Anda di halaman 1dari 16

Materi Praktikum

Patologi Klinik C.1


SPERM ANALYSIS & STRATEGY DIAGNOSIS OF ANEMIA

Albertus Febrianto; Arham Zainal Junaid; Yansen Hadiputra


ASISTEN PATOLOGI KLINIK 2016
Materi Praktikum C.1

Analisis Sperma
Outline materi:
1. Fisiologi sperma dan semen: fungsi, sifat, dan produksinya
2. Prosedur analisis: sampling, uji makroskopik, uji mikroskopik, dan uji kimiawi
3. Nomenklatur kualitas semen

Fisiologi Sperma dan Semen


Spermatogenesis (±74 hari) dimulai pada
tahap embryo, sel germinal primordial
bermigrasi ke testes dan menjadi
spermatogonium. Saat pubertas
(dirangsang hormon gonadotropin pituitari)
spermatogonium bermitosis dan sebagian
migrasi ke lumen tubulus seminiferus dan
menjadi spermatosit primer (dibantu sel
Sertoli), kemudian bermeiosis menjadi
spermatosit sekunder, lalu bermeiosis lagi
menjadi spermatid, bergerak ke lumen
tubulus, dan akhirnya menjadi spermatid
yang immotil.

Selanjutnya bersama dengan cairan di


lumen spermatid tadi dibawa ke epididimis,
mengalami maturasi final sehingga mampu
bergerak (motil). Selanjutnya sperma
disimpan dalam epididimis sebelum
diejakulasikan. Pada pasien yang vasektomi,
epididimisnya ter-infiltrasi leukosit dan
terjadi fagositasi sperma yang terakumulasi
di sana.

Di epididimis spermatozoa mengalami:

 Mendapatkan sifat motilitas


Materi Praktikum C.1

 Kehilangan banyak cairan sitoplasma (untuk memaksimalkan kerja akrosom)


 Mengalami kondensasi kromatin final, juga perubahan molekular permukaan sperma
 Ditambahkan protein yang dibutuhkan dalam faktor stabilisasi sperma-zona pengikatan
permukaan.

Sperma normal, motil, dan fertil dapat bergerak dengan kecepatan 1-4mm/menit. Sperma dapat
hidup beberapa minggu dalam testis, namun dalam saluran kelamin wanita sperma hanya hidup
sekitar 1-2 hari.

Cairan semen (seminal fluid) adalah cairan yang berfungsi mentransport sperma.
Semen disekresi di:

1. vas deferens (10%),


2. vesikula seminalis (60-70%), bersifat basa dan mengandung berbagai protein sebagai faktor
koagulasi, glukosa, dan prostaglandin
3. glandula prostat (30% milky, bersifat asam dan mengandung asam sitrat, asam fosfat, enzim
proteolitik (menyebabkan likuefaksi), protein, dan zink),
4. sedikit dari testis, epididimis, dan glandula bulbouretral.

Sekresi vesica seminalis menyusun 70% ejakulat dan banyak mengandung flavin, yang memeberi
tampakan keabuan dari semen dan memberi warna hijau-putih fluoresens di bawah sinar ultraviolet.
Sekresi kelenjar-kelenjar genital dibutuhkan sperma sebagai pendilusi, agar dapat bergerak lebih
bebas dalam suatu medium cairan. Kekurang-adekuatan sekresi cairan dari kelenjar genital
menurunkan motilitas sperma.

Keseluruhan proses pembentukan sperma (spermatogenesis) dan maturasi sperma (spermiogenesis)


mebutuhkan waktu sekitar 90 hari.

Prosedur Analisis Sperma


Pengambilan Spesimen harus diambil lebih dari sekali, dikarenakan cairan semen dapat bervariasi
signifikan konsentrasinya antara satu ejakulasi dengan yang lainnya. Pengambilan spesimen pertama
dan kedua (atau seterusnya) sebaiknya dilakukan dalam rentang 3 bulan dan berpisah 7 hari
pengambilannya satu sama lainnya, tidak berhubungan seksual paling tidak 2 hari (48 jam) tapi tidak
melebihi 7 hari. Semen dikumpulkan dari pasien dengan masturbasi, tidak dengan coitus interruptus,
tidak menggunakan lubrikan dan kondom dengan spermisida atau kondom dengan bahan yang dapat
menurunkan bioavalaibilitas sperma. Kontainer yang digunakan terbuat dari kaca (atau plastik yang
tidak bereaksi dengan semen), bermulut lebar, bersih, dan steril, dan dijaga pada suhu ruang atau
hangat (untuk menjaga sperma dari “cold shock”, spesimen dijaga pada suhu 20°C - 40°C). Sampel
Materi Praktikum C.1

harus telah sampai di laboratorium pemeriksaan dalam 1 jam setelah pengambilan spesimen. Jangan
lupa memberi label nama pasien, periode abstinensi seksual, dan tanggal pengambilan spesimen pada
kontainer. Informed consent menjadi hal penting, juga instruksi tertulis maupun verbal bagi
kenyamanan pasien harus diperhatikan. Pasien sebaiknya disediakan ruangan khusus untuk
pengambilan spesimen yang tidak jauh dari laboratorium.

Hanya ejakulat yang lengkap yang sebaiknya dijadikan spesimen pemeriksaan. Ejakulat lengkap yang
dimaksud yaitu ejakulat yang mengandung komponen dari semua sekresi glandula aksesori di traktus
genital. Jika bagian awal ejakulat tidak ada, konsentrasi sperma berkurang negatif, kekurangan sekresi
prostat, pH meningkat negatif, dan faktor koagulasi gagal mencairkan semen. Sebaliknya, jika bagian
akhir ejakulat yang hilang (terutama vesikula seminalis), volum semen akan berkurang, konsentrasi
sperma meningkat negatif, pH menurun negatif, dan koagulasi tidak terbentuk.

Analisis semen dilakukan bertahap: 5 menit pertama diinkubasi 37°C untuk likuefaksi, 30-60 menit
lakukan pemeriksaan makroskopis, vitalitas, jumlah dan konsentrasi, round cells; dalam 3 jam lakukan
uji kimia fruktosa; dan setelah 4 jam fiksasi dan nilai morfologinya.

Pemeriksaan Fisik (Makroskopik)

Likuefaksi adalah mencairnya semen. Semen adalah larutan homogen-kental, terkoagulasi segera
setelah ejakulasi, namun dalam 30 menit segera terlikuefaksi (lebih cair). Nilai normal likuefaksi
menurut WHO adalah 15-60 menit. Semen yang akan dianalisis harus dalam bentuk telah terlikuefaksi.
Setelah terlikuefaksi pemeriksaan fisik dan mikroskopik harus segera dilakukan.

Viskositas dievaluasi menggunakan pipet pasteur (Pasteur pipette) dengan mengamati tetesan-
tetesan dari carian semen, jatuh karena gravitasi, yang ditarik dengan pipet pasteur yang telah
dicelupkan ke dalam semen. Normalnya akan terbentuk tetesan-tetesan (pemeriksaan viskositas
Materi Praktikum C.1

dilakukan setelah semen terlikuefaksi), dengan nilai normal kurang dari 2 cm.
Peningkatan viskositas dapat dikarenakan over-sekresi mukus, kekurangan sekresi prostat (yang
mengandung pro-likuefaksi), kelebihan sekresi vesikula seminalis (yang mengandung pro-koagulan),
produksi antibodi antisperma dan kondisi oligoasthenospermia.

Warna semen normal adalah abu-abu-putih, atau seperti air beras. Jika berwarna cokelat atau merah
pertanda adanya darah di semen, sedangkan warna kuning dihubungkan dengan konsumsi obat
tertentu. Semen akan tampak lebih turbid (kurang translusen) jika sejumlah leukosit hadir, namun jika
tampak lebih jernih menandakan konsentrasi spermanya kurang. Gumpalan mukus kadang dapat
teramati.

Bau semen khas, seperti bunga akasia. Infeksi traktus genitalia pria dapat merubah bau semen namun
jarang dilaporkan.

Volum semen diukur menggunakan sterile serologic pipette (atau modified graduated cylinder)
dengan satuan mL dan ketelitian satu digit desimal (0,1 mL). Normalnya cairan ejakulat lengkap
(keseluruhan dari awal hingga akhir) berkisar 2-5 mL (≤ 1,5mL di buku blok C.1), kekurangan atau
kelebihan pertanda abnormalitas yang dihubungkan dengan sterilitas.

pH semen berkisar antara 7,2-7,8 (lebih ke alkali). Semen dengan nilai di bawah 7,2 dapat didapatkan
dari pasien dengan abnormalitas epididimis, vas deferens, atau vesikula seminalis. Semen dengan nilai
di atas 7,8 mengindikasikan infeksi di traktus genital pria. pH semen yang tidak diukur dalam sejam
setelah ejakulasi dapat mengalami perubahan. Pengukuran pH semen dapat menggunakan universal
pH-meter dengan berbagai warna dan interpretasi.

Pemeriksaan Mikroskopis
Motilitas yaitu pergerakan sperma menjadi satu aspek penting dalam penilaian fertilitas. Jumlah
sperma yang adekuat tidak berarti jika pergerakannya tidak optimal, karena sperma butuh pergerakan
yang baik untuk dapat membuahi sel telur di tuba uterina.

Prinsip pemeriksaan motilitas adalah menghitung sperma motil dan tidak motil pada minimal 200
sperma dan 8 lapang pandang mikroskop. Pemeriksaan minimal 2 kali dan tidak berselisih jauh.

Motilitas sperma dibagi menjadi 3 kategori:

1. Progressively Motility (PR): spermatozoa bergerak aktif dengan gerak yang linier atau dalam
lingkaran yang besar, tidak bergantung pada kecepatannya
Materi Praktikum C.1

2. Non-Progressively Motility (NP): semua jenis pergerakan sperma tanpa progresi (berpindah
tempat), seperti berenang dalam lingkaran kecil, gerakan flagela tidak dapat memindahkan kepala
sperma, atau hanya pergerakan flagela.
Nilai normal menurut WHO adalah persentil ke
3. Immotil (IM): tidak ada pergerakan
5, artinya dengan nilai itu kemungkinan hamil
hanya sekitar 5%
Nilai normal: PR= 32%, PR+NP=40%

Vitalitas/Viabilitas adalah ukuran jumlah sperma yang masih hidup. Vital staining dapat
membedakan sperma yang masih hidup dengan yang sudah mati – stain akan masuk dalam membran
sel sperma mati. Jika banyak sperma immotil ditemukan, perlu dicek lebih jauh apakah immotilnya
karena ia mati atau karena abnormalitas alat gerak.

Nilai normal: 58%

Jumlah Sperma normal dalam semen yakni 20-250 juta/mL semen. Jumlah sperma dalam semen pria
ditentukan oleh lamanya abstinensi, infeksi virus, juga kondisi stres pria.

Prosedur

1. Hitung sperma dengan wet preparation


 Amati semen, yang homogen,belum terdilusi, dan telah terlikuefaksi, pada kaca objek yang
telah ditutup cover glass untuk menentukan faktor dilusi yang akan digunakan
 Faktor dilusi yang digunakan bergantung jumlah sperma yang ditemukan pada wet
preparation:

2. Perhitungan sperma menggunakan hemocytometer chamber


 Campurkan semen dan siapkan pendilusian yang sesuai dengan fiksatif
 Tuang hasil pendilusian ke hemocytometer chamber dan biarkan sperma menempati ruang
yang lembap
Materi Praktikum C.1

 Periksa sampel dalam 10-15 menit (setelah itu evaporasi akan memberikan efek pada posisi
sperma di chamber)
 Hitung paling tidak 200 sperma per replikat di tengah kotak erythrocyte chamber dari
improved neubauer hemocytometer.

 Bandingkan hitungan replikat untuk melihat apakah nilainya dapat diterima. Jika demikian,
lakukan kalkulasi; jika tidak, siapkan larutan baru. Berbedaan hitung harus <5% atau di bawah
kurva toleransi. Jika nilai >5% atau di atas kurva toleransi; ulang penghitungan dengan sampel
terhomogenisasi.

 Aturan penghitungan:
 Hitung hanya spermatozoa (dengan kepala dan ekor)
 Spermatozoa dihitung dari kepalanya (yang masuk area hitungan), bukan ekornya
 Batas persegi (area yang dihitung) adalah garis tengah dari 3 garis
Materi Praktikum C.1

 Berikut contoh penghitungan spermatozoa (yang warna hitam tidak dihitung, yang warna
putih dihitung):

Hitung konsentrasi spermatozoa per mL berdasarkan perhitungan rata-rata (average count):

Konsentrasi per mL = rata-rata hitung sperma x faktor konversi

Direkomendasikan menghitung jumlah spermatozoa per ejakulat, yang menunjukkan kapabilitas testis
memproduksi sperma dan keintakan traktus genital. Gunakan formula:

Total sperma per ejakulat = konsentrasi per mL x volum semen

Nilai normal: konsentrasi sperma = 15 juta sperma per ml, atau 39 juta per ejakulat

Morfologi

Sperma memiliki 3 bagian: kepala, leher (mid-piece), dan ekor. Beberapa defek bentuk menandakan
kelainan yang spesifik, misalnya tapered sperm (sperma yang meruncing) diduga varicocele, namun
kebanyakan yang lainnya tidak spesifik. Berikut klasifikasi morfologi sperma yang abnormal:

 Defek kepala: kepala besar, kecil, tapered (meruncing), piriformis (bentuk seperi api/pir),
amorfus (tidak berbentuk), bervakuola (dua vakuola atau >20% kepala bervakuola kecil-kecil),
Materi Praktikum C.1

vakuola di area post-akrosom, double head (kepala ganda), atau kombinasi dari beberapa
yang telah disebutkan.
 Defek leher dan midpiece: pemasukan asimetris midpiece ke kepala, tebal atau reguler,
bentuk tajam, tipis yang abnormal, atau kombinasi dari jenis-jenis ini. Atau defek pokok piece:
pendek, multiple (ganda), rusak, berliku pendek, berliku tajam, lebar ireguler, bergulung, atau
kombinasi dari jenis-jenis ini.
 Excess Recidual Syttoplasm (ERC): defek proses spermatogenesis. sitoplasma berwarna
ireguler.

Nilai normal: > 4% sel normal

Sel selain sperma (Round Cell) seperti leukosit, sel epitel urethra, dan sel sperma immatur (spermatid,
spermatosit, spermatogonium) juga dapat ditemukan. Pewarna yang digunakan adalah new methylen
blue.

Lebih 1 juta leukosit dalam 1 mL ejakulat menandakan proses inflamasi, biasanya pada glandula
asesori pria. Penemuan sel darah merah atau bakteri juga merupakan indikasi abnormalitas.

Nilai normal: round cell kurang dari 1x106/mL

Pemeriksaan Kimia
Fruktosa disekresi oleh glandula vesicula seminalis, digunakan sperma sebagai sumber energi. Kadar
fruktosa menunjukkan fungsional glandula vesicula seminalis dan utuhnya saluran genital. Biasanya
fruktosa dicek pada kejadian azoospermia. Obstruksi ductus ejaculatorius atau abnormalitas pada
vesicula seminalis atau vas deferens dapat menyebabkan fruktosa rendah atau azoospermia.biasanya
fruktosa semen 13 mcL per ejakulat.

Prinsip pemeriksaan: fruktosa dan reorsinol akan membentuk senyawa warna merah, ukur
absorbansinya dan hitung terhadap standar fruktosa.

𝐴𝑏𝑠𝑇
𝐹𝑟𝑢𝑘𝑡𝑜𝑠𝑎 = 𝑥 200𝑚𝑔/𝑑𝐿
𝐴𝑏𝑠𝑆

AbsT : absorbansi tabung uji ; AbsS : absorbansi tabung sampel ; 200mg/dL standar fruktosa digunakan

Nilai normal: 120-450 mg/dL

Aglutinasi adalah penempelan sperma. Penempelan tersebut dapat terjadi kepala-ke kepala, kepala-
ke kaki, kaki-ke kaki, mengindikasikan adanya antibodi aglutinasi. Diesebut aglutinasi jika sperma motil
bertempelan dengan sperma motil. Sperma yang bertempelan dengan sperma immotil keluar dari
Materi Praktikum C.1

kategori aglutinasi, juga penempelan sperma karena sebab lainnya, seperti karena mukus, tidak
disebut sebagai aglutinasi. Aglutinasi sperma dapat dihubungkan dengan infertilitas.

Nomenklatur Kualitas Semen

Catatan:

1. Nomenklatur / penamaan ini digunakan untuk melaporkan hasil dari pemeriksaan sperma.
2. Cryptozoospermia menandakan adanya sel spermatozoa dalam semen, namun tidak dapat
ditemukan dari uji mikroskopis (terlalu sedikit jumlahnya), hanya dapat ditemukan jika
disentrifugasi.
Materi Praktikum C.1

Strategy Diagnosis of Anemia


Outline materi:
4. Eritrosit: fungsi, morfologi dan produksinya
5. Anemia: definisi, gejala klinis, kriteria dan kategori (etiologi, temuan lab, dan manajemen)
6. Strategi diagnosis anemia
7. Review prinsip prosedur pemeriksaan darah dan rumus Indeks Eritrosit

Eritrosit
1. Fungsi: membawa hemoglobin yang berfungsi mengikat dan
melepaskan oksigen
2. Bentuk: sel bentuk cakram bikonkaf, ukuran 6-8µm (mikron, 10-
6
m), area sentral 1-3 µm
3. Produksi dan maturasi (hematopoiesis): pada orang dewasa di
bone marrow, tahapan:
a. Produksi: Pluripotent Stem Cell  CFU-GEMM 
Proeryhtroblast
b. Maturasi: Pronormoblast  Basophilic normoblast  Polychromatophilic normoblast 
Orthochromic normoblast  Reticulocyte (Polychromatic macrocyte)  Erythrocyte
4. Usia: ±120 hari, destruksi utama di lien.

Anemia
Definisi fungsional: penurunan massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity).
Definisi praktis, anemia adalah penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, dan jumlah eritrosit.

Kriteria anemia menurut WHO:

a. Laki-laki dewasa : Hb <13 g/dL


b. Wanita dewasa tidak hamil : Hb <12 g/dL
c. Wanita hamil trimester 1 dan 3 : Hb < 11 g/dL
d. Wanita hamil trimester 2 : Hb < 10,5 g/dL
Materi Praktikum C.1

Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi

1. Anemia mikrositik hipokromik (mengarah ke defek maturasi eritrosit, ↓MCV ↓MCHC)


a. Anemia defisiensi besi
b. Thalassemia
c. Anemia akibat penyakit kronik
d. Anemia sideroblastik
e. Anemia keracunan timbal (lead, Pb)
2. Anemia normositik normokromik (mengarah ke hipoproliferasi, ↔MCV ↔MCHC)
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia aplastik
c. Anemia hemolitik (acquired)
d. Anemia akibat penyakit kronik
e. Anemia pada gagal ginjal kronik
f. Anemia pada keganasan hematologi
3. Anemia makrositik (mengarah ke defek maturasi eritrosit, ↑MCV)
a. Bentuk megaloblastik
 Anemia defisiensi asam folat
 Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
b. Bentuk non-megalobalstik
 Anemia pada penyakit hati kronik
 Anemia pada hipotiroidisme
 Anemia pada sindrom mielodisplastik
4. Anemia hemolitik
a. Anemia hemolitik intrakorpuskular
 Gangguan membran eritrosit (membranopati)
 Gangguan enzim eritrosit (enzimopati) : anemia akibat defisiensi G6PD
 Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati) : thalassemia, HbS, HbE, dll
b. Anemia hemolitik ekstrakorpuskular
 Anemia hemolitik autoimun
 Anemia hemolitik mikroangiopati
Materi Praktikum C.1

Gejala Umum Anemia

Rasa lemah, lesu, tinnitus, mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas, dyspepsia,
tampak pucat (mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan, bawah kuku).

Gejala ini bersifat tidak spesifik : gejala ini dapat ditimbulkan oleh penyakit selain anemia
Gejala ini bersifat tidak sensitif : baru timbul setelah penurunan hemoglobin yang berat (Hb <7g/dL)

Kasus anemia yang sering ditemukan

a. Anemia defisiensi besi: tersering pada negara berkembang


Gejala lain : dysphagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, kuku sendok (koilonychia)
Tahapan IDA :
1. Kekurangan besi (iron depleted state): cadangan besi menurun, namun
eritropoiesis belum terganggu, ditemukan serum ferritin menurun
2. Eritropoiesis defisiensi besi (iron deficient erythropoiesis): cadangan besi habis,
eritropoiesis terganggu, anemia belum tampak
3. Anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia): anemia telah tampak, eritrosit
tampak mikrositik hipokromik

Pemeriksaan : serum iron (↓), TIBC (↑), saturasi transferrin, protoporfirin eritrosit,
ferritin serum, reseptor transferrin, pengecatan besi pada sumsum tulang (Perl’s stain)
Manajemen : suplemen besi (oral)

b. Anemia megaloblastik : hematopoiesis terganggu, misal pada defisiensi asam folat


menganggu sintesis DNA sehingga sel darah merah tampak membesar
Gejala lain : glossitis, gangguan neurologik pada defisiensi vitamin B12
Pemeriksaan : folat serum, vitamin B12 serum, tes supresi deoksiuridin, tes Schiling
(untuk mendeteksi kekurangan faktor intrinsik)
c. Anemia hemolitik : destruksi sel darah merah berlebih, tampak fragmen sel
Kausa : autoimun (misal systemic lupus erythematosus), herediter (misal G6PD
deficiency), acquired (misal obat, keganasan, malaria), mikroangiopati (misal DIC, TTP)
Gejala lain : ikterus, splenomegali, hepatomegali
Pemeriksaan : bilirubin serum, tes Coomb (untuk mengecek apakah ada faktor autoimun),
elektroforesis hemoglobin, dll
d. Anemia aplastik : pancytopenia (penurunan jumlah seluruh sel darah) kausa sering idiopatik
Gejala lain : pendarahan dan tanda infeksi
Pemeriksaan : biopsi sumsum tulang
Materi Praktikum C.1

Strategi Diagnosis Anemia

Catatan
Jika CBC dan
retikulosit rendah,
curiga ke arah
hemolisis/hemorage.
(bagan kanan)

Jika retikulosit tidak


meningkat (≤2.5)
periksa berdasarkan
indeks eritrosit,
sesuaikan dengan
klasifikasi anemia
berdasarkan
morfologinya.

Untuk manajemen
disesuaikan dengan
anemia spesifiknya.
Materi Praktikum C.1

Review Uji Anemia


1. RBC Count
a. Prinsip: darah diencerkan (200x) dan dihitung dengan hemocytometer / count chamber
b. Reagen: Hayem solution
c. Nilai normal: 4.7 – 6.1 x 1012/L pria | 4.2 – 5.4 x 1012/L wanita
↑ pada: polycytemia vera
↓ pada: anemia
2. Retikulosit
a. Prinsip: retikulosit yang tampak dihitung jumlah relatif (%) terhadap eritrosit
b. Reagen: Methylen Blue atau Brilliant Cresyl Blue  RNA pada sel tampak biru
c. Nilai normal: 0.5 – 2.0%
↑ pada: anemia hemolytic, aplastic anemia
d. Indeks Retikulosit
𝐻𝐶𝑇 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 1
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑅𝑒𝑡𝑖𝑘𝑢𝑙𝑜𝑠𝑖𝑡 = % 𝑅𝑒𝑡𝑖𝑘𝑢𝑙𝑜𝑠𝑖𝑡 𝑥 𝑥
𝐻𝐶𝑇 𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖
Gunakan nilai normal hematokrit 45%
Faktor koreksi:
Nilai HCT Faktor koreksi
45 1
35 1.5
25 2
15 2.5

Nilai normal indeks retikulosit adalah ≤ 2.5


3. Hemoglobin
a. Prinsip: besi dalam eritrosit dioksidasi, direaksikan dengan KCN dan diukur spektrofotometri
pada 540nm
b. Reagen: K3[Fe(CN)6]  oksidasi Fe2+ menjadi Fe3+, KCN  membentuk HiCN
c. Nilai normal: 14-18 g/dL pria | 12-16 g/dL wanita
↓ pada: anemia defisiensi besi, hemorrhage
4. Hematocrit
a. Prinsip: darah dimasukkan ke microhematocrite tube, disentrifugasi dan diukur % sel darah
Materi Praktikum C.1

b. Nilai normal: 42-52% pria | 37-47% wanita


↑ pada: dengue hemorrhagic fever, polycytemia vera, hypoxia
↓ pada: hemorrhage, dehidrasi berkepanjangan
5. Indeks Eritrosit
a. MCV mengukur rata-rata volum sel
dihitung dengan HCT / RBC satuan fL
Nilai normal: 80-100 fL
b. MCH mengukur rata-rata kadar hemoglobin dalam sel
dihitung dengan Hb / RBC satuan pg
Nilai normal: 27-31 pg
c. MCHC mengukur rata-rata kadar hemoglobin dalam darah
dihitung dengan Hb / HCT satuan g/dL atau %
Nilai normal: 32-36 g/dL

Referensi
Ciesla, B et al. 2012. Hematology in Practice 2nd Edition. FA Davis Company

Hall, John E et al. 2011. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology 12th Edition. Elsevier
Saunders

McPherson, Richard A et al. 2011. Henry’s Clinical Diagnosis and Management by Laboratory
Methods 22nd Edition. Elsevier Saunders

Ratnaningsih, Tri. 2016. Modul Praktikum Strategi Diagnosis Anemia. Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta

WHO. 2010.WHO Laboratory Manual for the Examination and Processing of Human Semen 5th
Edition

Anda mungkin juga menyukai