Anda di halaman 1dari 161

PENGANTAR

FISIKA MATEMATIK

P (a, b, c)

r
θ c
O y
φ
a

DR. ENG. RINTO ANUGRAHA NQZ

JURUSAN FISIKA FMIPA UGM

YOGYAKARTA

2011
PRAKATA

Saat ini buku yang membahas topik Pengantar Fisika Matematik masih
jarang dijumpai. Padahal, topik tersebut merupakan salah satu topik penting dalam
menggunakan matematika untuk menyelesaikan problem-problem fisika. Buku ini
ditulis dengan maksud untuk menambah perbendaharaan literatur dalam bidang
ilmu fisika, khususnya tentang Fisika Matematik.
Bahan buku ini sebagian diambil dari pengalaman kami dalam mengampu
matakuliah Pengantar Fisika Matematik di Jurusan Fisika FMIPA UGM,
ditambah dari sejumlah buku teks penting berbahasa asing. Meski demikian, buku
ini tidak saja terbatas hanya pada pengguna di Jurusan Fisika FMIPA UGM saja,
namun dapat pula sebagai salah satu referensi mahasiswa dan dosen bagi
matakuliah sejenis di Perguruan Tinggi lain. Buku ini sangat penting bagi
mahasiswa tahun pertama sebagai dasar-dasar matematika untuk mempelajari
fisika. Bagi khalayak umum, buku ini juga dapat menjadi referensi mengingat
tingkat kesulitannya disesuaikan dengan tingkat kesulitan bagi mahasiswa tahun
pertama.
Penyajian buku ini dimulai dari pembahasan bilangan kompleks yang
merupakan perluasan dari konsep bilangan real. Selanjutnya ditelaah aljabar
vektor, matriks, determinan dan persamaan linear. Pada bab empat disajikan limit,
fungsi dan turunan, diteruskan dengan bab lima tentang integral. Pada bab enam
diberikan konsep turunan parsial.
Pada setiap bab, cukup banyak diberikan contoh soal serta soal latihan itu
sendiri. Banyaknya contoh soal yang disajikan akan memudahkan pembaca lebih
memahami konsep setiap bab. Kami menyarankan agar soal-soal latihan yang
terdapat pada akhir setiap Bab dicoba untuk diselesaikan, agar pemahaman
tentang isi buku ini dapat lebih sempurna.
Melalui kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada
segenap pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. Selanjutnya,
meski telah disiapkan cukup lama, kami menyadari bahwa buku ini masih
memiliki banyak kekurangan. Barangkali pula di sana sini masih terdapat salah

i
tulis dan ketik. Karena itu kami dengan tangan terbuka sangat mengharap
masukan positif dari para pembaca, dalam rangka penyempurnaan buku ini.
Akhirnya kami berharap, semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pengembangan
fisika di masa depan.

Yogyakarta, Mei 2011


Rinto Anugraha NQZ

ii
DAFTAR ISI
PRAKATA i

DAFTAR ISI iii

BAB I BILANGAN KOMPLEKS 1


Beberapa Sifat Aljabar Bilangan Kompleks 4
Perkalian dan Pemangkatan, Rumus de Moivre dan Euler 10
Rumus Binomium Newton 14
Penerapan Bilangan Kompleks 22
Mekanika 22
Osilator Selaras Teredam 23
Masalah Kelistrikan 26
Optika 28

BAB II ALJABAR VEKTOR 32


Sifat-Sifat Skalar dan Vektor 32
Besar Vektor 33
Sifat-Sifat Ruang Vektor 33
Penjumlahan Vektor 34
Perkalian Antara Vektor 36
Perkalian Skalar 36
Perkalian Vektor/Silang 40
Delta dan Epsilon Kronecker 42
Garis dan Bidang 48
Bebas dan Gayut Linear 54

BAB III MATRIKS, DETERMINAN DAN PERSAMAAN LINEAR 59


Operasi Matriks 60
Rotasi Sumbu-sumbu Koordinat 63
Determinan 65
Rumus Cramer 70

BAB IV LIMIT, FUNGSI DAN TURUNAN 81


Fungsi 81
Macam−macam Fungsi Kontinu 84
Limit Fungsi 92
Sifat−sifat Limit Fungsi 92
Turunan Fungsi 94
Deret Taylor dan Deret MacLaurin 98
Penerapan Turunan 101

BAB V INTEGRAL 106


Integral sebagai Inversi Penurunan (Anti Derivatif) 106
Rumus-Rumus Integral Dasar dan Metode Pengintegralan 106

iii
Pengintegralan Parsial 108
Substitusi Variabel 108
Metode Pecahan Parsial 109
Integral Tertentu (Integral Riemann 113
Penerapan Integral Tertentu 116
Mencari Luas di bawah Benda Putar 116
Volume Benda Putar 117
Menentukan Panjang Busur Kurva 118
Fungsi Gamma 120
Fungsi Beta 125

BAB VI FUNGSI VARIABEL BANYAK : TURUNAN PARSIAL 132


Turunan Parsial 132
Diferensial Total 134
Dalil Rantai 138
Diferensial Implisit 139
Pengubahan Variabel 144
Transformasi Legendre 147
Ekstremum Fungsi Dua Variabel 150

DAFTAR PUSTAKA 155

iv
1 Bilangan Kompleks
_________________________________________________________________________________________

BAB I
BILANGAN KOMPLEKS

Konsep bilangan kompleks muncul untuk mengakomodasi nilai akar suatu


bilangan negatif. Ditinjau persamaan kuadrat dalam z berikut :
az 2 + bz + c = 0
dengan a, b dan c variabel bebas. Penyelesaian persamaan kuadrat di atas adalah

− b ± b 2 − 4ac
z1, 2 = .
2a
Jika diskriminan D = b 2 − 4ac bernilai negatif, maka dua nilai z mengandung
akar bilangan negatif. Karena itulah didefinisikan nilai
− 1 = i,
sehingga i 2 = −1 . Selanjutnya
− 16 = 4i , − 3 = i 3 , i3 = −i
adalah bilangan imaginer, tetapi
i2 = −1, − 2 − 8 = i 2 .i 8 = −4
adalah bilangan real. Untuk contoh persamaan kuadrat berikut :
z 2 − 2z + 2 = 0
maka akar-akar penyelesaiannya adalah :

2 ± 4 − 8 2 ± 2i
z= = =1± i .
2 2
Istilah bilangan kompleks digunakan untuk menunjukkan set bilangan real,
imaginer atau gabungan keduanya, seperti 1 ± i . Maka i + 5, 17i, 4 mewakili
contoh-contoh bilangan kompleks.
Bilangan kompleks dirumuskan sebagai
z = x + iy

_______________________________________________________________________________
2 Bilangan Kompleks
_________________________________________________________________________________________

yang merupakan gabungan bilangan real x dan bilangan imaginer iy. Besaran x, y

dan x 2 + y 2 berturut-turut dinamakan bagian real, bagian imaginer dan modulus


bilangan kompleks z yang dituliskan sebagai
x = Re(z )
y = Im(z )
dan

z = x2 + y 2 .

Dengan konsep tersebut, orang dapat menyatakan bentuk-bentuk seperti sin i,


exp(iπ), ln(i +1) dalam bentuk bilangan kompleks x +iy.
Sebuah bilangan kompleks seperti 5 + 3i adalah jumlah dari dua suku. Suku
real (tidak mengandung i) disebut bagian real dari bilangan kompleks. Koefisien i
dalam suku yang lain disebut bagian imaginer dari bilangan kompleks. Dalam
bilangan 5 + 3i, 5 adalah bagian real, sementara 3 adalah bagian imaginer. Penting
untuk dicatat bahwa bagian imaginer dari suatu bilangan kompleks, bukan
imaginer tetapi real.
Salah satu dari bagian real atau bagian imeginer dari suatu bilangan
kompleks dapat bernilai nol. Jika bagian real bernilai nol, bilangan kompleks
tersebut murni imaginer. Bagian real yang nol dapat diabaikan, sehingga misalnya
0 + 5i cukup ditulis 5i. Jika bagian imaginer dari bilangan kompleks tersebut
lenyap, maka bilangan kompleks tersebut murni real. Sehingga misalnya, 7 + 0i
cukup ditulis dengan 7.
Dalam aljabar, sebuah bilangan kompleks biasanya ditulis sebagai suatu
jumlahan, seperti 5 + 3i. Bentuk ini dapat pula ditulis dalam bentuk (5, 3). Jadi
kalau kita ingin menjumlahkan antara dua buah bilangan kompleks, misalnya 5 +
3i dengan 4 + 2i, kita dapat menuliskannya dalam bentuk (5 + 3i) + (4 + 2i) = 9 +
5i atau dalam bentuk (5, 3) + (4, 2) = (9, 5).
Ketika kita mengenal konsep ini, mungkin timbul pertanyaan, apakah arti
fisis dari sin i , ln(1 + i ) dan sebagainya. Akan kita lihat nanti bahwa bilangan
kompleks memainkan peran dalam sains, selain tentu saja matematika.

_______________________________________________________________________________
3 Bilangan Kompleks
_________________________________________________________________________________________

Dalam fisika, konsep bilangan kompleks sangat penting untuk dipelajari.


Dalam mekanika kuantum, muncul konsep ini, misalnya untuk menentukan
kaedah komutasi antara operator koordinat dan momentum. Kaedah komutasi
yang terkenal dalam mekanika kuantum antara kedua operator tersebut dituliskan
sebagai
[ xˆ, pˆ x ] = iℏ .
Dalam pembahasan mekanika, kita juga dapat mengimplementasikan
konsep bilangan kompleks, misalnya penyajian vektor posisi partikel dalam dua
dimensi, dimana posisi x dan y berturut-turut merupakan bagian real dan imaginer
dari vektor posisi z. Selengkapnya hal ini akan disinggung dalam pasal penerapan
bilangan kompleks dalam fisika.
Bilangan kompleks z dapat disajikan sebagai suatu titik pada bidang Argand
berkoordinat Cartesan dengan sumbu X dan sumbu Y berturut-turut sebagai
sumbu real dan imaginer (Gb. 1). Anak panah dari titik O ke titik z disebut fasor.
Panjang fasor (r) menampilkan besar / modulus z . Fase bilangan kompleks z

adalah sudut antara sumbu real (sumbu X) dengan fasor yang dilambangkan
dengan φ . Dari Gb. 1.1 tampak bahwa

r y
φ x
O x

Gb. 1.1
Bidang Argand

x = r cos φ
y = r sin φ
dan
φ = arctan ( y / x)
sehingga

_______________________________________________________________________________
4 Bilangan Kompleks
_________________________________________________________________________________________

z = r (cos φ + i sin φ ) .
Contoh soal :
Nyatakan bentuk z = 2 + 2i 3 dalam koordinat polar.
Jawab :
x = 2, y = 2 3
sehingga
r = 4 + 12 = 4
dan
φ = arctan(2 3 / 2) = π / 3
sehingga
z = 4[cos(π / 3) + i sin(π / 3)] .
Contoh soal :
Tuliskan z = −1 −i dalam bentuk polar
Jawab :
Disini kita memiliki x = −1, y = −1 sehingga r = 2 . Terdapat tak terhingga
banyaknya nilai θ yaitu

θ= + 2 nπ
4
dengan n adalah sembarang bilangan bulat. Nilai sudut θ = 5π / 4 seringkali
disebut sudut utama dari bilangan kompleks z = −1 −i. Jadi z dapat dituliskan
sebagai
z = −1 − i = 2 [cos(5π / 4 + 2πn ) + i sin (5π / 4 + 2πn )]

= 2 (cos 5π / 4 + i sin 5π / 4 ) = 2 exp(5iπ / 4) .


Bentuk di atas dapat pula ditulis sebagai

z = 2 (cos 2250 + i sin 2250 ) .

1. Beberapa sifat aljabar bilangan kompleks


1. Dua bilangan kompleks dikatakan sama :
z1 = z 2
_______________________________________________________________________________
5 Bilangan Kompleks
_________________________________________________________________________________________

jika dan hanya jika keduanya memiliki bagian real yang sama :
Re ( z1 ) = Re ( z 2 ) ,
demikian pula dengan bagian imaginernya :
Im ( z1 ) = Im ( z 2 ) .
2. Penjumlahan dua bilangan kompleks z1 = x1 + iy1 dan z 2 = x2 + iy 2 juga
menghasilkan bentuk bilangan kompleks
z = z1 + z 2 = ( x1 + x2 ) + i( y1 + y 2 ) .
Demikian pula untuk pengurangan berlaku
z = z1 − z 2 = ( x1 − x2 ) + i( y1 − y 2 ) .
3. Penjumlahan bilangan kompleks memenuhi kaedah ketaksamaan segitiga
yaitu
z1 − z 2 ≤ z1 + z 2 ≤ z1 + z 2

4. Himpunan C bilangan kompleks membentuk suatu grup terhadap


penjumlahan, karena :
a. Himpunan tersebut bersifat tertutup terhadap operasi penjumlahan,
yaitu untuk setiap pasangan z1 , z 2 ∈C maka z = z1 + z 2 ∈C .
b. Bersifat asosiatif terhadap kaedah penjumlahan yaitu
( z1 + z 2 ) + z 3 = z1 + ( z 2 + z 3 ) = z1 + z 2 + z3
c. Terdapat unsur netral yaitu 0 ∈ C yang memenuhi
z+0=0+z=z
d. Untuk setiap z ∈ C terdapat inversinya terhadap kaedah penjumlahan
(disebut −z) sedemikian sehingga berlaku
−z ∈ C dan z + (−z) = z − z = 0
5. Karena berlaku z1 + z 2 = z 2 + z1 maka grup tersebut bersifat komutatif
(Abelan) terhadap penjumlahan.
Didefinisikan konjugat kompleks untuk bilangan kompleks z = x + iy
dengan lambang
z* = x − iy
sehingga
_______________________________________________________________________________
6 Bilangan Kompleks
_________________________________________________________________________________________

Re z* = Re z ,
Im z* = − Im z ,

x = Re z = 12 ( z + z*),

dan
y = Im z = 2i ( z * − z )

Konjugat kompleks ini dapat langsung diperoleh dengan menukar tanda +i


menjadi −i. Sebagai contoh konjugat kompleks dari 2 + 3i adalah 2 − 3i. Konjugat
kompleks ini merupakan pencerminan bilangan kompleks terhadap sumbu x.

Menyederhanakan ke bentuk x + iy
Sembarang bilangan kompleks dapat ditulis dalam bentuk x + iy. Untuk
menjumlahkan, mengurangi dan mengalikan bilangan kompleks, perlu diingat

bahwa mereka mengikuti aturan aljabar biasa serta i 2 = −1 .


Contoh :

(1 + i ) 2 = 1 + 2i + i 2 = 2i .
Untuk membagi sebuah bilangan kompleks dengan lainnya, caranya masing-
masing pembilang dan penyebut dikalikan dengan kompleks konjugat penyebut
sehingga penyebut menjadi real.
Contoh :
2 + i 2 + i 3 + i 5 + 5i 1 1
= = = + i.
3−i 3−i 3+i 10 2 2
Terkadang lebih mudah menghitung ketika disajikan dalam bentuk polar.
Contoh :
Tuliskan bentuk
1
2(cos 20 0 + i sin 20 0 )
dalam bentuk x + iy .
Jawab :

Karena 20 0 = 0,349 radian maka

_______________________________________________________________________________
7 Bilangan Kompleks
_________________________________________________________________________________________

1 1 1
= = = 0,5e −0,349i =
2(cos 20 + i sin 20 )
0 0 2(cos 0,349 + i sin 0,349) 2e 0 , 349i

0,5[cos 0,349 − i sin 0,349] = 0,47 − 0,17i.

Contoh soal :
Tunjukkan z1 = 1 + i 3 dan z 2 = 2 − 2i 3 memenuhi kaedah ketidaksamaan
segitiga.
Jawab :
z1 = 1 + 3 = 2 ,

z 2 = 4 + 12 = 4 ,

z1 + z 2 = 3 − i 3 ,
dan
z1 + z 2 = 9 + 3 = 2 3

sehingga
2 − 4 = 2 < 2 3 <2 + 4 = 6.

Contoh soal :
2+i
Carilah nilai absolut z = .
3 − 2i
Jawab :
2 + i 3 + 2i 4 + 7i
z= ⋅ =
3 − 2i 3 + 2i 13
sehingga

16 + 49 5
z = = .
13 13
Contoh soal :
Carilah x dan y jika ( x + iy ) 2 = 2i .
Jawab :
Karena ( x + iy ) 2 = x 2 + 2ixy − y 2 , maka diperoleh dua persamaan real :

_______________________________________________________________________________
8 Bilangan Kompleks
_________________________________________________________________________________________

x2 − y2 = 0
dan
2 xy = 2 .
Dari persaman pertama diperoleh
y2 = x2
sehingga
y = x atau y = − x .
Substitusi hal ini kepada persamaan kedua menghasilkan
2 x 2 = 2 atau − 2 x 2 = 2 .
Karena x real, maka x 2 tidak boleh negatif. Karena itu
x 2 = 1 dan y = x
yang memberikan
x = y =1
dan
x = y = −1 .
Contoh soal :
Bagaimanakah bentuk kurva dalam bidang (x, y) yang memenuhi persamaan
z =3 ?

Jawab :
Karena

z = x2 + y 2 = 3

maka
x2 + y2 = 9 .

Karena itu persamaan z = 3 menggambarkan persamaan lingkaran dengan jari-

jari 3 dengan pusat di O.

Soal-Soal Latihan
1. Carilah nilai-nilai absolut berikut ini

_______________________________________________________________________________
9 Bilangan Kompleks
_________________________________________________________________________________________

2 + 3i
a.
1− i
z
b.
z
c. (1 + 2i ) 3
5
1+ i 
d.  
1− i 

2. Carilah seluruh nilai yang mungkin untuk bilangan real x dan y pada
persamaan berikut
a. (2 x − 3 y − 5) + i ( x + 2 y + 1) = 0

b. ( x + iy )3 = −1
x + iy + 2 + 3i
c. =i+2
2 x + 2iy − 3

3. Gambarkan kurva/daerah dalam bidang kompleks untuk persamaan berikut


a. z −1 < 2

b. z − z = 5i
c. z −1 + i = 2

d. z +1 + z −1 = 8

e. Re ( z 2 ) = 4

f. z2 = z 2
g. z2 + z 2 = 0

4. Nyatakan bilangan kompleks berikut dalam bentuk x + iy.

a. e3(1− 4πi )
4
1 + i 
b.  
1− i 

_______________________________________________________________________________
10 Bilangan Kompleks
_________________________________________________________________________________________

(1 + i ) 48
c.
( 3 − i ) 25

d. (1 − 2i)i

e. i ln i
f. e − (iπ / 4) + ln 3

2. Perkalian & pemangkatan bilangan kompleks, Rumus de Moivre dan


Euler
Dari perumusan
z = r (cos φ + i sin φ )
jika masing-masing ruas diturunkan ke φ diperoleh
dz
= r (− sin φ + i cos φ ) = i z

atau
dz
= i dφ .
z
Pengintegralan menghasilkan
ln z = i φ + C
dengan C suatu tetapan. Jika diisikan syarat :
φ = 0 maka z = r ,
sehingga
C = ln r .
Jadi diperoleh
z = r (cos φ + i sin φ ) = r exp (iφ )
Berlakulah rumus Euler :
e iφ = cos φ + i sin φ .
Adapun
e −iφ = e i ( −φ ) = cos(−φ ) + i sin(−φ ) = cos φ − i sin φ
sehingga kedua rumus di atas dapat disatukan menjadi

_______________________________________________________________________________
11 Bilangan Kompleks
_________________________________________________________________________________________

e ± iφ = cos φ ± i sin φ
Dari bentuk di atas nilai cos φ dan sin φ dapat dituliskan sebagai

cos φ = 12 (eiφ + e −iφ )

dan
sin φ = 1
2i
( e iφ − e − iφ )

Dengan memanfaatkan rumus Euler di atas, pemangkatan bilangan kompleks z


dengan n menghasilkan
z n = r n (cos φ + i sin φ ) n = r n e inφ = r n (cos nφ + i sin nφ )
sehingga berlakulah rumus de Moivre :
(cos φ + i sin φ ) n = (cos nφ + i sin nφ ) .
Rumus di atas dapat pula digunakan untuk mencari akar bilangan kompleks.
Jika
z = r exp(iφ ) ,
maka
 φ φ
n
z = z1 / n = r 1 / n exp(iφ / n) = n r  cos + i sin 
 n n
Contoh soal :
Nyatakan z = 2 + 2i 3 dalam bentuk eksponensial.
Jawab :
Mengingat telah ditunjukkan di atas bahwa
z = 4[cos(π / 3) + i sin(π / 3)]
maka bentuk tersebut sama dengan
z = 4 exp(iπ / 3) .
Contoh soal :
Carilah nilai z 5 untuk bentuk z di atas.
Jawab :
z 5 = 45 exp(5iπ / 3) = 1024[cos(5π / 3) + i sin(5π / 3)] = 512(1 − i 3 )
Contoh soal :

_______________________________________________________________________________
12 Bilangan Kompleks
_________________________________________________________________________________________

Nyatakan bentuk z = (1 + i ) −i dalam bentuk x + iy.


Jawab :

z= ( 2 exp(iπ / 4) )
−i
= ( 2 ) − i exp(π / 4) = exp(−i ln 2 ). exp(π / 4)

(
= exp(π / 4) cos(ln 2 ) − i sin(ln 2 ) )
= 2,19 × (0,94 − 0,34i)
= 2,06 − 0,74i.
Contoh soal :
Carilah semua akar persamaan x 4 + 2 x 2 + 4 = 0 .
Jawab :
Dengan substitusi :
u = x2
diperoleh bentuk persamaan kuadrat dalam u :
u 2 + 2u + 4 = 0
yang memiliki akar-akar

− 2 ± 4 − 16
u1, 2 = = −1 ± i 3 .
2
Jadi
u1 = −1 + i 3 = x 2 = 2 exp(2πi / 3)
sehingga
x1, 2 = ± 2 exp(πi / 3) = ± 2 (cos π / 3 + i sin π / 3)

1+ i 3
=± .
2
Kemudian
u 2 = −1 − i 3 = x 2 = 2 exp(4πi / 3)
sehingga

−1+ i 3
x3, 4 = ± 2 exp(2πi / 3) = ± 2 (cos 2π / 3 + i sin 2π / 3) = ± .
2

Jadi keempat akar persamaan x 4 + 2 x 2 + 4 = 0 adalah

_______________________________________________________________________________
13 Bilangan Kompleks
_________________________________________________________________________________________

1+ i 3 1+ i 3 −1+ i 3 −1 + i 3
, − , dan − .
2 2 2 2
Dapat dilihat bahwa jumlah keempat akar tersebut sama dengan nol.
Contoh soal :
3
Carilah seluruh nilai akar 8.
Jawab :
z = 8 = 8(cos 0 + i sin 0)
= 8(cos 2π + i sin 2π )
= 8 (cos 4π + i sin 4π ) .
3
Jadi akar-akar untuk bentuk 8 adalah :
2
atau
2(cos 2π / 3 + i sin 2π / 3) = −1 + i 3
atau
2(cos 4π / 3 + i sin 4π / 3) = −1 − i 3 .

Soal-soal Latihan
5. Carilah seluruh akar-akar bilangan kompleks berikut
5
a. 1 (ada 5 jawaban)
8
b. 16 (ada 8 jawaban)

c. 4
8i 3 − 8

6. Tunjukkan bahwa jumlah seluruh n buah akar dari akar pangkat n


sembarang bilangan kompleks sama dengan nol.

7. Gunakan rumus de Moivre untuk menunjukkan bahwa


cos 3θ = 4 cos 3 θ − 3 cos θ
dan

_______________________________________________________________________________
14 Bilangan Kompleks
_________________________________________________________________________________________

sin 3θ = 3 sin θ − 4 cos 3 θ

8. Gunakan fungsi eksponensial untuk menunjukkan bahwa


cos(θ1 ± θ 2 ) = cos θ1 cos θ 2 ∓ sin θ1 sin θ 2
dan
sin(θ1 ± θ 2 ) = sin θ1 cos θ 2 ± cos θ1 sin θ 2

3. Rumus Binomium Newton


Rumus binomium Newton dituliskan sebagai
n n
n!
( x + y ) n = ∑ Crn x n − r y r = ∑ xn−r yr
r =0 r = 0 ( n − r )! r!

n(n − 1) n − 2 2
= x n + nx n −1 y + x y + ... + nxy n −1 + y n
2!
Untuk menunjukkan nilai e secara eksplisit, dituliskan
eiφ = ein (φ / n ) = (cos(φ / n) + i sin(φ / n)) n .

Jika diisikan φ = −i serta n besar sekali ( n → ∞), maka

e = lim [cos(−i / n) + i sin(−i / n)]n


n→∞
Mengingat untuk n besar,
cos(−i / n) →1
dan
sin(−i / n) → − i / n ,
maka

e = lim [1 + (1 / n)]n
n→∞
Apabila ke dalam rumus binomium Newton diisikan nilai :
x =1
dan
y = 1/n,

_______________________________________________________________________________
15 Bilangan Kompleks
_________________________________________________________________________________________

maka diperoleh bentuk eksplisit e



1 1 1 1
e = 1+ + + + ... = ∑ ≈ 2,718281828...
1! 2! 3! n = 0 n!

Apabila ke dalam rumus Euler, diisikan :


φ = −iα / n
dengan nilai n diambil besar sekali, maka dengan mengambil pendekatan
cos(−iα / n) = 1
dan
sin(−iα / n) = −iα / n

dihasilkan rumus untuk menurunkan nilai eα yang berbentuk



α αn
e = (1 + α / n) = 1 + α / 1! + α / 2! + ... = ∑
n 2

n=0 n!
Dapat ditunjukkan dengan rumus binomium Newton bahwa bentuk untuk
cos φ dan sin φ berturut-turut adalah :

φ2 φ4 (−1) n φ 2 n
cos φ = 1 −
2!
+
4!
− ... = ∑
n = 0 ( 2 n)!

dan
φ3 φ5 ∞
(−1) n φ 2 n +1
sin φ = φ − + − ... = ∑ .
3! 5! n = 0 ( 2n + 1)!

Apabila ke dalam rumus terakhir di atas diisikan φ = iα , diperoleh bentuk

cos(iα ) yang real yang akan disebut cosh α, dan bentuk sin(iα ) yang imaginer =
i sinh α . Jadi
cos(iα ) = cosh α
dan
sin(iα ) = i sinh α .
Bentuk eksplisit keduanya adalah

α2 α4 α 2n
cosh α = 1 + + + ... = ∑
2! 4! n = 0 ( 2 n)!

dan

_______________________________________________________________________________
16 Bilangan Kompleks
_________________________________________________________________________________________

α3 α5 ∞
α 2 n +1
sinh α = α + + + ... = ∑ .
3! 5! n = 0 ( 2n + 1)!
Analog dengan kaitan untuk sin α dan cos α , bentuk hiperbolik di atas dapat

dikaitkan dengan e ±α dalam bentuk

cosh α = 12 (eα + e −α )

dan
sinh α = 12 (eα − e −α )

Fungsi hiperbolik yang lain adalah


sinh α eα − e −α
tanh α = = .
cosh α eα + e −α

Bentuk z = eα memiliki bentuk inversi


α = ln z .
Inversi bentuk hiperbolik ada hubungannya dengan logaritma alam (ln). Untuk
z = cosh α = 12 (eα + e −α )

maka dengan mengalikan masing-masing ruas di atas dengan e −α serta menyusun


kembali persamaan kuadrat, diperoleh bentuk
(eα ) 2 − 2 zeα + 1 = 0 .
Persamaan kuadrat ini memiliki penyelesaian

α 2z ± 4z 2 − 4
e = = z ± z2 −1
2
sehingga diperoleh

α = sinh −1 z = ln( z ± z 2 − 1) .
Bentuk penyelesaian di atas menunjukkan penyelesaian ganda (kecuali untuk z =
1) dan bernilai real apabila z ≥ 1. Untuk
z = sinh α
maka diperoleh penyelesaian yang berbentuk

α = sinh −1 z = ln( z + z 2 + 1) .

_______________________________________________________________________________
17 Bilangan Kompleks
_________________________________________________________________________________________

Bentuk di atas merupakan penyelesaian tunggal dan bernilai selalu real untuk
sembarang z real. Sedangkan untuk
z = tanh α
diperoleh bentuk penyelesaian
1+ z 
α = tanh −1 z = 12 ln 
1− z 
yang bernilai real hanya untuk −1 < z < 1.
Contoh soal :
Nyatakan bentuk sin (π − 2i ln 3) dalam bentuk x + iy .
Jawab :
z = sin (π − 2i ln 3) = (2i ) −1 (exp(iπ + 2 ln 3) − exp(−iπ − 2 ln 3) )

(
= (2i ) −1 9(cos π + i sin π ) − 9 −1 (cos π − i sin π ) )
1
−9+
= 9 = 40 i .
2i 9
Contoh soal :
Buktikan bahwa sin 2 z + cos 2 z = 1 .
Jawab :
2
 eiz − e − iz  e 2iz − 2 + e − 2iz
sin z = 
2
 =−

 2i  4

dan
2
 eiz + e − iz  e 2iz + 2 + e − 2iz
cos z = 
2
 =

 2  4

sehingga
2 2
sin 2 z + cos 2 z = + = 1.
4 4
Contoh soal :
d
Buktikan bahwa sin z = cos z .
dz
Jawab :

_______________________________________________________________________________
18 Bilangan Kompleks
_________________________________________________________________________________________

1 d iz
2i dz
(
e − e − iz =)i (eiz + e −iz )
2i
= cos z .

Dalam matematika elementer, kita mempelajari logaritma hanya untuk


bilangan positif saja, tidak ada logaritma bilangan negatif. Hal ini memang
demikian jika kita hanya bekerja pada bilangan real saja. Namun jika kita bekerja
dengan bilangan kompleks, kita akan mengenal logaritma bilangan negatif,
bahkan logaritma dari bilangan kompleks itu sendiri.
Jika

z = ew
maka menurut definisi
w = ln z .
Karena sembarang bilangan kompleks z dapat dinyatakan dalam bentuk

z = re iθ
maka

w = ln(re iθ ) = ln r + iθ
Perumusan di atas memberikan nilai logaritma suatu bilangan kompleks z yaitu
logaritma dari modulusnya (yang real positif) ditambah dengan iθ yang pasti
imaginer.
Karena θ memiliki sejumlah tak hingga banyaknya (sudut utama dan sudut
lainnya yang berbeda kelipatan 2π dari sudut utama), karena itu logaritma
bilangan kompleks terdapat tak hingga banyaknya, yang nilainya berbeda dengan
lainnya oleh kelipatan 2πi . Nilai utama dari ln z adalah satu nilai menggunakan
sudut utama dari θ , disini digunakan 0 ≤ θ < 2π . (Buku-buku lainnya ada yang
menggunakan − π < θ ≤ π )
Contoh soal :
Carilah ln(−1).
Jawab :
ln(−1) = ln[exp i (π ± 2πn)] = i (π ± 2πn) untuk n = 0, 1, 2, …
Contoh Soal :
Carilah nilai ln(1 + i )
_______________________________________________________________________________
19 Bilangan Kompleks
_________________________________________________________________________________________

Jawab :
Untuk z = 1 + i, maka
r= 2
dan
θ = π / 4 ± 2 nπ
maka
ln(1 + i ) = ln 2 + i (π / 4 ± 2nπ )

= 0,347 + i (π / 4 ± 2nπ ) .
Untuk setiap bilangan real positif, persamaan

ln a b = b ln a
ekuivalen dengan

a b = e b ln a .
Pangkat kompleks didefinisikan dengan rumus yang sama untuk a dan b
kompleks. Jadi menurut definisi

a b = e b ln a .
Karena nilai logaritma bilangan kompleks ada sejumlah tak hingga banyaknya,
demikian pula dengan pangkat kompleks ini. Kita dapat mengambil nilai utama
dengan sudut yang dipilih adalah sudut utama.
Contoh Soal :

Carilah seluruh nilai i −2i .


Jawab :
Bentuk tersebut dapat ditulis sebagai

i −2i = e −2i ln i .
Karena
ln i = i (π / 2 ± 2nπ )
maka

i −2i = eπ ± 4nπ
dimana

_______________________________________________________________________________
20 Bilangan Kompleks
_________________________________________________________________________________________

eπ = 23,14 .

Perhatikan bahwa seluruh set nilai i −2i adalah real.


Contoh Soal :

Carilah seluruh nilai i1 / 2 .


Jawab :

i1 / 2 = e (1 / 2) ln i = e iπ / 4 e inπ .
Mengingat
+ 1 untuk n genap
e inπ = 
 − 1 untuk n gasal
maka
1+ι
i 1 / 2 = ± e iπ / 4 = ± .
2
Ternyata, meskipun ln i memiliki sejumlah tak hingga banyaknya, nilai untuk

i1 / 2 hanya dua nilai, sebagaimana kita peroleh untuk akar pangkat dua.
Contoh Soal :
Carilah z = arc cos 2 atau cos z = 2.
Jawab :
Dari bentuk
eiz + e −iz
2= ,
2
dilakukan substitusi
u = eiz
sehingga diperoleh
u 2 − 4u + 1 = 0
Penyelesaian persamaan kuadrat di atas adalah :

4 ± 16 − 4
u1, 2 = =2± 3
2
atau
eiz = 2 ± 3 .

_______________________________________________________________________________
21 Bilangan Kompleks
_________________________________________________________________________________________

Dengan mengambil logaritma kedua ruas persamaan di atas diperoleh


iz = ln(2 ± 3 ) + 2πni
atau
z = arc cos 2 = 2πn − i ln(2 ± 3 ) .

Soal-soal Latihan
9. Nyatakan bilangan kompleks berikut dalam bentuk x + iy.
a. cos (π − 2i ln 3)
b. tan 2i.
 iπ 
c. sinh  ln 2 + 
 3

d. (
ln − 2 − i 2 )
  3 + i 
e. sin i ln 

  2 
f. arccos (−2)

g. tanh −1 (i 3 )

h. ln(sin −1 2i )

i. tanh −1 (i −i )

j. e −iπ +3 ln 2
3
k. i

10. Tunjukkan bahwa bentuk-bentuk sinh −1 x, cosh −1 x dan tanh −1 x dapat


dinyatakan dalam bentuk fungsi ln yang sesuai. (Petunjuk : untuk
y = sinh −1 x atau x = sinh y = (e y − e − y ) / 2 , ubahlah ke menjadi persamaan

kuadrat dalam e y , begitu seterusnya).

_______________________________________________________________________________
22 Bilangan Kompleks
_________________________________________________________________________________________

4. Penerapan Bilangan Kompleks


Pada pasal ini akan dijelaskan penerapan bilangan kompleks pada fisika,
misalnya pada mekanika, kelistrikan dan optika.
Mekanika
Berikut ini akan disajikan beberapa contoh soal dalam mekanika yang
menggunakan konsep bilangan kompleks.
Contoh soal :
Sebuah partikel bergerak di dalam bidang (x, y) sedemikian sehingga posisi (x, y)
sebagai fungsi waktu t disajikan oleh persamaan
2t + i
z = x + iy = .
t −i
Carilah besar kecepatan dan percepatannya sebagai fungsi t.
Jawab :
Dari bentuk z = x + iy di atas, kecepatan kompleks dan percepatan kompleks
berturut-turut dirumuskan sebagai
dz
v=
dt
dan
d 2z
a= 2 .
dt
Karena itu besar kecepatan dan besar percepatan masing-masing sama dengan
v = dz / dt

dan

a = d 2 z / dt 2 .

Untuk nilai z di atas :


dz 3i
=−
dt (t − i ) 2
sehingga

_______________________________________________________________________________
23 Bilangan Kompleks
_________________________________________________________________________________________

dz dz dz − 3i 3i 3
v= = = =
dt dt dt (t − i ) 2 (t + i ) 2 t 2 + 1
Sedangkan
d 2z 6i
=
dt 2
(t − i )3
sehingga

d 2z 6
a= 2 = 2 .
dt (t + 1) 3 / 2

Soal-soal Latihan
11. Sebuah partikel bergerak dalam bidang XY sehingga posisinya (x, y)
sebagai fungsi waktu diberikan oleh
z = x + iy = cos 2t + i sin 2t
Tentukan besar kecepatan dan percepatan partikel tersebut sebagai fungsi
waktu. Bagaimanakah bentuk gerakannya ?

12. Analog dengan soal di atas, jika


z = cos 2t + i sin t ,
carilah kecepatan, percepatan serta lukiskan keadaan geraknya.

Gerak osilator selaras teredam


Ditinjau gerak partikel bermassa m dalam satu dimensi yang terikat dalam
pegas berkonstanta k. Jika partikel tersebut mengalami gaya gesekan yang
sebanding dengan kecepatannya, persamaan gerak partikel tersebut adalah
mɺxɺ + bxɺ + kx = 0
dengan bɺx adalah gaya gesek, dan b adalah tetapan gaya gesek. Persamaan di atas
dapat disederhanakan menjadi
ɺxɺ + 2 β xɺ + ω 02 x = 0

dengan

_______________________________________________________________________________
24 Bilangan Kompleks
_________________________________________________________________________________________

b
β=
2m
dan

k
ω0 = .
m
Tetapan ω 0 adalah frekuensi sudut alamiah osilator yang tak teredam. Untuk
menyelesaikan persamaan di atas, dilakukan substitusi
x = eα t
sehingga diperoleh persamaan kuadrat dalam α :

α 2 + 2αβ + ω 02 = 0 .
Penyelesaian persamaan di atas adalah

α1 = − β + β 2 − ω 02
dan

α 2 = − β − β 2 − ω 02 .

I. Jika β 2 > ω 02 , diperoleh dua penyelesaian yang saling bebas. Penyelesaian


umumnya berbentuk
x = c1eα1t + c2eα 2 t β 2 > ω 02 .
Penyelesaian ini dinamakan teredam lewat (overdamped). Penyelesaian di atas
akan unik jika koordinat dan kecepatan partikel pada suatu t tertentu diketahui,
yang dapat diambil untuk t = 0. Jadi tetapan c1 dan c2 dapat ditentukan melalui
persamaan-persamaan
x0 = c1 + c2
dan
v0 = α1c1 + α 2c2 .

II. Jika β 2 = ω 02 , maka

α1 = α 2 = − β
yang menghasilkan penyelesaian yang berbentuk eksponensial, yaitu
x1 = exp(− β t )
_______________________________________________________________________________
25 Bilangan Kompleks
_________________________________________________________________________________________

Penyelesaian yang lain adalah


x2 = t exp(− β t )

sehingga penyelesaian umum untuk kasus β 2 = ω 02 adalah

x = (c1 + c2t ) exp(− β t ) .


Penyelesaian di atas dinamakan dengan teredam kritis (critical damped).
III. Adapun untuk redaman yang kecil, sehingga β 2 < ω 02 , bentuk didalam akar
menjadi bernilai negatif, sehingga dapat dinyatakan dalam bentuk
α1 = − β + iω1
dan
α 2 = − β − iω1
dengan

ω1 = ω 02 − β 2 .
Penyelesaian umum untuk kasus ini adalah
x = exp(− β t )(c1 exp(iω1t ) + c2 exp(−iω1t ) ) .
Bentuk di atas dapat diolah menjadi
x = exp(− β t )(a1 sin(ω1t ) + a2 cos(ω1t ) )
dengan
a1 = i (c1 − c2 )
dan
a2 = c1 + c2 .
Karena x real, c1 dan c2 adalah bilangan kompleks yang dihubungkan melalui
persamaan
c2 * = c1 .
Tetapan a1 dan a2 bernilai real.
Bentuk lain penyelesaian di atas adalah
x = A exp(− β t ) cos(ω1t − δ )
dengan tetapan A dan δ diberikan oleh

A = a12 + a22
_______________________________________________________________________________
26 Bilangan Kompleks
_________________________________________________________________________________________

dan
a1
tan δ = .
a2
Penyelesaian di atas dinamakan teredam meluruh.
Masalah Kelistrikan
Dalam teori arus listrik, jika VR adalah tegangan antara ujung-ujung
hambatan R, dan I adalah arus yang mengalir pada hambatan tersebut maka
berlaku hukum Ohm yang dirumuskan sebagai
VR = I R
Selain itu, kaitan antara arus I dan tegangan VL pada sebuah induktansi L adalah
dI
VL = L
dt
sedangkan arus dan tegangan yang melalui sebuah kapasitor berkapasitansi C
dihubungkan melalui persamaan
dVC I
=
dt C
Ditinjau sebuah rangkaian seri dengan
tegangan bolak-balik V dan arus bolak-balik
I yang disa-jikan pada gambar di samping
ini. V dan I bervariasi terhadap waktu yang
diberikan oleh persamaan
I = I 0 sin ω t
Dengan I diberikan pada persamaan di atas, tegangan yang melalui R, L dan C
adalah
VR = RI 0 sin ω t

VL = ωLI 0 cos ω t
dan
1
VC = − I 0 cos ω t
ωC
sehingga tegangan total bernilai

_______________________________________________________________________________
27 Bilangan Kompleks
_________________________________________________________________________________________

V = VR + VL + VC .
Ada metode lain yang dapat digunakan untuk menelaah kasus di atas dengan
menggunakan konsep bilangan kompleks. Bentuk persamaan arus yang bervariasi
terhadap waktu dapat ditulis sebagai
I = I 0 e iω t
dimana kuat arus secara fisis diberikan oleh bagian imaginer I dalam persamaan di
atas. Jadi
VL = RI 0 e iω t

VL = iωL I 0eiω t = iωL I

1 I
VC = I 0 e iω t =
iω C iω C
sehingga
  1 
V = VR + VL + VC =  R + i ω L −  I .
  ω C 
Dari persamaan terakhir didefinisikan besaran impedansi (kompleks) sebagai
 1 
Z = R + i  ω L − .
 ω C 
Karena itu tegangan V dapat ditulis sebagai
V = ZI
yang mana penampilannya nampak seperti hukum Ohm. Besar Z dapat dicari
dengan menentukan modulusnya sebagai

Z = R 2 + ( X L − X C )2

dengan
XL =ω L
dan
1
XC =
ωC
berturut-turut adalah reaktansi induktif dan reaktansi kapasitif. Nilai Z akan
minimum jika
_______________________________________________________________________________
28 Bilangan Kompleks
_________________________________________________________________________________________

X L = XC
yang berarti
1
ω= .
LC
Keadaan ini disebut dengan keadaan resonansi. Pada keadaan ini bentuk Z tidak
mengandung bagian kompleks.

Optika
Dalam optik, orang sering menggabungkan sejumlah gelombang cahaya
(yang dapat diwakili oleh fungsi sinus) Misalkan terdapat n gelombang yang
dapat dituliskan sebagai
sin(ωt ), sin(ωt + δ ), sin(ωt + 2δ ), ... , sin(ωt + (n − 1)δ )
Jika orang ingin menjumlahkan seluruh gelombang tersebut,langkah termudah
adalah dengan menyatakan fungsi sinus tersebut, langkah termudah adalah dengan
menyatakan fungsi sinus tersebut sebagai bagian imaginer dari suatu bilngan
kompleks, sehingga n gelombang tersebut dapat dinyatakan sebagai bagian
imaginer dari deret bilangan kompleks berikut :
eiωt + eiωt + δ + eiωt + 2δ + ... + eiωt + ( n −1)δ .
Deret di atas adalah deret geometri dengan suku pertama eiωt dan rasio eiδ .
Dengan menggunakan rumus jumlah untuk n suku pertama deret geometri :

a (1 − r n )
Sn =
1− r
dengan a dan r berturut-turut suku pertama dan rasio deret, deret bilangan
kompleks di atas dapat dinyatakan sebagai

eiωt (1 − einδ )
.
1 − e iδ
Dengan menggunakan bentuk
1 − einδ = einδ / 2 (e −inδ / 2 − einδ / 2 ) = −2ieinδ / 2 sin(nδ / 2)
dan
1 − eiδ = eiδ / 2 (e −iδ / 2 − eiδ / 2 ) = −2ieiδ / 2 sin(δ / 2)

_______________________________________________________________________________
29 Bilangan Kompleks
_________________________________________________________________________________________

maka jumlah deret di atas dapat dituliskan


sin(nδ / 2)
ei (ωt +[ n −1]δ / 2) .
sin(δ / 2)
Akhirnya dengan mengambil bagian imaginer hasil di atas, diperoleh jumlah deret
sinus sebagai

sin
 n −1 
sin  ω t + δ 2 .
 2  sin δ
2

Soal-soal Latihan
13. Pada integral-integral berikut ini nyatakan sin dan cos dalam bentuk
eksponensial, selanjutnya tunjukkan bahwa
π π π
a. ∫−π cos 2 x cos 3x dx = ∫−π sin 2 x sin 3x dx = ∫−π sin 2 x cos 3x dx =0

π
b. ∫−π cos
2
3x dx = π .

c. ∫0 sin 2 4 x dx = π

( a + ib ) x
14. Carilah nilai ∫e dx , kemudian ambillah bagian real dan imaginer

untuk menunjukkan bahwa


e ax (a cos bx + b sin bx)
∫ e cos bx dx =
ax
a.
a 2 + b2
e ax (a sin bx − b cos bx)
∫ e sin bx dx =
ax
b.
a 2 + b2

15. Tunjukkan bahwa untuk sembarang real y, berlaku e iy = 1 , sedangkan

untuk sembarang kompleks z, berlaku e z = e x .

16. Tunjukkan bahwa tan z tidak pernah bernilai ± i , serta tanh z tak pernah
bernilai ± 1 .
_______________________________________________________________________________
30 Bilangan Kompleks
_________________________________________________________________________________________

17. Buktikan bahwa


sin 2nθ
a. cos θ + cos 3θ + cos 5θ + ... + cos(2n − 1)θ =
2 sin θ
sin 2 nθ
b. sin θ + sin 3θ + sin 5θ + ... + sin(2n − 1)θ =
sin θ
2 2 2
 ∞ 2n   ∞  ∞
2 n inθ
c.  ∑ r cos nθ  +  ∑ r 2 n sin nθ  = ∑r e
 n=0   n=0  n=0

N
cos[ Nθ / 2] sin[( N + 1)θ / 2]
d. 1 + ∑ cos nθ =
n =1 sin θ / 2
N
sin[ Nθ / 2] sin [( N + 1)θ / 2]
e. ∑ sin nθ = sin θ / 2
n =1

18. Buktikan berlakunya kaedah ketaksamaan segitiga.

19. Buktikan rumus binomium Newton dengan menggunakan induksi


matematik.

20. Carilah semua akar-akar persamaan di bawah ini


a. x 2 + 3x + 6 = 0
b. x4 − 4x2 − 2 = 0
c. x 2 − x + 1 = 0 , kemudian hitunglah α 100 + β 100 , jika akar-akarnya
adalah α dan β .

21. Dalam teori relativitas khusus, laju partikel bermassa (v) selalu lebih kecil
daripada laju cahaya dalam vakum (c). Sementara itu nilai tanh θ untuk θ
real selalu memiliki jangkauan nilai −1 < tanh θ < 1. Jika didefinisikan
tanh θ = v/c,
buktikan bahwa

_______________________________________________________________________________
31 Bilangan Kompleks
_________________________________________________________________________________________

1
cosh θ =
1 − v2 / c2
dan
v/c
sinh θ = .
1 − v2 / c2

_______________________________________________________________________________
32 Aljabar Vektor
_________________________________________________________________________________________

BAB II
ALJABAR VEKTOR

Dalam fisika, konsep tentang vektor memainkan peranan yang sangat


penting. Banyak besaran-besaran dalam fisika yang merupakan besaran vektor
(selain juga skalar, tensor dan lain-lain). Sebagai contoh, gaya yang merupakan
salah satu fisika penting dalam mekanika merupakan contoh dari besaran vektor.
Contoh lain adalah kecepatan yang juga merupakan besaran vektor. Jika
kecepatan ini hanya dihitung besarnya, diperoleh kelajuan yang merupakan
besaran skalar.
Ketika membicarakan aljabar vektor, orang tidak hanya berkutat pada
masalah sifat-sifat penjumlahan, pengurangan, perkalian baik perkalian vektor
dengan suatu skalar maupun perkalian antar vektor dalam bentuk perkalian titik
dan perkalian silang, namun juga konsep-konsep lain seperti diferensial vektor,
integral vektor, koordinat lengkung dan sebagainya. Namun pada buku ini
kalkulus vektor tidak akan dibahas.

Sifat-sifat Skalar dan Vektor


Skalar adalah besaran yang secara lengkap ditentukan oleh besar dan
tandanya. Dalam fisika contoh besaran skalar adalah massa, panjang, waktu, laju,
muatan listrik, skalar potensial listrik dan sebagainya. Lambang besaran skalar
adalah huruf Romawi miring (italics), seperti m, s, t dan sebagainya.
Vektor adalah besaran yang secara geometris ditentukan oleh besar dan
arahnya dalam ruang. Contoh besaran vektor dalam fisika adalah vektor letak
suatu titik, kecepatan, percepatan, gaya, momentum, momentum sudut, torka, kuat
medan listrik, vektor imbas magnet, vektor potensial listrik, vektor pergeseran
listrik dan lain-lain. Lambang besaran vektor adalah huruf tebal tegak dan
   
biasanya diberi panah, seperti r, v, a, F dan sebagainya.

_______________________________________________________________________________
33 Aljabar Vektor
_________________________________________________________________________________________

Besar Vektor

Panjang panah yang mewakili suatu vektor A disebut panjang atau
 
magnitud (magnitude) vektor A , yang ditulis dengan A atau A. Terkadang
 
ditulis pula sebagai norm A , yang ditulis dengan A . Dengan menggunakan

teorema Phytagoras, panjang A adalah

A = A = Ax2 + Ay2 dalam dua dimensi




atau

A = A = Ax2 + Ay2 + Az2 dalam tiga dimensi.




Contoh soal :

Gaya F memiliki komponen ke arah x sebesar 3 N dan komponen ke arah y
sebesar 4 N. Maka :

Fx = 3N , Fy = 4 N , F = Fx2 + Fy2 = 5 N.


dan
F 3
θ = sudut antara F dengan sumbu x = arctan y = arctan .

Fx 4

Sifat-sifat ruang vektor


Sebuah ruang vektor (vector space) berisi kumpulan objek matematik untuk mana
suatu hukum penjumlahan didefinisikan :
c = a +b.
  

Sebuah proses perkalian skalar juga didefinisikan sebagai berikut :


Jika a sebuah vektor dan α suatu skalar (bilangan biasa) maka αa juga sebuah
 

vektor. Berikut ini adalah hukum dasar tentang aljabar vektor :


1. Tertutup (Closure) :
   
Jika a dan b vektor, maka a + b juga sebuah vektor.
2. Hukum penjumlahan komutatif :

_______________________________________________________________________________
34 Aljabar Vektor
_________________________________________________________________________________________

   
a + b = b + a.
3. Hukum penjumlahan asosiatif :
     
( a + b ) + c = a + ( b + c ).
4. Eksistensi vektor nol.

Terdapat suatu vektor 0 sedemikian sehingga
    
a + 0 = 0 + a = a.
 
5. Untuk sebuah vektor a tertentu terdapat lawan (− a ) sedemikian sehingga
  
a + (− a ) = 0 .
Jika α1 dan α 2 adalah skalar maka (α1 + α 2 )a = α1a + α 2a .
  
6.

α (a + b ) = α a + α b .
   
7.
α1 ( α 2 a ) = ( α1 α 2 ) a
 
8.

Penjumlahan Vektor
 
Dua vektor A dan B dapat dijumlahkan secara geometri dengan dua cara :
(1) cara segitiga, dan
(2) cara jajaran genjang.
Pada penjumlahan dua vektor atau lebih, berlaku kaedah-kaedah :
Kaedah komutatif : A + B = B + A
   

Kaedah asosiatif : ( A + B) + C = A + (B + C) .
     

Dengan kata lain, vektor-vektor dapat dijumlahkan dengan menggunakan aturan


aljabar biasa.
Contoh : dua buah vektor 5iˆ + 3 ˆj dan 3iˆ + 2 ˆj dapat dijumlahkan dengan hasil

8iˆ + 5 ˆj

Sebuah vektor cA menyatakan sebuah vektor yang panjangnya c kali vektor
 
A dan arahnya adalah sejajar (berlawanan) dengan A jika c positif (negatif).
Jadi jika
= 5iˆ + 3 ˆj

A
maka

_______________________________________________________________________________
35 Aljabar Vektor
_________________________________________________________________________________________

4 A = 20iˆ + 12 ˆj .


Sementara itu negatif sebuah vektor didefinisikan sebagai sebuah sebuah


vektor yang memiliki panjang sama tetapi arahnya berlawanan dengan vektor
semula, seperti vektor − A adalah lawan vektor A . Untuk vektor
 

A = 5iˆ + 3 ˆj


maka
− A = − 5iˆ − 3 ˆj .



Jumlah keduanya menghasilkan vektor nol ( 0 ). Vektor nol adalah vektor dengan
panjang nol, seluruh komponennya nol namun tidak memiliki arah. Sebuah vektor
dengan panjang satu disebut vektor satuan (unit vector). Jadi untuk sebarang

vektor A ≠ 0, vektor A / A adalah sebuah vektor satuan. Pada contoh A diatas,


   

maka vektor satuannya adalah


5iˆ + 3 ˆj
34

karena besarnya sama dengan 34 .

Soal-soal Latihan
1. Tunjukkan bahwa ketiga garis bagi (garis yang membagi garis sama
panjang) pada suatu segitiga sembarang bertemu pada satu titik.

2. Tunjukkan bahwa diagonal jajaran genjang membagi jajaran genjang sama


besar.

3. Tunjukkan bahwa sebuah garis yang melalui titik tengah sisi pertama dan
sejajar sisi kedua, akan membagi dua sisi ketiga.

4. Tunjukkan bahwa garis yang menghubungkan titik tengah dua sisi pada
sembarang segitiga akan sejajar dengan sisi ketiga dan panjang garis
tersebut sama dengan setengah panjang sisi ketiga.

_______________________________________________________________________________
36 Aljabar Vektor
_________________________________________________________________________________________

5. Tunjukkan bahwa seluruh polinomial berderajat n dalam x


n
P( x) = a0 + a1x + a2 x 2 + ... + an x n = ∑ ak x k
k =0

membentuk sebuah ruang vektor. Berapakah dimensi ruang ini? Carilah


sebuah himpunan vektor basis (tidak harus vektor satuan) yang menggelar
ruang ini.

6. Tinjaulah himpunan seluruh pasangan bilangan real (a, b). Asumsikan


bahwa penjumlahan pasangan dan perkalian skalar didefinisikan sebagai
( a , b ) + (c, d ) = ( a + c, b + d )
α (a, b) = (αa, b) .
Tunjukkan bahwa dalam kondisi tersebut, pasangan bilangan tersebut tidak
membentuk sebuah ruang vektor.

Perkalian antara Vektor


Ada dua jenis perkalian antara dua buah vektor. Pertama, disebut perkalian
skalar (scalar product) atau perkalian titik (dot product) yang memberikan hasil
berupa besaran skalar. Kedua, disebut perkalian vektor (vector product) atau
perkalian silang (cross product) yang memberikan hasil berupa vektor juga.

Perkalian Skalar
 
Perkalian skalar antara vektor A dan B didefinisikan sebagai sebuah
 
besaran skalar yang sama dengan panjang A dikalikan panjang B dikalikan
 
cosinus sudut antara A dan B . Dituliskan sebagai

A ⋅ B = A B cos θ .
   

Perkalian skalar memenuhi kaedah komutatif :


A⋅B = B⋅A .
   

Perkalian skalar juga memenuhi kaedah distributif :

_______________________________________________________________________________
37 Aljabar Vektor
_________________________________________________________________________________________

(B + C) ⋅ A = B ⋅ A + C ⋅ A .
      

Sifat lain yang dimiliki oleh perkalian skalar adalah :


α ( A ⋅ B) = (αA) ⋅ B = A ⋅ (αB)
     

 
Jika A dan B adalah fungsi parameter t maka :
 
d    dB dA 
( A ⋅ B) = A ⋅ + ⋅B
dt dt dt
Jika perkalian skalar ingin dinyatakan dalam bentuk komponen-
komponennya, diperoleh
A ⋅ B = ( Ax iˆ + Ay ˆj + Az kˆ) ⋅ ( Bx iˆ + B y ˆj + Bz kˆ) .
 

Bentuk di atas mengandung sembilan suku, meliputi Ax Bx iˆ ⋅ iˆ , Ax B y iˆ ⋅ ˆj dan

seterusnya. Dengan menggunakan definisi perkalian skalar, diperoleh

iˆ ⋅ iˆ = iˆ iˆ cos 0 = 1.1.1 = 1

dan serupa dengan itu :


ˆj ⋅ ˆj = kˆ ⋅ kˆ = 1 .

Sedangkan
iˆ ⋅ ˆj = ˆj ⋅ kˆ = kˆ ⋅ iˆ = 0
karena sudut yang mengapit kedua vektor satuan yang berlaian tersebut sama
dengan 900 sehingga cos 900 = 0. Jadi diperoleh
A ⋅ B = Ax Bx + Ay B y + Az Bz .
 

Jika diberikan dua vektor dengan nilai komponen-komponennya, dapat


dicari sudut yang mengapitnya.
Contoh soal :
Diketahui vektor A = 3iˆ + 6 ˆj + 9kˆ dan B = −2iˆ + 3 ˆj + kˆ , carilah sudut antara
 

kedua vektor tersebut.


Jawab :

A = 32 + 6 2 + 9 2 = 3 14

B = (−2) 2 + 32 + 12 = 14

_______________________________________________________________________________
38 Aljabar Vektor
_________________________________________________________________________________________

A ⋅ B = Ax Bx + Ay B y + Az Bz = AB cos θ
 

atau
Ax Bx + Ay B y + Az Bz − 6 + 18 + 9 21 1
cos θ = = = =
AB 3 14 14 42 2
sehingga
θ = 600 .
 
Jika dua vektor A dan B tegaklurus, maka
cos θ = 0
sehingga berlaku
Ax Bx + Ay B y + Az Bz = 0

Sedangkan jika kedua vektor tersebut sejajar, berlaku (jika tak ada komponen
yang bernilai nol)
Ax Ay Az
= = .
Bx B y Bz

(Tentu saja, jika misalnya Ax = 0 maka Bx = 0 ).


Penggunaan perkalian titik muncul pada konsep kerja (work) dalam
mekanika klasik. Kerja infinitesimal dW yang dilakukan pada sebuah partikel oleh
 
gaya F sepanjang pergeseran infinitesimal d s adalah
dW = F ⋅ d s .
 

Hukum Newton kedua menyatakan bahwa gaya F yang bekerja pada partikel
bermassa m akan menyebabkan partikel tersebut mengalami percepatan sebesar

 F
a=
m
atau

dv
F = ma = m
 
dt

dengan v adalah kecepatan partikel. Laju kerja W terhadap waktu t selama gaya

F bekerja pada partikel adalah

_______________________________________________________________________________
39 Aljabar Vektor
_________________________________________________________________________________________
 
dW  d s   dv 
= F⋅ = F⋅v = m ⋅v,
dt dt dt
padahal

( )
v = (v ⋅ v ) = 2 v ⋅

d 2 d    dv
dt dt dt
sehingga diperoleh
  d  1   dE
F ⋅ v =  mv 2  = K .
dt  2  dt

Persamaan terakhir di atas menyatakan bahwa laju gaya F yang bekerja

pada partikel berkecepatan v sama dengan perubahan energi kinetik E K terhadap
waktu t. Selain itu diperoleh pula bentuk berikut :

ds
dW = Fdt ⋅ = m dv ⋅ v = p ⋅ dv
    
dt

dengan momentum partikel p dirumuskan sebagai
p = mv .
 

Soal-soal Latihan
1. Untuk dua buah vektor

a = 3iˆ + m( ˆj + kˆ)


dan

b = −iˆ + 5 ˆj + 2mkˆ ,


 
carilah nilai m sedemikian sehingga vektor a tegak lurus dengan vektor b .

Untuk nilai m tersebut, carilah semua vektor satuan yang tegaklurus pada a

dan b .

2. Sebuah partikel dikenai gaya


F = 3iˆ + 2 ˆj − 4kˆ N


sepanjang lintasan
r = 2iˆ − 3 ˆj − 4kˆ m.


_______________________________________________________________________________
40 Aljabar Vektor
_________________________________________________________________________________________

Carilah kerja pada partikel tersebut.

Jika A = iˆ + 2 ˆj − 3kˆ dan B = 2iˆ − 3 ˆj − kˆ , carilah :


 
3.
 
(a) Cosinus sudut antara A dan B .
 
(b) Panjang proyeksi A pada B .
 
(c) Vektor proyeksi A pada B .

4. Tunjukkan bahwa

BA + AB
   

tegaklurus dengan

AB −BA
   

 
untuk A dan B sembarang.

Perkalian Vektor / Silang


 
Perkalian vektor / silang antara dua vektor A dan B ditulis sebagai
A×B
 

yang hasilnya didefinisikan sebagai sebuah vektor yang memiliki panjang dan
arah sebagai berikut :

Besar A × B adalah A × B = A B sin θ


     

dengan θ adalah sudut positif (0 ≤ θ ≤ 1800) antara A dan B . Arah


 

= A×B
  
C
  
adalah tegaklurus bidang A dan B dan mengikuti rotasi putar kanan dari A ke

B.
 
Perkalian silang antara A dan B tidak mematuhi kaedah komutatif. Jadi
A × B tidak sama dengan B × A . Perumusannya
   

A×B = −B× A
   

sehingga
_______________________________________________________________________________
41 Aljabar Vektor
_________________________________________________________________________________________

A×B + B× A = 0 .
    
 
Jika A dan B sejajar atau berlawanan arah, maka sudut yang mengapit
keduanya 00 atau 1800 sehingga sin θ = 0 . Jadi

A × B = 0 jika A dan B sejajar atau berlawanan arah


    

A × A = 0 untuk sembarang vektor A .


   

Dengan menggunakan kaedah perkalian silang, diperoleh


iˆ × iˆ = ˆj × ˆj = kˆ × kˆ = 0


iˆ × ˆj = kˆ , ˆj × iˆ = −kˆ , ˆj × kˆ = iˆ ,

kˆ × ˆj = −iˆ , kˆ × iˆ = ˆj , iˆ × kˆ = − ˆj .

Untuk menuliskan bentuk A × B secara eksplisit, bentuk tersebut dituliskan


 

sebagai
A × B = ( Ax iˆ + Ay ˆj + Az kˆ) × ( Bx iˆ + B y ˆj + Bz kˆ)
 

= iˆ( Ay Bz − Az B y ) + ˆj ( Az Bx − Ax Bz ) + kˆ( Ax B y − Ay Bx )

iˆ ˆj kˆ
= Ax Ay Az .
Bx By Bz

Dari bentuk di atas, penyajian A × B dapat dinyatakan dalam bentuk nilai


 

determinan matriks 3 × 3, dengan baris pertama berisi vektor-vektor satuan, baris



kedua berisi komponen vektor pertama ( A ), dan baris ketiga berisi komponen
vektor kedua ( B ). Karena A × B adalah vektor yang tegaklurus pada A maupun
   

B , rumus di atas dapat digunakan untuk mencari vektor (termasuk vektor satuan)
yang tegaklurus pada keduanya.
Contoh soal :
Carilah seluruh vektor satuan yang tegaklurus pada vektor A = 2iˆ + ˆj − kˆ dan


B = iˆ + 3 ˆj − 2kˆ .


Jawab :

_______________________________________________________________________________
42 Aljabar Vektor
_________________________________________________________________________________________

iˆ ˆj kˆ
A×B = 2 1 − 1 = iˆ + 3 ˆj + 5kˆ .
 

1 3 −2

Jadi vektor satuan yang dicari adalah

uˆ =
iˆ + 3 ˆj + 5kˆ
=
1 ˆ
( )
i + 3 ˆj + 5kˆ .
12 + 32 + 52 35
Selain hasil di atas, vektor satuan yang dicari adalah


1 ˆ
35
(
i + 3 ˆj + 5kˆ ) (Mengapa ?)

Delta dan Epsilon Kronecker



Dari bentuk penyajian komponen vektor A sebagai
A = Ax iˆ + Ay ˆj + Az kˆ ,


bentuk tersebut dapat dituliskan sebagai


3
A = ∑ Ai nˆi

i =1

dengan
A1 = Ax , A2 = Ay , A3 = Az

dan vektor-vektor satuan


nˆ1 = iˆ, nˆ2 = ˆj , nˆ3 = kˆ .
Selanjutnya diperkenalkan kesepakatan penjumlahan Einstein yang
menyatakan bahwa untuk indeks berulang, maka penjumlahan harus dilakukan
terhadap indeks tersebut. Adapun jika tidak ingin dijumlahkan maka hal tersebut

harus ditulis secara eksplisit. Berdasarkan aturan ini, bentuk penyajian vektor A
menjadi
A = Ai nˆi


 
Jika vektor A dikalikan skalar dengan vektor B , hasilnya
A ⋅ B = ( Ai nˆi ) ⋅ ( B j nˆ j ) = Ai B j nˆi ⋅ nˆ j .
 

_______________________________________________________________________________
43 Aljabar Vektor
_________________________________________________________________________________________

Berdasarkan hasil perkalian skalar antara vektor-vektor satuan, maka dapat


disimpulkan bahwa perkalian skalar antara nˆi dan nˆ j menghasilkan bentuk

1, i = j
nˆi ⋅ nˆ j = δ ij = 
0, i ≠ j
Sebagai contoh :
δ 11 = δ 22 = δ 33 = 1
sedangkan
δ 12 = δ 21 = δ 13 = δ 31 = δ 23 = δ 32 = 0 .
Jadi
A ⋅ B = Ai B j δ ij = Ai Bi
 

= Ax Bx + Ay B y + Az Bz .

Bentuk δ ij ini dinamakan delta Kronecker. Pada persamaan di atas telah

digunakan rumus
B jδ ij = Bi

untuk seluruh jangkauan j.


 
Adapun untuk perkalian silang antara A dan B , bentuknya dapat dituliskan
sebagai
A × B = Ai nˆi × B j nˆ j = Ai B j nˆi × nˆ j = ε ijk Ai B j nˆk
 

dengan perkalian silang antara dua vektor satuan dirumuskan


nˆi × nˆ j = ε ijk nˆ k .

Lambang ε ijk dinamakan sebagai epsilon Kronecker yang nilainya adalah

+ 1, ijk permutasi genap



ε ijk = − 1, ijk permutasi ganjil
0, jika selainnya

Definisi nilai di atas menegaskan bahwa jika pada indeks epsilon Kronecker
terdapat angka yang sama, nilainya sama dengan nol. Nilai epsilon Kronecker
baru tak lenyap jika seluruh angka pada indeksnya berbeda, serta bergantung pada
urutan perputaran genap atau ganjil.

_______________________________________________________________________________
44 Aljabar Vektor
_________________________________________________________________________________________

Lambang epsilon Kronecker yang tak lenyap adalah


ε123 = ε 231 = ε 312 = −ε132 = −ε 213 = −ε 321 = 1
sedangkan selainnya nol. Jadi dari 27 ( = 33 ) kemungkinan bentuk epsilon
Kronecker yang berindeks tiga, hanya ada 6 ( = 3! ) yang tak lenyap, sedangkan
sisanya sebanyak 27 lenyap.
Dari bentuk
A × B = ( A × B) k n̂k = ε ijk Ai B j nˆ k
   

dapat disimpulkan bahwa


( A × B) k = ε ijk Ai B j .
 

Jika bentuk di atas dijabarkan :


( A × B)1 = A2 B3 − A3 B2 ;
 

( A × B) 2 = A3 B1 − A1 B3 ;
 

dan
( A × B)3 = A1 B2 − A2 B1 .
 

Sementara itu dari bentuk di atas dapat pula disimpulkan pula bahwa :
Ai B j − A j Bi = ε ijk ( A × B) k
 

 
Perkalian silang antara A dan B dapat ditulis sebagai :

A × B = ( A2 B3 − A3 B2 )iˆ + ( A3 B1 − A1 B3 ) ˆj + ( A1B2 − A2 B1 )kˆ


 

Selanjutnya dilakukan perkalian susun tiga vektor sebagai


( A × B) × C = (ε ijk Ai B j nˆ k ) × (Cm nˆ m )
  

= ε ijk ε kmn Ai B j Cm nˆn

Sementara itu
( A × B) × C = ε imn ( A × B) i C m nˆn = ( Am Bn − An Bm ) Cm nˆ n
    

= ( Bn nˆn )( AmCm ) − ( An nˆn )( BmCm ) = B( A ⋅ C) − A(B ⋅ C) .


     

Untuk mencari kaitan antara epsilon dan delta Kronecker, dua persamaan di atas
ditulis sebagai
ε ijk ε kmn Ai B j Cm nˆn = ( Am Bn − An Bm ) Cm nˆn
_______________________________________________________________________________
45 Aljabar Vektor
_________________________________________________________________________________________

atau
ε kij ε kmn ( Ai B j Cm nˆn ) = (δ imδ jn − δ inδ jm )( Ai B j Cm nˆ n )
sehingga diperoleh
ε kij ε kmn = δ imδ jn − δ inδ jm .
Jika dipilih i = m :
ε kmj ε kmn = δ mmδ jn − δ mnδ jm = 3δ jn − δ jn = 2δ jn .
Selanjutnya untuk j = n diperoleh
ε kmn ε kmn = 2δ nn = 6 .
Contoh soal :
Carilah nilai ( A × B) × C jika A = iˆ + ˆj + kˆ , B = iˆ − ˆj + 2kˆ dan C = −2iˆ + ˆj − kˆ .
     

Jawab :

iˆ kˆ
ˆj
A×B = 1 1 1 = 3iˆ − ˆj − 2kˆ .
 

1 −1 2

Jadi

iˆ ˆj kˆ
( A × B) × C = 3 − 1 − 2 = 3iˆ + 7 ˆj + kˆ .
  

− 2 1 −1

Nilai ini dapat pula dicari dengan menggunakan bentuk


( A × B) × C = B( A ⋅ C) − A (B ⋅ C)
        

= − 2B + 5A = 3iˆ + 7 ˆj + kˆ .
 

Salah satu contoh penggunaan konsep perkalian silang adalah perumusan



gaya Lorentz F yang bekerja pada partikel bermuatan q yang bergerak dengan
  
kecepatan v yang berada dalam medan listrik E dan medan imbas magnet B .
Gaya Lorentz tersebut dirumuskan sebagai
F = q (E + v × B ) .
   

_______________________________________________________________________________
46 Aljabar Vektor
_________________________________________________________________________________________
 
Jika partikel dalam keadaan rehat yang berarti v lenyap atau v sejajar atau

berlawanan arah dengan B maka gaya Lorentz di atas tereduksi menjadi gaya
Coulomb :
F = qE .
 

Contoh Soal :

Misalkan ingin dicari gaya Lorentz F yang bekerja pada partikel bermuatan q
yang bergerak dengan kecepatan
 c
v = (2iˆ + 2 ˆj + kˆ)
5
dalam medan
E = E0 (iˆ − ˆj − kˆ)


dan
B = 5E0 (−iˆ + ˆj + 2kˆ) / c .


Jawab :

iˆ ˆj kˆ
v × B = E0 2 2 1 = E0 (3iˆ − 5 ˆj + 4kˆ)
 

−1 1 2

sehingga
 1   3 
   
F = qE0  − 1 +  − 5  = qE0 (4iˆ − 6 ˆj + 3kˆ).


 − 1  4 

Penggunaan perkalian silang yang lain adalah pada momentum sudut rotasi
 
partikel yang bermassa m berkecepatan v yang berada pada vektor posisi r .
Momentum sudut rotasi partikel tersebut adalah
L = r × mv .
  

Dengan menurunkan persamaan di atas ke waktu t, diperoleh


 
dL  dv 
= r×m + v × mv .

dt dt
Dengan mengingat

_______________________________________________________________________________
47 Aljabar Vektor
_________________________________________________________________________________________

v×v = 0
  

dan

dv 
m = F,
dt
diperoleh

dL   
= r×F = τ.
dt
Jadi perubahan momentum sudut rotasi partikel terhadap waktu sama dengan
torka partikel tersebut. Jika gaya luar yang bekerja pada partikel tersebut lenyap,
maka perubahan momentum sudut rotasi terhadap waktu menjadi lenyap, atau
momentum sudut rotasi partikel bernilai kekal.

−soal Latihan
Soal−

Buktikan bahwa A × (B × C) = B( A ⋅ C) − C( A ⋅ B)
        
1.

Sederhanakan bentuk ( A × B) × (C × D) dan ( A × B) ⋅ (C × D)


       
2.

Hitunglah nilai ( A × B) 2 + ( A ⋅ B) 2 dan ( A ⋅ B) 2 − [(A × B) × B] ⋅ A .


         
3.

Buktikan identitas Jacobi : A × (B × C) + B × (C × A) + C × ( A × B) = 0 .


         
4.

Jika diketahui tiga buah vektor A = 2iˆ + 3 ˆj − 4kˆ , B = − 2iˆ + 3 ˆj + 4kˆ serta
 
5.

C = − 2iˆ + 3 ˆj − 4kˆ , buktikan secara eksplisit bahwa




( A × B) × C = B( A ⋅ C) − A (B ⋅ C)
        

dan
( A × B) ⋅ C = (B × C) ⋅ A = (C × A ) ⋅ B
        

6. Carilah nilai (ε akl ε amn )(ε bknε bml )

_______________________________________________________________________________
48 Aljabar Vektor
_________________________________________________________________________________________

7. Carilah gaya Lorentz F yang bekerja pada partikel bermuatan q yang
bergerak dengan kecepatan
 c
v = (−2iˆ + ˆj − 2kˆ)
5
dalam medan
E = E0 (3iˆ − 2 ˆj + kˆ)


dan
B = 5E0 (iˆ − ˆj − kˆ) / c .


8. Momentum sudut sebuah partikel bermassa m didefinisikan sebagai


L = mr × (dr / dt ) .
  

Tunjukkan bahwa
dL / dt = mr × (d 2 r / dt 2 ) .
  

Garis dan Bidang


Dalam geometri analitik, sebuah titik dapat ditandai oleh suatu koordinat
tiga dimensi ( x, y, z ) . Titik tersebut dapat dilambangkan melalui sebuah anak
panah, dengan pangkal di O dan ujung panah di titik tersebut. Vektor
yangdilambangkan anak panah tersebut ditulis sebagai
r = xiˆ + yˆj + zkˆ .


Vektor dapat digunakan untuk menghubungkan dua titik dalam ruang.



Misalnya vektor A yang menghubungkan titik (1, 2, 3) ke (4, 6, 8) adalah
A = (4, 6, 8) − (1, 2, 3) = (3, 4, 5) = 3i + 4 j + 5k


atau juga dapat ditulis sebagai


 4  1  3
      
A =  6 −  2 =  4 .
8  3  5
     
Dalam koordinat dua dimensi (x, y), persamaan garis lurus yang melalui titik
( x0 , y0 ) dengan kemiringan (slope) m dituliskan sebagai
_______________________________________________________________________________
49 Aljabar Vektor
_________________________________________________________________________________________

y − y0
=m
x − x0
atau
y = mx + ( y0 − mx0 )
Diberikan sebuah garis pada dua dua dimensi dengan vektor
A = aiˆ + bˆj .


Selanjutnya diketahui sebuah garis yang melalui titik acuan ( x0 , y0 ) dan



sembarang titik ( x, y ) serta sejajar dengan arah vektor A . Persamaan garis
tersebut adalah
r − r0 = ( x − x0 )iˆ + ( y − y0 ) ˆj .
 

Vektor ini paralel dengan A = aiˆ + bˆj , sehingga perbandingan komponen-




komponen kedua vektor tersebut (untuk a, b ≠ 0) adalah


x − x0 y − y0
=
a b
atau
y − y0 b
= .
x − x0 a
Persamaan di atas merupakan persamaan garis lurus bergradien m = b/a.
Keadaan di atas dapat ditulis dalam bentuk, bahwa karena r − r0 dan A
  

sejajar, maka vektor yang satu adalah tetapan kali vektor yang lain, atau
r − r0 = At
  

atau
r = r0 + At
  

dengan t adalah tetapan skalar. Besaran t tersebut dapat dipandang sebagai suatu
parameter sehingga persamaan di atas dapat dijabarkan menjadi
x − x0 = at
dan
y − y0 = bt .

_______________________________________________________________________________
50 Aljabar Vektor
_________________________________________________________________________________________

Dengan mengeliminasi, akan segera diperoleh kembali bentuk persamaan


y − y0 b
= .
x − x0 a
Dalam tiga dimensi, gagasan yang sama dapat kembali digunakan. Ingin
diperoleh persamaan garis lurus yang melalui titik tertentu ( x0 , y0 , z0 ) dan sejajar

dengan vektor A = aiˆ + bˆj + ckˆ . Jika ( x, y, z ) adalah sembarang titik pada garis


lurus tersebut, vektor yang penghubungkan titik ( x0 , y0 , z0 ) dan ( x, y, z ) akan

sejajar dengan A . Sehingga komponen-komponen x − x0 , y − y0 , z − z 0





sebanding dengan komponen a, b dan c dari vektor A , dan diperoleh
x − x0 y − y0 z − z 0
= = .
a b c
Persamaan di atas merupakan persamaan garis lurus dengan a, b dan c ≠ 0. Jika
misalkan c = 0, dari persamaan di atas diperoleh
x − x0 y − y0
= , z = z0 .
a b
Sebagaimana dalam kasus dua dimensi, dua persamaan terakhir di atas dapat
dituliskan sebagai
r = r0 + At
  

atau
x = x0 + at
y = y 0 + bt .
z = z 0 + ct
Kembali ditinjau pada dua dimensi, ingin dicari persamaan garis lurus L
yang melalui titik ( x0 , y0 ) dan tegaklurus terhadap vektor N = aiˆ + bˆj .


Sebagaimana telah dituliskan di atas, vektor


r − r0 = ( x − x0 )iˆ + ( y − y0 ) ˆj
 


melalui garis tersebut. Karena vektor tersebut tegaklurus dengan vektor N , maka
perkalian titik antara keduanya bernilai nol, yang memberikan
a ( x − x0 ) + b( y − y0 ) = 0

_______________________________________________________________________________
51 Aljabar Vektor
_________________________________________________________________________________________

atau
y − y0 a
=− .
x − x0 b

Persamaan di atas adalah persamaan garis yang tegaklurus pada N .
Dalam kasus tiga dimensi, yang akan diperoleh adalah persamaan bidang
yang tegaklurus suatu vektor normal. Jika ( x0 , y0 , z0 ) adalah suatu titik dalam

bidang dan ( x, y, z ) adalah sembarang titik pada bidang tersebut, maka vektor

r − r0 = ( x − x0 )iˆ + ( y − y0 ) ˆj + ( z − z0 )kˆ
 

terletak pada bidang tersebut. Jika N = aiˆ + bˆj + ckˆ adalah vektor normal /


tegaklurus terhadap bidang, maka N dan r − r0 tegaklurus, seingga persamaan


  

bidang tersebut adalah


N ⋅ (r − r0 ) = 0
  

yang jika dijabarkan menjadi


a ( x − x0 ) + b( y − y0 ) + c( z − z 0 ) = 0
atau
ax + by + cz = d
dengan
d = ax0 + by0 + cz0 .

Contoh soal :
Carilah persamaan bidang yang melalui tiga titik A (−1, 1, 1), B (2, 3, 0) dan C (0,
1, −2).
Jawab :
Vektor yang menghubungkan titik-titik tersebut pasti terletak pada bidang yang
diinginkan. Dalam hal ini dapat dipilih dua vektor, yaitu

AB = (2, 3, 0) − (−1, 1, 1) = (3, 2, −1)


dan

AC = (1, 0, −3).

_______________________________________________________________________________
52 Aljabar Vektor
_________________________________________________________________________________________

Perkalian silang antara kedua vektor tersebut akan tegaklurus pada bidang. Vektor
tersebut adalah

iˆ ˆj kˆ
N = AB × AC = 3 2 − 1 = −6iˆ + 8 ˆj − 2kˆ .


1 0 −3

Sekarang persamaan bidang dengan arah normal diberikan oleh vektor N yang
melalui salah satu titik, katakanlah B, adalah
− 6( x − 2) + 8( y − 3) − 2( z − 0) = 0
atau jika disederhanakan menjadi
3x − 4 y + z + 6 = 0 .
Contoh soal :
Carilah persamaan garis yang melalui (1, 0, −2) dan tegaklurus pada bidang di
atas.
Jawab :
Pada contoh di atas, vektor 3̂i − 4 ˆj + kˆ tegaklurus pada bidang di atas, sehingga
vektor tersebut sejajar dengan garis yang ingin dicari. Karena itu persamaan garis
tersebut adalah
x − 1 y − 0 z − (−2)
= = .
3 −4 1
Contoh soal :
Carilah jarak antara titik P (1, −2, 3) ke bidang 3 x − 2 y + z + 1 = 0 .
Jawab :
Terlebih dahulu dipilih salah satu titik pada bidang, yaitu titik Q (1, 2, 0). Vektor
yang menghubungkan dari P ke Q adalah

PQ = (1, 2, 0) − (1, −2, 3) = (0, 4, −3) = 4 ˆj − 3kˆ .


Dari persamaan bidang, diperoleh vektor normal
N = 3iˆ − 2 ˆj + kˆ .


Karena itu jarak antara titik P ke bidang adalah proyeksi vektor PR ke vektor

normal N yang dirumuskan sebagai

_______________________________________________________________________________
53 Aljabar Vektor
_________________________________________________________________________________________

PQ ⋅ N

0−8−3 11
Jarak =  = = 14 .
N 3 + ( − 2) + 1
2 2 2 14

Soal-soal Latihan
1. Carilah sudut antara garis 2x + 3y = 6 dan −3x + 4y = 12.

2. Carilah titik P pada garis x − 4y = 8 sehingga garis yang menghubungkan


antara titik P dan titik (2, 2) tegaklurus pada garis x − 4y = 8 tersebut.

3. Carilah persamaan bidang yang tegaklurus vektor 2iˆ − ˆj − 2kˆ dan melalui
titik ( 3, 2, 1).

4. Tuliskan persamaan garis yang menghubungkan antara


(a) Titik (3, 1) dan titik ( −2, 4)
(b) Titik (2, 3, 4) dan titik (4, 6, 8)

5. Carilah persamaan bidang yang melalui titik (1, 2, 3), (2, 3, 1) dan (3, 1, 2).

6. Carilah jarak titik (1, 1, 1) ke bidang x + 2y + 3z = 10

7. Carilah sudut antara bidang 2x + 3y − 4z = 12 dan 3x − y + 2z = 6.

8. Carilah titik P pada bidang x + 2y + 3z = 6 sedemikian vektor yang


menghubungkan titik P dengan titik ( 2, 3, 1) tegaklurus bidang tersebut.

9. Dalam kubus ABCDEFGH dengan panjang rusuk 2, titik P, Q dan R


berturut-turut adalah titik tengah ruas garis AB, CG dan DE. Hitunglah :
(a) Jarak PH dan QR.
(b) Jarak antara titik B ke ruas garis GQ.
_______________________________________________________________________________
54 Aljabar Vektor
_________________________________________________________________________________________

(c) Jarak antara titik F ke bidang PGR.


(d) Jarak antara garis FR dan garis PG.
(e) Sinus sudut antara garis AG dan HQ.
(f) Cosinus sudut antara garis CR dengan bidang DPQ.
(g) Tangen sudut antara bidang AFH dan bidang APQ.
(h) Luas bidang PQR.

Bebas dan Gayut Linear


Misalkan terdapat himpunan k buah vektor :
  
{b1 , b 2 ,..., b k } .
Himpunan tersebut disebut bebas linear jika dan hanya jika
k
s1b1 + s2b 2 + ... + sk b k = ∑ si b i = 0
    

i =1

kalau semua si = 0 (i = 1, 2, ..., k). Sebaliknya himpunan tersebut dikatakan gayut


linear / tak bebas linear jika dan hanya jika
k
s1b1 + s2b 2 + ... + sk b k = ∑ si b i = 0
    

i =1

tanpa semua si lenyap (i = 1, 2, ..., k).


Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa :
• Dua buah vektor segaris pasti gayut linear.
• Dua buah vektor sebidang tetapi tidak segaris pasti bebas linear.
• Tiga buah vektor sebidang pasti gayut linear.
• Tiga buah vektor dalam ruang 3 dimensi dan tidak sebidang pasti bebas
linear.
• Empat buah vektor dalam ruang 3 dimensi pasti gayut linear.
• N buah vektor dalam ruang N − 1 dimensi pasti gayut linear.
Dimensi suatu ruang vektor V adalah cacah maksimum perangkat vektor
yang bebas linear dalam ruang V tersebut. Jadi dalam ruang vektor berdimensi N,
selalu dapat dicariN buah vektor yang bebas linear, tetapi setiap N + 1 vektor

_______________________________________________________________________________
55 Aljabar Vektor
_________________________________________________________________________________________

dalam ruang tersebut pasti gayut linear. N vektor yang dapat dicari dengan sifat
bebas linear tersebut dalam ruang vektor berdimensi N dapat diperlakukan sebagai
basis. Terhadap suatu perangkat basis

{b i =1,2,..., N } ,

sembarang vektor x dalam ruang berdimensi N dapat diuraikan menjadi :
N 
x = x1b1 + x2b 2 + ... + x N b N = ∑ xi b i .
   

i =1

xi (i = 1, 2, ..., N) adalah proyeksi vektor x terhadap basis.

Soal-soal Latihan
1. Buktikan berlakunya ketaksamaan Schwartz :

A+B ≤ A + B
   


2. Titik-titik dalam ruang fisis 3 dimensi dengan vektor letak r yang
memenuhi persamaan
r.n = n x x + n y y + n z z = h


terletak pada suatu bidang datar S yang tegaklurus pada vektor satuan

n = n x iˆ + n y ˆj + n z kˆ


dan berjarak h dari pusat koordinat O.



a. Carilah jarak sembarang titik T dengan vektor letak rT ke bidang S.
b. Carilah persamaan bidang datar U yang melalui titik O dan tegaklurus
pada garis g yang menghubungkan titik A dengan vektor letak
rA = 2iˆ + ˆj


dan titik B dengan vektor letak


rB = 5iˆ + 3 ˆj + 6kˆ .


c. Carilah bidang datar W yang melalui titik C dengan


rC = iˆ + ˆj + kˆ


dan sejajar dengan U. Tentukan jarak antara bidang U dan W.


_______________________________________________________________________________
56 Aljabar Vektor
_________________________________________________________________________________________

d. Carilah bidang datar V yang melalui titik A, B dan C. tentukan


jaraknya dari titik O dan arah normal bidang V ini.
e. Hitunglah sisi-sisi, sudut-sudut serta luas segitiga ABC.

3. Tunjukkan bahwa titik-titik A, B dan C dengan vektor letak


rA = iˆ + 4kˆ ,


rB = 3iˆ + 2 ˆj + 5kˆ


dan
rC = 6iˆ + 3kˆ


adalah titik-titik sudut suatu segitiga siku-siku. Hitung pula :


a. nilai sudut lancipnya,
b. letak titik beratnya
c. luas segitiga tersebut.
d. isi limas OABC.
4. Carilah manakah di antara dua set vektor berikut ini yang gayut linear.
a = (4, − 1, 2), b = (−1, 3,1), c = (−3, 9, 3)
  
a.

a = (1, 0, − 1), b = (2, 2, 1), c = (−2,1, 5)


  
b.

5. Sebuah partikel bergerak sepanjang garis


x − 3 y +1
= = z −1.
2 −2
Tuliskan persamaan lintasan tersebut dalam bentuk r = r0 + A t .
  
a.
b. Carilah jarak terdekat partikel terhadap titik asal O.
c. Jika t menyatakan waktu, tunjukkan bahwa waktu untuk jarak terdekat
tersebut diberikan oleh
  2
t = −(r0 ⋅ A) / A .

6. Vektor momentum sudut dirumuskan sebagai


L = mr × (ω × r ) .
   

_______________________________________________________________________________
57 Aljabar Vektor
_________________________________________________________________________________________
  
Ekspansikan rumus tersebut. Jika r tegaklurus dengan ω (yang berarti r

dan v terletak pada satu bidang), tunjukkan bahwa besar momentum sudut
adalah
L = mvr.

Ekspansikan perkalian susun tiga a = ω × (ω × r ) . Jika r tegaklurus dengan


    
7.

ω , tunjukkan bahwa

a = −ω 2 r .
 

8. Dua partikel bermuatan yang bergerak menghasilkan dua gaya yang bekerja
pada pasangannya tersebut. Dua gaya tersebut sebanding dengan
v1 × ( v 2 × r )
  

dan
v 2 × ( v1 × −r )
  

dengan r adalah vektor jarak yang menghubungkan kedua partikel.
Tunjukkan bahwa kedua gaya tersebut besarnya sama dan berlawanan arah
(hukum Newton tiga) jika dan hanya jika
r × ( v1 × v 2 ) = 0 .
   


9. Tunjukkan bahwa sebarang vektor V pada sebuah bidang, dapat dinyatakan
 
sebagai kombinasi linear dari dua vektor tak sejajar A dan B pada bidang
tersebut, yaitu dalam bentuk V = aA + bB . Selanjutnya carilah nilai a dan
  

b.
(Petunjuk : Carilah hasil perkalian silang A × V dan B × V . Tunjukkan pula
   

bahwa
(B × V ) ⋅ n
  
a=   
(B × A ) ⋅ n

dengan n adalah vektor normal bidang. Dengan cara yang sama cari pula
nilai b.)

_______________________________________________________________________________
58 Aljabar Vektor
_________________________________________________________________________________________

10. Tunjukkan bahwa jarak titik ( x0 , y0 , z0 ) ke bidang ax + by + cz = d adalah

ax0 + by0 + cz0 − d


D= .
a 2 + b2 + c2

_______________________________________________________________________________
59 Matriks, Determinan dan Persamaan Linear
_________________________________________________________________________________________

BAB III
MATRIKS, DETERMINAN
DAN PERSAMAAN LINEAR

Pada bagian ini akan ditelaah kombinasi aljabar dan geometri yang sangat
berguna dalam berbagai problem fisika. Dalam fisika, banyak persoalan yang
melibatkan penyelesaian berupa set persamaan linear, misalnya persoalan
rangkaian listrik dengan menggunakan hukum Kirchoff. Jika diasumsikan telah
diselesaikan dua persaman linear simultan untuk x dan y berupa penyelesaian x =
2 dan y = −3, maka penyelesaian tersebut dapat dipandang sebagai titik (2, −3)
dalam bidang (x, y). Jika dua persamaan linear yang melibatkan dua variabel
bebas dipandang mewakili dua persamaan garis lurus, pada penyelesaiannya
berupa titik potong antara dua garis tersebut. Penyajian tersebut merupakan
wilayah geometri.
Banyak problem dalam fisika memerlukan penyelesaian set persamaan
linear dalam beberapa variabel yang tak belum diketahui nilainya. Untuk
menyelesaikan set persamaan linear, dapat digunakan metode substitusi atau
eliminasi. Metode ini cukup berguna untuk menyelesaikan kasus sederhana,
misalnya dua persamaan yang berisi dua variabel. Namun, untuk persoalan yang
lebih kompleks diperlukan metode yang lebih sistematik, terpadu dan cepat dalam
mencari penyelesaian yang diinginkan. Akan ditinjau dua metode tersebut untuk
menyelesaikan set persamaan simultan. Metode pertama yang biasa digunakan
disebut reduksi baris (row reduction) atau eliminasi Gauss, biasanya digunakan
dan beguna dalam komputasi numerik dan cukup efisien untuk menyelesaikan
banyak persamaan linear dengan bantuan komputer. Metode kedua adalah metode
Cramer yang memberikan perumusan untuk menyelesaikan seluruh variabel
dengan menghitung determinan matriks yang ordenya sama dengan jumlah
variabel bebas. Untuk kedua metode tersebut diperlukan konsep matriks dan
determinan.
Ditinjau 3 persamaan linear yang berisi 3 variabel :
__________________________________________________________________
60 Matriks, Determinan dan Persamaan Linear
_________________________________________________________________________________________

2x + 5 y + z = 4
3x − 4 y − 2 z = 6
− 3x + 7 y − 5 z = 8
Seluruh angka pada set persamaan tersebut dapat disusun sebagai
 2 5 1 4
 
 3 − 4 − 2 6 .
− 3 7 − 5 8
 
Bentuk di atas disebut matriks yang berode 3 × 4 karena berisi 3 baris dan 4
kolom. Pada matriks tersebut, sebagai contoh, angka 5 terletak pada baris ke satu
dan kolom ke dua. Angka 8 terletak pada baris ketiga dan kolom keempat.
Ada beberapa operasi matriks, yaitu :
1. Kesamaan matriks .
Dua buah matriks dikatakan sama jika dan hanya jika orde kedua matriks
tersebut sama, serta komponen-komponen matriks yang letaknya sama bernilai
sama. Sebagai contoh
 a + 2 2b c + d  b + 1 4 2 d − 1
  =  
 b + d ae 2c − f   6 b + c e − 5a 
menghasilkan penyelesaian (buktikan !)
a = 1, b = 2, c = 3¸ d = 4, e = 5 dan f = 6.
2. Transpos matriks
Jika terdapat
 1 2 3
A =  
 4 5 6
maka
 1 4
T  
A = 2 5
3 6
 
dikatakan sebagai transpos matriks A. Mentranspos sebuah matriks berarti
menukar antara baris dengan kolom atau sebaliknya.
3. Perkalian skalar

__________________________________________________________________
61 Matriks, Determinan dan Persamaan Linear
_________________________________________________________________________________________

Sebuah matriks dapat dikalikan dengan suatu bilangan skalar s sehingga


nilai komponen-komponennya menjadi s kali nilai komponen semula. Misalnya
 1 2 3   5 10 15 
5A = 5  =   .
 4 5 6   20 25 30 
4. Penjumlahan / pengurangan matriks
Dua buah matriks atau lebih dapat dijumlakan atau dikurangi jika orde
matriks-matriks tersebut sama. Misalnya
1 2  4 3
A =   dan B =  
3 4  2 1
maka
5 5
C = A + B =  
5 5
dan
 − 3 − 1
D = A − B =   .
 1 3 
5. Perkalian matriks dengan matriks
Dua buah matriks dapat dikalikan jika banyaknya kolom pada matriks
pertama sama dengan banyaknya baris pada matriks kedua. Matriks hasil
perkalian kedua matriks tersebut memiliki orde : banyaknya baris sama dengan
banyaknya baris pada matriks pertama dan banyaknya kolom sama dengan
banyaknya kolom pada matriks kedua. Misalnya
7
 1 2 3  
A =   dan B =  8 
 4 5 6 9
 
maka
7
 1 2 3     50 
AB =    8  =  
 4 5 6   9  122 
 
sedangkan BA tidak didefinisikan.
Untuk dua matriks persegi (matriks yang jumlah baris sama dengan jumlah
kolom) seperti
__________________________________________________________________
62 Matriks, Determinan dan Persamaan Linear
_________________________________________________________________________________________

1 2
A =  
3 4
dan
 2 3
B =  
 4 1
maka
 10 5 
AB =  
 22 13 
dan
11 16 
BA =  
 7 12 
yang berarti AB ≠ BA . Karena itu dapat dikatakan bahwa secara umum perkalian
matriks tidak bersifat komutatif.
6. Invers matriks

Sebuah matriks persegi A memiliki invers A −1 sehingga

A A −1 = A −1 A = I
dengan I adalah matriks persegi identitas yang memiliki komponen-komponen
bernilai 1 hanya pada komponen diagonalnya, dan 0 untuk komponen selainnya.
Sebagai contoh,
1 2  7 − 2
A =   dan A−1 =  
3 7 − 3 1 
sedemikian sehingga
1 0
A A−1 = A−1 A =   = I .
0 1
Konsep invers matriks sangat erat hubungannya dengan determinan matriks, yaitu
nilai karakteristik suatu matriks. Sebuah matriks persegi memiliki invers jika dan
hanya jika determinan matriks tersebut tidak sama dengan nol. Jika determinannya
sama dengan nol, matriks tersebut tidak memiliki invers, serta disebut pula
matriks singular. Contoh matriks singular adalah

__________________________________________________________________
63 Matriks, Determinan dan Persamaan Linear
_________________________________________________________________________________________

2 3 
A =  
 8 12 

yang menyebabkan tidak adanya matriks A−1 untuk A tersebut.

Soal-soal Latihan
1 2  2 3 3 4
1. Jika A =   , B =   dan C =   , carilah :
3 4  4 1 1 2
a. A + B, B − C, AB, BA, BC.
b. Tunjukkan bahwa AB ≠ BA, namun ( AB )C = A( BC ) .

2. Jika diketahui
x y  x 6   4 x + y
3  =   +  
 z w   − 1 2w   z + w 3 
carilah nilai x, y, z dan w.

3. Tunjukkan bahwa matriks-matriks :


 cos θ1 sin θ1 
R1 =  
 − sin θ1 cos θ1 
dan
 cos θ 2 sin θ 2 
R2 =  
 − sin θ 2 cos θ 2 

bersifat komut ( R1R2 = R2 R1 ).

Rotasi sumbu-sumbu koordinat


Dalam geometri analitik, terdapat suatu operasi rotasi dua dimensi yang
mentransformasi sumbu koordinat (x, y) menjadi sumbu koordinat (x’, y’). Jika
sudut rotasi adalah θ , persamaan rotasi sumbu-sumbu koordinat tersebut adalah
x' = x cos θ + y sin θ
y ' = − x sin θ + y cos θ .

__________________________________________________________________
64 Matriks, Determinan dan Persamaan Linear
_________________________________________________________________________________________

Besaran yang mengandung θ dapat dinyatakan dalam bentuk


 cos θ sin θ 
A =  
 − sin θ cos θ 
yang dinamakan dengan matriks rotasi. Persamaan rotasi di atas dapat dinyatakan
sebagai persamaan matriks berikut :
 x'   cos θ sin θ  x 
  =   
 y '   − sin θ cos θ  y 
Persamaan di atas dapat dinyatakan sebagai
r ' = Ar
dengan
 x' 
r ' =  
 y' 
dan
 x
r =   .
 y
Selanjutnya ingin dicari transformasi balik dari ( x' , y ' ) ke ( x, y ) . Dari
persamaan transformasi ( x, y ) ke ( x' , y ' ) , jika persamaan pertama dan kedua
masing-masing dikalikan sin θ dan cos θ , diperoleh

x' sin θ = x sin θ cos θ + y sin 2 θ


dan

y ' cos θ = − x sin θ cos θ + y cos 2 θ .


Dengan menjumlahkan kedua persamaan di atas diperoleh
y = x' sin θ + y ' cos θ
Adapun untuk x dapat dengan mudah dicari yaitu :
x = x' cos θ − y sin θ
sehingga gabungan kedua persamaan transformasi balik dalam persamaan matriks
dapat dituliskan menjadi
 x   cos θ − sin θ   x' 
  =    .
 y   sin θ cos θ   y ' 

__________________________________________________________________
65 Matriks, Determinan dan Persamaan Linear
_________________________________________________________________________________________

Dengan menggunakan hasil transformasi ( x, y ) ke ( x' , y ' ) diperoleh

 x   cos θ − sin θ   cos θ sin θ  x 


  =    
 y   sin θ cos θ   − sin θ cos θ  y 

 1 0  x   x 
=    =   .
 0 1  y   y 
Hasil di atas menunjukkan bahwa matriks
 cos θ − sin θ 
 
 sin θ cos θ 
merupakan invers matriks
 cos θ sin θ 
A =  .
 − sin θ cos θ 
Sehingga dapat dituliskan
 cos θ − sin θ 
A−1 =  .
 sin θ cos θ 
Persamaan transformasi dari ( x' , y ' ) ke ( x, y ) dapat pula diperoleh dari
kaedah transformasi ( x, y ) ke ( x' , y ' ) dengan substitusi θ → −θ , sehingga
x = x' cos(−θ ) + y ' sin(−θ ) = x' cos θ − y ' sin θ
dan
y = − x' sin(−θ ) + y ' cos(−θ ) = x' sin θ + y ' cos θ .
Untuk bentuk di atas telah digunakan identitas
sin(−θ ) = − sin θ
dan
cos(−θ ) = cos θ .

Determinan
Determinan matriks persegi A berorde n × n dengan komponen baris ke i
dan kolom ke j yaitu aij dituliskan sebagai

__________________________________________________________________
66 Matriks, Determinan dan Persamaan Linear
_________________________________________________________________________________________

a11 a12 ... a1n


a a22 ... a2n
Det A = 21 .
⋮ ⋮ ⋱ ⋮
an1 an 2 ... ann

Sifat-sifat determinan matriks orde n × n :


1. Jika dua baris atau dua kolom dari determinan tersebut dipertukarkan, maka
nilai determinannya menjadi −1 × nilai determinan semula.
Contoh :
1 2 3 4 5 6 2 1 3
4 5 6 = −1 2 3 = −5 4 6 .
7 8 9 7 8 9 8 7 9

2. Jika dua baris atau lebih, begitu pula dengan dua kolom atau lebih adalah
identik (komponen-komponennya sama) maka nilai determinannya sama
dengan nol. Hal ini dapat ditunjukkan dengan mudah, mengingat jika baris
atau kolom dipertukarkan maka nilainya menjadi minusnya, padahal sama
sekali tidak mengubah nilai determinan semula (mengingat identiknya baris
atau kolom yang dipertukarkan). Jadi kalau nilai determinan sama dengan
minusnya, pasti nilai determinan tersebut sama dengan nol.
Contoh :
1 2 3 4
5 6 7 8
=0
1 2 3 4
9 10 11 12
karena komponen baris pertama sama dengan komponen baris ketiga.
Sedangkan
1 2 3 1
5 6 7 5
=0
8 9 10 8
9 11 12 9
karena komponen kolom pertama sama dengan komponen kolom keempat.

__________________________________________________________________
67 Matriks, Determinan dan Persamaan Linear
_________________________________________________________________________________________

3. Jika komponen suatu baris atau suatu kolom dikalikan dengan tetapan s
maka nilai determinan menjadi s × nilai determinan mula-mula. Sebagai
contoh :
1 2
=2,
3 8
maka
1 2 1 2
= = 3 .2 = 6 .
9 24 3.3 3.8

4. Jika suatu baris ditambah dengan s × baris yang lain, maka nilai determinan
tidak berubah. Demikian juga untuk kolom. Contoh :
1 2 8
3 2 1 =1,
1 1 2

demikian juga dengan misalnya


1 + 2.3 2 + 2.2 8 + 2.1 7 6 10
3 2 1 =3 2 1 juga = 1 .
1 1 2 1 1 2

Dalam hal ini matriks terakhir dimodifikasi dalam bentuk baris pertama
ditambah 2 × baris kedua.
5. Untuk menghitung determinan matriks, dapat dilakukan ekspansi Laplace,
sehingga orde matriks dapat diperkecil sehingga memudahkan penghitungan
determinannya. Sebuah matriks yang memiliki komponen baris ke m dan
kolom ke n yaitu amn , nilai determinan matriknya dapat dirumuskan
melalui ekspansi Laplace sebagai

det A = (−1) m + n M mn amn

dengan M mn adalah minor unsur amn yaitu determinan yang diperoleh dari
det A apabila baris nomor m dan kolom nomor n dihilangkan. Bentuk

(−1) m + n M mn = K mn

sering dinamakan kofaktor unsur amn . Sebagai contoh :

__________________________________________________________________
68 Matriks, Determinan dan Persamaan Linear
_________________________________________________________________________________________

2 −3 1
0 −4 −1 − 4 −1 0
−1 0 −4 = 2 + (−1)(−3) +1
3 −2 4 −2 4 3
4 3 −2

= 24 + 54 − 3 = 75
Contoh soal :
Nyatakan persamaan bidang yang melalui tiga titik (0, 0, 0), (1, 2, 5) dan (2, −1,
0) dalam bentuk determinan matriks.
Jawab :
Determinan matriks yang dimaksud adalah
x y z 1
0 0 0 1
= 0.
1 2 5 1
2 −1 0 1
Contoh soal :
hitunglah determinan berikut ini :
1 2 3 4
2 3 4 1
D= .
3 4 1 2
4 1 2 3

Jawab :
Dengan melakukan operasi sebagai berikut : Baris II − 2 × Baris I ; Baris III − 3 ×
Baris I ; Baris IV − 4 × Baris I, maka nilai D tetap.
1 2 3 4
0 −1 −2 −7
D= .
0 −2 −8 − 10
0 − 7 − 10 − 13
Dilakukan ekspansi Laplace terhadap seluruh komponen pada kolom I, sehingga
nilai D yang tak lenyap hanyalah
−1 −2 −7 1 2 7
D = − 2 − 8 − 10 = (−1)3 2 8 10 .
− 7 − 10 − 13 7 10 13

__________________________________________________________________
69 Matriks, Determinan dan Persamaan Linear
_________________________________________________________________________________________

Dilakukan operasi : Baris II − 2 × Baris I ; Baris III − 7 × Baris I, sehingga


1 2 7
4 −4
D = −0 4 − 4 = −(1) = 160 .
− 4 − 36
0 − 4 − 36

Setelah ditelaah beberapa sifat determinan, selanjutnya dikaji lebih lanjut


tentang invers matriks. Invers matriks A dirumuskan sebagai
1
A −1 = CT
det A
dengan
Cmn = kofaktor amn .
Contoh Soal :

Carilah A −1 , untuk
a 0 − b
 
A = 0 1 0 
b c a 
 
Jawab :

Det A = a 2 + b 2 .
Kofaktor setiap elemen di atas adalah :
1 0 0 0 0 1
Baris pertama : =a, − = 0, = −b
c a b a b c

0 −b a −b a 0
Baris kedua :− = −bc , = a2 + b2 , − = − ac
c a b a b c

0 −b a −b a 0
Baris ketiga : =b, − = 0, = a.
1 0 0 0 0 1

Sehingga
 a 0 −b 
 
C =  − bc a 2 + b 2 − ac 
 b 0 a 

Jadi :

__________________________________________________________________
70 Matriks, Determinan dan Persamaan Linear
_________________________________________________________________________________________

 a − bc b
−1 1 T 1  2 2 
A = C =
2 2  0 a +b 0 .
det A a +b 
− b 0 a 

Rumus Cramer
Determinan matriks orde n × n dapat digunakan untuk menentukan
penyelesaian n buah persamaan linear yang mengandung n variabel. Metode ini
dinamakan dengan metode Cramer (Cramer’s rule). Sebagai contoh mula-mula
ditinjau 2 buah persamaan linear dengan 2 variabel bebas x dan y :
a1x + b1 y = c1
a2 x + b2 y = c2 .
Dari dua persamaan di atas diperoleh penyelesaian
c b − c2b1
x= 1 2
a1b2 − a2b1
dan
a c − a2 c1
y= 1 2
a1b2 − a2b1
Bentuk penyelesaian di atas dapat dituliskan menjadi :
c1 b1
c b
x= 2 2
a1 b1
a2 b2

dan
a1 c1
a c2
y= 2 .
a1 b1
a2 b2

Penyebut untuk dua penyelesaian di atas :


a b1
D= 1
a2 b2

__________________________________________________________________
71 Matriks, Determinan dan Persamaan Linear
_________________________________________________________________________________________

dinamakan dengan determinan koefisien (determinant of the coeffisients). Adapun


pembilang pada penyelesaian di atas diperoleh dengan mengganti koefisien
variabel bebas yang ingin dicari dengan bilangan pada ruas kanan secara berturut-
turut.
Contoh :
Carilah set penyelesaian
2x + 3y = 3
x − 2y = 5
Jawab :
2 3
D= = −7 .
1 −2

1 3 3 − 21
x= = =3
D 5 −2 −7
dan
1 2 3 7
y= = = −1 .
D 1 5 −7
Metode Cramer ini dapat digunakan untuk menyelesaikan n persamaan dengan n
variabel jika D ≠ 0. Penyelesaian akan menghasilkan satu nilai untuk setiap
variabel. Metode ini bermanfaat jika misalkan akan dicari satu variabel tertentu.
Contoh :
Gunakan rumus Cramer untuk menentukan x dari persamaan di bawah ini.

( a − b) x + 2z = a2 + b2

abx − a 3 y + bz = 0
( a + b ) x − a ( a − b) y = a ( a − b) .
Jawab :
Dengan menuliskan D sebagai :
a−b 0 2
D = ab − a3 b
a + b − a ( a − b) 0

__________________________________________________________________
72 Matriks, Determinan dan Persamaan Linear
_________________________________________________________________________________________

ab − a3 a −b 0
= 2 −b
a + b − a( a − b) a + b − a ( a − b)

= a ( 2 a 3 + a 2b + b 3 )
sehingga

a2 + b2 0 2
1 3
x= 0 −a b
D
a ( a − b) − a ( a − b ) 0

a2 + b2 0 2
1 3 3
= −a −a b
D
0 − a ( a − b) 0

a ( a − b) a 2 + b2 2
= 3
= a−b
3 2
a ( 2a + a b + b ) 3 −a b

Soal-soal Latihan
1. Tunjukkan bahwa dengan menggunakan sifat-sifat determinan :
1 a bc
1 b ac = (c − a)(b − a )(c − b)
1 c ab

2. Tunjukkan, jika mungkin tanpa dengan menghitung, bahwa :


0 2 −3
−2 0 4 =0
3 −4 0

Petunjuk : Lihatlah akibat pertukaran baris dengan kolom.

3. Sebuah matriks persegi bersifat antisimetrik jika


amn = − anm .
Tunjukkan bahwa determinan matriks antisimetrik bernilai nol jika orde
matriks ganjil.
__________________________________________________________________
73 Matriks, Determinan dan Persamaan Linear
_________________________________________________________________________________________

4. Carilah serta invers matriks berikut ini (jika ada) :


 2 3
a.  
 4 5
1 2 3
 
b. 2 3 1
 3 1 2
 
0 1 1 1
 
1 0 1 1
c. 1 1 0 1
 
1 1 1 0 

5. Carilah determinan matriks berikut ini :


0 1 2 3
3 0 1 2
a.
2 3 0 1
1 2 3 0

1 1 1 1
a b c d
b.
a2 b2 c2 d2
a3 b3 c3 d3

0 a −b
c. −a 0 c
b −c 0

6. Dalam persoalan rangkaian listrik (dalam hal ini jembatan Wheatstone),


terdapat set persamaan linear berikut :
( R3 + R4 ) I1 − R3 I 2 − R4 I 3 = V

R3 I1 − ( R1 + R3 + R5 ) I 2 + R5 I 3 = 0

R4 I1 + R5 I 2 − ( R2 + R4 + R5 ) I 3 = 0 .

__________________________________________________________________
74 Matriks, Determinan dan Persamaan Linear
_________________________________________________________________________________________

Gunakan metode Cramer untuk menentukan I 2 dan I 3 dinyatakan dalam

Ri dan V. Jika diketahui :

R1 = 10 Ω, R2 = 12 Ω, R3 = 14 Ω, R4 = R5 = 15 Ω, V = 9 V ,

carilah nilai I 2 secara eksplisit.

Jika pada set persamaan linear ternyata seluruh ruas kanan sama dengan nol,
serta det A ≠ 0, maka hanya muncul penyelesaian trivial, yaitu nilai seluruh
variabel tersebut = 0.
Contoh :
Pada set persamaan linear :
x + 3y + 2z = 0
− x − 2 y + 4z = 0
4x − 2 y − z = 0
maka diperoleh penyelesaian
x= y=z=0
karena
1 3 2
D = −1 − 2 4 ≠ 0 .
4 − 2 −1

Kasus ini dinamakan sistem persamaan linear homogen. Namun jika D = 0 ,


berarti tak semua dari set persamaan tersebut bebas. Salah satunya pasti
merupakan kombinasi linear dari persamaan linear lainnya. Dengan demikian
cacah persamaan yang bebas paling tidak kurang berkurang satu. Dengan
demikian, penyelesaian sistem persamaan linear homogen dengan D = 0 adalah
berupa perbandingan nilai antar variabel.
Contoh :
Untuk tiga persamaan linear dengan tiga variabel x, y dan z berikut :
x + 2 y + 3z = 0
− 2x + 3y − 2z = 0
3x − y + 5 z = 0

__________________________________________________________________
75 Matriks, Determinan dan Persamaan Linear
_________________________________________________________________________________________

ternyata
1 2 3
D = −2 3 −2 =0.
3 −1 5

Ini menunjukkan bahwa salah satu persamaan linear merupakan kombinasi linear
persamaan-persamaan linear lainnya (Hal ini dapat pula dilihat bahwa persamaan
ketiga sama dengan persamaan satu dikurangi persamaan kedua).
Perbandingan nilai antara
x1 : x2 : x3 = x : y : z
adalah sama dengan
M ( D 1) : (−1) M ( D 2) : M ( D 3)

dengan M ( D k ) adalah determinan matriks D yang telah dihilangkan baris ke 3

(karena ada tiga variabel atau tiga persamaan) dan kolom ke k. Jadi
2 3 1 3 1 2
x: y:z = :− = = −13 : −4 : 7
3 −2 −2 −2 −2 3
Untuk mengecek kebenaran hasil tersebut, dengan melihat petunjuk bahwa
persamaan ketiga merupakan kombinasi linear persamaan pertama dan kedua,
maka keberadaannya dapat diabaikan. Karena itu persamaan linear yang tersisa
tinggal :
x + 2 y + 3z = 0
− 2x + 3y − 2z = 0
Dari persamaan pertama dan kedua, dengan mengisikan misalnya nilai
x = −13,
berturut-turut diperoleh :
2 y + 3 z = 13 .
3 y − 2 z = −26 .
Dua persamaan terakhir memberikan nilai
y = −4
dan
z = 7,
__________________________________________________________________
76 Matriks, Determinan dan Persamaan Linear
_________________________________________________________________________________________

sesuai dengan hasil di atas. Karen itu hasilnya adalah


x : y : z = −13 : −4 : 7 .
Salah satu penerapan determinan matriks adalah menentukan set fungsi
bebas atau gayut linear. Definisi bebas atau gayut linear ini menyerupai definisi
yang digunakan dalam analisis vektor. Fungsi f1 ( x), f 2 ( x),..., f n ( x) dikatakan
bebas linear jika kombinasi linearnya yang berbentuk
n
∑ ak f k ( x) = 0
k =1

untuk semua ak = 0 (k = 1, 2, …, n). Jika tidak semua ak = 0 , maka set fungsi


tersebut dikatakan gayut linear.
Contoh :
f1 ( x) = x dan f 2 ( x) = 3x maka
(3) x + (−1).3 x = 0
yang menunjukkan bahwa kedua fungsi tersebut gayut linear. Sedangkan untuk
g1 ( x) = sin x dan g 2 ( x) = cos x
bersifat bebas linear, karena bentuk
a1 sin x + a2 cos x = 0
hanya mungkin untuk tetapan a1 = a2 = 0 .
Untuk banyak fungsi, menentukan bebas atau gayut linear dapat dilakukan
dengan menggunakan determinan Wronskian. Jika terdapat n buah fungsi :
f1 ( x), f 2 ( x),..., f n ( x) yang seluruhnya memiliki derivatif hingga derivatif ke n −

1, maka set fungsi tersebut dikatakan bebas linear jika dan hanya jika nilai
determinan Wronskian W :
f1 ( x) f 2 ( x) f 3 ( x) ... f n ( x)
f1 ' ( x) f 2 ' ( x) f3 ' ( x) ... f n ' ( x)
W= f1 ' ' ( x) f 2 ' ' ( x) f 3 ' ' ( x) ... f n ' ' ( x) ≠ 0 .
⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮
( n −1) ( n −1) ( n −1) ( n −1)
f1 ( x) f2 ( x) f3 ( x) ... fn ( x)

Adapun jika W = 0, maka set fungsi tersebut gayut linear.

__________________________________________________________________
77 Matriks, Determinan dan Persamaan Linear
_________________________________________________________________________________________

Contoh :

Untuk tiga buah fungsi x, x 2 , x 3 maka

x x2 x3
2 x 3x 2 x2 x3
W = 1 2 x 3x 2 = x −1
2 6x 2 6x
0 2 6x

= x(12 x 2 − 6 x 2 ) − (6 x 3 − 2 x 3 ) = 2 x 3 ≠ 0

yang menunjukkan bahwa set fungsi x, x 2 , x 3 bebas linear. Sedangkan untuk set

fungsi x, 2 x, x 2 maka

x 2x x2
W=1 2 2x = 0
0 0 2

yang menunjukkan bahwa set fungsi x, 2 x, x 2 gayut linear. Hal ini dapat
ditunjukkan dengan menuliskan

a1 x + a2 (2 x) + a3 x 2 = 0

yang tak perlu seluruh a1, a2 , a3 bernilai nol. Dengan mengisikan misalnya

a1 = 2, a2 = −1, a3 = 0 ,
bentuk kombinasi linear di atas tetap dipenuhi.

Soal-soal Latihan
1. Selesaikan persamaan linear berikut :
x − y + 2z = 5
a. 2x + 3 y − z = 4
2x − 2 y + 4z = 6

x − 2y = 5
b. 2 x + 5 z = 10
3 y − 4 z = −4

__________________________________________________________________
78 Matriks, Determinan dan Persamaan Linear
_________________________________________________________________________________________

−x+ y−z =4
c. x − y + 2z = 3
2x − 2 y + 4z = 6

x − 2 y + 3z = 0
d. x + 4 y − 6z = 0
2 x + 2 y − 3z = 0

3x + 4 y + 5 z − 2w = 0
2 x − 5 y − z + 3w = 0
e.
− 2x − 3 y + 5z + w = 0
− x + y − z + 4w = 0

2. Tunjukkan apakah set fungsi berikut ini bebas atau gayut linear.
a. sin x, sin 2 x, sin 3 x

b. x, e x , xe x

c. eix , e −ix , cos x, sin x

d. sinh 2 x, cosh 2 x, e x , e 2 x

Soal-Soal Latihan
1. Pergerakan partikel sepanjang sumbu x sebagai fungsi waktu t dengan
percepatan konstan diberikan oleh

x = x0 + v0 t + 1 at 2 ,
2

dengan x0 adalah posisi awal, v0 adalah kecepatan awal dan a adalah


percepatan konstan. Saat t = 1 detik, x = 47 cm ; saat t = 2 detik, x = 68 cm ;
dan saat t = 3 detik, x = 83 cm. Carilah nilai x0 , v0 dan a.

__________________________________________________________________
79 Matriks, Determinan dan Persamaan Linear
_________________________________________________________________________________________

2. Tunjukkan bahwa :
cos θ 1 0
a. 0 2 cos θ 1 = cos 3θ
0 1 2 cos θ

cosθ 1 0 0 . . 0 0
1 2 cosθ 1 0 . . . 0
0 1 2 cosθ 1 0
0 0 1 2 cosθ 0
b. = cos nθ
. . .
. . .
. 2 cosθ 1
0 0 0 0 . . 1 2 cosθ
untuk matriks orde n.

3. Gunakan rumus Cramer untuk mencari x dan y dari persamaan transformasi


Lorentz dalam relativitas khusus berikut :
x' = Γ( x − vt ) ,

t ' = Γ(t − vx / c 2 )
dengan

Γ = (1 − v 2 / c 2 ) −1 / 2 .

4. Waktu paruh adalah waktu yang diperlukan untuk meluruh hingga tersisa
menjadi separuh dari jumlah semula. Suatu sampel zat radioaktif berisi
komponen A dan B yang masing-masing memiliki umur paruh 2 jam dan 3
jam. Diasumsikan bahwa hasil peluruhan menjadi gas yang lepas ke udara
(maksudnya tidak lagi menyatu dengan zat mula-mula). Setelah 12 jam,
suatu sampel zat tinggal bermassa 56 gram, dan setelah 18 jam tinggal
bermassa 12 gram. Hitunglah massa A dan B mula-mula.

__________________________________________________________________
80 Matriks, Determinan dan Persamaan Linear
_________________________________________________________________________________________

5. Matriks-matriks Pauli dalam mekanika kuantum dirumuskan sebagai


0 1 0 − i 1 0 
σ x =   , σ y =   dan σ y =   .
1 0 i 0  0 − 1
Tunjukkan bahwa :
1 0
a. σ x2 = σ 2y = σ z2 = 1 =   .
0 1
b. σ xσ y − σ yσ x = 2iσ z ,

demikian juga untuk pasangan permutasi lainnya.

6. Perkalian matriks berikut ini biasanya muncul dalam telaah lensa tebal di
udara :
 1 (n − 1) / R2  1 0  1 − (n − 1) / R1 
A =    
0 1  d / n 1  0 1 
dengan d adalah tebal lensa, n adalah indeks bias, R1 dan R2 adalah jari-

jari kelengkungan permukaan lensa. Elemen A12 adalah − 1 / f dengan f


adalah panjang fokus lensa. Carilah nilai A, panjang fokus, serta tunjukkan
bahwa det(A) = 1.

7. Sementara itu perkalian matriks yang muncul dalam telaah dua lensa tipis di
udara adalah
 1 − 1 / f 2  1 0  1 − 1 / f1 
M =    
0 1  d 1  0 1 

dengan f1 dan f 2 adalah panjang fokus masing-masing lensa serta d adalah

jarak antara kedua lensa tipis tersebut. Elemen M 12 adalah − 1 / f dengan f


adalah panjang fokus gabungan. Carilah M, det M dan f.

__________________________________________________________________
81 Limit, Fungsi dan Turunan
_________________________________________________________________________________________

BAB IV
LIMIT, FUNGSI DAN TURUNAN

Fungsi adalah kaedah pemetaan (mapping) dari suatu nilai yang disebut
variabel bebas yang himpunannya merupakan wilayah (domain) fungsi, ke suatu
nilai lain (variabel tak bebas) yang himpunannya merupakan jangakauan (range)
fungsi.
Misalkan terdapat fungsi
f ( x) = 2 x + 4 ,
maka domain fungsi f (x) tersebut adalah
−2 ≤ x < ∞,
atau jika ditulis :
domain f = [−2, ∞).
Adapun range fungsi tersebut adalah
0 ≤ f (x) < ∞,
atau dapat ditulis :
range f = [0, ∞).
Misalkan terdapat fungsi

g ( x) = x 2 + 2 x − 3 ,
maka

g (1) = 12 + 2.1 − 3 = 0

g (2 x) = (2 x) 2 + 2(2 x) − 3 = 4 x 2 + 4 x − 3 dan seterusnya.


Dari bentuk f (x) dan g (x) tersebut, maka komposisi fungsi dinyatakan
sebagai :

( f  g )( x) = f ( g ( x)) = 2 g ( x) + 4 = 2 x 2 + 4 x + 1
sedangkan

( g  f )( x) = ( 2x + 4 )2 + 2 2x + 4 − 3 = 2x + 1 + 2 2x + 4 .

__________________________________________________________________
82 Limit, Fungsi dan Turunan
_________________________________________________________________________________________

Secara umum berlaku :


( f  g )( x) ≠ ( g  f )( x) .
Jika f adalah fungsi korespondensi satu-satu, maka f memiliki invers, yang

ditulis sebagai f −1. Jadi jika


y = f ( x)
maka

x = f −1 ( y ) .
Contoh :
2x + 3
Misalkan y = g ( x) = . Carilah g −1 ( x) .
x−4
Jawab :
2x + 3
y=
x−4
xy − 4 y = 2 x + 3
x ( y − 2) = 4 y + 3
4y + 3
x = g −1 ( y ) =
y−2
sehingga
4x + 3
g −1 ( x) = .
x−2
Misalkan
g ( x) = x − 4
dan
( f  g )( x) = 2 x + 3
maka

g −1 ( x ) = x + 4 ,
sehingga

f ( x) = ( f  g  g −1 )( x) = ( f  g )( g −1 ( x)) = 2( x + 4) + 3
= 2x + 11.

__________________________________________________________________
83 Limit, Fungsi dan Turunan
_________________________________________________________________________________________

Jika dicek, maka


( f  g )( x) = 2( x − 4) + 11 = 2 x + 3 .
Sebaliknya jika
x+3
f ( x) =
3x − 2
dan
( f  g )( x) = 2 x − 5 ,
maka
2x + 3
f −1 ( x) = ,
3x − 1
sehingga
2(2 x − 5) + 3
g ( x) = ( f −1  f  g )( x) = f −1 (( f  g )( x)) =
3(2 x − 5) − 1
4x − 7
= .
6 x − 16

Soal-soal Latihan
x +1
1. Jika f ( x) = 2 x + 4 dan g ( x − 2) = , carilah
− 2x + 3

a. f (2 x) , f ( x = 4) , g ( x + 3) , g ( x 2 + 1)
b. ( f  g )( x) , ( g  f )(2) .
c. ( f  f )(2 x) , ( g  g )(3 x − 1) .

2. Carilah invers fungsi-fungsi berikut :


4x − 1
a. f ( x) =
2x + 5

b. (
g ( y ) = 1 + (2 y − 3)1 / 3 )3 / 2
3. Carilah ( f  g )( x) dan ( g  f )( x) jika
x −1
f ( x) =
2x
__________________________________________________________________
84 Limit, Fungsi dan Turunan
_________________________________________________________________________________________

dan
3x
g (2 x − 3) = .
2x + 1

4. Carilah f (x) jika


3x + 1
a. g ( x) = 2 x + 3 dan ( f  g )( x) =
x+3
2x − 1
b. g −1 ( x) = dan ( f  g −1 )( x) = 3 .
2x − 3

5. Tunjukkan bahwa :

a. ( f  g ) −1 = g −1  f −1

b. ( f −1 ) −1 = f

c. ( f  g −1 ) −1 = g  f −1

Macam-macam fungsi kontinu


1. Fungsi konstan, seperti
f ( x) = 2 ,
yang berarti untuk domain f = (−∞, ∞) maka range f = 2.
2. Fungsi pangkat

f ( x) = ax n ,
yang jika diperluas menjadi fungsi polinomial berderajat n :
n
Pn ( x) = a0 + a1x + a2 x 2 + ... + an x n = ∑ ak x k
k =0

yang kontinu untuk selang −∞ < x < ∞.


Pada fungsi polinomial tersebut, jika n = 0, maka fungsi polinomial
tereduksi ke fungsi konstan :
P0 ( x) = a0 .

__________________________________________________________________
85 Limit, Fungsi dan Turunan
_________________________________________________________________________________________

Jika n = 1, maka polinomial menjadi fungsi linear yang dapat pula


ditulis sebagai
y = f ( x) = mx + c .
Fungsi ini dalam penyajian grafik koordinat dua dimensi ( x, y )
berbentuk garis lurus dengan nilai gradien m serta memotong sumbu y di
titik (0, c).
Jika n = 2, maka polinomial tersebut menjadi fungsi kuadrat yang
dapat ditulis sebagai :

y = f ( x) = ax 2 + bx + c , a ≠ 0.

Dalam penggambaran grafik dua dimensi ( x, y ) , fungsi kuadrat ini


berbentuk parabola. Fungsi kuadrat ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
 Jika a > 0, fungsi terbuka ke atas, dan sebaliknya jika a < 0, fungsi
terbuka ke bawah.
 Fungsi memiliki titik puncak, yaitu
b
xe = −
2a
dan
D
ye = −
4a
dengan

D = b 2 − 4ac
adalah diskriminan fungsi.
Titik puncak maksimum diperoleh untuk a < 0, sedangkan titik
puncak minimum untuk a > 0.
Parabola dengan titik puncak ( xe , ye ) dapat pula dinyatakan sebagai

y = a ( x − xe ) 2 + ye .
 Jika D > 0, grafik fungsi memotong sumbu x di dua titik yang
berlainan. Dua titik potong tersebut adalah :

−b− D
x1 =
2a
__________________________________________________________________
86 Limit, Fungsi dan Turunan
_________________________________________________________________________________________

dan

−b+ D
x2 = .
2a
 Jika D = 0, grafik fungsi menyinggung sumbu x di satu titik, yaitu
b
x=− ,
2a
yang juga sekaligus titik puncak.
 Jika D < 0, grafik fungsi tidak memotong sumbu x. Dalam kasus ini,
jika a > 0, maka range fungsi selalu positif (definit positif), sedangkan
jika a < 0 maka range fungsi selalu negatif (definit negatif).
Jika pada fungsi kuadrat dipilih nilai y = 0, maka fungsi kuadrat tersebut
menjadi persamaan kuadrat :

ax 2 + bx + c = 0 , a ≠ 0.
Sifat-sifat persamaan kuadrat ini adalah :

 Dengan diskriminan D = b 2 − 4ac , maka untuk :


• D > 0, terdapat dua akar real yang berbeda.
• D = 0, terdapat satu akar real.
• D < 0, terdapat dua akar imaginer.

• D = k 2 , terdapat akar rasional, untuk k ∈ bilangan rasional.


 Akar-akar persamaan kuadrat tersebut adalah

−b± D
x1,2 = .
2a
Dari akar-akar tersebut diperoleh rumus-rumus :
b
• Jumlah dua akar : x1 + x2 = − .
a
c
• Hasil kali dua akar : x1x2 = .
a

D
• Selisih dua akar : x1 − x2 = .
a

__________________________________________________________________
87 Limit, Fungsi dan Turunan
_________________________________________________________________________________________

3. Fungsi trigonometri f ( x) = sin x dan cos x kontinu untuk selang −∞ < x <

∞. Fungsi
sin x
f ( x) = tan x =
cos x
maupun
1
cot x =
tan x
masing-masing mengalami diskontinu di titik-titik

x = (n + 1 )π dan x = nπ
2

dengan n adalah bilangan bulat 0, ± 1, ± 2, dan seterusnya. Untuk fungsi


sin x dan cos x , periodenya adalah 2π , yaitu
f ( x + 2π ) = f ( x) ,
sedangkan untuk fungsi tan x dan cot x , periodenya adalah π . Fungsi
trigonometri yang lain adalah
1
sec x =
cos x
dan
1
csc x = .
sin x
Terdapat beberapa sifat-sifat fungsi trigonometri, yaitu :

 sin 2 x + cos 2 x = 1

 sec 2 x = 1 + tan 2 x

 csc 2 x = 1 + cot 2 x

 sin x = cos( π − x) = sin(π − x) = − cos( 3π − x) = − sin( − x)


2 2

 cos x = sin( π − x) = − cos(π − x) = − sin( 3π − x) = cos(− x)


2 2

 tan x = cot( π − x) = − tan(π − x) = cot( 3π − x) = − tan(− x)


2 2

 sin( x ± y ) = sin x cos y ± cos x sin y


 cos( x ± y ) = cos x cos y ∓ sin x sin y

__________________________________________________________________
88 Limit, Fungsi dan Turunan
_________________________________________________________________________________________

tan x ± tan y
 tan( x ± y ) =
1 ∓ tan x tan y
 sin 2 x = 2 sin x cos x

 cos 2 x = cos 2 x − sin 2 x = 2 cos 2 x − 1 = 1 − 2 sin 2 x


2 tan x
 tan 2 x =
1 − tan 2 x
 2 sin x sin y = cos( x − y ) − cos( x + y )
 2 cos x cos y = cos( x − y ) + cos( x + y )
 2 sin x cos y = sin( x + y ) + sin( x − y )
 2 cos x sin y = sin( x + y ) − sin( x − y )
x+ y x− y
 sin x + sin y = 2 sin cos
2 2
x+ y x− y
 sin x − sin y = 2 cos sin
2 2
x+ y x− y
 cos x + cos y = 2 cos cos
2 2
x+ y x− y
 cos x − cos y = −2 sin sin .
2 2
x 1 − cos x sin x
 tan = =
2 sin x 1 + cos x
 1 + sin 2 x = sin x + cos x

 1 − sin 2 x = sin x − cos x

4. Fungsi-fungsi eksponen

y = ax
dengan a > 0 kontinu untuk selang − ∞ < x < ∞ dengan range y > 0.
±x
Jika a = e (bilangan logaritma alam), maka fungsi eksponensial e
kontinu dalam selang − ∞ < x < ∞ , demikian pula dengan fungsi-fungsi
hiperbolik :

e x − e− x
sinh x = ,
2
__________________________________________________________________
89 Limit, Fungsi dan Turunan
_________________________________________________________________________________________

e x + e−x
cosh x =
2
dan

sinh x e x − e − x
tanh x = = .
cosh x e x + e − x
Adapun fungsi
1
coth x =
tanh x
mengalami diskontinu di titik x = 0. Identitas yang terdapat dalam fungsi-
fungsi hiperbolik adalah :

 cosh 2 x − sinh 2 x = 1

 sech 2 x = 1 − tanh 2 x

 csch 2 x = coth 2 x − 1 .
5. Fungsi-fungsi inversi : Untuk fungsi-fungsi trigonometri terdapat fungsi
inversi yaitu arcsin x , arccos x , arctan x , arccot x , arcsec x dan arccsc x.
Jadi jika
y = f ( x) = sin x
maka
x = arcsin y .

Fungsi arcsin x dan arccos x hanya terdefinisi pada daerah −1 ≤ x ≤ 1,


sementara fungsi arctan x dan arccot x terdefinisi pada daerah
− ∞ < x < ∞ . Adapun fungsi arcsec x dan arccsc x terdefinisi pada selang
− ∞ < x ≤ −1 dan 1 ≤ x < ∞ .
Fungsi eksponen mempunyai inversi yang disebut fungsi logaritmik.
Jadi jika

y = ax ,
maka

x = a log y , a > 0 dan a ≠ 1.


Khusus untuk a = e maka
__________________________________________________________________
90 Limit, Fungsi dan Turunan
_________________________________________________________________________________________

x = e log y = ln y .
Fungsi y = ln x kontinu untuk 0 < x < ∞ .
Sedangkan inversi fungsi hiperbolik
y = sinh x
adalah

x = sinh −1 y .

Fungsi y = sinh −1 x kontinu untuk − ∞ < x < ∞ .

Fungsi y = cosh −1 x kontinu untuk 1 ≤ x < ∞ .

Fungsi y = tanh −1 x kontinu untuk −1 < x < 1.

Fungsi y = coth −1 x kontinu di daerah x < −1 atau x > 1 .

Soal-soal Latihan
1. Carilah titik potong antara dua fungsi linear : 2 x + 3 y = 6 dan 3 x + y = 9 .

2. Carilah hubungan antara a1 , a2 , b1 dan b2 jika dua fungsi linear

a1x + b1 y = c1 dan a2 x + b2 y = c2 :
a. Sejajar
b. Tegaklurus
c. Membentuk sudut 450.

3. Diketahui sebuah fungsi kuadrat y = x 2 − 4 x − 28 . Carilah :


a. Titik potong dengan sumbu x dan sumbu y.
b. Titik puncak fungsi
c. Titik singgung dengan garis ax + 2 y = 8 . Cari pula a.

4. Carilah fungsi kuadrat yang :


a. Melalui titik (1, 2), (2, 4) dan (3, 8)
b. Melalui titik (2, −1) dan titik puncak (3, −4).
__________________________________________________________________
91 Limit, Fungsi dan Turunan
_________________________________________________________________________________________

c. Melalui titik potong dengan sumbu x di (−1, 0) dan (3, 0) dan titik
potong dengan sumbu y di (0, 3).

5. Carilah nilai m agar :

a. Fungsi y = x 2 + (m + 1) x + (2m − 3) memotong sumbu x di dua titik


yang berlainan.

b. Garis y = mx + 3 menyinggung fungsi y = mx 2 + 2 x + m .

c. Fungsi y = −mx 2 + (m − 2) x + 12 selalu bernilai positif untuk seluruh


jangakauan x.

6. Diketahui persamaan kuadrat 2 x 2 + 3 x − 5 = 0 memiliki akar-akar a dan b.


Carilah :
a. a+b,
b. ab ,
c. a−b ,

d. a 2 + b2

e. a 3 + b3 .

7. Jika a dan b adalah akar-akar persamaan x 2 + 4 x + 2 = 0 , carilah persamaan


kuadrat baru yang akar-akarnya :
a. 2a dan 2b
a−3 b−3
b. dan
2 2
c. a + 2 dan b + 2.
d. Kurang tiga dari akar persamaan yang lama.
e. Setengah dari akar persamaan yang lama

8. Tunjukan berlakunya identitas rumus-rumus trigonometri di atas.

__________________________________________________________________
92 Limit, Fungsi dan Turunan
_________________________________________________________________________________________

9. Carilah harga x (0 < x < 2π ) yang memenuhi persamaan trigonometri


berikut :
a. tan x + cot x = 4 cos 2 x

b. 2 sin 2 x + 5 cos x = 4

c. cos x − cos 2 x = 1 .
2

Limit Fungsi
Definisi Limit Fungsi : Diberikan fungsi f (x) yang didefinisikan pada interval
terbuka yang memuat bilangan x0 . Limit fungsi f (x) dengan x mendekati x0
adalah bilangan L yang ditulis sebagai :
lim f ( x) = L
x → x0

jika untuk setiap ε > 0 yang diberikan, terdapat bilangan δ > 0 sedemikian
sehingga
f ( x) − L < ε

untuk setiap x domain f (x) dan

0 < x − x0 < δ .

Sifat-sifat Limit Fungsi


Berikut ini akan dituliskan beberapa sifat limit fungsi yang akan
memudahkan penghitungan limit.
lim{af ( x) + bg ( x)} = a lim f ( x) + b lim g ( x)
(1) .
x → x0 x → x0 x → x0
lim{ f ( x).g ( x)} = lim f ( x). lim g ( x)
(2)
x → x0 x → x0 x → x0
lim{ f ( x) / g ( x)} = lim f ( x) / lim g ( x)
(3)
x → x0 x → x0 x → x0

__________________________________________________________________
93 Limit, Fungsi dan Turunan
_________________________________________________________________________________________

lim F { f ( x)} = F {lim f ( x)}


(4)
x → x0 x → x0
Contoh-contoh limit fungsi :
sin x x tan x x
lim = lim = lim = lim = 1.
x sin x x tan x
x→0 x→0 x→0 x→0

ln(1 + x)
lim = lim ln(1 + x)1 / x = ln lim(1 + x)1 / x = ln e = 1.
x
x→0 x→0 x→0

x2 − 4 ( x − 2)( x + 2)
lim = lim = lim x + 2 = 4.
x−2 x−2
x→2 x→2 x→2
Dengan substitusi

ex −1 = u
sehingga
x = ln(1 + u )
maka
−1
ex −1 u  ln(1 + u ) 
lim = lim = lim = 1.
x ln(1 + u )  u 
x→0 u→0 u→0

Selanjutnya dengan mengingat


u
 1
lim1 +  = e
 u
x→∞
maka
3x 6 ( x / 2)
 2  1 
lim1 +  = lim1 +  = e6
 x  ( x / 2) 
x→∞ x/2 → ∞

Soal-soal Latihan
__________________________________________________________________
94 Limit, Fungsi dan Turunan
_________________________________________________________________________________________

1. Carilah nilai limit-limit di bawah ini :

xk − ak
a. lim
x−a
x→a
sin x − tan x
lim
b. x3
x→0

c. lim x 2 + 2 x + 5 − x 2 − 3x + 4
x→∞
x 2 +3
 x2 + 2 
lim 
d.  x2 −1 
 
x→∞

x2
e. lim
cos x − sec x
x→0

Turunan Fungsi
Jika terdapat suatu fungsi y = f (x) , maka perilaku suatu titik sembarang (x,
y) yang terletak pada fungsi tersebut dapat diselidiki dengan mencari apakah pada
titik tersebut, kurva bersifat naik / turun atau stasioner. Cara menyelidikinya
adalah dengan menentukan tangen sudut garis singgung kurva y = f (x) di titik (x,
y) tersebut. Jika α adalah sudut kemiringan garis singgung tersebut, maka :
 Untuk tan α > 0 , fungsi tersebut naik di titik itu.
 Untuk tan α < 0 , fungsi tersebut turun di titik tersebut.
 Untuk tan α = 0 , fungsi tersebut mendatar / stasioner di titik tersebut.
Dari kasus tersebut, lahirlah konsep berikut turunan fungsi y = f ( x)

dy f ( x + h) − f ( x)
= lim
dx h
h→0
(Untuk penjelasan dan penjabaran lebih terinci, silakan dilihat pada buku-buku
Kalkulus standar). Turunan pertama y = f ( x) ditulis sebagai

__________________________________________________________________
95 Limit, Fungsi dan Turunan
_________________________________________________________________________________________

dy df
y' = = = f ' ( x) .
dx dx
Turunan kedua, ketiga dan seterusnya dituliskan sebagai

d2y
y ' ' = f ' ' ( x) = ,
dx 2

d3y
y ' ' ' = y (3) = , dan seterusnya.
dx 3
Dengan menggunakan definisi turunan fungsi, dapat diperoleh beberapa
rumus-rumus penting turunan (derivatif) :
1. Jika F ( x) = af ( x) + bg ( x) maka
dF df dg
=a +b
dx dx dx
2. Jika F ( x) = f ( x) g ( x) maka
dF df dg
= g+ f
dx dx dx
f ( x)
3. Jika F ( x) = maka
g ( x)
df dg
g− f
dF dx
= dx = f ' g − fg '
dx g2 g2
4. Jika F ( x) = F{ f ( x)} maka
dF dF df
= .
dx dx dx
Berikut ini disajikan nilai turunan fungsi-fungsi elementer
1. Jika F ( x) = c , maka
dF
=0.
dx

2. Jika F ( x) = x n maka

F ' = nx n −1 .

3. Jika F ( x) = a x maka

__________________________________________________________________
96 Limit, Fungsi dan Turunan
_________________________________________________________________________________________

F ' = a x ln a .
Khusus untuk a = e :

F ( x) = e x
maka

F'= ex .

4. Jika F ( x) = a log x maka


1
F '= .
x ln a
Khusus untuk a = e :
F ( x) = ln x
maka
1
F'= .
x
5. Jika F ( x) = sin x maka
F ' = cos x
6. Jika F ( x) = cos x maka
F ' = − sin x
7. Jika F ( x) = tan x maka

F ' = sec 2 x
8. Jika F ( x) = cot x maka

F ' = − csc 2 x
9. Jika F ( x) = sec x maka
F ' = sec x tan x
10. Jika F ( x) = csc x maka
F ' = − csc x cot x
11. Jika F ( x) = arcsin x maka
1
F'=
1− x2

__________________________________________________________________
97 Limit, Fungsi dan Turunan
_________________________________________________________________________________________

12. Jika F ( x) = arccos x maka


1
F'= −
1− x2
13. Jika F ( x) = arctan x maka
1
F'=
1+ x2
14. Jika F ( x) = arccot x maka
1
F'= −
1+ x2
15. Jika F ( x) = arcsec x maka
1
F'=
x x2 −1
16. Jika F ( x) = arccsc x maka
1
F'= −
x x2 −1
17. Jika F ( x) = sinh x maka
F ' = cosh x
18. Jika F ( x) = cosh x maka
F ' = sinh x
19. Jika F ( x) = tanh x maka

F ' = sech 2 x
20. Jika F ( x) = coth x maka

F ' = −csch 2 x
21. Jika F ( x) = sech x maka
F ' = −sech x tanh x
22. Jika F ( x) = csch x maka
F ' = −csch x coth x

__________________________________________________________________
98 Limit, Fungsi dan Turunan
_________________________________________________________________________________________

Soal-soal Latihan
1. Buktikan rumus-rumus di atas.

2. Carilah turunan pertama fungsi-fungsi berikut :


a. y = xx
x+2
b. y = arcsin
ex
 1
c. y = ln 1 − cot 
 x

d. (
y = cosh e arccos( x
2
)
)
3. Carilah nilai turunan fungsi di bawah ini pada titik x = 0 atau pada
pengambilan limit x → 0 , jika nilainya ada :
cos(ln[ x + 1])
a. y=
ln(cos[ x + 1])

b. y = x sin x + (sin x) x

e sin x
c. y=
(sin x) e

Deret Taylor dan Deret Maclaurin


Pandang sebuah fungsi f ( x) yang diuraikan ke dalam deret pangkat dalam

( x − x0 ) menurut :

2
f ( x) = a0 + a1 ( x − x0 ) + a2 ( x − x0 ) + ... = ∑ ak ( x − x0 ) k .
k =0

Jika ke dalam rumus di atas diisikan nilai x = x0 diperoleh

a 0 = f ( x0 ) .

Jika f ( x) diturunkan satu kali, kemudian hasilnya diisikan nilai x = x0 , diperoleh

df
x = x0 . a1 =
dx
__________________________________________________________________
99 Limit, Fungsi dan Turunan
_________________________________________________________________________________________

Selanjutnya jika f (x) diturunkan dua kali, kemudian hasilnya diisikan nilai

x = x0 , diperoleh

d2 f
2a 2 = x = x0 .
dx 2
Jika proses penurunan ini dilakukan terus hingga turunan ke n, yang kemudian
hasilnya diisikan nilai x = x0 , diperoleh

1 dn f
an = x = x0 .
n! dx n
Jadi
∞ (x − x )k k
d f
f ( x) = ∑ 0
x = x0
k =0
k! dx k
Bentuk di atas adalah deret Taylor untuk fungsi f ( x) di sekitar titik x0 .

Jika diisikan x0 = 0, diperoleh deret Maclaurin :



x k d k f ( 0)
f ( x) = ∑ .
k = 0 k! dx k
Contoh soal :
Tentukan deret Maclaurin untuk fungsi e x .
Jawab :
Mengingat turunan ke n untuk fungsi e x sama dengan e x , yang jika diisikan x = 0
bernilai 1, maka

xk x x 2 x3
ex = ∑ k! = 1 + 1 + 2
+
6
+ ... , − ∞ < x < ∞
k =0

Berikut ini disajikan bentuk-bentuk deret Maclaurin yang lain :



x 2 k +1
1. sin x = ∑ (−1) k

k =0 (2k + 1)!

x3 x5 x7
= x− + − + ... , − ∞ < x < ∞ .
3! 5! 7!

x 2k
2. cos x = ∑ (−1) k (2k )!
k =0

__________________________________________________________________
100 Limit, Fungsi dan Turunan
_________________________________________________________________________________________

x2 x4 x6
= 1− + − + ... , − ∞ < x < ∞
2! 4! 6!
∞ k +1
k x
3. ln(1 + x) = ∑ (−1) k +1
k =0

x 2 x3 x 4
= x− + − + ... , − 1 < x ≤ 1
2 3 4

1
4. = ∑ (−1) k x k
1 + x k =0

= 1 − x + x 2 − x 3 + ... , − 1 < x < 1


Dari fungsi y = f (x) , maka turunan fungsi tersebut di titik x = x0 adalah

f ' ( x0 ) . Jika :

f ' ( x0 ) = 0 dan f ' ' ( x0 ) > 0 maka titik ( x0 , y0 ) adalah titik maksimum relatif.

f ' ( x0 ) = 0 dan f ' ' ( x0 ) < 0 maka titik ( x0 , y0 ) adalah titik minimum relatif.

f ' ( x0 ) = 0 dan f ' ' ( x0 ) = 0 maka titik ( x0 , y0 ) adalah titik belok.

Soal-soal Latihan
1. Ekspansikan deret Taylor untuk fungsi ln x di sekitar x = 1. Selanjutnya
carilah nilai ln 0,99 sampai lima angka desimal.

2. Ekspansikan fungsi−fungsi berikut dalam deret Maclaurin :


a. ln(1 + x) dan carilah nilai ln 0,98.
b. e − x dan carilah nilai e −0,1 , keduanya teliti empat angka di belakang
koma.

3. Ekspansikan cos x di sekitar x = 3π / 2 .

4. Pada telaah tetapan Madelung dalam zat padat, terdapat bentuk deret

1 − 1 + 1 − 1 + ... . Carilah nilai deret tersebut dengan menggunakan bentuk


2 3 4

deret ln (1 + x).

__________________________________________________________________
101 Limit, Fungsi dan Turunan
_________________________________________________________________________________________

5. Pada telaah difraksi Fresnel dalam optika, muncul bentuk integral berikut
1
I = ∫ sin x 2 dx .
0

Dengan mengekspansikan sin x 2 , carilah nilai integral tersebut hingga lima


angka desimal.

6. Kecepatan elektron v yang dihasilkan dari akselerator energi tinggi, nilainya


hampir mendekati laju cahaya c. Jika diberikan tegangan akselerator V,
rumus relativistik kecepatan elektron tersebut adalah

1
v = c 1− . (V bersatuan juta volt).
4V 2
Dengan menggunakan deret binomium, carilah nilai 1 − v / c jika :
a. V = 100 juta volt,
b. V = 25.000 juta volt
c. V = 100 giga volt.

Penerapan Turunan
Ditinjau penerapan turunan pada kasus mekanika. Sebuah partikel bergerak
lurus dengan persamaan gerak

x(t ) = mt 2 + nt + p .
Maka :
1. Saat t = 0, maka posisi partikel terletak di x0 = x(t = 0) = p

dx
2. Laju partikel adalah v = = 2mt + n .
dt
3. Laju partikel saat t = 0 adalah v0 = n .

dv
4. Percepatan partikel adalah a = = 2m .
dt
Karena itu dari persamaan laju dan percepatan partikel diperoleh
v = v0 + at .

__________________________________________________________________
102 Limit, Fungsi dan Turunan
_________________________________________________________________________________________

Sementara itu dari posisi partikel diperoleh

x = x0 + v0t + 12 at 2 .
Hubungan antara v, v0 , a, x dan x0 dapat dituliskan sebagai

v 2 = v02 + 2a ( x − x0 )

Sementara itu hubungan antara v, v0 , t , x dan x0 ditulis dalam bentuk

x = x0 + 12 t (v + v0 )
Selanjutnya dibahas penerapan turunan untuk menentukan maksimum atau
minimum pada luasan tertentu. Ditinjau sebuah tali yang panjangnya l. Tali
tersebut dipotong menjadi dua bagian, satu bagian dibuat lingkaran dan satu
bagian dibuat bujursangkar. Ingin dicari panjang potongan tali masing-masing,
agar jumlah kedua luas tersebut bernilai minimum.
Misalkan panjang tali lingkaran dan bujursangkar berturut-turut x dan l − x.
Maka

x2
Luas lingkaran = π ( x / 2π ) 2 = ,

sedangkan

(l − x) 2
luas bujursangkar = .
16
Jumlah kedua luas tersebut :

 1 1 lx l 2
L=  + x2 − + .
 4π 16  8 16
Dengan menurunkan L ke x diperoleh
dL  1 1  l
= + x − = 0
dx  2π 8  8
atau
l
x=
4π + 1
Dengan menurunkan L sekali lagi ke x diperoleh

__________________________________________________________________
103 Limit, Fungsi dan Turunan
_________________________________________________________________________________________

d 2L 1 1
= + >0
dx 2 2π 8
yang menunjukkan bahwa x yang diperoleh adalah titik minimum. Jadi agar
jumlah luas keduanya minimum :
l
panjang tali untuk lingkaran = ,
4π + 1
sedangkan
4π l
panjang tali untuk bujursangkar = .
4π + 1

Soal-Soal Latihan Tambahan


1. Carilah Volume maksimum beserta ukuran :
a. tabung lingkaran tegak dalam sebuah kerucut lingkaran tegak.
b. tabung lingkaran tegak dalam sebuah bola berjari-jari r.
c. kerucut lingkaran tegak dalam bola berjari-jari r.

2. Kuat penerangan pada sebuah titik berbanding terbalik dengan jarak titik
tersebut dari sumber cahaya, serta berbanding lurus terhadap intensitas
cahaya. Jika terdapat dua sumber cahaya yang berjarak x dan masing-
masing memiliki intensitas I1 dan I 2 , tentukanlah pada titik manakah di
antara kedua sumber cahaya tersebut sehingga jumlah kuat penerangan
menjadi minimum ?

3. Sebuah beban yang dihubungkan ke sebuah pegas bergerak sepanjang


sumbu x sehingga koordinat x pada saat t adalah
x = sin 2t + 3 cos 2t .
Tentukan jarak terjauh beban dari titik asal.

4. Seorang penjelajah ruang angkasa bergerak dari kiri ke kanan sepanjang

kurva y = x . Jika ia mematikan mesinnya, ia akan bergerak sepanjang


2

__________________________________________________________________
104 Limit, Fungsi dan Turunan
_________________________________________________________________________________________

garis singgung pada titik di mana ia saat itu berada. Pada titik mana ia harus
mematikan mesin agar ia dapat mencapat titik (4, 10) ?

5. Jika sebuah benda dilempar ke atas dari suatu ketinggian awal s0 meter

dengan kecepatan awal v0 meter/detik maka rumus ketinggian benda


tersebut s dari tanah sebagai fungsi waktu t adalah

s = −5t 2 + v0t + s0 .

Jika s0 = 100 meter dan v0 = 50 meter/detik


a. Kapankah benda mencapai ketinggian maksimum ?
b. Berapakah ketinggian maksimum ?
c. Kapankah ia tiba di tanah ?
d. Dengan kecepatan berapakah ia tiba di tanah ?
e. Berapakah kecepatan dan percepatan benda saat t = 2 detik ?

6. Gunakan konsep turunan ekstrem dan asas Fermat tentang lintasan cahaya,
untuk menunjukkan berlakunya hukum Snellius tentang pemantulan dan
pembiasan.

7. Perumusan Klein-Nishina untuk hamburan foton oleh elektron mengandung


suku yang berbentuk
(1 + ε )  2 + 2ε ln(1 + 2ε ) 
f (ε ) =  −  ,
ε 2  1 + 2ε ε

dengan ε = hv / mc 2 ≥ 0 . Carilah nilai :


a. f (ε = 1) ,
lim f (ε )
b. ,
ε →0
lim f (ε )
c.
ε →∞
d. titik ekstrem ε beserta sifatnya.
__________________________________________________________________
105 Limit, Fungsi dan Turunan
_________________________________________________________________________________________

x 2 x3 x 4
(Petunjuk : ln(1 + x) = x − + − + ... )
2 3 4

8. Sebuah partikel dengan massa m bergerak sepanjang sumbu x sehingga


posisi x dan kecepatan = dx / dt memenuhi persamaan

m(v 2 − v02 ) = k ( x02 − x 2 )

dengan v0 , x0 dan k adalah tetapan. Buktikan bahwa

dv
m = − kx
dt

9. Dalam teori relativitas khusus, energi sebuah elektron bermassa rehat m


yang bergerak dengan kecepatan v adalah

mc 2
E= .
2 2
1− v / c
Carilah dua suku pertama dalam ekspansi deret

(1 − v 2 / c 2 ) −1 / 2
2
dan kalikan dengan mc . Apakah bentuk suku kedua dalam ekspansi
tersebut, jika v / c bernilai kecil ?

__________________________________________________________________
106 Integral
_________________________________________________________________________________________

BAB V
INTEGRAL

Pengertian integral muncul dalam dua konteks, yaitu :


1. Integral sebagai inversi (kebalikan) dari penurunan (derivatif) atau
antiderivatif yang dalam hal ini disebut juga integral tak tentu (indefinite).
2. Integral sebagai limit jumlah yang dikenal sebagai integral tertentu (definite)
atau integral Riemann.

Integral sebagai Inversi Penurunan (Anti Derivatif)


Suatu fungsi F(x) dapat dituliskan sebagai
F ( x) = ∫ f ( x) dx

jika
d
f ( x) = F ( x) .
dx
Fungsi yang diperoleh dari proses integral f (x) ini tidaklah tunggal. Bentuk
F (x) dapat ditambah dengan suatu tetapan integrasi C yang boleh bernilai
sembarang, karena fungsi induk yang baru ini yaitu
Finduk = F ( x) + C
memenuhi pula
dFinduk dF
= = f ( x) .
dx dx

Rumus-rumus Integral dasar dan Metode Pengintegralan


Berikut ini disajikan rumus-rumus dasar yang digunakan dalam
pengintegralan.
x n +1
∫ x dx = + C , n ≠ −1
n

n +1
dx

∫ x
= ln x + C

_______________________________________________________________________________
107 Integral
_________________________________________________________________________________________

e ax
∫ e dx = +C
ax

a

∫ sin x dx = − cos x + C

∫ cos x dx = sin x + C

∫ tan x dx = ln sec x + C

∫ cot x dx = ln sin x + C

∫ sec x dx = ln sec x + tan x + C

∫ csc x dx = ln csc x − cot x + C

∫ sinh x dx = cosh x + C

∫ cosh x dx = sinh x + C

∫ tanh x dx = ln cosh x + C

∫ coth x dx = ln sinh x + C
−1

∫ sech x dx = tan (sinh x) + C

∫ csch x dx = ln tanh( x / 2) + C .
Penjabaran / penurunan rumus-rumus tersebut dapat dilihat pada buku-buku
kalkulus standar.

Soal-soal Latihan
1. Hitunglah integral-integral berikut ini :
dx
a. ∫ ax + b
x 2 dx
b. ∫ ax + b
dx
c. ∫ x2 − a
2

∫e
cos x
d. sin 2 x dx

e. ∫x 2 x 2 + 3 dx
_______________________________________________________________________________
108 Integral
_________________________________________________________________________________________

dy x
2. Diketahui persamaan = 2 . Jika untuk x = 2, nilai y = 2, carilah
dx x + 4
nilai y untuk x = 0.

Pengintegralan Parsial
Integral parsial dirumuskan sebagai :

∫ u dv = uv − ∫ v du
Contoh :
−2 ax
∫ x e dx = xe / a − (1 / a)∫ e dx = a e (ax − 1) + C
ax ax ax


∫ x cos x dx = x sin x − 2∫ x sin x dx = x sin x − 2(− x cos x − ∫ − cos x dx )


2 2 2


= x 2 sin x + 2 x cos x − 2 sin x + C

 I = ∫ e x sin x dx = −e x cos x − ∫ − e x cos x dx = − e x cos x + e x sin x − ∫ e x sin x dx

atau
2I = e x (sin x − cos x) + C
sehingga

∫e sin x dx = 12 e x (sin x − cos x) + C


x

Substitusi Variabel
Berikut ini beberapa contoh substitusi variabel dalam penghitungan integral
dx
 Ingin dicari nilai I= ∫ ( x + 2) x +1
.

Melalui substitusi
y = x +1
maka
x = y2 −1,
dan
dx = 2 y dy ,
sehingga

_______________________________________________________________________________
109 Integral
_________________________________________________________________________________________

2 y dy dy
I= ∫ ( y 2 + 1) y = 2∫ y 2 + 1 = 2 arctan y + C
= 2 arctan x + 1 + C .
 Melalui substitusi :
x = a tan u
dan
dx = a sec 2 u du ,
maka
dx a sec 2 u du
∫ = a −1 ∫ du = u / a + C = a −1 arctan( x / a ) + C .
x 2 + a 2 ∫ a 2 (tan 2 u + 1)
=

 Melalui substitusi :
x = a sin u ; dx = a cos u du ,
maka
dx a cos u du
∫ a2 − x2
=∫
a 2 (1 − sin 2 u )
= ∫ du = u + C = arcsin( x / a) + C .

 Melalui substitusi :
x = a sinh u ; dx = a cosh u du ,
maka
dx a cosh u du
∫ =∫ = ∫ du = u + C = sinh −1 ( x / a) + C .
a +x
2 2
a (1 + sinh u )
2 2

Metode Pecahan Parsial


Rumus fungsi suku banyak berderajat n bulat positif adalah
n
Pn ( x) = a0 + a1 x + a2 x 2 + ... + an x n = ∑ ak x k .
k =0

Fungsi pecahan rasional dirumuskan dengan bentuk


P ( x)
Q( x)
dengan P (x) dan Q (x) keduanya suku banyak. Karena itu bentuk integral
pecahan rasional adalah
_______________________________________________________________________________
110 Integral
_________________________________________________________________________________________

P( x)
∫ Q( x) dx
Ada beberapa keadaan antara bentuk P (x) dan Q (x) yang menentukan
penyelesaian integral pecahan rasional.
1. Q' ( x) = P( x)
Pada kondisi ini, nilai integral adalah
Q'
∫ P dx = ln P( x) + C
Sebagai contoh :
2x + 3
∫ x 2 + 3x + 4 dx = ln x + 3x + 4 + C .
2

2. Derajat P (x) lebih besar atau sama dengan Q(x)


Pada kasus ini, bentuk
P ( x) S ( x)
= R( x) +
Q( x) Q ( x)
dengan R (x) dan S (x) juga suku banyak dalam x, serta derajat S (x)
kurang dari derajat Q(x) .
Contoh soal :
x3  2x  1 2
∫ x 2 + 2 dx = ∫  x − x 2 + 2  dx = 2 x − ln x + 2 + C .
2

3. Derajat P (x) kurang dari derajat Q(x)


Untuk memudahkan penyelesaian kasus ini, ditinjau kasus integral
x+5
∫ ( x − 1)( x + 1)( x + 2)( x + 3) dx .
Pada integral di atas, bentuk P ( x) / Q( x) diuraikan menjadi
x+5 A B C D
= + + + .
( x − 1)( x + 1)( x + 2)( x + 3) x − 1 x + 1 x + 2 x + 3
Keempat bilangan A, B, C dan D adalah tetapan. Persamaan untuk
pembilang kedua ruas adalah
x + 5 = A( x + 1)( x + 2)( x + 3) + B ( x − 1)( x + 2)( x + 3) + C ( x − 1)( x + 1)( x + 3)

_______________________________________________________________________________
111 Integral
_________________________________________________________________________________________

+ D ( x − 1)( x + 1)( x + 2) .
Dengan menyamakan suku-suku berpangkat sama dalam x antara kedua
ruas, diperoleh
x3 → A + B + C + D = 0

x 2 → 6 A + 4 B + 3C + 2 D = 0
x → 11A + B − C − D = 1

x 0 → 6 A − 6 B − 3C − 2 D = 5
Dari empat persamaan di atas dengan empat variabel A, B, C dan D tersebut,
masing-masing dapat dicari nilainya yaitu :
1 1
A= , B = −1, C = 1, D = −
4 4
Untuk mencari keempat nilai tersebut, dapat pula ditempuh cara lain, yaitu
dengan mengisikan nilai pada persamaan pembilang :
Untuk x = 1, diperoleh 6 = 24A
Untuk x = −1, diperoleh 4 = −4B
Untuk x = −2, diperoleh 3 = 3C
Untuk x = −3, diperoleh 2 = −8D
yang selanjutnya juga menghasilkan nilai A, B, C dan D yang sama. Jadi
x+5 1 1 1 1
= − + −
( x − 1)( x + 1)( x + 2)( x + 3) 4( x − 1) x + 1 x + 2 4( x + 3)
sehingga
x+5 1 dx dx dx 1 dx
∫ ( x − 1)( x + 1)( x + 2)( x + 3) dx = 4 ∫ ( x − 1) − ∫ x + 1 + ∫ x + 2 − 4 ∫ ( x + 3)
1 1 1 ( x − 1)( x + 2) 4
= ln x − 1 − ln x + 1 + ln x + 2 − ln x + 3 + C = ln +C .
4 4 4 ( x + 3)( x + 1) 4

Bentuk di atas diperoleh hanya dengan memanfaatkan rumus


dx
∫ x − a = ln x − a + C .

_______________________________________________________________________________
112 Integral
_________________________________________________________________________________________

Metode pengerjaan di atas terjadi pada saat penyebut Q (x) dapat diuraikan
serta tak terdapat akar yang sama. Jika terdapat akar yang sama, dapat
disimak pada contoh di bawah ini.
Contoh :
Ingin dicari bentuk eksplisit
x
∫ ( x − 2)( x − 1) 2 ( x + 1)3 dx
Jawab :
Bentuk pecahan rasional pada integran tersebut dapat diuraikan menjadi
x A B C D E F
= + + + + + .
( x − 2)( x − 1) ( x + 1)
2 3
x − 2 x − 1 ( x − 1) 2
x + 1 ( x + 1) 2
( x + 1)3
Persamaan untuk pembilang adalah
x = A( x − 1) 2 ( x + 1)3 + B ( x − 2)( x − 1)( x + 1) 3 + C ( x − 2)( x + 1)3

+ D( x − 2)( x − 1) 2 ( x + 1) 2 + E ( x − 2)( x − 1) 2 ( x + 1) + F ( x − 2)( x − 1) 2


Dengan mengisikan nilai-nilai berikut :
x = 2 → 2 = 27 A
x = 1 → 1 = −8C
x = −1 → −1 = −12 F
x = 0 → 0 = A + 2 B − 2C − 2 D − 2 E − 2 F
x = −2 → −2 = −9 A − 12 B + 14C − 36 D + 36 E − 36 F
x = 3 → 3 = 256 A + 128B + 64C + 64 D + 16 B + 4 F
Dari enam persamaan di atas diperoleh :
2 1 1 5 1 1
A= , B=− , C=− , D=− , E= , F=
27 16 8 432 36 12
Jadi
x 2 1 1 5
= − − −
( x − 2)( x − 1) 2 ( x + 1) 3 27( x − 2) 16( x − 1) 8( x − 1) 2 432( x + 1)
1 1
+ +
36( x + 1) 2
12( x + 1) 3
sehingga

_______________________________________________________________________________
113 Integral
_________________________________________________________________________________________

x 2 1 5 1
∫ ( x − 2)( x − 1) 2 ( x + 1)3 dx = 27 ln x − 2 − 16 ln x − 1 − 432 ln x + 1 + 8( x − 1)
1 1
− − +C
36( x + 1) 24( x + 1) 2

Soal-soal Latihan
1. Carilah nilai-nilai integral di bawah ini :

∫e
x
a. sin x dx

3x 2 + 2 x + 4
b. ∫ 2 x 3 + 2 x 2 + 8 x + 5 dx
x2 + 2x + 4
c. ∫ x − 3 dx
x
d. ∫ ( x − 1)( x − 2) dx
x −1
e. ∫ x( x + 1) 2 ( x + 2)3 dx

Integral tertentu (Integral Riemann)


Integral Riemann merupakan jumlahan unsur-unsur infinitesimal yang
bercacah mendekati takhingga dalam daerah luasan A yang dibatasi oleh interval
terbatas [a, b] serta sumbu x dan kurva y = f (x). Jika kedua nilai a dan b tersebut
berhingga, demikian pula dengan f (x) di daerah pengintegralan, maka integral

tersebut dinamakan integral layak (proper integal). Apabila salah satu dari ketiga
hal tersebut bernilai takhingga, tetapi nilai integralnya ada dan berhingga, maka
integral tersebut dinamakan integral tak layak (improper integral).
Pada gambar 5.1 , daerah A yang dibatasi oleh :
kurva y = f (x) , sumbu x, x = a dan x = b
dibagi menjadi sejumlah n buah daerah yang bentuknya mendekati empat persegi
panjang dengan lebar masing-masing ∆x dan tinggi f (ξ i ) . Diketahui :

Lebar ∆x = (b − a ) / n
_______________________________________________________________________________
114 Integral
_________________________________________________________________________________________

dan
y
f (x)

f (ξi )

x
a xi xi + ∆x b

Gambar 5.1.
Unsur luas dan integral Riemann

ξ i = a + (i − 1 + ηi )∆x
dengan
0 ≤ ηi ≤ 1 .

Pada pengambilan limit n → ∞ yang berarti ∆x → 0 , maka diperoleh luas daerah


A di bawah kurva y = f (x) yang dibatasi oleh sumbu x, x = a dan x = b sebagai
∞ ∞ b
A = lim ∑ Ai = lim ∑ f (ξ i )∆x = ∫ f ( x) dx
i =1 i =1 x=a
n→∞ n→∞
∆x → 0
Nilai a dan b merupakan batas bawah (lower limit) dan batas atas (upper limit)
pengintegralan.
Integral Riemann memiliki beberapa sifat dasar :
b a
1. ∫ f ( x) dx = − ∫ f ( x) dx
a b

b c b
2. ∫ f ( x) dx = ∫ f ( x) dx + ∫ f ( x) dx
a a c

b b b
3. ∫ ( Af ( x) + Bg ( x)) dx = A∫ f ( x) dx + B ∫ g ( x) dx
a a a

_______________________________________________________________________________
115 Integral
_________________________________________________________________________________________

b b
4. ∫ f ( x) dx = ∫ f (t ) dt
a a

b
dG ( x) b
5. Jika f ( x) =
dx
maka ∫ f ( x) dx = G ( x) a = G (b) − G (a)
a

Contoh soal :
π /2 π /2

∫ (1 − cos 2 x) dx = 12 [x − 12 sin 2 x] 0
π /2
∫ sin x dx =
2 1
2
0 0

 π 1   π
 2 − 2 sin π  − (0 − 0 ) = 4 .
1
= 2
  

Soal-soal Latihan
Hitunglah integral-integral di bawah ini
3

∫ (x + 2 x + 5) 2 dx
2
1.
−2

π /4

∫ sin 2 x + cos
2
2. x dx
0

4
8
3. ∫ x 2 + 16 dx
0

π /2

∫e
x
4. sin x dx
0

e2
5. ∫ ln x dx
1

1
∫0 x ( x + 1)10 dx
2
6.

_______________________________________________________________________________
116 Integral
_________________________________________________________________________________________

3 x2 + 1
7. ∫1 x 3 + 3x
dx

π /2
8. ∫0 cos 4 x sin x dx

2002 x 2001
9. ∫− 2002 x 2000 + x1998 + x1996 + ... + x 4 + x 2 + 1 dx

π /3
10. ∫−π / 3 ( x + sin x) dx

Penerapan Integral Tertentu


1. Mencari luas di bawah kurva
Luas daerah yang dibatasi oleh
kurva yatas = f1 ( x) , ybawah = f 2 ( x) , xkiri = a dan xkanan = b
adalah
b
A = ∫ ( f1 ( x) − f 2 ( x) ) dx .
a

Sementara itu luas daerah yang dibatasi oleh


xkanan = g1 ( y ) , xkiri = g 2 ( y ) , ybawah = a dan yatas = b
adalah
b
A = ∫ ( g1 ( y ) − g 2 ( y ) ) dx .
a

Contoh soal :
Hitunglah luas daerah yang dibatasi oleh kurva y1 = x 3 + 3x 2 dan y2 = 4 x .
Jawab :
Titik potong antara kedua kurva dapat dicari melalui :
x 3 + 3x 2 = 4 x

_______________________________________________________________________________
117 Integral
_________________________________________________________________________________________

atau
x( x + 4)( x − 1) = 0
sehingga diperoleh titik potong :
x = −4, x = 0 dan x = 1.
Untuk daerah −4 < x < 0, hubungan kedua kurva adalah y1 > y2 , sedangkan untuk

selang 0 < x < 1 maka y1 < y2 .


Jadi luas daerah yang ditanyakan adalah
0 1
A= ∫ ( y1 − y2 ) dx + ∫ ( y2 − y1 ) dx
−4 0

∫ (x ) ( )
0 1
= 3
+ 3 x 2 − 4 x dx + ∫ − x 3 − 3 x 2 + 4 x dx
−4 0

= [
1
4
x 4 + x3 − 2 x 2 ] 0
−4
[
+ − 14 x 4 − x 3 + 2 x 2 ] 1
0
=
131
4
.

2. Volume benda putar


Jika suatu area luas diputar mengelilingi suatu sumbu tertentu, maka akan
terbentuk suatu benda putaan. Ada dua cara yang dapat digunakan, yaitu metode
cakram (disk) dan metode kulit (shell).
Pada metode cakram, misalkan terdapat suatu luasan yang dibatasi oleh
yatas = f1 ( x) , ybawah = f 2 ( x) , garis xkiri = a dan xkanan = b .
Pada selang [a, b], diasumsikan
yatas dan ybawah > 0 .
Volume benda yang terbentuk jika diputar terhadap sumbu x adalah

( )
b
Vx = π ∫ f12 ( x) − f 22 ( x) dx .
a

Sedangkan pada luasan yang dibatasi oleh


xkanan = g1 ( y ) , xkiri = g 2 ( y ) , garis ybawah = a dan yatas = b ,
jika diasumsikan pada selang [a, b] berlaku
g1 ( y ) dan g 2 ( y ) > 0 ,
maka volume yang terbentuk jika diputar mengelilingi sumbu y adalah

_______________________________________________________________________________
118 Integral
_________________________________________________________________________________________

( )
b
V y = π ∫ g12 ( y ) − g 22 ( y ) dy .
a

Contoh :
Carilah volume kerucut yang ditimbulkan oleh perputaran garis y = mx
mengelilingi sumbu x dengan batas x = h.
h h
Volume kerucut = π ∫ y 2 dx = πm 2 ∫ x 2 dx = 13 πm 2 h 3 .
0 0

Pada kerucut tersebut,


tinggi kerucut = h,
jari-jari kerucut = mh.
Karena itu rumus volume kerucut dapat ditulis sebagai
Volume kerucut = 1
3
× π (mh) 2 ×h = 1
3
× luas alas × tinggi.

Pada metode kulit, misalkan terdapat suatu luasan yang dibatasi oleh
yatas = f ( x) , sumbu x, garis xkiri = a dan xkanan = b .

Diasumsikan pada selang [a, b], yatas > 0 . Volume benda yang terbentuk jika
diputar terhadap sumbu y adalah
b
V y = 2π ∫ x f ( x) dx .
a

Contoh :
Pada daerah yang dibatasi oleh
parabola y = x 2 , sumbu x dan garis x = 4,
carilah volume akibat perputaran mengelilingi sumbu y.
Jawab :

[ ]
2π 4
4
4
V = 2π ∫ x.x 2 dx = x 0 = 128π .
0
4

3. Menentukan Panjang Busur Kurva


Apabila ds adalah unsur lengkungan infinitesimal (berbentuk busur yang
dapat didekati dengan tali busur), maka menurut teorema Phytagoras,

_______________________________________________________________________________
119 Integral
_________________________________________________________________________________________

(ds ) 2 = (dx) 2 + (dy ) 2


sehingga
2
 dy 
ds = dx 1 +   .
 dx 
Jadi panjang busur lengkung di antara x = a dan x = b adalah

b 2
 dy 
sab = ∫ 1 +   dx .
a  dx 

Contoh :
Ingin dicari panjang busur ¼ lingkaran yang berjari-jari R. Persamaan busur
tersebut di kuadran pertama dirumuskan sebagai

y = R2 − x2 .
Batas integrasi adalah x = 0 dan x = R . Maka
dy x
=−
dx R2 − x2
sehingga
2
 dy  x2 R2
1+   = 1+ 2 = .
 dx  R − x2 R2 − x2
Jadi panjang busur :
R
dx
s = R∫
0 R2 − x2

x R π
= R arcsin = R(arcsin 1 − arcsin 0 ) = R .
R 0 2
Mengingat hasil di atas adalah panjang busur ¼ lingkaran, maka keliling lingkaran
sama dengan 2πR .

Soal-Soal Latihan
1. Carilah luas daerah yang dibatasi oleh :
a. Garis y = x 3 − 3x 2 − x + 3 , sumbu x, garis x = −1 dan garis x = 2.

_______________________________________________________________________________
120 Integral
_________________________________________________________________________________________

b. Garis y 2 = 4 x dan garis 4 x − 3 y = 4 .

c. Garis y = x 3 dan garis y = x 2 + 2 x

2. Hitunglah volume benda putar apabila daerah yang dibatasi oleh :


a. Garis x − 2 y = 0 dan parabola y 2 − 2 x = 0 diputar mengelilingi
sumbu x.
b. Garis y = 4 x dan parabola y = 4 x 2 diputar mengelilingi sumbu y.

c. Parabola 3 x 2 − 16 y + 48 = 0 , parabola x 2 − 16 y + 80 = 0 dan sumbu y


diputar mengelilingi garis y = 2.

3. Carilah panjang kurva untuk fungsi :


a. y = 23 ( x 2 + 1) 3 / 2 antara x = 1 dan x = 4.

y4 1
b. x= + 2 antara y = −2 dan y = −1. (perhatikan bentuk u 2 = −u
16 2 y
untuk u < 0)
c. x = 3t 2 + 2, y = 2t 3 − 1; 1 ≤ t ≤ 3.

Fungsi Gamma
Untuk menyajikan perilaku fungsi gamma, ditinjau nilai integral berikut.
Untuk α > 0 :

−αx 1 −αx ∞ 1
∫ e dx = − α
e = .
0 α
0

Dengan menurunkan kedua ruas terhadap α, diperoleh



−αx 1
∫ − xe dx = −
α2
0

atau

_______________________________________________________________________________
121 Integral
_________________________________________________________________________________________


−αx 1
∫ xe dx =
α2
;
0


2 −αx 2
∫x e dx =
α3
;
0


3 −αx 3!
∫x e dx =
α4
;
0

atau secara umum



n −αx n!
∫x e dx =
α n +1
.
0

Dengan mengisikan α = 1 dihasilkan



n −x
∫x e dx = n!, n = 1, 2, 3, ...
0

Integral di atas merupakan integral tertentu dengan nilai sama dengan n!


untuk n bilangan bulat positif. Rumus di atas dapat digunakan untuk mencari nilai
0!, yaitu dengan mengisikan n = 0 :


0! = ∫ e − x dx = −e x =1 .
0
0

Sejauh ini n masih berupa bilangan bulat tak negatif. Adapun untuk
sembarang bilangan bilangan positif, didefinisikan fungsi gamma :

Γ( p) = ∫ x p −1e − x dx , p > 0.
0

Untuk 0 < p < 1, integral di atas merupakan integral tak layak (improper integral)
p −1
karena x menjadi tak hingga pada batas bawah integral (x = 0). Namun
demikian integral tersebut merupakan integral yang bernilai konvergen untuk p >
0 (termasuk untuk selang 0 < p < 1). Khusus untuk p bulat, diperoleh
Γ( p ) = (n − 1)!
sehingga diperoleh nilai-nilai berikut :

_______________________________________________________________________________
122 Integral
_________________________________________________________________________________________

Γ(1) = 0!= 1 ,
Γ(2) = 1!= 1 ,
Γ(3) = 2! = 2 dan seterusnya.
Untuk sembarang p positif :

Γ( p + 1) = ∫ x p e − x dx
0

Dengan melakukan integral parsial dan substitusi :

x p = u , e − x dx = dv , du = px p −1dx, v = −e − x
maka
∞ ∞

p −x
Γ( p + 1) = − x e − ∫ ( −e − x)
px dx = p ∫ x p −1e − x dx = pΓ( p) .
p −1
0
0 0

Persamaan yang berbentuk


Γ( p + 1) = pΓ( p )
dinamakan dengan recursion relation untuk fungsi gamma. Sebagai contoh :

Γ( 5 ) = Γ( 3 + 1) = 3 Γ( 3 ) = 3 1 Γ( 1 ) = 3 π
2 2 2 2 22 2 4

mengingat

Γ( 1 ) = π .
2

Pembuktian nilai Γ( 1 ) tersebut akan ditunjukkan kemudian.


2

Soal-soal Latihan
1. Nyatakan bentuk-bentuk di bawah ini dalam bentuk fungsi gamma :

2/3 −x
a. ∫x e dx
0

b. ∫ xe − x dx
0

_______________________________________________________________________________
123 Integral
_________________________________________________________________________________________


−1 / 2 − x
c. ∫x e dx
0

2 −x 2
∫ x e dx (petunjuk : x = u )
2
d.
0

−x 3
e. ∫ xe dx
0

1 3
21 −u
f. ∫ x  ln x  dx (petunjuk : x = e )
0

1

g. 3 ln x dx
0


−1 / 3 −8 x
h. ∫x e dx
0
1

∫x (− ln x) 3 dx
2
i.
0

2. Sebuah partikel bermassa m bergerak dari keadaan rehat pada x = 1


sepanjang sumbu x menuju titik O menurut persamaan gerak :

a = d 2 x / dt 2 = −1 / x .
Tentukan waktu yang diperlukan saat partikel tiba di titik O.
Petunjuk : gunakan
a = dv / dt = (dv / dx)(dx / dt ) = v(dv / dx) ,
serta mengingat selama gerakan berlangsung :
v = dv / dt < 0 .
Jika penghitungan telah sampai pada t sebagai integral fungsi x, lakukan

substitusi x = exp(−u ). Jawaban : t = Γ( 1 ) / 2 .


2

3. Buktikan bahwa untuk n bilangan bulat positif berlaku

_______________________________________________________________________________
124 Integral
_________________________________________________________________________________________

1.3.5...(2n − 1) (2n)!
Γ( n + 1 ) = π = π
2 n
2 4 n n!

4. Buktikan bahwa

d
Γ( p ) = ∫ x p −1e − x ln x dx
dp 0

dan

dn
n
Γ( p ) = ∫ x p −1e − x (ln x) n dx .
dp 0

5. Carilah turunan-turunan berikut dengan menggunakan fungsi Gamma :

a.
d1/ 2
dx1/ 2
(
2 x 2 − 3x + 5 )
d 3/ 2
b. (4 x − 7 ) .
dx 3 / 2

Untuk fungsi gamma bilangan negatif :


1
Γ( p ) = Γ( p + 1) .
p
Sebagai contoh :
1
Γ( − 1 ) = Γ( 1 ) = −2 π .
2 −1 2
2

Adapun untuk p → 0 :
Γ( p + 1)
Γ( p ) = → ∞.
p
Demikian juga untuk p bilangan bulat negatif, nilai Γ( p ) → ∞ ( p = −1,−2,−3,...) .

Selanjutnya akan dihitung Γ( 1 ) . Dari rumus fungsi gamma :


2


1 −t
Γ( 1 ) =
2 ∫ t
e dt .
0

_______________________________________________________________________________
125 Integral
_________________________________________________________________________________________

Dengan substitusi :

t = x2
yang berarti
dt = 2 x dx ,
maka

−x 2
Γ( 1 ) = 2
2 ∫ e dx .
0

Dengan substitusi : x → y maka



Γ( 1 ) = 2 ∫ e − y dy .
2

2
0

Dengan mengalikan antara kedua fungsi gamma di atas, diperoleh


∞∞
[Γ( 12 )]2 = 4 ∫ ∫ e − ( x 2
+ y2 )
dx dy .
00

Integral ini meliputi seluruh daerah pada kuadran I. Dengan melakukan substitusi
ke koordinat kutub :

r 2 = x2 + y2 ,
dx dy = dA = r dr dθ ,
0≤r <∞,
0 ≤θ ≤π /2
maka
π /2 ∞
[ ] π e−r ∞
2
−r 2
Γ( 1 ) 2 = 4 ∫ ∫e r dr dθ = 4. . =π
2 2 −2 0
θ −0 r =0
sehingga diperoleh

Γ( 1 ) = π .
2

Fungsi Beta
Fungsi Beta didefinisikan sebagai

_______________________________________________________________________________
126 Integral
_________________________________________________________________________________________

1
B( p, q) = ∫ x p −1 (1 − x) q −1 dx , p > 0, q > 0.
0

Dapat ditunjukkan bahwa :


B ( p , q ) = B ( q, p ) .
Jangkauan batas atas integrasi dapat diperluas menjadi a, yaitu dengan melakukan
substitusi x = y / a , sehingga fungsi beta menjadi
a
1 p −1
B ( p, q ) = ∫y (a − y ) q −1 dy .
p + q −1
a 0

Bentuk fungsi beta dapat pula dinyatakan dalam bentuk trigonometri, yaitu
dengan melakukan substitusi :

x = sin 2 θ ,
dx = 2 sin θ cosθ dθ ,

1 − x = cos 2 θ ,
sehingga
π /2
2 p −1
B ( p, q ) = 2 ∫ (sinθ ) (cosθ ) 2q −1 dθ
0

Hubungan antara fungsi beta dan fungsi gamma dapat dinyatakan dalam
bentuk :
Γ( p)Γ(q )
B ( p, q ) = .
Γ( p + q )
Untuk membuktikannya, dimulai dengan

Γ( p) = ∫ t p −1e − t dt
0

yang dengan melakukan substitusi t = y 2 diperoleh



Γ( p) = 2 ∫ y 2 p −1e − y dy
2

Dengan substitusi

_______________________________________________________________________________
127 Integral
_________________________________________________________________________________________

y → x dan p → q
diperolah

Γ(q) = 2 ∫ x 2 q −1e − x dx .
2

Jika dua fungsi gamma di atas dikalikan, hasilnya


∞∞
Γ( p)Γ(q) = 4 ∫ ∫ x 2 q −1 y 2 p −1e − ( x + y ) dx dy .
2 2

00

Dengan substitusi ke koordinat kutub di kuadran I :


x = r cos θ , y = r sin θ ,

x 2 + y 2 = r 2 , dx dy = dA = r dr dθ ,
0 ≤ r < ∞ , 0 ≤θ ≤π /2,
perkalian fungsi gamma terakhir di atas menjadi :
∞ π /2
(r cos θ ) 2 q −1(r sin θ ) 2 p −1 e − r r dr dθ
2
Γ( p )Γ( q ) = 4 ∫ ∫
r =0 θ =0

∞ π /2
= 4 ∫ r 2 p + 2 q −1e − r dr 2q −1
(sin θ ) 2 p −1 dθ .
2
∫ (cosθ )
0 0

Pada integral r, dengan substitusi u = r 2 , bentuk


∞ ∞
2 p + 2 q −1 − r2
p + q −1 − u
∫r e dr = 1
2 ∫u e du = 12 Γ( p + q ) ,
0 0

sedangkan pada integral θ , bentuk


π /2
2 p −1
∫ (sin θ ) (cos θ ) 2q −1 dθ = 12 B( p, q) .
0

Jadi
Γ( p )Γ(q ) = 4. 1 Γ( p + q ). 1 B ( p, q )
2 2
atau
Γ ( p )Γ( q )
B ( p, q ) = .
Γ( p + q )

_______________________________________________________________________________
128 Integral
_________________________________________________________________________________________

Soal-soal Latihan
1. Buktikan bahwa :
B ( p, q ) = B ( q, p ) .
(petunjuk : x = 1 − y . Dapat pula dilihat secara eksplisit pada hubungan
antara fungsi beta dengan fungsi gamma)

2. Dengan melakukan substitusi


y
x=
y +1
pada fungsi beta, tunjukkan bahwa :

y p −1dy
B ( p, q ) = ∫ ( y + 1) p + q .
0

3. Tunjukkan bahwa untuk m dan n bulat, berlaku perumusan :


1 1
B(m, n) = =
m C (m + n − 1, n − 1) n C (m + n − 1, m − 1)
dengan

m n!
C (m, n) =   =
 n  (n − r )!r!
adalah koefisien binomial / perumusan kombinasi. (petunjuk : gunakan
hubungan antara fungsi beta dengan fungsi gamma).

4. Nyatakan bentuk-bentuk berikut dalam bentuk fungsi beta, sekaligus juga


dalam fungsi gamma.
1
x 4 dx
a. ∫
0 1 − x2
π /2
b. ∫ sin 3 x cos x dx
0
_______________________________________________________________________________
129 Integral
_________________________________________________________________________________________


y 2 dy
c. ∫ (1 + y )6
0

y dy
d. ∫ (1 + y 3 )2
0
2
x 2 dx
e. ∫ 2− x
.
0

5. Buktikan bahwa :

B(n, 12 )
B(n, n) = ,
22 n −1
selanjutnya tunjukkan berlakunya rumus duplikasi (duplication formula)
untuk fungsi gamma :

22 n −1
Γ ( 2n) = Γ(n)Γ(n + 12 ) .
π

6. Tunjukkan bahwa

y m dy 1
∫ ( y + 1) n +1 = (n − m) C (n, m)
0

untuk m dan n bilangan bulat positif serta n > m.

7. Tunjukkan bahwa :
B(m, n) B (m + n, k ) = B (n, k ) B (n + k , m) .

8. Dalam mekanika statistik, kerapatan jumlah partikel (n) sebagai fungsi


tenaga (E) dirumuskan sebagai
2π N
n( E ) = E exp(− E / kT )
(π kT ) 3 / 2

_______________________________________________________________________________
130 Integral
_________________________________________________________________________________________

dengan N adalah jumlah partikel, k adalah tetapan Boltzmann dan T suhu


mutlak.
a. Gunakan konsep turunan untuk menentukan nilai E sehingga n
bernilai ekstrem, serta tentukan termasuk ekstrem maksimum atau
minimumkah nilai tersebut ?
b. Gunakan integral fungsi Gamma untuk menunjukkan bahwa jumlah
partikel N untuk seluruh jangkauan E dirumuskan sebagai

N= ∫ n ( E ) dE .
E =0

(Dengan kata lain, tunjukkan bahwa integral tersebut sama dengan N)


c. Gunakan pula fungsi Gamma untuk menunjukkan bahwa energi total
partikel adalah

Etot = ∫ E n( E ) dE = 2 NkT .
3

E =0

(Dengan kata lain, tunjukkan bahwa integral tersebut sama dengan


3
NkT )
2

__________________________________________________________________

Soal-soal Latihan Tambahan


1. Jika sebuah partikel yang bergerak sepanjang sumbu x memiliki percepatan
a = 4 t + 8 , serta diketahui v0 = −6 dan x0 = 2 , carilah v dan x pada saat t
= 3.

2. Hukum Newton tentang pendinginan menyatakan bahwa laju mendinginnya


suatu benda sebanding dengan selisih temperatur antara benda dengan
medium / lingkungannya. Sebuah benda bersuhu 800 C diletakkan di
ruangan kamar bersuhu 300. Persamaan diferensial yang berlaku adalah
dT
= k (T − 30)
dt

_______________________________________________________________________________
131 Integral
_________________________________________________________________________________________

dengan k adalah tetapan. Apabila suhu benda tersebut turun menjadi 500 C
setelah 1 jam, berapakah suhu benda tersebut setelah 3 jam ?

3. Hukum aksi massa dalam ilmu kimia menghasilkan persamaan diferensial


dx
= k (a − x)(b − x)
dt
k, a dan b > 0. Diasumsikan b > a.
Dalam rumus tersebut, x adalah banyaknya zat pada saat t yang dihasilkan
oleh persenyawaan dua zat yang lain. Jika x = 0 pada saat t = 0 :
a. Selesaikan persamaan diferensial tersebut.
b. Buktikan bahwa x → a jika t → ∞ .
c. Jika a = 2 dan b = 4, dan dalam waktu 1 jam terdapat 1 gram zat.
Berapakah banyaknya zat tersebut setelah 3 jam ?

_______________________________________________________________________________
132 Fungsi Variabel Banyak : Turunan Parsial
_________________________________________________________________________________________
____

BAB VI
FUNGSI VARIABEL BANYAK :
TURUNAN PARSIAL

Pada bagian sebelumnya, biasanya fungsi yang ditelaah merupakan fungsi


satu variabel bebas. Pada bagian ini akan dikaji fungsi variabel banyak, namun
untuk tingkat pengantar ini hanya akan disajikan dua variabel bebas yaitu x dan y
yang grafiknya masih dapat dilukiskan dalam ruang tiga dimensi berkoordinat
Cartesan (x, y, z) sebagai luasan z = f(x, y). Akan ditelaah dua topik yaitu kalkulus
diferensial yaitu telaah tentang turunan parsial dan kalkulus integral yang
menelaah integral fungsi dua variabel. Pada bagian ini terlebih dahulu ditelaah
turunan parsial dengan segala aplikasinya.

Turunan Parsial
Jika y = f(x) maka dy / dx menyatakan kemiringan kurva y = f (x) atau laju
perubahan y terhadap x. Konsep kelajuan sangat banyak muncul dalam fisika,
sebagai contoh : konsep kecepatan gerak partikel sebagai perubahan jarak
terhadap waktu, konsep percepatan sebagai perubahan kecepatan terhadap waktu,
laju pendinginan benda yang bersuhu tinggi, perubahan tekanan sebagai fungsi
volume pada suhu tetap dan sebagainya. Konsep derivatif digunakan untuk
menentukan nilai ekstrem, yaitu maksimum atau minimum fungsi pada kurva
tersebut. Konsep turunan ini dapat pula diperluas untuk sejumlah variabel.
Ditinjau fungsi dua variabel
z = f ( x, y ) .
Fungsi tersebut dapat ditinjau variasinya sebagai fungsi x saja dengan nilai y
dipertahankan tetap = y0 atau fungsi y saja dengan x dipertahankan tetap = x0 .
Untuk keadaan pertama tersebut dengan z diturunkan parsial ke x saja,
penulisannya adalah

__________________________________________________________________
__
133 Fungsi Variabel Banyak : Turunan Parsial
_________________________________________________________________________________________
____
 ∂z  z ( x + h, y0 ) − z ( x, y0 )
  = ∂ x z = lim
 ∂ x  y = tetap = y 0 h .
h→0

Serupa dengan rumus di atas, untuk keadaan kedua dengan z diturunkan parsial ke
y, penulisannya adalah
 ∂z  z ( x0 , y + h) − z ( x0 , y )
  = ∂ y z = lim
 ∂ y  x = tetap = x 0 h .
h→0

Sebagai contoh, ditinjau fungsi

z = x2 + y2 .
Turunan parsialnya ke x dan y berturut-turut adalah
∂ x
∂xz = x2 + y 2 =
∂x z
dan
∂ y
∂yz = x2 + y2 = .
∂y z
Turunan pertama parsial ini dapat diturunkan lagi untuk menghasilkan turunan
parsial orde tinggi, misalnya dengan menurunkan ∂ x z ke y dan ∂ y z ke x. Untuk

perlakuan ini, hasilnya berbentuk

∂2z ∂
 
=   = − xy
x
∂ y∂ x z = 
∂y∂x ∂y  x 2 + y 2 z3
 
dan

∂2z ∂ 
 
∂ x∂ y z = = 
y  = − yx .
∂x∂y ∂x  x 2 + y 2  z3
 
Ternyata hasil keduanya sama, atau dapat disimpulkan bahwa turunan parsial orde
tinggi tidak bergantung pada urutan pengambilan turunan. Jadi untuk sembarang
fungsi f ( x, y ) yang memiliki sifat-sifat turunan pertamanya ada, kontinu dan
dapat diambil turunan parsialnya, berlaku

__________________________________________________________________
__
134 Fungsi Variabel Banyak : Turunan Parsial
_________________________________________________________________________________________
____

∂ 2 f ( x, y ) ∂ 2 f ( x, y )
= .
∂y∂x ∂x∂y

Soal-soal Latihan
1. Carilah turunan parsial pertama fungsi yang diberikan terhadap tiap variabel
bebasnya

a. f ( x, y ) = ( 4 x − y 2 ) 3 / 2

b. f ( x, y ) = e x + y (cos x + sin y )

tan −1(4 x − 7 y )
c. f ( x, y ) =
cosh(2 x 2 + 3 y )

2. Untuk fungsi-fungsi f ( x, y ) berikut ini, periksalah kebenaran rumus


∂f ( x, y ) ∂f ( x, y )
= .
∂x∂y ∂y∂x

a. f ( x, y ) = 2 x 2 y 3 − 3 x 3 y 2

b. f ( x, y ) = e2 xy [1 + ln( xy )]

 x+ y 
c. f ( x, y ) = sin −1 2 
 x + y3 
 

Diferensial total
Jika
z = f ( x, y )
maka diferensial total z dirumuskan sebagai
∂z ∂z
dz = dx + dy .
∂x ∂y
Sebagai contoh

z = x2 + y 2
__________________________________________________________________
__
135 Fungsi Variabel Banyak : Turunan Parsial
_________________________________________________________________________________________
____
maka
x y
dz = dx + dy .
x2 + y2 x2 + y 2

Jika z adalah fungsi dari banyak variabel, maka bentuk diferensial total z
menyerupai bentuk di atas. Misalkan z adalah fungsi n variabel yang dirumuskan
sebagai
z = f ( x1, x2 ,..., xn )
maka diferensial total z adalah
n
∂z ∂z ∂z ∂z
dz = dx1 + dx2 + ... + dxn = ∑ dxk .
∂x1 ∂x2 ∂xn k =1
∂xk

Ditinjau beberapa penerapan pada penghitungan hampiran dengan


menggunakan diferensial. Jika n = 1015, carilah nilai
1 1
− .
(n + 1)2 n 2
Jika

f ( x) = 1 / x 2 ,
maka nilai di atas dapat dituliskan sebagai

∆ f = f (1015 + 1) − f (1015 ) .
Mengingat ∆ f dapat didekati dengan
2 2
∆ f ≈ df = − dx ≈ − ∆x
3
x x3

maka dengan x = 1015 dan ∆x = 1 , nilai di atas adalah


2
=− 15 3
.1 = −2 × 10− 45 .
(10 )
Selanjutnya ditinjau contoh : hambatan R pada sebuah kawat sebanding
dengan panjang kawat l, dan berbanding terbalik dengan kuadrat jari-jari kawat r,
yang dirumuskan sebagai
l
R=k
r2
__________________________________________________________________
__
136 Fungsi Variabel Banyak : Turunan Parsial
_________________________________________________________________________________________
____
dengan k adalah tetapan. Jika ralat relatif pengukuran panjang adalah 5% dan ralat
relatif pengukuran jari-jari adalah 10%, carilah ralat relatif maksimum R.
Ralat relatif suatu besaran x, dirumuskan sebagai
dx
.
x
Dari perumusan hambatan kawat, dengan mengambil kogaritma alam, bentuknya
menjadi
ln R = ln k + ln l − 2 ln r .
Dengan menderivatifkan rumus di atas, diperoleh
dR dl dr
= −2 .
R l r
Nilai ralat relatif maksimum R atau dR / R diperoleh saat dl / l dan dr / r

berlawanan tanda sehingga kedua suku tersebut dapat dijumlahkan. Selanjutnya


diperoleh nilai maksimum :
dR dl dr
= +2 = 5% + 2 × 10% = 25%.
R l r

Berikutnya pada contoh sistem dua massa m1 dan m2 , massa tereduksi µ


dirumuskan sebagai
1 1 1
= + .
µ m1 m2

Jika m1 bertambah sebesar 1%, berapakah fraksi perubahan m2 agar nilai µ tak
berubah ?
Dengan mengambil diferensial persamaan di atas serta mengisikan
dm1 = 0,01m1 , diperoleh
dm1 dm2
0=− −
m12 m22
atau
dm2 0,01m2
=− .
m2 m1

Sebagai contoh jika m1 = m2 maka m2 berkurang sebesar 1% dan seterusnya.


__________________________________________________________________
__
137 Fungsi Variabel Banyak : Turunan Parsial
_________________________________________________________________________________________
____

Soal-soal Latihan
1. Massa tereduksi µ untuk sistem dua partikel bermassa m1 dan m2
dirumuskan sebagai
m1m2
µ= .
m1 + m2

Jika m2 bertambah sebesar 1 %, berapakah perubahan besar m1 agar µ tak


berubah ?

2. Resistor kabel memiliki hambatan R yang sebanding dengan panjang kabel l


dan berbanding terbalik dengan kuadrat jari-jari r, sehingga dapat dituliskan
sebagai

R = kl / r 2 .
Jika ralat relatif dalam pengukuran panjang adalah 0,05% dan ralat relatif
dalam pengukuran jari-jari adalah 0,15 %, carilah ralat maksimum R
tersebut

3. Percepatan gravitasi dapat ditentukan dari panjang l dan periode T suatu


pendulum yang dirumuskan sebagai

4π 2l
g= .
T2
Carilah ralat maksimum g jika ralat relatif l adalah 0,2 % dan ralat relatif T
adalah 0,3%.

4. Persamaan operasional sinkroton secara relativistik dirumuskan sebagai



qB =
1 − (ωR )2 / c 2

dengan q dan m berturut-turut adalah muatan dan massa rehat partikel yang
dipercepat dalam sinkroton tersebut, B adalah imbas medan magnet, R

__________________________________________________________________
__
138 Fungsi Variabel Banyak : Turunan Parsial
_________________________________________________________________________________________
____
adalah jari-jari orbit lintasan partikel, ω adalah frekuensi sudut dan c adalah
laju cahaya. Jika ω dan R bervariasi (seluruh besaran lain konstan),
tunjukkan bahwa hubungan antara dω dan dB dapat ditulis sebagai
2
dB  q  dω
= 
B  m  ω3
atau dapat pula ditulis sebagai
dB dω 1
= .
B ω 1 − (ωR) 2 / c 2

Dalil rantai
Selanjutnya ditinjau konsep dalil rantai (chain rule) yang sangat berguna
untuk memudahkan menentukan derivatif suatu fungsi. Misalnya ingin dicari nilai
dy / dx untuk y = ln sin 2 x . Soal tersebut dapat diselesaikan dengan menuliskan
y = ln u
u = sin v
dan
v = 2x
yang selanjutnya nilai dy / dx dicari melalui dalil rantai :
dy dy du dv
=
dx du dv dx
1 2 cos 2 x
= . cos v.2 = = 2 cot 2 x
u sin 2 x
Konsep diferensial total dan dalil rantai juga dapat digabungkan untuk
menentukan derivatif fungsi. Misalkan tentukan dz / dt jika

z = x y , y = tan −1 t dan x = sin t .


Diferensial total z adalah
∂z ∂z
dz = dx + dy = yx y −1dx + x y ln x dy ,
∂x ∂y
sedangkan
__________________________________________________________________
__
139 Fungsi Variabel Banyak : Turunan Parsial
_________________________________________________________________________________________
____
dx = cos t dt
dan
dt
dy = .
1+ t2
Jadi
dt
dz = yx y −1 cos t dt + x y ln x
1 + t2
yang dengan membagi kedua ruas dengan dt diperoleh

dz x y ln x
= yx y −1 cos t +
dt 1 + t2
−1
−1 −1+ tan −1 t (sin t ) tan t ln(sin t )
= tan t (sin t ) cos t + .
1+ t2
Diferensial Implisit
Selanjutnya diberikan konsep diferensial implisit, melalui contoh soal
berikut ini. Diberikan bentuk

x + ex = t

Carilah dx / dt dan d 2 x / dt 2 . Jika diberikan nilai x tertentu, maka nilai t segera


diketahui melalui persamaan di atas. Selanjutnya grafik x dan t dapat dibuat
dengan kemiringan grafik adalah dx / dt . Dengan kata lain, x adalah sebuah fungsi
t walaupun persamaan untuk x sebagai fungsi elementer t tidak dapat ditentukan.
Untuk menentukan dx / dt , dianggap x adalah fungsi t dan selanjutnya
mendiferensialkan setiap suku persamaan tersebut ke t. Prosedur ini dinamakan
dengan diferensial implisit (implisit differentiation). Dari bentuk tersebut, jika
diturunkan ke t, hasilnya adalah
dx dx
+ ex =1
dt dt
atau
dx 1
= .
dt 1 + e x
Selanjutnya dengan menurunkan sekali lagi ke t diperoleh
__________________________________________________________________
__
140 Fungsi Variabel Banyak : Turunan Parsial
_________________________________________________________________________________________
____
2
d 2x 2
xd x x  dx 
2
+e 2
+e   =0
dt dt dt 
Dengan mengisikan nilai dx / dt di atas, akhirnya diperoleh turunan keduanya
yaitu

d 2x ex
= − .
dt 2 (1 + e x )3
Persoalan ini akan lebih mudah dipahami jika hanya ingin dicari nilai
derivatif pada suatu titik tertentu.
Sebagai contoh untuk x = 0, maka t = 1 sehingga
dx 1 1
= = .
dt 1 + e0 2
dan

d 2x e0 1
=− =− .
2 0 3
dt (1 + e ) 8

Dari contoh di atas tampak bahwa diferensial implisit adalah metode terbaik untuk
menentukan kemiringan kurva yang memiliki bentuk persamaan yang kompleks /
rumit.
Contoh penerapan lain adalah menentukan persamaan garis singgung kurva

x3 − 3 y 2 + xy + 21 = 0
pada titik (1, 2). Dengan melakukan diferensial implisit persamaan di atas ke x,
diperoleh
dy dy
3x 2 − 9 y 2 + x + y = 0.
dx dx
Substitusi nilai x = 1 dan y = 2 :
dy dy
3 − 36 + +2=0
dx dx
atau
dy 1
m= = .
dx 7
Jadi persamaan garis singgung adalah
__________________________________________________________________
__
141 Fungsi Variabel Banyak : Turunan Parsial
_________________________________________________________________________________________
____
1
y = ( x − 1) + 2
7
atau
x − 7 y + 13 = 0 .

Soal-soal latihan

1. Jika x y = y x , carilah dy / dx pada titik (2, 4).

2. Untuk kurva

x2 / 3 + y 2 / 3 = 4 ,

carilah persamaan garis singgung pada titik ( 2 2 , − 2 2 ), (8, 0) dan (0, 8).

Di atas telah ditinjau z = f ( x, y ) dengan x dan y adalah fungsi t.


Selanjutnya diasumsikan bahwa z = f ( x, y ) seperti sebelumnya, tetapi x dan y
masing-masing merupakan fungsi dua variabel s dan t. Jadi z adalah suatu fungsi s
dan t dan selanjutnya ingin dicari ∂z / ∂s dan ∂z / ∂t . Untuk memperjelas, sebagai
contoh ditinjau fungsi berikut :
z = xy , x = sin( s + t ) , y = s − t .
Ingin dicari ∂z / ∂s dan ∂z / ∂t .
Diambil diferensial masing-masing persamaan di atas yang memberikan
dz = ydx + xdy ,
dx = cos( s + t )(ds + dt ) ,
dan
dy = ds − dt .
Dengan substitusi dx dan dy ke dalam dz , diperoleh

dz = [ y cos( s + t ) + x ]ds + [ y cos( s + t ) − x ]dt

__________________________________________________________________
__
142 Fungsi Variabel Banyak : Turunan Parsial
_________________________________________________________________________________________
____
Jika s konstan, z hanya fungsi variabel t sehingga persamaan di atas dapat dibagi
dengan dt. Ruas kiri ditulis sebagai ∂z / ∂t , yaitu turunan parsial z ke t ketika s
konstan. Didapat
∂z
= y cos( s + t ) − x
∂t
dan serupa dengan itu diperoleh untuk turunan parsial z ke s berupa
∂z
= y cos( s + t ) + x .
∂s
Bentuk ∂z / ∂t sebenarnya dapat pula diperoleh dengan menggunakan dalil
rantai. Mengingat z adalah fungsi x dan y sementara keduanya fungsi t (dan s),
maka derivatif parsial z ke t dirumuskan sebagai
∂z ∂z ∂x ∂z ∂y
= + .
∂t ∂x ∂t ∂y ∂t
Dengan rumus di atas, nilai ∂z / ∂t adalah
∂z
= y cos( s + t ) − x
∂t
yang sama dengan hasil di atas.

Soal-soal Latihan
1. Jika diberikan fungsi-fungsi berikut

u = xy 2 z 3 , x = sin( s + t ) , y = cosh( s − t ) dan z = exp(st ) ,


carilah nilai
a. ∂u / ∂s
b. ∂u / ∂t .

2. Diketahui x, y dan z adalah koordinat Cartesan, sementara r, θ dan φ


adalah koordinat bola, untuk mana hubungan antara kedua koordinat
tersebut dirumuskan sebagai
x = r sin θ cos φ , y = r sin θ sin φ , z = r cosθ .

__________________________________________________________________
__
143 Fungsi Variabel Banyak : Turunan Parsial
_________________________________________________________________________________________
____
Tunjukkan bahwa :

[ ]
(dx) 2 + (dy ) 2 + (dz ) 2 = (dr ) 2 + r 2 (dθ ) 2 + sin 2 θ (dφ )2 .

3. Persamaan gelombang yang merambat sepanjang koordinat x dengan waktu


t yang berkecepatan c dapat dituliskan sebagai
u = f ( x − ct ) + g ( x + ct ) .
Tunjukkan bahwa berlaku persamaan

∂ 2u 1 ∂ 2u
− = 0.
∂x 2 c 2 ∂t 2

4. Suatu gelombang elektromagnetik yang merambat dengan laju c sepanjang


koordinat x dengan waktu t memiliki bentuk persamaan (A dan B konstan)
u ( x, t ) = A sin( x − ct ) + B cos( x + ct ) .
Tunjukkan bahwa gelombang tersebut memenuhi bentuk

∂ 2u 1 ∂ 2u
− = 0.
∂ x2 c2 ∂ t 2

5. Diberikan fungsi f ( x, y, z ) = 0 . Tunjukkan bahwa

 ∂x   ∂y 
    = 1
 ∂y  z  ∂x  z
dan
 ∂x   ∂y   ∂z 
      = −1 .
 ∂y  z  ∂z  x  ∂x  y
(Catatan : rumus-rumus tersebut banyak digunakan dalam termodinamika)

6. Diberikan bentuk fungsi S (V , T ) dan V ( P, T ) . Didefinisikan kapasitas


panas dalam termodinamika :
 ∂S 
cP = T  
 ∂T  P
__________________________________________________________________
__
144 Fungsi Variabel Banyak : Turunan Parsial
_________________________________________________________________________________________
____
dan
 ∂S 
cV = T   .
 ∂T V
Tunjukkan bahwa :
 ∂S   ∂V 
cP − cV = T     .
 ∂V T  ∂T  P

Pengubahan Variabel
Salah satu kegunaan diferensial parsial adalah dalam melakukan
pengubahan variabel (sebagai contoh dari koordinat Cartesan menjadi koordinat
kutub). Pengubahan variabel akan memberikan ungkapan yang lebih sederhana
atau persamaan diferensial yang lebih sederhana terhadap suatu sistem fisis yang
sedang ditinjau. Sebagai contoh, pada getaran selaput berbentuk lingkaran atau
aliran panas dalam silinder tegak, lebih baik digunakan koordinat polar,
sedangkan pada persoalan gelombang suara dalam suatu ruangan, koordinat
Cartesan yang lebih cocok digunakan. Untuk memperjelas konsep tersebut,
ditinjau contoh berikut ini. Gunakan pengubahan variabel :
r = x + vt
dan
s = x − vt
dalam persamaan gelombang

∂2F 1 ∂2F
− =0
∂x 2 v 2 ∂t 2
dan selesaikan persamaan tersebut.
Dari transformasi variabel tersebut, diperoleh
∂F ∂F ∂r ∂F ∂s ∂F ∂F  ∂ ∂
= + = + =  + F
∂x ∂r ∂x ∂s ∂x ∂r ∂s  ∂r ∂s 
dan
∂F ∂F ∂r ∂F ∂s ∂F ∂F ∂ ∂
= + =v −v = v −  F
∂t ∂r ∂t ∂s ∂t ∂r ∂s  ∂r ∂s 

__________________________________________________________________
__
145 Fungsi Variabel Banyak : Turunan Parsial
_________________________________________________________________________________________
____
Dari bentuk di atas diperoleh kaedah
∂ ∂ ∂
= +
∂x ∂r ∂s
dan
∂ ∂ ∂
= v −  .
∂t  ∂r ∂s 
Selanjutnya diperoleh pula

∂2F ∂  ∂F   ∂ ∂  ∂F ∂F  ∂ 2 F ∂2F ∂2F


=   =  +  + = 2 +2 +
∂x 2 ∂x  ∂x   ∂r ∂s  ∂r ∂s  ∂r ∂r∂s ∂s 2
dan

∂2F ∂  ∂F   ∂ ∂  ∂F ∂F   2
2 ∂ F ∂ 2 F ∂ 2 F 
=   = v  −  v − v  = v − 2 + 2
∂t 2 ∂t  ∂t   ∂r ∂s  ∂r ∂s   ∂r 2 ∂r ∂ s ∂s 

Dengan mengisikan keduanya ke dalam persamaan diferensial asli, diperoleh

∂2F 1 ∂2F ∂2F


− = 4 = 0.
∂x 2 v 2 ∂t 2 ∂r∂s
Persamaan di atas dapat diselesaikan dengan mudah, yaitu

∂ 2 F ∂  ∂F 
=  =0
∂r∂s ∂r  ∂s 
yang menghasilkan penyelesaian
F = f ( s ) + g (r ) = f ( x − vt ) + g ( x + vt )
dengan f dan g adalah fungsi sembarang.
Contoh berikutnya adalah menuliskan persamaan Laplace

∂2F ∂2F
+ =0
∂x 2 ∂y 2
dalam koordinat polar r, θ dengan
x = r cosθ
dan
y = r sin θ .
Dari dua transformasi koordinat di atas, diperoleh

__________________________________________________________________
__
146 Fungsi Variabel Banyak : Turunan Parsial
_________________________________________________________________________________________
____
∂F ∂F ∂x ∂F ∂y ∂F ∂F
= + = cosθ + sin θ
∂r ∂x ∂r ∂y ∂r ∂x ∂y
dan
∂F ∂F ∂x ∂F ∂y ∂F ∂F
= + = − r sin θ + r cosθ
∂θ ∂x ∂θ ∂y ∂θ ∂x ∂y
Sementara itu transformasi inversi (r ,θ ) sebagai fungsi ( x, y ) adalah

r = x2 + y 2
dan
y
θ = arctan .
x
Karena itu
∂F ∂F ∂r ∂F ∂θ ∂F sin θ ∂F
= + = cosθ −
∂x ∂r ∂x ∂θ ∂x ∂r r ∂θ
dan
∂F ∂F ∂r ∂F ∂θ ∂F cosθ ∂F
= + = sin θ + .
∂y ∂r ∂y ∂θ ∂y ∂r r ∂θ
Untuk menentukan derivatif kedua, digunakan bentuk
∂F
G=
∂x
dan
∂F
H=
∂y
yang selanjutnya memberikan
∂F sin θ ∂F
G = cosθ −
∂r r ∂θ
dan
∂F cosθ ∂F
H = sin θ + .
∂r r ∂θ
Sehingga

∂2F ∂G
=
∂x 2 ∂x
__________________________________________________________________
__
147 Fungsi Variabel Banyak : Turunan Parsial
_________________________________________________________________________________________
____

∂2F ∂H
=
∂y 2 ∂y

dan

∂ 2 F ∂ 2 F ∂G ∂H
+ = +
∂x 2 ∂y 2 ∂x ∂y
Dengan substitusi F menjadi G pada turunan parsial ke x dan F menjadi H
pada turunan parsial ke y diperoleh
∂G ∂G sin θ ∂G
= cosθ −
∂x ∂r r ∂θ
dan
∂H ∂H cosθ ∂H
= sin θ + .
∂y ∂r r ∂θ
Substitusi hasil di atas dihasilkan

∂2F ∂2F ∂G ∂H 1  ∂H ∂G 
+ = cos θ + sin θ +  cos θ − sin θ  .
∂x 2
∂y 2 ∂r ∂r r  ∂θ ∂θ 

Dari hasil di atas, tentu saja dibutuhkan empat turunan parsial G dan H yaitu
dengan menurunkan bentuk G dan H di atas :

∂G ∂ 2 F sin θ ∂ 2 F sin θ ∂F
= cos θ − +
∂r ∂r 2 r ∂r∂θ r 2 ∂θ

∂H ∂ 2 F cos θ ∂ 2 F cosθ ∂F
= sin θ + −
∂r ∂r 2 r ∂r∂θ r 2 ∂θ

∂H ∂2F ∂F cos θ ∂ 2 F sin θ ∂F


= sin θ + cosθ + −
∂θ ∂θ ∂r ∂r r ∂θ 2 r ∂θ
dan

∂G ∂2F ∂F sin θ ∂ 2 F cosθ ∂F


= cosθ − sin θ − − .
∂θ ∂θ ∂r ∂r r ∂θ 2 r ∂θ
Dari bentuk di atas :

∂G ∂H ∂ 2 F
cosθ + sin θ =
∂r ∂r ∂r 2
__________________________________________________________________
__
148 Fungsi Variabel Banyak : Turunan Parsial
_________________________________________________________________________________________
____
dan

1 ∂H ∂G  1  ∂F 1 ∂ 2 F 
 cosθ − sin θ = +
r ∂θ ∂θ  r  ∂r r ∂θ 2 

Akhirnya diperoleh

∂2F ∂ 2 F ∂ 2 F 1 ∂F 1 ∂ 2 F 1 ∂  ∂F  1 ∂ 2 F
+ = 2 + + = r + .
∂x 2 ∂y 2 ∂r r ∂r r 2 ∂θ 2 r ∂r  ∂r  r 2 ∂θ 2

Transformasi Legendre
Selanjutnya ditelaah tentang metode pengubahan variabel yang sangat
berguna dalam termodinamika dan mekanika, yang disebut dengan transformasi
Legendre (Legendre transformation). Diberikan sebuah fungsi f ( x, y ) , maka
∂f ∂f
df = dx + dy .
∂x ∂y
Selanjutnya dengan menuliskan
∂f
p=
∂x
dan
∂f
q=
∂y
maka bentuk diferensial total f menjadi
df = p dx + q dy .
Jika bentuk df dikurangi bentuk d (qy ) , diperoleh
df − d (qy ) = pdx + qdy − qdy − ydq
atau
d ( f − qy ) = pdx − ydq .
Jika didefinisikan fungsi g sebagai
g = f − qy
maka
dg = pdx − ydq

__________________________________________________________________
__
149 Fungsi Variabel Banyak : Turunan Parsial
_________________________________________________________________________________________
____
sehingga dapat disimpulkan bahwa
∂g
=p
∂x
dan
∂g
= −y .
∂q
Serupa dengan hal di atas, bentuk pdx dalam df dapat diganti dengan
− xdp melalui bentuk fungsi f − xp .

Soal-soal Latihan
1. Dalam persamaan diferensial parsial

∂2z ∂2z ∂2 z
− 5 + 6 = 0,
∂x 2 ∂x ∂y ∂y 2
lakukan substitusi
s = y + 2 x dan t = y + 3 x ,
selanjutnya tunjukkan bahwa persamaan tersebut menjadi

∂2 z
= 0.
∂s ∂t
Selesaikan bentuk persamaan terakhir ini.

2. Ubahlah variabel x ke θ melalui x = cosθ ke dalam persamaan Legendre

d2y dy
(1 − x 2 ) − 2x + 2y = 0
dx 2 dx
sehingga berubah menjadi

d2y dy
+ cot θ + 2y = 0 .
dθ 2 dθ

3. Ubahlah variabel x ke u = 2 x yang menyebabkan persamaan Besssel

__________________________________________________________________
__
150 Fungsi Variabel Banyak : Turunan Parsial
_________________________________________________________________________________________
____

2 d2y dy
x +x − (1 − x) y = 0
2 dx
dx
berubah menjadi

d2y dy
u2 +u + (u 2 − 4) y = 0 .
2 du
du

4. Dalam termodinamika, diberikan fungsi


dU = TdS − PdV
dengan U adalah energi dakhil, T adalah suhu mutlak, S adalah entropi, P
adalah tekanan dan V adalah volume. Carilah transformasi Legendre yang
memberikan :
a. Fungsi f (T , S )
b. Fungsi g (T , P )
c. Fungsi h( S , P ) .

5. Diberikan L(q, qɺ ) sedemikian sehingga


dL = pɺ dq + p dqɺ .
Carilah H ( p, q ) sedemikian sehingga
dH = qɺ dp − pɺ dq .
Di sini L dan H adalah fungsi yang biasa digunakan dalam mekanika
masing-masing dinamakan Lagrangan dan Hamiltonan. Besaran q dan p
dinamakan koordinat umum (generalized coordinat) dan momentum umum
(generalized momentum). Besaran qɺ dan pɺ biasanya melambangkan
derivatif q dan p ke waktu t.

Ekstremum fungsi dua variabel


Turunan parsial ini bermanfaat guna menyelidiki perilaku perubahan fungsi
di sekitar titik tertentu melalui deret Taylor fungsi variabel banyak dalam bentuk

produk pangkat ( x − x0 ) n ( y − y0 ) n yang merupakan perluasan deret Taylor satu


__________________________________________________________________
__
151 Fungsi Variabel Banyak : Turunan Parsial
_________________________________________________________________________________________
____
dimensi. Jika dalam deret Taylor satu dimensi, ekspansi f (x) di sekitar titik x0
adalah
∞  dn 
( x − x0 ) n
f ( x) = ∑ n!  n f ( x) 
n =0  dx  x
0

maka untuk dua variabel x dan y, ekspansi deret f ( x, y ) di sekitar titik ( x0 , y0 )


adalah
∞ n
 ∂ ∂  f ( x0 , y0 )
f ( x, y ) = ∑  ( x − x0 ) + ( y − y0 )  .
n =0 ∂x ∂y  n!

Deret Taylor dan nilai turunan-turunan parsial di berbagai titik sangat bermanfaat
untuk menentukan nilai ekstrem suatu fungsi serta mengidentifikasi sifat ekstrem
tersebut.
Ditinjau ekspansi deret Taylor fungsi f ( x, y ) di sekitar titik ekstrem /
stasioner ( xe , ye ) hingga orde dua dalam ∆x = x − xe , ∆y = y − ye atau hasil kali
silangnya, yang dirumuskan sebagai

∂f ∂f (∆x) 2 ∂ 2 f
f ( x, y ) = f ( xe , ye ) + ∆x + ∆y +
∂x x , y ∂y x , y 2 ∂x 2
e e e e xe , ye

(∆y ) 2 ∂ 2 f ∆x∆y ∂ 2 f
+ +
2 ∂y 2 2 ∂x∂y
xe , ye xe , ye

= f ( xe , ye ) + ∆f
dengan

[
∆f = P∆x + Q∆y + 12 (∆x) 2 A 1 + 2( B / A)(∆y / ∆x) + (C / A)(∆y / ∆x) 2 ]
dengan berturut-turut

∂f ∂f ∂2 f ∂2 f ∂2 f
P= ,Q = ,A= 2 ,B = 2 ,C = .
∂x x y ∂y x y ∂x ∂y ∂x∂y
e e e e xe y e xe y e xe y e

Fungsi f akan ekstrem di ( xe , ye ) apabila ∆f lenyap di ( xe , ye ) dalam orde linear

∆x dan ∆y , yang berarti

__________________________________________________________________
__
152 Fungsi Variabel Banyak : Turunan Parsial
_________________________________________________________________________________________
____
P =Q =0.

Jadi syarat perlu ekstrem adalah lenyapnya turunan parsial pertama di ( xe , ye ) .


Jika syarat ini telah terpenuhi maka
 2  2
 C   B   ∆y  
2
1 2   B  ∆y 
∆ f = A (∆x) 1 +    +   − 2    
2   A  ∆x   A   A   ∆x  

Nilai ∆ f akan positif jika


A>0
dan

C B2
− >0
A A2
atau

B 2 − AC < 0 .
Kondisi untuk mana ∆ f > 0 di sekitar ( xe , ye ) menyebabkan f minimum lokal.

Soal-Soal Latihan
1. Volume V suatu tabung lingkaran tegak diberikan oleh

V = π r 2h
dengan r adalah jari-jari dan h adalah tinggi tabung. Jika h dipertahankan
tetap pada h = 10 cm, carilah laju perubahan V terhadap r pada r = 5 cm.

2. Menurut hukum gas ideal, tekanan P, volume V dan suhu T dirumuskan oleh
persamaan
PV = kT
dengan k adalah konstanta. Carilah nilai laju perubahan tekanan terhadap
suhu pada waktu suhunya sama dengan 400 C jika volume dipertahankan
tetap pada 100 cm3.

3. Tunjukkan dari persamaan gas ideal pada nomor di atas berlaku

__________________________________________________________________
__
153 Fungsi Variabel Banyak : Turunan Parsial
_________________________________________________________________________________________
____
∂P ∂P
V +T = 0.
∂V ∂T

4. Sebuah fungsi dua variabel f ( x, y ) yang memenuhi persamaan Laplace

∂ 2 f ( x, y ) ∂ 2 f ( x, y )
+ =0
∂2 x ∂2 y
disebut sebagai fungsi harmonik. Tunjukkan bahwa fungsi-fungsi di bawah
ini adalah fungsi harmonik.

a. f ( x, y ) = x3 y − xy 3

b. f ( x, y ) = ln(4 x 2 + 4 y 2 ) .

5. Suhu pada ( x, y ) dari suatu lempeng lingkaran yang berpusat di titik asal
diberikan oleh rumus
200
T ( x, y ) = .
5 + x2 + y 2
Carilah di daerah manakah yang paling panas ?

6. Carilah nilai-nilai maksimum atau minimum lokal dari fungsi-fungsi yang


diberikan di bawah ini :

a. f ( x, y ) = x 2 − 2 x + 14 y 4

y2 x2
b. f ( x, y ) = −
b2 a2
c. f ( x, y ) = cos x + cos y + cos( x + y ) ; 0 < x < π / 2 ; 0 < y < π / 2

f ( x, y ) = e − ( x + y − 4 y ) .
2 2
d.

7. Nyatakan sebuah bilangan positif N sebagai jumlah dari tiga bilangan


sedemikian sehingga hasil kali tiga bilangan tersebut bernilai maksimum.

__________________________________________________________________
__
154 Fungsi Variabel Banyak : Turunan Parsial
_________________________________________________________________________________________
____
8. Carilah jarak terpendek antara :

a. Titik asal dan permukaan z 2 = x 2 y + 4 serta titik hubungnya


b. Titik asal dan bidang x + 2 y + 3 z = 12 serta titik hubungnya
c. Titik (1, 2, 0) dan bidang x + y + z = 0 serta titik hubungnya

9. Tentukan ukuran balok (panjang, lebar dan tinggi) yang bervolume V agar
luas permukaannya minimum.

10. Carilah ukuran balok yang volumenya V agar jumlah panjang rusuk-
rusuknya minimum.

11. Carilah suatu vektor dalam ruang tiga dimensi yang bertitik asal di O
dengan panjang 8 agar jumlah komponen-komponennya maksimum.

12. Diberikan titik-titik


P1 ( x1, y1), P2 ( x2 , y2 ), ... , Pn ( xn , yn )

pada bidang koordinat XY. Akan dicari garis y = mx + c sedemikian


sehingga jumlah kuadrat jarak tegaklurus titik-titik tersebut ke garis
y = mx + c adalah minimum, atau dengan kata lain, ingin dicari nilai
minimum bentuk fungsi
n
f (m, c) = ∑ ( yi − mxi − c)2 .
i =1

Tunjukkan bahwa minimum tersebut terjadi saat


n n n
m∑ xi2 + c ∑ xi = ∑ xi yi
i =1 i =1 i =1

dan
n n
nc + m∑ xi = ∑ yi .
i =i i =1

__________________________________________________________________
__
155 Fungsi Variabel Banyak : Turunan Parsial
_________________________________________________________________________________________
____
Selanjutnya carilah nilai m dan c untuk titik-titik (1,2), (2, 3), (3, 5) dan (4,
7).

__________________________________________________________________
__
155 Daftar Pustaka
_______________________________________________________________________________

DAFTAR PUSTAKA
Boas, M.L., 1983, Mathematical Methods in the Physical Sciences, John Wiley &
Sons, New York.
Bradbury, T.C., 1984, Mathematical Methods with Applications to Problems in
the Physical Sciences, John Wiley & Sons, New York.
Harper, C., 1976, Introduction to Mathematical Physics, Prentice−Hall, New
Jersey.
Muslim, 1993, Pengantar Fisika Matematik, Lab Atom−Inti, FMIPA UGM
Yogyakarta.
Spiegel, M.R., 1992, Matematika Lanjutan untuk Para Insinyur dan Ilmuwan,
Erlangga, Jakarta.

_______________________________________________________________________________

Anda mungkin juga menyukai