Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MAKALAH

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

Disusun oleh:
Feby Ario Anindito
14/365590/KU/17211

PENDIDIKAN PROFESI KEDOKTERAN


SMF RADIOLOGI
RSUP Dr. SARDJITO
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2019
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

A. Definisi
PPOK merupakan penyakit kronis yang bersifat progresif nonreversibel
atau reversible parsial yang dicirikan dengan gejala pernapasan karena
abnormalitas jalan napas dan/atau kelainan alveoli yang biasanya
disebabkan oleh paparan zat berbahaya. PPOK terdiri atas bronkitis kronik
dan/atau emfisema.
Bronkitis kronis merupakan batuk produktif setidaknya 3 bulan dalam
setahun selama 2 tahun berturut-turut.
Emfisema merupakan kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran
rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai dengan kerusakan dinding
alveoli.

B. Faktor Risiko
1. Rokok — Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko yang paling
sering ditemui pada kasus PPOK. Perokok memiliki prevalensi
gejala pernapasan dan kelainan fungsi paru yang lebih tinggi.
Perokok pasif (environmental tobacco smoke) dapat meningkatkan
total beban paru akibat partikel dan gas yang terhirup. Merokok
selama kehamilan dapat meningkatkan risiko janin, karena
memengaruhi tumbuh-kembang paru in utero. Derajat berat
merokok juga dapat memengaruhi penyakit ini. Derajat berat
merokok dapat diukur dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian
jumlah rerata konsumsi batang rokok perhari dengan lama merokok
dalam tahun:
- Ringan : 0-200
- Sedang : 200-600
- Berat : >600
2. Polusi udara — paparan okupasional seperti debu organik dan
inorganik, agen kimia dihubungkan dengan peningkatan hambatan
jalan udara dan gejala pernapasan serta gas trapping.
3. Status sosioekonomi — status sosioekonomi yang rendah dikaitkan
dengan peningkatan risiko PPOK. Namun, komponen dari status
sosioekonomi rendah yang berkontribusi masih belum jelas.
Beberapa hal yang menjadi perhatian adalah polutan udara indoor
dan outdoor, kepadatan penduduk, nutrisi yang buruk, dan infeksi.
4. Asma dan jalan udara hiperreaktif — orang dewasa dengan asma 12
kali lebih berisiko terkena PPOK dibanding orang dewasa tanpa
asma. Jalan udara hiperreaktif dapat terjadi tanpa diagnosis asma
dan merupakan faktor prediktor independen PPOK.
5. Penyakit infeksi pernapasan.

C. Patogenesis
Perubahan patologis pada PPOK terjadi pada jalan udara sentral, bronkiolus,
dan parenkim paru. Sebagian besar PPOK terjadi akibat paparan zat
berbahaya seperti asap rokok. Respon inflamasi normal akan diperkuat pada
individu yang rentan. Peningkatan stres oksidatif oleh radikal bebas yang
ditemukan pada asap rokok, oksidan yang dilepaskan oleh fagosit, dan
leukosit polimorfonuklear dapat mengakibatkan apoptosis atau nekrosis sel
yang terpapar. Asap rokok juga menyebabkan neutrophil mengalami
influks, yang dibutuhkan untuk sekresi matrix metalloproteinase (MMPs).
Inflamasi kronis menyebabkan perubahan struktural, penyempitan jalan
udara dan kerusakan parenkim paru yang menyebabkan hilangnya
perlekatan alveoli pada jalan udara dan menurunkan elastisitas paru. Hal
itulah yang kemudian mengakibatkan jalan udara tidak terbuka
sebagaimana mestinya saat ekspirasi.
Tabel perubahan patologis pada PPOK

D. Diagnosis
Diagnosis PPOK ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan
penunjang.
Gambaran klinis didapat dari:
 Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan
- Riwayat emfisema pada keluarga
- Faktor predisposisi pada masa bayi/anak (berat badan lahir rendah,
infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan/atau polusi
udara
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
 Pemeriksaan fisik
- Inspeksi
- Pursed-lips breathing
- Barrel chest
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pink puffer atau blue bloater
- Palpasi
- Pada emfisema  taktil fremitus melemah, sela iga melebar
- Perkusi
- Pada emfisema  hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
- Auskultasi
- Suara napas vesikuler normal atau melemah
- Ronki dan/atau mengi pada saat bernapat atau pada ekspirasi
paksa
- Ekspirasi memanjang

Pemeriksaan penunjang
 Faal paru
- Spirometri: obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%)
dan/atau VEP1/KVP (%). Obstruksi: %VEP1 (VEP1/VEP1 pred)
<80%
- Uji bronkodilator
 Darah rutin
E. Radiologi
Foto Polos Thoraks
Foto polos thoraks dengan proyeksi posteroanterior dan lateral merupakan
standar dalam pemeriksaan penunjang PPOK. Modalitas ini memiliki
keunggulan yaitu, murah, mudah didapat, dan minimal radiasi. Beberapa
kriteria untuk mendeteksi emfisema pada foto polos thoraks antara lain:
1. Peningkatan radiolusensi pada paru
2. Diafragma mendatar
3. Pemendekan vaskulatur perifer
4. Peningkatan ruang retrosternal
5. Pelebaran jarak intercostal
6. Siluet jantung menjadi lebih vertical dan sempit (tear drop
appearance)
Pada bronkitis kronis seringkali dijumpai tampakan normal dengan corakan
bronkovaskuler yang meningkat pada 21% kasus.

F. Tatalaksana
PPOK Stabil
1. Bronkodilator oral, kombinasi golongan beta2 agonis (salbutamol)
dengan golongan xantin (aminofilin dan teofilin). Masing-masind
dalam dosis suboptimal. Untuk dosis pemeliharaan,
aminofilin/teofilin 100-150 mg kombinasi dengan salbutamol 1mg.
2. Kortikosteroid digunakan dalam bentuk inhalasi
3. Ekspetoran dengan obat batuk hitam
4. Mukolitik (ambroxol) dapat diberikan bila sputum mucoid
PPOK Eksaserbasi
1. Oksigen (bila tersedia)
2. Bronkodilator. Dosis dan frekuensi bronkodilator kerja pendek
ditingkatkan dan dikombinasikan dengan antikolinergik. Disarankan
dalam sediaan inhalasi
3. Kortikosteroid diberikan dalam dosis 30mg/hari maksimal selama 2
minggu.

Referensi:
1. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. Pocket
Guide to COPD Diagnosis, Management, and Prevention. 2018.
2. Washko GR. Diagnostic imaging in COPD. Semin Respir Crit Care
Med. 2010;31(3):276-85.
3. Herring W. 2016. Learning Radiology Recognizing the Basics 3rd
Edition. Elsevier

Anda mungkin juga menyukai