DI BIDANG BANGUNAN
PEDOMAN-PEDOMAN TEKNIS
PEDOMAN-PEDOMAN TEKNIS
DI BIDANG BANGUNAN
DAN SARANA RUMAH SAKIT
TAHUN 2012
DAN SARANA KESEHATAN
DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK
DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN
DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK
DAN SARANA KESEHATAN
TAHUN 2012
PEDOMAN-PEDOMAN TEKNIS
DIBIDANG BANGUNAN DAN
SARANA RUMAH SAKIT
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN
DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK
DAN SARANA KESEHATAN
TAHUN 2012
DAFTAR ISI
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
PEDOMAN PENYUSUNAN
STUDI KELAYAKAN (FEASIBILITY STUDY)
RUMAH SAKIT
BAB - I PENDAHULUAN
1.1 Umum
Dijelaskan mengenai hasil-hasil survey (kesimpulan)
1.2 Maksud dan Tujuan
1.3 Ruang Lingkup
1.4 Pengertian
BAB - II PERSIAPAN
2.1. Pengumpulan Data Primer
2.2. Pengumpulan Data Sekunder
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. UMUM
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28 Bagian H ayat
(1) telah menegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian
dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Undang Undang nomor 36 tahun
2009 tentang Kesehatan pada pasal 19 menyebutkan bahwa Pemerintah bertanggung jawab atas
ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien dan terjangkau.
Dalam Undang-Undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 7 ayat (1) menyebutkan
Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia,
kefarmasian, dan peralatan. Pada pasal 8 ayat (1) disebutkan bahwa persyaratan lokasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan,
keselamatan lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan
kelayakan penyelenggaraan Rumah Sakit, demikian juga pada ayat (3) disebutkan bahwa
ketentuan mengenai tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
peruntukan lokasi yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana
Tata Ruang Kawasan Perkotaan dan/atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Kemudian
dalam Bagian Ketiga tentang Bangunan, pasal 9 butir (b) menyebutkan bahwa persyaratan teknis
bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian
pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat,
anak-anak, dan orang usia lanjut. Hal ini sejalan dengan Undang Undang nomor 28 tahun 2002
tentang Bangunan Gedung dimana pada pasal 7 ayat (3) disebutkan bahwa persyaratan teknis
bangunan gedung meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan yang
meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan.
Rencana membangun atau mengembangkan suatu Rumah Sakit akan dilakukan setelah
mengetahui Jenis layanan Kesehatan Rumah Sakit serta kapasitas Tempat Tidur (TT) yang akan
dilakukan dan disediakan untuk masyarakat sesuai dengan Hasil Kajian Studi Kelayakan
(Feasibility Study).
Dalam mendirikan atau mengembangkan rumah sakit diperlukan suatu proses atau langkah-
langkah yang sistematis dengan melakukan suatu penelitian atau studi yang benar, karena setiap
proses saling berkaitan satu sama lainnya dan dilakukan secara bertahap.
Studi Kelayakan (Feasibility Study) adalah Hasil Analisis dan Penjelasan Kelayakan dari segala
aspek yang akan mendasari pendirian atau pengembangan suatu Rumah Sakit, terkait dengan
penentuan Rencana Kerja Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit yang baru akan dilakukan maupun
lanjutan dari yang sudah ada dalam melakukan rencana pengembangan atau peningkatan kelas
dari suatu Rumah Sakit.
Dari kondisi Laju Pertumbuhan Demografi, Pengembangan Pembangunan dan Peningkatan
Kehidupan di suatu wilayah, Pola Penyakit dan Epidemiologi, dan lain-lain, dapat dipahami bahwa
suatu Rumah Sakit itu secara relatif akan berada di daerah Urban atau Semi-Urban. Dimana hal ini
pula yang dapat menentukan bahwa Sarana dan Prasarana suatu Rumah Sakit akan berbeda
sesuai dengan Layanan Kesehatan Rumah Sakit yang akan diberikannya kepada masyarakat
dimana Rumah Sakit tersebut berada.
Persiapan pada Penyusunan Studi Kelayakan (Feasibility Study) adalah Tahapan melakukan
Kompilasi Data dari seluruh Data yang didapat dari hasil Pengumpulan Data yang terdiri dari Data
Primer dan Data Sekunder.
Analisis Situasi dalam Studi Kelayakan (Feasibility Study) dilakukan suatu analisis dari seluruh
aspek-aspek baik dari aspek Eksternal sebagai peluang ataupun ancaman maupun aspek Internal
yang dapat menjadi kekuatan ataupun kelemahan sehingga aspek-aspek tersebut dapat
menjadikan Kecenderungan suatu Rumah Sakit dalam melakukan pembangunan baru atau
melakukan pengembangan berupa peningkatan status layanan Rumah Sakit tersebut.
Untuk menganalisis aspek Ekternal dan aspek Internal perlu dilakukan proyeksi berupa forcasting,
kecuali data-data yang tidak memungkinkan tetap disajikan dalam bentuk tabel, diagram batang
atau pun diagram pie untuk melihat kecenderungannya.
Aspek-aspek yang dikaji sebagai analisis situasi diharapkan mendapatkan suatu kecenderungan
Rumah Sakit setelah melakukan segmentasi dan posisioning, aspek-aspek tersebut antara lain:
Analisis Permintaan dalam Penyusunan Studi Kelayakan (Feasibility Study) akan membahas
tentang Analisis Posisi Kelayakan Rumah Sakit dari 5 (lima) aspek. Berdasarkan Analisis Aspek
Eksternal dan Aspek Internal yang telah dilakukan pada Analisis Situasi maka dilakukan analisis
yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan serta
peluang dan ancaman yang secara sistematis akan menjadi pertimbangan tehadap kelayakan
pembangunan Rumah Sakit tersebut. Hasil analisis tersebut selanjutnya digunakan sebagai acuan
untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya dalam upaya memaksimalkan Kekuatan (strength)
dan memanfaatkan Peluang (opportunity) serta secara bersamaan berusaha untuk meminimalkan
Kelemahan (weakness) dan mengatasi Ancaman (threat).
Aspek-aspek Kelayakan pada Analisis Permintaan ini akan diuraikan berikut ini.
Analisis kebutuhan merupakan analisis mengenai kebutuhan yang harus disediakan oleh Rumah
Sakit secara keseluruhan yang disesuaikan berdasar analisis permintaan yang telah dilakukan.
Analisis kebutuhan ini dapat memberikan gambaran mengenai rencana pengembangan dari
Rumah Sakit tersebut dilihat dari aspek :
1. KEBUTUHAN LAHAN
Kebutuhan lahan Rumah Sakit dapat dihitung berdasarkan Program Ruang Rumah Sakit serta
kebijakan Pemerintah Daerah setempat mengenai Intensitas Bangunan berupa Koefisien
Dasar bangunan (KDB), Koefisien Lantai bangunan (KLB), Garis Sempadan Bangunan (GSB)
dan Koefisien Dasar Bangunan (KDH), serta Peruntukan Lahan yang mengizinkan digunakan
sebagai Lahan yang dapat dibangun Rumah Sakit.
2. KEBUTUHAN RUANG
Kebutuhan Ruang secara keseluruhan dari Rumah Sakit dapat dihitung 1TT sebesar 80 m2 –
110 m2 disesuaikan dengan Bentuk dan Klasifikasi Rumah Sakitnya.
Analisis Keuangan memberikan gambaran tentang rencana penggunaan sumber anggaran yang
dimiliki, sehingga dapat diketahui tingkat pengembalian biaya yang akan diinvestasikan. Dengan
demikian maka pihak pemilik/ investor dapat melihat tingkat keuntungan yang mungkin akan
diperoleh.
Adapun aspek keuangan yang akan dianalisis terdiri dari:
1. Rencana Investasi dan Sumber Dana
2. Proyeksi Pendapatan dan Biaya
3. Proyeksi Cash Flow
4. Analisis Keuangan : Break Event Point (BEP), Internal Rate of Return (IRR), dan Net Present
Value (NPV)
7.1. KESIMPULAN
Bagian kesimpulan dari studi kelayakan (;feasibility study) akan memberikan perspektif dari 4
sudut pandang, yaitu analisis situasi, analisis permintaan, analisis kebutuhan dan analisis
keuangan.
1. Analisis Situasi
Analisis situasi memberikan informasi tentang aspek eksternal dan aspek internal sebagai
suatu kecenderungan Rumah Sakit. Aspek eksternal terdiri dari Kebijakan, Demografi,
Geografi, Sosial Ekonomi dan Budaya, SDM Kesehatan, Derajat Kesehatan sedangkan
aspek internal terdiri dari Sarana kesehatan, Pola penyakit dan Epidemiologi, Teknologi,
SDM Kesehatan di RS, Organisasi, Kinerja dan keuangan
2. Analisis Permintaan
Analisis permintaan menggambarkan posisi kelayakan rumah sakit dari berbagai aspek
berdasarkan analisis aspek eksternal dan aspek internal yang telah dilakukan pada analisis
situasi maka dilakukan analisis yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
menjadi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang secara sistematis akan
menjadi pertimbangan tehadap kelayakan pembangunan Rumah Sakit tersebut. Hasil
analisis tersebut selanjutnya digunakan sebagai acuan untuk menentukan langkah-langkah
selanjutnya dalam upaya memaksimalkan kekuatan (strength) dan memanfaatkan peluang
(opportunity) serta secara bersamaan berusaha untuk meminimalkan kelemahan (weakness)
dan mengatasi ancaman (threat).
3. Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan menggambarkan mengenai kebutuhan yang harus disediakan oleh
Rumah Sakit secara keseluruhan yang disesuaikan berdasar analisis permintaan yang telah
dilakukan.
Analisis kebutuhan ini dapat memberikan gambaran mengenai rencana pengembangan dari
rumah sakit tersebut dilihat dari aspek kebutuhan lahan, kebutuhan ruang, peralatan medis &
non medis, SDM, organisasi & uraian tugas.
4. Analisis Keuangan
Mengetahui secara keseluruhan analisis keuangan dari segi :
a. Rencana Investasi dan Sumber Dana
b. Proyeksi Pendapatan dan Biaya
c. Proyeksi Cash Flow
d. Analisis Keuangan : BEP, Internal Rate of Return, dan Net Present Value
7.2. REKOMENDASI
Memberikan gambaran berupa rekomendasi langkah-langkah yang harus ditempuh berdasarkan
hasil dari 4 analisis dan dapat pula dijadikan rencana strategi dari manajemen Rumah Sakit
tersebut.
8.1 Pedoman Studi Kelayakan (Feasibility Study) Rumah Sakit ini diharapkan dapat digunakan
sebagai rujukan oleh pengelola fasilitas pelayanan kesehatan, penyedia jasa perencanaan,
Pemerintah Daerah, dan instansi yang terkait dengan kegiatan pengaturan dan
pengendalian penyelenggaraan pembangunan bangunan fasilitas pelayanan kesehatan,
guna menjamin kesehatan penghuni bangunan dan lingkungan terhadap bahaya penyakit.
8.2 Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau yang bersifat alternatif, serta
penyesuaian Pedoman Studi Kelayakan (Feasibility Study) Rumah Sakit ini oleh masing-
masing daerah disesuaikan dengan kondisi daerah.
8.3. Dalam penyusunan Studi Kelayakan (Feasibility Study) Rumah Sakit dapat berkoordinasi
dan berkonsultansi dengan Sub Direktorat Bina Sarana dan Prasarana Kesehatan Direktorat
Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan.
BAB - I PENDAHULUAN 1
1.1 Umum 1
Dijelaskan mengenai hasil-hasil survey (kesimpulan)
1.2 Maksud dan Tujuan 2
1.3 Ruang Lingkup 2
1.4 Pengertian 4
BAB - II PERSIAPAN 5
2.1. Pengumpulan Data Primer 5
2.2. Pengumpulan Data Sekunder 5
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. UMUM
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28 Bagian H ayat
(1) telah menegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian
dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Undang Undang nomor 36 tahun
2009 tentang Kesehatan pada pasal 19 menyebutkan bahwa Pemerintah bertanggung jawab atas
ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien dan terjangkau.
Dalam Undang-Undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 7 ayat (1) menyebutkan
Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia,
kefarmasian, dan peralatan. Pada pasal 8 ayat (1) disebutkan bahwa persyaratan lokasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan,
keselamatan lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan
kelayakan penyelenggaraan Rumah Sakit, demikian juga pada ayat (3) disebutkan bahwa
ketentuan mengenai tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
peruntukan lokasi yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana
Tata Ruang Kawasan Perkotaan dan/atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Kemudian
dalam Bagian Ketiga tentang Bangunan, pasal 9 butir (b) menyebutkan bahwa persyaratan teknis
bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian
pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat,
anak-anak, dan orang usia lanjut. Hal ini sejalan dengan Undang Undang nomor 28 tahun 2002
tentang Bangunan Gedung dimana pada pasal 7 ayat (3) disebutkan bahwa persyaratan teknis
bangunan gedung meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan yang
meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan.
Rencana membangun atau mengembangkan suatu Rumah Sakit akan dilakukan setelah
mengetahui Jenis layanan Kesehatan Rumah Sakit serta kapasitas Tempat Tidur (TT) yang akan
dilakukan dan disediakan untuk masyarakat sesuai dengan Hasil Kajian Studi Kelayakan/
Feasibility Study.
Rencana ini selanjutnya akan disusun dalam suatu Kajian berupa Penyusunan Rencana Induk/
Master Plan yang menggambarkan Rencana Pembangunan dan atau Pengembangan serta
Rencana Pentahapan Pelaksanaannya yang dilihat dari semua aspek secara komprehensif dan
berkesinambungan serta utuh sebagai satu kesatuan Fasilitas Sarana dan Prasarana Rumah
Sakit.
Pembangunan Fasilitas Sarana Prasarana Rumah Sakit diperlukan adanya suatu perencanaan
yang terpadu secara keseluruhan dalam jangka waktu maksimal 20 tahun mendatang dan dapat
dilakukan pengkajian ulang sesuai kebutuhan, yang walaupun dilaksanakan secara bertahap
perencanaan ini akan menjadi dasar acuan penyusunan perencanaan detail desain bangunan
Rumah Sakit tersebut, yang selanjutnya akan digunakan dalam pelaksanaan pembangunan
konstruksi fisik guna memperoleh hasil yang maksimal nantinya dalam satu kesatuan yang terpadu
dan berkesinambungan.
Pekerjaan Penyusunan Rencana Induk/ Master Plan adalah salah satu tahapan atau bagian dari
pekerjaan yang dilakukan pada Tahap Awal Pekerjaan Perencanaan dan Perijinan, yang disusun
Pedoman Master Plan Rumah Sakit ini dimaksudkan agar dalam menyusun rencana secara
keseluruhan yang berkesinambungan dan terpadu untuk melaksanakan fungsi sepenuhnya
sebagai Rumah Sakit yang terus berkembang dalam peningkatan layanannya secara terinci dalam
tahapan-tahapan pengadaan sumber daya manusia, pembiayaan, maupun prasarana dan sarana
fisik bangunannya, yang tersusun dalam suatu Rencana Induk/ Master Plan Rumah Sakit.
Pedoman Master Plan Rumah Sakit ini akan dijadikan dasar acuan dalam mewujudkan Rencana
Pembangunan dan Pengembangan suatu Rumah Sakit agar baik dan benar yang akan menjadi
acuan bagi pengelola rumah sakit maupun bagi konsultan perencana sehingga masing-masing
pihak dapat memiliki persepsi yang sama. Pedoman ini akan menjelaskan langkah-langkah atau
proses yang perlu dilakukan dalam menyusun suatu Rencana Induk/ Master Plan Rumah Sakit.
Ruang lingkup Penyusunan Rencana Induk/ Master Plan ini meliputi Pembahasan Kecenderungan
Eksternal dan Internal, Master Program, Program Fungsi, Rencana Block Plan dan Konsep Utilitas
serta Rencana Pentahapan Pelaksanaan Pembangunan Fisik Sarana dan Prasarana Rumah
Sakit dari semua aspek secara komprehensif dan berkesinambungan, yang Tahapan prosesnya
dapat dilihat pada bagan dibawah ini:
Persiapan pada Penyusunan Rencana Induk/ Master Plan adalah suatu Tahapan pekerjaan
dimana dilakukan Kompilasi Data yang didapat dari hasil Pengumpulan Data, yang terdiri dari Data
Primer maupun Data Sekunder. Pengumpulan Data untuk penyusunan Rencana Induk
Pembangunan Rumah Sakit Baru dan Rencana Induk Pengembangan Rumah Sakit disesuaikan
dengan kebutuhan dan kondisi.
Analisis Kondisi Umum dalam Pekerjaan Penyusunan Rencana Induk/ Master Plan adalah
melakukan analisiis dari seluruh aspek-aspek baik dari aspek Eksternal maupun aspek Internal
sehingga aspek-aspek tersebut dapat menjadikan rumusan Kecenderungan suatu Rumah Sakit
dalam melakukan pembangunan baru atau melakukan pengembangan berupa peningkatan status
layanan Rumah Sakit, yang disebut Perumusan Kecenderungan atau Master Program.
Analisis ini dilakukan untuk mengkaji ulang Data yang ada walaupun di dalam Analisis Situasi
pada Studi Kelayakan telah dilakukan, dan hasil dari Analisis Kondisi Umum pada penyusunan
Rencana Induk/ Master Plan adalah untuk perumusan Master Program.
Untuk menganalisis Aspek Ekternal dan Aspek Internal perlu dilakukan proyeksi berupa forcasting,
kecuali data yang tidak memungkinkan tetap disajikan dalam bentuk tabel, diagram batang atau
pun diagram pie untuk melihat kecenderungannya.
Aspek-aspek yang dikaji sebagai Analisis Kondisi Umum diharapkan mendapatkan suatu
kecenderungan Rumah Sakit, aspek-aspek tersebut antara lain:
Dalam melaksanakan pembangunan baru atau pengembangan suatu Layanan Kesehatan Rumah
Sakit, tentunya dilakukan dengan melalui berbagai macam tahapan baik mulai dari Studi
Kelayakan, Studi Lingkungan, Penyusunan Master Plan, Perencanaan Fisik hingga Pelaksanaan
Pembangunan Fisik. Pada Tahap Awal Studi yang telah dilakukan adalah Penyusunan Studi
Kelayakan (;Feasibility Study) Rumah Sakit, dimana pada tahap ini telah dapat menentukan
Master Program Rumah Sakit. Namun Master Program juga dapat ditentukan melaui Analisis
Kondisi Umum yang dilakukan pada Analisis Rencana Induk/ Master Plan ini.
Master Program merupakan perumusan kecenderungan Rumah Sakit yang menggambarkan
secara umum Layanan Kesehatan Rumah Sakit yang akan dapat diberikan kepada masyarakat.
Hasil Studi Kelayakan ataupun Analisis Kondisi Umum pada Analisis Rencana Induk/ Master Plan
ini sangat menentukan Master Program berupa perumusan kecederungan karena telah mengkaji
seluruh aspek baik Aspek Eksternal yaitu yang telah memberi gambaran mengenai segmentasi
baik dari aspek geografi, demografi, sosesbud, derajat kesehatan dan ketenagakerjaan serta
Aspek Internal yang memberikan gambaran mengenai kondisi Rumah Sakit dilihat dari aspek
lahan, lokasi, SDM dan organisasi, Teknologi hingga kemampuan dari Pendanaan/ Pembiayaan.
Master Program dalam Rencana Induk/ Master Plan, dapat terdiri dari:
1. Jenis Layanan dan Unggulan Rumah Sakit
Jenis layanan yang akan diberikan kepada masyarakat tentunya akan disesuaikan dengan
klasifikasi kelas Rumah Sakit yang akan disiapkan. Jenis layanan tersebut berupa Pelayanan
Medik dan Perawatan, Penunjang Medik dan Operasional, Penunjang Umum dan
Administrasi. Dari jenis layanan yang akan diberikan tentunya perlu adanya suatu Layanan
Unggulan yang akan disiapkan atas dasar kecenderungan pola penyakit yang terjadi di
Rumah Sakit dan di wilayah tempat Rumah Sakit tersebut berada.
2. Penetapan Kelas Rumah Sakit
Penetapan Kelas Rumah Sakit akan ditinjau dari kecenderungan data penyakit sehingga
dapat memperoleh gambaran Kapasitas Kualitas dan Kuantitas Layanan Kesehatan yang
akan dilakukan, atau klasifikasi kelas Rumah Sakit sesuai dengan Jenis layanannya serta
kesiapan SDM yang dimiliki dan Fasilitas Sarana dan Prasarana yang akan disediakan (al.
Bangunan, Peralatan dan Jumlah Tempat Tidur/ TT).
3. Kapasitas Tempat Tidur/ TT dan Klasikfikasi Kelas Perawatan
Perhitungan Kapasitas Tempat Tidur/ TT, berupa jumlah TT yang harus disiapkan oleh
Rumah Sakit tersebut. Perkiraan kebutuhan jumlah TT dapat menggunakan rasio minimal
1/1.000 artinya dari jumlah penduduk pada wilayah jangkauan Rumah Sakit sejumlah 1.000
orang akan dibutuhkan 1 TT. Kecenderungan fasilitas pelayanan kesehatan berupa jumlah
total TT pada fasyankes di wilayah tersebut dapat menjadikan dasar sebagai perhitungan
kebutuhan kapasitas TT yang selanjutnya akan dibagi berdasarkan klasifikasi kelas
perawatan sesuai dengan Analisis Daya Beli masyarakat sekitar sebagai Pangsa Pasar
Rumah Sakit serta pemenuhan Pedoman dan Ketentuan yang berlaku.
Program Fungsi merupakan suatu penjelasan secara rinci dari Master Program atau Perumusan
Kecenderungan Rumah Sakit dalam bentuk-bentuk kegiatan pada Rumah Sakit, berupa :
Pentahapan pembangunan Rumah Sakit ini adalah bagian utama dari Rencana Induk/ Master Plan
Rumah Sakit, karena pada bagian ini akan didapat bagaimana rencana dan langkah-langkah dari
tahapan yang harus dilakukan oleh pihak Penentu (Pemilik/Penyandang Dana ataupun Pengelola
Rumah Sakit) dalam rangka mewujudkan target dan sasarannya dalam membangun dan
mengembangkan Rumah Sakit dari aspek-aspek penentunya.
Perencanaan dan Pentahapan pembangunan Rumah Sakit ini diuraikan dalam suatu Rencana
Induk/ Master Plan Rumah Sakit yang mencakup aspek-aspek penentunya, yaitu:
1. Rencana Pentahapan Penyediaan Fisik Rumah Sakit
2. Rencana Pentahapan Penyediaan Sumber Daya Manusia/ SDM Rumah Sakit
3. Rencana Pentahapan Penyediaan Sumber Daya Alat/ SDA Rumah Sakit
4. Rencana Pentahapan Penyediaan Pembiayaan Pembangunan Rumah Sakit
Yang disusun dengan mengkaitkannya kepada kesiapan dana/ keuangan/ pembiayaan dan target
waktu serta sasaran Rencana Strategi dan Rencana Bisnis yang akan dicapai.
8.1 Pedoman ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan oleh pengelola fasilitas pelayanan
kesehatan, penyedia jasa perencanaan, Pemerintah Daerah, dan instansi yang terkait
dengan kegiatan pengaturan dan pengendalian penyelenggaraan pembangunan bangunan
fasilitas pelayanan kesehatan, guna menjamin kesehatan penghuni bangunan dan
lingkungan terhadap bahaya penyakit.
8.2 Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau yang bersifat alternatif, serta
penyesuaian Pedoman Master Plan Rumah Sakit oleh masing-masing daerah disesuaikan
dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan daerah.
8.3 Dalam penyusunan Master Plan Rumah Sakit dapat berkoordinasi dan berkonsultansi
dengan Sub Direktorat Bina Sarana dan Prasarana Kesehatan Direktorat Bina Pelayanan
Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan.
Rumah sakit umum (RSU) diklasifikasikan menjadi 4 kelas yang didasari oleh beban kerja dan
fungsi rumah sakit yaitu rumah sakit kelas A, kelas B, Kelas C dan Kelas D. Dari ke 4 kelas
tersebut yang akan dibahas dalam pedoman ini adalah rumah sakit kelas B yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan sub spesialistik
terbatas. Dalam rangka mencapai kualitas dan kemampuan pelayanan medis pada Rumah Sakit
Kelas B ini, maka harus didukung dengan sarana dan prasarana rumah sakit yang terencana, baik
dan benar. Oleh karena itu lingkup dari pedoman teknis ini meliputi sarana (gedung),dan
prasarana rumah sakit kelas B.
Rumah sakit harus memenuhi, persyaratan teknis sarana dan prasarana rumah sakit yang
menunjang pelayanan kesehatan secara paripurna. Keseluruhan persyaratan tersebut harus
direncanakan sesuai dengan standard dan kaidah-kaidah yang berlaku. Adapun secara umum
yang dimaksud dengan sarana adalah segala sesuatu hal yang menyangkut fisik gedung/
bangunan serta ruangan. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang membuat sarana
tersebut dapat berfungsi seperti pengadaan air bersih, listrik, instalasi air limbah dan lain-lain.
Persyaratan rumah sakit disarankan memenuhi kriteria pemilihan lokasi rumah sakit dengan
mempertimbangkan aspek sosio-ekonomi masyarakat, aksesibilitas dan luas lahan untuk
bangunan rumah sakit; serta persyaratan teknis lainnya.
Persyaratan teknis sarana rumah sakit meliputi persyaratan atap, langit-langit, dinding, lantai,
struktur dan konstruksi, pintu dan toilet.
Persyaratan teknis prasarana rumah sakit meliputi persyaratan, ventilasi, listrik, air bersih,
drainase, pengolahan limbah, sistem proteksi terhadap bahaya kebakaran, sistem komunikasi,
sistem tata suara, pencahayaan, sistem gas medis, sarana transportasi vertikal (ramp dan tangga
serta lift),dan sebagainya.
Penyusunan “Pedoman Teknis Fasilitas Rumah Sakit Kelas B“ ini diharapkan dapat digunakan
sebagai rujukan oleh pengelola fasilitas pelayanan kesehatan setingkat rumah sakit kelas B, para
pengelola rumah sakit, para pengembang rumah sakit (Yayasan, Badan Usaha maupun Konsultan
Perencanaan dan Perancangan) yang akan merencanakan, sehingga masing-masing pihak dapat
mempunyai kesamaan persepsi mengenai fasilitas rumah sakit.
Kami mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun dan semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan pedoman ini.
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
DAFTAR ISI
KEPUSTAKAAN 116
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Lampiran – Gambar
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | vii
34 Gambar 5.11.1.f Pintu di ujung ramp
35 Gambar 5.11.2.a Tipikal tangga
36 Gambar 5.11.2.b Pegangan rambat pada tangga
37 Gambar 5.11.2.c Desain profil tangga
38 Gambar 5.11.2.d Detail pegangan rambat tangga
39 Gambar 5.11.2.e Detail pegangan rambat pada dinding
1 Tabel 2.4.1.1 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Rawat Jalan.
2 Tabel 2.4.1.2 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Gawat Darurat.
3 Tabel 2.4.1.3 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Rawat Inap.
4 Tabel 2.4.1.4 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Perawatan Intensif (ICU).
5 Tabel 2.4.1.5 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Bedah Sentral (COT).
6 Tabel 2.4.1.6 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Kebidanan dan Penyakit Kandungan.
7 Tabel 2.4.1.7 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Rehabilitasi Medik.
8 Tabel 2.4.1.8 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Unit Hemodialisa.
9 Tabel 2.4.1.9 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Radioterapi.
10 Tabel 2.4.1.10 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Kedokteran Nuklir.
11 Tabel 2.4.2.1 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Farmasi.
12 Tabel 2.4.2.2 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Radiodiagnostik.
13 Tabel 2.4.2.3 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Laboratorium.
14 Tabel 2.4.2.4 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Bank Darah/Unit Transfusi Darah Rumah Sakit.
15 Tabel 2.4.2.5 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT).
16 Tabel 2.4.2.6 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas Instalasi Pemulasaraan Jenazah dan Forensik.
17 Tabel 2.4.2.7 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Sterilisasi Pusat (;CSSD)
18 Tabel 2.4.2.8 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Dapur Utama dan Gizi Klinik.
19 Tabel 2.4.2.9 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Pencucian Linen (;Laundry).
21 Tabel 2.4.2.11 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Instalasi Pemeliharaan Sarana.
22 Tabel 2.4.3 Kebutuhan Ruang, Fungsi, dan Luasan Ruang serta Kebutuhan
Fasilitas pada Area Penunjang Umum dan Administrasi RS.
24 Tabel 5.5.2 Tabel Standar Suhu, Kelembaban, dan Tekanan Udara Menurut
Fungsi Ruang atau Unit.
25 Tabel 5.6 Tabel Indeks Pencahayaan Menurut Jenis Ruang atau Unit.
26 Tabel 5.9 Tabel Indeks Kebisingan Menurut Jenis Ruang atau Unit.
27 Tabel 5.6 Tabel Indeks Pencahayaan Menurut Jenis Ruang atau Unit.
Rumah sakit adalah bangunan gedung atau sarana kesehatan yang memerlukan perhatian
khusus dari segi keamanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan,
dimana berdasarkan Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal
3 menyebutkan bahwa pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan :
a. mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan;
b. memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan
rumha sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;
c. meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit;
Mengingat hal tersebut diatas, maka suatu pelayanan yang diselenggarakan rumah sakit
harus memiliki suatu standar acuan ditinjau dari segi sarana fisik bangunan, serta
prasarana atau infrastruktur jaringan penunjang yang memadai.
Dalam rangka memenuhi suatu standar acuan tersebut diperlukan suatu pedoman
perencanaan rumah sakit yang memadai, salah satunya adalah “Pedoman Teknis Fasilitas
Rumah Sakit Kelas B ”, agar dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pengembangan dan
perencanaan bangunan rumah sakit kelas B.
Rumah sakit adalah bangunan gedung atau sarana kesehatan yang memerlukan
perhatian khusus dari segi keamanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan
kemudahan, dimana berdasarkan Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit pasal 3 menyebutkan bahwa pengaturan penyelenggaraan
Rumah Sakit bertujuan :
a. mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan;
b. memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,
lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;
c. meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit;
Rumah sakit umum (RSU) diklasifikasikan menjadi 4 kelas yang didasari oleh
beban kerja dan fungsi rumah sakit yaitu rumah sakit kelas A, kelas B, Kelas C
dan Kelas D. dari ke 4 kelas tersebut yang akan dibahas dalam pedoman ini
adalah rumah sakit kelas B yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan sub spesialistik terbatas, lingkup
dari pedoman teknis ini meliputi sarana (bangunan) dan prasarana (utilitas) rumah
sakit kelas B.
1.3 Pengertian.
1.3.9 Fasilitas.
Fasilitas adalah segala sesuatu hal yang menyangkut Sarana, Prasarana maupun
Alat (baik alat medik maupun alat non medik) yang dibutuhkan oleh rumah sakit
dalam memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi pasien.
1.3.10 Sarana.
Segala sesuatu benda fisik yang dapat tervisualisasi mata maupun teraba oleh
panca indra dan dengan mudah dapat dikenali oleh pasien dan (umumnya)
merupakan bagian dari suatu gedung ataupun bangunan gedung itu sendiri.
1.3.11 Prasarana.
Benda maupun jaringan / instalasi yang membuat suatu sarana yang ada bisa
berfungsi sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
2.1 Umum
Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan sekurang-kurangnya pelayanan umum dan 2 (dua)
pelayanan medik spesialis dasar.
Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan sekurang-kurangnya pelayanan medik 4 (empat)
spesialis dasar dan 4 (empat) pelayanan penunjang medik.
Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 4 (empat)
spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis
lainnya dan 2 (dua) subspesialis dasar serta dapat menjadi RS pendidikan
apabila telah memenuhi persyaratan dan standar.
Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 4 (empat)
spesialis dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis
lainnya dan 13 (tiga belas) subspesialis serta dapat menjadi RS pendidikan
apabila telah memenuhi persyaratan dan standar.
Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan Medik
Gigi Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak /Keluarga Berencana.
Pelayanan medik spesialis gigi mulut terdiri dari pelayanan bedah mulut,
konservasi / endodonsi, dan periodonti.
PENDAFTARAN/ADMINISTRASI
DAERAH PELAYANAN PASIEN
INSTALASI LABORATORIUM
INSTALASI RADIOLOGI
INSTALASI
DAERAH PELAYANAN KRITIS
GAWAT
DARURAT
INSTALASI
INSTALASI BEDAH KEBIDANAN DAN
KANDUNGAN
3. Persyaratan Khusus
Konsep dasar poliklinik pada prinsipnya ditetapkan sebagai berikut :
1. Letak Poliklinik berdekatan dengan jalan utama, mudah dicapai dari
bagian administrasi, terutama oleh bagian rekam medis, berhubungan
dekat dengan apotek, bagian radiologi dan laboratorium.
2. Ruang tunggu di poliklinik, harus cukup luas. Ada pemisahan ruang
tunggu pasien untuk penyakit infeksi dan non infeksi.
3. Sistem sirkulasi pasien dilakukan dengan satu pintu (sirkulasi masuk
dan keluar pasien pada pintu yang sama).
4. Klinik-klinik yang ramai sebaiknya tidak saling berdekatan.
5. Klinik anak tidak diletakkan berdekatan dengan Klinik Paru, sebaiknya
Klinik Anak dekat dengan Kllinik Kebidanan.
6. Sirkulasi petugas dan sirkulasi pasien dipisahkan.
7. Pada tiap ruangan harus ada wastafel (air mengalir).
8. Letak klinik jauh dari ruang incenerator, IPAL dan bengkel ME.
9. Memperhatikan aspek gender dalam persyaratan fasilitas IRJ.
4. Alur Kegiatan
Alur kegiatan pada instalasi rawat jalan dapat dilihat pada bagan alir
berikut :
¾ Pasien Datang tanpa Rujukan
¾ Pasien Datang dengan Rujukan
Pendaftaran
- Pasien baru / Ulang
- Rekam Medik
- Kasir
Penunjang Medik:
- Laboratorium
- Radiologi dll
R. Periksa
Poliklinik
Dirujuk ke klinik
spesialis lain
Pulang
Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Kelas B setara dengan unit pelayanan
gawat darurat Bintang III. Yaitu memiliki dokter spesialis empat besar (dokter
spesialis bedah, dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis anak, dokter
spesialis kebidanan) yang siaga di tempat (on-site) dalam 24 jam, dokter umum
siaga ditempat (on-site) 24 jam yang memiliki kualifikasi medik untuk pelayanan
GELS (General Emergency Life Support) dan atau ATLS + ACLS dan mampu
memberikan resusitasi dan stabilisasi Kasus dengan masalah ABC (Airway,
Breathing, Circulation) untuk terapi definitif serta memiliki alat transportasi untuk
rujukan dan komunikasi yang siaga 24 jam.
A. RUANG PENERIMAAN
Ruang ini digunakan untuk
menyelenggarakan kegiatan
3~5 m2/ petugas
administrasi, meliputi : Meja, kursi, lemari berkas/arsip,
Ruang Administrasi dan (luas area
1 1. Pendataan pasien IGD intercom/telepon, safety box, dan
pendaftaran disesuaikan dengan
2. Penandatanganan surat pernyataan peralatan kantor lainnya.
jumlah petugas)
dari keluarga pasien IGD.
3. Pembayaran biaya pelayanan medik.
1~1,5 m2/ orang
Ruang di mana keluarga/ pengantar
(luas area
Ruang Tunggu pasien menunggu. Ruang ini perlu Kursi, Meja, Televisi & Alat Pengkondisi
2 disesuaikan dengan
Pengantar Pasien disediakan tempat duduk dengan jumlah Udara (AC / Air Condition)
jumlah kunjungan
yang sesuai aktivitas pelayanan.
pasien/ hari)
Tempat menyimpan informasi tentang
identitas pasien, diagnosis, perjalanan
penyakit, proses pengobatan dan
Meja, kursi, filing cabinet/lemari arsip,
3 Ruang Rekam Medis tindakan medis serta dokumentasi hasil Sesuai kebutuhan
komputer
pelayanan. Biasanya langsung
berhubungan dengan loket pendaftaran.
D. RUANG KHUSUS
Tt pasien, monitor set, tiang infus,
14 Ruang Plester Ruang untuk melakukan tindakan gips. Min. 12 m2
infusion set, oksigen
E. RUANG PENUNJANG MEDIS
Ruang tempat menyimpan obat untuk
15 Ruang Farmasi/ Obat Min. 3 m2 Lemari obat
keperluan pasien gawat darurat.
Tempat penyimpanan bahan-bahan linen
16 Ruang Linen Steril Min. 4 m2 Lemari
steril.
Ruangan tempat penyimpanan peralatan
medik yang setiap saat diperlukan.
Peralatan yang disimpan diruangan ini
17 Ruang Alat Medis Min. 8 m2 Lemari instrument
harus dalam kondisi siap pakai dan
dalam kondisi yang sudah disterilisasi.
22 R. Diskusi Ruang diskusi petugas medik Sesuai kebutuhan Set meja dan kursi rapat
24 Ruang Perawat Ruang istirahat perawat Sesuai kebutuhan Sofa, lemari, meja/kursi, wastafel
3. Persyaratan Khusus
1. Area IGD harus terletak pada area depan atau muka dari tapak RS.
2. Area IGD harus mudah dilihat serta mudah dicapai dari luar tapak rumah
sakit (jalan raya) dengan tanda-tanda yang sangat jelas dan mudah
dimengerti masyarakat umum.
3. Area IGD harus memiliki pintu masuk kendaraan yang berbeda dengan
pintu masuk kendaraan ke area Instalasi Rawat Jalan/Poliklinik, Instalasi
rawat Inap serta Area Zona Servis dari rumah sakit.
4. Untuk tapak RS yang berbentuk memanjang mengikuti panjang jalan
raya maka pintu masuk kearea IGD harus terletak pada pintu masuk
yang pertama kali ditemui oleh pengguna kendaraan untuk masuk kearea
RS.
5. Untuk bangunan RS yang berbentuk bangunan bertingkat banyak
(Super Block Multi Storey Hospital Building) yang memiliki ataupun tidak
memiliki lantai bawah tanah (Basement Floor) maka perletakan IGD
harus berada pada lantai dasar (Ground Floor) atau area yang memiliki
akses langsung.
6. IGD disarankan untuk memiliki Area yang dapat digunakan untuk
penanganan korban bencana massal (Mass Disaster Cassualities
Preparedness Area).
7. Disarankan pada area untuk menurunkan atau menaikan pasien
(Ambulance Drop-In Area) memiliki sistem sirkulasi yang memungkinkan
ambulan bergerak 1 arah (One Way Drive / Pass Thru Patient System).
4. Alur Kegiatan
Alur kegiatan Pada Instalasi Gawat Darurat dapat dilihat pada bagan alir
berikut:
PASIEN
“VISUAL TRIAGE”
REGULAR TRIAGE
Resusitasi &
Triase Obyektif Stabilisasi
Observasi
Maks 24 jam OK
PULANG ICU
Meninggal
Rawat Inap
8. Ruang Perawat Ruang istirahat perawat Sesuai kebutuhan Sofa, lemari, meja/kursi, wastafel
3. Persyaratan Khusus
Perletakan ruangannya secara keseluruhan perlu adanya hubungan
antar ruang dengan skala prioritas yang diharuskan dekat dan sangat
berhubungan/ membutuhkan.
Kecepatan bergerak merupakan salah satu kunci keberhasilan
perancangan, sehingga blok unit sebaiknya sirkulasinya dibuat secara
linier/lurus (memanjang).
Konsep Rawat Inap yang disarankan “Rawat Inap Terpadu (Integrated
Care)” untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan ruang.
Apabila Ruang Rawat Inap tidak berada pada lantai dasar, maka harus
ada tangga landai (;Ramp) atau Lift Khusus untuk mencapai ruangan
tersebut.
Bangunan Ruang Rawat Inap harus terletak pada tempat yang tenang
(tidak bising), aman dan nyaman tetapi tetap memiliki kemudahan
aksesibilitas dari sarana penunjang rawat inap.
Sinar matahari pagi sedapat mungkin masuk ruangan.
Alur petugas dan pengunjung dipisah.
Masing-masing ruang Rawat Inap 4 spesialis dasar mempunyai ruang
isolasi.
Ruang Rawat Inap anak disiapkan 1 ruangan neonatus.
Lantai harus kuat dan rata tidak berongga, bahan penutup lantai, mudah
dibersihkan, bahan tidak mudah terbakar.
Pertemuan dinding dengan lantai disarankan berbentuk lengkung agar
memudahkan pembersihan dan tidak menjadi tempat sarang
debu/kotoran.
Plafon harus rapat dan kuat, tidak rontok dan tidak menghasilkan
debu/kotoran lain.
Tipe R. Rawat Inap adalah Super VIP, VIP, Kelas I, Kelas II dan Kelas III
Khusus untuk pasien-pasien tertentu harus dipisahkan seperti :
- Pasien yang menderita penyakit menular.
- Pasien dengan pengobatan yang menimbulkan bau (seperti penyakit
tumor, ganggrein, diabetes, dsb).
- Pasien yang gaduh gelisah (mengeluarkan suara dalam ruangan)
Stasi perawat harus terletak di pusat blok yang dilayani agar perawat
dapat mengawasi pesiennya secara efektif, maksimum melayani 25
tempat tidur.
Gambar 2.4.1.3 – Alur Kegiatan Pasien, Petugas dan Alat Pada Instalasi
Rawat Inap.
3. Ruang Kepala Perawat Ruang kerja dan istirahat kepala perawat. Sesuai kebutuhan sofa, lemari, meja/kursi
Ruang Dokter terdiri dari 2 bagian :
sofa, lemari, meja/kursi, wastafel,
4. R. Dokter 1. Ruang kerja. Sesuai kebutuhan
dilengkapi toilet
2. Ruang istirahat/ kamar jaga.
4. Alur kegiatan.
Alur Kegiatan di Instalasi ICU ditunjukkan pada bagan alir berikut :
Ket : boleh ada/tdk, atau Ruang untuk perawatan singkat Tt pasien, monitor set, tiang infus,
12 Min. 9 m2/tt
pasien pasca bedah pasca bedah infusion set, oksigen
dapat dirawat ke
ICU/HCU apabila kondisi
pasien belum stabil.
Ruang tempat penyimpanan
instrumen yang telah disterilkan.
Instumen berada dalam Tromol
tertutup dan disimpan di dalam
Gudang Steril lemari instrument.
13 Sesuai kebutuhan Lemari instrumen, Tromol
(;clean utility) Bahan-bahan lain seperti linen, kasa
steril dan kapas yang telah
disterilkan juga dapat disimpan di
ruangan ini.
3. Persyaratan Khusus
1. Jalan masuk barang-barang steril harus terpisah dari jalan keluar
barang-barang & pakaian kotor.
2. Koridor steril (;steril corridor) dipisahkan/ tidak boleh bersilangan
alurnya dengan koridor kotor (;dirty corridor)
3. Pembagian daerah sekitar kamar bedah:
(1) Zona 1, Tingkat Resiko Rendah (Normal)
Zona ini terdiri dari area resepsionis (ruang administrasi dan
pendaftaran), ruang tunggu keluarga pasien, janitor dan ruang
utilitas kotor.
Zone ini mempunyai jumlah partikel debu per m3>3.520.000
partikel dengan dia. 0,5 ȝm (ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom
standards Tahun 1999).
Tabel 2.4.1.6
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas
Pada Instalasi Kebidanan dan Penyakit Kandungan
Besaran
Nama Ruangan Fungsi Kebutuhan Fasilitas
No. Ruang / Luas
@ KM/WC
KM/WC (petugas, pasien,
29. KM/WC pria/wanita luas Kloset, wastafel, bak air
pengunjung)
2 m2 – 3 m2
Ruang tempat penyimpanan
30. Janitor peralatan kebersihan/cleaning Min. 3 m2 Kloset, wastafel, bak air
service.
Tempat untuk parkir brankar selama
31. Parkir Brankar tidak ada kegiatan pelayanan pasien Min. 2 m2 Brankar
atau selama tidak diperlukan.
3. Persyaratan Khusus
1. Letak bangunan instalasi kebidanan dan penyakit kandungan harus
mudah dicapai, disarankan berdekatan dengan instalasi gawat darurat,
ICU dan Instalasi Bedah Sentral, apabila tidak memiliki ruang operasi
atau ruang tindakan yang memadai.
2. Bagunan harus terletak pada daerah yang tenang/ tidak bising.
3. Ruang bayi dan ruang pemulihan ibu disarankan berdekatan untuk
memudahkan ibu melihat bayinya, tapi sebaiknya dilakukan dengan
sistem rawat gabung.
4. Memiliki sistem sirkulasi udara yang memadai dan tersedia pengatur
kelembaban udara untuk kenyamanan termal.
5. Memiliki sistem proteksi dan penanggulangan terhadap bahaya
kebakaran.
6. Terdapat pintu evakuasi yang luas dengan fasilitas ramp apabila letak
instalasi kebidanan dan penyakit kandungan tidak pada lantai dasar.
7. Harus disediakan pintu ke luar tersendiri untuk jenazah dan bahan kotor
yang tidak terlihat oleh pasien dan pengunjung.
8. Limbah padat medis yang dihasilkan dari kegiatan kebidanan dan
penyakit kandungan ditempatkan pada wadah khusus berwarna kuning
bertuliskan limbah padat medis infeksius kemudian dimusnahkan di
incenerator.
9. Untuk persyaratan ruang operasi kebidanan dapat dilihat pada poin
2.4.1.5
Pengantar
Ruang Ganti & Pasien
Loker Administrasi & Pendaftaran Ruang Tunggu
Pasien
Ruang Operasi
Ruang Pemulihan
Pulang
2. Ruang Fisioterapi Aktif Ruang tempat pasien melakukan Min. 50 m2 Treadmill, parallel bars, ergocycle,
6. a. Ruang Senam kegiatan senam (misalnya senam exercise bicycle, dan peralatan
(Gymnasium) stroke, senam jantung, senam diabetes, senam lainnya.
senam pernafasan, senam asma,
senam osteoporosis, dll.
b. Ruang Hidroterapi Ruangan yang didalamnya terdapat Min. 25 m2/kolam Perlengkapan hidroterapi
(Dilengkapi ruang satu (atau lebih) kolam renang / bak 4-12 m2 (untuk
ganti pakaian, rendam hidroterapi yang dilengkapi ruang ganti
KM/WC, terpisah dengan fasilitas penghangat air (Water pakaian)
antara pasien wanita Heater Swimming Pool) dan pemutar
& pria) arus ( Whirpool System) bila ada.
TERAPI OKUPASI
Fasilitas tergantung dari jenis
okupasi yang akan diselenggarakan,
Misalnya :
ruangan dalam rumah (dapur,
kamar mandi, ruang makan, ruang
@ jenis okupasi tamu, ruang tidur),
Ruang tempat terapis okupasi
Ruang Terapi Okupasi 6-30 m2 kantor (ruang kerja, bengkel, ruang
melakukan terapi kepada pasien
studio),
tempat Ibadah, kasir,
model ruangan kendaraan
(misalnya : tempat naik dan duduk
pada bis umum, ruang mengemudi
mobil dan motor), dll
area bermain yang dilengkapi
pelindung-pelindung khusus
Ruangan tempat Terapis Okupasi
7. (misalnya : busa dilapis kulit sintetis)
melakukan terapi secara (umumnya) Tergantung
Ruang Sensori Integrasi pada daerah-daerah yang keras
kelompok kepada pasien anak untuk peralatan SI yang
(SI) Anak. (misalnya: tiang, dinding & lantai)
merangsang panca-indera serta gerak disediakan
serta daerah bersudut yang cukup
motorik halus dan kasar.
tajam (misalnya: tepi meja, tepi
ayunan, sudut - sudut dinding).
Ruangan tempat Terapis Okupasi
melakukan terapi perangsangan audio- lampu fiberoptik berpelindung dan
visual (umumnya pada anak) dalam akuarium Flexyglass yang mampu
Ruang Relaksasi /
suatu ruangan tertutup yang dilengkapi mengeluarkan cahaya multi warna
Perangsangan Audio- Sesuai kebutuhan
dengan sarana audio-visual maupun secara bergantian, televisi, bantal,
Visual
benda-benda bercahaya. Ruangan ini tempat duduk, bola keseimbangan,
juga merupakan ruangan relaksasi bagi dll
pasien.
Daerah Okupasi Terapi Suatu daerah terbuka hijau/taman yang Pararell Bar’s dengan variasi
Tergantung
Terbuka/ Taman Terapetik juga digunakan sebagai daerah Latihan permukaan pijakan yang berbeda-
peralatan yang
Terapi Okupasi Dewasa (dan Anak) beda, seperti batu-batuan, semen,
disediakan
Ket : Boleh ada/tidak berupa suatu jalur jalan (Walking Track) pasir dan ubin keramik untuk
3. Persyaratan Khusus
Pada dasarnya tata ruang Unit Rehabilitasi Medik ditetapkan atas dasar:
1. Lokasi mudah dicapai oleh pasien, disarankan letaknya dekat dengan
instalasi rawat jalan/ poliklinik dan rawat inap.
2. Ruang tunggu dapat dicapai dari koridor umum dan dekat pada loket
pendaftaran, pembayaran dan administrasi.
4. Alur kegiatan.
3. Persyaratan Khusus
1. Setiap tempat tidur/ tempat duduk pasien dilengkapi dengan minimal inlet
air steril dan outlet pembuangan air dari mesin dialisis.
2. Setiap tempat tidur/ tempat duduk pasien juga dilengkapi dengan bed
head unit, minimal terdiri dari outlet suction, Oksigen, stop kontak listrik
dengan suplai Catu Daya Pengganti Khusus(CDPK = UPS) dan 2 buah
stop kontak biasa, tombol panggil perawat (nurse call).
3. Ruangan harus mudah dibersihkan, tidak menggunakan warna-warna
yang menyilaukan.
4. Memiliki sistem pembuangan air yang baik.
Pengantar
Administrasi dan Pasien
Pendaftaran Ruang Tunggu
Pasien
Ruang Konsultasi
Pulang
3. Persyaratan Khusus
Persyaratan teknis mengenai bangunan untuk menyelenggarakan pelayanan
radioterapi harus mengacu pada persyaratan yang ditetapkan oleh
BAPETEN.
Ruang tempat penyuntikan/ pemberian Sink, meja, kursi pasien dan kursi
5. Ruang Pemberian Dosis Sesuai Kebutuhan
dosis radiofarmaka ke tubuh pasien. petugas.
Ruang tempat pasien menunggu setelah
6. Ruang Tunggu Pasien Sesuai Kebutuhan Sofa, washtafel
pemberian dosis radiofarmaka.
Ruang tempat melakukan tindakan dengan
Ruang Probe & Counting
7. probe. Min. 12 m2 Probe & Counting System
System
Ruang tempat menyiapkan dosis
Ruang Penyiapan dan Sink, banker/lemari khusus simpan
radiofarmaka untuk pasien, dilengkapi juga
8. Penyimpanan Sesuai Kebutuhan radioisotop, glass box untuk
dengan tempat penyimpanan radioisotope
Radiofarmaka penyiapan dosis radiofarmaka.
dan ruang generator Tc-99m
Ruang tempat dekontaminasi petugas
9. Ruang Dekontaminasi Sesuai Kebutuhan Sink, shower, dll
setelah menyiapkan radiofarmaka.
Ruang Istirahat Dokter &
10. Ruang tempat istirahat dokter dan petugas Sesuai Kebutuhan Sofa, kursi, meja, pantri
Petugas
@ KM/WC
11. KM/WC petugas & pasien KM/WC pria/wanita luas 2 Kloset, wastafel, bak air
m2 – 3 m2
Ruang penyimpanan
12. sementara limbah Jelas, sesuai nama ruangan Sesuai Kebutuhan Kontainer khusus
radioaktif padat
Kedokteran Nuklir Madya
II.
Adalah kedokteran nuklir Pratama ditambah ruangan-ruangan dibawah ini :
3. Persyaratan Khusus
x Lokasi instalasi farmasi harus menyatu dengan sistem pelayanan RS.
x Antara fasilitas untuk penyelenggaraan pelayanan langsung kepada
pasien, distribusi obat dan alat kesehatan dan manajemen dipisahkan.
x Harus disediakan penanganan mengenai pengelolaan limbah khusus
sitotoksis dan obat berbahaya untuk menjamin keamanan petugas,
pasien dan pengunjung.
x Harus disediakan tempat penyimpanan untuk obat-obatan khusus seperti
Ruang untuk obat yang termolabil, narkotika dan obat psikotropika serta
obat/ bahan berbahaya.
x Gudang penyimpanan tabung gas medis (Oksigen dan Nitrogen) Rumah
Sakit diletakkan pada gudang tersendiri (di luar bangunan instalasi
farmasi).
x Tersedia ruang khusus yang memadai dan aman untuk menyimpan
dokumen dan arsip resep.
x Mengingat luasnya area RS kelas B, maka untuk memudahkan
pengunjung RS mendapatkan pelayanan kefarmasian, disarankan
memiliki apotek-apotek satelit dengan fasilitas yang sama dengan apotek
utama.
Konter
Apotek
Ruang Administrasi,
Penerimaan & Distribusi Obat
3. Alur Barang
R. Administrasi,
Ruang Administrasi, Gudang Perbekalan dan Alat (Distribusi Obat
(Penerimaan Obat & Medis dan Barang
Barang Perbekalan) Perbekalan)
Depo Obat Khusus
Ruangan Tunggu Pasien Ruangan pasien & pengantar pasien Tempat duduk, televisi & Telp umum
1. 1~1,5 m2/ orang
& Pengantar Pasien menunggu diberikannya pelayanan medik. (bila RS mampu),
Ruangan untuk staf melaksanakan tugas
Alat tulis kantor, meja+kursi, loket,
Ruang Administrasi dan administrasi dan personalia dan ruangan
2. 3~5 m2/ petugas lemari, telepon, faksimili, komputer,
Rekam Medis. untuk penyimpanan sementara berkas film
printer, dan alat perkantoran lainnya.
pasien yang sudah dievaluasi.
Ruang tempat pasien melakukan
Loket Pendaftaran, Rak/lemari berkas, meja, kursi,
pendaftaran, tempat pembayaran dan
3. pembayaran dan 3~5 m2/ petugas komputer, printer, dan alat
sebagai tempat mengambil hasil
pengambilan hasil perkantoran lainnya.
pemeriksaan
Ruangan tempat membaca film hasil
diagnosa pasien dan tempat pasien
4. Ruang Konsultasi Dokter Sesuai Kebutuhan Meja, kursi, film viewer.
konsultasi medis dengan Dokter spesialis
radiologi.
Ruangan kerja dan penyimpanan alat ahli Lemari alat monitor radiologi, kursi,
5. Ruang ahli fisika medis Sesuai Kebutuhan
fisika medis meja, wastafel.
Ruang Pemeriksaan
a. General Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 12 m2 General X-Ray unit (bed dan
diagnostik umum standing unit dengan bucky)
b. Tomografi Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 12 m2 X-Ray Tomografi unit (bed dan/
diagnostik tomografi (jaringan lunak) standing unit dengan bucky)
c. Fluoroskopi Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 12 m2 X-Ray Fluoroskopi unit, bed unit
diagnostik fluoroskopi dengan bucky
d. Ultra SonoGrafi (USG) Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 9 m2 General USG unit dengan multi
diagnostik jaringan lunak menggunakan probe sesuai kebutuhan pelayanan
USG RS.
e. Angiografi Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 9 m2/bed unit X-Ray angiografi unit, bed unit
diagnostik angiografi dengan bucky, Monitor
6. f. CT-Scan Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 12 m2 CT-Scan, meja pasien (;automatic
komputer tomografi adjustable patient table)
g. MRI (; Magnetic Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 18 m2 MRI, meja pasien (;automatic
Resonance Imaging) diagnostik dengan menggunakan alat MRI adjustable patient table)
3. Persyaratan Khusus
Lokasi ruang radiologi mudah dicapai, berdekatan dengan instalasi gawat
darurat, laboratorium, ICU, dan instalasi bedah sentral.
Sirkulasi bagi pasien dan pengantar pasien disarankan terpisah dengan
sirkulasi staf.
Ruang konsultasi dilengkapi dengan fasilitas untuk membaca film.
Dinding/pintu mengikuti persyaratan khusus sistem labirin proteksi
radiasi.
Ruangan gelap dilengkapi exhauster.
Persyaratan pengkondisian udara :
a. Suhu sejuk dan nyaman lingkungan ialah pada 22 ~ 26 OC dengan
tekanan seimbang.
b. Kelembaban udara pada ruang radiasi/pemeriksaan/penyinaran ialah
antara 45~60%.
Tersedia pengelolaan limbah radiologi khusus.
4. Alur kegiatan.
1. Alur Pasien
PASIEN
- Poliklinik
- Bagian/Inst. Lain
- Dr. Praktek
- Puskesmas
Umum ASKES/
Jamsostek/JPS
Ruang Pemeriksaan
Hasil Interpretasi
(R. Konsultasi Dokter)
3. Persyaratan Khusus
Letak laboratorium/sub laboratorium mudah dijangkau, disarankan untuk
gedung RS bertingkat, laboratorium terletak pada lantai dasar, dan dekat
dengan instalasi rawat jalan, instalasi bedah, ICU, Radiologi dan
Kebidanan. Untuk laboratorium forensik letaknya di daerah non publik
(bukan area umum).
Dinding dilapisi oleh bahan yang mudah dibersihkan, tidak licin dan
kedap air setinggi 1,5 m dari lantai (misalnya dari bahan keramik atau
porselen).
Lantai dan meja kerja laboratorium dilapisi bahan yang tahan terhadap
bahan kimia dan getaran serta tidak mudah retak.
Akses masuk petugas dengan pasien/pengunjung disarankan terpisah.
Pada tiap-tiang ruang laboratorium dilengkapi sink (wastafel) untuk cuci
tangan dan tempat cuci alat
Harus mempunyai instalasi pengolahan limbah khusus.
Pendaftaran
Lengkapi Berkas
Loket Pembayaran
Tim Pengendali
Pengambilan Sample/
Pemeriksaan Nota Persetujuan
Ruang Tunggu
Hasil
Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) merupakan suatu unit pelayanan di rumah
sakit yang bertanggung jawab atas tersedianya darah untuk transfusi yang
aman, berkualitas dan dalam jumlah yang cukup untuk mendukung pelayanan
kesehatan di rumah sakit.
3. Persyaratan Khusus
1. Laboratorium skrining darah dilengkapi bak pencuci (sink) untuk
membersihkan peralatan laboratorium.
4. Alur kegiatan.
Keluarga cari
pendonor
Pemeriksaan Darah
Persediaan Tidak Pendonor
Darah ada/
tidak
Pengambilan Darah
dari Pendonor
Ya
Ruangan Tunggu Pasien Ruangan pasien & pengantar pasien Tempat duduk, televisi & Telp umum
1. 1~1,5 m2/ orang
& Pengantar Pasien menunggu diberikannya pelayanan medik. (bila RS mampu),
Ruangan untuk staf melaksanakan tugas
Alat tulis kantor, meja+kursi, loket,
Ruang Administrasi dan administrasi dan personalia dan ruangan
2. 3~5 m2/ petugas lemari, telepon, faksimili, komputer,
Rekam Medis. untuk penyimpanan sementara berkas film
printer, dan alat perkantoran lainnya.
pasien yang sudah dievaluasi.
Ruang tempat pasien melakukan
Loket Pendaftaran, Rak/lemari berkas, meja, kursi,
pendaftaran, tempat pembayaran dan
3. pembayaran dan 3~5 m2/ petugas komputer, printer, dan alat
sebagai tempat mengambil hasil
pengambilan hasil perkantoran lainnya.
pemeriksaan
Ruangan tempat membaca film hasil
diagnosa pasien dan tempat pasien
4. Ruang Konsultasi Dokter Sesuai Kebutuhan Meja, kursi, film viewer.
konsultasi medis dengan Dokter spesialis
radiologi.
5. Ruang Kepala IDT Ruangan kerja kepala IDT Sesuai Kebutuhan Lemari, meja, kursi dll
Ruang Pemeriksaan
Ruang tempat melaksanakan kegiatan
a. Ultra SonoGrafi (USG) diagnostik jaringan lunak menggunakan Min. 9 m2/ bed unit General USG unit dengan multi
USG probe sesuai kebutuhan pelayanan
RS.
b. Ultra SonoGrafi (USG) 3D Ruang tempat melaksanakan kegiatan
diagnostik jaringan lunak menggunakan Min. 9 m2/bed unit USG 3 Dimensi unit.
USG 3D
d. Electro Cardiograph (EKG) Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 9 m2/bed unit EKG Unit, bed, dll
diagnostik jaringan lunak menggunakan
Electro Cardiograph (EKG)
6.
e. Endoscopy Ruang tempat melaksanakan kegiatan Sesuai Kebutuhan Endoscopy unit
(Dilengkapi ruang kontrol menegakkan diagnosis dan mengobati
dan ruang mesin) kelainan atau penyakit saluran cerna atas
maupun saluran cerna bawah
f. Electroenchepalograph Ruang tempat melaksanakan kegiatan Min. 9 m2/bed unit EEG unit
(EEG) diagnostik jaringan lunak menggunakan
Electroenchepalograph (EEG)
g. Echo Cardio Sonografi Ruang tempat melaksanakan kegiatan Sesuai Kebutuhan Echo Cardio Sonografi unit
diagnostik jaringan lunak menggunakan
Echo Cardio Sonografi
3. Persyaratan Khusus
Lokasi IDT mudah dicapai, berdekatan dengan instalasi rawat jalan.
Ruang konsultasi dilengkapi dengan fasilitas untuk membaca film.
Persyaratan pengkondisian udara :
a. Suhu sejuk dan nyaman lingkungan ialah pada 22 ~ 26 OC dengan
tekanan seimbang.
b. Kelembaban udara pada ruang radiasi/pemeriksaan/penyinaran ialah
antara 45~60%.
Umum ASKES/
Jamsostek/JPS
3. Persyaratan Khusus
1. Kapasitas ruang jenazah minimal memiliki jumlah lemari pendingin 1%
dari jumlah tempat tidur (pada umumnya 1 lemari pendingin dapat
menampung r4 jenazah)/ tergantung kebutuhan.
2. Ruang jenazah disarankan mempunyai akses langsung dengan
beberapa instalasi lain yaitu instalasi gawat darurat, Instalasi Kebidanan
dan Penyakit Kandungan, Instalasi Rawat Inap, Instalasi Bedah Sentral,
dan Instalasi ICU/ICCU.
3. Area tertutup, tidak dapat diakses oleh orang yang tidak berkepentingan.
4. Area yang merupakan jalur jenazah disarankan berdinding keramik,
lantai kedap air, tidak berpori, mudah dibersihkan.
5. Akses masuk-keluar jenazah menggunakan daun pintu ganda/ double.
6. Disediakan garasi ambulan koroner/ mobil jenazah.
7. Disarankan disediakan lahan parkir khusus untuk pengunjung rumah
duka, jumlah disesuaikan dengan kebutuhan.
4. Alur kegiatan.
Alur kegiatan pada Instalasi Pemulasaraan Jenazah adalah sebagai berikut :
Non-Infeksius
Ruang
Area
Pemulasaraan
Duka
Jenazah RS Area
Infeksius Dekontaminasi
3. Persyaratan Khusus
Lokasi Instalasi CSSD memiliki akesibilitas pencapaian langsung dari
Instalasi Bedah Sentral, ICU, Ruang Isolasi, Laboratorium dan Instalasi
Pencucian Linen) dan terpisah dari sirkulasi pasien.
Sirkulasi udara/ventilasi pada bangunan instalasi CSSD dibuat
sedemikian rupa agar tidak terjadi kontaminasi dari tempat penampungan
bahan dan instrumen kotor ke tempat penyimpanan bahan dan instrumen
bersih/steril.
Persyaratan ruang dekontaminasi adalah sebagai berikut :
Tekanan udara pada ruang dekontaminasi adalah harus negatif
supaya udara dalam ruangan tidak mengkotaminasi udara pada
ruangan lainnya, pengantian udara 10 kali per jam (Air Change Hour-
ACH : 10 times)
Suhu dan kelembaban ruangan yang direkomendasikan adalah :
suhu 180C – 220C, Kelembaban udara : 35% -75%.
Persyaratan gudang steril adalah sebagai berikut :
Tekanan udara positif dengan efisiensi filtrasi partikular antara 90% –
95% (untuk partikular berukuran 0,5 mikron)
Suhu dan kelembaban ruangan yang direkomendasikan adalah :
suhu 180C – 220C, Kelembaban udara : 35% -75%.
4. Alur kegiatan.
Alur kegiatan pada Instalasi Sterilisasi Pusat (CSSD) adalah sebagai berikut:
Sortir (pencatatan
volume dan jenis barang) Pengemasan &
Pelabelan
Perendaman
STERILISASI
Pencucian
Pengeringan
Tidak
Kontrol Indikator
Sortir (Layak Ya
disterilkan/ tidak) Ya
3. Persyaratan Khusus
1. Mudah dicapai, dekat dengan Instalasi Rawat Inap sehingga waktu
pendistribusian makanan bisa merata untuk semua pasien.
2. Letak dapur diatur sedemikian rupa sehingga kegaduhan (suara) dari
dapur tidak mengganggu ruangan disekitarnya.
3. Tidak dekat dengan tempat pembuangan sampah dan kamar jenazah.
4. Lantai harus dari bahan yang tidak berpori dan tidak licin.
5. Mempunyai area masuk bahan makanan mentah yang tidak bersilangan
dengan alur makanan jadi.
6. Harus mempunyai pasokan air bersih yang cukup dan memenuhi
persyaratan baku mutu air minum.
7. Pada area pengolahan makanan harus mempunyai langit-langit yang
tinggi dilengkapi ventilasi untuk pembuangan udara panas selama proses
pengolahan.
8. Pada dapur bangunan bertingkat harus disediakan fan pembuangan
(exhaust fan) dengan kapasitas ekstraksi minimal 60 Liter/detik yang
hanya boleh dioperasikan pada waktu memasak.
9. Harus dilengkapi dengan sistem proteksi kebakaran.
R. Penyimpanan Bahan
Makanan Basah
Ruang Persiapan
Ruang Pencucian
Peralatan
R. Penyajian Makanan
Distribusi Makanan,
Dan Minuman
4. Alur kegiatan.
Alur kegiatan pada Instalasi Pencucian Linen adalah sebagai berikut :
Perbaikan Linen
Ruang Dekontaminasi
Bak Desinfeksi
(Perendaman) Melipat Linen
Bak Pembilasan
Akhir
R.Penyimpanan
Linen Bersih
3. Persyaratan Khusus
1. Lokasi incenerator dan IPAL jauh dari area pelayanan pasien dan
instalasi dapur rumah sakit.
2. Lingkungan sekitar incenerator dan IPAL harus dijaga jangan sampai
orang yang tidak berkepentingan memasuki area tersebut.
3. Segera dilakukan pembakaran limbah padat medis.
4. Pembuangan abu hasil pembakaran incenerator harus dilakukan secara
periodik.
5. Area Penampungan sementara limbah padat non-medis harus dijaga
kebersihan dan kerapihannya.
6. Bagi rumah sakit yang pemusnahan limbah padat medisnya di luar
rumah sakit, harus mengikuti persyaratan sebagai berikut :
a. Menyediakan tempat penampungan sementara limbah padat medis
dan limbah tersebut harus setiap hari diangkut dan dibuang keluar
rumah sakit.
b. Bila pengangkutan dan pembuangan limbah padat medis dilakukan
lebih dari 1 hari maka pewadahan dan area penampungan
sementaranya harus tertutup/ terisolasi. Waktu toleransi limbah padat
medis dengan kondisi tersebut maksimal 3 hari.
c. Area penampungan sementara limbah padat medis harus senantiasa
dijaga kebersihan dan kerapihannya.
Ruang ICU
Instalasi Sanitasi Laboratorium
KesLing
Instalasi Rawat Inap
3. Persyaratan Khusus
Terletak jauh dari daerah perawatan dan gedung penunjang medik,
sebaiknya diletakan di daerah servis karena banyak menimbulkan
kebisingan.
4. Alur kegiatan.
Alur kegiatan pada Bengkel Mekanikal dan Elektrikal adalah sebagai berikut :
Barang Rusak
Gudang
Barang Keluar
3. Persyaratan Khusus
Penempatan area penunjang umum dan administrasi sedapat mungkin
mudah dicapai.
1
Ernst Neufert, Data Arsitek Edisi Kedua, Penerbit Erlangga, 1995
(3) Memenuhi persyaratan Peraturan Daerah setempat (tata kota yang berlaku).
3.1.3 Zonasi.
Pengkategorian pembagian area atau zonasi rumah sakit adalah zonasi
berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit, zonasi berdasarkan
privasi dan zonasi berdasarkan pelayanan.
(1) Zonasi berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit terdiri
dari :
area dengan risiko rendah, yaitu ruang kesekretariatan dan
administrasi, ruang komputer, ruang pertemuan, ruang arsip/rekam
medis.
area dengan risiko sedang, yaitu ruang rawat inap non-penyakit
menular, rawat jalan.
area dengan risiko tinggi, yaitu ruang isolasi, ruang ICU/ICCU,
laboratorium, pemulasaraan jenazah dan ruang bedah mayat, ruang
radiodiagnostik.
area dengan risiko sangat tinggi, yaitu ruang bedah, IGD, ruang
bersalin, ruang patolgi.
(2) Zonasi berdasarkan privasi kegiatan terdiri dari :
area publik, yaitu area yang mempunyai akses langsung dengan
lingkungan luar rumah sakit, misalkan poliklinik, IGD, apotek).
area semi publik, yaitu area yang menerima tidak berhubungan
langsung dengan lingkungan luar rumah sakit, umumnya merupakan
area yang menerima beban kerja dari area publik, misalnya
laboratorium, radiologi, rehabilitasi medik.
area privat, yaitu area yang dibatasi bagi pengunjung rumah sakit,
umumnya area tertutup, misalnya seperti ICU/ICCU, instalasi bedah,
instalasi kebidanan dan penyakit kandungan, ruang rawat inap.
(3) Zonasi berdasarkan pelayanan terdiri dari :
Zona Pelayanan Medik dan Perawatan yang terdiri dari : Instalasi
Rawat Jalan (IRJ), Instalasi Gawat Darurat (IGD), Instalasi Rawat
Inap (IRNA), Instalasi Perawatan Intensif (ICU/ICCU/PICU/NICU),
Instalasi Bedah, Instalasi Rehabilitasi Medik (IRM), Instalasi
Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Unit Hemodialisa, Instalasi
Radioterapi, Instalasi Kedokteran Nuklir, Unit Transfusi Darah (Bank
Darah).
Zona Penunjang dan Operasional yang terdiri dari : Instalasi Farmasi,
Instalasi Radiodiagnostik, Laboratorium, Instalasi Diagnostik Terpadu
(IDT), Instalasi Sterilisasi Pusat (;Central Sterilization Supply
Dept./CSSD), Dapur Utama, Laundri, Pemulasaraan Jenazah dan
Forensik, Instalasi Sanitasi, Instalasi Pemeliharaan Sarana (IPS).
Zona Penunjang Umum dan Administrasi yang terdiri dari : Bagian
Kesekretariatan dan Akuntansi, Bagian Rekam Medik, Bagian
Logistik/ Gudang, Bagian Perencanaan dan Pengembangan
GEDUNG B
GEDUNG
D
GEDUNG A
SERVICE
UTILITAS
MASJID
(11) Site Plan atau Tata letak instalasi-instalasi berdasarkan zoning dan
peruntukan bangunan yang telah direncanakan. Contoh dapat dilihat pada
gambar 2.3.2-d.
4.1. Atap.
4.1.1 Umum.
Atap harus kuat, tidak bocor, tahan lama dan tidak menjadi tempat perindukan
serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.
4.2. Langit-langit.
(1) Umum.
Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah dibersihkan.
(2) Persyaratan langit-langit.
(a) Tinggi langit-langit di ruangan, minimal 2,80 m, dan tinggi di selasar
(koridor) minimal 2,40 m.
(b) Rangka langit-langit harus kuat.
(c) Bahan langit-langit antara lain gipsum, acoustic tile, GRC (Grid
Reinforce Concrete), bahan logam/metal.
4.3.1 Umum.
Dinding harus keras, rata, tidak berpori, tidak menyebabkan silau, tahan api,
kedap air, tahan karat, tidak punya sambungan (utuh), dan mudah dibersihkan.
4.4. Lantai.
4.4.1 Umum.
Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak licin,
warna terang, dan mudah dibersihkan.
4.6. Pintu.
4.6.1 Umum.
Pintu adalah bagian dari suatu tapak, bangunan atau ruang yang merupakan
tempat untuk masuk dan ke luar dan pada umumnnya dilengkapi dengan
penutup (daun pintu).
4.6.2 Persyaratan.
(1) Pintu ke luar/masuk utama memiliki lebar bukaan minimal 120 cm atau
dapat dilalui brankar pasien, dan pintu-pintu yang tidak menjadi akses
pasien tirah baring memiliki lebar bukaan minimal 90 cm.
(2) Di daerah sekitar pintu masuk sedapat mungkin dihindari adanya ramp
atau perbedaan ketinggian lantai.
(3) Pintu Darurat
Setiap bangunan RS yang bertingkat lebih dari 3 lantai harus dilengkapi
dengan pintu darurat.
Lebar pintu darurat minimal 100 cm membuka kearah ruang tangga
penyelamatan (darurat) kecuali pada lantai dasar membuka ke arah
luar (halaman).
Jarak antar pintu darurat dalam satu blok bangunan gedung maksimal
25 m dari segala arah.
(4) Pintu khusus untuk kamar mandi di rawat inap dan pintu toilet untuk
aksesibel, harus terbuka ke luar (lihat gambar 3.9.1), dan lebar daun pintu
minimal 85 cm.
4.7.1 Umum.
Fasilitas sanitasi yang aksesibel untuk semua orang (tanpa terkecuali
penyandang cacat, orang tua dan ibu-ibu hamil) pada bangunan atau fasilitas
umum lainnya
4.7.2 Persyaratan.
(1) Toilet umum.
(a) Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup
untuk masuk dan keluar oleh pengguna.
(b) Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian
pengguna ( 36 ~ 38 cm).
(c) Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin. Lantai tidak boleh
menggenangkan air buangan.
(d) Pintu harus mudah dibuka dan ditutup.
(e) Kunci-kunci toilet atau grendel dipilih sedemikian sehingga bisa
dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat
Jenis pembumian :
1. Pembumian langsung
2. Pembumian tidak langsung
5.4.5 Pemeliharaan
1) Pada ruang panel hubung bagi, harus terdapat ruang yang cukup untuk
memudahkan pemeriksaan, perbaikan dan pelayanan, serta diberi ventilasi
cukup.
2) Pemeliharaan instalasi listrik harus dilaksanakan dan diperiksa setiap lima
tahun serta dilaporkan secara tertulis kepada instansi yang berwenang.
3) Pembangkit/sumber daya listrik darurat secara periodik harus dihidupkan
untuk menjamin agar pembangkit tersebut dapat dioperasikan bila
diperlukan.
(f) Untuk instalasi tata udara sentral, udara segar harus dimasukkan
melalui mesin pengolah udara sentral.
(g) Untuk sistem tata udara individu, seperti unit jendela dan unit split,
udara segar boleh dimasukkan langsung ke dalam ruangan.
(h) Kebutuhan udara segar untuk penggunaan umum pada ruangan
yang dikondisikan dengan sistem tata udara dapat digunakan nilai
minimum 280 Liter/menit untuk setiap penghuni, atau minimum 160
Liter/menit per m2 luas lantai, dipilih mana yang memeberikan nilai
lebih besar.
(i) Ruangan yang dilengkapi dengan ventilasi mekanik harus diberikan
pertukaran udara minimal 6 (enam) kali per jam.
Suhu Kelembaban
No. Ruang atau Unit Tekanan
(0C) (%)
1 Operasi 19 – 24 45 – 60 Positif
2 Bersalin 24 – 26 45 – 60 Positif
3 Pemulihan/perawatan 22 – 24 45 – 60 Seimbang
4 Observasi bayi 21 – 24 45 – 60 Seimbang
5 Perawatan bayi 22 – 26 35 - 60 Seimbang
6 Perawatan premature 24 – 26 35 - 60 Positif
7 ICU 22 – 23 35 - 60 Positif
8 Jenazah/Otopsi 21 – 24 - Negative
9 Penginderaan medis 19 – 24 45 – 60 Seimbang
10 Laboratorium 22 – 26 35 - 60 Positif
11 Radiologi 22 – 26 45 – 60 Seimbang
12 Sterilisasi 22 – 30 35 - 60 Positif
13 Dapur 22 – 30 35 - 60 Seimbang
14 Gawat Darurat 19 – 24 45 – 60 Positif
15 Administrasi, pertemuan 21 – 24 - Seimbang
16. Ruang luka baker 24 – 26 35 - 60 Positif
Tabel 5.6 – Tabel Indeks Pencahayaan Menurut Jenis Ruang atau Unit
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 101
(6) Penyediaan Fasilitas air panas dan uap terdiri atas Unit Boiler, sistem
perpipaan dan kelengkapannya untuk distribusi ke daerah pelayanan.
(7) Dalam rangka pengawasan kualitas air maka RS harus melakukan
inspeksi terhadap sarana air minum dan air bersih minimal 1 (satu) tahun
sekali.
(8) Pemeriksaan kimia air minum dan atau air bersih dilakukan minimal 2 (dua)
kali setahun (sekali pada musim kemarau dan sekali pada musim hujan),
titik sampel yaitu pada penampungan air (;reservoir) dan keran terjauh dari
reservoir.
(9) Kualitas air yang digunakan di ruang khusus, seperti ruang operasi.
(10) RS yang telah menggunakan air yang sudam diolah seperti dari PDAM,
sumur bor dan sumber lain untuk keperluan operasi dapat melakukan
pengolahan tambahan dengan cartridge filter dan dilengkapi dengan
desinfeksi menggunakan ultra violet.
(11) Ruang Farmasi dan Hemodialisis : yaitu terdiri dari air yang dimurnikan
untuk penyiapan obat, penyiapan injeksi dan pengenceran dalam
hemodialisis.
(12) Tersedia air bersih untuk keperluan pemadaman kebakaran dengan
mengikuti ketentuan yang berlaku.
(13) Sistem Plambing air bersih/minum dan air buangan/kotor mengikuti
persyaratan teknis sesuai SNI 03-6481-2000 atau edisi terbaru, Sistem
Plambing 2000.
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 103
khusus atau vakum, maka ketentuan tersebut hanya berlaku bagi gas
tersebut.
(c) Sistem yang sudah ada yang tidak sepenuhnya memenuhi ketentuan
ini boleh tetap digunakan sepanjang pihak yang berwenang telah
memastikan bahwa penggunaannya tidak membahayakan jiwa.
(d) Potensi bahaya kebakaran dan ledakan yang berkaitan dengan
sistem perpipaan sentral gas medik dan sistem vakum medik harus
dipertimbangkan dalam perancangan, pemasangan, pengujian,
pengoperasian dan pemeliharaan sistem ini.
(j) Pengoperasian sistem pasokan sentral.
1) Tidak dibenarkan menggunakan adaptor atau fiting konversi untuk
menyesuaikan fiting khusus suatu gas ke fiting gas lainnya.
2) Tidak dibenarkan merubah fiting/soket/adaptor yang telah sesuai
dengan spesifikasi gas medik.
3) Tidak dibenarkan penggunaan silinder tanpa warna dan
penandaan yang disyaratkan.
4) Hanya silinder gas medik dan perlengkapannya yang boleh
disimpan dalam ruangan tempat sistem pasokan sentral atau
silinder gas medik.
5) Tidak dibenarkan menyimpan bahan mudah menyala, silinder
berisi gas mudah menyala atau yang berisi cairan mudah
menyala, di dalam ruang penyimpanan gas medik.
6) Bila silinder terbungkus pada saat diterima, pembungkus tersebut
harus dibuang sebelum disimpan.
7) Tutup pelindung katup harus dipasang erat pada tempatnya bila
silinder sedang tidak digunakan.
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 105
(c) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada
bangunan rumah sakit harus mempertimbangkan jenis kegiatan,
penggunaan peralatan, dan/atau sumber bising lainnya baik yang
berada pada bangunan gedung maupun di luar bangunan rumah sakit.
(d) Setiap bangunan rumah sakit dan/atau kegiatan yang karena fungsinya
menimbulkan dampak kebisingan terhadap lingkungannya dan/atau
terhadap bangunan rumah sakit yang telah ada, harus meminimalkan
kebisingan yang ditimbulkan sampai dengan tingkat yang diizinkan.
(e) Untuk kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan rumah sakit
harus dipenuhi standar tata cara perencanaan kenyamanan terhadap
kebisingan pada bangunan gedung.
(f) Persyaratan kebisingan untuk masing-masing ruangan/ unit dalam RS
adalah sebagai berikut :
Tabel 5.9 – Tabel Indeks Kebisingan Menurut Jenis Ruang atau Unit2
Maksimum Kebisingan (Waktu pemaparan 8 jam dan
No. Ruang atau Unit
satuan dBA)
Ruang pasien
1 - saat tidak tidur 45
- saat tidur 40
2 R. Operasi umum 45
3 Anastesi, pemulihan 45
4 Endoscopy, lab 65
5 Sinar X 40
6 Koridor 40
7 Tangga 45
8 Kantor/Lobi 45
9 Ruang Alat/ Gudang 45
10 Farmasi 45
11 Dapur 78
12 Ruang Cuci 78
13 Ruang Isolasi 40
14 Ruang Poli Gigi 80
2
Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan RS.
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 107
5.11.1 Ramp.
(1) Umum.
Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan
tertentu, sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan
tangga. Fungsi dapat digantikan dengan lift (fire lift)
UU RI No. 28 tahun 2002 tentang bangunan gedung bagian ketiga pasal 18 perihal persyaratan keselamatan
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 109
Gambar 5.11.1.e – Kemiringan sisi lebar ramp.
4.11.2 Tangga.
(1) Umum.
Tangga merupakan fasilitas bagi pergerakan vertikal yang dirancang
dengan mempertimbangkan ukuran dan kemiringan pijakan dan tanjakan
dengan lebar yang memadai.
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 111
(5) Pegangan rambat harus mudah dipegang dengan ketinggian 65 cm ~
80 cm dari lantai, bebas dari elemen konstruksi yang mengganggu,
dan bagian ujungnya harus bulat atau dibelokkan dengan baik ke
arah lantai, dinding atau tiang.
(6) Pegangan rambat harus ditambah panjangnya pada bagian ujung-
ujungnya (puncak dan bagian bawah) dengan 30 cm.
(7) Untuk tangga yang terletak di luar bangunan, harus dirancang
sehingga tidak ada air hujan yang menggenang pada lantainya.
(1) Umum.
Lift merupakan fasilitas lalu lintas vertikal baik bagi petugas RS maupun
untuk pasien. Oleh karena itu harus direncanakan dapat menampung
tempat tidur pasien.
(2) Persyaratan.
(1) Ukuran lift rumah sakit minimal 1,50 m x 2,30 m dan lebar pintunya
tidak kurang dari 1,20 m untuk memungkinkan lewatnya tempat tidur
dan stretcher bersama-sama dengan pengantarnya.
(2) Lif penumpang dan lift service dipisah bila dimungkinkan.
(3) Jumlah, kapasitas, dan spesifikasi lif sebagai sarana hubungan
vertikal dalam bangunan gedung harus mampu melakukan pelayanan
yang optimal untuk sirkulasi vertikal pada bangunan, sesuai dengan
fungsi dan jumlah pengguna bangunan RS.
(4) Setiap bangunan RS yang menggunakan lif harus tersedia lif
kebakaran yang dimulai dari lantai dasar bangunan (ground floor).
(5) Lif kebakaran dapat berupa lif khusus kebakaran/lif penumpang
biasa/lif barang yang dapat diatur pengoperasiannya sehingga dalam
keadaan darurat dapat digunakan khusus oleh petugas kebakaran.
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 113
(2) Persyaratan Teknis.
(a) Fasilitas dan aksesibilitas meliputi toilet, tempat parkir, telepon
umum, jalur pemandu, rambu dan marka, pintu, ramp, tangga, dan lif
bagi penyandang cacat dan lanjut usia.
(b) Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas disesuaikan dengan fungsi,
luas, dan ketinggian bangunan RS.
6.1 Pedoman teknis ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan oleh pengelola
fasilitas pelayanan kesehatan, penyedia jasa konstruksi, Pemerintah Daerah, dan
instansi yang terkait dengan kegiatan pengaturan dan pengendalian
penyelenggaraan pembangunan bangunan fasilitas pelayanan kesehatan, guna
menjamin kesehatan penghuni bangunan dan lingkungan terhadap bahaya
penyakit.
6.2 Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau yang bersifat alternatip, serta
penyesuaian Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B oleh
masing-masing daerah disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan
daerah.
6.3 Sebagai pedoman/ petunjuk pelengkap, dapat digunakan Standar Nasional
Indonesia (SNI) terkait lainnya.
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 115
KEPUSTAKAAN
10. G.D. Kunders, Hospitals, Facilities Planning and Management, Tata McGraw-Hill
Publishing Company Limited, 2004.
11. Ernst Neufert (Alih Bahasa : Sjamsu Amril), Data Arsitek, Edisi kedua, Jilid 1,
Penerbit Erlangga, 1995.
BAB- II Pedoman Teknis Arsitektur Dan Struktur Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit
2.1 Umum 12
2.2 Alur Sirkulasi Kegiatan Ruangan Operasi 12
2.3 Pembagian Zona Pada Sarana Ruang Operasi Rumah Sakit 15
2.4 Aksesibilitas Dan Hubungan Antar Ruang 17
2.5 Kebutuhan Ruang 18
2.6 Sarana Evakuasi Dan Aksesibilitas Penyandang Cacat 31
2.7 Persyaratan Struktur Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit 32
BAB - IV Penutup 51
Kepustakaan 52
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
BAB – I
KETENTUAN UMUM
1.4 Pengertian.
1.4.1 Bangunan gedung.
konstruksi bangunan yang diletakkan secara tetap dalam suatu lingkungan, di atas tanah/perairan,
ataupun di bawah tanah/perairan, tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk tempat
tinggal, berusaha, maupun kegiatan sosial dan budaya.
1.4.3 Prasarana
Benda maupun jaringan/instalasi yang membuat suatu bangunan yang ada bisa berfungsi sesuai
dengan tujuan yang diharapkan.
(2) Pasien melepaskan semua perhiasan dan diserahkan kepada keluarga pasien.
(3) Selanjutnya Pasien dibawa ke ruang persiapan (preperation room)
1.4.12 Kamarbedah.
(1) Kamarbedah digunakan sebagai ruang untuk melakukan tindakan operasi dan atau
pembedahan. Luas ruangan harus cukup untuk memungkinkan petugas bergerak sekeliling
peralatanbedah.Kamarbedah harus dirancang dengan faktor keselamatan yang tinggi.
(2) Di kamarbedah, pasien dipindahkan dari stretcher khusus Ruang Operasi ke meja
operasi/bedah.
(3) Di kamar ini pasien bedah dilakukan pembiusan (anestesi).
(4) Setelah pasien bedah tidak sadar, selanjutnya proses bedah dimulai oleh Dokter Ahli Bedah
dibantu petugas medik lainnya.
1.4.18 ScrubStation.
(1) Scrub station atau scrub up, adalah bak cuci tangan bagi Dokter ahli bedah dan petugas
medik yang akan mengikuti langsung pembedahan di dalam ruang operasi.
(2) Bagi petugas medik yang tidak terlibat tidak perlu mencuci tangannya di scrub station.
(3) Scrub station sebaiknya berada disamping atau di depanruang operasi.
(4) Beberapa persyaratan dari scrub station yang harus dipenuhi, antara lain :
(a) Terdapat kran siku atau kran dengkul, minimal untuk 2 (dua) orang.
(b) Aliran air pada setiap kran cukup.
(c) Dilengkapi dengan ultra violet (UV), water sterilizer.
(d) Dilengkapi dengan tempat cairan desinfektan.
(e) Dilengkapi sikat kuku.
1.4.26 Ventilator.
Ventilator umumnya digunakan di ruang operasi
o dan
n di ruang ICU untuk mengalirka
an ventilasii
mekanis ke e paru-paru
u.
Ventilator berfungsi sebagai
s alat bantu perrnapasan pada
p pasien
n yang dala
am kondisi fisik cukup
p
lemah. Pe enggunaannya di ka amar bedah h bersamaa sama de engan mesin aneste esi, sepertii
ditunjukkann pada gam
mbar 1.4.26..
Ventilator dioperasika an dengan pemipaan sentral gas (oksigen atau udara a tekan) attau silinderr
oksigen, atau dengan n kompreso or udara listrik yang diletakkan di mana saja, jika tersed dia tekanann
sebesar 3,,5 bar samp pai 4 bar. Sistem
S ini cukup
c amann di mana sirkit
s aliran gas dan sirkit gas ke e
pasien sep penuhnya te erpisah, dan tidak ada a aliran gas bertekanann tinggi diallirkan ke pa
asien. Jeniss
alat ini sep
perti ditunjukkkan pada gambar
g 1.44.26
Gamb
bar 1.4.26 : Ventilator dengan
d sum
mber pengg
gerak sentra
al gas.
1.4.28 Alat
A Monito
or
Alat monittor yang umum terda ang operasi berfungsi untuk me
apat di rua erekam aktiivitas listrikk
jantung. Selain
S itu alat
a ini juga
a dilengkap
pi dengan perlengkapa
p an untuk m
memonitor parameter--
parameter tubuh lainn
nya.
1.4.30 Aspirator.
A
Aspirator yang
y digunakan dalam m kamar be edah dapatt dibagi dallam 2 jeniss, yaitu asppirator yang
g
digunakan oleh dokte er bedah untuk
u meng ghisap daraah, atau za at lain dari tubuh pasien selama a
pembedah han disebut aspirator bedah
b (lihatt gambar 1..4.30), dan aspirator yyang diguna
akan dokterr
anestesi untuk
u menghisap lendir di tenggo orokan pasieen disebut aspirator te enggorokan
n. Aspiratorr
tenggorokaan selain digunakan di
d kamar be edah, juga digunakan
d di ruang IC
CU/ICCU da an di ruangg
rawat inap.
1.4.31 Suction Un
nit.
Suction Unnit adalah alat
a yang digunakan
d u
untuk memperoleh daya hisap dengan melaalui pompa
a
suction/vakkum, yang menyatu dengan un nit aspirato
ornya. Peng
ggunaannya
a terutama
a di kamarr
bedah, ata
au dilokasi la
ain, seperti ICU/ICCU dan ruang perawatan.
p
Gambar 2.3.1–Pembagian zona pada bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit
Keterangan :
1= Zona Tingkat Resiko Rendah (Normal)
2= Zona Tingkat Resiko Sedang (Normal dengan Pre Filter)
3= Zona Resiko Tinggi (Semi Steril dengan Medium Filter)
4= Zona Resiko Sangat Tinggi (Steril dengan prefilter, medium filter dan hepa filter, Tekanan Positif)
5= Area Nuklei Steril (Meja Operasi)
(1) Zona 1, Tingkat Resiko Rendah (Normal)
Zona ini terdiri dari area resepsionis(ruang administrasi dan pendaftaran), ruang tunggu
keluarga pasien, janitor danruang utilitas kotor.
Zone ini mempunyai jumlah partikel debu per m3> 3.520.000 partikel dengan diameter 0,5
ȝm (ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).
(2) Zona 2, Tingkat Resiko Sedang (Normal dengan Pre Filter)
Zona ini terdiri dari ruang istirahat dokter dan perawat, ruang plester, pantri petugas,ruang
tunggu pasien (holding), ruang transfer dan ruang loker (ruang ganti pakaian dokter dan
perawat) merupakan area transisi antara zona 1 dengan zone 2.
Contoh denah (layout) dari ruang operasi umum ini seperti ditunjukkan pada gambar
2.5.1.2.A, dan suasananya seperti ditunjukkan pada gambar 2.5.1.2.B.
Area yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan pembedahan umum minimal 42 m2,
dengan ukuran panjang x lebar x tinggi adalah 7mx6mx3m.
(b) Peralatan kesehatan utama minimal yang berada di kamar ini antara lain :
1) 1 (satu) meja operasi (operation table),
2) 1 (satu) set lampu operasi (Operation Lamp), terdiri dari lampu utama dan lampu
satelit.
3) 2 (dua) set Peralatan Pendant (digantung), masing-masing untuk pendan anestesi dan
pendan bedah.
4) 1 (satu) mesin anestesi,
5) Film Viewer.
6) Jam dinding.
7) Instrument Trolley untuk peralatan bedah.
8) Tempat sampah klinis.
9) Tempat linen kotor.
10) dan lain-lain.
(3) Ruang Operasi Besar (Mayor).
(a) Denah (layout).
Kamar Besar menyediakan lingkungan yang steril untuk melakukan tindakan bedah
dengan pembiusan lokal, regional atau total.
Ruang operasi besar dapat digunakan untuk tindakan pembedahan yang
membutuhkan peralatan besar dan memerlukan tempat banyak, termasuk diantaranya
untuk bedah Neuro, bedah orthopedi dan bedah jantung.
4) Tahanan listrik dari bahan penutup lantai ini bisa berubah dengan bertambahnya
umur pemakaian dan akibat pembersihan, oleh karena itu tingkat tahanan listrik
lantai ruang operasi harus diukur tiap bulan, dan harus memenuhi persyaratan
yang berlaku.
5) Permukaan dari semua lantai tidak boleh porous, tetapi cukup keras untuk
pembersihan dengan penggelontoran (flooding), dan pem-vakuman basah.
6) Penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata.
7) Hubungan/ pertemuan antara lantai dengan dinding harus menggunakan bahan
yang tidak siku, tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan lantai
(Hospital plint).
8) Tinggi plint, maksimum 15 cm.
2.5.2.3 “Airlock”.
Jika dibuat menggunakan “airlock” yang menyediakan akses ke ruang operasi, area yang
digunakan sekurang-kurangnya 20 m2.
2.5.3.8 Pantri
Ruang ini mempunyai luasminimal 9 m2.
3.1. Umum.
(1) Setiap prasarana Ruang Operasi Rumah Sakit merupakan pekerjaan instalasi dan jaringan
yang menyatu dengan bangunan dan lingkungannya, sebagian atau seluruhnya berada di
atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang bertujuan memfungsikan bangunan sebagai
tempat perawatan pasien.
(2) Keandalan operasional dari prasarana di dalam ruang operasi bangunan rumah sakit
menjadi dasar perancangan dan pemeliharaan dari instalasi utilitas rumah sakit.
3.2 Prasarana.
3.2.1 Prasarana yang dibutuhkan pada ruang operasi bangunan rumah sakit, meliputi :
(1) Instalasi Mekanikal;
(2) Instalasi Elektrikal;
(3) Instalasi proteksi kebakaran.
(2) Penggunaan rata-rata kamar operasi di rumah sakit tidak lebih dari 8 sampai 12 jam per hari
(kecuali kondisi darurat). Untuk alasan ini dan untuk penghematan energi, sistem
pengkondisian udara harus memungkinkan pengurangan pasokan udara ke beberapa atau
ke semua ruang operasi.
(3) Tekanan positif pada ruang harus tetap dipertahankan pada saat volume berkurang untuk
memastikan kondisi steril tetap terjaga. Konsultasi dengan staf bedah rumah sakit akan
menentukan kelayakan penyediaan fasilitas ini.
(4) Sebuah sistem pembuangan udara atau sistem vakum khusus harus dipasang untuk
menghilangkan buangan gas anestesi.
Sistem vakum medis telah digunakan untuk menghilangkan gas anestesi yang tidak mudah
terbakar. Satu atau lebih outlet mungkin diletakkan di setiap ruang operasi untuk
memungkinkan penyambungan ke slang buangan gas anestesi dari mesin anestesi.
3.3.5 Kebisingan
3.3.5 Getaran.
(1) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap getaran pada bangunan Ruang Operasi
Rumah Sakit, pengelola bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit harus mempertimbangkan
jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/ atau sumber getar lainnya baik yang berada
pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit maupun di luar bangunan Ruang Operasi
Rumah Sakit.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan tingkat kenyamanan terhadap
getaran pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit mengikuti pedoman dan standar teknis
yang berlaku.
3.4.2.2 Jaringan.
(1) Kabel listrik dari peralatan yang dipasang di langit-langit tetapi yang bisa digerakkan, harus
dilindungi terhadap belokan yang berulang-ulang sepanjang rak kabel, untuk mencegah
terjadinya retakan-retakan dan kerusakan-kerusakan pada kabel.
(2) Kolom yang bisa diperpanjang dengan ditarik, menghindari bahaya-bahaya tersebut.
(3) Sambungan listrik pada outlet-outlet harus diperoleh dari sirkit-sirkit yang terpisah. Ini
menghindari akibat dari terputusnya arus karena bekerjanya pengaman lebur atau suatu
sirkit yang gagal yang menyebabkan terputusnya semua arus listrik pada saat kritis.
3.4.2.3 Terminal.
(1) Kotak kontak (stop kontak)
(a) Setiap kotak kontak daya harus menyediakan sedikitnya satu kutub pembumian
terpisah yang mampu menjaga resistans yang rendah dengan kontak tusuk
pasangannya.
(b) Karena gas-gas yang mudah terbakar dan uap-uap lebih berat dari udara dan akan
menyelimuti permukaan lantai bila dibuka, Kotak kontak listrik harus dipasang 5 ft ( 1,5
m) di atas permukaan lantai, dan harus dari jenis tahan ledakan.
(2) Sakelar.
Sakelar yang dipasang dalam sirkit pencahayaan harus memenuhi SNI 04 – 0225 – 2000,
Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2000), atau pedoman dan standar teknis yang
berlaku.
3.4.2.4 Pembumian.
Kabel yang menyentuh lantai, dapat membahayakan petugas.Sistem harus memastikan bahwa
tidak ada bagian peralatan yang dibumikan melalui tahanan yang lebih tinggi dari pada bagian lain
peralatan yang disebut dengan sistem penyamaan potensial pembumian(Equal potential
grounding system).Sistem ini memastikan bahwa hubung singkat ke bumi tidak melalui pasien.
3.4.2.5 Peringatan.
Semua petugas harus menyadari bahwa kesalahan dalam pemakaian listrik membawa akibat
bahaya sengatan listrik, padamnya tenaga listrik, dan bahaya kebakaran.Kesalahan dalam
instalasi listrik bisa menyebabkan arus hubung singkat, tersengatnya pasien, atau petugas.
Bahaya ini dapat dicegah dengan :
(1) Memakai peralatan listrik yang dibuat khusus untuk kamar operasi. Peralatan harus
mempunyai kabel yang cukup panjang dan harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk
menghindari beban lebih.
(2) Peralatan jinjing (portabel), harus segera diuji dan dilengkapi dengan sistem pembumian
yang benar sebelum digunakan.
Tabel 3.4.3.2
Tingkat pencahayaan rata-rata, renderansi, dan temperatur warna yang direkomendasikan
Temperatur Warna
Tingkat Kelompok Warm
Warm < Cool Day
Fungsi ruangan pencahayaan renderasi White 3300
3300 light > 5300
(Lux) warna Kelvin ~
Kelvin Kelvin
5300Kelvin
Ruang tunggu
Ruang rawat inap
Ruang Operasi &
Ruang bersalin
Laboratorium
Ruang Rehabilitasi
Medik
Koridor siang hari
Koridor malam hari
Kantor Staf
Kamar mandi & toilet
pasien
3.4.4.1 Telepon.
Telepon, terutama digunakan untuk komunikasi antara ruang operasi dengan instansi atau
perseorangan yang berada di luar bangunan rumah sakit.
3.4.4.2 Interpon.
Interpon, terutama digunakan untuk hubungan antara ruang di ruang operasi, maupun di luar
ruang operasi, tetapi masih dalam lingkungan rumah sakit.
3.4.4.3 CCTV.
Kamera CCTV diletakkan melekat dengan lampu operasi, dimaksudkan untuk pengambilan video
langsung atau terekam, terhadap kegiatan selama operasi pembedahan.Rekaman dapat dilihat
langsung atau tidak langsung dengan televisi yang diletakkan di ruang rapat, atau ruang-ruang lain
yang dianggap perlu.
4.1 Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Operasi ini diharapkan dapat digunakan
sebagai rujukan oleh pengelola bangunan rumah sakit, penyedia jasa konstruksi, instansi Dinas
Kesehatan, Pemerintah Daerah, dan instansi terkait dengan kegiatan pengaturan dan
pengendalian penyelenggaraan pembangunan bangunan rumah sakit dalam pencegahan dan
penanggulangan serta menjamin keamanan dan keselamatan bangunan rumah sakit dan
lingkungan terhadap bahaya penyakit.
4.2 Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau bersifat alternatif serta penyesuaian
“Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Operasi” oleh masing-masing daerah
disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan di daerah.
4.3 Sebagai pedoman/petunjuk pelengkap dapat digunakan pedoman dan standar teknis
terkait lainnya.
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya kita dapat menyusun Pedoman Teknis Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit.
Ruang Perawatan Intensif (ICU=Intensive Care Unit) adalah bagian dari bangunan rumah
sakit dengan kategori pelayanan kritis, selain instalasi bedah dan instalasi gawat darurat, sehingga
perlu dilakukan pengelolaan bangunan Ruang Perawatan Intensif dengan baik, terpadu dan
memenuhi persyaratan teknis bangunan. Pedoman teknis ini, dimaksudkan sebagai upaya
menetapkan acuan mengenai perencanaan untuk pembangunan dan pengembangan fasilitas fisik
Ruang Perawatan Intensif yang dapat menampung kebutuhan pelayanan dengan memperhatikan
aspek keselamatan, keamanan, kenyamanan dan kemudahan baik bagi pasien maupun pengguna
rumah sakit lainnya.
Sesuai dengan Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pasal 9(b)
menyatakan bahwa persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi,
kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan
bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan usia lanjut.
Dengan demikian kami sangat mengharapkan peran bersama dari stake holder terkait, yaitu
asosiasi profesi, pengelola rumah sakit, konsultan perencanaan rumah sakit dan pihak lainnya
dalam membantu Kementerian Kesehatan mendukung amanat Undang-Undang tersebut.
Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua
pihak yang telah membantu diterbitkannya Pedoman Teknis Ruang Perawatan Intensif Rumah
Sakit. Diharapkan Pedoman Teknis ini dapat menjadi petunjuk agar suatu perencanaan
pembangunan atau pengembangan Ruang Perawatan Intensif di rumah sakit dapat menampung
kebutuhan pelayanan yang memperhatikan aspek keselamatan, keamanan, kenyamanan dan
kemudahan baik bagi pasien maupun pengguna rumah sakit lainnya.
Demikian sambutan kami, selamat dengan telah diterbitkannya Pedoman Teknis Ruang
Perawatan Intensif Rumah Sakit ini, dan semoga dapat meningkatkan mutu fasilitas rumah sakit di
Indonesia.
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat dan
KaruniaNya buku Pedoman Teknis Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit dapat diselesaikan
dengan baik.
Ruang Perawatan Intensif (ICU = Intensive Care Unit) di rumah sakit merupakan salah satu
fungsi yang sangat penting dalam penyelenggaraan pelayanan medik di fasilitas pelayanan
kesehatan. Fungsi bangunan Ruang Perawatan Intensif dikualifikasikan berdasarkan tingkat
privasi, tingkat kebersihan ruangan serta tingkat aksesibilitas, sehingga perlu dilakukan
pengelolaan bangunan Ruang Perawatan Intensif dengan baik, terpadu dan memenuhi
persyaratan teknis bangunan.
Penyusunan “Persyaratan Teknis Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit” ini merupakan
salah satu upaya untuk mendukung Undang-Undang No. 44 tahu 2009 tentang Rumah Sakit, yaitu
dalam rangka memenuhi standar pelayanan dan persyaratan mutu, keamanan dan keselamatan
(life safety) bagi pengguna Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit.
Persyaratan ini disusun dengan partisipasi berbagai pihak termasuk rumah sakit, organisasi
profesi serta instansi terkait baik Pembina maupun pengelola bangunan Ruang Perawatan Intensif
di rumah sakit. Pedoman teknis ini merupakan acuan bagi para pengelola rumah sakit, praktisi
pengelola Ruang Perawatan Intensif di rumah sakit, para perencana atau pengembang rumah
sakit dan pihak lain untuk dapat mengembangkan Ruang Perawatan Intensif di rumah sakit yang
bermutu.
Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua
pihak yang telah membantu diterbitkannya Pedoman Teknis Ruang Perawatan Intensif Rumah
Sakit. Diharapkan Pedoman Teknis Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit ini dapat menjadi
petunjuk agar suatu perencanaan pembangunan atau pengembangan Ruang Perawatan Intensif
di rumah sakit dapat menampung kebutuhan pelayanan yang memperhatikan aspek keselamatan,
keamanan, kenyamanan dan kemudahan baik bagi pasien maupun pengguna rumah sakit lainnya.
SAMBUTAN iii
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vii
TIM PENYUSUN viii
BAB IV PENUTUP 23
LAMPIRAN 24
DAFTAR PUSTAKA 30
Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | vii
TIM PENYUSUN
Penyusun :
1. dr. Rudyanto Sedono, Sp.An Kepala ICU RSCM
2. dr. Hermansyur, Sp.B Direksi RS Pondok Indah
3. Lina Haida, SKM, MM RSUD Tangerang
4. Ir. Handoyo Tanjung Ikatan Ahli Fisika Bangunan Indonesia (IAFBI).
5. Ir. Arie Soeharto, IAI Ikatan Arsitek Indonesia
6. dr. Anwarul Dit. Bina Yanmed Spesialistik
7. dr. Suhartono, Sp.B(K)Vas Sekjen IKABI
8. drg. Hendro Harry Tjahjono, M.Sc Direksi RS Kanker Dharmais
9. dr. Priyono PH, Sp.An RSPAD Gatot Subroto
10. dr. Aries Perdana, Sp.An RSUP dr. Cipto Mangunkusumo
11. Ir. Soekartono Suwarno, PII Persatuan Insinyur Indonesia (PII).
12. Jusuf Umar, Dipl. Ing Konsultan / PT. Aneka Gas
13. Tommy Pagaribuan, ST.,MT Dinas P2B DKI Jaya
14. Ir. Rakhmat Nugroho, MBAT Kepala BPFK Surabaya
15. Dr. Henry Tjandra Direksi Eka Hospital
16. R. Aryo Seto Isa, ST KEMKES
17. Erwin Burhanuddin, ST KEMKES
18. Siti Ulfa Chanifah, ST KEMKES
19. Romadona, ST KEMKES
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28
Bagian H, ayat (1) telah menegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan
kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Ruang Perawatan Intensif (;ICU=Intensive Care Unit) adalah bagian dari bangunan
rumah sakit dengan kategori pelayanan kritis, selain instalasi bedah dan instalasi gawat
darurat. Ruang Perawatan Intensif merupakan instalasi pelayanan khusus di rumah sakit
yang menyediakan pelayanan yang komprehensif dan berkesinambungan selama 24 jam.
Dalam rangka mewujudkan Ruang Perawatan Intensif yang memenuhi standar pelayanan
dan persyaratan mutu, keamanan dan keselamatan perlu didukung oleh bangunan dan
prasarana (utilitas) yang memenuhi persyaratan teknis.
C. SASARAN
Pedoman teknis ini diharapkan menjadi acuan bagi pengelola, pelaksana dan
konsultan perencana rumah sakit dalam membuat perencanaan Ruang Perawatan Intensif
sehingga masing-masing pihak dapat mempunyai persepsi yang sama.
D. PENGERTIAN
1. Sarana/bangunan
Wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat dan
kedudukannya, sebagian atau seluruhnya yang berada di atas tanah/perairan, ataupun
di bawah tanah/perairan, tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian
maupun tempat tinggal, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya maupun kegiatan
khusus.
2. Prasarana
Benda maupun jaringan/instalasi yang membuat suatu sarana yang ada bisa berfungsi
sesuai dengan tujuan yang diharapkan
4. Bangunan instalasi.
Gabungan/kumpulan dari ruang-ruang/kamar-kamar di unit rumah sakit yang saling
berhubungan dan terkait satu sama lain dalam rangka pencapaian tujuan pelayanan
kesehatan.
A. PERSYARATAN ARSITEKTUR .
1. KEBUTUHAN RUANG
Kebutuhan ruang pada daerah rawat pasien, terdiri dari :
a. Ruang administrasi.
Ruang untuk menyelenggarakan kegiatan administrasi khususnya pelayanan
pendaftaran dan rekam medik internal pasien di Ruang Perawatan Intensif.
Ruang ini berada pada bagian depan Ruang Perawatan Intensif dengan
dilengkapi loket atau Counter, meja kerja, lemari berkas/arsip dan
telepon/interkom.
l. Parkir troli.
Tempat untuk parkir trolley selama tidak ada kegiatan pelayanan pasien atau
selama tidak diperlukan.
m. Ruang Ganti Penunggu Pasien dan Ruang Ganti Petugas (pisah pria
wanita) (termasuk di dalamnya Loker).
(1) Tempat ganti pakaian, meletakkan sepatu/alas kaki sebelum masuk daerah
rawat pasien dan sebaliknya setelah keluar dari ruang rawat pasien, yang
diperuntukkan bagi staf medis maupun non medis dan pengunjung.
(2) Fasilitas mencuci tangan untuk pengunjung pasien dan untuk petugas harus
disediakan, lengkap dengan sabun antiseptik (;general prequotion).
(3) Kontainer/wadah khusus baju pelindung bekas pakai harus disediakan,
karena baju pelindung tidak boleh digunakan lebih dari sekali.
b. Alur Pasien :
(1) Pasien masuk ICU berasal dari Instalasi Rawat Inap, Instalasi Gawat
Darurat, Instalasi Bedah.
(2) Pasien ke luar dari daerah rawat pasien menuju :
(a) ruang rawat inap bila memerlukan perawatan lanjut, atau
(b) pulang ke rumah, bila dianggap sudah sehat.
(c) ke ruang jenazah bila pasien meninggal dunia.
c. Alur Alat/Material :
(1) Alat/Material kotor dikeluarkan dari ruang rawat pasien ke ruang utilitas
kotor.
(2) Sampah/limbah padat medis dikirim ke Incinerator. Sampah/limbah padat
non medis domestik dibuang ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS)
rumah sakit.
(3) Linen kotor dikirim ke ruang cuci/ laundry dan kemudian dikirim ke CSSD
(Central Sterilized Support Departement).
(4) Instrumen/peralatan bekas pakai dari ruang rawat dibersihkan dan
disterilkan di Instalasi CSSD.
(5) Instrumen/linen/bahan perbekalan yang telah steril disimpan di ruang
utilitas bersih.
b. Komponen dinding.
Komponen dinding memiliki persyaratan sebagai berikut :
(1) dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca dan tidak berjamur.
(2) lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak mengandung pori-
pori) sehingga dinding tidak menyimpan debu.
(3) warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata.
(4) Hubungan/pertemuan antara dinding dengan dinding harus tidak siku, tetapi
melengkung untuk memudahkan pembersihan.
c. Komponen langit-langit.
Komponen langit-langit memiliki persyaratan sebagai berikut :
(1) harus mudah dibersihkan, tahan terhadap segala cuaca, tahan terhadap air,
tidak mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien, serta tidak
berjamur.
(2) memiliki lapisan penutup yang bersifat non porosif (tidak berpori) sehingga
tidak menyimpan debu.
(3) berwarna cerah, tetapi tidak menyilaukan pengguna ruangan.
1. UMUM
(1) Setiap sarana Ruang Perawatan Intensif merupakan pekerjaan konstruksi yang
menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di
atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat
perawatan pasien dalam kondisi kritis/belum stabil yang memerlukan
pemantauan khusus dan terus menerus (intensif).
(2) Fungsi sarana bangunan Ruang Perawatan Intensif dikualifikasikan berdasarkan
tingkat privasi, tingkat sterilitas serta tingkat aksesibilitas.
A. UMUM
(1) Setiap prasarana bangunan Ruang Perawatan Intensif merupakan pekerjaan
instalasi dan jaringan yang menyatu dengan bangunan dan lingkungannya, sebagian
atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang bertujuan
memfungsikan sarana bangunan sebagai tempat perawatan pasien dalam kondisi
kritis/belum stabil yang memerlukan pemantauan khusus dan terus menerus
(intensif).
(2) Fungsi prasarana bangunan Ruang Perawatan Intensif dikualifikasikan berdasarkan
tingkat privasi, tingkat sterilitas serta tingkat aksesibilitas.
c. Sistem kelistrikan.
1) Sumber daya listrik.
Sumber daya listrik pada bangunan Ruang Perawatan Intensif, termasuk
katagori “sistem kelistrikan esensial 3”, di mana sumber daya listrik
normal (PLN) dilengkapi dengan sumber daya listrik siaga dan darurat
untuk menggantikannya, bila terjadi gangguan pada sumber daya listrik normal.
2) Jaringan.
(1) Kabel listrik dari peralatan yang dipasang di langit-langit tetapi yang bisa
digerakkan, harus dilindungi terhadap belokan yang berulang-ulang
sepanjang track, untuk mencegah terjadinya retakan-retakan dan
kerusakan-kerusakan pada kabel.
(2) Kolom yang bisa diperpanjang dengan ditarik, menghindari bahaya-
bahaya tersebut.
(3) Sambungan listrik pada kotak kontak harus diperoleh dari sirkit-sirkit yang
terpisah. Ini menghindari akibat dari terputusnya arus karena bekerjanya
pengaman lebur atau suatu sirkit yang gagal yang menyebabkan
terputusnya semua arus listrik pada saat kritis.
3) Terminal.
(1) Kotak Kontak (stop kontak)
(a) Setiap kotak kontak daya harus menyediakan sedikitnya satu kutub
pembumian terpisah yang mampu menjaga resistans yang rendah
dengan kontak tusuk pasangannya.
(b) Karena gas-gas yang mudah terbakar dan uap-uap lebih berat dari
udara dan akan menyelimuti permukaan lantai bila dibuka, Kotak
kontak listrik harus dipasang + 1,25 m di atas permukaan lantai, dan
harus dari jenis tahan ledakan.
(c) Jumlah kotak kontak untuk setiap tempat tidur di daerah pelayanan
kritis, minimal 6 buah khusus untuk peralatan medik yang
membutuhkan daya listrik besar (diluar ventilator, suction, monitor)
misalnya Syringe pump.
1. Sistem ventilasi.
(a) Untuk memenuhi persyaratan sistem ventilasi, bangunan Ruang Perawatan
Intensif harus mempunyai ventilasi alami dan/atau ventilasi mekanik/ buatan
sesuai dengan fungsinya dan tingkat kontaminasi oleh lingkungan sekitar
bangunan Ruang Perawatan Intensif.
2. Sistem pencahayaan.
(a) Bangunan Ruang Perawatan Intensif harus mempunyai pencahayaan alami
dan/atau pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan
fungsinya.
(b) Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi bangunan dan
fungsi masing-masing ruang di dalam bangunan Ruang Perawatan Intensif.
(c) Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang
dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam bangunan Ruang Perawatan
Intensif dengan mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi, dan
penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau pantulan.
(d) Pencahayaan buatan yang digunakan untuk pencahayaan darurat harus
dipasang pada bangunan Ruang Perawatan Intensif dengan fungsi tertentu,
serta dapat bekerja secara otomatis dan mempunyai tingkat pencahayaan
yang cukup untuk evakuasi yang aman.
(e) Semua sistem pecahayaan buatan, kecuali yang diperlukan untuk
pencahayaan darurat, harus dilengkapi dengan pengendali manual, dan/atau
otomatis, serta ditempatkan pada tempat yang mudah dibaca dan dicapai,
oleh pengguna ruang.
(f) Pencahayaan umum disediakan dengan lampu yang dipasang di langit-langit.
(g) Pencahayaan ruangan dapat menggunakan lampu fluorescent, penggunaan
lampu-lampu recessed disarankan karena tidak mengumpulkan debu.
(h) Pencahayaan harus didistribusikan rata dalam ruangan.
Tabel-3
Daya listrik maksimum untuk pencahayaan
Daerah penunjang 15
(i) Penggunaan lampu yang mempunyai efikasi lebih tinggi dan menghindari
pemakaian lampu dengan efikasi rendah. Disarankan menggunakan lampu
fluoresent dan lampu pelepas gas lainnya.
(j) Pemilihan armature/fixture yang mempunyai karakteristik distribusi
pencahayaan sesuai dengan penggunaannya, mempunyai efisiensi yang
tinggi dan tidak mengakibatkan silau atau refleksi yang mengganggu.
(k) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan sistem pencahayaan pada bangunan Ruang Perawatan Intensif
mengikuti pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.
(1) Sistem pembuangan limbah padat medis dan non medis harus terpisah
pewadahannya dan tertutup sesuai jenis limbahnya mengacu pada
Keputusan Menteri Kesehatan No. 1204 /MENKES/SK/X/ Tahun 2004
tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
(1) Sistempenyaluranairhujanpadabangunandidaerahresapanairhujanharus
diserapkankedalamtanahpekarangandan/ataudialirkankesumurresapan.
Untukdaerahyangbukandaerahresapanmakaairhujandialirkankejaringan
drainaselingkungan/kotasesuaidenganketentuanyangberlaku.
(2) Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain yang dapat
diterima, maka penyaluran air hujan harus dilakukan dengan cara lain yang
dibenarkanolehinstansiyangberwenang.
(3) Sistem penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah terjadinya
endapandanpenyumbatanpadasaluran.
2. Kebisingan
(a) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan
Ruang Perawatan Intensif, pengelola bangunan Ruang Perawatan Intensif
harus mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/atau
sumber bising lainnya baik yang berada pada bangunan Ruang Perawatan
Intensif maupun di luar bangunan Ruang Perawatan Intensif.
(b) Penjelasan lebih lanjut mengenai tingkat kenyamanan terhadap kebisingan
pada bangunan rumah sakit dapat dilihat pada Pedoman Sarana Dan
Prasarana Rumah Sakit Kelas C Tahun 2009, Pedoman Fasilitas Rumah Sakit
Kelas B Tahun 2010.
3. Getaran.
(a) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap getaran pada bangunan
Ruang Perawatan Intensif, pengelola bangunan Ruang Perawatan Intensif
harus mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/atau
sumber getar lainnya baik yang berada pada bangunan Ruang Perawatan
Intensif maupun di luar bangunan Ruang Perawatan Intensif.
(b) Penjelasan lebih lanjut mengenai tingkat kenyamanan terhadap getaran pada
bangunan rumah sakit dapat dilihat pada Pedoman Sarana Dan Prasarana
Rumah Sakit Kelas C Tahun 2009, Pedoman Fasilitas Rumah Sakit Kelas B
Tahun 2010.
3. Sarana evakuasi.
(a) Penjelasan mengenai sarana evakuasi dapat dilihat pada Pedoman Sarana
Dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C Tahun 2009, Pedoman Fasilitas Rumah
Sakit Kelas B Tahun 2010.
4. Aksesibilitas.
(a) Penjelasan mengenai aksesibilitas bagi penyandang cacat dapat dilihat pada
Pedoman Sarana Dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C Tahun 2009, Pedoman
Fasilitas Rumah Sakit Kelas B Tahun 2010.
PENUTUP
(1) Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Bangunan Instalasi ICU ini diharapkan dapat
digunakan sebagai rujukan oleh pengelola bangunan rumah sakit, penyedia jasa konstruksi,
instansi Dinas Kesehatan, Pemerintah Daerah, dan instansi terkait dengan kegiatan
pengaturan dan pengendalian penyelenggaraan pembangunan bangunan rumah sakit dalam
pencegahan dan penanggulangan dan guna menjamin keamanan dan keselamatan
bangunan rumah sakit dan lingkungan terhadap bahaya penyakit.
(2) Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau bersifat alternatif serta penyesuaian
“Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Bangunan Instalasi ICU” pada bangunan rumah
sakit oleh masing-masing daerah disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan di
daerah.
(3) Sebagai pedoman/petunjuk pelengkap dapat digunakan pedoman dan standar teknis terkait
lainnya.
Besaran
No. Nama Ruangan Fungsi Ruang / Kebutuhan Alat
Luas (+)
Pos Sentral Perawat/ Ruang untuk melakukan 8 - 16 m2 (dengan Kursi, meja, lemari obat, lemari barang
stasi perawat/ nurse perencanaan, pengorganisasian, memperhatikan habis pakai.
station. asuhan dan pelayanan sirkulasi tempat
keperawatan selama 24 jam (pre tidur pasien
dan post conference, pengaturan didepannya)
2
jadwal), dokumentasi s/d evaluasi
pasien. Pos perawat harus terletak
di pusat blok yang dilayani agar
perawat dpt mengawasi pasiennya
secara efektif.
Ruang Dokter terdiri dari 2 bagian :
8 - 16 m2 Sofa, lemari, meja/kursi, wastafel,
3 R. Dokter Jaga 1. Ruang kerja. dilengkapi toilet
2. Ruang istirahat/ kamar jaga.
4 Ruang Istirahat Petugas Ruang istirahat petugas medik. 2.5 m2/ petugas Sofa, lemari, meja/kursi