Anda di halaman 1dari 3

DIAGNOSIS BANDING “NEKROLISIS EPIDERMAL”

Terdapat beberapa diagnosis banding untuk nekrolisis epidermal antara lain,


1. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS)
Apabila tidak ada mukosa yang terkena atau hanya 1 lokasi mukosa yang terkena, harus
dipertimbangkan diagnosis alternatif SSSS ini (Thaha, 2010). Epidermolisis yang terjadi pada
Staphylococcus scalded skin syndrome mirip dengan nekrolisis epidermal toksis, hanya saja pada
Staphylococcus scalded skin syndrom epidermolisis hanya terbatas pada stratum korneum. Dari segi
usia, nekrolisis epidermal toksik muncul pada usia dewasa sedangkan staphylococcus scalded skin
syndrom muncul pada bayi dan anak-anak, sehingga diagnosis banding Staphylococcus scalded skin
syndrome disingkirkan (Yulisna dan Sulistyo, 2017).
Keterangan SSSS NET SSJ

Tabel. Perbedaan SSSS, NET, dan SSJ


Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI Edisi 5 (2007)
2. Eritema Multiform (EM)
Onset mendadak progresif cepat, distribusi simetris, mengenai kulit dan /atau mukokutan, dengan
perubahan warna konsentris dalam beberapa atau semua lesi. Lesi menyebar secara sentripetal yaitu
mengenai telapak tangan dan telapak kaki, punggung tangan, dan permukaan ekstensor ekstremitas dan
wajah (Afriyani, 2010).
Pada keadaan berat mengenai seluruh tubuh. Gejala prodromal terjadi pada 50% kasus, biasanya
1-14 hari sebelum lesi kulit berkembang. Gejala berupa demam, malaise, mialgia, arthralgia, sakit
kepala, sakit tenggorokan, batuk, mual, muntah, dan diare. Timbul sensasi terbakar di daerah yang
terkena. Lesi berupa eritem, meluas menjadi makula atau papula berevolusi menjadi lesi yang khas
bentuk iris (target lesion), terdiri 3 bagian yaitu bagian tengah berupa vesikel atau eritema keunguan
dikelilingi lingkaran konsentris yang pucat kemudian lingkaran yang merah. Vesikulobulosa
berkembang dalam makula yang sudah ada sebelumnya, papula, atau bercak. Keterlibatan mata terjadi
pada 10% kasus EM, konjungtivitis purulen kebanyakan bilateral dengan lakrimasi yang meningkat.
Membran mukosa terjadi pada sekitar 25% dari kasus EM, biasanya ringan, dan biasanya melibatkan
rongga mulut (Afriyani, 2010).

Tabel. Klasifikasi EM, SSJ, dan NET


Sumber: Referat Sindrom Stevens Johnson (2010).
3. GBFDE (Generalized Bullous Fixed Drug Eruption)
Diagnosis banding lain ialah generalized bullous fixed drug eruption (GBFDE). Prognosis
GBFDE lebih baik, mungkin karena mukosa yang terkena lebih ringan dan tidak mengenai organ dalam.
Selain itu, awitannya cepat dan lepuh yang timbul lebih besar dan berbatas jelas (Thaha, 2010).
4. Pemfigus
Pemfigus merupakan penyakit autoimun kronik akibat autoantibodi IgG terhadap desmoglein di
intraepidermal. Penyakit ini menyebabkan terbentuknya bula pada kulit dan membran mukosa.
Gambaran klinis dapat berupa erupsi kulit berupa bula kendur yang mudah pecah sehingga cepat
menjadi erosi dan dapat meluas ke seluruh tubuh. Predileksi terdapat bula kendur, lentikular sampai
numular, di atas dasar kulit normal atau eritematosa. Isi mula-mula jernih kemudian menjadi keruh.
Serta yang membuatnya terlihat sama dengan NE yaitu adanya tanda nikolsky positif (Perdoski, 2017).

DAFTAR PSUTAKA
Afriyani, Rani. 2010. Referat Sindrom Stevens Johnson. Universitas Kristen Indonesia. Jakarta.
Perdoski. 2017. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. Jakarta.
Thaha, M Athuf. 2010. Nekrolisis Epidermal. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan (42) 3: 2977.
Yulisna, Dwi Indria, dan Sulistyo, Guntur. 2017. Nekrolisis Epidermal Toksik: Laporan Kasus pada
Geriatri. J AgromedUnila (4) 1: 158.

Anda mungkin juga menyukai