Anda di halaman 1dari 7

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI

TUGAS PENGGANTI PRESENTASI


MATA KULIAH PALEONTOLOGI

SPESIASI ALOPATRIK (Allopatric Speciation)

Disusun oleh:
Ikfi Maasyi Hanif (14/363552/TK/41651)
Dhamar Qurnia Setyadi (14/366640/TK/42141)

Dosen pengampu:
Moch. Indra Novian, S.T., M.Eng.

YOGYAKARTA
SEPTEMBER
2018
SPESIASI ALOPATRIK (Allopatric Speciation)

I. Pendahuluan
Salah satu bahasan dalam evolusi adalah spesiasi, yaitu sebuah proses evolusi
munculnya spesies baru. Berdasarkan isolasi secara geografis dari satu populasi ke yang
lainnya pada populasi yang berspesiasi, terdapat empat jenis spesiasi alami. Empat jenis
spesiasi alami tersebut adalah: spesiasi alopatrik, spesiasi peripatrik, spesiasi parapatrik,
dan spesiasi simpatrik. Beberapa peneliti memasukkan peripatrik sebagai bagian dari
alopatrik (Futuyma, 2005).
Spesiasi alopatrik adalah evolusi hambatan reproduksi di mana pertukaran gen
pada populasi yang dicegah oleh penghalang geografis. Spesiasi ini kadang dibedakan
menjadi spesiasi alopatrik oleh vicariance (divergensi dua populasi besar; Gambar 1.A)
dan spesiasi peripatrik (divergensi populasi kecil dari bentuk leluhur yang tersebar luas;
Gambar 1.B). Dalam spesiasi parapatrik, populasi berdekatan, yang dipisahkan oleh
aliran gen sederhana, menyimpang dan menjadi terisolasi secara reproduktif (Gambar
1.C). Spesiasi simpatrik adalah evolusi hambatan reproduksi dalam satu populasi yang
mula-mula kawin acak (Gambar 1.D).

Gambar 1. Jenis-jenis spesiasi (Futuyma, 2005).


Tulisan ini hanya akan berfokus pada pembahasan mengenai spesiasi jenis
alopatrik. Spesiasi alopatrik dianggap sebagai modus dominan pada diversifikasi di
banyak organisme seksual (Mayr, 1963 dalam Lande, 1980). Spesiasi alopatrik terjadi
karena hambatan intrinsik (intrinsic barriers) aliran gen berevolusi oleh adanya
hambatan ekstrinsik (extrinsic barriers). Ini dapat terjadi baik oleh drift atau seleksi (Orr
dan Smith, 1998).

II. Tahapan Spesiasi Alopatrik


Semua spesiasi alopatrik harus melibatkan setidaknya tiga tahap. Pertama,
populasi keturunan harus terbentuk (harus terpisah) dari populasi induk. Kedua, populasi
keturunan harus bertahan di tempat yang terpisah ini cukup lama untuk menjadi spesies
baru yang berbeda. Ketiga, populasi keturunan harus terdiferensiasi dari populasi induk
selama periode pemisahan ini.
Kerangka formasi-persistensi-diferensiasi tiga tahap ini (Gambar 2) adalah sama
untuk berbagai jenis spesiasi alopatrik, baik pemisahannya dengan penyebaran dan
isolasi populasi kecil keturunan di pinggiran rentang geografis dari induk (spesiasi
peripatrik) atau oleh suatu peristiwa vicariance yang membagi induk menjadi populasi
keturunan yang relatif besar (vicariance speciation). Ini tidak berlaku pada mode spesiasi
non-alopatrik lainnya. Pada kebanyakan model spesiasi simpatrik, populasi keturunan
tidak dipisahkan secara geografis sebelum diferensiasi; diferensiasi lebih merupakan
pemicu spesiasi dan harus mendahului pemisahan fisik.

Gambar 2. Tahapan spesiasi (Allmon, 1992)


1. Pembentukan isolat
Karena sulit atau tidak mungkin untuk mendokumentasikan dan mengikuti
sejarah setiap populasi yang terisolasi dari suatu spesies, argumen ini telah didukung
terutama oleh bukti tidak langsung. Studi lapangan langsung tentang nasib populasi
sedikit, tetapi menunjukkan bahwa banyak isolat (populasi yang terisolasi) yang punah
untuk setiap spesies yang menjadi spesies yang sukses. Namun, bukti lain menunjukkan
bahwa tingkat pembentukan isolat dapat bervariasi, tergantung pada berbagai faktor.
Faktor-faktor ini dapat dibagi ke dalam mekanisme intrinsik dan ekstrinsik.
a. Mekanisme ekstrinsik
Mekanisme ekstrinsik dari pembentukan isolat dapat dibagi menjadi pembagian
dengan kejadian-kejadian vicariance, dan pembagian melalui penyebaran dengan
menyediakan patch habitat di luar jangkauan induk.
Faktor-faktor yang menyebabkan vicariance dapat berupa biotik atau abiotik.
Proses vicariance abiotik yang paling umum berasal dari 'penghalang geografis', seperti
sungai, aliran lava, cekungan samudra, atau pegunungan dalam jangkauan induknya.
Adapun penyebab biotik yang paling penting dari vicariance kemungkinan adalah
predasi. Predasi yang parah pada akhirnya dapat menyebabkan spesiasi dengan
menciptakan populasi alopatrik yang terputus secara genetika dari suatu spesies.
Selain itu, juga ada patch habitat yang dapat ditoleransi di mana penyebaran dapat
terjadi. Ini adalah fitur lingkungan ekstrinsik, bukan organisme pendispersi itu sendiri.
Sebagai contoh kecil, jika tidak ada pulau Hawaii, tidak akan ada spesies Drosophila
Hawaii endemik.
b. Mekanisme intrinsik
Mekanisme intrinsik dari pembentukan isolat adalah fitur-fitur dari organisme itu
sendiri yang membuatnya lebih mungkin bahwa populasi akan menjadi terisolasi, baik
oleh vicariance atau penyebaran. Mekanisme intrinsik meliputi kemampuan penyebaran,
struktur populasi, dan amplitudo ekologis.
Faktor yang paling utama di sini adalah kemampuan penyebaran (dispersal
ability). Jika spesiasi terjadi dengan isolasi propagul yang tersebar, penyebaran dapat
meningkatkan kemungkinan spesiasi. Untuk spesies dengan distribusi geografis yang
stabil dan berkelanjutan, penyebaran efektif akan menghambat laju spesiasi dengan
menentang pembentukan isolat. Namun, untuk spesies dengan populasi yang tidak stabil,
penyebaran efektif akan mendorong spesiasi dengan menghasilkan isolat.
Hal lain yang sangat berpotensi dalam kemungkinan pembentukan isolat yaitu
struktur populasi (pengaturan dan komposisi populasi suatu spesies di suatu tempat).
Tingkat spesialisasi spesies ke lingkungannya (amplitudo ekologis) juga dapat
berkontribusi pada kemungkinan pembentukan isolat. Habitat dari spesies stenotopik
(spesies yang memiliki kisaran toleransi sempit, seperti stenotermal yang berkaitan
dengan suhu) lebih rentan terhadap fragmentasi oleh perubahan lingkungan. Namun,
pembentukan isolat akan menjadi produk dari kombinasi struktur fisik habitat dan
amplitudo ekologi dari spesies induk.

2. Persistensi (ketahanan) isolat


Ketahanan isolat dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang meliputi ukuran dan
stabilitas populasi, sumber daya, amplitudo ekologis, kekerasan lingkungan, sumber
daya, dan adaptasi.
a. Ukuran dan stabilitas populasi
Kelimpahan merupakan salah satu variabel terpenting yang mempengaruhi
kerentanan terhadap kepunahan spesies yang sudah ada. Populasi yang lebih kecil
memiliki kemungkinan kepunahan yang lebih tinggi daripada populasi yang lebih besar.
Oleh karena itu, populasi yang terisolasi yang dapat berkembang dengan cepat ke ukuran
yang lebih besar akan memiliki kemungkinan persistensi yang lebih besar daripada
populasi yang tidak memiliki kemampuan ini.
b. Sumber daya
Ketersediaan sumber daya trofik dapat mempengaruhi persistensi dengan
mempengaruhi ukuran populasi. Isolat yang menggunakan sumber daya yang relatif
melimpah dan mendukung populasi yang relatif padat akan memiliki kesempatan yang
lebih baik untuk bertahan cukup lama untuk berdiferensiasi menjadi spesies baru
daripada spesies yang tidak.
c. Amplitudo ekologis
Spesialisasi ekologi berkorelasi positif dengan tingkat spesiasi. Spesies yang
terspesialisasi lebih mungkin untuk membentuk isolat. Selain itu, isolat ini lebih mungkin
bertahan setelah mereka terbentuk.
d. Kekakuan lingkungan
Spesies yang hidup di lingkungan fisik yang 'lebih mudah' seharusnya lebih
mudah untuk bertahan. Isolat yang terjadi di lingkungan seperti itu mungkin
menunjukkan tingkat persistensi yang lebih tinggi daripada isolat di lingkungan fisik
'keras'.
e. Relung lingkungan (environmental niche)
Lingkungan yang memiliki lebih banyak cara untuk membuat kehidupan (relung
lebih besar) akan mengandung populasi yang lebih beragam.
f. Adaptasi
Populasi individu yang memiliki karakteristik morfologi, perilaku, atau biokimia
yang meningkatkan kecocokan relatif di lingkungan lokal mereka akan mampu bertahan
lebih lama daripada populasi individu lainnya. Setidaknya beberapa perbedaan antara
populasi lokal suatu spesies memiliki penjelasan fungsional atau adaptif. Jika populasi
ini tetap terisolasi satu sama lain, adaptasi tersebut dapat memungkinkan mereka
bertahan cukup lama untuk berdiferensiasi menjadi spesies baru.

3. Diferensiasi isolat
Diferensiasi dalam banyak hal adalah yang paling kompleks dari tiga tahap di
mana proses spesiasi di sini terbagi, terutama karena ia mencapai berbagai hasil, dengan
berbagai mekanisme, pada berbagai waktu. Diferensiasi yang terkait dengan spesiasi
melakukan dua hal: menghasilkan isolasi reproduksi, dan menghasilkan perbedaan
morfologi yang menjadi ciri spesies yang paling berhubungan.
Diferensiasi dapat terjadi sebelum pembentukan populasi yang terisolasi (variasi
intraspesifik) setelah pembentukan isolat tetapi sebelum pembentukan simpatri, atau
setelah pembentukan simpatri antara 'neospecies' yang terisolasi sebagian.
Mekanisme diferensiasi lainnya merupakan tindakan sebelum pemisahan
populasi, dan mungkin dapat bertindak sama baiknya dalam populasi kecil dan cukup
besar. Mekanisme ini meliputi proses yang bekerja di antara kromosom dan di dalam
DNA itu sendiri. Umumnya, potensi diferensiasi bergantung pada sifat bahan genetik.
Namun demikian, tidak semua kondisi genetik memiliki potensi yang sama untuk
spesiasi yang ditengahi melalui bottleneck pendiri.
Terjadinya diferensiasi dan efeknya bergantung pada sifat dan perilaku materi
genetik yang tersedia, ukuran populasi, sifat lingkungan (tekanan seleksi), pemilihan
waktu dan tingkat isolasi, waktu, dan peluang. Daftar kemungkinan ini tidak berarti
bahwa karena diferensiasi dapat bertindak kapan saja dengan cara apa pun, spesiasi tidak
dapat dianalisis secara bertahap. Sebaliknya, itu membuat analisis spesiasi secara
bertahap lebih penting. Proses diferensiasi yang sama dapat menghasilkan proses dan
pola spesiasi yang sangat berbeda jika bekerja dalam konteks yang berbeda pada
pembentukan dan persistensi isolat. Demikian pula, proses pembentukan dan persistensi
isolat yang identik dapat menghasilkan hasil yang berbeda dengan adanya proses
diferensiasi yang berbeda. Mengingat kompleksitas ini, analisis dan deskripsi eksplisit
sangatlah penting.
Kerangka tiga-tahap ini menawarkan perangkat eksplisit untuk mengidentifikasi
hubungan yang mungkin antara adaptasi dan spesiasi dalam evolusi makro melalui
pertimbangan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan, persistensi, dan
diferensiasi spesies baru yang terisolasi. Jika kemungkinan diferensiasi dianggap
konstan, ketika persistensi isolat dimungkinkan dan pembentukan isolat sulit, adaptasi
mungkin kurang penting dalam menghasilkan pola evolusi makro. Ketika pembentukan
isolat dimungkinkan dan persistensi sulit, adaptasi memiliki potensi untuk
mempengaruhi terjadinya spesiasi, dan dengan demikian berkontribusi langsung ke pola
evolusi makro.

REFERENSI

Allmon, W.D., 1992. A causal analysis of stages in allopatric speciation. Oxford surveys
in evolutionary biology, 8, pp.219-219.

Futuyma, D.J., 2005. Evolution. Sunderland: Sinauer Associates, Inc.

Lande, R., 1980. Genetic variation and phenotypic evolution during allopatric
speciation. The American Naturalist, 116(4), pp.463-479.

Orr, M.R. and Smith, T.B., 1998. Ecology and speciation. Trends in Ecology &
Evolution, 13(12), pp.502-506.

Smith, J.M., 1966. Sympatric speciation. The American Naturalist, 100(916), pp.637-
650.

Anda mungkin juga menyukai