Anda di halaman 1dari 20

FASE TANGGAP DARURAT BENCANA GEMPA BUMI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Disaster Nursing

Dosen Pembimbing: Ns. Reni Sulung Utami, S.Kep., M.Sc

Disusun oleh:

Kelompok 1
1. Intan Indah Sari (22020116120003)
2. Firda Sefy Faradila (22020116120005)
3. Alya Nuur Taufiana (22020116120008)
4. Siti Lutfiyana (22020116120009)
5. Isnanda Feby Nur Aini (22020116120011)

Kelas A.16.1

DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2018
I. Aktifitas-Aktifitas dalam Fase Tanggap Darurat

1) Aktifitas yang dilakukan saat tanggap darurat : (Fitriani S, 2011)


1. Jika berada di dalam bangunan, rumah, sekolah
Lindungi badan dan kepala dari reruntuhan bangunan dengan
bersembunyi di bawah meja, mencari tempat yang paling aman dari
reruntuhan dan goncangan, dan segera lari ke luar apabila masih dapat
dilakukan. Jika sedang menyalakan kompor, maka matikan segera untuk
mencegah terjadinya kebakaran. Jika terjadi kebocoran gas akibat gempa,
segera upayakan untuk membuka semua pintu, jendela agar gas dapat
keluar dari rumah dan tidak memicu kebakaran. Jika gempa mereda maka
keluarlah, mencari tempat lapang dan jangan berdiri dekat gedung, tiang
dan pohon.
2. Jika berada di luar bangunan atau area terbuka
Menghindari dari bangunan yang ada di sekitar Anda seperti gedung,
tiang listrik, pohon, perhatikan tempat berpijak, hindari apabila terjadi
retakan tanah.
3. Jika tinggal atau berada di pantai
Segera jauhi pantai untuk menghindari bahaya tsunami.
4. Jika tinggal di daerah pegunungan
Apabila terjadi gempa bumi hindari daerah yang mungkin terjadi
longsoran.
5. Jika berada di dalam mobil
Lajukan mobil dengan lambat dan kemudian keluar mobil untuk
mengevakuasi diri.
6. Jika berada di dalam lift
Jangan menggunakan lift saat terjadi gempa bumi atau kebakaran.
Jika merasakan getaran gempa bumi saat berada di dalam lift, maka
tekanlah semua tombol. Ketika lift berhenti, maka keluarlah dari lift, lihat
keamanan disekitar dan mengungsilah. Jika terjebak di dalam lift, hubungi
manajer gedung dengan menggunakan interphone jika tersedia.
7. Jika berada di dalam kereta api
Berpegangan erat pada tiang untuk menghindari terjatuh seandainya
kereta dihentikan secara mendadak. Bersikap tenang untuk mengikuti
penjelasan dari petugas kereta. Jika tidak mengerti terhadap informasi
petugas kereta atau stasiun maka akan mengakibatkan kepanikan.

2) Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008


Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana BAB III pasal 21 sampai
pasal 54

Aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam penyelenggaraan


penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat yang dikendalikan oleh
Kepala BNPB atau kepala BPBD sesuai dengan kewenangannya, meliputi :
1. Pengkajian secara cepat dan tepat
Bertujuan untuk menentukan kebutuhan dan tindakan yang tepat
dalam penanggulangan bencana ssat tanggap darurat. Dilakukan oleh tim
kaji cepat berdasarkan penugasan dari kepada NBP atau kepala BPBD
sesuai kewenangannya. Aktivitasnya yaitu mengidentifikasi terhadap
cakupan lokasi bencana, jumlah korban bencana, kerusakan prasarana dan
sarana, kerugian dan gangguan terhadap fungsi pelayanan umum serta
pemerintahan, serta kemampuan sumber daya alam maupun buatan.
2. Penentuan status keadaan darurat bencana
Dilaksanakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah sesuai
dengan tingkatan bencana. Penentuan status keadaan darurat untuk tingkat
nasional ditetapkan oleh presiden, tingkat kabuoaten atau kota oleh bupati
atau walikota. Pada ssat status keadaan darurat bencana ditetapkan, BNPB
dan BPBD mempunyai kemudahan akses di bidang :
a. Pengerahan sumber daya manusia
Dikerahkan oleh instansi/ lembaga dan masyarakat untuk
melakukan tanggap darurat. Pengerahan SDA meliputi permintaan,
penerimaan dan penggunaan sumber daya manusia, peralatan dan
logistik sesuai dengan kebutuhan lokasi. Apabila hal-hal tersebut di
daerah yang terkena bencana tidak memadai/ tersedia maka pemerintah
setempat dapat meminta bantuan kepada pemerintah setingkat daerah
yang terdekat dan biaya ditanggung oleh pemerintah yang meminta agar
segera dilakukan pengerahan dan mobilisasi SDM-nya.
b. Pengerahan peralatan dan logistik
c. Imigrasi, cukai, dan karantina
Bantuan yang masuk dari luar negeri, baik bantuan berupa
personil asing, peralatan, maupun logistik diberikan kemudahan akses
dalam menggunakan peralatan yang dibawa oelh personel asingnya,
diberi kemudahan proses dan pelayanan di bidang keimigrasian, cukai
atau karantina. Personil asing yang membantu melaksanakan kegiatan
penanguulangan bencana saat tanggap darurat diberikan pula
kemudahan akses dibidang keimigrasian berupa proses dan pelayanan
visa, izin masuk, izin tanggal terbatas, dan izin keluar. Peralatan atau
logistik yang amsuk ke wilayah bencana di NKRI digunakan untuk
membantu saat tanggap darurat bencana, diberikan kemudahan akses
berupa tindakan karantaina, kecuali peralatan atau logistik yang
mempunyai potensi bahaya.

d. Perizinan
Pemberian izin khusus dari instansi/lembaga yang berwenang
terhadap pemasukan personil asing an atau peralatan tertentu ke dalam
wilayah yang terkena bencana.

e. Pengadaan barang/ jasa;


Meliputi peralatan dan/ atau jasa untuk :
1) Pencarian dan penyelamatan korban bencana
2) Pertolongan darurat
3) Evakuasi korban bencana
4) Kebutuhan air bersih dan sanitasi
5) Pangan
6) Sandang
7) Pelayanan kesehatan
8) Penampungan serta tempat hunian sementara

f. Pengelolaan dna pertanggungjawaban uang dan/ atau barang


BNPB dapat memberikan dana siap pakai secara langsung pada
daerah yang terkena bencana sesuai dengan kebutuhan situasi dan
kondisi kedaruratan bencana. Diberikan kepada BPBD kemudian
disampaikan ke kepala daerah setempat yang mengalami bencana.
Kepala BNBP atau kepala BPBD sesuai dengan kewenangannya wajib
membuat laporan pertanggungjawaban uang dan/ atau barang yang
diterima dari masyarakat, yang kemudian akan diinformasikan kepada
publik.

g. Penyelamatan
Untuk memudahkan penyelamatan korban bencana dan harta
benda, kepala BNBP dan/ atau kepala BPBD mempunyai kewenangan :
1) Menyingkirkn dan/ atau memusnahkan barang atau benda di lokasi
bencana yang dapat membahayakan jiwa
2) Menyingkirkan dan/ atau memusnahkan barang atau benda yang
dapat mengganggu proses penyelamatan
3) Memerintahkan orang untuk kelur dari suatu lokasi atau melarang
orang un untuk memasuki suatu lokasi
4) Mengisolasi atau menutup suatu lokasi abaik milik publik maupun
pribadi
5) Memerintahkan kepada pimpinan instansi/ lembaga terkait untuk
mematikan aliran listrik, gas, atau menutup/ membuka pintu air.

Pencarian dan pertolongan terhadap korban bencana dihentikn jika :


1) Seluruh korban telah ditemukan, ditolong, dan dievakuasi; atau
2) Setelah jangka waktu 7 hari sejak dimulainya operasi pencarian, tida
ada tanda-tanda korban akan ditemukan.
3) Penghentian pencarian dan pertolongan terhadap korbn bencana
dapat dibuka kembali dengan pertimbangan adanya informasi baru
mengenai indikasi keberadaan korban bencana.

h. Komando untuk memerintahkan instansi/lembaga.


i. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
Dilaksanakan oleh tim aksi cepat dengan melibatkan unsur
masyarakat di bawah komando Komandan penanganan darurat bencana,
sesuai lokasi dan tingkatan bencananya. Pertolongan darurat bencana
diprioritaskan pada masyarakat terkena bencana yang mengalami luka
parah dn kelompok rentan. Dan terhadap masyarakat yang terkena
bencana yang meninggal dunia dilakukan upaya identifikasi dan
pemakamannya.

j. Pemenuhan kebutuhan dasar;


Dilaksanakan oleh pemerintah daerah, masyarakat, lembaga
usaha, lembaga internasional dan/ atau lembaga asing non pmerintah
sesuai standar minimum sebagaimana diatur dalm ketentuan peraturan
perundang-undangan. Membantu penyediaan :
1) Kebutuhan air bersih dan sanitasi,
2) Pangan,
3) Sandang,
4) Pelayanan kesehatan,
5) Pelayanan psikososial, dan
6) Penampungan serta tempat hunian.

k. Perlindungan terhadap kelompok rentan


Dilakukan upaya perlindungan dengan memberikan prioritas
kepada korban bencana yang mengalami luka parh dan kelompk rentan
berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan kesehatan, dan
psikososial.
l. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
Bertujuan untuk memfungsikan prasarana dan sarana vital
dengan segera, agar kehidupan masyarakat tetap berlangsung. Yang
dilakukan oleh instansi/ lembaga terkait yang dikoordinasikn oleh
Kepala BNPB dan/atau kepala BPBD sesuai dengan kewenangannya.
II. Sistem Komando pada Fase Tanggap Darurat

Sistem Komando Tanggap Darurat Bencana berdasarkan Undang-


Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana :

Sistem Komando Tanggap Darurat Bencana diselenggarakan


dengan pola yang terdiri atas rencana operasi, permintaan,
pengerahan/mobilisasi sumberdaya yang didukung dengan fasilitas
komando yang diselenggarakan sesuai dengan jenis, lokasi dan tingkatan
bencana. Rencana Operasi Komando Tanggap Darurat Bencana berikut
Rencana Tindakan Operasi penanganan tanggap darurat bencana,
merupakan acuan bagi setiap unsur pelaksana dalam komando.

Mekanisme permintaan sumberdaya untuk penanganan tanggap


darurat bencana dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Komandan Tanggap Darurat Bencana tingkat kabupaten/kota, atau
tingkat provinsi yang terkena bencana, mengajukan permintaan
kebutuhan sumberdaya kepada Kepala BPBD
Kabupaten/Kota/Provinsi maupun kepada Kepala BNPB, berdasarkan
atas ketersediaan sumberdaya di lokasi dan tingkatan bencana.
b. Kepala BPBD Kabupaten/Kota/Provinsi maupun Kepala BNPB, sesuai
dengan lokasi dan tingkatan bencana, meminta dukungan sumberdaya
manusia, logistik dan peralatan untuk menyelamatkan dan
mengevakuasi korban, memenuhi kebutuhan dasar hidup dan
memulihkan fungsi prasarana dan sarana vital yang rusak kepada
pimpinan instansi/lembaga terkait sesuai tingkat kewenangannya.
c. Instansi/lembaga terkait dimaksud adalah: Departemen/Dinas Sosial,
BULOG/DOLOG, Departemen/Dinas Kesehatan, Departemen/Dinas
Pekerjaan Umum, Departemen/Dinas Perhubungan, Basarnas/Basarda
Kabupaten/ Kota, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Republik
Indonesia, Palang Merah Indonesia, Departemen/Dinas Energi dan
Sumber Daya Mineral serta instansi/lembaga lainnya sesuai tingkat
kewenangannya.
d. Instansi/lembaga terkait wajib segera mengirimkan serta memobilisasi
sumberdaya manusia, logistik dan peralatan ke lokasi bencana.
e. Penerimaan serta penggunaan sumberdaya manusia, peralatan dan
logistik di lokasi bencana sebagaimana dimaksud dilaksanakan
dibawah kendali Kepala BPBD/BNPB dan atau Departemen Keuangan.

Pengerahan/mobilisasi sumberdaya untuk penanganan tanggap


darurat bencana diselenggarakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Kepala BPBD yang terkena bencana mengerahkan sumberdaya
manusia, peralatan dan logistik sesuai kebutuhan ke lokasi bencana.
b. Apabila kebutuhan tersebut tidak tersedia/tidak memadai, maka
pemerintah daerah yang bersangkutan dapat meminta bantuan kepada
daerah lain yang terdekat.
c. Apabila daerah yang dimintai bantuan tidak memiliki ketersediaan
sumberdaya/tidak memadai, maka pemerintah daerah yang terkena
bencana dapat meminta bantuan kepada pemerintah pusat.
d. Biaya yang timbul akibat pengerahan bantuan ini ditanggung oleh
pemerintah daerah yang bersangkutan.
e. Pelaksanaan pengerahan sumber daya dari asal sampai dengan lokasi
bencana dilaksanakan dibawah kendali Kepala BPBD yang terkena
bencana.
f. Apabila terdapat keterbatasan sumberdaya manusia, peralatan dan
logistik yang dikerahkan oleh Kepala BPBD, maka BNPB dapat
membantu melalui pola pendampingan.
g. Pola pendampingan oleh BNPB dapat berupa dukungan biaya
pengepakan, biaya pengiriman, jasa tenaga pengangkutan dan
dukungan peralatan tanggap darurat bencana.

Untuk meningkatkan efektifitas dan mempercepat respons


penanganan tanggap darurat bencana, Komando Tanggap Darurat Bencana
perlu menyiapkan dan menghimpun dukungan operasi penanganan darurat
bencana yang terdiri dari:
a. Pos Komando, meliputi Posko Tanggap Darurat dan Poskolap.
b. Personil Komando, adalah semua sumberdaya manusia yang bertugas
dalam organisasi Komando Tanggap Darurat Bencana dengan
kualifikasi dan kompetensi yang diperlukan untuk penugasan
penanganan darurat bencana.
c. Gudang, tempat penyimpanan logistik dan peralatan.
d. Sarana dan prasarana transportasi, baik yang merupakan fasilitas dasar
maupun spesifik sesuai jenis bencana.
e. Peralatan, baik yang merupakan fasilitas dasar maupun fasilitas yang
spesifik sesuai jenis bencana.
f. Alat komunikasi dan peralatan komputer.
g. Data serta informasi bencana dan dampak bencana.
Pola Penyelenggaraan Sistem Komando Tanggap Darurat Bencana
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pedoman Komando Tanggap Darurat
Bencana

Sistem Komando Tanggap Darurat Bencana diselenggarakan dengan pola


yang terdiri atas rencana operasi, permintaan, pengerahan/mobilisasi sumberdaya
yang didukung dengan fasilitas komando yang diselenggarakan sesuai dengan jenis,
lokasi dan tingkatan bencana.
Penyelenggaraan Sistem Komando Tanggap Darurat Bencana diakhiri oleh
pembubaran Komando Tanggap Darurat Bencana. Penyelenggaraan Sistem
Komando Tanggap Darurat Bencana dilaksanakan sebagai berikut:
A. Rencana Operasi
Rencana Operasi Komando Tanggap Darurat Bencana berikut
Rencana Tindakan Operasi penanganan tanggap darurat bencana,
merupakan acuan bagi setiap unsur pelaksana dalam komando. .
B. Permintaan Sumberdaya
Mekanisme permintaan sumberdaya untuk penanganan tanggap
darurat bencana dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Komandan Tanggap Darurat Bencana tingkat kabupaten/kota, atau
tingkat provinsi yang terkena bencana, mengajukan permintaan
kebutuhan sumberdaya kepada Kepala BPBD Kabupaten/Kota/Provinsi
maupun kepada Kepala BNPB, berdasarkan atas ketersediaan
sumberdaya di lokasi dan tingkatan bencana.
2. Kepala BPBD Kabupaten/Kota/Provinsi maupun Kepala BNPB, sesuai
dengan lokasi dan tingkatan bencana, meminta dukungan sumberdaya
manusia, logistik dan peralatan untuk menyelamatkan dan mengevakuasi
korban, memenuhi kebutuhan dasar hidup dan memulihkan fungsi
prasarana dan sarana vital yang rusak kepada pimpinan instansi/lembaga
terkait sesuai tingkat kewenangannya.
3. Instansi/lembaga terkait dimaksud adalah: Departemen/Dinas Sosial,
BULOG/DOLOG, Departemen/Dinas Kesehatan, Departemen/Dinas
Pekerjaan Umum, Departemen/Dinas Perhubungan, Basarnas/Basarda
Kabupaten/Kota, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Republik
Indonesia, Palang Merah Indonesia, Departemen/Dinas Energi dan
Sumber Daya Mineral serta instansi/lembaga lainnya sesuai tingkat
kewenangannya.
4. Instansi/lembaga terkait wajib segera mengirimkan serta memobilisasi
sumberdaya manusia, logistik dan peralatan ke lokasi bencana.
5. Penerimaan serta penggunaan sumberdaya manusia, peralatan dan
logistik di lokasi bencana sebagaimana dimaksud dilaksanakan dibawah
kendali Kepala BPBD/BNPB dan atau Departemen Keuangan.
C. Pengerahan/Mobilisasi Sumberdaya
Pengerahan/mobilisasi sumberdaya untuk penanganan tanggap
darurat bencana diselenggarakan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Instansi/lembaga/organisasi terkait dalam mengirimkan sumberdaya
harus didampingi oleh personil instansi/lembaga asal dan penyerahannya
dilengkapi dengan administrasi sesuai ketentuan dan peraturan yang
berlaku.
2. Apabila instansi/lembaga/organisasi terkait pada tingkat tertentu tidak
memiliki kemampuan sumberdaya yang dibutuhkan, maka BPBD
maupun BNPB sesuai dengan tingkat kewenangannya berkewajiban
membantu/mendampingi pengiriman/mobilisasi sumber daya sampai ke
lokasi bencana.
D. Fasilitas Komando Tanggap Darurat Bencana
1. Untuk meningkatkan efektifitas dan mempercepat respons penanganan
tanggap darurat bencana, Komando Tanggap Darurat Bencana perlu
menyiapkan dan menghimpun dukungan operasi penanganan darurat
bencana yang terdiri dari:
a. Pos Komando, meliputi Posko Tanggap Darurat dan Poskolap.
b. Personil Komando, adalah semua sumberdaya manusia yang
bertugas dalam organisasi Komando Tanggap Darurat Bencana
dengan kualifikasi dan kompetensi yang diperlukan untuk
penugasan penanganan darurat bencana.
c. Gudang, tempat penyimpanan logistik dan peralatan.
d. Sarana dan prasarana transportasi, baik yang merupakan fasilitas
dasar maupun spesifik sesuai jenis bencana.
e. Peralatan, baik yang merupakan fasilitas dasar maupun fasilitas
yang spesifik sesuai jenis bencana.
f. Alat komunikasi dan peralatan komputer.
g. Data serta informasi bencana dan dampak bencana.
III. Problematika pada Fase Tanggap Darurat

Permasalahan kesehatan yang ada saat kondisi bencana gempa bumi :


(Fatoni & Widayatun, 2013)
1. Kurangnya ketersediaan air bersih, berakibat :
a. Buruknya kebersihan diri.
b. Buruknya sanitasi lingkungan sekitar yang merupakan awal dari
perkembangbiakan beberapa jenis penyakit menular.
2. Persediaan pangan yang tidak mencukupi.
Persediaan pangan yang tidak mencukupi merupakan awal dari proses
terjadinya penurunan derajat kesehatan yang dalam jangka panjang akan
mempengaruhi secara langsung tingkat pemenuhan kebutuhan gizi korban
bencana.
3. Pengungsian tempat tinggal (shelter) yang ada.
Pengungsian tempat tinggal (shelter) yang ada sering tidak memenuhi syarat
kesehatan sehingga secara langsung maupun tidak langsung dapat
menurunkan daya tahan tuhuh dan bila tidak segera ditanggulangi akan
menimbulkan masalah di bidang kesehatan.
4. Pemberian pelayanan kesehatan pada kondisi bencana sering menemui
banyak kendala akibat rusaknya fasilitas kesehatan.
5. Tidak memadainya jumlah dan jenis obat serta alat kesehatan.
6. Terbatasnya tenaga kesehatan dan dana operasional yang mengakibatkan
adanya korban meninggal atau korban cidera berat tidak segera ditangani
padahal memerlukan perawatan intensif.
7. Pengelolaan bantuan
Penyaluran/distribusi adalah proses penyaluran bantuan kepada para
korban berdasarkan hasil pendataan korban dan kebutuhan korban. Bantuan
tersebut dapat diserahkan langsung oleh pemerintah kepada korban atau
melalui pihak perantara sepanjang terdapat pengendalian yang memadai.
Proses distribusi juga harus mempertimbangkan aspek aksesibilitas,
kecepatan, dan ekonomi. Pemerintah/pemerintah daerah yang telah
menyatakan diri dalam status siaga darurat bencana dapat mengusulkan
bantuan dana siap pakai kepada Kepala BNPB dengan menyampaikan
laporan kejadian, hasil/ informasi tentang kondisi ancaman bencana dari
lembaga terkait, jumlah korban/ perkiraan jumlah pengungsi, kerusakan,
kerugian, dan bantuan yang diperlukan. Penetapan besar bantuan dapat
dilakukan berdasar usulan daerah/instansi/lembaga terkait, laporan Tim
Reaksi Cepat/hasil rapat koordinasi/inisiatif BNPB. Kuasa Pengguna
Anggaran/Barang BNPB mengeluarkan dana siap pakai berdasarkan
penetapan dan persetujuan Kepala BNPB. Dana tersebut dapat diserahkan
langsung dari BNPB kepada provinsi/kabupaten/kota. Apabila dana siap
pakai disalurkan kepada instansi, penyerahannya harus dilengkapi dengan
Berita Acara Serah Terima (BAST) dan nota kesepahaman. Bantuan
pascabencana diberikan dalam bentuk bantuan langsung masyarakat (BLM)
dan non bantuan langsung masyarakat (BLM). UU No. 24 Tahun 2007 Pasal
26 sampai dengan 30 telah membahas peran lembaga internasional, NGO
internasional, dan lembaga usaha (perusahaan), tetapi tidak menyinggung
peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal dan lembagalembaga
relawan. Pada praktiknya, NGO maupun lembaga nonpemerintah kurang
bersinergi dan berkoordinasi dengan BNPB maupun BPBD. Pelaporan
penerimaan bantuan yang dikoordinasikan oleh pihakpihak tersebut dan
pendayagunaan/ pengelolaan bantuan yang diterima oleh pihak-pihak
tersebut perlu diatur untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas
pengelolaan bantuan bencana.
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam penyaluran bantuan
adalah menentukan alur dan mekanisme pertanggungjawaban bantuan.
Aliran bantuan ini dapat dimanfaatkan untuk melacak pihak-pihak yang
terkait dalam pengelolaan bantuan bencana serta perannya masing-masing.
Aliran bantuan sangat bervariasi bergantung pada situasi dan kondisi
bencana di masingmasing daerah serta kemampuan pemeriksa untuk
memetakan dan mengidentifikasi pihak-pihak yang terkait dan peranan
pihakpihak tersebut dalam pengelolaan bantuan bencana. Meskipun
demikian, pemeriksa harus memanfaatkan data dan informasi yang dimiliki
untuk menggambarkan aliran bantuan dalam suatu bencan
Pada tahap tanggap darurat, kemahalan dapat dipahami sepanjang
tujuan penyelamatan lebih banyak korban jiwa dapat dicapai. Namun
demikian, seringkali kemahalan terjadi akibat pengadaan barang/ jasa yang
dilaksanakan bukan untuk tahap tanggap darurat, tetapi dilaksanakan pada
masa tersebut. Di samping itu, akuntabilitasdapat terganggu akibat bantuan
tidak tercatat dengan baik. Bantuan dikatakan tidak tercatat apabila bantuan
tersebut tidak dicatat dalam buku penerimaan bantuan yang dimiliki
pemerintah. Hal ini dapat disebabkan beberapa hal, antara lain banyaknya
pos pengumpul yang melakukan pengumpulan bantuan tetapi tidak
melaporkan kegiatan dan hasilnya pada pemerintah, tidak adanya rekening
khusus untuk mengelola dana bencana, dan kurangnya koordinasi antar
pihak sehingga donor langsung menyampaikan bantuan tanpa melalui
pemerintah.
Sampai saat ini belum adanya sistem akuntansi khusus untuk
kejadian bencana juga membuat jejak penyaluran bantuan bencana semakin
sulit untuk ditelusuri. Selain itu, PP No. 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan
dan Pengelolaan Bantuan Bencana pemerintah belum mengatur tentang
mekanisme penyaluran bantuan. Pola kerja sama pemerintah dengan pihak
asing dalam pengelolaan bantuan bencana juga belum secara tegas
diimplementasikan.
8. Sistem koordinasi lapangan
Persoalan utama adalah “KIKK”, yaitu Komunikasi, Informasi,
Koordinasi dan Kerjasama. Dari aspek kecepatan, ketepatan, keakuratan –
keandalan, aspek komunikasi dan informasi menjadi hal yang masih
problematik, terutama ketika berbicara mengenai kesimpangsiuran
informasi, berbagai tindakan yang tidak tepat sasaran seperti logistik yang
tidak merata, keterpaduan antar sektor dalam penanganan bencana atau
ketumpang tindihan masih banyak terjadi. Pada satu sisi ini menunjukkan
bahwa aspek egosentris sektoral masih nampak, pada sisi lain pemahaman
atas aspek kebijakan dan implementasi yang terintegrasi mengenai aspek
bencana belum menjadi agenda utama.Problematika tersebut tentu harus
diperbaiki, dan menjadi kesempatan untuk mengimplementasikan
kebijakan, strategi dan operasional penanggulangan bencana sebagai suatu
gerakan yang terintegrasi dan sistemik.

IV. Peran Perawat dalam Tanggap Darurat Bencana Gempa Bumi


Peran perawat dalam tanggap darurat bencana gempa bumi (Ardia, 2017):
1. Pencarian dan penyelamatan
- Melokalisasi korban.
- Memindahkan korban dari daerah berbahaya ke tempat
pengumpulan/ penampungan.
- Memeriksa status kesehatan korban (triase di tempat kejadian).
- Memberi pertolongan pertama jika diperlukan.
- Memindahkan korban ke pos medis lapangan jika diperlukan.
2. Triase
- Identifikasi secara cepat korban yang membutuhkan stabilisasi
segera (perawatan di lapangan).
- Identifikasi korban yang hanya dapat diselamatkan dengan
pembedahan darurat (life saving surgery).
- Pasien harus diidentifikasi dan diletakkan secara cepat dan tepat,
mengelompokkan korban sesuai dengan keparahan pada
masingmasing warna tag yaitu kuning dan merah.
- Area tindakan harus ditentukan sebelumnya dan diberi tanda.
- Penemuan, isolasi dan tindakan pasien terkontaminasi/terinfeksi
harus diutamakan.
3. Pertolongan pertama
- Mengobati luka ringan secara efektif dengan melakukan teknik
pertolongan pertama, seperti kontrol perdarahan, mengobati
shock dan menstabilkan patah tulang.
- Melakukan pertolongan bantuan hidup dasar seperti manajemen
perdarahan eksternal, mengamankan pernafasan, dan melakukan
teknik yang sesuai dalam penanganan cedera.
- Mempunyai keterampilan Pertolongan pertama seperti
membersihkan jalan napas, melakukan resusitasi dari mulut-
mulut, melakukan CPR/RJP, mengobati shock, dan
mengendalikan perdarahan.
- Membuka saluran udara secepat mungkin dan memeriksa
obstruksi saluran napas harus menjadi tindakan pertama, jika
perlu saluran udara harus dibuka dengan metode Head-Tilt/Chin-
Lift.
- Mengalokasikan pertolongan pertama pada korban dengan
perdarahan, maka perawat harus mnghentikan perdarahan, karena
perdarahan yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kelemahan
dan apabila akhirnya shock dapat menyebabkan korban
meninggal.
4. Proses pemindahan korban
- Pemeriksaan kondisi dan stabilitas pasien dengan memantau
tandatanda vital;
- Pemeriksaan peralatan yang melekat pada tubuh pasien seperti
infus, pipa ventilator/oksigen, peralatan immobilisasi dan lain--‐
lain.
5. Perawatan di rumah sakit
- Mengukur kapasitas perawatan rumah sakit.
- Lokasi perawatan di rumah sakit
- Hubungan dengan perawatan di lapangan.
- Arus pasien ke RS harus langsung dan terbuka.
- Arus pasien harus cepat dan langsung menuju RS, harus
ditentukan, tempat tidur harus tersedia di IGD, OK, ruangan dan
ICU.
6. RHA (Rapid Health Assesment)
- Menilai kesehatan secara cepat melalui pengumpulan informasi
cepat dengan analisis besaran masalah sebagai dasar mengambil
keputusan akan kebutuhan untuk tindakan penanggulangan
segera.
7. Peran perawat di dalam posko pengungsian dan posko bencana
- Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek
kesehatan sehari-hari.
- Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan harian.
- Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang
memerlukan penanganan kesehatan di RS.
- Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian.
- Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan
khusus bayi, peralatan kesehatan.
- Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit
menular maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan
diri dan lingkungannya berkoordinasi dengan perawat jiwa.
- Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban
(ansietas, depresi yang ditunjukkan dengan seringnya menangis
dan mengisolasi diri) maupun reaksi psikosomatik (hilang nafsu
makan, insomnia, fatigue, mual muntah, dan kelemahan otot).
- Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat
dilakukan dengan memodifikasi lingkungan misal dengan terapi
bermain.
- Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para
psikolog dan psikiater.
- Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai
pemeriksaan kesehatan dan kebutuhan masyarakat yang tidak
mengungsi.
8. Peran perawat dalam fase postimpact
- Membantu masyarakat untuk kembali pada kehidupan normal
melalui proses konsultasi atau edukasi.
- Membantu memulihkan kondisi fisik yang memerlukan
penyembuhan jangka waktu yang lama untuk
Daftar Pustaka

Fatoni, Z., & Widayatun. (2013). Permasalahan Kesehatan Dalam Kondisi


Bencana: Peran Petugas Kesehatan Dan Partisipasi Masyarakat. JUrnal
Kependudukan Indonesia, 8, 37-52.
Fitriani, S. (2011). Promosi Kesehatan. Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Komunikasi Bencana: Aspek Sistem (Koordinasi, Informasi dan Kerjasama) (PDF
Download Available). Available from:
https://www.researchgate.net/publication/316261750_Komunikasi_Bencan
a_Aspek_Sistem_Koordinasi_Informasi_dan_Kerjasama [accessed Mar 09
2018].
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 10 Tahun 2008
Tentang Pedoman Komando Tanggap Darurat Bencana.
Putra, Ardia, dkk. (2017). Pengetahuan Peran Profesional Perawat Dan Motivasi
Belajar Mahasiswa Psik-Fk Universitas Syiah Kuala. Idea Nursing Journal,
3(2),
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana.

Anda mungkin juga menyukai