentang ukuran, konstruksi, jumlah fasilitas dan aksesibilitas bagi
penyandang cacat mengikuti ketentuan dalam pedoman dan standar teknis yang
berlaku.

2.7. Persyaratan Struktur Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit.


(1) Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit, strukturnya harus direncanakan kuat/kokoh, dan
stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan kelayanan
(serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi
bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit, lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan
konstruksinya.
(2) Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh aksi sebagai
akibat dari beban-beban yang mungkin bekerja selama umur layanan struktur, baik beban
muatan tetap maupun beban muatan sementara yang timbul akibat gempa dan angin.
(3) Dalam perencanaan struktur bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit terhadap pengaruh
gempa, semua unsur struktur bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit, baik bagian dari sub
struktur maupun struktur bangunan, harus diperhitungkan memikul pengaruh gempa
rancangan sesuai dengan zona gempanya.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 31


(4) Struktur bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit harus direncanakan secara detail sehingga
pada kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila terjadi keruntuhan,
kondisi strukturnya masih dapat memungkinkan pengguna bangunan Ruang Operasi Rumah
Sakit menyelamatkan diri.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembebanan, ketahanan terhadap gempa dan/atau angin,
dan perhitungan strukturnya mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.

32 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB – III
PEDOMAN TEKNIS
PRASARANARUANG OPERASI RUMAH SAKIT

3.1. Umum.
(1) Setiap prasarana Ruang Operasi Rumah Sakit merupakan pekerjaan instalasi dan jaringan
yang menyatu dengan bangunan dan lingkungannya, sebagian atau seluruhnya berada di
atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang bertujuan memfungsikan bangunan sebagai
tempat perawatan pasien.
(2) Keandalan operasional dari prasarana di dalam ruang operasi bangunan rumah sakit
menjadi dasar perancangan dan pemeliharaan dari instalasi utilitas rumah sakit.

3.2 Prasarana.
3.2.1 Prasarana yang dibutuhkan pada ruang operasi bangunan rumah sakit, meliputi :
(1) Instalasi Mekanikal;
(2) Instalasi Elektrikal;
(3) Instalasi proteksi kebakaran.

3.3 Instalasi Mekanikal.


Instalasi mekanikal pada bangunan ruang operasi rumah sakit meliputi :
(1) Instalasiair bersih dansanitasi.
(2) Instalasi gas medik, vakum medik.
(3) Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara (VAC).
(4) Kebisingan dan getaran.

3.3.1 Instalasi Air bersih, Sanitasi dan pembuangankotoran dan sampah.


Setiap bangunan ruang operasi rumah sakit harus dilengkapi dengan :
(1) Instalasi air bersih,
(2) Instalasisanitasi; dan
(3) pembuangan kotoran dan sampah.

3.3.1.1 Instalasi air bersih.


(1) Sistem air bersih harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan sumber air
bersih dan sistem distribusinya.
(2) Sumber air bersih dapat diperoleh dari sumber air berlangganan dan/atau sumber air lainnya
yang memenuhi persyaratan kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Air bersih yang akan digunakan untuk cuci tangan di scrub up (scrub station), harus di filter,
dengan menggunakan 3 jenis filter :
(a) prefilter;

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 33


(b) medium filter yang menyaring air bersih sampai dengan 5 micron; dan
(c) micro filter (fine) filter yang menyaring air bersih sampai dengan 2 micron.
(4) Perencanaan sistem distribusi air bersih pada bangunan ruang operasi harus memenuhi
debit air dan tekanan minimal yang disyaratkan.

3.3.1.2 Instalasi Sanitasi.


(1) Instalasi pembuangan air kotor dan/atau air limbah harus direncanakan dan dipasang
dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya.
(2) Pertimbangan jenis air kotor dan/atau air limbah diwujudkan dalam bentuk pemilihan sistem
pengaliran/pembuangan dan penggunaan peralatan yang dibutuhkan.
(3) Pertimbangan tingkat bahaya air kotor dan/atau air limbah diwujudkan dalam bentuk sistem
pengolahan dan pembuangannya. Air kotor dan/atau air limbah yang berasal dari buangan
kamar bedah dan dibuang melalui slope sink atau service sink, diproses terlebih dahulu
sebelum dialirkan ke instalasi pengolahan air limbah.
(4) Air kotor berasal dari toilet, dapat langsung di salurkan ke instalasi pengolahan air limbah.

3.3.1.3 Pembuangan kotoran dan sampah.


(1) Sistem pembuangan kotoran dan sampah harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan fasilitas penampungan dan jenisnya.
(2) Pertimbangan fasilitas penampungan diwujudkan dalam bentuk penyediaan tempat
penampungan kotoran dan sampah pada bangunan ruang operasi.
(3) Pertimbangan jenis kotoran dan sampah diwujudkan dalam bentuk penempatan pewadahan
dan/atau pengolahannya yang tidak mengganggu kesehatan penghuni, masyarakat dan
lingkungannya.
(4) Kotoran kamar bedah ditempatkan dalam bentuk wadah kontainer, ditutup rapat, dan di
bakar di tempat pembakaran (incinerator).

3.3.1.4. Ketentuan dan Standar.


Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan, instalasi
air bersih dan instalasi sanitasi pada ruang operasi mengikuti SNI 03 – 6481 – 2000 atau edisi
terakhir, Sistem Plambing 2000, atau standar teknis lain yang berlaku.

3.3.2 Instalasi Gas Madik, Vakum Medik,


(1) Instalasi gas medik dan vakum medik, meliputi :
(a) Gas Oksigen;
(b) Gas Nitrous Oksida;
(c) Gas Carbon dioksida;
(d) Udara tekan medis dan udara tekan instrumen;
(c) Vakum bedah medik dan vakum medik.
(2) Dalam sentral gas medik, Oksigen, Nitrous Oksida, Carbon dioksida, udara tekan medik dan
udara tekan instrumen disalurkan dengan pemipaan ke ruang operasi.
Outlet-outletnya bisa dipasang di dinding, pada langit-langit, atau digantung di langit-langit
(ceiling pendant).

34 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(3) Bilamana terjadi gangguan pada suatu jalur, untuk keamanan ruang-ruang lain, sebuah
lampu indikator pada panel akan menyala dan alarm bel berbunyi, pasokan oksigen dan
nitrous oksida dapat ditutup alirannya dari panel-panel yang berada di koridor-koridor,Bel
dapat dimatikan, tetapi lampu indikator yang memonitor gangguan/kerusakan yang terjadi
tetap menyala sampai gangguan/kerusakan teratasi.
(4) Selama terjadi gangguan, dokter anestesi dapat memindahkan sambungan gas medisnya
yang semula secara sentral ke silinder-silinder gas cadangan pada mesin anestesi.

3.3.3 Sistem Ventilasi


(1) Ventilasi di ruang operasi harus pasti merupakan ventilasi tersaring dan terkontrol.
Pertukaran udara dan sirkulasi memberikan udara segar dan mencegah pengumpulan gas-
gas anestesi dalam ruangan.
(2) disarankanpertukaran udara di ruang bedah dua puluh lima kali per jam.
(3) Filter microbial dalam saluran udara pada ruang bedah tidak menghilangkan limbah gas-gas
anestesi. Filter penyaring udara praktis hanya menghilangkan partikel-partikel debu.
(4) Jika udara pada ruang bedah disirkulasikan, kebutuhan sistem buangan gas anestesi
(scavenging) untuk gas (penghisapan gas) adalah mutlak, terutama untuk menghindari
pengumpulan gas anestesi yang merupakan risiko berbahaya untuk kesehatan anggota tim
bedah.
(5) Ruang bedah menggunakan aliran udara laminair.
(6) Sistem pengaliran udara searah dibuat dalam satu kotak dalam kamar operasi. Udara
disaring dengan menggunak high efficiency particulate filter (HEPA Filter).
(7) Sistem ventilasi dalam ruang operasi harus terpisah dari sistem ventilasi lain di rumah sakit.
(8) Tekanan dalam setiap ruang operasi harus lebih besar dari yang berada di koridor-koridor,
ruang sub steril dan ruang pembersih (daerah scrub) (tekanan positip).
(9) Tekanan positip diperoleh dengan memasok udara dari diffuser yang terdapat pada langit-
langit ke dalam ruangan. Udara dikeluarkan melalui return grille yang berada pada + 20 cm
diatas permukaan lantai.
(10) Organisme-organisme mikro dalam udara bisa masuk ke dalam ruangan, kecuali tekanan
positip dalam ruangan dipertahankan.
(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan
sistem ventilasi alami dan mekanik/buatan pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit
mengikuti SNI 03 – 6572 – 2001, Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian
udara pada bangunan gedung, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 35


3.3.4 Sistem pengkondisian udara.
3.3.4.1 Ketentuan Kamar Operasi.
(1) Studi sistem distribusi udara ruang operasi menunjukkan bahwa penyaluran udara dari
langit-langit, dengan gerakan ke bawah menuju inlet pembuangan yang terletak di dinding
yang berlawanan, merupakan aliran udara yang paling efektif untuk menjaga pola gerakan
konsentrasi kontaminasi pada tingkat yang dapat diterima.
Langit-langit yang sepenuhnya berlubang, langit-langit sebagian berlubang dan diffuser yang
dipasang di langit-langit telah diterapkan dengan sukses.

Gambar 3.3.4.1.(1) – Kamar bedah

(2) Penggunaan rata-rata kamar operasi di rumah sakit tidak lebih dari 8 sampai 12 jam per hari
(kecuali kondisi darurat). Untuk alasan ini dan untuk penghematan energi, sistem
pengkondisian udara harus memungkinkan pengurangan pasokan udara ke beberapa atau
ke semua ruang operasi.
(3) Tekanan positif pada ruang harus tetap dipertahankan pada saat volume berkurang untuk
memastikan kondisi steril tetap terjaga. Konsultasi dengan staf bedah rumah sakit akan
menentukan kelayakan penyediaan fasilitas ini.
(4) Sebuah sistem pembuangan udara atau sistem vakum khusus harus dipasang untuk
menghilangkan buangan gas anestesi.
Sistem vakum medis telah digunakan untuk menghilangkan gas anestesi yang tidak mudah
terbakar. Satu atau lebih outlet mungkin diletakkan di setiap ruang operasi untuk
memungkinkan penyambungan ke slang buangan gas anestesi dari mesin anestesi.

36 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Gambar 3.3
3.4.1.(4) – Scavenging
S g

(5) ode disinfekksi udara dengan


Meto d pen
nyinaran (irrradiation) di
d ruang operasi telah dilaporkan
n
deng
gan hasil ba
aik, namun ini
i jarang diigunakan.
Keenngganan un ntuk menggunakan irra adiasi diseb
babkan: insttalasinya m
memerlukan rancangan n
khussus, diperlukkan protekssi bagi pasiien dan pettugas, perlu
u memonitoor effisiensi lampu dan
n
peme eliharaan.
(6) Konddisi berikut direkomend
dasikan untuk ruang operasi,
o cattherisasi, cyystoscopy, dan bedah
h
tulan
ng:
(1) apai temperratur 200 sam
mpu menca
harus mam mpai 240C;
(2) kelembaban relatif ud
dara harus dijaga
d antara 50% ~ 60
0%;
(3) tekanan udara
u harus dijaga poositif yang berhubung
gan dengan
n ruang dis
sebelahnya
a
dengan memasok
m ud
dara lebih da
ari 15%;
(4) pembacaa an perbedaaan tekanaan di ruanng harus dipasang u untuk mem mungkinkan n
pembacaa am ruang. Menyekat seluruh
an tekanan udara dala s dinding, langitt-langit dan
n
tembusan (penetrasi) pada lanntai dan pintu untuk menjaga kkondisi tekanan yang g
terbaca.
(5) Indikator kelembaban udara daan thermom
meter haruss ditempatkkan pada lokasi yang
g
memperm mudah observasi (pengamatan).
(6) effisiensi filter harus sesuai dengan tabel 1.
(7) selurruh instalasi harus mem
menuhi kete
entuan yang
g berlaku.
(8) semuua udara harus di suplais dari langit-lang
git dan dib buang atau u dikembalikan pada a
seku
urang-kurangnya 2 loka asi dekat de
engan lantaai (lihat tabe
el 3 untuk la
aju ventilasi minimum)..
Bagian bawah dari
d outlet pembuanga
p n harus settidaknya 75 5 mm di atas lantai.Sup plai diffuserr
haruss dari jeniss tidak lang
gsung.Induksi yang tinggi pada difuser lan ngit-langit atau
a difuserr
dindiing harus diihindari.
(9) baha
an akustik tiidak boleh digunakan sebagai lap pisan ductin
ng kecuali d
dipasang filtter terminall
deng
gan effisienssi minimum 90% arah hilir dari lap
pisan.
Bagian dalam isolasi
i unit terminal dapat
d dikemmas dengan n bahan yaang disetuju
ui.Peredamm
suaraa yang dipaasang pada a ducting harus
h dari je
enis tidak terbungkus
t atau memiliki lapisan
n
film polyester
p ya
ang diisi den
ngan bahann akustik.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 37


(10) Setiap penyemprotan yang diterapkan pada insulasi dan kedap api harus ditangani dengan
zat penghambat pertumbuhan jamur.
(11) Panjang kedap air dibuat secukupnya, ducting pengering udara dari bahan baja tahan karat
harus dipasang arah hilir dari peralatan humidifier untuk menjamin seluruh uap air menguap
sebelum udara masuk ke dalam ruangan.
Pusat kontrol yang memantau dan memungkinkan penyesuaian tekanan, temperatur dan
kelembaban udara, berada dilokasi meja pengawas ruang bedah.

Tabel 3.3.4.1.(6)– Effisiensi Filter


Effisiensi filter untuk Ventilasi sentral dan Sistem Pengkondisian Udara di Rumah Sakit Umum.
Jumlah Filter Efficiencies, %
minimum Dudukan filter
Tujuan Area
dudukan
No. 1a No. 2a No. 3b
filter.
Ruang operasi Orthopedic.
3 Ruang operasi transplantasi tulang belakang. 25 90 99.97c
Ruang operasi transplantasi Organ
Ruang operasi prosedur umum.
Ruang melahirkan.
Ruang anak.
2 Unit Perawatan Intensif. 25 90
Ruang Perawatan Pasien.
Ruang Tindakan.
Diagnostik dan area terkait.
Laboratorium.
1 80
Penyimpanan Sterile.
Area Persiapan Makanan.
Laundri.
1 Area Administrasi. 25
Penyimpanan besar
Area Kotor.

aDidasarkan pada ASHRAE Standard 52.1-1992.


bDidasarkan pada tes DOP.
cHEPA filter pada outlet.

38 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Tabel 3.3.4.1 – Hubungan Tekanan dan Ventilasi secara umum dari area tertentu di rumah sakit
Pertukaran Total Seluruh udara di
Hubungan tekanan Resirkulasi
udara dari luar pertukaran buang langsung
Fungsi Ruang terhadap area udara di dalam
per jam udara per jam ke luar
bersebelahan unit ruangan
minimuma minimumb bangunan
PERAWATAN BEDAH DAN KRITIS
Ruang Operasi:
Sistem seluruhnya udara luar P 15c 15 Ya Tidak
Sistem udara di resirkulasi P 5 25 Pilihan Tidak
Ruang Melahirkan
Sistem seluruhnya udara luar P 15 15 Pilihan Tidak
Sistem udara di resirkulasi P 5 25 Pilihan Tidak
Ruang Pemulihan E 2 6 Pilihan Tidak
Ruang bayi P 5 12 Pilihan Tidak
Ruang Traumad P 5 12 Pilihan Tidak
Gudang anestesi ± Pilihan 8 Ya Tidak

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit |


39
3.3.4.2 Instalasi Tata Udara Ruang Operasi
(1) Untuk mendapatkan kenyamanan kondisi udara ruang di dalam ruang operas, harus
dipertimbangkan temperatur dan kelembaban udara.
(2) Untuk mendapatkan tingkat temperatur dan kelembaban udara di dalam ruangan dapat
dilakukan dengan pengkondisian udara dengan mempertimbangkan :
(a) fungsi ruang, jumlah pengguna, letak, volume ruang, jenis peralatan, dan penggunaan
bahan bangunan.
(b) kemudahan pemeliharaan dan perawatan, dan
(c) prinsip-prinsip penghematan energi dan kelestarian lingkungan.
(3) Sistem ini mengontrol kelembaban yang dapat menyebabkan terjadinya ledakan.
Kelembaban relatip yang harus dipertahankan adalah 45% sampai dengan 60%, dengan
tekanan udara positif pada ruang operasi.
(4) Uap air memberikan suatu medium yang relatip konduktif, yang menyebabkan muatan listrik
statik bisa mengalir ke tanah secapat pembangkitannya. Loncatan bunga api dapat terjadi
pada kelembaban relatip yang rendah.
(5) Temperatur ruangan dipertahankan sekitar 190C sampai 240C.
(6) Sekalipun sudah dilengkapi dengan kontrol kelembaban dan temperatur, unit pengkondisian
udara bisa menjadi sumber micro-organisme yang datang melalui filter-filternya. Filter-filter
ini harus diganti pada jangka waktu yang tertentu.
(7) Saluran udara (ducting) harus dibersihkan secara teratur.
(8) Ruang operasi dilengkapi dengan sistem aliran laminar ke bawah dengan hembusan udara
dari plenum (8 sampai 9 m2). Pada kondisi kerja dengan lampu operasi dinyalakan dan
adanya tim bedah, suplai udara dan profil hembusan udara dipilih sedemikian rupa sehingga
aliran udara tidak lewat melalui setiap sumber kontaminasi sebelum mengalir kedalam area
bedah atau diatas meja instrumen.
(9) Jika pada area penyiapan instrumen/ peralatan steril tidak dilakukan di bawah aliran udara
aliran udara ke bawah dari langit-langit, preparasi steril dengan sistem aliran laminar
kebawah harus dibuat sendiri dalam area preparasi steril atau tempat dimana preparasi steril
dilakukan (contoh di koridor kompleks bedah).
(10) Sebaiknya dipastikan bahwa tidak ada emisi debu dari bagian bawah langit-langit pada area
preparasi dan ruang operasi ke dalam ruangan. Langit-langit dengan bagian bawah yang
rapat sebaiknya digunakan atau ruangan di bagian bawah langit-langit sebaiknya dapat
menahan tekanan khususnya di area preparasi dan ruang operasi.
(11) Penting untuk memilih perletakan lubang ducting udara masuk dan keluar dari sistem
ventilasi guna mencegah terkontaminasinya udara buang terisap kembali jika angin meniup
dalam arah tertentu.
(12) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan
kenyamanan kondisi udara pada bangunan rehabilitasi medik mengikuti SNI 03 – 6572 –
2001, atau edisi terakhir, Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara
pada bangunan gedung, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

3.3.5 Kebisingan

40 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(1) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan Ruang
Operasi Rumah Sakit, pengelola bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit harus
mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/ atau sumber bising lainnya
baik yang berada pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit maupun di luar bangunan
Ruang Operasi Rumah Sakit
(2) Indeks kebisingan maksimum pada ruang operasi adalah 45 dBA dengan waktu pemaparan
8 jam.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan tingkat kenyamanan terhadap
kebisingan pada bangunan instalasibedah mengikuti pedoman dan standar teknis yang
berlaku.

3.3.5 Getaran.
(1) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap getaran pada bangunan Ruang Operasi
Rumah Sakit, pengelola bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit harus mempertimbangkan
jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/ atau sumber getar lainnya baik yang berada
pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit maupun di luar bangunan Ruang Operasi
Rumah Sakit.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan tingkat kenyamanan terhadap
getaran pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit mengikuti pedoman dan standar teknis
yang berlaku.

3.4 Instalasi Elektrikal.


Instalasi Elektrikal pada bangunan ruang operasi rumah sakit, meliputi :
(1) Sistem proteksi petir;
(2) Sistem kelistrikan;
(3) Sistem pencahayaan; dan
(4) Sistem komunikasi.

3.4.1 Sistem Proteksi Petir.


(1) Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit yang berdasarkan letak, sifat geografis, bentuk,
ketinggian dan penggunaannya berisiko terkena sambaran petir, harus dilengkapi dengan
instalasi proteksi petir.
(2) Sistem proteksi petir yang dirancang dan dipasang harus dapat mengurangi secara nyata
risiko kerusakan yang disebabkan sambaran petir terhadap bangunan Ruang Operasi
Rumah Sakit dan peralatan yang diproteksinya, serta melindungi manusia di dalamnya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, pemeliharaan
instalasi sistem proteksi petir mengikuti SNI 03 – 7015 – 2004, Sistem proteksi petir pada
bangunan gedung, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 41


3.4.2 Sistem Kelistrikan.
3.4.2.1 Sumber daya listrik.
Sumber daya listrik pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit, termasuk katagori “sistem
kelistrikan esensial 3”, di mana sumber daya listrik normal dilengkapi dengan sumber daya listrik
darurat untuk menggantikannya, bila terjadi gangguan pada sumber daya listrik normal.

3.4.2.2 Jaringan.
(1) Kabel listrik dari peralatan yang dipasang di langit-langit tetapi yang bisa digerakkan, harus
dilindungi terhadap belokan yang berulang-ulang sepanjang rak kabel, untuk mencegah
terjadinya retakan-retakan dan kerusakan-kerusakan pada kabel.
(2) Kolom yang bisa diperpanjang dengan ditarik, menghindari bahaya-bahaya tersebut.
(3) Sambungan listrik pada outlet-outlet harus diperoleh dari sirkit-sirkit yang terpisah. Ini
menghindari akibat dari terputusnya arus karena bekerjanya pengaman lebur atau suatu
sirkit yang gagal yang menyebabkan terputusnya semua arus listrik pada saat kritis.

3.4.2.3 Terminal.
(1) Kotak kontak (stop kontak)
(a) Setiap kotak kontak daya harus menyediakan sedikitnya satu kutub pembumian
terpisah yang mampu menjaga resistans yang rendah dengan kontak tusuk
pasangannya.
(b) Karena gas-gas yang mudah terbakar dan uap-uap lebih berat dari udara dan akan
menyelimuti permukaan lantai bila dibuka, Kotak kontak listrik harus dipasang 5 ft ( 1,5
m) di atas permukaan lantai, dan harus dari jenis tahan ledakan.
(2) Sakelar.
Sakelar yang dipasang dalam sirkit pencahayaan harus memenuhi SNI 04 – 0225 – 2000,
Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2000), atau pedoman dan standar teknis yang
berlaku.

3.4.2.4 Pembumian.
Kabel yang menyentuh lantai, dapat membahayakan petugas.Sistem harus memastikan bahwa
tidak ada bagian peralatan yang dibumikan melalui tahanan yang lebih tinggi dari pada bagian lain
peralatan yang disebut dengan sistem penyamaan potensial pembumian(Equal potential
grounding system).Sistem ini memastikan bahwa hubung singkat ke bumi tidak melalui pasien.

3.4.2.5 Peringatan.
Semua petugas harus menyadari bahwa kesalahan dalam pemakaian listrik membawa akibat
bahaya sengatan listrik, padamnya tenaga listrik, dan bahaya kebakaran.Kesalahan dalam
instalasi listrik bisa menyebabkan arus hubung singkat, tersengatnya pasien, atau petugas.
Bahaya ini dapat dicegah dengan :
(1) Memakai peralatan listrik yang dibuat khusus untuk kamar operasi. Peralatan harus
mempunyai kabel yang cukup panjang dan harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk
menghindari beban lebih.
(2) Peralatan jinjing (portabel), harus segera diuji dan dilengkapi dengan sistem pembumian
yang benar sebelum digunakan.

42 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(3) Segera menghentikan pemakaian dan melaporkan apabila ada peralatan listrik yang tidak
benar.

3.4.2.6 Ketentuan dan Standar.


Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem
kelistrikan pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit mengikuti:
(1) SNI 03 – 7011 – 2004, atau edisi terakhir, Keselamatan pada bangunan fasilitas kesehatan.
(2) SNI 04 – 7018 – 2004, atau edisi terakhir, Sistem pasokan daya listrik darurat dan siaga.
(3) SNI 04 – 7019 – 2004, atau edisi terakhir, Sistem pasokan daya listrik darurat menggunakan
energi tersimpan.
(4) atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku

3.4.3 Sistem pencahayaan.


3.4.3.1 Pencahayaan Umum.
(1) Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit harus mempunyai pencahayaan alami dan/atau
pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya.
(2) Ruang fasilitas/akomodasi petugas dan ruang pemulihan sebaiknya dibuat untuk
memungkinkan tembusnya (penetrasi) cahaya siang langsung/tidak langsung.
(3) Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang dipersyaratkan
sesuai fungsi ruang dalam bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit perlu mempertimbangkan
efisiensi, penghematan energi, dan penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau
pantulan.
(4) Pencahayaan buatan yang digunakan untuk pencahayaan darurat harus dipasang pada
bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit dengan fungsi tertentu, serta dapat bekerja secara
otomatis dan mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang aman.
(5) Semua sistem pecahayaan buatan, kecuali yang diperlukan untuk pencahayaan darurat,
harus dilengkapi dengan pengendali manual, dan/atau otomatis, serta ditempatkan pada
tempat yang mudah dibaca dan dicapai, oleh pengguna ruang.
(6) Pencahayaan umum disediakan dengan lampu yang dipasang di langit-langit.
(7) Disarankan pencahayaan ruangan menggunakan lampu fluorecent, dengan pemasangan
sistem lampu recessed karena tidak mengumpulkan debu.
(8) Pencahayaan harus didistribusikan rata dalam ruangan.
(9) Dokter anestesi harus mendapat cukup pencahayaan, sekurang-kurangnya 200 footcandle(
= 2.000 Lux), untuk melihat wajah pasiennya dengan jelas.
(10) Untuk mengurangi kelelahan mata (fatique), perbandingan intensitas pencahayaan ruangan
umum dan di ruang operasi, jangan sampai melebihi satu dibanding lima, disarankan satu
berbanding tiga.
(11) Perbedaan intensitas pencahayaan ini harus dipertahankan di koridor, tempat pembersihan
dan di ruangannya sendiri, sehingga dokter bedah menjadi terbiasa dengan pencahayaan
tersebut sebelummasuk ke dalam daerah steril. Warna warni cahaya harus konsisten.

3.4.3.2 Pencahayaan tempat operasi/bedah.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 43


(1) Pencahayaan tempat operasi/bedah tergantung dari kualitas pencahayaan dari sumber sinar
lampu operasi/bedah yang menggantung (overhead) dan refleksi dari tirai.
(2) Cahaya atau penyinaran haruslah sedemikian sehingga kondisi patologis bisa dikenal.
Lampu operasi/bedah yang menggantung (overhead), haruslah :
(a) Membangkitkan cahaya yang intensif dengan rentang dari 10.000 Lux hingga 20.000
Lux yang disinarkan ke luka pemotongan tanpa permukaan pemotongan menjadi silau.
Harus memberikan kontras terhadap kedalaman dan hubungan struktur anatomis.
Lampu sebaiknya dilengkapi dengan kontrol intensitas. Dokter bedah akan meminta
cahaya agar lebih terang jika diperlukan. Lampu cadangan harus tersedia.
(b) Menyediakan berkas cahaya yang memberikan pencahayaan diametral (lingkaran) dan
mempunyai fokus yang tepat untuk ukuran luka pembedahan. Ini dilakukan dengan
menyesuaikan tombol-tombol pengontrol yang terpasang di armatur/fixture lampu.
Hal terpenting adalah menghindari terjadinya bagian yang gelap di daerah yang
dibedah.
Suatu fokus dengan ke dalaman 10 sampai 12 inci (25 sampai 30 cm) memberikan
intensitas yang relatif sama pada permukaan dan kedalaman luka potong.
Untuk menghindari kesilauan, suatu bagian berupa lingkaran dengan diameter 25 cm
memberikan zona intensitas maksimum sebesar 5 cm di tengah bagian dan dengan
1/5 (seperlima) intensitas disekelilingnya.
(c) Hilangkan bayangan. Sumber cahaya yang majemuk (banyak) atau reflektor yang
majemuk (banyak) mengurangi terjadinya bayangan. Pada beberapa unit
hubungannya tetap; yang lain mempunyai sumber sumber cahaya yang terpisah yang
bisa diatur untuk mengarahkan cahaya dari sudut pemusatan.
(d) Pilihlah cahaya yang mendekati biru/putih (daylight). Kualitas cahaya dari tissue yang
normal diperoleh dengan energi spektral dari 1800 hingga 6500 Kelvin (K).Disarankan
menggunakan warna cahaya yang mendekati warna terang (putih) dari langit tak
berawan di siang hari, dengan temperatur kurang lebih 5000 K.
(e) Kedudukan lampu operasi/bedah harus bisa diatur menurut suatu posisi atau sudut.
Pergerakan ke bawah dibatasi sampai 1,5 m di atas lantai kalau dipergunakan bahan
anestesi mudah terbakar.
Jika hanya dipergunakan bahan tidak mudah terbakar, lampu bisa diturunkan seperti
yang dikehendaki.
Umumnya lampu operasi/bedah digantung pada langit-langit dan armatur/fixturenya
bisa digerakkan/digeser-geser.
Beberapa jenis lampu operasi/bedah mempunyai lampu ganda atau track ganda
dengan sumber pada tiap track .
Lampu operasi direncanakan untuk dipergunakan guna memperoleh intensitas cahaya
yang cukup dan bayangan yang sekecil mungkin pada luka pembedahan.
Armatur/fixture disesuaikan sedemikian hingga dokter bedah bisa mengarahkan sinar
dengan perantaraan pegangan-pegangan yang steril pada armatur/fixture tersebut.
Fixture/armature harus digerakkan seperlunya untuk mengurangi tersebarnya debu.

44 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(f) Lampu operasi/bedah harus menghasilkan panas yang serendah rendahnya untuk
menghindari luka pada jaringan (;tissue) yang terekspos, untuk membuat ketenangan
kerja tim, dan untuk mengurangi mikro organisme di udara.
Ketika lampu memanas, aliran-aliran konveksi mengganggu mikro organisme yang
telah mapan dan menyebabkannya terbang mengudara.
Panas yang dihasilkan beberapa armatur/fixture di keluarkan oleh fan-fan ke luar
ruangan.
Panas yang dikeluarkan ke dalam ruangan oleh lampu operasi/bedah yang digantung,
harus dapat didinginkan oleh sistem pengkondisian udara.
Disarankan menggunakan lampu operasi jenis LED (;Light EmmittedDiode) dengan
temperatur lampu yang memenuhi sehingga dihasilkan lampu yang lebih fokus dan
efek panas kecil.
(g) Lampu operasi/bedah menghasilkan kurang dari 25.000 microwatt per cm2 energi
penyinaran (radiant energy).
Jika mempergunakan banyak lampu (multi bulb), secara kolektip penyinaran tidak
boleh melebihi limit tersebut pada satu tempat.
Diluar jangkauan tersebut, energi penyinaran yang dihasilkan oleh sinar infra merah
berubah menjadi panas di dekat permukaan jaringan yang terbuka.
Sebagian gelombang infra merah dan gelombang panas diserap oleh mangkok filter
yang menutupi bola lampu pijar.
(h) Lampu operasi harus mudah dibersihkan. Track (jalur) yang masuk ke dalam langit-
langit dapat mengurangi akumulasi debu. Track yang tergantung atau suatu
fixture/armatur yang terpasang terpusat, harus mempunyai permukaan-permukaan
yang halus yang mudah dicapai untuk pembersihan.
(i) Ikuti peraturan keselamatan instalasi listrik untuk lokasi anestesi.
(3) Suatu lampu tambahan mungkin diperlukan untuk lokasi kedua di tempat operasi/bedah.
Beberapa rumah sakit memiliki unit lampu satelit yang menjadi bagian dari armature lampu
gantung.
Lampu ini hanya bisa dipakai untuk lokasi kedua kalau pembuatnya menyatakan bahwa
intensitas tambahannya masih dalam batas radiant energi yang aman jika digunakan
bersamaan dengan sumber cahaya utama.
(4) Suatu sumber cahaya yang berasal dari sirkit yang berlainan harus ada yang dapat
dipergunakan pada saat sumber listrik utama terganggu.
Ini memerlukan sumber daya listrik darurat yang terpisah.Terbaik jika lampu operasi
dilengkapi sedemikian rupa sehingga suatu sakelar otomatik dipasang untuk sumber daya
lampu darurat tersebut, jika sumber listrik yang normal terganggu.
(5) Umumnya dokter bedah menyukai bekerja dalam kamar yang digelapkan dengan hanya
pencahayaan yang kuat di tempat operasi/bedah.
Kondisi ini terutama untuk dokter bedah dengan instrumen endoscopy dan mikroskop
operasi.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 45


(6) Jika ruangannya berjendela, tirai yang tidak tembus cahaya boleh ditutup untuk
menggelapkan ruangan jika peralatan tersebut sedang dipergunakan. Kemungkinan
jatuhnya debu bisa terjadi pada rumah sakit yang mempunyai jendela dengan tirai-tirai
tersebut.
(7) Meskipun kondisi ruang operasi digelapkan, perawat atau dokter anestesi harus dapat
dengan baik mengenali warna kulit pasien dan memonitor kondisinya. Jika pembiusan hanya
menggunakan zat anestesi yang tidak mudah terbakar, semacam lampu tambahan bisa
dipasang di lantai.

3.4.3.3 Ketentuan dan Standar.


Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem
pencahayaan pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit mengikuti:
(1) SNI 03 – 2396 – 2001, Tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan
gedung,
(2) SNI 03 – 6575 – 2001, Tata cara perancangan sistem pencahayaan buatan pada bangunan
gedung,
(3) SNI 03 – 6574 – 2001, Tata cara perancangan sistem pencahayaan darurat, tanda arah dan
tanda peringatan,
(4) atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

Tabel 3.4.3.2
Tingkat pencahayaan rata-rata, renderansi, dan temperatur warna yang direkomendasikan

Temperatur Warna
Tingkat Kelompok Warm
Warm < Cool Day
Fungsi ruangan pencahayaan renderasi White 3300
3300 light > 5300
(Lux) warna Kelvin ~
Kelvin Kelvin
5300Kelvin
Ruang tunggu
Ruang rawat inap
Ruang Operasi &
Ruang bersalin
Laboratorium
Ruang Rehabilitasi
Medik
Koridor siang hari
Koridor malam hari
Kantor Staf
Kamar mandi & toilet
pasien

46 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


3.4.4 Instalasi Komunikasi.
Instalasi komunikasi di bangunan rumah sakit, ruang operasi, meliputi :

3.4.4.1 Telepon.
Telepon, terutama digunakan untuk komunikasi antara ruang operasi dengan instansi atau
perseorangan yang berada di luar bangunan rumah sakit.

3.4.4.2 Interpon.
Interpon, terutama digunakan untuk hubungan antara ruang di ruang operasi, maupun di luar
ruang operasi, tetapi masih dalam lingkungan rumah sakit.

3.4.4.3 CCTV.
Kamera CCTV diletakkan melekat dengan lampu operasi, dimaksudkan untuk pengambilan video
langsung atau terekam, terhadap kegiatan selama operasi pembedahan.Rekaman dapat dilihat
langsung atau tidak langsung dengan televisi yang diletakkan di ruang rapat, atau ruang-ruang lain
yang dianggap perlu.

3.4.4.4 Alat panggil perawat (nurse call)


Alat panggil perawat, terutama digunakan untuk komunikasi antara ruang pemulihan, dan pos
perawat ruang operasi.

3.5 Instalasi Proteksi Kebakaran.


Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit, harus dilindungi terhadap bahaya kebakaran, meliputi :
(1) Sistem Proteksi Pasif; dan
(2) Sistem Proteksi Aktif.

3.5.1 Sistem Proteksi Pasif,


3.5.1.1 Umum.
(1) Proteksi pasif meliputi elemen konstruksi bangunan, seperti :
(a) proteksi struktur bangunan yang dinyatakan dengan Tingkat Ketahanan Api (TKA); dan
(b) kompartemenisasi yang membatasi kebakaran dan asap.
(2) Proteksi pasif terutama untuk menahan dan membatasi penjalaran api, asap dan panas,
dengan demikian akan memberikan lingkungan yang aman untuk evakuasi dan
penyelamatan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 47


G
Gambar 3.5.1.1.(2) – Pe
enjalaran ap
pi internal dalam
d gedun
ng

(3) Ketentuan komp partemen api dengan periode


p ting
gkat ketahan
nan api (TK
KA), untuk memastikan
m n
bahwwa kebakarran tidak akan
a menja
alar ke kom mpartemen lain di da alam periodde tertentu,,
artinyya membole ghuni untuk meninggalkan bangun
ehkan peng nan yang te
erbakar.

Gambar 3.5.1.1.(3) – Kemampuan memikul beban struktur


s ban
ngunan, kem
mampuan menahan
m
penjalaran api dan
n kemampua
an menahan panas

Pada a sisi lain tingkat ketaahanan api terhadap struktur


s ban an memastikan bahwa
ngunan aka a
strukktur stabil jika terpapa ar ke api, dan pengh huni serta regu
r pema
adam kebak
karan tidakk
terpaapar ke risikko akibat ke
eruntuhan sttruktur bang
gunan.

48 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(4) Siste
em pengend dalian asap
ppada suatuu komparte
emen akan memaksa a
asap meng
galir ke luarr
banggunan baik secara
s alam
miah atau mekanis.
m

Gambar 3.5.1.1.(4) – Efek cerob


bong dan ge
erakan asap
p, Lantai 4 b
bebas asap
(5) Siste
em presurisasi udara diterapkan
d p
pada tangga
a eksit untu
uk menahann asap tidak
k masuk ke
e
jalur utama peenyelamatann, dan jug ga memberrikan waktu u lebih ban
nyak untuk k penghunii
meniinggalkan bangunan.
b

Gambar 3.5.1.1.(5) - Pres


surisasi tangga

3.5.1.2. Prroteksi pas


sif pada ko
omplek ruan
ng operasii.
(1) Padaa komplekss ruang ope erasi, banya
ak terdapatt peralatan--peralatan mmedik (lamp pu operasi,,
mesiin anestesi, ceiling pen
ndant, meja operasi, instrumen-insstrumen bedah, monito or, mobile x
ray, dan
d sebaga ainya, yang tidak diinginkan untukk disiram airr pada saat terjadinya kebakaran.
k
(2) Sesuuai ketentua
an yang be erlaku, siste
em springkle
er otomatikk, boleh tida
ak digunaka
an, asalkan
n
selurruh dinding
g, lantai, la
angit-langit dan bukaaan-bukaan (pintu, jend dela dan sebagainya))
meng ggunakan bahan/mate
b erial yang mempunyai
m Tingkat
T Ketahanan Api minimal 2 (dua) jam.
(3) Apabbila komple
eks ruang operasi
o berrada menya atu dengan ruang lain n di dalam bangunan,,
maka erasi harus dianggap sebagai satu
a komplekss ruang ope u kompartemen, sehingga segalaa
keten
ntuan yang menyangku ut tingkat keetahanan apistrukturnyya harus dip
penuhi.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 49


3.5.1.6 Ketentuan dan Standar.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem
proteksi pasif pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit mengikuti:
(1) SNI 03 – 1736 – 2000, atau edisi terakhir, Tata cara perancangan sistem proteksi pasif untuk
pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung,

3.5.2 Sistem Proteksi Aktif.


3.5.2.1 Proteksi kebakaran aktif di kompleks ruang operasi.
(1) Di seluruh komplek ruang operasi yang merupakan satu kompartemen, harus dilengkapi
dengan detektor asap pada seluruh ruangannya.
(2) Bilamana terjadi kebakaran di ruang operasi, peralatan yang terbakar harus segera
disingkirkan dari sekitar sumber oksigen dan mesin anestesi atau outlet pipa yang
dimasukkan ke ruang operasi. Hal ini untuk mencegah terjadinya ledakan.
(3) Bilamana terjadi kebakaran, semua pasien harus segera dipindahkan dari tempat
berbahaya, semua petugas harus memahami ketentuan tentang cara-cara melakukan
pemadaman kebakaran, mereka harus mengetahui secara tepat tata letak kotak alarm
kebakaran dan mampu menggunakan alat pemadam kebakaran yang disediakan untuk itu.
(4) Alat pemadam kebakaran jenis APAR dengan isi gas netral yang ramah lingkungan di
gunakan untuk pemadaman api bila terjadi kebakaran, dan diletakkan di lokasi yang tepat di
luar kamar bedah.

3.5.2.2 Ketentuan dan Standar.


Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem
proteksi aktif pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit mengikuti:
(1) SNI 03 – 3988 – 1990, atau edisi terakhir, Pengujian kemampuan pemadaman dan penilaian
alat pemadam api ringan.
(2) SNI 03 – 1745 – 2000, atau edisi terakhir,Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem
pipa tegak dan slang untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
(3) SNI 03 – 3985 – 2000, atau edisi terakhir,Tata cara perencanaan, pemasangan dan
pengujian sistem deteksi dan alarm kebakaran untuk pencegahan bahaya kebakaran pada
bangunan gedung.
(4) SNI 03 – 3989 – 2000, atau edisi terakhir, Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem
springkler otomatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.

50 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB – IV
PENUTUP

4.1 Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Operasi ini diharapkan dapat digunakan
sebagai rujukan oleh pengelola bangunan rumah sakit, penyedia jasa konstruksi, instansi Dinas
Kesehatan, Pemerintah Daerah, dan instansi terkait dengan kegiatan pengaturan dan
pengendalian penyelenggaraan pembangunan bangunan rumah sakit dalam pencegahan dan
penanggulangan serta menjamin keamanan dan keselamatan bangunan rumah sakit dan
lingkungan terhadap bahaya penyakit.
4.2 Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau bersifat alternatif serta penyesuaian
“Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Operasi” oleh masing-masing daerah
disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan di daerah.
4.3 Sebagai pedoman/petunjuk pelengkap dapat digunakan pedoman dan standar teknis
terkait lainnya.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 51


KEPUSTAKAAN

1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 Tahun 2005, tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, tentang Bangunan Gedung.
2. Joanna R. Fuller, Surgical Technology, Principles and Practice, Saunders.
3. American Society of Heating, Refrigerating and Air Conditionign Engineers, Handbook,
Applications, 1974 Edition, ASHRAE.
4. American Society of Heating, Refrigerating and Air Conditionign Engineers, HVAC Design
Manual for Hospitals and Clinics, 2003 edition, ASHRAE.
5. G.D. Kunders, Hospitals, Facilities Planning and Management, Tata McGraw-Hill Publishing
Company Limited, 2004.

52 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


PEDOMAN BANGUNAN RS :
RUANG PERAWATAN INTENSIF
RUMAH SAKIT

DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATAN


SUB DIREKTORAT BINA SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN
TAHUN 2012
SAMBUTAN
DIREKTUR JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN
Dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya kita dapat menyusun Pedoman Teknis Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit.
Ruang Perawatan Intensif (ICU=Intensive Care Unit) adalah bagian dari bangunan rumah
sakit dengan kategori pelayanan kritis, selain instalasi bedah dan instalasi gawat darurat, sehingga
perlu dilakukan pengelolaan bangunan Ruang Perawatan Intensif dengan baik, terpadu dan
memenuhi persyaratan teknis bangunan. Pedoman teknis ini, dimaksudkan sebagai upaya
menetapkan acuan mengenai perencanaan untuk pembangunan dan pengembangan fasilitas fisik
Ruang Perawatan Intensif yang dapat menampung kebutuhan pelayanan dengan memperhatikan
aspek keselamatan, keamanan, kenyamanan dan kemudahan baik bagi pasien maupun pengguna
rumah sakit lainnya.
Sesuai dengan Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pasal 9(b)
menyatakan bahwa persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi,
kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan
bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan usia lanjut.
Dengan demikian kami sangat mengharapkan peran bersama dari stake holder terkait, yaitu
asosiasi profesi, pengelola rumah sakit, konsultan perencanaan rumah sakit dan pihak lainnya
dalam membantu Kementerian Kesehatan mendukung amanat Undang-Undang tersebut.
Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua
pihak yang telah membantu diterbitkannya Pedoman Teknis Ruang Perawatan Intensif Rumah
Sakit. Diharapkan Pedoman Teknis ini dapat menjadi petunjuk agar suatu perencanaan
pembangunan atau pengembangan Ruang Perawatan Intensif di rumah sakit dapat menampung
kebutuhan pelayanan yang memperhatikan aspek keselamatan, keamanan, kenyamanan dan
kemudahan baik bagi pasien maupun pengguna rumah sakit lainnya.
Demikian sambutan kami, selamat dengan telah diterbitkannya Pedoman Teknis Ruang
Perawatan Intensif Rumah Sakit ini, dan semoga dapat meningkatkan mutu fasilitas rumah sakit di
Indonesia.

Jakarta, Maret 2012


Direktur Jederal Bina Upaya Kesehatan

dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat dan
KaruniaNya buku Pedoman Teknis Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit dapat diselesaikan
dengan baik.

Ruang Perawatan Intensif (ICU = Intensive Care Unit) di rumah sakit merupakan salah satu
fungsi yang sangat penting dalam penyelenggaraan pelayanan medik di fasilitas pelayanan
kesehatan. Fungsi bangunan Ruang Perawatan Intensif dikualifikasikan berdasarkan tingkat
privasi, tingkat kebersihan ruangan serta tingkat aksesibilitas, sehingga perlu dilakukan
pengelolaan bangunan Ruang Perawatan Intensif dengan baik, terpadu dan memenuhi
persyaratan teknis bangunan.

Penyusunan “Persyaratan Teknis Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit” ini merupakan
salah satu upaya untuk mendukung Undang-Undang No. 44 tahu 2009 tentang Rumah Sakit, yaitu
dalam rangka memenuhi standar pelayanan dan persyaratan mutu, keamanan dan keselamatan
(life safety) bagi pengguna Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit.

Persyaratan ini disusun dengan partisipasi berbagai pihak termasuk rumah sakit, organisasi
profesi serta instansi terkait baik Pembina maupun pengelola bangunan Ruang Perawatan Intensif
di rumah sakit. Pedoman teknis ini merupakan acuan bagi para pengelola rumah sakit, praktisi
pengelola Ruang Perawatan Intensif di rumah sakit, para perencana atau pengembang rumah
sakit dan pihak lain untuk dapat mengembangkan Ruang Perawatan Intensif di rumah sakit yang
bermutu.

Pedoman teknis ini dimungkinkan untuk dievaluasi dan dilakukan penyempurnaan-


penyempurnaan terkait dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta hal-hal lainnya yang tidak
sesuai lagi dengan kondisi di rumah sakit.

Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua
pihak yang telah membantu diterbitkannya Pedoman Teknis Ruang Perawatan Intensif Rumah
Sakit. Diharapkan Pedoman Teknis Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit ini dapat menjadi
petunjuk agar suatu perencanaan pembangunan atau pengembangan Ruang Perawatan Intensif
di rumah sakit dapat menampung kebutuhan pelayanan yang memperhatikan aspek keselamatan,
keamanan, kenyamanan dan kemudahan baik bagi pasien maupun pengguna rumah sakit lainnya.

Jakarta, Maret 2012

Direktur Bina Pelayanan Penunjang Medik


dan Sarana Kesehatan

dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes


NIP. 195501171981111001

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | v


DAFTAR ISI

SAMBUTAN iii
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vii
TIM PENYUSUN viii

BAB I KETENTUAN UMUM 1


A. Latar belakang 1
B. Maksud dan tujuan 2
C. Sasaran 2
D. Pengertian 2

BAB II PERSYARATAN TEKNIS BANGUNAN RUANG PERAWATAN INTENSIF


RUMAH SAKIT 3
A. Persyaratan Arsitektur 3
1. Kebutuhan Ruang
2. Hubungan Antar Ruang
3. Komponen dan Bahan Bangunan
B. Persyaratan Struktur 11

BAB III PERSYARATAN TEKNIS PRASARANA RUANG PERAWATAN INTENSIF


RUMAH SAKIT 12
A. Umum 12
B. Persyaratan Prasarana yang Menunjang Faktor Keselamatan 12
a. Sistem proteksi petir
b. Sistem proteksi Kebakaran
c. Sistem kelistrikan.
d. Sistem gas medik dan vakum medik
C. Persyaratan Prasarana yang Menunjang Faktor Kesehatan Lingkungan 17
a. Sistem ventilasi.
b. Sistem pencahayaan.
c. Sistem Sanitasi.
D. Persyaratan Prasarana yang Menunjang Faktor Kenyamanan 21
a. Sistem pengkondisian udara.
b. Kebisingan
c. Getaran.
E. Persyaratan Prasarana yang Menunjang Faktor Kemudahan 22
a. Kemudahan hubungan horizontal.
b. Kemudahan hubungan vertikal.
c. Sarana evakuasi.
d. Aksesibilitas.

BAB IV PENUTUP 23

LAMPIRAN 24

DAFTAR PUSTAKA 30

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | vii
TIM PENYUSUN

Penanggung Jawab : Direktur Bina Pelayanan Penunjang


Medik dan sarana Kesehatan

Ketua Ir. Azizah

Wakil Ketua Ir. Hanafi, MT

Penyusun :
1. dr. Rudyanto Sedono, Sp.An Kepala ICU RSCM
2. dr. Hermansyur, Sp.B Direksi RS Pondok Indah
3. Lina Haida, SKM, MM RSUD Tangerang
4. Ir. Handoyo Tanjung Ikatan Ahli Fisika Bangunan Indonesia (IAFBI).
5. Ir. Arie Soeharto, IAI Ikatan Arsitek Indonesia
6. dr. Anwarul Dit. Bina Yanmed Spesialistik
7. dr. Suhartono, Sp.B(K)Vas Sekjen IKABI
8. drg. Hendro Harry Tjahjono, M.Sc Direksi RS Kanker Dharmais
9. dr. Priyono PH, Sp.An RSPAD Gatot Subroto
10. dr. Aries Perdana, Sp.An RSUP dr. Cipto Mangunkusumo
11. Ir. Soekartono Suwarno, PII Persatuan Insinyur Indonesia (PII).
12. Jusuf Umar, Dipl. Ing Konsultan / PT. Aneka Gas
13. Tommy Pagaribuan, ST.,MT Dinas P2B DKI Jaya
14. Ir. Rakhmat Nugroho, MBAT Kepala BPFK Surabaya
15. Dr. Henry Tjandra Direksi Eka Hospital
16. R. Aryo Seto Isa, ST KEMKES
17. Erwin Burhanuddin, ST KEMKES
18. Siti Ulfa Chanifah, ST KEMKES
19. Romadona, ST KEMKES

viii | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28
Bagian H, ayat (1) telah menegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan
kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Berdasarkan Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, menyebutkan


bahwa salah satu sumber daya di bidang kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan,
dimana pasal 1 poin 7 mendefinisikan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan suatu alat dan/
atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitative yang dilaukan oleh pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau masyarakat.

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan


merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung
penyelenggaraan upaya kesehatan. Sesuai dengan Undang-Undang No. 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit pasal 5 menyebutkan bahwa rumah sakit mempunyai fungsi
penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar
pelayanan rumah sakit.

Fungsi dimaksud memiliki makna tanggung jawab yang merupakan tugas


pemerintah dalam meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Untuk optimalisasi hasil
serta kontribusi positif tersebut, harus dapat diupayakan masuknya upaya kesehatan
sebagai asas pokok program pembangunan nasional.

Selanjutnya undang-Undang No. 44 tahun 2009 pasal 7 menyebutkan bahwa


rumah sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya
manusia, kefarmasian dan peralatan.

Ruang Perawatan Intensif (;ICU=Intensive Care Unit) adalah bagian dari bangunan
rumah sakit dengan kategori pelayanan kritis, selain instalasi bedah dan instalasi gawat
darurat. Ruang Perawatan Intensif merupakan instalasi pelayanan khusus di rumah sakit
yang menyediakan pelayanan yang komprehensif dan berkesinambungan selama 24 jam.
Dalam rangka mewujudkan Ruang Perawatan Intensif yang memenuhi standar pelayanan
dan persyaratan mutu, keamanan dan keselamatan perlu didukung oleh bangunan dan
prasarana (utilitas) yang memenuhi persyaratan teknis.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 1


B. MAKSUD DAN TUJUAN
Pedoman teknis bangunan Ruang Perawatan Intensif ini, dimaksudkan sebagai
upaya menetapkan acuan atau referensi teknis fasilitas fisik agar RS memiliki fasilitas
pelayanan kesehatan bagi masyarakat sesuai dengan kebutuhan.
Pedoman teknis bangunan Ruang Perawatan Intensif ini bertujuan memberikan
petunjuk agar suatu perencanaan dan pengelolaan bangunan Ruang Perawatan Intensif di
rumah sakit memperhatikan kaidah-kaidah pelayanan kesehatan, sehingga bangunan
Ruang Perawatan Intensif yang akan dibuat dapat menampung kebutuhan pelayanan dan
dapat digunakan oleh pasien dan, pengelola serta tidak berakibat buruk bagi keduanya.

C. SASARAN
Pedoman teknis ini diharapkan menjadi acuan bagi pengelola, pelaksana dan
konsultan perencana rumah sakit dalam membuat perencanaan Ruang Perawatan Intensif
sehingga masing-masing pihak dapat mempunyai persepsi yang sama.

D. PENGERTIAN

1. Sarana/bangunan

Wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat dan
kedudukannya, sebagian atau seluruhnya yang berada di atas tanah/perairan, ataupun
di bawah tanah/perairan, tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian
maupun tempat tinggal, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya maupun kegiatan
khusus.

2. Prasarana
Benda maupun jaringan/instalasi yang membuat suatu sarana yang ada bisa berfungsi
sesuai dengan tujuan yang diharapkan

3. Ruang Perawatan Intensif (Intensive Care Unit = ICU)


Fasilitas untuk merawat pasien yang dalam keadaan belum stabil sesudah operasi
berat atau bukan karena operasi berat yang memerlukan secara intensif pemantauan
ketat atau tindakan segera.

4. Bangunan instalasi.
Gabungan/kumpulan dari ruang-ruang/kamar-kamar di unit rumah sakit yang saling
berhubungan dan terkait satu sama lain dalam rangka pencapaian tujuan pelayanan
kesehatan.

2 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB II
PERSYARATAN TEKNIS
BANGUNAN RUANG PERAWATAN INTENSIF
RUMAH SAKIT

A. PERSYARATAN ARSITEKTUR .

1. KEBUTUHAN RUANG
Kebutuhan ruang pada daerah rawat pasien, terdiri dari :

a. Ruang administrasi.
Ruang untuk menyelenggarakan kegiatan administrasi khususnya pelayanan
pendaftaran dan rekam medik internal pasien di Ruang Perawatan Intensif.
Ruang ini berada pada bagian depan Ruang Perawatan Intensif dengan
dilengkapi loket atau Counter, meja kerja, lemari berkas/arsip dan
telepon/interkom.

b. Ruang untuk tempat tidur pasien.

Gambar 2.A.1b – Ruang Rawat Pasien ICU

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 3


(1) Ruang tempat tidur berfungsi untuk merawat pasien lebih dari 24 jam,
dalam keadaan yang sangat membutuhkan pemantauan khusus dan terus-
menerus.
(2) Ruang pasien harus dirancang untuk menunjang semua fungsi perawatan
yang penting.
(3) Luas lantai yang digunakan untuk setiap tempat tidur pasien dapat
mengakomodasi kebutuhan ruang dari semua peralatan dan petugas yang
berhubungan dengan pasien untuk kebutuhan perawatan.
(4) Ruang rawat pasien disarankan mempunyai luas lantai bersih antara 12
m2- 16 m2 per tempat tidur.
(5) Tombol alarm harus ada pada setiap bedside di dalam ruang rawat pasien.
Sistem alarm sebaiknya terhubung secara otomatis ke pusat
telekomunikasi rumah sakit, pos sentral perawat, ruang pertemuan ICU,
ruang istirahat petugas ICU, dan setiap ruang panggil. Perletakan alarm ini
harus dapat terlihat.
(6) Pencahayaan alami harus optimal.
(7) Sebaiknya memaksimalkan jumlah jendela sebagai sarana visual untuk
menguatkan orientasi pada siang dan malam hari. Jendela sebaiknya tahan
lama, tidak menyimpan debu dan mudah dibersihkan dan harus dibersihkan
secara rutin.
(8) Daerah rawat pasien harus teduh, dan tidak silau, harus mudah
dibersihkan, tahan api, bersih debu dan kuman, dan dapat digunakan
sebagai peredam suara dan dapat mengontrol tingkat pencahayaan.
(9) Rasio kebutuhan tempat tidur di Ruang Perawatan Intensif dipengaruhi oleh
:
(a) Jumlah total tempat tidur pasien di rumah sakit.
(b) Jumlah kasus yang memerlukan pelayanan perawatan intensif.
Untuk rumah sakit, diasumsikan jumlah tempat tidur pasien di Ruang
Perawatan Intensif berkisar + 2 % dari total tempat tidur pasien.

c. Ruang isolasi pasien.


(1) Ruang yang mempunyai kekhususan teknis sebagai ruang perawatan
intensif dan memiliki batasan fisik modular per pasien, dinding serta bukaan
pintu dan jendela dengan ruangan ICU lain.
(2) Ruang yang diperuntukkan bagi pasien menderita penyakit yang menular,
pasien yang rentan terkena penularan dari orang lain, pasien menderita
penyakit yang menimbulkan bau (seperti penyakit tumor, ganggrein,
diabetes) dan untuk pasien menderita penyakit yang mengeluarkan suara
dalam ruangan.
(3) Pintu dan partisi pada ruang isolasi terbuat dari kaca minimal setinggi 100
cm dari permukaan lantai agar pasien terlihat dari pos perawat.
(4) Ruang Perawatan Intensif dengan modul kamar individual/ kamar isolasi
luas lantainya 16 m2- 20 m2 per kamar.

4 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Gambar 2.A.1c – Ruang Perawatan Intensif - Isolasi

d. Pos sentral perawat/ ruang stasi perawat (;Nurse central station)


(1) Pos sentral perawat adalah tempat untuk memonitor perkembangan pasien
ICU selama 24 jam sehingga apabila terjadi keadaan darurat pada pasien
segera diketahui dan dapat diambil tindakan seperlunya terhadap pasien.
(2) Letak pos perawat harus dapat menjangkau seluruh pasien
(3) Pos stasiun perawat sebaiknya memberikan ruangan yang nyaman dan
berukuran cukup untuk mengakomodasi seluruh fungsi yang penting.
(4) Pos stasiun perawat harus mempunyai pencahayaan cukup, dan dilengkapi
jam dinding.
(5) Kepala perawat sebaiknya mempunyai ruang kerja tersendiri. Pos perawat
(Nurse Station) dilengkapi dengan lemari penyimpanan barang habis pakai
dan obat.

e. Ruang dokter jaga


(1) Ruang kerja dan istirahat Dokter dilengkapi dengan sofa, wastafel, dan
toilet
(2) Ruangan ini dilengkapi sistem komunikasi internal dan sistem alarm.

f. Ruang istirahat petugas.


(1) Ruang istirahat petugas medik dilengkapi dengan sofa, wastafel, dan toilet.
(2) Ruang istirahat petugas medik harus berada dekat dengan ruang rawat
pasien ICU.
(3) Ruang ini sebaiknya memberikan keleluasaan, kenyamanan, dan
lingkungan yang santai.
(4) Ruangan ini dilengkapi sistem komunikasi internal dan sistem alarm.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 5


g. Pantri.
Daerah untuk menyiapkan makanan dan minuman untuk petugas, dilengkapi
meja untuk menyiapkan makanan, freezer, bak cuci dengan kran air dingin dan
air panas, microwave dan atau kompor, dan lemari pendingin.

h. Ruang penyimpanan alat medik.


(1) Ruang penyimpanan alat medik berfungsi sebagai penyimpanan peralatan
medik yang setiap saat diperlukan dan belum digunakan.
(2) Peralatan yang disimpan diruangan ini harus dalam kondisi siap pakai dan
dalam kondisi yang sudah disterilisasi.
(3) Alat-alat yang disimpan dalam ruangan ini antara lain respirator/ventilator,
alat/mesin hemodialisa (HD), mobile X-ray, monitor pasien, syringe pump,
infusion pump, defibrillator dan lain-lain.
(4) Ruang sebaiknya cukup besar untuk memudahkan akses, lokasinya mudah
untuk mengeluarkan peralatan .
(5) Kotak kontak pembumian listrik sebaiknya tersedia di dalam ruang dengan
kapasitas yang cukup untuk membuang arus batere dari peralatan yang
menggunakan batere.

i. Ruang utilitas bersih.


(1) Ruang utilitas bersih dan kotor harus ruang terpisah yang tidak saling
berhubungan.
(2) Lantai sebaiknya ditutup dengan bahan tanpa sambungan untuk
memudahkan pembersihan.
(3) Ruang utilitas bersih sebaiknya digunakan untuk menyimpan obat-obatan,
semua barang-barang yang bersih dan steril, dan boleh juga digunakan
untuk menyimpan linen bersih.
(4) Rak dan lemari untuk penyimpanan harus diletakkan cukup tinggi dari lantai
untuk memudahkan akses pembersihan lantai yang ada di bawah rak dan
lemari tersebut.
(5) Tempat/kabinet/lemari penyimpanan instrumen dan bahan perbekalan yang
diperlukan, termasuk untuk barang-barang steril.

j. Ruang utilitas kotor


(1) Ruang utilitas bersih dan kotor harus ruang terpisah yang tidak saling
berhubungan.
(2) Ruang utilitas kotor harus menghadap ke luar/berada di luar ruang rawat
pasien ICU ke arah koridor kotor.
(3) Ruang utilitas kotor tempat membuang kotoran bekas pelayanan pasien
khususnya yang berupa cairan.
(4) Ruang ini temperaturnya harus terkontrol, dan pasokan udara dari ruang
utilitas kotor harus dibuang ke luar.
(5) Ruang utilitas kotor harus dilengkapi dengan spoelhoek dan slang pembilas
serta pembuangan air limbahnya disalurkan instalasi pengolahan air limbah
RS.

6 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(6) Spoelhoek adalah fasilitas untuk membuang kotoran bekas pelayanan
pasien khususnya yang berupa cairan. Spoelhoek berupa bak atau kloset
yang dilengkapi dengan leher angsa (water seal).
(7) Pada ruang Spoolhoek juga harus disediakan kran air bersih untuk mencuci
wadah kotoran pasien. Ruang spoolhoek ini harus menghadap
keluar/berada di luar ruang rawat pasien ICU ke arah koridor kotor.
(8) Saluran air kotor/limbah dari Spoolhoek dihubungkan ke tangki septik
khusus atau jaringan IPAL.
(9) Kontainer tertutup yang terpisah harus disediakan untuk linen kotor dan
limbah padat.
(10) Kontainer khusus sebaiknya disediakan untuk buangan jarum suntik dan
barang-barang tajam lainnya.

k. Ruang Kepala Ruangan ICU.


Ruang kerja dan isitirahat Kepala perawat dilengkapi sofa, meja dan kursi kerja.

l. Parkir troli.
Tempat untuk parkir trolley selama tidak ada kegiatan pelayanan pasien atau
selama tidak diperlukan.

m. Ruang Ganti Penunggu Pasien dan Ruang Ganti Petugas (pisah pria
wanita) (termasuk di dalamnya Loker).
(1) Tempat ganti pakaian, meletakkan sepatu/alas kaki sebelum masuk daerah
rawat pasien dan sebaliknya setelah keluar dari ruang rawat pasien, yang
diperuntukkan bagi staf medis maupun non medis dan pengunjung.
(2) Fasilitas mencuci tangan untuk pengunjung pasien dan untuk petugas harus
disediakan, lengkap dengan sabun antiseptik (;general prequotion).
(3) Kontainer/wadah khusus baju pelindung bekas pakai harus disediakan,
karena baju pelindung tidak boleh digunakan lebih dari sekali.

n. Ruang tunggu keluarga pasien (berada di luar wilayah ICU).


(1) Tempat keluarga atau pengantar pasien menunggu. Tempat ini perlu
disediakan tempat duduk dengan jumlah sesuai dengan aktivitas pelayanan
pasien yang dilaksanakan di Ruang Perawatan Intensif. Disarankan untuk
menyediakan pesawat televisi dan fasilitas telepon umum.
(2) Letak ruang tunggu pengunjung dekat dengan Ruang Perawatan Intensif
dan di luar ruang rawat pasien.
(3) Akses pengunjung sebaiknya di kontrol dari ruang resepsionis.
(4) Rasio kebutuhan jumlah tempat duduk keluarga pasien adalah 1 tempat
tidur pasien ICU berbanding 1 – 2 tempat duduk.
(5) Dilengkapi dengan fasilitas toilet pengunjung
(6) Disarankan menyediakan ruang konsultasi untuk keluarga.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 7


o. Koridor untuk kebutuhan pelayanan.
(1) Koridor disarankan mempunyai lebar minimal 2,4 m.
(2) Pintu masuk ke Ruang Perawatan Intensif, ke daerah rawat pasien dan
pintu-pintu yang dilalui tempat tidur pasien dan alat medik harus lebarnya
minimum 36 inci (1,2 m), yang terdiri dari 2 daun pintu (dimensi 80 cm dan
40 cm) untuk memudahkan pergerakan tanpa hambatan.
(3) Lantai harus kuat sehingga dapat menahan beban peralatan yang berat.

p. Janitor/ Ruang Cleaning Service.


Ruangan tempat penyimpanan barang-barang/bahan-bahan dan peralatan untuk
keperluan kebersihan ruangan, tetapi bukan peralatan medik.

q. Toilet petugas medik.


Toilet petugas medik terdiri dari closet yang dilengkapi hand shower dan
wastafel/ lavatory.

r. Ruang penyimpanan silinder gas medik.


(1) Ruang yang digunakan untuk menyimpan tabung-tabung gas medis
cadangan yang digunakan di Ruang Perawatan Intensif.
(2) Penyimpanan silinder gas medik ini berlaku bagi RS yang tidak memiliki
central gas. O2, vacuum dan compress air (udara tekan medik).

s. Toilet pengunjung/penunggu pasien.

Toilet pengunjung/penunggu pasien terdiri dari closet dan wastafel/ lavatory.

t. Ruang diskusi medis (terutama bagi RS A dan B).


(1) Ruang diskusi ditempatkan di ICU atau dekat dengan ICU untuk digunakan
sebagai tempat kegiatan pendidikan dan diskusi medis.
(2) Ruangan ini dilengkapi dengan telepon atau sistem komunikasi internal dan
sistem alarm yang tersambung langsung ke ICU.
(3) Ruang diskusi dilengkapi dengan tempat/ lemari untuk menyimpan buku-
buku kedokteran/ medik dan perawatan, VCR, dan peralatan belajar.

2. HUBUNGAN ANTAR RUANG.


Hubungan antar ruang di dalam bangunan Ruang Perawatan Intensif, ditunjukkan
pada gambar sebagai berikut :

8 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Gambar 2.A.2 - Hubungan antar ruang dalam bangunan
Ruang Perawatan Intensif

a. Alur Petugas (Dokter/Perawat/Staf) :


(1) Ganti pakaian di ruang ganti (Loker).
(2) Masuk daerah rawat pasien
(3) Keluar melalui alur yang sama.

b. Alur Pasien :
(1) Pasien masuk ICU berasal dari Instalasi Rawat Inap, Instalasi Gawat
Darurat, Instalasi Bedah.
(2) Pasien ke luar dari daerah rawat pasien menuju :
(a) ruang rawat inap bila memerlukan perawatan lanjut, atau
(b) pulang ke rumah, bila dianggap sudah sehat.
(c) ke ruang jenazah bila pasien meninggal dunia.

c. Alur Alat/Material :
(1) Alat/Material kotor dikeluarkan dari ruang rawat pasien ke ruang utilitas
kotor.
(2) Sampah/limbah padat medis dikirim ke Incinerator. Sampah/limbah padat
non medis domestik dibuang ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS)
rumah sakit.
(3) Linen kotor dikirim ke ruang cuci/ laundry dan kemudian dikirim ke CSSD
(Central Sterilized Support Departement).
(4) Instrumen/peralatan bekas pakai dari ruang rawat dibersihkan dan
disterilkan di Instalasi CSSD.
(5) Instrumen/linen/bahan perbekalan yang telah steril disimpan di ruang
utilitas bersih.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 9


3. KOMPONEN DAN BAHAN BANGUNAN.
Sebagai bagian dari Rumah Sakit, beberapa komponen sarana yang ada di Ruang
Perawatan Intensif memerlukan beberapa persyaratan, antara lain :

a. Komponen penutup lantai.


Komponen penutup lantai memiliki persyaratan sebagai berikut :
(1) tidak terbuat dari bahan yang memiliki lapisan permukaan dengan porositas
yang tinggi yang dapat menyimpan debu.
(2) mudah dibersihkan dan tahan terhadap gesekan.
(3) penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata.
(4) memiliki pola lantai dengan garis alur yang menerus keseluruh ruangan
pelayanan.
(5) pada daerah dengan kemiringan kurang dari 70, penutup lantai harus dari
lapisan permukaan yang tidak licin (walaupun dalam kondisi basah).
(6) Hubungan/pertemuan antara lantai dengan dinding harus menggunakan
bahan yang tidak siku, tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan
lantai (Hospital plint).
(7) Disarankan menggunakan bahan vinil khusus yang dipakai untuk lantai
Ruang Rawat Pasien ICU.

b. Komponen dinding.
Komponen dinding memiliki persyaratan sebagai berikut :
(1) dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca dan tidak berjamur.
(2) lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak mengandung pori-
pori) sehingga dinding tidak menyimpan debu.
(3) warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata.
(4) Hubungan/pertemuan antara dinding dengan dinding harus tidak siku, tetapi
melengkung untuk memudahkan pembersihan.

c. Komponen langit-langit.
Komponen langit-langit memiliki persyaratan sebagai berikut :
(1) harus mudah dibersihkan, tahan terhadap segala cuaca, tahan terhadap air,
tidak mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien, serta tidak
berjamur.
(2) memiliki lapisan penutup yang bersifat non porosif (tidak berpori) sehingga
tidak menyimpan debu.
(3) berwarna cerah, tetapi tidak menyilaukan pengguna ruangan.

10 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


B. PERSYARATAN STRUKTUR BANGUNAN.

1. UMUM
(1) Setiap sarana Ruang Perawatan Intensif merupakan pekerjaan konstruksi yang
menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di
atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat
perawatan pasien dalam kondisi kritis/belum stabil yang memerlukan
pemantauan khusus dan terus menerus (intensif).
(2) Fungsi sarana bangunan Ruang Perawatan Intensif dikualifikasikan berdasarkan
tingkat privasi, tingkat sterilitas serta tingkat aksesibilitas.

2. PERSYARATAN STRUKTUR SARANA BANGUNAN RUANG PERAWATAN


INTENSIF.
(1) Bangunan Ruang Perawatan Intensif, strukturnya harus direncanakan
kuat/kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi
persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan
dengan mempertimbangkan fungsi bangunan Ruang Perawatan Intensif, lokasi,
keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.
(2) Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh aksi
sebagai akibat dari beban-beban yang mungkin bekerja selama umur layanan
struktur, baik beban muatan tetap maupun beban muatan sementara yang timbul
akibat gempa dan angin.
(3) Dalam perencanaan struktur bangunan Ruang Perawatan Intensif terhadap
pengaruh gempa, semua unsur struktur bangunan Ruang Perawatan Intensif,
baik bagian dari sub struktur maupun struktur bangunan, harus diperhitungkan
memikul pengaruh gempa rancangan sesuai dengan zona gempanya.
(4) Struktur bangunan Ruang Perawatan Intensif harus direncanakan secara detail
sehingga pada kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila
terjadi keruntuhan, kondisi strukturnya masih dapat memungkinkan pengguna
bangunan Ruang Perawatan Intensif menyelamatkan diri.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembebanan, ketahanan terhadap gempa
dan/atau angin, dan perhitungan strukturnya mengikuti pedoman dan standar
teknis yang berlaku.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 11


BAB III
PERSYARATAN TEKNIS
PRASARANA RUANG PERAWATAN INTENSIF
RUMAH SAKIT

A. UMUM
(1) Setiap prasarana bangunan Ruang Perawatan Intensif merupakan pekerjaan
instalasi dan jaringan yang menyatu dengan bangunan dan lingkungannya, sebagian
atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang bertujuan
memfungsikan sarana bangunan sebagai tempat perawatan pasien dalam kondisi
kritis/belum stabil yang memerlukan pemantauan khusus dan terus menerus
(intensif).
(2) Fungsi prasarana bangunan Ruang Perawatan Intensif dikualifikasikan berdasarkan
tingkat privasi, tingkat sterilitas serta tingkat aksesibilitas.

B. PERSYARATAN PRASARANA YANG MENUNJANG FAKTOR KESELAMATAN.


Pelayanan pada bangunan Ruang Perawatan Intensif, termasuk “daerah pelayanan kritis”,
sesuai SNI 03 – 7011 – 2004, Keselamatan pada bangunan fasilitas kesehatan”.

a. Sistem proteksi petir.


(1) Bangunan Ruang Perawatan Intensif yang berdasarkan letak, sifat geografis,
bentuk, ketinggian dan penggunaannya berisiko terkena sambaran petir, harus
dilengkapi dengan instalasi proteksi petir.
(2) Sistem proteksi petir yang dirancang dan dipasang harus dapat mengurangi
secara nyata risiko kerusakan yang disebabkan sambaran petir terhadap
bangunan Ruang Perawatan Intensif dan peralatan yang diproteksinya, serta
melindungi manusia di dalamnya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan,
pemeliharaan instalasi sistem proteksi petir mengikuti SNI 03 – 7015 – 2004,
atau edisi terakhir, Sistem proteksi petir pada bangunan gedung, atau
pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

b. Sistem proteksi Kebakaran.


(1) Bangunan Ruang Perawatan Intensif, harus dilindungi terhadap bahaya
kebakaran dengan sistem proteksi pasif dan proteksi aktif.
(2) Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada fungsi/klasifikasi risiko
kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/ atau jumlah dan
kondisi penghuni dalam bangunan Ruang Perawatan Intensif.
(3) Penerapan sistem proteksi aktif didasarkan pada fungsi, klasifikasi, luas,
ketinggian, volume bangunan, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam
bangunan Ruang Perawatan Intensif.

12 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(4) Bilamana terjadi kebakaran di Ruang Perawatan Intensif, peralatan yang
terbakar harus segera disingkirkan dari sekitar sumber oksigen atau outlet pipa
yang dimasukkan ke Ruang Perawatan Intensif untuk mencegah terjadinya
ledakan.
(5) Api harus dipadamkan di Ruang Perawatan Intensif, jika dimungkinkan, dan
pasien harus segera dipindahkan dari tempat berbahaya. Peralatan pemadam
kebakaran harus dipasang diseluruh rumah sakit. Semua petugas harus tahu
peraturan tentang cara-cara proteksi kebakaran. Mereka harus tahu persis tata
letak kotak alarm kebakaran dan tahu menggunakan alat pemadam kebakaran.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan sistem proteksi pasif dan proteksi aktif mengikuti pedoman dan
standar teknis lain yang berlaku.

c. Sistem kelistrikan.
1) Sumber daya listrik.
Sumber daya listrik pada bangunan Ruang Perawatan Intensif, termasuk
katagori “sistem kelistrikan esensial 3”, di mana sumber daya listrik
normal (PLN) dilengkapi dengan sumber daya listrik siaga dan darurat
untuk menggantikannya, bila terjadi gangguan pada sumber daya listrik normal.
2) Jaringan.
(1) Kabel listrik dari peralatan yang dipasang di langit-langit tetapi yang bisa
digerakkan, harus dilindungi terhadap belokan yang berulang-ulang
sepanjang track, untuk mencegah terjadinya retakan-retakan dan
kerusakan-kerusakan pada kabel.
(2) Kolom yang bisa diperpanjang dengan ditarik, menghindari bahaya-
bahaya tersebut.
(3) Sambungan listrik pada kotak kontak harus diperoleh dari sirkit-sirkit yang
terpisah. Ini menghindari akibat dari terputusnya arus karena bekerjanya
pengaman lebur atau suatu sirkit yang gagal yang menyebabkan
terputusnya semua arus listrik pada saat kritis.
3) Terminal.
(1) Kotak Kontak (stop kontak)
(a) Setiap kotak kontak daya harus menyediakan sedikitnya satu kutub
pembumian terpisah yang mampu menjaga resistans yang rendah
dengan kontak tusuk pasangannya.
(b) Karena gas-gas yang mudah terbakar dan uap-uap lebih berat dari
udara dan akan menyelimuti permukaan lantai bila dibuka, Kotak
kontak listrik harus dipasang + 1,25 m di atas permukaan lantai, dan
harus dari jenis tahan ledakan.
(c) Jumlah kotak kontak untuk setiap tempat tidur di daerah pelayanan
kritis, minimal 6 buah khusus untuk peralatan medik yang
membutuhkan daya listrik besar (diluar ventilator, suction, monitor)
misalnya Syringe pump.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 13


(2) Sakelar.
Sakelar yang dipasang dalam sirkit pencahayaan harus memenuhi SNI 04
– 0225 – 2000, Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2000), atau
pedoman dan standar teknis yang berlaku.
4) Pembumian.
Kabel yang menyentuh lantai, dapat membahayakan petugas. Sistem harus
memastikan bahwa tidak ada bagian peralatan yang dibumikan melalui
tahanan yang lebih tinggi dari pada bagian lain peralatan yang disebut dengan
sistem penyamaan potensial pembumian (Equal potential grounding system).
Sistem ini memastikan bahwa hubung singkat ke bumi tidak melalui pasien.
5) Peringatan.
Semua petugas harus menyadari bahwa kesalahan dalam pemakaian listrik
membawa akibat bahaya sengatan listrik, padamnya tenaga listrik, dan bahaya
kebakaran. Kesalahan dalam instalasi listrik bisa menyebabkan arus hubung
singkat, tersengatnya pasien, atau petugas.
Bahaya ini dapat dicegah dengan :
(a) Memakai peralatan listrik yang dibuat khusus untuk bangunan Ruang
Perawatan Intensif. Peralatan harus mempunyai kabel yang cukup
panjang dan harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk menghindari
beban lebih.
(b) Peralatan jinjing (portabel), harus segera diuji dan dilengkapi dengan
sistem pembumian yang benar sebelum digunakan.
(c) Segera menghentikan pemakaian dan melaporkan apabila ada peralatan
listrik yang tidak benar.
6) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem kelistrikan pada bangunan Ruang
Perawatan Intensif mengikuti Permenkes 2306/Menkes/per/XI/2011 tentang
Persyaratan Teknis Prasarana Instalasi Elektrikal RS.

d. Sistem gas medik dan vakum medik.


Sistem gas medik harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan
tingkat keselamatan bagi penggunanya. Ketentuan mengenai sistem gas medik dan
vakum medik di RS Pratama mengikuti ”Pedoman Teknis Instalasi Gas Medik dan
Vakum Medik di RS” yang disusun oleh Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik
dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jendeal Bina Upaya Kesehan, Kenterian
Kesehatan RI, Tahun 2011.
1) Outlet dan inlet.
(a) Outlet dan inlet untuk gas medik atau vakum harus untuk jenis gas
tertentu, yaitu outlet dan inlet dengan sambungan ulir atau kopel cepat
yang tidak dapat dipertukarkan.
(b) Setiap outlet harus terdiri dari satu katup primer dan sekunder.
(c) Setiap inlet, hanya terdiri dari satu katup primer.
(d) Katup sekunder (atau katup unit) harus menutup secara otomatik untuk
menghentikan aliran gas medik bila katup primer dilepaskan.
(e) Katup primer (atau katup unit) harus menutup secara otomatik untuk
menghasilkan aliran vakum bila katup primer (atau katup unit) dilepaskan.

14 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(f) Setiap outlet/inlet harus diberi identitas yang mudah dibaca dengan nama
atau simbol kimia untuk gas medik atau vakum tertentu yang
disediakannya.
(g) Setiap Outlet dan inlet berulir harus dari jenis sambungan yang tidak
dapat dipertukarkan, sesuai ketentuan yang berlaku.
(h) Setiap outlet/inlet, termasuk yang dipasang pada kolom, gulungan selang
(wall mounted), saluran langit-langit (ceiling mounted), atau instalasi
khusus lainnya, harus dirancang sedemikian sehingga bagian atau
komponen yang dipersyaratkan untuk jenis gas tertentu tidak dapat
dipertukarkan antara outlet/inlet untuk jenis gas yang berbeda.
(i) Penggunaan komponen sebagai bagian dari outlet/inlet, seperti pegas,
ring cincin, baut pengencang, penyekat, dan sumbat penutup
diperbolehkan.
(j) Komponen inlet vakum yang diperlukan untuk pemeliharaan dan
kekhususan vakum, harus diberi tanda yang mudah dibaca untuk
mengidentifikasinya sebagai suatu komponen atau bagian dari sistem
vakum atau sistem pengisapan.
(k) Komponen inlet yang tidak khusus untuk vakum tidak harus ditandai.
(l) Bila terpasang banyak outlet/inlet pada dinding, outlet/inlet tersebut harus
diberi jarak untuk mengijinkan penggunaan secara serempak berbagai
jenis peralatan terapi.
2) Rel gas medik (RGM).
(a) RGM boleh dipasang bila diperkirakan dan diperlukan ada banyak
pemakaian gas medik dan vakum pada satu lokasi pasien.
(b) RGM harus sepenuhnya terlihat dalam ruangan, tidak menembus atau
melewati dinding, partisi, dan sejenisnya.
(c) RGM harus dibuat dari bahan dengan temperatur leleh sekurangnya
5380C (10000F).
(d) RGM harus selalu dibersihkan.
(e) Outlet/inlet tidak boleh ditempatkan pada ujung-ujung RGM.
(f) RGM harus dihubungkan ke pipa saluran melalui fiting yang dipatri ke
pipa saluran tersebut.
3) Pemipaan gas medik.
Bahan pipa untuk sistem gas medik bertekanan positip di lokasi :
(a) Pipa, katup, fiting, outlet, dan komponen pemipaan lainnya dalam sistem
gas medik harus telah dibersihkan untuk layanan oksigen oleh pabrik
pembuat sebelum dilakukan pemasangan sesuai ketentuan yang
berlaku.
(b) Masing-masing panjang pipa harus diangkut dengan ujung-ujungnya
ditutup atau disumbat oleh pabrik pembuat dan tetap tersegel hingga
siap untuk pemasangan.
(c) Fiting, katup, dan komponen lainnya harus diangkut dalam keadaan
tersegel, diberi label, dan tetap tersegel hingga disiapkan untuk
pemasangan.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 15


(d) Pipa harus dari jenis “hard-drawn seamless copper”, SNI 03-7011 tahun
2004 atau pipa yang setara untuk medical gas.
Pipa gas medik dari tipe L, kecuali jika tekanan kerja di atas tekanan
relatif 1275 kPa (185 psig), maka jenis K harus digunakan untuk ukuran
yang lebih besar dari DN 80 (NPS 3) (diameter luar = 3 18 inci)
(e) Pipa gas medik yang memenuhi syarat harus diidentifikasikan oleh
pabrik pembuat dengan tanda “OXY”, “MED”, “OXY/MED”, “OXY/ARC”
atau “ARC/MED” dengan warna biru (tipe L) atau hijau (tipe K).
(f) Pemasang harus menyerahkan dokumen yang resmi menyatakan
bahwa semua bahan pipa yang terpasang memenuhi persyaratan.
Bahan pipa untuk sistem vakum medik yang dipasang di lokasi :
Pipa vakum harus dari jenis “hard-drawn seamless copper”, ASTM B 819, tipe
K, L dan M.
4) Fiting.
(a) Belokan, pergeseran atau perubahan arah lainnya pada pemipaan gas
medik dan vakum harus dibuat dengan fiting kapiler tembaga tempa
dipatri, yang memenuhi ANSInB16.22 Wrought copper and Copper alloy
patri-Joint fitting atau fiting patri yang memenuhi MSS SP-73 Brazed
Joints for Wrought and Cast Copper Alloy Patri-Joint pressure fittings.
(b) Fiting paduan tembaga tuang tidak boleh digunakan.
(c) Hubungan pencabangan pada sistem pemipaan boleh dilakukan dengan
menggunakan sambungan Tee yang dibuat secara mekanik, di bor, dan
dikempa (extruded) yang dibentuk sesuai dengan instruksi pabrik
pembuat peralatan, dan di patri.
5) Penamaan dan identifikasi.
Penamaan dan identifikasi gas medik dan vakum ditunjukkan pada tabel-1.
Tabel- 1
Standar penandaan warna dan tekanan kerja untuk sistem gas medik dan vakum
(Sumber: Pedoman Instalasi Gas Medis Rumah Sakit, DEPKES-RI, Ditjen Yanmed, Dit. Instalmed, 1994)

Singkatan Standar ukuran


Layanan gas Warna tabung
nama tekanan
Udara tekan medik Udara tekan Hijau 345 ~ 380 kPa
medik (50~55 psi)
Karbon dioksida Hitam 345 ~ 380 kPa
CO2
(50~55 psi)
Nitrogen Abu-abu 1100 ~ 1275 kPa
N2
(160 ~ 185 psi).
Nitrous Oksida Biru 345 ~ 380 kPa
N2O
(50~55 psi)
Oksigen Putih 345 ~ 380 kPa
O2
(50~55 psi)
Oksigen/campuran O2/CO2n% ( n Hijau/putih 345 ~ 380 kPa
karbon dioksida adalah % dari (50~55 psi)
CO2)
380 mm sampai
Vakum medik/
Med Vac Kuning 760 mm ( 15 in
Suction
sampai 30 in) HgV.
Buangan Sisa Gas Violet (warna Bervariasi sesuai
BSGA
Anestesi lembayung)/putih. tipe sistem.

16 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


(a) Pemipaan harus dinamai dengan menggunakan penandaan yang
dicetakkan atau penandaan yang ditempelkan guna menunjukkan sistem
gas medik atau vakum.
(b) Label pipa harus menunjukkan nama gas/sistem vakum atau simbol
kimia.
(c) Label pipa harus ditempatkan pada lokasi seperti berikut :
(1) Pada interval jarak tidak lebih dari 6 m (20 ft).
(2) Setidaknya sekali dalam atau di atas setiap ruangan.
(3) Pada kedua sisi dinding atau partisi yang ditembus pipa.
(4) Setidaknya sekali dalam setiap tingkat ketinggian yang dilewati oleh
pipa tegak (riser).
6) Penerapan.
(a) Bila terdapat istilah gas medik atau vakum, ketentuan tersebut berlaku
wajib bagi semua sistem perpipaan untuk oksigen, udara tekan medik
dan vakum medik.
(b) Suatu sistem yang sudah ada yang tidak sepenuhnya memenuhi
ketentuan standar ini, harus boleh tetap digunakan sepanjang pihak
yang berwenang telah memastikan penggunaannya tidak
membahayakan jiwa.

7) Potensi bahaya sistem gas dan vakum.


Potensi bahaya kebakaran dan ledakan yang berkaitan dengan sistem
perpipaan sentral gas medik dan vakum harus dipertimbangkan dalam
perancangan, pemasangan, pengujian, pengoperasian dan pemeliharaan
sistem ini.

8) Identifikasi dan pelabelan sistem pasokan terpusat (sentral).


(a) Silinder dan kontainer yang boleh digunakan hanya yang telah dibuat,
diuji dan dipelihara sesuai spesifikasi dan ketentuan dari pihak
berwenang.
(b) Isi silinder harus diidentifikasi dengan suatu label atau cetakan yang
ditempel, menyebut isi tabung sesuai ketentuan yang berlaku.
(c) Label tidak boleh dirusak, diubah atau dilepas, dan fiting penyambung
tidak boleh dimodifikasi.

C. PERSYARATAN PRASARANA YANG MENUNJANG FAKTOR KESEHATAN


LINGKUNGAN.

1. Sistem ventilasi.
(a) Untuk memenuhi persyaratan sistem ventilasi, bangunan Ruang Perawatan
Intensif harus mempunyai ventilasi alami dan/atau ventilasi mekanik/ buatan
sesuai dengan fungsinya dan tingkat kontaminasi oleh lingkungan sekitar
bangunan Ruang Perawatan Intensif.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 17


(b) Ventilasi mekanik/buatan harus disediakan jika ventilasi alami tidak dapat
memenuhi syarat. Misalkan tingkat kontaminasi oleh lingkungan sekitar
bangunan Ruang Perawatan Intensif tinggi, jarak antar bangunan tidak
memungkinkan udara bersih untuk masuk.
(c) Bila memakai sistem ventilasi mekanik/buatan maka instalasinya harus
dilakukan pembersihan/penggantian filter secara berkala untuk mengurangi
kandungan debu dan bakteri/kuman.
(d) Penerapan sistem ventilasi harus dilakukan dengan mempertimbangkan
prinsip-prinsip penghematan energi dalam bangunan Ruang Perawatan
Intensif.
(e) Ventilasi di daerah pelayanan kritis pasien harus pasti merupakan ventilasi
tersaring dan terkontrol. Pertukaran udara dan sirkulasi memberikan udara
segar dan mencegah pengumpulan gas-gas anestesi dalam ruangan.
(f) Minimal enam kali pertukaran udara per jam di bangunan Ruang Perawatan
Intensif yang disarankan.
(g) Sistem ventilasi dalam Ruang Perawatan Intensif harus terpisah dari sistem
ventilasi lain di rumah sakit.
(h) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan sistem ventilasi alami dan mekanik/buatan pada bangunan
Ruang Perawatan Intensif mengikuti SNI 03 – 6572 – 2001, Tata cara
perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan
gedung, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

2. Sistem pencahayaan.
(a) Bangunan Ruang Perawatan Intensif harus mempunyai pencahayaan alami
dan/atau pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan
fungsinya.
(b) Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi bangunan dan
fungsi masing-masing ruang di dalam bangunan Ruang Perawatan Intensif.
(c) Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang
dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam bangunan Ruang Perawatan
Intensif dengan mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi, dan
penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau pantulan.
(d) Pencahayaan buatan yang digunakan untuk pencahayaan darurat harus
dipasang pada bangunan Ruang Perawatan Intensif dengan fungsi tertentu,
serta dapat bekerja secara otomatis dan mempunyai tingkat pencahayaan
yang cukup untuk evakuasi yang aman.
(e) Semua sistem pecahayaan buatan, kecuali yang diperlukan untuk
pencahayaan darurat, harus dilengkapi dengan pengendali manual, dan/atau
otomatis, serta ditempatkan pada tempat yang mudah dibaca dan dicapai,
oleh pengguna ruang.
(f) Pencahayaan umum disediakan dengan lampu yang dipasang di langit-langit.
(g) Pencahayaan ruangan dapat menggunakan lampu fluorescent, penggunaan
lampu-lampu recessed disarankan karena tidak mengumpulkan debu.
(h) Pencahayaan harus didistribusikan rata dalam ruangan.

18 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


Tabel-2
Tingkat pencahayaan rata-rata, renderasi dan temperatur warna yang direkomendasikan.
Temperatur warna
Kelomp Cool
Tingkat Warm Dayli
ok white
Fungsi ruangan pencahaya white ght
rendera 3300 K
an (lux) <3300 >530
si warna ~ 5300
K 0K
K
Ruang rawat pasien. 250 1 atau 2 X
Ruang istirahat 250 1 X
Dokter dan perawat
Ruang ganti pakaian
Ruang administrasi 350 1 atau 2 X X
Ruang Sterilisasi 250 1 atau 2 X
Gudang 150 1 atau 2 X X
Pantri 200 1 X
Toilet 250 1 atau 2 X X
Ruang pertemuan 250 1 atau 2 X X
Ruang tunggu 200 1 X X
Spoelhok 250 1 atau 2 X

Tabel-3
Daya listrik maksimum untuk pencahayaan

Daya pencahayaan maksimum


Lokasi
(W/m2) (termasuk rugi-rugi balast)

Daerah rawat pasien 15

Daerah penunjang 15

(i) Penggunaan lampu yang mempunyai efikasi lebih tinggi dan menghindari
pemakaian lampu dengan efikasi rendah. Disarankan menggunakan lampu
fluoresent dan lampu pelepas gas lainnya.
(j) Pemilihan armature/fixture yang mempunyai karakteristik distribusi
pencahayaan sesuai dengan penggunaannya, mempunyai efisiensi yang
tinggi dan tidak mengakibatkan silau atau refleksi yang mengganggu.
(k) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan sistem pencahayaan pada bangunan Ruang Perawatan Intensif
mengikuti pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 19


3. Sistem Sanitasi.

Untuk memenuhi persyaratan sistem sanitasi, setiap bangunan Ruang Perawatan


Intensif harus dilengkapi dengan sistem air bersih, sistem pembuangan air kotor
dan/atau air limbah, kotoran dan sampah, serta penyaluran air hujan.
a. Sistem air bersih.
(1) Sistem air bersih harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan sumber air bersih dan sistem distribusi air rumah
sakit.
(2) Perencanaan sistem distribusi air bersih dalam bangunan Ruang
Perawatan Intensif harus memenuhi debit air dan tekanan minimal yang
disyaratkan.
(3) Penjelasan lebih lanjut mengenai sistem perpipaan air bersih rumah
sakit dapat dilihat pada Pedoman Sarana Dan Prasarana Rumah Sakit
Kelas C Tahun 2009, Pedoman Fasilitas Rumah Sakit Kelas B Tahun
2010.
b. Sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah.
(1) Sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah dialirkan ke Instalasi
pengolahan Air Limbah (IPAL).
(2) Penjelasan lebih lanjut mengenai sistem pembuangan air kotor / air
limbah rumah sakit dapat dilihat pada Pedoman Sarana Dan Prasarana
Rumah Sakit Kelas C Tahun 2009, Pedoman Fasilitas Rumah Sakit
Kelas B Tahun 2010.

c. Sistem pembuangan limbah padat medis dan non medis.

(1) Sistem pembuangan limbah padat medis dan non medis harus terpisah
pewadahannya dan tertutup sesuai jenis limbahnya mengacu pada
Keputusan Menteri Kesehatan No. 1204 /MENKES/SK/X/ Tahun 2004
tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

d. Sistem penyaluran air hujan.

(1) Sistempenyaluranairhujanpadabangunandidaerahresapanairhujanharus
diserapkankedalamtanahpekarangandan/ataudialirkankesumurresapan.
Untukdaerahyangbukandaerahresapanmakaairhujandialirkankejaringan
drainaselingkungan/kotasesuaidenganketentuanyangberlaku.
(2) Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain yang dapat
diterima, maka penyaluran air hujan harus dilakukan dengan cara lain yang
dibenarkanolehinstansiyangberwenang.
(3) Sistem penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah terjadinya
endapandanpenyumbatanpadasaluran.

20 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


D. PERSYARATAN PRASARANA YANG MENUNJANG FAKTOR KENYAMANAN.

1. Sistem pengkondisian udara.


(a) Sistem pengkondisian udara harus mempertimbangkan :
(1) fungsi ruang, jumlah pengguna, letak, volume ruang, jenis peralatan, dan
penggunaan bahan bangunan.
(2) kemudahan pemeliharaan dan perawatan, dan
(3) prinsip-prinsip penghematan energi dan kelestarian lingkungan.
(b) Kelembaban relatif yang dianjurkan adalah 60%, untuk lokasi anestesi yang
mudah terbakar tidak kurang dari 50%.
(c) Temperatur ruangan dipertahankan sekitar 680F sampai 800F (220C sampai
260C) di buku hijau.
(d) Meskipun sudah dilengkapi dengan kontrol kelembaban dan temperatur, unit
pengkondisian udara bisa menjadi sumber mikro-organisme yang datang
melalui filter-filternya. Filter-filter ini harus dibersihkan dan/atau diganti secara
berkala.
(e) Saluran udara (ducting) harus dibersihkan secara teratur.
(f) Penjelasan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan kenyamanan kondisi udara pada bangunan Ruang Perawatan
Intensif mengikuti SNI 03 – 6572 – 2001, atau edisi terakhir, Tata cara
perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan
gedung, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

2. Kebisingan
(a) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan
Ruang Perawatan Intensif, pengelola bangunan Ruang Perawatan Intensif
harus mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/atau
sumber bising lainnya baik yang berada pada bangunan Ruang Perawatan
Intensif maupun di luar bangunan Ruang Perawatan Intensif.
(b) Penjelasan lebih lanjut mengenai tingkat kenyamanan terhadap kebisingan
pada bangunan rumah sakit dapat dilihat pada Pedoman Sarana Dan
Prasarana Rumah Sakit Kelas C Tahun 2009, Pedoman Fasilitas Rumah Sakit
Kelas B Tahun 2010.

3. Getaran.
(a) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap getaran pada bangunan
Ruang Perawatan Intensif, pengelola bangunan Ruang Perawatan Intensif
harus mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/atau
sumber getar lainnya baik yang berada pada bangunan Ruang Perawatan
Intensif maupun di luar bangunan Ruang Perawatan Intensif.
(b) Penjelasan lebih lanjut mengenai tingkat kenyamanan terhadap getaran pada
bangunan rumah sakit dapat dilihat pada Pedoman Sarana Dan Prasarana
Rumah Sakit Kelas C Tahun 2009, Pedoman Fasilitas Rumah Sakit Kelas B
Tahun 2010.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 21


E. PERSYARATAN PRASARANA YANG MENUNJANG FAKTOR KEMUDAHAN.

1. Kemudahan hubungan horizontal.


(a) Arah bukaan daun pintu ke daerah rawat pasien dianjurkan mengarah ke luar
agar memudahkan evakuasi pasien pada saat terjadi bencana internal dalam
RS (Aspek keselamatan).
(b) Ukuran koridor sebagai akses horizontal antar ruang dipertimbangkan
berdasarkan fungsi koridor, fungsi ruang dan jumlah pengguna.
(c) Penjelasan lebih lanjut mengenai kemudahan hubungan horisontal dapat dilihat
pada Pedoman Sarana Dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C Tahun 2009,
Pedoman Fasilitas Rumah Sakit Kelas B Tahun 2010

2. Kemudahan hubungan vertikal.


(a) Apabila akses menuju Ruang Perawatan Intensif dengan lift, maka disarankan
disediakan lift terpisah antara pasien dan umum
(b) Penjelasan lebih lanjut mengenai kemudahan hubungan vertikal dapat dilihat
pada Pedoman Sarana Dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C Tahun 2009,
Pedoman Fasilitas Rumah Sakit Kelas B Tahun 2010.

3. Sarana evakuasi.
(a) Penjelasan mengenai sarana evakuasi dapat dilihat pada Pedoman Sarana
Dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C Tahun 2009, Pedoman Fasilitas Rumah
Sakit Kelas B Tahun 2010.

4. Aksesibilitas.
(a) Penjelasan mengenai aksesibilitas bagi penyandang cacat dapat dilihat pada
Pedoman Sarana Dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C Tahun 2009, Pedoman
Fasilitas Rumah Sakit Kelas B Tahun 2010.

22 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit


BAB IV

PENUTUP

(1) Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Bangunan Instalasi ICU ini diharapkan dapat
digunakan sebagai rujukan oleh pengelola bangunan rumah sakit, penyedia jasa konstruksi,
instansi Dinas Kesehatan, Pemerintah Daerah, dan instansi terkait dengan kegiatan
pengaturan dan pengendalian penyelenggaraan pembangunan bangunan rumah sakit dalam
pencegahan dan penanggulangan dan guna menjamin keamanan dan keselamatan
bangunan rumah sakit dan lingkungan terhadap bahaya penyakit.

(2) Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau bersifat alternatif serta penyesuaian
“Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Bangunan Instalasi ICU” pada bangunan rumah
sakit oleh masing-masing daerah disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan di
daerah.

(3) Sebagai pedoman/petunjuk pelengkap dapat digunakan pedoman dan standar teknis terkait
lainnya.

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 23


LAMPIRAN – 1
CONTOH MODEL DENAH RUANG ICU

24 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit



Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 25

26 | Pedoman-Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit

LAMPIRAN – 2
Matriks Kebutuhan Ruang, Fungsi, Besaran Ruang dan Peralatan
Dalam Bangunan ICU

Besaran
No. Nama Ruangan Fungsi Ruang / Kebutuhan Alat
Luas (+)

Daerah rawat Pasien


ICU. Peralatan ICU di RS Kelas C terdiri
(a) Ruang untuk tempat Ruang tempat tidur berfungsi dari :
tidur pasien untuk merawat pasien lebih dari 24
Ventilator sederhana; 1 set alat
jam, dalam keadaan yang 12 - 16 m2 /tt resusitasi; alat/sistem pemberian
membutuhkan pemantauan khusus
oksigen (nasal canule; simple face
dan terus menerus.
mask; nonrebreathing face mask); 1 set
laringoskop dengan berbagai ukuran
Kamar yang mempunyai
(b) Ruang isolasi pasien bilahnya; berbagai ukuran pipa
kekhususan teknis sebagai ruang 16 – 20 m2 /tt endotrakeal dan konektor; berbagai
perawatan intensif yang memiliki
ukuran orofaring, pipa nasofaring,
batas fisik modular per pasien,
sungkup laring dan alat bantu jalan
dinding serta bukaan pintu dan
nafas lainnya; berbagai ukuran
jendela dengan ruangan ICU
introduser untuk pipa endotrakeal dan
lainnya.
bougies; syringe untuk
mengembangkan balon endotrakeal dan
klem; forsep magill; beberapa ukuran
plester/pita perekat medik; gunting;
suction yang setara dengan ruang
operasi; tournique untuk pemasangan
akses vena; peralatan infus intravena
dengan berbagai ukuran kanul
intravena dan berbagai macam cairan
infus yang sesuai; pompa infus dan
pompa syringe; alat pemantauan untuk
1 tekanan darah non-invasive,
elektrokardiografi reader, oksimeter
nadi, kapnografi, temperatur; alat
kateterisasi vena sentral dan
manometernya, defebrilator monovasik;
tempat tidur khusus ICU; bedside
monitor; peralatan drainase thoraks,
peralatan portable untuk transportasi;
lampu tindakan; unit/alat foto rontgen
mobile.

Peralatan ICU di RS Kelas B terdiri


dari :

Peralatan seperti di RS kelas C


ditambah dengan sebagai berikut :

Elektrokardiograf monitor; defibrilator


bivasik; sterilisator; anastesi apparatus;
oxygen tent; sphigmomanometer;
central gas; central suction; suction
thorax; mobile X-Ray unit; heart rate
monitor; respiration monitor, blood
pressure monitor; temperatur monitor;
haemodialisis unit; blood gas analyzer;
Electrolite analyzer.

Pos Sentral Perawat/ Ruang untuk melakukan 8 - 16 m2 (dengan Kursi, meja, lemari obat, lemari barang
stasi perawat/ nurse perencanaan, pengorganisasian, memperhatikan habis pakai.
station. asuhan dan pelayanan sirkulasi tempat
keperawatan selama 24 jam (pre tidur pasien
dan post conference, pengaturan didepannya)
2
jadwal), dokumentasi s/d evaluasi
pasien. Pos perawat harus terletak
di pusat blok yang dilayani agar
perawat dpt mengawasi pasiennya
secara efektif.
Ruang Dokter terdiri dari 2 bagian :
8 - 16 m2 Sofa, lemari, meja/kursi, wastafel,
3 R. Dokter Jaga 1. Ruang kerja. dilengkapi toilet
2. Ruang istirahat/ kamar jaga.

4 Ruang Istirahat Petugas Ruang istirahat petugas medik. 2.5 m2/ petugas Sofa, lemari, meja/kursi

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 27




Anda mungkin juga menyukai